FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI TOTAL FACTOR PRODUCTIVITY INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA PERIODE 1981-2010
WIDA MAYASHINTA
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor-faktor yang Memengaruhi Total Factor Productivity Industri Pertanian Indonesia Periode 1981-2010 adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2013
Wida Mayashinta NIM H14090044
Ringkasan WIDA MAYASHINTA. Faktor-faktor yang Memengaruhi Total Factor Productivity Industri Pertanian Indonesia Periode 1981-2010. Dibimbing oleh MUHAMMAD FIRDAUS. Peran sektor industri dalam perekonomian sangat penting sebagai penggerak utama pembangunan di Indonesia dengan memberikan kontribusi terbesar bagi Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi besar untuk produk pertanian karena sumberdaya alam yang melimpah dan iklim yang mendukung. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis Total Factor Productivity (TFP) industri pertanian melalui pendekatan fungsi produksi Cobb-Douglas dan untuk analisis faktor-faktor yang memengaruhi TFP industri pertanian menggunakan metode Error Correction Model (ECM) serta metode deskriptif untuk gambaran umum mengenai industri pertanian. Data yang digunakan adalah data time series tahun 1980-2010. Berdasarkan hasil estimasi, variabel yang berpengaruh nyata terhadap TFP industri pertanian adalah Produk Domestik Bruto (PDB), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), Ekspor Hasil Industri (X) dan Impor Modal (M). Kata kunci: Cobb-Douglas, ECM, Industri Pertanian, OLS,TFP
ABSTRAK WIDA MAYASHINTA. Faktor-faktor yang Memengaruhi Total Factor Productivity Industri Pertanian Indonesia Periode 1981-2010. Dibimbing oleh MUHAMMAD FIRDAUS. Peran sektor industri dalam perekonomian sangat penting sebagai penggerak utama pembangunan di Indonesia dengan memberikan kontribusi terbesar bagi Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi besar untuk produk pertanian karena sumberdaya alam yang melimpah dan iklim yang mendukung. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis Total Factor Productivity (TFP) industri pertanian melalui pendekatan fungsi produksi Cobb-Douglas dan untuk analisis faktor-faktor yang memengaruhi TFP industri pertanian menggunakan metode Error Correction Model (ECM) serta metode deskriptif untuk gambaran umum mengenai industri pertanian. Data yang digunakan adalah data time series tahun 1980-2010. Berdasarkan hasil estimasi, variabel yang berpengaruh nyata terhadap TFP industri pertanian adalah Produk Domestik Bruto (PDB), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), Ekspor Hasil Industri (X) dan Impor Modal (M). Kata kunci: Cobb-Douglas, ECM, Industri Pertanian, OLS,TFP
ABSTRACT WIDA MAYASHINTA. Analysis of Factors Influencing Total Factor Productivity of Indonesia’s Agriculture Industry in Period 1981-2010. Supervised by MUHAMMAD FIRDAUS. Industry has a big role in Indonesia’s economy as the main driver of development, which it gives the largest contribution to the Gross National Product (GNP). Indonesia is an agrarian country which has a big potency in developing agriculture products because of the abundant resources it has, supporting climate, and fertile soil. This study aims to analyze Total Factor Productivity (TFP) of Indonesia’s agriculture industry through a Cobb-Douglas production function approach and analyze factors influencing it using Error Correction Model (ECM), along with a descriptive method to explain an overview of agriculture industry in Indonesia. Time series data are used for period 19802010. The estimation result shows that variables significantly influencing TFP are Gross National Product, domestic investment, export of industry output (X), and investment import (M). Keywords: Agriculture Industry, Cobb-Douglas, ECM, OLS, TFP
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI TOTAL FACTOR PRODUCTIVITY INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA PERIODE 1981-2010
WIDA MAYASHINTA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Faktor-faktor yang Memengaruhi Total Factor Productivity Industri Pertanian Indonesia Periode 1981-2010 Nama : Wida Mayashinta NIM : H14090044
Disetujui oleh
Dr. Muhammad Firdaus, SP, M. Si Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M. Ec Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah Total Factor Productivity, dengan judul Faktor-faktor yang Memengaruhi Total Factor Productivity Industri Pertanian Indonesia Periode 1981-2010. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Muhammad Firdaus selaku pembimbing yang telah memberi arahan dan dukungan dalam menyelesaikan penelitian ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Undang dari Badan Pusat Statistik Bogor, beserta staf Badan Pusat Statistik Jakarta, yang telah membantu selama pengumpulan data. Bentuk penghormatan saya sampaikan kepada segenap dosen dan staf Departemen Ilmu Ekonomi dan Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah Hendri Purnama S.E, ibu Nurkomala Dewi, adik Bella dan Gita serta seluruh keluarga, juga mas Try Sutrisna atas segala doa dan kasih sayangnya. Tidak lupa penulis ucapkan terimakasih pada teman satu bimbingan Bella, Sonya, dan Distia atas segala dukungannya, juga sahabat-sahabat Fira, Mira, Meutia, Malla, Aci, Tami, Ovilla, Stannia, Desy, Iwi dan Anindita serta pihak-pihak lainnya yang tidak dapat disebutkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat, baik bagi penulis maupun pihak-pihak lain.
Bogor, Juli 2013
Wida Mayashinta
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
5
Tujuan Penelitian
6
Manfaat Penelitian
6
Ruang Lingkup Penelitian
6
Hipotesis
7
Kerangka Penelitian
8
METODE
9
Jenis dan Sumber Data
9
Metode Analisis Data
9
Model Penelitian
10
Model Regresi
12
HASIL DAN PEMBAHASAN
13
Gambaran Umum
13
Analisis Total Factor Productivity
15
Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi TFP
18
SIMPULAN DAN SARAN
23
Simpulan
23
Saran
23
DAFTAR PUSTAKA
24
LAMPIRAN
25
RIWAYAT HIDUP
54
DAFTAR TABEL 1 Ekspor hasil industri migas dan non migas tahun 1983 dan 1993 (miliar US$) 2 Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha tahun 2008-2012 (trilliun rupiah) 3 Penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama tahun 2008–2010 (persen) 4 Data, sumber data, dan keterangan 5 Hasil regresi analisis TFP industri pertanian dan subsektornya 6 Nilai TFP rata-rata periode 1981-2010 industri pertanian beserta subsektornya (persen) 7 Hasil estimasi regresi ECM industri pertanian 8 Hasil estimasi regresi ECM industri makanan, minuman, dan tembakau 9 Hasil estimasi regresi ECM industri tekstil, kulit, dan alas kaki 10 Hasil estimasi regresi ECM industri kayu dan anyaman
1 2 3 9 15 17 18 19 21 22
DAFTAR GAMBAR 1 Ekspor hasil industri dan industri pertanian tahun 1990-2010 (juta US$) 2 Jumlah tenaga kerja sektor industri yang terbagi menjadi industri pertanian dan non-pertanian tahun 2006-2010 (jiwa) 3 Pertumbuhan input dan output industri pertanian indonesia tahun 19912010 (persen) 4 Kerangka pemikiran 5 Jumlah tenaga kerja industri pengolahan, industri pertanian dan persubsektor tahun 1990-2010 (jiwa) 6 Nilai output industri pengolahan dan industri pertanian tahun 19902010 (miliar rupiah) 7 TFP industri pertanian dan subsektornya tahun1981-2010 (persen)
3 4 5 8 13 14 16
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Data output dan faktor produksi untuk perhitungan TFP Perhitungan pertumbuhan faktor produksi dan TFP Hasil estimasi untuk perhitungan TFP industri pertanian Hasil estimasi untuk perhitungan TFP industri makanan, minuman, dan tembakau Hasil estimasi untuk perhitungan TFP industri tekstil, kulit dan alas kaki Hasil etimasi untuk perhitungan TFP industri kayu dan anyaman Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi TFP industri pertanian Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi TFP industri makanan, minuman, dan tembakau Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi TFP industri tekstil, kulit, dan alas kaki Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi TFP industri kayu dan anyaman
26 30 34 35 36 37 38 42 46 50
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang membangun untuk menjadi negara maju. Negara maju dapat ditandai dengan kemajuan industri dan sektor jasa sebagai sektor sekunder dan tersier yang lebih dominan dibandingkan sektor primernya yaitu sektor pertanian. Oleh sebab itu Indonesia melakukan proses industrialisasi untuk meningkatkan perekonomian negara. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), industri pengolahan yaitu suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir. Karakteristik yang dimiliki Indonesia saat ini berpotensi untuk mengembangkan industri-pertanian secara simultan. Sekalipun jika dibandingkan dengan negara maju industrialisasi Indonesia masih pada tahap awal, namun peluangnya besar. Di dukung oleh demokrasi dan otonomi daerah industrialisasi dapat berkembang dengan terarah. Kebijakan industrialisasi telah disusun sejak periode Pelita IV-V, yaitu pada tahun 1983-1993 dengan arah yang jelas, namun kebijakan tersebut belum menjadi komitmen bangsa secara menyeluruh (Sastrosoenarto 2006). Seiring dengan pembangunan peran industri semakin penting dalam menyumbang kekayaan negara. Bukti bahwa industrialisasi Indonesia sudah berjalan sesuai dengan arahan adalah fakta bahwa proporsi PDB sektor industri telah melebihi sektor pertanian serta bahwa ekspor nonmigas telah melampaui ekspor migas yang dijelaskan oleh Tabel 1. Bahkan, sektor industri dalam hal ini industri pengolahan, menjadi sektor ekonomi yang kontribusi terbesar pada output nasional. Tabel 1
Ekspor hasil industri migas dan non migas tahun 1983 dan 1993 (miliar US$) Tahun 1983 1993 Ekspor hasil industri 3.21 23.29 Ekspor nonmigas 5.00 27.07 Ekspor migas 16.20 9.65 Total Ekspor 21.20 36.82 Sumber: Badan Pusat Statistik 2013 (Diolah)
Kontribusi industri dalam Produk Domestik Bruto (PDB) meningkat setiap tahunnya yang dapat dijelaskan oleh Tabel 2. Dari Sembilan sektor ekonomi, industri pengolahan merupakan sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB Indonesia. Pada tahun 2008 PDB yang dihasilkan industri pengolahan sebesar Rp 557.8 triliun dengan kontribusi 26.8 persen dan meningkat pada tahun berikutnya menjadi Rp 570.1 triliun walaupun kontribusinya mengalami penurunan menjadi 26.2 persen dan mengalami penurunan kembali di tahun 2010 menjadi 25.8 persen dengan nilai PDB Rp 597.1 triliun. Selanjutnya pada tahun 2011 dan 2012 nilai PDB industri pengolahan terus meningkat dengan
2 peningkatan kontribusi sebesar 25.7 persen dan 25.6 persen. Berdasarkan nilai kontribusinya dalam satuan persen, sektor industri pengalami penurunan proporsi pertahunnya. Hal ini mengindikasikan terjadinya diminishing of returns pada sektor industri yang mencerminkan tingkat kemampuan industri dalam meningkatkan output berkurang. Namun secara garis besar dari sembilan sektor ekonomi penting lain seperti perdagangan, hotel dan restoran serta pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan, sektor industri masih merupakan sektor yang memiliki proporsi terbesar dalam PDB Indonesia. Tabel 2 Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha tahun 2008-2012 (trilliun rupiah) Lapangan Usaha Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa PDB PDB Tanpa Migas
2008 284.6 (13.6) 172.5 (8.3) 557.8 (26.8) 15.0 (0.7) 131.0 (6.3) 363.8 (17.5) 165.9 (8.0) 198.8 (9.5) 193.1 (9.3) 2082.5 1939.6
2009 295.9 (13.6) 180.2 (8.3) 570.1 (26.2) 17.1 (0.8) 140.3 (6.4) 368.5 (16.9) 192.2 (8.8) 209.2 (9.6) 205.4 (9.4) 2178.9 2036.7
2010 304.8 (13.2) 187.2 (8.1) 597.1 (25.8) 18.1 (0.8) 150.0 (6.5) 400.5 (17.3) 218.0 (9.4) 221.0 (9.5) 217.8 (9.4) 2314.5 2171.1
2011* 315.0 (12.8) 189.8 (7.7) 633.8 (25.7) 18.9 (0.8) 160.1 (6.5) 437.2 (17.7) 241.3 (9.8) 236.1 (9.7) 232.5 (9.4) 2464.7 2322.8
2012** 327.5 (12.5) 192.9 (7.4) 670.1 (25.6) 20.1 (0.8) 172.0 (6.6) 472.6 (18.1) 265.4 (10.1) 253.0 (9.7) 244.7 (9.3) 2618.1 2481.0
Sumber: Badan Pusat Statistik 2013 Keterangan: Angka dalam kurung menunjukkan nilai dalam persen * Angka Sementara **Angka Sangat Sementara
Sektor industri pengolahan merupakan salah satu sektor penyerap tenaga kerja yang cukup besar. Berdasarkan Tabel 3 tenaga kerja pada sektor industri masih mengalami peningkatan pada periode 2008-2010. Pada tahun 2008 sektor pertanian menyerap 12.5 persen dan meningkat pada tahun 2009 menjadi 12.8 persen dan pada tahun 2010 sebesar 13.8 persen dari total penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja. Meningkatnya pertumbuhan penyerapan tenega kerja industri membuktikan bahwa industri merupakan salah satu sektor utama dalam penyerapan tenaga kerja di Indonesia.
3
Tabel 3 Penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama tahun 2008–2010 (persen) Lapangan Pekerjaan Utama Pertanian Industri pengolahan Konstruksi Perdagangan Tranportasi, pergudangan dan komunikasi Keuangan Jasa kemasyarakatan Pertambangan,listrik, gas dan lainnya Jumlah
2008 41.3 12.5 5.4 21.2
Tahun 2009 41.6 12.8 5.4 21.9
2010 41.4 13.8 5.5 22.4
6.1 1.4 13.1 1.2 100
6.1 1.4 14.0 1.3 100
5.6 1.7 15.9 1.5 100
Sumber: Badan Pusat Statistik Jakarta 2013 (diolah)
Industri pengolahan Indonesia terbagi menjadi beberapa subsektor yang dapat diklasifikasikan menjadi industri pertanian dan non-pertanian. Pembagian ini didasarkan pada dasar pemakaian bahan baku industri. Industri pertanian adalah industri yang menajdikan bahan baku mentah dari pertanian sebagai bahan bakunya sedangkan industri nonpertanian menggunakan bahan baku setengah jadi atau bahan baku yang telah diolah sebelumnya. Keadaan alam Indonesia yang memiliki tanah dan iklim yang baik untuk bercocok tanam membuat peluang besar dalam mengembangkan pertanian secara luas. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi besar dan sumber daya alam yang melimpah untuk produk pertanian. Hal ini memberi peluang besar bagi industri pertanian untuk meningkatkan produksinya. 180000
Nilai ekspor (juta US$)
160000 140000
Ekspor industri pertanian
120000 100000 80000
Ekspor industri pengolahan
60000 40000 20000 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
0
Sumber: Badan Pusat Statistik Jakarta 2013 (diolah)
Gambar 1
Ekspor hasil industri dan industri pertanian tahun 1990-2010 (juta US$)
4 Gambar 1 menunjukkan nilai ekspor industri dan industri pertanian di Indonesia periode 1990-2010. Ekspor hasil industri dan industri pertanian meningkat setiap tahunnya meskipun pada tahun 1997 dan 2009 mengalami penurunan yang disebabkan adanya krisis. Hal ini disebabkan pada tahun 1997 terjadi krisis ekonomi nasional, sedangkan pada tahun 2009 terjadi krisis ekonomi global. Kedua krisis ini membuat perdagangan Indonesia tidak stabil. Namun, peningkatan ekspor yang terjadi di luar krisis ini dapat membuktikan bahwa tingkat produksi industri pertanian di Indonesia mengalami peningkatan. Penyerapan tenaga kerja industri pertanian berkontribusi lebih besar jika dibandingkan dengan industri non-pertanian seperti yang terlihat pada gambar 2. Sejak tahun 2006 hingga 2010 penyerapan tenaga kerja di sektor industri pertanian lebih besar jika dibandingkan dengan industri non-pertanian. Pada tahun 2006 penyerapan tenaga kerja Industri pertanian mampu menyerap sebesar 58.75 persen dari total tenaga kerja di sektor industri dan sebesar 57.61 persen pada tahun 2010. 5000000 4500000
Jumlah tenaga kerja (jiwa)
4000000 3500000
Industri pengolahan
3000000 2500000
Industri pertanian
2000000 1500000 1000000
Industri nonpertanian
500000 0 2006
2007
2008
2009
2010
Sumber: Badan Pusat Statistik Bogor 2013 (diolah)
Gambar 2
Jumlah tenaga kerja sektor industri yang terbagi menjadi industri pertanian dan non-pertanian tahun 2006-2010 (jiwa)
5 Perumusan Masalah
Pertumbuhan (%)
Industri merupakan sektor yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Selain karena output yang terus meningkat dan menjadi sektor yang memberikan kontribusi terbesar dalam PDB Indonesia, industri juga berperan dalam penyerapan tenaga kerja yang cukup besar khususnya industri berbasis pertanian, dan hal ini menunjukkan bahwa sektor industri merupakan salah satu sektor utama dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Potensi sektor industri pertanian domestik harus diikuti dengan peningkatan produktivitas agar perkembangan output industri pertanian dapat terus ditingkatkan dengan penggunaan faktor-faktor produksi yang optimal yang didukung oleh efisiensi produksi yaitu dengan peningkatan teknologi. Gambar 3 menunjukkan tingkat pertumbuhan output dan input pada sektor industri pertanian Tahun 1991-2010 yang menggambarkan besarnya penggunaan input tidak disertai dengan peningkatan output yang memadai. Pertumbuhan input dan output industri pertanian cenderung mengalami fluktuasi bahkan negatif pada tahun 2009. Hal ini menunjukkan terdapat ketidakstabilan pertumbuhan input dan output pada industri pertanian. Ketidakstabilan ini menunjukkan produktivitas industri pertanian cenderung lemah dan tidak tahan terhadap guncangan seperti krisis. 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 -0.1 1991 -0.2
Pertumbuhan output Pertumbuhan input
1994
1997
2000
2003
2006
2009
Sumber: Badan Pusat Statistik Jakarta 2013 (diolah)
Gambar 3 Pertumbuhan input dan output industri pertanian indonesia tahun 1991-2010 (persen) Faktor produksi yang efisien akan menciptakan produksi yang optimal. Selain peningkatan input berupa faktor produksi secara kuantitatif, dibutuhkan juga faktor lain untuk mencapai tingkat pertumbuhan output yang diinginkan. Tingkat produktivitas dapat diukur dengan mengukur besarnya dampak keterbatasan teknologi terhadap kinerja sektor melalui Total Factor Productivity (TFP). Sehingga dengan pengukuran TFP pada sektor industri pertanian, dapat diketahui tingkat produktivitas industri pertanian melalui sisi penyerapan teknologi sebagai indikator efisiensi faktor produksi. Produktivitas industri pertanian yang tidak stabil dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti kondisi ekonomi yang tercermin oleh indikator output
6 nasional, perdagangan, maupun investasi. Oleh karena itu menjadi penting untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi produktivitas industri pertanian. . Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis Total Factor Productivity (TFP) sektor industripertanian di Indonesia periode 1981-2010. 2. Membandingkan Total Factor Productivity (TFP) antar subsektor industri pertanian dan TFP industri pertanian periode sebelum dan setelah krisis tahun 1997-1998. 3. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi Total Factor Productivity (TFP) sektor industri pertanian dan subsektornya di Indonesia.
Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini yaitu diharapkan dapat dijadikan sebagai tambahan informasi, masukan, dan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam penyusunan kebijakan yang terkait dengan pengembangan produktivitas industri khususnya industri pertanian serta dijadikan sebagai informasi bagi penelitian-penelitian serupa di masa yang akan datang juga sarana pembelajaran bagi penulis.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menganalisis tingkat Total Factor Productivity (TFP) sektor industri pertanian di Indonesia. Industri pertanian merupakan industri yang menggunakan bahan baku primer dari pertanian sebagai inputnya. Sektor industri yang dianalisis merupakan industri besar dan sedang dengan kode ISIC (Internasional Standard Industrial Classification of All Economics Activities, KBLI) 31-33 pada tahun 1980 hingga Tahun 1999 dan direvisi menjadi 15-20 sejak tahun 2000 hingga 2010 yang meliputi subsektor: 1. Industri makanan, minuman, dan tembakau 2. Industri tekstil, kulit, dan alas kaki 3. Industri kayu dan anyaman Faktor-faktor produksi yang diteliti untuk mengukur TFP mencakup jumlah tenaga kerja, biaya sewa modal, energi, dan bahan baku. Sedangkan faktor-faktor yang diduga memengaruhi TFP yaitu PDB Industri, PMA industri, PMDN industri, ekspor hasil industri, dan impor modal atau mesin. Analisis dilakukan menggunakan data nasional dengan tahun pengamatan yaitu tahun 1980 hingga 2010. Ekspor hasil industri yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: 1. Lemak serta minyak hewani dan nabati 2. Makanan olahan dan minuman, minuman keras, cuka, dan tembakau 3. Jangat dan kulit mentah, kulit samak, dsb 4. Kayu, gabus, bahan-bahan anyaman, dsb
7 5. Bahan tekstil dan barang-barang tekstil 6. Sepatu, tutup kepala, payung, rambut manusia, dsb Impor bahan baku yang digunakan berupa mesin meliputi: 1. Rotating electric plant and parts thereof, N.E.S 2. Other power generating machinery and parts thereof, N.E.S 3. Agricultural machinery and parts 4. Tractors 5. Civil engineering and contractors plant and equipment and parts 6. Textile and leather machinery and parts there of, N.E.S 7. Paper mill and pulp mill machinery, paper cutting machine 8. Printing and book binding machinery and parts there of, N.E.S 9. Food processing machines and parts there of, N.E.S 10. Other machine and equipment specialized for particular industry 11. Machine tools by removing metal 12. Machine tool for working metal 13. Part, NES for machine tools 14. Metal working machinery and part 15. Heating and cooling equipmentand parts there of, N.E.S 16. Pumps for liquid and parts 17. Pumps and compressors, fans and blowers, centrifuges and parts 18. Mechanical handling equipmentand parts there of, N.E.S 19. Other non-electical machinery, tools and mechanical apparatus 1. Ball or roller bearing
Hipotesis 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Dalam penelitian ini, hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut: Tenaga kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap output sektor industri pertanian Indonesia Bahan baku memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap output sektor industri pertanian Indonesia Energi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap output sektor industri pertanian Indonesia. Biaya sewa modal memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap output sektor industripertanian Indonesia PDB memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap TFP dalam jangka panjang dan jangka pendek. PMA memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap TFP dalam jangka panjang dan jangka pendek. PMDN memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap TFP dalam jangka panjang dan jangka pendek. Ekspor hasil industri memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap TFP dalam jangka panjang dan jangka pendek. Impor modal memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap TFP dalam jangka panjang dan jangka pendek.
8 Kerangka Pemikiran Pertumbuhan ekonomi
Industri pertanian di Indonesia
Perkembangan teknologi: 1. Output nasional 2. Perdagangan 3. Investasi
Pertumbuhan input: 1. Tenaga kerja 2. Bahan baku 3. Energi 4. Sewa modal
Pertumbuhan output Tingkat produktivitas
Gambar 4 Kerangka pemikiran Indonesia sebagai negara berkembang sedang giat melakukan pembangunan ekonomi melalui industrialisasi. Peran sektor industri dalam perekonomian sangat penting sebagai penggerak utama pembangunan di Indonesia dengan memberikan kontribusi terbesar bagi Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi besar untuk produk pertanian karena sumberdaya alam yang melimpah. Didukung oleh keadaan iklim dan tanah yang baik untuk bercocok tanam memberikan peluang yang besar dalam mengembangkan pertanian secara luas. Potensi industri pertanian sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi tidak hanya terlihat dari kontribusi terhadap PDB nasional yang cukup besar tetapi juga ditunjukkan oleh perannya dalam penyerapan tenaga kerja. Sebagai alat pertumbuhan ekonomi, industri pertanian dalam perannya seharusnya dapat meningkatkan outputnya secara berkelanjutan dengan tingat efisiensi yang tinggi. Hal ini dapat dilakukan dengan penggunaan input yang efisien. Karena hal ini akan menghasilkan output yang optimal. Penggunaan input industri pertanian yang terdiri tenaga kerja, bahan baku, energi dan sewa modal yang efisien dapat terjadi jika ada teknologi yang mendukungnya. Keberadaan teknologi pada industri berperan sangat penting dalam efisiensi faktor-faktor produksi yang digunakan industri sebagi input. Perkembangan penyerapan teknologi industri pertanian yang tinggi atau rendah dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti dari sisi output nasional, keterbukaan ekonomi dalam hal ini perdagangan, dan investasi. Kemudian pertumbuhan input dan teknologi yang memadai ini secara bersamaan dapat meningkatkan pertumbuhan output yang positif. Selanjutnya pertumbuhan output yang positif ini menunjukkan bahwa produktivitas industri pertanian tinggi. Produktivitas pertanian yang tinggi merupakan landasan bagi terwujudnya peran penting industri pertanian dalam pembangunan di Indonesia.
9
METODE Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan dalam bentuk time series (deret waktu) selama periode 1980-2010. Data-data yang dikumpulkan untuk menghitung TFP diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Kajian Penanaman Modal (BKPM). Data sekunder yang digunakan akan dijelaskan pada Tabel 4 sebagai berikut: Tabel 4 Data, sumber data, dan keterangan No. Data Sumber Simbol 1. Nilai output BPS Q (Miliar rupiah) 2.
Jumlah tenaga kerja (Jiwa)
BPS
TK
3.
Biaya bahan baku (Miliar rupiah) Biaya energi (Miliar rupiah)
BPS
BB
BPS
E
Biaya sewa modal (Miliar rupiah) PDB (Miliar rupiah)
BPS
SM
BPS
PDB
BKPM
PMA
4.
5.
6.
7. 8.
PMA(Juta US$)
PMDN (Miliar BKPM rupiah) 9. Ekspor (Juta BPS US$) 10. Impor (Juta US$) BPS
PMDN X M
Keterangan Mewakili nilai keluaran yang dihasilkan dari proses kegiatan industri pertanian Mewakili jumlah tenaga kerja produktif di sektor industri pertanian Mewakili biaya bahan-bahan yang digunakan untuk proses produksi industri pertanian Mewakili biaya listrik, air, uap, cahaya, panas, gerak, dan lain-lain industri pertanian Mewakili biaya sewa gedung, peralatan, dan mesin industri pertanian Mewakili jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha industri Mewakili realisasi penanaman modal asing industri Mewakili realisasi penanaman modal dalam negeri industri Mewakili total ekspor hasil industri pertanian (Kode ISIC) Mewakili impor modal Berupa mesin industri pertanian (Kode ISIC)
Metode Analisis Data Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran secara umum mengenai industri pertanian di Indonesia serta menjelaskan variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini. Metode kuantitatif yang digunakan untuk mengukur tingkat TFP yaitu metode Ordinary
10 Least Square (OLS) dan faktor-faktor yang memengaruhi TFP industri pertanian dengan menggunakan metode Error Correction Model (ECM). Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan program Eviews 6 dan Microsoft Excel 2007.
Model Penelitian Analisis Total Factor Productivity Model yang digunakan untuk menganalisis Total Factor Productivity pada penelitian ini merupakan fungsi produksi Cobb-Douglas dengan memasukkan efek perubahan teknologi (A) selain fungsi produksi yang dijelaskan oleh modal (K) dan tenaga kerja (L) sebagai berikut: Y = f (K,L) Peningkatan kedua faktor produksi sebesar ΔK dan ΔL akan meningkatkan output. Kenaikan ini dibagi menjadi dua sumber dengan menggunakan produk marjinal dari dua input tersebut (Nicholson, 2002). ΔY = (MPK × ΔK) + (MPL × ΔL) Bagian pertama dalam tanda kurung adalah kenaikan output yang disebabkan oleh kenaikan modal, dan bagian kedua dalam tanda kurung adalah kenaikan output yang disebabkan oleh kenaikan tenaga kerja. Persamaan ini menunjukkan bagaimana mengaitkan pertumbuhan dengan setiap faktor produksi. Persamaan 2 ini dapat diubah bentuknya menjadi: (
)
(
)
Bentuk persamaan ini mengaitkan tingkat pertumbuhan output (ΔY/Y) dengan tingkat pertumbuhan modal (ΔK/K) dan tingkat pertumbuhan tenaga kerja (ΔL/L). MPK × K adalah pengembalian modal total dan (MPK × K)/Y adalah bagian modal dari output. Sedangkan MPL × L adalah kompensasi total yang diterima tenaga kerja dan (MPL × L)/Y adalah bagian tenaga kerja dari output. Dengan asumsi bahwa fungsi produksi memiliki skala pengembalian konstan yang menyatakan kedua bagian ini berjumlah satu maka persamaan 3 dapat ditulis sebagai: (
)
dimana α adalah bagian modal dan (1-α) adalah bagian tenaga kerja. Jika dampak dari perubahan teknologi dimasukkan, maka persamaan awal menjadi: Y = A f(K,L)
11 dimana A adalah ukuran dari tingkat teknologi terbaru yang disebut Total Factor Productivity (TFP). Sehingga peningkatan output tidak hanya disebabkan karena kenaikan modal dan tenaga kerja, tetapi juga karena kenaikan TFP. Dengan memasukkan perubahan teknologi ini, maka persamaan 4 menjadi: (
)
Persamaan ini mengidentifikasi dan mengukur tiga sumber pertumbuhan yaitu perubahan jumlah modal, perubahan jumlah tenaga kerja, dan perubahan TFP. TFP diukur secara tidak langsung karena tidak dapat diamati secara langsung. Dari persamaan di atas dapat diperoleh TFP dimana ΔA/A adalah perubahan output yang tidak dapat dijelaskan oleh perubahan-perubahan input. Jadi, pertumbuhan TFP dihitung sebagai residu yaitu sebagai jumlah pertumbuhan output yang tersisa setelah menghitung determinan pertumbuhan yang bisa diukur (BPPT 2012). (
)
) yang disimbolkan menjadi Pada penelitian ini perhitungan TFP (Δ menggunakan input berupa jumlah tenaga kerja (TK), biaya bahan baku (BB), biaya energi (E), dan biaya sewa modal (SM) sehingga persamaan menjadi: Δ
Δ
Δ
Δ
Δ
Keterangan: Δ Δ Δ Δ ∆SM/SM a, b, c, d
= Total Factor Productivity periode 1981-2010 (persen) = Pertumbuhan output (persen) = Pertumbuhan jumlah tenaga kerja (persen) = Pertumbuhan bahan baku (persen) = Pertumbuhan energi (persen) = Pertumbuhan sewa modal (persen) = koefisien
12 Model Regresi Model regresi yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi TFP industri pertanian dan subsektornya pada periode 1981-2010 mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Jajri 2007 meneliti faktor yang memengaruhi pertumbuhan TFP berdasarkan teori makroekonomi. TFP dipengaruhi oleh investasi, perdagangan dan nilai output nasional. Penelitian ini dilakukan untuk meninjau pengaruh investasi, yang dibedakan menjadi investasi yang berasal dari luar negeri dan domestik. Penanaman Modal Asing (PMA) merupakan perwakilan investasi dari luar negeri dan Penenaman Modalan Dalam Negeri (PMDN) merupakan perwakilan investasi dari domestik. Sedangkan untuk faktor perdagangan, dalam penelitian ini menggunakan nilai impor modal yang disimbolkan dengan M dan ekspor hasil industri yang diwakilkan dengan X. Kemudian output nasional di wakilkan dengan nilai PDRB industri. Pertumbuhan TFP yang digunakan sebagai variabel tak bebas adalah pertumbuhan TFP industri pertanian dan subsektornya pada periode 1980-2010. Sedangkan variabel bebas yang digunakan adalah nilai PDB, PMA, PMDN, X, dan M dalam cakupan industri pertanian dan subsektornya pada periode 19812010. Berdasarkan teori, faktor-faktor tersebut berpengaruh positif terhadap pertumbuhan TFP. sehingga apabila terjadi peningkatan pada variabel-variabel tersebut maka akan meningkatkan pertumbuhan TFP. Model yang terbentuk adalah sebagai berikut: (
Keterangan: TFP PDB PMA PMDN X M , , , ,
)
(
,
(
)
)
(
( )
)
(
)
= Total Factor Productivity Industri (persen) = Produk Domestik Bruto Industri (Milyar rupiah) = Penanaman Modal Asing Industri (Juta US$) = Penanaman Modal Dalam Negeri Industri (Milyar rupiah) = Ekspor Hasil Industri (Juta US$) = Impor Modal Industri (Juta US$) = Koefisien
13
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Industri pertanian merupakan salah satu sektor penyerap tenaga kerja yang cukup besar. Penyerapan tenaga kerja industri pertanian dan subsektornya ditunjukkan pada gambar 5. 5000000
Jumlah tenaga kerja (jiwa)
4500000 4000000 3500000 3000000 2500000
industri pengolahan industri pertanian tekstil
2000000 1500000
kayu
1000000
makanan
500000 0
Gambar 5 Jumlah tenaga kerja industri pengolahan, industri pertanian dan persubsektor tahun 1990-2010 (jiwa) Sejak tahun 1990 hingga 2010 penyerapan tenaga kerja di sektor industri pertanian lebih besar jika dibandingkan dengan industri non-pertanian. Pada tahun 1990 penyerapan tenaga kerja industri pertanian mampu menyerap sebesar 65.94 persen dari total tenaga kerja di sektor industri yaitu sebesar 1.75 juta jiwa dari 2.66 juta jiwa tenaga kerja industri. Secara umum sejak tahun 1990 penyerapan tenaga kerja industri pertanian dan subsektornya mengalami peningkatan pertahunnya. Namun penyerapan tenaga kerja industri pertanian sempat mengalami penurunan pada tahun 1997 dan tahun 2008. Hal ini disebabkan karena adanya efek krisis ekonomi Indonesia tahun 1998 dan efek krisis ekonomi global yang dipicu Amerika tahun 2008. Kedua krisis ini mempengaruhi keadaan dan stabilitas negara, salah satunya berpengaruh pada penurunan penyerapan tenaga kerja yang mengakibatkan pengangguran meningkat drastis. Dampak krisis tersebut adalah banyak tenaga kerja yang kehilangan pekerjaanya. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dilakukan oleh beberapa perusahaan dalam rangka efisiensi agar produksi tetap berjalan. Di sisi lain pencari kerja baru muncul ikut bertanding dalam memperebutkan lapangan kerja. Sehingga jumlah pengangguran meningkat secara tajam, sebagai akumulasi dari akibat PHK dan angkatan kerja baru. Sementara daya serap lapangan kerja sangat minim karena tidak adanya pembukaan usaha baru. Hal ini terjadi di beberapa sektor ekonomi termasuk sektor industri. Sektor industri pertanian sebagai salah satu penyerap tenaga kerja yang cukup besar mengalami penurunan jumlah tenaga kerja pada tahun 1997 sebesar 1.4 persen dan pada tahun 2008 sebesar 2.8 persen.
14
Nilai output (miliar rupiah)
2500000
2000000
Nilai output industri pengolahan
1500000
1000000
Nilai output industri pertanian
500000
1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
0
Gambar 6
Nilai output industri pengolahan dan industri pertanian tahun 19902010 (miliar rupiah)
Gambar 6 menunjukkan perkembangan nilai output pada industri pertanian dengan industri pengolahan. Sejak tahun 1990 pergerakan nilai output pada industri pertanian searah atau sejajar dengan nilai output industri pengolahan. Pada tahun 1997, 2004 dan 2008 terlihat terjadi penurunan nilai output baik pada industri pengolahan maupun industri pertanian. Hal ini disebabkan oleh beberapa kondisi seperti adanya krisis ekonomi nasional pada tahun 1997-1998, kemudian pada 2004 terjadi krisis listrik nasional, dan pada tahun 2008 terjadi krisis global. Kondisi-kondisi ini menjadi faktor penyebab menurunnya output industri karena kondisi ini memengaruhi produksi industri dan faktor produksinya. Perkembangan industri pertanian mengalami tekanan setelah krisis tahun 1997. Gejala ini ditunjukkan dengan mengamati perkembangan tingkat realisasi kapasitas produksi (utilisasi kapasitas), jumlah perusahaan, dan indeks produksi. Pemanfaatan kapasitas terpasang industri manufaktur tahun 2002 hanya berkisar di 60 persen, menurun jauh dibandingkan dengan kondisi sebelum krisis yang berkisar di 80 persen. Dalam periode 1996 sampai 2002, jumlah perusahaan industri berskala Besar dan Sedang menurun hampir 1.800 unit usaha atau sekitar 8 persen dari 22.997 unit usaha tahun 1996. Sementara itu, indeks produksi industri pengolahan berskala besar dan sedang juga mengalami penurunan cukup signifikan, sekitar 15 persen, dari 126,54 persen pada tahun 1997 menjadi 100,29 persen pada tahun 2002 (Wibowo 2007). Di pasar internasional, produk tekstil (TPT) dan produk kayu yang sesungguhnya masih menjadi primadona ekspor kalah bersaing dengan produk dari Cina dan negara ASEAN lainnya. Terpuruknya daya saing produk Indonesia juga disebabkan karena membengkaknya biaya produksi.
15 Analisis Total Factor Productivity TFP dapat diartikan sebagai kumpulan dari seluruh faktor kualitas yang menggunakan sumberdaya yang ada secara optimal untuk menghasilkan lebih banyak output dari tiap unit input. TFP adalah gagasan yang terkait dengan fungsi produksi agregat. Produktivitas adalah teknis konsep yang mengacu pada rasio output terhadap input sebagai ukuran efisiensi (Felipe 1997). Di dalam jangka panjang TFP dapat dianggap sebagai suatu ukuran peningkatan efisiensi dari produksi dan progres teknologi. Laju proses teknologi dihitung untuk memperlihatkan bahwa dalam jangka panjang teknologi tidak bernilai konstan. Langkah awal yang dilakukan sebelum menghitung pertumbuhan TFP yang dilambangkan oleh adalah dengan meregresikan jumlah tenaga kerja (TK), biaya bahan baku (BB), biaya energi (E), dan biaya sewa modal (SM) sebagai faktor-faktor produksi dari industri pertanian. Tabel 5 Hasil regresi analisis TFP industri pertanian dan subsektornya Koefisien Variabel
Industri Pertanian
Tenaga Kerja (TK) Bahan Baku (BB) Energi (E) Sewa Modal (SM)
0.01078 0.07539 0.03808 0.92479
Makanan 0.23800 0.86151 0.08009 -0.01070
Subsektor Tekstil 0.05608 0.04615 0.04035 0.03543
Kayu -0.03390 0.97490 -0.02211 0.05725
Sumber: Lampiran 3, 4, 5, dan 6
Hasil estimasi pada model menunjukkan pada industri pertanian secara agregat faktor produksi atau input yang digunakan dalam industri memiliki pengaruh yang positif sesuai dengan hipotesis bahwa setiap peningkatan input akan menyebabkan peningkatan output. Dimana pada industri pertanian jika terjadi peningkatan input berupa tenaga kerja, bahan baku, dan energi akan mempengaruhi output dengan peningkatan yang positif. Namun berdasarkan hasil estimasi dengan tingkat signifikansi pada taraf 10 persen, variabel sewa modal pada industri pertanian tidak signifikan memengaruhi output meskipun memiliki koefisien positif. Hal ini dapat disebabkan karena penggunaan faktor produksi berupa gedung, peralatan, dan mesin yang terhitung sebagai biaya sewa modal pada industri pertanian belum efisien sehingga pengaruh sewa modal pada industri pertanian tidak berpengaruh secara signifikan. Variabel TK, BB, E dan SM secara umum berpengaruh positif pada output industri subsektor pertanian, meskipun berdasarkan estimasi terdapat beberapa kondisi yang berbeda pada masing-masing subektor industri pertanian. Pada industri makanan, minuman, dan tembakau, SM memiliki koefisien negatif dan tidak berpengaruh signifikan terhadap output. Pembiayaan input berupa sewa modal yang dikeluarkan tidak sepadan dengan efisiensi input yang diperoleh sehingga sewa modal pada input tidak berpengaruh secara nyata terhadap output. Ouput pada industri kayu dan anyaman dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh bahan baku dan sewa modal yang ditunjukkan oleh nilai koefisien yang bernilai positif dan pengujian signifikansi berpengaruh nyata pada taraf 10
16 persen. Sedangkan variabel tenaga kerja dan energi pada industri ini memiliki koefisien negatif dan tidak berpengaruh nyata pada output. Hal ini dapat disebabkan oleh kualitas tenaga kerja pada industri kayu tidak memadai, padahal industri industri kayu merupakan industri yang padat karya yang membutuhkan tenaga kerja yang cukup besar. Namun jika pertambahan jumlah tenaga kerja ini masih diikuti dengan kualitas SDM yang rendah maka akan memengaruhi produktivitas industri selanjutnya sehingga terjadi inefisiensi. Sedangkan dari sisi penggunaam energi pada industri kayu tidak signifikasn berpengaruh pada output karen struktur industri kayu dan anyaman yang berstruktur padat karya. Langkah selanjutnya adalah dengan menghitung pertumbuhan pertahun dari kelima variabel fungsi produksi yaitu Q, TK, BB, E, dan SM. Variabel-varibael yang tidak signifikan terhadap output tetap dimasukkan dalam perhitungan pertumbuhan TFP karena koefisien tersebut tetap berpengaruh meskipun porsinya kecil, hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Nuryani pada tahun 2008. Setelah diperoleh nilai pertumbuhan fungsi produksi maka dengan pengalian nilai koefisien pada regresi untuk setiap faktor produksi akan didapatkan nilai TFP. 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 -0.05 1981
1985
1989
1993
1997
2001
2005
2009
-0.1 -0.15 -0.2 TFP industri pertanian
Makanan, minuman dan tembakau
Tekstil, kulit, dan alas kaki
kayu dan anyaman
Gambar 7 TFP industri pertanian dan subsektornya tahun1981-2010 (persen) Gambar 7 di atas menunjukkan hasil nilai TFP pada Industri pertanian dan subsektornya periode 1981-2010. Nilai TFP yang negatif menunjukkan bahwa efisiensi faktor produksi atau penguasaan teknologi masih lemah (Bernard, 1996). TFP yang lemah menunjukkan bahwa besarnya pertumbuhan output lebih rendah dari pertumbuhan input. Berdasarkan hasil pada lampiran 2 terlihat bahwa nilai TFP Industri Pertanian dan subsektornya berfluktuatif. Rata-rata TFP industri subsektor selama periode 1981-2010 sedikit berada di atas TFP sektor industri pertanian secara agregat, artinya tingkat efisiensi faktor produksi pada industri subsektor lebih tinggi dari tingkat efisiensi faktor produksi sektor industri pertanian secara agregat. Hal ini dapat dilihat dari TFP pada Industri makanan, minuman dan tembakau yang memiliki TFP yang lebih tinggi jika dibandingkan
17 dengan subsektor industri pertanian lainnya. Industri kayu dan anyaman memiliki perkembangan TFP yang sangat berfluktuatif dan cenderung sangat kecil. Hal ini menunjukkan bahwa penyerapan teknologi pada industri kayu dan anyaman lemah serta mengindikasikan tingkat pemakaian dan perkembangan teknologi dalam pengolahan kayu dan anyaman masih cenderung bersifat tradisional. Namun secara garis besar, berdasarkan hasil penelitian ini TFP industri pertanian Indonesia dan subsektornya masih rendah. Hal ini dibuktikan dengan pertumbuhan TFP industri makanan, minuman, dan tembakau indonesia yang masih lebih rendah baik secara agregat dan maupum rata-rata jika dibandingkan dengan pertumbuhan TFP industri serupa di negara berkembang lainnya seperti Brazil dan Turkey. Hal serupa juga terjadi pada industri tekstil, dimana secara agregat Indonesia masih memiliki pertumbuhan TFP yang lebih rendah dibandingkan dengan Brazil meskipun lebih baik dibandingkan Turkey (Saliola dan Seker 2011). Tabel 6
Nilai TFP rata-rata periode 1981-2010 industri pertanian beserta subsektornya (persen) TFP
Keadaan Rata-rata total Sebelum krisis1997-1998 Setelah krisis1997-1998
Industri Pertanian -0.003306 -0.005051 -0.002493
31 0.002632 -0.002960 0.008280
32 0.002192 0.000082 0.003231
33 -0.008400 -0.004600 -0.019000
Keterangan: 31= Industri Makanan, Minuman dan Tembakau 32= Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki 33= Industri Kayu dan Anyaman
Nilai rata-rata TFP sektor industri pertanian tahun 1981 hingga 2010 berdasarkan Tabel 6 adalah sebesar -0.0033, dengan rata-rata sebelum krisis sebesar -0.00505 dan setelah krisis sebesar -0.0025. Nilai TFP yang negatif menunjukkan efisiensi faktor produksi atau penguasaan teknologi pada industri pertanian masih lemah. TFP tertinggi terdapat pada subsektor industri makanan, minuman dan tembakau dengan rata-rata sebesar 0.0026 yang memiliki nilai TFP -0.0029 sebelum krisis dan setelah krisis sebesar 0.0082. Sedangkan nilai TFP terendah terdapat pada subsektor industri kayu dan anyaman dengan rata-rata sebesar -0.0084 dengan nilai saat sebelum krisis sebesar -0.0046 dan setelah krisis sebesar -0.019. Nilai TFP industri makanan, minuman, dan tembakau memiliki nilai TFP tertinggi jika dibandingkan subesktor industri pertanian lain, hal ini menunjukkan bahwa penyerapan teknologi atau efisiensi faktor produksinya lebih baik. Semakin efisien suatu industri, maka rasio antara input dan output akan semakin kecil. Hal ini dapat disebabkan karena pemakaian teknologi pada industri makanan, minuman dan tembakau lebih tinggi dan didukung oleh karakteristik dari industri ini adalah padat tenaga kerja khususnya pada industri tembakau, sehingga pada saat produksi rendah tenaga kerja dapat dikurangi (dilakukan shifting) untuk menekan biaya. Salah satu contoh yang menggambarkan rendahnya teknologi industri pertanian di Indonesia adalah industri kakao dimana industri kakao Indonesia belum mampu menghasilkan produk kakao berkualitas dan hanya
18 sebagian kecil yang layak untuk diekspor sedangkan Indonesia sebagai produsen komoditas kakao hanya dapat mengekspor komoditas kakao sebagai bahan baku bagi industri luar negeri. Salah satu pangsa terbesar komoditas kakao Indonesia adalah Uni Eropa dan Amerika Serikat, namun produk kakao asal Indonesia seringkali mengalami penahanan otomatis dari Amerika berupa ( automatic detention ) dan dari Eropa berupa discounted price. Hal ini disebabkan karena kakao Indonesia tidak memenuhi standar kualitas mutu didua Negara tersebut (Saragih 2011).
Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi TFP Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Total Factor Productivity (TFP) menggunakan model Error Corection Model (ECM) yaitu dengan menduga model jangka panjang dan pendeknya. ECM digunakan untuk mengatasi perbedaan kekonsistenan hasil jangka pendek dengan jangka panjang. Cara mengatasinya yaitu dengan disequilibrium pada satu periode dikoreksi. Uji unit root dan derajat integrasi pada variabel yang diamati menunjukkan beberapa variabel independen tidak stasioner pada level. Pada data time series kebanyakan memiliki tingkat stasioneritas pada perbedaan pertama (first difference) atau satu I (1) (Firdaus 2011). Uji kointegrasi yang dilakukan pada faktor-faktor yang mempengaruhi TFP membuktikan bahwa model memiliki kestabilan jangka panjang. Industri Pertanian Estimasi regresi model jangka panjang dan jangka pendek pada industri pertanian ditunjukkan oleh Tabel 7. Hasil dari estimasi tersebut adalah PMDN, dan M signifikan pada taraf 10 persen memengaruhi pertumbuhan TFP industri pertanian pada jangka panjang, sedangkan PDB dan X memengaruhi pertumbuhan TFP industri pertanian pada jangka pendek. Tabel 7 Hasil estimasi regresi ECM industri pertanian Variabel D(lnPDB) D(lnPMA(-3)) D(lnPMDN(-1)) D(lnX) D(lnM(-2))
Koefisien 0.36519 0.00303 0.02931 -0.13523 0.08155
t-Statistik 2.71053 1.18963 1.95659 -2.11174 2.87570
* * * *
Pengaruh Jangka pendek Jangka panjang Jangka panjang Jangka pendek Jangka panjang
Keterangan: *signifikan pada taraf 10 persen
Produk Domestik Bruto (PDB) sebagai indikator output industri nasional berpengaruh signifikan positif pada TFP industri pertanian dalam jangka pendek dengan koefisien 0.36519, artinya peningkatan PDB industri sebesar satu persen akan meningkatkan pertumbuhan TFP industri pertanian sebesar 0.36519 persen, cateris paribus. Pengaruh positif PDB pada TFP disebabkan karena peningkatan PDB sektor industri mengindikasikan terjadinya penambahan output, yang berarti terjadi peningkatan produksi yang mendorong efisiensi faktor produksi atau penyerapan teknologi (Akinlo 2005).
19 Variabel PMDN berpengaruh secara signifikan positif terhadap TFP sektor industri pertanian pada jangka panjang dengan prospek satu tahun mendatang dengan nilai koefisien sebesar 0.0293, artinya setiap penambahan PMDN sebesar satu persen akan meningkatkan efisiensi faktor produksi sebesar 0.0293 persen pada tahun berikutnya, cateris paribus. Hubungan positif ini dapat dijelaskan dengan meningkatnya investasi dapat meningkatkan penyerapan teknologi pada industri pertanian karena dapat meningkatkan dayasaing secara tidak langsung yang akan meningkatkan produktivitas industri pertanian (Ikemoto 1986). Faktor perdagangan yang terdiri dari ekspor dan impor berpengaruh nyata dalam pada industri pertanian. Ekspor hasil industri pertanian (X) berpengaruh secara signifikan terhadap TFP sektor industri pertanian pada jangka pendek dengan nilai koefisien sebesar -0.1352, artinya setiap penambahan ekspor hasil industri sebesar satu persen akan menurunkan pertumbuhan TFP industri pertanian sebesar 0.1352 persen, cateris paribus. Meskipun nilai ekspor hasil industri pertanian terus meningkat, namun ekspor masih didominasi oleh hasil industri bahan setengah jadi atau bahan mentah berteknologi rendah dan padat karya, sehingga tidak mendorong penyerapan teknologi. Sedangkan variabel impor modal (M) berpengaruh secara signifikan positif terhadap TFP sektor industri pertanian pada jangka panjang dengan nilai koefisien sebesar 0.0851, artinya setiap penambahan impor modal sebesar satu persen akan meningkatkan pertumbuhan TFP pada industri pertanian sebesar 0.0851 persen pada dua tahun berikutnya, cateris paribus. Impor modal berupa mesin dari luar negeri akan meningkatkan efisiensi faktor produksi dalam proses produksi karena proses produksi dilakukan dengan menggunakan mesin. Varibel PMA pada industri pertanian tidak signifikan memengaruhi pertumbuhan TFP, hal ini dapat dikarenakan nilai PMA industri yang terbentuk merupakan nilai investasi pembaruan setiap tahunnya dan bukan merupakan nilai total secara keseluruhan, sehingga nilai PMA yang terdata sangat berfluktuatif yang menyebabkan pertumbuhan TFP industri pertanian kurang peka terhadap nilai PMA. Subsektor Industri Pertanian Estimasi regresi model jangka panjang dan jangka pendek pada industri makanan, minuman, dan tembakau ditunjukkan oleh Tabel 8. Hasil dari estimasi tersebut adalah PMA, X, dan M signifikan pada taraf 10 persen memengaruhi pertumbuhan TFP industri makanan, minuman, dan tembakau pada jangka panjang. Namun PDB dan PMDN tidak signifikan memengaruhi TFP subsektor industri makanan, minuman, dan tembakau. Tabel 8 Hasil estimasi regresi ECM industri makanan, minuman, dan tembakau Variabel D(lnPDB(-1)) D(lnPMA(-3)) D(lnPMDN) D(lnX(-3)) D(lnM(-3))
Koefisien -0.34868 0.08963 0.02339 0.14119 -0.11619
Keterangan: *signifikan pada taraf 10 persen
t-Statistik -1.63791 1.98695 0.80156 2.02698 -1.95777
* * *
Pengaruh Jangka panjang Jangka panjang Jangka pendek Jangka panjang Jangka panjang
20 Tabel 8 menunjukkan PMA berpengaruh signifikan positif pada TFP industri makanan, minuman, dan tembakau pada jangka panjang dengan koefisien 0.08963, artinya peningkatan PMA industri sebesar satu persen akan meningkatkan pertumbuhan TFP industri makanan, minuman, dan tembakau sebesar 0.08963 persen, cateris paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesis dimana investasi berhubungan positif dengan produktivitas, karena pentinganya investasi asing selain membawa dana masuk juga akan membawa teknologi produksi dan akses ke pasar dunia (Samuelson 1996). Pada jangka panjang selain variabel PMA, ekspor hasil industri makanan, minuman, dan tembakau berpengaruh signifikan positif terhadap pertumbuhan TFP, sedangkan impor modal berpengaruh signifikan negatif. Ekspor hasil industri (X) berpengaruh secara signifikan terhadap TFP sektor industri makanan, minuman, dan tembakau dengan nilai koefisien sebesar 0.14119, artinya setiap penambahan ekspor hasil industri sebesar satu persen akan meningkatkan progres teknologi sebesar 0.14119 persen, cateris paribus. Peningkatan ekspor hasil industri industri mencirikan adanya keterbukaan ekonomi melalui perdagangan dalam sektor industri tersebut (Harrison 1993). Meningkatnya ekspor industri industri makanan, minuman, dan tembakau akan meningkatkan produksi sehingga terjadi efisiensi faktor produksi. Impor modal (M) berpengaruh secara signifikan terhadap TFP sektor industri makanan, minuman, dan tembakau dengan nilai koefisien sebesar -0.11619, artinya setiap penambahan impor modal sebesar satu persen akan menurunkan progress teknologi pada industri makanan, minuman, dan tembakau sebesar 0.11619 persen, cateris paribus. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis dimana impor modal seharusnya berpengaruh positif terhadap TFP, hal ini dapat disebabkan karena penggunaan teknologi industri masih kurang memadai karena kurangnya informasi tentang teknologi yang digunakan sehingga kemampuan teknologi tidak berkembang, sehingga penggunaan teknologi yang diimpor menjadi kurang efisien. Variabel yang tidak signifikan memengaruhi TFP industri makanan, minuman, dan tembakau adalah PDB dan PMDN. PMDN tidak berpengaruh nyata terhadap TFP industri makanan, minuman, dan tembakau dapat dikarenakan investasi dalam negeri pada industri tersebut tidak terlalu berpengaruh pada produktivitas meskipun porsi PMDN pada industri ini cukup tinggi, sebab penanaman modal asing pada industri ini lebih dominan dalam akses transfer teknologi yang ditunjukkan oleh banyaknya perusahaan multinasional pada industri makanan, minuman, dan tembakau. Sedangkan PDB yang tidak berpengaruh nyata dapat disebabkan karena nilai PDB industri belum dapat mencerminkan nilai PDB industri makanan, minuman, dan tembakau sehingga variabel PDB industri tidak signifikan memengaruhi TFP industri makanan, minuman, dan tembakau. Estimasi regresi model jangka panjang dan jangka pendek pada industri tektil, kulit, dan alas kaki ditunjukkan oleh Tabel 8 . Hasil dari estimasi tersebut menunjukkan bahwa PDB dan M signifikan pada taraf 10 persen memengaruhi pertumbuhan TFP industri tektil, kulit, dan alas kaki pada jangka panjang dan PMA memengaruhi pada jangka pendek. Namun variabel PMDN dan X tidak berpengaruh nyata terhadap tektil, kulit, dan alas kaki.
21 Tabel 9 Hasil estimasi regresi ECM industri tekstil, kulit, dan alas kaki Variabel D(lnPDB(-2)) D(lnPMA) D(lnPMDN) D(lnX(-1)) D(lnM(-2))
Koefisien -0.33451 0.01135 -0.01707 0.03772 0.06499
t-Statistik -3.08270 4.10444 -0.77384 0.65940 2.03098
* *
*
Pengaruh Jangka panjang Jangka pendek Jangka pendek Jangka panjang Jangka panjang
Keterangan: *signifikan pada taraf 10 persen
PDB berpengaruh signifikan negatif pada TFP industri tektil, kulit, dan alas kaki pada jangka panjang dengan koefisien -0.33451, artinya peningkatan PDB industri sebesar satu persen akan menurunkan pertumbuhan TFP industri tekstil, kulit, dan alas kaki sebesar 0.33451 persen, cateris paribus. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal karena peningkatan PDB Industri tidak seiring dengan peningkatan produksi sektor industri tektil, kulit, dan alas kaki, sehingga peningkatan PDB tidak memberikan pengaruh positif terhadap TFP sektor industri tektil, kulit, dan alas kaki di Indonesia. Faktor investasi yaitu PMA berpengaruh signifikan positif terhadap TFP industri tektil, kulit, dan alas kaki dengan koefisien 0.01135 pada jangka pendek. Artinya setiap penambahan PMA sebesar satu persen akan meningkatkan efisiensi faktor produksi sebesar 0.01135 persen, cateris paribus. PMA sektor industri akan menimbulkan transfer teknologi industri dari luar negeri sehingga terjadi efisiensi faktor produksi dalam proses produksi (Djankov dan Hoekman 2000) karena PMA merupakan kunci utama dalam mencapai pertumbuhan ekonomi melalui spesialisasi produksi dan kemajuan teknologi. Pada industri kayu inveatasi asing lebih berpengaruh dibandingkan dengan inveastasi yang berasal dari domestic, hali ini ditunjukkan dari hasil estimasi dimana PMA berpengaruh signifikan positif sedangkan PMDN memiliki pengaruh neatif dan tidak berpengaruh nyata. Dari sisi faktor perdagangan variabel yang signifikan positif memengaruhi industri tekstil, kulit dan alas kaki adalah variabel M. Impor modal (M) berpengaruh secara signifikan terhadap TFP sektor industri tektil, kulit, dan alas kaki dengan nilai koefisien sebesar 0.06499, artinya setiap penambahan impor modal sebesar satu persen akan meningkatkan pertumbuhan TFP pada industri tekstil, kulit dan alas kaki sebesar 0.06499 persen, cateris paribus. Impor modal berupa mesin dari luar negeri akan meningkatkan efisiensi faktor produksi dalam proses produksi karena proses produksi dilakukan dengan menggunakan mesinmesin berteknologi tinggi. Hal ini dapat dibuktikan dengan biaya sewa modal terhadap mesin pada industri tekstil sangat besar dan industri ini merupakan industri yang padat karya namun juga besar pada modal. Ekspor hasil industri tidak signifikan memengaruhi efisiensi produksi pada industri tekstil, kulit dan alas kaki. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor. Meskipun pertumbuhan industri tekstil, kulit dan alas kaki Indonesia cukup pesat, namun perkembangan ekspor industri ini sempat terhambat sejak adanya pengaturan pemasaran atas dasar Multi Fibre Agreement (MFA) dengan berlakunya sistem kuota. Sementara itu ekspor ke negara nonkuota menghadapi kendala tidak terjaminnya margin yang diperoleh jika dibandingkan dengan ekspor kuota (BBD 1992).
22 Tabel 10 Hasil estimasi regresi ECM industri kayu dan anyaman Variabel D(lnPDB) D(lnPMA) D(lnPMDN) D(lnX(-1)) D(lnM)
Koefisien 0.28456 -0.02441 -0.05612 0.16906 -0.07476
t-Statistik 1.62448 -6.93075 -2.68265 2.66096 -1.88314
* * * *
Pengaruh Jangka pendek Jangka pendek Jangka pendek Jangka panjang Jangka pendek
Keterangan: *signifikan pada taraf 10 persen
Estimasi regresi model jangka panjang dan jangka pendek pada industri kayu dan anyaman ditunjukkan oleh Tabel 10. Hasil dari estimasi tersebut adalah PMA, PMDN, dan M signifikan pada taraf 10 persen memengaruhi pertumbuhan TFP industri kayu dan anyaman pada jangka pendek, sedangkan X memengaruhi pertumbuhan TFP industri pertanian pada jangka panjang dan variabel PDB tidak signifikan memengaruhi efisiensi produksi pada industri kayu dan anyaman. Kedua variabel investasi baik PMA maupun PMDN berpengaruh signifikan negatif dengan koefisien -0.0244 dan -0.0561 pada jangka pendek. Artinya setiap penambahan PMA sebesar satu persen akan menurunkan pertumbuhan TFP industri kayu dan anyaman sebesar 0.0244 persen, cateris paribus dan setiap penambahan PMDN sebesar satu persen akan menurunkan pertumbuhan TFP industri kayu dan anyaman sebesar 0.0561 persen, cateris paribus. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis karena meningkatnya investasi tidak menjamin terjadinya peningkatan efisiensi karena untuk mengadaptasi teknologi baru sebab dibutuhkan proses pelatihan dan keahlian yang sesuai (Glass dan Saggi 1996) sehingga dalam jangka pendek variabel investasi baik yang bersal dari asing dan domestik tidak dapat memberikan pengaruh yang positif secara signifikan. Ekspor hasil industri (X) berpengaruh secara signifikan terhadap TFP sektor industri kayu dan anyaman dengan nilai koefisien sebesar 0.16906 dengan prospek ke depan sau tahun, artinya setiap penambahan ekspor hasil industri sebesar satu persen akan meningkatkan efisiensi faktor produksi sebesar 0.16906 persen pada tahun berikutnya, cateris paribus. Peningkatan ekspor hasil industri kayu dan anyaman mencirikan adanya keterbukaan ekonomi dalam sektor industri. Meningkatnya ekspor industri akan meningkatkan produksi sehingga terjadi efisiensi faktor produksi (Jajri 2007). Impor modal (M) berpengaruh secara signifikan negatif terhadap TFP sektor industri kayu dan anyaman dengan nilai koefisien sebesar -0.07476, artinya setiap penambahan impor modal sebesar satu persen akan menurunkan pertumbuhan TFP industri kayu dan anyaman sebesar 0.07476 persen, cateris paribus. Penggunaan teknologi industri masih kurang memadai karena kurangnya informasi tentang teknologi yang digunakan sehingga kemampuan teknologi tidak berkembang, sehingga penggunaan teknologi yang diimpor menjadi kurang efisien. Sedangkan variabel PDB pada subsektor industri ini tidak signifikan memengaruhi efisiensi faktor produksi, hal ini dapat disebabkan karena adanya gejolak ekonomi seperti krisis yang dapat memengaruhi produksi maupun output industri kayu dan anyaman sehingga mengalami penurunan porsi atau kontribusinya terhadap PDB industri.
23 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Nilai pertumbuhan Total FactorProductivity (TFP) industri pertanian tahun 1981-2010 menunjukkan bahwa tingkat produktivitas industri pertanian masih lemah. Hal ini ditunjukkan oleh besaran nilai TFP industri pertanian yang bernilai negatif baik itu saat sebelum krisis dan setelah krisis. TFP pada industri pertanian sebelum krisis merepresentasikan nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan TFP ada periode setelah krisis. Hal ini menandakan terjadinya perkembangan teknologi pada industri pertanian setelah terjadinya krisis tahun 1997-1998. Berdasarkan analisis TFP subsektor yang memiliki efisiensi tertinggi dalam penggunaan faktor produksinya adalah industri makanan, minuman, dan tembakau karena subsektor tersebut merupakan industri yang padat modal dan tenaga kerja yang tinggi sehingga penyerapan teknologi cenderung tinggi. Sedangkan, subsektor yang memiliki nilai TFP terendah adalah industri kayu dan anyaman, hal ini disebabkan karena penyerapan teknologi pada industri kayu masih lemah dan faktor produksi cenderung lebih tinggi pada tenaga kerja dibandingkan dengan penggunaan mesin. TFP industri pertanian di pengaruhi oleh PMDN dan Impor Modal (M) pada jangka panjang dan Produk Domestik Bruto (PDB) dan Ekspor Hasil Industri Pertanian (X) pada jangka pendek. Hal ini menunjukkan bahwa indikator ekonomi yang dapat meningkatkan produktivitas secara natural tanpa intervensi dalam jangka panjang dengan penyerapan teknologi adalah dari sisi faktor investasi yaitu PMDN dan faktor perdagangan yaitu impor modal. Saran 1. Dalam mengoptimalkan output industri dengan produktivitas yang tinggi maka industri pertanian dapat melakukan usaha menigkatkan progress teknologi untuk meningkatkan efisiensi setiap faktor produksi seperti penggunaan mesin dan peralatan yang berteknologi tinggi. 2. Pemerintah dapat memberlakukan kebijakan yang dapat mendorong penyerapan teknologi industri pertanian menjadi lebih kuat atau tinggi secara natural melalui kebijakan yang dapat mendorong produktivitas tinggi seperti investasi dan perdagangan yang akan berdampak pada jangka panjang. 3. Rekomendasi yang dapat diajukan untuk penelitian selanjutnya yang terkait dengan TFP Industri Pertanian adalah meneliti pengaruh pendidikan, karena semakin berkembang pengetahuan maka dapat memengaruhi tingkat penyerapan teknologi.
DAFTAR PUSTAKA Akinlo AE. 2005. Impact of Macroeconomic Factors on Total Factor Productivity in Sub-Saharan African Countries. Helsinki (FI): World Institute for Development Ecnomics Research.
24
[BBD] Bank Bumi Daya. 1992. Industri Tekstil dan Produk Tekstil: Produksi, Pemasaran, dan Prospek. Jakarta (ID): BBD-Press Bernard AB, Jones, CI. 1996. Productivity Across Industries and Countries: Time Series Theory and Evidence. Harvard (US): Volume 78, Issue 1, 135-146. [BPPT] Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. 2012. Peranan Teknologi dalam Pertumbuhan Ekonomi Indonesia: Pendekatan Total Factor Productivity. Prihawantoro S, Hutapea R, Suryawijaya I, editor. Jakarta (ID): BPPT-Press. [BPS] Badan Pusat Statistik. 1980-2012. Indikator Ekonomi. Jakarta (ID): BPS. _______________________. 1980-2012. Statistik Indonesia. Jakarta (ID): BPS. _______________________. 1980-2012. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia-Ekspor. Volume 1. Jakarta (ID). BPS. _______________________. 1980-2012. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia-Impor. Volume 2. BPS. Djankov S, Hoekman B. 2000. Foreign Investment and Productivity Growth in Czech Enterprises. The World Bank Economic Review, Vol.14, No. 1: 49-64. Felipe J. 1997. Total Factor Productivity Growth in East Asia: A Critical Survey. Manila (PH): Asian Development Bank. Firdaus M. 2011. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Panel dan Time Series. Bogor (ID): IPB-Press. Harrison AE. 1993. Productivity, Impercfect Competition and Trade Reform. Journal of International Economics 26 (1994) 53-73. Washington DC (US): The World Bank. Glass AJ, Saggi K. 1996. International Technology Transfer and The Technology Gap. Journal of Development Economics Vol. 55 (1998) 369-398. Ikemoto, Y. 1986. Technical Progress and the Level of Technology in Asian Countries. (JP): The Developing Economies 34-4 (December):368-90. Jajri I. 2007. Determinants of Total Factor Productivity Growth in Malaysia. Kuala Lumpur (MY): Journal of International Economics 28 3 (2007) 41-58. Gujarati D. 1993. Ekonometrika Dasar. Zain dan Sumarno, penerjemah. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Basic Econometrics. Nicholson W. 2002. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Mahendra IB, Aziz A, penerjemah; Kristiaji WC, Sumiharti Y, Mahanani N, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Intermediate Microeconomics. Ed ke-8. Nuryani S. 2008. Analisis Produktivitas Faktor Produksi pada Industri Alas Kaki di Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): IPB. Saliola F, Seker M. Total Factor Productivity Across the Developing World. World Bank Group. Enterprise Note 23. Samuelson P, William D. 1997. Makroekonomi. Nirdhaus, penerjemah. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Saragih R. 2011. Kakao Indonesia: Optimis Nomor Satu di Dunia. Medan (ID): PBT BBP2TP Direktorat Jenderal Perkebunan. Sastrosoenarto H. 2006. Industrialisasi Serta Pembangunan, Sektor Pertanian dan Jasa. Jakarta (ID): Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Wibowo T. 2006. Potret Industri Manufaktur Indonesia Sebelum dan Pasca Krisis. Jakarta (ID): Kementrian Keuangan Republik Indonesia.
25
LAMPIRAN
26 Lampiran 1 Data output dan faktor produksi untuk perhitungan TFP 1. Industri pertanian Tahun lnQ lnTK lnBB lnE 1980 8.19513 13.37323 7.58959 4.30389 1981 8.40218 13.39600 7.79413 4.48193 1982 8.53776 13.43993 7.88722 5.06097 1983 8.72734 13.49079 8.08705 5.41858 1984 8.95744 13.59263 8.33438 5.80546 1985 9.40259 13.89560 8.75584 6.24146 1986 9.51490 13.90223 8.85303 6.24332 1987 9.78561 13.97498 9.19885 6.27391 1988 10.02736 14.12330 9.46023 6.49793 1989 10.31766 14.21002 9.70973 6.70890 1990 10.48503 14.37719 9.82854 6.85672 1991 10.68561 14.50635 10.04261 7.20490 1992 10.95488 14.61538 10.30336 7.41305 1993 11.24500 14.69741 10.61988 7.69761 1994 11.28412 14.74047 10.63141 7.77538 1995 11.44156 14.82619 10.78527 7.86519 1996 11.61824 14.81877 10.99203 8.03851 1997 11.73674 14.80375 11.08580 8.08948 1998 12.30074 14.81066 11.68451 8.44699 1999 12.42362 14.82048 11.79674 8.53641 2000 12.50391 14.79390 11.86479 8.78033 2001 12.66080 14.77797 12.03807 9.06935 2002 12.76568 14.77379 12.08116 9.45164 2003 12.87237 14.73727 12.25177 9.66122 2004 12.90376 14.75275 12.27164 9.70033 2005 13.04106 14.71115 12.46427 9.86802 2006 13.20938 14.84312 12.54864 9.91393 2007 13.40608 14.79185 12.79861 10.17850 2008 13.60259 14.73647 13.06921 10.30250 2009 13.61479 14.70781 13.03747 10.06972 2010 13.62605 14.73003 12.99531 10.17694
lnSM 1.17350 1.35403 1.65173 1.86995 2.40991 4.05579 2.82108 3.37557 3.38507 4.07104 4.36154 4.63148 4.79973 5.30282 5.02385 4.89035 5.39816 5.55683 5.86647 6.17170 7.34601 7.49443 7.06987 7.57147 7.32251 7.47760 7.32119 7.50934 7.90249 7.66106 8.20412
27 2. Industri makanan, minuman, dan tembakau Tahun lnQ lnTK lnBB 1980 7.74188 12.68011 7.10247 1981 7.97321 12.67871 7.33380 1982 8.08971 12.68714 7.42222 1983 8.27972 12.73282 7.61285 1984 8.45827 12.74260 7.82068 1985 8.89473 13.16137 8.24960 1986 8.92415 13.16172 8.28405 1987 9.14032 13.20510 8.56405 1988 9.30809 13.26636 8.71552 1989 9.60348 13.27803 8.98582 1990 9.72185 13.33000 8.98731 1991 9.82173 13.37393 9.06410 1992 10.10801 13.41684 9.37963 1993 10.49264 13.49211 9.88062 1994 10.37669 13.51323 9.73206 1995 10.60115 13.70543 9.89470 1996 10.78307 13.60506 10.15794 1997 10.94338 13.58155 10.26371 1998 11.45707 13.64226 10.83976 1999 11.58893 13.60438 10.90537 2000 11.75648 13.64472 11.11576 2001 12.04875 13.64580 11.44527 2002 12.14497 13.69927 11.45893 2003 12.28596 13.73088 11.70003 2004 12.31517 13.80710 11.69242 2005 12.48180 13.72007 11.90885 2006 12.72210 13.91184 12.09314 2007 12.98360 13.89464 12.43133 2008 13.27323 13.88124 12.79125 2009 13.27527 13.86088 12.75868 2010 13.27370 13.85810 12.68004
lnE 3.28543 3.51676 3.96820 4.50461 4.73604 5.25434 5.25514 5.24731 5.37832 5.55072 5.72048 5.95176 6.13243 6.62623 6.53846 6.59441 6.74759 6.91374 7.27448 7.30384 7.53956 7.90323 8.51919 8.70151 8.63284 8.74799 9.04606 9.39823 9.69628 9.39980 9.37254
lnSM 0.32600 0.55733 0.73669 1.18418 1.46024 3.87420 2.03992 2.54192 2.33127 3.17897 3.39899 3.36519 3.49748 3.32298 3.52536 3.49651 3.82864 4.07754 4.48864 4.11087 6.90675 6.84162 6.14204 7.02731 6.48768 6.48768 6.56948 6.77537 7.55119 7.25771 7.65397
28 3. Industri tekstil, kulit dan alas kaki Tahun lnQ lnTK 1980 6.83104 12.44764 1981 6.94788 12.48870 1982 7.03982 12.49291 1983 7.19164 12.48837 1984 7.56628 12.56470 1985 7.95734 12.85215 1986 8.18754 12.87152 1987 8.44553 12.94540 1988 8.72232 13.09033 1989 9.08822 13.22897 1990 9.32229 13.50360 1991 9.61872 13.71808 1992 9.96142 13.89207 1993 10.19813 13.98842 1994 10.37375 14.04307 1995 10.49593 14.08765 1996 10.69480 14.11910 1997 10.76827 14.10413 1998 11.38263 14.07274 1999 11.53700 14.10950 2000 11.57836 14.16997 2001 11.55751 14.13232 2002 11.69584 14.09082 2003 11.74430 14.03296 2004 11.80939 14.00889 2005 11.93628 14.02069 2006 12.05631 14.14767 2007 12.10657 14.07227 2008 12.10929 14.00167 2009 12.19958 13.98259 2010 12.24660 14.02449
lnBB 6.30911 6.42596 6.40113 6.59036 6.90361 7.31547 7.49280 7.87935 8.22841 8.51237 8.75384 9.08285 9.40203 9.54647 9.68109 9.87086 10.06688 10.13963 10.79012 10.96942 10.92991 10.95604 11.04750 11.08019 11.17172 11.35855 11.32358 11.36239 11.42168 11.45480 11.50336
lnE 3.64512 3.76197 4.24959 4.54836 5.03695 5.39116 5.39198 5.41736 5.62435 5.96342 6.03640 6.49966 6.74213 6.92663 7.11702 7.25276 7.44366 7.44366 7.77022 7.91022 8.22738 8.49760 8.75147 8.96916 9.09032 9.31254 9.22857 9.39980 9.31542 9.24097 9.47746
lnSM 0.44960 0.56645 0.96584 0.80781 1.54714 1.85957 1.81970 2.29274 2.67890 2.95658 3.47739 4.05569 4.26940 5.03110 4.55085 4.27667 4.95583 5.09375 5.24702 5.42053 6.16331 6.50877 6.27852 6.46147 6.57508 6.89264 6.57647 6.78559 6.56808 6.45362 7.27586
29 4. Industri Kayu dan Anyaman Tahun lnQ lnTK 1980 5.97715 11.10687 1981 6.24157 11.17333 1982 6.55391 11.48132 1983 6.80011 11.68533 1984 7.02071 12.05481 1985 7.58571 12.11112 1986 7.80517 12.10875 1987 8.24228 12.25894 1988 8.60745 12.60733 1989 8.79416 12.74604 1990 8.97630 12.91456 1991 9.23489 13.00630 1992 9.35019 13.06994 1993 9.51738 13.12843 1994 9.64454 13.17514 1995 9.72693 13.19735 1996 9.84065 13.23967 1997 9.95304 13.23664 1998 10.53226 13.25491 1999 10.55247 13.27145 2000 10.46450 12.87843 2001 10.58921 12.90293 2002 10.64020 12.89924 2003 10.75227 12.77129 2004 10.69770 12.75985 2005 10.70896 12.65138 2006 10.55072 12.60913 2007 10.77371 12.54119 2008 10.71991 12.38482 2009 10.51407 12.26659 2010 10.53058 12.29975
lnBB 5.36121 5.62563 5.96041 6.21462 6.51787 6.92578 7.12307 7.60278 8.00508 8.16401 8.34759 8.62027 8.67848 8.90894 9.05421 9.11833 9.21573 9.32706 9.86115 9.91734 9.85896 9.81537 9.85135 10.08176 10.03456 10.11253 9.91931 10.13293 10.07639 9.76411 9.90474
lnE 2.19491 2.45933 3.54899 3.70497 4.16088 4.63236 4.63840 4.74675 5.13588 5.15504 5.42413 5.69260 5.85668 6.06237 6.12524 6.13556 6.28600 6.30079 6.74406 6.78672 6.78219 6.98101 7.24351 7.51098 7.51806 7.56476 7.34019 7.68616 7.80057 7.10661 7.29097
lnSM -1.27228 -1.00786 -0.69315 -0.02327 0.75518 1.15247 1.07671 1.89236 1.53902 2.73203 2.77689 2.77271 2.83127 2.99863 3.14914 3.33220 3.49651 3.61092 4.30407 5.25750 4.33073 5.25227 5.18178 5.16479 4.94164 4.83628 4.39445 4.15888 4.48864 4.24850 4.62497
30 Lampiran 2 Perhitungan pertumbuhan faktor produksi dan TFP 1. Industri Pertanian a(ΔTK/TK)
b(ΔBB/BB)
1981
0.0017566
0.209593
0.00766
0.0021233
0.00891
1982
0.0034249
0.090105
0.03082
0.0037214
0.01714
1983
0.0039792
0.204275
0.01689
0.0026172
-0.019
1984
0.0081755
0.259128
0.01856
0.0076834
-0.0348
1985
0.0269874
0.484096
0.02147
0.0449196
-0.0167
1986
0.0005075
0.09426
7.3E-05
-0.00761
0.03163
1987
0.0057551
0.381551
0.00122
0.007953
-0.0856
1988
0.0121928
0.275868
0.00987
0.0001024
-0.0246
1989
0.0069089
0.261712
0.00923
0.0105786
0.04839
1990
0.013876
0.116505
0.00626
0.0036177
0.04194
1991
0.0105149
0.220455
0.01636
0.0033257
-0.0285
1992
0.0087848
0.275109
0.00909
0.0019665
0.01405
1993
0.0065201
0.343866
0.01293
0.0070167
-0.0338
1994
0.0033554
0.010713
0.00318
-0.002613
0.02526
1995
0.0068255
0.153599
0.00369
-0.001341
0.00773
1996
-0.000563
0.212122
0.00744
0.0071009
-0.0328
1997
-0.001137
0.090782
0.00205
0.0018453
0.03226
1998
0.0005284
0.757077
0.01689
0.003895
-0.0207
1999
0.0007526
0.109675
0.00368
0.0038307
0.01282
2000
-0.002
0.06504
0.01085
0.0239958
-0.0143
2001
-0.001205
0.174722
0.01317
0.0017171
-0.0185
2002
-0.000318
0.040667
0.0183
-0.003713
0.05565
2003
-0.002735
0.171795
0.00916
0.0069904
-0.0726
2004
0.0011895
0.018536
0.00157
-0.002365
0.01296
2005
-0.003108
0.196189
0.00717
0.0018005
-0.0549
2006
0.0107584
0.08129
0.00185
-0.001554
0.09097
2007
-0.003812
0.262264
0.0119
0.0022216
-0.0552
2008
-0.004108
0.28698
0.00519
0.005169
-0.0761
2009
-0.002154
-0.02885
-0.0082
-0.002302
0.05374
2010
0.0017132
-0.03812
0.00445
0.0077408
0.03554
Rata-rata
0.0037789
0.1927
0.00909
0.0046812
-0.0033
Sebelum krisis 1997-1998
0.0074376
0.22456
0.01092
0.0056977
-0.0051
Setelah krisis 1997-1998
-0.000419
0.111682
0.00659
0.0036277
-0.0025
Tahun
c(ΔE/E)
d(ΔSM/SM)
ΔA/A
31 2. Industri makanan, minuman, dan tembakau a(ΔTK/TK)
b(ΔBB/BB)
1981
-0.000334
0.2242267
0.02085
-0.0028
0.01832
1982
0.002016
0.0796453
0.0457
-0.0021
-0.0017
1983
0.011123
0.1809252
0.05685
-0.006
-0.0336
1984
0.00234
0.1990156
0.02086
-0.0034
-0.0233
1985
0.123783
0.4614161
0.0544
-0.1089
0.01654
1986
8.15E-05
0.0302018
6.4E-05
0.00899
-0.0095
1987
0.010553
0.2783788
-0.0006
-0.007
-0.04
1988
0.015034
0.1408916
0.01121
0.00203
0.01349
1989
0.002796
0.2673799
0.01507
-0.0143
0.07269
1990
0.012694
0.0012821
0.01482
-0.0026
0.0995
1991
0.01069
0.0687644
0.02084
0.00036
0.00438
1992
0.010435
0.3196061
0.01586
-0.0015
-0.0129
1993
0.018606
0.5602867
0.05114
0.00171
-0.1627
1994
0.00508
-0.11893
-0.0067
-0.0024
0.0135
1995
0.050435
0.1521497
0.00461
0.0003
0.04415
1996
-0.022728
0.2594314
0.01326
-0.0042
-0.0462
1997
-0.005531
0.0961206
0.01448
-0.003
0.07182
1998
0.014895
0.6711098
0.03479
-0.0054
-0.0439
1999
-0.008846
0.0584205
0.00239
0.00337
0.08562
2000
0.009798
0.2017281
0.02129
-0.1646
0.11415
2001
0.000258
0.3362386
0.03513
0.00067
-0.0328
2002
0.013072
0.0118546
0.06819
0.00539
0.0025
2003
0.007644
0.2348826
0.01602
-0.0152
-0.0919
2004
0.018848
-0.006531
-0.0053
0.00446
0.01818
2005
-0.019838
0.2081694
0.00977
0
-0.0168
2006
0.050312
0.1743435
0.02781
-0.0009
0.02008
2007
-0.004057
0.3466843
0.03381
-0.0024
-0.0751
2008
-0.003168
0.3732118
0.02781
-0.0125
-0.0494
2009
-0.004798
-0.027609
-0.0205
0.00272
0.05228
2010
-0.00066
-0.065147
-0.0022
-0.0052
0.07159
Rata-rata
0.010684
0.1906049
0.02005
-0.0112
0.00263
Sebelum krisis 1997-1998
0.015788
0.194042
0.02114
-0.0089
-0.003
Setelah krisis 1997-1998
0.00488
0.1538538
0.01785
-0.0154
0.0082
Tahun
c(ΔE/E)
d(ΔSM/SM)
ΔA/A
32 3. Industri tekstil, kulit, dan alas kaki Tahun
a(ΔTK/TK)
b(ΔBB/BB)
c(ΔE/E)
d(ΔSM/SM)
ΔA/A
1981
0.0042192
0.1058632
0.02217
-0.0050136
-0.0033
1982
0.0004253
-0.020945
0.11242
-0.0198577
0.02426
1983
-0.0004564
0.1779313
0.06229
0.0059128
-0.0817
1984
0.0079855
0.314187
0.1127
-0.0442732
0.06387
1985
0.0335241
0.4352845
0.07604
-0.0148351
-0.0515
1986
0.0019687
0.1657132
0.00015
0.0015812
0.08944
1987
0.0077194
0.4030506
0.0046
-0.0244667
-0.0966
1988
0.0156989
0.3567979
0.04114
-0.0190649
-0.0757
1989
0.0149707
0.2804732
0.07221
-0.0129466
0.0871
1990
0.031815
0.2332708
0.01354
-0.0276432
0.01275
1991
0.0240809
0.332759
0.10541
-0.0316728
-0.0855
1992
0.0191315
0.3211439
0.04909
-0.0096379
0.02902
1993
0.0101821
0.1327194
0.03625
-0.0461899
0.13413
1994
0.0056548
0.123082
0.03751
0.0154264
0.01031
1995
0.0045887
0.1784882
0.02601
0.0097003
-0.0888
1996
0.0032168
0.1849593
0.03763
-0.0393264
0.03355
1997
-0.0014958
0.0644484
0
-0.005982
0.01927
1998
-0.0031115
0.782788
0.06908
-0.0067003
0.00641
1999
0.0037696
0.1677291
0.02688
-0.0076642
-0.0238
2000
0.0062753
-0.033093
0.06676
-0.0445666
0.04684
2001
-0.0037197
0.0226148
0.0555
-0.0166909
-0.0783
2002
-0.0040918
0.0818055
0.0517
0.0083191
0.01062
2003
-0.0056598
0.0283766
0.0435
-0.0081204
-0.0084
2004
-0.002394
0.0818657
0.02304
-0.0048666
-0.0304
2005
0.0011945
0.1754577
0.04451
-0.0151194
-0.0708
2006
0.0136298
-0.029353
-0.0144
0.0109646
0.1467
2007
-0.0073106
0.0338033
0.03341
-0.0094083
0.00105
2008
-0.0068626
0.0521652
-0.0145
0.0079072
-0.036
2009
-0.0019018
0.0287639
-0.0128
0.0043745
0.0761
2010
0.0043072
0.0425006
0.04773
-0.0515976
0.0052
Rata-rata
0.0059118
0.174155
0.04098
-0.0133819
0.00219
Sebelum krisis 1997-1998
0.0115453
0.2327986
0.05057
-0.0163942
8.3E-05
Setelah krisis 1997-1998
-0.0002303
0.0543864
0.02928
-0.0105391
0.00323
33 4. Industri kayu dan anyaman a(ΔTK/TK)
b(ΔBB/BB)
1981
-0.00233
0.295074
-0.0067
0.017328
-0.0007
1982
-0.012228
0.387647
-0.0436
0.0211747
0.01366
1983
-0.007672
0.28218
-0.0037
0.0546165
-0.0462
1984
-0.015153
0.345357
-0.0128
0.067446
-0.1381
1985
-0.001964
0.491026
-0.0133
0.0279255
0.25579
1986
8.033E-05
0.212631
-0.0001
-0.004177
0.037
1987
-0.005494
0.600137
-0.0025
0.0721721
-0.1161
1988
-0.01413
0.482833
-0.0105
-0.017041
-0.0004
1989
-0.005044
0.167929
-0.0004
0.131503
-0.0887
1990
-0.006223
0.196458
-0.0068
0.002627
0.01375
1991
-0.003257
0.305604
-0.0068
-0.000239
-0.0002
1992
-0.002228
0.058432
-0.0039
0.0034525
0.0665
1993
-0.002042
0.252675
-0.005
0.0104296
-0.074
1994
-0.001621
0.152429
-0.0014
0.0092991
-0.0231
1995
-0.000761
0.064562
-0.0002
0.0115011
0.01081
1996
-0.001465
0.099723
-0.0036
0.0102232
0.01555
1997
0.0001024
0.114808
-0.0003
0.0069394
-0.0026
1998
-0.000625
0.688187
-0.0123
0.05725
0.05216
1999
-0.000565
0.056345
-0.001
0.0912905
-0.1257
2000
0.0110174
-0.05529
1E-04
-0.034589
-0.0055
2001
-0.000841
-0.04159
-0.0049
0.0866283
0.09348
2002
0.000125
0.035721
-0.0066
-0.003897
0.027
2003
0.0040717
0.252608
-0.0068
-0.000965
-0.1303
2004
0.0003856
-0.04495
-0.0002
-0.01145
0.00306
2005
0.0034849
0.079057
-0.0011
-0.005725
-0.0644
2006
0.0014024
-0.17129
0.00445
-0.020446
0.03953
2007
0.0022266
0.232173
-0.0091
-0.012015
0.03656
2008
0.0049075
-0.05359
-0.0027
0.0223633
-0.0234
2009
0.0037802
-0.26149
0.01106
-0.012222
0.07283
2010
-0.001143
0.147204
-0.0045
0.0261714
-0.1511
Rata-rata
-0.001773
0.179087
-0.0052
0.0202525
-0.0084
Sebelum krisis 1997-1998
-0.005096
0.274669
-0.0076
0.0261401
-0.0047
Setelah krisis 1997-1998
0.0024043
0.014577
-0.0018
0.0104287
-0.019
Tahun
c(ΔE/E)
d(ΔSM/SM)
ΔA/A
34 Lampiran 3 Hasil estimasi untuk perhitungan TFP industri pertanian Dependent Variable: LNQ Method: Least Squares Date: 06/06/13 Time: 19:49 Sample: 1980 2010 Included observations: 31 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNTK LNBB LNE LNSM C
0.076263 0.923509 0.039292 0.010732 -0.019923
0.024513 0.027044 0.025532 0.015096 0.304056
3.111084 34.14828 1.538938 0.710947 -0.065525
0.0045 0.0000 0.1359 0.4834 0.9483
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.999774 0.999740 0.028084 0.020506 69.48854 28792.44 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
11.29839 1.740263 -4.160551 -3.929263 -4.085157 1.889033
7
Series: Residuals Sample 1980 2010 Observations 31
6 5 4 3 2 1
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
3.38e-16 0.002258 0.054605 -0.060477 0.026145 -0.437783 3.275877
Jarque-Bera Probability
1.088518 0.580272
0 -0.06
-0.04
-0.02
0.00
0.02
0.04
0.06
Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS
0.745386 12.23729 9.795513
Prob. F(14,16) Prob. Chi-Square(14) Prob. Chi-Square(14)
0.7068 0.5873 0.7770
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
LNQ LNTK LNBB LNE LNSM
0.465309 1.157177
LNQ 1.000000 0.908557 0.999832 0.992373 0.985768
Prob. F(2,24) Prob. Chi-Square(2)
LNTK 0.908557 1.000000 0.905111 0.885839 0.894908
LNBB 0.999832 0.905111 1.000000 0.992056 0.985126
0.6335 0.5607
LNE 0.992373 0.885839 0.992056 1.000000 0.985697
LNSM 0.985768 0.894908 0.985126 0.985697 1.000000
35 Lampiran 4
Hasil estimasi untuk perhitungan TFP industri makanan, minuman, dan tembakau
Dependent Variable: LNQ Method: Least Squares Date: 06/04/13 Time: 15:10 Sample (adjusted): 1981 2010 Included observations: 30 after adjustments Convergence achieved after 33 iterations Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNTK LNBB LNE LNSM C AR(1)
0.238001 0.861512 0.080092 -0.010702 -1.669500 0.616191
0.106160 0.057531 0.057339 0.013782 1.316824 0.185035
2.241908 14.97469 1.396815 -0.776566 -1.267823 3.330142
0.0345 0.0000 0.1753 0.4450 0.2170 0.0028
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.999403 0.999278 0.045488 0.049661 53.48798 8030.711 0.000000
Inverted AR Roots
.62
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
10.77091 1.693140 -3.165865 -2.885626 -3.076214 1.598095
10
Series: Residuals Sample 1981 2010 Observations 30
8
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
6
4
2
0 -0.10
Jarque-Bera Probability -0.05
-0.00
0.05
2.63e-09 0.008520 0.080463 -0.087154 0.041382 0.001648 2.531937 0.273868 0.872028
0.10
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
1.889866 2.277874
Prob. F(1,23) Prob. Chi-Square(1)
0.1825 0.1312
Prob. F(20,9) Prob. Chi-Square(20) Prob. Chi-Square(20)
0.3035 0.3006 0.9420
Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS
LNQ LNTK LNBB LNE LNSM
1.415430 22.76306 11.15890
LNQ 1.000000 0.947464 0.999554 0.992409 0.963163
LNTK 0.947464 1.000000 0.943425 0.943808 0.907579
LNBB 0.999554 0.943425 1.000000 0.992508 0.963315
LNE 0.992409 0.943808 0.992508 1.000000 0.965137
LNSM 0.963163 0.907579 0.963315 0.965137 1.000000
36 Lampiran 5 Hasil estimasi untuk perhitungan TFP industri tekstil, kulit, dan alas kaki Dependent Variable: LNQ Method: Least Squares Date: 06/04/13 Time: 15:49 Sample: 1980 2010 Included observations: 31 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNTK LNBB LNE LNSM C
0.100667 0.854113 0.178886 -0.040446 -0.452221
0.056082 0.046145 0.040354 0.035432 0.645506
1.795012 18.50942 4.432891 -1.141499 -0.700568
0.0843 0.0000 0.0002 0.2641 0.4898
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.999464 0.999381 0.045675 0.054242 54.41138 12113.30 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
10.10873 1.836107 -3.187831 -2.956543 -3.112437 1.605873
10
Series: Residuals Sample 1980 2010 Observations 31
8
6
4
2
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
-3.66e-16 -0.000813 0.068458 -0.111521 0.042521 -0.466153 2.974211
Jarque-Bera Probability
1.123568 0.570191
0 -0.10
-0.05
-0.00
0.05
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
0.680521 1.663665
Prob. F(2,24) Prob. Chi-Square(2)
0.5159 0.4353
Prob. F(14,16) Prob. Chi-Square(14) Prob. Chi-Square(14)
0.7823 0.6610 0.8966
Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS
LNQ LNTK LNBB LNE LNSM
LNQ 1.000000 0.946327 0.999457 0.987126 0.991375
0.657114 11.31715 7.858214
LNTK 0.946327 1.000000 0.949293 0.899798 0.936684
LNBB 0.999457 0.949293 1.000000 0.983737 0.990576
LNE 0.987126 0.899798 0.983737 1.000000 0.987754
LNSM 0.991375 0.936684 0.990576 0.987754 1.000000
37 Lampiran 6 Hasil estimasi untuk perhitungan TFP industri kayu dan anyaman Dependent Variable: LNQ Method: Least Squares Date: 06/04/13 Time: 15:49 Sample: 1980 2010 Included observations: 31 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNTK LNBB LNE LNSM C
-0.033901 0.974896 -0.022106 0.057250 1.241754
0.025986 0.049629 0.037113 0.024796 0.312945
-1.304592 19.64377 -0.595644 2.308859 3.967958
0.2035 0.0000 0.5566 0.0292 0.0005
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.999113 0.998976 0.048974 0.062360 52.24970 7318.209 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
9.287055 1.530486 -3.048367 -2.817079 -2.972973 1.940736
14
Series: Residuals Sample 1980 2010 Observations 31
12 10
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
8 6 4
Jarque-Bera Probability
2
-8.59e-16 -0.002259 0.095163 -0.117879 0.045592 -0.048479 3.509099 0.346919 0.840751
0 -0.10
-0.05
-0.00
0.05
0.10
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
1.954217 4.341393
Prob. F(2,24) Prob. Chi-Square(2)
0.1636 0.1141
Prob. F(14,16) Prob. Chi-Square(14) Prob. Chi-Square(14)
0.0651 0.1170 0.2052
Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS
LNQ LNTK LNBB LNE LNSM
2.210714 20.43557 18.03424
LNQ 1.000000 0.762015 0.999443 0.983787 0.984321
LNTK 0.762015 1.000000 0.766526 0.702227 0.756924
LNBB 0.999443 0.766526 1.000000 0.984145 0.982447
LNE 0.983787 0.702227 0.984145 1.000000 0.969479
LNSM 0.984321 0.756924 0.982447 0.969479 1.000000
38 Lampiran 7 Hasil estimasi faktor-faktor yang mmemengaruhi TFP industri pertanian Null Hypothesis: TFP has a unit root Exogenous: None Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-4.841725 -2.653401 -1.953858 -1.609571
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-0.764568 -4.309824 -3.574244 -3.221728
0.9577
t-Statistic
Prob.*
-4.525701 -4.323979 -3.580623 -3.225334
0.0063
t-Statistic
Prob.*
-3.525863 -3.679322 -2.967767 -2.622989
0.0144
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: LNPDB has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(LNPDB) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: LNPMA has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
39 Null Hypothesis: LNPMDN has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.231411 -3.679322 -2.967767 -2.622989
0.2001
t-Statistic
Prob.*
-6.497761 -3.689194 -2.971853 -2.625121
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-1.326694 -4.309824 -3.574244 -3.221728
0.8607
t-Statistic
Prob.*
-4.387345 -3.689194 -2.971853 -2.625121
0.0018
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LNPMDN) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: LNX has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LNX) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
40 Null Hypothesis: LNM has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.234314 -3.679322 -2.967767 -2.622989
0.6456
t-Statistic
Prob.*
-4.825677 -3.689194 -2.971853 -2.625121
0.0006
t-Statistic
Prob.*
-6.096904 -2.660720 -1.955020 -1.609070
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LNM) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: RESID01 has a unit root Exogenous: None Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=5)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
41 Dependent Variable: D(TFP) Method: Least Squares Date: 06/04/13 Time: 18:46 Sample (adjusted): 1986 2010 Included observations: 25 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(LNPDB) D(LNPMA(-3)) D(LNPMDN(-1)) D(LNX) D(LNM(-2)) C RESID01(-1)
0.365199 0.003031 0.029313 -0.135237 0.085155 -0.021274 -1.594793
0.134733 0.002548 0.014982 0.064040 0.029612 0.012673 0.238305
2.710535 1.189633 1.956595 -2.111744 2.875701 -1.678694 -6.692224
0.0143 0.2496 0.0661 0.0489 0.0101 0.1105 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.783116 0.710821 0.041456 0.030934 48.21108 10.83227 0.000038
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.002092 0.077091 -3.296886 -2.955601 -3.202228 1.841587
7
Series: Residuals Sample 1986 2010 Observations 25
6 5
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
4 3 2
Jarque-Bera Probability
1
-3.75e-18 -0.005383 0.084218 -0.064402 0.035902 0.146268 2.640126 0.224048 0.894023
0 -0.05
-0.00
0.05
0.10
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
0.088195 0.129029
Prob. F(1,17) Prob. Chi-Square(1)
0.7701 0.7194
Prob. F(6,18) Prob. Chi-Square(6) Prob. Chi-Square(6)
0.2958 0.2635 0.7756
Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS
1.327089 7.667331 3.259542
D(TFP)
D(TFP) 1.000000
D(LNPDB) 0.124275
D(LNPDB) D(LNPMA(-3))
0.124275 -0.037739
1.000000 0.060825
0.060825 1.000000
D(LNPMDN(-1)) 0.224863 D(LNX) -0.175274
0.112389 0.400416 -0.089288
D(LNM(-2))
0.206066
D(LNPMA(-3)) D(LNPMDN(-1)) -0.037739 0.224863
D(LNX) -0.175274
D(LNM(-2)) 0.206066
0.112389 -0.122405
0.400416 -0.027011
-0.089288 0.124092
-0.122405 -0.027011
1.000000 0.126507
0.126507 1.000000
-0.096039 0.182970
0.124092
-0.096039
0.182970
1.000000
42
Lampiran 8 Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi TFP industri makanan, minuman, dan tembakau Null Hypothesis: TFP has a unit root Exogenous: None Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-4.978683 -2.647120 -1.952910 -1.610011
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-0.764570 -4.309824 -3.574244 -3.221728
0.9577
t-Statistic
Prob.*
-4.525716 -4.323979 -3.580623 -3.225334
0.0063
t-Statistic
Prob.*
-3.525863 -3.679322 -2.967767 -2.622989
0.0144
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: LNPDB has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(LNPDB) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: LNPMA has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
43 Null Hypothesis: LNPMDN has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.231408 -3.679322 -2.967767 -2.622989
0.2001
t-Statistic
Prob.*
-6.497758 -3.689194 -2.971853 -2.625121
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-2.879992 -4.309824 -3.574244 -3.221728
0.1830
t-Statistic
Prob.*
-7.472282 -4.323979 -3.580623 -3.225334
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LNPMDN) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: LNX has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LNX) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
44 Null Hypothesis: LNM has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-0.981236 -3.679322 -2.967767 -2.622989
0.7464
t-Statistic
Prob.*
-4.804354 -3.689194 -2.971853 -2.625121
0.0006
t-Statistic
Prob.*
-5.355898 -2.674290 -1.957204 -1.608175
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LNM) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: RESID01 has a unit root Exogenous: None Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=5)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
45 Dependent Variable: D(TFP) Method: Least Squares Date: 06/04/13 Time: 20:03 Sample (adjusted): 1986 2010 Included observations: 25 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(LNPDB(-1)) D(LNPMA(-3)) D(LNPMDN) D(LNX(-3)) D(LNM(-3)) C RESID01(-1) TFP(-1)
-0.348680 0.008963 0.023390 0.141196 -0.116199 0.010699 0.045338 -1.040729
0.212881 0.004511 0.029181 0.069658 0.059353 0.021678 0.243078 0.296486
-1.637911 1.986954 0.801568 2.026984 -1.957772 0.493542 0.186516 -3.510210
0.1198 0.0633 0.4339 0.0586 0.0669 0.6279 0.8542 0.0027
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.662675 0.523777 0.061770 0.064864 38.95576 4.770932 0.004009
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.002202 0.089510 -2.476461 -2.086420 -2.368280 2.310976
7
Series: Residuals Sample 1986 2010 Observations 25
6 5
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
4 3 2
Jarque-Bera Probability
1 0 -0.15
-0.10
-0.05
-0.00
2.22e-18 0.013632 0.073088 -0.134896 0.051987 -0.869008 3.114587 3.160239 0.205950
0.05
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
1.583725 4.358688
Prob. F(2,15) Prob. Chi-Square(2)
0.2377 0.1131
Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS
D(TFP) D(LNPDB(-1)) D(LNPMA(-3)) D(LNPMDN) D(LNX(-3)) D(LNM(-3))
0.364003 3.258669 1.593139
Prob. F(7,17) Prob. Chi-Square(7) Prob. Chi-Square(7)
D(TFP) D(LNPDB(-1)) D(LNPMA(-3)) D(LNPMDN) 1.000000 -0.195637 -0.052373 0.009125 -0.195637 1.000000 0.128585 0.366950 -0.052373 0.128585 1.000000 0.084328 0.009125 0.366950 0.084328 1.000000 0.291869 -0.143319 -0.520490 0.197673 -0.001749 -0.082061 0.010633 0.334551
0.9108 0.8601 0.9789 D(LNX(-3)) 0.291869 -0.143319 -0.520490 0.197673 1.000000 0.314449
D(LNM(-3)) -0.001749 -0.082061 0.010633 0.334551 0.314449 1.000000
46 Lampiran 9 Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi TFP industri tekstil, kulit, dan alas kaki Null Hypothesis: TFP has a unit root Exogenous: None Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-6.775371 -2.650145 -1.953381 -1.609798
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-0.764564 -4.309824 -3.574244 -3.221728
0.9577
t-Statistic
Prob.*
-4.525724 -4.323979 -3.580623 -3.225334
0.0063
t-Statistic
Prob.*
-3.525863 -3.679322 -2.967767 -2.622989
0.0144
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: LNPDB has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LNPDB) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: LNPMA has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
47 Null Hypothesis: LNPMDN has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.231410 -3.679322 -2.967767 -2.622989
0.2001
t-Statistic
Prob.*
-6.497753 -3.689194 -2.971853 -2.625121
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-4.231167 -3.679322 -2.967767 -2.622989
0.0026
t-Statistic
Prob.*
-1.455432 -3.679322 -2.967767 -2.622989
0.5414
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LNPMDN) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: LNX has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: LNM has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
48 Null Hypothesis: D(LNM) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-4.585480 -3.689194 -2.971853 -2.625121
0.0011
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: RESID01 has a unit root Exogenous: None Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-8.319354 -2.650145 -1.953381 -1.609798
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Dependent Variable: D(TFP) Method: Least Squares Date: 06/06/13 Time: 09:59 Sample (adjusted): 1984 2010 Included observations: 27 after adjustments White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(LNPDB(-2)) D(LNPMA) D(LNPMDN) D(LNX(-1)) D(LNM(-2)) RESID01(-1) C
-0.334517 0.011356 -0.017073 0.037728 0.064996 -1.229465 0.016634
0.108514 0.002767 0.022063 0.057215 0.032002 0.196518 0.014248
-3.082709 4.104440 -0.773840 0.659406 2.030985 -6.256236 1.167443
0.0059 0.0006 0.4481 0.5172 0.0558 0.0000 0.2568
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.774517 0.706872 0.059585 0.071008 41.88954 11.44976 0.000014
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.003220 0.110055 -2.584410 -2.248453 -2.484512 2.180135
49
6
Series: Residuals Sample 1984 2010 Observations 27
5
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
4
3
2
1
0 -0.10
Jarque-Bera Probability -0.05
-0.00
0.05
2.57e-18 0.000211 0.101083 -0.096250 0.052260 0.079719 2.338880 0.520313 0.770931
0.10
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
0.859245 1.168202
Prob. F(1,19) Prob. Chi-Square(1)
0.3656 0.2798
Prob. F(6,20) Prob. Chi-Square(6) Prob. Chi-Square(6)
0.7663 0.7028 0.9660
Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS
D(TFP) D(LNPDB(-2)) D(LNPMA) D(LNPMDN) D(LNX(-1)) D(LNM(-2))
D(TFP) 1.000000 0.030749 0.315373 -0.314837 0.093819 0.269476
0.547156 3.807046 1.398403
D(LNPDB(-2)) 0.030749 1.000000 0.261738 0.083993 0.007285 0.203833
D(LNPMA) 0.315373 0.261738 1.000000 0.029591 -0.196131 -0.235354
D(LNPMDN) -0.314837 0.083993 0.029591 1.000000 0.149570 -0.057735
D(LNX(-1)) 0.093819 0.007285 -0.196131 0.149570 1.000000 0.108769
D(LNM(-2)) 0.269476 0.203833 -0.235354 -0.057735 0.108769 1.000000
50 Lampiran 10 Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi TFP industri kayu dan anyaman Null Hypothesis: TFP has a unit root Exogenous: None Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-6.677933 -2.647120 -1.952910 -1.610011
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-0.764564 -4.309824 -3.574244 -3.221728
0.9577
t-Statistic
Prob.*
-4.525724 -4.323979 -3.580623 -3.225334
0.0063
t-Statistic
Prob.*
-3.525863 -3.679322 -2.967767 -2.622989
0.0144
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: LNPDB has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(LNPDB) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: LNPMA has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
51 Null Hypothesis: LNPMDN has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.231410 -3.679322 -2.967767 -2.622989
0.2001
t-Statistic
Prob.*
-6.497753 -3.689194 -2.971853 -2.625121
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-1.471523 -3.679322 -2.967767 -2.622989
0.5335
t-Statistic
Prob.*
-4.539394 -3.689194 -2.971853 -2.625121
0.0012
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LNPMDN) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: LNX has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LNX) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
52 Null Hypothesis: LNM has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.033471 -3.679322 -2.967767 -2.622989
0.7276
t-Statistic
Prob.*
-5.021108 -3.689194 -2.971853 -2.625121
0.0004
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LNM) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: RESID01 has a unit root Exogenous: None Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-7.224211 -2.647120 -1.952910 -1.610011
0.0000
53 Dependent Variable: D(TFP) Method: Least Squares Date: 06/06/13 Time: 10:18 Sample (adjusted): 1983 2010 Included observations: 28 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(LNPDB) D(LNPMA) D(LNPMDN) D(LNX(-1)) D(LNM) RESID01(-1) C
0.284563 -0.024415 -0.056122 0.169063 -0.074758 -1.184516 -0.008512
0.175171 0.003523 0.020921 0.063535 0.039698 0.180969 0.016082
1.624484 -6.930758 -2.682650 2.660963 -1.883147 -6.545392 -0.529270
0.1192 0.0000 0.0139 0.0146 0.0736 0.0000 0.6022
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.869827 0.832635 0.054652 0.062723 45.68702 23.38732 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-0.005885 0.133589 -2.763358 -2.430307 -2.661541 1.865841
8
Series: Residuals Sample 1983 2010 Observations 28
7 6
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
5 4 3 2
Jarque-Bera Probability
1 0 -0.10
-0.05
-0.00
0.05
-2.97e-18 -0.008769 0.089695 -0.081770 0.048198 0.270285 1.990828 1.529083 0.465547
0.10
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
0.300268 0.857884
Prob. F(2,19) Prob. Chi-Square(2)
0.7441 0.6512
Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS
D(TFP) D(PDB) D(PMA) D(PMDN) D(X(-1)) D(M)
D(TFP) 1.000000 -0.151017 -0.616688 -0.147901 0.335713 -0.039596
0.695961 4.644206 1.294203
Prob. F(6,21) Prob. Chi-Square(6) Prob. Chi-Square(6)
D(PDB) -0.151017 1.000000 0.423305 0.211408 0.158173 0.223691
D(PMA) -0.616688 0.423305 1.000000 0.029233 -0.006941 0.066996
D(PMDN) -0.147901 0.211408 0.029233 1.000000 0.409127 0.169937
0.6557 0.5902 0.9720
D(X(-1)) 0.335713 0.158173 -0.006941 0.409127 1.000000 0.339470
D(M) -0.039596 0.223691 0.066996 0.169937 0.339470 1.000000
54
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 27 November 1992 dari ayah Hendri Purnama dan ibu Nurkomala Dewi. Penulis adalah putri pertama dari tiga bersaudara yang teridiri dari adik Bella Carina Putri dan Gita Puspita Dewi. TK Triple J adalah sekolah taman kanak-kanak penulis. Kemudian penulis bersekolah di SMP Negeri 1 Cibinong dan berprestasi di bidang nonakademik sebagai Juara 1 Kejuaraan PORSENI Cabang Tournament Pencak Silat Putri Kelas C Tingkat Kabupaten Bogor Tahun 2006. Pada tahun 2007 penulis menjadi siswi dari SMA Negeri 3 Bogor dan lulus pada tahun 2009 melalui program akselerasi. Selama SMA penulis aktif mengikuti ekstrakulikuler sebagai anggota cheerleader SMA Negeri 3 Bogor. Pada tahun 2009 penulis menjadi mahasiswi Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USM IPB) dan diterima di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa program organisasi kepanitiaan seperti staf Divisi Penanggung Jawab Anggota Keluarga (PJAK) Masa Orientasi Departemen Ilmu Ekonomi Tahun 2011, Divisi BPH Bendahara II 10th Femily Day, staf Politik Ceria Tahun 2011, dan mengikuti kegiatan klub Coast FEM bidang tari dan tampil di kegiatan FEM Art Day Tahun 2010. Penulis pernah mengikuti Seleksi Program Kreativitas Mahasiswa dengan tema lingkungan yang berjudul “GEMPARRR: Gerakan Peduli Masyarakat akan Reduce, Reuse, dan Recycle”. Beberapa prestasi yang diraih oleh penulis selama perkuliahan antara lain ialah Juara II Aerobik Sportakuler Tingkat Fakultas Tahun 2011 dan Juara I Aerobik Olimpiade Mahasiswa Tingkat IPB Tahun 2012 dan Juara I Futsal Putri IE Cup Tingkat Departemen Tahun 2012.