FAKTOR RISIKO OBESITAS PADA WANITA DEWASA DI DAERAH PESISIR KELURAHAN LETUNG KECAMATAN JEMAJA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS
NOVIE AMNA RESCHI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor Risiko Obesitas pada Wanita Dewasa di Daerah Pesisir Kelurahan Letung Kecamatan Jemaja Kabupaten Kepulauan Anambas adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, November 2016 Novie Amna Reschi NIM I14120143
ABSTRAK NOVIE AMNA RESCHI. Faktor Risiko Obesitas pada Wanita Dewasa di Daerah Pesisir Kelurahan Letung Kecamatan Jemaja Kabupaten Kepulauan Anambas. Dibimbing oleh CESILIA METI DWIRIANI. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor risiko kejadian obesitas pada wanita dewasa di Kelurahan Letung, Kepulauan Anambas. Desain penelitian berupa cross sectional study, melibatkan 79 orang dipilih secara consecutive. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik contoh, berat dan tinggi badan, lingkar pinggang, persepsi ketersediaan buah sayur, kebiasaan makan, aktivitas fisik, dan penggunaan kontrasepsi hormonal. Hasil penelitian menunjukkan, terdapat hubungan positif signifikan antara usia, frekuensi konsumsi makanan berlemak, dan makanan/minuman manis serta lama penggunaan kontrasepsi hormonal dengan status gizi sedangkan hubungan antara aktivitas fisik, frekuensi konsumsi sayur buah dengan status gizi adalah negatif. Terdapat hubungan positif siginifikan antara ketersediaan sayur dengan kebiasaan konsumsi sayur. Contoh beraktivitas fisik sedang dan berat memiliki risiko obesitas lebih rendah dibandingkan contoh beraktivitas ringan dan sangat ringan (OR=0.03, 95%CI: 0.005-0.212). Contoh yang menggunakan kontrasepsi hormonal berisiko mengalami obesitas 5.3 kali (OR=5.34, 95% CI: 1.144-24.933) dan jika menggunakannya lebih dari 10 tahun, maka risiko obesitas meningkat menjadi 9.8 kali dibandingkan dengan yang kurang dari 10 tahun (OR=9.85, 95% CI: 1.625-59.791). Kata kunci: faktor risiko, obesitas, kontrasepsi hormonal, aktivitas fisik
ABSTRACT NOVIE AMNA RESCHI. Risk Factor of Obesity Among Adult Females at Letung Village in Jemaja Sub-Distric, Anambas Island District. Supervised by CESILIA METI DWIRIANI The objective of this study was to analyze risk factor of obesity among adult females at Letung Village in Letung, Jemaja, Anambas Island. The design of this study was a cross sectional study with 79 housewives that were consecutively selected. The data collected included characteristics of subjects, weight, height and waist circumference of subjects, availability of fruits and vegetables, food habit, physical activity, and hormonal contraception usage. The result of correlation test showed significant correlation between age, consumption habit of foods and drinks with high sugar, and period of hormonal contraception use and nutrition status while correlation test between physical activity and fruit with nutrition status showed significantly negative correlation (p<0.05). In addition, availability of vegetable had a significant positive correlation with vegetable consumption habits. Subjects with moderate and heavy physical activity, had lower risk of being obese than those with light and light-moderate physical activity (OR=0.03, 95% CI:0.005-0.212). Subjects who used hormonal contraception (HC) have 5.341 times higher risk of obesity compared to those who did not using (OR=5.34, 95% CI:1.144-24.933) and increase to 9.858 times when used HC for more than 10 years (OR=9.85, 95% CI: 1.625-59.791). Keywords: Risk factor, obesity, hormonal contraception, physical activity
FAKTOR RISIKO OBESITAS PADA WANITA DEWASA DI DAERAH PESISIR KELURAHAN LETUNG KECAMATAN JEMAJA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Judul Skripsi : Faktor Risiko Obesitas pada Wanita Dewasa di Daerah Pesisir Kelurahan Letung Kecamatan Jemaja Kabupaten Kepulauan Anambas Nama : Novie Amna Reschi NIM : I14120143
Disetujui oleh
Dr. Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Rimbawan Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Faktor Risiko Obesitas pada Wanita Dewasa di Kelurahan Letung Kecamatan Jemaja Kabupaten Kepulauan Anambas” berhasil diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah banyak membantu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan, yaitu kepada: 1. Ibu Dr. Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan serta saran selama penyusunan skripsi ini. 2. Ibu Dr. Katrin Roosita, SP., M.Si selaku dosen penguji sekaligus dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan selama penulis menempuh pendidikan di Departemen Gizi Masyarakat. 3. Pemerintah Kabupaten Kepulauan Anambas yang telah memberikan kesempatan kepada penulis sebagai penerima beasiswa yang mewakili daerah untuk menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor. 4. Pihak Kelurahan Letung yang senantiasa membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 5. Mama, Papa, Dedek, Ridho dan Abang Dian tercinta serta seluruh keluarga yang telah banyak memberikan doa, kasih sayang, dukungan, dan semangat kepada penulis. 6. Teman-teman sekaligus keluarga kecilku: Putri, Dena, Reisya, Amida, Chintia, Elza, Anggia, Anna, Novia, Linda, Fitriyani, Imam, Harki, Ricky, Yoga yang senantiasa memberikan doa, bantuan, semangat, dan dukungan moril kepada penulis. 7. Sahabatku Fenny dan Fitri, terima kasih atas semua doa, dukungan, dan perhatian yang diberikan, semoga persahabatan kita akan terus terjalin selamanya. 8. Kakak, adik dan teman-teman PTT-KT Anambas, sahabat KKN-P Palimanan, teman se-PS, teman-teman pembahas, dan teman-teman alumni Smansa Jemaja’12 yang telah memberikan semangat, bantuan, doa dan perhatian yang diberikan kepada penulis. 9. Terima kasih pula kepada keluarga besar gizi masyarakat Angkatan 49 dan teman-teman lain yang telah memberikan semangat dan membantu selama penulisan sampai terselesaikannya karya ilmiah ini. 10. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berharga dan staf Gizi Masyarakat yang senantiasa membantu penulis dalam menyelesaikan administrasi studi di Departemen Gizi Masyarakat. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, November 2016 Novie Amna Reschi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Hipotesis Manfaat Penelitian KERANGKA PEMIKIRAN METODE Desain, Waktu, dan Tempat Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Wilayah Status Gizi Karakteristik Contoh Persepsi Ketersediaan Buah dan Sayur Kebiasaan Konsumsi Makanan Aktivitas Fisik Kontrasepsi Hormonal Hubungan Usia, Kebiasaan Makan, Aktivitas Fisik, dan Penggunaan Kontrasepsi Hormonal dengan IMT Hubungan Persepsi Ketersediaan dengan Kebiasaan Makan Buah dan Sayur Variabel Lain Faktor Risiko Obesitas SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vii vii 1 1 2 3 3 3 4 7 7 7 8 9 13 14 14 14 16 21 24 28 30 33 35 34 34 36 36 36 38 42 43
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Variabel, jenis dan cara pengumpulan data 9 Nilai PAR pada berbagai aktivitas fisik 11 Jenis dan kategori variabel pengolahan data 11 Sebaran contoh berdasarkan status gizi menurut IMT dan lingkar pinggang 15 Sebaran contoh berdasarkan usia, pekerjaan, tingkat pendidikan, pendapatan per bulan, dan ukuran keluarga `16 Sebaran contoh berdasarkan jawaban benar pada pertanyaan pengetahuan gizi 18 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi 21 Sebaran contoh berdasarkan kategori persepsi ketersediaan buah pada kuesioner 22 Sebaran contoh berdasarkan kategori persepsi ketersediaan sayur pada kuesioner 22 Sebaran contoh berdasarkan ketersediaan buah dan sayur 23 Frekuensi dan perkiraan jumlah konsumsi buah 24 Sebaran contoh berdasarkan perkiraan jumlah konsumsi buah 25 Frekuensi dan perkiraan jumlah konsumsi sayur 25 Sebaran contoh berdasarkan perkiraan jumlah konsumsi sayur 26 Frekuensi konsumsi makanan berlemak 26 Frekuensi konsumsi makanan/minuman manis 27 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan mengonsumsi makanan berlemak dan makanan/minuman manis 28 Jenis dan rata-rata waktu aktivitas fisik pada hari kerja 28 Jenis dan rata-rata waktu aktivitas fisik pada hai libur 29 Sebaran contoh berdasarkan PAL 30 Sebaran contoh berdasarkan penggunaan, jenis dan jangka waktu penggunaan kontrasepsi hormonal 31 Faktor risiko obesitas pada contoh 35
DAFTAR LAMPIRAN 1 Nilai normalitas data dengan One-Sample Kolmogorov-Smirnov test 42
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan gizi yang sedang terjadi di Indonesia dalam era globalisasi ini adalah masalah gizi ganda (double burden malnutrition) yaitu kekurangan dan kelebihan gizi. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, gizi lebih pada remaja memiliki angka prevalensi lebih tinggi (18.8%) dibandingkan dengan gizi kurang (11.2%). Prevalensi gizi lebih pada dewasa mencapai angka 26.3% sedangkan angka prevalensi gizi kurang hanya sebesar 11.1% dan angka prevalensi obese perempuan dewasa di Indonesia lebih besar (20%) dibandingkan dengan laki-laki (9.6%). Selain itu, masalah obesitas khususnya pada perempuan dewasa (usia >18 tahun) mengalami peningkatan dari 13.9% pada tahun 2007 menjadi 15.5% pada tahun 2010 dan mencapai angka 32.9% pada tahun 2013 (Kemenkes RI 2013). World Health Organization (WHO 2015) menyataka bahwa obesitas merupakan akumulasi lemak berlebihan yang menumpuk di jaringan adiposa dalam tubuh sehingga menyebabkan Indeks Massa Tubuh (IMT) meningkat. Gibson (2005) menyatakan bahwa, indeks massa tubuh dapat digunakan untuk memberikan ukuran kelebihan berat badan pada manusia dewasa akibat adanya ketidakseimbangan asupan energi. Selain itu, IMT relatif tidak bias dengan tinggi badan dan memiliki korelasi yang baik dengan adipositas berbasis pengujian laboratorium pada orang dewasa muda maupun tua. Lebih lanjut dijelaskan bahwa orang yang mengalami obesitas dapat meningkatkan risiko terjadinya berbagai penyakit degeneratif (terutama penyakit jantung dan stroke), osteoarthritis, dan kanker (payudara, kolon, dan endometrial). Penimbunan lemak berlebihan di daerah intra abdominal (obesitas sentral) menimbulkan risiko penyakit yang lebih besar dibandingkan penimbunan lemak pada anggota tubuh lainnya (Bello dan Mosca 2004). Penelitian Lee et al. (2007) menunjukkan hasil bahwa obesitas sentral memiliki hubungan terhadap kejadian aterosklerosis, karena kadar lemak visceral (intra abdominal) yang tinggi menyebabkan adanya resistensi insulin. Hal tersebut menyebabkan jantung bekerja lebih berat dari keadaan normal. Obesitas dapat terjadi karena asupan makanan yang lebih besar dibandingkan pengeluaran energi tubuh (WHO 2015). Asupan makanan yang berlebihan pada manusia dapat disebabkan oleh rendahnya asupan buah dan sayur sehingga menyebabkan seseorang mengonsumsi makanan sumber lemak dan karbohidrat melebihi kebutuhan tubuhnya. Penelitian von-Eyben et al. (2003), menyatakan hal serupa, yaitu asupan buah dan sayur yang tinggi dapat menurunkan asupan sumber makanan tinggi lemak dan karbohidrat karena kandungan serat pada buah dan sayur dapat memberikan rasa kenyang pada responden. Keberagaman konsumsi pangan dipengaruhi oleh ketersediaan pangan, pengetahuan gizi, waktu untuk mengelola makanan, kesukaan, dan daya beli (Hardinsyah 2007). Ketersediaan pangan merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi pola asupan suatu populasi masyarakat dalam jangka waktu lama sehingga dapat membentuk kebiasaan makan penduduk. Hal ini berkenaan dengan rendahnya ketersediaan buah dan sayur di daerah pesisir karena sebagian besar
2
masyarakatnya bekerja sebagai nelayan. Namun bila tersediapun harganya sangat mahal sehingga masyarakat pesisir kurang memperhatikan rutinitas dalam mengonsumsi buah dan sayur. Sejalan dengan hasil penelitian He et al. (2004) yang menyatakan bahwa konsumsi sayuran dan buah yang rendah dapat meningkatkan risiko obesitas. Asupan buah dan sayur masyarakat Indonesia sangat rendah, Kemenkes RI (2013) menunjukkan bahwa asupan buah dan sayur penduduk usia ≥10 tahun di Indonesia sebesar 1.7 porsi/hari, sedangkan WHO (2005) menyarankan masyarakat berusia ≥10 tahun untuk mengonsumsi buah dan sayur sebanyak 5 porsi/hari. Asupan buah dan sayur di Kabupaten Kepulauan Anambas lebih rendah dibandingkan angka nasional yaitu hanya 0.9 porsi/hari. Hal ini dapat disebabkan oleh masyarakat kesulitan untuk memperoleh pangan buah dan sayur karena ketersediaannya sulit dan biaya akses yang mahal. Provinsi Kepulauan Riau merupakan salah satu provinsi dengan kejadian obesitas di atas rata-rata nasional (18.2% vs 14.8%), dengan prevalensi obesitas sentral, yaitu 28.8% di atas rata-rata nasional sebesar 26.6% (Kemenkes RI 2013). Data Riskesdas tahun 2013 belum memberikan informasi mengenai berbagai macam faktor risiko obesitas. Selain itu, belum terdapat kajian ilmiah mengenai faktor risiko obesitas pada wanita dewasa khususnya di daerah pesisir Kelurahan Letung Kabupaten Kepulauan Anambas. Hal tersebut membuat peneliti tertarik untuk menganalisis mengenai masalah ini.
Perumusan Masalah Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, terdapat beberapa hal yang dapat dianalisis yaitu : 1. Bagaimana karakteristik demografi, sosial-ekonomi, dan pengetahuan gizi pada wanita dewasa di daerah pesisir Kelurahan Letung? 2. Bagaimana ketersediaan buah dan sayur, kebiasaan makan, aktivitas fisik, penggunaan alat kontrasepsi hormonal wanita dewasa, dan status gizi obesitas di daerah pesisir Kelurahan Letung? 3. Apakah terdapat hubungan antara ketersediaan buah dan sayur dengan kebiasaan makan wanita dewasa di daerah pesisir Kelurahan Letung? 4. Apakah terdapat perbedaan pada karakteristik demografi, sosial-ekonomi, pengetahuan gizi, kebiasaan makan, aktivitas fisik, dan penggunaan alat kontrasepsi hormonal pada kelompok wanita dewasa yang obesitas dan tidak obesitas? 5. Apakah terdapat hubungan antara karakteristik demografi, sosial-ekonomi, pengetahuan gizi, kebiasaan makan, aktivitas fisik, dan penggunaan alat kontrasepsi hormonal wanita dewasa dengan status gizi obesitas di daerah pesisir Kelurahan Letung? 6. Apa saja faktor risiko obesitas pada wanita dewasa di daerah pesisir Kelurahan Letung?
3
Tujuan Penelitian Tujuan Umum Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menganalisis berbagai faktor risiko obesitas pada wanita dewasa di Kelurahan Letung, Kecamatan Jemaja Tujuan Khusus Tujuan khusus dalam pelaksanaan penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi karakteristik demografi, sosial-ekonomi, pengetahuan gizi dan persepsi ketersediaan pangan jenis buah serta sayur pada contoh; 2. Mengidentifikasi kebiasaan konsumsi makanan (buah, sayur, makanan berlemak, dan makanan/minuman manis), penggunaan alat kontrasepsi (jenis dan lama penggunaan), serta aktivitas fisik pada contoh; 3. Menganalisis hubungan antara persepsi ketersediaan buah dan sayur dengan kebiasaan konsumsi makanan pada contoh; 4. Menganalisis hubungan antara karakteristik demografi, sosial-ekonomi, pengetahuan gizi, kebiasaan konsumsi makanan, aktivitas fisik, jenis, dan lama penggunaan alat kontrasepsi hormonal dengan status gizi pada contoh; 5. Menganalisis faktor risiko obesitas pada contoh.
Hipotesis 1. Terdapat hubungan antara karakteristik demografi, sosial-ekonomi dan pengetahuan gizi dengan status pada contoh. 2. Terdapat hubungan antara persepsi ketersediaan buah dan sayur dengan kebiasaan konsumsi makanan pada contoh. 3. Terdapat hubungan antara kebiasaan konsumsi makanan dengan status gizi pada contoh. 4. Terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan status gizi pada contoh. 5. Terdapat hubungan antara penggunaan dan lama penggunaan alat kontrasepsi hormonal dengan status gizi pada contoh. 6. Kebiasaan konsumsi buah dan sayur, tingkat aktivitas fisik, kebiasaan makan serta penggunaan alat kontrasepsi hormonal merupakan faktor risiko obesitas pada wanita dewasa.
Manfaat Penelitian Hasil dari pelaksanaan penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada masyarakat dan pemerintah daerah mengenai berbagai faktor yang dapat meningkatkan serta menurunkan kejadian obesitas pada wanita dewasa. Hal ini diharapkan dapat memberi solusi pencegahan kejadian obesitas pada wanita dewasa sehingga dapat meningkatkan kesehatan bagi masyarakat. Bagi pemerintah, informasi dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai tindak lanjut perencanaan program pemerintah dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat terutama mengenai masalah obesitas serta dapat menguatkan
4
perekonomian daerah dengan mengurangi prevalensi penyakit-penyakit yang disebabkan oleh obesitas.
KERANGKA PEMIKIRAN Salah satu indikator yang dapat mengidentifikasikan seseorang mengalami obesitas yaitu melalui penghitungan IMT dan pengukuran lingkar pinggang. Obesitas merupakan merupakan istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan kondisi tubuh dengan status gizi lebih atau kegemukan. Kegemukan terjadi karena asupan dan pengeluaran energi yang tidak seimbang. Keseimbangan energi pada tubuh manusia diatur oleh sistem neuroendokrin serta dikontrol oleh sistem saraf pusat di hipotalamus yang mengatur rasa kenyang dan lapar (Lusting 2001). Apabila terdapat kerusakan sistem saraf, maka kemungkinan seseorang mengalami masalah gizi semakin besar. Kebutuhan energi setiap individu berbeda-beda, dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti metabolisme basal, kalorigenik pada makanan dan aktivitas fisik (Alpers et al. 2008). Metabolisme basal merupakan kebutuhan zat gizi minimal yang diperlukan untuk melangsungkan proses metabolisme dalam tubuh. Faktorfaktor biologis yang dapat memengaruhi metabolisme basal adalah usia, jenis kelamin, kehamilan, perbedaan ras, kondisi patologis, dan ukuran komposisi tubuh. Pada penelitian ini, variabel terkait biologis yang diteliti adalah faktor usia saja karena kondisi biologis lainnya pada contoh berbentuk homogen. Obesitas merupakan suatu penyakit dengan penyebab yang sangat kompleks (multikausal) karena melibatkan faktor genetik dan lingkungan (Balaban & Silva 2004). Beberapa di antara nya adalah faktor keturunan, sosial ekonomi individu, pola (kebiasaan) makan, konsumsi pangan, aktivitas fisik, hormonal, pengetahuan gizi, dan persepsi. Walaupun tidak secara langsung dapat berpengaruh terhadap status gizi, namun faktor-faktor tersebut dapat mendorong terjadinya obesitas. Strata dan status sosial ekonomi dapat memengaruhi prevalensi gizi lebih (Parengkuan et al. 2010). Sejalan dengan pendapatan keluarga yang tinggi, dapat mengubah pola konsumsi menjadi meningkatnya asupan lemak, protein hewani serta gula, diikuti dengan penurunan lemak dan protein nabati serta karbohidrat (Aryatika 2014). Berdasarkan penelitian Tan (2010), semakin tinggi tingkat pendidikan kecenderungan obesitas semakin besar. Hal ini ditinjau dari tingkat pendidikan seseorang yang dapat berpengaruh terhadap pendapatan. Tingkat pendidikan yang tinggi memungkinkan seseorang memperoleh pekerjaan yang layak sehingga berpenghasilan lebih besar dan memengaruhi kemakmuran. Orang yang mengalami peningkatan kemakmuran akan meningkatkan fasilitas rumah tangga dan menjadikan mereka memiliki gaya hidup sedentary serta memiliki ketersediaan bahan pangan rumah tangga yang terjamin sehingga sangat rentan terkena obesitas (Soerjodibroto 2004). Adanya perubahan struktur sosial berkaitan dengan kejadian obesitas. Hubungan ini terletak pada peningkatan proporsi populasi pekerjaan dalam bidang pelayanan, perkantoran, dan profesi lain dengan aktivitas fisik yang sangat rendah jika dibandingkan dengan pekerjaan manual yang memerlukan banyak aktivitas
5
fisik pada masyarakat tradisional (WHO 2000). Selain itu terdapat hubungan pekerjaan ayah dan diri sendiri dengan perubahan berat badan dan lingkar pinggang. Faktor lain yang berkaitan dengan obesitas yaitu ukuran keluarga. Ukuran keluarga merupakan jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah. Ukuran keluarga yang besar dapat mengurangi distribusi pangan tiap individu dalam keluarga serta mengurangi kenyamanan (Adiningrum 2008). Hal ini berkaitan dengan asupan makanan yang kurang terpenuhi. Hal ini menunjukkan bahwa seseorang yang tinggal dalam keluarga dengan ukuran besar, akan memperkecil kemungkinan ia mengalami obesitas. Asupan energi yang berlebih disebabkan oleh kebiasaan mengonsumsi makanan yang tidak seimbang. Terdapat hubungan antara konsumsi makanan manis dengan obesitas. Hal ini diduga karena kontribusinya terhadap total energi. Minuman manis berenergi menghasilkan asupan energi lebih tinggi daripada minuman manis dengan pemanis buatan (Malik et al. 2005). Mengonsumsi makanan tinggi energi dan kebiasaan mengonsumsi buah dan sayur yang rendah dapat meningkatkan risiko obesitas (Guallar Castillon et al. 2007; He et al. 2004). Orang yang kurang asupan buah dan sayur biasanya lebih banyak mengonsumsi makanan yang tinggi energi berupa makanan berlemak atau manis. Kaitan konsumsi buah dan sayur dengan risiko obesitas adalah jumlah asupan serat. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa konsumi serat yang cukup mampu membantu pemeliharaan berat badan agar tetap ideal (Aryatika 2014). Kurangnya aktivitas fisik dapat mengakibatkan peningkatan IMT dan lingkar pinggang serta persentase lemak tubuh (Du et al. 2013). Hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan pengeluaran energi dengan asupan makanan dalam jangka waktu panjang sehingga menyebabkan penumpukan lemak di jaringan tubuh. Selain itu, obesitas juga secara tidak langsung dipengaruhi oleh pengetahuan gizi. Pengetahuan gizi seseorang berpengaruh pada perilaku konsumsi makanan sehat, misalnya sayur dan buah yang selanjutnya akan memengaruhi status gizi (Wardle et al. 2000). Faktor lain yang dapat memengaruhi kejadian obesitas adalah penggunaan alat kontrasepsi hormonal. Hal tersebut disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan sistem hormonal dalam tubuh sehingga berpengaruh pada selera makan dan retensi cairan pada pengguna alat kontrasepsi hormonal (Edelman et al. 2011). Penggunaan secara kontinu dapat meningkatkan berat badan yang akan terus bertambah seiring dengan lama penggunaan kontrasepsi hormonal (Sugiharti et al. 2005). Beberapa faktor yang berkaitan Kerangka pemikiran penelitian mengenai fakor risiko obesitas yang dieliti dapat dilihat pada Gambar 1.
6
Status Gizi usia
Jumlah asupan energi Kebiasaan konsumsi - Buah dan sayur - Makanan/minuman berlemak dan manis
Asupan energi
Pengeluaran energi
Metabolisme basal Termogenesis Aktivitas fisik
Regulasi Neuroendokrin
Faktor lingkungan
- Neurotransmitter - Enzim - Reseptor - Hormon Kontrasepsi hormonal o Penggunaan o Lama penggunaan
Aspek psikologi - Preferensi - Persepsi body image - Persepsi ketersediaan buah dan sayur
Genetik
Aspek sosial & ekonomi - Pendidikan - Pekerjaan - Ukuran keluarga - Pengetahuan gizi
Keterangan: : Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti : Hubungan yang diteliti : Hubungan yang tidak diteliti Gambar 1 Kerangka pemikiran faktor risiko obesitas (Balaban & Silva 2004)
7
METODE Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian ini menggunakan desain cross sectional, yaitu desain penelitian dengan melakukan pengambilan data pada waktu bersamaan, baik variabel independen maupun variabel dependen. Tempat penelitian dilaksanakan di Kelurahan Letung, yang merupakan daerah pesisir di Kecamatan Jemaja, Kabupaten Kepulauan Anambas. Lokasi penelitian ditentukan secara purposive dengan pertimbangan prevalensi obesitas sentral di Kepulauan Riau sangat tinggi (28.8%) dan termasuk di atas rata-rata nasional yaitu sebesar 26.6% (Kemenkes RI 2013). Hal lain yang menjadi pertimbangan adalah kemudahan akses dan kemudahan berkomunikasi dengan contoh. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei-Juni 2016.
Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh Populasi penelitian ini adalah wanita dewasa yang telah menikah berusia ≥18 tahun dan bertempat tinggal di daerah pesisir Kelurahan Letung. Metode penarikan contoh dilakukan dengan cara consecutive sampling. Consecutive sampling merupakan penarikan contoh yang dilakukan dengan cara mencari responden penelitian yang mampu dijangkau sesuai dengan kriteria inklusi hingga jumlah sampel minimum yang dibutuhkan terpenuhi (Sastroasmoro & Ismael 2014). Kriteria inklusi yang digunakan yaitu: 1) perempuan berusia ≥18 tahun, telah menikah; 2) belum mengalami menopause; 3) tidak sedang hamil, tidak sedang menyusui; dan 4) contoh bersedia mengikuti penelitian. Jumlah minimal contoh diperoleh dengan menggunakan rumus Lemeshow. Berikut ini rumus perhitungan beserta keterangannya: n= n=
𝑧12 −𝛼 ⁄2 ×𝑝 (1−𝑝) 𝑑2
1.962 ×0.288 (1−0.288) 0.12
= 78.77
79
Keterangan : n = jumlah sampel minimal Z = nilai baku distribusi normal 𝛼 = derajat kepercayaan (𝛼 = 0.05 = 1.96) p = prevalensi obesitas sentral Provinsi Kepulauan Riau sebesar 28.8% (Kemenkes RI 2013) d = presisi yang diinginkan sebesar 10% Berdasarkan perhitungan rumus tersebut, diperoleh sampel minimal yang diperlukan dalam penelitian ini berjumlah 79 orang.
8
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer meliputi karakteristik contoh (usia, pekerjaan, tingkat pendidikan, pendapatan per kapita per bulan, ukuran keluarga, dan pengetahuan gizi), status gizi (berat badan, tinggi badan, lingkar pinggang), persepsi ketersediaan buah dan sayur, kebiasaan makan, tingkat aktivitas fisik, dan penggunaan alat kontrasepsi hormonal. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara mewawancarai contoh secara langsung menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan terkait karakteristik contoh meliputi nama, usia, pekerjaan, tingkat pendidikan, pendapatan per kapita per bulan, ukuran keluarga, dan pengetahuan gizi. Pengetahuan gizi diukur dengan mewawancarai contoh menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan pilihan berganda. Pertanyaan meliputi topik penyebab obesitas, pencegahan obesitas dan Pedoman Gizi Seimbang dengan jumlah pertanyaan 20 buah. Uji coba kuesioner dilakukan pada 35 contoh, yang merupakan ibu rumah tangga bertempat tinggal di lingkungan kampus IPB. Setelah dilakukan uji validitas dan reliabilitas, maka diperoleh 11 pertanyaan yang valid dengan nilai Alpha Cronbach sebesar 0.717. nilai tersebut termasuk reliabilitas kategori tinggi. Pertanyaan pada kuesioner pengetahuan gizi ini mengacu pada instrumen pengukuran pengetahuan gizi (Khomsan 2000) dan Pedoman Gizi Seimbang (Kemenkes RI 2014). Data ketersediaan buah dan sayur di rumah dan lingkungan sekitar contoh berupa persepsi karena diperoleh melalui pengisian kuesioner berisi 14 pernyataan yang bersifat subjektif. Skor masing-masing pernyataan bernilai 1 jika menjawab Tidak dan 0 jika menjawab Ya. Instrumen penelitian mengenai persepsi ketersediaan buah dan sayur diadopsi dari kuesioner penelitian yang dilakukan Giskes et al. (2009). Data kebiasaan konsumsi makanan diperoleh melalui metode semiquantitative food frequency questionnaire (SQFFQ). Makanan yang dicantumkan dalam kuesioner adalah keseluruhan jenis makanan meliputi frekuensi konsumsi pangan pokok, protein hewani, buah, sayur, kacang-kacangan, dan jajanan. Data hasil pengisian kuesioner ini berupa frekuensi berbagai jenis bahan pangan yang dikonsumsi contoh dalam kurun waktu tertentu. Data antropometri yang diperlukan adalah berat dan tinggi badan serta lingkar pinggang. Berat badan diukur menggunakan timbangan injak digital merek Camry dengan kapasitas maksimum 150 kg dan ketelitian 0.1 kg. Contoh ditimbang dalam posisi berdiri dengan pakaian seminimal mungkin dan tanpa alas kaki. Pengukuran tinggi badan menggunakan microtoise dengan kapasitas maksimum 200 cm dan ketelitian 0.1 cm. Contoh diukur dengan posisi tegak tanpa alas kaki dan tanpa sanggul kepala. Lingkar pinggang diukur menggunakan pita pengukur, kapasitas maksimum 150 cm dan ketelitian 0.1 cm. Pengukuran dilakukan dengan melingkarkan pita secara langsung tanpa penutup pada pinggang contoh dengan posisi berdiri. Data penggunaan alat kontrasepsi hormonal pada contoh dikumpulkan dengan pengisian kuesioner berisi pertanyaan terkait jenis kontrasepsi hormonal yang digunakan dan lama penggunaannya. Kemudian pengukuran aktivitas fisik contoh dilakukan melalui pengisian kuesioner sesuai jenis aktivitas fisik yang berlangsung selama 24 jam. Data aktivitas fisik pada contoh diambil selama 2 hari,
9
yaitu pada hari kerja dan hari libur. Aktivitas fisik yang dilakukan contoh selama 24 jam dinyatakan dalam bentuk Physical Activity Level (PAL) atau tingkat aktivitas fisik. Pengumpulan data sekunder mengenai gambaran umum wilayah serta karakteristik sosial ekonomi penduduk diperoleh dengan metode studi pustaka dari Kantor Kelurahan Letung dan wawancara dengan petugas di kantor kelurahan. Jenis dan cara pengumpulan data dicantumkan pada Tabel 1. Tabel 1 Variabel, jenis dan cara pengumpulan data No. 1
2 3
4
5
6
Variabel Karakteristik contoh - Usia - Pekerjaan - Pendidikan - Pendapatan - Ukuran keluarga - Pengetahuan gizi Persepsi ketersediaan buah dan sayur di rumah dan lingkungan sekitar Kebiasaan mengonsumsi makanan - Konsumsi buah - Konsumsi sayur - Konsumsi makanan berlemak - konsumsi makanan/minuman manis Status gizi - Berat badan - Tinggi badan - Lingkar pinggang Aktivitas fisik - Jenis - Lama kegiatan Penggunaan kontrasepsi hormonal - Penggunaan -Jenis -Lama penggunaan
Jenis Data Primer
Cara Pengumpulan Pengisian kuesioner Pengisian kuesioner Pengisian kuesioner Pengisian kuesioner Pengisian kuesioner Pengisian kuesioner
Primer
Pengisian kuesioner
Primer
FFQ semiquantitative FFQ semiquantitative FFQ semiquantitative FFQ semiquantitative Pengukuran antropometri menggunakan timbangan digital merek Camry ketelitian 0.1 kg dan microtoise ketelitian 0.1 cm pita pengukur
Primer Pengisian kuesioner aktivitas fisik
Primer
Pengisian kuesioner Pengisian kuesioner Pengisian kuesioner
Pengolahan dan Analisis Data Data yang telah diperoleh kemudian diolah dan dianalisis dengan tahapan pengolahan data dimulai dari proses editing, coding, entry, cleaning, dan analisis. Data diolah dan dianalisis secara deskriptif dan korelasi menggunakan Microsoft Excel 2013 dan Statistical Program for Social Science (SPSS) version 16.0 for Windows. Jenis dan pengkategorian variabel penelitian tercantum dalam Tabel 3. Variabel usia contoh dikategorikan menjadi 2, yaitu usia di bawah 41 tahun dan di atas 41 tahun berdasarkan pengkategorian usia menurut Hurlock (2001), yaitu Dewasa awal dengan rentang usia 18 hingga 40 tahun dan dewasa madya dengan rentang usia 41 hingga 60 tahun. Pekerjaan dan pendidikan dikelompokkan berdasarkan sebaran contoh. Pendapatan keluarga dikelompokkan sesuai Angka Kemiskinan Kepulauan Riau menurut Berita Resmi Statistik Provinsi Kepulauan Riau No. 57/07/21/Th. XI, 18 Juli 2016, yaitu <490 157 Rp/kapita/bulan dan >490 157 Rp/kapita/bulan. Pengkategorian ukuran keluarga berdasarkan BKKBN
10
(1998), dapat dibagi menjadi 3, yaitu keluarga kecil (≤ 4 orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar dengan anggota keluarga dalam satu kediaman berjumlah >7 orang. Data pengetahuan gizi dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu baik, sedang, dan kurang. Seseorang memiliki pengetahuan gizi baik apabila dapat menjawab pertanyaan ≥80%. Apabila contoh dapat menjawab pertanyaan dengan benar sebanyak 60-80% maka tergolong pengetahuan gizi cukup. Namun, jika contoh memiliki skor ≤60% maka contoh termasuk dalam kategori pengetahuan gizi kurang (Khomsan 2000). Ketersediaan buah dan sayur di rumah dan lingkungan sekitar pada contoh dikelompokkan menjadi baik dan kurang. Pengelompokkan ini diperoleh melalui penjumlahan skor, bila total skor ketersediaan pada contoh ≥60% maka termasuk kategori baik dan skor <60% tergolong kurang. Kebiasaan konsumsi makanan pada contoh dibagi menjadi frekuensi dan perkiraan jumlah konsumsi pada buah dan sayur sedangkan untuk kebiasaan konsumsi makanan berlemak dan makanan/minuman manis hanya frekuensi konsumsi saja. Frekuensi konsumsi buah dikategorikan menjadi kurang (<2 kali/hari) dan cukup (≥2 kali/hari) dan frekuensi konsumsi sayur dikategorikan menjadi kurang (<3 kali/hari) dan cukup (≥3 kali/hari). Perkiraan jumlah konsumsi sayur dikategorikan menjadi kurang (<250 g/hari) dan cukup (≥250 g/hari). Perkiraan jumlah konsumsi buah dikategorikan menjadi kurang (<150 g/hari) dan cukup (≥150 g/hari). Frekuensi konsumsi makanan berlemak dan makanan/minuman manis dikelompokkan menjadi jarang (<7 kali/minggu) dan sering (≥7 kali/minggu). Pengkategorian tersebut berdasarkan frekuensi mengonsumsi makanan sesuai Pedoman Gizi Seimbang (PGS) dan Riskesdas tahun 2013 (Kemenkes RI 2014; Kemenkes RI 2013). Status gizi contoh ditentukan melalui perhitungan nilai IMT yang diperoleh dengan cara membandingkan berat badan dengan kuadrat tinggi badan (kg/m2). Nilai IMT yang diperoleh kemudian dikategorikan menurut Kemenkes RI (2013) agar dapat menentukan status gizi individu. Pengkategorian nilai lingkar pinggang pada contoh sesuai dengan cut off dari WHO (2000) yaitu >80 cm termasuk kategori obesitas sentral dan ≤80 cm termasuk kategori normal. Data penggunaan alat kontrasepsi hormonal diolah sesuai sebaran contoh. Data tingkat aktivias fisik atau Physical Activity Level (PAL) merupakan besarnya energi yang dikeluarkan (kkal) per kilogram berat badan dalam 24 jam. Berikut ini rumus perhitungan nilai PAL: PAL = Σ (PAR x alokasi waktu tiap aktivitas) 24 jam Keterangan: PAL = Physical Activity Level (tingkat aktivitas fisik) PAR = Physical Activity Ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis aktivitas per satuan waktu tertentu) Nilai PAL dapat ditentukan bila nilai PAR telah diketahui, sehingga FAO/WHO/UNU (2001) mengklasifikasikan nilai PAR berdasarkan jenis aktivitas fisik. Nilai PAR berdasarkan berbagai jenis aktivitas fisik yang dilakukan oleh seseorang dalam keseharian terdapat dalam Tabel 2 berikut ini.
11
Tabel 2 Nilai PAR pada berbagai aktivitas fisik Kategori PAL1 PAL2 PAL3 PAL4 PAL5 PAL6 PAL7 PAL8 PAL9 PAL10 PAL11 PAL12 PAL13 PAL14 PAL15 PAL16 PAL17 PAL18
Keterangan Tidur (tidur siang dan malam) Tidur-tiduran (tidak tidur), duduk diam dan membaca Duduk sambil menonton TV Berdiri diam, beribadah, menunggu (berdiri), berhias Makan dan minum Jalan santai Berbelanja (membawa beban) Mengendarai kendaraan Menjaga anak Melakukan pekerjaan rumah (bersih-bersih) Setrika pakaian (duduk) Kegiatan berkebun Office worker (duduk di depan meja, menulis, dan mengetik) Office worker (berjalan-jalan mondar-mandir membawa arsip) Olahraga (badminton) Olahraga (jogging, lari jarak jauh) Olahraga (bersepeda) Olahraga (aerobik, berenang, sepak bola, dan lain-lain
PAR 1 1.2 1.72 1.5 1.6 2.5 5 2.4 2.5 2.75 1.7 2.7 1.3 1.6 4.85 6.5 3.6 7.5
Physical Activity Level (PAL) dapat menggambarkan gaya hidup seseorang melalui aktvitas fisik sehari-hari dan dapat dikategorikan menjadi 4 tingkat, yaitu aktivitas fisik sangat ringan (nilai PAL <1.40), aktivitas fisik ringan (nilai PAL 1.40-1.69), aktivitas fisik sedang (nilai PAL 1.70-1.99), dan gaya hidup dengan aktivitas fisik berat dengan nilai PAL sebesar 2.0-2.4 (FAO/WHO/UNU 2001). Pengkategorian variabel penelitian secara lengkap terdapat pada Tabel 3. Tabel 3 Jenis dan kategori variabel pengolahan data Data Usia (tahun) Pekerjaan
Pendidikan Pendapatan (Rp/kap/bulan)
Kategori 1. Dewasa awal (<41) 2. Dewasa madya (≥41) 1. Tidak bekerja 2. Pedagang/wirausaha 3. Buruh/petani 4. Lainnya 1. Rendah (<SMA) 2. Tinggi (≥SMA) 1. <490 157 2. ≥490 157
1. Kecil (≤4) 2. Sedang (5-7) 3. Besar (>7) Pengetahuan gizi 1. Kurang (<60%) 2. Sedang (60-80%) 3. Baik (> 80%) Persepsi ketersediaan buah 1. Kurang (skor <7) dan sayur 2. Baik (skor ≥7) Ukuran keluarga (orang)
Sumber Hurlock (2001) Ketentuan peneliti
Kemenkes (2010) Berita Resmi Statistik Provinsi Kepulauan Riau Nomor 57/07/21/Th.XI BKKBN (1998)
Khomsan (2000)
Giskes et al. (2009)
12
Tabel 3 Jenis dan kategori variabel pengolahan data (lanjutan) Data Frekuensi konsumsi buah (kali/hari) Frekuensi konsumsi sayur (kali/hari) Perkiraan jumlah konsumsi buah (g/hari) Perkiraan jumlah konsumsi sayur (g/hari) Frekuensi konsumsi makanan berlemak dan makanan atau minuman manis (kali/minggu) IMT (kg/m2)
LP wanita (cm) Penggunaan kontrasepsi hormonal Jenis kontrasepsi hormonal Lama penggunaan kontrasepasi hormonal (tahun)
Kategori 1. Kurang (<2) 2. Baik (≥2) 1. Kurang (<3) 2. Baik (≥3) 1. Rendah (<150) 2. Tinggi (≥150) 1. Rendah (<250) 2. Tinggi (≥250) 1. Jarang (<7) 2. Sering (≥7)
Sumber Kemenkes RI (2014)
1. Underwight (<18.5) 2. Normal (18.5-25) 3. Overweight (25-27) 4. Obese (≥27) 1. Normal (≤80) 2. Obesitas sentral (>80) 1. Ya 2. Tidak 1. Pil 2. Suntik 1. <5 2. 5-10 3. 11-15 4. >15
Kemenkes RI (2013)
Kemenkes RI (2014) Kemenkes RI (2014) Kemenkes RI (2014) Kemenkes RI (2013)
WHO (2000) Ketentuan peneliti Ketentuan peneliti Ketentuan peneliti
Analisis data yang dilakukan terdiri dari analisis univariat, bivariat, dan multivariat. Analisis univariat bertujuan untuk memperoleh hasil deskriptif pada berbagai variabel yang diteliti. Selanjutnya dilakukan analisis bivariat dengan tujuan untuk menganalisis hubungan antara variabel independent yaitu usia, pekerjaan, tingkat pendidikan, pendapatan per kapita per bulan, ukuran keluarga, persepsi ketersediaan buah dan sayur, serta pengetahuan gizi dengan variabel dependent berupa kebiasaan makan contoh dan hubungan antara variabel independent yaitu kebiasaan konsumsi makanan, aktivitas fisik, penggunaan serta lama penggunaan alat kontrasepsi hormonal dengan variabel dependent berupa indeks massa tubuh. Selanjutnya dilakukan analisis multivariat yang bertujuan untuk menganalisis seberapa besar variabel bebas memengaruhi variabel terikat. Analisis multivariat ini dilakukan dengan metode analisis regresi logistik yang dapat diinterpretasikan melalui nilai odd ratio (OR). Analisis regresi logistik dapat dilakukan apabila memenuhi kriteria, yaitu variabel bebas yang signifikan ketika dilakukan uji hubungan dengan variabel terikat pada uji bivariat. Variabel-variabel yang terpilih, kemudian dimasukkan dalam kandidat model multivariat (Dahlan 2009). Berikut adalah rumus yang digunakan dalam model regresi logistik pada analisis multivariat:
13
p= Keterangan: p = probabilitas terjadinya obesitas e = bilangan natural (2.7) y = konstanta + a1x1 + a2x2 + ……… + anxn a = nilai koefisien tiap variabel x1 = usia x2 = pekerjaan x3 = tingkat pendidikan x4 = pendapatan/kapita/bulan x5 = ukuran keluarga x6 = pengetahuan gizi x7 = persepsi ketersediaan buah dan sayur x8 = kebiasaan makan buah x9 = kebiasaan makan sayur x10 = kebiasaan makan/minum manis x11= aktivias fisik x12= penggunaan jenis alat kontrasepsi hormonal x13= lama penggunaan alat kontrasepsi hormonal
Definisi Operasional Wanita dewasa adalah perempuan berusia >18 tahun yang telah menikah baik bekerja maupun tidak bekerja dan telah atau belum memiliki anak. Obesitas adalah kondisi tubuh dengan kelebihan lemak pada tubuh ditandai dengan IMT ≥27 kg/m2 (Kemenkes RI 2013) dan kelebihan lemak di daerah perut yang diukur melalui pengukuran lingkar pinggang dan dikategorikan berdasarkan cut off point WHO (2000) untuk perempuan yaitu >80 cm. Lingkar pinggang adalah ukuran lingkar pinggang contoh dalam cm yang diukur di antara tulang rusuk dengan tulang pinggul menggunakan pita ukur. Karakteristik demografi dan sosial ekonomi adalah karakteristik seseorang secara individu maupun sosial pada penelitian yang terdiri dari usia, pekerjaan pendidikan, pendapatan per kapita per bulan, dan ukuran keluarga Pekerjaan adalah jenis aktivitas yang dilakukan untuk memperoleh penghasilan dan digolongkan menjadi tidak bekerja, buruh/petani, pedagang/wiraswasta, kategori lainnya (selain ketiga kategori sebelumnya). Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang telah diperoleh contoh dan dikategorikan menjadi tidak sekolah, tidak tamat SD, SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi. Pendapatan per kapita per bulan adalah jumlah pendapatan total berupa penghasilan selama satu bulan dari seluruh anggota keluarga, kemudian dibagi dengan jumlah anggota keluarga contoh.
14
Ukuran keluarga adalah jumlah keluarga inti yang tinggal di dalam satu rumah yang sama dan menggunakan sumber daya bersama. Pengetahuan gizi adalah tingkat kognitif contoh mengenai makanan dan gizi yang diukur menggunakan kuesioner dengan kategori baik, sedang, dan kurang. Kebiasaan konsumsi makanan adalah praktik contoh dalam memilih dan mengonsumsi makanan yang menjadi suatu pola makan dalam jangka waktu tertentu dan dilakukan secara kontinu. Konsumsi buah dan sayur adalah frekuensi dan perkiraan jumlah buah serta sayur yang dikonsumsi oleh contoh. Konsumsi makanan berlemak dan makanan/minuman manis adalah frekuensi makanan selain makan utama berupa makanan cemilan atau jajanan yang dikonsumsi contoh, dikategorikan menjadi: jarang (≤7 kali seminggu) atau sering (>7 kali seminggu). Ketersediaan buah dan sayur adalah komoditas bahan makanan jenis buah dan sayur yang terdapat pada tingkat rumah tangga untuk dikonsumsi contoh. Aktivitas fisik adalah seluruh pergerakan tubuh yang menyebabkan pengeluaran energi selama 24 jam. Diukur dengan menggunakan kuesioner aktivitas fisik meliputi jenis dan lama kegiatan yang dikategorikan menjadi ringan, sedang, dan berat.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Wilayah Kelurahan Letung adalah salah satu daerah pesisir yang terletak di wilayah Kecamatan Jemaja, Kabupaten Kepulauan Anambas, Kepulauan Riau. Kelurahan Letung memiliki luas wilayah 2 605 km2, terdiri dari 18 rukun tetangga (RT). Berdasarkan data monografi daerah Kelurahan Letung pada tahun 2015, jumlah penduduk sebanyak 2 217 jiwa dengan 692 Kartu Keluarga (KK) yang terdiri dari 1 118 laki-laki dan 1 099 perempuan. Peserta Keluarga Berencana (KB) tahun 2015 yang terdapat di seluruh daerah Kelurahan Letung sebanyak 358 pasangan usia subur. Sebagian besar penduduk adalah lulusan SMA/SMU (42.75%), sedangkan penduduk Kelurahan Letung paling banyak bermata pencaharian sebagai buruh, petani, dan nelayan. Jarak Kelurahan Letung ke pusat pemerintahan kota dan ibu kota kabupaten sebesar 38.7 mil sedangkan jarak menuju pusat ibu kota provinsi sebesar 166.23 mil melalui transportasi laut.
Status Gizi Sebaran karakteristik antropometri obesitas contoh meliputi indeks massa tubuh (IMT) dan lingkar pinggang (LP) tersedia pada Tabel 4. IMT merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Metode pengukuran IMT telah banyak digunakan dalam pengukuran lemak tubuh yang terlokalisasi di seluruh tubuh sehingga tidak disarankan untuk olahragawan. IMT biasa digunakan untuk menentukan obesitas umum berupa kondisi kelebihan berat badan (Fikri 2015).
15
Selain itu, diperlukan metode pengukuran lain untuk mengetahui apakah seseorang mengalami obesitas yang berisiko terhadap sindrom metabolik atau tidak. Salah satu metode tersebut adalah pengukuran lingkar pinggang yang dilakukan sesuai dengan protokol penelitian oleh Klein et al. (2014) dengan standar WHO. Tabel 4 di bawah ini menampilkan data status gizi contoh menurut IMT dan lingkar pinggang Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan status gizi menurut IMT dan lingkar pinggang Kategori Status Gizi IMT (kg/m2) Underweight (<18.5) Normal (18.5 - 24.9) Overweight (25.0 - 27.9) Obese (≥27.0) Total Lingkar pinggang (cm) Normal (≤80) Obesitas sentral (>80) Total
n
%
3 29 10 37 79
4 36 13 47 100
23 56 79
29 71 100
Obesitas Sebagian besar contoh memiliki status gizi lebih, yaitu sebesar 13% mengalami overweight dan 47% mengalami obese. Berdasarkan status gizi contoh, data dikelompokkan menjadi 2, yaitu obesitas (IMT≥25 kg/m2) dan tidak obesitas (IMT<25 kg/m2). Tabel 4 menunjukkan bahwa sebanyak 47 contoh termasuk kelompok obesitas dan 32 contoh tergolong tidak obesitas. Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa data status gizi tersebar normal dengan nilai signifikansi p=0.367 (p>0.05). Nilai rata-rata IMT contoh yaitu 27.6±6.1 kg/m2 dengan rentang 17.6-41.4 kg/m2. Obesitas dapat terjadi karena adanya penumpukan energi yang tidak digunakan tubuh sehingga meningkatkan ukuran dan jumlah sel pada jaringan adiposa yang dapat mengakibatkan gangguan metabolisme. Obesitas dikelompokkan menjadi 2 jenis berdasarkan distribusi lemak tubuh yaitu obesitas umum dan obesitas sentral. Apabila seseorang mengalami obesitas sentral, maka dapat meningkatkan produksi sitokin proinflamasi dalam sistem tubuh sehingga menyebabkan inflamasi dinding vaskuler (Mustamin 2010). Obesitas Sentral Obesitas sentral merupakan kondisi tubuh dengan kelebihan lemak yang spesifik terletak pada bagian perut atau intra abdominal (WHO 2015). Tempat terpusatnya tumpukan lemak dalam tubuh dapat membedakan seseorang berisiko mengalami sindrom metabolik atau tidak (You et al. 2004). Obesitas sentral dapat meningkatkan risiko mengalami sindrom metabolik dibandingkan dengan seseorang dengan obesitas umum. Lemak berlebihan yang tersimpan pada bagian abdominal berkaitan dengan faktor risiko metabolik seperti tekanan darah tinggi, dislipidemia, glucose intolerance dan sistem koagulasi yang abnormal. Sebagian besar contoh (71%) mengalami obesitas sentral. Berdasarkan hasil uji normalitas, diketahui bahwa data lingkar pinggang tidak tersebar normal dengan nilai
16
signifikansi p = 0.000 (p<0.05). Nilai median lingkar pinggang contoh yaitu 87 cm dengan rentang 66.3-117.5 cm.
Karakteristik Contoh Karakteristik contoh meliputi usia, pekerjaan, tingkat pendidikan, pendapatan per kapita per bulan, ukuran keluarga, dan pengetahuan gizi ditampilkan pada Tabel 5 dan Tabel 6. Tabel 5
Sebaran contoh berdasarkan usia, pekerjaan, tingkat pendidikan, pendapatan per bulan, dan ukuran keluarga
Kategori karakteristik contoh Usia (tahun) - Dewasa awal (<41) - Dewasa madya (≥41 ) Total Pekerjaan - Tidak bekerja - Wirausaha/pedagang - Buruh - Lainnya (PNS, honorer, guru, perawat, bidan) Total Tingkat pendidikan - Rendah - Tinggi Total Pendapatan (Rp/kapita/bulan) - <490 157 - ≥490 157 Total Ukuran keluarga (orang) - Kecil (≤4) - Sedang (5 – 6) - Besar (≥7) Total
Obesitas n %
Tidak obesitas n %
Total n
%
p-value 0.008
25 22 47
53 47 100
27 5 32
84 16 100
52 27 79
79 21 100
14 17 2
30 36 4
13 6 2
41 19 6
27 23 4
34 29 5
14
30
11
35
25
32
32
100
79
100
0.817
47
0. 067 18 29 47
38 62 100
18 14 32
56 44 100
36 43 79
46 54 100
6 41 47
13 87 100
3 29 32
9 91 100
9 70 79
11 89 100
0.177
0.422 33 13 1 47
70 28 2 100
20 10 2 32
63 31 6 100
53 23 3 79
67 29 4 100
Usia Sebagian besar contoh penelitian berada dalam kategori dewasa awal dengan rentang usia antara 18 hingga 55 tahun. Rata-rata usia contoh sebesar 36.08±7.77 tahun dengan rentang 22-55 tahun. Berdasarkan uji Kolmogorovsmirnov, diperoleh nilai signifikansi p=0.719 (p>0.05) yang menunjukkan bahwa data tersebar normal. Berdasarkan uji beda diperoleh p=0.008, nilai tersebut bermakna bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada usia contoh antara kelompok obesitas dan tidak obesitas (p<0.05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok obesitas memiliki persentase usia kategori dewasa madya yang lebih tinggi (47%) dibandingkan dengan kelompok tidak obesitas (16%). Selain itu, persentase usia kategori dewasa
17
awal pada kelompok tidak obesitas lebih besar (84%) dibandingkan dengan kelompok obesitas (53%). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Lestari (2015), yang menyatakan bahwa, rata-rata usia contoh obesitas lebih tinggi dibandingkan rata-rata usia contoh dengan status gizi normal. Usia seseorang memengaruhi kebutuhan pangan melalui sejumlah proses biologis, misalnya pertumbuhan, faktor sosial, dan faktor psikologis (Wiziani 2014). Hal tersebut menimbulkan perbedaan kebutuhan energi karena perbedaan metabolisme basal. Namun manusia cenderung mengalami penurunan berat badan pada usia lebihh dari 65 tahun disebabkan penurunan fungsi organ. Hasil penelitian Dyer et al. (2004), menunjukkan bahwa proporsi perempuan dengan status gizi normal berusia >65 tahun, lebih banyak dibandingkan dengan status gizi obesitas. Selain itu, Kantachuvessiri et al. (2005) menyebutkan bahwa meningkatnya kejadian obesitas pada usia tua diduga karena lambatnya metabolisme, kurangnya aktivitas fisik, dan lebih sering mengonsumsi makanan. Pekerjaan Berdasarkan hasil uji beda Mann Whitney diperoleh nilai p=0.817 yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata pada pekerjaan antara kelompok obesitas dan tidak obesitas. Tabel 5 menunjukkan bahwa sebaran data jenis pekerjaan pada contoh pada kelompok obesitas maupun tidak obesitas hampir sama, kecuali pada jenis pekerjaan wirausaha/pedagang. Contoh obesitas yang memiliki pekerjaan sebagai wirausaha sebanyak 36% sedangkan kelompok tidak obesitas sebesar 19%. Perbedaan ini disebabkan oleh tingkat aktivitas dan nilai rata-rata perkiraan jumlah konsumsi makanan berlemak serta makanan/minuman manis yang berbeda pada kedua kelompok contoh. Tingkat Pendidikan Hasil uji beda diperoleh nilai p=0.067 yang bermakna bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata pada tingkat pendidikan antara kelompok obesitas dan tidak obesitas. Sebaran data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar contoh memiliki pendidikan yang cukup baik yaitu 54% menempuh pendidikan hingga SMA/sederajat dan perguruan tinggi. Kelompok obesitas memiliki persentase tingkat pendidikan kategori tinggi yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok tidak obesitas. Sebagian besar contoh (37%) merupakan lulusan sekolah menengah atas (SMA) dan 63% contoh pada pendidikan menengah (SMA dan SMP) mengalami obesitas. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwaningrum et al. (2012), diketahui bahwa kejadian obesitas lebih banyak terjadi pada contoh yang memiliki tingkat pendidikan menengah. Pendapatan per kapita per Bulan Berdasarkan hasil uji beda diperoleh nilai p=0.177 yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata pada pendapatan antara kelompok obesitas dan tidak obesitas. Data menunjukkan rentang pendapatan contoh sebesar Rp 200 000 hingga Rp 5 575 000/bulan dengan median sebesar Rp 1 175 000. Badan Pusat Statistik (2016) menyatakan bahwa, garis kemiskinan di Indonesia pada Maret 2016 sebesar Rp 354 386, angka tersebut lebih rendah dibandingkan garis kemiskinan Provinsi Kepulauan Riau yaitu Rp 490 157. Berdasarkan data, sebagian besar contoh (89%) memiliki pendapatan per kapita per bulan lebih dari Rp 490 157.
18
Jumlah persentase pendapatan diatas Rp 490 157 kelompok obesitas maupun tidak obesitas cenderung sama. Penelitian Lestari (2015), menunjukkan bahwa persentase obesitas tertinggi ditemukan pada kelompok contoh dengan kategori pendapatan tertinggi yaitu diatas Rp 6 000 000. Namun penelitian di Malaysia oleh Shariff dan Khor (2005) diperoleh bahwa lebih banyak ibu rumah tangga dengan kondisi makanan kurang terjamin dengan status gizi obesitas dibandingkan dengan ibu rumah tangga dengan kondisi makanan yang terjamin. Pendapatan rumah tangga dapat memengaruhi status gizi ibu rumah tangga. Apabila pada suatu keluarga tidak memiliki pendapatan yang cukup, hal tersebut menyebabkan pemilihan bahan pangan yang tidak terjamin sehingga mereka akan memilih makanan dengan harga terjangkau agar dapat memenuhi kebutuhannya. Biasanya mereka dengan pendapatan yang rendah, akan memilih jenis makanan yang kurang bergizi, tinggi lemak, dan memiliki densitas energi yang tinggi (Purwaningrum et al. 2012). Ukuran Keluarga Berdasarkan uji beda diperoleh nilai p=0.422 yang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata pada ukuran keluarga antara kelompok obesitas dan tidak obesitas. Tabel 5 menunjukkan bahwa median ukuran keluarga pada contoh sebesar 4 orang dengan rentang 2-8 orang. Persentase contoh paling banyak (67%) termasuk dalam kategori keluarga kecil. Kelompok obesitas memiliki proporsi ukuran keluarga kategori kecil yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok tidak obesitas, sedangkan proporsi ukuran keluarga kategori besar pada kelompok tidak obesitas lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok obesitas. Penelitian yang dilakukan oleh Sugianti (2009), menemukan bahwa ukuran keluarga merupakan salah satu faktor risiko obesitas sentral di DKI Jakarta dan Gorontalo dengan prevalensi tertinggi berada pada keluarga kategori kecil. Pengetahuan Gizi Pengetahuan gizi contoh diukur menggunakan kuesioner berisi 11 pertanyaan pilihan berganda. Beberapa topik yang dicantumkan dalam soal meliputi penyebab obesitas, akibat obesitas, cara menurunkan risiko obesitas serta isi dari pedoman gizi seimbang. Tabel 6 berikut ini menyajikan persentase contoh yang menjawab benar pada pertanyaan pengetahuan gizi. Tabel 6 Persentase contoh yang menjawab benar pada pertanyaan pengetahuan gizi Jawaban benar Tidak No Topik pertanyaan Obesitas Obesitas n % n % Penyebab obesitas dan penyakit akibat obesitas 1 Penyebab obesitas 40 85 25 78 2 Bahaya obesitas bagi kesehatan 34 72 23 72 3 Penyakit yang disebabkan oleh asupan berlebihan adalah diabetes 36 77 26 81 mellitus 4 Penyakit yang disebabkan oleh kelebihan berat badan adalah radang 27 57 21 66 persendian
Total jawaban benar n % 65 57
82 72
62
79
48
61
19
Tabel 6 Persentase contoh yang menjawab benar pada pertanyaan pengetahuan gizi (lanjutan) No
Topik pertanyaan
Pencegahan obesitas 1 Cara menurunkan berat badan 2 Anjuran diet untuk orang obesitas 3 Anjuran jumlah makanan seiring bertambahnya usia Pedoman Gizi Seimbang 1 Pedoman gizi yang digunakan saat ini 2 Penggunaan label pangan 3 Langkah-langkah mencuci tangan 4 Batas maksimum konsumsi lemak atau minyak total dalam sehari
Jawaban benar Tidak Obesitas Obesitas n % n %
Total jawaban benar n %
42 47
89 100
32 30
100 94
74 77
94 97
32
68
16
50
48
61
8 46 25
17 98 53
9 32 18
28 100 56
17 78 43
22 99 54
2
4
5
16
7
9
Secara umum dapat dilihat bahwa persentase kelompok tidak obesitas yang menjawab benar, lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok obesitas. Berdasarkan Tabel 6, sebagian besar yaitu 7 dari 11 pertanyaan yang diberikan pada contoh, memiliki proporsi jawaban benar lebih tinggi pada kelompok tidak obesitas. Oleh karena itu, apabila ditinjau dari proporsi jawaban benar setiap pertanyaan, kelompok tidak obesitas memiliki skor lebih baik dibandingkan dengan kelompok obesitas. Pertanyaan ke-1 sampai ke-4 merupakan pertanyaan mengenai obesitas. Pertanyaan ke-1 berisi tentang penyebab terjadinya obesitas, sebanyak 85% kelompok obesitas menjawab dengan benar, jumlah ini lebih besar dibandingkan dengan kelompok tidak obesitas (78%). Pertanyaan ini dapat dijawab dengan benar oleh 82% dari seluruh contoh. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar kelompok yang mengalami obesitas sebenarnya telah mengetahui mengapa obesitas dapat terjadi. Pertanyaan ke-2 mengenai bahaya obesitas bagi kesehatan tubuh manusia, hasil persentase menunjukkan angka yang sama antara contoh obesitas dan tidak obesitas yaitu 72% dan secara keseluruhan, pertanyaan ini dapat dijawab dengan benar oleh lebih dari 70% contoh. Pertanyaan ke-3 tentang salah satu penyakit yang disebabkan oleh asupan berlebihan dapat dijawab dengan benar oleh kelompok tidak obesitas sebanyak 81%, jumlah ini lebih banyak dibandingkan kelompok obesitas (77%). Secara keseluruhan, terdapat 79% contoh menjawab pertanyaan dengan benar. Pertanyaan ke-4 tentang penyakit akibat obesitas dengan gejala nyeri pada lutut saat berjalan, sebanyak 66% kelompok tidak obeasitas mampu menjawab pertanyaan dengan benar dan proporsi ini lebih banyak dibandingkan kelompok obesitas yang menjawab benar sebanyak 57%. Secara keseluruhan, terdapat 61% contoh menjawab pertanyaan dengan benar. Kertia (2012) menyebutkan bahwa, radang persendian merupakan penyakit gangguan homeostasis metabolisme kartilago dengan berbagai penyebab, salah satu diantaranya adalah obesitas. Pertanyaan ke-5 mengenai cara menurunkan berat badan yang efektif. Seluruh contoh pada kelompok tidak obesitas mampu menjawab pertanyaan dengan
20
benar, namun pada kelompok obesitas masih terdapat beberapa contoh yang keliru pada pertanyaan ini sehingga persentase jawaban benar pada kelompok obesitas sebesar 89%. Secara keseluruhan, terdapat lebih dari 90% contoh menjawab pertanyaan dengan benar. Pertanyaan ke-6 tentang jenis makanan yang dianjurkan bagi orang obesitas. Seluruh contoh pada kelompok obesitas mampu menjawab pertanyaan ini dengan benar namun pada kelompok tidak obesitas terdapat 94% contoh yang menjawab benar. Secara keseluruhan, lebih dari 90% contoh mampu menjawab pertanyaan ini dengan benar. Pertanyaan ke-7 mengenai anjuran jumlah makanan bagi lansia, sebanyak 68% contoh pada kelompok obesitas menjawab benar, persentase ini lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok tidak obesitas (50%). Secara keseluruhan, hanya 61% contoh menjawab dapat menjawab pertanyaan dengan benar. Pertanyaan ke-8 sampai dengan ke-11 merupakan pertanyaan tentang pengetahuan gizi terkait pedoman gizi seimbang. Pertanyaan ke-8 berisi tentang pedoman gizi yang digunakan saat ini, sebanyak 28% contoh dari kelompok tidak obesitas mampu menjawab pertanyaan dengan benar. Persentase ini lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok obesitas (17%). Jumlah presentase keseluruhan contoh yang mampu menjawab pertanyaan ke-8 dengan benar hanya sedikit (22%). Hal ini disebabkan karena kurangnya paparan informasi dari media maupun promosi kesehatan dari pihak yang berwenang sehingga sebagian besar contoh belum mengetahui adanya pedoman gizi terbaru. Sebagian besar contoh menjawab salah dengan opsi 4 sehat 5 sempurna. Pertanyaan ke-9 tentang hal penting yang dilakukan saat membeli makanan kemasan, hanya terdapat satu contoh dari kelompok obesitas yang keliru dalam menjawab pertanyaan ini sehingga persentase keseluruhan contoh yang menjawab benar sebesar 99%. Pertanyaan ke-10 tentang langkah-langkah mencuci tangan menggunakan sabun sesuai dengan pedoman perilaku hidup bersih dan sehat. Persentase contoh yang menjawab benar dalam pertanyaan cenderung sama yaitu sekitar 50% dengan jumlah keseluruhan contoh yang menjawab benar pada pertanyaan ini sebesar 54%. Pertanyaan ke-11 mengenai batas maksimum konsumsi lemak atau minyak total dalam sehari untuk orang dewasa. Sebanyak 16% contoh pada kelompok tidak obesitas menjawab benar pada pertanyaan tersebut, persentase ini lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok obesitas (4%). Hanya sedikit contoh yang dapat menjawab benar pada pertanyaan ini diduga karena kurang terapapar informasi dan kurangnya kepedulian contoh terhadap kepentingan informasi ini. Contoh obesitas dan tidak obesitas mampu menjawab pertanyaan dengan benar pada nomor 5, 6, dan 9 dengan persentase lebih dari 90%, hasil ini lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pertanyaan yang lain. Namun terdapat pertanyaan dengan persentase jawaban benar yang cukup rendah yaitu pada pertanyaan ke-8 dan ke-11. Sebagian besar contoh, baik pada kelompok obesitas maupun tidak obesitas belum mampu menjawab pertanyaan ini dengan benar karena kurangnya paparan informasi mengenai pedoman gizi seimbang. Pengetahuan gizi contoh dibedakan menjadi 3 kategori, yaitu rendah apabila skor yang diperoleh <60% dari skor maksimum, kategori sedang apabila skor yang diperoleh antara 60-80% dari skor maksimum, dan kategori baik apabila skor yang diperoleh >80% dari skor maksimum (Khomsan 2000). Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi disajikan di Tabel 7 berikut ini.
21
Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi Pengetahuan gizi Kurang Sedang Baik Total
Obesitas n 13 32 2 47
% 28 68 4 100
Tidak obesitas n % 8 25 19 59 5 16 32 100
Total n 21 51 7 79
% 27 64 9 100
p-value 0.338
Hasil persentase pengetahuan gizi contoh obesitas dan tidak obesitas cenderung sama. Namun persentase tingkat pengetahuan gizi kategori baik pada kelompok tidak obesitas lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok obesitas. Tingkat pengetahuan gizi terbanyak adalah kategori sedang (65%) sedangkan 27% contoh memiliki pengetahuan gizi kurang. Rentang skor pengetahuan gizi adalah 20% hingga 100%. Hasil uji normalitas diperoleh bahwa data tidak tersebar normal (p<0.05). Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara pengetahuan gizi kelompok obesitas dengan kelompok tidak obesitas (p>0.05). Namun nilai median skor pengetahuan gizi kelompok tidak obesitas lebih besar daripada kelompok obesitas (70% vs 65%). Penelitian yang dilakukan oleh Acheampong & Haldeman (2013), menunjukan bahwa 89.7% contoh obesitas memiliki pengetahuna gizi yang baik. Hal ini diduga karena mereka tidak dapat mengaplikaskan pengetahuan tersebut dengan pemilihan makanan sehat untuk orang obesitas. Djordjeviü-Nikiü et al. (2013) menyatakan bahwa, pengetahuan gizi merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi seseorang memiliki kebiasaan makan yang baik. Akan tetapi, pengetahuan gizi yang saja belum cukup untuk mengarahkan seseorang dalam pemilihan jenis makanan yang baik. Hal ini didukung oleh penelititan Hoppu et al. (2010) menyatakan bahwa, pengetahuan tentang diet saja belum cukup untuk mengadopsi kebiasaan makan yang baik.
Persepsi Ketersediaan Buah dan Sayur Ketersediaan buah dan sayur diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner yang berisi tentang penyediaan buah dan sayur di rumah dan lingkungan sekitar tempat tinggal contoh. Penilaian berdasarkan wawancara kuesioner ini dilakukan secara subjektif sehingga data ketersediaan buah dan sayur berupa persepsi. Terdapat 2 pernyataan untuk menggambarkan ketersediaan buah dan sayur di rumah. Kelompok obesitas dan tidak obesitas cenderung memiliki proporsi yang sama pada pernyataan setuju untuk ketersediaan buah di rumah. Hasil persentase ketersediaan buah di lingkungan sekitar tempat tinggal pada kelompok obesitas dan tidak obesitas cenderung sama khususnya pernyataan nomor 3, 4, dan 5 namun terdapat perbedaan hasil persentase pernyataan nomor 1 dan 2. Kelompok tidak obesitas yang menyatakan setuju pada poin nomor 1, memiliki persentase lebih besar (40.6%) dibandingkan dengan kelompok obesitas (6.4%). Begitu juga poin nomor 2 dengan pernyataan harga buah cukup terjangkau. Hal ini dapat menjadi pendorong kelompok tidak obesitas untuk mengonsumsi buah lebih banyak dibandingkan dengan kelompok obesitas. Berdasarkan perhitungan
22
rata-rata skor persepsi ketersediaan buah, diperoleh hasil bahwa skor kelompok tidak obesitas lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok obesitas (2.4±1.5 vs 1.8±0.9) dengan rentang 0-5. Distribusi persepsi ketersediaan buah dan sayur di lingkungan tempat tinggal contoh dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini. Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan kategori persepsi ketersediaan buah No
Persepsi ketersediaan buah
Lingkup rumah tangga 1 Menyediakan banyak buah di rumah untuk konsumsi keluarga 2 Seluruh anggota keluarga terbiasa mengonsumsi banyak buah Lingkungan sekitar 1 Terdapat tempat penjualan buah di sekitar rumah 2 Harga buah cukup terjangkau 3 Jenis buah yang tersedia cukup beragam 4 Tempat penjualan buah mudah diakses 5 Kualitas buah yang dijual cukup baik
Pernyataan setuju Tidak Obesitas Obesitas n % n %
n
%
4
8.5
3
9.4
7
8.9
11
23.4
10
31.3
21
26.6
3
6.4
13
40.6
16
20.3
4 3 22 37
8.5 6.4 46.8 78.7
8 2 16 25
25 6.3 50 78.1
12 5 38 62
15.2 6.3 48.1 78.5
Total
Selanjutnya penyediaan sayur pada kedua kelompok cenderung sama. Namun nilai rata-rata skor persepsi ketersediaan sayur pada kelompok obesitas (4.49) lebih rendah dibandingkan dengan kelompok tidak obesitas (4.81). Secara keseluruhan, setengah dari contoh memiliki kebiasaan mengonsumsi sayur setiap hari. Berbeda dengan ketersediaan buah, penyediaan sayur di lingkungan rumah contoh cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari persentase poin nomor 3, 4, dan 5 dengan pernyataan setuju pada seluruh contoh telah mencapai 80%. Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan kategori persepsi ketersediaan sayur No
Persepsi ketersediaan sayur
Lingkup rumah tangga 1 Menyediakan banyak sayur di rumah untuk konsumsi keluarga 2 Seluruh anggota keluarga terbiasa mengonsumsi sayur setiap hari Lingkungan sekitar 1 Terdapat tempat penjualan sayur di sekitar rumah 2 Harga sayur cukup terjangkau 3 Jenis sayur yang tersedia cukup beragam 4 Tempat penjualan sayur mudah diakses 5 Kualitas sayur yang dijual cukup baik
Pernyataan setuju Tidak Obesitas Obesitas n % n %
n
%
18
38.3
8
25.0
26
32.9
28
59.6
15
46.9
43
54.4
21
44.7
22
68.8
43
54.4
33
70.2
32
100
65
82.3
27
57.4
19
59.4
46
58.2
41
87.2
28
87.5
69
87.3
43
91.5
30
93.8
73
92.4
Total
23
Data pada poin pernyataan nomor 2 menunjukkan seluruh contoh tidak obesitas menganggap harga sayur cukup terjangkau sedangkan 30% dari kelompok obesitas menganggap harga sayur mahal. Selain itu, kelompok tidak obesitas yang menyatakan setuju pada poin nomor 1 memiliki persentase lebih besar (68.8%) dibandingkan dengan kelompok obesitas (44.7%) dengan penyataan adanya tempat penjualan sayur di sekitar rumah. Hal tersebut dapat memengaruhi kelompok tidak obesitas untuk mengonsumsi sayur lebih banyak dibandingkan dengan kelompok obesitas. Berdasarkan hasil wawancara, persepsi ketersediaan buah dan sayur dapat dikategorikan sesuai jumlah pernyataan setuju yaitu jika skor ≥60% dikategorikan baik dan ≤.60% dikategorikan kurang. Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan persepsi ketersediaan buah dan sayur Persepsi ketersediaan buah - Kurang - Baik Total Persepsi ketersediaan sayur - Kurang - Baik Total
Obesitas n % 44 94 3 6 47 100
12 35 47
26 74 100
Tidak obesitas n % 23 72 9 28 32 100
5 27 32
16 84 100
Total n 67 12 79
% 85 15 100
17 62 79
78 22 100
p-value 0.558
0.394
Nilai median pada skor data sama besar antara kedua kelompok, yaitu 2 untuk median skor persepsi ketersediaan buah dan 5 untuk persepsi ketersediaan sayur. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara kedua kelompok pada persepsi ketersediaan buah maupun sayur. Namun persentase contoh pada kelompok tidak obesitas dengan persepsi ketersediaan kategori baik, lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok obesitas. Bahan makanan yang tersedia pada musim yang ekstrim dapat menyebabkan kelangkaan sehingga harga bahan pangan cenderung naik dan dapat memengaruhi kebiasaan makan seseorang. Apabila pada musim tertentu ketersediaan makanan rendah, akan berdampak pada kenaikan harga sehingga tidak banyak orang yang akan membeli bahan pangan tersebut (Gibney et al. 2013). Sebagian besar contoh memiliki ketersediaan buah (85%) dan sayur (78%) dengan kategori kurang. Ruel et al. (2005) menyatakan bahwa terdapat 3 faktor utama yang dapat memengaruhi kebiasaan makan seseorang yaitu tingkat pendapatan, preferensi dan harga pasar. Buah dan sayur termasuk bahan pangan yang mudah rusak sehingga harga jualnya akan semakin tinggi terutama bila penyediaannya berada di daerah terpencil. Hal ini akan mengakibatkan asupan buah dan sayur yang rendah pada masyarakat terpencil daerah pesisir.
Kebiasaan Konsumsi Makanan Kebiasaan Mengonsumsi Buah dan Sayur Kebiasaan konsumsi buah pada contoh diperoleh melalui pengisian kuesioner semi-quantitative food frequency questionnaire yang menggambarkan pola
24
konsumsi contoh selama satu bulan terakhir. Tabel 11 di bawah ini menyajikan data frekuensi dan perkiraan jumlah konsumsi buah pada contoh. Tabel 11 Frekuensi dan perkiraan jumlah konsumsi buah Obesitas Jenis buah Pisang Pepaya Jeruk Jambu biji Mangga Semangka Nanas Nangka Salak Apel Sirsak Anggur Pir
n
Frekuensi (kali/bulan)
40 20 29 6 12 31 4 10 3 20 3 5 14
3.1±3.0 2.7±2.6 2.3±2.4 2.0±1.4 1.9±1.1 2.6±3.0 1.7±0.6 1.7±1.0 1.3±0.6 2.8±4.0 1.5±0.7 1.5±0.6 1.6±1.2
Jumlah (g/kali makan) 96.3 56.4 68.1 10.6 77.6 117.0 1.3 7.8 8.3 54.9 8.5 3.2 31.7
n 25 14 19 3 11 19 2 5 3 17 4 6 8
Tidak obesitas Jumlah Frekuensi (g/kali (kali/bulan) makan) 3.3±2.4 103.9 2.3±1.5 71.9 2.2±1.2 68.8 2.0±1.7 12.5 5.1±4.2 78.6 3.6±4.8 200.0 1.5±0.7 25.0 1.2±0.4 10.6 1.3±0.6 6.4 1.9±1.3 92.2 1.5±0.6 28.1 1.7±1.2 12.8 1.3±0.5 39.4
Berdasarkan uji Kolmogorov Smirnov, diperoleh bahwa data konsumsi buah berdistribusi normal dengan nilai signifikansi p=0.127 (p>0.05). Terdapat beberapa jenis buah yang paling digemari oleh contoh yaitu pisang, jeruk, semangka, apel, dan pepaya. Rata-rata frekuensi konsumsi buah mangga, dan semangka pada kelompok tidak obesitas lebih tinggi dibandingkan kelompok obesitas sedangkan buah apel dan jeruk memiliki rata-rata frekuensi lebih tinggi pada kelompok obesitas dibandingkan tidak obesitas. Frekuensi konsumsi buah paling banyak pada kelompok tidak obesitas adalah semangka (20 kali/bulan) dan mangga (14 kali/bulan) sedangkan kelompok obesitas adalah semangka (16 kali/bulan) dan apel (16 kali/bulan). Rata-rata frekuensi konsumsi buah pada seluruh contoh sebesar 7.3±4.7 kali per bulan. Hasil ini sejalan dengan penelitian Zulaika (2011) persentase frekuensi konsumsi buah yang sering dikonsumsi seperti jeruk, pepaya dan pisang untuk usia dewasa adalah 4-8 kali per bulan. Perkiraan jumlah buah yang dikonsumsi contoh berkisar antara 0-180.0 gram per hari. Rata-rata konsumsi buah pada kelompok tidak obesitas (57.7±45.5 g/hari) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok obesitas (42.7±41.1 g/hari). Data tersebut menunjukkan bahwa perkiraan jumlah konsumsi 12 dari 13 jenis buah pada kelompok tidak obesitas lebih tinggi dibandingkan kelompok obesitas. Apabila frekuensi konsumsi buah dikategorikan sesuai dengan pedoman gizi seimbang, maka seluruh contoh tergolong kategori kurang dalam frekuensi konsumsi buah per hari. Namun berdasarkan perkiraan jumlah yang dikonsumsi, terdapat beberapa contoh yang mengonsumsi buah dalam kategori tinggi berdasarkan perkiraan jumlah konsumsi buah yaitu ≥150 g/hari (Kemenkes RI 2014). Tabel 12 berikut ini menyajikan sebaran contoh berdasarkan jumlah konsumsi buah pada contoh.
25
Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan perkiraan jumlah konsumsi buah Kategori perkiraan konsumsi buah - Rendah - Tinggi Total
Obesitas n % 45 96 2 4 47 100
Tidak obesitas n % 30 94 2 6 32 100
Total n 75 4 79
% 95 5 100
Persentase contoh obesitas dan tidak obesitas yang mengonsumsi buah dalam kategori rendah hampir sama. Rata-rata perkiraan jumlah konsumsi buah per hari pada seluruh contoh sebesar 48.9±43.3 gram per hari. Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Aryatika (2014) yang menyebutkan bahwa wanita dewasa pekerja di pabrik garmen Bogor, rata-rata mengonsumsi buah sebanyak 143.7 gram per hari. Selanjutnya mengenai konsumsi sayur yang paling sering dikonsumsi contoh disajikan Tabel 13 dibawah ini. Tabel 13 Frekuensi dan perkiraan jumlah konsumsi sayur Obesitas Jenis sayur Kangkung Bayam Sawi Kol Wortel Baby corn Bunga kol Daun singkong Daun pepaya Daun melinjo Kacang panjang Labu siam Timun Pare Labu air Gambas
n
Frekuensi (kali/bulan)
44 37 36 21 30 11 13 32 10 9 21 5 20 13 13 27
4 (0, 30) 4 (0, 24) 4 (0, 24) 2 (0, 24) 4 (0, 12) 4 (0, 12) 2 (0, 8) 4 (0, 30) 4 (0, 8) 4 (0, 8) 4 (0, 12) 4 (0, 8) 4 (0, 12) 4 (0, 8) 4 (0, 8) 4 (0, 30)
Jumlah (g/kali makan) 31 28 30 24 34 9 9 46 9 13 20 4 19 10 11 28
n 30 25 22 16 16 5 4 21 4 6 16 8 16 6 6 15
Tidak obesitas Jumlah Frekuensi (g/kali (kali/bulan) makan) 8 (0, 24) 38 12 (0, 24) 48 8 (0, 36) 26 4 (0, 16) 19 5 (0, 12) 19 3 (0, 12) 6 3 (0, 4) 3 4 (0, 24) 44 3 (0, 4) 3 4 (0, 12) 8 5 (0, 12) 18 3 (0, 12) 10 4 (0, 12) 19 4 (0, 4) 6 6 (0, 12) 6 4 (0, 12) 23
Tabel 13 menunjukkan terdapat beberapa jenis sayur yang paling digemari contoh yaitu kangkung, bayam, sawi, dan daun singkong. Nilai median frekuensi konsumsi sayur kangkung, bayam, sawi, kol, wortel, selada, dan labu air pada kelompok tidak obesitas lebih tinggi dibandingkan kelompok obesitas sedangkan nilai median frekuensi konsumsi sayur baby corn dan daun pepaya pada kelompok obesitas lebih tinggi dibandingkan kelompok tidak obesitas. Frekuensi konsumsi sayur paling banyak pada kelompok obesitas adalah kangkung, daun singkong dan (30 kali/bulan) sedangkan kelompok tidak obesitas adalah sawi (30 kali/bulan), kangkung, bayam, dan daun singkong (24 kali/bulan). Perkiraan jumlah sayur yang dikonsumsi contoh berkisar antara 0-380.0 gram per hari. Rata-rata konsumsi sayur pada kelompok tidak obesitas (72.2±74.2 g/hari) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok obesitas (53.2±60.1 g/hari).
26
Kebiasaan mengonsumsi sayur pada contoh lebih baik dibandingkan dengan konsumsi buah. Rata-rata frekuensi dan perkiraan jumlah konsumsi sayur pada contoh, lebih tinggi daripada konsumsi buah. Hal ini dapat disebabkan oleh ketersediaan sayur memiliki skor lebih baik dibandingkan dengan ketersediaan buah. Berdasarkan observasi dan wawancara langsung, diketahui bahwa di lingkungan tempat tinggal contoh, terdapat petani yang bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan sayur masyarakat setempat walaupun dengan harga yang agak mahal, namun masih dapat dijangkau oleh sebagian besar contoh. Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi dan perkiraan jumlah konsumsi sayur Kebiasaan konsumsi sayur
Obesitas n %
Kategori frekuensi konsumsi sayur 42 - Kurang 5 - Cukup Total 47 Kategori perkiraan jumlah konsumsi sayur 46 - Rendah 1 - Tinggi Total 47
Tidak obesitas n %
n
Total %
89 11 100
24 8 32
75 25 100
66 13 79
84 16 100
98 2 100
31 1 32
97 3 100
77 2 79
97 3 100
Tabel 14 menunjukkan bahwa berdasarkan frekuensi konsumsi, sebanyak 16% contoh memiliki frekuensi konsumsi sayur yang termasuk dalam kategori cukup. Namun, berdasarkan perkiraan jumlah sayur yang dikonsumsi, hanya 3% contoh yang telah mencukupi kebutuhan sayur per hari sesuai pedoman gizi seimbang. Rata-rata perkiraan jumlah konsumsi sayur per hari pada seluruh contoh sebesar 60.9±66.4 gram per hari. Nilai rata-rata perkiraan jumlah konsumsi sayur pada contoh hampir sama dengan hasil penelitian Aryatika (2014), yaitu jumlah konsumsi sayur pada wanita dewasa pekerja di Bogor sebanyak 58.3 gram per hari. Kebiasaan Konsumsi Makanan Berlemak dan Makanan/Minuman Manis Data kebiasaan konsumsi makanan berlemak dan makanan/minuman manis diperoleh melalui pengisian kuesioner SQFFQ dari golongan makanan dan minuman jajanan. Distribusi nilai median frekuensi konsumsi makanan berlemak pada contoh dapat dilihat pada Tabel 15 dibawah ini. Tabel 15 Frekuensi konsumsi makanan berlemak Jenis makanan berlemak Bakso Gorengan Mpek-mpek Kerupuk Mie goreng
Obesitas n
Frekuensi (kali/minggu)
40 36 21 31 30
3 (0, 7) 4 (0, 21) 1 (0, 7) 2 (0, 21) 2 (0, 7)
Tidak obesitas Jumlah (g/kali makan) 239.7 109.7 53.4 14.7 131.9
n
Frekuensi (kali/minggu)
24 23 18 18 4
2 (0, 14) 2 (0, 7) 1 (0, 21) 2 (0, 21) 1 (0, 1)
Jumlah (g/kali makan) 190.6 82.5 46.8 6.7 62.5
27
Jenis makanan pada Tabel 15 merupakan makanan berlemak yang paling sering dikonsumsi contoh. Jenis makanan berlemak yang paling digemari oleh contoh adalah bakso (81%) dan gorengan (75%). Berdasarkan hasil penelitian, nilai median frekuensi konsumsi makanan berlemak paling tinggi adalah gorengan dengan rentang konsumsi 0 hingga 21 kali/minggu dan terdapat pada kelompok obesitas. Data tersebut menunjukkan bahwa perkiraan jumlah konsumsi seluruh jenis makanan berlemak pada kelompok obesitas lebih tinggi dibandingkan kelompok tidak obesitas. Khususnya pada perkiraan jumlah konsumsi kerupuk dan mie goreng pada kelompok obesitas, 2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok tidak obesitas. Selain makanan berlemak, makanan/minuman manis juga dapat menyebabkan kegemukan. Tabel 16 dibawah ini menampilkan distribusi nilai median frekuensi konsumsi makanan/minuman manis pada contoh. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guallar-Castillon et al. (2007) bahwa, kebiasaan mengonsumsi makanan berlemak dan makanan atau minuman manis dan dalam porsi yang berlebih, dapat menimbulkan energi berupa cadangan lemak di jaringan adiposa pada tubuh bila tidak digunakan sehingga meningkatkan risiko obesitas. Tabel 16 Frekuensi konsumsi makanan/minuman manis Jenis makanan/minuman manis Sirup Teh manis Susu kental manis Softdrink Kopi instan Kue manis Kopi Cokelat
Obesitas n
Frekuensi (kali/minggu)
25 32 20 11 10 29 8 2
7 (0, 14) 3 (0, 7) 1 (0, 7) 4 (0, 14) 7 (0, 7) 7 (0, 14) 2 (0, 3) 3 (0, 3)
Tidak obesitas Jumlah (g/kali makan) 132.9 118.0 69.1 59.5 35.1 55.3 31.9 4.2
n
Frekuensi (kali/minggu)
13 19 10 7 6 16 8 1
2 (0, 7) 7 (0, 14) 3 (0, 7) 2 (0, 7) 5 (0, 14) 5 (0, 28) 2 (0, 14) 3 (0, 3)
Jumlah (g/kali makan) 93.7 89.0 56.2 25.0 23.4 52.5 51.5 2.5
Jenis makanan manis yang paling digemari oleh contoh adalah kue manis (57%) sedangkan minuman manis paling digemari adalah teh manis (65%). Berdasarkan data Tabel 16, nilai median frekuensi konsumsi makanan/minuman manis paling tinggi pada kelompok obesitas adalah sirup, kopi instan, dan kue manis sedangkan pada kelompok tidak obesitas adalah teh manis. Apabila dibandingkan, sebagian besar median frekuensi konsumsi makanan/minuman manis pada kelompok obesitas lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok tidak obesitas yaitu sirup, softdrink, kopi instan, kue manis, dan cokelat. Data tersebut menunjukkan bahwa perkiraan jumlah konsumsi pada 7 dari 8 jenis makanan/minuman manis kelompok obesitas lebih tinggi dibandingkan kelompok tidak obesitas. Secara keseluruhan, frekuensi konsumsi makanan berlemak dan makanan/minuman manis dapat dikategorikan menjadi sering (≥7 kali/minggu) dan jarang (<7 kali/minggu). Distribusi data tersebut disajikan pada Tabel 17 berikut ini.
28
Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan mengonsumsi makanan berlemak dan makanan/minuman manis Kategori konsumsi Obesitas Tidak obesitas makanan berlemak n % N % - Sering 26 55 10 31 - Jarang 21 45 22 69 Total 47 100 32 100 Kategori konsumsi makanan/minuman manis - Sering 39 83 21 66 - Jarang 8 17 11 34 Total 47 100 32 100
Total n % 36 46 43 54 79 100
p-value 0.000
0.000 60 19 79
76 24 100
Setelah dilakukan uji beda Mann Whitney, diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada kebiasaan konsumsi lemak antara kelompok obesitas dan tidak obesitas (p<0.05). Sebagian besar kelompok obesitas (55%) mengonsumsi makanan berlemak dengan kategori sering atau >7 kali seminggu, persentase tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok tidak obesitas (31%). Berdasarkan uji beda Mann Whitney, diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada kebiasaan konsumsi makanan/minuman manis antara kelompok obesitas dan tidak obesitas. Sebagian besar kelompok obesitas (83%) mengonsumsi makanan/minuman manis dengan kategori sering, persentase tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok tidak obesitas (66%).
Aktivitas Fisik Aktivitas fisik merupakan hasil dari stimulasi otot rangka sehingga menimbulkan pergerakan tubuh yang memerlukan adanya penggunaan energi tubuh dan dapat menyehatkan bila dilakukan dengan benar (Werner & Sharon 2005). Tingkat aktivitas fisik (physical activity level) diukur menggunakan kuesioner untuk mencatat setiap kegiatan dengan metode recall activity 2 x 24 jam. Aktivitas fisik contoh dibagi menjadi aktivitas fisik hari kerja dan hari libur dalam satuan jam. Tabel 18 Jenis dan rata-rata waktu aktivitas fisik pada hari kerja Jenis aktivitas Tidur (tidur siang dan malam) Tidur-tiduran (tidak tidur), duduk diam dan membaca Duduk sambil menonton TV Berdiri diam, beribadah, menunggu (berdiri), berhias Makan dan minum Jalan santai Berbelanja (membawa beban) Mengendarai kendaraan Menjaga anak
Rata-rata±SD (jam) Tidak Obesitas obesitas 8.2±1.3 7.9±1.4
p-value 0.466
4.3±1.8
3.9±2.0
0.388
2.3±1.1
2.0±1.3
0.271
3.1±2.2
2.4±1.8
0.332
1.3±0.3 0.6±0.6 0.3±0.2 0.7±0.5 0.8±1.3
1.1±0.3 0.9±0.5 0.4±0.1 0.9±1.1 3.6±2.6
0.096 0.078 0.010 0.855 0.000
29
Tabel 18 Jenis dan rata-rata waktu aktivitas fisik pada hari kerja (lanjutan) Jenis aktivitas Melakukan pekerjaan rumah (bersih-bersih) Setrika pakaian (duduk) Kegiatan berkebun Office worker (duduk di depan meja, menulis, dan mengetik) Office worker (berjalan-jalan mondar-mandir membawa arsip) Olahraga (badminton, volley) Olahraga (lari, jogging)
Rata-rata±SD (jam) Tidak Obesitas obesitas 2.2±0.9 3.0±1.3 0.7±0.5 1.4±1.4 0.2±0.7 0.0±0.0
p-value 0.007 0.282 0.593
1.5±2.1
3.3±2.3
0.081
0.6±0.8
0.4±0.5
0.735
0.3±0.5 0.04±0.1
0.3±0.4 0.4±0.5
0.647 0.334
Pada hari kerja, contoh obesitas memiliki rata-rata durasi tidur lebih banyak dibandingkan dengan contoh tidak obesitas. Contoh obesitas lebih banyak menghabiskan waktu pada kegiatan berbaring, duduk-duduk, dan menonton televisi sedangkan pada contoh tidak obesitas, lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengasuh anak, melakukan pekerjaan rumah, menyetrika pakaian, dan bekerja sebagai office worker (Tabel 18). Terdapat perbedaan yang nyata pada durasi aktivitas belanja, menjaga anak, dan melakukan pekerjaan rumah antara kelompok obesitas dan tidak obesitas. Ratarata waktu yang digunakan contoh tidak obesitas untuk melakukan kegiatan rumah (3.0±1.3 jam) lebih banyak dibandingkan dengan kelompok obesitas (2.2±0.9 jam). Walaupun tidak terdapat perbedaan yang nyata pada durasi olahraga antara kelompok obesitas dan tidak obesitas (p>0.05), namun nilai rata-rata waktu yang digunakan contoh tidak obesitas untuk berolahraga seperti jogging (0.4±0.5 jam) 10 kali lebih banyak dibandingkan contoh obesitas (0.04±0.1 jam). Tabel 19 Jenis dan rata-rata waktu aktivitas fisik pada hari libur Jenis aktivitas Tidur (tidur siang dan malam) Tidur-tiduran (tidak tidur), duduk diam dan membaca Duduk sambil menonton TV Berdiri diam, beribadah, menunggu (berdiri), berhias Makan dan minum Jalan santai Berbelanja (membawa beban) Mengendarai kendaraan Menjaga anak Melakukan pekerjaan rumah (bersih-bersih) Setrika pakaian (duduk) Kegiatan berkebun Berjalan-jalan mondar-mandir Olahraga (badminton, volley) Olahraga (lari, jogging)
Rata-rata±SD (jam) Tidak Obesitas obesitas 7.9±1.3 8.0±1.5
p-value 0.557
3.6±1.8
4.0±1.6
0.034
2.0±1.3
2.3±1.2
0.067
2.2±1.7
2.3±1.7
0.901
1.1±0.3 0.9±0.5 0.4±0.1 0.9±1.2 3.7±2.5 3.3±1.3 2.1±1.0 0.0±0.0 0.0±0.0 0.3±0.4 0.0±0.0
1.2±0.3 0.7±0.6 0.3±0.2 0.8±0.8 1.9±2.3 2.8±1.1 1.9±1.0 0.1±0.3 0.3±0.9 0.5±0.8 0.1±0.3
0.158 0.089 0.004 0.888 0.000 0.028 0.371 0.398 0.530 0.840 0.695
30
Kelompok obesitas lebih banyak melakukan kegiatan rumah tangga pada hari libur dibandingkan dengan kelompok tidak obesitas. Terdapat perbedaan yang nyata pada durasi aktivitas bersantai (berbaring, duduk diam dan membaca), berbelanja, menjaga anak dan melakukan pekerjaan rumah antara kelompok obesitas dan tidak obesitas di hari libur. Rata-rata waktu yang digunakan contoh obesitas untuk melakukan kegiatan rumah (3.3±1.3 jam) lebih banyak dibandingkan dengan kelompok tidak obesitas (2.8±1.1 jam) sedangkan waktu bersantai pada kelompok tidak obesitas (4.0±1.6 jam) lebih banyak dibandingkan kelompok obesitas (3.6±1.8 jam). Namun nilai rata-rata waktu yang digunakan contoh tidak obesitas untuk berolahraga pada hari libur, masih lebih banyak dibandingkan contoh obesitas. Tabel 20 berikut ini menampilkan sebaran data tingkat aktivitas fisik contoh berdasarkan pengkategorian nilai PAL. Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan kategori PAL Kategori PAL Sangat ringan Ringan Sedang Berat Total
Obesitas n % 24 51 20 43 3 6 0 0 47 100
Tidak obesitas n % 5 16 8 25 18 56 1 3 32 100
Total n 29 28 21 1 79
% 37 35 27 1 100
p-value
0.000
Berdasarkan uji normalitas, diketahui bahwa data PAL tersebar normal dengan nilai signifikansi p=0.130 (p>0.05). Berdasarkan uji beda, diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) pada aktivitas fisik antara kelompok obesitas dan tidak obesitas. Rata-rata physical activity level (PAL) kelompok obesitas yaitu 1.42±0.15 dengan rentang 1.2-1.72, sedangkan rata-rata PAL kelompok tidak obesitas yaitu 1.62±0.19 dengan rentang 1.2-2.0 dan rata-rata keseluruhan contoh yaitu 1.50±0.19. Berdasarkan data tersebut, diperoleh hasil bahwa 94% orang obesitas memiliki aktivitas tingkat ringan dan sangat ringan sedangkan 59% contoh tidak obesitas memiliki aktivitas fisik kategori sedang dan berat.
Kontrasepsi Hormonal Beberapa alat kontrasepsi yang menggunakan hormon sebagai bahan baku pembuatannya adalah pil KB (Keluarga Berencana), suntik KB, dan implan/susuk KB. Penelitian Sriwahyuni & Wahyuni (2012), menyatakan bahwa penggunaan alat kontrasepsi hormonal pada wanita dalam jangka panjang dapat meningkatkan berat badan hingga berstatus gizi obesitas. Alat kontrasepsi hormonal berkaitan dengan peningkatan risiko obesitas. Hal ini terjadi akibat modifikasi sistem hormonal tubuh melalui penggunaan alat kontrasepsi yang bertujuan untuk mencegah terjadinya proses kehamilan melalui sistem hormonal. Alat kontrasepsi menggunakan bahan baku yang didalamnya terdapat hormon estrogen dan progesteron. Penggunaan hormon progesteron dapat merangsang sistem pengendalian rasa lapar yang terdapat di hipotalamus sehingga memiliki selera makan lebih besar dan tidak dapat mengontrol rasa lapar (Hartanto
31
2004). Data pada Tabel 21 di bawah ini menyajikan distribusi penggunaan, jenis, dan lama penggunaan kontrasepsi hormonal pada contoh. Tabel 21
Sebaran contoh berdasarkan penggunaan, jenis dan jangka waktu penggunaan kontrasepsi hormonal
Alat kontrasepsi hormonal Penggunaan - Tidak - Ya Total Jenis kontrasepsi hormonal - Suntik - Pil Total Lama penggunaan (tahun) - <5 - 5-10 - 11-15 - >15 Total
Obesitas n %
Tidak obesitas n %
n
Total %
4 43 47
8 92 100
12 20 32
38 62 100
16 63 79
20 80 100
27 16 43
63 37 100
13 7 20
65 35 100
40 23 63
64 46 100
3 13 9 18 43
7 30 21 42 100
12 5 1 2 20
60 25 5 10 100
15 18 10 20 63
24 29 16 32 100
pvalue 0.002
0.866
0.000
Penggunaan Kontrasepsi Hormonal Sebanyak 92% contoh pada kelompok obesitas menggunakan alat kontrasepsi hormonal, persentase ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan kelompok tidak obesitas (62%). Secara keseluruhan, sebanyak 80% contoh menggunakan alat kontrasepsi hormonal. Setelah dilakukan uji beda Mann Whitney, diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) pada penggunaan alat kontrasepsi hormonal antara kelompok obesitas dan tidak obesitas. Jenis Kontrasepsi Hormonal Berdasarkan data contoh yang menggunakan alat kontrasepsi, diperoleh hasil bahwa jenis kontrasepsi hormonal yang paling banyak digunakan adalah KB suntik, baik pada kelompok obesitas (63%) maupun tidak obesitas (65%). Selebihnya, contoh menggunakan alat kontrasepsi hormonal jenis pil. Secara keseluruhan, terdapat 64% contoh yang menggunakan alat kontrasepsi hormonal jenis suntik. Setelah dilakukan uji beda Mann Whitney, diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) pada jenis kontrasepsi hormonal antara kelompok obesitas dan tidak obesitas Lama Penggunaan Kontrasepsi Hormonal Lama penggunaan kontrasepsi hormonal yang paling banyak pada kelompok obesitas adalah rentang >15 tahun (42%) sedangkan pada kelompok tidak obesitas berada pada rentang <5 tahun (60%). Rentang lama penggunaan kontrasepsi pada contoh yang menggunakan yaitu 2 bulan hingga 25 tahun. Ratarata lama penggunaan kontrasepsi hormonal pada kelompok obesitas adalah 11.7±7.1 tahun sedangkan kelompok tidak obesitas yaitu 3.4±6.0 tahun. Rata-rata lama penggunaan kontrasepsi hormonal pada keseluruhan contoh yaitu 8.4±7.8 tahun. Berdasarkan hasil uji normalitas diketahui bahwa data tersebar normal
32
(p>0.05) sehingga dilakukan uji beda T-Test. Berdasarkan uji beda, diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) pada lama penggunaan kontrasepsi hormonal antara kelompok obesitas dan tidak obesitas.
Hubungan Usia, Kebiasaan Makan, Aktivitas Fisik, Penggunaan dan Lama Penggunaan Kontrasepsi Hormonal dengan IMT Hubungan Usia dengan IMT Hasil uji Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara variabel usia dan IMT dengan nilai signifikansi p=0.000 dan r=0.413 (p<0.05). Korelasi tersebut bermakna bahwa semakin bertambah usia seseorang, maka semakin besar pula kemungkinan mengalami obesitas. Penelitian yang dilakukan oleh Pigeyre et al. (2016) menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan dengan nilai signifikansi p=0.03 (p<0.05) antara usia dan obesitas. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa rata-rata usia contoh yang mengalami obesitas sebesar 41.3±12.9 tahun sedangkan contoh tidak obesitas memiliki rata-rata usia sebesar 39.3±11.8 tahun. Seseorang dengan usia yang lebih tua memiliki berat badan yang lebih besar daripada seseorang dengan usia yang lebih muda. Penelitian cohort yang dilakukan Ebrahimi-Mameghani et al. (2008) di Skotlandia menunjukkan bahwa terjadi peningkatan berat badan dan lingkar pinggang yang signifikan pada contoh penelitiannya dengan pertambahan usia sebanyak 9 tahun (p<0.001). Penelitian lain juga menyebutkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara umur dengan kejadian obesitas (Kantachuvessiri et al. 2005). Hubungan Kebiasaan Makan Buah dan Sayur dengan IMT Berdasarkan uji hubungan antara kebiasaan makan buah dan sayur dengan IMT diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan dengan nilai signifikansi berturut-turut p=0.020 dan p=0.012 (p<0.05). Nilai korelasi buah yaitu r=-0.261 dan sayur adalah r=-0.280. Korelasi tersebut bermakna bahwa semakin sedikit frekuensi konsumsi buah dan sayur, maka semakin tinggi IMT pada seseorang. Konsumsi serat makanan juga dapat berpengaruh terhadap kejadian obesitas. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Aryatika (2014), konsumsi serat makanan dapat menunda pengosongan lambung dan absorpsi usus sehingga menekan rasa lapar. Hal ini dapat berpengaruh terhadap penurunan berat badan sehingga dapat mencegah terjadinya obesitas. Hubungan Kebiasaan Konsumsi Makanan Berlemak dan Makanan/Minuman Manis dengan IMT Berdasarkan uji hubungan antara kebiasaan mengonsumsi makanan berlemak dan makanan/minuman manis dengan IMT diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan dengan nilai signifikansi berturut-turut p=0.001 dan p=0.000 (p<0.05). Nilai korelasi makanan berlemak yaitu r=0.360 dan makanan/minuman manis adalah r=0.456. Korelasi tersebut bermakna bahwa semakin banyak frekuensi konsumsi makanan berlemak dan makanan/minuman manis, maka semakin tinggi IMT pada seseorang.
33
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Guallar-Castillon et al. (2007) menunjukkan bahwa makanan yang digoreng berhubungan positif dengan obesitas umum dan obesitas sentral karena dapat menghasilkan asupan energi yang tinggi. Penelitian Burhan et al. (2013) menyebutkan bahwa kebiasaan konsumsi makanan/minuman manis yang tinggi pada pegawai pemerintahan di Kabupaten Jeneponto dapat meningkatkan risiko obesitas sentral hingga 4.2 kali dibandingkan dengan pegawai yang jarang mengonsumsi makanan/minuman manis. Hubungan Aktivitas Fisik dengan IMT Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara variabel aktivitas fisik dan IMT dengan nilai signifikansi p=0.000 dan r=-0.548. Korelasi tersebut bermakna bahwa semakin rendah aktivitas contoh maka semakin besar kemungkinan contoh mengalami obesitas. Sejalan penelitian yang dilakukan oleh Du et al. (2013) dengan hasil bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara aktivitas fisik dan IMT atau lingkar pinggang serta persentase lemak tubuh. Selain itu, lebih lanjut dijelaskan bahwa orang yang banyak menghabiskan waktu dengan tidak melakukan apa-apa atau banyak bersantai, berkaitan secara positif dengan IMT, lingkar pinggang dan persentase lemak tubuh. Hubungan Penggunaan Kontrasepsi Hormonal dengan IMT Berdasarkan uji chi square diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan alat kontrasepsi hormonal dengan IMT dengan p=0.012 (p<0.05). Hal ini sejalan dengan penelitian Hidayati (2012) yang dilakukan di Kabupaten Tasikmalaya, menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan alat kontrasepsi hormonal dengan IMT. Penggunaan alat kontrasepsi hormonal pada wanita dapat menyebabkan kenaikan berat badan. Hal ini disebabkan oleh peningkatan hormon estrogen dan progesteron dalam tubuh yang menyebabkan retensi cairan dan meningkatkan selera makan sehingga dapat meningkatkan berat badan (Edelman et al. 2011). Hubungan Lama Penggunaan Kontrasepsi Hormonal dengan IMT Berdasarkan uji statistik diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara lama penggunaan kontrasepsi hormonal dan IMT dengan nilai signifikansi p=0.000 (p<0.05) dengan korelasi r=0.631. Adanya hubungan ini menunjukkan bahwa semakin lama penggunaan alat kontrasepsi hormonal, maka dapat semakin besar IMT orang tersebut. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sriwahyuni & Wahyuni (2012), bahwa sebagian besar contoh yang menggunakan alat kontrasepsi hormonal lebih dari satu tahun telah mengalami peningkatan berat badan. Terdapat penelitian lain yang juga menyebutkan bahwa lama penggunaan alat kontrasepsi hormonal berkaitan dengan risiko kegemukan (Sugiharti et al. 2005).
Hubungan Persepsi Ketersediaan dengan Kebiasaan Makan Buah dan Sayur Jenis makanan yang tersedia pada lingkungan akan memiliki peluang lebih besar untuk dikonsumsi. Hal ini menyebabkan adanya suatu kondisi kelompok
34
masyarakat mengalami deisiensi zat gizi mikro karena tidak tersedianya jenis makanan tertentu pada lingkungan tempat tinggal masyarakat tersebut. Klepp et al. (2005) menyatakan bahwa, ketersediaan buah dan sayur merupakan faktor lingkungan yang secara langsung dapat memengaruhi jumlah konsumsi contoh terhadap jenis makanan tersebut. Berdasarkan uji hubungan, diperoleh hasil bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara ketersediaan buah dengan kebiasaan mengonsumsi buah dengan nilai p=0.668 (p>0.05) dan nilai r=0.049. Hubungan yang tidak signifikan diduga karena sebagian besar contoh menyatakan bahwa ketersediaan buah belum mencukupi sehingga data menjadi homogen. Namun korelasi positif menunjukkan bahwa semakin rendah skor persepsi ketersediaan, maka semakin rendah pula frekuensi konsumsi buah pada contoh. Berdasarkan uji hubungan, diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara ketersediaan sayur dengan kebiasaan mengonsumsi sayur dengan nilai p=0.049 (p<0.05) dan nilai r=0.222. Korelasi positif menunjukkan bahwa semakin baik skor persepsi ketersediaan, maka semakin tinggi pula frekuensi konsumsi buah dan sayur pada contoh. Sejalan dengan penelitian Farisa (2012) menunjukkan adanya hubungan antara ketersediaan di rumah dengan konsumsi buah dan sayur siswa SMPN 8 Depok. Variabel Lain Uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara pekerjaan dengan IMT (p=0.25). Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Sugianti (2009), yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pekerjaan dan kejadian obesitas sentral pada contoh usia dewasa. Adanya hubungan tersebut diduga karena jenis pekerjaan sedentary dapat menyebabkan ketidakseimbangan pengeluaran energi sehingga berakibat obesitas (Du et al. 2013). Demikian pula hubungan antara tingkat pendidikan dengan IMT (p=0.534) tidak signifikan. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Pigeyre et al. (2016), yang menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif signifikan antara tingkat pendidikan dan obesitas. Adanya hubungan tersebut diduga karena terdapat peningkatan kesadaran contoh mengenai pola hidup sehat seiring dengan tingkat pendidikannya. Variabel pendapatan/kapita/bulan (p=0.567), ukuran keluarga (p=0.429), serta pengetahuan gizi (p=0.224) tidak memiliki hubungan signifikan dengan IMT. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2015), bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara pendapatan, jumlah keluarga, dan pengetahuan gizi dengan obesitas pada orang dewasa di Denpasar. Adanya hasil yang tidak signifikan pada penelitian ini diduga karena data yang diperoleh bersifat homogen atau terdapat kecenderungan data yang relatif sama, pada kelompok obesitas maupun kelompok tidak obesitas.
Faktor Risiko Obesitas Uji multivariat regresi logistik dilakukan dengan cara memasukkan faktorfaktor yang berhubungan dengan IMT saat uji bivariat, ke dalam model regresi. Uji regresi logistik digunakan untuk mengetahui variabel yang menjadi faktor risiko obesitas pada contoh. Tabel 22 di bawah ini menampilkan hasil analisis multivariat variabel dependen dan independen dengan selang kepercayaan 95%.
35
Tabel 22 Faktor risiko obesitas pada contoh Variabel Aktivitas fisik (sedang dan berat) Menggunakan kontrasepsi hormonal Menggunakan kontrasepsi hormonal ≥10 tahun
sig
OR
0.000 0.033
0.030 5.341
Cl 95% for OR Lower Upper 0.005 0.166 1.144 24.933
0.013
9.858
1.625
59.791
Hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa contoh dengan aktivitas fisik yang sedang dan berat memiliki risiko obesitas lebih rendah dibandingkan contoh dengan aktivitas sangat ringan dan ringan (OR=0.032, 95% CI: 0.005-0.212). Berdasarkan hasil dari penelitian Apriaty & Nuryanto (2015), aktivitas fisik rendah hormonal berisiko mengalami obesitas sebesar 5.5 kali dibandingkan dengan contoh yang beraktivitas tinggi (OR=5.500, 95%CI: 1.813-16.681). Du et al. (2013) menyatakan bahwa aktivitas berhubungan negatif dengan IMT lingkar pinggang dan persentase lemak tubuh. Selain itu, ia menjelaskan lebih lanjut bahwa seseorang yang tinggal di pedesaan maupun perkotaan, apabila lebih banyak menghabiskan waktu tanpa melakukan apa-apa atau banyak bersantai, maka hal ini berkaitan secara positif dengan IMT, lingkar pinggang, dan persentase lemak tubuh. Penggunaan alat kontrasepsi hormonal merupakan salah satu penyebab terjadinya obesitas pada wanita. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 22 menunjukkan bahwa contoh yang menggungakan alat kontrasepsi hormonal lebih berisiko mengalami obesitas dibandingkan dengan contoh yang tidak menggunakan kontrasepsi hormonal (OR=5.341, 95% CI: 1.144-24.933). Penelitian Sugiharti et al. (2005) diperoleh bahwa orang yang menggunakan kontrasepsi hormonal dapat meningkatkan risiko obesitas kurang lebih sebanyak 9 kali lipat dibandingkan dengan orang yang menggunakan kontrasepsi non hormonal (OR=9.4 95% CI: 1.09-81.5). Berat badan contoh akan terus bertambah seiring dengan lamanya penggunaan kontrasepsi hormonal. Hasil uji menunjukkan bahwa contoh yang menggunakan alat kontrasepsi hormonal lebih dari 10 tahun, dapat berisiko mengalami obesitas 9.858 kali lebih tinggi dibandingkan contoh yang menggunakan kurang dari 10 tahun (OR=9.858, 95% CI: 1.625-59.791). Sugiharti et al. (2005) menyatakan bahwa lama penggunaan alat kontrasepsi hormonal berisiko menyebabkan kegemukan. Pada pemakaian kontrasepsi hormonal selama 5 tahun, contoh dapat berisiko mengalami obesitas sebesar 2.83 kali dibandingkan contoh yang menggunakan kurang dari 3 tahun. Selain itu, penelitian Sugiharti et al. (2005) menunjukkan bahwa penggunaan kontrasepsi hormonal lebih dari 7 tahun dapat meningkatkan risiko contoh mengalami obesitas menjadi 8.31 kali. Kegemukan ini terjadi karena adanya penambahan berat badan secara terus-menerus akibat reaksi hormonal dalam tubuh.
36
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan indeks massa tubuh, sebanyak 60% contoh mengalami obesitas sedangkan berdasarkan lingkar pinggang, sebanyak 71% contoh mengalami obesitas sentral. Terdapat 34% contoh berstatus gizi normal menurut IMT, namun termasuk dalam kategori obesitas sentral berdasarkan indikator lingkar pinggang dengan rentang IMT 21.78-24.95 kg/m2. Persentase obesitas paling tinggi berada pada contoh berusia di atas 41 tahun, tidak bekerja dan wirausaha, tingkat pendidikan tergolong tinggi, ukuran keluarga kecil (≤4 orang), tingkat pengetahuan gizi kategori sedang, ketersediaan buah kurang, konsumsi buah 1-4 kali sebulan, konsumsi sayur kategori kurang (<3 kali sehari), konsumsi makanan berlemak sering (>7 kali seminggu), konsumsi makanan/minuman manis sering (>7 kali seminggu), aktivitas fisik sangat ringan, menggunakan alat kontrasepsi hormonal, kontrasepsi hormonal yang digunakan jenis suntik, dan lama menggunakan kontrasepsi hormonal >15 tahun. Hasil analisis menunjukkan bahwa, terdapat hubungan signifikan bermakna positif antara usia, frekuensi konsumsi makanan berlemak, dan makanan/minuman manis serta lama penggunaan alat kontrasepsi hormonal dengan status gizi. Hal tersebut bermakna bahwa apabila semakin bertambah usia, semakin tinggi frekuensi konsumsi makanan berlemak dan makanan/minuman manis, serta semakin lama penggunaan kontrasepsi hormonal pada wanita dewasa, maka semakin besar kecenderungan contoh mengalami obesitas. Selain itu, terdapat hubungan negatif signifikan antara kebiasaan konsumsi buah, sayur dan aktivitas fisik dengan status gizi. Hal ini bermakna jika semakin rendah frekuensi konsumsi buah dan sayur serta semakin rendah aktivitas fisik pada wanita dewasa, maka semakin besar kecenderungan mengalami obesitas. Terdapat hubungan positif signifikan antara persepsi ketersediaan sayur dengan kebiasaan konsumsi sayur. Korelasi positif menunjukkan bahwa semakin baik skor persepsi ketersediaan, maka semakin tinggi pula frekuensi konsumsi sayur pada contoh. Hasil uji regresi logistik menunjukkan faktor risiko obesitas pada wanita dewasa di Kelurahan Letung Kecamatan Jemaja Kabupaten Kepulauan Anambas adalah aktivitas fisik, jenis, dan lama penggunaan alat kontrasepsi hormonal. Contoh beraktivitas fisik sedang dan berat memiliki risiko obesitas lebih rendah dibandingkan contoh beraktivitas ringan dan sangat ringan. Kemudian contoh yang menggunakan kontrasepsi hormonal berisiko mengalami obesitas 5.3 kali dan jika menggunakannya lebih dari 10 tahun, maka risiko obesitas meningkat menjadi 9.8 kali dibandingkan dengan yang menggunakan kurang dari 10 tahun.
Saran Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar contoh memiliki gaya hidup yang sedentary, kurang konsumsi sayur dan buah, serta berlebihan dalam mengonsumsi makanan berlemak seperti jajanan gorengan dan minuman manis. Selain itu, pengetahuan gizi masyarakat tentang pedoman gizi seimbang masih sangat kurang sehingga perlu adanya kegiatan sosialisasi dari pemerintah
37
untuk mengubah gaya hidup masyarakat menjadi aktif, sadar gizi dan sehat. Berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui pula bahwa penggunaan kontrasepsi hormonal memiliki hubungan yang signifikan dengan gizi lebih. Hal ini tentunya dapat menjadi pertimbangan bagi masyarakat untuk memperhatikan program keluarga berencana yang lebih aman terhadap risiko obesitas. Obesitas dapat dicegah dengan melakukan pola hidup sehat yang berpedoman gizi seimbang. Perlu adanya keikutsertaan pemerintah dalam mempromosikan pola hidup sehat kepada masyarakat, mulai dari penyediaan sayur dan buah, promosi pedoman gizi seimbang dan alternatif program keluarga berencana yang tidak menimbulkan efek samping berupa obesitas, misalnya kontrasepsi non hormonal berupa penggunaan kondom dan intra uterine device (IUD).
38
DAFTAR PUSTAKA Acheampong I dan Haldeman L. 2013. Are nutrition knowledge, attitudes, and beliefs associated with obesity among low-income Hispanic and African American women caretakers?. J of Obes. 123901. Adiningrum. 2008. Karakteristik kegemukan pada anak sekolah dan remaja di Medan dan Jakarta Selatan. [Skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Alpers DH, Stenson WF, Taylor BE, Bier DM. 2008. Manual of Nutritional Therapeutics, Fifth Edition. Philadelphia (USA): Lippincott Williams & Wilkins. Apriaty L & Nuryanto N. 2015. Faktor risiko obesitas ibu rumah tangga di Kelurahan Bendungan Kecamatan Gajahmungkur Kota Semarang. [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Aryatika K. 2014. Faktor risiko obesitas pada pekerja garmen perempuan. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Balaban G, Silva GAP. 2004. Protective effect of breastfeeding against childhood obesity. J Pediatr. 80(1):71-6 Bello N, Mosca L. 2004. Epidemiology of coronary heart disease in women. Prog Cardiovasc Dis. 46: 287–295. [BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1998. Buku Pegangan untuk Petugas Lapangan Mengenai Reproduksi Sehat. Jakarta (ID): BKKBN. Burhan FZ, Sirajuddin S, Indriasari R. 2013. Pola konsumsi terhadap kejadian obesitas sentral pada pegawai pemerintahan di Kantor Bupati Kabupaten Jeneponto. Universitas Hasanuddin. Dahlan MS. 2009. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan, Edisi 4. Jakarta (ID): Salemba Medika. Djordjeviü-Nikiü M, Dopsaj M, Veskoviü A. 2013. Nutritional and physical activity behaviours and habits in adolescent. population of Belgrade. Vojnosanit Pregl. 70(6): 548–554. Du H, Bennett D, Li L, Whitlock G, Guo Y, Collins R, Chen J, Bian Z, Hong LS, Feng S et al. 2013. Physical activity and sedentary leisure time and their associations with BMI, waist circumference, and precentage body fat in 0,5 million adults: The China Kadoorie Biobank study. Am J Clin Nutr. 97:487496. Dyer AR, Stamler J, Garside DB, Greenland P. 2004. Long-term consequences of body mass index for cardiovascular mortality: the Chicago Heart Association Detection Project in IndustryStudy. Ann Epidemiol. 14:101108. Ebrahimi-Mameghani M, Scott JA, Der G, Lean MEJ Burns CM. 2008. Changes in weight and waist circumference over 9 years in a Scottish population. Europ J of Clin Nutr. 62(10): 1208-1214. Edelman A, Jensen JT, Bulechowsky M, Cameron J. 2011. Combined oral contraceptives and body weight: do oral contraceptives cause weight gain? A primate model. Hum Reprod. 26(2);330-336).
39
[FAO/WHO/UNU] Food Agriculture Organization, World Health Organization, United Nations University. 2001. Human Energy Requirement. Rome (IT): FAO/WHO/UNU. Farisa S. 2012. Hubungan sikap, pengetahuan, ketersediaan dan keterpaparan media massa dengan konsumsi buah dan sayur pada siswa SMPN 8 Depok Tahun 2012. [skripsi]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia. Fikri AM. 2015. Faktor risiko obesitas sentral pada anggota kepolisian Resort Kabupaten Ogan Komering Ilir. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Gibney MJ, Margetts BM, Kearney JM, Arab L. 2013. Public Health Nutrition. State Avanue (US): Blackwell Publishing Gibson RS. 2005. Principles of Nutritional Assessment Second Edition. New York (US): Oxford University Press, Inc. Giskes K, van Lenthe FJ, Kamphuis CBM, Huisman M, Brug J, Mackenbach JP. 2009. Household and food shopping environments: do they play a role in socioeconomic inequalities in fruit and vegetable consumption? A multilevel study among Dutch adults. J Epid Comm Health. 63:113-120 Guallar-Castillon P, Rodriguez-Artalejo F, Fornes NS, Banegas JR, Etxezarreta PA, Ardanaz E, Barricarte A, Chirlaque MD, Iraeta MD, Larranaga NL et al. 2007. Intake of fried foods is associated with obesity in the cohort of Spanish adults from the European prospective investigation into cancer and nutrition. Am J Clin Nutr. 86:198 –205. Hardinsyah. 2007. Inovasi Gizi dan Pegembangan Modal Sosial bagi Peningkatan Kualitas Hidup Manusia dan Pengentasan Kemiskinan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hartanto H. 2004. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta (ID): Pustaka Sinar Harapan. He K, Hu FB, Coldits GA, Manson JE, Willett WC, Liu S. 2004. Changes in intake of fruits and vegetables in relation to risk of obesity and weight gain among middle-aged women. Int J Obes. 28: 1569-1574. Hidayati L. 2012. Dampak penggunaan berbagai alat kontrasepsi terhadap IMT pada wanita pasangan usia subur (studi pada wanita pasangan usia subur) di Desa Sukaherang Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2012. KM Gizi Universitas Siliwangi Hoppu U, Lehtisalo, Tapanainen H, Pietinen P. 2010. Dietary habits and nutrient intake of finnish adolescents. Publ Health Nutr. 13(6A):965- 972. Hurlock EB. 2001. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Edisi 5). Jakarta (ID): Erlangga. Kantachuvessiri A, Sirivichayakul C, KaewKungwal J, Tungtrongchitr R, Rotrakul M. 2005. Factors associated with obesity among workers in a metropolitan waterworks authority. Southeast Asian J Trop Med Publ Health. 36:10571065. [Kemenkes RI] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Laporan nasional 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia [Internet]. [diunduh 2015 Okt 18]. Terdapat pada: http//www.kemenkes.go.id/download/riskesdas.
40
________________________________________________. 2010. Pedoman Gerakan Pekerja Perempuan Sehat Produktif (GP2SP). Jakarta (ID): Kemenkes. ________________________________________________. 2014. Pedoman Gizi Seimbang. Jakarta (ID): Kemenkes RI. Kertia N. 2012. Status gizi berhubungan positif dengan nyeri sendi penderita osteoarthritis lutut. J Giz Klin Indones. Vol.8:144-150. Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor (ID): Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Klein S. 2007. Waist circumference and cardiometabolic risk: a consensus statement from Shaping America’s Health. Association for Weight Management and Obesity Prevention; NAASO, the Obesity Society; the American Society for Nutrition; and the American Diabetes Association. Diabet Care. 30:1647-1652. Klepp K, Perez-Rodrigo C, De-Bourdeaudhuij I, Due PP, Elmadfa I, Haraldsdottir J, Konig J, Sjostrom M, Thorsdottir I, Vaz de Almeida MD et al. 2005. Promoting fruit and vegetable consumption among European school children: rationale, conceptualization and design of the pro children project. Ann Nutr Metab. 49:212–220. Lee CD, Jacobs DR, Schriener PJ, Iribarren C, Hakinson A. 2007. Abdominal obesity and coronary artery calcification in young adults: the Coronary Artery Risk Development in Young Adults (CARDIA) Study. Am J Clin Nutr. 86: 48-54. Lestari PRT. 2015. Faktor risiko obesitas pada orang dewasa di Denpasar. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Lusting RH. 2001. The neuroendocrinology of childhood obesity. Pediatr Clin North Am. 48:1-14. Malik VS, Schulze MB, Hu FB. 2006. Intake of sugar-sweetened beverages and weight gain: a systematic review. Am J Clin Nutr. 84:274-288. Mustamin. 2010. Asupan energi dan aktivitas fisik dengan kejadian obesitas sentral pada ibu rumah tangga di Kelurahan Ujung Pandang Baru di Kecamatan Tallo Kota Makassar. Media Pangan dan Gizi. 10: 60-65. Parengkuan RR, Mayulu N, Ponidjan T. 2010. Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Kejadian Obesitas pada Anak Sekolah Dasar di Kota Manado. J Kes Mas. 40(4):20-25. Pigeyre M, Rousseaux J, Trouiller P, Dumont J, Goumidi L, Bonte D, Dumont MP, Chmielewski A, Duhamel A, Amouyel P et al. 2016. How obesity related to socio-economic status: identification of eating behavior mediators. Int J of Obes. 2016:1-8. Purwaningrum DN, Hadi H, Gunawan IMA. 2012. Faktor risiko obesitas pada ibu rumah tangga miskin (Obesity risk factors among poor housewives). J Giz Klin Indones. Vol. 9, No. 1: 1-9 Ruel MT, Minot N, Smith L. 2005. Patterns and determinants of fruit and vegetable consumption in Sub-Saharan Africa: a multicountry comparison. FAO/WHO Workshop on Fruit and Vegetables for Health, 1-3 September 2004, Kobe, Japan.
41
Sastroasmoro S, Ismael S. 2014. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis, Edisi ke-5. Jakarta (ID): Sagung Seto. Shariff ZM, Khor GL. 2005. Obesity and household food insecurity: evidence from a sample of rural households in Malaysia. Eur J Clin Nutr. 59(9):1049–58. Soerjodibroto W. 2004. Asia Pasific menu pattern in relation to lipid abnormalities: an Indonesia prespective. Med J of Indones. 13(7):252. Sriwahyuni E, Wahyuni CU. 2012. Hubungan antara jenis dan lama pemakaian alat kontrasepsi hormonal dengan peningkatan berat badan akseptor. Indones J of Publ Health. 8(3):1-8. Sugianti E. 2009. Faktor risiko obesitas sentral pada orang dewasa di Sulawesi Utara, Gorontalo dan DKI Jakarta. [Skripsi]. Bogor (ID): Instititut Pertanian Bogor. Sugiharti S, Hadi H, Julia M. 2005. Hormonal contraception as a risk factor for obesity. Med J Indones. 14: 163-8. Tan CJ. 2010. Prospective study of abdominal adiposity and gallstone disease in US men. Am J Clin Nutr. 80(2):38-44. Von-Eyben FE, Mouritsen E, Holm J, Montvillas P, Dimcevski G, Helleberg I, Kristensen L, Suciu G, von Eyben R. 2003. Intra-abdominal obesity and metabolic risk factors: a study of young adults. Int J of Obes. 27:941– 949. Wardle J, Parmenter K, Waller J. 2000. Nutrition knowledge and food intake. Appetite. 34:267-275 Werner WKH and Sharon AH. 2005. Life Time Physical Fitness and Wellness a Personalized Prog. America (US): Thomson Learning. [WHO] World Health Organization Western Pacific Region. 2000. International Association for the Study of Obesity and the International Obesity Task Force. The Asia-Pacific perspective: Redefining obesity and its treatment. Crows Nest (AU) : Health Communications Australia. __________________________________________________. 2005. Measuring Intake of Fruit and Vegetables. Background paper for the Joint FAO/WHO Workshop Fruit and Vegetables for Health. 1-3 September. Kobe, Japan. __________________________________________________. 2015. Obesity and Overweigt. WHO Media Centre [Internet]. [diunduh 2016 Mar 11]. Terdapat pada: http//www.who.int/mediacentre/factsheets/fs311/en/. Wiziani G. 2014. Hubungan asupan energi dan zat gizi serta aktivitas fisik dengan komponen sindroma metabolik pada orang dewasa gemuk. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor You T, Ryan AS, Nicklas BJ. 2004. The metabolic syndrome in obese postmenopausal women: relationship to body composition, visceral fat, and inflammation. J Clin Endocrinol Metab. 89: 5517–5522 Zulaika. 2011. Konsumsi serat makanan dan fast food serta akivitas fisik orang dewasa yang berstatus gizi obes dan normal. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
42
LAMPIRAN Lampiran 1 Nilai normalitas data dengan One-Sanple Kolmogorov-Smirnov test Variabel Usia Pekerjaan Tingkat pendidikan Pendapatan/kapita/bulan Ukuran keluarga Pengetahuan gizi Ketersediaan buah Ketersediaan sayur Frekuensi konsumsi sayur Frekuensi konsumsi buah Frekuensi konsumsi makanan berlemak Frekuensi konsumsi makanan/minuman manis Tingkat aktivitas fisik Penggunaan kontrasepsi hormonal Jenis kontrasepsi hormonal Lama penggunaan kontrasepsi hormonal
Normalitas (Asymp. Sig. (2-tailed)) 0.719 0.000 0.005 0.011 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.127 0.000 0.007 0.000 0.000 0.000 0.080
43
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kecamatan Pesanggrahan, Kota Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta pada tanggal 23 Juni 1994. Penulis merupakan putri sulung tiga bersaudara dari Ayahanda Kasmir dan Ibunda Sesana. Awal pendidikan penulis dimulai dari TK Ananda tahun 1999-2000 kemudian dilanjutkan SDN Pesanggrahan 09 Pagi, Jakarta Selatan tahun 2000-2001, SDN 008 Sekupang, Batam tahun 2001-2003, SDN Caringin 1, Bogor tahun 2003-2004, dan menamatkan pendidikan sekolah dasar di SDN 013 Kampung Kandang, Pariaman tahun 2004-2006. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke SMPN 1 Jemaja tahun 2006-2009 serta lulus di SMAN 1 Jemaja pada tahun 2012. Penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD). Selama menjalani pendidikan di IPB, Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Pendidikan Gizi dan mengikuti kepanitiaan sebagai anggota divisi Kestari pada acara Nutrition Fair pada tahun 2015. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata Berbasis Profesi (KKN-P) selama dua bulan pada tahun 2015 di Desa Tegal Karang, Kecamatan Palimanan, Kabupaten Cirebon. Pada Bulan November-Desember 2015, penulis mengikuti Internship Manajemen Sistem Penyelenggaraan Makanan dan Dietetik di Rumah Sakit Pasar Rebo, Jakarta Utara.