PERANAN TOTAL FACTOR PRODUCTIVITY (TFP) DAN HUBUNGAN EKSPOR - PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) DI SEKTOR PERTANIAN INDONESIA
FITRIA DEWI RASWATIE
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Peranan Total Factor Productivity (TFP) dan Hubungan Ekspor – Produk Domestik Bruto (PDB) di Sektor Pertanian Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing, dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan di dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, April 2013
Fitria Dewi Raswatie NRP. H353090161
RINGKASAN FITRIA DEWI RASWATIE. Peranan Total Factor Productivity (TFP) dan Hubungan Ekspor-Produk Domestik Bruto (PDB) di Sektor Pertanian Indonesia. Dibimbing ole HENY K.S DARYANTO dan DEDI BUDIMAN HAKIM. Sektor pertanian berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi sebagai kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Dengan demikian, penting juga untuk melihat penggunaan TFP pertanian serta ekspor pertanian terkait dengan PDB pertanian. Adanya structural change akibat adanya krisis ekonomi juga penting dilihat pengaruhnya terhadap variabel-variabel di sektor pertanian. Penelitian ini berfungsi untuk (1) Menganalisis Total Factor Productivity (TFP) di sektor pertanian di Indonesia; (2) Menganalisis hubungan jangka pendek serta jangka panjang antara ekspor pertanian dengan PDB sektor pertanian dan variabel lain di sektor pertanian Indonesia; (3) Menganalisis adanya perubahan struktur (structural change) di sektor pertanian Indonesia. Metode yang digunakan yaitu model ECM dan Chow Test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa TFP pertanian memberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan output pertanian. Jika dilihat berdasarkan fase pertumbuhan ekonomi, maka pada fase sebelum krisis ekonomi, TFP pertanian memberi kontribusi paling besar terhadap PDB pertanian. Pada fase ketika terjadi krisis ekonomi, pertumbuhan output pertanian negatif berasal dari TFP pertanian yang negatif. Namun setelah terjadi krisis ekonomi, pertumbuhan output pertanian lebih besar dari investasi PMA dibandingkan TFP pertanian. PDB pertanian mempunyai hubungan yang berbeda terhadap ekspor pertanian dalam jangka pendek dan jangka panjang. Dalam jangka pendek, PDB pertanian satu tahun sebelumnya (+), TFP Pertanian (-), harga domestik pertanian (+) dan harga ekspor pertanian (-). Sedangkan dalam jangka panjang, PDB pertanian (+), TFP Pertanian (-), dan harga domestik pertanian (-) berpengaruh signifikan terhadap ekspor pertanian. Sedangkan variabel harga ekspor pertanian dan nilai tukar tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap ekspor pertanian. Terdapat structural change akibat adanya krisis ekonomi tahun 1997 menyebabkan perubahan parameter hubungan jangka pendek eskpor pertanian dengan PDB pertanian dan variabel lain. Hasil estimasi setelah ditambahkan dummy krisis moneter pada tahun 1997 menunjukkan bahwa dalam hubungan jangka pendek, PDB pertanian satu tahun sebelumnya (+), TFP Pertanian (-), harga domestik pertanian (+), harga ekspor pertanian (-), harga domestik pertanian satu tahun sebelumnya (+), dan dummy krisis ekonomi tahun 1997 (+) berpengaruh signifikan terhadap ekspor pertanian. Hasil analisis ECM (jangka pendek) yang baru menunjukkan tanda koefisien parameter variabel PDB pertanian, TFP pertanian, harga domestik pertanian, harga ekspor pertanian, yang sesuai hipotesis adalah variabel dengan lag satu tahun. Artinya, terdapat lag ekspor pertanian dalam merespon variabel yang mempengaruhinya. Kata kunci : ekspor pertanian, Chow Test, ECM, PDB pertanian, TFP.
SUMMARY FITRIA DEWI RASWATIE. The Role Total Factor Productivity (TFP) and Export – Gross Domestic Product (GDP) Relation in Indonesia’s Agricultural Sector. Supervised by HENY K.S DARYANTO and DEDI BUDIMAN HAKIM. The agricultural sector has an important role in developing economy as a contribution for the national Gross Domestic Product (GDP). Thus, it is also important to see the usage of agricultural TFP and agricultural export related to agricultural GDP. Structural challenge caused by economic crisis is also important to be observed in terms of its influence toward variables in the agricultural sector. This research functions to: (1) Aanalyze Total Factor Productivity (TFP) in Indonesia’s agricultural sector; (2) Analyze short term and long term relations between agricultural export and GDP of the agricultural sector and other variables in Indonesia’s agricultural sector; (3) Analyze structural in Indonesia’s agricultural sector. The method used is ECM model and Chow Test. The research result shows that agricultural TFP gives the largest contribution towards the growth of agricultural output. If seen from the phases of economic growth, it is evident that during the phase before economic crisis, agricultural TFP gives the largest contribution towards agricultural GDP. During the phase of economic crisis, the negative growth of agricultural output origins from the negative agricultural TFP. But after the economic crisis, the growth of agricultural output became larger than PMA investment compared to agricultural TFP. Agricultural GDP has a different relation towards agricultural export in short term and long term. In short term, agricultural GDP one year previously (+), Agricultural TFP (-), agricultural domestic price (+) and agricultural export price (-); in long term, agricultural GDP (+), Agricultural TFP (-), and agricultural domestic price (-) have significant effects toward agricultural export. While the variables of agricultural export price and exchange rate do not have significant influence toward agricultural export. There was a structural change caused by economic crisis in 1997 which changed the short term relation parameter of agricultural export with agricultural GDP and other variables. Estimation result after added by monetary crisis dummy in 1997 shows that in short term, agricultural GDP one year previously (+), agricultural TFP (-), agricultural domestic price (+), agricultural export price (-), agricultural domestic price one year previously (+), and economic crisis dummy of 1997 (+) have significant influences toward agricultural export. Analysis of the new ECM result (short term) showst that the parameter coefficient signs of the following variables: agricultural GDP, agricultural TFP, agricultural domestic price, agricultural export price, in accordance with the hypothesis are variables with a one year lag. Meaning, that there is a lag of agricultural export in response to the influencing variables.
Keywords: agricultural export, Chow Test, ECM, agricultural GDP, TFP.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PERANAN TOTAL FACTOR PRODUCTIVITY (TFP) DAN HUBUNGAN EKSPOR - PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) DI SEKTOR PERTANIAN INDONESIA
FITRIA DEWI RASWATIE
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji pada Ujian Tertutup : Dr Ir Sri Hartoyo, MS Dr Meti Ekayani, S.Hut, MSc
Judul Tesis Nama NRP
: Peranan Total Factor Productivity (TFP) dan Hubungan Ekspor – Produk Domestik Bruto (PDB) di Sektor Pertanian Indonesia : Fitria Dewi Raswatie : H353090161
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Heny K.S Daryanto, MEc Ketua
Dr Ir Dedi Budiman Hakim, MEc Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Sri Hartoyo, MS
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 07 Februari 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia, dan pertolongan-Nya kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul: “Peranan Total Factor Productivity (TFP) dan Hubungan EksporProduk Domestik Bruto (PDB) di Sektor Pertanian Indonesia”. Penulisan tesis ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam proses penulisan tesis ini, terutama kepada : 1. Ibu Dr.Ir Heny K.S Daryanto, MEc selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr.Ir. Dedi Budiman Hakim, MEc selaku anggota komisi pembimbing yang dengan sabar memberikan arahan, bimbingan dan masukan untuk kesempurnaan tesis ini. 2. Bapak Dr.Ir Sri Hartoyo, MS selaku penguji luar dan Ibu Dr. Meti Ekayani, S.Hut, MSc selaku wakil dari Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian. 3. Segenap staf pengajar dan staf administrasi Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian dan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor atas ilmu pengetahuan dan bantuan yang diberikan selama menyelesaikan studi. 4. Papah, Mamah, Adik-adik atas doa dan kasih sayang. 5. Datuk Kesuma, suami yang selalu memberikan dukungan, doa dan kasih sayang. 6. Teman-teman Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian (EPN) angkatan 2009, terutama Santi Chintia atas bantuan dan kebersamaannya. 7. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Akhir kata, semoga hasil penelitian dalam bentuk tesis ini dapat memberikan manfaat kepada penulis dan semua pihak yang memerlukan.
Bogor, April 2013 Fitria Dewi Raswatie
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
x
1
2
PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
1 4 5 5 6
TINJAUAN PUSTAKA Teori Pertumbuhan Ekonomi Konsep Total Factor Productivity Konsep Ekspor dan Pertumbuhan Ekonomi Konsep Perubahan Struktur Ekonomi Teori ErrorCorrection Model (ECM) Hasil Penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran Hipotesis
6 10 11 12 13 14 19 21
3 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Analisis Data
21 21 22
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Total Factor Productivity (TFP) Sektor Pertanian di Indonesia Hubungan Ekspor Pertanian-PDB Pertanian di Indonesia Perubahan Struktur pada Model Ekspor Pertanian
29 33 39
5 KESIMPULAN DAN SARAN
42
DAFTAR PUSTAKA
44
LAMPIRAN
47
RIWAYAT HIDUP
71
DAFTAR TABEL 1 Investasi PMA dan PMDN di Sektor Pertanian Tahun 2007-2011 2 Nilai Ekspor dan Impor Sektor Pertanian Indonesia (Ribu US $) Tahun 2008 – 2010 3 Jenis dan Sumber Data Yang Digunakan Dalam Penelitian 4 Hasil Analisis Regresi Linearisasi Persamaan Cobb Douglas PDB Pertanian 5 Perkembangan Pertumbuhan Tenaga Kerja, Investasi PMA, dan TFP Berdasarkan Fase Pertumbuhan Ekonomi 6 Hasil Pengujian Akar Unit Pada Tingkat Level dan 1st Different 7 Hasil Uji Akar Unit Terhadap Residual Persamaan Regresi 8 Model Jangka Panjang Hubungan Ekspor Pertanian dengan PDB Pertanian dan Variabel Lain 9 Model Jangka Pendek Hubungan Ekspor Pertanian dengan PDB Pertanian dan Variabel Lain 10 Chow Forecast Test dengan Breakpoints Tahun 1997 11 Model Jangka Pendek Hubungan Ekspor Pertanian dengan PDB Pertanian dan Variabel Lain Yang Baru
2 3 22 29 31 34 34 35 37 39 40
DAFTAR GAMBAR 1 Ekspor Pertanian (Ribu Ton) dan Pertumbuhan Ekspor Pertanian (Persen) Tahun 1980-2011 3 2 Perkembangan Rasio Ekspor Pertanian-PDB Pertanian Tahun 2007-2011 5 3 Kerangka Pemikiran Konseptual 20 4 Perkembangan Rasio Ekspor Pertanian – PDB PertanianTahun 2007-2011 38
DAFTAR LAMPIRAN 1 Pendapatan Domestik Bruto Atas Harga Konstan Tahun 2000 Menurut Lapangan Usaha (Milyar Rupiah) Tahun 2007-2011 2 Persentase Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan Lapangan Usaha Tahun 2011 3 Perkembangan PDB Pertanian, Tenaga Kerja dan Investasi Sektor Pertanian Tahun 1997-2011 4 Data-Data Penelitian 5 Data-Data Penelitian dalam Bentuk Logaritma 6 Hasil Uji Stasioneritas Semua Variabel Pada Tingkat Level 7 Hasil Uji Stasioneritas Semua Variabel Pada Tingkat First Difference 8 Hasil Uji Stasioneritas terhadap Residual Persamaan Jangka Panjang 9 Hasil Estimasi Kointegrasi (Persamaan Jangka Panjang) 10 Hasil Estimasi ECM (Persamaan Jangka Pendek) Sebelum Diretriksi 11 Estimasi ECM (Persamaan Jangka Pendek) Setelah Diretriksi 12 Uji Heteroskedastisitas, Autokorelasi, dan Normalitas 13 Uji Chow Break Point Test
47 48 49 50 52 54 56 58 59 60 61 62 65
14 Hasil Estimasi ECM (Persamaan Jangka Pendek) Setelah Diretriksi dan Ditambah Dummy Krisis Ekonomi 15 Uji Heteroskedastisitas, Autokorelasi, dan Normalitas Model ECM Yang Baru 16 Uji Multikolinearitas Antar Variabel Bebas
66 67 70
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan yang penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesiayaitu dengan menyediakan kebutuhan pangan masyarakat secara langsung, memberi kontribusi dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, menyerap tenaga kerja, menghasilkan devisa negara, dan berfungsi dalam mengendalikan inflasi. Sektor pertanian tahun 2011, misalnya, memberikan kontribusi sebesar Rp.313,73 triliun terhadap pembentukan PDB nasional dimana nilai tersebut lebih besar dibandingkan tahun 2010 yang mencapai Rp. 304,74 triliun (Lampiran 1). Tahun 2011 pertumbuhan PDB sektor pertanian mencapai 2,95 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Pertumbuhan sektor pertanian berasal dari pertumbuhan terbesar yang dicapai subsektor perikanan sebesar 6,72 persen atau sebesar Rp 54.064,30 miliar pada tahun 2011. Kemudian disusul oleh subsektor peternakan yang mengalami pertumbuhan sebesar 4,49 persen atau sebesar Rp 39.929,2 miliar pada tahun 2011.Kontribusi sektor pertanian terhadap PDB nasional menduduki peringkat ketiga setelah sektor industri pengolahan kemudian sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 12,74 persen terhadap PDB nasional. Kontribusi terbesar terhadap PDB nasional berasal dari sektor industri pengolahan diikuti oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang masing-masing memberikan kontribusi sebesar 25,67 persen dan 17,75persen. Peran sektor pertanian juga dapat dilihat dari kemampuan menyerap tenaga kerja. Tenaga kerja sektor pertanian tahun 2010 dan 2011 berturut-turut sebesar 41,50 juta dan 39,33 juta orang(CEIC2012d). Sektor pertanian merupakan sektor yang mampu menyerap tenaga kerja terbesar, kemudian diikuti oleh sektor perdagangan dan sektor jasa-jasa.Tahun 2011, sektor pertanian mampu menyerap 35,86 persen tenaga kerja yang kemudian disusul oleh sektor perdagangan dan sektor jasa-jasa sebesar 21,33 persen dan 15,18 persen dari jumlah tenaga kerja berdasarkan lapangan usaha (Lampiran 2). Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar perekonomiannya bertopang pada sektor pertanian.Sejarah membuktikan sektor pertanian mampu mempertahankan penyerapan tenaga kerja pada saat terjadi krisis ekonomi. Hal ini terlihat dari kondisi penyerapan tenaga kerja sektor pertanian tahun1997 yang turun menjadi 41 persen, namun padatahun 1998 dapat meningkat kembali menjadi 45 persen (CEIC2012d). Investasi sektor pertanian merupakan salah satu kunci yang berperan dalam mendorong pertumbuhan di sektor pertanian. Tabel 1 memperlihatkan perkembangan investasi sektor pertanian yang cenderung meningkatpada periode 2007–2011.Selama periode tersebut, baik investasi yang berasal dari penanaman modal asing (PMA) maupun investasi yang berasal dari penanaman modal dalam negeri (PMDN) mengalami pertumbuhan relatif meningkat.Investasi yang berasal dari PMA di sektor pertanian tahun 2011 sebesar US$ 1.262,2 juta dan investasi yang berasal dari PMDN hanya sebesar Rp 9.293 miliar. Investasi ini sangat berperan dalam meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi di sektor
2 pertanian.Investasi juga dapat memperluas kesempatan kerja, mendorong kemajuan teknologi, dan spesialisasi dalam produksi sehingga dapat menurunkan biaya produksi. Tabel 1 Investasi PMA dan PMDN di sektor pertanian tahun 2007-2011 Investasi
Satuan
Penanaman Modal Juta Asing (PMA) US$ Penanaman Modal Miliar Dalam Negeri Rp (PMDN) Sumber: CEIC (2012b, 2012c)
2007
2008
Tahun 2009
289,7
154,2
158,3
3.686
2010
2011
813,1
1.262,4
1.238,5 2.622,2 9.252,4
9.293
Pertumbuhan sektor pertanian yang semakin meningkat didukung oleh faktor-faktor produksi yang juga mengalami peningkatan seperti tenaga kerja maupun investasi sebagai kapital.Peningkatan faktor-faktor produksi ini mampu meningkatkan daya saing dari produk pertanian.Seperti pernyataan Lucas dalam Pahlavani (2005) yang menyatakan bahwa daya saing suatu negara dalam memproduksi barang dan jasa dipengaruhi oleh penggunaan tenaga kerja (human capital) dan kapital (physical capital).Pernyataan lain juga diungkapkan Van dan Wan dalam Pahlavani (2005) yang menyatakan bahwa daya saing suatu negara dalam memproduksi barang dan jasa dipengaruhi oleh tenaga kerja (human capital), kapital (physical capital) dan kemajuan teknologi dalam proses produksi. Jika dirangkumkan maka keterkaitan pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian tergantung kepada beberapa faktor yang terdiri dari tenaga kerja (human capital), kapital (physical capital) dan kemajuan teknologi dalam proses produksi. Kemajuan teknologi yang digunakan dalam proses produksi digambarkan dengan tingkat produktivitas atau Total Factor Productivity (TFP). Total Factor Productivitymenunjukkan sejauhmana tenaga kerja dan investasi sebagai kapital bersinergi sehingga menghasilkan hasil produksi yang lebih besar.Dengan demikian, selain faktor produksi tenaga kerja dan investasi maka TFP juga berperan dalam meningkatkan pertumbuhan di sektor pertanian. Peran sektor pertanian dalam pembentukan devisa negara ditunjukkan dengan nilai neraca perdagangan yang positif meskipun dengan laju pertumbuhan neraca perdagangan yang berfluktuasi. Neraca perdagangan sektor pertanian berfluktuasi karena peningkatan nilai ekspor diikuti oleh perkembangan nilai impor yang berfluktuasi.Nilai ekspor pertanian sebagai penyumbang devisa pada tahun 2010 sebesar US$32.519 juta. Nilai ini meningkat sebesar 41,16 persen dari tahun 2009.Sedangkan nilai impor pertanian tahun 2010 sebesar US $ 16.874 juta. Nilai impor pertanian mengalami peningkatan sebesar 41,27 persen dari tahun 2009. Kondisi perdagangan sektor pertanian disajikan padaTabel 2. Kondisi perdagangan di sektor pertanian menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia semakin terbuka dan aktivitas perdagangan luar negeri melalui kegiatan impor dan ekspor semakin meningkat. Peningkatan ekspor pertanian menunjukkan pendapatan penduduk Indonesia semakin tergantung dari hasil penjualan barang produksi domestik di luar negeri atau dengan kata lainpendapatan penduduk Indonesia semakin tergantung dari kondisi ekonomi
3 negara-negara pengimpor. Sedangkan peningkatan impor pertanian menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia semakin tergantungdari barang-barang yang dihasilkan oleh negara-negara lain. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin tergantung dengan aktivitas perdagangan luar negeri. Tabel 2 Nilai ekspor dan impor sektor pertanian Indonesia (ribu US $) tahun 2008 - 2010 2008 Ekspor 29.300.336 Impor 11.341.138 Neraca 17.959.198 Sumber: CEIC (2012e), diolah.
Tahun 2009 23.037.582 9.897.316 13.140.266
2010 32.519.850 13.982.414 18.537.436
Peningkatan ekspor secara teori akan berpengaruh terhadap peningkatan PDB pertanian. Akan tetapi, apakah benar ekspor pertanian berkontribusi dalam peningkatan PDB pertanian dan sebaliknya, apakah PDB pertanian juga mampu memberikan kontribusi terhadap perkembangan ekspor perlu dilakukan analisis mendalam mengenai hal tersebut. Dengan kata lain, perlu dilakukan analisis terhadap kedua variabel tersebut agar dapat melihat bagaimana hubungan ekspor pertanian dengan PDB pertanian. Gambar 1 menunjukkan grafik ekspor pertanian dan pertumbuhan ekspor pertanian selama periode 1980-2011. Ekspor pertanian memiliki nilai paling tinggi pada tahun 1981 sebesar 6,9 juta ton. Perkembangan ekspor pertanian pada tahun 1981 berasal dari ekspor kayu bulat sebesar 61 persen, ekspor kayu olahan sebesar 21 persen, kemudian ekspor karet sebesar 9 persen, sisa nya berasal dari ekspor komoditi pertanian terpenting di Indonesia. Pertumbuhan ekspor pertanian juga mengalami jumlah tertinggi pada tahun 1981 dengan sumber pertumbuhan terbesar berasal dari pertumbuhan ekspor kulit ternak sebesar 51,52 persen, ekspor kayu olahan sebesar 48,41 persen, dan ekspor lada sebesar 13,27 persen. 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0
500.00% 400.00% 300.00% 200.00% 100.00% 0.00% -100.00%
Ekspor Pertanian (Ribu Ton)
Pertumbuhan Ekspor Pertanian (%)
Sumber: CEIC (2012e), diolah Gambar 1 Ekspor pertanian (ribu Ton) dan pertumbuhan ekspor pertanian (persen) tahun 1980-2011
4 Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 menunjukkan bahwa sektor pertanian cukup tangguh menghadapi gejolak ekonomi. Hal ini dibuktikan melalui peran sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja dan penerimaan devisa. Selama terjadi krisis ekonomi, penyerapan tenaga kerja secara nasional mengalami penurunan sebanyak 6,4 juta orang atau sekitar 2,13 persen, tetapi sektor pertanian mampu menciptakan lapangan kerja baru sebanyak 432.350 orang (CEIC, 2012d diolah). Dalam penerimaan devisa negara, peningkatan ekspor pertanian selama masa krisis ekonomi (1997 – 1998) lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata peningkatan ekspor pertanian sebelum krisis (1980 – 1997). Selama periode 1980-1997, ekspor pertanian meningkat dengan rata-rata sebesar 19,49 persen. Sedangkan ekspor pertanian tahun 1998 mengalami peningkatan sebesar 78,23 persen dibandingkan dengan ekspor pertanian tahun 1997. (CEIC, 2012e diolah). Kondisi ini mengindikasikan terdapat perubahan struktur ekonomi di sektor pertanian, terutama ekspor pertanian pada saat krisis ekonomi tahun 1997.Dengan demikian, penting untuk dianalisis mengenai perubahan struktur ekonomi terjadi dan bagaimana dampaknya pada pertumbuhan ekonomi terutama di sektor pertanian.
Perumusan Masalah Pertumbuhan ekonomi dapat dipengaruhi oleh tenaga kerja (human capital), kapital (physical capital), dan kemajuan teknologi yang digunakan dalam proses produksi. Kemajuan teknologi yang digunakan dapat dilihat dari tingkat produktivitas faktor-faktor produksi yang disebut dengan Total Factor Productivity (TFP). Dengan kata lain, TFP yaitu peningkatan jumlah output produksi sebagai hasil dari perbaikan dalam metode produksi dengan seluruh input tidak berubah. Pergerakan PDB pertanian berfluktuasi dengan kecenderungan pertumbuhan yang positif. Begitu juga dengan perkembangan tenaga kerja di sektor pertanian yang mengalami fluktuasi dengan kecenderungan pertumbuhan yang positif.Investasi yang berasal dari PMA dan PMDN di sektor pertanian juga mengalami fluktuasi dengan kecenderungan pertumbuhan yang positif (Lampiran 3).Dengan demikian, perlu dilakukan penelitian untuk melihat apakah pertumbuhan yang terjadi disebabkan oleh peningkatan penggunaan tenaga kerja, investasi sebagai kapital atau disebabkan oleh peningkatan produktivitas atau TFP dari faktor-faktor tersebut.Jika pertumbuhan PDB pertanian disebabkan oleh peningkatan produktivitas dari faktor-faktor TFP tersebutmaka dapat dikatakan bahwa terdapat kontribusi penggunaan teknologi dalam pertumbuhan PDB pertanian. Pergerakan kedua variabel tersebut yakni ekpor pertanian dan PDB pertanian selama periode tahun 2007-2011 cukup fluktuatif. Hal ini menunjukan ketika salah satu variabel berubah maka tidak serta merta diikuti oleh perubahan variabel yang lain. Dampak perubahan PDB pertanian akibat perubahan ekspor diduga terjadi setelah beberapa periode waktu (lag) dan juga diakibatkan karena perubahan variabel ekonomi selain ekspor pertanian.Dengan demikian, penting untuk dilakukan analisis untuk melihat hubungan antara ekspor pertanian dan PDB pertanian dalam kerangka pertumbuhan ekonomi.
5 Ekspor Pertanian (Juta US$)
PDB Pertanian (Miliar Rp)
1,500.00
85,000.00
1,400.00
80,000.00
1,300.00
75,000.00
1,200.00 70,000.00 1,100.00 65,000.00
1,000.00
60,000.00
900.00 800.00
55,000.00 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3 Q1
Q3 Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3 Q1
2007
2007
2008
2009
2010
2011
2008
2009
2010
2011
Sumber : CEIC (2012a, 2012e), diolah Gambar 2 Perkembangan nilai ekspor pertanian dan PDB pertanian tahun 20072011 Selain hubungan antara ekspor pertanian dan PDB pertanian, juga penting dianalisis berbagai variabel yang berpengaruh terhadap ekspor pertanian, seperti penggunaan teknologi (TFP) sektor pertanian, harga domestik sektor pertanian, harga ekspor sektor pertanian, dan nilai tukar rupiah. Sektor pertanian Indonesia mengalami perubahan struktur (structural change) pada tahun 1997 yang dipicu karena adanya krisis ekonomi yang berawal dari resesi global di Amerika Serikat.Dengan demikian, perlu dilakukan analisis adanya perubahan struktur (structural change) di sektor pertanian Indonesia.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis Total Factor Productivity (TFP) di sektor pertanian di Indonesia. 2. Menganalisis hubungan jangka pendek serta jangka panjang antara ekspor pertanian dengan PDB sektor pertanian dan variabel lain di sektor pertanian Indonesia. 3. Menganalisis adanya perubahan struktur (structural change) di sektor pertanian Indonesia.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan yang terkait dengan judul penelitian sehingga dapat menjadi acuan dalam menentukan kebijakan.Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan kajian selanjutnya yang lebih komprehensif dan representatif.
6 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Fokus dari penelitian ini adalah untuk menganalisis peranan faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja (human capital), investasi dan pinjaman sebagai kapital (physical capital), dan kemajuan teknologi (TFP) serta analisis hubungan ekspor pertanian dan PDB sektor pertanian. Rentang waktu yang digunakan sebagai fokus penelitian adalah periode 1980 sampai dengan 2011. Rentang waktu tersebut diambil karena penulis ingin melihat adanya perubahan struktur ekonomi yang terjadi di Indonesia, terutama perubahan struktur ekonomi akibat adanya krisis ekonomi tahun 1997. Rentang data yang digunakan cukup terbatas. Hal ini dikarenakan variabel tenaga kerja hanya tersedia dalam bentuk tahunan, sehingga seluruh data yang digunakan dalam bentuk tahunan. Variabel yang digunakan sebagai kapital adalah investasi berupa Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di sektor pertanian. Investasi sebagai kapital merupakan kunci utama dalam mencapai peningkatan pertumbuhan ekonomi, seperti memperluas kesempatan kerja, mendorong kemajuan teknologi, dan spesialisasi produksi.
2 TINJAUAN PUSTAKA Teori Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi menunjukkan pertumbuhan produksi barang dan jasa di suatu wilayah perekonomian dalam selang waktu tertentu. Produksi tersebut diukur dalam nilai tambah (value added) yang diciptakan oleh sektor-sektor ekonomi di wilayah bersangkutan yang secara agregat dikenal sebagai Produk Domestik Bruto (PDB). Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi sama dengan pertumbuhan PDB. Tingkat pertumbuhan PDB dihitung berdasarkan persentase perubahan PDB pada suatu tahun tertentu dibandingkan dengan PDB pada tahun sebelumnya. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut : PEit =
( (
)
x 100%..................................................................(2.1)
)
dimana: PE = laju pertumbuhan ekonomi. i = sektor perekonomian 1, 2, …, 9. t = tahun t. Todaro dan Smith (2006) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai suatu proses peningkatan kapasitas produksi dalam suatu perekonomian secara terus-menerus atau berkesinambungan sepanjang waktu sehingga menghasilkan tingkat pendapatan dan output yang semakin lama semakin besar. Dornbusch (2008) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi (economic growth) terkait dengan pertumbuhan input seperti tenaga kerja dan kapital, dan perbaikan dalam teknologi. Perhitungan pertumbuhan menjelaskan bagian dari pertumbuhan dalam total output berkaitan dengan pertumbuhan dari faktor-faktor produksi yang
7 berbeda misalnya kapital,dan tenaga kerja. Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari fungsi produksi yang menyatakan hubungan kuantitatif antara input dan output. Teori Pertumbuhan Klasik •
Pertumbuhan Ricardian Berbagai model pertumbuhan ekonomi berkembang secara dinamis mengikuti perubahan perekonomian dari waktu ke waktu.Pertumbuhan Ricardian dikembangkan oleh David Ricardo, Thomas Maltus, dan Adam Smith pada akhir abad 19.Teori pertumbuhan ini beranggapan bahwa pertumbuhan ekonomi bertumpu pada pertumbuhan penduduk. Adanya pertambahan penduduk akan menyebabkan adanya pertambahan output. Apabila output bertambah, populasi juga akan meningkat sampai rata-rata konsumsi turun pada tingkat subsisten. Implikasi dari teori pertumbuhan Ricardian, faktor pertumbuhan penduduk yang semakin besar pada suatu saat akan menyebabkan jumlah tenaga kerja melimpah. Kelebihan tenaga kerja mengakibatkan upah turun sehingga upah tersebut hanya dapat digunakan untuk biaya taraf hidup minimum.Kondisi ini menunjukkan perekonomian mengalami kondisi stasioner (stationary state) (Todaro dan Smith, 2006). Kasliwal (1995) menyatakan bahwa teori pertumbuhan klasik banyak dikritik oleh beberapa ahli terutama pada konsep jumlah penduduk tumbuh secara endogen bersamaan dengan output.Jumlah penduduk tidak secara otomatis tumbuh sebagai konsekuensi dari pertumbuhan pendapatan.Teori klasik juga dianggap mengabaikan pengaruh teknologi, karena teori ini menganggap bahwa kemajuan teknologi tidak dapat melebihi langkah perluasan populasi pada jangka panjang. • Model Pertumbuhan Lewis Menurut Lewis pertumbuhan dapat tercipta apabila terjadi proses transformasi struktural dari perekonomian berbasis sektor pertanian ke sektor industri. Model ini mengasumsikan bahwa sektor pertanian bersifat padat karya (labor intensive) dengan tingkat produktivitas rendah sedangkan sektor industri bersifat padat kapital (capital intensive) dengan tingkat produktivitas yang tinggi.Tingginya produktivitas di sektor industri menyebabkan surplus tenaga kerja di sektor pertanian ditransfer ke sektor industri sebagai tenaga kerja murah.Hal ini menempatkan sektor industri sebagai driven growth bagi perekonomian. Proses transformasi sektoral ini akan berdampak pada penciptaan laju pertumbuhan yang tinggi di sektor industri (Kasliwal, 1995). Model Lewis dikritik karena pengalaman di negara berkembang upah sektor industri terus meningkat bahkan sebelum adanya surplus tenaga kerja dari sektor pertanian. Sementara penciptaan lapangan kerja industri tidak berjalan efektif, tenaga kerja migrasi dari pedesaan ke perkotaan terus terjadi. Urbanisasi yang terus terjadi ini akan menyebabkan masalah baru di negara berkembang. Kritik lain menyebutkan pertumbuhan Lewis memiliki implikasi yang bias terhadap sektor pertanian dan lebih menyokong sektor industri. Model ini juga mengabaikan kemungkinan kemajuan teknologi dalam pertanian.
8 Teori Pertumbuhan Neo-Klasik •
Model Pertumbuhan Harrord-Domar Domar beranggapan pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh peranan pembentukan modal sebagai kapital, sehingga modal harus digunakan secara efektif (Todaro dan Smith, 2006). Kasliwal (1995) menyatakan model HarrodDomar merumuskan dua asumsi, yaitu : 1). Produksi tergantung pada modal (production depends on capital), ∆Y = ∆K Dimana, v =
= Incremental capital output ratio (ICOR)
2). Akumulasi modal tergantung pada pendapatan (capital accumulation depends on income). Tabungan S = s. Y Dimana, s = Kecenderungan tabungan (savings propensity). Beberapa implikasi model Harrod-Domar terlihat bertentangan dengan bukti empiris yang terdapat di dunia nyata. Salah satu implikasi model ini adalah output harus tumbuh pada tingkat yang sama dengan modal dalam jangka panjang. Hal ini terlihat dari hubungan yang konstan antara output dan modal : Y = K. Rasio modal per output menyiratkan bahwa persentase perubahan persediaan modal dan output harus sama. Pada pertumbuhan negara-negara berkembang yang terjadi adalah pertumbuhan pendapatan lebih tinggi daripada pertumbuhan modal bersih (Y > K).Dengan demikian, asumsi Harrod-Domar mengenai peningkatan modal menjadi satu-satunya sumber pertumbuhan menjadi tidak valid.Sumber pertumbuhan yang penting lainnya digolongkan dalam parameter v, seperti pertambahan tenaga kerja produktif, keterampilan, peningkatan teknologi, dan lain-lain. • Model Pertumbuhan Solow Teori pertumbuhan neo-klasik berkembang pada tahun 1950-an. Secara sederhana teori pertumbuhan neo-klasik yang dipopulerkan oleh Solow (1994) yang menyatakan bahwa faktor produksi tenaga kerja dan kapital merupakan faktor utama penentu pertumbuhan ekonomi suatu negara. Faktor produksi lain yang berpengaruh terhadap produksi ditentukan oleh Total Factor Productivity (TFP) yang sering dinyatakan sebagai ukuran kemajuan teknologi (technological progress).Total Factor Productivity merupakan ukuran dari produktivitas faktor produksi yang tidak dapat diketahui apakah berasal dari faktor tenaga kerja atau kapital. Teori pertumbuhan neo-klasik awal memiliki asumsi sederhana yaitu tidak ada kemajuan teknologi.Fungsi produksi (Y) hanya ditentukan oleh faktor produksi tenaga kerja (L) dan kapital (K). Y = F (K,L)………………………………………………………….…(2.2)
9 Kenaikan kedua faktor produksi sebesar ∆K dan ∆L akan meningkatkan output. Kenaikan output dengan menggunakan produk marjinal dari kedua faktor produksi dijelaskan dengan persamaan: ∆Y = (MPK x ∆K) + (MPL x ∆L)………………………………….....(2.3) Persamaan (2.3) juga dapat ditulis sebagai berikut: ∆
∆
=
+
∆
…...……………………….…………....…(2.4)
Bentuk persamaan (2.4) menunjukkan hubungan antara tingkat ∆ ∆ pertumbuhan output, , dengan tingkat pertumbuhan kapital, , dan tingkat pertumbuhan tenaga kerja
∆
.
, menujukkan bagian kapital dari output
sedangkan , menujukkan bagian tenaga kerja dari output. Dengan asumsi bahwa fungsi produksi memiliki skala pengembalian konstan maka, persamaan (2.4) dapat ditulis sebagai berikut: ∆
=α
∆
+β
∆
………………………………….………………..….(2.5)
dimana α + β = 1. Pada pertengahan tahun 1950-an teori pertumbuhan neo-klasik mulai memasukkan unsur kemajuan teknologi setelah diyakini adanya faktor lain yang berpengaruh dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara. Beberapa ciri dari teori pertumbuhan neo-klasik dengan adanya kemajuan teknologi yaitu: Pertama, teknologi bersifat endogen dalam proses produksi. Kedua, teknologi bersifat pure public good, yang berarti teknologi mempunyai karakteristik sebagai non-rival good sekaligus non-excudable good. Ketiga, karena sifatnya yang pure public good, maka teknologi tidak mendapat kompensasi dalam proses produksi (Suparyati, 1999). • Teori Pertumbuhan Endogen Teori pertumbuhan endogen (endogenous growth theory) muncul untuk mengatasi beberapa permasalahan yang terdapat pada pertumbuhan neoklasik.Teori pertumbuhan endogen juga bertujuan untuk menghilangkan asumsi eksogen dari kemajuan teknologi.Romer (1986) mengembangkan teori pertumbuhan endogen dengan menyatakan bahwa pertumbuhan jangka panjang sangat ditentukan oleh akumulasi pengetahuan para pelaku ekonomi. Romer (1986) mengembangkan teori pertumbuhan endogen yang bertumpu pada pentingnya sumber daya manusia sebagai kunci utama dalam perekonomian. Dalam model Romer, pertumbuhan jangka panjang sangat ditentukan oleh akumulasi pengetahuan para pelaku ekonomi. Tiga elemen utama dalam model Romer yaitu: 1. Adanya unsur eksternalitas, sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan. 2. Adanya peningkatan skala hasil yang semakin meningkat (increasing return to scale), yang menyebabkan peningkatan spesialisasi dan pembagian kerja. 3. Semakin pendeknya waktu pemanfaatan ilmu pengetahuan, karena pesatnya perkembangan di sektor riset.
10 Secara umum model Romer dirumuskan sebagai berikut : Yit = dengan 0 < α < 1; 0 < β < 1……..………….……….(2.6) dimana: Yi = output produksi Ki = kapital Li = tenaga kerja A = kemajuan pengetahuan/ teknologi (technical knowledge). t = waktu Secara sederhana, teori pertumbuhan endogen yang telah memperhitungkan penggunaan teknologi sebagai implikasi tingkat pengetahuan sumber daya ditunjukkan persamaan berikut : Y = AF (L, K)……………………………..…………………..……….(2.7) Dimana A adalah ukuran dari tingkat penggunaan teknologi atau disebut juga Total Factor Productivity (TFP).Dengan demikian peningkatan produksi tidak hanya diakibatkan oleh peningkatan tenaga kerja dan kapital, tetapi juga oleh kenaikan TFP. ∆
=α
∆
+β
∆
+
∆
…………….……………………………………(2.8)
Persamaan (2.8) mengukur tiga sumber pertumbuhan yaitu perubahan jumlah kapital, perubahan jumlah tenaga kerja, dan perubahan TFP.
Konsep Total Factor Productivity (TFP) Landasan teori pertumbuhan yang digunakan banyak mengacu pada model pertumbuhan neo-klasik dimana tingkat pertumbuhan suatu negara hanya dijelaskan dengan penekanan kepada fungsi produksi agregat dengan faktor produksi tenaga kerja dan kapital. Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi selain tenaga kerja dan kapital dianggap sebagai kemajuan teknologi yang bersifat eksogen. Tahun 1980-an diperkenalkan perkembangan teori pertumbuhan endogen (endogenous growth theory). Teori pertumbuhan endogen telah memasukkan berbagai aspek sebagai penentu pertumbuhan ekonomi selain tenaga kerja dan kapital yang sering disebut total factor productivity (TFP) yang dianggap sebagai ukuran produktivitas dan bersifat endogen. Konsep TFP pertama kali diperkenalkan oleh Jan Tinberger tahun 1942. Beberapa definisi mengenai TFP, yaitu : (1) merupakan rata-rata produksi dari agregat input, dan (2) sebagai indeks efektivitas dari suatu input dalam menghasilkan suatu output sebelum dan sesudah terjadi perubahan teknologi. Definisi ini dapat dirumuskan dalam bentuk fungsi Cobb Douglas (Suparyati, 1999) : ! "# !
=
! "# $% !
! "# '
+ VL
!
! "#
+ VK
!
…………..…………………....(2.9)
11 dimana: PDB = Produk Domestik Bruto VL = Kontribusi tenaga kerja pada nilai tambah (PDB) VK = Kontribusi kapital pada nilai tambah (PDB) t = waktu TFP = Total Factor Productivity Secara sederhana, TFP merupakan ukuran yang digunakan untuk menggambarkan kemajuan teknologi dalam suatu proses produksi. Total Factor Productivity ditunjukkan dari pertumbuhan nilai tambah atau PDB setelah pertumbuhan tenaga kerja dan pertumbuhan kapital digunakan. Menurut Solow (1956) model yang digunakan untuk mengukur TFP berasal dari fungsi produksi Cobb-Douglas: Y = ALαKβ……………………………………………………………(2.10) dimana: Y = nilai tambah (PDB). L = faktor produksi tenaga kerja. K = faktor produksi kapital. Nilai elastisitas faktor produksi tenaga kerja (α) dan nilai elastisitas kapital (β) yang berasal dari hasil regresi persamaan (2.10) digunakan untuk mengukur TFP pada persamaan perhitungan TFP berikut : ∆( (
=
∆
+α
∆' '
+β
∆
……………………………..…………………...(2.11)
dimana: α = rata-rata kontribusi kapital. β = rata-rata kontribusi tenaga kerja. ∆( = Total Factor Productivity (TFP) ( ∆
∆' ' ∆
= pertumbuhan ekonomi (PDB) = pertumbuhan tenaga kerja. = pertumbuhan kapital.
Konsep Ekspor dan Pertumbuhan Ekonomi Dalam teori makro ekonomi hubungan antara ekspor dengan tingkat pertumbuhan ekonomi merupakan suatu persamaan identitas karena ekspor merupakan bagian dari tingkat PDB nasional (Mankiw, 2000).Tetapi secara teori ekonomi pembangunan keterkaitan antara kedua variabel tersebut perlu dianalisis secara empiris. Hal ini dikarenakan hubungan antara kedua variabel tersebut tidak hanya pada masalah persamaan identitas akan tetapi pada masalah apakah kegiatan ekspor mampu menggerakan pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Menurut Aliman dan Purnomo (2001) ada empat hubungan yang mungkin terjadi antara ekspor dan PDB nasional, yaitu :
12 1. Hipotesis Export Led Growth (Export Optimism) Hipotesis ekspor sebagai motor penggerak bagi pertumbuhan ekonomi dan merupakan keharusan dari setiap negara yang ingin maju karena beberapa alasan, antara lain ekspor dapat menyebabkan penggunaan penuh sumber-sumber domestik sesuai dengan keunggulan komparatif (comparative advantage) dan terjadinya pembagian kerja sehingga mendorong terjadinya skala penghematan (economic scale); ekspor dapat memperluas pasar baik di dalam negeri maupun luar negeri; ekspor merupakan sarana untuk mengadopsi ide atau pengetahuan baru, teknologi baru, keahlian baru, dan keahlian lainnya sehingga memungkinkan penggunaan kapasitas lebih besar dan lebih efisien; ekspor dapat mendorong mengalirnya modal dari negara-negara maju ke negara-negara sedang berkembang; ekspor merupakan salah satu cara yang efektif untuk menghilangkan perilaku monopoli karena produsen dalam negeri dituntut untuk lebih efisien sehingga dapat bersaing dengan produsen lain di luar negeri; dan adanya ekspansi ekspor akan menghasilkan devisa dan karenanya kesempatan mengimpor barangbarang modal (capital goods) dan barang-barang antara (intermediate goods) semakin besar pula. Oleh karena itu, ekspor merupakan faktor penyebab naiknya pertumbuhan ekonomi. 2. Hipotesis Export Reducing Growth (Export Pessimism) Hipotesis ekspor sebagai mesin bagi pertumbuhan ekonomi hanya terjadi pada jangka pendek dalam perspektif kaum pesimis, terutama di negara-negara sedang berkembang.Akan tetapi dalam jangka panjang, ekspor bukanlah suatu komponen yang mampu mendorong pembangunan di negara-negara sedang berkembang. Hal ini dikarenakan ekspor akan menyebabkan perekonomian di negara-negara sedang berkembang menjadi rentan terhadap fluktuasi perekonomian dunia. Fluktuasi perekonomian dunia yang menghambat pertumbuhan ekonomi negara-negara sedang berkembang diantaranya, adanya proteksi perdagangan dan adanya produk-produk sintesis yang dibuat oleh negaranegara maju untuk menggantikan barang-barang alami (bahan mentah dari negara sedang berkembang) 3. Hipotesis Internally Generated Export (Growth Optimism) Hipotesis ini menyatakan bahwa syarat utama bagi suatu negara dalam melakukan ekspor adalah menciptakan iklim yang dapat membawa terjadinya proses pertumbuhan ekonomi dalam negeri yang berkesinambungan (self generating) melalui pembentukan dan perluasan pasaran dalam negeri yang kokoh sehingga ekspor bukan merupakan motor penggerak bagi pertumbuhan ekonomi dalam negeri tetapi sebaliknya yaitu pertumbuhan ekonomi dalam negeri merupakan penggerak bagi ekspor. 4. Hipotesis Growth Reducing Export (Growth Pessimism) Hipotesis yang menyatakan bahwa selama kehidupan sosial dan budaya serta pranata sosial masyarakat suatu negara (negara-negara sedang berkembang) masih rapuh, tidak mustahil pertumbuhan ekonomi justru akan menyebabkan turunnya ekspor.
13 Konsep Perubahan Struktur Ekonomi Perubahan struktur ekonomi ditandai dengan adanya perubahan persentase pasar sektor dalam pembangunan ekonomi, yang disebabkan faktor sumberdaya manusia dan perubahan teknologi (Todaro dan Smith, 2006). Teori perubahan struktural dikembangkan Lewis (1954) yang menyatakan bahwa pertumbuhan dapat tercipta apabila terjadi proses transformasi struktural dari perekonomian berbasis pada sektor pertanian ke sektor industri. Model ini mengasumsikan bahwa sektor pertanian bersifat padat karya (labor intensive) dengan tingkat produktivitas rendah sedangkan sektor industri bersifat padat kapital (capital intensive) dengan tingkat produktivitas yang tinggi.Tingginya produktivitas di sektor industri menyebabkan surplus tenaga kerja di sektor pertanian ditransfer ke sektor industri sebagai tenaga kerja murah.Hal ini menempatkan sektor industri sebagai driven growth bagi perekonomian. Proses transformasi sektoral ini akan berdampak pada penciptaan laju pertumbuhan yang tinggi di sektor industri. Pendapat yang berbeda disampaikan oleh Kuznets (1971) pada model pertumbuhannya, yang menjelaskan bahwa fase awal dari proses pembangunan sumber daya dialokasikan untuk membangun sektor pertanian. Seiring berkembangnya perekonomian, terjadi realokasi sumber daya dari sektor pertanian ke sektor industri seperti pertambangan, industri pengolahan, listrik, gas, air, dan konstruksi serta sektor jasa seperti perdagangan, hotel, restoran, transportasi, komunikasi, keuangan, persewaan, jasa perusahaan, dan jasa-jasa lainnya. Pada fase berikutnya sumber daya direalokasikan dari sektor pertanian dan industri ke sektor jasa.Kuznets mensyaratkan pentingnya pembangunan dan peningkatan teknologi di sektor pertanian sebagai strategi keberhasilan indutrialisasi.
Teori Error Correction Model (ECM) Data deret waktu (time series) yang digunakan dalam penelitian ekonomi hampir selalu berupa variabel-variabel yang pada umumnya tidak stasioner. Hal ini menyebabkan model ekonomi klasik yang dihasilkan tidak mencerminkan data sebenarnya. Tidak memperhatikan sifat non stasioner dari data deret waktu akan menyebabkan spurious correlation, yaitu adanya korelasi antara variabel dependen dan independen yang tinggi walaupun secara aktual keduanya tidak terkait. Pendekatan yang banyak digunakan untuk mengatasi spurious correlation adalah dengan mencari bentuk difference dari variabel dependen dan independen. Misalkan (Thomas, 1997) : ) = + + +, - + . …………………………………….....…………(2.12) Jika Y dan X pada persamaan di atas adalah variabel tren maka akan menimbulkan keraguan dalam estimasi karena menimbulkan masalah spurious correlation. Dengan demikian, diubah dalam bentuk lag satu periode sebagai berikut : )
= + + +, -
+ .
……………………………………..…....(2.13)
14 Pengurangan persamaan (2.12 ) dengan persamaan ( 2.13) menghasilkan : /) = +, /- + 0 ………………………...……………………..…(2.14) Persamaan (2.14) di atas sudah bebasdari masalah spurious correlation. Pendekatan dengan difference ternyata menimbulkan beberapa masalah yang perlu diperhatikan, yaitu terjadinya autokorelasi karena Ut =εt – εt-1.Selain itu juga hilangnya informasi mengenai keseimbangan jangka panjang karena model tersebut hanya dapat menjelaskan hubungan jangka pendek.Oleh karena itu model dengan difference tidak dapat digunakan untuk perencanaan kebijakan dalam perdagangan produk pertanian yang membutuhkan informasi jangka panjang. Error Correction Model (ECM) merupakan model alternatif yang dapat mengatasi kedua masalah tersebut dengan menggunakan pendekatan general to specific. Model ini memiliki berbagai kegunaan, tetapi manfaat yang paling penting adalah menyediakan suatu pendekatan dalam menghadapi masalah non stasioner dari time series dan spurious correlation (Thomas, 1997). Spesifikasi ECM dapat diperoleh dari parameterisasi model autoregressive distributed lag (ARDL). Misalkan model ARDL yang menunjukkan hubungan jangka pendek dengan menyertakan nilai bedakala adalah sebagai berikut: Y2 = b4 + b X2 + b, X2 + μY2 + ε2 , dimana 0 < µ < 1………(2.15) Setelah persamaan (2.4) diparameterisasi, maka diperoleh persamaan dalam bentuk ECM: ΔY2 = b ΔX2 − λ(Y2 − β4 − β X2 ) + ε2 ,……………………...(2.16) dimana: λ = 1-µ , β4 = b4 / λ , β = ( b + b )/ λ Model ECM secara alami akan mencapai keseimbangan dalam jangka panjang dimana λmenunjukkan kecepatan dalam mencapai keseimbangan. kombinasi linier yang Sedangkan (Y2 − β4 − β X2 ) menunjukkan disebut kointegrasi yang merupakan kombinasi variabel-variabel non stasioner.Kombinasi linier ini disebut error yang bersama λ membentuk mekanisme dalam mengoreksi kesalahan untuk mencapai kondisi ekuilibrium dalam jangka panjang.Jika kondisi ekuilibrium ditunjukkan oleh Y2 − β4 − β X2 maka apabila: Y2 < β4 − β X2 ; error< 0, dikoreksi oleh –λsehingga naik ke arah ekuilibrium. Y2 > β4 − β X2 ; error> 0, dikoreksi oleh -λsehingga turun ke arah ekuilibrium. Mekanisme koreksi ini terjadi dengan syarat setiap variabel harus terintegrasi dalam order yang sama.
Hasil Penelitian Terdahulu Peranan Sektor Pertanian Dalam Pertumbuhan Ekonomi Sektor pertanian memiliki kontribusi sangat besar dalam perekonomian Indonesia. Hasil penelitian yang dilakukan Herliana (2004) menunjukkan bahwa
15 kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian, diantaranya: besarnya tenaga kerja yang terserap, orientasi pasar domestik, memiliki local content yang sangat tinggi, memberikan sumbangan devisa yang cukup besar melalui produk olahannya, dan hampir sebagian besar pengeluaran konsumsi masyarakat berbasiskan sektor pertanian. Pembangunan di sektor pertanian memberikan dampak lebih besar terhadap kenaikan output perekonomian dan kenaikan pendapatan masyarakat dibandingkan dengan sektor-sektor produksi lainnya. Dampak pembangunan tersebut terjadi secara langsung (direct impact) maupun tidak langsung (indirect impact).Dengan demikian strategi pembangunan yang berbasiskan sektor pertanian relevan untuk diterapkan di Indonesia.Metode penelitian yang digunakan Herliana (2004) untuk melihat peranan sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia adalah alat alat analisis sistem neraca sosial ekonomi (SNSE). Peranan sektor pertanian terhadap perekonomian Indonesia juga ditunjukkan oleh hasil penelitian yang dilakukan Dedy (2010). Penelitian ini menganalisis peranan sektor pertanian dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia dengan menggunakan data panel yang terdiri dari 26 provinsi dan periode waktu selama tahun 1983-2008. Hasil analisis menyatakan bahwa sektor pertanian berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang bercirikan labor intensive, dimana dukungan tenaga kerja lebih tinggi daripada modal yang diinvestasikan.Pertumbuhan ekonomi memiliki perbedaan nyata setelah dilaksanakannya otonomi daerah. Penelitian ini juga menyatakan bahwa ekspor merupakan komponen pembangunan perekonomian Indonesia, sehingga peningkatan ekspor akan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Selain penelitian mengenai peranan sektor pertanian teerhadap pertumbuhan ekonomi, peranan sektor pertanian lebih spesifik telah dilakukan oleh Dedy (2010). Penelitian ini melihat peranan sektor pertanian dalam sektor industri dan sektor jasa dengan menggunakan analisis VAR. Hasil analisis menunjukkan bahwa pertumbuhan di sektor industri dan sektor jasa menyebabkan turunnya pertumbuhan sektor pertanian. Peranan sektor pertanian juga masih rendah dalam pertumbuhan sektor industri dan sektor jasa karena penggunaan input sektor pertanian yang masih terbatas. Sektor jasa sangat bergantung pada sektor industri sedangkan hubungan sektor pertanian dan sektor jasa ditransmisi melalui sektor industri.Dengan demikian, hasil analisis ini tidak sejalan dengan teori Lewis (1954) yang menyatakan bahwa sektor pertanian sangat mempengaruhi perekonomian. Total Factor Productivity (TFP) Beberapa penelitian mengenai Total Factor Productivity (TFP) telah dilakukan, salah satu nya penelitian yang dilakukan oleh Suparyanti (1999). Penelitian dilakukan untuk mengetahui berbagai faktor yang diidentifikasi sebagai faktor penentu pertumbuhan TFP yang diukur sebagai ukuran tingkat produktivitas di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif yang melihat hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen.Dengan menggunakan teknik dan model analisis Ordinary Least Square (OLS) diperoleh kesimpulan bahwa variabel independen yang
16 berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan TFP adalah orientasi ekspor, rasio neraca transaksi berjalan terhadap PDB, dan nilai tukar riil. Pendekatan Total Factor Productivity (TFP) juga digunakan oleh Bilada (2008) untuk menganalisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhi output industri farmasi Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data time series dari tahun 1983-2005. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pertumbuhan Solow dan model fungsi produksi Cobb-Douglas. Model pertumbuhan Solow mengukur sumber-sumber pertumbuhan output yang diakibatkan secara langsung oleh adanya pertumbuhan input dan kemajuan teknologi. Analisis data diolah dengan metode Ordinary Least Square (OLS) menggunakan program Eviews 4.1 dan Microsoft Excel 2007. Hasil penelitian Bilada (2008) menyatakan bahwa variabel yang mempunyai pengaruh signifikan pada taraf nyata 10 persen terhadap output industri farmasi adalah tenaga kerja, modal, bahan baku, energi dan kemajuan teknologi (TFP). Semua variabel tersebut berpengaruh positif terhadap output industri farmasi kecuali variabel energi. Nilai variabel kemajuan teknologi (TFP) industri farmasi yang didapat sebesar -0.031.Hal ini berarti bahwa penguasaan teknologi dalam industri farmasi masih sangat kecil. Pendekatan TFP juga digunakan dalam penelitian Tarwiyanto (2007) untuk melihat peranan TFP terhadap perekonomian di Sumatera Selatan.Hasil penelitian menunjukkan bahwa investasi pemerintah yaitu pengeluaran pembangunan di Sumatera Selatan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.Demikian juga variabel investasi swasta berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan. Sedangkan variabel tenaga kerja dan dummy otonomi daerah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Selatan. Kontribusi invesatsi pemerintah dan investasi swasta terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Selatan masingmasing sebesar 1.04 persen dan 0.17 persen sedangkan kontribusi TFP hanya 0.17 persen.Kondisi ini menunjukkan bahwa masih lemahnya kemmapuan teknologi dan manusia menyatu dalam keterampilan pekerja karena peningkatan produksi masih sangat bergantung pada modal fisik. Hubungan Ekspor dan Pertumbuhan Ekonomi Penelitian mengenai hubungan ekspor dan Pertumbuhan Domestik Bruto (PDB) dilakukan Pahlavani pada tahun 2005. Penelitian ini menganalisis hubungan kointegrasi dan perubahan struktural antara ekspor dan PDB di Iran.Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan struktur ekonomi yang paling signifikan dan menganalisis faktor utama sebagai penentu pertumbuhan ekonomi di Iran yang terdiri dari faktor tenaga kerja, kapital dan variabel perdagangan. Metode yang digunakan adalah Error Correction Model (ECM) untuk melihat besarnya koefisien koreksi kesalahan yang menentukan kecepatan penyesuaian terhadap kondisi jangka panjang. Hasil penelitian Pahlavani (2005) menunjukkan bahwa struktur perubahan yang paling signifikan terjadi bertepatan dengan perubahan rezim pada saat revolusi Islam tahun 1979 dan 1980-an saat terjadi perang di Iran.Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa deviasi dari tingkat pertumbuhan jangka panjang dalam PDB memiliki koefisien koreksi kesalahan sebesar 60 persen pada tahun
17 berikutnya. Estimasi koefisien jangka panjang menunjukkan bahwa efek pembentukan modal dan ekspor minyak sangat signifikan dan berdampak kuat pada PDB Iran. Oskooee et al (2005) juga menguji hubungan timbal balik antara ekspor dan pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini ingin melihat apakah pertumbuhan ekspor menyebabkan pertumbuhan ekonomi atau pertumbuhan ekonomi yang menyebabkan terjadinya pertumbuhan ekspor. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri 61 negara berkembang pada periode waktu 19601999.Analisis yang digunakan adalah uji panel akar unit dan uji kointegrasi panel.Hasil uji akar unit menunjukkan bahwa semua variabel yang digunakan yaitu ekspor, impor, penggunaan tenaga kerja, dan penggunaan kapital bersifat tidak stasioner. Uji kointegrasi menunjukkan bahwa ketika variabel ekspor menjadi variabel dependen maka akan terkointegrasi terhadap seluruh variabel yang diteliti. Dengan demikian terdapat hubungan jangka panjang antar variabel. Ketika variabel output menjadi variabel dependen maka hasil uji kointegrasi menunjukkan output tidak terkointegrasi dengan semua variabel yang diteliti. Dengan demikian peningkatan ekspor yang terjadi di negara-negara berkembang harus berorientasi pada kebijakan-kebijakan yang mendorong pertumbuhan ekonomi. Penelitian mengenai analisis hubungan antara ekspor dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia telah dilakukan oleh Novianingsih (2011). Penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara Ekspor dan PDB di Indonesia dalam periode waktu 1999-2008. Beberapa metode yang digunakan yaitu metode uji akar unit, metode uji kointegrasi, metode uji kausalitas Granger. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan satu arah antara ekspor dengan PDB Indonesia, atau dengan kata lain PDB mempengaruhi ekspor Indonesia.PDB dapat mempengaruhi tingkat kenaikan atau penurunan ekspor pada tahun 1999-2008. Penggunaan Error Correction Model (ECM) Penelitian Prabowo (2006) bertujuan untuk menganalisis hubungan jangka pendek dan jangka panjang dari permintaan impor karet alam asli Indonesia dari negara-negara importir utama dan responnya terhadap harga dunia.Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kointegrasi dan error correction.Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor dominan yang mempengaruhi permintaan impor karet alam Amerika Serikat adalah pendapatan domestik bruto dengan respon yang elastis, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang dengan koefisien adjustment yang relatif besar nilainya.Sedangkan kuantitas impornya tidak responsif terhadap perubahan harga riil impor karet alam Amerika.Sedangkan permintaan impor karet alam Jepang tidak responsif terhadap perubahan harag impor karet alam dan produk domestic brutonya baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Elastisitas pendapatannya lebih besar daripada elastisitas harga, hal ini menunjukkan bahwa dampak perubahan pada pendapatan akan lebih besar daripada jika terjadi perubahan pada harga impornya. Pahlavani (2005) melakukan penelitian mengenai Cointegrastion and Structural Change in The Export-GDP Nexus : The Case of Iran. Penelitian ini menggunakan metode ARDL untuk melihat hubungan jangka pendek dan jangka panjang variabel-variabel independen terhadap pertumbuhan ekonomi. Data
18 pertumbuhan ekonomi Iran yang digunakan merupakan data time series dari tahun 1960-2003. Hasil analisis dengan menggunakan metode ARDL menunjukkan bahwa pembentuk modal bruto (gross capital formation) dan ekspor migas berpengaruh signifikan terhada pertumbuhan ekonomi. Sedangkan ekspor non migas dan sumber daya manusia (human capital) hanya memiliki pengaruh kecil terhadap pertumbuhan ekonomi di Iran. Penelitian ini juga melihat adanya structural breaks pada perekonomian Iran pada tahun 1979, dimana tahun tersebut merupakan tahun terjadinya revolusi Islam dan adanya pergantian rejim pemerintahan. Metode analisis Error Correction Model (ECM) digunakan oleh Doriyanto (1999) untuk mengetahui apakah permintaan uang riil di Indonesia selama periode sebelum krisis (sebelum Agustus 1997) dan saat krisis tetap stabil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis stasioner dan integrasi dengan menggunakan uji Augmented Dickey Fuller serta analisis kointegrasi dengan menggunakan uji Johansen memperlihatkan adanya hubungan kointegrasi diantara variabel-variabel : currency riil dan PDB riil. Model permintaan uang riil dinamis dengan menggunakan Error Correction Model (ECM) menunjukkan konsistensi parameter secara signifikan, juga pada saat krisis. Perubahan Struktural (Structural Change) Perubahan struktur ekonomi yang terjadi di Indonesia telah diteliti oleh Daryanto (2005). Penelitian inimenganalisis dampak perubahan struktur ekonomi dari sektor pertanian menjadi sektor industri pada masa orde baru. Beberapa permasalahan yang terjadi salah satunya pangsa sektor pertanian terhadap PDB nasional sejak tahun 1980-2000 terus menurun dari 24.8 persen menjadi sekitar 17.2 persen, padahal sektor industri yang diberikan prioritas perhatian pemerintah, terbukti nyata tidak mampu memberikan kekuatan ekonomi ketika ditimpa oleh krisis ekonomi. Pendekatan pertumbuhan ekonomi sebagai tolak ukur keberhasilan pembangunan telah menyebabkan kebijakan pembangunan ekonomi yang bias terhadap sektor industri dan mengabaikan sektor pertanian. Penelitian Isdijoso (1992) meyatakan bahwa pelaksanaan pembangunan Indonesia selama 25 tahun telah berhasil meningkatkan pendapatan per kapita, meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mengurangi jumlah kemiskinan absolut. Strukutur produksi ekonomi nasional mengalami perubahan dimana peranan sektor pertanian pada Produk Domestik Bruto (PDB) sebagai penyumbang terbesar telah tergeser dan digantikan oleh sektor perdagangan, lembaga keuangan, dan jasa lainnya. Penelitian ini juga menyatakatan bahwa upaya pembangunan yang ditempuh mengakibatkan ekonomi dalam negeri semakin terbuka terhadap pengaruh perekonomian dunia, pengaruh sektor moneter, dan pengaruh sektor riil lainnya. Akan tetapi distribusi kesempatan kerja di sektor pertanian relatif tidak mengalami perubahan dimana sektor pertanian merupakan penyerap tenaga kerja terbesar. Penelitian dilakukan dengan membuat model ekonomi makro Indonesia dan Keterkaitan Sektor Pertanian Tahun 1967-1988. Sabandi dan Permono (2006) menggunakan uji akar unit dengan model Zivot-Andrews dalam menganalisis perubahan struktural (structural break) yang terjadi pada sektor keuangan Indonesia. Model Zivot-Andrews dinilai lebih relevan diterapkan dibanding uji akar unit ADF dan Phillip Perron, karena telah
19 mengakomodasi perubahan struktural data akibat krisis ekonomi 1997-1998. Setelah menguji adanya structural break, kemudian uji Kausalitas Granger dan uji Toda-Yamamoto digunakan untuk melihat hubungan kausalitas antara perkembangan sektor keuangan dengan volatilitas ekonomi: kasus Indonesia tahun 1990.1 – 2004.2. Hasil penelitian menyatakan bahwa perkembangan sektor keuangan di Indonesia ternyata dibarengi dengan volatilitas ekonomi makro. Analisis structural change yang dikombinasikan dengan analisis Error Correction Model (ECM) dilakukan oleh Doriyanto (1999). Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah permintaan uang riil tetap stabil sebelum dan setelah krisis ekonomi. Dinamika permintaan uang riil dianalisis dengan ECM dan stabilitas nya diuji dengan menggunakan Chow Test. Periode penelitian terdiri dari masa sebelum krisis (1988:01 s/ d 1997:07) dan selama krisis (1997:08 s/ d 1999:03). Hasil penelitian menunjukkan bahwa permintaan uang riil tetap stabil (tidak terdapat structural change) selama krisis di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan adanya stabilitas permintaan uang riil dalam jangka panjang yang diindikasikan denagn adanya kointegrasi antara currency riil dengan PDB riil.
Kerangka Pemikiran Sektor pertanian merupakan salah satu sektor pembentuk perekonomian Indonesia. Hal ini ditunjukkan oleh kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) pertanian sebesar 12.74 persen terhadap PDB nasional pada tahun 2011. Pembentukan PDB pertanian sangat tergantung dari faktor-faktor produksi yang digunakan, seperti tenaga kerja, investasisebagai kapital/ modal juga penggunaan teknologi dalam proses produksi. Penggunaan teknologi dalam proses produksi sangat menentukan produktivitas. Adanya kemajuan teknologi dapat meningkatkan output meskipun dengan input yang terbatas, sehingga produktivitas meningkat. Hal ini sesuai dengan teori pertumbuhan endogen yang dikembangkan Romer, bahwa peningkatan output dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi. Dengan demikian, penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah pertumbuhan PDB pertanian yang terjadi merupakan akibat dari penggunaan tenaga kerja, investasi sebagai kapital/ modal atau penggunaan kemajuan teknologi atau TFP dalam proses produksi. Secara teori, salah satu komponen pembentuk PDB pertanian yaitu ekspor pertanian.Perdagangan luar negeri sektor pertanian yang semakin terbuka menyebabkan terjadinya peningkatan pertumbuhan melalui ekspor. Namun dapat juga sebaiknya, PDB pertanian dapat mendorong adanya pertumbuhan ekspor pertanian. Dengan demikian, dalam penelitian ini akan dilihat hubungan jangka pendek serta jangka panjang antara ekspor pertanian dengan PDB pertanian. Selain itu juga akan diteliti hubungan jangka pendek dan jangka panjang antara ekspor pertanian dengan variabel-variabel yang berpengaruh terhadap ekspor pertanian seperti harga domestik pertanian, harga ekspor pertanian, dan nilai tukar. Perubahan struktur ekonomi pertanian dapat dilihat dari hubungan jangka pendek antara ekspor pertanian dengan PDB pertanian dan variabel-variabel lain yang mempengaruhi ekspor pertanian. Perubahan kontribusi sektor pertanian pernah terjadi di tahun 1997 saat Indonesia mengalami krisis ekonomi. Pada
20 masa-masa tersebut terjadi perubahan harga dan perubahan jumlah serta kualitas barang dan jasa secara siginifikan. Pengujian ini dilakukan dengan pemilihan endogen waktu dimana diduga telah terjadi perubahan struktur ekonomi pada tahun 1997. PDB pertanian berfluktuasi dari tahun ke tahun.
Ekspor pertanian berfluktuasi dari tahun ke tahun.
Pertumbuhan PDB pertanian diduga didukung oleh faktor-faktor produksi, seperti : - Penggunaan tenaga kerja pertanian - Investasi asing maupun dalam negeri sektor pertanian sebagai kapital - Peranan kemajuan teknologi dalam proses produksi pertanian
Ekspor pertanian diduga memiliki hubungan dengan PDB pertanian dan faktorfaktor lain yang mempengaruhi ekspor pertanian.
Analisis peranan Total Factor Productivity (TFP) sektor pertanian.
Analisis hubungan antara ekspor pertanian dengan PDB pertanian.
Metode Ordinary Least Square (OLS) dan perhitungan Total Factor Productivity (TFP)
Metode Error Correction Model (ECM)
Hasil Penelitian
Implikasi Kebijakan
Gambar 3 Kerangka Pemikiran Konseptual
Analisis perubahan struktural (structural change) sektor pertanian.
Chow Test
21 Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kemajuan teknologi atau Total Factor Productivity (TFP) memiliki hubungan satu arah dengan PDB sektor pertanian. 2. Terdapat hubungan jangka pendek maupun jangka panjang antara ekspor pertanian dengan PDB pertanian dan variabel-variabel lain yang mempengaruhi ekspor. 3. Perubahan struktur ekonomi pada tahun tertentu berdampak pada perubahan ekspor sektor pertanian, dan variable-variabel lain yang mempengaruhi ekspor pertanian.
3 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai “Peranan Total Factor Productivity (TFP) dan Hubungan Ekspor- Pertumbuhan Domestik Bruto (PDB), dan Perubahan Struktur Ekonomi di Sektor Pertanian Indonesia” mencakup seluruh sektor pertanian di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan cara mengumpulkan data dan informasi dari Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia (BI), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), perpustakaan Insitut Pertanian Bogor (IPB), dan berbagai literatur dari media cetak maupun internet. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei 2011 sampai dengan bulan Desember 2012.
Jenis dan Sumber Data Jenis data yangdigunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data time series periode 1980 sampai dengan 2011. Data yang digunakan terdiri dari data PDB nasional, PDB pertanian, tenaga kerja di sektor pertanian, investasi penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri di sektor pertanian, volume ekspor total, volume ekspor pertanian, nilai ekspor pertanian, harga domestik pertanian, harga ekspor pertanian dan nilai tukar. Deskripsi data yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 3. Sumber data berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia (BI), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), perpustakaan Insitut Pertanian Bogor (IPB), dan berbagai literatur dari media cetak maupun internet.
22 Tabel 3 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian No. 1.
Variabel PDB
Deskripsi Produk Domestik Bruto (PDB) di sektor pertanian
Satuan Miliar Rp
Juta US$
Sumber data PDB Pertanian adalah PDB tanaman pangan, PDB tanaman perkebunan, PDB peternakan, PDB kehutanan, dan PDB perikanan. Sumber : CEIC data Company Limited CEIC data Company Limited BPS
2.
TK
Ribu Orang
3.
IA
4.
ID
5.
X
6.
PD
Tenaga kerja di sektor pertanian. Investasi yang berasal dari Penanaman Modal Asing (PMA). Investasi yang berasal dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Ekspor di sektor pertanian. Harga Output Pertanian
Miliar Rp
BPS
Juta US$
BPS
Indeks
Data harga output didekati dengan Indeks Harga Perdagangan Besar untuk Pertanian (1983=100) Sumber : CEIC data Company Limited Data harga output didekati dengan Indeks Harga Perdagangan Besar untuk Ekspor Non Migas (1983=100) BPS
7.
PX
Harga Ekspor Pertanian
Indeks
8.
ER
Nilai Tukar
Rp/US $
Metode Analisis Data Software yang digunakan untuk melakukan pengolahan data adalah Eviews 6 dan Microsoft Excel 2007.Metode analisis yang digunakan untuk menjawab berbagai tujuan dalam penelitian, sebagai berikut : Analisis Peranan Total Factor Productivity Sektor Pertanian Penelitian ini bertujuan untuk melihat peranan penggunaan teknologi dalam proses produksi. Kemajuan teknologi (TFP) dapat dianalisis melalui fungsi produksi Cobb-Douglas sebagai berikut :
23 Q = ALαKβ…………………………………………………..…………(3.1) Tahap-tahap yang dilakukan dalam melakukan perhitungan TFP, yaitu : 1. Melakukan transformasi fungsi produksi Cobb-Douglas ke dalam bentuk logaritma linier. 2. Melakukan analisis regresi fungsi produksi Cobb-Douglas yang telah ditransformasi dalam bentuk logaritma untuk memperoleh nilai elastisitas α dan β. 3. Melakukan perhitungan Total FactorProductivity (TFP) 4. Melakukan perhitungan kontribusi pertumbuhan kemajuan teknologi (TFP) terhadap pertumbuhan output (PDB) sektor pertanian di Indonesia. Berdasarkan persamaan Cobb-Douglas (3.1), maka penelitian menggunakan persamaan sebagai berikut : PDB = a0 TKa1IAa2IDa3………………………………………………...(3.2) Linearisasi persamaan (3.2) menghasilkan bentuk sebagai berikut ; LogPDB = Log a0 + a1 LogTK + a2 LogIA + a3 LogID + ei……...…...(3.3) dimana : PDB = Produk Domestik Bruto pertanian (miliar Rp) TK = tenaga kerja di sektor pertanian (ribu orang) IA = investasi asing di sektor pertanian (juta US$) ID = investasi dalam negeri di sektor pertanian (miliar Rp) a0,..,a3 = parameter yang diduga ei = error term Investasi digunakan sebagai pendekatan kapital, karena investasi dilakukan untuk membentuk faktor produksi kapital, dimana sebagian dari investasi digunakan untuk pengadaan berbagai barang modal yang akan digunakan dalam kegiatan proses produksi. Melalui investasi, kapasitas produksi dapat ditingkatkan sehingga mampu meningkatkan output dan akan meningkatkan pendapatan. Perhitungan TFP sebagai pendekatan untuk melihat pertumbuhan kemajuan teknologi yang terjadi di sektor pertanian Indonesia dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : ∆TFP TFP
=
∆PDB PDB
∆TK
∆IA
∆ID
– a1 TK – a2 IA – a3 ID ……………………………..……(3.4)
dimana : a1 = rata-rata kontribusi tenaga kerja. = rata-rata kontribusi investasi asing. a2 a3 = rata-rata kontribusi investasi dalam negeri. ∆TFP = Total Factor Productivity (TFP) TFP ∆PDB PDB ∆TK TK ∆IA IA ∆ID ID
= pertumbuhan ekonomi (PDB) = pertumbuhan tenaga kerja. = pertumbuhan investasi asing sebagai kapital. = pertumbuhan investasi dalam negeri sebagai kapital.
24 Analisis Hubungan Ekspor Pertanian-PDB Pertanian Indonesia Model Error Correction Model (ECM) digunakan dalam penelitian untuk melihat hubungan jangka pendek dan jangka panjang antara ekspor pertanian dengan PDB pertanian serta variabel-variabel lain yang mempengaruhi ekspor pertanian.Estimasi jangka panjang dilakukan dengan menggunakan uji kointegrasi Engel-Granger.Sedangkan estimasi jangka pendek dengan menggunakan ECM atau model koreksi kesalahan.Syarat yang harus dipenuhi dalam menggunakan ECM adalah terdapat minimal satu variabel yang tidak stasioner.Jika seluruh data yang digunakan ternyata stasioner, maka persamaan tersebut tidak dapat dianalisa dengan menggunakan ECM. Pengujian Pra Estimasi • Uji Stasioneritas Data Pengujian stasioneritas data dilakukan dengan menguji akar-akar unit atau unit root test. Data yang tidak stasioner akan mempunyai akar-akar unit, sebaliknya data yang stasioner tidak mempunyai akar-akar unit. Data yang tidak stasioner akan menghasilkan spurious regression yaitu regresi yang menggambarkan hubungan dua variabel atau lebih yang terlihat signifikan secara statistik tetapi pada kenyataanya tidak atau tidak sebesar regresi yang dihasilkan tesebut. Kestasioneran data dapat diketahui melalui pengujian akar-akar unit dengan metode Dickey-Fuller (DF).Diketahui model persamaan time series sebagai berikut: yt = ρyt −1 + ε t . Dengan mengurangkan kedua sisi persamaan tersebut dengan yt-1 maka akan didapat persamaan: ∆yt = δ yt-1 + εt…………………………….…………………………..(3.5) dimana ∆ merupakan perbedaan pertama (first difference), dan δ = ( ρ -1), sehingga hipotesis yang diuji adalah: H0: δ = 0 dan hipotesis alternatif H0: δ < 0. Model pengujian unit root yang digunakan dalam banyak penelitian adalah model Aughmented Dickey Fuller (ADF) test. Model umum dari uji ADF adalah sebagai berikut: ∆yt = k + αyt-1 + c1∆yt-1 + c2∆yt-2 + ..... + cp∆yt-p + Trend + εt ………..(3.6) Hipotesis yang diuji pada uji ADF adalah apakah H0:: δ = 0 dengan hipotesis alternatif H0: δ < 0. Jika nilai uji ADF statistiknya lebih besar dari Mac Kinnon Critical Value maka hipotesis nol yang menyatakan bahwa data tidak stasioner ditolak terhadap hipotesis alternatifnya dengan kata lain dengan menolak H0 berarti data stasioner. Solusi yang dapat dilakukan apabila data tidak stasioner pada uji ADF adalah dengan melakukan difference non stasionary processes. Adanya variabel non stasioner meningkatkan kemungkinan keberadaan hubungan kointegrasi antar variabel. Maka pengujian kointegrasi diperlukan untuk mengetahui keberadaan hubungan tersebut. Pengujian kointegrasi sebaiknya tetap dilakukan pada data stasioner, mengingat terdapatnya kemungkinan kesalahan pengambilan kesimpulan pengujian unit root terkait dengan the power of the test (Prio, 2010).
25 •
Uji Kointegrasi (Cointegration) Uji kointegrasi dilakukan untuk melihat hubungan jangka panjang antar variabel. Thomas (1990) menyatakan bahwa kointegrasi adalah suatu hubungan jangka panjang antara variabel-variabel yang meskipun secara individual tidak stasisioner, tetapi kombinasi linier antara variabel-variabel tersebut dapat menjadi bersifat stasioner. Hal yang serupa juga dinyatakan oleh Engle and Granger (1983) bahwa sebuah kombinasi linier dari dua atau lebih variabel mungkin bisa stasioner I(0), meskipun variabel-variabelnya secara individual tidak stasioner I(1). Jika kombinasi linier ini stasioner maka hubungan linear tersebut bisa disebut sebagai kointegrasi dan jika bentuknya adalah persamaan maka hal ini adalah persamaan kointegrasi dan parameternya merupakan parameter-parameter kointegrasi yang mencerminkan hubungan jangka panjang. Metode yang dapat digunakan untuk melakukan uji kointegrasi, diantaranya Engle-Granger Cointegration Test, dan Cointegration Regression Durbin-Watson Test. Metode Engle-Granger Cointegration Testdilakukan dengan menggunakan metode Augmented Dickey-Fuller (ADF) dalam dua tahap. Tahap pertama, variabel-variabel (dalam level) diuji secara sendiri-sendiri dengan metode ADF, dan umumnya akan diperoleh variabel-variabel yang tidak stasioner. Tahap dua, variabel dependen diregresi dengan variabel-variabel penjelas dan kemudian lakukan pengujian terhadap residual regresi tersebut. Oleh karena itu, metode ini juga disebut juga sebagai Augmented Engle-Granger (AEG) dengan cara: ρ
∆u t = α 1u t −1 + ∑ c j ∆u t − ρ + et …………………………………………..(3.7) j =1
di mana: uiadalah residual, ρ adalah lag optimal dari variabel dependen, dan et adalah error term. Kemudian hasil t-ADF dibandingkan dengan nilai-nilai kritis MacKinnon untuk menguji hipotesis Ho: tidak terkointegrasi dan H1: terkointegrasi. Jika Ho ditolak maka variabel ui adalah stasioner atau dalam hal ini kombinasi linear antar variabel adalah stasioner.Artinya meskipun variabelvariabel yang digunakan tidak stasioner, namun dalam jangka panjang variabelvariabel tersebut cenderung menuju pada keseimbangan.Oleh karena itu, kombinasi linear dari variabel-variabel tersebut disebut regresi kointegrasi. Parameter-parameter yang dihasilkan dari kombinasi tersebut dapat disebut sebagai koefisien-koefisien jangka panjang atau co-integrated parameters. Secara umum, persamaan jangka panjang didefinisikan sebagai berikut : Y = C + a1X1t+ a2X2t + a3X3t+ ... + a5Xnt...............................................(3.8) Sedangkan persamaan jangka panjang yang diestimasi dalam penelitian sebagai berikut (dalam logaritma): LogXt = a0+ a1LogPDBt+ a2LogTFPt + a3LogPDt+ a4LogPXt + a5LogERt + et………………………………………………......................(3.9) dengan a1> 0, a2>0, a3<0, a4>0, dan a5>0. dimana : a0 = intersep an = parameter yang diduga, dimana n=1,2,..5 dan menggambarkan hubungan jangka panjang antar variabel independent dengan variabel dependent.
26 LogXt LogPDBt LogTFPt
= Nilai ekspor pertanian pada periode t (juta US$) = PDB sektor pertanian pada periode t (Miliar Rp) = Total Factor Productivity (TFP) sektor pertanian pada periode t. LogPXt = Harga ekspor sektor pertanian pada periode t (Indeks) LogPDt = Harga domestik sektor pertanian pada periode t (Indeks) LogERt = Nilai Tukar pada periode t (Rp/US$) et = Error distribunce pada periode t • Estimasi Error Correction Model (ECM) Penggunaan ECM bertujuan untuk mengatasi masalah adanya perbedaan kekonsistenan hasil antara analisis dalam jangka pendek dan jangka panjang dengan cara proporsi disequilibrium pada satu periode, dikoreksi pada periode berikutnya sehingga tidak ada informasi yang dihilangkan hingga penggunaan untuk analisis jangka panjang (Thomas, 1997). Karena kelebihannya dalam menggabungkan efek jangka pendek dan jangka panjang, ECM menjadi model yang dapat menjelaskan variabel dengan baik. Model ECM terbentuk dari fungsi awal sebagai berikut : Y = f(X1, X2, X3)..................................................................................(3.10) dengan model linier dapat ditulis sebagai berikut : Y = b0+ b1X1+ b2X2 + b3X3 + u............................................................(3.11) kemudian model (3.11) dibentuk menjadi model dinamis yang menyertakan kelambanan atau lag yang biasa dikenal dengan Error Correction Model yang didefinisikan sebagai berikut : DY= b0+ b1DX1+ b2DX2 + b3DX3+ b4BX1 + b5BX2 + b6BX3 + b7ECT.....................................................................................(3.12) dimana : D = First Difference B = Kelambanan kebelakang (backward lag operator) Model persamaan (3.12) dapat dinyatakan sebagai berikut : DYt = b0+ b1DX1t+ b2DX2t + b3DX3t+ b4X1t-1 + b5X2t-1 + b6X3t-1 + b7ECT.....................................................................................(3.13) Bentuk umum dari persamaan ECM jangka pendek sebagai berikut : DYt = b0+ b1DX1t+ b2DX2t + ... + bnDXnt+ bn+1X1t-1 + bn+2X2t-1 + ... + bn+kXkt-1 + b7ECT...................................................................(3.13) Persamaan ECM dalam penelitian sebagai berikut (dalam logaritma) : DLogXt = b0+ b1DLogPDBt + b2DLogTFPt + b3DLogPDt + b4DLogPXt + b5DLogERt + b6 DLogXt-1 + b7DLogPDBt-1+ b8DLogTFPt-1 + b9DLogPDt-1+ b10DLogPXt-1 + b11DLogERt-1 + b12ECT.......……………………........................................(3.14) denganb1> 0, b2>0, b3<0, b4>0,b5>0,b6> 0, b7>0, b8>0, b9<0,b10>0, b11>0 dan -1 < b12< 0. dimana : b0 = intersep = parameter yang diduga, dimana n=1,2,..11 dan menggambarkan bn hubungan jangka pendek antar variabel independent dengan variabel dependent. D = Perbedaan pertama (First difference) = Nilai ekspor pertanian pada periode t (juta US$) LogXt
27 LogPDBt LogTFPt
= PDB sektor pertanian pada periode t (Miliar Rp) = Total Factor Productivity (TFP) sektor pertanian pada periode t. = Harga ekspor sektor pertanian pada periode t (Indeks) LogPXt LogPDt = Harga domestik sektor pertanian pada periode t (Indeks) LogERt = Nilai Tukar pada periode t (Rp/US$) b12 = parameter Error Correction Term ECTt = et = LogXt -a0- a1LogPDBt - a2LogTFPt- a3LogPDt – a4LogPXt - a5LogERt Untuk mengetahui kebaikan dari model ECM, maka dilakukan uji kebaikan model ECM untuk mengetahui ada tidaknya pelanggaran asumsi regresi yang muncul pada estimasi model jangka pendek eskpor pertanian dengan PDB pertanian dan variabel lain yang mempengaruhi ekspor pertanian. Uji kebaikan model ECM yang digunakan dalam penelitian berupa pengujian pelanggaran asumsi klasik yang terdiri dari uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi, uji normalitas dan uji multikolinearitas. • Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas merupakan kondisi dimana nilai penyebaran (varians) dari variabel independen tidak memiliki nilai yang sama (Gujarati, 1978). Uji heteroskedastisitas dapat dilakukan denganmenggunakan Autoregressif Conditional Heteroskedasticity (ARCH) Test dan White Heteroskedasticity Test. Hipotesis yang digunakan sebagai berikut : H0: tidak terdapat heteroskedastisitas (homoskedastisitas), H1: terdapat heteroskedastisitas. Kriteria ujisebagai berikut: Probability Obs*R-Squared < α (taraf nyata yang digunakan), maka tolak H0 Probability Obs*R-Squared > α (taraf nyata yang digunakan), maka terima H0 Artinya, jika hasil uji heteroskedastisitas menunjuukan tolak H0maka terdapat masalah heteroskedastisitas dalam model, sedangkan jika hasil uji menerima H0maka tidak terdapat masalah heteroskedastisitas dalam model. • Uji Autokorelasi Autokorelasi menunjukkan kondisi dimana nilai error tidak bersifat bebas antara yang satu dengan yang lainnya, dengan kata lain terjadikorelasi antar error sehingga model yang baik menghasilkan error yang acak dan tidak berpola. Kondisi ini menyebabkan varians yang diperoleh underestimate. Untuk mendeteksi autokorelasi digunakan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. Hipotesis yang digunakan sebagai berikut : H0: tidak terdapat autokorelasi, H1: terdapat autokorelasi. Dengan kriteria uji sebagai berikut: Probability Obs*R-Squared < α (taraf nyata yang digunakan), maka tolak H0 Probability Obs*R-Squared > α (taraf nyata yang digunakan), maka terima H0 Artinya, jika hasil uji autokorelasi menolak H0maka menunjukkan terdapat masalah autokorelasi dalam model. Namun sebaliknya, jikahasil uji autokorelasi menerima H0maka menunjukkan tidak terdapat masalah autokorelasi dalam model.
28 •
Uji Normalitas Normalitas merupakan salah satu asumsi statistik dimana error term terdistribusi normal. Untuk mengetahui normalitas error term digunakan ujiJarque-Bera, dengan hipotesis sebagai berikut : H0: error termterdistribusi normal H1:error termtidak terdistribusi normal. Dengan kriteria uji sebagai berikut : Apabila nilai probabilitas lebih besar dari taraf nyata (α) yang digunakan maka persamaan tidak mempunyai masalah normalitas atau error term terdistribusi normal. • Uji Multikolinearitas Multikolinearitas merupakan suatu keadaan dimana antar variabel bebas terdapat hubungan yang sangat erat. Apabila terdapat korelasi antar variabel bebas, maka akan ada ketidaksesuaian pada model yang telah dibuat. Multikolinearitas dapat dilihat dari uji korelasi antar variabel bebas yang digunakan, jika terdapat korelasi yang tinggi antar variabel bebas tersebut maka terdapat multikolinearitas. Analisis Perubahan Struktur (Structural Change) di Sektor Pertanian Untuk mengetahui ada atau tidak perubahan struktur (structural change) pada model ECM yang telah diketahui, maka dilakukan uji stabilitas pada parameternya dengan menggunakan uji break point Chow. Dalam penelitian ini, diduga terdapat potensi ketidakstabilan parameter selama terjadi krisis ekonomi pada tahun 1997, dimana efek dari variabel-variabel yang ada dapat berubah dan menyebabkan berubahnya signifikansi pengaruh dari variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian. Dengan demikian, akan dilakukan uji break point Chow untuk menganalisis konsistensi parameter sebelum dan sesudah terjadinya krisis ekonomi tahun 1997. Apabila hasil uji Chow menunjukkan terdapat structural break pada tahun 1997, maka break date tersebut dimasukkan ke dalam model ECM sebagai variabel dummy. Persamaan ECM penelitian menjadi sebagai berikut (dalam logaritma) : DLogXt = b0+ b1DLogPDBt + b2DLogTFP t + b3DLogPDt + b4DLogPXt + b5DLogERt + b6DLogXt-1 + b7DLogPDBt-1+ b8DLogTFPt-1 + b9DLogPDt-1+ b10DLogPXt-1 + b11DLogERt-1 + b12DummyKR + b13ECT.......……….......................…......(3.15) dengan b1> 0, b2>0, b3<0, b4>0,b5>0,b6> 0, b7>0, b8>0, b9<0,b10>0, b11>0, b12>0, dan -1 < b13< 0. dimana : b0 = intersep bn = parameter yang diduga, dimana n=1,2,..12 dan menggambarkan hubungan jangka pendek antar variabel independent dengan variabel dependent. D = Perbedaan pertama (First difference) LogXt = Nilai ekspor pertanian pada periode t (juta US$) = PDB sektor pertanian pada periode t (Miliar Rp) LogPDBt LogTFPt = Total Factor Productivity (TFP) sektor pertanian pada periode t.
29 LogPXt LogPDt LogERt DummyKR
b6 ECTt
= Harga ekspor sektor pertanian pada periode t (Indeks) = Harga domestik sektor pertanian pada periode t (Indeks) = Nilai Tukar pada periode t (Rp/US$) = Dummy Krisis Ekonomi 0 = untuk sebelum dan sesudah krisis ekonomi 1 = untuk selama krisis ekonomi = parameter Error Correction Term = et = LogXt -a0- a1LogPDBt - a2LogTFPt- a3LogPDt – a4LogPXt - a5LogERt
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Peranan Total Factor Productivity (TFP) Sektor Pertanian di Indonesia Sektor pertanian berada pada posisi ketiga dalam memberikan kontribusi terhadap PDB nasional, namun memiliki pertumbuhan ekonomi yang positif pada tahun 2011. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, pertumbuhan sektor pertanian sebesar 3,42 persen. Pertumbuhan ekonomi sektor pertanian salah satunya dipengaruhi oleh produktivitas faktor secara total atau total factor productivy (TFP). TFP merupakan perubahan dalam output atau hasil produksi yang tidak dapat dijelaskan oleh perubahan input. Dengan kata lain, TFP dapat merupakan jumlah pertumbuhan yang tersisa setelah dikurangkan dengan kontribusi pertumbuhan masing-masing input (faktor produksi) yang terukur. TFP sering digunakan sebagai ukuran kemajuan teknologi atau peningkatan efisiensi tenaga kerja. Dalam penelitian ini akan dilihat apakah pertumbuhan output di sektor pertanian lebih ditentukan oleh peningkatan tenaga kerja atau kapital, atau lebih disebabkan oleh produktivitas dari pemakaian tenaga kerja dan kapital (TFP). Tabel 4 Hasil analisis regresi linearisasi persamaan Cobb Douglas PDB pertanian Variabel Koefisien estimasi t-hitung Konstanta (C) -0.221167 -0.142962 LogTK 1.164363 3.305611 LogIA 0.056918 2.197336 LogID 0.017318 0.521066 R2 = 0.615 R2 adjusted = 0.573 F-hit = 14.887 P-value = 0.000 DW-hit = 0.519 Keterangan : S = Signifikan, TS = Tidak Signifikan
p-value 0.8873 0.0026 0.0364 0.6064
Signifikansi S S TS
Berdasarkan analisis model persamaan pertumbuhan output di sektor pertanian dengan memperhatikan pelanggaran-pelanggaran asumsi klasik analisis regresi, maka dari estimasi model diperoleh hasil sebagaimana tercantum dalam Tabel 4. Dari Tabel 4 dapat dianalisis bahwa berdasarkan uji F dan R2 model yang digunakan adalah baik. Berdasarkan uji F dengan menggunakan tingkat
30 signifikansi pada ∝ = 5 persen, variabel-variabel independen yang digunakan dalam model secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Hal ini ditunjukkan oleh nilai p-value sebesar 0,000. Sementara itu nilai R2 adalah 0,615. Hal ini menunjukkan bahwa proporsi variabel-variabel independen yang digunakan dalam model mampu menjelaskan variasi variabel dependen sebesar 61,5 persen, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel di luar model. Selanjutnya dapat dijelaskan bahwa variabel tenaga kerja di sektor pertanian berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan output di sektor pertanian. Hal ini dapat dilihat dari p-value sebesar 0,0026. Artinya tenaga kerja di sektor pertanian berpengaruh positif dan signifikan terhadap output pertanian pada tingkat kepercayaan 95 persen. Koefisien variabel tenaga kerja adalah 1,1643. Dalam konsep elastisitas koefisien tenaga kerja sektor pertanian bersifat elastis, karena memiliki nilai elastisitas lebih dari 1 (satu). Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan 10 persen tenaga kerja sektor pertanian maka akan menyebabkan pertumbuhan output sektor pertanian sebesar 1,16 persen. Variabel investasi Penanaman Modal Asing (PMA) sebagai kapital di sektor pertanian berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan output pertanian di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari nilai p-value sebesar 0,0364. Artinya investasi PMA berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan output sektor pertanian dalam tingkat kepercayaan 95 persen. Dimana koefisien variabel investasi PMA sebesar 0,0364. Artinya apabila terjadi peningkatan pada investasi PMA sebesar 10 persen maka akan menyebabkan adanya peningkatan pertumbuhan output di sektor pertanian sebesar 0,34 persen. Koefisien investasi PMA bersifat inelastis karena memiliki nilai kurang dari 1 (satu). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penggunaan investasi yang berasal dari PMA di sektor pertanian belum efisien. Sementara itu variabel investasi yang berasal dari PMDN tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan output di sektor pertanian, ditunjukkan dengan p-value sebesar 0,6064. Hal ini diduga karena adanya kebocoran-kebocoran dalam penggunaannya sehingga tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan output sektor pertanian. Berdasarkan hasil analisis regresi di atas, dapat dihitung TFP di sektor pertanian dengan perhitungan sebagai berikut : ∆GH GH
=
∆ IJ IJ
−a
∆G G
− a,
∆L L
..........................................................(4.3)
Variabel investasi yang berasal dari PMDN tidak digunakan dalam perhitungan TFP sektor pertanian karena berdasarkan hasil analisis regresi variabel investasi PMDN tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan output sektor pertanian. Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS dan dengan menggunakan koefisien tenaga kerja dan investasi PMA dari hasil estimasi pendekatan model Cobb Douglas seperti diuraikan di atas, maka dapat dihitung TFP sektor pertanian. Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui bahwa pertumbuhan output di sektor pertanian selama periode 1980-2011 berasal dari pertumbuhan tenaga kerja pertanian rata-rata sebesar 1,48 persen, investasi PMA rata-rata sebesar -1,97 persen, dan pertumbuhan TFP berkontribusi sebesar 3,48 persen. Berdasarkan perhitungan ini dapat dilihat bahwa TFP pertanian memberikan kontribusi yang
31 paling besar diantara penggunaan tenaga kerja dan investasi PMA di sektor pertanian. Meskipun demikian, dengan rata-rata sebesar 3,48 persen, kontribusi TFP pertanian masih dianggap relatif rendah. Hal ini juga menunjukkan bahwa peranan kemajuan teknologi terhadap peningkatan produksi dan efisiensi di sektor pertanian selama periode 1980-2011 masih relatif rendah. Masih rendahnya peranan rata-rata total TFP pertanian terhadap pertumbuhan output sektor pertanian tersebut salah satu nya dapat mencerminkan masih rendahnya kemampuan sumber daya manusia dalam menguasai teknologi untuk menunjang efisiensi. Namun, meskipun rata-rata TFP sektor pertanian bernilai relatif rendah, akan tetapi menunjukkan nilai yang positif. TFP pertanian ini digunakan untuk mengukur kemajuan teknologi atau peningkatan efisiensi tenaga kerja di sektor pertanian. Dengan demikian, terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan dalam meningkatkan TFP yaitu peningkatan pengetahuan tentang metode produksi yang lebih baik, peningkatan keterampilan pekerja, peningkatan modal fisik seperti mesin, infrastruktur dan lainnya yang dapat meningkatkan efisiensi produksi. Secara garis besar, TFP mencakup hal-hal yang dapat mengubah hubungan antara input dan output (Mankiw, 2003). Meskipun secara rata-rata pertumbuhan output di sektor pertanian pada periode 1980-2011 lebih banyak berasal dari pertumbuhan TFP pertanian dibandingkan dengan kontribusi pertumbuhan tenaga kerja dan investasi PMA, namun kontribusi sumber-sumber pertumbuhan tersebut berbeda-beda menurut fase pembangunan ekonomi. Fase pembangunan ekonomi dibagi dalam tiga fase (Mahyudin, 2006) yaitu pertama, fase sebelum krisis ekonomi (1980-1996) dimana fase ini dicirikan dengan adanya kebijakan yang berpihak pada sektor industri dengan berbagai komponen proteksi untuk sektor industri (industrialisasi). Fase kedua (1997-2000) dicirikan dengan terjadinya krisis ekonomi, kemudian fase ketiga disebut fase pasca krisis ekonomi (2001-2011). Perkembangan pertumbuhan tenaga kerja, investasi PMA dan TFP di sektor pertanian dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Perkembangan pertumbuhan tenaga kerja, investasi PMA, dan TFP berdasarkan fase pertumbuhan ekonomi Tahun
1980-1996 1997-2000 2001-2011
•
Sumber Pertumbuhan (%) Pertumbuhan Output Tenaga Kerja Investasi PMA (∆PDB/PDB) a1(∆TK/TK) a2(∆IA/IA) 3,37 2,42 -5,50 -0,19 2,43 0,55 3,42 -0,31 2,59
TFP 6,45 -3,16 1,14
Periode 1980-1996 (Fase Sebelum Krisis Ekonomi) Pada fase ini pertumbuhan output pertanian sedang mengalami peningkatan akibat adanya swasembada beras di tahun 1984. Meskipun kemudian pada tahun 1990 terjadi transformasi struktural dari sektor pertanian menjadi sektor industri dan pemerintah fokus pada strategi industrialisasi, namun pertumbuhan output pertanian Indonesia masih bernilai positif. Pada periode ini TFP pertanian memberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan output pertanian. Hal ini disebabkan karena adanya transformasi internal pada sektor pertanian dimana sektor modern pertanian (sub sektor perkebunan) mengalami pertumbuhan besar,
32 terutama pada akhir tahun 1990-an. Meskipun sektor pertanian tradisional (sub sektor pangan) mengalami stagnasi pertumbuhan produktivitas. Investasi PMA yang bernilai negatif menunjukkan bahwa pada fase sebelum terjadi krisis ekonomi Indonesia belum menjadi tujuan para investor asing dalam menanamkan modal untuk pembangunan. • Periode 1997-2000 (Fase Krisis Ekonomi) Fase ini ditandai dengan pertumbuhan output pertanian yang sangat rendah yaitu sebesar -0,19 persen. Pada fase ini pertumbuhan tenaga kerja dan investasi PMA di sektor pertanian mengalami peningkatan. Peningkatan tenaga kerja di sektor pertanian pada saat krisis ekonomi diakibatkan karena adanya perpindahan tenaga kerja dari sektor lain, seperti sektor industri yang mengalami penurunan pertumbuhan cukup signifikan. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang dapat bertahan ketika terjadi krisis ekonomi dibandingkan sektor lain. Akan tetapi pertumbuhan TFP pertanian justru mengalami penurunan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar -3,16 persen. Pertumbuhan TFP pertanian yang menurun pada fase ini terkait dengan beberapa faktor, diantaranya : (1). Adanya gangguan iklim akibat adanya badai El Nino tahun 1997-1998 yang bersamaan waktunya dengan dimulainya bencana krisis moneter di akhir tahun 1997. Bencana alam ini mengakibatkan produksi serta produktivitas di sektor pertanian menurun, sehingga pertumbuhan TFP pada periode ini mengalami penurunan yang cukup signifikan. (2). Pertumbuhan TFP pertanian yang menurun pada fase ini terkait dengan adanya pencabutan subsidi atas pupuk, sehingga harga pupuk melambung tinggi. Kebijakan ini berdampak pada pengurangan penggunaan pupuk di tingkat petani terutama jenis pupuk TSP dan KCL untuk sub sektor tanaman pangan. Padahal sarana produksi pupuk ini merupakan salah satu kunci sukses gerakan “revolusi hijau” yang dimulai pada akhir tahun 1960-an. (3). Penurunan pertumbuhan TFP pertanian juga diduga terkait dengan adanya kebijakan perdagangan yang tidak berpihak pada sektor pertanian. Tahun 1998 pemerintah membuka kran impor beras sehingga beras impor dengan kualitas yang lebih bagus membanjiri pasar domestik. Hal ini menyebabkan pasar beras domestik didominasi beras impor, sehingga menurunkan kinerja produksi dan produktivitas beras domestik. Di sisi lain, pada fase ini tarif ekspor berbagai komoditi pertanian meningkat sehingga harga komoditi ekspor pertanian yang melambung tinggi di pasar internasional tidak dapat ditransmisikan secara efektif ke tingkat petani. Hal ini berdampak pada terhambatnya laju peningkatan pendapatan petani dari komoditi ekspor sehingga tidak dapat meningkatkan kemampuan teknologi produksinya. • Periode 2001-2011 (Fase Setelah Krisis Ekonomi) Pada fase ini pertumbuhan output pertanian di Indonesia sudah mulai pulih dari penurunan pertumbuhan di masa krisis ekonomi. Investasi PMA merupakan sumber kontribusi terbesar pada fase ini. Hal ini disebabkan karena meningkatnya kepercayaan investor terhadap pembangunan ekonomi di sektor pertanian. Kemampuan Indonesia bangkit dari krisis ekonomi, menstimulasi para investor asing untuk berkontribusi dalam pembangunan melalui investasi PMA. Pertumbuhan TFP pertanian juga mengalami peningkatan dan berada pada nilai yang positif sebesar 1,14 persen. Meskipun demikian, nilai ini masih dianggap relatif rendah diduga karena biaya sarana produksi yang tinggi terutama biaya
33 sarana produksi pupuk yang semakin tinggi akibat adanya pencabutan subsidi pupuk. Biaya sarana produksi pupuk yang tinggi juga diakibatkan karena adanya kelangkaan pupuk pada setiap tahun sejak tahun 2002 karena buruknya sistem distribusi pupuk. Pertumbuhan TFP pertanian yang rendah juga diduga karena masih rendahnya pembinaan kelompok tani bersamaan dengan menurunnya aktivitas penyuluhan pertanian dalam mentransfer pengetahuan dan teknologi ke petani.
Hubungan Ekspor Pertanian - PDB Pertanian di Indonesia Uji Stasioneritas Data Uji kestasioneritasan data merupakan tahap awal yang paling penting dalam menganalisis data time series untuk melihat ada tidaknya unit root pada setiap variabel sehingga menyebabkan hubungan diantara variabel menjadi tidak valid. Penelitian yang menggunakan data yang belum stasioner akan menghasilkan regresi lancung (spurious regression) yaitu regresi yang menggambarkan hubungan antara dua variabel atau lebih yang terlihat signifikan secara statistik, tetapi pada kenyataanya tidak. Regresi bersifat spuriuos biasanya memiliki R2 yang tinggi dan t-statistik yang terlihat signifikan, akan tetapi hasilnya tidak dapat dipresentasikan secara ekonomi. Uji kestasioneritasan dalam model penelitian didasarkan pada uji Augmented Dickey Fuller (ADF), dimana dalam pengujian ini melihat ada atau tidaknya unit root dalam variabel pada tingkat level dan first difference. Kriteria uji dalam ADF ini membandingkan antara nilai statistik dengan nilai kritikal dalam tabel Dickey Fuller. Apabila nilai ADF statistik lebih kecil dari nilai MacKinnon Critical Value maka data bersifat stasioner. Tetapi apabila nilai ADF statistik lebih besar dari nilai MacKinnon Critical Value maka data bersifat nonstasioner. Uji akar unit setiap variabel dalam model penelitian didasarkan pada ADF test pada data level. Hasil pengujian akar unit pada tingkat level dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan hasil Tabel 6 dapat dilihat bahwa hampir semua data yaitu PDB pertanian, harga domestik pertanian, dan nilai tukar (exchange rate) tidak stasioner pada tingkat level karena nilai ADF ketiga variabel tersebut lebih besar dari nilai kritis MacKinnon pada taraf nyata 5 persen. Keadaan ini menunjukkan bahwa model yang digunakan pada penelitian ini memenuhi syarat untuk diestimasi dengan menggunakan metode ECM, karena minimal ada satu variabel yang tidak stasioner pada level. Berdasarkan hasil uji stationeritas variabel pada tingkat level, maka perlu dilanjutkan dengan uji akar unit pada first difference. Uji ini dilakukan sebagai konsekuensi dari tidak terpenuhinya asumsi stasioneritas pada derajat nol atau I(0). Hasil uji akar unit tingkat derajat terintegrasi satu I(1) atau first difference menunjukkan semua data bersifat stasioner, hal tersebut dikarenakan nilai ADFnya lebih kecil daripada nilai kritis MacKinnon pada taraf nyata 5 persen.
34 Tabel 6 Hasil pengujian akar unit pada tingkat level dan 1st different Variabel
ADF Test Statistic Prob (1st Diff) 0.0089 -12.16967 0.5382 -4.422474 0.0003 -5.184403 0.0104 -11.58136 0.3232 -3.602392 0.8983 -4.793379
(Level) Prob LOGX -4.331892 0.0000 LOGPDB -2.076215 0.0074 LOGTFP -5.728229 0.0013 LOGPX -4.266083 0.0000 LOGPD -2.505743 0.0466 LOGER -1.175236 0.0031 Sumber : Lampiran 6 dan 7 Keterangan : cetak miring menunjukkan stasioner pada tingkat kepercayaan 5 persen.
Berdasarkan hasil uji stationeritas variabel pada tingkat level, maka perlu dilanjutkan dengan uji akar unit pada first difference. Uji ini dilakukan sebagai konsekuensi dari tidak terpenuhinya asumsi stasioneritas pada derajat nol atau I(0). Hasil uji akar unit tingkat derajat terintegrasi satu I(1) atau first difference menunjukkan semua data bersifat stasioner, hal tersebut dikarenakan nilai ADFnya lebih kecil daripada nilai kritis MacKinnon pada taraf nyata 5 persen. Uji Kointegrasi Uji kointegrasi merupakan salah satu bentuk uji dalam model dinamis, dimana tujuan dari uji tersebut adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan jangka panjang diantara variabel-variabel yang diamati.Variabel-variabel dikatakan saling terkointegrasi jika ada kombinasi linier diantara variabelvariabelyang tidak stasioner dan residual dari kombinasi linier tersebut harus stasioner.Uji kointegrasi Engel-Granger digunakan untuk mengestimasi hubungan jangka panjang antara ekspor pertanian (LogX) dengan PDB pertanian (LogPDB) serta variabel lain yang mempengaruhi ekspor pertanian diantaranya TFP pertanian (LogTFP), harga dometik pertanian (LogPD), harga ekspor pertanian (LogPX), dan nilai tukar (LogER). Hasil uji stasioneritas terhadap residual regresinya dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Hasil uji akar unit terhadap residual persamaan regresi Variabel
Nilai ADF
ECT -3.641447 Sumber : Lampiran 8
Nilai Kritis MacKinnon 5% 10 % -2.960411 -2.619160
Prob*
Keterangan
0.0105
Stasioner
Berdasarkan hasil pengujian pada Tabel 7, dapat dilihat bahwa residual dari persamaan regresi stasioner pada tahap level pada selang kepercayaan 5 persen. Hal ini dapat dilihat dari nilai statistik ADF yang lebih kecil dari nilai kritis MacKinnon. Dengan demikian hasil uji stsioneritas terhadap residual semakin menguatkan bahwa diantara variabel-variabel yang digunakan terdapat kointegrasi. Uji kointegrasi dilakukan untuk memperoleh hubungan jangka panjang yang stabil antara variabel-variabel yang terintegrasi pada derajat yang sama.
35 Pendugaan Model Ekspor Pertanian Jangka Panjang Berdasarkan uji kointegrasi yang menunjukkan bahwa terdapat kointegrasi diantara variabel-variabel dalam penelitian, maka model jangka panjang hubungan ekspor pertanian dengan PDB pertanian dan variabel lain yang mempengaruhi ekspor pertanian dapat dilihat pada Tabel 8. Hasil estimasi jangka panjang menunjukkan nilai Adjusted R-squared sebesar 0,82. Hal ini menunjukkan model jangka panjang hubungan ekspor pertanian dengan PDB pertanian dan variabel lain dapat dijelaskan oleh variabel PDB pertanian, TFP pertanian, harga domestik pertanian, harga ekspor pertanian, dan nilai tukar sebesar 82 persen. Sedangkan sisa nya sebesar 18 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Persamaan jangka panjang memiliki probabilitas F-statistik yang lebih kecil dari taraf nyata 5 persen, sehingga seluruh variabel eksogen berpengaruh secara siginifikan terhadap variabel ekspor pertanian secara bersama-sama. Tabel 8 Model jangka panjang hubungan ekspor pertanian dengan PDB pertanian dan variabel lain Variabel C LogPDB LogTFP LogPD LogPX LogER R-squared Adjusted R-squared Prob (F-statistic)
Koefisien 1.997363 0.769557 -0.349958 -0.775984 0.149411 -0.151587 = 0.855246 = 0.827409 = 0.000000
Probabilitas 0.3754 0.0938 0.0757 0.0000 0.1721 0.1151
Sumber : Lampiran 9 Keterangan : cetak miring menunjukkan stasioner pada tingkat kepercayaan 10 persen. Berdasarkan model jangka panjang pada Tabel 8 pengujian signifikansi masing-masing variabel eksogen secara statistik diperoleh bahwa variabel PDB pertanian, TFP Pertanian, dan harga domestik pertanian berpengaruh signifikan terhadap ekspor pertanian pada taraf nyata 10 persen. Sedangkan variabel harga ekspor pertanian dan nilai tukar tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap ekspor pertanian pada taraf nyata 10 persen. Ekspor pertanian memiliki hubungan jangka panjang dengan PDB pertanian. Hal ini ditunjukkan dari pengaruh signifikan PDB pertanian terhadap ekspor pertanian dalam jangka panjang pada taraf nyata 10 persen. Koefisien PDB pertanian yang bernilai positif menunjukkan bahwa apabila PDB pertanian meningkat sebesar 1 persen maka akan menyebabkan peningkatan ekspor pertanian sebesar 0,76 persen. Koefisien PDB petanian menunjukkan elastisitas ekspor pertanian terhadap PDB pertanian. Dari hasil estimasi didapat nilai elastisitas kurang dari 1 (satu). Hal ini menunjukkan bahwa ekspor pertanian bersifat inelastis dalam merespon adanya perubahan PDB pertanian.
36 Penggunaan kemajuan teknologi (TFP) di sektor pertanian memberikan pengaruh yang signifikan terhadap ekspor pertanian dalam jangka panjang pada taraf nyata 10 persen. Koefisien TFP pertanian yang bernilai negatif menunjukkan bahwa apabila TFP pertanian meningkat sebesar 1 persen maka akan menyebabkan penurunan ekspor pertanian sebesar 0,35 persen. Hal ini diduga peningkatan penggunaan kemajuan teknologi di sektor pertanian ditujukan untuk meningkatkan produktivitas produksi dengan orientasi pasar dalam negeri. Variabel lain yang berpengaruh signifikan pada taraf nyata 10 persen terhadap ekspor pertanian dalam jangka panjang yaitu harga domestik pertanian. Koefisien harga domestik yang bernilai negatif menunjukkan bahwa apabila harga domestik pertanian meningkat sebesar 1 persen maka akan menyebabkan penurunan ekspor pertanian sebesar 0,77 persen. Hubungan koefisien harga domestik pertanian dengan ekspor pertanian dalam jangka panjang bernilai negatif sesuai dengan hasil penelitian Lena (2007). Hasil penelitian menunjukkan bahwa inflasi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi ekspor pertanian. Peningkatan inflasi yang mencerminkan kenaikan, menurunkan nilai ekspor karena harga produk pertanian menjadi lebih mahal dan menurunkan daya saing produk pertanian di pasar internasional. Harga yang lebih tinggi menarik minat investor untuk mengurangi volume ekspor karena lebih memilih pasar dalam negeri. Harga ekspor pertanian dengan nilai tukar diketahui tidak berpengaruh secara siginifikan terhadap ekspor pertanian pada taraf nyata 10 persen. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Yudanto (1999) yang menganalisis Dampak Krisis Moneter terhadap Sektor Riil. Penelitian ini melihat seberapa jauh keterkaitan antara fluktuasi nilai tukar terhadap pertumbuhan produksi. Hasil penelitian menunjukkan faktor depresiasi nilai tukar pada krisis moneter memiliki keterkaitan yang erat dengan sektor bangunan, sektor industri dan sektor transportasi. Sedangkan sektor pertanian memiliki korelasi dan elastisitas yang rendah terhadap fluktuasi nilai tukar. Hal ini juga ditunjukkan dengan sektor riil yang memiliki basis sumber daya yang kuat, berorientasi ekspor, sumber pembiayaan non rupiah yang rendah serta mempunyai korelasi dan elastisitas yang rendah terhadap perubahan nilai tukar terbukti mampu bertahan dalam krisis bahkan mampu memberikan pertumbuhan secara positif selama krisis. Sektor pertanian merupakan sektor yang mampu bertahan pada saat krisis ekonomi terjadi. Dengan demikian, secara tidak langsung nilai tukar juga tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ekspor pertanian, karena tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan produksi sektor pertanian. Pendugaan Model Ekspor Pertanian Jangka Pendek ECM digunakan untuk melihat perilaku jangka pendek dari persamaan regresi dengan mengestimasi dinamika Error Correction Term (ECT). Persamaan Error Correction Model untuk ekspor pertanian yang diperoleh sebagai berikut : ∆(LogX) =-0.751069∆(LogPDB)t + 1.852740∆(LogPDB)t-1 – 0.184789∆(LogTFP)t– 0.040702∆(LogTFP)t-1 + 1.112198∆(LogPD)t – 0.051353∆(LogPD)t-1 – 0.061803∆(LogPX)t + 0.061803∆(LogPx)t-1 – 0.047936∆(LogER)t – 0.126872∆(LogER)t-1 – 0.812484(ECT)t-1........................................................................(4.1)
37 Tabel 9 Model jangka pendek hubungan ekspor pertanian dengan PDB pertanian dan variabel lain Variabel DLOGPDB DLOGPDB(-1) DLOGTFP DLOGTFP(-1) DLOGPX DLOGPX(-1) DLOGPD DLOGPD(-1) DLOGER DLOGER(-1) ECT(-1) Adjusted R-squared
Koefisien
t-statistik
Prob
-0.751069 -0.805641 0.4310 1.852740 2.051914 0.0550 -0.184789 -2.157265 0.0447 -0.040702 -0.359510 0.7234 -0.722227 -9.352049 0.0000 0.061803 1.559628 0.1363 1.112198 5.019347 0.0001 -0.051353 -0.252420 0.8036 -0.047936 -0.512570 0.6145 -0.126872 -1.129526 0.2735 -0.812484 -4.158089 0.0006 = 0.917378 Sumber : Lampiran 11 Keterangan : cetak miring menunjukkan stasioner pada tingkat kepercayaan 10 persen. Hasil estimasi ECM menunjukkan nilai Adjusted R-Squared sebesar 0,91. Hal ini menunjukkan model hubungan ekspor pertanian dengan PDB pertanian dan variabel lain dalam jangka pendek dijelaskan oleh variabel PDB pertanian, TFP pertanian, harga domestik pertanian, harga ekspor pertanian dan nilai tukar sebesar 91 persen. Sisanya sebesar 9 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Berdasarkan hasil estimasi model jangka pendek diketahui bahwa variabel PDB pertanian satu tahun sebelumnya, TFP Pertanian, harga domestik pertanian dan harga ekspor pertanian berpengaruh siginifikan pada ekspor pertanian pada taraf nyata 10 persen. Sedangkan variabel lain tidak berpengaruh signifikan terhadap ekspor pertanian dalam jangka pendek, termasuk nilai tukar. Nilai tukar yang tidak berpengaruh signifikan pada ekspor pertanian sesuai dengan hasil analisis Lena (2007). Berdasarkan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor pertanian dan industri yang dilakukan, didapat bahwa nilai tukar yang menjadi salah satu variabel transmisi kebijakan moneter tidak berberpengaruh signifikan terhadap ekspor pertanian. Hal ini menunjukkan dalam transmisi moneter melalui nilai tukar tidak bekerja optimal dalam mendorong kinerja sektor pertanian. PDB pertanian memiliki koefisien yang negatif dalam hubungan jangka pendek terhadap ekspor pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan PDB pertanian secara langsung dapat menurunkan ekspor pertanian. Peningkatan PDB pertanian tidak berorientasi pada ekspor pertanian, melainkan berorientasi pada pasar domestik. Hal ini dapat dilihat dari rasio ekspor pertanian terhadap PDB pertanian pada Gambar 4.
38 0.22 0.2 0.18 0.16 0.14 0.12 0.1 Q3
Q4
2007
Q1
Q2
Q3
2008
Q4
Q1
Q2
Q3
2009
Q4
Q1
Q2
Q3
2010
Q4
Q1
Q2
2011
Sumber: CEIC (2012a, 2012e) Gambar 4 Perkembangan rasio ekspor pertanian-PDB pertanian tahun 2007-2011 Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat kontribusi ekspor pertanian terhadap PDB pertanian mengalami fluktuasi dengan nilai yang relatif kecil.Pada triwulan II tahun 2011 rasio ekspor pertanian dengan PDB pertanian sebesar 0.13.Hal ini menunjukkan bahwa hanya 13 persen produk pertanian dengan tujuan pasar ekspor, sedangkan pasar utama produk pertanian adalah pasar domestik. PDB satu tahun sebelumnya memiliki koefisien positif, sehingga memiliki hubungan positif terhadap ekspor pertanian dalam jangka pendek. Hal ini sesuai dengan hipotesis, dengan nilai koefisien sebesar 1,85. Peningkatan PDB pertanian satu tahun sebelumnya secara signifikan sebesar 1 persen menyebabkan peningkatan ekspor pertanian sebesar 1,85 persen. Dengan demikian, dibutuhkan lag waktu satu tahun untuk eskpor pertanian merespon terjadinya perubahan pada PDB pertanian sesuai dengan hipotesis. Variabel TFP pertanian dan TFP pertanian satu tahun sebelumnya memiliki hubungan negatif terhadap ekspor pertanian dalam jangka pendek. Meskipun TFP pertanian memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ekspor pertanian, namun memiliki hubungan negatif. Artinya, peningkatan TFP pertanian sebesar 1 persen makan ekspor pertanian akan mengalami penurunan sebesar 0,18 persen dalam jangka pendek. Sama hal dengan peningkatan PDB pertanian yang memiliki hubungan negatif terhadap ekspor pertanian, peningkatan penggunaan kemajuan teknologi dalam hal ini TFP pertanian akan menyebabkan terjadinya penurunan ekspor pertanian. Hal ini diduga terjadi karena pertumbuhan ekonomi dan penggunaan teknologi di sektor pertanian berorientasi pada peningkatan daya saing produk pertanian dalam negeri untuk jangka pendek. Variabel lain yang berpengaruh signifikan terhadap ekspor pertanian dalam jangka pendek yaitu harga domestik pertanian dan harga ekspor pertanian. Harga domestik pertanian memberikan pengaruh positif terhadap ekspor pertanian dalam jangka pendek, sedangkan harga ekspor pertanian memberikan pengaruh negatif. Apabila harga domestik pertanian mengalami peningkatan 1 persen maka ekspor pertanian akan meningkat sebesar 1,11 persen. Hal ini menunjukkan peningkatan harga produk pertanian dalam jangka pendek tidak serta merta menarik daya saing produk pertanian dalam negeri dan membuat investor memilih produk pertanian dalam negeri, sehingga dalam jangka pendek peningkatan harga produk pertanian dalam negeri belum bisa mengurangi jumlah ekspor pertanian. Sedangkan pengaruh variabel harga ekspor pertanian menunjukkan apabila harga ekspor pertanian mengalami peningkatan sebesar 1 persen, maka secara langsung
39 mengakibatkan ekspor pertanian turun sebesar 0,72 persen. Sama hal dengan harga pertanian dalam negeri, peningkatan harga ekspor pertanian tidak serta merta menarik peningkatan jumlah ekspor pertanian, tetapi membutuhkan penyesuaian dalam beberapa periode selanjutnya. Tanda parameter yang sesuai dengan hipotesis untuk harga domestik pertanian dan harga ekspor pertanian terjadi pada variabel harga domestik satu tahun sebelumnya dan harga ekspor pertanian satu tahun sebelumnya. Peningkatan harga domestik satu tahun sebelumnya dapat menyebabkan ekspor pertanian menurun karena harga domestik yang tinggi menebabkan penawaran produk pertanian di pasar domestik meningkat. Dengan demikian, harga ekspor pertanian yang tinggi akan menstimulasi peningkatan penawaran produk pertanian Indonesia di pasar internasional. Nilai koefisien Error Correction Term (ECT) sebesar -0,81 menunjukkan bahwa variabel yang digunakan memiliki kointegrasi dan bisa menjelaskan hubungan kausalitas dari variabel-variabel yang diuji baik jangka pendek maupun jangka panjang. Perubahan Struktur (Structural Change) Pada Model Ekspor Pertanian Pengujian structural change dapat dilakukan melalui uji stabilitas pada persamaan ECM ekspor pertanian yang sudah dilakukan sebelumnya. Pengujian ini dilakukan untuk melihat apakah adanya perubahan struktural (structural change) pada persamaan ECM pada satu waktu tertentu, dalam hal ini akibat adanya krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997. Hasil pengujian terhadap stabilitas struktural dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Chow forecast test dengan breakpoints tahun 1997 F-statistik = 1.886768 Log likelihood ratio = 46.89263 Sumber : Lampiran 13
Probability = 0.2243 Probability = 0.0000
Berdasarkan Tabel 10 diketahui bahwa p-value dari Log likelihood ratio lebih kecil dari taraf nyata 10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat structural change pada persamaan ECM ekspor pertanian pada tahun 1997. Dengan demikian, selama periode penelitian, 1980 sampai dengan 2011, terdapat perubahan struktur (structural change) ekonomi pada parameter-parameter yang digunakan. Perubahan pada parameter-parameter pada model dapat memberikan pengaruh yang berbeda. Dengan demikian, hasil pengujian structural change akan dilanjutkan pada penambahan variabel dummy krisis ekonomi pada persamaan jangka pendek hubungan ekspor pertanian dengan PDB pertanian dan variabel lain yang mempengaruhi ekspor pertanian. Dummy krisis ekonomi digunakan dengan memberi nilai 0 pada periode sebelum dan setelah krisis ekonomi ( 19801996) dan (1998-2011) serta memberi nilai 1 pada periode selama krisis ekonomi (1997). Hasil estimasi persamaan yang baru dapat dilihat pada Tabel 11. Hasil estimasi model ECM yang baru pada Tabel 11 menunjukkan nilai Adjusted R-squared sebesar 0,92. Hal ini menunjukkan model jangka pendek hubungan ekspor pertanian dengan PDB pertanian dan variabel lain dapat dijelaskan oleh variabel PDB pertanian, TFP pertanian, harga domestik pertanian,
40 harga ekspor pertanian, nilai tukar dan dummy krisis ekonomi sebesar 92 persen. Sedangkan sisa nya sebesar 8 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Persamaan jangka pendek yang baru memiliki probabilitas F-statistik yang lebih kecil dari taraf nyata 10 persen, sehingga seluruh variabel eksogen berpengaruh secara siginifikan terhadap variabel ekspor pertanian secara bersama-sama. Tabel 11 Model jangka pendek hubungan ekspor pertanian dengan PDB pertanian dan variabel lain yang baru Variabel DLOGPDB DLOGPDB(-1) DLOGTFP DLOGTFP(-1) DLOGPX DLOGPX(-1) DLOGPD DLOGPD(-1) DLOGER DLOGER(-1) DummyKR ECT(-1) Adjusted R-squared
Koefisien
-1.007056 2.035402 -0.222089 8.35E-05 -0.724870 0.065066 1.204006 -0.081715 -0.205856 -0.099531 0.076897 -0.854797 = 0.925998
t-statistik
Probabilitas
-1.126204 2.364501 -2.650450 0.000762 -9.915782 1.732867 5.571582 -0.422711 -1.633209 -0.926455 1.759727 -4.583811
0.2757 0.0302 0.0168 0.9994 0.0000 0.1012 0.0000 0.6778 0.1208 0.3672 0.0964 0.0003
Sumber : Lampiran 11 Keterangan : cetak miring menunjukkan stasioner pada tingkat kepercayaan 10 persen. Persamaan Error Correction Model untuk ekspor pertanian yang baru adalah sebagai berikut : ∆(LogX) =-1.007056∆(LogPDB)t + 2.035402∆(LogPDB)t-1 – 0.222089∆(LogTFP)t +0.0000835∆(LogTFP)t-1 + 1.204006∆(LogPD)t – 0.081715∆(LogPD)t-1 – 0.724870∆(LogPX)t + 0.065066∆(LogPx)t-1 – 0.205856∆(LogER)t – 0.099531∆(LogER)t-1+ 0.076897DummyKR – 0.854797 (ECT)t-1..............................(4.2) Berdasarkan model jangka pendek yang baru, pengujian signifikansi masing-masing variabel eksogen secara statistik diperoleh bahwa variabel PDB pertanian satu tahun sebelumnya, TFP Pertanian, harga domestik pertanian, harga ekspor pertanian, harga ekspor pertanian satu tahun sebelumnya, dan dummy krisis ekonomi tahun 1997 berpengaruh signifikan terhadap ekspor pertanian pada taraf nyata 10 persen. Dengan demikian, dapat dilihat adanya perubahan terhadap parameter variabel-variabel yang digunakan setelah ditambahkan variabel dummy krisis moneter. Dalam jangka pendek, PDB pertanian tetap memiliki tanda koefisien parameter yang negatif terhadap ekspor pertanian, dikarenakan pasar utama produk pertanian bukan ekspor melainkan pasar dalam negeri. PDB pertanian satu tahun sebelumnya yang memiliki tanda koefisien positif, sesuai hipotesis, menunjukkan peningkatan 1 persen PDB pertanian akan meningkatkan ekspor pertanian sebesar 2,03 persen. Nilai ini menunjukkan elastisitas pengaruh PDB
41 pertanian terhadap ekspor pertanian lebih elastis dibandingkan dengan hasil sebelum adanya variabel dummy krisis moneter. Sama hal dengan PDB pertanian, TFP pertanian juga tetap memberikan pengaruh negatif terhadap ekspor pertanian dalam jangka pendek. Apabila TFP pertanian meningkat 1 persen maka ekspor pertanian akan turun sebesar 0,22 persen. Seperti telah disebutkan sebelumnya, peningkatan pertumbuhan ekonomi serta peningkatan penggunaan kemajuan teknologi tidak langsung berpengaruh positif terhadap peningkatan ekspor pertanian. Diduga terjadi karena pertumbuhan ekonomi dan penggunaan teknologi di sektor pertanian berorientasi pada peningkatan daya saing produk pertanian dalam negeri untuk jangka pendek. Sedangkan TFP pertanian satu tahun sebelumnya memberikan pengaruh positif terhadap ekspor pertanian. Hal ini memperlihatkan adanya penyesuaian respon ekspor pertanian terhadap kemajuan teknologi di sektor pertanian pada lag waktu satu tahun. Harga ekspor pertanian yang meningkat sebesar 1 persen akan menyebabkan penurunan ekspor pertanian sebesar 0,72 persen. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis, jika terjadi peningkatan harga pada ekspor produk pertanian maka akan menstimulasi para investor untuk meningkatkan ekspor produk pertanian di pasar internasional. Kondisi ini masih sama dengan hasil estimasi pada model ECM sebelum terdapat dummy krisis ekonomi, bahwa peningkatan harga eskpor pertanian tidak langsung direspon positif oleh peningkatan jumlah ekspor pertanian melainkan adanya penyesuaian pada beberapa lag waktu. Tanda koefisien parameter yang sesuai hipotesis ditunjukkan oleh hubungan harga ekspor pertanian satu tahun sebelumnya terhadap ekspor pertanian, yaitu positif sebesar 0,06. Dimana peningkatan 1 persen harga ekspor pertanian satu tahun sebelumnya, akan meningkatkan ekspor pertanian. Variabel lain yang berpengaruh signifikan terhadap ekspor pertanian dalam jangka pendek yaitu harga domestik pertanian. Harga domestik pertanian memberikan pengaruh positif terhadap ekspor pertanian dalam jangka pendek. Apabila harga domestik pertanian mengalami peningkatan 1 persen maka ekspor pertanian akan meningkat sebesar 1,20 persen. Kondisi ini masih sama seperti hasil estimasi sebelum adanya dummy krisis ekonomi, bahwa peningkatan harga produk pertanian tidak serta merta menarik daya saing produk pertanian dalam negeri dan membuat investor memilih produk pertanian dalam negeri, sehingga dalam jangka pendek peningkatan harga produk pertanian dalam negeri belum bisa mengurangi jumlah ekspor pertanian. Berbeda dengan harga domestik pertanian, harga domestik pertanian satu tahun sebelumnya berpengaruh negatif terhadap ekspor pertanian. Apabila harga domestik pertanian tahun sebelumnya mengalami peningkatan 1 persen, maka ekspor pertanian akan mengalami penurunan 0,08 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa respon perubahan ekspor pertanian terhadap harga domestik yang sesuai dengan hipotesis memiliki lag waktu satu tahun. Sedangkan nilai tukar maupun nilai tukar satu tahun sebelumnya berpengaruh negatif terhadap ekspor pertanian. Tanda koefisien parameter yang negatif ini juga disertai dengan tidak adanya pengaruh signifikan baik nilai tukar maupun nilai tukar sebelumnya terhadap ekspor pertanian. Ekspor pertanian lebih dipengaruhi oleh harga pasar internasional, dalam hal penelitian ini variabel harga ekspor pertanian dan harga ekspor pertanian satu tahun sebelumnya. Hal ini
42 didukung oleh hasil penelitian Pratika (2007) yang melakukan analisis hubungan nilai tukar terhadap ekspor komoditi unggulan pertanian bahwa fluktuasi nilai tukar tidak memiliki pengaruh terhadap nilai ekspor karet dan kopi. Begitu pula dengan hasil penelitian Ambarinanti (2007) yang menunjukkan bahwa nilai tukar tidak berpengaruh signifikan terhadap ekspor beras Indonesia. Berdasarkan hasil analisis jangka pendek yang baru, setelah ditambahkan variabel dummy krisis moneter, dapat kita lihat bahwa PDB pertanian satu tahun sebelumnya, TFP pertanian satu tahun sebelumnya, harga domestik satu tahun sebelumnya dan harga ekspor pertanian satu tahun sebelumnya memiliki tanda koefisien parameter yang sesuai dengan hipotesis. Hal ini menunjukkan terdapat time lag ekspor pertanian dalam merespon variabel-variabel yang mempengaruhinya. Nilai koefisien Error Correction Term (ECT) sebesar -0,85 menunjukkan bahwa variabel yang digunakan memiliki kointegrasi dan bisa menjelaskan hubungan kausalitas dari variabel-variabel yang diuji baik jangka pendek maupun jangka panjang.
5 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan untuk menjawab tujuan penelitian, sebagai berikut : 1. Peningkatan kemampuan penggunaan teknologi menjadi salah satu kunci pendorong majunya sektor pertanian. Selama periode 1980-2011, pertumbuhan TFP pertanian memberikan kontribusi paling besar terhadap pertumbuhan output di sektor pertanian jika dibandingkan dengan pertumbuhan tenaga kerja pertanian dan pertumbuhan investasi PMA sebagai kapital di sektor pertanian. 2. Peranan TFP pertanian terhadap pertumbuhan output di sektor pertanian berbeda-beda dalam tiga fase pembangunan ekonomi. Pada fase sebelum terjadi krisis ekonomi (1980-1996), TFP pertanian merupakan faktor yang memberikan kontribusi pertumbuhan paling besar dibandingkan dengan pertumbuhan tenaga kerja pertanian maupun investasi PMA pertanian dengan nilai positif. Pada fase sebelum krisis ekonomi, pertumbuhan output di sektor pertanian bernilai positif sebesar 3,37 persen. Pada saat krisis ekonomi dimulai tahun 1997, pertumbuhan output di sektor pertanian selama periode 1997-2000 memiliki nilai negatif sebesar 0,19 persen. Hal ini tidak terlepas dari rata-rata pertumbuhan TFP petanian yang juga memiliki nilai pertumbuhan negatif sebesar 3,16 persen.Sementara krisis ekonomi selesai, selama periode 2001-2011 pertumbuhan TFP pertanian kembali positif sebesar 1,14 persen. Pertumbuhan TFP pertanian yang positif berkontribusi pada pertumbuhan output positif pada fase setelah krisis ekonomi sebesar 3,42 persen. 3. Dalam jangka panjang, PDB pertanian (+), TFP Pertanian (-), dan harga domestik pertanian (-) berpengaruh signifikan terhadap ekspor pertanian.
43 Sedangkan variabel harga ekspor pertanian dan nilai tukar tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap ekspor pertanian. Tanda koefisien TFP pertanian tidak sesuai dengan hipotesis diduga karena penggunaan kemajuan teknologi di sektor pertanian ditujukan untuk meningkatkan produktivitas produksi dengan orientasi pasar dalam negeri. 4. Berdasarkan hasil estimasi ECM, variabel-variabel yang berpengaruh langsung secara signifikan terhadap ekspor pertanian di Indonesia diantaranya PDB pertanian satu tahun sebelumnya (+), TFP Pertanian (-), harga domestik pertanian (+) dan harga ekspor pertanian (-). 5. Analisis structural change menunjukkan bahwa terdapat perubahan struktur pada model ECM di tahun 1997. Hasil estimasi ECM dengan ditambahkan dummy krisis ekonomi tahun 1997 menunjukkan bahwa variabel PDB pertanian satu tahun sebelumnya (+), TFP Pertanian (-), harga domestik pertanian (+), harga ekspor pertanian (-), harga domestik pertanian satu tahun sebelumnya (+), dan dummy krisis ekonomi tahun 1997 (+) berpengaruh signifikan terhadap ekspor pertanian. 6. Hasil analisis ECM yang baru menunjukkan tanda koefisien parameter variabel PDB pertanian, TFP pertanian, harga domestik pertanian, harga ekspor pertanian, yang sesuai hipotesis adalah variabel dengan lag satu tahun. Artinya, terdapat time lag ekspor pertanian dalam merespon variabel yang mempengaruhinya.
Saran Saran Kebijakan Saran kebijakan berdasarkan hasil penelitian, sebagai berikut : 1. TFP pertanian memberikan kontribusi yang besar terhadap pertumbuhan output di sektor pertanian meskipun dengan nilai yang masih relatif rendah. Sehingga, beberapa hal yang dapat dilakukan dalam peningkatan penggunaan kemajuan teknologi (TFP pertanian) seperti peningkatan pengetahuan tentang metode produksi yang lebih baik, peningkatan keterampilan pekerja, peningkatan modal fisik seperti mesin, infrastruktur dan lainnya yang dapat meningkatkan efisiensi produksi. 2. Dilakukan berbagai penelitian mengenai bagaimana cara meningkatkan pengetahuan petani dalam melakukan manajemen kelola faktor-faktor produksi pertanian seperti pupuk, bibit, benih, dan sebagainya. Hal ini dapat mendukung peningkatan produktivitas dari total faktor produksi (TFP) pertanian. 3. Mengembangkan pasar ekspor pertanian yang sudah ada. Mengorientasikan produksi komoditi-komoditi di sektor pertanian bukan hanya untuk pasar dalam negeri, akan tetapi juga ekspor produk pertanian. Mengingat sektor pertanian berpotensi sebagai sumber devisa negara. 4. Peningkatan ekspor pertanian Indonesia sebenarnya bisa juga didorong dengan adanya kebijakan peningkatan harga melalui kebijakan subsidi ekspor. Adanya subsidi dari pemerintah dapat menstimulasi adanya peningkatan harga
44 sehingga ekspor pertanian juga meningkat. Namun, dalam kebijakan ini pemerintah membutuhkan biaya yang besar untuk menutupi subsidi. Saran Penelitian Selanjutnya Beberapa saran untuk penelitan selanjutnya, yaitu : 1. Menambahkan variabel investasi yang berasal dari pemerintah pada persamaan pertumbuhan output sektor pertanian, yang digunakan untuk menghitung TFP pertanian. Pada penelitian ini hanya menggunakan investasi yang berasal dari swasta, sehingga belum terlihat kontribusi investasi dalam pertumbuhan output sektor pertanian secara menyeluruh. 2. Menggunakan data time series trwiulan-an atau bulan-an, agar didapat rentang yang waktu yang lebih panjang. Data time series dengan rentang waktu yang lebih panjang akan amemberikan informasi yang lebih representatif
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Ahmad Zainuddin. 1993. Export-Led Growth in Malaysia Agriculture : A VAR Approach. Pertanika J.Soc. Sci.& Hum. 1(1):63-69. Aliman, Purnomo AB. 2001. Kausalitas Antara Ekspor dan Pertumbuhan Ekonomi. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. 16(2):122-137. Arintoko. 2011. Exchange Rate Pass-Through, Import Prices and Inflation Under Structural Breaks. Economic Journal of Emerging Market. 3(1):55-75. [CEIC] CEIC Data Company Ltd. 2012a. Produk Domestik Bruto (PDB) Berdasarkan Lapangan Usaha. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik (BPS). [CEIC] CEIC Data Company Ltd. 2012b. Realisasi Investasi Dalam Negeri (PMDN) Berdasarkan Lapangan Usaha. Jakarta (ID): Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM). [CEIC] CEIC Data Company Ltd. 2012c. Realisasi Investasi Asing (PMA) Berdasarkan Lapangan Usaha. Jakarta (ID): Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). [CEIC] CEIC Data Company Ltd. 2012d. Tenaga Kerja Berdasarkan Lapangan Usaha. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik (BPS). [CEIC] CEIC Data Company Ltd. 2012e. Ekspor Berdasarkan Komoditas Utama. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik (BPS). Dedy M. 2010. Peran Sektor Pertanian Dalam Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Doriyanto T. 1999. Stabilkah Permintaan Uang di Indonesia Sebelum dan Sesudah Krisis? Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Vol 2: 77-96. Dornbusch R. 2008. Macroeconomics. New York (AS): McGraw-Hill. Enders W. 1995. Applied Econometric Time Series. New York (AS): John Wiley & Sons, Inc. Engle RF, Granger CWJ. 1987. Co-integration and Error Correction : Representation, Estimation, and Testing. Econometrica. 55(2): 251-276.
45 Friyatno S. 2005. Analisis Perubahan Struktur Ekonomi Nasional Dan Kinerja Sektor Pertanian Serta Dampaknya Terhadap Perubahan Lingkungan [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Gujarati D. 1978. Ekonometrika Dasar. Sumarno Zain, penerjemah. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Hafizah MR. 2009. Analisis Penawaran Crude Palm Oil (CPO) Indonesia: Pendekatan Error Correction Model [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Herliana L. 2004. Peranan Sektor Pertanian Dalam Perekonomian Indonesia : Analisis Dekomposisi Sistem Neraca Sosial Ekonomi [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Isdijoso B. 1992. Model Ekonomi Makro Dan Keterkaitan Sektor Pertanian Di Indonesia [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Juanda B. 2008. Ekonometrika I : Modul Kuliah. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Kasliwal P. 1995. Development Economics. United State of America (AS): SouthWestern Publishing. Kuznets S. 1971. Economic Growth of Nations. Cambridge (AS): Harvard University Press. Kusumastuti D. 2007. Analisis Total Faktor Produktivitas Pada Industri Tanaman Pangan Di Indonesia Periode 1985-2004 [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Lewis WA. 1954. Economic Development with Unlimited Supplies of Labour. Manchester School of Economic and Social Studies. 22: 139-91. Mahyuddin. 2006. Analisis Pasar Tenaga Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi Di Provinsi Sulawesi Selatan [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Mankiw NG. 2000. Macroeconomics Fourth Edition. New York (AS): Worth Publishers, Inc. Nkang N.M. 2006. Co-integration and Error-Correction Modelling of Agricultural Export Trade in Nigeria : The Case of Cocoa. Journal of Agriculture & Social Sciences. Vol 2(4): 1-14. Novianingsih DA. 2011. Analisis Hubungan Antara Ekspor dan PDB Di Indonesia Tahun1999-2008 [Skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Nursyamsiah P. 2005. Analisis Hubungan Kausalitas Ekspor Non Migas dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia (Pendekatan Metode VAR) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Oskoee MB. 2005. Export Led Growth Hypothesis Revisited: A Panel Cointegration Approach. Scientific Journal of Administrative Development. Vol 3 I.A.D: 87-98. Pahlavani M. 2005. Cointegration and Structural Change In The Exports - GDP Nexus : The Case of Iran. International Journal of Applied Econometrics and Quantitative Studies. Vol.2(4): 1-20. Prakoso AT. 2009. Analisis Hubungan Perdagangan Internasional dan FDI Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia [Skripsi]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia.
46 Pratika RN. 2007. Analisis Pengaruh Fluktuasi Nilai Tukar pada Ekspor Komoditi Unggulan Pertanian (Karet dan Kopi) di Indonesia [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Prio SD. 2010. Pengaruh Pasar Saham Dunia dan Variabel Makroekonomi Terhadap IHSG dan LQ45 [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rahmanta. 2009. Aplikasi Eviews Dalam Ekonometrika. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara. Romer PM. 1986. Increasing Returns and Long-Run Growth. The Journal of Political Economy. 94(5):1002-1037. Sabandi M, Permono IS. 2006. Hubungan Kausalitas Antara Perkembangan Sektor Keuangan Dengan Volatilitas Ekonomi : Kasus Indonesia, 1999.12004.2. Sosiosains. Vol 19(3): 171-189. Solow RM. 1994. Perspectives on Growth Theory. The Journal of Economic Perspectives, 8(1): 45-54. Solow RM. 1956. A Contributin to the Theory of Economic Growth. The Quarterly Journal of Economics. 70(1):65-94. Suparyati A. 1999. Analisa Dampak Keterbukaan Ekonomi dan Stabilitas Makroekonimi Terhadap Pertumbuhan Total Factor Produktivity (TFP) Indonesia [Tesis]. Jakarta (ID): Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti.. Tarwiyanto J. 2007. Peranan Total Faktor Produktivitas Terhadap Perekonomian Di Sumatera Selatan. Fordema. 7(1): 41-52. Thomas R.L. 1997. Modern Econometrics: An Introduction. Harlow (AS): Addison Wesley Longman Limited. Todaro MC, Smith SC. 2006. Pembangunan Ekonomi Edisi Kesembilan. Haris Munandar, Puji A.L, penerjemah. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Ulama BSS. 2002. Pendekatan Kointegrasi Dalam Pendugaan Model Ekonomi [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Verbeek M. 2000. A Guide To Modern Econometrics Third Edition. John Wiley & Sons LTD. Virnaristanti I. 2010. Analisis Pengaruh Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Makroekonomi Terhadap Nilai Tukar Perdagangan ASEAN+3 [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Waheed M. 2007. Structural Breaks and Unit Root: Evidence from Pakistani Macroeconomic Time Series. MPRA Paper. Vol 1797(07): 1-20.
47
Lampiran 1 Pendapatan domestik bruto atas dasar harga konstan tahun 2000 menurut lapangan usaha (miliar rupiah) tahun 2007 - 2011 No.
1. 2.
Tahun Lapangan Usaha Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian
3.
Industri Pengolahan
4.
Listrik, Gas, dan Air Bersih
5.
Konstruksi
6. 7. 8. 9.
Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa PDB Nasional
Sumber: CEIC, 2012a.
2007
2008
2009
2010
2011
271,509.3
284,619.1
295,883.8
304,736.7
313,727.8
171,278.4
172,496.3
180,200.5
186,634.9
189,179.2
538,084.6
557,764.4
569,784.9
595,313.1
632,302.1
13,517.0
14,994.4
17,136.8
18,050.2
18,920.5
121,808.9
131,009.6
140,267.8
150,022.4
160,090.4
340,437.1
363,818.2
368,463.0
400,474.9
437,250.7
142,326.7
165,905.5
192,198.8
217,977.4
241,285.2
183,659.3
198,799.6
209,163.0
221,024.2
236,076.7
181,706.0
193,049.0
205,434.2
217,782.4
232,464.6
1,964,327.3
2,082,456.1
2,177,741.7
2,310,689.8
189,179.2
48
Lampiran 2 Persentase penyerapan tenaga kerja berdasarkan lapangan usaha tahun 2011
Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian
15.18% 2.40%
Industri Pengolahan 35.86%
4.63%
Listrik, Gas, dan Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel, dan Restoran
21.33%
Pengangkutan dan Komunikasi
5.78% 0.22%
Sumber: CEIC (2012d), diolah
13.26% 1.34%
Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
49
Lampiran 3 Perkembangan PDB pertanian, tenaga kerja dan investasi sektor pertanian tahun 1997-2011
PDB Sektor Pertanian (Milyar Rp) 320,000.00
Tenaga Kerja Sektor Pertanian (Ribu Jiwa) 42,500.00
300,000.00
41,500.00
280,000.00
40,500.00 39,500.00
260,000.00
38,500.00
240,000.00
37,500.00
220,000.00
36,500.00 35,500.00
200,000.00
10,000.00 9,000.00 8,000.00 7,000.00 6,000.00 5,000.00 4,000.00 3,000.00 2,000.00 1,000.00 0.00 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
PMA (Juta US$)
Sumber: CEIC (2012a, 2012b, 2012c, 2012d)
PMDN (Milyar Rp)
Lampiran 4 Data-data penelitian Tahun 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000
PDB 129,515.09 136,250.22 142,957.51 145,992.89 152,139.24 158,610.21 162,711.89 166,199.67 174,337.28 180,123.67 183,732.26 186,248.66 199,088.69 201914.09 203,036.61 211,919.49 218,571.72 220,763.68 218,571.72 221521.31 216,831.50
TK 28,040.46 28,834.04 31,593.31 33482.77 33810.68 34,141.81 37,644.47 38,722.09 40,557.79 41,284.23 42,378.31 41,205.79 42,153.21 40,071.85 37,857.50 35,233.27 37,720.25 35,848.63 39,414.77 38,378.13 40,676.71
IA 21.00 1.10 -3.20 -3.20 5.20 -89.60 102.20 117.60 177.40 193.50 191.60 26.00 231.40 160.10 334.80 1384.20 1521.60 463.70 998.20 413.60 625.12
ID 83.32 149.26 492.39 490.39 447.00 843.98 1492.43 3553.98 4774.38 4369.35 7027.80 4939.50 2485.30 3092.50 4911.90 10097.00 16071.40 14807.70 5315.10 2091.70 923.82
TFP 0.02 0.07 0.16 -0.05 0.18 1.07 0.03 -0.02 -0.04 0.01 -0.01 0.10 -0.41 0.09 0.01 -0.05 -0.06 0.11 -0.19 0.08 -0.12
X 1351.30 6914.20 3788.40 3727.50 2877.60 1865.30 1558.30 1812.70 1620.20 2323.70 2234.40 2077.30 2095.10 2793.10 1605.90 1626.10 1850.50 1813.50 3232.20 2360.70 1982.00
PD 4.04 4.66 5.18 5.75 6.67 6.84 7.43 8.42 9.44 10.23 11.06 11.95 13.05 14.55 17.26 20.56 23.11 25.79 44.76 61.49 66.93
PX 39.44 6.17 8.76 10.00 14.47 14.60 16.47 21.55 23.29 24.69 24.78 25.71 26.98 28.66 32.63 37.89 38.89 44.82 126.21 98.75 100.00
ER 634.00 643.00 692.00 994.00 1076.00 1131.00 1655.00 1652.00 1729.00 1795.00 1901.00 1992.00 2062.00 2110.00 2200.00 2308.00 2383.00 4650.00 8025.00 7100.00 9595.00
50
87
88
Lampiran 4 (Lanjutan) Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
PDB 223,891.50 231,613.50 240,387.30 247,163.60 253,881.70 262,402.80 271,509.30 284,619.10 295,883.80 304,736.70 313,727.80
TK 39,743.91 40,633.63 42,001.44 40,608.02 41,309.78 40,136.24 41,206.47 41,331.71 41,611.84 41,494.94 39,328.92
IA 392.00 458.90 178.90 329.70 605.70 963.50 289.50 154.30 158.50 813.00 1262.40
ID 1318.40 1453.80 1929.10 1847.90 4494.10 8767.80 3686.00 1238.50 2622.00 9056.40 9,293.00
TFP 0.08 0.00 0.03 0.02 -0.04 0.03 0.04 0.07 0.03 -0.20 0.06
X 2162.30 1880.10 1984.80 2082.80 2273.80 2637.00 2436.30 2616.10 2694.90 2852.90 2802.90
PD 77.52 83.90 87.12 91.96 99.16 114.84 143.17 184.05 208.84 231.43 248.78
PX 112.25 108.74 106.50 112.44 124.50 129.50 143.08 165.92 180.56 196.00 150.53
ER 10400.00 8940.00 8465.00 9290.00 9900.00 9020.00 9419.00 10950.00 9400.00 8991.00 9057.00
Keterangan : PDB = Produk Domestik Bruto pertanian (miliar Rp) TK = tenaga kerja di sektor pertanian (ribu orang) IA = investasi asing di sektor pertanian (juta US$) ID = investasi dalam negeri di sektor pertanian (miliar Rp) TFP = Total Factor Productivity di sektor pertanian (Indeks) X = Nilai ekspor di sektor pertanian (juta US$) = Harga ekspor di sektor pertanian (Indeks) PX PD = Harga domestik di sektor pertanian (Indeks) ER = Nilai Tukar (Rp/US$) 51
Lampiran 5 Data-data penelitian dalam bentuk logaritma Tahun 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000
LOGPDB 5.112 5.134 5.155 5.164 5.182 5.200 5.211 5.221 5.241 5.256 5.264 5.270 5.299 5.305 5.308 5.326 5.340 5.344 5.340 5.345 5.336
LOGTK 4.448 4.460 4.500 4.525 4.529 4.533 4.576 4.588 4.608 4.616 4.627 4.615 4.625 4.603 4.578 4.547 4.577 4.554 4.596 4.584 4.609
LOGIA 2.048 1.962 1.942 1.942 1.981 0.000 2.285 2.318 2.428 2.453 2.451 2.067 2.508 2.399 2.629 3.169 3.207 2.744 3.037 2.703 2.855
LOGID 1.921 2.174 2.692 2.691 2.650 2.926 3.174 3.551 3.679 3.640 3.847 3.694 3.395 3.490 3.691 4.004 4.206 4.170 3.726 3.320 2.966
LOGTFP 0.154 0.170 0.195 0.133 0.201 0.394 0.157 0.142 0.137 0.151 0.145 0.177 0.000 0.175 0.151 0.131 0.131 0.180 0.085 0.172 0.110
LOGX 3.131 3.840 3.578 3.571 3.459 3.271 3.193 3.258 3.210 3.366 3.349 3.317 3.321 3.446 3.206 3.211 3.267 3.259 3.509 3.373 3.297
LOGPD 0.607 0.668 0.715 0.760 0.824 0.835 0.871 0.925 0.975 1.010 1.044 1.077 1.116 1.163 1.237 1.313 1.364 1.412 1.651 1.789 1.826
LOGPX 3.162 2.356 2.508 2.566 2.726 2.872 3.051 2.963 3.071 2.922 2.970 3.041 3.024 2.976 3.244 3.249 3.197 3.237 3.053 3.090 3.136
LOGER 2.802 2.808 2.840 2.997 3.032 3.053 3.219 3.218 3.238 3.254 3.279 3.299 3.314 3.324 3.342 3.363 3.377 3.667 3.904 3.851 3.982
52
89
90
Lampiran 5 (Lanjutan) Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
LOGPDB 5.350 5.365 5.381 5.393 5.405 5.419 5.434 5.454 5.471 5.484 5.497
LOGTK 4.599 4.609 4.623 4.609 4.616 4.604 4.615 4.616 4.619 4.618 4.595
LOGIA 2.684 2.740 2.431 2.624 2.843 3.023 2.580 2.389 2.396 2.956 3.131
LOGID 3.120 3.163 3.285 3.267 3.653 3.943 3.567 3.093 3.419 3.957 3.968
LOGTFP 0.173 0.148 0.159 0.154 0.136 0.159 0.162 0.170 0.158 0.081 0.166
LOGX 3.335 3.274 3.298 3.319 3.357 3.421 3.387 3.418 3.431 3.455 3.448
LOGPD 1.889 1.924 1.940 1.964 1.996 2.060 2.156 2.265 2.320 2.364 2.396
LOGPX 3.052 3.135 3.105 3.079 3.103 3.106 3.176 3.244 3.208 3.244 3.129
LOGER 4.017 3.951 3.928 3.968 3.996 3.955 3.974 4.039 3.973 3.954 3.957
53
81
54
Lampiran 6 Hasil uji stasioneritas semua variabel pada tingkat level 1. LogX Null Hypothesis: LOGX has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-4.336689 -3.661661 -2.960411 -2.619160
0.0018
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. 2. LogPDB Null Hypothesis: LOGPDB has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-0.969346 -3.661661 -2.960411 -2.619160
0.7516
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. 3. LogTFP Null Hypothesis: LOGTFP has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-5.485034 -3.661661 -2.960411 -2.619160
0.0001
55
Lampiran 6 (Lanjutan) 4. LogPD Null Hypothesis: LOGPD has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
0.134578 -3.670170 -2.963972 -2.621007
0.9632
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. 5. LogPX Null Hypothesis: LOGPX has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.416960 -3.661661 -2.960411 -2.619160
0.1455
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. 6. LogER Null Hypothesis: LOGER has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-1.493677 -3.661661 -2.960411 -2.619160
0.5235
56
Lampiran 7 Hasil uji stasioneritas semua variabel pada tingkat 1st difference 1. DLogX Null Hypothesis: D(LOGX) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-11.81698 -3.670170 -2.963972 -2.621007
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. 2. DLogPDB Null Hypothesis: D(LOGPDB) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-4.518707 -3.670170 -2.963972 -2.621007
0.0012
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. 3. DLogTFP Null Hypothesis: D(LOGTFP) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 5 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-2.186210 -2.660720 -1.955020 -1.609070
0.0303
57
Lampiran 7 (Lanjutan) 4. DLogPD Null Hypothesis: D(LOGPD) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.624767 -3.670170 -2.963972 -2.621007
0.0112
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. 5. DlogPX Null Hypothesis: D(LOGPX) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-11.43010 -3.670170 -2.963972 -2.621007
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. 6. DLogER Null Hypothesis: D(LOGER) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-4.601761 -3.670170 -2.963972 -2.621007
0.0009
58
Lampiran 8 Hasil uji stasioneritas terhadap residual persamaan jangka panjang Null Hypothesis: ECT has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.641447 -3.661661 -2.960411 -2.619160
0.0105
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(ECT) Method: Least Squares Date: 12/10/12 Time: 11:47 Sample (adjusted): 1981 2011 Included observations: 31 after adjustments Variable
Coefficient
ECT(-1) C
-0.634554 -0.001871
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.313774 0.290111 0.050491 0.073932 49.61121 13.26013 0.001049
Std. Error
t-Statistic
0.174259 -3.641447 0.009073 -0.206166 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
Prob. 0.0010 0.8381 -0.002930 0.059927 -3.071691 -2.979176 -3.041533 1.923602
59
Lampiran 9 Hasil estimasi kointegrasi (persamaan jangka panjang) Dependent Variable: LOGX Method: Least Squares Date: 12/10/12 Time: 11:45 Sample: 1980 2011 Included observations: 32 Variable
Coefficient
LOGPDB LOGTFP LOGPX LOGPD LOGER C
0.769557 -0.349958 -0.775984 0.149411 -0.151587 1.997363
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.855246 0.827409 0.057753 0.086720 49.16689 30.72312 0.000000
Std. Error
t-Statistic
0.442401 1.739501 0.189193 -1.849741 0.072556 -10.69491 0.106412 1.404085 0.092993 -1.630083 2.214738 0.901851 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
Prob. 0.0938 0.0757 0.0000 0.1721 0.1151 0.3754 3.361696 0.139016 -2.697931 -2.423105 -2.606834 1.245422
60
Lampiran 10 Hasil estimasi ECM (persamaan jangka pendek) sebelum diretriksi Dependent Variable: DLOGX Method: Least Squares Date: 01/31/13 Time: 17:28 Sample (adjusted): 1983 2011 Included observations: 29 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C DLOGX(-1) DLOGX(-2) DLOGPDB DLOGPDB(-1) DLOGPDB(-2) DLOGTFP DLOGTFP(-1) DLOGTFP(-2) DLOGPX DLOGPX(-1) DLOGPX(-2) DLOGPD DLOGPD(-1) DLOGPD(-2) DLOGER DLOGER(-1) DLOGER(-2) ECT(-1)
-0.087428 0.467814 0.413877 0.749900 2.926133 -1.974319 -0.199883 -0.085239 0.128199 -0.532879 0.254097 0.288314 0.946456 -0.595890 0.705264 -0.016044 0.226005 -0.125349 -0.895677
0.038406 0.300605 0.197082 1.148914 1.010247 1.467833 0.099677 0.140347 0.118266 0.118163 0.242692 0.159699 0.261138 0.356981 0.293650 0.106868 0.180236 0.149353 0.277661
-2.276444 1.556243 2.100025 0.652703 2.896453 -1.345057 -2.005306 -0.607346 1.083986 -4.509710 1.046996 1.805365 3.624352 -1.669248 2.401715 -0.150128 1.253941 -0.839282 -3.225790
0.0461 0.1507 0.0621 0.5287 0.0159 0.2083 0.0727 0.5572 0.3038 0.0011 0.3197 0.1012 0.0047 0.1260 0.0372 0.8836 0.2384 0.4209 0.0091
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.969632 0.914971 0.028360 0.008043 77.60955 17.73879 0.000027
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-0.004512 0.097257 -4.042038 -3.146224 -3.761480 2.445153
61
Lampiran 11 Hasil estimasi ECM (persamaan jangka pendek) setelah diretriksi Dependent Variable: DLOGX Method: Least Squares Date: 01/31/13 Time: 17:34 Sample (adjusted): 1982 2011 Included observations: 30 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C DLOGPDB DLOGPDB(-1) DLOGTFP DLOGTFP(-1) DLOGPX DLOGPX(-1) DLOGPD DLOGPD(-1) DLOGER DLOGER(-1) ECT(-1)
-0.062618 -0.751069 1.852740 -0.184789 -0.040702 -0.722227 0.061803 1.112198 -0.051353 -0.047936 -0.126872 -0.812484
0.025905 0.932262 0.902933 0.085659 0.113215 0.077227 0.039626 0.221582 0.203444 0.093520 0.112323 0.195398
-2.417259 -0.805641 2.051914 -2.157265 -0.359510 -9.352049 1.559628 5.019347 -0.252420 -0.512570 -1.129526 -4.158089
0.0265 0.4310 0.0550 0.0447 0.7234 0.0000 0.1363 0.0001 0.8036 0.6145 0.2735 0.0006
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.948717 0.917378 0.030597 0.016851 69.70013 30.27229 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-0.013071 0.106445 -3.846675 -3.286196 -3.667373 1.658167
62
Lampiran 12 Uji heterokedastisitas, autokorelasi, dan normalitas Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS
0.744991 9.385303 1.755517
Prob. F(11,18) Prob. Chi-Square(11) Prob. Chi-Square(11)
0.6856 0.5864 0.9992
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 01/31/13 Time: 17:39 Sample: 1982 2011 Included observations: 30 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C DLOGPDB^2 DLOGPDB(-1)^2 DLOGTFP^2 DLOGTFP(-1)^2 DLOGPX^2 DLOGPX(-1)^2 DLOGPD^2 DLOGPD(-1)^2 DLOGER^2 DLOGER(-1)^2 ECT(-1)^2
0.001100 -1.181451 -0.042697 -0.004962 0.003331 -0.014726 0.000318 -0.009340 -0.017522 -0.000709 0.002399 -0.002993
0.000390 0.962701 0.899505 0.011520 0.011874 0.009853 0.001350 0.027204 0.020402 0.007895 0.016575 0.054789
2.818598 -1.227225 -0.047467 -0.430764 0.280550 -1.494519 0.235570 -0.343321 -0.858823 -0.089853 0.144753 -0.054627
0.0114 0.2355 0.9627 0.6718 0.7823 0.1524 0.8164 0.7353 0.4017 0.9294 0.8865 0.9570
R-squared 0.312843 Adjusted R-squared -0.107086 S.E. of regression 0.000613 Sum squared resid 6.76E-06 Log likelihood 187.0201 F-statistic 0.744991 Prob(F-statistic) 0.685580
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.000562 0.000582 -11.66800 -11.10753 -11.48870 1.324146
63
Lampiran 12 (Lanjutan) Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
0.493998 1.744754
Prob. F(2,16) Prob. Chi-Square(2)
0.6192 0.4180
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 01/31/13 Time: 17:40 Sample: 1982 2011 Included observations: 30 Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C DLOGPDB DLOGPDB(-1) DLOGTFP DLOGTFP(-1) DLOGPX DLOGPX(-1) DLOGPD DLOGPD(-1) DLOGER DLOGER(-1) ECT(-1) RESID(-1) RESID(-2)
-0.016548 0.368641 -0.300716 -0.019334 -0.038582 0.041358 -0.012868 0.054864 0.167254 0.047543 -0.015631 -0.179898 0.420491 -0.209160
0.032160 1.051877 0.977446 0.090609 0.134223 0.090080 0.044420 0.250690 0.286622 0.108131 0.140542 0.308600 0.462204 0.366786
-0.514546 0.350460 -0.307655 -0.213375 -0.287447 0.459128 -0.289695 0.218853 0.583537 0.439677 -0.111220 -0.582948 0.909753 -0.570251
0.6139 0.7306 0.7623 0.8337 0.7775 0.6523 0.7758 0.8295 0.5677 0.6661 0.9128 0.5681 0.3765 0.5764
R-squared 0.058158 Adjusted R-squared -0.707088 S.E. of regression 0.031495 Sum squared resid 0.015871 Log likelihood 70.59891 F-statistic 0.076000 Prob(F-statistic) 0.999984
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-9.48E-18 0.024105 -3.773260 -3.119368 -3.564075 1.909147
64
Lampiran 12 (Lanjutan) 7
Series: Residuals Sample 1982 2011 Observations 30
6 5 4 3 2 1 0 -0.04
-0.02
Histogram – Normality Test
0.00
0.02
0.04
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
-9.48e-18 -0.003079 0.041725 -0.042857 0.024105 -0.046368 2.039164
Jarque-Bera Probability
1.164756 0.558569
65
Lampiran 13 Uji chow break point test Chow Breakpoint Test: 1997 Null Hypothesis: No breaks at specified breakpoints Varying regressors: All equation variables Equation Sample: 1982 2011 F-statistic 1.886768 Log likelihood ratio 46.89263 Wald Statistic 22.64122
Prob. F(12,6) Prob. Chi-quare(12) Prob. Chi-quare(12)
0.2243 0.0000 0.0309
66
Lampiran 14 Hasil estimasi ECM (persamaan jangka pendek) setelah diretriksi dan ditambah dummy krisis ekonomi Dependent Variable: DLOGX Method: Least Squares Date: 01/31/13 Time: 17:43 Sample (adjusted): 1982 2011 Included observations: 30 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C DLOGPDB DLOGPDB(-1) DLOGTFP DLOGTFP(-1) DLOGPX DLOGPX(-1) DLOGPD DLOGPD(-1) DLOGER DLOGER(-1) DUMMYKR ECT(-1)
-0.062696 -1.007056 2.035402 -0.222089 8.35E-05 -0.724870 0.065066 1.204006 -0.081715 -0.205856 -0.099531 0.076897 -0.854797
0.024516 0.894204 0.860817 0.083793 0.109625 0.073103 0.037548 0.216098 0.193311 0.126044 0.107432 0.043698 0.186482
-2.557323 -1.126204 2.364501 -2.650450 0.000762 -9.915782 1.732867 5.571582 -0.422711 -1.633209 -0.926455 1.759727 -4.583811
0.0204 0.2757 0.0302 0.0168 0.9994 0.0000 0.1012 0.0000 0.6778 0.1208 0.3672 0.0964 0.0003
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.956619 0.925998 0.028957 0.014254 72.21022 31.23993 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-0.013071 0.106445 -3.947348 -3.340162 -3.753104 1.772545
67
Lampiran 15 Uji heteroskedastisitas, autokorelasi, dan normalitas model ECM yang baru Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS
1.281475 14.24842 2.911723
Prob. F(12,17) Prob. Chi-Square(12) Prob. Chi-Square(12)
0.3118 0.2851 0.9961
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 01/31/13 Time: 17:44 Sample: 1982 2011 Included observations: 30 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C DLOGPDB^2 DLOGPDB(-1)^2 DLOGTFP^2 DLOGTFP(-1)^2 DLOGPX^2 DLOGPX(-1)^2 DLOGPD^2 DLOGPD(-1)^2 DLOGER^2 DLOGER(-1)^2 DUMMYKR^2 ECT(-1)^2
0.001135 -1.525663 -0.261651 0.001573 0.008719 -0.014738 0.000406 0.022831 -0.016872 -0.030471 -0.000554 0.001520 -0.021226
0.000331 0.839296 0.757462 0.010593 0.010036 0.008297 0.001151 0.025777 0.017210 0.015272 0.013958 0.001291 0.046561
3.425056 -1.817789 -0.345432 0.148517 0.868809 -1.776176 0.352962 0.885705 -0.980309 -1.995270 -0.039667 1.177043 -0.455879
0.0032 0.0868 0.7340 0.8837 0.3971 0.0936 0.7285 0.3881 0.3407 0.0623 0.9688 0.2554 0.6542
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.474947 0.104322 0.000516 4.53E-06 193.0342 1.281475 0.311818
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.000475 0.000545 -12.00228 -11.39510 -11.80804 1.525915
68
Lampiran 15 (Lanjutan) Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
0.128294 0.504544
Prob. F(2,15) Prob. Chi-Square(2)
0.8805 0.7770
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 01/31/13 Time: 17:45 Sample: 1982 2011 Included observations: 30 Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C DLOGPDB DLOGPDB(-1) DLOGTFP DLOGTFP(-1) DLOGPX DLOGPX(-1) DLOGPD DLOGPD(-1) DLOGER DLOGER(-1) DUMMYKR ECT(-1) RESID(-1) RESID(-2)
-0.010212 0.216285 -0.159025 -0.001747 -0.015397 0.012818 -0.009736 0.047392 0.092822 0.049822 -0.017878 -0.012488 -0.111310 0.254835 -0.046573
0.032847 1.036252 0.969285 0.089339 0.143643 0.090625 0.044734 0.265356 0.276399 0.170763 0.146109 0.053915 0.298479 0.508093 0.406509
-0.310888 0.208718 -0.164064 -0.019553 -0.107188 0.141435 -0.217643 0.178599 0.335827 0.291760 -0.122359 -0.231618 -0.372923 0.501553 -0.114569
0.7602 0.8375 0.8719 0.9847 0.9161 0.8894 0.8306 0.8606 0.7417 0.7745 0.9042 0.8200 0.7144 0.6233 0.9103
R-squared 0.016818 Adjusted R-squared -0.900818 S.E. of regression 0.030566 Sum squared resid 0.014015 Log likelihood 72.46464 F-statistic 0.018328 Prob(F-statistic) 1.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
2.78E-18 0.022170 -3.830976 -3.130377 -3.606848 1.940091
69
Lampiran 15 (Lanjutan) 7
Series: Residuals Sample 1982 2011 Observations 30
6 5 4 3 2 1 0 -0.04
-0.02
0.00
Histogram – Normality Test
0.02
0.04
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
2.78e-18 0.000507 0.042913 -0.038311 0.022170 -0.031194 2.272794
Jarque-Bera Probability
0.665901 0.716806
70
Lampiran 16 Uji multikolinearitas antar variabel bebas
LOGX LOGPDB LOGTFP LOGPX LOGPD LOGER DUMMYKR
LOGX 1.000000 -0.055612 -0.005380 -0.691448 0.015067 -0.082566 -0.135438
LOGPDB -0.055612 1.000000 -0.235675 0.693874 0.964768 0.920785 0.054329
LOGTFP -0.005380 -0.235675 1.000000 -0.242439 -0.194352 -0.221590 0.081402
LOGPX -0.691448 0.693874 -0.242439 1.000000 0.616765 0.643867 0.173055
LOGPD 0.015067 0.964768 -0.194352 0.616765 1.000000 0.960135 -0.012752
LOGER DUMMYKR -0.082566 -0.135438 0.920785 0.054329 -0.221590 0.081402 0.643867 0.173055 0.960135 -0.012752 1.000000 0.060230 0.060230 1.000000
71
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 5 Juni 1986 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, pasangan N.H Gathut S.R dan Ida Hidayati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 1 Manonjaya pada tahun 1998. Pada tahun 2001 penulis lulus dari SMP Negeri 1 Manonjaya dan pada tahun 2004 menamatkan sekolah dari SMA Negeri 1 Tasikmalaya. Pada tahun 2004 penulis diterima sebagai mahasiswa S1 Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumber Daya, Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Saringan Masuk IPB (USMI) dan lulus pada tahun 2008. Penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studi program S2 pada Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2009. Penulis mendapatkan sponsor dari Bakrie Center Foundation dalam menyelesaikan studi S2.