HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DAN ISTIRAHAT DENGAN KADAR GULA DARAH PASIEN DIABETES MELLITUS RAWAT JALAN RSUD. PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO
SKRIPSI
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai Derajat Sarjana Keperawatan
Oleh : Akhmad Eko 0611020011
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO 2010
HALAMAN PERSETUJUAN
HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DAN ISTIRAHAT DENGAN KADAR GULA DARAH PASIEN DIABETES MELLITUS RAWAT JALAN RSUD. PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO
AKHMAD EKO 0611020011
Diperiksa dan disetujui:
Pembimbing I
Pembimbing II
Ns.Asiandi, S.Kep., M.Sc NIK. 2160219
Ns.Endiyono, S.Kep NIK. 2160385
HALAMAN PENGESAHAN
HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DAN ISTIRAHAT DENGAN KADAR GULA DARAH PASIEN DIABETES MELLITUS RAWAT JALAN RSUD. PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO
Akhmad Eko 0611020011
Telah dipertahankan didepan Panitia Ujian Skripsi Pada hari Jum’at tanggal 20 Agustus 2010
SUSUNAN PANITIA UJIAN Ketua
Sekretaris
Ns.Asiandi, S.Kep., M.Sc NIK. 2160219
Ns.Endiyono, S.Kep NIK. 2160385
Penguji I
Penguji II
Ns. Dedy Purwito, S.Kep., M.Sc NIK. 2160153
Supriyadi S.KM NIK. 2160134
Mengetahui Dekan Fakultas Kesehatan Universitas Muhamadiyah Purwokerto
Ns.Dedy Purwito, S.Kep., M.Sc NIK. 2160153
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini: Nama
: Akhmad Eko
Nim
: 0611020011
Program studi
: Ilmu Keperawatan
Fakultas/Universitas
: Ilmu Kesehatan/Muhammadiyah Purwokerto
Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya dan bukan hasil penjiplakan dari hasil karya orang lain. Demikian pernyataan ini saya buat, apabila kelak dikemudian hari tebukti ada unsur penjiplakan, maka saya bersedia mempertanggung jawabkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Purwokerto,
Agustus 2010
Yang menyatakan,
Akhmad Eko NIM 0611020011
HALAMAN PERSEMBAHAN
Hasil sekripsi ini saya persembahkan untuk : Untuk orang yang selalu saya banggakan, saya kagumi, dan saya inspirasikan atas lemah lembutnya, kesabaranya, saya ucapkan terimakasih untuk Ibu dan bapak semoga aku bisa lebih baik dari hari ini. Untuk adik saya Isma Nur Hidayah dan nenek saya, diamdiam kalian adalah inspirasi terbesarku akan masa depan, semoga langkahku bisa membuat kalian bangga. Untuk Tri Puji Rahayu semoga kita bisa lebih baik dari hari ini
MOTTO
Untuk sebuah kebaikan........ Optimis, Berjuang, dan Pantang menyerah, karena Alloh takan pernah menyia-nyiakan hambanya yang berusaha
ABSTRAK
Latar Belakang : Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula didalam tubuh, sedangkan aktivitas fisik merupakan pergerakan yang dilakukan oleh otot dan sistem penunjangnya yang mampu meningkatkan metabolisme sehingga gula darah menurun akibat dari gula darah yang digunakan untuk metabolisme dalam aktivitas. Aktivitas dan istirahat tidur harus seimbang untuk menjaga agar tidak terjadi hipoglikemia. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan aktifitas fisik dan istirahat dengan kadar gula darah. Metode : Desain dalam penelitian ini adalah Deskriptif dengan pendekatan waktu cross sectional dengan memakai uji regresi linear. Teknik sampling pada penelitian ini menggunakan technik purposif sampling. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 35 responden penderita Diabetes Mellitus rawat jalan RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo. Hasil : Hasil korelasi menunjukan hubungan yang signifikan antara aktifitas fisik dengan kadar gula darah yaitu r= -0,749 dan tingkat signifikan p =0,000. Hubungan istirahat dengan kadar gula darah, nilai r = 0,349 dengan p = 0,020. dan untuk hasil regresi linier, variabel yang signifikan adalah aktivitas fisik( p = 0,000) dengan R2= 0,565 dan. variabel istirahat tidak bermakna ( p = 0,532). Kesimpulan : Ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kadar gula darah pasien Diabetes Melitus rawat jalan RSUD. Prof. Dr. Margono Soekardjo
Kata kunci: Aktivitas fisik, Istirahat, kadar gula darah pasien DM
ABSTRACT
Background: Diabetes mellitus (DM) is a disorder characterized by increased sugar levels in the body, while physical activity is performed by muscle movement and its supporting systems that can increase your metabolism so that blood sugar decreased as a result of blood sugar that is used for metabolism in the activity . Activity and bed rest should be balanced to maintain in order to avoid hypoglycemia. Objective: This study aimed to determine the relationship of physical activity and rest with blood sugar levels. Methods: The design of this study is descriptive with cross sectional approach using linear regression. Sampling technique in this study using purposive sampling technik. The sample in this study is 35 respondents Outpatient Diabetes Mellitus. Results: The correlation showed a significant relationship between physical activity with blood sugar levels that is r = -0.749 and p = 0.000 significant level. Break relations with the blood sugar levels, the value of r = 0.349 and p = .020. and for the results of linear regression, significant variables are physical activities with R2 = 0.565, B = - 0.0002116 and p = .000. Variable resting B = 3.678 p = .532. Conclusion: There is a relationship between physical activity with the patient's blood sugar levels Diabetes Mellitus outpatient hospitals. Prof. Dr. Margono Soekardjo
Keywords: Physical activity, rest, diabetic patients ; blood sugar levels
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Alhamdulilah penulis panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, hidayah, inayah serta berbagai kenikmatan yang tidak ternilai harganya berupa iman, Islam dan kesehatan, sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul “ Hubungan Antara Aktivitas Fisik Dan Istirahat Dengan Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Mellitus Rawat Jalan Di RSUD. Prof. Dr Margono Soekardjo”. Penelitian ini dapat disusun berkat adanya kemauan dan bantuan baik moril maupun materiil dari berbagai pihak. Selain itu, skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Sarjana Keperawatan di Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis masih banyak mengalami kekurangan dan kesulitan, namun berkat bimbingan dari berbagai pihak maka penulis megucapkan terimakasih kepada: 1. DR. H. Syamsuhadi Irsyad, S.H., M.H., selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Purwokerto yang telah membuat keputusan dalam penulisan skripsi ini. 2. Ns. Dedy Purwito, S.Kep., M.Sc., selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto yang telah menyetujui penulisan skripsi ini.
3. Mustiah Yulistiani, S.Kp., selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto. 4. Ns. Asiandi S.Kep., MSc., selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, saran dan pengarahan dalam penyusunan skripsi. 5. Ns.Endiyono, S.Kep., selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, saran dan pengarahan dalam penyusunan skripsi. 6. Direktur RS. Prof. Dr. Margono Soekardjo yang sudah memberikan izin untuk penelitian di rumah sakit yang beliau pimpin. 7. Bapak, Ibu, Nenek dan Adiku yang lucu, terimakasih atas doa, semangat dan dukungan yang sudah diberikan. 8. Kekasihku tercinta “Tri puji rahayu” terima kasih atas kasih sayang, perhatian, keikhlasan dan pengorbanan serta selalu memberikan support tiada hentihentinya hingga terselesaikannya skripsi ini. 9. Sahabat – sahabat se-kosan (Dana, Winda A dan B, Yudi, Eva, Evi, Avi dan Eni) tetap kompak selalu dan jaga tali silaturahmi. 10. Sahabat – sahabat seperjuangan ’06 (Rudi, Jeny, Dadan, Bayu, dan semuanya yang tidak bisa disebutkan satu persatu) tetep semangat dan sukses dan tetap jaga tali silaturahmi. 11. Teman – teman angkatan 2006 - 2010 Fakultas Ilmu Kesehatan UMP yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu tetap semangat dan semoga sukses. 12. Staf Pengajar Program Studi Ilmu Keperawatan dan Perpustakaan Kampus I dan II yang telah menyediakan buku – buku literatur, demi kelancaran dalam pembuatan skripsi ini.
13. Dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu dalam penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena faktor keterbatasan yang ada dalam diri penulis, oleh sebab itu penulis mohon saran dan kritik yang membangun dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan rekan – rekan pada khususnya. Semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmat-Nya kepada mereka.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Purwokerto,
Agustus 2010
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..............................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................
iii
SURAT PERNYATAAN........................................................................
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ..............................................................
v
MOTTO..................................................................................................
vi
ABSTRAK .............................................................................................
vii
ABSTRACT ...........................................................................................
viii
KATA PENGANTAR ............................................................................
ix
DAFTAR ISI ..........................................................................................
xii
DAFTAR TABEL ..................................................................................
xvi
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
xvii
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................
xviii
BAB I
PENDAHULUAN....................................................................
1
A. Latar Belakang ...................................................................
1
B. Perumusan Masalah............................................................
5
C. Batasan Masalah.................................................................
6
D. Tujuan Penelitian................................................................
6
E. Manfaat Penelitian..............................................................
7
F. Penelitian Terkait................................................................
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................
10
A. Diabetes Melitus.................................................................
10
1. Pengertian......................................................................
10
2. Jenis-jenis Diabetes Melitus...........................................
11
3. Gambaran Klinis ............................................................
14
B. Gula Darah .........................................................................
15
1. Pengertian Gula Darah ...................................................
15
2. Kadar Diagnostik Gula Darah ........................................
16
3. Kadar Gula Darah Tinggi...............................................
16
4. Kadar Gula Darah Rendah .............................................
17
C. Aktivitas ............................................................................
17
1. Pengertian Aktivitas Fisik ..............................................
17
2. Beban Aktivitas Fisik Berdasarkan kebutuhan kalori ............................................................................
18
3. Kebutuhan kalori ...........................................................
19
4. Nilai Energi Aktivitas Fisik............................................
21
5. Efek Aktivitas Fisik Terhadap Penderita DM .................
22
6. Pedoman untuk Olahraga Diabetes.................................
23
7. Tahap-tahap Latihan Fisik bagi Penderita Diabetes ........
25
8. Hal yang diperhatikan dalam melakukan Aktifitas Fisik bagi Penderita DM ................................................
26
D. Istirahat ..............................................................................
27
1. Pengertian......................................................................
27
2. Fisiologis Tidur..............................................................
28
3. Tahapan Istirahat Tidur ..................................................
28
4. Faktor yang Mempengaruhi Kualitas dan Kuantitas Tidur..............................................................................
30
E. Kebutuhan Tidur Seseorang................................................
32
F. Penerapan Adaptasi Teori Keperawatan..............................
33
1. Konsep Keperawatan OREM .........................................
33
2. Pandangan Keperawatan OREM ....................................
35
G. Pengendalian Gula Darah ...................................................
39
H. Kerangka Teori...................................................................
42
I. Kerangka Konsep ...............................................................
43
J. Hipotesis ............................................................................
43
BAB III METODE PENELITIAN .........................................................
44
A. Desain Penelitian ................................................................
44
B. Populasi dan Sampel...........................................................
44
C. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................
46
D. Variabel Penelitain .............................................................
46
E. Definisi Operasional ...........................................................
47
F. Prosedur Penelitian .............................................................
48
G. Cara Pengumpulan Data .....................................................
48
H. Alat Pengumpulan Data ......................................................
48
I. Metode Pengolahan Data ....................................................
49
J. Analisis Data ......................................................................
50
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................
53
A. Hasil Analisis Univariat......................................................
53
B. Hasil Analisis Bivariat ........................................................
54
C. Hasi Analisis Multivariat ....................................................
54
D. Pembahasan........................................................................
55
E. Kelemahan Penelitian .........................................................
56
F. Kelemahan Penelitian .........................................................
67
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.................................................
68
A. Kesimpulan ........................................................................
68
B. Saran ..................................................................................
68
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Kebutuhan Tidur Seseorang.......................................... ......
32
Tabel 3.1
Definisi Operasional..........................................................
47
Tabel 4.1
Karakteristik Responden............................................... ......
53
Tabel 4.2
Nilai Aktivitas Fisik Dengan Kadar Gula Darah Penderita DM Rawat Jalan Di RSMS............................ ....
Tabel 4.3
Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kadar Gula Darah Penderita DM Rawat Jalan Di RSMS............................ ....
Tabel 4.4
Tabel 4.5
54
54
Hubungan Istirahat Dengan Kadar Gula Darah Penderita DM Rawat Jalan Di RSMS........................................... .....
55
Rekapitulasi Multivariat......................................................
55
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori .................................................................
42
Gambar 2.2 Kerangka Konsep ..............................................................
43
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar surat ijin pengambilan data awal Lampiran 2 Lembar surat ijin penelitian Lampiran 3 Lembar Permohonan Menjadi Responden Lampiran 4 Lembar Persetujuan Responden Lampiran 5
Lembar Observasi
Lampiran 6
Lembar data hasil penelitian
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Bertambahnya angka harapan hidup bangsa Indonesia, masalah kesehatan mulai beralih dari infeksi ke penyakit degeneratif. Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif yang saat ini makin bertambah jumlahya di dunia. Pada tahun 2010 diperkirakan jumlah penderita DM di dunia akan mencapai 360 juta jiwa (Salman, 2001). Menurut WHO, Indonesia menempati urutan yang ke-4 tertinggi di dunia yaitu 8,4 juta jiwa. Pada tahun 2000. Prevalensi DM di Indonesia terus meningkat, pada saat ini berkisar antara 1,5- 2,3 juta, pada saat penduduk lebih dari usia 15 tahun. Di Indonesia, dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4% dari jumlah penduduk di atas 20 tahun akan mencapai 178 juta, maka diperkirakan pada tahun 2010 penduduk Indonesia yang akan menderita DM mencapai 17 juta jiwa. Melihat ada kecenderungan kenaikan prevalensi DM yang tinggi maka berbagai upaya perlu dilakukan pertama yaitu tentang edukasi pada tingkat yang memiliki drajat resiko tinggi. Perlu dipahami bahwa penyakit DM dan komplikasinya akan berkembang menjadi salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian di Indonesia (Salman, 2001). Menurut Suyono (2004) pola makan baik di kota-kota bahkan sampai di desa-desa telah bergeser dari pola makan tradisional yang banyak mengandung karbohidrat dan serat dari sayuran, ke pola makan ke barat-
baratan, dengan komposisi makanan yang terlalu banyak mengandung protein, lemak gula, garam dan mengandung sedikit serat. Secara global, prevalensi diabetes mellitus selalu meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2003, Organisasi Dunia (WHO) memperkirakan 194 juta jiwa atau 5,1 % dari 3,8 milyar penduduk dunia usia 20-79 tahun menderita diabetes mellitus dan pada tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 333 juta jiwa. Pada tahun yang sama, International Diabetes Foundation (IDF) memperkirakan prevalensi diabetes mellitus dunia adalah 1,9% dan menjadikan DM sebagai penyebab penyebab kematian urutan ke-7 Dunia (Yusharmen, 2008). Berdasarkan data terkini dari Federasi Diabetes Internasional, jumlah penderita diabetes di seluruh dunia saat ini mencapai 285 juta orang, penderita tersebut lebih dari separuhnya merupakan penderita usia kerja (20-60 tahun). Di Indonesia sendiri, penderita diabetes mencapai 5,7 % (sekitar 12 juta orang) dari seluruh penduduk Indonesia, sedangkan jumlah penderita pre diabetes mencapai angka 11 %. Dengan pertumbuhan jumlah penderita diabetes tersebut, maka diperkirakan pada tahun 2030 nanti jumlah penderita diabetes di Indonesia dapat mencapai lebih dari 21 juta orang. Faktor yang sangat berperan dalam peningkatan penderita diabetes adalah gaya hidup masyarakat termasuk diantaranya adalah perubahan pola makan yang kurang sehat dan kurangnya melakukan aktivitas fisik, angka tersebut akan terus bertambah jika informasi yang didapat kurang memadai.
Di Jawa Tengah pada tahun 2007 prevalensi DM tipe 1 (DM yang tergantung insulin) sebesar 0,09% sama dengan prevalensi tahun 2006, sedangkan prevalensi DM tipe 2 (yang tidak tergantung insulin) mengalami peningkatan dari 0,74 % dari tahun 2005 menjadi 0,83 % pada tahun 2006, dan meningkat lagi pada tahun 2007 menjadi 0,96 %. (Dinkes Prov Jateng, 2008) Menurut data rekam medis RSU. Prof. Dr Margono Soekardjo, penyakit DM menempati peringkat 6 dari 10 besar urutan penyakit terbanyak rawat jalan yaitu periode Januari sampai Desember tahun 2009 mencapai 6596 orang jumlah tersebut mengalami kenaikan pada tahun 2008, jumlah rawat jalan mencapai 5370 pasian baik DM yang tergantung insulin maupun yang tidak tergantung insulin. Dan untuk pasien DM rawat inap pada periode Januari sampai dengan Desember mencapai 1654 pasien. Populasi pasien DM rawat jalan tahun 2009 RSMS berjumlah 2320 penderita baik DM tipe I maupun DM tipe II.
Prevalensi tahun 2010 untuk bulan Januari sampai Februari
mencapai frekuensi kunjungan 1791 orang untuk populasi penderita 943 yaitu untuk DM tergantung insulin 234 orang dan DM yang tidak tergantung insulin mencapai 709 orang (Data Rekam Medis RSU Prof. Dr. Margono Soekardjo, 2009). DM jika tidak dikelola dengan baik dapat mengakibatkan terjadinya berbagai komplikasi dan penyakit menahun seperti penyakit serebrovaskuler, penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah tungkai, penyakit pada mata, ginjal dan syaraf (Waspadji dan Sarwono, 1999).
Diabetes merupakan penyakit yang ditandai dengan hiperglikemia (peningkatan kadar gula darah) dalam tubuh yang terjadi secara terus menerus dan bervariasi terutama pada pasien yang tidak terpantau pola makan dan aktivitasnya (Depkes, 2008). Aktivitas fisik merupakan sebagai gerakan fisik yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya, dalam penyakit DM aktivitas fisik menjadi bagian penentu indek glukosa karena didalam seseorang melakukan aktivitas fisik baik yang ringan, sedang, ataupun berat akan membutuhkan kalori atau energi. Energi atau kalori didalam tubuh manusia merupakan proses dari metabolisme sel, sumber energi yang utama didalam tubuh manusia antara lain glukosa, glikogen dan trigleserida. Timbunan glukosa dalam seluruh tubuh
kurang lebih 20 gram, glikogen dalam hati sekitar 80-120 gram,
glikogen otot kira-kira 300-400 gram. Aktivitas fisik manusia membutuhkan kalori, sedangkan bahan dari kalori adalah glukosa sehingga semakin berat tingkat aktivitas maka semakin banyak glukosa darah yang digunakannya. Aktivitas fisik sangat berpengaruh pada pasien DM tipe II karena glukosa darah bisa masuk ke dalam sel dengan tingginya metabolisme di dalam sel tersebut. Aktivitas fisik bagi penderita DM tipe I harus diperhatikan adanya tanda-tanda dari hipoglikemia. karena mutlak glukosa di dalam darah tidak bisa masuk karena
insulin tidak diproduksi oleh sel beta pankreas yang
berfungsi mengantarkan glukosa sebagai bahan energi (Asdie, 1996). Istirahat dan tidur sangatlah penting untuk kesehatan, bagi penderita DM istirahat merupakan cara untuk menghambat terjadinya hipoglikemia. Istirahat
akan mempengaruhi energi yang dikeluarkan oleh tubuh dan dapat mengembalikan kesehatan sehingga dapat mempertahankan aktivitas hidup sehari-hari, karena istirahat menjadikan proses fisiologis yang baik setelah seseorang melakukan kegiatan fisik (Geyton & Hall, 2000). Pengendalian gula darah yang baik yaitu dengan memperhatikan gula darah yang selalu mendekati batas normal, penderita diabetes mellitus harus memperhatikan faktor-faktor yang dapat merubah status gula darah seperti diet, farmakologis dan aktivitas fisik. Pemantauan status metabolik pasien diabetes mellitus merupakan hal yang penting dalam pengendalian gula darah. Pengendalian gula yang baik berarti menjaga gula darah dalam kisaran normal, sehingga pasien DM dapat terhindar dari
hiperglikemia dan
hipoglikemia. Dengan pengendalian gula darah yang baik pasien DM akan terhindar dari berbagai komplikasi baik yang akut maupun yang kronik (Soegondo,1999).
B. Rumusan Masalah Angka kejadian DM di Kabupaten Banyumas cukup tinggi, hal tersebut dibuktikan dari data rekam medik RSU. Prof. Dr. Margono Soekardjo, penyakit DM menempati urutan ke 6 dari 10 daftar penyakit terbesar untuk rawat jalan. Aktivitas fisik berpengaruh terhadap indek glukosa didalam darah hal tersebut dikarenakan aktivitas fisik membutuhkan kalori atau energi. Energi atau kalori didalam tubuh merupakan hasil dari metabolisme glukosa sehingga semakin berat aktivitas fisik yang dilakukan oleh penderita DM
glukosa didalam darah semakin banyak digunakan. Dari penjelasan tersebut maka dapat dirumuskan rumusan masalah ”Adakah hubungan antara aktivitas fisik dan istirahat dengan pengendalian gula darah”?
C. Batasan masalah Berdasarkan judul dan pemaparan sebelumnya, maka penelitian ini dibatasi hanya pada hubungan aktivitas fisik dan istirahat dengan kadar gula darah pasien diabetes miletus.
D. Tujuan penelitian Adapun penelitian ini bertujuan untuk: 1. Tujuan umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dan istirahat dengan kadar gula darah pasien DM. 2. Tujuan khusus: a. Mengetahui hubungan aktivitas fisik rawat jalan RSMS dengan kadar gula darah Penderita DM rawat jalan RSMS. b. Mengetahui hubungan istirahat dengan gula darah Penderita DM rawat jalan RSMS.
E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan bermanfaat bagi; 1. Manfaat teoritis Diharapkan dapat berguna sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya mengenai hubungan antara aktivitas fisik dan istirahat dengan kadar gula darah.,
sebagai
upaya
pengembangan
dalam
peningkatan
ilmu
pengetahuan di bidang keperawatan medikal bedah. 2. Manfaat praktis a. Bagi penulis Sebagai proses dalam menambah pengetahuan dan wawasan peneliti dalam cara mengaplikasikan teori – teori medikal bedah yang di dapat selama perkuliahan, khususnya tentang materi Diabetes Mellitus. b. Bagi pembaca maupun masyarakat Sebagai sumber informasi, masukan mengenai hubungan antara aktivitas fisik dan istirahat dengan kadar gula darah. sehingga masyarakat atau penderita DM memahami dan mengerti bagai mana cara yang tepat dalam penatalaksanaan penyakit diabetes mellitus.
F. Penelitian Terkait 1. Penelitian tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap glukosa darah pernah dilakukan oleh Salman (2001) dengan judul “Pengaruh Standar Diit Terhadap Pengendalian Gula Darah Pasien DM Tipe II Rawat Jalan di
RSUP Manado”. Penelitian ini merupakan penelitian Quasi ekperimen dengan rancangan pre dan post tes control group desing. Responden terdiri dari 89 orang dan dibagi dua kelompok perlakuan. Kelompok pertama diberi konsultasi standar diit dan kelompok kedua diberi konsultasi gizi tanpa standar diit. Hasil penelitian menunjukan bahwa kelompok intervensi terjadi penurunan lebih besar dibanding kelompok kontrol (p<0,05). Selain itu untuk gula darah post pradial 2 jam, pada kelompok intervensi juga mengalami penurunan lebih besar dibandingkan kelompok kontrol (p<0,05). 2. Penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan Diabetes juga pernah juga pernah dilakukan oleh Wayan Putu Sutirta Yasa dengan judul “Hubungan Jumlah Sel Limfosit Pada Ulkus Kaki Diabetik Dan Ulkus Non Diabetik” . Desaing penelitian yang dilakukan adalah Cross sectional study, dangan drajat kemaknaan p 0,05 pada penelitian ini dapat dibuktikan bahwa jumlah limfosit sel T dibandingkan dengan ulkus non diabetik. 3. Penelitian tentang faktor-faktor yang berpangaruh penendalian glukosa terhadap glukosa darah pernah dilakukan oleh Kadek nugrah heriawan (2003) dengan judul “Hubungan Kendali Glikemik Dengan Asymetrik Dimethylarginine Terhadap DM
Tipe II
Lansia”
penelitian
ini
menggunakan Cross sectional analitytic study. Dimana sampling adalah lansia
dengan umur 60 tahun sejumlah 80 orang. analisa hasil
menggunakan person correlation. Analisa statistik menggunakan nilai p<
0,05 sebagai batas kemaknaan dan diperoleh drajat kemaknaan p 0,491 dan r 0,0003. 4. Penelitian yang dilakukan oleh Suharjanto (2004), dengan judul “Studi Pengetahuan, Sikap, dan Praktik pengendalian Diabetes Mellitus pada Pasien Diabetes Mellitus di Poliklinik Penyakit Dalam RSU Cilacap tahun 2004. Penelitian ini menggunakan pendekatan Cross sectional studi yakni peneliti mengadakan obsevasi satu kali penelitian saja, sedangakan untuk menguji hubungan antara pengetahuan, sikap praktik pengendalian DM dengan konsidi DM (gula darah puasa dan gula darah dua jam setelah puasa). Peneliti menggunakan uji chi kuadrat dengan tingkat signifikan sebesar 5% (0,05). Sampel diambil dari pasien yang berobat di Poliklinik Penyakit Dalam RSU Cilacap yakni berjumlah 67 orang. Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan perencanaan makan, keteraturan berobat, keteraturan cek gula darah dengan kondisi gula darah puasa dan gula darah dua jam setelah puasa. Sedangkan yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah tempat penelitian, waktu penelitian, Desing penelitian yaitu Deskriptif analitik dan variable yang akan diteliti yaitu hubungan antara aktivitas fisik dan istirahat dengan kadar gula darah. sample diambil dengan purposive sample yaitu sebanyak 35 orang.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Diadetes Mellitus 1. Pengertian Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit dan gangguan metabolisme kronik dengan multi etiologi yang ditandainya dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, protein sebagai akibat insufiensi insulin. Insufiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau difisiensi produk insulin oleh sel-sel beta langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (WHO, 1999). DM
adalah
suatu
sindrom
gangguan
metabolisme
dengan
hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu difisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologi dari insulin atau keduanya (Greenspa dan Baxter, 2000). Diabetes mellitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Brunner dan Sundarth, 2002). Diabetes militus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan karena adanya peningkatan kadar gula atau glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolute atau relative (Artjatmo, 2002).
Menurut Long (1996) bahwa yang dinamakan Diabetes mellitus adalah suatu penyakit yang kompleks melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak serta berkembangnya komplikasi kronik pada mata, syaraf dan pembuluh darah. Menurut
Carpenito (1997) bahwa Diabetes mellitus adalah
sekelompok kelainan yang ditandai dengan kenaikan kadar gula darah (Hiperglikemia). Menurut Adam (1996) bahwa Diabetes miletus adalah suatu intoleransi karbohidrat baik yang berat maupun yang ringan yang terjadi pertama kali. Penyakit DM merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan intoleransi glukosa. Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa (gula sederhana) di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup. Insulin adalah hormon yang dilepaskan oleh pankreas, yang bertanggungjawab dalam mempertahankan kadar gula darah yang normal. Insulin memasukkan gula ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan energi atau disimpan sebagai cadangan energi ( Hidayati, 2003). 2. Jenis-Jenis Diabetes Melitus Sampai saat ini penyakit dibetes mellitus diklasifikasikan menjadi tiga macam.
a. Diabetes Mellitus Tipe I Disebut juga insulin dependent diabetes mellitus (IDDM), atau Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI). Prevalensi DMTI di negara barat 10% dari DMTTI Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin. Pada DM tipe satu, penderita mengalami gangguan pada produksi hormon insulin oleh suatu bagian dari limpa. Sedangkan hormon insulin berfungsi untuk membantu masuknya glukosa darah kedalam sel. Akibatnya glukosa darah tidak mampu masuk kedalam sel, sehingga sel kekurangan glukosa. Adapun glukosa dibutuhkan untuk menghasilkan energi, akibatnya penderita merasa lemas karena energi atau tenaga yang dihasilkan oleh tubuh sedikit tudak sesuai dengan aktivitas tubuh. Kadar gula didalam darah tinggi atau hiperglikemia disebabkan karena glukosa di dalam darah tidak mampu diserap oleh sel untuk metabolisme. Sebagian glukosa darah akan bocor dan dibuang melalui urin sehingga pada penderita diabetes mellitus akan banyak urin. Penderita DM tipe satu harus selalu di bawah pengawasan dokter dan pemakaian insulin agar membantu tubuh mengatur zat gula. Penyebab DM I belum diketahui secara pasti, pada penderita tipe satu pankreasnya sejak lahir tidak menghasilkan hormon insulin. Akibat dari muda sampai tua penderita tergantung dengan hormon insulin buatan yang harus disuntikan pada saat-saat tertentu. DM tipe I ini biasanya diturunkan oleh orang tuanya.
b. Diabetes Melitus tipe II Disebut juga non insulin dependen diabetes mellitus (NIDDM), dimana penderita tidak kekurangan insulin, tetapi ada resistensi dari sel otot maupun sel jaringan lemak untuk dimasuki glukosa darah dengan demikian kadar glukosa darah juga cukup tinggi, akibat dari: 1) Glukosa darah yang masuk ke dalam sel, kurang dari yang seharusnya sehingga sel kekurangan zat gula yang merupakan sumber energi utama. 2) Kadar glukosa darah tinggi karena glukosa kurang terserap ke dalam sel. 3) Kadar glukosa dalam urine tinggi lebih dari normal karena sebaiknya zat gula ”bocor” ke dalam urin hasil penelitia bahwa DM tipe satu sekitar 10-20% sedangkan DM tipe II sekitar 80-90 % dari seluruh penderita DM. sudah dijelaskan sebelumnya bahwa DM tipe II ini tidak disebabkan kekurangan insulin tetapi resistensi sel untuk dimasuki glukosa darah. Ciri-ciri antara lain: Mulai menderita pada usia < 40 tahun, berat badan biasanya lebih tinggi dari normal (tidak selalu normal). Glukosa darah dapat dikendalikan dengan diit dan olah raga. c. Diabetes mellitus tipe III atau diabetes gestational. Merupakan diabetes yang terjadi pada saat kehamilan. Sekitar 4% wanita hamil menderita tipe ini (Suyono, 1996).
3. Gambaran Klinis Menurut Waspadji (1999) gambaran klinis dari DM meliputi triple P (poliurin, polidipsi, polifagia), kelainan kulit (gatal, bisul), keputihan bagi wanita, kesemutan, rasa baal, serta kelemahan tubuh. Menurut Tjokroprewiro (2000) gejala akut pada permulaan manunjukkan tanda yaitu polifagina (bayak makan), polidipsia (bayak minum), dan poliurea (banyak kencing), dalam fase ini penderita menunjukkan berat badan yang terus naik karena jumlah insulin masih mencukupi. Grenspan dan Baxter (2000) gambaran klinis DM meliputi, poliurea, haus, lemah, polifagia, pandangan kabur berulang, vulvovaginitis, proritus, neoropati perifer, dan sering kali asimtomatis. Prince dan Wilson (1995) gejala kronik berupa kesemutan, kram, cepat merasa lelah dan ngantuk, kulit terasa panas atau seperti ditusuktusuk jarum, gigi mudah goyah dan lepas, mata kabur, proritus volva, impotensi pada pria, ibu hamul yang mengalami keguguran dengan berat badan bayi lahir lebih dari 4kg. 1.
Faktor-Faktor Resiko pada DM Faktor resiko ialah faktor yang dapat menyebabkan kejadian DM.
Diabetes mellitus semakin bertambah prevalensinya dari tahun ke tahun, secara garis besar factor yang menyebabkan peningkatan ada tiga macam. Antara lain, faktor demografi yaitu jumlah penduduk yang terus meningkat,usia di atas 40 tahun yang meningkat , urbanisasi yang
meningkat dan berpengaruh pada gaya hidup, faktor gaya hidup gaya hidup masarakat yang cendrung kebarat-baratan, dan berkurangnya penyakit infeksi. Secara fisiologis faktor
penyebab diabetes mellitus
antara lain, umur, obesitas, genetik, riwayat melahirkan > 4kg bayi, dan riwayat DM pada saat kehamilan (Atmojo, 2002).
B. Gula Darah 1. Pengertian Gula Darah Pengertian gula darah adalah bahan energi utama untuk otak yang diperoleh melalui proses pemecahan senyawa karbohidrat. Kekurangan glukosa sebagaimana kekurangan oksigen, akan mengakibatkan gangguan fungsi otak, kerusakan jaringan, bahkan kematian jaringan jika terjadi secara berkepanjangan. Gula darah merupakan hasil pemecahan dari karbohidrat yang dengan bantuan energi adenosin tri phospate (ATP) akan menghasilkan asam piruvat dan bisa digunakan menjadi energi untuk aktivitas sel (Wiyono, 1999). Kadar glukosa darah dipengaruhi oleh faktor endogen dan eksogen. Faktor endogen yaitu humoral factor seperti hormon insulin, glukagon, kortisol; system reseptor di otot dan sel hati. Faktor eksogen antara lain jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi serta aktivitas fisik yang dilakukan (Subari, 2008). Normalnya kadar gula dalam darah berkisar antara 70 - 150 mg/dl {millimoles/liter (satuan unit United Kingdom)} atau 4 - 8 mmol/l
{milligrams/deciliter (satuan unit United State)}, Dimana 1 mmol/l = 18 mg/dl (Khomzah, 2008). Menurut Pranadji, dkk (2001) tanda-tanda pasti dari DM adalah kenaikan kadar gula darah yang lebih dari normal. 2. Kriteria Diagnostik Gula Darah Bukan Diabetes
Pra Diabetes
Diabetes
Puasa
< 110
110-125
≥126
Sewaktu
<110
110-199
≥200
Pemeriksaan darah lainnya yang bisa dilakukan adalah dengan tes toleransi glukosa. Tes ini dilakukan pada keadaan tertentu, nisalnya pada wanita yang sedang hamil (Lestari, 2009). Namun demikian, kadar gula tentu saja terjadi peningkatan setelah makan dan mengalami penurunan diwaktu pagi hari bangun tidur. Seseorang dikatakan mengalami hyperglycemia apabila kadar gula dalam darah jauh diatas nilai normal, sedangkan hypoglycemia adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami penurunan nilai gula dalam darah dibawah normal (Khomzah, 2008). 3. Kadar Gula Darah Tinggi (hiperglikemia) Seseorang disebut diabetisi atau menderita diabetes jika pemeriksaan gula darah puasanya melebihi angka 126 mg/ dl atau selama 2 kali berturut-turut pemeriksaan gula darah 2 jam sesudah makan angka yang didapat melebihi 180 mg/ dl (Matanews, 2009).
Kenaikan kadar glukosa darah yang terjadi pada pagi hari dapat disebabkan oleh dosis insulin yang tidak adekuat (Smeltzer, 2002). 4. Kadar Gula Darah Rendah (hipoglikemia) Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah (glukosa) secara abnormal rendah. Dalam keadaan normal tubuh mempertahankan kadar gula darah antara 70-110 mg/dL. Pada diabetes, kadar gula darah terlalu tinggi sedangkan pada hipoglikemia kadar gula darah terlalu rendah. Kadar gula darah yang rendah menyebabkan berbagai sistem organ tubuh mengalami kelainan fungsi (Fahmi, 2010). Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa, dengan tanda-tanda: rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing dan sebagainya (Darni, 2006). Hipoglikemia harus segera diatasi karena dalam beberapa menit bisa menjadi berat, menyebabkan koma dan kadang cedera otak menetap. Jika terdapat tanda hipoglikemia, penderita harus segera makan gula (Lestari, 2009).
C. Aktivitas fisik 1. Pengertian Aktivitas Fisik Aktivitas fisik dapat di definisikan sebagai gerakan fisik yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya (Almatsier, 2002). Aktivitas fisik di bagi menjadi dua yaitu aktivitas fisik internal dan aktivitas fisik ekternal. Aktivitas fisik internal adalah suatu aktivitas fisik
dimana proses bekerjanya organ-organ dalam tubuh sewaktu istirahat, sedangkan aktivitas fisik secara ekternal adalah aktivitas fisik yang dilakukan oleh pergarakan anggota tubuh yang dilakukan selama 24 jam serta banyak mengeluarkan energi (Fatonah,1996). Aktivitas fisik adalah pergarakan anggota tubuh yang menyababkan pengeluaran energi secara
sederhana
yang
sangat
penting
bagi
pemeliharaan fisik, mental, dan kualitas hidup sehat (Hudha, 2006). 2. Beban Aktivitas Fisik Berdasarkan Kebutuhan Kalori a. Pengertian Kalori Kalori merupakan satuan energi yang yang diperoleh dari adanya usaha atau aktivitas dengan proses oksidasi didalam sel manusia (PERKENI, 2002). Kalori adalah hasil dari pembakaran zat-zat nutrisi oleh sel didalam tubuh manusia dengan bantuan oksigen dan juga diperoleh sisa pembakaran atau oksidasi berupa air dan karbondioksida. Bahan atau sumber kalori terdiri dari glukosa, yang diperoleh dari pemecahan makanan, glikogen adalah glukosa didalam hati, dan trigleserida atau penimbunan glukosa dalam bentuk lemak yang merupakan penimbunan glukosa yang tidak terpakai akibat tidak adanya keseimbangan antara asupan nutrisi dengan proses metabolisme sel yang dipengaruhi oleh aktivitas (Asdie, 1996).
b. Katagori Aktivitas fisik Salah satu kebutuhan umum dalam aktivitas fisik adalah oksigen yang dibawa oleh darah ke otot untuk pembakaran zat yang berguna untuk menghasilkan energi. Mentri tenaga kerja Indonesia melalui Kep. No 51 tahun 1999, menetapkan beban kerja menurut kebutuhan kalori sebagai barikut : 1) Beban kerja ringan : 100-200 kilo kalori / jam 2) Beban kerja sedang : 200-350 kilo kalori / jam 3) Beban kerja berat : 350-500 kilo kalori / jam 3. Kebutuhan Kalori Menurut Grandjean (1993) bahwa kebutuhan kalori seseorang dalam melakukan aktivitas fisik di bagi menjadi tiga hal : a. Kebutuhan kalori untuk metabolisme basal. Keterangan kebutuhan kalori untuk metabolisme seorang laki-laki dewasa adalah 23,87 kilo kalori per 24 jam per BB, sedangkan untuk wanita dewasa adalah memiliki kebutuhan kalori 23,39 kilo kalori per 24 jam per BB. b. Kebutuhan kalori untuk kerja. Kebutuhan kalori untuk kerja sangat ditentukan oleh berat ringannya pekerjaan atau jenis aktivitas kerja yang dilakukan. c. Kebutuhan kalori untuk aktivitas lain diluar jam kerja. Rata-rata kebutuhan kalori diluar jam kerja adalah 573 kilo kalori. Untuk lakilaki dewasa sekitar (425-477 kilo kalori) per hari untuk wanita dewasa
jadi kebutuhan peningkatan kalori seseorang berbanding terbalik dengan berat badan (Asmadi, 2002). d. Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik 1) Aspek Bologis. Faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan aktivitas seseorang, dikarenakan seorang yang telah lanjut usia mengalami kelemahan musculoscelektal dan penurunan fungsi otot, karna selsel otot mengalami kematian. 2) Kesehatan Fisik. Toleransi gerak dan aktivitas dipengaruhi atau diakibatkan oleh adanya kerusakan penyakit yang merusak system saraf. System musculoskelektal dan vestibular apparatus, dan penyakit yang berupa kerusakan system syaraf
seperti, parkinson, Sklerosa,
tomor system saraf pusat (Kozeir, Erb, Berman, 2000). 3) Kesehatan Mental. Mental seperti depresi kronis, akan menjadikan seseorang memacu aktivitas, orang yang depresi dapat kurang melakukan aktivitas dan kekurangan energi untuk melakukan aktivitas yang biasa 4) Nutrisi. Baik kelebihan atau kekurangan nutrisi akan mengakibatkan mempengaruhi aktivitas, seorang yang intake nutrisinya kurang maka aktivitasnya tidak maksimal, hal tersebut dikarenakan nutrisi
didalam tubuh merupakan bahan untuk memperoleh energi (Owen, 1985). 4. Nilai Energi Aktivitas Fisik Nilai energi atau kalori yang dikeluarkan dipengaruhi oleh dari asupan makanan dan aktivitas seseseorang. Seorang yang memiliki aktivitas yang berat maka membutuhkan kalori yang cukup besar jumlahnya dibandingkan seseorang yang memiliki aktivitas yang ringan maka asupan makanan seseorang harus seimbang dengan tingkat aktivitas yang dikerjakan karena didalam aktivitas akan meningkatkan proses metabolisme. Pasien DM perlu mengetahui indeks glukosa sehinga dapat menyeimbangkan antara pola makan, glukosa darah dan kalori yang akan dikeluarkan didalam aktivitas fisik (Waspadji, 2002). Pasien diabetes mellitus yang ingin melakukan aktivitas seperti olah raga yang banyak gerakan seperti berlari atau sepak bola maka kalori yang akan digunakan 20 per menit, jika lama aktivitas berlari dalam sepak bola 30 menit, maka kalori yang dipakai adalah 20x 30 = 600 kalori. Tambahkan kalori sebanyak 600 kalori tersebut yaitu untuk mencegah terjadinya reaksi insulin selama melakukan olah raga. Disamping itu harus disiapkan paket pencegah reaksi insulin, yaitu dengan menyuntikan glukagon. Jika hipoglikemia muncul maka perlu dilakukan cara seperti di atas, dalam waktu 20-30 detik tanda-tanda hipoglikemia akan menghilang (Asdie, 1996).
5. Efek aktivitas fisik terhadap penderita DM Hipoglikemia pengidap DM kususnya DM tipe I perlu diwaspadai bagi pengidap DM yang memiliki aktivitas fisik yang berat, untuk itu cara pembarian makanan ekstra ini dibuat sedemikian rupa sehingga penyerapan makanan ekstra kira-kira bertepatan dengan puncak terjadinya hipoglikemi. Efek baik aktivitas untuk meningkatkan metabolisme didalam tubuh, semisal aktivitas fisik olah raga bagi penderita DM dapat meningkatkan perbaikan ikatan insulin dengan reseptornya dan perbaikan pada sensitifitas insulin hampir selalu proposional dengan kesegaran jasmani yang dapat diukur dengan VO2 maksimum. Aktivitas fisik juga mempengaruhi agregasi trombosit pada pengidap DM jika melakukan aktivitas fisik olah raga dengan tepat, sehingga dapat mencegah penyakit trombosis pada DM, terutama yang berkaitan dengan kebutaan. Penderita diabetes mellitus lansia sangatlah diperlukan latian aktivitas fisik untuk memperbaiki peredaran darah di kaki (Asdie, 1996). Olahraga membantu penderita DM mengontrol berat badan yang merupakan indikator penunjuk penderita DM. penderita diabetes memiliki terlalu banyak glukosa dalam darah akibat kekurangan insulin, hormon yang membantu sel menyerap glukosa. Olahraga dapat membantu melarutkan pembekuan darah lebih mudah. Tingginya tingkat insulin dalam darah memungkinkan terjadi pembekuan darah lebih mudah karena itu mengapa diabetes erat kaitannya dengan penyakit Kardiovaskuler (Infokes, 2004).
Kurang berolahraga merupakan salah satu faktor risiko utama terjadinya DM. Menurut Haznam (1991) olahraga dianjurkan karena bertambahnya kegiatan fisik menambah reseptor insulin dalam sel target. Dengan demikian insulin dalam tubuh bekerja lebih efektif. Latihan olahraga merupakan modifikasi kedua pada pengobatan hiperglikemia pada DM. Glukosa dapat masuk kedalam sel-sel otot yang aktif tanpa bantuan insulin, dan kemudian dioksidasi menjadi karbondioksida dan air, sehingga olahraga mempunyai aksi hipoglikemik. Olahraga juga mampu untuk menurunkan resistensi insulin dan menurunkan berat badan pada diabetik dengan obesitas (kegemukan). Olahraga tidak begitu besar mempengaruhi kadar gula darah penderita diabetes mellitus tipe I, karena produksi insulin yang terganggu atau tidak ada. Tetapi keuntungan yang lainnya adalah mengurangi risiko penyakit jantung, gangguan pembuluh darah perifer. Sedangkan pada penderita DM tipe II, latihan jasmani berperan utama dalam pengaturan glukosa darah. Pada saat berolahraga, permeabilitas membran meningkat pada otot yang berkontraksi, sehingga resistensi insulin berkurang (Tilarso, 1999). 6. Pedoman untuk Olahraga Diabetes Latihan fisik sehari-hari dan latihan fisik secara teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit) merupakan salah satu pilar dalam perawatan diabetes mellitus tipe II (Yuli, 2010).
Mansjoer et al (1999) menganjurkan bahwa latihan secara teratur 3-4 kali setiap minggu selama kurang lebih setengah jam sifatnya CRIPE (Continous, Ritmikal, Interval, Progresive, Edurance Training). Latihan kontinyu diberikan secara berkesinambungan, dilakukan terus menerus tanpa berhenti, contoh bila dipilih jogging selama 30 menit, maka selama 30 menit pengidap melakukan jogging tanpa istirahat. Latihan ritmis, olahraga harus dipilih yang berirama, yaitu otot-otot berkontraksi dan relaksasi secara teratur. Contoh latihan ritmis adalah jalan kaki, joging berlari, berenang, bersepeda, mendayung, main golf, tenis, atau badminton tidak memenuhi syarat karena banyak berhentinya. Latihan interval dilakukan selang seling antara gerak cepat dan lambat. Misalnya jalan cepat diselingi jalan lambat, jogging diselingi jalan, berenang cepat 2 kali panjang kolam diselingi 1 kali renang lambat, dan sebagainya. Dengan kegiatan yang bergantian pengidap dapat bernafas dengan lega tanpa menghentikan latihan sama sekali. Latihan progresif harus dilakukan secara berangsur-angsur dari sedikit ke latihan yang lebih berat, secara bertahap. Jadi beban olahraga dinaikan sedikit sesuai pencapaian latihan sebelumnya. Latihan daya tahan memperbaiki sistim kardiovaskular. Oleh karena itu sebelum mengikuti program latihan olahraga, tahap pengidap harus dilakukan pemeriksaan kardiovaskular. Kapasitas kerja dapat dievaluasi untuk menentukan tingkat latihan yang dapat dilakukan dengan aman. Penderita DM harus dievaluasi terhadap adanya retinopati, neuropati, dan
hipertensi karena jenis latihan tertentu harus dihindari pada keadaankeadaan ini. Manfaat olahraga bagi penderita DM adalah mengurangi risiko penyakit jantung, mengurangi berat badan bagi yang berat badannya berlebih, menstabilkan KDG, memperkuat rasa kebersamaan (bila dilakukan pada kelompok), memperbaiki profil lemak (Arief, 2008). 7. Tahap-tahap latihan fisik bagi penderita Diabetes Pertama yaitu peregangan (stretching), latihan ini bertujuan untuk mencegah cedera otot dan dilakukan selama 5 menit.Pemanasan (warming up), sebaiknya dilakukan dalam gerakan lambat selama 5 sampai 10 menit sehingga kecepatan jantung meningkat cesara bertahap.Latihan inti dengan kecepatan penuh (full speed), dilakukan dengan kecepatan irama lebih cepat selama 20-30 menit.Pendinginan (cooling down), dilakukan dengan tempo lambat selama 5-10 menit. Semua otot-otot diregangkan untuk mencegah nyeri atau cedera. Nafas secara normal, makan dan minum cukup, menghapus pemborosan badan, gerak dan keseimbangan tubuh, tidur dan beristirahat, memilih baju dan pakaian yang pantas dan bukan pakaian, memelihara temperature badan, membersihkan badan dengan baik, menghindari bahaya-bahaya di lingkungan, komunikasi, pemujaan menurut iman seseorang, bekerja, bermain, dan belajar merupakan 14 komponen dasar ilmu keperawatan (Henderson, 1966, 1991).
Dari 14 komponen tersebut, yang diterapkan dalam penelitian kali ini adalah gerak dan keseimbangan tubuh, tidur dan istirahat. Gerak dan kesembangan tubuh, dengan melakukan aktivitas fisik seharihari mampu mengontrol kadar gula darah agar menjadi seimbang. Dengan melakukan gerak dan menjaga keseimbangan tubuh maka penderita diabetes juga mampu untuk mengontrol berat badannya. Tidur dan istirahat, orang yang mengalami gangguan tidur biasanya akan merusak kemampuan tubuh untuk mengatur kadar gula dalam darah. Kurang tidur juga dapat menyebabkan kegemukan (Irawan, 2010). 8. Hal yang diperhatikan dalam melakukan aktivitas fisik bagi penderita DM Penderita dm dalam melakukan aktivitas fisik perlu diperhatikan halhal sebagai berikut : a) Jangan melakukan aktivitas fisik yang berat jika kadar glukosanya rendah semisal sebelum makan b) Memakai alas kaki yang pas dan benar, karena dapat menghindari luka pada kaki c) Pengidap DM harus selalu membawa permen jika melekukan aktivitas fisik yang berat untuk mengindari terjadinaya hipoglikemi (Waspadji, 2002). Adapun strategi untuk menghindarin terjadinya hipoglikmi antara lain dapat dilakukan dengan berbagai cara. Penderita dapat mempelajari respon glukosa darah sendiri terhadap berbagai tingkatan aktivitas, selama dan segara setelah pengukuran dengan mengukur kadar gula darah.
Penderita sebaiknya melakukan aktivitas 1-3 jam setelah makan sehingga dapat terjadi keseimbangan antara glukosa darah dan kebutuhan kalori, Penderita harus mengetahui efek kerja puncak insulin karena aktivitas dapat mempercepat kerja insuluin, makanan tambahan perlu disiapkan terutama jika penderita mengalami tanda-tanda hipoglikemia (PERKENI, 2002).
D. Istirahat 1. Pengertian Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang mutlak harus dipenuhi oleh semua orang. Dengan istirahat dan tidur yang cukup, tubuh baru akan berfungsi secara optimal. Istirahat dan tidur memiliki makna yang berbada pada setiap individu. Secara umum istrirahat berarti suatu keadaan tenang, relaks, tanpa tekananan emosional dan bebas dari perasaan gelisah Jadi beristirahat tidak berarti tidak melakukan aktivitas sama sekali. semisal berjalan-jalan ditaman juga dapat dikatakan sebagai bentuk istirahat. Sedangkan tidur adalah status perubahan kesadaran ketika reaksi dan persepsi terhadap lingkungan menurun. Tidur dikarakteristikan dengan aktivitas fisik yang minimal, tingkat kesadaran yang bervariasi, perubahan proses fisiologis tubuh, dan penurunan respon terhadap stimulus ekternal.Hampir sepertiga dari waktu kita digunakan untuk tidur. Hal tersebut didasarkan pada keyakinan bahwa tidur dapat memulihkan atau mengistirahatkan fisik
setelah seharian beraktivitas, mengurangi stress dan kecemasan, serta dapat meningkatkan kemampuan dan konsentrasi saat hendak melakukan aktivitas sehari-hari (Kozeir, Erb & Berman, 2000). 2.Fisiologis Tidur Fisiologis tidur diatur dan di kontrol oleh 2 sistem pada batang otak yaitu retikular activating systen (RAS) dan bulbar syncronizing region (BSR). RAS dibagian atas otak yang diyakini memiliki sel-sel khusus yang dapat mempertahankan kewaspadaan dan kesadaran, memberi stimulus fisual, pendengaran, nyeri dan sensori raba, serta emosi dan proses berfikir. Pada saat sadar RAS melepaskan katekolamin, sedang pada saat tidur terjadi pelepasan serum serotonin dari BSR (Gayton & hall , 2000). Bentuk bioritme yang paling umum adalah ritme srikandian yang melengkapi siklus melengkapi siklus 24 jam. Dalam hal ini, fluktuasi denyut jantung, tekanan darah, tempatur, sekresi hormon, metabolisme dan penampilan serta perasaan individu bergantung pada ritme sirkadian. Istirahat tidur adalah salah satu irama biologis tubuh yang sangat kompleks. Sinkonisasi sirkadian terjadi jika individu memiliki pola tidur dan bangun yang mengikuti jam biologisnya. Seseorang akan bangun pada saat ritme fisiologisnya yang paling tinggi atau paling aktif dan akan tidur pada saat ritme yang paling rendah (Lilis, Thaylor, Lemone, 1989). 3.Tahapan Istirahat Tidur Berdasarkan
penelitian
yang
dilakukan
dengan
bantuan
alat
elektroensefalogram (EEG), elektro-okulogram (EOG), elektrokiogram
(EMG), diketahui ada dua tahapan tidur yaitu non rapid eye movement (NREM) dan rapid eye movement (REM). a. Tidur NREM Tidur NREM disebut juga sebagai tidur gelombang pendek karena gelombang otak yang ditunjukan oleh orang yang tidur lebih pendek dari pada gelombang alfa dan beta yang ditunjukan orang yang sadar.Pada tidur NREM terjadi penurunan sejumlah fungsi fisiologi tubuh. Disamping itu, semua proses metabolic termasuk tanda-tanda vital, metabolisme, dan kerja otot melambat. Tidur NREM terbagi atas 4 tahap (I-IV tahap). Tahap I-II disebut sebagai tidur ringan ( light sleep ) dan tahap III-IV disebut sebagai tidur dalam (deep sleep atau delta sleep). b. Tidur REM Tidur REM biasanya terjadi setiap 90 menit dan berlangsung selama 5-30 menit. Tidur REM tidak senyenyak tidur NREM, dan sebagian besar mimpi terjadi pada tahap ini. Selama tidur REM otak cenderung aktif hingga metabolismenya meningkat hingga 20%. Pada tahap ini individu menjadi sulit untuk dibangunkan atau justru dapat bangun dengan tiba-tiba, tonus otot terdepresi,sekresi lambung meningkat, dan frekuensi jantung dan pernafasan sering kali tidak teratur. Siklus Tidur selama tidur individu mengalami tahap tidur NREM dan REM. Siklus tidur yang komplit normalnya berlangsung selama 7-8
jam tidur. Siklus tersebut dimulai dari tahap NREM yang berlanjut ke tahap REM. Tahap NREM I-III berlangsung selama 30 menit, kemudian diteruskan ke tahap IV selama kurang lebih 20 menit. Setelah itu, individu kembali melalui tahap II dan III selama 20 menit. Tahap I REM muncul sesudahnya dan berlangsung selama 10 menit (Asmadi, 2002). 4. Faktor yang Mempengaruhi Kualitas dan Kuantitas Tidur Banyak faktoryang mempengaruhi kualitas dan kuantitas tidur, diantaranya adalah penyakit, lingkungan, kelelahan, gaya hidup, stress emosional, stimulan dan alcohol, diet, merokok dan motivasi. a. Penyakit Penyakit dapat menyebabkan nyeri atau distres fisik yang dapat menyebabkan gangguan tidur. Individu yang sakit membutuhkan waktu tidur yang lebih banyak daripada biasanya. Disamping itu, siklus bangun tidur selama sakit juga dapat mengalami gangguan. b. Lingkungan Faktor lingkungan dapat membantu sekaligus menghambat proses tidur. Tidak adanya stimulus tertentu atau adanya stimulus yang asing dapat menghambat upaya tidur. Sebagai contoh temperatur yang tidak nyaman atau ventilasi yang buruk dapat mempengaruhi tidur seseorang. Akan tetapi, seiring waktu individu bisa beradaptasi dan dan tidak lagi terpengaruh dengan kondisi tersebut.
c. Kelelahan Kondisi tubuh yang lelah dapat mempengaruhi pola tidur seseorang. Semakin lelah seseorang, semakin pendek siklus tidur REM yang dilaluinya. Setelah beristirahat biasanya siklus REM akan kembali memanjang. d. Gaya Hidup Individu yang sering berganti jam kerja harus mengatur aktivitasnya agar bisa tidur pada waktu yang tepat . e. Stress Emosional Ansietas dan depresi sering kali mengganggu tidur seseorang. Kondisi ansietas dapat meningkatkan kadar norepinfrin darah melalui stimulasisystem
syaraf
semapatis.
Kondisi
ini
menyebabkan
berkurangnya siklus tidur NREM tahap IV dan tidur REM serta seringnya terjaga saat tidur. f. Stimulant dan Alkohol Kafein yang terkandung dalam beberapa minuman dapat merangsang SSP sehingga dapat menganggu pola tidur. Sedangkan konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menggangu siklus tidur REM. Ketika pengaruh alkohol telah hilang,individu sering kali mengalami mimpi yang buruk. g. Diet Penurunan berat badan berkaitan dengan penurunan waktu tidur sering terjaga di malam hari ( begadang ).
h. Merokok Nikotin yang trrkandung dalam rokok memiliki efek stimulasi pada tubuh. Akibatnya, perokok sering mengalami gangguan istirahat tidur. i. Medikasi Obat-obatan dapat mempengaruhi kualitas tidur seseorang seperti metabloker, dapat menyebabkan insomnia dan mimipi buruk, sedangkan golongan narkotika diketahui dapat menekan tidur REM dan menyebabkan sering terjaga di malam hari (Kozeir, Erb & Berman, 2000).
E. Kebutuhan Tidur Seseorang Kebutuhan tidur seseorang berbeda-beda, hal tersebut dikarenakan ritme biologis pada manusia, setiap mahluk hidup memiliki bioritme (Jam biologis) yang berbeda. Pada manusia bioritme ini dikontrol oleh tubuh dan disesuaikan dengan faktor lingkungan Misalnya, cahaya, kegelapan, gravistasi, dan stimulus elektromagnet. Selain itu kebutuhan tidur sesseorang ditentukan sesuai dengan usia seseorang. Klasifikasi kebutuhan tidur menurut Gayton dan Hall (2000) adalah : NO 1 2 3 4 5
Individu Usia Sekolah Usia Remaja Dewasa muda Dewasa pertengahan Dewasa Tua
Kebutuhan tidur 10 jam, 8,5 tidur REM, sisanya relatif konstan 8,5 jam / hari, 20% tahapan REM Tidur 7-9 jam/ hari, 20-25 % tidur tahap REM 7 jam/ hari, 20% tahap REM dan mengalami gangguan tidur 6 jam/ hari, tahapan tidur tidak memiliki tahap IV
F. Penerapan Teori Adaptasi Keperawatan Kebutuhan pasien diabetes dalam mengendalikan gula darahnya membutuhkan pengawasan dan tindakan perawat. Aktivitas fisik pasien DM dipantantau secara terus menerus, yang bertujuan agar aktifitas yang dilakukan tidak menyebabkan hipoglikemia. ( Kozier, Erb, Berman, 2000). 1. Konsep keperawatan OREM Dalam
pemahaman
konsep
keperawatan
khususnya
dalam
pandangan mengenai pemenuhan kebutuhan dasar, Orem membagi dalam konsep kebutuhan dasar yang terdiri dari : a. Air (udara) Dalam konsep udara, kebutuhan bernafas didalam kesehatan sangat berpengaruh terhadap kesehatan individu. Tujuan pemeliharaan udara adalah menjaga agar udara di ingkungan sekitar tetap terjaga kebersihannya, sehingga kebutuhan oksigen oleh tubuh tetap seimbang, Udara yang bersih yang dihirup melalui proses bernafas akan digunakan untuk proses oksidasi sehingga pada penderita DM sangatlah berpengaruh karena diabetes merupakan suatu penyakit akibat kelainan metabolisme yang dapat terjadi karena adanya oksigen didalam udara yang bersih. b. Water (air) Kebtuhan air bagi penderita DM, sangatlah penting hal tersebut berfungsi
untuk
keseimbangan
cairan
karena
mengalami eliminasi cairan yang banyak lewat urin.
penderita
DM
c. Food (makanan) Makanan merupakan kebutuhan manusia yang bertujuan menghasilkan energi untuk aktivitas, tetapi untuk penderita DM haruslah terukur jumlah asupan makanan karena akan mempengarui indeks glukosa darah diet merupakan tahap awal penting pada penatalaksanaan diabetes mellitus. Tujuan pengaturan diet adalah untuk mencapai gula darah yang ideal. Dasar makan diet standar, tinggi karbohidrat, rendah lemak dan tinggi serat. Adapun standar diet dilakukan yaitu terutama pada DMTTI. Peran diet ini jelas sekali pada pasien yang gemuk, dimana toleransi glukosa jelas menjadi normal dengan menurunya berat badan. d. Eliminasi (Pembuangan). Monitoring terhadap eliminasi dibutuhkan untuk mengetahui keadaan suatu penyakit yang di alami oleh individu. e. Rest and Actifity (Istirahat dan aktivitas) Keseimbangan antara aktivitas dan istirahat harus dijaga, bagi penderita DM aktivitas akan mempengaruhi peningkatan metabolik di dalam tubuh. aktivitas membutuhkan kalori sedangkan bahan untuk memperoleh kalori salah satunya dengan metabolik glukosa sehingga aktivitas akan mempengaruhi indek glukosa darah. istirahat dapat membantu menstabilkan gula darah karena dalam istirahat hanya membutuhkan kalori yang sedikit yang tergolong dalam aktivitas
intrinsik, dibandingkan dengan aktivitas ektrinsikyang membutuhkan banyak kalori. f. Solitude and social interacion ( kemandirian dan interaksi sosial ). Pemeliharaan keseimbangan antara kemandirian dan interaksi sosial, dimaksudkan untuk dapat mengatur antara aktivitas fisik, pola makan dan obat-obatan dalam mengendalikan gula darah penderita DM. 2. Pandangan Keperawatan Orem Pandangan teori Orem dalam tatanan pelayanan keperawatan ditujukan kepada kebutuhan individu dalam melakukan tindakan keperawatan mandiri serta mengatur dalam kebutuhannya. Dalam konsep praktik keperawatan Orem mengembangkan tiga bentuk teori Self Care, di antaranya: a. Perawatan Diri Sendiri (Self Care) Teori Self Care meliputi: 1) Self Care: merupakan aktivitas dan inisiatif dari individu serta dilaksanakan oleh individu itu sendiri dalam memenuhi serta mempertahankan kehidupan, kesehatan serta kesejahteraan. 2) Self Care Agency: merupakan suatu kemampuan individu dalam melakukan perawatan diri sendiri, yang dapat dipengaruhi oeh usia, perkembangan, sosiokultural, kesehatan dan lain-lain. 3) Theurapetic Self Care Demand: tuntutan atau permintaan dalam
perawatan diri sendiri yang merupakan tindakan mandiri yang dilakukan dalam waktu tertentu untuk perawatan diri sendiri dengan menggunakan metode dan alat dalam tindakan yang tepat. 4) Self Care Requisites: kebutuhan self care merupakan suatu tindakan yang ditujukan pada penyediaan dan perawatan diri sendiri yang bersifat universal dan berhubungan dengan proses kehidupan manusia serta dalam upaya mepertahankan fungsi tubuh. Self Care Reuisites terdiri dari beberapa jenis, yaitu: Universal Self Care Requisites (kebutuhan universal manusia yang merupakan kebutuhan dasar), Developmental Self Care Requisites (kebutuhan yang berhubungan perkembangan indvidu) dan Health Deviation Requisites (kebutuhan yang timbul sebagai hasil dari kondisi pasien). b. Self Care Defisit Self Care Defisit merupakan bagian penting dalam perawatan secara umum di mana segala perencanaan keperawatan diberikan pada saat perawatan dibutuhkan. Keperawatan dibutuhkan seseorang pada saat tidak mampu atau terbatas untuk melakukan self carenya secara terus menerus. Self care defisit dapat diterapkan pada anak yang belum dewasa, atau kebutuhan yang melebihi kemampuan serta adanya perkiraan penurunan kemampuan dalam perawatan dan tuntutan dalam peningkatan self care, baik secara kualitas maupun kuantitas. Dalam pemenuhan perawatan diri sendiri serta membantu dalam proses penyelesaian masalah, Orem memiliki metode untuk proses tersebut diantaranya bertindak atau berbuat
untuk orang lain, sebagai pembimbing orang lain, memberi support, meningkatkan pengembangan lingkungan untuk pengembangan pribadi serta mengajarkan atau mendidik pada orang lain. c. Teori Sistem Keperawatan Teori Sistem Keperawatan merupakan teori yang menguraikan secara jelas bagaimana kebutuhan perawatan diri pasien terpenuhi oleh perawat atau pasien sendiri. Dalam pandangan sistem ini, Orem memberikan identifikasi dalam sistem pelayanan keperawatan diantaranya: 1) Sistem Bantuan Secara Penuh (Wholly Copensatory System). Merupakan suatu tindakan keperawatan dengan memberikan bantuan secara penuh pada pasien dikarenakan ketidakmampuan pasien dalam memenuhi tindakan perawatan secara mandiri yang memerlukan bantuan dalam pergerakan, pengontrolan, dan ambulansi serta adanya manipulasi gerakan. Contoh : pemberian bantuan pada pasien koma. 2) Sistem
Bantuan
Sebagian
(Partially
Compensatory
System).
Merupakan siste dalam pemberian perawatan diri sendiri secara sebagian saja dan ditujukan kepada pasien yang memerlukan bantuan secara minimal. Contoh: perawatan pada pasien post operasi abdomen di mana pasien tidak memiliki kemampuan untuk melakukan perawatan luka. Sistem Supportif dan Edukatif. Merupakan sistem bantuan yang diberikan pada pasien yang membutuhkan dukungan pendidikan dengan harapan pasien mampu memerlukan perawatan secara mandiri. Sistem ini
dilakukan agar pasien mampu melakukan tindakan keperawatan setelah dilakukan pembelajaran. Contoh: pemberian sistem ini dapat dilakukan pada pasien yang memerlukan informasi pada pengaturan kelahiran ( Kozier, Erb & Berman, 2000). d. Aplikasi Model Keperawatan Orem Aplikasi Model Keperawatan Orem, dapat dilihat dari contoh kasus berikut: Kasus: Tn. J (50 th), didiagnosis DM tipe 2. Dia memiliki riwayat hipertensi dan dia seorang perokok berat (30 batang per hari). Perawatan yang dapat diberikan kepada Tn. J berdasarkan model keperawatan Orem adalah : 1) Air
(educative/supportif).
Perawat
harus
mampu
memberikan
informasi tentang hubungan hipertensi dengan merokok. 2) Water (educative/supportif). Perawat harus mampu meyakinkan adanya hydration-risk yang cukup dari polydipsia yang memicu hyperglycaemia (kadar gula yang tinggi dalam darah) 3) Food (partial compensatory). Perawat memberikan diet yang cocok untuk hipertensi dan diabetes, serta mengontrol gula darah setelah makan. 4) Elimination (educative/supporif). Klien membutuhkan monitoring. 5) Activity and Rest (adecative/suportif). Perawat menginformasikan pada pasien tentang kegiatan yang cocok untuk pasien diabetes. 6) Solitude and Social Interaction (partial compensatory). Interaksi sosial
dengan perawat dapat memberikan perubahan interaksi dan tigkah sosial. 7) Hazard Prevention (partial compensatory). Perawat memberikan pendidikan pada pasien tentang kelebihan dan kekurangan pengobatan yang akan diambil oleh pasien. 8) Promote Normality (partial compensatory). Perawat diharapkan dapat membantu pasien untuk mengembalikan pola hidup pasien, sehingga menjadi normal kembali (Joe, 2003).
G. Pengendalian gula darah Pemantauan status metabolik pasien diabetes mellitus merupakan hal yang penting sebagai bagian dari pengelola DM. Pengendalian diabetes yang baik berarti menjaga kadar glukosa darah dalam kisaran normal seperti halnya pasien yang lain, sehingga pasien terhindar dari hiperglikemia atau hipoglikemia. Dengan pengendalian diabetes yang baik diharapkan pasien dapat terhindar dari komplikasi yang kronik maupun yang akut. Pemantauan status metabolik dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain : rasa sehat secara subjektif, perubahan berat badan, tes glukosa urin, tes keton urin, pemeriksaan kadar glukosa darah (Soegondo, 1999). Pengendalian diabetes sangat tergantung pada tipe diabetes, misalnya pada pasien diabetes mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI), tes glukosa urin lebih mudah, nyaman dan biasanya sudah memedai sebaliknya pada pasien diabetes mellitus tergantung insulin (DMTI) yang menghendaki
pengendalian lebih ketat pemeriksaan secara mandiri merupakan indikasi yaitu dengan menggunakan pemeriksaan gula di dalam darah (Soewondo, 1993). Pemantauan gula darah dapat membantu pasien utuk memahami bahwa kontrol gula darah yang ketat dapat membantu mencegah komplikasi diabetes. Kadar kontrol gula darah yang terbaik adalah ditentukan oleh kadar glukosa darah yang tertinggi dan ideal atau normal. Satuan energi yang hilang akibat glikosuria berkisar antara 5% sampai 10% kalori per hari. Kriteria kontrol kadar gula yang ketat adalah sebagai berikut : 1. Kriteria lama kontrol gula pada pasien diabetes yang ketat untuk puasa gula darah pasien antara 60 mg/dl-130mg/dl, setelah makan (1 jam) adalah < 200mg/dl dan setelah makan (2 jam) adalah < 140mg/dl. 2. Kriteria baru control gula darah pasien diabetes yang ketat untuk penderita gula darah puasa ideal antara 60mg/dl sampai 90mg/dl dan dapat diterima 60mg/dl sampai 130mg/dl, setelah makan (1 jam) < 140mg/dl dan dapat diterima sampai < 180mg/dl dan setelah makan (2 jam) idealnya < 120mg/dl dan untuk kriteria dapat diterima sampai < 150 mg/dl (Skyler J., dkk., 1981). Pemantauan seorang dikatakan menderita diabetes jika memiliki kadar gula darah puasa ≥126 mg/dl pada plasma vena dan ≥100 mg/dl pada darah kapiler sedangkan gula darah sewaktu ≥200 mg/dl pada plasma vena dan ≥200 pada darah kapiler. Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi dimana akan meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam.
Kadar gula darah yang normal pada pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa adalah 70-110 mg/dl darah. Kadar gula darah biasanya kurang dari 120-140 mg/dl pada 2 jam setelah makan atau minum cairan yang mengandung gula maupun karbohidrat lainnya (Jhonson, 1998).
H. Kerangka Teori Faktor risiko: Umur >40 tahun Genetik Hipertensi Riwayat melahirkan lebih dari 4kg Riwayat DM pada saat kehamilan
Tanda Gejala Poliuri Polidipsi Polivagi
Sistem kompensasi penuh: Tindakan perawat: Membantu pasien melakukan self-care. Mengkompensasi ketidakmampuan pasien dalam melakukan self-care.
Penderita DM
Gula darah terkendali Pasien mandiri kesehatan optimal
Kebutuhan kesehatan
Sistem kompensasi sebagian: Tindakan perawat: Melakukan pengkajian kebutuhan perawatan diri pasien.
Membantu keterbatasan perawatan diri pasien.
Membantu pasien sesuai kebutuhan.
Tindakan pasien Mendukung dan melindungi pasien.
Sistem suportif dan edukatif: Tindakan perawat: Mangatur latihan dan agensi. Tindakan pasien: Mendapat bantuan perawatan diri.
Menerima asuhan dan bantuan perawat.
Intervensi Perawat
Gambar 1.2. Krangka teori intervensi perawat pada pasien DM, adaptasi dari teori Orem (Suyono, 1996; Asmadi,2002; Soegondo, 1996).
I. Kerangka Konsep
Aktivitas Fisik Istirahat
Kadar Gula Darah
Diet Farmakologis
Gambar 1.3. (Kerangka konsep hubungan antara aktivitas fisik dan istirahat dengan kadar gula darah
D. Hipotesis: Hipotesis pada penelitian ini adalah : Ada hubungan antara aktivitas fisik terhadap kadar gula darah Ada hubungan antara istirahat dengan kadar gula darah
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskriptif tentang suatu keadaan secara objektif (Hidayat, 2002). Pendekatan waktu yang digunakan adalah pendekatan cross sectional ,dimana untuk mengetahui hubungan antara dua variable pada situasi atau sekelompok objek (Notoatmojo 2002).
B. Populasi dan Sempel 1. Populasi Menurut Arikunto (1999) populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Populasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seluruh pasien DM yang dirawat jalan di RSU. Prof. Dr. Margono Soekardjo sebesar 163 penderita DM 2. Sempel Menurut Arikunto (1999) sempel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti. Sempel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan jenis sampling purposif. Pada penelitian ini dengan menggunakan sampel sekitar 35 orang telah terjadi pendekatan ke
distributif normal (Sugiono, 2004). Pengambilan sampling menggunakan rumus sebagai berikut : Rumus smpling yang digunakan adalah menurut Notoatmodjo (2005). Populasi dalam penelitian ini kurang dari 10.000, maka formula yang digunakan sedarhana yaitu sebagai berikut : n=
1 d 2
n=
163 1 163 0,15 2
n =
163 1 163 0,0225
n =
163 1 3,667
n =
163 4.667
n = 34,92 Sampel = 35 Keterangan: N : Populasi kasus n : Sampel d : Tingkat kepercayaan atau ketepatan yang diinginkan ( 0-1), dalam sempel ini menggunakan 15% atau 0,15 a. Kriteria Inklusi 1. Pasien DM rawat jalan RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo. 2. Bersedia menjadi responden.
3. pasien DM yang sudah terdiagnosis lebih dari 2 tahun. 4. Pasien DM yang berdomisili dipurwokerto (ekkotatip). b. Kriteria Eksklusi 1. Pasien rawat jalan RSMS yang tidak bersedia menjadi responden. 2. Bukan psien DM rawat jalan RSMS. 3. Tidak memenuhi standar untuk diteliti. 4.Tidak memungkinkan untuk diteliti.
C. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada pasien rawat jalan dan RSUD Prof. Dr. Margono Sukardjo dan direncanakan pada bulan Mei tahun 2010.
D. Variabel 1. Variabel independen Variabel ini adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang menentukan atau mempengaruhi ada atau munculnya gejala atau faktor atau unsur yang lain, yang kedua itu di sebut ariable terikat. Didalam penelitian ini variable independenya yaitu aktivitas fisik dan istirahat ( Notoatmojo, 2002 ) 2. Variabel dependen Variable ini adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang ada akibat atau muncul yang terpengaruh ditentukan oleh adanya variable bebas. Ada atau munculnya variable ini adalah karena adanya variable bebas
tertentu dan bukan kerena variable lain. Dengan kata lain muncul tidaknya atau adak tidaknya variable ini, tergantung atau terikat pada ada tidaknya atau muncul tidaknya variable bebas tertentu. Dalam penelitian ini variabel dependen yaitu kadar gula darah. ( Notoatmojo, 2002 )
E. Definisi Operasional No
Nama
Definisi
Cara
Alat
Hasil
Variable
Operasional
Mengukur
Ukur
Pengukuran
Skala
1 Dependen Kadar gula Indek
atau Tes GDS
Glukom
darah pada jumlah
gula
eter/
pasien DM didalam darah
…mg/dl
Rasio
…kilo
Rasio
Glukote st
2 Independen
a.Aktivitas Semua
jenis Observasi
fisik
yang
aktivitas
Angket
kalori/hari
membutuhkan kalori
dan
pergerakan.
b. Istirahat Lama kegiatan Observasi relaksasi yang bermanfaat untuk fisiologis
Angket
…jam/hari
Rasio
F. Prosedur Penelitian Responden diperiksa kadar gula darah, setelah diperiksa mengisi lembar observasi aktivitas fisik dan istirahat, kegiatan tersebut dilakukan sampai 3 kali , dan dirata-rata aktifitas fisik dalam kilo kalori, dan jam istirahat responden. Sebelum di observasi terlebih dahulu dilakukan informed concent, setelah bersedia barulah diobservasi.
G. Cara Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan lembar observasi aktivitas fisik dan istirahat, selain itu juga dilakukan pengecekan gula darah sewaktu dan dokumentasi. Peneliti mendapatkan data primer dari hasil pengisian lembar observasi oleh responden. Semula peneliti menanyakan identitas responden dan menjelaskan cara pengisian angket / lembar observasi. Responden dimohon untuk mengisi angket tersebut. Data sekunder diperoleh dari data dokumentasi berupa catatan-catatan dan laporan tiap bulan pasien Dm rawat jalan di RSMS.
H. Alat Pengumpulan Data Angket atau lembar observasi dipakai sebagai alat pengumpulan data untuk mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dan istirahat dengan kadar gula darah. Jenis pertanyaan adalah pertanyaan terbuka. dan Glukometer untuk mengetahui kadar gula penderita DM..
I. Metode Pengolahan Data Langkah – langkah pengolahan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Editing Dalam tahap ini dilakukan pemeriksaan antara lain kesesuaian jawaban, kelengkapan pengisian serta konsistensi jawaban. 2. Coding Member kode pada lembar pengumpulan data untuk memudahkan peneliti dalam analisis data. 3. Scoring Memberikan nilai aktifitas dengan mengkonversikan dalam jumlah kalori 4. Tabulating Peneliti memasukan data kedalam master tabel dengan tujuan untuk memudahkan dalam analisa data. 5. Processing adalah data diproses dengan cara memasukan data tersebut kedalam program computer. Ada bermacam-macam paket program komputer. Program paket komputer yang digunakan adalah paket program SPSS for windows. 6. Cleaning Cleaning (pembersih data) merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dientri ada kesalahan atau tidak. Cleaning data dilakukan dengan cara:
a. Mengetahui missing data Cara mendeteksi adanya missing data adalah dengan melakukan list (distribusi frekuensi) dari variabel yang ada. b. Mengetahui variasi data Dengan mengetahui variasi data akan diketahui apakah data yang dientri benar atau salah. Cara mendeteksi dengan mengeluarkan distribusi frekuensi masing-masing variabel. c. Mengetahui konsistensi data Cara mendeteksi data adanya ketidak konsistensian data dengan menghubungkan dua variabel.
J.
Analisis Data Analisis data yang digunakan: 1. Analisa Univariat Analisis univariat artinya analisis yang dilakukan pada setiap variabel secara statistik deskriptif untuk mendapatkan gambaran mengenai
distribusi
frekwensi
karakteristik
responden
(umur,
pendidikan, pekerjaan) dan tiap variabel penelitian dalam bentuk prosentase. Dengan rumus P = Keterangan P : Prosentase
X x100% n
x : Hasil objek yang diteliti n : Jumlah seluruh objak yang diteliti 2. Analisa Bivariat Analisis bivarat yaitu analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2002). Teknik analisis korelasi merupakan teknik untuk mencari dan menguji assosiatif atau hubungan antara variabel independen dan variaben dependen. dengan tingkat signifikan diatas atau dibawah 0,05. Rumus r =
N ( XY ) ( X Y )
N X
2
2
X N Y 2 Y
2
Keterangan: r = koefisien korelasi antara x dan y x = nilai variabel 1 y= nilai variabel 2 N= jumlah sampel
Ho ditolak jika p value < 0,05 untuk tingkat signifikasi 5 %
Ho diterima jika p value > 0,05 untuk tingkat signifikasi 5 %
3. Analisa Multivariat Analisa data multivariat adalah analisa untuk menghubungkan antara variabel dependen dan variabel independen secara bersama-sama menggunakan analisa Regresi Linier berganda dengan tingkat kemaknaan p<0,05, untuk mengetahui variabel atau faktor yang dominan mempengaruhi variabel terikat dilihat dari nilai koefisien regresi (b)
sedangkan nilai Cox dan Snell R Square dilihat untuk mengetahui besarnya pengaruh semua variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel terikat. Menurut Hastono (2004) analisa Regresi Linear berganda dihitung dengan rumus:
y a b1 x1 b2 x 2 ......... bn x n Keterangan : Y
: perubah tak bebas
a
: konstanta
X1
: perubah bebas ke-1
b1
: kemiringan ke-1
X2
: perubah bebas ke-2
b2
: kemiringan ke-2
Xn
: perubah bebas ke-n
bn
: kemiringan ke-n
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Analisis Univariat Berdasarkan hasil dari lembar observasi yang dilakukan oleh peneliti diperoleh gambaran karakteristik responden sebagai berikut : Tabel 4.1.
Karakteristik Responden Pekerjaan, Pendidikan
Karakteristik Responden
menurut
Umur,
Jumlah n (%)
Jenis
Kelamin,
Rata-rata
Umur
25-35 tahun 36-45 tahun diatas 45 tahun Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Pekerjaan Penjahit Ibu Rumah Tangga Dagang Pensiunan Guru PNS Tani Pendidikan SD SMP SMA PT Aktivitas Fisik Istirahat GDS
4 (11,43) 14 (40,00) 17 (48,57) 9 (25,70) 29 (74,3) 1 (2,9) 23 (65,7) 4 (11,4) 2 (5,7) 3 (8,6) 1 (2,9) 1 (2,9) 18 (51,4) 7 (20,0) 6 (17,1) 4 (11,4)
378661,09 kalori 7,45 jam 317,51
Tabel 4.1. diatas didapatkan bahwa umur responden yang terbanyak adalah
diatas 45 tahun terdapat 17 orang (35 %), jenis kelamin perempuan
29 orang (74,3%) yang sebagian bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga sebesar 23 orang (65,7%) dan berpendidikan Sekolah Dasar sebanyak 18 orang (51,4%).
Rata-rata aktivitas fisik responden sejumlah 35 yaitu 378661,0953 yang artinya rata-rata aktivitas fisik dari nilai kalori yang dikeluarkan adalah aktivitas yang berat menurut keputusan Mentri tenaga kerja Indonesia No.51 tahun 1999. Menurut Gayton dan Hall jumlah rata-rata istirahat tidur responden yang sebagian besar diatas 45 tahun adalah 7,4571 yang berarti pasien mengalami lama tidur yang berlebih (>7 jam). Nilai rata-rata gula darah sewaktu adalah 317,5143 nilai tersebut didalam criteria diagnostic termasuk nilai yang tinggi (Soegondo,1999).
B. Hasil Analisis Bivariat 1. Hubungan Akvitas Fisik Rawat Jalan RSMS dengan Kadar Gula Darah Penderita DM Rawat Jalan RSMS Tabel 4.3. Korelasi antara Aktivitas Fisik Rawat Jalan dengan Kadar Gula Darah Penderita DM Rawat Jalan RSMS Variabel Aktivitas fisik (Kalori ) terhadap Kadar Gula Darah
r
p
-0,749
0,000
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa nilai p = 0,000 yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik rawat jalan dengan kadar gula darah penderita DM Rawat Jalan di RSMS. Nilai r = -0,749 terdapat hubungan negatif yang cukup kuat antara aktivitas fisik rawat jalan dengan kadar gula darah penderita DM rawat jalan RSMS. Artinya semakin tinggi aktivitas maka gula darah akan menurun.
2. Hubungan Istirahat dengan Kadar Gula Darah Penderita DM Rawat Jalan RSMS Tabel 4.4. Korelasi antara Istirahat dengan Kadar Gula Darah Penderita DM Rawat Jalan RSMS Variabel Istirahat terhadap Kadar Gula Darah
r 0,349
p 0,020
Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa nilai p = 0,016 yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara istirahat dengan kadar gula darah penderita DM Rawat Jalan di RSMS. Nilai r = 0,349 artinya terdapat hubungan yang sedang antara istirahat dengan kadar gula darah penderita DM rawat jalan RSMS. Artinya jika istirahat tidur semakin lama maka gula darah semakin tinggi (Arikunto, 2006).
C. Hasil Analisis Multivariat Tabel 4.5. Rekapitulasi Analisis Multivariat Variabel Aktifitas fisik (Kalori ) Istirahat
B
P
-0.0002116 3.678
0.000 0.598
R2 0.565 Konstanta 370,186 Berdasarkan Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa pada uji Multivariat menggunakan Regresi Linier diperoleh nilai R2 = 0,565 yang artinya ada hubungan sedang antara aktivitas fisik (kalori yang dihabiskan oleh responden) dan istirahat dengan kadar gula darah pasien diabetes miletus. Kadar gula tersebut dipengaruhi oleh aktivitas fisik (kalori yang dihabiskan
oleh responden) dan istirahat sebesar 56,5% dan sisanya 43,5% dipengaruhi oleh faktor lain. Hasil perhitungan uji F diperoleh F hitung = 20,472 dan p =0.000 yang artinya terdapat hubungan dan pengaruh yang signifikan antara aktivitas fisik dan istirahat terhadap kadar gula darah pasien diabetes miletus rawat jalan di RSMS. Hasil penelitian ini jika dimasukan kedalam persamaan regresi linier
Y a b1 x1 b2 x 2 ......... bn x n adalah Y = 370,186-0,0002116*(1Point Aktivitas fisik) =370,185 yang artinya setiap aktivitas fisik meningkat satu satuan akan menurunkan gula darh menjadi 370,185 (Sugiono, 2002).
D. Pembahasan 1. Karakteristik Responden Sebagian besar responden dalam penelitian ini berumur diatas 45 tahun sebanyak 17 (48,57%). Hal ini dimungkinkan karena pada umur 45 tahun mengalami penurunan fungsi organ, seperti halnya
pada hasil
penelitian dari Retnaningsih (2002) dan Pratiwi (2007) responden yang terbanyak berumur 51-60 tahun bahwa pada orang-orang yang telah berumur, fungsi organ tubuh menurun. Ikram (1999) menyebutkan bahwa dengan meningkatnya umur, intoleransi terhadap glukoosa juga meningkat. Faktof yang berkaitan sebagai penyebab diabetes pada usia lanjut, yaitu fungsi pankreas dan sekresi insulin yang berkurang, dan adanya resistensi insulin yang berkurang karena berkurangnya masa otot dan perubahan vaskuler maka
seiring bertambahnya usia seseorang memungkinkan terjadinya penyakit diabetes. Data yang diperoleh dalam penelitian ini bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan yang menderita diabetes mellitus yaitu 29 orang (74,3%). Salah satunya penyebabnya adalah pola istirahat dan gaya hidup meskipun menurut Darusman (2009) menyimpulkan tidak ada perbedaan perilaku pasien diabetes mellitus antara pria dan wanita. Ardiyano (2006) menyebutkan bahwa secara setatistik tidak ada perbedaan yang bermakna antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan terhadap prevalensi DM. Hal ini sesuai dengan pendapat Margatan (1995) yang menyatakan secara anatomi dan fisiologis sama antara laki-laki dan perempuan yang sama-sama memiliki organ pankreas dan sesuai dengan kebutuhan. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian dari Agustaria (2009) yang menyebutkan tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian DM. Tingkat pendidikan responden mayoritas berpendidikan SD yaitu 18 orang (51,4%) dan bekerja sebagai ibu umah tangga yaitu sebanyak 23 responden (65,7%). Pendidikan dan pekerjaan tidak berpengaruh terhadap kejadian diabetes mellitus (Rahmawati, 2002). 2. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kadar Gula Darah Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa nilai p = 0,000 yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik rawat jalan
dengan kadar gula darah penderita DM Rawat Jalan di RSMS. Nilai r = 0,749 artinya terdapat hubungan negatif yang kuat antara aktivitas fisik rawat jalan dengan kadar gula darah penderita DM rawat jalan RSMS. Artinya, gula darah akan menurun jika responden melakukan aktivitas yang lebih (Arikunto, 2002). Hal tersebut sejalan dengan teori fisiologis aktivitas fisik, yaitu didalam manusia melakukan aktivitas atau kegiatan tubuh akan mengeluarkan energi, semakin berat aktivitas yang dilakukan akan mengeluarkan energi atau kalori yang semakin tinggi, sedangkan sumber kalori manusia yang paling utama adalah glukosa, setiap seseorang melakukan aktivitas maka otot akan meningkatkan pembakaran glukosa secara maksimal, dan menyebabkan penurunan kadar gula darah (Asdie, 1996). Hasil penelitian sesuai dengan Sudirman dan Baequni (2008) yang menyebutkan kegiatan fisik diabetes tipe 1 dan 2, akan mengurangi resiko kejadian kardiovaskuler dan meningkatkan harapan hidup. Kegiatan fisik akan meningkatkan rasa nyaman, baik secara fisik maupun psikis, untuk pengendalian gula darah juga dapat dikendalikan dendan kegiatan senam. Hasil penelitian menunjukan adanya perubahan yang signifikan pada penurunan gula darah karena gula darah digunakan untuk proses aktivitas fisik senam, selama 30 menit dan terjadi peningkatan metebolisme. Soegondo dan Sidartawan (2000) menuliskan sebagai usaha pencegahan penyakit Diabetes Mellitus agar tidak menjadi lebih lanjut
Sebagai usaha pencegahan penyakit Diabetes Mellitus agar tidak menjadi lebih lanjut banyak orang yang mengikuti aktivitas fisik seperti olahraga untuk menjaga kesehatannya. Terlebih untuk penderita DM yang tidak tergantung insulin, mengalami perubahan yang mencolok jika aktifitas fisik seperti olah raga dilakukan secara teratur gula darah akan menurun atau terkendali hal tersebut terjadi karena aktifitas fisik mampu meningkatkan perbaikan antara insulin dan sel reseptornya, sehinga gula didalam darah mampu tertransver maksimal guna untuk mencukupi kebutuhan kalori. Aktivitas fisik akan membantu pasien DM mengontrol berat badan yang merupakan indikator penunjuk penderita DM lebih mudah, karena penderita diabetes mampu menggunakan glukosa sebagai bahan penghasil energi secara maksimal. Sehingga pemecahan lemak didalam tubuh dapat berkurang (Infokes, 2004). Subari (2008) menyebutkan bahwa Rumah Sakit Dr. Oen Solo Baru mengadakan program senam untuk penderita Diabetes Mellitus yang diadakan setiap hari Sabtu pagi jam 06.00 WIB, selama 3 bulan. Senam ini diikuti oleh 250 peserta baik laki-laki maupun perempuan. Namun yang positif menderita Diabetes Mellitus sebanyak 105 orang. sisanya 145 orang gula darah terkendali dalam batas normal. Hal tersebut menunjukan bahwa aktivitas mempengaruhi indek glikemik darah. Hasil penelitian ini juga sejalan atau sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Setiawan (2009). Yaitu tentang pengaruh aktvitas fisik
senam terhadap kadar gula darah, penelitian ini dilakukan RSUD banyumas. Penelitian ini menggunakan kelompok control 30 orang, dan 30 orang diberi intervensi selama 3 kali berupa aktivitas fisik senam, dan menggunakan T tes dengan tingkat signifikan (p<0,05) maka diperoleh kesimpulan bahwa aktivitas senam mempengaruhi kadar gula darah, kesesuaian dengan sekripsi ini adalah semakin tinggi pengeluaran kalori atau aktivitas dapat menurun kadar gula darah penderita DM. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Williams dan wilkin yang meneliti pengaruh intensitas, durasi senam terhadap glukosa darah penderita DM. senam dilakukan selama 12 kali dengan sample sebanyak 37 orang, dilakukan di empat RS dengan durasi(20%, 40%, 60% dan 80%) dan intensitas (10, 20, 30 dan 40) menit diperoleh temuan efek utama dari senam yaitu perbedaan (penurunan) glukosa di dalam darah sebesar 37% antara sebelum dan sesudah intervesi. Hal tersebut juga berarti semakin seseorang aktif mengeluarkan kalori maka gula darah semakin menurun (Williams dan Wilkin, 2003). Hasil penelitian hubungan antara aktivitas fisik dengan kadar gula darah sesuai dengan pengamatan yang dilakukan oleh badan kesehatan dunia (WHO) pada masyarakat Hanoi di Vietnam, badan kesehatan dunia mengamati penduduk Hanoi memiliki perubahan gaya hidup, dari aktivitas mereka dari jalan kaki mereka berubah dalam aktivitas tersebut akibatnya penderita DM dari 10 tahun kebelakang mengalami kenaikan sebesar 90%, hal tersebut berarti dapat dievaluasi bahwa aktivitas yang lebih banyak
mengeluarkan kalori cendrung dapat mengendalikan glukosa darah dalam batas normal. Karena glukosa yang ada dalam darah hasil dari proses pemecahan senyawa karbohidrat mampu digunakan secara maksimal dalam proses metabolisme yang dilakukan oleh sel-sel otot guna untuk mencukupi kebutuhan kalori dalam beraktivitas (Anggota KSR, 2009). Berdasarkan Penelitian Mastrict University 2009, aktivitas fisik yang minimal cendrung meningkatkan indeks glikemiks didalam darah, pernyataan tersebut dikeluarkan oleh 11 dokter dan 38 fisioterapi yang mengamati pasien DM dengan kriteria yang berbeda guna untuk memperoleh resep program aktivitas fisik, ketiga profil pasien DM dikembangkan dan diperoleh hasi mereka yang malas berolah raga karena gemuk dan biaya berdasarkan fokus diskusi yang diperoleh, mereka memiliki resiko 4X lebih tinggi gula darahnya dibandingkan dengan yang mengikuti pelatihan olah raga secara rutin (Rock, Jongert dan Hespen, 2010). Intervensi aktivitas berupa yoga dan pelatihan tradisional terhadap insulin serum di cuba juga diperoleh prosentase hasil reseptor insulin meningkat, interlisasi kompleks reseptor insulin T3, T4, TSH dan kortisol meningkat, penelitian. Penelitian ini menggunakan kelompok control. 77 pasien DM tipe 2 diberi intervensi yoga dan olah raga secara rutin selama enam bulan dan 77 lainnya tidak di intervensi, hasilnya kelompok yang diintervensi mengalami penurunan kadar gula darah yang signifikan (p<0.05) yaitu dengan nilai (p = 0,024), hal tersebut juga sesuai dengan
hasil penelitian ini yaitu seseorang yang memiliki aktivitas yang tinggi memiliki indeks gula darah yang rendah (Irving et al, 2010). Penelitian perbandingan antara tingkat aktivitas juga pernah dilakukan oleh University Western Australia, yaitu dengan tujuan untuk mengetahui respon glukosa darah pasien DM tipe 1 terhadap intensitas latihan yang tinggi dan intesitas latihan sedang. Penelitian tersebut di intervesikan pada 7 penderita DM. Analisis menggunakan t tes, untuk aktivitas sedang diintervesikan VO2 peak% dan intervensi yang berat VO2 peak% diselingi sprint 2 detik dilakukan setiap kelipatan 2 menit, masingmasing dilakukan selama 30 menit dengan hasil keduanya memiliki efek terhadap penurunan dan pengendalian gula darah tetapi hasil aktivitas tersebut lebih besar yang tinggi dibandingkan dengan yang aktivitas yang sedang, hal tersebut ditunjukan dengan penurunan aktivitas sedang (-4,4 kurang ± 1,2 mmol/l) di banding dengan aktivitas berat (2,9 ± 0,8 mmol/l) untuk aktivitas sedang p= 0,009 dan yang aktivitas tinggi p=0,006 dengan tingkat signifikan (p< 0,05). Angka tersebut menunjukan aktivitas yang berlangsung memiliki nilai penurunan gula darah stabilisasi yang baik dengan aktivitas yang sedang. Dari pernyataan tersebut berarti terdapat kenaikan metabolisme sehingga gula darah mengalami penurunan (Guelfi, Jhon dan Fournier, 2009). Berdasarkan penelitian Fletcer et al. (2002) menyimpulkan hasil yang sama bahwa terdapat hubungan antara kurangnya aktivitas fisik dengan penyakit DM. orang yang banyak berdiam diri atau kurang gerak
mempunyai resiko lebih besar menderita DM, dibandingkan seseorang yang banyak aktivitas. Penilitian Sumini (2007) menyatakan hasil yang sama, bahwa adanya hubungan aktivitas fisik dengan kejadian Diabetes mellitus. Kurangnya berolah raga dan perubahan gaya hidup yang semakin tidak teratur memicu penyakit DM. Seseorang yang kurang berolah raga beresiko lebih besar terkena penyakit DM. dibandingkan dengan orang yang rutin berolah raga. Hasil sepaham dengan penelitian oleh Handayani dan Siswanto (2004) menyatakan bahwa ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian penyakit DM. Seseorang yang kurang melakukan aktivitas mempunyai kemungkinan lebih besar dibandingkan dengan orang yang biasa beraktivitas atau berolah raga secara teratur. Iza (2007) menyatakan gaya hidup duduk terus menerus dalam bekerja menjadi penyebab nomer 1 dari 10 kematian dan kecacatan, dan lebih dari dua juta kematian disebabkan oleh kurangnya beraktivitas. Aktivitas fisik adalah pergerakan yang menghasilkan energi secara sederhana yang penting bagi pemeliharaan fisik dan mental. Duduk atau kurangnya aktivitas menjadi penyebab penyakit DM, dan sejalan dengan Mayo (2005). Juga berpendapat aktivitas fisik adalah bagian penting dari manajemen diabetes, ketika berolah raga akan menggunakan glukosa untuk bahan energi. Aktivitas yang teratur meningkatkan respon insulin. Faktor-faktor ini bekerja sama menurunkan kadar gula darah bahkan
aktivitas sepertu pekerjaan ibu rumah tangga, berkebun atau kegiatan yang mengerakan kaki dapat menurunkan kadar gula darah dan juga mengontrolnya. 3. Hubungan Istirahat dengan Kadar Gula Darah Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa nilai p = 0,020 yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara istirahat dengan kadar gula darah penderita DM Rawat Jalan di RSMS. Nilai r = 0,349 artinya terdapat hubungan yang sedang antara istirahat dengan kadar gula darah penderita DM rawat jalan RSMS (Arikunto, 2002). Penelitian ini sejalan Grift (2006) Hasil penelitian di Univercity Chicago Hospital menyebutkan tidur yang tidak memadai ( terlalu sedikit atau kualitas yang buruk berhubungan dengan control glukosa pada diabetes tipe 2, dengan ditunjukan menurunkan kadar HbA1c ). Hal ini terjadi karena glukosa di dalam darah digunakan secara maksimal untuk proses metabolisme yang digunakan untuk kegiatan atau aktivitas selama tidak tidur. Penelitian di Mexio yang dilakukan oleh clinical reasearch centre yang meneliti 57 responden DM tipe 2, diberi perlakuan aktivitas bed rest selama 2 hari, responden tersebut mengalami 50% resistensi insulin, sehingga glukosa hasil dari jalur pemecahan utama karbohidrat menumpuk dan semakin tinggi (Clinical Reasearch Centre, 2008). Penelitian di Boston Univercity responden yang diberi intervensi istirahat tidur dan hanya Bed Rest selama 5 hari memiliki resistensi
glukosa dan insulin, sehingga intervensi istirahat tidur dan bed rest terlalu lama dapat terjadi penumpukan glukosa akibat resistensinya insulin (Hamburg et al., 2007). Seseorang yang kurang beraktivitas dan hanya tidur dan duduk menyebabkan resistensi insulin, dan efek yang berkelanjut yaitu berkurangnya sensitivitas insulin (Mayo, 2005). Rafalson menyimpuklan tidur yang baik yaitu antara 6-8 jam karena dalam tidur tersebut gula darah penderita DM cendrung stabil, tidur lebih dari 8 jam akan menyebabkan peningkatan resistensi insulin sehingga gula darah cendrung meningkat. Istirahat yang paling baik adalah tidur, jika kualitas tidur didapat maka metabolisme didalam tubuh akan terganggu, karena tubuh akan defisit dalam mandapatkan bahan pembakaran sel-sel tubuh yang aktif. Hasil riset dari Univercity Chicago, mengungkapkan kurang tidur selama 3 hari mengakibatkan kemampuan tubuh memproses glukosa menurun drastis artinya resiko diabetes meningkat, kurang tidur mamicu hormon yang mejadikan nafsu makan meningkat karena kebutuhan glukosa sebagai bahan dasar energy atau metabolisme, sehingga pasien yang didorong rasa lapar penderita DM akan memakan makanan yang berkalori tinggi sehingga gula didalam darah akan meningkat, maka menurut riset tidur yang baik tidak boleh kurang dari 6 jam dan tidak boleh lebih dari 8 jam, dan harus disesuaikan dengan tingkat aktivitas yang dilakukan oleh penderitta DM (Anggota KSR POLINES, 2009).
4. Hungan aktivitas fisik dan istirahat dengan kadar gula darah Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa pada uji multivariat diperoleh nilai R2 = 0,565 yang artinya aktivitas fisik dan istirahat mempengaruhi gula darah sebesar 56,5% dan sisanya dipengaruhi oleh faktor yang lain, dengan nilai P =0,000 untuk aktivitas fisik dan P = 0,598 untuk istirahat. Pasien diabetes harus memiliki keseimbangan antara
Aktivitas
fisik dan istirahat, hal tersebut bertujuan untuk mengendalikan gula didalam darah, keseimbangan yang dimaksud seseorang semakin banyak melekukan aktivitas, maka sintetis glukosa semakin meningkat karena digunakan oleh sel-sel tubuh untuk menghasilkan eneri atau kalori sehinga gula didalam darah akan cendrung menurun, sedangkan istirahat tidur juga mempengaruhi kecepatan metabolisme, seperti seseorang yang istirahat tidurnya kurang dari 6 jam per hari juga akan mempengaruhi nafsu makan, nafsu makan yang tinggi karena kurang istirahat akan menyebabkan gula dalam darah tinggi. Gula darah yang tinggi disebabkan karena sintesis glukosa di dalam sel lambat, dan sebaliknya nilai gula darah tinggi juga bisa dipengaruhi oleh aktivitas yang kurang dan istirahat tidur yang berlebihan, fisiologisnya nilai kalori yang di keluarkan pada seseorang yang memiliki aktivitas yang kurang akan sedikit hal itu menunjukan pemecahan glukosa untuk metabolisme jumlahnya sedikit sehingga jumlah glukosa darah tinggi, dan untuk istirahat secara berlebih berarti tingkat aktivitas berkurang, metabolisme berjalan lambat, sehingga gula darah
cendrung tidak terpakai akibatnya kadar glukosa tinggi (KSR POLINES, 2009). Penelitian ini sejalan dengan Vanhelder (2007) yang menjelaskan bahwa istirahat dan aktivitas fisik yang seimbang akan menurunkan kadar gula darah. Penelitian Setiyawan (2009) di Polwil Samarinda menyatakan aktivitas fisik merupakan faktor yang paling kuat terhadap timbulnya gejala DM, dibandingkan dengan faktor-faktor yang lain seperti pola makan dan indeks masa tubuh. Aktivitas tubuh yang baik akan mengurangi kadar gula darah pasien DM, dengan nilai (p = 0,000).
E. Kelemahan Penelitian Perhitungan aktivitas fisik dengan menggunakan sistem konversi dalam
kalori,
memungkinkan adanya
kesalahan dalam perhitungan
dibandingkan dengan alat-alat lain yang lebih akurat.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Terdapat hubungan yang signifikan antara aktifitas fisik dengan kadar gulah darah penderita DM rawat jalan di RSMS dengan r -0,079 ; p= 0,000 2. Terdapat hubungan yang signifikan antara istirahat dengan kadar gulah darah penderita DM di rawat jalan di RSMS dengan r = 0,349 ; p = 0,020 3. Dari analisa multivariat gula darah dipenggaruhi oleh aktivitas fisika dan istirahat sebasar 56,5% sisanya dipengaruhi oleh faktor yang lain, dengan R2 = 0,565
B. Saran 1. Bagi rumah sakit (RSMS) Diharapkan dapat mengevalusai dan memberikan arahan untuk beraktifitas kepada pasien DM karena dalam beraktivitas sehari-hari seperti pekerjaan ibu rumah tangga ( memasak, menyapu, berolah raga) mampu menurunkan kadar gula darah. 2. Bagi penderita DM Lakukan aktiivitas fisik kegiatan sehari-hari karena dapat menurunkan kadar gula darah dan beristirahatlah yang sesuai (7-8 jam) per hari karena mampu menstabilkan kadar gula darah, jangan tidur terlalu lama (lebih
dari 8 jam) karena dapat meningkatkan resistensi insulin sehingga gula darah tidak terkendali. 3.
Bagi penelitian selanjutnya Untuk penelitian selanjutnya diharapkan peneliti mengkaji faktor seperti farmakologis,
pola
makan,
dan
faktor-faktor
lain
mempengaruhi kadar gula darah pasien diabetes mellitus.
yang
dapat
DAFTAR PUSTAKA
Adam, J. (1996). Endokrinologi Praktis. Ujung Pandang: PT. Gramedia Pustaka Agustaria, S.W. (2009). Hubungan Antara Karakteristik Pasien Dan Faktor Lingkungan Dengan Kejadian Diabetes Melitus Pada Pasien Rawat Jalan Di Poll Penyakit Dalam RSD Dr. Haryoto Lumajang. Diakses 30 Juni 2009 dari http://Top/ IndonesiaDLN/Koleksi Perpustakaan/Perpustakaan Universitas Jember/Koleksi Skripsi/F Kesehatan Masyarakat / Kesehatan Masyarakat / 2007 / gdlhub-gdl-sl2009-sriwahyubu-2480 Ardiyanto, Achmad Rahman. (2006). Epidemiologi, Program Penanggulangan Dan Isu Mutakhir Diabetes Mellitus. Diakses 20 April 2009 dari http://www.ortotikprostetik.com/abstrak/2006/diabetes.htm. Arikunto, S. (1990). Manajemen Penelitian. Yogyakarta: Rineka Cipta. Arjatmo, T. (2002). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Arief, Y. (2008). Olahraga Bagi Penderita DM. Diakses 19 Maret 2010 dari http://www.pjnhk.go.id/index.php?option:com_content&task=view&id= 9018&itemid=31 Asdie, A.H. (1999). Olahraga/Latihan Jasmani: Sebagai Terapi dan Bagian Kehidupan Pada Diabetes Melitus. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Black & Jacobs. (1993). Medical Surgical Nursing: Management of Countinuty of Care (4th ed). Philadelpia : WB. Saunders Company. Budiarto, E. (2001). Biostatistika Untuk Kedokteran Dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC. Carpenito, L.J. (1997). Diagnosa Keperawatan : Rencana Asuhan Keperawatan dan Dokumentasi keperawatan. (Edisi 2). (Terjemahan Monica Ester). Jakarta: EGC. Clinical reasearh centre. Effect two days sleeping on the resistence of blood glucoseand insulin resistence. Diakses 4 juni 2005 dari http // www. Japendo psykologi. org/ content/ Full. 274/6/E 1040. Darmono. (1999). Diagnosis Dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Darni, J. (2006). Hubungan Asupan Serat Dengan Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Mellitus Rawat Inap Di RSUP Dr. Sardjito. Skripsi tidak dipublikasikan, Politeknik Kesehatan Yogyakarta, Jawa Tengah. Dhania. (2009). Pengaruh Tingkat pendidikan Tentang Diabetes Mellitas Terhadap Control Diri Pada Pasien Rawat Jalan Di RS. Bhayangkara Semarang. Diakses 20 Juni 2009 dari http://pusatdatajurnaldanskripsi.com.html. Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Geissler, A. C. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Perencanaan dan Pendokumentaskm Perawatan Pasien. (Edisi 3) (Terjemahan I. M. Kariasa, & N. M. Sumarwati). Jakarta: EGC. Fahmi. (2010). Hipoglikemia (Kadar Gula Darah Rendah). Diakses 24 Maret 2010 dari http://forum.um.ac.id/index.php?topic=8479.0radenfahmi.2010. Green, JE, lifh. (2009). Effect on the Three Day Bed Rest On Metabolic Glucose and Insulin. Diakses 18 Desember 2009. Oleh http//diabetesjournal.org/content/ 18/12/2747. Full. Greenspan & Baxter. (2000). Endokrinologi Dasar dan Klinik. Edisi IV. Jakarta: EGC. Grift. W.R. (2005). Long or short sleep time May be Assosiated Whit Diabetes Mellitus. Diakses 26 April 2005. Oleh http. Medscape. Journal.com Guefty, Jhon and Fournier. (2005). Comparison of Blood Glucose Response Level high-Intensity Intermittent and Moderate Intensity in Patients with Type 1 Diabetes. Diakses 2005 oleh http//www.care.diabetes journal.org?content/28/6/1289 Hambrugh, N., et al. (2007) Effect of Five Day Bed Rest On Metabolic Hormonal and Circulation Responses to an Oral Glucose Load in Endurance or Strength Trained and Untired Subject. Oleh: http//www.Ahajournal.org/cgl/Content/Short Hidayah, A. Aziz Alimul. (2007). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. (Edisi 2). Jakarta: Salemba Medika. Hidayat, A. (2007). Riset Keperawatan Dan Teknik Penulisan Ilmiah. (Edisi 2). Jakarta. Salemba Medika.
Hidayati, Sri. (2003). Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Penurunan Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus Di Ruang Rawat Inap Mawar RSU Tugurejo Semarang. http:/pusatdatajurnaldanskripsi.com.html. John, M.F. Adam. (1996). Endokrinologi Praktis. Ujung Pandang : PT. Gramedia Pustaka. Johnson, M. (1998). Diabetes Terapi dan Pencegahannya. Bandung: Indonesia Publishing House: Cummings Publishing Company. Kozeir, Erb, Berman. (2000). Fundamental Of Nursing. Menlo Park: California. KSR. Polines Semarang. (2009). 10 Tips Pengendalian Glukosa darah Penderita DM. Diakses : 30 April 2009 oleh http// www. Ksrppolines.diabetic.care.com/news. Kuncoro. (2003). Hubungan pola makan dan aktivitas fisik dengan kejadian obesitas siswa SMP. Semarang : UNES. Lestari, D.P. (2009). Hidup Sehat Tanpa Penyakit. Yogyakarta: Penerbit Monce Publisher. Long, Barbara. (19%). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan). Bandung: IAPK. Mansjoer, A. et al. (1999): Kapita Selekta Kedokteran, (Edisi 3) Jakarta: Media Aesculapius FKUI. Maslow. (2000). Fundamental Of Nursing. Menlo Park: California. Noer, S. (1996). Buku Ajar Penyakit Dalam. (Edisi 3) (Jilid I). Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Notoatmodjo, Soekidjo. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam, Siti Priani. (2001). Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta: Info Medik. Pratiwi, L.S. (2007). Hubungan antara Tingkat Pengetahuan tentang Diet Diabetes Melitus dengan Kepatuhan dalam Pelaksanaan Diet pada Pasien DM di Poli Diabetes RSUD Margono Soekarjo. Semarang : Poltekes Semarang. Tidak dipublikasikan.
Prince, S.A., & Wilson, L. M. (1995). Patoflsiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, (Edisi 4). Jakarta: EGC. Qimi. F. (2009). Indonesia Urutan ke 4 Penderita Kencing Manis. Diakses : 14 November.2009 oleh httpwww.ottopharm.com news./15php. Rafalson. (2005). Long and Short Sleep Time may be Assossiated Whit Diabetes. Oleh http. Ahajournals.org/egl/content Retnaningsih, Ch. (2002). Tips Diet untuk Penderita Diabetes. Diakses 14 November 2009. Dari http://www.suaramerdeka.com/harian/0209/28/ragam3. Rock, Joggert, and Haspen. (2007). Introducing Phisical Activity to type 2 Diabetes Patients and Those at risk. Diaikses oleh http//www.Journalofdiabetologi.org Rustarn. (2008). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kadar Gula Darah pada Pasien Diabetes Mellitus di Rumah Sakit Umum Panglima Sebaya Kabupaten Paser Kalimantan Timur Tahun 2008. http://pusatdatajurnaldanskripsi/html. Santoso, Mardi. (2004). Senam Diabetes Indonesia Seri 2. Jakarta: Yayasan Diabetes Indonesia. Sears. D. (1994). Psikologi Sosial. USA: Hopskin Univercity Setiawan. (2009). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Gejala DM Pada Anggota POLRI di POLWIL Samarinda. Setiawan. Yudi. (2009). Pengaruh senam DM terhadap Penurunan Gula Darah Pasien Dm di RSUD Banyumas. Skripsi tidak dipublikasikan. Smet B. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta: Grasindi. Smeltzer, S.C., & Bare, S.K. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & Suddarth (Brunner & Suddarth’ s textbook of medical surgical nursing). Alih bahasa : Agung Waluyo, Edisi 8. Volume 2. Jakarta: EGC. Soegondo, Sidartawan. (2002). Petunjuk Praktis Pengelolaan Diabetes Tipe II. Jakarta: PERKENI. Subari, N.D. (2008). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Keaktifan Penderita Diabetes Mellitus Rumah Sakit Dr. Oen Solo Baru. Abstrak skripsi. Diakses pada tanggal 19 maret 2010 dari http://etd.eprints.ums.ac.id/2713/1/j220060049.pdf
Sugiyono. (2004). Statistik Untuk Penelitian. Jakarta: Alfabeta. Suharjanto, K. A., (2004). Studi Pengetahuan, Sikap, dan Praktek Pengendalian Diabetes Mellitus di Poliklinik Penyakit Dalam RSU Cilacap TAhun 2004. Abstrak skripsi. Diakses pada tanggal 9 maret 2010 dari http://eprints.undip.ac.id/6207/i/ 2085.pdf. Supriyadi dan Baequny, Akhmad. (2008). Pengaruh Senam Diabetes Mellitus Terhadap Penurunan Glula Darah Pasien DM. Diakses 27 April 2008. http// journal.pdii,lipi.go.id/indeks,php/search. Htm. Act =tampil & id=8991. Suyono, Selamet. (1996). Masalah Diabetes Mellitus di Indonesia. (Edisi 3) (Jilid I). Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Tim Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. (2008). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007. Semarang: Dinkes Prov. Jawa Tengah. Tjokroprawiro, A. (2000). Hidup Sehat dan Bahagia Bersama Diabetes. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Waspadji, Sarwono. (1996). Resistensi Insulin Ateroskerosis. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Sebagai
Faktor
Risiko
Wilkin, Willliams. (2003). The Effect of Exercise intensity and Duration of Patient blood Glucose DM. oleh ; pdfs. Journal.iww.com Wiyono, P. (1996). Hipoglikemia Pada Pasien Diabetes Mellitus. (Edisi 3) (Jilid I). Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Yusharmen. (2008). Diabetes Mellitus Ancaman Umat Manusia Di Dunia. Diakses pada tanggal 18 Maret 2010 dari http://dkkbpp.com/index.php?option.com.content& task:view&id:214&itemid:2.