HUBUNGAN INSOMNIA DENGAN PENINGKATAN GULA DARAH PUASA PADA PASIEN DIABETES MELLITUS (DM) DI RUANG RAWAT INAP RSUD DR. MOEWARDI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
Oleh : EDY SURATNO NIM. ST13026
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2014
i
ii
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Edy Suratno NIM
: ST13026
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1) Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (sarjana), baik di STIKes Kusuma Husada Surakarta maupun di perguruan tinggi lain. 2) Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukkan Tim Penguji. 3) Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka. 4) Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.
Surakarta, Januari 2015 Yang membuat pernyataan,
( Edy Suratno) NIM. ST13026
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas skripsi dengan judul “Hubungan Insomnia dengan Peningkatan Gula Darah Puasa Pada Pasien Diabetes Mellitus (DM) di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi. “ Penulis menyadari bahwa banyak pihak yang telah membantu sejak awal sampai selesainya skripsi ini. Untuk itu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada : 1. Ibu Dra. Agnes Sri Harti, M.Si., selaku Ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis selama mengikuti proses pendidikan. 2. Ibu Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns.,M.Kep., selaku Ketua Program Studi S-1 Keperawatan yang telah memberikan ijin dan kelancaran administratif demi terlaksananya penelitian ini. 3. Ibu
Wahyuningsih Safitri, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku Pembimbing
Utama yang telah membimbing penulis sejak persiapan sampai selesainya skripsi ini. 4. Ibu Ariyani,S.Kep.,Ns.,M.Kes. selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan bimbingan selama pembuatan skripsi ini. 5. Ibu Happy Indri Hapsari, S.Kep.,Ns.,M.Kep., selaku penguji yang telah banyak memberikan masukan dan koreksinya dalam pembutan skripsi ini. 6. Direktur RSUD Dr. Moewardi yang memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan dan melaksanakan penelitian di Rumah Sakit. 7. Ibu Wiwik Setiyawati, S.Kep.,Ns., selaku kepala ruang Cendana II yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.
iv
8. Kedua orang tua dan ibu mertua tercinta yang telah memberikan doa dan dukungannya. 9. Istriku tercinta yang selalu sabar menemani, memberikan saran dan doa serta dukungan yang tulus untuk menyelesaikan penelitian ini. 10. Anak-anakku “Yafi & Hanania”, semangatku untuk menyelesaikan penelitian ini . 11. Teman – teman dan handai taulan yang telah memberi dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini. 12. Bapak / Ibu responden yang telah bersedia menyisihkan waktunya untuk memeberikan informasi terkait dengan penelitian ini. 13. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Dengan keterbatasan penulis dalam pembuatan laporan ini, penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna, maka kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan guna menambah kesempurnaan penelitian ini.
Surakarta, Januari 2015 Penulis
Edy Suratno
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………..
i
HALAMAN PERSETUJUAN …………………………………………..
ii
HALAMAN PERNYATAAN ……………………………………………
iii
KATA PENGANTAR …………………………………………………… iv DAFTAR ISI ……………………………………………………………… vi DAFTAR TABEL ………………………………………………………..
ix
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………….. x DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………..
xi
ABSTRAK…………………………………………………........................ xii BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang ………………………………………………….. 1
1.2
Rumusan Masalah ………………………………………….…… 3
1.3
Tujuan Penelitian ………………………………………………. 4
1.4
Manfaat Penelitian ……………………………………………... 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tinjauan Teori ………………………………………………... 6
2.1.1 Tidur …………………………………………………............... 6 1. Pengertian ……………………………………………………... 6 2. Pola Tidur ……………………………………………………... 6 2.1.2 Insomnia ………………………………………………………. 7 1. Pengertian……………………………………………………… 7
vi
2. Tanda dan Gejala ………………………………………………. 8 3. Klasifikasi ……………………………………………………… 8 4. Tingkat Insomnia ………………………………………………. 10 5. Penatalaksanaan ……………………………………………….. 11 2.1.3 Konsep Diabetes Mellitus ……………………………………… 13 1. Pengertian ……………………………………………………… 13 2. Etiologi ………………………………………………………… 13 3. Tanda dan Gejala / Manifestasi Klinis ………………………… 15 4. Penatalaksanaan ………………………………………………. 16 5. Komplikasi …………………………………………………… 17 2.1.4 Gula Darah …………………………………………………… 18 2.2
Keaslian Penelitian …………………………………………… 20
2.3
Kerangka Teori ……………………………………….............. 21
2.4
Kerangka Konsep ……………………………………………..
2.5
Hipotesis ……………………………………………………… 22
BAB III
22
METODE PENELITIAN
3.1
Jenis dan Rancangan Penelitian ………………………………
23
3.2
Populasi dan Sampel ………………………………………….
23
3.3
Tempat dan Waktu Penelitian ………………………………..
25
3.4
Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran………
26
3.5
Alat Penelitian dan Cara pengumpulan Data …………………
26
3.6
Teknik Pengolahan dan Analisa Data ………………………… 29
3.7
Etika Penelitian ……………………………………………….. 32
vii
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1
Diskripsi Karakteristik Responden............................................. 33
4.2
Hasil Penelitian........................................................................... 35
BAB V
PEMBAHASAN
5.1
Karakteristi responden..............................................................
39
5.2
Tingkat insomnia.......................................................................
42
5.3
Peningkatan kadar gula darah...................................................
43
5.4
Hubungan Antara Insomnia Dengan Peningkatan Gula Darah Puasa (Nocturnal) Pada Pasien DM Di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi................................................................
BAB VI
46
PENUTUP
6.1
Simpulan...................................................................................
48
6.2
Saran.........................................................................................
48
DAFTAR PUSTAKA
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tabel keaslian Penelitian ……………………………………
20
Tabel 3.1 Tabel variabel, definisi operasional dan skala pengukuran
25
Tabel 4.1 Tabel Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin....................................................................................
53
Table 4.2 Tabel Distribusi Frekuensi Responden Menurut Umur......
54
Tabel 4.3 Tabel Distribusi Frekuensi Responden Menurut Lama DM............................................................................................
54
Tabel 4.4 Tabel Distribusi Frekuensi Responden Dengan Insomnia..
55
Tabel 4.5 Tabel Distribusi Frekuensi Kadar gula darah sebelum dan sesudah tidur....................................................................
56
Tabel 4.6 Tabel Ringkasan Hasil Uji Normalitas.................................
57
Tabel 4.7 Tabel Uji Uji Korelasi Rank Spearman................................
57
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori ……………………………………………
21
Gambar 2.2 Kerangka Konsep …………………………………………
22
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
: Usulan Topik Penelitian
Lampiran 2
: Pernyataan Pengajuan Judul skripsi
Lampiran 3
: Pengajuan Ijin Studi Pendahuluan
Lampiran 4
: Permohonan Studi Pendahuluan
Lampiran 5
: Pengantar Ijin Penelitian
Lampiran 6
: Etika Penelitian
Lampiran 7
: Permohonaan Menjadi Responden
Lampiran 8
: Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 9
: Kuesioner Insomnia
Lampiran 10
: SOP Pemeriksaan Gula Darah Puasa
Lampiran 11
: Lembar Observasi Gula Darah Puasa
Lampiran 12
: Output SPSS
Lampiran 13
: Lembar Konsultasi
Lampiran 14
: Jadwal Penelitian
Lampiran 15
: Surat Keterangan Selesai Penelitian
xi
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
Edy Suratno
Hubungan Insomnia Dengan Peningkatan Gula Darah Puasa Pada Pasien Diabetes Mellitus (DM) Di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Abstrak Gangguan tidur pada pasien diabetes mellitus menyebabkan meningkatnya aktivitas Hipotalamus Pituitary Adrenal (HPA) dan sistem saraf simpatis. yang dapat merangsang pengeluaran hormon seperti ketokolamin dan kortisol yang menyebabkan gangguan toleransi glukosa dan resistensi insulin yang akhirnya menyebabkan DM.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara gangguan tidur (insomnia) dengan peningkatan kadar gula darah puasa pada pasien dengan Diabetes Mellitus di ruang rawat inap RSUD Dr. Moewardi Rancangan penelitian yang digunakan ialah korelasi dengan pendekatan case control. Teknik sampling dengan purposive sampling dengan jumlah sampel 106 orang. Teknik analisis yang digunakan adalah korelasi rank spearman. Kesimpulan dalam penelitian ini ialah ada hubungan antara insomnia dengan peningkatan kadar gula darah puasa pada pasien DM di ruang rawat inap RSUD Dr. Moewardi, dengan tingkat hubungan cukup kuat, dengan p-value sebesar 0,000 dan r hitung sebesar 0,516. Peningkatan kadar gula darah pada pasien DM yang mengalami insomnia disebabkan adanya gangguan toleransi glukosa dan resistensi insulin. Kata Kunci : Pasien DM, kadar gula darah puasa, insomnia Daftar Pustaka : 50 ( 1997-2014 )
xii
BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA 2015 Edy Suratno
Correlation between Insomnia with Fasting Blood Sugar Increase on Diabetes Mellitus (DM) Patitents at the Inpatient Room of Dr. Moewardi General Hospital of Surakarta ABSTRACT Sleep disorders of the diabetes mellitus patients cause the increase of Hipotalamus Pituitary Adrenal (HPA) activities and sympathetic nervous system. This stimulates secretion of catecholamine and cortisol, which cause impaired glucose tolerance and insulin resistance which finally causes DM. The objective of this research is to investigate the correlation between the insomnia and the fasting blood sugar increase on the diabetes mellitus patients at the Inpatient Room of Dr. Moewardi General Hospital of Surakarta. This research used the correlational method with the case control approach. The samples of the research consisted of 106 patients. They were taken by using the purposive sampling technique. The data of research were analyzed by using the Spearman’s Rank Correlation. The result of the research shows that there was a strong correlation between the insomnia and the fasting blood sugar increase on the diabetes mellitus patients at the Inpatient Room of Dr. Moewardi General Hospital of Surakarta as indicated by the p-value = 0.000 and the value of r count = 0.516. The fasting blood sugar increase on the DM patients with insomnia was caused by the impaired glucose tolerance and insulin resistance. Keywords: DM patients, fasting blood sugar, insomnia References: 50 (1997-2014)
xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Diabetes Mellitus adalah suatu kelompok heterogen penyakit yang gambaran umumnya adalah hiperglikemia (Robbins, 2004). Tidur dan istirahat merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh setiap manusia untuk melakukan proses pemulihan untuk mengembalikan stamina tubuh hingga berada dalam kondisi yang optimal. Setiap individu mempunyai kebutuhan istirahat dan tidur yang berbeda dan jika dilakukan secara baik dan teratur akan memberikan efek yang bagus terhadap kesehatan. Kebutuhan istirahat dan tidur pada individu yang sakit sangat diperlukan untuk mempercepat proses penyembuhan (Asmadi, 2008). Seseorang dapat mengalami masalah gangguan tidur misalnya kesulitan untuk mulai tidur atau mempertahankan tidurnya, atau terlalu cepat bangun. Kondisi ini disebut dengan insomnia. Akibatnya insomnia adalah tubuh akan mengalami stress fisik dan dapat berisiko menderita penyakit degeneratif antara lain Diabetes Mellitus(Cauter, 1997). Menurut WHO tahun 2012, terdapat lebih dari 200 juta orang dengan diabetes mellitus di dunia. Angka ini akan bertambah menjadi 333 juta orang di tahun 2025. Negara berkembang seperti Indonesia merupakan daerah yang paling banyak terkena pada abad 21. Indonesia merupakan
1
2
negara dengan jumlah penderita Diabetes Mellitus ke 4 terbanyak di dunia, setelah Cina, India, dan Amerika Serikat (Soegondo, dan Sukardji, 2011). Diabetes Mellitus menduduki peringkat nomor lima pada 10 besar penyakit rawat inap di RSUD Dr. Moewardi pada tahun 2011. Dari data rekam medis RSUD Dr. Moewardi pada bulan Oktober 2014 sampai dengan bulan Desember 2014 tercatat 512 pasien yang dirawat dengan Diabetes Mellitus. Perubahan hormonal yang terjadi terkait dengan gangguan tidur dapat disebabkan adanya aktivitas Hipotalamus Pituitary Adrenal (HPA) dan sistem saraf simpatis. Aktivitas Hipotalamus Pituitary Adrenal dan sistem saraf simpatis dapat merangsang pengeluaran hormon seperti ketokolamin dan kortisol yang menyebabkan gangguan toleransi glukosa dan resistensi insulin yang akhirnya menyebabkan DM (Taub & Redeker, 2008). Pasien dengan Diabetes Mellitus yang mengalami gangguan tidur dapat beresiko terjadi peningkatan gula darah ( Stuart & Sundeen, 1998 ). Menurut Parish (2009), ganguan tidur merupakan masalah umum yang terjadi pada pasien yang mengalami suatu penyakit seperti DM dan sebaliknya DM juga dapat menimbulkan gangguan tidur akibat adanya keluhan nocturia dan nyeri. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Teixeira, Zenetti, & Pereira (2008) terhadap 54 pasien dengan DM tipe 2 di Sao Paolo menunjukkan sebanyak 24 pasien (48%) memiliki kualitas tidur yang kurang. Pada pasien DM dengan kadar gula yang abnormal dan masih tidak terkontrol, atau disertai dengan penyakit atau penyulit yang lain
3
memerlukan perawatan di Rumah Sakit. Hospitalisasi dapat mengganggu psikologi seseorang karena tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan barunya ( Supartini, 2004). Berdasarkan obsevasi awal pada tanggal 29 Desember 2014, terhadap 5 pasien DM menunjukkan peningkatan gula darah 50 mg/dl sampai dengan 100 mg/dl, jika dibandingkan dengan hasil pemeriksaan malam sebelumnya. Hasil wawancara dengan pasien tersebut menyatakan bahwa gula darah meningkat karena sulit memulai tidur ataupun terbangun dari tidur lebih awal. Oleh karena itu peneliti akan meneliti tentang hubungan insomnia dengan peningkatan gula darah puasa (nocturnal) pada pasien Diabetes Mellitus di ruang rawat inap RSUD Dr. Moewardi .
1.2
Rumusan Masalah Gangguan tidur dapat menyebabkan peningkatan gula darah karena adanya aktivasi Hormon Pituitary Adrenal yang dapat merangsang hormon ketokolamin dan hormon kortisol. Maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan insomnia dengan peningkatan gula darah puasa pada pasien dengan Diabetes Mellitus di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Dr. Moewardi ?
4
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara gangguan tidur (insomnia) dengan peningkatan kadar gula darah puasa pada pasien dengan Diabetes Mellitus di ruang rawat inap RSUD Dr. Moewardi. 1.3.2 Tujuan Khusus a.
Untuk mengetahui tingkat insomnia pada pasien DM di ruang rawat inap RSUD Dr. Moewardi.
b.
Untuk mengetahui kadar gula darah puasa pada pasien Diabetes Mellitus di ruang rawat inap RSUD dr. Moewardi.
c.
Untuk mengetahui hubungan antara insomnia dengan peningkatan kadar gula darah puasa pada pasien DM di ruang rawat inap RSUD Dr. Moerwardi.
1.4
Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk :
1.4.1 Rumah Sakit dan Masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan tentang gula darah puasa pada penderita dengan penyakit Diabetes Mellitus, yang dipengaruhi oleh ganguan tidur ( insomnia ).
5
1.4.2 Institusi Pendidikan Dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait dengan gangguan sulit tidur (insomnia) yang sering terjadi pada pasien Diabetes Mellitus yang dirawat di rumah sakit, sehingga dapat sebagai acuan proses belajar mengajar di institusi pendidikan. 1.4.3 Penelitian Lain Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar untuk penelitian-penelitian selanjuttnya, khususnya yang berhubungan dengan ganguan sulit tidur (insomnia) pada penderita Diabetes Mellitus. 1.4.4 Peneliti Penelitian ini merupakan sarana peneliti untuk menambah wawasan dan pengetahuan peneliti terkait hubungan gangguan sulit tidur (insomnia) dengan peningkatan kadar gula darah puasa pada pasien dengan Diabetes Mellitus.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tinjauan Teori
2.1.1 Tidur 1. Pengertian Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar yang berhubungan dengan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan yang memungkinkan tubuh dan pikiran tetap berfungsi optimal. Selama periode tidur otak akan mengolah memori jangka panjang, mengintegrasikan informasi yang baru serta memperbaiki jaringan otak dan sel syaraf serta berperan dalam proses biokimia (National Institute of Neurogical Disorder, 2001). Kebutuhan waktu istirahat tidur pada orang dewasa adalah kurang lebih 7-8 jam pada waktu malam hari untuk mempertahankan fungsi fisiologis setiap hari (Juddith, Julie, & Elizabeth, 2010). 2. Pola Tidur Menurut Gunawan (2001), pola tidur terdiri dari pola tidur biasa (Non REM) dan pola tidur paradoksal (REM). a. Pola Tidur Biasa (Non REM) Pada keadaan ini, sebagian besar organ tubuh secara berangsurangsur menjadi kurang aktif, pernafasan teratur, kecepatan denyut jantung berkurang, otot mulai berelaksasi, mata dan muka diam tanpa gerak.
6
7
Fase ini berlangsung lebih kurang 1 jam, dan biasanya orang masih bisa mendengarkan suara disekitarnya, sehingga dengan demikian akan mudah terbangun dari tidurnya. b. Pola Tidur Paradoksal (REM) Pada fase ini, akan terjadi gerakan-gerakan mata secara cepat, denyut jantung dan pernafasan yang naik turun, sedangkan otot-otot mengalami pengendoran (relaksasi total). Proses relaksasi total ini sangat berguna bagi pemulihan tenaga dan menghilangkan semua rasa lelah. Fase ini berlangsung selama lebih kurang 20 menit. Pada fase ini, sering timbul mimpi-mimpi, mengigau atau bahkan mendengkur. Dalam tidur malam yang berlangsung selama 6-8 jam, kedua pola tidur tersebut (REM dan Non REM) terjadi secara bergantian sebanyak lebih kurang 4-6 siklus. 2.1.2 Insomnia 1. Pengertian Berdasarkan
Clinical
Practice
Guideline
Adult
Insomnia:
Assesement to Diagnosis (Panduan Praktis Klinis Insomnia untuk Orang Dewasa : Assesment untuk Diagnosis, 2007) mendefinisikan insomnia sebagai kesulitan memasuki tidur, kesulitan untuk tetap tidur, atau tidur yang tidak dapat menyegarkan pada seseorang yang padahal ia mempunyai kesempatan untuk tidur malam yang normal, yaitu 7-8 jam.
8
2. Tanda dan Gejala Kemudian menurut Laniwati, (2001:13), insomnia atau gangguan sulit tidur merupakan suatu keadaan seseorang dengan kuantitas dan kualitas tidur yang kurang. Gejala insomnia sering dibedakan sebagai berikut : a. Kesulitan memulai tidur (initial insomnia), biasanya disebabkan oleh adanya gangguan emosi, ketegangan atau gangguan fisik, (misal : keletihan yang berlebihan atau adanya penyakit yang mengganggu fungsi organ tubuh). b. Bangun terlalu awal (early awakening), yaitu dapat memulai tidur dengan normal, namun tidur mudah terputus dan atau bangun lebih awal dari waktu tidur biasanya, serta kemudian tidak bisa kembali tidur lagi. Gejala ini sering muncul seiring dengan bertambahnya usia seseorang atau karena depresi dan sebagainya. 3. Klasifikasi Menurut WHO pada tahun 1990, klasifikasi diagnostik insomnia dimasukkan dalam golongan DIMS (Disorder of Iniating and Maintaining Sleep), yang secara praktis diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu Insomnia primer dan insomnia sekunder (Gunawan, 2001). a. Insomnia Primer Insomnia primer merupakan gangguan sulit tidur yang penyebabnya belum diketahui secara pasti. Sehingga dengan
9
demikian, pengobatanya masih relatif sukar dilakukan dan biasanya berlangsung lama atau kronis (long term insomnia). Insomnia primer ini sering menyebabkan terjadinya komplikasi kecemasan dan depresi, yang justru dapat menyebabkan semakin parahnya gangguan sulit tidur tersebut. Sebagian penderita golongan ini mempunyai dasar gangguan psikiatris, khususnya depresi ringan sampai menengah berat. Adapun sebagian penderita lain merupakan pecandu alkohol atau obat-obatan terlarang (narkotik). Kelompok yang terakhir ini memerlukan penanganan yang khusus secara terpadu mencakup perbaikan kondisi tidur (sleep environments), pengobatan, dan terapi kejiwaan (psikoterapi). b. Insomnia Sekunder Insomnia sekunder merupakan gangguan sulit tidur yang penyebabnya dapat diketahui secara pasti. Gangguan tersebut dapat berupa faktor gangguan sakit fisik, maupun gangguan kejiwaan (psikis). Pengobatan insomnia sekunder relatif lebih mudah dilakukan, terutama dengan menghilangkan penyebab utamanya terlebih dahulu. Insomnia sekunder dapat dibedakan sebagai berikut : 1) Insomnia Sementara (Transient Insomnia) Insomnia sementara terjadi pada seseorang yang termasuk dalam golongan tidur normal, namun karena adanya stres atau ketegangan sementara (misalnya adanya kebisingan atau pindah tempat tidur), menjadi sulit tidur. Pada keadaan ini obat hipnotik
10
dapat digunakan ataupun tidak (tergantung pada kemampuan adaptasi penderita terhadap lingkungan penyebab stres atau ketegangan tersebut). 2) Insomnia Jangka Pendek (Short Term Insomnia) Insomnia jangka pendek merupakan gangguan sulit tidur yang terjadi pada penderita sakit fisik (batuk, rematik, dsb) atau mendapat
stres
situasional
(misalnya
kehilangan/kematian).
Biasanya gangguan sulit tidur ini dapat sembuh beberapa saat setelah terjadi adaptasi, pengobatan, ataupun perbaikan suasana tidur. Dalam kondisi ini, pemakaian obat hipnotik dianjurkan dengan pemberian tidak melebihi 3 minggu (paling baik diberikan selama 1 minggu saja). Pemakaian obat secara berselang-seling (intermittent) akan lebih aman, karena dapat menghindari terjadinya efek sedasi yang timbul berkaitan dengan akumulasi obat. 4. Tingkat Insomnia Menurut Rafknowledge (2004), bahwa tingkat insomnia dibagi menjadi: a. Insomnia ringan atau hanya bersifat sementara, yang biasanya dipicu oleh : stres, suasana ramai atau berisik, perbedaan suhu udara, perubahan lingkungan sekitar, masalah jadwal tidur dan bangun yang tidak teratur, dan efek samping pengobatan.
11
b. Insomnia kronis / berat, bersifat lebih kompleks dan seringkali diakibatkan faktor gabungan termasuk yang mendasari fisik atau penyakit mental. Bisa juga karena faktor perilaku misalnya penyalahgunaan kafein, alkohol atau obat-obatan berbahaya. 5. Penatalaksanaan Menurut Amir, N (2007), langkah untuk mengatasi insomnia adalah dengan cara farmakologik dan nonfarmakologik . a. Farmakologik Benzodiazepin paling sering digunakan dan tetap merupakan pilihan utama untuk mengatasi insomnia baik primer maupun sekunder. Kloralhidrat dapat pula bermanfaat dan cenderung tidak disalahgunakan. Antihistamin, prekursor protein seperti l-triptofan yang saat ini tersedia dalam bentuk suplemen juga dapat digunakan. b. Non farmakologik 1) Higene tidur Memberikan lingkungan dan kondisi yang kondusif untuk tidur merupakan syarat mutlak untuk gangguan tidur. Jadwal tidurbangun
dan
latihan
fisik
sehari-hari
yang
teratur
perlu
dipertahankan. Kamar tidur dijauhkan dari suasana tidak nyaman. Penderita diminta menghindari latihan fisik berat sebelum tidur. Tempat tidur jangan dijadikan tempat untuk menumpahkan kemarahan. Perubahan kebiasaan, sikap, dan lingkungan ini efektif
12
untuk memperbaiki tidur. Edukasi tentang higene tidur merupakan intervensi efektif yang tidak memerlukan biaya. 2) Terapi pengontrolan stimulus Terapi ini bertujuan untuk memutus siklus masalah yang sering dikaitkan dengan kesulitan memulai atau jatuh tidur. Terapi ini membantu mengurangi faktor primer dan reaktif yang sering ditemukan pada insomnia. 3) Sleep Restriction Therapy Membatasi
waktu
di
tempat
tidur
dapat
membantu
mengkonsolidasikan tidur . Terapi ini bermanfaat untuk pasien yang berbaring di tempat tidur tanpa bisa tertidur. 4) Terapi relaksasi dan biofeedback Terapi ini harus dilakukan dan dipelajari dengan baik. Menghipnosis diri sendiri, relaksasi progresif, dan latihan nafas dalam sehingga terjadi keadaan relaks cukup efektif untuk memperbaiki tidur. 5) Terapi apnea tidur obstruktif Apnea tidur obstruktif dapat diatasi dengan menghindari tidur telentang, menggunakan perangkat gigi (dental appliance), menurunkan berat badan, menghindari obat-obat yang menekan jalan
nafas,
menggunakan
stimulansia
pernafasan
seperti
acetazolamide (Diamox®), nasal continuous positive airway pressure (NCPAP), upper airway surgery (UAS).
13
2.1.3 Konsep Diabetes Mellitus 1. Pengertian Dunning (2009) menyebutkan bahwa DM adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan adanya ketidakmampuan tubuh untuk menggunakan glukosa, lemak dan protein akbibat adanya defisiensi insulin atau retensi insulin yang mengakibatkan terjadinya peningkatan glukosa darah dan glukosuria. Diabetes Mellitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketiadaan absolut insulin atau penurunan relatif intensitivitas sel terhadap insulin (Growin, 2007). Diabetes Mellitus adalah suatu sindroma yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah disebabkan oleh karena adanya kelainan sel beta pulau Langerhans kelenjar pankreas. Pada DM tipe I terdapat kerusakan pada sel beta akibat reaksi autoimun, sedangkan pada DM tipe II kadar glukosa darah meningkat karena adanya resistensi insulin akibat gaya hidup yang salah. Diabetes Mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (Suyono, 2006). 2. Etiologi Soegondo (2004) menyatakan bahwa ada beberapa etiologi dari penyakit Diabetes Mellitus yaitu :
14
a. Diabetes Mellitus Tipe I Distruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut, penyebabnya antara lain : 1) Melalui proses imunologi Adanya respon autoimun yang merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau langerhans dan insulin endogen. 2) Idiopatik Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya Diabetes Militus Tipe I. 3) Faktor lingkungan Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun. b. Diabetes Mellitus Tipe II Diabetes Mellitus Tipe II terjadi mulai akibat dari resistensi insulin disertai defisiensi insulin sampai gangguan sekresi insulin yang kurang bersama resistensi insulin. c. Diabetes Militus Tipe Lain Pada Diabetes Mellitus Tipe Lain, biasanya terjadi karena defek genetik fungsi sel batu, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pancreas, dan endokrinopati (hipertiroidieses, chusing syndrome).
15
Penyebab lainnya adalah karena obat atau zat kimia, infeksi (rubela kangenital), imunologi : antibodi anti reseptor insulin, syndrome genetik lain ( syndrome down, Turner, kleinfelter ). d. Diabetes Mellitus Gestasional (kehamilan) Diabetes Mellitus Gestasional merupakan gangguan intoleransi glukosa yang terjadi selama masa kehamilan. Penetapan diagnosis DM Gestasional berdasarkan hasil pemberian glukosa secara oral selama kehamilan (Holt et al, 2010). Setelah melahirkan sekitar 510% wanita dengan DM Gestasional ditemukan mengalami DM tipe II. Wanita dengan DM Gestasional 40-60% dapat berubah mengalami DM tipe II setelah 5-10 tahun menderita DM (National Diabetes Fact Sheet, 2007). 3. Tanda dan Gejala / Manifestasi Klinis Growin (2007) menyatakan bahwa tanda dan gejala yang khas muncul pada Diabetes Mellitus, antara lain : a. Poliuria (peningkatan urine) karena air mengikuti glukosa yang dikeluarkan melalui urine. b. Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang sangat besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel, karena intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel menstimulasi pengeluaran hormon anti deuretik (ADH) dan menimbulkan rasa haus.
16
c. Rasa lelah dan kelemahan otot diakibatkan katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi. d. Polifagia (peningkatan rasa lapar) akibat keadaan pasca absorbtif yang kronis, katabolisme protein dan lemak, dan kelaparan relatif sel. e. Penurunan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya. 4. Penatalaksanaan Penatalaksanaan DM bertujuan untuk menghilangkan keluhan atau gejala DM dan mencegah komplikasi. Untuk mempermudah tercapainya tujuan tersebut, kegiatan dilaksanakan dalam pengelolaan pasien secara menyeluruh dan mengajarkan kegiatan mandiri yang meliputi kegiatan perencanaan makan, latihan jasmani dan terapi insulin (Brunner & Suddarth, 2001). a. Perencanaan Makan Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, stress akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan ideal. Pada Perkumpulam Endokrinologi Indonesia (PERKENI) ditetapkan bahwa standar yang dianjurkan adalah santapan dengan komposisi seimbang berupa karbohidrat (60–70%), protein (10–15%) dan lemak (20–25 %). b. Latihan Jasmani Latihan juga sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena
meningkatkan
pengambilan
glukosa
oleh
otot
dan
17
memperbaiki pemakaian insulin efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor resiko kardiovaskuler. c. Terapi Insulin Hormon insulin bekerja untuk menurunkan kadar glukosa darah post prandial dengan mempermudah pengambilan serta penggunaan glukosa oleh sel-sel otot, lemak dan hati. 5. Komplikasi Menurut Brunner & Suddart (2001), komplikasi diabetes dibagi menjadi : a. Komplikasi Akut Diabetes 1) Hipoglikemia (Reaksi Insulin) Hipoglikemia (kadar glukosa darah yang abnormal rendah) terjadi jika kadar glukosa darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl. 2) Diabetes Ketoasidosis Hal ini disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata. Keadaaan ini mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. b. Komplikasi Jangka Panjang Diabetes 1) Retinopati Diabetik Kelainan patologis mata
yang disebut retinopati diabetik
disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh-pembuluh darah kecil pada retina mata.
18
2) Nefropati Diabetik Penyakit diabetes hingga menyebabkan penyakit ginjal. 3) Neuropati Diabetik Neuropati dalam diabetik mengacu pada sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe saraf, termasuk saraf perifer, otonom dan spinal. 2.1.4 Gula Darah Gula atau glukosa darah adalah gula sederhana atau monosakarida yang merupakan hasil dari metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Karbohidrat ketika dalam saluran pencernaan akan dipecah menjadi glukosa dan diabsorbsi secara langsung ke dalam aliran darah. Glukosa merupakan sumber energi utama yang dibutuhkan oleh sel-sel saraf serta untuk mencegah gangguan fungsi saraf dan kematian sel (Ignatavicius & Workman, 2010). Jenis pemeriksaan yang dilakukan terhadap glukosa darah antara lain yaitu pemeriksaan kadar glukosa darah puasa ( GDP ) dimana pasien melakukan puasa selama 6 – 8 jam sebalum pemeriksaan, glukosa darah sewaktu ( GDS ) dan glukosa 2 jam setelah makan. ( Darwis, et al., 2005 ). Nilai rujukan : Ø GDS : 1) Darah vena : <110 mg/dl 2) Serum atau plasma : < 140 mg/dl
19
Ø GDP : 1) Darah vena : 60-110 mg/dl 2) Serum atau plasma : 70-110 mg/dl Ø G2JPP : 1) Darah vena : <120 mg/dl 2) Serum atau plasma : < 140 mg/dl Alat pengukur kadar glukosa darah yaitu Glukometer yang umumnya sederhana dan mudah dipakai, stik gula darah, lancet, kapas alkohol. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah memakai alat-alat tersebut dapat dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan dengan baik dan cara pemeriksaan sesuai dengan cara standar yang dianjurkan. Secara berkala, hasil pemantauan dengan alat Glukometer perlu dibandingkan dengan cara konvensional ( Perkeni, 2006 ).
20
2.2
Keaslian Penelitian Tabel 2.1 Tabel keaslian Penelitian
N Nama o Peneliti 1. Dyah Surti Murdiningsih , Gun Gun Abbdul Ghofur
Judul Penelitian Pengaruh Kecemasan Terhadap Kadar Glukosa Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus Di Wilayah Puskesmas Banyuanyar Surakarta
2. Diah Rustiani Hubungan Sholichah Antara Dukungan Sosial Dengan Derajat Depresi Pada Penderita Diabetes Melitus Dengan Komplikasi
Metode Penelitian Korelasi Product Moment dengan bantuan program SPSS (Statistical Product and Servis Solution) versi 15 Uji normalitas dengan kolmogorov smirnov, pengujian dengan linieritas dengan One-Way Anova
Uji korelasi product moment dari pearson Skala L_MMPI Skala dukunan sosial Skala BDI Analisis data
Hasil Penelitian Terdapat pengaruh positif yang signifikan antar kecemasan terhadap kadar glukosa darah pada penderita DM di wilayah Puskesmas Banyuanyar Surakarta. Tingkat kecemasan penderita DM di wilayah Puskesmas Banyuanyar Surakarta berada pada kategori tinggi yaitu sebesar 29 atau 85.3% Menunjukkan adanya korelasi negatif yang signifikan antara dukungan social dengan derajat depresi pada penderita diabetes melitus dengan komplikasi
21
2.3
Kerangka Teori
Penyebab Insomnia : ü Stress ü Suasana ramai / berisik ü Perbedaan suhu ü Perubahan lingkungan sekitar ü Jadwal tidur tidak teratur ü Efek samping pengobatan ü Faktor perilaku / penyalahgunaan alkohol ü
Gula Darah Meningkat
Insomnia
Penatalaksanaan : 1. Farmakologik ü Benzodiazepin ü Kloralhidrat ü Antihistamin 2. Non farmakologik ü Hygiene tidur ü Terapi pengontrolan stimulus ü Sleeprestrction therapy ü Terapi relaksasi dan biofeedback ü Terapi agen tidur obstruktif
Aktivitas HPA + sistem saraf simpatis Pengeluaran ketokolamin dan kortisol Gangguan toleransi glukosa dan resistensi insulin
Gambar 2.1 Kerangka Teori (Rafknowledge, 2004 ; Taub & Redeker, 2008).
22
2.4
Kerangka Konsep
Variabel independen
Variabel dependen
Insomnia
Peningkatan Gula Darah
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
2.5
Hipotesis Sugiyono
(2008),
menyatakan
hipotesis
merupakan
jawaban
sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan, yang menanyakan hubungan antara dua variabel atau lebih. Menurut Nursalam (2003), hipotesis terdiri dari 2 jenis yaitu : 1. Hipotesis nol (Ho) adalah hipotesis yang digunakan untuk pengukuran statistik interpretasi hasil statistik. Ho positif artinya tidak ada hubungan antar insomnia dengan peningkatan gula darah puasa pada pasien DM di ruang rawat inap RSUD Dr. Moewardi. 2. Hipotesis alternatif (Ha/H1) adalah hipotesis penelitian yang menyatakan adanya suatu hubungan, pengaruh dan perbedaan antar dua atau lebih variabel. Ha artinya ada hubungan antara insomnia dengan peningkatan gula darah puasa pada pasien DM di ruang rawat inap RSUD Dr. Moewardi.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti ialah kuantitatif non eksperimental yaitu dimana penilaian faktor insomnia dikaitkan dengan peningkatan gula darah puasa (nocturnal) yang diukur pada suatu periode tertentu. Pada data numerical (angka) yang diolah dengan metode statistika (Sugiyono, 2004). Rancangan penelitian yang digunakan adalah korelasi dengan pendekatan case control, yakni suatu penelitian survey analitik yang menyangkut bagaimana factor resiko dipelajari dengan menggunakan pendekatan retrospective. Dengan kata lain, efek dari penyakit atau status kesehatan diidentifikasi saat ini, kemudian faktor resiko diidentifikasi ada atau terjadinya pada waktu yang lalu (Notoatmodjo, 2010). Rancangan dalam penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara insomnia dengan peningkatan gula darah puasa (nocturnal) pada pasien DM di ruang rawat inap RSUD Dr. Moewardi.
3.2
Populasi dan Sampel Populasi penelitian merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
23
24
kesimpulannya (Sugiyono, 2004). Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien DM baik tipe I ataupun tipe II di ruang rawat inap RSUD Dr. Moewardi pada bulan Desember 2014 terdapat 145 pasien. Menurut Sugiyono (2004), sampel adalah sebagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Sampel dalam penelitian ini adalah pesien DM tipe I atupun tipe II dengan insomnia di ruang rawat inap RSUD Dr. Moewardi yaitu di ruang Melati I. Penghitungan besar sampel : ே
݊݅ ൌ ே ൈ ݊
ܰ݅ ൌ σ ܽݕ݊ܽݐܽݎݐݏݐݑݎݑ݊݁݉݅ݏ݈ܽ
ܰ ൌ σ ܽݕ݄݊ݑݎݑ݈݁ݏ݅ݏ݈ܽݑ ݊ ൌ σ ܽݕ݄݊ݑݎݑ݈݁ݏ݈݁݉ܽݏ
݊݅ ൌ σ ܽݕ݊ܽݐܽݎݐݏݐݑݎݑ݈݊݁݉݁݉ܽݏ
jadi ݊ ൌ =
ே
ଵାேሺௗమ ሻ ଵସହ
ଵାଵସହሺǤହሻమ ଵସହ
= ଵାଵସହǤሺǡଶହሻ =
ଵସହ
ଵǡଷଶହ
= 106,42
dibulatkan = 106 orang.
Pengambilan sampel dilakukan dengan non probability sampling yaitu teknik sampling yang tidak memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Teknik
25
yang dipakai purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono. 2003). Dengan kriteria inklusi dan eklusi : a. Kriteria Inklusi : Kriteria inklusi merupakan persyaratan umum yang harus dipenuhi agar subyek dapat diikutsertakan dalam penelitian (Sastroasmoro, 2002). 1. Pasien DM yang mendapatkan therapi obat DM (therapy insulin) b. Kriteria Eklusi : Kriteria eklusi adalah keadaan yang menyebabkan subjek penelitian tidak dapat diikutsertakan dalam penelitian, karena dapat mengganggu pengukuran interpretasi, mengganggu dalam pelaksanaan, hambatan
etis
dan
subyek
menolak
untuk
berpartisipasi.
(Sastroasmoro,2001) 1. Pasien yang tidak sadar 2. Pasien yang mendapatkan therapi glukosa 3. Pasien yang mendapatkan therapi kortikosteroid 4. Pasien yang mendapatkan therapi obat tidur
3.3
Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di ruang rawat inap RSUD Dr. Moewardi. Dan waktu penelitian dimulai pada bulan 2 Maret 2015 sampai dengan 18 Agustus 2015.
26
3.4 Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran Tabel 3.1 Tabel variabel, definisi operasional dan skala pengukuran Variable Variabel Bebas: Insomnia
Variabel Terikat: Kadar Gula Darah
3.5
Definisi Operasional
Alat Ukur Insomnia ialah Kuesioner kondisi sulit memasuki tidur, sulit untuk tetap tidur, atau tidur yang tidak dapat menyegarkan pada seseorang yang padahal ia mempunyai kesempatan untuk tidur malam yang normal, yaitu 7-8 jam. Kadar gula darah ü Gluko ialah konsentrasi meter glukosa yang terdapat ü Stik gula di dalam darah dan darah diukur dengan menggunakan alat ü Lancet glukometer yang ü Kapas alkohol dilakukan pada malam hari jam 22 (nocturnal), kemudian pasien puasa 6 jam dan diukur lagi pada pagi harinya jam 5 pagi.
Parameter
Skala
Skor
Skala KSPBJ-IRS Interval (kelompok studi psikiatri biologi Jakarta-Insomnia Rating Scale) (Suparyanto,2009)
Jumlah nilai penghitung an insomnia
Lembar observasi Ratio pengukuran gula darah
Selisih kadar gula darah sebelum dan sesudah puasa (nocturnal)
Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Pengukuran terhadap penurunan tingkat insomnia menggunakan lembar kuesioner KSPBJ (Kelompok Studi Psikiatri Biologi Jakarta), Insomnia Rating Scale yang berjumlah 11 pertanyaan. Jawaban selalu diberi nilai 4, jawaban sering diberi nilai 3, jawaban kadang-kadang diberi nilai 2, dan jawaban tidak pernah diberi nilai 1. Jumlah total dari setiap item pertanyaan
27
dikategorikan 11-19 : tidak ada keluhan insomnia, 20-27 : insomnia ringan, 28-36 : insomnia berat dan 37-44 : insomnia sangat berat. Alat ukur kadar gula darah dengan memakai Glukometer yang umumnya sederhana dan mudah dipakai, ditambah alat pelengkap seperti kapas alkohol, stik gula darah, lancet (Perkeni, 2006). Kemudian hasil pengukuran gula darah dimasukkan ke dalam lembar observasi pengukuran gula darah. Sebelum instrumen (kuesioner KSPBJ-IRS) digunakan, diuji coba terlebih dahulu yaitu dengan pengujian validitas dan reliabilitas. Uji validitas dan reliabilitas terhadap instrumen telah dilakukan di ruang Melati III dengan jumlah sampel 30 orang. 1. Uji Validitas Validitas adalah ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan suatu tes (Nursalam, 2008). Untuk mengetahui kuesioner yang kita susun tersebut mampu mengukur yang hendak diukur, maka akan dilakukan uji validitas. Instrumen dikatakan valid jika nilai r hitung lebih besar dari r table, dengan taraf signifikan 5% (0.05) (Sugiyono, 2008). Teknik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, Korelasi Product Moment. Rumus Korelasi Product Moment :
ݎ௫௬ ൌ
Ketarangan :
ே σ ିሺσ ሻ σ
ඥሼே σ ௫ మ ିሺσ ௫ మ ሻሽሼே σ మ ିሺσ మ ሻሽ
r : Indeks koerelasi yang dicari x : Skor tiap item pertanyaan
28
y : Skor total N : Jumlah responden Hasil uji validitas terhadap instrumen KSPBJ-IRS dengan sampel 30 orang, menunjukkan semua item pertanyaan nilai r xy > r tabel (r tabel pada sampel 30 ialah 0,361), dan p value pada semua item pertanyaan < 0,05, yang artinya bahwa semua item pertanyaan pada instrumen ialah valid. 2. Uji Reliabilitas Reliabilitas berarti instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama (Sugiyono, 2003). Pengujian reliabilitas pada penelitian ini menggunakan rumus Alpha Cronbach. Rumus Alpha Cronbach :
ݎ ൌ ቀ
Keterangan :
ିଵ
ቁ ቀͳ െ
σ ఙమ ఙమ௧
ቁ
ri
: Reabilitas instrumen
k
: Banyaknya butir pertanyaan
σ ɐଶ : Jumlah butir Varians ɐଶ
: Varian total
Instrumen yang diujicobakan dinyatakan reliabel jika nilai alpha cronbach lebih dari 0,70 (Ghozali I, 2010).
29
Hasil dari uji reliabilitas pada instrumen KSPBJ-IRS dengan sampel 30 orang, didapatkan nilai koofisien alpha-nya 0,757 (> dari nilai 0,70), yang berarti instrumen reliabel untuk digunakan. Tahap pengumpulan data dalam penilitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tahap pertama merupakan tahap persiapan yang dilakukan berupa persiapan tempat penelitian, diawali dengan permohonan ijin ke bagian Diklat RSUD Dr. Moewardi. Setelah mendapatkan ijin, kemudian dilanjutkan berkoordinasi dengan perawat ruang rawat inap RSUD Dr.Moewardi tentang pelaksanaan penelitian. 2. Tahap kedua, peneliti menjelaskan tentang penelitian yang akan dilakukan kepada calon responden dan menandatangani lembar persetujuan dan mengisi lembar kuesioner KSPBJ untuk diisi sesuai kolom-kolom yang disediakan. 3. Tahap ketiga, yaitu melakukan pemeriksaan gula darah pada responden sebelum dan sesudah responden tidur. 4. Tahap keempat, melakukan pengolahan data dari hasil penyebaran kuesioner dan selanjutnya dilakukan analisa data.
3.6
Teknik Pengolahan dan Analisa Data Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer dengan langkah –langkah sebagai berikut (Santjaka, 2011) :
30
a. Editing Peneliti melakukan koreksi data untuk melihat kebenaran pengisian dan kelengkapan jawaban dalam kuesioner yang diberikan. Editing dilakukan di tempat pengumpulan data, agar jika terjadi kekurangan dapat segera dilengkapi. b. Coding Mengklasifikasi jawaban yang ada dalam kuesioner menurut macamnya, dengan jalan menandai masing-masing jawaban dengan kode berupa angka, kemudian dimasukkan dalam lembaran tabel kerja sesuai nomor responden yang telah diberikan agar lebih mudah dibaca.
c. Tabulating Memasukkan data – data hasil penelitian ke dalam tabel – tabel sesuai dengan kriteria. d. Entry data Proses memasukkan data dalam komputer melalui program komputer. Analisa data merupakan pengumpulan data dari seluruh responden yang dikumpulkan. Teknik analisis data dalam penelitian kuantitatif menggunakan statistik (Sugiyono 2008), yang terdiri atas : a. Analisa univariat Analisa ini dilakukan pada setiap variabel dari hasil penelitian. Setelah dilakukan pengumpulan data, kemudian data dianalisis menggunakan statistik diskriptif. Statistik diskriptif adalah statistik yang
31
digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendiskripsikan atau menggambarkan data yang telah ada tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Sugiyono, 2008). Variabel dependen dari penelitian ini adalah insomnia dan variabel independen dari penelitian ini adalah peningkatan gula darah. b. Analisa bivariat Analisa bivariat adalah analisa yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga ada hubungan atau berkorelasi (Notoatmojo, 2005). Analisa bivariat ini berfungsi untuk mengetahui hubungan insomnia dengan peningkatan gula darah puasa pada pasien DM di ruang rawat inap RSUD Dr. Moewardi. Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dengan Kolmogorov-smirnov jika jumlah sampel lebih dari 50. Data berdistribusi normal apabila p > 0.05 dan data berdistribusi tidak normal apabila p < 0.05. Apabila data berdistribusi normal, analisa data dilakukan dengan product moment dan apabila data berdistribusi tidak normal, analisa data yang dilakukan dengan Rank Spearman. (Dahlan, 2001). Jika hasil diperoleh p value > 0,05 berarti tidak ada hubungan antara insomnia dengan peningkatan gula darah puasa (nocturnal) pada pasien DM dan apabila p value 0,05 berarti ada hubungan antara
32
insomnia dengan peningkatan gula darah puasa (nocturnal) pada pasien DM di RSUD Dr. Moewardi. 3.7
Etika Penelitian Setelah mendapatkan persetujuan, peneliti mulai melakukan penelitian dengan memperhatikan masalah etika. Etika penelitian menurut Hidayat (2007) yaitu : 1. Anonymity ( tanpa nama ) Untuk menjaga kerahasiaan subyek penelitian, peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data, cukup dengan inisial dan memberi nomor pada masing-masing lembar tersebut. 2. Confidentiality ( kerahasiaan ) Kerahasiaan semua informasi yang diperoleh oleh subyek penelitian dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan pada hasil penelitian. 3. Informed Consent ( lembar persetujuan menjadi responden ) Sebelum lembar penelitian diberikan pada subyek penelitian, peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang akan dilakukan serta
manfaat
penelitian.
Setelah
diberikan
penjelasan,
lembar
persetujuan diberikan pada subyek penelitian. Jika subyek penelitian bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan, namun jika subyek menolak untuk diteliti maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati haknya.
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Deskripsi Karakteristik Responden Penelitian ini dilakukan terhadap 106 pasien DM baik tipe I ataupun tipe II di ruang rawat inap RSUD Dr. Moewardi. Sebelum dilakukan analisis data, terlebih dahulu ditampilkan karakteristik responden sebagai berikut. 1. Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin Hasil pengumpulan data jenis kelamin responden dapat dilihat pada tabel 4.1 . Tabel. 4.1. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin di RSUD dr. Moewardi pada Bulan Juni 2015 ( n = 106 ) No 1. 2.
Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Jumlah
Frekuensi 73 33 106
Persentase (%) 68,9% 31,1% 100,0%
Sumber: Data diolah, tahun 2015 Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan sebagian besar responden adalah perempuan yaitu sebanyak 73 responden (68,9%) dan sisanya lakilaki sebanyak 33 responden (31,1%). 2. Karakteristik Responden Menurut Umur Hasil pengumpulan data menurut umur responden dapat dilihat pada tabel 4.2 .
33
34
Tabel. 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Umur di RSUD dr. Moewardi pada Bulan Juni 2015( n = 106 ). No 1. 2 3 4 Jumlah
Umur 40 - 50 tahun 51 – 60 tahun 61 – 70 tahun 71 – 80 tahun
Responden 29 28 37 12 106
Frekuensi Persentase (%) 27,4% 26,4% 34,9% 11,3% 100,0%
Sumber: Data diolah, tahun 2015 Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukkan sebagian besar responden berumur 61-70 tahun yaitu sebanyak 37 responden (34,9%), selanjutnya 40 – 50 tahun sebanyak 29 responden (27,4%), 51 – 60 tahun sebanyak 28 responden (26,4%), dan 71-80 tahun sebanyak 12 responden (11,3%). 3. Karakteristik Responden Menurut Lama Menderita DM Hasil pengumpulan data responden menurut lama menderita DM ditampilkan pada tabel 4.3. Tabel. 4.3. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Lama Menderita DM di RSUD dr. Moewardi pada Bulan Juni 2015 (n = 106 ). No Lama mederita DM 1. 1- 2 tahun 2. 3 - 4 tahun 3. 5 tahun keatas Jumlah
Responden 39 52 15 106
Frekuensi Persentase (%) 36,8% 49,1% 14,2% 100,0%
Sumber: Data diolah, tahun 2015 Berdasarkan Tabel 4.3 menunjukkan sebagian besar responden mengalami DM selama 3-4 tahun yaitu sebanyak 52 responden (49,1%), selanjutnya 1 – 2 tahun sebanyak 39 responden (36,8%), dan 5 tahun keatas sebanyak 15 responden (14,2%).
35
4.2. Hasil Penelitian 1. Analisis Univariat Tujuan
umum
penelitian
adalah
untuk
mengetahui
atau
menggambarkan tingkat insomnia dan kadar gula darah puasa pada pasien DM di RSUD Dr. Moewardi. Selengkapnya distribusi tingkat insomnia dan kadar gula darah puasa ditampilkan sebagai berikut. a. Distribusi Frekuensi Tingkat Insomnia Distribusi frekuensi tingkat insomnia dapat dilihat pada tabel 4.4 sebagai berikut. Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Responden dengan Insomnia di RSUD dr. Moewardi pada Bulan Juni 2015 (n = 106 ). Nilai Skor Insomnia
Minimum 20,00
Maksimum 32,00
Mean 21,84
Standar Deviasi 2,74
Sumber: Data diolah, tahun 2015 Berdasarkan Tabel 4.4 menunjukkan distribusi frekuensi responden dengan insomnia nilai minimum 20,00 , nilai maksimum 32,00, nilai mean 21,84, dan standar deviasi 2,74. Berdasarkan nilai mean insomnia menunjukkan sebagian besar responden mengalami insomnia ringan. b. Distribusi Frekuensi Kadar Gula Darah Puasa Distribusi frekuensi kadar gula darah pasien dapat dilihat pada tabel 4.5 sebagai berikut.
36
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Kadar Gula Darah Sebelum dan Sesudah Tidur di RSUD dr. Moewardi pada Bulan Juni 2015 (n =106) Nilai Kadar gula darah sebelum tidur Kadar gula darah sesudah tidur
Minimum 80
Maksimum 500
105
412
Mean Standar Deviasi 168,76 73,65 175,92
61,16
Sumber: Data diolah, tahun 2015 Berdasarkan Tabel 4.5. Menunjukkan kadar gula darah sebelum tidur dengan nilai minimum 80 mg/dl, nilai maksimum 500 mg/dl, mean 168 mg/dl, dan standar deviasi 73,65. Selanjutnya sesudah tidur diperoleh kadar gula darah minimum 105 mg/dl, maksimum 412 mg/dl, mean 175 mg/dl, dan standar deviasi 61,16. Berdasarkan rata-rata kadar gula darah sebelum dan sesudah tidur menunjukkan sebagian besar responden mengalami hiperglikemi. 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk menganalisis hubungan antara insomnia dengan peningkatan gula darah puasa (nocturnal) pada pasien DM di ruang rawat inap RSUD Dr. Moewardi. Teknik analisis yang digunakan adalah uji korelasi, dimana dalam penelitian ini terlebih dahulu dilakukan pengujian normalitas data untuk menentukan teknik korelasi yang akan digunakan. Apabila data berdistribusi normal maka teknik analisis yang digunakan adalah korelasi Product Moment, sedangkan jika data tidak normal maka teknik analisis yang digunakan adalah Rank Spearman.
37
Pengujian normalitas data menggunakan uji Kolmogorov-smirnov menggunakan bantuan program SPSS 20.00 for Windows yang selengkapnya ditampilkan pada tabel berikut. Tabel 4.6. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Data Variabel Insomnia Peningkatan kadar gula darah
p-value 0,000 0,011
Keputusan Tidak normal Tidak normal
Sumber: Data diolah, tahun 2015 Hasil pengujian normalitas data menunjukkan bahwa kedua data penelitian memiliki nilai signifikansi (p-value) lebih kecil dari 0,05 sehingga disimpulkan kedua data penelitian tidak berdistribusi normal. Selanjutnya berdasarkan hasil analisis normalitas data, maka teknik uji yang akan digunakan untuk mengetahui hubungan antara insomnia dengan peningkatan gula darah puasa (nocturnal) pada pasien DM di ruang rawat inap RSUD Dr. Moewardi digunakan uji korelasi Rank Spearman. Selengkapnya hasil analisis korelasi Rank Spearman adalah sebagai berikut. Tabel 4.7. Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Variabel Insomnia dengan Peningkatan kadar gula darah
r hitung 0,516
p-value 0,000
Sumber: Data diolah, tahun 2015 Berdasarkan hasil uji korelasi Rank Spearman diperoleh nilai rhitung sebesar 0,516 dengan tingkat signifikansi (p-value) sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 sehingga keputusan uji adalah H0 ditolak, yang artinya ada hubungan antara insomnia dengan peningkatan gula darah
38
puasa (nocturnal) pada pasien DM di ruang rawat inap RSUD Dr. Moewardi dengan arah hubungan cukup kuat.
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Karakteristik Responden 1. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin Distribusi
frekuensi
responden
menurut
jenis
kelamin
sebagaimana tabel diatas menunjukkan sebagian besar adalah perempuan yaitu sebanyak 73 responden (68,9%) dan sisanya laki-laki sebanyak 33 responden (31,1%). Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden adalah perempuan, hal ini dapat dinyatakan bahwa perempuan memiliki resiko diabetes mellitus lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Penelitian
ini
sesuai
dengan
penelitian
Jelantik
(2014)
menunjukkan sebagian besar respondennya dengan DM yang berjenis kelamin perempuan, yaitu sejumlah 60 orang (60%). Penelitian dilakukan Trisnawati dan Setyorogo kejadian
Diabetes
Mellitus
tipe
(2012). 2,
dimana
lain
tentang faktor risiko penelitian
tersebut
menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 di Puskesmas Kecamatan Cengkareng adalah jenis kelamin ( perempuan sejumlah 18 atau 62.1% ), umur, riwayat DM, aktifitas fisik, Indeks Massa Tubuh, tekanan darah, stress dan kadar kolesterol. Wanita lebih berisiko mengidap diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar. Sindroma siklus bulanan (premenstrual syndrome), pasca-
39
40
menopouse yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses hormonal tersebut sehingga wanita berisiko menderita diabetes mellitus tipe2 (Irawan, 2010). Wanita merupakan anggota masyarakat yang paling banyak mengalami problema tidur (insomnia). Selain factor umum yang dapat menyebabkan gangguan tidur, kehamilan dan pergantian hormon termasuk sindroma pramenstruasi atau menopause dan gejala ikutannya juga berpeluang mengganggu kualitas tidur (Rafknowledge, 2004). 2. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Umur Distribusi frekuensi responden menurut umur menunjukkan sebagian besar responden berumur 61-70 tahun yaitu sebanyak 37 responden (34,9%). Adib (2011) menyatakan bahwa DM Tipe 2 bisa terjadi pada anak-anak dan orang dewasa, tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun. Masyarakat yang merupakan kelumpok berisiko tinggi menderita DM salah satunya adalah mereka yang berusia lebih dari 45 tahun. Prevalensi DM akan semakin meningkat seiring dengan makin meningkatnya umur, hingga kelompok usia lanjut (Bustan, 2007). Hubungan umur dengan kejadian DM sebagaimana dikemukakan dalam penelitian
Kekenusa (2013) tentang analisis hubungan antara
umur dan riwayat keluarga menderita DM dengan kejadian penyakit DM Tipe 2 pada pasien rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam BLU RSUD Prof. Dr. R.D. Kandau Manado. Penelitian menyimpulkan bahwa terdapat
41
hubungan antara umur dan riwayat hidup dengan kejadian DM tipe 2, dimana orang yang berumur lebih dari 45 tahun memiliki resiko menderita DM tipe 2 delapan kali lebih tinggi dibandingkan orang yang berusia dibawah 45 tahun. Penelitian
lain dilakukan Jelantik (2014)
tentang hubungan faktor risiko umur, jenis kelamin, kegemukan dan hipertensi dengan kejadian DM tipe II di wilayah Kerja Puskesmas Mataram. Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat hubungan faktor risiko umur dengan kejadian DM tipe II di wilayah Kerja Puskesmas Mataram tahun 2013 dimana sebagian besar berumur > 40 tahun. Maliya dan Anita (2011) menyatakan bahwa pengaruh proses penuaan menimbulkan berbagai masalah termasuk mengalami penuaan dari segi fisik , lebih rentan terkena berbagai macam penyakit seperti gangguan depresi, kecemasan dan stress. hal ini yang memicu lansia(umur >45th) mengalami gangguan pola tidur (insomnia). 3. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Lama Menderita DM Distribusi frekuensi responden menurut lama menderita DM menunjukkan sebagian besar mengalami DM selama 3-4 tahun yaitu sebanyak 52 responden (49,1%), selanjutnya 1 – 2 tahun sebanyak 39 responden (36,8%), dan 5 tahun keatas sebanyak 15 responden (14,2%). Penelitian Delang (2006), menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara lama menderita DM terhadap derajat komplikasi yang ditimbulkan yaitu Retino Diabetika dengan tingkat kemaknaan p = 0,019 (p = 0,05), pada lama menderita DM 5 – 9
42
th didapatkan 28 orang (50,91%) dan pada lama menderita DM ≥ 10 th didapat 27 orang (49,09%). Menurut Parish (2009), ganguan tidur merupakan masalah umum yang terjadi pada pasien yang mengalami suatu penyakit seperti DM dan sebaliknya DM juga dapat menimbulkan gangguan tidur akibat adanya keluhan nocturia dan nyeri. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Teixeira, Zenetti, & Pereira (2008) terhadap 54 pasien dengan DM tipe 2 di Sao Paolo menunjukkan sebanyak 24 pasien (48%) memiliki kualitas tidur yang kurang.
5.2. Tingkat Insomnia Distribusi frekuensi responden menurut skor insomnia menunjukkan skor terendah adalah 20, skor tertinggi 32, rata-rata 21,83. Berdasarkan skor insomnia menunjukkan semua responden mengalami insomnia. Kejadian insomnia responden menunjukkan sebagian besar mengalami insomnia. Kondisi ini disebabkan beberapa faktor antara lain kecemasan yang dialami oleh pasien selama hospitalisasi serta adanya penyakit yang dialami oleh responden. Ida (2011) yang meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian insomnia pasien gagal ginjal di RSUD Daerah Kota Tasikmalaya dan Garut menunjukkan bahwa kecemasan merupakan faktor yang dominan berhubungan dengan kejadian insomnia. Pasien yang mengalami kecemasan berat memiliki risiko 3,3 kali untuk mengalami insomnia dibandingkan pasien yang mengalami kecemasan ringan. Lama
43
waktu hemodialisis juga merupakan faktor yang berhubungan dengan insomnia, dimana pasien yang menjalani hemodialisis dalam waktu lama memiliki risiko 2,477 kali untuk mengalami insomnia dibandingkan pasien yang baru menjalani hemodialisa. Insomnia didefinisikan sebagai suatu keluhan tentang kurangnya kualitas tidur yang disebabkan oleh sulit memasuki tidur, sering terbangun malam kemudian kesulitan untuk kembali tidur, bangun terlalu pagi, dan tidur yang tidak nyenyak. Insomnia dapat dibagi menjadi dua yaitu insomnia sekunder dan primer. Insomnia sekunder adalah insomnia yang disebabkan oleh faktor medis, psikiatri atau substansi, sedangkan insomnia primer merupakan insomnia yang disebabkan oleh faktor psikologis (Sarsour et.all, 2010). Sebuah diagnosa pada insomnia dikonfirmasi jika ada keluhan tidur atau masalah siang hari terkait penyebab dari stres atau penurunan fungsional minimal selama 1 bulan (Roth et al., 2010).
5.3. Peningkatan Kadar Gula Darah Data kadar gula darah sebelum tidur menunjukkan skor terendah adalah 80 mg/dl, skor tertinggi 500 mg/dl, rata-rata 168 mg/dl, dan standar deviasi 73,65 mg/dl. Selanjutnya sesudah tidur diperoleh kadar gula darah terendah 105 mg/dl, tertinggi 412 mg/dl, rata-rata 175 mg/dl Diabetes tipe 2 merupakan kelompok penyakit diabetes dengan karakteristik peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia) akibat gangguan sekresi insulin, aktivitas insulin atau keduanya. Secara normal, glukosa
44
bersirkulasi di dalam darah. Sumber utama gula adalah hasil absorpsi makanan di saluran pencernaan dan dari pembentukan glukosa oleh hati dari substansi makanan (Brunner and Suddarth’s, 2000). Insulin, merupakan hormone yang dihasilkan oleh pankreas, mengontrol kadar gula darah dengan pengaturan produksi dan penyimpanan glukosa. Pada keadaan diabetes, selsel kemungkinan menghentikan respon terhadap insulin atau pancreas menghentikan produksi insulin. Pasien DM memiliki kecenderungan untuk mengalami peningkatan kadar gula darah. Beberapa faktor yang berhubungan dengan kadar gula darah pasien DM antara lain olah raga, asupan makanan, interaksi antara pituitary, andrenal gland, pancreas dan liver yang diakibatkan oleh adanya stress dan pengobatan obat-obatan, serta pertambahan usia (Arisman, 2011). Wibisono (2012), menyatakan ada beberapa hambatan yang ditemui pasien DM dalam mengontrol gula darah, apabila pasien DM yang tidak bisa mengatasi hambatan-hambatan tersebut akan mengalami peningkatan gula darah. Hambatan yang dimaksud ialah pengaturan pola makan, penggunaan obat, edukasi, aktivitas fisik, dan factor sosial. Penelitian yang dilakukan oleh Nursiswati, Anna, Kosasih (2008), tentang perbedaan kadar gula darah sebelum dan sesudah terapi relaksasi pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di Rumah Sakit Umum Cianjur. Menunjukkan bahwa rata-rata kadar gula darah kelompok intervensi pada pengukuran pertama adalah 237.12 mg/dL, pada pengukuran kedua setelah terapi relaksasi didapatkan rata-rata kadar gula darah adalah 205.12 mg/dL,
45
dengan nilai p = 0.163. Pada kelompok kontrol (tanpa intervensi), menunjukkan rata-rata kadar gula darah pada pengukuran pertama adalah 320.12 mg/dL dan pada pengukuran kedua tanpa terapi relaksasi didapatkan 338.41 mg/dL dengan nilai p = 0.164. Hasil penelitian tersebut menunjukkan tidak ada perbedaan antara pengukuran kadar gula darah pertama dengan pengukuran kedua pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Hasil penelitian telah menunjukkan, bahwa relaksasi bagi pasien diabetes tipe 2 mempengaruhi penurunan rata rata kadar gula darah, dibandingkan dengan yang tidak melakukannya. Walaupun hasil analisis data menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan rata-rata kadar gula darah hasil pengukuran sebelum dan setelah terapi relaksasi. Hal ini kemungkinan disebabkan masih kurangnya intensitas latihan dan adanya factor diet yang kurang ketat. Relaksasi dapat menurunkan kadar gula darah pada pasien DM dengan cara menekan kelebihan pengeluaran hormon-hormon yang dapat meningkatkan kadar gula darah, yaitu epinefrin, kortisol, glucagon, adrenocortikotropic hormon (ACTH), kortikosteroid dan tiroid (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2008). Penelitian lain dilakukan oleh Kuswandi, Sitorus, Gayatri (2008) tentang pengaruh relaksasi terhadap penurunan kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di RS di Tasikmalaya. Penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan kadar gula darah rerata sebesar 53,6 mg/dL sesudah relaksasi dengan nilai p= 0,000. Penelitian ini menyimpulkan bahwa relaksasi dapat menurunkan kadar gula darah pasien DM.
46
5.4. Hubungan Antara Insomnia Dengan Peningkatan Gula Darah Puasa (Nocturnal) Pada Pasien DM di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui ada hubungan yang cukup kuat dan positif antara insomnia dengan peningkatan gula darah puasa (nocturnal) pada pasien DM di ruang rawat inap RSUD Dr. Moewardi. Tidur merupakan dasar pemeliharaan dan adaptasi fungsi tubuh selain untuk menyediakan energi dan untuk kegiatan berikutnya dan pemulihan, tidur juga memungkinkan terjaganya kebugaran dan pikiran. Selama periode tidur
otak
mempertahankan
kemampuan
memori
jangka
panjang,
mengintegrasikan informasi yang baru dan memperbaiki jaringan otak melalui memperbaharui jaringan, sel saraf dan biokimia. Gangguan tidur juga berhubungan dengan perubahan fungsi hormonal akibat adanya aktivitas system syaraf simpatik dan jalur hipotalamus-pituitari-andreal yang menyebabkan sekresi beberapa hormon yang dapat mempengaruhi toleransi glukosa dan resistensi insulin (Taub dan Redeker, 2008). Penurunan toleransi glukosa dapat terjadi selama periode tidur, dimana pada periode tersebut terjadi peningkatan kadar glukosa darah dan peningkatannya berkisar antara 20-30%. Selama periode tidur otak sangat sedikit menggunakan glukosa sebagai energi dan ditandai dengan adanya penurunan aktivitas syaraf simpatik serta adanya peningkatan irama vagal (Spiegel, Tasali, Leprotlt & Cauter, 2009). Peningkatan kadar gula darah pada pasien DM yang mengalami insomnia disebabkan adanya gangguan toleransi glukosa dan resistensi
47
insulin. Kondisi ini sebagaimana dikemukakan oleh Taub & Redeker (2008) bahwa perubahan hormonal yang terjadi terkait dengan gangguan tidur dapat disebabkan adanya aktivitas Hipotalamus Pituitary Adrenal (HPA) dan sistem saraf simpatis. Aktivitas Hipotalamus Pituitary Adrenal dan sistem saraf simpatis dapat merangsang pengeluaran hormon seperti ketokolamin dan kortisol yang menyebabkan gangguan toleransi glukosa dan resistensi insulin yang akhirnya menyebabkan DM. Lebih lanjut Stuart & Sundeen, (1998) menyatakan bahwa pasien dengan Diabetes Mellitus yang mengalami gangguan tidur dapat beresiko terjadi peningkatan gula darah. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan kadar gula pada pasien insomnia. Penelitian oleh Arifin (2011), yang menyatakan ada hubungan kualitas tidur dengan kadar glukosa darah pasien DM tipe 2, yaitu dengan nilai p-value 0,000 dengan arah hubungan adalah positif, yang berarti bahwa kualitas tidur yang buruk akan meningkatkan kadar gula darah pada pasien DM .
BAB VI PENUTUP
6.1. Simpulan 1. Tingkat insomnia pasien DM di ruang rawat inap RSUD Dr. Moewardi sebagian besar adalah insomnia ringan. Dengan nilai minimum 20,00, nilai maksimum 32,00, dan mean 21,84 dan standar deviasi 2,74. 2. Kadar gula darah puasa pada pasien Diabetes Mellitus di ruang rawat inap RSUD
Dr.
Moewardi
sebagian
besar
mengalami
peningkatan
(hiperglikemia). Kadar gula darah puasa sesudah tidur dengan nilai minimum 105, nilai maksimum 412, mean 175,92 dan standar deviasi 61,16. 3. Ada hubungan antara insomnia dengan peningkatan kadar gula darah puasa (nocturnal) pada pasien DM di ruang rawat inapRSUD Dr. Moerwardi (r
hitung
= 0,516, p-value = 0,000), dengan tingkat hubungan
cukup kuat.
6.2. Saran 1. Bagi Rumah Sakit dan Masyarakat Rumah sakit diharapkan untuk melakukan upaya-upaya penurunan insomnia pasien, misalnya dengan melakukan support information dan meningkatkan kenyamanan ruang perawatan. Pasien DM hendaknya meningkatkan pengetahuan mereka tentang DM sehingga dengan
48
49
pengetahuan tersebut dapat menurunkan tingkat kecemasannya terhadap penyakit dan diharapkan menurunkan kejadian insomnia. Selain itu pasien DM hendaknya lebih meningkatkan kedekatan dengan Tuhan, sehingga secara psikologis kepasrahannya kepada Tuhan dapat menurunkan tensi stressor kecemasan dan mampu menurunkan tingkat insomnia.
2. Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian tentang hubungan insomnia dengan peningkatan gula darah puasa pada pasien DM pada ruang rawat inap ini dapat digunakan sebagai acuan dalam proses belajar mengajar, khususnya saat praktik di rumah sakit. Mahasiswa dapat lebih memahami bahwa pasien DM yang mengalami insomnia memerlukan perawatan terkait kebutuhan istirahat tidur.
3. Bagi Peneliti Lain Peneliti selanjutnya hendaknya meneliti terkait faktor-faktor lain yang berhubungan dengan peningkatan kadar gula darah pasien DM, misalnya pola makan, pola istirahat dan pengobatan, sehingga diketahui faktor manakah yang paling dominan berhubungan dengan peningkatan kadar gula darah pasien DM.
50
4. Bagi Peneliti Peneliti dapat mengetahui bahwa ada hubungan antara insomnia dengan peningkatan gula darah puasa pada pasien DM yang dirawat di ruang rawat inap RSUD dr. Moewardi, sehingga dapat menjadi acuan bagi peneliti untuk memberikan asuhan keperawatan pada pasien DM yang mengalami insomnia, dengan memberikan support information terkait pola tidur yang baik, meningkakan hygiene tidur, dan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Adib, M. (2011). Pengetahuan Praktis Ragam Penyakit Mematikan Yang Paling Sering Menyerang Kita. Buku Biru. Yogyakarta. Arifin, Z. (2011). Analisis Hubungan Kualitas Tidur Dengan Kadar Glukosa Darah Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Propinsi Nusa Tenggara Barat. Thesis Pasca Sarjana. Universitas Indonesia. Depok. Arikunto, Suharsini. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Arisman, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta. Asmadi. (2008). Tehnik Prosedural Keperawatan: Konsep Dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika. Bunner & Suddarth. (2001). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC. Bustan, M. N., (2007). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : Rineka Cipta. Cauter, Eve Van. (1997). Sleep Quality And Endocrine Markers Of Sleep Quality. Dari : Http://Www.Masces.Ucsf.Edu/Allostatic/Notebook/Sleep.Htm. Dahlan, Sopiyudin M. (2013). Statistik Untuk Kedokteran Dan Kesehatan Diskriptif, Bivariat Dan Multivariat Dilengkapi Aplikasi Dengan Menggunakan Spss. Jakarta: Salemba Medika. Darwis, Y., Dkk. (2005). Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta: Departemen Kesehatan Indonesia. Delang, Santy Flora D. (2006). Hubungan Kadar Gula Darah Dan Lama Menderita Diabetes Dengan Derajat Retinopati Diabetika Di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Artikel Karya Ilmiah. FK UNDIP. Semarang.
Dunning, T. (2009). Care Of People With Diabetes. A Manual Of Nursing Practice. (Third Edision). Chicester, West Sussex: Wiley-Blockwell. Blocwell Publishing Ltd. Ghozali. I. (2010). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program Spss. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Growin, Elizabeth J. (2007). Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta : EGC. Gunawan. (2001). Insomnia. Yogyakarta: Kanisius. Hidayat, A A. (2007). Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika. Ignatavicius, D.D., Workman, M.L. (2001). Medical Surgical Nursing. Critical Hinking For Collaborative Care. Fifth Edition. St. Louis. Missouri: Elsevier Saunders. St. Irawan, D. (2010). Prevalensi Dan Faktor Resiko Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Daerah Urban Indonesia. (Analisa Data Sekunder Riskesdas 2007). Thesis Universitas Indonesia. Depok. Jelantik, I.G., (2014). Hubungan Faktor Risiko Umur, Jenis Kelamin, Kegemukan Dan Hipertensi Dengan Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Wilayah Kerja Puskesmas Mataram. Media Bina Ilmiah. Vol. 8. No. 1. Juddith, T.R., Julie, T.S., And Elizabeth, V.W. (2010). Managing Sleep Disorder In The Eelderly. Nurse Practitioner, Volume 35. Issue 5. P.30-37. Kekenusa, J.S., Ratag, B., Wuwuwngan, G., (2013). Analisis Hubungan Antara Umur Dan Riwayat Keluarga Menderita Diabetes Mellitus Dengan Kejadian Penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2 Pada Pasien Rawat Jalan Di Poliklinik Penyakait Dalam Blu Rsud Prof. Dr. Kandau Manado. Universitas Sam Ratulangi. Manado. Kuswandi, A., Sitorus, R., Gayatri, D. (2008). Pengaruh Relaksasi Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Sebuah Rumah Sakit Di Tasikmalaya. Jurnal keperawatan Indonesia. Vol. 12. No. 2.
Laniwati, Endang. (2001). Insomnia_Ganguan Sulit Tidur. Yogyakarta: Kanisius. Maliya, A. dan Anita (2011). Pengaruh Terapi Hipnosis Terhadap Kejadian Insomnia Pada Lansia Di Posyandu Desa Karang Kecamatan Baki Sukoharjo. UMS. Surakarta. Neven, N. 2002. Psikologi Kesehatan. Jakarta : EGC. Notoatmojo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmojo, S. (2008). Metode Penelitian Pendidikan (Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif Dan R & D). Bandung: Alfabeta. Nurmiati, Amir. (2007). Bagian Psikiatri Fakultas Universitas Indonesia Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Nursalam. (2003). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Nursalam. (2008). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika Nursiswati, Anna, A., Kosasih, C. E. (2008). Perbedaan Kadar Gula Darah Sebelum Dan Sesudah Terapi Relaksasi Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Cianjur. Thesis. Universitas Padjadjaran.
Perkeni, (2006). Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Indonesia. Jakarta: Penerbit Perkeni. Rafknowledge. (2004). Insomnia Dan Gangguan Tidur Lainnya. Jakarta: Gramedia. Robbins. (2004). Buku Ajar Patologi. Edsi 7.Jakarta: EGC. Rosdiana, I. (2010). Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Insomnia Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis Di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Tasikmalaya Dan Garut. Thesis Pasca Sarjana. Universitas Indonesia. Depok.
Santjaka. (2011). Statistik Untuk Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika. Sastroasmoro Dan Ismail. (2001). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian-Penelitian Klinis. Jakarta: Bina Rupa Aksara. Sastroasmoro. (2002). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian-Penelitian Klinis. Edisi 2. Jakarta: Cv. Sagung Seto. Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., Cheever, K.H., (2008). Brunner & Suddart’s Textbook Of Medical Surgical Nursing. Philadelphia. Soegondo, Dan Sukardji, (2011). Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Jakarta: FKUI. Soegondo. (2006). Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Jakarta: FKUI. Stuart, G.W & Sundeen, S.J. (1998). Buku Saku: Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC. Sugiyono. (2004). Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Supartini, Yupi. (2004). Konsep Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC. Suyono. (2006). Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI. Taub, M.L., Redeker, S.N. (2008). Sleep Disorder, Glucose Regulation And Type 2 Diabetes. Biology Research Nursing. Volume 9. Teixeria, C.R. de S, Zanetti, M.L., and Pereira, M.C.A. (2008). Nursing Diagnosis in people with diabetes mellitus according to Orem’s theory of self care Original Article. Acta Paul Enferm.
Trisnawati, S.K.,Setyorogo,S. (2012). Faktor Resiko Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012. Jakarta Barat. Wibisono, A, H. (2012). Pengalaman Klien Diabetes Mellitus Tipe 2 Dalam Mengontrol Glukosa Darah Secara Mandiri Di Kota Depok. Thesis Pasca Sarjana. Universitas Indonesia. Depok.