Tanggung Jawab Direksi Dalam Menerapkan Prinsip Good Corporate Governance Zulfi Chairi Universitas Sumatera Utara Fakultas Hukum BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan Sosialisasi dan pengembangan era good corporate governance di Indonesia dewasa ini lebih ditujukan kepada perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas khususnya terhadap organ direksi. Berbagai ketentuan yang mengatur mengenai keberadaan Direksi dalam organ Perseroan Terbatas sudah mulai ditetapkan seperti dalam pedomanGood Corporate Governance yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance dan Bursa Efek Jakarta. Direksi merupakan organ yang memegang peranan penting dalam menentukan maju atau mundurnya suatu perusahaan tertentu. Secara yuridis, pentingnya kedudukan direksi itu tergambar dari tugas dan tanggung jawab yang melekat padanya, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Fenomena dari keberadaan perusahaan yang ada menggambarkan bahwa tidak semua Direksi yang terdapat didalam perusahaan menyadari akan tugfas dan tanggung jawabnya tersebut, yang pada akhirnya menyebabkan perusahaan tidak berjalan dan atau tidak beroperasi sebagaimana yang diharapkan. Beberapa kasus yang dapat dijadikan dasar didalam menggambarkan fenomena dari adanya Direksi yang tidak menyadari akan tugas dan tanggung jawqabnya adalah sebagai berikut : 1. Konflik yang terjadi antara karyawan dengan perusahaan yang merupakan gambaran bahwa Direksi tidak memperhatikan kinerja (performance) dan kesejahteraan (welfare) dari karyawan yang baik. 2. Konflik diantara sesama pengurus yang menggambarkan tidak adanya komitmen yang jelas dan tegas dari sesama pengurus. 3. Kondisi keuangan perusahaan terlilit hutang atau kredit pada pihak ketiga, seperti halnya dengan pihak perbankan. Hal ini menggambarkan manajemen keuangangan yang diterapkan tidak ditata dengan baik. Kasus-kasus sebagaimana penulis kemukakan diatas merupakan dasar untuk menyatakan atau mengemukakan, bahwa sebuah perusahaan yang dominan diliputi oleh masalah ataupun konflik merupakan perusahaan yang tidak dikelola secara professional. Didalam mengelola sebuah perusahaan secara professional, maka terdapat prinsip-prinsip dalam dunia usaha yang perlu diperhatikan dan diterapkan yaitu 1 e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara
good corporate governance. Forum for Corporate Governance in Indonesia mendefenisikan corporate governance sebagai berikut : Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstren lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu system yang mengatur dan mengendalikan perusahaan. Namun dalam kenyataannya prinsip good corporate governance terkadang tidak diterapkan oleh pengurus dari suatu perusahaan, terlebih-lebih pengurus yang hanya berorientasi kepada keuntungan. B. Permasalahan Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan ini adalah : 1. Bagaimana tanggungjawab direksi didalam menerapkan prinsip Good Corporate Governance 2. Bagaimana sanksi hukum terhadap direksi yang tidak menerapkan prinsip Good Corporate Governance
BAB II Tinjauan Terhadap Good Corporate Governance A. Pengertian Good Corporate Governance Governance yang terjemahannya adalah pengaturan yang dalam konteks Good Corporate Governance (GCG) ada yang menyebut tata pamong. Defenisi menurut Cadbury,1992, mengatakan bahwa Good Corporate Governance adalah mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar tercapai keseimbangan antara kekuatan dan kewenangan perusahaan. Sedangkan Center for European Policy Study (CEPS), memformulasikan GCG adalah seluruh system yang dibentuk mulai dari hak (right), proses dan pengendalian baik yang ada di dalam maupun diluar manajemen perusahaan. Dengan catatan bahwa hak disini adalah hak dari seluruh stakehoulders dan bukan hanya terbatas kepada satu stakehoulders saja. Sedangkan Hajiri Noensi , seorang pakar GCG dari Indo Consult, mendefenisikan GCG adalah menjalankan dan mengembangkan perusahaan dengan bersih, patuh pada hokum yang berlaku dan peduli terhadap lingkungan yangdilandasi nilai-nilai sosial budaya yang tinggi. B. Prinsip-prinsip dalam Good Corporate Governance Adapun yang menjadi prinsip Good Corporate Governance adalah sebagai berikut : a. Keadilan (fairness) Melindungi kepentingan pemegang saham minoritas dan stakehoulder lainnya dari rekayasa-rekayasa dan transaksi yang bertentangan dengan peraturan-peraturan yang berlaku. b. Tranparansi (transparency) 2 e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara
meningkatkan keterbukaan (disclosure) dari kinerja perusahaan secara teratur dan tepat waktu dan actual (timely basis) serta benar (akurat) baik kepada para pemegang saham ataupun lembaga publik dan pemerintah. c. Akuntabilitas (accountability) Mendapatkan system pengawasan yang efektif didasarkan atas distribusi dan keseimbangan kekuasaan antara anggota direksi. d. Tanggungjawab (responsibility) Perusahaan memiliki tanggung jawab untuk mematuhi hukum dan ketentuan atau peraturan yang berlaku termasuk tanggap terhadap lingkungan dimana perusahaan berada. Selama ini paradigma para manajer yang semula selalu berusaha mengejar tingkat laba Single bottom line) harus dibarengi dengan prinsip triple bottom line yakni selain laba juga harus memenuhi tanggungjawab social, dan menjaga pertumbuhan yang berkesinambungan (sustainable). Secara teoritis harus diakui bahwa dengan melaksanakan prinsip good corporate governance, ada beberapa manfaat yang bias diambil antara lain : 1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan kepitusan yang lebih baik,meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders 2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah dan tidak rigid (karena factor kepercayaan) yang pada akhirnya akan meningkatkan corporate value. 3. mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. 4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan sekaligus akan meningkatkan shareholders dan dividen. Khusus bagi BUMN akan dapat membantu penerimaan bagi APBN terutama dari hasil privatisasi.
BAB III PEMBAHASAN A. Tanggung Jawab Direksi Dalam Menerapkan Prinsip Good Corporate Governance Sebagai artificial person (manusia semu), Perseroan tidak mungkin dapat bertindak sendiri. Perseroan tidak memiliki kehendak untuk menjalankan dirinya sendiri. Untuk itulah maka diperlukan orang-orang yang memiliki kehendak yang akan menjalankan Perseroan tersebut sesuai dengan maksud dan tujuan pendirian Perseroan. Orang-orang yang akan menjalankan, mengelola dan mengurus Perseroan ini, dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas disebut dengan istilah organ Perseroan.1 Masing1
Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi Atas Kepailitan Perseroan, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 20.
3 e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara
masing organ dalam Perseroan memiliki tugas dan wewenang yang berbeda-beda dalam melakukan pengelolaan dan pengurusan Perseroan. Direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.2 Direksi menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas merupakan suatu organ yang di dalamnya terdiri dari satu atau lebih anggota yangt dikenal dengan sebutan direktur. Direksi dapat terdiri satu orang atau beberapa orang. Pada prinsipnya suatu Perseroan Terbatas dapat mempunyai hanya satu orang direktur, akan tetapi dalam hal-hal tertentu sebuah Perseroan Terbatas haruslah mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang direktur, yaitu dalam hal-hal sebagai berikut :3 1. Perseroan yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat. 2. Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan hutang 3. Perseroan berbentuk Perseroan Terbuka. Ada 4 (empat) macam direktur perseroan, yaitu sebagai berikut: a. Direktur biasa, yakni direkturk yang dipilih oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atau oleh anggaran dasar. Inilah direktur yang poaling lazim dan banyak sekali terdapat dalam praktek. b. Direktur de facto, yaitu direktur yang tidak dipilih oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atau oleh anggaran dasar. c. Direktur substitusi atau direktur alternatif, yaitu direktur pengganti yang sifatnya sementara atau yang ditugaskan khusus untuk perbuatan tertentu. d. Direktur bayangan, yaitu direktur yang bertugas hanya menjadi pajangan belaka, di mana setiap pekerjaan dilakukan atas suruhan pihak lain, atau bahkan pihak lain yang melakukan tugas-tugas direksi. Selain dari model direksi seperti tersebut di atas, masih didapat model direksi lain, seperti direktur eksekutif, direktur non eksekutif, managing director, associate director, direktur permanen, direktur nominee, dan lain-lain. Menurut hukum yang berlaku di Indonesia, hanya perorangan yang dapat menjadi direktur suatu perseroan terbatas. Akan tetapi, ada banyak negara yang bahkan memperbolehkan badan hukum yang menjadi direktur. Di Belanda misalnya, badan hukum dapat menjadi direktur, tetapi hanya orang perorangan yang dapat menjadi komisaris. Dalam hal perseroan memiliki lebih dari satu orang direktur dalam direksi, maka salah satu anggota direktur tersebut diangkat sebagai direktur utama (Presiden Direktur). Undang-Undang Perseroan Terbatas mensyaratkan bahwa anggota direksi haruslah orang perseorangan. Ini berarti dalam sistem hukum perseroan Indonesia tidak dikenal adanya pengurusan perseroan oleh badan hukum perseroan lainnya maupun oleh badan usaha lain, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. Selanjutnya orang perseorangan tersebut adalah mereka yang cakap untuk bertindak dalam hukum, tidak pernah dinyatakan pailit oleh pengadilan, maupun yang menjadi anggota direksi atau komisaris perseroan lain yang pernah dinyatakan bersalah telah menyebabkan pailitnya perseroan tersebut dan belum pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang 2
I.G. Rai Widjaya, Hukum Perseroan Terbatas, Megapoin, Jakarta, 2002, hal. 64. Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hal. 51. 3
4 e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara
merugikan keuangan negara dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pengangkatannya. Direktur bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan, serta mewakili perseroan di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar. Berbagai ketentuan yang mengatur mengenai keberadaan atau perlunya Direksi dan Komisaris dalam organ perseroan sudah mulai diterapkan seperti dalam Pedoman Good Corporate Governance yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance dan Bursa Efek Jakarta. Corporate Governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan. Tujuan Corporate Governance ini adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders).4 Direksi dan Komisaris dipandang sebagai kunci utama keberhasilan pengembangan Good Corporate Governance oleh dunia usaha. Secara teoritis harus diakui bahwa dengan melaksanakan prinsip Good Corporate Governance ada beberapa manfaat yang bisa diambil antara lain :5 1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keoputusan yang baik. 2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah yang pada akhirnya akan meningkatkan corporate value. 3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. 4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan Shareholders. Prinsip-prinsip Good Corporate Governance tersebut antara lain :6 1. Keterbukaan (transparency) Hak-hak para pemegang saham yang harus diberi informasi dengan benar dan tepat pada waktunya mengenai perusahaan dapat ikut berperan serta dalam pengambilan keputusan mengenai perubahan-perubahan yang mendasar atas perusahaan dan turut memperoleh bagian dari keuntungan perusahaan. Prinsip ini diwujudkan antara lain dengan mengembangkan sistem akuntansi yang berbasiskan standard akuntansi dan best practices yang menjamin adanya laporan keuangan dan pengungkapan yang berkualitas. 4
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI), Corporate Governance, FCGI, Jilid I, Edisi 3, Jakarta, 2001, hal. 3. 5 Nindyo Pramono, Seminar Indepoendensi Direksi dan Komisaris Dalam Rangka Meningkatkan Penerapan Good Corporate Governance oleh Dunia Usaha, Jakarta, Medio, Januari, 2003, hal. 18. 6 I Nyoman Tjager, dkk., Corporate Tantangan dan Kesempatan Bagi Komunitas Bisnis Indonesia, PT. Prenhallindo, Jakarta, 2003, hal. 50.
5 e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara
2. Pertanggungjawaban (responsibility) Peranan pemegang saham harus diakui sebagaimana ditetapkan oleh hukum dan kerjasama yang aktif antara perusahaan serta pemegang kepentingan dalam menciptakan kekayaan, lapangan kerja, dan perusahaan yang sehat dari aspek keuangan. Prinsip ini diwujudkan dengan kesadaran bahwa tanggung jawab merupakan konsekuensi logis dari adanya wewenang; menyadari akan adanya tanggung jawab sosial; menghindari penyalahgunaan kekuasaan; menjadi profesional dan menjunjung etika; memelihara lingkungan bisnis yang sehat. 3. Keadilan (fairness) Perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, terutama kepada pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing, dengan keterbukaan informasi yang penting serta melarang pembagian untuk pihak sendiri dan perdagangan saham oleh orang dalam (insider trading). Prinsip ini diwujudkan antara lain dengan membuat peraturan korporasi yang melindungi kepentingan minoritas. 4. Akuntabilitas (accountability) Tanggung jawab manajemen melalui pengawasan yang efektif berdasar-kan balance of power manager, pemegang saham, dewan komisaris dan auditor. Prinsip ini diwujudkan antara lain dengan menyiapkan laporan keuangan pada waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat. Dalam menerapkan prinsip Good Corporate Governance dalam perseroan, komposisi Direksi harus diperhatikan sedemikian rupa sehingga dalam menjalankan perseroan dapat memungkinkan mengambil putusan yang efektif, tepat dan cepat serta dapat bertindak secara independen dalam arti tidak mempunyai kepentingan yang dapat mengganggu kemampuannya untuk melaksanakan tugasnya secara mandiri dan kritis. Tergantung dari sifat khusus suatu perseroan, seyogyanya paling sedikit 20% (dua puluh per seratus dari jumlah anggota Direksi harus berasal dari kalangan di luar perseroan guna meningkatkan efektifitas atas peran manajemen dan transparansi dari pertimbangannya. Anggota berasal dari kalangan di luar perseroan itu harus bebas dari pengaruh anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi lainnya serta Pemegang Saham Pengendali. Dalam proses pencalonan dan pengangkatan Direksi dari kalangan di luar perseroan harus diupayakan agar pendapat pemegang saham minoritas diperhatikan sebagai wujud perlindungan terhadap kepentingan pemegang saham minoritas dan pihak yang berkepentingan. Direksi secara fiduciary harus melaksanakan standard of care. Yang dimaksud dengan fiduciary duty adalah tugas yang dijalankan oleh Direktur dengan penuh tanggung jawab untuk kepentingan orang atau pihak lain.7 Dalam menjalankan tugas dan kepengurusannya, Direksi harus senantiasa :8 1. Bertindak dengan itikad baik.
7 8
I.G. Rai Widjaya, Op. Cit., hal. 75. Gunawan Widjaya, Op. Cit., hal. 23.
6 e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara
2. Senantiasa memperhatikan kepentingan Perseroan dan bukan kepentingan dari pemegang saham semata-mata. 3. Kepengurusan Perseroan harus dilakukan dengan baik, sesuai dengan tugas dan kewenangan yang diberikan kepadanya, dengan tingkat kecermatan yang wajar, dengan ketentuan bahwa Direksi tidak diperkenankan untuk memperluas maupun mempersempit ruang lingkup geraknya sendiri. 4. Tidak diperkenankan untuk melakukan tindakan yang dapat menyebabkan benturan kepentingan antara kepentingan Perseroan dengan kepentingan Direksi. Keempat hal tersebut menjadi penting artinya, oleh karena keempat hal tersebut mencerminkan kepada kita bahwa Direksi dan Perseroan terdapat suatu bentuk hubungan saling ketergantungan di mana Perseroan bergantung pada Direksi sebagai organ yang dipercayakan untuk melakukan pengurusan Perseroan dan Perseroan merupakan sebab keberadaan Direksi, tanpa Perseroan maka tidak pernah ada Direksi. Pada dasarnya Direksi merupakan organ kepercayaan Perseroan yang akan bertindak mewakili Perseroan dalam segala macam tindakan hukumnya untuk mencapai tujuan dan kepentingan Perseroan. Berkaitan dengan prinsip kepercayaan tersebut ada dua hal yang dapat dikemukakan di sini : 1. Direksi adalah trustee bagi Perseroan. 2. Direksi adalah agen bagi Perseroan dalam mencapai tujuan dan kepentingan-nya. Tugas dan tanggung jawab Direksi adalah tugas dan tanggung jawab Direksi sebagai suatu organ, yang merupakan tanggung jawab kolegial sesama anggota Direksi terhadap Perseroan. Direksi tidak secara sendiri-sendiri bertanggung jawab kepada Perseroan. Ini berarti setiap tindakan yang diambil atau dilakukan oleh salah satu atau lebih anggota Direksi akan mengikat anggota Direksi lainnya. Namun ini tidak berarti tidak diperkenankan terjadinya pembagian tugas di antara anggota Direksi Perseroan, demi pengurusan Perseroan yang efisien. Dalam melaksanakan tugasnya, Direksi harus mematuhi Anggaran Dasar Perseroan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, setiap anggota Direksi wajib memahami Anggaran Dasar perseroan dan peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan tugas dan kewenangan Direksi yang berlaku dari waktu ke waktu. Direksi bertanggung jawab penuh atas manajemen perusahaan. Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh dan secara pribadi jika ia bersalah atau lalai dalam menjalankan tugas-tugasnya. Direksi diharuskan oleh UUPT untuk menjalankan, dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab, tugas-tugasnya untuk kepentingan perusahaan. Setiap anggota secara pribadi bertanggung jawab atas penyimpangan atau kelalaian dalam menjalankan tanggung jawab tersebut. Pasal 82 Undang-Undang No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas menyatakan sebagai berikut : Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Tanggung jawab Direksi dalam Perseroan :9
9
I.G. Rai Widjaya, Op. Cit., hal. 67.
7 e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara
1. Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan, untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan (persona standi in judicio) 2. Setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan. 3. Setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan angka 2 di atas. Ada beberapa tanggung jawab lain yang harus dijalankan Direksi dalam perseroan antara lain : 1. Pertanggungjawaban dalam hal terjadi pemberian keterangan yang tidak benar dan atau menyesatkan. Sebagai kewajiban untuk melakukan keterbukaan, direksi bertanggung jawab penuh atas kebenaran dan keakuratan setiap data dan keterangan yang disediakan olehnya kepada publik (masyarakat) ataupun pihak ketiga berdasarkan perjanjian. Jika terdapat pemberian data atau keterangan secara tidak benar dan atau menyesatkan, maka seluruh anggota direksi (dan atau komisaris) harus bertanggung jawab secara tanggung rentang atas setiap kerugian yang diderita oleh pihak ketiga, sebagai akibat dari pemberian data dan atau keterangan yang tidak benar atau menyesatkan tersebut, kecuali dapat dibuktikan bahwa keadaan tersebut terjadi bukan karena kesalahannya. 2. Tanggung jawab renteng antara sesama anggota Direksi Perseroan Sifat pertanggungjawaban (renteng) antara para anggota direksi dapat kita lihat dalam rumusan Pasal 23, Pasal 30 ayat (3), Pasal 60 ayat (3) dan Pasal 90 ayat (2) Undang-Undang Perseroan Terbatas. Pasal 23 menentukan sebagai berikut : Selama pendaftaran dan pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 22 belum dilakukan, maka Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas segala perbuatan hukum yang dilakukan perseroan.10 Dengan ketentuan tanggung jawab renteng tersebut, maka setiap anggota direksi diharapkan dapat menjadi controller satu terhadap yang lainnya, walau demikian pada prakteknya fungsi control melalui mekanisme check and balance sulit dilakukan. Untuk itu maka diperlukan pembagian tugas dan wewenang serta tanggung jawab yang jelas. Dengan adanya pembagian tersebut, maka masalah pembuktian anggota direksi yang sebenarnya harus bertanggung jawab atas tindakannya yang merugikan kepentingan perseroan menjadi lebih mudah. 3. Tanggung jawab internal direksi terhadap perseroan dan pemegang saham perseroan Setiap kesalahan atau kelalaian anggota direksi dalam melaksanakan kewajibannya memberikan hak kepada pemegang saham perseroan untuk :11 a. Secara sendiri-sendiri atau bersama-sama, yang mewakili jumlah sepersepuluh pemegang saham perseroan melakukan untuk dan atas nama 10
Iman Sjahputra, Undang-Undang No. 1 Tahun 1995, Tentang Perseroan Terbatas, Harvarindo, Jakarta, 1996, hal. 73. 11 Gunawan Widjaya, Op. Cit., hal. 71.
8 e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara
perseroan terhadap direksi perseroan yang atas kesalahan dan kelalaiannya telah menerbitkan kerugian kepada perseroan. b. Secara sendiri-sendiri melakukan gugatan langsung untuk dan atas nama pribadi pemegang saham terhadap direksi perseroan atas setiap keputusan atau tindakan direksi perseroan yang merugikan pemegang saham. 4. Tanggung jawab eksternal direksi terhadap pihak ketiga yang berhubungan hukum dengan perseroan. Selain tanggung jawab perseroan dan pemegang saham perseroan, direksi perseroan juga bertanggung jawab terhadap pihak ketiga atas setiap perbuatan hukum yang dilakukan untuk dan atas nama perseroan. Perlindungan bagi pihak ketiga ini dapat ditemukan dalam Pasal 23 Undang-Undang Perseroan Terbatas yang menyatakan bahwa direksi bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kelalaiannya dalam melaksanakan kewajiban pendaftaran dan pengumuman yang disyaratkan. Ketentuan mengenai pertanggungjawaban direksi terhadap pihak ketiga juga dapat ditemui dalam ketentuan Pasal 60 ayat (3) Undang-Undang Perseroan Terbatas yang mewajibkan direksi untuk bertanggung jawab sepenuhnya atas setiap ketidakbenaran informasi yang disampaikan oleh perseroan terhadap pihak ketiga. 5. Pertentangan Kepentingan Pasal 84 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas menentukan bahwa dalam hal terjadi pertentangan kepentingan antara kepentingan salah satu anggota direksi pada satu sisi dengan kepentingan perseroan pada sisi yang lain, maka anggota direksi berkenaan dilarang untuk bertindak mewakili perseroan. Demikian pula halnya jika terjadi suatu perkara dihadapan pengadilan antara salah satu anggota direksi dengan perseroan, maka anggota direksi berkenaan tidak diizinkan untuk mewakili perseroan dihadapan pengadilan. Undang-Undang Perseroan Terbatas memberikan kemungkinan pengaturan hal tersebut di dalam Anggaran Dasar Perseroan. Direksi harus menetapkan suatu sistem pengawasan internal yang efektif untuk mengamankan investasi dan aset perseroan. Direksi juga harus membuat suatu sistem pengendalian informasi internal, dengan tujuan : a. Mengamankan informasi perseroan yang penting. b. Agar informasi perseroan dapat dengan cepat disampaikan kepada Sekretaris Perusahaan, jika ada. Pengawasan internal adalah suatu proses yangt bertujuan untuk mencapai kepastian berkenaan dengan :12 1) Kebenaran informasi keuangan. 2) Efektifitas dan efisiensi proses pengelolaan perseroan. 3) Kepatuhan pada peraturan perundang-undangan. Direktur hanya bisa membebaskan diri dari tanggung jawabnya dalam 2 (dua) hal : a) Ia tidak menandatangani laporan tahunan dengan menjelaskan alasannya secara tertulis.
12
YPPMI & Sinergy Communication, The Essence of Good Corporate Governance, YPPMI & Sinergy Communication, Jakarta, 2002, hal. 13.
9 e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara
b) Ketidak benaran laporan bukan karena kesalahannya, tetapi misalnya karena kesalahan akuntan publik atau bagian keuangan perseroan yang tidak diketahui atau disadari oleh Direksi dan Komisaris. B. Sanksi Hukum Terhadap Direksi 1. Gugatan Derivatif (Derivative Action) Sebagaimana diketahui bahwa direksi mempunyai semacam fiduciary duty kepada perseroan yang dipimpinnya. Apabila direksi melanggar fiduciary duty tersebut, khususnya jika dia melakukan kesalahan (baik dengan kesengajaan atau kesalahan), maka pihak pemegang saham dapat mewakili perseroan untuk menggugat direksi tersebut, dan seluruh hasil dari gugatan tersebut (misalnya ganti rugi dari direksi) akan menjadi milik perseroan, bukan milik pemegang saham penggugat. Gugatan yang diajukan oleh pemegang saham atas nama perseroan disebut dengan “Gugatan Derivatif” (Derivative Action). Definisi dari Gugatan Derivatif adalah : Suatu gugatan perdata yang diajukan oleh 1 (satu) atau lebih pemegang saham yang bertindak untuk dan atas nama perseroan (jadi bukan untuk kepentingan pribadi pemegang saham), gugatan mana diajukan terhadap pihak lain (misalnya direksi karena telah melakukan tindakan yang merugikan perseroan, sungguhpun untuk kepentingan prosedural, pihak perseroan kadang-kadang menjadi pihak tergugat.13 Gugatan derivatif ini merupakan gugatan kekecualian (abnormal) sebab dalam kasuskasus normal, maka yang bertindak sebagai pihak yang mewakili perseroan bukan pemegang saham, melainkan pihak direksi atau yang dikuasakan oleh direksi seperti yang ditentukan dalam anggaran dasarnya. Istilah derivative action lahir pertama kali di Amerika Serikat dalam putusan perkara Wallersteiner v. Moir (No.2) di tahun 1975 yang dijatuhkan oleh Court of Appeal. Dalam kata tersebut mengandung arti : “the individual shareholder is enforcing a right which is not his or hers but rather is “derived from” the company”.14 Deskripsi tersebut telah mengakar dan kemudian dirumuskan dalam peraturan Mahkamah agung (Supreme Court Rules) sebagai : “begun by wirt by one or more shareholders of a company where the cause of action is vested in the company and relief is accordingly sought on its behalf”. Dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dikenal gugatan derivatif ini. Untuk itu, Pasal 54 ayat (2) Undang-Undang Perseroan Terbatas menyatakan sebagai berikut : Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan ke Pengadilan Negeri, apabila dirugikan karena tindakan perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan yang wajar sebagai akibat keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), direksi atau komisaris.15
13
Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law & Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hal. 75. 14 Gunawan Widjaya, Op. Cit., hal. 43. 15 Munir Fuady, Op. Cit., hal. 174.
10 e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara
Penjelasan atas Pasal 54 ayat (2) Undang-Undang Perseroan Terbatas menentukan sebagai berikut : Gugatan yang diajukan pada dasarnya berisikan permohonan perseroan menghentikan tindakan yang merugikan tersebut dan mengambil langkah-langkah tertentu, baik untuk mengatasi akibat yang sudah timbul maupun untuk mencegah tindakan serupa di kemudian hari. Dalam derivative action seorang atau lebih pemegang saham, diberikan hak, untuk bertindak untuk dan atas nama perseroan melakukan tindakan hukum dalam bentuk pengajuan suatu gugatan terhadap anggota direksi perseroan, yang telah melakukan pelanggaran terhadap fiduciary dutynya. Derivative action ini berbeda dari gugatan perorangan yang diajukan oleh suatu atau lebih pemegang saham untuk kepentingan sendiri sebagai pemegang saham dalam perseroan. Unsur yuridis yang utama dari suatu gugatan derivatif adalah : 1. Adanya gugatan. 2. Gugatan tersebut tentunya diajukan ke pengadilan. 3. Gugatan tersebut diajukan oleh pemegang saham dari perseroan. 4. Pemegang saham mengajukan gugatan untuk dan atas nama perseroan. 5. Pihak yang digugat selain pihak perseroan, biasanya direksi perseroan tersebut. 6. Sebabnya diajukan gugatan tersebut karena adanya suatu kegagalan dalam perseroan atau kejadian yang merugikan perseroan yang bersangkutan. 7. Karena diajukan untuk dan atas nama perseroan, maka segala hasil dari gugatan tersebut menjadi milik perseroan, sungguhpun yang mengajukan gugatan adalah pemegang saham. Dalam hal pelanggaran fiduciary duty oleh direksi ada sekurangnya tiga kepoentingan yang harus diperhatikan :16 a. Kepentingan perseroan. b. Kepentingan pemegang saham perseroan khususnya pemegang saham minoritas. c. Kepentingan pihak ketiga yang berhubungan hukum dengan perseroan, khususnya kepentingan dari pihak kreditor perseroan. Dalam sistem Undang-Undang No.1 tentang Perseroan Terbatas, dikenal berbagai model gugatan/permohonan ke pengadilan dalam kaitannya dengan suatu perseroan terbatas. Model-model gugatan/keterlibatan pengadilan terhadap suatu perseroan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Gugatan Biasa. Gugatan biasa ini merupakan gugatan yang dapat diajukan oleh atau terhadap perseroan atau organ-organ ke pengadilan berdasarkan ketentuan di luar dari ketentuan undang-undang perseroan atau di luar anggaran dasar dari perseroan tersebut. Dan gugatan biasa ini terbit dari kasus-kasus biasa seperti gugatan berdasarkan perbuatan melawan hukum (onrecht matiga daad) atau wanprestasi. 2. Gugatan Perseroan Gugatan perseroan ini merupakan gugatan yang dapat diajukan oleh atau terhadap perseroan atau organ-organnya ke pengadilan berdasarkan ketentuan dari Undang16
Guinawan Widjaya, Op. Cit., hal. 43.
11 e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara
Undang Perseroan atau Anggaran Dasar Perseroan tersebut. Yang di mana gugatan perseroan ini terdiri dari :17 • Gugatan langsung • Gugatan kelompok • Gugatan derivatif • Gugatan oleh perseroan. 3. Permohonan ke Pengadilan Untuk model permohonan (bukan gugatan) ke pengadilan, Undang-Undang No.1 tentang Perseroan Terbatas mengintrodusirnya untuk beberapa kegiatan sebagai berikut :18 1. Permohonan agar pemegang saham dapat melakukan sendiri RUPS tahunan. 2. Permohonan agar pemegang saham dapat melakukan sendiri RUPS luar biasa. 3. Permohonan direksi agar perseroan dipailitkan. 4. Permohonan agar dilakukan investigas. 5. Permohonan agar perseroan dibubarkan. 6. Permohonan agar diangkat likuidator baru. Undang-undang Perseroan Terbatas mengakui secara tegas prinsip gugatan derivatif ini sampai batas-batas tertentu. Dalam hal ini, agar dapat mengajukan gugatan tersebut, pemegang saham penggugat haruslah memegang saham minimal 10% (sepuluh persen) dari seluruh saham dengan hak suara yang sah. Di samping batasan minimum 10% (sepuluh persen) pemegang saham, ketentuan lain untuk gugatan derivatif ini adalah bahwa gugatan derivatif hanya dapat ditujukan terhadap direksi (sebaga tergugat) dan juga terhadap komisais. Dengan demikian, menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 1 Tahun 1995, pihak pemegang saham tidak dapat mewakili perseroan untuk menggugat pihak dalam perseroan selain dari direksi dan komisaris dan juga tidak dapat digugat (secara derivatif) terhadap pihak ketiga di luar perseroan. Contoh dari gugatan derivatif adalah sebagai berikut : 1. Gugatan untuk mendapatkan dividen (meskipun terhadap hal tersebut juga dibawa dengan gugatan langsung), karena dapat saja tidak memberikan dividen itu bertujuan untuk menekan saham minoritas. 2. Gugatan ganti kerugian karena terjadi tindakan yang tergolong ke dalam doktrin ultra vires. 3. Gugatan karena adanya tindakan pembagian dividen yang tidak layak. 4. Gugatan untuk mencegah dilakukannya penyimpangan dari fiduciary duty oleh direksi, pegawai perusahaan atau pemegang saham pengendali. 5. Gugatan untuk mencegah dilakukannya perbuatan yang dapat merugikan perseroan oleh pihak ketiga di luar perseroan. 6. Gugatan ganti kerugian akibat perbuatan yang merugikan perseroan oleh pihak ketiga di luar perseroan. Dalam hal gugatan derivatif yang ditujukan terhadap direksi perseroan, karena pihak anggota direksi yang melakukan kesalahan, maka tidak mungkin anggota direksi 17 18
Munir Fuady, Op. Cit., hal. 97. I b i d., hal. 104.
12 e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara
tersebut yang mewakili perseroan, karena akan ada conflict of interest, sungguhpun dalam hal-hal yang normal, pihak direksilah yang bertindak mewakili perseroan di dalam dan di luar pengadilan. Karena itu, dalam hal ini gugatan tersebut haruslah diajukan oleh pihak lain, dalam hal ini diperkenankan jika diajukan oleh pihak pemegang saham. Namun demikian, gugatan atas nama perseroan yang diajukan berdasarkan Pasal 84 ayat (3), yakni dalam hal direksi memiliki conflict of interest, termasuk jika direksi menjadi tergugat, dalam hal ini bukanlah gugatan derivatif. Sebab, pihak pemegang saham menurut Pasal 84 ayat (3) tersebut diangkat resmi oleh RUPS atau Anggaran Dasar, dan bertindak bukan lagi dalam kapasitasnya sebagai pemegang saham melainkan sebagai acting director, sehingga gugatan yang dilakukannya adalah gugatan langsung (direct suit), dan gugatan tersebut bukan gugatan pemegang saham, melainkan gugatan perseroan. Kebetulan saja perseroan diwakili oleh orang yang berasal dari pemegang saham. Jadi, berbeda dengan gugatan berdasarkan Pasal 85 ayat (3) dan Pasal 98 ayat (2). Apakah mungkin seorang direksi lain selain yang dituduh berasalah yang mengajukan gugatan terhadap direksi yang bersalah, untuk dan atas nama perseroan dengan asumsi Anggaran Dasar Perseroan memungkinkan untuk itu. Hal tersebut juga tidak mungkin dilakukan mengingat sistem tanggung jawab anggota direksi satu dengan yang lainnya adalah tanggung jawab renteng (joint and several), sebagai konsekuensi dari sistem representatif kolegial, lihat penjelasan atas Pasal 83 ayat (1) Undang-Undang No.1 tentang Perseroan Terbatas, sehingga sungguhpun menurut Pasal 85 ayat (3) UndangUndang No.1 tentang Perseroan Terbatas yang digugat secara derivatif adalah anggota dari direksi, tetapi demi hukum, anggota direksi yang lainnya juga ikut terbawa-bawa berdasarkan prinsip representasi kolegial tersebut, meskipun dalam hal terjadi kesalahan dari seorang anggota direksi, maka anggota direksi tersebut sajalah yang bertanggung jawab secara pribadi. Pasal 85 ayat (3) Undang-Undang No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas tersebut menentukan sebagai berikut :19 Atas nama perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap anggota direksi yang karena kesalahan atau kelalaianya menimbulkan kerugian pada perseroan. Penjelasan atas Pasal 85 ayat (3) Undang-Undang No.1 tentang Perseroan Terbatas tersebut : Dalam hal tindakan direksi merugikan perseroan, maka pemegang saham yang memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam ayat ini dapat mewakili perseroan untuk melakukan tuntutan atau gugatan terhadap direksi melalui pengadilan. Selanjutnya dikatakan lagi oleh Davies bahwa di samping perbedaan tersebut, ada beberapa perbedaan lainnya antara gugatan pribadi pemegang saham dengan derivative action. Derivative action dapat dilakukan oleh setiap pemegang saham tanpa memperhatikan apakah suatu tindakan yang digugat, yang dilakukan oleh anggota direksi perseroan yang melanggar fiduciary duty, telah dilakukan sebelum ia menjadi pemegang saham dalam perseroan, selama dan sepanjang tindakan yang digugat tersebut memang merugikan kepentingan perseroan. Sedangkan hak gugatan pribadi pemegang saham 19
Iman Sjahputra ktunggal, dkk., Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 1 Tahun 1995, Harfarindo, Jakarta, 1996, hal. 93.
13 e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara
hanya dapat dilakukan terhadap tindakan anggota direksi yang merugikan kepentingannya. Untuk keperluan ini perlu diperhatikan bahwa derivative action hanya dapat dilaksanakan dan berlangsung secara penuh di pengadilan jika hal tersebut disetujui oleh pengadilan. 2. Persyaratan Gugatan Derivatif (Derivative Action) Tidak setiap gugatan yang diajukan oleh pemegang saham untuk dan atas nama perseroan dapat diakui sebagai derivative action. Ada beberapa syarat yang memungkinkan dilakukannya derivative action yaitu : a. Pemegang saham tidak dapat mengajukan gugatan dalam bentuk derivative action, jika yang digugat adalah tindakan atau perbuatan anggota direksi yang dapat disahkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham berdasarkan persetujuan sederhana (ordinary resolution). b. Walaupoun tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh anggota direksi perseroan tersebut adalah tindakan atau perbuatan yang tidak dapat disahkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan derivative action hanya berhasil jika anggota direksi yang melakukan tindakan atau perbuatan yang melanggar fiduciary duty tersebut adalah anggota direksi yang dominan dan memegang kendali dalam perseroan, dan dalam hal tertentu disetujui oleh sebagian besar pemegang saham independen. Persyaratan pertama diberikan dengan tujuan untuk menghindari kerugian bagi perseroan itu sendiri sebagai akibat dari gugatan untuk dan atas nama perseroan oleh salah satu lebih pemegang saham yang tidak puas dengan tindakan salah satu atau lebih anggota direksi perseroan yang menurut pertimbangan pemegang saham tersebut tidak sesuai dengan kepentingannya. Ada 2 (dua) hal yang secara umum dapat dikatakan sebagai pengecualian dari pengesahan tindakan atau perbuatan anggota direksi yang melanggar fiduciary duty yang dapat dilakukan oleh suara mayoritas biasa dalam suatu Rapat Umum Pemegang Saham. Hal-hal tersebut adalah : 1) Tindakan ultra vires (yang berada di luar maksud dan tujuan perseroan). 2) Tindakan lain yang memerlukan persetujuan khuisus dalam suatu rapat umum pemegang saham. Persyaratan kedua mengandung dua unsur yang perlu diperhatikan yaitu : a) Anggota direksi tersebut adalah anggota direksi yang memegang kendali dalam perseroan, dalam hal ini lebih menekankan pada kedudukan anggota direksi sebagai pemegang saham dan kemampuannya untuk memberikan atau mempengaruhi keputusan yang akan diambil dalam Rapat Umum Pemegang Saham. b) Bahwa ada kalanya tindakan seorang pemegang saham, yang menyatakan dirinya bertindak untuk dan atas nama serta mewakili perseroan belum tentu benar-benar mewakili kepentingan perseroan, oleh karena itu untuk memberikan justifikasi dari tindakan tersebut diperlukanlah persetujuan dari sebagian besar pemegang saham minoritas yang merupakan pemegang saham independen dalam perseroan. Hal yang terakhir ini dianggap lebih dapat mewakili kepentingan perseroan secara utuh. Gugatan derivatif merupakan bentuk penyelesaian yang paling penting di mana pemegang saham minoritas yang dirugikan berhak untuk meminta pertanggung-jawaban direksi, karyawan, maupun pemegang saham mayoritas atas kesalahan dalam melakukan
14 e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara
pengurusan perseroan (mismanagement), pengalihan harta kekayaan perseroan, dan tindakan manipulasi yang merugikan perseroan. 3. Pensahan Pelanggaran Fiduciary Duty Merupakan suatu prinsip umum bahwa seseorang yang melaksanakan tugasnya sebagai trustee dapat dibebaskan dari kewajibannya oleh pihak yang memberikan kepercayaan tersebut dengan mensahkan tindakan-tindakan atau perbuatan-perbuatan hukum yang telah diambil oleh trustee tersebut, konsep yang demikian juga berlaku bagi perseroan. Pensahan tindakan tersebut oleh Rapat Umum Pemegang Saham memiliki dua aspek :20 1. Mengikat perseroan dengan tindakan atau perbuatan hukum yang dilakukan oleh anggota direksi yang melakukan pelanggaran atas fiduciary dutynya tersebut. 2. Membebaskan anggota direksi tersebut dari pertanggungjawabannya kepada perseroan dari pelanggaran fiduciary dutynya tersebut. Selanjutnya dikatakan bahwa walaupun demikian tidak semua tindakan pelanggaran fiduciary duty dapat disahkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham. Pengadilan telah mengambil keputusan bahwa tidak semua pelanggaran terhadap fiduciary duty dapat disahkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham berdasarkan pada resolusi atau keputusan yang diambil berdasarkan suara mayoritas sederhana (ordinary majority). Pensahan setiap tindakan anggota direksi yang melanggar fiduciary duty dapat memungkinkan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dari seorang anggota direksi yang juga merangkap sebagai pemegang saham mayoritas perseroan. Jika setiap tindakan pelanggaran terhadap fiduciary duty dapat dengan mudah disahkan oleh perseroan melalui Rapat Umum Pemegang Saham yang pada akhirnya dapat merugikan kepentingan perseroan. Satu rumusan umum yang dapat dibuat sehubungan dengan hal tersebut adalah bahwa mayoritas pemegang saham tidak diperkenankan berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham untuk mengambil alih harta kekayaan perseroan. Menurut P. Lipton, tindakan yang dapat diambil oleh perseroan terhadap pelanggaran fiduciary duty meliputi antara lain :21 1. Ganti rugi atau kompensasi. 2. Pengembalian keuntungan yang diperoleh oleh anggota direksi tersebut sebagai akibat dari tindakannya yang menguntungkan dirinya secara tidak sah tersebut (account of profits). Ada kalanya suatu pelanggaran terhadap fiduciary duty tidak menimbulkan kerugian materil secara langsung bagi perseroan, maka tidak satu bentuk ganti rugi atau kompensasi yang dapat dimintakan oleh perseroan kepada anggota direksi yang melanggar fiduciary duty tersebut. Dalam hal anggota direksi tersebut memperoleh keuntuingan dari tindakannya tersebut, maka atas keuntungan pribadi anggota direksi yang diperoleh dari tindakannya melanggar fiduciary duty dapat diminta untuk diserahkan kepada perseroan.
20 21
I b i d., hal. 49. I b i d., hal. 51.
15 e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara
3. Permohonan untuk membatalkan perjanjian yang dibuat oleh anggota direksi tersebut. Salah satu pelanggaran fiduciary duty adalah dibuatnya perjanjian secara sembunyi-sembunyi oleh anggota direksi yang menguntungkan dirinya sendiri. Dalam banyak hal perjanjian ini dapat merugikan perseroan secara tidak langsung. Maksud dari pembatalan perjanjian ini adalah untuk mengembalikan segala sesuatunya kembali kepada keadaannya semula seolah-olah tidak pernah ada perjanjian antara anggota fiduciary duty anggota direksi tersebut terhadap perseroan. 4. Pengembalian harta kekayaan yang anggota direksi. Dalam hal anggota direksi memperoleh harga kekayaan sebagai akibat pelanggarannya terhadap fiduciary dutynya, maka perseroan dapat meminta agar harta kekayaan yang diperoleh tersebut diserahkan kepada perseroan. BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Direksi bertugas mengelola Perseroan. Direksi bertanggung jawab penuh atas manajemen perusahaan. Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh dan secara pribadi jika ia bersalah atau lalai dalam menjalankan tugas-tugasnya. Direksi diharuskan oleh Undang-Undang Perseroan Terbatas untuk menjalankan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab tugas-tugasnya untuk kepentingan perusahaan. Setiap anggota direksi secara pribadi bertanggung jawab atas penyimpangan atau kelalaian dalam menjalankan tanggung jawab tersebut. Dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas ditentukan bahwa segala kerugian yang diderita oleh perseroan ataupun pihak ketiga akibat kesalahan Direksi harus ditanggung dengan harta pribadinya bersama-sama harta perseroan. 2. Pelanggaran fiduciary duty oleh direksi dapat dilakukan gugatan yang disebut dengan “gugatan derivatif” (derivative acton), yaitu suatu gugatan perdata yang diajukan oleh 1 (satu) atau lebih pemegang saham yang bertindak untuk dan atas nama perseroan (jadi bukan untuk kepentingan pribadi pemegang saham), gugatan mana diajukan terhadap pihak lain (misalnya direksi) karena telah melakukan tindakan yang merugikan perseroan, sungguhpun untuk kepentingan prosedural, pihak perseroan kadang-kadang menjadi pihak tergugat. Syarat dilakukannya derivatif yaitu pemegang saham tidak dapat mengajukan gugatan dalam bentuk derivative action, jika yang digugat adalah tindakan atau perbuatan anggota direksi yang dapat disahkan oleh RUPS berdasarkan persetujuan sederhana, gugatan derivatif hanya berhasil jika anggota direksi yang melanggar fiduciary duty adalah anggota direksi yang dominan. 3. Pihak tergugat yakni pihak yang diduga melakukan hal yang merugikan perseroan dapat melakukan tangkisan di pengadilan ketika gugatan sedang berlangsung. Tangkisan tersebut terdiri dari diskualifikasi penggugat, tidak memenuhi persyaratan prosedural, tangkisan dengan alasan substantif. Ganti rugi dari gugatan derifatif juga dapat dilakukan yaitu dengan membayar ganti rugi yang terdiri dari unsur-unsur kerugian, biaya dan bunga, dipaksa untuk berbuat sesuatu, dipaksa untuk tidak berbuat sesuatu. 16 e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara
B. Saran 1. Agar prinsip-prisip Good Corporate Governance (GCG) dapat menjadi bagian dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT). Apabila pengaturan GCG dalam UUPT tersebut ditegakkan dengan baik karena tidak ada gunanya pengaturan yang baik tanpa penegakan hukum yang tegas. 2. Agar peraturan atau pedoman GCG dapat dilaksanakan dengan baik oleh pelaksananya (direksi/komisaris), sehingga memperoleh hasil yang baik, peraturan atau pedoman GCG yang baik dengan pelaksana yang kurang baik hasilnya dapat dipastikan tidak baik. 3. Agar peraturan atau pedoman GCG yang diberlakukan dapat memberi efek positif ganda, yaitu pada satu sisi harus memberikan keleluasan kepada direksi untuk mengelola perusahaan dengan sebaik mungkin.
DAFTAR BACAAN A. Buku, Makalah Ali, Chidir, 1987, Badan Hukum, Alumni Bandung. Fuady, Munir, 1999, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. ------, 2002, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law & Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. ------, 2003, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. FCGI, 2001, Corporate Governance, FCGI Jilid I Edisi ke-3, Jakarta. Prasetya, Rudi, 1995, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Poerwadarminta, W.J.S., 1985, Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN Balai Pustaka, Jakarta. Pramono, Nindyo, 2003, Dalam Makalah Independensi Direksi dan Komisais Dalam Rangka Meningkatkan Penerapan Good Corporate Governance, Jakarta. Muis, Abdul, 1995, Hukum Persekutuan dan Perseroan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan. Rusli, Hardijan, 1996, Perseroan Terbatas dan Aspek Hukumnya, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Tjager, I Nyoman, 2003, Corporate Governance Tantangan dan Kesempatan Bagi Komunitas Bisnis Indonesia, PT. Prehallindo, Jakarta. Widjaja, Gunawan, 2003, Tanggung Jawab Direksi I Atas Kepailitan Perseroan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Widjaja, I.G. Rai, 2000, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Megapoin, Jakarta. YPPMI & Sinergy Communication, 2002, The Essence of Good Corporate Governance, YUPPMI & Sinergy Communication, Jakarta. B. Peraturan Perundang-Undangan Tunggal, Iman Sjahputra,1996, Undang-Undang No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, Hervarindo, Jakarta 17 e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara