FAKTOR RISIKO OBESITAS PADA PEKERJA GARMEN PEREMPUAN
KARERA ARYATIKA
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Faktor Risiko Obesitas pada Pekerja Garmen Perempuan” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. . Bogor, 15 September 2014
Karera Aryatika NIM I14100111
ABSTRAK KARERA ARYATIKA. Faktor Risiko Obesitas pada Pekerja Garmen Perempuan. Dibimbing oleh RIMBAWAN dan ALI KHOMSAN. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor risiko obesitas pada pekerja perempuan di pabrik garmen PT. Citra Abadi Sejati, Bogor. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study. Jumlah contoh dalam penelitian ini yaitu 59 orang. Data yang dikumpulkan di antaranya pengukuran status gizi, karakteristik, asupan energi dan zat gizi, kebiasaan konsumsi makanan, serta aktivitas fisik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian obesitas yang ditemukan pada contoh sebesar 42.4%. Berdasarkan uji Spearman, terdapat hubungan yang signifikan antara asupan lemak dan karbohidrat dengan obesitas (p<0.05). Hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa risiko obesitas meningkat pada contoh yang memiliki asupan berlebih pada energi, lemak dan karbohidrat serta asupan yang kurang pada serat. Kata kunci: faktor-faktor risiko, obesitas, pekerja garmen perempuan
ABSTRACT KARERA ARYATIKA. Risk Factor of Obesity among Women Working at Garment Factory. Supervised by RIMBAWAN and ALI KHOMSAN. This study aimed to analyze risk factors of obesity among women working at PT. Citra Abadi Sejati garmen factory, Bogor. The design of this study was cross sectional. Number of subjects in this study was 59 people. The data collected were nutritional status, characteristic of subject, food habits, energy and nutrients intake, and physical activity. The result showed that incident of obesity based on BMI among subject was 42.4%. The result of Spearman test showed significant correlation between lipid and carbohydrate intake with obesity (p<0.05). Logistic regression test showed that obesity risk increased among subject with excess energy, lipid and carbohydrate intake and also low consumption of dietary fiber. Keywords: obesity, risk factors, women working at garmen factory
FAKTOR RISIKO OBESITAS PADA PEKERJA GARMEN PEREMPUAN
KARERA ARYATIKA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Faktor Risiko Obesitas pada Pekerja Garmen Perempuan Nama : Karera Aryatika NIM : I14100111
Disetujui oleh
Dr Rimbawan Pembimbing I
Prof Dr Ir Ali Khomsan,MS Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Rimbawan Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Faktor Risiko Obesitas pada Pekerja Garmen Perempuan” ini dapat diselesaikan. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr Rimbawan, selaku dosen pembimbing pertama yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan serta saran selama penyusunan skripsi ini, serta kepada Prof Dr Ali Khomsan, MS selaku dosen pembimbing kedua dalam penulisan skripsi yang juga telah banyak memberikan saran serta bimbingan. Terima kasih yang tulus ikhlas terutama kepada kedua orang tua dan adik tercinta yang telah banyak memberikan doa, kasih sayang, dukungan dan semangat. Terima kasih pula kepada teman-teman gizi masyarakat Angkatan 47 dan teman-teman lain yang telah memberikan semangat dan membantu selama penulisan sampai terselesaikannya karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, 5 September 2014 Karera Aryatika
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Hipotesis Manfaat Penelitian KERANGKA PEMIKIRAN METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Contoh Asupan Energi dan Zat Gizi Aktivitas Fisik Kebiasaan Konsumsi Makanan Kejadian Obesitas Hubungan Karakteristik Contoh dengan Obesitas Hubungan Asupan Energi dan Zat Gizi dengan Obesitas Hubungan Aktivitas Fisik dengan Obesitas Hubungan Kebiasaan Konsumsi Makanan dengan Obesitas Faktor Risiko Obesitas SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vii vii vii 1 1 2 2 3 3 4 4 5 6 7 12 13 13 14 16 17 20 21 22 24 25 26 27 27 28 28 32 35
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Jenis dan cara pengumpulan data Penggolongan status gizi berdasarkan IMT, LP, RLPP Pengelompokan karakteristik contoh Pengelompokan asupan dan tingkat kecukupan gizi Kategori aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL Pengelompokan kebiasaan konsumsi makanan Sebaran berdasarkan karakteristik contoh Sebaran aktivitas fisik contoh Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan konsumsi buah Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan konsumsi sayur Frekuensi dan jumlah konsumsi makanan berlemak contoh Sebaran IMT, LP dan RLPP contoh Hubungan antara karakteristik contoh dengan kejadian obesitas Hubungan antara asupan energi dan zat gizi contoh dengan kejadian obesitas 15 Hubungan antara aktivitas fisik contoh dengan kejadian obesitas 16 Hubungan antara kebiasaan konsumsi makanan contoh dengan kejadian obesitas
6 8 8 10 10 11 14 17 18 18 19 20 22 23 25 26
DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pemikiran faktor-faktor risiko obesitas 2 Sebaran contoh berdasarkan asupan energi, protein, lemak, karbohidrat dan serat makanan/pangan
5 15
DAFTAR LAMPIRAN 1 Uji Pearson menunjukkan terdapat hubungan yang positif antara IMT, LP, RLPP 2 Uji Spearman antara asupan serat makanan, konsumsi buah dan sayur 3 Uji Binary Logistic Regresion faktor-faktor risiko obesitas 4 Nilai normalitas data dengan One-Sample Kolmogorov-Smirnov test
20 25 26 34
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia saat ini dihadapkan pada permasalahan gizi ganda (double burden of malnutrition), di satu pihak kekurangan gizi masih melanda sebagian besar penduduk Indonesia seperti, anemia gizi besi (AGB), gangguan akibat kurang iodium (GAKI), kurang energi protein (KEP) dan kurang vitamin A (KVA), di lain pihak risiko kesehatan yang harus dihadapi akibat gizi lebih pada sebagian penduduk semakin meningkat. Masalah gizi ganda ini harus mendapat penanganan yang serius karena akan berdampak terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM). Kualitas SDM sangat penting dalam menentukan keberhasilan pembangunan (Hardinsyah et al. 2001). Salah satu kelompok SDM adalah pekerja perempuan yang jumlahnya sebesar 38.1 juta jiwa menurut sensus penduduk pada tahun 2010. Jumlah ini melebihi separuh dari keseluruhan jumlah tenaga kerja baik laki-laki maupun perempuan (66.1 juta jiwa). Persentase tenaga kerja perempuan terus meningkat dari 46.68% pada tahun 2009 menjadi 57.60% pada tahun 2011. Tenaga kerja perempuan ini sebagian besar bekerja di sektor nonpertanian (22 juta jiwa) dan hanya 16 juta jiwa yang bekerja di sektor pertanian. Sektor nonpertanian di antaranya meliputi sektor perdagangan, industri pengolahan, jasa pendidikan maupun jasa kemasyarakatan (BPS 2011). Menurut Kementerian Perindustrian Republik Indonesia (Kemenperin RI) 2013, industri tekstil dan garmen merupakan salah satu industri padat karya sebab mampu menyerap tenaga kerja yang cukup besar yaitu 400 000 tenaga kerja per tahun. Mengingat banyaknya jumlah tenaga kerja yang mampu diserap oleh industri tekstil dan garmen maka asosiasi perusaahan tekstil dan garmen perlu memperhatikan status gizi para pekerjanya. Kekurangan gizi maupun kelebihan gizi pekerja dapat mempengaruhi perkembangan fisik, mental, dan intelektual yang nantinya akan menyebabkan penurunan produktifitas tenaga kerja. Oleh sebab itu perbaikan dan peningkatan status gizi terutama pekerja wanita usia subur mempunyai peranan yang sangat penting dalam peningkatan produktifitas kerja. Obesitas (obese) merupakan permasalahan gizi yang umum terjadi di masyarakat baik di negara maju maupun negara berkembang. Obesitas biasa ditandai dengan berat badan yang berlebih di atas normal yang disebabkan oleh timbunan lemak dalam tubuh. Di Indonesia masalah obesitas cenderung meningkat. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi obesitas pada perempuan dewasa (>18 tahun) pada tahun 2013 sebesar 32.9%, naik 18.1% dari tahun 2007 (13.9%) dan 17.5% dari tahun 2010 (15.5%). Pekerja perempuan di pabrik mayoritas berada pada kategori usia dewasa (>18 tahun) dan sangat rentan untuk mengalami obesitas. Menurut penelitian Chaput dan Tremblay (2009), data populasi pekerja dari negara-negara di dunia yang perekonomiannya ditunjang oleh sektor industri yang mayoritas memiliki jam kerja yang panjang dan aktivitas pekerja yang rendah secara signifikan dapat mengubah berat badan pekerja yang semula normal menjadi overweight dan obesitas. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Erliyani (2012) yang
2 menemukan prevalensi obesitas pada buruh pabrik rokok di Kudus (Jawa Tengah) dengan usia 30-40 tahun sebesar 29.1%. Kejadian obesitas pada buruh tersebut diakibatkan oleh gaya hidup buruh yang tidak sehat antara lain buruh yang diteliti tidak pernah berolahraga, memiliki tingkat aktivitas yang ringan dan memiliki pola konsumsi yang tidak teratur. Banyak penelitian mengenai faktor risiko obesitas terutama untuk golongan umur anak-anak dan dewasa, namun masih sedikit yang menganalisis kelompok pekerja perempuan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai faktor risiko obesitas pada kelompok pekerja perempuan pabrik garmen. PT. Citra Abadi Sejati yang merupakan salah satu pabrik garmen di kota Bogor dengan jumlah pekerja perempuan cukup besar dan terbagi-bagi ke dalam berbagai lini pekerjaan.
Tujuan Penelitian Tujuan umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor risiko obesitas pada pekerja perempuan di pabrik garmen PT. Citra Abadi Sejati. Tujuan khusus 1. Mengidentifikasi karakteristik pekerja perempuan (umur, tingkat pendidikan, ukuran keluarga, masa kerja, dan upah) 2. Menghitung dan menilai asupan energi dan zat gizi lainnya yaitu protein, lemak, karbohidrat dan serat makanan 3. Menghitung dan menilai tingkat aktivitas fisik 4. Menilai kebiasaan konsumsi makanan, meliputi: buah, sayur, dan makanan berlemak 5. Menilai kejadian obesitas 6. Menganalisis faktor-faktor risiko obesitas.
Hipotesis Penelitian 1. Terdapat hubungan antara karakteristik pekerja perempuan dengan kejadian obesitas 2. Terdapat hubungan antara asupan energi dan zat gizi dengan kejadian obesitas pada pekerja perempuan 3. Terdapat hubungan antara tingkat aktivitas fisik dengan kejadian obesitas pada pekerja perempuan 4. Terdapat hubungan antara kebiasaan konsumsi makanan dengan kejadian obesitas pada pekerja perempuan 5. Karakteristik contoh, asupan energi dan zat gizi, tingkat aktifitas fisik, serta kebiasaan konsumsi makanan merupakan faktor risiko obesitas pada pekerja perempuan
3
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi umum mengenai faktor–faktor yang berkaitan dengan peningkatan atau penurunan risiko obesitas sehingga menjadi masukan dalam usaha memperkecil kejadian obesitas terutama pada pekerja perempuan. Bagi perusahaan, penelitian ini dapat membantu dalam upaya perbaikan dan peningkatan kesehatan pekerja sehingga dapat mencegah kerugian ekonomi akibat penurunan produktivitas. Bagi pemerintah, hal ini dapat menjadi sumbangan dalam membantu program penurunan prevalensi penyakit tidak menular terutama yang disebabkan oleh obesitas di kalangan pekerja perempuan.
KERANGKA PEMIKIRAN Obesitas merupakan kondisi ketidaknormalan atau kelebihan akumulasi lemak dalam jaringan adiposa. Obesitas dapat ditentukan dengan melihat indeks massa tubuh (IMT). Standar batas seseorang dikatakan obesitas untuk penduduk Indonesia adalah IMT≥27 kg/m2 atau lingkar perut >90 cm pada pria dan >80 cm pada perempuan. Obesitas merupakan salah satu dari sekelompok faktor risiko sindrom metabolik yang berdampak pada timbulnya penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus, penyakit jantung koroner, dan stroke. Obesitas merupakan penyakit dengan etiologi yang sangat kompleks dan belum sepenuhnya diketahui. Obesitas dapat disebabkan oleh banyak faktor antara lain faktor herediter (keturunan), keadaan sosial ekonomi individu, pola (kebiasaan) makan, konsumsi pangan, dan aktivitas fisik. Faktor herediter berpengaruh pada obesitas. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Whitaker et al. (1998), dapat dilihat kecenderungan untuk obesitas pada seseorang meningkat dua kali lebih besar pada orang yang memiliki orang tua yang obesitas. Namun, pada penelitian ini tidak diteliti mengenai faktor herediter pekerja perempuan melainkan faktor-faktor yang berkaitan langsung dengan pekerjaannya sebagai buruh pabrik seperti kebiasaan makan, konsumsi pangan serta aktivitas fisik yang dapat mempengaruhi status gizinya. Hal ini disebabkan oleh pada penelitian sebelumnya tidak dilakukan uji variabel tersebut. Kelas sosial dan status sosial ekonomi mempengaruhi prevalensi terjadinya overweight (Parengkuan et al. 2010). Sejalan dengan pendapatan keluarga yang tinggi, kecenderungan pola makan pun berubah, yaitu terjadi peningkatan dalam asupan lemak dan protein hewani serta gula, diikuti dengan penurunan lemak dan protein nabati serta karbohidrat. Pendapatan keluarga juga berhubungan dengan frekuensi makan di luar rumah yang biasanya tinggi lemak (WHO 2000). Selain itu tingkat pendidikan juga menentukan status gizi seseorang. Berdasarkan penelitian Tan (2010), semakin tinggi tingkat pendidikan kecenderungan obesitas semakin besar. Hal ini berkaitan dengan semakin tingginya pendidikan diidentikkan dengan semakin tingginya tingkat pendapatan. Konsumsi pangan menjadi salah satu faktor penentu terjadinya obesitas. Konsumsi pangan dengan jumlah berlebih (diet tinggi kalori) dapat berpotensi menimbulkan obesitas terutama yang berasal dari lemak dan karbohidrat karena
4 kelebihan dari zat gizi ini akan disimpan di dalam tubuh dalam sel-sel lemak. Jika hal ini terus menerus berlangsung tanpa diimbangi dengan pengeluaran energi yang sesuai akan mengakibatkan terjadi obesitas yang selanjutnya akan berdampak terjadi peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler. Peningkatan konsumsi protein hewani juga perlu diwaspadai, sesuai dengan penelitian Colidzt et al. (2003) yang menyatakan bahwa peningkatan berat badan berhubungan positif terhadap konsumsi protein hewani. Konsumsi serat makanan juga dapat berpengaruh terhadap kejadian obesitas. Konsumsi serat makanan dapat menunda pengosongan lambung dan absorpsi usus sehingga menekan rasa lapar. Hal ini dapat berpengaruh terhadap penurunan berat badan sehingga dapat mencegah terjadinya obesitas. Pola atau kebiasaan makan seseorang berpengaruh terhadap risiko kegemukan. Salah satu kebiasaan baik yang perlu dikembangkan adalah kebiasaan mengonsumsi buah dan sayur. Konsumsi sayur dan buah 2.5 gelas per hari sesuai dengan anjuran Pedoman Gizi Seimbang 2014 dapat mencegah obesitas. Buah dan sayur mengandung serat makanan larut yang akan membantu penyerapan gula lebih lambat dan menjaga peningkatan kadar gula agar tidak berlebihan dan juga tidak menurun drastis. Kebiasaan konsumsi lemak khususnya lemak hewani yang berlebihan juga tidak baik untuk tubuh. Makanan sumber asam lemak jenuh umumnya berasal dari hewan. Mengonsumsi lemak hewani secara berlebihan dapat menyebabkan peningkatan berat badan disertai dengan penyempitan pembuluh darah arteri dan Penyakit Jantung Koroner (PJK). Aktivitas fisik memegang peranan penting terhadap timbulnya obesitas. Penelitian Hadi (2003) menunjukkan bahwa penurunan aktivitas fisik atau peningkatan perilaku hidup kurang gerak mempunyai peranan penting dalam peningkatan berat badan dan terjadinya obesitas. Padahal pekerja buruh pabrik mayoritas memiliki jam kerja yang panjang dengan waktu istirahat sedikit dan makan siang yang tidak memadai (WRI 2011). Sebagian besar aktivitas pekerja garmen dihabiskan hanya dengan duduk di prebelakang mesin pemintal benang (mesin jahit) hingga pekerjaannya selesai. Aktivitas fisik yang sedenter ditambah dengan menu makan siang yang kurang memadai menyebabkan kecenderungan terjadinya obesitas pada pekerja perempuan cukup besar. Berikut disajikan gambaran dari kerangka pemikiran penelitian (Gambar 1).
METODE PENELITIAN
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional, yaitu pengambilan data dilakukan pada waktu yang bersamaan atau pada satu saat, baik variabel independen maupun variabel dependen. Lokasi penelitian dilakukan di pabrik garmen PT. Citra Abadi Sejati, Kota Bogor. Penelitian ini menggunakan sebagian data baseline penelitian utama yang berjudul “Efikasi Suplementasi Vitamin D, Kalsium dan Susu terhadap Perbaikan Serum 25 (OH) dan Sindrom Metabolik Pekerja Garmen Perempuan Usia Subur” (Briawan et al. 2013). Penelitian dilakukan pada bulan September 2013.
5
Karakteristik contoh -
Umur Ukuran keluarga Tingkat pendidikan Masa kerja Gaji
Kebiasaan konsumsi makanan - Buah - Sayur - Makanan berlemak
Aktivitas Fisik
Obesitas (Obese)
Faktor Herediter
Asupan Energi dan Zat Gizi Protein Lemak Karbohidrat Serat makanan
Keterangan : : Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti : Hubungan yang diteliti : Hubungan yang tidak diteliti Gambar 1 Kerangka pemikiran faktor-faktor risiko obesitas
Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh Populasi dalam penelitian ini adalah perempuan pekerja berumur 25-50 tahun di pabrik garmen PT Citra Abadi Sejati. Contoh penelitian dipilih secara acak dengan kriteria inklusi: 1) tidak sedang hamil atau menyusui; 2) tidak mengalami cacat fisik; 3) bersedia berpartisipasi dan menandatangani informed consent. Penentuan jumlah contoh minimal pada penelitian ini menggunakan rumus sebagai berikut (Sujarweni 2012):
Keterangan : n = jumlah sampel minimal yang diperlukan α = derajat kepercayaan p = proporsi sindrom metabolik pada pekerja wanita = 80% (Dwipayana et al. 2011) 1-p = proporsi pekerja wanita yang tidak mengalami sindrom metabolik sebesar = 20% d = limit dari error atau presisi absolut = 10%
6 Dari rumus tersebut, didapatkan n (jumlah contoh) sebesar 61.46 ~ 62 orang. Pada saat penelitian, terdapat 3 contoh yang di drop out, satu contoh drop out karena tidak memenuhi kriteria inklusi, dan dua orang drop out karena tidak dapat mengikuti pengambilan sampel darah pada pengambilan data hari kedua dikarenakan kewajiban kerja yang tidak dapat ditinggalkan, sehingga jumlah contoh dalam penelitian ini sebanyak 59 orang.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder tersebut mencakup karakteristik contoh (umur, tingkat pendidikan, besar keluarga, masa kerja, gaji), asupan energi dan zat gizi (protein, lemak, karbohidrat dan serat makanan), aktivitas fisik, kebiasaan konsumsi makanan (sayur, buah, makanan berlemak), status gizi (Indeks Massa Tubuh, Lingkar Pinggang, dan Rasio Lingkar Pinggang Panggul). Secara keseluruhan jenis dan cara pengambilan data dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data N Cara pengumpulan Variabel Jenis data data 1 Karakteristik contoh Umur Metode Besar keluarga wawancara Tingkat pendidikan menggunakan > Masa kerja kuesioner Gaji 3 Asupan zat gizi Asupan energi dan zat Food recall 2 x gizi (protein, lemak, 24 jam karbohidrat dan serat makanan)
5
6Aktivitas fisik
Jenis dan lama kegiatan
Kuesioner aktivitas fisik
7 Kebiasaan konsumsi makanan
Konsumsi buah dan sayur Kebiasaan makan makanan berlemak
FFQ Semiquantitative
Status gizi
Berat badan Tinggi badan Lingkar pinggang Lingkar panggul
Pemeriksaan fisik
Pengumpulan data karakteristik contoh diperoleh dengan metode wawancara menggunakan kuesioner. Data asupan energi, karbohidrat, protein, lemak, dan serat makanan contoh dikumpulkan dengan 2 x 24 hours food recall.
7
Data kebiasaan konsumsi makanan berlemak, kebiasaan konsumsi buah dan sayur, diperoleh dengan metode semi-quantitative food frequency questionnaire. Data tingkat dan lama aktivitas fisik contoh diperoleh dari pencatatan kuesioner dengan metode wawancara. Berat badan diukur menggunakan timbangan injak digital merk Camry (ketelitian 0.1 kg). Contoh diukur dalam posisi berdiri tanpa isi kantong maupun alas kaki. Pengukuran tinggi badan menggunakan microtoise (ketelitian 0.1 cm). Microtoise digantungkan pada dinding yang rata dengan ketinggian 2 meter dari dasar lantai. Pada saat pengukuran, contoh berdiri tegak tanpa alas kaki dan tutup kepala, pandangan lurus ke depan dengan tumit, punggung, dan kepala bagian belakang menempel pada dinding. Microtoise kemudian diturunkan sampai menyentuh kepala contoh. Lingkar pinggang dan lingkar panggul diukur menggunakan pita pengukur (ketelitian 0.1 cm). Pengukuran dilakukan dengan posisi contoh berdiri nyaman dengan berat badan tersebar merata dan jarak antara kedua kaki 25-30 cm. Pita ditarik secukupnya agar tidak menekan jaringan lunak dengan posisi pita berada di antara ujung bawah tulang rusuk dan puncak tulang iliac (panggul).
Pengolahan dan Analisis Data Proses pengolahan data mulai dari editing, coding, entry, cleaning, dan analisis. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan program komputer Microsoft Excel 2007, Nutrisurvey versi Indonesia tahun 2007 dan SPSS (Statistical Programme for Social Science) version 16 for Windows. Dilakukan analisis statistik deskriptif dan statistik inferensia yang meliputi uji normalitas Kolmogorov Smirnov, kemudian analisis bivariate dengan uji korelasi Pearson dan Spearman, serta multivariate dengan uji binary logistic regression. Obesitas Data hasil pemeriksaan status gizi yang dikumpulkan kemudian dihitung menurut kelompoknya yaitu indeks massa tubuh (IMT), lingkar pinggang (LP), dan rasio lingkar pinggang dan panggul (RLPP). Pengkategorian tersebut disesuaikan dengan standar (cut off) status gizi untuk orang Indonesia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2013). Secara umum contoh dikatakan obesitas jika IMT ≥27 kg/m2 atau memiliki lingkar pinggang >80 cm, sedangkan untuk RLPP contoh dikatakan berisiko obesitas jika rasio antara lingkar pinggang dan panggul >0.85 cm. Berikut disajikan tabel penggolongan status gizi menurut IMT, LP, dan RLPP.
8 Tabel 2 Penggolongan status gizi menurut indeks massa tubuh (IMT), lingkar pinggang (LP) dan rasio lingkar pinggang panggul (RLPP) Cut off Kategori IMT (kg /m2) < 18.5 Kurus 18.5-24.9 Normal 25-26.9 Lebih ≥ 27 Obesitas LP (cm) ≤80 Normal >80 Obesitas RLPP ≤0.85 Normal >0.85 Obesitas Sumber : Riskesdas 2013
Karakteristik contoh Data karakteristik contoh yang dikumpulkan meliputi umur, besar keluarga, tingkat pendidikan, masa kerja, dan gaji dikelompokkan dan dianalisis secara deskriptif. Secara keseluruhan data disajikan dalam tabel berikut. Tabel 3 Pengelompokan karakteristik contoh Variabel Kelompok Sumber pustaka Umur ≤ 40 tahun Modifikasi dari > 40 tahun UU RI No. 13 tahun 2013 Tingkat pendidikan Tinggi (≥ SMA) Kemenkes 2010 Rendah (< SMA) Besar keluarga Kecil (≤ 4 orang) Modifikasi dari Besar (> 4 orang) Hurlock (1998) Masa kerja Baru (≤ 20 tahun) Modifikasi dari Patil Lama (> 20 tahun) (2009) Gaji Tinggi Upah Minimum (≥ Rp 2 242 240) Regional (UMR) Rendah Kota Bogor 2014 (< Rp 2 242 240) Asupan energi dan zat gizi Data jumlah pangan yang dikonsumsi didapatkan dengan metode food recall 2 x 24 jam dikonversikan ke dalam satuan energi (Kal), karbohidrat (g), protein (g), lemak (g) dan serat makanan (g) dengan menggunakan daftar komposisi bahan makanan Indonesia 2010. Kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi dihitung menggunakan rumus berikut (Hardinsyah dan Briawan 1994): KGij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100)
9
Keterangan: KGij : Kandungan zat gizi i dari pangan j dengan berat B gram Bj : Berat bahan pangan j (gram) Gij : Kandungan zat gizi i dalam 100g BDD pangan j BDDj : % bahan pangan j yang dapat dimakan (%BDD) Penghitungan kecukupan energi dan zat gizi contoh yang dikoreksi dengan berat badan aktual sehat (dari setiap kelompok usia) digunakan rumus sebagai berikut: AKGi = (Ba/Bs) X AKG Keterangan: AKGi : Angka kecukupan energi dan zat gizi yang sudah dikoreksi dengan berat badan aktual Ba : Berat badan aktual sehat (kg) Bs : Berat badan standar yang tercantum dalam AKG AKG : Angka kecukupan energi dan zat gizi yang dianjurkan oleh Surat Keputusan (SK) Menteri Kesehatan (Menkes) tahun 2013 Rumus di atas hanya diberlakukan pada contoh dengan status gizi normal sedangkan untuk contoh dengan status gizi underweight, overweight dan obesitas digunakan angka kecukupan gizi di tabel AKG tanpa perlu koreksi berat badan. Setelah didapatkan zat-zat gizi dari sejumlah pangan yang dikonsumsi contoh, maka selanjutnya dilakukan perhitungan tingkat kecukupan gizi (%AKG) dengan membandingkan kandungan zat gizi dari semua makanan yang dikonsumsi pekerja perempuan selama 2 x 24 jam dengan Tabel Angka Kecukupan Gizi 2013 dalam persen. Tingkat kecukupan gizi dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut (Hardinsyah dan Briawan 1994): TKGi = (Ki/AKGi) x 100% Keterangan: TKGi : Tingkat kecukupan zat gizi i Ki : Total konsumsi zat gizi i selama 24 jam AKGi : Angka kecukupan zat gizi i yang sudah dikoreksi dengan BB aktual Kemudian selanjutnya tiap contoh dikelompokkan menurut tingkat kecukupan energi, protein, lemak, karbohidrat, dan serat makanan. Berikut tabel pengelompokannya.
10 Tabel 4 Pengelompokan asupan dan tingkat kecukupan zat gizi Variabel Kelompok Sumber pustaka Energi Cukup (≤ 90% AKG) Lebih (> 90% AKG) Modifikasi Depkes 1996 Protein Cukup (≤ 90% AKG) Lebih (> 90% AKG) Lemak Cukup (≤ 25% AKG) Lebih (< 25% AKG) Karbohidrat Cukup (≤ 60% AKG) Modifikasi Lebih (> 60% AKG) WNPG 2014 Serat makanan Cukup (≥ 30 g/hari) Kurang (< 30 g/hari) Aktivitas fisik Data aktivitas fisik dianalisis menggunakan physical activity level (PAL) dengan cara menghitung aktivitas fisik yang dilakukan seseorang selama 24 jam. PAL merupakan besarnya energi yang dikeluarkan (kkal) per kilogram berat badan dalam 24 jam (FAO/WHO/UN 2001). PAL ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
PAL =
Keterangan: PAL : Physical Activity Level (tingkat aktivitas fisik) PAR : Physical Activity Rate (jumlah energi yang dikeluarkan untuk tiap jenis aktivitas per satuan waktu tertentu) Selanjutnya tingkat aktivitas fisik dikategorikan berdasarkan nilai PAL sebagaimana ditunjukkan dalam tabel 2 berikut: Tabel 5 Kategori aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL Kategori Nilai PAL Sumber pustaka Ringan ≤1.69 Modifikasi Sedang 1.70-1.99 FAO/WHO/UNO Berat >1.99 (2001) Kebiasaan konsumsi makanan Variabel kebiasaan konsumsi makanan meliputi konsumsi buah dan sayur, serta makanan berlemak. Berikut tabel pengelompokan kebiasaan konsumsi makanan contoh.
11
Tabel 6 Pengelompokan kebiasaan konsumsi makanan contoh Variabel Kelompok Sumber pustaka Konsumsi buah Tinggi (≥ 150 g/hari) Pedoman Gizi Seimbang per hari Rendah (< 150 g/hari) (PGS ) (2014) Konsumsi sayur Tinggi (≥ 250 g/hari) Pedoman Gizi Seimbang per hari Rendah (< 250 g/hari) (PGS) (2014) Kebiasaan makan Sering Gibson (2005) makanan berlemak (≥ 7 kali/minggu) Tidak sering (< 7 kali/minggu) Kebiasaan konsumsi makanan berlemak diolah menjadi frekuensi (kali/minggu) dan jumlah konsumsi (gram/minggu). Frekuensi dihitung dengan menjumlahkan frekuensi dari kelompok makanan yang dikonsumsi seluruh contoh per minggunya kemudian dibagi dengan jumlah contoh. Hal yang sama dilakukan untuk mendapatkan jumlah konsumsinya sehingga didapatkan jenis-jenis makanan yang paling sering dan paling banyak dikonsumsi seluruh contoh dalam seminggu. Penilaian kebiasaan konsumsi makanan berlemak setiap contoh maka dijumlahkan dari kelompok makanan yang dikonsumsi contoh per minggunya kemudian dikelompokkan menjadi sering dan tidak sering. Analisis data Penganalisisan data dilakukan dengan univariat, bivariat, dan multivariat. Analisis univariat merupakan analisis data yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, ukuran tendensi sentral, atau grafik (Saryono 2011). Pada penelitian ini tujuan digunakan analisis univariat untuk mendeskripsikan variabel secara keseluruhan. Analisis bivariat bertujuan untuk menguji hubungan serta melihat nilai korelasi antara 2 variabel. Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui nilai faktor risiko atau odds ratio (OR) variabel independen terhadap variabel dependen. Seluruh variabel independen yang berhubungan dengan obesitas dan diduga menjadi faktor risiko obesitas dianalisis bersama-sama untuk mengetahui variabel independen mana yang paling berpengaruh terhadap variabel dependen. Analisis ini menggunakan model binary logistic regression dengan metode enter. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
Keterangan: л (x) = Peluang terjadinya obesitas (0 = obesitas, 1 = tidak obesitas) e = eksponensial β0 - β1 = koefisien regresi x1 = umur x2 = tingkat pendidikan x3 = ukuran keluarga x4 = masa kerja x5 = gaji contoh
12 x6 x7 x8 x9 x10 x11 x12 x13 x14
= tingkat kecukupan energi = tingkat kecukupan protein = persen asupan lemak = persen asupan karbohidrat = Asupan serat makanan = konsumsi buah per hari = konsumsi sayur per hari = kebiasaan konsumsi makanan berlemak = tingkat aktivitas fisik
Definisi Operasional Contoh adalah pekerja perempuan umur 25-50 tahun yang bekerja di PT. Citra Abadi Sejati. Obesitas adalah kondisi seseorang dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) ≥27 kg/m2. Pemilihan IMT sebagai parameter ini disebabkan ketika dilakukan uji korelasi antara Pearson antara indeks massa tubuh (IMT), lingkar pinggang (LP) dan rasio lingkar pinggang panggul (RLPP) hasilnya adalah signifikan (p<0.05) dan memiliki korelasi yang kuat (r>0.7) sehingga apabila contoh sudah melakukan pengukuran menggunakan IMT dan dinyatakan obesitas maka contoh tersebut tidak perlu untuk mengukur lagi dengan metode lingkar pinggang atau rasio lingkar pinggang panggul karena dapat dipastikan hasilnya tidak akan jauh berbeda (terdapat korelasi positif yang kuat antara IMT, LP, dan RLPP). . Umur adalah bilangan yang dinyatakan dalam tahun, dihitung dari tahun kelahiran hingga tahun penelitian. Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah dengan sumber perolehan makanan yang sama yang dikategorikan menjadi kecil (≤ 4 orang) dan besar (≥ 4 orang). Tingkat Pendidikan adalah jenjang pendidikan tertinggi yang pernah ditempuh oleh contoh. Gaji adalah jumlah upah yang diterima contoh per bulannya. Masa Kerja adalah lamanya contoh bekerja di pabrik tersebut terhitung dari mulai masuk bekerja hingga tanggal penelitian, dinyatakan dalam tahun. Berat badan adalah massa tubuh dalam satuan kilogram yang ditimbang menggunakan timbangan injak dengan ketelitian 0.1 kg. Tinggi badan adalah hasil pengukuran tinggi badan sampel dalam posisi berdiri tegak sempurna menempel ke dinding dan menghadap ke depan diukur dengan menggunakan microtoise ketelitian 0.1 cm. Indeks Massa Tubuh adalah hasil pembagian antara berat badan (kg) dengan tinggi badan yang dikuadratkan (m2). Rasio Lingkar Pinggang Panggul (RLPP) adalah hasil pembagian antara lingkar pinggang (cm) dan lingkar panggul (cm). Kecukupan Zat Gizi adalah jumlah zat gizi seperti energi, protein, lemak, karbohidrat dan serat makanan yang sebaiknya dipenuhi oleh contoh berdasarkan Angka Kecukupan Gizi.
13
Tingkat Kecukupan Energi adalah perbandingan antara jumlah asupan energi contoh sehari dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG). Tingkat Kecukupan Energi dikatakan cukup (≤ 90% AKG) dan kurang (>90% AKG). Tingkat Kecukupan Protein adalah perbandingan antara jumlah asupan energi contoh sehari dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG). Tingkat Kecukupan Protein dikatakan cukup (≤ 90% AKG) dan kurang (>90% AKG). Aktivitas fisik adalah seluruh aktivitas pekerja yang dilakukan di perusahaan ditambah dengan aktivitas pekerja di luar perusahaan. Kebiasaan konsumsi buah dan sayur adalah kebiasaan konsumsi buah dan sayur contoh yang meliputi jumlah buah dan sayur yang dikonsumsi per hari. Kebiasaan makanan berlemak adalah frekuensi konsumsi makanan berlemak contoh per minggu. Contoh dikatakan memiliki frekuensi sering jika mengonsumsi (≥ 7 kali/minggu) dan tidak sering (< 7 kali/minggu).
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Contoh Kisaran umur contoh antara 29 hingga 48 tahun dengan rata-rata umur 41±4.5, menurut UU RI No. 13 tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan, menyatakan bahwa syarat umur pekerja dewasa adalah di atas 18 tahun, sehingga contoh termasuk dalam kategori pekerja dewasa menurut UU RI No. 13 tahun 2013. Selain itu, dapat diketahui bahwa PT. Citra Abadi Sejati tidak mempekerjakan buruh dengan kategori di bawah umur. Tingkat pendidikan contoh tergolong baik. Sebagian besar contoh berpendidikan di atas SMA/Sederajat (81.4%) dan contoh yang berpendidikan di bawah SMA/Sederajat sebesar (18.6%) (Tabel 7). Tidak ada contoh yang tidak sekolah atau tidak tamat SD. Pendidikan tertinggi yang ditempuh contoh adalah sarjana (S1). Notoatmodjo (2003), menyatakan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku konsumsi pangan seseorang yaitu semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi seseorang dengan demikian pemilihan pangan akan lebih baik. Kisaran jumlah anggota keluarga contoh 1-7 orang. Lebih dari sebagian contoh (68.4%) memiliki ukuran keluarga kecil dan hanya 18.6% contoh yang memiliki keluarga besar. Secara umum, rata-rata ukuran keluarga contoh adalah 3.3±1.3 orang (Tabel 7). Penelitian Sumarwan (2004), mengemukakan jumlah anggota keluarga atau rumah tangga akan menentukan pola konsumsi barang dan jasa. Rumah tangga dengan jumlah anggota yang lebih banyak akan membeli dan mengonsumsi beras, daging, sayuran, dan buah-buahan yang lebih banyak dibandingkan dengan rumah tangga yang memiliki anggota lebih sedikit. Masa kerja contoh yang paling baru di pabrik yaitu 5 tahun, sedangkan masa kerja terlama contoh adalah 27 tahun. Rata-rata contoh bekerja selama 19±6 tahun. Sebagian besar contoh (50.8%) berada pada masa kerja kurang dari
14 sama dengan 20 tahun dan tergolong pekerja yang masih baru (Tabel 7). Semakin lama masa kerja diduga dapat meningkatkan epidemik kegemukan sebab aktivitas fisik pekerja garmen perempuan yang terbiasa rendah. Gaji contoh berhubungan dengan tingkat penghasilan. Menurut SK Gubernur Jawa Barat No 561, UMR Kota Bogor pada tahun 2014 yaitu Rp 2 242 240. Kisaran gaji contoh berada pada Rp 1 000 000-Rp 9 500 000 per bulan. Rata-rata gaji contoh Rp 2 929 627±1 772 787 per bulan. Sebanyak 52.5% contoh memiliki gaji di bawah UMR kota Bogor dan 47.5% contoh memiliki UMR di atas standar Kota Bogor. Riskesdas (2010), menunjukkan bahwa masalah obesitas lebih banyak terjadi pada penduduk yang tinggal di daerah perkotaan dan pada kelompok status ekonomi yang tertinggi pula. Tabel 7 Sebaran berdasarkan karakteristik contoh Karakteristik contoh Jumlah (n) Persentase (%) Umur ≤ 40 tahun 22 37.3 >40 tahun 37 62.7 Tingkat Pendidikan Rendah (< SMA) 11 18.6 Tinggi (≥ SMA) 48 81.4 Ukuran keluarga Kecil (≤ 4 orang) 51 86.4 Besar (> 4orang ) 8 13.6 Masa kerja Baru (≤ 20 tahun) 30 50.8 Lama (> 20 tahun) 29 49.2 Upah (gaji) Rendah 31 52.5 Tinggi 28 47.5
Asupan Energi dan Zat Gizi Konsumsi pangan merupakan jenis dan jumlah pangan secara tunggal atau beragam yang dikonsumsi seseorang maupun sekelompok orang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan sosiologis (Sediaoetama 1991). Tujuan lain dari mengonsumsi pangan dalam aspek gizi adalah untuk memperoleh sejumlah zat gizi tertentu yang diperlukan oleh tubuh. Penghitungan asupan gizi seseorang dapat mengacu pada angka kecukupan gizi (AKG) yaitu angka-angka kecukupan gizi rata-rata per orang per hari bagi orang sehat Indonesia yang disesuaikan dengan umur, jenis kelamin, serta keadaan fisiologis tubuh. Asupan energi Energi merupakan salah satu hasil metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Asupan energi yang baik adalah bila perbandingan komposisi energi dari karbohidrat, protein dan lemak adalah 50-65%, 10-20% dan 20-30% (WNPG 2014). Komposisi ini tentunya dapat bervariasi, tergantung umur, ukuran tubuh,
15
keadaan fisiologis dan mutu protein makanan yang dikonsumsi. Pengaturan komposisi zat gizi dari asupan energi ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan gizi dan menghindari efek bulky pada perut setelah seseorang mengonsumsi makanan khususnya makanan berlemak yang merupakan concentrated energy. Kisaran asupan energi contoh adalah 582-2 577 kkal per hari dengan ratarata asupan energi sebesar 1 304±442 kkal per hari. Lebih dari sebagian contoh (92%) memiliki tingkat kecukupan energi kategori cukup dan hanya 8% contoh yang memiliki tingkat kecukupan energi kategori lebih. Rata-rata angka kecukupan energi (AKE) nasional pada tingkat konsumsi adalah sebesar 2150 kkal, sementara AKE pada tingkat persediaan adalah 2 400 kkal (WNPG 2014). Hal ini menunjukkan apabila asupan energi contoh masih rendah di bawah AKE baik untuk tingkat konsumsi maupun pada tingkat persediaan. Kecenderungan overestimated pada penduduk Indonesia disebabkan oleh nilai Recommended Dietary Allowance (RDA) yang disamakan dengan Estimated Average Requirement (EAR). Padahal kebutuhan energi dan zat gizi masing – masing individu cenderung tidak sama serta lebih rendah dibandingkan dengan angka kecukupan gizi pada populasi 97.5% penduduk sehat di Indonesia sehingga kategori status gizi kurang masih banyak terdapat di Indonesia. 120 Jumlah (%)
100
98.3
92 78
80
86.4
66.1
60 20
Kurang
33.9
40
22 8
Cukup
13.6 1.7
Lebih
0
Gambar 2 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi, protein, lemak, karbohidrat, serta serat makanan Asupan protein Asupan protein contoh berkisar antara 18-136 gram per hari. Rata-rata asupan contoh sebesar 47.1±25 gram per hari, sedangkan angka kecukupan gizi (AKG) 2013 menyebutkan bahwa kecukupan protein untuk perempuan dengan golongan umur 30-49 tahun sebesar 57 gram per hari, dengan demikian asupan protein contoh masih rendah dibawah anjuran AKG. Sebanyak 66.1% contoh termasuk dalam kategori cukup dan 33.9% contoh tergolong dalam kategori berlebih. Asupan protein berlebih yang berasal dari protein hewani, terutama susu dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan pembentukan komposisi tubuh yang kurang baik dan berdampak pada kejadian obesitas di kemudian hari. Selain itu, pembentukan body fatness dipengaruhi oleh asupan protein hewani berlebih dan berhubungan secara signifikan (Buyken et al. 2007).
16
Asupan lemak Asupan lemak contoh berkisar antara 12.2-104.1 gram per hari dengan ratarata konsumsi per hari sebesar 43±22.4 gram per hari. Rata-rata asupan lemak contoh lebih rendah jika dibandingkan dengan angka kecukupan lemak pada AKG yang sebesar 60 gram per hari. Persen asupan lemak contoh sebagian besar tergolong cukup (78%) dan sebanyak 22% contoh yang memiliki persen asupan lemak yang lebih. Iqbal (2013), menyatakan terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) antara konsumsi lemak dengan obesitas pada penduduk umur dewasa, baik di Kabupaten maupun di Kota Bogor. Asupan karbohidrat Rata-rata asupan karbohidrat contoh adalah 202±85.1 gram per hari, dengan kisaran asupan contoh per harinya sebesar 81.9-412.6 gram per hari. Rata-rata asupan karbohidrat contoh per hari jauh lebih rendah dibandingkan dengan anjuran yang ditetapkan oleh AKG 2013, yaitu sebesar 323 gram. Sebanyak 86.4% contoh memiliki persen asupan karbohidrat cukup dan 13.6% contoh berlebih. Pola konsumsi yang tidak teratur diduga menjadi penyebab rendahnya asupan karbohidrat contoh. Selain itu, ada kecenderungan dari contoh untuk mengurangi asupan karbohidrat (diet). Asupan serat makanan atau pangan Hampir seluruh contoh (98.3%) memiliki asupan serat makanan yang tergolong kurang dan hanya 1.7% contoh yang memiliki asupan serat makanan yang cukup. Rata-rata asupan serat makanan contoh per hari sebanyak 6.7±4.7 gram dengan kisaran asupan serat makanan sebesar 1.3-39.3 gram per hari. Asupan serat makanan contoh lebih rendah jika dibandingkan rata-rata konsumsi serat makanan penduduk Indonesia adalah 10.5 gram per orang per hari (Jahari dan Sumarno 2001). Hal tersebut disebabkan oleh rendahnya konsumsi buah dan sayur contoh per hari sehingga mempengaruhi sumber serat bagi contoh.
Aktivitas Fisik Aktivitas umum yang biasa dilakukan oleh contoh adalah melakukan pekerjaan rumah tangga umum seperti mengepel, menyetrika, mencuci piring, mencuci baju, mencuci piring, menyapu, tidur, duduk, berdiri dan shopping. Alokasi waktu terbesar yang dilakukan contoh adalah untuk duduk (terutama pada saat bekerja di pabrik garmen) dengan alokasi waktu sebanyak 7.6 jam per hari. Tabel 8 menunjukkan sebagian besar contoh (45.8%) memiliki aktivitas fisik yang termasuk dalam kategori berat dan sisanya sebesar 35.8% contoh memiliki aktivitas fisik yang sedang serta 18.6% contoh memiliki aktivitas fisik yang ringan. Orang-orang yang berada pada kategori jenis aktivitas fisik ringan merupakan orang-orang yang tidak banyak melakukan aktivitas fisik, tidak banyak berjalan kaki jarak jauh, menggunakan kendaraan sebagai alat transportasi, dan lebih banyak menghabiskan menghabiskan waktunya untuk kegiatan dalam posisi diam atau duduk (sedenter), misalnya staf pekerja kantor
17
atau penjahit (pekerja garmen) sehingga tidak banyak kalori yang terbakar (FAO/WHO/UN 2001). Tabel 8 Sebaran aktivitas fisik contoh Kategori Jumlah (n) Persentase (%) Ringan 11 18.6 Sedang 21 35.6 Berat
27
45.8
Kelebihan berat badan dan obesitas disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran energi. Aktivitas fisik diduga memegang peranan penting dalam pemecahan energi. Aktivitas fisik dapat mengontrol berat badan secara long term. Oleh karena itu dibutuhkan intervensi kebiasaan hidup untuk meningkatkan aktivitas fisik salah satunya dengan melakukan olahraga 30 menit per hari untuk dapat mengontrol berat badan (Jakicic dan Otto 2005).
Kebiasaan Konsumsi Makanan Kebiasaan konsumsi adalah cara individu atau kelompok individu memilih pangan apa yang dikonsumsi sebagai reaksi terhadap pengaruh psikologis, fisiologi dan sosial budaya. Perubahan kebiasaan makan dapat disebabkan karena faktor pendidikan gizi dan kesehatan serta aktivitas pemasaran dan distribusi pangan. Namun dapat dipengaruhi pula oleh beberapa faktor lingkungan seperti lingkungan budaya, alam dan populasi (Suhardjo 1989). Kebiasaan konsumsi buah Konsumsi buah contoh berkisar antara 3.6-998.5 gram per hari. Rata-rata konsumsi buah contoh sebesar 143.7±202.6 gram per hari. Rata-rata konsumsi buah contoh per hari ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Setiowati (2000) yang menyebutkan bahwa usia dewasa di Pamekasan biasa mengonsumsi buah per hari 76.1 gram. Buah yang paling banyak dikonsumsi contoh adalah jeruk (64.4%), pepaya (49.2%), dan pisang (37.3%). Frekuensi konsumsi buah jeruk, pepaya dan pisang contoh adalah 3 kali seminggu. Berdasarkan penelitian Zulaika (2011) persentase frekuensi konsumsi buah jeruk, pepaya dan pisang usia dewasa adalah 1-2 kali per minggu. Hal ini menunjukkan frekuensi konsumsi buah contoh dalam seminggu lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian sebelumnya. Tabel 9 menunjukkan contoh yang gemar mengonsumsi buah sebanyak 93.2% dan hanya 6.8% contoh yang tidak terbiasa mengonsumsi buah. Menurut pedoman gizi seimbang (2014) konsumsi buah per orang per hari sebaiknya (≥ 150 gram per hari) atau setara dengan 3 buah pisang ambon ukuran sedang atau 1.5 potong pepaya ukuran sedang atau 3 buah jeruk ukuran sedang. Hasil penelitian ini menemukan contoh yang mengonsumsi buah lebih dari (≥ 150 gram per hari) hanya 18.6% dan sisanya sebanyak 81.4% contoh mengonsumsi buah kurang dari 150 gram per hari. Burhan et al. (2013), menemukan bahwa Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Jeneponto, Makassar, yang mengalami obesitas sentral
18 (32.5%) memiliki tingkat konsumsi buah dan sayur yang rendah dibandingkan dengan pekerja dengan status gizi normal (28.8%). Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan konsumsi buah Jumlah Persentase Kebiasaan konsumsi buah (n) (%) Biasa Mengonsumsi Ya 55 93.2 Tidak 4 6.8 Jumlah buah yang dikonsumsi per hari Rendah (< 150 g/hari) 11 18.6 Tinggi (≥ 150 g/hari) 48 81.4 Mengonsumsi buah-buahan merupakan salah satu kebiasaan yang menyenangkan sekaligus menyehatkan. Banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh dari konsumsi buah-buahan setiap harinya (Kusumo 2010). Komponen terbesar buah-buahan adalah air. Oleh karena itu, kandungan serat makanan dalam buah-buahan lebih rendah. Komponen terbesar dari serat makanan pangan pada buah-buahan adalah senyawa pektin dan lignin. Selain sebagai sumber serat makanan, buah-buahan juga merupakan sumber vitamin yang sangat baik (khususnya vitamin B dan C) dan mineral (Astawan dan Wresdiyati 2004). Kebiasaan konsumsi sayur Kisaran rata-rata konsumsi sayur contoh per hari sebesar 58.3±63.3 gram, sedangkan menurut penelitian Setiowati (2000) mengatakan bahwa rata-rata konsumsi sayur perempuan usia dewasa di Pamekasan sebesar 90.4±80.2 gram, sehingga dapat disimpulkan jika konsumsi sayur contoh lebih rendah dibandingkan dengan penelitian sebelumnya. Sayur yang paling banyak dikonsumsi contoh meliputi bayam (66.1%), wortel (62.7%), dan kangkung (52.4%). Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan konsumsi sayur Jumlah Persentase Kebiasaan konsumsi sayur (n) (%) Biasa mengomsumsi Ya 59 100 Tidak 0 0 Jumlah sayur yang dikonsumsi per hari Rendah (< 250 g/hari) 53 89.8 Tinggi (≥ 250 g/hari) 6 10.2 Tabel 10, menunjukkan bahwa semua contoh menyukai dan terbiasa mengonsumsi sayur. Namun, jumlah sayur yang dikonsumsi oleh contoh masih tergolong rendah dibawah anjuran PGS (2014) yaitu mengonsumsi sayur 250 gram per hari atau (setara dengan 2.5 porsi atau 2.5 gelas sayur setelah dimasak dan ditiriskan). Contoh yang mengonsumsi sayur sesuai anjuran tersebut hanya 10.2%. Konsumsi sayuran kurang dari 2 porsi per hari dapat meningkatkan 0.825 kali risiko obesitas (Sartika 2011).
19
Kandungan serat makanan pada sayuran lebih tinggi dibandingkan buahbuahan. Kadar serat makanan pada sayuran berkisar antara 2-3 gram per 100 gram (Zulaika 2011). Selain itu, anjuran konsumsi sayuran agar lebih ditingkatkan daripada buah karena buah mengandung gula (sukrosa dan fruktosa) sehingga dapat meningkatkan kadar gula darah sedangkan sayuran tidak (PGS 2014). Kebiasaan konsumsi makanan berlemak Total kontribusi makanan berlemak contoh adalah 18.64% (Tabel 11). Hal ini menjelaskan bahwa total kontribusi makanan berlemak contoh terhadap kecukupan lemak per hari masih kurang. Berikut disajikan tabel frekuensi dan jumlah konsumsi makanan berlemak contoh. Tabel 11 Frekuensi dan jumlah konsumsi makanan berlemak contoh Jumlah Jumlah Asupan Frekuensi Kontribusi Jenis makanan konsumsi konsumsi lemak (kali/minggu) (%)* (g/minggu) (g/hari) (g/hari) Telur Ayam 2.6 146.0 20.9 2.4 4.0 Gorengan 2.4 176.0 25.1 4.6 7.7 Daging Ayam dengan kulit 1.4 78.1 11.2 2.8 4.6 Susu full cream 0.7 16.5 2.4 0.7 1.2 Daging sapi 0.5 29.6 4.2 0.6 1.0 Jeroan 0.2 6.9 1.0 0.03 0.02 Udang 0.2 45.8 6.5 0.01 0.02 Daging kambing 0.1 4.0 0.6 0.1 0.1 Total kontribusi terhadap kecukupan % 18.64 *) berdasar kecukupan lemak sehari = 60 g Kontribusi terbesar diberikan oleh jenis makanan gorengan (7.7%) dan yang terkecil udang (0.02%). Penelitian yang dilakukan oleh Guallar-Castillon et al. (2007) terhadap 33 542 orang Spanyol berumur 29-69 tahun menunjukkan bahwa makanan gorengan (fried food) berhubungan positif dengan obesitas dengan obesitas umum dan obesitas sentral karena dapat menghasilkan asupan energi yang tinggi. Oleh karena itu pembatasan konsumsi gorengan dapat dilakukan untuk mencegah kelebihan berat badan. Jenis makanan berlemak yang paling sering dikonsumsi contoh adalah telur ayam dengan frekuensi 2.6 kali per minggu. Selain itu jenis makanan lainnya yaitu gorengan dengan frekuensi 2.4 kali per minggu dengan jumlah konsumsi 176 gram/minggunya. Jenis gorengan yang sering dikonsumsi contoh antara lain tahu, tempe dan bakwan. Jeroan yang sering dikonsumsi contoh ati, ampela dan usus ayam. Jeroan-jeroan tersebut merupakan jeroan yang sering disajikan di warung makan dan biasa dibeli pekerja ketika sedang istirahat makan siang. Secara keseluruhan frekuensi konsumsi makanan berlemak contoh masih tergolong dalam kategori jarang.
20 Kejadian Obesitas Hasil penilaian status gizi menggunakan parameter indeks massa tubuh (IMT) ditemukan sebesar 42.4% contoh mengalami obesitas. Rata-rata nilai IMT contoh yaitu 26.1 ± 4.1 kg/m2 yang artinya proporsi terbesar contoh berada pada kategori status gizi lebih (overweight) (Tabel 12). Jumlah contoh yang mengalami obesitas, 33.9 persennya termasuk obesitas abdominal (lingkar perut >80 cm). Kejadian obesitas pada contoh selain dapat dihitung menggunakan parameter IMT juga dapat dinilai melalui lingkar pinggang (LP) dan rasio lingkar pinggang panggul (RLPP). Ukuran lingkar pinggang contoh berkisar antara 62102 cm dengan rata-rata 79.1±8.68 cm. Sebagian besar contoh (66.1%) termasuk kedalam kategori nomal untuk lingkar pinggangnya ≤80 cm, sedangkan untuk RLPP lebih dari sebagian contoh (72.9%) termasuk kedalam golongan normal dengan kisaran rata-rata RLPP 0.82±0.04 cm. Berdasarkan penelitian Purba (2005) bahwa rata-rata perempuan dewasa cenderung rentan untuk mengalami obesitas abdominal. Tabel 12 Sebaran Indeks Massa Tubuh (IMT), Lingkar Pinggang (LP), Rasio Lingkar Pinggang Panggul (RLPP) contoh Cut Off Kategori Jumlah (n) Persentase (%) IMT (kg/m2) < 18.5 Kurus 1 1.7 18.5- 24.9 Normal 21 35.6 25-26.9 Lebih 12 20.3 ≥ 27 Obese 25 42.4 Lingkar Pinggang (cm) >80 Normal 39 66.1 ≤80 Obese 20 33.9 RLPP >0.85 Normal 43 72.9 ≤0.85 Obese 16 27.1 Uji Pearson menunjukkan terdapat hubungan yang positif antara IMT dengan lingkar pinggang (p<0.05, r=0.889), lingkar panggul (p<0.05, r=0.879) dan RLPP (p<0.05, r=0.517) (Lampiran 1), sehingga apabila contoh sudah melakukan pengukuran menggunakan IMT dan dinyatakan obesitas maka contoh tersebut tidak perlu untuk mengukur lagi dengan metode lingkar pinggang atau rasio lingkar pinggang panggul karena dapat dipastikan hasilnya tidak akan jauh berbeda (terdapat korelasi positif yang kuat antara IMT, LP, dan RLPP). Hal ini sesuai dengan kriteria yang ditetapkan International Diabetes Federation (IDF) 2006 apabila seseorang dengan nilai IMT melebihi 30 kg/m2 maka orang tesebut tidak perlu dilakukan pengukuran lingkar pinggang karena diasumsikan mengalami obesitas sentral. Obesitas terjadi disebabkan ketidakseimbangan energi antara intake energi dan energi yang digunakan (Elliot et al. 2011). Hal ini disebabkan karena sebagian besar pekerjaan mereka lebih banyak duduk dan berdiri. Pekerjaan ini tergolong pekerjaan sedentarian (kurang gerak) sehingga tidak melibatkan aktivitas fisik yang berat.
21
Arambepola (2006) dalam penelitiannya menemukan bahwa obesitas abdominal 33% lebih banyak pada kelompok orang yang memiliki pekerjaan cenderung pasif (profesional, tata usaha, dan buruh pabrik) dan hanya 6% pada mereka yang memiliki pekerjaan aktif yang tinggi (petani, nelayan dan tukang kayu).
Hubungan Karakteristik Contoh dengan Kejadian Obesitas Lebih dari setengah contoh (62.7%), berada pada umur di atas 40 tahun, dan sebagian besar tergolong obesitas. Hasil uji Pearson menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara umur dengan kejadian obesitas (p>0.05) dan berkorelasi negatif (r = -0.156). Korelasi antara umur dengan obesitas dikatakan lemah sebab nilai r antara 0-0.25. Hasil ini bertentangan dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan umur berhubungan dengan kejadian obesitas (Sidik dan Rampal 2009, Riskesdas 2010). Semakin bertambah umur seseorang maka semakin meningkat kejadian obesitasnya. Peningkatan umur menyebabkan metabolisme tubuh menurun sehingga terjadi perubahan biologis yaitu penurunan fungsi otot dan peningkatan lemak tubuh. Hasil yang berbeda ini diduga disebabkan oleh rata-rata umur contoh relatif sama dan contoh dengan umur paling tua yaitu 48 tahun. Tabel 13 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan kejadian obesitas (p>0.05), r = 0.001 berdasarkan uji Spearman. Namun, terdapat korelasi positif yang lemah antara tingkat pendidikan dengan kejadian obesitas. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan yang tinggi berkaitan dengan pekerjaan yang lebih layak dengan gaji yang lebih besar dan dikaitkan dengan kemakmuran, oleh karena itu pemilihan pangan pun akan lebih beragam dengan gaya hidup yang lebih baik sehingga sangat rentan terkena obesitas (Soerjodibroto 2004). Sebagian besar contoh (86.4%) memiliki ukuran keluarga kecil dan yang tergolong obesitas lebih banyak dibandingkan dengan yang normal. Hubungan antara besar keluarga dengan kejadian obesitas dinilai tidak signifikan menurut uji Spearman (p>0.05) dengan r = -0.042. Semakin besar jumlah anggota keluarga maka kejadian obesitas cenderung akan menurun. Suhardjo (1989), mengemukakan apabila keluarga yang mempunyai anggota keluarga yang jumlahnya banyak akan berusaha membagi makanan yang terbatas sehingga makanan yang dikonsumsi tidak sesuai lagi dengan kebutuhan anggota keluarga secara proporsional. Besar keluarga yang besar diikuti dengan distribusi makanan yang tidak merata akan menyebabkan salah satu anggota dalam keluarga tersebut menderita kurang gizi umumnya pada keluarga yang mempunyai besar keluarga 7-8 orang (Suhardjo 2006). Hasil uji Pearson menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara masa kerja dengan kejadian obesitas. Selain itu, terdapat korelasi yang negatif antara masa kerja dengan kejadian obesitas. Hasil uji ini tidak sesuai dengan dugaan awal bahwa lama masa kerja dapat menjadi faktor risiko obesitas. Perbedaan hasil ini diduga disebabkan oleh terdapat aktivitas fisik tambahan yang dilakukan contoh di luar perusahaan sehingga
22 meningkatkan tingkat aktivitas fisik contoh, selain itu tekanan psikologis seperti stress dapat mempengaruhi perubahan berat badan contoh. Tabel 13 Hubungan antara karakteristik contoh dengan kejadian obesitas Kejadian obesitas Total Tidak Obesitas Karakteristik p (r) obesitas n % n % n % Umur ≤ 40 tahun 14 41.2 8 32 22 37.3 0.23 >40 tahun 20 58.2 17 68 37 62.7 (-0.156) Tingkat Pendidikan Rendah (≤ SMA) 7 20.6 4 16 11 18.6 0.99 Tinggi (> SMA) Ukuran Keluarga Kecil(≤ 4 orang) Besar(>4 orang) Masa Kerja Baru(≤ 20 tahun) Lama(>20 tahun) Gaji Rendah (< UMR) Tinggi (≥ UMR)
27
79.4
21
84
48
81.4
(0.001)
31 3
91.2 8.8
20 5
80 20
51 8
86.4 13.6
0.75 (-0.042)
17 17
50 50
13 12
52 48
30 29
50.8 49.2
0.76 (-0.013)
19 15
55.9 44.1
12 13
48 52
31 28
52.5 47.5
0.76 (-0.039)
Contoh yang memiliki gaji dibawah UMR Kota Bogor memiliki kejadian obesitas yang lebih rendah (48%) dibandingkan dengan contoh (52%) yang memiliki gaji diatas UMR. Terdapat hubungan yang tidak signifikan menurut uji Spearman antara gaji contoh dengan kejadian obesitas (p>0.05) dengan korelasi negatif yang lemah (r = -0.039) yang bermakna semakin besar jumlah gaji yang diterima contoh maka kejadian obesitas semakin berkurang. Hasil uji ini bertentangan dengan beberapa penelitian sebelumnya, antara lain penelitian Cameron et al.(2003) di Australia menunjukkan bahwa peningkatan pendapatan meningkatkan risiko obesitas, dan penelitian Kohrs et al. (1999), yang menjelaskan jika perempuan yang berpenghasilan tinggi (≥$9 000) lebih cenderung untuk mengalami obesitas dibandingkan yang berpenghasilan <$6 000. Perbedaan pada penelitian ini diduga disebabkan oleh contoh mengubah alokasi gaji yang didapat tidak untuk meningkatkan pembelian makanan melainkan untuk membeli barang–barang kebutuhan perempuan yang lainnya.
Hubungan Asupan Energi dan Zat Gizi dengan Kejadian Obesitas Contoh yang memiliki asupan energi berlebih dan mengalami obesitas hanya 8%. Hasil uji Pearson tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan energi dengan kejadian obesitas (p> 0.05) serta nilai r = 0.182. Namun, hasil dari penelitian ini berbeda dengan penelitan sebelumnya yang menyebutkan
23
bahwa seseorang dengan asupan energi yang tinggi memiliki kecenderungan untuk terkena obesitas sehingga perlu menurunkan asupan energi dan pembatasan diet untuk mengontrol berat badan (Koh-Banerjee et al. 2003). Obesitas banyak terjadi pada contoh yang mengasup protein dengan kategori cukup (72%), sedangkan contoh yang memiliki asupan protein berlebih hanya 28% mengalami obesitas. Tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan protein dengan kejadian obesitas (p>0.05) menurut uji Pearson. Selain itu, terdapat korelasi positif antara asupan protein dengan kejadian obesitas (r = 0.391). Namun hasil penelitian ini berbeda dari hasil penelitian sebelumnya, Campbell et al. (2002), menyatakan bahwa konsumsi protein yang berlebih akan menyebabkan terakumulasinya protein dalam jumlah banyak pada sel sehingga protein sel dipecah menjadi asam amino untuk dijadikan energi atau disimpan dalam bentuk lemak. Penumpukan energi dan lemak yang berlebih dalam tubuh apabila tidak diimbangi dengan aktivitas fisik yang cukup akan menimbulkan obesitas. Tabel 14 Hubungan antara asupan energi dan zat gizi contoh dengan kejadian obesitas Kejadian obesitas Total Tidak Obesitas Asupan p (r) obesitas n % n % n % Energi 0.16 Cukup (≤90%AKG) 31 91.2 23 92 54 91.5 (0.182) Lebih(> 90% AKG) 3 8.8 2 8 5 8.5 Protein Cukup(≤90%AKG) 21 61.8 18 72 39 66.1 0.35 Lebih(> 90% AKG) 13 38.2 7 28 20 33.9 (0.122) Lemak Cukup (≤ 25%AKG) 26 76.5 20 80 46 78 0.05** Lebih (> 25% AKG) 8 23.5 5 20 13 22 (0.220) Karbohidrat Cukup (≤ 60%AKG) 28 82.4 23 92 51 86.4 0.03** Lebih (> 60% AKG) 6 17.6 2 8 8 13.6 (0.282) Serat makanan Cukup (≥30 g/hari) 0 0 1 4 1 1.7 0.85 Kurang (<30 g/hari) 34 100 24 96 58 98.3 (-0.171) ** signifikan Lebih dari sebagian contoh (54.2%) mengasup lemak dalam kategori berlebih, dan yang mengalami obesitas sebanyak 52% contoh (Tabel 14). Analisis uji Pearson menyatakan terdapat hubungan yang signifikan antara asupan lemak dengan kejadian obesitas (p<0.05) dan r = 0.220. Terdapat korelasi yang positif berarti semakin besar jumlah asupan lemak kecenderungan obesitas semakin meningkat. Hasil riset yang dilakukan oleh Bray dan Popkin (1998) menunjukkan bahwa pengurangan asupan energi harian sebesar 10% dari lemak akan berdampak pada pengurangan bobot tubuh sebesar 16 gram per hari. Selain itu
24 konsumsi makanan berlemak yang berlebih dapat meningkatkan lingkar perut dan berat tubuh (Drapeau et al. 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Garaulet et al. (2001) terhadap 85 sampel perempuan obesitas tingkat 1 dan tingkat 2 berumur 30-70 tahun menunjukkan bahwa konsumsi makanan berlemak merupakan faktor yang berhubungan dengan obesitas sentral. Hasil uji Spearman terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) antara asupan karbohidrat dengan kejadian obesitas dan memiliki nilai korelasi positif yang lemah (r = 0.282). Semakin tinggi asupan karbohidrat maka kejadian obesitas semakin besar. Karbohidrat merupakan zat gizi makro yang dapat menyumbangkan energi sehingga dapat berkontribusi terhadap kelebihan asupan energi dan berakibat pada peningkatan berat badan. Asupan karbohidrat yang berlebih akan memicu peningkatan glukosa darah. Untuk mencapai keadaan homeostatis, pankreas mengeluarkan hormon insulin kedalam aliran darah untuk menurunkan kadar glukosa darah. Hormon insulin memiliki fungsi salah satunya sebagai penyimpan kelebihan karbohidrat dalam bentuk lemak untuk membuat cadangan energi. Oleh karena itu, insulin yang diransang oleh karbohidrat akan mendorong akumulasi lemak tubuh. Selain mendorong akumulasi lemak tubuh, insulin juga berfungsi untuk tidak mengeluarkan lemak yang tersimpan.Kondisi seperti ini tentu akan membuat seseorang dengan asupan tinggi karbohidrat akan mengalami peningkatan berat badan dan sulit untuk menurunkan berat badan (Van Dam & Seidell 2007). Serat makanan memegang peranan yang cukup penting untuk mencegah terjadinya obesitas. Sebagian besar asupan serat makanan contoh tergolong dalam kategori kurang (98.3%) dan sebesar 96% mengalami obesitas. Contoh yang memiliki asupan serat makanan cukup hanya 1(4%) orang, akan tetapi contoh tersebut juga mengalami obesitas. Pada penelitian ini tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan serat makanan dengan kejadian obesitas (p>0.05) dan memiliki korelasi negatif yang lemah (r = -0.171). Hal ini tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kharismawati (2010) yang melaporkan bahwa contoh dengan tingkat asupan serat makanannya kurang dari kebutuhan mempunyai risiko 4 kali lebih besar untuk mengalami obesitas. Hal ini disebabkan karena fungsi serat makanan dapat mengontrol berat badan karena serat makanan tidak menyumbangkan banyak energi dan dapat memperlambat pengosongan lambung sehingga menimbulkan efek kenyang dalam waktu yang lama (Devi 2010).
Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Obesitas Sebanyak 48% contoh yang memiliki aktivitas fisik kategori sedang dan mengalami obesitas. Uji korelasi Pearson diperoleh hasil yang tidak signifikan (p>0.05) dengan korelasi r positif namun masih lemah (r = -0.020), artinya semakin berat aktivitas fisik maka kecenderungan obesitas semakin menurun. Hasil ini sejalan dengan penelitian Hadi (2003), menunjukkan bahwa penurunan aktivitas fisik dan atau peningkatan perilaku hidup kurang gerak mempunyai peranan penting dalam peningkatan berat badan dan terjadinya obesitas.
25
Tabel 15 Hubungan antara aktivitas fisik contoh dengan kejadian obesitas Kejadian obesitas Total Tidak Obesitas Variabel p (r) obesitas n % n % n % Aktivitas Fisik Ringan 9 26.5 2 8 11 18.6 0.98 Sedang 9 26.5 12 48 21 35.6 (-0.020) Berat 16 47.1 11 44 27 45.8 Beberapa hal yang mempengaruhi berkurangnya aktivitas fisik antara lain adanya berbagai fasilitas yang memberikan berbagai kemudahan yang menyebabkan aktivitas fisik menurun, selain itu tuntutan kerja yang mengharuskan seseorang untuk berperilaku pasif. Faktor lainnya adalah adanya kemajuan teknologi diberbagai bidang kehidupan yang mendorong masyarakat untuk menempuh kehidupan yang tidak memerlukan kerja fisik yang berat (Moehyi 1997).
Hubungan Kebiasaan Konsumsi Makanan dengan Kejadian Obesitas Kebiasaan konsumsi makanan yang dinilai yaitu konsumsi buah (g per hari), konsumsi sayur (g per hari), serta konsumsi makanan berlemak. Contoh yang memiliki konsumsi buah yang kurang per harinya lebih banyak mengalami obesitas dibandingkan contoh yang mengonsumsi buah cukup. Menurut uji Spearman tidak ada hubungan yang signifikan antara konsumsi buah per hari dengan kejadian obesitas (p>0.05). Namun, terdapat korelasi negatif diantara kedua variabel (r = -0.052), sehingga dapat dikatakan konsumsi buah per hari yang tinggi memiliki kecenderungan dapat menurunkan obesitas. Kharismawati (2010), menegaskan konsumsi buah dan sayur yang mengandung serat makanan linear akan mengurangi asupan lemak dan garam yang selanjutnya akan menurunkan tekanan darah dan mencegah peningkatan berat badan. Uji Spearman antara asupan serat makanan (Lampiran 2), konsumsi buah dan konsumsi sayur menunjukkan hasil yang tidak signifikan (p>0.05) serta nilai korelasi yang rendah (<0.7) sehingga dapat disimpulkan jika konsumsi buah dan sayur tidak mempengaruhi asupan serat makanan contoh. Dengan demikian konsumsi buah dan sayur dapat dimasukkan kedalam salah satu faktor risiko berdampingan dengan asupan serat makanan. Hasil uji Spearman pada penelitian ini tidak terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi sayur per hari dengan kejadian obesitas (p> 0.05) dan nilai r = -0.010, yang menggambarkan semakin tinggi konsumsi sayur perhari maka kecenderungan kejadian obesitas semakin rendah. Hal ini sesuai dengan penelitian Burhan et al. (2011) yang menyatakan bahwa konsumsi sayur dan buah yang rendah merupakan faktor risiko terhadap kejadian obesitas sentral pada pegawai pemerintahan di kantor bupati Kabupaten Jeneponto, Makassar.
26 Tabel 16 Hubungan antara kebiasaan konsumsi makanan contoh dengan kejadian obesitas Kejadian obesitas Total Tidak Variabel Obesitas p (r) obesitas n % n % n % Konsumsi buah Tinggi (≥150 g/hari) 6 17.6 5 20 11 18.6 0.69 Rendah (<150 g/hari) 28 82.4 20 80 48 81.4 (-0.052) Konsumsi sayur Tinggi (≥250 g/hari) 4 11.8 2 8 6 10.2 0.94 Rendah (<250 g/hari) Konsumsi makanan berlemak Sering Tidak sering
30
88.2
23
92
53
89.8
(-0.010)
18 16
52.9 47.1
9 16
36 64
27 32
45.8 54.2
0.45 (0.399)
Hasil analisis uji Pearson, hubungan antara kebiasaan konsumsi makanan berlemak dengan kejadian obesitas diperoleh bahwa ada sebanyak 36% pekerja perempuan yang mengalami obesitas dengan frekuensi konsumsi makanan berlemak yang sering per minggunya, sedangkan diantara pekerja perempuan yang jarang mengonsumsi makanan berlemak, ada 64% yang mengalami obesitas. Diperoleh nilai yang tidak signifikan (p>0.05) dan memiliki korelasi positif yang lemah (r = 0.039), yang memiliki kecenderungan semakin sering mengonsumsi makanan berlemak maka semakin besar risiko obesitas. Reynolds (2007), menemukan bahwa prevalensi obesitas sentral lebih tinggi pada sampel yang tinggal di perkotaan. Tingginya prevalensi obesitas sentral di perkotaan diakibatkan oleh urbanisasi yang berhubungan dengan perubahan gaya hidup dan perubahan perilaku seperti rendahnya aktivitas fisik dan tingginya konsumsi makanan berlemak.
Faktor Risiko Obesitas Hasil uji regresi logistik (Lampiran 3) membuktikan bahwa contoh yang mengonsumsi energi dengan kategori cukup dapat menurunkan risiko obesitas (OR= 0.976, 95%CI: 0.954-0.998). Kontribusi utama dalam mengontrol berat badan adalah menurunkan asupan energi dan pembatasan diet (Koh-Banerjee et al. 2003). Asupan lemak yang berlebih pada contoh juga dapat meningkatkan kejadian obesitas 1.4 kali lipat dibandingkan dengan asupan lemak yang cukup (OR=1.423, 95%CI: 1.025-1.977). Hasil riset yang dilakukan oleh Bray dan Popkin (1998), menunjukkan pengurangan asupan energi harian sebesar 10% dari lemak akan berdampak pada pengurangan bobot tubuh sebesar 16 gram per hari (Bray & Popkin 1998). Konsumsi makanan berlemak yang berlebih dapat meningkatkan lingkar perut dan berat tubuh (Drapeau et al. 2004). Penelitian yang dilakukan oleh
27
Garaulet et al. (2001) terhadap 85 sampel perempuan obesitas tingkat 1 dan tingkat 2 berumur 30-70 tahun menunjukkan bahwa konsumsi makanan berlemak merupakan faktor yang berhubungan dengan obesitas sentral. Asupan karbohidrat yang berlebih dapat meningkatkan risiko obesitas 1.1 kali lebih besar dibandingkan dengan asupan karbohidrat yang cukup (OR=1.106, 95%CI: 1.009-1.213). Asupan karbohidrat yang berlebih akan memicu peningkatan glukosa darah. Untuk mencapai keadaan homeostatis, pankreas mengeluarkan hormon insulin kedalam aliran darah untuk menurunkan kadar glukosa darah. Hormon insulin memiliki fungsi salah satunya sebagai penyimpan kelebihan karbohidrat dalam bentuk lemak untuk membuat cadangan energi. Oleh karena itu, insulin yang diransang oleh karbohidrat akan mendorong akumulasi lemak tubuh. Selain mendorong akumulasi lemak tubuh, insulin juga berfungsi untuk tidak mengeluarkan lemak yang tersimpan. Kondisi seperti ini tentu akan membuat seseorang dengan asupan tinggi karbohidrat akan mengalami peningkatan berat badan dan sulit untuk menurunkan berat badan (Van Dam & Seidell 2007). Selain asupan energi, lemak dan karbohidrat dapat meningkatkan risiko obesitas, asupan serat yang cukup dapat menurunkan kejadian obesitas (OR=0.337, 95% CI:0.130-0.873). Menurut penelitian Koh-Banerjee et al. (2003), asupan serat makanan 12 gram per hari dapat menurunkan 0.63 cm lingkar perut dalam waktu 9 tahun. Zulaika (2011), menambahkan bahwa konsumsi serat makanan berhubungan terbalik dengan berat badan dan lemak tubuh disebabkan oleh efeknya terhadap rasa lapar dan kenyang. Makanan yang mengandung serat makanan tinggi dapat menimbulkan rasa kenyang sehingga mengurangi asupan energi.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kisaran umur contoh antara 29 hingga 48 tahun dengan rata-rata umur 41±4.5 tahun. Sebagian besar contoh berpendidikan ≥ SMA/Sederajat (81.4%). Lebih dari separuh contoh memiliki ukuran keluarga (≤4 orang) (68.4%) dan hanya 18.6% contoh yang memiliki keluarga (>4 orang). Masa kerja contoh di pabrik tersebut rata-rata ≤20 tahun dan tergolong pekerja baru. Sebanyak 47.5% contoh masih memiliki gaji dibawah UMR kabupaten Bogor. Asupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat contoh mayoritas tergolong cukup, sedangkan asupan serat makanan contoh mayoritas tergolong kurang. Hal ini berkaitan dengan pola konsumsi contoh yang tidak teratur. Sebagian besar contoh memiliki aktivitas fisik yang termasuk dalam kategori berat (45.8%), sedang (35.6%) dan sisanya sebesar 18.6% contoh memiliki aktivitas fisik yang ringan. Alokasi waktu terbesar yang dilakukan contoh adalah untuk duduk (terutama pada saat bekerja di pabrik garmen) dengan alokasi waktu sebanyak 7.6 jam per hari. Kegiatan duduk selama jam kerja diduga sebagai penyebab rendahnya aktivitas fisik pekerja garmen perempuan.
28 Hanya sebagian kecil contoh yang tidak terbiasa mengonsumsi buah namun, keseluruhan contoh gemar mengonsumsi sayur. Konsumsi buah dan sayur per hari contoh lebih rendah dari anjuran Pedoman Gizi Seimbang 2014. Sebagian besar contoh memiliki frekuensi konsumsi makanan berlemak yang tidak sering. Beberapa jenis makanan berlemak yang terbanyak dikonsumsi yaitu telur ayam, gorengan, dan daging ayam dengan kulit. Total kontribusi makanan berlemak terhadap persen asupan lemak contoh adalah 18.64%. Besarnya kejadian obesitas yang ditemukan pada contoh dalam penelitian ini sebesar 42.4%. Hal tersebut menunjukkan bahwa kejadian pekerja garmen perempuan dengan status gizi lebih cukup tinggi. Terdapat hubungan yang signifikan antara asupan lemak dan karbohidrat dengan kejadian obesitas. Beberapa faktor risiko yang kemungkinan sebagai penyebab utama obesitas pada pekerja garmen perempuan antara lain asupan energi, lemak dan karbohidrat yang berlebih serta asupan serat yang kurang.
Saran Perlu penelitian lebih lanjut mengenai variabel lainnya seperti faktor herediter, faktor psikologis, dan penggunaan alat kontrasepsi serta menambah jumlah contoh yang lebih besar. Selain itu, supaya peneliti selanjutnya menggunakan desain penelitian cohort study agar terlihat lebih jelas mengenai faktor apa saja yang benar-benar mempengaruhi kejadian obesitas pada pekerja perempuan.
DAFTAR PUSTAKA Arambepola GA. 2006. Trends in obesity and associations with education and urban or rural residence in Thailand. Obesity. 15(2):3113-3121 Astawan M, Wresdiyati T. 2004. Diet Sehat dengan Makanan Berserat. Solo (ID): Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Persentase penduduk berumur 15 tahun ke atas menurut jenis pekerjaan, 2009-2011 [Internet]. [diunduh 2014 Feb 2]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/. Bray GA, Popkin BM. 1998. Dietary fat intake does affect obesity. Am J Clin Nutr. 68(6):1157-1173. Burhan FZ, Sirajudin S, Indriasari R. 2013. Pola konsumsi terhadap kejadian obesitas sentral pada pegawai pemerintahan di kantor bupati Kabupaten Jeneponto [skripsi]. Makassar (ID): Universitas Hasanuddin Buyken AE, Kroke A, Remer T, Gunther AL. 2007. Early protein intake and later obesity risk: which protein sources at which time points throughout out infancy and childhood are important for body mass index and body fat percentages at 7 years of age. Am J Clin Nutr. 86(6): 1765-1772. Cameron AJ, Wellborn TA, Zimmet PZ, Owen N, Salmon J. 2003. Overweight and obesity in Australia: the 1999-2000 Australian diabetes, obesity and lifestyle study. MJA. 178(4): 427-432.
29
Champbell WW, Carnell SS, Mattes RD, Leidy HJ. 2003. Higher protein intake preserves lean mass and satiety with weight loss in pre-obese and obese women. Obesity. 15(2):421-429. Chaput JP, Tremblay A. 2009. Obesity and physical inactivity: the relevance of reconsidering the notion of sedentariness. Obesity Facts. 28(2): 249-254. Colidzt GA, Willet WC, Li TY, Hu FB, Manson JE. 2003. Television watching and other sedentary behaviours in relation to risk obesity and type 2 diabetes mellitus in women. The Journal of American Medical Association. 289(14):1785-1791. Devi N. (2010). Gizi untuk keluarga. Jakarta (ID): PT. Kompas Media Nusantara. Drapeau V, Despres JP, Bouchard C, Allard L, Fournier G, Leblanc C, Tremblay A. 2004. Modifications in food-group consumption are related to long-term body-weight changes. Am J Clin Nutr. 80:29-37. Dwipayana MP, Suastika K, Saraswati IMR, Gotera W, Budhiarta AAG, Sutanegara, Gunadi IGN, Nadha KB, Wita W, Rina K et al. 2011. Prevalensi sindroma metabolik pada populasi penduduk Bali, Indonesia. J Peny Dalam. 12(1): 1-5. Erliyani N. 2012. Kualitas udara di lingkungan kerja, gaya hidup, status gizi dan status kesehatan buruh perempuan pabrik rokok [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Elliot SA, Truby H, Lee A, Harper C, Abbot RA, Davies PSW. 2011. Association of body mass index and waist circumference with: energy intake and percentage energy from macronutrients, in cohort of australian children. Nutrition Journal.10(3):58. FAO/WHO/UNO. 2001. Human Energy Requirements. Rome (IT): United Nation University, World Health Organization, and Food and Agriculture Organizations of United Nations. Garaulet M, Llamas FP, Canteras M, Tebar FJ, Zamora S. 2001. Endocrine, metabolic and nutritional factore in obesity and their relative significance as studied by factor analysis. Int J Obese. 25(2):243-251. Guallar-Castillon et al. 2007. Intake of fried foods is associated with obesity in the cohort of Spanish adults from the European Prospective Investigation into Cancer and Nutrition. Am J Clin Nutr. 86(24):198 –205. Hadi I. 2003. Hubungan antara kebiasaan makan, aktivitas fisik, dengan tingkat obesitas pada laki-laki usia dewasa di Kota Yogyakarta [tesis]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada. Hardinsyah, Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Bogor(ID) : Departemen GMSK, FAPERTA IPB. __________, Hartoyo, dan Anna SM. 2001. Pengembangan Ilmu Gizi dengan Pendekatan Sosial dan Teknologi. Bogor (ID): Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Hurlock EB. 1998. Psikologi perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Istiwidiyanti, Soedjarwo, Penerjemah; Sijabat RM, editor. Ed ke-5. Jakarta (ID): Erlangga. [IDF] International Diabetes Federation. 2006. The IDF Consensus Worldwide Definition of the Metabolik Syndrome. Belgium (BE): IDF.
30 Iqbal UM. 2013. Hubungan konsumsi lemak dengan kejadian obesitas pada orang dewasa di Kota dan Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Jakicic JM, Otto AD. 2005. Physical activity considerations for the preventions and treatments of obesity. Am J Clin Nutr. 82(1):2265-2295. Jahari AB, Sumarno I. 2001. Epidemiologi Konsumsi Serat makanan di Indonesia. Journal of the Indonesia Nutrition Assosiation. 25:37-56. [KEMENKES RI] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Pedoman Gerakan Pekerja Perempuan Sehat Produktif (GP2SP). Jakarta (ID): Kemenkes. [KEMENPERIN RI] Kementerian Perindustrian Republik Indonesia 2013. Industri Tekstil Serap 400 000 Tenaga Kerja. [Internet].[diunduh 2014 Sep 9].Tersedia pada: http://www.kemenperin.go.id/artikel/3004/Industri-tekstilserap-400.000-tenaga-kerja Kharismawati R. 2010. Hubungan tingkat asupan energi, protein,lemak, karbohidrat dan serat dengan status obesitas pada siswa SD [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Koh-Banerjee P et al. 2003. Prospective study of the association of changes in dietaryintake, physical activity, alcohol consumption, and smoking with 9-y gainin waist circumference among 16 587 US men. Am J Clin Nutr. 78:719-727. Kohrz MB, Wang LL, Eklund D, Paulsen B, O’neal R. 1999.The Assosiaciation of Obesity with Socioeconomic Factors in Missouri. Am J Clin Nutr. 32(28):2120-2128. Moehyi S. 1997. Pengaturan Makanan dan Diet untuk Penyembuhan Penyakit. Jakarta(ID): Gramedia Pustaka. Notoatmodjo S. 2003. Prinsip-prinsip Dasar Ilmu Masyarakat Cetakan ke-2. Jakarta (ID) : Rineka Cipta. Patil A, Banerjee A, Bhuyar P, Pandve H, Padmnabhan P, Dhugiralla S, Rajan S, Chaudhury S. 2009. Mental, physichal, and social health problem of call center workers. Industrial Phsyciatry Journal. 17(1):21-25. [PGS] Pedoman Gizi Seimbang. 2014. Pedoman Nasional 2014. Direktorat Bina Gizi dan KIA, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia [Internet]. [diunduh 2014 Feb 8]. Terdapat pada: http//www.depkes.go.id/download/pgs. Parengkuan RR, Mayulu N, Ponidjan T. 2010. Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Kejadian Obesitas pada Anak Sekolah Dasar di Kota Manado. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 40(4):20-25. Purba, M. 2005. International seminar on obesity. Yogyakarta (ID): Medika Press. [Riskesdas] Riset Kesehatan Dasar. 2010. Laporan nasional 2010. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan,Republik Indonesia [Internet]. [diunduh 2014 Feb 2]. Terdapat pada: http//www.kemenkes.go.id/download/riskesdas. [Riskesdas] Riset Kesehatan Dasar. 2013. Laporan nasional 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan,Republik Indonesia [Internet]. [diunduh 2014 Feb 2]. Terdapat pada: http//www.kemenkes.go.id/download/riskesdas.
31
Reynolds K. 2007. Prevalence and risk factors of overweight and obesity in China. Obesity. 15(8):10-18. Saryono. (2011). Metodologi penelitian kesehatan: penuntun praktis bagi pemula. Yogyakarta (ID): Mitra Cendikia Press. Sediaoetama AD. 1991. Ilmu Gizi untuk mahasiswa dan profesi Jilid I. Jakarta (ID): Dian Rakyat. Setiowati NL. 2000. Konsumsi dan preferensi sayur dan buah pada remaja di SMU I Bogor dan SMUN I Pamekasan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sidik SM, Rampal L. 2009. The prevalence and factor associated with obesity among adult women in Selangor, Malaysia. Asia Pasific Family Medicine. 8(2):1120-1134. Soerjodibroto W. 2004. Asia Pasific menu pattern in relation to lipid abnormalities : an Indonesia prespective. Medical Journal of Indonesia. 13(7):252. Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor (ID) : Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi. Suhardjo. 2006. Pangan, Gizi dan Pertanian. Jakarta (ID): Universitas Indonesia. Sujarweni VW. 2012. SPSS untuk Paramedis. Yogyakarta (ID): Gava Media. Sumarwan U. 2004. Perilaku Konsumen, Teori dan Pemrasarannya dalam Pemasaran. Bogor (ID): Gramedia Indonesia. Tan CJ. 2010. Prospective study ofabdominal adiposity and gallstone disease in US men. Am J Clin Nutr. 80(2):38-44. [UU RI No.13 Tahun 2003] Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan [Internet].[diunduh 2014 Feb 12].Tersedia pada: jdih.depnakertrans.go.id/data_puu/se_04_2013 Van Dam RM, Seidel JC. 2007. Carbohydrate intake and obesity. European Journal of Clinical Nutrition. 61(1):75-99. [WRI] Women Research Institute. Buruh Perempuan dan Relasi Industrial.Peran buruh perempuan di era pembangunan [Internet]. [diunduh 2014 Feb 14].Tersedia pada: http://wri.or.id/penelitian%20politik%20dan%20perempuan/Buruh%20Pere mpuan%20dan%20Relasi%20Industrial. [WNPG] Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. 2014. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Whittaker GF. 1998. Environmental and nutritional pathology. Philadelphia: Elsevier Saunders. Hal: 123-140. Zulaika. 2011. Konsumsi serat makanan dan fast food serta akivitas fisik orang dewasa yang berstatus gizi obes dan normal [skripsi]. Bogor(ID): IPB.
32
LAMPIRAN Lampiran 1 Uji korelasi Pearson antara IMT, Lingkar Pinggang, Lingkar Panggul dan RLPP Korelasi Lingkar Pinggang
Varibel
Lingkar Koefisien Pinggang korelasi
Lingkar Panggul
1
**.725
.**889
.000
.000
.000
59
59
59
59
**.896
1
.**348
.**879
.007
.000
Jumlah Koefisien korelasi Signifikansi
.000
Jumlah Rasio Koefisien Lingkar korelasi Pinggang Signifikansi Panggul Jumlah Indeks Massa Tubuh
Koefisien korelasi Signifikansi
Indeks Massa Tubuh
**896
Signifikansi
Lingkar Panggul
Rasio Lingkar Pinggang Panggul
59
59
59
59
**.725
.**348
1
.**517
.000
.007
59
59
59
59
.**889
**.879
**.517
1
.000
.000
.000
59
59
59
Jumlah **.Korelasi signifikan pada level 0.01 (2 arah)
.000
59
33
Lampiran 2 Uji korelasi Spearman asupan serat, konsumsi buah dan konsumsi sayur Korelasi Asupan_serat Konsumsi buah Konsumsi_sayur Asupan serat
Koefisien korelasi Signifikansi Jumlah
Konsumsi Koefisien buah korelasi Signifikansi Jumlah Konsumi sayur
Koefisien korelasi Signifikansi Jumlah
**. Korelasi signifikan pada level 0.01 (2 arah).
1.000
*.289
*.147
.
.026
.267
59
59
59
*.289
1.000
*.184
.026
.
.162
59
59
59
*.147
*.184
1.000
.267
.162
.
59
59
59
34 Lampiran 3 Uji Binary Logistic Regresion faktor-faktor risiko obesitas Variabel Umur Tingkat pendidikan Ukuran keluarga Masa kerja Gaji Energi Protein Lemak Karbohidrat Serat makanan Aktivitas fisik Konsumsi buah Konsumsi sayur Makanan berlemak
Signifikansi (Sig) 0.539 0.059 0.327 0.179 0.270 0.035 0.113 0.035 0.032 0.025 0.071 0.026 0.182 0.569
Odd Ratio (Exp B) 0.838 0.075 0.550 1.450 1.000 0.976 0.904 1.423 1.106 0.337 0.476 1.019 1.016 2.413
Lampiran 4 Nilai normalitas data dengan One-Sanple Kolmogorov-Smirnov test Variabel Normalitas (Asymp. Sig. (2-tailed) Asupan energi 0.227 Asupan protein 0.167 Asupan lemak 0.148 Asupan karbohidrat 0.027 Asupan serat makanan 0.085 Aktivitas fisik 0.734 Konsumsi buah 0.003 Konsumsi sayur 0.001 Makanan berlemak 0.421 Status gizi 0.655 Umur 0.360 Pendidikan 0.000 Gaji 0.009 Masa kerja 0.162 Ukuran keluarga 0.017
35
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Trenggalek, Jawa Timur pada tanggal 15 April 1992. Penulis merupakan putri pertama dari pasangan Bapak Gunaryo dan Ibu Etik Purnawati. Pendidikan penulis diawali pada tahun 1996-1998 di Sekolah Taman Kanak-Kanak TK Dharma Perempuan II, pada tahun 1998-2004 di Sekolah Dasar Negeri 01 Karangsuko dan melanjutkan masa pendidikannya di SMP 1 Trenggalek tahun 2004-2007 serta SMAN 1 Trenggalek tahun 2007-2010. Pada tahun yang sama penulis diterima S1 di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Talenta Mandiri pada departemen Gizi Masyarakat. Pada bulan JuliAgustus 2013 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Bersama Masyarakat (KKBM) di Desa Tugu Jaya, Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor dan pada bulan Februari 2014 Penulis melaksanakan Intrenship Dietetik di Rumah Sakit Kanker Dharmais. Penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Biologi di Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Selama perkuliahan penulis aktif di organisasi Ecoagrifarma dibawah naungan BEM FEMA. Selain itu penulis aktif di berbagai kepanitiaan baik di departemen maupun di Fakultas. Pada bulan November 2013 penulis lolos seleksi paper Asean Academic Society International Conference (AASIC) 2013 dengan judul “Posyandu on the Road” dan dipresentasikan di Katsertart University, Bangkok, Thailand.