Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Etis Auditor Pemerintah dalam Mewujudkan Prinsip Good Corporate Governance
Irma Paramita Sofia Program Studi Akuntansi Universitas Pembangunan Jaya
Abstrak Auditors become an important element that provide confidence and suggest improvements for operational implementation and achievement of organizational goals . In upholding good corporate governance in government agencies, synergy and mutual relationships with internal auditors of government agencies is one of the principal elements in the system design of good corporate governance that emphasizes and promotes accountability, transparency and the achievement of organizational goals . The background of this literature survey is due to a decline in public confidence in the role of internal auditors, especially in the government audit, in providing an ethical decision on the audit findings, so that literature survey concerning factors that could influence ethical decision making for Auditor is conducted in area where ethical decisions can be taken to support the implementation of good corporate governance. Literature survey results indicate that the professional commitment and organizational ethical values significantly influence the internal auditors' ethical decision making.
Keywords : good corporate governance, individual factors, ethical decision making, government.
1
Pendahuluan Isu hangat yang menarik perhatian para ekonom dan pelaku bisnis di Indonesia saat ini adalah tentang Good Corporate Governance (GCG). Sejak adanya krisis finansial di berbagai negara di tahun 1997-1998 yang diawali krisis di Thailand (1997), Jepang, Korea, Indonesia, Malaysia, Hongkong dan Singapura yang akhirnya berubah menjadi krisis finansial Asia ini dipandang sebagai akibat lemahnya praktik Good Corporate Governance (GCG) di negaranegara Asia (Arifin, 2005). Secara sederhana istilah governance diartikan sebagai sebuah proses pembuatan keputusan dan proses dimana keputusan tersebut diimplementasikan (atau tidak diimplementasikan). Istilah ini dapat digunakan diberbagai konteks seperti corporate governance, international governance, national governance dan local governance. Dalam bahasa Indonesia, istilah ini diterjemahan menjadi tata-pemerintahan, penyelenggaraan pemerintahan atau pengelolaan pemerintahan (Indriani, 2013). Pengertian lain GCG menurut Surat Keputusan Menteri Negara/Kepala Badan Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN No. 23/M PM/BUMN/2000 tentang Pengembangan Praktik GCG dalam Perusahaan Perseroan (PERSERO), Good Corporate Governance adalah prinsip korporasi yang sehat yang perlu diterapkan dalam pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan semata-mata demi menjaga kepentingan perusahaan dalam rangka mencapai maksud dan tujuan perusahaan. Berdasarkan definisi-definisi tersebut, nampak dengan jelas bahwa GCG merupakan upaya yang dilakukan oleh semua pihak yang berkepentingan dengan perusahaan untuk menjalankan usahanya secara baik sesuai dengan hak dan kewajibannya masing-masing. Konsep good governance merupakan tuntutan yang harus dipenuhi oleh setiap organisasi, baik sektor privat maupun sektor publik. Dalam kaitannya dengan sektor publik, pemerintah daerah dituntut lebih responsif atau cepat dan tanggap. Menurut Mardiasmo (2011) menyatakan terdapat tiga mekanisme yang dapat dilaksanakan daerah agar lebih responsif, transparan, dan akuntabel serta selanjutnya dapat mewujudkan good governance yaitu: (1) mendengarkan suara atau aspirasi masyarakat serta membangun kerjasama pemberdayaan masyarakat, (2) memperbaiki internal rules dan mekanisme pengendalian, dan (3) membangun iklim kompetisi dalam memberikan layanan terhadap masyarakat serta 2
marketisasi layanan. Ketiga mekanisme tersebut saling berkaitan dan saling menunjang untuk memperbaiki efektivitas pengelolaan pemerintahan daerah. Menurut Cadbury Report (1992), prinsip utama GCG adalah: keterbukaan, integritas dan akuntabilitas. Sedangkan menurut Organization for Economic Corporation and Development atau OECD, prinsip dasar GCG adalah: kewajaran (fairness), akuntabilitas (accountability), transparansi (transparency), dan responsibilitas (responsibility). Prinsip-prinsip tersebut digunakan untuk mengukur seberapa jauh GCG telah diterapkan dalam perusahaan. Sedangkan menurut Financial Reporting Council Report (2010), faktor-faktor penting yang mempengaruhi tata kelola perusahaan adalah : 1. An effective board to provide leadership Suatu badan yang beranggotakan beberapa personel yang bertanggung jawab terhadap keberhasilan perusahaan dan bertanggung jawab menjalankan perusahaan dengan menyeimbangkan ketrampilan, pengalaman, dan independensi. Selain itu pula, terdapat beberapa prosedur formal dan transparan serta monitoring yang dilakukan secara rutin untuk menjamin keefektifan dari badan tersebut. 2. Accountability Terdapat penilaian yang seimbang dari badan yang terbentu mengenai posisi perusahaan, melakukan penilaian atas resiko dan sistem pengendalian internal perusahaan. 3. Remuneration Terdapat suatu prosedur formal dan transparan dalam menentukan remunerasi para eksekutif dalam perusahaan. 4. Relations with shareholders Terdapat hubungan secara berkala kepada para pemegang saham agar dapat diperoleh pemahaman mengenai hal-hal yang menjadi fokus mereka. Mekanisme good corporate governace ditandai dengan adanya kepemilikan institusional, kepemilikan manajemen, keberadaan komite audit dan komisaris independen. Keberadaan komite audit dan komisaris independen bertujuan untuk mengawasi jalannya kegiatan perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan (Guna dan Herawaty, 2010).
3
Peran Auditor dalam Good Corporate Governance Dalam upaya melaksanakan governance di suatu organisasi, diperlukan suatu unit yang secara khusus mengawasi jalannya tata kelola perusahaan agar dapat mencapai tata kelola organisasi yang baik (good corporate governance). Unit yang diperlukan dalam membantu terlaksananya good corporate governance dalam organisasi tersebut adalah internal audit maupun eksternal audit. Peran auditor ini bertugas untuk meneliti dan mengevaluasi suatu sistem pengendalian internal serta menilai kebijakan manajemen yang dilaksanakan. Auditor, baik internal maupun internal, merupakan suatu profesi yang menunjang terwujudnya Good Corporate Governance yang pada saat ini telah berkembang menjadi komponen utama dalam meningkatkan organisasi secara efektif dan efisien (Sukirman dan Sari, 2012). Sistem pengendalian internal merupakan bagian dari praktik GCG, juga praktik manajemen, dimana didalamnya mencakup pengawasan yang memadai, etika bisnis, independensi, pengungkapan yang akurat dan tepat waktu, akuntabilitas dari seluruh pihak yang terlibat dalam proses pengelolaan perusahaan, serta mekanisme untuk memastikan adanya tindak lanjut yang seksama jika terjadi pelanggaran dalam perusahaan. Dengan keberadaan fungsi audit internal yang efektif, dapat tercipta mekanisme pengawasan untuk memastikan bahwa sumber daya yang ada dalam perusahaan telah digunakan secara ekonomis dan efektif, dan pengendalian yang ada dalam perusahaan dapat memberikan kepastian lebih tinggi bahwa informasi yang dihasilkan terpercaya. Audit internal juga dapat menjadi barometer standar perilaku yang berlaku di perusahaan melalui aktivitas pengawasan yang dilakukan secara berkesinambungan, yang mendorong terciptanya iklim kerja yang efisien. Seiring dengan perbaikan dalam proses internal tersebut, keyakinan investor (termasuk kreditur) terhadap proses pengelolaan perusahaan juga akan meningkat (Daniri, 2013). Audit internal berbeda dengan audit eksternal yang memeriksa dan memberikan opini terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan. Pada banyak perusahaan, audit internal biasa disebut dengan unit SPI (sistem pengawasan intern), yang umumnya banyak berperan untuk mengecek apakah unit lain di dalam perusahaan telah taat menerapkan prosedur. Saat ini, audit internal tidak selalu berarti adanya unit khusus, tetapi lebih menekankan pada keberadaan fungsinya, dan bahkan pada perkembangan terakhir untuk menjalankan fungsi audit internal dimungkinkan bekerjasama dengan pihak ketiga. 4
Selain itu, juga terjadi perkembangan dalam peran yang dibawakannya, yaitu dari sekedar unit yang mengecek kepatuhan, menjadi sebuah fungsi yang berperan aktif sebagai mitra bagi manajemen dalam mendukung penerapan GCG dengan melakukan evaluasi dan perbaikan proses kerja perusahaan yang berpengaruh pada penerapan nilai perusahaan dan terjaganya akuntabilitas; membantu menjaga efektivitas pengendalian dengan melakukan evaluasi terhadap efektivitas dan efisiensi serta memberikan input untuk perbaikan yang berkesinambungan; serta melakukan identifikasi dan evaluasi risiko signifikan yang dihadapi perusahaan dan memberikan masukannya untuk perbaikan sistem pengendalian dan manajemen risiko. Tuntutan peran ini juga berpengaruh pada kebutuhan kompetensi auditor internal yang sekarang menjadi multi disiplin. Untuk dapat menjadi komponen pendukung terlaksananya GCG dalam suatu perusahaan, tentunya Internal Audit harus mampu melaksanakan fungsinya sesuai dengan prinsip-prinsip dasar kode etik auditor internal yang dikeluarkan oleh Institute of Internal Auditor (IIA). Kode etik IIA adalah pedoman bertingkah laku yang dikeluarkan oleh The Institute of Internal Auditor atau IIA. Kode etik tersebut tidak dapat diberlakukan bagi setiap orang, bahkan tidak pula ditujukan bagi semua pengawas internal. Kode etik tersebut disusun secara khusus sebagai pedoman bagi anggota IIA. Walaupun tidak dinyatakan secara tegas, para anggota memahami bahwa IIA dapat mencabut keanggotaa mereka apabila mereka melakukan pelanggaran terhadap kode etik. Perusahaan bebas untuk memberlakukan kode etika IIA dan dapat menambahkan sanksi sesuai dengan pertimbangannya. Perusahaan dapat mengutip kode etik IIA sebagai dukungan terhadap berbagai ketentuan yang dibuat berdasarkan kebijaksanaan internal perusahaan. Banyak ketentuan kode etik yang menuntut suatu standar perbuatan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan yang rata-rata diharapkan dari seorang pegawai pada umumnya. Kode etik memandang pengawas internal sebagai seorang pengurus lembaga trust, yaitu lembaga yang mengurus harta kekayaan seseorang, sehingga ia memiliki kewajiban untuk mempertahankan standar kejujuran, loyalitas, objektivitas, dan ketekunan dalam menjalankan tugasnya. Kode etik IIA secara jelas menyatakan bahwa para anggotanya ada kalanya perlu menggunakan penilaian dalam penerapan berbagai prinsip yang dicakup oleh kode etik. Dalam memberikan penilaian terhadap suatu situasi yang kompleks, pengawas internal harus 5
melihat berbagai hal dan pertimbangan yang sering kali saling bertentangan. Untuk menyelesaikan persoalan tersebut, pengawas internal harus berusaha mengidentifikasikan sasaran utama yang dikehendaki oleh kode etik, dan menjadikannya sebagai pertimbangan tertinggi dalam menyelesaikan setiap persoalan. Auditor yang bekerja di sektor publik selain dituntut untuk mematuhi ketentuan dan peraturan kepegawaian sebagai seorang pegawai negeri sipil, ia juga dituntut untu menaati kode etik Aparat Pengawasan Interen Pemerintah (APIP) (BPKP, 2008). Kode etik atau aturan perilaku dibuat untuk dipedomani dalam berperilaku atau melaksanakan penugasan sehingga menumbuhkan kepercayaan dan memelihara citra organisasi di mata masyarakat. Pertimbangan auditor untuk membuat keputusan atau yang akan diambil ketika menghadapi situasi dilema etika akan sangat bergantung kepada berbagai hal, karena keputusan yang diambil oleh internal auditor juga akan banyak berpengaruh kepada organisasi dan konstituen di mana dia berada (Arnold dan Ponemon, 1991).
Pengambilan Keputusan Etis (Ethical Decision Making) Secara umum etika didefinisikan sebagai nilai-nilai tingkah laku atau aturan tingkah laku yang diterima dan digunakan oleh suatu golongan tertentu atau individu (Sukamto dalam Suraida , 2005). Etika telah menjadi kebutuhan penting bagi semua profesi yang ada agar tidak melakukan tindakan yang menyimpang dari hukum. Kasus pelanggaran etika banyak dilakukan, diantaranya Enron, Worldcom dan perusahaan-perusahaan besar di AS. Dalam kasus ini Worldcom terlibat rekayasa laporan keuangan milyaran dollar AS. Dalam pembukuannya Worldcom mengumumkan laba sebesar USD 3,8 milyar ( Dedi dalam Januarti, 2009). Etika sangat diperlukan bagi auditor baik internal maupun eksternal, dalam rangka pengambilan keputusan secara etis. Selain itu, sikap mental independen sama pentingnya dengan keahlian dalam bidang praktik akuntansi dan prosedur audit yang harus dimiliki oleh setiap auditor. Auditor harus independen dari setiap kewajiban atau independen dari pemilikan kepentingan dalam perusahaan yang diauditnya.
6
Faktor – Faktor yang mempengaruhi pengambilan Keputusan Etis Dalam penugasannya, seringkali auditor khususnya internal auditor dihadapkan pada situasi dilema etika. Prinsip etika khususnya bagi internal auditor sangat penting karena dua alasan. Pertama, auditor internal sering dihadapkan dengan dilema etika Mereka mungkin menghadapi situasi yang menuntut mereka untuk mengemukakan kondisi aktual yang ada di lapangan, dan ini tidaklah mudah. Terutama ketika terdapat tekanan oleh manajemen untuk mengikuti arus yang ada (Thompson dalam Conor, 2006). Kedua, dengan penekanan saat ini pada tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance), maka sangat diharapkan bahwa auditor internal dapat memainkan peran kunci dalam memperkuat etika bisnis dan integritas perusahaan (Brown et al . , 2003; Jennings , 2003; Moeller , 2004) . Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Hadiwijaya (2012), faktor yang dapat dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan etis internal auditor ketika menghadapi dilema etika adalah faktor individual yaitu pengalaman, komitmen profesional serta orientasi etika auditor dan faktor situasional yaitu nilai etika organisasi Pengalaman audit Keahlian dan pengalaman merupakan suatu komponen penting bagi auditor dalam melakukan prosedur audit karena keahlian seorang auditor juga cenderung mempengaruhi tingkat skeptisisme profesional auditor. Pengalaman audit adalah pengalaman auditor dalam melakukan audit laporan keuangan baik dari segi lamanya waktu maupun banyaknya penugasan yang pernah ditangani. Libby and Frederick (1990) menemukan bahwa semakin banyak pengalaman auditor semakin dapat menghasilkan berbagai macam dugaan dalam menjelaskan temuan audit. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Suraida (2005), etika, kompetensi, pengalaman audit, risiko audit dan skeptisisme profesional auditor berpengaruh positif terhadap ketepatan pemberian opini akuntan publik baik secara parsial maupun secara simultan. Tirta (2004) dalam penelitiannya mengenai pengaruh pengalaman dan pemahaman khusus terhadap kinerja auditor menemukan bahwa pemahaman khusus yang diperoleh dari pengalaman audit akan mempengaruhi kinerja dalam penugasan audit. Penugasan audit meliputi juga pengambilan keputusan audit.
7
Komitmen professional Komitmen profesional sangat diperlukan bagi auditor dalam menjalankan prinsip-prinsip dalam kode etik agar memiliki orientasi perilaku kepada kepentingan public serta akan menghindari perilaku tidak etis yang dapat menghancurkan profesinya (Abadi, 2011). Silaban (2011) menyatakan bahwa kualitas audit yang dihasilkan oleh para auditor mempengaruhi kepercayaan para pemakai laporan keuangan. Kualitas audit adalah probabilitas auditor dapat menemukan dan melaporkan kekeliruan dan ketidakberesan yang terjadi dalam Laporan keuangan yang diaudit. Kualitas audit tersebut tentunya dapat dihasilkan apabila auditor menerapkan komitmen profesionalnya. Komitmen Profesional terkait dengan tingkat loyalitas individu pada profesinya (Restuningdiah, 2009). Dengan adanya loyalitas, maka para professional , termasuk para auditor akan merasa lebih senang dalam mengasosiasikan diri mereka dengan organisasi profesi mereka dalam melaksanakan tugas-tugasnya dan mereka juga lebih ingin mentaati norma, aturan, dank ode etik profesi dalam memecahkan masalah, termasuk di dalamnya dalam pengambilan keputusan atas temuan audit mereka.
Orientasi Etika Orientasi Etika dioperasionalisasikan sebagai kemampuan individu untuk mengevaluasi dan mempertimbangkan nilai etika dalam suatu kejadian. Orientasi etika menunjukkan pandangan yang diadopsi oleh masing-masing individu ketika menghadapi situasi masalah yang membutuhkan pemecahan dan penyelesaian etika atau dilema etika (Hadiwijaya, 2012). Etika menggambarkan suatu kode perilaku yang berkaitan dengan nilai tentang mana yang benar dan mana yang salah yang berlakusecara obyektif dalam masyarakat. Dengan demikian, etika dapat diartikan sebagai perilaku individu dalam berinteraksi denganlingkungannya. Secara lengkap etika diartikan sebagai nilai-nilai normatif atau pola perilaku seseorang atau badan/lembaga/organisasisebagai suatu kelaziman yang dapat diterima umum dalam interaksi dengan lingkungannya
8
Nilai Etika Organisasi Etika berkaitan dengan baik dan buruk, benar dan salah, betul dantidak, bohong dan jujur. Dalam berinteraksi dengan lingkungannyaorang-orang dapat menunjukkan perilaku yang dinilai baik atau buruk,benar atau salah ketika melakukan suatu tindakan. Hal tersebut sangat bergantung kepada nilai-nilai yang berlaku dalam lingkungan di mana orang-orang berfungsi. Tidak jarang terdapat penilaian yang berbeda terhadap suatu perilaku dalam lingkungan yang berbeda. Nilai-nilai yang berlaku dalam suatu organisasi secara konseptual telah dikembangkan sejak munculnya teori tentang organisasi. Salah satu teori klasik tentang organisasi yang cukup dikenal dan sangat berpengaruh terhadap pengembangan organisasi adalah birokrasi. Menurut teori ini, ciri organisasi yang ideal yang sekaligus menjadi nilai-nilai perilaku yang harus dianut oleh setiap anggota organisasi adalah :
adanya pembagian kerja
hierarki wewenang yang jelas
prosedur seleksi yang formal
aturan dan prosedur kerja yang rinci, serta
hubungan yang tidak didasarkan atas hubungan pribadi.
Tinjauan Pengambilan Keputusan Etis bagi Auditor Pemerintah Dilema etika yang di alami oleh para auditor dapat berlaku pada auditor pemerintah atau negara. Auditor negara dalam tugasnya menjalankan pemeriksaan laporan keuangan dalam lingkup organisasi pemerintah dituntut untuk bertindak profesional dengan mentaati standar audit dan aturan perilaku audit yang telah ditetapkan. Ketika organisasi pemerintah atau subyek audit menawarkan sebuah imbalan atau tekanan kepada auditor pemerintah untuk menghasilkan laporan audit yang diinginkan oleh organisasi pemerintah maka akan menjadi sebuah dilema etika. Dalam hal ini, auditor dihadapkan kepada pilihan-pilihan keputusan yang terkait dengan hal-hal keputusan etis dan tidak etis.
9
Ponemon (1992) menyatakan bahwa level pertimbangan etis yang tinggi akan lebih meningkatkan sensitivitas seorang individu untuk lebih meningkatkan sensitivitas seorang individu untuk lebih mengkritisi kejadian, masalah dan konflik. Auditor dengan kapasitas pemikiran etis yang tinggi akan lebih baik dalam menghadapi konflik dan dilema etika dan lebih independen dalam membuat keputusan yang terkait dengan dilema etika Penelitian yang dilakukan oleh Gutomo (2003) menemukan bahwa komitmen profesi memberikan kontribusi yang mendukung tingkat independensi seorang auditor pemerintah. Demikian juga halnya dengan kesadaran etik, kontribusi yang diberikan begitu dominan. Dengan kesadaran etik yang tinggi akan mendorong seorang auditor pemerintah untuk bersikap lebih independen. Sikap independensi mutlak diperlukan bagi auditor pemerintah karena sebagai salah satu pilar untuk mewujudkan Good Corporate Governance (GCG) auditor pemerintah seringkali dihadapkan pada konflik. Konflik yang terjadi bisa timbul dari hubungan antar auditor, yaitu ketua tim dengan anggotanya maupun atasannya (supervisor) atau antara auditor dengan obyek audit (klien) itu sendiri. Sehingga sikap independensi berlandaskan pada nilai dan keyakinan individu, serta kesadaran moral memainkan peranan yang penting dalarn pengambilan keputusan akhir. Auditor banyak menghadapi dilema etika dalam melaksanakan tugasnya. Auditor secara sosial juga bertanggung jawab kepada masyarakat dan profesinya daripada mengutamakan kepentingan dan pertimbangan pragmatis pribadi atau kepentingan ekonomis semata. Situasi seperti hal tersebut di atas sangat sering dihadapi oleh auditor. Auditor seringkali dihadapkan kepada situasi dilema etika dalam pengambilan keputusannya (Tsui, 1996; Tsui dan Gul, 1996; Larkin, 2000; Dillard dan Yuthas, 2002). Penelitian yang dilakukan Hapsari pada auditor negara (2013) menemukan bahwa orientasi etika yang dimiliki auditor negara berpengaruh terhadap keputusan etis yang diambil oleh seorang auditor, Selain itu semakin tinggi orientasi etika yang dimiliki oleh auditor negara berpengaruh langsung terhadap komitmen profesional. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi orientasi etika yang dimiliki oleh seorang auditor negara akan berpengaruh terhadap sebuah keputusan etis yang diambil oleh auditor negara serta orientasi etika juga memiliki pengaruh terhadap proses pembentukan komitmen terhadap profesi auditor negara.
10
Komitmen pofesional yang dimiliki oleh auditor negara memiliki pengaruh langsung atau signifikan terhadap keputusan etisnya. Komitmen profesional seorang auditor negara dalam penelitian ini dapat dibangun oleh faktor pengalaman kerja dan orientasi etika, dengan demikian keputusan etis yang dihasilkan oleh seorang auditor negara secara tidak langsung dipengaruhi kedua faktor di atas. Penelitian tersebut dapat membuktikan bahwa komitmen profesional mampu memidiasi pengalaman auditor dan orientasi etika keputusan etis.
terhadap sebuah
Pengalaman kerja dan orientasi etika adalah dua hal penting yang
berhubungan dengan komitmen profesional dan pengambilan keputusan etis. Dalam jangka panjang pengalaman kerja yang lama dan orientasi etika yang tinggi bisa memperbaiki komitmen profesional dengan baik sehingga bisa meningkatkan pengambilan keputusan etis. Tanggung jawab auditor dalam bidang Corporate Governance adalah untuk memastikan bahwa perusahaan telah dijalankan sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku, melaksanakan usahanya dengan beretika, melaksanakan pengawasannya secara efektif terhadap benturan kepentingan dan kecurangan yang dilakukan oleh pegawai, dimana ruang lingkup pelaksanaan dalam bidang ini adalah (Utama, 2004) : 1. Menilai kebijakan perusahaan yang berhubungan dengan kepatuhan terhadap undangundang dan peraturan, etika, benturan kepentingan dan penyelidikan terhadap perbuatan yang merugikan perusahaan dan kecurangan; 2. Memonitor proses pengadilan yang sedang terjadi ataupun yang ditunda serta yang menyangkut masalah Corporate Governance dalam hal mana perusahaan menjadi salah satu pihak yang terkait di dalamnya; 3. Memeriksa kasus-kasus penting yang berhubungan dengan benturan kepentingan, perbuatan yang merugikan perusahaan, dan kecurangan; 4. Keharusan auditor internal untuk melaporkan hasil pemeriksaan Corporate Governance dan temuan-temuan penting lainnya. Dalam organisasi pemerintahan, untuk mendukung pelaksanaan good corporate governance, auditor pemerintah juga diharuskan untuk memberikan pendapat atau keputusan etis atas temuan auditnya. Selain itu, pembuatan laporan audit yang berkualitas juga sangat diperlukan agar masing-masing pihak dapat memahami masukan yang diberikan oleh para auditor
11
Kesimpulan Konsep Good Governance sebenarnya telah lama dilaksanakan oleh semua pihak yaitu Pemerintah, Swasta dan Masyarakat, namun demikian masih banyak yang rancu memahami konsep Governance. Secara sederhana, banyak pihak menerjemahkan governance sebagai Tata Pemerintahan. Tata pemerintahan disini bukan hanya dalam pengertian struktur dan manajemen lembaga yang disebut eksekutif, karena pemerintah (government) hanyalah salah satu dari tiga aktor besar yang membentuk lembaga yang disebut governance. Dua aktor lain adalah private sektor (sektor swasta) dan civil society (masyarakat madani). Karenanya memahami governance adalah memahami bagaimana integrasi peran antara pemerintah (birokrasi), sektor swasta dan civil society dalam suatu aturan main yang disepakati bersama (Irwanto, 2011). Secara sederhana istilah ini diartikan sebagai sebuah proses pembuatan keputusan dan proses dimana keputusan tersebut diimplementasikan (atau tidak diimplementasikan). Istilah ini dapat digunakan diberbagai konteks seperti corporate governance, international governance, national governance dan local governance. Dalam bahasa Indonesia, istilah ini diterjemahan menjadi tata-pemerintahan, penyelenggaraan pemerintahan atau pengelolaan pemerintahan. Indonesia sebagai sebuah negara yang memiliki ketergantungan yang sangat kuat terhadap hutang luar negeri terus mengembangkan konsep good governance dalam menjalankan roda pemerintahan. Konsep good governance merupakan tuntutan yang harus dipenuhi oleh sektor publik. Pemerintah daerah dituntut lebih responsif atau cepat dan tanggap. Dalam sektor publik good governance dapat diartikan sebagai cara mengelola urusan - urusan publik. Tidak hanya menekankan pada cara pemerintah mengelola sumber daya sosial dan ekonomi untuk kepentingan pembangunan pembangunan masyarakat tetapi juga menekankan pada aspek politik. ekonomi, dan administratif dalam mengelola negara. Peran Internal Audit dalam pelaksanaan good corporate governance sangatlah penting terkait dengan pemberian jaminan keyakinan (assurance) dan bantuan saran (consultation) untuk meningkatkan nilai tambah organisasi. Peran tersebut dapat berupa menilai struktur tata kelola dan penerapannya apakah telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Selain itu dapat menilai sistem tata kelola apakah telah terlaksana secara menyeluruh, menganalisis laporan transparansi dalam struktur tata kelola, dan membandingkan dengan best practices (Widyananda, 2008). 12
Dalam memberikan masukan terhadap organisasi, tentunta terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan bagi Auditor. Beberapa penelitian sebelumnya mengatakan bahwa salah satu determinan penting yang mempengaruhi keputusan etis adalah faktor-faktor yang secara unik berhubungan dengan individu pembuat keputusan dan variabel-variabel yang merupakan hasil dari proses sosialisasi dan pengembangan masingmasing individu. Faktor-faktor individu tersebut meliputi pengalaman, orientasi etika dan komitmen profesi. Level pertimbangan etis yang tinggi akan lebih meningkatkan sensitivitas seorang individu untuk lebih meningkatkan sensitivitas seorang individu untuk lebih mengkritisi kejadian, masalah dan konflik. Auditor dengan kapasitas pemikiran etis yang tinggi akan lebih baik dalam menghadapi konflik dan dilema etika dan lebih independen dalam membuat keputusan yang terkait dengan dilema etika. Pengalaman diduga menjadi salah satu faktor level individu yang turut mempengaruhi pengambilan keputusan etis. Hasil penelitian Libby dan Frederick (1990) menyatakan bahwa auditor berpengalaman memperlihatkan pengetahuan yang lebih lengkap mengenai kekeliruan-kekeliruan dalam laporan keuangan dibandingkan auditor yang belum memiliki pengalaman. Orientasi etika berhubungan dengan konsep diri dan perilaku yang berhubungan dengan individu dalam diri seseorang. Faktor lain yang juga diduga berpengaruh terhadap keputusan etis adalah komitmen terhadap profesi dan independensi. Jeffrey dan Weatherholt (1996) mengatakan bahwa komitmen profesi adalah intensitas identifikasi dan keterlibatan individu dengan profesinya. Bagi para internal auditor di lembaga pemerintahan juga diharuskan mengedepankan independensi dan pengerahan sumber saya yang memadai, meskipun sering mengalami hambatan dalam realisasinya. Kompetensi auditorpenting bagi kemampuan lembaga audit itu untuk menjalankan fungsinya mengoreksi dan memberikan saran bagi aparat pelaksana teknis. Selain itu, keterbatasan akses terhadap informasi dan standar profesi kerap kali menjadi faktor lain yang turut mengurangi efektivitas kinerja audit. Untuk itu sangat perlu revitalisasi peran internal auditor khususnya di sektor publik.
13
Peran apa saja yang sebaiknya di emban lembaga auditor internal pemerintah untuk meningkatkan good corporate governance di Indonesia, tidak terlepas dari fungsi internal audit yaitu memberikan keyakinan dan saran perbaikan. Oleh karena itu, internal auditor sebaiknya memposisikan diri sebagai mitra kerja yang dipercaya oleh organisasi dan aparatnya, serta sekaligus sebagai analis yang kritis, khususnya atas red flags yang mengidikasikan praktek-praktek korups. Disinal letak leutamaan akan independensi suatu organisasi lembaga audit, baik independen secara harfiah maupun profesi.
14
DAFTAR PUSTAKA Abadi, Jimy dan Widi Hidayat (2011), “Pengaruh Efektivitas Komite Audit, Komite Profesional, Tenure of the Audit Firm, dan Persaingan Antar Kantor Akuntan Publik terhadap Independensi Akuntan Publik, Persepsi Auditor Eksternal di Surabaya”, Jurnal Akuntansi dan Auditing Vol. 8 No.1, November 2011. Arifin ( 2005), “ Peran Akuntan dalam Menegakkan Prinsip Good Corporate Governance pada Perusahaan di Indonesia” , Pidato Pengukuhan Guru Besar, Universitas Diponegoro. Arnold, D.F dan L.A. Ponemon (1991),” Internal Auditors Perceptions of WhistleBlowing and the Influence of Moral Reasoning: An Experiment” , Auditing: A Journal of Practice & Theory 10 (2): 1-15. Cadbury Report (1992) , “ Financial Aspects of Corporate Governance”, The Committee on the Financial Aspect of Corporate Governance and Gee and Co. Ltd. Daniri, Achmad (2012), Artikel, Komite Nasional Kebijakan Governance Financial Reporting Council Report (2010), “ The UK Approach to Governance” The Financial Reporting Council Limited.
Corporate
Gutomo K, (2003), “Pengambilan Keputusan Etik Auditor Pemerintah Dalam Situasi Konflik Auditor: Pengaruh Interaksi Locus Of Control dan Komitmen Profesi dengan Kesadaran Etik”, Tesis tidak dipublikasikan, Universitas DIponegoro. Hadiwijaya, Rini Dwiyani dan Hendrian (2012),“Pengaruh Faktor Individual terhadap Pengambilan Keputusan Etis Internal Auditor”, Prosiding Seminar Nasional, Forum Bisnis dan Keuangan. Indriani (2013), “ Good Governance dan Internal Control Pada Pemerintah Daerah” Irwanto, Arief (2011), “Memahami Good Governance dalam Bernegara”, Artikel, Ikatan Nasional Konsultan Indonesia Provinsi Jawa Tengah. Januarti, Indira dan Sabrina K. (2012), “Pengaruh Pengalaman, Keahlian, Situasi Audit, Etika dan Gender terhadap Ketepatan Pemberian Opini Auditor melalui Skeptisme Professional Auditor”, Artikel. Jeffrey dan Weatherholt (2004), “The Impact of Ethical Development and Cultural Constructs on Auditor Judgments” , Business Ethics Quartely 14 (3), philpapers. Libby and Frederick (1990),”Experience and the ability to Explain Audit Findings”, Jounal of Accounting Research.
15
Mardiasmo (2011), “ Peran strategis IAI – bantu good governance pemerintahan, Majalah Akuntan Indonesia No. 02/Agustus/2011, Al-Organizational Body. Ponemon, Lawrence A. (1992), “Auditor underreporting of Time and Moral Reasoning: An Experimental Lab Study”, Article, Contemporary Accounting Research, Canadian Academic Accounting Association. Pratiwi, Diana (2012), “Hubungan Good Corporate Governance terhadap Kinerja Pemerintah Daerah Kota Bekasi”, Skripsi, Universitas Gunadharma. Restuningdiah, Nurika (2009), ”Pengaruh Komitmen Profesional terhadap Kepuasan Kerja Akuntan Pendidik melalui Komitmen Organisasional”, Jurnal Ekonomi Bisnis, No.3, November , 2009. Silaban, Adanan (2011), ”Pengaruh Multidimensi Komitmen Profesional terhadap Perilaku Audit Disfungsional” , Jurnal Akuntansi & Auditing, Vol. 8 No.1, November 2011 Stewart, Jenny and O'Leary, Conor (2006), “Factors Affecting Internal Auditors' Ethical Decision Making: Other Corporate Governance Mechanisms and Years of Experience”. In Proceedings Accountability, Governance and Performance Symposium, Brisbane, Australia.Brown et al . , 2003; Jennings , 2003; Moeller , 2004 Sukirman dan Maylia Pramono Sari (2012), “Peran Internal Audit dalam Upaya Mewujudkan Good University Governance di Unnes”, Jurnal Dinamika Akuntansi, Vol. 4, no. 1, Maret 2012. Suraida, Ida (2005), “Pengaruh Etika, Kompetensi, Pengalaman Audit dan Risiko Audit terhadap Skeptisisme Profesional Auditor dan Ketepatan Pemberian Opini Akuntan Publik”. Sosiohumaniora, Vol. 7, No. 3, November 2005 : 186 - 202 Tirta, Rio and Mahfud Sholihin (2004), “The Effects of Experience and Task Specific Knowledge on Auditor’s Performance in Assessing Fraud Case”, JAAI Vol. 8 No. 1, Juni 2004. Utama, Marta (2004), Komite Audit, “Good Corporate Governance dan Pengungkapan Informasi”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Vol. 1, Departemen Akuntansi FEUI. Welvin I Guna dan Arleen Herawaty (2010), “Pengaruh mekanisme good corporate governance , independensi auditor, kualitas audit dan faktor lainnya terhadap manajemen laba”, Jurnal bisnis dan akuntansi Vol. 12, No.1, April 2010, Hlm. 53-68 Widyananda, Herman (2008), “Revitaliasi Peran Internal Auditor Pemerintah untuk Penegakan Good Governance di Indonesia”, Universitas Padjajaran.
16