REFERAT
FARMAKOLOGI OBAT – OBATAN PADA SMOKING CESSATION
OLEH NOFRIYANDA
PEMBIMBING Dr. SABRINA ERMAYANTI, SpP Dr.H. ZAILIRIN YZ, SpP(K)
BAGIAN PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNAND / RS.DR.M.DJAMIL PADANG 2013
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebiasaan merokok memiliki efek yang buruk terhadap kesehatan terutama pada saluran nafas. Terdapat berbagai penyakit yang berhubungan dengan kebiasaan merokok seperti kanker paru dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Hal ini karena rokok banyak mengandung bermacam – macam zat yang bersifat toksik terhadap tubuh seperti nikotin.1 Terjadi peningkatan prevalensi merokok di Indonesia baik pada laki – laki maupun perempuan. Selain itu merokok juga sudah dimulai dari umur yang lebih kecil. World Health Organization (WHO) memprediksi bahwa pada tahun 2020 penyakit yang berhubungan dengan rokok akan mengakibatkan kematian sekitar 8,4 juta jiwa di dunia dimana setengah dari kematian tersebut berasal dari daerah Asia.1 WHO juga memperkirakan bahwa jumlah perokok di dunia sekitar 2,5 milyar orang dimana dua pertiganya terdapat di negara berkembang. Terdapat sekitar satu dari empat orang dewasa di negara berkembang adalah perokok. Selain itu prevalensi perokok lebih tinggi di negara dengan pendapatan perkapita yang rendah dan terbanyak pada kelompok dewasa muda dengan perbandingan 27% laki-laki dan 21% perempuan.2 Sementara itu data dari SUSENAS (Survai Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2001 di Indonesia terdapat 54,5% laki – laki dan 1,2% perempuan merupakan perokok. Dari keseluruhan perokok, sekitar 92,0% menyatakan bahwa mereka merokok didalam rumah bersama dengan anggota keluarga lainnya. Hal ini menyebabkan sebagian besar anggota keluarga merupakan perokok pasif.3 Data dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007 menunjukkan bahwa penduduk Indonesia yang berusia lebih dari 15 tahun yang merokok setiap hari sebanyak 27,2%, merokok kadang – kadang sebanyak 6,1%, mantan perokok sebesar 3,7% dan tidak merokok 63%. Namun pada RISKESDAS 2010 terdapat peningkatan perokok yang setiap hari merokok menjadi 28,2%.1
Berhenti untuk merokok akan mengurangi resiko timbulnya penyakit – penyakit yang berhubungan dengan rokok. Berhenti merokok akan mengurangi progresifisitas dari penyakit saluran nafas akibat rokok dan meningkatkan kualitas hidup. Oleh karena itu upaya untuk berhenti merokok harus diupayakan seoptimal mungkin. Namun upaya untuk menghentikan kebiasaan merokok tidaklah mudah karena selain dibutuhkan komitmen yang kuat dari si perokok juga dukungan dari lingkungan sekitar sangat dibutuhkan.1,4 Terdapat dua jenis terapi yang diberikan dalam usaha untuk berhenti merokok yaitu terapi non farmakologi dan terapi farmakologi. Terapi non farmakologi merupakan terapi yang tidak menggunakan obat. Berbagai cara yang dilakukan pada terapi non farmakologi meliputi konseling, terapi prilaku, self help, brief advice dan terapi pelengkap seperti hipnoterapi, akupuntur dan akupresur. Sementara itu terapi farmakologi adalah terapi untuk berhenti merokok dengan menggunakan obat – obatan. Beberapa obat yang banyak direkomendasikan untuk program berhenti merokok seperti terapi pengganti nikotin, bupropion SR dan varenicline tartrate.1,4,5,6 1.2 Tujuan Penulisan Dalam tinjauan pustaka ini akan dibahas tentang farmakologi obat – obatan yang lazim digunakan pada program berhenti merokok. Untuk lebih memahami mekanisme kerja obat – obatan untuk berhenti merokok maka sebelumnya perlu dibahas tentang mekanisme kerja nikotin.
BAB II MEKANISME KERJA NIKOTIN 2.1 Struktur Nikotin Nikotin merupakan suatu komponen terpenting didalam rokok dimana nikotin merupakan suatu alkaloid alam (1 metil-2{3-piridil}pirolidin) yang berbentuk cairan, tidak berwarna dan merupakan suatu basa lemah. Pertama kali nikotin diisolasi dari tembakau oleh Posselt dan Reiman pada tahun 1828. Kandungan nikotin pada tembakau cukup kecil sekitar 1 – 2 % namun memiliki sifat toksik dan dapat menimbulkan ketergantungan. Nikotin ini mudah menguap dan dapat melewati sawar darah otak.2,7
Gambar 1. Struktur Nikotin(dikutip dari 2) 2.2 Farmakokinetik Nikotin Nikotin dengan cepat dapat menembus membran pada pH darah fisiologis karena pada pH tersebut sekitar 31% nikotin tidak terionisasi. Dalam lingkungan yang basa nikotin mudah diserap terutama melalui membran mukosa oral dan nasal karena epitel daerah tersebut tipis dan kaya suplai darah. Selain itu nikotin juga mudah diserap melalui kulit. Pada saat asap rokok mencapai saluran nafas kecil dan alveoli maka nikotin secara cepat diserap. Penyerapan nikotin dalam asap rokok pada alveoli berlangsung cepat karena luasnya area permukaan dan mudah larutnya nikotin pada cairan di alveoli. Nikotin didistribusikan secara cepat ke seluruh jaringan tubuh. Konsentrasi nikotin darah arteri dan otak akan meningkat tajam setelah pajanan rokok dimana akan mencapai otak dalam 10 – 20 detik, kemudian turun setelah 20 - 30 menit karena nikotin terdistribusi ke jaringan lain. Kadar nikotin tertinggi dalam organ hati, ginjal, limpa dan paru, sedangkan kadar paling rendah dalam jaringan lemak. Nikotin
yang berikatan dengan jaringan otak memiliki afinitas yang tinggi dan kapasitas ikatan reseptor yang meningkat pada perokok dibandingkan yang bukan perokok. Meningkatnya ikatan ini karena jumlah reseptor kolinergik nikotinik (nAChRs) yang lebih banyak pada perokok akibat dari desensitisasi reseptor.7,8 Sebagian besar nikotin akan dimetabolisme di hati dan sebagian kecil dimetabolisme di paru dan ginjal. Nikotin dimetabolisme oleh enzim hati CYP2A6, UDP glucuronosyltransfease (UGT) dan flavin-containing monooxygenase (FMO). Metabolit utamanya adalah kotinin (70%) dan nikotin-N-oksida (4%). Waktu paruh kotinin yang panjang (16 jam) menyebabkan metabolit ini dapat dijadikan penanda biokimia pada penggunaan nikotin. Sebagian kecil nikotin diekskresikan melalui urin yaitu sekitar 5 10% dari eliminasi total nikotin. Waktu paruh eliminasi nikotin rata-rata 2 jam. Pada seseorang yang merokok secara teratur maka kadar nikotin dalam darah akan meningkat dalam 6 - 8 jam. Kadar nikotin dalam sebatang rokok sekitar 10 – 14 mg dan selama merokok sekitar 1 - 1,5 mg nikotin akan diserap secara sistemik. Tiap batang rokok akan menghasilkan konsentrasi nikotin dalam darah sekitar 5-30 ng/mL, tergantung cara rokok dihisap.7,8 2.3 Farmakodinamik Nikotin Reseptor kolinergik nikotinik dibentuk dari 5 subunit transmembran yang disusun mengelilingi suatu inti. Sub unit neuron yang membentuk reseptor kolinergik nikotinik terdiri dari kombinasi sub unit α (α2 – α10) dan β (β2 – β4). Sub unit yang berperan penting dalam ikatan dengan nikotin adalah α4β2. Reseptor kolinergik nikotinik ini berada pada sistem syaraf pusat di daerah Ventral Tegmental Area (VTA). Setelah nikotin berikatan dengan reseptor α4β2 maka akan menyebabkan terbukanya saluran ion sehingga ion sodium dan kalsium menembus membran sel yang akan merangsang pelepasan beberapa neurotransmiter seperti dopamine, serotonin, noradrenaline, acetylcholine, γ-aminobutyric acid (GABA) dan glutamate. Rangsangan oleh nikotin menyebabkan pelepasan dopamin pada nucleus accumbens yang diperantarai oleh reseptor α4β2. Pelepasan beberapa neurotransmiter dapat terjadi melalui mekanisme pre sinap dan post sinap.
Pada pelepasan pre sinap melalui pengaturan oleh reseptor
kolinergik nikotinik tanpa membutuhkan potensial aksi, sedangkan pada post sinap membutuhkan potensial aksi untuk mencetuskannya.7,9,10
Gambar 2. Reseptor kolinergik nikotinik α4β2(dikutip dari 11) Respons terhadap stimulasi reseptor kolinergik nikotinik melibatkan sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Efek simpatis terutama dimediasi oleh stimulasi reseptor nikotinik di medula adrenal yang menyebabkan pelepasan epinefrin dan norepinefrin. Efek simpatis dominan pada sistem kardiovaskuler yaitu hipertensi, takikardi dan vasokontriksi perifer. Efek parasimpatis terutama pada sistem saluran cerna dan saluran kemih yaitu menimbulkan gejala mual, muntah, diare dan peningkatan pembentukan urin.7,8 Efek nikotin yang dapat menimbulkan kecanduan adalah efek pada reseptor kolinergik nikotinik di otak seperti terlihat pada gambar 3.
Gambar 3. Siklus adiktif nikotin(dikutip dari 1) Ikatan antara nikotin dengan reseptor kolinergik nikotiniknya di area VTA menyebabkan pelepasan dopamin di nucleus accumbens, yang akan menimbulkan perasaan nyaman. Timbulnya rasa nyaman akibat nikotin dalam hitungan detik inilah yang menyebabkan ketergantungan pada rokok. Selain itu, nikotin juga menyebabkan pelepasan neurotransmiter lain seperti norepinefrin, β-endorfin, asetilkolin dan serotonin yang akan meningkatkan kemampuan kognitif, kewaspadaan dan memori serta menurunkan ketegangan dan kecemasan.1,7,8 Perangsangan terhadap reseptor kolinergik nikotinik oleh nikotin akan menyebabkan pelepasan berbagai neurotransmiter1 Tabel 1. Efek dari neurotransmiter1 Neurotransmiter Dopamin Norepinefrin Asetilkolin
Efek perasaan nyaman dan penekanan nafsu makan eksitatori dan penekanan nafsu makan eksitatori dan peningkatan kognitif
Glutamat
peningkatan konsentrasi belajar dan memori
Serotonin
peningkatan suasana hati dan penekanan nafsu makan
Beta endorfin
pengurangan ansietas dan ketegangan
GABA
pengurangan ansietas dan ketegangan
Penggunaan nikotin jangka panjang akan meningkatkan jumlah reseptor kolinergik nikotinik hingga 50%. Pada keadaan tersebut jika nikotin tidak tersedia, maka pelepasan dopamin dan neurotransmiter lainnya akan menurun di bawah kadar normal sehingga akan menimbulkan efek putus nikotin (withdrawal effect). Sebagai contoh penurunan dopamin karena penurunan kadar nikotin akan menyebabkan munculnya rasa tidak nyaman. Penurunan kadar GABA akan memicu timbulnya kecemasan. Gejala putus nikotin ini biasanya mencapai puncaknya dalam beberapa hari pertama dan berlangsung sampai 2-4 minggu selama berhenti merokok.1,12,13 Tabel 2. Gejala putus nikotin dan lamanya gejala setelah berhenti merokok dari 1)
Withdrawal effect (efek putus nikotin)
Lama gejala (setelah berhenti merokok)
Rasa cemas / ansietas
1-2 minggu
Mudah tersinggung, frustasi, marah
< 4 minggu
Insomnia
< 4 minggu
Tidak sabar
< 4 minggu
Sulit konsentrasi
< 4 minggu
Depresi
< 4 minggu
Nafsu makan meningkat (BB meningkat)
>10 minggu
(dikutip
BAB III TERAPI FARMAKOLOGI PADA BERHENTI MEROKOK 3.1 Program Berhenti Merokok Berhenti merokok merupakan hal yang paling penting dalam mencegah timbulnya penyakit – penyakit yang berhubungan dengan rokok. Beberapa langkah penting yang dilakukan untuk mencegah atau berhenti merokok seperti pencegahan merokok pada usia remaja, meningkatkan motivasi untuk berhenti merokok dan mencegah kekambuhan untuk merokok kembali.14 Pada program berhenti merokok terdapat beberapa langkah intervensi yang dilakukan berdasarkan pada tipe perokok. Dalam hal ini perokok dibagi menjadi 3 kelompok yaitu bekas perokok yang baru berhenti, perokok yang tidak ingin berhenti merokok pada saat itu dan perokok yang ingin berhenti merokok pada saat tersebut.15 Pada kasus perokok yang baru berhenti merokok maka diberikan ucapan selamat dan diminta mempertahankan gaya hidup yang bebas asap rokok. Pada perokok yang telah berhenti merokok ini memiliki resiko untuk kambuh yang dapat terjadi dalam hitungan bulan atau tahun. Pada kasus ini kekambuhan dapat kita cegah dengan memberikan konseling yang intens.15 Pada perokok yang tidak ingin berhenti merokok pada saat tersebut maka dapat dilakukan dengan pendekatan motivasi dan pendekatan 5R. Pendekatan motivasi dilakukan dengan wawancara secara personal dengan perokok. Strategi dalam melakukan wawancara ini meliputi : -
Berikan empati
-
Tumbuhkan suatu ketidaksesuaian antara kebiasaan merokok pasien dengan prioritas, nilai dan tujuan
-
Menghadapi penolakan dari perokok
-
Support self efficacy berupa mengidentifikasi manfaat yang didapat dari berhenti merokok.
Sementara itu pada pendekatan dengan 5R meliputi Relevance, Risk, Reward, Roadblocks dan Repetition. Pada Relevance dengan memberikan penjelasan mengenai dampak negatif merokok terhadap kesehatan sendiri, keluarga dan lingkungan sekitar. Perokok diminta untuk mengidentifikasi efek negatif dari merokok pada Risk. Selanjutnya pada Reward pasien diajak untuk mengidentifikasi apa manfaat yang didapat jika berhenti merokok. Pada Roadblocks menanyakan kepada perokok apa saja hambatan yang timbul jika berhenti merokok. Terakhir Repetition dimana perokok diberikan motivasi yang berulang – ulang saat perokok datang kontrol.1,15 Pada perokok yang ingin berhenti merokok pada saat tersebut terdapat pendekatan yang lazim digunakan berupa 5 A yang meliputi Ask, Advise, Assess, Assist dan Arrange. Pada Ask berarti menanyakan tentang status merokok pasien dan keinginan pasien untuk berhenti merokok. Advise berarti memberikan anjuran kepada pasien untuk berhenti merokok. Selanjutnya Assess yang merupakan evaluasi untuk menilai apakah pasien memang betul – betul ingin berhenti merokok atau tidak. Pada Assist merupakan tindakan bantuan yang diberikan untuk membantu pasien untuk berhenti merokok. Dalam tindakan ini termasuk memberikan terapi non farmakologi seperti konseling dan terapi farmakologi yang digunakan untuk berhenti merokok. Tindakan follow up untuk menilai kemajuan terapi pada program berhenti merokok dilakukan pada fase Arrange. Pada fase ini dilakukan evaluasi pemakaian terapi farmakologi dan antisipasi pasien kambuh untuk merokok kembali.1,4,14,15 Terdapat beberapa terapi farmakologi yang sudah terstandar dan terbukti bermanfaat dalam program berhenti merokok seperti terapi pengganti nikotin, bupropion SR dan vareniklin. Terapi pengganti nikotin bertujuan untuk mengganti nikotin yang sebelumnya didapat dari rokok sehingga tidak terdapat withdrawal effect setelah berhenti merokok. Sementara itu bupropion SR dan vareniklin merupakan obat non nikotin yang digunakan untuk berhenti merokok.1,5,14,15,16 3.2 Terapi Pengganti Nikotin Pada program berhenti merokok yang menggunakan Nicotine Replacement Therapy (NRT) atau terapi pengganti nikotin bertujuan untuk mengganti nikotin yang
sebelumnya didapat dari rokok. Hal ini supaya tidak terdapat penurunan kadar nikotin yang mendadak. Pendistribusian nikotin yang berasal dari NRT dalam plasma tidak secepat distribusi nikotin yang berasal dari rokok. Selain itu peningkatan kadar nikotin dari NRT terjadi secara gradual. Dalam plasma kadar nikotin dari NRT cenderung untuk berada dalam rentang kadar yang rendah namun tidak menimbulkan gejala putus nikotin. Kadar kotinin yang dihasilkan oleh NRT berkisar 30 – 70 % dibandingkan kadar kotinin yang dihasilkan dari rokok.8,12,13 Mekanisme kerja utama dari NRT adalah 13 a. Mengurangi gejala putus nikotin b. Mengurangi efek penguatan oleh nikotin c. Memberikan efek yang sebelumnya didapatkan dari rokok Dosis NRT untuk berhenti merokok bersifat individual masing – masing perokok tergantung pada kebiasaan pemakaian nikotin (jumlah batang rokok). Dosis awal direkomendasikan dengan dosis yang tinggi untuk mencegah gejala putus nikotin dan selanjutnya secara bertahap dosis dapat diturunkan.8,12,13,16 Terdapat beberapa jenis NRT yang sudah dikenal dan beredar secara komersil seperti gum (permen karet), inhaler, lozenges (tablet hisap), nasal spray (semprot hidung), tablet sublingual dan skin patch (nikotin tempel).1,12,13,16 Suatu penelitian meta analisis dilakukan oleh Moore dkk terhadap penggunaan terapi pengganti nikotin untuk berhenti merokok. Pada meta analisis ini melibatkan 7 penelitian yang berbeda dimana 4 penelitian menggunakan permen karet, 2 penelitian dengan inhaler dan satu penelitian dengan pilihan bebas tergantung keinginan responden. Pada berbagai penelitian ini terapi pengganti nikotin diberikan selama 6 – 18 bulan. Hasil dari meta analisis ini menyimpulkan bahwa pemakaian terapi pengganti nikotin efektif untuk berhenti merokok.17 3.2.1 Nikotin Gum (permen karet) Nikotin dalam bentuk permen karet ini memiliki rasa seperti tembakau. Saat permen karet ini dikunyah maka secara perlahan nikotin dilepaskan didalam rongga
mulut. Selanjutnya nikotin akan terserap ke dalam aliran darah menuju otak dan nikotin ini akan merangsang reseptor. Cara Pemakaian Nikotin Gum1,12,13 Permen karet ini harus dikunyah secara perlahan sampai melunak dan kemudian permen karet ditempatkan antara pipi dan gusi. Setelah sekitar satu menit maka permen karet harus kembali dikunyah sampai melunak dan ditempatkan kembali di antara pipi dan gusi. Pengunyahan hanya dilakukan untuk satu permen karet dalam mulut dan dikunyah sekitar 30 menit. Pemakaian permen karet ini dapat diulangi sekitar 1 sampai 2 jam berikutnya untuk mencegah gejala putus nikotin. Permen karet nikotin ini tersedia dalam 2 dosis yaitu permen karet dengan dosis 2 mg dan 4 mg. Permen karet dengan dosis 4 mg diberikan pada perokok yang lebih 20 batang perhari, sedangkan pada perokok yang kurang 20 batang perhari dapat menggunakan sediaan 2 mg. Dosis maksimal permen karet ini adalah 60 mg sehari. Selanjutnya penggunaan permen karet ini akan dititrasi dimana awalnya 1-2 jam pada minggu pertama, kemudian dikurangi menjadi 2-4 jam selama 3 minggu dan selanjutnya tiap 4-8 jam selama 3 minggu. Sekitar 90 % nikotin yang ada dalam permen karet akan dilepaskan setelah dikunyah selama 20 menit. Penyerapan nikotin ini tergantung pada rata – rata dan intensitas pengunyahan, jumlah produksi saliva selama pengunyahan dan apakah ada saliva yang dibuang. Peningkatan kadar nikotin dalam plasma berlangsung lebih lambat dibandingkan merokok dimana konsentrasi puncak dicapai sekitar 30 menit setelah mulai mengunyah. Penyerapan nikotin dari permen karet ini pada mukosa pipi mencapai hampir 50% dari kandungan nikotin.1,12,13 Pemakaian nikotin permen karet dapat dilakukan pada saat bersamaan dengan saat berhenti merokok. Penelitian oleh Etter dkk mendapatkan bahwa memulai
pemberian nikotin permen karet 4 minggu sebelum berhenti merokok tidak memperbaiki angka keberhasilan berhenti merokok.18 Perhatian khusus pada saat pemakaian permen karet ini adalah supaya tidak mengunyah secara cepat. Hal ini karena dengan pengunyahan yang cepat akan menyebabkan pelepasan nikotin yang cepat sehingga dapat menimbulkan efek samping berupa sakit kepala, mual, muntah, cegukan, iritasi pada tenggorokan dan kembung. Selain itu permen karet atau saliva yang kaya dengan nikotin tidak boleh ditelan karena dapat menyebabkan tidak nyaman diperut, mual dan heartburn.1,12 Suatu
penelitian
multisenter
dilakukan
oleh
Kralikova
dkk
dengan
membandingkan efikasi nikotin permen karet dengan plasebo. Penelitian ini dilakukan secara tersamar ganda. Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa angka berhenti merokok setelah pemakaian nikotin permen karet selama 4 bulan lebih tinggi dibandingkan pemakaian plasebo (20,1 % vs 8,6 %).19 3.2.2 Nikotin hisap (Lozenge) Pada pemakaian nikotin secara hisap dalam mulut akan menyebabkan pelepasan nikotin secara bertahap. Nikotin hisap ini tidak boleh dikunyah. Penyerapan nikotin hisap terjadi secara perlahan (dalam waktu 30 menit) melalui mukosa bukal. Kadar nikotin yang diserap dari sediaan tablet hisap ini lebih besar daripada permen karet. Pemakaian nikotin hisap didasarkan pada seberapa cepat seseorang merokok setelah bangun tidur di pagi hari. Saat merokok pertama kali di pagi hari merupakan indeks yang kuat untuk menentukan ketergantungan seseorang terhadap nikotin. Hal ini juga merupakan cara yang dapat digunakan untuk mengukur kebutuhan nikotin tiap perokok.1,13 Cara Pemakaian Nikotin hisap1,13 Pada perokok yang memulai merokok dalam waktu 30 menit setelah bangun tidur maka pemakaian nikotin hisap 4 mg. Sementara itu pada perokok yang mulai merokok dalam waktu lebih dari 30 menit setelah bangun tidur maka menggunakan tablet hisap 2 mg.
Selain berdasarkan saat merokok pertama kali di pagi hari, pemakaian tablet hisap juga dapat berdasarkan pada jumlah konsumsi rokok setiap hari. Pada perokok yang merokok lebih dari 20 batang sehari dapat menggunakan tablet hisap 4 mg dan yang merokok kurang dari 20 batang per hari dapat menggunakan tablet hisap 2 mg. Sementara itu pada perokok yang merokok kurang dari 10 batang perhari dapat diberikan tablet hisap 1 mg. Sediaan nikotin tablet hisap ini yaitu 1 mg, 2 mg dan 4 mg. Tablet hisap ini diberikan selama 8 – 10 minggu dengan penurunan dosis yang dilakukan secara bertahap. Dosis awal terapi yang diberikan 1-2 tablet hisap setiap 1-2 jam selama 9 hari. Penelitian oleh Ebbert dkk yang bersifat multisenter dan melibatkan sebanyak 270 partisipan. Pada penelitian ini sebanyak 136 orang memakai tablet hisap 4 mg dan 134 orang memakai plasebo dengan lama penelitian selama 12 minggu. Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa kelompok yang mendapat tablet hisap 4 mg secara signifikan memiliki angka berhenti merokok yang lebih tinggi (44,1% vs 29,1%). Angka putus nikotin pada penelitian ini lebih rendah pada kelompok yang mendapat tablet hisap.20 3.2.3 Nikotin Tempel Pelepasan nikotin pada pemakaian nikotin tempel bersifat konstan dan penyerapan nikotin berlangsung lambat. Diperkirakan sekitar 68% nikotin yang dilepaskan oleh nikotin tempel akan masuk ke dalam sirkulasi. Kadar puncak nikotin dalam pembuluh darah dicapai dalam 6 sampai 10 jam setelah pemakaian nikotin tempel. Waktu paruh nikotin pada sediaan ini panjang dan kadarnya dalam darah menetap lebih lama dibandingkan bentuk sediaan lain karena penyerapan nikotin yang terus menerus dari nikotin tempel. Pemakaian nikotin tempel digunakan pada kulit yang bersih, kering, dan tidak berambut. Nikotin tempel tersedia dalam berbagai kekuatan, tergantung dari lama pemakaian dan kekuatan dosis. Kadar nikotin yang dicapai dengan menggunakan nikotin tempel mencapai separuh dari kadar nikotin yang dicapai dengan
merokok. Konsentrasi maksimal nikotin dalam plasma setelah pemakaian nikotin tempel 15 mg adalah antara 9 dan 15 ng/ml.10,12,13 Berdasarkan pada lamanya waktu pemakaian maka nikotin tempel dibedakan menjadi dua yaitu sediaan yang digunakan selama 16 jam dan 24 jam. Sediaan yang digunakan selama 16 jam, terdiri dari beberapa sediaan dosis yaitu 5 mg, 10 mg dan 15 mg. Sementara itu untuk sediaan yang digunakan selama 24 jam terdiri dari 3 sediaan dosis yaitu 7 mg, 14 mg dan 21 mg1,10,12,13 Cara Pemakaian Nikotin Tempel1,10,12,13 Direkomendasikan pemakaian nikotin tempel selama 8 - 12 minggu tergantung pada jenis nikotin tempel yang digunakan. Pada nikotin tempel 16 jam maka dosis yang direkomendasikan adalah 15 mg per hari selama 4 - 6 minggu pertama Dosis dilanjutkan dengan 10 mg per hari pada 4 minggu berikutnya. Selanjutnya dosis diturunkan menjadi 5 mg per hari pada 2 minggu berikutnya. Apabila menggunakan nikotin tempel 24 jam maka dosis yang direkomendasikan adalah 21 mg per hari pada 4 - 6 minggu pertama, dilanjutkan dengan dosis 14 mg per hari pada 4 minggu berikutnya. Kemudian untuk pemakaian 2 minggu berikutnya dengan dosis 7 mg per hari Suatu penelitian meta analisis oleh Kimura dkk terhadap 18 penelitian tentang pemakaian nikotin tempel selama 1 tahun. Pada penelitian ini didapatkan bahwa angka keberhasilan berhenti merokok secara signifikan lebih tinggi pada pemakaian nikotin tempel dibandingkan yang tidak memakai nikotin tempel.21 Hasil penelitian yang serupa juga didapatkan oleh Schnoll yang membandingkan antara efektifitas pemakaian nikotin tempel dibandingkan tablet hisap. Pemakaian nikotin tempel memiliki kecenderungan angka berhenti merokok yang lebih tinggi dibandingkan tablet hisap namun secara statistik tidak bermakna.22 Pada pemakaian nikotin tempel efek samping yang dapat timbul relatif ringan, sehingga sediaan ini dapat ditoleransi dengan baik. Efek yang umum timbul dari nikotin tempel berupa reaksi kulit, sakit kepala, insomnia, mimpi buruk dan mual.1,10,12,13
Penelitian oleh Mills dkk berupa meta analisis yang melibatkan 177.390 orang yang menggunakan terapi pengganti nikotin mendapatkan bahwa efek samping yang timbul pada pemakaian secara tempel adalah iritasi kulit.23 3.2.4 Nikotin inhaler Nikotin inhaler terdiri dari mouthpiece dan cartridge plastik yang berisi nikotin. Catridges yang berisi nikotin dimasukkan ke dalam inhaler dan disemprotkan melalui mouthpiece masuk kedalam mulut. Nikotin inhaler yang disemprotkan melalui mouthpiece tidak masuk ke dalam bronkus atau paru, tapi terdeposit dan diabsorpsi melalui mukosa mulut. Sebagian besar nikotin akan masuk ke dalam mulut 36 %, esofagus dan lambung 36 %, serta sebagian kecil (4%) mencapai paru dimana kadar nikotin dalam darah akan meningkat dalam 20 menit. Nikotin inhaler akan menyebabkan peningkatan kadar nikotin plasma yang lebih cepat dibandingkan nikotin permen karet tapi lebih lambat dibandingkan nikotin semprot hidung. Dengan menggunakan nikotin inhaler diperkirakan kadar nikotin dalam plasma sekitar sepertiga dari kadar nikotin plasma oleh rokok.12,13
Cara Pemakaian Nikotin Inhaler1,2,12,13 Dosis nikotin inhaler yang direkomendasikan adalah 6 sampai 16 cartridge sehari. Setiap cartridge mengandung nikotin sebesar 10 mg dimana dari 10 mg tersebut sekitar 4 mg akan masuk ke dalam mulut dan 2 mg akan diabsorpsi. Direkomendasikan untuk menggunakan nikotin inhaler selama 3 bulan dan setelah itu dosis dapat diturunkan secara bertahap selama 6-12 minggu. Jumlah nikotin yang diperoleh melalui sediaan ini paling kecil dibandingkan sediaan lainnya. Nikotin inhaler terutama berguna bagi perokok dengan tingkat ketergantungan yang rendah, sebagai terapi tambahan pada nikotin tempel untuk menangani keinginan merokok tiba-tiba atau dalam kombinasi dengan bupropion SR.1,2,12,13
Suatu penelitian yang bersifat tersamar ganda dilakukan oleh Tennesen dkk dengan membandingkan pemakaian nikotin inhaler mulut dengan plasebo. Penelitian ini melibatkan 479 perokok dimana sebanyak 318 orang mendapat inhaler mulut dan 161 orang mendapat plasebo. Terdapat peningkatan angka berhenti merokok pada kelompok yang mendapat inhaler mulut mulai dari setelah pemakaian selama 2 minggu sampai 52 minggu dibandingkan plasebo.24
Hansen dkk juga mendapatkan bahwa pemakaian
nikotin inhaler lebih cepat dapat mengurangi keinginan untuk merokok.25 3.2.5 Nikotin semprot hidung Pemakaian nikotin semprot hidung dapat memberikan kadar nikotin yang lebih cepat dibandingkan dari NRT lainnya. Hal ini disebabkan oleh penyerapan nikotin yang lebih cepat pada mukosa hidung karena tipisnya mukosa hidung dan banyaknya pembuluh darah. Oleh karena itu nikotin semprot hidung dapat digunakan untuk memenuhi keinginan merokok yang tiba – tiba dimana secara cepat menghilangkan gejala putus nikotin. Kadar puncak nikotin tercapai dalam waktu 10 menit dan kadar nikotin dalam plasma dapat dicapai sekitar dua per tiga dari kadar nikotin saat merokok. Dalam 10 ml semprot hidung berisi 100 mg nikotin dimana satu kali semprot mengeluarkan dosis nikotin 0,5 mg. Dosis yang digunakan tiap pasien berbeda-beda tergantung derajat ketergantungan nikotin.10,12,13 Cara Pemakaian Nikotin Semprot hidung10,12,13 Pemakaian nikotin semprot hidung ini berupa satu semprot masing – masing lobang hidung. Dosis yang direkomendasikan adalah 1 hingga 2 dosis perhari dimana digunakan selama 6 minggu. Setelah pemakaian 1 mg nikotin semprot hidung dapat memberikan kadar nikotin dalam plasma sekitar 5 hingga 12 ng/ml. Efek samping yang sering timbul adalah iritasi hidung, bersin-bersin, batuk dan mata berair.10,12,13 3.2.6 Tablet sublingual Satu tablet nikotin sublingual 2 mg setara dengan permen karet nikotin 2 mg dimana tablet ini digunakan dengan menempatkan tablet dibawah lidah dan
membiarkannya hingga tablet menjadi larut. Kecepatan penyerapan dari nikotin jenis ini meningkat pada pH mulut alkali dibandingkan dengan pH asam.10,13 Cara Pemakaian Nikotin sublingual10,13 Pada perokok yang merokok kurang dari 20 batang rokok per hari dapat menggunakan 1 tablet sublingual (2 mg) tiap jam. Sementara itu pada perokok yang merokok lebih dari 20 batang rokok per hari dapat menggunakan tablet nikotin sublingual 2 tablet tiap jam. Penggunaan dalam satu hari tidak boleh dari 40 tablet. Pemakaian tablet nikotin sublingual diberikan hingga 12 minggu. Setelah pemakaian selama 12 minggu maka dosis harus diturunkan secara bertahap 3.3 Bupropion SR Bupropion SR sebagai terapi untuk berhenti merokok mulai digunakan tahun 1997 di Amerika Serikat dan telah digunakan secara luas dibanyak negara. Bupropion SR merupakan obat non nikotin pertama yang digunakan untuk program berhenti merokok.4,16 Bupropion SR di serap dengan baik di usus dan akan mengalami metabolisme di hepar. Di hepar akan terbentuk 3 metabolit aktif yaitu hydroxybupropion, threohydrobupropion dan erythrohydrobupropion. Kadar puncak konsentrasi bupropion SR dalam plasma dicapai dalam waktu 3 jam setelah pemakaian obat dengan waktu paruh sekitar 20 – 21 jam. Ekskresi obat ini melalui urin dan feses dimana sekitar 10 % dari dosis obat dapat ditemukan di urin atau feses.5,26
Gambar 4. Struktur bupropion dan metabolitnya(dikutip dari 26) Bupropion SR merupakan suatu antidepresan yang bersifat katekolamin selektif pada dopamin dan norepinefrin. Bupropion bekerja dengan menghambat pengambilan kembali dopamin dan norepinefrin. Dengan menghambat pengambilan kembali dopamin dan norepinefrin maka bupropion SR dapat mengurangi gejala withdrawal effect. Selain itu obat ini juga bekerja sebagai antagonis nikotin non kompetitif sehingga bermanfaat mengatasi ketergantungan terhadap nikotin.4,26 Penelitian oleh Mansvelder dkk pada tikus membuktikan bahwa bupropion bekerja dengan menghambat reseptor kolinergik nikotinik pada VTA.27 Merokok akan menyebabkan pelepasan dopamin kedalam celah sinap. Pada saat rendahnya intake nikotin maka terjadi pengambilan kembali dopamin kedalam vesicle terminal akson. Bupropion SR bekerja dengan menghambat pengambilan kembali dopamin ini yang kemungkinan dengan mempengaruhi sistem pengangkut dopamin. Namun tampaknya bupropion memiliki efek yang berbeda pada dopamin didalam area yang berbeda pada otak. Pada nucleus accumbens, bupropion bersifat antagonis terhadap pengambilan kembali dopamin tapi bupropion juga meningkatkan transpor pada striatal vesicular yang akan meningkatkan pengambilan kembali dopamin dari celah sinap disini. Penghambatan pengambilan kembali dopamin pada nucleus accumbens untuk mengurangi defisiensi dopamin. Bupropion juga merupakan suatu penghambat
pengambilan kembali norepinefrin yang lemah. Mekanisme ini lebih berhubungan dengan efek antidepresan pada dosis yang lebih tinggi dibandingkan digunakan untuk berhenti merokok, namun mekanisme pastinya belum diketahui.26,28
Gambar 5. Efek bupropion pada sinaptik(dikutip dari 28) Cara Pemakaian Bupropion SR1,5 Pemakaian bupropion SR harus dimulai sekitar 1 – 2 minggu sebelum berhenti merokok. Dosis yang digunakan pada hari pertama sampai hari ketiga adalah 1 x 150 mg setiap pagi hari. Pada hari berikutnya dosis dinaikkan menjadi 2 x 150 mg yang dimulai pada hari ke empat sampai 12 minggu. Dosis yang diberikan tidak boleh melebihi 300 mg dalam sehari. Pemakaian bupropion SR biasanya selama 12 minggu namun dapat juga digunakan sampai 24 minggu. Penelitian oleh Issa dkk membuktikan bahwa penggunaan bupropion SR efektif untuk program berhenti merokok. Pada penelitian ini diberikan bupropion SR selama 12 minggu dan didapatkan bahwa 50 % dari sampel penelitian berhasil berhenti merokok.
Selain itu juga didapatkan bahwa bupropion SR aman diberikan pada perokok dengan gangguan kardiovaskuler.29
Penggunaan bupropion SR juga aman untuk berhenti
merokok pada pasien skizofrenia. Suatu review yang dilakukan oleh Tsoi terhadap 21 laporan penelitian tentang penggunaan bupropion SR sebagai terapi ketergantungan nikotin pada pasien dengan skizofrenia. Pada review ini didapatkan bahwa setelah pemakaian bupropion SR, rata – rata berhenti merokok lebih tinggi dibandingkan dari plasebo dengan nilai yang sangat bermakna (p=0,004). Selain itu kadar karbon monoksida pada pengguna bupropion SR terbukti lebih rendah dibanding pengguna plasebo (p=0,002). Kesimpulan dari review ini mendapatkan bahwa penggunaan bupropion meningkatkan rata – rata berhenti merokok pada perokok dengan skizofrenia tanpa adanya gangguan pada status mental.30 Efek samping yang sering ditemukan pada pemakaian bupropion SR adalah mulut kering, insomnia dan mual.1,5,6 Penelitian oleh Issa dkk juga mendapatkan bahwa efek samping yang sering ditemukan pada penggunaan bupropion SR adalah mulut kering dan insomnia.29 Pemakaian bupropion SR dikontraindikasikan pada pasien yang menderita atau mempunyai riwayat epilepsi, cedera kepala, hipertensi, pengguna alkohol, nekrosis hati dan gangguan afektif bipolar. Selain itu obat ini juga tidak boleh diberikan pada wanita hamil atau menyusui.5,28 Interaksi obat dengan obat antidepresan lainnya (desiperamin, fluoxitine) dan anti psikosis (risperidon, tioridozin) yang akan memanjangkan kerja obat. Hal ini karena bupropion menghambat kerja sitokrom p450 dan mengurangi eksresi obat – obat yang dimetabolisme di hati. Oleh karena itu obat – obat tersebut diberikan dalam dosis rendah saat pemberian bersamaan dengan bupropion SR.28 3.4
Vareniklin Vareniklin merupakan obat yang relatif baru digunakan untuk program berhenti
merokok dimana vareniklin tersedia dalam bentuk garam tartrat dengan rumus kimia (7,8,9,10-tetrahydro-6,10-methano-6H-pyrazino[2,3-h][3]benzazepine). Struktur kimia vareniklin mirip dengan senyawa cystine dimana di Eropa sudah lama digunakan untuk pengobatan berhenti merokok.31
Gambar 6. Varenicline tartrat(dikutip dari 31) Vareniklin diserap secara sempurna setelah pemakaian oral dengan kadar yang tinggi (90%) di dalam darah. Penyerapan vareniklin tidak terganggu oleh adanya makanan. Konsentrasi maksimal dalam darah ditemukan dalam 3 - 6 jam setelah pemakaian secara oral dengan waktu paruh sekitar 24 jam. Vareniklin kebanyakan dieksresikan melalui urin sekitar 92 %.32 Vareniklin merupakan suatu agonis parsial pada reseptor α4β2 asetilkolin nikotinik. Maksud dari agonis adalah pada saat vareniklin berikatan dengan reseptor α4β2 maka akan memberikan efek yang sama seperti nikotin yang berikatan dengan reseptor α4β2 yaitu merangsang pelepasan dopamin. Pelepasan dopamin ini akan mengurangi withdrawal effect akibat dari berhenti merokok. Namun efek yang ditimbulkan oleh vareniklin ini lebih lambat dan peningkatan dopamin yang lebih rendah dibanding nikotin. Oleh karena reseptor α4β2 telah berikatan dengan vareniklin maka vareniklin akan mencegah nikotin untuk berikatan dengan reseptor α4β2. Vareniklin memiliki afinitas ikatan dengan reseptor α4β2 yang lebih kuat dibandingkan nikotin sehingga vareniklin dapat menggeser nikotin dari ikatan dengan reseptor sehingganya akan mengurangi efek nikotin. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya rasa nikmat dalam merokok.1,6,11,31,33
Gambar 7. Skema mekanisme kerja vareniklin(dikutip dari 11)
(A) Efek nikotin rokok pada reseptor nikotin yang menyebabkan pelepasan dopamin dalam jumlah besar (B) Pada saat tidak ada nikotin yang berikatan dengan reseptor maka jumlah dopamin turun secara mendadak menyebabkan gejala putus nikotin (C) Vareniklin menduduki dan menyekat reseptor nikotin. Dengan mengaktivasi reseptor secara parsial, vareniklin mempertahankan kadar dopamin pada tingkat hampir normal sehingga gejala putus nikotin tidak terlalu berat Cara Pemakaian Vareniklin1,11,13 Pengobatan berhenti merokok dengan menggunakan vareniklin dimulai dari satu minggu sebelum mulai berhenti merokok. Dosis vareniklin dimulai dengan 0,5 mg setiap hari untuk 3 hari pertama dan dilanjutkan dengan dosis 0,5 mg dua kali sehari pada hari ke empat hingga hari ke tujuh. Sediaan vareniklin berupa tablet dengan dosis 0,5 mg dan 1 mg.
Selanjutnya dosis vareniklin dinaikkan menjadi 1 mg sebanyak dua kali sehari sampai dengan 12 minggu dari awal pengobatan dimana diberikan pada pagi hari dan malam hari. Apabila pasien sudah berhenti merokok pada akhir minggu ke 12 maka pemberian vareniklin dapat ditambah 12 minggu lagi untuk mengurangi resiko kambuh. Pada pasien dengan gangguan ginjal berat maka dosis vareniklin dapat dikurangi menjadi 1 mg sehari. Sementara itu pasien dengan gangguan fungsi hati tidak perlu penyesuaian dosis karena metabolisme vareniklin tidak dipengaruhi oleh penurunan fungsi hati. Penelitian oleh Ramon dkk di Spanyol terhadap 264 perokok aktif dimana diberikan vareniklin selama 12 minggu. Hasil penelitian ini mendapatkan angka keberhasilan berhenti merokok dengan pemakaian vareniklin sekitar 58,3 %.34
Hasil
penelitian ini hampir sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ebbert dkk dengan pemberian vareniklin selama 12 minggu dengan dosis 1 mg dua kali sehari. Pada penelitian ini didapatkan bahwa sekitar 60 % dari keseluruhan subjek penelitian terdapat pengurangan merokok.35 Hasil penelitian yang lebih besar didapatkan pada penelitian oleh Gratziou dkk di Yunani terhadap 196 perokok aktif dimana rata – rata subjek penelitian telah merokok selama 23,5 tahun. Pada penelitian ini diberikan terapi dengan vareniklin selama 12 minggu dengan dosis 1 mg dua kali sehari. Setelah pemakaian vareniklin 12 minggu didapatkan sekitar 70,4 % dari semua subjek penelitian berhenti merokok.36 Suatu penelitian yang bersifat tersamar ganda dilakukan oleh Fagerstorm dkk dengan pemakaian vareniklin dan plasebo. Pada penelitian ini diberikan vareniklin selama 12 minggu dengan dosis 1 mg dua kali sehari dan dilanjutkan dengan masa follow up selama 14 minggu setelah pengobatan. Pada penelitian ini didapatkan angka berhenti merokok pada pemakaian vareniklin lebih tinggi dibandingkan plasebo (59% vs 39%).37
Hal ini juga ditemukan pada penelitian oleh Rennard dkk pada 659 perokok
aktif dimana pemakaian vareniklin dibandingkan dengan plasebo secara tersamar ganda.
Setelah pemakaian selama 12 minggu didapatkan bahwa pada kelompok yang mendapatkan vareniklin lebih tinggi angka berhenti merokok dibandingkan plasebo (53,1% vs 19,3%). Selain itu pada kelompok yang mendapatkan vareniklin secara signifikan berhenti merokok lebih cepat dibandingkan plasebo (rata – rata 17 hari vs 24 hari).38 Vareniklin memiliki kemampuan yang lebih baik mengurangi kecanduan merokok dibandingkan bupropion. Penelitian yang dilakukan oleh West dkk dengan membandingkan efek terhadap kecanduan dan gejala withdrawal dari vareniklin dibandingkan bupropion. Terdapat perbedaan bermakna antara hasil pemakaian vareniklin dibandingkan dengan bupropion. Pada penelitian ini didapatkan bahwa pemakaian vareniklin dapat mengurangi kecanduan lebih besar dibandingkan pemakaian bupropion (p<0,01). Selain itu pemakaian vareniklin juga mengurangi keinginan untuk merokok lagi lebih besar dibandingkan bupropion setelah pengobatan dihentikan.39 Pemakaian vareniklin juga lebih baik dibandingkan dari nikotin tempel. Penelitian oleh Aubin dkk membandingkan antara pemakaian vareniklin dengan nikotin tempel untuk program berhenti merokok. Pada penelitian ini vareniklin dipakai selama 12 minggu sedangkan nikotin tempel dipakai selama 10 minggu. Sebanyak 376 pasien memakai vareniklin dan 370 pasien menggunakan nikotin tempel. Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa vareniklin secara signifikan mengurangi craving, gejala withdrawal dan kepuasan merokok dibandingkan menggunakan nikotin tempel.40
Namun hasil
berbeda didapatkan pada penelitian oleh Tsukahara dkk pada 32 orang perokok aktif dengan membandingkan efek vareniklin dengan nikotin tempel. Penelitian ini dilakukan selama 24 minggu dimana didapatkan hasil bahwa antara vareniklin dengan nikotin tempel memiliki efikasi yang hampir sama. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara pemakaian vareniklin dengan nikotin tempel.41 Pemakaian vareniklin untuk program berhenti merokok efektif dan aman tidak saja pada orang normal namun juga untuk perokok yang memiliki penyakit kardiovaskular. Hal ini didukung oleh penelitian multicentre yang dilakukan Rigotti dkk
yang melibatkan 714 perokok dengan penyakit kardiovaskular stabil. Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa vareniklin tidak meningkatkan resiko gangguan kardiovaskular.42 Efek samping yang sering didapatkan pada pemakaian vareniklin adalah gangguan gastrointestinal berupa mual. Efek samping mual umumnya terjadi pada awal terapi dan berkurang dengan berjalannya waktu.35 Efek samping yang timbul dengan pemakaian vareniklin pada penelitian oleh Fagerstorm dkk berupa gangguan gastrointestinal seperti nyeri perut, diare, kembung, mual serta gangguan lain seperti gangguan tidur, insomnia, mimpi buruk, kelelahan dan lain – lain.37 Sementara itu penelitian oleh Ebbert dkk mendapatkan bahwa efek samping yang umum terjadi pada pemakaian vareniklin meliputi gangguan tidur (25 %) dan mual (15 %).35 Penelitian oleh Rennard mendapatkan efek samping yang terjadi pada 5 % kasus meliputi mual, sakit kepala, insomnia dan mimpi buruk.38 Suatu meta analisis dilakukan oleh Leung dkk mengenai efek samping vareniklin pada gastrointestinal dengan dosis standar dimana meta analisis dilakukan terhadap 12 penelitian. Pada meta analisis ini didapatkan bahwa penggunaan vareniklin dengan dosis 1 mg dua kali sehari selama lebih 6 minggu berhubungan dengan efek samping pada gastrointestinal. Efek samping pada gastrointestinal berupa mual, konstipasi dan kembung.43 Tsukahara juga menemukan bahwa efek samping yang dikeluhkan berupa gangguan gastrointestinal lebih banyak terjadi pada kelompok yang memakai vareniklin.41
BAB IV KESIMPULAN 1. Beberapa jenis obat yang direkomendasikan dalam program berhenti merokok adalah terapi pengganti nikotin, bupropion SR dan vareniklin tartrat 2. Ikatan nikotin dengan reseptor kolinergik nikotinik akan menyebabkan pelepasan beberapa neurotransmiter seperti dopamin, norepinefrin, asetilkolin, glutamat, serotonin, beta endorfin dan GABA 3. Terapi pengganti nikotin bekerja dengan mengurangi gejala putus nikotin, mengurangi efek penguatan oleh nikotin dan memberikan efek yang sebelumnya didapatkan dari rokok 4. Berbagai jenis terapi pengganti nikotin yang sudah dikenal dan beredar secara komersil seperti permen karet, inhaler, lozenges ( tablet hisap ), nasal spray ( semprot hidung ), tablet sublingual dan skin patch ( nikotin tempel ) 5. Bupropion SR bekerja dengan menghambat pengambilan kembali dopamin dan norepinefrin sehingga dapat mengurangi gejala withdrawal effect 6. Ikatan antara vareniklin dengan reseptor α4β2 akan merangsang pelepasan dopamin namun efek yang ditimbulkan lebih lambat dan peningkatan dopamin yang lebih rendah dibanding nikotin
DAFTAR PUSTAKA 1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Berhenti penatalaksanaan untuk dokter di Indonesia.PDPI 2011
merokok
:
Pedoman
2. Tanuwihardja RK, Susanto AD. Rokok elektronik. J Respir Indon 2012:32(1):5361 3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. PPOK : Diagnosis dan penatalaksanaan. PDPI 2011 4. Schmelzle J, Rosser WW, Birtwhistle R. Update on pharmacologic and non pharmacologic therapies for smoking cessation. Canadian family physician 2008;54:994-99 5. Fagerstrom KO, Ruiz CAJ. Pharmacological treatments for tobacco dependence. Eur Respir Rev 2008;17:192-98 6. Sadikin ZD, Lovisa M. Program berhenti merokok. MKI 2008:58(4):130-37 7. Markou A. Neurobiology of nicotine dependence. Phil Trans R Soc B 2008;363:3159-68 8. Benowitz NL, Hukkanen J, Jacob P. Nicotine chemistry, metabolism, kinetics and biomarkers. In: Henningfield JE ed. Nicotine psychopharmacology handbook of experimental pharmacology 192. Berlin:Springer-verlaq;2009.p.2960 9. Lotfipour S, Mandelkern M, Brody AL. Quantitative molecular imaging of neuronal nicotinic acetylcholine receptors in the human brain with A-85380 radiotracers. Curr med imaging Rev 2011;7(2):107-12 10. Herman AI, Sofuoglu M. Comparison of available treatments for tobacco addiction. Curr psychiatry Rep 2010;12(5):433-40 11. ASH. Varenicline ; Guidance for health profesionals on a new prescription-only stop smoking medication. ASH London 2007;1-11 12. Robson N. Nicotine-replacement therapy : a proven treatment for smoking cessation. SAFarm pract 2010;52(4):296-03 13. Gayatri A, Susanto AD, Setiawati A. Nicotine replacement therapy. CDK-189 2012:39:25-30 14. JCS Joint Working Group. Guidelines for smoking cessation (JCS 2010). Circ.J.2012;76:1024-43 15. Fiore MC, Jaen CR, Baker TB, Bailey WC, Benowitz NL, Curry SJ et al. Clinical Practice Guideline. Treating Tobacco Use and Dependence:2008 Update. Rockville, MD: U.S. Department of Health and Human Services. Public Health Service;2008
16. Nides M. Update on pharmacologic options for smoking cessation treatment. The American Journal of Medicine 2008;121:20-31 17. Moore D, Wang D, Aveyard P, Smith AF. Effectiveness and safety of nicotine replacement therapy assisted reduction to stop smoking : systematic review and meta-analysis. BMJ 2009;1-9 18. Etter JF, Huguelet P, Perneger TV, Cornoz J. Nicotine gum treatment before smoking cessation. Arch intern med 2009;169(11):1028-34 19. Kralikova E, Kozak JT, Rasmussen T, Gustausson G, Houezec JL. Smoking cessation or reduction with nicotine replacement therapy : a plasebo-controlled double blind trial with nicotine gum and inhaler. BMC public health 2009;9(433):1-8 20. Ebbert JO, Severscer HH, Croghon IT, Donaher BG, Schroeder DR. A randomized clinical trial of nicotine lozenge for smokeless tobacco use. Nicotine & tobacco research 2009;11(2):1415-23 21. Kimura K, Sairenchi T, Muto T. Meta analysis study for one year effects of a nicotine patch. Journal of health science 2009;55(2):233-41 22. Schnoll RA, Martinez E, Tatum KL, Glass M, Bernath A, Ferrish D et al. Nicotine patch vs nicotine lozenge for smoking cessation : an effectiveness trial coordinated by the community clinical oncology program. Drug alcohol depend 2010;107:237-43 23. Mills EJ, Wu P, Lockhart I, Wilson K, Ebbert JO. Adverse events associated with nicotine replacement therapy ( NRT ) for smoking cessation, A systematic review and meta analysis of one hundred and twenty studies involving 177.390 individuals. Tobacco induced diseases 2010;8:1-15 24. Tennesen, Lauri H, perfekt R, Mann K, Batra A. Efficacy of a nicotine mouth spray in smoking cessation ; a randomized double blind trial. Eur respir J 2012;40:548-54 25. Hansson A, Hajek P, Perfekt R, Kraiczi H. Effect of nicotine mouth spray on urges to smoke, a randomised clinica trial. BMJ 2012;2:1-7 26. McCarthy JE, Jorenby DE, Minami H, Yeh V. Treatment options in smoking cessation : what place for bupropion sustained-release ? clinical medicine therapeutics 2009;1:683-96 27. Mansvelden HD, Fagen ZM, Chang B, Mitchum R, McGehie DS. Bupropion inhibits the cellular effects of nicotine in the ventral tegmental area. Biochem pharmacol 2007;74(8):1283-91 28. Wilkes S. The use of bupropion SR in cigarette smoking cessation. International journal of COPD 2008;3(1):45-53
29. Issa JS, Perez GH, Diament J, Zavattieri AG, Oliveira KU. Effectiveness of sustained-release bupropion in the treatment of smoker patients with cardiovascular disease. Arg Bras Cardiol 2007;88:382-87 30. Tsoi DT, Parwal M, Webster AC. Efficacy and safety of bupropion for smoking cessation and reduction in schizoprenia : systematic review and meta-analysis. BJP 2010;196:346-53 31. Mohanasundaram UM, Chitkara R, Krishna G. Smoking cessation therapy with varenicline. International journal of COPD 2008;3(2):239-51 32. Rao J, Shankar PK. Varenicline : For smoking cessation. Kathmandu university medical journal 2009;7(2):162-64 33. Robson NZ, Rashid RA, Zahari MM, Habil MH. Varenicline- A new pharmacotherapy for smoking cessation implication for smokers with mental health problems. ASEAN journal of psychiatry 2009;10(2):1-8 34. Ramon JM, Bruguera. Real world study to evaluate the effectiveness of varenicline and cognitive-behavioural intervention for smoking cessation. Int.J.enuran.res.public health 2009;1530-38 35. Ebbert JO, Wyatt KD, Hays JT, Klee EW, Hurst RD. Varenicline for smoking cessation : efficacy, safety and treatment recommendations. Patient preference and adherence 2010;4:355-62 36. Gratziou C, Gourgoulianis K, Pataka PA, Sykara GD, Mersiq M, Raju S. Varenicline as a smoking cessation aid in a Greek population : a subanalysis of an observational study. Tobacco induced diseases 2012;10(1):1-8 37. Fagerstrom K, Giljam H, Metcalfe M, Tonstad S, Messiq M. Stopping smokeless tobacco with varenicline : randomised double blind placebo controlled trial. BMJ 2010;341:1-8 38. Rennard S, Hughes H, Cincipini PM, Kralikova E, Raupach T, Arteaga C et al. A randomised placebo-controlled trial of varenicline for smokin cessation allowing flexible quite dates. Nicotine & tobacco research 2012;14(3):343-50 39. West R, Baker CL, Cappelleri JC, Bushmakin AG. Efect of varenicline and bupropion SR on craving, nicotine withdrawal symptoms and rewarding effects of smoking during a quit attempt. Psychopharmacology 2008;197:371-77 40. Aubin HJ, Boban A, Britton JR, Oncken C, Billing CB, Gong J et al. Varenicline versus transdermal nicotine patch for smoking cessation : result from a randomised open labelled trial. Thorax 2008;63:717-24 41. Tsukahara H, Nacla K, Saku K. A randomised controlled open comparative trial of varenicline vs nicotine patch in adult smokers. Circ J 2010;74:771-78 42. Rigotti NA, Pipe AL, Benowitz NL, Arteaga C, Garza D, Tonstad S. Efficacy and safety of varenicline for smoking cessation in patients with cardiovascular disease: circulation 2010;121:221-29
43. Leung K, Patatio FM, Rossen WW. Gastrointestinal adverse effects of varenicline at maintenance dose : a metaanalysis. Clinical pharmacology 2011;11(15):1-8