HUBUNGAN PERSEPSI PASIEN TENTANG EMPATI PERAWAT DENGAN KEPUASAAN PASIEN DI RUANG RAWAT INAP RSUD SLEMAN YOGYAKARTA Nur Hafni Hasim1, Induniasih2, Fajarina Lathu Asmarani3 INTISARI
Latar Belakang : Persepsi pasien terhadap sikap empati perawat adalah pandangan pribadi atas sesuatu yang merupakan proses dari menyadari sesuatu objek atau keadaan melalui penggunaan seluruh alat indra. Persepsi pasien menjadi penting karena persepsi sering digunakan untuk melakukan penilaian mutu atau kualitas pelayanan kesehatan. Tingkatan kepuasan pasien yang merupakan keluaran dari persepsi ini dapat digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan. Hasil studi pendahuluan penulis melalui observasi pada 15 orang pasien yang di bangsal kelas III yang terdiri dari ruang Cendana, Kenanga, Flamboyan, Edelwis, Bugenvil dan Dahlia tanggal 29 dan 30 November 2011 didapatkan data bahwa perawat yang melalukan asuhan keperawatan tidak pernah memberikan respon verbal maupun nonverbal terhadap apa yang dirasakan pasien dan perawat tidak pernah menyebutkan penyebab apa yang pasien rasakan. Tujuan Penelitian : Mengetahui adanya hubungan persepsi pasien tentang empati perawat dengan kepuasan pasien di Ruang Inap RSUD Sleman Yogyakarta. Metode penelitian : Metode dalam penelitian ini adalah non eksperimen deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang dirawat di Ruang Rawat Inap Kelas III RSUD Sleman Yogyakarta sebanyak 324 orang dengan jumlah Sampel 147 yang di pilih berdasarkan accidental sampling dengan pertimbangan kriteria inklusi dan eksklusi. Instrumen penelitian berupa kuesioner. Dianalisis dengan analisa spearman rank. Hasil : Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi pasien tentang empati perawat berada dalam kategori baik dengan frekuensi 111 orang (75,6%). Kepuasaan pasien tentang empati perawat berada dalam kategori puas dengan frekuensi 127 orang (86,4%). Hasil uji Spearman Rank menunjukkan koefisien kolerasi (rho) sebesar 0,688 dengan nilai signifikan (ρ) sebesar 0,000, lebih kecil dari taraf signifikan yaitu 0,05 (ρ < 0,05). Kesimpulan : Ada hubungan antara persepsi pasien tentang empati perawat dengan kepuasaan pasien di Ruang Rawat Inap RSUD Sleman Yogyakarta. Kata kunci : Persepsi pasien, Empati perawat, Kepuasan pasien 1
Mahasiawa S1 Ilmu keperawatan Universitas Respati Yogyakarta Dosen POLTEKKES KEMENKES Yogyakarta 3 Dosen S1 Ilmu keperawatan Universitas Respati Yogyakarta 2
65
CORRELATION BETWEEN PERCEPTION PATIENT ABOUT NURSES EMPATHY WITH THE SATISFACTION LEVEL AT ININPATIENT AT RSUD SLEMAN YOGYAKARTA Nur Hafni Hasim1, Induniasih2, Fajarina Lathu Asmarani3 ABSTRACT Background: patient perception about nurse’s empathy is a personal judgment on something, which is a process of perceiving some object or situation through the means of all senses. Patien’s perception becomes crucial since it is often used to deliver qulity measurement or health service quality. Patient’s satisfaction level, which is the output of this perception, can be used to eveluate service quality. Preminary study result through observation on 15 patient at class III ward, which included Cendana, Kenanga, Flamboyan, Edelweis, Bugenvil, and Dahlia Rooms on 29 and 30 November 2011 showed that nurses who delivered nursing service there never responded verbally to what the patients felt and never mentioned the reasons of what the patients felt Aim : to find the relation of patient’s perception about nurse’s empathy and the satisfaction level of patient inpatient at RSUD SLEMAN Methods : The method used in this research was non-experimental descriptive analytical method with croos sectional appoarch. The population was 324 inpatients at class III ward of RSUD Sleman Yogyakarta with 147 samples selected based on accidental sampling with the caonsideration of inclusion and exclusion criteria. Research instrument was questionnaire. Data analysis used was spearman rank Results: The results of this study showed that patient perception of nurse empathy to be in both categories with a frequency of 111 people (75.6%) . About empathy nurses patient satisfaction in a category are satisfied with the frequency of 127 people (86.4%). Spearman Rank test results showed correlation coefficients (rho) of 0.688 with a significant value (ρ) of 0.000, less than significant level is 0.05 (ρ <0.05). Conclusion: There was relations of patient’s perception about nurse’s empathy and the satisfactio Inpatient RSUD Sleman Yogyakarta. Keywords: Perceptions of patients, Nurses Empathy, Patient Satisfaction 1
Student of Nursing Study Program Respati Yogyakarta University Lecture of POLTEKKES Kemenkes Yogyakarta 3 Lecture of Nursing Study Program Respati Yogyakarta University 2
66
A. PENDAHULUAN Pemberian pelayanan keperawatan sangat bergantung pada perilaku dalam hubungan interpersonal seorang perawat. Dalam memberikan pelayanan keperawatan meliputi rasa empati, menghargai orang lain dan tenggang rasa. Perilaku empati merupakan salah satu sikap dalam hubungan terapeutik yang merupakan unsur yang sangat penting dalam proses yang berlangsung secara interpersonal. Saat menjalin hubungan komunikasi, empati akan membantu dalam mempererat hubungan antara perawat dengan pasien yang ditanganinya1. Kepuasan pasien adalah tingkat kepuasan dari persepsi pasien dan keluarga terhadap pelayanan kesehatan dan merupakan salah satu indikator kinerja rumah sakit. Bila perawat menunjukkan hal-hal yang bagus mengenai pelayanan kesehatan terutama pelayanan keperawatan dan pasien mengindikasikan dengan perilaku positifnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pasien memang puas2. Mengevaluasi kepuasan terhadap jasa pelayanan yang diterima mengacu pada beberapa faktor, diantaranya adalah komunikasi. Komunikasi dalam hal ini juga termasuk perilaku, tutur kata, keacuhan, keramahan petugas, serta kemudahan mendapatkan informasi dan komunikasi menduduki peringkat tertinggi dalam persepsi kepuasan pasien rumah sakit. Tidak jarang pasien atau keluarganya merasa cukup puas karena dilayani dengan sikap yang menghargai perasaan dan martabatnya. Perasaan puas yang dirasakan pasien disebabkan oleh persepsi pasien3. Berdasarkan pengalaman dan pengamatan peneliti, masih banyak ditemui fenomena di lapangan, masih dijumpai perawat yang belum menampilkan citra sebagai tenaga keperawatan yang ramah, murah senyum, dan memandang pasien sebagai pusat perhatian dengan sikap dan tingkah laku yang memberikan asuhan keperawatan yang meliputi rasa empati, menghargai orang lain dan tenggang rasa. Hasil penelitian Ramadhan (2004) tentang tingkat kepuasan pasien terhadap sikap empati perawat di instalasi Rawat Inap
Penyakit Dalam RS DR. Sardjito Yogyakarta didapat hasil
Responden menyatakan sangat puas terhadap sikap empati perawat 0%, puas 36,78%, kurang puas 63,38, tidak puas 0%. Sebagai gambaran indikator pelayanan rawat inap RSUD Sleman periode tahun 2008 sampai dengan tahun 2011. BOR pada tahun 2008 31,57, tahun 2009 32,42, tahun 2010 33,52 dan pada tahun 2011 yaitu 34,31. RSUD Sleman Yogyakarta Kelas III mempunyai kapasitas tempat sebanyak 82 Hasil studi pendahuluan penulis melalui observasi pada 15 orang pasien yang di bangsal kelas III yang terdiri dari ruang Cendana, Kenanga, Flamboyan, Edelwis, Bugenvil dan Dahlia tanggal 29 dan 30 November 2011 didapatkan data bahwa perawat yang melalukan asuhan keperawatan tidak pernah memberikan respon verbal maupun nonverbal terhadap apa yang dirasakan pasien dan perawat tidak pernah menyebutkan penyebab apa yang pasien rasakan.
67
Hasil customer satisfaction indeks maret 2011 di RSUD Sleman, masih ada pasien yang menyatakan ketidakpuasan terhadap perilaku perawat, adapun isi pernyataan untuk perawat pada survey tersebut antara lain mohon para perawat lebih ramah lagi karena ada yang berkesan ada perawat yang galak dan kurang ramah, sebaiknya perawat waktu pasien kesakitan ketika akan melahirkan dihibur dan pemberitahuan informasi ke pasien kurang jelas. Berdasarkan saran yang disampaikan pasien kepada perawat ternyata perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien kurang ramah dan pada saat pasien kesakitan tidak dihibur atau diberi motivasi, padahal murah senyum dan turut merasakan kesakitan yang dialami pasien dengan memberikan perhatian merupakan bagian dari sikap empati. Dari uraian diatas, maka peneliti tertarik mengungkap lebih dalam mengenai “Hubungan persepsi pasien tentang empati perawat dengan kepuasan pasien di Ruang Rawat Inap RSUD Sleman.
B. TUJUAN PENELITIAN 1.
Tujuan Umum Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan persepsi pasien tentang empati perawat dengan kepuasan pasien di Ruang Inap RSUD Sleman Yogyakarta
2.
Tujuan Khusus a)
Mengetahui persepsi pasien tentang sikap empati perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Sleman
b)
Mengetahui kepuasaan pasien tentang empati perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Sleman.
C. METODE PENELITIAN 1.
Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah
non eksperimen
deskriptif analitik
dengan
pendekatan cross sectional yaitu suatu penelitian yang menggambarkan korelasi persepsi pasien tentang sikap empati perawat dengan kepuasan pasien kemudian dianalisis, dikumpulkan pada waktu bersamaan). 2.
Populasi dan Sampel penelitian Populasi a) Populasi adalah keseluruhan objek yang akan menjadi sasaran penelitian, (Arikunto, 2002) Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang dirawat di Ruang Rawat Inap Kelas III RSUD Sleman Yogyakarta.
68
b) Data populasi diambil dari data rata – rata BOR pertahun sebanyak 34,31. Dengan jumlah pasien = BOR x 82 TT = 234 pasien. c) Sampel Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiono, 2010). Sampel dalam penelitian ini sebanyak 147 orang yang telah memenuhi kriteria peneliti. Pengambilan sampel yang dilakukan oleh peneliti adalah accidental sampling
D. Variabel dan Defenisi Operasional Tabel 3.1. Defenisi Operasional Variabel Persepsi pasien tentang sikap perawat
Defenisi Operasional Pandangan pribadi pasien tentang suatu obyek menggunakan indra terhadap empati yang meliputi keakuratan, kejelasan, kealamiahan, kehangatan dan kesejatian
Parameter Sangat Baik = >56 baik = 41 –55 Cukup baik = 28 – 41 Tidak baik = 14 - 27
Skala Ordinal
Kepuasan pasien tentang sikap empati perawat
Kepuasan adalah kesesuain sikap yang diberikan perawat dalam pelayanan keperawatan yang terdiri dari respon keakuratan, kejelasan, kealamiahan, kehangatan, dan kesejatian dengan harapan pasien yang dirawat di Ruang Rawat Inap RSUD Sleman
Sangat Puas = >56 Puas = 41 –55 Cukup puas = 28 – 41 Tidak puas = 14 - 27
Ordinal
E. Analisa Data 1. Analisis univariate Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian yang hanya mengahasilkan distribusi dan presentasi dari tiap variabel. Masing – masing variabel dianalisa dengan cara menampilkan distribusi, frekuensi dan presentase. Variabel yang dianalisis yaitu persepsi pasien tentang empati perawat dan kepuasaan pasien tentang empati perawat. 2. Analisis bevariate Peneliti melakukan analisa dengan cara melihat hubungan dua variabel meliputi variabel bebas dan terikat. Analisa bevariate digunakan untuk mengetahui hubungan persepsi pasien tentang empati perawat dengan kepuasaan pasien di Ruang Rawat inap RSUD Sleman Yogyakarta. Atas dasar kenyataan tersebut maka data dalam penelitian ini akan dianalisis dengan tehnik statistik yaitu dengan uji Kendall tau
69
F. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Karateristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah pasien yang dirawat di Ruang Rawat Inap Kelas III RSUD Sleman Yogyakarta. Responden diambil dari Ruangan Alamanda, Nusa Indah, Kenanga, Dahlia dan Mawar. Karateristik dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut: Tabel 4.1 Karateristik Responden di Ruang Rawat Inap RSUD Sleman Yogyakarta No
Karateristik Responden Kriteria Jumlah Responden Umur Responden 18 – 45 tahun 74 45 – 65 tahun 47 >65 tahun 26 Jenis Kelamin Laki – laki 79 Perempuan 68 Lama Dirawat 3 - 4 hari 112 5 - 6 hari 25 7 – 8 hari 10 >8 hari 0 Pendidikan
Frekuensi dirawat
Tidak sekolah SD SMP SMA D3 Sarjana Satu kali Dua kali Tiga kali
Persentase (%) 50.3% 38.0% 17.7% 53.7% 46.3% 76.2% 17.0% 6.8% 0%
7 23 51 66 0 0 93 45 9
4.8% 15.6% 34.7% 44.9% 0% 0% 63.3% 30.6% 6.1%
Sumber : Data Primer, 2012. Tabel diatas menunjukkan bahwa dari 147 responden, jumlah responden paling banyak adalah responden yang mempunyai umur 18 – 45 tahun yaitu 74 orang (50,3%). Dilihat dari Jenis kelamin, responden laki laki lebih banyak dari perempuan yaitu 79 (53,7%). Karateristik responden dilihat dari lama responden dirawat, jumlah responden paling banyak adalah pasien yang dirawat selama 3-4 hari yaitu 112 orang (76.2%), tingkat pendidikan, sebagian besar responden lulusan SMA yaitu 66 orang (44,9), sedangkan untuk lulusan D3 dan Sarjana yaitu 0%. Berdasarkan frekuensi pasien dirawat, jumlah responden yang paling banyak adalah pasien yang dirawat sebanyak satu kali yaitu 93 orang (63.3%), sedangkan jumlah responden yang paling sedikit adalah responden yang dirawat lebih atau sama dengan tiga kali yaitu 9 orang (6.1%) 2.
Persepsi pasien tentang empati perawat Persepsi Pasien tentang empati perawat diukur melalui respon keakuratan,
kejelasan, kealamiahan, kehangatan, dan kesejatian perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Sleman tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.2
70
Tabel 4.2. Persepsi pasien tentang empati perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Sleman Persepsi Tidak Baik` Cukup Baik Baik Sangat Baik Jumlah Sumber : Data Primer, 2012.
Frekuensi 23 111 13 147
Presentase 15,6% 75.6% 8.8% 100 %
Tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden menilai sikap empati perawat berempati dengan baik. Dilihat dari persepsi pasien yang menilai sikap empati perawat, kebanyakan responden mempersepsikan empati perawat baik. Jumlah responden yang menilai sikap empati perawat di Ruang Rawat Inap RSUD sleman empati dengan baik sebanyak 111 orang (75.5%), berempati dengan sangat baik 13 orang (8.8%) dan jumlah responden yang menilai cukup empati 23 orang (15,6%). 3.
Kepuasan pasien tentang empati perawat Kepuasaan pasien tentang empati perawat diukur juga melalui kepuasaan pasien terhadap respon keakuratan, kejelasan, kealamiahan, kehangatan dan kesejatian. Kepuasan adalah suatu bentuk perasaan seseorang setelah
mendapatkan pengalaman terhadap kinerja pelayanan yang telah
memenuhi harapan. Tabel 4.5 Kepuasaan pasien tentang sikap empati perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Sleman Tingkat Kepuasaan Tidak Puas Cukup Puas Puas Sangat Puas Jumlah Sumber : Data Primer, 2012.
Frekuensi 20 127 •
Persentase 13.6% 86.4% 100 %
Berdasarkan Tabel 4.5 dapat di ketahui bahwa kepuasaan responden terhadap sikap empati perawat di ruang Rawat Inap RSUD Sleman adalah sebagian besar adalah puas yaitu 127 (86,4%) sedangkan yang cukup puas yaitu 20 (13.6%). 4.
Hubungan persepsi pasien tentang empati perawat dengan kepuasaan pasien di Ruang Rawat Inap RSUD SLeman Yogyakarta Hubungan Antara Persepsi Pasien tentang empati perawat dengan kepuasaan pasien Kelas III di RSUD Sleman Yogyakarta dianalisis menggunakan uji analisis kendall tau.
71
Tabel 4.8. Tabulasi Silang antara Variabel Persepsi Pasien Tentang Empati Perawat Dengan Kepuasaan Pasien Persepsi pasien tentang emapti perawat
Kepuasaan pasien tentang emapati perawat Puas Cukup Puas
Sangat Baik Baik Cukup Baik Total Hasil
Total
R
P
F % F % F % 0.670 0,00 13 8,8 0 23 15,6 109 74,1 2 1,4 111 75,6 5 3,4 18 12,2 13 8,8 127 86,3 20 13,6 147 100 analisis menunjukkan koefisien kolerasi (rho) 0,670 dengan
nilai signifikan (ρ) sebesar 0,00. Untuk mengetahui ada tidaknya signifikan hubungan antara persepsi pasien tentang empati perawat dengan kepuasaan pasien RSUD Sleman Yogyakarta, dapat dilihat dari nilai (r). jika nilai (r) hitung lebih besar dari (r) tabel maka terdapat hubungan yang signifikan atau dapat juga dilihat dengan nilai signifikan (ρ). jika nilai signifikan (ρ < 0,05) maka terdapat hubungan yang signifikan. Berdasarkan analisis diatas, diperoleh nilai ρ = 0,00 lebih kecil dari 0,05, Hal ini berarti ada hubungan yang signifikan antara persepsi pasien tentang empati perawat dengan kepuasaan pasien, dan berdasarkan nilai signifikan yaitu sebesar 0,670 maka keeratan hubungan antara kedua variabel penelitian ini memiliki kekuatan hubungan yang cukup dengan korelasi sejajar. Hubungan yang cukup ini maksudnya adalah bahwa empati bukanlah satu-satunya hal yang mempengaruhi kepuasaan pasien.
G. PEMBAHASAN 1) Persepsi pasien terhadap empati perawat di RSUD Sleman Yogyakarta Dari hasil penelitian yang dilakukan, didapatkan bahwa sebagian besar persepsi pasien tentang sikap empati perawat dalam kategori baik, artinya rata – rata pasien mempersepsikan empati perawat RSUD Sleman
baik. Persepsi
pasien tentang sikap empati perawat yang baik ini dapat dipengaruhi oleh usia. Usia responden terbanyak yang berempati yaitu 18 – 45 sebanyak 54 orang (36,7%), dimana fungsi kognitif dan panca indra masih baik sehingga dapat mempersepsikan dengan tepat, selain semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir.
Sebagian besar
pasien berempati dengan baik kebanyakan sudah dirawat selama 3 – 4 hari yaitu 88 orang (59,8%), dimana pasien telah mendapat pengalaman dirawat, sehingga bisa mempersepsikan empati perawat dengan baik.
72
Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh penelitian lain4 yang menyatakan bahwa proses terjadi persepsi berasal dari kognitif seseorang yang dipengaruhi oleh pendidikan, usia, pengalaman. Proses terjadinya persepsi perlu fenomena dan persepsi, dan yang terpenting dari fenomena dan persepsi adalah perhatian. Teori diatas selaras dengan hasil penelitian, dimana sebagian besar pasien yang dirawat berlatar belakang pendidikan SMA dan berempati dengan baik sebanyak. Hasil penelitian juga ditemukan bahwa ada responden yang berpendidikan rendah tetapi memliliki persepsi yang baik terhadap empati perawat.
Ini
menunjukkan bahwa pendidikan bukan merupakan faktor utama yang mempengaruhi persepsi seseorang. Menurut peneliti lain5, faktor pendidikan merupakan faktor penting yang mempengaruhi responden dalam menerima dan memahami informasi yang diberikan, tetapi pendidikan bukanlah satu – satunya yang menentukan seseorang dalam mempersepsikan sesuatu, karena adanya responden yang berpendidikan rendah tetapi
dapat mempersepsikan empati
perawat dengan baik, hal tersebut disebabkan karena pengalaman. 2)
Kepuasaan pasien terhadap sikap empati perawat di RSUD Sleman Yogyakarta Beradasarkan penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa sebagian besar pasien menyatakan puas tentang empati perawat. Artinya rata rata pasien puas dengan empati perawat. Pasien merasa puas dengan empati dapat di pengaruhi dari factor internal. Factor internal yang di maksud adalah jenis kelamin, usia, pandidikan. Dalam penelitian yang terbanyak cukup puas yang berjenis kelamin laki laki yaitu 14 orang (9,5). Sedangkan usia terbanyak yang menyatakan puas yaitu 18 45 tahun yaitu 62 orang (42,1) sedangkan berdasarkan pendidikan terbanyak SMA yaitu 59 orang (40,1). Hasil peneltian tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh aday (2000) yang mendapat hasil responden yang berusia muda (kurang dari 25 tahun) lebuh banyak yang menyatakan tidak puas dibandingkan yang berusia tua, responden laki laki lebih banyak menyatakan tidak puas dibandingkan dengan perempuan, responden yang berpendidikan tinggi banyak yang menyatakan tidak puas dibandingkan responden yang berpendidikan rendah . Suryawati (2006) menyatakan bahwa dalam mengevaluasi kepuasaan terhadap jasa pelayanan yang diterima mengacu pada beberapa factor diantaranya adalah komunikasi. Komunikasi menduduki peringat tertinggi dalam persepsi kepuasaan pasien di rumah sakit. Tidak jarang pasien atau keluarga merasa puas karena dilayani dengan sikap yang menghargai perasaan dan martabatnya.
73
Teori diatas selaras dengan penelitian ini, dimana komunikasi yang didalamnya tedapat empati berpengaruh terhadap kepuasaan pasien. Penelitian lain yang selaras dengan hasil penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan Munfaidah (2008) yang menemukan ada hubungan positif antara komunikasi terapeutik dengan kepuasaan pasien. 3) Hubungan persepsi pasien tentang empati perawat dengan kepuasaan pasien di Ruang Rawat Inap RSUD Sleman Analisis hubungan persepsi pasien tentang empati perawat dengan kepuasaan pasien didapatkan ada hubungan yang signifikan antara persepsi pasien tentang empati perawat dengan kepuasaan pasien, dan berdasarkan nilai signifikan yaitu sebesar 0,670 maka keeratan hubungaN antara kedua variabel penelitian ini memiliki kekuatan hubungan yang cukup dengan kolerasi sejajar. Hubungan yang cukup ini maksudnya adalah bahwa empati perawat bukan merupakan factor utama yang mempengaruhi kepuasaan pasien. Hal lain yang dapat mempengaruhi kepuasaan pasien adalah
kualitas produk atau jasa,
kuallitas pelayanan, factor emosional, harga/biaya dan lingkungan. (Aldina, 2007). Sedangkan korelasi sejajar searah berarti semakin baik persepsi pasien tentang empati perawat maka semakin tinggi kepuasaan pasien. Hasil peneltian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan Damayanti (2000),
bahwa apabila perawat mampu melakukan hubungan interpersonal
dengan pasien secara baik serta memberikan perhatian yang penuh maka kepuasaan pasien akan meningkat sehubungan dengan hal tersebut, sedangkan penelitian ini mendapat hasil ada hubungan antara persepsi pasien tentang empati perawat dengan kepusaan pasien, dimana empati perawat yang dinilai perawat mendengar keluhan pasien, memberikan komentar terhadap apa yang dirasakan pasien, menjelaskan cara mengatasi masalah pasien, memberikan informasi yang jelas pada pasien, menjelaskan pada pasien dengan kata kata sendiri, berbiacara dengan suara yang lembut, memelihara kontak mata, melayani dengan penuh kesabaran dan menghargai dan menghormati pasien akan meningkatkan kepuasaan pasien. Berdasarkan hasil penelitian, ada responden yang mempersepsikan empati perawat sangat baik tetapi merasa kurang puas. Hal ini menunjukkan ada factor lain yang mempengaruhi kepuasaan pasien yaitu salah satunya kualitas pelayanan perawatan. Kualitas pelayanan yang dimaksud yaitu fasilitas yang disediakan rumah sakit, outcome perawatan yang diterima.
74
Hasil penelitian ini selaras dengan teori yang di kemukakan oleh Wijono (2000) kepuasan pasien di pengaruhi banyak factor yaitu pendekatan dan perilaku petugas, mutu informasi yang dierima seperti apa yang di kerjakan apa yang diharap, prosedur perjanjian, waktu tunggu, fasilitas umum yang teersedia, fasilitas perhotelan untuk pasien seperti mutu makanan, privacy, dan pengaturan kunjungan dan perawatan yang dterima. Penelitian Jedho (2010) yang meneliti Hubungan Kualitas Pelayanan dengan kepuasaan Pasien di RSUD Sleman Yogyakarta, untuk dimensi kualitas pelayanan perawatan (tangible, reliability, responsivenes, assurance dan empathy), dari kelima aspek tersebut berpengaruh positif terhadap kepuasaan pasien, walaupun dimensi empati bukan merupakan dimensi pelayanan yang mempunyai hubungan paling kuat. Peneltian ini sesuai juga dengan Pertiwi (2002) yang meneliti tentang hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasaan, dalam penelitiannya mendapatkan bahwa pasien merasa puas terhadap sikap perawat dalam hubungan terapeutik diantaranya sikap dan perilaku yang perlu diperhatikan adalah bersikap ramah, mendengarkan dan memperhatikan setiap keluhan, punya waktu dalam merawat, merawat dengan sentuhan lembut dan berusaha mengerti perasaan pasien, memberikan kesempatan pasien untuk mengeluarkan isi hati. Hasil
penelitian ini masih ada pasien yang menilai pertanyaan apakah
perawat memberikan komentar terhadap apa yang anda rasakan, responden terbanyak memberikan penilaian pada kategori sering yaitu 72 orang (49%.). Hal ini dapat disebabkan karena beban kerja perawat, dalam satu shift dijaga oleh 4 perawat dengan jumlah pasien yang banyak, yang seharusnya dalam system MPKP primer rationya 1:5 (perawat : pasien ), sehingga perawat tidak memberikan komentar terhadap yang dirasakan pasien. Menurut Bina Diknakes (2001) Pengelolaan tenaga kerja yang tidak direncanakan dengan baik dapat menyebabkan keluhan yang subyektif, beban kerja semakin berat, tidak efektif dan tidak efisien yang memungkinkan ketidakpuasan bekerja yang pada akhirnya mengakibatkan turunnya kinerja dan produktivitas serta mutu pelayanan yang merosot. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ramadhan (2004) tentang tingkat kepuasaan pasien terhadap sikap empati perawat di Instalasi rawat Inap Kelas I Penyakit dalam RS. Dr. Sardjito Yogyakarta menunujukkan hasil yang berbeda dengan hasil penelitian ini.
75
Ramadhan (2004) mengemukakan bahwa sebagian besar responden menyatakan kurang puas terhadap sikap empati perawat sedangkan hasil penelitian ini responden menyatakan puas terhadap sikap empati, hasil ini berbeda karena tempat penelitian yang berbeda, tempat penelitian yang digunakan Ramadhan adalah bangsal penyakit dalam kelas I dimana pasien kelas I mempunyai harapan yang tinggi tentang pelayanan yang diberikan sesuai dengan biaya yang dikeluarkan. Hal tersebut terkait dengan teori yang di kemukakan oleh Aldiana (2007) yaitu Harga atau biaya merupakan aspek terpenting dalam penentu kualitas adalah mencapai kepuasaan pasien, namun demikian hal ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin tinggi harga perawatan semakin tinggi harapan pasien.
F . KESIMPULAN Setelah dilakukan analisis dan pembahasan terhadap Hubungan antara Persepsi Perawat tentang sikap empati perawat dengan kepuasaan pasien di RSUD Sleman Yogyakarta maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1) Ada hubungan yang signifikan antara persepsi pasien tentang empati perawat dengan kepuasaan pasien di Ruang Rawat Inap RSUD Sleman Yogyakarta. 2) Persepsi pasien tentang empati perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Sleman masuk sebagian besar dalam kategori baik. 3) Kepuasaan Pasien tentang empati Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Sleman sebagian besar masuk dalam kategori puas
DAFTAR PUSTAKA 1
Sitorus,R, (2007). Model Praktek Keperawatan Profesi di Rumah Sakit, Jakarta: EGC Assaf, MD, (2009). Mutu Pelayanan Kesehatan, Jakarta. EGC 3 Suryawati, C., (2004), Kepuasan pasien Rumah Sakit ( Tinjauan Teoritis dan penerapannya pada penelitian), Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan. Vol. 07/NO.04/Desember 2004 4 Musliha, (2009). Komunikasi Keperawatan (plus materi komunikasi terpeutik). Yogyakarta : Nuha Medika 5 Azwar, S., (2007) , Program Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan, Jakarta : Yayasan Penerbit IDI 6 Damaiyanti, M, (2008). Komunikasi Terapeutik. Jakarta: Salemba Medika 7 Jedho, blais. (2003), Hubungan Hubungan Kualitas Pelayanan dengan kepuasaan Pasien di RSUD Sleman Yogyakarta, Skripsi keperawatan, Universitas Respati Yogyakarta. 8 Pertiwi, (2002). Hubungan Antara Komunikasi Terapeutik dengan kepuasaan pasien rawat InapRS Sardjito Yogyajarta Skripsi Keperawatan Tidak diterbitkan , Universitas Gajah Mada Yogyakarta 9 Pohan, I. (2007). Jaminan Mutu Layanan Kesehatan, Jakarta : EGC 10 Ramadhan, A., (2004), Tingkat kepuasan pasien terhadap sikap empati perawat di Instalasi Rawat Inap I Penyakit Dalam RS. Dr Sardjito Yogyakarta. Skripsi Keperawatan Tidak diterbitkan , Universitas Gajah Mada Yogyakarta 2
76
HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN TINGKAT KOOPERATIF ANAK USIA PRA SEKOLAH SAAT PEMASANGAN INFUS DI BANGSAL ANGGREK RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL Nuraqidah1, Maria H Bakri2, Sri Rahayu3 INTISARI Latar belakang : Penggunaan komunikasi terapeutik merupakan hal yang perlu mendapatkan perhatian dari perawat karena komunikasi terapeutik akan sangat membantu mengatasi masalah psikologis anak usia prasekolah terhadap tindakan pemasangan infus. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam komunikasi dengan anak adalah melihat umur, tumbuh kembang anak dan hal ini masih belum mendapat perhatian sehingga kerja sama antara anak dengan perawat belum mencapai hasil yang maksimal. Tujuan : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kooperatif anak usia pra sekolah saat pelaksanaan pemasangan infus di Bangsal Anggrek RSUD Panembahan Senopati Bantul. Metode : Jenis penelitian ini adalah survey analitik dengan rancangan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah semua pasien anak usia pra sekolah dan semua perawat di Ruang Rawat Inap Bangsal Anggrek RSUD Panembahan Senopati Bantul yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi, tehnik pengambilan sampel dengan total sampling. Analisis data penelitian menggunakan uji spearman rank Hasil : Menurut tes Spearman Rank , ada hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kooperatif anak usia pra sekolah di Ruang Rawat Inap Bangsal Anggrek RSUD Panembahan Senopati Bantul karena nilai signifikan 0,014 lebih kecil dari nilai signifikan 0,05 atau (0,014 < 0,05) Kesimpulan : Ada hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kooperatif anak usia pra sekolah saat pelaksanaan pemasanganinfus di Ruang Rawat Inap Bangsal Anggrek RSUD Panembahan Senopati Bantul Kata Kunci : Komunikasi terapeutik perawat, Tingkat Kooperatif Anak Usia Pra Sekolah, Pemasangan Infus. 1
Mahasiswa S1 Keperawatan Universitas Respati Yogyakarta Poltekes Kemenkes Yogyakarta 3 Rumah Sakit Pendidikan Sardjito Yogyaka 2
77
RELATION BETWEENNURSE’S THERAPEUTIC COMMUNICATION AND COOPERATION LEVEL OF PRE – SCHOOL AGED CHILDREN IN THE INTRAVENOUS ATTACHMENT PROCESS AT ANGGREK WARDS PANEMBAHAN SENOPATI LOCAL GENERAL HOSPITAL,BANTUL Nuraqidah1, Maria H Bakri2, Sri Rahayu3 ABSTRACH Background: The use of therapeutic communication a thing that needs attention of the nurse since it will greatly help cope with pre- school aged children’s psychological problems in the intravenous attacment process. One of the things which need attention in communicating with children is to see the age of children’s development and this thing has not yet to reach maximum result. Research aim: The aim of this research was to find relation between nurse’s therapeutic communication and cooperatif level of pre – school aged children in the intravenous attachment process at Anggrek wards Panembahan Senopati Local general hospitaal, Bantul. Research method: This research was analytical survey research with cross sectional design. the samples were all pre – school aged patiens and all nurses at Anggrek inpatients ward Panembahan Senopati Local general Hospital, Bantul who met the inclusive and exclusive criteria. sample collection technique used was total sampling technique. data analysis used was spearman rank test. Result : according to the spearment rank test, there was relation between nurse’s therapuetic communication and cooperation level of pre-school aged children in the intravenous attacment process at Anggrek wards Panembahan Senopati local general Hospital, Bantul because significant value 0,014 was smaller than significant value 0,05 or (0,014<0,05) Conclusion: There was relation between nurse’s therapeutic communication and cooperatin level pre – school aged children in the intravenous attachment process at Anggrek wards Panembahan Senopati local general Hospital, Bantul. Keywords: Nurse’s Therapeutic Communication, Cooperation Level Of Pre – School Aged Children, Intravenous Attachment 1
Student of Bachelor’s Degree of Nursing Study of Respati University of Yogyakarta Health polytechnic of yogyakarta ministry of helath 3 Clinical instructor at Dr Sardjito Central General Hospital Yogyakarta 2
78
PENDAHULUAN Latar Belakang Sakit dan di rawat di rumah sakit merupakan krisis utama yang tampak pada anak. Jika seorang anak dirawat di rumah sakit, maka anak tersebut akan mudah mengalami krisis karena anak mengalami stres akibat perubahan, baik terhadap status kesehatannya maupun lingkungan dalam kebiasaan sehari – hari, dan anak akan mempunyai sejumlah keterbatasan dalam mekanisme koping untuk mengatasi masalah maupun kejadian – kejadian yang bersifat menekan. Di rumah sakit, anak harus menghadapi lingkungan yang asing, pemberi asuhan yang tidak dikenal dan gangguan terhadap gaya hidup mereka. Sering kali mereka harus mengalami prosedur yang menimbulkan nyeri, kehilangan
kemandirian dan berbagai hal yang tidak diketahui. Bila
dilakukan pemeriksaan telinga, mulut, suhu pada anus dan tindakan pemasangan infus akan membuat anak menjadi sangat cemas. Reaksi anak terhadap tindakan yang tidak menyakitkan sama seperti reaksi terhadap tindakan yang sangat menyakitkan(1). Peran perawat dalam meminimalkan stres akibat hospitalisasi pada anak sangat penting. Perawat perlu memahami konsep stres hospitalisasi dan prinsip – prinsip asuhan keperawatan melalui pendekatan proses keperawatan. Oleh karena itu tenaga keperawatan perlu menerapkan komunikasi terapeutik dalam memberikan asuhan keperawatan untuk dapat meminimalkan kecemasan dan stres yang terjadi pada anak selama hospitalisasi dan membina hubungan saling percaya pada pasien anak dan keluarganya. Komunikasi terapeutik pada anak mempunyai ciri tersendiri dibandingkan dengan komunikasi pada orang dewasa. Tehnik komunikasi terapeutik diharapkan dapat menurunkan kecemasan
karena dapat membantu agar anak merasa bahwa
interaksinya dengan perawat merupakan kesempatan untuk berbagi perasaan, sehingga proses penyembuhan akan lebih cepat(2). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di
RSUD Panembahan
Senopati Bantul di Ruang Anggrek pada tanggal 23 November 2011, rata – rata anak yang di rawat mengalami prosedur invasif dan kebanyakan adalah pemasang infus sebanyak 46 anak usia pra sekolah . Penyakit yang sering ditemui antara lain diare, febris, dan lain – lain, yang memerlukan pengobatan melalui infus dan dari hasil observasi yang dilakukan ditemukan 2 dari 9 orang pearawat yang shif pagi belum melakukan komunikasi yang baik pada saat pemasangan infus.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat diambil suatu rumusan masalah sebagai berikut: “Adakah hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kooperatif anak usia pra sekolah saat pelaksanaan pemasangan infus di Bangsal Aggrek RSUD Panembahan Senopati Bantul ?
79
Tujuan Penelitian 1.
Tujuan umum Mengetahui hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kooperatif anak usia prasekolah saat pelaksanaan pemasangan infus di Bangsal Anggrek RSUD Panembahan Senopati Bantul.
2.
Tujuan khusus a. Mengetahui karakteristik perawat di Bangsal Aggrek RSUD Panembahan Senopati Bantul. b. Mengetahui tahapan – tahapan komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh perawat di Bangsal Aggrek RSUD Panembahan Senopati Bantul. c. Mengetahui tingkat kooperatif yang terjadi pada anak usia prasekolah saat dilakukan pemasangan infus oleh perawat di Bangsal Anggrek RSUD Panembahan Senopati Bantul. d. Mengetahui keeratan hubungan tingkat kooperatif
yang terjadi pada anak usia pra
sekolah saat dulakukan pemasangan infus oleh perawat di Bangsal Anggrek RSUD Panembahan Senopati Bantul.
Manfaat Penelitian 1.
Bagi Institusi Rumah Sakit Sebagai sumbangan pemikiran dan bahan masukan yang digunakan perawat
untuk
penerapan komunikasi terapeutik pada anak, sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang optimal 2.
Bagi Institusi pendidikan Universitas Respati YogyakartaDiharapkan dapat
digunakan
sebagai bahan acuan dalam melakukan penelitian lebih lanjut yang berhubungan dengan tingkat kooperatif anak usia prasekolah selama hospitalisasi. 3.
Bagi peneliti lain Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnnya.
METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Jenis penelitian adalah penelitian non eksperimental yang bersifat kuantitatif dengan metode penelitian survey analytic cross sectional atau potong lintang dimana variabel sebab atau resiko dan akibat atau kasus yang terjadi pada objek penelitian diukur dan dikumpulkan secara stimuli (dalam waktu yang bersamaan). (3)
Lokasi dan Waktu Penelitian Dilaksanakan pada bulan Maret – April 2012 bertempat di ruang rawat inap Bangsal Anggrek RSUD Panembahan Senopati Bantul.
80
Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi pada penelitian ini adalah semua perawat yang bekerja di Ruang Rawat Inap Bangsal Anggrek RSUD Panembahan Senopati Bantul dengan jumlah seluruh perawat 21 orang yang merupakan perawat tetap dan pasien anak usia pra sekolah yang menjalani rawat inap di Bangsal Aggrek RSUD Panembahan Senopati Bantul.
2. Sampel a.
Ukuran sampel untuk perawat yang bekerja di Ruang Rawat Inap Bangsal Anggrek RSUD Panembahan Senopati Bantul berjumlah 21 orang, teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling. (3) Kriteria Inklusi : 1) Berpendidikan minimal D3. 2) Bersedia berpartisipasi menjadi responden dengan bukti inform consent. Kriteria eksklusi : 1) Perawat yang sedang cuti atau sakit.
b.
Ukuran sampel untuk pasien yang dirawat di Ruang Rawat Inap Bangsal Anggrek RSUD Panembahan Senopati Bantul, teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling. (3) Kriteria Inklusi : 1) Pasien anak usia pra sekolah 3 – 6 tahun. 2) Kesadaran compos mentis. 3) Mengalami prosedur tindakan invasif : pemasangan infuse
Variabel Penelitian 1.
Variabel bebas (independent) , Variabel bebas (independent) pada penelitian ini adalah komunikasi terapeutik perawat.
2.
Variabel terikat (dependent) Variabel terikat (dependent) pada penelitian ini adalah tingkat kooperatif anak usia pra sekolah
Jenis dan Teknik Pengumpulan Data 1.
Data Primer Data primer adalah data yang secara langsung diambil dari objek penelitian yaitu perawat dan pasien. Data ini diperoleh dengan membagikan kuesioner secara langsung kepada responden, yang terdiri dari kuesioner komunikasi terapeutik perawat tentang tahap – tahap komunikasi terapeutik perawat
81
2.
Data sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian, yaitu berupa data mengenai karakteristik responden yang ada di Ruang Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul seperti jumlah perawat yang bekerja, jumlah pasien yang dirawat.
Instrumen Penelitian Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kuesioner yang mengacu pada teori tahapan komunikasi terapeutik 1.
Kuesioner tentang komunikasi terapeutik yang diberikan kepada perawat, terdiri dari pernyataan favourable yaitu pernyataan yang bersifat positif dan pernyataan unfavourable yaitu pernyataan yang bersifat negative. Favourable jika jawaban Benar diberi skor 2, Salah diberi skor 1 dan pernyataan unfavourable jika jawaban Benar diberi skor 1, salah diberi skor 2. Dengan menggunakan skala pengukuran ordinal dengan kategori skor : Baik
: Skor (90%-100%)
Cukup
: Skor (60%-89%)
Buruk
: Skor <59%)
UJi Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas Menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Pearson, dikenal dengan rumus korelasi product moment. Uji validitas dilakukan di Ruang Rawat Inap RSUD Sleman Yogyakarta pada tanggal 7 Maret 2012 dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada perawat yang terdiri dari 20 orang perawat yang berisikan 24 pernyataan. Hasil analisa menggunakan program SPSS 15.00, dari 24 pernyataan mengenai komunikasi terapeutik perawat diperoleh 8 pernyataan dinyatakan tidak valid, sedangkan 18 lainnya dinyatakan valid. dan 18 pernyataan komunikasi terapeutik perawat dinyatakan valid karena r hitung lebih besar dari r tabel, yang mana nilai r tabel adalah = 0.444.
2. Uji Reliabilitas Untuk mengetahui reliabilitas dilakukan dengan cara melakukan uji Chrombach Alpha, diperoleh hasil untuk kuesioner komunikasi terapeutik perawat sebesar 0,903, yang mana menurut Chrombach Alpha dinyatakan reliable karena nilainya lebih besar dari 0.6.
82
Pengolahan Data dan Analisa Data 1.
Pengolahan data Langkah-langkah dalam rencana pengolahan data meliputi : a.
Editing Dilakukan dengan memeriksa kembali data-data yang diperoleh, kelengkapan dari data kuesioner yang diberikan kepada responden. Dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul, memeriksa data, menghindari hitungan atau perhitungan atau perhitungan yang salah, memeriksa jawaban, dan pada tahap ini tidak dilakukan pergantian atau penafsiran jawaban.
b.
Coding Dilakukan dengan pemberian kode-kode pada tiap data yang termasuk dalam kategori yang sama. Kode adalah isyarat yang dibuat dalam bentuk angka-angka atau huruf-huruf yang memberikan identitas atau petunjuk pada satu informasi atau data yang akan dianalisis. Macamnya dengan memberikan kode pada masing-masing jawaban. Untuk memudahkan dalam proses pembacaan yang terdiri atas pernyataan favorable dan unfavorable dengan ketentuan, untuk pernyataan favorable bila jawaban Benar dan Ya mendapat skor 2 dan jika jawaban Salah dan Tidak mendapat skor 1, sedangkan untuk pernyataan unfavorable bila jawaban Benar dan Ya mendapat skor 1 dan Salah dan Tidak mendapat skor 2.
c.
Tabulating Dilakukan dengan memindahkan jawaban dari responden dalam bentuk kode ke dalam master table program SPSS 15.00.
d.
Transferring Dilakukan dengan mengkoding dan mengelompokkan data sesuai dengan variabel yang diteliti.
2.
Teknik analisis data a.
Analisis univariat Digunakan untuk melihat distribusi dan frekuensi dari tiap vaiabel yaitu komunikasi terapeutik perawat dan tingkat kooperatif anak usia pra sekolah.
b.
Analisis bivariat Digunakan untuk mencari hubungan antara variabel bebas dan terikat, menggunakan uji statistik korelasi Kendall Tau. Analisa data meggunakan program SPSS 15.0. Penelitian ini menggunakan taraf signifikasi (ρ) yaitu 0.05. artinya apabila hasil uji statistic menunjukkan taraf signifikasi (ρ) < 0.05 maka H0 ditolak yang berarti ada hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kooperatif anak usia pra sekolah Apabila sebaliknya jika taraf signifikasi (ρ) >0.05, maka H0 diterima yang berarti tidak ada hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kooperatif anak usia pra sekolah hasil penelitian dan pembahasan.
83
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah perawat pelaksanan di Ruang Rawat Inap Bangsal Anggrek RSUD Panembahan Senopati Bantul yang berjumlah 21 orang. Tabel 1. Karakteristik Responden Penelitian menurut umur dan jenis kelamin Perawat di Bangsal Anggrek RSUD Panembahan Senopati Bantul No
Karakteristik
1
Umur 20-29 tahun 30-39 tahun Jenis kelamin Laki-laki Perempuan
2
f 10 11 f 2 19 21
Total 2.
% 47,6 52,4 % 9,5 90,5 100
Analis is Univariat a.
Komunikasi terapeutik perawat
Tabel 2. Frekuensi Komunikasi Terapeutik Perawat di Bangsal Anggrek RSUD Panembahan Senopati Bantul Komunikasi Terapeutik Perawat Baik Sedang Buruk Jumlah b.
N
%
2 19 0 21
9,5 90,5 0,0 100
Tingkat kooperatif anak usia pra sekolah
Tabel 4. Frekuensi Tingkat Kooperatif Anak Usia Prasekolah Saat Pelaksanaan Pemasangan Infus di Bangsal Anggrek RSUD Panembahan Senopati Bantul Tingkat kooperatif Baik Cukup Kurang Jumlah 3.
N 4 4 13 21
% 19,0 19,0 61,9 100
Analisis Bivariat Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Tingkat Kooperatif Anak Usia Prasekolah Saat Pelaksanaan Pemasangan Infus.
84
Tabel 5. Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Tingkat Kooperatif Anak Usia Prasekolah Saat Pelaksanaan Pemasangan Infus
Komunikasi Terapeutik Baik Sedang Buruk Total
Tingkat Kooperatif Kurang Cukup f % f % 0 0,0 0 0,0 13 61,9 4 19,0 0 0,0 0 0,0 13 61,9 4 19,0
Baik f % 2 9,5 2 9,5 0 0,0 4 19,0
Total f 2 19 0 21
PValue % 9,5 90,5 0,0 100,0
0,526
0,014
B. PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa para perawat di Bangsal Anggrek RSUD Panembahan Senopati Bantul mayoritas komunikasi terapeutiknya masih dalam kategori sedang. Artinya rata – rata perawat memiliki pengetahuan yang sedang tentang komunikasi terapeutik yang menyangkut tentang pengertian komunikasi terapeutik, fase – fase komunikasi, bentuk – bentuk komunikasi, faktor yang mempengaruhi proses komunikasi, fungsi komunikasi terapeutik, tujuan komunikasi terapeutik, tahap – tahap komunikasi terapeutik, dan teknik komunikasi terapeutik pada anak usia pra sekolah. Untuk itu, perlunya dukungan dari semua pihak khususnya rumah sakit dalam meningkatkan kemampuan perawat dalam berkomunikasi dengan pasien, diharapkan dengan makin baiknya komunikasi terapeutik perawat juga akan berdampak pada baiknya kerjasama dengan para pasien. Dengan meningkatnya kerjasama ini akan membantu kelancaran kesembuhan pasien, terlebih lagi pada pasien yang masih kecil atau anak-anak usia pra sekolah. Penggunaan komunikasi terapeutik merupakan hal yang perlu mendapatkan perhatian dari perawat karena komunikasi terapeutik akan sangat membantu mengatasi masalah psikologis anak usia prasekolah terhadap tindakan pemasangan infus. Di samping itu, pada usia prasekolah perkembangan anak mulai meningkat yang ditandai dengan rasa ingin tahu, sering bertanya,inisiatif tinggi, kemampuan bahasa mulai meningkat, mudah merasa kecewa dan rasa bersalah karena tuntutan tinggi, dan takut terhadap ketidak tahuan. (4) Kemudian pada tingkat kooperatif anak usia prasekolah saat pelaksanaan pemasangan infus, menunjukkan rendahnya tingkat kooperatif dari pasien. Hal ini dapat dikarenakan dari faktor perawat di Bangsal Anggrek RSUD Panembahan Senopati Bantul yang komunikasinya pada anak kurang baik, karena berdasarkan hasil penelitian menyebutkan bahwa mayoritas perawat komunikasi terapeutiknya masih dalam kategori sedang.
85
Bagi perawat untuk membedakan komunikasinya pada anak dan dewasa, komunikasi terapeutik pada anak mempunyai cara tersendiri dibandingkan dengan komunikasi pada orang dewasa, karena pada anak - anak memerlukan persiapan hati – hati sebelum tindakan, misalnya persiapan psikologis anak yaitu dengan menjelaskan tentang apa yang akan dilakukan terhadapnya, dan melakukan permainan seperti menggambar, menonton vidio, juga menghadirkan orang tua saat anak dilakukan tindakan dengan persiapan-persiapan yang dilakukan sebelum pelaksanaan prosedur tindakan, diharapkan dapat membuat anak lebih kooperatif selama dilaksanakan prosedur perawatan, sehingga tujuan dapat tercapai. Seperti pendapat dari (Potter menyatakan bahwa tehnik komunikasi terapeutik diharapkan dapat menurunkan kecemasan karena dapat membantu agar anak merasa bahwa interaksinya dengan perawat merupakan kesempatan untuk berbagi perasaan, sehingga proses penyembuhan akan lebih cepat.. (5) Di samping itu tingkat pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik pada anak usia pra sekolah juga harus ditingkatkan karena mempengaruhi kemampuan skill dalam berkomunikasi terapeutik pada anak usia pra sekolah, karena salah satu faktor yang mempengaruhi proses komunikasi adalah pengetahuan, tingkat pengetahuan akan mempengaruhi komunikasi yang dilakukan seseorang. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Adi Hanjaya yang menemukan ada hubungan antara pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik dengan kemampuan perawat dalam komunikasi terapeutik pada anak usia pra sekolah di Rumah Sakit Umum Daerah Kota YogyakartaCaring Perawat (6) Berdasarkan pengujian statistik dengan uji Korelasi Spearman Rank, dinyatakan ada hubungan yang signifikan antara komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kooperatif anak usia prasekolah saat pelaksanaan pemasangan infus, sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa ada hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dan tingkat kooperatif anak usia prasekolah saat pelaksanaan pemasangan infus terbukti atau diterima. Untuk itu peran perawat dalam meminimalkan stres akibat hospitalisasi pada anak sangat penting. Perawat perlu memahami konsep stres hospitalisasi dan prinsip – prinsip asuhan keperawatan melalui pendekatan proses keperawatan. Oleh karena itu tenaga keperawatan perlu menerapkan komunikasi terapeutik dalam memberikan asuhan keperawatan untuk dapat meminimalkan kecemasan dan stres yang terjadi pada anak selama hospitalisasi dan membina hubungan saling percaya pada pasien anak dan keluarganya. Sejauh ini, komunikasi terapeutik pada anak masih kurang mendapat perhatian, mengingat kurangnya penggunaan komunikasi terapeutik secara positif sehingga anak mudah mengalami kecemasan saat dan selama di rumah sakit (7).
86
Dengan demikian, hasil penelitian ini telah sejalan dengan Efrita Herliyanti hasil yang didapat adalah adanya pengaruh dukungan keluarga dengan tingkat kooperatif anak usia pra sekolah saat pelaksanaan pemasangan infus di Inska RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta. Dan sejalan dengan penelitian Herliana hasil yang didapat adalah menggambarkan bahwa ada pengaruh yang sangat bermakna dari pemberian terapi bermain terhadap peningkatan perilaku kooperatif pada anak usia prasekolah selama menjalani perawatan di Irna II RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta(8,9). Dikarenakan pentingnya komunikasi ini, maka penggunaan komunikasi terapeutik merupakan hal yang perlu mendapatkan perhatian dari perawat karena komunikasi terapeutik akan sangat membantu mengatasi masalah psikologis anak usia prasekolah terhadap tindakan pemasangan infus.
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan, kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Karakteristik perawat di RSUD Panembahan Senopati Bantul menurut umur paling banyak terdapat perawat yang berusia antara 30 – 39 tahun yaitu sebanyak 52,4%, sedangkan menurut jenis kelamin paling banyak perawat perempuan yaitu sebanyak 90,5 %. 2. Tahapan – tahapan komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh perawat di Bangsal Anggrek RSUD Panembahan Senopati Bantul masuk dalam kategori sedang yaitu 90,5 % 3. Tingkat kooperatif yang terjadi pada anak usia pra sekolah saat dilakukan pemasangan infus oleh perawat di Bangsal Anggrek RSUD Panembahan senopati bantul masuk dalam kategori kurang yaitu 61,9 % 4. Ada hubungan yang signifikan antara komunikasi terapeutik perawat dengan Tingkat Kooperatif anak usia prasekolah saat pelaksanaan pemasangan infus di Bangsal Anggrek RSUD Panembahan Senopati Bantul.
B. Saran Berdasarkan pada penelitian yang dilakukan, maka peneliti dapat memberikan saran sebagai berikut: 1.
Bagi Perawat Rumah Sakit RSUD Panembahan Senopati Bantul Mengingat komunikasi terapuetik perawat masih dalam kategori sedang dan tingkat kooperatif anak masih dalam kategori kurang maka hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan bahan masukan yang digunakan perawat RSUD Panembahan Senopati Bantul, khususnya perawat di ruang rawat inap Bangsal Anggrek untuk dapat menerapkan tahapan komunikasi terapeutik dengan baik pada anak saat
87
pelaksanaan pemasangan infus sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang optimal. 2.
Bagi Mahasiswa Institusi Pendidikan UNRIYO Menambah reverensi bacaan perpustakaan bagi mahasiswa berkaitan dengan komunikasi terapeutik perawat dan tingkat kooperatif anak sehingga dapat dijadikan bahan masukan agar dapat mempelajari tahapan – tahapan berkomunikasi dari fase pra interaksi, fase interaksi, fase keraja dan fase terminasi dengan baik, sehingga dapat menjadi bekal untuk memasuki dunia kerja professional yang nyata dan mampu merealisasikan dihadapan pasien, terutama pada anak usia pra sekolah sehingga dapat terjalin hubungan kerja sama yang baik antara perawat dengan pasien.
DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Wong, D. L. (2004). Pedoman klinis Keperawatan Pediatrik, Jakarta: EGC Mulyana, D. (2001). Ilmu Komunikasi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Notoatmojo, S. (2005). Metodologi Penelitian, Rineka Cipta: Jakarta Behrman, R. E. (2002). Ilmu Kesehatan Anak. Bagian I, Jakarta: EGC Supartini, Y. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak, Jakarta: EGC Machfoed, M.(2009). Komunikasi Keperawatan Komunikasi Terapeutik, Yogyakarta: Ganbika Adi, H., (2010) Hubungan Antara Pengetahuan Perawat Tentang Komunikasi Terapeutik Dengan Kemampuan Perawat Dalam Komunikasi Terapeutik Pada Anak Usia Pra Sekolah RSUD Kota, Yogyakarta, Skripsi, FIKES UNRIYO, Yogyakarta 8. Nasir, A. (2011). Komunikasi Dalam Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika 9. Herliyanti , E., (2005) Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Kooperatif Anak Usia Pra Sekolah Saat Pelaksanaan Pemasangan Infus di Inska RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, Skripsi, FK UGM, Yogyakarta 10. Herliana, L., (2001). Pengaruh Terapi Bermain Terhadap Tingkat Kooperatif Selama Menjalani Perawatan Pada Anak Usia Pra Sekolah di Irna II (Bangsal Anak) RSUP DR. Sardjito, Yogyakarta, Skripsi, FK UGM, Yogyakarta
88
COMMUNICATION RELATIONSHIP IN THERAPEUTIC NURSE PROVIDE THE LEVEL OF SATISFACTION WITH MEDICINE PATIENTS IN THE PROVISION OF MEDICINE IN IRNA RSUD SLEMAN YOGYAKARTA Parasian Mina Maranata Nababan 1 ,Kirnantoro 2, Nazwar Hamdani Rahil 3 ABSTRACT Background : Therapeutic Communication is an effective way to influence human behavior and is useful in carrying out health care in the hospital, so that the communication must be developed continuously. Therapeutic communication is essential to fostering a therapeutic relationship where there is delivery of information and exchange of feelings and thoughts with the intent to influence other people, communication is planned with a conscious, purposeful, and focused its activities for the patient's recovery Research Objectives : To determine the therapeutic nurse communication relationships in delivering drugs to the level of patient satisfaction in giving medicine RSUD Sleman Yogyakarta. Methods of Research : This type of research is descriptive quantitative research with cross sectional correlation with the approach. The research was conducted in RSUD, Sleman Yogyakarta. The population in this study were grade III patients amounted to 178 patients. Sampling using a purposive sampling, the number of respondents as many as 64 patients. Analysis of research data using rank correlation analysis spearmen. Research time May 28 - July 2 nd 2012. Results : value of rank spearmen correlation of ρ = 0.414 and significant value of 0.001 (ρ> 0.05), which means the level closeness of the relationship therapeutic communication and patient satisfaction in the medium category. Patients who feel very satisfied as much as 4 or 6.3% of respondents and respondents who felt satisfied as much as 40 respondents (62.5%). Conclusion : There is a communication link nurses in delivering therapeutic medicine to the level of patient satisfaction in the administration of medicine in RSUD , Sleman Yogyakarta.
Keywords : Communication therapeutic, medicine delivery, patient satisfaction. 1. 2. 3.
Nursing Student S1 Unoversity of Respati Yogyakarta Lecturer Nursing Poltekes Yogyakarta Lecturer Nursing S 1 University of Respati Yogyakarta
89
HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DALAM MEMBERIKAN OBAT DENGAN TINGKAT KEPUASAN PASIEN DALAM PEMBERIAN OBAT DI IRNA RSUD SLEMAN YOGYAKARTA Parasian Mina Maranata Nababan 1 ,Kirnantoro 2, Nazwar Hamdani Rahil INTISARI
Latar belakang : Komunikasi terapeutik merupakan cara yang efektif untuk mempengaruhi tingkah laku manusia dan bermanfaat dalam melaksanakan pelayanan kesehatan dirumah sakit, sehingga komunikasi harus dikembangkan secara terus menerus. Komunikasi terapeutik sangat penting untuk membina hubungan yang terapeutik dimana terjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran dengan maksud untuk mempengaruhi orang lain, komunikasi ini direncanakan dengan sadar, bertujuan ,dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Tujuan penelitian : Untuk mengetahui hubungan komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan obat terhadap tingkat kepuasan pasien dalam pemberikan obat di RSUD Sleman Yogyakarta. Metode penelitian : Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilakukan di RSUD sleman, Yogyakarta. Populasi pada penelitian ini adalah pasien kelas III berjumlah 178 pasien. Pengambilan sampel menggunakan purposive sampling, dengan jumlah responden sebanyak 64 pasien. Analisis data penelitian menggunakan analisis korelasi spearmen rank. Waktu penelitian 28 Mei – 2Jjuli 2012. Hasil : Nilai korelasi rank spearmen sebesar ρ= 0,414 dan nilai signifikan sebesar 0,001 (ρ>0,05) yang artinya tingakat keeratan hubungan komunikasi terapeutik dan kepuasaan pasien dalam kategori sedang. Pasien yang merasakan sangat puas sebanyak 4 responden atau 6,3 % dan responden yang merasakan puas sebanyak 40 responden (62,5%). Kesimpulan : Ada hubungan komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan obat terhadap tingkat kepuasan pasien dalam pemberian obat di RSUD sleman, Yogyakarta.
Kata kunci : Komunikasi terapeutik, pemberian obat, kepuasan pasien.
90
PENDAHULUAN 1. Latar belakang Komunikasi terapeutik merupakan cara yang efektif untuk mempengaruhi tingkah laku manusia dan bermanfaat dalam melaksanakan pelayanan kesehatan dirumah sakit, sehingga komunikasi harus dikembang secara terus menerus. Hubungaan antara perawat dan klien yang terapeutik bisa terwujud dengan adanya interaksi yang terapeutik antar keduanya, interaksi tersebut harus dilakukan dengan tahapan-tahapan baku interaksi terapeutik perawat klien, tahapan itu antara lain tahap pre orientasi, tahap orientasi, tahap kerja, dan tahap terminasi5. Kelemahan dalam berkomunikasi merupakan masalah yang serius baik bagi perawat maupun pasien. Perawat yang enggan berkomunikasi dengan menunjukkan raut muka yang tegang akan berdampak serius bagi pasien. Pasien akan merasa tidak nyaman bahkan terancam dengan sikap perawat. Kondisi seperti itu tentunya akan sangat berpengaruh terhadap kesembuhan pasien 6. Komunikasi terapeutik merupakan cara untuk membina hubungan yang terapeutik dimana terjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran dengan maksud untuk mempengaruhi orang lain,komunikasi ini direncanakan dengan sadar, bertujuan, dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan perawat untuk membantu klien beradaptasi terhadap stress, mengatasi psikologis, dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain17. Komunikasi terapeutik merupakan cara untuk membina hubungan terapeutik antara perawat dengan klien. Proses komunikasi terjadi penyampaian informasi yang dapat digunakan sebagai alat yang efektif dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien. Pelatihan
komunikasi terapeutik diharapkan dapat membawa perubahan pada
perilaku perawat meliputi pengetahuan, sikap, dan ketrampilan. Perawat yang memiliki keterampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan professional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit, tetapi yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya untuk memberikan pertolongan terhadap sesama manusia. Hubungan antara Perawat dan klien yang terapeutik bisa terwujud jika ada interaksi yang terapeutik diantara perawat dan klien. Interaksi tersebut harus dilakukan sesuai tahapan baku interaksi terapeutik perawat dan klien, karena setiap tahapan itu mempunyai tugas yang harus dilaksanakan oleh perawat agar hubungan yang dibangun bisa optimal. Keempat tahap itu adalah tahap prainteraksi, tahap orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi 8.
91
Mengenai komunikasi terapeutik pemberian obat merupakan tanggung jawab perawat juga. Perawat berharap ada pedoman-pedoman tertentu yang bisa menghindarkan kita dari suatu resiko kesalahan dalam penyiapan dan pemberian obat. Menurut Endang, (2010) berdasarkan pengamatannya disebuah bangsal psikiatri di RS jiwa Surakarta, beberapa perawat sewaktu memberikan obat kepada pasien tidak menggunakan komunikasi terapeutik yang baik. Misalnya saat memberikan obat perawat memanggil nama pasien dengan berteriak dan membentak dengan nada tinggi dan menakut-nakuti pasien supaya pasien segera minum obat. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan November
di bangsal
flamboyan RSUD sleman Yogyakarta. Peneliti melakukan wawancara langsung 10 orang tentang bagaimana komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan obat dan kepuasan pasien dengan komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan obat. Hasil wawancara pasien mengatakan perawat sudah melakukan tugasnya dengan baik tetapi pasien terkadang mengeluhkan perilaku perawat yang dira sa kurang dalam memberikan pelayanan kepada pasien sehingga berpengaruh pada kepuasan pasien, seperti tidak memanggil nama pasien, menjelaskan nama obat, dan tujuan obat. Terkait dari beberapa hal diatas maka peneliti memiliki ketertarikan untuk melakukan penelitian tentang Hubungan komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan obat terhadap tingkat kepuasan pasien dalam pemberian obat di irna RSUD sleman,Yogyakarta.
2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah penelitiannya adalah,’' Apakah ada hubungan komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan obat dengan tingkat kepuasan pasien dalam memberikan obat di irna RSUD sleman yogyakarta?
3. Tujuan dan manfaat penelitian a.
Tujuan penelitian meliputi tujuan umum dan tujuan khusus, sebagai berikut: 1.
Tujuan Umum. Mengetahui hubungan komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan obat terhadap tingkat kepuasan pasien dalam memberikan obat di RSUD sleman Yogyakarta.
2.
Tujuan Khusus a)
Diketahuinya pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dalam pemberikan obat di irna RSUD Sleman Yogyakarta.
b) Diketahuinya tingkat kepuasan pasien dalam pemberikan obat di irna RSUS Sleman Yogyakarta.
92
c)
Diketahuinya hubungan pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan obat dengan tingkat kepuasan pasien dalam pemberian obat di irna RSUD Sleman Yogyakarta.
4. Manfaat penelitian 1.
Manfaat teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumbangan bagi ilmu pengetahuan khususnya keperawatan untuk dapat menambah wawasan tentang hubungan komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan obat dengan tingkat kepuasan pasien dalam pemberian obat di RSUD sleman.
2.
Manfaat praktis Ada beberapa manfaat praktis diantaranya adalah : a.
Institusi rumah sakit Dapat digunakan sebagai masukan bagi instansi Rumah sakit guna meningkatkan
pelayanan
kesehatan
berkaitan
dengan
komunikasi
terapeutik. b.
Profesi perawat Menambah pengetahuan dan wawasan perawat mengenai komunikasi terapeutik di wilayah kerjanya.
c.
Bagi Peneliti selanjutnya Sebagai dasar dan acuan untuk melaksanakan penelitian-penelitian lebih lanjut, khususnya tentang penerapan komunikasi terapeutik guna meningkatkan kepuasan pasien.
METODE PENELITIAN 1) Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini ingin mengetahui hubungan komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan obat dengan tingkat kepuasan pasien dalam pemberian obat di irna RSUS Sleman Yogyakarta.
2) Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di irna RSUD Sleman, Yogyakarta penelitian pada tanggal 28 mei sampai 2 juli 2012.
93
dan waktu
3) Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang rawat inap dikelas III (Mawar, alamanda, kenanga) RSUD Sleman, Yogyakarta. Populasi pasien yang ada dikelas III adalah 178. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 64 orang pasien yang diambil dengan tehnik Purposif Sampling yaitu yaitu pengambilan sampel didasarkan atas pertimbangan peneliti (Danim, 2003) yang disesuaikan dengan kriteria inklusi dan eksklusi pada penelitian ini.
4) Variabel dan Definisi Operasional Penelitian ini meneliti dua variabel yaitu komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan obat dan tingkat kepuasan pasien dengan pemberian obat. Komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan obat diartikan sebagai Persepsi pasien terhadap komunikasi yang dilakukan perawat pada pasien dalam
memberikan obat
dan membina hubungan yang terapeutik pasien pada fase orientasi, fase kerja, dan fase terminasi. Tingkat kepuasan pasien dalam pemberian obat diartikan sebagai rentang respon atau ungkapan perasaan pasien atau suatu pernyataan yang menggambarkan rasa senang atau tidak senang tentang komunikasi terapeutik perawat yang diterima oleh pasien selama dirawat diruang rawat inap.
5) Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan obat adalah kuesioner berisi 20 item pertanyaan tentang komunikasi terapeutik dalam memberikan obat. Komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan obat dikategorikan menjadi tiga yaitu baik, sedang, buruk. Instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel tingkat kepuasan pasien dalam pemberian obat adalah kuesioner 20 item pertanyaan tentang kepuasan pasien pasa setiap fase komunikasi terapeutik dalam pemberian obat. Tingkat kepuasan pasien dalam pemberian obat dikategorikan sangat puuas, puas, tidak puas.
6) Analisa data a. Analisis univariat Dalam analisis univariat ini dilakukan distribusi dan frekuensi dari tiap variabel yaitu komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan obat dan tingkat kepuasan pasien dalam pemberian obat. b.
Analisis bivariat. Analisis univariat dalam hal ini adalah komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan obat dan tingkat kepuasan pasien dalam pemberian obat.. Analisa data tersebut menggunakan bantuan program pengolahan data komputer. menggunakan taraf signifikansi (ρ) yaitu 0,05.
94
Penelitian ini
Artinya apabila hasil uji statistik menunjukkan taraf signifikansi (ρ) < 0,05, maka Ho ditolak yang berarti bahwa ada hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan obat dan tingkat kepuasan pasien dalam pemberian obat. Apabila sebaliknya taraf signifikansi (ρ) > 0,05 maka Ho diterima yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan obat dan tingkat kepuasan pasien dalam pemberian obat.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. HASIL a. Karakteristik Responden Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Umur, Pendidikan, dan Pekerjaan Responden di Irna RSUD Sleman Yogyakarta Karakteristik Umur (th)
Pendidikan
Pekerjaan
Rincian 20-30 30-40 > 40 Tidak Tamat SD SD SMP SMA D1 D2 Petani Pedagang Swasta PNS
Total Sumber : Data Primer Diolah, 2012. b.
Frekuensi 19 12 33 3 10 16 29 4 2 32 13 17 2 64
Persentase 29,7 18,8 51,6 4,7 15,6 25,0 45,3 6,3 3,1 50,0 20,3 26,6 3,1 100,0
Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat dalam Memberikan Obat Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat dalam Memberikan Obat di Irna RSUD Sleman Yogyakarta No
Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat dalam Memberikan Obat 1 Baik 2 Sedang Jumlah Sumber : Data Primer Diolah, 2012
95
Frekuensi
Persentase
20 44
31,3 68,8
64
100,0
c. Tingkat Kepuasan Pasien dalam Pemberian Obat. Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Kepuasan Pasien dalam Pemberian Obat di Irna RSUD Sleman Yogyakarta No
Tingkat Kepuasan Pasien dalam Pemberian Obat Sangat Puas Puas
1 2 Jumlah Sumber : Data Primer Diolah, 2012 d.
Frekuensi
Persentase
20 44
31,3 68,8
64
100,0
Analisis Bivariat Tabel 4.4. Hubungan antara Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat dalam Memberikan Obat dengan Tingkat Kepuasan Pasien dalam Pemberian Obat di Irna RSUD Sleman Yogyakarta Kepuasan Puas Variabel Komunikasi Sedang 40 (62,5%) Baik 11 (17,2%) Total 51 (79,7%) Sumber : Data Primer Diolah, 2012.
2.
Sangat Puas 4 (6,3%) 9 (14,1%) 13 (20,3%)
Rank Spearman p-value 0,414 0,001
PEMBAHASAN a.
Karakteristik Responden Hasil karakteristik responden menunjukkan bahwa sebagian besar berusia > 40 tahun sebanyak 33 responden atau 51,6%. Umur pasien rawat inap di
kelas III
di Irna RSUD Sleman Yogyakarta sebagian besar usia dewasa. Usia dewasa berhubungan keadaan emosi yang merupakan perasaan subyektif terhadap suatu kejadian. Emosi seperti marah, sedih, senang akan dapat mempengaruhi perawat dalam berkomunikasi dengan orang lain. Pasien dengan pendidikan SMA sebanyak 29 responden atau 45,3%. pendidikan pasien rawat inap di kelas III di Irna RSUD Sleman ,
memiliki
Rata-rata pendidikan
tingkat menengah. Responden dalam penelitian ini adalah sebagian besar bekerja sebagai petani yaitu sebanyak 32 responden atau 50,0%. Pekerjaan pasien rawat inap di kelas III di Irna RSUD Sleman Yogyakarta sebagian besar bertani. b.
Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat dalam Memberikan Obat Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar responden menilai sedang pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan obat yaitu sebanyak 44 responden atau 68,8%. Rata-rata pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan obat di Irna RSUD Sleman Yogyakarta adalah sedang.
96
Hasil penelitian ini didukung oleh Sudayati (2004) yang melakukan penelitian tentang
“Hubungan
komunikasi
terapeutik
dengan
rasa
percaya
klien
terhadapperawat diruang perawatan penyakit dalam RS. Panti Rapih Yogyakarta” dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi terapeutik perawat di RS. Panti Rapih Yogyakarta cukup baik. Hasil penelitian ini juga didukung oleh Nursanti (2005) yang melakukan penelitian tentang “Pengaruh pelatihan komunikasi terapeutik terhadap pengetahuan sikap dan keterampilan komunikasi terapeutik perawat di RSO prof. D. R. Soeharso Surakarta” dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi terapeutik perawat di RSO prof. Dr. R Soeharso Surakarta cukup baik. Komunikasi terapeutik yaitu hubungan yang terbentuk antara perawat dan klien selalu memerlukan komunikasi dan mengacu pada pemahaman bahwa komunikasi merupakan salah satu sarana untuk membina hubungan professional antara perawat dan klien, mempengaruhi perilaku klien menuju pola-pola kesehatan, meningkatkan integritas klien dan akhirnya menimbulkan efek mengatasi masalah klien 6. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang direncanakan secara sadar tujuan dan kegiatannya difokuskan untuk menyembuhkan klien. Komunikasi terapiutik merupakan media saling member dan menerima antar perawat dan klien.Komunikasi terapeutik berlangsung secara verbal dan non verbal. Komunikasi terapeutik ada tujuan spesifik, batas waktu , berfokus pada klien ditetapkan bersama, timbal balik, berorientasi pada masa sekarang, saling berbagi perasaan 13. c.
Tingkat Kepuasan Pasien dalam Pemberian Obat Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar responden merasa puas pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan obat yaitu sebanyak 44 responden atau 68,8%. Rata-rata responden merasa puas terhadap pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan obat di Irna RSUD Sleman Yogyakarta. Skala puas ini diartikan sebagai ukuran subyektif hasil penelitian perasaan pasien yang menggambarkan pelayanan kesehatan sepenuhnya atau sebagian besar sesuai kebutuhan atau keinginan pasien, seperti sangat bersih (untuk prasarana), sangat ramah (untuk hubungan dengan dokter dan perawat), yang seluruhnya menggambarkan tingkat kualitas yang tinggi. Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien membandingkan dengan apa yang diharapkannya18.
97
Tingkat kepuasan adalah suatu fungsi dari perbedaan antara penampilan yang dirasakan dan harapan (Wiyono, 2001). Hasil penelitian ini didukung oleh Zebua (2008)
yang
melakukan
penelitian
tentang
hubungan
kualitas
pelayanan
keperawatan dengan kepuasan pasien rawat inap dibangsal D RSUP Dr.Soeradji tirtonegoro Klaten, dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien rawat inap di Bangsal D RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten merasakan kepuasan atas kualitas pelayanan keperawatan rawat inap di Bangsal D RSUP Dr.Soeradji Tirtonegoro Klaten. d.
Hubungan Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat dalam Memberikan Obat dengan Tingkat Kepuasan Pasien dalam Pemberian Obat Hasil analisis Rank Spearman menunjukkan bahwa variabel pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan obat berhubungan signifikan dengan tingkat kepuasan pasien dalam pemberian obat (p-value = 0,001 < Level of Significant = 0,05). Keeratan hubungan antara pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan obat dengan tingkat kepuasan pasien dalam pemberian obat, sedang (nilai c = 0,414 masuk dalam kategori sedang). Hasil penelitian ini didukung oleh Narayanty (2009) yang melakukan penelitian tentang “Hubungan persepsi pasien terhadap komunikasi perawat dengan kepuasan pasien terhadap komunikasi di RSUP DR.Soeradji Tirtonegoro kalten” dimana menunjukkan bahwa hubungan komunikasi terapeutik dengan kepuasan pasien di RSUP DR. Soeraji Tirtonegoro klaten cukup baik. Responden menilai pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan obat sedang dan pasien merasakan kepuasan yang cukup, sehingga terdapat pengaruh yang cukup antara pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan obat dengan tingkat kepuasan pasien. Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa yang muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja suatu produk dan harapan-harapannya. Kinerja dibawah harapan ,pelanggan tidak puas. Kinerja melebihi harapan ,pelanggan amat puas atau senang. Pasien baru akan merasa puas apabila kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya sama atau memberi harapannya ,ketidakpuasan atau perasaan kecewa pasien akan muncul apabila kinerja layanan kesehatan yang diperoleh itu tidak sesuai dengan yang diharapkan.
98
KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan 1.
Hasil analisis menunjukkan bahwa pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan obat dinilai responden sedang.
2.
Hasil analisis pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan obat menunjukkan bahwa responden merasa puas.
3.
Hasil analisis Rank Spearman menunjukkan pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan obat berhubungan signifikan dengan tingkat kepuasan pasien dalam pemberian obat.
b.
Saran 1. Bagi RSUD Sleman Bagi RSUD Sleman dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk dijadikan sebagai sumbangan bagi ilmu pengetahuan khususnya keperawatan untuk dapat meningkatkan pelatihan - pelatihan tentang hubungan komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan obat dengan tingkat kepuasan pasien dalam pemberian obat di RSUD Sleman. 2.
Bagi Perawat Bagi perawat dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk lebih menerapkan komunikasi terapeutik di wilayah kerjanya.
3.
Bagi Peneliti Selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk dijadikan sebagai dasar dan acuan untuk meneliti faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan pasien dan faktor – faktor yang mempengaruhi komunikasi terapeutik yang baik.
99
DAFTAR PUSTAKA 1
Arikunto, S.(2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Edisi revisi V, Jakarta: Rineka Cipta 2 Hidayat, A. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data, Jakarta: Salemba Medika 3 ountur, R. (2005). Metodologi Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. Jakarta: Penerbit PPM 4 Kozier,et.al.(2004). Fundamentals of nursing ; concepts, process and practice Seventh edition. United States: Pearson Prentice Hall 5 Machfoedz, A.(2009). Komunikasi keperawatan komunikasi terapeutik. Yogyakarta : perpustakaan nasional. 6 Mundakir. (2006) . Komunikasi keperawatan dan aplikasi dalam pelayanan. Yogyakarta. Graha ilmu 7 Musliha. (2009). Komunikasi terapeutik plus materi komunikasi terapeutik. Yogyakarta : NUha medika 8 Nursanti (2005). Pengaruh pelatihan komunikasi terapeutik terhadap pengetahuan sikap dan keterampilan komunikasi terapeutik di RSO prof.Dr.R.Soeharso Surakarta .skripsi.tidak diterbitkan 9 Notoatmodjo (2002). Metodologi Penelitian kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta 10 Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta 11 Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta 12 Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika 13 Sudayati (2004). Hubungan komunikasi terapeutik dengan rasa percaya klien terhadap perawat diruang perawatan penyakit dalam RS pantirapih Yogyakarta.skripsi.tidak diterbitkan 14 Sugiyono. (2002). Statistika Untuk Penelitian, Bandung: Alfa Beta 15 Supranto J (2001) Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan Untuk Menaikkan Pangsa Pasar, Rineka Cipta 16 Supriyati. (2004). Kepuasan pasien terhadap mutu pelayanan keperawatan di rawat inap RS Dr. Sardjito,Yogyakarta : Skripsi PSIK FK UGM, tidak diterbitkan
100