FAKTOR RISIKO KEJADIAN DIABETES MELITUS TIPE 2 PASIEN RAWAT JALAN (Studi Kasus di Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak)
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh : Ari Fatmawati NIM 6450405058
JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2 0 10
ABSTRAK
Ari Fatmawati. 2010. Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 Pasien Rawat Jalan (Studi Kasus di Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak). Skripsi. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I. Drs. Bambang Wahyono, M.Kes, Pembimbing II. Drs. Herry Koesyanto.M.S Kata Kunci : Diabetes Melitus Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah faktor kejadian diabetes melitus tipe 2 di RSUD Sunan Kalijaga Demak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 di RSUD Sunan Kalijaga Demak. Jenis penelitian ini adalah penelitian survei analitik dengan rancangan kasus kontrol (case control study). Populasi kasusnya adalah seluruh pasien rawat jalan Diabetes Melitus Tipe 2 di bagian poliklinik penyakit dalam RSUD Sunan Kalijaga Demak pada bulan Mei tahun 2010 dan populasi kontrolnya adalah pasien yang tidak menderita penyakit diabetes melitus tipe 2. Sampel terdiri dari sampel kasus berjumlah 74 orang, dan sampel kontrol berjumlah 74 orang. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1. Kuesioner, 2. Timbangan injak, 3. Mikrotoa, 4. Catatan medik pasien. Data dianalisis menggunakan uji chi square dengan derajat kemaknaan 0,05. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa faktor yang berhubungan dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 adalah riwayat keluarga (p value=0,005 ; OR=2,97), umur (p value=0,03 ; OR=2,781), tingkat pendidikan (p value=0,002 ; OR=0,325), tingkat pendapatan (p value=0,0001 ;OR=3,353), obesitas (p value=0,03 ; OR=0,356), aktifitas fisik (p value=0,005 ; OR=0,391), aktivitas merokok (p value=0,0001 ; OR=0,268), gaya hidup (konsumsi makanan siap saji (p value=0,0001 ; OR=0,196) dan konsumsi minuman ringan (p value=0,0001 ; OR =0,280), pengetahuan (p value=0,0001 ;OR=0,224), praktik (p value=0,0001 ; OR=0,258). Faktor yang tidak berhubungan dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 adalah jenis kelamin (p value=0,733 ; OR=0,89), sikap (p value=0,366 ; OR=0,240). Saran yang diajukan dalam penelitian ini yaitu (1). Bagi rumah sakit : perlu diadakan suatu penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan tentang penyakit diabetes melitus dengan cara membagikan leaflet kepada penderita diabetes melitus, (2). Bagi penderita diabetes melitus tipe 2 : agar lebih patuh untuk periksa rutin, maka dianjurkan bagi penderita untuk mengadakan perkumpulan bersama penderita diabetes lainnya guna berbagi pengalaman dan informasi, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan informasi tentang penyakit diabetes melitus, (3). Bagi keluarga penderita diabetes melitus tipe 2 : perlunya pemberian motivasi untuk mendorong penderita agar patuh periksa rutin dengan pendekatan interpersonal antara keluarga dengan petugas kesehatan guna mengambil keputusan yang benar,
ii
ABSTRACT
Fatmawati, Ari, 2010. Risk Factor of Event Diabetes Melitus Type 2 Inhouse Nursing (Case Study in RSUD Sunan Kalijaga Demak). Final Project. Department of Society Health Science, Sport Science Faculty, Semarang State University. Adviser I : Drs. Bambang Wahyono, M.Kes, II : Drs. Herry Koesyanto.M.S Keyword : Diabetes Melitus The set of problem that study in research is risk factor of event diabetes melitus type 2 in RSUD Sunan Kalijaga Demak. This aim research is knowing risk factor that relate with event of diabetes melitus type 2 in RSUD Sunan Kalijaga Demak. The research type ia survey research with case control study. Population of case is all of inhouse nursing patient diabetes melitus type 2 at policlinic part inside disease RSUD Sunan Kalijaga Demak at Mei 2010 and control of population is patient without diabetes melitus type 2. Sampel involve case sample amount of 74 people, and control sample 74 people. Instrument that used within research is : 1. Questionnaire, 2. Bathroom scale, 3. Mikrotoice, 4. Medicine Note of Patient. Data analyzed use chi square-test with degree of freedom 0.05. From result of rsearch can conclude that factor which relate with diabetes melitus type 2 are : family biography (p value = 0.005); OR = 2.97), age (p value = 0.03; OR=2.781), level of education (p value=0.02; OR=0.325), income level (p value=0.0001; OR=3.353), obesity (p value=0.03; OR=0.356), physical activity (p value=0.005; OR=0.391), smoking activity (p value=0.0001; OR=0.196 and consumption of softdrink (p value=0.0001 ; OR =0.280), knowledge (p value=0.0001; OR=0.224), practice (p value=0.0001; OR=0.258). There isn't factor that relate event of diebetes melitus type 2 is sex (p value=0.733; OR=0.89), attitude (p value=0.366; OR=0.240). Recommendation from this research is (1) For hospital : need actualized a elucidation for increase knowledge about diabetes melitus, (2) For patient of diabetes melitus type 2: in order that more obey to routine chechup, to make organize together with other patient of diabetes to share experience and information, so can increase knowldge and information about diabetes melitus, (3) For family of diabetes melitus patient type 2: need give motivation to drive patient in order that obey check up rotine with interpersonal approach between family and paramedic to make decision that true, (4) For other researcher : need actualized research that more depply within health plain about diabetes melitus disease so can prevent occure disease digit.
iii
PENGESAHAN Telah dipertahankan di hadapan panitia sidang ujian skripsi Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, skripsi atas nama Ari Fatmawati dengan judul ”Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 Pasien Rawat Jalan (Studi Kasus di Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak)” Pada hari Tanggal
: :
Panitia Ujian
Ketua Panitia,
Sekretaris
Drs. H. Harry Pramono, M.Si NIP. 19591019 198503 1 001
dr.Yuni Wijayanti, M. Kes NIP. 19660609.200112.2.001
Dewan Penguji
Ketua Penguji
Widya Hary Cahyati, SKM, M.Kes NIP. 19771227 200501 2 001
Anggota Penguji
Drs. Bambang Wahyono, M.Kes. NIP. 196000610.198703.1.002
(Pembimbing Utama)
Anggota Penguji
Drs. Herry Koesyanto, MS. NIP. 19580122.198601.1.001
(Pembimbing Pendamping)
iv
Tanggal persetujuan
MOTTO
Aku Takkan Berlari Bila Melihat Kesulitan dan Tak Akan Mundur Bila Itu Di Hadapkanku Tetapi Aku Akan Berlari Untuk Mencari Masa Depan Bahkan Tak Akan Mundur Karena Aku Yakin di Hadapanku Ada Suatu Kebahagiaan. (Penulis)
PERSEMBAHAN Skripsi ini penulis persembahkan untuk: Allah SWT yang memberikan petunjuk dan melimpahkan rahmatnya dalam kehidupan ini. Ayahanda Suharto (Alm) yang semasa hidupnya selalu mengarahkan aku dalam meniti kehidupan dan Ibunda Subiyanti yang selalu memberikan doa dan kesabarannya selama ini akhirnya aku lulus. Kakak-kakakku yang selalu mendukungku (Mbak Rini, Mbak Ayuk dan Mas Pujo) Sahabat terdekatku Suprianto yang selalu memberiku
semangat,
dorongan,
bantuan dalam penyusunan skripsi ini.
v
dan
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 Pasien Rawat Jalan (Studi Kasus di Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak)” dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang (UNNES). Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari partisipasi dan bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan, Drs. Harry Pramono, M.Si, atas izin penelitian. 2. Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. Mahalul Azam, M.Kes, atas izin penelitian. 3. Pembimbing I, Drs. Bambang Wahyono, M.Kes, atas arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini. 4. Pembimbing II, Drs. Herry Koesyanto, M.S, atas arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini. 5. Direktur RSUD Sunan Kalijaga Demak, Dr. H. Wahyu Hidayat, Sp. KK atas izin penelitian.
vi
6. Seluruh pegawai RSUD Sunan Kalijaga Demak, atas bantuan dalam pelaksanaan penelitian. 7. Pasien Diabetes Melitus yang telah bersedia menjadi responden dan meluangkan waktunya untuk pengisian kuesioner. 8. Ibundaku tersayang (Subiyanti), yang selalu memberikan kasih sayang, dorongan, semangat, dan doa-doanya. Ayahandaku Suharto (Alm) yang telah memberi suatu pelajaran berharga buatku dalam menatap masa depan. 9. Kakak-kakakku tercinta Mbak Rini, Mbak Ayuk, Mas Pujo terima kasih atas doa, dorongan, kasih sayang dan kesabarannya. 10. Teman terdekatku (Suprianto S.H) yang selalu memberikan semangat , dorongan, dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini. 11. Teman-teman kost Wisma Putri Sederhana II (Alin, Rani, Dian, Ira, Nurul, Aulia, Tia, Olive), berkat kalian semua hari-hariku menjadi indah. 12. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun guna sempurnanya skripsi ini sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya, dan penulis pada khususnya. Semarang, Agustus 2010
Penulis.
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................
i
ABSTRAK ......................................................................................................
ii
ABSTRACT .................................................................................................... iii PENGESAHAN ............................................................................................... iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN ....................................................................
v
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi DAFTAR ISI ................................................................................................... viii DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvi BAB I
PENDAHULUAN ...........................................................................
1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ...............................................................................
5
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................
7
1.4 Manfaat Penelitian ..............................................................................
8
1.5 Keaslian Penelitian .............................................................................
9
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................
1
BAB II
LANDASAN TEORI ....................................................................... 12
2.1 Diabetes Melitus ................................................................................. 12
viii
2.1.1 Definisi Diabetes Melitus............................................................. 12 2.1.2 Klasifikasi dan Diagnosis DM .................................................... 12 2.1.3 Gejala Diabetes Melitus ............................................................. 15 2.1.4 Gejala Kronik Penyakit DM ....................................................... 16 2.1.5 Komplikasi Diabetes Melitus...................................................... 17 2.1.6 Diabetes Melitus Tipe 2.............................................................. 19 2.1.7 Pencegahan Diabetes Melitus ..................................................... 38 2.2 Kerangka Teori .................................................................................. 41 BAB III METODE PENELITIAN ................................................................. 42 3.1 Kerangka Konsep................................................................................ 42 3.2 Hipotesis ............................................................................................. 42 3.3 Jenis dan Rancangan Penelitian........................................................... 43 3.4 Variabel Penelitian.............................................................................. 44 3.5 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran ........................................ 45 3.6 Populasi dan Sampel Penelitian........................................................... 49 3.7 Sumber Data Penelitian ....................................................................... 52 3.8 Instrumen Penelitian ........................................................................... 53 3.10 Validitas dan Reliabilitas Instrumen .................................................. 53 ix
3.11 Teknik Pengambilan Data ................................................................. 55 3.10 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ............................................... 56 BAB IV HASIL PENELITIAN...................................................................... 59 4.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian................................................... 59 4.2 Deskripsi Karakteristik Subjek Penelitian ........................................... 60 4.3 Hasil Penelitian ................................................................................... 60 BAB V PEMBAHASAN ................................................................................. 81 5.1 Pembahasan ......................................................................................... 81 5.1.1 Hubungan antara riwayat keluarga dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2 di RSUD Sunan Kalijaga Demak ............. 81 5.1.2 Hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2 di RSUD Sunan Kalijaga Demak ............. 82 5.1.3 Hubungan antara usia dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2 di RSUD Sunan Kalijaga Demak ............. 83 5.1.4 Hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2 di RSUD Sunan Kalijaga Demak ............. 84 5.1.5 Hubungan antara tingkat pendapatan dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2 di RSUD Sunan Kalijaga Demak ............. 85 x
5.1.6 Hubungan antara obesitas dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2 di RSUD Sunan Kalijaga Demak ............. 86 5.1.7 Hubungan antara aktivitas olahraga dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2 di RSUD Sunan Kalijaga Demak ............. 87 5.1.8 Hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2 di RSUD Sunan Kalijaga Demak ............. 89 5.1.9 Hubungan antara gaya hidup dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2 di RSUD Sunan Kalijaga Demak ............. 90 5.1.10 Hubungan antara pengetahuan dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2 di RSUD Sunan Kalijaga Demak ........... 91 5.1.11 Hubungan antara sikap dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2 di RSUD Sunan Kalijaga Demak ........... 92 5.1.12 Hubungan antara praktik dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2 di RSUD Sunan Kalijaga Demak ........... 93 5.2 Keterbatasan Penelitian ........................................................................ 94 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 93 6.1 Simpulan .............................................................................................. 96 6.2 Saran ................................................................................................... 97 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 99 LAMPIRAN ................................................................................................... 101
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian ........................................................................... 9 Tabel 2.1 Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl) ................................ 15 Tabel 2.2 Faktor-Faktor Risiko DM Tipe 2 ...................................................... 24 Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel ....................... 45 Tabel 3.2 Tabel 2x2 Penentuan Odd Rasio (OR) .............................................. 58 Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin pada Kelompok Kontrol ............ 60 Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin pada Kelompok Kasus ............... 61 Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Usia pada Kelompok Kontrol ........................... 61 Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Usia pada Kelompok Kasus.............................. 61 Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Kelompok Kontrol ............ 62 Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Kelompok Kasus ............... 62 Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Tingkat Pendapatan Kelompok Kontrol........... 62 Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Tingkat Pendapatan Kelompok Kasus ............. 63 Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Tingkat Obesitas Kelompok Kontrol ............... 63 Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Tingkat Obesitas Kelompok Kasus ................ 63 Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Riwayat DM Pada Keluarga Kelompok Kontrol ........................................................................ 64 Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Riwayat DM Pada Keluarga Kelompok Kontrol ........................................................................ 64 Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Kelompok Kontrol ........ 64
xii
Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Kelompok Kasus .......... 65 Tabel 4.15 Distribusi Frekuensi Sikap Responden kelompok Kontrol .............. 65 Tabel 4.16 Distribusi Frekuensi Sikap Responden kelompok Kasus ................. 65 Tabel 4.17 Distribusi Frekuensi Aktivitas Fisik Kelompok Kontrol.................. 66 Tabel 4.18 Distribusi Frekuensi Aktivitas Fisik Kelompok Kasus .................... 66 Tabel 4.19 Distribusi Frekuensi Aktivitas Merokok kelompok Kontrol ............ 66 Tabel 4.20 Distribusi Frekuensi Aktivitas Merokok kelompok Kasus ............... 67 Tabel 4.21 Distribusi Frekuensi Tingkat Konsumsi Makanan Siap Saji Kelompok Kontrol.......................................................... 67 Tabel 4.22 Distribusi Frekuensi Tingkat Konsumsi Makanan Siap Saji Kelompok Kasus ............................................................ 67 Tabel 4.23 Distribusi Frekuensi Konsumsi Minuman Soft Drink Kelompok Kontrol .......................................................................... 68 Tabel 4.24 Distribusi Frekuensi Konsumsi Minuman Soft Drink Kelompok Kasus ............................................................................ 68 Tabel 4.25 Tabel Silang Hubungan antara Riwayat Keluarga dengan Kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 di RSUD Sunan Kalijaga Demak .............. . 69 Tabel 4.26 Tabel Silang Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 di RSUD Sunan Kalijaga Demak ............. 69 Table 4.27 Tabel Silang Hubungan antara Umur dengan Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 di RSUD Sunan Kalijaga Demak ............. 70
xiii
Tabel 4.28 Tabel Silang Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 di RSUD Sunan Kalijaga Demak ............. 71 Tabel 4.29 Tabel Silang Hubungan antara Tingkat Pendapatan dengan Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 di RSUD Sunan Kalijaga Demak............ 72 Tabel 4.30 Tabel Silang Hubungan antara Obesitas dengan Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 di RSUD Sunan Kalijaga Demak............ 73 Tabel 4.31 Tabel Silang Hubungan antara Aktivitas Olahraga dengan Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 di RSUD Sunan Kalijaga Demak............ 74 Tabel 4.32 Tabel Silang Hubungan antara Aktivitas Merokok dengan Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 di RSUD Sunan Kalijaga Demak............ 75 Tabel 4.33 Tabel Silang Hubungan antara Konsumsi Makanan Siap Saji dengan Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 di RSUD Sunan Kalijaga Demak .......................................................................................... 76 Tabel 4.34 Tabel Silang Hubungan antara Konsumsi Minuman Ringan dengan Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 di RSUD Sunan Kalijaga Demak ............................................................................................ 77 Tabel 4.35 Tabel Silang Hubungan antara Pengetahuan dengan Kejadian
xiv
Diabetes Mellitus Tipe 2 di RSUD Sunan Kalijaga Demak............ 78 Tabel 4.36 Tabel Silang Hubungan antara Sikap dengan Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 di RSUD Sunan Kalijaga Demak............ 79 Tabel 4.37 Hubungan antara Praktik dengan Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 di RSUD Sunan Kalijaga Demak............ 79
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori ............................................................................. 41 Gambar 3.1Kerangka Konsep .......................................................................... 42 Gambar 3.2 Skema Penelitian Kasus-Kontrol................................................... 44
xvi
DARTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Keputusan Dosen Pembimbing............................................. 102 Lampiran 2 Permohonan Ijin Penelitian ........................................................... 103 Lampiran 3 Izin Penelitian dari RSUD Sunan Kalijaga Demak ........................ 104 Lampiran 4 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ......................... 105 Lampiran 5 Kuesioner Penelitian ..................................................................... 106 Lampiran 6 Daftar Sampel Penelitian ............................................................... 113 Lampiran 7 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ........................................ 117 Lampiran 8 Data Mentah Hasil Penelitian ........................................................ 121 Lampiran 9 Analisis Univariat ......................................................................... 128 Lampiran 10 Analisis Bivariat.......................................................................... 134 Lampiran 11 Sertifikat Kalibrasi ...................................................................... 150 Lampiran 12 Dokumentasi Penelitian ............................................................... 154
xvii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Diabetes melitus adalah suatu jenis penyakit yang disebabkan menurunnya hormon insulin yang diproduksi oleh kelenjar pankreas. Penurunan hormon ini mengakibatkan seluruh gula (glukosa) yang dikonsumsi tubuh tidak dapat diproses secara sempurna, sehingga kadar glukosa di dalam tubuh akan meningkat. Gula yang meliputi polisakarida, oligosakarida, disakarida, dan monosakarida merupakan sumber tenaga yang menunjang keseluruhan aktivitas manusia (Darmono, 1991: 57). Seluruh gula ini akan diproses menjadi tenaga oleh hormon insulin tersebut. Karenanya, penderita diabetes melitus (diabetisi) biasanya akan mengalami lesu, kurang tenaga, selalu merasa haus, sering buang air kecil, dan penglihatan menjadi kabur. Gejala lain akibat adanya kadar glukosa yang terlalu tinggi akan menjadi ateroma sebagai penyakit awal penyakit jantung koroner. Menurut American Diabetes Association (2003) yang dikutip oleh Pusat Lipid dan Diabetes RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo FKUI (2005: 17), diabetes melitus merupakan suatu penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang dan kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung, dan pembuluh darah.
1
2
Laporan statistik
dari International
Diabetes Federation (IDF)
menyebutkan bahwa sekarang sudah ada sekitar 230 juta penderita diabetes. Angka ini terus bertambah hingga 3 persen atau sekitar 7 juta orang setiap tahunnya. Dengan demikian,
jumlah penderita diabetes diperkirakan akan
mencapai 350 juta pada tahun 2025 dan setengah dari angka tersebut berada di Asia terutama India, Pakistan, dan Indonesia (Hans Tandra, 2008: 2). Diabetes melitus telah menjadi penyebab kematian terbesar keempat di dunia. Setiap tahun ada 3,2 juta kematian yang disebabkan langsung oleh diabetes. Itu berarti ada 1 orang per 10 detik atau 6 orang per menit yang meninggal akibat penyakit yang berkaitan dengan diabetes. Penyandang DM di Indonesia pada tahun 1995 ada 4,5 juta orang yang mengidap diabetes, nomor tujuh terbanyak di dunia. Sekarang angka ini meningkat sampai 8,4 juta dan diperkirakan pada tahun 2025 akan menjadi 12,4 juta orang, atau urutan kelima terbanyak di dunia (Hans Tandra, 2008:2). Jumlah kasus DM yang ditemukan di Propinsi Jawa Tengah tahun 2007 sebanyak 259.703 kasus, terdiri dari DM tipe I sebanyak 26.981 dan DM Tipe 2 sebanyak 232.722 kasus (Dinkes Prop. Jateng, 2007). Pada
dasarnya,
diabetes
melitus
merupakan
penyakit
kelainan
metabolisme yang disebabkan kurangnya hormon insulin. Hormon insulin yang dihasilkan oleh sekelompok sel beta pankreas dan sangat berperan dalam metabolisme glukosa bagi sel tubuh. Kadar glukosa darah yang tinggi dalam tubuh diabetisi tidak bisa diserap semua dan tidak mengalami metabolisme dalam sel. Akibatnya, penderita akan kekurangan energi sehingga penderita mudah lelah dan berat badan terus menerus menurun. Kadar glukosa yang berlebih tersebut
dikeluarkan melalui ginjal dan dikeluarkan bersama urin. Gula bersifat menarik air, sehingga penderita banyak mengeluarkan urin dan selalu merasa kehausan. Diabetes melitus sering juga disebut the great imitatoc, karena penyakit ini dapat menyerang semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Diabetes melitus timbul secara perlahan-lahan sehingga diabetisi tidak menyadari adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil sering, atau berat badan menurun. Gejala ini berlangsung cukup lama dan biasanya tidak diperhatikan, hingga orang tersebut pergi ke dokter dan memeriksa kadar glukosanya (Darmono, 1991: 63). Sekitar tahun 1960, diabetes melitus diartikan sebagai penyakit metabolisme yang dimasukkan ke dalam kelompok gula darah yang melebihi batas normal atau hiperglikemia (lebih dari 100 mg/l). Karena itu, diabetes melitus disebut sebagai penyakit gula. Adanya gula dalam air seni (glukosuria) menyebabkan diabetes melitus disebut kencing manis. Kedua hal ini merupakan akibat ketidakmampuan sel mempergunakan karbohidrat untuk menghasilkan energi atau tenaga. Saat ini, diabetes melitus tidak hanya dianggap sebagai gangguan metabolisme karbohidrat, tetapi juga menyangkut metabolisme protein dan lemak yang diikuti dengan komplikasi yang bersifat menahun (kronis) terutama terjadi pada struktur dan fungsi pembuluh darah. Jika penyakit ini dibiarkan begitu saja, akan menimbulkan berbagai komplikasi yang cukup fatal, seperti penyakit jantung, ginjal, kebutaan, amputasi dan aeterosklerosis (Sjaifoelah Noer, 1996: 9).
Rumah Sakit Sunan Kalijaga Demak merupakan salah satu rumah sakit yang menerima penyandang diabetes. Menurut data 10 besar penyakit tidak menular pasien rawat jalan di RSUD Sunan Kalijaga Demak, penyakit diabetes melitus pada tahun 2008 menduduki peringkat ke 3 dengan jumlah penderita 3.464, sedangkan pada tahun 2009 penyakit diabetes melitus menduduki peringkat ke 4 dengan jumlah 4.130 pasien. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah pasien diabetes melitus (Profil RSUD Sunan Kalijaga Demak: 2009). Pada bulan bulan Febuari tahun 2010 penderita diabetes melitus rawat jalan di Rumah Sakit Sunan Kalijaga Demak sebanyak 226 orang, bulan Maret sebanyak 245 orang, dan pada bulan April sebanyak 215 orang. Pasien diabetes melitus yang berada di Rumah Sakit Sunan Kalijaga Demak ini adalah diabetes melitus tidak tergantung insulin atau DM tipe 2. Tujuan utama dalam pengelolaan diabetes melitus adalah menghambat atau mencegah terjadinya komplikasi kronis yang sangat merugikan penderita. Karena itu, peningkatan pengetahuan dan penanganan tentang diabetes melitus beserta komplikasinya perlu ditingkatkan. Komplikasi diabetes melitus cenderung mengakibatkan penderitanya mengalami hal-hal sebagai berikut : (1) dua kali lebih mudah mengalami trombosit otak (pembekuan darah di bagian otak), (2) dua kali lebih mudah mendapatkan penyakit jantung koroner, (3) tujuh belas kali lebih mudah mengalami gagal ginjal kronis, (4) dua puluh lima kali lebih mudah mengalami kebutaan,
(5)
lima kali
lebih
mudah
mengalami gangren
(Ratnakusuma, 2003:49). Dengan berbagai pertimbangan tentang komplikasi yang kemungkinan dialami oleh penyandang diabetes melitus, maka penulis melakukan
penelitan tentang “Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 Pasien Rawat Jalan (Studi Kasus Di Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak)”. 1.2. Rumusan Masalah 1.2.1 Rumusan Masalah Umum Rumusan masalah umum dari penelitian ini yaitu faktor risiko apakah yang berhubungan dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 pasien rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak ? 1.2.2 Rumusan Masalah Khusus 1.2.2.1. Apakah ada hubungan hubungan antara riwayat keluarga dengan kejadian DM tipe 2 pasien rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak? 1.2.2.2. Apakah ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian DM tipe 2 pasien rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak? 1.2.2.3. Apakah ada hubungan antara umur dengan kejadian DM tipe 2 pasien rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak ? 1.2.2.4. Apakah ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian DM tipe 2 pasien rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak ? 1.2.2.5. Apakah ada hubungan antara tingkat pendapatan dengan kejadian DM tipe 2 pasien rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak ?
1.2.2.6. Apakah ada hubungan antara obesitas dengan kejadian DM tipe 2 pasien rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak ? 1.2.2.7. Apakah ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian DM tipe 2 pasien rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak? 1.2.2.8. Apakah ada hubungan antara aktifitas merokok dengan kejadian DM tipe 2 pasien rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak ? 1.2.2.9. Apakah ada hubungan antara gaya hidup dengan kejadian DM tipe 2 pasien rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak? 1.2.2.10. Apakah ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian DM tipe 2 pasien rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak? 1.2.2.11. Apakah ada hubungan antara sikap dengan kejadian DM tipe 2 pasien rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak ? 1.2.2.12. Apakah ada hubungan antara praktik dengan kejadian DM tipe 2 pasien rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak ?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak. 1.3.2 Tujuan Khusus 1.3.2.1 Mengetahui hubungan antara riwayat keluarga dengan kejadian DM tipe 2. 1.3.2.2 Mengetahui hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian DM tipe 2. 1.3.2.3 Mengetahui hubungan antara umur dengan kejadian DM tipe 2. 1.3.2.4 Mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian DM tipe 2. 1.3.2.5 Mengetahui hubungan antara tingkat pendapatan dengan kejadian DM tipe 2. 1.3.2.6 Mengetahui hubungan antara obesitas dengan kejadian DM tipe 2. 1.3.2.7. Mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian DM tipe 2. 1.3.2.8. Mengetahui hubungan antara aktivitas merokok dengan kejadian DM tipe 2. 1.3.2.9. Mengetahui hubungan antara gaya hidup dengan kejadian DM tipe 2. 1.3.2.10. Mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan kejadian DM tipe 2. 1.3.2.11 Mengetahui hubungan antara sikap dengan kejadian DM tipe 2.
1.3.2.12 Mengetahui hubungan antara praktik dengan kejadian DM tipe 2.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi pihak Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak, khususnya dalam mengambil kebijakan
di
Poliklinik
Penyakit
Dalam
mempengaruhi
penyakit
diabetes
melitus,
mengenai sehingga
faktor-faktor dapat
yang
melakukan
pengendalian dan pencegahan terjadinya penyakit diabetes mellitus. 1.4.2 Bagi IKM FIK UNNES Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan referensi bagi penelitian yang sejenis yang berkaitan dengan penyakit diabetes melitus tipe 2 dan kemungkinan risiko yang terjadi. 1.4.3 Bagi Peneliti 1.4.3.1 Menambah wawasan pengetahuan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 pasien rawat jalan di RSUD Sunan Kalijaga Demak 1.4.3.2 Menambah pengalaman langsung dalam pelaksanaan penelitian serta menerapkan pengetahuan yang diperoleh dalam melakukan penelitian di lapangan.
1.3. Keaslian Penelitian Tabel 1.1. Keaslian Penelitian No. Judul/Peneliti/Lokasi Tahun Desain penelitian 1 2 3 4 1 Hubungan antara 2009 Cross pengetahuan dan sectional praktik pengelolaan diabetes mellitus dengan pengendalian kadar gula darah pada pasien diabetes Melitus di RSUD Kota Semarang /Atik Mulyani
2
3
Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian penyakit Diabetes Melitus Tipe-2 di Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang Tahun 2007/ Seisar Komala Dewi
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan diit penderita diabetes mellitus tipe-2 di
2007
2008
Variabel
5 Variabel bebas: pengetahuan dan praktik pengelolaan diabetes melitus Variabel terikat : pengendalian kadar gula darah pada pasien diabetes Kasus Variabel kontrol bebas: umur, aktifitas fisik, riwayat keluarga, IMT (Indeks Massa Tubuh) Variabel terikat: kejadian diabetes melitus tipe II Cross Variabel sectional bebas: pengetahuan, motivasi, tingkat
Hasil 6 Ada hubungan antara pengetahuan (p value = 0,015 dan CC = 0,260), praktik (p value = 0,017 dan CC = 0,256) dengan pengendalian kadar glukosa darah pada pasien diabetes mellitus. Ada hubungan antara umur, aktifitas fisik, riwayat keluarga, dan IMT(≥23kg/m2) dengan kejadian diabetes mellitus tipe-2.
Ada hubungan antara jenis kelamin (p value =0,008 dan CC=0,259),
poliklinik diabetes RSUP Dr. Kariadi Semarang/Novi Hidayati
pendapatan perkapita, pengalaman, dukungan keluarga, dan komunikasi dokter dan pasien Variebel terikat: diabetes melitus tipe II
pengetahuan (p value = 0,006 dan CC = 0,310), motivasi (p value = 0,046 dan CC = 0,259), dukungan keluarga (p value = 0,001 dan CC =0,345), dan komunikasi dokter dan pasien (p value =0,005 dan CC = 0,317) dengan kepatuhan diit penderita diabetes mellitus tipe-2
Beberapa hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah pada variabel bebas. Pada penelitian ini terdapat penambahan variabel bebas yaitu jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, aktifitas merokok, gaya hidup, pengetahuan, sikap, dan praktik.
1.4. Ruang Lingkup 1.4.1. Ruang lingkup tempat Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak. 1.4.2. Ruang Lingkup Waktu Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari proposal skripsi disetujui sampai selesai penelitian yaitu dari tanggal 4 Mei - 8 Juni tahun 2010. 1.4.3. Ruang Lingkup Materi Materi yang dipaparkan adalah hal-hal yang berkenaan dengan ilmu kesehatan masyarakat khususnya bidang epidemiologi mengenai faktor risiko diabetes melitus tipe 2.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Diabetes Melitus 2.1.1 Definisi Diabetes Melitus Menurut American Penyakit Association/ADA (2003), yang dikutip oleh Pusat Diabetes dan Lipid RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo FKUI (2005 : 33), diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Sumber lain menyebutkan, Diabetes Melitus (DM) adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang mengalami peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan hormon insulin baik absolut maupun relatif. Absolut berarti tidak ada insulin sama sekali, sedangkan relatif berarti jumlahnya cukup atau memang sedikit tinggi atau daya kerjanya kurang (Sunita Almatsier, 2005: 29). 2.1.2. Klasifikasi dan Diagnosis DM Menurut Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI (2007: 1858), dalam terminologi terdapat perubahan dimana pada klasifikasi WHO 1985 tidak lagi terdapat istilah tipe 1 dan tipe 2. Tetapi karena istilah ini sudah mulai dikenal umum untuk tidak lagi membingungkan, maka kedua istilah ini masih dapat dipakai tetapi tanpa mempunyai arti khusus seperti implikasi etiopatogenik. Adapun klasifikasi etiologi menurut ADA 2005 adalah sebagai berikut:
12
1). Diabetes Melitus Tipe 1(destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolute): 1. Imunologik 2. Idiopatik 2). Diabetes Tipe 2 ( bervariasai mulai yang terutama dominan resistensi insulin disertai defesiensi insulin relative sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. 3). Diabetes Tipe Lain A. Defek genetik fungsi sel beta: 1. Maturity-onset diabetes of the young (MODY) 1,2,3. 2. DNA mitokondria 3. Lainnya B. Defek genetik kerja insulin C. Penyakit eksorin pankreas 1. Pankreatis 2. Trauma / pankreatektomi 3. Neoplasma 4. Cystic fibrosis 5. Hemocromatosis 6. Pankreatopati fobrokalkulus
D. Endokrinopati 1. Akromegali 2. Syndrome Cushing 3. Feokromisitoma 4. Hipertiroidisme E. Karena obat/zat kimia 1. Vacor, pentamidin, asam niktoinat 2. Glukokortikoid, hormone tiroid 3. Tiazit, dilatin, interferon alfa, dan lain-lain. F. Infeksi: rubella congenital, sitomegalovirus G. Sebab imunologi yang jarang: antibodi insulin H.Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM : Syndrome Down, Sindrom Klifelter, Sindrom Turner, dan lain-lain. 4). Diabetes Gestasional Diabetes gestasional adalah diabetes yang timbul selama kehamilan. Ini meliputi 2-5 % dari seluruh diabetes. Jenis ini sangat penting karena dampaknya pada janin yang kurang baik bila tidak ditangani dengan benar. Menurut PERKENI (2006 :3), diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena, ataupun kapiler tetap
dapat digunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler. Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai patokan penyaring dapat dilihat pada tabel.2.1 di bawah ini: Tabel 2.1. Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis DM (mg/dl) Bukan DM Belum DM Pasti DM Kadar glukosa darah Plasma Vena <100 100 – 199 200 sewaktu (mg/dl) Darah Kapiler
<90
90 – 199
200
Kadar glukosa darah Plasma Vena puasa (mg/dl) Darah Kapiler
<110
110 – 125
126
<90
90 – 109
110
Sumber: Konsensus Pengelolaan DM tipe II PERKENI (2006)
2.1.3 Gejala Diabetes Melitus Menurut Misnadiarly (2006: 14), gejala dan tanda-tanda penyakit DM dapat digolongkan menjadi gejala akut dan gejala kronik diantaranya: 2.1.3.1 Gejala Akut penyakit DM Gejala penyakit DM dari satu penderita ke penderita lain berbeda-beda, bahkan ada penderita yang tidak menunjukkan gejala apapun sampai saat tertentu.
2.1.3.1.1. Pada permulaan gejala ditunjukkan meliputi tiga serba banyak, yaitu: 1) Banyak minum (Polidipsi) 2) Banyak kencing (Poliuria) 3) Banyak makan (Polifagia) 2.1.3.1.2. Bila keadaan tersebut tidak segera diobati, akan timbul gejala: 1) Banyak minum 2) Banyak kencing 3)
Berat badan turun dengan cepat (bisa 5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu).
4) Mudah lelah 5) Bila tidak lekas diobati akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh koma, yang disebut koma diabetik (Misnadiarly, 2006: 15). 2.1.3.2 Gejala Kronik Penyakit DM Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita DM adalah sebagai berikut: 1) Kesemutan 2) Kulit terasa panas (wedangen) atau seperti tertusuk-tusuk jarum. 3) Terasa tebal di kulit, sehingga kalau berjalan seperti di atas bantal atau kasur. 4) Kram. 5) Capai. 6) Mudah mengantuk.
7) Mata kabur, biasanya sering ganti kaca mata. 8) Gatal di sekitar kemaluan, terutama wanita. 9) Gigi mudah goyang dan mudah lepas. 10) Kemampuan seksual menurun, bahkan impoten. 11) Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau berat bayi lahir lebih dari 4 kg (Misnadiarly, 2006: 16).
2.1.5. Komplikasi Diabetes Melitus. 2.1.5.1 Komplikasi Akut Menurut Misnadirly (2006: 18), komplikasi akut yang sering terjadi adalah reaksi hiplokemia dan koma daibetik. “Reaksi hiplokemia” adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa, dengan tanda-tanda rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing, dan sebagainya. “Koma diabetik” berlainan dengan koma higlokemik. Koma diabetik ini timbul karena kadar glukosa dalam darah terlalu tinggi, dan biasanya > 600 mg/dl Gejala yang timbul adalah : 1) Nafsu makan menurun. 2) Haus, minum banyak, kencing banyak. 3) Kemudian disusul rasa mual, muntah, nafas penderita menjadi cepat dan dalam, serta berbau aceton. 4) Sering disertai panas badan, karena biasanya ada infeksi (Misnadiarly, 2006: 19).
2.1.5.2. Komplikasi Kronik. Menurut
Pusat
Diabetes dan Lipid RSUP
Nasional Dr. Cipto
Mangunkusumo FKUI (1999: 140), penyulit kronik DM pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah di seluruh tubuh (angiopati diabetik). Untuk kemudahan angipati diabetik dibagi 2: makro-angiopati (makrovaskular) dan mikroangiopati (mikrovaskular), walaupun tidak berarti bahwa satu sama lain saling terpisah dan tidak terjadi sekaligus bersamaan. Komplikasi kronik DM yang sering terjadi adalah sebagai berikut: Mikrovaskular
- ginjal - mata
Makrovaskuler
- jantung koroner - pembuluh darah kaki - pembuluh darah otak
Neuropati
- mikro dan makrovaskuler
Rentan infeksi
- mikro dan makrovaskuler (Pusat Diabetes dan
Lipid RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo FKUI, 1999: 140).
2.1.6. Diabetes Melitus Tipe 2 2.1.6.1. Definisi Diabetes Melitus Tipe 2 (DM Tipe 2) Diabetes melitus tipe 2 adalah diabetes melitus yang secara klinis dinilai tidak mendesak memerlukan insulin untuk melestarikan kehidupannya, karena jumlah insulin normal bahkan berlebih, tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel kurang. Karena reseptor insulin yang terdapat pada
permukaan sel kurang, maka penderita DM tipe II kadangkala memerlukan insulin untuk mengendalikan diabetes, tetapi tidak tergantung pada insulin untuk mencegah terjadinya ketoasidosis (Pusat Diabetes dan Lipid RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo FKUI, 1999: 7).
2.1.6.2 Patofisiologi DM Tipe 2 Menurut Misnadiarly (2006: 53), pengolahan bahan makanan dimulai dari mulut kemudian ke lambung dan selanjutnya ke usus. Di dalam saluran pencernaan, makanan yang terdiri atas karbohidrat dipecah menjadi glukosa, protein dipecah menjadi asam amino dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makananan itu diedarkan ke seluruh tubuh untuk dipergunakan oleh organ-organ di dalam tubuh sebagai bahan bakar. Supaya berfungsi sebagai bahan bakar zat makanan itu harus diolah, dimana glukosa dibakar melalui proses kimia yang menghasilkan energi yang disebut metabolisme. Dalam
metabolisme,
insulin
memegang
peranan
penting
yaitu
memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin adalah suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas. Bila insulin tidak ada, maka glukosa tidak dapat masuk ke sel dengan akibat glukosa tetap berada di pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di dalam darah meningkat.
Pada diabetes mellitus tipe 2, jumlah insulin normal tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah menjadi meningkat (Misnadiarly, 2006: 54).
2.1.6.3 Epidemiologi DM TIPE 2. Menurut Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI (2006: 37), dikenal 3 periode dalam transisi epidemiologis. Hal tersebut terjadi tidak saja di Indonesia, tetapi juga di negara-negara lain yang sedang berkembang. 1) Periode I. Era pestilence dan kelaparan. Dengan kedatangan orang-orang barat ke Asia pada akhir abad ke-15, datang pula penyakit-penyakit menular seperti pes, kolera, influenza, tuberkulosis, dan penyakit kelamin, yang meningkatkan angka kematian. Harapan hidup bayi-bayi rendah dan pertambahan penduduk juga sangat rendah pada waktu itu. 2) Periode II. Pandemi berkurang pada akhir abad ke-19. Dengan perbaikan gizi, higiene, serta sanitasi, penyakit menular berkurang dan mortalitas menurun. Rata-rata harapan hidup pada waktu lahir meningkat dan jumlah penduduk seperti pulau Jawa nampak bertambah. 3) Periode III. Periode ini merupakan era penyakit degeneratif dan pencemaran, karena komunikasi yang lebih baik dengan masyarakat barat serta adopsi cara kehidupan barat, penyakit-penyakit degeneratif seperti hipertensi, penyakit kardiovaskular, dan diabetes melitus meningkat. Tetapi apabila kontak dengan barat kurang dan masih terdapat kehidupan
tradisional, seperti di daerah pedesaan, penyakit-penyakit tersebut jarang ditemukan. Prevalensi DM tipe 2 pada bangsa kulit putih berkisar antara 3-6% dari angka orang dewasanya.
Angka ini merupakan baku emas untuk
membandingkan kekerapan diabetes antar berbagai kelompok etnik di seluruh dunia, hingga dengan demikian kita dapat membandingkan prevalensi di suatu negara atau suatu kelompok etnik tertentu dengan kelompok etnik kulit putih pada umumnya,
misalnya di
negara-negara
berkembang
yang
laju
pertumbuhan ekonominya sangat menonjol seperti Singapura. Kekerapan diabetes sangat meningkat dibanding dengan 10 tahun yang lalu. Demikian pula pada beberapa kelompok etnik di beberapa negara yang mengalami perubahan gaya hidup yang sangat berbeda dengan cara hidup sebelumnya karena memang mereka lebih makmur, kekerapan diabetes bisa mencapai 35% seperti misalnya di beberapa bangsa Mikronesia dan Polinesia di Pasifik, Indiana Pima di AS, orang Meksiko yang ada di AS, bangsa Creole di Mauritius dan Suriname, penduduk asli Australia dan imigran India di Asia. Prevalensi tinggi juga ditemukan di Malta, Arab Saudi, Indiana, Canada, Cina di Mauritius, Singapura, dan Taiwan (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006: 38). Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini dilaksanakan di Indonesia, kekerapan diabetes di Indonesia berkisar antara 1,4 – 1,6%, kecuali di dua tempat yaitu di Pekajangan (2,3%) dan di Manado (6%) (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006: 38).
Pada daerah Pekajangan, prevalensi ini agak tinggi disebabkan di daerah itu banyak perkawinan antara kerabat. Sedangkan di Manado, kalau dilihat dari segi geografi dan budayanya yang dekat dengan Filipina, ada kemungkinan bahwa prevalensi di Manado memang tinggi, karena prevalensi diabetes di Filipina juga tinggi, yaitu berkisar 8,4% – 12% di daerah urban dan 3,85% – 9,7% di daerah rural (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006: 39). Penelitian terakhir antara tahun 2001 sampai 2005 di daerah Depok didapatkan prevalensi DM Tipe II sebesar 14,7%, suatu angka yang sangat mengejutkan. Demikian juga di Makasar, prevalensi diabetes terakhir tahun 2005 mencapai 12,5% (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006: 39).
2.1.6.4 Faktor Risiko DM Tipe 2. Menurut Pusat Diabetes dan Lipid RSUP
Nasional Dr. Cipto
Mangunkusumo FKUI (1999: 3), kenaikan diabetes secara global disebabkan karena peningkatan kemakmuran suatu populasi, maka dengan demikian dapat dimengerti bila suatu saat atau lebih tepat lagi dalam kurun waktu 1 atau 2 dekade yang akan datang kekerapan DM di Indonesia akan meningkat dengan drastis. Hal ini disebabkan oleh faktor: 1). Faktor Demografi: a) Jumlah penduduk meningkat b) Penduduk berumur di atas 40 tahun meningkat c) Urbanisasi
2). Gaya Hidup a) Penghasilan per kapita tinggi b) Restoran fastfood c) Sendentary life d) Kurang gerak badan 3). Berkurangnya Penyakit Infeksi dan Kurang Gizi. Selain karena faktor di atas, kekerapan DM tipe 2 biasanya juga disebabkan oleh gaya hidup dan pola konsumsi yang tidak sehat. Berdasarkan berbagai penelitian setelah kriteria diagnosis DM diterima secara internasional, memberikan
pandangan
baru
terhadap
faktor-faktor
risiko
dan
pola
perkembangannya. Penelitian yang yang dilakukan di Wadena memberikan informasi bahwa faktor lingkungan khususnya obesitas dan hidup santai atau kurang aktifitas penyebab meningkatnya prevalensi DM tipe 2. Demikian pula hasil penelitian di Mauritus, faktor lingkungan terutama peningkatan kemakmuran suatu bangsa merupakan faktor kuat yang akan meningkatkan kekerapan DM. Hasil penelitian di Jakarta tahun 1993 menunjukkan kekerapan DM di daerah urban yaitu di Kelurahan Kayu Putih adalah 5,69%, sedangkan di daerah Jawa Barat tahun 1995 angka itu hanya 1,1%. Jadi dapat dikatakan perbedaan prevalensi antara daerah urban dan rural menunjukkan bahwa gaya hidup dapat mempengaruhi kejadian DM (Pusat Diabetes dan Lipid RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo FKUI, 1999: 3). Secara lengkap faktor-faktor risiko DM tipe 2 dapat dilihat pada tabel.2.2 di bawah ini:
Faktor risiko DM tipe 2 merupakan beberapa kondisi yang meningkatkan kemungkinan terkena DM tipe 2. Penyakit DM tipe2 terkait erat dengan sejumlah faktor risiko. Menurut Naskah Lengkap Diabetes Melitus (2007:136), faktor risiko DM tipe 2 antara lain faktor genetik yang meliputi riwayat keluarga, faktor demografi meliputi jenis kelamin, dan umur, faktor lingkungan yang meliputi tingkat perekonomian, kegemukan (obesitas), dan kurang aktifitas fisik, serta faktor risiko lain yang meliputi aktifitas merokok dan perilaku. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya DM Tipe 2 adalah :
2.1.6.4.1 Riwayat Keluarga Menurut Seisar Komala Dewi (2007: 26), diabetes merupakan penyakit keturunan, artinya bila orang tua menderita diabetes, anak-anaknya akan menderita diabetes juga. Bukti yang paling meyakinkan akan adanya faktor genetik adalah penelitian yang dilakukan pada saudara kembar identik penyandang DM, hampir 100% dapat dipastikan akan juga mengidap DM. Penelitian lain menunjukkan bahwa seseorang berisiko terkena DM bila mempunyai riwayat keluarga DM. Semakin dekat hubungannya (garis keturunan), semakin besar pula risiko untuk terkena DM. NIDDM memperlihatkan kesatuan famili yang kuat. Penelitian pada pasangan kembar dan keluarga membuktikan bahwa peranan komponen genetik relatif kuat. NIDDM memperlihatkan sebagai konsekuensi interaksi antara kerawanan genetik dengan peran terhadap faktor-faktor lingkungan. Pada populasi tertentu yang terbukti mempunyai komponen genetik utama telah diusulkan
sebuah genotype yang cermat. Beberapa gen saat ini, sebagian terbukti peranannya terhadap abnormalitas pada deaminasi adenosine dan gen-gen glukokinase pada beberapa keluarga yang mengalami diabetes onset maturitas pada yang muda, tetapi belum ditemukan abnormalitas secara konsisten (Naskah Lengkap Diabetes Melitus, 2007: 137). Diabetes menimpa sekitar 5% populasi negara maju dengan prevalensi bervariasi pada populasi dan etnis yang berbeda. Penelitian migran menunujukan peranan faktor lingkungan yang dominan, terutama pada diabetes tipe 2, buktibukti dari penelitian famili dan penelitian kembar menunjukkan bahwa peranan genetik menunjukkan bahwa peranan genetik yang signifikan pada etiologi diabetes mellitus (Naskah Lengkap Diabetes Melitus, 2007: 137). Pada penelitian famili didapatkan 25-50% penderita diabetes mempunyai riwayat keluarga diabetes, sedangkan pada mayarakat umum hanya dijumpai kurang dari 15%. Berbagai penelitian famili mendapatkan prevalensi diabetes berkisar 10-30% dibandingkan 1-6% pada non-diabetik (Naskah Lengkap Diabetes Melitus, 2007: 137).
2.1.6.4.2. Jenis Kelamin Distibusi penderita diabetes tipe 2 menurut jenis kelamin sangat bervariasi. Di Amerika, penderita perempuan lebih banyak dari pada laki-laki. Di daerah lain mungkin laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Studi di Augsburg mendapatkan hasil insidens rate yang standarlisasi menurut umur pada laki-laki sebesar 5,8 per 1.000/orang/tahun dan 4,0 per 1.000/orang/tahun pada perempuan (Naskah Lengkap Diabetes Melitus, 2007: 146).
2.1.6.4.3 Umur Diabetes tipe 2 biasanya disebut diabetes yang terjadi pada usia dewasa (adult or maturity onset diabetes). Kebanyakan kasus diabetes tipe 2 memang terjadi pada usia dewasa, lebih banyak sesudah umur 40 tahun, serta mereka yang kurang gerak badan, massa ototnya berkurang, dan berat badannya makin bertambah (Hans Tandra, 2008: 47). Menurut International Diabetes Federation, sebesar 90-95% orang dengan DM tipe 2 biasanya berumur lebih dari 40 tahun. Hasil penelitian Sarwono Waspadi membuktikan bahwa DM tipe 2 sering dijunpai pada usia 40-60 tahun. Tingkat kerentanan terjangkitnya penyakit DM sejalan dengan bertambahnya umur. Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, salah satu faktor risiko DM tipe 2 adalah orang yang berumur lebih dari 45 tahun (Seisar Komaladewi, 2007:26).
2.1.6.4.4 Tingkat Perekonomian Menurut Pusat Diabetes dan Lipid RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo FKUI (2007 :2), peningkatan kemakmuran atau perekonomian suatu negara atau individu, juga dapat berdampak terhadap tingginya angka kejadian DM tipe 2. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan di Mauritius, suatu negara kepulauan, yang penduduknya terdiri dari berbagai kelompok etnik. Dari hasil penelitian tersebut ternyata prevalensi DM tipe 2 di sana jauh lebih tinggi dari gold standart, padahal di negara asalanya prevalensi DM sangat rendah. Hal ini disebabkan karena ekonomi di Mauritus lebih baik dibandingkan di negara asal. Sedangkan menurut penelitian epidimiologi di Indonesia pada tahun 2001-2005, tendensi kenaikan kekerapan diabetes terutama disebabkan oleh peningkatan kemakmuran karena populasi. Sehingga dapat dimengerti bila suatu saat dalam kurun waktu 1 atau 2 dekade yang akan datang kekerapan DM di Indonesia akan meningkat dengan dratis. Pada masyarakat Kabupaten Demak, tingkat perokonomian dapat dinilai dari tingkat pendapatan masyarakat tersebut dalam mata pencahariannya seharihari. Masyarakat Kabupaten Demak bisa dikatakan tingkat perekonomiannya rendah jika pendapatan mereka per bulan kurang dari Rp 650.000,00. Dikatakan tingkat perekonomiannya cukup jika pendapatan mereka perbulan mencapai Rp 650.000,00 - Rp 900.000,00. Sedangkan dikatakan tingkat perekonomian tinggi jika pendapatan mereka per bulan bisa mencapai di atas Rp. 900.000,00 (BPS Demak tahun 2010).
2.1.6.4.5. Tingkat Pendidikan Pendidikan formal adalah pendidikan berprogram terstuktur dan berlangsung di persekolahan (Kunaryo Hadikusumo, 2000: 62) Kelompok masyarakat yang berpendidikan lebih cepat menerima dirinya sebagai orang sakit bila ia mengalami suatu gejala tertentu, daripada kelompok masyarakat yang lebih primitif. Mereka juga dilaporkan lebih cepat mencari pertolongan dokter dibanding masyarakat yang berstatus sosial lebih rendah.
2.1.6.4.6. Obesitas Menurut Buku Ajar Penyakit Dalam (2007: 1921), obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik spesifik. Faktor genetik diketahui sangat berpengaruh bagi perkembangan penyakit ini. Secara fisiologis, obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan. Untuk mengukur lemak tubuh secara langsung sangat sulit dan sebagai pengganti dipakai body mass indeks (BMI) atau indeks massa tubuh (IMT) untuk menentukan berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa. IMT merupakan indikator yang paling sering digunakan dan praktis untuk mengukur tingkat populasi berat badan lebih dan obes pada orang dewasa. Untuk penelitian epidemiologi, IMT ditentukan dengan indeks Quetlet, yaitu berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi dalam meter kuadrat (m2). Saat ini IMT merupakan indikator yang paling bermanfaat untuk menentukan berat badan lebih atau obes .
Sedangkan
menurut
klasifikasi
yang
ditetapkan
World
Health
Organization (WHO) dikatakan obesitas bila nilai IMT >25 kg/m2 dan dikatakan Pra Obese jika nilai IMT 25,0 - 29,9 kg/m2. Tabel 2.3 Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas pada Orang Dewasa Berdasarkan IMT Menurut WHO Klasifikasi IMT (kg/m2) Berat badan Kurang
< 18,5
Berat Badan Normal
18,5 - 24,9
Berat Badan Lebih
>25
Pra-Obes
25,0 – 29,9
Obes Tingkat I
30,0 - 34,9
Obes Tingkat II
35,0-39,9
Obes Tingkat III
>40
Sumber: WHO Technical Series, 2000 Menurut Hans Tandra (2008:17), lebih dari 8 diantara penderita DM tipe 2 adalah mereka yang mengalami kegemukan. Makin banyak jaringan lemak, jaringan tubuh dan otot akan semakin resisten terhadap kerja insulin (insulin resistance), terutama bila lemak tubuh atau kelebihan berat badan terkumpul di daerah sentral atau perut (central obesity). Lemak ini akan memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam peredaran darah. 2.1.6.4.7. Aktivitas Fisik Menurut Buku Ajar Penyakit Dalam (2007: 1924), peningkatan aktivitas fisik merupakan komponen penting dari program penurunan berat badan, walaupun aktivitas fisik tidak menyebabkan penurunan berat badan lebih banyak
dalam jangka waktu enam bulan. Kebanyakan penurunan berat badan terjadi karena penurunan asupan kalori. Aktifitas fisik yang lama sangat membantu pada pencegahan peningkatan berat badan. Keuntungan tambahan aktivitas fisik adalah terjadi pengurangan risiko kardiovaskular dan diabetes lebih banyak dibandingkan dengan pengurangan berat badan tanpa aktivitas fisik saja. Menurut Hans Tandra (2008: 18), semakin kurang gerak badan, semakin mudah seseorang terkena diabetes melitus. Olahraga atau aktivitas fisik membantu kita untuk mengontrol berat badan. Glukosa darah dibakar menjadi energi, dan sel-sel tubuh menjadi lebih sensitif terhadap insulin. Peredaran darah menjadi lebih baik, dan risiko terjadinya diabetes melitus tipe 2 akan turun sampai 50 persen. Menurut J.H Stein (2001: 636), memberikan petunjuk olah raga yang aman penderita diabetes yaitu tidak dianjurkan pada penderita diabetes yang pengendaliannya kurang baik (glukosa plasma > 240 mg/dL), karena dapat terjadi hiperglikemia paradaksol dan ketosis. Penderita diabetes yang tua (>40 tahun) harus telah mendapat pemeriksaan kardiovaskular lengkap dan EKG. Retinopati proliferatif dan hipertensi dapat diperburuk oleh olah raga tingkat sedang sampai berat. Kaki yang tak peka atau penyakit pembuluh darah perifer dapat menimbulkan ulkus pada kaki. Penderita diabetes harus selalu membawa kabohidrat yang mudah diserap dan glukosa darah harus diukur sebelum dan sesudah olahraga. Nila-nilai yang kurang dari 60 mg/dl atau lebih dari 240 mg/dl membutuhkan perhatian. Penderita harus makan cukup, cairan sebelum, selama, dan sesudah olah raga untuk menghindari dehidrasi.
2.1.6.4.8. Kebiasaan Merokok Kebiasaan merokok berhubungan secara mencolok dengan bertambahnya risiko terjadinya diabetes tipe 2 dan keuntungan berhenti merokok hanya nampak setelah 5 tahun berhenti, bahkan risikonya pun bisa seperti bukan perokok hanya setelah 20 tahun. Risiko mengalami diabetes pada orang merokok dapat terjadi karena mengkonsumsi rokok lebih dari satu bungkus, dan perokok tersebut merubah dari merokok sigaret ke merokok pipa ataupun cerutu sama dengan kalau meneruskan merokok sigaret (Naskah Lengkap Diabetes Mellitus, 2007: 145). Sedangkan menurut Sri Hartini (2009:117), pada penderita diabetik merokok sebaiknya segera dihentikan karena dapat
meningkatkan dan
mempertebal plasma dinding pembuluh darah (aterosklerosis) yang dapat menyebabkan komplikasi kardovaskuler.
2.1.6.4.9. Perilaku Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Sedangkan yang dimaksud perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktifitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, dan sebagainya. Jadi dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak diamati oleh pihak luar (Soekidjo Notoatmodjo, 2007: 133).
Secara terperinci perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap, dan sebagainya. Namun demikian, pada realitasnya sulit dibedakan atau dideteksi gejala kejiwaan yang menetukan perilaku dan apabila ditelusuri lebih lanjut, gejala kejiwaan tersebut dipengaruhi faktor lain diantaranya adalah faktor pengalaman, sarana fisik, dan sosial budaya masyarakat (Soekidjo Notoatmodjo, 2007: 177). Adapun perilaku manusia di era globalisasi juga sangat berpengaruh pada diabetes mellitus karena dengan perkembangan jaman akan membuat gaya hidup manusia itu semakin berubah. Menurut Vitahealth (2004: 31), penyebab utama diabetes di era globalisasi adalah perubahan gaya hidup. Wajah Asia secara harfiah telah berubah, dan salah satu aspek yang paling menonjol adalah tingginya konsumsi makanan gaya barat. Makanan gaya barat ini bisa dipersonifikasikan dengan jaringan restoran cepat saji (fast food) Mc Donald’s, KFC, Pizza Hut, Wendy’s, dan sebangsanya. Makanan tersebut paling cocok dan paling nikmat bila diiringi dengan minuman ringan (soft drink) yang tinggi gula. Menurut Naskah Lengkap Diabetes Melitus (2007: 37), makanan cepat saji cenderung memiliki IG (Indeks Glikemik) yang tinggi karena mengandung kadar lemak jenuh yang tinggi, mengandung energi yang tinggi, mengandung kadar fruktosa tinggi, namun pada umumnya kandungan kadar mikro nutrien, vitamin A, vitamin C, kalsium dan serat jauh lebih rendah. Makanan jenis ini cenderung memicu risiko terjadinya obesitas di kemudian hari. IG (Indeks Glekemik) merupakan salah satu konsep dasar dalam terapi nutrisi medik pada penderita DM
untuk mencapai target pengendalian glukosa darah yang optimal. Atau IG merupakan kandungan karbohidrat di setiap makanan yang diperiksa, yang dapat menimbulkan lonjakan hiperglikemia paling cepat di plasma darah. Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2007: 136), perilaku kesehatan adalah suatu respons sesorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan. Teori Lawgreen (1980) dalam menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan, baik seseorang maupun masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: faktor predisposisi (predisposing factors), faktor-faktor pendukung (enabling factors), faktor pendorong (renforcing factors). Faktor presdisposisi yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya. Faktor-faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan misalnya puskesmas, obat-obatan, dan sebagainya, sedangkan faktor-faktor pendorong yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2007: 146), perubahan perilaku terhadap kesehatan secara teori untuk menerima atau mengadopsi perilaku baru dalam kehidupannya dapat ditempuh melalui tiga tahap, yaitu pengetahuan, sikap, dan praktik atau tindakan.
2.1.6.4.10 Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’ dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Soekidjo Notoatmodjo, 2007: 143). Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2007: 143), pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan: 1) Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. 2) Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Seseorang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan meramalkan terhadap objek yang dipelajari. 3) Aplikasi (Aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).
4) Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5) Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 6) Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2007: 146), ada beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau kesadaran terhadap kesehatan yaitu: 1) Pengetahuan tentang sakit dan penyakit yang meliputi: a) Penyebab penyakit b) Gejala atau tanda-tanda penyakit c) Bagaimana cara pengobatan atau kemana mencari pengobatan d) Bagaimana cara penularannya dan sebagainya 2) Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat. a) Jenis-jenis makanan yang bergizi b) Manfaat makan bergizi bagi kesehatannya
c) Pentingnya olah raga bagi kesehatan dan sebagainya Menurut Sidartawan Soegondo dkk, (1993:1 ), pengetahuan sebenarnya berhubungan erat dengan tingkat pendidikan, walaupun tidak secara mutlak, artinya seseorang yang berpendidikan tinggi belum tentu mempunyai tingkat pengetahuan yang luas. Tingginya tingkat pengetahuan seseorang banyak ditentukan oleh berbagai faktor antara lain: tingkat pendidikan, lokasi daerah pemukiman, banyaknya kontak dengan komunikator baik melalui media cetak maupun media lain.
2.1.6.4.11 Sikap Sikap adalah penilaian (bisa berupa pendapat) seseorang terhadap objek (dalam hal ini adalah kesehatan, termasuk penyakit). Adapun indikator untuk sikap kesehatan yakni: 1) Sikap terhadap sakit dan penyakit Adalah bagamana penilaian atau pendapat seseorang terhadap gejala atau tanda-tanda penyakit, penyebab penyakit, cara penularan penyakit, cara pencegahan penyakit, dan sebagainya. 2) Sikap terhadap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat Adalah penilaian atau pendapat seseorang terhadap cara-cara memelihara dan cara berperilaku hidup sehat. Dengan perkataan lain, pendapat atau penilaian terhadap makanan, minuman, dan sebagainya bagi kesehatannya.
2.1.6.4.12 Praktik Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (over behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbedaan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain (Soekidjo Notoatmodjo, 2007 :149). Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2007 : 149), praktik mempunyai beberapa tingkatan: 1) Persepsi (Perseption) Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil merupakan praktik tingkat pertama. 2) Respon Terpimpin (Guided Respons) Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah indikator tingkat dua. 3) Mekanisme (Mekanism) Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga. 4) Adaptasi (Adoption)
Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Handayani, Suharyo, dan Henry mengenai faktor-faktor risiko DM di Semarang mengatakan bahwa praktik buruk dalam mencegah DM berpengaruh terhadap kejadian DM dengan OR 6,2, 95% CI 1,0-19,9 (Naskah Lengkap Diabetes Melitus, 2007: 149).
2.1.7 Pencegahan Diabetes Melitus Menurut Naskah Lengkap Diabetes Melitus (2007: 149), pencegahan DM dibagi menjadi empat bagian, yaitu: 1). Pencegahan Premordial Pencegahan premordial adalah upaya untuk memberikan kondisi pada masyarakat yang memungkinkan penyakit tidak dapat dukungan dari kebiasaan, gaya hidup. Misalnya menciptakan prakondisi sehingga masyarakat merasa bahwa konsumsi makan westernisasi merupakan pola makan yang kurang baik, pola hidup santai atau kurang aktivitas, obesitas, dll. Dengan demikian sasaran dalam pencegahan primordial adalah masyarakat secara umum. 2). Pencegahan Primer. Sasaran pencegahan kelompok ini adalah kelompok individu yang belum menderita DM tetapi berpotensi untuk menjadi DM, seperti sudah adanya faktor risiko yang lain. Cara yang dapat dilakukan disesuaikan dengan kemungkinan faktor risiko yang mungkin ada seperti menghindari agar tidak gemuk (BMI < 27
kg/m2), aktivitas fisik atau olah raga teratur minimal 3-4 kali dalam 1 minggu, pentingnya pola makan sehat misalnya dengan seringnya mengkonsumsi daging olahan akan meningkatkan risiko terkena DM tipe 2, dan menghindari kebiasaan merokok. Dengan demikian dicari suatu upaya meningkatkan kesadaran bahwa diabetes melitus tipe 2 dapat dicegah dan dikendalikan. 3). Pencegahan Sekunder Sasaran pencegahan dalam tahap ini adalah individu yang sudah menderita DM baik yang masih baru maupun yang sudah lama dengan tujuan untuk mencegah atau menghambat timbulnya komplikasi yang mungkin akan terjadi baik komplikasi akut maupun komplikasi kronik. Pencegahan yang dianjurkan adalah pengaturan sistem rujukan untuk menata cara pengelolaan baku, oleh karena itu cara pengelolan yang baku dan teratur perlu diberi penekanan, mengingat bahwa kepatuhan penderita merupakan unsur utama pada pencegahan sekunder. Bahan yang diberikan pada untuk kegiatan tersebut adalah mengenal dan mencegah komplikasi akut dan komplikasi kronik, penatalaksanaan baku, pengaturan makanan di luar rumah, waktu melakukan aktivitas fisik maupun waktu di rumah (menggunakan alas kaki dianjurkan). Kegiatan fase ini dapat dilakukan pada pertemuan perkumpulan penderita diabetes mellitus untuk kepentingan olah raga bersama yang diselingi dengan ceramah mengenai caracara pencegahan komplikasi selanjutnya. 4). Pencegahan Tersier. Sasaran pencegahan pada tahap ini adalah penderita yang sudah menderita komplikasi, dengan tujuan untuk mengurangi atau mencegah kecacatan. Dengan
demikian upaya yang dianjurkan adalah pengelolaan komplikasi kronik, upaya untuk melakukan rehabiltasi (baik fisik, mental, maupun sosial), menanamkan kesabaran, mengingat penyakit ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikendalikan, memupuk ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.2 Kerangka Teori
Faktor Genetik 1. Riwayat Keluarga
Faktor Demografi 1. Jenis Kelamin 2. Umur
Faktor Lingkungan 1. Tingkat Perekonomian 2. Tingkat Pendidikan 3. Kegemukan (Obesitas) 4. Kurang Aktivitas Fisik
Faktor Lain: 1. Aktivitas Merokok 2. Perilaku: a.Gaya Hidup b. Pengetahua n c. Sikap d. Praktik Gambar 2.2 Kerangka Teori
Diabetes Melitus Tipe 2
Sumber: Modifikasi Naskah Lengkap Diabetes Melitus (2007), Pusat Diabetes dan Lipid RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo FKUI (1999)
BAB III B. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Konsep
Variabel Bebas
5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Variabel Terikat
Riwayat keluarga Jenis kelamin Umur Tingkat pendidikan Tingkat pendapatan. Obesitas Kurang akivitas Aktifitas merokok Gaya hidup Pengetahuan Sikap Praktik
Diabetes Melitus Tipe II
Gambar.3.1 Kerangka Konsep Penelitian Sumber : Dikembangkan dari Soekidjo Notoatmodjo (2005), Pusat Diabetes dan Lipid RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo FKUI (1999)
3.2. Hipotesis 3.2.1. Hipotesis Mayor Ada hubungan antara faktor risiko dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 di RSUD Sunan Kalijaga Demak Tahun 2010. 3.2.2. Hipotesis Minor 1) Ada hubungan antara riwayat keluarga dengan kejadian DM tipe 2 2) Ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian DM tipe 2 3) Ada hubungan antara umur dengan kejadian DM tipe 2
43
4) Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian DM tipe 2 5) Ada hubungan antara tingkat pendapatan dengan kejadian DM tipe 2 6) Ada hubungan antara obesitas dengan kejadian DM tipe 2 7) Ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian DM tipe 2 8) Ada hubungan antara aktifitas merokok dengan kejadian DM tipe 2 9) Ada hubungan antara gaya hidup dengan kejadian DM tipe 2. 10) Ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian DM tipe 2 11) Ada hubungan antara sikap dengan DM tipe 2 12) Ada hubungan antara praktik buruk terhadap pencegahan penyakit DM dengan kejadian DM tipe 2
3.3.
Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian survei analitik. Penelitian survei
analitik adalah penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi (Soekidjo Nonoatmojo, 2002: 145). Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kasus kontrol (case control study) yaitu penelitian epidemiologi analitik observasional yang mengkaji hubungan antara efek (dapat berupa penyakit atau kondisi kesehatan) tertentu dengan faktor risiko tertentu. Subjek penelitian dipilih berdasarkan status penyakit, kemudian dilakukan pengamatan apakah subjek memiliki riwayat terpapar faktor penelitian atau tidak (Sudigdo Sastroasmoro dan Sofyan Ismail, 2002: 110).
Dalam penelitian ini, kelompok kasus (kelompok yang menderita penyakit yang diteliti) dibandingkan dengan kelompok kontrol (kelompok yang tidak menderita penyakit
yang sedang diteliti). Studi dimulai dengan
mengidentifikasi kelompok kasus dengan kelompok kontrol, kemudian secara retrospektif (penelusuran ke belakang) diteliti dengan faktor risiko yang sudah menerangkan apakah kasus dan kontrol terkena paparan atau tidak (Sudigdo Sastroasmoro dan Sofyan Ismail, 2002: 111). Adapun skema desain penelitian kasus-kontrol adalah sebagai berikut :
Apakah ada faktor resiko
Ditelusuri Retropektif
Penelitian dimulai
Ya Kasus Tidak
Ya Kontrol Tidak Gambar 3.2 Skema Penelitian Kasus-Kontrol 3.4. Variabel Penelitian 1) Independent Variable a) Riwayat Keluarga b) Jenis Kelamin
c) Umur d) Tingkat Pendidikan e) Tingkat Pendapatan f)
Obesitas
g) Aktivitas Fisik h) Merokok i) Gaya Hidup j) Pengetahuan k) Sikap l) Praktik 2) Dependent Variable Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian diabetes melitus tipe 2. 3.5. Definisi Operasional dan Skala Pengukurun Variabel. NO
Variabel
Definisi
Alat Ukur
Cara Ukur
Skala
Operasional Variabel terikat: Kejadian diabetes melitus tipe 2
Penderita DM adult onset yang tidak mendapatkan pengobatan insulin dan dinyatakan oleh dokter sebagai DM tipe 2 yang tertulis dalam catatan medik pasien
1. Bukan penderita Catatan DM tipe 2, jika medik pasien dinyatakan sebagai bukan DM tipe 2 sesuai dengan catatan medik pasien. 2. Penderita DM tipe 2, jika dinyatakan sebagai penderita DM tipe 2 sesuai dengan catatan
Nominal
medik pasien.
1
Variabel Bebas: Riwayat Keluarga
Nominal Ada
dan
Kuesioner
tidaknya riwayat keluarga yang terkena DM
1. Ya, jika ada riwayat keluarga DM. 2. Tidak, jika tidak ada riwayat keluarga DM. (Seisar Komala Dewi 2007: 26)
berdasarkan
Nominal
silsilah keluarga. Jenis 2
Kelamin
Kuesioner
Jenis
1. Laki-laki
kelamin
2. Perempuan
Ordinal
baik kelompok kontrol atau
Kuesioner
kasus (lakilaki Umur
atau
perempuan
3
1. <40 thn 2. ≥40 thn (Hans
Umur penderita
Kuesioner
Tandra,
2008: 47). Ordinal
diabetes melitus tipe 2
sejak
responden lahir hingga penelitian Tingkat 4
Pendapatan
berlangsung
1. Pendapatan rendah (penghasilan < Rp
Pendapatan keluarga per
bulan
(rupiah).
650.000/orang/bul an) 2. Pendapatan sedang (penghasilan Rp 650.000900.000/orang/bul an) 3. Pendapatan tinggi (> Rp 900.000/orang/bula n)
Tingkat Pendidikan
Pendidikan terakhir yang diterima oleh responden
Kuesio ner
1. 2. 3. 4.
SD SMP SMA Perguruan Tinggi
Ordinal
Obesita Keadaan fisik, - Mikrotoa 1.Tidak gemuk banyaknya - Timbangan (IMT < 25 s lemak dalam injak tubuh dengan kg/m2) cara 2. Kegemukan (IMT mengukur indeks masa ≥ 25 kg/m2) tubuh (IMT) (Buku Ajar Ilmu dengan cara membagi berat Penyakit Dalam, badan (kg) 2007: 1921) dengan tinggi badan dikuadratkan (m2) 7
Aktivit
nal
Kebiasaan subjek melakukan olah raga sehari-hari Nomi
as Kuesio
Fisik
ner
Kebiasaan merokok subjek yang dinilai dengan jumlah rokok setiap harinya yang dihisap.
8
Nomi
nal 1. Tidak, jika tidak melakukan aktivitas olah raga 2. Ya, jika melakukan aktivitas olahraga secara rutin atau melakukan aktivitas olah raga tetapi tidak rutin. (Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam,
2007: 1924) Kuesio Merok ok
ner
1. Perokok 2. Mantan perokok 3. Tidak perokok (Naskah
Ordi nal
Lengkap Diabetes Mellitus, 145)
2007:
9
Gaya
Kebiasaan
Hidup
subjek
Kuesio ner
mengkonsu msi makanan fast
makanan
fast
food
satu
minggu
satu
Nom inal
kali.
food
2. Tidak, jika tidak mengkonsumsi makanan fast food.
atau makanan siap saji. Kuesio ner
Kebiasaan subjek
Nominal 1.Ya,
jika
mengkonsumsi minuman
soft
drink
satu
minggu
satu
kali.
mengkonsu
2.Tidak, jika tidak
msi
mengkonsumsi
minuman Pengeta
1. Ya, jika mengkonsumsi
minuman
soft drink
huan
soft
drink) Kuesio ner
(Vitahealth,
Nominal
2004: 31)
1. Rendah, jika skor < 5 2. Tinggi, jika skor ≥5
1 0 Seperangka t
jawaban Ord
pertanyaan Sikap
tentang
Kuesio
DM,
ner
inal
gejala/tand a-tanda, faktor resiko, pengobatan , 1
perawatan,
1
dan pencegahan ya
yang
diberi skor. Tanggapan terhadap DM, gejala/tand a-tanda, faktor resiko, pengobatan . perawatan, dan pencegahan nya.
1. Positif, jika skor 13-20 2. Negatif, jika skor 4-12
12
Praktik
Tindakan nyata
Kuesioner 1.Baik, jika skor
dalam
3.6.
Nominal
≥5
pencegahan
2.Buruk,
penyakit
jika skor
DM.
<5
Populasi dan Sampel Penelitian
3.6.1 Populasi Menurut Suharsini Arikunto (2002: 108), populasi merupakan keseluruhan objek penelitian. Populasi juga diartikan sebagai keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Soekidjo Notoatmodjo, 2002: 79). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien rawat jalan di bagian poliklinik penyakit dalam di Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak tahun 2010.
3.6.2 Sampel Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Soekidjo Notoatmodjo, 2002: 79). Adapun sampel dalam penelitian ini adalah : 3.6.2.1
Sampel Kasus
Sampel kasus pada penelitian ini adalah sebagian pasien yang menjalani rawat jalan di bagian penyakit dalam di Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak dengan kriteria sebagai berikut :
3.6.2.1.1 Kriteria Inklusi: 1. Bersedia untuk dijadikan subjek penelitian. 2. Berdomisili tetap di Demak atau warga Demak. 3. Pasien yang telah didiagnosa menderita DM Tipe 2 berdasarkan catatan medik pasien dan menjadi pasien rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak. 3.6.2.1.2 Kriteria Eksklusi 1. Tidak bersedia untuk dijadikan subjek penelitian. 3.6.2.2
Sampel Kontrol
Sampel kontrol dalam penelitian ini adalah sebagian pasien yang menjalani rawat jalan di bagian penyakit dalam di Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak dengan kriteria sebagai berikut : 3.6.2.2.1 Kriteria Inklusi 1. Bersedia untuk dijadikan subjek penelitian. 2. Berdomisili tetap di Demak atau warga Demak. 3. Pasien yang telah didiagnosa tidak menderita DM tipe 2 berdasarkan catatan medik pasien dan hasil tes glukosa darah sewaktu < 200 mg/dl. 3.6.2.2.2 Kriteria Eksklusi : 1. Tidak bersedia untuk dijadikan subjek penelitian.
3.6.3 Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel dalam penelitian dilakukan dengan cara simple random sampling yaitu merupakan teknik pengambilan sampel yang dilakukan dengan secara acak sederhana. Dalam penelitian ini setiap anggota atau unit dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel (Soekidjo Notoatmodjo, 2002 :86). Sampel dalam penelitian ini terdiri dari sampel kasus dan sampel kontrol. Dalam penentuan sampel dalam penelitian ini digunakan odd rasio (OR) yang diperoleh dari penelitian terdahulu. Besar sampel dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : [Za√(2.P.Q) + Zβ√(P1.Q1 + P2.Q2)]2 n1=n2
= (P1-P2)2
n
= Besar sampel tiap kelompok
a
= Derajat kemaknaan = 5%
1-β = Kekuatan penelitian = 80% CI
= Interval kepercayaan = 95%
Za
= 1,96
Zβ = 0,85
R
= Besarnya peningkatan atau penurunan OR yang
dinginkan = 2 P2
= Proposi terpapar pada kelompok kontrol = 0,30
P1
= Proporsi terkelompok pada kasus
P1
= P2 x R / [1+ P2(R-1)] = 0,30 x 2 /[1+0,30 (2-1) = 0,46
P
= (P1+P2) /2 = (0,46+0,30) /2 = 0,38
Q
= 1-P = 1-0,30 = 0,62
n1=n2
= [1,96√(2.0,38.0,62) + 0,84√0,46.0,54) + (0,30.0,70]2 (0,46-0,30)2 = 74
(Sudigdo Saatroasmoro dan Sofyan Ismael, 1995 : 202). Berdasarkan perhitungan sampel tersebut, maka jumlah sampel kasus dalam penelitian ini adalah 74 orang. Dengan perbandingan antara sampel kasus dan sampel kontrol sebesar 1:1, maka jumlah sampel kontrol dalam penelitian ini adalah 74 orang. 3.7 Sumber Data Penelitian
Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data asli atau primer yang bersumber pada observasi atau pengamatan langsung tentang faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak. Selain itu juga digunakan sumber data sekunder yang berasal dari kepustakaan dan laporan-laporan penelitian terdahulu tentang penyakit diabetes mellitus tipe 2 seperti data pasien diabetes mellitus tipe 2 yang menjalani perawatan di Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak serta hasil rekam medis pasien diabetes mellitus tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak. 3.8 Instrumen Penelitian Instrumen adalah sarana atau alat yang digunakan untuk pengambilan data sehingga didapatkan suatu data untuk kemudian data tersebut diolah. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Kuesioner. Kuesioner merupakan daftar pertanyaan yang telah tersusun dengan baik, sudah matang, dimana responden hanya memberikan jawaban dengan memberikan tanda tertentu (Soekidjo Notoatmodjo, 2002: 118). Kuesioner digunakan untuk mendapatkan informasi tentang faktor risiko yang berhubungan dengan diabetes tipe 2 yang meliputi riwayat keluarga, jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, obesitas, aktivitas fisik, aktivitas merokok, gaya hidup, sikap, dan praktik. 2. Timbangan injak sebagai alat untuk mengetahui berat badan responden
3. Mikrotoa yaitu alat untuk mengetahui tinggi badan responden. 4. Catatan medik pasien DM Catatan medik merupakan catatan kesdaan riwayat pasien, digunakan untuk mendapatkan informasi tentang identitas responden, bulan pemeriksaan, kadar glukosa darah, dan ada atau tidaknya komplikasi.
3.9 Validitas dan Reliabilitas Instrumen 3.9.1 Validitas Instrumen Validitas instrumen adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan sesuai instrumen. Instrumen dikatakan valid atau sahih apabila dapat mengungkap data dari varibel yang diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang validitas yang dimaksud. Untuk mengetahui tentang tingkat validitas instrumen dilakukan uji coba responden selanjutnya dihitung dengan rumus korelasi product moment pada taraf kepercayaan 95% atau taraf signifikan 5% jika r hitung lebih besar dari tabel atau probabilitas < 0,05 maka data dapat dikatakan valid. Rumus korelasi product moment sebagai berikut: N∑XY- (∑X)(∑Y) rxy= {N∑X2-(∑X2)2}{N∑Y2-(∑Y}2} Keterangan: rxy = Koefisien korelasi antara x dany
N = Jumlah subyek X = Skor item ∑X = Jumlah skor item ∑Y = jumlah skor item ∑X2 = Jumlah kuadrat skor item ∑Y2 = Jumlah kuadrat skor item (Sudigdo Sastroasmo, 2002: 203). Berdasarkan hasil uji validitas dengan bantuan SPSS release 13,0 diperoleh r hitung yang kemudian dibandingkan dengan r tabel product moment. Untuk n =20 taraf signifikan 5% didapat harga r tabel sebesar 0,444. 3.9.2 Reliabilitas Instrumen Reliabilitas instrumen memiliki pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk dapat digunakan sebagai alat pengumpul data, karena instrumen tersebut dianggap baik. Instrumen yang dipercaya kebenarannya untuk mengetahui reliabilitas dari penelitian dengan metode kuesioner menggunakan rumus sebagai berikut :
r11K=﴾ k-1
2 ﴿ (1- ∑όb
Keterangan:
)
Ό12
r11 = reliabilitas instrumen K
= banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
∑όb2 = jumlah varians butir Ό12
= varians (Suharsini Arikunto, 2002:171)
3.10 Teknik Pengambilan Data
3.10.1 Observasi Observasi dilakukan dengan cara mengamati langsung terhadap penderita diabetes mellitus yang periksa di poliklinik penyakit dalam RSUD Sunan Kalijaga Demak.
3.10.2 Dokumentasi Dokumentasi dilakukan dengan cara mengambil data tentang identitas dan hasil pencatatan penderita diabetes melitus yang berasal dari rekam medik. 3.10.3 Wawancara Teknik wawancara dilakukan dengan cara tanya jawab terhadap responden dengan menggunakan kuesioner sebagai panduan dalam melakukan wawancara. Wawancara dengan responden menggunakan kuesioner sebagai pedomannya bertujuan untuk mendapatkan keterangan dari penderita diabetes mellitus tipe 2 atau keluarga dari penderita diabetes mellitus
mengenai
identitas responden serta
faktor
risiko
yang
berhubungan dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2 yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini, meliputi riwayat keluarga, jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, obesitas, kurang akivitas, merokok, gaya hidup, pengetahuan, sikap, dan praktik. 3.11 Teknik Pengolahan dan Analisis Data 3.10.1 Pengolahan Data
Teknik pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Editing Meneliti ulang atau mengedit jawaban responden dari hasil wawancara. 2.
Coding Memberi kode dari jawaban responden menjadi bentuk angka.
3. Entry Data Adalah kegiatan memasukkan data yang berupa kode-kode dan menganalisis data. 4. Tabulasi Mengelompokkan data sesuai dengan tujuan penelitian dengan menggunakan tabel tabulasi. 3.10.2 Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik sebagai berikut: 3.10.2.1 Analisis Univariat Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan tiap-tiap variabel yaitu riwayat keluarga, jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, obesitas, kurang akivitas, merokok, gaya hidup, pengetahuan, sikap, dan praktik yang disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi. 3.10.2.2 Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan dan berkorelasi (Soekidjo Notoatmodjo, 2002: 102). Pada
analisis bivariat, dilakukan dengan membuat tabel silang antara variabel terikat dan bebas yaitu untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan masingmasing faktor risiko dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak. Analisis bivariat dilaksanakan dengan menggunakan uji chi square (x2) dengan menggunakan α =0.05 dan confidence interval (CI) sebesar 95%. Estimasi besar sampel dihitung dengan menggunakan odd ratio (OR). Dalam penelitian ini, uji chi square digunakan sebagi uji dependensi untuk menguji hipotesis, mengenai ada dan tidaknya hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Rumus yang diunakan dalam uji chi square (x2) adalah sebagai n(|ad – bc|- n / 2 ) (a + b )( c + d )(a + c )( b + d )
berikut:
x2 = Dengan n= a + b + c + d Untuk mengetahui estimasi risiko relatif dihitung odd ratio (OR) dengan tabel 2x2. OR menunjukan besarnya faktor risiko yang diteliti terhadap penyakit (efek) dengan rumus sebagi berikut: Tabel 3.2. Tabel 2x2 Penetuan Odd Rasio (OR) Efek Faktor Risiko
Total
Kasus
Kontrol
Ya (+)
a
b
a+b
Tidak (-)
c
d
c+d
Total
a+c
b+d
a+b+c+d
a/(a + c) : b/(b: + d) = ad OR= bc c/( a+ c) d/(b +d) Keterangan: OR= odd rasio a
= subjek dengan faktor risiko yang mengalami efek.
b
= subjek dengan faktor risiko yang tidak mengalami efek
c
= subjek tanpa faktor risiko yang mengalami efek
d
= subjek tanpa faktor risiko yang tidak mengalami efek. (Sudigdo Sastroasmoro, 2002: 102).
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian Demak sebagai salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang terletak pada koordinat 6o 43’ 26” -7o 09’ 43” Lintang Selatan dan 110o 48’ 47” Bujur Timur. Adapun batas wilayah Kabupaten Demak adalah sebagai berikut : Sebelah Utara
: Kabupaten Jepara dan Laut Jawa.
Sebelah Timur : Kabupaten Kudus dan Kabupaten Grobogan Sebelah Selatan : Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Semarang Sebelah Barat
: Kota Semarang
RSUD Sunan Kalijaga Kabupaten Demak terletak di Jl. Sultan Fatah Nomor 669/50 Demak seluas ±4 hektar. RSUD Sunan Kalijaga berada di Kota Demak dan juga berada di jalur utama pantai utara Jawa Tengah. Adapun tugas pokok dari RSUD Sunan Kalijaga yaitu melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilakukan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan. Adapaun tujuan pelayanan dari RSUD Sunan Kalijaga yaitu meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, khususnya masyarakat Demak dan sekitarnya dalam bentuk upaya
64
promotif, preventif, dan kuantitatif dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Demak.
4.2 Deskripsi Karakteristik Subjek Penelitian 59 Responden yang diteliti adalah 74 responden yang terkena Diabetes Melitus (DM) dan 74 responden yang tidak terkena DM (kontrol) yang dibuktikan dari hasil rekam medis serta hasil pemeriksaan tes kadar glukosa darah sewaktu < 200 mg/dl di RSUD Sunan Kalijaga Demak. Sesuai dengan tujuan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian DM tipe 2, maka data yang diperoleh dianalisis secara univariat dan bivariat. Faktor-faktor yang diprediksi mempengaruhi kejadian DM dalam kajian peneltian ini adalah: riwayat keluarga, jenis kelamin, umur, tingkat pendapatan, obesitas, kurangnya aktivitas, merokok, gaya hidup, pengetahuan, sikap dan praktik pencegahan. 4.3 Hasil Penelitian 4.3.1 Analisis Univariat 4.3.1.1 Jenis Kelamin Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Kelompok Kontrol No 1 2
Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Jumlah
Jumlah 46 28 74
% 62,2 37,8 100,0
Data dalam tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 74 kontrol, responden yang berjenis kelamin perempuan ada 46 orang (62,2%), sedangkan responden yang berjenis kelamin laki-laki ada 28 orang (37,8%).
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Kelompok Kasus No 1 2
Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Jumlah
Jumlah 48 26 74
% 64,9 35,1 100,0
Data dalam tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 74 kasus, responden yang berjenis kelamin perempuan ada 48 orang (64,9%), sedangkan responden yang berjenis kelamin laki-laki ada 26 orang (35,1%). 4.3.1.2 Usia Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Usia Kelompok Kontrol No 1 2
Umur <40 th > 40 th Jumlah
Jumlah 40 34 74
% 54,1 45,9 100,0
Data dalam tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari 74 kontrol, responden yang terdiagnosis tidak menderita diabetes melitus pada umur kurang dari 40 tahun ada 40 orang (54,1%), sedangkan responden yang terdiagnosis tidak menderita diabetes melitus pada umur lebih dari 40 tahun ada 34 orang (45,9%). Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Usia Kelompok Kasus No 1
Umur <40 th
Jumlah 22
% 29,7
2
> 40 th Jumlah
52 74
70,3 100,0
Data dalam tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari 74 kasus, responden yang terdiagnosis menderita diabetes melitus pada umur kurang dari 40 tahun ada 22 orang (29,7%), sedangkan responden yang terdiagnosis menderita diabetes melitus pada umur lebih dari 40 tahun ada 52 orang (70,3%).
4.3.1.3 Tingkat Pendidikan Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Kelompok Kontrol No 1 2 3 4
Tingkat Pendidikan SD SMP SMA PT Jumlah
Jumlah 15 19 30 10 74
% 20,3 25,7 40,5 13,5 100,0
Data dalam tabel 4.5 menunjukkan bahwa dari 74 kontrol, responden yang tingkat pendidikannya SD ada 15 orang (20,3%), sedangkan yang berpendidikan Perguruan Tinggi (PT) ada 10 orang 13,5%. Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Kelompok Kasus No 1 2 3 4
Tingkat Pendidikan SD SMP SMA PT Jumlah
Jumlah 5 11 48 10 74
% 6,8 14,9 64,9 13,5 100,0
Data dalam tabel 4.5 menunjukkan bahwa dari 74 kasus, responden yang tingkat pendidikannya SD ada 5 orang (6,8%), sedangkan yang berpendidikan Perguruan Tinggi (PT) ada 10 orang 13,5%. 4.3.1.4 Tingkat Pendapatan
Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Tingkat Pendapatan Kelompok Kontrol No 1 2 3
Pendapatan Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Jumlah 37 26 11 74
% 50,0 35,1 14,9 100,0
Data dalam tabel 4.5 menunjukkan bahwa dari 74 kontrol, responden yang tingkat pendidikannya tingkat pendapatannya rendah (< Rp.650.000,00) ada 37 orang (50%), sedangkan yang memiliki tingkat pendapatan tinggi (> Rp.900.000,00 ) ada 11 orang (14,9%). Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Tingkat Pendapatan Kelompok Kasus No 1 2 3
Pendapatan Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Jumlah 17 38 19 74
% 23,0 51,4 25,7 100,0
Data dalam tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari 74 kasus, responden yang tingkat pendidikannya tingkat pendapatannya rendah (< Rp.650.000,00) ada 17 orang (23%), sedangkan yang memiliki tingkat pendapatan tinggi (> Rp.900.000,00 ) ada 19 orang (25,7%). 4.3.1.5 Tingkat Obesitas Tingkat obesitas dilihat dari Indek Massa Tubuh (IMT). Dikatakan gemuk apabila hasil IMT lebih 25 kg/m2. Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Obesitas Kelompok Kontrol No 1 2
Obesitas Gemuk Tidak gemuk Jumlah
Jumlah 21 53 74
% 28,4 71,6 100,0
Data dalam tabel 4.9 menunjukkan bahwa dari 74 kontrol, sebanyak 21 orang (28,4%) tergolong gemuk, dan 53 orang (71,6%) tergolong tidak gemuk. Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Obesitas Kelompok Kasus No 1 2
Obesitas Gemuk Tidak gemuk Jumlah
Jumlah 39 35 74
% 52,7 47,3 100,0
Data dalam tabel 4.10 menunjukkan bahwa dari 74 kasus, sebanyak 39 orang (52,7%) tergolong gemuk, dan 35 orang (47,3%) tergolong tidak gemuk. 4.3.1.6 Riwayat Penyakit DM pada Keluarga Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Riwayat Penyakit DM Kelompok Kontrol No 1 2
Riwayat Keluarga DM Tidak Ya Jumlah
Jumlah 62 12 74
% 83,8 16,2 100,0
Data dalam tabel 4.11 menunjukkan bahwa dari 74 kontrol, responden yang tidak memiliki riwayat keluarga diabetes melitus ada 62 orang (83,8%), dan responden yang memiliki riwayat diabetes melitus ada 12 orang (16,2%). Tabel 4.12. Distribusi Frekuensi Riwayat Penyakit DM Kelompok Kasus No 1 2
Riwayat Keluarga DM Tidak Ya Jumlah
Jumlah 47 27 74
% 63,5 36,5 100,0
Data dalam tabel 4.12 menunjukkan bahwa dari 74 kasus, responden yang tidak memiliki riwayat keluarga diabetes melitus ada 47 orang (63,5%), dan responden yang memiliki riwayat diabetes melitus ada 27 orang (36,5%). 4.3.1.7 Tingkat Pengetahuan tentang DM
Tabel 4.13. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Kelompok Kontrol No 1 2
Pengetahuan Rendah Tinggi Jumlah
Jumlah 8 66 74
% 10,8 89,2 100,0
Data dalam tabel 4.13 menunjukkan bahwa dari 74 kontrol, responden yang memiliki pengetahuan rendah tentang diabetes melitus ada 8 orang (10,8%), dan responden yang memiliki pengetahuan tinggi tentang diabetes melitus ada 66 orang (89,2%). Tabel 4.14. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Kelompok Kasus No 1 2
Pengetahuan Rendah Tinggi Jumlah
Jumlah 26 48 74
% 35,1 64,9 100,0
Data dalam tabel 4.14 menunjukkan bahwa dari 74 kasus, responden yang memiliki pengetahuan rendah tentang diabetes melitus ada 26 orang (35,1%), dan responden yang memiliki pengetahuan tinggi tentang diabetes melitus ada 48 orang (64,9%). 4.3.1.8 Sikap Responden terhadap Penyakit DM Tabel 4.15. Distribusi Frekuensi Sikap Kelompok Kontrol No 1 2
Sikap Negatif Positif Jumlah
Jumlah 1 73 74
% 1,4 98,6 100,0
Data dalam tabel 4.15 menunjukkan bahwa dari 74 kontrol, responden yang memiliki sikap negatif terhadap penyakit DM 1 orang (1,4%), dan responden yang memiliki sikap positif terhadap DM ada 73 orang (98,6%).
Tabel 4.16. Distribusi Frekuensi Sikap Kelompok Kasus No 1 2
Sikap Negatif Positif Jumlah
Jumlah 4 70 74
% 5,4 94,6 100,0
Data dalam tabel 4.16 menunjukkan bahwa dari 74 kasus, responden yang memiliki sikap negatif terhadap diabetes melitus ada 4 orang (5,4%), dan responden yang memiliki sikap positif terhadap diabetes melitus ada 70 orang (94,6%). 4.3.1.9 Aktivitas Fisik Tabel 4.17. Distribusi Frekuensi Aktivitas Fisik Kelompok Kontrol No 1 2
Aktivitas Berolahraga Tidak olahraga Berolahraga Jumlah
Jumlah 26 48 74
% 35,1 64,9 100,0
Data dalam tabel 4.17 menunjukkan bahwa dari 74 kontrol, responden yang tidak melakukan olahraga ada 26 orang (35,1%), dan yang melakukan olahraga ada 48 orang (64,9%). Tabel 4.18. Distribusi Frekuensi Aktivitas Fisik Kelompok Kasus No 1 2
Aktivitas Berolahraga Tidak olahraga Berolahraga Jumlah
Jumlah 43 31 74
% 58,1 41,9 100,0
Data dalam tabel 4.18 menunjukkan bahwa dari 74 kasus, responden yang tidak melakukan olahraga ada 26 orang (35,1%), dan yang melakukan olahraga ada 48 orang (64,9%). 4.3.1.10 Aktivitas Merokok
Tabel 4.19. Distribusi Frekuensi Aktivitas Merokok Kelompok Kontrol No 1 2 3
Aktivitas merokok Perokok Mantan perokok Tidak Perokok Jumlah
Jumlah 13 2 59 74
% 17,6 2,7 79,7 100,0
Data dalam tabel 4.17 menunjukkan bahwa dari 74 kontrol, responden yang tergolong perokok ada 13 orang (17,6%), yang tergolong mantan perokok ada 2 orang (2,7%), dan yang tidak merokok ada 59 orang (79,7%). Tabel 4.20. Distribusi Frekuensi Aktivitas Merokok Kelompok Kasus No Aktivitas merokok Jumlah % 1 Perokok 19 25,6 2 Mantan perokok 17 23,0 3 Tidak Perokok 38 51,4 Jumlah 74 100,0 Data dalam tabel 4.18 menunjukkan bahwa dari 74 kasus, responden yang tergolong perokok ada 19 orang (25,6%), yang tergolong mantan perokok ada 17 orang (23%), dan yang tidak merokok ada 38 orang (51,4%).
4.3.1.11 Gaya Hidup Gaya hidup pada responden dapat dilihat dari konsumsi makanan siap saji dan konsumsi minuman ringan (soft drink). 1. Tingkat Konsumsi Makanan Siap Saji Tabel 4.21. Distribusi Frekuensi Konsumsi Makanan Siap Saji Kelompok Kontrol No 1 2
Konsumsi makanan siap saji Ya Tidak Jumlah
Jumlah 6 68 74
% 8,1 91,9 100,0
Data dalam tabel 4.19 menunjukkan bahwa dari 74 kontrol, responden yang mengkonsumsi makanan siap saji ada 6 orang (8%), dan responden yang tidak mengkonsumsi makanan siap saji ada 68 orang (91,9%). Tabel 4.22. Distribusi Frekuensi Konsumsi Makanan Siap Saji Kelompok Kasus No Konsumsi makanan siap saji Jumlah % 1 Ya 23 31,1 2 Tidak 51 68,9 Jumlah 74 100,0 Data dalam tabel 4.20 menunjukkan bahwa dari 74 kasus, responden yang mengkonsumsi makanan siap saji ada 23 orang (31,1%), dan responden yang tidak mengkonsumsi makanan siap saji ada 51orang (68,9%). 2. Tingkat Konsumsi Minuman Soft Drink Tabel 4.23. Distribusi Frekuensi Konsumsi Minuman Soft Drink Kelompok Kasus No Konsumsi minuman ringan Jumlah % 1 Ya 13 17,6 2 Tidak 61 82,4 Jumlah 74 100,0 Data dalam tabel 4.21 menunjukkan bahwa dari 74 kontrol, responden yang mengkonsumsi minuman soft drink ada 13 orang (17,6%), dan yang tidak mengkonsumsi minuman soft drink ada 61orang (82,4%). Tabel 4.24. Distribusi Frekuensi Konsumsi Makanan Siap Saji Kelompok Kontrol No Konsumsi minuman ringan Jumlah % 1 Ya 32 43,2 2 Tidak 42 56,8 Jumlah 74 100,0 Data dalam tabel 4.22 menunjukkan bahwa dari 74 kasus, responden yang mengkonsumsi minuman soft drink ada 32 orang (43,2%), dan yang tidak mengkonsumsi minuman soft drink ada 61 orang (56,8%). 4.4
Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antar variabel-variabel yang diduga sebagai faktor risiko terhadap kejadian diabetes militus tipe 2 di RSUD Sunan Kalijaga Demak.
4.4.1 Hubungan antara Riwayat Keluarga dengan Kejadian DM Tipe 2 Tabel 4.23 Tabulasi Silang Hubungan antara Riwayat Keluarga dengan Kejadian DM Tipe 2 di RSUD Sunan Kalijaga Demak Kejadian DM Tipe 2 Riwayat Kontrol Kasus Total Penyakit DM p OR pada Keluar % % % Tidak ada 62 83,8 47 63,5 109 73,6 Ada 12 16,2 27 36,5 39 26,4 0,005 2,97 Total 74 100,0 74 100,0 148 100,0 Berdasarkan tabel 4.23 dapat diperoleh informasi bahwa dari 74 kasus, sejumlah 47 orang (63,5%) tidak ada riwayat DM pada keluarga, dan sejumlah 27 orang (36,5%) ada riwayat DM pada keluarga. Sementara itu, dari 74 kontrol diketahui sejumlah 62 orang (83,8%) tidak ada riwayat DM, dan 12 orang (16,2%) ada riwayat DM pada keluarga. Hasil análisis uji chi square menunjukkan bahwa nilai p value = 0,005 (< α = 0,05), sehingga Ha diterima. Hal ini berarti ada hubungan antara riwayat penyakit DM pada keluarga dengan kejadian DM tipe 2. Perhitungan risk estimate diperoleh nilai odds ratio (OR = 2,97), sehingga dapat disimpulkan bahwa responden yang mempunyai riwayat DM pada keluarga memiliki risiko 2,97 kali untuk menderita diabetes melitus tipe 2 apabila dibandingkan dengan responden yang tidak mempunyai riwayat DM pada keluarga. 4.4.2 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kejadian DM Tipe 2 Tabel 4.24 Tabulasi Silang Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kejadian DM Tipe 2 di RSUD Sunan Kalijaga Demak Kejadian DM Tipe 2 Kontrol Kasus Total Jenis kelamin p OR % % % Perempuan 46 62,2 48 64,9 94 63,5 Laki-laki 28 37,8 26 35,1 54 36,5 0,733 0,89 Total 74 100,0 74 100,0 148 100,0
Berdasarkan tabel 4.24 dapat diperoleh informasi bahwa dari 74 kasus, sejumlah 48 orang (64,9%) berjenis kelamin perempuan, dan sejumlah 26 orang (35,1%) berjenis kelamin laki-laki. Sementara itu, dari 74 kontrol diketahui sejumlah 46 orang (62,2%) berjenis kelamin perempuan, dan 28 orang (37,8%) berjenis kelamin laki-laki. Hasil análisis uji chi square menunjukkan bahwa nilai p value = 0,733 (> α = 0,05), sehingga Ha ditolak. Hal ini berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian DM tipe 2. 4.4.3 Hubungan antara Umur dengan Kejadian DM Tipe 2 Tabel 4.25 Tabulasi Silang Hubungan antara Umur dengan Kejadian DM Tipe 2 di RSUD Sunan Kalijaga Demak Kejadian DM Tipe 2 Kontrol Kasus Total Umur p OR < 40 th 40 54,1 22 29,7 62 41,9 ≥ 40 th 34 45,9 52 70,3 86 58,1 0,003 2,781 Total 74 100,0 74 100,0 148 100,0 Berdasarkan tabel 4.25 dapat diperoleh informasi bahwa dari 74 kasus, responden yang terdiagnosis penyakit diabetes melitus pada umur kurang dari 40 tahun ada 22 orang (29,7%), dan responden yang terdiagnosis penyakit diabetes melitus pada umur lebih dari 40 tahun ada 52 orang (70,3%). Sementara itu, dari dari 74 kontrol, responden yang terdiagnosis penyakit diabetes melitus pada umur kurang dari 40 tahun ada 40 orang (54,1%), sedangkan responden yang terdiagnosis penyakit diabetes melitus pada umur lebih dari 40 tahun ada 34 orang (45,9%).
Hasil análisis uji chi square menunjukkan bahwa nilai p value 0,003 (< α = 0,05), sehingga Ha diterima. Hal ini berarti ada hubungan antara umur dengan kejadian DM tipe 2. Perhitungan risk estímate diperoleh nilai odds ratio (OR = 2,781), sehingga dapat disimpulkan bahwa responden yang terdiagnosis penyakit diabetes melitus pada umur lebih dari 40 tahun memiliki risiko 2,781 kali untuk menderita diabetes melitus tipe 2 apabila dibandingkan dengan responden yang terdiagnosis penyakit diabetes melitus pada umur kurang dari 40 tahun. 4.4.4 Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Kejadian DM Tipe 2 Tabel 4.26 Tabulasi Silang Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Kejadian DM Tipe 2 di RSUD Sunan Kalijaga Demak Kejadian DM Tipe 2 Kontrol Kasus Total Pendidikan p OR SMA & PT 40 54,1 58 78,4 98 66,2 SD & SMP 34 45,9 16 21,6 50 33,8 0,002 0,325 Total 74 100,0 74 100,0 148 100,0 Berdasarkan tabel 4.26 dapat diperoleh informasi bahwa dari 74 kasus, sejumlah 16 orang (6,8%) dengan tingkat pendidikan SD dan SMP, dan 58 orang (78,4%) dengan tingkat pendidikan SMA dan PT. Sementara itu, dari 74 kontrol, sejumlah 34 orang (45,9%) dengan tingkat pendidikan SD dan SMP, dan 40 orang (54,1%) dengan tingkat SMA dan PT. Hasil análisis uji chi square menunjukkan bahwa nilai p value = 0,002 (< α = 0,05), sehingga Ha diterima. Hal ini berarti ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian DM tipe 2.
Perhitungan risk estímate diperoleh nilai odds ratio 0,325 (OR < 1) dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan SD dan SMP merupakan faktor protektif (melindungi) atau dapat mengurangi risiko terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2. 4.4.5 Hubungan antara Tingkat Pendapatan dengan Kejadian DM Tipe 2 Tabel 4.27 Tabel Silang Hubungan antara Pendapatan dengan Kejadian DM Tipe 2 di RSUD Sunan Kalijaga Demak Kejadian DM Tipe 2 Kontrol Kasus Total Pendapatan p OR Rendah 37 50,0 17 23,0 54 36,5 Sedang dan 0,0001 3,353 tinggi 37 50,0 57 77,0 94 63,5 Total 74 100,0 74 100,0 148 100,0 Berdasarkan tabel 4.27 dapat diperoleh informasi bahwa dari 74 kasus, sejumlah 17 orang (50,0%) mempunyai tingkat pendapatan rendah (< Rp 650.000,00), dan sejumlah 57 orang (77,0%) mempunyai tingkat pendapatan sedang dan tinggi (> Rp.650.000,00). Sementara itu, dari 74 kontrol, sejumlah 37 orang (50,0%) mempunyai tingkat pendapatan rendah, dan 37 orang (50,0%) mempunyai tingkat pendapatan sedang dan tinggi. Hasil análisis uji chi square menunjukkan bahwa nilai p value = 0,0001 (< α = 0,05), sehingga Ha diterima. Hal ini berarti ada hubungan antara tingkat pendapatan dengan kejadian DM tipe 2. Perhitungan risk estímate diperoleh nilai odds ratio (OR = 3,353), sehingga dapat disimpulkan bahwa responden dengan tingkat pendapatan lebih dari Rp 650.000,00 memiliki risiko 3,353 kali untuk menderita diabetes melitus
tipe 2 apabila dibandingkan dengan responden dengan tingkat pendapatan kurang dari Rp 650.000,00. 4.4.6 Hubungan antara Obesitas dengan Kejadian DM Tipe 2 Tabel 4.28 Tabel Silang Hubungan antara Obesitas dengan Kejadian DM Tipe 2 di RSUD Sunan Kalijaga Demak
IMT Tidak Gemuk Gemuk Total
Kejadian DM Tipe 2 Kontrol Kasus Total p 53 71,6 35 47,3 88 59,5 0,003 21 28,4 39 52,7 60 40,5 74 100,0 74 100,0 148 100,0
OR 0,356
Berdasarkan tabel 4.28 dapat diperoleh informasi bahwa dari 74 kasus, sejumlah 39 orang (52,7%) mempunyai IMT > 25 kg/m2 (tergolong gemuk), dan 35 orang (47,3%) mempunyai IMT < 25 kg/m2 (tergolong tidak gemuk). Sementara itu, dari 74 kontrol, sejumlah 21 orang (28,4%) tergolong gemuk, dan 53 orang (71,6%) tergolong tidak gemuk. Hasil análisis uji chi square menunjukkan bahwa nilai p value = 0,003 (< α = 0,05), sehingga Ha diterima. Hal ini berarti ada hubungan antara obesitas dengan kejadian DM tipe 2. Perhitungan risk estímate diperoleh nilai odds ratio 0,356 (OR < 1) dapat disimpulkan bahwa
IMT > 25 kg/m2 (obesitas) merupakan faktor protektif
(melindungi) atau dapat mengurangi risiko terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2.
4.4.7 Hubungan antara Aktivitas Olahraga dengan Kejadian DM Tipe 2 Tabel 4.29 Tabel Silang Hubungan antara Aktivitas Olahraga dengan Kejadian DM Tipe 2 di RSUD Sunan Kalijaga Demak Kejadian DM Tipe 2 Aktivitas Kontrol Kasus Total p OR Fisik Berolahraga 48 64,9 31 41,9 79 53,4 0,005 0,391 Tidak 26 35,1 43 58,1 69 46,6 olahraga Total 74 100,0 74 100,0 148 100,0 Berdasarkan tabel 4.29 dapat diperoleh informasi bahwa dari 74 kasus, sejumlah 26 orang (35,1%) tidak melakukan olahraga, dan sejumlah 48 orang (64,9%). Sementara itu, dari 74 kontrol, sejumlah 26 orang (35,1%) tidak melakukan olahraga, dan 48 orang (64,9%) melakukan olahraga. Hasil análisis uji chi square menunjukkan bahwa nilai p value = 0,005 (< α = 0,05), sehingga Ha diterima. Hal ini berarti ada hubungan antara aktivitas olahraga dengan kejadian DM tipe 2. Perhitungan risk estímate diperoleh nilai odds ratio 0,391 (OR < 1) dapat disimpulkan bahwa tidak melakukan aktifitas olahraga merupakan faktor protektif (melindungi) atau dapat mengurangi risiko terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2.
4.4.8 Hubungan antara Aktivitas Merokok dengan Kejadian DM Tipe 2 Tabel 4.30. Tabel Silang Hubungan antara Aktivitas Merokok dengan Kejadian DM Tipe 2 di RSUD Sunan Kalijaga Demak Aktivitas merokok Tidak merokok Merokok dan mantan perokok Total
Kejadian DM Tipe 2 Kontrol Kasus Total 59 79,7 38 51,4 97 65,5 15 74
20,3
36
48,6
51
34,5
100,0
74
100,0
148 100,0
p
OR
0,0001 0,268
Berdasarkan tabel 4.30 dapat diperoleh informasi bahwa dari 74 kasus, sejumlah 36 orang (48,6%) tergolong merokok dan mantan perokok, dan 38 orang (51,4%) tergolong tidak merokok. Sementara itu dari 74 kontrol sejumlah 15 orang (20,3%) tergolong merokok dan mantan perokok, dan 59 orang (79,7%) tergolong tidak merokok. Hasil análisis uji chi square menunjukkan bahwa nilai p value = 0,0001 (< α = 0.05), sehingga Ha diterima. Hal ini berarti ada hubungan antara aktivitas merokok dengan kejadian DM tipe 2. Perhitungan risk estímate diperoleh nilai odds ratio 0,268 (OR < 1) dapat disimpulkan bahwa kebiasaan tidak merokok merupakan faktor protektif (melindungi) atau dapat mengurangi risiko terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2.
4.4.9 Hubungan antara Gaya Hidup dengan Kejadian DM Tipe 2 1. Hubungan antara Konsumsi Makanan Siap Saji dengan Kejadian DM Tipe 2 Tabel 4.31. Tabel Silang Hubungan antara Konsumsi Makanan Siap Saji dengan Kejadian DM Tipe 2 di RSUD Sunan Kalijaga Demak Kejadian DM Tipe 2 Konsumsi Kontrol Kasus Total makanan siap p OR saji Tidak 68 91,9 51 68,9 119 80,4 mengkonsumsi 0,0001 0,196 Mengkonsumsi 6 8,1 23 31,1 29 19,6 Total 74 100,0 74 100,0 148 100,0 Berdasarkan tabel 4.31 dapat diperoleh informasi bahwa dari 74 kasus, sejumlah 23 orang (31,1%) mengkonsumsi makanan siap saji, dan 51 orang (68,9%) tidak mengkonsumsi makanan siap saji. Sementara itu dari 74 kontrol, sejumlah 6 orang (8,1%) mengkonsumsi makanan siap saji, dan 68 orang (91,9%) tidak mengkonsumsi makanan siap saji. Hasil análisis uji chi square menunjukkan bahwa nilai p value = 0,0001 (< α = 0,05), sehingga Ha diterima. Hal ini berarti ada hubungan antara konsumsi makanan siap saji (fast food) dengan kejadian DM tipe 2. Perhitungan risk estímate diperoleh nilai odds ratio = 0,196 (OR < 1) dapat disimpulkan bahwa kebiasaan mengkonsumsi makanan siap (fast food) merupakan faktor protektif (melindungi) atau dapat mengurangi risiko terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2.
2. Hubungan antara Konsumsi Minuman Ringan dengan Kejadian DM Tipe 2 Tabel 4.32 Tabel Silang Hubungan antara Konsumsi Minuman Ringan dengan Kejadian DM Tipe 2 di RSUD Sunan Kalijaga Demak Kejadian DM Tipe 2 Konsumsi Kontrol Kasus Total p OR minuman ringan Tidak 61 82,4 42 56,8 103 69,6 mengkonsumsi 0,0001 0,28 Mengkonsumsi 13 17,6 32 43,2 45 30,4 Total 74 100,0 74 100,0 148 100,0 Berdasarkan tabel 4.32 dapat diperoleh informasi bahwa dari 74 kasus, sejumlah 32 orang (43,2%) mengkonsumsi minuman soft drink, dan 61 orang (56,8%) tidak mengkonsumsi minuman soft drink. Sementara itu dari 74 kontrol, sejumlah 13 orang (17,6%) mengkonsumsi minuman soft drink, dan sejumlah 61 orang (82,4%) tidak mengkonsumsi minuman soft drink. Hasil análisis uji chi square menunjukkan bahwa nilai p value = 0,0001 (< α = 0,05), sehingga Ha diterima. Hal ini berarti ada hubungan antara konsumsi minuman soft drink dengan kejadian DM tipe 2. Perhitungan risk estímate diperoleh nilai odds ratio 0,280 (OR < 1) dapat disimpulkan bahwa bahwa kebiasaan mengkonsumsi minuman soft drink merupakan faktor protektif (melindungi) atau dapat mengurangi risiko terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2.
4.4.10 Hubungan antara Pengetahuan dengan Kejadian DM Tipe 2 Tabel 4.33.Tabel Silang Hubungan antara Pengetahuan dengan Kejadian DM Tipe 2 di RSUD Sunan Kalijaga Demak Kejadian DM Tipe 2 Kontrol Kasus Total Pengetahuan p OR Tinggi 66 89,2 48 64,9 114 77,0 0,0001 0,224 Rendah 8 10,8 26 35,1 34 23,0 Total 74 100,0 74 100,0 148 100,0 Berdasarkan tabel 4.33 dapat diperoleh informasi bahwa dari 74 kasus, sejumlah 26 orang (35,1%) memiliki pengetahuan rendah tentang diabetes melitus, dan 48 orang (64,9%) memiliki pengetahuan tinggi tentang diabetes melitus. Sementara itu dari 74 kontrol, sejumlah 8 orang (10,8%) memiliki pengetahuan rendah tentang diabetes melitus, dan 66 orang (89,2%) memiliki pengetahuan tinggi tentang diabetes melitus. Hasil análisis uji chi square menunjukkan bahwa nilai p value = 0,0001 (< α = 0,05), sehingga Ha diterima. Hal ini berarti ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kejadian DM tipe 2. Perhitungan risk estímate diperoleh nilai odds ratio 0,224 (OR < 1) dapat disimpulkan bahwa pengetahuan yang rendah merupakan faktor protektif (melindungi) atau dapat mengurangi risiko terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2.
4.4.11 Hubungan antara Sikap dengan Kejadian DM Tipe 2 Tabel 4.34. Hubungan antara Sikap dengan Kejadian DM Tipe 2 di RSUD Sunan Kalijaga Demak Kejadian DM Tipe 2 Kontrol Kasus Total Sikap p OR Positif 73 98,6 70 71,5 143 96,6 0,366 0,240 Negatif 1 1,4 4 2,5 5 3,4 Total 74 100,0 74 100,0 148 100,0 Berdasarkan tabel 4.34 dapat diperoleh informasi bahwa dari 74 kasus, sejumlah 70 orang (68,9%) memiliki sikap positif terhadap diabetes melitus, dan ada 4 orang (2,5%) memiliki sikap negatif terhadap diabetes melitus. Sementara itu dari 74 kontrol, sejumlah 1 orang (1,4%) memiliki sikap negatif terhadap penyakit DM, dan 73 orang (98,6%) memiliki sikap positif terhadap DM. Hasil análisis uji chi square menunjukkan bahwa nilai p value 0,366 (> α = 0,05), sehingga Ho diterima. Hal ini berarti tidak ada hubungan antara sikap dengan kejadian DM tipe 2. 4.4.12 Hubungan antara Praktik Pencegahan dengan Kejadian DM Tipe 2 Tabel 4.35. Tabel Silang Hubungan antara Praktik Pencegahan dengan Kejadian DM Tipe 2 di RSUD Sunan Kalijaga Demak Kejadian DM Tipe 2 Praktik Kontrol Kasus Total p OR Pencegahan Baik 52 70,3 28 37,8 80 54,1 0,0001 0,258 Buruk 22 29,7 46 62,2 68 45,9 Total 74 100,0 74 100,0 148 100,0 Berdasarkan tabel 4.35 dapat diperoleh informasi bahwa dari 74 kasus, sejumlah 46 orang (62,2%) mempunyai praktik pencegahan DM yang buruk, dan sejumlah 28 orang (37,8%) mempunyai praktik pencegahan DM yang baik. Sementara itu dari 74 kontrol, sejumlah 22 orang (29,7%) mempunyai praktik
pencegahan DM yang buruk, dan sejumlah 52 orang (70,3%) mempunyai praktik pencegahan DM yang baik. Hasil análisis uji chi square menunjukkan bahwa nilai p value = 0,0001 (< α = 0,05), sehingga Ha diterima. Hal ini berarti ada hubungan antara praktik pencegahan dengan kejadian DM tipe 2. Perhitungan risk estímate diperoleh nilai odds ratio 0,258 (OR < 1) dapat disimpulkan bahwa praktik pencegahan secara buruk merupakan faktor protektif (melindungi) atau dapat mengurangi risiko terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2.
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Pembahasan 5.1.1 Hubungan antara Riwayat Keluarga dengan Kejadian DM Tipe 2 Hasil penelitian menunjukkan bahwa 36,5% penderita diabetes militus tipe 2 mempunyai riwayat keluarga diabetes melitus, sedangkan responden yang tidak terkena DM hanya 16,2% yang mempunyai riwayat keluarga diabetes melitus. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan antara riwayat keluarga dengan kejadian diabetes melitus tipe 2. Kesimpulan tersebut berdasarkan hasil pada uji chi square yaitu p value = 0,005 (< α 0,05). Perhitungan risk estimate diperoleh nilai odds ratio 2,97, sehingga dapat disimpulkan bahwa responden yang mempunyai riwayat keluarga diabetes melitus memiliki risiko 2,97 kali untuk menderita diabetes melitus tipe 2 dibandingkan dengan responden yang tidak mempunyai riwayat keluarga diabetes melitus. Menurut Seisar Komala Dewi (2007: 26), diabetes merupakan penyakit keturunan, artinya bila orang tua menderita diabetes, anak-anaknya akan menderita diabetes juga. Bukti yang paling meyakinkan akan adanya faktor genetik adalah penelitian yang dilakukan pada saudara kembar identik penyandang DM, hampir 100% dapat dipastikan akan juga mengidap DM. Penelitian lain menunjukkan bahwa seseorang berisiko terkena DM bila mempunyai riwayat keluarga DM. Semakin dekat hubungannya (garis keturunan),
87
semakin besar pula risiko untuk terkena DM. Menurut Naskah Lengkap Diabetes Militus (2007: 302), dijelaskan bahwa faktor genetik merupakan komponen sangat kuat terhadap terjadinya DM usia lanjut, meskipun gen spesifik yang bertanggungjawab belum diketahui. Seseorang dengan riwayat keluarga DM sangat mungkin menyandang DM pula. 5.1.2 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kejadian DM Tipe 2 Berdasarkan hasil penelitian pada 76 responden yang terkena DM di RSUD Sunan Kalijaga, sebanyak 48 responden (65%) berjenis kelamin perempuan. Data yang diperoleh dari hasil pengecekan pasien di bagian laboratorium pemeriksaan sampel menunjukkan bahwa pasien perempuan lebih mendominasi. Hasil uji chi square diperoleh p = 0,733 (> α = 0,05) yang berarti bahwa jenis kelamin tidak berhubungan kejadian DM tipe 2. Meskipun para pasien di rumah sakit tersebut didominasi oleh pasien perempuan, namun jenis kelamin ini secara nyata tidak berhubungan dengan terjadinya DM tipe 2. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Di Amerika yaitu penderita DM pada perempuan lebih banyak dibandingkan lakilaki, namun di Augsburg 5,8 per 1.000/orang/tahun pada laki-laki dan 4,0 per 1.000/orang/tahun. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa laki-laki maupun perempuan memiliki risiko yang sama untuk terkena DM (Naskah Lengkap Diabetes Melitus, 2007: 146). Menurut Sunita Almatsier (2005:29), DM adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang mengalami peningkatan kadar gula atau glukosa darah akibat kekurangan hormon insulin baik absolut maupun relatif. Absolut
berarti tidak ada insulin sama sekali, sedangkan relatif berarti jumlahnya cukup atau memang sedikit tinggi atau daya kerjanya kurang. Fungsi hormon insulin yang dihasilkan oleh sekelompok sel beta pankreas yang berperan dalam metabolisme glukosa bagi sel tubuh. Ketika kandungan lemak dalam darah meningkat karena faktor makanan yang mengandung kolesterol, maka hormon insulin lebih banyak digunakan untuk membakar lemak tersebut. Akibatnya tubuh kekurangan hormon insulin untuk memperlancar metabolisme gula dalam darah. Dengan demikian setiap orang dengan jenis kelamin laki-laki maupun perempuan memiliki risiko yang sama terkena DM apabila pola makannya tidak baik. 5.1.3 Hubungan antara Usia dengan Kejadian DM Tipe 2 Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa usia yang paling banyak ditemui pada penderita DM tipe 2 adalah responden yang berusia 40 tahun ke atas, yaitu mencapai 70,3%, sebaliknya sebanyak 54,1% responden yang tidak terkena DM berusia di bawah 40 tahun. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan antara usia dengan kejadian diabetes melitus tipe 2. Kesimpulan tersebut berdasarkan hasil pada uji chi square yaitu p value = 0,003 (< α = 0,05). Perhitungan risk estimate diperoleh nilai odds ratio 2,781, sehingga dapat disimpulkan bahwa responden yang berusia > 40 tahun memiliki risiko 2,97 kali untuk menderita diabetes melitus tipe 2 dibandingkan dengan responden yang berusia < 40 tahun. Hasil penelitian ini relatif sama dengan yang dikemukakan oleh International Diabetes Federation (IDF), sebesar 90-95% orang dengan diabetes
tipe 2 biasanya berumur lebih dari 40 tahun. Hasil penelitian Sarwono Waspadi membuktikan bahwa DM tipe 2 sering dijumpai pada usia 40-60 tahun. Tingkat kerentanan terjangkitnya penyakit DM sejalan dengan bertambahnya umur. Menurut perkumpulan Endrokrinilogi Indonesia salah satu faktor risiko dalam DM tipe 2 adalah orang yang berumur lebih dari 45 tahun (Seisar Komala Dewi, 2007: 26). Jika dilihat dari persentase pada responden DM tipe 2 hanya ditemui 29,7% yang berusia kurang dari 40 tahun. Perubahan progresif metabolisme karbohidrat pada lanjut usia meliputi perubahan pelepasan insulin yang dipengaruhi oleh glukosa dan hambatan pelepasan glukosan yang diperantarai insulin. Menurut Naskah Lengkap Diabetes Melitus (2007: 302), hasil penelitian populasi, diperkirakan kadar glukosa darah postchallenge akibat menua sebesar 69 mg/dl per dekade, sedangkan kadar glukosa darah puasa akibat menua meningkat hanya sebesar 1-2 mg/dl per dekade. 5.1.4 Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Kejadian DM Tipe 2 Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang paling banyak ditemui pada penderita DM tipe 2 adalah responden dengan tingkat pendidikan SMA dan PT, yaitu mencapai 78,4%, sebaliknya sebanyak 45,9% responden yang tidak terkena DM mempunyai tingkat pendidikan SD dan SMP. Pada kelompok kontrol, tingkat pendidikan yang rendah akan mempengaruhi tingkat pendapatan yang rendah, sehingga pola konsumsi makanan cenderung baik (tidak mengkonsumsi makanan siap saji).
Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian diabetes melitus tipe 2. Kesimpulan tersebut berdasarkan hasil pada uji chi square yaitu p value = 0,002 (< α 0,05). Perhitungan risk estímate diperoleh nilai odds ratio 0,325 (OR < 1) dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan SD dan SMP merupakan faktor protektif (melindungi) atau dapat mengurangi risiko terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2. Ada indikasi bahwa dengan meningkatnya tingkat pendidikan, seseorang lebih cenderung mau menerima dirinya sebagai orang sakit bila ia mengalami gejala tertentu daripada kelompok masyarakat yang lebih primitif. Mereka juga dilaporkan lebih cepat mencari pertolongan dokter dibanding masayarakat yang berstatus sosial lebih rendah. Data penelitian ini juga menunjukkan hal serupa, pada kelompok kasus sebagian besar responden yang berpendidikan SMA dan PT cenderung memeriksakan dirinya ke RSUD Sunan Kalijaga Demak. Ada indikasi bahwa dengan tingginya tingkat pendidikan, mempengaruhi pendapatan dan kemapanan dalam hidupnya. Tingkat kemapanan inilah diikuti dengan pola konsumsi yang berlebih, sehingga berpeluang terkena DM tipe 2. 5.1.5 Hubungan antara Tingkat Pendapatan dengan Kejadian DM Tipe 2 Hasil analisis data menunjukkan bahwa tingkat pendapatan yang paling banyak ditemui pada penderita DM tergolong sedang dan tinggi yakni melebihi Rp 650.000 atau di atas UMK Kabupaten Demak. Berbeda pada kelompok kontrol, separuh dari responden berpendapatan sedang dan tinggi tidak mengalami
DM karena responden pada kelompok kontrol mempunyai gaya hidup yang baik dengan menjaga konsumsi makanan yang sehat dan melakukan aktivitas olahraga. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan antara tingkat pendapatan dengan kejadian diabetes melitus tipe 2. Kesimpulan tersebut berdasarkan hasil pada uji chi square yaitu p value = 0,0001 (< α = 0,05). Perhitungan risk estimate diperoleh nilai odds ratio = 3,353, sehingga dapat disimpulkan bahwa responden dengan tingkat pendapatan sedang dan tinggi memiliki risiko 3,353 kali untuk menderita diabetes melitus tipe 2 dibandingkan dengan responden dengan tingkat pendapatan rendah. Ada indikasi bahwa seseorang yang memiliki pendapatan lebih, cenderung lebih konsumtif, termasuk dalam konsumsi makanan. Konsumsi makanan yang berlebihan yang mengandung kolesterol tinggi dapat berpeluang terkena DM. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Pusat Diabetes dan Lipid RSUP Dr. Cipto Mangunkusuma FKUI (2007: 2) bahwa peningkatan kemakmuran atau perekonomian suatu negara atau individu juga dapat berdampak pada tingginya angka kejadian DM tipe 2. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan di Mauritus, suatu negara kepulauan yang penduduknya terdiri dari berbagai kelompok etnik yang hasilnya menunjukkan bahwa prevalensi DM tipe 2 jauh lebih tinggi dari gold standar, padahal di negara asalnya prevalensi DM sangat rendah. Hal ini disebabkan karena ekonomi di Mauritus lebih baik daripada di negara asal.
5.1.6 Hubungan antara Obesitas dengan Kejadian DM Tipe 2 Semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang, tingkat konsumsi makanan kurang diperhatikan, sehingga cenderung mengalami obesitas. Hasil analisis dapat diperoleh gambaran bahwa sebagian besar responden yang mengalami DM tipe 2 memiliki kondisi badan yang tergolong gemuk (IMT lebih dai 25 kg/m2). Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan antara obesitas dengan kejadian diabetes melitus tipe 2. Kesimpulan tersebut berdasarkan hasil pada uji chi square yaitu p value = 0,003 (< α = 0,05). Perhitungan risk estímate diperoleh nilai odds ratio = 0,356 (OR < 1) dapat disimpulkan bahwa IMT lebih dari 25 kg/m2 (obesitas) merupakan faktor protektif (melindungi) atau dapat mengurangi risiko terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Hans Tandra (2008:17) yang menyatakan bahwa lebih dari 8 diantara penderita DM tipe 2 adalah mereka yang mengalami kegemukan. Makin banyak jaringan lemak, jaringan tubuh dan otot akan semakin resisten terhadap kerja insulin (insulin resistance), terutama bila lemak tubuh atau kelebihan berat badan terkumpul di daerah sentral atau perut (central obesity). Lemak ini akan memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam peredaran darah. Tubuh yang cenderung gemuk lebih banyak menyimpan lemak tubuh dan lemak tidak terbakar, terjadi kekurangan hormon insulin untuk pembakaran karbohidrat, sehingga lebih berpeluang besar terjadinya DM tipe 2.
5.1.7 Hubungan antara Aktivitas Olahraga dengan Kejadian DM Tipe 2 Responden yang kurang melakukan aktivitas olahraga sebelum terkena DM cenderung mengalami DM tipe 2, terbukti dari sebanyak 58,1% responden tidak melakukan olahraga karena responden sibuk dengan aktifitas kerja sehingga waktu untuk melakukan olahraga tidak ada. Sebaliknya pada kelompok kontrol lebih banyak ditemui responden yang melakukan olahraga yaitu mencapai 71,6%. Data tersebut menunjukkan bahwa kesadaran berolahraga pada responden yang terkena DM tipe 2 relatif rendah, dan sebaliknya responden yang tidak terkena DM tipe 2 masih tergolong tinggi. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan antara aktivitas olahraga sebelum terkena DM dengan kejadian diabetes melitus tipe 2. Kesimpulan tersebut berdasarkan hasil pada uji chi square yaitu p value = 0,005 (< α = 0,05). Perhitungan risk estímate diperoleh nilai odds ratio = 0,391 (OR < 1) dapat disimpulkan bahwa kebiasaan tidak melakukan aktifitas olahraga merupakan faktor protektif (melindungi) atau dapat mengurangi risiko terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Hans Tandra (2008: 18) yang menyatakan bahwa semakin kurang gerak badan, semakin mudah seseorang terkena diabetes melitus. Olahraga atau aktivitas fisik membantu kita untuk mengontrol berat badan. Glukosa darah dibakar menjadi energi, dan sel-sel tubuh menjadi lebih sensitif terhadap insulin. Peredaran darah menjadi lebih baik, dan risiko terjadinya diabetes melitus tipe 2 akan turun sampai 50 persen. Menurut J.H Stein (2001: 636), olah raga yang aman bagi penderita
diabetes yaitu tidak dianjurkan pada penderita diabetes yang pengendaliannya kurang baik (glukosa plasma > 240 mg/dl), karena dapat terjadi hiperglikemia paradoksal dan ketosis. Dengan demikian, rutinitas aktivitas berolahraga akan memperkecil risiko terjadinya DM. 5.1.8 Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Kejadian DM Tipe 2 Hasil analisis data menunjukkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian DM tipe 2. Sebanyak 48,6% responden yang terkena DM tipe 2 termasuk dalam kategori perokok atau mantan perokok, sebaliknya 79,7% responden yang tidak terkena DM tipe 2 dalam kelompok tidak merokok. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian diabetes melitus tipe 2. Kesimpulan tersebut berdasarkan hasil pada uji chi square yaitu p value = 0,0001 (< α 0,05). Perhitungan risk estímate diperoleh nilai odds ratio 0,268 (OR < 1) dapat disimpulkan bahwa kebiasaan tidak merokok merupakan faktor protektif (melindungi) atau dapat mengurangi risiko terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori dari Naskah Lengkap Diabetes Melitus (2007: 145) yang menyatakan bahwa kebiasaan merokok berhubungan secara mencolok dengan bertambahnya risiko terjadinya diabetes tipe 2 dan keuntungan berhenti merokok hanya nampak setelah 5 tahun berhenti, bahkan risikonya pun bisa seperti bukan perokok hanya setelah 20 tahun. Risiko mengalami diabetes pada orang merokok dapat terjadi karena mengkonsumsi rokok lebih dari satu pak rokok per hari, dan perokok tersebut merubah dari
merokok sigaret ke merokok pipa ataupun cerutu sama dengan kalau meneruskan merokok sigaret. Menurut Sri Hartini (2009: 117), seseorang yang memiliki kebiasaan merokok dapat mempertebal plasma dinding pembuluh darah (aterosklerosis) yang dapat menyebabkan komplikasi cardiovasculer. 5.1.9 Hubungan antara Gaya Hidup dengan Kejadian DM Tipe 2 Gaya hidup seperti konsumsi makanan siap saji dan minuman ringan berhubungan dengan kejadian DM tipe 2. Berdasarkan data diperoleh gambaran bahwa 31,1% responden yang mengalami penyakit DM tipe 2 memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan siap saji, sedangkan pada kelompok responden yang tidak mengalami penyakit DM tipe 2 hanya 8,1% yang memiliki kebiasaan yang sama. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan antara kebiasaan mengkonsumsi makanan siap saji dengan kejadian diabetes melitus tipe 2. Kesimpulan tersebut berdasarkan hasil pada uji chi square yaitu p value = 0,0001 (< α = 0,05). Perhitungan risk estímate diperoleh nilai odds ratio = 0,196 (OR < 1) dapat disimpulkan bahwa kebiasaan mengkonsumsi makanan siap merupakan faktor protektif (melindungi) atau dapat mengurangi risiko terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2. Ditemukan pula bahwa 43,2% responden yang mengalami penyakit DM tipe 2 cenderung mengkonsumsi minuman ringan (soft drink), sedangkan pada kelompok responden yang tidak mengalami DM tipe 2 hanya ditemukan 17,6% yang memiliki kebiasaan mengkonsumsi minuman ringan (soft drink).
Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan antara kebiasaan mengkonsumsi minuman ringan (soft drink) dengan kejadian diabetes melitus tipe 2. Kesimpulan tersebut berdasarkan hasil pada uji chi square yaitu p value = 0,0001 (< α = 0,05). Perhitungan risk estímate diperoleh nilai odds ratio = 0,280 (OR < 1) dapat disimpulkan bahwa kebiasaan tidak konsumsi minuman soft drink merupakan faktor protektif (melindungi) atau dapat mengurangi risiko terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Vitahealth (2004: 31) yang menyatakan bahwa penyebab utama diabetes di era globalisasi adalah perubahan gaya hidup. Wajah Asia secara harafiah telah berubah, dan salah satu aspek yang paling menonjol adalah tingginya konsumsi makanan gaya barat. Makanan gaya barat ini bisa dipersonifikasikan dengan jaringan restoran cepat saji (fast food) Mc Donald’s, KFC, Pizza Hut, Wendy’s, dan sebagainya. Makanan tersebut paling cocok dan paling nikmat bila diiringi dengan minuman ringan (soft drink) yang tinggi gula. Menurut Naskah Lengkap Diabetes Melitus, (2007: 37), makanan cepat saji cenderung memiliki IG (indeks glikemik) yang tinggi karena mengandung kadar lemak jenuh yang tinggi, mengandung energi yang tinggi, mengandung kadar fruktosa tinggi, namun pada umumnya kandungan kadar mikro nutrien, vitamin A, vitamin C, kalsium, dan serat jauh lebih rendah. Makanan jenis ini cenderung memicu risiko terjadinya obesitas dan akan mempengaruhi kerja hormon insulin, sehingga lebih berisiko terkena diabetes militus.
5.1.10 Hubungan antara Pengetahuan dengan Kejadian DM Tipe 2 Pengetahuan responden tentang diabetes melitus secara signifikan berhubungan dengan kejadian DM tipe 2. Ditemukan sebanyak 35,1% responden yang berpengetahuan rendah cenderung mengalami DM tipe 2 karena sebagian responden tidak tahu tentang cara pencegahan diabetes melitus. Sedangkan pada kelompok kontrol hanya ditemukan 10,8% responden karena responden mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang diabetes melitus. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian diabetes melitus tipe 2. Kesimpulan tersebut berdasarkan hasil pada uji chi square yaitu p value = 0,0001 (< α = 0,05). Perhitungan risk estímate diperoleh nilai odds ratio = 0,224 (OR < 1) dapat disimpulkan bahwa pengetahuan yang rendah merupakan faktor protektif (melindungi) atau dapat mengurangi risiko terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Sidartawan Soegondo dkk, (1993:1 ) yang menyatakan bahwa pengetahuan sebenarnya berhubungan erat dengan tingkat pendidikan, walaupun tidak secara mutlak, artinya seseorang yang berpendidikan tinggi belum tentu mempunyai tingkat pengetahuan yang luas. Tingginya tingkat pengetahuan seseorang banyak ditentukan oleh berbagai faktor antara lain: tingkat pendidikan, lokasi daerah pemukiman, banyaknya kontak dengan komunikator baik melalui media cetak maupun media lain. Seseorang yang memiliki pengetahuan tinggi tentang diabetes militus cenderung akan memiliki sikap dan perilaku yang dapat mencegah
terjadinya diabetes militus, apalagi bagi responden yang sudah mengetahui dirinya mengidap DM dan mengetahui bagaimana pencegahannya, maka akan cenderung bertindak secara baik untuk mencegah terjadinya diabetes militus. 5.1.11 Hubungan antara Sikap dengan Kejadian DM Tipe 2 Sikap responden terhadap pencegahan diabetes militus tidak berhubungan dengan kejadian DM tipe 2. Dari data diperoleh gambaran bahwa 68,9% responden pada kelompok terkena DM tipe 2 cenderung memiliki sikap positif dalam pencegahan, karena responden sudah melakukan tindakan yang benar untuk mencegah terjadinya diabetes melitus. Sebaliknya 98,6% pada kelompok kontrol juga memiliki sikap positif, karena responden sudah melakukan tindakan yang benar untuk mencegah terjadinya diabetes melitus. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara sikap dengan kejadian diabetes melitus tipe 2. Kesimpulan tersebut berdasarkan hasil pada uji chi square yaitu p value = 0,366 (> α = 0,05). Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang dikemukaan oleh Soekidjo Notoatmodjo (2007: 147), yang menunjukkan bahwa sikap merupakan penilaian seseorang terhadap objek yang berkaitan dengan kesehatan. Seseorang yang memiliki sikap positif cenderung melakukan praktik yang baik untuk hidup sehat. Ada beberapa indikator untuk sikap kesehatan yaitu sikap terhadap sakit dan penyakit yang diderita, sikap terhadap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat, dan sikap terhadap kesehatan lingkungan. Seseorang dengan sikap positif terhadap penyakit diabetes melitus, maka akan mampu menerapkan sikap tersebut dalam bentuk praktik pencegahan dan penanganan penyakit diabetes melitus.
5.1.12 Hubungan antara Praktik dengan Kejadian DM Tipe 2 Hasil analisis data menunjukkan bahwa praktik pencegahan secara nyata berhubungan dengan kejadian DM tipe 2. Hasil análisis uji chi square menunjukkan bahwa nilai p value = 0,0001 (< α = 0,05), sehingga Ha diterima. Hal ini berarti ada hubungan antara praktik pencegahan dengan kejadian diabetes melitus tipe 2. Perhitungan risk estímate diperoleh nilai odds ratio = 0,258 (OR < 1), berarti praktik pencegahan secara buruk merupakan faktor protektif (melindungi) atau dapat mengurangi risiko terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2. Dari data ditemukan 62,2% responden yang mengalami DM tipe 2 cenderung memiliki praktik buruk dalam pencegahan diabetes militus misalnya responden tidak melakukan aktifitas olahraga, mempunyai kebiasaan pola makanan yang tidak sehat seperti mengkonsumsi makanan siap saji dan minuman soft drink. Sebaliknya 70,3% responden yang tidak terkena DM tipe 2 cenderung memiliki praktik pencegahan secara baik dengan melakukan aktifitas olahraga dan menjaga pola makan yang sehat. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Handayani, Suharyo, dan Henry mengenai faktor-faktor risiko DM di Semarang bahwa praktik buruk dalam mencegah DM juga berpengaruh terhadap kejadian diabetes melitus (Naskah Lengkap Diabetes Melitus, 2007: 149).
5.2 Keterbatasan Penelitian Hambatan dan kelemahan dalam penelitian ini antara lain: 1. Recall bias dapat terjadi pada hasil penelitian, dimana faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 diperoleh dengan mengandalkan daya ingat responden pada kejadian yang telah lalu. Misalnya responden lupa atau tidak tahu ada tidaknya riwayat diabetes melitus pada keluarga. Hal ini dapat disebabkan karena sampel lupa atau sampel pada kelompok kasus cenderung
mengingat
faktor risiko
pada penyakit
dibandingkan dengan sampel pada kelompok kontrol. Adapun upaya peneliti dalam meminimalisir terjadinya recall bias, yaitu dengan cara membantu sampel sedikit demi sedikit untuk mengingat kejadian tersebut dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan pendukung yang mudah dipahami sampel. 2. Keterbatasan waktu penelitian yang diberikan oleh Rumah Sakit karena akan mengganggu pasien
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil simpulan sebagai berikut. 1. Ada hubungan antara riwayat keluarga dengan kejadian DM tipe 2 (p value = 0,005, OR=2,97). 2. Ada hubungan antara umur responden dengan kejadian DM tipe 2 (p value = 0,003, OR = 2,781). 3. Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian DM tipe 2 (p = 0,002, OR = 0,325). 4. Ada hubungan antara tingkat pendapatan dengan kejadian DM tipe 2 (p value = 0,0001, OR = 3,353). 5. Ada hubungan antara obsesitas dengan kejadian DM tipe 2 (p value = 0,003, OR = 3,356). 6. Ada hubungan antara aktivitas olahraga dengan kejadian DM tipe 2 (p value = 0,005, OR = 0,391). 7. Ada hubungan antara aktivitas merokok dengan kejadian DM tipe 2 (p value = 0,0001, OR = 0,268). 8. Ada hubungan antara gaya hidup konsumsi makanan siap saji (p =0,0001 dan OR = 0,196) dan mengkonsumsi minuman ringan dengan kejadian DM tipe 2 (p value = 0,0001, OR = 0,280). 96
9. Ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian DM tipe 2 (p value = 0,0001, OR = 0,224). 10. Ada hubungan antara praktik pencegahan DM dengan kejadian DM tipe 2 (p value = 0,0001, OR = 0,258). 11. Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian DM tipe 2 (p = 0,733) 12. Tidak ada hubungan antara sikap dengan kejadian DM tipe 2 (p = 0,366)
6.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian tentang faktor risiko kejadian diabetes melitus tipe 2 di poliklinik penyakit dalam RSUD Sunan Kalijaga Demak tahun 2010, saran yang diajukan adalah sebagai berikut: 6.2.1 Bagi Rumah Sakit Perlu diadakan suatu penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan tentang penyakit diabetes melitus yang meliputi faktor-faktor penyebab diabetes melitus, gejala diabetes melitus, komplikasi diabetes melitus, dan cara pencegahan diabetes melitus dengan cara membagikan leaflet kepada penderita diabetes melitus. 6.2.2 Bagi penderita diabetes melitus tipe 2 Diharapkan dapat menjaga kadar gula darah agar tetap dalam keadaan normal, menghentikan kebiasaan merokok, mengurangi berat badan bagi pasien obesitas, dan melakukan aktifitas olahraga untuk mengurangi risiko terjadinya diabetes melitus.
6.2.3 Bagi keluarga penderita diabetes melitus tipe 2 Perlunya pemberian himbauan bagi penderita untuk selalu menjaga pola makan agar kadar gula darah tetap dalam keadaan normal, menghentikan kebiasaan merokok, mengurangi berat badan bagi pasien obesitas, dan melakukan aktifitas olahraga untuk mengurangi risiko terjadinya diabetes melitus. 6.2.4 Bagi peneliti lain Perlunya diadakan penelitian yang lebih mendalam dalam bidang kesehatan tentang penyakit diabetes melitus sehingga dapat mencegah terjadinya angka kesakitan.
DAFTAR PUSTAKA
Atik Mulyani, 2009, Hubungan dan Praktik Pengelolaan Diabetes Mellitus dengan Pengendalian Kadar Glukosa Darah pada Pasien Diabetes Mellitus di RSUD Kota semarang, Skripsi: UNNES. Darmono. 1991. Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran UNDIP. Dinkes Prop. Jateng. 2007. (http://www.health-lrc.or.id/profil2007/bab4.htm) FKUI, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid IV Edisi Ketiga. Jakarta : FKUI. Hans Tandra. 2008. Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes. Jakarta : Gramedia. Kunaryo Hadikusuma, dkk. 1996. Pengantar Pendidikan. Semarang: IKIP Semarang Pres. Misnadiarly. 2006. Ulcer, Gangren, Infeksi : Diabetes Melitus, Mengenali Gejala, Menanggulangi, Menegah Komplikasi¸ Jakarta : Pustaka Populer Obor. Novi Hidayati, 2008, Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Diit Penderita Diabetes Mellitus Tipe-2 di Poliklinik Diabetes RSUP Dr. Kariadi Semarang. Skripsi: UNNES. PERKENI, 2006, Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di Indonesia, Jakarta : PB PERKENI Pusat Diabetes dan Lipid RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo FKUI. 2005. Penatalaksanaan Diabetes Melitus. Jakarta : Aksara Buana. .1999. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta : Aksara Buana. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI. Ratna Kusuma. 2003. Penyakit Kencing Manis. Jakarta : UII Press. Seisar Komaladewi. 2007. Faktor Risiko yang Berhubungan dengan kejadian Diabetes Melitus Tipe II di RS DR. Kariadi Semarang tahun 2007. Skripsi: Universitas Dian Nuswantoro Semarang.
99
Sidartawan Soegondo. 1993. Peren Sentral Diabetes dan Lipid Pada Penyuluhan Diabetes. Jakarta: FKUI Sjaifoelah Noer. 1996. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi Ketiga. Jakarta : FKUI. Soekidjo Notoatmodjo, 2007, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Jakarta : PT Rineka Cipta. . 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Sri Hartini. 2009. Diabetes Siapa Takut, Jakarta: Gramedia Stein Jay H. 2001, Panduan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Edisi 3, Jakarta : EGC Sudigdo Sastroasmoro dan Sofyan, 2002, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis, Jakarta : Binarupa Aksara .1995. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis, Jakarta : Binarupa Aksara Suharsimi Arikunto. 1995. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta. Sunita Almatsier. 2005. Penuntun Diet. Jakarta : Gramedia. TIM UNNES, 2007, Pedoman Penyusunan Skripsi Mahasiswa Program Strata I Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Semarang : UNNES. UNDIP, 2007, Ditinjau Dari Berbagai Aspek Penyakit Dalam Naskah Lengkap Diabetes Mellitus, Semarang : UNDIP.