FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGGUNAAN BIOGAS DI DESA HAURNGOMBONG, KECAMATAN PAMULIHAN, KABUPATEN SUMEDANG
RANI MAULANASARI
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASINYA
Dengan Mempengaruhi
ini
saya
menyatakan
Pengambilan
bahwa
Keputusan
Skripsi
Penggunaan
Faktor-faktor Biogas
di
yang Desa
Haurngombong, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang adalah karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Skripsi ini.
Bogor, Januari 2010
Rani Maulanasari NIM I24052151
RINGKASAN RANI MAULANASARI. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Penggunaan Biogas di Desa Haurngombong, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang. Dibimbing oleh: ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI dan LILIK NOOR YULIATI. Pertambahan penduduk yang terus meningkat setiap tahun menyebabkan terjadinya lonjakan kebutuhan bahan bakar minyak (BBM), menyebabkan kelangkaan BBM di Indonesia. Hal ini membuat Indonesia membutuhkan energi alternatif sebagai pengganti BBM. Salah satu energi alternatif yang dapat digunakan di Indonesia adalah biogas. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengidentifikasi penggunaan energi biogas dan nonbiogas dalam keluarga; (2) Mengetahui manajemen keuangan dan energi antara keluarga pengguna biogas dan nonbiogas; (3) Menganalisis perbedaaan alokasi pengeluaran rumahtangga pengguna biogas dan nonbiogas; dan (4) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan keluarga terhadap penggunaan biogas. Disain penelitian ini adalah cross sectional study dan dilaksanakan di Desa Haurngombong, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat karena Desa Haurngombong merupakan salah satu contoh desa mandiri energi yang memanfaatkan biogas sebagai energi alternatif. Contoh dalam penelitian ini adalah keluarga yang tinggal di Desa Haurngombong, sedangkan responden dalam penelitian ini adalah istri. Contoh dibagi kedalam dua kelompok, yaitu kelompok pengguna biogas dan nonbiogas dengan pengambilan data secara purposive sampling pada 30 keluarga di tiap kelompok, sehingga jumlah responden adalah 60 keluarga. Energi yang digunakan keluarga dalam hal ini hanya diteliti yang berhubungan dengan keperluan rumahtangga seperti memasak dan penerangan. Energi yang digunakan untuk memasak yaitu minyak tanah, kayu bakar, gas elpiji, biogas dan sekam. Pengguna biogas menggunakan biogas (50%), gas elpiji (50%), kayu bakar (25%) dan minyak tanah (1,7%) untuk memasak. Pengguna nonbiogas menggunakan gas elpiji (50%), kayu bakar (33,3%), minyak tanah (6,7%) dan sekam (3,3%) untuk memasak. Energi yang digunakan untuk penerangan adalah listrik dan biogas. Baik pengguna biogas maupun nonbiogas menggunakan listrik untuk penerangan dan biogas hanya digunakan oleh empat keluarga (6,7%) pengguna biogas. Keluarga pengguna biogas lebih banyak melakukan perencanaan dan pelaksanaan keuangan dan energi dibandingkan pengguna nonbiogas. Hal ini terjadi karena meskipun suami dan istri memiliki tingkat pendidikan yang rendah, mereka berusaha membiayai pendidikan anaknya hingga ke jenjang yang lebih tinggi. Alokasi pengeluaran rumahtangga pada pengguna biogas dan nonbiogas pada umumnya sama, perbedaan hanya terletak pada pengeluaran untuk energi yang digunakan untuk memasak. Hampir seluruh pengguna biogas hanya mengeluarkan setengah dari biaya energi yang dikeluarkan oleh pengguna nonbiogas. Pengguna nonbiogas membutuhkan gas elpiji dua tabung ukuran 3 kg untuk memasak, pengguna biogas hanya membutuhkan gas elpiji satu tabung.
Keluarga pengguna biogas menggunakan biogas karena praktis (3,3%), mudah didapat (40%), memanfaatkan limbah (43,3%), energi tersedia (41,7%), energi lain sukar didapat (13,3%), dan harga terjangkau (10%). Berdasarkan hasil pengujian regresi logistik dengan nilai R square 0,713 artinya 71,3 persen variabel yang diinput mempengaruhi pengambilan keputusan penggunaan energi. Sisanya dipengaruhi dari variabel di luar penelitian sebesar 28,7 persen. Hasil regresi logistik untuk pengetahuan tentang biogas berpengaruh signifikan (p=0,089) terhadap peningkatan penggunaan biogas sebesar 1,383 kali. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa alokasi pengeluaran untuk memasak pengguna biogas lebih rendah daripada pengguna nonbiogas. Diharapkan perbedaan alokasi pengeluaran ini dapat digunakan untuk membiayai pendidikan anak hingga ke jenjang yang lebih tinggi. Agar seluruh masyarakat dapat menikmati penghematan energi secara merata, diharapkan para pemberi informasi seperti ketua peternak dan petugas desa memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat. Agar tidak hanya pengguna yang memperoleh informasi mengenai biogas atau energi alternatif lainnya. Pemerintah juga harus terus memantau penggunaan energi alternatif ini agar tetap berjalan sesuai dengan rencana. Selain itu, masyarakat yang telah menggunakan energi alternatif diharapkan dapat berbagi informasi dengan masyarakat lainnya agar semakin banyak orang yang menggunakan energi alternatif dan mulai belajar untuk tidak tergantung pada energi minyak. Guna mengantisipasi kekurangan persediaan energi minyak beberapa tahun belakangan ini membuat masyarakat beserta pemerintah harus terus menggali informasi untuk mencari solusi guna mengurangi penggunaan BBM untuk keperluan sehari-hari. Pemerintah diharapkan dapat memberikan penyuluhan mengenai energi alternatif yang ada di Indonesi kepada masyarakat dengan baik.
ii
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGGUNAAN BIOGAS DI DESA HAURNGOMBONG, KECAMATAN PAMULIHAN, KABUPATEN SUMEDANG
RANI MAULANASARI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Keluarga dan Konsumen pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
Judul
: Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Penggunaan Biogas di Desa Haurngombong, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang
Nama
: Rani Maulanasari
NIM
: I24052151
Disetujui,
Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si Pembimbing I
Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati, MFSA Pembimbing II Diketahui,
Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
Tanggal Lulus:
iv
UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penyusunan skripsi ini dengan limpahan kemudahan-Nya. Satu hal yang disadari penulis, bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan moril dan materiil berbagai pihak. Maka dari itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si selaku pembimbing akademik sekaligus pembimbing skripsi dan Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati, MFSA sebagai pembimbing skripsi yang telah memberikan perhatian dan motivasi yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Megawati Simanjuntak, SP selaku dosen penguji dan dosen pemandu seminar yang telah memberikan saran dan kritik yang berguna dalam perbaikan skripsi ini. 3. Adang, SP MP, selaku Kepala Desa Haurngombong yang telah berkenan memberikan izin melakukan penelitian dan Komar Purnama selaku ketua kelompok peternak Harapan Sawargi, yang telah membantu memberikan informasi kepada penulis mengenai masyarakat yang menggunakan biogas serta Masyarakat Desa Haurngombong yang telah berkenan menjadi responden dalam penyusunan skripsi ini. 4. Papap dan Mama tersayang, atas segala do’a, dukungan, cinta, kasih sayang, pengorbanan dan kesabarannya yang akhirnya mampu menuntun penulis sekolah hingga perguruan tinggi. Semoga Allah senantiasa melindungi dan menyayanginya. Uu Undang, Uu Oom, Teh Rissa, Teh Poppy, dan A Galih atas bantuan dan dukungan selama penulis melaksanakan penyusunan skripsi ini. Adik-adikku tersayang, de Irfan dan de Fikri yang selalu memberiku semangat. 5. Sri dan Anne selaku pembahas seminar atas kritik dan sarannya dalam perbaikan skripsi ini. 6. Sahabat-sahabat Al-Farabi, teman-teman IKK 42 serta Minor Keuangan dan Aktuaria atas kebersamaan yang terjalin selama beberapa tahun ini. Semoga silaturahmi ini tidak berakhir sampai disini. Demikian ucapan terimakasih ini penulis sampaikan, semoga Allah membalasnya dengan segala kebaikan. Amin. Bogor, Januari 2010
Penulis
v
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat pada tanggal 21 Oktober 1987 dari ayah Ir. Mochamad Soleh dan ibu Dra. Iyah Sariyah. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara. Penulis lulus tahun 2005 dari SMAN 1 Cianjur. Tahun 2005 pula penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Masuk Perguruan tinggi. Tahun pertama di IPB, penulis diterima di Kelas B 09 Tingkat Persiapan Bersama IPB. Kemudian pada tahun kedua penulis diterima di mayor Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia. Sistem mayor-minor yang diberlakukan IPB terhitung sejak angkatan 42 membuat penulis memutuskan untuk mengambil minor Pemodelan Sistem Dinamik dari Departemen Matematika dimulai dari semester 3 hingga semester 5. Jadwal antara mayor dan minor yang seringkali bentrok membuat penulis memutuskan untuk pindah minor dari Pemodelan Sistem Dinamik ke minor Keuangan dan Aktuaria yang juga berasal dari Matematika sehingga memiliki komposisi mata kuliah yang tidak jauh berbeda. Semenjak memasuki IPB penulis bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Tjianjur (HIMAT). Penulis pernah menjadi sekretaris Malam Keakraban HIMAT, Bendahara HIMAT, dan pernah pula menjabat sebagai Ketua HIMAT. Di kegiatan Departemen sendiri, penulis pernah terlibat dalam penyambutan mahasiswa baru IKK angkatan 43 dengan menjadi anggota Penanggung Jawab Keluarga Masa Orientasi Mahasiswa Baru IKK (MENTARI) 2007.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ………………………………………………………… vii DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………...
viii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………...
xi
PENDAHULUAN ………………………………………………………… Latar Belakang ………………………………………………………… Perumusan Masalah …………………………………………………… Tujuan Penelitian ……………………………………………………… Tujuan Umum …………………………………………………..... Tujuan Khusus ……………………………………………………. Kegunaan Penelitian …………………………………………………..
1 1 4 5 5 5 6
TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………...... Pengambilan Keputusan ......................................................................... Jenis-Jenis Energi ……………………………………………………... Dasar-Dasar Teknologi Biogas ....................................................... Perkembangan Digester Biogas di Wilayah Provinsi Jawa Barat ... Keuntungan Ekonomis dengan Penggunaaan Biogas ...................... Beberapa Negara yang Memanfaatkan Biogas ................................ Penggunaan Energi …………………………………………………… Prinsip Penggunaan Energi .............................................................. Konsumsi Energi dalam Rumahtangga ........................................... Manajemen Keuangan dan Energi .............……………………………. Pendapatan ....................................................................................... Perencanaan ..................................................................................... Alokasi Pengeluaran Rumahtangga ................................................. Pelaksanaan ......................................................................................
7 7 11 12 14 16 16 17 18 19 19 20 21 22 24
KERANGKA PEMIKIRAN ………………………………………………
25 28 28 28 28 30 33 35 35 35 36 39 39 40 41
METODE PENELITIAN …………………………………………………. Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian ………………………………... Contoh dan Teknik Penarikan Contoh ………………………………… Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ………………………………….. Pengolahan dan Analisa Data …………………………………………. Definisi Operasional …………………………………………………... HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………………… Keadaan Umum Lokasi ………..……………………………………… Letak dan Luas Wilayah .................................................................. Program DME di Desa Haurngombong ........................................... Karakteristik Keluarga …………………………………………........... Usia Suami dan Istri ………………………………………………. Pendidikan Suami dan Istri ……………………………………….. Pekerjaan Suami dan Istri …………………………………………
vii
Besar Keluarga ............................................................................... Pendapatan per Kapita Keluarga ..................................................... Kepemilikan Ternak Keluarga ....................................................... Akses Informasi mengenai Energi .................................................. Pengetahuan Mengenai Biogas ………………………………….. Manajemen Keuangan dan Energi …………………………………….. Perencaaan Keuangan dan Energi ………………………………… Pelaksanaan Keuangan dan Energi ……………………………….. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Manajemen Keuangan dan Energi ……………………………………………………………... Perilaku Penggunaan Energi ………………………………………….. Energi yang Digunakan Keluarga ………………………............... Alasan Penggunaan Energi …………………………………......... Lama Penggunaan Biogas ……………………………………….. Alokasi Pengeluaran Pengguna Biogas dan Nonbiogas …………. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran untuk energi memasak …………………………………………………………. Pengambilan Keputusan Penggunaan Energi ………………......... Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Penggunaan Biogas ………….........................................................
42 42 43 44 46 48 48 49
KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………... Kesimpulan ……………………………………………………………. Saran …………………………………………………………………...
68 68 68
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………..
70
LAMPIRAN ……………………………………………………………….
73
50 53 53 54 56 56 60 63 64
viii
DAFTAR TABEL
1
Halaman Jumlah penduduk indonesia tahun 1971-2008 ..................................... 1
2
Spesifikasi rata-rata digester biogas di wilayah provinsi jawa barat …
14
3
Jenis dan cara pengukuran data ............................................................
29
4
Pengkategorian data penelitian ….........................................................
32
5
Sebaran mata pencaharian penduduk desa haurngombong …………..
36
6
Jumlah peternak sapi dan pengguna biogas di desa haurngombong …
38
7
Sebaran contoh berdasarkan usia suami dan istri ……………………
39
8
Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan suami dan istri ……
40
9
Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan suami dan istri ………………
41
10 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga .........................................
42
11 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan per kapita per bulan .............
43
12 Sebaran contoh berdasarkan jumlah ternak yang dimiliki ....................
44
13 Sebaran contoh berdasarkan sumber informasi yang diperoleh ...........
45
14 Sebaran contoh berdasarkan jumlah infomasi yang diterima ...............
45
15 Sebaran pernyataan yang dijawab benar oleh contoh ….......................
46
16 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan mengenai biogas ....
47
17 Sebaran contoh berdasarkan yang melaksanakan perencanaan manajemen keuangan dan energi ..........................................................
48
18 Sebaran contoh berdasarkan yang melaksanakan pelaksanaan manajemen keuangan dan energi ..........................................................
49
19 Faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen keuangan dan energi ..
50
20 Sebaran contoh berdasarkan energi yang digunakan keluarga .............
53
21 Sebaran contoh berdasarkan alasan penggunaan energi ……………..
54
22 Sebaran contoh berdasarkan lama penggunaan biogas ……………….
56
23 Rata-rata alokasi pengeluaran keluarga berdasarkan pengeluaran pangan dan nonpangan per kelompok contoh ………………………..
58
24 Rata-rata alokasi pengeluaran keluarga berdasarkan pengeluaran pangan dan nonpangan per kelompok contoh ………………………..
59
25 Sebaran contoh berdasarkan alokasi pengeluaran energi yang digunakan untuk memasak ...................................................................
50
26 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran untuk energi memasak ...............................................................................................
61
27 Sebaran contoh berdasarkan pengambilan keputusan pemilihan energi …………………………………………………………………
63
28 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan perilaku penggunaan biogas ...............................................................................
65
x
DAFTAR GAMBAR
1
Halaman Grafik produksi dan konsumsi minyak indonesia tahun 1987-2007 .... 2
2
Proses keputusan pembelian Robbins and Coulter ..............................
7
3
Keputusan Konsumen Howard and Sheth Model ................................
10
4
Proses pelaksanaan manajemen ………………………………………
24
5
Kerangka pemikiran .............................................................................
27
6
Skema pengelolaan dan pengawasan instalasi biogas ........................
38
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Peta Wilayah Penelitian ……………………………………………… 74 2 Gambaran Wilayah Penelitian ………………………………………..
75
3 Tahapan Pembuatan Biogas dari Kotoran Sapi ………………………
76
PENDAHULUAN Latar Belakang Natalitas (kelahiran) yang terjadi setiap hari tentu menambah jumlah populasi manusia di muka bumi ini. Tahun 2008 ini populasi penduduk Indonesia menduduki peringkat 4 setelah Amerika Serikat, sementara populasi terbanyak dunia berada di Negara China (Fadhilza 2008). Tahun 2005 jumlah penduduk Indonesia mencapai 218.868.791 jiwa dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 238.567.492 jiwa. Artinya dalam kurun waktu tiga tahun terjadi peningkatan sekitar 2,39 persen pertumbuhan penduduk per tahun (Tabel 1). Tabel 1 Jumlah penduduk Indonesia tahun 1971-2008 Tahun
Jumlah Penduduk
1971 1980 1990 1995 2000 2005 2008
119.208.229 147.490.298 179.378.946 194.754.808 205.132.458 218.868.791 238.567.492
Persentase pertumbuhan penduduk/tahun (%/tahun) 2,39 1,98 1,66 1,04 1,31 2,91
Sumber:SP (1971, 1980, 1990, 2000) dan Supas (1995, 2005) dalam BPS 2008 dan Fadhilza 2008
Produksi sumberdaya yang tidak sebanding dengan permintaan, sehingga mengakibatkan kelangkaan bahan bakar minyak (BBM). Hal ini dikarenakan meningkatnya populasi tidak diimbangi dengan penambahan sumberdaya penunjang yang ada. Salah satu contohnya adalah kelangkaan minyak tanah dan gas elpiji pada akhir tahun 2008. Hal ini dikarenakan konsumsi energi yang terus meningkat sementara produksinya terus menurun seiring dengan menurunnya sumberdaya Bahan Bakar Minyak (BBM) dan gas alam di muka bumi. Hal ini akan mengakibatkan kekurangan pasokan sumberdaya energi dikemudian hari (Gambar 1). Grafik pada Gambar 1 menunjukkan bahwa konsumsi BBM Indonesia pada tahun 2005, 2006 dan 2007 masing-masing adalah 58,2; 53,4 dan 54,4 juta ton. Grafik pada Gambar 1 juga menunjukkan bahwa produksi BBM Indonesia pada tahun 2005, 2006 dan 2007 masing-masing adalah 53,0; 49,9 dan 47,4 juta ton.
2
Gambar 1 Grafik produksi dan konsumsi minyak Indonesia tahun 1987-2007 Sumber: BP 2008
Sumberdaya yang sangat dibutuhkan oleh manusia itu sebagian besar berasal dari alam. Misalnya, pangan yang diperoleh dari berbagai tumbuhan di muka bumi, sandang (pakaian) yang bahan dasarnya berasal dari serat-serat tumbuhan dan bulu hewan, serta perumahan yang tiang-tiang penyangganya sebagian besar berasal dari kayu. Selain ketiga kebutuhan pokok tersebut, ada sumberdaya lain yang dapat dikatakan sebagai kebutuhan pokok, yaitu energi. Hingga saat ini energi yang digunakan oleh manusia, sebagian besar berasal dari energi yang tidak dapat diperbaharui, yaitu energi yang berasal dari fosil, mulai dari minyak bumi, gas alam hingga batubara. Bahan bakar minyak (BBM) dan gas alam ini adalah sumber utama energi dunia. Energi digunakan untuk memasak, energi kendaraan bermotor, hingga terpenuhinya pasokan listrik yang bersumber dari Perusahaan Listrik Negara (PLN). Kebutuhan manusia terhadap energi saat ini masih bergantung pada keberadaan BBM dan gas alam. Padahal sumberdaya seperti ini jika terusmenerus dieksplorasi dari perut bumi, lama-kelamaan akan habis. Sementara untuk menghasilkannya kembali diperlukan waktu berjuta-juta tahun lamanya. Oleh sebab itu dibutuhkan sumberdaya lain yang dapat menggantikan fungsi bahan bakar minyak dan gas alam, sebagai energi alternatif yang dapat diperbaharui (renewable).
3
Potensi sumberdaya yang dapat dikembangkan menjadi sumber energi adalah batubara, panas bumi, aliran sungai, angin, matahari, sampah serta sumbersumber lain yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti pohon jarak, dan energi biogas. Teknologi biogas merupakan salah satu sumber energi pengganti minyak bumi (Nandiyanto dan Rumi 2006). Hal yang membuat biogas menarik perhatian adalah proses pemeliharaan pembangkit biogas yang sederhana dan energi yang 3
dihasilkan cukup besar (8900 kkal/m gas methan murni (Gatra dalam Nandiyanto dan Rumi 2006). Energi biogas berasal dari berbagai macam limbah organik seperti sampah biomassa, kotoran manusia, kotoran hewan yang dapat dimanfaatkan menjadi energi melalui proses anaerobic digestion. Proses ini merupakan peluang besar untuk menghabiskan energi alternatif sehingga akan mengurangi dampak penggunaan energi fosil yang tidak dapat diperbaharui. Pemanfaatan biogas sebenarnya telah lama dirintis Departemen energi dan sumberdaya mineral (ESDM) dan badan pengkajian dan penerapan teknologi (BPPT) sejak tahun 1979 dan melibatkan berbagai perguruan tinggi. Hingga tahun 1991 telah terpasang sekitar 172 unit digester dengan berbagai kapasitas, 1-10 meter kubik. Unit itu tersebar di 15 provinsi. Lalu sejak tahun 1992 mulai dirintis penggunaan digester tipe komunitas berukuran 20 meter kubik untuk 100 orang. Penerapannya di Rumah Sakit Umum Boyolali dan pesantren di Jombang, Jawa Timur. Setelah itu dikembangkan instalasi untuk industri berkapasitas 40 meter kubik (Ekawati 2009). Desa mandiri energi (DME) adalah desa yang dapat memproduksi sendiri kebutuhan energinya dan tidak lagi bergantung pada pihak yang lain. Di Indonesia, terdapat sekitar 70 ribu desa mandiri, dimana 45 persen diantaranya adalah desa tertinggal. Menurut Menteri energi dan sumberdaya mineral (ESDM), Yusgiantoro 2007 yang dimaksud desa mandiri energi adalah desa yang dapat menyediakan energi dari desa itu sendiri, dapat membuka lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan serta memberikan kegiatan-kegiatan yang sifatnya produktif. Serta ada dua tipe desa mandiri energi, pertama adalah desa mandiri energi yang dikembangkan dengan nonBBM seperti desa yang menggunakan mikrohidro, tenaga surya, dan biogas. Kedua adalah desa mandiri energi yang menggunakan bahan bakar nabati atau biofuel. Total desa mandiri energi yang
4
terletak di 81 kabupaten berjumlah sekitar 100 desa yang menggunakan biofuel, dan 40 desa menggunakan nonBBM. Tahun 2008 Presiden meminta untuk meningkatkan jumlah dari 150 desa mandiri energi ditingkatkan menjadi 200 desa mandiri energi. Bahkan pada akhir kabinet Presiden ingin meningkatkan lagi menjadi 2000 desa mandiri energi, masing-masing 1000 desa yang menggunakan biofuel dan nonBBM1. Salah satu daerah yang masyarakatnya sudah banyak menggunakan biogas adalah Desa Haurngombong. penghematan untuk satu contoh desa mandiri energi dengan pemanfaatan energi biogas adalah Rp 117.000.000,00 per bulan dengan asumsi pemakaian minyak tanah per KK/ hari rata-rata sekitar 2 liter, dengan harga minyak tanah dilokasi adalah Rp 3.000,00 dan reaktor biogas yang terpasang sebanyak 650 unit (UNPAD 2007). Perumusan Masalah Harga minyak dunia pada pertengahan 2008 mengalami peningkatan, namun pada akhir tahun 2008 harga minyak dunia mengalami penurunan drastis. Penurunan harga minyak ini mengakibatkan kelangkaan minyak dan gas elpiji hampir diseluruh Indonesia. Hal ini sangat merugikan masyarakat sebagai konsumen, sehingga menyadarkan banyak pihak untuk mencari energi alternatif pengganti minyak tanah dan gas elpiji. Beberapa diantaranya ialah briket batu bara, biogas dari pengolahan kotoran ternak dan manusia serta minyak jarak. Sumber energi itu cukup murah dan mudah dalam penggunaannya namun memang belum populer sehingga tidak cukup menarik perhatian masyarakat. Biogas adalah limbah kotoran sapi yang digunakan sebagai energi alternatif yang dimanfaatkan untuk memasak dan ampasnya sebagai pupuk organik. Energi biogas sangat potensial untuk dikembangkan, karena tingginya produksi kotoran dari peternakan sapi seiring dengan perkembangan peternakan sapi yang kondusif akhir-akhir ini. Disamping itu regulasi di bidang energi seperti kenaikan tarif listrik, kenaikan harga LPG (Liquefied Petroleum Gas), premium, minyak tanah, minyak solar, minyak diesel dan energi lain telah mendorong pengembangan sumber energi alternatif yang murah, berkelanjutan dan ramah lingkungan (Nurhasanah et al 2006). 1)
MinerggyNews. 2008. Pemerintah Targetkan 2010 ada 2.000 Desa Mandiri Energi. http://www.tekmira.esdm.go.id/currentissues/ ?p=129 [8 April 2009].
5
Peningkatan kebutuhan susu dan daging sapi di Indonesia saat ini telah merubah pola pengembangan agribisnis peternakan dari skala kecil menjadi menengah/besar. Di beberapa daerah telah berkembang
koperasi susu dan
peternakan sapi pedaging melalui kemitraan dengan perkebunan sawit, dan sebagainya. Kondisi yang demikian sangat mendukung ketersediaan bahan baku secara kontinu dalam jumlah yang cukup untuk memproduksi biogas. Namun sampai sekarang perkembangan teknologi biogas masih sangat rendah dan belum signifikan (Nurhasanah et al 2006). Peningkatan tersebut ditandai dengan meningkatnya konsumsi susu per kapita dari tahun ke tahun, mulai dari 5,79 kg/kapita pada tahun 2001 dan meningkat menjadi 6,8 kg/kapita pada tahun 2005 (Ditjen Bina Produksi Peternakan 2009 dalam Pranada 2009). Beberapa pertanyaan penelitian yang diajukan adalah: 1. Energi apa saja yang digunakan oleh keluarga di Desa Haurngombong dan bagaimana pemanfaatannya? 2. Bagaimana perbedaan manajemen keuangan dan energi antara keluarga pengguna biogas dan nonbiogas? 3. Apakah ada perbedaan alokasi pengeluaran rumahtangga antara keluarga pengguna biogas dan nonbiogas? 4. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pengambilan keputusan keluarga dalam penggunaan biogas? Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keluarga dalam pengambilan keputusan penggunaan energi biogas. Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi penggunaan energi biogas dan nonbiogas dalam keluarga. 2. Menganalisis manajemen keuangan dan energi antara keluarga pengguna biogas dan nonbiogas. 3. Menganalisis perbedaan alokasi pengeluaran rumahtangga pengguna biogas dan nonbiogas.
6
4. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan keluarga terhadap penggunaan biogas. Kegunaan Penelitian Penelitian ini berguna bagi peneliti dalam rangka memperluas pengetahuan serta wawasan mengenai perilaku penggunaan energi. Hasil penelitian juga diharapkan dapat memberikan informasi bagi masyarakat, pemerintah dan swasta mengenai manfaat penggunaan energi alternatif dalam keluarga. Dengan demikian, semua pihak lebih peduli dengan penggunaan energi alternatif dan mendukung terlaksananya program pemanfaatan energi alternatif di lingkungan tempat tinggalnya.
TINJAUAN PUSTAKA Pengambilan Keputusan Keputusan adalah membuat pilihan di antara dua alternatif atau lebih. Proses pengambilan keputusan adalah rangkaian delapan langkah yang mencakup mengidentifikasi masalah, memilih alternatif dan mengevaluasi efektivitas keputusan (Gambar 2). Langkah pertama adalah mengidentifikasi masalah. Proses pengambilan keputusan berawal dengan adanya masalah atau lebih tepat kesenjangan antara keadaan nyata dan keadaan yang dikehendaki. Sebelum sesuatu dapat disebut sebagai masalah, para pengambil keputusan harus sadar akan masalahnya, tertekan untuk bertindak dan harus mempunyai sumberdaya untuk bertindak. Maka untuk memulai proses keputusan, masalah itu harus mampu menimbulkan tekanan terhadap pengambil keputusan untuk bertindak. Tekanan dapat mencakup kebijakan organisasi, batas waktu, krisis keuangan, keluhan pelanggan atau anak buah, harapan atasan atau evaluasi kinerja yang akan dilangsungkan (Robbins dan Coulter 2004). Identifikasi Masalah Identifikasi Kriteria Keputusan Alokasi Bobot ke Kriteria Penyusunan Alternatif Analisis Alternatif Pemilihan Alternatif Implementasi Alternatif Evaluasi Efektivitas Keputusan Gambar 2 Proses keputusan pembelian Robbins and Coulter
8
Langkah kedua adalah mengidentifikasi kriteria keputusan. Setelah pengambil keputusan mengidentifikasi masalah yang membutuhkan perhatian, kriteria keputusan yang penting untuk memecahkan masalah tersebut haruslah diidentifikasi, artinya para pengambil keputusan harus menentukan apa yang relevan dalam mengambil keputusan (Robbins dan Coulter 2004). Langkah ketiga adalah memberi bobot ke kriteria. Kriteria yang diidentifikasi dalam langkah kedua tidak semuanya sama penting. Oleh karenanya para pengambil keputusan harus memberi bobot ke butir-butir tersebut untuk memberinya prioritas yang tepat dalam keputusan itu. Idenya adalah menggunakan preferensi pribadi pengambil keputusan untuk memberi prioritas kepada kriteria yang pengambil keputusan identifikasi dalam langkah kedua dengan memberi bobot ke masing-masing kriteria itu (Robbins dan Coulter 2004). Langkah keempat adalah menyusun alternatif. Langkah keempat menuntut para pengambil keputusan membuat daftar sejumlah alternatif yang dapat menyelesaikan masalah itu. Tidak ada usaha yang dilakukan untuk mengevaluasi alternatif-alternatif itu, hanya mendaftar saja (Robbins dan Coulter 2004). Langkah kelima adalah menganalisis alternatif. Setelah alternatif-alternatif itu teridentifikasi, pengambil keputusan secara kritis harus menganalisis masingmasing alternatif itu. Kekuatan dan kelemahan masing-masing alternatif dievaluasi dengan cara membandingkannya dengan kriteria yang ditetapkan dalam langkah kedua dan ketiga. Dari perbandingan itu, kekuatan dan kelemahan masing-masing alternatif menjadi jelas (Robbins dan Coulter 2004). Langkah keenam adalah memilih sebuah alternatif. Langkah keenam merupakan tindakan penting yakni memilih alternatif terbaik dari alternatif yang dipertimbangkan. Pengambil keputusan telah menentukan semua faktor yang terkait dalam keputusan itu, meberi bobot dan mengidentifkasi serta menganalisis alternatif-alternatif yang bisa berhasil. Sekarang pengambil keputusan sematamata harus memilih alternatif yang menghasilkan angka paling tinggi dalam langkah kelima (Robbins dan Coulter 2004). Langkah ketujuh adalah mengimplementasikan alternatif terpilih. Meskipun proses pemilihan itu telah selesai dalam langkah terdahulu, keputusan tersebut masih dapat gagal jika tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu,
9
langkah ketujuh membahas upaya melaksanakan keputusan tersebut menjadi tindakan. Implementasi mencakup penyampaian keputusan itu kepada orangorang yang terpengaruh dan mendapatkan komitmen mereka atas keputusan tersebut (Robbins dan Coulter 2004). Langkah kedelapan adalah mengevaluasi efektivitas keputusan. Langkah terakhir dalam proses pengambilan keputusan mencakup menilai hasil keputusan tersebut untuk melihat apakah masalahnya telah terpecahkan (Robbins dan Coulter 2004). Dalam memilih dan menentukan alternatif keputusan biasanya ada dua macam proses, yaitu proses pengambilan keputusan yang rasional dan yang hanya menggunakan intuisi. Proses pengambilan keputusan yang rasional mencakup proses berikut ini, yaitu: 1) memahami pentingnya suatu keputusan yang harus diambil; mengumpulkan informasi dan mempertimbangkan alternatif-alternatif yang sesuai sebelum menentukan keputusan, pengumpulan berbagai alternatif keputusan yang sesuai perlu dilakukan; dan 3) memilih alternatif yang tepat (Guhardja et al 1992). Teori pengambilan keputusan lain berasal dari John A Howard dan Jagdish N Sheth. Keduanya mengembangkan sebuah model pengambilan keputusan konsumen yang dikenal sebagai Howard and Sheth Model (Gambar 3). Proses keputusan konsumen dalam membeli atau mengkonsumsi produk dan jasa akan dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu (a) kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh produsen dan lembaga lainnya, (b) faktor perbedaan individu konsumen, (c) faktor lingkungan konsumen. Proses keputusan konsumen terdiri atas tahap pengenalan kebutuhan, pencarian infomasi, evaluasi alternatif, pembelian dan kepuasan konsumen. Pemahaman terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen akan memberikan pengetahuan kepada pemasar bagaimana menyusun strategi dan komunikasi pemasaran yang lebih baik (Engel et al 1994).
10
STRATEGI PEMASARAN Perusahaan Pemerintah Organisasi Nirlaba Partai Politik
PERBEDAAN INDIVIDU 1. Kebutuhan dan Motivasi 2. Kepribadiaan 3. Pengolahan Informasi dan Persepsi 4. Proses Belajar 5. Pengetahuan 6. Sikap
PROSES KEPUTUSAN Pengenalan Kebutuhan Pencarian Informasi Evaluasi Alternatif Pembelian dan Kepuasan
FAKTOR LINGKUNGAN 1. Budaya 2. Karakteristik Sosial Ekonomi 3. Keluarga dan Rumahtangga 4. Kelompok Acuan 5. Situasi Konsumen
IMPLIKASI Strategi Pemasaran Kebijakan Publik Pendidikan Konsumen
Gambar 3 Keputusan Konsumen Howard and Sheth Model Istilah kelompok acuan (refence group) didefinisikan sebagai orang atau kelompok orang yang mempengaruhi secara bermakna perilaku individu. Kelompok acuan memberikan standar (norma) dan nilai yang dapat menjadi perspektif penentu mengenai bagaimana seseorang berpikir atau berperilaku (Engel et al 1994). Terdapat tiga cara dasar di mana kelompok acuan mempengaruhi pilihan konsumen, yaitu pengaruh utilitarian, pengaruh ekspresif nilai dan pengaruh informasi. Pengaruh utilitarian (utilitarian influence), yaitu tekanan yang diterapkan oleh kelompok acuan kepada individu untuk patuh dengan norma kelompok. Pengaruh ekspresif nilai (value-expresive influence) adalah tekanan untuk mengalami asosiasi psikologis dengan suatu kelompok melalui penyesuaian dengan norma, nilai-nilai atau perilakunya, walaupun tidak berusaha menjadi anggotanya. Pengaruh informasi (informational influence) adalah pengaruh teman atau juru bicara, yang konsumen sering terima sebagai pemberian bukti yang dapat dipercaya dan dibutuhkan megenai realitas (Engel et al 1994).
11
Dilihat dari keterlibatan anggota keluarga dalam pengambilan keputusan terdapat tiga tipe pengambilan keputusan dalam keluarga, yaitu: 1) pengambilan keputusan konsesus dimana keputusan diambil secara bersama-sama oleh anggota keluarga; 2) pengambilan keputusan akomodatif dimana keputusan diambil oleh orang yang dominan berdasarkan pendapat orang yang dominan tersebut; dan 3) pengambilan keputusan de facto dimana keputusan diambil karena terpaksa (Guhardja et al 1992). Pola pengambilan keputusan dalam keluarga menyangkut kewenangan suami istri dalam mengambil keputusan. Ada dua pola pengambilan keputusan, yaitu pola tradisional dan pola modern. Pengambilan keputusan pada pola tradisional dilakukan oleh suami, sedangkan sang istri hanya sebagai pendukung dari keputusan. Pengambilan keputusan dalam pola modern dilakukan keluarga secara bersama-sama dimana ada semacam hak istri tanpa menghilangkan peran masing-masing (Guhardja et al 1992). Jenis-Jenis Energi Energi adalah sumberdaya yang mempunyai potensi untuk melaksanakan kegiatan, secara ringkas dapat pula dikatakan sebagai sumber tenaga. Dilihat dari sifat sumbernya energi terdiri atas sumber tenaga yang dapat diperbaharui (renewable) dan tidak dapat diperbaharui (not renewable) (Guhardja et al 1992). Energi yang tidak dapat diperbaharui (not renewable) umumnya bersifat terbatas karena tidak dapat diperbaharui atau ditambah bila telah berkurang atau habis terpakai, sebagai contoh adalah energi yang berasal dari minyak bumi (termasuk minyak tanah, bensin, dan solar), gas alam, batubara, nuklir, dan lainlain. Permintaan terhadap energi not renewable ini umumnya tidak terbatas, selama manusia melakukan kegiatan, maka selama itu pula terdapat permintaan terhadap energi ini, oleh karena itu diberlakukan perlindungan dan pemeliharaan terhadap penggunaan energi, yang dikenal dengan istilah ”konservasi energi” (Guhardja et al 1992). Energi terbaharui berasal dari proses alam yang berkelanjutan, seperti sinar matahari, angin, air yang mengalir, proses biologi, dan gheotermal (Wikipedia 2008), sedangkan menurut Blackburn (1988) sumber-sumber energi terbaharui yang selalu tersedia adalah panas matahari secara langsung, tenaga air, tenaga
12
angin, atau energi yang berasal dari fotosintesis tumbuh-tumbuhan. Energi ini berbeda dari energi yang berasal dari energi fosil, yang bila telah dibakar akan habis dan tidak dapat lagi kita pakai. Energi surya yang juga muncul secara tidak langsung sebagai hujan, angin atau bahan-bahan organik (biomassa). Biomassa ini dapat langsung digunakan sebagai energi atau diubah dahulu menjadi energi cair atau gas. Aliran energi terbaharui nonsurya berasal dari panas yang ada dalam kerak bumi (energi geotermal) atau dari pergerakan air pasang (Blackburn 1988). Menurut Prasad (2000) energi renewable di Fiji diantaranya solar, angin, hydro, dan biomassa. Biomassa ditemukan dengan sangat ekstensif yang digunakan untuk memasak, pengeringan, dan listrik di pabrik gula. Dasar-Dasar Teknologi Biogas Biogas adalah gas mudah terbakar (flammable) yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). Pada umumnya semua jenis bahan organik bisa diproses untuk menghasilkan biogas, namun demikian hanya bahan organik (padat, cair) homogen seperti kotoran dan urine (air kencing) hewan ternak yang cocok untuk sistem biogas sederhana. Disamping itu juga sangat mungkin menyatukan saluran pembuangan di kamar mandi atau WC ke dalam sistem Biogas. Di daerah yang banyak industri pemrosesan makanan antara lain tahu, tempe, ikan pindang atau brem bisa menyatukan saluran limbahnya ke dalam sistem Biogas, sehingga limbah industri tersebut tidak mencemari lingkungan di sekitarnya. Hal ini memungkinkan karena limbah industri tersebut diatas berasal dari bahan organik yang homogen. Jenis bahan organik yang diproses sangat mempengaruhi produktivitas sistem biogas disamping parameter-parameter lain seperti temperatur digester, pH, tekanan dan kelembaban udara (Anonim 2008). Salah satu cara menentukan bahan organik yang sesuai untuk menjadi bahan masukan sistem Biogas adalah dengan mengetahui perbandingan Karbon (C) dan Nitrogen (N) atau disebut rasio C/N. Beberapa percobaan yang telah dilakukan oleh intial surface absorption test (ISAT) menunjukkan bahwa aktivitas metabolisme dari bakteri methanogenik akan optimal pada nilai rasio C/N sekitar 8-20. Bahan organik dimasukkan ke dalam ruangan tertutup kedap udara (disebut
13
digester) sehingga bakteri anaerob akan membusukkan bahan organik tersebut yang kemudian menghasilkan gas (disebut Biogas). Biogas yang telah terkumpul di dalam digester selanjutnya dialirkan melalui pipa penyalur gas menuju tabung penyimpan gas atau langsung ke lokasi penggunaannya (Anonim 2008). Pada akhir abad ke-19 telah dilakukan beberapa riset mengenai biogas. Jerman dan Perancis melakukan riset pada masa antara dua Perang Dunia dan beberapa unit pembangkit biogas dengan memanfaatkan limbah pertanian. Selama Perang Dunia II banyak petani di Inggris dan benua Eropa yang membuat digester kecil untuk menghasilkan biogas yang digunakan untuk menggerakkan traktor. Karena harga BBM semakin murah dan mudah memperolehnya pada tahun 1950-an pemakaian biogas di Eropa ditinggalkan. Namun, di negara-negara berkembang kebutuhan akan sumber energi yang murah dan selalu tersedia selalu ada. Kegiatan produksi biogas di India telah dilakukan semenjak abad ke-19. Alat pencerna anaerobik pertama dibangun pada tahun 1900. (FAO 1981 dalam Rahman 2005). Negara berkembang lainnya, seperti China, Filipina, Korea, Taiwan, dan Papua Nugini, telah melakukan berbagai riset dan pengembangan alat pembangkit biogas dengan prinsip yang sama, yaitu menciptakan alat yang kedap udara dengan bagian-bagian pokok terdiri atas pencerna (digester), lubang pemasukan bahan baku dan pengeluaran lumpur sisa hasil pencernaan (slurry) dan pipa penyaluran biogas yang terbentuk (Rahman 2005). Dengan teknologi tertentu, gas methan dapat dipergunakan untuk menggerakkan turbin yang menghasilkan energi listrik, menjalankan kulkas, mesin tetas, traktor, dan mobil. Secara sederhana, gas methan dapat digunakan untuk keperluan memasak dan penerangan
menggunakan kompor gas
sebagaimana halnya elpiji (Rahman 2005) Adapun tahapan pembentukan biogas adalah: a) Buat campuran kotoran ternak dan air dengan perbandingan 1:1 (bahan biogas); b) masukan bahan biogas ke dalam reaktor melalui tempat pengisian, selanjutnya akan berlansung proses produksi biogas di dalam reaktor; c) Setelah kurang lebih sepuluh hari reaktor dan penampung biogas akan terlihat mengembung dan mengeras karena adanya biogas yang dihasilkan; d) Biogas sudah dapat digunakan sebagai energi untuk
14
memasak dan penerangan; e) Sekali-sekali reaktor digoyangkan supaya terjadi penguraian yang sempurna dan gas yang terbentuk di bagian bawah naik ke atas, lakukan juga pada pengisian reaktor; dan f) Pengisian bahan biogas dapat dilakukan setiap hari setiap pagi dan sore hari (Lampiran 3). Sisa pengolahan bahan biogas berupa sludge (lumpur) secara otomatis akan keluar dari reaktor setiap kali dilakukan pengisian bahan biogas. Sisa hasil pengolahan bahan biogas tersebut dapat digunakan langsung sebagai pupuk organik, baik dalam keadaan basah maupun kering (Anonim 2008). Perkembangan Digester Biogas di Wilayah Provinsi Jawa Barat Wilayah Provinsi Jawa Barat yang sangat potensial untuk pengembangan digester yang menghasilkan energi biogas, yaitu Bandung, Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Cianjur dan Sukabumi, Bogor, Cianjur, Sumedang, dan Kuningan. Adapun secara garis besar rata-rata spesifikasi digester biogas di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 2 (Nurhasanah et al 2006). Tabel 2 Spesifikasi rata-rata digester biogas di wilayah Provinsi Jawa Barat No. 1.
Spesifikasi Tipe digester
2.
Kapasitas
3.
Kepemilikan
4.
Kegunaan
5.
Waktu pembangunan digester
6.
Sumber biomasa
Keterangan 1. Tipe plastik (Kab. Bandung, Garut) 2. Tipe fixed dome (Kab. Bogor, Cianjur) 1. untuk 1-2 sapi potong (Bandung) 2. untuk 6 – 12 sapi potong/sapi perah (Bogor) 1. Milik sendiri (peternak) (Bandung) 2. Bantuan Dinas peternakan Kab. Bogor 1. Untuk memasak (rumahtangga) (Bandung) 2. Untuk memasak dan penerangan (Bogor) 1. Tahun 2005 (Bandung) 2. Tahun 2000 (Bogor) Kotoran sapi potong dan sapi perah
Bila diamati menurut kabupaten yang berkembang saat ini, dapat dilihat perkembangan biogas pada masing-masing daerah seperti penjelasan berikut ini: 1. Kabupaten Bogor Perkembangan pengolahan kotoran ternak menjadi energi biogas di wilayah Kebon Pedes, Kabupaten Bogor sudah cukup baik, karena didukung oleh instansi pemerintah, yaitu Dinas Peternakan Kabupaten Bogor. Disini digester dikelola oleh kelompok peternak secara mandiri. Masing-masing peternak ratarata memiliki 6 sapi, apabila peternak hanya memiliki 1-2 sapi, maka bergabung dengan tetangganya sehingga satu digester untuk beberapa rumah. Digester
15
merupakan jenis fixed dome. Gas yang dihasilkan digunakan oleh masyarakat untuk memasak dan penerangan lampu (Nurhasanah et al 2006). Selain itu di wilayah Cibanteng Ciampea Kabupaten Bogor, juga sudah ada digester di Pondok Pesantren Darul Fallah yang merupakan hasil kerjasama antara Ponpes dengan Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, Serpong, Tanggerang. Digester ini dibuat untuk kapasitas 10-12 ekor sapi dan jenis disain fixed dome dengan gas dihasilkan sekitar 6 m³ per hari. Gas yang dihasilkan digunakan untuk proses memasak dan penerangan lampu (Nurhasanah et al 2006). 2. Bandung Menurut Andreas (2006) dalam Nurhasanah et al (2006) proyek pengembangan biogas telah dilakukan beberapa tahun yang lalu, namun perkembangannya sampai saat ini kurang signifikan, karena masyarakat lebih memilih energi fosil sebagai energi, kendala yang dihadapi adalah kurangnya perawatan dan harga BBM yang cukup murah, sehingga apabila digunakan untuk keperluan memasak saja hal ini dirasakan kurang manfaatnya, disamping itu untuk pembuatan digester diperlukan investasi awal yang cukup mahal, sehingga peternak enggan mengembangkannya. Mempertimbangkan keadaan tersebut Andreas mencoba membuat digester dengan bahan plastik, ini bertujuan menekan biaya investasi awal sehingga masyarakat khususnya peternak sapi tertarik untuk memanfaatkan energi biogas dengan pertimbangan murah dan tersedia bahan yang semula hanya diperuntukan sebagai pupuk kompos saja. Hasil gas perharinya dari digester dengan volume reaktor 5.000 liter akan setara dengan 2.5 liter minyak tanah jadi jumlah perbulannya setara dengan 75 liter minyak tanah. Sedangkan investasi yang diperlukan untuk pembuatan seperangkat alat biogas sekitar 1,75 juta rupiah. Dengan investasi yang cukup murah diharapkan masyarakat akan tertarik untuk menggantikan bahan fosil ke bahan biogas, namun harapan tersebut juga kurang direspon oleh masyarakat, karena penggunaan biogas dianggap kurang praktis dibandingkan dengan bahan fosil yang murah dan mudah didapatkan. Setelah pemerintah melakukan kebijakan pengurangan subsidi BBM akhir tahun 2005 yang membuat harga bahan fosil meningkat tajam barulah masyarakat
16
melirik penggunaan bahan biogas. Hal ini terlihat dari permintaan masyarakat terhadap reaktor biogas tahun 2005 yang cukup besar, yaitu sekitar 200 buah. Keuntungan Ekonomis dengan Penggunaaan Biogas Kotoran ternak menjadi sangat berharga, oleh karena itu para petani akan rajin merawat ternaknya sehingga kondisi kandang menjadi bersih dan kesehatan ternak menjadi lebih baik, pada akhirnya membawa keuntungan dengan penjualan ternak yang lebih cepat dan berharga lebih tinggi. Keluarga petani yang biasanya menggunakan pupuk kimia untuk menanam, kini bisa menghemat biaya produksi pertaniannya karena sudah tersedia pupuk organik dalam jumlah yang memadai dan kualitas pupuk yang lebih baik (Anonim 2008). Menerapkan teknologi baru kepada masyarakat desa merupakan suatu tantangan tersendiri akibat rendahnya latar belakang pendidikan, pengetahuan dan wawasan yang mereka miliki. Terlebih lagi pada penerapan teknologi biogas. Tidak pernah terbayangkan bahwa kotoran lembu bisa menghasilkan api. Selain itu juga mereka merasa jijik terhadap makanan yang dimasak menggunakan Biogas. Di Desa Plangkrongan, perlu waktu 2 tahun hanya untuk membangun sebuah
unit
biogas
percontohan.
Metode
yang
dipergunakan
untuk
mensosialisasikan biogas adalah dengan memilih sebuah keluarga sebagai khalayak sasaran antara (KSA) yang diharapkan menjadi pelopor dan bisa mengembangkan biogas itu kepada masyarakat sebagai khalayak sasarannya (Anonim 2008). Beberapa Negara yang Memanfaatkan Biogas 1. Cina Sejak tahun 1975 "biogas for every household". Pada tahun 1992, sebanyak 5.000.000 rumahtangga di China menggunakan biogas. Reaktor biogas yang banyak digunakan adalah model sumur tembok dengan bahan baku kotoran ternak dan manusia serta limbah pertanian (Anonim 2008). 2. India Dikembangkan sejak tahun 1981 melalui "The National Project on Biogas Development" oleh Departemen Sumber Energi non-Konvensional. Tahun 1999, sebanyak 3.000.000 rumahtangga menggunakan biogas. Reaktor biogas yang
17
digunakan model sumur tembok dan drum serta dengan bahan baku kotoran ternak dan limbah pertanian (Anonim 2008). 3. Indonesia Mulai diperkenalkan pada tahun 1970-an, selanjutnya pada tahun 1981 melalui Proyek Pengembangan Biogas dengan dukungan dana dari FAO dibangun contoh instalasi biogas di beberapa provinsi. Penggunaan biogas belum cukup berkembang luas antara lain disebabkan oleh karena masih relatif murahnya harga BBM yang disubsidi, sementara teknologi yang diperkenalkan selama ini masih memerlukan biaya yang cukup tinggi karena berupa konstruksi beton dengan ukuran yang cukup besar. Mulai tahun 2000-an telah dikembangkan reaktor biogas skala kecil (rumahtangga) dengan konstruksi sederhana, terbuat dari plastik siap pasang (knockdown) dan dengan harga yang relatif murah (Anonim 2008). Penggunaan Energi Bentuk penerapan konservasi energi berupa usaha membatasi pemakaian energi guna kelangsungan hidup manusia, yang pada akhirnya berdampak pada lingkungan sekitarnya. Dengan melakukan pembatasan terhadap pemakaian energi seperti bahan bakar minyak untuk kendaraan bermotor dapat menghemat energi bahan bakar minyak serta dapat mengurangi pencemaran asap kendaraan bermotor terhadap lingkungan. Sebagai contoh dari pemakaian energi yang berbentuk pemakaian kendaraan bermotor di DKI Jakarta, yang demikian padat seiring dengan laju peningkatan penduduk dan pembangunan telah menyebabkan permintaan terhadap BBM juga meningkat. Hal ini menyebabkan eksploitasi terhadap sumber BBM baik di wilayah perairan maupun daratan yang diduga merupakan sumber BBM, sehingga menyebabkan lingkungan di sekitar turut berubah dengan adanya pengeboran terhadap sumber BBM, disamping itu peningkatan volume kendaraan menyebabkan volume asap kendaraan bermotor juga meningkat, sehingga udara yang dihisap manusia disekitarnya bukan lagi udara bersih yang layak dihirup sesuai standar kesehatan. Dengan demikian pemakaian energi berlebihan mempengaruhi bukan saja kualitas lingkungan tetapi juga kualitas manusianya (kesehatan manusia) (Guhardja et al 1992).
18
Prinsip Penggunaan Energi Secara alami setiap kegiatan memerlukan energi untuk menggerakkannya, dalam hal ini energi merupakan input yang harus selalu ada dalam proses untuk memperoleh output. Input energi dapat diperoleh dari berbagai sumber, baik sumber energi yang ”renewable” maupun ”not renewable”. Sumber energi renewable merupakan sumber energi yang dapat diperbaharui dalam jangka waktu relatif pendek, contohnya energi kayu bakar dapat diperbaharui atau ditambah kuantitasnya melalui penanaman pohon penghasil kayu (Guhardja et al 1992). Konsumen atau pemakai energi memerlukan biaya untuk memperoleh energi. Demikian pula dalam upaya konservasi energi diperlukan biaya, tergantung pada kapasitas usaha konservasi itu sendiri. Bagi Pemerintah Indonesia khususnya PLN (Perusahaan Listrik Negara) upaya ini dilakukan dengan penyuluhan pada masyarakat yang terdiri atas konsumen rumahtangga, perusahaan, instansi, pabrik/industri skala besar maupun kecil melalui media massa (televisi, radio, leaflet, poster dan lain-lain) yang berisi pesan untuk melakukan penghematan penggunaan listrik. Upaya konservasi energi adalah untuk menjaga lingkungan dari pencemaran, biasanya biaya untuk upaya ini dikeluarkan pemakai energi sebagai kompensasi atas limbah energi yang menyebabkan lingkungan tercemar. Oleh karena bumi tidak sanggup untuk menyerap seluruh polutan (zat yang menimbulkan polusi) maka konsumen khususnya industri wajib mengawasi pembuangan limbah. Untuk memelihara lingkungan tersebut, melalui analisa terhadap kadar pencemaran, yang dikenal sebagai AMDAL (Analisa mengenai dampak lingkungan) (Guhardja et al 1992). Dalam memacu perkembangan pembangunan di Indonesia, di satu sisi penggunaan teknologi dan industri merupakan salah satu prasyarat, yang pada sisi lain memungkinkan adanya cemaran/polutan pada lingkungan guna mengimbangi hal ini diperlukan pembangunan yang berwawasan lingkungan, yang biasa disebut “sustainable development” Emil Salim (1989) dalam Guhardja et al (1992). Dengan demikian dalam merencanakan penggunaan teknologi dan industri telah dimasukkan biaya kompensasi terhadap lingkungan (Guhardja et al 1992).
19
Konsumsi Energi dalam Rumahtangga Penggunaan energi dalam rumahtangga bervariasi, namun digunakan sebagai sumber tenaga panas untuk memasak, menghangatkan tubuh, menyetrika (kayu bakar, minyak tanah, gas elpiji), sebagai tenaga penerangan (minyak tanah, listrik), sebagai tenaga pemacu mesin: televisi, radio, kulkas, mobil (listrik, bensin, solar) (Guhardja et al 1992). Variasi penggunaan energi tergantung pada pendapatan (tinggi atau rendah), cuaca (musim dingin, musim panas khusus untuk Negara beriklim empat), harga energi, besar keluarga dan struktur keluarga (umur), dan lain-lain, bisa juga faktor sosial budaya; adat (Guhardja et al 1992). Manajemen Keuangan dan Energi Keluarga Menurut Guhardja et al (1992) sesuai dengan fungsinya sebagai sumber tenaga dan sumber penggerak aktivitas, maka sumberdaya energi akan senantiasa dibutuhkan manusia guna kelangsungan hidup, kesehatan dan kesejahteraan umat manusia
pada
umumnya.
Untuk
mencapai
tujuan
tersebut,
diperlukan
pengelolaaan terhadap input yang berupa: a. Pengaturan kebutuhan akan energi, serta mengutamakan kebutuhan daripada keinginan. b. Pengaturan standar penggunaan energi, artinya menciptakan gaya hidup yang tidak boros. Pengaturan sumberdaya termasuk upaya konservasi energi yang menjaga kelestarian sumber energi dan lingkungan hidup manusia serta pengaturan sumberdaya lain misalnya individu yang terlibat(Guhardja et al 1992). Uang merupakan suatu sumberdaya dan sekaligus merupakan alat pengukur dari sumber daya. Besarnya uang yang dimiliki oleh seseorang atau keluarga menunjukkan berapa banyak sumberdaya yang dimilikinya. Sumberdaya yang dimiliki keluarga umumnya terbatas, baik dari segi kuantitas maupun kualitas (Guhardja et al 1992). Pemilikan sumberdaya uang dalam suatu keluarga akan relatif terbatas, tergantung kepada jumlah dan kualitas orang yang berpartisipasi dalam pencarian pendapatan serta pemilikan asset lainnya. Sedangkan di lain pihak, keinginan dan kebutuhan setiap keluarga dan anggotanya relatif tidak terbatas. Bahkan keinginan
20
dan kebutuhan akan barang atau jasa dari setiap keluarga dan anggotanya dari waktu ke waktu selalu berubah dan cenderung bertambah banyak. Pemenuhan dari keinginan dan kebutuhan dari setiap keluarga dan anggotanya pada dasarnya merupakan bagian dari tujuan setiap keluarga. Dengan demikian pemanfaatan sumberdaya uang yang terbatas tersebut mencapai optimum diperlukan usaha manajemen keuangan yang baik dan efektif. Walaupun manajemen tidak bisa membuat sumberdaya yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan menjadi cukup, akan tetapi manajemen dapat membantu menetapkan penggunaan sumberdaya yang terbatas untuk item yang disetujui oleh semua kepala keluarga (Guhardja et al 1992). Cashflow atau arus kas adalah aliran uang yang mengalir mulai dari kita mendapatkan
uang
tersebut,
menyimpannya,
mengembangkannya,
dan
mengeluarkannya dengan secara teratur, bijak dan disiplin. Pengetahuan akan cashflow wajib diketahui agar keuangan keluarga kita tidak akan kacau balau dan terpantau. Ada sebuah ungkapan yang cukup menarik “tidak peduli keuangan Anda sedang defisit, yang penting Anda tahu kemana mengalirnya uang tersebut” (Kiyosaki dan Lechter 2006). Pendapatan Pendapatan (income) adalah kegiatan yang bertujuan memasukkan uang/harta. Biasanya pendapatan dapat diperoleh dari dua aktivitas, yaitu gaji dan investasi.
Gaji
diperoleh
dari
status
kita
sebagai
pegawai/karyawan/
professional/konsultan. Dalam sebuah keluarga gaji ini bisa diperoleh oleh suami dan istri yang bekerja (Kiyosaki dan Lechter 2006). Menurut Sumarwan (2003) pendapatan merupakan imbalan yang diterima oleh seorang konsumen dari pekerjaan yang dilakukannya untuk mencari nafkah. Pendapatan umumnya diterima dalam bentuk uang. Pendapatan adalah sumber daya material penting bagi konsumen. Karena dengan pendapatan itulah, konsumen bisa membiayai kegiatan konsumsinya. Hasil Investasi diperoleh dari aktivitas kita dalam mengembangkan uang/harta dalam berbagai cara. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan berinvestasi yaitu Deposito, Properti, Saham, Hasil Usaha, Reksadana, Obligasi,
21
dan lain-lain. Seluruh pendapatan kita tersebut biasanya disimpan dalam bentuk tunai atau di bank/ATM (Kiyosaki dan Lechter 2006). Perencanaan Perencanaan didefinisikan sebagai tindakan yang telah diperhitungkan sebelumnya, dan merupakam realitas dari keputusan-keputusan tentang standar dan urutan tindakan untuk mencapai tujuan (Guhardja et al 1992). Perencanaan mencakup kegiatan mendefinisikan sasaran organisasi, menetapkan strategi menyeluruh untuk mencapai sasaran itu dan menyusun serangkaian rencana yang menyeluruh
untuk
mengintegrasikan
dan
mengkoordinasikan
pekerjaan
organisasi. Perencanaan menyangkut hasil (apa yang harus dikerjakan) dan sarana (bagaimana cara melakukannya). Pengambil keputusan dapat mengidentifikasi sekurang-kurangnya empat alasan untuk merencana. Perencanaan memberi arah, mengurangi dampak perubahan, meniminalkan pemborosan dan kegiatan rangkap dan menjadi standar yang digunakan dalam pengawasan (Robbins dan Coulter 2004). Perencanaan sering disebut fungsi manajemen primer karena menjadi dasar bagi semua fungsi lain yang dilakukan para manajer. Rencana adalah dokumen yang merangkum cara mencapai sasaran dan biasanya menggambarkan alokasi sumber daya, penyusunan jadwal dan tindakan lain yang diperlukan untuk mencapai sasaran itu (Robbins dan Coulter 2004). Kegunaan dari perencanaan adalah a) sebagai pedoman untuk mencapai tujuan; b) menyelenggarakan pekerjaan secara terarah untuk mencapai tujuan; c) mengalokasikan sumberdaya secara efektif dan efisien; dan d) mempermudah evaluiasi/menilai pekerjaan yang dilakukan (Guhardja et al 1992). Individu-individu mungkin berbeda dalam keahlian membuat perencaan karena perbedaan dalam kualitas demografi, orientasi waktu, pandangan ke masa depan dan kontrol internal atau eksternal. Ciri-ciri rencana, yaitu jelas isinya, tujuan terinci dengan baik, strandar yang khusus urutan jelas dan realiostik serta siap
untuk
disesuaikan
apabila
[implementation] (Guhardja et al 1992).
ada
perubahan
selama
pelaksanaan
22
Alokasi Pengeluaran Rumahtangga Konsep pendapatan per kapita digunakan untuk mengembangkan pengertian yang lebih baik mengenai peranan pendapatan dalam menentukan pengeluaran keseluruhan untuk berbagai produk. Pendapatan per kapita yang disesuaikan menurut jumlah anggota keluarga, mungkin meningkatkan kemungkinan peramalan pembelian karena berhubungan dengan pendapatan (Engel et al 1994). Kekayaan yang diukur menurut aset atau nilai bersih berkorelasi dengan pendapatan. Keluarga kaya menghabiskan uang mereka untuk pelayanan, perjalanan, minat dan investasi yang lebih banyak daripada yang dihabiskan oleh keluarga yang lebih rendah kelas sosialnya (Engel et al 1994). Pengeluaran berarti seluruh kegiatan yang mengakibatkan uang kita berkurang. Dari diagram kita bisa melihat banyak sekali kebutuhan akan pengeluaran keluarga kita, sehingga bila tidak diatur dengan baik maka akan membuat keuangan keluarga menjadi kacau dan bila sudah kronis dapat menuju ke jurang kebangkrutan (Kiyosaki dan Lechter 2006). Secara umum sebuah keluarga memiliki beberapa pengeluaran seperti pengeluaran rumahtangga, cicilan utang, premi asuransi, pembantu rumahtangga, keperluan anak, transportasi, zakat/pajak, hiburan/rekreasi, kegiatan sosial, fashion, dan sebagainya (Kiyosaki dan Lechter 2006). Bila kita perhatikan selama ini, kesalahan yang sering dilakukan oleh kebanyakan keluarga adalah hanya berkutat pada pendapatan yang berasal dari gaji yang terus-menerus dikuras untuk menutupi pengeluarannya. Sangat sedikit dari keluarga kita yang mulai melakukan aktivitas-aktivitas investasi sebagai sumber pendapatan keluarganya. Padahal bila kita rajin melakukan investasi, maka hasil dari investasi tersebut sebenarnya sudah dapat menutupi segala macam pengeluaran kita, bahkan bisa jauh lebih besar dari gaji yang kita terima selama ini (Kiyosaki dan Lechter 2006). Uraian di atas adalah sebuah kondisi ideal yang selayaknya dicapai oleh setiap keluarga. Bila keluarga Anda saat ini masih bergantung sepenuhnya pada aliran pemasukan dari gaji setiap bulan, maka sudah waktunya untuk sedikit demi sedikit menyisihkan uang Anda agar bisa membuat aliran pemasukan baru yang berasal dari investasi (Kiyosaki dan Lechter 2006).
23
Engel (1983) dalam Sumarwan (2003) menyatakan bahwa semakin sejahtera seseorang, maka semakin kecil persentase pendapatannya untuk membeli pangan. Sesuai dengan hukum tersebut BPS (2002) dalam Samon (2005) menyebutkan bahwa di negara yang sedang berkembang persentase pengeluaran terbesar pada rumahtangga adalah pengeluaran untuk pangan. Hal ini berbeda dengan negara maju yang memiliki persentase pengeluaran rumahtangga terbesar untuk pengeluaran barang dan jasa seperti perawatan kesehatan, pendidikan, rekreasi dan lainnya. Keadaan ini juga terjadi di rumahtangga. Pengeluaran keluarga menurut Biro Pusat Statistik (2008) dalam Shinta (2008) dibedakan atas pengeluaran untuk pangan dan pengeluaran nonpangan. Pengeluaran untuk pangan meliputi tindakan konsumsi terhadap bahan pangan kelompok padi-padian, ikan, daging, telur, sayuran, kacang-kacangan, buahbuahan, minyak dan lemak, minuman, serta makanan jadi. Komoditi pangan yang berpengaruh sangat besar terhadap pergeseran garis kemiskinan adalah beras, gula pasir, telur, tahu, tempe, mie instant dan minyak goreng (BPS 2008 dalam Shinta 2008). Sementara pengeluaran untuk nonpangan meliputi biaya untuk perumahan, energi, penerangan, air, barang dan jasa, pakaian dan barang-barang tahan lama lainnya. Pengeluaran untuk biaya transportasi, listrik, energi dan perumahan merupakan kebutuhan yang berpengaruh terhadap pergeseran garis kemiskinan bukan makanan (BPS 2008 dalam Shinta 2008). Menurut Mangkuprawira (1985) secara naluriah seseorang atau keluarga akan terlebih dahulu menggunakan pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan pangan baru kemudian untuk kebutuhan nonpangan. Walaupun demikian perilaku tersebut juga dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pendapatan, jumlah anggota keluarga, musim, tempat tinggal, dan berbagai faktor lainnya. Teori ekonomi mengasumsikan bahwa seseorang bertindak secara rasional dalam mencapai tujuannya dan mengambil keputusan yang konsisten demi tujuan tersebut. Soembodo (2004) dalam Shinta (2008) mengemukakan beberapa macam kebutuhan pokok manusia untuk dapat hidup secara wajar, yaitu: 1. Kebutuhan pangan atau kebutuhan akan makanan. 2. Kebutuhan sandang atau pakaian.
24
3. Kebutuhan papan atau tempat berteduh. 4. Kebutuhan pendidikan untuk menjadi manusia bermoral dan berbudaya. Pelaksanaan Pelaksanaan (implementing) adalah melaksanakan (actuating) rencana dan prosedur standar dan urutannya serta pengawasan (controlling) dari kegiatankegiatan, yaitu pengecekan atau pembandingan antara kegiatan pelaksanaan dan rencana-rencana, jika perlu diadakan penyesuaian standar dan urutan-urutan yang tercantum dalam perencanaan agar peluang keberhasilan mencapai hasil meningkat (Guhardja et al 1992). Pengawasan adalah proses memantau kegiatan untuk memastikan bahwa kegiatan itu diselesaikan seperti yang telah direncanakan dan proses mengoreksi setiap penyimpangan yang berarti. Pengawasan itu penting karena merupakan kaitan terakhir dalam fungsi manajemen. Pengawasan merupakan satu-satunya cara manajer mengetahui apakah sasaran organisasi itu tercapai atau tidak dengan disertai alasannya. Kenyataannya manajemen merupakan proses yang berlangsung terus dan kegiatan pengawasan menyajikan kaitan kembali yang amat penting ke perencanaan (Gambar 4). Jika para manajer tidak melakukan pengendalian, manajer tidak mempunyai cara untuk mengetahui apakah sasaran dan rencana manajer itu sesuai target dan apa tindakan di masa depan yang harus diambil (Robbins dan Coulter 2004). Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan, yaitu: karakteristik individu, karakteristik keluarga, karakteristik lingkungan, dan karakteristik tugas (Guhardja et al 1992).
Pengawasan - Standar - Ukuran - Perbandingan - Tindakan
Perencanaan - Sasaran - Tujuan - Strategi - Perencanaan
Memimpin - Motivasi - Kepemimpinan - Komunikasi - Perilaku individu dan kelompok
Gambar 4 Proses pelaksanaan manajemen
Pengorganisasian - Struktur - Manjer sumbedaya manusia
KERANGKA PEMIKIRAN Pengambilan keputusan adalah suatu proses menetapkan suatu keputusan yang terbaik, logis, rasional dan ideal berdasarkan fakta, data dan informasi dari sejumlah alternatif untuk mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan dengan resiko terkecil, efektif dan efisien, yang akan dilaksanakan pada masa yang akan datang (Guhardja et al 1992). Proses keputusan konsumen dalam membeli atau mengkonsumsi produk dan jasa akan dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu (1) kegaiatan pemasaran yang dilakukan oleh produsen dan lembaga lainnya, (2) faktor perbedaan individu konsumen dan (3) faktor lingkungan konsumen (Sumarwan 2003). Dua dari tiga faktor diatas diamati dalam penelitian ini, yaitu faktor perbedaan individu konsumen dan faktor lingkungan konsumen. Dalam proses pengambilan keputusan itu, selain faktor pribadi dan lingkungan, akses informasi juga sangat penting. Oleh karena itu, dalam penelitian ini diteliti pengaruh akses informasi terhadap pengambilan keputusan. Perbedaan individu konsumen yang diamati dalam hal ini adalah pengetahuan ibu mengenai biogas, sedangkan faktor lingkungannya adalah karakteristik keluarga. Karakteristik keluarga meliputi usia suami dan istri, tingkat pendidikan suami dan istri, pekerjaan suami dan istri, besar keluarga, pendapatan per kapita per bulan dan pengeluaran untuk energi memasak. Selain karakteristik keluarga dilihat pula pengaruh akses informasi terhadap pengambilan keputusan penggunaan biogas. Pengambilan keputusan dalam keluarga akan terkait dengan manajemen sumberdaya keluarga. Sebelum diakukan pengambilan keputusan, biasanya dilakukan perencanaan-perencanaan terkait dengan keputusan tersebut. Dalam penelitian ini manajemen sumberdaya keluarga yang diteliti mencakup perencanaan dan pelaksanaan manajemen keuangan dan energi. Perencanaan meliputi jenis energi yang akan digunakan keluarga, jenis pengeluaran yang dilakukan keluarga dan lain-lain. Menurut Guhardja et al 1992 faktor yang mempengaruhi perencanaan keluarga adalah umur, tahapan siklus keluarga (sangat berkorelasi dengan umur), pengalaman dan pendidikan. Selain itu faktor yang mempengaruhi pelaksanaan manajemen sumberdaya keluarga adalah karakteristik individu, karakteristik
26
keluarga (siklus hidup keluarga, umur anak-anak, dan besar keluarga), karakteristik lingkungan serta karakteristik tugas. Dalam kegiatan keluarga kadang proses pengambilan keputusan diawali dengan kegiatan perencanaan dan pelaksanaan, baru dilakukan pengambilan keputusan. Kadang pula dilakukan proses pengambilan keputusan terlebih dahulu, lalu dilakukan perencanaan dan pelaksanaan.
27
Karakteristik Keluarga Usia suami dan istri Tingkat pendidikan suami dan istri Pekerjaan suami dan istri Pengetahuan istri mengenai biogas Besar keluarga Pendapatan per kapita per bulan Pengeluaran untuk energi memasak
Akses Informasi
Gambar 5 Kerangka Pemikiran
Manajemen Keuangan dan Energi (Perencanaan dan Pelaksanaan)
90
Pengambilan Keputusan Penggunaan Energi - Biogas - Nonbiogas
28
METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian Disain yang digunakan dalam penelitian ini adalah disain cross sectional study. Disain ini dipilih karena ingin mendapatkan data pada saat yang bersamaan pada dua kelompok yang berbeda. Kedua kelompok ini adalah kelompok keluarga penguna biogas dan nonbiogas. Disain ini digunakan untuk mendapatkan data yang nyata mengenai alasan pemilihan energi yang digunakan dan alokasi pengeluaran setiap bulan serta cara-cara pengambilan keputusan untuk kedua hal tersebut. Penelitian dilakukan terhadap masyarakat Desa Haurngombong, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang. Tempat penelitian ini dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling. Pemilihan tempat didasari oleh telah diketahuinya bahwa Desa Haurngombong merupakan salah satu contoh desa mandiri energi. Bahkan desa ini pernah menjadi juara empat (4) dalam lomba Desa Mandiri Energi Nasional. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei September 2009. Contoh dan Teknik Penarikan Contoh Contoh dalam penelitian ini adalah keluarga yang tinggal di Desa Haurngombong, sedangkan responden dalam penelitian ini adalah istri. Contoh yang digunakan dalam penelitian ini dibagi kedalam dua kelompok, yaitu kelompok pengguna biogas dan kelompok pengguna nonbiogas. Tujuan pemisahan kelompok ini untuk mengetahui perbedaan penggunaan energi oleh masyarakat. Pengambilan contoh pada penelitian ini diambil berdasarkan jumlah minimal yang mengikuti sebaran normal, yaitu 30 orang untuk setiap kelompok responden, sehingga jumlah responden adalah 60 orang. Pemilihan responden dengan cara teknik purposive sampling. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. Data primer yang dikumpulkan meliputi: (1) karakteristik keluarga meliputi usia suami
29
dan istri, tingkat pendidikan suami dan istri, pekerjaan suami dan istri, pendapatan per kapita per bulan, jumlah ternak, akses informasi mengenai biogas, serta pengetahuan istri tentang biogas; (2) perencanaan dan pelaksanaan keuangan dan energi; (3) perilaku penggunaan energi; dan (4) pengeluaran keluarga, meliputi pengeluaran untuk energi dan nonenergi. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi (1) monografi desa serta (2) gambaran umum wilayah penelitian. Data sekunder diperoleh dari kantor desa. Jenis dan cara pengumpulan data yang dikumpulkan dijelaskan dalam Tabel 3. Tabel 3 Jenis dan cara pengukuran data No A 1
2 3
4
B 1 2
Variabel Data Primer Karakteristik Keluarga: - Usia Istri - Tingkat Pendidikan suami dan istri - Pekerjaan suami dan istri - Pendapatan per kapita per bulan - Besar Keluarga - Jumlah Ternak - Akses informasi mengenai biogas - Pengetahuan istri mengenai biogas Perencanaan dan Pelaksanaan Keuangan dan Energi Perilaku Penggunaan Energi: - Energi yang digunakan Biogas Nonbiogas (kayu bakar, listrik, elpiji, minyak tanah, bensin, sekam) - Penggunaan energi - Lama penggunaan biogas - Alasan penggunaan energi tersebut Pengeluaran Keluarga: Pengeluaran pangan Pengeluaran nonpangan - Pengeluaran energi - Pengeluaran nonenergi Data Sekunder Monografi desa Gambaran Umum Wilayah Penelitian
Jenis Data
Alat dan Cara Pengukuran Kuesioner/ Wawancara
Rasio Ordinal Nominal Rasio Rasio Rasio Rasio Rasio Nominal
Kuesioner/ Wawancara Kuesioner/ Wawancara
Nominal
Nominal Nominal Nominal Kuesioner/ Wawancara Rasio Rasio Rasio Rasio
Pengolahan dan Analisa Data Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah melalui tahapan editing, coding, scoring, dan entry data; cleaning dan terakhir data dianalisis dan diterjemahkan kedalam kalimat. Pengolahan data ini dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Excel 2007 dan Statistical Product and Service
30
Solution (SPSS) versi 15. Melalui kedua program ini dilakukan uji sebagai berikut: 1. Uji Cronbach Alpha untuk mengukur nilai validitas dan reliabilitas pernyataan yang mengukur tingkat pengetahuan mengenai biogas dan pertanyaan mengenai perencanaan dan pelaksanaan keuangan dan energi. 2. Analisis deskriptif untuk nilai minimum, maximum, rata-rata, dan standar deviasi. 3. Uji t untuk mengetahui perbedaan rata-rata masing-masing kelompok usia suami dan istri, lama pendidikan suami dan istri, besar keluarga, pendapatan per kapita, pengetahuan tentang biogas, jumlah akses informasi, persentase pengeluaran untuk energi yang digunakan untuk memasak. 4. Uji Korelasi Spearman untuk mengetahui hubungan antara variabel-variabel penelitian. 5. Analisis Regresi Linier Uji regresi linier digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen keuangan dan energi. Bentuk umum dari persamaan regresi linier tersebut sebagai berikut: Y 1 X 1 2 X 2 3 X 3 4 X 4 5 X 5 6 X 6 7 X 7 E Keterangan: Y α
= Manajemen keuangan dan energi = konstanta regresi = koefisien regresi
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7
= usia istri (tahun)
E
= error
1 , 2 ,..., 7
= tingkat pendidikan istri = pengetahuan istri mengenai biogas (skor) = besar keluarga (orang) = pendapatan per kapita per bulan (Rupiah) = jumlah sumber informasi = pengeluaran untuk energi memasak per kapita per bulan (Rupiah)
Uji regresi linier digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran untuk energi yang digunakan untuk memasak. Bentuk umum dari persamaan regresi linier tersebut sebagai berikut: Y 1 X 1 2 X 2 3 X 3 4 X 4 5 X 5 6 X 6 7 D1 E
31
Keterangan: Y α
1 , 2 ,..., 7
= pengeluaran untuk energi memasak = konstanta regresi = koefisien regresi
= usia istri (tahun) X1 = tingkat pendidikan istri X2 X3 = pengetahuan istri mengenai biogas (skor) = besar keluarga (orang) X4 X5 = pendapatan per kapita per bulan (Rupiah) X6 = jumlah sumber informasi = bahan bakar yang digunakan D1 E = error 6. Analisis Regresi Logistik
Uji regresi logistik digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan biogas. Bentuk umum dari persamaan regresi logistik tersebut sebagai berikut: ln
p e 1 X1 2 X 2 3 X 3 4 X 4 5 X 5 6 X 6 7 X 7 E 1 p
Keterangan: α
= konstanta regresi = koefisien regresi
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8
= usia istri (tahun)
1 , 2 ,..., 7
= tingkat pendidikan istri = pengetahuan istri mengenai biogas (skor) = besar keluarga (orang) = pendapatan per kapita per bulan (Rupiah) = jumlah sumber informasi (skor) = manajemen keuangan dan energi (skor) = pengeluaran untuk energi memasak per kapita per bulan (Rupiah)
Pengkategorian usia mengikuti tahapan usia dari Hurlock 1980, yaitu dewasa awal untuk usia 18–40 tahun, dewasa madya untuk usia 41–60 tahun, dan dewasa akhir untuk usia lebih dari 60 tahun. Kategori pendapatan per kapita dalam penelitian ini disesuaikan dengan indikator kemiskinan BPS Maret 2009 dimana Pendapatan per kapita kurang dari sama dengan Rp 175.193 temasuk kategori miskin dan yang lebih dari Rp 175.193 termasuk kategori tidak miskin.
32
Tabel 4 Pengkategorian data penelitian Variabel Penelitian Usia
Usia
Jenis Data Rasio
Pendidikan
Jenjang pendidikan
Ordinal
Besar keluarga
Jumlah anggota keluarga
Rasio
Pendapatan per kapita
Pendapatan anggota keluarga dibagi jumlah keluarga
Rasio
Indikator
seluruh anggota
Kategori Skor Data Berdasarkan Hurlock (1980) Dewasa awal : 18 – 40 Tahun Dewasa madya : 40 – 60 tahun Dewasa lanjut : > 60 tahun Berdasarkan jenjang pendidikan 1. Tidak Sekolah 2. Tamat SD 3. TamatSLTP 4. Tamat SLTA 5. Perguruan Tinggi Berdasarkan BKKBN Kecil : < 4 orang Sedang : 5 – 6 orang Besar : >7 orang Berdasarkan sebaran data Miskin : < Rp 175.193 Tidak Miskin : > Rp 175.193
Akses informasi, sumber informasi Jumlah ternak
Jumlah sumber informasi dan sumber informasi
Rasio
Berdasarkan sebaran data
Ternak yang dimiliki berikut jumlahnya
Rasio
Pengetahuan tentang biogas
Pengetahuan biogas
Rasio
Manajemen keuangan dan energi
Perencanaan dan pelaksanaan keuangan dan energi
Rasio
Perilaku penggunaan energi
Jenis energi
Ordinal
Berdasarkan sebaran data 1. Tidak punya 2. 1 – 2 ekor 3. > 2 ekor Berdasarkan interval kelas Rendah : skor 0 – 11 Sedang : skor 12 – 16 Tinggi : skor 17 – 20 Berdasarkan interval kelas Rendah : skor 0-7 Sedang : skor 8-14 Tinggi : skor 15-20 Berdasarkan penggunaan biogas 0 : tidak menggunakan biogas 1 : menggunakan biogas
tentang
Pengukuran tingkat pengetahuan dengan 20 pernyataan dihitung dengan pemberian skor pada setiap pernyataan. Dari 20 pernyataan ini diberi skor satu untuk jawaban yang benar dan nol untuk jawaban yang salah, sehingga skor total yang diperoleh responden jika menjawab semua dengan benar adalah 20. Pengetahuan tentang biogas dikategorikan menjadi tiga, yaitu rendah jika tingkat pengetahuannya kurang dari 60% dengan skor yang diperoleh 0 – 11, sedang jika tingkat pengetahuan antara 60-80% dengan skor yang diperoleh 12 – 16, dan
33
tinggi jika tingkat pengetahuannya lebih dari 80% dengan skor yang diperoleh 17 – 20. Perencanaan dan pelaksanaan penggunaan energi dan keuangan diukur dengan 20 pertanyaan yang jawabannya diberi skor nol dan satu. Dari 20 pernyataan ini diberi skor satu untuk yang melaksanakan perencanaan dan pelaksanaan, nol untuk yang tidak melaksanakan. Perencanaan dan pelaksanaan penggunaan keuangan dan energi dikategorikan menjadi tiga menggunakan perhitungan selang interval, yaitu rendah untuk skor 0-7, sedang untuk skor 8-14, tinggi untuk skor 15-20. Definisi Operasional Biogas adalah limbah kotoran sapi yang dapat digunakan sebagai energi alternatif untuk memasak dan penerangan sedangkan ampasnya dapat dijadikan pupuk organik. Alokasi pengeluaran: proporsi pendapatan responden yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Besar keluarga: jumlah seluruh anggota keluarga yang tinggal di rumah maupun tidak yang biaya hidupnya ditanggung oleh keluarga tersebut. Karakteristik keluarga : karakteristik dari suatu keluarga yang meliputi usia kepala keluarga, pendidikan kepala keluarga, pekerjaan kepala keluarga, total pendapatan, jumlah anak, dan jumlah ternak. Tingkat pendidikan: tingkatan pendidikan formal terakhir yang ditempuh kepala keluarga. Tingkatan pendidikan ini terdiri dari tidak sekolah, tamat SD, tamat SMP, tamat SMA, tamat PT. Manajemen keuangan dan energi : pengelolaan keuangan dan energi yang meliputi perencanaan dan pelaksanaan dalam penggunaan uang dan penggunaan energi untuk memasak, transportasi dan penerangan. Pendapatan per kapita: jumlah seluruh uang yang diperoleh keluarga selama satu bulan terakhir dibagi jumlah seluruh anggota keluarga. Pengguna biogas: keluarga yang menggunakan biogas sebagai energi utama yang digunakan untuk memasak dan penerangan. Pengguna nonbiogas: keluarga yang menggunakan energi selain biogas sebagai energi utama yang digunakan untuk memasak dan penerangan.
34
Total pengeluaran keluarga: seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari selama satu bulan terakhir. Pengeluaran keluarga meliputi pengeluaran pangan dan nonpangan. Pengeluaran nonpangan terdiri dari pengeluaran energi dan nonenergi Pengeluaran nonpangan: jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi seluruh kebutuhan nonpangan selama satu bulan terakhir termasuk pengeluaran energi. Pengeluaran pangan: jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi seluruh kebutuhan pangan selama satu bulan terakhir. Pengeluaran energi: biaya yang dikeluarkan keluarga untuk konsumsi energi baik itu untuk kayu bakar, minyak tanah, gas maupun biogas yang digunakan untuk memasak, transportasi dan penerangan yang dikeluarkan selama satu bulan terakhir. Pengeluaran nonenergi: jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi seluruh kebutuhan nonenergi (total pengeluaran nonpangan diluar pengeluaran energi) selama satu bulan terakhir.
35
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaaan Umum Lokasi Letak dan Luas Wilayah Wilayah penelitian merupakan bagian dari Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Sumedang terletak antara 6o44’-7o83’ Lintang Selatan dan 107o21’-108o21’ Bujur Timur. Kabupaten Sumedang berbatasan dengan Kabupaten Majalengka di sebelah timur, Kabupaten Garut dan Bandung di sebelah selatan, Kabupaten Bandung dan Subang di sebelah barat dan Kabupaten Indramayu dan Majalengka di sebelah utara. Desa Haurngombong termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang. Jarak dari pusat pemerintahan Kecamatan adalah 1 km, dari pusat pemerintahan Kabupaten adalah 14,6 km dan dari Ibukota Provinsi Jawa Barat adalah 31 km. Secara administratif batas wilayah Desa Haurngombong adalah sebagai berikut: sebelah utara berbatasan dengan Desa Ciptasari, sebelah timur berbatasan Desa Cilembu, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Mekar Bakti,
sebelah
barat
berbatasan
dengan
Desa
Gunung
Manik.
Desa
Haurngombong mempunyai luas wilayah sebesar 2,19 km2. Luas wilayah ini ditempati oleh 1.224 kepala keluarga dengan jumlah penduduk 4.865 jiwa. Jumlah penduduk ini terdiri dari 2.475 penduduk laki-laki dan 2.387 penduduk perempuan. Desa Haurngombong terdiri dari tiga dusun, yaitu Simpang, Pangaseran dan Cipareuag. Setiap dusun memiliki masing-masing dua rukun warga sehingga jumlah RW di Desa Haurngombong adalah 6 RW dan jumlah Rukun Tetangga di Desa Haurngombong berjumlah 29 RT. Pekerjaan penduduk Desa Haurngombong beragam, namun pekerjaan yang paling banyak digeluti adalah bekerja pada sektor pertanian dan peternakan. Tabel 10 menunjukkan bahwa hampir dua per tiga (65,6%) penduduk Desa Haurngombong bekerja pada sektor pertanian baik menjadi petani maupun peternak. Pada Tabel 10 pekerjaan sebagai peternak dimasukkan ke dalam kategori pekerjaan petani. Jenis pekerjaaan penduduk lainnya pada sektor diluar pertanian seperti pedagang/wiraswasta/pengusaha (9%), karyawan swasta (8,3%), tukang batu (5,3%), tukang kayu/mebel (3,7%), supir (3,5%), pengrajin (3%),
36
PNS (0,8%), TNI/Polri (0,1%), penjahit (0,3%), montir (0,3%), dan guru swasta (0,3%). Tabel 5 Sebaran mata pencaharian penduduk Desa Haurngombong No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Pekerjaan Buruh tani Petani /peternak Pedagang/wiraswasta/pengusaha Karyawan swasta Tukang batu Tukang kayu Supir Pengrajin PNS Guru swasta Penjahit Montir TNI/Polri Total
Jumlah (jiwa) 864 621 203 187 119 83 79 69 17 6 6 6 3 2.263
persentase (%) 38,2 27,4 9,0 8,3 5,3 3,7 3,5 3,0 0,8 0,3 0,3 0,3 0,1 100
Program DME di Desa Haurngombong Desa Haurngombong merupakan salah satu desa mandiri energi dengan energi nonBBM. Desa mandiri energi di Indonesia sendiri ada dua jenis, yaitu DME yang menggunakan energi nonBBM dan DME yang menggunakan energi nabati atau biofuel. Berdasarkan surat keputusan Kepala Desa Haurngombong Nomor 141/05/SK/DS/2007 tentang disahkannya Desa Harungombong sebagai salah satu desa mandiri energi (DME). Tujuan dari pelaksanaan program DME di Desa Haurngombong ini adalah meningkatkan ketersediaan energi alternatif berbasis biogas sapi perah bagi peternak sapi perah serta anggota masyarakat lainnya di sentra peternakan sapi perah. DME Haurngombong sangat sesuai untuk menggunakan energi alternatif biogas karena lebih dari separuh penduduk Desa Haurngombong adalah peternak. Berdasarkan SK Kepala Desa Haurngombong nomor 141/05/SK/DS/2007 tertanggal 7 Oktober 2007, maka dibentuklah panitia pembangunan instalasi biogas Desa Haurngombong Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang.
37
Struktur kepanitiaan ini terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, tim teknis dan tenaga kerja. Hasil akhir yang diharapkan dari program DME Haurngombong adalah terpasangnya instalasi biogas dengan optimal yang digunakan oleh keluarga peternak maupun nonpeternak. Sementara outcome yang diharapkan adalah peningkatan jumlah instalasi biogas yang ada akan memberikan kontribusi nyata bagi penghematan energi minyak sehingga mengurangi pengeluaran rumahtangga, dan dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga dan masyarakat desa pada masa yang akan datang. Peternak memenuhi kebutuhan energi untuk rumahtangga dan kegiatan usaha dari minyak tanah dan kayu bakar. Kebiasaan masyarakat yang sudah bertahun-tahun dijalani bahkan telah turun-temurun ini membuat program DME Haurngombong mengalami hambatan, diantaranya: (1) Sumber informasi tentang biogas yang masih sangat terbatas mengakibatkan masyarakat tidak mengetahui potensi pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas; (2) Instalasi biogas yang dinilai cukup mahal dan dalam persepsi masyarakat merupakan teknologi yang sulit dan tidak praktis. Kedua hambatan ini ditanggulangi dengan memanfaatkan pola pembiayaan
bergulir
melalui
Lembaga
Keuangan
Mikro
(LKM-Usaha Peternakan) yang sudah ada di kelompok peternak. Pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas di Desa Haurngombong ini dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama ialah peternak yang memiliki lebih dari dua ekor sapi. Kelompok kedua ialah peternak yang memiliki satu sampai dua ekor sapi. Pada kelompok pertama, peternak dapat menggunakan biogas bersama keluarga nonpeternak didekat rumahnya. Kotoran sapi yang diperoleh digunakan untuk penggunaan instalasi biogas, sedangkan limbah sisa biogas dapat digunakan sebagai pupuk organik. Instalasi biogas ini dibagi kedalam dua tabung penyimpan gas. Tabung pertama digunakan sebagai energi untuk memasak, sedangkan tabung kedua digunakan sebagai energi genset untuk penerangan.
38
Pengelola Program
Kelompok Peternak Peternak dengan > 2 ekor sapi
Nonpeternak
Peternak dengan 1-2 ekor sapi Instalasi Biogas
Gambar 6 Skema pengelolaan dan pengawasan instalasi biogas program DME Jumlah peternak di Desa Haurngombong berjumlah 182 Rumahtangga. Peternak ini terbagi ke dalam tiga kelompok, yaitu: Harapan Sawargi, Harapan Jaya, dan Wargi Saluyu. Jumlah peternak pengguna biogas pada masing-masing kelompok sebesar 13 persen peternak Wargi Saluyu, 41 persen peternak Harapan Jaya dan 100 persen peternak Harapan Sawargi. Total peternak sebesar 31,4 persen di Desa Haurngombong yang menggunakan biogas. Jumlah pengguna biogas terbanyak berada pada kelompok Harapan Sawargi yang jumlah peternaknya lebih sedikit jika dibandingkan dengan kelompok yang lain. Hal ini dikarenakan ketua Kelompok Peternak Harapan Sawargi adalah pembuat reaktor biogas sehingga peluang anggota kelompok untuk diajak menggunakan biogas lebih besar. Program Desa Mandiri Energi di Desa Haurngombong telah berhasil mengajak 94 keluarga untuk menggunakan biogas. Penjelasan sebaran jumlah peternak dan pengguna biogas dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Jumlah peternak sapi dan pengguna biogas di Desa Haurngombong No
1 2 3
Keterangan
Jumlah Peternak (orang) Jumlah Ternak (ekor) Pengguna Biogas a. Peternak (keluarga) b. Nonpeternak (keluarga) Jumlah Penguna biogas
Sumber : Profil Desa Haurngombong 2009
Kelompok Peternak Jumlah Wargi Harapan Harapan Saluyu Jaya Sawargi 115 39 28 182 429 180 117 786 15 10 25
16 15 31
28 10 38
59 35 94
39
Karakteristik Keluarga Usia Suami dan Istri Usia suami berkisar antara 28 hingga 60 tahun. Secara keseluruhan lebih dari separuh suami (51,7) berada pada rentang usia 41-60 tahun (dewasa madya). Tiga per lima (60%) suami pengguna biogas berada pada kategori dewasa madya. Sementara pada pengguna nonbiogas lebih dari separuh (56,7%) berada pada kategori usia dewasa awal (Tabel 7). Rataan usia suami pengguna biogas lebih tinggi dibandingkan pengguna nonbiogas. Rataan usia suami pengguna biogas 43,9 tahun dan nonbiogas 40,8 tahun. Bila diuji beda rataan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p= 0,068) [Tabel 7]. Usia istri berkisar antara 23 hingga 54 tahun. Lebih dari separuh (53,3%) istri pengguna biogas berada pada rentang usia 41-60 tahun (dewasa madya). Lebih dari tiga per lima (63,3%) istri pengguna nonbiogas berada pada rentang usia 18-40 tahun (dewasa awal). Berbeda dengan usia suami secara keseluruhan yang lebih dari separuhnya dewasa madya, lebih dari separuh (55%) usia istri justru berada pada rentang 18 – 40 tahun (dewasa awal) [Tabel 7]. Rataan usia istri pada pengguna biogas lebih tinggi daripada pengguna nonbiogas. Rataan usia istri pengguna biogas 40,3 tahun dan nonbiogas 38,9 tahun. Bila diuji beda rataan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p=0,410) [Tabel 7]. Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan usia suami dan istri No
1 2
1 2
Usia Suami Dewasa Awal (18 -40 tahun) Dewasa Madya (41-60 tahun) Total Rataan + SD p- value Istri Dewasa Awal (18-40 tahun) Dewasa Madya (41-60 tahun) Total Rataan + SD p- value
Biogas n %
Nonbiogas n %
Total n
%
12 40 17 56,7 29 48,3 18 60 13 43,3 31 51,7 30 100 30 100 60 100 43,9 + 6,9 40,8 + 6,1 42,4 + 6,7 0,068 14 46,7 19 63,3 33 55,0 16 53,3 11 33,3 27 45 30 100 30 100 60 100 40,3 + 7,8 38,9 + 5,4 39.6 + 6,7 0,410
40
Pendidikan Suami dan Istri Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari tiga per lima (63,3%) suami pengguna biogas menempuh pendidikan hingga tamat SD. Sementara hampir separuh contoh (43,3%) pengguna nonbiogas menempuh pendidikan hingga tamat SLTP. Secara keseluruhan separuh suami contoh pengguna biogas dan nonbiogas (50%) menempuh pendidikan hingga tamat SD (Tabel 8). Rataan lama pendidikan suami penguna biogas lebih rendah daripada suami pengguna nonbiogas. Rataan lama pendidikan suami pengguna biogas 7,1 tahun dan pengguna nonbiogas 7,7 tahun yang bila dilihat dengan uji beda rataan, tidak terlihat perbedaan yang signifikan [p=0,443](Tabel 8). Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan ayah dan ibu No 1 2 3 4
1 2 3
Tingkat Pendidikan Suami Tidak Sekolah Tamat SD Tamat SLTP Tamat SMA Total Rataan + SD p- value Istri Tamat SD Tamat SLTP Tamat SMA Total Rataan + SD p- value
Biogas n %
Nonbiogas n %
Total n
%
2 6,7 2 6,7 4 6,7 19 63,3 11 36,7 30 50,0 3 10 13 43,3 16 26,7 6 20 4 13,3 10 16,7 30 100 30 100 30 100 7,1 + 3,1 7,7 + 2,9 7,4 + 2,9 0,443 23 76,7 25 83,3 48 80 4 13,3 3 10 7 11,7 3 10 2 6,7 5 8,3 30 100 30 100 60 100 7,0 + 1,9 6,7 + 1,7 6,9 + 1,8 0,532
Lebih dari tiga per empat (76,7%) istri pengguna biogas menempuh pendidikan hingga tamat SD. Hanya sepuluh persen saja yang menempuh pendidikan hingga tamat SMA. Sama halnya dengan pengguna biogas, sebagian besar (83,3%) istri pengguna nonbiogas pun menempuh pendidikan hingga tamat SD. Jumlah pengguna biogas dan pengguna nonbiogas yang menempuh pendidikan hingga tamat SD tidak jauh berbeda. Sebagian besar istri (80%) menempuh pendidikan hingga tamat SD. Hanya sebagian kecil (20%) dari contoh yang menempuh pendidikan hingga jenjang SLTP dan SMA (Tabel 8).
41
Rataan lama pendidikan istri pengguna biogas lebih tinggi dibandingkan dengan pengguna nonbiogas. Rataan lama pendidikan istri pengguna biogas 7 tahun sedangkan pengguna nonbiogas 6,7 tahun. Bila dilakukan uji beda rataan tidak terdapat perbedaan yang signifikan p= 0,532 (Tabel 8). Pekerjaan Suami dan Istri Pekerjaan suami beragam, namun secara keseluruhan didominasi oleh peternak (43,3%). Jenis pekerjaan suami lainnya secara berurutan adalah buruh tani (18,3%), petani (8,3%), karyawan (8,3%), tukang ojek (8,3%), wiraswata (6,7%), kuli bangunan (3,3%), PNS (1,7%) dan pensiunan (1,7%). Bila dilihat pada masing-masing kelompok, sebagian besar (86,7%) pengguna biogas bekerja sebagai peternak. Hal ini disebabkan oleh sumber utama bahan pembuatan biogas adalah kotoran sapi. Hanya empat keluarga pengguna biogas saja yang bukan peternak. Sementara bagi pengguna nonbiogas lebih dari sepertiga (36,7%) suami bekerja sebagai buruh tani (Tabel 9). Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan suami dan istri No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 2 3 4
Pekerjaan Suami Peternak Petani Buruh tani Karyawan Wiraswasta Tukang Ojek PNS Kuli Bangunan Pensiunan Total Istri Karyawan Swasta Buruh tani Wiraswasta Tidak bekerja Total
Biogas n %
Nonbiogas n %
Total n
%
26 1 1 1 1 30
86,7 3,3 3,3 3,3 3,3 100
4 11 4 3 5 2 1 30
13,3 36,7 13,3 10 16,7 6,7 3,3 100
26 5 11 5 4 5 1 2 1 60
43,3 8,3 18,3 8,3 6,7 8,3 1,7 3,3 1,7 100
2 28 30
6,7 93,3 100
1 1 4 24 30
3,3 3,3 13,3 80 100
1 1 6 52 60
1,7 1,7 10 86,7 100
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa hampir seluruh contoh (93,3%) pengguna biogas merupakan istri tidak bekerja, dan sebagian besar contoh (80%) pengguna nonbiogas juga istri tidak bekerja. Secara keseluruhan
42
sebagian besar contoh (86,7%) adalah istri tidak bekerja. Selain itu, sebagian kecil contoh bekerja sebagai karyawan swasta (1,7%), buruh tani (1,7%) dan wiraswasta (10%) (Tabel 9). Besar Keluarga Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga berada pada kategori kecil dan sedang. Tiga per lima (60%) contoh pengguna biogas merupakan keluarga sedang dengan anggota keluarga antara 5-6 orang, sedangkan lebih dari tiga perempat (76,7%) contoh pengguna nonbiogas adalah keluarga kecil dengan anggota keluarga berkisar antara 3-4 orang (Tabel 10). Rataan besar keluarga pengguna biogas lebih tinggi daripada pengguna nonbiogas. Rataan penguna biogas 4,7 (5 anggota keluarga) dan rataan pengguna nonbiogas 4,17 (4 anggota keluarga). Bila digunakan uji t untuk melihat perbedaan rataan besar keluarga, dapat diketahui terdapat perbedaan yang nyata [p=0,000] (Tabel 10). Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga No 1 2
Jumlah Anggota Keluarga (jiwa) Kecil (< 4 orang) Sedang (5-6 orang) Total Rataan + SD p-value
Biogas n % 12 40 18 60 30 100 4,70 + 1,05
Nonbiogas n % 23 76,7 7 23,3 30 100 4,17 + 0,74 0,000
Total n % 35 58,3 25 41,7 60 100 4,43 + 0,94
Pendapatan per Kapita Pendapatan merupakan imbalan yang diterima oleh seseorang dari pekerjaan yang dilakukannya untuk mencari nafkah. Pendapatan umumnya diterima dalam bentuk uang (Sumarwan 2003). Pendapatan per kapita per bulan keluarga contoh berkisar antara Rp 100.000 – 420.000. Data penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh (53,3%) keluarga pengguna biogas dan tiga per lima (60%) keluarga pengguna nonbiogas memiliki pendapatan per kapita per bulan lebih dari Rp 175.193 sehingga mereka tergolong keluarga yang tidak miskin (Tabel 11).
43
Rataan pendapatan per kapita pengguna biogas lebih tinggi daripada pengguna nonbiogas. Rataan pengguna biogas Rp 212.056 sedangkan pengguna nonbiogas Rp 212.416. Bila rataan pendapatan per kapita diuji dengan uji t, tidak terlihat perbedaan yang signifikan dengan p=0,986 (Tabel 11). Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan per kapita per bulan No 1 2
Pendapatan per Kapita (Rp) Miskin (< 175.193) Tidak Miskin (> 175.193) Total Rataan + SD p- value
Biogas n % 14 46,7
Nonbiogas n % 12 40
16 53,3 30 100 212.056 + 89.016
18 60 30 100 212.416 + 64.739 0,986
Total n 26
% 43,3
34 56,7 60 100 212.236 + 77.166
Tabel 11 menunjukkan bahwa pendapatan per kapita pengguna biogas lebih rendah dari pengguna nonbiogas. Hal ini disebabkan oleh pendidikan suami pengguna biogas yang juga lebih rendah dari suami nonbiogas. Menurut Firdausy (1999) dalam Puspa (2007) rumahtangga yang dikepalai oleh seseorang dengan tingkat pendidikan rendah cenderung lebih miskin dibandingkan dengan rumahtangga yang dikepalai oleh seseorang yang berpendidikan tinggi. Kepemilikan Ternak Keluarga Contoh Ternak yang dimiliki keluarga contoh adalah sapi dan ayam. Telah diketahui bahwa kotoran sapi mampu menghasilkan biogas yang dapat digunakan untuk memasak. Oleh karena itu, keluarga yang menggunakan biogas sebagian besar (86,7%) memiliki sapi. Dari semua pengguna biogas hanya 13,3 persen yang tidak memiliki sapi. Selain itu, seluruh contoh pengguna nonbiogas tidak memiliki sapi karena pekerjaannya diluar sektor peternakan (Tabel 12). Keluarga yang menggunakan biogas tapi tidak memiliki sapi dalam penelitian ini memperoleh pasokan biogas dari peternak yang memiliki lebih dari dua ekor sapi. Kepemilikan sapi ini tidak seluruhnya milik pribadi ada beberapa keluarga yang memilikinya dengan cara ”maro” atau dengan kata lain kepemilikan sapi tersebut adalah setengah-setengah antara pemilik sapi dan peternak yang memelihara. Setiap peternak yang menggunakan biogas mempunyai reaktor dan kompor biogas sendiri, namun pengguna biogas yang
44
tidak memiliki sapi hanya memiliki kompor biogas yang energi biogasnya disalurkan melalui pipa paralon (Tabel 12). Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan jumlah ternak yang dimiliki No
1 2 3 1 2 3
Jumlah ternak Sapi Tidak Punya 1–2 >2 Ayam Tidak Punya 1–2 >2
Biogas n
%
Nonbiogas n %
Total n %
4 4 22
13,3 13,3 73,4
30
100
34 4 22
56,7 6,7 36,7
23 7
76,7 23,3
24 4 2
80 13,3 6,7
47 4 9
78,3 6,7 30
Kepemilikan hewan ternak selain sapi tidak jauh berbeda antara pengguna biogas dan nonbiogas. Pada kedua kelompok ini hampir seluruh contoh bukan pemilik ternak ayam. Hanya sebagian kecil saja yang memelihara ayam sebagai hewan ternak. Pengguna biogas yang tidak memiliki ayam berjumlah 23 keluarga (76,7%). Sedangkan pada pengguna nonbiogas empat per lima contoh (80%) juga tidak memiliki ayam sebagai hewan ternak. Secara keseluruhan total contoh yang tidak memiliki ayam adalah hampir empat per lima (78,3%) [Tabel 12]. Akses Informasi mengenai Energi Informasi yang diterima contoh dibagi menjadi dua bagian, yaitu kelompok acuan dan media. Kelompok acuan terdiri dari teman, saudara, tetangga, penyuluh dan petugas desa. Media terdiri dari koran dan televisi. Informasi mengenai biogas yang diterima oleh masyarakat Desa Haurngombong kebanyakan berasal dari saudara (43,3%), tetangga (30%) dan teman (3,3%) yang mengerti akan energi. Untuk penyuluhan sendiri, bukan merupakan akses informasi utama bagi masyarakat karena meskipun diadakan penyuluhan mengenai penggunaan gas elpiji ataupun biogas kebanyakan dari contoh (65%) tidak mengikuti penyuluhan tersebut. (Tabel 13).
45
Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan sumber informasi yang diperoleh (n=60) No 1 2 3 4 5 6 7
Akses Kelompok acuan Teman Saudara Tetangga Penyuluh Petugas Desa Media Koran Televisi
Biogas n %
Nonbiogas n %
Total n %
2 12 16 15 2
6,7 40,0 53,3 50,0 6,7
0 14 2 6 0
0,0 46,7 6,7 20,0 0,0
2 26 18 21 2
3,3 43,3 30,0 35,0 3,3
3 14
10,0 46,7
0 0
0,0 0,0
3 14
5,0 23,3
Keterangan: jawaban dapat lebih dari satu Akses yang diperoleh contoh berkaitan dengan energi terbatas. Hal ini dikarenakan media informasi hanya berpusat pada orang-orang yang terlibat langsung dengan para pengguna dan pemberi informasi. Di lingkungan Desa Haurngombong, informasi diperoleh dari petugas desa dan panitia pembuat instalasi biogas di daerah setempat. Namun ternyata tidak semua contoh mendapatkan informasi terkait energi, terutama energi biogas. Sebagian besar contoh (41,7%) hanya mendapatkan satu informasi saja, yaitu dari tetangga yang telah menggunakan biogas (Tabel 14). Secara keseluruhan rataan jumlah sumber informasi yang diterima contoh adalah 1,82 atau kurang dari dua sumber. Rataan jumlah informasi berbeda pada kedua kelompok, yaitu 2,53 untuk pengguna biogas dan 1,10 untuk pengguna nonbiogas. Bila diuji menggunakan uji t dapat dilihat perbedaan yang nyata [ p=0,000] (Tabel 14). Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan jumlah sumber informasi yang diterima Jumlah sumber informasi yang diterima 0 1 2 4 5 Total Rataan + SD p-value
Biogas n 0 12 7 5 6 30
% 0,0 40,0 23,3 16,7 20,0 100 2,53 + 1,63
Nonbiogas n % 7 23,3 13 43,4 10 33,3 0 0,0 0 0,0 30 100 1,10 + 0,75 0,000
Total n % 7 11,7 25 41,7 17 28,3 5 8,3 6 10,0 60 100 1,82 + 1,45
46
Pengetahuan mengenai Biogas Tingkat pengetahuan mengenai biogas diukur dalam beberapa aspek, yaitu definisi (2 pertanyaan), bahan biogas dari kotoran ternak (2 pertanyaan), bahan biogas dari buah dan sayur (5 pertanyaan), manfaat (10 pertanyaan), perawatan alat (1 pertanyaan), sehingga total pertanyaan ada dua puluh (20). Tabel 15 Sebaran pernyataan yang dijawab benar oleh contoh No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
20
Pernyataan Definisi Biogas adalah gas yang dihasilkan dari kotoran sapi Biogas adalah bahan yang tersedia di sekitar rumah Bahan biogas dari kotoran ternak Kotoran ayam dapat dijadikan energi biogas Kotoran kambing dapat dijadikan energi biogas Bahan biogas dari buah dan sayur Selain dari kotoran sapi, biogas dapat dihasilkan dari ampas tahu Sampah kulit pisang dapat dijadikan energi biogas Biogas dapat dihasilkan dari sampah sayuran Sampah kulit nanas dapat dijadikan sebagai energi biogas Sisa pembuatan keripik singkong dapat dijadikan energi biogas Manfaat Pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas mengurangi bau tak sedap dari kotoran sapi Biogas dapat digunakan sebagai energi untuk memasak Biogas dapat dimanfaatkan sebagai energi genset yang digunakan untuk penerangan Limbah (sisa) biogas dapat digunakan sebagai pupuk kompos Lingkungan sekitar kandang menjadi lebih bersih setelah pemanfaatan kotoran sapi Energi biogas dapat menggantikan fungsi minyak tanah, gas elpiji ataupun kayu bakar Energi biogas dapat digunakan sebagai pengganti listrik Penggunaan biogas sebagai energi menghemat pengeluaran keluarga Penggunaan kompor biogas dapat mengurangi jelaga pada alat-alat masak Masakan lebih cepat matang setelah menggunakan biogas Perawatan Alat Reaktor yang terbuat dari plastik tidak boleh terkena sinar matahari secara langsung
Biogas %
Nonbiogas %
Total %
100 73,3
100 80
100 76,7
0 13,3
0 0
0 6,7
86,7 36,7 80
20 20 20
53,3 28,3 50
53,3
20
36,7
96,7
40
68,3
100 100
80 100
90 100
100
100
100
80
100
90
100
80
90
56,7
100
78,3
60
100
80
100
80
90
100
40
70
26,7
100
63,3
100
80
90
Baik pengguna biogas maupun nonbiogas hanya sedikit yang mengetahui bahwa biogas dapat dihasilkan dari sampah buah dan sayur. Persentase pengguna
47
biogas dan nonbiogas yang mengetahui bahwa sampah kulit pisang dapat dijadikan bahan biogas masing-masing adalah 36 persen dan 20 persen. Selain itu, hanya empat keluarga (13,3%) pengguna bogas yang mengetahui bahwa kotoran kambing dapat dijadikan bahan biogas. Sementara seluruh contoh tidak mengetahui bahwa kotoran ayam dapat digunakan sebagai bahan biogas (Tabel15). Tingkat pengetahuan mengenai biogas didasarkan pada penggunaan biogas di Desa Haurngombong yang umumnya berasal dari kotoran sapi, sehingga sebagian besar (80%) contoh pengguna nonbiogas menganggap bahwa biogas hanya dihasilkan dari kotoran sapi. Bagi pengguna biogas, contoh menganggap sumber informasi mengenai biogas berasal dari tokoh yang mengajak mereka menggunakan biogas seperti ketua kelompok peternak sapi perah, kepala desa, dan tokoh-tokoh yang dianggap mengetahui ilmu yang berkaitan dengan biogas. Secara keseluruhan sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan mengenai biogas menunjukkan bahwa separuh istri (50%) memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi. Sebagian besar (80%) istri pengguna biogas memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi, sementara sebagian besar (80%) istri pengguna nonbiogas memiliki pengetahuan yang rendah. Hal ini dikarenakan pengetahuan terkait dengan informasi yang diperoleh (Tabel 16). Rataan pengetahuan mengenai biogas pengguna biogas lebih tinggi daripada pengguna nonbiogas. Rataan pengetahuan istri pengguna biogas adalah 14,57 dan rataan pengetahuan istri pengguna nonbiogas adalah 12,60. Jika dilakukan pengujian uji rataan terlihat perbedaan yang signifikan dengan [p=0,006] (Tabel 16). Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan tentang biogas No
Kategori
1 Rendah (0 – 11) 2 Sedang (12 – 16) 3 Tinggi (17 – 20) Total Rataan + SD p- value
Biogas n
%
0 6 20 24 80 30 100 14,57 + 2,26
Nonbiogas n % 24 80 0 0 6 20 30 100 12,60 + 2,99 0,006
Total n
%
24 40 6 10 30 50 60 100 13,58 + 2,81
48
Manajemen keuangan dan energi Perencanaan manajemen keuangan dan energi Seluruh contoh tidak melakukan perencanaan untuk pengeluaran pangan, rokok, pakaian, perumahan, kesehatan, dan keuangan secara keseluruhan. Hampir seluruh contoh baik pengguna biogas dan nonbiogas tidak melaksanakan perencanaan. Hanya sebagian kecil yang melakukan perencanaan. Itu pun hanya pada pengeluaran untuk pendidikan, jenis energi yang digunakan keluarga, penggunaan energi dan pengeluaran untuk energi (Tabel 17). Perencanaan keuangan pada keluarga pengguna nonbiogas tidak berbeda dengan perencanaan keuangan pada keluarga pengguna biogas. Seluruh contoh tidak melakukan perencanaan dalam mengatur keuangannya. Hanya terdapat dua keluarga (6,7%) pengguna nonbiogas yang merencanakan alokasi keuangan untuk pengeluaran pendidikan, jenis energi yang digunakan, penggunaan energi dan pengeluaran energi. Perencanaan untuk pendidikan sendiri dilakukan karena anak dari keluarga contoh sudah menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi (Tabel 17). Tabel 17 Sebaran contoh yang melaksanakan perencanaan manajemen keuangan dan energi No 1
2
3
4
Perencanaan Manajemen Keuangan dan Energi Pengeluaran untuk pendidikan - Melaksanakan - Tidak melaksanakan Jenis energi - Melaksanakan - Tidak melaksanakan Penggunaan energi - Melaksanakan - Tidak melaksanakan Pengeluaran untuk energi - Melaksanakan - Tidak melaksanakan Skor rataan pelaksanaan p-value
n
Biogas %
8 22
26.7 73.3
2 28
9 21
30.0 70.0
9 21
30.0 70.0
9 30.0 21 70.0 1,43 + 1,63
Nonbiogas n %
n
Total %
6.7 93.3
10 50
16.7 83.3
2 28
6.7 93.3
11 49
18.3 81.7
2 28
6.7 93.3
11 49
18.3 81.7
2 6.7 28 93.3 0,27 + 1,01 0,02
11 49
18.3 81.7
Berdasarkan uji beda rataan jika dibandingkan antara keluarga pengguna biogas dan nonbiogas ternyata terdapat perbedaan skor rataan perencanaan. Biogas 1,43 dan nonbiogas 0,27. Perbedaan tersebut signifikan dengan p-value (0,02) [Tabel 17].
49
Pelaksanaan manajemen keuangan dan energi Pelaksanaan keuangan pada keluarga pengguna biogas dipengaruhi oleh perencanaan dari manajemen keuangan itu sendiri, sehingga apabila telah dilakukan perencanaan untuk pengeluaran pendidikan, jenis, penggunaan dan pengeluaran energi maka pelaksanaannya akan sejalan dengan perencanaannya. Perencanaan dan pelaksanaan keuangan untuk pendidikan dilakukan oleh hampir sepertiga (26,7%) pengguna biogas. Begitu pula perencanaan dan pelaksanaan untuk jenis energi yang digunakan, penggunaan energi dan pengeluaran energi, hanya dilakukan tiga per sepuluh (30%) pengguna biogas (Tabel 18). Pelaksanaan keuangan keluarga pengguna nonbiogas sejalan dengan perencanaan keuangannya. Hal ini dikarenakan semua pelaksanaan keuangan terjadi jika telah dilakukan perencanaan. Perencanaan dan pelaksanaan keuangan dilakukan oleh dua keluarga (6,7%) saja. Begitu pula perencanaan dan pelaksanaan untuk jenis energi yang digunakan, penggunaan energi dan pengeluaran energi hanya dilakukan 6,7 persen pengguna biogas. Secara keseluruhan dari 60 keluarga hanya diperoleh 16,67 persen contoh yang melaksanakan manajemen keuangan dan energi untuk pendidikan dan 18,33 persen contoh yang melakukan manajemen keuangan untuk pengeluaran pendidikan, jenis energi yang digunakan, penggunaan energi dan dan pengeluaran energi (Tabel 18). Tabel 18 Sebaran contoh yang melaksanakan pelaksanaan manajemen keuangan dan energi No 1
2
3
4
Pelaksanaan Manajemen Keuangan dan Energi Pengeluaran untuk pendidikan - Melaksanakan - Tidak melaksanakan Jenis energi - Melaksanakan - Tidak melaksanakan Penggunaan energi - Melaksanakan - Tidak melaksanakan Pengeluaran untuk energi - Melaksanakan - Tidak melaksanakan Skor rataan pelaksanaan p-value
Biogas n %
Nonbiogas n %
n
Total %
8 22
26.7 73.3
2 28
6.7 93.3
10 50
16.7 83.3
9 21
30.0 70.0
2 28
6.7 93.3
11 49
18.3 81.7
9 21
30.0 70.0
2 28
6.7 93.3
11 49
18.3 81.7
2 6.7 28 93.3 0,27 + 1,01 0 ,02
11 49
18.3 81.7
9 30.0 21 70.0 1,43 + 1,63
50
Berdasarkan uji beda rataan jika dibandingkan antara keluarga pengguna biogas dan nonbiogas ternyata terdapat perbedaan skor rataan pelaksanaan. Biogas 1,43 dan nonbiogas 0,27. Perbedaan tersebut signifikan dengan p-value (0,02) [Tabel 18].
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Manajemen Keuangan dan Energi Manajemen keuangan dan energi yang diteliti adalah perencanaan dan pelaksanaan saja. Hasil dari uji regresi linier berganda pada Tabel 19 menunjukkan bahwa R2 (0,376) artinya 37,6 persen variabel yang diinput mempengaruhi manajemen keuangan dan energi. Sisanya dipengaruhi dari variabel di luar penelitian sebesar 62,4 persen. Variabel yang berpengaruh signifikan adalah pengetahuan istri mengenai biogas dan jumlah sumber informasi. Sementara usia istri, tingkat pendidikan istri, besar keluarga, pendapatan per kapita per bulan dan pengeluaran energi untuk memasak tidak berpengaruh signifikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guhardja et al 1992 dimana perencanaan dipengaruhi oleh usia istri dan tingkat pendidikan, sedangkan pelaksanaan dipengaruhi karakteristik individu (usia istri dan tingkat pendidikan istri) dan karateristik keluarga (besar keluarga) Tabel 19 Faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen keuangan dan energi Variabel
Konstanta Usia istri (tahun) Tingkat pendidikan istri Pengetahuan istri mengenai biogas (skor) Besar keluarga (orang) Pendapatan per kapita per bulan (Rupiah) Jumlah sumber informasi (skor) Pengeluaran untuk energi memasak
B (tidak terstandardisasi) -4,838 2
-5,129x 10 0,417 0,442 0,244 -1,606x 10
6
0,881 4,986x 10
R2
6
Sig
Βeta (terstandardisasi)
0,190 0,304
-0,116
0,439 0,001**
0,087 0,422
0,598 0,764
0,078 -0,042
0,018** 0,962
0,332 0,006
0,376
** ) signifikan pada taraf kepercayaan 95 % Konstanta sebesar -4,838; artinya jika variabel-variabel independent yang mempengaruhi nilainya nol (0), maka skor manajemen keuangan dan energi bernilai -4,838. Koefisien regresi variabel usia istri bernilai -5,129x 10 2 ; artinya
51
jika variabel independent lain nilainya tetap dan usia istri mengalami peningkatan sebesar satu tahun, maka skor manajemen keuangan dan energi mengalami penurunan sebesar 5,129x 10 2 . Koefisien regresi bernilai negatif, artinya terjadi hubungan negatif antara usia istri dengan skor manajemen keuangan dan energi. Semakin tua usia istri, maka semakin menurun skor manajemen keuangan dan energi (Tabel 19). Koefisien regresi tingkat pendidikan istri sebesar 0,417; artinya jika variabel independent lain nilainya tetap dan tingkat pendidikan istri mengalami peningkatan sebesar satu tingkatan, maka skor manajemen keuangan dan energi mengalami peningkatan sebesar 0,417. Koefisien regresi bernilai positif, artinya terjadi hubungan positif antara tingkat pendidikan istri dengan skor manajemen keuangan dan energi. Semakin tinggi tingkat pendidikan istri, maka semakin meningkat skor manajemen keuangan dan energi (Tabel 19). Pengetahuan istri mengenai biogas berpengaruh signifikan (p-value 0,001). Koefisien regresi pengetahuan istri mengenai biogas sebesar 0,442; artinya jika variabel independent lain nilainya tetap dan pengetahuan istri mengenai biogas mengalami peningkatan sebesar satu satuan, maka skor manajemen keuangan dan energi mengalami peningkatan sebesar 0,442. Koefisien regresi bernilai positif, artinya terjadi hubungan positif antara pengetahuan istri mengenai biogas dengan skor manajemen keuangan dan energi. Semakin tinggi pengetahuan istri mengenai biogas, maka semakin meningkat skor manajemen keuangan dan energi (Tabel19). Koefisien regresi besar keluarga sebesar 0,244; artinya jika variabel independent lain nilainya tetap dan besar keluarga mengalami penambahan satu orang, maka skor manajemen keuangan dan energi mengalami peningkatan sebesar 0,244. Koefisien regresi bernilai positif, artinya terjadi hubungan positif antara besar keluarga dengan skor manajemen keuangan dan energi. Semakin besar ukuran keluarga, maka semakin meningkat skor manajemen keuangan dan energi (Tabel 19). Koefisien regresi variabel pendapatan per kapita per bulan bernilai -1,606x 10
6
;
artinya jika variabel independent lain nilainya tetap dan pendapatan
per kapita per bulan mengalami peningkatan sebesar satu rupiah, maka skor
52
manajemen keuangan dan energi mengalami penurunan sebesar
1,606x 10 6 .
Koefisien regresi bernilai negatif, artinya terjadi hubungan negatif antara pendapatan per kapita per bulan dengan skor manajemen keuangan dan energi. Semakin besar pendapatan per kapita per bulan, maka semakin menurun skor manajemen keuangan dan energi (Tabel 19). Jumlah sumber informasi berpengaruh signifikan (p-value 0,018). Koefisien regresi jumlah sumber informasi sebesar 0,881; artinya jika variabel independent lain nilainya tetap dan jumlah sumber informasi mengalami penambahan satu satuan, maka skor manajemen keuangan dan energi mengalami peningkatan sebesar 0,881. Koefisien regresi bernilai positif, artinya terjadi hubungan positif antara jumlah sumber informasi dengan skor manajemen keuangan dan energi. Semakin banyak sumber informasi yang diperoleh, maka semakin meningkat skor manajemen keuangan dan energi (Tabel 19). Koefisien regresi pengeluaran energi untuk memasak sebesar 4,986x 10 6 ; artinya jika variabel independent lain nilainya tetap dan pengeluaran energi untuk memasak mengalami peningkatan satu rupiah, maka skor manajemen keuangan dan energi mengalami peningkatan sebesar 4,986x 10 6 . Koefisien regresi bernilai positif, artinya terjadi hubungan positif antara pengeluaran energi untuk memasak dengan skor manajemen keuangan dan energi. Semakin besar pengeluaran untuk energi memasak yang diperoleh, maka semakin meningkat skor manajemen keuangan dan energi (Tabel 19). Bentuk persamaan mengenai manajemen keuangan dan energi sebagai berikut: Y 4,838 5,129 x10 2 X 1 0,417 X 2 0,442 X 3 0,244 X 4 1,606 x10 6 X 5 0,881X 6 4,986 x10 6 X 7 E
Keterangan: Y X1 X2 X3
X4 X5 X6 X7 E
= Manajemen keuangan dan energi = usia istri (tahun) = tingkat pendidikan istri = pengetahuan istri mengenai biogas (skor) = besar keluarga (orang) = pendapatan per kapita per bulan (Rupiah) = jumlah sumber informasi = pengeluaran untuk energi memasak per kapita per bulan (Rupiah) = error
53
Perilaku Penggunaan Energi Energi yang Digunakan Keluarga Contoh Energi yang digunakan keluarga dalam penelitian ini hanya energi yang berhubungan dengan keperluan rumahtangga seperti memasak dan penerangan. Energi yang digunakan setiap keluarga untuk memasak ada lebih dari satu energi. Energi yang digunakan untuk memasak yaitu minyak tanah, kayu bakar, gas elpiji, biogas dan sekam. Seluruh pengguna biogas menggunakan biogas untuk memasak. Jika dilihat menurut kelompok contoh, seluruh pengguna biogas maupun nonbiogas menggunakan gas elpiji untuk keperluan memasak. Bila dilihat dari jumlah pengguna kayu bakar, hanya separuh (50%) pengguna biogas dan dua per tiga (66,7%) pengguna nonbiogas yang menggunakan kayu bakar untuk memasak. Sementara dibandingkan dengan energi yang lain, penggunaan minyak tanah untuk memasak relatif sedikit. Hanya satu keluarga (3,3%) pengguna biogas dan empat keluarga (13,3%) pengguna nonbiogas yang menggunakan minyak tanah. Selain itu, sekam yang merupakan energi alternatif lain yang ada di Desa Haurngombong hanya digunakan oleh 6,7 persen pengguna nonbiogas. Dapat dimengerti bahwa sekam yang hanya digunakan oleh sedikit keluarga dikarenakan terbatasnya ketersediaan sekam dilingkungan tempat tinggal (Tabel 20). Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan energi yang digunakan keluarga Penggunaan Memasak
Penerangan
Energi Minyak Tanah Kayu Bakar Gas Elpiji Biogas Sekam Listrik Biogas
Biogas n % 1 3,3 15 50,0 30 100,0 30 100,0 0 0,0 30 100,0 4 13,3
Nonbiogas n % 4 13,3 20 66,7 30 100,0 0 0,0 2 6,7 30 100,0 -
Total n % 5 8,3 35 58,3 60 100,0 30 50,0 2 3,3 60 100,0 4 6,7
Sumber energi yang digunakan untuk penerangan adalah listrik dari PLN dan biogas. Baik pengguna biogas maupun nonbiogas menggunakan listrik untuk penerangan. Sementara biogas hanya digunakan oleh empat keluarga (13,3%) pengguna biogas. Hal ini dikarenakan ternak sapi yang dimiliki peternak hanya sedikit dan tabung penyimpan gas yang dimiliki hanya satu. Padahal agar dapat
54
memenuhi kebutuhan listrik dari biogas, peternak harus memiliki sapi minimal enam ekor dan dua tabung penyimpan gas. Satu tabung untuk energi memasak dan satu tabung lainnya untuk energi penerangan ketika terjadi pemadaman bergilir oleh PLN (Tabel 20). Alasan Penggunaan Energi Energi yang digunakan keluarga adalah biogas, kayu bakar, minyak tanah, gas elpiji, listrik dan sekam. Keluarga pengguna biogas menggunakan biogas karena praktis (6,7%), mudah didapat (80%), memanfaatkan limbah (86,7%), energi tersedia (83,3%), energi lain sukar didapat (26,7%), dan harga terjangkau (20%) [Tabel 21]. Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan alasan penggunaan energi No
Jenis energi
1
Biogas
Alasan Penggunaan
Praktis Mudah didapat Memanfaatkan limbah Energi tersedia Energi lain sukar didapat Harga terjangkau 2 Kayu bakar Mudah didapat Memanfaatkan limbah Energi tersedia Energi lain sukar didapat Harga terjangkau 3 Minyak Tanah Energi tersedia 4 Gas Elpiji Praktis Mudah didapat Energi tersedia Energi lain sukar didapat Harga terjangkau 5 Listrik Praktis Mudah didapat Energi tersedia Harga terjangkau 6 Sekam Harga terjangkau Keterangan : jawaban dapat lebih dari satu
Biogas n % 2 6,7 24 80,0 26 86,7 25 83,3 8 26,7 6 20,0 9 30,0 1 3,3 2 6,7 0 0,0 0 0,0 1 3,3 28 93,3 25 83,3 23 76,7 7 23,3 2 6,7 30 100,0 14 46,7 16 53,3 24 80,0 0 0,0
Nonbiogas n % 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 14 46,7 8 26,7 16 53,3 6 20,0 18 60,0 4 13,3 20 66,7 30 100,0 26 86,7 26 86,7 12 30,0 28 93,3 28 93,3 24 80,0 12 40,0 2 6,7
Total n % 2 3,3 24 40,0 26 43,3 25 41,7 8 13,3 6 10,0 23 38,3 9 15,0 18 30,0 6 10,0 18 30,0 5 8,3 48 80,0 55 91,7 49 81,7 33 55,0 14 23,4 58 96,7 42 70,0 40 66,7 36 60,0 2 3,3
Kayu bakar digunakan untuk memasak oleh pengguna biogas dengan alasan mudah didapat (30%), memanfaatkan limbah (3,3%), energi tersedia (6,7%). Sementara pengguna nonbiogas menggunakan kayu bakar dengan alasan mudah didapat (46,7%), memanfaatkan limbah (26,7%), energi tersedia (53,3%), energi lain sukar didapat (20%), dan harga terjangkau (60%) [Tabel 21].
55
Minyak tanah merupakan energi yang jarang digunakan keluarga. Hal ini dikarenakan sejak program konversi minyak tanah ke gas elpiji ketersediaan minyak tanah menjadi langka dan kalaupun ada harganya sekitar Rp 9.000/ liter. Sehingga minyak tanah hanya digunakan ketika energi tersedia (3,3% pengguna biogas dan 13,3% pengguna nonbiogas). Jika tidak memiliki minyak tanah, keluarga menggunakan energi lain [Tabel 21]. Sejak program konversi minyak tanah ke gas elpiji, banyak keluarga yang mendapatkan bantuan kompor dan tabung gas elpiji. Alasan penggunaan gas elpiji sebagai energi adalah karena praktis (80%), mudah didapat (91,7%), energi tersedia (81,7%), energi lain sukar didapat (55%) dan harga terjangkau (23,4%) [Tabel 21]. Penggunaan listrik sebagai energi untuk penerangan merupakan hal yang sudah umum. Alasan penggunaan listrik sendiri karena praktis (96,7%), mudah didapat (70%), energi tersedia (66,7%) dan harga terjangkau (60%) [Tabel 21]. Selain biogas, energi alternatif lain yang digunakan adalah sekam. Sekam merupakan limbah dari proses penggilingan padi menjadi beras. Kompor sekam ini diberi nama kompor SBY. Hal ini didasarkan pada pembuatan kompor yang bertepatan dengan masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono atau biasa dipanggil Bapak SBY. Bentuk kompor SBY sendiri mirip tungku untuk pembakaran ikan/ ayam dengan energi arang. Proses pembakaran dengan kompor SBY dapat menggunakan sekam maupun serbuk gergaji. Harga satu karung sekam/ serbuk gergaji sendiri berkisar antara Rp 1.000,00 - Rp 3.000,00. Oleh karena itu pengguna kompor SBY menggunakannya karena harganya yang terjangkau (6,7% pengguna nonbiogas). Kompor SBY adalah prioritas kedua pemerintah desa setelah biogas sebagai energi alternatif nonBBM. Perbedaan mendasar dalam kelompok sasaran pengembangan energi alternatif ini adalah biogas untuk masyarakat peternak, sedangkan sekam untuk masyarakat petani [Tabel 21].
56
Lama Penggunaan Biogas Lebih dari tiga per empat contoh (76,7%) pengguna biogas baru menggunakan biogas antara satu hingga tiga tahun. Hal ini dikarenakan progam Desa Mandiri Energi di Desa Haungombong baru dimulai tahun 2007. Dari 30 keluarga, hanya 20 persen yang baru menggunakannya selama kurang dari satu tahun. Pengguna biogas terlama adalah keluarga Ketua Kelompok Peternak Harapan Sawargi yang merupakan orang yang berperan penting sebagai pelopor penggunaan biogas di desa ini (Tabel 22). Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan lama pengunaan biogas No 1 2 3
Lama penggunaan < 1 tahun 1 – 3 tahun > 3 tahun Total
Jumlah Pengguna 6 23 1 30
persentase (%) 20 76,7 3,3 100
Penggunaan biogas ini hanya terbatas pada penggunaannya untuk memasak dan penerangan ketika terjadi pemadaman bergilir oleh PLN, sehingga manfaat yang sangat terasa adalah ketika terjadi pemadaman bergilir masyarakat tidak perlu khawatir. Selain itu, penggunaan biogas ini menghemat pembelian gas elpiji menjadi setengah dari pembelian jika hanya menggunakan elpiji (Tabel 22). Alokasi Pengeluaran Pengguna Biogas dan Nonbiogas Konsep pendapatan per kapita digunakan untuk mengembangkan pengertian yang lebih baik mengenai peranan pendapatan dalam menentukan pengeluaran keseluruhan untuk berbagai produk. Pendapatan per kapita yang disesuaikan menurut jumlah anggota keluarga, mungkin meningkatkan kemungkinan peramalan pembelian karena berhubungan dengan pendapatan (Engel et al 1994). Kekayaan yang diukur menurut aset atau nilai bersih berkorelasi dengan pendapatan. Keluarga kaya menghabiskan uang mereka untuk pelayanan, perjalanan, minat dan investasi yang lebih banyak daripada yang dihabiskan oleh keluarga yang lebih rendah kelas sosialnya (Engel et al 1994). Sesuai dengan pernyataan Engel et al (1994) terlihat bahwa pengeluaran untuk pelayanan
57
kesehatan lebih rendah pada keluarga dengan kelas sosial ekonomi yang lebih rendah. Sesuai dengan hukum BPS (2009) menyebutkan bahwa pola kunsumsi masyarakat pada tingkat ekonomi rendah lebih dominan untuk pengeluaran kebutuhan pangan dibandingkan nonpangan. Sesuai dengan Teori Engel (1983) dan BPS (2009) persentase alokasi pengeluaran terbesar digunakan contoh untuk pengeluaran pangan. Lebih dari separuh pengeluaran contoh digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar berupa makanan. Menurut Mangkuprawira (1985) secara naluriah seseorang atau keluarga akan terlebih dahulu menggunakan pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan pangan baru kemudian untuk kebutuhan nonpangan. Walaupun demikian perilaku tersebut juga dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pendapatan, jumlah anggota keluarga, musim, tempat tinggal, dan berbagai faktor lainnya. Sesuai dengan Mangkuprawira (1985), pengeluaran pangan pada pengeluaran contoh dalam penelitian ini juga dipengaruhi oleh pendapatan dan jumlah anggota keluarga. Tabel 23 menunjukkan rataan pengeluaran keluarga pengguna biogas dan nonbiogas dengan pengkategorian pangan dan nonpangan. Rata-rata pengeluaran pangan keluarga pengguna biogas dan nonbiogas yaitu Rp 115.974 (57,8%) dan Rp 122.177 (59,2%). Rataan alokasi pengeluaran pangan pada kedua kelompok lebih besar dari pengeluaran nonpangan. Menurut Mangkuprawira (2002) dalam Firdaus (2008) porsi
pengeluaran akan mencerminkan tingkat kesejahteraan
masyarakat. Semakin besar pengeluaran total keluarga hingga mencapai lebih dari 70 persen untuk kebutuhan pangan maka masyarakat termasuk golongan miskin. Rataan alokasi pengeluaran pangan ini jika diuji rataan kelompok, ternyata menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan secara nyata (p=0,623). Rata-rata pengeluaran untuk membeli pangan nabati pengguna biogas lebih rendah daripada pengguna nonbiogas. Rata-rata pengeluaran untuk pangan nabati seperti sayuran, kacang-kacangan dan lain-lain memberikan hasil uji beda yang signifikan (p-value=0,095). Pengguna biogas mengeluarkan Rp 18.207 (9,1%) dan pengguna nonbiogas mengeluarkan Rp 22.483 (10,9%) untuk membeli pangan nanbati (Tabel 23).
58
Rata-rata pengeluaran untuk rokok pada pengguna biogas lebih rendah daripada pengguna nonbiogas. Rata-rata pengeluaran untuk rokok keluarga pengguna biogas dan nonbiogas adalah Rp 13.701 (6,8%) dan Rp 4.388 (2,1%). Rataan pengeluaran rokok ini jika diuji rataan kelompok menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (p=0,043) (Tabel 23). Tabel 23 Rata-rata alokasi pengeluaran keluarga berdasarkan pengeluaran pangan dan nonpangan per kelompok contoh No
Pengeluaran
Biogas Rp
A Pengeluaran pangan 1 Pangan pokok 32.653 2 Pangan hewani 15.436 3 Pangan nabati 18.207 4 Buah-buahan 10.686 5 Jajanan 25.292 6 Rokok 13.701 Total pengeluaran 115.974 pangan B Pengeluaran nonpangan 1 Pakaian 28.089 2 Perumahan 222 3 Kesehatan 10.922 4 Pendidikan 21.592 5 Komunikasi 2.356 6 Energi memasak 4.558 7 Energi nonmasak 16.856 Total pengeluaran 84.594 nonpangan 200.568 Total pengeluaran
%
Nonbiogas Rp %
Rp
Total %
16,3 7,7 9,1 5,3 12,6 6,8
34.800 19.407 22.483 12.178 28.921 4.388
16,9 9,4 10,9 5,9 14,0 2,1
33.726 17.422 20.345 11.432 27.106 9.044
16,6 8,6 10,0 5,6 13,3 4,4
0,334 0,112 0,095* 0,335 0,351 0,043**
57,8
122.177
59,2
119.076
58,5
0,623
14,0 0,1 5,4 10,8 1,2 2,3 8,4
30.042 0 11.404 19.242 1.550 7.672 14.326
14,6 0,0 5,5 9,3 0,8 3,7 6,9
29.065 111 11.163 20.417 1.953 6.115 15.591
14,3 0,1 5,5 10,0 1,0 3,0 7,7
0,505 0,321 0,624 0,810 0,608 0,001** 0,277
42,2
84.235
40,8
84.415
41,6
0,976
100,0
206.412
100,0
203.490
100,0
0,754
p-value
* ) signifikan pada taraf kepercayaan 90 % ** ) signifikan pada taraf kepercayaan 95 % Tabel 24 menunjukkan rataan pengeluaran keluarga pengguna biogas dan nonbiogas dengan pengkategorian energi dan nonenergi. Rataan alokasi pengeluaran untuk gas elpiji pengguna biogas lebih rendah daripada pengguna nonbiogas. Pengeluaran pada pengguna biogas dan nonbiogas masing-masing adalah Rp 4.141 (2,1%) dan Rp 7.139 (3,5%). Bila diuji dengan uji beda rataaan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (p=0,000) pada pengeluaran gas elpiji. Disebabkan perbedaan rataan alokasi pengeluaran untuk pembelian gas elpiji, maka membuat rataan alokasi pengeluaran untuk pengeluaran energi untuk memasak. Rataan pengeluaran untuk energi memasak lebih rendah pada kelompok pengguna biogas lebih rendah daripada pengguna nonbiogas. Pengguna biogas mengeluarkan Rp 4.558 (2,3%) dan pengguna nonbiogas mengeluarkan Rp 7.672
59
(3,7%) setiap bulannya untuk energi yang digunakan untuk memasak. Bila dibandingkan dengan rataan total untuk energi memasak sebesar Rp 6.115 (3,0%), rataan kelompok pengguna biogas lebih rendah daripada rataan total, sebaliknya rataan kelompok pengguna nonbiogas lebih tinggi dari rataan total. Bila dilakukan uji beda rataan untuk energi memasak masing-masing kelompok ternyata diperoleh hasil yang signifikan (p-value =0,001) [Tabel 24]. Tabel 24 Rata-rata alokasi pengeluaran keluarga berdasarkan pengeluaran energi dan nonenergi per kelompok contoh No
Pengeluaran
Biogas Rp
A Pengeluaran energi A.1 Pengeluaran energi memasak 1 Minyak tanah 417 2 Gas elpiji 4.141 3 Sekam 0 Total pengeluaran 4.558 energi memasak A.2 Pengeluaran energi nonmasak 1 Listrik 14.478 2 Bensin 2.378 Total pengeluaran 16.856 energi nonmasak Total pengeluaran 21.414 energi B Pengeluaran nonenergi 1 Pakaian 28.089 2 Perumahan 222 3 Kesehatan 10.922 4 Pendidikan 21.592 5 Komunikasi 2.356 Total pengeluaran 63.180 nonenergi 84.594 Total pengeluaran
%
Nonbiogas Rp %
Total Rp
%
p-value
0,2 2,1 0,0
500 7.139 33
0,2 3,5 0,0
458 5.640 17
0,2 2,8 0,0
0,899 0,000* 0,321
2,3
7.672
3,7
6.115
3,0
0,001*
7,2 1,2
13.926 400
6,7 0,2
14.202 1.389
7,0 0,7
0,723 0,224
8,4
14.326
6,9
15.591
7,7
0,277
10,7
21.998
10,6
21.706
10,7
0,834
14,0 0,1 5,4 10,8 1,2
30.042 0 11.404 19.242 1.550
14,6 0,0 5,5 9,3 0,8
29.065 111 11.163 20.417 1.953
14,3 0,1 5,5 10,0 1,0
0,505 0,321 0,624 0,810 0,608
31,5 42,2
62.237 84.235
30,2 40,8
62.709 84.415
30,9 41,6
0,928 0,754
* ) signifikan pada taraf kepercayaan 95 % Pengeluaran untuk energi (gas elpiji dan minyak tanah) per kapita pada kedua kelompok contoh berkisar antara Rp 1.340 sampai Rp 24.333. Hampir tiga per lima pengguna biogas mengalokasikan uang antara Rp 0 hingga Rp 5.000 per kapita per bulan untuk membeli gas elpiji dan energi yang digunakan memasak lainnya. Berbeda dengan pengguna biogas, hampir seluruh (86,7%) pengguna nonbiogas mengalokasikan uang antara Rp 5.001 hingga Rp 10.000 per kapita per bulan untuk energi yang digunakan untuk memasak (Tabel 25). Rataan alokasi pengeluaran untuk energi pengguna nonbiogas lebih tinggi dari pengguna biogas. Rataan alokasi pengeluaran untuk energi pengguna nonbiogas sebesar Rp 7.672 sedangkan pengguna biogas sebesar Rp 4.558. Bila
60
diuji menggunakan uji rataan, maka terlihat perbedaan yang nyata dengan p=0,001 (Tabel 25). Tabel 25 Sebaran contoh berdasarkan alokasi pengeluaran energi yang digunakan untuk memasak Pengeluaran untuk memasak (Rupiah) 1 0-5.00 2 5.001-10.000 3 10.001-15.000 4 15.000-20.000 5 20.001-25.000 Total Rataan + SD p value
Biogas n
% 22 73,4 6 20,0 1 3,3 1 3,3 0 0,0 30 100 4.558 + 3.333
nonbiogas N % 2 6,7 26 86,7 1 3,3 0 0,0 1 3,3 30 100 7.672 + 3.558 0,001
Total N
% 24 20,0 32 53,3 2 3,3 1 1,7 1 1,7 60 100 6.115 + 3.761
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan biogas pada keluarga peternak sapi perah memberikan manfaat yang cukup menghemat pengeluaran keluarga. Keluarga yang memiliki dua ekor sapi mampu menghemat pembelian gas elpiji sebesar Rp 14.000, sedangkan peternak yang memiliki lebih dari sepuluh ekor sapi mampu menghemat hingga Rp 21.000 setiap bulannya. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran untuk Energi Memasak Hasil dari uji regresi logistik pada Tabel 26 menunjukkan bahwa R2 (0,346) artinya 34,6 persen variabel yang diinput mempengaruhi pengeluaran untuk membeli gas elpiji, minyak tanah dan sekam. Sisanya dipengaruhi dari variabel di luar penelitian sebesar 66,4 persen. Hasil uji regresi linier menunjukkan bahwa pendapatan per kapita berpengaruh signifikan terhadap pengeluaran energi untuk memasak (p-value 0,036) [Tabel 26]. Konstanta bernilai 9.334,313; artinya jika varibel-variabel yang diinput bernilai nol (0), maka pengeluaran untuk energi memasak bernilai Rp 9.334,313. Koefisien regresi variabel usia istri bernilai -2,605; artinya jika variabel independent lain nilainya tetap dan usia istri mengalami penambahan satu tahun, maka pengeluaran untuk energi memasak mengalami penurunan sebesar 2,605 rupiah. Koefisien regresi bernilai negatif, artinya terjadi hubungan negatif antara
61
usia istri dengan pengeluaran untuk energi memasak. Semakin tua usia istri, maka semakin menurun pengeluaran untuk energi memasak (Tabel 26). Tabel 26 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran untuk energi memasak Variabel Konstanta Usia ibu Tingkat pendidikan ibu Pengetahuan istri mengenai biogas Besar keluarga Pendapatan per kapita per bulan Jumlah sumber informasi Bahan bakar R2
B (tidak terstandardisasi) 9344,313 -2,605 -103,434 -169,598 -285,726 0,014 -838,111 -1414,976
Sig
Βeta (terstandardisasi)
0,055 0,968 0,659 0,302 0,636 0,036** 0,120 0,217 0,346
-0,005 -0,051 -0,127 -0,072 0,296 -0,247 -0,190
* *) signifikan pada taraf kepercayaan 95 % Koefisien regresi variabel tingkat pendidikan istri bernilai -103,433; artinya jika variabel independent lain nilainya tetap dan tingkat pendidikan istri mengalami peningkatan satu tingkat, maka pengeluaran untuk energi memasak mengalami penurunan sebesar 103,433 rupiah. Koefisien regresi bernilai negatif, artinya terjadi hubungan negatif antara tingkat pendidikan istri dengan pengeluaran untuk energi memasak. Semakin tinggi tingkat pendidikan istri, maka semakin menurun pengeluaran untuk energi memasak (Tabel 26). Koefisien regresi variabel pengetahuan istri mengenai biogas bernilai -169,598; artinya jika variabel independent lain nilainya tetap dan pengetahuan istri mengenai biogas mengalami peningkatan satu skor, maka pengeluaran untuk energi memasak mengalami penurunan sebesar 169,598 rupiah. Koefisien regresi bernilai negatif, artinya terjadi hubungan negatif antara pengetahuan istri mengenai biogas dengan pengeluaran untuk energi memasak. Semakin tinggi pengetahuan istri mengenai biogas, maka semakin menurun pengeluaran untuk energi memasak (Tabel 26). Koefisien regresi variabel besar keluarga bernilai -285,726; artinya jika variabel independent lain nilainya tetap dan besar keluarga mengalami penambahan satu orang, maka pengeluaran untuk energi memasak mengalami penurunan sebesar 285,726 rupiah. Koefisien regresi bernilai negatif, artinya terjadi hubungan negatif antara besar keluarga dengan pengeluaran untuk energi
62
memasak. Semakin besar ukuran keluarga, maka semakin menurun pengeluaran untuk energi memasak (Tabel 26). Koefisien regresi pendapatan per kapita per bulan sebesar 0,014; artinya jika variabel independent lain nilainya tetap dan pendapatan per kapita mengalami peningkatan satu rupiah, maka pengeluaran untuk energi memasak mengalami peningkatan sebesar
0,014 rupiah. Koefisien regresi bernilai positif, artinya
terjadi hubungan positif antara pendapatan per kapita per bulan dengan skor pengeluaran untuk energi memasak. Semakin besar pendapatan per kapita per bulan, maka semakin meningkat pengeluaran untuk energi memasak (Tabel 26). Koefisien regresi jumlah sumber informasi sebesar -838,111; artinya jika variabel independent lain nilainya tetap dan jumlah sumber informasi mengalami peningkatan satu satuan, maka pengeluaran untuk energi memasak mengalami penurunan sebesar 838,111 rupiah. Koefisien regresi bernilai positif, artinya terjadi hubungan positif antara jumlah sumber informasi dengan pengeluaran untuk energi memasak. Semakin banyak sumber informasi yang diperoleh, maka semakin meningkatkan pengeluaran untuk energi memasak (Tabel 26). Uji regresi linier digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran untuk energi yang digunakan untuk memasak. Bentuk umum dari persamaan regresi linier tersebut sebagai berikut: Y 9.344,313 2,605 X 1 103,434 X 2 169,598 X 3 285,726 X 4 0,014 X 5 838,111X 6 1.414,976 D1 E Keterangan: Y
X1 X2 X3 X4 X5 X6 D1 E
= pengeluaran untuk energi memasak = usia istri (tahun) = tingkat pendidikan istri = pengetahuan istri mengenai biogas (skor) = besar keluarga (orang) = pendapatan per kapita per bulan (Rupiah) = jumlah sumber informasi = bahan bakar yang digunakan = error
63
Pengambilan Keputusan Penggunaan Energi Hampir seluruh pengguna biogas memutuskan menggunakan biogas berdasarkan keputusan antara suami dan istri. Hal ini dikarenakan sapi biasanya diurus oleh suami sedangkan yang biasanya memasak adalah istri. Lebih dari separuh contoh menggunakan kayu bakar dan gas elpiji sebagai energi atas keputusan dari istri. Hal ini dikarenakan yang biasanya memasak untuk seluruh keluarga adalah istri. Sementara untuk penggunaan listrik didasarkan pada keputusan bersama antara suami dan istri. Untuk penggunaan minyak tanah didasarkan pada ketersediaan energi di lingkungan tempat tinggal, sehingga penggunaannya diputuskan oleh istri. Tabel 27 Sebaran contoh berdasarkan pengambilan keputusan pemilihan energi No 1
2
3
4
5
6
Pengambil keputusan Biogas (n = 30) - Suami - Istri - Suami dan Istri Kayu Bakar (n = 35) - Suami - Istri - Suami dan Istri Minyak Tanah (n = 5) - Suami - Istri - Suami dan Istri Gas Elpiji (n = 60) - Suami - Istri - Suami dan Istri Listrik (n = 30) - Suami - Istri - Suami dan Istri Sekam (n = 2) - Suami - Istri - Suami dan Istri
Biogas n %
Nonbiogas n %
Total n %
1 29
3,3 96,7
-
-
1 29
1,7 48,3
1 14
3,3 46,7
18 2
60 6,7
19 16
31,7 26,7
1 -
3,3 -
4 -
13,3 -
5 -
8,3 -
9 21
30 70
24 6
80 20
33 27
55 45
30
100
30
100
60
100
-
-
2 -
6,7 -
2 -
3,3 -
Pengambilan keputusan pemilihan energi ditentukan oleh suami, istri atau kesepakatan antara suami dan istri. Penggunaan biogas hampir seluruhnya (96,7%) ditentukan oleh kesepakatan antara suami dan istri. Sementara penggunaan kayu bakar merupakan keputusan suami dan istri (70%) bagi pengguna biogas dan keputusan istri saja (60%) bagi pengguna nonbiogas.
64
Kebanyakan pengguna kayu bakar memutuskan menggunakan kayu bakar atas keputusan suami dan istri (Tabel 27). Dari 60 keluarga hanya lima keluarga (8,3%) yang masih menggunakan minyak tanah. Itu pun jika minyak tanah yang dibutuhkan tersedia. Keputusan menggunakan minyak tanah ini didasarkan pada keinginan istri (Tabel 27). Keputusan penggunaan gas elpiji pada pengguna biogas didasarkan pada keputusan suami dan istri (70%). Sementara penggunaan gas elpiji pada pengguna nonbiogas didasarkan pada keputusan istri (Tabel 27). Penggunaan listrik pada pengguna biogas dan nonbiogas didasarkan pada keputusan bersama antara suami dan istri. Sementara untuk penggunaan sekam sebagai energi didasarkan pada keputusan istri yang ingin berhemat (Tabel 27).
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Biogas Hasil dari uji regresi logistik pada Tabel 26 menunjukkan bahwa R2 (0,713) artinya 71,3 persen variabel yang diinput mempengaruhi perilaku penggunaan energi. Sisanya dipengaruhi dari variabel di luar penelitian sebesar 28,7 persen. Hasil regresi logistik untuk pengetahuan tentang biogas berpengaruh signifikan (p=0,089) terhadap peningkatan penggunaan biogas (Tabel 28). Konstanta bernilai -15,690; artinya jika variabel-variabel yang dinput bernilai nol (0), maka nilai penggunaan biogas bernilai e-15,690 atau 1,53x10-7. Koefisien regresi usia istri bernilai -0,014; artinya jika variabel independent lain nilainya tetap dan usia istri mengalami penambahan satu tahun, maka nilai penggunaan biogas mengalami penurunan sebesar e-0,014 atau 0,986 kali. Koefisien regresi bernilai negatif, artinya terjadi hubungan negatif antara usia istri dengan nilai penggunaan biogas. Semakin tua usia istri, maka semakin meningkat penggunaan biogas.(Tabel 28). Koefisien regresi tingkat pendidikan istri sebesar 0,190; artinya jika variabel independent lain nilainya tetap dan tingkat pendidikan istri mengalami peningkatan satu tingkat, maka nilai penggunaan biogas mengalami peningkatan sebesar e0,190 atau 1,209 kali. Koefisien regresi bernilai positif, artinya terjadi hubungan positif antara tingkat pendidikan istri dengan nilai penggunaan biogas.
65
Semakin tinggi tingkat pendidikan istri, maka semakin meningkat penggunaan biogas (Tabel 28). Tabel 28 Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan energi Variabel
Konstanta (α) Usia Istri (X1) Tingkat Pendidikan Istri (X2) Pengetahuan Istri mengenai Biogas (X3) Besar Keluarga (X4) Pendapatan per Kapita per Bulan (X5) Jumlah Sumber Informasi (X6) Manajemen keuangan dan energi (X7) Pengeluaran untuk energi yang digunakan memasak (X8) Nagelkerke R2 * ) signifikan pada taraf kepercayaan 90 %
Indikator (0=tidak menggunakan biogas,1=menggunakan biogas) B Sig Exp (β) -15,690 0,638 0,000 -0,014 0,840 0,986 0,190 0,828 1,209 0,324 0,089* 1,383 0,286 0,663 1,331 0,000 0,658 1,000 9,944 0,762 20.820,519 0,015 0,922 1,015 0,000 0,237 1,000 0,713
Koefisien regresi pengetahuan istri mengenai biogas bernilai 0,324; artinya jika variabel independent lain nilainya tetap dan pengetahuan istri mengenai biogas mengalami peningkatan satu skor, maka nilai penggunaan biogas mengalami peningkatan sebesar e0,324 atau 1,383 kali. Koefisien regresi bernilai positif, artinya terjadi hubungan positif antara pengetahuan istri mengenai biogas dengan nilai penggunaan biogas. Semakin tinggi skor pengetahuan istri mengenai biogas, maka semakin meningkat penggunaan biogas.(Tabel 28). Koefisien regresi besar keluarga sebesar 0,286; artinya jika variabel independent lain nilainya tetap dan besar keluarga mengalami penambahan satu orang, maka nilai penggunaan biogas mengalami peningkatan sebesar e0,286. atau 1,331 kali. Koefisien regresi bernilai positif, artinya terjadi hubungan positif antara besar keluarga dengan nilai penggunaan biogas. Semakin besar ukuran keluarga, maka semakin meningkat penggunaan biogas (Tabel 28). Koefisien regresi pendapatan per kapita sebesar 0,000; artinya jika variabel independent lain nilainya tetap dan pendapatan per kapita mengalami peningkatan satu rupiah, maka nilai penggunaan biogas meningkat tetap karena e0 sama dengan satu (1) (Tabel 28).
66
Koefisien regresi jumlah sumber informasi sebesar 9,944; artinya jika variabel independent lain nilainya tetap dan jumlah sumber informasi mengalami penambahan satu sumber, maka nilai penggunaan biogas mengalami peningkatan sebesar e9,944 atau 20.820,519 kali. Koefisien regresi bernilai positif, artinya terjadi hubungan positif antara jumlah sumber informasi dengan nilai penggunaan biogas. Semakin banyak sumber informasi yang diperoleh, maka semakin meningkat penggunaan biogas (Tabel 28). Koefisien regresi manajemen keuangan dan energi sebesar 0,015; artinya jika variabel independent lain nilainya tetap dan manajemen keuangan dan energi mengalami peningkatan satu skor, maka nilai penggunaan biogas mengalami peningkatan sebesar e0,015 atau 1,015 kali. Koefisien regresi bernilai positif, artinya terjadi hubungan positif antara manajemen keuangan dan energi dengan nilai penggunaan biogas. Semakin tinggi skor manajemen keuangan dan energi, maka semakin meningkat penggunaan biogas (Tabel 28). Koefisien regresi pengeluaran untuk energi yang digunakan untuk memasak sebesar 0,000; artinya jika variabel independent lain nilainya tetap dan pengeluaran untuk energi yang digunakan untuk memasaka mengalami peningkatan satu rupiah, maka nilai penggunaan biogas tetap karena e0 sama dengan satu (1) (Tabel 28). Bentuk persamaan regresi logistik mengenai perilaku penggunaan biogas adalah sebagai berikut: p e 15, 6900, 014 X1 0,190 X 2 0,324 X 3 0, 286 X 4 0, 000 X 5 9,944 X 6 0, 015 X 7 0, 000 X 8 E 1 p Keterangan: p = bahan bakar yang digunakan ln 1 p = usia istri (tahun) X1 = tingkat pendidikan istri X2 X3 = pengetahuan istri mengenai biogas (skor) = besar keluarga (orang) X4 X5 = pendapatan per kapita per bulan (Rupiah) X6 = jumlah sumber informasi (skor) X7 = manajemen keuangan dan energi (skor) X8 = pengeluaran untuk energi memasak per kapita per bulan (Rupiah) ln
E
= error
67
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pada umumnya tidak ada perbedaan yang signifikan antara pengguna biogas dan nonbiogas, kecuali besar keluarga, jumlah sumber informasi yang diperoleh dan pengetahuan istri mengenai biogas. Energi yang digunakan keluarga dalam hal ini hanya diteliti yang berhubungan dengan keperluan rumahtangga seperti memasak dan penerangan. Tidak ada perbedaan dalam penggunaan energi, kecuali penggunaan biogas dan sekam. Biogas digunakan oleh pengguna biogas dan sekam digunakan oleh pengguna nonbiogas. Keluarga pengguna biogas lebih banyak melakukan manajemen keuangan dan energi (perencanaan dan pelaksanaan) dibandingkan pengguna nonbiogas. Alokasi pengeluaran pada pengguna biogas dan nonbiogas pada umumnya sama, kecuali terletak pada pengeluaran untuk energi yang digunakan untuk memasak saja. Alokasi pengeluaran energi untuk memasak pada pengguna biogas lebih rendah (setengah dari pengguna biogas). Berdasarkan hasil pengujian regresi logistik diketahui bahwa besar keluarga, pengetahuan istri mengenai biogas dan jumlah akses informasi berpengaruh signifikan terhadap pengambilan keputusan penggunaan biogas. Saran Permasalahan akibat dari kekurangan persediaan energi minyak beberapa tahun belakangan ini membuat masyarakat beserta pemerintah harus terus menggali informasi untuk mencari solusi guna mengurangi penggunaan BBM untuk keperluan sehari-hari. Diharapkan penggunaan energi alternatif seperti penggunaan biogas dan sekam dapat disosialisasikan kepada masyarakat dengan baik. Agar seluruh masyarakat dapat menikmati penghematan energi secara merata. Diharapkan para pemberi informasi seperti ketua peternak dan petugas desa memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat. Agar tidak hanya pengguna yang memperoleh informasi mengenai biogas atau energi alternatif lainnya. Pemerintah juga harus terus memantau penggunaan energi alternatif ini agar tetap berjalan sesuai dengan rencana. Selain itu, masyarakat yang telah menggunakan energi alternatif diharapkan dapat berbagi informasi dengan
68
masyarakat lainnya agar semakin banyak orang yang menggunakan energi alternatif dan mulai belajar untuk tidak tergantung pada bahan bakar minyak. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa alokasi pengeluaran untuk memasak pengguna biogas lebih rendah daripada pengguna nonbiogas. Diharapkan perbedaan alokasi pengeluaran ini dapat digunakan untuk menabung, membiayai pendidikan anak hingga ke jenjang yang lebih tinggi. Selain hal tersebut diatas, diharapkan dapat dilakukan penelitian lanjutan mengenai pengukuran pengetahuan ayah dan ibu mengenai biogas sebagai salah satu variabel yang mempengaruhi penggunaan biogas. Selain itu, diharapkan ada penelitian lanjutan yang membandingkan pengambilan keputusan dan alokasi pengeluaran peternak pengguna biogas dan nonbiogas, serta pengeluaran pengguna biogas peternak dan nonpeternak.
69
DAFTAR PUSTAKA Afrizal.2007. Optimalisasi CSR untuk Pengembangan Desa Mandiri Energi. [tersambung berkala]. http://afrizal.wordpress.com/2007/09/24/optimalisasicsr-untuk-pengembangan-desa-mandiri-energi/ [7 Januari 2009]. [Anonim]. 2007. Desa Mandiri Energi. [tersambung berkala]. http://www. presidensby.info/index.php/fokus/2007/02/14/1573.html [8 April 2009] ________ A. 2008.Dasar-dasar Biogas. [tersambung berkala]. http://www.scribd. com/doc/5055298/biogas [7 Januari 2009] ________ B. 2008. Energi Alternatif Sudah Saatnya Dipakai. [tersambung berkala]. www.kompas.com [24 November 2008]. Bastian L. 2002. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap terhadap Resiko dengan Investasi Keuangan Keluarga. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Petanian Bogor. Blackburn J O. 1988. Enerji Terbarui. Menyongsong Kemakmuran Tanpa Enerji Nuklir dan Batubara. Bambang Suryobroto; penerjemah. Harmanto Edy Djatmiko; Editor. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Terjemahan dari The Renewable Energi Alternative: How the United States and the World Can Prosper Without Nuclear Energi or Coal. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Jumlah Penduduk menurut Provinsi. [tersambung berkala]. http://demografi.bps.go.id /versi2/. [19 Februari 2009] _____. 2009. Tingkat Kemiskinan Jawa Barat Maret 2009. No.27/07/32/Th.XI,1 Juli 2009. Bandung: BPS Provinsi Jawa Barat. [tersambung berkala]. http://jabar.bps.go.id/Download_files/pr0709 miskin.pdf [5 Desember 2009]. BP. 2009. BP Statistical Review Full Report Worldbook 2008. [terhubung berkala]. http://www.bp.com/statisticalreview [11 Januari 2009]. Engel JF, Blackwell R D, Miniard P W. 1994. Perilaku Konsumen Jilid 1 Edisi Keenam. F X Budiyanto, penerjemah. Jakarta: Binarupa Akasara. Terjemahan dari Consumer Behaviour. Fadhilza. 2008. Pondok Tadabbur. Pertumbuhan Penduduk Dunia. [terhubung berkala]. http://www.fadhilza.com/2008/11/tadabbur/pertumbuhanpenduduk-dunia.html [21 November 2008]. [FAPET UNPAD] Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. 2007. Dopsi Inovasi Tekno-Sosio-Ekonomi Biogas Limbah Peternakan. Menanggulangi Persoalan Energi Melalui Pengembangan Peternakan Ramah Lingkungan. [tersambung berkala]. www.unpad.ac.id [21 November 2008]. Guhardja S, Puspitawati H, Hartoyo, Martianto D. 1992. Diktat Manajemen Sumberdaya Keluarga. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hurlock EB. 1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Istiwidayanti, Soedjarwo; penerjemah. Ridwan Max
70
Sijabat; Editor. Jakarta: Penerbit Erlangga. Terjemahan dari Developmental Psycology. A Life-Span Approach, fifth edition. Ikawati Y. 2009. Dari Kakus di Petojo untuk Biogas. [tersambung berkala]. http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/02/20/00471182/dari.kakus.di.petoj o.untuk.biogas [8 April 2009] Kiyosaki RT, Lechter SL. 2006. The Cash Flow Quadrant. Panduan Ayah Kaya Menuju Kebebasan Financial. Rina Buntaran; penerjemah. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari The Cashflow Quadrant. Mangkuprawira S.1985. Alokasi Waktu dan Kontribusi Kerja Anggota Keluarga dalam Kegiatan Ekonomi Rumahtangga. [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Martono R W A. 2008. Plants Clipping Informations from All Over Media in Indonesia. Bahan Bakar Nabati: at What, and Whose, Costs?. [tersambung berkala]. www.anekaplantasia.cybermediaclips [12 Januari 2008]. Nandiyanto ABD, Rumi F. 2007. Biogas sebagai Peluang Pengembangan Alternatif. ISSN: 0917-8376|EdisiVol.8/XVIII/November2006. [tersambung berkala]. http://io.ppi-jepang.org/article.php?id=199 [8 April 2009]. Nurhasanah A, Widodo T K, Asari A, Rahmarestia E. 2006. Perkembangan Digester Biogas di Indonesia. (Studi Kasus di Jawa Barat dan Jawa Tengah). Tanggerang: Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian. [tersambung berkala].http:ntb.litbang.deptan.go.id/ind/2006/NP/perkembangandigester.d oc. [7November 2008]. [PEMDA HAURNGOMBONG] Pemerintah Daerah Desa Haurngombong. 2008. Pemanfaatan Biogas Limbah Kotoran Sapi sebagai Sumber Energi Alternatif dalam Rangka Mewujudkan Program Desa Mandiri Energi. Sumedang: Pemerintah Desa Haurngombong. [PEMDA SUMEDANG] Pemerintah Daerah Kabupaten Sumedang. 2009. Geografi Kabupaten Sumedang. [tersambung berkala]. http://www.sumedang.go.id/ index.php?option=com_content& view=article&id=53&Itemid=56 [10 Desember 2009]. Pranada MN. 2009. Revitalisasi Peternakan Sapi Perah harus Digalakkan. [tersambung berkala]. http://www.iasa-pusat.org/latest/revitalisasipeternakan-sapi-perah-harus-terus-digalakkan.html [4 januari 2010] Prasad S. 2000. Renewable Energi Sources for Rural Areas in Asia and the Pasific. Tokyo: Asian Productivity Organization. Priyono H. 2002. Pemanfaatan Lumpur dan Limbah Padat Industri Tapioka untuk Produksi Biogas. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Priyatno D. 2008. Mandiri Belajar SPSS. Yogyakarta: Mediakom. Puspa AR. 2007. Kajian Ketahanan Keluarga Petani: Pengambilan Keputusan Istri dan Hubungannya dengan Kesejahteraan Keluarga. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Petanian Bogor.
71
Rahman B. 2005. Biogas, Sumber Energi Alternatif. [tersambung berkala]. http://www.energi.lipi.go.id/utama.cgi?artikel&1123717100&4 [8 April 2009]. Robbins SP. Coulter M. 2004. Manajemen Edisi ke 7 Jilid 1. T Hermaya dan Harry Slamet; Penerjemah. Bambang Sarwiji; Editor. Jakarta: Indonesia. Terjemahan dari Management, Seventh Edition. Samon E K T. 2005. Manajemen Keuangan, Alokasi Pengeluaran dan Coping Mechanism Keluarga Nelayan dan Petani Tambak. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Petanian Bogor. Setiawan A I. 1996. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Depok: PT. Penebar Swadaya. Shinta Y. 2008. Analisis Alokasi Pengeluaran dan Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Pesisir Kabupaten Indramayu. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Petanian Bogor. Sumarwan U. 2003. Perilaku Konsumen. Teori dan Penerapannya Dalam Pemasaran. Jakarta: Ghalia Indonesia. Wikipedia. 2008. Energi Terbaharui. [tersambung berkala]. www.wikipedia.com [21 November 2008].
72
LAMPIRAN
73
Lampiran 1. Peta Kabupaten Sumedang
Pamulihan
Skala 1 cm : 20 km
74
Lampiran 2. Gambaran Lokasi Penelitian
Gambar 1 Batas Desa Haurngombong
Gambar 2 Kandang sapi yang menggunakan sistem biogas
75
Lampiran 3 Proses pembuatan biogas dari kotoran sapi
Gambar 1 Kotoran sapi dimasukkan ke dalam ember
Gambar 2 Kotoran sapi dicampur dengan air dengan perbandingan 1:1
Gambar 3 Kemudian campuran kotoran dan air disimpan dalam reaktor sampai menghasilkan biogas.
Gambar 4 Gas yang telah dihasilkan dialirkan melalui selang menuju plastik penyimpanan gas yang biasanya diletakkan di atas kandang sapi.
76
Gambar 5 Gas yang dihasilkan di reaktor dialirkan ke tabung penyimpan gas melalui selang
Gambar 6 Tabung penyimpan gas biasanya diletakkan diatas kandang sapi
Gambar 7 Biogas dialirkan ke dalam genset
Gambar 9 Biogas digunakan untuk menyalakan kompor
Gambar 8 Lampu menyala dengan energi biogas