Mutiara Ramadhan 1430 H Penulis/Editor: Satrio Wahyudi “Berbagai karat abad-abad lalu dan dampakdampak berbagai peristiwa masa kini tidak mungkin bisa dibersihkan dengan anganangan yang bergejolak di dada atau kalimat yang tertulis dalam lembaran atau khutbahkhutbah yang disampaikan kepada masyarakat. Namun diperlukan ketekunan, kesabaran, terus giat, konsisten dan terus-menerus dalam beramal.” (Hasan al-Bana)
Ruang Muslim BlackBerry www.Rumus‐BB.com Rumus‐
[email protected]
"Siapa mengharap tempat puncak di surga, maka ia harus berada di tempat puncak di dalam kehidupan dunia ini.” (Muhammad Ahmad ar-Rasyid)
Daftar Isi DAFTAR ISI
I
MRD01 – DO’A SETIAP AWAL BULAN (RAMADHAN)
1
MRD02 – MENJAGA LIDAH SAAT PUASA
1
MRD03 – FILANTROPI DI BULAN SUCI
1
MRD04 – DUA KEBAHAGIAAN PUASA
2
MRD05 – TIDAK TIDUR (LAGI) HINGGA MATAHARI BERSINAR
3
MRD06 – BAGAIMANA INVESTASI DI JALAN ALLAH?... INI BUKAN INVESTASI BIASA
4
MRD07 – SEBERAPA JAUHKAH KITA MEMBUTUHKAN AL‐QUR’AN
5
MRD08 – SAHABAT SEJATI
7
MRD09 – MADRASAH MALAM
8
MRD10 – MAKAN DAN MINUM DENGAN TANGAN KANAN
8
MRD11 – KEKUATAN SEDEKAH
9
MRD12 – MENDULANG PAHALA LEWAT BERBUKA
11
MRD13 – TAWAKAL
11
MRD14 – RAHASIA KEUTAMAAN HARI JUM’AT
13
MRD15 – DO’A KETIKA BERBUKA YANG SEBENARNYA
15
MRD16 – DO’A KETIKA BERBUKA PUASA DI RUMAH ORANG LAIN
16
MRD17 –NUZULUL QUR’AN DAN PERINGATANNYA
16
MRD18 –RAMADHAN, KESEMPATAN UNTUK INSTROSPEKSI DIRI
18
i
MRD19 – KIAT MENGGAPAI 10 HARI TERAKHIR RAMADHAN
21
MRD20 – SHALAT MALAM ADALAH KEBIASAAN RASULULLAH SAW
21
MRD21 – DO’A DI MALAM LAILATUL QADAR
24
MRD22 – JANGAN BANYAK TIDUR SAAT PUASA
24
MRD23 – QANAAH
27
MRD24 – BEBERAPA HAL TENTANG ZAKAT FITRAH
28
MRD25 – MEMINTAL BENANG PAKAIAN TAKWA DI RAMADHAN
30
MRD26 – KIAT MENJAGA STAMINA BERIBADAH
31
MRD27 – ADAB DALAM BEPERGIAN (SAFAR)
33
MRD28 – SELALU MENJAMAK QASHAR SHALAT DALAM SAFAR
35
MRD29 – ZAKAT ATAS HARTA YANG TIDAK HALAL
37
ii
Mutiara Ramadhan Day 1
MRD01 – DO’A SETIAP AWAL BULAN (RAMADHAN) Rasulullah SAW setiap melihat hilal pada awal bulan selalu berdoa (dalam hal ini bulan Ramadhan):
ٍ َوﺧَﻴ ِﺷﺪ ْ ُر ُ ِهَﻠﻞ ُاﻟّﻠﻪ َ َو َر ﱡﺑﻚ َربﱢ ِﻼم َ ﺳ ْﻹ ِ وَا ِﻼ َﻣﺔ َ ﺳ َ َو ِوَاﻹِﻳ َﻤﻦ ِﻷ ْﻣﻦ َ ا ﺑِﺎ َﻋﻠَﻴﻦ َ َُأ ِهَﻠﻪ أَﻟﻠّ ُﻬﻢﱠ (ﺮ )روﻩ اﻟﺘﺮﻣ ﺬى "Ya Allah, hadirkanlah pada kami (bulan Ramadhan) dengan aman dan penuh keimanan, keselamatan dan penuh keislaman, Tuhanku dan Tuhanmulah Allah. Bulan petunjuk dan kebaikan." (HR. Tirmidzi)
Mutiara Ramadhan Day 2
MRD02 – MENJAGA LIDAH SAAT PUASA
Hadis riwayat Abu Hurairah ra, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Apabila salah seorang dari kalian bengun dalam keadaan berpuasa, maka janganlah ia berbicara jorok dan kotor, maka jika seseorang dicaci atau diperangi, maka hendaklah ia berkata: Aku sedang berpuasa, aku sedang berpuasa. (HR. Muslim)
Mutiara Ramadhan Day 3
MRD03 – FILANTROPI DI BULAN SUCI Oleh M Fathurahman Filantropi atau kedermawanan merupakan perintah Allah SWT kepada setiap manusia. Dengan cara bederma, setidaknya manusia bisa memahami kesulitan yang dirasakan orang lain. Cara ini menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk sosial, antara satu dan lainnya saling membutuhkan. Dermawan adalah sifat yang sangat terpuji lagi mulia. Allah SWT pun memiliki sifat al‐Karim, yakni Yang Mahadermawan. Jika bukan karena kedermawanan Allah SWT, kita pasti tak punya apa‐apa, tidak ada kesejahteraan, tidak pula makmur dan tenteram.
1
Dermawan juga sifat para Nabi, para sahabat, serta orang‐orang saleh. Seorang yang dermawan akan ditutupi oleh Allah SWT aib dan keburukannya. Bahkan, kebaikan demi kebaikan akan diperolehnya. Seorang penyair Arab pernah mengatakan, ''Seorang dermawan, bila engkau memujinya, semua orang akan ikut memujinya. Namun, bila engkau mencelanya, akan kau dapati hanya engkau sendiri yang mencelanya.'' Secara lebih luas, sikap dermawan dapat dimaknai sebagai perbuatan rela berkorban di jalan Allah SWT dengan harta atau bahkan jiwa raga. Dermawan bisa terwujud dalam bentuk uluran tangan untuk memberi sedekah, infak, zakat, bantuan ke masjid, pesantren, panti asuhan, maupun kaum dhuafa. Pesan moralnya adalah tumbuhnya solidaritas. Kedermawanan seperti ini pernah dicontohkan para sahabat, yang ditunjukkan kaum Anshar (Madinah) dalam menjamu kaum Muhajirin yang baru datang dari Makkah. Ketika itu, kaum Anshar melakukan kedermawanan tingkat tinggi, yaitu itsar (memberi sesuatu kepada yang lebih perlu, padahal ia sendiri masih memerlukannya). ''Dan mereka mengutamakan (orang‐orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan.'' (QS al‐Hasyr [59]: 9). Ayat ini turun pada seorang sahabat yang diminta Rasulullah SAW agar bersedia menerima seorang tamu untuk bermalam di rumahnya. Karena rasa hormat kepada Rasulullah SAW, sahabat itu menerima tamu tersebut. Padahal, ia menyadari tidak punya apa pun untuk disuguhkan, kecuali makan malam yang pas‐ pasan untuk keluarganya. Ia pun duduk bersama sang tamu, berpura‐pura ikut menyantap makanan, meski ia tidak ikut makan karena khawatir sedikitnya makanan yang disuguhkan. Pagi harinya, Allah SWT mengabadikan sifat kedermawanan sahabat tersebut dalam ayat di atas agar menjadi suri teladan. Betapa mulianya sifat dermawan ini. Dan di bulan suci Ramadhan, merupakan momentum tepat untuk berbagi, bederma, atau memberi makanan berbuka pada orang yang membutuhkan di sekeliling kita. Sumber: www.republika.co.id
Mutiara Ramadhan Day 4
MRD04 – DUA KEBAHAGIAAN PUASA ﻗ ﺎل : وﺳ ﻠﻢ اﻟﻜ ﻼم هﺬا ﻗ ﺮأت ' اﷲ "آ ﺎن رﺳ ﻮل: ﻗ ﺎل، ه ﺮﻳﺮة أﺑ ﻲ ﻋﻦ " ؛ اﻟﺴ ﻌﺎدة ﻳﺸ ﻌﺮ ان ﻳﻤﻜ ﻦ اﻧ ﻪ آﻤ ﺎ ﺳ ﺮﻳﻊ اﻟﺴ ﻌﺎدة اﺛﻨ ﺎن ﻟ ﺪﻳﻬﻢ اﻟ ﺬﻳﻦ اﻟﻨ ﺎس . (رواﻩ وﻣﺴ ﻠﻢ ﻞ ")اﻟﺒﺨ ﺎري
اﻟﺼ ﻮم ﻳﻔﻌ ﻷن... ﻰ رﺑ ﻪ
اﻟﺘﻘ ﻋﻨ ﺪﻣﺎ واﻟﺴ ﻌﺎدة ﺻ ﺎم ﻋﻨ ﺪﻣﺎ 2
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang bepuasa mempunyai dua kebahagiaan yang bisa ia rasakan; kebahagiaan ketika ia berbuka dan kebahagiaan ketika ia bertemu dengan Rabb‐nya ...karena puasa yang dilakukannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Mutiara Ramadhan Day 5
MRD05 – TIDAK TIDUR (LAGI) HINGGA MATAHARI BERSINAR Banyak umat Islam yang kembali tidur usai menyelesaikan shalat subuh. Terlebih lagi di bulan Ramadhan seperti ini. Bulan yang justru amat mulia dan banyak berkah di dalamnya, ternyata banyak yang meninggalkan spot waktu penting yang harusnya tidak ditinggalkan olehnya. Yaitu antara waktu subuh sampai terbitnya matahari. Rasulullah SAW tidak pernah meninggalkan rentang waktu ini dengan aktivitas yang rendah kadar pahalanya apalagi sampai berbuat maksiat. Rasulullah SAW senantiasa mengoptimalkan rentang waktu ini dengan aktivitas amal yang lebih utama. "Dari Jabir bin Samurah ra, ia berkata, 'Apabila Nabi SAW selesai shalat subuh, beliau tetap duduk bersila di majlisnya hingga matahari bersinar terang.'" (HR. Muslim dalam Kitab Ash‐Shalah hadits no. 670 dan HR. Abu Dawud dalam Sunan Abu Dawud, Kitab Al‐Adab, hadits no. 4850) Selesai melaksanakan shalat subuh berjamaah bersama para sahabat, Rasulullah SAW tetap duduk bersila hingga matahari memancarkan cahayanya ke muka bumi. Dalam duduknya beliau senantiasa berdzikir dan berdoa kepada Allah SWT (lihat dzikir dan doa ma'tsur pagi dan petang). Syaikh Abdul Bari Fathullah al‐Hindi di Abu Dabi memberi nasihat agar kita bersungguh‐sungguh mempergunakan waktu ini dengan segala sesuatu yang bermanfaat misalnya berdzikir, berdoa, membaca Al‐Qur'an, muraja'ah ilm syar'i atau hafalan Qur'an dan menjauhkan diri dari tidur pagi karena akan banyak sekali berkah yang terlewatkan dari waktu pagi tersebut. Beliau memberi nasihat sesuai hadits Nabi SAW: "Ya Allah berikanlah berkah kepada umatku di pagi harinya." (HR. Abu Dawud no. 2606, Tirmidzi no. 1212, Ibnu Majah no. 2236, shahih At‐Targhiib waTarhiib no, 1693) dan hadits: "Diberikan barakah kepada ummatku di pagi harinya." (HR. Abu Dawud at‐Thaayalisy dishahihkan Syaikh Alalbani dalam Shahih Jami'ush Shaghir no. 2841) Apa yang dilakukan Rasulullah SAW setelah shalat subuh juga diikuti oleh istri‐istrinya. Sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim (Kitab Adz‐Dzikir Wa Ad‐Du'a no. 2726) dan At‐Tirmidzi (Kitab Abwab Ad‐Da'awat no. 3550) dari Ummul Mukminin Juwairiyah binti Al‐Harits ra. Diceritakan bahwasannya suatu hari ketika gilirannya Juwairiyah, Nabi meninggalkannya untuk pergi ke masjid melaksanakan shalat subuh bersama para sahabat di masjid. Sementara Juwairiyah sedang berada di tempat shalatnya di dalam rumah ketika beliau tinggalkan. 3
Kemudian pada waktu matahari telah bersinar, Nabi kembali lagi ke rumah Juwairiyah, dan beliau mendapatkannya masih tetap berada di tempat shalatnya. Lalu beliau bertanya, "Apakah engkau tetap dalam keadaan seperti ini sejak aku tinggalkan?" Kata Juwairiyah, "Ya." Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya aku telah membaca empat kalimat sebanyak tiga kali setelah meninggalkanmu, dimana sekiranya empat kalimat itu ditimbang dengan apa yang engkau baca sejak tadi, niscaya akan seimbang. Empat kalimat it adalah: Subhanallah wa bi hamdihii 'adada khalqihi, wa ridha nafsihi, wa zinata arsyihi, wa midaada kalimatih." Abu Mahira Sumber: 1. Abduh Zulfidar Akaha, Kitab 165 Kebiasaan Nabi SAW, Kebiasaan ke‐22, Pustaka Al‐ Kautsar, cet. VI, 2007 2. http://www.mail‐archive.com/
[email protected]/msg10874.html
Mutiara Ramadhan Day 6
MRD06 – BAGAIMANA INVESTASI DI JALAN ALLAH?... INI BUKAN INVESTASI BIASA Allah Ta’ala berfirman, “Barangsiapa memberi pinjaman kepada Allah dengan pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan balasan pinjaman itu untuknya dan dia akan memperoleh pahala yang banyak” (Al Hadid: 11) Ibnu Katsir mengatakan bahwa yg dimaksudkan dengan ayat ini adalah berinfaq di jalan Allah secara umum (baik untuk jalan fii sabilillah atau menafkahi keluarga) dengan niat yg ikhlas dan tekad yg jujur, ini semua tercakup dlm ayat di atas. Kisah yang Menarik ‘Abdullah bin Mas’ud menceritakan bahwa tatkala turun ayat di atas, Abud Dahdaa Al Anshori mengatakan, “Wahai Rasulullah, apakah Allah menginginkan pinjaman dari kita?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Betul, wahai Abud Dahdaa.” Kemudian Abud Dahdaa pun berkata, “Wahai Rasulullah, tunjukkanlah tanganmu.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menyodorkan tangannya. Abud Dahdaa pun mengatakan, “Aku telah memberi pinjaman pada Rabbku kebunku. Kebun tersebut memiliki 600 pohon kurma.”
4
Ummud Dahda, istri dari Abud Dahdaa bersama keluarganya berada di kebun tersebut, lalu Abud Dahdaa datang dan berkata, “Wahai Ummud Dahdaa.” Istrinya mengatakan, “Iya.” Abud Dahdaa mengatakan, “Keluarlah, aku telah memberi pinjaman kebun inu pd Rabbku” Dalam riwayat lain, Ummud Dahdaa menjawab, “Engkau telah beruntung dengan penjualanmu, wahai Abud Dahdaa.” Ummu Dahda pun pergi dari kebun tadi, begitu pula anak‐anaknya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun terkagum dgn Abud Dahdaa, lalu mengatakan, “Begitu banyak tandan anggur dan harum‐haruman untuk Abud Dahdaa di surga.” (Riwayat ini adalah riwayat yang shahih. Dikeluarkan oleh Abdu bin Humaid dalam Muntakhob dan Ibnu Hibban dalam Mawarid Zhoma’an. Lihat Shahih Tafsir Ibnu Katsir 4/377) Masya Allah … Inilah investasi yg baik di jalan Allah. Ini bukan berarti Allah butuh pada pinjaman seorang hamba. Namun sebenarnya, hamba lah yang butuh dengan hal seperti ini, karena ini adalah karunia Allah agr hamba tersebut mendapatkan ganti yanga lebih baik di akhirat. Sumber: http://rumaysho.wordpress.com/2009/07/04/bagaimana‐investasi‐di‐jalan‐allah‐ini‐ bukan‐investasi‐biasa/
Mutiara Ramadhan Day 7
MRD07 – SEBERAPA JAUHKAH KITA MEMBUTUHKAN ALQUR’AN (Sebuah tulisan dalam rangka launching Al‐Qur'an for BlackBerry dari 7langit.com) "Jika hati seseorang telah bersih dan suci, niscaya ia takkan kenyang merasa untuk terus menerus membaca Al‐Qur'an." (Utsman bin Affan dan Hudzaifah r.a.) Saudaraku, Sungguh mahal dan indahnya Kalamullah. Betapa karunia Allah SWT yang sangat agung, kita dijadikan orang‐orang yang menerima Al‐Qur'an sebagai petunjuk jalan. Tak terhitung ketinggian nikmat dan kasih sayang Allah SWT, karena kita termasuk orang‐orang yang diizinkan mendengar, membaca dan merenungi kandungan firman‐firman‐Nya, Subhanallah wal hamdulillah... Benarlah apa yang diucapkan Muhammad bin Kaab Al Qurazi. Katanya, siapa yang sampai padanya Al‐Qur'an dan membacanya, maka seakan ia sedang berdialog dengan Allah SWT. Sementara Malik bin Dinar ra berkata, "Apa yang ditanam Al Qur'an dalam hati kalian? Al Qur'an adalah air kehidupan bagi setiap mukmin, sebagaimana hujan adalah air kehidupan bagi tanah." Karena itu jugalah, sebagian ulama mengatakan bahwa Al Qur'an menyerupai surat‐surat yang
5
datang dari Allah kepada kita. Agar kita bisa mendengar, membaca dan merenungi isinya, pada waktu shalat, dalam kesendirian dan mengamalkannya dalam bentuk ketaatan. Al Qur'an memang menjadi sumber inspirasi dan energi jiwa yang sangat besar bagi para salaf shalih. Lihatlah bagaimana keberanian Salim Maula Abi Hudzaifah ra, tokoh sahabat yang pernah dipuji Rasulullah SAW saat beliau mendengarkannya membaca ayat Al Qur'an. Pada perang Yamamah, Salim Maula Abi Hudzaifah ditanya oleh kaum muhajirin, "Apakah engkau tidak takut jika kami berjalan di belakangmu? Ia menjawab, "Penghafal yang paling jelek adalah aku jika aku sampai berjalan di belakang kalian dalam perang ini." (Ibnu Katsir, Al Bidayah wan Nihayah, 6/34). Saudaraku, Karena itulah, interaksi mereka pun sangat kuat dengan firman‐firman Allah SWT. Imam Suyuthi bahkan pernah menuturkan tingkat tilawah Al Qur'an para sahabat yang luar biasa. Dalam kitab Shifatu Shafwah disebutkan, Utsman bin Affan menamatkan Al Qur'an dalam satu malam dan dalam satu kali shalat. Sedangkan kita, apa yang kita lakukan saat ini, sangat jauh dari kebiasaan minimal para salaf shalih dengan Al Qur'an. Imam Ahmad bahkan telah memakruhkan menunda pengkhataman Al Qur'an lebih dari 40 hari tanpa uzur yang jelas. Ini dipegang Imam Ahmad berdasarkan riwayat Abdullah bin Amru' yang pernah ditanya oleh Rasulullah SAW, "Selama berapa hari engkau mengkhatamkan Al Qur'an?" Ia menjawab, "Selama empat puluh hari." (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Nasa'i). Lalu kita, sudah berapa banyak dari setiap 40 hari hidup kita yang terlewat tanpa kita bisa mengkhatamkan Al Qur'an? Saudaraku, Mendengar, membaca dan merenungi isi Al Qur'an adalah langkah untuk bisa menapaki hidup ini dengan pelita hidayah Allah. Tanpa sering mendengar, membaca dan merenungi isi Al Qur'an, maka hati akan menjadi keruh dan efeknya adalah tubuh menjadi lemah untuk melakukan ketaatan. Ini bukan untuk segera merubah pola hidup secara drastis dan mengejar target membaca Al Qur'an semata. Karena Rasulullah SAW pun pernah berpesan, "Bacalah Al Qur'an selama hati kalian berinteraksi dengannya. Jika telah berubah dan tidak bersambung dengannya, maka berhentilah." (Mutafaq 'alaih, Al Lu' lu' wal Marjan, 6/17). Imam Nawawi dalam Al Adzkar juga memberi batasan, bahwa tingkat pembacaan Al Qur'an tergantung masing2 orang. Siapa yang mempunyai kesibukan berpikir dan mempelajari ilmu pengetahuan, maka ia cukup membaca sesuai kadar yang dengannya ia dapat mencapai kesempurnaan pemahaman apa yang dia baca. Demikian juga bagi orang‐orang yang sibuk menyebarkan ilmu pengetahuan, mengurus tugas‐tugas untuk kepentingan umum, hendaknya ia membaca sesuai kadar yang tidak mengganggu tugasnya dengan sempurna. Sedangkan orang yang tidak termasuk di atas, hendaknya ia memperbanyak membaca Al Qur'an sedapat mungkin dengan kadar yang tidak membawa pada kebosanan dalam membaca (Al Itqan, 1/292‐295). Saudaraku,
6
Kini kita sendirilah yang menentukan. Berapa banyak surat‐surat dari Allah SWT itu yang bisa kita baca dalam satu hari? Berapa yang perlu dibaca untuk dapat menyuburkan, menyegarkan, menyejukkan, menenangkan hati kita? Sejauh mana kebutuhan kita menerima benderang pelita hidayah‐Nya dalam menjalani hidup? Sekuat apa kita bisa bertahan, melangkah dalam gelap, tanpa lentera petunjuk Allah SWT? Ya Allah, limpahkanlah rizki kepada kami, untuk dapat membaca Al Qur'an di waktu siang dan malam. Jadikanlah momentum Ramadhan tahun ini agar kami dapat kembali kepada Al Qur'an, kembali menempuh dan meniti jalan para salaf shalih. Dan jadikanlah Al Qur'an sebagai hujjah bagi kami di akhirat kelak. Amiin. Edited by Abu Mahira Maraji': Muhammad Nursani, Mencari Mutiara di Dasar Hati: Catatan Perenungan Ruhani, Seri 1, Tarbawi Press, Jakarta, 2005.
Mutiara Ramadhan Day 8
MRD08 – SAHABAT SEJATI “Perumpamaan teman yang soleh dan teman yang buruk adalah ibarat penjual minyak wangi dan peniup tungku. Penjual minyak wangi bisa memberimu tanpa kita harus membeli, atau (paling tidak) engkau akan mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan peniup tungku bisa membakar pakaianmu atau engkau akan mencium bau busuk darinya.” (HR. Bukhari dan Muslim) Do’a mencari sahabat: “Anugerahilah daku teman setia yang tulus lagi dapat meluruskan kebengkokan fitrahku, wahai Yang Menguasai Nikmat. Anugerahilah daku teman setia lagi berakal yang dapat membimbingku dan dia tidak mempunyai ‘hubungan’ sama sekali dengan dunia.” (Diwan al‐Asrar war‐Rumuz, Iqbal, hal. 71.) Sifat sahabat yang baik: Mereka yang baik tutur katanya. Mereka yang selalu memberi nasihat hanya karena Allah. Mereka yang selalu mengingatkan kita kepada hari akhirat. Mereka yang dapat meringankan beban yang memberatimu. Mereka yang objektif dan mengutamakan orang lain. Mereka yang tidak materialistis dan suka kepada hal‐hal yang meninggikan derajat. Mereka yang melenyapkan segala macam protokoler antara kamu dan dia. (Pelembut Hati, Muhammad Ahmad Ar‐Rasyid) 7
Mutiara Ramadhan Day 9
MRD09 – MADRASAH MALAM "Barangsiapa yang menunaikan qiyamul lail pada bulan Ramadhan karena keimanan dan mengharapkan pahala, niscaya akan diampuni dosa‐dosa‐nya yang telah lalu." (HR Bukhori dan Muslim) Hai malam hari, Qiyammu bagaikan madrasah Di dalamnya al‐Qur’an memberikan pelajarannya kepadaku Yaitu tentang makna ikhlas, untuk aku tekuni Sebagai jalan yang menghantarku ke surga Dan membuka mataku tentang hakikat dunia yang sebenarnya Yang selalu membuatku terlena dengan angan‐angan yang kosong Seperti bunglon yang selalu berganti warna Dalam upayanya untuk menjerumuskan diriku ke dalam dosa Maka aku menjauhinya dan mengingkarinya Serta selalu mewaspadainya Agar tidak membisikkan rayuan mautnya padaku Maka aku ikatkan hatiku dengan Penciptanya Dan dzikir yang senantiasa aku lakukan selalu menjagaku. (Aghanil Ma’rakah, Walid al‐A’zhami)
Mutiara Ramadhan Day 10
MRD10 – MAKAN DAN MINUM DENGAN TANGAN KANAN Mungkin karena terlalu lapar atau terlalu asyik dengan hidangan berbuka atau sahur, kita melupakan satu hal yang sangat penting dalam adab makan dan minum, yaitu dengan menggunakan tangan kanan. Sering kali kita menyuap nasi dengan sendok di tangan kanan, lalu menyuap lauk (misal tempe) dengan garpu di tangann kiri, atau kerupuk dengan tangan kiri. Bisa juga ketika makan gorengan. Gorengan di tangan kanan, cabe rawit‐nya dengan tangan kiri. Demikian juga bila kebetulan kita berkunjung ke restoran yang menyediakan alat makannya di meja secara default berupa pisau dan garpu. Dengan alasan tidak bisa atau tidak biasa, kita jadi permisif menggunakan garpu untuk memotong dengan tangan kanan, dan menyuap makanan dengan tangan kiri kita. Na'udzubillah.. "Dan dari Hafshah binti Umar ra, ia berkata, 'Bahwasanya Rasulullah SAW selalu menggunakan tangan kanannya untuk makan, minum dan berpakaian. Dan beliau menggunakan tangan kirinya untuk selain itu'." (HR. Abu Dawud)1.
8
Tidak hanya untuk dirinya, Nabi juga memerintahkan umatnya untuk makan dan minum dengan menggunakan tangan kanan. Karena makan dan minum dengan tangan kanan adalah bagian dari adab Islam. Hal ini bukan dari sekedar budaya Arab, tetapi merupakan bagian dari ajaran Syariat Islam. Rasulullah SAW bersabda, "Apabila salah seorang kalian makan, hendaknya makan dengan tangan kanan. Dan apabila ia minum, hendaknya minum dengan tangan kanan. Karena sesungguhnya setan makan dengan tangan kiri dan minum dengan tangan kiri." (Al‐Hadits)2. Dalam riwayat lain dari Umar bin Abi Salamah ra, disebutkan bahwa Nabi bersabda kepadanya, "Sebutlah nama Allah, lalu makan dengan tangan kananmu, dan makanlah dari yang ada di dekatmu." (Muttafaq Alaih)3. Pada waktu Rasulullah SAW memerintahkan Umar bin Abi Salamah, ia masih usia anak‐anak. Artinya, kepada anak‐anak pun beliau sudah menekankan agar makan dengan tangan kanan, sehingga di kemudian hari ketika besar dia sudah terbiasa makan dan minum dengan menggunakan tangan kanan. Sudah seharusnya juga kita mengajarkan anak‐anak kita untuk makan dan minum dengan tangan kanan sejak sedini mungkin. Walaupun anak kita terlahir kidal, insya Allah dengan mengajarkan makan dan minum dengan tangan kanan sejak dini akan menjadi terbiasa. Untuk aktivitas lain di luar adab Islam ia tetap bisa menggunakan tangan kirinya. Abu Mahira Disarikan dari Kitab 165 Kebiasaan Nabi SAW, Kebiasaan ke‐82 oleh Abduh Zulfidar Akaha, penerbit: Pustaka Al‐Kautsar, cet. VI, 2007. ___________________________ 1. Sunan Abu Dawud, Kitab Ath‐Thaharah, Bab Karahah Mass Adz‐Dzakar bi Al‐Yamin fi Al‐Istibra', hadits no. 32 2. HR. Ahmad, Muslim, Ibnu Majah, Abu Dawud, dan At‐Tirmidzi dari Ibnu Umar ra. 3. Al‐ Lu' lu' wa Al‐Marjan 3/17, hadits no. 1313.
Mutiara Ramadhan Day 11
MRD11 – KEKUATAN SEDEKAH Dikisahkan dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Turmudzi dan Ahmad, sbb : Tatkala Allah Ta'ala menciptakan bumi, maka bumipun bergetar. Lalu Allah menciptakan gunung dengan kekuatan yang telah diberikan kepadanya, ternyata bumipun terdiam. 9
Para malaikat terheran‐heran akan penciptaan gunung tersebut. Kemudian mereka bertanya "Ya Rabbi, adakah sesuatu dalam penciptaan‐Mu yang lebih kuat daripada gunung ?" Allah menjawab, " Ada , yaitu besi" (kita mafhum bahwa gunung batupun bisa menjadi rata ketika dibor dan diluluhlantakkan oleh buldozer atau sejenisnya yang terbuat dari besi). Para malaikat bertanya lagi "Ya Rabbi, adakah sesuatu dalam penciptaan‐Mu yang lebih kuat daripada besi ?" Allah yang Maha Suci menjawab, " Ada , yaitu api" (besi, bahkan bajapun bisa menjadi cair dan lumer setelah dibakar api). Para malaikat kembali bertanya "Ya Rabbi, adakah sesuatu dalam penciptaan‐Mu yang lebih kuat daripada api ?" Allah yang Maha Agung menjawab, " Ada , yaitu air" (api membara sedahsyat apapun niscaya akan padam jika disiram air). Para malaikatpun bertanya kembali "Ya Rabbi, adakah sesuatu dalam penciptaan‐Mu yang lebih kuat daripada air ?" Allah yang Maha Tinggi dan Maha Sempurna menjawab, " Ada , yaitu angin" (air disamudera luas akan serta merta terangkat, bergulung‐gulung dan menjelma menjadi gelombang raksasa yang dahsyat, tiada lain karena kekuatan angin. Angin ternyata memiliki kekuatan yang teramat dahsyat). Akhirnya para malaikatpun bertanya lagi "Ya Allah, adakah sesuatu dalam penciptaan‐Mu yang lebih dahsyat dari itu semua ?" Allah yang Maha Gagah dan Maha Dahsyat kehebatannya menjawab, " Ada , yaitu amal anak Adam yang mengeluarkan sedekah dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya tidak mengetahuinya". Artinya, yang paling hebat, paling kuat dan paling dahsyat sebenarnya adalah orang yang bersedekah tetapi tetap mampu menguasai dirinya, sehingga sedekah yang dilakukannya bersih, tulus dan ikhlas tanpa ada unsur pamer ataupun keinginan untuk diketahui orang lain. Berkaitan dengan ikhlas ini, RasulAllah SAW mengingatkan dalam pidatonya ketika beliau sampai di Madinah pada waktu hijrah dari Makkah : "Wahai segenap manusia ! Sesungguhnya amal itu tergantung kepada niat, dan seseorang akan mendapatkan (pahala) sesuai dengan apa yang diniatkannya". Oleh karena itu hendaknya kita selalu mengiringi sedekah kita dengan niat yang ikhlas hanya karena Allah semata, tanpa tendensi ingin dipuji, dianggap dermawan, dihormati, dll yang dapat menjadikan sedekah kita menjadi sia‐sia. Semoga menggugah kita untuk menghidupkan sunnah Rosul untuk senantiasa bersedekah Dikutip Dari: http://www.wisatahati.com/
10
Mutiara Ramadhan Day 12
MRD12 – MENDULANG PAHALA LEWAT BERBUKA Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,”Allah Azza wa Jalla berfirman, ‘hambaku yang paling Ku‐cintai adalah, yang menyegerakan berbuka.” (HR At Tirmidzi). Berpatok kepada hadits di atas, maka menyegerakan berbuka adalah amalan yang disyariatkan, sehingga para ulama berpendapat bahwa amalan ini mustahab, jika yang bersangutan telah yakin bahwa matahari benar‐benar sudah terbenam. (Al Muhadzab dengan Al Majmu’nya, 6/378). Dalam berbuka juga disunnahkan untuk memakan kurma atau meminum air, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,”Jika salah satu dari kalian berbuka, maka berbukalah dengan kurma, dan jika tidak menemui, maka berbukalah dengan air, sesungguhnya air itu mensucikan." (HR. Abu Dawud). Selain itu juga disunnahkan memberi makan untuk berbuka, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,”Barang siapa memberi makanan untuk berbuka bagi orang yang berpuasa, maka baginya pahala sebagaimana pahala orang yang berpuasa, dan itu tidak mengurangi pahala yang berpuasa" (HR. At Tirmidzi). Disamping memberikan makanan untuk berbuka puasa kepada mereka yang berpuasa, disunnahkan juga berdoa. Karena waktu berbuka adalah waktu mustajabah. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Sesungguhnya bagi orang yang berpuasa saat ia berbuka, doanya tidak tertolak” (HR. Ibnu Majah) Sumber: www.hidayatullah.com
Mutiara Ramadhan Day 13
MRD13 – TAWAKAL Oleh: Muhammad A Saefulloh “dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar‐benar orang yang beriman". (QS Al‐Maidah [5] : 23). Secara etimologi, tawakal adalah mempercayakan, memasrahkan dan menyerahkan permasalahan kepada pihak lain. Tawakal menunjukkan adanya kelemahan dan ketergantungan kepada pihak lain. Dalam Al Quran, kata tawakal berjumlah 42 dalam segala bentuk, tunggal atau jamak, berkonotasi memasrahkan diri, mempercayakan serta menyerahkan segala permasalahan kepada Allah SWT. Sedangkan secara istilah, Ibnu utsaimin memberikan definisi, tawakal adalah bentuk ketergantungan dan kepasrahan yang benar kepada Allah SWT, sebagai zat yang berkuasa
11
mendatangkan manfaat dan menepis marabahaya dengan senantiasa melakukan ikhtiar (usaha) sebagaimana yang diperintahkan‐Nya. Bertawakal bukan berarti tidak melakukan ikhtiar (usaha), tetapi lebih dari itu, tawakal berarti menyerahkan segala urusan kepada Allah SWT sembari senantiasa melakukan ikhtiar. Ibnu Qayyim menjelaskan : rahasia dan hakikat tawakal adalah kepasrahan jiwa kepada Allah SWT, karena itu segala bentuk ikhtiar tidak akan ada manfaatnya, jika dilakukan tanpa kepasrahan kepada Allah. Tawakal kepada Allah, menurut Syeikh Ibnu Taimiyah adalah upaya untuk mendatangkan manfaat dan menepis mudharat. Tawakal menurutnya mempunyai makna lebih luas dari mengharap pertolongan yang dikaitkan dengan amalan. Hakikat tawakal adalah ibadah dan isti’anah (meminta tolong kepada Allah). Seperti difirmankan Allah, ”Maka sembahlah Dia dan bertawakallah kepada‐Nya.” (QS.Hud [11] : 123). Bisa juga dilihat dalam (QS Hud [11] :88; Ar‐Ra’d [13] :30; Al‐Muzammil [73] : 9; Asy‐Syura [42] : 10). Jika seseorang bertawakal kepada Allah SWT, Allah akan mencukupkan dirinya dan cukuplah Allah baginya, cukup baginya berarti Allah‐lah yang mencukupi (segala sesuatu) bagi dirinya, mencegah datangnya keburukan, mencukupkan yang menjadi keinginan dan menjaganya dari musuh. Syekh Abu Nashr as‐sarraj membagi orang‐orang yang bertawakal kedalam 3 tingkatan, yaitu pertama, tawakalnya mukmin, cirinya yaitu melemparkan diri dalam penghambaan, ketergantungan hati dengan Allah dan tenang dengan kecukupan. Jika diberi ia akan bersyukur, jika tidak diberi tetap bersabar dan rela dengan takdir yang telah ditentukan. Kedua, tawakalnya orang yang khusus, yaitu bertawakal kepada Allah bukan karena Allah, maka sebenarnya ia belum bertawakal kepada Allah sampai ia bertawakal kepada Allah, dengan Allah dan karena Allah. Ia hanya akan bertawakl kepada Allah dalam tawakalnya, bukan karena faktor atau sebab lain. Ketiga, tawakalnya orang kelas paling khusus (khusshulkhusus), yaitu tawakalnya adalah bergantungnya hati kepada Allah SWT. Ada beberapa tahapan yang harus dilakukan sebelum kita tawakal, yaitu ma’rifatullah (mengenal Allah) dan sifat‐sifatnya, melakukan ikhtiar sebagai bagian dari sebab, merealisasikan ajaran tauhid, bergantung kepada Allah, berbaik sangka kepada Allah, menyerahkan hati kepada Allah, dan memasrahkan diri. Tawakal kepada Allah berarti menggabungkan ilmu hati dan amalan hati. Mengetahui bahwa Allah‐lah yang mengdirkan segala sesuatu dan yang mengatur semuanya merupakan ilmu hati. Sedangkan amalan hati hanya bisa dilakukan dengan tenangnya hati kepada Allah, bersandar dan percaya kepada‐Nya. Banyak manfaat dari tawakal kepada Allah SWT, di antaranya yaitu menang melawan musuh (QS.Ali Imran [3] : 173‐174 dan QS.Al‐Ahzab [33] : 22), mendatangkan kemaslahatan dan menepis kemudharatan serta mendatangkan rezeki dan mempercepat kesembuhan, menguatkan dan
12
memotivasi jiwa, menjaga jiwa dari keterpurukan dan gangguan syaraf, menjauhkan manusia dari putus asa dan frustasi serta dari melakukan bunuh diri. Jiwa, harta, anak dan keluarga senantiasa terjaga (QS.Yusuf [12] : 67), menumbuhkan semangat dalam hati untuk beramal, membangun mentalitas yang tegar dan mulia (QS.Ali Imran [3] : 173‐ 174), membuka pintu rezeki, mewujudkan kesuksesan, selalu bersama Allah, mendatangkan cinta Allah kepada hamba‐Nya, memasukkan pelakunya kedalam surga tanpa hisab, tawakal adalah kehormatan, izzah dan kekayaan. *) Muhammad A Saefulloh, MA adalah asatidz Majelis Azzikra dan Kepala Madrasah Aliyah YAPINA alternative Islamic Schools Bojongsari Sawangan Depok Jawa Barat. (sumber: http://bukitazzikrasentul.com)
Mutiara Ramadhan Day 14
MRD14 – RAHASIA KEUTAMAAN HARI JUM’AT Novelis Ayu Sutrisna (diperankan Suzanna) sering mengalami tangan gemetar dan keringat dingin keluar karena mengidap phobia tertentu. Anton (diperankan Alan Nuari), psikiater dan sekaligus pacar yang merawatnya, menganjurkan hidup santai dan menghindari suasana sibuk dan bising. Ia pun menyepi di sebuah rumah tua milik ayah Anton. Namun dua penjaga rumah tua itu mati mengerikan ketika mencoba memperkosa Ayu. Mereka diperkirakan dibunuh setan. Akhirnya tabir terbuka, ayah Anton mengaku bahwa istrinya telah melahirkan bayi di malam Jumat Kliwon dan terbunuh. Malam Jumat Kliwon adalah film horor Indonesia yang dirilis pada tahun 1986. Film yang disutradari oleh Sisworo Gautama Putra ini dibintangi antara lain oleh Suzanna dan Alan Nuari. Malam Jumat Kliwon adalah film horor Indonesia yang dirilis pada tahun 1986. Film yang disutradari oleh Sisworo Gautama Putra ini dibintangi antara lain oleh Suzanna dan Alan Nuari. Alkisah, di atas era 80‐an dan seterusnya, para sineas lain di Indonesia menjadikan hari Jumat sebagai hari menakutkan. Hampir bisa disaksikan di semua TV atau film‐film horor, menjadikan hari Jumat sebagai hari “kebangkitan” para setan. Walhasil, hari Jumat adalah hari menyeramkan! Begitulah para sineas Indonesia yang telah ikut menyumbang keburukan dengan menjadikan Hari Jumat seolah‐oleh hari paling sial dan menakutkan. Andai Rasulullah masih hidup di tengah‐ tengah kita, mungkin baginda akan marah besar. Betapa tidak, karena baginda Rasulullah sangat memuliakan hari Jumat. Dalam banyak riwayat, Rasulullah bahkan meminta kita memuliakan hari itu.
13
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah pernah bersabda. “Hari terbaik di mana matahari terbit di dalamnya ialah hari Jumat. Pada hari itu Adam Alaihis Salam diciptakan, dimasukkan ke surga, dikeluarkan daripadanya dan kiamat tidak terjadi kecuali di hari Jumat.” [Riwayat Muslim] Rasulullah juga pernah bersabda, “Sesungguhnya hari yang paling utama bagi kalian adalah hari Jumat, maka perbanyaklah sholawat kepadaku di dalamnya, karena sholawat kalian akan ditunjukkan kepadaku, para sahabat berkata: ‘Bagaimana ditunjukkan kepadamu sedangkan engkau telah menjadi tanah?’ Nabi bersabda: ‘Sesungguhnya Allah mengharamkan bumi untuk memakan jasad para Nabi.” (Shohih. HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, An‐Nasa’i) Keistimewaan lain hari Jumat adalah saat‐saat dikabulkannya doa, yaitu saat‐saat terakhir setelah shalat ashar (seperti yang dijelaskan dalam banyak hadits) atau di antara duduknya imam di atas mimbar saat berkhutbah Jumat sampai shalat selesai ditunaikan. Amalan Mulia Allah mengkhususkan hari Jumat ini hanya bagi kaum Muslimin dari seluruh kaum dari umat‐umat terdahulu. Di dalamnya banyak rahasia dan keutamaan yang datangnya langsung dari Allah. Beberapa rahasia keagungan hari Jumat adalah sebagai berikut: Pertama, Hari Keberkahan. Di mana di hari Jumat berkumpul kaum Muslimin di masjid‐masjid untuk mengikuti shalat dan sebelumnya mendengarkan dua khutbah Jumat yang mengandung pengarahan dan pengajaran serta nasihat‐nasihat yang ditujukan kepada kaum muslimin yang kesemuanya mengandung manfaat agama dan dunia. Ibnu Qayyim al‐Jauziyyah rahimahullah menyebut hari Jumat memiliki 33 keutamaan. Bahkan Imam as‐Suyuthi menyebut ada 1001 keistimewaan. Kedua, Hari Dikabulkannya doa. Di antara rahasia keutamaan hari Jumat lain adalah, di hari itu terdapat waktu‐waktu dikabulkannya doa. “Di hari Jumat itu terdapat satu waktu yang jika seorang Muslim melakukan shalat di dalamnya dan memohon sesuatu kepada Allah Ta’ala, niscaya permintaannya akan dikabulkan.’ Lalu beliau memberi isyarat dengan tangannya yang menunjukkan sedikitnya waktu itu.” [HR.Bukhari dan Muslim] Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya pada hari Jumat terdapat waktu mustajab bila seorang hamba muslim melaksanakan shalat dan memohon sesuatu kepada Allah pada waktu itu, niscaya Allah akan mengabulkannya.” [Muttafaqun Alaih] Ketiga, Hari Diperintahkannya Shalat Jumat. Rasulullah bersabda, “Hendaklah kaum‐kaum itu berhenti dari meninggalkan shalat Jumat. Atau (jika tidak) Allah pasti akan mengunci hari mereka, kemudian mereka pasti menjadi orang‐orang yang lalai.” [Muslim]. Dalam riwayat lain Rasulullah menyebutkan, “Shalat Jumat adalah hak yang diwajibkan kepada setiap Muslim kecuali empat orang; budak atau wanita, atau anak kecil, atau orang sakit.” [Abu Daud] Firman Allah:
14
“Hai orang‐orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli, yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” [QS: Al‐Jumu'ah:9] Keempat, Hari Pembeda antara Islam dan Non‐Muslim. Hari Jumat adalah hari istimewa bagi kaum Muslim. Selain itu diberikan Nabi untuk membedakan antara harinya orang Yahudi dan orang Nashrani. Abu Hurairah meriwayatkan, Rasulullah bersabda: "Allah telah memalingkan orang‐orang sebelum kita untuk menjadikan hari Jumat sebagai hari raya mereka, oleh karena itu hari raya orang Yahudi adalah hari Sabtu, dan hari raya orang Nasrani adalah hari Ahad, kemudian Allah memberikan bimbingan kepada kita untuk menjadikan hari Jumat sebagai hari raya, sehingga Allah menjadikan hari raya secara berurutan, yaitu hari Jumat, Sabtu, dan Ahad. Dan di hari kiamat mereka pun akan mengikuti kita seperti urutan tersebut, walaupun di dunia kita adalah penghuni yang terakhir, namun di hari kiamat nanti kita adalah urutan terdepan yang akan diputuskan perkaranya sebelum seluruh makhluk." [HR. Muslim] Kelima, Hari Allah menampakkan diri. Dalam sebuah riwayat disebutkan,Hari Jumat Allah menampakkan diri kepada hamba‐hamba‐Nya yang beriman di Surga. Dari Anas bin Malik dalam mengomentari ayat: "Dan Kami memiliki pertambahannya" (QS.50:35) mengatakan: "Allah menampakkan diri kepada mereka setiap hari Jumat." Masih banyak keistimewan hari Jumat. Di antaranya adalah; Dalam "al‐Musnad" dari hadits Abu Lubabah bin Abdul Munzir, dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, beliau bersabda: "Penghulunya hari adalah hari Jumat, ia adalah hari yang paling utama di sisi Allah Subhanahu Wata'ala, lebih agung di sisi Allah Subhanahu Wata'ala dari pada hari Idul Fitri dan Idul Adha. Pada hari Jumat tersebut terdapat lima keistimewaan: Hari itu, bapak semua umat manusia, Nabi Adam 'Alaihissalam diciptakan, diturunkan ke dunia, dan wafat. Hari kiamat tak akan terjadi kecuali hari Jum’at. Karena itu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, sangat memuliakan hari ini, menghormatinya, dan mengkhususkannya untuk beribadah dibandingkan hari‐hari lainnya.
Mutiara Ramadhan Day 15
MRD15 – DO’A KETIKA BERBUKA YANG SEBENARNYA Dari Umar r.a., Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berbuka membaca,
ﺷَﺎ َء اﻟَّﻠ ُﻪ ِْإن ُﺟﺮ ْﻷ َ ا َ َو َﺛ َﺒﺖ ُا ْﻟ ُﻌﺮُوق ِوَا ْﺑ َﺘَّﻠﺖ ُﻈّ َﻤﺄ َ اﻟ َ َذ َهﺐ “Dzahabazh zhoma‐u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah [Rasa haus telah hilang dan urat‐urat telah basah, dan pahala telah ditetapkan insya Allah]” 15
(HR. Abu Daud, Ad‐Daaruquthni dan Ibn Hajar. Ad‐Daaruquthni mengatakan isnadnya shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan) Adapun mengenai do’a berbuka yang biasa tersebar di tengah‐tengah kaum muslimin: “Allahumma laka shumtu wa bika aamantu wa ‘ala rizqika afthortu….”, perlu diketahui bahwa ada beberapa riwayat yang membicarakan do’a ketika berbuka semacam ini. Di antaranya adalah dalam Sunan Abu Daud no. 2357, Ibnus Sunni dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no. 481 dan no. 482. Namun hadits‐hadits yang membicarakan hal ini adalah hadits‐hadits yang lemah. Di antara hadits tersebut ada yang mursal yang dinilai lemah oleh para ulama pakar hadits. Juga ada perowi yang meriwayatkan hadits tersebut yang dinilai lemah dan pendusta oleh para ulama pakar hadits. (Lihat Dho’if Abu Daud no. 2011 dan catatan kaki Al Adzkar yang ditakhrij oleh ‘Ishomuddin Ash Shobaabtiy) Betul, bahwa doa pakai bahasa Indonesia pun boleh, masa' pakai bahasa arab yang artinya bagus dilarang. Tetapi sebagai muslim yang baik, muslim yang mencintai Rasulullah SAW, tentu kita akan lebih senang memakai yang shahih/hasan dari beliau SAW, apalagi jika untuk diajarkan kepada anak cucu kita. AbuMahira
Mutiara Ramadhan Day 16
MRD16 – DO’A KETIKA BERBUKA PUASA DI RUMAH ORANG LAIN Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika disuguhkan makanan oleh Sa’ad bin ‘Ubadah, beliau mengucapkan, ﻼ ِﺋ َﻜ ُﺔ َ ﻋَﻠ ْﻴ ُﻜ ُﻢ ا ْﻟ َﻤ َ ْﺻَّﻠﺖ َ َو ُﻷ ْﺑﺮَار َ ﻃﻌَﺎ َﻣ ُﻜ ُﻢ ا َ َ َوَأ َآﻞ َﺼّﺎ ِﺋﻤُﻮن َ اﻟ ُﻋ ْﻨ َﺪ ُآﻢ ِ َﻄﺮ َ َأ ْﻓ “Afthoro ‘indakumush shoo‐imuuna wa akala tho’amakumul abroor wa shollat ‘alaikumul malaa‐ ikah [Orang‐orang yang berpuasa berbuka di tempat kalian, orang‐orang yang baik menyantap makanan kalian dan malaikat pun mendo'akan agar kalian mendapat rahmat].” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Mutiara Ramadhan Day 17
MRD17 –NUZULUL QUR’AN DAN PERINGATANNYA Tidak terasa shaum kita telah menginjak hari ke‐17 bulan Ramadhan, semoga Allah menerima amal shaum kita dan memberikan kita kesempatan meraih kemenangan di Ramadhan ini, Aamiin.
16
Tadi malam, di banyak daerah di Indonesia, ramai‐ramai memperingati hari turunnya Al‐Qur'an atau yang dikenal dengan istilah Nuzulul Qur'an. Memang di antara peristiwa luar biasa yang terjadi di bulan Ramadhan ini adalah peristiwa Nuzulul Qur'an ini. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah apakah benar Nuzulul Qur'an itu jatuh pada malam/hari ke 17 (sebut saja begitu)? Adakah hadits atau ayat yang bisa dijadikan sebagai dalil dan sandaran malam tersebut? Mari kita membahasnya.. Allah berfirman dalam surat al‐Baqoroh 185: "Bulan Ramadhan adalah bulan diturunkannya al‐Qur'an sebagai petunjuk bagi seluruh manusia dan penjelasan tentang petunjuk itu dan sebagai furqon (pembeda antara yang haq dan yang batil)..." Firman‐Nya: "Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al‐Qur'an) pada lailatul Qodar."(QS al‐Qodar: 1) Firman‐Nya: "Sesungguhnya Kami telah menurunkan al‐Qur'an pada malam yang penuh berkah."(Qs Ad‐ Dukhon: 3) Hadits‐hadits: 1. Diriwayatkan oleh Syaikhoin, dari Aisyah ra: Peristiwa yang terjadi pertama kali pada Rasulullah saw ketika menerima wahyu mimpi yang benar. Mimpi yang selalu dialami pada saat‐saat itu datang dengan terangnya waktu subuh. Lalu beliau dibuat suka untuk melakukan khalwat / ibadah (berkontemplasi). Itu dilakukan di gua Hira. Beliau berkhalwat beberapa malam dengan bekal yang dibawanya. Setelah itu kemudian Rasulullah kembali kepada istrinya Khadijah ra untuk mengambil bekal... sampai teks... ketika Rasulullah sedang berkhalwat ia bercerita: Tiba‐tiba datanglah sesosok malaikat sambil menyuruhku membaca: "bacalah" Rasul menjawab: "Aku tidak bisa membaca." Lalu beliau disekap hingga sesak dadanya. Kemudian malaikat itu menyuruh lagi hingga sampai terjadi 3 kali dan dijawab yang sama oleh Rasulullah saw. kemudian Jibril membimbingnya: "Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu.." sampai ayat.."Yang telah mengajarkan manusia apa‐apa yang tidak dia ketahuinya.." Kemudian Rasulullah pun pulang dengan tubuh gemetaran.." 2. Diriwayatkan oleh Syaikhoin dari Abu Salmah bin Abdurrahman ia berkata: Aku bertanya kepada Jabir bin Abdullah: "Surat apa yang pertama kalian diturunkan?" Jabir menjawab: "hai orang‐orang yang berselimut."(Qs al‐Muddatstsir: 1). Abu Salmah bertanya lagi: "Atau surat al‐Alaq?"...dst 3. Riwayat lain menyebutkan bahwa surat yang pertama kali turun adalah surat al‐Fatihah. 4. Riwayat lain ayat: "Bismillahirrahmanirrahim". Dengan alasan karena basmalah diturunkan bersamaan dengan awal setiap surat. Pendapat yang kuat:
17
Ayat yang pertama kali turun adalah surat al‐Alaq: 1‐5 yang diriwayatkan oleh Aisyah ra. Itu sebagai bukti kenabian Rasulullah. Sementara surat al‐Muddatstsir sebagai dalil isi misi diutusnya Rasulullah saw. Turunnya al‐Qur'an pada bulan Ramadhan: Surat al‐Alaq 1‐5 dan surat al‐Muddatstsir turun pada bulan Ramadhan. Lalu Al‐Qur'an turun pada malam Lailatul Qodar, bukan malam/hari ke 17 dari Ramadhan, dalilnya: Surat al‐Baqoroh: 185, Surat ad‐Dhukhon dan surat al‐Qodar di atas. Malam berkah pada surat ad‐Dukhon menunjukan ia adalah malam kemuliaan (lailatul Qodar). Secara detail al‐Qur'an turun sekaligus dari Lauhil Mahfuz ke Baitul Izzah di langit dunia. Dari Ibnu Abbas ra berkata: "Al‐Qur'an diturunkan sekaligus ke langit dunia. Dan itu tempatnya di pusat perbintangan. Allah menurunkannya kepada Rasulullah saw secara bertahap."(HR. Hakim dan Baihaki) Diriwayatkan dari Ibnu Abbas juga: "al‐Qur'an ini diturunkan pada bulan Ramadhan ke langit dunia sekaligus. Kemudian setelah itu ia turun secara bertahap."(HR. Thabrani) Pendapat yang kuat dan bisa dijadikan pegangan dalam Nuzulul Qur'an ini adalah: 1. Turun sekaligus pada Lailatul Qodar ke langit dunia (Baitul Izzah). 2. Turun dari langit dunia ke bumi secara bertahap dalam waktu 23 tahun. Kesimpulannya adalah bahwa sebagian besar al‐Qur'an turun pada bulan Ramadhan. Tepatnya pada lailatu Qodar. Sementara adat kebiasaan yang mengatakan turunnya al‐Qur'an itu pada malam atau hari ke‐17 berdalilkan secara umum, yakni bukan pada lailatul qodar. Jadi, sebaiknya lailatul qodar itu sendiri adalah waktu istimewa bagi kita untuk merenung bahwa wahyu ilahi ini turun untuk mengingatkan manusia akan tugasnya dalam mengemban misi al‐ Qur'an sebagai rahmatan lil a'lamin ini. Dan seyogyanya juga sebulan penuh pada Ramadhan ini kita isi dengan memperbanyak membaca al‐Qur'an mengingat hampir sebagian besar ayat‐ayat al‐Qur'an turun pada bulan suci ini dengan berbagai peristiwa penting sejarah Islam dan misi kenabian Rasululllah saw untuk semesta alam. Wallahu a'lam. AbuMahira (disadur dari: http://islamunderattack.multiply.com by: Hidayatullah)
Mutiara Ramadhan Day 18
MRD18 –RAMADHAN, KESEMPATAN UNTUK INSTROSPEKSI DIRI ‘Umar Al‐Farûq Rådhiyallåhu ‘anhu berkata, 18
“Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab! timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang!, dan berhiaslah (beramal solehlah) untuk persiapan hari ditampakkannya amalan hamba!” Allåh berfirman “Pada hari itu kalian dihadapkan (kepada Tuhan kalian), tiada sesuatupun dari keadaan kalian yang tersembunyi (bagi Allåh)” (QS 69:18). Benarlah apa yang diucapkan oleh Al‐Farûq, sesungguhnya muhasabah diri di dunia ini jauh lebih ringan daripada hisab Allåh di hari dimana rambut anak‐anak menjadi putih. Yang menghisab adalah Allåh dan yang menjadi bukti otentik adalah kitab yang sifatnya “Kitab yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar melainkan ia mencatat semuanya. Dan mereka mendapati apa yang telah mereka kerjakan (di dunia) nampak tertulis. Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorangpun jua” (QS 18:49). Al‐Hasan (Al‐Bashri) berkata, “Seorang mukmin adalah pengendali dirinya, (hendaknya) dia menghisab dirinya karena Allåh. Yang menyebabkan suatu kaum hisab mereka ringan di akhirat kelak adalah karena mereka telah menghisab jiwa mereka di dunia. Dan hanyalah yang menyebabkan beratnya hisab pada suatu kaum di hari kiamat kelak adalah karena mereka mengambil perkara ini tanpa bermuhâsabah (di dunia)”[Hilyatul Auliyâ’ 2/157] Hakekat dari muhâsabah adalah menghitung dan membandingkan antara kebaikan dan keburukan, sehingga dengan perbandingan ini diketahui mana dari keduanya yang terbanyak. [Madârijus Sâlikîn 1/321] Ibnul Qoyyim menjelaskan, “Namun perhitungan ini (muhâsabah) akan terasa sulit bagi orang yang tidak memiliki tiga perkara, yaitu cahaya hikmah, berprasangka buruk kepada diri sendiri dan pembedaan antara nikmat dan fitnah (istidrâj). (Pertama), cahaya hikmah yaitu ilmu yang dengannya seorang hamba bisa membedakan antara kebenaran dan kebatilan, petunjuk dan kesesatan, manfaat dan mudhorot, yang sempurna dan yang kurang, kebaikan dan keburukan. Dengan demikian ia bisa mengetahui tingkatan amalan mana yang ringan dan mana yang berat, mana yang diterima dan mana yang ditolak. Semakin terang cahaya hikmah ini pada seseorang maka dia akan semakin tepat dalam perhitungannya (muhâsabah). (Kedua), adapun berprasangka buruk kepada diri sangat dibutuhkan (dalam muhâsabah), karena berbaik sangka kepada jiwa mencegah sempurnanya pemeriksaan jiwa, maka jadinya dia akan memandang kejelekan‐kejelekannya menjadi kebaikan dan memandang aibnya adalah suatu kesempurnaan dan tidaklah berprasangka buruk kepada dirinya kecuali orang yang mengenal dirinya. Barangsiapa yang berbaik sangka kepada jiwanya maka dia adalah orang yang paling bodoh tentang dirinya sendiri. (Ketiga), adapun membedakan antara nikmat dan fitnah yaitu untuk membedakan antara kenikmatan yang Allåh anugerahkan kepadanya –berupa kebaikan‐Nya dan kasih sayang‐Nya yang dengannya ia bisa meraih kebahagiaan yang abadi‐ dengan kenikmatan yang merupakan istidrâj dari Allåh. Betapa banyak orang yang ter‐istidrâj dengan diberi kenikmatan (dibiarkan 19
tenggelam dalam kenikmatan sehingga semakin jauh tersesat dari jalan Allåh‐pen) padahal dia tidak menyadari hal itu. Mereka terfitnah dengan pujian orang‐orang bodoh, tertipu dengan keadaannya yang kebutuhannya selalu terpenuhi, dan aibnya yang selalu ditutup oleh Allåh. Kebanyakan manusia menjadikan tiga perkara (yaitu, pujian manusia, terpenuhinya kebutuhan, dan aib yang selalu tertutup) ini merupakan tanda kebahagiaan dan keberhasilan. Sampai disitulah rupanya ilmu mereka….” Beliau melanjutkan,”…. Semua kekuatan baik yang nampak maupun yang batin jika diiringi dengan pelaksanaan perintah Allåh dan apa yang diridhoi Allåh maka hal itu adalah karunia Allåh, jika tidak demikian maka kekuatan tersebut adalah bencana. Setiap keadaan yang dimanfaatkan untuk menolong agama Allåh dan berdakwah di jalan‐Nya maka hal itu merupakan karunia Allåh, jika tidak, maka hanyalah merupakan bencana. Setiap harta yang disertai dengan berinfaq di jalan Allåh bukan untuk mengharapkan ganjaran manusia dan terima kasih mereka maka dia adalah karunia Allåh. Jika tidak demikian, maka dia hanyalah bumerang baginya….dan setiap sikap manusia yang menerima dirinya dan pengagungan serta kecintaan mereka padanya jika disertai dengan rasa tunduk, rendah, dan hina dihadapan Allåh, demikian juga disertai pengenalannya terhadap aib dirinya dan kekurangan amalannya dan usahanya menasehati manusia maka hal ini adalah karunia Allåh. Jika tidak demikian, maka hanyalah bencana. Oleh karena itu, hendaknya seorang hamba mengamati poin yang sangat penting dan berbahaya ini agar bisa membedakan antara karunia dan bencana, anugerah dan bumerang baginya, karena betapa banyak ahli ibadah yang berakhlak mulia yang salah paham dan rancu dalam memahami pembahasan ini.” [Madârijus Sâlikîn 1/ 321‐324] Berkata Syaikh Abdur Rahmân As‐Sudais, “Ketahuilah saudara‐saudaraku, sebagaimana kalian menyambut kedatangan bulan suci ini, kalian juga tidak lama kemudian pasti akan berpisah dengannya. Apakah engkau tahu –wahai hamba Allåh‐ apakah engkau akan bisa bertemu dengan akhir bulan ini? Ataukah engkau tidak akan menemuinya?? Demi Allåh kita tidak tahu, sedangkan kita tiap hari menyolatkan puluhan jenazah. Dimanakah mereka yang dulu berpuasa bersama kita? Seorang yang bijak akan menjadikan ini semua untuk bermuhâsabah dan meluruskan kepincangan dan membuangnya dari jalan ketaatan sebelum ajal menjemputnya dengan tiba‐ tiba. Sehingga tidak bermanfaat ketika itu kecuali amalan shâlih. Ikrarkanlah janji kepada Robb kalian di tempat yang suci ini dan di bulan yang suci ini yang penuh barokah ini untuk bertaubat dan penyesalan serta melepaskan diri dari kekangan kemaksiatan dan dosa. Bersungguh‐ sungguhlah untuk mendoakan kebaikan bagi diri kalian dan saudara‐saudara kalian kaum muslimin.” [11] Kota Nabi, 3 Ramadhân 1425 H (16 Okt. 2004) Firanda Andirja Abidin, Lc. edited by AbuMahira
20
Mutiara Ramadhan Day 19
MRD19 – KIAT MENGGAPAI 10 HARI TERAKHIR RAMADHAN Rasulullah Saw selalu melakukan ibadah khusus ketika memasuki 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Untuk melakukan hal ini diperlukan beberapa amalan agar keinginan tersebut dapat diperoleh. Rasulullah Saw di antaranya menganjurkan amalan sebagai berikut: • • • •
Lebih bersungguh‐sungguh melaksanakan ibadah, baik siang maupun malam, serta mengurangi kegiatan yang dapat mencegah keseriusan beribadah. Berupaya melakukan i'tikaf dengan segenap tenaga. Berdzikir dan membaca Al‐Qur`an secara intensif. Melakukan amalan khusus
Rasulullah Saw biasa melakukan amalan khusus ketika memasuki sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, antara lain: • • • •
Menghidupkan malam. Ada dua kemungkinan, pertama menghidupkan seluruh malamnya dengan ibadah. Kedua, sebagian besar malam dihidupkan untuk ibadah. Rasulullah Saw membangunkan keluarganya pada Ramadhan malam sepuluh hari yang terakhir, sedangkan pada bulan lain tidak. Rasulullah Saw mengencangkan kainnya. Maksudnya, menjauhkan dari menggauli istri‐ istrinya. Melakukan i'tikaf. Rasulullah Saw selalu melakukan i'tikaf ketika memasuki 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Seperti hadits yang diriwatkan Aisyah Ra, “Bahwasanya Nabi Saw senantiasa ber‐i'tikaf pada 10 hari terakhir dari Ramadhan, sampai Allah Swt mewafatkannya.”
[Ahmad Dhani/Sahid/www.hidayatullah.com]
Mutiara Ramadhan Day 20
MRD20 – SHALAT MALAM ADALAH KEBIASAAN RASULULLAH SAW Shalat malam atau biasa diseut dengan tahajjud adalah shalat yang paling utama setelah shalat fardhu (lihat HR. Muslim dari Abu Hurairah, hadits no. 1163). Karena itulah Allah Azza wa Jalla memerintahkan Nabi‐Nya agar senantiasa melaksanakan shalat malam untuk mendapatkan keutamaan dan mencapai kedudukan yang terpuji (maqaman mahmuda) di sisi‐Nya di akhirat kelak. Dan pada sebagian malam hari shalat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah‐mudahan Rabb‐mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. [QS. Al‐Isra: 79). 21
Berdasarkan ayat inilah, tidak mengherankan jika shalat malam adalah kebiasaan yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah SAW, walaupun Allah telah menjaminnya sebagai orang yang pertama masuk syurga dan diampuni segala dosa‐dosanya yang telah lalu. Aisyah ra menceritakan, "Sesungguhnya Nabi SAW selalu bangun (shalat) malam hingga pecah‐pecah (bengkak) kedua kakinya. Aku pun berkata kepada beliau, 'Kenapa engkau melakukan ini, wahai Rasulullah. Bukankah Allah telah mengampuni segala dosamu yang telah lalu dan yang akan datang?' Kata beliau, 'Apakah tidak boleh jika aku senang menjadi hamba yang bersyukur?'" (HR. Bukhari dan Muslim dalam Al‐Lu'lu' wal Marjan 3/285). Demikian, shalat tahajjud adalah salah satu kebiasaan yang selalu beliau lakukan setiap malam, kecuali jika ada halangan. Jika demikian, beliau lalu menggantikannya di waktu dhuha'. Aisyah ra juga menceritakan hal lain tentang shalat tahajjud Rasulullah, "Setiap malam, Rasulullah SAW selalu shalat witir, dan shalat witir beliau selesai di waktu sahur." (HR. Bukhari dalam Kitab Ash‐Shalah, 2/528). Shalat witir adalah penutup shalat malam (tahajjud). Dan jika dikatakan shalat witir oleh Aisyah ra, tentu saja shalat tahajjudnya masuk di dalamnya. Banyak sekali hadits yang menyebukan tentang keutamaan shalat malam selain hadits‐hadits di atas. Diantara diriwayatkan dari Jabir ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya pada malam hari ada saat yang apabila seorang muslim meminta suatu kebaikan dalam urusan dunia dan akhirat kepada Allah, niscaya Dia akan memberikannya kepadanya. Dan itu di setiap malam." (HR. Muslim dalam Shahih Muslim, no. 757). *** Waktu Shalat Malam Rasulullah SAW Rasulullah SAW tidak pernah mengerjakan shalat tahajjud semalaman, atau menghabiskan seluruh malamnya untuk shalat. Dalam hadits disebutkan, bahwa Nabi shalat tahajjud hanya di sebagian malam saja, tidak seluruhnya. Terkadang beliau shalat di akhir malam, kadang di pertengahan malam, dan terkadang juga di awal malam. Anas bin Malik ra berkata, "Kapan pun kami ingin melihat beliau shalat malam, niscaya kami akan melihatnya. Dan kapan pun kami ingin melihat beliau tidur, pasti kami juga akan melihatnya." (HR. Ahmad, Bukhari dan, Nasa'i) Al Hafizh Ibnu Hajar berkata, "Tidak ada waktu tertentu dalam shalat tahajjud Rasulullah SAW. Beliau mengerjakannya kapan pun beliau merasa ringan untuk melakukannya (Fiqh Sunnah 1/52). Dalam hadits lain yang membuktikan bahwa Rasulullah SAW shalat malam di awal malam dan ini terkait dengan lahirnya keputusan Umar bin Khattab ra mengenai shalat Tarawih adalah sebagai berikut:
22
“Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam pada suatu malam shalat di masjid lalu para sahabat mengikuti shalat Beliau, kemudian pada malam berikutnya (malam kedua) Beliau shalat maka manusia semakin banyak (yang mengikuti shalat Nabi n), kemudian mereka berkumpul pada malam ketiga atau malam keempat. Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam tidak keluar pada mereka, lalu ketika pagi harinya Beliau bersabda: ‘Sungguh aku telah melihat apa yang telah kalian lakukan, dan tidaklah ada yang mencegahku keluar kepada kalian kecuali sesungguhnya aku khawatir akan diwajibkan pada kalian,’ dan (peristiwa) itu terjadi di bulan Ramadhan.” (Muttafaq ‘alaih) Atas dasar peristiwa itulah Umar ra. mengeluarkan ijtihad shalat malam berjamaah yang sekarang biasa disebut shalat tarawih/teraweh/tarwih di masa ketika beliau menjadi Khalifah. Namun ada hadits lain yang lebih spesifik dari hadits di atas, yaitu beliau mengerjakan shalat tahajjud di akhir malam. Dan ini ternyata adalah waktu yang paling utama menurut jumhur ulama. "Dari Aisyah ra, bahwasanya Nabi SAW biasa tidur di awal malam dan bangun di akhir malam, lalu beliau shalat." (Muttafaq 'alaih). Alasan yang demikian ini menjadi yang paling utama adalah berdasarkan hadits Qudsi: Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam bersabda: “Allah tabaraka wa ta’ala akan turun setiap malam ke langit dunia hingga tersisa sepertiga malam terakhir. Maka Ia berkata: “Barangsiapa siapa yang berdo’a kepada‐Ku akan Aku kabulkan doanya; barangsiapa yang meminta kepada‐Ku, akan Aku beri permintaanya; dan barangsiapa yang meminta ampun kepada‐Ku, akan Aku ampuni dia”. (HR. Bukhari (1145) Muslim (758)) *** Kesimpulannya, Nabi biasa mengerjakan shalat malam kapan pun beliau mau. Di awal, di pertengahan atau di akhir malam. Bahkan sesaat sebelum subuh pun, sekiranya beliau belum menutup shalat malamnya dengan witir, beliau menyempatkan shalat witir. Yang jelas, orang yang shalat malam, sekalipun hanya dua rakaat, lebih baik daripada orang yang tidak shalat malam. Termasuk sekiranya seseorang takut tidak dapat bangun malam (karena sangat lelah atau sebab yang lain), dia boleh mengerjakannya sebelum tidur. Karena Rasulullah SAW pernah berpesan demikian kepada beberapa sahabat seperti Abu Hurairah dan Abu Ad‐Darda', agar mereka mengerjakan shalat malam dulu sebelum tidur, jika khawatir tidak dapat bangun pada dini harinya. AbuMahira Maraji': 1. Abduh Zulfidar Akaha, 165 Kebiasaan Nabi SAW, Pustaka Al‐Kautsar, 2007. 2. Shalat Tarawih, http://id.wikipedia.org/wiki/Shalat_Tarawih 23
3. Shalat Tarawih 8 dan 20 rakaat, http://www.alumni97.com/tulisan/fiqh‐ibadah/4‐shalat‐ tarawih‐8‐dan‐20‐rakaat‐2 4. http://www.syariahonline.com/kajian.php?lihat=detil&kajian_id=7 5. http://sunniy.wordpress.com/2008/04/19/mengimani‐bahwa‐allah‐turun‐ke‐langit‐ dunia‐dan‐mengimani‐bahwa‐allah‐datang‐kapan‐dikehendaki‐nya‐dan‐sebagaimana‐ dikehendaki‐nya/
Mutiara Ramadhan Day 21
MRD21 – DO’A DI MALAM LAILATUL QADAR Sangat dianjurkan untuk memperbanyak do’a pada lailatul qadar, lebih‐lebih do’a yang dianjurkan oleh suri tauladan kita –Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam‐ sebagaimana terdapat dalam hadits dari Aisyah. Beliau radhiyallahu ‘anha berkata, “Katakan padaku wahai Rasulullah, apa pendapatmu, jika aku mengetahui suatu malam adalah lailatul qadar. Apa yang aku katakan di dalamnya?” Beliau menjawab, “Katakanlah: ﻋ ِﻨّﻰ َ ﻒ ُ ﻋ ْ ﻓَﺎ َا ْﻟ َﻌ ْﻔﻮ ّﺐ ُ ﺤ ِ ُﺗ ّﻋ ُﻔ ٌﻮ َ َِإ َّﻧﻚ ّاﻟَّﻠ ُﻬ َﻢ ‘Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu anni’ [Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf lagi Maha Mulia yang menyukai permintaan maaf, maafkanlah aku].” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih) Abu Mahira
Mutiara Ramadhan Day 22
MRD22 – JANGAN BANYAK TIDUR SAAT PUASA Sabda Rasulullah Saw tak salah. Beberapa pusat terapi alami di Eropa ternyata juga mengatakan demikian. Berdasarkan hasil penelitian yang mereka lakukan diperoleh kesimpulan bahwa puasa menjadi pelengkap pengobatan medis. Dr Otto Buchinger dari Jerman, misalnya, berhasil membebaskan pasiennya dari berbagai keluhan dengan pengobatan medis dilengkapi terapi puasa selama 2 sampai 4 minggu. Seperti pembuluh darah dan jantung, kencing manis (diabetes), sulit tidur (insomnia), depresi, ginjal, tumor, kanker, rematik, dan kegemukan. Namun adakalanya bila kita tak mampu memanajemen diri, puasa menyebabkan kebugaran terganggu. Agar ini tidak terjadi, ada beberapa kiat yang bisa kita perhatikan, antara lain: ‐ Usahakan sahur 24
Al‐Miqdam bin Ma'di Yaqrib meriwayatkan, Nabi Muhammad Saw sangat menganjurkan ummat Islam sahur terlebih dahulu sebelum puasa. Secara medis, apa yang dianjurkan oleh Rasul Saw ini sangat masuk akal. Sebab, makan sahur bukan sekadar mencegah rasa lapar saat berpuasa, tetapi juga mengimbangi zat gizi yang tidak diperoleh tubuh selama sehari berpuasa. Sahur juga tak membuat lambung cepat hampa makanan. ‐ Sahur dengan makanan yang mengandung karbohidrat dan protein Makan sahur tidak boleh sekadar kenyang, tetapi harus bergizi tinggi, terutama karbohidrat sebagai cadangan kalori dan protein. Makanan yang cukup mengandung protein dan karbohidrat adalah nasi, telur, dendeng, rendang, ikan, dan sayur‐sayuran. Selama berpuasa, tubuh akan menurunkan standar energi metabolisme basal karena sedang tidak melakukan beberapa kegiatan metabolisme, misalnya mencerna makanan. Dampaknya, konsentrasi gula darah di dalam tubuh mudah menipis (hipoglikemia), yang ditandai tubuh lemas, lesu, dan rasa lapar. Saat itu maka tubuh akan menarik cadangan energi (glikogen) dari dalam otot dan juga hati. Simpanan glikogen yang mencukupi hanya bisa didapat jika kita makan sahur dengan benar. Karbohidrat dan protein adalah makanan yang mudah dicerna. Karbohidrat akan diproses lebih dulu, menyusul kemudian protein. Mekanisme ini memungkinkan pasokan sumber energi secara berkesinambungan. Selain itu, perlu tambahan sedikit lemak guna melapisi dinding usus dan melarutkan vitamin tertentu. Dengan taktik ini tubuh bisa bertahan lebih bertenaga dan tetap segar sepanjang hari. ‐ Hindari olahraga yang memeras keringat Aktivitas yang memeras banyak keringat pada pagi atau siang hari sebaiknya dihindari. Karena kita tidak mungkin segera menggantikan cairan yang hilang tersebut. Olahraga yang mengucurkan keringat lebih baik dilakukan beberapa jam menjelang berbuka. Jika tidak, aktivitas berkeringat ini rawan mengakibatkan dehidrasi. Rasa haus yang muncul pada saat awal bisa berlanjut pingsan jika kekurangan cairan tubuh berlebihan. ‐ Jangan banyak tidur Tidak beraktivitas di saat puasa sama dengan “membohongi” fungsi fisiologis tubuh sehingga tubuh akan mengaktifkan hormon anti‐insulin yang bertugas menarik simpanan gula darah. Akibatnya, badan terasa sehat dan tidak lesu. ‐ Pakaian hangat di ruangan ber‐AC Aktivitas ringan makin perlu dilakukan jika kita bekerja dalam ruangan ber‐AC, bukan bekerja sambil terus duduk saja. Dingin AC membuat cadangan energi cepat habis, karena tubuh harus terus‐menerus melepaskan cadangan energinya agar dapat menangkis suhu dingin ruangan. Berpakaian rapat dan tertutup di ruang ber‐AC dapat menghemat sediaan energi dan cairan tubuh. ‐ Sesuaikan kegiatan dengan kondisi tubuh
25
Pada minggu pertama puasa biasanya tubuh akan mengalami stres fisik, seperti rasa lelah, pusing, dan lain‐lain. Terimalah itu secara wajar dan bekerjalah secara wajar sesuai kemampuan tubuh pada saat puasa, karena tubuh akan melakukan penyesuaian atau adaptasi. Aturlah kegiatan dan pekerjaan sesuai kemampuan saat berpuasa. Jangan memaksakan diri, tetapi jangan pula puasa dijadikan alasan untuk malas bekerja. ‐ Berbuka dengan kurma Mengawali berbuka puasa dengan makanan manis sangat dianjurkan. Namun kolak pisang, wajik, makanan gorengan, dan kudapan manis lain yang mengenyangkan bukanlah pilihan yang tepat. Makanan tersebut dapat menghalangi tubuh mendapatkan kecukupan gizi, karena kita sudah keburu kenyang sebelum menghabiskan porsi hidangan utama dalam jumlah yang mencukupi. Karena itu, pilih makanan manis yang tidak mengenyangkan seperti kurma. Cara yang terbaik adalah santap beberapa buah kurma, barengi dengan minum 1 sampai 2 gelas air putih. Rasulullah Saw bersabda, ”Apabila salah seorang di antara kamu puasa hendaklah berbuka dengan kurma, bila tidak ada kurma hendaklah dengan air, sesungguhnya air itu bersih.” (Riwayat Ahmad dan Tirmidzi). Setelah menjalankan shalat Mahgrib, barulah kita menikmati hidangan lengkap. Cara ini membantu tubuh menggenjot energi metabolisme basal secara perlahan, yang sempat merosot setelah seharian tubuh tidak mendapatkan pasokan sumber energi. ‐ Jangan makan terlalu banyak Pada saat buka puasa sebaiknya tidak makan dan minum terlampau banyak sebagai tindakan makan “balas dendam”. Buka puasa dengan langsung makan makanan berat justru akan memberatkan kerja lambung yang sudah dibiarkan istirahat sekitar 12 jam. ‐ Hindari berbuka dengan es Ada kebiasaan salah yang dilakukan sebagian orang, yaitu minum air es atau es yang dicampur ke dalam minuman sebelum menyantap makanan lain. Hal ini sebenarnya sangat merugikan, karena es dapat menahan rasa lapar. Akibatnya hidangan lain yang lebih bergizi bisa tidak disantap, sehingga mengurangi asupan zat gizi yang diperlukan. ‐ Mengatur minuman Aturlah agar air yang diminum tetap sekitar 6‐8 gelas seperti hari biasa. Caranya antara lain pada saat buka sekitar dua gelas, setelah shalat Tarawih hingga menjelang tidur sekitar 3‐4 gelas, dan saat bangun tidur untuk sahur satu gelas, segelas lagi setelah makan sahur. Minum air tidak selalu berarti air putih semata, tetapi bisa minum teh, susu, jus buah, koktail buah, bahkan kuah sayur juga termasuk dalam jumlah air yang kita konsumsi. ‐ Makanan berserat
26
Serat akan memperlancar proses pengurasan sampah metabolisme di dalam tubuh seperti ureum dan radikal bebas. Proses yang lazim disebut detoksifikasi ini bisa juga membuat sel‐sel menjadi lebih segar dan elastis. Makanan berserat banyak terdapat pada buah dan sayur‐sayuran. ‐ Konsultasi ke dokter Bagi Anda yang menderita sakit, konsultasikanlah dengan dokter apakah Anda boleh berpuasa atau tidak. Sebab agama (Islam) memberikan keringanan kepada mereka untuk tidak berpuasa dengan melakukan fidyah atau amalan lainnya pada saat bulan Ramadan. [Sahid/www.hidayatullah.com]
Mutiara Ramadhan Day 23
MRD23 – QANAAH Oleh: Muhammad A Saefulloh *) Hidup mulia dalam pandangan Allah SWT sejatinya dapat dicapai dengan mengedepankan sikap qanaah. Mereka yang bersikap qanaah akan selalu merasa cukup dan ridha atas pemberian Allah SWT. Ini perwujudan rasa syukur yang hakiki. Dalam realitas kehidupan saat ini yang hedonistik, kebanyakan orang akan merasa sulit bersikap qanaah. Sebab, keberhasilan hidup hanya dilihat dari sudut pandang sempit, bertolok ukur dari sekadar atribut duniawi, seperti kekayaan harta, pangkat dan jabatan. Bagi yang tak bersikap qanaah, niscaya pikirannya hanya dipenuhi angan‐angan tinggi yang melalaikan. Selalu merasa kurang dan tidak cukup, sehingga muncul sikap serakah. Juga dibarengi rasa dengki atas karunia Allah SWT kepada orang lain. Tak jarang pula untuk mewujudkan keinginannya, seseorang melakukan tindakan menyimpang dari jalan–Nya. Akibatnya, keinginan yang diraih, tak memberikan keberkahan hidup. Sebaliknya, itu akan mengakibatkan seseorang jatuh dalam kehinaan dan kesengsaraan hidup. “Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak karunia‐Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki‐Nya dan Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Yunus 10: 107). Ayat di atas merupakan jaminan Allah SWT atas karunia‐Nya yang akan memberikan ketentraman hati. Tidak perlu ada kecemasan dan kekhawatiran, sehingga sikap qanaah akan selalu melekat kuat. “Lihatlah kepada orang yang lebih rendah dari kamu dan janganlah melihat orang yang lebih tinggi darimu. Yang demikian lebih layak agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah” (HR Bukhari‐Muslim).
27
Dalam hadis itu, Rasullah SAW amat menekankan agar dalam urusan duniawi, kita melihat kepada orang yang lebih rendah. Jangan melihat yang lebih tinggi. Ini akan memberikan kesadaran bahwa karunia nikmat Allah SWT telah banyak diberikan agar umat senantiasa bersyukur kepada Nya, pantang berkeluh kesah maupun pantang berputus asa menjalani kehidupan. Sikap qanaah hendaknya tak diartikan pasif dan pasrah secara total dalam menyikapi keadaan yang dihadapi. “Barang siapa yang hari ini lebih baik dari kemarin sesungguhnya dia telah beruntung, barang siapa yang hari ini sama dengan kemarin, maka sesungguhnya ia telah merugi. Dan barang siapa yang hari ini lebih buruk dari kemarin, maka sesungguhnya ia terlaknat.” ( HR Dailami ). Rasulullah SAW telah memberikan dorongan dan motivasi untuk meraih kemajuan, tapi masih dalam bingkai qanaah. Selalu bersikap optimistis dalam menghadapi kehidupan dengan ikhtiar dan bertawakal kepada‐Nya merupakan jalan terbaik. *) Muhammad A.Saefulloh, MA adalah asatidz Majelis Azzikra dan Kepala Madrasah Aliyah YAPINA alternatif Islamic Schools Bojongsari Sawangan, Depok, Jawa Barat. Sumber: bukitazzikrasentul.com
Mutiara Ramadhan Day 24
MRD24 – BEBERAPA HAL TENTANG ZAKAT FITRAH Zakat fitrah adalah zakat badan, bukan zakat maal (harta), tujuannya mensucikan badan. Karenanya kewajibannya tidak terkait nisab dan haul. Cukup seseorang memiliki kelebihan persediaan makan untuk dirinya dan keluarganya hari itu, dia sudah wajib mengeluarkan zakat fitrah. Bahkan diwajibkan pula memberikan zakat kepada orang yang menjadi tanggungannya, seperti isteri dan anak kecil. Para ulama juga menyatakan sunnah mengeluarkan zakat fitrah bagi janin yang masih dalam kandungan, berdasarkan perbuatan Utsman bin Affan radhiallahu'anhu yang melakukan hal tersebut. Ukuran yang wajib dikeluarkan adalah satu sha'. Satu Sha' adalah empat mud, sedangkan satu mud adalah satu raupan dua telapak tangan orang dewasa. Berarti satu sha adalah empat raupan dua telapak tangan orang dewasa. Ukurannya kurang lebih 2,5 sampai 3 liter. Mayoritas ulama (Mazhab Maliki, Syafi'i dan Hambali) berpendapat bahwa zakat fitrah harus dikeluarkan dalam bentuk makanan pokok, tidak boleh dengan qiimah (harga senilai makanan tersebut), berdasarkan zahir dan teks‐teks hadits yang ada dalam masalah ini. Sedangkan kalangan mazhab Hanafi berpendapat boleh mengeluarkannya dalam bentuk qiimah. Mereka lebih melihat pada maqhasidusy‐syari'ah (tujuan syariat) dalam masalah ini yaitu mencukupkan dan dan membahagiakan fakir miskin di hari raya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiah berpendapat dibolehkan membayar zakat dengan nilainya jika ada kebutuhan dan tampak jelas manfaatnya dibanding jika diberikan dalam bentuk makanan (Majmu 28
Fatawa, 25/82‐83). Pendapat mazhab Hanafi ini layak dipertimbangkan jika melihat perkembangan zaman terhadap kebutuhan seseorang di hari lebaran. Waktu diwajibkannya penyaluran zakat fitrah adalah sejak matahari terbenam di hari terakhir Ramadan (malam 1 Syawwal) hingga pelaksanaan shalat Idul Fitri. Karena itu disunnahkan pelaksanaan shalat Idul Fitri agak siang, agar pembagian zakat fitrah dapat terlaksana dengan baik. Namun seseorang boleh mengeluarkannya sehari atau dua hari sebelumnya. Bahkan dalam mazhab Syafi'i dibolehkan mengeluarkannya sejak awal Ramadan. Konsekwensi dari hal ini adalah, apabila seseorang meninggal dunia sebelum matahari terbenam di hari terakhir Ramadan, dia tidak terkena kewajiban zakat fitrah, sedangkan jika dia meninggal setelah matahari terbenam, sedangkan dia belum sempat mengeluarkan zakat fitrah, maka harus dikeluarkan zakat fitrah untuknya. Sebaliknya, jika ada bayi yang baru dilahirkan sesaat sebelum matahari terbenam pada hari terakhir Ramadan, orang tuanya wajib membayarkan zakat fitrah untuknya, sedang jika dilahirkan setelah matahari terbenam pada hari itu, tidak diwajibkan mengeluarkan zakat fitrah untuknya. Karena zakat fitrah adalah zakat badan, maka hendaknya dia dikeluarkan di tempat seseorang berada dengan standar yang berlaku di negeri tersebut. Jika kemudian, berdasarkan pertimbangan manfaat sebaiknya disalurkan ke daerah lain, hal tersebut tidak mengapa, sebab dibolehkan menyalurkan zakat fitrah ke daerah/negeri lain, jika dipertimbangkan bahwa negeri lain sangat membutukkan dibanding negeri tempat dia berada. Jika kita mengetahui langsung ada orang yang benar‐benar berhak menerima zakat, lalu kita berikan secara langsung, itu tidak mengapa. Namun menyalurkan zakat fitrah ke lembaga‐ lembaga penyalur zakat terpercaya lebih baik, lebih terarah dan relative lebih merata, apalagi jika kita awam terhadap siapa yang berhak menerima zakat di sekitar kita. Secara umum dianjurkan untuk teliti menyalurkan zakat fitrah kepada orang yang benar‐benar berhak. Orang yang berhak menerima zakat fithrah, hanyalah fakir miskin. Ada sebagian ulama yang membolehkan penyalurannya ke delapan ashnaf (golongan) yang dikenal dalam zakat maal (harta). Namun berdasarkan hadits‐hadits yang ada, serta maqashid syari'ah (tujuan syari'ah) dalam ibadah ini, maka pendapat yang mengkhususkan penyalurannya kepada fakir miskin lebih kuat. Karenanya tidak tepat jika menyalurkan zakat fitrah kepada selain mereka yang memiliki kriteria fakir dan miskin. Sebagian orang menyalurkan zakat fitrah untuk biaya pembangunan masjid, atau ada yang menyalurkannya kepada orang yang disebut sebagai amil, padahal dia kaya, hal ini tidak tepat. Wallahua'lam. Mengeluarkan zakat fitrah, tidak menggugurkan kewajiban seseorang mengeluarkan zakat harta jika dia telah memiliki kriteria sebagai orang yang wajib zakat harta. Wallahua'lam. 29
Riyadh, Ramadan, 1430 H. Abdullah Haidir.
[email protected]
Mutiara Ramadhan Day 25
MRD25 – MEMINTAL BENANG PAKAIAN TAKWA DI RAMADHAN Oleh: Dr. Attabiq Luthfi, MA “Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi `auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda‐tanda kekuasaan Allah, mudah‐mudahan mereka selalu ingat” (Al‐A’raaf: 26) Secara umum, ayat ini menjelaskan tentang fungsi esensial dari pakaian yang diwajibkan oleh Allah swt terhadap seluruh Bani Adam yaitu untuk menutup aurat yang menjadi pembeda antara manusia dengan binatang sehingga disimpulkan oleh Al‐Qurthubi bahwa ayat ini sekaligus merupakan perintah dan kewajiban untuk berpakaian yang menutup aurat. Selanjutnya melalui ayat ini juga Allah menetapkan pakaian takwa yang merupakan sebaik‐baik pakaian yang dikenakan oleh hambaNya. ‘Pakaian takwa’ yang dimaksud oleh ayat ini menurut para ulama tafsir seperti yang dikutip oleh Ibnu Katsir dalam kitab ‘Tafsir Al‐Qur’an Al‐‘Azim’ diantaranya seperti yang disepakati oleh Qatadah, Zaid bin Ali dan Suddi bahwa yang dimaksud adalah keimanan. Sedangkan Al‐Aufi memahaminya sebagai amal shalih. Manakalah Urwah bin Zubair mendefinisikan pakaian takwa adalah rasa takut kepada Allah swt. Berbeda dengan Ikrimah yang memahami bahwa pakaian takwa adalah pakaian yang akan dikenakan oleh orang‐orang bertakwa di syurga kelak. Seluruh makna‐makna di atas ini saling berdekatan dan tidak bertentangan yang intinya pakaian yang mencerminkan, keimanan, keshalihan dan rasa takut kepada Allah swt sesuai dengan makna takwa itu sendiri. Dalam konteks Ramadhan, penggalan akhir ayat puasa ‘agar kalian bertakwa’ merupakan harapan sekaligus jaminan Allah akan hadirnya pakaian takwa seorang beriman pasca Ramadhan. Jika diilustrasikan dapatlah dikatakan bahwa selama satu bulan penuh seorang yang beriman ibarat sedang menenun pakaian takwa dengan benang‐benang amaliah ibadah bulan Ramadhan. Sehingga dapat dikatakan bahwa iman seseorang masih dalam kondisi telanjang sebelum diberi pakaian, dan pakaian iman tersebut adalah takwa. Sebagai contoh misalnya bahan atau benang pakaian takwa yang bernama ‘imsak (menahan diri)’ dari segala tindakan yang bertentangan dengan ketentuan agama akan melahirkan sikap pengendalian diri, kejujuran dan anti konsumerisme, sehingga pada gilirannya akan memunculkan gaya hidup sederhana seorang yang beriman. Bukankah pengendalian diri, kejujuran , kedisiplinan, kesederhanaan serta kesahajaan merupakan ujian seorang yang beriman selama ber Ramadhan yang hasilnya akan diumumkan tepat pada tanggal 1 Syawal; apakah sifat dan sikap
30
tersebut masih dominan atau kembali menjadi pribadi yang selalu dikalahkan oleh nafsu dan syahwat. Kondisi lapar dan dahaga dalam waktu yang relatif lama dengan segala konsekuensinya akan melahirkan rasa kepedulian sosial yang tinggi. Demikian juga, seorang muslim tetap memiliki semangat untuk melakukan aktifitas sehari‐hari dalam kondisi lapar dan haus merupakan simbol akan etos kerja dan daya tahan seorang muslim terhadap seluruh godaan kehidupan. Ibadah shalat tarawih dan ibadah‐ibadah yang hadir di bulan Ramadhan akan meningkatkan keimanan dan ketauhidan seseorang terhadap Allah. Bahwa seluruh amal ibadah tersebut ia lakukan semata‐mata dengan semangat ‘imanan wahtisaban’. Sahur dan berbuka puasa bersama yang kerap dilakukan bersama keluarga dan saudara sesama muslim merupakan simbol dari kasih sayang dan keharmonisan ukhuwah diantara sesama orang beriman yang pada hakikatnya merupakan buah dari keimanan mereka. Demikian benang‐benang yang dirajut selama bulan puasa untuk menghasilkan pakaian takwa, pakaian yang harus dikenakan oleh setiap orang beriman dimanapun dan kapanpun mereka berada. Jangan sampai kita merusak atau merobek pakaian takwa yang kita tenun tersebut pasca Ramadhan, seperti yang diilustrasikan oleh Allah swt dalam firmanNya: “Dan janganlah kalian seperti seorang perempuan yang mengurai kembali benang yang sudah dipintalnya dengan kuat menjadi cerai berai”. (An‐Nahl: 92). Wanita dalam ayat ini digambarkan oleh Imam Al‐Qurthubisebagai wanita jahil yang bernama Rithah binti Amru bin Ka’ab yang identik dengan mereka yang merusak kembali kebaikan yang telah dengan susah payah diperjuangkan setahap demi setahap. Sungguh perbuatan yang sangat bertentangan dengan nilai Ramadhan yang seharusnya tetap mempertahankan dan memelihara pakaian yang indah tersebut setelah berakhirnya Ramadhan. Masih tersisa beberapa hari ke depan sampai pada malam puncaknya yang bernama ‘lailatul qadar’ yang merupakan cermin dari puncak prestasi yang dapat ditorehkan oleh orang yang beriman di hadapan Allah swt. Ia rela mengalokasikan segenap waktu, harta dan jiwanya untuk mendapatkan keutamaan malam tersebut dengan memaksimalkan potensi ubudiyah yang dimilikinya. Semoga kita termasuk yang mendapatkan malam kemuliaan tersebut sehingga ‘pakaian takwa’ kita semakin harum semerbak dan indah dipandang oleh semua mata yang melihatnya. “Hai orang‐orang yang beriman, ta`atlah kepada Allah dan ta`atlah kepada rasul dan janganlah kamu merusakkan (pahala) amal‐amalmu”. (Muhammad: 33) Sumber: www.dakwatuna.com
Mutiara Ramadhan Day 26
MRD26 – KIAT MENJAGA STAMINA BERIBADAH Salah satu keutamaan bulan Romadhan yang diberikan Alloh SWT ialah dimudahkannya melaksanakan ibadah. Tidak sedikit orang di bulan romadhan menjadi lebih rajin ke mesjid, rajin 31
membaca al‐Quran, rajin bersedekah, terlebih di 10 hari terakhir dalam rangka i'tikaf. Namun ternyata, kemudahan beribadah ini tidak semua orang mampu menjaganya, ia kembali ke perilaku semula (malas beribadah) setelah Romadhan usai. Kemampuan melaksanakan ibadah ini seharusnya tidak berhenti disini, melainkan harus tetap di jaga konsistensinya sampai akhir azal. Berikut beberapa kiat agar kita bisa menjada konsistensi beribadah: Satu, Ibadah kepada Alloh harus merupakan kebutuhan manusia Dalam melaksanakan ibadah, kita jangan melihatnya sebagai beban tapi harus menjadikannya sebagai kebutuhan. Kebutuhan terhadap ibadah harus melebihi kebutuhan terhadap makan dan minum. Sebagai hamba kita butuh kepada Tuhannya. Jangan hanya butuh saat tertimpa musibah, seperti halnya Firaun. Ia baru butuh Tuhan, saat kematian sudah mendekat. Dua, Bervariasi dalam Beribadah Jangan melakukan ibadah secara monoton, karena itu pasti membosankan. Alloh SWT maha adil, ia menjadikan ibadah sangat bervariasi. Ada ibadah qouliyah (ngaji, ceramah), ibadah jasadiah (silaturahmi, sholat, olahraga, dll), ibadah maliyah (zakat, infaq, shodaqoh), dan ibadah maliyah‐ jasadiah (haji atau umrah). Jadikanlah keseluruhan aktivitas kita bernilai ibadah. Nabi Muhammad adalah seorang yang rajin sholat, rajin puasa, olahraga, dan juga dermawan. Tiga, Bersama Orang‐Orang yang Benar Bersama‐sama dengan orang‐orang yang baik sangatlah bagus, karena teman yang baik akan memberikan pengaruh positif dalam beribadah. Ada ungkapan yang mengatakan, “Seseorang mengikuti agama teman dekatnya”. Jika teman dekatnya baik maka ia akan baik, namun sebaliknya jika teman dekatnya tidak baik, maka ia akan tidak baik pula. Alloh SWT berfirman dalam QS At‐taubah 119,” Wahai orang‐orang yang beriman, bertaqwalah kepada Alloh, dan hendaklah kamu bersama orang‐orang yang benar“. Empat, Bersungguh‐Sungguh Menciptakan Khusnul Khotimah Sebenar‐benarnya taqwa ialah mendapatkan predikat Khusnul khotimah, dan Khusnul Khotimah tidak mungkin digapai oleh orang yang malas beribadah. Menjaga kontinuitas beribadah dalam keseluruhan aktivitas hidup sampai azal menjemput, akan memberikan kontribusi yang besar untuk mendapatkan predikat Khusnul Khotimah. Lima, Istirahat dalam Rangka Memulihkan Stamina Istirahat sangat penting kita lakukan untuk menjaga stamina tubuh, misalnya di waktu siang kita beristirahat sebentar agar tengah malam bisa bangun untuk melaksanakan qiyamullail. Enam, Waspada dengan Kesendirian Jangan membiasakan menyendiri, karena akan mudah diterkam syetan. Ada ungkapan yang menyatakan,”Sesungguhnya srigala itu akan mudah menerkam kambing yang sendirian”. Kaum muslim di dunia saat ini jumlahnya sangat banyak, namun saat menghadapi masalah dilakukan secara sendiri‐sendiri sehingga hasilnya belum optimal, misalnya masalah Irak, Palestina, Kashmir, 32
Mindanau, Pattani, dll. Lebih baik menghadapi masalah tapi secara berjamaah, daripada merasa tenang, tentram, dan diam tanpa masalah namum sendiri‐sendiri. Karena hakikatnya itu adalah ketenangan yang palsu. Tujuh, Selalu Menciptakan Akhirat sebagai Obsesi Terbesar. Kita boleh senang karena memiliki rumah, kekayaan dan jabatan, namun itu jangan menjadi obsesi terbesar. Karena kalau tidak bisa mencapainya kita akan stress. Jadikanlah akhirat sebagai obsesi terbesar dalam hidup kita. Delapan, Berusaha Menikmati Ibadah Semaksimal Mungkin. Beribadah yang dilakukan haruslah dinikmati dengan penuh keikhlasan. Seperti halnya para sahabat yang memiliki tingkat keikhlasannya yang tinggi, ia minta dicabut panah yang ada di punggungnya saat melaksanakan sholat. Dikutip dari Pengajian Buka Puasa, Baverly Hills G/15 Kota Wisata, 6 September 2009, narasumber: Dr Ahzami Sami’un Djazuli, MA) http://www.nasehatislam.com/
Mutiara Ramadhan Day 27
MRD27 – ADAB DALAM BEPERGIAN (SAFAR) Musim mudik Lebaran telah/hampir tiba, ada baiknya kita mengetahui (bagi yang belum tahu) atau meng‐refresh ingatan kita tentang adab‐adab dalam bepergian (safar) bagi orang yang melaksanakannya (musafir) agar perjalanan dapat selamat dan penuh berkah. Ada banyak adab yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Sebagian adab‐adab yang penting adalah sebagai berikut: 1. Berpamitan Disunnahkan bagi orang yang akan melakukan safar untuk berpamitan kepada anggota keluarga yang ditinggalkan, kerabat, dan juga kepada tetangga dan teman‐temannya. Rasulullah bersabda: "Barang siapa yang akan mengadakan perjalanan hendaklah dia mengatakan kepada orang2 yang akan ditinggalkannya: “Aku menitipkan kamu kepada Allah yang tidak akan hilang titipan‐Nya..” (HR. Ahmad 2/403, Ibnu Majah 2/943). 2. Berdoa Ketika Keluar dari Rumah 33
Sama seperti sunnahnya ketika keluar rumah untuk berangkat kerja, ke masjid, dll. Dalam hadits diajarkan doa keluar rumah sbb:
bismillahi tawwakaltu ‘alallåh, laa hawla wa laa quwwata illa billaah “Dengan nama Allah, aku bertawakkal kepada Allah, dan tidak ada daya dan upaya kecuali dengan izin Allah,”
allåhumma inni ‘a‐udzubika an a‐dhilla au a‐dhåll, au azhilla au azill,au jahala au yujahala ‘aliyy, “Ya Allah! sesungguhnya aku berlindung kepadaMu, jangan sampai aku sesat atau disesatkan (syetan atau orang yang berwatak syetan), atau tergelincir dan digelincirkan (orang lain), atau dari berbuat bodoh atau dibodohi.” (Shahih, di shahihkan asy‐syaikh al‐albani dalam kitabnya Shahih Sunan Abu Daud, HN. 5094). 3. Membaca Doa Safar Dan ketika berada di atas kendaraan dan akan berangkat, agar perjalanannya dipermudah dan diridhai Allah disunnahkan untuk berdoa:
Artinya: "Allah Maha Besar (3x). Maha Suci Tuhan yang menundukkan kendaraan ini untuk kami, sedang sebelumnya kami tidak mampu. Dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami (di hari Kiamat). Ya Allah! Sesungguh‐nya kami memohon kebaikan dan taqwa dalam bepergian ini, kami mohon per‐buatan yang meridhakanMu. Ya Allah! Permudahlah perjalanan kami ini, dan dekatkan jaraknya bagi kami. Ya Allah! Engkau‐lah teman dalam bepergian dan yang mengurusi keluarga(ku). Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada‐Mu dari kelelahan dalam bepergian, pemandangan yang menyedihkan dan perubahan yang jelek dalam harta dan keluarga.” (HR. Muslim, 2/998) 34
4. Doa Singgah di Suatu Tempat Dari Khaulah binti Hakim As‐Sulamiyyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata: Saya mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa yang singgah di suatu tempat kemudian dia berdoa :
“Aku berlindung kepada dengan kalimat Allah yang sempurna dari kejelekan makhluk yang Engkau ciptakan.” (maka) Tidak akan ada sesuatupun yang dapat memudharatkan sampai ia berlalu dari tempat tersebut.” (HR. Muslim). AbuMahira Maraji': 1. Sa'id bin Ali bin Wahf Al Qathani, Adab Safar: Perjalanan Penuh Berkah, pen. Media Hidayah, cet. I, Juli 2004 2. Abduh Zulfidar Akaha, 165 Kebiasaan Nabi SAW, pen. Pustaka Al‐Kautsar, cet. VI, April 2007. 3. http://belajarislam.or.id/archives/578
Mutiara Ramadhan Day 28
MRD28 – SELALU MENJAMAK QASHAR SHALAT DALAM SAFAR Menjamak berasal dari kata bahasa Arab, Al‐Jam'u, yang artinya mengumpulkan atau menjadikan satu. Menjamak shalat, berarti mengumpulkan dua shalat dalam satu waktu. Jenis shalat yang diperbolehkan adalah Dzuhur dengan Asar dan Maghrib dengan Isya. Qashar artinya meringkas. Maksudnya adalah mengerjakan shalat yang empat raka'at menjadi dua raka'at ketika dalam keadaan safar. Misalnya Shalat Dzuhur, Asar dan Isya. Jamak Qashar berarti menggabungkan dua shalat dalam satu waktu dengan meringkas. Jadi mengerjakan shalat Dzuhur‐Asar dengan dua rakaat‐dua rakaat dan shalat Maghrib‐Isya menjadi tiga rakaat‐dua rakaat. Jamak Qashar shalat dalam perjalanan ini biasa disebut dalam kitab‐kitab hadits dan fiqh sebagai "shalat safar." Dari Anas bin Malik ra. ia berkata, "Kami keluar bersama Rasulullah SAW dari Madinah menuju Makkah. Dan beliau selalu shalat dua rakaat‐dua rakaat hingga kami kembali lagi ke Madinah." (Muttafaq alaih). Dalam hadits ini jelas sekali disebutkan bahwa beliau menjamak qashar shalatnya selama dalam perjalanan sekalipun ketika dalam perjalanan sempat bermukim dalam waktu yang cukup lama, beliau tetap meng‐qashar shalat yang empat rakaat menjadi dua rakaat. Dalam lanjutan hadits 35
tersebut disebutkan bahwa beliau sempat bermukim di Makkah selama sepuluh hari. Dan selama waktu itu beliau senantiasa mengerjakan shalat dengan mengqashar menjadi dua rakaat. Perkataan Anas, "hingga kami kembali lagi ke Madinah," menunjukkan bahwa selama dalam perjalanan dan selama menetap di Makkah beliau senantiasa menjamak dan mengqashar shalatnya. Bahkan ketika Fathu Makkah (Penaklukan kota Makkah) yang dilakukan dengan jalan damai Rasulullah menetap di sana selama 18 hari (Fiqh Sunnah 1/213) dalam riwayat lain 19 hari. Dan selamat itu pula beliau selalu mengqashar shalatnya. *** "Jika kamu bepergian di muka bumi, maka tidak ada dosa bagimu mengqashar shalat, jika kamu takut diserang oleh orang‐orang kafir. Sesungguhnya orang‐orang kafir adalah musuhmu yang nyata." (QS. An‐Nisa': 101) Ya'la bin Umayyah sempat menanyakan kepada Umar bin Khattab mengapa para sahabat Nabi SAW tetap senantiasa menjamak qashar shalatnya pada saat keluar dari Madinah padahal keadaan kaum muslimin saat itu sudah dalam keadaan aman, Umar menjawab: "Dahulu saya juga merasa heran tentang ayat tersebut seperti kamu. Saya lalu bertanya kepada Rasulullah SAW tentang hal ini. Kemudian beliau bersabda: 'Itu adalah sedekah dari Allah yang diberikan kepada kalian, maka terimalah sedekah‐Nya." (HR. Muslim no. 686). Dalam sebuah riwayat Abdullah bin Umar mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya Allah senang jika keringanan hukum yang Dia berikan dilaksanakan, sebagaimana Dia benci jika kemaksiatan yang Dia larang dilakukan." (HR. Ahmad dalam Musnad‐nua 2/108). Dalam riwayat lain disebutkan: "Sesungguhnya Allah senang jika keringanan hukum yang diberikan‐Nya dilaksanakan sebagaimana Dia merasa senang tatkala hukum‐hukum yang ditetapkan‐Nya dilaksanakan." (HR. Ibnu Hibban 2/69 no. 345). Akan tetapi, jika musafir menunaikan shalat yang berjumlah empat rakaat sebanyak empat rakaat pula maka shalatnya tetap sah. Hanya saja ia telah menyelisihi sesuatu yang lebih utama. Mengqashar adalah sunnah sedangkan menyempurnakannya adalah makruh. Demikian yang disampaikan oleh Ibnu Taimiyyah dalam Majmu' Fatawa 23/9, 10, 21 dan 22. Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz pernah mengatakan: "Pada asalnya jumlah rakaat dalam shalat adalah sebanyak dua rakaat, sebagaimana yang telah Allah wajibkan (dalam Mi'raj Rasulullah SAW). Kemudian setelah Rasulullah SAW berhijrah ke Madinah, Allah menetapkan tambahan sebanyak dua rakaat untuk shalat Isya', Dzuhur dan 'Asar bagi orang yang tidak bepergian. Namun ketika sedang safar jumlah rakaat pada shalat Isya', Dzuhur dan Asar tetap mengikuti ketetapan yang pertama yaitu sebanyak dua rakaat. Keterangan ini sesuai dengan ketetapan asal. Sedangkan jumlah rakaat pada shalat Maghrib dan Subuh tetap 36
pada jumlahnya yang dulu. Jadi hukum mengqashar shalat adalah Sunnah Mu'akkad, sehingga tidak ada larangan untuk tidak mengqashar shalat. Karena mengqashar shalat adalah sedekah yang diberikan oleh Allah..." (keterangan beliau pada saat menerangkan hadits mengqashar shalat dalam Bulughul Maram no. 452‐455). Abu Mahira Maraji': 1. Abduh Zulfidar Akaha, 165 Kebiasaan Nabi SAW, Pustaka Al‐Kautsar, cet. VI, April 2007. 2. Said bin Ali bin Wahf Al‐Qathani, Adab Safar: Perjalanan Penuh Berkah, Media Hidayah, cet. I, Juli 2004.
Mutiara Ramadhan Day 29
MRD29 – ZAKAT ATAS HARTA YANG TIDAK HALAL Kita sering mendapat pertanyaan apakah harta yang tidak halal perlu dikenakan zakat? Lalu bagaimana cara menyalurkannya? Allah telah memerintahkan kepada manusia melalui firmannya : “Hai manusia makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat dibumi dan janganlah kamu mengikuti langkah‐langkah setan; karna sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagimu” (QS Al‐Baqarah : 168). Pada ayat yang lain Allah SWT berfirman: “Hai orang‐orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dngan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu” (QS An‐Nisa : 29). Di zaman sekarang ini banyak sekali harta‐harta yang diperoleh dengan cara yang tidak halal, tidak sesuai dengan syariat Islam misalnya harta yang diperoleh dari hasil jual beli barang‐barang haram seperti babi, minuman keras, narkoba dll. Di samping itu banyak pula harta yang diperoleh dari hasil perjudian, penipuan dan korupsi. Korupsi di negeri kita sangat mewabah mulai dari korupsi kecil sampai ratusan miliar bahkan mungkin ada yang jumlahnya mencapai triliunan, dengan demikian dapat diyakini cukup banyak harta yang dimiliki oleh para pelaku tersebut yang tidak halal. Pada skala yang (kalau boleh dibilang) kecil, riba berupa bunga bank dari hasil tabungan atau deposito di bank konvensional adalah merupakan salah satu sumber harta yang tidak halal yang seringkali sengaja atau tidak sengaja dilupakan oleh orang. Mungkin karena mereka menganggap sepele karena jumlah tabungan mereka yang kecil dan bunganya 'cuma' beberapa ribu atau puluh ribu saja setiap bulannya. Pikir mereka bunganya tidak perlu dikeluarkan karena sudah dipotong 37
oleh biaya‐biaya administrasi bank yang cukup besar. Padahal menurut fatwa jumhur ulama, biaya administrasi itu tidak bisa dijadikan pengganti/pemotong bunga bank. Biaya itu adalah biaya jasa yang dikenakan bank terhadap layanan yang mereka berikan seperti ATM, internet banking, dll. Semua harta yang diperoleh dengan cara tidak halal itu tidak wajib dizakati sesuai dengan firman Allah: “Hai orang‐orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik‐baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji” (QS Al‐Baqarah 267). Orang‐orang yang memegang atau menguasai harta‐harta yang tidak halal atau harta yang diperoleh dengan cara yang tidak benar, WAJIB mengembalikan harta tersebut kepada pemilik asal (pemilik yang sebenarnya), apabila pemilik asal sudah tidak dapat ditemukan lagi atau tidak diketahui, maka harta‐harta tersebut WAJIB didermakan untuk kepentingan sosial dan kalau bisa atas nama pemilik asal. Pernah ada seorang teman di Surabaya yang menceritakan bahwa ia membuka rekening di suatu bank konvensional yang terpaksa ia lakukan untuk membantu kelancaran bisnisnya yang dilaksanakan secara online. Ketika ia membuka itu, ia bersikeras bahwa dia tidak ingin menerima bunganya, alias meminta bunga dari hasil tabungannya tidak didebetkan ke rekeningnya, dan ternyata bisa. Kalau saya memilih untuk mentotal semua bunga yang saya terima selama periode tertentu dari bank konvensional kemudian moment tertentu, misalnya Ramadhan, diberikan kepada Lembaga Amil Zakat dengan catatan bahwa ini hanya untuk digunakan untuk kepentingan umum, seperti membangun sarana jalan, WC/MCK umum, perbaikan sarana olahraga di lingkungan perumahan, dll. Mengapa harus ke situ? Menurut Dr. Yusuf Qaradhawi dalam buku Anatomi Masyarakat Islam harta haram dilarang untuk disumbangkan kepada fakir miskin, panti asuhan dan masjid. Beliau mengatakan tidak sah dan merupakan kezaliman yang besar bila menafkahkan harta haram kepada orang/manusia, seperti anak istri dan orang‐orang fakir/miskin. Bila sebagian dari masjid (ketahuan) dibangun dengan menggunakan harta haram, maka bagian masjid yang menggunakan harta itu harus dibongkar. Ini berdasarkan kaidah ushul fiqh: “Al wasilatu ilal haram haram” “Segala perantaraan kepada yang haram, hukumnya haram pula” Jadi, tidak ada zakat atas harta yang tidak halal. Harta tersebut bukan untuk dizakati sebagian (2,5% misalnya), namun semua harta yang tidak halal tersebut harus dikembalikan kepada pemilik aslinya (misalnya hasil suap/uang pelicin). Namun bila tidak bisa, agar harta tersebut tetap bisa terdistribusikan seluruhnya, maka beberapa ulama seperti Dr. Salim Segaf Al‐Jufri dan Dr. Surahman Hidayat memberikan saran agar disalurkan untuk kepentingan umum lainnya diluar obyek mustahiq (orang) atau masjid.
38
AbuMahira Maraji': 1. Ismail A. Said, Zakat atas Harta yang Tidak Halal. http://ramadhan.detik.com 2. Azhari, Hukum Ghulul, http://hayatulislam.net 3. Abdurrahman Al Baghdadi, Nafkah dan infaq, http://ikhlash.wordpress.com *** Cilacap, Bandung, Jakarta, Ramadhan 1430 H Compiled @ Jakarta, 19 September 2009 @ 22.00/ 1 Syawwal 1430 H Satrio Wahyudi Ruang Muslim BlackBerry www.Rumus‐BB.com Rumus‐
[email protected]
39