FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU BASIL TAHAN ASAM POSITIF DI PUSKESMAS WILAYAH KECAMATAN SERANG KOTA SERANG TAHUN 2014
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
OLEH : Faris Muaz NIM: 1111103000019
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA !1435 H/2014 M
!
ii!
!
iii!
!
iv!
KATA PENGANTAR
Assalamu ‘alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang selalu memberikan rahmat-Nya dan segala kemudahan bagi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan skripsi ini dengan judul "Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Tuberkulosis Paru BTA Positif Di Puskesmas Wilayah Kecamatan Serang Kota Serang Tahun 2014". Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW dan para sahabat
serta
keluarganya.
Skripsi
ini
merupakan
persyaratan
untuk
menyelesaikan program studi pendidikan dokter di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Ucapan tersebut ditujukan kepada yang terhormat: 1. Prof. Dr. Komarudin Hidayat selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Prof. Dr (hc). dr. M.K Tadjudin, SpAnd, dr. M. Djauhari Widjajakusumah, AIF, PFK, Dr. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes, Dra. Farida Hamid, MA selaku Dekan dan Wakil Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. dr. Witri Ardini, M.Gizi, SpGK selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku penanggungjawab modul Riset. 5. dr. Mukhtar Ikhsan, SpP(K), MARS selaku Pembimbing I dalam penulisan penyusunan skripsi, yang telah memberikan masukan, waktu, pikiran, dan tenaga untuk membimbing saya dalam penelitian ini. 6. dr. Zulhafdy Muchni, SpM selaku Pembimbing II dalam penulisan penyusunan skripsi, yang telah memberikan masukan, waktu, pikiran, dan tenaga untuk membimbing saya dalam penelitian ini. 7. dr. Femmy Nurul Akbar, SpPD, KGEH selaku Penguji I sidang skripsi
!
v!
8. dr. Marita Fadhilah, PhD selaku Penguji II sidang skripsi 9. Kepala Dinas Kesehatan Kota Serang, yang telah membantu dan memberikan ijin dalam melakukan penelitian 10. Seluruh kepala puskesmas di wilayah Kecamatan Serang Kota Serang Provinsi Banten, yang telah membantu dan memberikan ijin dalam melakukan penelitian 11. Seluruh petugas pemegang program TB Paru di Puskesmas wilayah Kecamatan Serang Kota Serang provinsi Banten, terima kasih banyak atas bantuannya 12. Seluruh responden yang telah bersedia dan meluangkan waktu untuk pengambilan data 13. Seluruh staf sekretariat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta yang telah membantu 14. Bapak dan Mamah tercinta Toyalis dan Nur'aeni yang selalu memberikan doa yang terus-menerus dipanjatkan, serta pengorbanan yang penuh keikhlasan, ridho yang menjadikan kelancaran, dukungan moril, materil dan motivasi dalam setiap langkah hidup saya. 15. Adik tersayang M. Wildan Fahrurreza dan M. Nurul Robbi, terima kasih untuk doa dan dukungan yang selalu diberikan. 16. Sahabat dan rekan sejawat seperjuangan yang selalu memberikan semangat dalam penulisan skripsi ini terutama M. Bustomy Chusnul Mubarok sebagai saksi selama peneliti melakukan penelitian. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca sekalian. Penulis akan berterima kasih apabila ada saran dan kritik bagi penulis yang sifatnya membangun sehingga akan memperbaiki kualitas skripsi ini.
Jakarta,!!September!2014! ! ! Penulis(
!
vi!
ABSTRAK Faris Muaz. Pendidikan Dokter. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Tuberkulosis Paru BTA Positif Di Puskesmas Wilayah Kecamatan Serang Kota Serang Tahun 2014. 2014 Latar Belakang. Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mikobakterium tuberkulosis. Kasus baru TB Paru di Kota Serang pada tahun 2013 ditemukan 572 penderita dengan BTA (+). Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang Mempengaruhi terjadinya penyakit TB Paru BTA (+) di Puskesmas wilayah Kecamatan Serang tahun 2014, meliputi usia, jenis kelamin, status gizi, pekerjaan, penghasilan, pendidikan, status imunisasi BCG, merokok, pengetahuan, kepadatan hunian dan pencahayaan hunian. Metode. Menggunakan studi kasus-kontrol, sampel penelitian adalah penderita TB Paru BTA (+) yang berobat di Puskesmas wilayah Kecamatan Serang pada Agustus-September, dan pasien non-TB sebagai kontrol. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Analisis data dilakukan dengan analisis univariat (distribusi frekuensi), analisis bivariat dengan uji Chi Square, dan analisis multivariat dengan uji regresi logistik. Hasil dan Kesimpulan. Dari hasil analisis multivariat, variabel yang paling berpengaruh dengan kejadian TB Paru BTA+ adalah penghasilan (OR= 6,575), jenis kelamin (OR= 4,772), pekerjaan (OR= 3,272), dan imunisasi BCG (OR= 3,041).
Kata Kunci : penyakit, TB Paru BTA (+), faktor resiko TB
!
vii!
ABSTRACT Faris Muaz. Medical Education. Factors Affecting The Incidence Of AFB Positive Pulmonary Tuberculosis In Serang Subdistrict Community Health Centers, Serang City, In 2014. 2014 Background. Tuberculosis (TB) is an infectious disease caused by Mycobacterium tuberculosis. There were 572 new cases of AFB (+) pulmonary TB in Serang city in 2013. Aim. The purpose was to determine the factors associated with the occurrence of AFB (+) pulmonary TB in Serang Subdistrict Community Health Centers in 2014, which include age, sex, nutritional status, occupation, income, education, BCG immunization, smoking, knowledge, populous household and house lights. Method. This is a case-control study, done within August-September 2014 time periode, among AFB (+) pulmonary TB patients registered in community health center in the subdistrict of Serang, with other non-TB patients as control. The data was collected using questionnaires. Data analysis was performed with univariate analysis (frequency distribution), bivariate analysis with chi-square test, and multivariate analysis with logistic regression. Result and conclusion. Multivariate analysis shows that variables with high impact on AFB (+) pulmonary TB are income (OR = 6.575), sex (OR = 4.772), occupation (OR = 3.272), and BCG immunization (OR = 3.041).
Keywords: diseases, pulmonary TB, TB risk factors
!
viii!
DAFTAR ISI
Halaman LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................. ii LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................ iii LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iv KATA PENGANTAR ............................................................................................v ABSTRAK ........................................................................................................... vii DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix DAFTAR TABEL................................................................................................. xi DAFTAR GRAFIK ............................................................................................. xii DAFTAR BAGAN .............................................................................................. xiii DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................xv BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................................1 1.1 Latar Belakang .......................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................2 1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................2 1.3.1 Tujuan Umum ..............................................................................2 1.3.2 Tujuan Khusus..............................................................................3 1.4 Hipotesis Penelitian ................................................................................4 1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................6 2.1 Landasan Teori .......................................................................................6 2.1.1 Definisi Tuberkulosis ...................................................................6 2.1.2 Gejala Klinis TB Paru ..................................................................6 2.1.3 Penyebab TB Paru ........................................................................7 2.1.4 Patogenesis TB Paru.....................................................................7 2.1.5 Klasifikasi TB Paru ......................................................................8 2.1.6 Diagnosis TB Paru .......................................................................9 2.1.7 Cara Penularan ...........................................................................11 2.1.8 Inkubasi ......................................................................................11 2.1.9 Program Penanggulangan TB.....................................................11 2.1.10 Epidemiologi TB Paru ..............................................................12 2.1.11 Faktor Resiko TB Paru .............................................................12 2.2 Kerangka Teori .....................................................................................20 2.3 Kerangka Konsep .................................................................................21 2.4 Perumusan Masalah Khusus .................................................................21 2.5 Definisi Operasional .............................................................................22 BAB III. METODE PENELITIAN................................................................... 25 3.1 Desain Penelitian ..................................................................................25 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ...............................................................25 3.3 Populasi dan Sampel ............................................................................25 3.4 Cara Kerja Penelitian ...........................................................................27
!
ix!
3.4.1 Teknik Pengambilan Sampel ......................................................27 3.4.2 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ......................................................27 3.5 Manajemen Data ..................................................................................27 3.5.1 Pengumpulan Data .....................................................................27 3.5.2 Pengolahan Data .........................................................................28 3.5.3 Analisis Data ..............................................................................28 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................ 31 4.1 Hasil Penelitian.....................................................................................31 4.1.1. Hasil Analisis Univariat ............................................................31 4.1.2. Hasil Analisis Bivariat ..............................................................36 4.1.3. Hasil Analisis Multivariat .........................................................43 4.2 Pembahasan ..........................................................................................46 4.3 Aspek Keislaman ..................................................................................54 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................58 5.1 Kesimpulan ...........................................................................................58 5.2 Saran .....................................................................................................59 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................60 LAMPIRAN ..........................................................................................................64
!
x!
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Variabel Dependen .................................................................................22 Tabel 2.2 Variabel Independen ..............................................................................22 Tabel 4.1 Hasil Analisis Univariat .........................................................................35 Tabel 4.2 Hubungan Umur Dengan Penderita TB Paru BTA+ .............................36 Tabel 4.3 Hubungan Jenis kelamin Dengan Penderita TB Paru BTA+ .................36 Tabel 4.4 Hubungan Status Gizi Dengan Penderita TB Paru BTA+ .....................37 Tabel 4.5 Hubungan Pekerjaan Dengan Penderita TB Paru BTA+ .......................37 Tabel 4.6 Hubungan Penghasilan Dengan Penderita TB Paru BTA+ ...................38 Tabel 4.7 Hubungan Pendidikan Dengan Penderita TB Paru BTA+ .....................38 Tabel 4.8 Hubungan Imunisasi BCG Dengan Penderita TB Paru BTA+ ..............39 Tabel 4.9 Hubungan Merokok Dengan Penderita TB Paru BTA+ ........................39 Tabel 4.10 Hubungan Pengetahuan Dengan Penderita TB Paru BTA+ ................40 Tabel 4.11 Hubungan Kepadatan Hunian Dengan Penderita TB Paru BTA+ .......40 Tabel 4.12 Hubungan Pencahayaan Hunian Dengan Penderita TB Paru BTA+ ...41 Tabel 4.13 Resume Analisis Bivariat .....................................................................42 Tabel 4.14 Hasil Seleksi Kandidat Pemodelan Analisis Regresi Logistik.............43 Tabel 4.15 Hasil Analisis Multivariat ....................................................................44
!
xi!
DAFTAR GRAFIK
Halaman Grafik 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur ..............................................31 Grafik 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin .................................31 Grafik 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Gizi ......................................32 Grafik 4.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan ........................................32 Grafik 4.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Penghasilan ....................................32 Grafik 4.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan ......................................33 Grafik 4.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Imunisasi BCG ...............................33 Grafik 4.8 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Merokok .........................................33 Grafik 4.9 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan ...................................34 Grafik 4.10 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kepadatan Hunian ........................34 Grafik 4.11 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pencahayaan Hunian ....................34
!
xii!
DAFTAR BAGAN
Halaman Bagan 2.1 Alur Diagnosis TB Paru ..........................................................................9 Bagan 2.2 Kerangka Teori .....................................................................................20 Bagan 2.3 Kerangka Konsep ..................................................................................21
!
xiii!
DAFTAR SINGKATAN APHA AFB BCG BTA BTA+ CI DOTS HIV/AIDS KTP MDGs MDR OAT OR PMO SD SMP SMA SPS SPSS TB UIN WHO
!
= American Public Health Association = Acid-Fast Bacillus = Bacillus Calmette-Guerin = Basil Tahan Asam = Basil Tahan Asam Positif = Confidence Interval = Direct Observsed Treatment Short-Course = Human Immunodeficiency Virus Acquired Immuno Deficiency Syndrome = Kartu Tanda Penduduk = Millenium Development Goals = Multidrug Resistant = Obat Anti Tuberkulosis = Odds Ratio = Pengawas Minum Obat = Sekolah Dasar = Sekolah Menengah Pertama = Sekolah Menengah Atas = Sewaktu Pagi Sewaktu = Statistic Product Service Solution = Tuberkulosis = Universitas Islam Negeri = World Health Organization
xiv!
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1 Lembar Informed Consent ..................................................................64 Lampiran 2 Lembar Kuesioner ..............................................................................66 Lampiran 4 Lembar Surat Izin Penelitian Dinkes Kota Serang .............................69 Lampiran 5 Daftar Riwayat Hidup .........................................................................70
!
xv!
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mikobakterium tuberkulosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ lain. Sumber penularan adalah penderita TB paru BTA (+) yang dapat menularkan kepada orang di sekelilingnya terutama yang melakukan kontak lama. Setiap satu penderita BTA (+) akan menularkan pada 10-15 orang pertahun.1 Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mikobakterium tuberkulosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian akibat TB di seluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB di dunia, terjadi di negara-negara berkembang. Demikian juga, kematian perempuan akibat TB lebih banyak daripada kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas.2 Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan keluarganya. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial, stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat.2 Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak setelah India dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB di dunia. Jumlah penderita TB Paru di Indonesia secara nasional pada tahun 2010 adalah sebesar 302.861 orang, dimana 183.366 kasus diantaranya adalah menderita BTA positif. Angka ini cenderung mengalami peningkatan dibandingkan dengan jumlah penderita TB paru BTA positif tahun 2008 sebesar 161.741 kasus. Masih tingginya angka penyakit TB Paru di Indonesia di pengaruhi oleh beberapa faktor antara lain diantaranya
!
1!
rendahnya
!
22!
penghasilan, tingkat kepadatan penduduk, tingkat pendidikan serta rendahnya pengetahuan kesehatan pada masyarakat.3 Di Provinsi Banten, dari hasil data dan informasi diperoleh jumlah penderita TB Paru tahun 2010 sebesar 13.877 kasus, dengan BTA positif sebesar 8.018 kasus. Angka penemuan kasus/Case Detection Rate (CDR) TB paru di Provinsi Banten sebesar 75,2%. Sedangkan di wilayah Kota Serang tahun 2013 kasus BTA (+) baru sebanyak 572 penderita, sedangkan kasus TB paru suspek sebesar 5123 penderita. Di satu puskesmas wilayah Kecamatan Serang saja pada tahun 2013, jumlah penderita TB paru BTA positif kasus baru sebanyak 212 penderita, CDR sebesar 93%, dan kasus kambuh sebanyak 28 pasien.3, 6 Bila dibandingkan dengan puskesmas lain di kota Serang, kasus TB paru di puskesmas wilayah Kecamatan Serang masih tinggi. Hal tersebut menjadi tantangan bagi peneliti untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kasus penyakit TB paru di wilayah tersebut. Dari uraian di atas perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kasus penyakit TB paru di puskesmas wilayah Kecamatan Serang. Hasilnya diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun langkah-langkah intervensi dan untuk perencanaan penanggulangan TB Paru yang lebih efektif dan efisien di puskesmas wilayah Kecamatan Serang Kota Serang. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apakah yang mempengaruhi terjadinya penyakit TB Paru BTA positif di puskesmas wilayah Kecamatan Serang Kota Serang. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Diketahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit TB Paru BTA positif di Puskesmas wilayah Kecamatan Serang Kota Serang tahun 2014.
!
33!
1.3.2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui pengaruh Umur dengan kejadian TB paru BTA+ di puskesmas wilayah Kecamatan Serang Kota Serang tahun 2014. b. Untuk mengetahui pengaruh jenis kelamin dengan kejadian TB paru BTA+ di puskesmas wilayah Kecamatan Serang Kota Serang tahun 2014. c. Untuk mengetahui pengaruh status gizi dengan kejadian TB paru BTA+ di puskesmas wilayah Kecamatan Serang Kota Serang tahun 2014. d. Untuk mengetahui pengaruh pekerjaan dengan kejadian TB paru BTA+ di puskesmas wilayah Kecamatan Serang Kota Serang tahun 2014. e. Untuk mengetahui pengaruh penghasilan dengan kejadian TB paru BTA+ di puskesmas wilayah Kecamatan Serang Kota Serang tahun 2014. f. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan dengan kejadian TB paru BTA+ di puskesmas wilayah Kecamatan Serang Kota Serang tahun 2014. g. Untuk mengetahui pengaruh status imunisasi BCG dengan kejadian TB paru BTA+ di puskesmas wilayah Kecamatan Serang Kota Serang tahun 2014. h. Untuk mengetahui pengaruh merokok dengan kejadian TB paru BTA+ di puskesmas wilayah Kecamatan Serang Kota Serang tahun 2014. i. Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan dengan kejadian TB paru BTA+ di puskesmas wilayah Kecamatan Serang Kota Serang tahun 2014. j. Untuk mengetahui pengaruh kepadatan hunian dengan kejadian TB paru BTA+ di puskesmas wilayah Kecamatan Serang Kota Serang tahun 2014.
!
44!
k. Untuk mengetahui pengaruh pencahayaan hunian dengan kejadian TB paru BTA+ di puskesmas wilayah Kecamatan Serang kota Serang tahun 2014. 1.4. Hipotesis Penelitian a. Umur produktif lebih beresiko terhadap peningkatan angka kejadian penyakit TB Paru BTA+ dibandingkan dengan yang berUmur non produktif. b. Jenis kelamin laki-laki lebih beresiko terhadap peningkatan angka kejadian penyakit TB Paru BTA+ dibandingkan dengan yang berjenis kelamin perempuan. c. Kurang gizi lebih beresiko terhadap peningkatan angka kejadian penyakit TB Paru BTA+ dibandingkan dengan yang mempunyai gizi cukup. d. Tidak bekerja lebih beresiko terhadap peningkatan angka kejadian penyakit TB Paru BTA+ dibandingkan dengan yang bekerja. e. Berpenghasilan kurang lebih beresiko terhadap peningkatan angka kejadian penyakit TB Paru BTA+ dibandingkan dengan yang berpenghasilan cukup. f. Berpendidikan rendah lebih beresiko terhadap peningkatan angka kejadian penyakit TB Paru BTA+ dibandingkan dengan yang berpendidikan tinggi. g. Tidak diimunisasi BCG lebih beresiko terhadap peningkatan angka kejadian penyakit TB Paru BTA+ dibandingkan dengan yang diimunisasi BCG. h. Merokok lebih beresiko terhadap peningkatan angka kejadian penyakit TB Paru BTA+ dibandingkan dengan yang tidak merokok. i. Berpengetahuan buruk lebih beresiko terhadap peningkatan angka kejadian penyakit TB Paru BTA+ dibandingkan dengan yang berpengetahuan baik. j. Tinggal di hunian yang padat penghuni lebih beresiko terhadap peningkatan angka kejadian penyakit TB Paru BTA+ dibandingkan dengan yang tidak tinggal di hunian yang padat penghuni.
!
55!
k. Tidak tinggal di hunian dengan pencahayaan matahari yang baik lebih beresiko terhadap peningkatan angka kejadian penyakit TB Paru BTA+ dibandingkan dengan yang tinggal di hunian dengan pencahayaan matahari yang baik. 1.5. Manfaat Penelitian a. Manfaat bagi Dinas Kesehatan Sebagai bahan informasi dan masukan dalam membuat kebijakan untuk menyusun perencanaan penanggulangan penyakit TB paru. b. Manfaat bagi perguruan tinggi #
Sebagai perwujudan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
#
Sarana bagi universitas, pimpinan fakultas, staf pengajar, dan mahasiswa untuk menjalin kerja sama.
c. Manfaat bagi peneliti Sebagai bahan untuk menambah wawasan dalam mengkaji program
penanggulangan
TB
paru
beserta
faktor-faktor
yang
mempengaruhinya yang sampai saat ini masih menjadi masalah. Meskipun faktor yang diteliti sama antara satu peneliti dengan peneliti lainnya, akan tetapi hasil dari penelitian akan berbeda, sehingga dapat memperkaya pengetahuan serta wawasan. Pelaksanaan penelitian ini sebagai sarana belajar dalam meningkatkan kemampuan bidang penelitian, dan untuk pengembangan penelitian selanjutnya. !
!
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Definisi Tuberkulosis Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah penyakit radang parenkim paru yang menular karena infeksi kuman TB yaitu Mikobakterium tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.2 2.1.2. Gejala Klinis TB Paru Keluhan yang dirasakan penderita tuberkulosis dapat bermacammacam atau tanpa keluhan sama sekali. a. Demam Biasanya subfebris, menyerupai demam influenza tetapi kadang-kadang suhunya 40-41°C. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.7 b. Batuk Batuk berlangsung 2-3 minggu atau lebih karena adanya iritasi pada bronkus, sifat batuk dimulai dari batuk kering (nonproduktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lebih lanjut adanya dahak bercampur darah bahkan sampai batuk darah (hemaptoe) karena terdapat pembuluh darah yang pecah.7 c. Sesak napas Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru.7 d. Nyeri dada Gejala ini jarang ditemukan, nyeri dada timbul bila filtrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.7
!
6!
!
77!
e. Malaise Sering ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun sakit kepala, meriang. Keluar keringat di malam hari tanpa melakukan aktifitas.7 2.1.3. Penyebab TB Paru TB paru disebabkan oleh kuman Mikobakterium tuberkulosis yang berbentuk batang berukuran ± 0,3–0,6 dan panjang ± 1–4 µ. Mempunyai sifat khusus tahan terhadap asam pada pewarnaan. Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup sampai beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat tertidur lama (dorman) selama beberapa
tahun.12 Ada
beberapa
jenis
Mikobakterium
seperti
Mycobacterium africanus, Mycobacterium bovis, mycobacterium kansasii, Mycobacterium avium dan Mycobacterium nenopi. Namun yang penting adalah Mikobakterium tuberkulosis yang menyebabkan penyakit tuberkulosis dan terutama menyerang paru.7 2.1.4. Patogenesis TB Paru Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap di sana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan radang di dalam paru. Aliran getah bening akan membawa kuman TB ke kelenjar getah bening di sekitar hilus paru, ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah sekitar 4–6 minggu. Infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian beberapa kuman akan menetap sebagai
!
88!
kuman persisten atau dorman (tidur). Kadang daya tahan tubuh tidak mampu
menghentikan
perkembangan
kuman,
akibatnya
dalam
beberapa bulan yang bersangkutan akan menjadi sakit TB.2,7 2.1.5 Klasifikasi TB Paru9 a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena # Tuberkulosis Paru Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru). # Tuberkulosis Extra Paru Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya
pleura,
selaput
otak,
selaput
jantung
(perikardium), kelanjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-lain. b. Klasifikasi Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak Mikroskopik pada TB Paru. # Tuberkulosis Paru BTA Positif Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (+), 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (+) dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis, 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (+) dan biakan kuman TB Positif, 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. # Tuberkulosis Paru BTA Negatif Kriteria diagnosis TB paru BTA negatif harus meliputi: paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif, foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis, tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotik non OAT, ditemukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
!
99!
c. Klasifikasi Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumya. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe pasien, yaitu: # Baru Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). # Kambuh (Relaps) Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, di diagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur). # Pengobatan setelah putus berobat (default) Adalah pengobatan yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif. # Gagal (Failure) Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan. # Pindahan (Transfer In) Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya. # Lain-lain Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan. 2.1.6. Diagnosis TB Paru4 Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu-pagi-sewaktu (SPS). Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan
!
10! 10
dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru:
Bagan 2.1 Alur Diagnosis TB Paru Sumber: Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis, KEMENKES RI, 2009
!
11! 11
2.1.7. Cara Penularan Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuklei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.10 Umumnya penularan terjadi dalam ruangan di mana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.10 Daya faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dan lamanya menghirup udara tersebut.10 2.1.8. Inkubasi Mulai saat masuknya bibit penyakit sampai timbulnya gejala adanya lesi primer atau reaksi tes tuberkulosis positif kira-kira memakan waktu 3-8 minggu. Resiko menjadi TB paru setelah terinfeksi primer biasanya pada tahun pertama dan kedua. Infeksi laten dapat berlangsung seumur hidup. Infeksi HIV meningkatkan resiko terhadap infeksi TB dan memperpendek masa inkubasi.7 2.1.9. Program Penanggulangan TB Strategi Direct Observed Treatment Short-Course (DOTS) adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan penularan TB dan dengan demikian menurunkan insiden TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam pencegahan penularan TB. Dengan menggunakan strategi DOTS, biaya program penanggulangan TB akan lebih hemat.3 Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci yaitu:4 a.
Komitmen politis
b.
Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya.
!
12! 12
c.
Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan
tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan
langsung pengobatan. d.
Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu.
e.
Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan.
2.1.10.%Epidemiologi Penyakit TB Paru
Indonesia sekarang berada pada peringkat kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660,000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61,000 kematian per tahunnya. Angka MDR-TB diperkirakan sebesar 2% dari seluruh kasus TB baru (lebih rendah dari estimasi di tingkat regional sebesar 4%) dan 20% dari kasus TB dengan pengobatan ulang. Diperkirakan terdapat sekitar 6.300 kasus MDR TB setiap tahunnya.3 Meskipun memiliki beban penyakit TB yang tinggi, Indonesia merupakan negara pertama diantara High Burden Country di wilayah WHO South-East Asian yang mampu mencapai target global TB untuk deteksi kasus dan keberhasilan pengobatan pada tahun 2006. Pada tahun 2009, tercatat sejumlah sejumlah 294.732 kasus TB telah ditemukan dan diobati dan lebih dari 169.213 diantaranya terdeteksi BTA+. Dengan demikian, Case Detection Rate untuk TB BTA+ adalah 73 per 100.000 (Case Detection Rate 73%). Rerata pencapaian angka keberhasilan pengobatan selama 4 tahun terakhir adalah sekitar 90% dan pada kohort tahun 2008 mencapai 91%. Pencapaian target global tersebut merupakan tonggak pencapaian program pengendalian TB nasional yang utama.3 2.1.11. Faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya peningkatan angka kejadian penyakit TB Paru Faktor-faktor yang memungkinkan orang mudah terinfeksi penyakit TB paru ada beberapa karakteristik golongan penduduk yang
!
13! 13
mempunyai risiko mendapat TB paru lebih besar daripada golongan lainnya. Diantaranya adalah faktor umur, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, jenis kelamin, kondisi lingkungan yang tidak sehat, adanya penyakit lain yang menyebabkan daya tahan tubuh rendah, gizi buruk, kontak dengan sumber penularan, pengaruh merokok, asap dapur, asap obat nyamuk dan sebagainya.11 Konsep “trial epidemiology” atau konsep ekologis dari John Gordon menyatakan bahwa terjadinya penyakit karena adanya ketidakseimbangan antara agent (penyebab penyakit), host (pejamu), dan environment (lingkungan).12 a. Faktor Agent (penyebab penyakit) Faktor agen yaitu semua unsur baik elemen hidup atau mati yang kehadirannya dan atau ketidakhadirannya, apabila diikuti dengan kontak yang efektif dengan manusia rentan dalam keadaan yang memungkinkan akan memudahkan terjadinya suatu proses penyakit. Agen diklasifikasikan sebagai agen biologis, kimia, nutrisi, mekanik, dan fisik.12 Untuk khusus TB paru yang menjadi agen adalah kuman Mikobakterium tuberkulosis. Menurut penelitian, angka prevalensi TB di masyarakat, pengobatan yang relatif lama, terutama yang kontak serumah dengan penderita TB Paru menyebabkan meningkatnya kejadian TB paru.13 Hasil penelitian, menemukan bahwa lama kontak > 3 bulan dengan penderita TB paru dapat meningkatkan kejadian TB paru dalam masyarakat.14 b. Faktor Host (Penjamu) Faktor pejamu adalah manusia yang mempunyai kemungkinan terpapar oleh agen. Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan penjamu antara lain usia, jenis kelamin, ras, sosial ekonomi, kebiasaan hidup, status perkawinan, pekerjaan keturunan, nutrisi dan imunitas. Faktor tersebut menjadi penting karena dapat mempengaruhi resiko untuk terpapar, sumber infeksi dan kerentanan serta resistensi dari manusia terhadap suatu penyakit atau infeksi seperti halnya:12
!
14! 14
#
Pendidikan Pendidikan akan menggambarkan perilaku seseorang dalam kesehatan. Semakin rendah pendidikan maka ilmu pengetahuan di bidang kesehatan semakin berkurang, baik yang menyangkut asupan makanan, penanganan keluarga yang menderita sakit dan usaha-usaha preventif lainnya.15 Tingkat pendidikan yang rendah dapat mempengaruhi pengetahuan di bidang kesehatan, maka secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi lingkungan fisik, lingkungan biologis dan lingkungan sosial yang merugikan kesehatan dan dapat
mempengaruhi
penyakit
TB
dan
pada
akhirnya
pengetahuan
penderita.
mempengaruhi tingginya kasus TB yang ada.1 Pendidikan
berkaitan
dengan
Pendidikan penderita yang rendah mengakibatkan pengetahuan rendah, sehingga memungkinkan penderita dapat putus dalam pengobatan karena minimnya pengetahuan dari penderita dan ketidakmengertinya pengobatan. Hal ini mengakibatkan penderita tidak dapat teratur dalam program pengobatan yang dijalani. Hampir
seluruh
penelitian
sebelumnya
menemukan
faktor
pendidikan sangat erat kaitannya dengan ketidakteraturan berobat dan minum obat.16 #
Pengetahuan Pengetahuan penderita yang baik tentang penyakit TB paru dan pengobatannya akan meningkatkan keteraturan penderita, dibandingkan dengan penderita yang kurang akan pengetahuan penyakit TB paru dan pengobatannya. Karena itu bimbingan dan pengawasan yang dilakukan oleh PMO akan lebih terarah dan baik. Sehingga
akan
meningkatkan
keteraturan
penderita
dalam
pengobatan tersebut sehingga angka penularan akan menurun.16 Seseorang yang punya pengetahuan yang baik tentang penularan TB paru, akan berupaya untuk mencegah penularannya. Kategori pengetahuan dapat dikelompokkan berdasarkan jawaban
!
15! 15
benar responden. Pengetahuan tinggi jika responden dapat menjawab dengan benar 75%, dan rendah bila < 75%.17 #
Pendapatan Pendapatan akan banyak berpengaruh terhadap perilaku dalam menjaga kesehatan perindividu dan dalam keluarga. Hal ini disebabkan
pendapatan
mempengaruhi
pendidikan
dan
pengetahuan seseorang dalam mencari pengobatan, mempengaruhi asupan makanan, mempengaruhi lingkungan tempat tinggal seperti keadaan rumah dan bahkan kondisi pemukiman yang di tempati.15 Sekitar
90%
penderita
tuberkulosis
paru
di
dunia
menyerang kelompok dengan sosial ekonomi lemah atau miskin. Faktor kemiskinan walaupun tidak berpengaruh langsung pada kejadian tuberkulosis paru namun dari beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara pendapatan yang rendah dan kejadian tuberkulosis paru. Lebih lagi, bahwa ada hubungan pengangguran dengan kejadian tuberkulosis.39, 40 #
Pekerjaan Hubungan antara penyakit TB paru erat kaitannya dengan pekerjaan. Secara umum peningkatan angka kematian yang di pengaruhi rendahnya tingkat sosial ekonomi yang berhubungan dengan pekerjaan merupakan penyebab tertentu yang didasarkan pada tingkat pekerjaan. Hasil penelitian mengemukakan bahwa sebagian besar penderita TB paru adalah tidak bekerja (53,8%).18
-
Jenis kelamin Jenis
kelamin
merupakan
suatu
variabel
untuk
membedakan presentasi penyakit antara laki-laki dan perempuan. Kadang-kadang ditemukan presentasi laki-laki lebih dari 50% dari jumlah kasus. Pada tahun 2012 WHO melaporkan bahwa di sebagian besar dunia, lebih banyak laki-laki daripada perempuan didiagnosis tuberkulosis. Hal ini didukung dalam data yaitu antara tahun 1985-1987 penderita tuberkulosis paru pada laki-laki cenderung meningkat sebanyak 2,5%, sedangkan pada perempuan
!
16! 16
menurun 0,7%. tuberkulosis paru lebih banyak terjadi pada lakilaki dibandingkan dengan wanita karena laki-laki sebagian besar mempunyai
kebiasaan
merokok
sehingga
memudahkan
terjangkitnya tuberkulosis paru.22 -
Status Gizi Secara umum kekurangan gizi, atau gizi buruk akan berpengaruh terhadap kekuatan, daya tahan dan respon imun terhadap serangan penyakit. Faktor ini sangat penting pada masyarakat miskin, baik pada orang dewasa maupun pada anak.18 Menurut Misnardiarly dalam Toyalis menyebutkan bahwa faktor kurang gizi atau gizi buruk akan meningkatkan angka kesakitan/kejadian TB paru, terutama TB paru pertama sakit.27
-
Imunisasi BCG Hubungan kekebalan (status imunisasi) dengan kejadian tuberkulosis, bahwa anak yang divaksinasi BCG memiliki risiko 0,6 kali untuk terinfeksi tuberkulosis (95% CI 0,43-0,83, p= 0,003), dibandingkan dengan anak-anak yang belum divaksin. Walaupun imunisasi BCG tidak mengegah infeksi tuberkulosis namun dapat mengurangi risiko tuberkulosis berat seperti meningitis tuberkulosa dan tuberkulosis milier.34 Daya cegah faksin BCG terhadap Tuberkulosis tidak tetap.8 Hasil penelitian menunjukan bahwa efek pencegahan BCG bervariasi antara 0%-80% (WHO, 1999). 27
-
Penyakit HIV/ AIDS Faktor
yang
mempengaruhi
kemungkinan
seseorang
menjadi pasien TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, di antaranya infeksi HIV/AIDS. HIV merupakan faktor resiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi sakit TB. Infeksi HIV menyebabkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler, sehingga bila terjadi infeksi penyerta (oportunitis), seperti tuberkulosis, maka yang akan menjadi sakit parah bahkan bisa menyebabkan kematian.35
!
17! 17
-
Kebiasaan Merokok Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap isinya. Definisi perokok menurut WHO dalam depkes tahun 2004 adalah mereka yang merokok setiap hari untuk jangka waktu minimal 6 bulan selama hidupnya.33 Merokok merupakan penyebab utama penyakit paru yang bersifat kronis dan obstruktif, misalnya bronkitis dan emfisema. Merokok juga terkait dengan influenza dan radang paru lainnya. Pada penderita asma, merokok akan memperparah gejala asma sebab asap rokok akan lebih menyempitkan saluran pernapasan. Efek merugikan tersebut mencakup meningkatnya kerentanan terhadap batuk kronis, produksi dahak dan serak.37 Merokok
diketahui
mempunyai
hubungan
dengan
meningkatkan resiko untuk mendapatkan kanker paru, penyakit jantung koroner, bronkitis kronik dan kanker kandung kemih. Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terkena TB paru sebanyak 2,2 kali.21 -
Umur Umur merupakan faktor predisposisi terjadinya perubahan perilaku yang dikaitkan dengan kematangan fisik dan psikis penderita TB paru. Pada saat ini angka kejadian TB paru mulai bergerak kearah umur tua karena kepasrahan mereka terhadap penyakit yang diderita.19 Sedangkan berdasarkan umur, terlihat angka insiden TB secara perlahan bergerak kearah kelompok umur tua (dengan puncak pada 55-64 tahun). Meskipun saat ini sebagian besar kasus terjadi pada kelompok umur 15-54 Tahun.19
c. Faktor lingkungan36 Lingkungan adalah segala sesuatu baik fisik, biologis maupun sosial yang berada di sekitar manusia serta pengaruh-pengaruh luar
!
18! 18
yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan manusia. Unsurunsur lingkungan adalah sebagai berikut:36 #
Lingkungan fisik Lingkungan fisik adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia yang bersifat tidak bernyawa. Misalnya air, tanah, kelembaban udara, suhu, angin, rumah dan benda mati lainnya.
#
Lingkungan Biologis Lingkungan biologis adalah segala sesuatu yang bersifat hidup seperti tumbuh-tumbuhan, hewan, termasuk mikroorganisme.
#
Lingkungan Sosial Lingkungan sosial adalah segala sesuatu tindakan yang mengatur
kehidupan
manusia
dan
usaha-usahanya
untuk
mempertahankan kehidupan, seperti pendidikan pada tiap individu, rasa tanggung jawab, pengetahuan keluarga, jenis pekerjan, jumlah penghuni dan keadaan ekonomi. #
Lingkungan Rumah Menurut American Public Health Assosiaton (APHA), lingkungan rumah yang sehat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: − Suhu ruangan, yaitu dalam pembuatan rumah harus diusahakan agar konstruksinya sedemikian rupa sehingga suhu ruangan tidak berubah banyak dan agar kelembaban udara dapat dijaga jangan sampai terlalu tinggi dan terlalu rendah. Untuk ini harus diusahakan agar perbedaan suhu antara dinding, lantai, atap dan permukaan jendela tidak terlalu banyak. − Harus cukup mendapatkan pencahayaan baik siang maupun malam. Suatu ruangan mendapat penerangan pagi dan siang hari yang cukup yaitu jika luas ventilasi minimal 10% dari jumlah luas lantai. − Ruangan harus segar dan tidak berbau, untuk ini diperlukan ventilasi yang cukup untuk proses pergantian udara.
!
19! 19
− Harus cukup mempunyai isolasi suara sehingga tenang dan tidak terganggu oleh suara-suara yang berasal dari dalam maupun dari luar rumah. − Harus ada variasi ruangan, misalnya ruangan untuk anak-anak bermain, ruang makan, ruang tidur dll. − Jumlah kamar tidur dan pengaturanya disesuaikan dengan umur dan jenis kelaminnya. Ukuran ruang tidur anak yang berumur kurang dari lima tahun minimal 4,5m3, artinya dalam satu ruangan dalam suatu ruangan anak yang berumur lima tahun kebawah diberi kebebasan menggunakan volume ruangan 4,5 m3 (1,5x1x3m3) dan atas lima tahun menggunakan ruangan 9 m3 (3x1x3m3).28 Menurut Keputusan Menteri tentang Pemukiman dan Prasarana tahun 2002 bahwa kebutuhan ruang perorang dihitung berdasarkan aktivitas dasar manusia di dalam rumah. Aktivitas seseorang tersebut meliputi aktivitas tidur, makan, kerja, duduk, mandi, kakus, cuci dan masak serta ruang gerak lainnya. Dari hasil kajian, kebutuhan ruang per orang adalah 9 m2 dengan perhitungan ketinggian rata-rata langit-langit adalah 2,8 m. Untuk kamar tidur diperlukan minimum 2 orang. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni >2 orang, kecuali untuk suami istri dan anak dibawah dua tahun.28 Hasil penelitian Rusnoto, menunjukkan bahwa ada hubungan yang
bermakna
antara
kepadatan
tuberkulosis paru (OR=5,983).38
!
rumah
dengan
kejadian
20! 20
2.2. Kerangka Teori Pendidikan rendah
Pengetahuan bidang kesehatan !
Kepedulian terhadap kesehatan !
Tidak bekerja
Penghasilan rendah
Mempengaruhi kondisi rumah
Rumah padat penghuni, lembah, gelap, kurang ventilasi
Konsentrasi kuman TB di rumah "
Asupan !
Penyakit Kronis
Merokok
Gizi !
Daya tahan tubuh !
Resiko TB menular "
Pertahanan saluran napas ! Banyak pada laki-laki
Tidak Imunisasi BCG
Kekebalan terhadap bakteri TB !
Lama kontak
Bagan 2.2. Kerangka Teori
!
Terinfeksi bakteri TB
TB Paru
21! 21
2.3. Kerangka Konsep Pada kerangka teori serta tinjauan kepustakaan, tidak semua variabel untuk diteliti karena keterbatasan penulis, baik dari segi waktu atau tenaga untuk penelitian ini. Penulis hanya akan
meneliti sebagian faktor yang
berhubungan dengan tuberkulosis paru BTA positif. Selanjutnya disusun kerangka konsep sebagai berikut : Variabel Independen
Variabel Dependen
Faktor individu: # Umur # Pendidikan # Pekerjaan # Pengetahuan # Pendapatan # Status gizi # Status imunisasi BCG # Pendidikan # Jenis kelamin # Merokok
TB Paru BTA+
Faktor Lingkungan: # Kepadatan hunian # Pencahayaan Bagan 2.3. Kerangka Teori
2.4. Perumusan Masalah Penelitian Yang Khusus Bagaimana hubungan antara peningkatan angka kejadian penyakit TB dengan, umur, jenis kelamin, status imunisasi BCG, status gizi, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, pendapatan, kepadatan hunian, pencahayaan hunian. Sedangkan kelembaban tidak bisa diteliti karena menggunakan alat pengukur, lama kontak juga tidak masuk dalam variabel karena pasien seringkali tidak menyadari adanya kontak dengan penderita TB Paru dan ventilasi juga tidak masuk dalam variabel karena keterbatasan waktu dan tenaga untuk memeriksa seluruh ventilasi rumah pasien dan penafsiran pasien yang beragam mengenai ventilasi rumah yang baik jika hanya dilakukan dengan
!
22! 22
wawancara, konsentrasi kuman juga tidak bisa diteliti karena tidak bisa mengukur bakteri Mikobakterium tuberkulosis dengan kontak. Penyakit HIV/AIDS tidak masuk variable karena puskesmas belum melakukan pemeriksaan HIV bagi penderita TB. Penyakit DM juga tidak masuk variabel karena keterbatasan dana dan waktu untuk mendiagnosis DM. Dan dukungan keluarga tidak dimasukan, karena pasti semua keluarga akan mendukung pengobatan. 2.5 . Definisi Operasional Tabel 2.1 Variabel Dependen yaitu kejadian penyakit TB Paru BTA (+). No Variabel
Difinisi Operasional
Skala
Kategori
1
Kejadian
Penemuan kasus TB
Nominal
0 = penderita TB
penyakit TB
paru BTA+ yang di
Paru BTA+
dapat berdasarkan
BTA+ 1 = pasien umum
informasi petugas
yang bukan
program TB tanpa
penderita TB
melihat riwayat
BTA+
pengobatan sebelumnya.
Tabel 2.2 Variabel Independen yaitu faktor resiko yang meliputi : No Variabel
Difinisi Operasional
1
Jenjang sekolah yang Ordinal
Pendidikan
Skala
pernah diraih dan
Hasil 0 = rendah (SD dan SMP)
mendapatkan ijazah.
1 = Tinggi (SMA ke atas)29
2
Pengetahuan
Pengetahuan yang
Ordinal
0 = buruk/ Kurang
diperoleh dari
(bila jawaban benar
pengalaman sendiri
≤ 75%)
atau orang lain,
1 = Baik (bila
pencegahan,
jawaban benar >
penyebab, penularan
75%)14, 17
dan pengobatan TB
!
23! 23
*sambungan
yang dinilai dengan 11 pertanyaan
3
Pekerjaan
Status sosial yang
Nominal
sesuai dengan KTP 4
Pendapatan
Tingkat "penghasilan
0 = Tidak Bekerja 1 = Bekerja
" Ordinal
0 = rendah (bila ≤ 1,5
keluarga diukur dari
Juta/ bulan)
pengeluaran rata-rata
1 = tinggi (bila > 1,5 Juta/bulan)30, 31
perbulan dalam satuan rupiah 5
Usia
Lama hari hidup
Ordinal
respon yang
0 = Usia produktif (1558 tahun)
dihitung dari tanggal
1 = Usia non
lahir dengan
produktif (< 15
pembulatan
tahun > 58 tahun) 26
6
Imunisasi
Adanya skor dapat
BCG
dilihat pada lengan
Nominal
0 = tidak diimunisasi 1 = diimunisasi.
atas 7
Status Gizi
Penilaian indeks
Ordinal
masa tubuh yang
(kurang)
diukur dengan
1 = IMT ≥ 18,5 (cukup)32
rumus BB/TB 8
0 = IMT < 18,5
Kepadatan
Perbandingan luas
hunian
rumah dengan
Ordinal
0 = padat (bila ≤ 10 m2/ 1 orang) 1 = tidak padat (bila >
jumlah orang yang
10 m2/ 1 orang)28
tinggal di rumah tersebut 9
Merokok
Responden memiliki kebiasaan merokok lebih dari 6 bulan
Nominal
0 = Merokok, lebih dari 6 bulan 1 = Tidak Merokok /merokok kurang dari 6 bulan33
!
24! 24
10
Pencahayaan
sinar matahari
Nominal
0 = Gelap, bila
hunian
masuk kerumah
memerlukan alat
yang ditandai
penerangan untuk
dengan adanya
membaca pada siang
terang" pada siang
hari di dalam rumah
hari di dalam rumah
1 = Terang, bila Tidak memerlukan alat penerangan untuk membaca pada siang hari di dalam rumah27
11
Jenis
Perbedaan jenis
Kelamin
kelamin secara
Nominal
0 = laki-laki 1"= perempuan
biologis
!
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian menggunakan studi observasional dengan jenis desain penelitian studi kasus kontrol (case control study). Kasus adalah seseorang dengan gejala klinis TB dan hasil laboratorium BTA+ yang sudah didiagnosis oleh Puskesmas wilayah Kecamatan Serang Kota Serang pada Januari 2014 hingga Agustus 2014, sedangkan kontrol adalah seseorang yang datang ke puskesmas saat peneliti mengambil data pada kasus dengan jumlah dan waktu yang sama di Puskesmas wilayah Kecamatan Serang Kota Serang. 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas wilayah Kecamatan Serang Kota Serang selama 1 bulan, yaitu pada bulan Agustus hingga September 2014. Peneliti mengambil data di 5 puskesmas di wilayah Kecamatan Serang Kota Serang karena disana terdapat banyak masyarakat yang menderita TB Paru. Selain itu Kota Serang merupakan ibukota Provinsi Banten yang merupakan representasi daerah lain di Provinsi Banten sehingga sangat terjangkau untuk diteliti oleh peneliti karena peneliti sudah mengenal dan beberapa kali melakukan observasi awal riset. Adapun puskesmas tempat penelitian adalah Puskesmas Serang Kota, Puskesmas Rau, Puskesmas Unyur, Puskesmas Ciracas dan Puskesmas Singandaru. 3.3. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian adalah seluruh pasien yang datang berobat di wilayah Puskesmas Kecamatan Serang Kota Serang. Sedangkan sampel kasus dalam penelitian ini adalah semua penderita TB BTA+ yang berobat di Puskesmas wilayah Kecamatan Serang Kota Serang pada September 2014 mundur ke belakang, dan sebagai kontrol adalah pasien umum yang berobat di pada tempat, bulan, dan tahun yang sama. Besar sampel minimal yang diperlukan pada kasus kontrol dihitung dengan menggunakan rumus dalam buku Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan.2
!
25!
!
26! 26
{Z1'α"√2PQ]!+!Z!1'β√P1Q1+P2Q2}2!
n!=!
(P1'P2)2! Keterangan: n= besar minimal sampel masing-masing kelompok α= derajat kepercayaan, probabilitas untuk membuat kesalahan tipe I (0,05) dan Z1-α= 1,96 β= probabilitas pembuat kesalahan Tipe II (0,10), dan Z1-β = 0,842, Power= 80% P1= antisipasi peluang dengan kelompok terekspos pada kasus P2= antisipasi peluang dengan kelompok terekspos pada kontrol OR= perkiraan odds ratio yang diharapkan = 2,0 P= P1+P2/2 Q= 1-P Dari penelitian sebelumnya diambil variabel status gizi terhadap TB Paru dimana diketahui nilai OR = 2 dan P2 = 0,46,14 maka diperoleh P1 sebagai berikut: P 1= ! P 1= ! P 1= ! P 1=
(OR)!P2! (OR)!P2!+!(1'P2)! 2!x!0,46! 0,92!+!(1'0,46)! 0,92! 1,46! 0,63!
!
{1,96√[2(0,37)(1'0,46)]!+!0,842√[0,63(1'0,63)+0,46(1'0,46)]}2!
n!=!
(0,63!'!0,46)2!
n!=! 115!
!
27! 27
Jumlah sampel dibulatkan menjadi 120. Jadi jumlah sampel kasus sebanyak 120, dan sampel untuk kontrol 120. 3.4. Cara Kerja Penelitian 3.4.1. Teknik Pengambilan Sampel Jenis data primer yang dikumpulkan adalah umur, jenis kelamin, pengetahuan, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, status imunisasi BCG, status gizi, kepadatan hunian, pencahayaan hunian, diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner. Sedangkan untuk variabel TB menggunakan data sekunder yaitu informasi dari petugas pemegang program TB di Puskesmas tempat penelitian. Pengambilan sampel kasus dan kontrol dilakukan di puskesmas wilayah Kecamatan Serang juga yang bulan dan tahunnya sama dengan kasus yaitu sebanyak 120 orang. Perbandingan jumlah sampel kasus dan kontrol adalah 1:1. 3.4.2. Kriteria Sampel a. Krieria Inklusi ' Pasien TB Paru BTA positif di Puskesmas wilayah Kecamatan Serang
Kota
Serang
tanpa
melihat
riwayat
pengobatan
sebelumnya. ' Bersedia menjadi subyek untuk penelitian ini dan menandatangani informed consent. ' Saat diteliti, subjek sedang dalam keadaan sadar penuh. b. Kriteria Eksklusi ' Subjek membatalkan partisipasi dalam penelitian. ' Subjek tidak mengisi kuisioner dengan benar. 3.5. Manajemen Data 3.5.1. Pengumpulan Data Pengumpulan data mencari faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian TB Paru BTA (+) di wilayah Kecamatan Serang Kota Serang dengan cara kuesioner. Populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi akan diberikan penjelasan singkat mengenai
!
28! 28
penelitian. Setelah diberi penjelasan dan sesudah mengisi informed consent, peneliti akan memberikan kuesioner (terlampir) kepada responden untuk diisi. Proses pengumpulan kuesioner berlangsung selama 2-4 minggu. Proses pengumpulan data dibantu oleh petugas program TB di setiap puskesmas di wilayah Kecamatan Serang Kota Serang. 3.5.2. Pengolahan Data Bagian rangkaian penelitian setelah pengumpulan data kemudian diolah sehingga menghasilkan informasi:25 ' Editing Data, Meneliti setiap pertanyaan yang telah terisi: apakah lengkap, jelas, relevan dan konsisten. Bila ada jawaban yang kosong, petugas pengumpul data bertanggung jawab untuk melengkapinya. ' Coding, Merubah data bentuk huruf menjadi angka atau bilangan, gunanya untuk mempermudah saat analisis dan entry data. ' Processing, Setelah selesai melakukan editing dan pengkodean, data diproses dengan cara memasukkan data dari kuisioner ke paket program komputer, program SPSS versi 22 untuk sistem operasi Mac. ' Cleaning Data, Pembersihan data untuk mencegah kesalahan entry data yang mungkin terjadi. 3.5.3. Analisis Data Proses pengumpulan dan pengolahan data telah dilakukan, kemudian dilanjutkan dengan analisis dengan tahapan sebagai berikut: '
Analisis Univariat Analisis univarat untuk mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti, bentuk tergantung jenis data, untuk data kategorik digunakan distribusi frekuensi.25
'
Analisis Bivariat Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dan variabel dependen.25 Untuk mengetahui hal itu uji yang digunakan adalah uji kai kuadrat (chi
!
29! 29
square) dan perhitungan odd ratio (OR) sehingga dapat diketahui ada dan tidak hubungan yang bermakna secara statistik dengan derajat kemaknaan 0,05 atau α = 5 %.23 Adapun rumus dari uji chi square ini adalah:
(O − E )2
X2
=
Df
= (b – 1) (k – 1)
∑
E
Dimana : X2
= Kai Kuadrat/chi square
O (Observed)
= Nilai observasi
E (Expected)
= Nilai harapan
Df
= Degree of Freedom / derajat kebebasan
b
= Jumlah baris
k
= Jumlah kolom. Hasil akhir uji statistik adalah untuk mengetahui apakah
keputusan uji Ho ditolak atau Ho gagal ditolak. Dengan ketentuan apabila p value < α (0,05), Maka Ho ditolak, artinya ada hubungan yang bermakna, jika p value > α, maka Ho gagal ditolak, artinya tidak ada hubungan yang bermakna antar variabel.23 '
Analisis Multivariat Analisis yang berhubungan antara beberapa variabel dengan satu variabel dependen. Analisis multivariat menggunakan regresi logistik berganda untuk mengetahui seberapa besar hubungan keeratan antara variabel independen dengan variabel dependen setelah mengontrol variabel lain yang bermakna. Selain itu regresi logistik berganda ini bertujuan untuk menemukan model regresi yang paling sesuai dengan menggambarkan hubungan antara
!
30! 30
variabel independen dengan variabel dependen yang dikontrol variabel lain.25 Tahap-tahapnya sebagai berikut:25 a. Melakukan seleksi kandidat, dalam tahap ini akan diseleksi variabel independen manakah yang layak masuk model uji multivariat, dimana yang layak adalah yang memiliki signifikansi (sig.) atau p value < 0,25. b. Memasukkan variabel yang layak masuk model dengan memiliki signifikansi < 0,25. c. Selanjutnya adalah memeriksa adanya interaksi variabel ke dalam model lalu lihat hasil signifikansi, dan keluarkan variabel independen dengan angka signifikansi tertinggi. Kemudian ulangi analisis multivariat dan hitung perubahan Odds Ratio (OR). Jika perubahan OR <10% maka variabel independen
dengan
angka
signifikansi
tertinggi
layak
dikeluarkan dari model, dan jika perubahan OR >10% maka variabel independen dengan angka signifikansi tertinggi dimasukkan kembali ke dalam pemodelan. d. Ulangi terus langkah poin c hingga model akhir multivariat. Yang tersisa dalam model berarti terbukti sebagai variabel independen
yang
secara
bermakna
atau
signifikan
mempengaruhi variabel dependen. e. Variabel dengan Odds Ratio terbesar dalam model akhir multivariat
menjadi
variabel
yang
paling
dominan
mempengaruhi variabel dependen. f. Selain cara di atas, dapat digunakan metode lain dalam regresi logistik berganda yaitu metode backward wald dengan presisi hasil yang lebih tinggi.
!
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Hasil Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari masing-masing variabel yang diteliti, meliputi variabel penderita TB paru BTA+, umur, jenis kelamin, status gizi, pekerjaan, penghasilan, pendidikan, imunisasi BCG, merokok, pengetahuan, kepadatan hunian, dan pencahayaan hunian.
Grafik 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur
Grafik 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin
!
31!
!
32! 32
Grafik 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Gizi
Grafik 4.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan
Grafik 4.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Penghasilan
!
33! 33
Grafik 4.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan
Grafik 4.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Imunisasi BCG
Grafik 4.8 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Merokok
!
34! 34
Grafik 4.9 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan
Grafik 4.10 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kepadatan Hunian
Grafik 4.11 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pencahayaan Hunian
!
35! 35
Tabel 4.1 Hasil Analisis Univariat Frekuensi n= 240 120 120
50,0 50,0
Produktif Non produktif
208 32
86,7 13,3
Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
140 100
58,3 41,7
4
Status Gizi
Kurang Cukup
80 160
33,3 66,7
5
Pekerjaan
Tidak bekerja Bekerja
112 128
46,7 53,3
6
Penghasilan
Rendah Cukup
159 81
66,3 33,8
7
Pendidikan
Rendah Tinggi
92 148
38,3 61,7
8
Imunisasi BCG
Ya Tidak
69 171
28,7 71,3
9
Kebiasaan Merokok
Ya Tidak
70 170
29,2 70,8
10
Pengetahuan
Kurang Baik
86 154
35,8 64,2
11
Kepadatan Hunian
Padat Tidak Padat
52 188
21,7 78,3
12
Pencahayaan Hunian
Gelap Terang
33 207
13,8 86,3
No
Variabel
Kategori
1
Penderita TB Paru BTA+
Ya Tidak
2
Umur
3
(%)
Hasil resume analisis univariat didapatkan 120 penderita TB Paru BTA positif (kasus) dan 120 orang tidak menderita TB Paru (kontrol). Diantara sebelas variabel menunjukkan bahwa ada 2 variabel yang homogen yaitu variabel umur dan pencahayaan rumah karena berada di bawah 20% sedangkan variabel lainnya tidak homogen (heterogen).
!
36! 36
4.1.2 Hasil Analisis Bivariat Analisis bivariat yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara variabel terikat yaitu penderita TB Paru BTA+, dengan variabel bebas yaitu variabel umur, jenis kelamin, status gizi, pekerjaan, penghasilan,
pendidikan,
imunisasi
BCG,
kebiasaan
merokok,
pengetahuan, kepadatan hunian, dan pencahayaan hunian. Hasil analisis bivariat akan disajikan dalam beberapa tabel berikut. 4.1.2.1. Hubungan Umur Dengan Penderita TB Paru BTA+ Tabel 4.2 Hubungan Umur Dengan Penderita TB Paru BTA+ di Puskesmas Wilayah Kecamatan Serang Kota Serang Tahun 2014 Umur
Produktif Non produktif Total
TB Paru BTA + Kasus Kontrol n % n % 108 51,9 100 48,1 12 37,5 20 62,5 120 50,0 120 50,0
Total n % 208 32 240
100,0 100,0 100,0
p value
OR (95% CI)
0,092
1,800 (0,8373,871)
Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,092 artinya p > alpha (0,05), sehingga dengan alpha 5% dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan penderita TB paru BTA+. 4.1.2.2. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Penderita TB Paru BTA+ Tabel 4.3 Hubungan Jenis kelamin Dengan Penderita TB Paru BTA+ di Puskesmas Wilayah Kecamatan Serang Kota Serang Tahun 2014 Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan Total
TB Paru BTA + Kasus Kontrol n % n % 76 54,3 64 45,7 44 44,0 56 56,0 120 50,0 120 50,0
n
Total %
140 100 240
100,0 100,0 100,0
p value
OR (95% CI)
0,075
1,511 (0,9022,533)
Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,075 artinya p > alpha (0,05), sehingga dengan alpha 5% dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan penderita TB paru BTA+.
!
37! 37
4.1.2.3 Hubungan Status Gizi Dengan Penderita TB Paru BTA+ Tabel 4.4 Hubungan Status Gizi Dengan Penderita TB Paru BTA+ di Puskesmas Wilayah Kecamatan Serang Kota Serang Tahun 2014 Status Gizi
Kurang Cukup Total
TB Paru BTA + Kasus Kontrol n % n % 52 65,0 28 35,0 68 42,5 92 57,5 120 50,0 120 50,0
n
Total %
80 160 240
100,0 100,0 100,0
p value
OR (95% CI)
0,001
2,513 (1,4414,382)
Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,001 artinya p < alpha (0,05), sehingga dengan alpha 5% dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan penderita TB paru BTA+. Selain itu diperoleh nilai OR= 2,513 (CI= 1,441-4,382), artinya responden yang status gizinya kurang, akan beresiko menderita TB Paru BTA+ sebesar 2,5 kali dibandingkan dengan responden yang status gizinya baik. 4.1.2.4. Hubungan Pekerjaan Dengan Penderita TB Paru BTA+ Tabel 4.5 Hubungan Pekerjaan Dengan Penderita TB Paru BTA+ di Puskesmas Wilayah Kecamatan Serang Kota Serang Tahun 2014 Pekerjaan
Tidak Bekerja Bekerja Total
TB Paru BTA + Kasus Kontrol n % n % 75 67,0 37 33,0 45 35,2 83 64,8 120 50,0 120 50,0
n
Total %
112 128 240
100,0 100,0 100,0
p value
OR (95% CI)
0,000
3,739 (2,1896,386)
Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,000 artinya p < alpha (0,05), sehingga dengan alpha 5% dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan penderita TB paru BTA+. Selain itu diperoleh nilai OR= 3,739 (CI= 2,189-6,386), artinya responden yang tidak bekerja, akan beresiko menderita TB Paru BTA+ sebesar 3,7 kali dibandingkan dengan responden yang bekerja.
!
38! 38
4.1.2.5. Hubungan Penghasilan Dengan Penderita TB Paru BTA+ Tabel 4.6 Hubungan Penghasilan Dengan Penderita TB Paru BTA+ di Puskesmas Wilayah Kecamatan Serang Kota Serang Tahun 2014 Penghasilan
Rendah Cukup Total
TB Paru BTA + Kasus Kontrol n % n % 104 65,4 55 34,6 16 19,8 65 80,2 120 50,0 120 50,0
n
Total %
159 81 240
100,0 100,0 100,0
p value
OR (95% CI)
0,000
7,682 (4,06214,527)
Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,000 artinya p < alpha (0,05), sehingga dengan alpha 5% dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara penghasilan dengan penderita TB paru BTA+. Selain itu diperoleh nilai OR= 7,682 (CI= 4,062-14,527), artinya responden yang penghasilannya rendah, akan beresiko menderita TB Paru BTA+ sebesar 7,6 kali dibandingkan dengan responden yang penghasilannya cukup. 4.1.2.6. Hubungan Pendidikan Dengan Penderita TB Paru BTA + Tabel 4.7 Hubungan Pendidikan Dengan Penderita TB Paru BTA+ di Puskesmas Wilayah Kecamatan Serang Kota Serang Tahun 2014 Pendidikan
Rendah Tinggi Total
TB Paru BTA + Kasus Kontrol n % n % 55 59,8 37 40,2 65 43,9 83 56,1 120 50,0 120 50,0
n
Total %
92 148 240
100,0 100,0 100,
p value
OR (95% CI)
0,012
1,898 (1,1193,219)
Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,012 artinya p < alpha (0,05), sehingga dengan alpha 5% dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan penderita TB paru BTA+. Selain itu diperoleh nilai OR= 1,898 (CI= 1,119-3,219), artinya responden yang pendidikannya rendah, akan beresiko menderita TB Paru BTA+ sebesar 1,8 kali dibandingkan dengan responden yang pendidikannya tinggi.
!
39! 39
4.1.2.7. Hubungan Imunisasi BCG Dengan Penderita TB Paru BTA + Tabel 4.8 Hubungan Imunisasi BCG Dengan Penderita TB Paru BTA+ di Puskesmas Wilayah Kecamatan Serang Kota Serang Tahun 2014 Imunisasi BCG
Tidak Ya Total
TB Paru BTA + Kasus Kontrol n % n % 50 72,5 19 27,5 70 40,9 101 59,1 120 50,0 120 50,0
n
Total %
69 171 240
100,0 100,0 100,0
p value
OR (95% CI)
0,000
3,797 (2,0636,987)
Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,000 artinya p < alpha (0,05), sehingga dengan alpha 5% dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara imunisasi BCG dengan penderita TB paru BTA+. Selain itu diperoleh nilai OR= 3,797 (CI= 2,063-6,987), artinya responden yang tidak diimunisasi BCG, akan beresiko menderita TB Paru BTA+ sebesar 3,7 kali dibandingkan dengan responden yang diimunisasi BCG. 4.1.2.8. Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan Penderita TB Paru BTA+ Tabel 4.9 Hubungan Merokok Dengan Penderita TB Paru BTA+ di Puskesmas Wilayah Kecamatan Serang Kota Serang Tahun 2014 Merokok
Ya Tidak Total
TB Paru BTA + Kasus Kontrol n % n % 39 55,7 31 44,3 81 47,6 89 52,4 120 50,0 120 50,0
Total n % 67 173 240
100,0 100,0 100,0
p value
OR (95% CI)
0,160
1,382 (0,7902.419)
Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,160 artinya p > alpha (0,05), sehingga dengan alpha 5% dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna antara merokok dengan penderita TB paru BTA+. Selain itu diperoleh nilai OR= 1,382 (CI= 0,790-2,419), artinya responden yang merokok, akan beresiko menderita TB Paru BTA+ sebesar 1,3 kali dibandingkan dengan responden yang tidak merokok.
!
40! 40
4.1.2.9. Hubungan Pengetahuan Dengan Penderita TB Paru BTA+ Tabel 4.10 Hubungan Pengetahuan Dengan Penderita TB Paru BTA+ di Puskesmas Wilayah Kecamatan Serang Kota Serang Tahun 2014 Pengetahuan
Kurang Baik Total
TB Paru BTA + Kasus Kontrol n % n % 35 40,7 51 59,3 85 55,2 69 44,8 120 50,0 120 50,0
n
Total %
86 154 00
100,0 100,0 100,
p value
OR (95% CI)
0,022
0,557 (0,3260,951)
Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,022 artinya p < alpha (0,05), sehingga dengan alpha 5% dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara Pengetahuan dengan penderita TB paru BTA+. Selain itu diperoleh nilai OR= 0,557 (CI= 0,326-0,951), artinya responden yang pengetahuannya kurang, akan beresiko menderita TB Paru BTA+ sebesar 0,5 kali dibandingkan dengan responden yang pengetahuannya baik. 4.1.2.10. Hubungan Kepadatan Hunian Dengan Penderita TB Paru BTA+ Tabel 4.11 Hubungan Kepadatan Hunian Dengan Penderita TB Paru BTA+ di WilayahPuskesmas Kecamatan Serang Kota Serang Tahun 2014 Kepadatan Hunian Padat Tidak Padat Total
TB Paru BTA + Kasus Kontrol n % n % 24 46,2 28 53,8 96 51,1 92 48,9 120 50,0 120 50,0
Total n % 52 188 240
100,0 100,0 100,0
p value
OR (95% CI)
0,319
0,821 (0,4441,521)
Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,638 artinya p > alpha (0,05), sehingga dengan alpha 5% dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna antara kepadatan hunian dengan penderita TB paru BTA+.
!
41! 41
4.1.2.11. Hubungan Pencahayaan Hunian Dengan Penderita TB Paru BTA+ Tabel 4.12 Hubungan Pencahayaan Hunian Dengan Penderita TB Paru BTA+ di Puskesmas Wilayah Kecamatan Serang Kota Serang Tahun 2014 Pencahayaan Hunian Gelap Terang Total
TB Paru BTA + Kasus Kontrol n % n % 25 75,8 8 24,2 95 45,9 112 54,1 120 50,0 120 50,0
n
Total %
33 207 240
100,0 100,0 100,0
p value
OR (95% CI)
0,001
3,684 (1,5888,549)
Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,003 artinya p < alpha (0,05), sehingga dengan alpha 5% dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara pencahayaan hunian dengan penderita TB paru BTA+. Selain itu diperoleh nilai OR= 3,684 (CI= 1,588-8,549), artinya responden yang pencahayaan huniannya gelap, akan beresiko menderita TB Paru BTA+ sebesar 3,6 kali dibandingkan dengan responden yang pencahayaan huniannya terang.
!
42! 42
4.1.2.12. Resume Hasil Analisis Bivariat Tabel 4.13 Resume Analisis Bivariat No 1
Umur
Variabel
P value 0,183
OR 1,800
2
Jenis Kelamin
0,075
1,511
3
Status Gizi
0,001
2,513
4
Pekerjaan
0,000
3,739
5
Penghasilan
0,000
7,682
6
Pendidikan
0,012
1,898
7
Imunisasi BCG
0,000
3,797
8
Merokok
0,160
1,382
9
Pengetahuan
0,022
0,557
10
Kepadatan Hunian
0,319
0,821
11
Pencahayaan Hunian
0,001
3,684
Kesimpulan Tidak ada hubungan bermakna Tidak ada hubungan bermakna Ada hubungan bermakna Ada hubungan bermakna Ada hubungan bermakna Ada hubungan bermakna Ada hubungan bermakna Tidak ada hubungan bermakna Ada hubungan bermakna Tidak ada hubungan bermakna Ada hubungan bermakna
Dari sebelas variabel yang diteliti, ada sembilan faktor yang memiliki resiko secara statistik dengan kejadian TB Paru BTA+ di kota Serang yaitu status gizi, pekerjaan, penghasilan, pendidikan, imunisasi BCG, Merokok, pengetahuan, dan pencahayaan hunian. Dan ada empat faktor yang tidak memiliki hubungan bermakna yaitu umur, jenis kelamin, merokok, dan kepadatan hunian. Nilai crude OR yang diperoleh dari hasil analisis bivariat tidaklah murni sebagai faktor resiko, namun masih ada pengaruh dari variabel confounding, sehingga dilanjutkan ke dalam analisis multivariat.
!
43! 43
4.1.3. Hasil Analisis Multivariat Setelah dilakukan analisis bivariat, selanjutnya dilakukan analisis multivariat yang bertujuan untuk mengetahui hubungan variabel independen yang paling dominan dengan variabel dependen. Tabel 4.14 Hasil Seleksi Kandidat Pemodelan Analisis Regresi Logistik No
Subvariabel
P value
Keterangan
1
Umur
0,187
Kandidat
2
Jenis Kelamin
0,075
Kandidat
3
Status Gizi
0,001
Kandidat
4
Pekerjaan
0,000
Kandidat
5
Penghasilan
0,000
Kandidat
6
Pendidikan
0,012
Kandidat
7
Imunisasi BCG
0,000
Kandidat
8
Merokok
0,160
Kandidat
9
Pengetahuan
0,029
Kandidat
10
Kepadatan Hunian
0,319
Bukan kandidat
11
Pencahayaan Hunian
0,001
Kandidat
Setelah diseleksi, ada 10 variabel yang merupakan kandidat dan masuk ke dalam pemodelan. Ada 1 variabel dengan P value lebih dari 0,25 yaitu variabel kepadatan hunian (p = 0,319), maka variabel kepadatan hunian keluar dari pemodelan. Selanjutnya dilakukan uji regresi logistik berganda dengan metode Backward Wald, maka menghasilkan data dalam tabel berikut:
!
44! 44
Tabel 4.15 Hasil Analisis Multivariat
Step 1
Step 2
Step 3
Step 4
Step 5
Step 6
umur jenis kelamin status gizi pekerjaan penghasilan pendidikan imunisasi BCG merokok pengetahuan pencahayaan Constant umur jenis kelamin statusgizi pekerjaan penghasilan pendidikan imunisasi BCG pengetahuan pencahayaan Constant umur jenis kelamin statusgizi pekerjaan penghasilan pendidikan imunisasi BCG pengetahuan Constant umur jenis kelamin status gizi pekerjaan penghasilan pendidikan imunisasi Constant umur jenis kelamin pekerjaan penghasilan pendidikan imunisasi BCG Constant jenis kelamin pekerjaan penghasilan pendidikan imunisasi BCG Constant
Sig. .076 .002 .122 .004 .000 .080 .011 .605 .217 .443 .000 .076 .001 .139 .004 .000 .074 .009 .219 .436 .000 .063 .000 .126 .005 .000 .063 .006 .232 .000 .063 .000 .121 .002 .000 .060 .005 .000 .104 .000 .001 .000 .056 .002 .000 .000 .001 .000 .102 .004 .000
!
Exp(B) 2.655 3.970 1.763 3.054 5.927 1.831 2.678 1.230 .657 1.466 .031 2.673 4.285 1.703 2.998 5.995 1.851 2.714 .657 1.476 .035 2.772 4.487 1.732 2.965 6.365 1.894 2.844 .665 .044 2.794 4.946 1.740 3.198 6.130 1.899 2.878 .031 2.355 4.969 3.452 6.231 1.915 3.185 .040 5.534 3.507 6.268 1.718 2.827 .049
95% C.I.for EXP(B) Lower Upper .903 7.810 1.669 9.442 .859 3.619 1.433 6.508 2.736 12.839 .930 3.603 1.257 5.706 .561 2.696 .337 1.280 .552 3.892 .904 1.886 .841 1.410 2.767 .942 1.278 .336 .554
7.906 9.732 3.448 6.376 12.987 3.638 5.761 1.283 3.934
.946 1.991 .858 1.396 2.968 .966 1.355 .340
8.124 10.112 3.498 6.298 13.650 3.712 5.970 1.298
.948 2.231 .864 1.531 2.885 .974 1.375
8.239 10.968 3.505 6.679 13.025 3.703 6.024
.839 2.251 1.661 2.946 .984 1.538
6.611 10.971 7.173 13.179 3.728 6.596
2.521 1.683 2.982 .898 1.402
12.149 7.310 13.173 3.286 5.702
45! 45
Step 7
Jeniskelamin Pekerjaan penghasilan Imunisasi BCG Constant
.000 .001 .000 .002 .000
4.772 3.272 6.575 3.041 .069
2.260 1.594 3.141 1.516
10.076 6.717 13.764 6.100
Pada Tabel 4.15 hasil dari analisis multivariat menunjukkan bahwa ada 4 variabel yang berperan bersama-sama sebagai faktor risiko terhadap kejadian TB Paru BTA+ di puskesmas wilayah Kecamatan Serang Kota Serang, variabel tersebut dari yang memiliki OR terbesar adalah penghasilan rendah meningkatkan risiko 6,5 kali lebih besar daripada penghasilan tinggi (CI: 3,141-13,764) yang berarti responden dengan penghasilan rendah adalah faktor resiko yang paling dominan terhadap kejadian TB Paru BTA+ di Kota Serang tahun 2014, belum diimunisasi BCG berisiko juga meningkatkan kejadian tuberkulosis paru 3 kali lebih besar daripada responden dengan yang sudah diimunisasi BCG (95%CI: 1,516-6,100), berjenis kelamin laki-laki meningkatkan risiko 4,7 kali lebih besar terhadap terjadinya tuberkulosis paru daripada perempuan (95%CI: 2,260-10,076), dan terakhir responden yang tidak bekerja meningkatkan risiko 3,2 kali lebih besar daripada yang bekerja (95%CI: 1.594-6717).
!
46! 46
4.2 Pembahasan 4.2.1. Kualitas dan Akurasi Data Kualitas data ditemukan oleh relevansi data, validitas data, ketepatan waktu datangnya data, dan kelengkapan data. Sedangkan akurasi data mencakup relevansi data, validitas data dan reliabilitas data. Validitas data terdiri atas validitas eksternal dan internal. Validitas eksternal menunjukkan seberapa besar jauh informasi dari sampel penelitian dapat digeneralisasikan kepada populasi darimana sampel berasal, atau dapat digeneralisasikan ke populasi yang lebih luas. Validitas internal adalah data sampel yang diteliti, atau dalam populasi seluruhnya diteliti. Validitas internal ini akan meningkat apabila kesalahan random dan bias (kesalahan sistematis) dapat dikurangi. Dalam penelitian ini validitas eksternal tak terjamin karena digunakan desain kasus kontrol.24 a. Kesalahan Random Untuk mengurangi kesalahan random, dapat dilihat dengan sistematis presisi yang diekspresikan ke dalam interval kepercayaan (Confidence Interval/CI). Semakin sempit CI maka semakin tinggi ketelitian. Untuk meningkatkan ketepatan data dapat dilakukan dengan memperbesar ukuran sampel.24 Dalam penelitian ini kesalahan random dengan α= 5%. b. Kesalahan Sistematis Kesalahan sistematis disebut bias, yang terdiri dari bias seleksi, bias informasi, dan bias pengacau (counfounding bias).24 $
Bias Seleksi Dalam penelitian ini bias seleksi dapat dihindari, mengingat data kasus dan kontrol diperoleh melalui bantuan petugas TB di puskesmas.
$
Bias Informasi Bias informasi dapat terjadi karena perbedaan sistemik dalam mutu dan cara pengumpulan data. Keterbatasan kemampuan responden untuk mengemukakan pendapat adanya faktor subjektif dan kejujuran responden yang sulit dikendalikan misalnya
!
47! 47
pencahayaan hunian, tentunya ini akan mempengaruhi data yang dihasilkan. Selain itu pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner diajukan
setelah
responden
kasus
mendapatkan
penyuluhan
mengenai penyakit TB Paru, sehingga jawaban responden dapat berubah dari saat sebelum sakit. $
Bias Pengacau Bias pengacau atau counfounding bias dapat terjadi jika dalam suatu analisis terdapat variabel counfounding. Sulitnya menentukan variabel counfounding karena variabel tersebut juga merupakan faktor resiko (variabel independen) yang berhubungan dengan variabel dependen, namun juga berhubungan dengan faktor risiko lainnya.24 Kemungkinan adanya counfounding bias pada penelitian ini dapat disingkirkan karena berdasarkan hasil analisis bivariat dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen dilanjutkan dengan analisis multivariat. Analisis multivariat akan menghilangkan pengaruh dari variabel counfounding.
4.2.2. Faktor Resiko Kejadian TB Paru Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa dari sebelas variabel bebas yang bermakna terhadap kejadian TB paru BTA+, dengan nilai p <0,05 adalah variabel status gizi, pekerjaan, penghasilan, pendidikan, imunisasi BCG, merokok, pengetahuan, dan pencahayaan hunian. Setelah dilakukan analisis
multivariat
diperoleh
variabel
yang
secara
bersama-sama
berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis paru yaitu variabel penghasilan, status imunisasi BCG, jenis kelamin, dan pekerjaan.
!
48! 48
4.2.3. Variabel Independen Yang Dominan Berpengaruh Dengan Kejadian TB Paru BTA+ di Puskesmas Wilayah Kecamatan Serang Kota Serang Tahun 2014 4.2.3.1 Penghasilan Hasil analisis multivariat penghasilan dengan TB Paru BTA+ diperoleh nilai OR= 6,575 (CI: 3,141-13,764), artinya bahwa penghasilan rendah akan berpeluang terhadap peningkatan kejadian penyakit TB Paru BTA+ sebesar 6,5 kali dibanding dengan yang berpenghasilan tinggi. Dikaitkan dengan kemiskinan yang berhubungan erat dengan penghasilan. Masyarakat yang berpenghasilan rendah, biasanya memiliki tingkat ekonomi yang rendah pula. Pendapatan akan banyak berpengaruh terhadap perilaku menjaga kesehatan individu dan dalam menjaga keluarga. Hal ini disebabkan pendapatan mempengaruhi pendidikan dan pengetahuan seseorang dalam mencari asupan makanan, pengobatan, mempengaruhi lingkungan tempat tinggal seperti keadaan rumah dan kondisinya.15 Kejadian TB Paru terkait erat dengan sosial ekonomi seseorang, yang dapat diketahui salah satunya dari penghasilan keluarga. Keluarga yang penghasilannya mencukupi atau ekonominya menengah keatas, relatif memiliki perilaku yang lebih baik dalam menjaga kesehatan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rosmaniar yang juga membuktikan terdapat hubungan erat antara penghasilan keluarga dengan kejadian TB Paru BTA+. Masyarakat yang berpenghasilan rendah lebih beresiko terhadap peningkatan kejadian TB Paru dibanding yang berpenghasilan tinggi. 4.2.3.2. Status Imunisasi Hasil analisis multivariat imunisasi BCG diperoleh nilai OR= 3,041 (CI: 1,516-6,100), artinya responden yang belum diimunisasi BCG akan beresiko terkena TB Paru BTA+ sebesar 3 kali dibanding responden yang sudah diimunisasi BCG.
!
49! 49
Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian WHO yang menunjukkan bahwa efek pencegahan BCG bervariasi antara 0%80%.27 Hasil ini juga sejalan dengan teori yang mengemukakan bahwa vaksin BCG dikembangkan untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit TB Paru yang sangat berbahaya dan mematikan namun daya vaksin BCG terhadap tuberkulosis tidak tetap.8 4.2.3.3. Jenis Kelamin Hasil analisis multivariat jenis kelamin diperoleh nilai OR= 4,772 (CI: 2,260-10,076), artinya responden laki-laki akan beresiko terkena TB Paru sebesar 3,8 kali dibanding responden perempuan. Tingginya kasus TB Paru terhadap laki-laki antara lain disebabkan juga oleh kebiasaan merokok yang banyak dilakukan oleh laki-laki, rokok yang dihisap oleh seseoran mengandung racun yang dapat merusak kesehatan sehingga mudah terinfeksi berbagai penyakit diantaranya bakteri tuberkulosis.22 Penelitian ini sejalan dengan penelitian WHO yang menyatakan bahwa TB paru lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding perempuan. Selain itu menurut Buksin dalam Toyalis, juga mengemukakan bahwa faktor resiko tuberkulosis orang dewasa laki-laki lebih 1,9 kali dibandingkan perempuan. 4.2.3.4. Pekerjaan Hasil analisis multivariat diperoleh nilai OR= 3,272 (CI: 1,5946,717), artinya responden yang tidak bekerja berpeluang terhadap peningkatan kejadian penyakit TB Paru BTA+ sebesar 3,2 kali dibanding responden yang bekerja. Jenis pekerjaan ada kaitannya dengan sosial ekonomi karena berhubungan dengan penghasilan yang didapat. Penderita TB Paru yang bekerja dan memiliki sosial ekonomi yang baik akan berupaya untuk segera mencari pengobatan
dan asupan gizi yang baik, sebaliknya
seseorang dengan ekonomi bawah cenderung kesulitan untuk mendapatkan pengobatan dan asupan gizi yang kurang.15 Hal ini dibuktikan dalam uji regresi logistik berganda bahwa ada hubungan
!
50! 50
bermakna antara pekerjaan dan penghasilan (p= 0,000 dan OR= 17,558 ). Hal ini sejalan dengan penelitian Cahdiah dan Toyalis yang menyatakan bahwa sebagian besar penderita TB Paru adalah tidak bekerja (59%).27 4.2.4. Variabel Independen Yang Tidak Dominan Berpengaruh Dengan Peningkatan Kejadian TB Paru BTA+ di Puskesmas Wilayah Kecamatan Serang Kota Serang Tahun 2014 4.2.4.1. Status Gizi Hasil analisis bivariat diperoleh nilai p= 0,001 artinya p < alpha (0,05), dan OR= 2,513 (CI= 1,441-4,382), artinya responden yang status gizinya kurang ada hubungan bermakna dengan TB Paru BTA+, dan beresiko menderita TB Paru sebesar 2,5 kali dibandingkan dengan responden yang status gizinya baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Misnardiarly dalam Toyalis, bahwa faktor kurang gizi akan meningkatkan angka kesakitan/ kejadian TB Paru, terutama TB Paru saat pertama sakit. Masyarakat yang mempunyai gizi kurang lebih beresiko terhadap peningkatan kejadian TB Paru dibandingkan dengan yang mempunyai gizi baik.27 Secara umum kekurangan gizi akan berpengaruh terhadap kekuatan, daya tahan, dan respon imun tubuh terhadap serangan penyakit. Faktor ini sangat penting pada masyarakat, baik pada dewasa maupun pada anak. Hasil penelitian ini kurang sejalan dengan dan penelitian sebelumnya karena bukan faktor risiko dominan terhadap angka kejadian TB Paru BTA+ di Kota Serang, untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan desain yang berbeda. 4.2.4.2. Pencahayaan Hunian Hasil analisis bivariat diperoleh nilai p = 0,001 dan OR = 3,684 (CI = 1,588-8,549), artinya responden yang pencahayaan huniannya gelap, akan beresiko menderita TB Paru BTA+ sebesar 3,6 kali
!
51! 51
dibandingkan dengan responden yang pencahayaan huniannya terang. Ada hubungan bermakna antara pencahayaan hunian yang gelap dengan TB Paru BTA+. Pencahayaan hunian merupakan intensitas masuknya sinar matahari ke dalam rumah. Pengukuran sinar matahari menggunakan alat lux meter, yang diukur di tengah-tengah ruangan, pada tempat setinggi <84 cm dari lantai, dengan ketentuan tidak memenuhi syarat kesehatan bila <50 lux atau >300 lux, dan memenuhi syarat kesehatan bila pencahayaan rumah antara 50-300 lux. Cahaya matahari mempunyai sifat membunuh bakteri, terutama kuman Mikobakterium tuberkulosis.8 Rumah yang tidak masuk sinar matahari mempunyai resiko menderita TB Paru sebesar 3-7 kali dibandingkan dengan rumah yang dimasuki sinar matahari cukup. Hasil penelitian ini kurang sejalan dengan dan penelitian sebelumnya karena bukan faktor resiko dominan terhadap angka kejadian TB Paru BTA+ di Kota Serang, untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan desain yang berbeda dan metode mengambilan data menggunakan lux meter supaya hasilnya lebih presisi. 4.2.4.3. Pendidikan Hasil analisis bivariat diperoleh nilai p= 0,012 yang berarti ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan penderita TB paru BTA+. Selain itu diperoleh nilai OR= 1,898 (CI= 1,119-3,219), artinya responden yang pendidikannya rendah, akan beresiko menderita TB Paru BTA+ sebesar 1,8 kali dibandingkan dengan responden yang pendidikannya tinggi. Pendidikan menggambarkan perilaku seseorang dalam hal kesehatan. Semakin rendah pendidikannya maka ilmu pengetahuan dibidang kesehatan semakin berkurang,15 baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi lingkungan fisik, biologis dan sosial yang merugikan kesehatan dan akhirnya mempengaruhi tingginya kasus TB yang ada1 dan keteraturan minum obat.16
!
52! 52
Hasil penelitian ini diperoleh bahwa pendidikan rendah bukan merupakan faktor resiko dominan terhadap angka kejadian TB Paru BTA+ di Kota Serang dan tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan desain yang berbeda. 5.2.4.4. Pengetahuan Hasil analisis bivariat diperoleh nilai p= 0,022 ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan penderita TB paru BTA+. Selain itu diperoleh nilai OR= 0,557 (CI= 0,326-0,951), artinya responden yang pengetahuannya kurang, akan beresiko menderita TB Paru BTA+ sebesar setengah kali dibandingkan dengan responden yang pengetahuannya baik. Angka ini menggambarkan bahwa responden sebagai kasus memiliki pengetahuan tentang TB yang lebih baik (40,7%) dibanding pasien umum (non TB). Pengetahuan sebagai modal dasar
bagi seseorang untuk
berprilaku. Masyarakat yang memiliki pemahaman baik tentang penyakit TB, maka hal tersebut akan menjadi acuan baginya untuk berupaya mencegah penyakit tersebut, karena sudah memahami bahaya serta penularan penyakit TB Paru. Hasil penelitian tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan desain yang berbeda. 4.2.4.5. Umur Hasil analisis bivariat diperoleh nilai p= 0,183 yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan penderita TB paru BTA+. Dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua kategori umur produktif dan non produktif. Dari penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan ada homogenitas pada variabel ini. Hal ini tidak sejalan dengan teori dan penelitian sebelumnya karena jumlah pasien umum dan pasien TB BTA+ di puskesmas Kota
!
53! 53
Serang tahun 2014 rata-rata berumur produktif. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan desain yang berbeda. 4.2.4.6. Kepadatan Hunian Hasil analisis bivariat diperoleh nilai p= 0,319 artinya p > alpha (0,05), sehingga dengan alpha 5% dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna antara kepadatan hunian dengan penderita TB paru BTA+. Menurut Keputusan Menteri tentang Pemukiman dan Prasarana disebutkan bahwa kebutuhan ruang perorang dihitung berdasarkan aktivitas dasar manusia di dalam rumah. Dari hasil kajian, kebutuhan ruang per orang adalah 9 m2 dengan perhitungan ketinggian rata-rata langit-langit adalah 2,80 m. Untuk kamar tidur diperlukan minimum 2 orang. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni >2 orang, kecuali untuk suami istri dan anak dibawah dua tahun.28 Kuman TB menular melalui droplet nuclei yang dibatukkan atau dibersinkan seseorang penderita kepada orang lain, dan dapat menularkan pada 10-15 orang disekitarnya, terutama anak-anak.8 Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan Rusnoto menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kepadatan rumah dengan kejadian tuberkulosis paru (OR=5,983). Hasil analisis multivariat kepadatan hunian merupakan variabel counfounding, sehingga perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam. 4.2.4.7. Merokok Hasil analisis bivariat diperoleh nilai p= 0,160, artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara merokok dengan penderita TB paru BTA+. Didapatkan OR= 1,382 (CI: 0,790-2,419), artinya merokok meningkatkan resiko terkena TB Paru BTA+ sebesar 1,3 kali dibanding responden yang tidak merokok. Merokok berarti menghisap racun yang dapat merusak kesehatan sehingga mudah terinfeksi berbagai penyakit diantaranya bakteri tuberkulosis.22
!
54! 54
Merokok merupakan penyebab utama penyakit paru-paru yang bersifat kronis dan obstruktif, misalnya bronkitis dan emfisema. Merokok juga terkait dengan influenza dan radang paru-paru lainnya. Pada penderita asma, merokok akan memperparah gejala asma sebab asap rokok akan lebih menyempitkan saluran pernafasan. Efek merugikan tersebut mencakup meningkatnya kerentanan terhadap batuk kronis, produksi dahak dan serak.37 Hal ini dapat memperparah kondisi infeksi bakteri tuberkulosis. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Sarwani yang menyatakan bahwa kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terkena TB paru sebanyak 2,2 kali.21 Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan desain yang berbeda. 4.3. Aspek Keislaman Setelah mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian TB Paru BTA+ yaitu diantaranya penghasilan, pekerjaan, imunisasi dan sebagainya, dapat dikaitkan dengan bagaimana ajaran agama Islam menjelaskan mengenai faktor-faktor tadi. Syariat Islam sangat menganjurkan kaum muslim untuk bekerja dan mendapatkan penghasilan yang halal yang bermanfaat bagi kehidupan, seperti membeli makanan yang halal dan baik sehingga tubuh kita menjadi sehat dan kuat, dengan tetap menekankan kewajiban untuk selalu bertawakal dan meminta pertolongan Allah SWT, sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Al-Quran surat Al-Jumu'ah ayat 10,
"Apabila telah ditunaikan sholat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi (untuk mencari rezeki dan usaha yang halal) dan carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung". (QS. AlJumu'ah:10)
!
55! 55
Kaidah fiqhiyah menyatakan bahwa lebih baik mencegah terjadinya hal-hal yang buruk daripada membiarkan hal buruk terjadi kemudian mencari solusinya, atau dalam kiasannya "lebih baik mencegah daripada mengobati". Dalam hal ini imunisasi BCG adalah salah satu cara tenaga kesehatan untuk mencegah penyebaran TB Paru dengan memberikan kekebalan pada tubuh yang diimunisasi. Walaupun ada perbedaan pendapat antara golongan Islam itu sendiri mengenai vaksin, namun banyak golongan mendukung program imunisasi dari pemerintah Indonesia. Sudah menjadi aqidah ahlus sunnah wal jamaah bahwa wajib hukumnya menaati pemerintah, dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 59 Allah berfirman,
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya, dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikankah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (QS. An-Nisa:59) Rasulullah menganjurkan kita untuk selalu menjaga kesehatan sebagaimana dalam hadist yang diriwayatkan Al-Hakim mengenai anjuran menjaga 5 perkara, sebelum datang 5 perkara yang lain, yaitu anjuran untuk "Menjaga masa sehatmu sebelum masa sakitmu", hal ini anjuran untuk waspada pada segala kemungkinan yang di luar prediksi manusia, seperti halnya sakit. Untuk menjaga kesehatan, Allah SWT memerintahkan manusia untuk memakan makanan yang halal, baik, bergizi dan dalam jumlah yang cukup dan seimbang, sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran surat AlBaqarah ayat 172,
!
56! 56
"Hai orang-orang yang beriman, makanlah dari benda-benda yang baik (yang halal) yang Kami berikan kepadamu, dan bersyukurlah kepada Allah, jika betul kamu beribadah kepadaNya". (QS. Al-Baqarah:172) Dalam Islam, segala sesuatu yang memiliki mudarat lebih banyak daripada manfaatnya, sebaiknya dianjurkan untuk ditinggalkan, salah satunya kebiasaan merokok. Merokok selain mengganggu kesehatan diri sendiri, tetapi juga dapat mengganggu kesehatan orang lain. Allah SWT berfirman,
"Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan diri sendiri kedalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik". (QS. Al-Baqarah:195) Mengenai
pendidikan
dan
pengetahuan,
Rasulullah
SAW
menyampaikan tentang kewajiban menuntut ilmu,
bahwa "menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim" (HR. Ibnu Abdul Barr). Dalil ini menjelaskan bahwa setiap muslim wajib mencari ilmu, misalnya dengan cara menempuh pendidikan setinggi-tingginya. Kita juga sering mendengar syair dalam Islam,
yang artinya "tuntutlah ilmu dari buayan hingga ke liang lahat", merupakan kalimat yang mendorong kita untuk selalu menambah pengetahuan sepanjang hidup dalam segala bidang, diantaranya bidang kesehatan. Mengenai hal ini, Islam juga mewajibkan setiap muslim untuk memiliki ilmu pengetahuan untuk menjalani kehidupan sebagaimana perintah Rasulullah SAW dalam hadist yang diriwayatkan Turmudzi dengan sabdanya
!
57! 57
"Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia, maka wajib baginya menuntut ilmu, dan barang siapa yang menghendaki kehidupan akhirat, maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa menghendaki keduanya maka wajib baginya memiliki ilmu". (HR. Turmudzi)
!
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Pengaruh umur, jenis kelamin, status gizi, pekerjaan, penghasilan, pendidikan, imunisasi BCG, merokok, pengetahuan, kepadatan hunian, dan pencahayaan hunian dengan kejadian TB Paru BTA+ di Puskesmas wilayah Kecamatan Serang Kota Serang tahun 2014 adalah sebagai berikut: a. Umur produktif kurang beresiko terhadap peningkatan angka kejadian penyakit TB Paru BTA+ dibandingkan dengan yang berumur non produktif. b. Jenis kelamin laki-laki lebih beresiko terhadap peningkatan angka kejadian penyakit TB Paru BTA+ dibandingkan dengan yang berjenis kelamin perempuan. c. Kurang gizi kurang beresiko terhadap peningkatan angka kejadian penyakit TB Paru BTA+ dibandingkan dengan yang mempunyai gizi cukup. d. Tidak bekerja lebih beresiko terhadap peningkatan angka kejadian penyakit TB Paru BTA+ dibandingkan dengan yang bekerja. e. Berpenghasilan kurang lebih beresiko terhadap peningkatan angka kejadian
penyakit
TB
Paru
BTA+
dibandingkan
dengan
yang
berpenghasilan cukup. f. Berpendidikan rendah kurang beresiko terhadap peningkatan angka kejadian
penyakit
TB
Paru
BTA+
dibandingkan
dengan
yang
berpendidikan tinggi. g. Tidak diimunisasi BCG lebih beresiko terhadap peningkatan angka kejadian penyakit TB Paru BTA+ dibandingkan dengan yang diimunisasi BCG. h. Merokok kurang beresiko terhadap peningkatan angka kejadian penyakit TB Paru BTA+ dibandingkan dengan yang tidak merokok.
!
58!
!
59! 59
i. Berpengetahuan buruk kurang beresiko terhadap peningkatan angka kejadian
penyakit
TB
Paru
BTA+
dibandingkan
dengan
yang
berpengetahuan baik. j. Tinggal di hunian yang padat penghuni kurang beresiko terhadap peningkatan angka kejadian penyakit TB Paru BTA+ dibandingkan dengan yang tidak tinggal di hunian yang padat penghuni. k. Tidak tinggal di hunian dengan pencahayaan matahari yang baik kurang beresiko terhadap peningkatan angka kejadian penyakit TB Paru BTA+ dibandingkan dengan yang tinggal di hunian dengan pencahayaan matahari yang baik. Kesimpulannya, dari sebelas faktor yang diteliti, ada 4 faktor yang mempengaruhi kejadian TB Paru BTA+ di Puskesmas wilayah Kecamatan Serang Kota Serang Tahun 2014 yaitu penghasilan, jenis kelamin, pekerjaan, dan imunisasi BCG. 5.2. Saran a. Meningkatkan penghasilan keluarga, dengan menambah atau mencari pekerjaan baru. b. Memberikan imunisasi BCG sedini mungkin. c. Bagi yang berjenis kelamin laki-laki diharapkan untuk lebih waspada terhadap penularan penyakit TB Paru dan menjaga kesehatan. d. Makan makanan yang mengandung gizi yang cukup dan seimbang setiap hari. e. Menjaga kebersihan rumah, membuat jendela rumah yang memungkinkan sinar matahari masuk ke dalam rumah. f. Menambah wawasan tentang penyakit TB Paru dengan cara membaca dari media cetak maupun elektronik dan atau menghadiri penyuluhan TB Paru. g. Variabel yang tidak behubungan dengan kejadian TB Paru seperti status gizi, pencahayaan hunian, pendidikan, pengetahuan, umur, dan kepadatan hunian, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan desain/rancangan penelitian yang berbeda seperti kohort, atau metode yang sama tetapi lebih mendalam.
!
60! 60
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI, Ditjen PP dan PL. Laporan Hasil Survei Hasil Implementasi Program Nasional Penanggulangan TB di Daerah ICDC; 2004 2. Depkes RI, Ditjen PP dan PL. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis dan Standar Internasional Untuk Pelayanan Tuberkulosis; 2008 3. Depkes RI, Ditjen PP dan PL. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014; 2010 4. KEMENKES RI. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 364/Menkes/Sk/V/2009 Tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (TB); 2010 5. Depkes RI, Ditjen PP dan PL. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis; 2007 6. Dinas Kesehatan Kota Serang. Hasil Kegiatan Penemuan TB Paru TW 1 sd TW 4 di Kota Serang tahun 2013; 2014 7. Sudoyo, W, Aru; Setiyohadi, Bambang; Alwi, Idrus dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2009 8. Depkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta: Depkes; 2002 9. Arif, Mansjoer, dkk. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta: Medica Aesculpalus FKUI; 2000 10. Depkes RI. Penanggulangan TB, edisi 2, cetakan pertama. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2006 11. Manalu, P, Sahat. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian TB Paru dan Upaya Penanggulangannya. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 9 No. 4, 2010: 1340-1346 12. Bustan, M.N. dan Arsunan. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: PT Rineka Cipta; 2002 13. Musadad, Anwar. Penelitian Hubungan Faktor Lingkungan Rumah dengan Kejadian TB Paru Kontak Serumah Tahun 2002. Jakarta: Jurnal Kesehatan Vol. 5 No. 3; 2002: 486-496
!
61! 61
14. Rosmaniar. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Puskesmas Kecamatan Bekasi Utara Tahun 2009. Jakarta: Perpustakaan Universitas Respati Indonesia; 2009 15. Crofton, Jhon, et al. Clinical Tuberculosis. Hongkong: McMillan Education, Ltd; 1992 16. Wirdani. Hubungan Keberadaan PMO dengan Keteraturan Minum Obat Penderita TB di Kab. Pandeglang. Depok: Tesis Program Pasca Sarjana FKM UI; 2000 17. Notoatmodjo, S. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta: Rineka Cipta; 2003 18. Cahdiah, Dedeh. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Status BTA Penderita TB Paru di Puskesmas Kembangan Jakarta Barat Tahun 2004. Jakarta: Dalam Skripsi FKM UHAMKA; 2005 19. Ratnawati, Priyanti ZS. Tuberkulosis Paru pada Orang Tua. Jakarta: Jurnal Respirologi Indonesia vol. 20, no. 1; 2000 : 38-45 20. Aditama, T. Yoga. Tuberkulosis: Diagnosis, Terapi dan Masalahnya Edisi IV. Jakarta: Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia; 2002 21. Sarwani, Dwi; Nurlaela Sri. Merokok dan Tuberkulosis Paru, studi kasus di RS Margono Soekarjo Purwokerto. FKM UNSOED; 2012 22. WHO. Gender and Tuberculosis on Gender on Health; 2002 23. Dahlan, M. Sopiyudin. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan/M. Sopiyudin Dahlan. Jakarta: Salemba Medika; 2010 24. Lapau, Bukhori. Metode Penelitian Kesehatan, Metode Ilmiah Penulisan Skripsi, Tesis, dan disertasi. Jakarta: Buku Obor; 2009 25. Hastono, P, Sutanto. Analisis Data Kesehatan. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat; 2007 26. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2014, Tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Yang Mencapai Batas Usia Pensiun Bagi Pejabat Fungsional.
!
62! 62
27. Toyalis. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Penyakit TB Paru Di Provinsi Banten 2009-2010. Perpustakaan FKM Universitas Respati Indonesia; 2010 28. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Kepmenkes RI) No.829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Pemukiman dan Prasarana. 29. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2008 Tentang Wajib Belajar. 30. Surat Keputusan Gubernur Banten No. 151/kep.582-huk/2013 Tentang Penetapan Upah Minimun Kabupaten/Kota se-Provinsi Banten Tahun 2014. 31. Surat Keputusan Gubernur Banten No. 561/kep.904-huk/2012 Tentang Penetapan Upah Minimun Provinsi Banten Tahun 2013. 32. NIH, NHLBI. The Practice Guide: Identification, Evaluation, and Treatment of Overweight and Obesity in Adult. Bethesda: National Institute of Health. 2000, NIH Publication. 33. Solberg, I, Leif et al. Smoking and Cessation Behaviour Among Young Adults
of
Various
Educational
Backgrounds.
2007
diunduh
dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1931464/ 34. Setiarini I. Penggunaan Vaksin BCG Untuk Pencegahan Tuberkulosis. 2010 diunduh dari http:/lyosefw.wordpress.com/2008/01/02 /penggunaanvaksinasibcg-untuk-pencegahan-tuberculosis/. Diakses pada tanggal 2 Agustus 2014 35. Luetkemeyer Annie. Tuberculosis and HIV. University of California, San Francisco; 2013 diunduh dari http://hivinsite.ucsf.edu/InSite?page=kb-05-0106 36. Lennihan dan Fletter. Health and Environment.San Fransisco: Academic Press Penyakit Tuberkulosis. pusat informasi penyakit infeksi; 1989 37. Wijaya, Ari, Agung. Merokok dan Tuberkulosis, Jurnal Tuberkulosis Indonesia, PPTI; 2012 38. Rusnoto; Pasihan, R; Udino, A. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Pada Usia Dewasa (Studi Kasus di Balai Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Paru Pati. Semarang: Universitas Diponogoro, 2005
!
63! 63
39. Coker, R.; Reader; et al. Risk factors for pulmonary tuberculosis in Russia: case-control study. BMJ, 2005 diunduh dari http:// www. bmj. com/ content/332/7533/85. 40. Mahpudin, A.H. Hubungan faktor Lingkungan Fisik Rumah, Sosial Ekonomi Dan Respon Biologis Terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru BTA Positif Pada Penduduk Dewasa di Indonesia (analisis data SPTBC Susenas 2004) (tesis). Jakarta: UI; 2006 41. Nhlema, B et al. A Systematic Analysis Of Tb And Poverty. 2003, diunduh dari http://r4d.dfid.gov.uk/PDF/Outputs/HTBLivexecutive_ summary.pdf
!
64! 64
LAMPIRAN Lampiran 1 Lembar Informed Consent
INFORMED!CONSENT! PROGRAM!STUDI!PENDIDIKAN!DOKTER!! FKIK!UNIVERSITAS!!ISLAM!NEGERI!JAKARTA! Ciputat,!Tangerang!Selatan,!Banten!
Serang, Agustus 2014 Saudara yang terhormat, Saat ini saya Faris Muaz, mahasiswa tingkat III Program Studi Pendidikan Dokter
tengah
melaksanakan
penelitian
mengenai FAKTOR-FAKTOR
YANG
BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TB PARU BTA POSITIF DI PUSKESMAS WILAYAH KECAMATAN SERANG KOTA SERANG TAHUN 2014.! Seperti yang kita ketahui bahwa penyakit TB/TBC/Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang dapat dicegah penyebarannya. Saya memilih subjek pasien TB Dengan faktor resiko yang dimilikinya untuk diketahui oleh pemerintah dalam perencanaan penanggulangan penyakit tuberkulosis.! Oleh karena itu, saya memohon kesediaan Saudara untuk berpartisipasi dalam penelitian ini sebagai subjek penelitian. Perlu diketahui, penelitian ini sifatnya tidak memaksa, sehingga Saudara dapat menolak/mengundurkan diri dari penelitian ini. Segala data yang berkaitan dengan penelitian ini akan disimpan sebagai rahasia. Apabila Saudara bersedia, silakan menendatangani surat persetujuan di halaman selanjutnya.
!
65! 65
Lembar Persetujuan Saya yang bertanda tangan di bawah ini setelah mendapatkan penjelasan mengenai penelitian serta semua hal yang berkaitan dengan penelitian, secara sadar menyetujui dan berpartisipasi sebagai subjek penelitian. Nama
:
Usia
:
Alamat
:
Setelah mendapat keterangan secukupnya dan menyadari manfaat penelitian, dengan sukarela menyetujui diikutsertakan dalam penelitian ini
Serang, .... , September 2014
Tanda!Tangan! Yang!Bersedia! ! ! ! ! (!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!)!
Nama Peneliti
: Faris Muaz
Alamat
: Kp. Ciparay 02/01, Desa Sindanglaya, Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang, Banten
No. HP
: 087771647935
Jika ada masalah yang berhubungan dengan penelitian ini, silakan hubungi nomor di atas.
!
66! 66
Lampiran 2 Lembar Kuesioner KUESIONER Isi jawaban di kotak yang disediakan jika ada kotak disebelah kanan pertanyaan, dengan menulis angka 0 atau 1 berdasarkan data yang sebenarnya. A. IDENTITAS RESPONDEN Berat badan
: .......... kg
Tinggi badan : .......... cm 1) Umur
:
0 = 17-58 tahun 1 = dibawah 17 tahun atau 58 tahun keatas
2) Jenis Kelamin
:
0 = Laki-laki 1 = Perempuan
3) Pekerjaan
:
0 = Tidak Bekerja 1 = Bekerja
4) Penghasilan
:
0 = Kurang dari Rp1.500.000 1 = Lebih dari Rp1.500.000
5) Pendidikan terakhir
:
0 = SD-SMP 1 = SMA keatas
6) Status Imunisasi BCG :
0 = Tidak Imunisasi 1 = Ya, Diimunisasi
8) Apakah Bapak/Ibu/Sdr memiliki kebiasaan merokok? 0 = Ya, Merokok lebih dari 6 bulan 1 = Tidak merokok / merokok kurang dari 6 bulan
!
67! 67
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan melingkari salah satu jawaban 1 atau 2 atau 3 atau 4 a. Apakah Bapak/Ibu/Sdr pernah mendengar tentang TB Paru? 1. Ya, pernah mendengar 2. Tidak pernah mendengar b. Sebutkan gejala TB Paru yang Bapak/Ibu/Sdr ketahui? 1. Tahu, bila menyebutkan lebih dari 1 : 2. Tidak tahu, bila tidak menyebutkan c. Menurut Bapak/Ibu/Sdr apakah penyebab TB paru? 1. Bakteri 2. Virus d. Apakah penyakit TB Paru penyakit yang menular? 1. Ya 2. Tidak e. Kalau ya, bagaimana cara penularannya?
f.
1. Melalui udara
3. Bersentuhan dengan penderita
2. Melalui makanan
4. Tidak tahu
Menurut Bapak/Ibu/Sdr apakah penyakit TB Paru dapat disembuhkan? 1. Ya, dapat disembuhkan 2. Tidak dapat disembuhkan
g. Bila dapat disembuhkan, bagaimana cara penyembuhannya? 1. Dengan minum OAT (Obat Anti Tuberkulosis) secara teratur dan sesuai petunjuk dokter 2. Mengasingkan diri dari keramaian h. Menurut Bapak/Ibu/Sdr bagaimana cara pencegahan TB Paru yang dilakukan? 1.
Menghindari kontak dengan penderita TB paru, imunisasi BCG, periksa bila batuk darah
2. Berobat bila batuk darah
!
68! 68
i.
Menurut Bapak/Ibu/Sdr apakah OAT didapatkan secara cuma-cuma/gratis? 1. Tidak 2. Ya
j.
Bila ya, bagaimana bisa didapatkan OAT tersebut? 1. Puskesmas 2. Klinik swasta
k. Apakah Bapak/Ibu/Sdr tahu bahwa di Puskesmas terdapat pengobatan dan pemeriksaan gratis TB Paru? 1. Tahu 2. Tidak tahu
B. KONDISI TEMPAT TINGGAL Isi titik-titik dibawah ini berdasarkan jawaban yang sebenarnya berdasarkan pengetahuan Saudara. 1. Berapa luas rumah/tempat tinggal yang ditempati sekarang? Panjang
: ......... m
Lebar
: ......... m
2. Berapa orang yang tinggal dalam satu rumah saat ini? ......... Orang 3. Bagaimana pencahayaan atau sinar matahari yang masuk rumah, Apakah
memerlukan alat penerangan seperti lampu untuk membaca buku atau koran pada siang hari di dalam rumah? 0 = Ya, memerlukan alat penerangan lampu 1 = Tidak, karena dapat membaca buku dengan jelas ! Terima Kasih Atas Partisipasinya
!
69! 69
Lampiran 4 Lembar Surat Izin Penelitian Dinkes Kota Serang
!
70! 70
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1. Biodata : H
Nama
: FARIS MUAZ
H
NIM
: 1111103000019
H
Tempat Tanggal Lahir
: Serang, 7 Juni 1993
H
Jenis Kelamin
: Laki-laki
H
Agama
: Islam
H
Email
:
[email protected]
2. Pendidikan : H
1997-1999
: TK Bhakti II Sirih
H
1999-2005
: SDN Ciparay
H
2005-2008
: SMPN 1 Kota Serang
H
2008-2011
: MAN 1 Kota Serang
H
2011-Sekarang
: Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
!
71! 71
!