ANALISIS PERTUMBUHAN TEKNOLOGI, PRODUK DOMESTIK BRUTO, DAN EKSPOR SEKTOR INDUSTRI KREATIF INDONESIA
NANDHA RIZKI AWALIA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Pertumbuhan Teknologi, Produk Domestik Bruto, dan Ekspor Sektor Industri Kreatif Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2015
Nandha Rizki Awalia NIM H151130446
RINGKASAN NANDHA RIZKI AWALIA. Analisis Pertumbuhan Teknologi, Produk Domestik Bruto, dan Ekspor Sektor Industri Kreatif Indonesia. Dibimbing oleh SRI MULATSIH dan D. S. PRIYARSONO. Banyaknya penemuan baru di bidang teknologi informasi dan komunikasi telah menjadikan manusia semakin produktif dan pasar pun semakin luas. Kompetisi menjadi semakin tinggi dan mendorong industri mengintensifkan informasi dan kreativitas, yang populer disebut ‘ekonomi kreatif’ yang digerakkan oleh sektor industri yang disebut ‘industri kreatif’. Pada tahun 2013, industri kreatif memberikan kontribusi sebesar 154.3 triliun rupiah atau 7.02 persen dari total PDB seluruh industri. Selain itu, industri kreatif juga mampu menyerap tenaga keja sebesar 10.65 persen (11.8 juta orang) dan menyumbang nilai ekspor sebesar 119 triliun rupiah atau 5.51 persen dari ekspor nasional. Hal ini merupakan satu harapan baru bagi perekonomian Indonesia karena industri kreatif adalah industri yang sangat layak untuk dikembangkan. Untuk dapat terus bersaing secara global, industri kreatif perlu didukung teknologi yang memadai.. Pemerintah menargetkan PDB industri kreatif untuk terus meningkat agar dapat berkontribusi terhadap perekonomian hingga mencapai 9 persen dari PDB nasional. Disamping itu, total ekspor industri kreatif pada tahun 2009 (114 925 milyar rupiah) tidak mengalami penurunan dari tahun 2008 (95 209 milyar rupiah) seperti yang dialami oleh sektor industri lainnya sebagai akibat dari krisis global. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Menganalisis kondisi dan kontribusi 14 subsektor industri kreatif Indonesia terhadap perekonomian Indonesia; 2) Menganalisis pertumbuhan teknologi (Total Factor Productivity) dari 14 subsektor industri kreatif Indonesia; 3) Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi PDB sektor industri kreatif Indonesia; dan 4) Menganalisis hubungan kausalitas antara PDB dengan ekspor sektor industri kreatif Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa subsektor industri kreatif dengan kontribusi paling tinggi yaitu fesyen dan kerajinan. Pada tahun 2013, subsektor industri fesyen menyumbang PDB sebesar 65.1 triliun rupiah (42.2 persen), menyerap tenaga kerja sebanyak 3.8 juta orang (47.2 persen), menyumbang ekspor sebesar 76.7 triliun (71.7 persen), dan memiliki jumlah usaha sebanyak 1.1 juta unit (46.5 persen). Selanjutnya, subsektor industri kerajinan menyumbang PDB sebesar 25.4 triliun rupiah (15.1 persen), menyerap tenaga kerja sebanyak 3.1 juta orang (38.2 persen), menyumbang ekspor sebesar 21.7 triliun (20.3 persen), dan memiliki jumlah usaha sebanyak 1 juta unit (45.2 persen). Sementara itu, subsektor dengan kontribusi terendah yaitu pasar barang seni, periklanan, dan seni pertunjukan dengan kontribusi yang belum mencapai 1 persen. Berdasarkan perhitungan TFP, terdapat 4 subsektor industri kreatif yang memiliki tren pertumbuhan teknologi yang negatif, yaitu arsitektur, permainan interaktif, layanan komputer dan piranti lunak, serta riset dan pengembangan. Selanjutnya, hasil regresi model PDB industri kreatif Indonesia menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja, pendidikan (jumlah SMK dan perguruan tinggi), pertumbuhan TFP, dan dummy kebijakan pembentukan Kemenparekraf berpengaruh nyata secara positif terhadap PDB industri kreatif Indonesia, sedangkan jumlah usaha tidak berpengaruh nyata. Hasil analisis yang terakhir yaitu uji kausalitas Granger menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas dua arah antara PDB dan ekspor industri kreatif Indonesia. Dengan demikian, mendukung hipotesis bahwa PDB industri kreatif dalam negeri dan ekspor saling mempengaruhi.
Kata kunci: industri kreatif, TFP, data panel, kausalitas Granger.
SUMMARY NANDHA RIZKI AWALIA. Analysis of Technology Progress, GDP, and Export of Creative Industry in Indonesia). Supervised by SRI MULATSIH and D. S. PRIYARSONO. The number of new discoveries in the field of information and communication technology has made people more productive and the market became more widespread. Competition is intense and encourages the industry to intensify information and creativity, which is popularly called the 'creative economy' driven by the industrial sector called 'creative industries'. In 2013, the creative industries contributed 154.3 trillion rupiah or 7.02 per cent of the total GDP of the entire industry. Moreover, the creative industries are also able to absorb 10.65 percent of labor (11.8 million people) and contribute for the value of exports amounted to 119 trillion rupiah or 5.51 per cent of national exports. This is a new hope for the Indonesian economy as the creative industry is an industry that is very feasible to develop. To be able to continue to compete globally, creative industries need to be supported by appropriate technology. The government is targeting GDP of creative industries to contribute to the economy up to 9 percent of the national GDP. In addition, the total exports of creative industries in 2009 (114 925 billion) does not decline from the year 2008 (95 209 billion) as experienced by other industrial sectors as a result of the global crisis. Based on this background, the aim of this study are to: 1) analyze the condition and contribution of 14 sub-sectors of creative industry to Indonesian economy; 2) analyze the growth of technology (Total Factor Productivity) of 14 sub-sectors of Indonesia's creative industries; 3) analyze the factors that affect GDP of Indonesia’s creative industries; and 4) analyze the causal relationship between GDP and exports of Indonesia's creative industries. The results of this study indicate that the sub-sector of creative industry with the highest contribution are fashion and craft. In 2013, the fashion industry contributed up to 65.1 trillion GDP (42.2 percent), labor up to 3.8 million people (47.2 percent), exports up to 76.7 trillion (71.7 percent), and the number of company as many as 1.1 million units (46.5 percent). Furthermore, the craft industry contributed up to 25.4 trillion GDP (15.1 percent), labor up to 3.1 million people (38.2 percent), exports up to 21.7 trillion (20.3 percent), and the number of company as many as 1 million units (45.2 percent). Meanwhile, the sub-sector with the lowest contribution is art market, advertising, and art performances with contributions that have not reached 1 percent. Based on the calculation of TFP, there are four sub-sectors of creative industries which have a negative growth trend of technology, which are architecture, interactive games, computer services and software, and research and development. Furthermore, the results of the regression model of GDP of creative industries shows that the amount of labor, education (number of vocational schools and colleges), TFP growth, and public policy dummy significantly and positively affect GDP of Indonesia's creative industries, while the number of company doesn’t significantly affect. The results of Granger causality test showed that there is a two-way causality between GDP and exports of Indonesia's creative industries. Thus, it is supporting the hypothesis that GDP and exports of creative industries affect each other.
Keywords: creative industry, TFP, panel data, Granger causality.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS PERTUMBUHAN TEKNOLOGI, PRODUK DOMESTIK BRUTO, DAN EKSPOR SEKTOR INDUSTRI KREATIF INDONESIA
NANDHA RIZKI AWALIA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji luar komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Iman Sugema, M.Ec
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini ialah industri kreatif, dengan judul Analisis Pertumbuhan Teknologi, Produk Domestik Bruto, dan Ekspor Sektor Industri Kreatif Indonesia. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Sri Mulatsih dan Bapak Prof D S Priyarsono selaku pembimbing yang telah memberikan saran dan masukkan selama penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh staf Departemen Ilmu Ekonomi Sekolah Pascasarjana IPB, pihak beasiswa freshgraduate Dikti, rekan-rekan program pascasarjana Ilmu Ekonomi IPB angkatan 2012 Marmut, Perdana, Andrian, Salsa, Nidaa, Manda, Pika, Nisa, Bintan, Bram, Kak Astri, Mbak Dewi, dan Mbak Siti atas semua kerja sama dan dukungannya. Kepada Kak Eno atas bantuannya saat proses pengajuan jurnal. Kepada sahabat-sahabat sepermainan Memey, Tantina, Febriana, Dewi, Bonita, Anggi, dan Lionita, terima kasih telah mengisi waktu luang dengan banyak kegembiraan. Kepada orang tua yang paling dicintai, Bambang Deliyanto dan Melly Prabawati, serta adik Arizka Adiprastowo, kehadiran kalian selalu mendukung penulis untuk terus menjadi lebih baik. Kepada Bayu Prirahardi Rooskandar, terimakasih untuk semangat dan dukungan yang diberikan kepada penulis. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran konstruktif dari pembaca dalam penyempurnaan tulisan ini. Akhirnya, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan pembangunan nasional. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2015
Nandha Rizki Awalia
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL………………………………………………………………. vii DAFTAR GAMBAR……………………………………………………........... viii DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………… ix PENDAHULUAN………………………………………………………............. .1 Latar Belakang……………………………………………………….............1 Rumusan Masalah……………………………………………………............3 Tujuan Penelitian…………………………………………………………….4 Manfaat Penelitian………………………………………………………….. 4 Ruang Lingkup Penelitian………………………………………………….. 4 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN……………........ 5 Konsep Ekonomi Kreatif dan Industri Kreatif……………………………... 5 Indikator Keberhasilan Industri Kreatif……………………………………. 5 Subsektor Industri Kreatif…………………………………………….......... 6 Model Pertumbuhan Solow…………………………...…………………… 13 Teori Pertumbuhan Endogen ……………………………………………… 14 Konsep Pengukuran TFP…………………………………………………... 15 Konsep Ekspor dan PDB……………………………………………........... 16 Penelitian Terdahulu……………………………………………………….. 16 Kerangka Pemikiran……………………………………………………….. 18 Hipotesis Penelitian..………………………………………………………. 19 METODE PENELITIAN………………………………………………………. 19 Jenis dan Sumber Data……………………………………………………... 19 Metode Analisis Data………………………………………………………. 20 Analisis Nilai TFP………………………………………………………….. 21 Analisis Faktor yang Memengaruhi PDB Industri Kreatif………………….23 Konsep Elastisitas………………………………………………………….. 24 Uji Kausalitas Granger………………........................................................... 25 HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………………. 25 Kondisi dan Kontribusi 14 Subsektor Industri Kreatif Indonesia terhadap Perekonomian Indonesia……………………………………………….........25 Analisis Pertumbuhan TFP (Total Factor Productivity) Industri Kreatif…..39 Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Memengaruhi PDB Industri Kreatif Indonesia…………………………………………………………………....42 Hubungan PDB dengan Ekspor Industri Kreatif…………………………....48 SIMPULAN DAN SARAN……………………………………………………. 49 Simpulan…………………………………………………………………….49 Saran………………………………………………………………………...50 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………...........51 LAMPIRAN…………………………………………………………………….54 RIWAYAT HIDUP……………………………………………………………..69
DAFTAR TABEL Tabel 1 PDB Industri Kreatif Indonesia Tahun 2011-2013 3 Tabel 2 Jenis, Simbol, dan Sumber Data Penelitian 19 Tabel 3 Kontribusi Subsektor Industri Periklanan 26 Tabel 4 Kontribusi Subsektor Industri Arsitektur 27 Tabel 5 Kontribusi Subsektor Industri Pasar Barang Seni 28 Tabel 6 Kontribusi Subsektor Industri Kerajinan 29 Tabel 7 Kontribusi Subsektor Industri Desain 30 Tabel 8 Kontribusi Subsektor Industri Fesyen 31 Tabel 9 Kontribusi Subsektor Film, Video, dan Fotografi 32 Tabel 10 Kontribusi Subsektor Industri Permainan Interaktif 33 Tabel 11 Kontribusi Subsektor Industri Musik 34 Tabel 12 Kontribusi Subsektor Industri Seni Pertunjukan 35 Tabel 13 Kontribusi Subsektor Industri Penerbitan dan Percetakan 36 Tabel 14 Kontribusi Subsektor Layanan Komputer dan Piranti Lunak 37 Tabel 15 Kontribusi Subsektor Industri Radio dan Televisi 38 Tabel 16 Kontribusi Subsektor Industri Riset dan Pengembangan 39 Tabel 17 Hasil Estimasi untuk Menghitung Pertumbuhan TFP Industri Kreatif dengan Fixed Effect Model 40 Tabel 18 Tren Rata-rata Pertumbuhan TFP 14 Subsektor Industri Kreatif 42 Tabel 19 Hasil Analisis Regresi Model PDB industri kreatif Indonesia dengan Random Effect Model 43 Tabel 20 Elastisitas Variabel Dependen 44 Tabel 21 Distribusi Jumlah Tenaga Kerja Menurut Subsektor Industri Kreatif 45 Tabel 22 Hasil Uji Kausalitas Granger 49
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Pergeseran Orientasi Ekonomi Gambar 2 Kontribusi Nilai Tambah Bruto (NTB) Subsektor Industri Indonesia Tahun 2012 Gambar 3 Rantai Pasok Industri Periklanan Gambar 4 Rantai Pasok Industri Arsitektur Gambar 5 Rantai Pasok Industri Pasar Barang Seni Gambar 6 Rantai Pasok Industri Kerajinan Gambar 7 Rantai Pasok Industri Fesyen Gambar 8 Rantai Pasok Industri Film, Video, dan Fotografi Gambar 9 Rantai Pasok Industri Permainan Interaktif Gambar 10 Rantai Pasok Industri Musik Gambar 11 Rantai Pasok Industri Seni Pertunjukan Gambar 12 Rantai Pasok Industri Penerbitan dan Percetakan Gambar 13 Rantai Pasok Industri Radio dan Televisi Gambar 14 Kerangka Pemikiran Operasional Gambar 15 Pertumbuhan TFP Industri Periklanan Gambar 16 Pertumbuhan TFP Industri Arsitektur Gambar 17 Pertumbuhan TFP Industri Pasar Barang Seni Gambar 18 Pertumbuhan TFP Industri Kerajinan Gambar 19 Pertumbuhan TFP Industri Desain Gambar 20 Pertumbuhan TFP Industri Fesyen Gambar 21 Pertumbuhan TFP Industri Film, Video, dan Fotografi Gambar 22 Pertumbuhan TFP Industri Permainan Interaktif Gambar 23 Pertumbuhan TFP Industri Musik Gambar 24 Pertumbuhan TFP Industri Seni Pertunjukan Gambar 25 Pertumbuhan TFP Industri Penerbitan dan Percetakan Gambar 26 Pertumbuhan TFP Industri Layanan Komputer dan Piranti Lunak Gambar 27 Pertumbuhan TFP Industri Radio dan Televisi Gambar 28 Pertumbuhan TFP Industri Riset dan Pengembangan Gambar 29 Jumlah Tenaga Kerja pada Industri Kreatif Gambar 30 Jumlah SMK dan Universitas di Indonesia Gambar 31 Jumlah Usaha Industri Kreatif di Indonesia Gambar 32 Distribusi Jumlah Usaha Industri Kreatif Indonesia Tahun 2013
1 2 6 7 7 8 9 10 10 11 11 12 12 18 40 40 40 40 41 41 41 41 41 41 41 41 42 42 45 46 47 47
DAFTAR LAMPIRAN Hasil Uji Chow untuk Perhitungan ΔTFP Hasil Uji Hausman untuk Perhitungan ΔTFP Hasil Regresi Panel untuk Perhitungan ΔTFP (Pooled Least Square) Hasil Regresi Panel untuk Perhitungan ΔTFP (Fixed Effect Model) Hasil Regresi Panel untuk Perhitungan ΔTFP (Random Effect Model) Lampiran 6 Hasil Perhitungan ΔTFP Industri Periklanan Lampiran 7 Hasil Perhitungan ΔTFP Industri Arsitektur Lampiran 8 Hasil Perhitungan ΔTFP Industri Pasar Barang Seni Lampiran 9 Hasil Perhitungan ΔTFP Industri Kerajinan Lampiran 10 Hasil Perhitungan ΔTFP Industri Desain Lampiran 11 Hasil Perhitungan ΔTFP Industri Fesyen Lampiran 12 Hasil Perhitungan ΔTFP Industri Film. Video. dan Fotografi Lampiran 13 Hasil Perhitungan ΔTFP Industri Permainan Interaktif Lampiran 14 Hasil Perhitungan ΔTFP Industri Musik Lampiran 15 Hasil Perhitungan ΔTFP Industri Seni Pertunjukan Lampiran 16 Hasil Perhitungan ΔTFP Industri Penerbitan Lampiran 17 Hasil Perhitungan ΔTFP Industri Layanan Komputer dan Piranti Lunak Lampiran 18 Hasil Perhitungan ΔTFP Industri Radio dan Televisi Lampiran 19 Hasil Perhitungan ΔTFP Industri Riset dan Pengembangan Lampiran 20 Hasil Uji Chow Model PDB Industri Kreatif Lampiran 21 Hasil Uji Hausman Model PDB Industri Kreatif Lampiran 22 Hasil Analisis Regresi Model PDB Industri Kreatif (Pooled Least Square) Lampiran 23 Hasil Analisis Regresi Model PDB Industri Kreatif (Fixed Effect Model) Lampiran 24 Hasil Analisis Regresi Model PDB Industri Kreatif (Random Effect Model) Lampiran 25 Cross-section effect
Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5
55 55 56 57 58 59 59 59 60 60 60 61 61 61 62 62 62 63 63 64 64 65 66 67 68
PENDAHULUAN Latar Belakang Perekonomian Indonesia terus mengalami pergeseran, dari era pertanian ke industrialisasi, disusul oleh era informasi. Banyaknya penemuan baru di bidang teknologi informasi dan komunikasi, telah menjadikan manusia semakin produktif dan pasar pun semakin luas dan semakin global. Kompetisi menjadi semakin tinggi dan mendorong industri mengintensifkan informasi dan kreativitas, yang populer disebut „ekonomi kreatif‟ yang digerakkan oleh sektor industri yang disebut „industri kreatif‟. Ekonomi kreatif sebenarnya adalah wujud dari upaya mencari pembangunan yang berkelanjutan melalui kreativitas, yang mana pembangunan berkelanjutan adalah suatu iklim perekonomian yang berdaya saing dan memiliki cadangan sumber daya yang terbarukan. Dengan kata lain, ekonomi kreatif merupakan manifestasi yang sangat penting untuk mempertahankan perekonomian bagi negara-negara maju dan juga menawarkan peluang yang sama untuk negara-negara berkembang. Menurut Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) (2013), pesan besar yang ditawarkan ekonomi kreatif adalah pemanfaatan cadangan sumber daya yang bukan hanya terbarukan, bahkan tak terbatas, yaitu ide, talenta dan kreativitas. Kemunculan konsep „ekonomi kreatif‟ di era globalisasi telah menarik minat berbagai negara, termasuk Indonesia, untuk menggunakan konsep ini sebagai model pengembangan ekonomi, diantaranya “ekonomi kerakyatan berbasis sumberdaya manusia (SDM) kreatif dan inovatif”. Oleh karena itu, saat ini yang menjadi sumber pertumbuhan ekonomi global adalah ekonomi kreatif, di mana ekonomi kreatif tersebut menggantikan bentuk ekonomi sebelumnya, yaitu ekonomi pertanian, ekonomi industri, dan ekonomi informasi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Toffler (1980) dalam teorinya melakukan pembagian gelombang peradaban ekonomi kedalam tiga gelombang. Gelombang pertama adalah gelombang ekonomi pertanian. Kedua, gelombang ekonomi industri. Ketiga adalah gelombang ekonomi informasi. Kemudian diprediksikan gelombang keempat yang merupakan gelombang ekonomi kreatif dengan berorientasi pada ide dan gagasan kreatif.
dulu
Ekonomi
Ekonomi
Ekonomi
Ekonomi
Pertanian
Industri
Informasi
Kreatif
i
saat ini
Gambar 1 Pergeseran Orientasi Ekonomi Sumber: Kementerian Perdagangan RI (2008) Menurut Kemenparekraf (2013), di berbagai negara di dunia saat ini, termasuk Indonesia, ekonomi kreatif yang mencakup industri kreatif diyakini dapat memberikan kontribusi bagi perekonomian bangsanya secara signifikan seperti yang terlihat pada Gambar 2. Indonesia pun mulai melihat bahwa berbagai
2
subsektor dalam industri kreatif berpotensi untuk dikembangkan, karena Bangsa Indonesia memiliki sumberdaya insani kreatif dan warisan budaya yang kaya. Kreativitas masyarakat Indonesia dapat disejajarkan dengan bangsa-bangsa lainnya di dunia. Saat ini Indonesia tercatat menempati peringkat ke-43 di Economic Creativity Index Ranking yang dipublikasikan oleh World Economic Forum. Potensi ini merupakan harapan bagi ekonomi Indonesia untuk bersaing dan meraih keunggulan dalam ekonomi global. Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan; 14.44%
Ekonomi Kreatif; 7,02%
Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan; 6.72%
Jasa-jasa; 10.36%
Pertambangan dan Penggalian; 11.78%
Pengangkutan dan Komunikasi; 6.58%
Perdagangan, Hotel, dan Restoran; 10.98%
Industri Pengolahan; 20.88% Konstruksi; 10.45% Listrik, Gas, dan Air Bersih; 0.79%
Sumber: Kemenparekraf (2013) Gambar 2 Kontribusi Nilai Tambah Bruto (NTB) Subsektor Industri Indonesia Tahun 2012 Selain memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian nasional, industri kreatif juga mampu menyerap tenaga keja sebesar 10.65 persen dan menyumbang nilai ekspor sebesar 5.51 persen terhadap ekspor nasional pada tahun 2012. Industri kreatif juga diyakini dapat menjawab tantangan permasalahan dasar jangka pendek dan menengah, yaitu: (1) relatif rendahnya pertumbuhan ekonomi pasca krisis (rata-rata hanya 4.5 persen per tahun); (2) masih tingginya angka pengangguran (9-10 persen); (3) masih tingginya tingkat kemiskinan (16-17) persen; dan (4) rendahnya daya saing industri di Indonesia (Kuncoro 2010). Melihat potensi ekonomi kreatif yang begitu besar, maka pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) membuat „Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif 2025‟. Kemendag (2008) menggolongkan industri kreatif menjadi empat belas subsektor, yaitu (1) periklanan; (2) arsitektur; (3) pasar barang seni; (4) kerajinan; (5) desain; (6) fesyen; (7) film, video, dan fotografi; (8) permainan interaktif; (9) musik; (10) seni pertunjukan; (11) penerbitan dan percetakan; (12) layanan komputer dan piranti lunak; (13) televisi dan radio; (14) riset dan pengembangan. Industri kreatif Indonesia terpusat di
3
beberapa kota, diantaranya Jogja Never Ending Asia, Solo the Spirit of Java, Denpasar, Batam Experience It, Enjoy Jakarta dan Bandung Emerging Creative City. Branding kota kreatif telah mampu mengangkat karakter kota sebagai daya tarik dan penggerak perekonomian. Tabel 1 menunjukkan PDB industri kreatif yang terus meningkat dalam tiga tahun terakhir dengan tren rata-rata 5.12 persen. Tabel 1 PDB Industri Kreatif Indonesia Tahun 2011-2013 Subsektor Periklanan Arsitektur Pasar Barang Seni Kerajinan Desain Fesyen Film, Video, dan Fotografi Permainan Interaktif Musik Seni Pertunjukan Penerbitan dan Percetakan Layanan Komputer dan Piranti Lunak Televisi dan Radio Riset dan Pengembangan Total
NTB (milyar rupiah) Tren (%) 2011 2012 2013 1 332.5 1 418.0 1 531.6 7.22 4 815.9 5 095.4 5 505.3 6.92 426.6 438.3 456.1 3.41 23 388.2 23 835.1 25 354.8 4.15 9 808.8 9 951.8 10 354.4 2.76 57 881.7 61 160.7 65 097.4 6.06 2 771.0 2 959.9 3 145.4 6.55 1 762.7 1 854.5 1 972.1 5.78 2 266.1 2 319.2 2 420.5 3.36 1 042.1 1 073.2 1 147.1 4.94 18 423.4 19 086.3 19 733.3 3.50 3 609.2 3 949.9 4 275.5 8.84 6 982.9 7 432.6 7 939.5 6.63 4 719.0 5 014.2 5 387.0 6.85 139 230.2 145 588.9 154 319.9 5.12
Sumber: Kemenparekraf (2014) Hal ini merupakan satu harapan baru bagi perekonomian Indonesia karena industri kreatif adalah industri yang sangat layak untuk dikembangkan dan memiliki peluang yang besar dalam membenahi perekonomian Indonesia (Sebayang 2012). Untuk itu, pemerintah menargetkan PDB industri kreatif untuk terus meningkat agar dapat berkontribusi terhadap perekonomian hingga mencapai 9 persen dari PDB nasional. Maka, penulis ingin menganalisis faktorfaktor yang memengaruhi PDB industri kreatif Indonesia. Di samping itu, total ekspor industri kreatif pada tahun 2009 (114 925 milyar rupiah) tidak mengalami penurunan dari tahun 2008 (95 209 milyar rupiah) seperti yang dialami oleh sektor Industri lainnya sebagai akibat dari krisis global. Untuk dapat terus bersaing secara global, industri kreatif perlu didukung teknologi yang memadai sehingga dapat memproduksi barang secara massal dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pertumbuhan Teknologi, Produk Domestik Bruto, dan Ekspor Sektor Industri Kreatif Indonesia” agar dapat memberikan pertimbangan bagi pemerintah dalam menetapkan kebijakan terkait industri kreatif.
Rumusan Masalah Kontribusi industri kreatif terhadap perekonomian Indonesia pada tahun 2013 yang signifikan, baik dalam PDB yaitu 7.02 persen maupun ekspor yaitu 5.72 persen pada tahun 2013, perlu didukung oleh teknologi yang memadai.
4
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi dan kontribusi 14 subsektor industri kreatif Indonesia terhadap perekonomian Indonesia? 2. Bagaimana pertumbuhan teknologi (Total Factor Productivity) dari 14 subsektor industri kreatif Indonesia? 3. Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi PDB sektor industri kreatif Indonesia? 4. Bagaimana hubungan kausalitas antara PDB dengan ekspor sektor industri kreatif Indonesia?
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis kondisi dan kontribusi 14 subsektor industri kreatif Indonesia terhadap perekonomian Indonesia. 2. Menganalisis pertumbuhan teknologi (Total Factor Productivity) dari 14 subsektor industri kreatif Indonesia. 3.. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi PDB sektor industri kreatif Indonesia. 4. Menganalisis hubungan kausalitas antara PDB dengan ekspor sektor industri kreatif Indonesia.
Manfaat Penelitian 1.
2.
3. 4.
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan untuk meningkatkan PDB industri kreatif Indonesia. Bagi para pelaku usaha yang berkaitan dengan industri kreatif, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna untuk meningkatkan kinerja dan produktivitasnya. Bagi masyarakat akademik, hasil penelitian ini dapat dijadikan literatur untuk penelitian lebih lanjut mengenai industri kreatif di Indonesia. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan dalam menganalisis permasalahan dan mengaplikasikan teori yang telah diberikan selama masa perkuliahan.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menggunakan data periode 2006-2013 di 14 subsektor industri kreatif yaitu periklanan, arsitektur, pasar barang seni, kerajinan, desain, fesyen, film, video dan fotografi, permainan interaktif, musik, seni pertunjukan, penerbitan dan pecetakan, layanan komputer dan piranti lunak, radio dan televisi, serta riset dan pengembangan. Fokus penelitian ini adalah menganalisis
5
pertumbuhan teknologi (TFP) dari keempat belas subsektor industri kreatif tersebut, menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi PDB sektor industri kreatif Indonesia, dan menganalisis keterkaitan antara PDB sektor industri kreatif dengan ekspornya.
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Ekonomi Kreatif dan Industri Kreatif Kemendag (2008) mendefinisikan ekonomi kreatif sebagai "era ekonomi baru yang mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan stock of knowledge dari SDM sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonominya". Ekonomi kreatif sering dilihat sebagai sebuah konsep yang memayungi konsep lain, yaitu industri kreatif. Department of Culture, Media, and Sport (DMCS) di Inggris (dalam Kemendag 2008) mendefinisikan industri kreatif sebagai “those industries which have their origin in individual creativity, skill, and talent and which have a potential for wealth and job creation through the generation and exploitation of intellectual property”. Definisi tersebut kemudian diadaptasi oleh Kemendag dalam mendefinisikan industri kreatif sebagai industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan, serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. Beberapa negara telah mengembangkan industri kreatif antara lain Inggris, Selandia Baru, Australia, Singapura, dan Taiwan. Di Indonesia sendiri, industri kreatif mulai dikembangkan sejak peluncuran program Indonesia Design Power pada tahun 2006 oleh Mari Elka Pangestu selaku menteri perdagangan RI saat itu. Program pengembangan industri kreatif semakin digiatkan setelah Presiden RI mengeluarkan Inpres Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif Tahun 2009-2015. Penetapan ini ditujukan untuk menciptakan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan.
Indikator Keberhasilan Industri Kreatif Indikator perekonomian adalah data yang digunakan untuk mennentukan perkembangan ekonomi suatu negara yang dikeluarkan oleh pemerintah di negara yang bersangkutan. Indikator ekonomi memberikan gambaran secara makro dan juga menjadi aspek pemerataan pembangunan. Indikator perekonomian secara nasional antara lain GDP, inflasi, dan tingkat pengangguran. Berbeda halnya dengan perekonomian kreatif yang keberhasilannya diukur menggunakan indikator sebagai berikut (Kemendag 2008): Berbasis Nilai Pendapatan Dometik Bruto (PDB) 1. nilai tambah bruto industri kreatif; Menghitung PDB dengan cara ini berarti menghitung nilai tambah yang diwujudkan oleh perusahaan-perusahaan di berbagai lapangan usaha subsektor industri kreatif. Nilai akhir suatu barang merupakan nilai barang yang siap dikonsumsi oleh konsumen terakhir, sedangkan nilai tambah
6
merupakan selisih antara nilai suatu barang dengan biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi barang tersebut. 2. persentase terhadap PDB; dan 3. pertumbuhan tahunan nilai tambah bruto. Berbasis Ketenagakerjaan 1. jumlah tenaga kerja; 2. persentase jumlah tenaga kerja; 3. pertumbuhan jumlah tenaga kerja; dan 4. produktivitas tenaga kerja. Berbasis Aktivitas Perusahaan 1. jumlah perusahaan; dan 2. nilai ekspor. Variabel PDB, jumlah tenaga kerja, jumlah perusahaan, dan nilai ekspor industri kreatif akan digunakan dalam penelitian ini untuk menjawab rumusan masalah.
Subsektor Industri Kreatif Penelitian ini menggunakan data 14 subsektor industri kreatif yang telah ditetapkan oleh Kemendag. Keempat belas subsektor tersebut yaitu periklanan, arsitektur, pasar barang seni, kerajinan, desain, fesyen, film, video, dan fotografi, permainan interaktif, musik, seni pertunjukan, penerbitan dan percetakan, layanan komputer dan piranti lunak, radio dan televise, serta riset dan pengembangan. 1. Periklanan (Advertising) Subsektor industri periklanan dapat didefinisikan sebagai industri jasa yang mengemas bentuk komunikasi tentang suatu produk, jasa, ide, bentuk promosi, informasi baik layanan masyarakat, individu, maupun organisasi yang diminta oleh pemasang iklan (individu, organisasi swasta/pemerintah) melalui media tertentu, misalnya televisi, radio, cetak, digital signage, dan internet yang bertujuan untuk mempengaruhi, membujuk target individu/masyarakat untuk membeli, mendukung atau sepakat atas hal yang ingin dikomunikasikan. Gambar 3 menunjukkan rantai pasok dalam industri periklanan.
Pemasang Iklan
Biro Iklan
Target (pendengar/ pemirsa/ pembaca)
Sumber: Kemendag (2008) Gambar 3 Rantai Pasok Industri Periklanan Melihat rantai pasoknya yang pendek, industri periklanan belum mampu menyerap banyak tenaga kerja. Pada tahun 2013, industri periklanan hanya menyerap 20.6 ribu orang atau hanya 0.25 persen dari total tenaga kerja industri kreatif. Ekspornya juga rendah yaitu senilai 19.9 milyar rupiah atau hanya 0.019 persen dari total ekspor industri kreatif karena belum adanya komersialisasi ke luar negeri.
7
2.
Arsitektur Arstitektur didefinisikan sebagai wujud hasil penerapan pengetahuan, ilmu, teknologi, dan seni secara utuh dalam menggubah ruang dan lingkungan binaan, sebagai bagian dari kebudayaan dan peradaban manusia, sehingga dapat menyatu dengan keseluruhan lingkungan ruang dari tingkat makro sampai dengan tingkat mikro. Pada skala makro, arsitektur berkaitan dengan perencanaan tata kota (town planning urban), landscape planning, urban design hingga perencanaan transportasi, sedangkan dalam skala mikro dimulai dari perencanaan interior ruangan hingga bangunan termasuk eksterior maupun taman. Secara keseluruhan, rantai pasok dari industri arsitektur dapat dilihat pada Gambar 4. Permintaan konsumen/ pengguna jasa
Pembuatan rancangan arsitektur
Pengiriman hasil desain
Implementasi dan pengawasan
Komersialisasi
Sumber: Kemendag (2008) Gambar 4 Rantai Pasok Industri Arsitektur Rantai pasok industri arsitektur lebih panjang daripada industri periklanan, sehingga industri arsitektur mampu berkontribusi lebih dalam penyerapan tenaga kerja. Pada tahun 2013, industri arsitektur hanya menyerap 40.9 ribu orang atau 0.51 persen dari total tenaga kerja industri kreatif. Namun, ekspornya masih rendah yaitu senilai 96.4 milyar rupiah atau hanya 0.1 persen dari total ekspor industri kreatif karena kurangnya dukungan pemerintah untuk mengirimkan arsitek dalam negeri ke ajang pameran luar negeri. 3.
Pasar Barang Seni Industri pasar barang seni adalah industri yang meliputi perdagangan barang, aktivitas produksi kriya yang menghasilkan barang dalam jumlah terbatas dan industri jasa yang mengemas dan menciptakan nilai-nilai yang berfaedah dari sisi komersialisasi. Rantai pasok dari industri pasar barang seni dapat dilihat pada Gambar 5. Kreasi • Seniman • Produsen replika barang seni
Kurasi • Galeri • Kurator • Lembaga sertifikasi • Asosiasi kurator
Apresiasi & Komersialisasi • Advertising agency
Distribusi • Galeri • Museum • Eksporter • Kawasan pasar Seni • Mall • Asosiasi Kolektor
Sumber: Kemendag (2008) Gambar 5 Rantai Pasok Industri Pasar Barang Seni
Pasar • Kolektor • Turis • Konsumen peminat barang seni
8
Sama halnya dengan industri arsitektur, rantai pasok industri pasar barang seni juga lebih panjang daripada industri periklanan, namun industri pasar barang seni juga belum mampu berkontribusi secara signifikan dalam penyerapan tenaga kerja. Hal ini dikarenakan landasan pendidikan seni di sekolah umum belum tersentuh sehingga sumber daya yang berkualitas di bidang seni masih terbatas. Pada tahun 2013, industri pasar barang seni hanya menyerap 15.2 ribu orang atau hanya 0.19 persen dari total tenaga kerja industri kreatif. Industri pasar barang seni juga masih menempati urutan terakhir dari 14 subsektor industri kreatif dalam hal kontribusi ekspornya yang masih rendah yaitu senilai 10.7 milyar rupiah atau hanya 0.01 persen dari total ekspor industri kreatif. Hal ini dikarenakan belum adanya dukungan dari lembaga pembiayaan untuk melakukan komersialisasi ke luar negeri. 4.
Kerajinan Industri kreatif subsektor kerajinan adalah kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi, dan distribusi produk yang dibuat dan dihasilkan oleh tenaga pengrajin yang berawal dari desain awal sampai dengan proses penyelesaian produknya, antara lain meliputi barang kerajinan yang terbuat dari batu berharga, serat alam maupun buatan, kulit, rotan, bambu, kayu, logam (emas, perak, tembaga, perunggu, besi), kayu, kaca, porselin, kain, marmer, tanah liat, dan kapur. Rantai pasok industri kerajinan dapat dilihat pada Gambar 6. Desain Produk • Inspirasi (internet, preferensi konsumen, riset lokal)
Produksi • Pendukung bahan baku
Komersialisasi
Distribusi
• Pasar tradisional • Pasar modern • Galeri
• Brosur • Pameran • Branding
Pasar • Domestik • Asing
Sumber: Kemendag (2008) Gambar 6 Rantai Pasok Industri Kerajinan Berbeda dengan industri arsitektur dan pasar barang seni, rantai pasok industri kerajinan yang panjang terbukti mampu berkontribusi secara signifikan dalam hal penyerapan tenaga kerja. Pada tahun 2013, industri kerajinan mampu menyerap 3 juta tenaga kerja atau 37.9 persen dari total tenaga kerja industri kreatif. Ekspornya juga tinggi yaitu senilai 18.8 triliun rupiah atau 19.4 persen dari total ekspor industri kreatif karena Kemendag telah mengoordinasi promosi di luar negeri. 5.
Desain Menurut Kemendag (2008), subsektor industri kreatif desain terbagi menjadi tiga kategori, yaitu: Desain Komunikasi Visual (DKV) Desain grafis adalah proses kreatif yang menggabungkan seni dan teknologi dalam mengkomunikasikan suatu gagasan atau ide. Desainer grafis
9
harus bekerja sama dengan perangkat komunikasi agar dapat menyampaikan pesan dari klien ke sasaran audiensnya. Perangkat-perangkat utama desain grafis adalah gambar dan tipografi. Desain Industri Desain industri adalah seni terapan dimana terdapat faktor estetika dan kegunaan (usability) dari produk yang harus dioptimalisasi agar dapat diproduksi dan dijual. Cakupan area desain industri adalah furnitur, peralatan rumah tangga, perangkat elektronik, transportasi, perkakas, peralatan kebun, perangkat medis, dan peralatan pendukung aktivitas rekreasi. Desain Interior Desain interior adalah suatu segala macam aktivitas yang berkaitan dengan segala sesuatu yang berada di dalam dimensi ruang dan dinding, jendela, pintu, dekorasi, tekstur, pencahayaan, perabotan, dan furnitur. Semuanya ini digunakan oleh desainer interior dalam membangun ruangan yang teroptimalkan untuk penghuni bangunan yang bersangkutan. Fesyen Industri kreatif subsektor fesyen/mode adalah kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain pakaian, desain alas kaki, dan desain aksesoris mode lainnya, produksi pakaian mode dan aksesorisnya, komersialisasi produk fesyen, serta distribusi produk fesyen. Rantai pasok industri fesyen dapat dilihat pada Gambar 7. 6.
Desain Produk
• Inspirasi (brand dunia, selera buyer, budaya)
Produksi
Komersialisasi
• Pendukun g bahan baku: kancing, zat warna
• Festival • Asosiasi fesyen • Media • Brosur
Distribus i • Distro • Factory outlet • Grosir • Toko
Pasar • Domestik • Asing
Sumber: Kemendag (2008) Gambar 7 Rantai Pasok Industri Fesyen Sama halnya dengan industri kerajinan, industri fesyen mampu berkontribusi signifikan dalam penyerapan tenaga kerja. Industri fesyen berkontribusi paling tinggi dari 14 subsektor industri kreatif. Pada tahun 2013, industri fesyen mampu menyerap 3.8 juta orang atau 47.5 persen dari total tenaga kerja industri kreatif. Ekspornya juga tertinggi yaitu senilai 69.3 triliun rupiah atau 71.8 persen dari total ekspor industri kreatif. Hal ini menunjukkan bahwa komersialisasi ke luar negeri sudah sangat berhasil sehingga produk fesyen menjadi salah satu produk ekspor nonmigas yang potensial di Indonesia. 7.
Film, Video, dan Fotografi Industri kreatif subsektor film, video, dan fotografi adalah kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi, produksi video, film, dan jasa fotografi, serta distribusi rekaman video, film, dan hasil fotografi. Rantai pasok industri film, video, dan fotografi dapat dilihat pada Gambar 8.
10
Chanel Distribusi (Bioskop, TV, keping CD/VCD/DVD)
Rumah Produksi
Pasar (target utama domestik)
Sumber: Kemendag (2008) Gambar 8 Rantai Pasok Industri Film, Video, dan Fotografi Melihat rantai pasoknya yang pendek, industri ini sama halnya dengan industri periklanan yang belum mampu menyerap banyak tenaga kerja. Pada tahun 2013, industri film, video, dan fotografi hanya menyerap 60.7 ribu orang atau hanya 0.76 persen dari total tenaga kerja industri kreatif. Ekspornya juga rendah yaitu senilai 610 milyar rupiah atau hanya 0.63 persen dari total ekspor industri kreatif karena target utamanya pasar domestik. Selain itu, masih segelintir film Indonesia yang berkualitas untuk dapat memasuki box office hollywood. 8.
Permainan Interaktif Industri kreatif subsektor permainan interaktif adalah kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi, dan distribusi permainan komputer dan video yang bersifat hiburan, ketangkasan, dan edukasi. Rantai pasok industri permainan interaktif dapat dilihat pada Gambar 9. Ide skenario permainan
Produksi
• Legenda • Buku cerita/novel • Film
• Designing • Programming • Finishing
Komersialisasi/ Distribusi • PC • Mobile phone
Pasar • Domestik • Asing
Sumber: Kemendag (2008) Gambar 9 Rantai Pasok Industri Permainan Interaktif Berdasarkan rantai pasok di atas, industri permainan interaktif seharusnya mampu menyerap banyak tenaga kerja. Namun, industri ini belum mampu menyerap banyak tenaga kerja karena belum banyak lembaga pendidikan formal yang mengkhususkan diri pada bidang permainan interaktif sehingga sumber daya yang mahir dalam bidang ini masih terbatas. Pada tahun 2013, industri permainan interaktif hanya menyerap 23.3 ribu orang atau hanya 0.31 persen dari total tenaga kerja industri kreatif. Ekspornya juga belum maksimal yaitu senilai 580 milyar rupiah atau 0.6 persen dari total ekspor industri kreatif karena belum adanya dukungan dari lembaga pembiayaan untuk melakukan komersialisasi ke luar negeri.
11
Musik Industri kreatif subsektor musik adalah kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi atau komposisi, pertunjukan musik, reproduksi, dan distribusi dari rekaman suara. Rantai pasok industri musik dapat dilihat pada Gambar 10. 9.
Penciptaan lagu • Pencipta • Pemusik • Industri alat musik
Produksi • Industri pita kaset, keping VCD/DVD • Pembuat video klip • Manajemen artis
Komersialisasi • TV dan radio • Konser • Festival dan kompetisi
Distribusi • TV dan radio • Internet • Toko kaset dan CD • Jingle iklan • Sound track • Ring Back Tone
Pasar • Domestik • Asing
Sumber: Kemendag (2008) Gambar 10 Rantai Pasok Industri Musik Dari rantai pasoknya, industri musik mampu menyerap 53.6 ribu tenaga kerja pada tahun 2013 atau 0.67 persen dari total tenaga kerja industri kreatif. Komersialisai ke pasar asing sudah cukup berhasil yang dapat dilihat dari nilai ekspornya yang hampir mencapai 1 triliun rupiah atau hampir mencapai 1 persen dari total ekspor industri kreatif. Java Jazz Festival diadakan setiap tahun sehingga pemusik Indonesia semakin dikenal dunia. 10.
Seni Pertunjukan Industri kreatif kelompok seni pertunjukan meliputi kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha yang berkaitan dengan pengembangan konten, produksi pertunjukan, pertunjukan balet, tarian tradisional, tarian kontemporer, drama, musik tradisional, musik teater, opera, termasuk tur musik etnik, desain dan pembuatan busana pertunjukan, tata panggung, dan tata pencahayaan. Rantai pasok industri seni pertunjukan dapat dilihat pada Gambar 11. Kreasi • Seniman • Institusi pendidikan • Komunitas
Produksi • Event Organizer • Produser
Komersialisasi • Hotel • Pemerintah • Agen perjalanan
Distribusi • Gedung pertunjukan • Hotel • Media
Pasar • Domestik • Asing
Sumber: Kemendag (2008) Gambar 11 Rantai Pasok Industri Seni Pertunjukan Industri seni pertunjukan belum berkontribusi secara signifikan dalam penyerapan tenaga kerja. Sama halnya dengan industri arsitektur, belum banyak tersedia sumber daya yang berkualitas di bidang ini karena lembaga pendidikan yang masih terbatas. Pada tahun 2013, industri seni pertunjukan menyerap 76.2 ribu orang atau hanya 0.95 persen dari total tenaga kerja industri kreatif. Ekspornya juga masih rendah yaitu senilai 254 milyar rupiah atau hanya 0.26
12
persen dari total ekspor industri kreatif karena kurangnya dukungan pemerintah untuk mengirimkan insan kreatif seni dalam negeri ke ajang luar negeri. 11.
Penerbitan dan Percetakan Industri kreatif subsektor penerbitan dan percetakan meliputi kegiatan kreatif yang terkait dengan penulisan konten dan penerbitan buku, jurnal, koran, majalah, tabloid, dan konten digital serta kegiatan kantor berita. Rantai pasok industri penerbitan dan percetakan dapat dilihat pada Gambar 12. Penulis / Jurnalis / Komponis
Percetakan
Penerbit
Distribusi ke Pasar
Sumber: Kemendag (2008) Gambar 12 Rantai Pasok Industri Penerbitan dan Percetakan Dengan rantai pasok di atas, industri ini mampu menjadi subsektor terpenting ke-3 dari 14 subsektor industri kreatif setelah fesyen dan kerajinan dalam hal kontribusi terhadap perekonomian Indonesia. Untuk kontribusi tenaga kerja, industri penerbitan dan percetakan mampu menyerap hingga 500 ribu orang tenaga kerja atau 6.25 persen dari total tenaga kerja industri kreatif pada tahun 2013. Untuk kontribusi ekspor, industri ini mampu menyumbang hingga 1.7 triliun rupiah atau 1.8 persen dari total ekspor industri kreatif Indonesia. 12.
Layanan Komputer dan Piranti Lunak Industri kreatif subsektor layanan komputer dan piranti lunak meliputi kegiatan kreatif yang terkait dengan pengembangan teknologi informasi termasuk jasa layanan komputer, pengembangan piranti lunak, desain prasarana piranti lunak dan piranti keras, serta desain portal. Dalam subsektor industri layanan komputer dan piranti lunak, dapat dibagi menjadi dua sektor, yaitu layanan komputer yang berada pada aspek jasa layanan, sedangkan perangkat lunak ada pada aspek kreasi. 13.
Radio dan Televisi Industri kreatif kelompok televisi dan radio meliputi kegiatan kreatif dengan usaha kreasi, produksi dan pengemasan, penyiaran, serta transmisi televisi dan radio. Rantai pasok industri radio dan televisi dapat dilihat pada Gambar 13. Ide konten • Novel • Legenda • Stasiun luar negeri
Produksi • Production House • Dubbing company • Lighting
Proses penyiaran • Jaringan transmisi • Peralatan broadcast • Frekuensi
Komersialisasi • Media cetak • TV • Radio
Sumber: Kemendag (2008) Gambar 13 Rantai Pasok Industri Radio dan Televisi
Pasar • Penonton • Pendengar • Biro iklan
13
Rantai pasok industri radio dan televisi yang panjang cukup mampu berkontribusi secara signifikan dalam penyerapan tenaga kerja. Hal ini didukung dengan banyaknya sarjana lulusan komunikasi setiap tahunnya. Pada tahun 2013, industri ini mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 128 ribu orang atau 1.58 persen dari total tenaga kerja industri kreatif. 14.
Riset dan Pengembangan Industri kreatif subsektor riset dan pengembangan meliputi kegiatan kreatif yang terkait dengan usaha inovatif yang menawarkan penemuan ilmu dan teknologi dan penerapan ilmu dan pengetahuan tersebut untuk perbaikan produk dan kreasi produk baru, proses baru, material baru, alat baru, metode baru, dan teknologi baru yang dapat memenuhi kebutuhan pasar.
Model Pertumbuhan Solow Teknologi merupakan faktor penting dalam perkembangan industri kreatif. Untuk dapat terus bersaing secara global, industri kreatif perlu didukung teknologi yang memadai sehingga dapat memproduksi barang secara massal dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas. Maka, dalam penelitian ini teknologi dimasukkan sebagai variabel yang memengaruhi PDB industri kreatif. Untuk menghitung perubahan teknologi, didasari oleh teori pertumbuhan Solow dan endogen. Teori pertumbuhan neo-klasik berkembang pada tahun 1950-an. Secara sederhana teori pertumbuhan neo-klasik yang dipopulerkan oleh Solow yang menyatakan bahwa faktor produksi tenaga kerja dan kapital merupakan faktor utama penentu pertumbuhan ekonomi suatu negara. Faktor produksi lain yang berpengaruh terhadap produksi ditentukan oleh TFP yang sering dinyatakan sebagai ukuran kemajuan teknologi (technological progress). TFP merupakan ukuran dari produktivitas faktor produksi yang tidak dapat diketahui apakah berasal dari faktor tenaga kerja atau kapital. Teori pertumbuhan neo-klasik awal memiliki asumsi sederhana yaitu tidak ada kemajuan teknologi. Fungsi produksi (Y) hanya ditentukan oleh faktor produksi tenaga kerja (L) dan kapital (K). Y = F (K,L)…………………………………………………………………........(1) Kenaikan kedua faktor produksi sebesar ΔK dan ΔL akan meningkatkan output. Kenaikan output dengan menggunakan produk marjinal dari kedua faktor produksi dijelaskan dengan persamaan: ΔY = (MPK x ΔK) + (MPL x ΔL)……………………………..……...………...(2) Produk marjinal tenaga kerja (marginal product of labor) atau MPL adalah jumlah output tambahan yang didapat perusahaan dari satu unit tenaga kerja tambahan dengan modal tetap. Produk marjinal modal (marginal product of capital) atau MPK adalah jumlah output tambahan yang perusahaan dapatkan dari unit modal tambahan, dengan jumlah tenaga kerja konstan. Persamaan (2) juga dapat ditulis sebagai berikut: Δ Δ Δ = + ……………………………………………………. (3)
14
Bentuk persamaan (3) menunjukkan hubungan antara tingkat pertumbuhan output Δ Δ ( , dengan tingkat pertumbuhan kapital ( dan tingkat pertumbuhan tenaga Δ
kerja ( . menujukkan bagian kapital dari output, sedangkan menujukkan bagian tenaga kerja dari output. Dengan asumsi bahwa fungsi produksi memiliki skala pengembalian konstan maka, persamaan (3) dapat ditulis sebagai berikut: Δ Δ Δ + β ………………………………………………………………... (4) Robert M. Solow dalam Mankiw (2003) telah memasukkan perubahan teknologi yang dilambangkan dalam huruf A dalam fungsi produksi, dimana perubahan tersebut juga mencerminkan teknologi yang digunakan untuk mengubah modal dan tenaga kerja menjadi output. Jadi, perubahan teknologi memengaruhi fungsi produksi, karena teknologi produksi yang ada menentukan berapa banyak output diproduksi dan jumlah modal dan tenaga kerja tertentu. Persamaan mengganakan tingkat teknologi terbaru (TFP) adalah sebagai berikut: Y = A F(L, K) ………………………………………………...............................(5) Simbol A adalah ukuran dari tingkat penggunaan teknologi atau disebut juga TFP. Dengan demikian peningkatan produksi tidak hanya diakibatkan oleh peningkatan tenaga kerja dan kapital, tetapi juga oleh kenaikan TFP. Δ Δ Δ Δ + β + ………………………………………………………….. (6) Persamaan (6) mengukur tiga sumber pertumbuhan yaitu perubahan jumlah kapital, perubahan jumlah tenaga kerja, dan perubahan TFP.
Teori Pertumbuhan Endogen Teori pertumbuhan endogen (endogenous growth theory) muncul untuk mengatasi beberapa permasalahan yang terdapat pada pertumbuhan neo-klasik. Teori pertumbuhan endogen juga bertujuan untuk menghilangkan asumsi eksogen dari kemajuan teknologi. Romer pada tahun 1986 mengembangkan teori pertumbuhan endogen dengan menyatakan bahwa pertumbuhan jangka panjang sangat ditentukan oleh akumulasi pengetahuan para pelaku ekonomi. Romer mengembangkan teori pertumbuhan endogen yang bertumpu pada pentingnya sumber daya manusia sebagai kunci utama dalam perekonomian. Dalam model Romer, pertumbuhan jangka panjang sangat ditentukan oleh akumulasi pengetahuan para pelaku ekonomi. Tiga elemen utama dalam model Romer yaitu: 1. Adanya unsur eksternalitas, sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan. 2. Adanya peningkatan skala hasil yang semakin meningkat (increasing return to scale), yang menyebabkan peningkatan spesialisasi dan pembagian kerja. 3. Semakin pendeknya waktu pemanfaatan ilmu pengetahuan, karena pesatnya perkembangan di sektor riset. Secara umum, model Romer dirumuskan sebagai berikut : β ………………………………………………………………... (7) dimana: Yi = output produksi Ki = kapital
15
Li = tenaga kerja A = kemajuan pengetahuan/teknologi t = waktu Secara sederhana, teori pertumbuhan endogen yang telah memperhitungkan penggunaan teknologi sebagai implikasi tingkat pengetahuan sumber daya ditunjukkan persamaan berikut : Y = AF (L, K)……………………………..…………………..…………….…...(8) Dimana A adalah ukuran dari tingkat penggunaan teknologi atau disebut juga Total Factor Productivity (TFP). Dengan demikian peningkatan produksi tidak hanya diakibatkan oleh peningkatan tenaga kerja dan kapital, tetapi juga oleh kenaikan TFP.
Konsep Pengukuran TFP Landasan teori pertumbuhan yang digunakan banyak mengacu pada model pertumbuhan neo-klasik dimana tingkat pertumbuhan suatu negara hanya dijelaskan dengan penekanan kepada fungsi produksi agregat dengan faktor produksi tenaga kerja dan kapital. Faktor lain yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi selain tenaga kerja dan kapital dianggap sebagai kemajuan teknologi yang bersifat eksogen. Tahun 1980-an diperkenalkan perkembangan teori pertumbuhan endogen (endogenous growth theory). Teori pertumbuhan endogen telah memasukkan berbagai aspek sebagai penentu pertumbuhan ekonomi selain tenaga kerja dan kapital yang sering disebut TFP yang dianggap sebagai ukuran produktivitas dan bersifat endogen. Konsep TFP pertama kali diperkenalkan oleh Jan Tinbergen tahun 1942. Beberapa definisi mengenai TFP, yaitu : (1) merupakan rata-rata produksi dari agregat input, dan (2) sebagai indeks efektivitas dari suatu input dalam menghasilkan suatu output sebelum dan sesudah terjadi perubahan teknologi. Definisi ini dapat dirumuskan dalam bentuk fungsi Cobb Douglas (Suparyati 1999) : + + …………………………………………. (9) dimana: PDB = Produk Domestik Bruto VK = Kontribusi kapital pada nilai tambah (PDB) VL = Kontribusi tenaga kerja pada nilai tambah (PDB) TFP = Total Factor Productivity t = waktu Secara sederhana, TFP merupakan ukuran yang digunakan untuk menggambarkan kemajuan teknologi dalam suatu proses produksi. TFP ditunjukkan dari pertumbuhan nilai tambah atau PDB setelah pertumbuhan tenaga kerja dan pertumbuhan kapital digunakan. Menurut Solow model yang digunakan untuk mengukur TFP berasal dari fungsi produksi Cobb-Douglas: β Y=A ………………………………………….…………………..............(10) dimana: Y = nilai tambah (PDB). L = faktor produksi tenaga kerja. K = faktor produksi kapital.
16
Nilai elastisitas faktor produksi tenaga kerja ( ) dan nilai elastisitas kapital (β) yang berasal dari hasil regresi persamaan (10) digunakan untuk mengukur TFP pada persamaan perhitungan TFP berikut : Δ
Δ
-
Δ
Δ
- β ……………………………………………………………(11)
dimana: = rata-rata kontribusi kapital. β = rata-rata kontribusi tenaga kerja. Total Factor Productivity pertumbuhan ekonomi (PDB) pertumbuhan tenaga kerja pertumbuhan kapital Konsep Ekspor dan PDB Dalam teori ekonomi makro (macroeconomic theory), hubungan antara ekspor dengan tingkat pendapatan nasional merupakan suatu persamaan identitas karena ekspor merupakan bagian dari tingkat pendapatan nasional. Namun, lain halnya dalam teori ekonomi pembangunan, keterkaitan kedua variabel tersebut merupakan kasus khusus yang menarik untuk dibahas. Dalam perspektif teori ekonomi pembangunan, masalah hubungan kedua variabel tersebut tidak tertuju pada masalah persamaan identitas itu sendiri, melainkan lebih tertuju pada masalah, apakah ekspor bagi suatu negara mampu menggerakkan perekonomian secara keseluruhan dan pada akhirnya membuahkan kesejahteraan bagi masyarakat (Oiconita 2006). Menurut Aliman dan Purnomo (2001) dalam Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia mengenai kausalitas antara ekspor dan pertumbuhan ekonomi menyatakan bahwa terdapat hipotesis atau pandangan yang sama-sama masuk akal (plausible) dan dapat diterima, antara lain: 1. Hipotesis Export Led Growth (Export Optimism): ekspor sebagai motor penggerak bagi pertumbuhan ekonomi, di mana ekspor dapat memperluas pasar, dapat mendorong mengalirnya modal, dan akan menghasilkan devisa. Oleh karena itu, ekspor merupakan faktor penyebab naiknya pertumbuhan ekonomi. 2. Hipotesis Growth Led Export (Growth Optimism): pertumbuhan ekonomi dalam negeri merupakan penggerak bagi ekspor. Syarat utama dalam melakukan ekspor adalah menciptakan iklim yang dapat membawa terjadinya proses pertumbuhan ekonomi dalam negeri yang berkesinambungan. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Zhang dan Kloudova (2011) dengan judul “Factors Which Influence the Growth of Creative Industries: Cross-section Analysis in China”. Dalam tulisan ini, diteliti faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan industri kreatif di Cina melalui analisis cross-section di 23 daerah
17
pada tahun 2007. Empat faktor utama dalam penelitian ini yaitu PDB per kapita, jumlah lembaga pendidikan tinggi, jumlah siswa terdaftar di institusi pendidikan tinggi dan jumlah hak paten. Penelitian ini menghasilkan tiga sub-kesimpulan. Pertama, tidak ada hubungan antara PDB per kapita dengan variabel dependen. Kedua, tidak ada hubungan antara jumlah lembaga pendidikan tinggi dengan variabel dependen yang disebabkan oleh perbedaan kualitas antara lembaga pendidikan tinggi. Ketiga, ada bukti yang cukup untuk menyimpulkan bahwa jumlah mahasiswa yang terdaftar di institusi pendidikan tinggi dan jumlah hak paten dengan variabel dependen berhubungan. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Cahyadi (2011) dengan judul “Analisis Faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Industri Kreatif di Kota Denpasar”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh signifikan secara tidak langsung dari modal, tingkat upah, teknologi, dan investasi melalui jumlah produksi terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri pakaian jadi di Kota Denpasar. Jumlah sampel yang diambil adalah 100 perusahan pakaian jadi dengan metode purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan wawancara mendalam, sedangkan teknik analisis yang digunakan adalah analisis jalur (path analysis). Berdasarkan hasil analisis substruktural pertama, didapatkan hasil bahwa variabel modal, investasi, dan teknologi berpengaruh signifikan terhadap jumlah produksi tetapi tidak berpengaruh secara tidak langsung terhadap penyerapan tenaga kerja. Pada hasil analisis substruktural kedua, didapatkan hasil bahwa variabel tingkat upah berpengaruh positif dan signifikan sedangkan variabel investasi berpengaruh negatif dan signifikan. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Kim dan Ni (2011) dengan judul “The Nexus between Hallyu and Soft Power.”. Hallyu ini merupakan soft power dari Korea Selatan yang diaplikasikan dalam bentuk sebuah daya tarik dari Negara Korea Selatan. Hal ini merupakan sebuah keuntungan bagi ekonomi domestik karena hal tersebut akan mengundang datangnya para investor ke dalam negeri yang secara tidak langsung akan meningkatkan perekonomian negara tersebut. Di sisi lain, hal ini juga akan membawa dampak positif terhadap perkembangan industri pariwisata negara tersebut. Ini dibuktikan dengan jumlah visitor yang berkunjung ke Korea Selatan semakin bertambah yaitu sekitar 8.5 persen pada tahun 1990 menjadi 12.5 persen pada tahun 2010, serta peningkatan GDP Korea Selatan yaitu 3 persen pada tahun 1962 menjadi 37 persen pada tahun 2000. Hal ini dapat disimpulkan bahwa konsep soft power hallyu Korea Selatan berhasil, baik itu dalam peningkatan industri pariwisata maupun perekonomiannya. Rani (2011) menulis “Impact of Technology on Creative Industries: A Study of The Indian Film Industry”. Tulisan ini dimaksudkan untuk mengetahui dampak teknologi pada industri film India. Industri film India menghasilkan jumlah terbesar dari film di dunia yaitu lebih dari 1000 film per tahun. Lebih dari 3,2 miliar tiket film dijual setiap tahunnya di India yang mencapai 107 miliar rupiah pada tahun 2008. FDI terus masuk dalam segmen ini di India. Penelitian berikutnya dilakukan oleh Mikić (2013) dengan judul “Public Policies and Creative Industries in Serbia”. Penelitian ini menunjukkan bahwa pertumbuhan subsidi memengaruhi PDB industri kreatif dan hasil ini memiliki
18
implikasi praktis yaitu tanpa subsidi publik banyak kegiatan di industri kreatif yang tidak akan mungkin bertumbuh, terutama produksi film dan televisi. Kerangka Pemikiran Penelitian ini didasari oleh perekonomian dunia yang mulai bergeser menuju perekonomian yang didukung oleh kreativitas dengan istilah ekonomi kreatif yang memayungi industri kreatif. Industri kreatif ini sangat penting karena memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan. Kontribusi industri kreatif pada perolehan PDB setiap tahunnya semakin meningkat, dari rata-rata 5.74 persen pada selang waktu 2002-2006 menjadi 7 persen di 2013. Dalam penelitian ini akan dianalisis faktor-faktor yang memengaruhi PDB industri kreatif. Pergeseran orientasi ekonomi ke arah ekonomi kreatif
Kontribusi industri kreatif bagi perekonomian semakin signifikan
PDB Ekonomi
Nilai Ekspor
Kreatif
Ekonomi Kreatif
Pertumbuhan Teknologi (TFP) Pendidikan (SMK & PT) Regresi Panel
Uji Kausalitas
Jumlah usaha
Granger
Jumlah TK Dummy kebijakan pembentukan Kementerian Parekraf Gambar 14 Kerangka Pemikiran Operasional Pada penelitian ini, akan digunakan variabel pertumbuhan teknologi (TFP), pendidikan (jumlah SMK dan perguruan tinggi), jumlah usaha, jumlah tenaga kerja, dan dummy kebijakan pemerintah. Variabel-variabel tersebut digunakan berdasarkan indikator keberhasilan industri kreatif menurut Kemendag (2008) dan berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu. Penelitian terdahulu yang
19
diadaptasi dalam penelitian ini yaitu: (1) Zhang (2011) mengenai faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan industri kreatif di Cina; (2) Rani (2011) mengenai dampak teknologi terhadap industri kreatif di India; dan (3) Mikic (2012) mengenai peran kebijakan pemerintah dalam industri kreatif di Serbia. Selain itu, dalam penelitian ini juga akan dianalisis mengenai hubungan kausalitas antara PDB dengan ekspor seperti penelitian yang dilakukan oleh Sharma dan Dhakal (1994). Kerangka pemikiran dalam penelitian ini akan dijelaskan pada Gambar 14.
Hipotesis Penelitian Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah: 1. Pertumbuhan teknologi yang diproksikan oleh TFP berpengaruh positif terhadap PDB industri kreatif. 2. Pendidikan yang diproksikan oleh jumlah SMK dan perguruan tinggi berpengaruh positif terhadap PDB industri kreatif. 3. Jumlah usaha berpengaruh positif terhadap PDB industri kreatif. 4. Jumlah tenaga kerja berpengaruh positif terhadap PDB industri kreatif. 5. PDB industri kreatif lebih tinggi setelah diterapkan kebijakan pembentukan Kemenparekraf. 6. Terdapat hubungan timbal balik antara PDB industri kreatif dengan ekspornya.
METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu gabungan data time series dengan periode tahun analisis 2006-2013 dan cross-section 14 subsektor industri kreatif. Data yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2 yaitu berupa data PDB industri kreatif, jumlah tenaga kerja industri kreatif, jumlah SMK di Indonesia, jumlah usaha industri kreatif, dan nilai ekspor industri kreatif. Tabel 2 Jenis, Simbol, dan Sumber Data Penelitian No Variabel Satuan Simbol 1 PDB industri kreatif (rupiah) Y1 2 Jumlah SMK dan PT di (unit) X1 Indonesia 4 Jumlah usaha (unit) X2 5 Jumlah tenaga kerja (jiwa) X3 6 Nilai ekspor industri (rupiah) Y2 kreatif
Sumber Kemenparekraf BPS Kemenparekraf Kemenparekraf Kemenparekraf
Data bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Perdagangan RI, dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, sedangkan untuk data
20
pertumbuhan TFP diolah oleh penulis. Selain itu, referensi juga diambil dari jurnal, internet, dan sumber terkait lainnya. Metode Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif adalah metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data berupa grafik sehingga memberikan informasi yang berguna. Metode ini digunakan untuk memberikan penjelasan mengenai kondisi dan kontribusi 14 subsektor industri kreatif di Indonesia serta peran pemerintah di dalamnya. Sementara itu, metode analisis data kuantitatif yaitu dengan menghitung pertumbuhan teknologi (TFP) dengan model regresi, menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi PDB industri kreatif dengan model regresi, dan menganalisis keterkaitan PDB dengan ekspor. Model analisis data yang digunakan adalah regresi data panel dan uji kausalitas Granger. Data sekunder tersebut kemudian diolah dan dianalisis menggunakan komputer dengan program Microsoft Office Excel 2007 dan E-views 6. Regresi data panel merupakan teknik regresi yang menggabungkan data time series dengan cross section. Terdapat tiga macam pendekatan dalam panel data yaitu: 1. Pendekatan Kuadrat Terkecil (Pooled Least Square) Pendekatan ini merupakan pendekatan yang paling sederhana dalam pengolahan data panel yang didapatkan dengan cara mengkombinasikan semua data cross section dan time series yang akan diduga dengan menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square) seperti persamaan berikut: = +β + dimana: = variabel endogen = variabel eksogen = intercept β = slope i = individu ke-i t = periode waktu ke-t e = error 2. Model Efek Tetap (Fixed Effect) Asumsi intercept dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan baik antar individu maupun antar waktu yang kurang sesuai dengan tujuan penggunaan data panel merupakan masalah terbesar yang dihadapi dalampendekatan model kuadrat terkecil. Untuk mengatasi hal ini dapat digunakan pendekatan model efek tetap (fixed effect). Model fixed effect adalah model yang dapat digunakan dengan mempertimbangkan bahwa peubah-peubah yang dihilangkan dapat mengakibatkan perubahan dalam intersep-intersep cross section dan time series. Untuk memungkinkan perubahan-perubahan intersep ini, dapat ditambahkan variabel dummy ke dalam model yang selanjutnya akan diduga dengan model OLS yaitu:
21
=∑
+β
+
dimana: = variabel endogen = variabel eksogen = intercept β = slope D = variabel dummy i = individu ke-i t = periode waktu ke-t e = error 3. Model Efek Acak (Random Effect) Memasukkan variabel dummy ke dalam model akan mengakibatkan berkurangnya jumlah derajat kebebasan yang pada akhirnya akan mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Pendekatan yang dapat digunakan untuk mengatasi hal ini adalah model random effect. Model random effect disebut juga sebagai error component model karena dalam model ini, parameter yang berbeda antar individu maupun antar waktu dimasukkan ke dalam error. Persamaan umumnya yaitu: = + it β + = + + dimana: ~ N(0, ) = komponen cross section error ~ N(0, ) = komponen time series error ~ N(0, ) = komponen error kombinasi Karena mengkombinasikan data cross section dan time series, maka panel data memiliki beberapa keunggulan antara lain (Gujarati 2004): Mampu mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diatasi dalam data cross section murni atau data time series murni. Mampu mengontrol heterogenitas individu. Memberikan data yang informatif, mengurangi kolinearitas antar peubah serta meningkatkan derajat kebebasan sehingga data menjadi lebih efisien. Data panel lebih baik digunakan untuk study dynamics of adjustment karena terkait dengan observasi pada cross section yang sama secara berulang. Mampu menguji dan mengembangkan model perilaku yang lebih kompleks. Dengan keunggulan tersebut, maka berimplikasi pada tidak harus dilakukannya pengujian asumsi klasik dalam model data panel (Gujarati 2004 dalam Ajija, Shochrul R et al 2011).
Analisis Nilai TFP Landasan teori pertumbuhan yang digunakan mengacu pada model pertumbuhan endogen yang memasukkan perubahan teknologi (TFP). TFP diukur secara tidak langsung (indirect accounting), karena tidak dapat diamati secara langsung (Mankiw 2007). TFP ditunjukkan dari pertumbuhan nilai tambah setelah
22
pertumbuhan tenaga kerja dan modal dikeluarkan. Dalam penelitian ini, penghitungan TFP mengikuti metode yang digunakan oleh Mahyuddin, Juanda, dan Siregar (2006) di mana perhitungan TFP didasarkan pada fungsi CobbDouglas sebagai berikut: Y = ALaKb ......................................................................................... (3.1) Untuk keperluan perhitungan TFP, maka dilakukan transformasi logaritma terhadap fungsi produksi Cobb-Douglas, dengan tahapan sebagai berikut: Y2-Y1
+1
ln( ) *
= A2L2
a
K2b – A1L1aK1b ..................................................... (3.2)
=
( ) ( ) -1 ............................................................. (3.3)
=
( ) ( ) ................................................................ (3.4)
=
( ) ( ) ................................................................ (3.5)
=ln( ) *
( ) *
( ) ...................................... (3.6) *
=Ait + a Lit + b Kit ........................................................ (3.7) Yit Ait* =Yit* - (a Lit* + b Kit*) ...................................................... (3.8) dimana: Yit* = pertumbuhan output Lit* = pertumbuhan tenaga kerja Kit* = pertumbuhan modal (jumlah usaha) Ait* = pertumbuhan TFP. Tahap-tahap yang dilakukan dalam melakukan perhitungan TFP menurut Raswatie (2013) yaitu: 1. Melakukan transformasi fungsi produksi Cobb-Douglas ke dalam bentuk logaritma linier. 2. Melakukan analisis regresi fungsi produksi Cobb-Douglas yang telah ditransformasi dalam bentuk logaritma untuk memperoleh nilai elastisitas dan β. 3. Melakukan perhitungan TFP sesuai persamaan (3.8). Pada penelitian ini input yang digunakan adalah jumlah tenaga kerja (TK) dan jumlah usaha (K) sehingga persamaan tersebut menjadi: Δ
Δ
-
Δ
dimana: pertumbuhan Total Factor Productivity pertumbuhan ekonomi (PDB) pertumbuhan tenaga kerja pertumbuhan kapital , β = koefisien
-β
Δ
23
Analisis Faktor yang Memengaruhi PDB Industri Kreatif Indonesia 1. Perumusan Model Berdasarkan kerangka pemikiran operasional, analisis yang digunakan adalah regresi data panel. Dugaan persamaan PDB industri kreatif Indonesia dapat dirumuskan sebagai berikut: =β +β
+
+
+
+
+
dimana: = PDB subsektor industri kreatif subsektor i pada tahun ke-t (rupiah) = Jumlah SMK di Indonesia pada tahun ke-t (unit) = Jumlah usaha industri kreatif subsektor i pada tahun ke-t (unit) = Jumlah tenaga kerja industri kreatif subsektor i pada tahun ke-t (unit) = Pertumbuhan TFP subsektor industri kreatif i pada tahun ke-t (%) = Dummy kebijakan pembentukan Kemenparekraf = Random error = konstanta (intercept) = parameter yang diduga (n= 1,2,3,4,5) 2.
Uji Pemilihan Model Agar memperoleh dugaan model yang efisien dan paling baik di antara berbagai pilihan model, maka perlu dianalisis dugaan model yang digunakan berdasarkan pertimbangan statistik. Uji pemilihan model terdiri dari Chow Test dan Hausman Test. Chow Test Chow test merupakan pengujian statistik yang bertujuan memilih model fixed effect atau pooled least square. Hipotesis dari uji ini yaitu: : Model pooled least square : Model fixed effect Chow test dapat dilakukan dengan bahasa pemograman E-views sebagai berikut: jika hasil dari Chow Test signifikan (probability dari Chow < ), maka ditolak yang artinya Fixed Effect digunakan. Hausman Test Hausman test merupakan uji untuk menentukan apakah akan digunakan model fixed effect atau model random effect. Hipotesis dari uji ini yaitu: : Model random effect : Model fixed effects Nilai statistik hausman akan dibandingkan dengan nilai Chi square sebagai dasar dalam menolak . Jika nilai statistik hasil pengujian lebih besar dari Chi square tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap sehingga pendekatan yang digunakan adalah fixed effect model. 3.
Uji Kesesuaian Model Ada beberapa uji yang dapat digunakan untuk menentukan kesesuaian model regresi yang didapat secara statistik yaitu uji-F, uji t, dan uji R2 (Gujarati 2004).
24
Uji–F Uji-F adalah statistik uji yang digunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh peubah eksogen terhadap peubah endogen secara keseluruhan. : = =... = = 0 : minimal ada satu ≠ 0 1. Prob. F-stasistic < , maka tolak . Kesimpulannya, minimal ada satu variabel eksogen yang memengaruhi variabel endogennya. Kesimpulannya, tidak ada variabel 2. Prob. F-stasistic > , maka terima eksogen yang memengaruhi variabel endogennya. Uji-t Uji-t dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui pengaruh masingmasing variabel eksogen terhadap PDB industri kreatif Indonesia. Besaran yang digunakan dalam uji ini adalah statistik t. : = 0 dengan t = 1,2,3,….,n : ≠0 Jika t statistik > t tabel, maka tolak . Kesimpulannya, koefisien dugaan β ≠ 0 yang artinya variabel yang diuji berpengaruh nyata terhadap variabel endogen. Model yang diduga akan semakin baik apabila semakin banyak variabel eksogen yang berpengaruh nyata terhadap variabel endogennya. Uji R2 Uji ini dilakukan untuk melihat sejauh mana besar keragaman yang dapat dijelaskan oleh variabel eksogen terhadap variabel endogen. Nilai R2 berkisar antara 0 sampai dengan 1, semakin mendekati satu maka semakin baik. Konsep Elastisitas Nilai elastisitas digunakan untuk melihat derajat kepekaan variabel eksogen padasuatu persamaan terhadap perubahan variabel endogen (Koutsoyiannis 1977). Jika dinyatakan ke dalam sebuah persamaan matematis, nilai elastisitas dapatdirumuskan sebagai berikut:
dimana:
Y X
= rata-rata nilai peubah Y = rata-rata nilai peubah X Adapun kriteria uji elastisitas adalah sebagai berikut:
25
1. 2. 3. 4. 5.
Nilai elastisitas antara nol dan satu (0 < E < 1) dikatakan inelastis. Nilai elastisitas lebih besar dari satu (E > 1) dikatakan elastis. Nilai elastisitas sama dengan satu (E = 1) dikatakan unitary elastis. Nilai elastisitas sama dengan nol (E = 0) dikatakan inelastis sempurna. Nilai elastisitas tak terhingga (E = ~) dikatakan elastis sempurna.
Analisis Hubungan PDB Industri Kreatif dengan Ekspor Industri Kreatif (Uji Granger Causality) Uji kausalitas adalah suatu uji yang menganalisis keterkaitan antara dua variabel atau lebih, dan menunjukkan arah hubungan antarvariabel. Dengan kata lain, studi kausalitas mempertanyakan masalah sebab akibat. Kausalitas adalah hubungan dua arah. Dengan demikian, jika terjadi kausalitas di dalam model ekonometrika ini tidak terdapat variabel independen, semua variabel merupakan variabel dependen (Winarno 2009). Analisis kausalitas dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Kausalitas satu arah Y1 Y2, artinya Y1 menyebabkan Y2 Y2 Y1, artinya Y2 menyebabkan Y1 2. Kausalitas dua arah Y1 Y2, artinya ada hubungan simultan antara Y1 dengan Y2, karena Y1 menyebabkan Y2 dan Y2 menyebabkan Y1. Keterangan: Y1 = PDB dan Y2 = Ekspor Hipotesis dalam penelitian ini yaitu: H0 : PDB tidak mempengaruhi (tidak menyebabkan) ekspor H1 : PDB mempengaruhi (menyebabkan) ekspor H0 : Ekspor tidak mempengaruhi (tidak menyebabkan) PDB H1 : Ekspor mempengaruhi (menyebabkan) PDB
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kondisi dan Kontribusi 14 Subsektor Industri Kreatif Indonesia terhadap Perekonomian Indonesia 1.
Periklanan Industri kreatif periklanan telah didukung pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari adanya apresiasi terhadap industri periklanan dalam negeri yang diadakan secara berkelanjutan baik berskala regional (daerah) yaitu Jawa Pos Ad Festival yang merupakan ajang pemberian penghargaan terhadap karya iklan media cetak terbaik Jawa Pos, maupun berskala nasional yaitu Citra Pariwara. Namun, dukungan pemerintah masih kurang bagi insan kreatif periklanan untuk mengikuti ajang penghargaan pariwara berskala internasional yaitu ADFEST (Asia Pasific Advertising Festival). Hal ini merupakan salah satu penyebab masih rendahnya kontribusi ekspor industri periklanan seperti yang dapat dilihat pada Tabel 3. Untuk kontribusi ekspor dan jumlah usaha, industri periklanan menempati urutan
26
ke-13 dari 14 subsektor industri kreatif, sedangkan untuk kontribusi PDB dan jumlah tenaga kerja menempati urutan ke-12. Tabel 3 juga menunjukkan bahwa kontribusi industri periklanan dalam PDB industri kreatif belum mencapai 1 persen, namun pertumbuhan PDB nya tinggi yaitu mencapai rata-rata tren 8.05 persen dalam tiga tahun terakhir. Hal ini disebabkan oleh keberadaan PPPI (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia) yang merupakan asosiasi profesi dan asosiasi industri periklanan yang aktif sehingga membuat sirkulasi informasi di antara pelaku dalam industri periklanan. Dengan adanya sirkulasi informasi yang baik, industri periklanan dapat tumbuh dengan tinggi setiap tahunnya. Tabel 3 Kontribusi Subsektor Industri Periklanan Indikator
Satuan
2010
2011
2012
2013
Berbasis Produk Domestik Bruto (PDB) Nilai Tambah % Nilai thd Industri Kreatif Pertumbuhan Nilai Tambah % Nilai terhadap Total PDB
Milyar Rupiah Persen Persen Persen
1 214.3 0.92 0.053
1 332.5 0.96 9.73 0.055
1 418.0 0.97 6.42 0.055
1 531.6 0.99 8.01 0.057
Orang Persen Persen Persen Ribu Rp/pekerja
17 816 0.23 0.017 68 157
19 146 0.24 0.018 7.46 69 596
20 050 0.25 0.019 4.72 70 723
20 600 0.25 0.019 2.74 74 350
Juta rupiah Persen Persen Persen
16 728 0.020 0.001
17 629.5 5.39 0.019 0.001
18 889.3 7.15 0.019 0.001
19 932.2 5.52 0.019 0.001
2 310 0.09 0.005
2 421 4.81 0.10 0.005
2 489 2.81 0.11 0.005
2 560 2.86 0.11 0.005
Berbasis Ketenagakerjaan Jumlah TK Partisipasi TK thd Industri Kreatif Partisipasi TK thd Total Pekerja Pertumbuhan Jumlah Tenaga Kerja Produktivitas Tenaga Kerja
Berbasis Nilai Ekspor Nilai Ekspor Pertumbuhan Ekspor % Nilai Ekspor thd Industri Kreatif % Nilai Ekspor thd Total Ekspor
Berbasis Jumlah Usaha Jumlah Usaha Pertumbuhan Jumlah Usaha % Jml Usaha thd Industri Kreatif % Jml Usaha thd Total Usaha
Unit Persen Persen Persen
Sumber: Kemenparekraf (2014) (diolah) Untuk mendukung industri periklanan agar dapat terus tumbuh, pemerintah telah menerbitkan Permen Kominfo No.25 Tahun 2007 tentang penggunaan sumberdaya domestik untuk produk iklan di lembaga penyiaran, pemerintah juga tidak terlalu membatasi produsen pembuat iklan mengingat tidak banyak produsen iklan dalam negeri yang unggul dalam kualitas karena jam terbangnya masih rendah. Di samping itu, sudah ada lembaga pembiayaan bukan bank yang dapat digunakan sebagai sumber pendanaan bagi industri periklanan ini yaitu Penanaman Modal Madani milik BUMN dan Komisi Penyiaran Indonesia milik KADIN, namun belum ada dukungan dari bank. Arstitektur Kontribusi industri arsitektur terhadap perekonomian dapat dilihat pada Tabel 4. Industri arsitektur menempati urutan ke-11 untuk kontribusi ekspor, urutan ke-6 untuk kontribusi PDB, urutan ke-12 untuk kontribusi jumlah usaha, dan urutan ke-10 untuk kontribusi jumlah tenaga kerja dari 14 subsektor industri kreatif. 2.
27
Industri arsitektur tumbuh dengan tren rata-rata 7.52 persen per tahun selama 3 tahun terakhir. Ikatan Arsitektur Indonesia (IAI) sudah mengadakan ajang penghargaan bagi para arsitek Indonesia sehingga memacu para arsitek Indonesia untuk mau berkarya dan mengasah kreativitasnya agar dapat mendorong industri arsitektur untuk terus tumbuh. Akibat globalisasi, peningkatan kompetensi tenaga kerja terdidik yang mampu bersaing secara internasional merupakan kebutuhan mendasar. Oleh karena itu, sejak tahun 2008 telah dibuka pendidikan profesi arsitektur setelah lulus dari strata 1 (sarjana) sebagai respon atas kebutuhan industri karena kurikulum pendidikan arsitektur 4 tahun dirasa kurang memadai untuk mencetak arsitek yang berkualitas. Hal ini berhubungan dengan akreditasi dari Diknas untuk jangka waktu pendidikan sarjana. Dengan adanya pendidikan profesi arsitektur, ketersediaan tenaga kerja berkualitas semakin meningkat sehingga pertumbuhan tenaga kerja dalam industri arsitektur mencapai 3.71 persen selama tiga tahun terakhir seperti yang terlihat pada Tabel 4. Tabel 4 Kontribusi Subsektor Industri Arsitektur Indikator
Satuan
2010
2011
2012
2013
Berbasis Produk Domestik Bruto (PDB) Nilai Tambah % Nilai thd Industri Kreatif Pertumbuhan Nilai Tambah % Nilai terhadap Total PDB
Milyar Rupiah Persen Persen Persen
4 428.7 3.35 0.19
4 815.9 3.46 8.74 0.195
5 095.4 3.50 5.80 0.198
5 505.3 3.57 8.04 0.203
Orang Persen Persen Persen Ribu Rp/pekerja
38 268 0.49 0.037 115 729
40 574 0.51 0.038 6.03 118 694
42 121 0.52 0.039 3.81 120 971
42 670 0.52 0.04 1.30 129 020
Juta rupiah Persen Persen Persen
88 549.0 0.10 0.005
93 285.6 5.35 0.09 0.005
99 792.0 6.97 0.10 0.005
104 258.7 4.48 0.10 0.005
3 694 0.16 0.007
3 769 2.04 0.16 0.007
3 823 1.433 0.16 0.007
3 869 1.21 0.16 0.007
Berbasis Ketenagakerjaan Jumlah TK Partisipasi TK thd Industri Kreatif Partisipasi TK thd Total Pekerja Pertumbuhan Jumlah TK Produktivitas TK
Berbasis Nilai Ekspor Nilai Ekspor Pertumbuhan Ekspor % Nilai Ekspor thd Industri Kreatif % Nilai Ekspor thd Total Ekspor Berbasis Jumlah Usaha Jumlah Usaha Pertumbuhan Jumlah Usaha % Jml Usaha thd Industri Kreatif % Jml Usaha thd Usaha Total
Unit Persen Persen Persen
Sumber: Kemenparekraf (2014) (diolah) Dalam industri kreatif, HKI merupakan landasan utama sebagai perlindungan hasil kreasi dari insan kreatif, salah satunya arsitek yang telah diatur dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Di sisi lain, dukungan pemerintah untuk mengirimkan arsitek dalam negeri untuk mengikuti ajang sayembara atau pameran di luar negeri masih kurang. Keikutsertaan arsitek Indonesia ke luar negeri sangatlah penting sebagai sarana promosi. Hal ini tentunya dapat meningkatkan ekspor jasa arsitek dalam negeri yang masih rendah kontribusinya seperti yang terlihat pada Tabel 4. Di samping itu, juga belum ada lembaga pembiayaan yang mendukung industri ini karena kendala agunan untuk mendapat pedanaan.
28
Pasar Barang Seni Kemenparekraf menyatakan bahwa bisnis di bidang seni memiliki prospek cerah. Pasar Seni Ancol adalah suatu permodelan dari suatu pengkemasan klaster pasar barang seni, dimana diperlihatkan tidak hanya sisi perdagangannya namun juga merupakan studio atau workshop para seniman. Namun, saat ini pasar seni belum tergarap optimal, baik di pasar domestik maupun global. Hal ini dikarenakan landasan pendidikan seni di sekolah umum belum tersentuh sehingga sumber daya yang berkualitas di bidang seni masih terbatas. Hal ini berdampak pada masih rendahnya kontribusi industri pasar barang seni seperti yang terlihat pada Tabel 5. Industri pasar barang seni menempati urutan ke-11 untuk kontribusi jumlah usaha, urutan ke-3 untuk kontribusi jumlah tenaga kerja, dan urutan terakhir untuk kontribusi PDB dan ekspor. 3.
Tabel 5 Kontribusi Subsektor Industri Pasar Barang Seni Indikator
Satuan
2010
2011
2012
2013
Berbasis Produk Domestik Bruto (PDB) Nilai Tambah % Nilai thd Industri Kreatif Pertumbuhan Nilai Tambah % Nilai terhadap Total PDB
Milyar Rupiah Persen Persen Persen
399.3 0.3 0.018
426.6 0.31 6.84 0.018
438.3 0.3 2.74 0.017
456.1 0.29 4.07 0.017
14 956 0.19 0.014 26 698.3
15 163 0.19 0.014 1.39 28 134.3
15 237 0.19 0.014 0.49 28 765.5
15 269 0.19 0.0144 0.21 29 870.9
9 951.0 0.012 0.0006
10 727.2 7.80 0.011 0.0006
10 989.6 2.45 0.011 0.0006
11 405.4 3.78 0.011 0.0006
4 990 0.22 0.01
5 062 1.44 0.22 0.01
5 147 1.68 0.22 0.01
5 242 1.84 0.22 0.01
Berbasis Ketenagakerjaan Jumlah TK Partisipasi TK thd Industri Kreatif Partisipasi TK thd Total Pekerja Pertumbuhan Jumlah TK Produktivitas TK
Orang Persen Persen Persen Ribu Rp/pekerja
Berbasis Nilai Ekspor Nilai Ekspor Pertumbuhan Ekspor % Nilai Ekspor thd Industri Kreatif % Nilai Ekspor thd Total Ekspor
Juta rupiah Persen Persen Persen
Berbasis Jumlah Usaha Jumlah Usaha Pertumbuhan Jumlah Usaha % Jml Usaha thd Industri Kreatif % Jml Usaha thd Usaha Total
Unit Persen Persen Persen
Sumber: Kemenparekraf (2014) (diolah) Kebijakan pemerintah dalam industri pasar barang seni masih belum terarah. Masih terjadi penggusuran di kawasan perdagangan barang seni seperti pedagang keramik di Rawasari, Jakarta Pusat. Di samping itu, belum ada HKI sehingga masih banyak terjadi pembajakan. Peran lembaga pembiayaan juga belum mendukung industri ini. Lembaga pembiayaan biasanya lebih berperan pada pameran yang dijembatani oleh galeri. Untuk seniman muda, hal ini masih merupakan kendala karena belum banyak galeri yang mau membiayai. 4.
Kerajinan Pada tahun 2013, industri kerajinan menyumbang PDB industri kreatif hingga 15.1 persen atau setara dengan hampir satu persen dari total PDB sepuluh sektor industri di Indonesia seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6. Industri kerajinan menempati urutan ke-2 dari 14 subsektor industri kreatif untuk seluruh kontribusi perekonomian (PDB, ekspor, jumlah usaha, dan jumlah tenaga kerja). Hal ini tidak mengherankan melihat potensi industri kerajinan karena etnis suku
29
bangsa Indonesia yang besar merupakan sumber kreativitas yang tidak akan ada habisnya. Industri kerajinan hampir semuanya sanggup bertahan ketika krisis 1997 karena minimnya ketergantungan akan komponen impor. Kemudian, daerahdaerah yang sudah kuat imagenya dalam turisme seperti Bali, Yogyakarta, dan Batam menjadi peluang untuk jalur distribusi industri ini. Di samping itu, jumlah penduduk Indonesia yang banyak juga merupakan potensi pasar, namun apresiasi masyarakat terhadap produk kerajinan masih kurang karena rendahnya daya beli sehingga masih memprioritaskan harga dan fungsi produk. Di sisi lain, Tabel 6 menunjukkan bahwa produktivitas tenaga kerja masih rendah karena masih minimnya upah. Tabel 6 Kontribusi Subsektor Industri Kerajinan Indikator
Satuan
2010
2011
2012
2013
Berbasis Produk Domestik Bruto (PDB) Nilai Tambah % Nilai thd Industri Kreatif Pertumbuhan Nilai Tambah % Nilai thd Total PDB
Milyar Rupiah Persen Persen Persen
22 595.6 17.1 0.99
23 388.2 16.8 3.51 0.97
23 835.1 16.4 1.91 0.93
25 354.8 15.1 6.38 0.94
2 909 574 37.4 2.78 7 765.9
2 988 101 37.7 2.82 2.70 7 827.1
3 077 099 38.2 2.87 2.98 7 745.9
3 109 047 38.2 2.90 1.04 8 155.2
15 539 18.06 0.98
17 773 14.37 18.92 0.91
20 176 13.52 20.42 1.01
21 723 7.67 20.27 1.05
1 054 753 45.6 2.05
1 063 645 0.84 45.4 2.04
1 071 680 0.76 45.5 2.04
1 076 612 0.46 45.2 2.03
Berbasis Ketenagakerjaan Jumlah TK Partisipasi TK thd Ind.Kreatif Partisipasi TK thd Total Pekerja Pertumbuhan Jumlah TK Produktivitas TK
Orang Persen Persen Persen Ribu Rp/pekerja
Berbasis Nilai Ekspor Nilai Ekspor Pertumbuhan Ekspor % Nilai Ekspor thd Ind.Kreatif % Nilai Ekspor thd Total Ekspor
Milyar rupiah Persen Persen Persen
Berbasis Jumlah Usaha Jumlah Usaha Pertumbuhan Jumlah Usaha % Jml Usaha thd Industri Kreatif % Jml Usaha thd Usaha Total
Unit Persen Persen Persen
Sumber: Kemenparekraf (2014) (diolah) Dalam rangka memperkenalkan produk kerajinan Indonesia di kalangan luar negeri, Kemendag telah mengoordinasi promosi di luar negeri. Hal ini berdampak pada tingginya kontribusi ekspor produk kerajinan Indonesia yang mencapai 21.7 triliun rupiah atau mencapai hampir 1 persen dari total ekspor Indonesia pada tahun 2013 seperti yang terlihat pada Tabel 6. Untuk memudahkan para pelaku industri kerajinan untuk terus berkarya, Presiden telah meluncurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada tanggal 5 November 2007 tanpa agunan. Di sisi lain, pemerintah juga masih lemah dalam menegakkan hukum terhadap pelaku yang melakukan penebangan liar dan penyelundupan kayu secara ilegal. Ekspor kayu ilegal masih banyak dilakukan di daerah-daerah seperti perbatasan Kalimantan dan Malaysia. Hal ini akan mempengaruhi ketersediaan bahan baku untuk industri kerajinan domestik. Desain Pemerintah Indonesia mendukung industri desain sehingga mampu menyumbang sekitar 7 persen PDB industri kreatif seperti yang ditunjukkan pada Tabel 7. Industri desain menempati urutan ke-4 untuk kontribusi PDB, jumlah 5.
30
tenaga kerja, dan ekspor, sedangkan untuk kontribusi jumlah usaha menempati urutan ke-5 dari 14 subsektor industri kreatif. Pada akhir tahun 2013, di Galeri Nasional Jakarta, Kemenparekraf memamerkan 93 karya hasil kolaborasi desainer Indonesia dari delapan subsektor industri kreatif bidang arsitektur seperti interior, mebel, produk, kriya tekstil, desain interior, mode, dan grafis yang sangat diapresiasi masyarakat. Akan tetapi, inovasi di bidang desain masih lemah karena terbatasnya anggaran dari pemerintah untuk R&D yang terkait dengan desain. Oleh karena itu, pemerintah menerbitkan peraturan pemerintah No. 35 Tahun 2007 mengenai insentif pengurangan pajak bagi BUMN seperti LIPI, BPPT, dan PUSPITEK yang melakukan kegiatan R&D. Tabel 7 Kontribusi Subsektor Industri Desain Indikator
Satuan
2010
2011
2012
2013
Berbasis Produk Domestik Bruto (PDB) Nilai Tambah % Nilai thd Industri Kreatif Pertumbuhan Nilai Tambah % Nilai thd Total PDB
Milyar Rupiah Persen Persen Persen
9 568.3 7.24 0.42
9 808.8 7.05 2.51 0.41
9 951.8 6.84 1.46 0.39
10 354.4 6.71 4.05 0.38
160 216 2.06 0.15 59 721.3
163 265 2.06 0.15 1.90 60 079.0
166 019 2.06 0.16 1.69 59 943.7
167 576 2.06 0.16 0.94 61 789.3
1 484 368 1.73 0.094
1 551 788 4.54 1.65 0.079
1 611 491 3.85 1.63 0.081
1 612 590 0.07 1.50 0.077
26 821 1.16 0.05
27 211 1.45 1.16 0.05
27 521 1.14 1.17 0.05
27 931 1.49 1.17 0.05
Berbasis Ketenagakerjaan Jumlah TK Partisipasi TK thd Ind. Kreatif Partisipasi TK thd Total Pekerja Pertumbuhan Jumlah TK Produktivitas TK
Orang Persen Persen Persen Ribu Rp/pekerja
Berbasis Nilai Ekspor Nilai Ekspor Pertumbuhan Ekspor % Nilai Ekspor thd Ind. Kreatif % Nilai Ekspor thd Total Ekspor
Juta rupiah Persen Persen Persen
Berbasis Jumlah Perusahaan Jumlah Usaha Pertumbuhan Jumlah Usaha % Jml Usaha thd Industri Kreatif % Jml Usaha thd Total Usaha
Unit Persen Persen Persen
Sumber: Kemenparekraf (2014) (diolah) Tabel 7 menunjukan bahwa tingkat partisipasi tenaga kerja di bidang desain baru mencapai sekitar 2 persen, padahal industri desain berpeluang besar untuk menyerap lebih banyak tenaga kerja. Hal ini dikarenakan masih minimnya sumber daya yang berkualitas di bidang desain. Pendidikan desain di Indonesia memang semakin populer, namun biaya pendidikan di sekolah desain masih mahal sehingga masyarakat kurang termotivasi. Di samping itu, desainer-desainer lokal lebih senang bekerja di luar negeri karena insentif yang lebih tinggi. 6.
Fesyen Industri fesyen merupakan subsektor industri kreatif yang berkontribusi paling tinggi dalam hal PDB, tenaga kerja, jumlah usaha, dan ekspor seperti yang dapat dilihat pada Tabel 8. Hal ini tidak mengherankan mengingat industri fesyen Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk terus dikembangkan. Produk fesyen Indonesia sudah layak bersaing di kancah global, khususnya karena telah berhasil memenuhi kriteria ramah lingkungan. Keuntungan bagi Indonesia adalah memiliki banyak serat alam dan banyak juga yang menggunakan bahan daur
31
ulang untuk produk fesyen. Potensi industri fesyen lokal yang begitu besar dan antusiasme insan mode melatarbelakangi tercetusnya Indonesia Fashion Week (IFW) yang diselanggarakan oleh APPMI (Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia). Ajang ini bertujuan untuk menanamkan mindset masyarakat Indonesia bahwa produk lokal sama hebatnya dengan produk luar. Kemendag juga tengah mengupayakan penguatan branding produk fesyen lokal, sebagai upaya menjadikan Indonesia sebagai fashion hub dunia pada tahun 2025. Tabel 8 Kontribusi Subsektor Industri Fesyen Indikator
Satuan
2010
2011
2012
2013
Berbasis Produk Domestik Bruto (PDB) Nilai Tambah % Nilai thd Industri Kreatif Pertumbuhan Nilai Tambah % Nilai thd Total PDB
Milyar Rupiah Persen Persen Persen
53 995.0 40.86 2.39
57 881.7 41.57 7.20 2.40
61 160.7 42.0 5.67 2.39
65 097.4 42.18 6.44 2.40
3 750 197 48.1 3.59 14 397.9
3 787 450 47.7 3.58 0.99 15 282.5
3 809 339 47.2 3.56 0.58 16 055.5
3 838 756 47.2 3.59 0.77 16 957.9
62 470 814 72.6 3.97
67 896 022 8.68 72.3 3.49
70 120 777 3.28 70.9 3.53
76 788 615 9.51 71.7 3.71
1 072 056 46.4 2.09
1 088 978 1.58 46.5 2.09
1 102 101 1.21 46.7 2.10
1 107 956 0.53 46.5 2.09
Berbasis Ketenagakerjaan Jumlah TK Partisipasi TK thd Ind.Kreatif Partisipasi TK thd Total Pekerja Pertumbuhan Jumlah TK Produktivitas TK
Orang Persen Persen Persen Ribu Rp/pekerja
Berbasis Nilai Ekspor Nilai Ekspor Pertumbuhan Ekspor % Nilai Ekspor thd Ind.Kreatif % Nilai Ekspor thd Total Ekspor
Juta rupiah Persen Persen Persen
Berbasis Jumlah Usaha Jumlah Usaha Pertumbuhan Jumlah Usaha % Jml Usaha thd Industri Kreatif % Jml usaha thd Total Usaha
Unit Persen Persen Persen
Sumber: Kemenparekraf (2014) (diolah) . Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai ekspornya tahun 2013 mencapai 76 triluin rupiah, meningkat 9.51 persen dari pencapaian tahun 2012. Hal ini menunjukkan bahwa fesyen adalah salah satu produk ekspor nonmigas yang potensial dari Indonesia. Di samping itu, berkembangnya industri fesyen dengan skala besar, menengah, maupun kecil di Indonesia membawa dampak positif terhadap perekonomian nasional yang terbukti dengan peningkatan pendapatan devisa dari industri tersebut serta penyerapan tenaga kerja yang hampir mencapai 4 juta orang. Industri fesyen juga mendominasi jumlah usaha industri kreatif dengan persentase 46.5 persen. Barier to entry bisnis distro dan UKM/IKM di bidang fesyen relatif kecil, sehingga ini menjadi penyumbang terbesar jumlah perusahaan di industri kreatif. Untuk industri pakaian jadi, perusahaan sebagian besar berada di sekitar Jakarta dan Jawa Barat, sedangkan untuk industri fesyen tas, sepatu, dan aksesoris yang terutama berbahan baku kulit terdapat di Sidoarjo, Garut, Bogor, Bandung, Magetan, Papua, Jakarta, Makassar, dan Medan. Pemerintah turut mendukung industri fesyen dengan menetapkan pajak sekitar 25 persen untuk ekspor kulit mentah agar industri tidak kesulitan bahan baku. Di sisi lain, kebutuhan akan HKI tidak terlalu penting karena perubahan dalam fesyen sangat cepat. Kondisi yang sering terjadi justru pemalsuan merek.
32
Pengrajin sepatu lokal mampu menduplikasi sepatu-sepatu merk terkenal dengan kualitas yang tidak jauh berbeda. 7.
Film, Video, dan Fotografi Industri perfilman Indonesia memiliki potensi yang besar dari segi bisnis karena dapat tumbuh mencapai hampir 7 persen per tahun selama periode 2010 sampai 2013. Industri ini juga mampu menyerap hingga 63 755 tenaga kerja dengan nilai ekonomi yang mencapai 3.1 triliun rupiah pada tahun 2013 seperti yang terlihat pada Tabel 9. Dari 14 subsektor industri kreatif, industri ini menempati urutan ke-4 untuk kontribusi jumlah usaha, urutan ke-8 untuk kontribusi jumlah tenaga kerja dan ekspor, dan urutan ke-9 untuk kontribusi PDB. Tabel 9 Kontribusi Subsektor Film, Video, dan Fotografi Indikator
Satuan
2010
2011
2012
2013
Berbasis Produk Domestik Bruto (PDB) Nilai Tambah % Nilai thd Industri Kreatif Pertumbuhan Nilai Tambah % Nilai terhadap Total PDB
Milyar Rupiah Persen Persen Persen
2 572.0 1.95 0.11
2 771.0 1.99 7.74 0.12
2 959.9 2.03 6.82 0.12
3 145.4 2.04 6.27 0.12
Orang Persen Persen Persen Ribu Rp/pekerja
56 937 0.73 0.05 45 172.7
60 006 0.76 0.06 5.39 46 178.7
62 495 0.77 0.06 4.15 47 362.2
63 755 0.78 0.06 2.02 49 335.7
Juta rupiah Persen Persen Persen
595 839 0.69 0.03
596 302 0.08 0.64 0.03
612 306 2.68 0.62 0.03
639 438 4.43 0.60 0.03
27 239 1.18 0.05
28 155 3.36 1.20 0.05
28 992 2.97 1.23 0.06
29 785 2.74 1.25 0.06
Berbasis Ketenagakerjaan Jumlah TK Partisipasi TK thd Ind.Kreatif Partisipasi TK thd Total Pekerja Pertumbuhan Jumlah TK Produktivitas TK
Berbasis Nilai Ekspor Nilai Ekspor Pertumbuhan Ekspor % Nilai Ekspor thd Ind. Kreatif % Nilai Ekspor thd Total Ekspor
Berbasis Jumlah Perusahaan Jumlah Perusahaan Pertumbuhan Jumlah Perusahaan % Jumlah Usaha thd Ind. Kreatif % Jumlah Usaha thd Total Usaha
Unit Persen Persen Persen
Sumber: Kemenparekraf (2014) (diolah) Golongan masyarakat kelas menengah (middle class) di Indonesia yang semakin tumbuh pesat juga menjadi peluang bagi industri ini karena berdampak kepada peningkatan konsumsi tersier, di mana film adalah salah satunya. Akan tetapi, sangat disayangkan bahwa potensi tersebut belum didukung dengan jumlah layar bioskop yang cukup untuk penonton nasional. Di Indonesia, hanya ada 675 bioskop untuk melayani 246 juta penduduk. Penonton film masih terkonsentrasi di Jabodetabek, sejalan dengan terkonsentrasinya distribusi bioskop. Industri ini membutuhkan infrastruktur yang baik dan memadai. Saat ini, yang membangun bioskop hanya pengusaha saja, padahal butuh dukungan dari pemerintah. Di sisi lain, kuantitas film nasional cukup banyak, namun tidak diikuti dari dengan kualitas yang baik sehingga hanya segelintir film nasional yang memasuki daftar box office hollywood. Hal ini dikarenakan tema film Indonesia belum cukup kaya. Minimnya risk taker dalam membuat film merupakan salah satu penyebab kurang kayanya tema. Insentif pekerja film juga masih rendah, sangat timpang dibanding pemeran. Di samping itu, jumlah sekolah film hanya satu yaitu Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Kondisi ini praktis menyebabkan para pembuat film harus
33
melatih sendiri para pekerja kreatif yang dibutuhkan. Untuk mendorong para pembuat film untuk terus berkarya, saat ini sudah ada festival film independen yang ditayangkan di bioskop dan juga sudah ada ajang apresiasi (Indonesia Movie Award) yang digelar setiap tahun. Salah satu masalah terbesar dalam industri ini adalah maraknya pelanggaran hak cipta film, khususnya pembajakan. Law enforcement serta regulasi produksi film yang ada saat ini belum atau bahkan tidak maksimal sama sekali sehingga tindakan pembajakan seolah tidak pernah dikenai sanksi hukum. Pembajakan film ini merugikan produser, importir, maupun pemerintah. Permainan Interaktif Eksistensi para pengembang permainan interaktif semakin diakui. Ini tampak dari masuknya kategori pengembangan permainan interaktif dalam ajang INAICTA (Indonesian ICT Award). Untuk mendorong pertumbuhan industri ini, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informasi telah mengupayakan peralatan bersama agar terjadi cost sharing dari pelaku industri sehingga daya saing menjadi tinggi dan kebutuhan modal yang diperlukan menjadi rendah. Hal ini sebagai respon dari harga piranti lunak dan peralatan komputasi yang mahal. Fakta bahwa hampir di setiap komputer, telepon genggam, dan mall terdapat permainan interaktif menunjukkan bahwa industri ini memiliki potensi besar di dalam negeri. Keberadaan komunitas-komunitas online game merupakan potensi untuk membangun asosiasi permainan interaktif tingkat nasional. Namun, kontribusi industri permainan interaktif terhadap perekonomian belum signifikan seperti yang dapat dilihat pada Tabel 10. Dari 14 subsektor industri kreatif, industri ini menempati urutan ke-10 untuk kontribusi ekspor dan jumlah usaha, sedangkan untuk kontribusi PDB dan jumlah tenaga kerja menempati urutan ke11. 8.
Tabel 10 Kontribusi Subsektor Industri Permainan Interaktif Indikator
Satuan
2010
2011
2012
2013
Berbasis Produk Domestik Bruto (PDB) Nilai Tambah % Nilai thd Industri Kreatif Pertumbuhan Nilai Tambah % Nilai terhadap Total PDB
Milyar Rupiah Persen Persen Persen
1 668.4 1.26 0.07
1 762.7 1.27 5.65 0.07
1 854.5 1.27 5.21 0.07
1 972.1 1.28 6.34 0.07
Orang Persen Persen Persen Ribu Rp/pekerja
22 443 0.36 0.02 74 339.4
23 181 0.29 0.02 3.29 76 040.7
23 729 0.29 0.02 2.37 78 153.3
23 928 0.29 0.02 0.84 82 418.1
Juta rupiah Persen Persen Persen
568 808 0.66 0.03
572 056 0.57 0.61 0.03
588 034 2.79 0.60 0.03
593 039 0.85 0.55 0.03
7 247 0.31 0.014
7 411 2.26 0.32 0.014
7 554 1.93 0.32 0.014
7 771 2.87 0.33 0.015
Berbasis Ketenagakerjaan Jumlah TK Partisipasi TK thd Ind. Kreatif Partisipasi TK thd Total Pekerja Pertumbuhan Jumlah TK Produktivitas TK
Berbasis Nilai Ekspor Nilai Ekspor Pertumbuhan Ekspor % Nilai Ekspor thd Ind.Kreatif % Nilai Ekspor thd Total Ekspor
Berbasis Jumlah Usaha Jumlah Usaha Pertumbuhan Jumlah Usaha % Jumlah Usaha thd Ind. Kreatif % Jumlah Usaha thd Total Usaha
Unit Persen Persen Persen
Sumber: Kemenparekraf (2014) (diolah)
34
Industri permainan interaktif membutuhkan sumber daya berkualitas yang mahir dalam bidang ini. Akan tetapi, belum banyak lembaga pendidikan formal yang mengkhususkan diri pada bidang permainan interaktif. Di Indonesia, ada ITB yang memiliki program srata 2 untuk game technology dan BINUS untuk program strata 1. Di samping itu, belum banyak lembaga pembiayaan yang tertarik untuk mendanai sektor ini karena waktu kembalinya cukup lama. Musik Penyanyi dan band-band baru semakin banyak terbentuk, sementara penyanyi dan band senior masih tetap eksis. Jumlah insan kreatif musik tak pernah berhenti bertambah di Indonesia. Banyaknya ajang-ajang kompetisi yang marak saat ini seperti Indonesian Idol, AFI, KDI, Rock Festival, Dream Band, dan lain-lain merupakan potensi bagi industri musik untuk terus tumbuh. Java Jazz Festival yang diadakan rutin setiap tahun mendatangkan pemusik-pemusik jazz kelas dunia dan berkolaborasi dengan musisi-musisi lokal sehingga membuat pemusik Indonesia semakin dikenal dunia. Melihat potensi yang dimiliki oleh industri musik Indonesia, seharusnya industri musik dapat menyumbang PDB industri kreatif lebih banyak dari saat ini yang hanya berkontribusi 1.57 persen seperti yang terlihat pada Tabel 11 atau berada pada urutan ke-10 dari 14 subsektor industri kreatif. Sementara itu, industri ini menempati urutan ke-7 untuk kontribusi jumlah usaha juga ekspor dan urutan ke-9 untuk kontribusi jumlah tenaga kerja. 9.
Tabel 11 Kontribusi Subsektor Industri Musik Indikator
Satuan
2010
2011
2012
2013
Berbasis Produk Domestik Bruto (PDB) Nilai Tambah % Nilai thd Ind. Kreatif Pertumbuhan Nilai Tambah % Nilai terhadap Total PDB
Milyar Rupiah Persen Persen Persen
2 194.7 1.66 0.097
2 266.1 1.63 3.25 0.094
2 319.2 1.60 2.34 0.091
2 420.5 1.57 4.37 0.089
Orang Persen Persen Persen Ribu Rp/pekerja
50 612 0.65 0.05 43 363
53 127 0.67 0.05 4.97 42 654
55 030 0.68 0.05 3.58 42 144
55 958 0.69 0.05 1.69 43 255
899 558 1.04 0.06
909 294 1.08 0.97 0.05
913 803 0.50 0.93 0.05
934 236 2.24 0.87 0.05
14 954 0.65 0.03
15 377 2.83 0.66 0.03
15 803 2.77 0.67 0.03
16 182 2.40 0.68 0.03
Berbasis Ketenagakerjaan Jumlah TK Partisipasi TK thd Ind. Kreatif Partisipasi TK thd Total Pekerja Pertumbuhan Jumlah TK Produktivitas TK
Berbasis Nilai Ekspor Nilai Ekspor Pertumbuhan Ekspor % Nilai Ekspor thd Ind. Kreatif % Nilai Ekspor thd Total Ekspor
Juta rupiah Persen Persen Persen
Berbasis Jumlah Usaha Jumlah Usaha Pertumbuhan Jumlah Usaha % Jumlah Usaha thd Ind. Kreatif % Jumlah Usaha thd. Total Usaha
Unit Persen Persen Persen
Sumber: Kemenparekraf (2014) (diolah) Seiring dengan pertumbuhan industri musik, sekolah musik untuk usia muda sampai dewasa bertambah jumlahnya meskipun masih terkonsentrasi di kota-kota besar. Selain pendidikan musik, teknologi informasi dan komunikasi juga berperan signifikan seperti komputer, alat musik digital, ipod, dan lain-lain. Agar para insan kreatif musik terus berkarya, sudah ada ajang apresiasi untuk
35
musisi-musisi yang karyanya berkualitas. Di samping itu, sistem royalti dalam industri musik membuat para musisi berpacu untuk berkreasi, karena jerih payah mereka akan lebih dihargai secara berkelanjutan. Dalam industri musik, pembajakan merupakan ancaman. Menurut data ASIRI 2007, penjualan musik bajakan mencapai 95.7 persen sementara musik legal hanya tinggal 4.3 persen. Hal ini menunjukkan gagalnya penegakan terhadap UU No.19 Tahun 2002 tentang hak cipta. 10.
Seni Pertunjukan Kelompok kesenian di Indonesia sudah cukup banyak, yaitu berjumlah 87 ribu kelompok. Namun, kontribusi PDB industri seni pertunjukan terhadap perekonomian kreatif masih belum mencapai 1 persen seperti yang telihat pada Tabel 12 atau masih menempati urutan ke-13 dari 14 subsektor industri kreatif, sedangkan untuk kontribusi jumlah tenaga kerja dan jumlah usaha menempati urutan ke-6 dan urutan ke-10 untuk kontribusi ekspor. Tabel 12 Kontribusi Subsektor Industri Seni Pertunjukan Indikator
Satuan
2010
2011
2012
2013
Berbasis Produk Domestik Bruto (PDB) Nilai Tambah % Nilai terhadap Ind. Kreatif Pertumbuhan Nilai Tambah % Nilai terhadap Total PDB
Milyar Rupiah Persen Persen Persen
1 014.5 0.77 0.045
1 042.1 0.75 2.72 0.043
1 073.2 0.74 2.98 0.042
1 147.1 0.74 6.89 0.042
Orang Persen Persen Persen Ribu Rp/pekerja
72 010 0.92 0.07 -
75 494 0.95 0.07 4.84
78 131 0.97 0.07 3.49
79 258 0.97 0.07 1.44
14 088
13 803
13 735
14 473
251 059 0.29 0.016
252 880 0.73 0.27 0.013
253 521 0.25 0.26 0.013
259 318 2.29 0.24 0.013
22 237 0.96 0.043
22 859 2.80 0.98 0.044
23 488 2.75 1.00 0.045
24 236 3.18 1.00 0.046
Berbasis Ketenagakerjaan Jumlah TK Partisipasi TK thd Ind. Kreatif Partisipasi TK thd Total Pekerja Pertumbuhan Jumlah TK Produktivitas TK
Berbasis Nilai Ekspor Nilai Ekspor Pertumbuhan Ekspor % Nilai Ekspor thd Ind.Kreatif % Nilai Ekspor thd Total Ekspor
Juta rupiah Persen Persen Persen
Berbasis Jumlah Usaha Jumlah Usaha Pertumbuhan Jumlah Usaha % Jml Usaha thd Industri Kreatif % Jml Usaha thd Total Usaha
Unit Persen Persen Persen
Sumber: Kemenparekraf (2014) (diolah) Industri seni pertunjukan ini berhadapan langsung dengan barang substitusi lain yaitu hiburan tontonan lain seperti televisi dan film. Hal ini menyebabkan seni pertunjukan sulit bersaing karena berhubungan dengan selera pasar. Di samping itu, lembaga pendidikan formal untuk kesenian belum cukup memadai. Di Indonesia, baru terdapat tiga lembaga pendidikan formal yaitu ISI, STSI, dan IKJ. Dalam rangka mendukung industri seni pertunjukan Indonesia sebagai negara yang kaya akan budaya, Institut Seni Indonesia (ISI) mengadakan Indonesia Performing Art Mart (IPAM) setiap 2 tahun sekali. Di samping itu, komunitas seniman pun telah terbentuk sebagai sarana sharing ide dan kontrol kualitas.
36
Penerbitan dan Percetakan Industri penerbitan dan percetakan merupakan industri terpenting ke-3 dari 14 subsektor industri kreatif. Pada tahun 2013, industri ini mampu menyumbang PDB sebesar 19.7 triliun rupiah dan menyerap tenaga kerja sebanyak lebih dari 500 ribu orang seperti yang dapat dilihat pada Tabel 13.
11.
Tabel 13 Kontribusi Subsektor Industri Penerbitan dan Percetakan Indikator
Satuan
2010
2011
2012
2013
Berbasis Produk Domestik Bruto (PDB) Nilai Tambah % Nilai thd Industri Kreatif Pertumbuhan Nilai Tambah % Nilai terhadap Total PDB
Milyar Rupiah Persen Persen Persen
18 299.4 13.8 0.8
18 423.4 13.2 0.68 0.8
19 086.3 13.1 3.60 0.7
19 733.3 12.8 3.39 0.7
Orang Persen Persen Persen Ribu Rp/pekerja
490 422 6.3 0.5 37 313.6
496 067 6.3 0.5 1.15 37 138.9
503 925 6.2 0.5 1.58 37 875.3
505 757 6.2 0.5 0.36 39 017.4
1 669 121 1.94 0.11
1 707 399 2.29 1.82 0.09
1 750 281 2.51 1.77 0.09
1 755 826 0.32 1.64 0.08
54 492 2.36 0.11
55 035 1.00 2.35 0.11
55 232 0.36 2.34 0.11
55 396 0.30 2.33 0.10
Berbasis Ketenagakerjaan Jumlah TK Partisipasi TK thd Ind. Kreatif Partisipasi Tk thd Total Pekerja Pertumbuhan Jumlah TK Produktivitas TK
Berbasis Nilai Ekspor Nilai Ekspor Pertumbuhan Ekspor % Nilai Ekspor thd Ind. Kreatif % Nilai Ekspor thd Total Ekspor
Juta rupiah Persen Persen Persen
Berbasis Jumlah Usaha Jumlah Usaha Pertumbuhan Jumlah Usaha % Jml Usaha thd Ind. Kreatif % Jml Usaha thd Total Usaha
Unit Persen Persen Persen
Sumber: Kemenparekraf (2014) (diolah) Besarnya potensi pasar akan produk-produk percetakan seperti undangan, seminar kit, pamflet, baliho, poster, dan lain-lain mendorong industri ini untuk terus berkontribusi terhadap perekonomian. Di samping itu, lahirnya penulispenulis baru yang menghasilkan karya fiksi kontemporer namun dengan latar belakang budaya dan agama sesuai dengan konteks Indonesia, seperti El Shiraizy dengan Ayat-ayat Cinta dan Andrea Hirata dengan Laskar Pelangi juga merupakan peluang bagi industri penerbitan dan percetakan untuk terus tumbuh. Produk komik Indonesia juga memiliki peluang yang besar dengan banyaknya komikus Indonesia yang diakui di luar negeri1. Dalam konteks buku pelajaran, pemerintah telah mengadakan program pengalihan hak cipta dengan memberi insentif 100-175 juta bagi penulis yang karyanya lolos sebagai buku pelajaran. Namun, masih ada kendala dalam industri penerbitan dan percetakan ini. Ketersediaan kertas sebagai bahan baku yang semakin sulit, dimana produksi dalam negeri sendiri hanya memenuhi sekitar 30 persen dari total kebutuhan kertas, sedangkan lainnya diperoleh dari impor. 12.
Layanan Komputer dan Piranti Lunak Subsektor industri kreatif ini memiliki potensi yang cukup besar untuk terus berkembang, yang ditandai dengan tingginya pertumbuhan nilai tambah yang dihasilkan dengan rata-rata di atas 8 persen per tahun selama periode 20101
http://www.komikindonesia.com
37
2013 seperti yang dapat dilihat pada Tabel 14. Saat ini, industri layanan komputer dan piranti lunak menempati urutan ke-6 untuk kontribusi ekspor, urutan ke-8 untuk kontribusi PDB, dan urutan ke-9 untuk kontribusi jumlah usaha, sedangkan untuk kontribusi jumlah tenaga kerja, industri ini masih menempati urutan ke-7. Hal ini dikarenakan suplai tenaga kerja belum optimal. Bukan selalu karena tidak mampu, namun karena gaji yang relatif rendah. Tabel 14 Kontribusi Subsektor Layanan Komputer dan Piranti Lunak Indikator
Satuan
2010
2011
2012
2013
Berbasis Produk Domestik Bruto (PDB) Nilai Tambah % Nilai thd Industri Kreatif Pertumbuhan Nilai Tambah % Nilai terhadap Total PDB
Milyar Rupiah Persen Persen Persen
3 318.5 2.5 0.15
3 609.2 2.6 8.76 0.15
3 949.9 2.7 9.44 0.15
4 275.5 2.8 8.24 0.16
65 627 0.84 0.06 50 566.1
67 438 0.85 0.06 2.76 53 518.8
69 037 0.86 0.06 2.37 57 214.2
69 451 0.85 0.06 0.60 61 561.4
1 021 332 1.19 0.065
1 066 255 4.40 1.14 0.055
1 107 831 3.90 1.12 0.055
1 125 528 1.60 1.05 0.054
8 015 0.35 0.02
8 301 3.56 0.35 0.02
8 550 3.00 0.36 0.02
8 734 2.15 0.37 0.02
Berbasis Ketenagakerjaan Jumlah TK Partisipasi K thd Ind.Kreatif Partisipasi TK thd Total Pekerja Pertumbuhan Jumlah TK Produktivitas TK
Orang Persen Persen Persen Ribu Rp/pekerja
Berbasis Nilai Ekspor Nilai Ekspor Pertumbuhan Ekspor % Nilai Ekspor thd Ind. Kreatif % Nilai Ekspor thd Total Ekspor
Juta rupiah Persen Persen Persen
Berbasis Jumlah Usaha Jumlah Usaha Pertumbuhan Jumlah Usaha % Jml Usaha thd Industri Kreatif % Jml Usaha thd Total Usaha
Unit Persen Persen Persen
Sumber: Kemenparekraf (2014) Dalam rangka mendukung industri layanan komputer dan piranti lunak, pemerintah Indonesia membangun kawasan ekonomi khusus di Batam, Bintan, dan Karimun yang menarik minat investasi asing. Batam telah menjadi tempat investasi industri perangkat keras dunia dan terkoneksi dengan Singapura serta Malaysia. Berkembangnya kawasan-kawasan ini akan turut meningkatkan permintaan tenaga kerja lokal terampil di bidang perangkat lunak. Di samping itu, pemerintah juga telah mengeluarkan Undang-Undang No.35 Tahun 2007 berupa insentif pajak bagi BUMN. Insentif ini sangat diperlukan untuk menciptakan iklim riset dan pengembangan yang kondusif pada industri-industri besar BUMN yang akan menciptakan rantai suplai ke industri layanan komputer, perangkat lunak dan perangkat keras. 13.
Radio dan Televisi Potensi subsektor industri radio dan televisi ditunjukkan oleh pertumbuhannya di atas 6 persen per tahun selama periode 2010-2013 seperti yang terlihat pada Tabel 15. Di samping itu, jumlah penduduk yang besar menjadi potensi pasar bagi para pengiklan. Saat ini, industri radio dan televisi merupakan subsektor terpenting ke-5 dari 14 subsektor industri kreatif dalam hal kontribusi PDB, jumlah tenaga kerja, dan ekspor. Lulusan sarjana komunikasi setiap tahunnya mencapai ribuan. Jumlah ini merupakan suatu kekuatan tersendiri dalam pemenuhan kebutuhan tenaga kerja penyiaran. Industri ini juga didukung
38
teknologi transmisi baru seperti internet, 3G, dan mobile TV yang semakin berkembang. Tabel 15 Kontribusi Subsektor Industri Radio dan Televisi Indikator
Satuan
2010
2011
2012
2013
Berbasis Produk Domestik Bruto (PDB) Nilai Tambah % Nilai thd Industri Kreatif Pertumbuhan Nilai Tambah % Nilai terhadap Total PDB
Milyar Rupiah Persen Persen Persen
6 499.3 4.92 0.29
6 982.9 5.02 7.44 0.29
7 432.6 5.02 6.44 0.29
7 939.5 5.14 6.82 0.29
123 051 1.58 0.12 52 817.9
125 392 1.58 0.12 1.90 55 688.6
127 189 1.58 0.12 1.43 58 437.4
128 061 1.57 0.12 0.69 61 997.8
1 335 320 1.55 0.08
1 378 471 3.23 1.47 0.07
1 447 760 5.03 1.47 0.07
1 509 450 4.26 1.41 0.07
11 508 0.50 0.02
12 004 4.31 0.51 0.02
12 418 3.45 0.53 0.02
12 481 0.51 0.52 0.02
Berbasis Ketenagakerjaan Jumlah TK Partisipasi TK thd Ind.Kreatif Partisipasi TK thd Total Pekerja Pertumbuhan Jumlah TK Produktivitas TK
Orang Persen Persen Persen Ribu Rp/pekerja
Berbasis Nilai Ekspor Nilai Ekspor Pertumbuhan Ekspor % Nilai Ekspor thd Ind. Kreatif % Nilai Ekspor thd Total Ekspor
Juta rupiah Persen Persen Persen
Berbasis Jumlah Usaha Jumlah Usaha Pertumbuhan Jumlah Usaha % Jml Usaha thd Industri Kreatif % Jml Usaha thd Total Usaha
Unit Persen Persen Persen
Sumber: Kemenparekraf (2014) (diolah) Sementara itu, untuk kontribusi jumlah usaha, industri televisi dan radio masih menempati urutan ke-8. Jumlah stasiun TV dan radio yang semakin banyak mencerminkan bahwa kesiapan infrastruktur penyiaran sudah memadai. Namun, televisi lokal di daerah sulit berkembang, padahal merupakan potensi untuk menggali budaya daerah. Apresiasi pasar terhadap hiburan seri dan film yang lebih tinggi dibandingkan informasi dan edukasi merupakan ancaman bagi televisi lokal. Di sisi lain, pemerintah telah mendukung industri ini dengan mencetuskan UU penyiaran No.32 tahun 2002 yang mendukung prinsip demokrasi dan kebebasan berpendapat. Untuk menaungi para pelaku industri ini, telah berdiri beberapa asosiasi, antara lain Asosiasi Televisi Lokal Indonesia, Asosiasi Televisi Swasta Nasional, Asosiasi Jurnalis Televisi, dan Asosiasi Radio. 14.
Riset dan Pengembangan Tingginya keanekaragaman hayati alam Indonesia tercatat nomor 3 di dunia setelah Brazil dan Zaire. Hal ini merupakan lahirnya peluang bagi lahirnya penelitian dan pengembangan yang produktif agar dapat menciptakan nilai tambah. Tabel 16 menunjukkan bahwa pertumbuhan nilai tambah industri ini mencapai 7.44 persen pada tahun 2013. Akan tetapi, kontribusi industri ini terhadap perekonomian belum signifikan. Pada tahun 2013, industri riset dan pengembangan menyumbang 3.5 persen dari PDB industri kreatif atau menempati urutan ke-7 dari 14 subsektor industri kreatif. Sementara itu, untuk kontribusi ekspor menempati urutan ke-12 dan untuk kontribusi jumlah usaha dan jumlah tenaga kerja menempati urutan terakhir.
39
Dalam rangka mendukung industri ini, pemerintah telah menerbitkan PP No.35 tahun 2007 tentang penyisihan anggaran institusi untuk melakukan kegiatan riset dan pengembangan. Di samping itu, industri ini juga didukung dengan adanya program Indigo (Indonesian Digital Community) oleh PT. Telkom, Indonesia Berprestasi Award oleh PT. Excelomindo Pratama dan Black Innovation Award oleh PT. Djarum sehingga para pelaku industri riset dan pengembangan semakin termotivasi. Hingga saat ini, Indonesia sudah memiliki sekitar 400 paten di bidang riset dan pengembangan, jumlah ini masih sedikit apabila dibandingkan dengan Korea Selatan yang memiliki 1600 paten. Tabel 16 Kontribusi Subsektor Industri Riset dan Pengembangan Indikator
Satuan
2010
2011
2012
2013
Berbasis Produk Domestik Bruto (PDB) Nilai Tambah % Nilai thd Industri Kreatif Pertumbuhan Nilai Tambah % Nilai thd Total PDB
Milyar Rupiah Persen Persen Persen
4 364.1 3.3 0.2
4 719.0 3.3 8.13 0.2
5 014.2 3.4 6.26 0.2
5 387.0 3.5 7.44 0.2
Orang Persen Persen Persen Ribu Rp/pekerja
13 851 0.18 0.013 315 074
14 537 0.18 0.014 4.95 324 619
15 148 0.19 0.014 4.21 331 014
15 373 0.19 0.014 1.48 350 419
Juta rupiah Persen Persen Persen
70 528.0 0.08 0.004
71 355.8 1.17 0.08 0.004
73 299.0 2.72 0.07 0.004
74 665.6 1.86 0.07 0.004
1 863 0.08 0.04
1 973 5.91 0.08 0.04
2 068 4.82 0.08 0.04
2 130 2.98 0.09 0.04
Berbasis Ketenagakerjaan Jumlah TK Partisipasi TK thd Ind. Kreatif Partisipasi TK thd Total Pekerja Pertumbuhan Jumlah TK Produktivitas TK
Berbasis Nilai Ekspor Nilai Ekspor Pertumbuhan Ekspor % Nilai Ekspor thd Ind. Kreatif % Nilai Ekspor thd Total Ekspor
Berbasis Jumlah Usaha Jumlah Usaha Pertumbuhan Jumlah Usaha % Jml Usaha thd Industri Kreatif % Jml Usaha thd Total Usaha
Unit Persen Persen Persen
Sumber: Kemenparekraf (2014) (diolah)
Analisis Pertumbuhan TFP (Total Factor Productivity) Industri Kreatif Berdasarkan hasil uji Chow (Lampiran 1) dan uji Hausman (Lampiran 2), maka hasil estimasi yang digunakan adalah model fixed effect seperti yang ditunjukan pada Tabel 17. Hasil estimasi menunjukkan probabilitas F-Statistik sebesar 0.0000 sehingga dapat disimpulkan bahwa minimal ada salah satu variabel yang berpengaruh nyata terhadap PDB industri kreatif pada taraf nyata (ɑ) 10 persen. Uji-t dilakukan dengan melihat nilai probabilitas dari masingmasing variabel bebas. Pada Tabel 17, dapat dilihat bahwa tenaga kerja (TK) berpengaruh nyata terhadap PDB industri kreatif. Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai probabilitas sebesar 0.0000 yang kurang dari taraf nyata 10 persen. Sementara itu, jumlah usaha (K) tidak berpengaruh nyata terhadap PDB industri kreatif karena nilai probabilitasnya sebesar 0.8427 lebih dari taraf nyata 10 persen. Selanjutnya, uji koefisien determinasi dilakukan untuk mengukur sejauh mana besar keragaman yang dapat diterangkan oleh variabel independen terhadap variabel dependen. Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 17, diperoleh nilai R-
40
squared sebesar 0.994907, yang artinya tenaga kerja (TK) dan jumlah usaha (K) yang terdapat dalam model dapat menjelaskan keragaman sebesar 99.49 persen dan sisanya yaitu sebesar 0.51 persen dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Tabel 17 Hasil Estimasi untuk Menghitung Pertumbuhan TFP Industri Kreatif dengan Fixed Effect Model Variabel dependen: LNPDB Variabel Koefisien Probabilitas LNTK 0.883565 0.0000* LNK 0.090308 0.0842* R-squared 0.994907 Prob(F-statistic) 0.000000 Keterangan: *signifikan pada taraf nyata 10 persen Langkah selanjutnya yaitu menghitung pertumbuhan tiap variabel per tahun dan didapat ΔPDB/PDB, ΔTK/TK, dan ΔK/K. Kemudian, masing-masing nilai tersebut (kecuali ΔPDB/PDB) dikalikan dengan masing-masing koefisien variabel dari hasil estimasinya sehingga dapat diukur nilai TFP setiap tahunnya untuk setiap subsektor industri kreatif berdasarkan persamaan (3.8). Hasil perhitungan TFP ditunjukkan pada Gambar 15 sampai dengan Gambar 28. 0.3
0.3
0.2
0.2
0.1 0
0.1 0 -0.1
-0.1
-0.2
-0.2
-0.3
Gambar 15 Pertumbuhan TFP Industri Periklanan
Gambar 16 Pertumbuhan TFP Industri Arsitektur
0.3
0.15
0.2
0.1 0.05
0.1 0 0 -0.1
Gambar 17 Pertumbuhan TFP Industri Pasar Barang Seni
-0.05 -0.1
Gambar 18 Pertumbuhan TFP Industri Kerajinan
41
0.2
0.15
0.15
0.1
0.1
0.05 0
0.05
-0.05
0
-0.1
-0.05
-0.15
Gambar 19 Pertumbuhan TFP Industri Desain
Gambar 20 Pertumbuhan TFP Industri Fesyen
0.08 0.06 0.04 0.02 0 -0.02 -0.04
Gambar 21 Pertumbuhan TFP Industri Film, Video, dan Fotografi
Gambar 22 Pertumbuhan TFP Industri Permainan Interaktif
0.08 0.06 0.04 0.02 0 -0.02 -0.04
Gambar 23 Pertumbuhan TFP Industri Musik
Gambar 24 Pertumbuhan TFP Industri Seni Pertunjukan 0.3 0.2 0.1 0 -0.1 -0.2 -0.3
Gambar 25 Pertumbuhan TFP Industri Penerbitan dan Percetakan
Gambar 26 Pertumbuhan TFP Industri Layanan Komputer dan Piranti Lunak
42
Gambar 27 Pertumbuhan TFP Industri Radio dan Televisi
Gambar 28 Pertumbuhan TFP Industri Riset dan Pengembangan
Dari Gambar di atas, terdapat 4 subsektor industri kreatif yang memiliki tren pertumbuhan teknologi yang negatif, yaitu arsitektur, permainan interaktif, layanan komputer dan piranti lunak, serta riset dan pengembangan. Hal ini dikarenakan kurangnya dukungan pemerintah untuk industri tersebut dalam bidang pendanaan. Belum ada lembaga pembiayaan khusus yang mendukung industri tersebut karena kendala agunan untuk mendapatkan pendanaan dan dikhawatirkan waktu kembalinya cukup lama. Tren pertumbuhan TFP 14 subsektor industri kreatif dirangkum pada Tabel 18. Tabel 18 Tren Rata-rata Pertumbuhan TFP 14 Subsektor Industri Kreatif Subsektor Industri Kreatif Tren Pertumbuhan TFP (%) Periklanan 0,031 Arsitektur -0,018 Pasar barang seni 0,063 Kerajinan 0,026 Desain 0,067 Fesyen 0,029 Film, video, dan fotografi 0,028 Permainan interaktif -0,024 Musik 0,012 Seni pertunjukan 0,005 Penerbitan dan Percetakan 0,114 Layanan Komputer dan Piranti Lunak -0,005 Radio dan Televisi 0,038 Riset dan pengembangan -0,050
Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Memengaruhi PDB Industri Kreatif Indonesia 1. Pemilihan Model a. Uji Chow Hasil dari Chow Test signifikan karena probability dari Chow sebesar 0.0000 kurang dari taraf nyata 10 persen (Lampiran 20), maka ditolak. Artinya, Fixed Effect digunakan.
43
b. Uji Hausman Hasil dari Hausman Test tidak signifikan karena probability dari Hausman sebesar 1.0000 lebih dari taraf nyata 10 persen (Lampiran 21), maka diterima. Artinya, Random Effect digunakan. 2. Uji Kriteria Statistik a. Uji F Uji-F statistik digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel eksogennya secara bersama-sama berpengaruh secara nyata terhadap variabel endogennya pada tingkat kepercayaan 90 persen atau pada taraf nyata ( ) 10 persen. Nilai probabilitas F statistik harus lebih kecil dari taraf nyatanya sehingga dapat diindikasikan bahwa setidaknya ada satu variabel eksogen berpengaruh signifikan terhadap variabel endogen. Berdasarkan Tabel 19, nilai probabilitas F statistik pada persamaan regresi untuk variabel eksogen PDB industri kreatif Indonesia memiliki nilai 0.000 yang kurang dari taraf nyatanya (10 persen) berarti ada setidaknya satu variabel eksogen yang berpengaruh signifikan terhadap PDB industri kreatif Indonesia. b. Uji-t Uji-t statistik digunakan untuk mengetahui apakah koefisien masingmasing variabel eksogen secara individu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap variabel endogennya. Dari hasil estimasi pada Tabel 19, ditunjukkan bahwa variabel eksogen yakni jumlah tenaga kerja, nilai TFP, pendidikan, dan dummy kebijakan pemerintah memiliki nilai probabilitas lebih kecil daripada taraf nyata 5 persen sehingga secara individu berpengaruh signifikan terhadap PDB industri kreatif Indonesia. Sementara itu, variabel jumlah usaha tidak berpengaruh karena memiliki nilai probabilitas secara berurutan sebesar 0.4219 dan 0.2841 yang masing-masing lebih besar dari taraf nyata 5 persen maupun 10 persen. c. Uji Pada hasil estimasi pada Tabel 19, didapatkan nilai R-squared sebesar 85.2 persen. Nilai ini menunjukkan bahwa 85.2 persen perubahan endogen dapat dijelaskan oleh faktor-faktor di dalam model, sedangkan sisanya yaitu sebesar 14.8 persen dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Tabel 19 Hasil Analisis Regresi Model PDB industri kreatif Indonesia dengan Random Effect Model Variabel Koefisien Probabilitas Konstanta -4.098822 0.0627 LNTK 0.290981 0.0596* LNPD 1.563281 0.0000** TFP 2.09E-08 0.0174** LNK 0.130598 0.2571 DUMMY 0.514356 0.0000** R-squared 0.852431 Prob(F-statistic) 0.000000 Keterangan: *signifikan pada taraf nyata 10 persen **signifikan pada taraf nyata 5 persen
44
Faktor-faktor yang Memengaruhi PDB Industri Kreatif Indonesia Berdasarkan uji pemilihan model, didapatkan model terbaik yaitu random effect. Setelah dilakukan regresi panel data dengan model random effect, maka diperoleh hasil estimasi persamaan sebagai berikut: LNPDB = -4.098822 + 0.290981 LNTK + 1.563281 LNPD + 2.09E-08 TFP + (1.903926*) (6.649682***) (2.416885**) 0.130598 LNK + 0.514356 DUMMY (1.139335) (4.972972***) Keterangan: *,**,*** signifikan pada taraf 10%, 5%, 1%
di mana: PDB TK PD TFP K DUMMY
= PDB subsektor industri kreatif i pada tahun ke t (juta rupiah) = Jumlah tenaga kerja subsektor industri kreatif i tahun ke-t (jiwa) = Pendidikan (jumlah SMK & PT) di Indonesia pada tahun ke-t (unit) = Pertumbuhan Total Factor Productivity (%) = Jumlah usaha subsektor industri kreatif i pada tahun ke t (unit) = Kebijakan pembentukan Kemenparekraf
Tabel 20 Elastisitas Variabel Dependen Variabel Elastisitas TK 0.290981 PD 1.514356 TFP 0.111510 K 0.130598 DUMMY 0.514356
Keterangan inelastis elastis inelastis inelastis inelastis
Berdasarkan Tabel 20, variabel yang paling elastis adalah variabel pendidikan yang diproksikan oleh jumlah SMK dan perguruan tinggi. Artinya, variabel ini yang paling berpengaruh terhadap PDB industri kreatif Indonesia. Jumlah Tenaga Kerja Variabel jumlah tenaga kerja berpengaruh signifikan dan positif terhadap PDB industri kreatif Indonesia pada taraf nyata 10 persen. Hasil uji tersebut sesuai dengan hipotesis. Dari hasil estimasi model, diketahui koefisiennya sebesar 0.118029. Artinya, peningkatan tenaga kerja sebesar satu persen akan meningkatkan PDB industri kreatif sebesar 0.290981 persen, ceteris paribus. Gambar 29 menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja industri kreatif terus meningkat selama empat tahun terakhir. Ketersediaan tenaga kerja ini terbukti mendorong PDB industri kreatif karena SDM merupakan sumber daya utama pada industri kreatif.
45
8200000 8100000 8000000 7900000 7800000 7700000 7600000 2010
2011
2012
2013
Sumber: Kemenparekraf (2014) Gambar 29 Jumlah Tenaga Kerja pada Industri Kreatif Dari Tabel 21 terlihat bahwa subsektor industri fesyen dan kerajinan menyerap jumlah tenaga kerja paling banyak dibandingkan dengan subsektor industri kreatif lainnya, sehingga fesyen dan kerajinan merupakan subsektor industri kreatif yang sangat potensial untuk menciptakan lapangan kerja. Tabel 21 Distribusi Jumlah Tenaga Kerja Menurut Subsektor Industri Kreatif Subsektor Jumlah TK (orang) % Periklanan 20 600 0.25 Arsitektur 42 670 0.52 Pasar barang seni 15 269 0.19 Kerajinan 3 109 047 38.21 Desain 167 576 2.06 Fesyen 3 838 756 47.18 Film, Video, dan Fotografi 63 755 0.78 Permainan interaktif 23 928 0.29 Musik 55 958 0.68 Seni pertunjukan 79 258 0.97 Penerbitan dan percetakan 505 757 6.21 Layanan komputer dan piranti lunak 69 451 0.85 Radio dan televisi 128 061 1.57 Riset dan pengembangan 15 373 0.19 Total 8 135 459 100 Sumber: Kemenparekraf (2013) Industri fesyen mendominasi sektor industri kreatif dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 3.83 juta orang (47 persen) atau 4.22 persen dari tingkat partisipasi penyerapan tenaga kerja nasional, sedangkan industri kerajinan menyerap sebanyak 3.1 juta orang (38 persen). Pendidikan Pendidikan dianggap memiliki peranan paling penting dalam menentukan kualitas manusia. Lewat pendidikan, manusia dianggap akan memperoleh
46
pengetahuan, dan dengan pengetahuannya manusia diharapkan akan semakin berkualitas. Dalam kaitannya dengan perekonomian kreatif, semakin tinggi kualitas SDM maka semakin tinggi PDB industri kreatif karena sumber daya utama pada industri kreatif adalah SDM yang berkualitas. Dalam upaya meningkatkan perekonomian bangsa, pihak pemerintah menggalakkan pengembangan industri kreatif melalui Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). SMK merupakan salah satu elemen pendidikan yang mendukung pengembangan industri kreatif (Sudira 2010). Dalam pengembangan industri kreatif, ada 14 bidang yang telah ditetapkan pemerintah melalui inpres No. 6 Tahun 2009. Dari semua bidang itu, sebanyak 12 bidang sudah dapat diajarkan secara khusus di seluruh SMK di Indonesia Di samping itu, peguruan tinggi juga berperan dalam upaya memenuhi kebutuhan SDM di bidang industri kreatif terutama yang berbasis informasi dan teknologi (IT). Kreativitas dan teknologi merupakan suaatu proses yang berdampingan, maka pelaku industri kreatif dituntut untuk mampu mengikuti perkembangan teknologi (Rianse 2013). Saat ini, sudah banyak Fakultas Industri Kreatif yang berdiri di Indonesia. Dalam proses pembelajarannya, Fakultas Industri Kreatif tidak hanya memberikan pelatihan individu, namun juga kemampuan bekerja sama dengan industri. Gambar 30 menunjukkan bahwa jumlah SMK dan perguruan tinggi di Indonesia sejak tahun 2006 terus mengalami pengingkatan dengan tren rata-rata masing-masing sebesar 8.88 persen dan 6.77 persen per tahun. Dari hasil estimasi, diketahui bahwa variabel pendidikan yang diwakili oleh jumlah SMK dan universitas memiliki koefisien sebesar 1.563281 dan berpengaruh secara signifikan terhadap PDB industri kreatif Indonesia pada taraf nyata lima persen. 12000 10000 8000 6000
SMK
4000
PT
2000 0
Sumber: BPS (2014) Gambar 30 Jumlah SMK dan Universitas di Indonesia
Pertumbuhan TFP (Total Factor Productivity) Produktivitas input juga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor termasuk kemajuan teknologi (Case dan Fair 2007). Salah satu cara untuk mengukur pengaruh teknologi terhadap pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari peran TFP. TFP merupakan faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi selain tenaga kerja dan modal. Berdasarkan hasil analisis regresi data panel, diperoleh nilai koefisien TFP positif sebesar 2.09E-08 dan berpengaruh nyata terhadap PDB industri kreatif Indonesia pada taraf nyata lima persen. Hal ini membuktikan bahwa TFP
47
merupakan salah satu faktor PDB industri kreatif yang merupakan hasil dari kemajuan teknologi (technical progress) dari faktor-faktor produksi.
Jumlah Usaha Industri Kreatif Pada tahun 2013, sektor industri kreatif merupakan sektor ke-5 terbesar dari 10 sektor ekonomi nasional dalam jumlah usaha yang tercipta. Jumlah usaha yang bergerak di 14 subsektor industri kreatif di Indonesia berjumlah 2 380 884 unit usaha atau sekitar 4.5 persen dari jumlah seluruh usaha di Indonesia. 2400000 2380000 2360000 2340000 2320000 2300000 2280000 2260000 2010
2011
2012
2013
Sumber: Kemenparekraf (2014) Gambar 31 Jumlah Usaha Industri Kreatif di Indonesia Gambar 31 menunjukkan jumlah usaha industri kreatif yang terus meningkat selama empat tahun terakhir sehingga mampu menciptakan lapangan kerja dan mengurangi angka pengangguran di Indonesia. Dari seluruh jumlah usaha subsektor industri kreatif di Indonesia, jumlah usaha industri kreatif pada tahun 2013 didominasi oleh industri fesyen (47 persen) dan kerajinan (45 persen) seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 32. Lainnya 8%
Kerajinan 45%
Fesyen 47%
Sumber: Kemenparekraf (2014) Gambar 32 Distribusi Jumlah Usaha Industri Kreatif Indonesia Tahun 2013 Dari hasil estimasi, diketahui bahwa koefisien variabel jumlah usaha sebesar 0.130598. Akan tetapi, probabilitasnya lebih dari taraf nyata 5 atau 10 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa variabel jumlah usaha tidak memiliki pengaruh yang signifikan dalam memengaruhi PDB industri kreatif Indonesia. Meskipun jumlah usaha terus meningkat, namun pelaku usaha industri kreatif seringkali terkendala biaya dalam mengembangkan usaha dan produktivitasnya karena masih terhambat aturan birokrasi yang kaku, bahkan perbankan sendiri
48
kurang percaya untuk memberikan pinjaman modal. Padahal, industri kreatif perlu didukung teknologi yang memadai guna meningkatkan kreativitas yang menjadi andalannya, sehingga butuh modal yang memadai pula.
Dummy Kebijakan Pembentukan Kemenparekraf Indonesia melihat bahwa ukuran dan besaran industri kreatif terus tumbuh setiap tahunnya dan menjadi salah satu sumber kekuatan baru di era globalisasi ini. Pada tahun 2009, Presiden membentuk Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif atau disingkat Kemenparekraf yang sejak tanggal 19 Oktober 2011 dijabat oleh Mari Elka Pangestu. Variabel dummy dengan nilai 0 untuk sebelum pembentukan Kemenparekraf dan nilai 1 untuk setelah pembentukan Kemenparekraf, memiliki nilai probabilitas yang kurang dari = 5 persen dengan nilai koefisien sebesar 0.514356. Dummy yang digunakan dalam model ini dibedakan berdasarkan tahun yaitu sebelum dan setelah dibentuknya Kemenparekraf. Berdasarkan hasil estimasi model, koefisien dummy bernilai positif yang artinya beda rata-rata antara PDB industri kreatif sebelum dan sesudah pembentukan Kemenparekraf adalah sebesar 0.514356 satuan. Koefisien positif menandakan bahwa PDB industri kreatif setelah pembentukan Kemenparekraf lebih tinggi daripada sebelum pembentukan Kemenparekraf. Hal ini sesuai dengan hipotesis dimana dengan dibentuknya kementerian khusus ekonomi kreatif, maka sektor industri ini mendapatkan perhatian khusus dan lebih dari pemerintah sehingga industri kreatif semakin tumbuh dan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Terbukti dengan dibentuknya kementerian pariwisata yang dikombinasikan dengan ekonomi kreatif, mampu mendorong pertumbuhan ekonomi, salah satunya dilihat dari jumlah wisatawan asing yang sudah melewati angka 8 juta wisatawan.
Hubungan PDB dengan Ekspor Industri Kreatif Pada tahun 2013, nilai ekspor ekonomi kreatif yang mencapai 107.1 triliun rupiah dapat mendorong PDB industri kreatif karena ekspor merupakan salah satu komponen PDB. Demikian pula halnya PDB industri kreatif yang mencapai 433 triliun rupiah pada tahun 2013 dapat meningkatkan ekspor karena kondisi perekonomian yang mapan akan menarik investor untuk menanamkan modal di bidang usaha industri kreatif yang berorientasi ekspor sehingga akan menciptakan peluang ekspor yang menjanjikan. Uji Granger Causality digunakan untuk melihat hubungan kausalitas antara variabel-variabel yang diteliti yakni PDB dan ekspor industri kreatif di Indonesia. Melalui uji ini, dapat dilihat apakah kedua variabel tersebut memiliki hubungan yang saling mempengaruhi (hubungan dua arah), memiliki hubungan searah atau sama sekali tidak ada hubungan (tidak saling mempengaruhi). Hasil pengujian granger causality dapat dilihat pada Tabel 22.
49
Tabel 22 Hasil Uji Kausalitas Granger Null Hypothesis: Y2 does not Granger Cause Y1 Y1 does not Granger Cause Y2
Obs
F-Statistic
Prob.
28
7.51879 9.54184
0.0031 0.0010
Dari hasil yang diperoleh di atas, diketahui bahwa yang memiliki hubungan kausalitas adalah yang memiliki nilai probabilitas yang lebih kecil daripada alpha 0.05 sehingga nanti Ho akan ditolak yang berarti suatu variabel akan mempengaruhi variabel lain. Dari pengujian Granger diatas, kita mengetahui hubungan timbal balik atau kausalitas sebagai berikut: Variabel Y1 (PDB industri kreatif) secara signifikan memengaruhi Y2 (ekspor industri kreatif) dengan probabilitas sebesar 0.0031 sehingga dapat menolak hipotesis nol. Variabel Y2 (ekspor industri kreatif) secara signifikan memengaruhi Y1 (PDB industri kreatif) dengan probabilitas sebesar 0.0010 sehingga dapat menolak hipotesis nol. Dengan demikian, disimpulkan bahwa terjadi kausalitas dua arah antara variabel Y1 (PDB industri kreatif dan Y2 (ekspor industri kreatif). Hal tersebut dapat dijelaskan ketika terjadi peningkatan ekspor industri kreatif, maka secara positif juga ikut meningkatkan PDB industri kreatif. PDB yang tinggi mengindikasikan situasi ekonomi di suatu negara berjalan baik sehingga kondisi tersebut sangat baik untuk meningkatkan perdagangan ke luar negeri sehingga ekspor pun meningkat. Akibatnya, produksi barang atau jasa dalam negeri untuk ekspor ikut meningkat dan akhirnya output meningkat pula.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai analisis pertumbuhan ekonomi dan ekspor produk industri kreatif Indonesia dengan periode analisis dari tahun 2006 hingga 2013, maka diperoleh beberapa kesimpulan yaitu: 1. Subsektor industri kreatif dengan kontribusi paling tinggi yaitu fesyen dan kerajinan. Pada tahun 2013, subsektor industri fesyen menyumbang PDB sebesar 65.1 triliun rupiah (42.2 persen), menyerap tenaga kerja sebanyak 3.8 juta orang (47.2 persen), menyumbang ekspor sebesar 76.7 triliun (71.7 persen), dan memiliki jumlah usaha sebanyak 1.1 juta unit (46.5 persen). Selanjutnya, subsektor industri kerajinan menyumbang PDB sebesar 25.4 triliun rupiah (15.1 persen), menyerap tenaga kerja sebanyak 3.1 juta orang (38.2 persen), menyumbang ekspor sebesar 21.7 triliun (20.3 persen), dan memiliki jumlah usaha sebanyak 1 juta unit (45.2 persen). Sementara itu, subsektor dengan kontribusi terendah yaitu pasar barang seni, periklanan, dan seni pertunjukan dengan kontribusi yang belum mencapai 1 persen.
50
2. Hasil perhitungan TFP menunjukkan bahwa terdapat 4 subsektor industri kreatif yang memiliki tren pertumbuhan teknologi yang negatif, yaitu arsitektur, permainan interaktif, layanan komputer dan piranti lunak, serta riset dan pengembangan. Hal ini dikarenakan kurangnya dukungan pemerintah untuk industri tersebut dalam bidang pendanaan. 3. Hasil regresi model PDB industri kreatif Indonesia menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja, pendidikan (jumlah SMK dan perguruan tinggi), pertumbuhan TFP, dan dummy kebijakan pembentukan Kemenparekraf berpengaruh nyata secara positif terhadap PDB industri kreatif Indonesia, sedangkan jumlah usaha tidak berpengaruh nyata. Dari keempat variabel yang berpengaruh nyata, variabel pendidikan memiliki elastisitas tertinggi. 4. Hasil uji kausalitas Granger menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas dua arah antara PDB dan ekspor industri kreatif Indonesia. Dengan demikian, mendukung hipotesis bahwa PDB industri kreatif dalam negeri dan ekspor saling mempengaruhi. Hal ini dikarenakan ketika terjadi peningkatan ekspor industri kreatif, maka secara positif juga ikut meningkatkan PDB industri kreatif. Output yang tinggi mengindikasikan situasi ekonomi di suatu negara berjalan baik sehingga kondisi tersebut sangat baik untuk meningkatkan perdagangan ke luar negeri sehingga ekspor pun meningkat.
Saran Dari hasil penelitian yang diperoleh, maka beberapa masukan yang dapat diberikan oleh penulis adalah sebagai berikut: 1. Melihat peran industi kreatif yang penting bagi perekonomian Indonesia, baik dalam kontribusi PDB, partisipasi tenaga kerja, nilai ekspor, dan jumlah usaha, maka industi kreatif Indonesia perlu terus didukung oleh pemerintah, terutama subsektor fesyen dan kerajinan yang kontribusinya sangat tinggi terhadap industri kreatif. Sementara itu, untuk subsektor dengan kontribusi yang masih rendah diperlukan perhatian lebih dari pemerintah. Periklanan: perlu dukungan pemerintah bagi insan kreatif periklanan untuk mengikuti ajang pariwara berskala internasional; Arsitektur: perlu dukungan pemerintah dalam hal pembiayaan dan dukungan bagi arsitek dalam negeri untuk mengikuti pameran di luar negeri; Pasar barang seni: perlu dukungan pemerintah dalam hal pembiayaan dan landasan pendidikan; Kerajinan: perlu peran pemerintah dalam peningkatan upah para pengrajin agar produktivitas meningkat dan pelarangan ekspor bahan baku untuk industri kerajinan; Desain: perlu peran pemerintah dalam peningkatan upah para desainer agar tidak bekerja di luar negeri dan penyediaan sekolah desain dengan biaya terjangkau; Fesyen: perlu tindakan tegas dari pemerintah dalam mengatasi pemalsuan merk produk fesyen; Film, video, dan fotografi: perlu peran pemerintah untuk memperbaiki infrastruktur agar bioskop tidak hanya terpusat di Jabodetabek, meningkatkan pendidikan formal di bidang ini, dan menindak tegas tindak pembajakan;
51
2.
3.
4.
5.
Permainan interaktif: perlu dukungan pemerintah untuk meningkatkan teknologi dan pendidikan di bidang ini, serta menyediakan lembaga pembiayaan khusus yang mendukung industri ini; Musik: perlu peran pemerintah dalam menindak tegas tindak pembajakan; Seni pertunjukan: perlu peran pemerintah dalam meningkatkan lembaga pendidikan formal untuk kesenian di Indonesia; Penerbitan dan percetakan: perlu dukungan pemerintah dalam penyediaan bahan baku kertas agar tidak impor dari luar negeri. Layanan komputer dan piranti lunak: perlu dukungan pemerintah untuk meningkatkan pendidikan di bidang ini dalam rangka pemenuhan kebutuhan SDM yang berkualitas dan meningkatkan insentif pekerja pada industri ini. Radio dan televisi: pemerintah daerah agar membantu pembiayaan stasiun penyiaran daerah agar tidak kalah dengan stasiun nasional. Riset dan pengembangan: perlu dukungan pemerintah dalam pembiayaan untuk meningkatkan teknologi. Variabel pertumbuhan TFP berpengaruh nyata terhadap PDB industri kreatif Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah sebaiknya menganggarkan dana untuk terus melakukan perbaikan teknologi dalam industri kreatif, terutama yang pertumbuhan teknologinya masih negatif yaitu arsitektur, permainan interaktif, layanan komputer dan piranti lunak, serta riset dan pengembangan. Variabel jumlah usaha tidak berpengaruh nyata terhadap PDB industri kreatif Indonesia. Hal ini dikarenakan banyak usaha industri kreatif yang masih terbatas teknologi sehingga usahanya belum maksimal. Oleh karena itu, pemerintah sebaiknya mengadakan lembaga pembiayaan untuk industri kreatif. Variabel pendidikan (jumlah SMK dan perguruan tinggi) berpengaruh nyata terhadap PDB industri kreatif Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah sebaiknya terus mengembangkan sistem pendidikan di Indonesia yang mendorong masyarakat untuk bisa kreatif dan kerjasama dengan industri. Diperlukan peran pemerintah untuk meningkatkan daya saing produk industri kreatif yang diperdagangkan untuk mengantisipasi persaingan sesama eksportir produk sejenis agar ekspor industri kreatif terus meningkat dan PDB industri kreatif juga meningkat.
DAFTAR PUSTAKA Ajija, Shochrul R. 2011. Cara Cerdas Menguasai E-Views. Salemba Empat. Jakarta. Aliman, Purnomo, A.B. 2001. Kausalitas Antara Ekspor dan Pertumbuhan Ekonomi. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Volume 16, Nomor 2: 122-137. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik Pendidikan 2013 (Susenas). Badan Pusat Statistik. Jakarta. Cahyadi, L. D. C. 2011. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Industri Kreatif di Kota Denpasar. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar.
52
Case, K. E., Fair R. C. 2007. Prinsip-prinsip Ekonomi Jilid I. Edisi kedelapan. Erlangga. Jakarta. Gujarati, D. 2004. Basics Econometrics. Fourth Edition. The Megraw-Hill Companies. New York. Kemenparekraf. 2014. Data Statistik. Pusat Data dan Informasi. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi dan Kreatif. Jakarta. Kemendag. 2008. Data Statistik. Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri. Kementerian Perdagangan. Jakarta. Kemendag. 2008. Buku 2 Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025. Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri. Kementerian Perdagangan. Jakarta. Kim, L.N., Ni, L. 2011. The Nexus between Hallyu and Soft Power. In: Hallyu: Influence of Korean Popular Culture in Asia and Beyond. Seoul National University Press, Seoul. Koutsoyiannis, A. 1977. Theory of Econometrics : An Introdutory Exposition of Econometrics, 2nd Edition. New York: Harper and Row Publishers Inc. Kuncoro, M. 2010. Visi Indonesia 2030: Quo Vadis? Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Mahyuddin, Juanda, B., Siregar, H. 2006. Total Factor Productivity dan Dampaknya Terhadap Kesempatan Kerja di Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian No 23. Mankiw, N.G. 2003. Makroekonomi. Edisi Keenam. Liza F, penerjemah; Hardani W, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Macroeconomics. Sixth Edition. Harper and Row Publisher. New York. Mikić, H. 2012. Public policy and creative industries in Serbia. In: 7th International Conference on Cultural Policy Research. Proceeding of a workshop held in Barcelona, Spain, 9-12 July 2012. Oiconita, N. 2006. Analisis Ekspor dan Output Nasional Di Indonesia: Periode 1980-2004, Kajian Tentang Kausalitas dan Kointegrasi. Tesis. Program Pascasarjana. Universitas Indonesia, Depok. Rani, P. 2011. Impact of Technology on Creative Industries: A Study of The Indian Film Industry. In: International Search Conference. Proceeding of a workshop held in Kuala Lumpur, Malaysia, 28-29 May 2011. Raswatie, Fitria Dewi. 2013. Peranan TFP, Hubungan Ekspor-Produk Domestik Bruto (PDB) dan Perubahan Struktur di Sektor Pertanian Indonesia. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Rianse, U. 2013. Peran Pemerintah dan Perguruan Tinggi dalam Pengembangan Ekonomi Kreatif Berbasis Budaya Lokal. Dalam: Kongres Kebudayaan Indonesia (KKI) di Yogyakarta, Indonesia, 8-11 Oktober 2013. Sebayang, L.R. 2012. Analisis Prospek Ekspor Industri Kreatif dalam Meningkatkan Perekonomian Indonesia. Tesis. Program Pascasarjana. Universitas Sumatera Utara, Medan. Sharma, S.C., Dhakal, D. 1994. Causal Analyses Between Exports and Economic Growth in Developing Countries. Applied Economics Volume 26, Issue 12: 1145-1157. Sudira, P. 2010. Nilai Pendidikan Kejuruan dan Pendidikan Berkarakter Industri di SMK. Dalam: Seminar Nasional Pendidikan Teknik Boga dan Busana Tahun 2010 di Yogyakarta, Indonesia.
53
Suparyati, A. 1999. Analisis Dampak Keterbukaan Ekonomi dan Stabilitas Makroekonomi terhadap Pertumbuhan TFP Indonesia. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Universitas Indonesia, Depok. Toffler, A. 1980. Future Shock. Pan Book Ltd., London. Winarno, W. W. 2009. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Menggunakan Eviews. STIM YKPN, Yogyakarta. Zhang, J., Kloudova, J. 2009. Factors which Influence the Growth of Creative Industries: Cross-section Analysis in China. Current Issues of Business and Law, Volume 3: 104-117.
54
LAMPIRAN
55
Lampiran 1 Hasil Uji Chow untuk Perhitungan ΔTFP Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test Cross-section F Cross-section Chi-square
Statistic 20.228037 153.846357
d.f.
Prob.
(13,110) 13
0.0000 0.0000
Lampiran 2 Hasil Uji Hausman untuk Perhitungan ΔTFP Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled Test cross-section random effects Test Summary Cross-section random
Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. 12.873222
2
Prob. 0.0016
56
Lampiran 3 Hasil Regresi Panel untuk Perhitungan ΔTFP (Pooled Least Square) Dependent Variable: LOG(Y) Method: Panel Least Squares Date: 01/02/02 Time: 00:43 Sample: 2005 2013 Periods included: 9 Cross-sections included: 14 Total panel (balanced) observations: 126 Variable
Coefficient
LOG(TK) LOG(K) C
1.601046 -0.749160 -2.762180
R-squared 0.816937 Adjusted R-squared 0.813961 S.E. of regression 0.682013 Sum squared resid 57.21244 Log likelihood -129.0471 F-statistic 274.4503 Prob(F-statistic) 0.000000
Std. Error
t-Statistic
0.146061 10.96151 0.120553 -6.214374 0.570657 -4.840353 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
Prob. 0.0000 0.0000 0.0000 7.961914 1.581212 2.095986 2.163516 2.123421 0.229517
57
Lampiran 4 Hasil Regresi Panel untuk Perhitungan ΔTFP (Fixed Effect Model) Dependent Variable: LOG(Y) Method: Panel Least Squares Date: 01/02/02 Time: 00:35 Sample: 2005 2013 Periods included: 9 Cross-sections included: 14 Total panel (balanced) observations: 126 Variable
Coefficient
LOG(TK) LOG(K) C
0.883565 0.090308 -2.037725
Std. Error
t-Statistic
0.148046 6.406826 0.113804 -0.520405 0.738652 -2.758708
Prob. 0.0000 0.6038 0.0068
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.994907 Adjusted R-squared 0.938646 S.E. of regression 0.391662 Sum squared resid 16.87391 Log likelihood -52.12391 F-statistic 128.4905 Prob(F-statistic) 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
7.961914 1.581212 1.081332 1.441495 1.227655 0.523628
58
Lampiran 5 Hasil Regresi Panel untuk Perhitungan ΔTFP (Random Effect Model) Dependent Variable: LOG(Y) Method: Panel EGLS (Cross-section random effects) Date: 01/02/02 Time: 00:41 Sample: 2005 2013 Periods included: 9 Cross-sections included: 14 Total panel (balanced) observations: 126 Swamy and Arora estimator of component variances Variable
Coefficient
LOG(TK) LOG(K) C
1.004235 -0.150446 -1.793368
Std. Error
t-Statistic
0.137837 7.285668 0.108376 -1.388196 0.660723 -2.714252
Prob. 0.0000 0.1676 0.0076
Effects Specification S.D. Cross-section random Idiosyncratic random
0.521183 0.391662
Rho 0.6391 0.3609
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.731668 0.727305 0.408601 167.6936 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
1.934651 0.782458 20.53545 0.436954
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.761805 74.44291
Mean dependent var Durbin-Watson stat
7.961914 0.120536
59
Lampiran 6 Hasil Perhitungan ΔTFP Industri Periklanan Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
ΔPDB/PDB a(ΔK/K) 0.2589 0.345766 0.1588 0.17951 0.0033 0.064166 0.0330 0.257683 -0.8538 -0.44719 0.0973 0.028831 0.0642 0.016853 0.0801 0.017115 Rata-rata
b(ΔL/L) 0.512967 -0.06157 -0.12272 0.249066 -0.69188 0.070919 0.044855 0.02606
ΔA/A -0.02887 0.202374 0.119606 -0.02419 -0.11719 0.023538 0.017625 0.052341 0.030654
Lampiran 7 Hasil Perhitungan ΔTFP Industri Arsitektur Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
ΔPDB/PDB a(ΔK/K) 0.0750 0.207593 0.1117 0.147845 0.1277 0.146541 0.1198 0.32965 0.0712 -0.1091 0.0874 0.012182 0.0580 0.008596 0.0804 0.007219 Rata-rata
b(ΔL/L) 0.299238 -0.09764 -0.02015 0.349878 0.163737 0.057246 0.036221 0.012382
ΔA/A -0.24502 0.194537 0.133204 -0.26302 -0.08164 0.028965 0.020956 0.067341 -0.01808
Lampiran 8 Hasil Perhitungan ΔTFP Industri Pasar Barang Seni Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
ΔPDB/PDB a(ΔK/K) 0.1594 0.049848 0.0170 -0.03037 0.0469 -0.0251 0.0827 0.036105 -0.4178 -0.32722 0.0684 0.008657 0.0274 0.010075 0.0406 0.011074 Rata-rata
b(ΔL/L) 0.041432 0.047751 -0.00532 0.079847 -0.63444 0.013149 0.004636 0.001995
ΔA/A 0.112975 -0.02774 0.054766 -0.00074 0.249322 0.054355 0.021782 0.037509 0.063
60
Lampiran 9 Hasil Perhitungan ΔTFP Industri Kerajinan Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
ΔPDB/PDB a(ΔK/K) b(ΔL/L) ΔA/A -0.0310 -0.10064 -0.12545 0.104549 0.0069 0.049922 0.06493 -0.06301 -0.0656 -0.1178 -0.13142 0.077569 -0.0443 -0.07166 -0.0828 0.045645 -0.1547 0.275614 0.864831 -0.0147 0.0351 0.005058 0.02564 0.008932 0.0191 0.004533 0.028295 -0.00964 0.0638 0.002761 0.009863 0.053619 Rata-rata 0.026
Lampiran 10 Hasil Perhitungan ΔTFP Industri Desain Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
ΔPDB/PDB a(ΔK/K) b(ΔL/L) ΔA/A -0.1147 -0.18666 -0.26177 0.165732 0.1847 0.384589 0.518269 0.0372 0.0004 -0.07026 -0.08402 0.091462 -0.2080 -0.20713 -0.29306 0.105762 0.5534 -0.49138 -0.39153 0.099 0.0251 0.008725 0.018079 0.006184 0.0146 0.006835 0.016025 -0.00213 0.0405 0.008939 0.00891 0.030652 Rata-rata 0.067
Lampiran 11 Hasil Perhitungan ΔTFP Industri Fesyen Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
ΔPDB/PDB a(ΔK/K) b(ΔL/L) ΔA/A -0.0560 -0.1117 -0.14359 0.098714 0.0635 0.146749 0.178498 -0.12963 0.0042 -0.06803 -0.06352 0.074481 -0.0303 -0.06089 -0.06848 0.044304 0.1788 -0.07869 0.4079 -0.022 0.0720 0.009471 0.009437 0.061599 0.0567 0.00723 0.00549 0.050437 0.0644 0.003188 0.007336 0.056712 Rata-rata 0.029
61
Lampiran 12 Hasil Perhitungan ΔTFP Industri Film. Video. dan Fotografi Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
ΔPDB/PDB a(ΔK/K) 0.0043 -0.03169 0.0293 0.031191 0.0120 -0.07601 -0.0746 -0.05988 9.2716 5.626057 0.0774 0.020177 0.0682 0.017837 0.0627 0.016411 Rata-rata
b(ΔL/L) -0.05354 0.052639 -0.02651 -0.05995 2.332169 0.051207 0.039405 0.019154
ΔA/A 0.060963 -0.02651 0.046081 -0.00871 0.0637 0.024147 0.026981 0.041876 0.028
Lampiran 13 Hasil Perhitungan ΔTFP Industri Permainan Interaktif Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
ΔPDB/PDB a(ΔK/K) 0.1383 0.272269 0.0973 0.156069 0.0182 0.085321 0.0759 0.286747 3.9449 11.21576 0.0565 0.013578 0.0521 0.011577 0.0634 0.017236 Rata-rata
b(ΔL/L) 0.402131 -0.09026 -0.0968 0.292092 7.059335 0.031239 0.022458 0.007967
ΔA/A -0.29108 0.171909 0.106452 -0.24487 -4.23604 0.023924 0.028463 0.053723 -0.024
Lampiran 14 Hasil Perhitungan ΔTFP Industri Musik Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
ΔPDB/PDB a(ΔK/K) 0.1216 -0.02237 0.4896 0.238913 0.0434 -0.01071 0.0678 0.108524 -0.4261 -0.19268 0.0325 0.016972 0.0234 0.016622 0.0437 0.01439 Rata-rata
b(ΔL/L) ΔA/A -0.03719 0.0168 0.397631 0.068106 0.047797 -0.00329 0.039231 0.017681 -0.40628 -0.00056 0.047207 -0.01637 0.034029 -0.01226 0.01602 0.02622 0.012
62
Lampiran 15 Hasil Perhitungan ΔTFP Industri Seni Pertunjukan Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
ΔPDB/PDB a(ΔK/K) 0.1387 0.032393 0.0973 0.072936 0.0181 -0.07403 0.0524 0.013064 7.1486 9.553881 0.0272 0.016783 0.0298 0.01651 0.0689 0.019108 Rata-rata
b(ΔL/L) ΔA/A 0.02425 0.11122 0.117164 -0.0272 -0.02379 0.049261 0.060625 -0.00952 7.307031 -1.11382 0.045963 -0.02044 0.033183 -0.00499 0.013703 0.053245 0.005
Lampiran 16 Hasil Perhitungan ΔTFP Industri Penerbitan Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
ΔPDB/PDB a(ΔK/K) 0.0567 -0.077 0.3468 0.040192 0.0573 0.092881 0.0428 -0.184 3.2716 3.302041 0.0068 0.005979 0.0360 0.002148 0.0339 0.001782 Rata-rata
b(ΔL/L) -0.07528 -0.00178 0.073425 -0.04827 6.118422 0.010935 0.015049 0.003454
ΔA/A 0.139717 0.344543 -0.0254 0.109432 -3.17706 -0.00476 0.020718 0.030267 0.114
Lampiran 17 Hasil Perhitungan ΔTFP Industri Layanan Komputer dan Piranti Lunak Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
ΔPDB/PDB a(ΔK/K) 0.1584 0.270423 0.1258 0.157282 0.0646 0.105231 0.0753 0.292147 2.1890 3.633275 0.0876 0.02141 0.0944 0.017998 0.0824 0.012912 Rata-rata
b(ΔL/L) 0.396195 -0.08686 -0.07216 0.298233 6.638322 0.026216 0.022525 0.005697
ΔA/A -0.26484 0.19697 0.126212 -0.25211 -0.0481 0.059243 0.070073 0.075444 -0.005
63
Lampiran 18 Hasil Perhitungan ΔTFP Industri Radio dan Televisi Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
ΔPDB/PDB a(ΔK/K) 0.1459 0.036716 0.1188 0.085894 0.0252 -0.0704 0.0502 0.011909 2.0416 -0.2939 0.0744 0.02586 0.0644 0.020693 0.0682 0.003044 Rata-rata
b(ΔL/L) 0.030916 0.137969 -0.01725 0.058567 -0.12809 0.018073 0.013615 0.006513
ΔA/A 0.111353 -0.02777 0.049531 -0.00953 2.199079 0.053749 0.048716 0.061382 0.038
Lampiran 19 Hasil Perhitungan ΔTFP Industri Riset dan Pengembangan Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
ΔPDB/PDB a(ΔK/K) 0.0478 0.186104 0.0504 0.106818 0.0568 0.099357 0.0548 0.276414 3.5014 0.455524 0.0813 0.035427 0.0626 0.02889 0.0743 0.017988 Rata-rata
b(ΔL/L) 0.267671 -0.14478 -0.07851 0.274331 0.76916 0.034705 0.05234 0.014111
ΔA/A -0.23845 0.184457 0.125372 -0.24714 2.68668 0.043075 0.007326 0.058439 -0.05
64
Lampiran 20 Hasil Uji Chow Model PDB Industri Kreatif Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test Cross-section F Cross-section Chi-square
Statistic 16.755927 135.143360
d.f.
Prob.
(13,93) 13
0.0000 0.0000
Lampiran 21 Hasil Uji Hausman Model PDB Industri Kreatif Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled Test cross-section random effects Test Summary Cross-section random
Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. 0.000000
5
Prob. 1.0000
65
Lampiran 22 Hasil Analisis Regresi Model PDB Industri Kreatif (Pooled Least Square) Dependent Variable: LOG(Y) Method: Panel Least Squares Date: 01/01/02 Time: 04:22 Sample: 2006 2013 Periods included: 8 Cross-sections included: 14 Total panel (balanced) observations: 112 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
LOG(TK) 0.658565 TFP 1.51E-08 LOG(PENDIDIKAN) 1.272416 LOG(K) -0.079317 DUMMY 0.495334 C -3.587872
0.157366 4.184938 6.65E-09 2.277779 0.127478 9.981428 0.135924 -0.583540 0.118877 4.166771 1.149447 -3.121391
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.889763 0.884563 0.566923 34.06864 -92.27430 171.1121 0.000000
Prob. 0.0001 0.0247 0.0000 0.5608 0.0001 0.0023 14.60320 1.668596 1.754898 1.900532 1.813987 0.241016
66
Lampiran 23 Hasil Analisis Regresi Model PDB Industri Kreatif (Fixed Effect Model) Dependent Variable: LOG(Y) Method: Panel Least Squares Date: 01/01/02 Time: 04:23 Sample: 2006 2013 Periods included: 8 Cross-sections included: 14 Total panel (balanced) observations: 112 Variable
Coefficient
LOG(TK) 0.214605 TFP 1.20E-08 LOG(PENDIDIKAN) 2.532861 LOG(K) 0.086415 DUMMY 0.506833 C -11.31263
Std. Error
t-Statistic
0.165768 1.294610 1.14E-08 1.051179 0.497117 5.095098 0.124250 0.695494 0.154857 3.272916 4.411715 -2.564224
Prob. 0.1987 0.2959 0.0000 0.4885 0.0015 0.0119
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.967017 0.960633 0.331069 10.19340 -24.70262 151.4785 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
14.60320 1.668596 0.780404 1.241578 0.967517 0.952280
67
Lampiran 24 Dependent Variable: LOG(Y) Method: Panel EGLS (Cross-section random effects) Date: 01/01/02 Time: 01:45 Sample: 2006 2013 Periods included: 8 Cross-sections included: 14 Total panel (balanced) observations: 112 Swamy and Arora estimator of component variances Variable
Coefficient
LOG(TK) 0.290981 TFP 2.09E-08 LOG(PENDIDIKAN) 1.563281 LOG(K) 0.130598 DUMMY 0.514356 C -4.098822
Std. Error
t-Statistic
0.152832 1.903926 8.66E-09 2.416885 0.235091 6.649682 0.114627 1.139335 0.103430 4.972972 2.178933 -1.881115
Prob. 0.0596 0.0174 0.0000 0.2571 0.0000 0.0627
Effects Specification S.D. Cross-section random Idiosyncratic random
0.534940 0.331069
Rho 0.7231 0.2769
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.852431 0.845470 0.339163 122.4617 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
3.121482 0.862786 12.19337 0.638137
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.868634 40.59832
Mean dependent var Durbin-Watson stat
14.60320 0.191659
68
Lampiran 25 Cross-section effect CROSSID 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Effect -0.858680 0.436164 0.090237 -0.063711 -0.611056 0.252837 -0.140933 -0.242935 0.261882 -0.843626 0.820461 0.618855 0.308563 -0.028057
69
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Nandha Rizki Awalia dilahirkan pada tanggal 21 Juli 1991 di Jakarta. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Bambang Deliyanto dan Melly Prabawati. Pendidikan dasar penulis ditempuh di SD LPI At-Taufiq, kemudian penulis melanjutkan pendidikannya ke SMP Negeri 216 Jakarta dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun yang sama, penulis diterima di SMA Negeri 68 Jakarta dan lulus pada tahun 2009. Pada tahun 2009, penulis diterima menjadi mahasiswi di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan lulus pada tahun 2013. Pada tahun 2012, penulis diterima pada program fast track di Departemen Ilmu Ekonomi, Sekolah Pascasarjana IPB dan mendapat beasiswa fresh graduate dari DIKTI. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi dan berbagai kegiatan kepanitiaan. Organisasi yang pernah diikuti oleh penulis antara lain Paduan Suara Mahasiswa (PSM) „Agriaswara‟ IPB (2010-sekarang) dan Community of Art, Sport, and Culture (COAST) FEM IPB tahun 2010-2011 dalam divisi tari. Kegiatan kepanitiaan yang pernah diikuti adalah HIPOTEX-R (2010), Masa Perkenalan Departemen Ilmu Ekonomi (2011), Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) (2011), Konser Tahunan Agriaswara: Harmony in Cacophony (2011), Seminar Politik Ceria (2011), dan Bogor Art Festival (2012). Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains, penulis menyelesaikan tesis yang berjudul Analisis Pertumbuhan Teknologi, Produk Domestik Bruto, dan Ekspor Sektor Industri Kreatif Indonesia.