perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PENYULUH DALAM PEMANFAATAN CYBER EXTENSION DI KABUPATEN BOGOR
TESIS Oleh Purnomojati Anggoroseto S621008003
Komisi Pembimbing
Nama
Tanda Tangan
Tanggal
Pembimbing I
Prof. Dr. Ir. Totok Mardikanto, MS. NIP. 19470713 198103 1 001
………
20 Juli 2012
Pembimbing II
Dr. Sapja Anantanyu, SP., MSi. NIP. 19681227 199403 1 002
………
19 Juli 2012
Telah dinyatakan memenuhi syarat pada tanggal 20 Juli 2012 Ketua Program Studi Penyuluhan Pembangunan Program Pascasarjana UNS
Prof. Dr. Ir. Totok Mardikanto, MS. NIP. 19470713 198103 1 001 commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PENYULUH DALAM PEMANFAATAN CYBER EXTENSION DI KABUPATEN BOGOR TESIS Oleh Purnomojati Anggoroseto S621008003 Tim Penguji
Jabatan Ketua Sekretaris
Anggota Penguji
Nama
Tanda Tangan
Tanggal
Ir. Marcelinus Molo, M.S., Ph.D. NIP. 19490320 197611 1 001
………………...
.……2012
Dr.Ir. Suwarto, M.Si. NIP. 195611 19198303 1 002
…..…………….
.........2012
Prof. Dr. Ir. Totok Mardikanto, MS. NIP. 19470713 198103 1 001
………………..
.........2012
Dr. Sapja Anantanyu, SP., M.Si. NIP. 19681227 199403 1 002
………………...
.......2012
Telah dipertahankan di depan penguji Dinyatakan telah memenuhi syarat pada tanggal…………..2012 Direktur Program Pascasarjana UNS
Ketua Program Studi Penyuluhan Pembangunan Program Pascasarjana UNS
Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S. commit to user Prof. Dr. Ir. Totok Mardikanto, MS. NIP. 19610717 198601 1 001 NIP. 19470713 198103 1 001 iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS Saya menyatakan sebenarnya bahwa: 1.
Tesis yang berjudul: “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PENYULUH DALAM PEMANFAATAN CYBER EXTENSION DI KABUPATEN BOGOR” ini adalah karya penelitian saya sendiri dan bebas plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik, serta tidak terdapat kata atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan serta daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Permendiknas No. 17 Tahun 2010)
2.
Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan pembimbing sebagai author dan Program Pascasarjana UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurangkurangnya satu semester (enam bulan sejak pengesahan Tesis) saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka Program Studi Penyuluhan Pembangunan Program Pascasarjana UNS berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Program Studi Penyuluhan Pembangunan Program Pascasarjana UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan sanksi akademik yang berlaku. Surakarta, 31 Juli 2012
Purnomojati Anggoroseto S621008003 commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat dan karunia-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh Dalam Pemanfaatan Cyber Extension di Kabupaten Bogor. Tesis ini merupakan syarat untuk mendapatkan gelar akademik Magister (S2), pada Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Karya ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada: 1.
Direktur dan Asisten Direktur I Program Pascasarjana UNS serta Ketua dan Sekretaris Program Studi Penyuluhan Pembangunan atas segala bantuan yang telah diberikan;
2.
Kepala Badan PPSDMP, Sekretaris Badan PPSDMP, Kepala Pusdikdarkasi yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi ke jenjang S2;
3.
Prof. Dr. Ir. Totok Mardikanto, MS. dan Dr. Sapja Anantanyu, SP., M.Si. selaku komisi pembimbing untuk segala arahan arahan, bimbingan, dan motivasinya;
4.
Ir. Marcelinus Molo M.S., Ph.D. dan Dr. Ir. Suwarto, M.Si. selaku penguji di luar komisi bimbing yang telah berkenan untuk menguji tesis ini;
5.
Dosen-dosen pengampu mata kuliah yang telah membagikan ilmunya kepada penulis selama menjalankan studi; commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
6.
digilib.uns.ac.id
Kepala Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Bogor serta Kepala Balai Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan se-Kabupaten Bogor;
7.
Pegawai Pascasarjana UNS yang membantu penulis dalam kelancaran studi;
8.
Rekan-rekan satu angkatan S2 dan S3 Program Studi Penyuluhan Pembangunan;
9.
Rekan-rekan satu kost yang senantiasa menemani penulis di Kota Solo;
10. Keluarga tercinta yang selalu mendoakan penulis untuk kelancaran studi di UNS; 11. Semua pihak yang telah membantu memberikan sumbangsihnya bagi penyelesaian tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat. Surakarta,
Juli 2012
Penulis
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI Hal. HALAMAN JUDUL..................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING.........................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI..................................................
iii
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN HAK PUBLIKASI...................
iv
KATA PENGANTAR...............................................................................
v
DAFTAR TABEL......................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR.................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................
xiv
ABSTRAK.................................................................................................
xv
BAB I. PENDAHULUAN .....................................................................
1
A. Latar Belakang ......................................................................
1
B. Perumusan Masalah...............................................................
4
C. Tujuan Penelitian...................................................................
6
D. Manfaat Penelitian.................................................................
7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...............................................................
8
A. Kajian Teori………………………………………………...
8
1. Penyuluhan.........................................................................
8
2. Penyuluh Pertanian.............................................................
16
3. Cyber Extension.................................................................
20
a. Konsep Cyber Extension.............................................
20
b. Pengalaman Cyber Extension di Negara Lain.............
22
c. Cyber Extension di Indonesia......................................
27
1) Pengertian Cyber Extension...................................
27
2) Grand Design Program Cyber Extension...............
30
d. Cyber Extension sebagai Metode dan Teknik Penyuluhan..................................................................
33
4. Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension....
36
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension................................
42
a. Karakteristik Penyuluh Pertanian..................................
43
b. Faktor Penunjang Cyber Extension................................
49
c. Kualitas Informasi Cyber Extension.............................
59
d. Sosialisasi Cyber Extension kepada Penyuluh...............
62
e. Komunikasi antara Penyuluh dengan Administrator Cyber Extension Kabupaten...........................................
65
f. Persepsi Penyuluh terhadap Cyber Extension................
68
B. Kerangka Berpikir.................................................................
73
C. Hipotesis.................................................................................
77
BAB III. METODA PENELITIAN..........................................................
79
A. Tempat dan Waktu...............................................................
79
B. Jenis Penelitian...................................................................
79
C. Populasi dan Sampel..........................................................
80
1. Populasi.........................................................................
81
2. Sampel............................................................................
81
D. Variabel dan Definisi Operasional........................................
81
E. Teknik dan Instrumen untuk Mengumpulkan Data...............
88
1. Teknik Pengumpulan Data...............................................
88
2. Instrumen Penelitian.........................................................
89
F. Uji Validitas dan Reliabilitas................................................
90
1. Uji Validitas....................................................................
90
2. Uji Reliabilitas................................................................
91
G. Teknik Analisis Data.............................................................
92
1. Analisis Statistik Deskriptif............................................
92
2. Analisis Jalur...................................................................
93
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
97
A. Gambaran Umum Obyek Penelitian.....................................
97
1. Kelembagaan Penyuluhan di Kabupaten Bogor.............
97
2. Ketenagaan Penyuluhan di Kabupaten Bogor................
101
3. Penyelenggaran Penyuluhan di Kabupaten Bogor..........
102
4. Ringkasan Gambaran Umum..........................................
106
B. Pelaksanaan Cyber Extension di Kabupaten Bogor..............
106
1. Sejarah Pelaksanaan Cyber Extension di Kabupaten Bogor…………………………………………………..
106
2. Sosialisasi Cyber Extension kepada Penyuluh…………
110
3. Komunikasi antara Penyuluh dan Adminstrator Cyber Extension Kabupaten.......................................................
113
4. Kualitas Informasi Cyber Extension...............................
115
5. Faktor Penunjang Cyber Extension ................................
118
C. Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension......
121
1. Karakteristik Penyuluh....................................................
121
2. Persepsi Penyuluh terhadap Cyber Extension.................
128
3. Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension….....................................................................
134
D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension...................................
137
1. Hubungan Antar Variabel...............................................
137
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension.............................
149
a. Faktor Penunjang Cyber Extension...........................
149
b. Kualitas Informasi Cyber Extension.........................
151
c. Sosialisasi Cyber Extension kepada Penyuluh..........
153
d. Komunikasi antara Penyuluh dan Administrator Cyber Extension Kabupaten......................................
153
e. Karakteristik Penyuluh..............................................
154
f. Persepsi Penyuluh terhadap Cyber Extension...........
156
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
E. Pembahasan….......................................................................
156
1. Pelaksanaan Cyber Extension di Kabupaten Bogor........
156
2. Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension
157
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension.............................
161
a. Faktor Penunjang Cyber Extension..........................
161
b. Kualitas Informasi Cyber Extension.........................
164
c. Sosialisasi Cyber Extension kepada Penyuluh..........
165
d. Komunikasi antara Penyuluh dan Administrator Cyber Extension Kabupaten.....................................
166
e. Karakteristik Penyuluh..............................................
167
f. Persepsi Penyuluh terhadap Cyber Extension...........
170
4. Upaya-upaya Perbaikan Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension........................................
173
BAB V. PENUTUP…................................................................................
176
A. Kesimpulan…........................................................................
176
B. Implikasi….............................................................................
177
C. Saran…...................................................................................
178
DAFTAR PUSTAKA……........................................................................
182
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Tabel
Hal.
1.
Jumlah Sampel yang Diambil dalam Penelitian…..............................................
81
2.
Sebaran BP3K di Kabupaten Bogor Tahun 2012…............................................
100
3.
Sebaran Jumlah Penyuluh Berdasarkan Status Kepegawaian dan Tempat Kerja di Kabupaten Bogor…...............................................................................
102
4.
Pengembangan Komoditas Unggulan di Kabupaten Bogor…............................
105
5.
Jumlah Kelompok Tani Berdasarkan Kelas Kemampuan di Kabupaten Bogor Tahun 2012…......................................................................................................
106
Distribusi Responden Berdasarkan Sosialisasi yang Dikerjakan Melalui Percakapan….......................................................................................................
110
7.
Distribusi Responden Berdasarkan Sosialisasi melalui Pertemuan….................
111
8.
Distribusi Responden Berdasarkan Sosialisasi melalui Media Perantara….......
112
9.
Distribusi Responden Berdasarkan Komunikasi antara Penyuluh dan Administrator Kabupaten melalui Sekedar Berkomunikasi….......….......…......
113
10. Distribusi Responden Berdasarkan Komunikasi antara Penyuluh dan Administrator Kabupaten melalui Tukar Menukar Informasi….........................
114
11. Distribusi Responden Berdasarkan Komunikasi antara Penyuluh dan Administrator Kabupaten melalui Konsultasi…..............…...............................
114
12. Distribusi Responden Berdasarkan Kualitas Informasi Cyber Extension untuk Kesesuaian Informasi……..............…................................................................
116
13. Distribusi Responden Berdasarkan Kualitas Informasi Cyber Extension untuk Aktualitas Informasi…..............…......................................................................
117
14. Distribusi Responden Berdasarkan Kualitas Informasi Cyber Extension untuk Sumber yang Dipercaya…..............…................................................................
118
15. Distribusi Responden Berdasarkan Skor Sub Variabel Faktor Penunjang Cyber Extension melalui Kebijakan…..............…..............................................
119
16. Distribusi Responden Berdasarkan Skor Sub Variabel Faktor Penunjang Cyber Extension melalui Sarana Prasarana…..............…................................... commit to user
120
6.
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17. Distribusi Responden Berdasarkan Skor Sub Variabel Faktor Penunjang Cyber Extension melalui Pembiayaan…..............…...........................................
121
18. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Umur…..............…...............
122
19. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Pendidikan…..............….......
122
20. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Masa Kerja…..............…......
123
21. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Kepemilikan Sarana Teknologi Informasi…..............…......................................................................
124
22. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Kepemilikan Alamat E-mail.
125
23. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Motivasi Penyuluh…............
126
24. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Sikap Penyuluh terhadap Teknologi Informasi Internet….............…..............…..............…......................
127
25. Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Penyuluh terhadap Cyber Extension terkait dengan Persepsi terhadap Manfaat….............….....................
129
26. Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Penyuluh terhadap Cyber Extension terkait dengan Persepsi terhadap Kemudahan Aplikasi…..................
131
27. Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Penyuluh terhadap Cyber Extension terkait dengan Persepsi terhadap Pembiayaan…................................
133
28. Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension melalui Aksesbilitas….............…..............…..........................
135
29. Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension melalui Pemanfaatan Informasi Cyber Extension bagi Kegiatan Penyuluhan…............…..............…..............…..............…................
136
30. Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension melalui Pengenalan Cyber Extension kepada Petani/Kelompok Tani……..............….............…............…..............................
137
31. Uji Korelasi Variabel Penelitian…............….............…..............….................
138
32. Nilai Koefisien Jalur dan Koefisien Korelasi…..................................................
139
33. Hasil Uji Analisis Jalur Variabel Faktor Penunjang Cyber Extension, Komunikasi Antara Penyuluh dan Adminstrator Kabupaten, serta Karakteristik Penyuluh terhadap Kualitas Informasi Cyber Extension….......... commit to user
xii
141
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34. Hasil Uji Analisis Jalur Variabel Faktor Penunjang Cyber Extension dan Kualitas Informasi Cyber Extension terhadap Sosialisasi Cyber Extension kepada Penyuluh….............…..............…..............…..............….......................
142
35. Hasil Analisis Jalur Faktor Penunjang Cyber Extension, Sosialisasi Cyber Extension kepada Penyuluh, dan Karakteristik Penyuluh terhadap Komunikasi antara Penyuluh dan Administrator Kabupaten…..........................…................
143
36. Hasil Uji Analisis Jalur Faktor Penunjang Cyber Extension, Kualitas Informasi Cyber Extension, Sosialisasi Cyber Extension kepada Penyuluh, Komunikasi antara Penyuluh dan Administrator Kabupaten, dan Karakteristik Penyuluh terhadap Persepsi Penyuluh terhadap Cyber Extension…..................
144
37. Hasil Uji Analisis Jalur Faktor Penunjang Cyber Extension, Kualitas Informasi Cyber Extension, Sosialisasi Cyber Extension kepada Penyuluh, Komunikasi antara Penyuluh dan Administrator Kabupaten, Karakteristik Penyuluh, Persepsi Penyuluh terhadap Cyber Extension, terhadap Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension…...........................….............
146
38. Hasil Uji Analisis Jalur Sub Variabel Faktor Penunjang Cyber Extension terhadap Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension…................
150
39. Hasil Uji Analisis Jalur Sub Variabel Kualitas Informasi Cyber Extension terhadap Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension…................
152
40. Hasil Uji Analisis Jalur Sub Variabel Karakteristik Penyuluh terhadap Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension…...............................
154
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR Gambar
Hal.
1.
Halaman Muka Situs Cyber Extension (http://cybex.deptan.go.id/)...
28
2.
Sistem Jaringan Informasi Cyber Extension…....................................
33
3.
Diagram Konsep Kerangka Berpikir Hubungan Antar Peubah yang akan Diuji dalam Penelitian….............................................................
76
4.
Diagram Analisis dari Kerangka Berpikir….......................................
94
5.
Diagram Jalur Hasil Analisis Statistik …............................................
140
6.
Diagram Jalur Pengaruh Signifikan dan Tidak Signifikan…..............
148
1.
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran
Hal.
1.
Jadwal Penelitian………………………………………………………….
190
2.
Surat Ijin Penelitian……………………………………………………….
191
3.
Pengukuran Variabel……………………………………………………...
193
4.
Kisi-kisi Instrumen………………………………………………………..
200
5.
Uji Validitas dan Realiabilitas……………………………………………
203
6.
Uji Normalitas Data………………………………………………………
205
7.
Uji Pengaruh ……………………………………………………………..
212
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Purnomojati Anggoroseto. 2012. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension di Kabupaten Bogor. TESIS. Pembimbing I : Prof. Dr. Ir. Totok Mardikanto, MS, II : Dr. Sapja Anantanyu, SP, M.Si. Program Studi Penyuluhan Pembangunan, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. ABSTRAK Penelitian dilakukan pada bulan April sampai Mei 2012. Penelitian ini bertujuan (1) mendeskripsikan pelaksanaan cyber extension di Kabupaten Bogor; (2) mendeskripsikan tingkat kinerja penyuluh pertanian dalam pemanfaatan cyber extension di Kabupaten Bogor; (3) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap kinerja penyuluh pertanian dalam pemanfaatan cyber extension di Kabupaten Bogor; dan (4) merumuskan upaya-upaya perbaikan kinerja penyuluh pertanian dalam pemanfaatan cyber extension di Kabupaten Bogor. Sebanyak 98 penyuluh dipilih dengan teknik stratified random sampling sebagai sampel penelitian. Jenis penelitian yaitu penelitian survey. Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif dan analisis jalur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension: (1) melakukan aksesbilitas terhadap cyber extension (mencari informasi, memberikan umpan balik, penyampaian informasi), (2) memanfaatkan materi informasi cyber extension bagi kegiatan penyuluhan, dan (3) mengenalkan cyber extension kepada petani termasuk dalam kriteria sangat rendah untuk masing-masing indikator. Faktor yang mempengaruhi langsung terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension adalah sosialisasi cyber extension kepada penyuluh, komunikasi antara penyuluh dan administrator cyber extension kabupaten, dan persepsi penyuluh terhadap cyber extension. Faktor yang tidak mempengaruhi langsung terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfataan cyber extension adalah faktor penunjang cyber extension, kualitas informasi cyber extension, dan karakteristik penyuluh. Komunikasi antara penyuluh dan administator cyber extension kabupaten merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. Kata kunci: penyuluh pertanian, cyber extension, kinerja dalam pemanfaatan cyber extension
commit to user
xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Purnomojati Anggoroseto. 2012. Factors Affect Performance of Agricultural Extension Worker in The Use of Cyber Extension in Bogor District. THESIS. Supervisor I: Prof. Dr. Ir. Totok Mardikanto, MS, II: Dr. Sapja Anantanyu, SP, M.Si. Extension Development Studies Program, Post-Graduate, Sebelas Maret Unversity.
ABSTRACT The research was conducted in April through May 2012. The purpose of this study were: 1) to describe the implementation of cyber extension in Bogor District, (2) to describe the performance level of agricultural extension workers in the use of cyber extension in Bogor District, (3) analyze the factors affecting the performance of agricultural extension in use cyber extension in Bogor District; (4) formulate a performance improvement efforts of agricultural extension workers in the use of cyber extension in Bogor District. A total of 98 agricultural extension workers were selected by stratified random sampling technique as sample of research. This type of research is survey method. In this study, data analysis techniques used were descriptive statistics and path analysis. The results indicated that the performance of agricultural extension workers in the use of cyber extension which includes accessibility, utilization of cyber extension information for extension activities, and the introduction of cyber extension to farmers included in the criteria is very low for each indicator. Factors that affect directly the performance of agricultural extension workers in the use cyber extension is the socialization cyber extension to agricultural extension, communication between agricultural extension workers and cyber extension distric-level administrators, and the perceptions of agricultural extension workers on cyber extension. While the factors that do not directly affect the performance of agricultural extension workers in the use of cyber extension is the supporting factors of cyber extension, quality information from the cyber extension, characteristics of agricultural extension workers. Communication between agricultural extension workers and cyber extension distric-level administrators into the factors that most affect the performance of agricultural extension workers in the use of cyber extension. Key word: agricultural extension workers, cyber extension, performance in the use cyber extension
commit to user
xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Purnomojati Anggoroseto. S621008003. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension di Kabupaten Bogor. TESIS. Pembimbing I : Prof. Dr. Ir. Totok Mardikanto, MS, II : Dr. Sapja Anantanyu, SP, M.Si. Program Studi Penyuluhan Pembangunan, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. ABSTRAK Penelitian dilakukan pada bulan April sampai Mei 2012. Penelitian ini bertujuan (1) mendeskripsikan pelaksanaan cyber extension di Kabupaten Bogor; (2) mendeskripsikan tingkat kinerja penyuluh pertanian dalam pemanfaatan cyber extension di Kabupaten Bogor; (3) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap kinerja penyuluh pertanian dalam pemanfaatan cyber extension di Kabupaten Bogor; dan (4) merumuskan upaya-upaya perbaikan kinerja penyuluh pertanian dalam pemanfaatan cyber extension di Kabupaten Bogor. Sebanyak 98 penyuluh dipilih dengan teknik stratified random sampling sebagai sampel penelitian. Jenis penelitian yaitu penelitian survey. Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif dan analisis jalur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension: (1) melakukan aksesbilitas terhadap cyber extension (mencari informasi, memberikan umpan balik, penyampaian informasi), (2) memanfaatkan materi informasi cyber extension bagi kegiatan penyuluhan, dan (3) mengenalkan cyber extension kepada petani termasuk dalam kriteria sangat rendah untuk masing-masing indikator. Faktor yang mempengaruhi langsung terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension adalah sosialisasi cyber extension kepada penyuluh, komunikasi antara penyuluh dan administrator cyber extension kabupaten, dan persepsi penyuluh terhadap cyber extension. Faktor yang tidak mempengaruhi langsung terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfataan cyber extension adalah faktor penunjang cyber extension, kualitas informasi cyber extension, dan karakteristik penyuluh. Komunikasi antara penyuluh dan administator cyber extension kabupaten merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. Kata kunci: penyuluh pertanian, cyber extension, kinerja dalam pemanfaatan cyber extension
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Purnomojati Anggoroseto. S621008003. Factors Affect Performance of Agricultural Extension Worker in The Use of Cyber Extension in Bogor District. THESIS. Supervisor I: Prof. Dr. Ir. Totok Mardikanto, MS, II: Dr. Sapja Anantanyu, SP, M.Si. Extension Development Studies Program, Post-Graduate, Sebelas Maret Unversity.
ABSTRACT The research was conducted in April through May 2012. The purpose of this study were: 1) to describe the implementation of cyber extension in Bogor District, (2) to describe the performance level of agricultural extension workers in the use of cyber extension in Bogor District, (3) analyze the factors affecting the performance of agricultural extension in use cyber extension in Bogor District; (4) formulate a performance improvement efforts of agricultural extension workers in the use of cyber extension in Bogor District. A total of 98 agricultural extension workers were selected by stratified random sampling technique as sample of research. This type of research is survey method. In this study, data analysis techniques used were descriptive statistics and path analysis. The results indicated that the performance of agricultural extension workers in the use of cyber extension which includes accessibility, utilization of cyber extension information for extension activities, and the introduction of cyber extension to farmers included in the criteria is very low for each indicator. Factors that affect directly the performance of agricultural extension workers in the use cyber extension is the socialization cyber extension to agricultural extension, communication between agricultural extension workers and cyber extension distric-level administrators, and the perceptions of agricultural extension workers on cyber extension. While the factors that do not directly affect the performance of agricultural extension workers in the use of cyber extension is the supporting factors of cyber extension, quality information from the cyber extension, characteristics of agricultural extension workers. Communication between agricultural extension workers and cyber extension distric-level administrators into the factors that most affect the performance of agricultural extension workers in the use of cyber extension. Key word: agricultural extension workers, cyber extension, performance in the use cyber extension
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian berkelanjutan membutuhkan metoda penyuluhan yang efisien dan dinamis. Metode penyuluhan tidak langsung melalui media massa konvensional, seperti: koran, leaflet, radio dan televisi, telah menghadapi beberapa tantangan dalam menyampaikan informasi kepada petani. Media massa cetak yang selama ini menjadi media utama dalam proses penyampaian informasi pertanian yang didistribusikan melalui fasilitas pos udara, seringkali terlambat sampai di tempat tujuan apalagi di daerah-daerah yang sangat jauh, terpencil dan sarana transportasinya yang masih belum memadai. Bukan hanya kendala keterbatasan distribusi saja, namun jumlahnya relatif terbatas, dan memerlukan biaya pencetakan serta biaya transportasi yang besar. Dukungan yang diperankan oleh media massa elektronik seperti televisi dan radio, kadangkala penayangannya masih belum tepat waktu, tepat tempat dan tepat sasaran. Penyampaian materi penyuluhan melalui media elektronik seperti televisi dan radio bukan hanya memerlukan biaya yang sangat besar, namun juga waktu tayangnya sangat terbatas dan belum tentu dapat diterima oleh para petani sampai ke pelosok-pelosok. Pendekatan ini belum mampu menjangkau sebagian besar petani. Tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini, kebutuhan petani jauh lebih beragam dan pengetahuan yang diperlukan untuk mengatasi persoalan petani juga commit to userlapangan dituntut dalam berbagai beragam pula, sehingga penyuluh di tingkat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
bidang. Pada era ini, dimungkinkan untuk menemukan solusi tersebut dengan menggunakan potensi teknologi informasi komunikasi berbasis komputer untuk memenuhi kebutuhan informasi spesifik lokasi. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa dampak globalisasi ditandai dengan meluasnya perkembangan infrastruktur informasi global yang difasilitasi oleh pesatnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Penyuluhan pun perlu didukung sistem informasi yang kuat dan jelas, sehingga percepatan informasi dapat tepat waktu, tepat tempat, dan tepat sasaran. Berkaitan dengan hal ini Kementerian Pertanian melalui Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (Badan PPSDMP) memodifikasi penyusunan dan penyebaran informasi penyuluhan pertanian melalui jaringan yang terkoneksi dengan internet yang disebut dengan cyber extension (Badan PPSDMP, 2010). Secara singkat dapat dikatakan bahwa cyber extension merupakan sistem informasi penyuluhan pertanian melalui media internet (berbasis informasi teknologi) yang dibangun untuk mendukung penyediaan materi penyuluhan dan informasi pertanian bagi penyuluh dalam memfasilitasi proses pembelajaran agribisnis pelaku utama dan pelaku usaha (Badan PPSDMP, 2010). Pada awal diluncurkan (tahun 2010), sistem informasi cyber extension terdapat kritik bahwa kehadiran cyber extension ini akan "mengancam" kemapanan penyuluh yang masih menjalankan tugasnya dengan cara lama (konvensional). Selain itu, para penyuluh akan dibebani keharusan untuk belajar mengetahui bagaimana cara berinternet untuk mendapatkan materi ataupun informasi penyuluhan. Padahal commit selama toini,user mereka tinggal menunggu pasokan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
leaflet, brosur, dan bahan informasi penyuluhan lainnya yang disiapkan oleh pemerintah. Namun di sisi lain, ada pihak yang mengatakan, bahwa dengan adanya cyber extension diharapkan dapat mengatasi keterbatasan dan kesenjangan sumber informasi yang digunakan penyuluh sebagai materi penyuluhan selama ini. Dengan
adanya
sumber
informasi
cyber
extension
yang
dapat
dimanfaatkan oleh penyuluh, maka diharapkan dapat mendukung kinerja para penyuluh pertanian, baik dalam mengakses cyber extension, memanfaatkan informasi cyber extension bagi kegiatan penyuluhan, dan mengenalkan cyber extension kepada petani. Sehingga dengan kata lain bahwa melalui cyber extension dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para penyuluh pertanian, karena adanya dukungan penyediaan informasi yang memadai sebagai bahan untuk memfasilitasi proses pembelajaran bagi petani. Sesuai dengan Undang-Undang No 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, menyebutkan bahwa bentuk kelembagaan penyuluhan di setiap kecamatan adalah Balai Penyuluhan. Balai Penyuluhan mempunyai kegiatan yang salah satunya sebagai layanan terpadu informasi melalui cyber extension (Badan PPSDMP, 2010). Pada tahun 2010, Kementerian Pertanian terus mengembangkan Balai Penyuluhan yang berada di setiap kecamatan sebagai pusat informasi pertanian melalui pengembangan cyber extension (penyuluhan melalui internet). Sebanyak 724 (18,32%) Balai Penyuluhan Kecamatan dari 3.953 Balai Penyuluhan commit to user Kecamatan yang ada di Indonesia dibantu oleh Kementerian Pertanian satu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
perangkat alat komputer dan pendukung untuk bisa mengakses cyber extension pada tahun 2010 (Badan PPSDMP, 2010). Berkaitan dengan segala upaya-upaya tersebut, perlu diketahui faktor-faktor yang akan mempengaruhi kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. B. Perumusan Masalah Informasi pertanian menjadi salah satu faktor kunci dalam pencapaian keberhasilan penyuluhan pertanian. Cyber extension adalah suatu program sistem informasi penyuluhan pertanian yang baru saja diluncurkan pada tahun 2010. Keberadaan cyber extension membawa konsekuensi dan tuntutan kepada penyuluh pertanian untuk lebih proaktif mencari informasi bagi materi penyuluhan yang dibutuhkankan penyuluh, daripada hanya menunggu kiriman materi penyuluhan pertanian dari pemerintah. Namun di lain pihak, menurut penelitian Suryantini (2003), penggunaan sumber informasi pertanian melalui media elektronik internet oleh penyuluh di Kabupaten Bogor adalah nol persen. Para penyuluh masih mengandalkan media elektronik lain seperti televisi dan radio sebagai sumber informasi bagi kegiatan penyuluhan. Hal ini disebabkan kondisi Balai Penyuluhan Pertanian di Kabupaten Bogor belum memiliki sarana komputer untuk mengakses informasi di internet. Kondisi tersebut mempengaruhi kinerja dalam pemanfaatan sumber informasi dari internet. Informasi dari internet tidak dipilih sebagai sumber informasi,
padahal
penyuluh dituntut
mengikuti perkembangan
ilmu
pengetahuan dan teknologi, selain itu kebutuhan informasi yang dibutuhkan commit to user petani lebih beragam dan spesifik lokasi.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
Diawali pada tahun 2010, Badan PPSDMP memfasilitasi seperangkat komputer dan pendukungnya untuk mengakses cyber extension pada enam Balai Penyuluhan Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) di Kabupaten Bogor yaitu BP3K Cibinong, BP3K Leuwiliang, BP3K Cigudeg, BP3K Jonggol, BP3K Cibungbulang, dan BP3K Cariu. Cyber extension yang dikembangkan oleh Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, Kementerian Pertanian, mengharapkan interaktif dari penyuluh dan adanya respon atau umpan balik dari penyuluh terhadap informasi penyuluhan yang disajikan. Keterlibatan yang aktif dari penyuluh dalam pemanfaatan sistem informasi penyuluhan cyber extension adalah respon positif untuk menunjang terhadap peningkatan kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. Kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension tersebut diduga dipengaruhi oleh berbagai faktor, sehingga hal ini menarik untuk dikaji. Untuk itu, masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan cyber extension di Kabupaten Bogor? 2. Bagaimana tingkat kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension di Kabupaten Bogor? 3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension di Kabupaten Bogor? 4. Bagaimana upaya-upaya perbaikan peningkatan kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension di Kabupaten Bogor? commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mendeskripsikan pelaksanaan cyber extension di Kabupaten Bogor. 2. Mendeskripsikan tingkat kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension di Kabupaten Bogor. 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension di Kabupaten Bogor. 4. Merumuskan upaya-upaya perbaikan kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension di Kabupaten Bogor. D. Manfaat Penelitian Manfaat teoritis dalam penelitian ini, yaitu diharapkan memberikan gambaran yang sebenarnya terkait kinerja penyuluh pertanian di Kabupaten Bogor dalam pemanfaatan cyber extension dan dapat dipergunakan sebagai bahan keilmuan di bidang penyuluhan pembangunan. Manfaat praktisnya bahwa: 1.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran bagi penentu kebijakan di tingkat pusat maupun di tingkat daerah dalam meningkatkan kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension;
2.
Bagi peneliti, maka kegiatan penelitian ini dapat menjadi media belajar, terutama dengan penerapan teori-teori commit to user yang dipelajari saat menempuh studi.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Penyuluhan Istilah
penyuluhan
(extension),
pertama-tama
digunakan
pada
pertengahan abad ke-19 oleh Cambridge University dan Oxford University. Berbagai istilah yang dipakai oleh negara-negara lain seperti di
Belanda
disebut voorlichting, di Jerman dikenal dengan beratung, di Perancis yaitu vulgarization, di Spanyol sebagai capacitacion. Banyak kalangan yang menyebut kelahiran penyuluhan pertanian di Indonesia bersamaan dengan dibangunnya Kebun Raya Bogor pada tahun 1817. Prof. Iso Hadiprodjo (almarhum) menunjukkan bahwa pada tahun 1905, yaitu bersamaan dengan dibukanya
Departemen Pertanian,
melaksanakan
kegiatan
penyuluhan
yang
antara
pertanian
lain
sebagai
memiliki awal
tugas
kegiatan
penyuluhan pertanian di Indonesia. Hal ini disebabkan, kegiatan “penyuluhan” sebelum tahun 1905 lebih berupa pemaksaan-pemaksaan yang dilakukan dalam rangka “tanam paksa” (Mardikanto, 2009). Leeuwis (2004) menyatakan, istilah penyuluh di negara Belanda menggunakan kata voorlicthing, kata tersebut berarti “penerangan jalan ke depan untuk membantu orang menemukan jalannya”. Indonesia sendiri mengikuti contoh Belanda, sehingga berbicara penerangan jalan ke depan sama dengan obor (penyuluhan). Nasution (2002) mengemukakan, bahwa secara commit to user etimologi, maka penyuluhan bersumber dari kata suluh yang berarti “obor”
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
ataupun alat untuk menerangi kegelapan. Dari asal perkataan tersebut, dapat diartikan bahwa penyuluhan dimaksudkan untk memberi penerangan ataupun penjelasan kepada mereka yang disuluhi, agar tidak lagi berada dalam kegelapan mengenai suatu masalah. Secara terminologi, maka penyuluhan dapat diartikan bermacam-macam. Penyuluhan dapat diartikan suatu proses pendidikan yang bertujuan untuk menyediakan informasi kepada masyarakat, membantu masyarakat mengambil keputusan yang sesuai dengan kondisi mereka untuk membangun masyarakat yang kesemuanya itu bertujuan untuk merubah perilaku, menyadarkan masyarakat tentang masalah yang dihadapi dan membantu masyarakat untuk dalam memecahkan masalah tersebut (Dahama dan Bhatnagar, 1980). Van den Ban dan Hawkins (1999) menyatakan, penyuluhan melibatkan penggunaan komunikasi informasi secara sadar, untuk membantu orang membentuk opini dan membuat keputusan yang baik. Amanah (2007) mengemukakan, bahwa istilah penyuluhan seringkali diasosiasikan dengan penerangan atau propaganda oleh khalayak, padahal makna penyuluhan tidaklah sedangkal itu. Penyuluhan dapat dipandang sebagai sebuah ilmu dan tindakan praktis. Sebagai sebuah ilmu, pondasi ilmiah penyuluhan adalah ilmu tentang perilaku (behavioural science). Di dalamnya ditelaah pola pikir, tindak, dan sikap manusia dalam menghadapi kehidupan. Jadi, subyek telaah ilmu penyuluhan adalah manusia sebagai bagian dari sebuah sistem sosial, obyek materi ilmu penyuluhan adalah perilaku yang commit userpembelajaran, proses komunikasi dihasilkan dari proses pendidikan dantoatau
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
dan sosial. Sebagai sebuah ilmu, penyuluhan merupakan organisasi yang tersusun dari bangunan pengetahuan dan pengembangan ilmu. Ilmu penyuluhan mampu menjelaskan secara ilmiah transformasi perilaku manusia yang dirancang dengan menerapkan pendekatan pendidikan orang dewasa, komunikasi, dan sesuai dengan struktur sosial, ekonomi, budaya masyarakat, dan lingkungan fisiknya. Menurut
Undang-undang
tentang
Sistem
Penyuluhan
Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan Nomor 16 Tahun 2006, pengertian penyuluhan dijelaskan pada Bab I Pasal 1 (1): “penyuluhan pertanian, perikanan, kehutanan yang selanjutnya disebut penyuluhan adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi, pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup”. Slamet (2006), mengajukan sembilan ciri paradigma baru dalam penyuluhan. Menurutnya paradigma tersebut, bukan untuk mengubah prinsipprinsip penyuluhan tetapi untuk mampu merespon tantangan-tantangan baru yang muncul dari situasi baru itu. Paradigma baru itu adalah sebagai berikut: a. Jasa informasi, penyuluhan pertanian seyogyanya dapat berfungsi melayani kebutuhan informasi para petani itu. Konsekuensi bagi penyuluhan pertanian ialah harus mampu menyiapkan, menyediakan dan menyajikan commit to user segala informasi yang diperlukan oleh para petani itu. Informasi-informasi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
tentang berbagai komoditas pertanian dan informasi lain yang berhubungan dengan pengolahan dan pemasarannya perlu dipersiapkan dan dikemas dalam bentuk dan bahasa yang mudah dimengerti oleh para petani. b. Lokalitas. Untuk dapat memenuhi prinsip lokalitas ini Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) dan lembaga sejenisnya harus lebih difungsiaktifkan,
bahkan
diperluas
penyebarannya
sampai
ke
kabupaten/kota dalam bentuk stasiun-stasiun percobaan dan penelitian. Kegiatannya juga diperluas, bukan terbatas pada aspek teknologi budidaya saja tetapi juga menyangkut aspek-aspek sosial-ekonomi-budaya pertanian setempat. Informasi pasar dan bisnis setempat dan daerah yang lebih luas juga perlu dihimpun dan disajikan. Materi yang diteliti haruslah materi yang berasal dari permasalah riil yang sedang dihadapi para petani setempat. Penelitian yang dilakukan di BPTP bukanlah asal penelitian, tetapi haruslah penelitian yang bertujuan memecahkan masalah atau kebutuhan petani setempat c. Berorientasi agribisnis. Konsekuensinya para penyuluh pertanian harus mereorientasi dirinya ke arah agribisnis, karena selama ini kurang sekali mereka berorientasi ke arah itu. Prinsip-prinsip dan teknologi-teknologi yang berkaitan dengan agribisnis harus lebih banyak dikembangkan dan dipelajari oleh para penyuluh. Penyuluhan pertanian di masa depan tidak terbatas pada aspek teknologi produksi pertanian saja, tetapi jauh lebih luas meliputi aspek ekonomi, teknologi pasca panen, teknologi pengolahan, to user dan pemasaran. Kerjasama dan pengemasan, pengawetan, commit pengangkutan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
koordinasi
dengan
badan-badan
yang
menangani
pengolahan dan
menangani produk-produk olahan itu juga sangat perlu dilakukan oleh lembaga penyuluhan pertanian. d. Pendekatan kelompok, dengan terjadinya interaksi antar petani dalam kelompok-kelompok itu sangat penting sebab itu merupakan forum komunikasi yang demokratis di tingkat akar rumput. Melalui forum-forum semacam itulah pemberdayaan ditumbuhkan yang akan berlanjut pada tumbuh dan berkembangnya kemandirian rakyat petani, dan tidak menggantungkan nasib dirinya pada orang lain, yaitu penyuluh sebagai aparat pemerintah. Melalui kelompok-kelompok itu kepemimpinan di kalangan petani juga akan tumbuh dan berkembang dengan baik melalui pembinaan penyuluh pertanian. Konsekuensinya para penyuluh pertanian perlu disiapkan dengan baik bagaimana cara membina kelompok dan mengembangkan kepemimpinan kelompok agar kelompok itu tumbuh menjadi kelompok tani yang dinamis. Kelompok-kelompok dengan anggota-anggotanya yang sudah menjadi dinamis itu nantinya akan menjadi kader dan pimpinan untuk melancarkan pembangunan masyarakat desa yang benar-benar berasal dari bawah. e. Fokus pada kepentingan petani. Konsekuensinya adalah para penyuluh baik yang ada di lapangan maupun yang ada di kantoran harus lebih mendekatkan dirinya dengan petani dan lebih menghayati kepentingan-kepentingannya, serta mengubah pola commit to user loyalitasnya kepada atasan dan instansi tempatnya bekerja. Prinsip ini juga
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
hanya akan dapat dilaksanakan bila penyuluhan pertanian di tingkat lapangan diberi otonomi untuk menentukan sendiri bersama kelompok tani program-program yang akan dilaksanakan. Dengan demikian kepentingan petani dalam setiap kelompok dapat diperhatikan. Konsekuensi lainnya ialah bahwa penyuluh pertanian harus benar-benar mampu mengidentifikasi kepentingan
petani
dan
menuangkannya
dalam
program-program
penyuluhan melalui kerjasama sejati dengan para petani. f. Pendekatan humanistik-egaliter. Pendekatan yang humanistik-egaliter semacam itu akan tumbuh sikap saling menghargai antara penyuluh dan petani, dan akibat selanjutnya ialah kepentingan-kepentingan petani akan mendapatkan perhatian utama dari para penyuluh dan petani akan menghargai usaha-usaha penyuluh. Konsekuensinya adalah para penyuluh pertanian perlu dibekali dengan seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan masalah komunikasi sosial, psikologi sosial, stratifikasi sosial, dan lain-lain agar mereka mampu memerankan penyuluhan yang humanistik-egaliter itu. g. Profesionalisme. Penyuluhan pertanian di masa depan harus dapat dilaksanakan secara profesional dalam arti penyuluhan itu tepat dan benar secara teknis, sosial, budaya dan politik serta efektif karena direncanakan, dilaksanakan dan didukung oleh tenaga-tenaga ahli dan terampil yang telah disiapkan secara baik dalam suatu sistem penyuluhan pertanian yang baik pula. Penyuluhan commit to user yang profesional itu juga didukung oleh faktor-faktor pendukung yang tepat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
dan memadai, seperti peralatan dan fasilitas lainnya, informasi, data, dan tenaga-tenaga ahli yang relevan. Konsekuensi yaitu perlu dilakukan penataan dan peningkatan dari lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan yang menangani tenaga-tenaga penyuluh itu. h. Akuntabilitas, perlu diciptakan sistem evaluasi dan akuntabilitas yang dapat dioperasikan secara tepat dan akurat, setiap jenis kegiatan penyuluhan harus jelas dan terukur tujuannya, biaya penyuluhan harus dipertimbangkan dengan hasil dan dampak dari penyuluhan tersebut. i. Memuaskan petani. Petani akan merasa puas bila penyuluhan itu memenuhi sebagian ataupun semua kebutuhan dan harapan petani. Ini berarti kegiatan penyuluhan haruslah direncanakan untuk memenuhi salah satu atau beberapa kebutuhan dan harapan petani. Konsekuensi yang ditimbulkan adalah
pendidikan,
pelatihan
dan
keteladanan
yang
tepat
dapat
menghasilkan tenaga-tenaga penyuluh yang mampu menyuluh dengan sepenuh hati. Untuk itu, lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan untuk para penyuluh harus disiapkan untuk dapat mengemban misi semacam itu. Selain itu, fasilitas yang memadai di lembaga-lembaga penyuluhan pertanian seperti perpustakaan, internet dan jaringan kerjasama dengan instansi-instansi terkait juga akan sangat membantu para penyuluh untuk dapat memberi pelayanan penyuluhan sepenuh hati itu. Tujuan utama dari pendekatan-pendekatan baru yang diuraikan di atas adalah memberdayakan petani sehingga menjadi petani yang mandiri, di mana commit to user penyuluh lebih berperan sebagai fasilitator, pencari serta memberikan pilihan-
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
pilihan kepada petani. Petani mampu mengambil keputusan dengan pilihan yang terbaik baginya, sehingga mampu meraih peluang dan menghadapi tantangan globalisasi ekonomi. Hal ini sesuai dengan falsafah penyuluhan yang dianut dalam penyuluhan pertanian, yaitu to help people to help themselves through educational means to improve their level of living atau diartikan “menolong orang agar orang tersebut dapat menolong dirinya sendiri melalui penyuluhan sebagai sarananya untuk meningkatkan derajat kehidupannya“ (Slamet dalam Sadono, 2008). Dalam perjalanannya, maka Mardikanto (2009) memberikan pemahaman berbagai kegiatan penyuluhan, seperti: (1) penyebarluasan informasi; (2) penerangan/penjelasan; (3) pendidikan non formal (luar sekolah); (4) perubahan perilaku, (5) pemasaran inovasi (teknis dan sosial); (6) pemasaran inovasi; (7) perubahan sosial (perilaku individu, nilai-nilai, hubungan antar individu, kelembagaan, dan lain-lain); (8) pemberdayaan masyarakat, dan (9) penguatan komunitas. Mardikanto (2009) telah meredefinisi istilah penyuluhan sebagai: “proses perubahan sosial, ekonomi, dan politik untuk memberdayakan dan memperkuat kemampuan masyarakat melalui proses belajar bersama yang partisipatif, agar terjadi perubahan perilaku pada diri semua stakeholders (individu, kelompok, kelembagaan) yang terlibat dalam proses pembangunan, demi terwujudnya kehidupan yang semakin berdaya, mandiri, dan partisipatif yang semakin sejahtera secara berkelanjutan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
2. Penyuluh Pertanian Istilah "penyuluh" itu sendiri, oleh Kelsey and Hearne dalam Mardikanto (2009) disebut pekerja-penyuluhan (extension workers). Sedang Lippit dan Rogers dalam Mardikanto (2009) disebut sebagai “agen perubahan (change agent), yaitu seseorang yang atas nama pemerintah atau lembaga penyuluhan berkewajiban untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh (calon) penerima manfaat penyuluhan untuk mengadopsi inovasi. Untuk itu, seorang memiliki
kualifikasi
penyuluh haruslah professional, dalam arti
tertentu
baik
yang
menyangkut
kepribadian,
pengetahuan, sikap, dan ketrampilan menyuluh tertentu. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006, tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan, mendefinisikan penyuluh pertanian, perikanan, atau penyuluhan kehutanan, baik penyuluh Pegawai Negeri Sipil, swasta, maupun swadaya yang selanjutnya disebut penyuluh adalah perorangan warga negara Indonesia yang melakukan kegiatan penyuluhan. Dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006, maka penyuluh dibagi menjadi tiga ketegori yaitu: 1. Penyuluh pegawai negeri sipil yang selanjutnya disebut Penyuluh PNS adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang pada satuan organisasi lingkup pertanian, perikanan, atau kehutanan untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan; commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
2. Penyuluh swasta adalah penyuluh yang berasal dari dunia usaha/dan atau lembaga yang mempunyai kompetensi dalam bidang penyuluhan; 3. Penyuluh swadaya adalah pelaku utama yang berhasil dalam usahanya dan warga masyarakat lainnya yang dengan kesadaran sendiri mau dan mampu menjadi penyuluh. Mardikanto (2009) menjelaskan ragam penyuluh pertanian berdasarkan status dan lembaga tempatnya berkerja maka penyuluh dibedakan dalam: 1. Penyuluh Pegawai Negeri Sipil (PNS), yaitu pegawai negeri yang ditetapkan dengan status jabatan fungsional sebagai penyuluh. Penyuluh pertanian PNS mulai dikenal sejak awal 1970 seiring dengan dikembangkannya konsep “catur sarana unit desa” dalam program BIMAS. Sedang jabatan fungsional penyuluh, mulai dibicarakan sejak pelaksanaan proyek penyuluhan tanaman pangan (National Food Crops Extension Project/NFCEP) sejak tahun 1976. 2. Penyuluh Swasta, yaitu penyuluh pertanian yang berstatus sebagai karyawan perusahaan swasta (produsen pupuk, pestisida, perusahaan benih/benih/alat/mesin pertanian, dan lain-lain) Termasuk kategori penyuluh swasta adalah, penyuluh dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) 3. Penyuluh swadaya, yaitu petani atau warga masyarakat yang secara sukarela melakukan kegiatan penyuluhan di lingkungannya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
Termasuk dalam kelompok ini adalah, penyuluh yang diangkat dan atau memperoleh imbalan dari dan oleh masyarakat di lingkungannya. Berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006, tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan pada Bab VI tentang Tenaga Penyuluh dijelaskan pada Pasal 20 sebagai berikut: 1.
Penyuluhan dilakukan oleh penyuluh PNS, penyuluh swasta dan atau penyuluh swadaya.
2.
Pengangkatan dan penempatan penyuluh PNS disesuaikan dengan kebutuhan dan formasi yang tersedia berdasarkan peraturan perundangundangan.
3.
Keberadaan penyuluh swasta dan penyuluh swadaya bersifat mandiri untuk memenuhi kebutuhan pelaku utama dan pelaku usaha. Rahadian, dkk. (2003), mengemukakan bahwa penempatan penyuluh di
era otonomi daerah hendaknya tidak melupakan pertimbangan-pertimbangan (1) atas dasar kebutuhan; (2) atas usul yang bersangkutan dan asas domisili tenaga fungsional yang memungkinkan penyuluh dapat melayani setiap saat; (3) kesesuaian profesi penyuluh atau latar belakang pendidikan penyuluh dengan bidang permasalahan pembangunan pertanian yang spesifik di desadesa wilayah binaannya. Dalam rangka melaksanakan kebijakan satu desa satu penyuluh, maka pada tahun 2007, 2008, 2009 Kementerian Pertanian mengangkat Tenaga commit to Pertanian user Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh (THL-TBPP) sekitar 26.000
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
orang (6.000 orang pada tahun 2007, 10.000 orang tahun 2008, dan 10.000 orang tahun 2009). THL-TBPP adalah Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian yang direkrut Kementerian Pertanian selama kurun waktu tertentu dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dalam kegiatan penyuluhan pertanian (Kementerian Pertanian, 2009). Pemanfaatan cyber extension bukan hanya ditujukan kepada penyuluh PNS, tetapi juga bagi berbagai status penyuluh pertanian seperti penyuluh swasta, swadaya, dan THL-TBPP (Badan PPSDMP, 2010). Menurut Bansir (2008), maka status penyuluh PNS membuat seseorang dapat merasakan kerja dengan tenang dan memberikan jaminan masa tua, sehingga dapat lebih fokus dalam melaksanakan tugasnya di lapangan. Indraningsih (2010) menyatakan dalam beberapa kasus THL-TB PP diragukan integritasnya. Dengan status sebagai tenaga kontrak, dianggap sebagai batu loncatan untuk mencari pekerjaan yang lebih permanen. 3. Cyber Extension a. Konsep Cyber Extension Pengembangan cyber extension sebagai sistem informasi penyuluhan, tidak bisa terlepas dengan teknologi informasi. Terkait dengan istilah teknologi informasi, maka Indrajit (2010) menyatakan bahwa, istilah tersebut mulai dipergunakan secara luas di pertengahan tahun 1980-an. Teknologi ini merupakan pengembangan dari teknologi komputer yang dipadukan dengan teknologi
telekomunikasi. commit Definisi kata to user
‘informasi’
sendiri
secara
internasional telah disepakati sebagai ‘hasil dari pengolahan data’ yang secara
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
prinsip memiliki nilai (value) yang lebih dibandingkan dengan data mentah. Komputer merupakan bentuk teknologi informasi pertama (cikal bakal) yang dapat melakukan proses pengolahan data menjadi informasi. Dalam kurun waktu yang kurang lebih sama, kemajuan teknologi telekomunikasi terlihat sedemikian pesatnya, sehingga telah mampu membuat dunia menjadi terasa lebih kecil (mereduksi ruang dan waktu). Dari sejarah ini dapat disimpulkan bahwa, yang dimaksud dengan teknologi informasi adalah suatu teknologi yang berhubungan dengan pengolahan data menjadi informasi dan proses penyaluran data/informasi tersebut dalam batas-batas ruang dan waktu. Hermawan (2007) menyatakan bahwa, adanya mekanisme baru dalam perkembangan teknologi informasi menyebabkan terjadi perubahan dalam berkomunikasi dengan ditandainya penggunaan multimedia dimana teks, suara, gambar atau grafis dapat diakses sekaligus dalam seperangkat media. Masyarakat masa kini dapat mengakses informasi secara cepat dan lengkap melalui penggunaan alat komunikasi seperti telepon rumah, telepon genggam, televisi, komputer, dan berbagai media elekroniknya yang telah dilengkapi jaringan internet. Hearn dan Tanner (2009) mengemukakan bahwa, internet dapat memberikan beragam informasi tentang hampir semua topik pembangunan ekonomi. Ada banyak layanan data khusus yang memberikan informasi tentang topik yang menarik bagi pembangunan ekonomi. Sektor publik dan swasta sebagai sumber data, dapat menyediakan informasi dan data langsung dari internet. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
Terkait dengan teknologi informasi komunikasi (TIK) tersebut, maka Sharma, Director Information Technology, Documentation & Publications National Institute of Agricultural Extension Management India, memberikan istilah
tentang
pemanfaatan
teknologi
informasi
komunikasi
untuk
penyuluhan pertanian dengan sebutan “cyber extension” (Subejo, 2008). Sharma (2005) mendefinisikan cyber extension adalah penyuluhan melalui cyber space yaitu menggunakan kekuatan jaringan on-line, komunikasi komputer
dan
multimedia
interaktif
digital
untuk
memfasilitasi
penyebarluasan teknologi pertanian. Wijekoon et al., (2006) menjelaskan bahwa cyber extension adalah mekanisme pertukaran informasi pertanian melalui area cyber, suatu ruang imajiner-maya di balik interkoneksi jaringan komputer melalui peralatan komunikasi. Cyber extension ini memanfaatkan kekuatan jaringan, komunikasi komputer dan multimedia interaktif untuk memfasilitasi mekanisme berbagi informasi atau pengetahuan Sharma (2005) menjelaskan bahwa, cyber extension akan efektif apabila memperhatikan dan menggunakan: (1) penggunaan informasi dan komunikasi teknologi, (2) jaringan nasional dan jaringan informasi internasional, (3) internet, (4) ahli sistem informasi teknologi, (5) multimedia pembelajaran sistem dan komputer pelatihan berbasis sistem untuk meningkatkan akses informasi
kepada
petani,
(6)
penyuluh,
(7)
penelitian,
(8)
para
ilmuwan/peneliti dan (9) manajer penyuluhan. Melalui cyber extension diharapkan untuk memperluaskan jangkauan komunikasi, menambah mutu/kualitas informasi, mengurangi biaya-biaya, mengurangi waktu dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
mengurangi ketergantungan pada banyak orang para “aktor” di dalam rantai sistem penyuluhan (Ponniah, et al. 2008). b. Pengalaman Cyber Extension di Negara Lain 1) India Cyber Extension di negara Asia juga telah dilaksanakan oleh India pada tahun 2003 (Sharma, 2006). Sharma (2006) menambahkan bahwa National Institute of Agricultural Extension Management (MANAGE), Hyderabad, India telah mengambil sejumlah proyek inovatif untuk memberikan informasi dan konektivitas komunikasi untuk para petani dan keluarga petani di daerah pedesaan, di bawah bendera "Cyber Extension". Proyek-proyek ini meliputi: (1) menghubungkan lebih dari 25 distrik, 400 blok di internet; (2) mengimplementasikan teknologi nirkabel di Local Loop dalam pertanian untuk menyediakan konektivitas telepon dan internet untuk penduduk pedesaan; (3) menghubungkan lebih dari 40 lembaga-lembaga tingkat nasional pada dua arah video conferencing : dan (5) menyediakan Video Conferencing akses kepada kelompok petani dan pertanian-keluarga di Pedesaan melalui Handphone V-SAT Van. MANAGE dengan demikian sangat sadar terlibat dalam mengkonsolidasikan pembelajaran dari semua
inisiatif teknologi
informasi dan komunikasi di India dan luar negeri (Sharma, 2006). Elemen cyber extension adalah (1) E-mail; (2) Penyuluhan/penyebaran informasi pertanian berbasis web; (3) Sistem interaktif dalam commit to user pengendalian hama dan penyakit; (4) Internet browsing untuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
penyuluhan pertanian; (5) Video Conferencing- Static, Mobile; (6) Kisan Call Centers; (7) Satelite Communication Networks (Sharma, 2005) Sharma (2005) menjelaskan bahwa, pihak-pihak atau pemangku kepentingan yang terlibat dalam Cyber Extension di India adalah: (1) pemerintah pusat/ Central Government Initiatives (departemen terkait), (2) dukungan pemerintah daerah/ State Government Supported; (3) sektor perusahaan/ Corporate Sector Initiatives; (4) LSM dan sektor swasta/ NGOs and other private Sector. Ponniah et al. (2008) mengemukakan bahwa, cyber extension yang dikembangkan di India tidak dimaksudkan untuk menggantikan sistem komunikasi yang berjalan, tetapi hanya untuk menambah tingkat interaktif (komunikasi), menambahkan kecepatan (informasi), memperdalam komunikasi dua arah, memperluas jangkauan, dan juga memberikan pesan/informasi yang lebih mendalam. 2) Jepang Salah satu model cyber extension yang telah dikembangkan di Jepang dengan cukup pesat adalah computer network system yang dikenal dengan Extension Information Network (EI-net). Sistim EI-net merupakan sistem yang terintegrasi yang menggabungkan berbagai pemangku kepentingan seperti pemerintah pusat, propinsi, lembaga penelitian, perusahaaan pertanian, pasar, penyuluh dan petani (Subejo, 2008). Yamada dalam Subejo (2008) menginformasikan bahwa, pemanfaatan computer network system skala nasional dalam bidang commit to user penyuluhan pertanian telah dilakukan sejak tahun 1988 dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
permulaan pembangunan dan pemanfaatan 69 terminal di seluruh Jepang. Jaringan tersebut utamanya mencakup lembar buletin pertanian dan sistim e-mail yang difokuskan untuk mempercepat laju pertukaran informasi antar pusat penyuluhan dan petugas penyuluh pertanian. Jumlah terminal terus meningkat dan sistim jaringan juga berkembang dari tahun ke tahun. Pada sistim EI-net, dikembangkan sistim database dan sistem komunikasi melalui e-mail. Database tersebut antara lain mencakup berita pertanian, informasi pasar serta informasi cuaca. Pemerintah pusat menyediakan data statistik hasil penelitian, dan lain-lain. Perusahaan swasta pertanian menyediakan informasi terkait dengan pupuk, pestisida, mesin dan peralatan pertanian, dan lain-lain. Pusat penyuluhan pertanian menyediakan database yang mereka miliki untuk ditawarkan kepada penyuluh pertanian. Database tersebut dimanfaatkan secara on-line dan dapat diakses berulang-ulang sehingga memungkinkan membantu menyelesaikan persoalan individu yang mengakses. Data yang telah terakumulasi selanjutnya disimpan dalam host computer. EI-net juga menawarkan fasilitas fax yang memungkinkan pengiriman dan pemanfaatan dokumen yang berupa image. Pengguna EI-net tidak hanya staf penyuluhan seperti penyuluh pertanian dan penyuluh home life serta subject-matter specialists, namun dapat juga diakses oleh petani/individu pengguna (Subejo, 2008). commit to user 3) Kenya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
Kenya Agricultural Commodities Exchange (KACE) didukung oleh perusahaan swasta mengembangkan Sistem Informasi Pasar (SIP) melalui aplikasi TIK untuk membantu akses petani terhadap informasi pasar dan harga komoditas pertanian yang dihasilkan petani miskin di daerah perdesaan atau daerah terpencil di Kenya. Komponen dari SIP KACE adalah: 1) Market information Points (MIPs); 2) Market Information Centres (MICs); 3) Short Messaging Service (SMS); 4) Interactive Voice Respons (IVR) Service; 5) Regional Commodity Trade and Information System (RECOTIS); dan 6) Web Site (BBC News dalam Mulyandari dkk, 2010). 4) Peru Jaringan Huaral Valley di Peru dibangun untuk meningkatkan akses petani terhadap informasi pertanian. Jaringan dari pusat informasi masyarakat ini dirancang dengan teknologi jaringan tanpa kabel (wireless). Akses internet berjalan (mobile internet) memberikan kemungkinan yang lebih besar dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang nyata bagi kehidupan petani perdesaan. Selain petani, para pelajar di perdesaan juga dapat merasakan manfaat dari infrastruktur telekomunikasi yang telah dibangun tersebut (CIDA dalam Mulyandari, dkk 2010). 5) Thailand Thailand Canada Tele-centre Project (TCTP) bekerja sama dengan commit to user pemerintahan Thailand, sektor swasta, dan World Bank telah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
mempromosikan akses layanan TIK di desa-desa dengan menempatkan beberapa telepon dan komputer untuk akses ke internet di lokasi yang mudah diakses oleh masyarakat yang disebut telecenter. TCTP bertujuan untuk membantu end-users memperoleh informasi yang penting bagi kemajuan usahataninya dan mengurangi biaya transaksi pada saat menjualnya. TCTP menyediakan dana untuk modal awal seperti instalasi layanan telepon, komputer, printer, modem, dan mesin fax serta biaya untuk operasional telecenter selama satu tahun. Setelah satu tahun, telecenter ini sudah mandiri karena didukung oleh masyarakat, kepala desa, maupun tokoh masyarakat (CIDA dalam Mulyandari dkk, 2010). c. Cyber Extension di Indonesia 1) Pengertian Cyber Extension Cyber extension merupakan sistem informasi penyuluhan pertanian melalui media internet, untuk mendukung penyediaan materi penyuluhan dan informasi pertanian bagi penyuluh dalam memfasilitasi
proses
pembelajaran agribisnis bagi pelaku utama dan pelaku usaha (Badan PPSDMP, 2010). Cyber extension adalah program yang dikembangkan Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, merupakan metode penyuluhan masa depan yang dirancang dengan tujuan, sebagai berikut: (1) meningkatkan arus informasi dari pusat sampai tingkat petani; (2) meningkatkan penyediaan materi penyuluhan pertanian bagi penyuluh; (3) meningkatkan akses petani dalam mendapatkan informasi; commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
dan (4) menyediakan peralatan komputer yang dapat mengakses informasi cyber extension (Badan PPSDMP, 2010). Cyber
extension
dapat
diakses
di
http://cybex.deptan.go.id/, yang halaman mukanya
alamat
situs
digambarkan di
sebagai berikut:
Gambar 1. Halaman Muka Situs Cyber Extension http://cybex.deptan.go.id/ Keterangan desain halaman muka sebagai berikut: a) Kebijakan Penyuluhan, merupakan kumpulan peraturan dan kebijakan yang terkait dengan penyuluhan pertanian; b) Materi Penyuluhan: kumpulan materi penyuluhan dari berbagai sektor yang disusun menggunakan metodologi penyuluhan; c) Materi Spesifik Lokalita, kumpulan materi penyuluhan yang commitdari to user merupakan spesifik lokalita berbagai daerah di Indonesia. Terdiri
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
dari field “Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, dst..... untuk 33 provinsi; d) Referensi Materi, merupakan tampilan dari Materi Penyuluhan yang baru di-upload. Tampilan ini akan selalu terganti oleh materi yang baru di-upload. Materi sebelumnya tersimpan di menu Materi Penyuluhan sesuai masing-masing sektor; e) Gerbang Nasional, merupakan menu berita penyuluhan lingkup pusat/nasional; f) Gerbang Daerah, merupakan menu berita penyuluhan dari daerah; g) Galeri Foto, kumpulan dokumentasi foto kegiatan penyuluhan sesuai tanggal kegiatan; h) E petani: Forum rembug, menu untuk tanya-jawab interaktif. Penanya hanya bisa masuk bila sudah login; i) Database Penyuluhan, merupakan menu untuk data dasar penyuluhan menyangkut data kelembagaan, ketenagaan, dan sarana prasarana; j) Anda Pengunjung Ke, merupakan recording jumlah pengunjung cyber extension. k) Kontak Kami, merupakan field tambahan di menu Home. Yaitu “Tim Pengelola Cyber Extension, Pusat Pengembangan Penyuluhan Pertanian, Kantor Pusat Departemen Pertanian, Gedung D Lantai V, Jl. Harsono RM No. 3 Pasar Minggu – Jakarta Selatan, Telp./Fax : 021 – 7804386, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
2) Grand Design Program Cyber Extension Secara umum ruang lingkup program cyber extension adalah: (1) pembangunan dan pengembangan piranti lunak sistem informasi di tingkat pusat; (2) penyediaan koneksi jaringan (internet) berlangganan; (4) penyediaan materi penyuluhan; (5) pengadaan peralatan server, komputer control, komputer kios/unit, ruang server di tingkat pusat; (6) pengadaan komputer untuk Balai Penyuluhan Pertanian (BP3K), Badan Pelaksanan Penyuluhan, dan Badan Koordinasi Penyuluhan; (7) pelatihan dan apresiasi bagi adminstrator di tingkat pusat, provinsi dan tingkat kabupaten (Badan PPSDMP, 2010). Road map pembangunan sistem dan jaringan informasi cyber extension dimulai dengan tahap pembangunan (persiapan) pada tahun 2009. Pada tahap ini meliputi kegiatan membangun desain system software informasi penyuluhan pertanian, pembangunan sistem intranet di pusat, dan apresiasi bagi administrator level pusat. Kebutuhanan hardware, software dan pembangunan jaringan online struktur organisasi adalah bagian dari tahap pengembangan (pelaksanaan) yang dilakukan di tahun 2010. Pengadaan komputer 1.000 unit untuk daerah-daerah dan apresiasi adminstrator level provinsi dan kabupaten juga dilakukan pada tahap ini. Cyber extension sudah mulai terisi pada tahap ini. Penetapan hosting server, pengembangan materi oleh
masing-masing
administrator,
pengembangan
software
dan
hardware dilakukan dicommit tahap topemantapan tahun 2011. Apresiasi user administrator level provinsi dan level kabupaten juga terus dilakukan,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
dan diharapkan cyber extension sudah dapat diakses oleh semua penyuluh. Pengembangan cyber extension dilakukan untuk memenuhi kebutuhan penyuluhan di lapangan. Kemampuan administrator level provinsi dan level kabupaten ditambah apresiasi multimedia bagi adminstrator tersebut. Tahap ini dilakukan pada tahun 2012. Saran-saran dari penyuluh lapangan diperlukan guna pengembangan lanjutan. Selain apresiasi bagi adminstrator level provinsi dan level kabupaten, maka apresiasi di tingkat petani juga dilakukan. Tahap pemantapan (pengembangan lanjutan dan kebebasan informasi dilakukan di tahun 2013) dan diharapkan sudah dapat berjalan dan mengakomodir sesuai kebutuhan penyuluh dan petani. Diharapkan semua lapisan masyarakat dapat mengenal, mengakses dan menggunakan cyber extension. Tugas dan tanggung jawab pada masing-masing level adminstrator, sebagai berikut: a) Pusat yaitu: (1) standarisasi dan pengembangan konsep, definisi, dan pengertian seluruh aspek cyber extension, sehingga konsep dan definisi tersebut sesuai dengan perkembangan yang ada; (2) penyelenggaraan cyber extension untuk materi penyuluhan strategis nasional, serta data informasi penyuluhan sumberdaya strategis nasional; (3) penyebarluasan/diseminasi konsep dan metodologi baku; commit to user dan (4) Pembinaan tenaga teknis cyber extension.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
b) Provinsi yaitu: (1) manajemen penyelenggaraan cyber extension komoditas strategis yang didekonsentrasikan dari pusat dalam rangka mengkoordinasikan penyelenggaraan antar wilayah (kabupaten/kota); (2) pemantauan penyelenggaraan cyber extension di kabupaten; (3) koordinasi penyelenggaraan cyber extension
kabupaten untuk
komoditas yang spesifik wilayah provinsi (antar kabupaten). c) Kabupaten/kota yaitu: (1) operasional pengumpulan data di kabupaten dalam rangka penyelenggaraan cyber extension yang menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan provinsi; (2) manajemen cyber extension spesifik kabupaten/kota; (3) diseminasi data/informasi kepada pemakai langsung (khususnya penyuluh); (4) penyediaan tenaga (penyuluh) pengumpul data. Sedangkan di tingkat kecamatan Balai Penyuluhan sebagai layanan terpadu informasi melalui cyber extension (institusi pengumpulan data dan informasi yang spesifik lokasi). Sistem jaringan informasi cyber extension digambarkan sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
Gambar 2. Sistem Jaringan Informasi Cyber Extension (sumber: Badan PPSDMP, 2010)
d. Cyber Extension sebagai Metode dan Teknik Penyuluhan Sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 52/ Permentan/ OT.140/ 12/2009 tentang Metode Penyuluhan Pertanian, yang dimaksud dengan metode penyuluhan pertanian merupakan: “cara/teknik penyampaian materi penyuluhan oleh penyuluh pertanian kepada pelaku utama dan pelaku usaha, agar mereka tahu, mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, sumber daya lainnya sebagai upaya meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Sedangkan teknik penyuluhan
pertanian dapat didefinisikan sebagai keputusan – keputusan yang dibuat oleh sumber atau penyuluh dalam memilih serta menata simbol dan isi pesan commit to user (materi penyuluhan), menentukan pilihan cara, dan frekuensi penyampaian
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
pesan, serta menentukan bentuk penyajian pesan (Badan PPSDMP, 2009). Dasar dalam pemilihan metode penyuluhan pertanian dapat digolongkan menjadi lima, yaitu tahapan dan kemampuan adopsi, sasaran, sumberdaya, keadaan daerah, dan kebijakan pemerintah (Kementerian Pertanian, 2009). Apabila ditinjau dari teknik komunikasi, maka sebagai suatu metode penyuluhan maka cyber extension merupakan metode penyuluhan pertanian tidak
langsung (indirect
communication)
dilakukan melalui media
komunikasi (Badan PPSDMP, 2010). Leeuwis (2004) mendefinisikan media komunikasi sebagai alat untuk membantu menggabungkan saluran komunikasi yang berbeda dalam “transportasi” sinyal teks, visual, audio, sentuhan dan/atau ciuman. Media komunikasi digolongkan dalam tiga kelas utama yaitu media massa konvensional (koran, jurnal pertanian, leaflet, radio dan televisi), “media” interpersonal (telepon), dan media hibrid (teknologi internet dan CD-ROM). Cyber extension termasuk dalam media hibrid karena termasuk dalam teknologi internet. Keuntungan cyber extension, juga seperti media hibrid teknologi internet yang lain adalah: (1) audiens yang bisa dicapai di seluruh dunia (apabila ada akses); (2) audiens dapat merespon terhadap pesan-pesan melalui e-mail; (3) berita dan aktualitas sering ada di internet sebelum disiarkan oleh radio dan televisi; (4) internet dapat dirundingkan kapan saja bila cocok dengan penggunanya (waktu lebih fleksibel); (5) semua pesan yang diterima dapat disimpan dalam komputer atau tercetak, dan diakses lagi commit to user bila diperlukan. Kelemahannya antara lain (1) sulit membangun hubungan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
kepercayaan, karena adanya keterbatasan dalam kehadiran sosial; (2) tergantung kepada stasiun siaran dan pengurus editorialnya; (3) biaya pengembangan
dan
pemeliharaan
dapat
tinggi;
(4)
membutuhkan
keterampilan komputer (Leeuwis, 2004). Metode penyuluhan melalui media hibrid menuntut perubahan perilaku, misal dalam pencarian informasi dan fasilitasi akses tertulis termasuk buku pedoman dan leaflet pertanian tentang topik pertanian yaitu dengan mengamati
halaman
rak
dimana
leaflet
dipamerkan,
sedangkan
menggunakan fasilitas internet, maka pencarian dan fasilitas akses sering memasukkan struktur menu dan memilih atau memasukkan kata-kata yang dicari untuk mengidentifikasi satu seleksi halaman elektronik atau situs yang cocok dengan kriteria khusus yang dicari. Pekerja komunikasi sendiri dalam membangun fasilitas pencarian dan akses yang berguna, maka yang perlu diperhatikan adalah mendapatkan wacana “kebutuhan-informasi” klien mereka (Leeuwis, 2004). Kemampuan komputer sangat diperlukan khususnya untuk mentransfer pengetahuan
dan
keterampilan
sangat
diperlukan
apabila
terdapat
kekurangan keterampilan komputer dari para pengguna, maka Leeuwis (2004) menjelaskan perlu adanya demonstrasi mode dan praktik berdasarkan pengalaman. Demonstrasi mode menunjukkan kepada orang tentang bagaimana melakukan sesuatu, dengan harapan bahwa mereka menirunya. Sedangkan praktik berdasarkan pengalaman adalah pandangan pembelajaran commit to user berdasarkan pengalaman untuk menciptakan situasi dimana orang dapat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
memperoleh pengalaman dari praktik yang baru, dengan kemungkinan mendapatkan umpan balik dari orang lain tentang kinerja mereka. 4. Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension Soedarsono (2007) mendefinisikan, kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atau pelaksanaan tugas tertentu dalam rangka mewujudkan sasaran dan tujuan perusahaan. Bernandin dan Russel dalam Gomes (1997), memberi batasan mengenai kinerja adalah catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama suatu periode waktu tertentu. Sedangkan Gie (1995) berpendapat bahwa, kinerja adalah seberapa jauh tugas/pekerjaan itu dikerjakan/dilakukan
oleh
seseorang
atau
organisasi”.
Irawan
(2000)
menyatakan bahwa, kinerja adalah hasil kerja yang konkrit, dapat diamati, dan dapat diukur, sehingga kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh pegawai dalam pelaksanaan tugas yang berdasarkan ukuran dan waktu yang telah ditentukan. Mangkunegara (2000) menjelaskan kinerja adalah sepadan dengan prestasi kerja actual performance, yang merupakan hasil secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Kinerja juga terkait dengan faktor penerimaan atas peran dan faktor perilaku (Timpe, 2000 dan Steers, 1985). Kinerja penyuluh pertanian tercermin pada tugas pokok dan fungsinya sesuai dengan surat Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Pengawasan commit to user Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor. 19/KEP/MK
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
Waspan/5/1999 tentang Tugas Pokok Penyuluh Pertanian yaitu: (1) menyiapkan penyuluhan yang meliputi identifikasi potensi wilayah agroekosistem, penyusunan programa penyuluhan, dan penyusunan rencana kerja penyuluh pertanian,
(2)
penyuluhan
melaksanakan
pertanian,
pengembangan
penyuluhan
penerapan
keswadayaan
metode
masyarakat,
meliputi
penyusunan
penyuluhan (3)
evaluasi
pertanian dan
materi dan
pelaporan
penyuluhan, (4) pengembangan penyuluhan, (5) pengembangan profesi penyuluhan, dan (6) kegiatan penunjang penyuluhan meliputi seminar, lokakarya penyuluhan pertanian. Sesuai dengan prinsip dasar Grand Design Cyber Extension, yaitu “partisipasi”,
maka
seluruh penyuluh diharapkan
berpartisipasi dalam
memanfaatkan teknologi komunikasi dan informasi dalam rangka menunjang kelancaran tugas dan fungsinya (Badan PPSDMP, 2010). Kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension antara lain: a) Aksesbilitas Maksum dkk. (2008) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan aksesibilitas informasi adalah aktivitas pengguna layanan informasi digital dalam mendapatkan informasi melalui prosedur dan mekanisme yang ditetapkan dan terkait dengan frekuensi penelusuran informasi. Aksesbilitas dapat ditinjau dari aplikasi mencari informasi, umpan balik, pengumpul dan penyedia informasi (Leeuwis, 2004), yang dijelaskan sebagai berikut: (1) Mencari informasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
Leeuwis (2004) menjelaskan bahwa, terkait dengan aplikasi mencari dan mengakses, maka peran pekerja komunikasi adalah menyediakan dan meng-update informasi, dengan alat kunci yang digunakan dalam aplikasi adalah prosedur pencarian dan seleksi. Vincen II (2009) mengungkapkan bahwa, seorang fasilitator pemberdayaan
masyarakat
dapat
menggunakan
internet
untuk
mengumpulkan banyak informasi tentang masyarakat sebelum dia melakukan kunjungan ke masyarakat. Jika ada topik yang menarik, biasanya pencarian internet dapat menghasilkan identifikasi dari suatu sumber yang dapat dipercaya dan dihormati data, dan banyak informasi yang bersifat gratis. Subejo (2008) mengemukakan bahwa, petugas penyuluhan pertanian di Jepang dapat memanfaatkan Extension Information Network (EI-net) untuk pengumpulan informasi yang cepat, mengetahui kondisi terkini pertanian, dapat memilah dan memilih infomasi yang diperlukan dari database yang ada, dan mengumpulkan data teknis pertanian yang selalu terbaharui, mengumpulkan data cuaca, dan sebagai sarana yang efektif untuk mengumpulkan informasi skala lokal. Vermaulen (2005) berpendapat bahwa, terkait popularitas saat ini dan kegunaan internet, maka menjadi pelabuhan pertama ketika mencari informasi tertentu. Pittman (2009) menyatakan bahwa, internet sekarang menjadi cara utama untuk mengumpulkan informasi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
Berdasarkan Gender Cheklist: Agriculture yang diterbitkan oleh Asian Development Bank (2010), maka dikemukan
isu yang harus
diperhatikan adalah apakah perempuan dan laki-laki dalam realitas dapat mengakses ke jaringan informasi dan media komunikasi. Hafkinn dan Taggart dalam Lestari (2010) menyatakan bahwa, budaya patriarki yang menempatkan laki-laki selalu dikaitkan dengan tugas dan fungsi di luar rumah, sedangkan perempuan yang berkodrat melakukan dan mengurus anak. Lestari (2010) menambahkan bahwa, budaya patriarki pun terasa di bidang teknologi. Hingga saat ini tidak cukup ramah terhadap perempuan. Masih terdapat anggapan bahwa teknologi menjadi tugas laki-laki dan merupakan ranah maskulin. Sehingga dunia teknologi informasi masih didominasi laki-laki. (2) Umpan balik Leeuwis (2004) menyatakan bahwa, aplikasi internet yang harus diperhatikan dari para pekerja komunikasi selain aplikasi mencari dan mengakses adalah aplikasi memori dan umpan balik. Melalui aplikasi memori dan umpan balik, maka peran pekerja komunikasi dalam penggunaan yaitu berupa pasangan diskusi dalam proses intrepretatif. Aplikasi memori dan umpan balik ini memberikan wawasan ke audiens, karena audiens dapat merespon terhadap pesan-pesan melalui e-mail. Petugas penyuluhan pertanian di Jepang dapat memanfaatkan EInet sebagai sarana komunikasi dan pertukaran informasi sesama commit to user penyuluh di seluruh Jepang (Subejo, 2008). Van den Ban dan Hawkins
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
(1999) menjelaskan bahwa, dengan teknologi modern memungkinkan umpan balik lebih cepat dan efisien. Vincent II (2009) menambahkan bahwa, dengan internet (e-mail) dapat membangun komunikasi dua arah yang digunakan untuk mengirim ide, komentar, dan pertanyaan. (3) Pengumpulan dan penyedia informasi dari lapangan Dalam Grand Design Sistem Informasi Penyuluhan Pertanian (Badan PPSDMP, 2010) telah diatur bahwa Kabupaten/Kota mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam penyediaan penyediaan tenaga penyuluh pengumpul data di lapangan. Menurut Leeuwis (2004), untuk mengimplentasikan ide dasar pertukaran pengalaman dengan fasilitas media hibrid/internet, maka pekerja komunikasi pertanian dapat berperan untuk mengaplikasikan sebagai penyedia informasi. b) Pemanfaatan materi informasi cyber extension bagi kegiatan penyuluhan Pemanfaatan cyber extension oleh penyuluh digunakan untuk mendukung penyediaan data dan informasi yang memadai sebagai bahan memfasilitasi proses pembelajaran petani. Informasi yang terdapat di cyber extension dapat dicetak untuk digunakan sebagai materi penyuluhan (Badan PPSDMP, 2010). Rivera dan Qamar (2003) mengungkapkan bahwa dengan mengakses komputer dan internet, maka para penyuluh pertanian akan menyediakan informasi (dari internet) ke masyarakat pedesaan. Melalui EI-net di Jepang, jaringan informasi yang mencakup juga lembar buletin pertanian difokuskancommit untuk to mempercepat laju pertukaran informasi user antar pusat penyuluhan dan petugas penyuluh pertanian (Yamada dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
Subejo, 2008). Petugas penyuluhan pertanian di Jepang dapat memanfaatkan EI-net untuk menyebarluaskan informasi kepada banyak petani atau pengguna secara serentak (Subejo, 2008). c) Pengenalan cyber extension kepada petani IBM dalam Leeuwis (2004) menyatakan bahwa, dulu di negara maju media hibrida (internet) diharapkan membuat pekerja komunikasi pertanian mubazir, karena fungsi pekerja akan diambil alih oleh komputer dan model komputer. Namun, Nitsch dan Klink dalam Leeuwis (2004) menyatakan bahwa hal ini tidak akan menjadi masalah karena sebaliknya penyuluh semakin dianggap sebagai faktor kritis kesuksesan pengguna dan pengenalan media hibrida. Leeuwis (2004) menyatakan bahwa para pekerja komunikasi dapat berfungsi dalam membantu para pengguna dalam penemuan, penyeleksian, pemrosesan dan pengintrepretasian informasi. Wijeekon et al. (2006) menyatakan bahwa, pelatihan bagi petani merupakan salah satu kriteria dalam evaluasi pelaksanaan cyber extension di Srilanka. Pelatihan tersebut bertujuan untuk mentransfer pengetahuan teknis kepada petani. 5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension Timpe (2000) menyatakan bahwa, hal – hal yang mempengaruhi kinerja antara lain faktor internal (pribadi) dan eksternal (lingkungan) yang menggambarkan kinerja baik atau jelek. Marliati dkk. (2008) mengungkapkan, commit to user kinerja penyuluh pertanian dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
penyuluh. Menurut Schuler dan Jackson (1998), kekuatan lingkungan, berupa teknologi baru, seperti teknologi telematik komputer, akan memberikan pengaruh bagi perubahan organisasi dan berhubungan dengan gaji dan kinerja karyawan. Sehingga beberapa faktor yang diduga mempengaruhi kinerja penyuluh pertanian dalam pemanfaatan cyber extension, sebagai berikut: a. Karakteristik Penyuluh Karakteristik adalah sifat-sifat atau ciri-ciri yang melekat pada sesuatu (benda, orang atau makhluk hidup lainnya) yang berhubungan dengan berbagai aspek kehidupannya (Mardikanto, 1993). Lebih jauh, Mardikanto (1993) memberikan contoh tentang karakteristik individu, yaitu sifat-sifat yang melekat pada diri seseorang yang berhubungan dengan berbagai apek kehidupannya, antara lain umur, jenis kelamin, pendidikan, jabatan, status sosial dan agama. Robbins (1998) menyatakan bahwa, karakteristik yang paling jelas adalah karakteristik pribadi atau karakteristik yang berkaitan dengan biografis, seperti usia, jenis kelamin, status perkawinan. Menurut Sunaryo (2002), maka tiap manusia (individu) adalah unik sehingga menentukan perilaku yang berbeda-beda. Dalam penelitian Hubeis (2007), karakteristik pribadi penyuluh yang berhubungan produktivitas kerja penyuluh pertanian lapangan adalah jenis kelamin, usia dan status, kawin, pangkat dan golongan (masa kerja), dan pendidikan (formal dan non-formal). Dalam penelitian Suhanda dkk. (2008), karakteristik pribadi penyuluh seperti usia, masa kerja, commit to user dan tingkat pendidikan mempengaruhi kinerja penyuluh.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
Beberapa faktor dalam karakteristik pribadi yang mempengaruhi kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension sebagai berikut: 1) Umur Berhubungan dengan karakteristik umur, maka menurut Mardikanto (1996), maka semakin tua umur (di atas 50 tahun), biasanya semakin lamban mengadopsi inovasi, dan cenderung hanya melaksanakan kegiatan yang sudah biasa diterapkan oleh warga setempat. Mardikanto (1996) menjelaskan bahwa, adopsi dalam proses penyuluhan, pada hakekatnya dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku, baik berupa: pengetahuan, sikap maupun keterampilan pada diri seseorang setelah menerima inovasi. Hubeis (2007) menyatakat, umur (usia) penyuluh menjadi kendala fisik utama bagi mereka untuk mengunjungi kelompoktani binaan yang berlokasi jauh dan harus ditempuh. Menurut Robbins (1998), ada keyakinan bahwa kinerja merosot dengan meningkatnya usia. Dengaan menuanya umur diandaikan
bahwa
produktivitasnya akan melorot, keterampilannya
terutama
dengan sering
dalam
kecepatan,
kecekatan, kekuatan, dan koordinasi menurun berjalannya dengan waktu. Kebosanan dalam pekerjaan yang berlarut-larut dan berkurangnya rangsangan intelektual semuanya menyumbang pada berkurangnya produktivitas. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
2) Tingkat Pendidikan Secara umum pendidikan akan berpengaruh terhadap cara dan pola pikir seseorang. Pendidikan yang relatif tinggi dan umur yang produktif akan menyebabkan seseorang menjadi lebih dinamis. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, ada kecenderungan semakin tinggi pula tingkat pengetahuan, sikap, dan keterampilan (Nuryanto, 2008). Tingkat pendidikan yang rendah di negara berkembang, masih menjadi penghalang dalam mengakses teknologi informasi. Faktor bahasa Inggris sangat dominan sebagai bahasa internet dan sebagai bahasa pengantar internasional, juga menjadi menuntut para pengguna internet memperoleh pendidikan formal yang memberi kesempatan untuk belajar bahasa inggris (Hafkinn dan Taggart dalam Lestari, 2010). Robbins (1998) mengemukakan bahwa, tingkat kinerja pegawai akan sangat tergantung pada faktor kemampuan pegawai itu sendiri salah satunya adalah tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan tinggi akan mempunyai kinerja semakin tinggi pula. 3) Masa kerja Robbins (1998) menjelaskan bahwa, masa kerja karyawan terkait dengan senioritas karyawan, yang berhubungan dengan variabel bayaran yang akan dikeluarkan oleh perusahaan. Semakin tinggi masa kerja berhubungan dengan pengalaman dan kemampuan, sehingga semakin tinggi pengalaman dan kemampuan, commit to user meningkat.
maka
kinerjanya
semakin
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
Ivancevich et al. (2005) mengemukakan bahwa, karyawan yang masa kerja sudah lama cenderung memiliki komitmen, sehingga berpengaruh pada kinerja. Hubbeis (2007) menjelaskan bahwa, masa kerja penyuluh yang sudah mencapai puluhan tahun turut mendukung kualitas kemampuan menguasai materi penyuluhan dan mengoperasikan ragam media teknologi penyelenggaraan penyuluhan, seperti Overhead Projector (OHP), peta singkap dan leaflet. Namun dalam penelitian Leilani dan Jahi (2006), masa kerja penyuluh di beberapa kabupaten Jawa Barat masuk dalam kategori cukup lama 19-29 tahun, dan mereka manganggap peningkatan profesionalitas tidak lagi menjadi prioritas, karena bukan merupakan kebutuhan utama melainkan kebutuhan untuk mengaktualisasi diri. 4) Kepemilikan sarana teknologi informasi Rivera dan Qamar (2003) mengungkapkan bahwa, komputer dan internet boleh jadi tidak akan dapat diakses oleh masyarakat pedesaan, tetapi mereka akan terlayani oleh para penyuluh pertanian yang memiliki sarana tersebut dan menyediakan informasi (dari internet) ke masyarakat pedesaan. Perangkat lain seperti ponsel yang cukup menjanjikan untuk transfer dan pertukaran informasi praktis. Lestari (2010) menyatakan bahwa, akses dalam memanfaatkan teknologi internet sudah dapat di atasi dengan adanya perangkat handphone yang dimiliki dengan fasilitas komputer internet, namun pada umumnya pemanfaatan handphone commit to user sebatas untuk chating atau ber-facebook.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
5) Kepemilikan e-mail Kepemilikan e-mail, merupakan salah satu karakteristik dari masyarakat maya untuk melakukan interaksi sosial. Alamat e-mail tersebut merupakan alamat rumah yang digunakan untuk menjalin kontak/komunikasi guna berbagai kebutuhan (Bungin, 2008). 6) Motivasi Pengertian motivasi menurut Robbins (1998) adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa kebutuhan individual. Sumardjo dan Mulyandari (2010) menyatakan bahwa, dalam implementasi cyber extension dengan dunia teknologi informasi terlalu cepat berubah dan berkembang, sementara harus diikuti oleh motivasi untuk terus belajar mengejar kemajuan teknologi informasi oleh para penggunanya. Terkait dengan motivasi belajar, maka Kibler. (Mardikanto, 1996), menyatakan seseorang akan aktif belajar manakala ia memiliki tujuantujuan tertentu atau merasakan adanya kebutuhan-kebutuhan atau kemauan yang mendorong terbentuknya “motivasi” untuk belajar yang menentukan peubah strategi yang menentukan hasil belajar. Sehingga dalam upaya mengubah perilaku diperlukan motivasi belajar. Kibler (Mardikanto, 1996) menyatakan bahwa, tujuan belajar merupakan salah satu unsur pembentuk motivasi untuk belajar, yang diantaranya (1) hanya commit userdiajarkan; (2) adanya kebutuhan sekadar ingin tahu tentang apa toyang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
yang hanya dapat dipenuhi dari hasil belajarnya, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka panjang; dan (3) adanya kebutuhan lain (sampingan) yang sebenarnya tidak ada kaitannya dengan hasil belajarnya, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka panjang. Bastable
(1999)
menjelaskan
bahwa,
faktor
yang
bersifat
memfasilitasi atau membentuk motivasi belajar diantaranya adalah (1) atribusi pribadi yang terdiri dari komponen fisik, perkembangan dan psikologis dan (2) pengaruh lingkungan, yang mencakup kondisi dan sikap, serta (3) sistem hubungan dengan pihak lain yang berkepentingan. Pemilihan dan penggunaan informasi oleh seorang penyuluh akan berbeda tergantung pada kebutuhan dan motivasi penyuluh (Suryantini, 2003). McQuail (2010) menyatakan bahwa salah satu motivasi penggunaan media massa adalah untuk mencari informasi dan saran. Suryantini (2003) menambahkan bahwa motivasi dalam penggunaan media massa dimaksudkan untuk mengikuti informasi suatu peristiwa dan memanfaatkan media massa untuk mempelajari sesuatu yang bersifat umum serta berkaitan dengan keingintahuan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
7) Sikap terhadap teknologi informasi Sikap adalah penyataan atau pertimbangan evaluatif mengenai obyek, orang dan peristiwa. Sikap mencerminkan bagaimana seseorang merasakan sesuatu (Robbins, 1998). Bungin (2008) menyatakan bahwa, sikap masyarakat terhadap inovasi telematika pada masyarakat post modern adalah dipandang sebagai bagian gaya hidup, pada masyarakat modern
dipandang
secara
rasional,
pada
masyarakat
transisi
mempertimbangkan untung rugi terhadap inovasi, dan pada masyarakat tradisional cenderung menolak. b. Faktor Penunjang Cyber Extension Strategi untuk menunjang dalam menghasilkan teknologi informasi yang baik yang mencakup tiga hal pokok (1) sistem informasi; (2) piranti lunak dan perangkat keras; dan (3) perangkat manusia (Indrajit, 2010). Beberapa hal yang diperhatikan pula dalam menunjang akses teknologi informasi, khususnya
cyber
extension
adalah
sarana-prasarana,
infrastruktur,
pembiayaan, dan kebijakan (Nasution, 2002; Sharma, 2005, Mulyandari dkk, 2010; dan Badan PPSDMP, 2010). Faktor-faktor tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1) Kebijakan Kebijakan pemerintah adalah dukungan yang diberikan oleh kelembagaan atau pemerintah kepada penyuluh, guna kelancaran penyelenggaraan dan peningkatan kualitas penyuluhan pertanian. user Kebijakan pemerintah commit yang to mendukung terhadap penyuluh dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
penyelenggaraan penyuluhan akan meningkatkan kemampuan dan kinerja penyuluh (Nuryanto, 2008). Mardikanto (2009) mengungkapkan, apabila kebijakan diartikan sebagai pilihan terbaik yang perlu dilakukan oleh setiap manajemen untuk mengelola sumberdaya demi tercapainya tujuan
yang
ditetapkan,
maka
pemerintah
berkewajiban
untuk
menetapkan kebijakan penyuluhan pertanian yang secara empiris memiliki peran strategis sebagai: pemicu maupun pemacu/pelancar pembangunan pengalaman
pertanian. sejarah
Namun,
maka
menurut
beberapa
Arifin
kebijakan
(2005), publik
dari hanya
menguntungkan sebagian kecil pelaku ekonomi dan merugikan sebagian pelaku ekonomi lain, terutama petani. Ivancevich et al. (2005) menjelaskan bahwa kebijakan bagi karyawan akan berdampak pada komitmen karyawan dan kepuasan kerja karyawan. Dalam rangka meningkatkan kinerja dan peran penyuluh dalam pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi perlu didukung oleh
perangkat
peraturan
yang
jelas
dalam
menerapkan
dan
mengoperasionalkan pelayanan data dan informasi berbasis internet kepada masyarakat tani, pemangku kebijakan dan pengguna jasa informasi pada umumnya (Badan PPSDMP, 2010). Menurut Pedoman Standar Pelayanan Minimal Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K), telah diatur bahwa salah satu kegiatannya adalah layanan terpadu informasi cyber extension atau sering disebut Kios Cyber Extension (Badan PPSDMP, 2010) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
Kebijakan penyuluhan pertanian didefinisikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan penyuluhan pertanian (Kementerian Pertanian, 2009). Kebijakan tersebut di antaranya adalah mengutamakan kegiatan berorientasi peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian salah satunya melalui sistem cafeteria informasi yang berbasis teknologi informasi. Dalam rangka mewujudkan kebijakan tersebut maka strategi yang ditetapkan adalah membangun sistem cafeteria informasi agribisnis dan inovasi dalam penyuluhan pertanian yang didukung/berbasis teknologi informasi/cyber extension (Kementerian Pertanian, 2009). Arti penting kebijakan penyuluhan pertanian yang menunjukkan bahwa kegiatan penyuluhan pertanian akan berkaitan dengan banyak pihak yang melakukan beragam kegiatan, yang meliputi: penelitian, diseminasi informasi/inovasi, pengadaan sarana produksi, pengadaan peralatan/mesin
pertanian,
pemasaran
produk
yang
dihasilkan,
pembiayaan, transportasi, dan aneka jasa yang lain. Sehingga, kegiatan penyuluhan pertanian tidak cukup ditangani oleh satu institusi pemerintah, tetapi akan melibatkan banyak instansi yang memerlukan koordinasi dan integrasi secara berkelanjutan (Mardikanto, 2009). Untuk itu, dalam kebijakan penyuluhan pertanian
yang telah diatur salah
satunya adalah meningkatkan intensitas komunikasi dialogis dan koordinasi dengan seluruh mitra pembangunan penyuluhan pertanian (Kementerian Pertanian, 2009). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
Nasution (2002) menyatakan bahwa, dalam rangka meningkatkan akses dan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi bagi seluruh masyarakat, perlu upaya kebijakan dari pemerintah, karena pihak swasta tidak cukup mengatasi masalah kesenjangan yang terjadi. Menurut OECD
dalam
Nasution
(2002)
pemerintah
diharapkan
untuk
mengimplementasikan upaya kebijakan sebagai berikut: a) Infrastruktur jaringan (pengembangan infrastruktur dan prakarsa regulasi untuk mendorong kekompetitifan). b) Penyebarserapan ke individu dan rumah tangga (akses di sekolah dan akses di institusi publik yang lain). c) Pendidikan dan pelatihan (pelatihan di sekolah-sekolah dan pelatihan vokasional). d) Penyebarserapan ke kalangan bisnis (dukungan dan pelatihan teknologi informasi dan komunikasi untuk pengusaha kecil serta bantuan ke daerah dan kawasan pedesaan). e) Proyek pemerintah (pelayanan pemerintah secara on line dan pemerintah sebagai model pengguna teknologi informasi dan komunikasi). Menurut Marimin dan Probowo (2006), dalam kebijakan tersebut harus
melekat
pedoman-pedoman
teknologi
informasi
untuk
pemberdayaan masyarakat, seperti: a) Pedoman layanan informasi publik minimal yang harus disediakan dan diperlukan oleh masyarakat suatu daerah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
b) Pedoman infrastruktur dasar yang diperlukan untuk mendukung layanan informasi publik. c) Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat akan informasi melalui terbentuknya community network dan community research center. d) Deregulasi pemerintah pada sektor telekomunikasi, sehingga infrastruktur yang ada bisa menjadi lebih murah. Semenjak tahun 2008 dalam mengatasi kesenjangan teknologi informasi
dan komunikasi
yang
dialami
di wilayah Indonesia,
Kementerian Telekomunikasi dan Informatika mengembangkan kebijakan berdasarakan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 32/PER/M.KOMINFO/11/2008 tentang Kewajiban Pelayanan Universal (KPU) Telekomunikasi atau Universal Service Obligation (USO). Kebijakan tersebut telah mengatur penyediaan jasa akses telekomunikasi dan informatika KPU di Wilayah Pelayanan Universal Telekomunikasi (WPUT) yaitu di wilayah antara lain daerah tertinggal, daerah terpencil, daerah perintisan, daerah perbatasan, dan daerah yang tidak layak secara ekonomis serta wilayah yang belum terjangkau akses dan layanan telekomunikasi, dengan tujuan: (1) mengatasi kesenjangan digital (2) menunjang dan mendukung kegiatan perekonomian, memantapkan pertahanan dan keamanan, serta mencerdaskan kehidupan bangsa; dan Pemenuhan komitmen Indonesia di World Summit Information Society. Pengelola cyber extension adalah sektor pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertanian (Badan PPSDMP), maka perlu adanya kebijakan commit to user mengenai tata kelola informasi. Menurut Jogiyanto dan Abdillah (2011),
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
kebijakan tata kelola mengacu pada mekanisme peran dan tanggung jawab yang digunakan organisasi untuk memastikan investasi di bidang teknologi informasi memenuhi tujuan organisasi. Faktor praktek komunikasi tata kelola teknologi informasi perlu diperhatikan terkait dengan sejumlah saluran komunikasi yang digunakan untuk mengkomunikasikan tata kelola, pedoman dan praktek. 2) Sarana dan Prasarana Mardikanto (1996) menyatakan bahwa, beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap efektifitas penyuluhan diantaranya adalah salah satunya adalah lingkungan fisik. Terkait lingkungan fisik (saranaprasarana), maka Sharma (2005) menyatakan bahwa, yang diperlukan dalam mengakses cyber extension adalah komputer yang berbiaya murah dan mampu menjadi perangkat/ media komunikasi yang dikembangkan sesuai budaya lokal. Infrastruktur yang dimanfaatkan dalam rangka konektivitas pedesaan di wilayah yang tidak terjangkau jaringan internet adalah wireless local loop (komunikasi nir kabel). Dalam Pedoman Standar Pelayanan Minimal Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) telah diatur bahwa dalam mendukung kegiatan pusat informasi, maka BP3K harus dilengkapi perlengkapan yang salah satunya adalah komputer, modem, dan local area network. Pusat informasi tersebut dimanfaatkan untuk mengakses informasi berkaitan dengan hasil-hasil penelitian, menyediakan database kegiatan penyuluhan, dan tempat melakukan kegiatan penyuluhan commit to user (Badan PPSDMP, 2010).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
Infrastruktur jaringan komunikasi yang paling lazim adalah kabel, hal ini apabila dikaitkan dengan terminologi jaringan yang merupakan perangkat fisik dan piranti lunak yang membentuk satu kelas kesisteman (Scahum 2004). Menurut Winarno dan Zaki (2010), ada dua jenis piranti jaringan ditinjau dari teknologinya yaitu piranti jaringan kabel (wired) dan nirkabel (wireless/wifi) . Schaum (2004) menambahkan bahwa, infrastruktur jaringan adalah merujuk kepada semua kabel, perangkat-perangkat switch, hub, router dan berbagai hardware lainnya yang dimiliki dalam sebuah organiasasi atau yang berada di wilayah suatu geografis tertentu. Jaringan nirkabel didefinisikan sebagai jaringan yang menggunakan media gelombang radio. McLeod Jr dan Schell (2008) mengungkapkan bahwa, jaringan nirkabel adalah jaringan yang populer dan popularitasnya saat ini sedang berkembang. Satu area pertumbuhan area pertumbuhan yang cepat itu adalah jaringan nirkabel yang mendistribusikan atas akses koneksi internet tunggal berkecepatan tinggi. Banyak orang memiliki modem kabel dan dan lebih satu komputer di rumah menggunakan jaringan nir kabel, sehingga kecepatan dari kabel modem tersebut dimanfaatkan oleh semua komputer di rumahnya. Vermaat (2010) menyatakan bahwa, dengan adanya jaringan nir kabel memungkinkan orang untuk bisa bergerak bebas dalam mengakses internet. Infrastruktur seperti pasokan listrik dan gedung atau ruangan yang commit to user memadai menjadi penunjang implementasi cyber extension (Sumardjo
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
dan Mulyandari, 2010). Ruangan dan penerangan (PLN/genset) yang antara lain menjadi syarat standar minimal pelayanan di BP3K. Ruangan dimanfaatkan untuk melaksanakan aktivitas dalam penyelenggaraan dan pelaksanaan kegiatan penyuluhan. Penerangan tersebut dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan dan pelaksanaan kegiatan penyuluhan. (Badan PPSDMP, 2010). Selain itu tempat akses informasi (access point) yang terbuka untuk umum juga menjadi penunjang implementasi cyber extension (Sumardjo dan Mulyandari, 2010). Menurut Philips and Pitmann (2009), maka dalam pembangunan berbasis masyarakat, maka kebutuhan akan infrastruktur untuk akses internet dapat memfasilitasi interaksi publik, komunikasi, dan pertemuan kelompok. Pada tahun 2010, Badan Penyuluhan Pengembangan SDM Pertanian memfasilitasi perangkat keras (hardware) dalam bentuk perangkat cyber extension untuk kelembagaan
penyuluhan di kecamatan, kabupaten dan provinsi
sebanyak 1.000 unit, terdiri dari: komputer dekstop atau laptop, modem, dan printer (Badan PPSDMP, 2010). Dalam Undang-undang No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, pada Bab VIII diatur mengenai sarana-prasarana sebagai berikut: a) Untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan penyuluhan dan kinerja penyuluh, diperlukan sarana dan prasarana yang memadai agar penyuluhan dapat diselenggarakan dengan efektif dan efisien. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
b) Pemerintah, pemerintah daerah, kelembagaan penyuluhan swasta, dan kelembagaan penyuluhan swadaya menyediakan sarana dan prasaran penyuluhan pada ayat (1). c) Penyuluh PNS, swasta dan penyuluh swadaya dapat memanfaatkan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (2). 3) Pembiayaan Biaya untuk operasional aplikasi teknologi informasi menjadi penunjang implementasi cyber extension (Sumardjo dan Mulyandari, 2010). Leeuwis (2004) mengemukakan bahwa, biaya pengembangan dan pemeliharaan media hibrid internet dapat agak tinggi. Departemen Komunikasi dan Informasi (2004), menjelaskan biaya jasa masih mahal, maka menyebabkan akses dan penyebaran teknologi nir kabel, sehingga praktis berada di luar jangkauan pedesaan di Indonesia. Mardikanto (1996) menyatakan bahwa, teknologi yang tersedia membawa konsekuensi ekonomi yang akan ditimbulkan (tamabahan biaya investasi, pemeliharaan, dan biaya operasional). Mardikanto (2009) menambahkan bahwa, di dalam manajemen, pembiayaan merupakan unsur penting, bahkan seringkali dianggap terpenting, karena (sesuai perkembagan peradaban) hampir tidak ada sesuatu yang harus dibeli dengan uang. Sesuai dengan Undang-undang No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, Bab IX tentang Pembiayaan, Pasal 32 dijelaskan pada ayat (1) dan (2) sebagai berikut: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
a) Untuk menyelenggarakan penyuluhan yang efektif dan efisien diperlukan tersedianya pembiayaan yang memadai untuk memenuhi biaya penyuluhan; b) Sumber pembiayaan untuk penyuluhan disediakan melalui APBN, APBD, baik provinsi maupun kabupaten/kota, baik sektoral maupun lintas sektoran, maupun sumber-sumber lain yang sah dan tidak mengikat. Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2009 tentang Pembiayaan, Pembinaan, dan Pengawasan Penyuluhan Pertanian, Perikanan
dan
Kehutanan,
maka
yang
dimaksud
“pembiayaan
penyuluhan” adalah pengeluaran untuk keperluan penyelenggaraan penyuluhan. Di dalam kegiatan penyuluhan, unsur pembiayaan diperlukan untuk (Mardikanto, 2009): a) Biaya personil (gaji, upah, tunjangan, insentif, dan lain-lain); b) Pengadaan perlengkapan (alat-bantu dan alat-peraga penyuluhan); c) Biaya operasional (pembuatan/perbanyakan/penyebarluasan materi penyuluhan, biaya perjalanan, dan lain-lain); d) Biaya manajemen (kantor, perlengkapan kantor, sarana transportasi, pos dan telekomunikasi, alat-tulis/kantor, dan lain-lain). e) Biaya operasional dan pemeliharaan (kantor, sarana kantor, sarana transportasi, perlengkapan penyuluhan, dan lain-lain). Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2009 tentang Pembiayaan, Pembinaan, dan Pengawasan Penyuluhan Pertanian, commit to user Perikanan
dan
Kehutanan,
dijelaskan
bahwa
pembiayaan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
penyelenggaraan penyuluhan, terkait dengan pembiayaan saranaprasarana digunakan untuk pengadaan dan pemeliharaan saranaprasarana. c. Kualitas Informasi Cyber Extension Ponniah et al. (2008) berpendapat bahwa, pesan dan informasi yang mendalam dan berkualitas sangat diperlukan dalam cyber extension yang dikembangkan di India. Pesan penyuluhan sangat diperlukan untuk disampaikan penyuluh kepada penerima manfaat dalam proses adopsi (Mardikanto, 1996). Sistem teknologi informasi harus menyediakan informasi untuk pengambilan keputusan, karena didasarkan informasi yang akurat, tepat waktu, dan relevan (Jogiyanto, 2005).
Modi dkk. (2008) menyatakan
informasi yang akurat tentang pasar dan harga, cuaca, dan kegiatan off-farm, tenaga kerja dapat meningkatkan efisiensi di bidang pertanian Kualitas informasi cyber extension juga terkait dengan percepatan informasi agar memenuhi tepat waktu, tepat tempat, dan tepat sasaran (Badan PPSDMP, 2010). Jogiyanto (2005) menambahkan bahwa, yang menjadi karakteristik informasi dalam sistem teknologi informasi diantaranya kepadatan informasi, luas informasi, frekuensi informasi dan skedul informasi. Misrawi (2010) mengemukakan bahwa kualitas informasi dari website dapat dilihat dari (1) tema, (2) akurasi (terkait dengan sumbernya), (3) tujuan (edukasi, promosi, advokasi, provokasi, justifikasi atau agitasi), (4) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
kompetensi (kompetensi pembuat informasi),(5) aktualitas (menyajikan informasi terbaru atau dengan kata lain selalu diperbaharui). Leeuwis (2004) menyatakan bahwa kecepatan/aktualitas informasi pada media internet lebih cepat dibandingkan media massa lain, karena berita dan aktualitas sering ada sebelum disiarkan oleh radio/televisi. Kebaharuan informasi dalam website dapat dilihat dari aktualitas informasi, kerena dapat di-update secara sentral, dan langsung tersedia untuk dibaca siapa saja. Gaol (2008) menjelaskan dalam suatu sistem informasi, suatu informasi yang berkualitas harus memenuhi syarat kelengkapan informasi. Kelengkapan informasi mengacu kepada kedalaman dan perincian informasi dan jumlah informasi yang disediakan bagi pengguna. Penjelasan “informasi yang benar dan lengkap” sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mencakup (1) informasi yang
memuat
identitas serta status subjek
hukum dan
kompetensinya, baik sebagai produsen, pemasok, penyelenggara maupun perantara (2) informasi lain yang menjelaskan hal tertentu yang menjadi syarat sahnya perjanjian serta menjelaskan barang dan/atau jasa yang ditawarkan, seperti nama, alamat, dan deskripsi barang/jasa. Sesuai pasal 28, Undang-undang No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, yang mengatur Materi Penyuluhan menjelaskan bahwa: (1)
Materi penyuluhan dalam bentuk teknologi tertentu yang akan disampaikan kepada pelaku utama dan pelaku usaha, harus mendapat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
rekomendasi dari lembaga pemerintah, kecuali teknologi yang bersumber dari pengetahuan tradisional. (2)
Lembaga pemerintah pemberi rekomendasi wajib mengeluarkan rekomendasi setelah proses pengujian dan administrasi selesai.
(3)
Teknologi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri. Mardikanto (2010) menjelaskan, persyaratan utama agar pesan dan
informasi dapat diterima dengan jelas oleh sasaran (penerima manfaat), haruslah: 1) Mengacu kepada ‘kebutuhan masyarakat’, dan disampaikan pada saat sedang dan atau segera akan dibutuhkan. Sesuai Undang-udang No. 16 Tahun 2006, tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, pasal 27 dijelaskan “materi penyuluhan dibuat berdasarkan ‘kebutuhan’ dan kepentingan pelaku utama dan pelaku usaha dengan memperhatikan kelestarian sumberdaya pertanian, perikanan dan kehutanan. 2) Disampaikan dalam bahasa yang mudah dipahami; 3) Tidak memerlukan korbanan yang memberatkan; 4) Memberikan harapan peluang keberhasilan yang tinggi, dengan tingkat manfaat yang merangsang; 5) Dapat diterapkan sesuai dengan kondisi (pengetahuan, ketrampilan, sumberdaya yang dimiliki/dapat diusahakan) masyarakatnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
d. Sosialisasi Cyber Extension kepada Penyuluh Sosialisasi merupakan upaya mengkomunikasikan kegiatan untuk menciptakan dialog kepada masyarakat. Melalui sosialisasi akan membantu untuk meningkatkan pemahaman masyarakat dan pihak terkait dengan program yang telah direncanakan (Mardikanto, 2010). Sosialisasi adalah jenis kegiatan yang dilakukan untuk menyebarluaskan keberadaan suatu program (Chandra, 2003). Sosialisasi sebagai salah satu metode berkomunikasi yang efektif maka yang harus memperhatikan media yang digunakan, sifat hubungan antara fasilitator dan penerima manfaat, serta pendekatan psiko-sosial yang dikaitkan dengan tahapan adopsinya (Mardikanto, 2010). Katz (Bungin, 2008) menyatakan bahwa, kondisi sosial psikologis seseorang akan menyebabkan dorongan dalam penggunaan isi media untuk memenuhi kebutuhan seseorang akan informasi. Ivancevich dkk. (2005) menjelaskan bahwa, sosialisasi dilakukan untuk membentuk individu yang memasuki organisasi, namun juga sangat berbeda antara satu situasi dengan situasi lainnya. Salah satu asumsi yang dikemukakan oleh Ragam metode yang disarankan dalam sosialisasi adalah (1) percakapan; (2) media massa; (3) media cetak; (4) pertemuan; (5) focus discussion group (Mardikanto, 2010). Sosialisasi dapat dilakukan dalam bentuk pertemuan (rutin dan mingguan), serta pelatihan untuk menambah dan pengetahuan dan wawasan pelaku di dalam program (Chandra, 2003). Atmadja (2009) menyatakan bahwa, sosialisasi dapat dilakukan melalui commit to user pendekatan pelatihan dan kampanye budaya organisasi. Menurut Ivancevich
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
dkk. (2005), sosialisasi dalam bentuk pelatihan merupakan sosialisasi akomodatif dalam rangka memberikan keterampilan pada pekerjaan. Leeuwis (2004) menjelaskan bahwa, dalam kasus perdebatan internet sebagai media penyuluhan, salah satunya adalah dapat memberikan fasilitasi khusus, seperti pelatihan bagi orang-orang yang tidak memiliki komputer. Wijekoon et al. (2006) mengemukakan, dalam implementasi cyber extension di Srilanka, para penyuluh berpartisipasi untuk pelatihan di unit cyber, khususnya pada materi media digital instruksional (seperti PowerPoint). Oleh karena itu, penyuluh yang ditugaskan pada Govijana Kendraya, mampu menghasilkan presentasi mereka sendiri melalui 'PowerPoint' dan publikasi dengan menggunakan fasilitas unit cyber extension untuk sebagai bahan penyuluhan di tingkat lokal. Mereka juga diminta untuk mengkompilasi database visual masalah lokal di setiap musim dan bahan tersebut akan dipakai sebagai bahan penelitian oleh para peneliti untuk memecahkan masalah lokal yang terjadi. Apabila dikaitkan dengan sifat hubungan antara fasilitator dan klien yaitu yang berpengaruh pada respon penerima manfaat, maka metode sosialisasi dapat dibagi dalam (Mardikanto, 2010): 1) Komunikasi langsung yang memungkinkan fasilitator berkomunikasi secara langsung (memperoleh respon) dari penerima manfaatmya relatif singkat; 2) Komunikasi tak langsung (dengan perantara), tidak memungkinkan fasilitator dapat menerima respon dari penerima manfaatnya dalam waktu commit to user yang relatif singkat.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
Proses sosialisasi menjadi sangat penting, karena akan menentukan minat atau ketertarikan masyarakat untuk berpartisipasi (berperan dan terlibat) dalam program. Dalam beberapa peristiwa dan situasi, sosialisasi mengenai cyber extension dilaksanakan oleh Kelembagaan Penyuluhan di tingkat Kabupaten dan Provinsi, khususnya yang memperoleh fasilitasi sarana-prasana dari Kementerian Pertanian. Sosialisasi dalam rangka memberikan pemahaman mengenai pemanfaatan cyber extension oleh penyuluh dan tata kelola cyber extension (Badan PPSDMP, 2010). Konvergensi komunikasi dalam bentuk koordinasi dan dialog serta, serta meningkatkan harmonisasi hubungan kerja antar instansi terkait dalam rangka menyelaraskan persepsi dan komitmen pemerintah daerah, merupakan salah satu strategi penyuluhan pertanian (Kementerian Pertanian, 2009). e. Komunikasi antara Penyuluh dengan Administrator Cyber Extension Kabupaten. Berkaitan dengan tata kelola cyber extension, maka di dalam Grand Design Cyber Extension (Badan PPSDMP, 2010) telah diatur organisasi dan mekanisme kerja dalam cyber extension, melibatkan pusat (administrator level 1), provinsi sebagai (administrator level 2), dan kabupaten/kota (administrator level 3). Tiap tingkatan adminstrator level (pengelola data dan informasi cyber extension) tersebut mempunyai tanggung jawab untuk pengelolaan informasi pada cyber extension. Komunikasi dan kelancaran aliran data dan informasi materi dari penyuluh, kecamatan, kabupaten/kota commit to user dan provinsi, sebelum didesiminasi kepada pemakai langsung cyber
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
extension, menentukan kualitas data cyber extension, khususnya data spesifik lokalita (Badan PPSDMP, 2010). Untuk itu, dalam rangka mengimplementasikan koordinasi antar organisasi tersebut, maka diperlukan komunikasi organisasi. Komunikasi organisasi adalah proses menciptakan dan saling menukar pesan dalam satu jaringan hubungan yang saling tergantung satu sama lain untuk mengatasi lingkungan yang tidak pasti atau yang selalu berubah-ubah (Goldhaber dalam Muhammad, 2005). Suprapto (2009) menjelaskan bahwa, komunikasi dalam organisasi khususnya mempunyai dengan satu atau lebih dimensi-dimensi struktur organisasi (misalnya peranan, status, kompleksitas teknologi, pola-pola otoritas dan sebagainya). Sedangkan komunikasi di luar organisasi adalah pertukaran massage antar organisasi atau masuknya arus informasi dari luar (lingkungan ke dalam organisasi). Komunikasi memungkinkan anggotaanggota organisasi saling bertukar pengetahuan tentang tujuan-tujuan yang akan dicapai organisasi. Selain itu, komunikasi adalah wacana di mana suatu
organisasi
dapat
mencapai
lingkungannya.
Liliweri
(2002),
menyatakan bahwa, komunikasi organisasi adalah komunikasi antarpribadi atau kelompok yang bersifat impersonal (atau komunikasi yang berstruktur) yang dilakukan oleh pribadi/unit kerja dalam satu organisasi. Pribadi adalah individu yang berbeda satu dengan yang lainnya, sehingga kualitas individu menentukan kekhasannya dalam hubungannya dengan individu lain, dan commit tokualitas user komunikasi (Bungin, 2008). kekhasan tersebut akan menentukan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
Komunikasi menjalankan empat fungsi utama yaitu kendali (kontrol, pengawasan), motivasi, pengungkapan emosional dan informasi (Robbins, 1998). Moeljono (2005) menyatakan komunikasi organisasi sebagai indikasi perwujudan dari kekompakan organisasi. Zuhal (2010) mengemukakan bahwa, etika dalam komunikasi organisasi menitikberatkan perhatiannya pada permasalahan di seputar perilaku organisasi, seperti kepemimpinan, motivasi, manajemen, konflik, kreativitas, dan persuasi. Umar (1998) mengemukakan bahwa, tujuan komunikasi organisasi adalah memberikan informasi kepada pihak luar maupun pihak dalam, memanfaatkan umpan balik dalam rangka proses pengendalian manajemen, mendapatkan
pengaruh,
alat
untuk
memecahkan
persoalan
untuk
pengambilan keputusan, mempermudah pembentukan kelompok-kelompok kerja serta dapat dijadikan untuk menjaga pintu keluar masuk dengan pihakpihak luar organisasi. Robbins (1998) menjelaskan arah komunikasi dibagi menjadi tiga yaitu (1) ke bawah; (2) ke atas; dan (3) lateral. Komunikasi ke bawah didefinisikan sebagai komunikasi yang mengalir dari satu tingkat dalam suatu kelompok atau organisasi ke suatu tingkat yang lebih bawah. Komunikasi ke atas adalah komunikasi yang mengalir ke suatu tingkat yang lebih tinggi dalam kelompok atau organisasi. Komunikasi lateral adalah komunikasi yang terjadi di antara anggota kelompok kerja yang sama, di antara anggota kelompok-kelompok kerja pada tingkat yang sama. Apabila dilihat dari jaringan komunikasi, maka Robbins (1998) commit to user menyatakan bahwa, saluran tempat informasi mengalir bisa melalui
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
jaringan formal dan jaringan non formal. Jaringan formal lazimnya vertikal, mengikuti rantai wewenang, dan terbatas pada komunikasi yang bertalian dengan tugas. Sedangkan jaringan non formal seperti selentingan yang bebas untuk bergerak ke segala arah, meloncati tingkat-tingkat wewenang, dan kemungkinan besar memenuhi kebutuhan sosial anggota kelompok, karena mempermudah penyelesaian tugas. Zuhal (2010) mengemukakan bahwa, konteks yang terdapat dalam komunikasi organisasi adalah jenis pesan, media, dan umpan balik komunikasi. Kesenjangan komunikasi dan kebuntuan komunikasi akan menciptakan kendala dalam pencapaian visi dan misi perusahaan. Untuk itu, dalam perusahaan-perusahaan
intensitas
komunikasi
dikembangkan
dalam
berbagai program komunikasi yang berkelanjutan dan terarah (Sentana, 2008). Gunarsa (2004), menyatakan bahwa, intensitas komunikasi dapat diukur dari apa-apa dan siapa yang saling dibicarakan, pikiran, perasaan, obyek tertentu, orang lain, atau dirinya sendiri. f. Persepsi Penyuluh terhadap Cyber Extension Haris and Hartman (2002) menyatakan bahwa, persepsi adalah suatu pengalaman sensorik di mana seorang individu mengamati perilaku, peristiwa atau kondisi; membentuk interpretasi faktor yang diamati; mengembangkan sikap, dan memungkinkan pengamatan diolah menjadi faktor yang mempengaruhi
perilakunya.
Van
den
Ban
dan
Hawkins
(1999)
mendefinisikan persepsi sebagai proses menerima informasi atau stimuli dari lingkungan dan mengubahnya ke dalam kesadaran psikologis. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
Indrawijaya (1989) mengemukakan bahwa, Hamner dan Organ mendefinisikan
persepsi
sebagai
suatu
proses
di
mana
seseorang
mengorganisasikan dalam pikiran, menafsirkan, mengalami dan mengolah pertanda atau segala sesuatu yang terjadi di lingkungannya. Menurut Robbins (1998), persepsi adalah suatu proses yang ditempuh individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka, agar memberikan makna bagi lingkungan mereka. Rogers (2003) mengemukakan bahwa, proses selective perception di tahap persuasi dalam suatu proses keputusan inovasi sangat penting dalam menentukan perilaku seseorang. Selective perception didefinisikan sebagai kecenderungan untuk menafsirkan pesan-pesan komunikasi dalam arti yang sesuai dengan sikap-sikap dan kepercayaaannya. Dalam selective perception, maka orang mengembangkan pandangan umumnya terhadap inovasi. Pandangan orang tentang sifat-sifat inovasi, terutama keuntungan relatif, kesesuaian dan kerumpilan menjadi sangat penting pada tahap ini. Pengertian keuntungan relatif, kesesuaian dan kerumpilan dijelaskan sebagai berikut: 1) Keuntungan relatif adalah seberapa suatu inovasi dianggap lebih baik daripada gagasan yang mendahuluinya atau dengan kata kata lain kelebihan keuntungan dibandingkan dengan yang diberikan oleh sistem yang lama. Van den Ban dan Hawkins (1998) menjelaskan bahwa, sebuah inovasi dianggap mempunyai keuntungan relatif karena dipengaruhi oleh pemberian insentif kepada sasaran. Misalnya penyediaan insentif seperti commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
penyediaan benih kepada petani dengan harga subsidi akan membuat petani mencoba sebuah inovasi. 2) Kesesuaian adalah sejauh mana suatu inovasi dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu, dan kebutuhan calon penerima. 3) Kerumpilan suatu
inovasi
menurut
pandangan anggota
sistem,
berhubungan negatif dengan kecepatan adopsinya. Kerumpilan adalah sejauh mana inovasi dianggap relatif sulit dipahami dan dipergunakan. Pada tahapan persuasi, maka orang ingin memperoleh jawaban atas pertanyaan-pertanyaan seperti: “ Apakah hasil/akibat penggunaan inovasi?” dan “Apakah kemanfaatan dan kemudoratan inovasi bagi saya” (Rogers, 1983). Manfaat dari kinerja suatu program pemerintah didefinisikan sebagai kegunaan suatu keluaran yang dirasakan langsung oleh masyarakat, dapat berupa tersedianya fasilitas yang diakses oleh publik (Lembaga Administrasi Negara, 2003). Tingkat kemanfaatan teknologi informasi komunikasi oleh petani dapat digolongkan menjadi (1) memanfaatkan secara tidak langsung dan atau komunikasi searah; (2) komunikasi dan atau mencari informasi secara interaktif; dan (3) komunikasi secara interaktif, browsing, chatting, jejaring sosial, pengelolaan/ dokumentasi informasi, dan promosi usaha (Mulyandari, 2011). Mcquail (2010), menyatakan bahwa manfaat dari media massa salah satunya adalah penyebaran pengetahuan.
Menurut Bungin (2008),
penghargaan tertinggi pada anggota masyarakat maya dalam sistem commit to user pengetahuan mereka terletak pada seberapa banyak mereka dapat mengatasi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
kasus-kasus teknologi media yang dihadapi oleh sesama anggota masyarakat maya. Karena itu, status sosial tertinggi dalam sistem pengetahuan mereka adalah seberapa banyak seseorang menjadi tempat bertanya untuk memecahkan kasus-kasus tersebut. Davis (Jogiyanto dan Abdillah, 2011) menyatakan bahwa, persepsi kegunaan dan persepsi kemudahan penggunaan menentukan penerimaan individual terhadap sistem teknologi informasi. Keduanya mempunyai pengaruh ke niat perilaku. Pemakai teknologi akan mempunyai niat menggunakan teknologi (niat perilaku), jika merasa sistem teknologi bermanfaat. Pemakai teknologi akan mempunyai niat menggunakan teknologi (niat perilaku), jika merasa sistem teknologi tersebut mudah digunakan. Pemakai sistem akan menggunakan sistem jika merasa sistem tersebut mudah digunakan. Indrawijaya (1989) mengemukakan bahwa, persepsi menjadi salah satu dasar dari perilaku seseorang. Haris and Hartman (2002), menambahkan persepsi dicapai untuk semua aspek lingkungan individu (diri sendiri, orang lain, komponen produksi, pelanggan, masyarakat umum, dan sebagainya). Persepsi tidak selalu realitas, yaitu persepsi tidak selalu akurat atau benar. Persepsi pekerja akan mempengaruhi perilaku pribadi. Skinner
(Sunaryo,
2002),
menyatakan bahwa perilaku adalah
merupakan interaksi antara perangsang dan tanggapan. Perilaku juga mempunyai arti aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respons serta dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Perilaku manusia commit to user selalu memiliki orientasi pada tugas tertentu, demikian juga individu yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
bekerja berorientasi untuk menghasilkan sesuatu. Swansburg (2001), menjelaskan bahwa, individu akan mengulang perilaku jika akibatnya positif. Robbins (1998) menyatakan bahwa, persepsi dipengaruhi oleh karakteristik pribadi yang melekat pada pelaku persepsi. Selain itu persepsi juga dipengaruhi oleh obyek atau target yang dipersepsikan dan konteks situasi dimana persepsi itu dilakukan. Setiap karakteristik suatu obyek akan meningkatkan kemungkinan bahwa karakteristik itu akan dipersepsikan. Menurut Luthans (1995), persepsi dimulai ketika seseorang dihadapkan pada stimulus atau suatu situasi. Situasi yang menghasilkan stimulus dapat terjadi ketika berinteraksi dengan orang lain. Peristiwa atau obyek baru di dalam sebuah situasi akan menarik perhatian bagi pelaku persepsi. B. Kerangka Berpikir Metode penyuluhan apabila ditinjau dari teknik komunikasi tidak langsung, seperti melalui media massa konvensional (media cetak, televisi, dan radio) mengalami banyak tantangan dan permasalahan, baik permasalahan distribusi, jumlah yang terbatas, biaya pencetakan serta biaya transportasi yang besar, penayangannya masih belum tepat waktu, tepat tempat dan tepat sasaran, memerlukan biaya yang sangat besar, waktu tayangnya sangat terbatas dan terkadang belum tentu dapat diterima oleh para petani sampai ke pelosok-pelosok. Di satu sisi kebutuhan petani akan informasi penyuluhan sekarang sudah beragam dan lebih spesifik lokasi. Dalam era globalisasi ini kehadiran teknologi informasi memungkinkan untuk menjawab tantangan yang ada, untuk itu penyuluhan pun perlu didukung commit to user sistem informasi yang kuat dan jelas, sehingga percepatan informasi dapat tepat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
waktu, tempat tepat dan tepat sasaran. Kementerian Pertanian, melalui Badan Penyuluhan
dan
Pengembangan
SDM
Pertanian
pada
tahun
2010
mengembangkan cyber extension yang merupakan sistem informasi penyuluhan pertanian melalui media internet (berbasis informasi teknologi) yang dibangun untuk mendukung penyediaan materi penyuluhan dan informasi pertanian bagi penyuluh dalam memfasilitasi proses pembelajaran agribisnis pelaku utama dan pelaku usaha. Para penyuluh diharapkan dapat merubah perilaku yang hanya menerima pasokan materi penyuluhan menjadi memanfaatkan cyber extension untuk dapat meningkatkan kinerjanya. Sehingga kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension dapat dilihat dalam hal aksebilitas, pemanfaatan materi informasi bagi kegiatan penyuluhan, dan pengenalan cyber extension kepada petani (Badan PPSDMP 2010; Rivera dan Qamar, 2003; Leeuwis, 2004; dan Subejo, 2008). Dari kajian teori yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dijelaskan kerangka berpikir penelitian sebagai berikut: (1) Kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor penunjang cyber extension, kualitas informasi cyber extension sosialisasi cyber extension kepada penyuluh, komunikasi antara penyuluh dan adminstrator kabupaten, karakteristik penyuluh, serta persepsi penyuluh terhadap cyber extension; (2) Karakteristik penyuluh selain dapat mempengaruhi kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension, juga dapat berpengaruh terhadap komunikasi antara penyuluh dan adminstrator cyber extension kabupaten serta persepsi commit to user penyuluh terhadap cyber extension;
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
(3) Faktor penunjang selain dapat mempengaruhi kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension, juga dapat mempengaruhi kualitas informasi cyber extension, sosialisasi cyber extension kepada penyuluh dan persepsi penyuluh terhadap cyber extension; (4) Kualitas informasi cyber extension selain dapat mempengaruhi kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension, juga dapat mempengaruhi sosialisasi cyber extension kepada penyuluh dan persepsi penyuluh terhadap cyber extension; (5) Sosialisasi cyber extension kepada penyuluh selain dapat mempengaruhi kinerja
penyuluh dalam pemanfaatan
mempengaruhi
cyber
extension,
juga
dapat
komunikasi antara penyuluh dan adminstrator cyber
extension kabupaten dan persepsi penyuluh terhadap cyber extension; Agar lebih mudah pemahaman kerangka pikir, maka secara sistematis digambarkan sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
Kualitas informasi cyber extension (X2)
Faktor penunjang cyber extension (X1)
Sosialisasi cyber extension kepada penyuluh (X3)
Komunikasi antara penyuluh dan admin kabupaten (X4)
Persepsi penyuluh terhadap cyber extension (X6)
Kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y)
Karakteristik penyuluh (X5)
Gambar 3. Diagram Konsep Kerangka Berpikir Hubungan Antar Peubah yang akan Diuji dalam Penelitian Keterangan 1. Faktor penunjang cyber extension (X1) meliputi: kebijakan (X1.1.); sarana prasarana (X1.2); dan pembiayaan (X1.3.); 2. Kualitas informasi cyber extension (X2) meliputi: kesesuaian informasi (X2.1.); aktualitas informasi (X2.2.); sumber yang dipercaya (X2.3.); 3. Sosialisasi cyber extension kepada penyuluh (X3) meliputi: percakapan (X3.1.); pertemuan (X3.2.); media perantara (X3.3.) 4. Komunikasi antara penyuluh dan administrator kabupaten (X4) meliputi: sekedar berkomunikasi (X4.1.), tukar menukar informasi (X4.2.), dan konsultasi (X4.3.). 5. Karakteristik penyuluh (X5) meliputi umur (X5.1.), pendidikan (X5.2.), masa kerja (X5.3), kepemilikan sarana teknologi informasi (X5.4.), kepemilikan e-mail (X5.5.), motivasi (X5.6.), dan sikap terhadap teknologi informasi internet (X5.7.) 6. Persepsi penyuluh terhadap cyber extension (X6) meliputi persepsi terhadap manfaat (X6.1.), persepsi terhadap kemudahan aplikasi (X6.2.), persepsi terhadap pembiayaan (X6.3.) 7. Kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y) meliputi aksesbilitas (Y1), pemanfaatan materi informasi bagi kegiatan penyuluhan (Y2), dan pengenalan cyber extension (Y3) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
C. Hipotesis 1. Hipotesis Mayor Terdapat pengaruh langsung maupun tidak langsung yang signifikan antara faktor penunjang cyber extension, kualitas informasi cyber extension, sosialisasi cyber extension kepada penyuluh, komunikasi antara penyuluh dengan administrator kabupaten, karakteristik penyuluh, persepsi penyuluh terhadap cyber extension terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. 2. Hipotesis Minor a. Terdapat pengaruh langsung dan tidak langsung yang signifikan antara faktor penunjang cyber extension terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. b. Terdapat pengaruh langsung dan tidak langsung yang signifikan antara kualitas informasi cyber extension terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. c. Terdapat pengaruh langsung dan tidak langsung yang signifikan antara sosialisasi cyber extension kepada penyuluh terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. d. Terdapat pengaruh langsung dan tidak langsung yang signifikan antara komunikasi antara penyuluh dengan administrator kabupaten terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. e. Terdapat pengaruh langsung dan tidak langsung yang signifikan antara karakteristik penyuluh terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan commit to user cyber extension.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
f. Terdapat pengaruh langsung persepsi penyuluh terhadap cyber extension terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan dengan pertimbangan bahwa (1) menjadi salah satu yang
kelembagaan
penyuluhan kabupaten
dan
beberapa
kelembagaan
penyuluhan kecamatannya yaitu mendapatkan fasilitasi prasarana untuk mengakses cyber extension dari Kementerian Pertanian, (2) memiliki tingkat aksesbilitas yang cukup tinggi terhadap sumber informasi, karena berdekatan dengan ibukota negara, Jakarta. Waktu penelitian pada bulan April 2012 sampai dengan Mei 2012. B. Jenis Penelitian Menurut Singarimbun dan Effendi (1995) penelitian digolongkan menjadi tiga tipe yaitu (1) penelitian penjajakan (eksploratif) yaitu penelitian yang bertujuan menemukan sebab terjadinya sesuatu, bersifat terbuka masih mencari – cari dan belum mempunyai hipotesis; (2) penelitian penjelasan (eksplanatori) yaitu suatu penelitian yang menyoroti hubungan antara variabel penelitian dan menguji hipotesis; (3) penelitian deskriptif adalah suatu penelitian untuk mendeskripsikan secara rinci terhadap suatu fenomena tertentu. Berlandasan landasan tersebut, bila dikaitkan dengan rancangan penelitian, maka tipe penelitian ini adalah tipe eksplanatori. Dengan kata lain penelitian ini berusaha menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
Menurut sifatnya, penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Mardikanto (2010) menjelaskan bahwa penelitian kuantitatif memusatkan pada pengumpulan data kuantitatif yang berupa angka-angka untuk kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis statistika. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, yaitu suatu metode pengumpulan data yang cepat dengan menggunakan kuisioner dari sekelompok orang atau sampel. Penelitian survei menitikberatkan pada penelitian relasional yakni mempelajari hubungan variabel-variabel, sehingga secara langsung atau tidak, hipotesis penelitian dipertanyakan (Singarimbun dan Effendi, 1995). C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2011). Populasi juga didefinisikan sebagai keseluruhan dari unit-unit analisis yang memiliki spesifikasi atau ciri-ciri tertentu (Slamet, 2006). Populasi dalam penelitian adalah penyuluh yang dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dibiayai oleh pemerintah yaitu Penyuluh PNS dan THL-TB Penyuluh Pertanian di Kabupaten Bogor. Jumlah populasi dalam penelitian sebesar 196 penyuluh terdiri dari (109 Penyuluh PNS dan 87 THL-TB PP).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
2. Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2011). Teknik pengambilan sampel ini adalah stratified random sampling, Populasi penyuluh akan distrata dengan mempertimbangkan kriteria yaitu penyuluh yang bertugas di BP3K wilayah kerja yang mendapat fasilitasi sarana-prasarana komputer untuk mengakses cyber extension dan tidak mendapat fasilitasi, kemudian akan distrata kembali menurut status penyuluh yaitu (1) Penyuluh PNS dan (2) THL-TB PP. Jumlah sampel yang akan diambil sejumlah 98 orang dengan rincian seperti tersaji pada Tabel 1. Tabel 1. Jumlah Sampel yang Diambil dalam Penelitian Penyuluh PNS THL-TB PP (orang) (orang) No Kriteria Jumlah*) Sampel Jumlah*) Sampel 1. BP3K yang mendapat 61 30 39 20 fasilitasi 2. BP3K yang tidak 48 24 48 24 mendapat fasilitasi Jumlah 109 54 87 44 *) Sumber data: Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Bogor per Januari 2012 D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Faktor penunjang cyber extension a. Kebijakan adalah dukungan yang diberikan oleh kelembagaan atau pemerintah yang dirasakan penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. Diukur dengan skala skor 1 – 4 yaitu: (1) sangat tidak mendukung (tidak ada); (2) tidak mendukung (ada, tetapi belum diimplementasikan); (3) commit to user mendukung (ada, tetapi belum seperti yang diharapkan); dan (4) sangat mendukung (ada, dan sudah seperti yang diharapkan).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
b. Sarana dan prasarana adalah kondisi sarana prasarana yang mendukung penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. Diukur dengan skala skor 1 – 4 yaitu: (1) sangat tidak mendukung (belum tersedia); 2) tidak mendukung (tersedia, namun belum berfungsi); 3) mendukung (tersedia, akses internet di tempat-tempat tertentu); 4) sangat mendukung (tersedia, akses internet tersedia di berbagai tempat). c. Pembiayaan adalah dukungan pengeluaran untuk keperluan operasional dalam pemanfaatan cyber extension. Diukur dengan skala skor 1 – 4, yaitu: (1) sangat tidak mendukung (belum dianggarkan); (2) tidak mendukung (sudah dianggarkan, tetapi belum cukup); (3) mendukung (sudah dianggarkan, cukup, tetapi sulit dicairkan); dan (4) sangat mendukung (sudah dianggarkan, cukup dan mudah dicairkan). 2. Kualitas informasi cyber extension a. Kesesuaian informasi yaitu informasi yang sesuai dengan rencana kerja penyuluh, kebutuhan penyuluh dan kebutuhan petani. Diukur dengan skala skor 1 – 4 yaitu, (1) sangat tidak sesuai ; (2) tidak sesuai; (3) sesuai; dan (4) sangat sesuai. b. Aktualitas informasi yaitu informasi yang tersedia adalah informasi yang selalu diperbaharui. Diukur dengan skala skor 1 – 4 yaitu, (1) sangat tidak aktual (tidak pernah di-update); (2) tidak aktual (di-update > 1 bulan sekali); (3) aktual (di-update < 1 bulan sekali); dan (4) sangat aktual (diupdate > 1 minggu sekali). c. Sumber yang dipercaya yaitu informasi yang tersedia dari sumber yang mudah ditelusuri identitasnya. Diukur dengan skala skor 1 – 4 yaitu, (1) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
tidak mudah ditelusuri; (2) sulit ditulusuri; (3) relatif mudah ditelusuri; dan (4) sangat mudah ditelusuri. 3. Sosialisasi cyber extension Upaya mengkomunikasikan kepada penyuluh untuk meningkatkan pemahaman penyuluh terkait dengan cyber extension, yang meliputi: a. Percakapan yaitu frekuensi dialog antar penyuluh atau pihak terkait lain, tanpa dibatasi lokasi dan waktu. Variabel diukur dengan skala skor 1 – 4 yaitu, (1) tidak pernah (tidak pernah); (2) kurang (< 1 kali/bulan); (3) sering (1 - 4 kali/bulan); dan (4) selalu (> 1 kali/minggu). b. Pertemuan dan pelatihan yaitu keterlibatan penyuluh dalam proses tatap muka atau pelatihan yang melibatkan beberapa penyuluh, dalam suatu lokasi dan waktu tertentu. (1)
Keikutsertaan penyuluh. Variabel diukur dengan skala skor 1 – 4, yaitu (1) tidak pernah hadir; (2) jarang (< 50% kehadiran); 3) sering (> 50% kehadiran); dan (4) selalu.
(2)
Motivasi kehadiran. Variabel diukur dengan skala skor 1 – 4 diukur dengan skor (1) sangat rendah (terpaksa, karena ancaman); 2) rendah (terpaksa, karena terinduksi); (3) tinggi (terpaksa, karena lingkungan); dan (4) sangat tinggi (kesadaran).
(3)
Keterlibatan penyuluhan. Variabel diukur dengan skala skor 1 – 4 yaitu, (1) sangat tidak terlibat (tidak memperhatikan); (2) tidak terlibat (pasif, tidak merespon); (3) terlibat (merespon, tetapi tidak untuk menggunakan; serta (4) sangat terlibat (merespon dan untuk menggunakan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
c. Media perantara
yaitu keragaman media
perantara
yang pernah
dibaca/dilihat/ditonton penyuluh yang menginformasikan cyber extension. Variabel diukur dengan skala skor 1 – 4 yaitu, (1) tidak pernah; (2) kurang beragam (1 jenis media); (3) beragam (2 jenis media); dan (4) sangat beragam (> 2 jenis media). 4. Komunikasi antara penyuluh dan administrator cyber extension kabupaten Proses saling menukar pesan antara penyuluh dengan administrator cyber extension di Kabupaten Bogor. Komunikasi tersebut meliputi: a. Sekedar berkomunikasi yaitu frekuensi komunikasi antara penyuluh dan admin kabupaten untuk sekedar berkomunikasi. Diukur dengan skala skor 1 – 4, yaitu (1) belum pernah (belum pernah); (2) tidak intensif (< 1 kali/bulan); (3) intensif (1-4 kali/bulan); dan (4) setiap saat (1 kali/minggu). b. Tukar menukar informasi yaitu frekuensi komunikasi antara penyuluh untuk saling tukar menukar informasi materi cyber extension. Diukur dengan skala skor 1 – 4, yaitu (1) belum pernah (belum pernah); (2) tidak intensif (< 1 kali/bulan); (3) intensif (1-4 kali/bulan); dan (4) setiap saat (1 kali/minggu). c. Konsultasi yaitu frekuensi komunikasi antara penyuluh dan admin kabupaten untuk berkonsultasi dalam pemanfaatan cyber extension. Diukur dengan skala skor 1 – 4, yaitu (1) belum pernah (belum pernah); (2) tidak intensif (< 1 kali/bulan); (3) intensif (1-4 kali/bulan); dan (4) setiap saat (1 kali/minggu). 5. Karakteristik Penyuluh Karakteristik penyuluh adalah bagian dari individu dan melekat pada diri penyuluh yang berhubungan dalam pemanfaatan cyber extension. Karakteristik commit to user penyuluh meliputi:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
a. Umur adalah usia responden pada saat mengisi kuesioner. Dinyatakan dalam skala skor 1 – 4 yaitu, (1) sangat muda (< 25 tahun); (2) muda (25 tahun - 35 tahun; (3) tua (36 – 50 tahun); dan (4) sangat tua (>50 tahun). b. Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal terakhir responden yang berhasil ditamatkan dinyatakan skala skor 1 – 4 yaitu, (1) SLTA; (2) DIII; (3) S1; dan (4) S2/S3. c. Masa kerja adalah tingkat senioritas penyuluh terkait lama kerja menjadi penyuluh, dan dinyatakan dalam tahun. Diukur dengan skala skor 1 – 4 yaitu, (1) yunior (< 5 tahun); (2) madya (6 – 15 tahun); (3) senior (16 - 25 tahun); dan (4) sangat senior (> 26 tahun). d. Kepemilikan sarana teknologi informasi adalah sarana teknologi informasi yang dimiliki oleh responden untuk mengakses informasi pertanian. Diukur dengan skala skor 1 – 4 yaitu, (1) tidak mempunyai; (2) mempunyai sarana, namun tidak pernah dimanfaatkan; (3) mempunyai sarana, kadang dimanfaatkan untuk internet; dan (4) mempunyai sarana, sering dimanfaatkan untuk internet. e. Kepemilikan alamat e-mail adalah kepemilikan alamat e-mail penyuluh yang difungsikan untuk informasi pertanian. Diukur dengan skala skor 1 – 4 yaitu, (1) tidak mempunyai alamat e-mail; (2) mempunyai alamat e-mail, tetapi tidak difungsikan; (3) mempunyai alamat e-mail, dan jarang difungsikan; dan (4) mempunyai alamat e-mail dan difungsikan. f. Motivasi meliputi motivasi menggunakan teknologi informasi internet, motivasi mempelajari teknologi informasi internet, motivasi pemanfaatan informasi internet. Diukur dengan skala skor 1 – 4 yaitu, (1) sangat rendah, commit to user (2) rendah, (3) tinggi dan (4) sangat tinggi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
g. Sikap terhadap teknologi informasi adalah sikap penyuluh terhadap penggunaan teknologi informasi untuk mencari informasi pertanian. Diukur dengan skala 1 – 4 meliputi (1) tidak menggunakan; (2) masih dijadikan pertimbangan untuk mengakses informasi pertanian; (3) pilihan untuk mencari informasi pertanian; (4) kebutuhan/keperluan sehari-hari . 6. Persepsi penyuluh terhadap cyber extension Pandangan umum penyuluh mengenai cyber extension dan pemanfaatannya, yang meliputi: a. Persepsi manfaat adalah penilaian penyuluh terhadap kelebihan dan manfaat menggunakan cyber extension meliputi manfaat bagi tambahan pengetahuan bagi penyuluh, tambahan pengatahuan bagi petani dan membangun jejaring. Diukur dengan skala skor 1 – 4 yaitu, (1) buruk; (2) kurang baik; (3) baik; dan (4) sangat baik. b. Persepsi kemudahan aplikasi adalah penilaian penyuluh terkait dengan mudah atau tidaknya memanfaatkan cyber extension untuk mendapatkan informasi pertanian, meliputi kemudahan aplikasi dengan sarana prasarana kantor, kemudahan aplikasi oleh penyuluh, dan kemudahan aplikasi oleh petani. Diukur dengan skala skor 1 – 4 yaitu, (1) buruk; (2) kurang baik; (3) baik; dan (4) sangat baik. c. Persepsi
pembiayaan
adalah
penilaian
penyuluh
terkait
dengan
keterjangkau pembiayaan dalam pemanfaatan cyber extension, meliputi pembiayaan oleh pemerintah, pembiayaan oleh penyuluh dan pembiayaan oleh petani. Diukur dengan skala skor 1 – 4 yaitu, (1) buruk; (2) kurang baik; (3) baik; (4) sangat baik. commit to user 7. Kinerja penyuluh pertanian dalam pemanfaatan cyber extension
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
Hasil kerja yang dicapai oleh penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension, yang meliputi: a. Aksesbilitas yang meliputi: (1) Mencari informasi adalah frekuensi dalam melakukan penelusuran informasi yang tersedia di cyber extension. Diukur dengan skala skor 1 – 4 yakni, (1) tidak pernah; (2) kurang (< 1 kali/bulan); (3) sering (1 - 4 kali/bulan); dan (4) selalu (> 1 kali/minggu). (2) Umpan balik adalah frekuensi dalam merespon terhadap isi informasi penyuluhan
dalam
cyber
exytension.
Meliputi
ide,
komentar,
pertanyaan. Diukur dengan skala skor 1 – 4 yaitu, (1) tidak pernah; (2) kurang (< 1 kali/bulan); (3) sering (1 - 4 kali/bulan); dan (4) selalu (> 1 kali/minggu). (3) Penyedia informasi dari lapangan adalah frekuesi dalam menyampaikan materi informasi dalam cyber extension. Diukur dengan skor 1 – 4 yaitu, (1) tidak pernah; (2) kurang (< 1 kali/bulan); (3) sering (1 - 4 kali/bulan); dan (4) selalu (> 1 kali/minggu). b. Pemanfaatan materi informasi bagi kegiatan penyuluhan adalah frekuensi kegiatan penyuluh dalam penyampaian informasi pada cyber extension kepada petani/kelompok tani. Diukur dengan skala ordinal dengan skor 1 – 4, diklasifikasikan menjadi (1) tidak pernah; (2) kurang (< 50% dari kegiatan penyuluhan); (3) sering (> 50% dari kegiatan penyuluhan, dan (4) selalu. c. Pengenalan cyber extension adalah frekuensi kegiatan penyuluh dalam mengenalkan cyber extension kepada petani/kelompok tani. Diukur dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
skor 1 – 4 yaitu (1) tidak pernah; (2) kurang (< 50% dari kegiatan penyuluhan); (3) sering (> 50% dari kegiatan penyuluhan, dan (4) selalu. Secara rinci pengukuran variabel tersaji pada Lampiran 3. E. Teknik dan Instrumen untuk Mengumpulkan Data 1. Teknik Pengumpulan Data Data yang dimanfaatkan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder. Data primer akan diperoleh melalui wawancara maupun observasi. Kuisoner merupakan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan memberi seperangkat pertanyaan tertulis kepada responden yaitu penyuluh di Kabupaten Bogor. Data sekunder akan diperoleh dari data-data serta dokumen lembagalembaga dan dinas atau instansi, dan pihak-pihak lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Secara lebih rincinya, teknik pengumpulan data pada penelitian ini dijelaskan sebagai berikut : a. Wawancara terstuktur adalah pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara langsung kepada responden dengan menggunakan pedoman wawancara, dalam hal ini adalah kuisoner. b. Observasi
non
partisipan,
melalui
pengamatan,
pencatatan,
dan
menganalisa terhadap obyek dari penelitian. c. Pencatatan, yaitu melalui pengambilan data dari dokumen-dokumen instansi/ lembaga dan pihak-pihak yang terkait dalam penelitian. 2. Instrumen Penelitian Instrumentasi atau alat ukur yang digunakan commit to user penelitian ini adalah: a. Kuesioner
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
Kuisoner yaitu lembar pertanyaan yang diisi sendiri oleh responden (Mardikanto, 2010). Kuisoner dalam penelitian ini merupakan daftar pertanyaan yang berkaitan dengan variabel atau peubah-peubah yang akan diteliti. b. Panduan Pengamatan Perlengkapan lain yang mendukung penggunaan kuisoner, misalnya dengan penggnaan perekam suara, dan kamera foto, kamera video. F. Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas Validitas atau ketepatan alat ukur ditujukan untuk melihat sejauh mana ketepatan suatu alat ukur untuk mengukur sesuatu yang ingin diukur (Singarimbun dan Effendi, 1995).
Valid juga mengandung arti bahwa
instrumen dapat digunakan untuk mengkur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2011). Teknik uji validitas alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas konstruk, yaitu menyusun tolok ukur operasional dari suatu kerangka konsep variabel atau peubah yang digunakan. Langkah-langkah uji validitas instrumen yang dilakukan adalah: (a) mendefinisikan secara operasional konsep peubah yang akan diukur berdasarkan referensi literatur dan konsultasi dengan pakar atau dosen pembimbing, (b) melakukan uji coba instrumen pada sejumlah responden, (c) mempersiapkan tabel tabulasi jawaban, (d) menghitung korelasi antara setiap item pernyataan/pertanyaan dengan skor total dengan menggunakan teknik korelasi product moment dengan bantuan Program Statistical Package commit to user for Social Science (SPSS), dan (e) membandingkan angka korelasi dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
angka kritik pada tabel korelasi nilai r (angka korelasi) pada taraf tertentu (1% atau 5%). Apabila angka korelasi tersebut lebih besar daripada angka pada tabel korelasi nilai r, maka item pertanyaan/pernyataan tersebut dinyatakan valid. Intrepretasi hasil uji coba validitas instrumen penelitian dengan teknik korelasi butir sola disajikan pada Lampiran 5. Hasilnya menunjukkan bahwa semua butir pertanyaan dinyatakan valid. 2. Uji Reliabilitas Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama (Sugiyono, 2011). Teknik uji reliabilitas yang digunakan adalah uji cronbach alpha. Teknik ini digunakan untuk menguji instrumen dengan alternatif jawaban per butir pertanyaan > 2 (lebih dari dua). Rumus uji cronbach alpha:
N
a=
1 -
n-1
Vi Vt
dimana : n
= jumlah item
Vi
= varian item ke i
Vt
= varian total
Ketelitian instrumen ini dapat dilihat dari koefisien korelasi cronbach alfa dari data yang diperoleh yaitu > 0,75 (Young dalam Mardikanto, 2010). Intrepretasi hasil uji reliabilitas instrumen penelitian dapat dilihat pada commit to user Lampiran 5. Hasil perhitungan cronbach alfa menunjukkan bahwa instrumen
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
penelitian untuk variabel X1, X2, X3, X4, X5, X6 dan Y seluruhnya reliabel, karena masing-masing nilainya lebih besar dari 0,75 G. Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini teknik analisis data yang akan dipergunakan adalah teknik analisis statitistik deskriptif dan analisis jalur (path analysis), dijelaskan sebagai berikut: 1. Analisis Statistik Deskriptif Menurut Sugiyono (2010) statistik deskriptif adalah statistik yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data sampel atau populasi. Sesuai data yang tersedia, data primer dianalisis melalui tahap (Prasetyo dan Jannah, 2005): a. Pengkodean data (coding), merupakan suatu proses.penyusunan secara sistematis data mentah (yang ada dalam kuisoner) ke dalam bentuk yang mudah dibaca ke dalam mesin pengolah data seperti komputer. b. Data entering, untuk memudahkan data yang telah diubah menjadi kode ke dalam mesin pengolah data. c. Data cleaning, untuk memastikan seluruh data yang telah dimasukkan ke mesin pengolah data sudah sesuai yang sebenarnya d. Data output yang merupakan hasil pengolahan data e. Analisis data yaitu suatu proses lanjutan dari proses pengolahan data untuk melihat bagaimana mengintrepretasikan data dari hasil yang sudah ada pada tahap hasil pengolahan data . commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
Dalam penelitian ini akan digunakan skala data ordinal. Pada data dengan skala ordinal, “pusat kecenderungan” adalah pada nilai tengah atau median (Mardikanto, 2010). 2. Analisis Jalur Analisis jalur merupakan analisis yang menguji kesignifikansian pengaruh masing-masing variabel bebas (eksogen) terhadap variabel terikat (endogen), yang ditunjukkan pada koefisien jalur (koefisian korelasi langsung), sesuai dengan “paradigma penelitian” (Mardikanto, 2010). Beberapa keunggulan dari analisis jalur dibanding regresi menurut Mardikanto (2010) adalah sebagai berikut : a. Koefisien jalur, sudah memperhatikan pengaruh variabel bebas yang lain terhadap variabel terikatnya; b. Tidak
memerlukan
uji
otokorelasi,
multikolinearitas,
dan
heteroskedastisitas; c. Dapat
diterapkan
pada
variabel-variabel
berskala
ordinal,
dengan
memanfaatkan nilai koefisien korelasi jenjangnya. Dalam hal ini variabel-variabel yang akan dianalisis hanya memiliki skala ordinal, maka perlu terlebih dahulu dilakukan penjenjangan terhadap data aslinya, baru dilakukan analisis korelasi dan regresi yang diperlukan. Berikut ini adalah diagram analisis jalur faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja penyuluh dalam pemanfataam cyber extension (Gambar 4).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
rYX1
Kualitas informasi cyber extension (X2) rX2X1
€1 rX6X2
rYX2
rX6X1
rYX3
€5
rX3X2 Faktor penunjang cyber extension (X1)
rX3X1
rX4X1
rX4X3
rX1X5 rX2X4
Sosialisasi cyber extension kepada penyuluh (X3)
€3
€2
Komunikasi antara penyuluh dan admin kabupaten (X4)
rX6X3
rX6X4
Persepsi penyuluh terhadap cyber extension (X6) rX6X5
rYX6
Kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y)
€4 rYX5
rX4X5 Karakteristik penyuluh (X5)
rYX4 rX2X5
Gambar 4. Diagram Analisis dari Kerangka Berpikir Beberapa tahapan analisis jalur pada penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Menghitung koefisien determinasi (R2) dan uji signifikansinya Koefisien determinasi (R2) menunjukkan pengaruh gabungan beberapa variabel bebas terhadap variabel terikat. Pada penelitian ini terdapat lima persamaan simultan. Oleh karenanya diperoleh lima koefisien determinasi (R2) masing-masing untuk persamaan simultan 1, 2, 3, 4, dan 5. Untuk mengetahui apakah besarnya nilai R2 dapat diterima secara statistik, dilakukan pengujian commit to user linearitas melalui uji F. Pengujian linearitas dilakukan menggunakan program
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 89
SPSS yang menghasilkan nilai Fhitung dan nilai sign. Pengujian dilakukan pada taraf nyata 5% (α = 0,05) dengan kriteria pengujian : - H1 diterima atau terdapat hubungan linier jika nilai sign ≤ α - H1 ditolak atau tidak terdapat hubungan linier jika nilai sign > α b. Menghitung besarnya koefisien jalur (r) antar variabel dan uji signifikansinya Besarnya koefisien jalur (r) dihitung menggunakan program SPSS dan pengujian dilakukan melalui uji t. Hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut: H1 : r ≠ 0 H0 : r = 0 Pengujian dilakukan dengan statistik uji t menggunakan program SPSS yang menghasilkan nilai r, thitung dan nilai sign. Pengujian dilakukan pada taraf nyata 5% (α = 0,05) dengan kriteria pengujian: - H1 diterima jika nilai sign ≤ α - H1 ditolak jika nilai sign > α c. Menghitung koefisien korelasi (r) antar variabel dan signifikansinya Koefisien korelasi (r) menunjukkan besarnya hubungan antar variabel. Besarnya nilai r pada penelitian ini dihitung menggunakan program SPSS. Hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut: H1 : Terdapat korelasi antar variabel H0 : Tidak terdapat korelasi antar variabel H1 : r ≠ 0 H0 : r = 0 Pengujian dilakukan dengan statistik menggunakan program SPSS yang menghasilkan nilai r dan nilai sign. Pengujian dilakukan pada taraf nyata 5% commit to user = 0,05) dengan kriteria pengujian:
(α
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 90
- H1 diterima jika nilai sign ≤ α d.
H1 ditolak jika nilai sign > α Menentukan pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung antar variabel Sudjana (2003) menyatakan bahwa untuk menentukan besarnya pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung didasarkan pada keterkaitan koefisien korelasi (r) dan koefisien jalur (r). Pengujian terhadap seberapa jauh kuatnya pengaruh langsung dibanding dengan pengaruh tak langsung, dihitung dengan membandingkan antara besarnya nilai β dengan r - β. - Jika β > (r - β), maka variabel bebas benar-benar memiliki pengaruh langsung terhadap variabel tergantungnya. - Jika β < (r - β), maka variabel-bebas tidak memiliki pengaruh langsung terhadap variabel tergantung, dan pengaruhnya lebih ditentukan oleh pengaruh variabel lainnya terhadap variabel tergantungnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 91
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
H. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Kelembagaan Penyuluhan di Kabupaten Bogor a. Kelembagaan Penyuluhan di Tingkat Kabupaten Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, pasal 8 yang mengatur kelembagaan penyuluhan menyatakan bahwa kelembagaan penyuluhan di tingkat kabupaten/kota berbentuk badan pelaksana penyuluhan. Untuk melaksanakan amanat undang-undang tersebut, maka pada tahun 2008 berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 15 Tahun 2008, dibentuk Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP4K) bertugas untuk membantu Bupati dalam melaksanakan urusan Pemerintah Daerah di bidang penyelenggaraan penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan. Dalam menyelenggarakan tugas tersebut maka BP4K mempunyai fungsi sebagai berikut: 1.
Penyusunan kebijakan dan program penyuluhan daerah yang sejalan dengan kebijakan dan program penyuluhan provinsi dan nasional;
2.
Penyusunan
kebijakan,
program
dan
kegiatan
penyuluhan
yang
mendukung kebijakan, program dan kegiatan pembangunan pertanian, commit to user perikanan dan kehutanan daerah;
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 92
3.
Pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan mekanisme, tata kerja dan metode penyuluhan;
4.
Pelaksanaan pengumpulan, pengolahan, pengemasan dan penyebaran materi penyuluhan bagi pelaku utama dan pelaku usaha;
5.
Pelaksanaan pembinaan pengembangan kerjasama, kemitraan, pengelolaan kelembagaan, ketenagaan, sarana dan prasarana, serta pembiayaan penyuluhan;
6.
Penumbuhkembangan dan fasilitasi kelembagaan dan forum kegiatan bagi pelaku utama dan pelaku usaha;
7.
Peningkatan kapasitas Penyuluh Pegawai Negeri Sipil, swadaya dan swasta melalui proses pembelajaran secara berkelanjutan. Susunan organisasi Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan
dan Kehutanan (BP4K) Kabupaten Bogor terdiri atas: 1. Kepala Badan; 2. Sekretariat Badan, yang membawahi: a. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian b. Sub Bagian Perencanaan dan Keuangan 3. Kelompok Penyuluh Pertanian; 4. Kelompok Penyuluh Kehutanan; 5. Kelompok Penyuluh Peternakan; 6. Kelompok Penyuluh Perikanan; 7. Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan; 8. Kelompok Jabatan Fungsional Umum. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 93
b. Kelembagaan Penyuluhan di Tingkat Lapangan Kelembagaan penyuluh di tingkat kecamatan sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 15 Tahun 2008 adalah Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K). BP3K dipimpin oleh seorang Kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala BP4K dan secara operasional dikoordinasikan oleh Camat. BP3K terdiri dari dari kelompok Jabatan Fungsional Penyuluh. Pembiayaan operasionalisasi BP3K masih mengandalkan dari alokasi dana dari BP4K. BP3K mempunyai fungsi: 1.
Penyusunan programa penyuluhan pada tingkat kecamatan sejalan dengan programa penyuluhan daerah;
2.
Pelaksanaan penyuluhan berdasarkan programa penyuluhan;
3.
Penyediaan dan menyebarkan informasi teknologi, sarana produksi, pembiayaan dan pasar;
4.
Fasilitasi pengembangan kelembagaan dan kemitraan pelaku utama dan pelaku usaha;
5.
Fasilitasi peningkatan kapasitas penyuluh pns, penyuluh swadaya, penyuluh swasta melalui proses pembelajaran secara berkelanjutan; dan
6.
Pelaksanaan
proses
pembelajaran
melalui
percontohan
pengembangan model usaha tani bagi pelaku utama dan pelaku usaha. Sebaran BP3K di Kabupaten Bogor tersaji pada Tabel 2 berikut:
commit to user
dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 94
Tabel 2. Sebaran BP3K di Kabupaten Bogor Tahun 2012 No. Nama BP3K Wilayah 1. BP3K Cibinong a. Kecamatan Cibinong b. Kecamatan Bojong Gede c. Kecamatan Tajur Halang d. Kecamatan Sukaraja e. Kecamatan Babakan Madang 2. BP3K Caringin a. Kecamatan Caringin b. Kecamatan Cigombong c. Kecamatan Cijeruk 3. BP3K Jonggol a. Kecamatan Jonggol b. Kecamatan Sukamakmur c. Kecamatan Cileungsi 4. BP3K Gunung Putri a. Kecamatan Gunung Putri b. Kecamatan Citereup c. Kecamatan Klapanunggal 5. BP3K Ciawi a. Kecamatan Ciawi b. Kecamatan Cisarua c. Kecamatan Megamendung 6. BP3K Cibungbulang a. Kecamatan Cibungbulang b. Kecamatan Pamijahan c. Kecamatan Ciampea d. Kecamatan Tenjolaya 7. BP3K Leuwiliang a. Kecamatan Leuwiliang b. Kecamatan Leuwisadeng c. Kecamatan Nanggung 8. BP3K Cariu a. Kecamatan Cariu b. Kecamatan Tanjungsari 9. BP3K Dramaga a. Kecamatan Dramaga b. Kecamatan Ciomas c. Kecamatan Tamansari 10. BP3K Ciseeng a. Kecamatan Gunung Sindur b. Kecamatan Parung c. Kecamatan Ciseeg d. Kecamatan Rancabungur 11. BP3K Cigudeg a. Kecamatan Cigudeg b. Kecamatan Jasinga c. Kecamatan Sukajaya 12. BP3K Parung Panjang a. Kecamatan Parung Panjang b. Kecamatan Tenjo Sumber : BP4K Kabupaten Bogor, 2012
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 95
Pada tingkat desa mulai tahun 2009 di Kabupaten Bogor telah dibentuk beberapa Pos Penyuluhan Desa. Pos Penyuluhan Desa berfungsi sebagai tempat pertemuan para penyuluh, pelaku utama, dan pelaku usaha untuk: a.
Menyusun programa penyuluhan;
b.
Melaksanakan penyuluhan di desa;
c.
Inventarisasi permasalahan dan upaya pemecahannya;
d.
Pelaksanaan
proses
pembelajaran
melalui
percontohan
dan
pengembangan model usaha tani bagi pelaku utama dan pelaku usaha; e.
Penumbuhkembangan kepemimpinan, kewirausahaan, serta kelembagaan pelaku utama dan pelaku usaha;
f.
Fasilitasi layanan informasi, konsultasi, pendidikan serta pelatihan bagi pelaku utama dan pelaku usaha; dan
g.
Fasilitasi forum penyuluhan desa. Pada tahun 2009 terbentuk 38 Pos Penyuluhan Perdesaan (Posluhdes);
tahun 2010 terbentuk 25 Posluhdes; tahun 2011 terbentuk 15 Posluhdes, sehingga total terbentuk 78 Posluhdes di 78 desa, dari 253 desa/ kelurahan seKabupaten Bogor. 2.
Ketenagaan Penyuluhan di Kabupaten Bogor Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 15 Tahun 2008, tentang Pembentukan Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP4K) Pasal 18 menjelaskan bahwa penyuluh mempunyai tugas menyelenggarakan penyuluh di wilayah kerja. Penyuluh mempunyai fungsi sebagai berikut:
commit to user
1. Inventarisasi, identifikasi dan pengolaha data potensi di wilayah kerjanya;
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 96
2. Pelaksanaan rencana kerja dan membantu penyusunan programa penyuluhan; 3. Pelaksanaan materi penyuluhan dan penerapan metode penyuluhan serta pengembangan swadaya dan swakarsa pelaku utama dan pelaku usaha; 4. Peningkatan kapasitas dan kompetensi penyuluh; 5. Pelaksanaan kunjungan ke pelaku utama dan pelaku usaha untuk memfasilitasi pemecahan masalah usaha tani di wilayah kerjanya; 6. Penyebarluasan informasi yang dibutuhkan oleh pelaku utama dan pelaku usaha; 7. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan. Sebaran penyuluh di Kabupaten Bogor tersaji pada Tabel 3. Tabel 3. Sebaran Jumlah Penyuluh Berdasarkan Status Kepegawaian dan Tempat Kerja di Kabupaten Bogor No. Uraian Jumlah (orang) Persentase (%) 1. Penyuluh PNS Tingkat Kabupaten 35 14,40 2. Penyuluh Tingkat Lapangan 208 85,60 a. Penyuluh PNS 121 b. THL-TBPP (Penyuluh bantu) 87 Jumlah 243 100,00 Sumber : BP4K Tahun 2012
Tabel 3 menunjukkan bahwa sebaran jumlah penyuluh yang paling tinggi adalah penyuluh PNS tingkat lapangan (PNS dan THL-TBPP) dengan jumlah 85,60% dan penyuluh PNS tingkat kabupaten 14,40%. 3.
Penyelenggaraan Penyuluhan di Kabupaten Bogor Programa Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan merupakan panduan penyelenggaraan penyuluhan, serta rekomendasi Komisi Penyuluhan Kabupaten (KPK) sebagai bahan pertimbangan lanjutan bagi Bupati Bogor dan beberapa kementerian terkait dalam kebijakan penyelenggaraan commitpengambilan to user penyuluhan. Dalam mendukung penyelenggaraan penyuluhan tersebut didukung
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 97
oleh sarana prasaran fisik kelembagaan dan mobilitasi operasional penyuluh yang mulai tertata dengan baik, melalui pendanaan kegiatan dari pemerintah pusat (Dana Alokasi Khusus/DAK), provinsi (Bantuan Keuangan), maupun Daerah (Angaran Pendapatan dan Belanja Daerah/ APBD). Dalam melaksanakan kegiatan penyuluh di tingkat lapangan, maka dilaksanakan oleh penyuluh 121 PNS dan 87 THL-TBPP (Tabel 3). Selain penyuluh di tingkat lapangan masih terdapat 35 orang penyuluh PNS (Tabel 3) yang meskipun secara legalitas mempunyai wilayah kerja namun sehari-hari bertugas di kabupaten. Penyuluh tingkat lapangan yang bertugas di BP3K paling banyak karena penyuluh ini merupakan tenaga fungsional yang tugas pokok dan fungsinya melaksanakan penyuluhan kepada petani atau masyarakat sasaran. Penyuluh tingkat kabupaten jumlahnya paling sedikit, karena hanya membantu tugas struktural di BP4K. Dalam penyelengaraan penyuluhan, THL-TB
PP bertugas untuk
membantu kerja penyuluh lapang (PNS) di lapang. THL-TBPP yang bertugas di Kabupaten Bogor, juga termasuk THL-TBPP di wilayah lain di Indonesia merupakan tenaga kontrak penyuluh yang dikontrak selama 10 bulan oleh Kementerian Pertanian. Kontrak kerja tersebut selalu diperbaharui tiap tahun. Rekruitmen tersebut dimulai pada tahun 2007, dan kemudian dilanjutkan pada tahun 2008 dan tahun 2009. Pada tahun 2010 karena perubahan kebijakan, maka rekruitmen tersebut dihentikan, dengan hanya memperpanjang kontrak para THL-TBPP tiap tahun sekali. Penyuluh PNS yang berusia di atas 50 tahun sebanyak 102 orang (65%), commit to user sedangkan yang berusia 50 tahun ke bawah sebanyak 54 orang (35%) dari total
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 98
penyuluh yang ada. Hal ini mengindikasikan akan terjadinya potensi erosi sumberdaya penyelenggara penyuluhan pada beberapa tahun ke depan, yang akan berdampak
terhadap berkurangnya mobilitas dan cakupan pelayanan
penyuluhan oleh penyuluh PNS serta kapabilitas yang mengikat di dalamnya. Kehadiran THL-TBPP memang mendukung penyelenggaraan penyuluhan di tingkat lapangan. Sebelum THL-TBPP direkrut, maka rata-rata setiap orang penyuluh PNS di Kabupaten Bogor cakupan wilayah kerjanya 6 – 8 desa, sedangkan setelah adanya THL-TBPP, maka rata-rata setiap penyuluh mempunyai wilayah kerja 2 – 3 desa. Jumlah Penyuluh (PNS) di tingkat lapangan maupun THL-TBPP tiap tahun berkurang. Pada tahun 2012 untuk penyuluh PNS jumlahnya turun 9% sedangkan THL-TBPP turun 18%, dengan total penurunan angka penyuluh PNS di lapangan dan THL-TBPP sebesar 13%. Hal ini disebabkan karena Penyuluh PNS telah banyak yang memasuki masa usia pensiun atau meninggal dunia, sedangkan para THL-TBPP tidak meneruskan kontraknya karena telah mendapat pekerjaan baik di lingkungan swasta ataupun pemerintahan (PNS) meskipun tidak menjadi penyuluh atau pertimbangan lain untuk tidak memperpanjang kontra. Untuk mengantisipasi terus berkurangnya tenaga penyuluh, maka telah disepakati langkah rekruitmen penyuluh pertanian swadaya (PPS) yang memiliki peran dan fungsi yang sama dengan penyuluh (PNS dan THL-TBPP). Hingga tahun 2012 tercatat terdapat 398 penyuluh PPS. Penyuluh PPS ini terlibat dalam kegiatan penyuluhan dan diikutsertakan dalam setiap pertemuan dua mingguan di BP3K.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 99
Salah satu kelemahan ketenagaan penyuluh yang berdampak pada penyelenggaraan penyuluh, adalah belum meratanya kapabilitas penyuluh dengan tuntutan pelaku utama dan pelaku usaha terhadap pelayanan penyuluhan yang polivalen. Selain itu, sarana penunjang personal penyuluh dalam mendukung penerapan inovasi teknologi terkini di tingkat pelaku utama dan pelaku usaha belum terpenuhi secara proporsional (Soil Test Kit, GPS, Water Test Kit, dan lain-lain). Penyelenggaraan
penyuluhan
di
Kabupaten
Bogor
dalam
rangka
mendukung produktivas pengembangan komoditas unggulan. Komoditas unggulan yang dikembangkan di Kabupaten Bogor tersaji pada Tabel 4. Tabel 4. Pengembangan Komoditas Unggulan di Kabupaten Bogor Pertanian Perkebunan Peternakan Perikanan 1. Cengkeh 1. Daging 1. Lele 1. Padi - Padi 2. Kopi - Sapi 2. Mas sawah 3. Pala - Kerbau 3. Gurame - Padi 4. Kelapa - Kambing 4. Nila gogo 5. Kelapa - Domba 5. Bawal 2. Jagung Hibirida - Ayam 6. Patin 3. Kacang 6. Karet Ras 7. Tawes Tanah 7. Aren - Ayam 8. Tambakan 4. Ubi Kayu 8. Vanili Buras 9. Mujair 5. Ubi Jalar 9. Lada - Itik 10. Nilem 6. Talas 10. Kapulaga 2. Telur 11. Ikan hias 7. Wortel 11. Teh - Ayam 8. Bawang 12. Kayu ras Daun Manis - Ayam 9. Ketimun 13. Melinjo buras 10. Kacang 14. Kakao - Itik Panjang 15. Kemiri 3. Sapi Perah 11. Cabe 12. Pisang 13. Pepaya 14. Manggis 15. Nenas Sumber: Monografi Pertanian dancommit Kehutanan, 2010 to user
Kehutanan 1. Hutan Albizia 2. Hutan Afrika 3. Hutan Mahoni 4. Hutan Jati 5. Hutan Bambu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 100
Saat ini, di Kabupaten Bogor terdapat 2.353 kelompok binaan penyuluh seperti tersaji pada Tabel 5. Tabel 5. Jumlah Kelompok Tani Berdasarkan Kelas Kemampuan di Kabupaten Bogor Tahun 2012 No. Kelas Kemampuan Jumlah (Kelompok) Persentase (%) 1 Pemula 845 35,91 2 Lanjut 1.174 49,89 3 Madya 310 13,17 4 Utama 24 1,02 Jumlah 2.353 100,00 Sumber: BP4K Kabupaten Bogor Tahun 2012
4.
Ringkasan Gambaran Umum Kelembagaan penyuluhan di tingkat Kabupaten Bogor telah sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006, yaitu Badan Pelaksana. Pembentukan BP4K di tingkat Kabupaten juga diikuti dengan pembentukan BP3K di tingkat Kecamatan. Penyelenggaraan penyuluhan di Kabupaten berdasarkan Programa Penyuluhan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. Pendanaan dalam penyelenggaraan penyuluhan didukung oleh biaya dari pemerintah pusat (DAK), provinsi (Bantuan Keuangan), maupun Daerah (APBD). Ketenagaan penyuluhan yang mendukung penyelenggaraan penyuluhan di lapanga berjumlah 208 tenaga penyuluh (121 penyuluh PNS dan 87 THL-TBPP) dan 398 penyuluh PPS, yang membina 2.353 kelompok.
I. Pelaksanaan Cyber Extension di Kabupaten Bogor 1. Sejarah Pelaksanaan Cyber Extension di Kabupaten Bogor Pada tahun 2010, Kementerian Pertanian, melalui Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (Badan PPSDMP) mengembangkan sistem commit to user informasi yang menyajikan materi dan informasi penyuluhan yang diberi nama
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 101
cyber extension. Sistem informasi tersaji dalam internet di alamat situs http://cybex.deptan.go.id/. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi dari 31 provinsi di Indonesia yang berperan dalam pengembangan cyber extension. Salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat yaitu Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten yang diseleksi oleh Kementerian Pertanian dalam pengembangan sistem informasi cyber extension. Kabupaten Jawa Barat yang lain adalah Kabupaten Bekasi, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Sumedang. Pertimbangan seleksi tersebut adalah status kelembagaan penyuluhan di tingkat kabupaten yang sesuai dengan Undang-undang No. 16 Tahun 2006, yang berbentuk Badan Pelaksana. Status kelembagaan penyuluhan di Kabupaten Bogor adalah Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP4K). Pengembangan cyber extension sejalan dengan dengan fungsi BP4K Kabupaten Bogor yang tercantum dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 15 Tahun 2008, yaitu pengumpulan, pengolahan, pengemasaan, dan penyebaran materi penyuluhan bagi pelaku utama dan pelaku usaha (Bagian Ketiga, Pasal 20). Sesuai dengan Grand Design Cyber Extension yang diterbitkan oleh Badan PPSDMP, maka dalam rangka mengefektifkan pengelolaan dan pelaksanaan pengembangan cyber extension di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten maka harus ditunjuk pengelola atau adminstrator. Untuk itu, BP4K Kabupaten metetapkan petugas admin cyber extension yaitu Saeful Hodijah, S.ST. Admin commit to user yang bertugas di kantor BP4K, namun dalam status kepegawaiannya masih
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 102
menjabat sebagai seorang penyuluh dengan wilayah kerja di Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BP3K) Ciawi. Pengesahan penetapan admin cyber extension
melalui Surat Kepala Badan Penyuluhan, Pertanian,
Perikanan, dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Tanggal 09 Maret 2012, Nomor 800/171-Skr/2012, mengenai Pelaksana Program Pengembangan SDM dan Kelembagaan Petani APBN 2012. Dalam rangka meningkatkan kemampuan admin dalam mengelola sistem informasi cyber extension, maka adminstrator Kabupaten Bogor beserta adminstrator kabupaten dan provinsi seluruh Indonesia mengikuti Apresiasi dan Pelatihan Bagi Administrator Cyber Extension yang diadakan oleh Badan PPSDMP. Administrator Cyber Extension Kabupaten Bogor telah mengikuti dua kali apresiasi dan pelatihan tersebut yaitu pada bulan Juni 2011 dan April 2012. Pada apresiasi dan pelatihan tersebut para admin dilatih mengenai teknik mengupload materi penyuluhan dan meng-edit gambar untuk materi spesifik lokalita dan gerbang daerah. Masing-masing admin mendapat password untuk menjaga kerahasiaan dalam mengelola sistem informasi cyber extension yang terkait dengan materi spesifik lokalita dan gerbang daerah Kabupaten Bogor. Pada tahun 2010, BP4K Kabupaten Bogor dan lima BP3K yang terdapat di Kabupaten Bogor (BP3K Cibinong, BP3K Leuwiliang, BP3K Cigudeg, BP3K Jonggol, dan BP3K Cibungbulang) mendapat alokasi oleh Badan PPSDMP, masing-masing seperangkat komputer (PC/Personal Computer), printer dan modem. Tahun 2011, fasilitasi tersebut berlanjut namun hanya satu mendapat alokasi yaitu BP3K Cariu. Enam BP3K yang lain belum mendapat fasilitasi commit to user tersebut yaitu BP3K Caringin, BP3K Gunung Putri, BP3K Ciawi, BP3K
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 103
Dramaga, BP3K Ciseeng dan BP3K Parung Panjang. Dalam pengamatan di lapang, meskipun belum mendapat alokasi fasilitasi, namun enam BP3K telah memiliki komputer yang dapat digunakan untuk mengakses internet, meskipun hanya satu. Dalam rangka meningkatkan aksesbilitas BP3K dalam internet, maka Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan telah mengalokasikan biaya untuk berlangganan internet (telkom speedy). Biaya tersebut termasuk dengan alokasi untuk pengeluaran telepon yaitu sebesar Rp 330.000,- per bulan tiap BP3K. Hal ini dikarenakan juga karena modem yang merupakan fasilitasi dari Kementerian Pertanian, di beberapa BP3K yang mendapat fasilitasi, tidak dapat digunakan (rusak). Untuk meningkatkan pemahaman penyuluh mengenai sistem informasi cyber extension, pada bulan Mei – Juni 2011 dilakukan sosialisasi oleh BP4K pada setiap pertemuan dua mingguan yang diadakan di setiap BP3K. Selain itu sekitar 3 – 5 orang penyuluh dari tiap BP3K mengikuti sosialisasi cyber extension dalam acara launching cyber extension di tingkat pusat yang dihadiri juga sekitar 300 orang penyuluh dan petani seluruh Indonesia pada bulan Mei 2011. Pada tahun 2011, BP4K menyusun buku yang berjudul Teknik Mengakses Cyber Extension (http://cybex.deptan.go.id). Buku tersebut disusun untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan penyuluh dalam mengakes cyber extension dan memanfaatkan cyber extension sebagai sumber informasi bagi kegiatan penyuluhan. Buku diperbanyak sebanyak 30 eksemplar
yang
diperuntukkan kepada 12 BP3K yang terdapat di Kabupaten Bogor dan pihakcommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 104
pihak yang berkepentingan. Buku tersebut diharapkan menjadi koleksi buku di perpustakaan BP3K dan dibaca oleh penyuluh. 2. Sosialisasi Cyber Extension kepada Penyuluh Berdasarkan data penelitian yang telah dikumpulkan, diperoleh data penilaian responden terhadap sosialisasi cyber extension kepada penyuluh. Sosialisasi cyber extension meliputi percakapan, pertemuan dan media perantara. Adapun deskripsi data tersaji pada Tabel 6, Tabel 7, dan Tabel 8. Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Sosialisasi yang Dikerjakan Melalui Percakapan BP3K Fasilitasi BP3K Non Fasilitasi Total THLTHLPercakapan PNS PNS TBPP TBPP n % n % n % n % n % 1. Tidak pernah 17 56,67 1 5,00 15 62,50 17 70,83 50 51,02 2. Jarang 0 0,00 2 10,00 1 4,17 1 4,17 4 4,08 3. Sering 10 33,33 16 80,00 7 29,17 6 25,00 39 39,80 4. Selalu 3 10,00 1 5,00 1 4,17 0 0,00 5 5,10 Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,00 98 100,00 Median skor 1 3 1 1 1 Sumber: Analisis Data
Dari Tabel 6 diketahui bahwa median skor untuk aspek percakapan berada pada ketegori rendah (median skor 1) yaitu tidak pernah melakukan percakapan mengenai cyber extension (51,02%). Para penyuluh PNS (BP3K fasilitasi dan non fasilitasi) dan THL-TBPP di BP3K non fasilitasi juga memberikan penilaian pada median skor 1 (tidak pernah), kecuali para penyuluh THL-TBPP (80,00%) di BP3K yang difasilitasi, cenderung sering (1-4 kali/bulan) melakukan pembicaran mengenai cyber extension. Pembicaraan intensif atau komunikasi intrapersonal antar penyuluh lebih cenderung pada setiap pelaksanaan kegiatan atau program strategis, dimana para penyuluh mendapatkan insentif khusus untuk mendampingi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 105
program atau kegiatan tersebut, sehingga cyber extension tidak termasuk di dalam topik pembicaraan antar penyuluh. Tabel 7. Distribusi Responden Berdasarkan Sosialisasi melalui Pertemuan BP3K Fasilitasi BP3K Non Fasilitasi THLPertemuan PNS THL-TBPP PNS TBPP n % n % n % n % a. Keikutsertaan 1. Tidak pernah 12 40,00 2 10,00 11 45,83 11 45,83 2. Jarang 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 3. Sering 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 4. Selalu 18 60,00 18 90,00 13 54,17 13 54,17 Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,0 Median skor 4 4 4 4 b. Motivasi kehadiran 1. Sangat 35,00 15 62,50 16 66,67 20 66,67 7 rendah 2. Rendah 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 3. Tinggi 1 3,33 0 0,00 2 8,33 1 4,17 4. Sangat tinggi 9 30,00 13 65,00 7 29,17 7 29,17 Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,00 Median skor 1 4 1 1 c. Keterlibatan 1. Sangat tidak 19 63,33 1 5,00 15 62,50 15 62,50 terlibat 2. Tidak 2 6,67 1 5,00 2 8,33 2 8,33 terlibat 3. Terlibat 3 10,00 0 0,00 1 4,17 1 4,17 4. Sangat 6 20,00 18 90,00 6 25,00 6 25,00 terlibat Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100 Median skor 1 4 1 1 Sumber: Analisis Data
Total n
%
36 0 0 62 98
36,73 0,00 0,00 63,27 100,0 4
58
59,18
0 0,00 4 4,08 36 36,73 98 100,00 1 50
51,02
7
7,14
5
5,10
36
36,73
98 100,00 1
Secara umum pada aspek pertemuan dapat digambarkan sebagai berikut: (1) selalu hadir dalam setiap pertemuan sosialisasi (63,27%), (2) motivasi yang sangat rendah dalam menghadiri pertemuan sosialisasi (59,18%), (3) sangat tidak commit to userSebanyak 36,73% responden tidak terlibat dalam pertemuan sosialisasi (51,02%).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 106
pernah hadir dalam sosialisasi dengan alasan tidak diundang dalam sosialisasi, atau tidak menjadi perwakilan dari BP3K untuk hadir dalam sosialisasi di tingkat pusat, atau ketika sosialisasi diadakan di BP3K para penyuluh berhalangan hadir meski sudah diundang. Motivasi yang sangat rendah karena yang mendorong dalam menghadiri pertemuan adalah hanya untuk menjalankan tugas. Keterlibatan penyuluh sangat rendah (tidak memperhatikan) dalam pertemuan, karena pertemuan hanya bersifat satu arah dan tidak interaktif tanpa disertai praktek. Namun secara khusus, para THL-TBPP yang mendapat fasilitasi alat BP3K, memberikan penilaian dengan kecenderungan median 4 yaitu untuk motivasi tinggi (kesadaran) dalam kehadirannya di pertemuan sosialisasi dan sangat terlibat (merespon untuk menggunakan) dalam pertemuan sosialisasi. Tabel 8. Distribusi Responden Berdasarkan Sosialisasi melalui Media Perantara BP3K Fasilitasi BP3K Non Fasilitasi Total Media THLPNS THL-TBPP PNS Perantara TBPP n % n % n % n % n % 1. Tidak 45,00 14 58,33 12 50,00 58 59,18 23 76,67 9 pernah 2. Kurang 30,00 6 25,00 9 37,50 25 25,51 4 13,33 6 beragam 3. Beragam 2 6,67 4 20,00 2 8,33 1 4,17 9 9,18 4. Sangat 3,33 1 5,00 2 8,33 2 8,33 6 6,12 1 beragam Jumlah 30 100,00 20 Median skor 1 Sumber: Analisis Data
100,00 2
24
100,00 1
24 100,0 98 100,00 1 1
Sosialisasi cyber extension ditinjau dari media perantara (radio, televisi, leafleat, tabloid pertanian, dan buku panduan teknis), maka kecenderungan bahwa 59,18% responden tidak pernah mendapatkan sosialisasi mengenai cyber extension dari media perantara.commit Hal ini bermakna bahwa penyuluh belum to user pernah mendapat sosialisasi cyber extension media perantara. Namun bagi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 107
30,00% responden penyuluh THL-TBPP yang bertugas di BP3K yang mendapat fasilitasi pernah mendapat memperoleh sosialisasi mengenai cyber extension dari media perantara seperti leafleat yang dibagikan saat launching cyber extension
atau dari tabloid pertanian. BP4K telah mencetak buku panduan
teknis mengakses cyber extension dapat buku tersebut belum pernah dibaca oleh semua penyuluh, karena dicetak hanya terbatas (30 eksemplar) 3. Komunikasi antara Penyuluh dan Adminstrator Kabupaten Data penelitian yang telah dikumpulkan mengenai komunikasi antara penyuluh dengan administrator cyber extension kabupaten, meliputi sekedar berkomunikasi tersaji pada Tabel 9, Tabel 10, dan Tabel 11. Tabel 9. Distribusi Responden Berdasarkan Komunikasi antara Penyuluh dan Administrator Kabupaten melalui Sekedar Berkomunikasi BP3K Fasilitasi BP3K Non Fasilitasi Total Sekedar THLTHLPNS PNS berkomunikasi TBPP TBPP n % n % n % n % n % 1. Belum 25 83,33 15 75,00 21 87,50 20 83,33 81 82,65 pernah 2. Tidak 1 3,33 1 5,00 1 4,17 2 8,33 5 5,10 intensif 3. Intensif 4 13,33 4 20,00 2 8,33 2 8,33 12 12,24 4. Setiap saat 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,00 98 100,00 Median skor 1 1 1 1 1 Sumber: Analisa Data
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 108
Tabel 10. Distribusi Responden Berdasarkan Komunikasi antara Penyuluh dan Administrator Kabupaten melalui Tukar Menukar Informasi BP3K Fasilitasi BP3K Non Fasilitasi Tukar Total menukar PNS THL-TBPP PNS THL-TBPP informasi n % n % n % n % n % Belum 26 86,67 17 85,00 23 95,83 22 91,67 88 89,80 pernah Tidak 1 3,33 0 0,00 0 0,00 1 4,17 2 2,04 intensif Intensif 3 10,00 3 15,00 1 4,17 1 4,17 8 8,16 Setiap 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 saat Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,00 98 100,00 Median 1 1 1 1 1 skor Sumber: Analisis Data
Tabel 11. Distribusi Responden Berdasarkan Komunikasi antara Penyuluh dan Administrator Kabupaten melalui Konsultasi BP3K Fasilitasi BP3K Non Fasilitasi Total THLKonsultasi PNS PNS THL-TBPP TBPP n % n % n % n % n % Belum pernah 26 86,67 17 85,00 23 95,83 22 91,67 88 89,80 Tidak intensif 1 3,33 0 0,00 0 0,00 0 0,00 1 1,02 Intensif 3 10,00 3 15,00 1 4,17 2 8,33 9 9,18 Setiap saat 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0.00 Jumlah 30 100,0 20 100,00 24 100,00 24 100,00 98 100,00 Median skor 1 1 1 1 1 Sumber: Analisis Data
Penilaian penyuluh terhadap komunikasi antara penyuluh dan adminstrator kabupaten yaitu: (1) belum pernah untuk sekedar berkomunikasi (82,65%), (2) belum pernah untuk tukar menukar informasi (89,80%), dan (3) belum pernah untuk berkonsultasi (89,80%). Hal ini mengindikasikan bahwa responden belum pernah menjalin komunikasi dengan admin cyber extension kabupaten, baik hanya sekedar berkomunikasi, tukar-menukar informasi, dan konsultasi. Kecenderungan penilaian ini disebabkan karena beberapa penyuluh tidak commit to user mengenal keberadaan administrator cyber extension di tingkat kabupaten.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 109
Konsekuensi yang ditimbulkan karena tidak terjalinnya komunikasi antara penyuluh dan administrator, maka para penyuluh tidak tahu seberapa jauh pemanfaatan cyber extension dan informasi dan keragaman materi penyuluhan dari penyuluh di tingkat lapangan tidak pernah disajikan dalam cyber extension, dan para penyuluh tidak dapat memberikan masukan untuk memperbaiki kualitas informasi cyber extension. 4. Kualitas Informasi Cyber Extension Berdasarkan data penelitian yang telah dikumpulkan, maka diperoleh penilaian responden terhadap kualitas informasi cyber extension, meliputi kesesuaian informasi, aktualitasi informasi dan sumber yang dipercaya tersaji pada Tabel 12, Tabel 13 dan Tabel 14.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 110
Tabel 12. Distribusi Responden Berdasarkan Kualitas Kesesuaian Informasi BP3K Fasilitasi Kesuaian informasi PNS THL-TBPP n % n % a. Dengan rencana kerja 1. Bertentangan 13 43,33 0 0,00 2. Kurang sesuai 7 23,33 4 20,00 3. Sesuai 10 33,33 15 75,00 4. Sangat sesuai 0 0,00 1 5,00 Jumlah 30 100,00 20 100,00 Median skor 2 3 b. Dengan kebutuhan penyuluh 1. Bertentangan 13 43,33 0 0,00 2. Kurang sesuai 5 16,67 5 25,00 3. Sesuai 12 40,00 15 75,00 4. Sangat sesuai 0 0,00 0 0,00 Jumlah 30 100,00 20 100,00 Median skor 2 3 c. Dengan kebutuhan petani 1. Bertentangan 15 50,00 0 0,00 2. Kurang sesuai 5 16,67 6 30,00 3. Sesuai 10 33,33 14 70,00 4. Sangat sesuai 0 0,00 0 0,00 Jumlah 30 100,0 20 100,00 Median skor 1 3 Sumber: Analisis Data
Informasi Cyber Extension untuk BP3K Non Fasilitasi PNS THL-TBPP n % n %
Total n
%
14 3 7 0 24
58,33 12,50 29,17 0,0 100,00 1
9 7 8 0 24
37,50 29,17 33,33 0,00 100,00 2
36 36,73 21 21,43 40 40,82 1 1,02 98 100,00 2
14 3 7 0 24
58,33 12,50 29,17 0,00 100,00 1
9 5 10 0 24
37,50 20,83 41,67 0,00 100,00 2
36 36,73 18 18,37 44 44,90 0 0,00 98 100,00 2
16 2 6 0 24
66,67 8,33 25,00 0,00 100,00 1
10 5 9 0 24
41,67 20,83 37,50 0,00 100,00 2
41 18 39 0 98
Kecenderungan penilaian responden terhadap kesesuaian informasi cyber extension yaitu: (1) kurang sesuai dengan rencana kerja penyuluh (21,43%), (2) kurang sesuai dengan kebutuhan penyuluh (18,37%), (3) kurang sesuai dengan kebutuhan petani (18,37%). Kualitas informasi cyber extension dinilai masih menyajikan informasi/materi penyuluhan yang lama. Selain itu, informasi terkait spesifik lokalitas masih sebatas materi penyuluhan yang terkait dengan budidaya commit to user hortikultura, padahal komoditas unggulan di beberapa wilayah kerja penyuluh
41,84 18,37 39,80 0,00 100,0 2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 111
bukan hanya tanaman hortikultura. Informasi di cyber extension tidak didukung dengan mengenai peluang pasar dan analisa usaha tani. Penyuluh juga mengharapkan kualitas informasi cyber extension didukung dengan visualisasi video, karena menurut penyuluh dengan visualisasi video lebih memudahkan penyuluh dan petani untuk memahami materi penyuluhan tersebut. Namun bagi penyuluh THL-TBPP yang bertugas di BP3K yang mendapat fasilitasi memberikan penilaian terhadap kualitas informasi cyber extension pada kecenderungan median 3 (informasi sesuai dengan rencana kerja penyuluh, kebutuhan penyuluh dan kebutuhan petani).
1. 2. 3. 4.
Tabel 13. Distribusi Responden Berdasarkan Aktualitas Informasi BP3K Fasilitasi Aktualitasi PNS THL-TBPP informasi n % n % Tidak pernah 86,67 12 60,00 26 di-update Di-update > 1 1 3,33 1 5,00 bulan sekali Di-update < 1 6,67 2 10,00 2 bulan sekali Di-update > 1 1 3,33 5 25,00 minggu sekali Jumlah 30 100,00 20 100,00 Median skor 1 Sumber: Analisis Data
1
Kualitas Informasi Cyber Extension untuk BP3K Non Fasilitasi PNS n
Total
THL-TBPP
%
n
%
n
23
95,83
16
0
0,00
2
8,33
4
4,08
0
0,00
4
16,67
8
8,16
1
4,17
2
8,33
9
9,18
24
100,00 1
24
66,67 77
% 78,57
100,00 98 100,00 1
1
Penilaian penyuluh terhadap aktualitas informasi cyber extension yaitu tidak aktual karena tidak pernah di-update (78,57%).
Penilaian ini
mengindikasikan bahwa, informasi pada cyber extension tidak pernah di-update. Penilaian ini karena penyuluh merasa setiap membuka situs cyber extension, masih menyajikan informasi yang lama dan belum diperbaharui. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 112
Tabel 14. Distribusi Responden Berdasarkan Kualitas Informasi Cyber Extension untuk Sumber yang Dipercaya BP3K Fasilitasi BP3K Non Fasilitasi Total Sumber yang THLTHLPNS PNS dipercaya TBPP TBPP n % n % n % n % n % 1. Tidak mudah 0,00 15 62,50 9 37,50 45 45,92 21 70,00 0 ditelusuri 2. Sulit ditelusuri 6 20,00 1 5,00 3 12,50 2 8,30 12 12,24 3. Relatif mudah 3 10,00 16 80,00 5 20,83 11 45,83 35 35,71 ditelusuri 4. Sangat mudah 0 0,00 3 15,00 1 4,17 2 8,33 6 6,12 ditelusuri Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,00 98 100,00 Median skor 1 3 1 3 2 Sumber: Analisis Data
Kualitas informasi cyber extension apabila dilihat
aspek sumber yang
dipercaya, terkait dengan kemudahan penyuluh dalam menelusurinya, maka penilaian responden bahwa informasi cyber extension sulit ditelusuri (12,2%). Penilaian ini mengindikasikan bahwa informasi cyber extension sulit untuk ditelusuri, dikarenakan tidak semua penyuluh, khususnya penyuluh PNS, bisa mengoperasikan internet. Penyuluh THL-TBPP di BP3K yang difasilitasi (80%) dan THL-TBPP di BP3K non fasilitasi (45,8%) memberikan kecenderungan penilaian pada sumber yang dipercaya pada median 3 yaitu relatif mudah ditelusuri. Penilaian THL-TBPP didasari bahwa seringkali halaman muka situs cyber extension kadang tidak mudah (lambat) atau sulit dibuka, dan beberapa materi penyuluhan yang kosong. 5. Faktor Penunjang Cyber Extension Berdasarkan data penelitian yang telah dikumpulkan, diperoleh data penilaian responden terhadap faktor penunjang cyber extension. Deskripsi data berdasarkan commit to user kriteria disajikan pada Tabel 15, Tabel 16 dan Tabel 17.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 113
Tabel 15. Distribusi Responden Berdasarkan Skor Sub Variabel Faktor Penunjang Cyber Extension melalui Kebijakan BP3K Fasilitasi BP3K Non Fasilitasi Total THLKebijakan PNS THL-TBPP PNS TBPP n % n % n % n % n % 1. Sangat tidak 26,67 0 0,00 12 50,00 6 25,00 26 26,53 8 mendukung 2. Tidak mendukung 4 13,33 2 10,00 0 0,00 2 8,33 8 8,16 3. Mendukung 4. Sangat mendukung Jumlah Median skor Sumber: Analisis Data
16
53,33
10
50,00
11
45,83
12
50,00
49
50,00
2
6,67
8
40,00
1
4,17
4
16,67
15
15,31
30
100,00 3
20 100,00 3
24 100,00 3
24 100,00 3
98 100,00 3
Kecenderungan penilaian responden pada kebijakan pemerintah berada pada median skor 3 (mendukung), yaitu sebesar 50,00%. Penilaian ini juga berlaku untuk semua penyuluh yang bertugas di BP3K yang difasilitasi maupun tidak difasilitasi. Hal ini mengindikasikan bahwa penyuluh menilai kebijakan pemerintah mengenai cyber extension telah diimplementasikan, meskipun belum seperti yang diharapkan. Kebijakan yang diharapkan penyuluh adalah kebijakan mengenai cyber extension yang didukung dengan kebijakan pelatihan bagi penyuluh yang belum bisa mengoperasikan internet, kebijakan peningkatan sarana-prasarana, dan kebijakan mengenai pembiayaan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 114
Tabel 16. Distribusi Responden Berdasarkan Skor Sub Variabel Faktor Penunjang Cyber Extension melalui Sarana Prasarana BP3K Fasilitasi BP3K Non Fasilitasi Total Sarana PNS THL-TBPP PNS THL-TBPP Prasarana n % n % n % n % n % 1. Sangat tidak 0 0,00 0 0,00 7 29,17 5 20,83 12 12,24 mendukung 2. Tidak 6 20,00 5 25,00 8 33,33 6 25,00 25 25,51 mendukung 3. Mendukung 18 60,00 10 50,00 9 37,50 13 54,17 50 51,02 4. Sangat 5 25,00 0 0,00 0 0,00 11 11,22 6 20,00 mendukung Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,00 98 100,00 Median skor 3 3 2 3 3 Sumber: Analisis Data
Secara umum hasil penelitian mengenasi aspek sarana prasarana, kecenderungan penilaian responden berada pada median skor 3, yaitu sebesar 51,02%. Hal ini bermakna bahwa, faktor penunjang cyber extension berupa sarana prasarana telah tersedia, dan akses internet di tempat tertentu. Akses internet di kantor BP3K, hanya bisa dilakukan di ruangan khusus komputer atau ruangan Kepala BP3K. Namun bagi penyuluh PNS yang bertugas di BP3K yang tidak difasilitasi (33,3%) kecenderungan penilaian terkait sarana prasarana pada median 2 (tidak mendukung). Hal ini disebabkan di beberapa BP3K yang non fasilitasi, meskipun telah dipasang jaringan kabel internet namun pada saat penelitian berlangsung sedang mengalami kerusakan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 115
Tabel 17. Distribusi Responden Berdasarkan Skor Sub Variabel Faktor Penunjang Cyber Extension melalui Pembiayaan Pembiayaan BP3K Fasilitasi BP3K Non Fasilitasi Total THLTHLPNS TBPP PNS TBPP n % n % n % n % n % 1. Sangat tidak 66,67 7 35,00 19 79,17 16 66,67 62 63,27 20 mendukung 2. Tidak 13,33 1 5,00 2 8,33 2 8,33 9 9,18 4 mendukung 3. Mendukung 1 3,33 1 5,00 3 12,50 1 4,17 6 6,12 4. Sangat 5 16,67 11 55,00 0 0,00 5 20,83 21 21,43 mendukung Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,00 98 100,00 Median skor 1 4 1 1 1 Sumber: Analisis Data
Penyuluh menilai faktor penunjang cyber extension berupa aspek pembiayaan, berada pada median 1, yaitu sebesar 63,27%. Penilaian ini mengindikasikan bahwa, penyuluh menilai belum ada pembiayaan untuk cyber extension. Pembiayaan cyber extension yang sebatas untuk memfasilitasi biaya internet, tidak banyak diketahui oleh penyuluh. Pembiayaan tersebut cenderung diketahui penyuluh THL-TBPP yang bertugas di BP3K fasilitasi (55%), dan dinilai pembiayaan tersebut telah cukup untuk mendukung cyber extension.
J. Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension 1. Karakteristik Penyuluh Hasil penelitian mengenai karakteristik penyuluh yang meliputi umur, pendidikan, masa kerja, kepemilikan sarana teknologi informasi, kepemilikan alamat e-mail, motivasi penyuluh, dan sikap terhadap teknologi informasi ditunjukkan pada Tabel 18, Tabel 19, Tabel 20, Tabel 21, Tabel 22, Tabel 23 dan Tabel 24.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 116
Tabel 18. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Umur BP3K Fasilitasi BP3K Non Fasilitasi Total THLTHLUmur PNS PNS TBPP TB PP n % n % n % n % n % 1. < 25 tahun 0 0,00 1 5,00 0 0,00 1 4,17 2 2,04 2. 25 – 35 tahun 0 0,00 15 75,00 0 0,00 14 58,33 29 29,59 3. 36 – 50 tahun 8 26,67 4 20,00 6 25,00 9 37,50 27 27,55 4. >50 tahun 22 73,33 0 0,00 18 75,00 0 0,00 40 40,82 Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,00 98 100,00 Median skor 4 2 4 2 3 Sumber: Analisis Data
Kecenderungan umur responden pada kisaran 36 tahun – 50 tahun (27,55%). Meskipun untuk para penyuluh THL-TBPP tergolong berusia muda pada kisaran umur 24 -35 tahun (median 2), namun karena para penyuluh PNS tergolong pada usia sangat tua (di atas 50 tahun), sehingga secara umum kecenderungan usia para penyuluh di Kabupaten Bogor masuk dalam kategori tua. Tabel 19. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Pendidikan
Pendidikan 1. 2. 3. 4.
SLTA DIII S1 S2
n 5 12 13 0 30
Jumlah Median skor Sumber: Analisis Data
BP3K Fasilitasi BP3K Non Fasilitasi THLTHLPNS PNS TBPP TBPP % n % n % n % 16,67 1 5,00 4 16,67 8 33,33 40,00 1 5,00 12 50,00 0 0,00 43,33 18 90,00 8 33,33 16 66,67 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,00 2 3 2 3
Total n % 18 18,37 25 25,51 55 56,12 0 0,00 98 100,00 3
Berdasarkan tingkat pendidikan yang berhasil ditamatkan penyuluh memperlihatkan kecenderungan pada tingkat pendidikan S1 (56,12%). Hal ini disebabkan tingkat pendidikan para THL-TBPP cenderung telah tamat S1, sedangkan pada penyuluh PNS cenderung merupakan lulusan DIII. Hal ini sejalan commit to user dengan data sekunder yang dikumpulkan melalui Sub Bagian Umum dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 117
Kepegawaian BP4K, bahwa persentase jumlah penyuluh berdasarkan tingkat pendidikan yang berhasil ditamatkan 30,04% (SLTA), 14,40% (DIII), 54,32% (S1), 1,23% (S2). Para penyuluh PNS yang dahulu ketika diangkat penyuluh dengan ijazah SLTA atau DIII, karena alasan kepangkatan, maka mereka pun melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi. Tabel 20. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Masa Kerja BP3K Fasilitasi BP3K Non Fasilitasi Total THLTHLMasa kerja PNS PNS TBPP TBPP n % n % n % n % n % 1. < 5 tahun 2 6,67 20 100,00 1 4,17 24 100,00 47 47,96 2. 6 – 15 tahun 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,0 3. 16 – 25 tahun 17 56,67 0 0,00 6 25,00 0 0,00 23 23,47 4. >26 tahun
11
36,67
0
Jumlah 30 100,00 20 Median skor 3 Sumber: Analisis Data
0,00 17
70,83
0
0,00 28
28,57
100,00 24 100,00 24 100,00 98 100,00 1 4 1 3
Dari aspek masa kerja, maka kecenderungan masa kerja penyuluh berkisar 16 – 25 tahun (23,47%). Hal ini menunjukkan bahwa penyuluh di Kabupaten Bogor termasuk merupakan penyuluh senior. Gambaran umum disebabkan karena para penyuluh PNS
yang bertugas di BP3K fasilitasi
(56,67%)
cenderung telah memasuki masa kerja berkisar 16 – 25 tahun (senior) dan penyuluh PNS non fasilitasi (70,83%) telah memasuki masa kerja di atas 26 tahun (sangat senior). Sedangkan para penyuluh THL-TBPP cenderung tergolong merupakan penyuluh yunior (masa kerja < 5 tahun). Hasil data untuk masa kerja 6 – 15 tahun (madya) berjumlah 0%. Hal disebabkan tidak adanya pengangkatan penyuluh pertanian dalam waktu yang cukup lama. Pengangkatan penyuluh secara massal diawali oleh pengangkatan commit to user THL-TBPP yang dimulai tahun 2007, kemudian tahun 2008 dan tahun 2009.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 118
Pada tahun 2010 kebijakan pengangkatan THL-TBPP dihentikan oleh Kementerian Pertanian. Tabel 21. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Kepemilikan Sarana Teknologi Informasi BP3K Fasilitasi BP3K Non Fasilitasi Total Kepemilikan PNS THL-TBPP PNS THL-TBPP sarana TI n % n % n % n % n % 1. Tidak punya 13 43,33 2 10,00 13 54,17 3 12,50 31 31,63 2. Punya, tidak 5 20,83 2 8,33 13 13,27 6 20,00 0 0,00 dimanfaatkan 3. Punya, memanfaatkan 4 16,67 10 41,67 28 28,57 8 26,67 6 30,00 kurang optimal 4. Punya, memanfaatkan 3 10,00 12 60,00 2 8,33 9 37,50 26 26,53 optimal 24 100,00 98 100,00 Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 Median skor 2 4 1 3 3 Sumber: Analisis Data
Apabila ditinjau dari aspek kepemilikan sarana teknologi,
maka
kecenderungan penilaian responden bahwa kepemilikan sarana teknologi informasi untuk mengakses informasi pertanian masih kurang optimal (28,57%). Optimalisasi pemanfaatan lebih cenderung pada akses internet media sosial. Namun bagi para penyuluh PNS yang bertugas di BP3K fasilitasi (20,00%) cenderung
mempunyai sarana, namun tidak pernah dimanfaatkan. Sarana
tersebut lebih banyak dimanfaatkan oleh anak-anak mereka yang mereka anggap mengerti cara berinternet. Sedangkan bagi penyuluh PNS yang bertugas di BP3K non fasilitasi (54,17%), tidak mempunyai sarana tersebut, karena masing mengganggap mahal dan mereka tidak mampu untuk mengoperasikannya apalagi untuk berinternet. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 119
Bagi penyuluh THL-TBPP yang bertugas di BP3K fasilitasi
(60,00%)
mempunyai sarana dan optimal untuk mengakses informasi melalui internet, namun penyuluh THL-TBPP yang bertugas di BP3K non fasilitasi (41,67%) mempunyai sarana dan kurang optimal untuk mengakses informasi melalui internet. Hal ini menunjukkan bahwa THL-TBPP cenderung mempunyai sarana dan dimanfaatkan untuk mengakes informasi pertanian melalui internet, meskipun berbeda-beda intensitasnya. Tabel 22. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Kepemilikan Alamat E-mail BP3K Fasilitasi BP3K Non Fasilitasi Total Kepemilikan THLTHLPNS PNS E-mail TBPP TBPP n % n % n % n % n % 1. Tidak 8,33 47 47,96 25 83,33 0 0,00 20 83,33 2 punya 2. Punya, tapi 1 3,33 0 0,00 0 tidak 0,00 0 0,00 1 1,02 difungsikan 3. Punya, jarang 2 6,67 7 35,00 2 8,33 4 16,67 15 15,31 difungsikan 4. Punya, sering 2 6,67 13 65,00 2 8,33 18 75,00 35 35,71 difungsikan Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,00 98 100,00 3 Median skor 1 4 1 4 Sumber: Analisis Data
Penyuluh cenderung telah mempunyai alamat e-mail, namun jarang dimanfaatkan (15,31%). Gambaran umum disebabkan karena para penyuluh PNS cenderung tidak mempunyai e-mail dan para penyuluh THL-TBPP cenderung mempunyai alamat e-mail dan dimanfaatkan secara optimal. Para penyuluh PNS cenderung tidak mempunyai e-mail disebabkan beberapa alasan yaitu belum merasakan manfaatnya, belum mempu mengoperasikan internet, dan tidak bisa commit to para user penyuluh THL-TBPP cenderung untuk membuat alamat e-mail. Sedangkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 120
mempunyai alamat e-mail dan dimanfaatkan optimal, karena para THL-TBPP telah merasakan manfaat e-mail, bahkan beberapa THL-TBPP memanfaatkan email mereka untuk menerima jurnal-jurnal ilmiah berlangganan. Tabel 23. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Motivasi Penyuluh BP3K Fasilitasi BP3K Non Fasilitasi Total Motivasi PNS THL-TBPP PNS THL-TBPP penyuluh n % n % n % n n % a. menggunakan internet 1. 2. 3. 4.
Sangat rendah Rendah Tinggi Sangat tinggi Jumlah Median skor b. motivasi belajar 1. Sangat rendah 2. Rendah 3. Tinggi 4. Sangat tinggi Jumlah
14 46,67 7 23,33 2 6,67 7 23,33 30 100,00 2 16 1 8
53,33 3,33 26,67
0 2 1 17 20
0 0 4
0,00 7 29,17 10,00 9 37,50 5,00 6 25,00 85,00 2 8,33 100,00 24 100,00 4 2 0,00 13 0,00 1 20,00 7
1 0 0 23 24
4,17 0,00 0,00 95,83 100,00 4
22 22,45 18 18,37 9 9,18 49 50,00 98 100,00 3
54,17 4,17 29,17
0 0 8
0,00 29 0,00 2 33,33 27
29,59 2,04 27,55
5 16,67 16 80,00 3 12,50 30 100,00 20 100,00 24 100,00 Median skor 1 4 1 c. Motivasi memanfaatkan informasi pertanian dari internet 1. Sangat rendah 11 36,67 1 5,00 9 37,50 2. Rendah 1 3,33 1 5,00 3 12,50 3. Tinggi 14 46,67 12 60,00 11 45,83 4. Sangat tinggi 4 13,33 6 30,00 1 4,17 Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 Median skor 3 3 3 Sumber: Analisis Data
16 24
66,67 40 40,82 100,00 98 100,00 4 3
0 1 15 8 24
0,00 4,17 62,50 33,33 100,00 3
21 21,43 6 6,12 52 53,06 19 19,39 98 100,00 3
Motivasi penyuluh terhadap teknologi informasi internet, menunjukkan kecenderungan pada median 3 untuk motivasi menggunakan internet, motivasi belajar, dan motivasi memanfaatkan informasi pertanian dari internet masuk dalam kriteria tinggi. Gambaran umum disebabkan oleh motivasi yang sangat tinggi para penyuluh THL-TBPP dalamto user motivasi menggunakan internet dan commit motivasi belajar, namun para penyuluh PNS cenderung mempunyai motivasi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 121
yang rendah dalam menggunakan internet dalam mengakses informasi pertanian (kebutuhan menjalankan perintah) dan motivasi belajar yang sangat rendah (sekedar ingin tahu). Hal ini disebabkan karena para penyuluh PNS merupakan penyuluh senior motivasi sudah mulai menurun, karena akan memasuki masa pensiun, sehingga kebutuhan yang lebih cenderung untuk aktualisasi diri. Motivasi penyuluh yang kecenderungannya sama antara penyuluh PNS dan THL-TBPP adalah motivasi memanfaatkan informasi pertanian dari internet. Baik para
penyuluh
PNS
dan
THL-TBPP
cenderung
mempunyai
motivasi
memanfaatkan informasi pertanian hanya sebagai bahan pelengkap materi penyuluhan dan tidak menjadikan sebagai materi utama dalam melaksanakan kegiatan penyuluhan. Tabel 24.
Sikap
Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Sikap Penyuluh terhadap Teknologi Informasi Internet BP3K Fasilitasi BP3K Non Fasilitasi Total PNS THL-TBPP PNS THL-TBPP n % n % n % n % n %
1. tidak 40,00 0 12 menggunakan 2. menjadi 20,00 1 6 pertimbangan 3. pilihan 10 mencari 33,33 10 informasi 4. kebutuhan 2 6,67 9 Jumlah 30 100,00 20 Median skor 2 Sumber: Analisis Data
0,00
10
41,67
2
8,3
24
24,49
5,00
5
20,83
1
4,2
13
13,27
50,00
4
16,67
11
45,8
35
35,71
45,00 100,00 3
5 24
20,83 100,00 2
commit to user
10 41,7 24 100,00 3
26 26,53 98 100,00 3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 122
Sikap penyuluh terhadap teknologi informasi internet
mempunyai
kecenderungan sebagai pilihan untuk mencari informasi pertanian (35,71%). Gambara umum ini disebabkan karena kehadiran penyuluh THL-TBPP di Kabupaten Bogor telah terbuka terhadap informasi pertanian melalui internet, meskipun masih menjadi suatu pilihan untuk mencari informasi pertanian. Sikap tersebut diambil bila materi penyuluhan yang dibutuhkan tidak tersedia di berbagai sumber informasi (tercetak, komunikasi interpersonal, publikasi ilmiah, pertemuan teknis), yang biasa digunakan sehari-hari dalam melaksanakan kegiatan penyuluhan. Namun sikap para penyuluh PNS terhadap teknologi informasi internet cenderung masih menjadi pertimbangan untuk mengakses informasi pertanian, disebabkan karena tidak mampu menggunakan internet. Apabila para penyuluh PNS tersebut ingin mengakses informasi pertanian melalui internet, maka meminta bantuan rekan kerjanya, khususnya penyuluh THL-TBPP 2. Persepsi Penyuluh terhadap Cyber Extension Berdasarkan data penelitian yang telah dikumpulkan, diperoleh data penilaian responden pada variabel persepsi penyuluh terhadap cyber extension yang meliputi persepsi terhadap manfaat, persepsi terhadap kemudahan aplikasi, dan persepsi terhadap pembiayaan tersaji pada Tabel 25, Tabel 26, dan Tabel 27.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 123
Tabel 25. Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Penyuluh terhadap Cyber Extension terkait dengan Persepsi terhadap Manfaat BP3K Fasilitasi BP3K Non Fasilitasi Total THLTHLPersepsi manfaat PNS PNS TBPP TBPP n % n % n % n % n % a. tambahan pengetahuan penyuluh 1. Buruk 12 40,00 0 0,00 10 41,67 4 16,67 26 26,53 2. Kurang baik 3. Baik 4. Sangat baik Jumlah Median skor b. tambahan pengetahuan bagi petani 1. Buruk 2. Kurang baik 3. Baik 4. Sangat baik Jumlah Median skor c. Membangun jejaring 1. Buruk 2. Kurang baik 3. Baik 4. Sangat baik Jumlah Median skor Sumber: Analisis Data
7
23,33
5
25,00
5
20,83
7
29,17
24
24,49
9 30,00 2 6,67 30 100,00 2
13 65,00 7 29,17 10 41,67 2 10,00 2 8,33 3 12,50 20 100,00 24 100,00 24 100,00 3 2 3
39 9 98
39,80 9,18 100,00 2
12 40,00 5 16,67 11 36,67 2 6,67 30 100,00 2
2 10,00 11 45,83 7 29,17 5 25,00 5 20,83 3 12,50 11 55,00 6 25,00 10 41,67 2 10,00 2 8,33 4 16,67 20 100,00 24 100,00 24 100,00 3 2 3
32 18 38 10 98
32,65 18,37 38,78 10,20 100,00 2
23 76,67 0 0,0 5 16,67 2 6,67 30 100,00 1
13 65,00 17 70,83 13 54,17 0 0,00 0 0,00 5 20,83 3 15,00 5 20,83 4 16,67 4 20,00 2 8,33 2 8,33 20 100,00 24 100,00 24 100,00 1 1 1
66 5 17 10 98
67,35 5,10 17,35 10,20 100,00 1
Hasil data secara umum menunjukkan bahwa persepsi penyuluh terhadap manfaat cyber extension yaitu 1) kurang baik, karena memandang cyber extension terbatas pengetahuan yang sudah diketahui penyuluh (24,49%); 2) kurang baik, karena memandang cyber extension terbatas pengetahuan yang sudah diketahui petani (18,37%); 3) buruk, karena memandang cyber extension commit to user belum mampu membangun jejaring (67,35%). Persepsi-persepsi tersebut
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 124
disebabkan karena para penyuluh PNS cenderung memandang cyber extension hanya menyajikan informasi teknis yang telah lama dan diketahui penyuluh, khususnya penyuluh PNS yang telah mendapatkan informasi-informasi sejenis pada masa lampau. Namun bagi para penyuluh THL-TBPP maka kehadiran cyber extension dipandang akan memberikan informasi yang baru bagi penyuluh yang
masa
kerjanya
masih
rendah,
sehingga
penyuluh
memberikan
kecenderungan penilaian pada median 3 (memberikan pengetahuan baru). Baik para penyuluh PNS dan THL-TBPP mempunyai persepsi buruk terhadap cyber extension, karena tidak mampu mampu mengembangkan jejaring seperti media sosial yang sering dimanfaatkan untuk berbagi informasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 125
Tabel 26.
Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Penyuluh terhadap Cyber Extension terkait dengan Persepsi terhadap Kemudahan Aplikasi Cyber Extension Persepsi BP3K Fasilitasi BP3K Non Fasilitasi kemudahan Total THLaplikasi cyber PNS TBPP PNS THL-TBPP extension n % n % n % n % n % a. Dengan sarana prasrana kantor 10 33,33 0 0,00 15 62,50 8 33,33 33 33,67 1. Buruk 2. Kurang 6 20,00 1 5,00 6 25,00 9 37,50 22 22,45 baik 8 26,67 14 70,00 3 12,50 5 20,83 30 30,61 3. Baik 6 20,00 5 25,00 0 0,00 2 8,33 13 13,27 4. Sangat baik 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24,0 100,00 98 100,00 Jumlah Median skor b. Oleh Penyuluh 13 1. Buruk 2. Kurang 6 baik 10 3. Baik 1 4. Sangat baik 30 Jumlah Median skor c. Oleh petani 29 1. Buruk 2. Kurang 1 baik 0 3. Baik 0 4. Sangat baik 30 Jumlah Median skor Sumber: Analisis Data
2
3 43,33 20,00
33,33 3,33 100,00
0 1
0,00 14 5,00 5
3 96,67 3,33
0,00 0,00 100,00
58,33 20,83
15 75,00 4 16,67 4 20,00 1 4,17 20 100,00 24 100,00
2
1
1
11 7
55,00 21 35,00 0
3 3
87,50 0,00
1
2 12,50 12,50
30 15
30,61 15,31
16 66,67 2 8,33 24 100,00
45 8 98
45,92 8,16 100,00
1
2 10,00 3 12,50 0 0,00 0 0,00 20 100,00 24 100,00 1
2
3 18 3
3 75,00 12,50
79 11
80,61 11,22
3 12,50 0 0,00 24 100,00
8 0 98
8,16 0,00 100,00
1
1
Pada aspek persepsi kemudahan aplikasi digambarkan yaitu: (1) kurang baik karena tidak mudah diaplikasikan dengan sarana prasarana kantor (33,67%); (2) baik, karena relatif mudah diaplikasikan penyuluh (45,92%); dan (3) buruk karena sangat tidak mudah diaplikasikan oleh petani (80,61%).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 126
Ketidakmudahan diaplikasikan dengan sarana kantor, karena jumlah komputer terbatas dan cenderung digunakan untuk administrasi kantor, serta waktu penyuluh lebih banyak dihabiskan di luar kantor, selain itu ada beberapa komputer di BP3K yang akses internetnya terganggu karena jaringan kabelnya rusak dan belum diperbaiki. Namun bagi para penyuluh THL-TBPP di BP3K fasilitasi (70,00%) mempunyai kecenderungan persepsi baik yaitu relatif mudah diaplikasikan melalui sarana kantor karena dukungan fasilitasi tersebut, meskipun terkadang harus bergilir dengan penyuluh lain bila akan menggunakan komputer. Untuk persepsi kemudahan aplikasi oleh penyuluh, maka cenderung mempunyai persepsi baik (relatif mudah diaplikasikan penyuluh). Hal disebabkan karena keberadaan THL-TBPP sebagai penyuluh, yang rata-rata mampu menggunakan internet. Sedangkan penyuluh PNS yaitu penyuluh PNS di BP3K fasilitasi (20,00%) mempunyai persepsi kurang baik dan penyuluh PNS di BP3K non fasilitasi (58,33%) mempunyai persepsi buruk, hal ini disebabkan karena tidak mampu mengaplikasikan cyber extension karena tidak mampu menggunakan komputer dan internet. Para penyuluh pun juga mempunyai persepsi yang buruk terhadap kemudahan cyber extension diaplikasikan oleh petani. Para penyuluh juga memandang secara umum para petani di Kabupaten Bogor, masih sangat tidak mudah mengaplikasikan cyber extension, karena tidak mampu menggunakan komputer, apalagi internet.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 127
Tabel 27. Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Penyuluh terhadap Cyber Extension terkait dengan Persepsi terhadap Pembiayaan Persepsi terhadap BP3K Fasilitasi BP3K Non Fasilitasi pembiayaan Total THLTHLPNS TBPP PNS TBPP n % n % n % n % n % a. Pembiayaan dari pemerintah 1. Buruk 2. Kurang baik 3. Baik 4. Sangat baik Jumlah Median skor b. Pembiayaan oleh penyuluh
22 73,33 12 60,00 18 75,00 21 87,50 6 20,00 6 30,00 3 12,50 2 8,33 2 6,67 2 10,00 3 12,50 1 4,17 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,00 1 1 1 1
73 74,49 17 17,35 8 8,16 0 0,00 98 100,00 1
19 63,33 12 60,00 17 70,83 17 70,83 5 16,67 3 15,00 4 16,67 4 16,67 3 10,00 1 5,00 2 8,33 1 4,17 3 10,00 4 20,00 1 4,17 2 8,33 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,00 1 1 1 1
65 66,33 16 16,33 7 7,14 10 10,20 98 100,00 1
Buruk 21 70,00 12 60,00 19 79,17 19 79,17 Kurang baik 5 16,67 3 15,00 2 8,33 2 8,33 Baik 4 13,33 5 25,00 3 12,50 3 12,50 Sangat baik 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,00 Median skor 1 1 1 1 Sumber: Analisis Data
71 72,45 12 12,24 15 15,31 0 0,00 98 100,00
1. 2. 3. 4.
Buruk Kurang baik Baik Sangat baik Jumlah Median skor c. Pembiaayan oleh petani 1. 2. 3. 4.
1
Aspek persepsi terhadap pembiayaan menunjukkan kecenderungan pada median skor 1 (buruk). Hal ini mengandung makna bahwa persepsi terhadap pembiayaan, baik dilihat dari indikator pembiayaan pemerintah, pembiayaan penyuluh, dan pembiayaan petani, maka dalam pemanfaatan cyber extension masih mempunyai pandangan perlu pembiayaan penuh dari pemerintah terhadap pemanfaatan cyber extension. Persepsi buruk commit to user terhadap pembiayaan pemerintah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 128
juga disebabkan, karena penyuluh belum merasakan adanya pembiayaan dari pemerintah yang mendukung penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. Penyuluh mempunyai pandangan bahwa biaya untuk dapat pemanfaatan internet pada umumnya, cyber extension pada khususnya, masih dalam kategori biaya yang tinggi, karena menyangkut pembelian sarana dan prasarana dan biaya jasa untuk mengaksesnya, sehingga biaya tersebut tidak dapat dijangkau oleh penyuluh dan petani. Selain itu, penyuluh memahami bahwa bagi penyuluh yang belum bisa mengoperasikan internet, perlu dibiayai pemerintah dalam pelatihan. Penyuluh memandang bahwa pemanfaatan cyber extension agar dapat berkesinambungan perlu dibiayai penuh dari pemerintah. 3. Kinerja Penyuluh dalam Pemanfataan Cyber Extension Berdasarkan data penelitian yang telah dikumpulkan, diperoleh data penilaian responden terhadap kinerja mereka dalam pemanfaatan cyber extension. yang meliputi aksesbilitas, pemanfaatan informasi cyber extension untuk kegiatan penyuluhan, dan pengenalan cyber extension kepada petanian disajikan pada Tabel 28, Tabel 29, dan Tabel 30.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 129
Tabel 28. Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension melalui Aksesbilitas BP3K Fasilitasi BP3K Non Fasilitasi Total THLTHLAksesbilitas PNS PNS TBPP TBPP n % n % n % n % n % a. Mencari informasi 1. 2. 3. 4.
Tidak pernah 20 Kurang 0 Sering 6 Selalu 4 Jumlah 30 Median skor b. Umpan balik 1. Tidak pernah 27 2. Kurang 0 3. Sering 2 4. Selalu 1 Jumlah 30 Median skor c. Penyampaian informasi 1. Tidak pernah 28 2. Kurang 2 3. Sering 0 4. Selalu 0 Jumlah 30 Median skor Sumber: Analisis Data
66,67 0 0,00 3 20,00 11 13,33 6 100,00 20 1
0,00 21 15,00 0 55,00 3 30,00 0 100,00 24 3
87,50 9 0,00 2 12,50 10 0,00 3 100,00 24 1
37,50 8,33 41,67 12,50 100,00 3
50 51,02 5 5,10 30 30,61 13 13,27 98 100,00 1
90,00 13 0,00 0 6,67 6 3,33 1 100,00 20 1
65,00 24 0,0 0 30,00 0 5,00 0 100,00 24 1
100,00 19 0,00 0 0,00 3 0,00 2 100,00 24 1
79,17 83 84,69 0,00 0 0,00 12,50 11 11,22 8,33 4 4,08 100,00 98 100,00 1 1
93,33 19 6,67 0 0,00 0 0,00 1 100,00 20 1
95,00 23 0,00 0 0,00 1 5,00 0 100,00 24 1
95,83 21 0,00 0 4,17 2 0,00 1 100,00 24 1
87,50 91 92,86 0,00 2 2,04 8,33 3 3,06 4,17 2 2,04 100,00 98 100,00 1 1
Secara umum kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension dalam aksesbilitasi melalui mencari informasi, memberikan umpan balik, menyampaikan informasi pada cyber extension masuk dalam kriteria sangat rendah atau dalam arti tidak pernah melakukan. Untuk kriteria mencari informasi melalui cyber extension sebanyak 51,02% tidak pernah melakukan; kriteria memberikan umpan balik terhadap informasi dalam cyber extension sebanyak 84,69% tidak pernah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 130
melakukan; dan kriteria menyampaikan informasi pada cyber extension sebanyak 92,86% tidak pernah melakukan. Kinerja yang menonjol adalah mencari informasi yang ditunjukkan oleh para THL-TBPP BP3K fasilitasi (55,00%) dan THL-TBPP di BP3K non fasilitasi (41,67%) yang masuk dalam kriteria sering yaitu berkisar 1 – 4 kali per bulan mencari informasi dalam cyber extension. Tabel 29. Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension melalui Pemanfaatan Informasi Cyber Extension bagi Kegiatan Penyuluhan. Pemanfaatan informasi cyber extension untuk kegiatan penyuluhan 1. 2. 3. 4.
BP3K Fasilitasi PNS n
%
Tidak pernah 20 66,67 Kurang 5 16,67 Sering 2 6,67 Selalu 3 10,0 Jumlah 30 100,00 Median skor 1 Sumber: Analisis Data
BP3K Non Fasilitasi
THL-TBPP n
%
PNS n
%
4 20,00 20 83,33 8 40,00 3 12,50 7 35,00 1 4,17 1 5,00 0 0,00 20 100,00 24 100,00 2 1
Total
THL-TBPP n
%
n
%
18 5 0 1 24.0
75,00 20,83 0,00 4,17 100
62 21 10 5 98
63,27 21,43 10,20 5,10 100.0 1
1
Kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension terkait pemanfaatan informasi cyber extension untuk kegiatan penyuluhan dalam kriteria sangat rendah. Sebanyak 63,27% responden tidak pernah memanfaatkan informasi cyber extension untuk kegiatan penyuluhan. Meskipun secara umun 63,27% responden tidak pernah memanfaatkan informasi cyber extension untuk kegiatan penyuluhan, namun bagi 40,00% responden THL-TBPP yang bertugas di BP3K fasilitasi memanfaatkan informasi cyber extension dalam kegiatan penyuluhan meskipun tidak intensif (kurang dari 50% dari kegiatan penyuluhan). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 131
Tabel 30. Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension melalui Pengenalan Cyber Extension kepada Petani/Kelompok Tani Pengenalan cyber extension kepada petani/ kelompok tani
BP3K Fasilitasi PNS
n % 1. Tidak 29 96,67 pernah 2. Kurang 1 3,33 3. Sering 0 0,00 4. Selalu 0 0,00 Jumlah 30 100,00 Median skor 1 Sumber: Analisis Data
THLTBPP n % 13
BP3K Non Fasilitasi PNS n
%
THLTBPP n %
Total n
%
65,00 24
100,00 24
100,00 90
5 25,00 0 1 5,00 0 1 5,00 0 20 100,00 24 1
0,00 0 0,00 0 0,00 0 100,00 24 1
0,00 6 6,12 0,00 1 1,02 0,00 1 1,02 100,00 98 100,00 1 1
91,84
Kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension terkait pengenalan cyber extension kepada petani/kelompok tani juga masuk dalam kriteria sangat rendah. Sebanyak 91,84% responden tidak pernah mengenalkan cyber extension kepada petani/kelompok tani. K. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension 1. Hubungan Antar Variabel Untuk menguji hubungan antar variabel dilakukan dengan menggunakan Program SPSS 18 dalam rangka mendapatkan nilai koefisien korelasi (r) antar variabel Faktor Penunjang Cyber Extension (X1), Kualitas Informasi Cyber Extension (X2), Sosialisasi Cyber Extension kepada Penyuluh (X3), Komunikasi antara Penyuluh dan Adminstrator Kabupaten (X4), Karakteristik Penyuluh (X5), Persepsi Penyuluh terhadap Cyber Extension (X6), dan Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension (Y). Hipotesis yang diuji adalah: H1 : terdapat korelasi antar variabel H2 : tidak terdapat korelasi antarcommit variabelto user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 132
Sebelum dilakukan pengujian, maka ditetapkan α = 0,05. Kriteria pengujian sebagai berikut H1 diterima jika nilai sign < α dan H1 ditolak jika nilai sign > α Tabel 31. Uji Korelasi Variabel Penelitian No. Uraian 1. Korelasi X1 dengan X2 (rX1X2) 2. Korelasi X1 dengan X3 (rX1X3) 3. Korelasi X1 dengan X4 (rX1X4) 4. Korelasi X1 dengan X6 (rX1X6) 5. Korelasi X1 dengan Y (rX1Y) 6. Korelasi X2 dengan X3 (rX2X3) 7. Korelasi X2 dengan X6 (rX2X6) 8. Korelasi X2 dengan Y (rX2Y) 9. Korelasi X3 dengan X4 (rX3X4) 10. Korelasi X3 dengan X6 (rX3X6) 11. Korelasi X3 dengan Y (rX3Y) 12. Korelasi X4 dengan X2 (rX4X2) 13. Korelasi X4 dengan X6 (rX4X6) 14. Korelasi X4 dengan Y (rX4Y) 15. Korelasi X5 dengan X2 (rX5X2) 16. Korelasi X5 dengan X4 (rX5X4) 17. Korelasi X5 dengan X6 (rX5x6) 18. Korelasi X5 dengan Y (rX5Y) 19. Korelasi X6 dengan Y (rX6Y) Sumber: Analisis Data
Nilai r 0,561 0,501 0,311 0,462 0,437 0,432 0,497 0,335 0,223 0,423 0,397 0,294 0,325 0,521 0,517 0,203 0,570 0,314 0,440
Sign 0,000 0,000 0,002 0,000 0,000 0,000 0,000 0,001 0,027 0,000 0,000 0,003 0,001 0,000 0,000 0,045 0,000 0,002 0,000
α 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05
Keputusan H1 diterima H1 diterima H1 diterima H1 diterima H1 diterima H1 diterima H1 diterima H1 diterima H1 diterima H1 diterima H1 diterima H1 diterima H1 diterima H1 diterima H1 diterima H1 diterima H1 diterima H1 diterima H1 diterima
Dari hasil uji statistik menggunakan Program SPSS 18 seperti yang tertera pada Tabel 31, diketahui bahwa variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian saling berkorelasi. Dari uji analisis jalur pada Lampiran7 diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) dan koefisien error sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5.
Persamaan simultan 1 Persamaan simultan 2 Persamaan simultan 3 Persamaan simultan 4 Persamaan simultan 5
X2 = rX2X1X1 + rX2X4X4 + rX2X5X5+ rX2ε1 X3 = rX3X1X1 + rX3X2X2 + rX3ε2 X4 = rX4X1X1 + rX4X3X3 + rX4X5X5 + rX4ε3 X6 = rX6X1X1 + rX6X2X2 + rX6X3X3 + rX6X4X4 + rX6X5X5 + rX6ε4 Y = rYX1X1 + rYX2X2 + rYX3X3 + rYX4X4 + rYX5X4 + rYX6X6 + rYε5
Koefisien determinasi untuk masing-masing persamaan simultan sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5.
Persamaan 1: RX22 Persamaan 2: RX32 Persamaan 3: RX42 Persamaan 4: RX62 Persamaan 5: RY2
= = = = =
0,401 0,285 0,103 0,413 0,422
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 133
rX2ε1 (koefisien error untuk persamaan 1) =
1 - R 22 = 1 - 0,401 = 0,774
rX3ε2 (koefisien error untuk persamaan 2) =
1 - R 32 = 1 - 0 , 285 = 0,846
rX4ε3 (koefisien error untuk persamaan 3) =
1 - R 42 = 1 - 0 ,103 = 0,321
rX6ε4 (koefisien error untuk persamaan 3) =
1 - R 62 = 1 - 0 , 413 = 0,766
rYε5 (koefisien error untuk persamaan 4) =
1 - R 62 = 1 - 0 , 422 = 0.760
Tabel 32. Nilai Koefisien Jalur dan Koefisien Korelasi No Uraian Koefisien Jalur (r) 1 X1 dengan X2 0,336 2 X1 dengan X3 0,377 3 X1 dengan X4 0,263 4 X1 dengan X5 5 X1 dengan X6 0,058 6 X1 dengan Y 0,180 7 X2 dengan X3 0,221 8 X2 dengan X4 0,123 9 X2 dengan X5 0,326 10 X2 dengan X6 0,184 11 X2 dengan Y -0,029 12 X3 dengan X4 0,088 13 X3 dengan X6 0,095 14 X3 dengan Y 0,202 15 X4 dengan X5 0,006 16 X4 dengan X6 0,160 17 X4 dengan Y 0,372 18 X5 dengan X6 0,355 19 X5 dengan Y -0,079 20 X6 dengan Y 0,222 Sumber: Analisis Data
Koefisien Korelasi (r) 0,561 0,501 0,311 0,573 0,462 0,437 0,432 0,294 0,517 0,497 0,335 0,223 0,423 0,397 0,203 0,325 0,521 0,570 0,314 0,440
Berdasarkan nilai koefisien jalur (r), dan koefisien korelasi (r), dan koefisien error (€), maka diagram analisis jalur adalah disajikan pada Gambar 5.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 134
€1=0,774
(r) (r)
(0,180) (0,437)
Kualitas informasi cyber extension (X2)
(-0,029) (0,335)
(0,058) (0,462)
(0,336) (0,561) Faktor penunjang cyber extension (X1)
(0,221) (0,432)
€2=0,846
Sosialisasi cyber extension kepada penyuluh (X3)
(0,377) (0,501)
(0,088) (0,223)
(0,184)(0,497)
(0,095) (0,423)
Persepsi penyuluh terhadap cyber extension (X6)
(0,222) (0,440)
Kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y)
(0,160)(0,325) €4=0,766
(0,263) (0,311)
(0,355) (0,570) Komunikasi antara penyuluh dan admin kabupaten (X4)
€3 = 0,321
(0,123)
€Y=0.760
(0,202)(0,397)
(-0,079) (0,314)
(0,006) (0,203)
Karakteristik penyuluh (X5)
(0,294) (0,372)
(0,521)
(0,326) (0,517)
r: 0,573
Gambar 5. Diagram Jalur Hasil Analisis Statistik a. Pengujian Persamaan 1 (Uji Pengaruh X1, X4 dan X5 terhadap X2) Hasil uji analisis dengan menggunakan SPSS 18 untuk melihat pengaruh faktor penunjang cyber extension (X1), komunikasi antara penyuluh dan adminstrator kabupaten (X4), serta karakteristik penyuluh (X5), secara terhadap kualitas informasi cyber extension (X2) disajikan dalam Tabel 33. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 135
Tabel 33. Hasil Uji Analisis Jalur Variabel Faktor Penunjang Cyber Extension, Komunikasi Antara Penyuluh dan Adminstrator Kabupaten, serta Karakteristik Penyuluh terhadap Kualitas Informasi Cyber Extension Uraian β thit r Sign. (r- β) β > (r- β)/ Sign β<(r- β)1) pada α 0,336 3,344 0,561 0,000 0,225 0,336>0,225 0,001 rX2X12) 3) 0,123 1,464 0,294 0,003 0,171 0,123<0,171 0,147 rX2X4 4) 0,326 3,343 0,517 0,000 0,191 0,326>0,191 0,001 rX2X5 Keterangan: Jika β > (r- β), maka variabel-bebas memiliki pengaruh langsung (signifikan) Jika β < (r- β), maka variabel-bebas tidak memiliki pengaruh langsung (tidak signifikan) 2) Pengaruh faktor penunjang terhadap kualitas informasi cyber extension 3) Pengaruh komunikasi antara penyuluh dan admin kabupaten terhadap kualitas informasi cyber extension 4) Pengaruh karakteristik penyuluh terhadap kualitas informasi cyber extension 1)
Tabel 33 menunjukkan bahwa dari variabel faktor penunjang cyber extension (X1) berpengaruh langsung terhadap kualitas informasi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai β > (r - β) yaitu 0,336>0,225. Besarnya pengaruh langsung faktor penunjang terhadap kualitas informasi ditunjukkan dengan nilai koefisien jalurnya (rX2X1). Nilai koefisien jalur (rX2X1) adalah sebesar 0,336. Komunikasi antara penyuluh dan adminstrator kabupaten (X4) tidak berpengaruh langsung terhadap kualitas informasi cyber extension (X2). Hasil ini ditunjukkan dengan nilai β < (r - β) yaitu 0,123<0,171. Tidak adanya pengaruh tersebut komunikasi antara penyuluh dan administrator antara kualitas informasi cyber extension disebabkan karena kualitas informasi cenderung dikelola secara top down. Karakteristik penyuluh (X4) berpengaruh langsung terhadap kualitas informasi cyber extension (X2) yang dibuktikan dengan β > (r - β) yaitu 0,326>0,191. Besarnya pengaruh langsung faktor penunjang terhadap kualitas informasi ditunjukkan dengan nilai koefisien jalurnya (rX2X5). Nilai koefisien commit to user jalur (rX2X5) adalah sebesar 0,326.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 136
b. Pengujian Persamaan 2 (Uji Pengaruh X1 dan X2 terhadap X3) Hasil uji analisis dengan menggunakan SPSS 18 untuk melihat pengaruh parsial faktor penunjang cyber extension (X1) dan kualitas informasi cyber extension (X2), terhadap sosialisasi cyber extension kepada penyuluh (X3), disajikan pada Tabel 34. Tabel 34. Hasil Uji Analisis Jalur Variabel Faktor Penunjang Cyber Extension dan Kualitas Informasi Cyber Extension terhadap Sosialisasi Cyber Extension kepada Penyuluh Uraian β thit r Sign. (r- β) β > (r- β)/ Sign β<(r- β)1) pada α 0,377 3,601 0,501 0,000 0,124 0,377>0,124 0.001 rX3X12) 3) 0,221 2,105 0,432 0,000 0,211 0,221>0,211 0.038 rX3X2 Keterangan: 1) Jika β > (r- β), maka variabel-bebas memiliki pengaruh langsung (signifikan) Jika β < (r- β), maka variabel-bebas tidak memiliki pengaruh langsung (tidak signifikan) 2) Pengaruh faktor penunjang cyber extension terhadap sosialisasi cyber extension kepada penyuluh 3) Pengaruh kualitas informasi cyber extension terhadap sosialisasi cyber extension kepada penyuluh
Tabel 34 menunjukkan bahwa faktor penunjang cyber extension (X1) berpengaruh secara langsung terhadap sosialisasi cyber extension kepada penyuluh (X3), yang dibuktikan dengan nilai β > (r- β) yaitu 0,377>0,124. Besarnya pengaruh tersebut adalah ditunjukkan dengan nilai koefisien jalurnya (rX3X1) sebesar 0,377. Kualitas informasi cyber extension (X2) berpengaruh secara langsung terhadap sosialisasi cyber extension kepada penyuluh (X3), yang dibuktikan dengan nilai β > (r- β) yaitu 0,221>0,211. Besarnya pengaruh tersebut adalah ditunjukkan dengan nilai koefisien jalurnya (rX3X2) sebesar 0,221. c. Pengujian Persamaan 3 (Uji Pengaruh X1, X3, dan X5 terhadap X4) Hasil uji analisis dengan menggunakan SPSS 18 untuk melihat pengaruh faktor penunjang cyber extension (X1), sosialisasi cyber extension kepada commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 137
penyuluh (X3), dan karakteristik penyuluh (X5) secara terhadap komunikasi antara penyuluh dan administrator kabupaten (X4) tersaji pada Tabel 35. Tabel 35. Hasil Analisis Jalur Faktor Penunjang Cyber Extension, Sosialisasi Cyber Extension kepada Penyuluh, dan Karakteristik Penyuluh terhadap Komunikasi antara Penyuluh dan Adminstrator Kabupaten Uraian β thit r Sign. (r- β) β > (r- β)/ Sign β<(r- β)1) pada α 0,263 2,113 0,311 0,002 0,048 0,263>0,048 0,037 rX4X12) 0,088 0,738 0,223 0,027 0,135 0,088<0,135 0,462 rX4X33) 4) 0,006 0,05 0,203 0,045 0,197 0,960 rX4X5 0,006<0,197 Keterangan: 1) Jika β > (r - β), maka variabel-bebas memiliki pengaruh langsung (signifikan) Jika β < (r- β), maka variabel-bebas tidak memiliki pengaruh langsung (tidak signifikan) 2) Pengaruh faktor penunjang cyber extension terhadap komunikasi antara penyuluh dan admin kabupaten 3) Pengaruh sosialisasi cyber extension kepada penyuluh terhadap komunikasi antara penyuluh dan adminstrator kabupaten 4) Pengaruh karakteristik penyuluh terhadap komunikasi antara penyuluh dan admin kabupaten
Tabel 35 menunjukkan hasil analisis yang menyatakan bahwa faktor penunjang cyber extension (X1) berpengaruh langsung terhadap komunikasi penyuluh dengan administrator kabupaten (X4). Hal ini dibuktikan dengan nilai β > (r - β) yaitu 0,263>0,048. Besarnya pengaruh langsung faktor penunjang cyber extension (X1) terhadap komunikasi penyuluh dengan adminstrator kabupaten (X4) ditunjukkan dengan nilai koefisien jalurnya (rX4X1) yaitu 0,263. Sosialisasi cyber extension kepada penyuluh (X3) tidak berpengaruh secara langsung terhadap komunikasi penyuluh dengan adminstrator kabupaten (X4), yang dibuktikan dengan nilai β < (r - β) yaitu 0,088<0,135. Sosialisasi cyber extension kepada penyuluh tidak berpangaruh langsung secara signifikan terhadap komunikasi antara penyuluh dan administrator kabupaten, karena sosialisasi cyber extension cenderung mensosialisasikan mengenai teknis mengakses (mencari informasi) melalui cyber extension, tidak mensosialisasikan bagaimana prosedur commit to user komunikasi antara penyuluh dan administrator kabupaten.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 138
Karakteristik penyuluh (X5) tidak berpengaruh secara langsung terhadap komunikasi penyuluh dengan administrator kabupaten (X4), yang dibuktikan dengan nilai β < (r - β) yaitu 0,006<0,197. Hal ini disebabkan karena sebagian besar penyuluh tidak tahu keberadaan administrator kabupaten dan prosedur komunikasi antara penyuluh dan administrator kabupaten. d. Pengujian Persamaan 4 (Uji Pengaruh X1, X2, X3, X4, dan X5 terhadap X6) Hasil uji analisis dengan menggunakan SPSS 18 untuk melihat pengaruh pengaruh faktor penunjang cyber extension (X1), kualitas informasi cyber extension (X2), sosialisasi cyber extension kepada penyuluh (X3), komunikasi antara penyuluh dan administrator kabupaten (X4) dan karakteristik penyuluh (X5), terhadap persepsi penyuluh terhadap cyber extension (X6) tersaji pada Tabel 36. Tabel 36.Hasil Uji Analisis Jalur Faktor Penunjang Cyber Extension, Kualitas Informasi Cyber Extension, Sosialisasi Cyber Extension kepada Penyuluh, Komunikasi antara Penyuluh dan Administrator Kabupaten, dan Karakteristik Penyuluh terhadap Persepsi Penyuluh terhadap Cyber Extension Uraian β thit r Sign. (r- β) β > (r- β)/ Sign β<(r- β)1) pada α 0,058 0,533 0,462 0,000 0,404 0,058 < 0,404 0,596 rX6X12) 3) 0,184 1,769 0,497 0,000 0,313 0,184< 0,313 0,080 rX6X2 0,095 0,963 0,423 0,000 0,328 0,095 < 0,328 0,338 rX6X34) 5) 0,160 1,874 0,325 0,001 0,165 0,160<0,165 0,064 rX6X4 0,355 3,304 0,570 0,000 0,215 0,355>0,215 0,001 rX6X56) Keterangan: 1) Jika β > (r - β), maka variabel-bebas memiliki pengaruh langsung (signifikan) Jika β < (r- β), maka variabel-bebas tidak memiliki pengaruh langsung (tidak signifikan) 2) Pengaruh faktor penunjang cyber extension terhadap persepsi penyuluh terhadap cyber extension 3) Pengaruh kualitas informasi cyber extension terhadap persepsi penyuluh terhadap cyber extension 4) Pengaruh sosialisasi cyber extension kepada penyuluh terhadap persepsi penyuluh terhadap cyber extension 5) Pengaruh komunikasi antara penyuluh dan administrator kabupaten terhadap persepsi penyuluh terhadap cyber extension 6) Pengaruh karakteristik penyuluh terhadap persepsi penyuluh terhadap cyber extension
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 139
Tabel 36 menunjukkan bahwa faktor penunjang cyber extension (X1) tidak berpengaruh secara langsung terhadap persepsi penyuluh terhadap cyber extension (X6). Hal ini dibuktikan dengan nilai β < (r - β) yaitu 0,058 < 0,404. Kualitas informasi cyber extension (X2) tidak berpengaruh secara langsung terhadap persepsi penyuluh terhadap cyber extension (X6). Hal ini dibuktikan dengan nilai β<(r-β) yaitu 0,184< 0,313. Sosialisasi cyber extension kepada penyuluh (X3) tidak berpengaruh secara langsung terhadap persepsi penyuluh terhadap cyber extension (X6). Hal ini dibuktikan dengan nilai β<(r - β) yaitu 0,095 < 0,328. Komunikasi antara penyuluh dan administrator kabupaten (X4) tidak berpengaruh secara langsung terhadap persepsi penyuluh terhadap cyber extension (X6). Hal ini dibuktikan dengan nilai β < (r - β) yaitu 0,155<0,194. Karakteristik penyuluh (X5) berpengaruh secara langsung terhadap persepsi penyuluh terhadap cyber extension (X6). Hal ini dibuktikan dengan nilai β>(r-β) yaitu 0,355>0,215. Besarnya pengaruh langsung karakteristik penyuluh (X5) terhadap persepsi terhadap cyber extension (X6) ditunjukkan dengan nilai koefisien jalurnya (rX6X5) yaitu 0,355. e. Pengujian Persamaan 5 (Uji Pengaruh X1, X2, X3, X4, X5, X6 terhadap Y) Hasil uji analisis dengan menggunakan SPSS 18 untuk melihat pengaruh parsial faktor penunjang cyber extension (X1), kualitas informasi cyber extension (X2), sosialisasi cyber extension kepada penyuluh (X3), komunikasi antara penyuluh dan administrator kabupaten (X4), karakteristik penyuluh (X5), persepsi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 140
penyuluh terhadap cyber extension (X6) terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y), tersaji pada Tabel 37. Tabel 37. Hasil Uji Analisis Jalur Faktor Penunjang Cyber Extension, Kualitas Informasi Cyber Extension, Sosialisasi Cyber Extension kepada Penyuluh, Komunikasi antara Penyuluh dan Administrator Kabupaten, Karakteristik Penyuluh, Persepsi Penyuluh terhadap Cyber Extension, terhadap Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaaatan Cyber Extension Uraian β thit r Sign. (r- β) β > (r- β)/ Sign β<(r- β)1) pada α 0,180 1,647 0,437 0,000 0,257 0,103 rYX12) 0,180<0,257 3) -0,029 -0,28 0,335 0,001 0,364 0,780 -0,029<0,364 rYX2 4) 0,202 2,041 0,397 0,000 0,195 0,044 0,202>0,195 rYX3 0,372 4,300 0,521 0,000 0,149 0,000 0,372>0,149 rYX45) 6) -0,079 -0,700 0,314 0,002 0,393 0,486 -0,079<0,393 rYX5 0,222 2,139 0,440 0,000 0,218 0,035 rYX67) 0,222>0,218 Keterangan: 1) Jika β > (r - β), maka variabel-bebas memiliki pengaruh langsung (signifikan) Jika β < (r- β), maka variabel-bebas tidak memiliki pengaruh langsung (tidak signifikan) 2) Pengaruh faktor penunjang cyber extension terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaaatan cyber extension 3) Pengaruh kualitas informasi cyber extension terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaaatan cyber extension 4) Pengaruh sosialisasi cyber extension kepada penyuluh terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaaatan cyber extension 5) Pengaruh komunikasi antara penyuluh dan administrator kabupaten terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaaatan cyber extension 6) Pengaruh karakteristik penyuluh terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaaatan cyber extension 7) Pengaruh persepsi penyuluh terhadap cyber extension terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaaatan cyber extension
Tabel 37 menunjukkan bahwa hasil analisis menyatakan faktor penunjang (X1) cyber extension tidak berpengaruh secara langsung terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y) yang dibuktikan dengan nilai β < (r - β) yaitu sebesar 0,180<0,257. Hasil analisis menyatakan tidak ada pengaruh langsung yang signifikan dari variabel kualitas informasi cyber extension (X2) terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y). Hal ini ditunjukkan melalui nilai β < (r - β) senilai -0,029<0,364. Hasil analisis menyatakan ada pengaruh langsung yang signifikan dari commit to user variabel sosialisasi cyber extension kepada penyuluh (X3) terhadap kinerja
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 141
penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y). Hal ini ditunjukkan melalui nilai β >(r- β) yaitu 0,202>0,195. Besarnya pengaruh langsung sosialisasi cyber extension kepada penyuluh (X3) terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y) ditunjukkan dengan nilai koefisien jalurnya rYX3 yaitu 0,202 Hasil analisis menyatakan ada pengaruh langsung yang signifikan dari variabel komunikasi antara penyuluh dan admin kabupaten (X4) terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y). Hal ini ditunjukkan melalui nilai β > (r - β) yaitu 0,372>0,149. Besarnya pengaruh tersebut ditunjukkan dengan nilai koefisien jalurnya (rYX4) yaitu 0,372. Hasil analisis menyatakan bahwa tidak ada pengaruh langsung yang signifikan dari variabel karakteristik penyuluh (X5) terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y). Hal ini ditunjukkan melalui nilai β < (rβ) senilai -0,079<0,393. Hasil analisis menyatakan ada pengaruh langsung yang signifikan dari variabel persepsi penyuluh terhadap cyber extension (X6) terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. Hal ini ditunjukkan melalui nilai β > (r - β) yaitu 0,222>0,218. Besarnya pengaruh persepsi penyuluh terhadap cyber extension (X6) terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. ditunjukkan dengan nilai koefisien jalurnya rYX6 yaitu 0,222.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 142
f. Diagram Jalur Pengaruh Signifikan dan Tidak Signifikan Berdasarkan analisis yang telah dijelaskan sebelumnya, maka hasil analisis digambarkan mengenai diagram jalur pengaruh signifikan dan tidak signifikan, sebagai berikut: €1=0,774
(r) (r)
(0,180) (0,437)
Kualitas informasi cyber extension (X2)
(-0,029) (0,335)
(0,221) (0,336) (0,561) (0,432)
Faktor penunjang cyber extension (X1)
(0,377) (0,501)
€2=0,846
Sosialisasi cyber extension kepada penyuluh (X3) (0,088) (0,223)
€5=0.760
(0,202)(0,397)
(0,058) (0,462)
(0,184)(0,497)
(0,095) (0,423)
Persepsi penyuluh terhadap cyber extension (X6)
(0,222) (0,440)
Kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y)
(0,160)(0,325) €4=0,766
(0,263) (0,311) (0,355) (0,570) Komunikasi antara penyuluh dan adminstrator kabupaten (X4)
€3 = 0,321 (0,123) (0,294)
(-0,079) (0,314) Karakteristik penyuluh (X5) (0,006) (0,203) (0,372) (0,521)
(0,326) (0,517)
r: 0,573
Gambar 6. Diagram Jalur Pengaruh Signifikan dan Tidak Signifikan Keterangan: : Pengaruh signifikan kecil : Pengaruh signifikan besar : Pengaruh tidak signifikan : variabel eksogen
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 143
Hasil perhitungan, maka persamaan simultan sebagai berikut Persamaan simultan 1: X2 = rX2X1X1 + rX2X4X4 + rX2X5 X5+ rX2ε1 = 0,336X1 + 0,123X4 + 0,326 X5 + 0,774 ε1 Persamaan simultan 2: X3 = rX3X1X1 + rX3X2 X2 + rX3ε2 = 0,377X1 + 0,221X2 + 0,846 ε2 Persamaan simultan 3: X4 = rX4X1X1 + rX4X3X3 + rX4X5X5 + €3 = 0,263X1 + 0,088X3 + 0,006X5 + 0,321 Persamaan simultan 4: X6 = rX6X1X1 + rX6X2X5 + rX6X3X3 + rX6X4X4 + rX6X5 X5 + rX6€4 = 0,058X1 + 0,184X5 + 0,095X3 + 0,160X4 + 0,355X5 + 0,766 €4 Persamaan simultan 5: Y = rYX1X1 + rYX2X2 + rYX3 X3 + rYX4 X4 + rYX5 X5 + rYX6 X6 + rY€5 = 0,180X1 -0,029X2 + 0,202X3 + 0,372X4 -0,079X5 + 0,222X6 + 0.760€5 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension a.
Faktor Penunjang Cyber Extension 1) Pengaruh langsung faktor penunjang cyber extension (X1) terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y) Dari hasil perhitungan dan Gambar 6, menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh langsung yang signifikan antara faktor penunjang cyber extension terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. Hal ini dikarenakan faktor penunjang cyber extension tidak terlalu kuat untuk mempengaruhi kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 144
Tabel 38. Hasil Uji Analisis Jalur Sub Variabel Faktor Penunjang Cyber Extension terhadap Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaaatan Cyber Extension Uraian β thit r Sign. (r- β) β > (r- β)/ Sign β<(r- β)1) pada α 0,055 rYX1.1.2) 0,199 1,945 0,329 0,001 0,130 0,199>0,130 3) 0,146 1,518 0,240 0,017 0,132 rYX1.2. 0,094 0,146>0,132 4) 0,248 2,460 0,349 0,000 0,101 0,248>0,101 0,016 rYX1.3. Keterangan: 1) Jika β > (r - β), maka variabel-bebas memiliki pengaruh langsung (signifikan) Jika β < (r- β), maka variabel-bebas tidak memiliki pengaruh langsung (tidak signifikan) 2) Pengaruh kebijakan terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaaatan cyber extension 3) Pengaruh sarana-prasarana terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaaatan cyber extension 4) Pengaruh pembiayaan terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaaatan cyber extension
Tabel 38 menunjukkan bahwa faktor pembiayaan mempunyai pengaruh langsung yang signifikan terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. Besarnya pengaruh langsung faktor pembiayaan terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension ditunjukkan dengan nilai koefisien jalurnya (rYX1.1.) sebesar 0,248. 2) Pengaruh tidak langsung faktor penunjang cyber extension (X1) terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y) a) Melalui sosialisasi cyber extension kepada penyuluh (X3) Dari hasil perhitungan dan Gambar 6, menunjukkan pengaruh tidak langsung tersebut signifikan. Faktor penunjang cyber extension (X1) secara tidak langsung mempengaruhi kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y), setelah melalui sosialisasi cyber extension (X3), dengan nilai pengaruh sebesar 0,076 (0,377 x 0,202) b) Melalui komunikasi antara penyuluh dan administrator kabupaten (X4) Dari hasil perhitungan dan Gambar 6, menunjukkan pengaruh commit to userFaktor penunjang cyber extension tidak langsung tersebut signifikan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 145
(X1) akan mempengaruhi kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y) secara tidak langsung, setelah melalui komunikasi antara penyuluh dan adminstrator kabupaten (X4), dengan nilai pengaruh 0.098 (0,263 x 0,372). c) Melalui kualitas informasi cyber extension (X2) dan sosialisasi cyber extension kepada penyuluh (X3) Dari hasil perhitungan dan Gambar 6, menunjukkan pengaruh tidak langsung tersebut signifikan. Melalui hasil analisis faktor penunjang cyber extension secara tidak langsung mempengaruhi kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y), setelah melalui kualitas informasi cyber extension (X2) dan sosialisasi cyber extension (X3), dengan nilai pengaruh 0.015 (0,336 x 0,221 x 0,202). b. Kualitas Informasi Cyber Extension (1) Pengaruh langsung kualitas informasi cyber extension (X2) terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y) Dari hasil perhitungan dan Gambar 6, menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh langsung yang signifikan antara kualitas informasi terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. Hal ini dikarenakan sub variabel kualitas informasi cyber extension tidak terlalu kuat untuk mempengaruhi kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 146
Tabel 39. Hasil Uji Analisis Jalur Sub Variabel Kualitas Informasi Cyber Extension terhadap Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaaatan Cyber Extension Uraian β thit r Sign. (r- β) β > (r- β)/ Sign 1) β<(r- β) pada α -0,003 -0,026 0,332 0,001 0,335 -0,003<0,335 0,979 rYX2.1.2) 0,286 2,786 0,447 0,000 0,161 0,286>0,161 0,006 rYX2.2.3) 4) 0,315 2,346 0,460 0,000 0,145 0,315>0,145 0,021 rYX2.3. Keterangan: 1) Jika β > (r - β), maka variabel-bebas memiliki pengaruh langsung (signifikan) Jika β < (r- β), maka variabel-bebas tidak memiliki pengaruh langsung (tidak signifikan) 2) Pengaruh kesesuaian informasi terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaaatan cyber extension 3) Pengaruh aktualitas informasi terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaaatan cyber extension 4) Pengaruh sumber yang dipercaya terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaaatan cyber extension
Tabel 21 menunjukkan bahwa aktualitas informasi dan sumber yang dipercaya berpengaruh langsung terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. Besarnya pengaruh ditunjukkan dengan nilai koefisien jalurnya yaitu 0,286 (rYX2.2) untuk aktualitas informasi dan 0,315 (rYX2.3) untuk sumber yang dipercaya. (2) Pengaruh tidak langsung kualitas informasi cyber extension (X2) terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y) Dari hasil perhitungan dan Gambar 6, menunjukkan bahwa hanya melalui sosialisasi cyber extension kepada penyuluh, maka kualitas informasi cyber extension mempunyai pengaruh tidak langsung yang signifikan terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. Kualitas informasi cyber extension (X2) secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y), setelah melalui faktor sosialisasi cyber extension kepada penyuluh (X3), dengan nilai pengaruh 0,045 (0,221 x 0,202).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 147
c. Sosialisasi Cyber Extension kepada Penyuluh (1) Pengaruh langsung sosialisasi cyber extension kepada penyuluh (X3) terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y). Dari hasil perhitungan dan Gambar 6, menunjukkan ada pengaruh langsung yang signifikan dari faktor sosialisasi cyber extension (X3) kepada penyuluh terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y). Besarnya pengaruh ditunjukkan dengan nilai koefisien jalurnya yaitu 0,202. (2) Pengaruh tidak langsung sosialisasi cyber extension kepada penyuluh (X3) terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y) Dari hasil perhitungan dan Gambar 6, menunjukkan bahwa pengaruh tidak langsung sosialisasi cyber extension kepada penyuluh terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension tidak ada yang signifikan. d. Komunikasi antara Penyuluh dan Administrator Cyber Extension Kabupaten (1) Pengaruh langsung komunikasi antara penyuluh dan adminstrator kabupaten (X4) terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y) Dari hasil perhitungan dan Gambar 6, menunjukkan ada pengaruh langsung yang signifikan dari variabel komunikasi antara penyuluh dan admin kabupaten terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. Pengaruh langsung yang signifikan komunikasi antara penyuluh dan admin kabupaten (X4) terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y) ditunjukkan dengan nilai koefisien jalurnya yaitu 0,372.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 148
(2) Pengaruh tidak langsung komunikasi antara penyuluh dan administrator kabupaten terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension Dari hasil perhitungan dan Gambar 6, menunjukkan bahwa pengaruh tidak langsung komunikasi antara penyuluh dan administrator kabupaten terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension tidak ada yang signifikan. e. Karakteristik Penyuluh (1) Pengaruh langsung karakteristik penyuluh (X5) terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y) Dari hasil perhitungan dan Gambar 6 menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh langsung yang signifikan dari variabel karakteristik penyuluh terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. Tabel 40. Hasil Uji Analisis Jalur Sub Variabel Karakteristik Penyuluh terhadap Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaaatan Cyber Extension Uraian β thit r Sign. (r- β) β > (r- β)/ Sign β<(r- β)1) pada α -0,090 -0,457 -0,326 0,001 0,649 rYX5.1.2) -0,236 -0,090>-0,236 3) 0,083 0,782 0,276 0,006 0,436 rYX5.2. 0,193 0,083<0,193 0,091 0,460 -0,274 0,006 0,646 -0,365 0,091>-0,365 rYX5.34) 5) 0,236 1,573 0,407 0,000 0,119 0,171 0,236>0,171 rYX5.4. 6) 0,016 0,078 0,353 0,000 0,938 0,337 0,016<0,337 rYX5.5. 0,398 2,065 0,434 0,000 0,042 0,036 0,398>0,036 rYX5.6.7) 8) -0,248 -1,584 0,269 0,007 0,117 rYX5.7. 0,517 -0,248<0,517 Keterangan: 1)
2) 3) 4) 5)
6)
7) 8)
Jika β > (r - β), maka variabel-bebas memiliki pengaruh langsung (signifikan) Jika β < (r- β), maka variabel-bebas tidak memiliki pengaruh langsung (tidak signifikan) Pengaruh umur terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaaatan cyber extension Pengaruh pendidikan terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaaatan cyber extension Pengaruh masa kerja terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaaatan cyber extension Pengaruh kepemilikan sarana teknologi informasi terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaaatan cyber extension Pengaruh kepemilikan e-mail terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaaatan cyber extension Pengaruh motivasi terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaaatan cyber extension Pengaruh sikap terhadap teknologi informasi internet terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaaatan cyber extension
Tabel 40 menunjukkan bahwa commit umur to userpenyuluh, mempunyai pengaruh langsung terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension, yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 149
besarnya secara berurutan yaitu umur penyuluh, masa kerja, kepemilikan sarana teknologi informasi, dan motivasi penyuluh. Besarnya pengaruh langsung karakteristik-karakteristik tersebut terhadap ditunjukkan dengan nilai koefisien jalurnya yaitu -0,090 untuk umur penyuluh; 0,091 untuk masa kerja; 0,236 untuk kepemilikan sarana teknologi informasi; dan 0,398 untuk motivasi penyuluh. (2)
Pengaruh tidak langsung karakteristik penyuluh (X5) terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y) (a) Melalui persepsi penyuluh terhadap cyber extension (X6) Dari hasil perhitungan dan Gambar 6 menunjukkan bahwa pengaruh tidak langsung tersebut berpengaruh secara signifikan. Karakteristik penyuluh (X5) juga secara tidak langsung mempengaruhi kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y) setelah melalui persepsi penyuluh terhadap cyber extension (X6), dengan nilai pengaruh 0,079 (0,355 x 0,222). (b) Melalui kualitas informasi cyber extension (X2) dan sosialisasi cyber extension kepada penyuluh (X3) Dari perhitungan dan Gambar 6 menunjukkan bahwa karakateristik penyuluh (X5) secara tidak langsung berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y) setelah melalui kualitas informasi cyber extension (X2) dan sosialisasi cyber extension dengan nilai pengaruh sebesar 0,015 (0,326 x 0,221 x 0,202).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 150
f. Persepsi Penyuluh terhadap Cyber Extension Dari perhitungan dan Gambar 6, terdapat pengaruh langsung yang signifikan dari faktor persepsi penyuluh terhadap cyber extension (X6) terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y). Besarnya pengaruh ditunjukkan dengan nilai koefisien jalurnya yaitu sebesar 0,222. L. Pembahasan 1.
Pelaksanaan Cyber Extension di Kabupaten Bogor Pelaksanaan cyber extension yang dimulai tahun 2010 yang diawali oleh penyaluran sarana prasarana komputer, printer, dan modem baik di BP4K maupun di lima BP3K (BP3K Cibinong, BP3K Leuwiliang, BP3K Cigudeg, BP3K Jonggol, dan BP3K Cibungbulang). Pada tahun 2011 kemudian satu BP3K (BP3K Cariu) mendapat bantuan yang sama. Penyaluran sarana prasarana belum merata pada semua BP3K. Meskipun demikan semua BP3K sebenarnya telah tersedia komputer yang dapat mengakses internet, meskipun jumlahnya hanya satu unit. Dalam akses internet BP4K mendukung pembiayaan melalui biaya internet (jaringan kabel) yang termasuk dalam pengeluaran telepon sejumlah Rp. 330.000,00 per bulan per BP3K. Namun pengeluaran internet di beberapa BP3K yaitu BP3K Ciawi, BP3K Gunung Putri, BP3K Ciseeng, dan BP3K Parung Panjang tidak bisa dimanfaatkan dengan baik karena berbagai alasan yaitu modem jaringan kabel rusak terkena petir, belum terpasangnya jaringan kabel internet, atau komputer tidak berfungsi dengan baik. Dalam mendukung pengelolaan informasi pada cyber extension maka BP4K commit to user telah menunjuk dan mengangkat seorang admin. Admin tersebut juga yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 151
mengadakan sosialasasi di tingkat BP3K Sosialisasi pemanfaatan cyber extension dilaksanakan di setiap BP3K pada pertengahan tahun 2011, dan diselenggarakan bertepatan dengan pertemuan dua mingguan di BP3K. Dalam sosialisasi tersebut cenderung menjelaskan teknik mengakses cyber extension, dan tidak menjelaskan pengelolaan informasi cyber extension, sehingga banyak penyuluh yang tidak tahu mengenai keberadaan admin cyber extension. Perwakilan penyuluh di tiap BP3K juga mendapat sosialisasi di tingkat pusat yang diselenggarakan pada acara launching cyber extension beserta 300 peserta yang lain dari seluruh Indonesia. BP4K pun mendukung sosialisasi cyber extension melalui pencetakan buku berjudul Teknik Mengakses Cyber Extension. Namun karena hanya dicetak 30 eksemplar dan dibagi satu tiap BP3K, sehingga para penyuluh tidak banyak mengetahuinya. Hal ini disebabkan buku tersebut tidak pernah disampaikan oleh penyuluh atau diperbanyak lagi oleh BP3K untuk dibagikan kepada penyuluh. Buku ini dicetak khususnya bagi penyuluh yang tidak bisa mengoperasikan internet. Hambatan yang paling utama dalam pelaksanaan dan pemanfaatan cyber extension oleh penyuluh adalah ketidakmampuan penyuluh, khususnya Penyuluh PNS yang berusia tua dalam mengoperasikan internet. 2.
Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension Kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension di Kabuupaten Bogor masuk dalam kategori sangat rendah, atau tidak/belum pernah melaksanakan. Kinerja penyuluh tersebut meliputi aspek aksesbilitas, pemanfaatan materi bagi kegiatan penyuluhan serta pengenalan cyber extension kepada petani/kelompok commit to user yang ketiganya masuk dalam kriteria sangat rendah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 152
Tingkat aksesbilitas cyber extension masih sangat rendah. Hal ini dikarenakan, sebagai berikut: a. Dari aspek mencari informasi masih sangat rendah, karena bagi penyuluh yang terbiasa memanfaatkan internet, maka mencari informasi dengan menggunakan situs pencari seperti www.google.com lebih mudah daripada memanfaatkan cyber extension dan informasinya pun lebih beragam, tidak hanya cenderung informasi teknis saja. Sedangkan untuk penyuluh yang tidak menggunakan internet, khususnya penyuluh PNS senior, akan menjadi faktor penghambat dalam mencari informasi melalui cyber extension. Penyuluh PNS yang berusia tua ini pun motivasi kerja penyuluh pun sudah mulai menurun, apalagi terkait motivasi pemanfaatan informasi teknologi internet. Selain itu yang menjadi penghambat dalam mencari informasi pertanian melalui internet pada umumnya dan cyber extension pada khususnya, yaitu ketersediaan sarana-prasarana di kantor BP3K yang tidak mencukupi (1 – 2 komputer tiap BP3K, dan tidak semua penyuluh mempunyai sarana pribadi untuk mengakses internet. Sarana-prasarana lebih cenderung digunakan untuk kegiatan administrasi perkantoran. Hampir sebagian aktivitas kerja penyuluh berada di lapangan, sehingga bagi penyuluh yang tidak mempunyai sarana pribadi tidak pernah mencari informasi melalui cyber extension. Sedangkan penyuluh yang mempunyai sarana pribadi, lebih cenderung untuk mengakes media sosial. b. Dari aspek memberikan umpan balik juga masih sangat rendah, hal ini dalam penilaian penyuluh tampilan cyber extension yang masih standar dan tidak commit to user ada menu menyampaikan ide atau komentar pada setiap informasi yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 153
disajikan dalam situs tersebut, sehingga kurang memberikan manfaat adanya interaksi antar pengguna, khususnya penyuluh, sehingga belum ada manfaatnya untuk menambah kolega yang baru. Para penyuluh pun belum tahu cara menggunakan e-petani, yaitu menu dalam cyber extension yang memungkinkan melakukan memberikan umpan balik terhadap informasi yang ada. Penyuluh juga belum pernah meneruskan informasi yang terdapat dalam cyber extension melalui e-mail, karena mereka hanya tahu prosedur mengakses, namun tidak tahu prosedur meneruskan informasi tersebut kepada e-mail koleganya. c. Penyampaian informasi melalui cyber extension masih sangat rendah dikarenakan, para penyuluh tidak mengetahui prosedur menyampaikan informasi cyber extension (untuk materi spesifik lokasi dan gerbang daerah) yang harus melalui admin kabupaten. Penyuluh juga tidak mengetahui prosedur dalam menyampaikan informasi melalui e-petani. Sangat rendahnya kinerja penyuluh dalam penyampaian informasi melalui cyber extension juga dikarenakan belum ada kebijakan dari pemerintah yang mengikat mereka dalam pemanfaatan cyber extension. Aturan yang mengikat dengan tugas pokok dan fungsi penyuluh pertanian yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No 2 Tahun 2008 (tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Pertanian) yang terkait dengan perencanaan penyuluhan pertanian melalui media elektronik website hanya melekat pada jabatan penyuluh ahli. Sampai dengan tahun 2012 di Kabupaten Bogor hanya mempunyai dua orang yang menjabat sebagai penyuluh ahli setelah lulus commit to user ujian kompetensi penyuluh.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 154
Kinerja penyuluh dalam hal pemanfaatan informasi cyber extension bagi kegiatan penyuluhan masih sangat rendah atau belum pernah dilakukan. Hal ini disebabkan, kecenderungan penyuluh belum menjadikan materi dalam internet pada umumnya, dan cyber extension pada khususnya, sebagai materi utama dalam kegiatan penyuluhan, sehingga mereka tidak pernah menggunakan materi dalam internet dalam kegiatan penyuluh. Selama mereka masih mendapatkan sumber informasi yang lain (tercetak, komunikasi interpersonal, publikasi ilmiah, pertemuan teknis), mereka tidak akan mengakses informasi pertanian, apalagi cyber extension. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Suryantini (2003) bahwa sumber informasi yang paling banyak digunakan oleh penyuluh di Kabupaten Bogor adalah sumber interpersonal (sesama penyuluh dan kontak tani/ petani maju) dan media cetak (surat kabar). Kinerja penyuluh dalam hal pengenalan cyber extension kepada petani/ kelompok tani masih sangat rendah atau belum pernah dilakukan. Para penyuluh memandang para petani di Kabupaten Bogor belum mampu menggunakan internet. Penyuluh beranggapan bahwa bagi petani, internet masih merupakan “barang” yang mahal, sehingga masih belum dimanfaatkan. Bagi para penyuluh, khususnya
Penyuluh
PNS
yang
berusia
tua,
yaitu
ketidakmampuan
mengoperasikan internet, sehingga mereka merasa tidak mampu mengajarkan akses informasi pertanian melalui internet pada umumnya (cyber extension pada khususnya) kepada petani di pedesaan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Departemen Komunikasi dan Informasi (2004), bahwa masih terbentang jalan yang panjang sebelum semua orang Indonesia, khususnya di perdesaan dapat commit to user mengambil manfaat dari potensi penuh teknologi informasi komunikasi internet.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 155
Wijekoon et al. (2006), pun menyatakan bahwa di negara Sri Lanka yang menjadi hambatan dalam pemanfaatan cyber extension adalah rendahnya kemampuan mengoperasionalkan komputer dari penyuluh dan petani, sehingga perlu didukung dengan strategi khusus untuk mengatasinya. 3.
Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension a. Faktor Penunjang Cyber Extension Faktor penunjang cyber extension tidak berpengaruh langsung secara signifikan terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. Hal ini disebabkan karena faktor penunjang cyber extension dari aspek kebijakan, sarana-prasarana, dan pembiayaan cenderung sama tiap BP3K. Implementasi kebijakan hampir sama pada setiap BP3K meskipun kebijakan tersebut tidak sesuai dengan harapan penyuluh, karena penyuluh mengharapkan adanya kebijakan pelatihan untuk mengoperasionalkan internet dahulu, sehingga mereka akan mampu mengoperasikan cyber extension. Sedangkan untuk sarana dan prasarana maka antara BP3K yang difasilitasi dan tidak difasilitasi, sebenarnya semuanya telah didukung komputer dan jaringan internet yang biaya operasional internet dibiayai oleh BP4K. Menurut pengamatan di lapang, bahwa fasilitasi cyber extension tersebut diarahkan kepada BP3K yang belum memiliki sarana komputer sebelumnya. Namun dari hasil analisis sub variabel faktor penunjang cyber extension (kebijakan, sarana-prasarana dan pembiayaan), maka faktor pembiayaan pembiayaan mempunyai besar pengaruh yang dominan dan signifikan commit to user terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. Penyuluh
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 156
menilai bahwa pembiayaan yang sebatas untuk biaya internet di kantor BP3K tidak dapat untuk merangsang peningkatan kinerja dalam pemanfaatan cyber extension, sehingga perlu tambahan pembiayaan yang lain. Pembiayaan yang diharapkan penyuluh adalah biaya untuk subidi pulsa dalam rangka mengakses internet maupun subsidi untuk pembelian sarana komputer pribadi. Selain itu, bagi penyuluh yang belum bisa mengoperasikan internet, berharap untuk dibiayai dalam pelatihan internet. Meskipun faktor penunjang cyber extension tidak berpengaruh langsung secara signifikan terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension, namun faktor tersebut dapat berpengaruh tidak langsung secara signifikan setelah melalui faktor-faktor yang lain, dengan penjelasan sebagai berikut 1) Faktor penunjang cyber extension (X1) secara tidak langsung mempengaruhi kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y), setelah melalui sosialisasi cyber extension (X3). Faktor penunjang cyber extension, khususnya kebijakan berpengaruh langsung terhadap sosialisasi cyber extension kepada penyuluh. Kebijakan terkait sosialisasi cyber extension kepada penyuluh yang telah dilaksanakan oleh pemerintah pusat (Kementerian Pertanian) dan pemerintah daerah (BP4K) masih belum memenuhi harapan. Kebijakan sosialisasi massal yang diterapkan oleh Kementerian Pertanian dinilai tidak efektif, karena para penyuluh tidak bisa terlibat secara aktif. Sosialisasi di tingkat BP3K pun tidak merata, karena beberapa BP3K commit to user tidak pernah mendapatkan sosialisasi dari BP4K. Kebijakan sosialisasi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 157
yang diharapkan oleh penyuluh adalah sosialisasi dalam bentuk praktek, khususnya bagi penyuluh belum bisa
mengoperasikan internet.
Kebijakan sosialisasi pun diharapkan harus jelas bukan hanya teknik mengakses, namun juga pengelolaan cyber extension di tingkat Kabupaten Bogor. Kebijakan tersebut harus disertai dengan saranaprasarana yang mendukung dan pembiayaan yang cukup. 2) Faktor penunjang cyber extension (X1) akan mempengaruhi kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y) secara tidak langsung, setelah melalui komunikasi antara penyuluh dan admin kabupaten (X4). Faktor penunjang berupa kebijakan cyber extension yang telah diterapkan, namun belum dijelaskan secara rinci mengenai prosedur komunikasi antara penyuluh dan admin, mempengaruhi tingkat komunikasi tersebut. Dalam menunjang komunikasi antara penyuluh dan admin perlu didukung sarana-prasarana kantor dengan fasilitas internet yang memadai (wi-fi) dan dapat diakses di setiap ruangan, sehingga memungkinkan penyuluh yang mempunyai laptop pribadi dapat berkomunikasi dengan adminstrator, misalnya dengan menggunakan media sosial atau e-mail. Kebijakan tersebut juga perlu didukung oleh pembiayaan yang cukup khususnya terkait mengembangkan jaringan kabel internet menjadi jaringan nir kabel. 3) Faktor penunjang cyber extension (X1) secara tidak langsung mempengaruhi kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y), setelah melalui kualitas informasi cyber extension (X2) dan sosialisasi commit to user cyber extension (X3).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 158
Belum adanya kebijakan yang jelas cukup terkait prosedur penyampaian informasi untuk cyber extension dan masukan bagi materi dalam cyber extension, mempengaruhi kualitas informasi cyber extension yang kurang sesuai dengan kebutuhan penyuluh dan petani, tidak aktual dan, sulit ditelusuri, sehingga informasi-informasi dalam cyber extension jarang didiskusikan atau dipercakapkan di antara para penyuluh. Pelaksanaan tugas dan aktivitas penyuluh di Kabupaten Bogor, salah satunya merupakan implementasi dari hasil pertemuan dua mingguan penyuluh yang diselenggarakan di BP3K. Dalam pertemuan tersebut, biasanya setiap informasi-informasi, baik pelaksanaan kegiatan/program pemerintah dan informasi terbaru terkait dengan pelaksanaan kegiatan penyuluh didiskusikan antar penyuluh. b. Kualitas Informasi Cyber Extension Kualitas informasi cyber extension tidak berpengaruh langsung secara signifikan terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. Hal ini disebabkan karena kualitas informasi cenderung top down. Namun dari hasil analisis masing-masing sub variabel kualitas informasi cyber extension (kesesuaian informasi, aktualitas informasi dan sumber yang dipercaya), maka aktualitas informasi dan sumber yang dipercaya berpengaruh langsung terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. Aktualitas informasi cyber extension yang dicirikan dengan seberapa commit toatau userdi-update, berpengaruh langsung jauh informasi tersebut diperbaharui
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 159
terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. Penilaian penyuluh bahwa informasi dalam cyber extension tidak pernah di-update mempengaruhi tingkat kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. Sumber informasi yang dipercaya yang dicirikan kemudahan penelusuran informasi menjadi salah satu faktor yang berpengaruh pada kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. Mudah atau tidaknya halaman muka situs cyber extension ketika penyuluh mengakses situs cyber extension akan mempengaruhi kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. Selain itu bagi penyuluh PNS yang tidak mampu mengoperasikan internet, maka menelusuri informasi cyber extension bukanlah sesuatu yang mudah. Meskipun kualitas informasi tidak berpengaruh langsung secara signifikan terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension, namun faktor tersebut dapat mempengaruhi kinerja setelah melalui faktor lain. Kualitas informasi cyber extension secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension, setelah melalui faktor sosialisasi cyber extension kepada penyuluh. Hal ini dapat dijelaskan bahwa informasi cyber extension yang tidak aktual dan tidak mudah ditelusuri, menyebabkan tidak pernah bahan perbincangan atau diskusikan atau disosialisasikan di antara para penyuluh, sehingga akhirnya akan mempengaruhi kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. c. Sosialisasi Cyber Extension kepada Penyuluh Faktor yang berpengaruh langsung secara signifikan terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y) adalah sosialisasi cyber commit to user extension kepada penyuluh (X3). Rendahnya sosialisasi melalui percakapan,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 160
juga rendahnya motivasi kehadiran dan keterlibatan penyuluh, serta tidak ada media perantara yang dibaca oleh penyuluh mengenai cyber extension, mempengaruhi kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. Sosialisasi yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian maupun BP4K, dinilai tidak efektif karena tidak disertai dengan praktek, khususnya bagi penyuluh yang belum mampu memanfaatkan internet. Buku panduan yang dicetak BP4K terbatas, dan hanya dibagikan satu per BP3K. Hal ini tidak efektif , karena terkadang buku panduan tersebut tidak disampaikan kepada penyuluh hanya sampai pada tingkat Kepala BP3K atau tidak diletakkan di perpustakaan BP3K. Harapan bagi penyuluh, khususnya bagi yang tidak mampu mengoperasikan internet, maka buku tersebut dapat diperbanyak kembali dan dibagikan kepada penyuluh. d. Komunikasi antara Penyuluh dan Adminstrator Cyber Extension Faktor yang berpengaruh langsung secara signifikan terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension adalah komunikasi antara penyuluh dan adminstrator cyber extension Kabupaten Bogor Komunikasi antara penyuluh dan admin cyber extension yang tidak terjalin dalam pelaksanaan cyber extension ini disebabkan karena ketidaktahuan para penyuluh mengenai keberadaan adminstrator di Kabupaten Bogor. Para penyuluh menganggap segala informasi yang ditampilkan dalam cyber extension dikelola oleh pemerintah pusat dalam hal ini Badan PPSDMP dan BP4K. Ketidaktahuan penyuluh mengenai keberadaan adminstrator tersebut, sehingga menyebabkan mereka tidak tahu bagaimana harus menyampaikan commit to user materi penyuluhan dalam cyber extension. Selain itu, para penyuluh juga tidak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 161
tahu bagaimana harus memberikan masukan dalam pengembangan sistem informasi cyber extension. Hal yang perlu diperhatikan dalam komunikasi antara penyuluh dan administrator kabupaten, adalah konsultasi di antara mereka, karena dengan suatu proses komunikasi melalui konsultasi, diharapkan penyuluh tahu apa yang hendak dilakukan dalam pemanfaatan cyber extension, menanyakan bila terjadi suatu masalah dalam pemanfaatan cyber extension dan memberikan suatu input bagi pengembangan cyber extension baik mengenai tampilan cyber extension di halaman web maupun tampilan di ponsel, kecepatan akses ketika pertama kali membuka situs cyber extension, serta kemasan dan isi materi yang terdapat cyber extension. e. Karakteristik Penyuluh Karakteristik penyuluh tidak berpengaruh langsung secara signifikan terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. Hal ini disebabkan karakteristik penyuluh di Kabupaten Bogor cenderung sama. Namun dari uji analisis tiap sub variabel karakteristik penyuluh, maka umur penyuluh, masa kerja, kepemilikan sarana teknologi informasi serta motivasi penyuluh mempunyai pengaruh langsung terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. Umur dan masa kerja berpengaruh langsung terhadap kinerja dalam pemanfaatan cyber extension. Hal ini mengindikasikan bahwa penyuluh yang berusia muda dan masa kerja masih rendah, dalam hal ini THL-TBPP, mempunyai pengaruh langsung terhadap kinerja dalam pemanfaatan cyber extension, meskipun pengaruh tersebut sangat kecil dibanding kepemilikan commit to user sarana teknologi informasi dan motivasi penyuluh. Melalui deskripsi hasil data,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 162
juga menunjukkan bahwa para THL-TBPP cenderung sering untuk mencari informasi melalui cyber extension. Menurut Robbins (1998) dengaan menuanya umur produktivitasnya akan melorot, dengan sering diandaikan bahwa keterampilannya terutama dalam kecepatan, kecekatan, kekuatan, dan koordinasi menurun berjalannya dengan waktu. Kebosanan dalam pekerjaan yang berlarut-larut dan berkurangnya rangsangan intelektual semuanya menyumbang pada berkurangnya produktivitas. Kepemilikan sarana teknologi informasi berpengaruh juga terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. Hal ini bermakna bahwa selama penyuluh tidak memiliki sarana teknologi informasi , atau mempunyai namun tidak pernah dimanfaatkan dalam mengakses informasi pertanian, akan berpengaruh terhadap rendahnya kinerja dalam pemanfaatan cyber extension. Melalui deskripsi data, maka ditunjukkan bahwa para THL-TBPP juga cenderung mempunyai sarana teknologi informasi, sedangkan para penyuluh PNS maksimal hanya mempunyai sarana namun tidak dimanfaatkan. Kepemilikan sarana teknologi informasi dirasa penting oleh penyuluh, karena tanpa sarana pribadi tersebut maka pemanfaatan cyber extension tidak akan efektif, karena sebagian besar waktu penyuluh di lapang sehingga tidak memungkinkan untuk menggunakan komputer di kantor BP3K atau lewat warung internet (warnet). Motivasi penyuluh berpengaruh terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. Motivasi penyuluh yang tinggi tercermin dari para penyuluh THL-TBPP, sedangkan para penyuluh PNS yang sudah senior commit to user mempunyai motivasi yang rendah dalam hal menggunakan internet dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 163
motivasi belajar. Dalam penelitian Leilani dan Jahi (2006), masa kerja penyuluh di beberapa kabupaten Jawa Barat masuk dalam kategori cukup lama 19-29 tahun, dan mereka manganggap peningkatan profesionalitas tidak lagi menjadi prioritas, karena bukan merupakan kebutuhan utama melainkan kebutuhan untuk mengaktualisasi diri. Seperti dibahas sebelum bahwa secara umum karakteristik penyuluh tidak berpengaruh langsung secara signifikan, namun secara tidak langsung mempunyai pengaruh setelah melalui faktor-faktor yang lain, yang dibahas sebagai berikut: 1) Karakteristik penyuluh secara tidak langsung berpengaruh terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension setelah melalui kualitas informasi cyber extension dan sosialisasi cyber extension kepada penyuluh Karakteristik penyuluh mempengaruhi kualitas informasi yang aktual dan mudah ditelusuri, sehingga informasi tersebut akan menjadi bahan diskusi antar penyuluh yang mendorong dalam peningkatan kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. 2) Karakteristik penyuluh juga secara tidak langsung mempengaruhi kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension setelah melalui persepsi penyuluh terhadap cyber extension Persepsi penyuluh terhadap cyber extension lebih dipengaruhi oleh karakteristik penyuluh daripada faktor lain. Melalui distribusi data yang telah dideskripsikan bahwa para penyuluh THL-TBPP yang berusia muda, commit to user mempunyai masa kerja yang rendah, mempunyai tingkat pendidikan yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 164
lebih tinggi, dan mempunyai sarana teknologi informasi, dan mempunyai motivasi tinggi dalam memanfaatkan internet lebih cenderung mempunyai persepsi baik
terhadap cyber extension khususnya dalam memberikan
tambahan pengetahuan baru dan kemudahan diaplikasikan oleh mereka. Persepsi yang baik terhadap cyber extension yang mendorong dalam pemanfaatan cyber extension. f. Persepsi Penyuluh terhadap Cyber Extension Faktor yang berpengaruh langsung secara signifikan terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension adalah persepsi penyuluh terhadap cyber extension. Para penyuluh yang cenderung mempunyai persepsi kurang baik terhadap cyber extension yang menurut pandangan mereka hanya menyajikan pengetahuan teknis lama yang sudah diketahui penyuluh dan petani sebelumnya mempengaruhi kinerja dalam pemanfaatan cyber extension. Apalagi cyber extension dipandang belum membangun jejaring seperti media sosial yang sering digunakan para penyuluh untuk berinternet. Para penyuluh mempunyai pandangan, bahwa untuk saat ini, cyber extension tidak mudah diaplikasikan dengan menggunakan sarana prasarana kantor. Hal ini disebabkan karena di setiap BP3K hanya terdapat satu sampai dua komputer yang lebih banyak dimanfaatkan oleh kegiatan administrasi perkantoran. Menurut pandangan penyuluh bahwa cyber extension tidak mudah diaplikasikan oleh penyuluh, bahwa penyuluh PNS cenderung tidak mampu menggunakan internet. Bila membutuhkan informasi melalui internet, mereka commit to user meminta bantuan para THL-TBPP untuk mengakseskan. Sedangkan penyuluh
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 165
THL-TBPP cenderung relatif mudah diaplikasikan oleh mereka. Hal ini seperti menunjukkan adanya diferensiasi antara penyuluh PNS dan THL-TBPP dalam akses informasi pertanian melalui internet. Sasidhar dan Sharma (2006) menyatakan bahwa perbedaan dari tingkat pemanfaatan cyber extension (yang berbasis teknologi informasi komunikasi) di India, menyebabkan kesenjangan terhadap kebutuhan untuk kontrol lokal atas sistem informasi lokal dan akses sosial, sehingga akan menimbulkan diferensiasi pada masyarakat (Sasidhar dan Sharma, 2006). Persepsi yang tidak baik juga dikemukakan oleh penyuluh, terkait pandangan penyuluh bahwa untuk saat ini, cyber extension tidak mudah diaplikasikan oleh petani, karena pada umumnya petani di Kabupaten Bogor tidak mampu menggunakan internet, sehingga para penyuluh tidak pernah memperkenalkan cyber extension kepada petani binaan mereka. Persepsi yang buruk terhadap pembiayaan dalam pemanfaatan cyber extension, mempengaruhi tingkat kinerja dalam pemanfaatannya. Para penyuluh menganggap bahwa pembiayaan dalam penggunaan internet masih dianggap mahal, apalagi untuk mengakses cyber extension, sehingga mereka tergantung pada dukungan pembiayaan dari pemerintah. Para penyuluh pun berpandangan bahwa kondisi petani saat ini juga tidak mampu bila membiayai sendiri dalam mengakses internet, apalagi mengakses cyber extension. . Hal ini sejalan dengan penyataan Departemen Komunikasi dan Informasi (2004) bahwa infrastrukturnya masih terbatas dan biaya jasa masih mahal sehingga praktis berada di luar jangkauan pedesaan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 166
Dari ketiga faktor yang mempunyai pengaruh langsung secara signifikan terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension, maka faktor komunikasi antara penyuluh dan adminstrator yang merupakan faktor yang paling
dominan
berpengaruh
daripada
faktor-faktor
lainnya.
Hal
ini
mengindikasikan bahwa peran admin cyber extension bukan hanya sebatas mengelola informasi cyber extension. Adminstrator juga dapat berperan sebagai fasilitator bagi penyuluh agar para penyuluh di Kabupaten dapat menerima cyber extension sebagai inovasi sumber informasi pertanian berbasis internet dan memanfaatkannya dengan baik. Menurut Lionberger dan Gwin (1982), penerimaan masyarakat atas inovasi dan perubahan-perubahan di dalam gaya hidupnya, sangat bergantung kepada banyak hal. Sebagian dari faktor-faktor tersebut, mungkin dapat muncul dari pengaruh penyuluhnya sendiri; tetapi sebagian lagi masih tetap saja pada apa saja yang dilakukan sebelum penyuluh melakukan sesuatu yang dicobakan untuk mencapai tujuan yang direncanakan. Di lain pihak, beberapa perubahan perilaku baru dapat tercapai setelah selang waktu tertentu.
Keberhasilan penyuluh
sebenarnya
tergantung
kepada
kemampuannya untuk menyatu dengan kliennya dan pengetahuan serta keterampilan yang diperlukan kliennya. Untuk itu beberapa prioritas minimum yang diperhatikan di antaranya: 1) Kemampuan penyuluh berkomunikasi; 2) Tersedianya suatu sistem sarana penunjang yang memungkinkan penyuluh dan kliennya melakukan yang ingin mereka lakukan 3) Adanya kebijakan pemerintah yang memungkinkan para penyuluh dan commit to user kliennya melakukan apa yang mereka lakukan dalam upayanya untuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 167
memperoleh suatu manfaat atau imbalan tertentu (baik yang sifatnya ekonomis maupun sosial). 4.
Upaya-upaya Perbaikan Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension Secara umum upaya-upaya yang telah dilakukan oleh BP4K dalam memperbaiki kinerja penyuluh belum dirasakan oleh penyuluh. Upaya yang telah dilakukan hanya sebatas sosialisasi melalui pertemuan mingguan di BP3K pada pertengahan tahun 2011, memfasilitasi BP3K yang belum mempunyai komputer dengan komputer yang bisa untuk mengakses internet, memasang jaringan kabel untuk internet, dan mencetak buku panduan teknis mengakses cyber extension. Upaya-upaya tersebut dirasakan belum efektif dalam meningkatkan kinerja penyuluh dalam pemanfaataan cyber extension. Pada awal diluncurkan sistem informasi cyber extension adalah untuk menyediakan informasi kepada penyuluh yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan penyuluhan, sehingga penyuluh diharapkan tidak hanya menunggu pasokan materi penyuluhan, namun bisa langsung mengakes informasi cyber extension untuk mencari informasi yang diperlukan. Namun perencanaan dan pelaksanaan program tersebut cenderung top-down oleh Badan PPSDMP meskipun tujuan jelas namun tanpa disertai oleh kajian yang mendalam mengenai potensi, sumber daya yang ada, permasalahan, serta peluang-peluang yang berbeda pada setiap wilayah di Indonesia. Menurut Mardikanto (2010) bahwa dalam proses pemberdayaan harus diawali dengan mengidentifikasi dan mengkaji potensi wilayah, permasalahan serta peluang-peluang. Sehingga yang commit to user perlu diperhatikan dalam upaya memperbaiki kinerja penyuluh dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 168
pemanfaatan cyber extension diawali oleh pihak yang menginiasi program tersebut yaitu Badan PPSDMP terkait dengan mengevaluasi kembali kebijakan mengenai cyber extension serta meningkatkan koordinasi dan komunikasi dengan kelembagaan penyuluhan di tingkat daerah untuk menghimpun masukan bagi perbaikan kebijakan tersebut. Kelembagaan penyuluhan di tingkat daerah pun hendaknya dapat memberikan masukan berdasarkan kondisi dan potensi wilayah yang ada, baik terkait
dengan
sarana
prasarana
yang
ada,
pembiayaan,
kompetensi
administrator, kemampuan mengoperasionalisasikan komputer dan internet para penyuluh, motivasi penyuluh, dan kualitas informasi yang dibutuhkan penyuluh dan petani. Masukan-masukan tersebut dihimpun dari para penyuluh yang mengerti kondisi dan situasi di lapangan. Sehingga metode penyuluhan melalui cyber extension mengikuti kaedah dasar dalam pemilihan metode penyuluhan pertanian yang dapat digolongkan menjadi lima, yaitu tahapan dan kemampuan adopsi, sasaran, sumberdaya, keadaan daerah, dan kebijakan pemerintah, sesuai diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 52/ Permentan/ OT.140/ 12/2009 tentang Metode Penyuluhan Pertanian. Dalam era keterbukaan informasi pada saat ini, maka yang perlu diperhatikan kebijakan cyber extension yaitu mengenai konsep cyber extension bahwa www.cybex.deptan.go.id, bukanlah satu-satunya sistem informasi penyuluhan pertanian, namun masih banyak media berbasis internet (jaringan on-line) yang menyajikan informasi yang terpercaya dan dimanfaatkan penyuluh dalam kegiatan penyuluhan. Hal ini ditunjukkan bahwa para penyuluh di commit to user Kabupaten Bogor yang lebih cenderung memanfaatkan internet untuk mencari
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 169
informasi yang dibutuhkan untuk kegiatan penyuluhan dengan menggunakan situs pencari daripada melalui cyber extension. Namun di sisi lain berdasarkan Undang Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan, pasal 28 dijelaskan bahwa materi penyuluhan dalam bentuk teknologi tertentu yang akan disampaikan kepada pelaku utama dan pelaku usaha, harus mendapat rekomendasi dari lembaga pemerintah, kecuali teknologi yang bersumber dari pengetahuan tradisional. Sehingga dengan diterapkan kebijakan cyber extension tersebut juga berimplikasi perlu ditinjau kembalinya pasal tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 170
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan permasalahan, tujuan, hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bagian terdahulu, maka dapat dikemukakan beberapa kesimpulan yaitu: 1.
Gambaran singkat pelaksanaan cyber extension di Kabupaten Bogor dapat dijelaskan bahwa pelaksanaan cyber extension dimulai semenjak tahun 2010 dengan diawali oleh penyaluran sarana-prasarana komputer, printer dan modem di enam BP3K (dari 12 BP3K se-Kabupaten Bogor). BP4K juga menunjuk dan menetapkan seorang administrator untuk mengelola informasi dalam cyber extension (khusus untuk materi spesifik lokalita dan gerbang daerah). Sosialisasi cyber extension kepada penyuluh diadakan di tiap BP3K dalam pertemuan mingguan. Selain itu perwakilan penyuluh juga ikut serta menghadiri sosialisasi cyber extension di tingkat pusat. Dukungan pembiayaan BP4K adalah melalui biaya internet yang dimasukkan dalam pengeluaran telpon tiap-tiap BP3K. BP4K juga mencetak buku panduan mengenai teknik mengakses cyber extension untuk membantu penyuluh yang tidak bisa mengoperasikan internet, dan belum tahu keberadaan cyber extension.
2.
Kinerja penyuluh Kabupaten dalam pemanfaatan cyber extension dalam kriteria sangat rendah. Salah satu yang menonjol dari pelaksanaan kinerja tersebut yaitu mencari informasi oleh Penyuluh THL-TBPP, meskipun kecenderungan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 171
penyuluh tidak pernah mencari informasi melalui cyber extension. Pelaksanaan kinerja yang paling rendah adalah pengenalan cyber extension kepada petani 3.
Kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension dipengaruhi secara langsung secata signifikan oleh sosialisasi cyber extension kepada penyuluh, komunikasi antara penyuluh dan administrator cyber extension Kabupaten Bogor, dan persepsi penyuluh terhadap cyber extension. Faktor komunikasi antara penyuluh dan admin yang merupakan faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension.
4.
Faktor yang tidak langsung mempengaruhi kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension adalah faktor penunjang cyber extension, kualitas informasi cyber extension dan karakteristik penyuluh.
5.
Upaya-upaya yang telah dilakukan dalam perbaikan peningkatan kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension adalah melakukan sosialisasi melalui pertemuan mingguan di BP3K pada pertengahan tahun 2011, memfasilitasi BP3K dengan komputer yang bisa untuk mengakses internet, memasang jaringan kabel untuk internet, dan mencetak buku panduan teknis mengakses cyber extension.
B. Implikasi Implikasi dalam penelitian ini adalah: 1. Implikasi praktis a.
Tingkat kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension yang dipengaruhi secara langsung oleh sosialisasi cyber extension kepada penyuluh, komunikasi antara penyuluh dan adminitrator cyber extension commit to user Kabupaten Bogor, dan persepsi penyuluh terhadap cyber extension, maka
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 172
diupayakan
untuk
mengoptimalisasi
faktor
tersebut
dalam
rangka
meningkatkan kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. b.
Selain ketiga faktor tersebut yang mempengaruhi secara langsung terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension, maka terdapat tiga faktor lain yang secara tidak langsung mempengaruhi kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension, yaitu faktor penunjang cyber extension, kualitas informasi cyber extension, dan karakteristik penyuluh. Langkah-langkah konkrit dalam rangka mengoptimalisasi ketiga faktor tersebut, diharapkan memberikan pengaruh pada tingkat kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension.
2. Implikasi teoritis Faktor-faktor
yang
berpengaruh
terhadap
kinerja
penyuluh
dalam
pemanfaatan cyber extension, baik faktor yang berpengaruh langsung maupun tidak langsung dapat dikembangkan menjadi bahan penelitian lanjutan. C. Saran Secara umum yang perlu diperhatikan mengingat kinerja penyuluh yang sangat rendah dalam pemanfaatan cyber extension, maka disarankan kepada Badan PPSDMP untuk memperbaiki kebijakan mengenai cyber extension yang diawali dengan melakukan kajian terkait tahapan dan kemampuan adopsi,
sasaran,
sumberdaya, keadaan daerah, dan kebijakan pemerintah (pusat dan daerah). Kajian juga dilakukan terkait dengan pasal 28 UU Nomor 16 Tahun 2006 tentang materi penyuluhan yang harus mendapat rekomendasi dari lembaga pemerintah, dan to user implikasi kebijakan cyber extension commit yang memungkinkan para penyuluh untuk lebih
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 173
terbuka mengakses dan memanfaatkan informasi dari sumber-sumber lain yang belum tentu mendapat rekomendasi dari lembaga pemerintah sebagai materi penyuluhan. Kajian tersebut diharapkan dapat bermanfaat untuk menetapkan tahapan-tahapan yang harus ditempuh untuk mendukung perbaikan kebijakan cyber extension Secara khusus saran disampaikan terkait dengan faktor-faktor yang berpengaruh secara langsung terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension adalah: 1. Dalam rangka meningkatkan komunikasi antara penyuluh dan administrator kabupaten, disarankan agar: a. BP4K Kabupaten menyusun prosedur teknis komunikasi tersebut. b. BP3K mensosialisasikan prosedur teknis komunikasi tersebut. c. Penyuluh menjalin komunikasi dengan cyber extension sesuai dengan prosedur teknis tersebut. d. Administrator cyber extension terlibat aktif dalam menjalin komunikasi dengan penyuluh. 2. Dalam rangka meningkatkan sosialisasi cyber extension kepada penyuluh, maka untuk: a.
BP4K disarankan untuk (a) merevisi panduan teknis mengakses cyber extension serta diperbanyak dan dibagikan kepada tiap-tiap penyuluh; (b) meningkatkan sosialisasi di tingkat BP3K, yang bukan hanya sekedar pertemuan namun disertai dengan praktek (demonstrasi).
b.
BP3K disarankan untuk membentuk forum diskusi cyber extension antar commit to user penyuluh.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 174
c.
Penyuluh disarankan untuk membaca buku panduan teknis mengakses cyber extension, sekaligus mempraktekkan pemanfaatan cyber extension sesuai dengan petunjuk panduan tersebut dan terlibat aktif dalam kelompok diskusi cyber extension.
3. Dalam rangka meningkatkan persepsi penyuluh terhadap cyber extension maka disarankan agar para penyuluh dapat mempunyai pemahaman konsep yang benar terhadap cyber extension dan pemanfaatannya. 4. Perlu adanya pembiayaan yang cukup dari BP4K yang didukung swadaya dari penyuluh dalam rangka mengimplementasikan kebijakan dan peningkatan serta pemeliharaan sarana prasarana. 5. Para penyuluh PNS agar lebih meningkatkan motivasi dalam pemanfaatan informasi pertanian melalui internet dan memiliki sarana teknologi informasi pribadi (laptop, komputer PC, ponsel) yang dimanfaatkan untuk mengakses informasi pertanian melalui internet. Saran disampaikan terkait dengan faktor-faktor yang berpengaruh secara tidak langsung terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension adalah: 1. Dalam rangka meningkatkan faktor penunjang cyber extension, maka disarankan agar BP3K mengoptimalkan faktor penunjang yang telah ada dengan meningkatkan keswadayaan antar penyuluh untuk berperan serta dalam pengelolaan informasi yang akan disampaikan melalui cyber extension dan kelompok diskusi cyber extension. 2. Dalam rangka meningkatkan kualitas informasi cyber extension, maka disarankan bagi:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 175
a. Penyuluh
untuk
memberikan
masukan
kepada
pengelola
(administrator) cyber extension di tingkat pusat dan daerah mengenai informasi yang dibutuhkan penyuluh dan petani yang saat itu menjadi topik dalam diskusi antar penyuluh. b. Administrator cyber extension untuk lebih terbuka menerima masukan dari penyuluh untuk meningkatkan kualitas informasi yang sesuai kebutuhan penyuluh dan petani. 3. Terkait dengan karakteristik penyuluh maka: a.
Para penyuluh disarankan perlu meningkatkan motivasi dalam pemanfaatan informasi pertanian dari internet agar mempunyai persepsi yang baik terhadap cyber extension.
b.
BP3K disarankan untuk memberdayakan penyuluh yang memiliki motivasi tinggi dalam pemanfaatan informasi pertanian dan persepsi yang baik terhadap pemanfaatan cyber extension, agar mendorong penyuluh lain yang masih mempunyai motivasi rendah.
commit to user