perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERANAN GOLONGAN MUDA DALAM PERKEMBANGAN AGAMA ISLAM PADA MASYARAKAT SAMIN DUSUN JEPANG, DESA MARGOMULYO, KECAMATAN MARGOMULYO, KABUPATEN BOJONEGORO TAHUN 1989-1999
Skripsi Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh: EDI SETIYA BUDI C0506018
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
NAMA NIM
: EDI SETIYA BUDI : C0506018
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Peranan Golongan Muda Dalam Perkembangan Agama Islam Pada Masyarakat Samin Dusun Jepang, Desa Margomulyo, Kecamatan Margomulyo, Kabupaten Bojonegoro Tahun 1989-1999 adalah
betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.
Surakarta, 4 Mei 2011 Yang membuat pernyataan
EDI SETIYA BUDI C0506018
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO “Segala puji bagi ALLAH yang memiliki apa yang di langit dan apa yang ada di bumi dan bagi-Nya (pula) segala puji di akhirat. Dan Dia-lah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui” (QS al-Saba’ 1) “Hal yang penting dalam hidup ini adalah memiliki tujuan dan cita-cita yang tinggi, kemampuan dan ketekunan untuk mencapai kesuksesan” (Penulis)
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan kepada: 1. Bapak dan Ibu yang tercinta 2. Alm Kakek dan Almh Nenek tercinta 3. Kekasihku dan Sahabatku
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat meraih gelar sarjana pada Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pada pelaksanaannya, penulis telah banyak mendapatkan bantuan dan fasilitas, bimbingan maupun kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.
Bapak Drs. Riyadi Santosa, M.Ed, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret, yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan dalam perijinan untuk penelitian dan penyusunan skripsi. 2. Ibu Dra. Sawitri Pri Prabawati, M. Pd, selaku Ketua Jurusan Ilmu Sejarah atas bantuan dan pengarahannya 3. Ibu Dra. Isnaini WW, M.Pd, selaku pembimbing utama dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini yang dengan penuh kesabaran dan ketelitian telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis. 4. Ibu Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum, selaku Ketua Penguji skripsi, yang banyak memberikan masukan dan kritik yang membangun dalam penulisan skripsi. 5. Bapak Drs. Sri Agus, M.Pd, selaku Penguji II skripsi, yang banyak memberikan masukan dan kritik yang membangun dalam proses penulisan skripsi. 6. Ibu Umi Yuliati, S.S. M.Hum, selaku Sekretaris Penguji skripsi, yang banyak memberikan dorongan, masukan dan kritik yang membangun dalam penulisan skripsi. 7. Bapak Waskito Widi Wardojo, S.S, selaku Pembimbing Akademik yang telah memberi bimbingan kepada saya selama menjalani perkuliahan. 8. Bapak dan Ibu dosen jurusan Ilmu Sejarah, yang telah memberikan bimbingan dan bekal ilmu yang sangat berguna bagi penulis. 9. Bapak dan Ibu petugas Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret, Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa, BPS Bojonegoro. 10. Bapak dan Ibu yang senantiasa memberi kasih sayang, doa dan dukungan semangat yang tak terhingga kepada penulis. commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11. Bapak Hardjo Kardi (Pemimpin Samin), Bapak Sukijan (Kamituwo Jepang), Bapak Sidi dan segenap yang telah banyak membantu, bagi penulis tanpa beliau-beliau karya ilmiah ini tidak akan selesai. 12. Teman-teman Historia Community’06 tanpa terkecuali, terima kasih atas saran dan masukan, tetap kompak dan cepat menyelesaikan skripsi. 13. Sahabat-sahabatku: Hasan-akhirmala, Dian-Iken, Zazani, Eko-Lilik, Yeni, Lita, Dewi, Seno, Nico, Fuad, Langgeng, Herfi_gondrong, Wisnu, serta teman-teman jurusan Ilmu Sejarah UNS angkatan 2007-2010 tetap kompak dan terima kasih atas bantuannya selama ini. 14. Kekasihku Fitria Aisyiyatun Nafisah, terima kasih atas dorongan, semangat dan suka duka serta bantuannya selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, semoga semua cita-cita dan apa yang kita impikan selama ini tercapai. 15. Keluarga Om Bima dan Tante Endah, Keluarga Titis Ika Setyowati&keluarga besar Bapak Sujirrman, Mayka PD&keluarga besar AIPTU Boediono, mas nanang terima kasih karena telah membantu dan memberi semangat untuk menyelesaikan skripsi ini. 16. Keluarga Besar Arjuna Camp, M.Shod (mantan Lurah), M.Ali, M.Sumanto, M.Faris, M.Simon (Sesepuh), Daryanto, Ganjar, Sigit, Ronni, Ridwan, Tree, Sendy (mantan RT) terima kasih atas bantuan dan persahabatannya selama ini. 17. Segenap pihak yang telah mendukung dan membantu terlaksananya penulisan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak luput dari berbagai kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang sifatnya membangun akan penulis perhatikan dengan baik. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Surakarta, 15 September 2011
Penulis commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ ii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii PERNYATAAN .................................................................................................. iv HALAMAN MOTTO .......................................................................................... v HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... vi KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii ABSTRAK ........................................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xv ISTILAH ............................................................................................................. xvi DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah ..................................................................... 1 B. Perumusan Masalah............................................................................ 9 C. Tujuan Penelitian................................................................................ 9 D. Manfaat Penelitian.............................................................................. 10 E. Tinjauan Pustaka ................................................................................ 10 F. Metode Penelitian ............................................................................... 12 G. Sistematika Penulisan......................................................................... 17
BAB II GAMBARAN UMUM LINGKUNGAN DAN SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT SAMIN DUSUN JEPANG DESA MARGOMULYO KECAMATAN MARGOMULYO KABUPATEN BOJONEGORO A. Keadaan Geografis Kabupaten Bojonegoro ..................................... 19 commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Sejarah Masyarakat Samin ............................................................... 29 C. Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Samin Dusun Jepang Desa Margomulyo Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro ....................................................................................... 41 D. Pengenalan Islam Di Lingkungan Masyarakat Samin Dusun Jepang Desa Margomulyo Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro ....................................................................................... 54
BAB III PARTISIPASI GOLONGAN MUDA SAMIN DALAM PERKEMBANGAN AGAMA ISLAM PADA MASYARAKAT A. Faktor Munculnya Partisipasi Golongan Muda Dalam Perkembangan Agama Islam Masyarakat Samin Dusun Jepang Desa Margomulyo Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro................................................................
62
a. Faktor internal (dari dalam masyarakat sendiri) ................
63
b. Faktor eksternal (luar masyarakat Samin ...........................
66
B. Partisipasi Golongan Muda Samin Dusun Jepang Dalam Perkembangan Agama Islam Pada Masyarakat Samin Dusun JepangDesa Margomulyo Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro...............................................................
79
C. Upaya Golongan Muda Dalam Perkembangan Agama Islam Pada Masyarakat Samin Dusun Jepang ................
83
a. Upaya Fisik ........................................................................
84
1. Pembangunan Sarana Ibadah ....................................
85
2. Perbaikan Jalan..........................................................
89
b. Upaya Non Fisik ................................................................
89
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV Dampak Sosial-Budaya Adanya Perkembangan Agama Islam Dalam Kehidupan Masyarakat Samin Dusun Jepang A. Dampak Sosial-Kemasyarakatan ................................................ 98 B. Dampak Sosial-Budaya ............................................................... 106 1. Identitas Yang Berubah ...................................................... 111 2. Tradisi Perkawinan............................................................. 113 3. Tradisi Kematian ................................................................ 117 C. Dampak Keagamaan ................................................................... 119 BAB V PENUTUP Kesimpulan ........................................................................................ 128 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 131 LAMPIRAN
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Halaman 1. Daftar Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Dusun Jepang Desa Margomulyo Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Tahun 1989 .......................................................................................................... 24 2. Daftar Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Dusun Jepang Desa Margomulyo Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Tahun 1989 .......................................................................................................... 25 3. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Dusun Jepang Desa Margomulyo Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Tahun 1989 .......................................................................................................... 27 4. Daftar Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Dusun Jepang Desa Margomulyo Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Tahun 1999 ........................................................................................................... 74 5. Daftar Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Dusun Jepang Desa Margomulyo Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Tahun 1999 ........................................................................................................... 75 6. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Dusun Jepang Desa Margomulyo Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Tahun 1989 ........................................................................................................... 76 7. Daftar Sarana Ibadah di Dusun Jepang Tahun 1989-1999 ................................... 87 8. Daftar Kegiatan Keislaman Masyarakat Samin Dusun Jepang ............................. 91 commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9. Daftar Penyuluh Dalam Ceramah Agama Islam di Dusun Jepang Tahun 1996-1999 ................................................................................................ 94 10. Daftar Perolehan Suara Partai pada Pemilu Tahun 1999 ..................................... 104 11. Konsep dan Praktek Keimanan ........................................................................... 124
commit to user xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Edi Setiya Budi, C0506018, 2011 Peranan Golongan Muda Dalam Perkembangan Agama Islam Pada Masyarakat Samin Dusun Jepang Desa Margomulyo Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Tahun 1989-1999, Skripsi, Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini membahas tentang Peranan Golongan Muda Dalam Perkembangan Agama Islam Pada Masyarakat Samin Dusun Jepang Desa Margomulyo Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro. Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan munculnya partisipasi golongan muda dalam perkembangan agama Islam pada masyarakat Samin Dusun Jepang, (2) gambaran tentang partisipasi golongan muda dalam mengembangkan agama Islam pada masyarakat Samin Dusun Jepang, dan (3) dampak peranan kaum muda Dusun Jepang bagi kehidupan masyarakat Samin dalam penyebaran Islam. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah dengan teknik heuristik. Data yang diperoleh kemudian dikritik secara intern dan ekstern, dipadukan dengan studi pustaka sehingga menghasilkan fakta-fakta sejarah. Fakta tersebut kemudian dianalisis dan disusun dalam sebuah historiografi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat Samin sebagai masyarakat adat telah banyak mengalami perubahan baik sosial maupun budaya. Perubahan yang terjadi pada masyarakat Samin, tidak terlepas dari berbagai faktor yang melingkupi, baik faktor dari dalam maupun dari luar. Di dalam perubahan tersebut, terdapat golongan yang berperan penting dalam prosesnya, yaitu golongan muda. Golongan muda ini telah membawa pengaruh yang kuat dalam perubahan pada masyarakat Samin, khususnya pengembangan terhadap agama Islam. Penelitian ini menyimpulkan bahwa di dalam pengembangan agama Islam pada masyarakat Samin, golongan muda melakukan berbagai upaya nyata demi terciptanya masyarakat religius, sesuai dengan ajaran Islam. Upaya tersebut bersifat fisik yang meliputi pembangunan berbagai sarana ibadah dan fasilitas lainnya, termasuk juga upaya non-fisik yang lebih menekankan pada pengajaran amaliyah dalam kehidupan sehari-hari. Melalui upaya ini, masyarakat Samin telah banyak mengalami perubahan dalam tradisi, identitas, pemahaman terhadap keyakinan kepada Tuhan, pemahaman tentang ajaran agama Islam, dan interaksi dengan berbagai pihak. Hal ini tidak terlepas dari dari peranan yang dilakukan oleh pemuda Samin Dusun Jepang. Golongan muda inilah yang mempunyai peranan penting dalam perubahan kehidupan masyarakat Samin Dusun Jepang, Desa Margomulyo.
commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Edi Setiya Budi, C0506018, 2011 The Role of Youth In Development Islamic Samin Society In Jepang Hamlet, Margomulyo Village District Margomulyo Regency Bojonegoro Year 1989-1999. Thesis, Department of History, Faculty of Literature and Fine Arts of Sebelas Maret University Surakarta. The Role of Youth In Development Islamic Samin Society In Jepang Hamlet, Margomulyo Village District Margomulyo Regency Bojonegoro Year 1989-1999. This study discusses The Role of Youth In Development Islamic Samin Society In Jepang Hamlet, Margomulyo Village District Margomulyo Regency Bojonegoro Year 1989-1999. The purpose of this study were (1) to determine the factors that led to the emergence of youth groups participation in the development of Islam in Samin society Jepang Hamlet, (2) an overview of the participation of youth groups in developing the Islamic religion in Jepang’s Samin Society. and (3) the impact of the role of young Jepang Hamlet to people's lives in the spread of Islam Samin. This study uses the methods of historical research with heuristic techniques. The data obtained were then criticized by internal and external, combined with the study of literature so as to produce the facts of history. Facts are then analyzed and compiled in a historiography. The results of this study indicate that the Samin community as indigenous peoples has undergone many changes both socially and culturally. Changes that occur in the Samin community, not apart from the various surrounding factors, both factors from within and from outside. Within these changes, there are groups who play an important role in the process, namely the young group. Young Group has a strong influence in the change in the Samin community, especially the development of the religion of Islam. This study concluded that in the development of Islam in the Samin community, youth groups make a real effort for the creation of various religious communities, in accordance with Islamic teachings. The physical effort that includes development of various means of worship and other facilities, including non-physical effort that put more emphasis on teaching amaliyah in everyday life. Through these efforts, the Samin community has undergone many changes in the tradition, identity, understanding of faith in God, understanding of the teachings of Islam, and interaction with various parties. This is not apart from the role performed by the youth Samin Japanese Hamlet. This youth groups that have an important role in changing people's lives Samin Japanese Hamlet, Village Margomulyo.
commit to user xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN 1. Peta Kecamatan Margomulyo ................................................................... 134 2. Peta Desa Margomulyo ............................................................................. 135 3. Ketetapan MPRS No.XXVII/MPRS/1996 ................................................ 136 4. Peraturan Bersama Menteri Pendidikan, Pengajaran, kebudayaan 5. dan Menteri Agama ................................................................................... 138 6. Keputusan Menteri Agama No.372 1993.................................................. 140 7. Surat Pengantar dari Fakultas Sastra dan Seni Rupa ................................ 142 8. Surat Pengantar dari Bakesbangpol dan Linmas Kabupaten Bojonegoro.............................................................................. 143 9. Surat Keterangan dari Kelurahan .............................................................. 144 10. Daftar Informan ......................................................................................... 145 11. Silsilah Keluarga dan Kepemimpinan Samin ........................................... 146 12. Foto-foto.................................................................................................... 147
commit to user xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISTILAH 1. Agent of change
: Tokoh perubah
2. Ara-ara
: Bukit, tanah lapang
3. Deviasi
: Penyimpangan, penyelewengan
4. Disintegrasi
: Kehancuran, pembubaran, pemisahan kesatuan
5. Disorganisasi
: Kekacauan, tidak terorganisasi
6. Disorientasi
: Keadaan tanpa harapan, kebingungan
7. Distorsi
: Pemutarbalikkan fakta atau kenyataan
8. Eks
: Bekas
9. Formal
: Resmi
10. Gemeinschaft
: Kehidupan sosial yang tanpa pamrih hubungan yang akrab dan ikhlas, manusia membutuhkan hubungan persahabatan bukan hanya berteman
11. Gesellschaft
: Hubungan sosial yang didasarkan pada suatu kepentingan, ada pamrih yang dituju seperti hubungan dalam bisnis
12. Implementasi
: Pelaksanaan
13. Informal
: Tidak resmi
14. Integrasi
: Penyatuan menjadi satu kesatuan yang utuh
15. Islamisasi
: Proses untuk mengislamkan suatu masyarakat
16. Kasanyutan
: Kenyataan
17. Konsekuansi
: Akibat
18. Konsepsi
: Rencana, paham
19. Kooperatif
: Bekerja sama
20. Kumpul kebo
: Laki-laki dan perempuan yang hidup bersama tanpa ada ikatan menurut agama maupun Negara commit to user xvii
perpustakaan.uns.ac.id
21. Organisasi
digilib.uns.ac.id
: Penyusunan dan pengaturan bagian-bagian hingga menjadi satu kesatuan, gabungan kerjasama untuk mencapai tujuan bersama
22. Orientasi
: Peninjauan, hal mencari pedoman
23. Progress
: Kemajuan, maju
24. Progresiff
: Berhasrat maju, selalu (lebih) meningkat
25. Regress
: Mundur
26. Reorganisasi
: Proses pembentukan norma-norma dan nilai baru untuk dapat menyesuaikan diri dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang telah mengalami perubahan
27. Reorientasi
: Peninjauan kembali, peninjauan ulang
28. Saminisme
: Paham yang menganut ajaran Samin, samisami, semua adalah sama
29. Sinergis
: Mitra, bekerjasama, seimbang
30. Sinkretisme
: Perpaduan, keterpaduan
31. Sumusuping Rosajati, dumugi telenging sonyaruri
: Melebur kepada hakikat rasa, sampai di dalam kesunyian yang tidak terhingga
32. Transfer of knowledge
: Pemberian pengetahuan dan nilai perubahan
and values
commit to user xviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR SINGKATAN
TAP
: Ketetapan
MPRS
: Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara
MPR
: Majelis Permusyawaratan Rakyat
PHBI
: Peringatan Hari Besar Agama
KUA
: Kantor Urusan Agama
KK
: Kepala Keluarga
BPS
: Badan Pusat Statistik
commit to user xix
PERANAN GOLONGAN MUDA DALAM PERKEMBANGAN AGAMA ISLAM PADA MSAYARAKAT SAMIN DUSUN JEPANG DESA MARGOMULYO KECAMATAN MARGOMULYO KABUPATEN BOJONEGORO TAHUN 1989-1999 Edi Setiya Budi1
Dra. Isnaini WW, M.Pd2 ABSTRAK 2011, Skripsi, Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini membahas tentang Peranan Golongan Muda Dalam Perkembangan Agama Islam Pada Masyarakat Samin Dusun Jepang Desa Margomulyo Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro. Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan munculnya partisipasi golongan muda dalam perkembangan agama Islam pada masyarakat Samin Dusun Jepang, (2) gambaran tentang partisipasi golongan muda dalam mengembangkan agama Islam pada masyarakat Samin Dusun Jepang, dan (3) dampak peranan kaum muda Dusun Jepang bagi kehidupan masyarakat Samin dalam penyebaran Islam. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah dengan teknik heuristik. Data yang diperoleh kemudian dikritik secara intern dan ekstern, dipadukan dengan studi pustaka sehingga menghasilkan fakta-fakta sejarah. Fakta tersebut kemudian dianalisis dan disusun dalam sebuah historiografi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat Samin sebagai masyarakat adat telah banyak mengalami perubahan baik sosial maupun budaya. Perubahan yang terjadi pada masyarakat Samin, tidak terlepas dari berbagai faktor yang melingkupi, baik faktor dari dalam maupun dari luar. Di dalam perubahan tersebut, terdapat golongan yang berperan penting dalam prosesnya, yaitu golongan 1 2
Mahasiswa Jurusan Ilmu Sejarah dengan NIM C0506018 Dosen Pembimbing
muda. Golongan muda ini telah membawa pengaruh yang kuat dalam perubahan pada masyarakat Samin, khususnya pengembangan terhadap agama Islam. Penelitian ini menyimpulkan bahwa di dalam pengembangan agama Islam pada masyarakat Samin, golongan muda melakukan berbagai upaya nyata demi terciptanya masyarakat religius, sesuai dengan ajaran Islam. Upaya tersebut bersifat fisik yang meliputi pembangunan berbagai sarana ibadah dan fasilitas lainnya, termasuk juga upaya non-fisik yang lebih menekankan pada pengajaran amaliyah dalam kehidupan sehari-hari. Melalui upaya ini, masyarakat Samin telah banyak mengalami perubahan dalam tradisi, identitas, pemahaman terhadap keyakinan kepada Tuhan, pemahaman tentang ajaran agama Islam, dan interaksi dengan berbagai pihak. Hal ini tidak terlepas dari dari peranan yang dilakukan oleh pemuda Samin Dusun Jepang. Golongan muda inilah yang mempunyai peranan penting dalam perubahan kehidupan masyarakat Samin Dusun Jepang, Desa Margomulyo.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Proses tumbuh dan berkembangnya agama Islam di Indonesia, sejak awal kedatangannya sampai saat ini telah memberikan perubahan pandangan hidup yang berbeda bagi para pemeluknya. Indonesia pada awal sejarahnya mempunyai kepercayaan terhadap benda-benda, roh, dan dewa-dewa. Sejak masuknya agama Hindu dan Budha, masyarakat mulai meninggalkan kepercayaan lamanya dengan menganut ajaran Hindu dan Budha. Perubahan kepercayaan yang dialami masyarakat Indonesia terlihat pada beberapa masa peralihan yang datang ke Indonesia, misalnya: (1) datangnya pengaruh HinduBudha; (2) datang dan berkembangnya Islam; (3) kedatangan penetrasi negara-negara Barat. Agama Islam tersebar di Asia Tenggara dan kepulauan Indonesia sejak abad ke XII atau XIII. Masuknya Islam di berbagai suku bangsa di kepulauan Indonesia tidak berlangsung dengan jalan yang sama.1 Kedatangan Islam terjadi melalui proses yang panjang dan telah menimbulkan berbagai perubahan dalam kehidupan sosial-kemasyarakatan bangsa Indonesia.
1
H.J, De Graaf & TH, Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama Di Jawa (Jakarta: PT.Pustaka Utama Grafiti, 2001), hlm 20.
commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
Faktor yang mendorong proses Islamisasi di Indonesia, antara lain adalah aliran sufistik atau mistik yang melembaga dalam tarekat-tarekat serta kesusastraan suluk di Jawa.2 Beberapa wali antara lain Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Panggung atau Syekh Siti Jenar yang dianggap menyimpang, mencampurkan ajaran Islam dengan mistik, sehingga timbul sinkretisme antara Islam dengan kebudayaan lokal. Tampaknya hal ini meyakinkan masyarakat pribumi untuk menganut Islam. Kedatangan Islam dan proses penyebarannya, kepada masyarakat dapat dikatakan dilakukan dengan cara damai. Kontak antara penyebar Islam dengan masyarakat pribumi jarang dengan kekerasan. Adapun saluran-saluran Islamisasi dilakukan, melalui: (1) perdagangan; (2) perkawinan; (3) tasawuf; (4) pendidikan; (5) kesenian; dan (6) politik.3 Usaha-usaha penyebaran dan Islamisasi kepada bangsa Indonesia dewasa ini memainkan peranan yang penting bagi kepentingan politis. Salah satu saluran penyebaran Islam adalah pendidikan dan politik. Islamisasi yang dilakukan melalui pendidikan banyak dilakukan oleh pesantren maupun pondok4 yang diselenggarakan oleh guru-guru, kyai-kyai dan ulama-ulama. Di
2
Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Lama 1500 – 1900 (Jakarta: Gramedia, 1987), hlm 35. 3 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: PT.Rajagrafindo Persada, 2003), hlm 202-203. 4 Pesantren berasal dari kata santri, berarti guru mengaji. Pesantren sendiri menurut pengertian dasarnya adalah “tempat belajar para santri”. Sedangkan istilah Pondok berasal dari pengertian asrama-asrama para santri atau tempat tinggal yang dibuat dari bamboo barangkali berasal dari bahasa arab fundug, yang berarti “hotel atau asrama”. Sekarang kedua
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
pesantren dan pondok itu, calon guru agama, calon ulama dan calon kyai mendapat pendidikan agama,5 setelah keluar dari pesantren mereka menyebarkan Islam di daerah masing-masing. Pada masa sekarang, lembaga pendidikan pesantren dan pondok telah banyak memberikan kontribusi bagi Islam di daerah-daerah pedalaman yang terisolir. Lembaga-lembaga formal dan nonformal dibentuk dalam rangka mengembangkan ajaran Islam. Lembaga keagamaan tersebut, mewakili pemerintah dalam mengembangkan kehidupan beragama, bermoral dan berKetuhanan Yang Maha Esa. Pada zaman Orde Baru, kebijakan yang diambil pemerintah terhadap bangsa
Indonesia
berkaitan
dengan
azas
tunggal,
yaitu
Pancasila,
menyebabkan tidak ada lagi ideologi-ideologi lain, semua kehidupan berbangsa dan bernegara harus bersumber pada Pancasila. Demikian halnya dengan kehidupan beragama, sejak adanya peristiwa 30 September 1965, penataan kehidupan beragama dilakukan. Setiap masyarakat wajib memeluk agama yang diakui oleh negara, yaitu: Kristen, Hindu, Budha, Katholik dan Islam. Jika ada masyarakat yang mempunyai kepercayaan lain, dianggap subversif atau berkhianat. Dengan demikian, tidak ada ideologi lain selain Pancasila secara lebih intensif, sehingga Pancasila menjadi ideologi sentral yang menyebar.
istilah tersebut lebih dikenal dengan Pondok Pesantren. Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren (Jakarta: LP3S, 1982), hlm 18. 5 Badri Yatim, Op.cit, hlm 203.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
Upaya
pemerintah
untuk
harmonisasi
kehidupan
keagamaan
memasuki wilayah seluruh bangsa Indonesia, khususnya komunitas abangan dan masyarakat beragama tradisional. Seperti halnya pada Masyarakat Samin, kepercayaan asli masyarakat Samin terhadap leluhur termaktub dalam ajaran Ageman Adam6 telah berubah seiring dengan kebijakan pemerintah dalam kehidupan beragama. Perubahan sistem religi Masyarakat Samin pada masa Orde Baru tidak terlepas dari kebijakan pemerintah tentang kehidupan beragama. Setelah peritiwa 30 September 1965 berakhir, masyarakat Samin yang menganut Ageman Adam dianggap sebagai penganut aliran komunisme, karena sikap yang menganggap semua manusia adalah sama. Untuk itulah, Departemen Agama Republik Indonesia melakukan berbagai pendekatan. Antara lain, melakukan pembinaan dan mengajak mereka untuk menjalankan syariat Islam.7 Akibatnya, banyak di antara masyarakat Samin memeluk agama Islam meskipun hanya sebatas Islam KTP atau abangan. Perubahan ini diawali dengan adanya pernikahan massal pada tahun 1967. Pernikahan ini bagi masyarakat Samin Dusun Jepang sebagai wujud mematuhi peraturan yang ditetapkan pemerintah melalui Departemen Agama. Dengan adanya
6
Ageman Adam bukan sebuah agama, melainkan ajaran kebatinan, sebuah konsep yang berdasarkan bahwa semua manusia adalah sama, tidak ada perbedaan. Ageman adam berasal dari man gaman lanang, kukuh Nabi Adam. (Wawancara dengan Mbah Harjo Kardi, tanggal 4 Desember 2010). 7 Herry Muhammad, “Dari Samin menjadi Muslimin”, dalam Gatra edisi 22 Maret 1997.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
pernikahan massal melalui KUA di Dusun Jepang tahun 1967, maka pengaruh Islam telah masuk dalam kehidupan masyarakat Samin. Pada tahun 1980, pemerintah memberikan beasiswa kepada para pemuda Dusun Jepang untuk melanjutkan pendidikan, khususnya di pondok pesantren.8 Upaya pengembangan agama Islam pada Orde Baru dilakukan melalui saluran pendidikan dan dakwah intensif. Pengajaran agama, dilakukan melalui lembaga-lembaga pondok pesantren, dengan kyai dan ulama sebagai saluran utama bagi Islamisasi terhadap masyarakat. Ajaran Islam telah membawa perubahan dalam sistem nilai, pola tingkah laku dan aturan-aturan di kalangan masyarakat Samin. Masyarakat Samin ternyata juga tidak dapat bertahan untuk mengisolasi diri sedemikian kuat terutama dalam menghadapi penetrasi ajaran Islam yang terus dikumandangkan. Akan tetapi, perubahan yang terjadi tersebut dihadapkan pada sikap bertahan dari golongan tua Samin. Seperti yang diucapkan Mbah Harjo Kardi berikut ini: Ageman Adam kaliyan Islam niku kulo anggep tunggale, kaceke kok, niku jalure dewe-dewe. Nek jarene Islam sembahyang nang mesjid-mesjid ngono, nek neng Ageman Adam iku lelaku kebatinan, ndungo kanggo bongso Indonesia kabeh, ora bedho marang sepodho. Sembahyang neng omah nglakoni kebatinan lan ndungo ben dino, ora tek di tonjoltonjolke ngono. Artinya: Ageman Adam dan Islam itu saya anggap sama, bedanya adalah mempunyai jalur sendiri-sendiri. Kalau Islam shalat di masjid-masjid, kalau Ageman Adam adalah menjalani kebatinan, berdoa untuk semua bangsa Indonesia, tidak 8
Wawancara dengan M. Miran, tanggal 9 Desember 2010.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
dibedakan. Sembahyang di rumah tiap hari dengan kebatinan dan berdoa, tidak diperlihatkan. 9 Masyarakat Samin dalam melaksanakan ibadah banyak melakukan semedi atau merenung di dalam kamar mereka untuk berdoa dan memohon demi kebahagiaan keluarga, bahkan seluruh bangsa Indonesia. Ibadah, bagi masyarakat Samin cukup dilakukan sendiri tanpa diperlihatkan kepada masyarakat. Perkembangan agama Islam di Dusun Jepang tidak terlepas dari peranan pemerintah dan golongan pemuda. Golongan muda masyarakat Samin yang giat melakukan dahwah kepada penduduk, sehingga Islam diterima dengan baik oleh mereka. Golongan muda itu adalah M. Miran dan Sumiran, dengan sistem dakwah-dakwah keagamaan yang dilakukannya sebagai hasil pendidikan yang diterimanya di Pondok Pesantren Pabelan, Magelang, Jawa Tengah. Pemerintah Indonesia pada awal Orde Baru berurusan dengan agama dan berbagai misi (Islam dan agama lainnya) yang melibatkan usaha agar penduduk lokal memeluk salah satu agama universal, namun dalam hal ini pemerintah memperlihatkan sikap ambivalen. Di satu sisi pemerintah berkepentingan melestarikan agama-agama asli, sebab hal ini merupakan unsur penting yang membentuk keanekaragaman budaya Indonesia. Di lain pihak, keinginan terus-menerus menghadapi tekanan, khususnya dari beberapa
9
Wawancara dengan Mbah Hardjo Kardi, tanggal 29 November 2010.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
kelompok ulama yang menghendaki kemurnian Islam dan berjuang untuk membebaskan Islam dari pencemaran orang-orang kafir dan kelompok berhala yang terkandung dalam kepercayaan pribumi.10 Adanya kebijakan yang diterapkan Pemerintah Indonesia terhadap masyarakat
tradisional,
mulai
terjadi
perubahan
dalam
kebudayaan
masyarakat tradisional, khususnya berkaitan dengan perubahan yang terjadi pada masyarakat Samin. Perubahan yang terjadi tidak serta merta, tetapi memerlukan waktu yang lama, sehingga budaya yang baru dapat diterima dan diterapkan oleh masyarakat Samin. Masyarakat Samin atau orang Samin termasuk etnis Jawa atau suku Jawa. Mereka dikategorikan sebagai masyarakat tradisional, sederhana hidupnya, lugu atau polos, dan jujur. Kondisi komunitas masyarakat Samin, seperti yang dibangun pada masa awal dengan struktur sistem sosialnya sendiri, yaitu sekumpulan orang-orang yang senasib dan seperjuangan, sama rata dan sama rasa dengan wujud penentangan terhadap pemerintah dan agama, secara gradual mengalami perubahan, misalnya tidak menolak membayar pajak pada pemerintahan bangsa Indonesia dan mulai menganut agama Islam. Tradisi tersebut mulai luntur disebabkan oleh faktor internal berupa ketiadaan teks-teks ajaran Samin, semakin melemahnya proses pengorganisasian kelompok dan ketiadaan tokoh kharismatik, seperti Samin
10
Manik Tri Retnaningtyas, “Perubahan dari Agama Adam ke Agama Islam pada Masyarakat Samin (1967–1998”), Skripsi, (Surabaya: Universitas Surabaya, 2002), hlm 61.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
Soerosentiko dan disebabkan oleh faktor ekstrenal,11 seperti adanya media massa, pendidikan dan program pemerintah. Di daerah ini kelompok masyarakat Samin masih bertahan. Dusun Jepang letaknya terisolir, dikelilingi oleh hutan dan komunitas Samin masih hidup berkelompok, sehingga keberadaannya masih terkontrol oleh pemimpin secara langsung. Mayarakat Samin di Dusun Jepang merupakan sempalan yang relatif masih terpelihara ajarannya. Masyarakat Samin di Dusun Jepang masih memiliki ketua adat trah (keturunan, mendapat perintah kepemimpinan secara estafet) yang terhubung langsung dengan pendiri Saminisme, yaitu Samin Soerosentiko.12 Masyarakat Samin Dusun Jepang masih memiliki teks warisan atau buku teles, yaitu Aji Pameling. Tahun yang diambil antara tahun 1989-1999. Tahun 1989 sebagai batas awal penulisan dengan pertimbangan, bahwa pada tahun 1989 untuk pertama kalinya didirikan langgar (mushalla) sebagai tempat ibadah masyarakat Samin.13 Pada tahun ini awal perkembangan Agama Islam mulai tampak dengan banyaknya kegiatan-kegiatan keagamaan, misalnya mengaji dan belajar shalat. Batas akhir penulisan skripsi ini adalah tahun 1999. Tahun 1999 merupakan masa transisi antara Orde Baru dengan Orde Reformasi. Di dalam kehidupan masyarakat Samin, kebebasan berpendapat tampak terlihat, 11
Nursyam dalam Fathekul Mujib, “Islam Di Masyarakat Samin: Kajian Atas Pemahaman Masyarakat Samin terhadap Ajaran Islam DI Dusun Jepang Bojonegoro Jawa Timur”, Thesis, (Bandung: Universitas Padjajaran, 2004), hlm 9. 12 Ibid. hlm 104-105. 13 Herry Muhammad, “Dari Samin Menjadi Muslimin”, dalam Gatra edisi 22 Maret 1997.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
misalnya orangtua mulai mendorong dan mengijinkan anak-anaknya untuk belajar mengaji di masjid maupun langgar. Selain itu pada tahun 1999, terjadi regenerasi dalam pengembangan agama Islam. Regenerasi dilakukan dari Miran kepada Dimas Jamin sebagai pengurus takmir Masjid Al-Huda. Regenerasi ini bertujuan memberikan kesempatan kepada generasi baru untuk turut serta dalam pengembangan agama Islam.14 Ketertarikan terhadap paham kehidupan Masyarakat Samin dalam era modern dan globalisasi. Adanya sistem kehidupan sosial yang mereka bangun relatif mampu menahan penetrasi global dan misi dakwah Islam, meskipun pada akhirnya mereka mau menerima perubahan. Di satu sisi, orang Samin menerima ajaran Islam, tetapi di sisi lain mereka masih mempertahankan ajaran leluhurnya. Terdapat tarik menarik yang kuat antara keinginan untuk berinteraksi dengan dunia luar atau keinginan untuk menerima perubahan dan resistensi ke dalam (ajaran Samin sendiri). Masyarakat Samin sebagai subjek yang memiliki konteks budaya sendiri dan kemampuan untuk melestarikannya di tengah berbagai gelombang perubahan dengan caranya sendiri melalui proses akulturasi dan sinkretisme. Di Dusun Jepang, perubahan ini memberikan pengaruh antara lain munculya dua golongan dalam masyarakat Samin, yaitu golongan muda dan golongan tua. Secara umum dapat dijelaskan bahwa perbedaan pandangan antara golongan tua Samin dan golongan muda Samin dipengaruhi oleh kondisi dan perkembangan zaman yang berbeda dan 14
Wawancara dengan Sutikno, tanggal 15 Desember 2010.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
secara tidak langsung dialami oleh mereka. Pada golongan tua masih mencoba untuk mempertahankan ajaran dari leluhurnya, sedangkan pada golongan muda Samin, lebih menerima dan terbuka dengan kemajuan zaman dan teknologi. Bahkan menurut M. Miran, golongan muda menyebut mereka sebagai masyarakat eks Samin.15
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan munculnya partisipasi golongan muda dalam perkembangan Islam pada Masyarakat Samin Dusun Jepang? 2. Bagaimanakah gambaran tentang partisipasi golongan muda dalam mengembangkan agama Islam pada Masyarakat Samin Dusun Jepang? 3. Bagaimana pengaruh kaum muda Dusun Jepang bagi kehidupan Masyarakat Samin dalam penyebaran Islam?
C. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:
15
Wawancara dengan M. Miran, tanggal 15 Desember 2010.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan munculnya partisipasi
golongan
muda
dalam
perkembangan
Islam
pada
Masyarakat Samin Dusun Jepang. 2. Untuk memperoleh gambaran tentang partisipasi golongan muda
dalam mengembangkan agama Islam pada Masyarakat Samin Dusun Jepang. 3. Untuk mengetahui peranan kaum muda Dusun Jepang bagi kehidupan Masyarakat Samin dalam penyebaran Islam.
D. Manfaat Penelitian 1. Praktis Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Peranan Golongan Muda Dalam Perkembangan Agama Islam Pada Masyarakat Samin Dusun Jepang Kecamatan Margomulyo, Kabupaten Bojonegoro, sehingga para pembaca dapat memahami tentang peranan golongan muda secara logis. 2. Akademis Penulisan dalam disiplin Ilmu Sejarah ini dapat memberikan sumbangan untuk memperkaya penulisan sejarah Indonesia, terutama Sejarah Kebudayaan Jawa di Indonesia dan khususnya sejarah lokal mengenai Peranan Golongan Muda Dalam Perkembangan Agama commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
Islam Pada Masyarakat Samin, Dusun Jepang, Desa Margomulyo, Kecamatan Margomulyo, Kabupaten Bojonegoro Tahun 1989-1999. Penulisan ini juga bisa menjadi bahan masukan bagi para penulis sejarah di masa yang akan datang.
E. Tinjauan Pustaka Diperlukan studi pustaka untuk memperoleh kerangka pikir dan melengkapi hal-hal yang belum tercakup dalam sumber dokumen dengan cara meninjau buku-buku yang relevan dengan tema atau rumusan masalah dalam penelitian ini. Adapun thesis dan buku-buku yang dijadikan referensi dalam penelitian ini diantaranya adalah : Studi tentang kehidupan masyarakat Samin telah banyak dilakukan. Fathekul Mujib dalam thesis yang berjudul “Islam di Masyarakat Samin: Kajian atas Pemahaman Masyarakat Samin terhadap Ajaran Islam di Dusun Jepang Bojonegoro Jawa Timur”, memfokuskan pada kajian atas pemahaman Masyarakat Samin terhadap ajaran Islam, sejauh mana Masyarakat Samin memahami konsep ajaran Islam dan pengalamannya dalam kehidupan seharihari. Fokus utama penelitian diarahkan pada tiga ajaran pokok Islam, yaitu: masalah teologi (tauhid), hubungan sosial ke masyarakat (muamallah) dan ritus (ibadah), seperti ibadah shalat, zakat, puasa dan lain-lain. Penelitian lain tentang Masyarakat Samin adalah skripsi Mamik Tri Retnaningtyas, “Perubahan dari Agama Adam ke Agama Islam pada commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
Masyarakat Samin 1967-1998, (Surabaya: Universitas Surabaya, 2002)”, yang mengkaji tentang terjadinya perubahan agama pada Masyarakat Samin. Pada perkembangannya terdapat dua unsur kepercayaan, yaitu Ageman Adam dengan golongan tua sebagai penganutnya dan Agama Islam yang dianut oleh golongan pemuda. Dalam perkembangan selanjutnya, bagi golongan tua Samin
tidak
menentang
sebagai
perwujudan
toleransi
dan
saling
menghormati, sebaliknya bagi golongan muda menerima Islam sebagai keinginan untuk memperoleh agama baru sebagai pegangan hidup mereka. Dengan keadaan itu golongan muda tidak lupa selalu menghargai golongan tua Samin yang masih memegang teguh ajaran Samin. Perbedaan itu tetap menjadikan mereka sebagai satu keastuan yang utuh untukmembangun dusunnya yang menurut orang luar adalah masyarakat yang kolot dan terkesan masih terbelakang. Soerjono Sastroatmodjo memaparkan dalam buku masyarakat Samin Siapakah Mereka? Bahwa dalam memahaminya perlu memperhatikan banyak mantra dan doa di lingkungan orang-orang Samin itu menggunakan beberapa simbol yang kita kenal berasal dari Islam. Kalimat syahadat, menggunakan istilah Nur Muhammad, Luhmaful Arasy, Kalifatullah, Kabirulangalam, Kamidulngalam, Roh Idlafi, Roh Rabbani dan lain-lain.16 Masyarakat Samin, menganut agama Islam sebagai keyakinan mereka karena dasar yang ada dalam Islam baik, ajaran kebatinan Ageman Adam tidak membedakan setiap 16
Soerjono Sastroatmodjo, Masyarakat Samin Siapakah Mereka? (Yogyakarta: Narasi, 2003), hlm 24-25.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
manusia karena mereka sama yang termaktub dalam konsep manunggaling kawula gusti. Penulisan skripsi ini menekankan pada pembahasan tentang peranan yang dilakukan golongan muda dalam perkembangan agama Islam sejak awal masuknya agama Islam sampai agama Islam mampu mengubah pola pandang masyarakat Samin terhadap kehidupan beragama, khususnya agama Islam. Berkembangnya agama Islam tidak lepas dari peran penyebar dan pembawa ajaran tersebut. Demikian halnya dengan masyarakat Samin, perubahan yang terjadi dalam kehidupan mereka banyak dipengaruhi oleh golongan muda yang memainkan peranan besar dalam perkembangan Islam, karena golongan muda lebih terbuka dan menerima perubahan dari luar dibandingkan golongan tua.
F. Metode Penelitian Untuk menghasilkan sebuah tulisan yang menarik dan ilmiah, penulisan peristiwa sejarah menggunakan cara-cara tertentu sesuai dengan bidang ilmu sejarah. Dalam ilmu sejarah, cara atau tehnik yang digunakan untuk menyusun peristiwa disebut metode sejarah. Landasan metode sejarah ialah
bagaimana
menangani
bukti-bukti
sejarah
dan
bagaimana
menghubungkannya. Suatu metode sejarah menyarankan rangkaian pengertian dasar dengan melihat penerapannya sebagai bagian proses yang diawasi penelitinya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
Dalam penelitian ini digunakan metode sejarah. Metode sejarah merupakan cara yang digunakan untuk mengadakan penelitian terhadap data dan fakta yang objektif agar sesuai dengan tujuan penelitian, sehingga dapat terbukti secara ilmiah. Metode yang digunakan untuk penelitian ini adalah metode sejarah kritis (critical history). Menurut Louis Gottschalk17, menyatakan bahwa metode sejarah kritis adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dari masa lampau yang mendasarkan pada empat tahapan pokok, yakni: a. Heuristik, merupakan langkah-langkah mencari dan menemukan sumber atau data. Data-data yang dikumpulkan berupa dokumen, arsip, data yang diperoleh melalui wawancara, maupun studi pustaka yang relevan dengan tema dan permasalahan. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut: 1) Studi Dokumen Sesuai dengan ciri-ciri ilmu sejarah yang selalu mencari sumbersumber berupa dokumen. Studi dokumen dimaksud untuk memperoleh sumber yang berkaitan dengan penelitian. Dokumen berfungsi menyajikan data untuk menguji dan memberikan fakta untuk memperoleh pengertian histori tentang fenomena khusus. Sumber lain yang digunakan adalah informasi dokumenter. Sumber dokumen ini antara lain meliputi 17
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, (Terj) Nugrohon Notosusanto (Jakarta: UI Press, 1986), hlm 18.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
dokumen-dokumen yang dirahasiakan dan dipublikasikan, misalnya laporan-laporan atau report, data statistik, manuskrip, surat, buku harian, catatan-catatan, case study dan lain-lain. Sumber data ini pada umumnya diabgi menjadi dua yaitu: primer dan sekunder. Sumber informasi dokumen yang primer memberikan informasi dan data secara langsung, sebagai hasil pengumpulan sendiri, untuk kemudian disiarkan langsung. Data yang dikumpulkan dan disiarkan ini benar-benar orisinil sifatnya. Sumber dokumen sekunder, memberikan informasi dan data yang telah disalin, diterjemahkan atau dikumpulkan dari sumber-sumber aslinya dan dibuat foto kopinya.18 Skripsi ini menggunakan sumber dokumen sekunder
dan
dokumen
XXVII/MPRS/1966,
tersebut
Peraturan
berupa
Ketetapan
Bersama
Menteri
MPRS
No.
Pendidikan,
Pengajaran,dan Kebudayaan dan Menteri Agama, Keputusan Menteri Agama No. 372 1993. Selain data yang bersifat kualitatif berupa pandangan-pandangan tertentu terhadap realitas sosial yang terjadi pada masyarakat Samin, digunakan juga data kuantitatif. Berupa penggunaan angka-angka dan presentase hubungan antar data yang berkaitan dengan pokok bahasan melalui pencarian suatu hubungan antar peristiwa, antar fakta dan antar
18
Ibid, hlm 65.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
data kuantitatif. Memperlakukan hubungan antar fakta dalam perspektif hubungan antar fakta yang lain.19 2) Studi Pustaka Teknik
studi
pustaka
ini
dilakukan
dengan
tujuan
untuk
mendapatkan data yang bersifat teoritis dan sebagai pelengkap sumber data yang tidak terungkap dari sumber primer. Data-data tersebut berupa buku-buku, majalah, surat kabar dan sumber sekunder lainnya yang masih relevan dengan tema penelitian ini. Pemanfaatan sumber tertulis dalam penulisan ini bersifat pustaka. Penelitian perpustakaan (kepustakaan) bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan macam-macam material yang terdapat di ruang perpustakaan instansi, misalnya berupa buku, majalah, naskah, catatan, kisah sejarah, dokumendokumen dan arsip-arsip. Pada hakekatnya data yang diperoleh dengan penelitian perpustakaan dijadikan sebagai fondasi dasar dan alat utama penelitian.20 3) Informan/Wawancara Metode wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan data yang dilaksanakan secara lisan dari seorang narasumber. Dalam penelitian masyarakat, terdapat dua cara wawancara, yakni wawancara untuk
19
A. Munir Mulkhan, Perubahan Perilaku Politik dan Polarisasi Umat Islam 19651967 (Jakarta: Rajawali Press, 1989), hlm 70. 20 Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial (Bandung: Mandar Maju, 1975), hlm 3.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
mendapatkan keterangan dan data dari individu-individu tertentu untuk keperluan informasi, dan wawancara untuk mendapatkan keterangan mengenai data diri pribadi, pandangan dari individu yang diwawancarai untuk keperluan komparatif. Wawancara dilakukan terhadap pihak-pihak yang saling berkepentingan guna meng-crosscheck keabsahan data. Penulisan skripsi ini merupakan sejarah kontemporer yang bersifat local, untuk memperoleh hasil maksimal, peneliti melakun wawancara dan pengamatan secara langsung kepada objek yang diteliti. Interview atau wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu, ini merupakan proses tanya jawab lisan, dimana dua orang atau lebih berhadapan secara fisik (interview = berbincang-bincang, tanya jawab. Asal kata entrevue: perjumpaan sesuai dengan perjanjian sebelumnya, dari kata entre, inter dan voir = videre: melihat). Interview adalah tanya jawab lisan dengan maksud untuk dipublikasikan.21 Wawancara (interview) dilakukan dengan informan yang berhubungan langsung dengan peristiwa atau yang menyaksikan peristiwa, seperti: tokoh masyarakat, kepala desa dan masyarakat. Wawancara dilakukan antara lain dengan pimpinan Samin dan beberapa informan lain yakni para penduduk Dusun Jepang, Desa
21
Ibid, hlm 171.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
Margomulyo, Kecamatan Margomulyo, Kabupaten Bojonegoro yang mampu memberikan informasi yang relevan. b. Kritik sumber, ini bertujuan untuk mencari otentitas atau keaslian datadata yang diperoleh. Langkah ini dilakukan dengan dua cara yaitu kritik intern dan kritik ekstern. Kritik intern dilakukan dengan cara menguji isi sumber baik melalui verivikasi dengan sumber lain atau dengan menyesuaikan (relevansi) antara data dengan peristiwa. Sedangkan kritik ekstern dilakukan dengan melihat bentuk fisik data sehingga data yang diperoleh benar-benar layak, otentik, dan memiliki kredibilitas untuk digunakan. c. Interpretasi,
adalah
penafsiran
terhadap
fakta-fakta
yang
dimunculkan dari data-data yang telah diseleksi dan disesuaikan dengan tema yang dibahas. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskripsi analitis. Deskripsi analitis artinya menggambarkan suatu fenomena beserta ciri-cirinya yang terdapat dalam fenomena berdasarkan fakta-fakta yang tersedia. Setelah itu dari sumber bahan dokumen dan studi kepustakaan. Tahap selanjutnya adalah diadakan analitis di interpretasikan dan di tafsirkan isinya. Data-data yang diseleksi dan diuji kebenarannya yaitu adalah fakta-fakta yang akan diuraikan dan dihubungkan sehingga menjadi kesatuan yang harmonis, berupa kisah sejarah yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
Selain itu penelitian ini juga menggunakan tehnik analisa historis yang digunakan untuk menganalisa data dalam penelitian. Tehnik ini digunakan untuk analisa mencari hubungan sebab akibat dari suatu fenomena historis pada ruang dan waktu tertentu. Tujuan dari tehnik ini adalah agar penelitia ini tidak hanya menjawab apa, kapan dan dimana peristiwa ini terjadi namun juga menjelaskan gejala sejarahnya sebagai kausalitas. Analisa ini kemudian disajikan dalam bentuk penulisan diskriptif. d. Historiografi, yaitu proses penulisan sejarah yang menyajikan hasil penelitian berupa penyusunan fakta-fakta dalam suatu sintesa yang bulat sehingga harus disusun menurut tehnik penulisan sejarah.
G. Sistematika Penulisan Skripsi ini akan disusun bab demi bab untuk memberikan gambaran yang terperinci dan jelas. Sistematika dalam penulisan dapat dijelaskan sebagai berikut : Bab I merupakan bab pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II membahas mengenai gambaran umum lingkungan dan sosial budaya masyarakat Samin Dusun Jepang Desa Margomulyo Kecamatan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
Margomulyo Kabupaten Bojonegoro yang berisi tentang kondisi geografis dan demigrafis, asal mula masyarakat Samin, kehidupan sosial budaya masyarakat Samin Dusun Jepang Desa Margomulyo Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro, masuknya Islam di Dusun Jepang Desa Margomulyo Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro. Bab III membahas mengenai partisipasi golongan muda dalam perkembangan agama Islam pada masyarakat Samin Dusun Jepang, Desa Margomulyo Kecamatan Margomulyo, Kabupaten Bojonegoro yang berisi tentang faktor munculnya partisipasi golongan muda dalam perkembangan Agama Islam masyarakat Samin Dusun Jepang Desa Margomulyo Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro, partisipasi golongan muda Samin Dusun Jepang Desa Margomulyo Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro, upaya golongan muda dalam pengembangan Agama Islam pada masyarakat Samin Dusun Jepang Desa Margomulyo Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro. Bab
IV
membahas
mengenai
dampak
sosial-budaya
adanya
perkembangan agama Islam dalam kehidupan masyarakat Samin Dusun Jepang. Bab V merupakan bab penutup yang berisi uraian permasalahan secara garis besarnya. Sesudah bab penutup disajikan pula daftar pustaka sebagai literatur yang digunakan beserta lampiran penunjangnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
BAB II GAMBARAN UMUM LINGKUNGAN DAN SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT SAMIN DUSUN JEPANG DESA MARGOMULYO KECAMATAN MARGOMULYO KABUPATEN BOJONEGORO
A. Keadaan Geografis dan Demografis Desa Margomulyo terletak di barat daya Kota Bojonegoro. Jarak dengan ibukota kabupaten adalah 65 km, dengan ibukota propinsi 191 km dan 12 km Kota Ngawi.1 Waktu tempuh dengan dengan kendaraan umum ke Kota Bojonegoro kurang lebih 2 jam, dengan Kota Surabaya 4-5 jam, dan 15-20 menit ke Kota Ngawi. Oleh karena jarak tempuh ke Kota Ngawi lebih dekat, maka untuk memenuhi kebutuhan bahan-bahan konsumsi dan perekonomian masyarakat Desa Margomulyo dan sekitarnya pergi ke Ngawi. Sebelum Desa Margomulyo mengalami pemekaran wilayah pada tahun 1993, desa ini termasuk salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Ngraho dan berada di bawah koordinator kemantren,2 yang dipimpin oleh mantra polisi. Selama menjadi kemantren, terdapat 4 desa, yaitu: Margomulyo, Sumberejo, Meduri dan Kalangan. Sebelum mengalami pemekaran wilayah, luas wilayah Desa Margomulyo seluruhnya kurang lebih 1
Data Monografi Kecamatan Margomulyo 1998. Kemantren adalah daerah yang menjadi wakil kecamatan. Wawancara dengan Jakinem, tanggal 30 Desember 2010. 2
commit to user 22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
618,933 ha. Adapun setelah menjadi Kecamatan Margomulyo, luasnya menjadi 1.309,069 ha, terdiri dari lahan pemukiman dan bangunan 278,976 ha (21,31%), lahan tegalan 172,745 ha (13,20%), persawahan 121,113 ha (9,25%), perkebunan 12 ha (1,15%), hutan 716,235 ha (54,71%) dan lahan kritis 5 ha (0,38%).3 Desa-desa yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Margomulyo adalah: Margomulyo, Sumberejo, Meduri, Kalangan, Geneng dan Ngelo. Secara administratif, batas wilayah Desa Margomulyo adalah:4 di sebelah utara berbatasan dengan Desa Luwih Haji, Kecamatan Ngraho; di sebelah selatan berbatasan dengan Desa Banyu Urip, Kecamatan Ngraho; di sebelah barat berbatasan dengan Desa Kalangan; di sebelah timur berbatasan dengan Desa Sumberejo. Desa Margomulyo terdiri dari delapan dusun, yaitu: Kalimojo, Jeruk, Gulung, Jepang, Tepus, Jatiroto, Ngasem, Kaligede dan Batang. Keadaan geografis masing-masing dusun di Desa Margomulyo relatif sama. Letaknya berada di sekitar Pegunungan Kendeng, hanya akses ke jalan raya yang membedakan masing-masing daerah. Namun, Dusun Jepang mempunyai keunikan tersendiri dengan masih adanya komunitas masyarakat Samin. Keadaan lingkungan geografis Dusun Jepang adalah sebagai berikut, terletak di sebelah barat laut Desa Margomulyo, jaraknya sekitar 4,5 km dari
3
4
Data Profil Desa Margomulyo, 1998. Ibid.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
jalan raya dan 5 km dari ibukota desa dan kecamatan, 70 km dari ibukota kabupaten dan 196 km dari ibukota propinsi.5 Dusun Jepang, pada tahun 1972 dibagi dalam dua RT, yaitu RT 01 dan RT 02. RT 19 terletak di bagian bawah, dekat aliran sungai, di RT 01 inilah banyak dihuni masyarakat Samin atau golongan tua, sementara RT 02 terletak di bagian atas dengan dibatasi oleh jalan dusun.6 Dusun Jepang masih di kelilingi hutan, yakni Hutan Kates yang mengelilingi setengah lingkaran dari utara termasuk dalam wilayah Perhutani Padangan, sedangkan di sebelah selatan masuk wilayah Perhutani Ngawi, terpisah dan terisolasi dengan dusun lain. Tidak terdapat jalan penghubung yang memadai dengan daerah lain. Satu-satunya jalan penghubung Dusun Jepang dengan wilayah lain adalah jalan utama ke arah utara menuju jalan raya. Jalannya masih berupa jalan batu yang dikeraskan atau makadam. Sarana prasarana publik yang menunjang eksistensi masyarakat Dusun Jepang adalah sekolah dasar, gedung balai budaya, masjid dan langgar. Penduduk sekitar hutan hanya dapat menikmati ranting-ranting kayu bakar, kemudian mereka jual ke pasar. Hanya sesekali saja para penduduk bisa menikmati hasil hutan untuk reboisasi hutan paska penebangan. Masyarakat diperbolehkan bercocok tanam, menanami lahan milik perhutani tanpa sewa dengan konsekuensi ikut memelihara tanaman hutan. Secara
5 6
Ibid. Wawancara dengan Sukijan, tanggal 29 Januari 2011.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
administratif, batas wilayah Dusun Jepang adalah:7 di sebelah utara berbatasan dengan Dusun Batang; di sebelah selatan berbatasan dengan Dusun Jatiroto; di sebelah barat berbatasan dengan Desa Kalangan; di sebelah timur berbatasan dengan Dusun Kaligede. Ketersediaan lahan di Dusun Jepang seluas 74,785 ha, terdiri dari lahan sawah 5,250 ha (7,02%), tegalan 30,255 ha (40,46%) dan lahan pekarangan 39,258 ha (52,52%).8 Lahan pekarangan menempati urutan paling atas, karena termasuk lahan untuk pemukiman, kebiasaan masyarakat Dusun Jepang, juga masyarakat sekitar hutan lainnya menggunakan lahan pekarangan sekaligus sebagai lahan pertanian, sehingga jarak pemukimannya berjauhan. Keadaan tanah Dusun Jepang bergunung-gunung, struktur tanah di bagian permukaan terdiri atas tanah liat berkapur dan berpasir atau krapak. Di bagian tengah terdiri dari tanah padas dan di bagian bawah berupa batu, lapisan humus tipis sekali. Tanaman yang biasa di tanam, misalnya: jagung, kedelai, kacang tanah tetapi hasilnya kurang memuaskan.9 Jenis tanahnya adalah tanah lumpur atau disebut krapak berwarna putih kecoklatan (aluvial). PH tanah 6,5-7,0, jenis tanah ini tidak kedap atau meresap air, sehingga ketika hujan turun airnya tidak segera kering, air langsung meluncur deras mengalir
7
Peta Desa Margomulyo. Data Profil Desa MArgomulyo 1998. 9 Hasan Anwar, “Pola Pengasuhan Anak Orang Samin Desa Margomulyo, Jawa Timur”, dalam Prisma edisi 10 Oktober 1979, hlm 88. 8
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
ke sungai, tanahnya lengket seperti lem dan licin.10 Di samping macam tanah tersebut, terdapat pula tanah basah (tanah sawah) yang letaknya terpencar di sela-sela perbukitan. Dusun Jepang merupakan pedukuhan yang terletak di Pegunungan Kendeng, yaitu pegunungan kapur di Indonesia, sehingga Dusun Jepang memiliki jenis tanah kering, berbatu dan mengandung banyak kapur putih yang kurang subur untuk pertanian.11 Tanah Dusun Jepang yang bergunung-gunung dialiri oleh sungai yang cukup deras alirannya, di bagian utara dialiri Sungai Gayam, sedang di bagian selatan dialiri Sungai Gunung Bucu, anak-anak sungai memisahkan lahan desa dan perkampungan. Dasar sungai terdiri dari bebatuan dan kerikil, airnya cukup jernih di musim kemarau, tetapi berubah kuning kemerah-merahan dan bercampur lumpur di waktu musim hujan. Jika hujan deras, airnya pasang dan seringkali terjadi banjir. Pada musim kemarau airnya tidak pernah kering, sehingga menjadi sarana utama untuk mencukupi kebutuhan air sebagian besar masyarakat Dusun Jepang. Penduduk Dusun Jepang menggantungkan hidupnya pada lahan pertanian, meskipun lahannya sempit dan tanahnya kurang subur, tetapi etos kerja dan semangat hidup mereka untuk mengusahakan hasil pertanian dengan menanam padi, jagung, kedelai, cabai, bawang dan sayur mayur untuk
10
Musahadah dalam Fatekhul Mujib. “Islam di Masyarakat Samin: Kajian atas Pemahaman Masyarakat Samin terhadap Ajaran Islam di Dusun Jepang Bojonegoro Jawa Timur”, Thesis (Bandung: Universitas Padjajaran, 2004), hlm 110. 11 Wawancar dengan Sukijan, tanggal 29 Januari 2011.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kondisi geografis Dusun Jepang yang terpencil dan terisolir tersebut mempengaruhi tingkat interaksi dengan masyarakat luar, sehingga masyarakat Jepang masih tertutup. Selain itu, masyarakat Dusun Jepang yang sebagian besar adalah Wong Samin lebih banyak menghabiskan waktunya untuk kegiatan pertanian dan aktifitas yang banyak untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, sehingga mereka tampak lebih akrab dengan lingkungan alam daripada dengan masyarakat lainnya. Uraian dan penjelasan berkaitan dengan komposisi penduduk Dusun Jepang sangat penting untuk mengetahui karakteristik masyarakat Dusun Jepang. Dalam pengelompokkan masyarakat Dusun Jepang dibedakan atas beberapa kategori, diantaranya: umur dan jenis kelamin, tingkat pendidikan dan mata pencaharian. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat Dusun Jepang. Berdasarkan hasil perhitungan yang bersumber dari catatan buku harian yang dimiliki Ketua RT (19 dan 20) tahun 1989 komposisi penduduk Dusun Jepang dapat dilihat dalam uraian berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
Tabel 1. Daftar Penduduk Dusun Jepang Menurut Umur Dan Jenis Kelamin, 1989. No
Golongan Umur
Penduduk Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Prasentase (%)
1
<4
41
14
55
8,25
2
5-14
69
54
123
19,14
3
15-24
66
59
125
19,44
4
25-34
71
42
113
17,57
5
35-44
52
22
74
11,51
6
45-54
37
19
56
8,71
7
55-64
31
23
54
8,41
8
>65
32
11
43
6,67
399
244
643
100,00
Jumlah
(Sumber: Catatan Buku Harian Ketua RT 19 dan RT 20, 1989.) Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa, usia sekolah (5-24) berjumlah 248 jiwa (38,57%), usia produktif (25-64) sebanyak 297 jiwa (46,20%). Usia produktif yang cukup besar sangat berpotensi untuk meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat Dusun Jepang. Usia produktif diatas juga mempengaruhi terhadap pekerjaan warga Dusun Jepang. Salah satu upaya manusia untuk meningkatkan tingkat pengetahuan dan teknologi adalah melalui dunia pendidikan. Pada komposisi penduduk berdasarkan pendidikan di Dusun Jepang akan diketahui sejauh mana taraf pendidikan yang nantinya dapat menunjang kehidupan masyarakat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
Tabel 2. Daftar Penduduk Dusun Jepang Menurut Tingkat Pendidikan, 1989 No
Tingkat Pendidikan
Pendudukan Jumlah
Prasentase (%)
1
Tidak Sekolah
248
38,57
2
Belum Sekolah
160
24,88
3
Tamat SD
214
33,28
4
Tamat SMP
17
2,65
5
Tamat SLTA
4
0,62
6
Tamat Perguruan Tinggi
0
0
Jumlah
643
100,00
(Sumber: Catatan Buku Harian Ketua RT 19 dan RT 20 Dusun Jepang, 1989.) Dari data di atas dapat diketahui bahwa perbandingan antara penduduk yang tidak mendapatkan pendidikan (tidak sekolah dan belum sekolah) dan penduduk yang sudah mendapatkan pendidikan (tamat SD sampai Perguruan Tinggi) adalah 408 jiwa (63,45%) dibanding 235 jiwa (36,55%). Dari perbandingan di atas dapat dilihat bahwa penduduk Dusun Jepang yang mendapatkan pengetahuan masih rendah, sehingga berbagai informasi perlu ditingkatkan demi memperoleh kesejahteraan bersama.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
Rendahnya tingkat pendidikan dan pemahaman masyarakat terhadap pendidikan disebabkan beberapa faktor, yaitu: (1) Belum adanya sarana dan prasarana pendidikan. Gedung SD baru dibangun pada tahun 1970, sedang gedung SMP Margomulyo baru dibangun pada tahun 1997, sehingga bagi lulusan SD yang ingin melanjutkan pendidikannya harus ke Kabupaten Ngawi atau Kecamatan Ngraho Kabupaten Bojonegoro; (2) Letak geografis Dusun Jepang yang jauh dari sarana pendidikan, yaitu berada di tengah-tengah hutan. Jalan-jalan yang ada di Dusun Jepang, kondisinya masih memprihatinkan, belum beraspal, masih berupa tanah dan berlumpur yang licin, sehingga tidak bisa dilewati alat transportasi, sehingga masyarakatnya terisolir; (3) Tingkat ekonomi penduduk yang rendah, sebagian besar penduduk mempunyai mata pencaharian bertani, sehingga mereka enggan untuk membiayai anaknya sekolah ke luar daerah karena biayanya yang mahal. Selain itu, jika anak-anak berada di luar Dusun, maka tidak bisa membantu pekerjaan orangtuanya; (4) Tingkat kesadaran orangtua yang masih rendah, orangtua beranggapan bahwa anak-anak sudah mengalami kemajuan dan peningkatan, hanya dengan dapat membaca dan menulis dibandingkan dengan orangtua mereka yang masih buta huruf.12 Hal yang demikian menunjukkan kuatnya kultur masyarakat Samin, dimana salah satu konsep ajaran mereka untuk melawan dominasi penjajah adalah
menolak 12
bersekolah.
Penolakan
Wawancara dengan Sidi, tanggal 7 Mei 2011.
commit to user
masyarakat
Samin
tersebut
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
dikarenakan, sekolah-sekolah pada masa penjajahan merupakan bentukan Pemerintah Kolonial, sedangkan pokok ajaran Samin adalah penentangan terhadap segala peraturan dan perintah yang berasal dari Pemerintah Kolonial, termasuk untuk bersekolah, sehingga tingkat pendidikan masyarakat Samin masih rendah. Komposisi penduduk menurut mata pencaharian, secara global dapat melihat tingkat kesejahteraan penduduk Dusun Jepang. Adapun komposisi penduduk menurut mata pencaharian dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 3. Jumlah Penduduk Dusun Jepang Menurut Mata Pencaharian, 1989. No
Mata Pencaharian
Penduduk Jumlah
Prasentase (%)
119
92,25
1
Petani
2
Pegawai
0
0
3
Peternak
0
0
4
Tukang
5
3,88
5
Pedagang
1
0,77
6
Industri RT
1
0,77
7
Buruh
3
2,33
129
100,00
Jumlah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
(Sumber: Catatan Buku Harian Ketua RT 19 dan RT 20 Dusun Jepang, 1989.) Dari tabel di atas dapat diketahui mayoritas penduduk Dusun Jepang bekerja sebagai petani sebanyak 119 (92,25%), pekerjaan petani ini lebih disebut sebagai buruh tani. Hal ini disebabkan oleh lahan yang digunakan sebagai lahan pertanian tidak begitu luas. Jumlah kepala keluarga (KK) yang mempunyai pekerjaan lebih sedikit, dikarenakan masih tinggal bersama orangtua meskipun sudah menikah. Dari sempitnya lahan tersebut, muncul gagasan untuk bekerja sama dengan pihak perhutani dengan cara menanami lahan reboisasi di hutan dengan tanaman pangan, seperti jagung, kacangkacangan, maupun sayuran. Mata pencaharian masyarakat bertani (tani gurem atau tani kecil dan buruh tani), tampaknya kurang memberikan kemungkinan untuk dapat hidup secara layak. Bagi penduduk yang kekurangan tanah garapan, pada umunya mereka mengerjakan tanah milik Perhutani yang ada di sekitar dan tengahtengah hutan, dengan perjanjian tertentu, misalnya, waktu yang digunakan untuk mengerjakan tanah milik Perhutani itu berkisar antara dua sampai empat tahun dan masyarakat harus ikut serta memelihara tanaman hutan milik Perhutani. Tanaman yang diusahakan berupa ketela pohon atau kaspe.13 Hasil yang diperoleh saat pekerjaan itu berhasil, dinikmati dan dimanfaatkan oleh petani penggarap sendiri. 13
Hasan Anwar. Loc.cit.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
Selain itu, masyarakat juga harus ikut memelihara tanaman milik Perhutani khususnya tanaman jati. Memelihara pohon jati tersebut sejak bibit sampai pohon berusia empat tahun. Pekerjaan ini dikenal di lingkungan masyarakat dengan sebutan baon.14 Hampir seluruh kepala keluarga ikut andil dalam
pekerjaan
ini.
Meskipun
mata
pencaharian
bertani
kurang
menguntungkan, masyarakat Dusun Jepang lebih menyukai tinggal di tanah kelahirannya meski hanya sebagai petani kecil dan buruh. Sementara itu, jenis pekerjaan lain seperti bakulan atau berdagang jarang sekali dilakukan.15 Pada umumnya, masyarakat Samin memiliki pekerjaan lebih dari satu. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pekerjaan sampingan ini sebagian besar adalah memelihara binatang ternak, misalnya sapi, ayam atau kambing. Pemeliharaan binatang ternak ini tidak begitu rumit, misalnya ayam, cukup dilepas saja maka ayam akan mencari makan sendiri. Hasil ternak warga ini biasanya dinikmati sendiri untuk kebutuhan mereka. Aktifitas penduduk digunakan sepenuhnya untuk mengerjakan kegiatannya sebagai petani dan mengerjakan pekerjaan lainnya, dalam sehari penduduk Dusun Jepang memulai pekerjaan pada jam 07.00 dan diakhiri pada jam 16.30. Banyaknya aktifitas dan waktu yang dihabiskan untuk bekerja ini, menyebabkan sikap tertutup atau isolasi terhadap masyarakat luar.
14
Baon berasal dari kata “bau” yang artinya ukuran luas tanah kurang lebih satu bau sama dengan 0,75 ha. 15 Bambang Samsu B, “Ciri-ciri Budaya Masyarakat Samin di Bojonegoro, Suatu kajian antropologis” (Jember: Universitas Jember, 1993), Laporan Penelitian, hlm 15.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
B. Sejarah Masyarakat Samin Sebelum perang Diponegoro berakhir pada tahun 1830, di Jawa Timur ada sebuah kabupaten, yaitu Sumoroto yang masuk dalam wilayah Tulungagung. Urutan-urutan Bupati yang pernah berkuasa di Kabupaten Sumoroto, adalah sebagai berikut:16 1. RM. Tumenggung Prawirodirdjo, tahun 1746-1751 2. RM. Tumenggung Somonegoro, tahun 1751-1772 3. RM. Adipati Brotodirdjo, tahun 1772-1802 4. RM. Adipati Brotodiningrat, tahun 1802-1826 RM. Brotodiningrat bergelar Pangeran Kusumaningayu (orang ningrat yang mendapat anugrah wahyu kerajaan untuk memimpin negara). RM. Brotodiningrat mempunyai dua orang anak, yaitu: R. Ronggowirjodiningrat dan R. Surowidjojo. Raden Ronggowirjodiningrat berkuasa di Tulungagung sebagai
Bupati Wedono pada tahun
1826-1844, sedangkan Raden
Surowidjojo, nama kecilnya adalah Raden Surontiko atau Suratmoko memakai julukan “Samin”, artinya: “Sami-Sami Amin”, merupakan tokoh perintis dan penyebar ajaran Saminisme. Sejak kecil Raden Surowidjojo dibekali tentang pengetahuan lingkungan kerajaan, ilmu yang berguna, keprihatinan, tapa brata, suka mengalah untuk kemenangan akhir dan mencintai keadilan. Namun, Raden 16
Anonim, Kecamatan Margomulyo, Riwayat Perjuangan Ki Samin Soerosentiko (Bojonegoro: Pemkab Bojonegoro, 1996), hlm 1.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
Surowidjojo tidak suka, karena melihat rakyatnya hidup dalam kesengsaraan. Ia terpukul melihat realitas sekeliling, dimana rakyatnya terjajah dan tidak bisa hidup layak. Oleh karena itu, Raden Surowidjojo keluar dari kehidupan kerajaan. Ia terjerumus dalam kenakalan, bromocorah, merampok. Raden Surowidjojo sering merampok orang-orang kaya yang menjadi antek Belanda, hasil rampokannya dibagikan kepada orang-orang miskin dan sisanya digunakan untuk membiayai perkumpulan “Tiyang Samin Amin”. “Tiyang Samin Amin” memberikan pelajaran pada anak buahnya mengenai kanuragan, olah budi, cara berperang dengan andalan tulisan huruf Jawa yang dirancang menjadi sekar macapat dalam tembang pucung: Golong manggung, ora srambah ora suwung, kiase nang glanggang, ulate sedah mijeni, ora tanggung, yen lena sumerat pega. Kalangn kadung, kendhi paran lawang sandhung. Tegese mring ing wang, jumeneng elawan rajas, lamun ginggang sireku umanjing probo. Artinya: salah satunya yang utuh, tidak dijarah dan tidak sepi, tapi dalam perang seperti kobaran api yang mengandung dalangnya badan. Tidak tahu nantinya bila kejayaan itu hilang bersama asap hati tidak luntur seperti apa kira-kira datangnya kesulitan. Berdiri tegak denganku yang memimpin mengalahkan nafsu-nafsu yang menggapai kepercayaan paling tinggi. Oleh sebab itu, kamu dan aku tidak dapat berpisah, sebab kamu dan aku menjadi satu dalam kebenaran.17 Pada tahun 1859, lahirlah Samin Soerosentiko (Samin Anom) dengan nama kecil Raden Kohar, di Desa Ploso Kadiren, Randublatung Kabupaten Blora, dari perkawinan Raden Surowidjojo (Samin Sepuh) dengan Mbok
17
Ibid, hlm 2.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
Kemis (keturunan Kyai Kethi), seorang gadis asal Rajekwesi, Bojonegoro.18 Selain anak biologis, Samin Soerosentiko merupakan anak ideologis dari Raden Surowidjojo, sehingga secara perjuangan Soerosentiko juga mengalami perjuangan yang sama, melakukan perlawanan terhadap Pemerintah Kolonial Belanda. Samin Soerosentiko telah belajar tentang realisme politik anak jajahan, yang membuktikan jelas bahwa sang bapak tidak tertarik dengan dunia kepangrehprajaan dan lebih tertarik pada kehidupan bohemian dan mistik.19 Pada tahun 1890, Samin Soerosentiko mulai mengembangkan ajarannya di Desa Klopoduwur, Blora. Orang-orang desa di sekitarnya, antara lain Desa Tapelan, Bojonegoro,20 banyak yang datang berguru kepadanya. Pemerintah Kolonial Belanda belum tertarik dengan ajaran Samin, sebab ajaran itu masih dianggap sebagai ajaran kebatinan atau agama baru yang tidak membahayakan keamanan.21 Selanjutnya, pengikut Samin Soerosentiko mulai berkembang dan bertambah banyak. Pada bulan Januari 1903, Residen Rembang melaporkan bahwa pengikut Samin berjumlah 772 orang dari DesaDesa Blora Selatan, sebagian di wilayah Bojonegoro, Ngawi dan Grobogan.
18
Samin Sepuh (tua) dan Samin Anom (muda) dalam tradisi Jawa bukan hanya mengandung arti kekerabatan dan usia, melainkan mempunyai nilai kosmis. Sepuh sebagai inti lingkaran semesta dan anom sebagai lingkaran riak yang mengelilinginya. Soerjanto Sastroatmojo, Masyarakat Samin Siapakah Mereka? (Yogyakarta: Narasi, 2003), hlm 16. 19 Ibid, hlm 60. 20 Tapelan merupakan sebuah desa yang letaknya berdekatan dengan Kabupaten Blora dan menjadi perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur. 21 Suripan Hadi Utomo, Tradisi Dari Blora (Blora: Citra Almamater, 1996), hlm 14.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
Pada tahun 1905, mulai ada perkembangan baru, orang-orang yang menganut ajaran Samin Soerosentiko mulai mengubah tata cara hidup mereka dari pergaulan sehari-hari di desanya. Mereka tidak mau lagi menyetor padi ke lumbung desa, tidak mau membayar pajak, serta menolak untuk mengkandangkan sapi dan kerbau mereka ke kandang umum bersama-sama orang desa lainnya yang bukan Samin.22 Bagi pengikut Samin, tanah Jawa bukan milik Pemerintah Kolonial Belanda, tanah Jawa adalah milik orang Jawa, oleh karena itu mereka melakukan berbagai penolakan dan pembangkangan kepada Pemerintah Kolonial Belanda. Pada tahun 1907, pengikut Samin berjumlah kurang lebih 5.000 orang, Pemerintah Kolonial Belanda terkejut dan merasa takut, apalagi mendengar bahwa pada tanggal 1 Maret 1907 mereka akan memberontak. Pada saat itu, di Desa Kedungtuban, Blora, ada pengikut Samin menyelenggarakan selamatan, orang Samin yang datang menghadiri selamatan tersebut ditangkap, sebab mereka dianggap mempersiapkan pemberontakan. 23 Pada tanggal 8 November 1907, Samin diangkat oleh para pengikutnya sebagai Ratu Adil dengan gelar Prabu Panembahan Suryangalam. Kemudian, setelah 40 hari sesudah pengangkatan, ia ditangkap oleh Raden Pranolo, ndoro seten (asisten wedana) di Randublatung, Blora dan ditahan di tobong bekas pembakaran gamping. Dia diinterogasi di Rembang, kemudian dia bersama 8
22 23
Ibid. Ibid, hlm 14-15.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
pengikutnya dibuang dan diasingkan di luar Jawa.24 Di pengasingan, Sawahlunto, Padang, Sumatra Barat, Samin Soerosentiko meninggal pada tahun 1914 dalam status sebagai tahanan.25 Semenjak Samin Soerosentiko tertangkap dan dibuang di Padang, muncul tokoh-tokoh baru yang melanjutkan ajaran-ajaran dan perjuangannya, misalnya: Wongsorejo, Pak Engkrak, Surohidin dan Karsiyah atau Pangeran Sendang Janur. Wongsorejo pengikut Samin yang setia, pada tahun 1908 menghasut penduduk Jiwan, Madiun untuk tidak membayar pajak kepada Pemerintah Belanda. Surohidin menantu Samin Soerosentiko, menyebarkan ajaran di Grobogan, Purwodadi. Karsiyah, menyebarkan ajaran Samin di Kajen, Pati. Di Desa Tapelan, Bojonegoro, orang-orang Samin tidak mau membayar pajak bahkan mereka mengancan asisten wedana, akibatnya mereka ditangkap dan dipenjara sehingga rakyat banyak menderita. Ajaran Saminisme muncul sebagai akibat atau reaksi dari Pemerintah Kolonial Belanda yang sewenang-wenang. Samin Soerosentiko mengajarkan perilaku hidup di dunia dan akherat. Selain itu, dia juga mengajarkan cara bagaimana melawan Pemerintah Kolonial Belanda. Ajaran itu adalah nggendheng (pura-pura gila, pura-pura edan, pura-pura bersifat aneh). Sifat
24
Ibid, hlm 15. Siti Mumfangati, et.al, Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin Kabupaten Blora (Yogyakarta: Jarahnitra, 2004), hlm 24. 25
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
nggendheng adalah sifat Prabu Puntadewa,26 sifat yang aneh tersebut masih dapat dilihat pada masa sekarang. Perlawanan dilakukan tidak secara fisik tetapi berwujud penentangan terhadap segala peraturan dan kewajiban yang harus dilakukan rakyat terhadap Belanda, misalnya tidak membayar pajak. Terbawa oleh sikapnya yang menentang tersebut, mereka membuat tatanan, adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan sendiri. Sikap yang dibuat oleh masyarakat Samin sering dianggap menyimpang, nyeleneh dan menentang aturan masyarakat. Di dalam perlawanan terhadap Pemerintah Kolonial Belanda, Ki Samin berusaha menciptakan masyarakat bersahaja lahir-batin, dengan konsepsi-konsepsi yang terencana. Namun sayang, karena penangkapan mendadak atas dirinya serta perampasan buku pusaka dan beberapa wawasan platoniknya, tokoh ini menjadi kabur. Bahwa Samin Anom (Soerosentiko) dalam kehidupan penyamarannya sebagai kawula alit itu, kemudian mempersiapkan Desa Ploso Kadiren sebagai basis pemberontakan melawan Pemerintah Kolonial Belanda, patut ditinjau kaitan historis-fungsionalnya, yakni
sejauhmana
ajaran-ajaran
Saminisme
melembaga.
Kenyataan
membuktikan, bahwa rakyat mengangkat Samin sebagai raja dengan gelar Prabu Suryangalam (cahaya alam semesta).27
26 27
Ibid, hlm 21. Soerjanto Sastroatmojo, Op.Cit, hlm 17-18.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
Komunitas Samin berkembang menjadi sebuah gerakan yang membahayakan pemerintah kolonial,
pengikutnya semakin bertambah.
Puncak geger Samin terjadi pada tahun 1914, dimana kesewenangan Belanda terhadap penduduk Pribumi semakin terlihat, dengan menaikkan pajak yang harus dibayar, di samping karena banyaknya tarikan pajak yang telah di deritanya, mereka masih akan dikenakan bermacam-macam pajak lagi, misalnya pajak penguburan orang meninggal, pajak memandikan kerbau di sungai, pajak berjalan di jalan dan lain-lain.28 Gerakan Samin sering dianggap sama atau semacam gerakan Ratu Adil (herucokro) yang mendambakan kedatangan seorang Ratu Adil. Namun demikian, gerakan Samin berbeda dengan Ratu Adil, kalau gerakan Ratu Adil bersifat kekerasan, gerakan Samin tetap bersifat non violent (tidak memakai kekerasan). Mereka memiliki ketabahan hati yang ulet, sehingga mereka tetap dapat mempertahankan diri sampai sekarang. Pasifisme aktif mirip ajaran Satyagraha dari Mahatma Gandhi yang memberi pedoman kepada pengikutnya untuk tidak bertindak menggunakan kekerasan, kebloonan ceria nan pintar mirip aksi para rahib Eropa Zaman Pertengahan dalam menghentikan kerjasama antara feodalisme istana dan gereja. Gerakan semacam ini sering juga disebut sebagai perlawanan pasif.
28
Moh. Oemar, et.al, Sejarah Daerah Jawa Tengah (Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumen Sejarah Nasional, 1994), hlm 127.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
Tertangkapnya
Ki
Samin
Soerosentiko,
tidak
menghentikan
perjuangan melawan penjajah Kolonial Belanda, mereka menerapkan aksiaksi simbolis non kekerasan, dalam rangka menolak atau mengajukan klaim kepada pihak suprastruktur, mereka menolak bicara tentang karma. Sebaliknya, mereka justru memilih bahasa ngoko, bahasa Jawa yang lebih menyiratkan kesetaraan. Penolakan dengan bahasa ngoko yang dilakukan masyarakat Samin tersebut berlaku kepada perintah dari Pemerintah Kolonial Belanda maupun kaum pribumi yang menjadi antek-antek Belanda, karena dianggap
telah
menyengsarakan
kehidupan
rakyat
pribumi.
Tetapi,
penggunaan bahasa Jawa karma yang digunakan pada banyak kitab atau serat yang menjadi pedoman masyarakat merupakan wujud pengakuan bahwa bangsa pribumi mempunyai budaya sendiri yang tidak dapat dijajah oleh bangsa lain. Penggunaan bahasa karma ini termaktub dalam kitab-kitab yang menjadi pedoman masyarakat Samin yang diketahui pada saat ada ceramah dari pimpinan masyarakat Samin. Masyarakat Samin juga menolak membayar pajak, menolak berbagai kerja wajib, menolak larangan berladang, serta mengambil kayu dari hutan, menolak denda, menolak upah dalam bentuk uang tunai dan menolak hadir dalam acara-acara apapun yang dihadiri oleh kalangan suprastruktur.29 Hal ini memperkuat pendapat bahwa ajaran Samin dijabarkan dalam pranata kehidupan yang sangat kompleks, diantaranya: sikap etis, religius dan prinsip 29
Hery Santoso, Perlawanan di Simpang Jalan (Yogyakarta: Damar, 2004), hlm 81.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
kemandirian negara.
digilib.uns.ac.id 42
Di dalam pranata
kehidupan tersebut,
Samin
Soerosentiko mengajarkan bahwa sebuah negara akan terkenal dan disegani orang serta dapat digunakan sebagai tempat berlindung bagi rakyatnya, apabila warganya selalu memperhatikan ilmu pengetahuan, hidup tidak tergantung pada orang atau negara lain dan hidup dalam perdamaian. Secara jelas dapat dikatakan bahwa pemberontakan melawan Pemerintah Kolonial Belanda didasarkan pada kebudayaan Jawa yang religius
sesuai dengan
ajaran kebatinan masyarakat Samin. Penolakan itu terkadang dilakukan dengan cara-cara tertentu yang bersifat ganjil, misalya: ketika para petugas datang untuk melakukan klasifikasi lahan masyarakat dan lahan negara, orang-orang Samin menolaknya dengan cara berbaring di lahan sambil berteriak keras-keras, “kanggo”, ketika diwajibkan mengumpulkan batu untuk kepentingan pembangunan jalan, mereka hanya melempar kerikil-kerikil kecil ke tengah jalan. Pendeknya banyak strategi yang diterapkan untuk melakukan perlawanan.30 Orang-orang Samin melakukan pembangkangan secara halus dengan tujuan, menghindarkan diri dari tindakan sewenang-wenang Belanda, seperti pendapat Harjo Kardi berikut ini: Nek ratane didandani, engko landa mlebu nang daerahe kene. Nek wis mlebu, kabeh barang rakyat dijaluk, rakyate ditangkep.
30
Ibid.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
Artinya: jika jalannya diperbaiki, dibaguskan, nanti Belanda masuk ke dareah sini. Kalau sudah masuk, semua benda rakyat diminta, rakyatnya ditangkap.31 Selain itu, berikut cara penolakan orang-orang Samin yang bisa menjadi sebuah gambaran: Dhek zaman Landa niku njaluk pajeg boten trima sak legane nggih boten diwenehi. Bebas mboten seneng. Ndandani rattan nggih bebas. Gak gelem dibebaske. Kenek jaga ya ora nyang. Jaga omehe dewe. Nyengkah ing negara telung taun kenek kerja paksa. Artinya: pada zaman Pemerintah Kolonial Belanda, pembayaran pajak bukan didasarkan pada kesukarelaan, tetapi atas dasar paksaan (ditentukan besarnya), sehingga orangorang Samin tidak mau membayar, mereka tidak senang. Memperbaiki jalan juga tidak senang. Dikenai ronda malam juga ditolaknya. Lebih baik menjaga rumahnya sendiri. Berselisih pendapat dengan Pemerintah Kolonial Belanda dikenai kerja paksa.32 Sikap yang ditunjukkan orang-orang Samin dalam melawan Pemerintah Kolonial Belanda tersebut, didasarkan pada prinsip, bahwa manusia adalah sama. Dengan adanya kesetaraan dan kesamaan sebagai manusia, proses transformasi dan pemanfaatan sumber daya alam dan manusia harus berdasar prinsip yang mereka anut, semua manusia mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam penggunaan sumber daya alam, karena pencipata alam semesta bukan manusia, melainkan Tuhan. Konsep ajaran Samin yang menjadi pedoman bagi pengikutnya dalam melakukan pembangkangan mencakup lima konsep, yaitu: tidak bersekolah,
31 32
Wawancara dengan Hardjo Kardi, tanggal 30 Januari 2011. Suripan Hadi Utomo, Tradisi Dari Blora, Op.Cit, hlm 18.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
tidak memakai peci tetapi memakai iket (semacam kain yang diikat di kepala mirip orang Jawa dulu), tidak berpoligami, tidak memakai celana panjang hanya memakai celana selutut, tidak berdagang, semua dilakukan sebagai wujud penolakan terhadap kapitalisme. Masyarakat Samin diajarkan berbuat kebajikan, kejujuran dan kesabaran, walaupun yang bersangkutan hidup menderita, sakit atau luka hati. Sifat ini melekat pada diri Prabu Puntadewa, seperti yang dikatakan Ki Samin Soerosentiko, berikut ini: …tumindakipun sageda anglenggahi keleresan tuwin mawi lampah ingkang ajeng, sampun ngantos miyar-miyur. Tekadipun sampun ngantos dening godha rencana, tuwin sagedanglampahi sabar lair batosipun, amati sajroning urip. Tumindak ing kelairan sarwa kumawi anyanggi sadaya lelampahan ingkang dhumawahing sariranipun, sanadyan kataman sakit, ngrekaos pagesangipun, ketaman sok serik sarta pangawon-awon saking sanes, sadaya wau sampun ngantos ngresula sarta amales piawon, nanging panggalihipun sageda lestari enget… Artinya: …arah tujuannya agar dapat berbuat baik dengan niat yang sungguh-sungguh, sehingga tidak ragu-ragu lagi. Tekad jangan sampai goyah oleh sembarang godaan, serta harus menjalankan kesabaran lahir dan batin, sehingga bagaikan mati dalam hidup. Segala tindak-tanduk yang terlahir haruslah dapat menerima segala cobaan yang dating padanya, walaupun terserang sakit, hidupnya mengalami kesulitan tidak disenangi orang, dijelek-jelekkan orang. Semuanya harus diterima tanpa gerutuan, apalagi sampai membalas berbuat jahat, melainkan orang harus selalu ingat pada Tuhan.33 Ajaran tersebut dikenal dengan angger-angger urip (petunjuk hidup), pertama, angger-angger partikel (hukum tindak-tanduk), yang mengajarkan aja drengki srei, dahwen, tukar padu, kemeren, aja kutil jumput, mbedog
33
Ibid, Hlm 25.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
colong. Hal ini bermaksud, warga Samin dilarang berhati jahat, iri hati, berperang mulut dan dilarang mengambil milik orang lain. Kedua, anggerangger pangucap (hukum berbicara), yang berbunyi: “pengucap saka lima bundhelan ana pitu lan pengucap saka sangan bundhelan ana pitu”, maksudnya adalah setiap warga Samin harus menjaga mulut dari kata-kata tidak senonoh atau menyakiti orang lain. Ketiga, angger-angger lakonana, berbunyi: lakonana sabar, trokal, sabare dieling-eling, trokal dilakoni, maksudnya adalah setiap warga Samin senantiasa ingat pada kesabaran dan berbuat “bagaikan orang mati dalam hidup”.34 Ajaran Samin Soerosentiko itu dapat diuraikan kedalam beberapa ajaran khusus, meliputi: 1. Ajaran kebatinan, agama itu gaman, adam pangucape, man gaman lanang (agama adam merupakan senjata hidup), yang tersirat dalam pedoman manunggaling kawula gusti; 2. Ajaran hukum, yang member pedoman tentang tingkah laku manusia dalam kehidupan, sebagai contoh aja drengki, srei, dahwen, kemeren, kutil jumput, bedhog colong, wong urip kudu ngerti ing uripe (jangan dengki, iri, mencuri, merampok dan berbuat jahat), melalui petunjuk hidup; 3. Ajaran politik, dalam ajaran ini berkaitan dengan ajaran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Eksploitasi dan kerakusan 34
Ibid, Hlm 25-26.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
birokrat Pemerintah Kolonial Belanda yang diikuti birokrat bangsa bumiputra merupakan pemicu munculnya ajaran ini. Ajaran di bidang politik ini meliputi: penolakan membayar pajak, penolakan perbaikan jalan, penolakan jaga malam dan penolakan kerja paksa. Ajaran Samin bukan sebuah ajaran yang pesimistis melainkan sebuah ajaran yang penuh kreativitas dan keberanian dalam melawan kesewenangwenangan birokrasi. Di
dalam
penyampaian
ajarannya
Ki
Samin
Soerosentiko
menggunakan lisan atau ceramah dirumah dan tanah lapang, ajaran tertulis sulit ditemukan. Menurut warga Samin dari Desa Tapelan, pada waktu Samin Soerosentiko di selong (ditangkap dan dibuang keluar Jawa), buku-bukunya dirampas dan dibakar Pemerintah Kolonial Belanda. Buku-buku peninggalan Ki Samin Soerosentiko disebut Serat Jamus Kalimasada atau Layang Jamus Kalimasada, buku ini dianggap berasal dari Prabu Puntadewa dari Ngamarta. Serat ini terdiri dari beberapa buku, yaitu: 1) Serat Punjer Kawitan, 2) Serat Pikukuh Kasajaten, 3) Serat Uri-Uri Pambudi, 4) Serat Jati Sawit, 5) Serat Lampahing Urip,35 yang diperoleh pada saat dia bersemedi. Sikap perbuatan orang Samin diikuti dengan bukti-bukti yang nyata dan konsekuen, menurut ajaran yang mereka terima. Dalam perkembangannya ajaran Samin berkembang menjadi dua aliran, yaitu: (1) Samin Lugu, yaitu 35
Ibid, Hlm 20.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
orang-orang Samin yang bersikap sabar, tidak pernah gentar sedilitpun, tidak pernah mendendam dan tidak suka membalas terhadap siapapun yang menyakitinya meskipun itu adalah lawannya. Samin Lugu merupakan Samin “murni” penuh dengan tepo sliro. Samin Lugu juga disebut Jomblo-ito, artinya lahir bodoh dan tidak mengerti, tetapi batin hatinya suci dan murni laksana emas,36 (2) Samin Sangkak, yaitu Samin Pemberani, apabila mendapat serangan lawannya ia akan menangkis untuk melindungi diri. Menghadapi Samin Sangkak lebih sulit daripada menghadpi Samin Lugu. Mereka tidak mempunyai tepo sliro, mudah menaruh curiga kepada orang yang belum atau tidak mereka kenal, suka membantah dengan banyak alasan yang kurang masuk akal untuk menghindari serangna lawan. Untuk menghadapi Samin Sangkak, perlu mendapat kepercayaan mereka, sekali mereka percaya, jangan kepercayaan mereka dilanggar. Orang Samin mempunyai perasaan yang halus, mereka tidak suka ngapusi atau bohong, jujur yang diutamakan.37 Perubahan Msayarakat Samin terlihat jelas setelah Kemerdekaan Indonesia tahun 1945. Hal ini berpegang pada konsep perlawanan untuk menentang penjajah dan manut kepada pemerintah pribumi, demikian halnya dengan kemunculan komunitas masyarakat Samin. Samin Lugu meyakini bahwa Indonesia telah terbebas dari penjajahan dan rakyat akan mendapat
36 37
Siti Mumfangati, Op.Cit, Hlm 28. Ibid, Hlm 28-29.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
kesejahteraan, sedangkan Samin Sangkak mempunyai pendapat bahwa ajaran Samin adalah untuk menentang kesewenangan pemerintah. Penganut aliran Samin Sangkak ini terbesar ada di daerah Klopoduwur, Blora, Jawa Tengah. Masyarakat Samin di Dusun Jepang termasuk dalam Samin Lugu. Hal ini tampak dalam pola pikr masyarakatnya, dimana pada masyarakat Samin Dusun Jepang sudah mulai menerima, terbuka dan telah mengalami perubahan dalam bidang sosial-budaya masyarakatnya.38
C. Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Samin Dusun Jepang Desa Margomulyo Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro
Masyarakat Samin Dusun Jepang termasuk komunitas yang mendapat pengaruh besar dari Desa Tapelan, Kecamatan Ngraho, Kabupaten Bojonegoro. Ajaran Samin di Dusun Jepang dibawa dan diajarkan oleh Ki Surokarto Kamidin. Ia merupakan murid dari Surohidin, menantu Samin Soerosentiko. Karena anak kandung Surohidin masih kecil-kecil dan ia lebih banyak melakukan semedi, maka kepemimpinan diberikan kepada Ki Surokarto Kamidin yang tinggal di Tapelan. Kemudian Ki Surokarto Kamidin menikah dengan gadis keturunan Samin yang berasal dari Dusun Jepang, yaitu Poniyah. Setelah menikah, Ki Surokarto Kamidin pindah ke Dusun
38
Wawancara dengan Hardjo Kardi, tanggal 11 Januari 2011.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
Jepang. Menurut tradisi lisan yang ada di Desa Tapelan, orang Samin banyak yang pindah ke lain desa atau daerah lain untuk mengembangkan “Saminisme”, baik dengan sengaja atau dengan jalur perkawinan,39 termasuk Ki Surokarto Kamidin yang berpindah ke Dusun Jepang Desa Margomulyo. Kapan Dusun Jepang mulai dijadikan pemukiman penduduk, belum ada catatan tertulis yang bisa menjadi rujukan. Ketika Ki Surokarto Kamidin, datang ke Dusun Jepang sekitar tahun 1920-an, Dusun Jepang Cuma dihuni 15 keluarga dan belum bernama. Nama Jepang mempunyai beberapa versi, salah satunya adalah pemberian nama Dusun Jepang berasal dari wangsit Surohidin saat bersemedi, yang isinya: “Jangan khawatir aku akan membantu kamu untuk mengusir Belanda, hanya syaratnya berat. Aku akan mencari “jago trondol” dari timur laut untuk sarana kamu merdeka. Jago trondol itu juga akan menjajah, malah lebih kejam, menghabiskan semuanya, larang sandang, larang pangan. Oleh karenanya, kamu lekas pulang, beritahu anak cucumu agar cawis uyah karo nandur kapas. Karena akan larang sandang larang pangan.40” Wangsit ini oleh masyarakat Samin dinamakan Aji Pameling, kemudian diajarkan kepada Surokarto Kamidin, selanjutnya ia berkeliling ke seluruh Jawa Timur memberitahu anak cucunya supaya cawis uyah karo 39
Suripan Hadi Utomo, “Samin Surontiko dan Ajaran-ajarannya”, dalam Basis edisi Januari 1985. 40 Jago trondol dari Timur Laut adalah bangsa Jepang yang akan datang mengusir Belanda, sehingga dusun yang tidak bernama itu disebut Dusun Jepang, Pemkab Bojonegoro, Op.Cit, hlm 11.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
nandur kapas.41 Dalam tugasnya untuk mengajarkan Aji Pameling ini, Ki Surokarto Kamidin mempunyai perwakilan di beberapa daerah, antara lain: a. Canga’an, Kabupaten Ngawi
: Sodikromo
b. Nglembu, Kabupaten Ngawi
: Somejo
c. Sumber bening, Kabupaten Ngawi
:
Wonoleksono,
Ronosono d. Ngganting, Kabupaten Ngawi
: Karso
e. Wangkuh, Kabupaten Ngawi
: Jogoboyo
f. Pondoh, Kabupaten Ngawi
: Dongkol Sawiyo
g. Kalirejo, Kabupaten Bojonegoro
: Pak Dapi
h. Tapelan, Kabupaten Bojonegoro
: Pak Jugi
i. Pelang, Kabupaten Blora
: Kasiyorejo
j. Caruban, Kabupaten Madiun
: Joyo Lemah Ireng
Perkembangan ajaran dan kehidupan sosial masyarakat Samin di Dusun Jepang dapat dilihat pada dua kepemimpinan, yaitu: Ki Surokarto Kamidin dan Mbah Hardjo Kardi (anak Ki Surokarto Kamidin).42 Kepemimpinan dalam kehidupan masyarakat Samin menempati fungsi yang penting, sebagai pemimpin yang dipatuhi, dihormati dan dijunjung tinggi oleh masyarakat. Hal ini memunculkan loyalitas terhadap pemimpin tersebut.
41
Menanam kapas dan menyediakan garam adalah bersiap-siap untuk menanam kebutuhan makanan dan pakaian, karena setelah kedatangan Jepang akan sulit untuk mendapatkannya. 42 Hardjo Kardi lahir pada tahun 1938, mempunyai 1 istri, 7 anak dan 9 cucu. Bekerja sebagai petani, selain itu juga mempunyai keahlian lain, antara lain, pande besi dan tukang kayu. Beliau adalah anak dari Ki Soerokarto Kamidin, pemimpin Samin di wilayah Dusun Jepang (silsilah keturunan terlampir). Beliau orang yang apa adanya, bicaranya ceplas-ceplos, Hardjo Kardi percaya bahwa dirinya adalah pemegang estafet kepemimpinan keempat setelah Ki Samin Soerosentiko. Di dalam diri Mbah Hardjo tertanam keyakinan bahwa ajaran Samin adalah ajaran yang paling baik. Hardjo Kardi lah yang sampai saat ini masih mempertahankan ajaran Samin, meskipun di Dusun Jepang telah mulai berubah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
Pemimpin tersebut, biasanya juga memiliki kelebihan atau daya linuwih di hadapan para pengikutnya. Kelebihan-kelebihan khusus tersebut cenderung mistis dan sulit diterima akal pikir manusia. Misalnya, saat Ki Surokarto Kamidin pada tahun 1960, hendak pergi ke Jakarta untuk menemui Presiden Soekarno, dalam waktu 3 hari dapat kembali ke Dusun Jepang.43 Sedangkan Mbah Hardjo Kardi, sering diminta oleh pejabat-pejabat tinggi, seperti: lurah, camat bahkan bupati untuk keberhasilan tokoh tersebut. Semasa Ki Surokarto Kamidin, masyarakat Samin di Dusun Jepang, sebelum mengetahui kemerdekaan Indonesia masih tidak mau mentaati peraturan pemerintah, masih tidak mau membayar pajak karena menganggap Indonesia masih dijajah. Akan tetapi, setelah mengetahui bahwa Indonesia merdeka dan dipimpin bangsa sendiri, masyarakat Samin telah mentaati peraturan, bahkan penduduk Dusun Jepang paling rajin dan aktif membayar pajak.44 Seperti wangsit dari Ki Surokarto Kamidin yang diungkapkan Mbah Hardjo Kardi: “ Mbesuk kancaku akeh, luwih gede, kowe ojo wedi. Siro ojo nendang, nek nendang bakal tak saduk.”45 Artinya besok temanku banyak, lebih besar, kamu jangan takut. Kamu jangan melawan, kalau melawan aku lawan. Hal ini mengandung makna, bahwa masyarakat Samin harus mematuhi dan mengikuti arus pemerintahan yang dipimpin oleh bangsa sendiri, jika tidak menurut akan mendapat karma. 43
Wawancara dengan Jakinem, tanggal 8 Mei 2011. Wawancara dengan jakinem, tanggal 8 Mei 2011. 45 Wawncara dengan Hardjo Kardi, tanggal 30 Januari 2011. 44
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
Kepemimpinan Samin yang diyakini oleh masyarakat Samin Dusun Jepang adalah berasal dari Ki Samin Soerosentiko, melalui generasi pertama hingga sekarang kepemimpinan yang dibangun adalah berdasar ketokohan dan charisma pemimpin. Masyarakat Samin Dusun Jepang hingga kini percaya
bahwa
keturunan
ketujuh,
akan
membawa
kebaikan
dan
membebaskan bangsa dari ketidakadilan menuju masyarakat adil, makmur dan sejahtera, seperti mitos akan munculnya “Ratu Adil” yang diharapkan mampu membawa bangsa pada kehidupan yang lebih baik. Adapun silsilah kepimpinan Samin adalah sebagai berikut: Bagan 1. Kepemimpinan Samin Raden Surowijoyo
I
Samin Soerosentiko
II
Surokidin
III
Surokarto Kamidin
IV
Hardjo Kardi
V
…………….
VI
…………….
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
VII
…………….
Keterangan : : penghubung peletak dasar ajaran Samin
: penghubung generasi kepemimpinan Samin ……………… : belum terisi, karena saat ini masih mencapai generasi ke-4 (Sumber: wawancara dengan Hardjo Kardi. Tanggal 24 Februari 2010.) Telah lama orang mendengar dan mengenal masyarakat Samin, meskipun masih secara parsial. Karena masih parsial informasi yang diperoleh, maka tidak mengherankan jika yang muncul adalah kesan negatif. Sifat-sifat unik yang dilecehkan bahkan menjadi bahan olok-olokan. Kalaupun masyarakat masih mengendapkan citra buruk tentang masyarakat Samin, lantaran kesalahan aparat dalam mensosialisasikan masyarakat ini. Banyak hal yang dulu dipandang sebagai bentuk perlawanan terhadap Belanda, masih dianggap melekat di kalangan orang Samin. Misalnya, tidak mau membayar pajak, enggan ikut ronda atau bahasa-bahasa yang sulit dipahami. Seperti yang dikatakan Sumiran, berikut ini: Dahulu memang masyarakat Samin di Dusun Jepang dianggap menentang. Tetapi sejak Belanda tidak ada, masyarakat sudah mulai menurut. Karena apa? Memang karena untuk melawan penjajah. Akan tetapi, sekarang sudah mau membayar pajak, ikut ronda. Kalau ada yang mengatakan bahwa masyarakat Samin commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
disini masih aneh, itu karena anti dengan orang Samin, terutama lurah, camat (bendoro-bendoro) dan keturunannya yang dulunya ngatok Belanda, jadi mereka memberi informasi yang menjelek-jelekkan orang Samin.46 Hal itu dibenarkan oleh Jakinem berikut ini: Masyarakat Dusun Jepang semasa saya menjadi kepala desa, membayar pajak paling awal, mereka lebih cepat tanggap, ada tarikan langsung bayar, tapi harus jelas, digunakan untuk apa. Keluguan dan keunikan masyarakat Samin yang menjadi bahan olok-olok masyarakat lain, misalnya: orang Samin itu kalau ditanya berapa anaknya, jawabnya dua, laki-laki dan perempuan, padahal diketahui anaknya lebih dari dua. Saat kita dipijit oleh seorang warga Dusun Jepang, selama kita diam sang pemijat pun tidak berhenti. Ketika ditanya kenapa tidak berhenti, pemijat itu menjawab, karena tidak ada yang menyuruh berhenti.47 Sikap yang ditunjukkan masyarakat Samin tersebut, niscaya sulit dipahami oleh masyarakat lain, bahkan jika ada seseorang yang bertingkah laku aneh akan dianggap “nyamin”. Prinsip-prinsip
ajaran
Samin
Soerosentiko,
pada
hakekatnya
menyangkut nilai-nilai kehidupan manusia yang sempurna dan juga kehidupan manusia yang tidak sempurna. Ajaran itu digunakan sebagai pedoman bersikap dan bertingkah laku atau perbuatan-perbuatan manusia, khususnya orang Samin agar selalu hidup dengan baik dan jujur, untuk anak 46
Ngatok adalah orang pribumi yang menjadi antek-antek atau pegawai Belanda. Wawancara dengan Sumiran, tanggal 7 Mei 2007. 47 Wawancara dengan Jakinem, tanggal 17 Mei 2011.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
keturunan kelak. Ajaran Samin ini meliputi ajaran ojo drengki, srei, dahwen, kemeren, tukar padu, kedhog colong, begal, kecu aja dilakoni, apa maneh kutik jupuk, nemu wae emoh.48 Sepeninggal Ki Soerokarto Kamidin pada tahun 1986, Mbah Hardjo Kardi
yang
meneruskan
kepemimpinannya.
Berbeda
dengan
para
pendahulunya, yang selalu menciptakan strategi perlawanan dengan merumuskan ajaran, bersemedi dan menyebarkannya kepada orang lain. Mbah Hardjo Kardi lebih banyak melakukan langkah-langkah kompromis dengan berbagai pihak, lebih terbuka dengan masyarakat luar, dia berpegang pada prinsip “asal untuk kebaikan dan untuk persaudaraan”. Banyak masyarakat yang dating kerumah Mbah Hardjo Kardi, bahkan para pejabat dan tamu luar negeri. Mbah Hardjo Kardi, selalu berusaha menjaga ajaran leluhurnya, berpegang pada empat pedoman, yaitu: merah sebagai makna sandang pangan, hitam untuk kesenangan, kuning untuk pedoman tingkah laku dan putih untuk dasar. Pedoman tersebut dijabarkan menjadi empat bagian,49 keempat pedoman tersebut terbagi dalam delapan pedoman yang berlainan sifatnya, bagi masyarakat Samin hendaknya menggunakan pedoman yang baik dan menghindari yang buruk. Kedelapan pedoman itu berkaitan dengan
48
Maksudnya adalah sebagai orang jangan iri, jangan bertengkar, mencuri, merampok, menemukan sesuatu saja tidak diambil apalagi mengambil secara sengaja. (wawancara dengan Hardjo Kardi, tanggal 1 Februari 2011). 49 Pemkab Bojonegoro, Op.Cit, hlm 4-5.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
tingkah laku masyarakat dalam menggunakan indranya, yaitu Panggranda (indra pembau), ada pembau baik dan jelek, Pangrasa (indra perasa), ada rasa baik dan jelek, Pangrungon (indra pendengar), mendengar yang baik dan jelek, Pangawas (indra penglihatan), melihat yang baik dan jelek, dalam pedoman tersebut hendaknya manusia selalu bertingkah laku yang baik dan menghindari yang jelek. Di dalam mengembangkan pedomannya, Mbah Hardjo Kardi menanamkan kepada masyarakat untuk selalu bertingkah laku yang baik agar hidup senang, jika berbuat jelek akan mendapat kesengsaraan. Kehidupan masyarakat Samin Dusun Jepang mencerminkan sikap hidup masyarakat pedesaan yang sederhana bergantung pada pertanian. Hal yang mencolok dalam kehidupan sosial-budaya masyarakat Samin adalah kesederhanaan, kejujuran dan gotong royong antar warga masyarakat. Mereka mempunyai pedoman hidup tertentu yang harus dipedomani oleh setiap individu agar tidak terjadi goncangan-goncangan dalam masyarakat. Pedoman tersebut berupa ajaran-ajaran yang diterima dari leluhurnya, dari mulut ke mulut dan turun temurun. Ajaran tersebut tidak dibukukan melainkan dipahami, diresapi dalam hati dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Ajaran mereka menitikberatkan pada kejujuran dan kebenaran dalam bertingkah laku, baik secara terang-terangan maupun samar-samar. Untuk dapat melakukan kejujuran dan kebenaran seseorang harus menjauhkan diri dari hal-hal yang dilarang, misalnya: sombong, iri hati, cemburu, berjudi dan mengambil barang orang lain yang tercecer di jalan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
Selain itu, hal yang mencolok terlihat pada setiap masyarakat Samin adalah kegotong royongan. Gotong royong adalah sebuah kegiatan yang dilakukan bersama-sama, secara sukarela untuk mengerjakan sesuatu. Sikap gotong royong ini masih tampak sampai sekarang, pada masa modern seperti sekarang jarang sekali kelompok masyarakat yang masih mempertahankan sikap gotong royong dan kebersamaan seperti yang ada di Dusun Jepang, disebut dengan istilah “sambatan”. Jika ada penduduk yang sedang mempunyai hajatan atau pekerjaan yang membutuhkan banyak tenaga, maka masyarat Samin akan membantu dengan sukarela tanpa mengharap imbalan. Seperti yang diungkapkan Sumiran: Sewaktu saya sedang membangun rumah, sebenarnya saya hanya membutuhkan 5 orang, tetapi yang dating lebih dari 20 orang, sehingga pekerjaan ini selesai lebih awal. Mereka akan membantu dengan sukarela meski hanya diberi makan satu piring. Itu masih ada sampai sekarang dan sikap gotong royong ini yang membedakan Dusun Jepang dengan dusun yang lain. Begitu juga dengan pekerjaan lain, semua akan dilakukan dengan sambatan (cara gotong royong dalam masyarakat Samin, jika ada warga yang memerlukan bantuan, mereka akan bersama-sama mengerjakannya tanpa ada imbalan, hanya diberi makan saja).50 Hal lain yang menarik dalam masyarakat Samin Dusun Jepang adalah perkawinan dan kematian. Sebagaimana pada masyarakat Jawa lainnya, masyarakat Samin mempunyai tujuan hidup yang tercermin dalam ajaran dan tingkah laku sehari-hari. Tujuan hidup mereka dirumuskan dalam dua tujuan pokok, yaitu: pertama, cukup sandang, pangan dan papan, sedang yang kedua 50
Wawancara dengan Sumiran, tanggal 9 Mei 2011.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
adalah perkawinan. Kedua tujuan tersebut diungkapkan dalam semboyan, cukup sandang pangan sikap rabi, yaitu orang hidup yang penting terpenuhi pakaian, makan, rumah dan nafsu seksual.51 Perkawinan dalam masyarakat Samin adalah satu tujuan dalam hidup ini, mereka meyakini bahwa dengan perkawinan kelangsungan hidup mereka akan terjaga. Di dalam perkawinan masyarakat Sami nada beberapa tahapan, yaitu: 1) perjodohan antar orang tua, 2) pelamaran, 3) magang, 4) kerukunan, 5) adang akeh. Prosesi yang membedakan perkawinan masyarakat Samin dengan masyarakat lain adalah tahap magang, hingga adang akeh. Di dalam tahap magang, pihak pria nyuwita (mengabdi) di rumah pihak wanita dengan batas waktu tidak ditentukan, sampai terjadinya kerukunan atau hubungan suami istri, adat inilah yang sering diperolokkan oleh pihak lain, masyarakat Samin dianggap kumpul kebo dan tidak beragama. Setelah terjadinya kerukunan, maka akan dilakukan adang akeh, yaitu berkumpulnya seluruh warga untuk makan bersama. Ada dua hal yang berbeda dalam adang akeh, yaitu tidak ada tarup (tenda perkawinan) dan tidak menerima buwuhan52 berupa uang.
51
Hasan Anwar, “Upacara Perkawinan Masyarakat Samin, Desa Margomulyo, Jawa Timur, dalam Dialog edisi Maret 1979”, hlm 35. 52 Sumbangan. Masyarakat Samin tidak menerima sumbangan dalam bentuk uang pada saat hajatan dilangsungkan, mereka hanya menerima sumbangan berupa barang, mereka mengatakan bahwa, jika membawa barang bisa langsung dimasak, tetapi mereka akan menerima sumbangan berupa uang, jika diberikan jauh-jauh hari, minimal 1 minggu sebelum hari hajatan dilaksanakan. (wawancara dengan Sutikno, tanggal 31 Januari 2011).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
Membahas tradisi perkawinan Samin, secara garis besar tercantum dalam buku serat pikukuh kasajaten, buku perihal pengukuhan kehidupan yang sejati. Isi buku ini ditulis dalam bentuk puisi tembang macapat. Ajaran tentang perkawinan terdapat dalam bait tembang pangkur, berikut ini: Saha malih dadya garan, Anggegulang gelunganing pambudi, Memangun tetraping widya, Kesampar kasandhung dugi prayogantuk, Ambudya atmaja tama, Mugi-mugi dadi kanthi. Artinya: adalagi yang menjadi pegangan, yaitu melatih diri pribadi berbuat kebajikan, membangun rumah tangga (perkawinan), mengetrapkan ilmu pengetahuan yang benar, walaupun tersepak kesana kemari, mendapatkan anak yang diinginkan, semoga menjadi kenyataan.53 Prosesi perkawinan dalam masyarakat Samin mempunyai beberapa tahapan, antara lain: perjodohan, lamaran, magang, kerukunan dan adang akeh (kesaksian). Dalam tahap-tahap tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Perjodohan Perkawianan ini terjadi antara sesame anggota masyarakat Samin pada suatu dusun atau desa. Peraturan yang digunakan dengan tata cara masyarakat Samin. Apabila ada perkawinan dengan orang yang berasal dari luar komunitas Samin, maka dia tidak dianggap lagi sebagai anggotanya. Orangtua laki-laki memandang jika anak lelakinya sudah bisa mengerjakan sawah 53
Suripan Hadi Utomo, Tradisi Dari Blora, Op.Cit, hlm 29.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
dan ladang, maka sudah waktunya dikawinkan, perjodohan orangtua laki-laki dan perempuan dilakukan jika telah terjadi persetujuan, maka dilakukan pelamaran.
b. Lamaran Lamaran dilakukan pihak laki-laki kepada pihak perempuan. Dalam lamaran ini terjadi dialog antara pelamar dan pihak yang dilamar, seperti berikut: Pelamar : “nopo bener diko gadah turun wedhok, pangaran si…..? Wis ditakokno wong during? La nek anakku seneng piye? Nek iku dirabi anak kulo pangaran….., enthuk nopo mboten?” Pihak dilamar : “ yo, kono setuju, kene setuju, lan tenanan ora dienggo dolanan? Saiki karek bocahe, gelem opo ora?” Artinya: Pelamar : “apa benar, anda punya anak perempuan namanya…..? Apa sudah dilamar orang lain? Kalau anak saya suka bagaimana? Kalau dia dikawinkan dengan anak saya namanya….., boleh?” Pihak dilamar : “ya, anda setuju, saya setuju dan sungguh-sungguh tidak dijadikan mainan? Sekarang tinggal anak saya, mau atau tidak?”54 Dari
dialog
tersebut
meskipun
perkawinan
melalui
perjodohan antar orangtua, tetapi pihak perempuan juga punya kesempatan untuk menerima lamaran atau tidak. Jika pihak perempuan suka dan bersedia dinikahkan, maka perkawinanakan
54
Wawancara dengan Hardjo Kardi, tanggal 31 Januari 2011.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
dilanjutkan pada proses selanjutnya. Apabila tidak menerima lamaran, maka perkawinan tidak bisa dilanjutkan. c. Magang Jika lamaran telah diterima, tahap selanjutnya adalah magang. Proses dimana, calon mempelai laki-laki tinggal dirumah calon mempelai perempuan untuk nyuwita atau mengabdi. Waktu magang ini tidak ditentukan berapa lama, hanya selesai setelah terjadinya kerukunan. Magangnya dapat terjadi dalam waktu singkat atau lama.
d. Kerukunan Jika kedua calon mempelai sudah saling cocok, pihak keluarga akan menanyakan apakah keduanya sudah melakukan kerukunan atau belum. Bagi masyarakat Samin zaman dulu, kerukunan harus ada, saat dimana telah terjadi hubungan suamiistri antara kedua calon mempelai. Apabila keduanya merasa cocok, maka proses selanjutnya akan dilaksanakan. Tetapi, jika keduanya tidak cocok, maka perjodohan dibatalkan meskipun sudah terjadi kerukunan. e. Adang Akeh atau Kesaksian Proses terakhir dalam tahapan perkawinan masyarakat Samin adalah upacara dan resepsi atau disebut adang akeh. dalam prosesi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
ini disaksikan seluruh warga, dilakukan di depan rumah, tanpa ada tarub atau tenda perkawinan, karena ini adalah cirri khas masyarakat Samin dalam perkawinan. Di dalam tradisi Samin, adang akeh ini dianggap sebagai bentuk gotong royong dan bermasyarakat, karena semua dikerjakan secara bersama-sama. Sebelum adanya program pernikahan massal tahun 1967, masyarakat Samin tidak pernah menggunakan lembaga pemerintah dalam hal ini Kantor Urusan Agama (KUA), karena masyarakat Samin masih tidak percaya terhadap lembaga pemerintah, masyarakat meyakini bahwa, hal itu hanya untuk mengambil iuran dari pernikahan yang dilakukan masyarakat Samin.55 Sebelum menggunakan cara Islam dan pemerintah, perkawinan masyarakat Samin hanya melalui persetujuan, orangtua, calon mempelai dan perwalian orangtua mempelai wanita. Seperti yang disampaikan Mbah Hardjo Kardi, berikut ini: Wong tuane dewe ki maleni wong wedhok, umpamane aku nduwe anak lanang, tanggaku nduwe anak wedhok, trus sing wedhok jawab ning bapakke lan ibu’e. la nek kuwi mengko pakke lan ibu’e wis daku, gelem yo didadekno, bar kuwi trus disheksekno wong akeh, wong tuwek-tuwek iki mau. Wali yo wali pakke maeng, nek bar keputusane mungkur lagek disekdeni adang akeh. nek ngono lak gak wali wakil, nek Islam lak wakil, nek saiki yo kur naib tok, nek aku gak. Artinya: orangtuanya ini wali pihak perempuan, seumpama aku punya anak laki-laki, tetanggaku punya anak perempuan, terus 55
Menjadi ciri masyarakat Samin, apabila ada penarikan iuran, harus jelas memberikan penjelasan, untuk apa iuran tersebut, berapa jumlahnya dan siapa yang menarik iuran, sehingga tidak menimbulkan salah pengertian, misalnya membayar pajak. Wawancara dengan Jakinem, tanggal 8 Mei 2011.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
yang perempuan bilang ke bapak dan ibunya, nanti bapak ibunya bilang bersedia, ya jadi. Setelah itu disaksikan orang banyak, orang tua-tua. Walinya adalah bapaknya, setelah selesai keputusan, baru disaksikan di perayaan. Kalau begitu tidak pakai wali wakil, kalau Islam wakil, kalau sekarang ya hanya naib saja, kalau aku tidak.56 Masyarakat Samin tidak mengenal poligami atau poliandri, sebab mereka sudah saling kukuh demen janji (memegang jani). Pada umumnya mereka bercerai akibat kematian. Kalau istri berbuat serong dan suka laki-laki lain, maka suami akan rela menyerahkan kepada laki-laki itu, saat menikah nanti, suamilah yang bertindak sebagai wali.57 Di dalam kematian, masyarakat Samin mengatakan bahwa orang yang meninggal dunia disebut salin sandangan. Mereka tidak menyebut mati, sebab sesuatu dikatakan mati berarti sesuatu itu punah atau habis sama sekali, tidak ada kelanjutannya. Roh orang yang meninggal dunia akan menjelma (menyusup) pada bayi yang baru lahir di dunia atau menjelma pada binatang. Menjelmanya roh kepada bayi (manusia) ataukah pada binatang tergantung tingkah laku perbuatannya semasa hidup di dunia. Apabila pada waktu hidupnya berlaku jujur, berbuat baik terhadap semuanya, maka kelak apabila meninggal dunia, rohnya akan menjelma pada manusia. Sebaliknya, apabila berlaku jahat dan curang, kelak rohnya akan menjelma pada binatang.58 Salin sadangan, bagi merek adalah bergantinya pakaian, badan jasmaniahnya di
56
Wawancara dengan Hardjo Kardi, tanggal 31 Januari 2011. Bambang Samsu, Op.Cit, hlm 29-30. 58 Hasan Anwar, Op.Cit, hlm 34. 57
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
kubur, hancur bercampur dengan tanah, sedangkan batiniahnya atau rohnya tetap hidup, kemudian akan menjelma kepada manusia atau binatang. Masyarakat Samin dalam mengubur mayat dikenal dengan glundung semprong atau orang yang meninggal dunia dikubur apa adanya. Artinya, jika ada seseorang yang meninggal, akan dikubur hanya dengan pakaian yang dipakai semasa hidupnya. Msayarakat Samin tidak mengenal hari baik, semua hari dianggap baik, sehingga tidak ada peringatan hari kematian. Seiring dengan sifat terbuka masyarakat Samin dan semakin berkembangnya ajaran Islam, tatanan perkawinan dan kematian telah mengalami perubahan. Pembaharuan yang dilakukan golongan muda Samin telah membawa perubahan cara pandang masyarakat Samin tentang kehidupan beragama.
D. Pengenalan Islam Di Lingkungan Masyarakat Samin Dusun Jepang Desa Margomulyo Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro Sebelum membahas tentang peranan golongan muda sebagai pembaharu dalam masyarakat Samin. Perlu adanya pemaparan tentang awal mula Islam di masyarakat Samin. Hal itu dimaksudkan agar tergambar perkembangan Islam dari awal hingga pemuda Samin memiliki peran yang besar dalam perkembangan Islam. Kata agama menurut orang Samin tidak diartikan sebagai suatu keyakinan atau kepercayaan yang diyakini dan dipedomani untuk mendapat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
kebahagiaan secara lahir dan batin, dunia dan akhirat, melainkan mereka artikan dari bahasa menurut pengertian mereka sendiri. Kata agama menurut mereka berasal dari agem, yang artinya alat kelamin laki-laki. Banyak istilah keagamaan khususnya Islam diartikan dengan artian yang menjurus pada halhal atau perbuatan seksual.59 Tentang keyakinan terhadap Tuhan, masyarakat Samin Dusun Jepang mengatakan dengan tegas bahwa Tuhan itu tidak ada, karena dalam keyakinan mereka segala sesuatu yang tidak dapat diketahui dalam bentuk materi tidak ada diyakini. Tuhan menjadi ada karena ucapan tentang Tuhan. Mereka meyakini bahwa adanya Tuhan lantaran ucapannya sendiri, keyakinan ini dikenal dengan Manunggaling Kawula Gusti, bahwa Tuhan berada dalam diri manusia itu sendiri. Masyarakat Samin juga meyakini bahwa manusia adalah pengatur kehidupannya sendiri, seperti yang dikatakan Mbah Hardjo Kardi, berikut ini: Neng ageman adam kuwi, jenenge diarani yai karo putu, yai iku sing ngayai sak ben dinane awake, yai iku dudu mbah, yo sing wejang awake rino wengi iki. Putu iku menungso, sing iso ngekei putusan, sing isi njenakni opo-opo. Mulane enek yai, ora enek putu yo ora iso njenakno. Ki tek rino, etan, kulon,
59
Kata masjid, diartikan sebagai alat kelamin perempuan, sedangkan menurut ajaran Islam, masjid adalah tempat untuk bersembahyang dan melakukan kegiatan peribadatan lainnya. Kata sembahyang diartikan sebagai tindakan mengumpuli istri, sem adalah mesem (tersenyum) dan yang adalah menggerayang istri sebelum dikumpuli. Sedangkan menurut Islam, sembahyang adalah salah satu ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Demikian pula, kata kiamat diartikan sebagai puncak kenikmatan, sedangkan dalam Islam, kiamat berarti berakhirnya kehidupan dunia ini dan akan berganti dengan kehidupan lain. Hasan Anwar, “Pola Pengasuhan Anak Orang Samin Desa Margomulyo, Jawa Timur”, dalam Prisma edisi 10 Oktober 1979.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
sopo nek gak putu ki sing mutusi, putusan, yai karo putu ki imbangane. Artinya: dalam ageman adam namanya disebut yai dan putu, yai adalah pengatur setiap hari kegiatan diri kita, yai bukan kakek, dia adalah yang memberi kita siang malam. Putu itu manusia, yang bisa, member keputusan, yang member nama tiap makhluk, maka ada yai, tidak ada putu, tidak bisa menamakan, misalnya siang, timur, barat, siapa kalau bukan manusia, manusia itu yang memutuskan, yai dan putu seimbang.60 Seirama dengan perkembangan zaman, tradisi kecil Saminisme secara lambat tetapi pasti bergerak ke tradisi besar, yang sekarang disebut dengan tradisi Islam Jawa, yaitu Islam yang dalam tatanan pemahaman, sikap dan tindakan penganutnya berbeda dengan Islam di tempat lain atau dengan kata lain Islam yang bernuansa lokal. Terbentuknya tradisi Islam Jawa tidak terlepas dari peran para wali yang menyebarkan ajaran Islam dengan menggunakan pendekatan budaya, sehingga muncul sinkretisme antara Islam dengan kebudayaan Jawa, seperti yang dilakukan Sunan Kalijaga dan Sunan Bonang. Kehadiran Islam telah banyak membawa perubahan bagi kehidupan dan pola pikir masyarakat Samin. Kapan tepatnya Islam masuk ke lingkungan msayarakat Samin, atau kapan mulai terjadinya konvensi (perpindahan agama) masyarakat Samin ke Agama Islam, tidak terdapat catatan tertulis maupun lisan yang menerangkan tentang perubahan itu, karena orang-orang Samin tidak menganut agama tertentu dalam artian formal. Di lihat dari segi historis, sejak awal
60
Wawancara dengan Hardjo Kardi, tanggal 29 Januari 2011.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
perkembangannya, masyarakat Samin telah bersinggungan dengan Islam. Pertama, penggunaan nama Ki Samin Soerosentiko, awalnya bernama Kohar, yang berasal dari Bahasa Arab yang artinya gagah perkasa, merupakan salah satu Asma ALLAH, Asmaul Husna. Ayah Ki Samin Soerosentiko, yaitu Raden Surowidjojo adalah orang yang akrab dengan lingkungan ajaran Islam, hanya saja mereka hidup dalam lingkungan keluarga Islam Kejawen. Kedua, ajaran-ajarannya dipengaruhi Islam Kejawen, orang Samin lebih dekat dengan kaum abangan umumnya, ada beberapa mantra dan doa di lingkungan orang Samin yang yang kita kenal berasal dari ajaran Islam. Ketiga, kepercayaan terhadap Sunan Kalijaga sebagai pewaris Kerajaan Majapahit. Sunan Kalijaga dianggap moderat dan akomodatif, beliau menggunakan tradisi lokal dalam penyebaran Islam, sehingga Islam mudah dipahami. Agama Islam di Dusun Jepang dipeluk masih sebatas sebagai agama formal saja, belum menjadi pandangan dan pegangan hidup mereka. Agama Islam belum bisa dijalankan sesuai dengan syariat yang ditunjukkan dalam dalam Al-Quran dan Hadist nabi, seperti Islamnya kaum santri, sebuah istilah yang digunakan untuk menyebut pemeluk Islam murni dan ideal, sebagai pemeluk Islam yang taat. Agama Islam di Dusun Jepang masih disebut Islam Abangan, karena dalam pelaksanaan kegiatan keislaman masih tercampur dengan adat istiadat yang berasal dari tradisi besar Jawa, belum melaksanakan Islam seperti yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
Agama Islam dianut secara formal oleh masyarakat Samin, tampak jelas setelah awal Pemerintah Orde Baru menerapkan aturan, bahwa setiap warga negara Indonesia, wajib beragama. Sedangkan agama yang diakui pemerintah ada lima, yaitu: Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha, sehingga mau tidak mau setiap warga negara harus memeluk agama tersebut, tidak terkecuali masyarakat Samin, mereka secara resmi menganut agama Islam, bukan sebagai penganut ageman adam lagi. Selain itu, akibat Pemberontakan Gerakan 30 September 1965, masyarakat Samin terpaksa harus menerima salah satu agama resmi sebagai bukti bahwa mereka bertuhan dan sekaligus menepis anggapan orang yang menuduh mereka bagian dari PKI. Peristiwa 30 September 1965 tersebut menjadi awal terjadinya penerimaan terhadap agama-agama yang diakui pemerintah, selain itu adanya pemaksaan dari pemerintah kepada masyarakat Samin yang dianggap sebagai bagian dari PKI, karena sikap penganut ajaran Samin yang aneh dan tidak masuk akal. Seiring dengan keterbukaan mereka dengan dunia luar dan pengakuan terhadap pemerintah yang sah, dimana masyarakat Samin Dusun Jepang mengetahui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1960, mereka memilih Islam sebagai agama formal dengan beberapa alasan, yaitu: Pertama, seperti yang tersebut dalam akar historisnya, bahwa pemimpin Samin dekat dengan lingkungan Islam dan mengambil beberapa ajaran Islam sebagai landasan berpijak, generasi berikutnya lebih akrab dengan ajaran Islam dibanding commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
agama lain. Kedua, secara geografis desa-desa di lingkungan Dusun Jepang dikelilingi oleh masyarakat yang beragama Islam, meski berkategori abangan, karena sering melakukan kontak sosial, interaksi dan komunikasi dengan masyarakat daerah sekitarnya, sehingga Islam tidak asing bagi masyarakat Samin. Ketiga, ajaran Samin tidak melarang pengikutnya mengikuti ajaran lain, yang penting tidak bertentangan dengan ajaran Samin dan mempunyai tujuan kebaikan.61 Masyarakat Samin memandang agama dalam arti keyakinan dan kepercayaan semua adalah sama, yaitu semua agama mempunyai tujuan baik. Keempat, dakwah Islam mulai masuk ke masyarakat Samin yang diperkenalkan oleh Departemen Agama RI dan tokoh agama dari daerah sekitar, terutama setelah Pemberontakan 30 September 1965. Selain itu tidak semua masyarakat Dusun Jepang sebagai pengikut ajaran Samin, meskipun juga tidak tampak sebagai pemeluk Islam yang taat.62 Keberadaan penganut fanatik Samin dapat dilihat pada banyaknya penganut Samin yang bertempat tinggal di bagian timur yang dibatasi oleh jalan dusun. Di daerah ini geografisnya berupa tanah ledokan yang jalannya sulit dilalui, banyak tinggal golongan tua sebagai penganut setia ajaran Samin. Selanjutnya pada tahun 1960, Dusun Jepang sudah memiliki sebuah langgar yang dikelola oleh Suprapto. Beliau mengajarkan pengetahuan dasardasar Islam dan cara membaca Al-qur’an, kepada anak-anak usia sekolah di
61 62
Fatekhul Mujib, Op.Cit, hlm 220. Ibid, hlm 221.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
Dusun Jepang. Namun, keberadaan dan perkembangannya mulai menghilang setelah Suprapto pergi ke luar Jawa pada tahun 1964.63 Perkembangan agama Islam yang masih pasang surut tersebut dikarenakan beberapa alasan, antara lain: 1) pengajar tidak ada, 2) sebagian besar murid Suprapto yang mengikuti kegiatan keagamaan sudah besar dan menikah, setelah itu mereka tidak mengikuti bahkan mengajarkan kegiatan keagamaan lagi, karena lebih banyak melakukan pekerjaan untuk menghidupi keluarga. Kondisi yang vakum ini berlangsung sampai tahun 1980. Mengembangkan agama Islam dalam kehidupan masyarakat Samin, juga dilakukan oleh pemerintah. Pada tahun 1967, melalui program perkawinan massal yang melibatkan golongan tua Samin. Golongan tua Samin tidak pernah mau mencatatkan perkawinan di kantor pemerintah atau KUA, karena mereka menganggap itu hanya untuk memungut biaya. Masyarakat Samin dikenal sebagai komunitas yang menolak membayar dengan uang. Dengan perkawinan golongan tua ini diharapkan dapat diikuti generasi selanjutnya, dengan menggunakan cara Islam. Sebenarnya, perkawinan massal pada tahun 1967 tersebut ditentang oleh golongan tua masyarakat Samin, karena menggunakan biaya. Tetapi, setelah mendapat
63
Suprapto terlahir di Bangilan, Tuban. Bukan keturunan Samin, beliau pindah ke Dusun Jepang mengikuti paman dan bibinya. Langgar yang dikelolanya bernama Al-Huda, didirikan atas inisiatif dan kerjasama dengan naib Ngraho, Dul Wakhid, sebagai wakil Departemen Agama. Berdasar latar belakang daerah kelahirannya, cukup beralasan bagi Suprapto menjadi perintis masuknya Islam di Dusun Jepang. Bangilan, Tuban merupakan daerah yang berbasis pondok pesantren. Beberapa murid Suprapto adalah Sumiran, M.Miran, Tamin, Kusdi dan lain-lain. Wawancara dengan Warman, tanggal 11 November 2010.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
penjelasan dan pendekatan yang persuasif, masyarakat Samin menerima program tersebut. Seperti yang disampaikan oleh Mbah Hardjo Kardi, berikut ini: Taun ’67, wektu kon mbayar telung ngatus repes, la kae iku minongko wakilan. Iku jareku butuhe naib, trus dianakno bareng-bareng, trus yo entuk surat kawin. Yo sak jane iku srodok dipekso. Nek barang peksonan iku ora kenek, ora apik tur ora oleh, tapi jare iku program pemerintah, yo dituruti. Artinya: tahun 1967, waktu itu disuruh membayar tiga ratus rupiah. Itu karena wakil. Menurut saya itu kebutuhan naib, kemudian diadakan bersama-sama, dan dapat surat nikah. Sebenarnya itu sedikit dipaksa. Kalau paksaan itu tidak bisa, tidak baik dan tidak boleh, tapi katanya program pemerintah, ya dituruti.64 Pada tahun 1980, kegiatan keislaman mulai tampak lagi, kegiatannya berupa belajar membaca Al-qur’an dan ceramah tentang dasar-dasar Islam, namun kegiatan ini hanya ala kadarnya dan belum memperlihatkan kemajuan. Hal ini disebabkan pengajarnya hanya 2 orang, yaitu Mariaman dan Tamin, Tamin adalah pemuda asli Dusun Jepang yang seusia dengan M.Miran, pada tahun 1985 pindah Lampung, sedang Mariaman adalah pemuda yang berasal dari Pojok, Ledean, Magetan, pindah ke Dusun Jepang mengikuti pamannya, tapi pada tahun 1985 kembali ke Magetan,65 sehingga praktis kegiatan keagamaan Islam di Dusun Jepang terhenti kembali. Pada tahun 1986, langgar yang dulu dikelola Suprapto dipindah ke tengah-tengah dusun.66 Hal ini
64
Wawancara dengan Hardjo Kardi, tanggal 31 januari 2011. Wawancara dengan M.Miran, tanggal 10 Mei 2011. 66 Pada tahun 1986, ada kunjungan gubernur Jawa Timur pada saat itu dalam rangka meninjau komunitas masyarakat adat, sehingga langgar dipindah ke bagian tengah dusun. 65
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
bertujuan agar semua warga bisa menggunakan langgar tersebut, karena letaknya di tengah. Tetapi, meski sudah dipindah di tempat yang strategis, kegiatannya masih vakum. Karena memang ketiadaan pengajar yang mampu mengajar, mengingat M.Miran masih belajar di pondok. Islam di Dusun Jepang pada awal perkembangannya masih mendapat cibiran dari masyarakat, khususnya golongan tua Samin, karena menganggap pengajar atau guru keagamaan yang mengajarkan Islam masih terlalu kecil dan seusia atau seangkatan dengan anak-anak yang lain, sehingga banyak orangtua yang melarang anaknya untuk belajar Agama Islam. Meskipun demikian, masyarakat Samin Dusun Jepang, mulai mendapat pengetahuan agama Islam, walaupun masih dalam taraf kenal, belum ada yang secara rutin mengamalkan ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini karena tidak adanya tokoh agama yang berpengalaman, berpengetahuan luas dan mengabdikan diri untuk kepentingan dakwah.
Langgar itu ada kegiatan keagamaannya ketika M.Miran pulang dari pondok tiap tahunnya untuk mengisi liburan selama puasa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
BAB III PARTISIPASI GOLONGAN MUDA DALAM PERKEMBANGAN AGAMA ISLAM PADA MASYARAKAT SAMIN DUSUN JEPANG DESA MARGOMULYO KECAMATAN MARGOMULYO KABUPATEN BOJONEGORO
A. Faktor
Munculnya
Partisipasi
Golongan
Muda
Dalam
Perkembangan Agama Islam Masyarakat Samin Dusun Jepang Desa
Margomulyo
Kecamatan
Margomulyo
Kabupaten
Bojonegoro
Perubahan pada suatu masyarakat, dimulai dengan terjadinya perubahan pada lembaga-lembaga yang terdapat pada masyarakat tersebut. Terdapat dua masalah yang berkaitan dengan perubahan itu, yaitu: 1) mengenai faktor-faktor di dalam perubahan, dan 2) kelompok sosial yang menjadi pelopor perubahan.1 Suatu perubahan dalam pembangunan masyarakat desa, pada dasarnya berlandaskan pada keterikatan dan interaksi antara tiga kekuatan, yaitu: 1) kekuatan internal yang ada dalam masyarakat desa, 2) kekuatan eksternal, terutama yang datang dari arus globalisasi dan 3) adanya program-program pembangunan pemerintah. Kekuatan-kekuatan internal, baik cultural maupun strukturalnya cenderung merupakan kekuatan 1
Soerjono Soekanto, Teori Sosiologo Tentang Perubahan Sosial (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1993), hlm 31.
commit to user 73
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
statis
dan
sering
dianggap
sebagai
faktor
penghambat
perubahan
pembangunan. Namun demikian, kekuatan ini sangat menentukan pola adaptasi masyarakat desa terhadap pengaruh-pengaruh luar. Kekuatan luar yang terjadi saat ini, umumnya dirumuskan dengan “arus globalisasi”, yang berintikan sistem kapitalis, merupakan kekuatan pengubah yang sangat besar bagi proses perubahan yang terjadi di desa. Kekuatan luar lainnya adalah terutama kekuatan yang diwakili pemerintah umumnya lebih memihak kepada ideology yang terkandung dalam arus globalisasi.2 Guna mengetahui suatu perubahan dalam masyarakat Samin, perlu diketahui sebab-sebab atau faktor yang mengakibatkan terjadinya perubahan itu. Apabila diteliti lebih mendalam, apa sebabnya dapat terjadi perubahan dalam masyarakat. Sesuatu yang diubah, mungkin dengan sadar atau tidak dengan sadar oleh masyarakat itu karena dianggap sudah tidak memuaskan adanya. Adapun sebabnya, masyarakat tidak puas lagi pada suatu faktor, mungkin karena suatu faktor baru yang lebih memuaskan sebagai ganti dari faktor lama. Mungkin juga bisa masyarakat mengadakan perubahan itu karena terpaksa, untuk menyesuaikan suatu faktor dengan faktor-faktor lain yang sudah mengalami perubahan terlebih dahulu.3
2
Rahardjo, Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian (Yogyakarta: Gajahmada University Press, 1999), hlm 185. 3 Soerjono Soekanto, Op.Cit, hlm 247.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
Demikian halnya dengan partisipasi golongan muda Samin di Dusun Jepang dalam berbagai perubahan terjadi, tidak terlepas dari adanya berbagai faktor yang melingkupinya, antara lain faktor dari dalam dan faktor dari luar. Adapun faktor-faktor yang menjadi sebab mulculnya partisipasi golongan muda dalam mengembangkan agama Islam adalah: a.
Faktor internal (dari dalam masyarakat sendiri) Faktor dari dalam masyarakat Samin yang mendasari golongan muda
untuk mengembangkan agama Islam adalah (1) pola pikir masyarakat Dusun Jepang yang telah berubah, yaitu adanya sikap mau membuka diri dan mau menerima kebudayaan dari luar; (2) Secara pelan-pelan masyarakat Samin menunjukkan sikap toleransi; (3) mulai menerima beberapa program pemerintah, misalnya pendidikan, keluarga berencana, membayar pajak dan melaksanakan perkawinan di Kantor Urusan Agama (KUA).4 Keterbukaan masyarakat Samin berawal dari pola kepemimpinan Mbah Hardjo Kardi yang lebih bersikap kooperatif dibandingkan dengan pola kepemimpinan para pendahulunya yang lebih banyak menentang peraturan pemerintah. Selain karena perubahan pemikiran golongan tua yang terbuka terhadap budaya luar, pola pikir golongan muda juga mengalami perubahan,
4
Sepeninggal Ki Soerokarto Kamidin pada tahun 1986, kepemimpinan Samin diberikan kepada Mbah Hardjo Kardi. Dimana pola kepemimpinan Mbah Hardjo Kardi lebih terbuka terhadap pengaruh luar, hal ini memudahkan golongan muda untuk terus mengembangkan ajaran Islam ditengah masyarakat Samin, meskipun Mbah Hardjo sendiri masih tetap mempertahankan keyakinannya bahwa ajaran Samin yang paling baik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
perubahan ini menjadi perintis berkembangnya agama Islam, golongan muda Samin dalam hal ini adalah M.Miran5 dan Sumiran.6 Telah terjadi kontak antara golongan muda Samin tersebut dengan masyarakat luar. M.Miran telah berinteraksi dengan berbagai lapisan masyarakat dari berbagai daerah setelah melanjutkan pendidikan di Pondok Pesantren Pabelan, Magelang, Jawa Tengah, sedangkan Sumiran banyak berinteraksi dengan masyarakat luar ketika melanjutkan pendidikan di sebuah sekolah di Ngawi. Pendidikan yang diperoleh masyarakat Samin selama bersekolah baik pengetahuan umun maupun agama telah memberi pengaruh besar bagi transformasi pengetahuan mereka. Adanya interaksi yang terjadi antara golongan muda Samin, dengan masyarakat di luar daerahnya, menyebabkan berubahnya sudut pandang golongan muda terhadap ajaran Samin, mereka menganggap ajaran Samin sudah tidak relevan lagi untuk dikaji. Bahkan
5
M.Miran adalah anak dari Ronokarto dan Rasemi, M.Miran lahir pada 26 Juli 1966 di Bojonegoro. Riwayat pendidikannya adalah SD Jepang lulus tahun 1979, kemudian melanjutkan studi di Pondok Pesantren Pabelan, Magelang, Jawa Tengah. Selama belajar agama di Pondok Pesantren ini, dia juga menempuh studi MTs di Grabag, Magelang lulus tahun 1985. Selanjutnya melanjutkan di Aliyah Temanggung, Magelang lulus tahun 1988, bersamaan dengan selesainya mondok. Selanjutnya menempuh studi di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbinyah (STTI) Karya Pembangunan, di Ngawi lulus tahun 1997. Dia merupakan warga Dusun Jepang Pertama yang mengenyam pendidikan di Perguruan Tinggi. Seorang yang mempunyai tekad dan niat yang kuat untuk mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya, demi kemajuan hidup, meskipun ekonominya kurang mampu. 6 Sumiran lahir pada tanggal 8 Juni 1965, anak seorang petani yaitu Sunoto dan Suminem. Setelah mengikuiti seleksi untuk mendapat beasiswa, ia memperoleh peringkat pertama, tetapi ia gagal berangkat ke Pondok Pesantren, karena dilarang orangtua. Selanjutnya ia tetap melanjutkan sekolahnya di SMP lulus tahun 1981 dan SMEA lulus tahun 1984, semuanya ditempuh di Ngawi. Dia adalah lulusan SMA pertama di Dusun Jepang. Selalu bertekad untuk maju dan mengembangkan diri, selalu mau belajar. Dia adalah teman berdakwah bagi M.Miran, dia menikah dengan Muyasaroh yang berasal dari daerah santri, yaitu Balen tahun 1997 dan dikaruniai seorang putri.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
secara lambat laun, bagi pemuda keturunan Samin, keyakinan terhadap ajaran leluhurnya sudah tidak seperti orangtua mereka. Golongan muda Samin telah mempelajari budaya lain, yaitu agama Islam dan berusaha menepis ajaran Samin yang diberikan oleh orangtua mereka. Golongan muda Samin merasa tidak bisa lagi terus menerus mengikatkan diri pada ajaran Samin. Tekad kuat yang dimiliki oleh golongan muda Samin tersebut, seperti yang disampaikan oleh M.Miran berikut ini: Dulu sewaktu saya mendapatkan beasiswa melanjutkan pendidikan di Pondok Pesantren, orangtua saya keberatan, karena jaraknya jauh. Tapi karena tekad dan niat saya untuk melanjutkan dan mendapat pendidikan lebih tinggi, agar kehidupan lebih maju, akhirnya orangtua saya mengerti dan mengijinkan saya berangkat. Beruntung saya mendapatkan beasiswa, karena memang kondisi orangtua saya kurang mampu. Ketika mendapatkan kesempatan bersekolah dengan beasiswa, maka saya bertekad untuk maju.7 Tampak jelas bahwa, tekad untuk terus maju dan sikap lebih terbuka berasal dari keinginan masyarakat muda Samin sendiri. Hal ini dilakukan untuk memperoleh kemajuan dalam kehidupan mereka di masa yang akan datang, seperti yang akan disampaikan Sumiran berikut ini “meskipun saya tidak diperbolehkan orangtua melanjutkan sekolah di Pondok Pesantren seperti M.Miran, tapi
saya tetap berkeinginan untuk bersekolah. Saya
melanjutka SMP dan SMA di Ngawi, biar lebih baik.”8
7 8
Wawancara dengan M.Miran, tanggal 16 Mei 2011. Wawancara dengan Sumiran, tanggal 17 Mei 2011.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
Tekad dan keinginan yang dimiliki golongan muda Samin untuk mendapat pendidikan lebih tinggi berbeda dengan sikap dan keyakinan golongan tua Samin, bahwa bersekolah cukup dengan orangtua saja, dengan mempelajari pelajaran hidup. Lambat laun kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pendidikan semakin tinggi, meskipun dengan kondisi ekonomi yang masih rendah. b.
faktor eksternal (luar masyarakat Samin) Faktor dari luar masyarakat Samin yaitu (1) terjadinya kontak dengan
budaya luar; (2) meningkatnya tingkat pendidikan; (3) perkembangan penduduk; (4) adanya interaksi sosial; (5) adanya peran tokoh masyarakat, agama dan perangkat desa, yaitu lurah; (6) berkembangnya dakwah Islam. Sejak Indonesia berada di bawah pemerintahan Orde Baru, terjadi berbagai perubahan dalam kehidupan masyarakat secara politik, ekonomi, budaya dan agama. Pemerintah Orde Baru menyusun berbagai kebijakan baru yang bertujuan untuk menstabilkan kehidupan berbangsa dan bernegara. Di dalam pembinaan dan perencanaan kehidupan beragama, khususnya masyarakat adat dan
terpencil,
pemerintah
melibatkan
tiga
komponen
dalam
pengembangannya, yaitu: 1) perencana (policy makers), 2) agents, 3)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
masyarakat yang dijadikan sasaran (adopters).9 Demikian halnya dengan kehidupan masyarakat Samin, Dusun Jepang Desa Margomulyo, Kecamatan Margomulyo, Kabupaten Bojonegoro. Sebagai komunitas adat terpencil, masyarakat Samin mendapat perhatian khusus dari pemerintah Orde Baru, khususnya semenjak adanya peristiwa 30 September 1965, masyarakat Samin telah mengalami perubahan, perubahan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan. Terdapat dua golongan dalam masyarakat Samin yaitu, golongan tua dan golongan muda. Golongan muda Samin memberikan banyak peran penting bagi perubahan masyarakat menuju masyarakat yang terbuka dan lebih maju. Indonesia merupakan sebuah negara yang berlandaskan Pancasila, dengan berpegang pada prinsip Bhinneka Tunggal Ika, yang mempunyai arti bahwa berbeda-beda tetap satu jua. Pengertian prinsip ini adalah Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa, agama, adat istiadat dan kepercayaan tetap merupakan satu kesatuan yang disatukan oleh dasar falsafah negara yaitu Pancasila, sehingga tidak berdasar pada agama tertentu, tetapi memberikan kesempatan kepada berbagai keyakinan untuk tumbuh dan berkembang, asalkan tidak melanggar nilai-nilai persatuan yang terkandung dalam Pancasila.
9
Sjafri Sairin, Perubahan Sosial Masyarakat Indonesia (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm 254.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
Masalah-masalah keagamaan yang diatur dalam Perundang-undangan dilaksanakan pemerintah melalui Departemen Agama. Masalah agama atau kehidupan beragama di Indonesia, selain dijamin dalam pasal 29 UUD 45 juga dijamin dalam TAP MPRS No. XXVII/MPRS/1966 yang berisi tentang agama, pendidikan dan kebudayaan. Di dalam ketetapan tentang agama ditetapkan bahwa pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah, mulai dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi. Di dalam ketetapan tentang pendidikan, bertujuan untuk mempertinggi mental, moral, budi pekerti dan memperkuat keyakinan beragama. Di dalam ketetapan tentang kebudayaan, yaitu tujuan pembangunan, mental, agama dan kerohanian dalam tahap pertama ini adalah melancarkan realisasi sosialisme Indonesia.10 Peristiwa September 1965 mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kebijakan yang diambil oleh pemerintah Orde Baru. Masyarakat harus segera menentukan agama yang dianut agar tidak disebut pemberontak, termasuk masyarakat-masyarakat adat atau suku terasing yang memiliki kepercayaan sendiri. Ketetapan lain yang mengatur tentang pengembangan kehidupan bangsa dan bernegara adalah TAP MPRS No. XVIII/MPRS/1966, yaitu tentang kesejahteraan sosial yang salah satu isinya adalah supaya diintensifkan rehabilitasi penderita cacat, lembaga sosial desa dan
10
248-250.
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia (Jakarta: LSiK, 1999), hlm
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
pemasyarakatan suku-suku terasing.11 Demikian halnya dengan masyarakat Samin, ketetapan-ketetapan MPRS tersebut telah memberikan dasar hukum yang kuat bagi pelaksanaan dan pembinaan bagi masyarakat Samin. Kelompok masyarakat Samin adalah salah satu masyarakat terasing yang dimiliki Indonesia, sehingga pembinaan dan pengembangan menuju masyarakat yang sejahtera menjadi sasaran pemerintah yang dilaksanakan melalui Departemen Agama. Selain itu pandangan hidup masyarakat Samin yang cenderung menganut konsep sosialis-komunis menyebabkan pemerintah melaksanakan program pembinaan beragama bagi masyarakat Samin. Setelah meletusnya pemberontakan 30 September 1965, pemerintah Orde Baru melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Menetapkan Pancasila sebagai pusat ideologi, sehingga tidak ada lagi ideologi lain yang dapat berkembang. Pemerintah memandang perlu melakukan pembinaan dan pengembangan kepada kelompok masyarakat atau individu yang mempunyai ideologi selain Pancasila. Penetapan Pancasila sebagai satu-satunya ideologi di Indonesia, pemerintah telah mengarahkan masyarakat untuk menganut agama atau kepercayaan yang diakui pemerintah. Nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila adalah pancaran jiwa bangsa Indonesia yang religius dan kehidupan rohaniah yang tinggi, isinya serasi dengan ajaran agama-agama yang dianut
11
K. Wantjik Saleh. Kitab Himpunan Lengkap Ketetapan MPRS/MPR/1960-1978, dalam Mamik Tri Retnaningtyas, Ibid, hlm 65.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
oleh bangsa Indonesia dan sejahtera dengan kehidupan bangsa sampai sekarang, dengan ciri kehidupan modern. Nilai ini termaktub dalam sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini mengandung makna, adanya hubungan antara Pancasila dan agama. Masyarakat mempunyai kesempatan untuk menjalankan ajaran agamanya dengan jaminan Pancasila, negara Indonesia bukan negara agama, tetapi agama-agama dapat hidup dan berkembang pesat dengan perhatian dari pemerintah melalui berbagai pembinaan dan pengembangan ajaran agama, meskipun negara Indonesia bukan sebagai negara sekuler. Pelaksanaan,
pembinaan
dan
pengembangan
ajaran
agama
dilaksanakan pemerintah melalui Departemen Agama, sebagai pengendali dan pengarah kegiatan keagamaan dan pembangunan bidang agama. Pedoman kerja Departemen Agama terdiri dari hal-hal berikut: 1) menetapkan ideologi Pancasila di kalangan umat beragama, 2) memantapkan stabilitas dan keamanan nasional dan 3) meningkatkan partisipasi umat beragama dan pembangunan nasional serta mantapnya persatuan dan kesatuan bangsa. Berdasarkan pedoman tersebut, ditetapkan kebijakan program pembangunan 5 tahun, meliputi; 1) bimbingan kehidupan beragama, 2) kerukunan hidup beragama, 3) pendidikan beragama, 4) pembinaan badan-badan peradilan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
agama, 5) kegiantan lintas sektoral, 6) peningkatan sarana kehidupan beragama dan 7) pembinaan aparatur dan sarana fisik.12 Selain ketetapan dan kebijakan pemerintah tentang kehidupan beragama, faktor lain yang menyebabkan munculnya partisipasi golongan muda adalah pemberian beasiswa kepada masyarakat Dusun Jepang. Di dalam pelaksanaan program di Dusun Jepang, perlu ada pengembangan pendekatan untuk mempelancar dan tercapainya tujuan pemerintah. Kondisi masyarakat Samin yang terisolir, tertutup dan terbelakang menyebabkan pelaksanaan program pemerintah memerlukan kader yang berasal dari kelompok masyarakat Samin sendiri. Di dalam komunitas masyarakat Samin, terdapat 2 golongan yang memiliki pemahaman berbeda dalam memahami keyakinan dan agama. Bagi golongan tua Samin, mereka tetap berpegang teguh pada ajaran leluhurnya dengan memeluk Ageman Adam. Akan tetapi, secara legal formal golongan ini mengaku sebagai penganut agama Islam tetapi dalam praktek kehidupan sehari-hari mereka masih menganut Ageman Adam, sedangkan bagi golongan muda, mereka telah menganut agama Islam. Perbedaan ini bersumber pada keyakinan masing-masing golongan, bagi golongan tua berpendapat bahwa Ageman Adam adalah sebuah ajaran yang paling baik, sedangkan bagi golongan muda berpendapat bahwa ajaran Samin secara praktek keseharian sudah tidak relevan lagi dengan agama Islam.
12
Jasim Hamidi, M.Husnu Abadi, Intervensi Negara Terhadap Agama dalam Mamik Tri Retnaningtyas, Ibid, hlm 35.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
Perbedaan pandangan antara golongan tua dan golongan muda Samin tentang ajaran agama, tidak menyurutkan langkah golongan muda untuk mengajarkan dan mengembangkan ajaran agama Islam kepada masyarakat. Meski mengalami pasang surut, agama Islam tetap dikembangkan oleh pemerintah, dalam hal ini melalui Departemen Agama. Seperti penjelasan bab sebelumnya, salah satu faktor berhentinya kegiatan keagaman di Lingkungan Masyarakat Samin adalah tidak adanya tokoh atau pengajar yang mumpuni untuk mengajarkan Islam. Untuk itu, pemerintah melalui Departemen Agama menyusun program pengembangan Agama Islam, yaitu pemberian beasiswa pendidikan di Pondok Pesantren. Departemen Agama memberikan beasiswa kepada masyarakat Samin dengan tujuan mengembangkan Agama Islam.13 Pemberian beasiswa tersebut melalui penjaringan atau seleksi. Di dalam seleksi tersebut dipilih 3 orang siswa berdasarkan rangking, yaitu: 1) Sumiran, 2) Bandi dan 3) M.Miran. tetapi, siswa yang berangkat hanya M.Miran, sedang Sumiran dan Bandi tidak berangkat, karena tidak diijinkan oleh orangtuanya.14 Sebenarnya M.Miran bukan keturunan Samin secara langsung, Sumiran dan Bandi lah yang akan diberangkatkan, sebagai wakil keturunan masyarakat Samin. Penolakan masyarakat Samin terhadap program bantuan beasiswa pemerintah tersebut bukan sekedar penolakan, hal ini sudah menjadi
13 14
Wawancara dengan Kuslan, tanggal 8 mei 2011. Wawancara dengan M.Miran, tanggal 27 November 2010.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
pedoman masyarakat Samin golongan tua pada masa dahulu. Seperti yang diungkapkan Kuslan berikut ini: Kulo rumiyin ngajokake Sumiran, nanging mboten angsal wong tuane, dadi sing kulo ajokne M.Miran, sakjane nggig mboten Miran. Miran niku wakilane wong Samin Ndusun Jepang. Wong Samin iku ora ono sing gelem, alesane ngragati anake dewe iso, la kok diragati negoro, akhire sing budal Miran wau. Artinya: dulu, saya mengajukan Sumiran, tetapi tidak boleh orangtuanya, jadi yang saya ajukan M.Miran, seharusnya bukan Miran. Miran hanya sebagai wakil dari orang Samin Dusun Jepang. Orang Samin tidak ada yang bersedia, alasannya karena membiayai anak sendiri bisa, kenapa kok harus dibiayai negara. Akhirnya yang berangkat M.Miran saja.15 Pada tahun 1980, M.Miran berangkat melanjutkan pendidikannya ke Pondok Pesantren Pabelan, Magelang, Jawa Tengah. Masa belajarnya selama tujuh tahun, 1980-1987. Kegiatan selama belajar di Pondok antara lain mempelajari berbagai ilmu pengetahuan agama Islam, seperti kitab-kitab, tafsir, fiqih agama, ibadah, syariah dan lain-lain. Waktu yang digunakan untuk belajar adalah 24 jam. Selama melanjutkan pendidikan di Pondok Pesantren Pabelan, Magelang, Jawa Tengah, M.Miran menyempatkan dirinya pulang ke Dusun Jepang. Dalam satu tahun, dia pulang satu kali, pada saat liburan untuk mengajarkan agama Islam kepada masyarakat Dusun Jepang melalui ceramah agama, mengenalkan huruf Al Qur’an dan membaca Al Qur’an. Kegiatan keagamaan yang dikelola M.Miran disela-sela pendidikannya dilakukan secara sederhana. Kegiatannya cukup aktif yang dilakukan di Bulan 15
Wawancara dengan Kuslan, tanggal 8 Mei 2011.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
Ramadhan.16 Shalat pertama kali diadakan pada tahun 1984 bertempat dilanggar dengan jamaah sekitar 10 orang. Saat itu M.Miran yang menjadi khatib, karena kebetulan pondok pesantrennya sedang libur. Tetapi, ketika M,Miran kembali ke Pondok Pesantren Pabelan, Magelang, kegiatan keIslaman sepi, karena tidak ada yang mengajar. Hal ini menyebabkan kegiatan keIslaman masih terkesan pasang surut, sebelum M.Miran menetap di Dusun Jepang. Sedangkan, Sumiran masih belum siap menggantikan posisi M.Miran. Pemberian beasiswa pendidikan bagi salah satu masyarakat di lingkungan Samin untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, merupakan wadah bagi pembentukan seorang kader yang diharapkan mampu memberikan manfaat bagi kemajuan kehidupan pendidikan beragama dalam masyarakat. Beasiswa pendidikan yang diberikan, khusus melanjutkan pendidikan di lingkungan pondok pesantren, hal ini diharapkan ilmu agama yang diperoleh, nantinya dapat diajarkan kepada masyarakat Samin lainnya. Kehidupan pondok pesantren dianggap sebagai institusi yang menanamkan jiwa menolong diri sendiri, bersikap hidup sederhana, menumbuhkan keuletan dan kekuatan mental dalam lingkungannya, sehingga tidak mengherankan jika dalam pondok pesantren terbina sifat kaderisasi untuk dipimpin dan memimpin. Apabila suatu saat santri itu keluar dari lingkungan pondok, maka
16
Liburan pondok pesantren selama satu bulan penuh pada saat Bulan Puasa, sehingga kegiatan keagamaan di Dusun Jepang selama Bulan Ramadhan cukup banyak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
dia akan menjadi unsur pemimpin dalam masyaraka,17 sekaligus dapat mengembangkan ilmu yang telah mereka peroleh. Semakin tingginya tingkat kesadaran masyarakat Samin untuk mengembangkan kehidupan mereka yang lebih maju, membawa dampak semakin banyak masyarakat yang sadar terhadap pentingnya pendidikan, sehingga pendidikan semakin meningkat. Seiring pertambahan penduduk, kesadaran untuk melanjutkan pendidikan semakin dikembangkan oleh masyarakat, seperti tampak pada tabel berikut ini:
Tabel 4. Daftar Penduduk Dusun Jepang Menurut Umur Dan Jenis Kelamin, 1999. No.
Golongan Umur
Penduduk
17
Jumlah
Prasentase (%)
H.A.Hafizh Dasuki, “Pondok Pesantren dan Ketahanan Nasional”, dalam Dialog Edisi 10 Maret, hlm 8.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
Laki-laki
Perempuan
1
<4
24
27
51
6,83
2
5-14
53
59
112
14,99
3
15-24
76
83
159
21,29
4
25-34
41
62
103
13,79
5
35-44
54
60
114
15,26
6
45-54
24
38
62
8,30
7
55-64
46
58
104
13,92
8
>65
14
28
42
5,62
332
415
747
100,00
Jumlah
(Sumber: Catatan Buku Harian Ketua RT 19 dan RT 20,Dusun Jepang, 1999.)
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa, usia sekolah (5-24) berjumlah 271 jiwa (36,28%), usia produktif (25-54) sebanyak 289 jiwa (37,35%). Tampak usia produktif sangat besar jumlahnya, sehingga berpotensi untuk meningkatkan taraf hidup kesejahteraan masyarakat Dusun Jepang, akan tetapi jumlah perempuan yang lebih besar menyebabkan peningkatan kesejahteraan masyarakat masih lamban, karena pada masyarakat Dusun Jepang yang bekerja adalah laki-laki dan perempuan hanya membantu di ladang atau sawah. Seiring dengan perkembangan kemajuan dan bertambahnya penduduk, perlu diketahui pula sejauh mana perkembangan tingkat pendidikan masyarakatnya, apakah mengalami perubahan atau tidak. Hal ini untuk mengetahui sejauh mana faktor pendidikan membawa perubahan dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 89
mendorong golongan muda dalam berpartisipasi dalam perkembangan agama Islam. Tabel 5. Daftar Penduduk Dusun Jepang Menurut Tingkat Pendidikan, 1999 No
Tingkat Pendidikan
Penduduk Jumlah
Prasentase (%)
1
Tidak Sekolah
225
30,12
2
Belum Sekolah
88
11,78
3
Tamat SD
412
55,16
4
Tamat SMP
14
1,87
5
Tamat SLTA
7
0,94
6
Tamat Perguruan Tinggi
1
0,13
747
100,00
Jumlah
(Sumber: Catatan Buku Harian Ketua RT 19 dan RT 20 Dusun Jepang, 1999.) Dari tabel di atas, perbandingan antara penduduk yang tidak mendapatkan pendidikan (tidak sekolah dan belum sekolah) dan penduduk yang sudah mendapat pendidikan (tamat SD sampai Perguruan Tinggi) adalah 313 jiwa (41,90%) dibanding 434 jiwa (58,10%). Peningkatan pendidikan di Dusun Jepang sangat signifikan pada tiap jenjang pendidikan. Bahkan sudah ada yang mendapat pendidikan tingkat Perguruan Tinggi, yaitu M.Miran, sedangkan Sumiran adalah lulusan SMA pertama di Dusun Jepang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 90
Mulai meningkatnya taraf pendidikan di lingkungan masyarakat Samin, karena beberapa faktor, antara lain: 1) mulai munculnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya dunia pendidikan masyarakat sudah meninggalkan keyakinan lama, yaitu tidak bersedia sekolah, sikap ini dilandansi oleh kebutuhan terhadap pendidikan dan kemajuan, serta kesadaran bahwa Indonesia sudah tidak dijajah, 2) mulai adanya sarana dan prasarana yang memadai, gedung SD dan SMP, 3) semakin banyaknya penyuluhanpenyuluhan yang dilakukan pemerintah di lingkungan msayarakat Samin Dusun Jepang, Desa Margomulyo. Hal ini menunjukkan, tingkat kemauan dan kesadaran untuk bersekolah sudah ada pada diri masyarakat Samin Dusun Jepang, hanya terbentur pada masalah ekonomi yang kurang mampu. Jadi dengan adanya Sekolah Dasar di Dusun Jepang, memungkinkan adanya transformasi agama kepada siswa didik, melalui mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Semakin meningkatnya usia produktif dan tingkat pendidikan masyarakat Dusun Jepang, maka upaya meningkatkan kesejahteraan penduduk Dusun Jepang lebih baik. Hal tersebut dapat dilihat pada peningkatan terhadap profesi atau pekerjaan yang dimiliki oleh masyarakat Dusun Jepang, banyak yang mengalami peningkatan dalam hal pekerjaannya. Adapun perkembangan penduduk menurut mata pencaharian penduduk Dusun Jepang dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 6. Jumlah Penduduk Dusun Jepang Menurut Mata Pencaharian, 1999. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 91
No
Mata Pencaharian
Penduduk Jumlah
Prasentase (%)
1
Petani
87
65,91
2
Pegawai
2
1,52
3
Peternak
0
0
4
Tukang
11
8,33
5
Pedagang
4
3,03
6
Industri RT
9
6,82
7
Buruh
19
14,39
132
100,00
Jumlah
(Sumber: Catatan Buku Harian Ketua RT 19 dan RT 20 Dusun Jepang, 1999.) Dari tabel diatas dapat diketahui penduduk Dusun Jepang masih menggantungkan hidupnya sebagai petani sebanyak 87 (65,91%), tetapi terdapat perkembangan berkaitan dengan mata pencaharian yang lain, misalnya buruh. Hal ini dikarenakan telah adanya informasi dan interaksi dengan pihak luar. Penduduk Dusun Jepang muali mengembangkan diri untuk bekerja di luar daerah. Remaja putri yang rata-rata berpendidikan SD menjadi pembantu rumah tangga, sedangkan pemudanya menjadi sopir atau buruh bangunan di sejumlah kota, seperti Bojonegoro, Ngawi, Madiun, Surabaya dan Jakarta. Setelah pulang dari kota-kota tersebut, biasanya mereka dapat sebutan “Ngapain”.18
18
Didi Prambudi. “Dusun Jepang: Negeri Ujung Dunia” dalam Gatra edisi Maret 1997, hlm 48.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 92
Perkembangan yang meningkat tersebut disebabkan mulai adanya interaksi, komunikasi yang baik antara pihak luar dengan masyarakat, adanya media informasi, yaitu radio dan televisi juga telah memberikan wawasan dan pengetahuan masyarakatnya. Menurut Kuslan: “TV sampun wonten taun 1987, bilih radio sampun wonten taun 1971”. Artinya: TV sudah ada sejak tahun 1987, sedangkan radio sudah ada sejak tahun 1971.19 Dengan adanya media informasi tersebut, maka pengetahuan dan wawasan masyarakat lambat laun turut meningkat. Masyarakat Samin yang telah mempunyai kesadaran akan pentingnya kemajuan, khususnya golongan muda yang lebih menyebut sebagai masyarakat eks Samin mulai mengembangkan ilmu pengetahuan yang diperolehnya kepada penduduk Dusun Jepang yang lain, contoh: mulai adanya pengembangan yang intensif dalam pembinaan terhadap ajaran agama Islam yang dilakukan oleh golongan muda, yaitu M.Miran dan Sumiran, selain itu agama Islam mulai dipelajari oleh siswa-siswi yang belajar, baik di SD maupun SMP. Pendidikan agama Islam menjadi mata pelajaran wajib bagi semua siswa. Seperti yang dikatakan Anshori, berikut ini: Secara tidak langsung, masyarakat Samin yang selama ini berpegang pada ajaran Samin, telah mendapat pengatahuan agama Islam dari sekolah, melalui mata pelajaran pendidikan agama Islam yang ditetapkan sebagai mata pelajaran wajib. Sehingga mau tidak mau para siswa dan masyarakat Samin harus belajar agama Islam.20 19 20
Wawancara dengan Kuslan, tanggal 5 Mei 2011. Wawancara dengan Anshori, tanggal 31 Januari 2011.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 93
Hal
tersebut
di
atas,
sesuai
dengan
Tap
MPRS
No.
XXVII/MPRS/1966, tentang Agama, Pendidikan dan Kebudayaan, dalam BAB I, pasal 1 yang pada intinya menetapkan bahwa pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah, mulai dari SD sampai dengan Perguruan Tinggi.21 Melalui peraturan dan perundang-undangan yang telah ditetapkan oleh pemerintah tersebut, masyarakat Samin mulai menunjukkan konsekuensi logis ajaran mereka, yaitu masyarakat Samin akan mematuhi berbagai peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sendiri. Adanya peraturan pemerintah, program-program pemerintah, interaksi dengan masyarakat lain dan motivasi diri sendiri masyarakat Samin merupakan faktor penting bagi pengembangan dan perubahan yang terjadi di lingkungan masyarakat Samin. Memberikan semangat kepada golongan muda untuk terus bergerak menuju kehidupan yang lebih baik.
B. Partisipasi
Golongan
Muda
Samin
Dusun
Jepang
Desa
Margomulyo Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro
21
Hasbullah, Op.Cit, hlm 248.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 94
Faktor-faktor di atas telah mendorong golongan muda Samin menjadi penyebaran agama Islam. Perkembangan yang terjadi dalam masyarakat Samin muncul secara bertahap, tidak secara langsung agama Islam yang dikembangkan oleh golongan muda ini berjalan dengan lancar. Partisipasi golongan muda Samin dalam penyebaran Islam merupakan implementasi dari program pemerintah dan peraturan-peraturan negara, baik dalam UUD’45, UU, Tap MPRS/MPR maupun ketetapan-ketetapan yang lain. Awal partisipasi golongan muda dalam menyebarkan Islam kepada masyarakat Samin Dusun Jepang dimulai tahun 1988, setelah M.Miran kembali dari belajar di Pondok Pesantren, Pabelan, Magelang. Masih secara sederhana dengan usaha yang maksimal M.Miran mulai memperkenalkan agama Islam kepada masyarakat. Ia berusaha mendekati para orangtua dan mengajak anak-anak kecil untuk belajar agama Islam. Kepada anak-anak tersebut, ia mengajar mengaji, belajar tata cara shalat, menceritakan kisahkisah para nabi dan pengetahuan dasar-dasar Islam lainnya. Langgar yang sempat vakum lama, kembali digiatkan oleh M.Miran. Selanjutnya, langgar ini dibangun kembali tahun 1989 dengan ukuran 4x6 m, dengan nama langgar Al-Huda. Di dalam awal perkenalan agama Islam yang dilakukan M.Miran tidaklah mudah. Masih banyak orangtua-orangtua yang enggan, bahkan tidak mengijinkan anak-anaknya untuk belajar mengaji. Mereka menganggap M.Miran masih anak-anak, belum tahu apa-apa. Tetapi, dengan sikap commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 95
orangtua-orangtua yang masih mencibir itu, tidak mematahkan semangat M.Miran untuk mengajarkan Islam. Seperti yang disampaikan M.Miran berikut: Memang pertama kali menyampaikan harus hati-hati. Meski mereka mencibir, saya tetap menghormati dan menghargai orangtua-orangtua yang masih belum mengijinkan anaknya. Karena memang notabene mereka belum tahu tentang Islam. Sikap mereka itu saya anggap sebagai ujian untuk mengembangkan Islam.22 Kehadiran Islam yang demikian itu, tentu saja menggusarkan hati orang-orang tua Samin yang masih setia dengan ajaran Samin. Masih terdapat generasi tua yang sangat menghormati dan mengamalkan ajaran Samin yang dipelopori oleh Hardjo Kardi. Meskipun mereka menolak terhadap kehadiran Islam, akan tetapi mereka tetap terlibat dalam proses pembangunan musholla, bahkan membiarkan anak-anak mereka untuk belajar agama Islam.23 Pola kepemimpinan Mbah Hardjo Kardi berbeda dengan para pendahulunya, dia lebih terbuka dan menerima pengaruh dari luar. Selain itu Mbah Hardjo Kardi memberikan kebebasan kepada anak-anaknya untuk menentukan pilihan, asalkan tidak melanggar ajaran Samin. Sikap kekakuan sebagian warga Samin, khususnya golongan tua lama kelamaan mulai mencair. Sesepuh Samin yang sangat dihormati oleh
22
Wawancara dengan M.Miran, tanggal 10 Mei 2011. Keterlibatan golongan tua Samin dalam pembangunan musholla karena toleransi dan gotong royong yang menjadi cirri masyarakat Samin. Bahkan, salah seorang anak Mbah Hardjo Kardi yang bernama Purnami belajar mengaji di Musholla Dusun Jepang. 23
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 96
masyarakat Dusun Jepang, yaitu Mbah Hardjo Kardi tidak menghalangi dakwah yang dilakukan M.Miran. Mbah Hardjo Kardi mengatakan: Agama iku jane pugeran, agama opo wae apik kabeh. Aku yo ora nglarang, nanging kudu ngajari sing bener. Yo ora nglangkahi karo ajaran adam. Artinya: agama itu sebagai pedoman, agama apapun baik semua. Saya tidak melarang, tetapi harus mengajari yang benar, jangan melanggar ajaran adam.24 Sikap kooperatif yang ditunjukkan oleh sesepuh Samin adalah sikap yang mulai dibangun untuk berinteraksi dengan agama Islam yang diajarkan keturunan Samin sendiri.25 Di dalam perkembangan Islam, golongan muda Samin, yaitu M.Miran dan Sumiran telah menentukan maju mundurnya kegiatan keIslaman di Dusun Jepang. Mereka berdua yang menjadi pelopor kegiatan-kegiatan dan pembinaan agama Islam hingga kini. Bagi M.Miran, sudah menjadi kewajiban baginya untuk ikut menyebarkan agama Islam sebagaimana ilmu yang diperolehnya selama belajar di Pondok Pesantren. Seperti yang disampaikan M.Miran “Yang jelas kita menyampaikan Islam sesuai yang kita mampu, dalam hal ibadah, amaliyah, kita sampaikan karena mereka belum tahu.”26
24
Wawancara dengan Hardjo Kardi, tanggal 31 Januari 2011. Menurut teori Keban, pelaku mobilitas akan menjadi agen of change di daerah asalnya, karena mereka telah melakukan kontak dengan lingkungan lain yang memungkinkan adanya transfer of knowledge and values. Dalam hal ini pelaku mobilitas maupun menjadi agen perubah, karena telah membawa berbagi pengetahuan dan nilai-nilai baru dari luar. Keban, dalam Tashadi, et.al, “Kehidupan Masyarakat Samin dalam Era Globalisasi di Dusun Jepang, Margomulyo, Bojonegoro, Jawa Timur”, Laporan Penelitian (Yogyakarta: Depdikbud, 1998), hlm 79. 26 Wawancara dengan M.Miran, tanggal 10 Mei 2011. 25
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 97
Sedangkan bagi Sumiran, keikutsertaannya dalam mengembangkan agama Islam adalah tekad untuk mempelajari agama Islam lebih baik. Meskipun pengetahuan agamanya tidak seberapa, tetapi semangat untuk menyi’arkan Islam sangat tinggi. Seperti yang disampaikan Sumiran, berikut: Ya, semuanya dilakukan untuk belajar, selalu belajar demi kemajuan. Selain itu agar masyarakat lebih mengerti tentang agama Islam, misalnya ada penduduk yang sudah hafal AlFatikhah dan Kabirau (doa iftitah) aja, kita sudah senang. 27 Partisipasi golongan muda dimulai setelah kepulangan M.Miran dari Pondok Pesantren. Kegiatan-kegiatan Islam, seperti ibadah shalat jum’at, shalat Idul Fitri, shalat Idul Adha, shalat jama’ah dan kegiatan lainnya, baru dapat dilaksanakan dengan rutin. Untuk melengkapi sarana ibadah dan memperlancar kegiatan, maka perlu dibangun tempat ibadah. Peristiwa penting yang menjadi titik balik bagi penganut ajaran Samin terjadi pada tahun 1989, yaitu dilaksanakannya shalat Idul Fitri pertama kali di Dusun Jepang. Shalatnya dialkukan di hutan atau ara-ara (perbukitan) yang berada disebelah utara Dusun Jepang. Peristiwa yang pertama kali ini mendapat perhatian dari berbagai pihak, pemerintah, media massa dan masyarakat. Peristiwa ini mempunyai makna penting bagi masyarakat Samin. Sebagai tanda titik balik yang simetris dengan perjuangan Ki Samin Soerosentiko. Dimana saat pertama kali menyebarkan ajaran Samin dan memproklamirkan diri sebagai pemimpinnya atau sebagai ratu adil, dialkukan
27
Wawancara dengan Sumiran, tanggal 7 Mei 2011.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 98
di ara-ara, yaitu Bapangan, Blora. Hal ini dapat menjadi sebuah tanda gaib, ajaran Samin berawal dari ara-ara dan berakhir di ara-ara juga. Masuknya pengaruh Islam secara perlahan telah menjadi awal kelahiran generasi baru dalam masyarakat Samin. Bahwa ajaran Samin sudah mulai mengalami perubahan secara bertahap,karena masyarakat Samin sendiri. Selain peristiwa penting tersebut yang baru pertama kalinya. Partisipasi golongan muda lebih terasa ketika mulai dibangun kembali langgar Al-Huda, sebagai simbol perjuangan umat Islam dalam menyebarkan agama Islam kepada masyarakat Samin.
C. Upaya Golongan Muda dalam Pengembangan Agama Islam Pada Masyarakat Samin Dusun Jepang
Di dalam proses mengembangkan dan menyebarkan agama Islam kepada masyarakat Samin Dusun Jepang, golongan muda mulai berusaha meningkatkan kembali kegiatan keIslaman yang telah lama vakum. Dengan kepulangan M.Miran tersebut, upaya mengembangkan agama Islam semakin mudah, karena telah ada tokoh yang menguasai berbagai pengetahuan tentang Islam. Hal yang dilakukan awal mula oleh M.Miran adalah mencoba untuk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 99
mengajak teman-teman semasa kecilnya dulu, teman saat masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Pendekatan yang dilakukan M.Miran kepada teman-temannya itu membutuhkan penjelasan yang tepat agar diterima, langkah yang diambil M.Miran adalah bersama-sama dengan teman-temannya semasa SD, yaitu Sumiran, membentuk suatu perkumpulan atau seperti takmir. Perkumpulan ini diberi nama Rela, Remaja Langgar Al-Huda. Pada saat itu anggotanya terdiri dari: M.Miran, Sumiran, Sawal dan Sarno. Pembentukan perkumpulan ini bermaksud untuk memperlancar kegiatankegiatan keIslaman yang akan datang.28 Sasaran selanjutnya adalah mengajak anak-anak untuk mengenal Islam. Tapi upaya yang baru dirintis tersebut menghadapi kendala dari masyarakat, seperti yang diungkapkan M.Miran, berikut: Ya memang awalnya berat, karena semasa kecil sama-sama bermainnya, sama penggembala kambing. Selain itu orangtua anak-anak tersebut menaruh keberatan kalau anaknya belajar sama saya. Tapi saya tetap maju, dengan perlahan-lahan, saya mengajak anak-anak, mencontohkan hal baik. Saya juga menghormati dan menghargai orangtua mereka, saya juga katakana untuk tetap menghormati orangtua yang melarang belajar agama Islam. Pada akhirnya, setelah melihat manfaat yang diperoleh dari belajar mengaji, pesertanya mulai bertambah.29 Dari ungkapan Miran tersebut, upaya untuk mengajak masyarakat Samin yang masih awam tentang Islam tidaklah mudah. Perlu adanya pendekatan-pendekatan khusus yang harus diterapkan, agar dapat diterima 28 29
Wawancara dengan M.Miran, tanggal 13 Desember 2010. Wawancara dengan M.Miran, tanggal 13 Desember 2010.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 100
dengan baik tanpa menimbulkan kesan buruk. Guru atau pendakwah harus mampu dan pandai mencari sela (senggang waktu). Jika tidak demikian, saat hendak menyampaikan amalan yang baru, maka mereka akan terkejut, termasuk juga cara menyampaikan materi agama, harus sesederhana mungkin, agar mudah dipahami.30 Di
dalam
mengembangkan
dan
meningkatkan
pengetahuan
masyarakat terhadap agama Islam, golongan muda melakukan berbagai upaya agar agama Islam dapat dan bisa diterima dengan baik. Adapun beberapa langkah
tersebut
dapat
dibedakan
dalam
dua
upaya
nyata
demi
berkembangnya agama Islam di Dusun Jepang, antara lain: 1) upaya fisik dan 2) upaya non-fisik. a.
Upaya Fisik Untuk memperlancar aktifitas dan kegiatan keagamaan di Dusun
Jepang, golongan muda selalu berusaha mengembangkan sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan keagamaannya. Hal yang juga dilakukan adalah melakukan kerjasama dengan pemerintah untuk terus mengembangkan sarana dan prasarana tersebut. Sebagaimana kita ketahui bahwa masjid atau langgar menjadi pusat kegiatan dakwah dan penyebaran agama Islam secara
30
Salah satu karakteristik masyarakat Samin adalah bagi masyarakat luar saat memberikan keterangan, harus menyampaikan dengan sejelas-jelasnya agar tidak menimbulkan salah paham.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 101
intensif dan telah menjadi salah satu perangkat pemerintah yang harus ada.31 Beberapa upaya fisik yang dilakukan golongan muda adalah: 1. Pembangunan Sarana Ibadah Guna mempermudah proses pengajaran agama Islam kepada masyarakat Dusun Jepang, maka aktifitas keagamaan dipusatkan di sebuah langgar yang telah lama vakum. Kemudian langgar sederhana tersebut di bangun kembali pada tahun 1989, atas swadaya masyarakat. Langgar tersebut dinamakan Langgar Al-Huda. Dengan dibangunnya langgar sebagai sarana public dan belajar mengaji, diharap dengan proses pembinaan agama Islam akan semakin mudah. Apalagi letaknya berada di tengah-tengah dusun, sehingga dapat dijangkau oleh semua masyarakat Dusun Jepang yang berada di ledokan maupun genengan. Selanjutnya,pada akhir tahun 1989, pengelolaan Langgar Al-Huda mendapat sumbangan dari yayasan Fatmawati, Jakarta sebesar Rp. 1.600.00,00. Sumbangan itu digunakan untuk pendirian masjid, menurut M.Miran Langgar Al-Huda yang hanya berukuran 4x6m tersebut dirasakan tidak cukup untuk menampung masyarakat yang akan beribadah. Selanjutnya pada tahun yang sama, M.Miran bersama masyarakat melakukan proses wakaf. Tanah yang sebelumnya digunakan sebagai langgar adalah milik
31
Nor Huda, Islam Nusantara, Sejarah Sosial Intelektual Islam Di Indonesia (Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2007), hlm 371.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 102
Gendu. Untuk membangun masjid memerlukan tanah yang lebih luas, lahan yang diperlukan adalah seluas 13x15m. Di dalam proses wakaf, tanah Gendu seluas 4x6m, sehingga kekurangannya yaitu 9x9m membeli, menggunakan dana sumbangan dari yayasan Fatmawati dan swadaya masyarakat Dusun Jepang.32 Setelah proses wakaf, pembangunan masjid baru dapat dilaksanakan pada Agustus 1990. Pembangunan masjid ini dilakukan secara bertahap. Pada tahun 1990 pembangunan fondasi, pada tahun 1991 masjid induk berdiri secara sempurna, tetapi dalam bentuk yang sederhana. Pada tahun 1993 ada penambahan pembangunan, yaitu membangun serambi masjid dengan berbagai pembenahan. Pembangunan yang bertahap ini disesuaikan dengan persediaan dana. Pembangunan Masjid Al-Huda, secara swadaya dan gotong royong, semua warga Dusun Jepang terlibat dalam pembangunan Masjid AlHuda. Mereka dijadwal secara bergilir, kurang lebih 10 orang setiap hari. Bahkan Mbah Hardjo Kardi yang notabene sebagai penganut setia ajaran Samin, turut serta dalam pembangunan Masjid Al-Huda. Hal ini merupakan prinsip dasar yang dimiliki sebagian besar penganut ajaran Samin, bahkan warga Dusun Jepang, yaitu selalu membantu dengan gotong royong setiap ada warga yang membangun, karena semua warga dianggap sebagai sedulur (saudara).
32
Wawancara dengan M.Miran, tanggal 13 Desember 2010.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 103
Upaya pengembangan sarana dan prassarana ibadah tidak hanya berhenti dalam pembangunan Masjid Al-Huda saja. Pembangunan sarana ibadah ditingkatkan kembali, seperti disampaikan M.Miran berikut ini “Kalau mengenai pembangunan fisik itu, tahun 1996 kita sudah mulai pendirian langgar di 2 tempat, yaitu di rumah Pak Dasar dan Pak Sardi di RT 01. Kemudian tahun 1998 akhir, kita merancang pembangunan musholla di RT 02.”33
Upaya-upaya pembangunan sarana ibadah yang ada di Dusun Jepang mulai disebar di beberapa titik strategis. Tujuannya adalah agar anak-anak dapat lebih meningkatkan kegiatan mengaji. Seperti yang disampaikan Sardi “Saya membangun langgar agar anak-anak dapat mengaji lebih dekat.”34 Hal ini menujukkan bahwa selama ini untuk belajar mengaji harus berjalan kaki sejauh 500 meter menuju Masjid Al-Huda. Dimana kondisi jalannya masih belum memadai, jalannya berbatu, menyeberang sungai dan naik turun. Jadi mulai tahun 1989-1999, bangunan sarana ibadah yang ada di Dusun Jepang sebanyak 4 buah, seperti dalam tabel berikut: Tabel 7. Daftar Sarana Ibadah Di Dusun Jepang, 1989-1999. No 1
Pembangunan Langgar Al-Huda
33 34
hlm 59.
Tahun 1989
Tempat Tengah-tengah dusun
Wawancara dengan M.Miran, tanggal 10 Mei 2011. Didi Pambudi, “Dari Samin Menjadi Muslimin, dalam Gatra edisi Maret 1997,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 104
2
Masjid Al-Huda
1990-1993
Tengah-tengah dusun
3
Langgar
1995
di Rumah Pak Dasar
4
Langgar
1996
di Rumah Pak Sardi
5
Rencana Membangun Musholla
1998
RT 02
(Sumber: Wawancara dengan Sukijan, tanggal 10 Mei 2011.) Upaya pembangunan dan pembinaan agama Islam, selain dilakukan oleh masyarakat Samin sendiri, juga dilakukan oleh pemerintah, melalui Departemen Agama maupun melalui Pemerintah Kecamatan Margomulyo. Hal ini menujukkan bahwa pemerintah berperan aktif dalam pengembangan kegiatan keagamaan di Dusun Jepang. Peran tersebut dalam bentuk pemberian bantuan, berupa mukena, juz amma, Al-Qur’an dan santunan dana. Seperti yang disampaikan oleh M.Miran berikut ini: Selain itu, pernah ada bantuan dari Jakarta, itu bantuan perorangan, tahun 1993, kemudian bantuan dari Badan Kesejahteraan Masjid (BKM), tahun 1994. Termasuk juga bantuan swadaya dari masyarakat, tenaga, pikiran dan lain-lain. Tetapi saya lupa nominalnya.35 Peran pemerintah dalam mengembangkan agama Islam di Dusun Jepang semakin besar. Misalnya, pemberian perlengkapan shalat kepada keluarga Mbah Hardjo Kardi, selaku sesepuh Samin. Pemberian tersebut pada tahun 1989 menjelang Idul Fitri yang diberikan langsung kepada Mbah Hardjo Kardi oleh Maftuchin, Camat Margomulyo. Hal ini dimaksudkan agar pemuka Samin itu tergerak untuk datang ke masjid, memang secara formal
35
Wawancara dengan M.Miran, tanggal 10 Mei 2011.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 105
Mbah Hardjo Kardi telah mengakui sebagai penganut Islam, tapi dalam praktek keseharian dan amalan ibadahnya, Mbah Hardjo Kardi masih berpegang teguh pada ageman adam. Hal ini sesuai dengan pemahaman dan pedoman masyarakat Samin Dusun Jepang, bahwa semua agama baik dan sama. Suatu saat, bila Mbah Hardjo mau ke masjid, pasti yang tua-tua akan mengikutnya. Kini, anak-anak Samin mulai rajin mengaji dan shalat di Masjid Al-Huda, termasuk Purnami, anak Mbah Hardjo Kadi.36 Upaya pembanguna fisik yang terus dilakukan oleh golongan muda Samin dengan dukungan dari pemerintah. M.Miran dan Sumiran bertekad untuk mengembangkan kegiatan keIslaman di dusun mereka. Ilmu yang telah didapatkannya akan memberi manfaat bagi kemajuan kampugnya dalam aspek pendidikan dan agama. Mereka berkeinginan membawa masyarakat Samin Dusun Jepang memahami dan mengenalkan agama Islam dalam kehidupan sehari-hari.
2. Perbaikan Jalan Perhatian pemerintah terhadap komunitas Samin semakin lama semakin intensif. Pengembangan dan pembinaan selalu dilakukan oleh pemerintah setempat. Menurut Sukijan, sarana jalan yang ada di Dusun Jepang sudah mulai ada perbaikan. Jalan umum yang menghubungkan Dusun 36
Wawancara dengan M.Miran, tanggal 15 Mei 2011.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 106
Jepang dengan Desa Margomulyo dan daerah lain, relatif sudah memadai. Untuk memperlancar sarana transportasi, pada tahun 1999, jalan penghubung antara Dusun Jepang dengan daerah lain mulai di aspal, sedangkan jalan-jalan yang ada di Dusun Jepang sendiri dibangun macadam (tanah berbatu). Kondisi jalan yang sudah memadai membuat akses Dusun Jepang dengan daerah lain semakin baik. Demikina halnya dengan komunikasi dan interaksi dengan masyarakat lain menjadi lebih mudah. b.
Upaya Non-Fisik Selain upaya fisik, golongan muda Samin juga berupaya dalam hal
non-fisik. Upaya ini lebih ditekankan pada pengalaman dan melaksanakan kegiatan-kegiatan keIslaman, baik yang bersifat syari’ah maupun mu’amalah. Di dalam upaya ini, golongan muda bekerja sama dengan pemerintah yang direpresentasikan
oleh
Departemen
Agama
Kabupaten
Bojonegoro.
Keterlibatan pemerintah dalam pengembangan agama Islam menunjukkan bahwa pemerintah ikut berperan aktif dalam pembinaan dan pengembangan agama Islam bagi masyarakat Samin di Dusun Jepang. Demikian halnya dengan pemerintah desa, mempunyai peranan yang besar dalam penyebaran agama Islam. Seperti yang dibahas pada subbab sebelumnya, pembinaan keagamaan kepada masyarakat Samin, harus hatihati, bertahap dan tidak bisa dilakukan secara spontanitas. Perlu pendekatan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 107
yang tepat, agar tidak menimbulkan salah paham. Seperti yang disampaikan Jakinem berikut ini: Pembinaan keagamaan masyarakat Samin, kalau secara spontanitas nggak bisa, harus dengan cara bertahap. Misalnya, meminta Mbah Hardjo Kardi ke masjid ikut mengamalkan ajaran Islam, nggak bisa. Karena apa, ya itu ngga mau. Tapi yang saya tahu kalau diajak dalam kegiatan yang bersifat gotong royong, dia akan ikut, misalnya ikut membangun masjid, datang kalau ada acara Peringatan Hari Besar Islam (PHBI), misalnya maulud, rajab, muharram dan lain-lain. Jadi para pamong praja tidak memaksa. Dahulu ada salah satu kelompok Islam datang dan mengajak Mbah Hardjo debat tentang agama, langsung diusir, sekitar tahun 1999-an.37 Hal tersebut menunjukkan bahwa, sudah ada toleransi yang tinggi dari penganut ajaran Samin terhadap pengembangan agama Islam di Dusun Jepang. Karena pada dasarnya mereka menganggap bahwa ajaran yang dibawa Islam adalah baik. Akan tetapi, jika para pembawa risalah Islam tidak menggunakan cara yang halus untuk menyampaikan pengetahuan baru maka, penganut Samin tidak akan menerimanya. Upaya yang dilakukan M.Miran dan Sumiran dalam pembinaan dan pengembangan non-fisik atau rohani masyarakat dianggap sangat perlu.untuk menunjukkan seberapa besar amalan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Pembinaan kerohanian masyarakat Dusun Jepang dilaksanakan dalam bentuk kegiatan keagamaan dan penyebaran Islam secara rutin, kegiatan tersebut antara lain: kuliah tujh menit (kultum), kuliah subuh, pengajian agama, yasin tahlil, peringatan PHBI,
37
Wawancara dengan Jakinem, tanggal 21 Mei 2011.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 108
mengaji atau membaca Al-Qur’an, shalat berjama’ah, istighosah, kelompok kasidah. Adapun kegiatannya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 8. Kegiatan KeIslaman Masyarakat Samin Dusun Jepang. No. 1
Kegiatan Keagamaan Kultum/kuliah tujuh menit
Pelaksanaan
Tempat
Dilaksanakan pada saat selesai
shalat
Masjid Al-Huda
maghrib,
mulai dilaksanakan tahun 1989-1999. 2
3
Kulsub/kuliah subuh
Dilaksanakan
setelah
Masjid
Al-Huda
selesai shalat subuh, mulai
atau langgar yang
tahun 1990-sekarang
sudah ada
Pengajian Agama
Pengajian
rutin
Al-Huda
untuk anak-anak,
atau langgar yang
1
sudah ada
minggu
3x,
materi
tentang
ibadah,
syari’ah
atau
mu’amalah
dalam
Islam,
mulai
tahun
1989-sekarang. Pengajian
ibu-
ibu, 2x sebulan,
commit to user
Masjid
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 109
mulai
tahun
1990-sekarang 4
Yasin Tahlil
Bagi
bapak-bapak
dilaksanakan
setiap
Bergantian
di
rumah warga
tanggal 1 dan 15 tiap bulan
dengan
sistem
arisan, agar banyak yang mengikutinya 5
Peringatan Hari Besar Islam (PHBI)
Dilaksanakan pada saat
Di pendopo dusun
ada momentum Hari Besar Islam,
seperti
rajab,
mulud, muharram dengan mendatangkan mubaligh 6
Mengaji/membaca Al-Qur’an
Dilaksanakan selesai
shalat
setiap maghrib
Masjid
Al-Huda
atau langgar
sampai menjelang isya’, mulai
tahun
1989-
yang
banyak
Masjid
jama’ahnya, pada shalat
langgar
sekarang 7
Shalat berjama’ah
Shalat
atau
maghrib, isya’, shalat idul fitri atau adha dan pada saat
ramadhan,
mulai
1989-sekarang 8
Istighosah
Pada tahun 1999
commit to user
Masjid Al-Huda
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 110
9
Kelompok kasidah
Kelompok
ini
dibentuk
pada
tahun 1993,
hanya
sampai
Biasanya
Masjid Al-Huda
tapi 1999.
dilaksanakan
pada saat idul fitri
(Sumber: Wawancara dengan M.Miran, tanggal 16 Desember 2010.) Dari tabel di atas, tampak bahwa pembinaan keagamaan yang dilakukannM.Miran dan teman-temannya sangat beragam, dan kegiatan itu bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang agama Islam. Selain data di atas, M.Miran juga melakukan pemantauan terhadap aktifitas amaliyah warga Dusun Jepang, misalnya shalat. M.Miran datang ke rumah penduduk, hal ini untuk member semangat kepada masyarakat yang belum bersedia datang ke masjid atau langgar untuk berjama’ah. Kegiatan-kegiatan di atas mendapat respon yang beragam dari masyarakat. Awal mulanya masih banyak yang tidak ikut, tetapi lambat laun masyarakat mulai mengikutinya. Misalnya, shalat idul fitri pertama, pada tahun 1989 jumlah jama’ahnya hanya berkisar 40 orang jama’ah, sedang pada tahun 1999 bertambah menjadi 200 jama’ah.38 Sistem yang digunakan M.Miran dalam pembinaan agama Islam adalah dengan ceramah, praktek dan membaca Al-Qur’an dengan Qiraati.
38
hlm 59.
Didi Pambudi, “Dari Samin Menjadi Muslimin”, dalam Gatra edisi Maret 1997,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 111
Menggunakan cara yang mudah dimengerti masyarakat, agar materi dapat diterima dengan baik dan benar. Seperti yang disampaikan M.Miran berikut ini: Selain pembangunan masjid, langgar dan musholla, kita juga melakukan pembinaan rohani masyarakat. Di masjid mengajar ya amaliyahnya, ubudiyah, dengan ceramah, praktek shalat, praktek mengaji dengan cara qiraati menggunakan iqra’.39 Sistem pengajaran yang ada di Dusun Jepang, masih dalam taraf permulaan dan sederhana, dengan memakai sarana tempat ibadah atau langgar yang masih terbatas, belum seperti yang ada di daerah berbasis santri. Sejalan dengan penyebaran agama Islam, sistem pendidikan Islam mulai tumbuh, meski masih bersifat individual. Pendidikan Islam memanfaatkan masjid, surau atau langgar, sehingga mulai muncul secara bertahap pengajian umum mengenai baca Al-Qur’an dan wawasan keagamaan.40 Di tempat tersebut, anak-anak muslim diberi bekal pengetahuan agama, pengetahuan Al-Qur’an dan kecakapan lain yang diperlukan bagi kehidupan sehari-hari sebagai seorang muslim.41 Masyarakat, anak-anak, orang dewasa belajar membaca dan menghafal Al-Qur’an dari orang-orang yang lebih dulu bisa membaca (tidak harus menguasai) Al-Qur’an,42 dalam hal ini pengajarnya adalah
39
Wawancara dengan M.Miran, tanggal 10 Mei 2011. Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam: Pendidikan Islam di Indonesia, dalam Nor Huda, Islam Nusantara, Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia (Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2007), hlm 370. 41 Ibid. 42 Ibid, hlm 371. 40
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 112
M.Miran dan Sumiran, sedangkan Masjid Al-Huda menjadi basis bagi proses transformasi pengetahuan agama Islam. Peran pemerintah dalam pengembangan agama Islam, juga memberi dukungan yang kuat bagi perkembangan Islam yang selanjutnya. Menurut Jakinem, masyarakat Samin pada awalnya mengenal agama Islam dari sekolah dengan adanya pelajaran agama Islam. Kalau misalnya ada langgar atau masjid ya, karena memang program pemerintah harus ada, maka dibangun langgar tahun 1960-an. Tetapi tidak ada tindak lanjutnya, sehingga kegiatannya belum terlihat. Kerja sama yang sinergis antara pemerintah dan golongan muda Samin, merupakan upaya penting dalam menyebarkan agama Islam. Pemerintah juga memberikan program nyata bagi masyarakat Samin yang baru memahami Islam. Berikut upaya yang dilakukan pemerintah melalui Departemen
Agama
dalam
mengembangkan
agama
Islam,
dengan
mengirimkan penyuluh dalam menyampaikan penyuluhan agama Islam di lingkungan masyarakat Samin.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 113
Tabel 9. Daftar Penyuluh Dalam Ceramah Agama Islam Di Dusun Jepang, Tahun 1996-1999. No
Tahun
Nama
Tingkat
Sasaran
Penyuluhan 1
1996
Suparman
Penyuluh
Masyarakat Samin
M.Miran M.Jaiz Sapari 2
1999
Suparman
Penyuluh
Samin
M.Thamrin 3
1999
Suparman
Masyarakat
Penyuluh
Masyarakat Samin
M.jaiz M.Miran 4
1999
Suparman M.Miran
Penyuluh
Masyarakat Samin
Drs. Suwito
(Sumber: Kantor Departemen Agama Kabupaten Bojonegoro, 1996-1999.) Dari tabel diatas, menunjukkan pemerintah juga mempunyai dukungan yang besar bagi terciptanya suatu masyarakat adat yang religius dan berkembang lebih maju. Adapun kegiatan keagamaan masyarakat tersebut, antara lain adalah pengajian, yasin tahlil, dimana para penyuluh yang ditugaskan tersebut harus membuat laporan setiap 4 bulan sekali, diharapkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 114
dengan kegiatan ini, agama Islam semakin diterima masyarakat Samin yang notabene masih menganut ajaran Samin. Selain penyuluhan yang dilakukan oleh penyuluh dari Departemen Agama, golongan muda Samin juga berinisiatif untuk mendatangkan mubaligh yang berasal dari luar dusun. Ceramah agama ini dimulai tahun 1990-2002, mubaligh-mubaligh tersebut antara lain: Ustadz Nafik, Ustadz Zein, Ustadz Thamrin yang berasal dari Kecamatan Ngraho; Ustadz Ismail dan Ustadz Karno berasal dari Margomulyo. Mubaligh tersebut didatangkan untuk mengisi ceramah agama, bertepatan dengan hari-hari besar Islam. Kegiatan ini bertujuan untuk member modifikasi atau variasi penceramah, agar warga tidak bosan, sehingga ada pergantian mubaligh. Menurut M.Miran dengan variasi penceramah, akan semakin menambah ilmu masyarakat. Sehingga harapan ke depannya akan muncul generasi atau kader yang nantinya mampu menjadi penceramah yang dari Dusun Jepang sendiri. Upaya pembinaan dan pengembangan agama Islam yang dilakukan golongan muda menandakan proses Islamisasi pada masyarakat Samin Dusun Jepang sudah mulai berkembang dan menunjukkan tingkat kemajuan yang berarti. Hal ini memberikan gambaran bahwa masyarakat Samin telah mau menerima dan terbuka dengan pengaruh dari luar. Selain itu perkembangan ini tidak terlepas dari bantuan dan kepedulian pemerintah daerah. Di dalam upaya peningkatan dan pengembangan agama Islam di Dusun Jepang, selama kurun waktu hampir 10 tahun 1989-1999, golongan muda perintis agama Islam yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 115
dipelopori oleh M.Miran dan Sumiran memberi kepercayaan kepada generasi baru, kader baru yang mengelola kegiatan keagamaan di Dusun Jepang. Kader baru yang telah digembleng dalam waktu yang cukup lama dan telah dipersiapkan untuk regenerasi. Puncaknya pada tahun 1999, terjadi pergantian Takmir Masjid Al-Huda, yang semula diketuai oleh M.Miran telah beralih kepada Dimas Jamin. Hal ini bertujuan untuk regenerasi pengurus masjid, selain itu untuk berbagi pengalaman. Proses regenerasi dalam proses perkembangan Islam di Dusun Jepang tersebut, tampaknya ada sebuah upaya untuk memberikan kesempatan kepada generasi
penerus dalam mengembangkan agama Islam. Menurut Dimas
Jamin, kegiatan keIslaman berkembang dengan pesat. Dengan semakin banyaknya tempat beribadah yang didirikan, semakin tersebar pula pola pengajaran ilmu agama di masyarakat Dusun Jepang. Dia juga mengatakan, sejak awal pembangunan masjid sampai awal tahun 1990-an, orangtua belum memberikan dorongan kepada anak-anak mereka untuk mempelajari Islam. Lambat laun kesadaran mulai meningkat sehingga orangtua mulai memberikan dorongan dan motivasi kepada anak-anaknya untuk belajar agama Islam.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 116
BAB IV DAMPAK SOSIAL-BUDAYA ADANYA PERKEMBANGAN AGAMA ISLAM DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT SAMIN DUSUN JEPANG
Kelahiran komunitas Samin dalam sejarah Indonesia, pada mulanya merupakan sebuah gerakan perlawanan masyarakat pribumi yang ditujukan kepada Pemerintah Kolonial Belanda. Masyarakat Samin menganggap Pemerintahan Belanda sebagai penjajah, merugikan masyarakat pribumi Indonesia, sehingga perlawanan yang dilakukan dengan menggunakan cara yang aneh dan sulit di nalar oleh akal. Konsepsi perlawanan dengan menggunakan tingkah laku dan sikap yang aneh ini menyebabkan kesulitan bagi unsur-unsur budaya dari luar untuk mempengaruhi masyarakatnya. Hal ini masih terbawa meski zaman telah berganti, sehingga komunitas Samin lebih memilih menngisolir diri, menghindar dan masuk ke hutan, agar tidak ditemukan penjajah yang telah bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat pribumi. Seiring perkembangan zaman, komunitas Samin mulai mengalami berbagai perubahan, baik yang ada di Blora, Bojonegoro maupun daerah komunitas Samin lainnya. Perubahan yang tampak terlihat adalah mulai adanya kerjasama dengan pemerintah, hal ini seperti dalam keyakinan masyarakat Samin sekarang, bahwa rakyat akan hidup sejahtera setelah lepas commit to user 116
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 117
dari penjajah. Mbah Surondiko alias Ki Samin Soerosentiko memegang putusan 40011, tepatnya Kanjeng Jawa, Tinggi Jawa, tunggu rakyat, yang maksudnya adalah adil dan makmur berdasarkan Pancasila, bila sudah ada putusan, putusan dari pemimpin bangsa sendiri.2 Masyarakat Samin yang ada di Dusun Jepang percaya dan yakin, bahwa kehidupan rakyat pribumi akan sejahtera, makmur dan adil, pada saat dipimpin bangsa sendiri, terbebas dari penjajahan. Pemikiran demikian yang membawa perubahan dalam kehidupan masyarakat Samin, sehingga mereka mulai menerima pengaruh dari luar, mau terbuka dengan masyarakat lain dan mau berinteraksi dengan masyarakat di luar komunitas Samin. A. Dampak Sosial-kemasyarakatan Sebenarnya masyarakat Samin Dusun Jepang, khususnya golongan tua yang dipelopori oleh Mbah Hardjo Kardi mempunyai kekhawatiran terhadap setiap hal yang masuk ke Dusun Jepang dan masih menaruh curiga terhadap orang yang dianggap asing dan belum dikenal. Akan tetapi, berbeda dengan sikap golongan muda yang dipelopori oleh M.Miran yang sudah mulai terbuka dan menerima unsur-unsur budaya baru yang datang ke Dusun Jepang. Termasuk datangnya agama Islam yang dibawa oleh masyarakat 1
Putusan 4001 adalah sebuah pesan dari Surondiko alias Samin Soerosentiko yang diperoleh Ki Surokidin secara turun-temurun. Putusan 4001 ini selanjutnya ada dalam Buku Aji Pameling (pengingat). Pesan-pesan Ki Samin Soerosentiko terdapat dalam Buku Pameling Kalimosodo berhuruf Jawa Dwipa. 2 Anonim, Kecamatan Margomulyo, Riwayat Perjuangan Ki Samin Soerosentiko (Bojonegoro: Pemkab Bojonegoro, 1996), hlm 1.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 118
Samin sendiri, yaitu M.Miran dan Sumiran. Masih ada perbedaan pola pikir dan pandangan antara golongan tua dan golongan muda Samin, meskipun perbedaan tersebut tidak menyebabkan komflik antara kedua golongan ini, bahkan mereka menunjukkan sikap kebersamaan dan toleransi yang tinggi. Perbedaan pandangan yang terjadi antara golongan tua dengan golongan
muda
Samin,
tampaknya
dipengaruhi
oleh
kondisi
dan
perkembangan zaman yang berbeda dan secara tidak langsung di alami masyarakat Samin Dusun Jepang. Bagi golongan tua, ajaran yang berasal dari leluhurnya adalah ajaran yang paling baik, sehingga mereka tidak akan menggantinya dengan ajaran yang lain. Seperti yang disampaikan Mbah Sarimah, berikut ini: Pesene tiyang sepuh, nggih ampun nindak drengki, srei, niku lampahi sing bener. Terose tiyang sepuh, nindak ingkang bener. Tiyang sepuh riyen nggih ngoten. Nek sakniki tetep ngetrapke. Nek iki mau yo didunungke neng anak putu karo sedulure, ken nglakoni sing becik niku wau. Artinya: pesan orangtua, jangan berlaku dengki, iri, itu bertindak benar. Kata orangtua berlaku yang benar. Orangtua dulu juga begitu. Kalau sekarang, tetap menerapkan. Ajaran ini tadi diceritakan ke anak-anak dan saudara. Disuruh menjalani yang benar sesuai dengan ajaran tadi.3 Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Mbah Hardjo Kardi, berikut ini: Kabeh agama iku apik, dadi aku yo ora opo-opo nek ono agama Islam neng kene. Nanging aku tetep ngugemi ajarane wong tuoku, yo iku mau, ageman adam, agamane wong Samin.
3
Wawancara dengan Sarimah, tanggal 31 Januari 2011.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 119
Nek anak putuku tetep dikandani ajaran Samin, nanging terserah ape nganut sing endi. Artinya: semua agama itu baik, jadi saya tidak apa-apa jika agama Islam datang kesini. Tetapi, saya tetap berpegang pada ajaran orangtua saya, yaitu ageman adam, agamanya orang Samin. Kalau anak cucu saya tetap diajari ajaran Samin, tetapi terserah mereka mau menganut yang mana.4 Keterangan yang diberikan para sesepuh Samin tersebut menunjukkan, bahwa ajaran Samin akan tetap ada. Semua tindakan yang menjadi pesan orangtua dahulu tetap dipegang teguh. Meskipun saat ini, secara lambat laun penganut ajaran Samin telah berkurang. Tercatat penganut ajaran Samin pada tahun 1992, berjumlah 33 KK dari 202 yang ada di Dusun Jepang.5 Secara lambat namun pasti, budaya baru yang datang ke Dusun Jepang, yaitu agama Islam yang dibawa oleh salah satu warga sendiri, telah menancapkan akar pengaruhnya dalam kehidupan sosial kemasyarakatan di Dusun Jepang. Toleransi dan sikap saling menghargai di kalangan masyarakat Dusun Jepang, menunjukkan nilai-nilai ajaran Samin telah berubah. Kekolotan dan kecurigaan masyarakat Samin telah menjadi sikap hormat-menghormati antar pemeluk agama, karena bagi penganut Samin, agama-agama yang diakui oleh pemerintah mengajarkan kebaikan, meskipun pada kenyataannya mereka masih tidak mau melaksanakan syari’at Islam dan tetap memegang teguh ajaran aslinya, yaitu Ageman Adam. Hal ini menunjukkan bahwa, perubahan yang terjadi pada masyarakat Samin melalui akulturasi, seperti halnya
4 5
Wawancara dengan Hardjo Kardi, tanggal 25 Januari 2011. Wawancara dengan Jakinem, tanggal 8 Mei 2011.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 120
perubahan yang terjadi pada masyarakat tradisional lainnya, Islam yang dianut hakikatnya adalah Islam yang telah menyerap tradisi lokal, meskipun kulitnya Islam ternyata di dalamnya ialah keyakinan lokal6, khususnya pada golongan tua Samin. Bagi golongan tua yang memegang teguh ajaran leluhurnya, biarpun masih berpandangan sederhana dan kolot, tetapi telah mampu menunjukkan kebersamaan dan kerukunan antar warga Samin. Hal ini diperlihatkan dengan mulai menerima pengaruh yang masuk ke Dusun Jepang. Sedangkan bagi golongan muda, keterbukaan golongan tua Samin merupakan langkah awal bagi perkembangan agama Islam dan mempermudah jalan dakwah mereka. Meskipun sikap besar hati untuk menerima Islam dari golongan tua mulai nampak, adakalanya ketika ada pola pikir dan pandangan yang berbenturan menjadikan kedua golongan ini berjalan sesuai dengan pikiran masingmasing. Hal ini, tampak pada dua pernyataan sikap yang berbeda antara golongan tua (Mbah Hardjo Kardi) dengan golongan muda (M.Miran), berikut ini: Yo kadang, ono sing tekon, wong-wong nom iku, mbah agamane opo? Iku tamu teko Jakarta. La nek wis tekon ngono, bocahe tak kon muleh, ora suwe-suwe, tekon kok ora nggenah. Wong iku nek aku bener yo enggonen, tapi nek aku salah, jajal aku duduhana sing bener iku sing piye. Artinya: kadang ada yang tanya, anak-anak muda itu, mbah agamanya apa? Itu tamu dari Jakarta, kalau sudah bertanya seperti itu, anaknya saya suruh pulang, tidak lama-lama, tanya kok tidak bagus. Kalau ajaranku kata orang benar ya silahkan 6
Nur Syam, Islam Pesisir (Yogyakarta: LKiS, 2006), hlm 24.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 121
pakai, tapi kalau saya salah, coba tunjukkan pada saya yang benar itu seperti apa.7 Keteguhan sikap Mbah Hardjo Kardi dalam memegang teguh ajaran Samin, menunjukkan bahwa, bagi penganut ajaran Samin, ajaran ini akan selalu ada meskipun ada pengaruh dari luar. Keyakinan yang tidak tergoyahkan ini, menjadi sikap yang membawa ajaran Samin diterima masyarakat Dusun Jepang lainnya, meski berbeda pandangan. Berbeda dengan keyakinan dari golongan muda yang meyakini agama Islam sebagai sebuah agama yang baik untuk diikuti. Seperti yang disampaikan M.Miran berikut ini: Saya sering berbincang-bincang dengan Mbah Hardjo, kita berdua mencoba untuk mencari kebersamaan dalam masingmasing ajaran, yang sering kita bicarakan mengenai Tuhan, saya mengatakan bahwa Tuhan itu adalah ALLAH yang menciptakan kehidupan ini. Tetapi pada keyakinan Mbah Hardjo, Tuhan itu tidak mempunyai kuasa, semua itu yang membuat adalah manusia, contoh: yang membuat pagar itu manusia, yang memberi nama-nama semua yang ada di dunia ini adalah manusia, berarti yang berkuasa dan pembuat keputusan adalah manusia bukan Tuhan. Ketika sudah perbincangan seperti ini kita kembali keyakinan dan kepercayaan masing-masing, tetapi kami saling menghargai dan menghormati.8 Tampaknya, perbedaan pola pikir dan pandangan antara golongan tua dan golongan muda Samin lebih pada inti ajaran fundamental atau mendasar tentang ajaran masing-masing. Akan tetapi perbedaan tersebut tidak menyebabkan perpecahan diantara mereka. Ada sikap saling toleransi 7 8
Wawancara dengan Hardjo Kardi, tanggal 28 Januari 2011. Wawancara dengan M.Miran, tanggal 10 Mei 2011.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 122
terhadap masing-masing penganut kepercayaan atau agama. Meskipun pandangan atau pola pikir yang berbeda, masyarakat juga tidak setuju apabila ada pihak-pihak yang terlalu fanatik dalam menyampaikan risalah Islam. Seperti yang disampaikan Sumiran berikut ini: Dulu sekitar tahun 1998 ada golongan Islam yang fanatik dari Magetan maupun Jakarta, banyak yang datang ke sini. Mereka mencoba untuk menyuruh penduduk Dusun Jepang untuk melakukan syari’at Islam yang fanatik, tapi ndak bisa wong masyarakat sini masih awam. Misalnya mereka menyuruh shalat jumat itu harus dipaksakan 40 orang, ya ndak bisa, lha wong kita melakukan pembinaan secara pelan-pelan dan bertahap. Termasuk shalat, kalau secara ujug-ujug ndak bisa, harus pinter cari sela.9 Hal ini juga seperti yang disampaikan Sukijan berikut ini: Disini itu pengaruh agama sebelum Islam masih kuat, karena orang-orang masih ngugemi pesan dari orang tua mereka. Jadi semua itu ndak bisa secara instan mesti kudu alon-alon, kata orang tua dulu alon-alon sing penting klakon.10 Dari pernyataan di atas menunjukkan bahwa pembinaan yang dilakukan
oleh
golongan
muda
harus
disesuaikan
dengan
kondisi
masyarakatnya. Cara pemaksaan dan tiba-tiba hanya akan menimbulkan kecurigaan kepada pihak luar, apakah ada tendensi yang dibawa para pendakwah, khususnya berkaitan dengan politik. Apabila politik sudah dimasukkan dalam pemikiran masyarakat, dikhawatirkan akan merusak pemikiran masyarakat yang penuh kejujuran.
9
Wawancara dengan Sumiran, tanggal 7 Mei 2011. Wawancara dengan Sukijan, tanggal 10 Mei 2011.
10
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 123
Partisipasi masyarakat Samin dalam dunia politik hanya sebatas sebagai partisipan saja, sebagai pemilih aktif. Sejak dahulu masyarakat tidak ikut-ikut dalam kampanye politik tertentu atau mendukung partai politik tertentu. Mereka menganggap bahwa keikutsertaan dalam tiap pemilu merupakan kewajiban sebagai warga negara. Keikutsertaan masyarakat Samin di bidang politik dilandasi ajaran sosialnya yang kuat, mereka tidak terpengaruh oleh provokasi kampanye yang cenderung membenarkan diri sendiri dan menyalahkan yang lainnya. Pada pemilu yang telah dilaksanakan, misalnya pada masa pemerintahan Orde Baru, hasil yang diperoleh saat pemilu yang dilaksanakan di Dusun Jepang, Golkar mendominasi perolehan suara, selanjutnya PPP dan PDI. Pada pemilu tahun 1999, PDIP menggeser perolehan suara untuk partai diikuti Golkar, PKB dan partai lain. Hal ini dapat dilhat pada tabel perolehan suara pemilu 1999 berikut ini: Tabel 10. Daftar Perolehan Suara Partai Pada Pemilu Tahun 1999. No.
Nama Partai
Jumlah Suara
Presentase (%)
1
PDIP
173
40,05
2
GOLKAR
169
39,12
3
PKB
21
4,86
4
Partai lain
69
16,97
432
100,00
Jumlah
(Sumber: Rekapitulasi Rincian Perhitungan Suara, Pemilu tahun 1999, Kecamatan Margomulyo.) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 124
Pada tabel diatas, tampak bahwa hanya ada tiga kekuatan politik yang dilihat pada pemilu tahun 1999, perolehan suara terbesar diperoleh PDIP yaitu 173 suara (40,05%), GOLKAR memperoleh 169 suara (39,12%) dan PKB yang memperoleh 21 suara (4,86%). Dilihat dari perspektif aliran, dapat dinyatakan sekurang-kurangnya ada tiga aliran, yaitu Nasionalisme Islam, Nasionalisme Kebangsaaan dan gabungan diantara keduanya.11 Bagi masyarakat Samin memilih merupakan hak setiap individu dan menjadi pedoman bagi masyarakat Samin yang tetap mengikuti peraturan yang ditetapkan pemerintah. Perolehan suara PDIP tersebut juga tidak lepas dari bergesernya peran GOLKAR, dimana pada tahun 1999 lebih dominan adalah PDIP, sedangkan bagi partai Islam masih memperoleh suara kecil, terbatas pada golongan muda. Seperti yang disampaikan M.Miran berikut ini: “Partai Islam menjadi perwakilan terhadap kepentingan umat Islam, agar lebih berkembang”.12 Pernyataan diatas memberi penegasan bahwa bagi golongan tua yang menganut keyakinan lokal partai yang berwawasan kebangsaan atau gabungan dari keduanya merupakan implementasi dari keyakinan yang dimiliki, sedangkan bagi golongan muda, partai Islam dianggap mewakili kepentingan mereka dalam mengembangkan agama Islam. Hubungan
sosial-kemasyarakatan
dalam
masyarakat
Samin
dilandaskan pada konsepsi ajaran kejujuran, kebenaran, kebersamaan dan
11 12
Nur Syam, Op.cit, hlm 28. Wawancara dengan M.Miran, tanggal 15 Mei 2001.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 125
empati terhadap sesama. Menjaga keseimbangan dan menjauhi perselisihan, selain itu masyarakat Samin Dusun Jepang menjaga hubungan yang seimbang dan stabil dengan lingkungan sekitarnya, termasuk dengan alam semesta. Dengan berkembangnya Islam, interaksi yang ditunjukkan oleh kedua golongan masyarakat Dusun Jepang yaitu penganut ajaran Samin dan penganut agama Islam masih baik. Ada kerjasama yang baik antar masyarakatnya, semua dianggap sebagai saudara, hal yang masih diperhatikan dari kedua golongan tersebut adalah sikap gotong royong. Islam juga telah membawa perubahan pada sisi budaya masyarakat Samin, khususnya yang berkaitan dengan perkawinan, kematian dan ritual-ritual.
B. Dampak Sosial-Budaya Melalui perkembangan Islam dari tahun ke tahun, berbagai kehidupan sosial budaya masyarakat Samin mengalami perubahan. Berbagai perubahan sosial budaya tersebut tampak dalam interaksi sosial dengan dengan masyarakat luar, dalam tradisi maupun kebudayaannya. Perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat dapat bersifat progress atau regress, cepat atau lambat, luas atau terbatas mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola perilaku organisasi, struktur lembaga kemasyarakatan, lapisan-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 126
lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan sebagainya.13 Di dalam mengamati perubahan ekonomi, politik, sosial dan budaya, para Sosiolog menggunakan berbagai label dan kategori teori yang berbeda untuk
menggambarkan
untuk
menggambarkan ciri-ciri
dan
struktur
masyarakat lama yang telah runtuh menjadi tatanan masyarakat baru yang sedang
terbentuk.
Tonnies
menggunakan
istilah
gemeinschaft
dan
gesellschaft, Durkheim mengamatinya melalui solidaritas mekanik dan organiknya, Comte mengujinya dengan tiga tahapan perkembangan masyarakat, yaitu; tahap teologi, tahap metafisik dan tahap positif, ada yang mengkaji perubahan tersebut dengan mengamati perbedaan struktur masyarakat pedesaan dan struktur masyarakat perkotaan.14 Apabila menilik kembali perjalanan berkembangnya Islam di Indonesia, terlihat bahwa Islam berkembang melalui persinggungan dengan tradisi atau budaya masyarakat setempat. Di dalam persinggungan tersebut, ada berbagai kompromi yang dilakukan oleh pembawa Islam dengan masyarakat tersebut. Dapat kita lihat, seperti yang dilakukan oleh para Walisongo. Strategi yang digunakan adalah memunculkan unsur Islam pada setiap tradisi lokal, sehingga agama Islam mudah diterima. Islam tidak
13
Oman Sukmana, “Proses Perubahan Sosial Budaya Masyarakat Samin” dalam Nurudin, et.al, Agama Tradisional: Potret Kearifan Hidup Masyarakat Samin dan Tengger, (Yogyakarta: LKiS, 2003), hlm 70. 14 Ibid, hlm 71.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 127
menghilangkan tradisi lokal yang telah terbentuk sejak dahulu, tetapi mengakomodasi nilai-nilai yang positif pada setiap tradisi lokal dengan tetap mengkritisinya. Dengan jalan kompromi tersebut, menimbulkan akulturasi dan sinkretisme antara budaya lokal dengan ajaran agama Islam. Perkembangan agama Islam yang ada di Dusun Jepang yang dikembangkan oleh pemuda Samin sendiri, berjalan beriringan dengan tradisi Samin terdahulu. Hal ini merupakan pengaruh yang bersifat internal. Selanjutnya yang terjadi adalah masuknya unsur baru dalam dalam masyarakat dengan tidak menghilangkan tradisi yang lama, kecuali dalam halhal tertentu, misalnya adat magang dan kerukunan yang tidak ada dalam agama Islam, adat Jawa, maupun peraturan pemerintah. Antara tradisi lama dengan unsur baru yang masuk saling mempengaruhi. Selanjutnya seberapa besar perubahan yang terjadi dengan adanya kontak antara tradisi Samin dengan ajaran agama Islam. Di dalam pemahaman masyarakat Samin tentang agama Islam, penerimaan terhadap unsur Islam yang baru, diperoleh melalui langkah akomodasi terhadap tradisi Samin yang berkembang dalam kehidupan seharihari. Seringkali masyarakat Samin mempunyai pandangan yang berbeda terhadap ajaran agama Islam, seperti ungkapan-ungkapan dalam ibadah umat Islam diartikan dengan pemahaman mereka sendiri. Hal ini disebabkan adanya tingkat pemahaman yang kuat pada tradisi lokal Samin yang sudah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 128
mapan dan mengakar dalam kehidupan masyarakatnya. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya, sinkretisme yang terjadi antara tradisi Samin dengan ajaran agama Islam tergantung dengan tingkat pemahaman masyarakat tentang Islam dan langkah kompromi yang dilakukan oleh para pendakwah, dalam hal ini adalah golongan muda Samin, yaitu M.Miran dan Sumiran. Golongan muda dalam mewujudkan masyarakat yang religius, mengupayakan ajaran agama Islam dapat diterima dengan cara yang hati-hati, tanpa ada paksaan, bersikap toleran kepada golongan tua yang tetap berpegang teguh pada ajaran leluhurnya, yaitu Samin. Selanjutnya, dalam proses mengembangkan ajaran Islam kepada masyarakat, golongan muda selalu mencoba menghindari konflik, berusaha mencari cara yang harmonis agar tidak menghancurkan keberadaan masyarakat itu sendiri, sampai nantinya agama Islam dapat diterima secara menyeluruh oleh masyarakat Samin. Seperti yang disampaikan M.Miran berikut ini: Semua informasi yang diberikan selalu diupayakan dengan cara yang baik, kami menghindari konflik yang mungkin terjadi. Ya Alhamdulillah perkembangan amaliyah keagamaan cukup lumayan, tetapi masyarakat menjalankannya masih dirumah masing-masing, karena mereka belum siap berjama’ah di masjid atau langgar. Bahkan pada tahun 1996-1999, orangorangtua sudah mulai ikut shalat berjama’ah, ikut shalat jum’at. Dulunya memang belum ikut, karena belum tahu dan masih malu. Jadi, kita tidak bisa menyalahkan. Tetapi setelah tahu, Alhamdulillah mereka juga bisa mengamalkannya sampai sekarang.15 15
Wawancara dengan M.Miran, tanggal 27 November 2010.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 129
Masyarakat Samin di Dusun Jepang menghendaki kehidupan yang selalu harmonis, terhindar dari konflik dan menjauhi pertikaian. Hal ini sejalan dengan konsep dalam teori fungsionalisme dari Talcott Parsons, pendapat Parsons ini lebih bersifat konservatif, karena beranggapan bahwa, masyarakat selalu berada pada situasi yang harmonis, stabil, seimbang dan bersifat mapan. Tidak terganggunya keharmonisan, kestabilan, keseimbangan dan kemampanan suatu sistem sosial atau masyarakat bila memang tidak ada dorongan yang dinamik yang muncul dari dalam masyarakat dan intervensi eksternal melalu penerapan informasi.16 Perubahan pada masyarakat Samin menunjukkan adanya dorongan yang bersifat statis yang berasal dari golongan muda Samin. Demikian juga dengan adanya intervensi eksternal melalui informasi dari luar tidak menimbulkan kekacauan, bahkan dorongan dan informasi yang ada telah memberikan perubahan ke arah kemajuan bagi masyarakat Samin. Di dalam suatu kelompok masyarakat, selalu ada individu, golongan atau kelompok yang bersifat kolot atau kaku, yang tidak suka dan menilak hal-hal baru yang mempengaruhi, tetapi ada pula individu, golongan atau kelompok lain yang progressif, yang mau menerima hal-hal baru yang datang. Penolakan dan penerimaan yang dilakukan masing-masing golongan tersebut membawa konsekuensi sosial yang macam-macam.
16
Oman Sukmana, Op.cit, hlm 73.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 130
Salah
satu
wujud
penolakan
terhadap
pengaruh
unsur-unsur
kebudayaan asing dan pergeseran sosial budaya yang merupakan akibat dari peristiwa itu adalah munculnya gerakan-gerakan kebatinan, dimana “warga yang kolot” dapat mengundurkan diri dari kenyataan kehidupan masyarakat yang bergeser itu ke alam mimpi, mengenai jaman strategis dan kejayaan kuno. Selain itu, interaksi yang berbeda dari orang-orang yang kolot dan orang-orang yang progressif terhadap unsur-unsur kebudayaan asing, tidak jarang mengakibatkan perpecahan masyarakat dengan berbagai konsekuensi konflik sosial politik.17 Hal ini, tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga dalam banyak masyarakat di dunia, sedangkan penerimaan total terhadap halhal yang baru tersebut. Perubahan yang terjadi pada masyarakat Samin Dusun Jepang, dari masa ke masa mengalami perbedaan. Konflik yang muncul antara masyarakat Samin dengan pengaruh asing, terjadi pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia. Setelah masa kemerdekaan masyarakat menganggap bahwa kehidupan akan makmur sejahtera, karena akan dipimpin bangsa sendiri, sehingga berakibat pada penerimaan terhadap nilai-nilai baru yang datang dari luar komunitas Samin, khususnya agama Islam. Demikian halnya dengan kehidupan sosial-budaya masyarakat Dusun Jepang, telah mengalami perubahan. Perubahan kebudayaan itu seirama dengan perubahan hidup
17
254-255.
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hlm
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 131
masyarakatnya, yang berasal dari pengalaman baru, pengetahuan baru, teknologi baru dan akibatnya penyesuaian cara hidup dan kebiasaannya kepada situasi baru. Sikap mentak dan nilai budaya turut serta dikembangkan guna keseimbangan dan integrasi baru.18 Perubahan kebudayaan pada masyarakat Samin dapat dilihat dari perspektif perubahan kebudayaan. Secara teoritis, perubahan kebudayaan itu mencakup lima hal pokok, yaitu: 1) perubahan sistem nilai yang prosesnya integrasi ke disintegrasi, untuk selanjutnya menuju reintegrasi, 2) perubahan sistem makna dan sistem pengetahuan yang berupa penerimaan suatu kerangka makna, penolakan atau penerimaan makna baru dengan proses orientasi ke disorientasi, untuk menuju reorientasi sistem kognitifnya, 3) perubahan sistem tingkah laku yang berproses dari penerimaan tingkah laku, penolakan dan penolakan tingkah laku baru, 4) perubahan sistem interaksi, dimana akan muncul gerak solidaritas, 5) perubahan sistem kelembagaan atau pemantapan interaksi, yakni pergeseran dari tahapan organisasi ke disorganisasi, untuk menuju reorganisasi.19 Kehidupan
sosial-budaya
masyarakat
Samin
telah
mengalami
perubahan, walaupun masyarakat Samin telah berusaha untuk tetap mempertahankan identitas dan tradisi mereka. Namun, akibat interaksi dengan budaya masyarakat luar, khususnya persinggungan dengan agama Islam. Ada 18 19
Bakker dalam Oman Sukmana, Op.cit, hlm 75. Kleden dalam Oman Sukmana, Op.cit, hlm 77.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 132
beberapa perubahan yang mencolok, meliputi: 1) identitas diri, 2) tradisi perkawinan dan 3) kematian. Perubahan tersebut terjadi dalam kurun waktu yang panjang dan bertahap melalui berbagi upaya dari pemerintah, masyarakat sekitar dan anggota masyarakat Samin sendiri. 1. Identitas Yang Berubah Masyarakat Samin dahulu adalah sekelompok masyarakat yang mempunyai karakteristik sendiri, terlepas dari masyarakat Jawa yang feodal. Meskipun masih dalam lingkungan budaya Jawa. Masyarakatnya bersifat kolot atau kaku, bertindak sesuai kehendak mereka sendiri, suka membantah dan mempunyai kebanggaan akan ajaran leluhurnya, yaitu mengakui bahwa ajaran Samin adalah ajaran yang paling baik dan akan mendatangkan ketentraman. Konsepsi dan perilaku yang demikian itu membawa pada tindakan untuk mengisolasi diri, menghindari pengaruh yang berasal dari luar. Pada masa sekarang, dengan adanya ilmu pengetahuan baru yang berasal dari agama Islam melalui pondok dan penyebaran yang dilakukan oleh golongan muda, pengalaman baru dan interaksi dengan budaya lain khususnya agama Islam, masyarakat Samin mulai meninggalkan identitas mereka itu, khususnya pada golongan muda. Generasi muda, mulai malu apabila disebut sebagai keturunan Samin, sangat sedikit dari golongan muda ini mau memakai sebutan “Wong Samin”, mereka lebih suka sebagai masyarakat biasa. Mereka sudah mulai tidak mempelajari tradisi Samin, mereka menanggalkan atribut Samin dan mulai mempelajari agama Islam. Hal ini dapat dilihat, para peserta commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 133
yang mengikuti aktifitas dakwah M.Miran adalah para remaja. Tercermin dalam perkataan M.Miran berikut ini: Kalau masalah Samin, sepamahaman saya adalah sama-sama, rukun, bareng-bareng, gotong royong, yang disebut sami-sami atau Samin. Kalau sekarang ini sudah dapat dikatakan sebagai eks masyarakat Samin. Memang kalau dulu, masyarakat sini masih disebut Samin karena mereka membangkang pada pemerintah Belanda. Kalau melawan pakai senjata, kita tidak mampu, maka waktu itu perlawanannya dengan cara membangkang terhadap pemberlakuan pajak dari pemerintah.20 Senada dengan yang disampaikan Sukijan berikut ini: Masalah mriki niku, benten kalih sanes-sanesipun, istilahe teng mriki niku werno kalih. Saking atasan niku, namine masyarakat Samin, la, masyarakat Samin niku mboten sedoyo, istilahe nggih gado-gado. Teng mriki niku, setengahe sampun mboten Samin. Nek kulo itung niku, masyarakat Samin kantun 14 KK. Artinya: disini itu berbeda dengan yang lainnya, disini itu ada dua warna. Pemerintah menyebutnya masyarakat Samin, tapi masyarakat Samin itu tidak semua, bisa dikatakan campurcampur. Disini itu, setengahnya sudah tidak Samin lagi. Kalau saya hitung, masyarakat Samin tinggal 14 KK.21 Pernyataan di atas menunjukkan bahwa, masyarakat Samin yang ada di Dusun Jepang telah mengalami distorsi ajaran, masyarakat mulai enggan untuk memakai istilah Samin, khususnya golongan muda. Lain halnya dengan golongan tua Samin, mereka masih tetap mempertahankan keyakinan mereka, meskipun telah banyak keturunan mereka yang tidak lagi mengikuti ajaran Samin. Golongan tua Samin yang masih berpegang kuat pada ajaran Samin, biasanya menunjukkannya dengan simbol-simbol, seperti tata cara berpakaian. 20 21
Wawancara dengan M.Miran, tanggal 29 Januari 2011. Wawancara dengan Sukijan, tanggal 7 Mei 2011.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 134
Pakaian khusus yang mereka kenakan adalah celana kolor sampai lutut, baju oblong seperti pakaian yang biasa dipakai para wali, tidak berkerah, memakai udengan (ikat kepala) dan tanpa alas kaki, semua berwarna hitam. Saat ini, pakaian khas Samin tersebut dikenakan pada acara perkawinan atau syukuran yang lain. Sedang dalam keseharian, bagi laki-laki menggunakan sarung atau celana pendek komprang dengan kaos oblong, sedangkan bagi perempuan menggunakan kebaya sederhana dan jarik (kain panjang). Bagi golongan tua Samin, meskipun masih mempertahankan ajaran leluhurnya, mereka juga tidak mau dianggap wong Samin, karena maknanya berkonotasi jelek, tidak patuh dan selalu membangkang. Mereka lebih suka jika disebut dengan sebutan “wong sikep”, seperti yang disampaikan Mbah Hardjo Kardi: “iku dudu wong Samin nanging tiyang sikep, artinya: itu bukan Samin, tapi sikep”22 hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Samin tidak ingin digolongkan sebagai kelompok masyarakat yang aneh, kolot dan suka membangkang. Kata sikep sendiri berasal dari akronim isine wis jangkep, yang maknanya adalah orang yang isinya atau ilmunya sudah lengkap. 23 2. Tradisi Perkawinan Ajaran perkawinan bagi masyarakat Samin merupakan tujuan utama dalam hidup. Perkawinan sangat penting, tidak hanya sekedar bertemunya 22
Wawancara dengan Hardjo Kardi, tanggal 29 Januari 2011. Wakit, et.al, “Masyarakat Samin di Kabupaten Blora: Studi Kasus tentang Tradisi Sikep dan Hubungannya Dengan Perilaku Sosial-Ekonomi” (Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2002), hlm 1. 23
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 135
laki-laki dan perempuan untuk melakukan hubungan suami-istri, makna perkawinan lebih dari itu. Ajaran ini menganjurkan penganutnya agar perkawinan menjadi alat untuk meraih keluruhan budi, yang nantinya akan menciptakan keturunannyang mulia. Sehingga bagi masyarakat Samin perkawinan mendapat penghormatan tulus dari pengikutnya. Perkawinan adalah wadah prima bagi manusia untuk belajar, melalui lembaga ini manusia menekuni ilmu kasunyatan. Bukan hanya karena perkawinan nanti membuahkan keturunan yang akan meneruskan sejarah hidup kita, tetapi juga karena sarana ini menegaskan hakikat ketuhanan, hubungan antara pria dan wanita, rasa sosial dan kekeluargaan, dan tanggung jawab. Jelas masyarakat Samin memandang sakral terhadap lembaga perkawinan.24 Prinsip kesakralan sebuah lembaga perkawinan dalam masyarakat Samin, memunculkan sikap saling menjaga antara suami-istri, jarang terjadi perceraian dan istri lebih dari satu. Karena memang pada awal perkawinan, suami-istri sudah saling janji untuk saling bersama dalam suka dan duka serta berbagai situasi. Seperti yang disampaikan Mbah Hardjo Kardi berikut ini: Nek carane wong sikep iku ora ono seneng-senengan trus pacaran. Wong tuo podho wong tuo, wong lanang wektu kawinan ngucap ijab qabul, koyo ngene: wit jeng nabi adam jenenge lanang damele rabi, tata-tata jeneng wedhok pangaran…kukuh demen janji buk nikah ampun kulo lakoni. Artinya: caranya orang sikep itu, tidak ada seneng-seneng krmudian pacaran. Orangtua dengan orangtua. Yang laki-laki 24
Soerjono Sastroatmojo, Op.cit, hlm 30.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 136
pada saat perkawinan mengucapkan ijab qabul seperti ini: sejak nabi adam pekerjaan saya memang kawin. Kali ini saya mengawini seorang perempuan bernama (nama calon istri). Saya berjanji setia padanya, hidup bersama telah kami jalani.25 Dapat dipahami bahwa, niat perkawinan masyarakat Samin adalah untuk membentuk sebuah keluarga dalam rumah tangga yang baik. Kata-kata kukuh demen janji merupakan janji suci yang harus ditepati masing-masing, jika janji itu dilanggar, maka akan merusak suasana kekeluargaan. Tapi, apabila ada yang menyukai orang lain, maka masing-masing akan merelakan untuk menikah. Hubungan mereka terjalin dengan baik, sudah dianggap sebagai sedulur (saudara). Sejak adanya kontak dengan budaya luar atau tradisi lain, khususnya Islam, yang disiarkan oleh golongan muda dan peran pemerintah melalui penyuluhan intensif, mengakibatkan terjadinya beberapa perubahan dalam pelaksanaan prosesi perkawinan pada masyarakat Samin. Misalnya: para remaja dalam memilih pasangan hidupnya, tidak lagi bergantung pada orangtua
mereka
atau
melalui
perjodohan.
Mereka
sudah
mulai
menentukannya, atas dasar suka sama suka, meskipun yang akan menjadi pilihan bukan keturunan Samin. Contohnya: Sumiran menikah dengan gadis asal Balen, M.Miran menikah dengan gadis asal Sumberejo, bahkan Rasemi anak Mbah Hardjo Kardi, menikah dengan laki-laki asal Ngawi.
25
Wawancara dengan Hardjo Kardi, tanggal 31 Januari 2011.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 137
Keterikatan dengan ajaran Samin sudah mulai ditinggalkan oleh generasi sekarang, mereka mau melaksanakan perkawinan di Kantor Urusan Agama (KUA), hal demikian tidak pernah terjadi sebelumnya. Seperti yang disampaikan oleh Sukijan berikut ini: Tahun 1967 wonten nikah massal di Dusun Jepang, pernikahan massal niki adalah wujud ketaatan penduduk mriki kalihan peraturan saking pemerintah. Hal ini membuktikkan bahwa pengaruh agama Islam sudah masuk dalam kehidupan warga Samin Dusun Jepang.26 Sebelum Islam masuk di Dusun Jepang, masyarakat tidak pernah mau melaksanakan perkawinan secara Islam melalui lembaga KUA, karena peran sesepuh Samin masih melekat erat pada keyakinan mereka. Selain itu, dalam prosesi perkawinan masyarakat Samin, ada tradisi yang sudah mulai ditinggalkan, yaitu: prosesi magang dan kerukunan. Pada kedua tahap ini, yaitu magang dan kerukunan, masyarakat sering menganggap kumpul kebo, karena melakukannya tanpa ada ikatan perkawinan. Hal ini menimbulkan kejengkelan pada masyarakat Samin, mereka menganggap itu sudah tidak berlaku lagi. Cara kumpul kebo itu hanya sebutan pada saat masa penjajah Belanda. Kejengkalan masyarakat Samin itu tampaknya telah dipengaruhi oleh perubahan yang dialami mereka. Setelah Islam masuk dan mempengaruhi kehidupan masyarakat, dan adanya upaya-upaya persuasif dari pemerintah dalam mengembangkan agama Islam, tradisi magang dan kerukunan sudah 26
Wawancara dengan Sukijan, tanggal 5 Agustus 2011.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 138
tidak dijalankan lagi. Pola pikir masyarakatnya, khususnya pada golongan muda telah berubah. Mereka tidak setuju dengan adanya tradisi magang dan kerukunan tersebut. Lambat laun tradisi ini memudar, terkikis dan ditinggalkan, karena tidak sesuai dengan ajaran agama Islam. Di dalam Islam, tradisi semacam ini disebut zina dan terlarang atau haram. Di dalam proses ini, terjadi sinkretisme atau perpaduan antara tradisi Samin dengan ajaran agama Islam. Ada dua macam upacara dalam perkawinan masyarakat Samin, yaitu perkawinan adat dan perkawinan di muka pejabat agama Islam di Kantor Urusan Agama (KUA). Hal ini menunjukkan bahwa, proses akulturasi telah terjadi dalam dua kebudayaan yang berbeda, tradisi Samin di satu sisi dan agama Islam di sisi lain. Dengan adanya dua prosesi upacara perkawinan ini, menampakkan perubahan yang dialami masyarakat setelah Islam datang di Dusun Jepang. Tradisi Samin tersebut, hanya sedikit yang masih menggunakannya, sebatas pada keluarga Mbah Hardjo Kardi dan penganut setia ajaran Samin atau golongan tua saja. Masyarakat yang lain, khususnya golongan muda sudah mulai meninggalkan tradisi tersebut. Mereka langsung menyerahkan kepada penghulu (pejabat KUA) untuk menikahkan secara Islami, tanpa ada ijab qabul secara Samin. Sedangkan bagi penganut Samin, setelah melakukan tradisi Samin, mereka lanjutkan dengan proses Islam. Secara keseluruhan, masyarakat telah melaksanakan UU Perkawinan No.1 Tahun 1974. Hal ini menunjukkan masyarakat Samin telah mengalami perubahan secara bertahap. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 139
Bagi masyarakat yang hendak melaksanakan pernikahan, biasanya datang sendiri ke Kantor Urusan Agama (KUA). Mereka berpendapat, bahwa biaya yang dikeluarkan relatif sedikit apabila datang ke Kantor Urusan Agama (KUA). Tapi, jika mendatangkan pejabat KUA kerumah mempelai, maka biaya akan lebih besar lagi. Berbagai perubahan dalam tradisi perkawinan Samin tidak lepas dari peran golongan muda,27 melalui berbagi penyuluhan yang dilakukan bersama dengan pejabat pemerintah, pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang proses perkawinan secara Islam dapat diterima masyarakat Dusun Jepang dengan terbuka. 3. Tradisi Kematian Pada masa lalu, masyarakat Samin dalam mengurus jenazah masih terlihat apa adanya, masih belum ada perlakuan-perlakuan yang dilakukan. Semua prosesi mengurus mayat, hanya apa adanya. Masyarakat mengenal istilah glundung semprong, yaitu orang yang telah meninggal dunia dikuburkan apa adanya. Mayat akan dikubur apa adanya tanpa dibungkus kain tertentu, hanya baju yang dikenakan pada saat masih hidup. Masyarakat Samin juga tidak mengenal arah dalam mengubur mayat, hanya dikubur secara sederhana dan sedemikian rupa. Menurut masyarakat Samin, orang
27
M.Miran adalah pegawai Kantor Urusan Agama Kecamatan Margomulyo, sehingga lebih mudah bagi pemerintah untuk menginformasikan berbagai penyuluhan melalui anggota masyarakat Samin sendiri.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 140
yang meninggal dunia hanya salin sandangan.28 Raga atau badan yang meninggal, tetapi roh atau jiwanya masih hidup, nantinya akan menitis atau menyusup kepada sesuatu yang hidup di dunia. Jika tingkah laku orang yang meninggal tersebut baik selama hidupnya, maka rohnya akan menyusup pada bayi. Tetapi jika tingkah lakunya jahat selama hidupnya, maka akan menyusup pada binatang. Semenjak terjadi penetrasi informasi keagamaan yang dilakukan oleh M.Miran dan kerjasama dengan pemerintah, perlakuan terhadap jenazah sudah berubah. Jenazah diperlakukan secara Islami, mayat dimandikan, dikafani, dishalatkan, dan dikuburkan menurut aturan-aturan dan syari’at Islam. Perubahan yang terjadai tersebut merupakan wujud peran para golongan muda dalam menyebarkan dan mengembangkan ajaran atau nilainilai agama Islam kepada masyarakat Samin Dusun Jepang. Seseorang yang telah meninggal dunia, jenazahnya akan diurus oleh modin, secara Islam. Jenazah laki-laki diurus oleh laki-laki dan jenazah perempuan diurus oleh perempuan, semua prosesi dilakukan menggunakan cara Islam.29 Demikian halnya ketika jenazah akan diberangkatkan, dilakukan selamatan dipimpin oleh modin dengan membaca doa-doa dalam berbahasa Arab. Di dalam proses penguburan jenazah, sudah dihadapkan ke arah kiblat, dibacakan adzan dan
28 29
Wawancara dengan Hardjo Kardi, tanggal 12 Mei 2011. Wawancara dengan Sukijan, tanggal 12 Mei 2011.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 141
talqin dengan diakhiri dengan doa dalam bahasa Arab, selanjutnya diartikan dalam bahasa Jawa. Acara lain selama ada orang yang meninggal adalah selamatan yang juga biasa ada dalam tradisi Jawa, yaitu selamatan tiga hari, tujuh hari, empat puluh hari, seratus hari dan seribu hari. Tetapi selamatan tersebut tidak diharuskan, seperti kebanyakan orang Jawa, karena bagi masyarakat Samin semua hari adalah baik, tidak ada perhitungan hari dalam tradisi masyarakat Samin. Selain itu, jika ada selamatan peringatan kematian kerabat, sudah mulai diiringi dengan pembacaan yasin, tahlil dan doa-doamyang diambil dari bacaan Islam. Meskipun hanya sedikit yang mampu membaca Al-Qur’an, itupun hanya dari kalangan golongan muda, tidak ada satupun dari golongan tua (empat puluh lima tahun ke atas) yang bisa membaca Al-Qur’an, mereka hanya duduk dan mendengarkan. Sejalan dengan proses perubahan masyarakat Samin, masuknya Islam dalam kehidupan masyarakatnya telah membantu perkembangan masyarakat. Pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang Islam sudah mulai tertanam dalam pemikiran mereka, walaupun secara bertahap. Islam telah membawa hal baru bagi masyarakat Samin, sehingga lama-kelamaan ajaran Samin dalam bidang ketuhanan, sosial kemasyarakatan dan tradisi telah bersinergi dengan Islam. Pada nantinya, ajaran Samin semakin memudar, kecuali bagi golongan tua Samin. Agama Islam telah bercampur dengan ajaran Samin, sehingga terjadi sinkretisme dalam proses perubahan. Namun, masih terdapat ajaran commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 142
Samin yang mewariskan pelajaran berharga dan menjadi bagian dalam masyarakat Dusun Jepang, yaitu sosial-kemasyarakatan. Golongan muda dengan ilmu pengetahuannya telah membawa perubahan yang berpengaruh pada berubahnya cara pandang, tingkah laku dan pola pikir masyarakat Samin di Dusun Jepang dari masa ke masa. Hal ini menunjukkan bahwa, masyarakat Samin Dusun Jepang tidak anti terhadap perubahan. Islam yang dipelajari masyarakat Samin dipahami secara budaya, sehingga terjadi adopsi dan adaptasi ajaran. C. Dampak Keagamaan Memahami konsep keagamaan dan ketuhanan masyarakat Samin, terdapat dua pandangan berbeda antara golongan tua dan golongan muda. Bago golongan tua, mereka menyatakan tidak menganut suatu agama tertentu. Mereka memandang agama dalam arti kepercayaan dan keyakinan, bahwa semua agama baik. Pandangan ini berdasar pada pendirian bahwa semua manusia sama, tidak ada bedanya, karena mempunyai kepentingan yang sama. Para golongan tua menyatakan bahwa mereka mempunyai ajaran semua agama. Seperti yang disampaikan Mbah Hardjo Kardi “Islam aku iki duwe, Kristen duwe, Ageman Adam duwe” artinya: Islam, Kristen, Ageman Adam, saya punya.30
30
Wawancara dengan Hardjo Kardi, tanggal 29 Januari 2011.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 143
Ungkapan
tersebut
menggambarkan,
bahwa
masyarakat
tidak
membedakan, hanya tergantung tingkah laku orang yang menganut suatu ajaran tertentu yang menunjukkan dia baik atau jahat. Dalam pandangan mereka, meskipun seseorang telah memeluk suatu agama tertentu, tetapi bila tidak mampu hidup rukun dengan sesame makhluk hidup, mereka dianggap belum dapat menerapkan ajaran agamanya, sehingga bagi masyarakat Samin tidak penting beragama atau tidak. Golongan tua mengajarkan, apabila ingin disebut baik, maka berbuat baik dan bila tidak ingin disakiti jangan menyakiti, semua kehidupan ada imbalannya. Konsep ajaran Samin terdapat dalam buku yang berjudul Serat Uri-Uri Pambudi, buku ini tentang pemeliharaan tingkah laku manusia yang berbudi. Ajaran kebatinan Samin Soerosentiko adalah perihal Manunggaling Kawula Gusti atau sangkan paraning dumadi.31 Pandangan ini diinterpretasikan oleh Parsudi Suparlan sebagai ungkapan darimana manusia berasal, apa dan siapa dia pada masa kini, dan kemana tujuan hidup yang dijalani dan dituju.
32
Dalam pandangan ini, kita menyadari atau tidak menyadari, darimana berasal, kita tentu mempunyai tujuan dan arah hidup dalam kehidupan ini, percaya atau tidak dengan adanya Tuhan, kita telah berada dalam dunia yang telah diciptakan.
31 32
Suripan Hadi Hutomo, Tradisi dari Blora (Blora: Citra Almamater, 1996), hlm 22. Ibid.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 144
Hal lain yang menjadi pedoman pengikut Samin adalah perkataan Ki Samin Soerosentiko perihal Manunggaling Kawula Gusti dapat diibaratkan sebagai rangka umanjing curiga, dalam Serat Uri-Uri Pambudi diterangkan sebagai berikut: Rangka umanjing curiga puniko ngibarating ngilmi anedakake pamoring kawula gusti ingkang sejati. Sirnaning kawula, tumuning gusti balaka. Ageng (gonja) wesiaji puniko sanepa pamor netepaken bilih kados makaten puniko dipun wastani pamoring kawula gusti (…) sejatosipun gesang puniko namung kaling-kalingan wuwujudan kita piyambak. Inggih gesah panjenengan inggih anggesangaken badan kita puniko nunggil pancer. Gesang sejati puniko inggih agesangi sagung dumados. Artinya: tempat keris yang meresap masuk ke dalam kerisnya mengibaratkan ilmu ketuhanan. Hal ini menunjukkan percampuran antara makhluk dan khaliknya yang benar-benar sejati. Bila makhluk musnah yang ada hanya Tuhan. Senjata tajam menunjukkan bahwa seperti itulah yang disebut campuran makhluk dan khaliknya. Sebenarnya yang dinamakan hidup hanyalah terhalang adanya badan atau tubuh kita sendiri, yang terdiri dari darah, daging dan tulang. Hidup kita ini yang menghidupkannya adalah yang sama-sama menjadi pokok kita. Hidup yang seperti itu adalah hidup yang menghidupi segala hal yang ada di alam semesta.33 Ajaran Ki Samin Soerosentiko tersebut menunjukkan adanya pengakuan tentang adanya Tuhan sebagai penguasa kehidupan dan alam semesta. Dalam kenyataan hidup di dunia ini, Ki Samin Soerosentiko mengibaratkan dirinya sebagai wakil Tuhan, sehingga muncul pemahaman bahwa akan menyatu dalam diri Tuhan. Dari kata-kata tersebut bahwa keyakinan orang Samin sejalan dengan konsepsi tasawuf Islam sebagaimana yang diajarkan oleh Ronggowarsito, Nurrudin Ar-Raniri, Bukhori Al-Tauhari
33
Ibid.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 145
dan prinsip-prinsip monoistis dalam pamoring kawula gusti. Karena ilmu seperti itu hanya mungkin dipahami bila kita telah sampai kepada ma’rifat, maka orang Samin justru menafsirkannya sebagai semacam jati diri yang sempurna.34 Kenyataan itu telah digambarkan oleh Ki Samin Soerosentiko berikut ini: ...dene ingkang sipat wisesa. Wewakiling Allah tangala inggih puniko ingsun, yasa daleman ageng ingkang minangka wewaranipun, inggih puniko wujud kita menungso (ingkang minangka kanyatanipun ingsun), kang nembah kawula kang sinembah gusti sajatosipun tutunggilan namung kali-kalingan sipat, tegesipun ingkang jumeneng gesang pribadi sampun kempal dados setunggal… Artinya: …yang dinamakan sifat penguasa utama atau luhur yang bertindak sebagai wakil Allah, yaitu saya yang membuat rumah besar, yang merupakan tirai, yaitu badan atau tubuh kita (yaitu yang merupakan realisasi kehadiran saya). Yang bersujud adalah makhluk sedangkan yang disujudi adalah Tuhan. Hidup mandiri itu adalah sebenarnya telah berkumpul menjadi satu, antara makhluk dan Tuhannya.35 Kedudukan ingsun (aku), secara definitif menunjukkan konsep teologinya. Pengagungan diri sebagai sentra hayati ditengah kosmos, seakan suatu “rasa kumingsun”, namun sebenarnya tidak. Jelas dari syair tersebut, sekalipun ada kawula dan diaku (gusti), merupakan dua bukit yang terpisah, namun dalam memadukan tekad, semangat, niat, kemanunggalingan kosmis,
34
Soerjono Sastrostmojo, Masyarakat Samin Siapakah Mereka? (Yogyakarta: Narasi, 2003), hlm 43. 35 Suripan Hadi Hutomo, Tradisi dari Blora, Loc.cit.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 146
terdapat perluluhan dan peleburan. Dalam sastra klasik Jawa diistilahkan sebagai sumusuping rosajati, dumugi telenging sonyaruri.36 Dapat diketahui, konsep ketuhanan awal masyarakat Samin terlihat campur aduk, terdapat sinkreisme antara ajaran kebatinan Jawa, Islam dan Hindhu. Akan tetapi, pada perkembangan selanjutnya, setelah Ki Samin Soerosentiko meninggal, pemahaman dan penafsiran pengikut Samin mengalami pergeseran makna. Contoh: pada masyarakat Samin Dusun Jepang, mereka mewujudkan konsep Tuhan kepada sesuatu yang tampak secara lahiriah. Mereka menyimpulkan orangtua atau leluhurnya yang disebut Mak – Yung sebagai simbol Tuhan. Jika Tuhan dimaknai sebagai yang menciptakan manusia, maka orangtua dimaknai sebagai yang membuat manusia “ada”, karena orangtualah yang telah melahirkan mereka. Tentang keyakinan terhadap adanya Tuhan, mereka dengan tegas menyatakan bahwa Tuhan tidak ada, yang ada hanyalah ucapan tentang adanya Tuhan. Orang mengatakan Tuhan itu ada lantaran ucapannya sendiri. Mereka tidak dapat menunjukkan bagaimana bentuk dan rupa Tuhan itu, apabila mereka ditanya “sinten pangeran sampeyan?” maka mereka menjawab, “sinten malih pangeran kulo yen mboten Mak-Yung”.37 Dapat
36
Soerjono Sastroatmojo, Op.cit, hlm 44. Siapa Tuhanmu? maka akan dijawab, siapa lagi Tuhan saya, kalau bukan bapakibu. Hasan Anwar, “Pola Pengasuhan Anak Orang Samin, Desa Margomulyo, Jatim” dalam prisma edisi Oktober 1979. 37
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 147
dikatakan, bahwa paham masyarakat Samin ini adalah paham eksistensialisme sempit. Pada proses selanjutnya, perkembangan konsep ketuhanan masyarakat Samin semakin mengalamin distorsi bahkan deviasi. Hal ini disebabkan, semakin minimnya kemampuan dan pengetahuan generasi muda terhadap ajaran Samin. Akhirnya, Tuhan hanya dipahami sebatas pada ucapan semata, Tuhan ada karena perkataan manusia tentang Tuhan, sehingga mereka yakin, bahwa Tuhan tidak ada. Karena mereka tidak bisa menunjukkannya dalam bentuk materi yang bisa diketahui. Keyakinan yang dimiliki golongan tua terhadap konsep ketuhanan sinkretis tersebut masih ada, tapi hanya sebagian, sebagian besar sudah mulai luntur dan bercampur dengan ajaran Islam. Keyakinan ini banyak dipercaya oleh golongan muda, mereka mempercayai dan mengimani bahwa Tuhan adalah Allah, mengakui Nabi Muhammad SAW, percaya akan adanya kematian, adanya surga dan neraka. Secara lambat laun, pandangan masyarakat Samin Dusun Jepang tentang keimanan kepada Tuhan telah terwujud. Hal ini dapat dilihat pada perkembangan agama Islam yang pesat di Dusun Jepang, melalui kegiatan-kegiatan keagamaan yang dirancang oleh para pemuda-pemuda Dusun Jepang. Perbedaan pandangan antara golongan tua dan golongan muda, tampak dalam praktek dan konsep keimanan mereka. Bagi golongan tua, mereka masih ingin mempertahankan ajaran leluhurnya, meskipun sulit dilakukan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 148
Sedangkan bagi golongan muda, berbagai faktor yang mendorong perubahan seperti pendidikan formal maupun informal yang menyebabkan mereka mempelajari agama Islam, melalui mengaji dan mempelajari pengetahuan Islam lainnya, menyebabkan lama kelamaan memangkas konsep ajaran leluhur masyarakat Samin, dimana telah terjadi keterputusan kepemahaman antara golongan tua dan golongan muda. Akan tetapi yang menyatukan kedua generasi ini adalah ajaran sosialnya, yang mengedepankan kehidupan harmoni, rukun, gotong royong dan saling membantu. Praktek sosial inilah yang dipelihara secara bersama-sama, demi terbentuknya kerukunan bersama, tanpa adanya konflik. Berikut tabel tentang konsep dan praktek keimanan antara golongan tua dan golongan muda Samin Dusun Jepang. Tabel 11. Konsep dan Praktek Keimanan No
Golongan
konsep
Respon
Praktek keimanan
adanya
Islam
masyarakat 1
Tua
Ageman Adam
Tidak
shalat,
hanya
melakukan olah kebatinan
pengaruh
dan berdoa dengan waktu
luar,
yang tidak ditentukan
Islam
Tidak puasa, dalam arti
sikap
tidak menahan haus dan
toleransi,sebagai
lapar karena tidak kuat.
konsekuensi atas
Puasa
janji masyarakat
yang
dilakukan
adalah setiap hari, yaitu
commit to user
Mulai menerima
Samin,
dari
khususnya sebatas
bahwa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 149
tidak berbuat jahat, tidak
apabila
membicarakan orang lain,
Indonesia
tidak mencuri
dipimpin bangsa sendiri
maka
akan
selalu
menurut
pada
peraturan pemerintah yang telah ditetapkan Masih berpegang teguh
pada
ajaran
Samin,
tidak mau pindah 2
Muda
Agama Islam
Melaksanakan
puasa,
shalat,
Sudah mau terbuka dan
membayar zakat. Hal ini dilakukan
menerima
pengaruh
secara bertahap
pengaruh dari luar untuk kemajuan Dusun Jepang
(Sumber: diolah dari hasil wawancara dengan Mbah Hardjo Kardi, Sarimah, Sutikno, Maerah, M.Miran, Sumiran, Sukardi, Jamin, Lamiran, tanggal 29 Januari 2011, 31 Januari 2011 dan 9 Mei 2011.) Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa masih ada perbedaan tentang konsep dan praktek keagamaan antara golongan Tua dan golongan Muda Samin. Menurut golongan Tua Samin, dalam melaksanakan ibadah itu cukup dengan bersemedi di dalam sebuah ruang atau kamar kosong dan tidak perlu ke masjid atau ke langgar. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 150
Dakwah Islam yang secara rutin dilakukan M.Miran dan golongan muda lainnya, sangat berpengaruh bagi generasi muda Samin. Sehingga keyakinan keturunan Samin terhadap ajaran leluhurnya tidak seteguh dan sekuat golongan tuanya. Mereka telah mempelajari sedikit demi sedikit agama Islam dan berusaha menepis ajaran Samin. Hal ini dapat dilihat pada perubahan dalam memaknai istilah-istilah dalam Islam. Senada dengan yang disampaikan Sidi berikut ini: Seiring dengan majunya perkembangan zaman, agama Islam makin lama semakin masuk dalam masyarakat Samin. Kalau saya hitung, masyarakat Samin hanya tinggal beberapa KK saja dan kurang lebih 100 KK sudah memeluk agama Islam, jadi sulit untuk membedakan mana yang Samin dan bukan Samin, karena mereka semua campur jadi satu.38 Perubahan-perubahan yang terjadi dalam hal pemahaman terhadap keagamaan dan keyakinan terhadap Tuhan, membuktikan tidak adanya konflik antara golongan tua dan muda di Dusun Jepang. Meskipun bagi golongan tua, masuknya Islam di lingkungan masyarakat mereka akan mengancam kelestarian ajaran Samin. Tetapi, karena memang pandangan atau konsep ajaran Samin yang menyatakan bahwa agama itu mempunyai tujuan baik, maka tidak ada alas an untuk menolak kedatangan Islam dalam kehidupan bermasyarakat mereka, apalagi pembawa paham Islam adalah salah satu warga di Dusun Jepang.
38
Wawancara dengan Sidi, tanggal 10 Juli 2011.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 151
Guna mengetahui komposisi penduduk dalam sudut pandang keyakinan dan agama, berdasar informasi dari Sukijan, semua warga Samin di Dusun Jepang menganut agama Islam, meskipun masih dalam keyakinan yang berbeda-beda. Masih ada sejumlah masyarakat yang menganut ajaran Samin, yaitu Ageman Adam, terutama golongan tua. Golongan tua ini secara formal menganut agama Islam, tetapi dalam prakteknya, mereka masih berpegang teguh pada ajaran leluhurnya. Sampai tahun 1999, masih terdapat 14 KK dari 132 KK yang menganut Ageman Adam, sebagai keyakinan mereka. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman Islam yang masuk ke dalam pemikiran masyarakat Samin lebih besar dibandingkan dengan pemahaman terhadap ajaran Samin. Akan tetapi, pemahaman mereka masih awam terhadap Islam dan belum sepenuhnya menjalankan syari’at Islam seperti yang disebarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Islam yang diajarkan oleh golongan muda Samin memberikan pemahaman baru kepada masyarakat, terkait dengan dengan keyakinan terhadap Tuhan dan pelaksanaan praktek spiritual maupun ibadah. Dalam perkembangan selanjutnya agama Islam telah banyak dianut, sehingga Dusun Jepang menjadi daerah yang lebih religius.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 152
BAB V KESIMPULAN
Masyarakat
Samin
masih
dianggap
sebagai
suatu
kelompok
masyarakat yang mempunyai kebiasaan dan gaya hidup yang aneh, suka mengisolir, tertutup dan tidak suka menerima pengaruh dari luar komunitasnya. Citra negatif yang melekat pada diri masyarakat Samin hingga saat ini, akibat provokasi dari Pemerintah Belanda, bahwa masyarakat Samin adalah kelompok masyarakat yang suka membantah dan membangkang perintah. Citra negatif ini dipandang sebagai stereotipe dan sudah menjadi ciri khas
masyarakat
Samin,
sehingga
masyarakat
lainnya
menganggap
masyarakat Samin masih bersifat kolot, kaku dan tertutup. Pada masa sekarang, dapat dilihat bahwa sebenarnya masyarakat Samin telah mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi pada masyarakat Samin tidak lepas dari peranan golongan muda, sebagai generasi peubah. Di dalam peranannya, ada beberapa faktor penting yang menyebabkan munculnya peran golongan muda dalam perkembangan Islam. Beberapa faktor tersebut, antara lain: 1) program pemerintah, 2) pola pikir generasi muda, 3) meningkatnya pendidikan masyarakat Samin Dusun Jepang, 4) interaksi yang terjalin antara masyarakat Samin dengan masyarakat luar, dan 5) masuknya media massa di lingkungan masyarakat Samin Dusun Jepang. commit to user 152
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 153
Faktor-faktor tersebut telah menjadi pendorong berbagai perubahan dan melekat pada generasi muda Samin. Pada generasi ini mempunyai sifat lebih terbuka dan bersedia menerima kemajuan. Anggota masyarakat yang berperan besar dalam pengembangan agama Islam di Dusun Jepang adalah golongan muda Samin. Dengan berbekal pengetahuan agama yang diperoleh selama mengikuti pendidikan di luar daerahnya, golongan muda Samin bertekad mengembangkan agama Islam, agar masyarakat Samin menjadi masyarakat yang religius. Faktor-faktor tersebut di atas, memungkinkan terjadinya akulturasi budaya melalui tahap adopsi dan akomodasi, nilai-nilai kebudayaan baru. Berpegang pada nilai ajaran Samin, masyarakat mampu beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan, alam, budaya dan ajaran lainnya, khususnya agama Islam yang dibawa oleh anggota masyarakat Samin sendiri. Perkembangan agama Islam bagi golongan tua Samin memunculkan kekhawatiran, nantinya ajaran Samin akan semakin terkikis, memudar dan bahkan ditinggalkan. Perbedaan ini memunculkan dua golongan masyarakat di Dusun Jepang, yaitu golongan tua yang masih setia dan berpegang teguh pada ajaran leluhurnya, dan golongan muda yang telah terbuka dan menerima agama Islam sebagai pedoman dalam kehidupan beragama mereka. Akan tetapi, perbedaan pandangan antara kedua golongan ini, tidak menimbulkan konflik. Mereka menunjukkan rasa saling toleransi, menghargai dan menghormati terhadap masing-masing keyakinan yang dianut. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 154
Golongan muda masyarakat Samin dalam mengembangkan agama Islam kepada masyarakat Samin. Dengan berbagai upaya yang dilakukan golongan muda untuk mengembangkan agama Islam tersebut, pemahaman dan pengetahuan masyarakat terhadap ajaran Samin kian lama kian memudar, terdapat keterputusan pemahaman ajaran Samin dari golongan tua kepada golongan muda, sehingga yang terjadi adalah adanya berbagai perubahan dalam kehidupan masyarakat. Keyakinan dan praktek religi masyarakat Samin saat ini terlihat sinkretis, mengakui keberadaan agama Islam sebagai agama formal, tetapi masih belum menjalankan syari’at Islam secara menyeluruh, karena mereka masih awam dengan ajaran agama Islam yang murni. Melalui peranan golongan muda, agama Islam yang berkembang dapat diterima dan diamalkan sesuai kemampuan masyarakatnya. Hal ini terjadi pada generasi muda, sedangkan bagi generasi tua, mereka tetap menganut ajaran leluhurnya, karena mereka menganggap bahwa ajaran leluhurnya adalah ajaran yang paling baik. Tapi antara kedua golongan tersebut tetap saling bekerjasama dan saling menghormati. Agama Islam yang berkembang di lingkungan masyarakat Samin, mulai membawa dampak dalam kehidupan sosial-budaya, yang terbukti dengan adanya akulturasi dan atau sinkretisme serta penolakan terhadap tradisi Samin. Selain itu, agama Islam juga membawa perubahan dalam sosial-kemasyarakatan bagi anggota masyarakat Dusun Jepang sendiri. Hal baru yang diterima masyarakat melalui agama Islam, menjadi bukti adanya perubahan dalam kehidupan masyarakat Samin. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 155
Mengamati
perkembangan
Dusun
Jepang
secara
umum
dan
masyarakat adat Samin secara khusus, telah mengalami perubahan. Terutama yang berkaitan dengan fenomena sosial-budaya. Adanya sarana pendidikan, walau sebatas sekolah dasar, masuknya media massa, adanya program pemerintah, interaksi dengan masyarakat luar dan berkembangnya agama Islam turut mempengaruhi perubahan sosial-budaya masyarakat Samin.
commit to user