SCIENTIA VOL. 7 NO. 1, FEBRUARI 2017
EVALUASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN HIPOGLIKEMIA PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 YANG MENGGUNAKAN INSULIN Fahma Shufyani1, Fatma Sri Wahyuni2, Khairil Armal3 1 Program Studi Farmasi, STIKes Medistra Lubuk Pakam 2 Fakultas Farmasi, Universitas Andalas, Padang, 3 Rumah Sakit Stroke Bukittinggi, Sumatera Barat Email :
[email protected]
ABSTRAK Diabetes melitus merupakan gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa darah <60 mg/dL tanpa gejala klinis atau kadar glukosa darah <80 mg/dL dengan gejala klinis. Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino yang dihasilkan oleh sel beta pankreas. Tujuan penelitian mengevaluasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kejadian hipoglikemia pada pasien diabetes mellitus tipe 2 yang menggunakan insulin di bangsal rawat inap penyakit dalam RSUP DR.M.Djamil Padang. Penelitian dilakukan dari bulan April hingga Juni tahun 2015 dengan metode deksriptif analitik dan desain penelitian Cross Sectional, prospektif serta wawancara. Data diperoleh dari rekam medik penderita diabetes melitus tipe 2 yang menerima terapi insulin. Jumlah keseluruhan pasien dalam penelitian 109 pasien. 37 pasien (33,9%) mengalami hipoglikemia, 72 pasien (66,1%) tidak mengalami hipoglikemia. Kata Kunci : hipoglikemia, diabetes mellitus tipe 2, insulin ABSTRACT Diabetes mellitus is a metabolic disorder characterized by hyperglycemia associated with abnormalities in the metabolism of carbohydrates, fats and proteins. Hypoglycemia is a condition where blood glucose levels <60 mg / dL or <80 mg / dL with one of the symptoms. Insulin is a hormone consisting of amino acid sequence produced by the beta cells of the pancreas. The aim of research was to evaluate the factors that influence the incidence of hypoglycemia in patients with type 2 diabetes who use insulin in inpatient wards DR.M.Djamil Padang. The study was conducted from April to June 2015 with descriptive analytic methods to the design of cross sectional and prospective studies and interviews. Data were obtained from medical records of patients with type 2 diabetes mellitus receiving insulin therapy. The total number of patients in the study were 109 patients. As results, 37 patients (33.9%) experienced hypoglycemia, 72 patients (66.1%) did not experience hypoglycemia. Keywords : hypoglycemia, diabetes mellitus type 2, insulin
PENDAHULUAN Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein (Sukandar,2008). ISSN : 2087-5045
Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa darah < 60 mg/dL tanpa gejala klinis atau kadar glukosa darah < 80 mg/dL dengan gejala klinis (Sukandar, 2008). Hipoglikemia merupakan salah satu faktor penghambat untuk mencapai kendali glikemia yang optimal pada pasien diabetes (Rani, 2008). 12
SCIENTIA VOL. 7 NO. 1, FEBRUARI 2017
Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino yang dihasilkan oleh sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin disintesis kemudian disekresikan ke dalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah (Sudoyo, 2006). Angka kejadian hipoglikemia pada kasus diabetes mellitus tipe 2 mencapai 10%, selama pemberian terapi insulin. Hipoglikemia pada diabetes disebabkan oleh kelebihan insulin relatif atau absolut, namun integritas mekanisme pengatur-balik glukosa berperan penting dalam penurunan gejala klinis (Bilous, 2015). Angka kejadian untuk pasien diabetes mellitus tipe 2, terapi insulin berkisar dari 3 hingga 70 episode per 100 pasien per tahun. Angka kejadian hipoglikemia pada kasus diabetes mellitus tipe 2 mencapai 10% selama pemberian terapi insulin (Bilous, 2015). Pada pasien yang mendapatkan terapi insulin dirumah sakit yang akan diteliti, ditemukan bahwa pengukuran kadar gula darah dilakukan pada waktu yang tidak disesuaikan dengan profil farmakokinetik dari insulin yang digunakan. Hal ini menyebabkan kejadian hipoglikemia menjadi tidak terdeteksi. Berdasarkan hal tersebut diatas, peneliti tertarik untuk melihat. evaluasi faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian hipoglikemia pada pasien diabetes mellitus tipe 2 yang menggunakan insulin dibangsal rawat inap Penyakit Dalam RSUP DR. M.Djamil Padang.
METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan secara cross sectional pada bulan April 20145 sampai Juni 2015 di RSUP DR. M. Djamil Padang. Pemilihan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling dengan kriteria inklusi : 1. pasien diabetes mellitus tipe 2 yang menerima terapi insulin 2. pasien diabetes mellitus tipe 2 yang menderita hipoglikemia menerima terapi insulin yang berupa sikap dengan kategori 0% - 50% (lemah) dan ISSN : 2087-5045
51% - 100% (kuat), kepercayaan terkait insulin dengan kategori 0% 50% (lemah) dan 51% - 100% (kuat), pengetahuan dengan kategori 0% 50% (tidak baik) dan 51% - 100% (baik), efikasi diri (kepercayaan diri) dengan kategori 0% - 50% (lemah) dan 51% - 100% (kuat), 3. bersedia untuk disertakan dalam penelitian, Mampu untuk diwawancarai. Seluruh pasien yang berpartisipasi dalam penelitian ini diminta untuk mengisi informed consent. Data sosiodemografi (usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan berat badan) dikumpulkan dengan wawancara kepada pasien dan dari rekam medis pasien. Variabel independen yang berupa kadar insulin glukosa darah sewaktu, puasa, dua jam PP penderita hipoglikemia pada pasien diabetes mellitus tipe 2. Variabel dependen terdiri dari a) jenis kelamin yaitu perempuan dan laki-laki, usia yaitu lansia (60 – 74 tahun) dan dewasa (45 – 59 tahun), b) berat badan yaitu 41 – 50 kg dan 51 – 60 kg, c) tingkat pendidikan yaitu SMP dan SMA, d) pekerjaan yaitu ibu rumah tangga dan wiraswasta, e) jenis insulin yaitu rapid acting tunggal dan rapid acting kombinasi long acting, dosis insulin yaitu rapid acting tunggal dengan dosis 3x10 IU, 3x6 IU, 3x8 IU dan rapid acting 3x10 IU kombinasi long acting 1x12 IU, rapid acting 3x12 IU kombinasi long acting 1x10 IU, rapid acting 3x6 IU kombinasi long acting 1x10 IU, rapid acting 3x6 IU kombinasi long acting 1x12 IU, rapid acting 3x8 IU kombinasi long acting 1x10 IU, rapid acting 3x8 IU kombinasi long acting 1x12 IU, aspek sikap dengan kategori 0 – 50% (lemah) dan 51% - 100% (kuat), aspek kepercayaan terkait insulin dengan kategori 0 – 50% (lemah) dan 51% - 100% (kuat), aspek pengetahuan dengan kategori 0 – 50% (tidak baik) dan 51% 100% (baik), aspek efikasi diri dengan kategori 0 – 50% (lemah) dan 51% - 100% (kuat). Analisa statistik menggunakan ujiChi Square. Data dianalisis menggunakan program SPSS for windows versi 17.0. Metode analisis yang dilakukan 13
SCIENTIA VOL. 7 NO. 1, FEBRUARI 2017
adalah uji crosstabs untuk memperoleh nilai Odds Ratio (OR) untuk melihat hubungan variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Untuk mencari faktor-faktor yang berhubungan secara signifikan dengan kejadian hipoglikemia digunakan uji regresi logistik ganda menggunakan program SPSS for windows versi 17.0. Statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik demografis seperti : usia, jenis kelamin serta pekerjaan dan karakteristik penyakit pasien seperti : penyakit lain yang diderita oleh pasien. Persentase dan frekuensi digunakan variabel kategorikal (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat pekerjaan, jenis insulin yang diberikan pada pasien diabetes mellitus tipe 2,obat selain insulin yang diberikan, kadar laboratorium gula darah puasa, gula darah 2 jam PP, gula darah sewaktu serta penyakit lain yang diderita). Evaluasi gejala klinis yang terlihat sebelum dan sesudah mendapatkan terapi insulin yang ada di RSUP DR. M.Djamil Padang. Data dianalisa dengan menggunakan observasi.
HASIL DAN DISKUSI Jumlah keseluruhan pasien yang diamati dalam penelitian ini adalah 109 pasien. Sebanyak 37 pasien (33,9%) mengalami hipoglikemia, Penilaian kejadian hipoglikemia pada penelitian ini didasarkan kepada hasil pemeriksaan kadar gula darah sewaktu dan gejala klinis hipoglikemia. Dikatakan hipoglikemia bila keadaan dimana kadar glukosa darah pasien kurang dari 60 mg/dL tanpa gejala klinis atau kadar glukosa darah kurang dari 80 mg/dL dengan gejala klinis (Rani, et al., 2008). Hipoglikemia pada pasien diabetes mellitus diakibatkan karena menurunnya kadar gula dalam darah yang biasanya disebabkan oleh kelebihan pemakaian dosis obat, faktor usia lanjut dan ketidak teraturan penderita dalam hal mengkonsumsi makanan sehabis memakai obat (Isselbacher, 2000).
ISSN : 2087-5045
Pada penelitian ini, kelompok pasien berdasarkan jenis kelamin yang mengalami hipoglikemia 31 pasien (83,7%) berjenis kelamin perempuan, 6 pasien (16,2%) berjenis kelamin laki-laki. Dari hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian hipoglikemia, Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Lin, et al., 2010) menyimpulkan bahwa jenis kelamin perempuan lebih banyak mengalami kejadian hipoglikemia karena pada perempuan menopause akan terjadi penurunan jumlah estrogen dan progesteron, seperti yang diketahui bahwa hormon tersebut dibentuk dari steroid yang diambil dari jaringan adipose. Penurunan jumlah hormon estrogen dan progesteron akan meningkatkan timbunan lemak dan perubahan profil lipid darah dapat menurunkan sensitifitas terhadap kerja insulin pada otot dan hati (Taylor, 2008). Kelompok pasien berdasarkan usia yang mengalami hipoglikemia 30 pasien (81,0%) berusia lansia (60 tahun – 74 tahun), 7 pasien (18,9%) berusia dewasa (45 tahun – 59 tahun). Pada kelompok usia yang lebih muda menunjukkan respon yang lebih cepat terhadap gejala hipoglikemia, artinya kelompok usia yang lebih muda memiliki kemampuan mengenal dan merespon gejala hipoglikemia lebih baik dari pada kelompok usia yang lebih tua (Rohaidah, 2012). Usia lansia dicirikan dengan seringnya mengeluhkan kesehatannya karena penurunan fungsi tubuh. Semakin muda usia pasien, maka semakin meningkat kemampuan melakukan penatalaksanaan hipoglikemia (Rohaidah, 2012). Kelompok pasien berdasarkan berat badan yang mengalami hipoglikemia ditemukan sebanyak 33 pasien (89,1%) dengan berat badan 30 – 40 kg dan pasien dengan berat badan 41 – 50 kg ditemukan sebanyak 4 pasien (10,8%). Pada pasien yang kelebihan berat badan terdapat kelebihan kalori akibat makan yang berlebih, sehingga menimbulkan penimbunan lemak dijaringan kulit. Resistensi insulin akan timbul pada daerah yang mengalami penimbunan lemak, 14
SCIENTIA VOL. 7 NO. 1, FEBRUARI 2017
sehingga akan menghambat kerja insulin dijaringan tubuh dan otot (Ernawati, 2002). Kelompok pasien berdasarkan tingkat pendidikan yang mengalami hipoglikemia 31 pasien (83,7%) tingkat pendidikan SMP dan 6 pasien (16,2%) tingkat pendidikan SMA. Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh pasien. Status pendidikan berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan, karena status pendidikan akan mempengaruhi kesadaran dan pengetahuan tentang kesehatan (Sartunus, et al., 2015). Pada kelompok pasien berdasarkan pekerjaan yang mengalami hipoglikemia 30 pasien (81,0%) berkerja sebagai ibu rumah tangga, 7 pasien (18,9%) bekerja sebagai wiraswasta. Pekerjaan dapat mempengaruhi tingkat kesehatan pasien dengan cara meningkatkan resiko terjadinya penyakit dan mempengaruhi cara bagaimana pasien masuk kedalam sistem pelayanan kesehatan, sehingga seseorang yang beekrja memiliki kepercayaan diri yang lebih tinggi untuk mengatasi masalahnya (Soohyun, 2009). Jenis insulin yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 jenis insulin yaitu rapid acting tunggal dan rapid acting kombinasi long acting. Kelompok pasien yang mengalami hipoglikemia 27 pasien (72,9%) jenis insulin rapid acting tunggal, 10 pasien (27,0%) jenis insulin rapid acting kombinasi long acting. Jenis insulin rapid acting tunggal yang digunakan dalam penelitian ini adalah Novorapid. Novorapid menurunkan kadar gula darah setelah injeksi, sangat aman dan identik dengan insulin manusia. Novorapid adalah cairan injeksi yang mengandung insulin aspart. Dibandingkan dengan insulin manusia terlarut, Novorapid lebih cepat diabsorbsi., lebih banyak dan tinggi kurva konsentrasi pada waktu yang singkat (Soemadji, 2006). Kombinasi dari 2 jenis insulin yaitui insulin kerja cepat dengan insulin kerja panjang memberikan hasil penurunan kadar glukosa darah lebih baik, karena dapat memenuhi kebutuhan insulin basal dan insulin prandial. Pemberian 2 jenis insulin tersebut menghasilkan kontrol ISSN : 2087-5045
glikemik yang lebih baik, fluktuasi glukosa darah, kejadian hipoglikemia dan peningkatan berat badan yang lebih rendah (Rubin, et al. 2009). Pada penelitian ini, kelompok pasien yang mengalami hipoglikemia 16 pasien (43,2%) dosis insulin rapid acting tunggal 3x10 IU, 2 pasien (5,4%) dosis insulin rapid acting tunggal 3x6 IU, 9 pasien (24,3%) dosis insulin rapid acting tunggal 3x8 IU, 2 pasien (5,4%) dosis insulin rapid acting 3x10 IU kombinasi long acting 1x12 IU, 4 pasien (10,8%) dosis insulin rapid acting 3x12 IU kombinasi long acting 1x10 IU, 1 pasien (2,7%) dosis insulin rapid acting 3x6 IU kombinasi long acting 1x10 IU, 1 pasien (2,7%) dosis insulin rapid acting 3x6 IU kombinasi long acting 1x12 IU, 1 pasien (2,7%) dosis insulin rapid acting 3x8 IU kombinasi long acting 1x10 IU, 1 pasien (2,7%) dosis insulin rapid acting 3x6 IU kombinasi long acting 1x12 IU. Setiap pasien mendapat dosis yang berbeda-beda, dosis yang digunakan tergantung pada kondisi fisiologis pasien. Novorapid termasuk dalam rapid acting insulin yaitu insulin dengan onset sangat cepat sekitar 15 – 30 menit dengan puncak kerja 30 – 60 menit dan lama kerja 3 – 5 jam tersedia dalam vial dan pen insulin (Rubin, et al. 2009). Pada penelitian yang dilakukan oleh Wandira tahun 2005, bahwa kombinasi yang paling banyak digunakan adalah insulin aspart-detemir, dimana hasil yang diperoleh memperlihatkan persentase penurunan kadar gula darah puasa, semakin besar pada pemberian insulin dengan dosis berkisar 12 – 14 unit untuk insulin aspart dan 10-30 unit untuk insulin detemir. Pemberian insulin dengan dosis besar dipertimbangkan berdasarkan kadar gula darah puasa awal (Rubin, et al. 2009). Dari 37 pasien yang mengalami hipoglikemia, pasien dengan kategori sikap lemah sebanyak 4 orang (10,8%) dan dengan kategori sikap kuat sebanyak 33 orang (89,1%). Hal ini berarti bahwa pasien yang memiliki sikap kuat lebih banyak dibandingkan dengan pasien yang memiliki sikap lemah, sikap tidak memiliki pengaruh terhadap pencegahan hipoglikemia. Pada 15
SCIENTIA VOL. 7 NO. 1, FEBRUARI 2017
umumnya tindakan seseorang terjadi setelah ia mengetahui dan menyikapi tentang hal yang baru diterimanya. Sikap merupakan faktor yang ada dalam diri manusia yang dapat mendorong atau menimbulkan perilaku yang tertentu (Farida, et al.,2014). Berdasarkan tingkat kepercayaan terkait insulin, dari 37 pasien yang mengalami hipoglikemia, 5 pasien (13,5%) berada pada kategori lemah dan 32 pasien (86,4%) berada pada kategori kuat. Adanya kepercayaan bahwa kurangnya keyakinan diri terhadap keberhasilan penatalaksanaan insulin dalam mengontrol glukosa darah disamping kekhawatiran akan adanya peningkatan berat badan setelah penggunaan insulin (Farida, et al.,2014). Pemberian terapi insulin dirasakan menyulitkan pasien, karena rasa tidak percaya diri untuk memberikan insulin secara mandiri. Rasa tidak percaya diri muncul, karena kurangnya informasi dan ketidaktahuan pasien, sehingga menjadi hambatan dalam penggunaan insulin. Terapi insulin juga membuat ketidaknyamanan bagi pasien, karena pemberiannya harus memakai jarum suntik (Rohaidah, et al.,2012). Berdasarkan tingkat pengetahuan, dari 37 pasien terdapat pada kelompok yang mengalami hipoglikemia, 31 pasien (83,7%) berada pada kategori tidak baik dan 6 pasien (16,2%) berada pada kategori
baik. Dari hasil penelitian terlihat bahwa pasien yang pengetahuan tidak baik lebih banyak dibandingkan pengetahuan baik, masih banyak pasien yang tidak mengetahui penyebab hipoglikemia dan kurangnya informasi pengetahuan secara holistik pada hipoglikemia (Farida, et al.,2014). Pengetahuan memiliki pengaruh terhadap pencegahan hipoglikemia. Pada pasien yang memiliki pengetahuan ditemukan kejadian hipoglikemia yang lebih rendah, karena dapat menghindari penyebab dan mengontrol terjadinya hipoglikemia, tidak dapat mengontrol penyebab dari hipoglikemia, dikarenakan pasien tidak mengikuti saran dari petugas kesehatan (Farida, et al.,2014). Berdasarkan tingkat efikasi diri (kepercayaan diri), dari 37 pasien terdapat pada kelompok pasien yang mengalami hipoglikemia, 13 pasien (35,1%) berada pada kategori lemah dan 24 pasien (64,8%) berada pada kategori kuat. Sepanjang waktu seiring dengan lamanya penyakit yang dialami, pasien dapat belajar bagaimana seharusnya melakukan pengelolaan penyakitnya. Pengalaman langsung dari pasien merupakan sumber utama terbentuknya efikasi diri. Semakin lama seseorang terdiagnosa penyakit, maka semakin banyak pengalaman yang dimiliki efikasi diri yang jauh lebih baik (Briscoe, 2006).
Tabel I. Hasil analisis Chi-Square untuk mengetahui hubungan karakteristik pasien dengan kejadian hipoglikemia Hasil Analisis/ Parameter Jenis kelamin
Chi Hitung 5,854
1
Chi Tabel 3,841
Df
Nilai P
Kesimpulan
0,017
5,854 > 3,841 = Ho ditolak 0,017 < 0,05 = Ho ditolak Jadi, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian hipoglikemia 5,041 > 3,841 = Ho ditolak 0,032 < 0,05 = Ho ditolak Jadi, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara usia dengan kejadian hipoglikemia 7,156 > 3,841 = Ho ditolak
Usia
5,041
1
3,841
0,032
Berat badan
7,156
1
3,841
0,11
ISSN : 2087-5045
16
SCIENTIA VOL. 7 NO. 1, FEBRUARI 2017
Hasil Analisis / Parameter Tingkat pendidikan
Chi Hitung 5,245
1
Chi Tabel 3,841
Df
Nilai P
Kesimpulan
0,028
5,245 > 3,841 = Ho ditolak 0,028 < 0,05 = Ho ditolak Jadi, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian hipoglikemia 5,041 > 3,841 = Ho ditolak 0,032 < 0,05 = Ho ditolak Jadi, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pekerjaan dengan kejadian hipoglikemia 0,993 > 3,841 = Ho diterima 0,440 < 0,05 = Ho diterima Jadi, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara sikap dengan kejadian hipoglikemia 0,03 > 3,841 = Ho diterima 1,000 < 0,05 = Ho diterima Jadi, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kepercayaan terkait insulin dengan kejadian hipoglikemia 5,854 > 3,841 = Ho ditolak 0,017 < 0,05 = Ho ditolak Jadi, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan tentang diabetes mellitus dan insulin dengan kejadian hipoglikemia 3,056 > 3,841 = Ho diterima 0,105 < 0,05 = Ho diterima Jadi, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara efikasi diri (kepercayaan diri) dengan kejadian hipoglikemia 0,011 < 0,05 = Ho ditolak Jadi, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara berat badan dengan kejadian hipoglikemia
Pekerjaan
5,041
1
3,841
0,032
Dosis insulin Sikap
7,509 0,993
8 1
15,507 3,841
0,440
terkait
0,03
1
3,841
1,000
Pengetahuan tentang diabetes mellitus dan insulin
5,854
1
3,841
0,017
Efikasi diri (kepercayaan diri)
3,056
1
3,841
0,105
Kepercayaan insulin
Dari hasil pengujian diperoleh nilai Chi Square sebesar 12.741 dengan nilai Sig. sebesar 0,121. Dari hasil tersebut terlihat bahwa nilai Sig. lebih besar dari pada Alpha (0.05) yang berarti keputusan yang diambil adalah menerima Ho yang berarti tidak ada perbedaan antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati, maka model regresi logistic digunakan untuk analisis selanjutnya. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini :
ISSN : 2087-5045
Tabel II. Hasil uji Hosmer and Lemeshow Test Step 1
Chi-square 12.741
Df 8
Sig. .121
Untuk melihat hasil analisis regresi menggunakan model persamaan kedua yang memasukkan semua komponen dari variabel independen. Dari tabel Variables in the Equation terlihat bahwa nilai konstanta adalah sebesar 13.642, koefisien yang paling besar adalah aspek sikap yaitu 2.236 dan koefisien yang paling kecil adalah dosis insulin yaitu 0,137. Data 17
SCIENTIA VOL. 7 NO. 1, FEBRUARI 2017
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini : Tabel III. Hasil uji regresi logistic Variables in the Equation
Step 1 (a)
95.0% C.I.for EXP(B)
B
S.E.
Wald
Df
Sig.
Exp (B)
Lower
Upper
Lower
Upper
Lower
Upper
Lower
Upper
1.579
.629
6.308
1
.012
4.850
1.414
16.629
jenis kelamin
-1.269
.631
4.045
1
.044
.281
.082
.968
tingkat pendidikan
1.450
.636
5.206
1
.023
4.264
1.227
14.818
Pekerjaan
1.100
.600
3.357
1
.067
3.004
.926
9.741
dosis insulin
.137
.104
1.745
1
.187
1.147
.936
1.405
jenis insulin
.867
.595
2.121
1
.145
2.379
.741
7.636
aspek sikap
2.236
1.120
3.983
1
.046
9.357
1.041
84.103
aspek kepercayaan
.244
.857
.081
1
.775
1.277
.238
6.843
aspek pengetahuan
1.688
.660
6.532
1
.011
5.407
1.482
19.724
aspek efikasi diri
-.917
.536
2.924
1
.087
.400
.140
1.143
Berat badan
1.409
.684
4.248
1
.039
4.094
1.072
15.638
-13.642
4.790
8.110
1
.004
.000
Usia
Constant
KESIMPULAN Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa jumlah kejadian hipoglikemia pada pasien diabetes mellitus tipe 2 yang menggunakan insulin di bangsal rawat inap penyakit dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang sebanyak 37 pasien dari 109 pasien (33,9%). Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian hipoglikemia pada pasien diabetes mellitus tipe 2 yang menggunakan insulin adalah jenis kelamin, usia, berat badan, tingkat pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, dosis insulin dan jenis insulin. Sementara ISSN : 2087-5045
itu sikap, kepercayaan terkait insulin, efikasi diri (kepercayaan diri) tidak berhubungan dengan kejadian hipoglikemia. Jenis-jenis tipe insulin yang digunakan pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di bangsal rawat inap penyakit dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang yaitu rapid acting tunggal dan rapid acting kombinasi long acting. Kejadian hipoglikemia terjadi lebih banyak pada kelompok kombinasi rapid acting-long acting.
18
SCIENTIA VOL. 7 NO. 1, FEBRUARI 2017
DAFTAR PUSTAKA Bilous, R and Donelly, R. (2014). Buku Pegangan Diabetes. Edisi ke-4. Jakarta : Bumi Medika. Briscoe VJ, Davis SN. (2006). Hypoglycemia in type 1 and type 2 diabetes : Physiology, pathophysiology and management. Clin Diabetes. 24 : 115 – 21. Ernawati. (2002). Kemampuan Melakukan Penatalaksanaan Hipoglikemia Berdasarkan Karakteristik dan Pengetahuan Pasien Diabetes Melitus. Jakarta : Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidatullah. Farida. (2014). Hubungan antara pengetahuan sikap dan tindakan pasien diabetes mellitus dengan pencegahan komplikasi hipoglikemia di RSUD Labuang Baji Makassar. Isselbacher, J Kurt. (2000). Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13, Jakarta : EGC Lin, Y.Y., et al. (2010). Risk factors for recurrent hypoglycemia in hospitalized diabetic patients admitted for severe hypoglycemia. Diperoleh dari http://www.eymj.org. Rani, A., Sidartawan Soegondo, Anna Uyainah Z. Nasir, (2008). Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia. Rohaidah., Damayanti, N. (2011). Faktorfaktor yang berhubungan dengan kemampuan pasien diabetes mellitus dalam mendeteksi episode hipoglikemia di RSUD Mattaher. Rubin, R.R. (2000). Psychotheraphy and Conselling in Diabetes Melitus. Psychology in Diabetes Care (P 235-263). Chickester : Jhon Wiley & Sons. Ltd Sartunus, R., Hasneli, Y., Jumaini. (2015). Hubungan Pengetahuan, Persepsi dan Efektifitas Penggunaan Terapi Insulin Terhadap Kepatuhan ISSN : 2087-5045
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dalam Pemberian Injeksi Insulin. Pekanbaru : Ilmu Keperawatan, Universitas Riau. Soemadji, D.W, 2006. Hipoglikemia Iatrogenik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3. Edisi IV. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia. Shoohyun. (2009). Factors Associated With Insulin Reluctance in Individuals With Type 2 Diabetes. Diabetes Care, 33 (8). Sudoyo, W.A, Setiyohadi, B. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Ke-4 ,Jilid III, Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sukandar, E.Y., Retnosari, A., (2008). Iso Farmakoterapi. Jakarta : PT ISFI Penerbitan. Taylor, C. (2008). Gula Darah Menopause Kenali Tanda Awal Ketidak seimbangan Menopause. Diperoleh dari : http://eziarticles.com
19