HUBUNGAN OBESITAS, AKTIVITAS FISIK, DAN KEBIASAAN MEROKOK DENGAN PENYAKIT DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA PASIEN RAWAT JALAN RUMAH SAKIT DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR Anugrah1, Suriyanti Hasbullah2, Suarnianti3 1
STIKES Nani Hasanuddin Makassar STIKES Nani Hasanuddin Makassar 3 STIKES Nani Hasanuddin Makassar 2
ABSTRAK Diabetes Melitus (DM) adalah kondisi abnormalitas metabolisme karbohidrat yang disebabkan oleh defisiensi insulin. Hal tersebut terjadi jika sel beta pada pulau langerhans pankreas mengalami kerusakan, sehingga jumlah insulin yang disekresikan berkurang. Diabetes Mellitus tipe 2 adalah penyakit dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Hal tersebut menyebabkan timbulnya hiperglikemia, yaitu konsentrasi glukosa darah melebihi kisaran normal, 60-120 mg/dl. Banyak faktor yang dapat menjadi penyebab terjadinya Diabetes Mellitus antara lain gaya hidup (pola konsumsi, kebiasaan merokok, aktivitas fisik, dan pengetahuan), obesitas, pengaruh lingkungan, genetik, dan faktor profil lipid. Diantara faktor-faktor tersebut, faktor aktivitas fisik,merokok dan obesitas dianggap sebagai salah satu faktor yang cukup penting apalagi hubungannya dengan status gizi.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan Obesitas, Aktifitas Fisik, Dan Kebiasaan Merokok Dengan Penyakit Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Pasien Rawat Jalan Rumah Sakit RSUP DR.Wahidin Sudirohusodo Makassar.Jenis penelitian ini adalah penelitian menggunakan metode analitik dengan pendekatan cross-sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien rawat jalan Diabetes Mellitus tipe 2 RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 52 responden. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Pengolahan data menggunakan komputerisasi dengan uji Chi- Square Tests, batas kemaknaan(α) = 0,05 H0 ditolak p<0,05 dan Ha diterima jika p>0,05. Dari hasil penelitian diperoleh ada hubungan obesitas dan aktifitas fisik dengan diabetes melitus tipe2 dengan nilai obsesitas (p= 0,01) dan aktifitas fisik (p= 0,04).Dan tidak ada hubungan jumlah dan lama merokok dengan diabetes melitus tipe 2 dengan nilai jumlah merokok (p=0,08), lama merokok (p=0,09). Penelitian ini menyarankan Penelitian ini menyarankan perlunya petugas kesehatan untuk terus menggalakkan pendidikan kesehatan dalam hal ini tentang pentingnya pasien diabetes melitus tipe 2 untuk patuh dalam hal pola hidup yang sehat dan melakukan aktifitas fisik yang teratur. Kata Kunci : Obesitas,aktifitas fisik,merokok,dan Diabetes melitus tipe 2 PENDAHULUAN Pada era globalisasi saat ini umumnya masih banyak gaya hidup masyarakat yang masih belum memahami tentang pentingnya kesehatan.Mereka pada umumnya mengkonsumsi segala jenis makanan, seperti :makanan tinggi lemak dan kolesterol tanpa diimbangi dengan olahraga atauaktifitas fisik untuk membakar lemak dan gaya hidup yang salah,seperti: kebiasaan merokok dan minumminuman keras ataupun mengkonsums inarkoba yang kesemuanya itu dapat menimbulkan dampak yang buruk bagi kesehatan. Diantara masalah kesehatan tersebut akan mengakibatkan timbulnya penyakit Reumatik, Diabetes Mellitus, Jantung, Ginjal dan sebagainya.
Volume 1 Nomor 6 Tahun 2013 ● ISSN : 2302-1721
Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama meningkatnya angka kesakitan, kecacatan dan kematian diantara pasien Diabetes. Komplikasi makrovaskular antara lainpenyakit arteri koroner, stroke dan penyakit pembuluh darah perifer, merupakan penyebab kematian utama pada pasien Diabetes. Angka kejadian penyakit kardiovaskular pada pasien Diabetes 4 kali lebih sering dibandingkan individu non Diabetes. Dalam kenyataannya, pasien Diabetes yang tidak mempunyai riwayat penyakit pembuluh darah mempunyai risiko yang sama untuk mengalami serangan jantung atau risiko kematian akibat penyakit kardiovaskular dengan individu non Diabetes yang mempunyai riwayat penyakit pembuluh darah (Shahab, 2008).
1
Diabetes Melitus (DM) adalah kondisi abnormalitas metabolisme karbohidrat yang disebabkan oleh defisiensi insulin. Hal tersebut terjadi jika sel beta pada pulau langerhans pankreas mengalami kerusakan, sehingga jumlah insulin yang disekresikan berkurang. Hal tersebut menyebabkan timbulnya hiperglikemia, yaitu konsentrasi glukosa darah melebihi kisaran normal, 60-120 mg/dl (Astawan, 2008). Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2003, Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hipoglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hipoglikemia kronik pada Diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, dan disfungsi beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah, yang menimbulkan berbagai macam komplikasi, antara lain aterosklerosis, neuropati, gagal ginjal, dan retinopati. Usia lanjut pada umumnya adalah penderita Diabetes Melitus tipe 2. Sedikitnya, setengah dari populasi penderita Diabetes usia lanjut tidak mengetahui kalau mereka menderita Diabetes karena hal itu dianggap merupakan perubahan fisiologis yang berhubungan dengan pertambahan usia (Misnadiarly, 2009). Diabetes Mellitus yang diderita kebanyakan oleh para usia lanjut akan menjadi salah satu faktor risiko sejumlah penyakit atau munculnya komplikasi dengan penyakit degeneratif yang lain, bahkan dapat berisiko terhadap kelangsungan hidup (Misnadiarly, 2009). Badan Kesehatan Dunia (WHO, 2007) mengatakan bahwa kasus Diabetes di negaranegara Asia akan naik hingga 90% dalam 20 tahun ke depan karena mereka yang sedikit aktivitas fisik memiliki risiko obesitas lebih tinggi dibanding mereka yang rajin bersepeda, jalan kaki, atau aktivitas lainnya. Indonesia menempati urutan keempat dengan jumlah penderita Diabetes terbesar di dunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat pada tahun 2007. Berdasarkan data Departemen Kesehatan jumlah pasien Diabetes Mellitus rawat inap maupun rawat jalan di rumah sakit Indonesia menempati urutan pertama dari seluruh penyakit endokrin dan 4% wanita hamil menderita diabetes Gestasional (Pratiwi, 2009). Berdasarkan data Riskesdas tahun 2009, prevalensi nasional Diabetes Mellitus (berdasarkan hasil pengukuran gula darah pada penduduk umur > 15 tahun bertempat
Volume 1 Nomor 6 Tahun 2013 ● ISSN : 2302-1721
tinggal di perkotaan) adalah 5,7% (Riskesdas, 2007). Prevalensi penderita Diabetes Mellitus di Sulawesi Selatan adalah 4,6%. Selain itu, diketahui bahwa prevalensi Diabetes Melitus (DM) lebih tinggi pada yang mempunyai berat badan lebih dan obesitas, juga pada responden dengan obesitas sentral (Riskesdas, 2007). Prevalensi Diabetes Melitus (DM) pada pasien rawat jalan di Poli Endokrin RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, selama tahun 2008 adalah sebesar 6,7%, kemudian pada tahun 2009 menjadi 9,16% dan pada tahun 2010 sebesar 32%. Pada tahun 2011 prevalensi Diabetes Melitus (DM) sebesar 11%. Pada umumnya Diabetes dideteksi dengan menggunakan kadar gula darah puasa (Fasting plasma glucose). Jika kadar gula puasa lebih dari 100 mg/dL maka bisa jadi beresiko terkena Diabetes Melitus (DM). Beberapa penelitian terakhir menunjukkan bahwa tidak hanya dengan kadar gula puasa, kini resiko Diabetes bisa diprediksi oleh kandungan LDL, HDL, Trigliserida, serta asam urat (Aprilia, 2009). Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Indeks (BMI) merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Penggunaan IMT hanya untuk orang dewasa berumur >18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan (Supariasa, 2008). Pengaruh aktivitas fisik terhadap berat badan masih kontroversial. Beberapa penelitian mengatakan adanya hubungan antara gaya hidup sedentary (seperti menonton televisi) dengan obesitas, dimana yang lainnya mengatakan bahwa jumlah total aktivitas fisik atau durasi serta beratnya aktivitas fisik yang dilakukan merupakan faktor kunci terjadinya obesitas (Ansar, 2009). Penelitian di negara maju juga melaporkan hubungan aktivitas fisik yang rendah dengan kejadian obesitas. Penelitian di Jepang menunjukkan risiko obesitas yang rendah (OR: 0,48) pada kelompok yang mempunyai kebiasaan olahraga, sedang penelitian di Amerika menunjukkan penurunan berat badan dengan jogging (OR:0,57) dan aerobik (OR:0,59). Selain aktivitas fisik dan obesitas, kebiasaan merokok juga dapat memicu terjadinya penyakit Diabetes Melitus Tipe 2. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Retno Ningsih yang
2
menyebutkan bahwa perilaku merokok yang buruk berhubungan dengan komplikasi kronis Diabetes Melitus Tipe 2 dibandingkan dengan yang bukan perokok. Berdasarkan data yang telah diperoleh di atas, diketahui bahwa prevalensi Diabetes Mellitus di dunia dari tahun ke tahun semakin tinggi, seperti yang terjadi di Indonesia dan berdampak buruk terhadap kesehatan dan kualitas hidup masyarakat. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti Diabetes Mellitus ini, mengenai hubungan obesitas, aktivitas fisik, dan kebiasaan merokok dengan penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2 pada pasien rawat jalan rumah sakit dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun 2012. BAHAN DAN METODE Lokasi, populasi, dan sampel penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah menggunakan metode analitik dengan pendekatan cross sectional, dimana data yang menyangkut variabel bebas dan terikat akan dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien diabetes melitus tipe 2 yang berobat di rawat jalan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Jumlah pasien dengan penyakit diabetes melitus tipe 2 di rawat jalan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Sepanjang Tahun 2011 bulan januari-februari sebanyak 108 pasien. Besar sampel pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus besar sampel menurut sugiono (2000), yaitu 52 sampel. Dengan kriteria sampel : a. Umur sampel ≥ 30 Tahun b. Laki-laki dan perempuan c. Dapat berkomunikasi dalam keadaan sadar dan bersedia menjadi responden d. Lengkap hasil pemeriksaan laboratorium kadar glukosa darahnya. Instrumen Penelitian yang digunakan : a. Formulir pengumpulan data meliputi kuisioner. b. Microtoice dan timbangan berat badan digunakan untuk menghitung status gizi pasien. c. Data laboratorium kadar glukosa sampel yang bersangkutan yang diambil oleh petugas kesehatan. d. Program komputerisasi untuk mengolah data. e. Alat tulis menulis. Pengumpulan Data : 1. Data Primer Data primer adalah data yang dikumpulkan dalam proses penelitian melalui wawancara dengan
Volume 1 Nomor 6 Tahun 2013 ● ISSN : 2302-1721
para responden dengan menggunakan kuisioner untuk mengetahui jenis dan frekuensi aktivitas fisik pasien. Data tentang status gizi (obesitas) didapatkan dengan melakukan pengukuran antropometri (IMT). 2. Pengumpulan Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari pencatatan rekam medik di rumah sakit meliputi data identitas pasien dan hasil pemeriksaan laboratorium serta gambaran umum tempat penelitian. HASIL PENELITIAN 1. Hasil Analisis Univariat Tabel 5.1 Distribusi : Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Pasien Rawat Jalan DM Tipe 2 di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Jenis Kelamin
n
%
Laki-laki Perempuan Total
24 28 52
46,2 53,8 100
Sumber : Data Primer, 2012
Tabel 9 di atas menunjukkan bahwa pasien rawat jalan DM tipe 2 di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar sebagian besar berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 46,2 % sedangkan 53,8 % yang berjenis kelamin perempuan. Tabel
5.2
:
Distribusi Responden Berdasarkan Klasifikasi Umur Pada Pasien Rawat Jalan DM Tipe 2 di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar
Klasifikasi Umur
n
%
30 – 60 tahun >60 tahun Total
24 28 84
46,2 53,8 100
Sumber : Data Primer, 2011
Tabel 10 di atas menunjukkan klasifikasi umur pada pasien rawat jalan DM tipe 2 di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar yaitu paling banyak pada klasifikasi umur 30-60 tahun yaitu sebesar 64,2% sedangkan klasifikasi umur >60 tahun yaitu sebesar 53,8%.
3
Tabel
5.3
:
Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Pada Pasien Rawat Jalan DM Tipe 2 di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar
Pendidikan SD SMP SMA Diploma Sarjana Total
n 7 4 10 3 28 52
% 13,5 21,2 19,2 5,8 53,8 100
Sumber : Data Primer, 2012
5.4
:
Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Pada Pasien Rawat Jalan DM Tipe 2 di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar
Pekerjaan PNS Pegawai Swasta Pedagang IRT Lainnya
n 35 1 2 12 2
Total
Status Gizi Obesitas Tidak Obesitas Total
Tabel 11 menunjukkan tingkat pendidikan terakhir pasien rawat jalan DM tipe 2 di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar yaitu paling banyak pada pendidikan sarjana yaitu 53,8% sedangkan paling sedikit pada pendidikan Diploma yaitu 5,8%. Tabel
dengan menggunakan uji Chi-Square, seperti yang tertera dibawah ini: a. Hubungan Obesitas Dengan Diabetes Melitus Tipe II. Tabel 5.8 : Hubungan Obesitas Dengan Diabetes Melitus tipe II Pada Pasien Rawat Jalan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar
52
% 67,3 1,9 3,8 23,1 3,8 100
Sumber : Data Primer, 2012
Tabel 12 menunjukkan jenis pekerjaan pasien rawat jalan DM tipe 2 di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar yaitu paling banyak pada jenis pekerjaan lainnya meliputi PNS yaitu sebesar 67,3% dan paling sedikit pada peawai swasta yaitu 1,9%. 2. Analisa Bivariat Analisis bivariat ini dilakukan dengan maksud untuk mempelajari hubungan antar variabel Independent antara lain obesitas, aktifitas fisik, dan kebiasaan merokok dengan penyakit diabetes melitus tipe 2 di rumah sakit umum pusat Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar. Variabel-variabel tersebut dilakukan
Volume 1 Nomor 6 Tahun 2013 ● ISSN : 2302-1721
GDP
Total
≤110 n %
>110 n %
n
%
29 18
100 78,3
0 5
0 21,7
29 100 23 100
47
90,4
5
9,6
52 100
P value 0,01 Sumber : Data Primer, 2012
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 52 sampel, sebanyak 29 orang yang mengalami obesitas, dan 23 orang yang tidak obesitas, dengan perincian sebagai berikut: Semua responden yang mengalami obesitas memiliki GDP >110 dengan persentase 100%, sedangkan responden yang tidak mengalami obesitas lebih banyak yang memiliki GDP >110 (78,3) dibandingkan dengan yang memilik GDP ≤110 (21,7). Hasil uji dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p adalah 0,01 lebih kecil dari α (0,05). Dengan demikian, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Berarti ada hubungan antara obesitas dengan Diabetes Melitus Tipe II pasien rawat jalan DM Tipe 2 di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. b. Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Diabetes Melitus Tipe II. Tabel 5.9 : Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Diabetes Melitus tipe II Pada Pasien Rawat Jalan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Aktivitas Fisik
GDP >110 n %
Ringan 45 93,8 Sedang 2 50 Total P value
47 90,4
≤110 n %
Total n
%
3 2
6,2 50
48 4
100 100
5
9,6
52
100
0,004
Sumber : Data Primer, 2012
4
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 52 sampel, sebanyak 48 orang yang memiliki aktivitas ringan, dan 4 orang yang memiliki aktivitas sedang, dengan perincian sebagai berikut: Responden yang memiliki aktivitas ringan kebanyakan memiliki GDP >110 dengan persentase 93,8%, sedangkan responden yang memiliki aktivitas fisik sedang memiliki GDP >110 dan ≤100 yang sama yaitu (50%). Hasil uji dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p adalah 0,04 lebih kecil dari α (0,05). Dengan demikian, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Berarti ada hubungan antara aktivitas fisik dengan Diabetes Melitus Tipe II pasien rawat jalan DM Tipe 2 di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. c. Hubungan Jumlah Rokok yang Dihisap Dengan Diabetes Melitus Tipe II. Tabel 5.9 : Hubungan Jumlah Rokok yang Dihisap Dengan Diabetes Melitus tipe II Pada Pasien Rawat Jalan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Jumlah GDP Total Rokok >110 ≤110 Yang n % n % n % Dihisap Tidak 36 94,7 2 5,3 38 100 merokok Perokok 9 81,8 2 18,2 11 100 Berat Perokok 2 66,7 1 33,3 3 100 Ringan Total 47 90,4 5 9,6 52 100 P value 0,008 Sumber : Data Primer, 2012
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 52 sampel, sebanyak 38 orang yang tidak merokok, dan 11 orang perokok berat, dan 3 orang perokok ringan. Dengan perincian sebagai berikut: Responden yang tidak merokok paling banyak memiliki GDP >110 dengan persentase 94,7%, Responden yang termasuk perokok berat paling banyak memiliki GDP >110 dengan persentase 81,8% sedangkan responden yang termasuk perokok ringan lebih banyak yang memiliki GDP >110 (66,7).
Volume 1 Nomor 6 Tahun 2013 ● ISSN : 2302-1721
Hasil uji dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p adalah 0,08 lebih besar dari α (0,05). Dengan demikian, maka Ho diterima dan Ha ditolak. Berarti tidak ada hubungan antara jumlah rokok yang dihisap dengan Diabetes Melitus Tipe II pasien rawat jalan DM Tipe 2 di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. d.
Hubungan lama Merokok Dengan Diabetes Melitus Tipe II. Tabel 5.10 : Hubungan Lama Merokok Dengan Diabetes Melitus tipe II Pada Pasien Rawat Jalan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Lama Merokok Tidak merokok Perokok Berat Total
GDP >110 n %
Total
≤110 n %
n
%
36 11
94,7 78,6
2 3
5,3 38 100 21,4 14 100
47
90,4
5
9,6
P value Sumber : Data Primer, 2012
52 100
0,009
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 52 sampel, sebanyak 38 orang yang tidak merokok, dan 14 orang perokok ringan. Dengan perincian sebagai berikut: Responden yang tidak merokok paling banyak memiliki GDP >110 dengan persentase 94,7%, Responden yang termasuk perokok berat paling banyak memiliki GDP >110 dengan persentase 78,6% Hasil uji dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p adalah 0,09 lebih besar dari α (0,05). Dengan demikian, maka Ho diterima dan Ha ditolak. Berarti tidak ada hubungan antara jumlah rokok yang dihisap dengan Diabetes Melitus Tipe II pasien rawat jalan DM Tipe 2 di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. PEMBAHASAN 1. Hubungan Obesitas Dengan Diabetes Mellitus Tipe II Hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi-Square menunjukkan bahwa ada hubungan antara obesitas dengan Diabetes mellitus tipe II pada pasien rawat jalan DM Tipe 2 di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. Hal ini ditunjukkan
5
dari hasil analisis menggunakan uji ChiSquare dimana nilai p = 0,01 (<0,05). Sebagian besar gambaran patologik DM dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin yaitu berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel-sel tubuh, mengakibatkan peningkatan konsentrasi glukosa darah hingga 300 - 1200 mg/dl. Peningkatan metabolisme lemak, menyebabkan terjadinya metabolisme lemak abnormal dan kegemukan (Aprilia, 2009). Konsumsi lemak yang berlebihan akan menimbulkan kegemukan, meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner dan beberapa jenis kanker. Peningkatan kadar kolesterol serum meningkatkan resiko terjadinya aterosklerosis dan penyakit jantung koroner. Tingkat resiko tersebut sebenarnya dipengaruhi juga oleh jenis dan jumlah konsumsi lemak, presentase energi yang berasal dari lemak. Konsumsi kolestrol dari makanan, kandungan lipoprotein, konsumsi antioksida dan serat makanan, serta aktivitas sehari-hari dan status kesehatan juga merupakan faktorfaktor tersebut. Penelitian ini sejalan dengan penelitian epidemiologis di negara maju yang menunjukkan bahwa meningkatnya prevalensi obes sejalan dengan meningkatnya prevalensi diabetes melitus tipe 2. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Wannamethee, dkk2 di Inggris. Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa resiko kejadian diabetes melitus tipe 2 meningkat secara bermakna dan progresif sejalan dengan meningkatnya indeks massa tubuh dan lamanya menderita obes atau berat-badan lebih. 2. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Diabetes Mellitus Tipe II Hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi-Square menunjukkan bahwa ada hubungan antara aktivitas fisik dengan status gizi pada pasien rawat jalan DM Tipe 2 di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. Hal ini ditunjukkan dari hasil analisis menggunakan uji Chi-Square dimana nilai p = 0,04 (< 0,05). Aktivitas fisik merupakan istilah umum untuk segala pergerakan tubuh karena aktivitas otot yang akan meningkatkan penggunaan energi. Terdapat 3 komponen dari aktivitas fisik yaitu aktivitas yang dilakukan selama bekerja atau berhubungan dengan pekerjaan, aktivitas yang dilakukan di
Volume 1 Nomor 6 Tahun 2013 ● ISSN : 2302-1721
rumah yang merupakan bagian dari aktivitas sehari-hari, dan aktivitas yang dilakukan pada saat luang atau diluar pekerjaan serta aktivitas harian termasuk di dalamnya adalah latihan fisik dan olahraga. . Responden yang memiliki aktivitas fisik yang ringan paling banyak terdapat pada status gizi lebih. Hal ini disebabkan oleh aktivitas fisik yang ringan atau kurangnya pergerakan menyebabkan tidak seimbangnya kebutuhan energi yang diperlukan dengan yang dikeluarkan. Kurang aktivitas menyebabkan kurangnya pemakaian energi sehingga dapat menyebabkan penumpukan kelebihan energi dalam bentuk lemak, yang jika dalam jangka panjang dibiarkan akan menimbulkan kelebihan berat badan (status gizi lebih). Makin tinggi jumlah kelebihan energi, makin besar jumlah cadangan lemak yang akan memperbesar ukuran tubuh seseorang. Aktivitas fisik adalah hal yang dianjurkan terhadap setiap orang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesegaran tubuh. Aktivitas fisik berguna untuk melancarkan peredaran darah dan untuk membakar kalori dalam tubuh. Penelitian oleh Tety S. (2005), menemukan bahwa lansia mempunyai aktivitas yang tergolong cenderung rendah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Puhilan (2006) menyebutkan bahwa ada hubungan antara aktivitas fisik dengan status gizi pada pasien DM. Untuk responden yang status gizinya lebih, disebabkan oleh responden belum sepenuhnya melakukan diet yang dianjurkan sehingga akibatnya status gizi pasien menjadi tidak normal (lebih) meskipun aktivitas yang dilakukan cukup banyak. 3. Hubungan Jumlah Rokok yang Dihisap dengan Diabetes Mellitus Tipe II Dari hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi-Square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara jumlah rokok yang dihisap dengan Diabetes Mellitus pada pasien rawat jalan DM Tipe 2 di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. Hal ini ditunjukkan dari hasil analisis menggunakan uji Chi-Square dimana nilai p = 0,08 (< 0,05). Menurut Journal of the American Medical Association menyatakan bahwa merokok dan diabetes memang saling terkait sebab merokok dapat menyebabkan
6
diabetes dan merokok akan memperparah penyakit gula seseorang. Beberapa kandungan rokok dapat merusak dinding pembuluh darah yang mengakibatkan adanya tekanan darah tinggi dan stroke. Selain itu, aktivitas merokok dapat menyebabkan peradangan. Jika peradangan terjadi pada penderita diabetes, peradangan ini akan susah diatasi sehingga penderita diabetes kemungkinan besar harus diamputasi. Penelitian ini tidak sejalan atau berbanding terbalik dengan teori yang ada. Alasan pertama karena mayoritas responden adalah wanita, kedua adalah responden kebanyakan sudah memasuki usia senja dimana mereka berhasil berhenti merokok. Sehingga tidak ditemukan hubungan ang signifikan antara jumlah rokok yang dihisap dengan DM tipe II. 4. Hubungan Lama Merokok dengan Diabetes Mellitus Tipe II Hasil penelitian ini menggunakan uji Chi-Square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara lama merokok dengan Diabetes Mellitus pada pasien rawat jalan DM Tipe 2 di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. Hal ini ditunjukkan dari hasil analisis menggunakan uji Chi-Square dimana nilai p = 0,09 (< 0,05). Merokok merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia karena merokok dapat menimbulkan kematian. Bila pada tahun 2000 hampir 4 juta orang meninggal akibat merokok, maka pada tahun 2010 akan meningkat menjadi 7 dari 10 orang yang akan meninggal karena merokok. Di Indonesia, 70% penduduknya adalah perokok aktif. Dilihat dari sisi rumah tangga, 57 persennya memiliki anggota yang merokok yang hampir semuanya merokok di dalam rumah ketika bersama anggota keluarga lainnya. Artinya, hampir semua orang di Indonesia ini merupakan perokok pasif (Depkes.go.id, 2005). Merokok tidak hanya bisa meningkatkan resiko seseorang terserang diabetes tipe 2 tetapi juga komplikasi diabetes yang berbahaya. Dr. Carole Willi dari University of Lausanne di Swiss dan rekannya menganalisis 25 kajian yang menyelidiki
hubungan antara merokok dan diabetes yang disiarkan antara 1992 dan 2006, dengan sebanyak 1,2 juta peserta yang ditelusuri selama 30 tahun. Mereka mendapati resiko bahkan lebih tinggi bagi perokok berat. Mereka yang menghabiskan sedikitnya 20 batang rokok sehari dalam waktu yang lama memiliki resiko terserang diabetes 62% lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak merokok. Hal ini disebabkan karena mayoritas responden adalah wanita, kedua adalah responden kebanyakan sudah memasuki usia senja dimana mereka berhasil berhenti merokok. Sehingga tidak ditemukan hubungan ang signifikan antara lama merokok dengan DM tipe II. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Ada hubungan obesitas dengan penyakit diabetes melitus tipe 2 pada pasien rawat jalan rumah sakit dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. 2. Ada hubungan aktivitas fisik dengan penyakit diabetes mellitus tipe 2 pada pasien rawat jalan rumah sakit dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. 3. Tidak ada hubungan jumlah rokok yang dihisap dengan penyakit diabetes mellitus tipe 2 pada pasien rawat jalan rumah sakit dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. 4. Tidak ada hubungan lama merokok dengan penyakit diabetes mellitus tipe 2 pada pasien rawat jalan rumah sakit dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. SARAN 1. Obesitas sangatlah mempengaruhi penyakit diabetes,maka dari itu sebaiknya selalu memperhatikan faktor yang menyebabkan obesitas yaitu faktor makanan, faktor genetik, faktor hormonal atau metabolisme, faktor psikologis dan faktor aktivitas fisik. 2. Kepada responden sebaiknya tetap memperhatikan hasil pemeriksaan gula darah. Selain itu, lebih rutin melakukan aktivitas fisik untuk terus menunjang kesehatan menuju status gizi normal. 3. Bagi responden yang masih merokok,sebaiknya berhenti karena merokok bisa mengakibatkan penyakit dalam diri sendiri maupun orang lain.
DAFTAR PUSTAKA Amri, 2010. Bahaya Merokok. http://bahayamerokok.com. Diakses pada tanggal 20 Maret 2012. Almatsier, S. 2008. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Volume 1 Nomor 6 Tahun 2013 ● ISSN : 2302-1721
7
American Diabetes Association. 2009. Diabetes Basics. http://www.diabetes.org. Diakses Pada Tanggal 20 Maret 2012. Anna Maria Sirait, dkk. Perilaku Merokok. http.//www.kompas.co.id. Diakses pada tanggal 23 Maret 2012 Ansar. 2009. Hubungan Pola Makan dan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Sindrom Metabolik Pasien Rawat Jalan di RSUP. Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2009. Skripsi. Makassar: FKM-UNHAS.. Aprilia, Dania. 2009. Imunologi Gizi Diabetes Mellitus Tipe 2. http://dania-aprilia.blogspot.com. Diakses Pada Tanggal 9 Maret 2012. Astawan, M. dan A. Leomitro. 2008. Khasiat Warna-Warni Makanan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Barry Sears, ph.d, Enter The Zone. Bandung: How Press: 2008. Chandra, S., Amir, N., Widyawati, I. 2008. Cermin Dunia Kedokteran-edisi Jurnal. Jakarta: Grup PT Kalbe Farma Tbk. Dedi S.2009. Obesitas Primer Pada Anak. Bandung: PT. Kiblat Buku Utama D’adamo, P and Withney, C. Eat Right for Your Type. 2008. Jakarta: PT Buana Ilmu Populer. Ellizabeth, L. 2010. Stop Merokok. Jogjakarta : Penerbit Garai lmu Hadju, V. 2008. Diktat Penentuan Status Gizi. Makassar: FKM Universitas Hasanuddin. Hartono, A. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. Jakarta: EGC. Herry. 2008. Skripsi “Hubungan Karakteristik Individu, Gaya Hidup, dan Faktor Gizi Terhadap Status IMT di 3 Posbindu Kelurahan Rangkapan Lama Kecamatan Pancoran Mas Depok”. HIMAPID. 2008. Diabetes Melitus. http://himapid.blogspot.com. Diakses Pada Tanggal 23 Maret 2012. Husaini, A. 2009. Rahasia dan Cara Empatik Berhenti Merokok. Pustaka IIMan. Jakarta. Isselbbacher, KJ, dkk. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC. Misnadiarly. 2009. Ulcer, Gangren, Infeksi Diabetes Mellitus. Jakarta: Pustaka Populer Obor. Mu’tadin, Z. 2008. Remaja & Rokok. http://www.e-psikologi.com. Diakses pada tanggal 26 Maret 2012. Nawawi, H. 2009. Akibat Buruk Merokok. http://www.eramoslem.com. Diakses pada tanggal 26 Maret 2012. Nurrahmah, Eka. 2010. Indeks Glikemik Menu Makanan Rumah Sakit dan Kadar Glukosa Darah Pada Pasien Rawat Inap Diabetes Mellitus
Volume 1 Nomor 6 Tahun 2013 ● ISSN : 2302-1721
8