ANALISIS PRODUKTIVITAS INDUSTRI BAN INDONESIA PERIODE 1984-2003 (Melalui Pendekatan Total Factor Productivity)
OLEH STUTI ANINDITA H14102061
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN
STUTI ANINDITA. Analisis Produktivitas Industri Ban Indonesia Periode 1984-2003 (Melalui Pendekatan Total Factor Productivity) (dibimbing oleh MUHAMMAD FINDI A.) Jika dibandingkan dengan sektor lain maka industri ban termasuk salah satu industri yang paling kuat saat ini. Dikatakan demikian karena produksi dan penjualan pada industri ban setiap tahunnya mengalami peningkatan. Dari Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa pertumbuhan produksi dan penjualan secara keseluruhan meningkat. Walaupun pada tahun 1998 mengalami penurunan, namun pada tahun-tahun selanjutnya kembali meningkat. Kondisi ini antara lain disebabkan oleh cepatnya pertumbuhan industri otomotif belakangan ini. Kenaikan harga minyak mentah dunia hingga mencapai lebih dari US$ 60 per barel berpengaruh luas dalam meningkatkan harga BBM, biaya transportasi dan harga bahan baku. Selain kenaikan harga minyak mentah, naiknya Tarif Dasar Listrik (TDL) juga cukup mengganggu kinerja perusahaan yang tengah berupaya semaksimal mungkin melakukan efisiensi di tengah kenaikan harga minyak dunia, walaupun tarif listrik dalam industri ban hanya berpengaruh sebesar 2%-4%. Di sisi lain, daya beli masyarakat dalam negeri terus menurun akibat serangan masuknya impor ban ilegal yang berasal dari China, India, dan Singapura. Dengan melihat kondisi pada industri ban Indonesia tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis produktivitas parsial industri ban Indonesia dan menganalisis Total Factor Productivity (TFP) industri ban Indonesia. Selain itu, penelitian ini menganalisis kontribusi progres teknologi terhadap peningkatan produksi industri ban Indonesia. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data deret waktu (time series). Data deret waktu tersebut meliputi data tahunan 20 tahun (1984-2003). Jenis data yang dipergunakan meliputi data input industri ban (tenaga kerja, modal, bahan baku, dan energi), data produksi industri ban, dan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) dengan tahun dasar 1993 (1993=100). Ada dua model yang digunakan untuk menganalisis masalah pada penelitian ini yaitu model pertumbuhan Solow dan model regresi linier berganda dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas tenaga kerja, modal, bahan baku, dan energi masing-masing sebesar 14.316771; 12,845011; 1.668200; dan 49,687266. Energi memiliki produktivitas yang terbesar jika dibandingkan dengan produktivitas faktor produksi lainnya. Dari model pertumbuhan Solow yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh nilai Total Factor Productivity (TFP) atau progres teknologi sebesar -2,51 persen. Nilai TFP yang negatif ini menunjukkan bahwa penguasaan teknologi pada industri ban masih lemah.
1
Dari model Cobb-Douglas yang digunakan dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa TFP berpengaruh positif dan secara statistik berpengaruh nyata terhadap peningkatan produksi. Hal ini berarti progres teknologi memberikan kontribusi yang positif terhadap produksi ban di Indonesia. Faktor produksi tenaga kerja, bahan baku, dan energi juga memberikan hasil sesuai hipotesis, yaitu berpengaruh positif dan secara statistik berpengaruh nyata terhadap produksi. Faktor produksi modal memberikan pengaruh tidak nyata terhadap peningkatan produksi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peningkatan produksi industri ban Indonesia lebih ditentukan oleh peningkatan intensitas pemakaian tenaga kerja, bahan baku, energi, dan teknologi yang ada dalam industri ban tersebut. Melihat nilai TFP yang negatif, penulis menyarakan kepada industri ban agar meningkatkan Research & Development (R&D) dengan memberikan insentif kepada para karyawan di bidang R&D. Selain itu, pemerintah perlu memberikan insentif bagi perusahaan-perusahaan yang giat melakukan R&D dalam mengembangkan usahanya. Dengan memberikan insentif dan peraturan lain yang mengikat, perusahaan-perusahaan dapat lebih terangsang untuk melakukan inovasi, adopsi teknologi negara maju, dan mungkin juga pengembangan teknologi baru. Selanjutnya ini dapat meningkatkan Total Factor Productivity (TFP). Untuk meningkatkan produktivitas industri ban, pemerintah perlu menciptakan rasa aman kepada pelaku usaha baik lokal maupun asing dalam melakukan kegiatan bisnis dan industri. Kondisi yang demikian diharapkan mampu meningkatkan investasi sehingga akan meningkatkan produktivitas industri ban. Selain itu, pemerintah juga perlu memberikan insentif biaya energi terhadap industri yang berorientasi ekspor. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah menganalisa daya saing industri ban Indonesia guna mengetahui posisi industri ban Indonesia di pasar dunia.
ANALISIS PRODUKTIVITAS INDUSTRI BAN INDONESIA PERIODE 1984-2003 (Melalui Pendekatan Total Factor Productivity)
Oleh STUTI ANINDITA H14102061
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa
: Stuti Anindita
Nomor Registrasi Pokok : H14102061 Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis Produktivitas Industri Ban Indonesia Periode
1984-2003 (Melalui Pendekatan Total
Factor Productivity)
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Muhammad Findi A, S.E, M.Si IPB 030507
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S NIP. 131 846 872 Tanggal Kelulusan: 4 Agustus 2006
iv
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor,
Juni 2006
Stuti Anindita H14102061
v
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Stuti Anindita lahir pada tanggal 16 Juni 1984 di Jakarta Selatan. Penulis anak tunggal dari pasangan Ir. Subchi Hasbullah dan R. Ay. Hattantilah. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan. Penulis menamatkan sekolah dasar pada SD Muhammadiyah Condong Catur Yogyakarta, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 11 Yogyakarta dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMUI Al Azhar 4 Kemang Pratama Bekasi dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2002 penulis melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Produktivitas Industri Ban Indonesia Periode 1984-2003 (Melalui Pendekatan Total Factor Productivity)”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama kepada Bapak Muhammad Findi A, M.Si yang telah memberikan bimbingan dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Bapak Alla Asmara, M.Si yang telah menguji hasil karya ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Widyastutik, M.Si, terutama atas perbaikan tata cara penulisan skripsi ini. Segala kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini, sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua penulis, yaitu Bapak Ir. Subchi Hasbullah dan Ibu R. Ay. Hattantillah (Alm). Kesabaran dan dorongan mereka sangat besar artinya dalam proses penyelesaian skripsi ini. Penulis juga berterimakasih kepada pihak-pihak lain yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, namun tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, Juni 2006
Stuti Anindita H14102061
vii
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL............................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................
xi
I. PENDAHULUAN .......................................................................................
1
1.1. Latar Belakang ....................................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah ............................................................................
3
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................
5
1.4. Kegunaan Penelitian ...........................................................................
5
1.5. Ruang Lingkup....................................................................................
6
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ......................
7
2.1. Pengertian Industri Ban.......................................................................
7
2.2. Pengertian Produktivitas .....................................................................
9
2.3. Pengertian Produksi ............................................................................ 12 2.3.1. Pengertian Tenaga Kerja ........................................................... 13 2.3.2. Pengertian Modal ...................................................................... 13 2.4. Penelitian Terdahulu ........................................................................... 14 2.5. Kerangka Pemikiran............................................................................ 16 2.5.1. Konsep Produktivitas ................................................................ 16 2.5.2. Konsep Pertumbuhan Solow ..................................................... 19 2.5.3. Fungsi Produksi Cobb-Douglas ................................................ 22 2.5.4. Kerangka Pemikiran Konseptual............................................... 25 2.6. Hipotesis.............................................................................................. 25 III. METODE PENELITIAN............................................................................. 27 3.1. Jenis dan Sumber Data ........................................................................ 27 3.2. Metode Analisis Data.......................................................................... 28 3.3. Uji Normalitas..................................................................................... 31 3.4. Kriteria Statistik .................................................................................. 31 3.5. Kriteria Ekonometrika......................................................................... 35
viii
IV. GAMBARAN UMUM ................................................................................ 39 4.1. Perkembangan Jumlah Perusahaan ..................................................... 39 4.2. Perkembangan Produksi Industri Ban Indonesia ................................ 40 4.3. Perkembangan Permintaan dan Penawaran Industri Ban Indonesia ............................................................................................. 41 4.4. Perkembangan Nilai Ekpor Industri Ban Dunia ................................. 42 4.5. Perkembangan Nilai Impor Industri Ban Dunia ................................. 44 4.6. Struktur Biaya Industri Ban ............................................................... 45 4.7. Proses Pembuatan Ban ........................................................................ 46 4.8. Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib Ban .................................... 46 V. HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................... 50 5.1. Analisis Produktivitas Parsial Industri Ban Indonesia ........................ 50 5.2. Analisis Total Factor Productivity (TFP) ........................................... 51 5.2.1. Uji Kenormalan......................................................................... 52 5.2.2. Uji Statistik ............................................................................... 52 5.2.3. Uji Ekonometrika ...................................................................... 53 5.3. Analisis Kontribusi Progres Teknologi terhadap Produksi................. 57 5.3.1. Uji Kenormalan......................................................................... 57 5.3.2. Uji Statistik ............................................................................... 58 5.3.3. Uji Ekonometrika ...................................................................... 59 5.3.4. Uji Ekonomi .............................................................................. 61 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 64 6.1. Kesimpulan ......................................................................................... 64 6.2. Saran.................................................................................................... 65 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 66 LAMPIRAN....................................................................................................... 69
ix
DAFTAR TABEL
Nomor 1.1.
Halaman Peranan Produk Domestik Bruto (PDB) Menurut Lapangan Usaha, Tahun 2001-2003 ....................................................................................
1
Total Produksi dan Penjualan Industri Ban Indonesia, Tahun 1997-2003 ....................................................................................
2
1.3.
Komposisi Asal Bahan Baku Industri Ban Indonesia .............................
3
2.1.
Jenis Ban Berdasarkan Kode KLUI ........................................................
9
4.1.
Kapasitas, Produksi, dan Utilisasi Industri Ban Indonesia Tahun 2001-2003 .................................................................................... 41
4.2.
Perbandingan Permintaan dan Penawaran Industri Ban Indonesia Tahun 2003 ............................................................................. 42
4.3.
Nilai Ekspor Ban Luar dan Ban Dalam Negara-Negara Eksportir Utama Tahun 2000-2003 ........................................................................ 43
4.4.
Nilai Impor Ban Luar dan Ban Dalam Negara-Negara Importir Utama Tahun 2000-2003 ....................................................................... 44
4.5.
Struktur Biaya Industri Ban Indonesia Tahun 2001-2003 ..................... 45
5.1.
Produktivitas Parsial Industri Ban Indonesia ......................................... 50
5.2.
Hasil Estimasi Regresi Fungsi Produksi Cobb-Douglas untuk Menghitung Koefisien Total Factor Productivity (TFP) ....................... 52
5.3.
Perbandingan Iklim Usaha Indonesia dengan Negara Lainnya ............. 56
5.4.
Hasil Estimasi Regresi Fungsi Produksi Cobb-Douglas dengan Memasukkan Variabel Pertumbuhan Total Factor Productivity (TFP) ................................................................................ 57
5.5.
Hasil Uji Autokorelasi Sebelum Penambahan Auto Regressive (AR) .................................................................................... 59
5.6.
Tingkat Suku Bunga Bank Indonesia per Tahun .................................. 63
1.2.
x
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
2.1.
Kurva Peningkatan Produktivitas............................................................ 19
2.2.
Diagram Alur Kerangka Pemikiran Konseptual ..................................... 25
4.1.
Diagram Alur Pembuatan Ban ................................................................ 49
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Profil Perusahaan Industri Ban Indonesia .............................................. 70
2.
Data Produksi Riil dan Faktor-Faktor Produksi Riil Industri Ban Indonesia Periode 1984-2003 ................................................................ 74
3.
Data Logaritma Produksi dan Faktor-Faktor Produksi Industri Ban Indonesia Periode 1984-2003 ................................................................. 75
4.
Nilai Produktivitas Faktor Produksi Tenaga Kerja, Modal, Bahan Baku, dan Energi ......................................................................... 76
5.
Data Pertumbuhan TFP Industri Ban Indonesia .......................................77
6.
Hasil Estimasi Regresi Fungsi Produksi Cobb-Douglas untuk Menghitung Koefisien Total Factor Productivity ........................ 78
7.
Hasil Uji Kenormalan Sebelum Memasukkan Variabel Progres Teknologi ............................................................................................... 79
8.
Hasil Estimasi Regresi Fungsi Produksi Cobb-Douglas dengan Memasukkan Variabel Progres Teknologi ................................. 80
9.
Hasil Uji Kenormalan SetelahMemasukkan Variabel Progres Teknologi ............................................................................................... 81
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor industri yang telah banyak dilakukan pemerintah dengan Program Pembangunan Lima Tahun (PELITA) menjadi awal era industrialisasi di Indonesia. Meningkatnya permintaan akan produk barang jadi dan barang setengah jadi, baik domestik ataupun internasional telah mendorong peranan
sektor
industri
pengolahan
menjadi
peringkat
pertama
dalam
pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) sejak PELITA V pada tahun 1991. Tabel 1.1 memperlihatkan bahwa pada tahun 2001 peranan sektor industri pengolahan sebesar 30,06 persen terhadap PDB telah melampaui sektor pertanian yang hanya sebesar 15,63 persen. Tabel 1.1. Peranan Produk Domestik Bruto (PDB) Menurut Lapangan Usaha, Tahun 2001-2003 PDB (%) No Lapangan Usaha 2001 2002 2003 1 Pertanian 15,63 16,04 15,93 2 Pertambangan dan penggalian 10,81 8,64 8,28 3 Industri pengolahan 30,06 29,72 28,83 4 Listrik, gas, dan air 0,64 0,83 0,95 5 Konstruksi 5,30 5,45 5,50 6 Perdagangan, hotel, dan restoran 15,90 16,87 16,55 7 Pengangkutan dan komunikasi 4,59 5,26 5,77 Keuangan, real estat, dan jasa 8 8,02 8,29 8,51 perusahaan 9 Jasa-jasa 9,04 8,89 9,68 PDB 100 100 100 PDB tanpa Migas 89,38 91,26 91,53 Sumber: BPS, 2004.
Pada tahun-tahun selanjutnya sektor industri pengolahan tetap memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB. Hal ini berarti bahwa sampai saat ini
2
perekonomian nasional masih didominasi oleh sektor industri pengolahan. Oleh karena itu, baik buruknya kinerja sektor industri pengolahan akan mempengaruhi perekonomian nasional. Jika dibandingkan dengan sektor lain maka industri ban termasuk salah satu industri yang paling kuat saat ini. Dikatakan demikian karena produksi dan penjualan pada industri ban setiap tahunnya mengalami peningkatan. Dari Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa pertumbuhan produksi dan penjualan secara keseluruhan meningkat. Walaupun pada tahun 1998 mengalami penurunan, namun pada tahun-tahun selanjutnya kembali meningkat. Kondisi ini antara lain disebabkan oleh cepatnya pertumbuhan industri otomotif belakangan ini. Tabel 1.2. Total Produksi dan Penjualan Industri Ban Indonesia, Tahun1997-2003 Tahun
Total Produksi (ribu unit)
1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
Total Penjualan (ribu unit)
31310 23967 32100 35526 37094 41571 47011
31997 24703 31474 35224 36874 41874 47562
Sumber: APBI, 1997-2003.
Komoditi ban merupakan produk yang sangat strategis untuk kelengkapan alat transportasi dan termasuk dalam industri dasar. Kebutuhan akan produk ban untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan industri dan pertumbuhan penduduk.
3
1.2. Perumusan Masalah Kenaikan harga minyak mentah dunia hingga mencapai lebih dari US$ 60 per barel berpengaruh luas dalam meningkatkan harga BBM, biaya transportasi dan harga bahan baku (cybernews.cbn.net.id). Saat ini harga karet alam sebagai bahan baku utama industri ban telah meningkat dari US$ 0,46 per kilogram menjadi US$ 0,7 per kilogram atau terjadi peningkatan sekitar 30 persen. Pada Tabel 1.4 dapat dilihat bahwa lebih dari 70 persen bahan baku dalam industri ban berasal dari dalam negeri, namun lebih dari 90 persen pembayaran bahan baku tersebut dilakukan dengan dolar (Depperindag, 2004). Jadi, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar turut menyebabkan peningkatan biaya produksi industri ban. Tabel 1.4. Komposisi Asal Bahan Baku Industri Ban Indonesia No Bahan Baku Komposisi (%) Asal 1 Karet Alam 25 Lokal 2 Karet Sintetis 24 Lokal atau Impor 3 14 Lokal atau Impor Carbon Black 4 22 Lokal Nylon Tire Cord 5 5 Lokal Bread Wire 6 RPO 5 Lokal 7 5 Lokal Rubber Chemical Sumber: Depperindag, 2004.
Selain kenaikan harga minyak mentah, naiknya Tarif Dasar Listrik (TDL) juga cukup mengganggu kinerja perusahaan yang tengah berupaya semaksimal mungkin melakukan efisiensi di tengah kenaikan harga minyak dunia, walaupun tarif listrik dalam industri ban hanya berpengaruh sebesar 2%-4%. Masalah tersebut akan semakin kompleks jika memperhitungkan kenaikan lainnya seperti upah pekerja (cybernews.cbn.net.id).
4
Dengan kondisi demikian, sulit bagi produsen ban nasional untuk menurunkan harga jual ban. Di sisi lain, penjualan ban dalam negeri terus menurun akibat serangan masuknya impor ban ilegal yang berasal dari China, India, dan Singapura. Harga ban-ban impor ilegal tersebut berkisar antara 30-40 persen di bawah harga ban produksi dalam negeri (www.samarinda.go.id). Keadaan ini dapat merusak pasar ban dalam negeri dan mengakibatkan distorsi harga. Jika keadaan ini dibiarkan maka akan sangat merugikan industri ban dalam negeri. Untuk mengatasi penurunan penjualan ban dalam negeri tersebut industri ban mengalihkan penjualannya ke pasar ekspor dengan cara mengurangi penawaran untuk pasar dalam negeri dan mengalihkannya pada pasar ekspor. Dengan demikian, tingkat produksi dapat dipertahankan pada tingkat yang tinggi. Namun, persaingan dalam pasar ekspor sangat ketat. Apalagi dengan semakin efisiennya industri ban negara-negara pengekspor lainnya. Dengan berbagai masalah di atas, penulis tertarik untuk menganalisis produktivitas industri ban Indonesia. Tingkat produktivitas dapat digunakan sebagai salah satu indikator untuk mengukur besarnya dampak keterbatasan teknologi terhadap kinerja suatu industri, baik secara parsial dari masing-masing faktor produksi yang digunakan, maupun secara keseluruhan melalui Total Factor Productivity (TFP). Jika industri ban tidak dapat mengatasi berbagai masalah yang ada maka industri ban tidak akan mampu meningkatkan produktivitas, sehingga produk ban nasional tidak dapat bersaing dengan produk-produk ban dari negaranegara lain yang harganya lebih murah dan berkualitas, mengingat laju
5
pertumbuhan ekspor yang paling pesat biasanya dicapai oleh industri yang menggunakan teknologi tinggi. Dari deskripsi berbagai hal tersebut di atas, dapat dirumuskan masalahmasalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana produktivitas parsial pada industri ban Indonesia? 2. Bagaimana Total Factor Productivity (TFP) industri ban Indonesia? 3. Bagaimana kontribusi progres teknologi terhadap peningkatan produksi industri ban Indonesia?
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan produktivitas dibutuhkan suatu analisis dan penelitian. Adapun tujuan penelitiannya adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis produktivitas parsial pada industri ban Indonesia. 2. Mengkaji Total Factor Productivity (TFP) industri ban Indonesia. 3. Menganalisis kontribusi progres teknologi terhadap peningkatan produksi industri ban Indonesia.
1.4. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu sumber yang relevan dalam upaya memecahkan masalah serupa di masa yang akan datang serta menjadi masukan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan dalam meningkatkan produksi industri ban di masa yang akan datang. Hasil penelitian
6
ini juga diharapkan dapat menjadi bahan informasi dalam penelitian lebih lanjut pada bidang yang sama. Sedangkan bagi penulis sendiri, penelitian ini dapat digunakan sebagai proses belajar yang akan memberi gambaran tentang keadaan nyata di lapangan sehingga dapat menyelaraskannya dengan teori-teori yang diperoleh pada saat perkuliahan.
1.5. Ruang Lingkup Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini membahas industri ban berskala besar dan sedang yang dilihat dari sisi jumlah tenaga kerjanya. Perusahaan yang berkategori besar memiliki tenaga kerja lebih dari seratus orang. Sedangkan perusahaan yang berkategori sedang memiliki tenaga kerja antara 20 dan 99 orang. Faktor-faktor produksi yang diteliti hanya mencakup faktor produksi modal, tenaga kerja, bahan baku, dan energi yang dianggap sangat dominan dalam proses produksi tersebut. Faktor-faktor lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini nilainya dianggap konstan. Karena ketersediaan data, faktor produksi modal hanya memasukkan modal tetap berupa tanah, gedung, mesin, kendaraan, dan modal tetap lainnya.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Pengertian Industri Ban Pengertian industri sangat luas, dapat dalam lingkup makro dan mikro. Secara mikro, industri adalah kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang menghasilkan
barang-barang
yang
homogen,
atau
barang-barang
yang
mempunyai sifat yang saling mengganti yang sangat erat. Namun demikian, dari segi pembentukan pendapatan yakni yang cenderung bersifat makro, industri adalah kegiatan ekonomi yang menciptakan nilai tambah (Hasibuan, 1993). Menurut BPS (2004), industri adalah suatu unit (kesatuan) usaha yang melakukan kegiatan ekonomi, bertujuan menghasilkan barang atau jasa, terletak pada suatu bangunan atau lokasi tertentu, dan mempunyai catatan administrasi tersendiri mengenai produksi dan struktur biaya serta ada seorang atau lebih yang bertanggung jawab atas usaha tersebut. BPS mengelompokkan industri ke dalam empat golongan berdasarkan banyaknya tenaga kerja yang bekerja, yaitu: 1. Industri besar
: industri yang memiliki tenaga kerja sebanyak 100 orang atau lebih;
2. Industri sedang
: industri yang memiliki tenaga kerja sebanyak 20-99 orang;
3. Industri kecil
: industri yang memiliki tenaga kerja sebanyak 5-19 orang;
4. Industri rumah tangga : industri yang memiliki tenaga kerja sebanyak satu hingga empat orang.
8
Berdasarkan www.dprin.go.id, industri dikelompokkan ke dalam empat kelompok, yaitu: 1. Industri Padat Sumber Daya Alam, meliputi industri-industri yang banyak menggunakan sumber daya alam sebagai bahan baku. Untuk pengembangan produk ini sudah dapat didukung oleh litbang dalam negeri. 2. Industri Padat Tenaga Kerja, meliputi industri-industri yang banyak menggunakan tenaga kerja. Untuk dapat mengembangkan produk ini diperlukan usaha meningkatkan keterampilan dan produktivitas tenaga kerja, baik melalui penanaman modal maupun penerapan teknologi. 3. Industri Padat Modal, meliputi industri-industri yang banyak menggunakan modal. Dalam pengembangan produk ini diperlukan usaha meningkatkan penanaman modal asing. Pada umumnya untuk mengembangkan produk ini sangat tergantung pada faktor eksternal. 4. Industri Padat Teknologi, meliputi industri-industri yang mengandalkan teknologi sebagai faktor keunggulan untuk bersaing. Untuk mengembangkan produk ini diperlukan usaha meningkatkan penguasaan teknologi, baik melalui alih teknologi maupun melalui teknologi yang menyatu pada barang modal yang diimpor. Industri ban adalah industri hilir yang memproduksi berbagai jenis produk ban untuk segala macam jenis kendaraan. Oleh Badan Pusat Statistik (BPS), selama rentang waktu penelitian yang dilakukan (1984-2003) sektor industri ban telah mengalami tiga kali perubahan dalam pembagian golongan pokok industri. Pada tahun 1984-1989, industri ban termasuk dalam Klasifikasi Lapangan Usaha
9
Indonesia (KLUI) lima digit yaitu 35510. Kemudian pada tahun 1990-1997 klasifikasinya berubah menjadi 35511. Dan selanjutnya pada tahun 1998-2003 menjadi 25111. Produk-produk ban yang dihasilkan oleh industri ban berdasarkan kode KLUI dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Jenis Ban Berdasarkan Kode KLUI Kode KLUI 251110101 251110102 251110104 251110105 251110106 251110107 251110199 251110301 251110302 251110304 251110305 251110306 251110307 251110399 251119899 251120102 251120103 251120199 251120206
Uraian Ban luar untuk sedan Ban luar untuk truk dan bus Ban luar untuk sepeda motor Ban luar untuk scuter Ban luar untuk sepeda Ban luar untuk kendaraan off the road Ban luar lainnya Ban dalam untuk sedan Ban dalam untuk truk dan bus Ban dalam untuk sepeda motor Ban dalam untuk scuter Ban dalam untuk sepeda Ban dalam untuk kendaraan off the road Ban dalam lainnya Hasil ikutan ban luar dan ban dalam lainnya Ban luar ditelapaki lagi untuk mobil penumpang Ban luar ditelapaki lagi untuk truk Ban luar ditelapaki lagi untuk lainnya Untuk sepeda motor, sepeda, alat angkut orang cacat
Sumber: BPS, 2000.
2.2. Pengertian Produktivitas Selama ini sering terjadi salah persepsi tentang produktivitas. Banyak orang yang menyamaartikan produktivitas dengan produksi saja. Komaruddin dalam
Rachmadona
(2002)
mengatakan
bahwa
kenaikan
produksi
memperlihatkan peningkatan jumlah hasil yang dicapai. Sedangkan kenaikan produktivitas mengandung arti perbaikan dan daya pencapaian produksi tersebut.
10
Sebenarnya filosofi tentang produktivitas mengandung arti keinginan dan usaha dari setiap individu untuk selalu meningkatkan kualitas kehidupannya. Kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan kehidupan hari esok tentunya harus lebih baik dari kehidupan hari ini. Pandangan tersebut dapat meningkatkan produktivitas. Dengan filosofi ini, memungkinkan setiap individu maupun
suatu
organisasi
memandang
kerja
sebagai
suatu
keutamaan.
Mengutamakan bekerja dengan mengacu kepada unsur efisiensi dan efektivitas sebenarnya
telah
merupakan
penjabaran
dan
konsep
produktivitas
(Moelyono, 1993). Menurut Nugroho (2003) produktivitas dapat dilihat sebagai tiga konsep, yaitu : a. Konsep Teknikal Produktivitas diartikan sebagai perbandingan antara output yang dihasilkan dengan tiap unit sumberdaya yang digunakan (input). Pada suatu waktu perbandingan ini dapat menjadi sebuah rasio yang memiliki kualitas yang sama atau meningkat. b. Konsep Manajemen Dalam konsep manajemen, produktivitas terdiri dari dua unsur yaitu efektivitas dan efisiensi. Efektivitas berarti melaksanakan sesuatu dengan tepat. Sedangkan efisiensi memiliki arti melaksanakan sesuatu dengan benar. c. Konsep Sosial Sebagai konsep sosial, produktivitas merupakan sebuah pemikiran tentang sikap. Berdasarkan keyakinan bahwa hari ini harus lebih baik dari kemarin
11
dan besok harus lebih baik dari hari ini, pengembangan akan terjadi terus menerus dari apa yang telah ada. Jadi, dapat disimpulkan bahwa produktivitas adalah sebuah tujuan bagi siapapun untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Produktivitas menurut Kohler’s Dictionary for Accountants dalam Moelyono (1993) didefinisikan sebagai hasil yang didapat dari setiap proses produksi dengan menggunakan satu atau lebih faktor produksi. Produktivitas biasanya dihitung sebagai rasio output terhadap input. Produktivitas dapat dinyatakan dalam ukuran fisik (physical productivity) dan ukuran financial (financial productivity). Konsep produktivitas dalam pandangan ilmu ekonomi biasanya dikaitkan dengan jumlah output dan harga output. Oleh karena itu, banyak ditemukan konsep produktivitas yang hanya mengacu kepada produktivitas fisik. Produktivitas didefinisikan sebagai efisiensi dalam memproduksi output atau rasio output dibanding input. Sedangkan efisiensi didefinisikan sebagi berikut : a. Cost Efficiency adalah kemampuan produksi pada tingkat tertentu dengan biaya rendah dibandingkan dengan produsen lain. Dapat pula diartikan sebagai kemampuan produksi pada tingkat yang lebih tinggi dengan biaya yang sama. b. Technical Efficiency adalah kemampuan produksi sebesar mungkin dengan jumlah input tertentu. Dapat pula diartikan sebagai kemampuan menghasilkan jumlah output yang sama dengan menggunakan jumlah input seminimal mungkin.
12
Dalam penelitian ini, konsep produktivitas dapat diartikan sebagai ukuran sampai seberapa jauh sumberdaya-sumberdaya yang ada disertakan dan dipadukan dalam organisasi untuk mencapai suatu hasil tertentu. Dengan begitu, konsep produktivitas menekankan pentingnya efisiensi dan efektivitas dalam setiap usaha (Moelyono, 1993).
2.3. Pengertian Produksi Menurut Smith dan Blakeslee (1995), produksi adalah proses menciptakan atau mengubah bentuk komoditas melalui fabrikasi, manufaktur, ekstraksi, pengolahan, dan penuaan. Sedangkan menurut Sumarni (1998), produksi merupakan semua kegiatan untuk menciptakan dan menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan memanfaatkan faktor-faktor produksi yang tersedia. Faktor produksi sendiri merupakan sumber-sumber ekonomi yang harus diolah oleh perusahaan untuk dijadikan barang atau jasa untuk keperluan konsumen dan sekaligus memberikan keuntungan bagi perusahaan. Di berbagai literatur, faktor produksi dikenal dengan istilah input, production factor dan korbanan produksi. Faktor produksi sangat menentukan besar-kecilnya produksi yang diperoleh. Hubungan antara faktor produksi (input) dan
produksi
(output)
biasanya
disebut
dengan
factor
relationship
(Soekartawi, 1993) Penelitian ini mengacu pendapat dari Mankiw (2003) yang berpendapat bahwa faktor produksi adalah input yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa. Dua faktor produksi yang paling penting adalah modal dan tenaga kerja. Namun, ada pula yang mengatakan bahwa faktor produksi merupakan
13
sumberdaya yang digunakan dalam memproduksi barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan. Faktor produksi tersebut seringkali dipisahkan ke dalam kategori dasar yaitu tanah, tenaga kerja, dan modal (Lipsey, 1995).
2.3.1. Pengertian Tenaga Kerja Menurut Mankiw (2003) faktor produksi tenaga kerja diartikan sebagai waktu yang dihabiskan orang untuk bekerja. Penelitian ini mengacu pada pendapat Pass dan Lowes (1994) yang mengartikan tenaga kerja sebagai kontribusi terhadap aktivitas produksi yang diberikan oleh para pekerja, baik dengan menggunakan tangan maupun pikiran.
2.3.2. Pengertian Modal Menurut Smith dan Blankeslee (1995), modal adalah harta atau kekayaan yang menghasilkan pendapatan yang dinyatakan dalam satuan uang, atau akumulasi cadangan peralatan, mesin, perlengkapan, bangunan, dan barang lain yang dipergunakan untuk menghasilkan barang dan jasa. Dalam kegiatan proses produksi, modal dibedakan menjadi dua macam yaitu: 1. Modal Tetap Modal tetap adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi yang tidak habis dalam sekali proses produksi tersebut. Faktor produksi yang termasuk dalam modal tetap adalah tanah, bangunan, dan mesin-mesin.
14
2. Modal Tidak Tetap Modal tidak tetap adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi dan habis dalam satu kali dalam proses produksi tersebut. Faktor produksi yang termasuk modal tidak tetap adalah biaya produksi yang dikeluarkan untuk membeli benih, pupuk, obat-obatan, atau yang dibayarkan untuk pembayaran tenaga kerja. Dalam penelitian ini, modal menggunakan data Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB). PMTB meliputi pengadaan, pembuatan dan pembelian barangbarang modal baru serta barang modal bekas. PMTB ini mencakup juga perbaikan besar yang dilakukan terhadap barang-barang modal. PMTB menurut bentuknya terdiri dari: 1. Berbentuk bangunan atau konstruksi; 2. Berupa mesin-mesin dan alat-alat perlengkapan yang mencakup mesin-mesin dan alat perlengkapan yang diimpor serta mesin-mesin dan alat-alat perlengkapan produksi dalam negeri; 3. Pengeluaran untuk pengembangan dan pembukaan tanah, pengembangan dan perluasan areal tanah hutan.
2.4. Penelitian Terdahulu Fitriani (2005) melakukan penelitian tentang pengaruh faktor-faktor produksi terhadap output industri ban di Indonesia periode 1984-2002. Penelitiannya menyimpulkan bahwa faktor-faktor produksi yang berpengaruh positif terhadap peningkatan nilai output industri ban di Indonesia adalah faktor produksi tenaga kerja, bahan baku, dan bahan bakar. Faktor produksi modal
15
memberikan nilai negatif dan berpengaruh tidak nyata terhadap peningkatan output. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian dalam skripsi ini. Perbedaannya adalah dalam penelitian ini penulis memasukkan faktor teknologi dalam mempengaruhi peningkatan output dan menitikberatkan pada pembahasan produktivitas industri ban Indonesia. Sedangkan Fitriani meneliti pengaruh input terhadap perubahan output industri ban Indonesia. Penelitian Tambunan (1997) bertujuan untuk mengetahui kontribusi peningkatan total faktor produktivitas terhadap pertumbuhan output agregat. Metode yang digunakan adalah regresi linier sederhana. Penelitian tersebut memperlihatkan bahwa adanya kontribusi yang nyata dari peningkatan sumberdaya manusia dan progres teknologi terhadap laju pertumbuhan output rata-rata per tahun selama ini. Perbedaan yang mendasar antara penelitian tersebut dengan analisis dalam skripsi ini adalah perbedaan objek penelitian. Tambunan meneliti pertumbuhan Produk Domestik Neto (PDN) Indonesia periode 1960-1992, sedangkan skripsi ini mencoba meneliti pertumbuhan produksi industri ban Indonesia. Selain itu, skripsi ini juga meneliti produktivitas parsial masing-masing faktor produksi. Yulaekha (2005) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Produktivitas Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia (Periode 1983-2002), meneliti model yang terbaik untuk menganalisis produktivitas dan sumber-sumber peningkatan output industri TPT Indonesia periode 1983-2002 adalah model persamaan linier. Dan juga menyimpulkan bahwa faktor produksi bahan baku dan energi ternyata memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan output TPT
16
Indonesia, sedangkan tenaga kerja, kapital, dan dummy krisis memberikan pengaruh tidak nyata terhadap peningkatan output. Penelitian Yulaekha dengan penelitian dalam skripsi ini berbeda dalam hal objek penelitian. Selain itu, Yulaekha melakukan pemilihan model fungsional terbaik sebelum menganalisis produktivitas industri TPT, sedangkan penelitian ini menggunakan model fungsi produksi Cobb-Douglas.
2.5. Kerangka Pemikiran 2.5.1. Konsep Produktivitas Dalam pengukurannya, produktivitas dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Produktivitas Parsial Produktivitas Parsial menghubungkan antara jumlah output yang dihasilkan dan jumlah input yang digunakan untuk menghasilkan output tersebut. Deflatornya hanya salah satu dari input yang digunakan. Secara matematis, produktivitas parsial dapat dituliskan sebagai berikut : Produktivitas Parsial =
Output Input
(2.1)
Output adalah produk akhir dari sebuah proses dimana dapat berupa barang jadi atau pemberian layanan. Sedangkan input adalah jumlah sumberdaya yang digunakan untuk memproduksi barang atau untuk penyediaan layanan. b. Produktivitas Multi Faktor Produktivitas Multi Faktor adalah rasio dari output terhadap lebih dari satu faktor input. Deflatornya adalah semua input. Produktivitas Multi Faktor ini
17
merupakan pendekatan dasar dari Produktivitas Faktor Total (Total Factor
Productivity/TFP) atau disebut juga laju progres teknologi. TFP dapat diartikan sebagai kumpulan dari seluruh faktor kualitas yang menggunakan sumberdaya yang ada secara optimal untuk menghasilkan lebih banyak output dari tiap unit input. TFP menggambarkan keefisienan dan keefektifan dimana faktor-faktor produksi diproses secara bersama untuk menghasilkan output, baik berupa barang ataupun jasa. Oleh karena itu, output tetap dapat ditingkatkan tanpa menggunakan penambahan input. Hal ini berarti bahwa perlu peningkatan kualitas yang lebih baik dari sumberdaya yang telah digunakan, seperti : a. Memperkenalkan teknologi baru; b. Meningkatkan
teknologi
informasi; c. Berinovasi bahan baku;
d. Meningkatkan efisiensi dalam penggunaan energi; e. Memperbaiki teknik manajemen;
dalam
penciptaan
f. Meningkatkan pendidikan dan keterampilan pekerja.
Dengan memperkenalkan teknologi baru, meningkatkan teknologi informasi, berinovasi dalam penciptaan bahan baku, dan meningkatkan efisiensi dalam penggunaan energi akan memperbaiki sistem manajemen. Sedangkan usaha memperbaiki teknik manajemen, meningkatkan pendidikan dan keterampilan pekerja dapat meningkatkan kinerja para pekerja sehingga dapat bekerja lebih baik dan cepat.
18
Telah
disebutkan
sebelumnya
bahwa
produksi
berbeda
dengan
produktivitas. Peningkatan produksi tidak selalu disebabkan oleh peningkatan produktivitas. Hal ini disebabkan karena produksi dapat meningkat walaupun produktivitasnya tetap atau menurun (Ravianto, 1986). Peningkatan produktivitas dapat dilihat dalam empat bentuk, yaitu : a. Jumlah output tetap atau meningkat dicapai dengan menggunakan input yang lebih sedikit; b. Jumlah output meningkat dicapai dengan menggunakan input yang sama; c. Jumlah output meningkat dicapai dengan menggunakan input yang lebih banyak, namun jumlah kenaikan output lebih besar daripada kenaikan inputnya; d. Jumlah output menurun dicapai dengan menggunakan input yang lebih sedikit, namun jumlah penurunan input lebih kecil daripada penurunan outputnya. Dengan mengasumsikan bahwa hanya ada input modal dan tenaga kerja, sebuah perusahaan dapat meningkatkan produktivitas melalui dua cara, yaitu : a. Fungsi produksi tidak berubah dengan intensitas modal meningkat. Dari Gambar 2.1 dapat dilihat bahwa peningkatan intensitas modal dalam fungsi produksi yang tetap ditandai dengan bergeraknya intensitas modal dari titik P0 ke P1. Dengan meningkatnya intensitas modal dari K/L0 ke K/L1 akan meningkatkan produktivitas dari Y/L0 ke Y/L1. b. Fungsi produksi berubah dengan intensitas modal tetap. Adanya perubahan fungsi produksi dari F(t0) menjadi F(t1) mengakibatkan jumlah produksi meningkat dari P1 ke P2. Dengan intensitas modal yang tetap
19
K/L1 akan meningkatkan produktivitas dari Y/L1 ke Y/L2 sehingga memperbaiki TFP. Output per Worker
F(t1)
P2
Y/L2
TFP F(t0)
Y/L1
P1
Y/L0
P0
K/L0
K/L1
Capital-Labour Ratio
Sumber: www.apindo.or.id
Gambar 2.1. Kurva Peningkatan Produktivitas Produktivitas yang meningkat akan memperkuat daya saing perusahaan. Hal ini disebabkan karena perusahaan dapat berproduksi dengan biaya yang lebih rendah dan mutu produksi lebih baik. Produktivitas juga mendorong terciptanya perluasan lapangan kerja. Selain itu, produktivitas menunjang kelestarian dan perkembangan perusahaan. Dengan begitu, hubungan industrial yang lebih baik akan terwujud.
2.5.2. Konsep Pertumbuhan Solow Dalam analisis tentang sumber-sumber pertumbuhan sering diasumsikan bahwa teknologi tidak mempengaruhi fungsi produksi yang tidak berubah. Kenyataannya, kemajuan teknologi meningkatkan fungsi produksi. Oleh karena itu, perubahan teknologi akan dimasukkan dalam fungsi produksi.
20
Dengan mengasumsikan tidak adanya perubahan teknologi, fungsi produksi yang mengaitkan produksi (Y) dengan faktor produksi modal (K) dan tenaga kerja (L) adalah konstan. Persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut: Y = f (K , L )
(2.2)
Kenaikan kedua faktor produksi sebesar ∆K dan ∆L akan meningkatkan output. Dengan membagi kenaikan ini menjadi dua sumber dengan menggunakan produk marjinal dari dua input: ΔY = ( MPK × ΔK ) + ( MPL × ΔL )
(2.3)
Bagian pertama dalam tanda kurung merupakan kenaikan output yang disebabkan oleh kenaikan modal. Sedangkan bagian kedua merupakan kenaikan output yang disebabkan oleh kenaikan tenaga kerja. Persamaan 2.3 dapat ditulis dalam bentuk lain sebagai berikut: ΔY ⎛ MPK × K ⎞ ΔK ⎛ MPL × L ⎞ ΔL =⎜ +⎜ ⎟ ⎟ Y Y Y ⎝ ⎠ K ⎝ ⎠ L
(2.4)
Bentuk persamaan ini menunjukkan hubungan antara tingkat pertumbuhan output, ∆Y/Y, dengan tingkat pertumbuhan modal, ∆K/K, dan tingkat pertumbuhan tenaga kerja, ∆L/L. (MPK x K)/Y adalah bagian modal dari output. Sedangkan (MPL x L)/Y adalah bagian tenaga kerja dari output. Dengan asumsi bahwa fungsi produksi memiliki skala pengembalian konstan, (MPK x K)/Y dan (MPL x L)/Y memiliki bagian sama dengan satu. Dalam hal ini, dapat ditulis sebagai berikut: ΔY ΔK ΔL =α + (1 − α ) Y K L
(2.5)
21
dimana α adalah bagian modal dan (1- α) adalah bagian tenaga kerja. Menurut Robert M. Solow dalam Mankiw (2003), fungsi produksi juga mencerminkan teknologi yang digunakan untuk mengubah modal dan tenaga kerja menjadi output. Jadi, perubahan teknologi mempengaruhi fungsi produksi, karena teknologi produksi yang ada menentukan berapa banyak output diproduksi dari jumlah modal dan tenaga kerja tertentu. Setelah dimasukkan dampak perubahan teknologi ke dalam Persamaan 2.2 di atas, maka persamaan di atas menjadi: Y = Af (K , L )
(2.6)
dimana A adalah ukuran dari tingkat teknologi terbaru yang disebut Total Factor
Productivity (TFP). Jadi, peningkatan produksi tidak hanya disebabkan oleh peningkatan modal dan tenaga kerja, namun juga karena kenaikan TFP. Dengan demikian, Persamaan 2.5 berubah menjadi: ΔY ΔK Δ L ΔA =α + (1 − α ) + Y K L A
(2.7)
Persamaan ini mengidentifikasi dan mengukur tiga sumber pertumbuhan. Ketiga sumber pertumbuhan tersebut adalah perubahan jumlah modal, perubahan jumlah tenaga kerja, dan perubahan TFP. TFP tidak dapat diamati secara langsung sehingga diukur secara tidak langsung. Dengan mengubah Persamaan 2.7, dapat diketahui pertumbuhan TFP. Persamaan tersebut setelah diubah akan menghasilkan persamaan: ΔA ΔY ΔK ΔL = −α + (1 − α ) A Y K L
(2.8)
∆A/A meninterpretasikan perubahan output yang tidak dapat dijelaskan oleh perubahan input. Oleh karena itu, pertumbuhan TFP ini dihitung sebagai residu
22
dan disebut sebagai Residu Solow. Residu merupakan jumlah pertumbuhan output yang tersisa setelah menghitung determinan pertumbuhan yang dapat diukur. TFP dapat berubah karena berbagai alasan. Perubahan sering disebabkan karena meningkatnya ilmu pengetahuan tentang metode produksi. Oleh karena itu, Residu Solow sering digunakan sebagai ukuran kemajuan teknologi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa TFP mencakup semua yang mengubah hubungan antara input dan output. Model pertumbuhan Solow mengasumsikan bahwa fungsi produksi memiliki skala hasil konstan (constant return to scale). Asumsi ini menyatakan bahwa peningkatan dalam persentase yang sama dalam seluruh faktor-faktor produksi menyebabkan peningkatan output dalam persentase yang sama. Fungsi produksi dikatakan memiliki skala hasil konstan jika
zY = F(zK,zL)
(2.9)
dengan z bernilai positif. Persamaan ini menyatakan bahwa jika jumlah modal dan jumlah tenaga kerja dikalikan dengan z maka output juga dikalikan dengan z.
2.5.3. Fungsi Produksi Cobb-Douglas Fungsi Produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut dengan variabel tidak bebas (Y), dan yang lain disebut variabel bebas (X) (Soekartawi, 2003). Secara matematis, fungsi produksi Cobb-Douglas dapat dituliskan sebagai berikut:
Y = a X1b1 X2b2… Xibi… Xnbn eu = a Π Xibi eu
(2.10)
23
Jika fungsi produksi Cobb-Douglas tersebut dinyatakan oleh hubungan Ydan X, maka: Y = f ( X 1, X 2,..., Xi,..., Xn )
(2.11)
dimana: Y = Variabel yang dijelaskan X = Variabel yang menjelaskan a,b = Besaran yang akan diduga u = Kesalahan (disturbance term) e
= Logaritma natural, e = 2,718 Untuk memudahkan pendugaan terhadap Persamaan (2.10) maka
persamaan tersebut diubah menjadi bentuk linier berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut. Logaritma dari persamaan di atas adalah:
Log Y = Log a + b1 Log X1 + b2 Log X2 + v
(2.12)
Y* = a* +b1X1* + b2*X2* + v*
(2.13)
dimana: Y* = Log Y X* = Log X v* = Log v a* = Log a Pada Persamaan (2.13) terlihat bahwa walaupun dilogaritmakan namun nilai b1 dan b2 tidak berubah. Hal ini dikarenakan oleh nilai b1 dan b2 pada fungsi produksi Cobb-Douglas menunjukkan elastisitas X terhadap Y.
24
Dalam menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, antara lain: a. Tidak ada pengamatan yang bernilai nol. Alasannya, logaritma dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite); b. Jika menggunakan lebih dari satu model, maka perbedaan model tersebut terletak pada intercept, bukan pada kemiringan garis (slope) model tersebut; c. Perbedaan lokasi seperti iklim telah tercakup pada faktor kesalahan u. Fungsi produksi ini memiliki beberapa kelebihan, antara lain: a. Penyelesaian fungsi produksi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi yang lain karena fungsi produksi ini dapat dengan mudah ditransfer ke bentuk linier; b. Kemungkinan terjadinya masalah heteroskedastisitas dapat dikurangi; c. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, koefisien pangkat dari fungsi produksi Cobb-Douglas sekaligus menunjukkan besarnya elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi yang digunakan terhadap output, sehingga dapat digunakan untuk mengetahui tingkat produksi yang optimum dari pemakaian faktor-faktor produksi; d. Hasil dari penjumlahan koefisien elastisitas dari masing-masing faktor produksi tersebut menunjukkan fase pergerakan skala usaha (return to scale) atas perubahan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi; e. Fungsi produksi Cobb-Douglas sering digunakan dalam penelitian, sehingga dapat dengan mudah dibandingkan dengan penelitian lain yang menggunakan alat analisis yang sama.
25
Dari beberapa kelebihan di atas, fungsi produksi Cobb-Douglas juga memiliki beberapa kelemahan, antara lain: a. Elastisitas produksinya dianggap konstan; b. Nilai dugaan elastisitas produksi yang dihasilkan berbias jika faktor produksi yang digunakan tidak lengkap; c. Tidak dapat digunakan untuk menduga tingkat produksi pada taraf penggunaan faktor produksi sama dengan nol.
2.5.4. Kerangka Pemikiran Konseptual Gambar 2.2 menjelaskan diagram alur kerangka pemikiran konseptual dari penelitian yang akan dilaksanakan. Pertumbuhan output, pertumbuhan input, dan progres teknologi secara bersama-sama akan mempengaruhi pertumbuhan produktivitas industri ban Indonesia, dan pada akhirnya mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
2.6. Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara dari hasil penelitian yang masih harus diuji terlebih dahulu kebenarannya. Dalam penelitian ini hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut: 1. Tenaga kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan produksi industri ban Indonesia; 2. Modal memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan produksi industri ban Indonesia;
26
3. Bahan baku memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan produksi industri ban Indonesia; 4. Energi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan produksi industri ban Indonesia; 5. Teknologi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan produksi industri ban Indonesia.
Industri Ban Indonesia
Progres Teknologi
Pertumbuhan Output
Pertumbuhan Input
Produktivitas
Pertumbuhan Ekonomi Gambar 2.2. Diagram Alur Kerangka Pemikiran Konseptual
27
III. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data nasional meliputi data kuantitatif yang merupakan data sekunder berupa data deret waktu (time
series). Data deret waktu tersebut meliputi data tahunan 20 tahun (1984-2003). Jenis data tersebut meliputi data input industri ban (tenaga kerja, modal, bahan baku, dan energi), data produksi industri ban, dan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Perpustakaan Departemen Perindustrian, Perpustakaan Institut Pertanian Bogor (IPB), dan internet. Untuk mengkonversi data nominal terhadap pengaruh inflasi diperlukan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) agar data nominal tersebut menjadi data riil, yaitu dengan cara:
Nilai Riil =
Nilai Nominal × 100 IHPB
(3.1)
IHPB adalah angka indeks yang menggambarkan besarnya perubahan harga perdagangan
besar
atau
harga
grosir
dari
komoditas-komoditas
yang
diperdagangkan di suatu negara atau daerah. Komoditi tersebut merupakan produksi dalam negeri yang dipasarkan di dalam negeri, diekspor, atau diimpor (BPS,2004). Dalam penelitian ini digunakan IHPB Indonesia dengan tahun dasar 1993 (1993=100).
28
3.2. Metode Analisis Data Penelitian ini menggunakan metode analisis data berupa analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis deskriptif dilakukan dengan memberikan gambaran dari hasil penelitian, sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk melihat pengaruh variabel-variabel yang saling berhubungan. Ada dua model yang digunakan untuk menganalisis masalah pada penelitian ini yaitu model pertumbuhan Solow dan model regresi linier berganda dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Model yang digunakan pada penelitian ini didasarkan pada penelitian terdahulu oleh Tambunan (1997) untuk meneliti kontribusi pertumbuhan Total
Factor Productivity (TFP) terhadap pertumbuhan output agregat. Untuk mengetahui laju progres teknologi, Tambunan menggunakan model pertumbuhan Solow, dengan rumus sebagai berikut: ΔA ΔY ⎛ Δ Kn ⎞ ⎛ ΔL ⎞ = − Δk⎜ ⎟ − Δl⎜ ⎟ A Y ⎝ Kn ⎠ ⎝ L ⎠
(3.2)
dimana: ∆A/A
= Pertumbuhan TFP atau laju progres teknologi (persen)
∆Y/Y
= Pertumbuhan output (persen)
∆Kn/Kn
= Pertumbuhan kapital (persen)
∆L/L
= Pertumbuhan tenaga kerja (persen)
∆k, ∆l
= Bagian dari kapital dan tenaga kerja Pada penelitian ini terdapat sedikit penambahan dalam penggunaan
sumber-sumber pertumbuhan, yaitu dengan menambahkan perubahan jumlah
29
bahan baku dan perubahan jumlah energi. Persamaan tersebut menjadi: ΔA ΔY ΔL ΔK ΔR ΔE = − a − b − c − d A Y L K R E
(3.3)
dimana: ∆A/A
= Pertumbuhan TFP (persen)
∆Y/Y, ∆L/L, ∆K/K, ∆R/R, ∆E/E = Pertumbuhan produksi riil, tenaga kerja riil, modal riil, bahan baku riil, dan energi riil (persen) a, b, c, d
= Bagian dari masing-masing faktor-faktor produksi
Model kedua yang digunakan pada penelitian ini adalah model regresi linier berganda. Tambunan menggunakan persamaan fungsi produksi CobbDouglas yang dalam bentuk linier dapat ditulis sebagai berikut:
Ln Y = Ln α + ∆K Ln Kn + ∆L Ln L + β ∆TFP
(3.4)
dimana ∆K dan ∆L masing-masing adalah elastisitas kapital dan tenaga kerja terhadap output, sedangkan ∆TFP adalah pertumbuhan TFP. Pada penelitian ini, terdapat sedikit perubahan dalam penggunaan variabel bebas yang kemudian diuji pengaruhnya terhadap variabel tidak bebas, yaitu dengan penambahan variabel input bahan baku dan input energi. Pemodifikasian variabel-variabel yang digunakan tersebut dilakukan berdasarkan pada teori-teori ekonomi, fakta-fakta yang terjadi, dan ketersediaan data. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut:
Ln Y = Ln α+ aLn L + bLn K + cLn R + dLn E +β TFP
(3.5)
30
dimana: Y
= Produksi riil (rupiah)
α
= Intersep
L
= Jumlah tenaga kerja riil (rupiah)
K
= Jumlah modal riil (rupiah)
R
= Jumlah bahan baku riil (rupiah)
E
= Jumlah energi riil (rupiah)
TFP
= Pertumbuhan Total Factor Productivity (persen)
a,b,c,d,β = Konstanta Ln
= Logaritma natural Menurut Gujarati (1993), metode OLS dapat digunakan jika memenuhi
asumsi-asumsi sebagai berikut: 1. Variasi unsur sisa menyebar normal. 2. Nilai rata-rata dari unsur sisa sama dengan nol. 3. Ragam merupakan bilangan tetap (homoskedastisitas). 4. Tidak ada korelasi diri (autokorelasi). 5. Tidak ada linier sempurna antara peubah bebas (multikolinearitas). 6. Nilai-nilai peubah adalah tetap untuk contoh-contoh yang berulang. Data kuantitatif tersebut merupakan data yang berperiode sehingga dapat diolah dengan menggunakan paket program komputer Eviews 4.1 dan Microsoft
Excel 2003. Setelah itu hasil output komputer tersebut dapat diinterpretasikan.
31
3.3. Uji Normalitas Model regresi harus memenuhi asumsi Classical Normal Linear
Regression Model yaitu uji kenormalan. Uji normalitas secara kuantitatif pada umumnya diuji dengan Jarque-Berra Test. Uji ini didasarkan pada residual OLS dengan cara mengukur perbedaan dari skewness dan kurtosis. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:
N − k ⎛ 2 (K − 3) ⎜S + 6 ⎜⎝ 4
2
Jarque Bera =
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
(3.6)
dimana: S = Skewness K = Kurtosis k
= Jumlah dari koefisien estimasi yang digunakan dalam model Hipotesis nol menyatakan residual terdistribusi secara normal dengan
derajat bebas sebesar dua. Jika nilai perhitungan probabilitas dari statistik Jarque Bera cukup rendah atau nilai statistik Jarque Bera berbeda dengan nol maka hipotesis yang menyatakan residual terdistribusi secara normal ditolak. Namun, jika perhitungan probabilitas cukup tinggi atau nilai statistik Jarque Bera nol maka hipotesis yang menyatakan residual terdistribusi secara normal tidak ditolak (Manurung, Manurung, dan Saragih, 2005)
3.4. Kriteria Statistik
Pengujian hipotesis secara statistik bertujuan untuk melihat nyata tidaknya pengaruh variabel yang dipilih terhadap variabel-variabel yang diteliti. Pengujian statistik yang dimaksud meliputi uji t, uji F, dan uji koefisien determinasi (R2).
32
1. Uji t-Statistik Nilai t-hitung digunakan untuk menguji secara statistik apakah koefisien regresi dari masing-masing variabel bebas (L, K, R, E, TFP) yang dipakai secara terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel tidak bebas (Y). Untuk menguji hipotesis mengenai signifikansi dari masing-masing koefisien secara individual dilakukan uji t-statistik dengan langkah-langkah sebagai berikut: Hipotesis:
H0 : βi = 0 H1 : βi ≠ 0
Uji statistik yang digunakan adalah uji t: t - hitung =
βi − bi bi − 0 bi = = ; (n-k-1, tα/2) S ( βi) S ( βi) S ( βi)
(3.7)
dimana: βi
= Nilai koefisien regresi dugaan
bi
= Nilai koefisien α dan β
S(βi) = Standard error untuk βi n
= Jumlah pengamatan
k
= Jumlah variabel bebas dalam model tanpa konstanta
i
= 1,2,3,…,k
Kriteria uji yang digunakan adalah:
Jika t-hitung ≤ tα/2 maka terima H0, artinya variabel bebas yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas.
Jika t-hitung > tα/2 maka tolak H0, artinya variabel bebas yang diuji berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas.
33
2. Uji F-Statistik Nilai F-hitung digunakan untuk menguji signifikansi model secara menyeluruh. Maksudnya, membuktikan apakah variabel bebas (L, K, R, E, TFP) yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas (Y). Dengan kata lain, mengetahui apakah model penduga yang digunakan sudah layak untuk menduga variabel dalam model. Pengujian terhadap model penduga secara statistik sebagai berikut: Hipotesis:
H0 : α = β = 0 H1 : α ≠ β ≠ 0
Uji statistik yang digunakan adalah uji F: F - hitung =
R2 k (1 − R 2 ) (n − k − 1)
(3.8)
dimana: R2
= Koefisien determinasi
k
= Jumlah variabel bebas pada model tanpa konstanta
n
= Jumlah pengamatan
α
= Taraf nyata
i
= 1,2,3,…,k
Kriteria uji yang digunakan adalah:
Jika F-hitung < Fα
(k, n-k-1)
maka terima H0, artinya secara bersama-sama
variabel bebas (L, K, R, E, TFP) dalam proses produksi tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas (Y).
34
Jika F-hitung > Fα
(k, n-k-1)
maka tolak H0, artinya secara bersama-sama
variabel bebas (L, K, R, E, TFP) dalam proses produksi mempunyai pengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas (Y). 3. Uji Koefisien Determinasi (R2) Nilai
koefisien
determinasi
(R2)
digunakan
untuk
mengukur
keragaman variabel tidak bebas (Y) yang dapat diterangkan oleh variabel bebas (L, K, R, E, TFP) sebagai predetermined variables. Koefisien determinasi (R2) dapat dirumuskan sebagai berikut:
R2 =
JKR 1 − JKG = JKT JKT
(3.9)
dimana: R2
= Koefisien determinasi
JKR = Jumlah Kuadrat Regresi JKT = Jumlah Kuadrat Total JKG = Jumlah Kuadrat Galat Koefisien determinasi ini memiliki dua sifat, diantaranya R2 merupakan besaran non negatif dan besarnya adalah 0 ≤ R2 ≤ 1 (Gujarati, 1993). Jika R2 sebesar satu berarti suatu kecocokan sempurna, Sedangkan jika nilainya nol dapat dikatakan tidak ada hubungan antara variabel tak bebas dengan variabel bebas. Nilai R2 akan bertambah tinggi dengan semakin bertambahnya jumlah variabel bebas. Semakin dekat nilai R2 dengan satu dapat dikatakan model tersebut semakin baik karena semakin dekat hubungan antara variabel bebas dengan variabel tidak bebas, demikian pula sebaliknya.
35
3.5. Kriteria Ekonometrika
Tujuan regresi linier adalah mempelajari hubungan linier antara dua variabel. Dua variabel ini dibedakan menjadi variabel bebas (L, K, R, E, TFP) dan variabel tidak bebas (Y). Variabel bebas adalah variabel yang dapat dikontrol, sedangkan variabel tidak bebas adalah variabel yang mencerminkan respon dari variabel bebas. Dalam analisis regresi terdapat tiga asumsi yang harus dipenuhi yaitu: 1. Heteroskedastisitas Salah satu asumsi pokok dalam model regresi linier klasik adalah bahwa varian setiap disturbance term yang dibatasi oleh nilai tertentu mengenai variabelvariabel bebas adalah berbentuk suatu nilai konstan yang sama dengan σ2. Asumsi ini yang disebut sebagai Homoskedasticity atau varian yang sama. E(μi2) = σ2
i = 1,2,3,…,n
(3.10)
Heteroskedastisitas terjadi jika ragam atau varians tidak konstan. Dampak heteroskedastisitas terhadap OLS adalah: a. Varians lebih besar dari taksiran. b. Akibat lebih besarnya varians taksiran, maka uji-t dan uji F menjadi kurang akurat karena kedua uji tersebut menggunakan besaran varian taksiran. c. Selain itu, lebih besarnya varians taksiran akan mengakibatkan standard error taksiran juga lebih besar sehingga interval kepercayaan menjadi sangat besar. d. Ketiga dampak tersebut menyebabkan kesimpulan yang diambil menjadi tidak benar.
36
Pengujian untuk mendeteksi gejala ini salah satunya dapat menggunakan White Heteroscedasticity Test (Gujarati, 1993). Pengujian dilakukan dengan cara melihat probabilitas Obs*R-squared. Kriteria uji yang digunakan adalah:
Jika nilai probabilitas pada Obs*R-squared > taraf nyata tertentu maka persamaan tersebut mengalami homoskedastisitas.
Jika nilai probabilitas pada Obs*R-squared < taraf nyata tertentu maka persamaan tersebut mengalami heteroskedastisitas.
2. Autokorelasi Autokorelasi merupakan gejala adanya korelasi antara serangkaian observasi yang diurutkan menurut deret waktu (time series) (Gujarati, 1993). Autokorelasi terjadi jika antara nilai error yang satu dengan yang lainnya tidak bersifat bebas. Dampak adanya autokorelasi terhadap OLS adalah: a. Selang kepercayaan suatu persamaan akan semakin lebar dan pengujian menjadi kurang akurat; b. Varians residual yang diperoleh akan lebih rendah daripada semestinya; c. Lebih kecilnya varians residual yang diperoleh mengakibatkan hasil uji-t dan uji-F menjadi tidak sah serta R2 menjadi lebih tinggi; d. Akibat lainnya adalah penaksir regresi akan menjadi sensitif terhadap fluktuasi pengambilan contoh. Pengujian untuk mendeteksi gejala ini salah satunya dapat menggunakan uji Durbin Watson Statistic (D-W). Nilai D-W yang berada pada kisaran angka dua menandakan tidak terdapat autokorelasi. Sebaliknya, jika semakin jauh dari
37
angka dua maka peluang terjadinya autokorelasi semakin besar. Namun jika nilai D-W jatuh pada daerah ragu-ragu maka hasil uji tidak dapat disimpulkan. Hal ini merupakan kelemahan dalam pengujian D-W. Oleh karena itu, untuk mendeteksi autokorelasi digunakan pengujian lain yaitu dengan menggunakan uji Breausch and Godfrey Serial Correlation Langrange Multiplier Test. Kriteria uji yang digunakan adalah:
Jika nilai probabilitas pada Obs*R-squared > taraf nyata yang digunakan maka persamaan tersebut tidak mengandung autokorelasi.
Jika nilai probabilitas pada Obs*R-squared < taraf nyata tertentu maka persamaan tersebut mengandung autokorelasi.
3. Multikolinearitas Dalam model regresi linier yang terdiri dari banyak variabel bebas terkadang dijumpai adanya multikolinearitas. Multikolinearitas adalah hubungan linear yang kuat antara variabel-variabel bebas dalam persamaan regresi berganda. Dampak adanya multikolinearitas terhadap OLS adalah: a. Standard error dari variabel yang diduga cenderung semakin besar dengan meningkatnya tingkat korelasi antara peningkatan variabel meskipun penaksir OLS dapat diperoleh; b. Besarnya standard error membuat selang keyakinan untuk variabel yang relevan cenderung lebih besar; c. Jika multikolinearitas tinggi maka probabilitas untuk menerima hipotesis yang salah cenderung menjadi besar;
38
d. Kesalahan standard akan semakin besar dan sensitif jika ada perubahan data; e. Pengaruh individual tidak mungkin diisolasi dari variabel yang menjelaskan. Multikolinearitas sering terjadi ketika nilai R2 tinggi yaitu ketika nilainya antara 0.7 dan 1. Meskipun nilai R2 sangat tinggi, multikolinearitas cenderung menyimpulkan menerima H0, artinya pengaruh variabel bebas tidak signifikan. Untuk mengetahui multikolinearitas dalam suatu model, salah satu caranya adalah dengan menggunakan Correlation Matrix, dimana batas terjadinya korelasi antara sesama variabel bebas adalah tidak lebih dari |0,8|. Semakin besar nilai correlation matrix maka semakin erat hubungan antara variabel-variabel bebas tersebut atau multikolinearitas yang terjadi akan semakin tinggi. Melalui Correlation Matrix ini dapat
pula
digunakan
uji
Klein
dalam
mendeteksi
multikolinearitas
(Gujarati, 1993). Jika nilai korelasi lebih dari |0,8| dan tidak lebih dari nilai R2 maka multikolinearitas dapat diabaikan.
39
IV. GAMBARAN UMUM
4.1. Perkembangan Jumlah Perusahaan
Industri ban di Indonesia dipelopori oleh PT. Goodyear yang masuk ke Indonesia dengan membawa bagian penjualannya. Kemudian pada tahun 1953, PT. Goodyear mendirikan unit produksi. Hingga tahun 1954, hanya ada satu perusahaan ban yang berdiri. Setelah penandatanganan kontrak pabrik oleh Technoexpor, Cekoslovakia, Maret 1957 dilakukan pembangunan pabrik secara besar-besaran dengan nama PT. Intirub. Perusahaan ini mulai beroperasi sejak 1 April 1959. Setelah tahun 1970-an jumlah perusahaan dalam industri ban berkembang pesat. PT. Gajah Tunggal berdiri pada tahun 1972. Selanjutnya pada tahun 1973 berdiri PT. Bridgestone Tire Indonesia. Kemudian pada tahun 1978 berdiri PT. United Kingstone, sehingga pada akhir tahun 1985 Indonesia memiliki delapan pabrik ban mobil dengan berdirinya PT. Industri Karet Deli. Kemudian diikuti dengan PT. Ariga Mira Rubber Works pada tahun 1988. Tahun 1990-an kembali berdiri pabrik-pabrik ban baru. Diawali dengan berdirinya PT. Inoue Rubber indonesia pada tahun 1991. PT. Mega Rubber Factory dan PT. Sumi Rubber Indonesia pada tahun 1995. Setahun kemudian berdiri PT. Suryaraya Rubberindo Industry. Dan selanjutnya pada tahun 1997 PT. Banteng Pratama Rubber Co. mulai berproduksi. PT. Multi Strada Arah Sarana berdiri tahun 1998. Kemudian pada tahun 1999 investor asing mencoba mendirikan PT. Hung-A Indonesia. Dua tahun kemudian didirikan PT. United
40
Kingland Company LTD dan selanjutnya PT. Elang Perdana Tyre Industry pada tahun 2002. Selain itu, masih ada beberapa perusahaan ban yang didirikan di Indonesia, seperti PT. Nitto Rubber Indonesia, PT. Oroban Perkasa, PT. Ircindo Indonesia, PT. Mega Safe Tire Industry, PT. ABS Rubber Works, dan PT. Sehat Komodo. Profil perusahaan-perusahaan ban tersebut lebih lanjut dapat dilihat pada Lampiran 1.
4.2. Perkembangan Produksi Industri Ban Indonesia
Perkembangan industri ban dapat dikatakan baik. Kapasitas utilisasi untuk ban luar dan ban dalam kendaraan bermotor roda empat serta ban luar kendaraan bermotor roda dua telah lebih dari 80 persen pada tahun 2001-2003. Untuk ban luar dan ban dalam sepeda kapasitas utilisasi hanya berkisar 60-68 persen. Sedangkan yang kapasitas utilisasi untuk ban dalam kendaraan bermotor roda dua masih sangat rendah, yaitu hanya sembilan persen. Jika dilihat dari produksinya, industri ban mempunyai kecenderungan meningkat selama tahun 2001-2003 (Tabel 4.1). Namun, untuk ban luar kendaraan bermotor roda empat mengalami penurunan produksi pada tahun 2002, kemudian mulai ada sedikit peningkatan pada tahun 2003. Untuk ban dalam kendaraan bermotor roda empat memiliki tingkat produksi yang relatif stabil yaitu berkisar 31 ribu ton pada tahun 2001-2003. Peningkatan yang tinggi terjadi pada tahun 2002 untuk komoditi ban luar sepeda yaitu dari 14,33 juta ton pada tahun 2001 menjadi 16,15 juta pada tahun 2002. Akan tetapi, pada tahun 2003 hanya mengalami sedikit peningkatan yaitu sebesar 16,19 persen.
41
Tabel 4.1.
Kapasitas, Produksi, dan Utilisasi Industri Ban Indonesia, Tahun 2001-2003 Realisasi Produksi Utilitas Produksi Kapasitas (ribu ton) (%) Produksi Komoditi per Tahun 2001 2002 2003 2001 2002 2003 (ribu ton) Ban Luar 539 462 442 444 86 82 82 KBR-4 Ban Dalam 37 31 31 31 82 83 83 KBR-4 Ban Luar 76 68 69 70 89 91 91 KBR-2 Ban Dalam 21945 1934 1992 1997 9 9 9 KBR-2 Ban Luar 23734 14335 16151 16199 60 68 68 Sepeda Ban Dalam 18909 11780 12574 12611 62 66 67 Sepeda
Sumber: Depperindag, 2004. Catatan: KBR-4: Kendaraan Bermotor Roda Empat; KBR-2: Kendaraan Bermotor Roda Dua.
4.3. Perkembangan Permintaan dan Penawaran Industri Ban Indonesia
Jika dilihat dari kapasitas dan utilitas produksi, industri ban di Indonesia masih belum cukup optimal untuk memenuhi permintaan sehingga perlu tetap dilakukan impor. Hal ini tercermin dari struktur impor yang masih cukup tinggi untuk beberapa komoditi. Barang yang digunakan untuk memenuhi permintaan akhir dapat berupa barang hasil produksi dalam negeri dan atau barang yang diperoleh dari impor. Oleh karena itu, impor merupakan komponen penyediaan dan bukan merupakan bagian dari permintaan akhir. Dalam konteks permintaan dan penawaran industri ban, maka sisi permintaan merupakan konsumsi dan ekspor. Sedangkan sisi penawaran merupakan produksi yang dihasilkan dan impor.
42
Tabel 4.2.
Perbandingan Permintaan dan Penawaran Industri Ban Indonesia, Tahun 2003 Komoditi Permintaan Akhir Penawaran Akhir Selisih Ban Luar KBR-4 446610060 446610060 0 Ban Dalam KBR-4 218295337 218295337 0 Ban Luar KBR-2 71385350 71158881 - 226469 Ban Dalam KBR-2 1998731055 1998605052 - 126003 Ban Luar Sepeda 16214349351 16214349351 0 Ban Dalam Sepeda 12614320172 12614320172 0
Sumber: Depperindag, 2004. Catatan: KBR-4: Kendaraan Bermotor Roda Empat; KBR-2: Kendaraan Bermotor Roda Dua.
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa pada komoditi ban luar kendaraan bermotor roda dua terjadi ketidakmampuan memenuhi pasokan sebesar 226.469 kg. Demikian juga dengan ban dalam kendaraan bermotor roda dua yang tidak mampu memenuhi pasokan sebesar 126.003 kg. Sedangkan untuk komoditi lainnya nampaknya telah mampu memenuhi pasokan selama tahun 2003. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya selisih antara permintaan akhir dan penawaran akhir.
4.4. Perkembangan Nilai Ekpor Industri Ban Dunia
Berdasarkan Tabel 4.3, total nilai ekspor dunia untuk ban luar dan ban dalam cenderung mengalami peningkatan dari US$ 23,64 milyar pada tahun 2001 dan kemudian meningkat terus hingga US$ 28,59 milyar pada tahun 2003. Dua negara yang menguasai ekspor produk ban luar dan ban dalam adalah Jepang dan Jerman. Nilai ekspor Jepang pada tahun 2001 sebesar US$ 2,98 milyar dan meningkat sebesar US$ 4,02 milyar pada tahun 2003 dengan pangsa pasar dunia 14,07 persen. Jerman memperoleh nilai ekspor produk tersebut sebesar
43
US$ 2,11 milyar pada tahun 2001 dan cenderung meningkat hingga US$ 2,93 milyar pada tahun 2003 dengan pangsa pasar dunia sebesar 10,25 persen. Tabel 4.3. Nilai Ekspor Ban Luar dan Ban Dalam Negara-Negara Eksportir Utama, Tahun 2000-2003 Pangsa Negara Nilai Ekspor (US$) Pasar Eksportir (%) 2001 2002 2003 Jepang 2988922880 3349268736 4024817408 14,07 Jerman 2119713664 2330693120 2931841024 10,25 Perancis 2059644032 2070348416 2583833600 9,04 Amerika Serikat 2401808640 2357665536 2320282112 8,11 Cina 1090596992 1322144256 1729001600 6,05 Korea Selatan 1425665920 1516672640 1715075072 6,00 Spanyol 1298678656 1254232960 1517651328 5,31 Kanada 1310589568 1316414720 1351868288 4,73 Italia 1033071744 1056591232 1198871296 4,19 Belanda 766476608 952741824 3,33 Inggris 861508416 789283264 890153536 3,11 Thailand 380477792 476874432 1,67 Indonesia 273697536 349338658 414940512 1,45 Singapura 111269368 120619832 144717024 0,51 Malaysia 70637944 72518256 85858336 0,30 Filipina 37551520 33069074 0,00 TOTAL 23649447551 24952205625 28598010167 Sumber: Depperindag, 2004.
Di lain pihak, Indonesia hanya mampu memperoleh nilai ekspor sebesar US$ 0,273 milyar pada tahun 2001. Pada tahun 2003 nilai ekspor terus meningkat hingga mencapai US$ 0,414 milyar dan memiliki pangsa pasar dunia sebesar 1,45 persen. Di ASEAN, Indonesia sampai tahun 2003 masih merupakan pengekspor kedua di bawah Thailand. Pesaing utama yang lain dalam pasar ekspor ban luar dan ban dalam adalah Perancis, Amerika Serikat, Cina, Korea Selatan, Spanyol, Kanada, Italia, Belanda, Inggris, dan Singapura.
44
4.5. Perkembangan Nilai Impor Industri Ban Dunia
Berdasarkan Tabel 4.4, nilai impor dunia untuk produk industri pengolahan ban luar dan ban dalam cenderung meningkat dari US$ 23,69 milyar pada tahun 2001. Kemudian meningkat terus sehingga pada tahun 2003, nilai impor dunia menjadi US$ 29,33 milyar. Nilai impor dunia untuk produk industri ban luar dan ban dalam tersebut didominasi oleh Amerika Serikat, Jerman, dan negara maju di Eropa. Tabel 4.4. Nilai Impor Ban Luar dan Ban Dalam Negara-Negara Importir Utama, Tahun 2000-2003 Konsumsi Nilai Impor (US$) Negara Importir (%) 2001 2002 2003 Amerika 4484362752 5052447232 5639477428 19,22 Jerman 2259304448 2262496000 2959454976 10,09 Inggris 1264442752 1458968064 1740287872 5,93 Perancis 1264860544 1320685312 1718406656 5,86 Kanada 1368382336 1468332800 1500704000 5,12 Italia 1130047744 1195245952 1428199808 4,87 Belanda 886235136 1032700608 1279066880 4,36 Belgia 915266624 939403264 1228415488 4,19 Spanyol 810690176 877745792 1129940096 3,85 Meksiko 944373248 989760320 974289664 3,32 Australia 614516544 752420608 2,56 Singapura 186344608 203402880 241640240 0,82 Indonesia 74796048 76092048 83182656 0,28 Malaysia 45942252 67386032 79777968 0,27 Thailand 48390812 62454176 0,21 Filipina 71156176 72217144 0,00 TOTAL 23695342042 25260145008 29339056607 Sumber: Depperindag, 2004.
Amerika Serikat merupakan importir terbesar dunia dengan nilai impor US$ 4,48 milyar pada tahun 2001. Pada tahun 2003 nilai impor produk tersebut meningkat tajam menjadi US$ 5,63 milyar dengan tingkat konsumsi sebesar 19,22 persen. Disusul oleh Jerman mengimpor produk tersebut senilai US$ 2,25 milyar
45
pada tahun 2001 dan kemudian meningkat pada tahun 2003 menjadi US$ 2,95 milyar dengan tingkat konsumsi sebesar 10,09 persen. Indonesia juga merupakan importir produk ban luar dan ban dalam dengan nilai impor pada tahun 2001 sebesar US$ 74,79 juta dan pada tahun 2002 meningkat menjadi US$ 76,09 juta. Selanjutnya terus meningkat hingga US$ 83,18 juta pada tahun 2003 dengan tingkat konsumsi sebesar 0,28 persen.
4.6. Struktur Biaya Industri Ban
Berdasarkan struktur biaya pada Tabel 4.5 maka dapat diketahui bahwa industri ban merupakan industri yang mengandalkan bahan baku. Jika dirataratakan lebih dari 80 persen dari total biaya dikeluarkan untuk bahan baku dan penolong. Sedangkan pengeluaran untuk seluruh pekerja hanya berkisar 8-11 persen dari total biaya industri ban. Biaya untuk pengadaan bahan bakar, tenaga listrik, dan gas memiliki porsi yang lebih kecil dibanding kedua pengeluaran tersebut yaitu hanya berkisar 4-5 persen. Tabel 4.5. Struktur Biaya Industri Ban Indonesia, Tahun 2001-2003 Biaya 2001 % 2002 % 2003 Bahan baku dan 4908528081 89 6408537409 88 9727726795 penolong Bahan bakar, tenaga listrik, 194231304 3 302014017 4 563312457 dan gas Pengeluaran untuk seluruh 430801873 8 567779601 8 1231969763 pekerja
% 84 5 11
Sumber: BPS, 2001-2003.
Struktur biaya yang seperti itu menunjukkan bahwa industri ban cenderung bersifat padat sumber daya alam. Alasannya adalah sebagian besar biayanya dialokasikan untuk bahan baku dan penolong. Bahan baku industri ban
46
sebagian besar menggunakan sumber daya alam berupa karet alam dan karet sintetis.
4.7. Proses Pembuatan Ban
Teknologi proses pembuatan ban dapat terbagi dalam tiga bagian utama yaitu pembuatan tepung karet, pembuatan bagian ban (kawat tepi, kain ban, tapak ban), dan vulkanisasi. Bahan utama yang digunakan untuk pembuatan ban ini terdiri dari karet alam, bead wire, kain ban, carbon black, dan bahan penolong lainnya. Selanjutnya karet alam dilakukan pencacahan dalam suhu 2400°F-3000°F dan tekanan selama 2-3 menit. Pada saat pencacahan dan pencampuran ditambahkan bahan-bahan plastiser, softener, filler, sulfur, dan antioksidan. Kemudian pada bahan-bahan yang telah dicampur tersebut dilakukan proses kalendering agar seragam dan plastis. Sebagian besar karet untuk ban juga dibentuk melalui proses ekstrusi, khususnya untuk bagian tapak dan tepi ban. Setelah itu bagian tapak, sisi ban, tepi ban, dan kain ban siap dilakukan proses perakitan. Hasil dari proses tersebut dimasukkan pada mesin pencetak ban guna proses vulkanisasi. Tahap akhir dari proses pembuatan ban ini adalah pengawasan mutu untuk melihat hasil akhir ban (Depperindag, 2004). Proses pembuatan ban dapat dilihat pada Gambar 4.1.
4.8. Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib Ban
Pengertian standar memiliki arti spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan yang disusun berdasarkan konsensusu semua pihak yang terkait. Sedangkan standardisasi adalah proses merumuskan, menetapkan, menerapkan,
47
dan merevisi standar yang dilakukan secara tertib dan bekerja sama dengan semua pihak (Depperindag, 2004). SNI ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN) dan dapat diberlakukan secara wajib oleh Menteri Teknis dengan mempertimbangkan keselamatan, keamanan, kesehatan, dan pelestarian lingkungan dan atau pertimbangan ekonomis serta moral. SNI diterapkan oleh pelaku usaha dengan pertimbangan untuk meningkatkan daya saing produknya. Untuk itu, pelaku usaha harus menguji produknya pada lembaga sertifikasi dan laboratorium penguji yang diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional. Kebijakan standardisasi Indag ini difokuskan kepada perumusan, pemberlakuan, pembinaan, dan pengawasan SNI wajib. Sasaran yang ingin dicapai adalah meningkatkan daya saing produk Indonesia baik di dalam maupun luar negeri. Selain itu juga melindungi konsumen dan mendorong terciptanya persaingan usaha yang sehat di pasaran dalam negeri. Barang-barang yang telah diberlakukan SNI wajib perlu dilakukan kegiatan pengawasan yang meliputi pengawasan barang di pabrik, pengawasan barang impor, dan pengawasan barang yang beredar di pasar. Importir yang tidak memiliki Surat Pendaftaran Barang (SPB) dilarang memasukkan barangnya ke Daerah Pabean Indonesia. Oleh karena itu, importir yang telah memiliki Sertifikat Kesesuaian Mutu yang diterbitkan oleh Lembaga Inspeksi wajib mendaftarkannya terlebih dahulu kepada Dirjen PPMB untuk mendapatkan SPB tersebut. Untuk barang-barang yang beredar di pasar, pengawasan SNI wajib dilakukan secara berkala dan secara khusus.
48
Untuk
komoditi
ban,
pemberlakuan
SNI
wajib
diatur
dalam
SK Menperindag RI No.595/MPP/Kep/9/2004. Pemberlakuan secara wajib SNI ini dilakukan terhadap lima jenis ban, yaitu: 1. Ban mobil penumpang
: SNI 06-0098-2002
2. Ban truk ringan
: SNI 06-0100-2002
3. Ban truk dan bus
: SNI 06-0099-2002
4. Ban sepeda motor
: SNI 06-0101-2002
5. Ban dalam kendaraan
: SNI 06-6700-2002
49
Karet (Rubber) Kawat Ban (Tire Cord)
Penghancuran (Banbury)
Kawat Tepi Ban (Bead Wire)
Penenunan (Weaving)
Penggilingan (Mailing)
Pelapisan (Coating/Winding)
Perataan (Celendering)
Ekstrusi Tapak Ban (Extrucing Ban)
Pembentukan (Bead Building)
Pemotongan (Bias Cutting) Perakitan Ban (Tire Assembly)
Vulkanisasi Ban (Tire Vulcanizing)
Pencetakan Ban (Tire Forming)
Ban (Tire) Sumber: Depperindag, 2004.
Gambar 4.1. Diagram Alur Pembuatan Ban
50
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Analisis Produktivitas Parsial Industri Ban Indonesia
Dalam melakukan analisis produktivitas perlu diketahui nilai produksi sebagai output dan nilai faktor-faktor produksi sebagai input. Selanjutnya dilakukan analisis produktivitas parsial berdasarkan pendekatan rasio output terhadap salah satu input. Produktivitas tenaga kerja dihitung berdasarkan rasio output terhadap input tenaga kerja. Produktivitas bahan baku dihitung berdasarkan rasio output terhadap input bahan baku. Sedangkan produktivitas energi dihitung berdasarkan rasio output terhadap input energi. Tabel 5.1. Produktivitas Parsial Industri Ban Indonesia Faktor Produksi Produktivitas Rata-Rata Tenaga Kerja
14.316771
Modal
12,845011
Bahan Baku Energi
1,668200 49,687266
Sumber: BPS, 1984-2003, diolah.
Berdasarkan hasil perhitungan produktivitas parsial pada Lampiran 4 dapat diketahui bahwa produktivitas tenaga kerja menunjukkan nilai yang berfluktuasi. Secara agregat, produktivitas tenaga kerja dalam keadaan baik dengan nilai produktivitas rata-rata tenaga kerja sebesar 14.316771 (Tabel 5.1). Modal memiliki produktivitas rata-rata sebesar 12,845011. Produktivitas modal memiliki trend yang lebih bervariasi daripada produktivitas rata-rata tenaga kerja. Namun, secara keseluruhan produktivitas modal dalam keadaan baik.
51
Faktor produksi bahan baku memiliki nilai produktivitas rata-rata yang lebih rendah yaitu 1,668200. Namun, trend produktivitas variabel ini tidak terlalu bervariasi dibandingkan produktivitas rata-rata faktor produksi tenaga kerja dan modal. Produktivitas bahan baku berkecenderungan mengalami peningkatan dan secara keseluruhan dalam keadaan baik Faktor produksi energi memiliki nilai produktivitas rata-rata paling besar dan memiliki trend yang meningkat. Produktivitas rata-rata untuk energi memiliki nilai sebesar 49,687266. Jadi, secara agregat produktivitas energi juga dalam keadaan baik.
5.2. Analisis Total Factor Productivity (TFP)
TFP dapat diartikan sebagai kumpulan dari seluruh faktor kualitas yang menggunakan sumberdaya yang ada secara optimal untuk menghasilkan lebih banyak output dari tiap unit input. Untuk jangka panjang TFP dapat dianggap sebagai suatu ukuran peningkatan efisiensi dari proses produksi dan progres teknologi. Laju progres teknologi dihitung untuk memperlihatkan bahwa dalam jangka panjang teknologi tidak bernilai konstan. Sebelum menghitung Total Factor Productivity (TFP) atau laju progres teknologi yang dilambangkan dengan ∆A/A perlu meregresikan tenaga kerja (L), modal (K), bahan baku (R), dan energi (E) sebagai faktor-faktor produksi dari industri ban Indonesia. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5.2.
52
Tabel 5.2. Hasil Estimasi Regresi Fungsi Produksi Cobb-Douglas untuk Menghitung Koefisien Total Factor Productivity (TFP) Dependent Variable: LN(Y) Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 1.194113 0.942521 1.266934 0.2245 LNL 0.146228 0.056836 2.572810 0.0212 LNK -0.020663 0.036023 -0.573609 0.5747 LNR 0.720058 0.080253 8.972309 0.0000 LNE 0.158150 0.075118 2.105359 0.0525 R-squared 0.990839 F-statistic 405.5909 Adjusted R-squared 0.988396 Prob(F-statistic) 0.000000 Catatan: Menggunakan taraf nyata 10 persen.
5.2.1. Uji Kenormalan
Berdasarkan hasil pengujian dari Jarque-Berra Test pada Lampiran 7 terlihat bahwa nilai Jarque-Berra Probability adalah 0,869192. Nilai ini lebih besar dari nilai signifikansinya yaitu 0,10 (α = 10%). Jadi, dapat disimpulkan bahwa kenormalan data telah terpenuhi.
5.2.2. Uji Statistik
Uji statistik diperlukan untuk melihat nyata tidaknya pengaruh variabel yang dipilih terhadap variabel yang diteliti. Pengujian statistik meliputi: a. Uji t-Statistik Uji ini dilakukan dengan melihat nilai t-Statistic dari masing-masing variabel bebas tersebut. Pada Tabel 5.2. dapat dilihat bahwa faktor produksi tenaga kerja, bahan baku, dan energi berpengaruh nyata terhadap produksi. Alasannya adalah nilai t-Statistic tersebut memiliki nilai yang lebih besar dari nilai t-tabel pada taraf nyata 10 persen (t-tabel=1,753). Faktor produksi modal tidak berpengaruh nyata terhadap produksi.
53
b. Uji F-Statistik Uji ini dilakukan dengan melihat nilai F-Statistic dari persamaan tersebut. Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 5.2 diperoleh nilai F-Statistic sebesar 405.5909. Nilai tersebut lebih besar dari nilai F-tabel pada tingkat signifikansi 10 persen (F-tabel=2,36). Dapat disimpulkan bahwa minimal ada salah satu variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi pada tingkat kepercayaan 10 persen. c. Uji Koefisien Determinasi (R2) Uji ini dilakukan dengan melihat nilai R-squared dari persamaan tersebut. Tabel 5.2 memperlihatkan bahwa nilai R-squared adalah sebesar 0.990839. Artinya adalah faktor-faktor produksi tenaga kerja, modal, bahan baku, dan energi yang terdapat dalam model dapat menjelaskan keragaman sebesar 99,08 persen dan sisanya 0,92 persen dijelaskan oleh faktor produksi lain yang tidak dimasukkan ke dalam model fungsi produksi tersebut.
5.2.3. Uji Ekonometrika
Uji ekonometrika dilakukan untuk mengidentifikasi masalah-masalah pada OLS yaitu: a. Uji Heteroskedastisitas Untuk
mendeteksi
heteroskedastisitas
dilakukan
dengan
uji
White
Heteroskedasticity Test. Hasilnya menunjukkan bahwa persamaan fungsi produksi pada penelitian ini tidak terdapat gejala heteroskedastisitas. Pada Lampiran 6 terlihat bahwa nilai p-value atau probability Obs*R-squared
54
sebesar 0.244103 memiliki nilai yang lebih besar dari tingkat signifikasinya yang bernilai 0,10 (α = 10%). b. Uji Autokorelasi Untuk mendeteksi autokorelasi dilakukan dengan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. Lampiran 6 menunjukkan nilai p-value atau probability Obs*R-squared dari persamaan ini adalah sebesar 0.200349. Nilai ini lebih besar dari tingkat signifikasinya sebesar 0,10. Jadi, dapat disimpulkan bahwa persamaan ini terdapat gejala autokorelasi. c. Uji Multikolinearitas Untuk melihat adanya gejala multikolinearitas dapat dilihat melalui Correlations Matrix. Pada Lampiran 6 dapat dilihat bahwa gejala multikolinearitas terjadi antara bahan baku (R) dan tenaga kerja (L) yang bernilai 0.923796. Selain itu, gejala multikolinearitas terjadi antara bahan baku (R) dan energi (E) sebesar 0.812584. Namun, masalah multikolinearitas ini dapat diatasi dengan menggunakan Uji Klien. Jika nilai korelasi antar variabel bebas tersebut lebih besar dari nilai R-squared maka multikolinearitas dapat diabaikan. Nilai R-squared yang diperoleh sebesar 0.990839 ternyata lebih besar dari nilai korelasi terbesar antar variabel bebas dalam persamaan ini
sebesar
0.923796.
Jadi,
dapat
disimpulkan
bahwa
masalah
multikolinearitas pada persamaan ini dapat diabaikan. Pengujian telah dilakukan dan didapatkan bahwa persamaan yang digunakan tidak memiliki masalah, baik masalah heteroskedastisitas, autokorelasi, dan multikolinearitas. Langkah selanjutnya adalah menghitung pertumbuhan
55
pertahun dari kelima variabel, yaitu Y, L, K, R, dan E. Setelah didapatkan nilai ∆Y/Y, ∆L/L, ∆K/K, ∆R/R, ∆E/E, masing-masing nilai tersebut (kecuali ∆Y/Y) dikalikan dengan koefisien variabel yang diperoleh dari hasil estimasi regresinya. Kemudian untuk menghitung TFP, hasil yang diperoleh tersebut dimasukkan ke dalam Persamaan 3.3. Perhitungan tersebut adalah sebagai berikut: ΔA ΔY ΔL ΔK ΔR ΔE = − a − b − c − d A Y L K R E
= 16,72% - 0.146228 x 21.53% -(-0.020663) x 29,37% 0.720058 x 18,91% - 0.15815 x 19,47% = -2,51% Dari perhitungan di atas diperoleh hasil TFP atau laju progres teknologi adalah sebesar -2,51 persen. Nilai TFP yang negatif menunjukkan bahwa penguasaan teknologi pada industri ban masih lemah. Nilai TFP yang negatif tersebut diduga disebabkan oleh tiga faktor. Pertama, iklim usaha di Indonesia masih kurang menunjang perkembangan industri nasional pada umumnya dan industri ban pada khususnya. Pada Tabel 5.3 dapat dilihat bahwa kondisi politik dan keamanan Indonesia masih kurang stabil. Di bidang perbankan masih banyak kendala yang harus dihadapi seperti tingginya suku bunga pinjaman. Dari segi pabean masih banyak penyelundupan. Sedangkan dari segi sarana dan prasarana dirasa masih sangat kurang memadai, baik sarana transportasi, listrik, maupun komunikasi. Sarana yang sudah ada juga belum berfungsi sehingga mengakibatkan industri kurang efisien yang akan mengurangi daya saing produk industri ban baik untuk pasar dalam negeri maupun ekspor. Kondisi tersebut membuat investor menjadi kurang tertarik untuk melakukan
56
investasi di Indonesia. Dengan demikian, usaha penguasaan teknologi menjadi terhambat. Tabel 5.3. Perbandingan Iklim Usaha Indonesia dengan Negara Lainnya No Bidang Indonesia China Thailand 1 Politik Kurang stabil Stabil Cukup stabil 2 Keamanan Kurang stabil Baik Baik 3 Moneter Fluktuatif Stabil Stabil Suku Bunga 20% 6% 4% 4 Pinjaman Banyak Tidak ada Tidak ada 5 Pabean penyelundupan penyelundupan penyelundupan Sumber: Depperindag, 2004.
Kedua, penguasaan teknologi juga dipengaruhi oleh pertumbuhan dan perkembangan industri hulu. Industri ban memiliki lebih dari 80 persen dari biaya produksinya adalah biaya untuk bahan baku dan penolong. Jika industri karet sebagai industri hulu dapat tumbuh dan berkembang dengan baik sehingga dapat memproduksi karet yang berkualitas baik maka secara otomatis akan meningkatkan kualitas produk ban. Namun sampai sekarang kualitas karet dalam negeri masih rendah. Hal ini disebabkan masih rendahnya pendidikan petani karet. Manajemen pengelolaan lahan kurang diperhatikan dan kegiatan penanaman karet lebih
cenderung
merupakan
kegiatan
turun-temurun.
Oleh
karena
itu,
produktivitas dan kualitas karet yang dihasilkan masih rendah. Ketiga, Research and Development (R&D) pada industri ban masih lemah. Hal ini menyebabkan lambatnya proses alih teknologi pada industri ban. Lemahnya R&D pada industri ban diduga akibat masih kurangnya kebijakan pemerintah yang memberikan insentif bagi perusahaan-perusahaan yang giat melakukan R&D, serta kurangnya kesadaran beberapa pelaku usaha akan
57
pentingnya R&D sehingga menyebabkan kurangnya penghargaan yang layak bagi karyawan bidang R&D di perusahaan.
5.3. Analisis Kontribusi Progres Teknologi terhadap Produksi
Kontribusi progres teknologi terhadap produksi dapat dilihat dengan meregresikan variabel Y, L, K, R, E, dan TFP dengan menggunakan regresi linier berganda melalui metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil estimasi regresi tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 5.4. Hasil Estimasi Regresi Fungsi Produksi Cobb-Douglas dengan Memasukkan Variabel Pertumbuhan Total Factor Productivity (TFP) Dependent Variable: LN(Y) Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -0.107948 0.643484 -0.167756 0.8705 LNL 0.102553 0.043134 2.377536 0.0414 LNK -0.020471 0.021927 -0.933600 0.3749 LNR 0.775095 0.061202 12.66462 0.0000 LNE 0.195713 0.028893 6.773801 0.0001 TFP 0.423507 0.103183 4.104443 0.0027 AR(1) 0.681428 0.211511 3.221713 0.0105 AR(2) -0.865148 0.232351 -3.723457 0.0047 R-squared 0.996570 F-statistic 373.5513 Adjusted R-squared 0.993902 Prob(F-statistic) 0.000000 Catatan: Menggunakan taraf nyata 10 persen.
5.3.1. Uji Kenormalan
Berdasarkan hasil pengujian dari Jarque-Berra Test pada Lampiran 9 terlihat bahwa nilai Jarque-Berra Probability adalah 0,908071. Nilai ini lebih besar dari nilai signifikansinya yaitu 0,10 (α = 10%). Jadi, dapat disimpulkan bahwa kenormalan data telah terpenuhi.
58
5.3.2. Uji Statistik
Uji statistik diperlukan untuk melihat nyata tidaknya pengaruh variabel yang dipilih terhadap variabel yang diteliti. Pengujian statistik meliputi: a. Uji t-Statistik Uji ini dilakukan dengan melihat nilai t-Statistic dari masing-masing variabel bebas tersebut. Pada Tabel 5.4. dapat dilihat bahwa variabel tenaga kerja, bahan baku, energi, dan TFP berpengaruh nyata terhadap produksi. Alasannya adalah nilai t-Statistic tersebut memiliki nilai yang lebih besar dari nilai t-tabel pada taraf nyata 10 persen (t-tabel=1,782). Variabel modal tidak berpengaruh nyata terhadap produksi. b. Uji F-Statistik Uji ini dilakukan dengan melihat nilai F-Statistic dari persamaan tersebut. Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 5.4 diperoleh nilai F-Statistic sebesar 373.5513. Nilai tersebut lebih besar dari nilai F-tabel pada tingkat signifikansi 10 persen (F-tabel=2,39). Dapat disimpulkan bahwa minimal ada salah satu variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi pada tingkat kepercayaan 10 persen. c. Uji Koefisien Determinasi (R2) Uji ini dilakukan dengan melihat nilai R-squared dari persamaan tersebut. Tabel 5.4 memperlihatkan bahwa nilai R-squared adalah sebesar 0.996570. Artinya adalah faktor-faktor produksi tenaga kerja, modal, bahan baku, energi, dan progres teknologi yang terdapat dalam model dapat menjelaskan keragaman sebesar 99,65 persen dan sisanya 0,35 persen dijelaskan oleh
59
faktor produksi lain yang tidak dimasukkan ke dalam model fungsi produksi tersebut.
5.3.3. Uji Ekonometrika
Uji ekonometrika dilakukan untuk mengidentifikasi masalah-masalah pada OLS yaitu: a. Uji Heteroskedastisitas Uji
heteroskedastisitas
dilakukan
dengan
menggunakan
White
Heteroskedasticity Test. Pada Lampiran 8 diperoleh nilai p-value atau probability Obs*R-squared sebesar 0.317579. Nilai ini memiliki nilai yang lebih besar dari tingkat signifikansinya yang bernilai 0,10 (α = 10%). Jadi, pada persamaan ini tidak terdapat gejala heteroskedastisitas. b. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi dilakukan dengan menggunakan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. Hasil pengujian awal (Tabel 5.5) menunjukkan bahwa pada persamaan ini terdapat gejala autokorelasi, sebab nilai p-value atau probability Obs*R-squared yang diperoleh (0,011432) lebih kecil dari tingkat signifikansinya sebesar 0,10 (α = 10%). Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan persamaan agar gejala autokorelasi yang terjadi bisa dihilangkan. Tabel 5.5. Hasil Uji Autokorelasi Sebelum Penambahan Auto Regressive (AR) Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
7.602732 16.47227
Catatan: Menggunakan taraf nyata 10 persen.
Probability Probability
0.008549 0.011432
60
Menurut user guide Eviews, autokorelasi dapat dihilangkan dengan penambahan variabel Auto Regressive (AR) pada persamaan tersebut. Penentuan penggunaan AR(1) dan AR(2) merupakan pencarian persamaan terbaik, sehingga diperoleh hasil estimasi pada Tabel 5.4. Pengujian yang dilakukan setelah penambahan AR(1) dan AR(2) pada persamaan tersebut menunjukkan bahwa nilai p-value atau probability Obs*R-squared yang diperoleh adalah sebesar 0.560106 (Lampiran 8). Nilai ini lebih besar dari tingkat signifikansinya sebesar 0,10 (α = 10%). Jadi, dapat disimpulkan bahwa persamaan ini tidak terdapat gejala autokorelasi. c. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas dilakukan dengan menggunakan Correlations Matrix. Dari Lampiran 8 dapat dilihat bahwa pada persamaan ini masih ada korelasi antar variabel bebas yang nilainya lebih besar dari |0,80|, yaitu korelasi antara bahan baku (R) dan tenaga kerja (L) sebesar 0.934854. Namun masalah multikolinearitas ini dapat diatasi dengan menggunakan Uji Klien. Apabila nilai korelasi antar variabel bebas tersebut tidak lebih besar dari nilai R-Squared persamaan tersebut maka masalah multikolinearitas dapat diabaikan. Pada analisis regresi ini nilai R-Squared yang diperoleh (0.996570) adalah lebih besar dari nilai korelasi antara bahan baku dan tenaga kerja (0.934854). Jadi, dapat disimpulkan bahwa dalam persamaan ini masalah multikolinearitas dapat diabaikan.
61
5.3.4. Uji Ekonomi
Uji ekonomi dilakukan untuk melihat kecocokan tanda dan nilai koefisien penduga dengan teori atau nalar. Berdasarkan hasil analisis regresi pada Tabel 5.4 diperoleh persamaan fungsi produksi Cobb-Douglas yang secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut: Ln Y = -0.107948+0.102553LnL-0.020471LnK+0.775095LnR+0.195713LnE + 0,423507TFP Dari persamaan tersebut dapat diketahui bahwa faktor produksi bahan baku (R) memiliki pengaruh paling besar, kemudian diikuti oleh progres teknologi (TFP), energi (E), dan tenaga kerja (L). Nilai koefisien dari ketiga faktor produksi dan TFP tersebut terhadap produksi adalah positif dan secara statistik tidak signifikan. Hasil ini sesuai dengan hipotesis yang dibuat oleh penulis. Bahan baku memiliki nilai koefisien sebesar 0.775095. Ini berarti setiap penambahan faktor produksi bahan baku sebesar satu persen akan meningkatkan produksi sebesar 0.775095 persen dengan mempertahankan faktor produksi lain konstan. Nilai koefisien bahan baku yang lebih besar dibanding nilai koefisien faktor-faktor produksi lainnya menunjukkan bahwa produksi lebih peka terhadap perubahan bahan baku daripada perubahan faktor produksi selain bahan baku. Maksudnya adalah peranan bahan baku sangat penting dalam menentukan besarnya produksi. Hal ini mempertegas pernyataan bahwa industri ban termasuk dalam industri padat sumber daya alam. Nilai koefisien TFP terhadap produksi adalah positif yaitu sebesar 0.423507 dan secara statistik berpengaruh nyata. Hal ini berarti progres teknologi memberikan kontribusi yang positif terhadap produksi ban di Indonesia. Tenaga
62
kerja memiliki koefisien sebesar 0.102553, artinya setiap penambahan faktor produksi tenaga kerja sebesar satu persen akan meningkatkan produksi sebesar 0.102553 persen dengan mempertahankan faktor produksi lain konstan. Energi memiliki koefisien sebesar 0.195713. Ini mengartikan bahwa setiap penambahan faktor produksi energi sebesar satu persen akan meningkatkan produksi sebesar 0.195713 persen dengan mempertahankan faktor produksi lain konstan. Faktor produksi modal memiliki nilai koefisien sebesar -0.020471, artinya modal memberikan pengaruh yang negatif dan secara statistik tidak nyata terhadap peningkatan produksi. Hasil tersebut tidak sesuai dengan hipotesis yang dibuat oleh penulis. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh tiga hal. Penyebab pertama adalah kurangnya tenaga kerja terampil yang bisa mengoperasikan mesinmesin yang ada sebaik mungkin. Kedua, data modal industri ban tidak stabil. Pada tahun 1985 terjadi lonjakan tajam. Setelah itu menurun lagi dan kemudian kembali melonjak tajam pada tahun 1992-1996. Penurunan kembali terjadi pada tahun 1997-1999. Faktor produksi modal kembali meningkat pada tahun 2000-2001 dan kemudian menurun pada tahun 2002-2003. Ketiga, ketidakpastian di kalangan pelaku ekonomi akan masa depan usaha yang berkaitan erat dengan tidak stabilnya kondisi makroekonomi dan situasi Indonesia. Kondisi ini akan mengurangi minat pelaku ekonomi dalam menanamkan modalnya baik di sektor keuangan maupun industri. Tingginya suku bunga serta kelangkaan kredit modal kerja merupakan faktor penghambat bagi peningkatan modal kerja industri ban. Tabel 5.5 memperlihatkan rata-rata tingkat
63
suku bunga yang ditetapkan Bank Indonesia. Tingkat suku bunga yang tinggi tersebut tentunya sangat menyulitkan industri untuk mengembangkan usahanya. Tabel 5.6. Tingkat Suku Bunga Bank Indonesia per Tahun Periode Suku Bunga (%) 1996 19,21 1997 21,98 1998 32,27 1999 28,33 2000 19,2 2001 16,40 (tiga bulan) 2002 15,24 (tiga bulan) 2003 10,10 (tiga bulan) Sumber:Depperindag, 2004.
64
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Produktivitas tenaga kerja, modal, bahan baku, dan energi masing-masing sebesar 14.316771; 12,845011; 1,6681998; dan 49,687266. Energi memiliki produktivitas yang terbesar jika dibandingkan dengan produktivitas faktor produksi lainnya. 2. Dari model pertumbuhan Solow diperoleh nilai Total Factor Productivity (TFP) atau progres teknologi sebesar -2,51 persen. Nilai TFP yang negatif menunjukkan bahwa masih lemahnya penguasaan teknologi pada industri ban. 3. Fungsi produksi Cobb-Douglas yang digunakan pada penelitian ini memperlihatkan bahwa Total Factor Productivity (TFP) memberikan kontribusi yang positif dan nyata terhadap produksi ban Indonesia. Faktor produksi bahan baku memiliki pengaruh yang paling besar dan nyata terhadap produksi. Hanya faktor produksi modal yang memberikan pengaruh negatif dan tidak nyata terhadap produksi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peningkatan produksi industri ban Indonesia lebih ditentukan oleh peningkatan intensitas pemakaian tenaga kerja, bahan baku, energi, dan progres teknologi. Hal ini menunjukkan bahwa pemakaian faktor-faktor produksi termasuk teknologi yang ada belum tercapai seperti yang diharapkan.
6.2. Saran
1. Industri ban perlu meningkatkan Research & Development (R&D) agar dapat meningkatkan teknologi dengan memberikan insentif kepada para karyawan di
65
bidang R&D. Pemerintah juga perlu memberikan insentif bagi perusahaanperusahaan yang giat melakukan R&D dalam mengembangkan usahanya. Dengan memberikan insentif dan peraturan lain yang mengikat, perusahaanperusahaan dapat lebih terangsang untuk melakukan inovasi, adopsi teknologi negara maju, dan mungkin juga pengembangan teknologi baru. Selanjutnya ini dapat meningkatkan Total Factor Productivity (TFP). 2. Walaupun tarif listrik dalam industri ban hanya berpengaruh sebesar 2%-4%, namun cukup mengganggu kinerja industri ban tersebut. Oleh karena itu, pemerintah sebaiknya memberikan insentif biaya energi terhadap industri yang berorientasi ekspor. 3. Pemerintah perlu menciptakan rasa aman kepada pelaku usaha baik lokal maupun asing dalam melakukan kegiatan bisnis dan industri. Kondisi yang demikian diharapkan mampu meningkatkan investasi sehingga akan meningkatkan produksi dalam negeri dan produktivitas industri ban. 4. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah menganalisa daya saing industri ban Indonesia guna mengetahui posisi industri ban Indonesia di pasar dunia.
66
DAFTAR PUSTAKA
[Anonim].
2006. ”Penjualan Ban 2006 Bakal http://www.samarinda.go.id/?q=node/6608 [10 Juni 2006]
Lesu”.
Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia. 1997-2003. Laporan Tahunan. APBI, Jakarta. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. 1993. Dialog Teknologi dan Industri. BPPT, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 1984-2003. Statistik Industri Besar dan Sedang. BPS, Jakarta. ________. 2004. Laporan Perekonomian Indonesia. BPS, Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cetakan ke-2. Balai Pustaka, Jakarta. Departemen Perindustrian. 2005. ”Bab V Bangun Sektor Industri Tahun 2005”. http://www.dprin.go.id/kebijakan/09KPIN-Bab5.pdf [10 Juni 2006] Direktorat Industri Kimia Hilir. 2002. Laporan Kegiatan Pembinaan Industri Tahun Anggaran 2002 Penyusunan Profil Komoditi Industri Crumb Rubber. Direktorat Jenderal Industri Kimia, Agro, dan Hasil Hutan, Depperindag, Jakarta. ________. 2004. Kajian Industri Ban. Depperindag, Jakarta. ________. 2004. Penyusunan Profil Peluang Usaha Industri Kimia Hilir Dalam Rangka Antisipasi dan Implementasi Pasar Global (Laporan Akhir). Depperindag, Jakarta. Ditjen Industri Kimia, Agro, dan Hasil Hutan. 2000. Penyusunan Data Base Industri Ban dan Produk Karet Dalam Rangka Peningkatan Ekspor. Depperindag, Jakarta. ________. 2003. Monitoring Penerapan Standar Produksi Industri Kimia Hasil Pertanian dan Perkebunan dalam Menghadapi Perdagangan Global. Depperindag, Jakarta. Firdaus, M. 2004. Ekonometrika suatu Pendekatan Aplikatif. PT Bumi Aksara, Jakarta
67
Fitriani, A. 2005. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Output Industri Ban di Indonesia Periode 1984-2002 [Skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi, IPB, Bogor. Gujarati, D. 1993. Ekonometrika Dasar. Sumarno Zain [penerjemah]. Cetakan ke-3. Erlangga, Jakarta. Hasibuan, N. 1993. Ekonomi Industri: Persaingan, Monopoli, dan Regulasi. Cetakan ke-1. LP3ES, Jakarta. Lipsey, et al. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Edisi ke-10. Binarupa Aksara, Jakarta. Mankiw, N. G. 2003. Teori Makroekonomi. I. Nurmawan [penerjemah]. Cetakan ke-5. Erlangga, Jakarta. Manurung, J. J., A. H. Manurung, dan F. D. Saragih. 2005. Ekonometrika Teori dan Aplikasi. Elex Media Komputindo, Jakarta. Moelyono, M. 1993. Penerapan Produktivitas dalam Organisasi. Bumi Aksara, Jakarta. Nasution, S. R. K. 2005. Analisis Efisiensi Faktor-Faktor Produksi Udang Tambak di Indonesia [Skripsi]. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, IPB, Bogor. Nugroho, B. A. 2003. ”Total Faktor Produktivitas (TFP) Manufacture Sector”. http://www.apindo.or.id/images/_res/tfpmikro.pdf [2 April 2006] Pasaribu, S. H, D. Hartono, dan T. Irawan. 2005. Pedoman Penulisan Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi, IPB, Bogor. Pass, C dan B. Lowes. 1994. Kamus Lengkap Ekonomi. Edisi ke-2. Erlangga, Jakarta. Proyek Pengembangan Daya Saing Produk Industri Kimia, Agro, dan Hasil Hutan. 2004. Laporan Kegiatan Strategi Peningkatan Daya Saing Komoditi Industri Kimia Hilir Dalam Rangka Menghadapi Perdagangan Pasar Bebas. Direktorat Jenderal Industri Kimia, Agro, dan Hasil Hutan, Depperindag, Jakarta. Proyek Pengembangan Daya Saing Produk Industri Kimia, Agro, dan Hasil Hutan dan PT. Bermuda Jasa Utama. 2004. Laporan Akhir Analisa Daya Saing Industri Kimia Dalam Rangka Pengembangan Investasi di Indonesia. Direktorat Jenderal Industri Kimia, Agro, dan Hasil Hutan, Depperindag, Jakarta.
68
Proyek Pengembangan Daya Saing Produk Industri Kimia, Agro, dan Hasil Hutan dan PT. Juang Jasa Nusantara. 2004. Pekerjaan: Pengembangan Kelompok Industri Barang Karet Indonesia Laporan Akhir. Direktorat Jenderal Industri Kimia, Agro, dan Hasil Hutan, Depperindag, Jakarta. Rachmadona. 2002. Kajian Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kecap dan Produktivitas PD Putra Banten Kabupaten Serang Propinsi Banten [Skripsi]. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, IPB, Bogor. Rahayuningsih dan S. Saputra. 2006. ”Target Pertumbuhan 7,7% Terancam, Industri Bakal Terpukul Kenaikan Tarif Listrik” [Bisnis Indonesia Online].http://cybernews.cbn.net.id/detil.asp?kategori=Business&no=1 1252 [20 Juli 2006] Ravianto, J. 1986. Orientasi Produktivitas dan Ekonomi Jepang. Cetakan ke-2. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Siagian,
N. 2005. ”Industri Ban Nasional Tetap Bergairah”. http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/industri/2005/0126/ind1.html [15 April 2006]
Smith, M. B. dan M. R. Blakeslee. 1995. Bahasa Perdagangan. Penerbit ITB, Bandung. Soekartawi. 1993. Agribisnis: Teori dan Aplikasinya. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. ________. 2003. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Cobb-Douglas. Cetakan ke-3. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Sumarni, M. 1998. Pengantar Bisnis. Liberty, Yogyakarta. Tambunan, T. T. H. 1997. “Kontribusi Peningkatan Total Faktor Produktivitas terhadap Pertumbuhan Output Agregat: Suatu Studi Empiris”. http://pk.ut.ac.id/jsi/71tulus.htm [2 April 2006] ________. 2001. Industrialisasi di Negara Sedang Berkembang Kasus Indonesia. Cetakan ke-1. Ghalia Indonesia, Jakarta. Yulaekha, S. 2005. Analisis Produktivitas Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia (Periode 1984-2002) [Skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi, IPB, Bogor.
69
LAMPIRAN
70
Lampiran 1. Profil Perusahaan Industri Ban Indonesia
No
Nama Perusahaan
1
PT. ARIGA MIRA RUBBER WORKS
2
PT. INOUE RUBBER INDONESIA
3
PT. GAJAH TUNGGAL
4
PT. SURYARAYA RUBBERINDO INDUSTRY PT. GOODYEAR INDONESIA
5
Status
Komoditi
PMDN Ban Luar KBR-4 Ban Dalam KBR-4 Ban Luar KBR-2 Ban Dalam KBR-2 Ban Luar Sepeda Ban Dalam Sepeda PMA Ban Luar KBR-2 Ban Luar Sepeda PMDN Ban Luar KBR-4 Ban Dalam KBR-4 Ban Luar KBR-2 Ban Dalam KBR-2 Ban Luar Sepeda Ban Dalam Sepeda PMA Ban Sepeda Ban Sepeda Motor PMA
Ban Luar KBR-4 Ban Dalam KBR-4 Ban Luar KBR-2
Kapasitas Produksi Nilai Investasi (unit) 15000 Rp. 3401821000 40000 285000 800000 3000000 3000000 600000 Rp. 1105455000 3000000 4325000 Rp. 165589330000 4325000 6267040 6267040 784220 784220 -
-
2144700 Rp. 79256200000 1313100 114000
Nomor dan Ijin Usaha Industri 43/M/SK/1/1988 Tanggal 22 Januari 1988
539/III/PMA/1991 Tanggal 6 September 1991 156/T/INDUSTRI/1997 Tanggal 15 April 1997
Kep.99/Men/1978 Tanggal 4 Oktober 1978
71
Lampiran 1. Lanjutan
6 7
PT. BRIDGESTONE TIRE INDONESIA PT. HUNG-A INDONESIA
8
PT. SUMI RUBBER INDONESIA
9 10
PT. INTIRUB PT. NITTO RUBBER INDONESIA PT. BANTENG PRATAMA RUBBER CO.
11
12
13 14
PMA PMA
PMA
PMDN PMDN PMDN
PT. UNITED KINGLAND COMPANY LTD.
PMDN
PT. UNITED KINGSTONE PT. OROBAN PERKASA
PMDN -
Ban Luar KBR-4 Ban Dalam KBR-4 Ban Luar KBR-4 Ban Dalam KBR-4 Ban Luar KBR-2 Ban Dalam KBR-2 Ban Luar Ban Dalam Sabuk Ban Bola Golf Ban Luar KBR-4 Ban Luar KBR-4 Ban Luar KBR-2 Ban Dalam KBR-4 Ban Luar KBR-2 Ban Dalam KBR-2 Ban Luar Sepeda Ban Dalam Sepeda Ban Luar KBR-4 Ban Dalam KBR-4 Ban Luar KBR-2 Ban Dalam KBR-2 Ban Luar KBR-2 Ban Dalam KBR-2 -
2500000 1600000 8460000 1410100 7614000 8460000 3600000 150000 150000 2400000 660000 300000 900000 250000 500000 1200000 4500000 4500000 270000 500000 2000000 2000000 540000 1775800 -
Rp. 84548250000
US$ 165195000
Rp. 1223454000 Rp. 1465283000
B-84/PRES/8/1973 Tanggal 1 Agustus 1973 318/I/PMA/1995 Tanggal 20 Juni 1995 -
Rp. 35800405000 -
-
-
-
-
-
-
72
Lampiran 1. Lanjutan
15 16
17
18 19 20 21
PT. IRCINDO INDONESIA PT. MEGA SAFE TIRE INDUSTRY
PT. ELANG PERDANA TIRE INDUSTRY
PT. MULTI STRADA ARAH SARANA PT. INDUSTRI KARET DELI PT. ABS RUBBER WORKS PT. SEHAT KOMODO
PMDN
PMDN
PMDN PMDN
PMDN
Ban Luar KBR-2 Ban Sepeda Ban Luar KBR-4 Ban Dalam KBR-4 Ban Luar KBR-2 Ban Dalam KBR-2 Ban Luar Sepeda Ban Dalam Sepeda Ban Luar KBR-4 Ban Dalam KBR-4 Ban Luar KBR-2 Ban Dalam KBR-2 Ban Luar Sepeda Ban Dalam Sepeda Ban Luar KBR-4 Ban Dalam KBR-4 Ban Dalam KBR-4 Ban Dalam KBR-2 Ban Luar KBR-2 Ban Luar KBR-2 Ban Luar Sepeda Ban Luar KBR-4 Ban Luar KBR-2 Ban Luar Sepeda
600000 3000000 1000000 1125000 625000 625000 1125000 1500000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
753000 Rp. 2640821000 1668000 1808000 50000 Rp. 650625000 600000 15000 Rp. 1008420000 105000 6000000
73/II/PMDN/1985 Tanggal 11 Oktober 1985 -
73
Lampiran 1. Lanjutan
22 23
PT. SURABAYA KENCANA TYRE INDUSTRY PT. MEGA RUBBER FACTORY
Sumber: Depperindag, 2000.
PMDN Ban Luar KBR-2 Ban Dalam KBR-2
500000 Rp. 2752384000 500000
PMDN Ban Luar KBR-4 Ban Dalam KBR-4 Ban Luar KBR-2 Ban Dalam KBR-2 Ban Luar Sepeda Ban Dalam Sepeda
900000 Rp. 35000000000 900000 600000 1250000 125000 125000
136/M/SK/II/MK/IX/1997 Tanggal 29 September 1997 497/II/PMDN/1990 Tanggal 11 Desember 1990
74
Lampiran 2. Data Produksi Riil dan Faktor-Faktor Produksi Riil Industri Ban Indonesia Periode 1984-2003 (dalam jutaan rupiah)
Tahun 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
Y 303.394 413.987 412.726 497.818 672.006 740.913 779.767 800.909 1.234.476 1.180.911 1.074.756 1.586.484 2.532.519 2.544.055 2.044.306 2.487.377 3.185.897 2.654.115 3.246.878 4.010.738
L 33.480 42.495 35.246 28.426 45.138 28.055 46.176 52.759 67.819 61.230 54.582 72.611 176.917 189.450 171.801 229.532 310.487 268.767 427.256 520.825
K 51.191 142.214 61.185 61.590 37.287 70.120 81.786 89.796 184.935 168.648 302.747 200.873 239.154 72.691 66.197 64.517 173.403 412.644 394.950 308.114
R 161.685 228.791 216.712 303.537 444.679 431.942 551.204 501.395 706.222 633.213 593.730 1.021.671 1.743.949 1.683.721 1.341.539 1.208.206 1.795.649 1.723.198 2.200.356 2.533.262
E 7.824 14.601 16.593 23.175 9.816 31.872 26.697 26.819 29.083 35.594 32.980 29.212 37.436 39.666 24.632 40.639 43.914 45.475 57.919 38.564
Sumber: BPS, 1984-2003, diolah. Catatan: Y: Jumlah produksi, L: Jumlah tenaga kerja, K: Jumlah modal, R: Jumlah bahan baku, E: Jumlah energi.
75
Lampiran 3. Data Logaritma Produksi dan Faktor-Faktor Produksi Industri Ban Indonesia Periode 1984-2003
Tahun 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
LNY 26,438300 26,749100 26,746050 26,933500 27,233530 27,331150 27,382260 27,409010 27,841670 27,797310 27,703120 28,092540 28,560240 28,564780 28,346080 28,542250 28,789760 28,607130 28,808720 29,020000
LNL 24,234220 24,472650 24,285610 24,070560 24,532990 24,057440 24,555720 24,689000 24,940120 24,837900 24,722980 25,008380 25,899420 25,965010 25,870760 26,161350 26,459840 26,317980 26,780050 26,979020
LNK 24,658830 25,680600 24,837170 24,843770 24,341910 24,973470 25,127370 25,220810 25,943270 25,851080 26,436160 26,025940 26,200370 25,009480 24,915900 24,890190 25,878880 26,745850 26,702030 26,453740
LNR 25,808920 26,156070 26,101840 26,438770 26,820620 26,791560 27,035370 26,940660 27,283200 27,174070 27,109690 27,652460 28,187170 28,152030 27,924840 27,820160 28,216390 28,175200 28,419640 28,560530
LNE 22,780460 23,404360 23,532250 23,866340 23,007280 24,184990 24,007820 24,012380 24,093420 24,295440 24,219170 24,097850 24,345900 24,403760 23,927310 24,427990 24,505500 24,540430 24,782310 24,375590
Sumber: BPS, 1984-2003, diolah. Catatan: Ln: Logaritma natural; Y: Produksi; L: Tenaga kerja; K: Modal; R: Bahan baku; E: Energi.
76
Lampiran 4. Nilai Produktivitas Faktor Produksi Tenaga Kerja, Modal, Bahan Baku, dan Energi
Tahun 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
PL 9,061947 9,742017 11,709868 17,512770 14,887811 26,409303 16,886846 15,180519 18,202510 19,286477 19,690667 21,849086 14,314730 13,428636 11,899267 10,836733 10,260967 9,875152 7,599374 7,700740
PK 5,926706 2,911014 6,745542 8,082773 18,022528 10,566358 9,534236 8,919206 6,675189 7,002224 3,550014 7,897946 10,589490 34,998212 30,882155 38,553823 18,372791 6,431973 8,220985 13,017059
PR 1,876451 1,809455 1,904491 1,640057 1,511216 1,715307 1,414661 1,597361 1,748000 1,864951 1,810176 1,552833 1,452175 1,510972 1,523851 2,058736 1,774231 1,540226 1,475615 1,583231
PE 38,777352 28,353332 24,873501 21,480820 68,460269 23,246517 29,208038 29,863492 42,446653 33,177249 32,588114 54,309325 67,649295 64,136918 82,993910 61,206649 72,548549 58,364266 56,058944 104,002126
Rata-rata
14,316771
12,845011
1,668200
49,687266
Sumber: BPS, 1984-2003, diolah. Catatan: PL: Produktivitas tenaga kerja; PK: Produktivitas modal; PR: Produktivitas bahan baku; PE: Produktivitas energi.
77
Lampiran 5. Data Pertumbuhan TFP Industri Ban Indonesia
Tahun 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
∆Y/Y 0,3645 -0,0030 0,2062 0,3499 0,1025 0,0524 0,0271 0,5413 -0,0434 -0,0899 0,4761 0,5963 0,0046 -0,1964 0,2167 0,2808 -0,1669 0,2233 0,2353
∆L/L 0,2693 -0,1706 -0,1935 0,5879 -0,3785 0,6459 0,1426 0,2855 -0,0972 -0,1086 0,3303 1,4365 0,0708 -0,0932 0,3360 0,3527 -0,1344 0,5897 0,2190
∆K/K 1,7781 -0,5698 0,0066 -0,3946 0,8805 0,1664 0,0979 1,0595 -0,0881 0,7951 -0,3365 0,1906 -0,6960 -0,0893 -0,0254 1,6877 1,3797 -0,0429 -0,2199
∆R/R 0,4150 -0,0528 0,4006 0,4650 -0,0286 0,2761 -0,0904 0,4085 -0,1034 -0,0624 0,7208 0,7070 -0,0345 -0,2032 -0,0994 0,4862 -0,0403 0,2769 0,1513
∆E/E 0,8662 0,1364 0,3967 -0,5764 2,2469 -0,1624 0,0046 0,0844 0,2239 -0,0734 -0,1143 0,2815 0,0596 -0,3790 0,6498 0,0806 0,0355 0,2736 -0,3342
a(∆L/L) 0,0394 -0,0249 -0,0283 0,0860 -0,0553 0,0944 0,0208 0,0417 -0,0142 -0,0159 0,0483 0,2101 0,0104 -0,0136 0,0491 0,0516 -0,0196 0,0862 0,0320
b(∆K/K) -0,0367 0,0118 -0,0001 0,0082 -0,0182 -0,0034 -0,0020 -0,0219 0,0018 -0,0164 0,0070 -0,0039 0,0144 0,0018 0,0005 -0,0349 -0,0285 0,0009 0,0045
c(∆R/R) 0,2989 -0,0380 0,2885 0,3348 -0,0206 0,1988 -0,0651 0,2942 -0,0744 -0,0449 0,5190 0,5091 -0,0249 -0,1463 -0,0716 0,3501 -0,0291 0,1994 0,1089
d(∆E/E) 0,1370 0,0216 0,0627 -0,0912 0,3554 -0,0257 0,0007 0,0134 0,0354 -0,0116 -0,0181 0,0445 0,0094 -0,0599 0,1028 0,0127 0,0056 0,0433 -0,0528
Rata-Rata
16,72%
21,53%
29,37%
18,91%
19,47%
3,15%
-0,61%
13,61%
3,08%
∆A/A -0,0740 0,0266 -0,1166 0,0121 -0,1587 -0,2117 0,0726 0,2140 0,0080 -0,0011 -0,0800 -0,1634 -0,0047 0,0216 0,1359 -0,0987 -0,0953 -0,1064 0,1426 -2,51%
Sumber: BPS, 1984-2003, diolah Catatan: ∆Y/Y: Pertumbuhan produksi; ∆L/L: Pertumbuhan tenaga kerja; ∆K/K: Pertumbuhan modal; ∆R/R: Pertumbuhan Bahan Baku; ∆E/E: Pertumbuhan Energi; a, b, c, d: Koefisien dari masing-masing faktor produksi; ∆A/A: Pertumbuhan Total Factor Productivity (TFP)
78
Lampiran 6. Hasil Estimasi Regresi Fungsi Produksi Cobb-Douglas untuk Menghitung Koefisien Total Factor Productivity Dependent Variable: LNY Method: Least Squares Date: 04/27/06 Time: 21:48 Sample: 1984 2003 Included observations: 20 Variable Coefficient C 1.194113 LNL 0.146228 LNK -0.020663 LNR 0.720058 LNE 0.158150 R-squared 0.990839 Adjusted R-squared 0.988396 S.E. of regression 0.085229 Sum squared resid 0.108960 Log likelihood 23.74628 Durbin-Watson stat 1.379695
Std. Error t-Statistic 0.942521 1.266934 0.056836 2.572810 0.036023 -0.573609 0.080253 8.972309 0.075118 2.105359 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
Prob. 0.2245 0.0212 0.5747 0.0000 0.0525 27.84482 0.791196 -1.874628 -1.625694 405.5909 0.000000
Uji Heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test: F-statistic 1.462248 Probability Obs*R-squared 10.30751 Probability
0.273550 0.244103
Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 1.097464 Probability Obs*R-squared 9.797382 Probability
0.444511 0.200349
Uji Multikolinearitas LNL LNK LNR LNE
LNL 1.000000 0.563330 0.923796 0.687180
LNK 0.563330 1.000000 0.586911 0.655983
LNR 0.923796 0.586911 1.000000 0.812584
LNE 0.687180 0.655983 0.812584 1.000000
79
Lampiran 7. Hasil Uji Kenormalan Sebelum Memasukkan Variabel Progres Teknologi
5 Series: RESID Sample 1984 2003 Observations 20
4
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
3
2
6.45E-15 0.000718 0.141507 -0.147250 0.075728 -0.141424 2.493587
1 Jarque-Bera Probability
0 -0.1
0.0
0.1
0.280381 0.869192
80
Lampiran 8. Hasil Estimasi Regresi Fungsi Produksi Cobb-Douglas dengan Memasukkan Variabel Progres Teknologi Dependent Variable: LNY Method: Least Squares Date: 07/20/06 Time: 18:09 Sample(adjusted): 1987 2003 Included observations: 17 after adjusting endpoints Convergence achieved after 10 iterations Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -0.107948 0.643484 -0.167756 0.8705 LNL 0.102553 0.043134 2.377536 0.0414 LNK -0.020471 0.021927 -0.933600 0.3749 LNR 0.775095 0.061202 12.66462 0.0000 LNE 0.195713 0.028893 6.773801 0.0001 TFP 0.423507 0.103183 4.104443 0.0027 AR(1) 0.681428 0.211511 3.221713 0.0105 AR(2) -0.865148 0.232351 -3.723457 0.0047 R-squared 0.996570 Mean dependent var 28.05665 Adjusted R-squared 0.993902 S.D. dependent var 0.649269 S.E. of regression 0.050701 Akaike info criterion -2.820563 Sum squared resid 0.023135 Schwarz criterion -2.428462 Log likelihood 31.97478 F-statistic 373.5513 Durbin-Watson stat 1.779122 Prob(F-statistic) 0.000000 Inverted AR Roots .34 -.87i .34+.87i
Uji Heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test: F-statistic 1.265486 Probability Obs*R-squared 11.53226 Probability
0.402406 0.317579
Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 0.163030 Probability Obs*R-squared 0.339520 Probability
0.696960 0.560106
Uji Multikolinearitas LNL LNK LNR LNE TFP
LNL 1.000000 0.531122 0.934854 0.688170 0.163488
LNK 0.531122 1.000000 0.538314 0.631155 -0.058976
LNR 0.934854 0.538314 1.000000 0.764700 0.066046
LNE 0.688170 0.631155 0.764700 1.000000 -0.071425
TFP 0.163488 -0.058976 0.066046 -0.071425 1.000000
81
Lampiran 9. Hasil Uji Kenormalan Setelah Memasukkan Variabel Progres Teknologi
8 Series: RESID Sample 1987 2003 Observations 17
7 6
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
5 4 3 2 1 0 -0.10
Jarque-Bera Probability -0.05
0.00
0.05
1.32E-13 -0.006565 0.070079 -0.088711 0.038026 -0.092788 3.487691 0.192866 0.908071