FAKTOR RISIKO OBESITAS PADA ORANG DEWASA DI DENPASAR
PUTU ROSSI TYA LESTARI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor Risiko Obesitas pada Orang Dewasa di Denpasar adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2015 Putu Rossi Tya Lestari NIM I14100152
ABSTRAK PUTU ROSSI TYA LESTARI. Faktor Risiko Obesitas pada Orang Dewasa di Denpasar. Dibimbing oleh CESILIA METI DWIRIANI Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor risiko kejadian obesitas pada orang dewasa di Denpasar, Bali. Desain penelitian adalah cross sectional study. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara menggunakan kuesioner pada September sampai November 2014. Penelitian dilakukan terhadap 60 contoh obes dan 58 contoh normal berumur 19-55 tahun yang dipilih secara purposif. Analisis yang dilakukan meliputi uji beda Mann Whitney U, uji korelasi Spearman, dan uji regresi binary logistic metode enter. Umur, status kawin, obesitas pada orang tua, dan kebiasaan merokok berbeda nyata antara kedua contoh (p<0.05). Obesitas berhubungan signifikan dengan peningkatan umur, jenis kelamin lakilaki, status kawin, kebiasaan merokok, dan obesitas pada orang tua (p<0.05). Contoh yang berumur ≥50 tahun dan 30-49 tahun lebih berpeluang untuk mengalami obesitas dibandingkan contoh yang berumur 19-29 tahun (OR=12.228; OR=7.407). Contoh yang sudah menikah dan memiliki orang tua obes lebih berpeluang mengalami obesitas dibandingkan dengan contoh yang belum menikah dan tidak memiliki orang tua obes (OR=3.987; OR=5.967). Kata kunci: faktor risiko, obesitas, status kawin, umur dewasa
ABSTRACT PUTU ROSSI TYA LESTARI. Risk Factor of Obesity Among Adults in Denpasar. Supervised by CESILIA METI DWIRIANI The objective of this study was to analyze risk factor of obesity among adults in Denpasar. A cross sectional study was applied to 60 obese and 58 non obese persons that purposively selected, aged 19-55 years. Data was collected using a questionnaire in September to November 2014. The data was analyzed by Mann Whitney U test, Spearman correlation test and binary logistic regression with enter methods. There was a significant differences in age, marital status, parental obesity, and smoking habits between obese and normal sample (p<0.05). Obesity was significantly associated with older age, male, marrital status, smoking habits, and parental obesity (p<0.05). Subjects in the age group of ≥50 years and 30-49 years had a higher risk of being obese than the age group of 19-29 years (OR=12.228; OR=7.407). Subject who had obese parents and married status were more at risk for obesity than those who had non obese parents and unmarried status (OR=3.987; OR=5.967). Keywords: marital status, obesity, older age, risk factor
FAKTOR RISIKO OBESITAS PADA ORANG DEWASA DI DENPASAR
PUTU ROSSI TYA LESTARI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian yang dilaksanakan pada bulan September sampai November 2014 ini adalah Obesitas, dengan judul Faktor Risiko Obesitas pada Orang Dewasa di Denpasar. Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Ir Cesilia Meti dwiriani, M.Sc atas arahan, bimbingan, dan saran kepada penulis selama menyelesaikan karya ilmiah ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr Ir Lilik Kustiyah, M.Si selaku dosen penguji atas arahan, kritik, dan saran kepada penulis untuk penyempurnaan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih tidak lupa penulis sampaikan kepada Pemerintah Kabupaten Fak-Fak selaku penyandang dana beasiswa (BUD) dan penelitian ini. Terima kasih kepada Bapak dan Ibu, serta seluruh keluarga besar di Bali atas bantuan doa dan kasih sayangnya. Terima kasih kepada Gde Krishna Wardana, Ibu Endang Yuli Purwani, dan Bapak I Putu Wardana atas semua bantuan moril dan materinya. Terima kasih juga tidak lupa penulis sampaikan kepada sahabat-sahabat tersayang (Riana Pangestu, Kirana Fajar Rahmah, Ramadhani, M Rivqi Zaelani, Ineke W, Q Aliyyan, M Yulianto, Yenni N, Romi P, Asti D, Fami RP, Niken A), teman-teman terbaik GM 47, teman-teman Beasiswa Utusan Daerah Fak-Fak, tim enumerator (Shanty, Dayu, Maya, Wiwin, Devi), Tim Bantuan Medis (TBM) Janar Duta Fakultas Kedokteran Umum Universitas Udayana, dan seluruh pihak yang namanya tidak bisa disebutkan satu persatu atas semua bantuan moril dan materi selama penyusunan karya ilmiah ini. Karya Ilmiah ini diharapkan dapat memberikan informasi dan manfaat sebesar-besarnya kepada pembaca. Penulis memohon maaf apabila terdapat kekurangan dan kesalahan dalam penulisannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2015 Putu Rossi Tya Lestari
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
ii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan
2
Manfaat
2
KERANGKA PEMIKIRAN
3
METODE
4
Desain, Waktu, dan Tempat
4
Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh
5
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
5
Pengolahan dan Analisis Data
6
Definisi Operasional
10
HASIL DAN PEMBAHASAN
11
Gambaran Umum Wilayah
11
Karakteristik Contoh
11
Gaya Hidup
17
Frekuensi Konsumsi Pangan
24
Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Makro
27
Riwayat Obesitas Orang Tua
29
Morbiditas
30
Faktor Risiko Obesitas
31
SIMPULAN DAN SARAN
32
Simpulan
32
Saran
33
DAFTAR PUSTAKA
33
LAMPIRAN
36
RIWAYAT HIDUP
38
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Jenis dan cara pengumpulan data Nilai Physical Activity Rate (PAR) per satuan waktu Pengkategorian variabel penelitian Sebaran contoh berdasarkan umur, jenis kelamin, dan status perkawinan Sebaran contoh berdasarkan jumlah anggota keluarga dan pendidikan Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan dan pendapatan Sebaran contoh berdasarkan jawaban benar pada pertanyaan pengetahuan gizi Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan merokok dan jumlah rokok yang dikonsumsi per hari Jenis dan rata-rata waktu aktivitas fisik pada hari kerja Jenis dan rata-rata waktu aktivitas fisik pada hari libur Sebaran contoh berdasarkan physical activity level (PAL) Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan, jenis, frekuensi, dan durasi olahraga Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan konsumsi minuman beralkohol Sebaran contoh berdasarkan konsumsi sayur,buah, jajanan, dan makanan berlemak Sebaran contoh berdasarkan konsumsi minuman manis Rata-rata frekuensi konsumsi sumber karbohidrat, protein hewani, dan protein nabati Rata-rata frekuensi konsumsi sayuran dan buah Rata-rata frekuensi konsumsi jajanan dan minuman manis Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi dan zat gizi makro Sebaran contoh berdasarkan riwayat obesitas orang tua Sebaran contoh berdasarkan kejadian sakit
6 8 9 12 14 15 16 17 17 18 19 19 20 21 23 24 25 26 27 28 30 31
DAFTAR GAMBAR 1
Kerangka pemikiran faktor risiko obesitas pada orang dewasa di Denpasar
4
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6
Hasil uji korelasi variabel independen dengan status gizi Hasil uji korelasi variabel independen dengan status gizi (Lanjutan) Hasil uji beda Mann Whitney U Hasil uji beda Mann Whitney U (Lanjutan) Hasil uji beda Mann Whitney U (Lanjutan) Hasil uji regresi logistik metode enter
36 37 37 37 37 37
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia saat ini sedang mengalami beban ganda (double burden) masalah gizi yang meliputi kekurangan gizi (undernutrition) dan kelebihan gizi (overnutrition). Obesitas merupakan salah satu masalah kelebihan gizi yang tidak hanya terjadi di negara maju tetapi juga di negara berkembang. Prevalensi obesitas di Amerika pada tahun 2007-2008 sebesar 33.8% dan prevalensinya diperkirakan akan meningkat sebesar 51% pada tahun 2030 (Finkelstein et al. 2012). Data Riskesdas menunjukkan 14.8% orang dewasa di Indonesia yang berumur diatas 18 tahun mengalami obesitas pada tahun 2013, nilai ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2010 (11.7%). Prevalensi obesitas wanita dewasa di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 32.9%, naik 18.1% dari tahun 2007 (13.9%) dan 17.5% dari tahun 2010 (15.5%). Prevalensi obesitas pada pria dewasa di Indonesia tahun 2013 sebesar 19.7 persen, lebih tinggi dari tahun 2007 (13.9%) dan tahun 2010 (7.8%) (Balitbangkes Depkes 2013). Obesitas merupakan suatu kondisi yang terjadi akibat ketidaknormalan atau kelebihan akumulasi lemak dalam jaringan adipose (WHO 2000). Faktor risiko obesitas terdiri dari faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor yang dapat dimodifikasi. Umur adalah salah satu faktor risiko obesitas yang tidak dapat dimodifikasi, sedangkan gaya hidup adalah salah satu faktor yang dapat dimodifikasi (Kantachuvessiri et al. 2005). Umur dewasa (19-55 tahun) merupakan rentang umur terpanjang dalam kehidupan manusia. Pada umur ini terjadi perubahan sistem metabolisme sesuai dengan pertambahan umur. Umur dewasa juga rentan mengalami asupan makanan berlebih, perubahan gaya hidup menjadi sedentary life, kurangnya waktu berolahraga, dan stress yang tinggi (Kurniasih et al. 2010). Obesitas dipengaruhi secara tidak langsung oleh pengetahuan gizi. Pengetahuan gizi seseorang berpengaruh pada perilaku makan sehat khususnya sayur dan buah yang selanjutnya akan berpengaruh pada status gizinya (Wardle et al. 2000). Peningkatan prevalensi obesitas pada pria maupun wanita diketahui berdampak pada berbagai penyakit degeneratif seperti peningkatan risiko sindroma metabolik, aterosklerosis, penyakit kardiovaskuler, diabetes tipe 2, batu empedu, gangguan fungsi pulmonal, serta hipertensi (Wolfsoon 2005). Obesitas diketahui dapat dicegah dan ditanggulangi dengan meningkatkan aktivitas fisik dan modifikasi gaya hidup (Kurniasih et al. 2010). Bali merupakan salah satu provinsi dengan prevalensi obesitas yang cukup tinggi di Indonesia. Data Riskesdas menunjukkan prevalensi obesitas pada orang dewasa di Bali tahun 2013 sebesar 15.5%, nilai ini lebih tinggi dari tahun 2010 (10.4%). Denpasar merupakan kota dengan jumlah penduduk terbanyak dan prevalensi obesitas paling tinggi di Bali yaitu sebesar 10.4% pada tahun 2007 (Balitbang Depkes 2007). Tingginya prevalensi obesitas di Denpasar diduga disebabkan oleh beberapa faktor seperti umur, jenis kelamin, sosial ekonomi, pengetahuan gizi, kurangnya aktivitas fisik, dan gaya hidup. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melihat hubungan dan faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian obesitas di Denpasar.
2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas terdapat beberapa hal yang dapat dianalisis yaitu : 1. Bagaimana karakteristik orang dewasa dengan status gizi obes dan normal di daerah Denpasar. 2. Bagaimana gaya hidup, konsumsi pangan, riwayat obesitas orang tua, dan riwayat penyakit orang dewasa dengan status gizi obes dan normal di daerah Denpasar. 3. Bagaimana pengaruh karakteristik contoh, gaya hidup, konsumsi pangan, riwayat penyakit, dan riwayat obesitas orang tua dengan status gizi pada orang dewasa di daerah Denpasar. Tujuan Tujuan Umum Tujuan umum penelitian adalah menganalisis hubungan dan faktor risiko obesitas pada orang dewasa di Denpasar, Bali. Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi karakteristik (umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, pendapatan per bulan, jumlah anggota keluarga, dan pengetahuan gizi) orang dewasa dengan status gizi normal dan obes di Denpasar. 2. Mengidentifikasi gaya hidup (kebiasaan olahraga, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, kebiasaan konsumsi minuman beralkohol, konsumsi sayuran dan buah,konsumsi makanan atau minuman manis, dan konsumsi makanan berlemak) orang dewasa dengan status gizi normal dan obes di Denpasar. 3. Mengidentifikasi konsumsi pangan, riwayat obesitas orang tua, dan riwayat penyakit orang dewasa dengan status gizi normal dan obes di Denpasar. 4. Menganalisis hubungan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian obesitas pada orang dewasa di Denpasar. 5. Menganalisis faktor-faktor risiko obesitas pada orang dewasa di Denpasar. Manfaat Manfaat penelitian ini bagi wilayah terkait adalah memberikan gambaran mengenai karakteristik, konsumsi pangan, pengetahuan gizi, riwayat obesitas orang tua, riwayat penyakit, dan gaya hidup contoh, sehingga dapat dijadikan acuan dalam membuat kebijakan dan promosi kesehatan masyarakat dalam mengontrol penyakit degeneratif. Bagi masyarakat dapat memberikan informasi tentang faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap obesitas dan dampaknya terhadap kesehatan. Bagi institusi pendidikan, dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam melakukan penelitian lebih lanjut mengenai obesitas.
3
KERANGKA PEMIKIRAN Obesitas adalah suatu kondisi yang terjadi akibat ketidaknormalan atau kelebihan akumulasi lemak dalam jaringan adiposa. Obesitas berimplikasi pada peningkatan berbagai macam penyakit degeneratif, seperti penyakit kardiovaskuler, hipertensi, dislipidemia, diabetes tipe 2, batu empedu, dan beberapa jenis kanker (WHO 2000). Obesitas dipengaruhi oleh beberapa faktor, faktor risiko obesitas yang tidak dapat dimodifikasi salah satunya adalah umur, sedangkan faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah gaya hidup seperti kebiasaan merokok, rendahnya aktivitas fisik, konsumsi minuman beralkohol, makanan atau minuman manis, makanan berlemak, serta konsumsi sayuran dan buah (Kurniasih et al. 2010). Pengetahuan gizi didefinisikan sebagai pemahaman seseorang tentang zat gizi serta hubungannya dengan status gizi dan kesehatan. Pengetahuan gizi seseorang berpengaruh pada perilaku makan sehat khususnya sayur dan buah yang selanjutnya akan berpengaruh pada status gizinya (Wardle et al. 2000). Status gizi seseorang juga dipengaruhi oleh konsumsi pangan. Konsumsi pangan didefinisikan sebagai informasi tentang jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi seseorang pada waktu tertentu (Hardinsyah et al. 2002). Jumlahnya akan meningkat seiring dengan peningkatan pengetahuan gizi masyarakat. Namun konsumsi pangan yang berlebih dan berlangsung dalam jangka waktu lama akan berakibat pada terjadinya obesitas (Sumanto 2009). Kebiasaan merokok berhubungan dengan peningkatan terjadinya obesitas. Beberapa penelitian menemukan bahwa orang yang berhenti merokok cenderung mengalami obesitas daripada yang merokok dan tidak merokok. Hal tersebut diduga karena meningkatnya asupan energi disertai dengan menurunnya pengeluaran energi dan aktivitas fisik, perubahan oksidasi lemak, dan metabolisme jaringan adipose (Chiolero 2007). Beberapa penelitian menemukan, penurunan aktivitas fisik berhubungan langsung dengan peningkatan kejadian obesitas. Kurangnya aktivitas fisik menyebabkan terjadinya penimbunan lemak akibat kelebihan asupan energi (WHO 2000). Konsumsi banyak minuman beralkohol juga berhubungan dengan peningkatan terjadinya obesitas. Alkohol mengandung energi sebesar 7 kkal/g dan menyumbang 10% dari total energi. Alkohol menggantikan posisi lemak dalam proses oksidasi. Kebiasaan konsumsi etanol yang melebihi kebutuhan energi menyebabkan penumpukan lemak, peningkatan berat badan, dan obesitas (Mahan dan Escott-Stump 2008). Rendahnya konsumsi sayuran dan buah serta tingginya konsumsi makanan atau minuman manis dan berlemak pun berhubungan dengan kejadian obesitas. Beberapa penelitian menemukan bahwa rendahnya konsumsi sayuran dan buah dapat mengakibatkan risiko obesitas (He et al. 2004). Konsumsi makanan atau minuman manis dan makanan berlemak yang berlebih akan memberikan kontribusi energi yang dapat disimpan sebagai lemak dalam tubuh sehingga meningkatkan risiko obesitas (Guallar-Castillon et al. 2007; Huot et al. 2004; Malik et al. 2006). Secara keseluruhan, hubungan antar variabel dapat dilihat pada Gambar 1.
4 Karakteristik Contoh -Umur -Jenis Kelamin -Status Perkawinan -JumlahAnggota Keluarga -Pendidikan -Pekerjaan -Pendapatan per bulan -Pengetahuan gizi Konsumsi Pangan
Riwayat Obesitas Orang Tua
Status Gizi (Obes dan Normal)
Gaya Hidup - Kebiasaan merokok - Aktivitas fisik - Kebiasaan olahraga - Kebiasaan Konsumsi (minuman beralkohol, sayuran, buah, jajanan,makanan berlemak, minuman manis)
Risiko Penyakit
Keterangan : = Hubungan yang dianalisis = Hubungan yang tidak dianalisis = Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti Gambar 1. Kerangka pemikiran faktor risiko obesitas pada orang dewasa di Denpasar
METODE Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian ini menggunakan design cross sectional study bersifat analisis yang diawali dengan survei lokasi di kota Denpasar. Pengumpulan data dilakukan setiap hari minggu selama bulan September sampai November 2014 di Lapangan Puputan Margarana, Renon, Kecamatan Denpasar Selatan. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive sampling dengan pertimbangan pengunjung lapangan Renon yang berasal dari beberapa Kecamatan di Denpasar, sehingga
5 diperkirakan dapat mewakili kota Denpasar. Penelitian ini turut dibantu oleh Tim Bantuan Medis Janar Duta Fakultas Kedokteran Umum Universitas Udayana. Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Populasi penelitian adalah orang dewasa berumur ≥19 tahun yang memiliki status gizi obes dan normal, serta datang secara volunteer ke Lapangan Renon untuk mengukur tekanan darah pada kegiatan Tenda Tensi yang dilakukan oleh Tim Bantuan Medis Janar Duta Fakultas Kedokteran Umum Universitas Udayana. Kriteria inklusi dewasa obes yaitu: 1) laki-laki atau perempuan berumur ≥19 tahun; 2) memiliki status gizi obes (IMT ≥25.00); 3) contoh bersedia mengikuti penelitian. Kriteria inklusi dewasa dengan status gizi normal adalah 1) laki-laki atau perempuan berumur ≥ 19 tahun; 2) memiliki status gizi normal (18.50≤ IMT ≤23.00); 3) contoh bersedia mengikuti penelitian. Adapun kriteria eksklusinya adalah 1) contoh tidak bersedia mengikuti penelitian; 2) pengisian kuesioner yang tidak lengkap. Jumlah contoh minimal adalah 114 orang yang terdiri dari 57 contoh obes dan 57 contoh berstatus gizi normal. Jumlah contoh yang diperoleh selama pengumpulan data adalah 60 contoh berstatus gizi obes dengan IMT rata-rata 30.8±3.55 kg/m2 dan 58 contoh berstatus gizi normal dengan IMT rata-rata 20.81±1.35 kg/m2, sehingga jumlah totalnya adalah 118 orang. Rumus yang digunakan dalam penentuan jumlah contoh minimal adalah:
Keterangan : Z = 1.96 (p= 0,05) P = prevalensi obesitas pada orang dewasa di perkotaan (17.9 %) d = toleransi estimasi (10% atau 0.1) Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data dalam penelitian ini adalah data primer yang meliputi karakteristik contoh (umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah anggota keluarga, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan per bulan, pengetahuan gizi), konsumsi pangan, gaya hidup (kebiasaan olahraga, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, kebiasaan konsumsi minuman beralkohol, konsumsi sayuran dan buah, konsumsi minuman manis, serta konsumsi jajanan dan makanan berlemak), riwayat obesitas orang tua, serta riwayat penyakit contoh. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara menggunakan kuesioner di lokasi penelitian dibantu oleh 5 orang enumerator yang telah dilatih sebelumnya. Berat badan diukur menggunakan timbangan injak berkapasitas maksimum 150 kg yang telah dikalibrasi dengan ketelitian 0.1 kg. Pengukuran tinggi badan menggunakan microtoise berkapasitas 200 cm dengan ketelitian 0.1 cm. Data status gizi diperoleh dari indeks massa tubuh (IMT). Data karakteristik dan sosial ekonomi diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner. Kebiasaan, frekuensi, dan jenis olahraga diukur dengan menggunakan kuesioner. Aktivitas fisik dan konsumsi pangan diukur dengan metode recall 2x24 jam.
6 Kebiasaan konsumsi yang terdiri dari frekuensi konsumsi sayur dan buah, jajanan dan makanan berlemak, serta minuman manis seperti jus buah, kopi, teh, dan soft drink diperoleh melalui wawancara menggunakan food frequency questionnaire (FFQ). Kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, riwayat obesitas orang tua, dan riwayat penyakit contoh dikumpulkan dengan wawancara menggunakan kuesioner. Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data No Jenis Data 1. Karakteristik contoh Umur Jenis kelamin Status perkawinan Pendidikan Pekerjaan Jumlah anggota keluarga Pendapatan per bulan Pengetahuan gizi 2. Status gizi Berat badan (BB) Tinggi badan (TB) 3. Kebiasaan merokok 4. Kebiasaan minum minuman beralkohol 5. Kebiasaan olahraga dan aktivitas fisik Kebiasaan olahraga Jenis dan durasi aktivitas fisik 6. Kebiasaan konsumsi konsumsi sayur dan buah konsumsi jajanan dan makanan berlemak Konsumsi minuman manis/ berkalori 7. Konsumsi pangan 8. Riwayat obesitas orang tua 9. Riwayat penyakit
Cara pengumpulan
Alat
Wawancara
Kuesioner
Pengukuran Pengukuran Wawancara Wawancara
Timbangan injak digital Staturemeter Kuesioner Kuesioner
Wawancara Wawancara
Kuesioner Recall aktivitas fisik 2x 24 Jam
Wawancara
food frequency quesionaire (FFQ)
Wawancara Wawancara Wawancara
Recall 2x24 jam Kuesioner Kuesioner
Pengolahan dan Analisis Data Proses pengolahan data meliputi editing, coding, entry, cleaning, dan analisis. Data dianalisis secara statistik deskriptif dan inferensia menggunakan program SPSS (Statistical Packages for Social Science) versi 20.0 for Windows. Data karateristik contoh meliputi umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, pendapatan per bulan, dan jumlah anggota keluarga. IMT dihitung dengan cara membagi data berat badan (kg) dengan kuadrat tinggi badan (m2). Hasil yang diperoleh kemudian dikategorikan ke dalam status gizi normal (18.50≥IMT≥22.9) dan obes (IMT≥25.00) (WHO 2000). Rumus untuk menghitung IMT adalah sebagai berikut:
7 IMT (
m
er t b
n( n (m2
Tn
Data pengetahuan gizi contoh diperoleh dengan memberikan 10 pertanyaan pilihan ganda tentang obesitas dengan total nilai 100. Pengetahuan gizi contoh dikategorikan menurut Khomsan (2000) menjadi kurang (< 60% jawaban benar), sedang (60-80% jawaban benar), dan baik (>80% jawaban benar). Data kebiasaan merokok dikategorikan menjadi pernah atau tidak pernah merokok. Data kebiasaan konsumsi minuman beralkohol dikategorikan menjadi pernah atau tidak pernah mengonsumsi minuman beralkohol. Data riwayat obesitas orang tua dan riwayat penyakit dikategorikan menjadi ya dan tidak. Data konsumsi pangan diperoleh dari hasil recall 2x24 jam. Kandungan zat gizi dihitung berdasarkan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) dengan menggunakan program Microsoft Excel. Rumus yang digunakan untuk menghitung kandungan gizi makanan yang dikonsumsi menurut Hardinsyah dan Briawan (1994) adalah : KGij = (Bj/100) x Gij x (BDD/100) Keterangan : KGij = Kandungan zat gizi i dalam bahan makanan j Bj = Berat bahan makanan j (gram) Gij = Kandungan zat gizi i dalam bahan makanan j BDDj = Persen bahan makanan j yang dapat dimakan Tingkat Kecukupan Gizi (TKG) diperoleh melalui perbandingan asupan zat gizi aktual contoh dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan menurut AKG 2013. Rumus untuk menghitung TKG adalah sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994) : TKG =
sup n n
t
z
e u up n
z
x 100%
Tingkat kecukupan zat gizi contoh dinyatakan dalam persen dan diklasifikasikan menjadi lima kategori menurut Hardinsyah et al. (2002) yaitu defisit berat (<70% AKG), defisit sedang (70-79% AKG), defisit ringan (80-89% AKG), normal (90-109% , berleb h ( ≥120% . Data aktivitas fisik diperoleh melalui wawancara contoh dan recall aktivitas 2x24 jam. Tingkat aktivitas fisik dinyatakan dalam PAL (Physical Activity Level) yaitu total dari jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis aktivitas tertentu atau physical activity rate (PAR) dalam satu hari (24 jam). Menurut FAO/WHO/UNU (2001) aktivitas fisik dikategorikan menjadi ringan ( 1.40 ≤ P L≤ 1.69 , se n (1.70 ≤ P L ≤ 1.99 , n ber t (2.00 ≤ P L ≤ 2.39 . Nilai PAR dari beberapa jenis aktivitas fisik dapat dilihat pada Tabel 2. Rumus untuk menghitung PAL adalah sebagai berikut : P L
(P
x lo s w tu t p 24 m
tvt s
8 Keterangan: PAL = Physical Activity Level (Tingkat aktivitas fisik) PAR = Physical Activity Ratio (Jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis aktivitas per satuan waktu tertentu) Tabel 2 Nilai Physical Activity Rate (PAR) per satuan waktu No Aktivitas . 1 Tidur (tidur siang dan malam) 2 Berbaring 3 Duduk dan diam 4 Berdiri dan diam 5 Berdiri dan bergerak 6 Berkeliling atau berjalan-jalan 7 Berjalan pelan atau santai 8 Berjalan normal 9 Mengendarai motor 10 Menonton TV 11 Membersihkan rumah 12 Mencuci Pakaian (berdiri) 13 Bersepeda 14 Jogging 15 Sepakbola 16 Bermain Basket Sumber : FAO/WHO/UNU (2001)
PAR (kkal/menit) Pria Wanita 1 1 1.2 1.2 1.2 1.2 1.4 1.5 1.6 2.5 2.4 2.8 3.0 3.2 3.4 2.7 1.6 1.7 4.7 2.7 2.2 1.7 7.2 6.6 6.3 8.0 6.9 7.7
Data kebiasaan konsumsi terdiri dari frekuensi konsumsi sayur dan buah, jajanan dan makanan berlemak, serta minuman manis per minggu. Data tersebut dikategorikan menjadi setiap hari, 4-6 kali per minggu, 1-3 kali per minggu, dan tidak pernah sama sekali. Pengkategorian variabel penelitian secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3. Analisis data menggunakan analisis univariat, bivariat, dan multivariat. Variabel dependen adalah status gizi (IMT) sedangkan variabel independen adalah karakteristik contoh (umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, pendapatan per bulan, jumlah anggota keluarga, dan pengetahuan gizi), riwayat penyakit, riwayat obesitas orang tua, dan gaya hidup (kebiasaan olahraga, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, kebiasaan konsumsi minuman beralkohol, konsumsi sayuran dan buah, konsumsi minuman manis, dan konsumsi makanan berlemak). Analisis secara deskriptif meliputi karakteristik contoh, konsumsi pangan, riwayat penyakit, riwayat obesitas orang tua, dan gaya hidup. Uji beda MannWhitney U digunakan untuk mengetahui perbedaan karakteristik contoh (umur, status perkawinan, pendidikan, pendapatan per bulan, jumlah anggota keluarga, dan pengetahuan gizi), konsumsi pangan, riwayat penyakit, riwayat obesitas orang tua, dan gaya hidup antara contoh obes dan normal. Analisis bivariat menggunakan uji korelasi Spearman untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen dan variabel independen. Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui faktor risiko obesitas dengan menggunakan analisis regresi binary logistic metode enter.
9 Tabel 3 Pengkategorian variabel penelitian No 1.
Umur (tahun)
Variabel
2.
Jenis Kelamin
3.
Status Kawin
4.
Jumlah Anggota Keluarga
5.
Pendidikan
6.
Pekerjaan
7.
Pendapatan/bulan
8.
Pengetahuan Gizi
9
Kebiasaan Merokok
10.
Aktivitas fisik (PAL)
11.
Kebiasaan olahraga
12.
Konsumsi minuman beralkohol
13.
Riwayat obesitas orang tua
14.
Riwayat Penyakit
15.
Konsumsi sayuran, buah, jajanan, makanan berlemak, dan minuman manis
16.
Tingkat Kecukupan Energi, Protein, Lemak, dan Karbohidrat
Kategori 1. 19-29 2. 30-49 3. ≥50 1. Laki-laki 2.Perempuan 1. Belum kawin 2. Kawin 3. Cerai hidup/mati 1. ≤4 2. 5-6 3. ≥7 1. Tamat SD 2. Tamat SMP 3. Tamat SMA 4. Tamat PT 1. Tidak bekerja/sekolah 2. TNI/POLRI/PNS 3. Pegawai BUMN/swasta 4. Wiraswasta/pedagang/jasa 5. Petani/nelayan/buruh 6. Ibu rumah tangga 1. < 1 Juta 2. 1– 1.9 Juta 3. 2 – 3.9 Juta 4. 4 – 6 Juta 5. > 6 Juta 1. Sedang 2. Baik 1. Ya 2. Tidak 1. Ringan 2. Sedang 3. Berat 1. Ya 2. Tidak 1. Ya 2. Tidak 1. Ya 2. Tidak 1. Ya 2. Tidak 1.Setiap hari 2.4-6 Kali/minggu 3.1-3 Kali/minggu 4.Tidak pernah 1.Defisit berat (<70%) 2.Defisit sedang (70-79.9%) 3.Defisit ringan (80-89.9%) 4.Normal (90-109.9 %) 5.Berlebih (>110%)
10 Definisi Operasional Obesitas, adalah suatu kondisi dimana telah terjadi kelebihan jumlah lemak dalam tubuh seseorang. Obesitas diukur dengan menggunakan Indeks Masa Tubuh (IMT), seseorang dikatakan obes jika IMT ≥ 25.00 kg/m2. Faktor risiko obesitas, adalah faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kejadian obesitas di suatu tempat. Karakteristik contoh, adalah kondisi individu dan sosial contoh yang terdiri atas umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah anggota keluarga, pekerjaan, pendidikan, pendapatan per bulan, dan pengetahuan gizi. Status perkawinan, adalah status contoh yang digolongkan menjadi belum kawin, kawin, dan cerai hidup/mati. Jumlah anggota keluarga, adalah banyak anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah dan digolongkan menjadi 3 elompo , y tu: ≤4, 5-6, ≥7 anggota rumah tangga. Pendidikan, adalah jenjang pendidikan tertinggi yang pernah ditempuh seseorang yang dikategorikan menjadi tamat SD; tamat SMP; tamat SMA; dan tamat Perguruan Tinggi. Pekerjaan, adalah jenis penghasilan utama yang dikategorikan menjadi tidak bekerja/sekolah; ibu rumah tangga; TNI/POLRI/PNS; pegawai BUMN/swasta; wiraswasta/pedagang/jasa; petani/buruh/nelayan; dan lainnya. Pendapatan per bulan, adalah besarnya penghasilan contoh yang sudah menikah maupun belum menikah, yang berasal dari pekerjaan utama dan pekerjaan tambahan per bulan. Pengetahuan gizi, adalah pengetahuan seseorang tentang gizi secara umum dan dampak dari kelebihan asupan zat gizi. Pengetahuan gizi digolongkan baik ( skor > 80%), sedang (60-80%), dan kurang (<60%). Gaya hidup, adalah kebiasaan hidup contoh, yang terdiri atas aktivitas fisik dan kebiasaan olahraga, kebiasaan merokok, dan kebiasaan konsumsi. Aktivitas fisik, adalah kegiatan tubuh contoh setiap harinya yang terkait dengan aktivitas sehari-hari meliputi jenis dan frekuensinya. Aktivitas fisik dikategorikan dalam ringan, sedang dan berat. Kebiasaan Olahraga, adalah kegiatan berolahraga contoh yang meliputi jenis dan frekuensi olahraga dalam satu minggu serta durasi olahraga, yang dikategorikan menjadi terbiasa dan tidak terbiasa. Kebiasaan merokok, adalah kebiasaan merokok/penggunaan tembakau contoh dalam sebulan terakhir yang dikategorikan ke dalam 2 kategori, merokok dan tidak merokok. Kebiasaan konsumsi, adalah kebiasaan contoh dalam mengonsumsi makanan dan/atau minuman yang terdiri atas konsumsi sayuran dan buah, minuman manis, jajanan, makanan berlemak, dan minuman beralkohol yang dikategorikan menjadi setiap hari, 4-6 kali/minggu,1-3 kali/minggu, dan tidak pernah. Konsumsi minuman beralkohol, adalah konsumsi minuman yang mengandung alkohol dalam sebulan terakhir yang dikategorikan menjadi dua, yaitu mengonsumsi dan tidak mengonsumsi.
11
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Wilayah Denpasar merupakan ibukota Propinsi Bali dengan jumlah penduduk paling padat. Jumlah penduduk Denpasar pada tahun 2013 sebanyak 708 454 jiwa yang terdiri dari 357 096 laki-laki dan 351 358 perempuan. Luas wilayah Kota Denpasar 127.98 km2 atau 127.98 Ha, yang merupakan tambahan dari reklamasi pantai serangan seluas 380 Ha, atau 2.27% dari seluruh luas daratan Propinsi Bali. Luas daratan Propinsi Bali seluruhnya 5 632.86 Km2. Batas Wilayah Kota Denpasar di sebelah Utara dan Barat berbatasan dengan Kabupaten Badung (Kecamatan Mengwi, Abiansemal dan Kuta Utara), sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Gianyar (Kecamatan Sukawati dan Selat Badung), sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Badung (Kecamatan Kuta) dan Selat Badung (BPS Denpasar 2013). Kota Denpasar terdiri dari 4 kecamatan (Denpasar Barat, Denpasar Timur, Denpasar Utara dan Denpasar Selatan) dan 47 kelurahan. Sebagian besar (64%) penduduk Denpasar beragama Hindu. Denpasar Selatan merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk kedua terbanyak yaitu 192 890 jiwa. Sebagian besar penduduknya berusia 15-49 tahun dengan tingkat pendidikan SMA/sederajat (BPS Denpasar 2013). Denpasar juga memiliki beberapa lapangan yang sering dikunjungi oleh masyarakat kota Denpasar yaitu lapangan Renon, lapangan Puputan, dan lapangan Lumintang. Lapangan Puputan Margarana atau lapangan Renon merupakan salah satu fasilitas umum yang sering dikunjungi oleh penduduk Denpasar karena luas dan mudah dijangkau oleh masyarakat. Lapangan Renon terletak di jalan Puputan Niti Mandala, Renon, Denpasar Selatan. Lapangan ini sering dikunjungi masyarakat pada hari minggu untuk berolahraga dan melakukan kegiatan sosial. Karakteristik Contoh Umur Hampir separuh (46.6%) contoh berumur 30-49 tahun (Tabel 4). Rata-rata umur seluruh contoh adalah 36.1±12.3 tahun. Persentase contoh obes banyak terdapat pada kelompok umur 30-49 t hun (63.3% n ≥50 t hun (25% . Contoh dengan status gizi normal paling banyak ditemukan pada kelompok umur 19-29 tahun (62.1%). Perbedaan nyata (p<0.05) ditemukan antara umur contoh obes dan normal. Rata-rata umur contoh obes (41.9±9.8 tahun) lebih tinggi dibandingkan rata-rata umur contoh normal (29.9±11.7 tahun). Terdapat hubungan yang signifikan positif antara umur dengan kejadian obesitas (p<0.05). Hal ini sejalan dengan penelitian Janghorbani et al. (2007) yang menyatakan bahwa kejadian obesitas meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Kantachuvessiri et al. (2005) menyatakan bahwa pada umur 40-59 tahun kecenderungan seseorang mengalami obesitas lebih tinggi dibandingkan dengan umur muda. Hal ini diduga karena menurunnya metabolisme, kurangnya aktivitas fisik, dan frekuensi konsumsi pangan yang lebih sering. Menurut Almatsier (2001), peningkatan umur akan disertai dengan peningkatan jaringan lemak, sehingga terjadi penurunan metabolisme basal tubuh. Angka metabolisme
12 basal yang rendah akan menyebabkan seseorang lebih mudah mengalami kegemukan. Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan umur, jenis kelamin, dan status perkawinan Status Gizi Variabel Umur 19 – 29 30 – 49 ≥ 50 Total Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Total Status Perkawinan Belum Kawin Kawin Cerai hidup/mati Total
Obes
Total
Normal
n
%
n
%
n
%
7 38 15 60
11.7 63.3 25 100
36 17 5 58
62.1 29.3 8.6 100
43 55 20 118
36.4 46.6 16.9 100
39 21 60
65 35 100
25 33 58
43.1 56.9 100
64 54 118
54.2 45.8 100
9 48 3 60
15 80 5 100
33 23 2 58
56.9 39.7 3.4 100
42 71 5 118
35.6 60.2 4.2 100
Jenis kelamin Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap obesitas. Laki-laki dan perempuan dengan usia yang sama memiliki komposisi tubuh yang berbeda. Tubuh wanita lebih didominasi oleh lemak, sedangkan komposisi tubuh pria didominasi oleh otot. Kelebihan energi akan disimpan sebagai lemak oleh wanita dan otot oleh pria, sehingga wanita lebih mudah mengalami kegemukan dibandingkan pria (Almatsier 2001). Namun pada penelitian ini lebih dari separuh (54.2%) total contoh berjenis kelamin laki-laki (Tabel 4). Persentase contoh obes laki-laki (65%) lebih tinggi dibandingkan contoh normal laki-laki (43.1%), dan persentase contoh obes perempuan (35%) lebih rendah dibandingkan contoh normal perempuan (56.9%). Hasil ini menunjukkan bahwa bahwa laki-laki lebih cenderung obes dibandingkan perempuan. Data Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa Bali adalah salah satu dari 16 provinsi dengan prevalensi obesitas pada laki-laki diatas prevalensi nasional (Balitbang Depkes 2013). Panagiotakos et al. (2004) juga menyatakan bahwa prevalensi obesitas pada pria (20%) di Yunani lebih tinggi dibandingkan wanita (15%). Lebih dari separuh (62.7%) contoh laki-laki sudah menikah, hal ini sejalan dengan penelitian Janghorbani et al. (2007) yang menunjukkan bahwa prevalensi obesitas tinggi pada contoh laki-laki yang sudah menikah. Laki-laki di Bali umumnya menganut paham bahwa kaum pria adalah kepala rumah tangga, sehingga tidak terlibat dengan pekerjaan rumah tangga. Selain itu, wanita di Bali pada hari libur lebih banyak menghabiskan waktu di rumah melakukan pekerjaan rumah tangga serta menyiapkan sarana dan prasarana upacara agama, sehingga tidak memiliki waktu untuk datang ke lokasi penelitian. Terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan obesitas (p<0.05). Hasil ini sejalan dengan
13 penelitian Panagiotakos et al. (2004) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian obesitas di Yunani (p<0.05). Status perkawinan Lebih dari separuh (60.2%) total contoh sudah menikah, sebesar 35.6% belum menikah, dan 4.2% sudah bercerai (Tabel 4). Persentase obesitas tinggi pada contoh yang sudah menikah (80%) dan terendah pada contoh yang bercerai (5%). Contoh yang belum menikah lebih banyak memiliki status gizi normal (56.9%). Status perkawinan contoh obes dan normal berbeda nyata (p<0.05). Status kawin berhubungan signifikan dengan obesitas (p<0.05). Hasil ini sejalan dengan penelitian Erem et al. (2004) yang menyatakan bahwa obesitas berhubungan nyata dengan status kawin, prevalensi obesitas paling tinggi ditemukan pada orang yang sudah menikah. Kantachuvessiri et al. (2005) menyatakan bahwa orang yang sudah menikah cenderung obes dibandingkan dengan orang yang belum menikah. Penelitian lain yang dilakukan Janghorbani et al. (2007) menunjukkan bahwa prevalensi obesitas tinggi pada sampel yang telah menikah. Hal tersebut diduga akibat kurangnya aktivitas fisik dan perubahan pola makan setelah menikah. Pasangan yang sudah menikah memiliki kebiasaan untuk mengonsumsi makanan bersama-sama di rumah maupun di luar rumah. Selain itu pasangan cenderung untuk menghabiskan waktu bersama saat melakukan aktivitas fisik. Adanya kewajiban seseorang yang telah menikah untuk menghabiskan waktu bersama dengan pasangannya ini dapat digunakan sebagai salah satu usaha preventif terjadinya obesitas (Kantachuvessiri et al. 2005). Jumlah anggota keluarga Jumlah anggota keluarga tidak berhubungan dengan kegemukan. Namun banyaknya jumlah anggota keluarga akan berpengaruh terhadap distribusi pangan yang akan diterima masing-masing individu (Adiningrum 2008). Banyaknya anggota keluarga akan memperkecil kemungkinan seseorang menjadi gemuk. Berbeda dengan penelitian Weng et al. (2004) yang menyatakan bahwa setiap penambahan anak, risiko obesitas meningkat sebesar 4% pada laki-laki dan 7% pada perempuan setelah mengontrol variabel lainnya. Contoh obes dan normal paling banyak terdapat pada kelompok dengan juml h n ot rum h t n ≤4 orang (keluarga kecil). Contoh obes dengan jumlah anggota kelu r ≤4 or n leb h b ny b n n n ontoh normal (Tabel 5). Contoh obes yang memiliki jumlah anggota keluarga 5-6 or n n ≥7 orang lebih sedikit dibandingkan contoh normal. Tidak terdapat perbedaan nyata antara jumlah anggota keluarga contoh obes dan normal (p>0.05). Rata-rata jumlah anggota keluarga contoh obes (3.5±1.1orang) lebih kecil dibandingkan contoh normal (3.9±1.4 orang). Jumlah anggota keluarga tidak berhubungan dengan obesitas (p>0.05). Hal ini diduga karena tidak terdapat perbedaan antara jumlah anggota keluarga kedua contoh. Hasil ini sejalan dengan penelitian Kantachuvessiri et al. (2005) yang menyatakan bahwa besar keluarga dengan obesitas di Thailand tidak berhubungan secara signifikan. Pendidikan terakhir Tingkat pendidikan seseorang yang semakin tinggi diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan serta akses terhadap informasi kesehatan. Semakin
14 rendah tingkat pendidikan akan semakin rendah pula akses terhadap informasi kesehatan, hal tersebut diduga akan berpengaruh pada pola makan dan gaya hidup seseorang (Aekplakorn et al. 2007). Lebih dari separuh (50.8%) contoh tamat SMA (Tabel 5). Persentase contoh obes dan normal tinggi pada contoh yang tamat SMA dan semakin menurun seiring dengan peningkatan pendidikan. Perbedaan nyata tidak ditemukan antara tingkat pendidikan contoh obes dan normal (p>0.05). Hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan obesitas (p>0.05). Hasil ini berbeda dengan penelitian Erem et al. (2004), Panagiotakos et al. (2004), dan Janghorbani et al. (2007) yang menyatakan bahwa rendahnya tingkat pendidikan seseorang berhubungan nyata dengan peningkatan kejadian obesitas. Penelitian yang dilakukan oleh Aekplakorn et al. (2007) menemukan hubungan nyata negatif pada perempuan dan hubungan nyata positif pada laki-laki antara pendidikan dengan kejadian obesitas di Thailand. Perbedaan hasil ini dengan penelitian sebelumnya diduga karena mulai meningkatnya kesadaran contoh obes tentang gaya hidup sehat seiring dengan tingkat pendidikannya. Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan jumlah anggota keluarga dan pendidikan Variabel Jumlah Anggota Keluarga ≤4 5-6 ≥7 Total Pendidikan Terakhir SD/Sederajat SMP/Sederajat SMA/Sederajat Perguruan Tinggi Total
Status Gizi Obes Normal n % n %
Total n
%
51 9 0 60
85 15 0 100
37 20 1 58
63.8 34.5 1.7 100
88 29.0 1 118
74.6 24.6 0.8 100
3 3 31 23 60
5 5 51.7 38.3 100
0 2 29 27 58
0 3.4 50 46.6 100
3 5 60 50 118
2.5 4.2 50.8 42.4 100
Pekerjaan Perubahan pada struktur sosial berhubungan dengan peningkatan obesitas. Hubungan ini terletak pada peningkatan proporsi populasi pekerjaan dalam bidang pelayanan, perkantoran, dan profesi lain yang kurang aktivitas fisik jika dibandingkan dengan pekerjaan manual yang membutuhkan banyak aktivitas fisik pada masyarakat tradisional. Hal tersebut menyebabkan ketidakseimbangan antara konsumsi dengan pengeluaran energi. Energi yang berlebih akan diubah oleh tubuh menjadi lemak dan disimpan dalam jaringan adiposa sehingga terjadi penumpukan jaringan lemak dalam tubuh (WHO 2000). Pekerjaan merupakan faktor yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap kejadian obesitas, pekerjaan akan berpengaruh pada aktivitas seseorang di rumah maupun di kantor (Erem et al. 2004). Berdasarkan pekerjaan, hampir 1/3 (23%) contoh tidak memiliki pekerjaan atau masih sekolah, sebanyak 66% bekerja di bidang jasa dan perkantoran, dan 11% adalah ibu rumah tangga (Tabel 6). Persentase obesitas tinggi pada contoh yang bekerja sebagai pegawai BUMN/Swasta (33.3%), contoh normal terbanyak
15 pada kelompok yang tidak bekerja atau masih sekolah (41.4%). Orang yang hidup di perkotaan seperti contoh dalam penelitian ini umumnya bekerja kantoran dan mengabaikan kegiatan olahraga. Kemudahan akses transportasi juga berpengaruh terhadap aktivitas fisik, hal ini terlihat pada contoh di Denpasar yang lebih sering mengendarai motor dan mobil saat pergi bekerja, hal tersebut diduga menyebabkan kurangnya aktivitas fisik contoh yang akhirnya berpengaruh pada status gizi. Contoh umumnya bekerja dari pagi hingga sore hari. Setelah pulang dan makan malam umumnya contoh langsung beristirahat. Hal inilah yang diduga menjadi penyebab kejadian obesitas tinggi pada contoh yang bekerja kantoran. Pendapatan per bulan Hampir ¾ (70%) contoh memiliki pendapatan per bulan diatas 2 juta rupiah. Persentase obesitas tertinggi ditemukan pada kelompok contoh dengan pendapatan diatas enam juta rupiah (Tabel 6). Contoh normal terbanyak pada kelompok dengan pendapatan 2-3.9 juta rupiah. Tidak terdapat perbedaan nyata pendapatan per bulan antara contoh obes dan normal (p>0.05). Hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pendapatan per bulan dengan obesitas (p>0.05). Pendapatan bukan faktor yang berasosiasi secara signifikan dengan kejadian obesitas (Kantachuvessiri et al. 2005). Namun, tingginya pendapatan seseorang diduga dapat meningkatkan akses terhadap pangan tertentu. Pendapatan yang semakin tinggi akan menyebabkan seseorang lebih mudah mengakses pangan dan lebih sering mengonsumsi pangan berenergi tinggi (WHO 2000). Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan dan pendapatan Variabel Pekerjaan Tidak Bekerja/Sekolah TNI/POLRI/PNS Pegawai BUMN/Swasta Wiraswasta/Pedagang/Jasa Buruh/Pekerja rumah tangga Ibu rumah tangga Total Pendapatan per bulan (Rp/bulan) <1 000 000 1 000 000 – 1 900 000 2 000 000 – 3 900 000 4 000 000 – 6 000 000 >6 000 000 Total
Status Gizi Obes Normal n % n %
Total n
%
3 11 20 18 3 5 60
5 18.3 33.3 30 5 8.3 100
24 12 6 8 0 8 58
41.4 20.7 10.3 13.8 0 13.8 100
27 23 26 26 3 13 118
23 19 22 22 3 11 100
7 15 14 7 17 60
11.7 25 23.3 11.7 28.3 100
6 7 20 16 9 58
10.3 12.1 34.5 27.6 15.5 100
13 22 34 23 26 118
11 19 29 19 22 100
Pengetahuan gizi Pengetahuan gizi didefinisikan sebagai pemahaman seseorang tentang zat gizi serta hubungannya dengan status gizi dan kesehatan. Tingkat pengetahuan gizi secara langsung berpengaruh pada perilaku dan sikap dalam pemilihan maupun pengolahan pangan yang pada akhirnya berpengaruh pada status gizinya. Khomsan (2000) menyatakan tingkat pengetahuan gizi seseorang dapat diukur
16 dengan memberikan beberapa pertanyaan berbentuk multiple choice. Jawaban yang benar akan diberi nilai 1 dan nilai 0 untuk jawaban salah. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat pertanyaan yang dapat dijawab dengan benar oleh seluruh contoh. Terdapat 1 pertanyaan yang dianggap sulit oleh seluruh contoh yaitu lokasi penyimpanan lemak yang berlebih pada wanita (pertanyaan no. 7). Jumlah contoh obes yang dapat menjawab pertanyaan tersebut dengan benar (53.3%) lebih sedikit dibandingkan contoh normal (65.5%). Pertanyaan yang dijawab dengan benar oleh seluruh contoh obes yaitu makanan pemicu terjadinya obesitas (pertanyaan no. 8) dan konsumsi zat gizi yang sebaiknya dikurangi pada orang yang mengalami kegemukan (pertanyaan no. 10). Terdapat 1 pertanyaan yang dapat dijawab dengan benar oleh lebih dari ¾ (81.7%) contoh obes yaitu penyimpanan konsumsi energi yang berlebihan oleh tubuh (pertanyaan no. 3), namun contoh normal yang dapat menjawab pertanyaan tersebut hanya 69%. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan contoh normal tentang penyimpanan konsumsi energi yang berlebihan oleh tubuh yaitu dalam bentuk lemak masih kurang. Sedangkan, pengetahuan gizi contoh obes yang sudah baik (>80%) menunjukkan bahwa contoh obes sebenarnya telah mengetahui bahwa konsumsi energi yang berlebihan akan disimpan oleh tubuh dalam bentuk lemak, namun pengetahuan gizi seseorang bukanlah faktor yang cukup kuat untuk dapat mengubah perilaku yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap status gizinya (Worsley 2002). Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan jawaban benar pada pertanyaan pengetahuan gizi No
Pertanyaan dan jawaban
1
Susunan menu yang bergizi dan berimbang adalah nasi, ikan, tempe, sayur bayam, dan jeruk Makan berlebihan jika tidak diimbangi dengan aktivitas fisik akan menyebabkan badan semakin gemuk Konsumsi energi yang berlebih akan disimpan dalam bentuk lemak Salah satu faktor yang mempengaruhi obesitas adalah faktor genetic Kebiasaan makan yang menyebabkan seseorang gemuk adalah ngemil gorengan Pada pria kelebihan lemak banyak disimpan pada pinggang dan perut Pada wanita kelebihan lemak banyak disimpan pada pinggul dan paha Contoh makanan pemicu terjadinya obesitas adalah makanan tinggi lemak Obesitas dapat memicu terjadinya penyakit jantung Pada orang yang mengalami kegemukan sebaiknya mengurangi konsumsi lemak
2
3 4 5
6 7 8 9 10
Status Gizi Obes Normal n % n %
Total n
%
55
91.7
55
94.8
110
93.2
58
96.7
56
96.6
114
96.6
49
81.7
40
69
89
75.4
43
71.7
51
87.9
94
79.7
59
98.3
57
98.3
116
98.3
58
96.7
56
96.6
114
96.6
32
53.3
38
65.5
70
59.3
60
100
57
98.3
117
99.2
56
93.3
56
96.6
112
94.9
60
100
56
96.6
116
98.3
17
Hampir seluruh contoh (90.7%) memiliki tingkat pengetahuan gizi baik. Contoh obes dengan tingkat pengetahuan gizi sedang (11.7%) lebih banyak dibandingkan dengan contoh normal (6.9%). Contoh normal dengan tingkat pengetahuan gizi baik (93.1%) lebih banyak dibandingkan contoh obes (88.3%). Tingkat pengetahuan gizi contoh obes tidak berbeda nyata dengan tingkat pengetahuan gizi contoh normal (p>0.05). Hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan gizi dengan obesitas (p>0.05). Wardle et al. (2000) menyatakan bahwa pengetahuan gizi berhubungan dengan pola makan sehat (terutama buah dan sayuran) setelah mengontrol variabel demografi lainnya. Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi Status Gizi Pengetahuan Gizi
Obes n 7 53 60
Sedang Baik Total
Total
Normal % 11.7 88.3 100
n 4 54 58
% 6.9 93.1 100
n 11 107 118
% 9.3 90.7 100
Gaya Hidup Kebiasaan merokok Lebih dari ¾ (76.3%) total contoh tidak merokok (Tabel 9). Contoh obes yang tidak merokok (66.7%) lebih sedikit dibandingkan contoh normal (86.2%). Contoh obes yang merokok (33.3%) lebih banyak dibandingkan dengan contoh normal yang merokok (13.8%). Contoh obes paling banyak menghabiskan rokok 11-20 batang per hari, sedangkan contoh normal men h b s n ≤10 batang rokok per hari. Perbedaan nyata kebiasaan merokok ditemukan antara contoh obes dan normal (p<0.05). Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan merokok dan jumlah rokok yang dikonsumsi per hari Status Gizi Variabel Kebiasaan merokok Tidak Ya Total Jumlah rokok /hari ≥ 21 b t n h r 11-20 batang/hari ≤ 10 b t n h r Total
Obes
Total
Normal
n
%
n
%
n
%
40 20 60
66.7 33.3 100
50 8 58
86.2 13.8 100
90 28 118
76.3 23.7 100
2 11 7 20
10 55 35 100
1 2 5 8
12.5 25 62.5 100
3 13 12 28
10.7 46.4 42.9 100
Hasil uji statistik menunjukkan hubungan negatif antara kebiasaan merokok dengan obesitas (p<0.05), hal ini menunjukkan bahwa contoh yang merokok cenderung obes dibandingkan dengan contoh yang tidak merokok. Beberapa
18 penelitian menemukan bahwa orang yang berhenti merokok cenderung mengalami obesitas daripada yang merokok dan tidak merokok. Hal tersebut diduga karena meningkatnya asupan energi disertai dengan menurunnya pengeluaran energi dan aktivitas fisik, perubahan oksidasi lemak, dan metabolisme jaringan adipose (Xu et al. 2007). Penelitian meta analisis yang dilakukan oleh Dalongeville et al. (1998) menunjukkan hubungan erat antara rokok dengan peningkatan konsumsi energi, lemak total, lemak jenuh dan kolesterol. Peluang mantan perokok untuk mengalami obesitas lebih tinggi dibandingkan mereka yang merokok dan tidak merokok. Hal ini disebabkan oleh efek ganda rokok yang dapat meningkatkan pengeluaran energi dan menurunkan nafsu makan, kedua efek ini akan hilang pada mantan perokok (Chiolero et al. 2007). Review yang dilakukan oleh Chiolero et al. (2008) mengenai hubungan merokok pada berat tubuh, distribusi lemak tubuh dan resistensi insulin menunjukkan bahwa nikotin meningkatkan pengeluaran energi sekaligus menurunkan nafsu makan pada perokok. Namun, di sisi lainnya perokok berat memiliki berat badan lebih tinggi daripada perokok ringan atau bukan perokok, jika merokok diimbangi dengan gaya hidup yang tidak baik seperti rendahnya tingkat aktivitas fisik, dan diet yang buruk. Aktivitas fisik Obesitas atau kegemukan terjadi karena ketidakseimbangan energi, dimana energi intake jauh lebih besar dibandingkan energi expenditure atau energi yang terpakai dalam aktivitas fisik (WHO 2000). Aktivitas fisik contoh dibagi menjadi aktivitas fisik hari kerja dan hari libur dalam satuan menit. Contoh obes lebih banyak menghabiskan waktu di jalan (bepergian), duduk, dan berjalan-jalan pada hari kerja, sedangkan contoh normal banyak menghabiskan waktu untuk menonton tv, tidur, bekerja di kantor, melakukan pekerjaan rumah tangga, serta berolahraga (Tabel 10). Rata-rata waktu yang digunakan oleh contoh obes untuk berjalan (70.4±104.9) hampir 2 kali lebih banyak dibandingkan contoh normal (41.6±64.9). Rata-rata waktu yang digunakan oleh contoh normal untuk berolahraga (16.6±39) hampir 2 kali lebih banyak dibandingkan contoh obes (9.75±26.2), meskipun tidak terdapat perbedaan waktu aktivitas olahraga antara contoh obes dan normal pada hari kerja (p>0.05). Tabel 10 Jenis dan rata-rata waktu aktivitas fisik pada hari kerja Jenis Aktivitas Menonton TV Tidur Kebersihan diri dan pribadi Bepergian (mobil/motor) Makan Kerja (di kantor) Duduk Pekerjaan Rumah Tangga Berjalan (santai/biasa) Olahraga
Rata-rata± SD (Menit) Obes Normal 133.6±95.3 151.6± 115.6 536.8±144.4 579.3±146.4 31±9.5 35.3±16.8 75.8±73.2 60±49.8 56.8±9.2 57.4±8 158.8±188.8 198.5±179.4 130.3±155.6 101.5±98.3 237±167.8 198.2±139.6 70.4±104.9 41.6±64.9 9.75±26.2 16.6±39
P Value 0.646 0.186 0.117 0.499 0.789 0.197 0.662 0.228 0.108 0.611
19 Aktivitas contoh obes pada hari libur tidak berbeda dengan hari kerja. Waktu yang digunakan contoh obes untuk tidur, makan, duduk, dan berjalan lebih banyak dibandingkan contoh normal (Tabel 11). Rata-rata waktu yang digunakan oleh contoh obes untuk berjalan (68.5±75.8) 2 kali lebih banyak dibandingkan contoh normal (34.3±60.6). Rata-rata waktu yang digunakan contoh obes untuk bepergian (94±88.5) lebih banyak dibandingkan contoh normal (75.6±118) pada hari libur. Terdapat perbedaan nyata waktu aktivitas bepergian dan berjalan antara contoh obes dan normal (p<0.05) pada hari libur. Rata-rata waktu yang digunakan contoh normal untuk berolahraga (18.6±56.1) 2 kali lebih banyak dibandingkan contoh obes (7.3±19.4), meskipun secara statistik tidak terdapat perbedaan nyata waktu aktivitas olahraga antara contoh obes dan normal pada hari libur (p<0.05). Tabel 11 Jenis dan rata-rata waktu aktivitas fisik pada hari libur Rata-rata± SD (Menit) Obes Normal 152.8±93.9 152.6 ±121.7 537.3±128.9 526.6±143.3 31±7.7 29.7±10.6 94±88.5 75.6±118 59.2±9.3 57.4±15.5 131.4±176.2 156.1±186.9 107.4±118.3 94.9±96.2 253.8±190.8 294.2±145.1 68.5±75.8 34.3±60.6 7.3±19.4 18.6±56.1
Jenis Aktivitas Menonton TV Tidur Kebersihan diri Bepergian (mobil/motor) Makan Kerja ( di rumah) Duduk Pekerjaan Rumah Tangga Berjalan (santai/biasa) Olahraga
P Value 0.356 0.756 0.569 0.041 0.214 0.433 0.710 0.075 0.004 0.793
Rendahnya tingkat aktivitas fisik dipercaya sebagai salah satu penyebab obesitas. Prevalensi obesitas meningkat seiring dengan meningkatnya perilaku sedentary dan berkurangnya aktivitas fisik. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah peningkatan berat badan adalah peningkatan level aktivitas fisik (WHO 2000). Aktivitas fisik yang dilakukan seseorang dalam sehari (24 jam) dapat diukur dengan menggunakan metode PAL (Physical Activity Level) atau tingkat aktivitas fisik. Lebih dari ¾ (85.6%) total contoh memiliki tingkat aktivitas fisik yang tergolong ringan (Tabel 12). Contoh obes dengan tingkat aktivitas sedang (13.3%) lebih banyak dibandingkan contoh normal (8.6%). Contoh normal yang memiliki tingkat aktivitas berat (5.2%) lebih banyak dibandingkan contoh obes (1.7%). Tingkat aktivitas fisik antara contoh obes dan normal tidak berbeda nyata (p>0.05). Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan physical activity level (PAL) Status Gizi PAL Ringan Sedang Berat Total
Obes n 51 8 1 60
Total
Normal % 85 13.3 1.7 100
n 50 5 3 58
% 86.2 8.6 5.2 100
n 101 13 4 118
% 85.6 11 3.4 100
20 Hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat aktivitas fisik dengan kejadian obesitas (p>0.05). Hasil ini berbeda dengan penelitian Erem et al. (2004) yang menyatakan bahwa prevalensi obesitas berhubungan negatif dengan tingkat aktivitas fisik. Semakin rendah tingkat aktivitas fisik prevalensi obesitas semakin tinggi. Hal tersebut diduga karena separuh contoh dalam penelitian ini adalah laki-laki, sehingga aktivitas fisiknya tidak jauh berbeda. Hasil penelitian Janghorbani et al. (2007) menyatakan bahwa rendahnya aktivitas fisik berhubungan positif dengan obesitas pada perempuan tetapi tidak pada laki-laki. Kebiasaan olahraga Lebih dari separuh (50.8%) contoh memiliki kebiasaan berolahraga. Persentase contoh obes yang berolahraga (45%) lebih sedikit dibandingkan contoh normal (56.9%). Contoh obes yang tidak biasa berolahraga (55%) lebih banyak dibandingkan contoh normal (43.1%). Hal tersebut menunjukkan bahwa contoh normal yang terbiasa berolahraga lebih banyak dibandingkan contoh obes, meskipun tidak terdapat perbedaan nyata antara kebiasaan olahraga contoh obes dan normal (p>0.05). Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan, jenis, frekuensi, dan durasi olahraga Status gizi Variabel Kebiasaan Olahraga Ya Tidak Jumlah Jenis Olahraga Jogging Jalan santai Fitness Badminton Bersepeda Yoga Senam Renang Futsal Jumlah Frekuensi olahraga(kali/minggu) 1-3 kali/minggu 4-6 kali/minggu Jumlah Durasi olahraga(menit/minggu) <30 menit 30 - 60 menit >60 menit Jumlah
Obes
Normal n %
n
%
27 33 60
45 55 100
33 25 58
11 9 0 1 3 1 2 0 0 27
40.7 33.3 0 3.7 11.1 3.7 7.4 00 00 100
23 4 27 1 20 6 27
Total n
%
56.9 43.1 100
60 58 118
50.8 49.2 100
16 3 2 1 0 0 8 1 2 33
48.5 9.1 6.1 3.0 0 0 24.2 3.0 6.1 100
27 12 2 2 3 1 10 1 2 60
45 20 3.3 3.3 5 1.7 16.7 1.7 3.3 100
85.2 14.8 100
26 7 33
78.8 21.2 100
49 11 60
81.7 18.3 100
3.7 74.1 22.2 100
1 26 6 33
3 78.8 18.2 100
2 46 12 60
3.3 76.7 20 100
21 Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan olahraga dengan obesitas (p>0.05). Hasil ini berbeda dengan penelitian Sari (2011) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan olahraga dengan kejadian obesitas pada pegawai IPB. Hal ini diduga karena sebagian besar contoh obes sudah bekerja sehingga waktu yang dimiliki untuk berolahraga hanya sedikit. Jenis olahraga yang paling banyak dilakukan oleh seluruh contoh adalah jogging. Selain itu, contoh juga melakukan olahraga jalan santai dan senam. Contoh normal yang memilih jogging (48.5%) lebih banyak dibandingkan contoh obes (40.7%). Contoh obes lebih memilih jalan santai (33.3%) 4 kali lebih banyak dibandingkan contoh normal. Contoh normal yang berolahraga senam (24.2%) 3 kali lebih banyak dibandingkan contoh obes (7.4%). Contoh normal yang berolahraga 4-6 kali per minggu (21.2%) lebih banyak dibandingkan contoh obes (14.8%). Contoh normal yang berolahraga 30-60 menit per minggu (78.8%) lebih banyak dibandingkan contoh obes (74.1%). Kebiasaan konsumsi minuman beralkohol Konsumsi banyak minuman beralkohol berhubungan dengan peningkatan terjadinya obesitas. Alkohol memiliki kontribusi energi tinggi, sebanyak satu gram minuman beralkohol menyumbang energi sebesar 7 kkal, lebih besar dibandingkan karbohidrat dan protein (WHO 2000). Alkohol yang dalam hal ini adalah etanol tidak dapat diubah menjadi glukosa atau glikogen, etanol yang dikonsumsi secara berlebihan akan diubah menjadi lemak dalam proses metabolismenya (Lehninger 1994). Konsumsi alkohol sebanyak 50% atau lebih dari kebutuhan energi seharinya dapat menurunkan nafsu makan, sedangkan konsumsinya yang kurang dari 50% atau level medium dapat meningkatkan berat badan (Mahan dan Escott-Stump 2008). Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan konsumsi minuman beralkohol Kebiasaan Minum Alkohol Ya Tidak Jumlah
Status Gizi Obes n 10 50 60
% 16.7 83.3 100
Normal n % 5 8.6 53 94.1 58 100
Total n 15 103 118
% 12.7 87.3 100
Lebih dari ¾ (87.3%) total contoh tidak mengonsumsi alkohol. Contoh obes yang mengonsumsi alkohol (16.7%) lebih banyak dibandingkan contoh normal (8.6%). Contoh obes yang tidak mengonsumsi alkohol (83.3%) lebih sedikit dibandingkan contoh normal (94.1%). Hal tersebut menunjukkan bahwa kejadian obesitas banyak terjadi pada contoh yang mengonsumsi alkohol dibandingkan contoh yang tidak mengonsumsi alkohol, meskipun tidak terdapat perbedaan nyata kebiasaan konsumsi alkohol antara contoh obes dan normal (p>0.05). Hasil ini sejalan dengan penelitian Erem et al. (2004) yang menyatakan bahwa prevalensi obesitas pada contoh yang mengonsumsi alkohol lebih tingi dibandingkan dengan contoh yang tidak mengonsumsi alkohol. Hasil penelitian Panagiotakos (2004) dan Erem et al. (2004) menunjukkan hubungan signifikan antara konsumsi alkohol dengan kejadian obesitas. Kedua penelitian tersebut mengukur jumlah konsumsi alkohol secara kuantitatif. Namun,
22 pada penelitian ini tidak ditemukan hubungan signifikan (p>0.05) antara konsumsi minuman beralkohol dengan kejadian obesitas. Perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian sebelumnya diduga karena data konsumsi alkohol yang diperoleh hanya secara kualitatif. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk melihat perilaku konsumsi alkohol contoh obes secara kuantitatif. Konsumsi sayuran dan buah Lebih dari separuh contoh mengonsumsi sayur (66.1%) dan buah (63.6%) setiap hari. Contoh obes yang mengonsumsi sayuran dan buah setiap hari sebanyak 68.3% dan 66.7% (Tabel 15). Contoh obes yang mengonsumsi sayuran dan buah setiap hari (68.3% dan 66.7%) lebih banyak dibandingkan contoh normal (63.8% dan 60.3%). Contoh obes yang tidak pernah mengonsumsi sayuran dan buah setiap hari (6.7% dan 11.7%) juga lebih banyak dibandingkan contoh normal (1.7% dan 10.3%). Konsumsi sayur dan buah antara contoh obes dan normal tidak berbeda nyata (p>0.05). Hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan antara konsumsi sayuran dan buah dengan obesitas (p>0.05). Hasil ini berbeda dengan review beberapa penelitian oleh He et al. (2004) yang menemukan bahwa rendahnya konsumsi sayuran dan buah dapat meningkatkan risiko obesitas. Penelitian kohort menemukan bahwa terdapat hubungan negatif antara asupan sayuran atau buah dengan risiko obesitas. Peningkatan asupan sayuran dan buah berhubungan nyata dengan rendahnya risiko obesitas pada perempuan. Konsumsi buah lebih baik untuk mengontrol berat badan daripada sayuran. Hal tersebut disebabkan buah lebih mudah dikonsumsi sebagai snack atau dessert, sedangkan sayuran sering dikombinasikan dengan bahan lain yang mengandung energi seperti mentega, saus, minyak, dan keju (Drapeau et al. 2004). Konsumsi buah dan sayuran yang lebih tinggi pada perempuan dapat menurunkan 25% dan 16% risiko obesitas dibandingkan yang lebih rendah (OR=0.75; OR=0.84) (He et al. 2004). Perbedaan hasil penelitian ini dengan beberapa penelitian sebelumnya diduga karena data kebiasaan konsumsi sayuran dan buah yang dikumpulan adalah data kualitatif selama 1 bulan terakhir, sehingga kurang menggambarkan kebiasaan konsumsi sayuran dan buah contoh sebelum dan setelah terjadinya obesitas. Konsumsi jajanan dan makanan berlemak Jajanan manis dan makanan berlemak seperti gorengan dan fast food merupakan makanan dengan jumlah kalori yang tinggi. Konsumsi jajanan dan makanan berlemak dalam jumlah yang tidak dikontrol dapat menyebabkan kegemukan terutama jika tidak diiringi dengan konsumsi serat yang cukup (Sari et al. 2008). Kandungan energi pada jajanan cukup tinggi sehingga pembentukan lemak tubuh terjadi lebih cepat. Jajanan dan makanan berlemak umumnya tinggi kalori namun rendah akan zat gizi lainnya. Hal tersebut menyebabkan ketidakseimbangan pertumbuhan. Peningkatan berat badan tidak diimbangi dengan peningkatan tinggi badan sehingga akan terlihat gemuk (Sumanto 2009). Lebih dari 1/3 contoh tidak pernah mengonsumsi jajanan (38.9%) dan lebih dari separuh contoh tidak pernah mengonsumsi makanan berlemak (55.1%). Contoh obes yang setiap hari mengonsumsi makanan berlemak (13.3%) lebih banyak dibandingkan contoh normal (8.6%). Contoh normal yang tidak
23 mengonsumsi makanan berlemak (56.9%) lebih banyak dibandingkan contoh obes (53.3%). Contoh obes yang tidak pernah mengonsumsi jajanan (48.3%) 2 kali lebih banyak dibandingkan contoh normal. Hal ini menunjukkan bahwa contoh obes cenderung sudah mengurangi konsumsi jajanan, sedangkan konsumsi jajanan contoh normal justru meningkat, meskipun tidak terdapat perbedaan konsumsi jajanan dan makanan berlemak antara contoh obes dan normal (p>0.05). Contoh normal sebaiknya lebih memperhatikan konsumsi jajanan sebagai upaya pencegahan terjadinya obesitas. Hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan antara konsumsi jajanan dan makanan berlemak dengan kejadian obesitas (p>0.05). Hasil ini tidak sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa konsumsi makanan yang digoreng berhubungan positif dengan obesitas (GuallarCastillon et al. (2007). Penelitian lain juga menunjukkan bahwa konsumsi makanan berlemak berhubungan positif dengan obesitas pada laki-laki (Huot et al. 2004). Hasil ini berbeda diduga karena kebiasaan konsumsi yang dilihat pada penelitian ini adalah kebiasaan konsumsi pangan selama satu bulan terakhir, sehingga tidak dapat menggambarkan konsumsinya sebelum maupun setelah terjadinya obesitas. Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan konsumsi sayur, buah, jajanan, dan makanan berlemak Variabel (Kali/Minggu) Konsumsi Sayur Setiap hari 4-6 kali 1-3 kali tidak pernah Total Konsumsi Buah Setiap hari 4-6 kali 1-3 kali Tidak pernah Total Konsumsi Jajanan Setiap hari 4-6 kali 1-3 kali Tidak pernah Total Konsumsi Makanan berlemak Setiap hari 4-6 kali 1-3 kali Tidak pernah Total
Status Gizi Obes
Normal n %
n
%
41 8 7 4 60
68.3 13.3 11.7 6.7 100
37 16 4 1 58
40 9 4 7 60
66.7 15 6.7 11.7 100
6 6 19 29 60 8 5 15 32 60
Total n
%
63.8 27.6 6.9 1.7 100
78 24 11 5 118
66.1 20.3 9.3 4.2 100
35 11 6 6 58
60.3 19 10.3 10.3 100
75 20 10 13 118
63.6 16.9 8.5 11 100
10 10 31.7 48.3 100
15 9 17 17 58
25.9 15.5 29.3 29.3 100
21 15 36 46 118
17.8 12.7 30.5 38.9 100
13.3 8.3 25 53.3 100
5 6 14 33 58
8.6 10.3 24.1 56.9 100
13 11 29 65 118
11 9.3 24.6 55.1 100
24 Konsumsi minuman manis/berkalori Sebuah review yang dilakukan oleh Drewnowski (2007) menunjukkan bahwa urbanisasi pada negara berkembang erat hubungannya dengan peningkatan konsumsi makanan manis. Konsumsi makanan manis dapat meningkatkan lemak tubuh melalui mekanisme fisiologis yang melibatkan tingginya densitas energi, efek rasa lezat makanan manis, dan efek lemahnya rasa kenyang. Hampir separuh (44.9%) contoh setiap hari mengonsumsi minuman manis (Tabel 16). Contoh obes yang mengonsumsi minuman manis setiap hari (51.7%) lebih banyak dibandingkan contoh normal (37.9%). Contoh obes yang tidak pernah mengonsumsi minuman manis (23.3%) juga lebih banyak dibandingkan contoh normal (19%). Hal tersebut diduga karena telah terjadi perubahan pada pola makan dari beberapa contoh obes. Tidak terdapat perbedaan nyata konsumsi minuman manis antara contoh obes dan normal (p>0.05). Konsumsi minuman manis tidak berhubungan dengan kejadian obesitas (p>0.05). Review yang dilakukan oleh Malik et al. (2006) terhadap beberapa penelitian cross sectional menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif, negatif atau tidak berhubungan antara asupan minuman manis dan kelebihan berat badan atau obesitas. Demikian halnya pada penelitian kohort, juga ditemukan hubungan positif, negatif atau tidak berhubungan antara asupan minuman manis dengan obesitas. Hubungan antara konsumsi makanan manis dengan obesitas diduga sebagai akibat kontribusinya terhadap total energi. Minuman manis berkalori menghasilkan asupan energi lebih tinggi daripada minuman manis dengan pemanis buatan. Substitusi minuman manis berenergi dengan minuman manis yang mengandung gula buatan tidak berpengaruh terhadap total asupan energi. Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan konsumsi minuman manis Minuman manis (Kali/minggu) Setiap hari 4-6 kali 1-3 kali Tidak pernah Total
Status Gizi Obes n 31 3 12 14 60
Total
Normal % 51.7 5 20 23.3 100
n 22 8 17 11 58
% 37.9 13.8 29.3 19 100
n 53 11 29 25 118
% 44.9 9.3 24.6 21.2 100
Frekuensi Konsumsi Pangan Kuesioner konsumsi pangan atau Food Frequency Questionaire (FFQ) bertujuan untuk mengukur frekuensi beberapa bahan pangan dalam grup yang dikonsumsi pada satu periode tertentu. FFQ didesain untuk menyajikan data pola konsumsi pangan secara deskripsi kualitatif . FFQ diukur dalam satuan kali per hari, kali per minggu, kali per bulan, dan kali per tahun. Jenis pangan yang dilihat biasanya berada dalam satu grup tertentu yang disesuaikan dengan kebutuhan peneliti (Gibson 2005). Frekuensi konsumsi pangan sumber karbohidrat. Nasi dipilih sebagai pangan sumber karbohidrat yang dikonsumsi setiap hari oleh kedua kelompok
25 contoh. Frekuensi konsumsi nasi contoh obes sebanyak 17.1±5 kali/minggu. Frekuensi konsumsi nasi contoh normal sebanyak 17.6±4.1 kali/minggu. Rata-rata contoh mengonsumsi nasi 2 sampai 3 kali sehari. Roti merupakan jenis karbohidrat lain yang dikonsumsi oleh contoh obes dan normal, namun tidak ditemukan perbedaan nyata antara konsumsi roti contoh obes dan normal (p>0.05). Sebaran rata-rata frekuensi konsumsi pangan sumber karbohidrat contoh dapat dilihat pada Tabel 17. Frekuensi konsumsi pangan sumber protein hewani. Rata-rata frekuensi konsumsi pangan sumber protein hewani contoh normal lebih tinggi dibandingkan frekuensi konsumsi sumber protein nabatinya. Hal ini menunjukkan bahwa contoh obes lebih jarang mengonsumsi sumber protein hewani dibandingkan contoh normal. Kedua kelompok contoh memilih daging ayam sebagai sumber protein hewani yang dikonsumsi hampir setiap minggu. Terdapat perbedaan frekuensi konsumsi daging ayam antara kedua contoh (p=0.041). Frekuensi konsumsi daging ayam contoh obes sebanyak 4.2±5.4 kali/minggu, sedangkan contoh normal sebanyak 5.1±5.3 kali/minggu. Ikan laut, ikan pindang, telur ayam, dan susu sapi merupakan jenis protein hewani lainnya yang sering dikonsumsi oleh kedua kelompok contoh (Tabel 17). Terdapat perbedaan nyata antara frekuensi konsumsi susu sapi contoh obes dan normal (p=0.005). Rata-rata konsumsi susu sapi contoh obes 1.2±3.1 kali/minggu, sedangkan contoh normal 2.3 ± 3.7 kali/minggu. Tabel 17 Rata-rata frekuensi konsumsi sumber karbohidrat, protein hewani, dan protein nabati
Jenis pangan
Karbohidrat Beras Kentang Mie Roti Protein Hewani Daging Ayam dan Olahannya Daging Babi Ikan laut Ikan pindang Ikan tawar Susu Sapi Telur Protein Nabati Tahu Tempe Kacang-Kacangan
Status Gizi Obes Normal Jumlah yang Rata-rata Jumlah yang Rata-rata mengonsumsi frekuensi mengonsumsi frekuensi (%) (Kali/mgu) (%) (Kali/mgu)
P Value
100 20 30 41.7
17.1±5 0.4±0.9 0.8±1.5 1.6±2.7
100 25.9 24.1 58.6
17.6±4.1 0.8 ±1.9 0.5±1.4 2.4±3.0
0.626 0.305 0.333 0.068
76.7 15 68.3 61.7 25 18.3 71.7
4.2±5.4 0.3±0.8 2.6±3.9 1.9±2.9 0.5±1.1 1.2±3.1 2.3±2.2
91.4 20.7 53.4 50 19 44.8 79.3
5.1±5.3 0.8±2.4 1.7±2 1.4±1.9 0.5±1.3 2.3±3.7 3.1±3.9
0.041 0.345 0.130 0.247 0.455 0.005 0.202
91.7 91.7 33.3
6.3±5.8 6±5.3 1.2±2.8
81 89.7 13.8
4.1±4 4.9±4.4 0.4±1.3
0.020 0.338 0.016
Frekuensi konsumsi pangan sumber protein nabati. Rata-rata frekuensi konsumsi sumber protein nabati contoh obes lebih tinggi dibandingkan frekuensi
26 konsumsi sumber protein hewaninya. Hal ini menunjukkan bahwa contoh obes lebih sering mengonsumsi sumber protein nabati dibandingkan contoh normal. Kedua kelompok contoh memilih tahu dan tempe sebagai sumber protein nabati yang dikonsumsi hampir setiap hari dalam seminggu. Terdapat perbedaan frekuensi konsumsi tahu antara kedua contoh (p=0.020). Frekuensi konsumsi tahu contoh obes 6.3±5.8 kali/minggu, sedangkan contoh normal 4.1±4 kali/minggu (Tabel 17). Selain itu, terdapat perbedaan frekuensi konsumsi kacang-kacangan antara contoh obes dan normal (p=0.016). Contoh obes lebih sering mengonsumsi kacang-kacangan (1.2±2.8 kali/minggu) dibandingkan dengan contoh normal (0.4±1.3 kali/minggu). Konsumsi tempe antara kedua contoh tidak berbeda nyata, namun terlihat bahwa frekuensi konsumsi tempe contoh obes (6±5.3 kali/minggu) lebih tinggi dibandingkan contoh normal (4.9±4.4 kali/minggu). Frekuensi konsumsi sayuran. Wortel dipilih sebagai sayuran yang dikonsumsi setiap minggu oleh kedua kelompok contoh. Tidak terdapat perbedaan frekuensi konsumsi wortel antara kedua contoh (p=0.309). Frekuensi konsumsi wortel contoh obes 1.6±1.6 kali/minggu dan contoh normal sebanyak 2.5±3.5 kali/minggu (Tabel 18). Sawi, kol, terong, dan tauge merupakan jenis sayuran lain yang sering dikonsumsi oleh contoh obes, sedangkan contoh normal memilih bayam, kol, dan kangkung sebagai jenis sayuran lainnya. Terdapat perbedaan frekuensi konsumsi bayam (p=0.029), labu siam (p=0.019), terong (p=0.024), dan tauge (0.016) antara kedua contoh. Tabel 18 Rata-rata frekuensi konsumsi sayuran dan buah
Jenis pangan
Sayuran Bayam Kangkung Sawi Wortel Kol Labu siam Terong Tauge Buah Pepaya Mangga Pisang Jeruk Melon Semangka
Status Gizi Obes Normal Jumlah yang Rata-rata Jumlah yang Rata-rata mengonsumsi frekuensi mengonsum frekuensi (%) (Kali/mgu) si (%) (Kali/mgu)
P Value
40 48.3 63.3 66.7 53.3 48.3 60 46.7
0.9 ± 1.5 1.1 ± 1.2 1.4 ± 1.5 1.6 ± 1.6 1.2 ± 1.4 1.1 ± 1.4 1.4 ± 2.1 1.2 ± 1.6
63.8 65.5 53.4 77.6 65.5 29.3 41.4 27.6
1.4 ± 1.7 1.4 ± 1.5 1.1 ± 1.4 2.5 ± 3.5 1.4 ± 1.6 0.5 ± 0.9 0.8 ± 1.4 0.6 ± 1.4
0.029 0.104 0.184 0.309 0.517 0.019 0.024 0.016
53.3 31.7 58.3 73.3 35 40
1.7 ± 2.1 0.8 ± 1.4 2.7 ± 3.5 2.9 ± 3.0 0.9 ± 1.6 0.9 ± 1.6
48.3 43.1 50.0 55.2 17.2 27.6
1.6 ± 2.2 1.6 ± 2.7 1.9 ± 2.5 2.1 ± 3.3 0.1 ± 1.1 0.8 ± 1.6
0.656 0.133 0.290 0.017 0.037 0.783
Frekuensi konsumsi buah. Jeruk merupakan buah yang dikonsumsi hampir setiap minggu oleh kedua kelompok contoh. Terdapat perbedaan frekuensi konsumsi jeruk antara kedua contoh (p=0.017). Frekuensi konsumsi jeruk contoh obes 2.9±3 kali/minggu dan contoh normal 2.1±3.3 kali/minggu (Tabel 18). Pisang dan pepaya merupakan jenis buah lain yang lebih sering dikonsumsi
27 oleh kedua contoh. Terdapat perbedaan frekuensi konsumsi melon antara kedua contoh (p=0.037). Contoh obes mengonsumsi melon sebanyak 0.9±1.6 kali/minggu sedangkan contoh normal sebanyak 0.1±1.1 kali/minggu. Frekuensi konsumsi jajanan dan makanan berlemak. Gorengan adalah jajanan yang cukup sering dikonsumsi oleh contoh normal (0.9±2.4 kali/minggu) dan obes (1.3±2.2 kali/minggu). Tidak terdapat perbedaan frekuensi konsumsi gorengan antara kedua contoh (p>0.05). Terdapat perbedaan konsumsi biskuit (p=0.017), es krim (p=0.006), wafer (p=0.021), dan chiki/kripik (p=0.024) antara kedua contoh. Contoh normal lebih sering mengonsumsi biskuit (1.3±3.7 kali/minggu), es krim (0.6±1.3 kali/minggu), wafer (0.8±1.8 kali/minggu), dan chiki/kripik (0.9±1.8 kali/minggu) dibandingkan contoh obes (Tabel 19). Frekuensi konsumsi minuman. Kopi merupakan minuman yang paling sering dikonsumsi oleh kedua kelompok contoh. Terdapat perbedaan frekuensi konsumsi kopi antara kedua contoh (p=0.005). Frekuensi konsumsi kopi contoh obes 5.2±7 kali/minggu, sedangkan contoh normal 1.9±4.4 kali/minggu. Contoh obes hampir setiap hari mengonsumsi kopi. Contoh normal lebih sering mengonsumsi jus buah dibandingkan dengan contoh obes. Terdapat perbedaan frekuensi konsumsi jus buah antara kedua contoh (p=0.028). Rata –rata konsumsi jus buah contoh normal 1.6±2.3 kali/minggu dan sebanyak 0.8±1.7 kali/minggu untuk contoh obes (Tabel 19). Tabel 19 Rata-rata frekuensi konsumsi jajanan dan minuman manis Status Gizi Obes Normal Jumlah yang Rata-rata Jumlah yang Rata-rata mengonsumsi frekuensi mengonsumsi frekuensi (%) (Kali/mgu) (%) (Kali/mgu)
Jenis pangan
Jajanan Bakso Gorengan Biskuit Es krim Wafer Chiki/Kripik Minuman Manis Jus Buah Teh (botol/kotak) Kopi
P Value
18.3 38.3 13.3 10 10 11.7
0.3 ± 0.8 1.3 ± 2.2 0.4 ± 1.2 0.1 ± 0.5 0.4 ± 1.9 0.5 ± 2
29.3 36.2 32.8 29.3 25.9 27.6
0.9 ± 3 0.9 ± 2.4 1.3 ± 3.7 0.6 ± 1.3 0.8 ± 1.8 0.9 ± 1.8
0.125 0.495 0.017 0.006 0.021 0.024
28.3 26.7 48.3
0.8 ± 1.7 0.9 ± 1.8 5.2 ± 7
46.6 41.4 25.9
1.6 ± 2.3 1.5 ± 2.7 1.9 ± 4.4
0.028 0.105 0.005
Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Makro Status gizi seseorang dipengaruhi oleh konsumsi pangan. Konsumsi pangan yang berlebih dan berlangsung dalam jangka waktu lama akan berakibat pada terjadinya obesitas. Obesitas merupakan faktor risiko dari beberapa penyakit degeneratif, sehingga konsumsi pangan sebaiknya diatur agar sesuai dengan kebutuhan (Sumanto 2009). Konsumsi pangan menurut Gibson (2005) dapat dinilai secara kualitatif maupun kuantitatif. Penilaian secara kualitatif melihat frekuensi konsumsi pangan menurut jenis pangannya serta kebiasaan makan seseorang. Penilaian secara kuantitatif dilakukan dengan cara menghitung jumlah
28 pangan atau pangan yang dikonsumsi. Beberapa metode digunakan untuk menilai konsumsi pangan secara kuantitatif, salah satunya adalah recall 2x24 jam. Metode lainnya yaitu estimated food records, food weighing, dan dietary history. Tingkat Kecukupan Gizi (TKG) diperoleh melalui perbandingan asupan zat gizi aktual contoh dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan menurut Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2013. AKG adalah tingkat konsumsi zat gizi esensial yang dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi hampir semua orang sehat. AKG Indonesia disusun berdasarkan berat badan untuk masing-masing kelompok menurut umur, gender, dan aktivitas fisik yang ditetapkan secara berkala melalui survei penduduk (Almatsier 2006). Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi dan zat gizi makro dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi dan zat gizi makro Variabel
Obes n
Tingkat Kecukupan Energi Defisit Berat (<70%) Defisit Sedang (70-79.9%) Defisit Ringan (80-89.9%) Normal ( 90-109,9 %) Berlebih (>110) Total Tingkat Kecukupan Protein Defisit Berat (<70%) Defisit Sedang (70-79.9%) Defisit Ringan (80-89.9%) Normal ( 90-109,9 %) Berlebih (>110) Total Tingkat Kecukupan Lemak Defisit Berat (<70%) Defisit Sedang (70-79.9%) Defisit Ringan (80-89.9%) Normal ( 90-109,9 %) Berlebih (>110) Total Tingkat Kecukupan Karbohidrat Defisit Berat (<70%) Defisit Sedang (70-79.9%) Defisit Ringan (80-89.9%) Normal ( 90-109,9 %) Berlebih (>110) Total
Status Gizi Normal % n %
Total n
%
27 19 8 4 2 60
45 31.7 13.3 6.7 3.3 100
22 13 10 9 4 58
37.9 22.4 17.2 15.5 6.9 100
49 32 18 13 6 118
42 27 15 11 5 100
32 9 6 9 4 60
53.3 15 10 15 6.7 100
22 9 11 9 7 58
37.9 15.5 19 15.5 12.1 100
54 18 17 18 11 118
45.8 15.3 14.4 15.3 9.3 100
43 8 3 6 0 60
71.7 13.3 5 10 0 100
47 3 2 3 3 58
81 5.2 3.4 5.2 5.2 100
90 11 5 9 3 118
76.3 9.3 4.2 7.6 2.5 100
14 10 7 9 20 60
23.3 16.7 11.7 15 33.3 100
13 6 5 11 23 58
22.4 10.3 8.6 19 39.7 100
27 16 12 20 43 118
22.9 13.6 10.2 16.9 36.4 100
Rata-rata angka kecukupan energi (AKE) contoh obes adalah 2 401±274 kkal, lebih tinggi dibandingkan contoh normal yaitu 2 321±402 kkal. Hampir separuh (42%) contoh defisit berat dalam hal kecukupan energi. Persen contoh obes dengan kecukupan energi defisit berat (45%) lebih tinggi dibandingkan contoh normal (37.9%). Contoh obes dengan kecukupan energi berlebih (3.3%) lebih sedikit dibandingkan contoh normal (6.9%).
29 Rata-rata angka kecukupan protein contoh obes adalah 61.9±3.8 gram lebih tinggi dibandingkan contoh normal adalah 58±8.1 gram. Kecukupan protein tergolong defisit berat pada hampir separuh (45.8%) contoh. Persen contoh obes dengan kecukupan protein defisit berat (53.3%) lebih tinggi dibandingkan contoh normal (37.9%). Contoh obes dengan kecukupan protein berlebih (6.7%) lebih sedikit dibandingkan contoh normal (12.1%). Tingkat kecukupan lemak kedua contoh tergolong defisit berat (76.3%). Rata-rata angka kecukupan lemak contoh obes adalah 68.6±9.9 gram, sedangkan contoh normal adalah 75±10.4 gram. Persen contoh obes dengan kecukupan lemak defisit berat (71.7%) lebih kecil dibandingkan contoh normal (81%). Terlihat bahwa tidak terdapat contoh obes yang memiliki kecukupan lemak berlebih, sebaliknya persentase contoh normal yang kecukupan lemaknya berlebih sebanyak 5.2%. Hal ini menunjukkan bahwa contoh obes sudah mengurangi asupan lemak dibandingkan contoh normal. Lebih dari 1/4 (36.4%) contoh memiliki kecukupan karbohidrat yang tergolong berlebih. Rata-rata angka kecukupan karbohidrat contoh obes (356.7±39.5 gram) lebih tinggi dibandingkan contoh normal (340±34 gram). Persentase contoh obes dengan kecukupan energi defisit sedang (16.7%), defisit ringan (11.7%), dan normal (15%) lebih tinggi dibandingkan contoh normal. Persentase contoh obes dengan kecukupan energi defisit berat (23.3%) dan berlebih (33.3%) lebih rendah dibandingkan contoh normal. Obesitas dapat terjadi apabila seseorang tidak mengontrol pola makannya. Asupan zat gizi yang berlebihan khususnya lemak diduga merupakan penyebab obesitas (Gibney et al. 2008). Berdasarkan data, terlihat bahwa contoh obes dengan kecukupan energi dan zat gizi makro yang tergolong berlebih lebih sedikit dibandingkan contoh normal, meskipun tidak terdapat perbedaan nyata tingkat kecukupan energi dan zat gizi makro antara contoh obes dan normal (p>0.05). Hal ini diduga karena contoh sudah merubah pola dietnya. Seseorang yang mengalami kelebihan gizi cenderung mengurangi asupan energi dan zat gizi lain dari makanan sehingga asupan energi dan zat gizi lain saat ini berbeda dengan saat sebelum terjadi obesitas sebagai akibat perubahan pola diet (Gibney et al. 2008). Riwayat Obesitas Orang Tua Obesitas diketahui dapat diturunkan oleh kedua orang tua. Resiko kegemukan seorang anak yang memiliki orang tua obesitas sebesar 80%. Resiko ini turun menjadi 40% jika hanya salah satu orang tua yang mengalami kegemukan (Khomsan 2004). Hampir ¾ (68.6%) contoh tidak memiliki orang tua obes (Tabel 21), dan lebih dari separuh (60%) contoh obes tidak memiliki orang tua obes. Namun, persentase contoh obes yang memiliki orang tua obes (40%) lebih tinggi dibandingkan contoh normal (22.4%) yang memiliki orang tua obes. Dari total contoh yang memiliki orang tua obes, sebanyak 46% memiliki ibu obes dan 29.7% memiliki ayah obes. Contoh obes yang memiliki kedua orang tua obes (29.2%) lebih banyak dibandingkan dengan contoh normal (15.4%). Contoh obes yang memiliki ibu obes (50%) juga lebih banyak dibandingkan contoh normal (38.5%), dan contoh obes yang memiliki ayah obes (20.8%) lebih sedikit dibandingkan contoh normal (46.1%). Sebaran contoh berdasarkan riwayat obesitas orang tua dapat dilihat pada Tabel 21.
30 Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan riwayat obesitas orang tua Variabel
Obes n
Riwayat obesitas orang tua Ya Tidak Jumlah Ya; Ayah Ibu Keduanya Jumlah
Status Gizi Normal % n %
Total n
%
24 36 60
40 60 100
13 45 58
22.4 77.6 100
37 81 118
31.4 68.6 100.0
5 12 7 24
20.8 50 29.2 100
6 5 2 13
46.1 38.5 15.4 100
11 17 9 37
29.7 46 24.3 100
Terdapat perbedaan nyata riwayat obesitas orang tua antara contoh obes dan normal (p<0.05). Terdapat hubungan yang signifikan antara obesitas pada orang tua dengan obesitas pada contoh (p<0.05). Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Kantachuvessiri et al.(2005) yang menyatakan bahwa faktor keturunan tidak berhubungan dengan kejadian obesitas pada orang dewasa di Thailand. Penelitian tersebut melihat hubungan antara obesitas pada orang tua dan saudara kandung dengan kejadian obesitas pada responden. Laporan riwayat obesitas orang tua merupakan persepsi dari contoh terhadap status gizi orang tua, sehingga dapat menyebabkan bias apabila tidak dilakukan pengamatan dan pengukuran secara langsung terhadap status gizi kedua orang tua contoh. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk melihat pengaruh faktor genetik terhadap kejadian obesitas dengan penambahan variabel obesitas pada saudara kandung. Morbiditas Riwayat sakit contoh selama tiga bulan terakhir dikumpulkan dengan pertanyaan tentang riwayat dan jenis penyakit yang diderita. Hampir ¾ (68.6%) contoh mengaku tidak sakit dalam 3 bulan terakhir (Tabel 22). Persentase contoh obes yang mengaku sakit dalam 3 bulan terakhir (33.3%) lebih tinggi dibandingkan contoh normal (29.3%). Tidak terdapat perbedaan riwayat sakit antara contoh obes dan contoh normal (p>0.05). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan riwayat sakit dengan kejadian obesitas (p>0.05). Hampir separuh (48.6%) contoh mengaku sakit influenza. Persen contoh obes yang mengalami influenza (35%) lebih kecil dibandingkan contoh normal (64.7%). Persentase contoh obes yang memiliki riwayat penyakit degeneratif seperti stroke (5%), hipertensi (15%), dan diabetes mellitus (5%) lebih tinggi dibandingkan contoh normal. Hal ini menunjukkan bahwa contoh obes cenderung mengalami penyakit degeneratif dibandingkan contoh normal, sedangkan contoh normal cenderung lebih sering mengalami penyakit infeksi. Peningkatan prevalensi obesitas pada pria maupun wanita diketahui berdampak pada berbagai penyakit degeneratif seperti peningkatan risiko sindroma metabolik, aterosklerosis, penyakit kardiovaskuler, diabetes tipe 2, batu empedu, gangguan fungsi pulmonal, serta hipertensi (Wolfsoon 2005). Seseorang yang mengalami obesitas juga
31 memiliki risiko yang lebih besar untuk menderita beberapa masalah kesehatan seperti sakit pada tulang belakang, arthritis, dan masalah infertilitas (WHO 2000). Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan kejadian sakit
Ya Tidak Total
Status Gizi Obes Normal n % n % 20 33.3 17 29.3 40 66.7 41 70.7 60 100 58 100
n 37 81 118
% 31.4 68.6 100
Influenza Diare Demam berdarah Lainnya Stroke Hipertensi Diabetes melitus Lainnya Total
7 1 1 1 1 3 1 5 20
18 3 1 2 1 3 1 8 37
48.6 8.1 2.7 5.4 2.7 8.1 2.7 21.6 100
Variabel Riwayat Penyakit
Jenis Penyakit Penyakit menular
Penyakit tidak menular
35 5 5 5 5 15 5 25 100
11 2 0 1 0 0 0 3 17
64.7 11.8 0 5.9 0 0 0 17.6 100
Total
Faktor Risiko Obesitas Obesitas merupakan kondisi ketidaknormalan atau kelebihan akumulasi lemak pada jaringan adiposa. Masalah obesitas tidak hanya terletak pada jumlah simpanan lemak yang berlebih, namun juga distribusi lemak di seluruh tubuh (WHO 2000). Seseorang dapat dikatakan mengalami obesitas jika berat badannya 20% melebihi berat badan normal (Muktiharti et al 2010). Masalah obesitas pada orang dewasa sering dihubungkan dengan berbagai macam masalah kesehatan, seperti tekanan darah tinggi, diabetes, masalah jantung dan pernapasan (Wolfsoon 2005). Obesitas tidak hanya disebabkan oleh tingginya konsumsi makanan berlemak tetapi bisa terjadi karena interaksi antara berbagai faktor seperti kurangnya aktivitas fisik (WHO 2000). Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian obesitas dianalisis secara multivariat dengan analisis regresi binary logistic metode enter. Beberapa faktor yang berhubungan yaitu umur, jenis kelamin, status kawin, riwayat obesitas, dan kebiasaan merokok, namun faktor risiko obesitas yang berpengaruh signifikan (p<0.05) adalah umur, status kawin, dan riwayat obesitas orang tua. Hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa risiko obesitas meningkat seiring dengan peningkatan umur. Contoh yang berumur lebih dari 50 dan 30-49 tahun masing-masing berpeluang 12 kali dan 7 kali untuk mengalami obesitas dibandingkan contoh yang berumur 19-29 tahun (OR=12.228; OR=7.407). Contoh yang sudah menikah berpeluang 4 kali mengalami obesitas dibandingkan contoh yang belum menikah (OR=3.987). Riwayat obesitas berhubungan dengan kejadian obesitas, contoh yang memiliki orang tua obes (keduanya atau hanya salah satu) berpeluang 6 kali mengalami obesitas dibandingkan contoh yang tidak memiliki orang tua obes (OR=5.967). Hasil uji
32 multivariat menunjukan bahwa hanya 35.5% kejadian obesitas yang dapat dijelaskan oleh faktor umur, status kawin, pekerjaan, dan riwayat obesitas. Sisanya diduga disebabkan oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Penelitian Kantachuvessiri et al. (2005) yang dilakukan terhadap orang dewasa di Thailand juga menunjukkan bahwa contoh berumur 40-59 tahun dan sudah menikah lebih mudah mengalami obesitas (OR=2.4 dan OR=1.8). Contoh yang memiliki saudara kandung obes lebih beresiko mengalami obesitas dibandingkan contoh yang tidak memiliki saudara obes (OR=1.6). Namun tidak terdapat hubungan yang signifikan antara obesitas pada orang tua dengan kejadian obesitas pada contoh penelitian tersebut.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hampir separuh contoh berumur 30-49 tahun. Lebih dari separuh contoh berjenis kelamin laki-laki, tamat SMA, memiliki jumlah anggota keluarga 3-4 orang, sudah bekerja, dan pendapatan/bulan diatas 2 juta rupiah. Hampir dua pertiga contoh sudah menikah. Lebih dari ¾ contoh memiliki pengetahuan gizi yang tergolong sedang, tidak merokok, aktivitas fisik yang tergolong sedang, dan tidak mengonsumsi alkohol. Lebih dari separuh contoh terbiasa berolahraga, dan hampir setiap hari mengonsumsi sayur serta buah. Lebih dari 1/3 contoh mengonsumsi minuman manis setiap hari namun tidak pernah mengonsumsi jajanan. Separuh contoh tidak pernah mengonsumsi makanan berlemak. Lebih dari sepertiga contoh memiliki tingkat kecukupan energi, protein, dan lemak yang tergolong defisit berat, namun konsumsi karbohidrat tergolong berlebih. Lebih dari separuh contoh tidak memiliki orang tua obes dan tidak sakit dalam tiga bulan terakhir. Lebih dari separuh contoh obes berusia 30-49 tahun sedangkan contoh normal berusia 19-29 tahun. Lebih dari separuh contoh obes adalah laki-laki sedangkan contoh normal adalah perempuan. Jumlah contoh obes yang sudah menikah 2 kali lebih banyak dibandingkan contoh normal. Jumlah contoh obes yang memiliki jumlah anggota keluarga 3-4 orang 1.5 kali lebih banyak dibandingkan contoh normal. Contoh obes yang tamat SMA lebih banyak dibandingkan contoh normal. Jumlah contoh obes dengan penghasilan diatas 2 juta rupiah lebih sedikit dibandingkan contoh normal. Contoh obes yang memiliki pengetahuan gizi baik lebih sedikit dibandingkan contoh normal. Contoh obes yang merokok lebih banyak dibandingkan dengan contoh normal. Contoh obes dengan tingkat aktivitas ringan dan terbiasa berolahraga lebih sedikit dibandingkan contoh normal. Persentase contoh obes yang mengonsumsi sayur, buah, makanan berlemak, dan minuman manis setiap hari lebih tinggi dibandingkan contoh normal dan persentase contoh obes yang tidak pernah mengonsumsi jajanan lebih tinggi dibandingkan contoh normal. Jumlah contoh obes dengan kecukupan energi, protein, lemak dan karbohidrat yang tergolong berlebih lebih sedikit dibandingkan contoh normal. Jumlah contoh obes
33 yang memiliki orang tua obes hampir 2 kali lebih banyak dibandingkan contoh normal. Contoh obes yang memiliki penyakit degeneratif lebih banyak dibandingkan contoh normal. Umur, jenis kelamin, status kawin, riwayat obesitas, dan kebiasaan merokok berhubungan dengan kejadian obesitas. Faktor risiko yang berpengaruh secara signifikan adalah umur, status kawin, dan riwayat obesitas. Saran Obesitas terjadi seiring dengan peningkatan usia, sehingga perlu dilakukan tindakan preventif seperti menjaga pola makan dan meningkatkan kebiasaaan olahraga sejak dini. Laki-laki terutama yang memiliki orang tua obes juga sebaiknya lebih meningkatkan aktivitas fisik dan kegiatan olahraga, serta mengurangi konsumsi rokok untuk mencegah terjadinya obesitas. Adanya kebiasaan pasangan suami istri untuk melakukan aktivitas fisik bersama dapat menjadi salah satu usaha preventif terjadinya obesitas, yaitu dengan cara melakukan pendekatan langsung kepada pasangan suami istri untuk melakukan kegiatan olahraga bersama-sama. Pemerintah dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai referensi dalam menyusun program perbaikan status gizi masyarakat khususnya orang dewasa. Penelitian selanjutnya dibutuhkan untuk melihat faktor risiko obes pada wanita dengan penambahan variabel faktor stress di Kota Denpasar.
DAFTAR PUSTAKA Adiningrum RD. 2008. Karakteristik kegemukan pada anak sekolah dan remaja di Medan dan Jakarta Selatan. [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Aekplakorn W, Inthawong R, Kessomboon P, Sangthong R, Chariyalertsak S, Putwana P, Taneepanichskul S. 2007. Trends in obesity and associations with education and urban or rural residence in Thailand. Obesity. 15:31133121. Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID) : Gramedia Pustaka Utama. _________. 2006. Penuntun Diet Edisi Baru Instalasi Gizi Rs. Dr. Cipto Mangunkusumo dan Asosiasi Dietisien Indonesia. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. [BPS] Badan Pusat Statistik Kota Denpasar. 2013. Jumlah Penduduk Kota Denpasar 2013. Indonesia (ID): BPS Chiolero A, Jacot-Sadowski I, Faeh D, Paccaud F, Cornuz J. 2007. Association of cigarettes smoked daily with obesity in a general adult population. Obesity. 15:1311-1318. _________, Faeh D, Paccaud F, Cornuz J. 2008. Consequences of smoking for body weight, body fat distribution, and insulin resistance. Am J Clin Nutr. 87:801-809.
34 Dalongeville J, Marecaux N, Fruchart JC, Amouyel P. 1998. Cigarette smoking is associated with unhealthy patterns of nutrient intake: a Meta-analysis. Journal Of Nutrition : 1450-1457 Drapeau V, Despres JP, Bouchard C, Allard L, Fournier G, Leblanc C, Tremblay A. 2004. Modifications in food-group consumption are related to long-term body-weight changes. Am J Clin Nutr. 80:29-37. Drewnowski A. 2007. The real contribution of added sugars and fats to obesity.Epidemiol Rev. 29:160-171. Erem C, Arslan C, Hacihasanoglu A, Deger O, Topbas M, Ukinc K, Ersoz HO, Telatar M. 2004. Prevalence of obesity and associated risk factors in a Turkish population (Trabzon City, Turkey). Obesity. 12:1117–1127. [FAO/WHO/UNU] Food Agriculture Organization, World Health Organization, United Nations University. 2001. Human Energy Requirement. Rome (IT): FAO/WHO/UNU. Finkelstein EA, Khavjou OA, Thompson H, Trogdon JG, Pan L, Sherry B, Dietz W. 2012. Obesity and severe obesity forecast through 2030. Am J Prev Med 42(6):563–570. Gibney MJ, Barrie MM, John MK, Lenore A. 2008. Gizi Kesehatan Masyarakat. Hartono A, penerjemah; Widyastuti P, Hardiyati EA, Editor. Jakarta (ID): EGC. Gibson R. 2005. Principles of Nutritional Assesment, Second Edition. New York (US): Oxford University Press. Guallar-Castillon P, Rodriguez-Artalejo F, Fornes NS, Banegas JR, Etxezarreta PA, Ardanaz E, Barricarte A, Chirlaque MD, Iraeta MD, Larranaga NL et al. 2007. Intake of Fried Foods Is Associated With Obesity In The Cohort of Spanish Adults From The European Prospective Investigation Into Cancer and Nutrition. Am J Clin Nutr 86:198 –205. Hardinsyah, Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Bogor (ID): IPB. _________, Retnaningsih, Herawati T, Wijaya R. 2002. Analisis kebutuhan konsumsi pangan. Jakarta (ID): Badan bimas ketahan pangan deptan. He K, Hu FB, Coldits GA, Manson JE, Willett WC, Liu S. 2004. Changes in intake of fruits and vegetables in relation to risk of obesity and weight gain among middle-aged women. Int J Obes. 28: 1569-1574. Huot, Paradis G, Ledoux M. 2004. Factors associated with overweight and obesity in Quebec adults. Int J Obes. 28: 766-774. Janghorbani M, Amini M, Willett WC, Gouya MM, Delavari A, Alikhani S, Mahdavi A. 2007. First nationwide survey of prevalence of overweight, underweight, and abdominal obesity in Iranian adults. Obesity. 15:27972808. Kantachuvessiri A, Sirivichayakul C, KaewKungwal J, Tungtrongchitr R, Lotrakul M. 2005. Factors associated with obesity among workers in a metropolitan waterworks authority. Southeast Asian J Trop Med Public Health. 36:1057-1065. Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. [Skripsi]. Bogor (ID): Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumbedaya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB. __________. 2004. Peranan Pangan dan Gizi Untuk Kualitas Hidup. Jakarta (ID): Grasindo.
35 Kurniasih D, Hilmansyah H, Astuti MP, Imam S. 2010. Sehat dan bugar berkat gizi seimbang. Jakarta (ID) : Kompas Gramedia Lehninger A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 3. Thenawidjaya M, Penerjemah; Jakarta (ID) : Erlangga. Mahan LK, Escott-Stump S. 2008. Krause's Food & Nutrition Therapy, International Edition, 12e. Canada (CA): Elsevier. Malik VS, Schulze MB, Hu FB. 2006. Intake of sugar-sweetened beverages and weight gain: a systematic review. Am J Clin Nutr. 84:274-288. Muktiharti S, Purwanto, Purnomo I, Saleh R. 2010. Faktor Risiko Kejadian Obesitas pada Remaja SMA Negeri 2 dan SMA Negeri 3 di Kota Pekalongan Tahun 2010. [Skripsi]. Pekalongan (ID): Program Studi Ilmu Keperawatan, Universitas Pekalongan. Panagiotakos DB, Pitsavos C, Shrysohoou C, Risvas G, Kontogianni MD, Zampelas A, Stefanadis C. 2004. Epidemiology of overweight and obesity in a Greek adult population: the ATTICA study. Obesity. 12:1914-1920. Sari DM. 2011. Gaya Hidup, Intake Zat Gizi, dan Morbiditas Orang Dewasa yang Berstatus Gizi Obes dan Normal. [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Sari RW. 2008. Dangerous Junk Food. Yogyakarta (ID): O2 Sumanto A. 2009. Tetap Langsing dan Sehat dengan Terapi Diet. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka. Wardle J, Parmenter K, Waller J. 2000. Nutrition knowledge and food intake. Appetite. (2000) 34,267-275. Weng HH, Bastian LA, Taylor DH, Moser BK, Ostbye T. 2004. Number of children associated with obesity in middle-aged women and men: results from the health and retirement study. Journal Of Women’s Health. 13:8591. [WHO] World Health Organization Western Pacific Region. 2000. International Association for the Study of Obesity and the International Obesity Task Force. The Asia-Pacific perspective: Redefining obesity and its treatment. Wolfsoon RC. 2005. Kenapa Anakku Begitu. Purnamasari A, penerjemah; Hutauruk S, Eddy MH, Rachmawati M, editor. Jakarta (ID) : Erlangga. Terjemahan dari: Why Do Kids Do That?. Worsley A. 2002. Nutrition knowledge and food consumption: can nutrition knowledge change food behaviour?. Asia Pacific J Clin Nutr 11(Suppl): S579–S585 Xu F, Yin XM, Wang Y. 2007. The Association between amount of cigarettes smoked and overweight, central obesity among Chinese adults in Nanjing, China. Asia Pacific J Clin Nutr. 16 (2):240-247.
36
LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil uji korelasi variabel independen dengan status gizi
37 Lampiran 2 Hasil uji korelasi variabel independen dengan status gizi (Lanjutan)
Lampiran 3 Hasil uji beda Mann Whitney U
Lampiran 4 Hasil uji beda Mann Whitney U (Lanjutan)
Lampiran 5 Hasil uji beda Mann Whitney U (Lanjutan)
Lampiran 6 Hasil uji regresi logistik metode enter
38
RIWAYAT HIDUP Putu Rossi Tya Lestari lahir di Temukus, Bali pada tanggal 13 November 1991 dari pasangan I Made Sarjana dan Made Adri Budiasih. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis menempuh pendidikan di SMA Negeri 1 Fak-Fak (2006-2009) dan diterima sebagai mahasiswa IPB pada tahun 2010 melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Program Studi Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selama masa perkuliahan penulis aktif sebagai anggota UKM Pramuka IPB (2010-2013), ketua divisi kewirausahaan UKM Pramuka IPB (2010-2011), anggota divisi PSDM UKM KMHD IPB (2010-2011), dan anggota HIMAGIZI IPB. Penulis juga aktif menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia B di Tingkat Persiapan Bersama (TPB) sejak tahun 2012-2014. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Giriawas, Kecamatan Cikajang, Garut pada bulan Juli-Agustus 2013. Penulis juga melaksanakan Internship Dietetic (ID) di Rumah Sakit Kanker Dharmais pada bulan Maret-April 2014. Topik kajian saat ID adalah kasus penyakit dalam (Kanker Payudara Stadium IV disertai Hiperurisemia), kasus penyakit bedah (Suspect Kanker Endometrium dengan Tindakan Laparotomy Stagging), dan kasus penyakit anak (Limfoma Non Hodgkins disertai Obesitas dengan Tindakan Kemoterapi).