FAKTOR - FAKTOR YANG MEMENGARUHI INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH PRODUK ROTI DAN KUE DI KOTA BOGOR UNTUK MEMILIKI SERTIFIKAT HALAL
CORNELL RIDHA’AJIE ADYAS
PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI SYARIAH DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor-faktor yang Memengaruhi Industri Kecil dan Menengah Produk Roti dan Kue di Kota Bogor untuk Memiliki Sertifikat Halal adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2015 Cornell Ridha’Ajie Adyas NIM H54109001
ABSTRAK CORNELL RIDHA AJIE ADYAS. Faktor-faktor yang Memengaruhi Industri Kecil Menengah Produk Roti dan Kue di Kota Bogor untuk Memiliki Sertifikat Halal. Dibimbing oleh SRI MULATSIH dan SALAHUDDIN EL-AYYUBI. Sertifikat halal ialah bukti tertulis yang diberikan oleh LPPOM MUI kepada industri atau perusahaan, bahwa produk yang dihasilkan oleh industri tersebut telah halal. IKM dipilih dalam penelitian ini dengan mempertimbangkan potensi ekonominya. Jumlah unit IKM yang terdaftar di Kementerian Perindustrian (Kemenprin) sekitar 4 juta unit, serta tenaga kerja yang diserap cukup banyak yakni sekitar 10 juta jiwa pada tahun 2014. Produk roti dan kue dipilih dalam penelitian ini karena memiliki titik kritis kehalalan, serta potensi ekonomi yang cukup tinggi. Titik kritis kehalalan tersebut ada pada margarin, ragi, dan bahan lain yang berpeluang mengandung turunan dari bahan yang haram seperti babi dan alkohol. Potensi roti dan kue dari segi ekonomi bisa ditinjau dari pertumbuhan nilai produksi yang tinggi senilai 30.9% selama tahun 2008-2010. Penelitian dilakukan melalui wawancara dengan panduan kuesioner. Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan diketahui dari hasil regresi logistik, sedangkan untuk mengetahui karakteristik responden digunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian dengan metode analisis regresi logistik menunjukkan, terdapat tiga variabel yang signifikan yaitu usia pemilik IKM, aksesibilitas yang berpengaruh positif dan pengetahuan tentang kriteria halal haram yang berpengaruh negatif. Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa dari 37 IKM terdapat 22 IKM yang bersertifikat halal, dan 15 IKM yang belum bersertifikat halal. Kata kunci: aksesibilitas, IKM, pengetahuan, regresi logistik, usia
ABSTRACT CORNELL RIDHA AJIE ADYAS. Factors Affecting Bread and Cake Small and Medium Industry in Bogor City to Own Halal Certificate. Supervised by SRI MULATSIH and SALAHUDDIN EL-AYYUBI. Halal certificate is a written evidence given by LPPOM MUI to industry or enterprise, as a proof that the product producted by the industry is halal. Small and medium industries were choosen in this study by considering its economic potential. Total number of Small and medium indusries in Indonesia which are registered in Ministry of Industry is around 4 million units, with around 10 million manpowers work in 2014. Bread and cake products are choosen in this study due to its high critical halal point, and economic potential. Those cirtical point is margarine, yeast, and another ingredients which has a chance to containt pork‟s derivative. Bread and cake potential, from economic side could be observed from it‟s high production value, about 30.9% during 2008-2010 period. This study done by interview based quitionare. Factors which are significantly affect is known by logistic regression analysis, while to know the respondent‟s charactertistic descriptive analysis is used. Study result with Logistic regression method shows there are three significant variables: industry owner age, accesibility which have a
positive parameter, and knowledge about halal criteria, which has a negative parameter. Descriptive analysis results shows from total 37 industries, there are 22 industries which already have a halal certificate, and 15 industries which dont have a halal certificate. Keywords: accsesibility, age, knowledge, logistic regression, Small and medium industries.
FAKTOR - FAKTOR YANG MEMENGARUHI INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH ROTI DAN KUE DI KOTA BOGOR UNTUK MEMILIKI SERTIFIKAT HALAL
CORNELL RIDHA’AJIE ADYAS
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Ilmu Ekonomi Syariah Departemen Ilmu Ekonomi
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Judul Skripsi : Faktor-faktor yang Memengaruhi Industri Kecil dan Menengah Produk Roti dan Kue di Kota Bogor untuk Memiliki Sertifikat Halal Nama : Cornell Ridha‟Ajie Adyas NIM : H54109001
Disetujui oleh
Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc, Agr Pembimbing I
Salahuddin El Ayyubi, Lc, M.A Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.A.Ec Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam skripsi yang ditulis sejak bulan Agustus 2014 ini ialah Faktor-Faktor yang Memengaruhi Industri Kecil Menengah Produk Roti dan Kue untuk Memiliki Sertifikat Halal. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Sri Mulatsih dan Bapak Salahuddin El Ayyubi selaku dosen pembimbing, serta Ibu Ranti Wiliasih dan Bapak Deni Lubis sebagai dosen penguji skripsi. Penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Arya dari Disperindag Kota Bogor, Bapak Yana dari LPPOM MUI, dan seluruh pemilik Industri Kecil Menengah Produk Roti dan Kue yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, kakak, Bowo, Nurhadi, Yusuf Ismail, Faza, serta seluruh keluarga dan teman-teman, atas segala doa, motivasi, dan kasih sayangnya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis memohon maaf apabila masih terdapat kekurangan dan kesalahan dalam skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, Februari 2015 Cornell Ridha’Ajie Adyas
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
4
Tujuan Penelitian
5
Manfaat Penelitian
5
Ruang Lingkup Penelitian
5
TINJAUAN PUSTAKA
6
Definisi, Kriteria, dan Implementasi Halal
6
Produsen dalam Perspektif Islam
8
Maslahah
8
Sertifikat Halal
9
LPPOM MUI
9
Industri Kecil dan Menengah (IKM)
10
IKM Produk Roti dan Kue
11
Titik Kritis Kehalalan Roti dan Kue
12
Penelitian Sebelumnya
12
Kerangka Pemikiran
13
METODE PENELITIAN
15
Lokasi dan Waktu Penelitian
15
Jenis dan Sumber Data
15
Metode Pengolahan dan Analisis Data
15
Definsi Operasional Data
17
HASIL DAN PEMBAHASAN
17
Karakteristik Responden
17
Karakteristik Usaha
19
Faktor-faktor yang Memengaruhi IKM Produk Roti dan Kue di Kota Bogor untuk Memiliki Sertifikat Halal 22 SIMPULAN DAN SARAN
24
Simpulan
24
Saran
24
DAFTAR PUSTAKA
25
LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7
Potensi pasar produk halal Asia Data penduduk Indonesia berdasarkan penyebaran agama Potensi IKM Nasional Perkembangan Industri Roti Nasional Karakteristik Responden Karakteristik Usaha Hasil Uji Regresi Logistik
1 1 3 4 18 19 23
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4
Kerangka Pemikiran Alasan IKM memiliki sertifikat halal Alasan IKM tidak/belum memiliki sertifikat halal Sumber informasi tentang sertifikat halal
14 21 21 22
DAFTAR LAMPIRAN 1 Kuesioner Penelitian IKM Bersertifikat Halal 2 Tabel Hasil Uji Regresi Logistik
26 29
PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah populasi penduduk muslim di dunia kian meningkat, setiap tahun dengan pertumbuhan sekitar 1.8% jiwa per tahunnya. Pada tahun 2009 penduduk muslim mencapai angka 25% dari total populasi dunia, atau kurang lebih setara dengan sekitar 1.8 milyar orang. Nilai potensi pasar produk halal meningkat tajam seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk muslim (Kassim 2010). Nilai potensi pasar makanan halal di tingkat Asia mencapai US$ 416 juta pada tahun 2010, dari total US$ 651 juta potensi pasar halal dunia. Nilai potensi pasar pangan halal Indonesia terbesar di antara negara-negara Asia lainnya, yakni dengan total nilai US$ 78 juta pada tahun 2010 (Sungkar 2010). Situasi ini memacu banyak negara mulai mengembangkan paradigma baru yang memberikan perhatian terhadap produk halal, termasuk Indonesia. Tabel 1 Potensi pasar produk halal Asia Negara Indonesia India Tiongkok Malaysia Negara-negara GCC
Nilai (Juta US$) 2009 2010 77.6 78.5 20.8 21.2 23.6 24.0 8.2 8.4 43.8 44.7
Indonesia ialah negara dengan jumlah populasi muslim terbesar di dunia. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, jumlah muslim di Indonesia sekitar 182 juta jiwa atau sekitar 87% dari total 250 juta penduduk (Tabel 2). Tabel 2 Data penduduk Indonesia berdasarkan penyebaran agama Agama Islam Protestan Katholik Hindu Budha Total
Jumlah (Jiwa) 182 083 594 12 964 795 6 942 884 4 586 754 2 242 833 208 819 860
Persentase (%) 87.20 6.21 3.32 2.20 1.07 100
Sumber: Sensus BPS 2010
Pada tahun 1988, Ikatan Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya menerbitkan sebuah buletin yang memuat penemuan Prof. Tri Susanto tentang bebarapa bahan makanan yang berpeluang diturunkan dari babi. Bahanbahan tersebut antara lain adalah gelatin, shortening, lechitin, dan lemak. Buletin ini kemudian menyebar di beberapa wilayah di Jawa Timur, yang kemudian
2 didiskusikan oleh Asosiasi Cendekiawan Muslim al-Falah Surabaya. Setelah didiskusikan oleh asosiasi tersebut, timbulah kegoncangan dan demo besarbesaran oleh kaum muslim di Jawa Timur, yang kemudian mewabah ke seluruh wilayah Indonesia. Demo tersebut memengaruhi pada lumpuhnya perekonomian nasional sekitar 20-30%, karena kaum muslim berbondong-bondong memboikot produk tersebut (Yaqub 2013). Jumlah muslim yang dominan serta contoh kasus tersebut menyebabkan persediaan produk halal menjadi amat penting. Halal berarti sesuatu yang boleh, yang terbebas dari ikatan larangan, serta diizinkan oleh syariat untuk dilakukan. Penetapan sesuatu barang atau pekerjaan dikatakan halal mengacu pada ketentuan Allah SWT di dalam Al-Quran dan sunah Rasullullah SAW. Kriteria suatu benda bisa dikatakan halal, tak hanya ditinjau dari sisi zat atau bendanya secara fisik tetapi juga dipantau dari zat turunan atau derivasi dari fisiknya itu sendiri. Contoh produk turunan dari barang yang diharamkan: minyak atau margarin dari lemak babi, sikat dari kulit babi, dan lisetin dari rambut manusia. Allah SWT berfirman dalam surat An-Nahl ayat 114: “Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah”. (QS. 16:114) Dalam ekonomi Islam dikenal istilah maslahah. Maslahah merupakan formulasi antara manfaat dan berkah. Maslahah merupakan salah satu faktor penting bagi produsen dalam Ekonomi Islam. Kemaslahatan dapat diraih jika produk yang dihasilkan bermanfaat dan berkah (P3EI UII 2011). Keberkahan adalah salah satu tujuan dalam bisnis Islam, disamping keuntungan. Salah satu cara menggapai keberkahan tersebut adalah dengan cara menjual barang yang halal dan thayyib (Rivai 2012). Huda (2012) mengemukakan bahwa tujuan produksi tidak boleh hanya memperhatikan keuntungan materialnya, tanpa memperhatikan kewajiban memberi jaminan halal. Produsen harus bertanggung jawab dalam memenuhi hak konsumen tidak hanya dari segi kepuasan, tetapi dari segi kesehatan dan keselamatannya juga. Pentingnya kehalalan suatu produk juga dilihat dari sisi materi. Iranita (2012) mengemukakan bahwa dengan adanya labelisasi halal maka, semakin meningkat pula peluang konsumen untuk memutuskan pembelian produk tersebut, serta semakin tinggi keputusan pembelian maka semakin meningkat nilai penjualan. Saat ini di Indonesia, lembaga yang berwenang melakukan sertifikasi halal ialah Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI). Lembaga ini berperan penting dalam melakukan sertifikasi halal pada suatu produk, serta menjamin kehalalan produk yang telah diberikan sertifikat. Tidak adanya sertifikat berarti tidak ada jaminan bahwa produk tersebut halal dan menyebabkan hukum dari produk yang belum diberi sertifikasi menjadi syubhat, atau meragukan. Hukum dari syubhat itu sebenarnya makruh, seperti yang disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW: “Halal itu jelas dan haram itu jelas pula, dan diantara keduanya ada perkara-perkara syubhat (yang samar-samar), banyak orang yang tidak mengetahuinya. Maka barangsiapa yang meninggalkannya, maka ia telah membersihkan dirinya untuk agamanya dan kehormatannya, maka selamatlah
3 dia. Dan barang siapa jatuh kepada hal syubhat, maka ia seakan-akan jatuh kepada yang haram. Umpama seorang yang menggembala dekat daerah yang terlarang, seakan ia nyaris jatuh (memasuki) daerah itu. Ketahuilah bahwa setiap negara ada tapal batasnya, dan tapal batas Allah adalah yang diharamkannya”. (HR. At-Tirmidzi) Berdasarkan data LPPOM MUI pada bulan Februari 2014, selama lima tahun terakhir baru 37 820 produk yang telah memiliki sertifikat halal MUI dari 210 382 produk yang beredar. Jumlah tersebut hanya 18% dari total produk yang beredar di masyarakat. Pentingnya kehalalan juga dapat ditinjau dari segi hukum positif. Hal ini terdapat UUD 45 pasal 29 ayat 1 dan ayat 2 yang menjelaskan bahwa negara Indonesia berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Pada September 2014 lalu, para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Indonesia telah menyetujui UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Setelah disahkannya undang-undang tersebut, maka secara hukum sertifikat halal bagi para pengusaha menjadi bersifat wajib. Berdasarkan kedua undang-undang tersebut dapat disimpulkan bahwa negara haruslah menjamin tersedianya produk-produk halal bagi penduduknya yang beragama Islam. Salah satu sektor yang menyalurkan produk halal ialah sektor industri. Berdasarkan skala usaha, industri bisa diklasifikasikan menjadi Industri Kecil dan Menengah (IKM). IKM mempunyai andil dalam menggerakkan perekonomian Indonesia seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3 Potensi IKM Nasional Uraian Unit Usaha (Juta Unit) Tenaga Kerja (Juta Orang) Nilai Investasi (Triliun Rp.) Nilai Bahan Baku (Triliun Rp.) Nilai Produksi (Triliun Rp.) Nilai Tambah (Triliun Rp.) Nilai Ekspor (Juta US$)
2012 4.02 9.46 261.00 609.00 174.00 210.00 435.00
Tahun 2013 4.15 9.81 284.00 671.00 188.00 198.00 483.00
2014 4.32 10.37 313.00 753.00 207.00 214.00 546.00
Sumber : Disperindag Provinsi - diolah oleh Ditjen IKM
Terlihat bahwa tren pertumbuhan IKM dari mulai jumlah unit, hingga nilai ekspor selalu meningkat. Penurunan tren hanya terjadi di tahun 2013 pada segi nilai tambah, dengan nilai sebesar Rp 12 Triliun atau sekitar 0.04% saja. Pertumbuhan tertinggi dengan persentase sekitar 23.64% ada pada nilai bahan baku yang diserap pada periode 2012-2014. Selain tabel di atas ada alasan lain mengapa keberadaan IKM sangat diperlukan. Berry, et all (2001) menyatakan tiga buah alasan; Pertama, kinerja IKM cenderung lebih baik dan menghasilkan tenaga kerja yang produktif. Kedua, IKM sering meningkatkan produktifitasnya dan aktif mengikuti perubahan.
4 Ketiga, IKM diyakini memiliki keunggulan dalam fleksibilitas dibandingkan usaha besar. Menurut Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia 2009 (KBLI) Industri dibagi menjadi beberapa Golongan Pokok, salah satunya ialah Golongan Pengolahan Makanan. Peran Industri yang bergerak di bidang pengolahan makanan amatlah penting dalam penyediaan kebutuhan pangan bagi penduduk berpenghasilan menengah ke bawah. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2013 jumlah Industri makanan tahun 2013 ialah sekitar 1 173 393 unit. Tenaga kerja yang diserap industri ini sebanyak 4 131 387 jiwa dengan nilai tambah Rp 59 973 085 miliar. Kontribusi Industri Pengolahan Makanan cukup tinggi di antara industri-industri lainnya. IKM dapat diklasifikasikan lagi ditinjau dari Sub-Golongannya, salah satunya ialah IKM Produk Roti dan Kue. Konsumsi roti dan kue di Indonesia cenderung meningkat, berdasarkan data Survei Ekonomi Nasional (Susenas) oleh Kementrian Pertanian (Kementan). Pada tahun 2010-2011 terjadi peningkatan konsumsi roti tawar per-bungkusnya sebesar 4.27 % per tahun, sedangkan konsumsi kue kering per-ons bertambah sebanyak 6.56% per tahun. Secara keseluruhan konsumsi roti dan kue menempati peringkat ke-3 dalam pertumbuhan konsumsi makanan pokok. Data tersebut membuktikan bahwa roti merupakan komoditas pangan pokok yang potensial selain beras. Ditinjau dari segi produksi, industri yang memproduksi roti juga memiliki tren yang cenderung meningkat. Terlihat jelas peningkatan nilai produksi roti pada tahun 2008 menuju 2010 meningkat sekitar 4 triliun rupiah, sedangkan nilai input bertambah hampir dua kali lipat, menjadi 6 triliun rupiah pada tahun 2009 menuju 2010, nilai output untuk produk roti mencapai 9 triliun rupiah di tahun 2010, sedangkan nilai tambah juga naik sekitar dua kali lipat dari sekitar 1.9 triliun rupiah menjadi 3.8 triliun rupiah (Tabel 4). Tabel 4 Perkembangan Industri Roti Nasional Nilai (Rupiah) Indikator Nilai Input (Rupiah) Nilai Output (Rupiah) Nilai Tambah (Rupiah)
2008
2009
2010
3 786 866 383 5 786 083 965
3 421 076 122 7 017 542 603
6 086 396 576 9 959 284 409
1 999 217 582
3 596 466 481
3 872 887 833
Sumber: kemenprin.go.id
Perumusan Masalah Terhitung hingga tahun 2012, Kota Bogor memiliki jumlah penduduk muslim sebanyak 877 498 orang atau sekitar 91.96% dari total penduduknya. Di sisi lain persentase pengeluaran rata-rata per kapita sebulan untuk konsumsi makanan masyarakat Kota Bogor mencapai 40.84% dari total pengeluaran rumah tangga pada tahun 2012. Persentase ini lebih tinggi dari tahun 2010 yang hanya sekitar 36.7% dari total pengeluaran rumah tangga (bogorkota.bps.go.id). Kondisi ini menjadi potensi dan peluang yang cukup besar bagi produk-produk roti dan
5 kue agar memiliki sertifikat halal dalam memenuhi kebutuhan roti dan kue halal masyarakat muslim Kota Bogor. Mempertimbangkan potensi tersebut, jumlah pangan halal yang disediakan IKM, khususnya yang memproduksi roti dan atau kue menjadi penting. Salah satu faktor terjaminnya kehalalan ini ialah adanya sertifikat halal dari LPPOM MUI. Berdasarkan data LPPOM-MUI, pada tahun 2013-2014 baru sekitar 304 produk roti nasional saja yang memiliki sertifikat halal (Ramadhan 2014). Jumlah IKM yang beroperasi di kota Bogor adalah sekitar 3200 IKM, dan 740 diantaranya berada dibawah binaan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Bogor. Dari 740 IKM tersebut, baru 50 IKM Roti dan Kue saja yang sudah bersertifikat halal. Persentase jumlah IKM bersertifikat halal dari total IKM yang beroperasi barulah sekitar 3.12%, jumlah tersebut terlalu sedikit dibandingkan dengan persentase jumlah muslim di kota Bogor yakni 91.96%. Minimnya jumlah produk yang memiliki sertifikat halal membuktikan masih rendahnya kesadaran para pemilik IKM untuk memiliki sertifikat halal. Oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi para produsen roti untuk memiliki sertifikat halal. Maka dari itu, peneliti merumuskan masalah berikut: 1. Bagaimanakah karakteristik IKM Produk Roti dan Kue di Kota Bogor? 2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi IKM Roti dan Kue untuk memiliki sertifikat halal? Tujuan Penelitian 1. Mengetahui karakteristik IKM Produk Roti dan Kue di Kota Bogor. 2. Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi IKM Produk Roti dan Kue untuk memiliki sertifikat halal. Manfaat Penelitian 1. Tersedianya informasi terkait faktor-faktor yang memengaruhi IKM Produk Roti dan Kue untuk memiliki sertifikat halal. 2. Menjadi literatur bagi LPPOM MUI dan Disperindag agar menyesuaikan kebijakan untuk meningkatkan IKM yang memiliki sertifikat halal. 3. Menjadi literatur bagi penelitian selanjutnya. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup pada penelitian ini ialah karakteristik IKM Produk Roti dan Kue di Kota Bogor, dan faktor-faktor apa saja yang memengaruhi IKM Produk Roti dan Kue untuk memiliki sertifikat halal. Responden pada penelitian ini ialah IKM Produk Roti dan Kue yang beroperasi di Kota Bogor baik yang telah memiliki sertifikat halal MUI maupun yang belum memiliki sertifikat halal MUI.
6
TINJAUAN PUSTAKA Definisi, Kriteria, dan Implementasi Halal Menurut Abdurrasyid dan Hidayat (2005), kata halal berasal dari bahasa Arab halal, yang bermakna terurai atau tidak terikat. Secara etimologi halal berarti hal-hal yang boleh dan dapat dilakukan karena bebas atau tidak terikat dengan ketentuan-ketentuan yang melarangnya. Imam al-Syafii memandang bahwa sesuatu dianggap halal apabila telah lepas ikatan bahaya dari padanya. Imam Malik dan Imam al-Thabrani berpendapat halal itu sesuatu yang suci, tidak najis, dan tidak diharamkan (Yaqub 2013). Yusuf Al-Qaradhawi (2005) menyatakan ada sebelas dasar dalam menentukan halal-haram suatu perkara. Adapun tujuh dasar tersebut ialah: 1. Asal dari segala sesuatu adalah mubah (boleh) 2. Penentuan halal haram adalah hak prerogatif Allah 3. Mengharamkan sesuatu yang haal dan menghalalkan yang haram adalah teman dari orang-orang syirik 4. Mengharamkan sesuatu yang dihalalkan Allah dapat mendatangkan keburukan 5. Pada sesuatu yang halal terdapat perkara yang lebih baik daripada yang haram 6. Bersiasat terhadap sesuatu yang haram hukumnya tetap haram 7. Niat baik pada sesuatu yang haram tidak melepas hukum haramnya 8. Sesuatu yang mendekati/sarana menuju keharaman, hukumnya juga haram 9. Syubhat sebaiknya dijauhi, karena khawatir jatuh kepada yang haram 10. Hukum halal haram sifatnya universal 11. Keadaan darurat membolehkan sesuatu yang diharamkan, dengan kadar tertentu Menurut Ceranic (2009) produk halal ialah produk yang dihasilkan sesuai hukum Islam dan memenuhi kriteria berikut: 1. Tidak mengandung bahan yang dilarang oleh Islam 2. Selama proses produksi, transportasi dan penyimpanan tidak terjadi kontak dengan benda-benda yang diharamkan; 3. Tidak disimpan dalam wadah atau perantara, atau dibawa menggunakan kendaraan, atau kendaraan yang telah digunakan oleh benda-benda yang dilarang. Berikut secara detail benda-benda yang diharamkan, tentu saja produk turunan tersebut juga diharamkan: 1. Binatang: a) Babi, b) Anjing, ular dan monyet; c) Karnivora (bertaring) d) Burung pemangsa e) Hama dan hewan beracun lainnya f) Amfibi dan binatang yang hidup di dua alam (katak, buaya, aligator) g) Bagal dan keledai
7 h) Bangkai 2. Tumbuhan Tanaman beracun dan atau yang menghilangkan kesadaran, kecuali bila racun tersebut telah didetoksifikasi selama proses produksi. 3. Minuman a) Minuman beralkohol b) Semua minuman beracun 4. Semua zat aditif yang berasal dari zat-zat yang telah disebutkan sebelumnya. Suatu produk juga bisa dikatakan haram bila produk tersebut juga merupakan turunan atau derivasi dari barang yang haram. Salah satu produk haram yang paling banyak turunannya adalah babi. Banyak produk-produk turunan babi yang beredar di masyarakat, yang tidak melabelkan nama „babi‟ secara langsung. Produk-produk tersebut mencampur bahan turunan babi dengan bahan lainnya sehingga terlihat rancu. Salah satu kaidah fikih berbunyi: “apabila kehalalan dan keharaman berkumpul, maka yang dimenangkan ialah keharaman”. Berdasarkan kaidah tersebut dapat disimpulkan pembuatan produk yang mengandung turunan dari barang yang haram, akan menghasilkan barang yang juga haram pula (Yaqub 2013). Berikut bagian-bagian dari tubuh babi beserta turunannya, yang umumnya ada pada produk roti dan kue: 1. Daging Babi: a) Abon b) Sosis c) Bacon d) Ham e) Burger 2. Lemak Babi: a) Susu b) Tallow (Lemak Putih) c) Penyedap makanan d) Shortening e) Flavour f) Mentega g) Minyak goreng 3. Tulang Babi a) Gelatin b) Emulsifier c) Selai d) Stabilizer 4. Bulu Babi a) Cystein b) Kuas makanan Selain merupakan perintah agama, halal juga memiliki implementasi dalam kehidupan. Menurut Fitra (2014) mengonsumsi makanan yang halal itu secara umum dibutuhkan, serta memberikan kebaikan bagi yang mengonsumsi. Nadratuzzaman (2007) juga mengemukakan alasan alasan pentingnya mencari
8 rezeki dengan jalan yang halal diantaranya yaitu: (1) Halal merupakan perintah Allah SWT (2) Halal mengandung keberkahan (3) Harta halal mengandung manfaat dan maslahah (4) Harta halal membawa perilaku positif bagi manusia (5) Harta halal melahirkan pribadi yang istiqamah. Produsen dalam Perspektif Islam Produsen berarti orang atau pihak atau lembaga yang melakukan kegiatan produksi. Produksi dapat berarti kegiatan memasukan suatu input, melalui sebuah proses untuk menghasilkan suatu produk, dan memberikan nilai tambah. Produksi adalah usaha manusia untuk memperbaiki tidak hanya kondisi fisik materialnya, tetapi juga moralitas, sebagai sarana mencapai tujuan hidup, yaitu kebahagiaan dunia akhirat. Tujuan produksi dalam Islam tidak hanya mengejar keuntungan semata (profit oriented) tetapi juga mempertimbangkan aspek lainnya. Motivasi produsen dalam Islam haruslah meliputi masalah etika dan tanggung jawab sosial. Penerapan cara berproduksi yang Islami ialah dengan penerapan prinsip halalan thayyibah, di mana seluruh kegiatan produksi dan inputnya adalah legal dan baik. Secara ringkas, tujuan-tujuan produksi dalam Islam selain profit adalah: (1) Pemenuhan kebutuhan manusia pada (2) Penyediaan barang dan jasa di masa yang akan datang (3) Sarana bagi kegiatan sosial dan ibadah kepada Allah (P3UII 2011) Menurut Sukarno (2010) kegiatan produksi tidak sekedar memenuhi kebutuhan hidup sebagai homo economicus, tetapi juga sarana untuk mengupayakan keadilan sosial dan menjaga kerukunan martabat manusia. Kegiatan produksi selalu erat dengan kegiatan bisnis. Bisnis dalam Islam mengenal batas-batas halal- haram, baik dari cara perolehan, maupun pemanfaatan. Bisnis dalam Islam juga menjaga prinsip moral yang salah satunya dengan menjual barang yang halal (Rivai et all 2012). Maslahah Motivasi produsen dalam memproduksi sesuatu menurut pandangan Islam adalah menyediakan kebutuhan material dan spiritual untuk mencari maslahah yang sejalan dengan tujuan kehidupan seorang muslim (P3EI UII 2011). Titik mulai maslahah ialah konsep lima maqashid syariah yaitu proteksi terhadap: (1) agama (2) jiwa (3) akal (4) keturunan (5) harta. Konsep maslahah terdiri atas dua komponen yaitu manfaat (fisik dan nonfisik) dan berkah. Dapat disimpulkan bahwa konsep maslahah berarti bertujuan mencapai manfaat dan berkah. Maslahah merupakan formulasi dari manfaat dan berkah. Maslahah dapat ditinjau dari segi produsen maupun konsumen. Adapun formulasi ekonomi untuk maslahah adalah sebagai berikut: M = π+ B.....(1) Profit atau keuntungan dinotasikan dengan „π‟. Dalam ekonomi konvensional maupun ekonomi Islam tidak ada perbedaan formulasi. Adapun keuntungan merupakan selisih pendapatan total/total revenue dengan biaya totalnya/total cost, yaitu:
9
π = TR – TC....(2) Berkah yang dinotasikan dengan „B‟ merupakan kompensasi tidak langsung yang ada pada teori ini. Berkah merupakan hasil dari Berkah Revenue (BR) dikurangi oleh Berkah Cost (BC). Adapun formulasi untuk berkah adalah sebagai berikut: B = BR – BC = -BC....(3) Formulasi tersebut menunjukkan adanya BC untuk mencapai keberkahan. BC menunjukan adanya biaya tambahan yang harus dikeluarkan untuk mencapai keberkahan tersebut. Hal ini masuk akal karena berkah tidak bisa datang dengan sendirinya melainkan harus diupayakan kehadirannya, sehingga akan memungkinkan adanya beban ekonomi atau beban finansial. Dampak dari penerapan fornulasi tersebut dalam jangka pendek ialah industri akan mengurangi penerimaan, akan tetapi meningkatkan keberkahan. Imbas keberkahan nilainya tidak bisa dihitung, namun dapat dirasakan baik di bumi, maupun di akhirat. Dampak baik keberkahan di akhirat adalah pahala yang kelak diberikan oleh Allah SWT di akhirat, sedangkan dampak di bumi adalah pemberian manfaat bagi manusia secara umum. Contoh kasus manfaat berkah di dunia adalah: (1) pemenuhan produsen terhadap hak-hak tenaga kerja yang akan meningkatkan etos kerja (2) penggunaan bahan yang halal serta tidak menipu konsumen, akan meningkatkan citra produk dan loyalitas konsumen (3) Penggunaan sumber daya alam tanpa eksploitasi yang berlebihan, berdampak pada terjaganya lingkungan yang sehat untuk masyarakat (P3UII 2011). Sertifikat Halal Sertifikat Halal adalah fatwa tertulis yang dikeluarkan oleh MUI, yang membuktikan kehalalan suatu produk. Sertifikat tersebut diterbitkan berdasarkan hasil keputusan sidang Komisi Fatwa MUI setelah melalui proses audit yang dilakukan oleh LPPOM MUI. Sertifikat ini berlaku selama 2 tahun, dan harus diperpanjang 6 bulan sebelum masa berlakunya habis. Sertifikasi halal adalah suatu proses untuk memperoleh sertifikat halal melalui beberapa tahap untuk membuktikan bahwa bahan, proses produksi dan Sistem Jaminan Halal (SJH) memenuhi standar LPPOM MUI. Menurut Iranita (2012) Sertifikasi halal dapat pula didefinisikan sebagai suatu kegiatan pengujian secara sistematik untuk mengetahui apakah suatu barang yang diproduksi suatu perusahaan telah memenuhi kriteria halal. Hasil dari kegiatan sertifikasi halal adalah diterbitkannya sertifikat halal apabila produk yang dimaksudkan telah memenuhi ketentuan sebagai produk halal. LPPOM MUI Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) merupakan sebuah lembaga yang dibentuk oleh MUI dengan visi “menjadi lembaga sertifikasi halal terpercaya di Indonesia dan dunia untuk memberikan ketenteraman bagi umat Islam serta menjadi pusat halal dunia yang memberikan informasi, solusi dan standar halal yang diakui secara nasional dan internasional”.
10 LPPOM MUI memiliki misi-misi untuk menjalankan tujuannya, yaitu: (1) Menetapkan dan mengembangkan standar halal dan standar audit halal, (2) Melakukan sertifikasi produk pangan, obat dan kosmetika yang beredar dan dikonsumsi masyarakat, (3) Melakukan edukasi halal dan menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk senantiasa mengkonsumsi produk halal, (4) Menyediakan informasi tentang kehalalan produk dari berbagai aspek secara menyeluruh (halalmui.org). Pada tahun 1989 LPPOM MUI didirikan. Latar belakang yang mendasarinya adalah lumpuhnya ekonomi Indonesia sebesar 20-30% akibat adanya boikot besar-besaran pada produk tertentu yang diduga mengandung turunan dari babi. Pendirian LPPOM MUI dituangkan dalam keputusan MUI No. Kep.18/MUI/1/1989 (Yaqub 2013). LPPOM MUI memiliki tugas utama, yaitu menenteramkan umat melalui upaya sertifikasi halal produk dan sertifikasi sistem produksi yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kaidah agama. Lembaga ini juga memiliki tugas menjalankan fungsi MUI untuk melindungi konsumen muslim dalam mengonsumsi makanan, minuman, obat-obatan, maupun kosmetika (Khairunnisa 2014). Industri Kecil dan Menengah (IKM) IKM merupakan akronim dari Industri Kecil dan Menengah. Menurut UU Perindustrian No 3 2014, industri adalah suatu kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya. Industri Kecil Menengah dapat didefinisikan menurut batasan Usaha Kecil dan Menengah. Berdasarkan surat edaran Bank Indonesia kepada semua Bank Umum di Indonesia No. 3/9/BKr, tanggal 17 Mei 2001, Usaha Kecil adalah usaha yang memenuhi kriteria sebagai berikut : 1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200 000 000 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. 2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1 000 000 000 (satu miliar rupiah). 3. Milik Warga Negara Indonesia. 4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar. 5. Berbentuk usaha perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum termasuk koperasi. Usaha Menengah, menurut Instruksi Presiden No. 10 Tahun 1999 adalah usaha yang memenuhi kriteria sebagai berikut : 1. Memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200 000 000 sampai dengan paling banyak Rp 10 000 000 000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. 2. Milik Warga Negara Indonesia.
11 3. Berdiri sendiri dan bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha besar. 4. Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, dan/atau badan usaha yang berbadan hukum Dapat disimpulkan bahwa Industri Kecil ialah Industri dengan kekayaan bersih maksimal Rp 200 juta, sedangkan Industri Menengah ialah industri dengan total kekayaan Rp 200 juta hingga Rp 10 Milyar. IKM juga merupakan milik WNI, dan bukan anak atau cabang dari perusahaan lain, serta berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, dan/atau badan usaha yang berbadan hukum. Di Indonesia, IKM berada di bawah naungan Direktorat Jenderal (Ditjen) IKM, yang juga merupakan bagian dari Kemenprin. Ditjen IKM memiliki visi “Mewujudkan IKM yang berdaya saing global” untuk menjalankan tugasnya sebagai pelaksana kebijakan dan standarisasi teknis di bidang industri kecil dan menengah. Dalam mewujudkan visinya Ditjen IKM mempunyai misi-misi berikut: (1) Meningkatkan Pengetahuan dan Keterampilan SDM Berbasis Kompetensi, (2) Mendorong Tumbuhnya Wirausaha Baru IKM, (3) Mendorong Peningkatan Penguasaan dan Penerapan Teknologi Modern, (4) Mendorong Peningkatan Perluasan Pasar, (5) Mendorong Peningkatan Nilai Tambah, (6) Mendorong Perluasan Akses Sumber Pembiayaan, (7) Mendorong Penyebaran Pembangunan IKM di Luar Jawa. (ikm.kemenperin.go.id) IKM Produk Roti dan Kue Berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 2009, berdasarkan produk yang dihasilkan suatu Industri dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori. Kategori kemudian diklasifikasikan lagi menjadi beberapa golongan pokok, yang kemudian dibagi lagi menjadi beberapa golongan, dan dan dibagi lebih spesifik lagi ke beberapa subgolongan. Dalam KBLI 2009, Industri Produk Roti dan Kue masuk dalam kategori Industri Pengolahan, Golongan Pokok Industri Makanan, Golongan Industri Makanan Lainnya, dan Subgolongan Industri Produk Roti dan Kue. Subgolongan ini memproduksi roti segar, beku, atau kering misalnya: roti tawar, roti kadet, kue kering, kue pie, kue tart, biskuit, cookies, cracker, tortilas, cake, pancake, waffle, dan pengawetan kue kering. Menurut Hui (2006) produk yang tergolong roti dan kue atau yang disebut juga bakery mempunyai beberapa ciri khusus. Ciri tersebut dapat ditinjau pada bahan pokok produk. Suatu produk dapat dikatakan sebagai produk roti dan kue bila mengandung bahan pokok berupa: tepung, pemanis, telur, ragi, air, pengganti lemak, dan bahan aditif seperti emulsifier atau shortening. Selain dari segi bahan pokok, produk yang tergolong roti dan kue juga mempunyai tahap pembuatan sebagai berikut: pencampuran adonan, pengadukan adonan, pembentukan adonan, fermentasi, dan proses pemanggangan.
12 Titik Kritis Kehalalan Roti dan Kue Roti dan kue merupakan produk pangan yang mudah dijumpai sehari-hari. Dalam proses pembuatannya baik roti maupun kue sama-sama menggunakan bahan-bahan pokok, maupun bahan-bahan pelengkap yang digunakan pasca pembuatan roti atau kue tersebut. Bahan-bahan pokok yang umum digunakan pada roti dan atau kue antara lain: terigu, air, ragi, garam, lemak, gula, susu bubuk, dan mineral yeast food (MYF) atau bahan pengembang roti. Bahan-bahan pelangkap antara lain shortening (pelembut adonan), rhum, selai, mentega, serta kuas sebagai alat pengoles mentega atau flavor pada roti tersebut (Sugiyono 2012). Beberapa produk bahan pembuat roti memiliki titik kritis kehalalan yang cukup tinggi. Titik kritis kehalalan tersebut dikarenakan produk-produk tersebut berkemungkinan berasal dari turunan bagian tubuh babi, atau barang haram lainnya. Berikut pembagian beberapa jenis bahan roti dan kue, yang memiliki titik kritis kehalan tinggi berdasarkan jenis bahan dan alatnya: 1. Bahan Pokok: a) Penyedap makanan b) Shortening c) Gelatin d) Emulsifier e) Stabilizer f) Cystein g) Perisa makanan h) Tallow (lemak putih) 2. Bahan Pelengkap: a) Abon b) Sosis c) Bacon d) Ham e) Burger f) Mentega g) Flavour h) Selai i) Rhum 3. Alat Pembuat: Kuas bulu babi Tallow, shortening, mentega, penyedap, perisa dan stabilizer berpeluang diturunkan dari lemak babi, sementara emulsifier, stabilizer, dan selai juga bisa diturunkan dari lemak babi. Abon, sosis, bacon, ham, burger dapat diolah dari daging babi. Cystein berpeluang dari hasil olahan bulu babi atau rambut manusia, sedangkan rhum merupakan turunan dari alkohol (Yaqub 2013). Penelitian Sebelumnya Penelitian Huda (2012) yang berjudul Pemahaman Produsen Makanan Mengenai Sertifikasi Halal menyimpulkan bahwa informasi produsen tentang sertifikasi halal dapat dilihat dari dua faktor: pertama, faktor internal dari
13 produsen sendiri dalam upaya menggali pengetahuan tentang standar makanan halal, dalam hal ini LPPOM-MUI. Kedua, faktor eksternal meliputi sosialisasi MUI tentang pentingnya makanan halal. Khaliq (2010) dalam penelitiannya Studi Analisis Terhadap Produk Makanan dan Minuman Olahan yang Belum Bersertifikat Halal memberikan kesimpulan: Produk makanan dan minuman olahan yang belum melakukan sertifikasi halal merupakan produk yang hukumnya tidak jelas halal atau haramnya. Hal ini didasarkan pada dua alasan. Pertama, produk makanan atau minuman olahan tidak diketahui secara jelas bahan dan asal bahan yang digunakan dalam pengolahannya, apakah halal atau tidak. Kedua, secara teknis produk tersebut tidak diketahui secara jelas bagaimana proses produksi atau pengolahannya. Bisa saja tercampur bahan haram atau najis atau diolah dengan cara yang tidak sesuai dengan ketentuan halal dalam syari‟at Islam. Fuad (2010) juga meneliti tentang Faktor-faktor yang Memengaruhi Kesadaran Pengusaha Kecil Bidang Pangan di Semarang terhadap hukum terhadap Regulasi Sertifikasi Halal. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan ada empat faktor yang memengaruhi pengusaha kecil bidang pangan dalam mendaftarkan sertifikasi halal. Faktor tersebut ialah: ekonomi, hukum, tidak ingin menipu konsumen, dan ketidak percayaan pada MUI. Faktor ekonomi yang dimaksud ialah faktor biaya uang dan waktu, sedangkan faktor ketidak percayaan terkait LPPOM MUI setempat yang tidak memiliki fasilitas laboratorium, serta belum terkakreditasi secara hukum. Kerangka Pemikiran Kota Bogor memiliki jumlah penduduk muslim yang dominan. Jumlah muslim di Kota Bogor mencapai 91.96% dari sekitar 870 000 penduduk yang ada. Banyaknya jumlah penduduk muslim ini menyebabkan tingginya potensi pasar produk halal di Bogor. Jumlah IKM yang beroperasi di Kota Bogor adalah sebanyak 3200 unit, namun dari 3200 tersebut baru sekitar 100 atau 3.12% saja yang sudah bersertifikat halal, 50 diantaranya IKM Produk Roti dan Kue. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi IKM Produk Roti dan Kue di Kota Bogor untuk memiliki serifikat halal. Kerangka pemikiran ini bisa dilihat di Gambar 1:
14
Titik kritis kehalalan bahan-bahan roti dan kue
Jumlah IKM di Bogor yang bersertifikat Halal baru 3.12% dari seluruh unit yang beroperasi.
Mayoritas Penduduk Bogor Muslim
Dibutuhkan peningkatan jumlah IKM Roti dan Kue bersertifikat halal
Identifikasi faktor-faktor dan karakteristik IKM Roti dan Kue
Faktor-faktor yang memengaruhi IKM untuk memiliki sertifikat halal
Karakteristik IKM Roti dan Kue di Bogor
Saran kebijakan yang dapat meningkatkan jumlah IKM bersertifikat halal
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
15
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kota Bogor selama bulan November 2014. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan penduduk kota Bogor mayoritas beragama Islam, terdapat gedung Global Halal Center, serta adanya program Sistem Jaminan Halal bagi IKM dari Disperindag Kota Bogor. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan menjadikan kuesioner sebagai panduan. Data sekunder diperoleh dari Kemenprin, Kementan, BPS dan Disperindag Kota Bogor, serta literatur berupa buku, artikel ilmiah, jurnal penelitian, dan skripsi penelitian yang dibutuhkan untuk menunjang penulisan skripsi ini. Data primer dalam penelitian ini diambil dengan metode survei melalui wawancara kepada pemilik IKM Produk Roti dan Kue di Kota Bogor yang menjadi responden. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik pengambilan sampel non acak (purposive sampling), yaitu prosedur memilih sampel berdasarkan pertimbangan karakteristik tertentu yang cocok dan diperlukan untuk menjawab penelitian (Juanda 2009). Karakteristik yang memenuhi untuk menjadi responden ialah pemilik industri yang tergolong Industri Kecil dan Menengah berdasarkan surat edaran Bank Indonesia No. 3/9 BKr tanggal 17 Mei 2001, memproduksi produk yang tergolong roti dan kue berdasarkan KBLI 2009, serta menjalankan usahanya di wilayah kota Bogor. Metode Pengolahan dan Analisis Data Data hasil wawancara diolah dan dianalisis. Alat analisis dalam penelitian ini adalah perangkat lunak Microsoft Excel 2007 dan Statistical Package For Social Science (SPSS) 20. Metode analisis data menggunakan analisis deskriptif dan Logit. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik responden dari segi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan agama responden. Selain karakteristik responden, analisis deskriptif juga mengidentifikasi karakter usaha, yang dikelompokkan menjadi tujuh karakter yaitu: status sertifikat, sumber pembiayaan, usia sertifikat, lama usaha, sumber informasi tentang sertifikasi halal, alasan sudah bersertifikat dan alasan belum/tidak bersertifikat. Data yang ditabulasi dan dipersentasekan berdasarkan jumlah responden. Rumus yang digunakan untuk menentukan persentase adalah:
P=
∑
X 100 %..... (4)
16 Keterangan: P = Persentase responden yang memilih jawaban (%) fi = Total jawaban (orang) ∑ = Jumlah responden (orang) Penilaian atas faktor-faktor yang IKM Produk Roti dan Kue untuk memiliki sertifikat halal dinilai dengan menggunakan skala likert. Skala likert adalah skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, atau persepsi seseorang mengenai gejala sosial tertentu. Skala likert digunakan pada kuesioner dengan pernyataan-pernyataan yang terkait dengan penelitian. Pernyataan-pernyataan yang terdapat pada kuesioner di penelitian ini dikelompokkan menjadi delapan variabel. Responden memilih satu dari skala likert yang tersedia pada setiap pernyataan di kuesioner. Variabel yang diukur dengan skala likert memiliki indikator terukur, yaitu sebagai berikut (Riduwan dan Sunarto 2009): 1 = Sangat Tidak Setuju 2 = Tidak Setuju 3 = Setuju 4 = Sangat Setuju Analisis Regresi Logistik Regresi logistik atau yang disebut Logit merupakan bagian dari analisis regresi. Metode ini menganalisis hubungan pengaruh peubah-peubah penjelas (X) terhadap peubah respon (Y) melalui model persamaan matematis tertentu (Firdaus et all 2011). Model regresi yang digunakan dalam penelitian ini disusun dalam persamaan berikut: Yi = F( + Xi) = F( + GND+ AGE KNW+ IMG ACB LOY EDU ... (5) Keterangan: Yi : Keputusan untuk memiliki sertifikat halal (1 = Memiliki sertifikat halal 0 = Belum/tidak memiliki sertifikat halal) : Intersep i : Parameter peubah Xi ACB : Aksesibilitas (Skor) AGE : Usia (Tahun) EDU : Tingkat Pendidikan (1=SD 2=SMP 3=SMA 4=Perguruan Tinggi) GND : Jenis Kelamin; (1 = laki-laki dan 0 = perempuan) IMG : Citra Lembaga LPPOM MUI (Skor) KNW : Pengetahuan tentang kriteria halal roti dan kue (Skor) LOY : Loyalitas (Skor) SQL : Kualitas Pelayanan (Skor) e : Peluang galat
17 Definsi Operasional Data 1. Aksesibilitas ialah tingkat kemudahan yang diberikan LPPOM MUI kepada pemilik IKM untuk memiliki sertifikat halal. Variabel ini dilihat dari dua aspek yaitu aspek biaya dan aspek prosedur. 2. Usia adalah usia responden atau pemilik IKM Produk Roti dan Kue ketika wawancara berlangsung, dalam satuan tahun. 3. Tingkat pendidikan adalah tingkat pendidikan terakhir yang diselesaikan oleh responden. 4. Jenis kelamin adalah jenis kelamin responden. 5. Citra lembaga adalah pandangan responden terhadap lembaga yang menerbitkan sertifikat halal secara umum. Lembaga yang dimaksud yaitu LPPOM MUI. 6. Pengetahuan adalah tingkat pengetahuan responden terhadap kriteria halal dan haram produk roti dan kue. Kritieria yang dinilai adalah pengetahuan terhadap bahan dan alat yang memiliki titik kritis tinggi yaitu: tepung, gelatin, lisetin, margarin, serta kuas pengoles adonan. 7. Loyalitas adalah kepatuhan dan kesetiaan responden terhadap sertifikasi halal. 8. Kualitas pelayanan adalah tingkat kualitas pelayanan yang diberikan LPPOM MUI selama proses sertifikasi. Kualitas yang diniliai mulai proses pendaftaran, sosilaisasi, audit, hingga penerbitan sertifikat halal.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah para pemilik IKM Produk Roti dan Kue yang beroperasi di wilayah Kota Bogor. Jumlah responden yang datanya diolah sebanyak 37 responden. Dalam penelitian ini karakteristik responden dibagi menjadi beberapa karakter, yaitu: Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan, Usia, Agama. Berdasarkan data yang diperoleh, berikut karakteristik para IKM Produk Roti dan Kue di Kota Bogor (Tabel 5).
18
Tabel 5 Karakteristik Responden Memiliki Sertifikat Halal
Tidak Bersertifikat Halal
Total
Laki-laki Perempuan
7 15
2 13
9 28
SD SMP SMA Perguruan Tinggi 21-32 33-44 45-56 56> Islam Non-Islam
0 3 6
1 1 4
1 4 10
76.68 2.70 10.81 27.03
13
9
22
59.46
2 9 7 4 21 1
4 8 2 1 14 1
6 17 9 5 35 2
16.22 25.95 24.32 13.51
Variabel
Subvariabel
Jenis Kelamin
Pendidikan
Usia (tahun)
Agama
Persentase (%) 24.32
94.59 5.41
Jenis Kelamin Dari total 37 responden, sebanyak 9 responden berjenis kelamin laki-laki sedangkan sisanya atau sekitar 76.68% berjenis kelamin perempuan. Mayoritas dari 28 responden perempuan itu ialah para wanita yang menjalankan usaha roti dan kue sebagai tambahan penghasilan, sedangkan mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki menjalakan usaha sebagai penghasilan utama. Pendidikan Tingkat pendidikan para pemilik IKM Produk Roti dan Kue di Kota Bogor didominasi oleh lulusan perguruan tinggi dengan total sebanyak 22 orang. Stratanya mulai dari lulusan Diploma hingga yang bergelar Master. Disusul oleh lulusan SMA sederajat dengan jumlah 10 orang, dan sisanya hanya menyelesaikan pendidikan pada tingkat SD dan SMP. Tidak ada responden yang tidak tamat SD, serta tidak ada responden yang memilki sertifikat halal yang hanya lulus SD. Usia Interval usia pemilik IKM ini cukup lebar dengan yang termuda ialah usia 21 tahun, dan tertua 66 tahun. Para responden dengan usia 21 menjalankan usaha sambil menyelesaikan studi di perguruan tinggi, sedangkan responden dengan usia 66 tahun menjalankan usaha sebagai tambahan dana di masa pensiun. Mayoritas usia pemilik usaha ada di rentang usia 33-44 tahun dengan rata-rata usia 40,42 tahun. Rata-rata usia pemilik IKM yang bersertifikat halal ialah 43,4 tahun, sedangkan yang tidak bersertifikat 36 tahun. Hasil tersebut akan dijelaskan lebih lanjut di sub-bab selanjutnya.
19 Agama Data yang diperoleh dari BPS menunjukkan bahwa 91.96% warga Bogor beragama Islam, hal ini selaras dengan hasil penelitian. Agama yang dianut oleh para pemilik IKM Produk Roti dan Kue di Bogor tidak beragam. Kepemilikan IKM Produk Roti dan Kue di Kota Bogor didominasi oleh para muslim, dari 37 hanya dua orang atau sekitar 5% yang menganut agama selain Islam. Satu dari responden non muslim tersebut ternyata sudah mendapatkan sertifikat halal MUI, salah satu motivasinya adalah menjaga kerukunan umat beragama lantaran banyaknya konsumen muslim yang memesan produknya. Karakteristik Usaha Karakteristik usaha adalah sifat atau karakter yang mencerminkan usaha atau yang dioperasikan. Semua pemilik IKM yang diwawancarai memiliki kesamaan dalam skala usaha serta jenis produk yang dikomersialkan. Dalam penelitian ini karakteristik usaha dibagi menjadi enam karakter, yaitu: status sertifikat, usia sertifikat, sumber pembiayaan, lama usaha, alasan mengajukan sertifikasi, alasan tidak/belum mengajukan sertifikasi dan sumber informasi terkait sertifikasi halal. Tabel 6 Karakteristik Usaha Variabel
Status Sertifikat
Sumber Pembiaya an Sertifikasi Usia Sertifikat (bulan) Lama Usaha (tahun)
Sub-variabel Memiliki Dalam Proses Belum mengajukan Pernah memiliki Enggan mengajukan Disperindag
Memiliki Sertifikat Halal 22 -
Tidak Bersertifikat Halal 2
Total
Persentase (%)
22 2
59.45 5.41
-
9
9
24.32
-
1
1
2.20
-
3
3
8.10
21
-
21
95.45
1
-
1
4.54
1-12 13-24 25-36 37>
16 1 2 3
-
16 1 2 3
<5 6-11 12-17 18>
13 3 4 2
11 2 0 2
24 5 4 4
72.72 4.54 9.09 13.63 64.86 13.51 10.81 10.81
Mandiri
Status Sertifikat Halal Jumlah responden yang memiliki sertifikat halal MUI ialah sebanyak 22 IKM, sedangkan yang tidak memiliki sebanyak 15 IKM. Dari 15 IKM yang tidak
20 memiliki Sertifikat Halal, terbagi menjadi tiga kelompok: 9 IKM belum bersertifikat, 1 IKM pernah memiliki, 3 IKM merasa enggan mengajukan, dan 2 lainnya dalam proses sertifikasi. Usia Sertifikat Rata-rata usia sertifikat halal IKM adalah 1 tahun 2 bulan. Usia sertifikat termuda dimiliki oleh 6 IKM, dengan usia 1 bulan. Usia sertifikat halal tertua adalah 6 tahun 6 bulan, atau telah berjalan selama 4 periode. Sumber Pembiayaan Sertifikasi Sumber pembiayaan untuk sertifikasi halal IKM kurang beragam. Hampir seluruh IKM yang diwawancarai, atau sekitar 95.45% mendapatkan bantuan pembiayaan sertifikasi dari Disperindag Kota Bogor. Bantuan pembiayaan yang diberi Disperindag berbeda-beda pada setiap IKM, berdasarkan status sertifikat serta jumlah varian produknya. Alasan IKM menerima pembiayaan karena biaya sertifkasi yang cukup mahal apabila tidak melalui Disperindag, yakni sekitar Rp 2 000 000 untuk biaya administrasinya. Hanya satu IKM yang melakukan sertifikasi dengan biaya sendiri. Lama Usaha Usia IKM menunjukkan dalam satuan tahun seberapa lama pengusaha tersebut menjalankan IKM. Rentangnya juga cukup beragam, mulai dari yang baru 2 bulan menjalankan usaha, hingga yang telah mencapai tahun ke-23, dan dengan rata-rata sekitar 6.02 tahun. Mayoritas usaha baru berjalan selama kurang dari 5 tahun. Rata-rata usia IKM yang bersertifikasi halal ialah 6.9 tahun. Hasil tersebut sesuai dengan teori siklus produksi, yang mengklasifikasikan IKM tersebut pada fase perkenalan (introduction). Pada fase ini, industri harus mengeluarkan pengeluaran yang lebih untuk pengembangan serta proses modifikasi produk untuk mencari jati diri produk (Jaya 2001). Pengembangan produk haruslah sesuai pasar yang ada. Pengeluaran yang dimaksud adalah pengeluaran untuk sertifikasi halal, dengan menyesuaikan pasar, yang mayoritas konsumen muslim.
21 Alasan Memiliki Sertifikat Halal
Regulasi 5%
Dakwah 3%
Loyalitas 7%
Mendapat kepercayaan konsumen 29%
Meningkatkan kualitas 7%
Memanfaatkan pembiayaan 12% Jaminan untuk konsumen 15% Karena Allah 10%
Peningkatan Profit 12%
Gambar 2 Alasan IKM memiliki sertifikat halal Penyebab pemilik IKM mau mengajukan sertifikasi halal beragam. Diantara IKM yang sudah bersertifikat, mayoritas beralasan ingin mendapatkan kepercayaan dari konsumem muslim, dengan jumlah sekitar 29%. Alasan-alasan lainnya adalah ingin memberi jaminan kepada konsumen, sebagai bentuk ketaatan pada Allah SWT, berharap peningkatan profit, serta memanfaatkan fasilitas pembiayaan sertifikasi dari Disperindag. Alasan Tidak/Belum Memiliki Sertifikat Halal Dalam proses 10%
Perubahan prosedur 5% Tidak mengetahui prosedur 10%
Skala usaha masih kecil 25% Tidak memiliki waktu 20%
Merasa produknya sudah halal 20%
Tidak percaya pada LPPOM MUI [PERCENTAGE]
Gambar 3 Alasan IKM tidak/belum memiliki sertifikat halal Alasan para pemilik IKM tidak memiliki sertifikat halal pun beragam. Sebanyak 25% dari seluruh jawaban ialah terkendala biaya sertifikasi yang terlalu tinggi. Masing-masing sebanyak 20% berpendapat bahwa produknya sudah halal
22 tanpa perlu sertifikasi, dan tidak memiliki waktu untuk mengajukan karena prosedur yang relatif rumit. Khusus untuk IKM yang pernah bersertifikat halal, adanya perubahan prosedur untuk mendapatkan sertifikat halal yang lebih rumit dari sebelumnya. Perubahan prosedur tersebut ialah keharusan membuat bagan Sistem Jaminan Halal yang terjadi di tahun 2012. Perubahan tersebut menjadikan alasan bagi IKM tersebut enggan memperpanjang sertifikatnya. Sumber Informasi Tidak tahu 2% Televisi 14%
Surat Kabar 6%
Lembaga Terkait 29%
Internet 13%
Kerabat 27%
Media Sosial 9%
Gambar 4 Sumber informasi tentang sertifikat halal Sebagian besar, atau sekitar 28% para pemilik IKM Produk Roti dan Kue di Kota Bogor mengaku mendapat informasi tentang Sertifikat Halal MUI dari lembaga formal yang terkait dengan proses sertifikasi halal. Lembaga tersebut ialah Disperindag, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor, Dinas Kesehatan Kota Bogor (Dinkes), maupun LPPOM MUI itu sendiri. Sumber informasi paling banyak kedua disusul oleh kerabat dari para pemilik IKM dengan persentase sebesar 27%. Selain dari kerabat dan lembaga terkait, informasi diperoleh melalui media elektronik, media cetak, media sosial, namun jumlahnya masih minim, bahkan ada 2% responden yang tidak mengetahui sama sekali mengenai sertifikasi halal. Hal ini membuktikan bahwa sosialisasi yang dilakukan LPPOM MUI melalui perantara media masih minim dan tidak efektif. Faktor-faktor yang Memengaruhi IKM Produk Roti dan Kue di Kota Bogor untuk Memiliki Sertifikat Halal Hasil uji regresi logistik terdiri atas tabel variabel-variabel yang berpengaruh pada model. Tabel tersebut merupakan hasil olahan dari perangkat lunak SPSS 20. Hanya variabel yang dapat membuat model menjadi baik saja yang diinput ke dalam SPSS 20. Hasil uji R Square model menunjukkan angka R Square 0.543. Hasil ini menunjukkan bahwa model menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi IKM
23 Produk Roti dan Kue dalam mendapatkan sertifikat halal sebesar 54.3%, sedangkan sisanya dapat dijelaskan di luar model. Menurut Greene (2003) R Square 0.543 sudah cukup tinggi dan bisa digunakan sebagai model, karena nilainya sudah lebih dari 0.5 .Hasil uji Chi Square Hosmer dan Lemeshow Test menunjukkan nilai Chi Square sebesar 5.555 dengan p-value 0.59 > 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa model logit secara keseluruhan dapat digunakan dalam penelitian ini. Tabel 7 Hasil Uji Regresi Logistik Variabel Usia Pengetahuan Citra Lembaga Aksesibilitas Loyalitas Jenis Kelamin Pendidikan Kualitas Pelayanan
Parameter 0.14 -0.609 0.829 1.134 0.203 2.789 0.393 -0.304
P-Value 0.039* 0.048* 0.120 0.042* 0.424 0.184 0.665 0.319
Odds Ratio 1.15 0.544 2.290 3.108 1.225 16.267 1.481 0.738
*) Signifikan pada taraf nyata 5% Berdasarkan Tabel 7 dapat disimpulkan bahwa, pada taraf nyata 5% ada tiga variabel yang signifikan dalam penelitian ini. Variabel tersebut ialah Usia, Pengetahuan, dan Aksesibilitas. Variabel usia memiliki Odds Ratio sebesar 1.15 dengan parameter positif. Bertambahnya usia pemilik IKM sebanyak 1 tahun, akan meningkatkan peluang melakukan sertifikasi halal sebanyak 1.15 kali. Variabel aksesibilitas memiliki Odds Ratio sebesar 3.108 dan parameter positif. Hal ini menandakan bahwa semakin meningkatnya kemudahan untuk memiliki sertifikat halal sebesar satu satuan, akan meningkatkan peluang memiliki sertifikat halal sebesar 3.108 kali. Pada kuesioner, variabel ini terdiri atas dua pernyataan, yaitu biaya sertifikasi dan prosedur sertifikasi (lampiran 1). Hasil tersebut selaras dengan hasil analisis deskriptif, pada variabel sumber pembiayaan dan grafik alasan pemilik IKM tidak mengajukan sertifikasi halal (Gambar 3). Variabel sumber pembiayaan menunjukkan bahwa 95% IKM diberikan bantuan pembiayaan sertifikasi melalui bantuan Disperindag Kota Bogor, karena biaya yang relatif mahal. Gambar 3 menunjukkan alasan-alasan IKM tidak mengajukan sertifikasi halal, dengan jumlah tertinggi ada pada alasan skala usaha yang kecil, dan jumlah terbanyak kedua adalah alasan tidak punya waktu. Skala usaha yang kecil menyebabkan pemilik IKM memandang biaya sertifikasi adalah tinggi, sedangkan alasan tidak memiliki waktu berarti pemilik IKM tersebut merasa prosedur sertifkasi halal itu rumit, sehingga tidak mau menyisihkan waktunya untuk melakukan sertifikasi. Selain itu, hasil ini sesuai dengan penelitian Fuad (2010) yang menyatakan bahwa faktor ekonomi merupakan salah satu faktor yang memengaruhi pengusaha untuk memiliki sertifikat halal. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kemudahan prosedur serta rendahnya biaya sertifikasi akan semakin memotivasi IKM untuk mengajukan sertifikat halal.
24 Sebaliknya, variabel pengetahuan memiliki parameter negatif. Dalam penelitian ini, pengetahuan yang dimaksud ialah pengetahuan tentang kriteria halal-haram pada roti dan kue (lampiran 1). Artinya semakin besar tingkat pengetahuan seseorang tentang kriteria halal-haram, semakin rendah keinginan untuk mendapatkan sertifikat halal. Hasil yang di luar hipotesa tersebut menandakan bahwa tidak semua orang yang mengetahui kriteria halal-haram roti dan kue mau untuk mendapatkan sertifikat halal. Alasan yang menyebabkan para pemilik IKM yang berpengetahuan tinggi tetapi tidak atau belum memiliki sertifikat halal telah dijelaskan pada Gambar 3.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Pemilik IKM Produk Roti dan Kue di Kota Bogor didominasi oleh perempuan muslim, dengan gelar sarjana, yang baru menjalankan usahanya selama kurang dari 5 tahun dan mayoritas usianya antara 33-44 tahun, serta mendapatkan informasi terkait sertifikasi halal dari lembaga terkait sertifikasi halal. Sebagian besar dari mereka sudah memiliki sertifikat halal, namun masih ada sekitar 40% diantara mereka yang tidak bersertifikat halal. 2. Faktor-faktor signifikan yang memengaruhi IKM Produk Roti dan Kue untuk memiliki sertifikat halal antara lain ialah: usia, pengetahuan, dan aksesibilitas. Faktor usia dan aksesibilitas berbanding positif, sedangkan faktor pengetahuan berbanding negatif. Hal yang menyebabkan perbandingan terbalik bagi faktor pengetahuan tersebut antara lain karena faktor biaya yang tinggi, keterbatasan waktu untuk melakukan sertifikasi, serta adanya keyakinan bahwa produk yang diproduksi oleh IKM itu sendiri sudah halal tanpa perlu sertifikasi. Saran 1. LPPOM MUI maupun lembaga terkait lainnya yang terkait dengan sertifikasi halal sebaiknya lebih gencar dan produktif dalam memberi sosialisasi prosedur sertifikasi, serta pentingnya produk dan sertifikat halal kepada para pemilik IKM. Di samping itu, LPPOM MUI sebaiknya memanfaatkan media online, media cetak, agar LPPOM MUI lebih dipercaya IKM sebagai lembaga yang profesional. 2. Kedepannya, diharapkan LPPOM MUI memberikan kemudahan prosedur dan keringanan biaya kepada para industri, khususnya IKM dalam mendapatkan sertifikat halal. Kemudahan tersebut antara lain dengan meringankan biaya sertifikasi, serta dengan memudahkan prosedur untuk mendapatkan sertifikat halal.
25
DAFTAR PUSTAKA Abdurrasyid G, Hidayat A F. 2005. Kamus Lengkap Indonesia-Arab ArabIndonesia. Bandung (ID); CV Pustaka Setia Al-Qaradhawi, Y. 2005. Halal Haram dalam Islam. Jakarta (ID); Media Eka Sarana Al-Quran. Jakarta (ID); Lautan Lestari (Lestari Books) Berry A, Rodriguez, Sandeem. 2011. Small and Medium Enterprises Dynamics in Indonesia. Bulletin of Indonesian Economics Studies 37 (3): 363-384 [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Data Perkembangan Industri di Indonesia. [Internet]. [diunduh 2014 Sep 10]. Tersedia pada: http://bps.go.id. Ceranic S, Bozinovic N. 2009. Possibilities And Significance of Has Implementation (Halal Assurance System) in Existing Quality System in Food Industry. Zemun (RS). Institute for Animal Husbandary Firdaus M, Harmini, Afendi F M. 2011. Aplikasi Metode Kuantitatif untuk Manajemen dan Bisnis. Bogor (ID). IPB Press Fuad, I Z. 2010. Kesadaran Hukum Pengusaha Kecil di Bidang Pangan Dalam Kemasan di Kota Semarang Terhadap Regulasi Sertifikasi Produk Halal. Semarang (ID). Universitas Diponegoro Greene, W. 2003. Econometric Analysis. New Jersey (US): Prentice Hall Huda, M N. 2012. Pemahaman Produsen Makanan Tentang Sertifikasi Halal. Surakarta (ID): Universitas Muhammadiyah Surakarta Hui Y H. 2006. Bakery Products Science and Technology.Carltron (AU): Blackwell Publishing Iranita. 2012. Pengaruh Labelisasi Halal pada Keputusan Pembelian pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Maritim Raja Ali Haji. Riau (ID): Universitas Maritim Ali Haji Jaya, W K. 2001. Ekonomi Industri. Yogyakarta (ID); Universitas Gajah Mada Juanda B. 2009. Ekonometrika Permodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB Press Kassim, A M. 2010. The Global Market Potential of Halal. Di dalam: International Conference & Expo on Halal Industry; (9 Agustus 2009); Lahore, Pakistan (PK) [Kemenprin] Kementrian Perindustrian. 2014. Data Perkembangan Industri Roti di Indonesia [Internet]. [diunduh 2014 Sep 10]. tersedia pada: http://kemenprin.go.id [Kemenprin] Kementrian Perindustrian. 2014. Data Potensi IKM Nasional [Internet]. [diunduh 2014 Sep 21]. tersedia pada: http://kemenprin.go.id [Kementan] Kementrian Pertanian. 2014. Data Survei Ekonomi Nasional 2012 [Internet]. [diunduh 2014 Sep 14]. tersedia pada: http://kementan.go.id Khairunnisa, S. 2014. Pengaruh Sertifikat Halal Terhadap Nilai Penjualan dan Kepuasan Konsumen Industri Jasa Boga Inflight Catering (Kasus: PT Aerofood Indonesia). Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
26 Kholiq, M. 2010. Studi Analisis Terhadap Produk Makanan dan Minuman Olahan yang Belum Bersertifikat Halal. Semarang (ID); Universitas Diponegoro. LPPOM MUI. 2008. Panduan Umum Sistem Jaminan Halal LPPOM MUI. Jakarta (ID): LPPOM MUI P3EI Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. 2011. Ekonomi Islam. Jakarta (ID): PT. Raja Grafindo Persada. Ramadhan, B. 2014. Astaga, Hanya Ada 304 Produk Roti yang Bersertifikat Halal [Internet]. [Bogor, 1 Maret 2014]. Bogor (ID): Republika. [diunduh 25 Des 2014]. Tersedia pada: http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/03/01/n1pz8w-astagahanya-ada-304-produk-roti-yang-bersertifikat-halal Riduwan dan Sunarto. 2011. Pengantar Statistik untuk Penelitian Pendidikan, Sosial, Ekonomi, Komunikasi, dan Bisnis. Bandung (ID): ALFABETA Rivai V, Nuruddin A, dan Arfa F A. 2012. Islamic Business and Economics Ethics. Jakarta (ID): Bumi Aksara Sugiyono.2012. Pemanggangan. [Internet]. [Diunduh 13 Oktober 2014] http://id.shvoong.com/exactsciences/engineering/2286480-pemanggangan Sukarno, F. 2010. Etika Bisnis dalam Perspektif Ekonomi Islam. Bogor (ID): Al Azhar Freshzone Publishing Sungkar, I. 2009. The Global Halal Food Markets and Updates on Global Halal Standars. Di dalam: First EAP Regional Agribusiness Trade and Invesment Conference “Agro-enterprise Without Borders”; (30-31 Juli 2009); Singapore. (SG) Yaqub, A M. 2013. Kriteria Halal-Haram untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika Menurut Al-Quran dan Hadist. Jakarta (ID): PT. Pustaka Firdaus
27
Lampiran 1 Kuisioner Penelitian IKM Produk Roti dan Kue KUESIONER PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH (IKM) PRODUK ROTI DAN KUE UNTUK MEMILIKI
SERTIFIKAT HALAL
Terima kasih atas partisipasi Bapak/Ibu dalam pengisian kuesioner penelitian Saya Cornell Ridha’Ajie Adyas (H54109001), mahasiswa S1 Departemen Ilmu Ekonomi Program Studi Ilmu Ekonomi Syariah, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi IKM Produk Produk Roti dan Kue untuk memiliki sertifikat halal LPPOM MUI. Kuesioner ini hanya digunakan untuk kepentingan penelitian, sehingga jawaban yang Bapak/Ibu sampaikan sepenuhnya akan dijaga kerahasiaannya. Atas kerjasama Bapak/Ibu, saya ucapkan terima kasih. No Hari/Tanggal wawancara Jam
: : :
IDENTITAS RESONDEN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Nama lengkap Umur pengusaha Nama usaha Lama usaha Agama Jenis kelamin Sumber Informasi tentang sertifikasi halal (boleh lebih dari satu) Pendidikan (pilih salah satu) Apakah anda memilki sertifikat
: : : : : Islam/Non-Islam : L/P : ( ) TV ( ) Radio ( ) Media Sosial ( ) Surat Kabar ( ) Internet ( ) Lembaga terkait ( ) Kerabat ( ) Lainnya......... : a. SD b. SMP c. SMA d. Perguruan tinggi a. ya, dan masih berlaku (lanjut ke pertanyaan 10) b. tidak, tapi pernah memiliki (lanjut ke pertanyaan 12)
28 halal?
11.
c. tidak, belum pernah memiliki d. tidak ada keinginan memiliki Lama anda memiliki sertifikat halal: ... tahun ... bulan Alasan memiliki sertifikat halal:
12.
Alasan tidak/belum memiliki sertifikat halal:
10.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI DALAM MENDAPATKAN SERTIFIKAT HALAL Petunjuk pengisian kuesioner : Berilah tanda (√) pada kolom di sebelah pernyataan yang menurut anda sesuai Keterangan : STS : Sangat Tidak Setuju TS : Tidak Setuju S : Setuju SS : Sangat Setuju
No. 1
Variabel Pengetahuan
2
Kuas yang terbuat dari bulu babi haram digunakan Ragi, margarin ataupun bahan tambahan berkemungkinan mengandung lemak babi
3 4 5 6
Pernyataan Rum sebagai perisa pada roti mengandung alkohol yang haram dalam Islam
Persepsi
7
Gelatin sebagai pengenyal roti bisa terbuat dari tulang babi Lsistein dapat terbuat dari rambut manusia, ataupun tulang hewan yang haram dikonsumsi Memproduksi yang halal memberi pengaruh positif bagi produsen Memproduksi makanan yang halal memberi dampak yang bagus bagi kesehatan konsumen
8
Harta yang halal memberi manfaat bagi manusia
9
Halal merupakan perintah Allah SWT
10
Halal membawa perilaku yang baik dan konsisten
11 12
Citra lembaga
lainnya
LPPOM MUI adalah lembaga yang profesional LPPOM MUI adalah lembaga yang terkenal
STS
TS
S
SS
29 13
LPPOM MUI adalah lembaga yang tepercaya
14
LPPOM MUI adalah lembaga yang disenangi banyak orang
15 16
Kualitas pelayanan LPPOM MUI
17
LPPOM MUI melayani dengan cepat dan responsif LPPOM MUI mempunyai sarana dan prasarana yang menunjang sertifikasi halal
18 19 20
LPPOM MUI peduli dengan para pelaku IKM Program Fasilitas
dan
21
23
Jangka waktu sertifikat Halal cukup panjang Aksesibilitas
Biaya sertifikasi halal LPPOM MUI ringan Persyaratan mengajukan sertifikasi halal LPPOM MUI mudah Saya akan merekomendasikan pengusaha lain untuk mengajukan sertifikasi
Loyalitas
Jika saya punya usaha lain saya akan mengajukan sertifikasi Saya akan memperpanjang sertifikat halal jika habis masa berlakunya Saya akan segera mengajukan sertifikasi halal ketika kondisi memungkinkan
25 26 27 28 29
Pelatihan Sistem Jaminan Halal (SJH) LPPOM MUI baik Proses Sertifikasi LPPOM MUI cepat dan tepat Sosialisasi Sertifikasi Halal yang dilakukan LPPOM MUI baik
22
24
LPPOM MUI merupakan lembaga yang dapat diandalkan LPPOM MUI dapat menjamin kehalalan produk yang disertifikasi
30 Lampiran 2: Hasil Uji Regresi Logistik Model Summary -2 Log Cox & Snell R Nagelkerke R likelihood Square Square a 30,922 ,402 ,543
Step 1
a. Estimation terminated at iteration number 7 because parameter estimates changed by less than ,001. Hosmer and Lemeshow Test Chi-square df Sig. 5,555 7 ,593
Step 1
Step 1
a
usia pengetahuan citra akses loyalitas gender pendidikan servis Constant
B ,140 -,609 ,829 1,134 ,203 2,789 ,393 -,304 -10,878
Variables in the Equation S.E. Wald df ,068 4,260 1 ,308 3,919 1 ,533 2,412 1 ,557 4,140 1 ,254 ,640 1 2,098 1,768 1 ,906 ,188 1 ,305 ,994 1 5,121 4,513 1
Sig. ,039 ,048 ,120 ,042 ,424 ,184 ,665 ,319 ,034
Exp(B) 1,150 ,544 2,290 3,108 1,225 16,267 1,481 ,738 ,000
a. Variable(s) entered on step 1: usia, pengetahuan, citra, akses, loyalitas, gender, pendidikan, servis.
31 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Cornell Ridha‟Ajie Adyas, dilahirkan Geneva, Amerika Serikat pada tanggal 9 Januari 1993, oleh pasangan Ibu Satriyas Ilyas dan Bapak Dasmansyah Adyas. Penulis ialah anak kedua dari dua bersaudara di keluarga. Pada tahun 2007 penulis memulai pendidikan tingkat menengah di SMAN 2 Bogor, yang kemudian dilanjutkan dengan studi tingkat sarjana pada tahun 2010. Program sarjana yang penulis ambil ialah Ekonomi Syariah, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Selama di kampus penulis aktif sebagai Alih Bahasa Freelance. Pada tahun 2012, penulis aktif sebagai staf Divisi Komunikasi dan Informasi Wadah Silaturahim Alumni SMAN 2 Bogor (Wasilas), serta Staff Divisi Media Ekonomi Syariah di Sharia Economics Student Club (SES-C) di tahun 2013. Selain itu penulis juga aktif di beberapa kepanitiaan di Divisi serupa, dengan tema-tema acara yang beragam.