FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STRES KERJA PADA POLISI LALU LINTAS DI POLRES METRO JAKARTA PUSAT BULAN APRIL-AGUSTUS TAHUN 2013
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
OLEH : DIANA AULYA NIM : 109101000028
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H / 2013 M
i
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Skripsi, Agustus 2013 Diana Aulya, NIM : 109101000028 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STRES KERJA PADA POLISI LALU LINTAS DI POLRES METRO JAKARTA PUSAT BULAN APRIL-AGUSTUS TAHUN 2013 (xxi + 129 halaman, 19 tabel, 1 gambar, 2 bagan, 3 lampiran) ABSTRAK Pekerjaan sebagai Polisi Lalu Lintas merupakan pekerjaan yang mencakup banyak aspek, sulit, berbahaya, dan stressfull. Selain itu lingkungan pekerjaan yang tidak nyaman, seperti bising, debu, panas, asap dan udara kotor yang semuanya ini dapat menjadi penyebab meningkatnya stres dalam bekerja. Dari hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan April – Agustus tahun 2013. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi crosssectional. Sampel dalam penelitian ini adalah Polisi Lalu Lintas yang berjumlah 65 responden. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari instansi terkait dan data primer yang diperoleh melalui wawancara dan observasi kepada responden. Dari hasil penelitian diperoleh sebesar 52,3% responden mengalami stres kerja ringan dan 23,1% tidak mengalami stres kerja. Kemudian dari hasil analisis bivariat dengan tingkat kemaknaan 5%, diperoleh tiga faktor yang berhubungan dengan stres kerja yakni beban kerja dengan p value 0,030, promosi dengan p value 0,046, dan umur dengan p value 0,012. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka saran yang dapat diberikan kepada instansi dan polisi lalu lintas khususnya di Polres Metro Jakarta Pusat yaitu instansi mampu mengoptimalkan pelatihan dan pendidikan terkait resiko dan bahaya pekerjaan yang dilakukan oleh polisi lalu lintas, sehingga resiko bahaya psikososial dapat dikurangi dan juga untuk polisi lalu lintas agar membiasakan diri untuk nyaman dengan pekerjaan yang dilakukan dan bisa mengatur waktu secara efektif dan efisien. Kata Kunci
: Faktor-Faktor Stres Kerja, Polisi Lalu Lintas, Cross Sectional
Daftar Bacaan : 57 (1984-2012)
ii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH MAJOR OF OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH Undergraduated Thesis, Agustus 2013 Diana Aulya, NIM: 109101000028 FACTORS ASSOCIATED WITH JOB STRESS ON TRAFFIC POLICE IN METRO CENTRAL JAKARTA POLRES MONTH OF APRIL-AUGUST 2013 (xxi + 129 pages, 19 tables, 1 pictures, 2 Chart, 3 attachments) ABSTRACT A job as traffic police was occupation is to encompass many aspects, difficult, dangerous, and stressfull. In addition, the environment work that is uncomfortable as a noisy, dust, heat, smoke and dirty air all this may be the cause of the increasing stress in work. From this the researchers interested in conducting research on factors related with job stress on traffic police in Central Jakarta Metro Polres month of April-August 2013. This research is research quantitative with a design the study of cross-sectional. The sample in this research is the traffic police who were 65 respondents. The Data used in this study is secondary data from related institutions and primary data obtained through interviews and observations to the respondent. The results were obtained by 52,3 % of respondents subjected to job stress light and 23.1 % not subjected to job stress. Then from the results of the bivariate analysis to the level significance of 5%, obtained three factors related with job stress that workload with a Pvalue: 0.030, promotions with a Pvalue: 0.046, and age by Pvalue: 0.012. Based on the results of the research, then a suggestion that is can be given to institutions and traffic police especially in Central Jakarta police is able to optimize training and education institutions related to the risks and dangers of the work done by traffic police, so the risk of psychosocial hazards can be reduced and also to traffic police in order to familiarize yourself with the work performed and can adjust time effectively and efficiently.
Keywords: Job Stress Factors, Traffic Police, Cross Sectional Reading List: 57 (1984-2012)
iii
iv
v
RIWAYAT HIDUP
Nama
: Diana Aulya
TTL
: Jakarta, 14 Juli 1991
Jenis Kelamin
: Perempuan
Status
: Belum Menikah
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Kemayoran Gempol RT. 009/ RW.04 No.3 Kel. Kebon Kosong Kec. Kemayoran Jakarta Pusat 10630
No. Telp
: 087882046410
Email
:
[email protected]
Riwayat Pendidikan Formal Jenjang Pendidikan
Tahun Ajaran
SDN Kebon Kosong 14 Pagi SMPN 78 Jakarta SMAN 5 Jakarta UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan- Kesmas)
1997-2003 2003-2006 2006-2009 2009-Sekarang
Pengalaman Organisasi Organisasi
Jabatan
Periode
Rohis SMPN 78 Jakarta English Club SMPN 78 Jakarta Rohis SMAN 5 Jakarta Bemj Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta Bemj Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta
Anggota Anggota Anggota Anggota Divisi Dana Usaha Staf Ahli Divisi Pengembangan Ekonomi Panitia
2004-2005 2004-2005 2006-2007 2009-2011
Panitia Pengawas Pemilu Wilayah Tangerang Selatan (Tangsel)
vi
2012- 2013
2011
LEMBAR PERSEMBAHAN
Tiada Kasih Sayang yang paling indah dalam hidup kecuali kasih sayang ibu. Tiada perjuangan paling tangguh demi menghidupi keluarga kecuali perjuangan ayah. Terima kasih ya Allah, Engkau telah memberikan ku seorang ayah ibu yang sempurna kasih sayangnya kepadaku. Tidaklah kesuksesan seorang anak itu atas ridho orang tua, sebab ridho Allah adalah ridho orang tua.
Dengan mengharap ridho Allah kupersembahkan skripsi ini untuk keluargaku tercinta yang selalu mendoakan, memotivasi dan menyemangatiku, teruntuk Ibundaku tersayang Sopuroh, Ayahandaku tercinta H. Abdul Rozak, Adik-adikku terkasih (Nisrina Ulfah, M.Dhofir Tamam, & Shabrina Zata Amni), serta kakek dan nenekku. Terima kasih keluargaku atas segalanya, hanya inilah yang bisa aku persembahkan kepada semuanya.
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim ُسَالَمُ عََليْكُنْ وَرَحْمَةُ اهللِ َوبَرَكَاتُه ّ ال Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberikan limpahan rahmat dan nikmat-Nya yang tak terbatas bagi penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam teruntuk Nabi Muhammad SAW semoga kelak kita mendapat syafa’at nya. Skripsi dengan judul “Faktor-Faktor yang Berhubungan Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan April-Agustus Tahun 2013” ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini banyak kesulitan yang dihadapi, tapi dengan bantuan dari berbagai pihak, penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Maka dari itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1.
Allah SWT, atas berkah dan rahmatnya sehingga penulis diberikan kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan skripsi ini.
2.
Untuk kedua orang tua aku umi dan bapak yang senantiasa mendoakan, memberikan segala sesuatu yang terbaik untukku dan buat adik-adikku Nisrina Ulfah, Muh. Dhofir Tamam dan Shabrina Zata Amni.
3.
Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And.; selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. viii
4.
Ibu Ir. Febrianti, Msi; selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN dan sekaligus sebagai dosen penasehat akademik, terima kasih ibu atas bimbingan, arahan serta kesediaan untuk memberikan waktu konsultasi selama penyusunan skripsi..
5.
Ibu Catur Rosidati, SKM, MKM dan Ibu Ela Laelasari, SKM, M.Kes; selaku dosen pembimbing pertama, terima kasih ibu atas bimbingan, nasihat, ilmu, motivasi, saran-saran, dan doa yang sangat berarti sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
6.
Ibu Fase Badriah, Ph.D, Bapak M. Farid Hamzens, M.Si dan ibu Reti Riseti, M.Si; selaku penguji sidang skripsi, terima kasih ibu atas bimbingan, arahan serta kesediaan untuk memberikan waktu konsultasi selama penyusunan skripsi.
7.
Bapak Sutisna selaku Kaurmintu (Kepala Urusan Administrasi dan Tata Usaha), yang telah memberikan izin, sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian di Polres Metro Jakarta Pusat.
8.
Bapak Komandan Sugianto selaku ketua Natiturjalali (Pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan Patroli) Ditlantas Polres Metro Jakarta Pusat, terimakasih atas kebaikan dan kesediaan waktunya untuk mendampingi, membimbing dan membantu jalannya proses pengumpulan data.
9.
Para Bapak Polisi Lalu Lintas Polres Metro Jakarta Pusat, terimakasih atas kerjasamanya dalam proses pengumpulan data.
10. Seluruh dosen dan staf Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. ix
11. Sahabat – sahabat K3 2009 (Arifah, Vj, Henny, Reza, Nia, Amel, Rifqi, Fadil, Desi, Dio, Ubay, Denisa, Lina, Mufil, Sandi, Pikih, Sca, Novan dan Defri) Makasii ya udah bikin aku selalu tertawa lepas klo dikelas,hehe pokonya kalian semua Is The Best. I Love U all. 12. Sahabatku (Alfiyah dan Fauziah) terima kasih yaa udah selalu memberikan semangat dan doa dalam menyelesaikan skripsi ini, semoga kita sukses dibidang kita masing-masing ya.. Aamiin.. 13. Sahabat-sahabat Kesmas angkatan 2009 FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tetap semangat untuk masa depan yang lebih baik !!! 14. Dan seluruh pihak yang telah membantu penyelesaian penelitian dan dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak penulis sebutkan secara keseluruhan. Hormat penulis kepada semuanya. Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapat balasan yang setimpal dari Allah Subhanahu Wata’ala. Penulis dengan penuh kesadaran menyadari bahwa skripsi ini masih cacat dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh penulis. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. TERIMA KASIH. ُسالَمُ عََليْكُنْ وَرَحْمَةُ اهللِ َوبَرَكَاتُه َ وَ ال
Jakarta, Agustus 2013
` x
Diana Aulya
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN
i
ABSTRAK
ii
ABSTRACT
iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
iv
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
vi
LEMBAR PERSEMBAHAN
vii
KATA PENGANTAR
viii
DAFTAR ISI
ix
DAFTAR TABEL
xvi
DAFTAR GAMBAR
xviii
DAFTAR BAGAN
xx
DAFTAR SINGKATAN
xxi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
8
C. Pertanyaan Penelitian
9
D. Tujuan Penelitian
11
1.
Tujuan Umum
11
2.
Tujuan Khusus
11
E. Manfaat Penelitian
13
F. Ruang Lingkup Penelitian
14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Stres
15
B. Definisi Stres Kerja
16
xi
C. Sumber –Sumber Stres Kerja
18
D. Indikator Stres Kerja
20
E. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja
24
1.
Faktor Intrinsik Pekerjaan ...........................................................................25 a. Beban kerja ..............................................................................................25 b. Shift kerja.................................................................................................29 c. Jam kerja .................................................................................................32 d. Rutinitas .................................................................................................33
2.
Peran Individu dalam Organisasi ................................................................38
3.
Pengembangan Karir ...................................................................................39 a. Promosi ...................................................................................................41 b. Kepuasan gaji .........................................................................................42
4.
Hubungan dalam Pekerjaan ........................................................................43
5.
Struktur dan Iklim Organisasi .....................................................................45
F. Tahapan Stres Kerja .............................................................................................51 G. Dampak Stres Kerja ..............................................................................................54 H. Pengukuran Stres Kerja ........................................................................................56 I. Pencegahan Stres kerja ..........................................................................................62 J. Penanggulangan Stres Kerja .................................................................................63 K. Polisi Lalu Lintas ..................................................................................................64 1.
Ruang Lingkup ............................................................................................64
2.
Kondisi Kerja ..............................................................................................64
L. Kerangka Teori .....................................................................................................65 BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep .................................................................................................68 B. Definisi Operasional .............................................................................................71 C. Hipotesis Penelitian ..............................................................................................76 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian ..................................................................................................77 B. Tempat dan Waktu Penelitian ..............................................................................77
xii
C. Populasi dan Sampel ............................................................................................77 D. Alat dan Cara Pengambilan Data .........................................................................80 E. Pengolahan Data ...................................................................................................82 1.
Data Editing ...................................................................................................82
2.
Data Coding....................................................................................................82
3.
Data Entry ......................................................................................................84
4.
Data Cleaning ................................................................................................84
F. Analisa Data .........................................................................................................85 1.
Univariat ........................................................................................................85
2.
Bivariat ..........................................................................................................85
BAB V HASIL A. Analisis Univariat .................................................................................................87 1.
Gambaran Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan April-Agustus Tahun 2013 ............................................87
2.
Gambaran Faktor Intrinsik dalam Pekerjaan .................................................88 a.
Beban Kerja ............................................................................................89
b.
Rutinitas .................................................................................................89
3.
Gambaran Peran individu dalam Organisasi ..................................................89
4.
Gambaran Pengembangan Karir (Promosi dan Kepuasan Gaji) ..................90 a.
Promosi ...................................................................................................91
b.
Kepuasan gaji .........................................................................................91
5.
Gambaran Hubungan dalam Pekerjaan .........................................................92
6.
Gambaran Struktur dan Iklim Organisasi ......................................................92
7.
Gambaran Faktor Individu (Umur dan Masa Kerja) ......................................93 a.
Umur .......................................................................................................93
b.
Masa kerja ...............................................................................................94
B. Analisis Bivariat ..................................................................................................94 1.
Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Faktor Intrinsik dalam Pekerjaan (Beban kerja dan Rutinitas) ..........................................................................94 a.
Beban Kerja .............................................................................................94
xiii
b.
Rutinitas ..................................................................................................95
2.
Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Peran individu dalam Organisasi ..........96
3.
Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Pengembangan Karir (Promosi dan Kepuasan Gaji) ..............................................................................................97 a.
Promosi....................................................................................................97
b.
Kepuasan Gaji .........................................................................................98
4.
Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Hubungan dalam pekerjaan ..................98
5.
Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Struktur dan Iklim Organisasi ...............99
6.
Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Faktor Individu (Umur dan Masa Kerja) ....................................................................................................100 a.
Umur........................................................................................................100
b.
Masa Kerja ..............................................................................................101
BAB VI PEMBAHASAN A. Keterbatasan Penelitian ........................................................................................103 B. Gambaran Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas ....................................................103 C. Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja ......................................106 1.
Faktor Intrinsik Pekerjaan (Beban kerja dan Rutinitas) ................................106 a. Hubungan antara Beban Kerja dengan Stres Kerja ..................................106 b. Hubungan antara Rutinitas dengan Stres Kerja ........................................109
2.
Hubungan antara Peran individu dalam Organisasi dengan Stres Kerja .....................................................................................................112
3.
Pengembangan Karir (Promosi dan Kepuasan Gaji)......................................113 a. Hubungan antara Promosi dengan stres kerja ..........................................113 b. Hubungan antara Gaji dengan stres kerja ..................................................115
4.
Hubungan antara Hubungan dalam pekerjaan dengan Stres Kerja ...............117
5.
Hubungan antara Struktur dan Iklim Organisasi dengan Stres Kerja ...........119
6.
Faktor Individu (Umur dan Masa Kerja) .......................................................120 a. Hubungan antara Umur dengan Stres Kerja .............................................120 b. Hubungan antara Masa Kerja dengan Stres Kerja ....................................123
xiv
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .......................................................................................................126 B. Saran ..................................................................................................................127 1. Bagi Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat ..................................128 2. Bagi Instansi ..................................................................................................128 3. Bagi penelitian Selanjutnya ...........................................................................129
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penilaian Pekerjaan ..................................................................................27 Tabel 2.2 Pengelompokan Beban Kerja .................................................................... 29 Tabel 2.3 Daftar Pertanyaan untuk Metode life event scale .....................................57 Tabel 4.1 Hasil Penghitungan Sampel Berdasarkan Uji Hipotesis Beda Dua Proporsi Terhadap Hasil Penelitian Terdahulu .......................................78 Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan April-Agustus Tahun 2013 ............................87 Tabel 5.2 Distribusi Responden menurut Faktor Intrinsik Pekerjaan pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan AprilAgustus Tahun 2013 .................................................................................88 Tabel 5.3 Distribusi Responden menurut Peran individu dalam Organisasi pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan April-Agustus Tahun 2013 ...............................................................................................90 Tabel 5.4 Distribusi Responden menurut Faktor Pengembangan Karir pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan AprilAgustus Tahun 2013 ................................................................................91 Tabel 5.5 Distribusi Responden menurut Struktur dan Iklim Organisasi pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan AprilAgustus Tahun 2013 ................................................................................92 Tabel 5.6 Distribusi Responden menurut Faktor Individu pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan AprilAgustus Tahun 2013 .................................................................................93 Tabel 5.7 Distribusi Responden menurut Beban Kerja terhadap Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan AprilAgustus Tahun 2013 .................................................................................94 xvi
Tabel 5.8 Distribusi Responden menurut Rutinitas terhadap Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan AprilAgustus Tahun 2013 ................................................................................95 Tabel 5.9 Distribusi Responden menurut Peran individu dalam Organisasi terhadap Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan April-Agustus Tahun 2013 .......................................96 Tabel 5.10 Distribusi Responden menurut Promosi terhadap Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan April-Agustus Tahun 2013 ...................................................................... 97 Tabel 5.11 Distribusi Responden menurut Kepuasan Gaji terhadap Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan AprilAgustus Tahun 2013 ............................................................................... 98 Tabel 5.12 Distribusi Responden menurut Hubungan dalam Pekerjaan terhadap Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan April-Agustus Tahun 2013 ..................................... 99 Tabel 5.13 Distribusi Responden menurut Struktur dan Iklim Organisasi terhadap Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan April-Agustus Tahun 2013 .................................... 100 Tabel 5.14 Distribusi Responden menurut Umur terhadap Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan April-Agustus Tahun 2013 ...................................................................... 101 Tabel 5.15 Distribusi Responden menurut Masa Kerja terhadap Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan April-Agustus Tahun 2013 ...................................................................... 102
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Modifikasi Model Stres Kerja Cooper
xviii
18
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori
67
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
70
xix
DAFTAR SINGKATAN
ACLU
: American Civil Liberties Union
EWCS
: European Working Condition Survey
ILO
: International Labour Organization
NIOSH
: National Institue of Occupational Health and Safety
Polres
: Polisi Resort
Polsek
: Kepolisian Sektor
WHO
: World Health Organization
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
: Surat Ijin Pelaksanaan Penelitian
Lampiran 2
: Kuesioner Penelitian
Lampiran 3
: Output Analisis Data
xxi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Masalah keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu masalah dunia. Menurut Joint ILO/ WHO Committee on Ocupational Health (1995) Kesehatan kerja bertujuan untuk promosi dan pemeliharaan tingkat tertinggi kesehatan fisik, mental dan sosial dari pekerjaan dalam berbagai jenis pekerjaan, mencegah penyakit yang diakibatkan dari kondisi pekerjaan mereka ditempat kerja dari risiko yang diakibatkan faktor-faktor yang mengganggu kesehatan; menempatkan dan memelihara lingkungan pekerjaan pekerja baik kemampuan fisiologis maupun psikologis pekerja dan menerapkannya kepada pekerja disetiap pekerjaannnya. Pada tahun 1996, jauh sebelum stres kerja dan faktor psikososial menjadi ungkapan sehari-hari, suatu laporan khusus yang berjudul ”Perlindungan Kesehatan dari Delapan Puluh Juta Pekerja Suatu Tujuan Nasional bagi Kesehatan Kerja” telah diterbitkan. Laporan tersebut menyebutkan bahwa stres yang disebabkan oleh faktor psikologis meningkat secara nyata. Tiga puluh tahun kemudian, laporan ini telah membuktikan ramalan secara luar biasa. stres kerja telah menjadi penyebab kelainan terdepan di Amerika Utara dan Eropa. Pada tahun 1990, 13 % dari seluruh kasus ketidakmampuan pekerja, disebabkan oleh gangguan yang berhubungan dengan stres kerja (Rahayu, 2003).
1
2
Pada tahun 2000 European Working Condition Survey (EWCS), stres kerja merupakan kasus nomor dua terbesar di Eropa yang berkaitan dengan pekerjaan, masalah kesehatan diantaranya yaitu, mengalami sakit punggung, penyakit jantung, dan gangguan musculoskeletal (European Foundation for the Improvement of Living and Working Conditions, 2005). Dua penelitian stres di tempat kerja di Amerika yang dilaporkan oleh National Institue of Occupational Health and Safety (NIOSH, 2002). Pertama adalah sebuah survey yang dilakukan oleh Familier and Work Institute melaporkan bahwa 26% sering dan sangat stres akibat dari pekerjaannya. Sedangkan penelitian yang kedua dilakukan oleh Yale University melaporkan bahwa 20% pekerja mengalami stres saat bekerja. Dengan besarnya masalah stres kerja, dapat memakan biaya yang sangat tinggi. Di Swedia, pekerjaan yang berhubungan dengan sakit punggung dan otot menghabiskan biaya yang lebih besar dari pada biaya yang dikeluarkan untuk Departemen Pertahanan Nasional. Dan penyakit tersebut sebagian besar disebabkan karena stres (ILO, 2003). Berikut adalah pekerjaan yang dianggap paling dapat membuat stres menurut National Safety Council dikutip dari Gaffar (2012) yakni : pegawai pos, perawat, jurnalis, pilot pesawat, manajer tingkat menengah, sekretaris, polisi, petugas medis, paramedis, guru, pemadam kebakaran, petugas customer service dan pelayan. Apapun profesi seseorang dapat mengalami stres kerja. Pada tahun 1995, sebuah peristiwa menimpa para polisi di Paris. Sekitar 60 orang anggota polisi melakukan bunuh diri masal beserta keluarganya (Suprapto,
3
2008). Hal ini terjadi karena para polisi di Paris menganggap pekerjaan mereka semakin berat setiap tahunnya. Penyebab lainnya adalah dukungan yang sangat kurang dari pemimpin mereka. Hal tersebut diperparah dengan image polisi yang buruk di masyarakat. Sedangkan di sekolah, anak-anak yang orang tuanya bekerja sebagai polisi sangat sering diejek dan diperlakukan kasar karena pekerjaan orang tuannya. Selain itu, gaji mereka juga dipotong tanpa adanya kesepakatan dan pemberitahuan kepada mereka. Kemudian dengan penghasilan yang sedikit, mereka harus bertahan hidup di kota yang memiliki biaya hidup yang tinggi. Sehingga berdasarkan hal tersebut, maka para polisi tersebut mengalami stres yang sangat berat dan terjadilah hal tersebut (New York Times, 1996 dalam Suprapto, 2008). Sedangkan di New York, sebuah kecelakaan lalu lintas parah dan beruntun terjadi pada tahun 90-an. Diduga jumlah korbannya mencapai 50 orang. Penyebabnya adalah akibat kelalaian petugas polisi lalu lintas yang berjaga ketika itu. Para polisi yang bertugas, menurut investigasi mengalami stres kerja. Mereka mengaku stres yang mereka rasakan karena pekerjaan mereka yang sangat berat, selain itu tuntutan pekerjaan yang tinggi, gaji yang tidak memadai untuk biaya hidup mereka hidup dan mereka harus bekerja lebih dari 10 jam (New York Times, 2001 dalam Suprapto 2008). Masalah yang berkaitan dengan stres kerja juga banyak ditemukan di Indonesia, penelitian yang dilakukan oleh Muhammad (2004) terhadap beberapa faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada polisi Lalu Lintas di terminal Kampung Melayu menemukan bahwa, faktor usia dan masa kerja memiliki
4
pengaruh yang sangat besar (> 60%) sebagai pemicu terjadinya stres. Sedangkan rutinitas dan waktu dalam bekerja menyebabkan 80% dari stres yang mereka alami. Para polisi tersebut mengatakan bahwa pekerjaan yang mereka lakukan sangat berat dan bersifat monoton. Penelitian tersebut juga mengatakan bahwa 50% gaji dan promosi yang diberikan kepada mereka belum memuaskan. Sehingga hal tersebut juga memicu timbulnya stres. Namun, para polisi tersebut tidak memiliki masalah dengan rekan kerja maupun atasan, justru mereka menganggap bahwa rekan kerja dan atasan dapat mengurangi stres yang mereka rasakan, karena banyak dari teman dan atasan mereka dapat dijadikan teman untuk berbicara dan bercerita. Sedangkan penelitian lain, yang dilakukan Suprapto (2008) terhadap beberapa faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada polisi lalu lintas di kawasan Puncak-Cianjur menyatakan bahwa dari faktor pengembangan karir diperoleh sebanyak 66,7% Polantas merasa bahwa gaji yang mereka terima belum sesuai. Sedangkan Polantas yang merasa bahwa promosi yang diberlakukan sudah memuaskan sebanyak 52,5 %, hal tersebut menjadi pemicu terjadinya stres kerja. Penelitian lain yang pernah dilakukan mengenai stres kerja dengan sampel polisi mendapatkan hasil penelitian bahwa derajat stres kerja polisi secara keseluruhan berada pada tingkat menengah (Jayanegara, 2007). Selain itu, direktur utama ACLU (American Civil Liberties Union), Ira Glasser (dalam Amaranto, 2003) juga menyatakan bahwa polisi adalah pekerjaan yang mencakup banyak aspek, sulit, berbahaya, dan stressfull.
5
Menurut Fincham dan Rhodes (1988) dalam Munandar (2008) stres kerja merupakan gejala-gejala dan tanda-tanda faal, perilaku, psikologikal dan somatik, adalah hasil dari tidak/kurang adanya kecocokan antara orang (dalam arti kepribadiannya,
bakatnya,dan
kecakapannya)
dan
lingkungannya,
yang
mengakibatkan ketidakmampuannya untuk menghadapi berbagi tuntutan terhadap dirinya secara efektif. Polisi Lalu Lintas merupakan kesatuan lalu lintas yang bertugas membina, dan dalam batas kewenangan yang ditentukan, menyelenggarakan fungsi lalu lintas yang meliputi kegiatan pendidikan masyarakat, penegakan hukum dan identifikasi pengemudi kendaraan bermotor, pengakajian masalah lalu lintas, serta patroli jalan raya yang bersifat antar wilayah hukum negara Republik Indonesia (Jayanegara, 2007). Dampak yang ditimbulkan dari stres kerja sangat besar pengaruhnya. Hal pertama yang terjadi adalah gangguan psikis dan emosi, bila terus berlanjut maka akan mengakibatkan gangguan fisik. Dampak stres ini tidak hanya mengganggu tubuh si pekerja saja, akan tetapi secara pasti akan mempengaruhi produktivitas kerja yang juga memberi pengaruh pada kinerja perusahaan secara keseluruhan hingga dapat menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi perusahaan (Hawari, 2001). Menurut Hurrel dalam Munandar (2008) stres kerja dapat disebabkan karena lima faktor, faktor-faktor tersebut yaitu faktor intrinsik dalam pekerjaan, peran dalam organisasi, pengembangan karir, hubungan dalam pekerjaan, serta struktur dan iklim organisasi. Selain faktor intrinsik pekerjaan, menurut Cooper
6
dan Davidson (1987) dalam Miller (2000) stres kerja juga dapat terjadi karena faktor hubungan atau dukungan sosial yang diterima seseorang baik dari rekan kerja, atasan, maupun bawahan. Selain itu, faktor lain yang dapat mempengaruhi stres kerja adalah kepuasan pekerjaan, dimana bahwa salah satu cara untuk mempertimbangkan potensi stres kerja adalah dengan mempertimbangkan kepuasan kerja, karena ketidakpuasan kerja dapat menimbulkan terjadinya stres kerja. Teori Cooper dan Davidson dalam Munandar (2008) menyatakan bahwa kepuasan bayaran atau gaji merupakan faktor yang berhubungan dengan stres kerja. Selain faktor struktur dan iklim organisasi berdasarkan modifikasi model stres kerja Cooper (1989) oleh Munandar (2008) terdapat faktor individu seperti umur, masa kerja, kepribadian dan lain-lain juga berkontribusi terhadap terjadinya stres kerja. Penelitian stres kerja dilakukan di instansi kepolisian dengan alasan bahwa dilihat dari kondisi kerja polisi lalu lintas yang sangat berbahaya yang menjadi salah satu sumber penyebab terjadinya stres. Stres juga dapat muncul di lingkungan kerja polisi, yang dituntut untuk selalu berdisiplin tinggi, patuh pada peraturan yang berlaku dan tunduk pada perintah atasan, cepat dan tanggap mengatasi segala permasalahan yang ada (Vesdiawati, 2008). Didapatkan juga dari hasil penelitian bahwa derajat stres kerja pada polisi secara keseluruhan berada pada tingkat menengah (Jayanegara, 2007). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat pada bulan April 2013, dengan menggunakan metode life event scale didapatkan 65% dari 20 responden yang diteliti sering
7
merasakan dan mengalami gejala stres antara lain pusing, jantung berdebar, gugup/gelisah, sesak nafas, kurang percaya diri, susah tidur, kurang konsentrasi dan beberapa indikator lainnya yang mengakibatkan stres kerja pada polisi lalu lintas. Hasil tersebut diperoleh melalui pemberian kuesioner kepada para petugas polisi lalu lintas. Penelitian dilakukan di Polres Metro Jakarta Pusat sebab didapatkan bahwa dari seluruh kesatuan wilayah di Polda Metro Jaya, Polres Jakarta Pusat memiliki jumlah personil anggota polisi lalu lintasnya sedikit, yang bertugas disetiap pos jaganya sehingga membuat beban kerja yang diterimanya berat, selain itu juga polisi lalu lintas di Polres Metro Jakarta Pusat dituntut untuk bekerja secara cepat dan tepat, selalu berdisiplin tinggi serta patuh pada peraturan yang berlaku. Dari hasil uraian di atas dapat diketahui bahwa stres kerja merupakan tahap awal terjadinya penyakit individu yang rentan. Sebagai akibat, stres dapat menimbulkan gangguan psikosomatik, neurotik, dan psikosis yang dapat dilihat dengan meningkatnya angka absenteisme, angka terlambat kerja yang tinggi, pergantian karyawan, kecelakaan kerja dan besarnya angka kerugian sehubungan dengan ketidakhadiran pekerja. Disamping itu, stres kerja selain dapat menurunkan tingkat kesehatan dapat pula mempengaruhi tingkat produktivitas kerja yang akhirnya mempengaruhi kualitas dan performa kerja sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan terhadap stres kerja. Dengan mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhinya diharapkan proses pencegahan dapat lebih mudah dilakukan. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk
8
meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat.
B. Rumusan Masalah Pekerjaan sebagai Polisi Lalu Lintas merupakan pekerjaan yang mencakup banyak aspek, sulit, berbahaya, dan stressfull. Selain itu lingkungan pekerjaan yang tidak nyaman, seperti bising, debu, panas, asap dan udara kotor yang semuanya ini dapat menjadi penyebab meningkatnya stres dalam bekerja. Sehingga dapat mengakibatkan gangguan kesehatan fisik akibat stres, seperti nyeri punggung, sakit kepala, tukak lambung, insomnia, ansietas, penyakit jantung, hipertensi dan gangguan gastrointestinal. Serta gangguan psikis akibat stres, seperti mudah tersinggung, marah-marah, kurang konsentrasi, malas bekerja dan depresi. Stres yang dirasakan oleh Polisi disebabkan oleh faktorfaktor stres kerja, antara lain faktor dari pekerja, faktor intrinsik dalam pekerjaan, peran individu dalam organisasi, faktor pengembangan karir, faktor hubungan dalam pekerjaan, serta iklim dan struktur organisasi. Studi pendahuluan yang dilakukan pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat pada bulan April 2013, diketahui bahwa 13 Polisi mengalami stres kerja atau sebesar 65% dari 20 responden yang diteliti sering merasakan dan mengalami gejala stres antara lain lain pusing, jantung berdebar, gugup/gelisah, sesak nafas, kurang percaya diri, susah tidur, kurang konsentrasi dan beberapa indikator lainnya yang mengakibatkan stres kerja pada polisi lalu lintas. Oleh karena itu berdasarkan fakta dan studi pendahuluan tersebut, peneliti
9
ingin melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Tahun 2013.
C. Pertanyaan Penelitian 1.
Bagaimana gambaran stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April- Agustus tahun 2013 ?
2.
Bagaimana gambaran faktor intrinsik pekerjaan (beban kerja dan rutinitas) pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat tahun bulan AprilAgustus tahun 2013 ?
3.
Bagaimana gambaran peran individu dalam organisasi pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April-Agustus tahun 2013 ?
4.
Bagaimana gambaran pengembangan karir (promosi dan kepuasan gaji) pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April- Agustus tahun 2013 ?
5.
Bagaimana gambaran hubungan dalam pekerjaan pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April- Agustus tahun 2013 ?
6.
Bagaimana gambaran struktur dan iklim organisasi pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April- Agustus tahun 2013 ?
7.
Bagaimana gambaran faktor individu (umur dan masa kerja) pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April- Agustus tahun 2013 ?
8.
Apakah ada hubungan antara faktor intrinsik pekerjaan (beban kerja dan rutinitas) dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April- Agustus tahun 2013 ?
10
9.
Apakah ada hubungan antara peran individu dalam organisasi dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan AprilAgustus tahun 2013 ?
10. Apakah ada hubungan antara pengembangan karir (promosi dan kepuasan gaji) dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April- Agustus tahun 2013 ? 11. Apakah ada hubungan antara hubungan dalam pekerjaan dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April- Agustus tahun 2013 ? 12. Apakah ada hubungan struktur dan iklim organisasi dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April- Agustus tahun 2013 ? 13. Apakah ada hubungan antara faktor individu (umur dan masa kerja) dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan AprilAgustus tahun 2013 ?
11
D. Tujuan Penelitian 1.
Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan AprilAgustus tahun 2013.
2.
Tujuan Khusus a. Diketahuinya gambaran stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April- Agustus tahun 2013. b. Diketahuinya gambaran faktor intrinsik pekerjaan (beban kerja dan rutinitas) pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April- Agustus tahun 2013. c. Diketahuinya gambaran peran individu dalam organisasi pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April- Agustus tahun 2013. d. Diketahuinya gambaran pengembangan karir (promosi dan kepuasan gaji) pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April- Agustus tahun 2013. e. Diketahuinya gambaran hubungan dalam pekerjaan pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April- Agustus tahun 2013. f. Diketahuinya gambaran struktur dan iklim organisasi pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April- Agustus tahun 2013.
12
g. Diketahuinya gambaran faktor individu (umur dan masa kerja) pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April- Agustus tahun 2013. h. Diketahuinya hubungan antara faktor intrinsik pekerjaan (beban kerja dan rutinitas) dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April- Agustus tahun 2013. i. Diketahuinya hubungan antara peran individu dalam organisasi dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April-Agustus tahun 2013. j. Diketahuinya hubungan antara pengembangan karir (promosi dan kepuasan gaji) dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April- Agustus tahun 2013. k. Diketahuinya hubungan antara hubungan dalam pekerjaan dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April- Agustus tahun 2013. l. Diketahuinya hubungan antara struktur dan iklim organisasi dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April- Agustus tahun 2013. m. Diketahuinya hubungan antara faktor individu (umur dan masa kerja) dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April- Agustus tahun 2013.
13
E. Manfaat Penelitian 1.
Bagi Peneliti Dapat mengaplikasikan secara nyata dari teori-teori yang telah didapat semasa perkuliahan dan dapat mengembangkan kemampuan dalam bidang penelitian dan penyusunan karya tulis serta penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai stres kerja.
2.
Bagi Perusahaan Sebagai bahan informasi dan masukan untuk memperhatikan kesehatan kerja dalam hal ini Polisi Lalu Lintas dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dan sebagai acuan dalam program peningkatan performa dan produktifitas kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat.
3.
Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat Sebagai informasi penelitian dan dokumentasi data penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat.
14
F. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan oleh Mahasiswa peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April-Agustus tahun 2013. Waktu penelitian dilakukan pada bulan April-Agustus 2013. Populasi penelitian adalah Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat yang berjumlah 65 orang. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilakukan berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada 20 orang Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat, diketahui 13 Polisi mengalami stres kerja. Data-data yang dikumpulkan dalam bentuk pertanyaan yang kemudian dianalisa untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dalam tinjauan pustaka ini akan memahas tentang definisi stres, definisi stres kerja, sumber-sumber stres kerja, indikator stres kerja, faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja, tahapan stres kerja, dampak stres kerja, pengukuran stres kerja, pencegahan stres kerja serta penanggulangan stres kerja.
A. Definisi Stres Menurut Nasution (2002) stres menunjuk pada keadaan internal individu yang menghadapi ancaman terhadap kesejahteraan fisik maupun psikisnya. Penekanannya adalah pada persepsi dan evaluasi individu terhadap stimulus yang memiliki potensi membahayakan bagi dirinya. Sehingga ada perbandingan antara tuntutan yang menekan individu dan kemampuannya untuk mengatasi tuntutan tersebut. Keadaan yang tidak seimbang dalam mekanisme ini akan meningkatkan respon stres, bagi fisiologi maupun perilakunya. Sedangkan menurut (Taylor, 2006) dan (Cook, 1997) Stres adalah emosi negatif, kognitif, tingkah laku dan proses fisiologi yang terjadi pada individu untuk mencoba menyesuaikan atau menawar dengan stressor yang ada. Dimana, dapat
mengganggu
atau
mengancam
fungsi
sehari-hari
individu
dan
menyebabkan individu tersebut untuk membuat penyesuaian. Dalam menghadapi stresor tersebut dapat ditandai dengan adanya adanya respon fisik, psikologis dan tingkah laku. 15
16
Selain itu ada tiga pendekatan teori mengenai stres yaitu: 1. Response Based Orientation, menurut Seyle (1976) dalam Hawari (2001), yaitu stres adalah respon tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya. Misalnya bagaimana respon tubuh seseorang manakala
yang bersangkutan mengalami beban pekerjaan
yang
berlebihan. 2. Stimulus, menurut Holmes dan Rahe (1967) dalam Hawari (2001), yaitu stres muncul sewaktu-waktu berdasarkan atas kejadian yang dialami individu dimana kejadian itu menimbulkan coping dan respon adaptif. 3. Transactional, menurut Lazarus (1966) dalam Gustiarti (2002) yaitu stres merupakan proses dua arah, yaitu lingkungan yang menghasilkan stres dan individu yang dapat menemukan cara mengatasinya. Dari berbagai pendapat yang diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa stres adalah respon biologis dan psikologis pada individu yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan untuk dapat menyesuaikan diri dengan baik.
B. Definisi Stres Kerja Fincham dan Rhodes (1988) dalam Munandar (2008) mengasumsikan bahwa stres kerja dapat disimpulkan dari gejala-gejala dan tanda-tanda faal, perilaku, psikologikal dan somatik, adalah hasil dari tidak/kurang adanya kecocokan antara orang (dalam arti kepribadiannya, bakatnya, dan kecakapannya) dan lingkungannya, yang mengakibatkan ketidakmampuannya untuk menghadapi berbagi tuntutan terhadap dirinya secara efektif.
17
Rahayu (2003) secara umum orang berpendapat bahwa jika seseorang dihadapkan pada tuntutan pekerjaan yang melampaui kemampuan individu tersebut, maka di katakan individu itu mengalami stres kerja. Robbins (1998) dalam Supardi (2007) memberikan definisi stres kerja sebagai suatu kondisi dinamis dimana individu dihadapkan pada kesempatan, hambatan dan keinginan dan hasil yang diperoleh sangatlah penting tetapi tidak dapat dipastikan. Stres kerja juga bisa didefinisikan sebagai respon baik secara fisik maupun emosional yang berbahaya yang muncul atau terjadi ketika tuntutan pekerjaan tidak sesuai dengan kapabilitas, sumber atau kebutuhan pekerja (NIOSH, 2002). Dalam konteks stres di tempat kerja menurut Levi (1984) peran psychososial stimuli yang berasal dari proses sosial akan mempengaruhi individu. Proses interaksi yang tidak seimbang antara demands dan resources pada individu akan cenderung menjadi precursors of disease. Selama proses tersebut berlangsung akan ada variabel interaktif yang akan berperan didalamnya seperti variabel intrinsik dan ekstrinsik. Lebih jauh Cooper (1989) dalam Munandar (2008) menjelaskan konsep stres ditempat kerja beserta faktor yang berpengaruh didalamnya secara komprehensif. Menurutnya stres di tempat kerja dapat bersumber dari beberapa hal, yaitu work area, home area, sosial area dan individual area. Sementara manifestation area adalah mengamati perubahan akibat stres secara tidak langsung pada fisik, perilaku dan emosi pada pekerja. Berikut teori stres kerja Cooper yang dimodifikasi oleh Munandar (2008) yang dapat dilihat pada gambar 2.1.
18
Sumber: Munandar, Psikologi Industri dan Organisasi. Modifikasi dari Model Stres Kerja Cooper, CL (1989) Gambar 2.1 Modifikasi Model Stres Kerja Cooper
C.
Sumber - Sumber Stres Kerja Dalam teori yang diungkapkan Sarafino (1990) bahwa sumber stres dapat dibedakan menjadi sumber stres yang berasal dari dalam diri seseorang, komunitas, dan masyarakat.
19
1) Sumber stres di dalam diri seseorang Sumber stres dalam diri sendiri pada umumnya dikarenakan konflik yang terjadi antara keinginan dan kenyataan berbeda, dalam hal ini adalah sebagai permasalahan yang terjadi yang tidak sesuai dengan dirinya dan tidak mampu diatasi, maka dapat menimbulkan suatu stres (Hidayat, 2004).
Dalam pengamatan pada kehidupan manusia sehari-hari, ternyata pria memiliki kecenderungan yang lebih besar mengalami stres dibandingkan oleh wanita. Disamping itu, semakin jauh seorang wanita mengerjakan
pekerjaan-pekerjaann
yang
biasa
dianggap
sebagai
pekerjaan kaum pria, semakin besar pula kecenderungan mengalami stres. Jadi pada dasarnya pria dan wanita mempunyai kecenderungan yang sama untuk mengalami stres, dan dapat ditambahkan bahwa jenis kesibukan sehari-hari menentukan besarnya kemungkinan mengalami stres. Para wanita yang bekerja dikabarkan sebagai pihak yang mengalami stres lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Masalahnya wanita bekerja ini menghambat konflik peran sebagai wanita karir sekaligus ibu rumah tangga (Anoraga, 2005).
20
2) Sumber stres dalam keluarga Stres dapat bersumber dari interaksi antara para anggota keluarga seperti: perselisihan, masalah keuangan, perasaan saling acuh tak acuh, tujuan-tujuan yang berbeda antara anggota keluarga.
3) Sumber stres dalam komunitas dan lingkungan, interaksi subjek dilingkungan keluarga melengkapi sumber-sumber stres. Contohnya, pengalaman stres anak-anak disekolah dan beberapa kejadian kompetitif, seperti olah raga. Sementara beberapa pengalaman stres orang tua bersumber dari pekerjaannya, dan lingkungannya yang sifatnya stressfull. Lingkungan kerja juga dapat berperan sebagai faktor penyebab terjadinya stres kerja (sumber stres), seperti tuntutan pekerjaan, tanggung jawab kerja, lingkungan fisik kerja, hubungan antar manusia yang buruk, kurang pengakuan dan peningkatan jenjang karir, rasa kurang aman dalam bekerja dan sebagainya (Nasution, 2002).
D.
Indikator Stres Kerja Cary Cooper dan Alison Straw (1995) dalam Yunus (2011) menyatakan bahwa indikator stres yaitu : 1. Fisik a. Nafas memburu b. Mulut dan kerongkongan kering c. Tangan lembab
21
d. Merasa panas e. Otot-otot tegang f. Pencernaan terganggu g. Sembelit h. Letih yang tidak beralasan i. Sakit kepala j. Salah urat dan gelisah Sedangkan menurut Braham (Handoyo, 2001) indikator stress fisik yaitu: a.
Sulit tidur atau tidur tidak teratur
b.
Sakit kepala
c.
Sulit buang air besar
d.
Adanya gangguan pencernaan
e.
Radang usus
f.
Kulit gatal-gatal
g.
Punggung terasa sakit
h.
Urat-urat pada bahu dan leher terasa tegang
i.
Keringat berlebihan
j.
Berubah selera makan
k.
Tekanan darah tinggi atau serangan jantung
l.
Kehilangan energi
22
2.
Perilaku a. Perasaan bingung b. Cemas dan sedih c. Jengkel d. Salah paham e. Tidak berdaya f. Tidak mampu berbuat apa-apa g. Gelisah h. Gagal i. Tidak menarik j. Kehilangan semngat k. Sulit konsentrasi l. Sulit berpikir jernih m. Sulit membuat keputusan n. Hilangnya kreatifitas o. Hilangnya gairah dalam penampilan p. Hilangnya minat terhadap orang lain Sedangkan menurut Braham (Handoyo, 2001) indikator stres perilaku
yaitu a.
Mudah lupa
b.
Kacau pikirannya
c.
Daya ingat menurun
23
d.
Sulit untuk berkonsentrasi
e.
Suka melamun berlebihan
f.
Pikiran hanya dipenuhi satu pikiran saja
3. Emosional a. Sikap hati-hati menjadi cermat yang berlebihan b. Cemas menjadi lekas panik c. Kurang percaya diri menjadi rawan d. Penjengkel menjadi meledak-ledak Sedangkan menurut Braham (Handoyo, 2001) indikator stress emosional yaitu : a. Marah-marah b. Mudah tersinggung dan terlalu sensitif c. Gelisah dan cemas d. Suasana hati mudah berubah-ubah e. Sedih f. Mudah menangis dan depresi g. Gugup
24
h. Agresif terhadap orang lain dan mudah bermusuhan serta mudah menyerang i. Kelesuan mental Menurut Kalimo (1987) bahwa manifestasi daripada stres kerja adalah dapat berupa hal-hal sebagai berikut: a. Ketidakpuasan kerja b. Berhubungan dengan harga diri c. Penggunaan alkohol, peningkatan frekuensi merokok d. Ketidakpuasaan berumah tangga e. Bercerai atau pisah f. Penggunaan obat-obatan g. Kegemukan h. Tekanan darah tinggi, migrain, asma, depresi i. Kecelakaan didalam atau di luar tempat kerja
E.
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja Menurut Hurrell, dkk (1988) yang dikutip dalam Munandar (2008) Faktor-faktor dipekerjaan yang dapat menimbulkan stres yaitu, faktor intrinsik dalam pekerjaan, peran dalam organisasi, pengembangan karir, hubungan dalam pekerjaan, serta struktur dan iklim organisasi, dan karakteristik individu.
25
1.
Faktor Intrinsik Pekerjaan Terlalu banyak pekerjaan/ terlalu sedikit pekerjaan juga terkadang dapat menyebabkan stres pada seorang individu. Terlalu banyak pekerjaan berkaitan dengan kemampuan untuk menyelesaikan semua pekerjaan tersebut dengan hasil yang sebaik-baiknya. Sedangkan terlalu sedikit berkaitan dengan tidak adanya pekerjaan yang dapat dikerjakan. Sejauhmana hal ini dapat menyebabkan seorang individu menjadi stres, tergantung bagaimana dia dapat mengatasi keadaan tersebut (Nasution,2002).
a.
Beban Kerja Schultz (1998) menyebutkan bahwa beban kerja terbagi atas dua macam, dimana beban kerja berlebih atau over load dan beban kerja yang kurang atau under load. Pada beban kerja yang berlebih dapat dilihat dari banyaknya pekerjaan yang harus dikerjakan dengan waktu yang terbatas/ ditentukan atau suatu pekerjaan yang sangat sulit untuk dikerjakan karena kurangnya kemampuan. Sedangkan beban kerja kurang (under load) diakibatkan oleh adanya pekerjaan yang dilakukan secara rutinitas/monoton yang pada akhirnya mengakibatkan kebosanan pada pekerja. Walaupun pekerjaan yang dilakukan mempunyai resiko tinggi untuk terjadi kecelakaan.
26
Sedangkan menurut French dan Caplan (1970) dalam Munandar (2008) beban kerja sebagai sumber stres disebabkan karena kelebihan beban kerja baik beban kerja kualitatif maupun beban kerja kuantitatif. Pada beban kerja kuantitatif yaitu beban kerja yang timbul sebagai akibat dari tugas yang diberikan harus diselesaikan dalam waktu tertentu. Sedangkan beban kerja kualitatif terjadi jika seseorang tidak mampu untuk melakukan suatu tugas yang tidak menggunakan keterampilan atau potensi dari tenaga kerja. Jika Beban kerja kuantitatif dan kualitatif ini berlebih dan menambah waktu kerja yang lebih banyak, maka sumber terjadinya stres akan lebih banyak. Selanjutnya beban kerja terlalu banyak maupun sedikit tersebut timbul selain sebagai akibat dari tugas-tugas yang diberikan kepada pekerja dan dirasakan oleh pekerja sebagai beban kerja yang harus diselesaikan dalam waktu tertentu, juga merupakan manifestasi dari ketidakmampuan pekerja untuk melakukan suatu tugas yang diberikan (Munandar, 2008). Lebih jauh menurut Permenaker No 13 Tahun 2011 menyatakan bahwa beban kerja merupakan beban yang dialami oleh tenaga kerja sebagai akibat pekerjaan yang dilakukan olehnya. Penilaian beban kerja dengan mengamati aktivitas tenaga kerja dan menghitung kebutuhan kalori berdasarkan
27
pengeluaran energi sesuai tabel perhitungan beban kerja, hal ini dapat dilihat pada tabel 2.1 Tabel 2.1 Penilaian pekerjaan No
1
2
3
Pekerjaan
Pekerjaan dengan tangan Katagori I (contoh: menulis, merajut (0,30) Katagori II (contoh: menyetrika) (0,70) Katagori III (Contoh : mengetik) (1,10) Pekerjaan dengan satu tangan Katagori I (contoh: menyapu lantai) (0,90) Katagori II (contoh: menggergaji) (1,60) Katagori III (Contoh: memukul paku) (2,30) Pekerjaan dengan dua lengan Katagori I (contoh:menambal logam, mengemas barang dalam dus) (1,25)
1 Duduk
Posisi Badan 2 3 Berdiri Berjalan
(0,3)
(0,6)
(3,0)
4 Berjalan mendaki (3,8)
0,60
0,90
3,30
4,10
1,00
1,30
3,70
4,50
1,40
1,70
4,10
4,90
1,20
1,50
3,90
4,70
1,90
2,20
4,60
5,40
2,60
2,90
5,30
6,10
1,55
1,85
4,25
5,05
28
No
Pekerjaan
Katagori II (contoh: memompa, menempa besi) (2,25)
Katagori III (contoh: mendorong kereta bermuatan)
1 Duduk
Posisi Badan 2 3 Berdiri Berjalan
(0,3) 2,55
(0,6) 2,85
(3,0) 5,25
4 Berjalan mendaki (3,8) 6,05
3,55
3,85
6,25
7,05
4,35
6,75
7,55
9,35
11,75
12,55
14,35
16,75
17,55
(3,25) 4 Pekerjaan dengan menggunakan gerakan tangan Katagori I (contoh: 4,05 pekerjaan administrasi) (3,75) Katagori II (contoh: 9,05 membersihkan karpet, mengepel) (8,75) Katagori III (contoh: 14,05 menggali lubang, menebang pohon) (13,75) Keterangan :
Aktivitas kerja: kategori pekerjaan + posisi badan Contoh: Kategori 1.1 (pekerjaan dengan tangan pada posisi badan duduk, maka aktivitas kerja+ (0,3)+(0,3)= 0,6 Sumber: Permenaker No 13 Tahun 2011 Hasil pengukuran total beban kerja tersebut akan dibandingkan dengan pengelompokan beban kerja menurut Permenaker No 13 Tahun 2011 yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
29
Tabel 2.2 Pengelompokan Beban Kerja Sesuai Dengan Kebutuhan Kalori Per Jam Beban Kerja
Jumlah Kalori
Beban Kerja Ringan
< 200 Kilo Kalori/Jam
Beban Kerja Sedang
200- < 350 Kilo Kalori/Jam
Beban Kerja Berat
350 - < 500 Kilo Kalori/Jam
Menurut hasil penelitian Vinallia (2011) terbukti dari hasil uji chi-square bahwa pengaruh antara beban kerja terhadap stres kerja menunjukkan adanya pengaruh yang bermakna dengan nilai p = 0,008 atau (p<0,05) berarti ada hubungan yang signifikan antara beban kerja terhadap stres kerja. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Siswanti (2004) mengatakan bahwa dari 170 responden yang diteliti, 75% diantaranya menyatakan bahwa beban kerja mereka sangat berat sehingga menyebabkan stres.
b.
Shift Kerja/ Kerja malam Penelitian menunjukkan bahwa kerja shift/ kerja malam merupakan sumber utama dari stres bagi pekerja pabrik Monk dan Tepas (1985) dalam Munandar (2008). Para pekerja shift lebih sering mengeluh tentang kelelahan dan gangguan perut daripada para pekerja pagi/ siang dan dampak dari kerja shift terhadap
30
kebiasaan makan yang mungkin menyebabkan gangguangangguan perut. Pengaruhnya adalah emosional dan biological, karena gangguan ritme sirkadian dari tidur/ daur keadaan bangun (wake cycle), pola suhu dan ritme pengeluaran adrenalin. Menurut Monk dan Folkard (1983) dalam Munandar (2008) ada tiga faktor yang harus baik keadaannya agar dapat berhasil menghadapi kerja shift : tidur, kehidupan social dan keluarga, dan ritme sirkadian. Faktor-faktor tersebut sangat berkaitan, sehingga salah satu dapat membatalkan efek positif dari keberhasilan yang telah dicapai dengan kedua faktor lain. Menurut Selye (1976) dalam Munandar (2008) para pekerja yang biasa bekerja shift lama kelamaan akan merasa berkurang stresnya secara fisik. Namun perlu diingatkan bahwa ada pekerjaan-pekerjaan shift dimana tidak akan timbul kebiasaankebiasaan ini, yaitu pada pekerja rig lepas pantai yang bekerja bergantian shift siang dan malam selama 7 atau 14 hari berturutturut tanpa adanya istirahat, dan kemuadian memperoleh istirahat 7 atau 14 hari cuti rumah (Sutherland dan Cooper 1986 dalam Munandar 2008). Bagi seseorang pekerja, shift kerja berarti berada pada lokasi kerja yang sama, baik teratur pada saat yang sama (shift kerja kontinyu) atau pada waktu yang berlainan (shift kerja rotasi). Shift kerja berbeda dengan hari kerja biasa, dimana pada hari kerja
31
biasa, pekerjaan dilakukan secara teratur pada waktu yang telah ditentukan sebelumnya, sedangkan shift kerja dapat dilakukan lebih dari satu kali untuk memenuhi jadwal 24 jam/hari. Biasanya perusahaan yang berjalan secara kontinyu yang menerapkan aturan shift kerja ini (Nurmianto, 2004). Menurut Fish (2000) mengemukakan bahwa efek bekerja pada (shift) malam hari pada pekerja antara lain: 1.
Efek Fisiologis a.
Kualitas tidur: tidur siang tidak seefektif tidur malam, banyak gangguan dan biasanya diperlukan waktu istirahat untuk menebus kurang tidur selama kerja malam.
b.
Menurunnya kapasitas fisik kerja akibat timbulnya perasaan mengantuk dan lelah.
c. 2.
Menurunnya nafsu makan dan gangguan pencernaan.
Efek Psikososial Efek ini menunjukkan masalah lebih besar dari efek fisiologis, antara lain adanya gangguan kehidupan keluarga, hilangnya waktu luang, kecil kesempatan untuk berinteraksi dengan teman, dan gangguan aktivitas kelompok dalam masyarakat.
32
3.
Efek Kinerja Kinerja menurun selama kerja malam yang diakibatkan oleh efek fisiologis dan efek psikolsosial. Menurutnya kinerja dapat mengakibatkan kemampuan mental menurun yang berpengaruh terhadap perilaku kewaspadaan pekerjaan seperti kualitas kendali dan pemantauan.
4.
Efek Terhadap Kesehatan Kerja malam menyebabkan gangguan gastrointestinal, masalah ini cenderung terjadi pada usia 40-45 tahun. Kerja malam juga dapat menjadi masalah terhadap keseimbangan kadar gula dalam darah bagi penderita diabetes.
c.
Jam Kerja Menurut standar HIPERKES, rata-rata jam kerja adalah 8 jam per hari. Sehingga penambahan jam kerja diluar standar dapat meningkatkan usaha adaptasi pekerja, yang kemudian dapat meningkatkan ekskresi katokholamin yaitu hormon adrenalin dan non-adrenalin (Munandar, 2008). Menurut Breslow dan Buell (1960) yang dikutip dalam Suprapto (2008) melaporkan penemuannya yang mendukung hubungan antara jam kerja dengan stres yang kemudian
33
menyebabkan sakit jantung. Dalam sebuah investigasi terhadap kematian pria di California, mereka melakukan observasi pada pekerja di industry kecil yang berusia kurang dari 45 tahun, yang bekerja selama lebih dari 48 jam per minggu, memiliki resiko 2 kali lipat untuk terkena stres yang berakibat pada Penyakit Jantung Koroner (PJK) dibandingkan dengan pekerja yang bekerja 40 jam atau kurang dalam seminggunya. Menurut penelitian Muhammad (2004) diketahui bahwa responden yang bekerja > 12 jam menunjukkan gejala stres sedang. Hasil uji statistik menunjukkan ada kecenderungan hubungan yang bermakna antara jam kerja dengan stres kerja. Namun, menurut Desy (2002) mengatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara waktu dalam bekerja dengan stres kerja.
d.
Rutinitas Rutinitas adalah pekerjaan rutin yang berulang-ulang sehingga menimbulkan kejenuhan karena bersifat monoton (Cooper dan Kelly, 1984 dalam Munandar, 2008). Pada pekerjaan yang sederhana dimana banyak terjadi pengulangan gerak akan timbul rasa bosan, rasa monoton. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari, sebagai hasil dari terlampau sedikitnya tugas yang harus dilakukan, dapat menghasilkan berkurangnya
34
perhatian. Hal ini secara potensial membahayakan jika tenaga kerja gagal untuk bertindak tepat dalam keadaan darurat. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Airmayanti (2009) diketahui bahwa sebagian besar responden atau 55,2% menyatakan rutinitas pekerjaan membosankan dan berdasarkan perhitungan risk estimate diperoleh responden yang menyatakan membosankan memiliki peluang 2.615 kali untuk mengalami stres
kerja berat
dibandingkan dengan
responden
yang
menyatakan tidak membosankan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Desy (2002) dari penelitiannya ditemukan ada hubungan yang bermakna antara rutinitas dalam bekerja dengan tingkatan stres kerja. Sedangkan menurut Soebakti (2006) dari hasil penelitian menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara rutinitas dengan stres kerja. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Muhammad (2004) dari hasil penelitiannya juga disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna antara rutinitas dengan timbulnya stres kerja. Hal ini perlu diketahui bahwa tidak adanya hubungan yang bermakna antara rutinitas dengan stres kerja dapat disebabkan karena stressor yang sama dapat dipersepsikan secara berbeda, yaitu dapat sebagai peristiwa yang positif dan tidak berbahaya, atau menjadi peristiwa yang berbahaya dan mengancam. Penilaian individu dalam hal ini sangat menentukan
35
apakah stressor itu dapat berakibat positif atau negatif. Penilaian kognitif tersebut sangat berpengaruh terhadap respon yang akan muncul (Selye, 1956 dalam Widyasari, 2005).
Menurut Wantoro (1999) selain tuntutan kerja yang termasuk dalam faktor intrinsik pekerjaan adalah kondisi lingkungan fisik yang terdiri dari : a.
Kebisingan Kebisingan merupakan suara-suara yang tidak dikehendaki. Kebisingan sangat mengganggu pekerja dalam bekerja, baik dalam hal pemusatan perhatian terhadap pekerjaannya maupun berkomunikasi dengan orang lain. Keadaan ini dapat mengganggu pendengaran, terjadinya kecelakaan kerja, menimbulkan terjadinya gangguan atau pengaruh psikologis dari pekerja dalam bentuk gangguan emosi, temperamen dan lain-lain. Paparan kebisingan dengan intensitas yang tinggi melebihi Nilai Ambang Batas yang ditetapkan pemerintah melalui Permenakertrans No. Per 13/MEN/X/2011 Tahun 2011 (85 dB untuk paparan 8 jam kerja sehari) akan membahayakan kesehatan pada telinga tenaga kerja (Yanri, 2002 dalam Nawawinetu dan Adriyani, 2007). Menurut Nawawinetu dan Adriyani (2007) efek kebisingan dengan intensitas tinggi terhadap pendengaran berupa ketulian syaraf (Noise Induced Hearing Loss) telah banyak diteliti. Namun kebisingan selain
36
memberikan efek terhadap pendengaran (Auditory Effects) juga dapat menimbulkan efek buka pada pendengaran (Non Auditory Effects) dan efek ini bisa terjadi karena bising dianggap sebagai suara yang mengganggu sehingga respon yang timbul adalah stres akibat bising tersebut. Beberapa penelitian menunjukan bahwa absenteisme pada tenaga kerja yang terpapar bising lebih tinggi di banding yang tidak terpapar bising, namun belum jelas apakah ini disebabkan oleh efek psikologis dari stres (CCOHS, 2007 dalam Nawawinetu dan Adriyani, 2007). Adapun menurut Kohen (1967) dalam Suprapto (2008) menemukan ada hubungan antara bising sebesar 95db dengan kelelahan dan stres dalam bekerja. Namun menurut Nugroho (2004) diketahui bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kebisingan dengan stres kerja.
b.
Suhu panas atau dingin Pada suhu panas dan dingin, dapat menyebabkan pekerja mudah terkena kelelahan disamping pengaruh kesehatan lainnya. Efek suhu tempat kerja di dalam atau di luar ruangan, status kesehatan pekerja, kelembaban, kecepatan aliran udara, jenis pakaian yang digunakan dan lama pemaparan. Keadaan ini bila terjadi berlarut-larut menyebabkan pekerja tidak mampu bekerja dengan baik karena menurunnya gairah bekerja atau bila terpaksa bekerja maka dapat mengakibatkan stres
37
(Munandar,2008). Standar suhu lingkungan kerja menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 405/Menkes/SK/XI/2002 yaitu 18-300C. Suatu penelitian diperoleh bahwa hasil produktivitas kerja manusia akan mencapai tingkat yang paling tinggi pada temperatur sekitar 24 derajat Celcius sampai 27 derajat Celcius ( Wigjosoebrato, 2003). Menurut penelitian Siswanti (2004) yang dilakukan di PT. Pandu Dayatama Patria, dilaporkan bahwa 70% responden menyatakan bermasalah dengan panas, sehingga menyebabkan stres dan 39% menyatakan stres walaupun tidak mempermasalahkan panas. Hasil statistik menyatakan Pvalue sebesar 0,039 sehingga ada hubungan yang bermakna antara panas dengan stres kerja. Selain itu hasil OR sebesar 3,82 hal ini berarti pekerja yang merasakan panas, memiliki kecenderungan untuk terkena stres 3 kali lebih besar daripada pekerja yang tidak mempermasalahkan panas.
c.
Pencahayaan Terlalu kuatnya cahaya penerangan dapat menimbulkan dampak psikologis pada pekerja, seperti kelelahan dan pusing. Bahkan dapat menimbulkan kecelakaan kerja akibat silaunya penerangan di ruang kerja, begitu pula sebaliknya dengan penerangan yang suram (Munandar, 2008). Pencahayaan yang kurang atau terlalu berlebihan di tempat kerja menyulitkan pekerja untuk bekerja secara optimal, sehingga apabila hal ini terjadi dalam waktu yang lama dapat
38
menyebabkan seorang pekerja mengalami stres dan ketidaknyamanan dalam bekerja (Suprapto, 2008).
d.
Radiasi Sumber daya radiasi adalah sinar gamma, yaitu gelombang elektromagnet yang mampu menembus permukaan kulit tanpa terlihat oleh mata. Energi itu mampu merusak sel-sel hidup. Pemaparan radiasi tergantung dari dosis, waktu pemaparan dan jarak sumber ke pekerja. Selain memberi pengaruh buruk, radiasi juga menyebabkan rasa kurang aman bagi pekerja yang bekerja di tempat yang mengandung radiasi. Apabila hal ini tidak diperhatikan, maka dalam waktu-waktu tertentu hal tersebut tidak hanya berbahaya bagi pekerja, namun dapat menimbulkan keresahan dan stres dalam bekerja (Munandar, 2008).
2.
Peran Individu dalam Organisasi Setiap tenaga kerja bekerja sesuai dengan perannya dalam organisasi, artinya setiap tenaga kerja mempunyai kelompok tugasnya yang harus dilakukan sesuai dengan aturan yang ada dan sesuai dengan yang diharapkan oleh atasannya. Tenaga kerja tidak selalu berhasil untuk memainkan perannya tanpa menimbulkan masalah.
39
Peranan dalam organisasi meliputi : a.
Pekerja tidak dapat berbuat banyak untuk mempengaruhi keputusan perusahaan yang menyangkut diri mereka sendiri, hal ini berakibat pada performa kerja dan menyebabkan timbulnya ketidaknyamanan
dalam
bekerja,
contohnya
pada
kasus
pemotongan gaji karyawan. b.
Pekerja tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan bersamasama supervisor dan manajer perusahaan terhadap masalahmasalah yang menyangkut kepentingan bersama-sama antara perusahaan dan karyawan. Menurut Frenh dan Chaplan (1970) dalam Suprapto (2008)
apabila seorang karyawan tidak diikut sertakan dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan dirinya, maka hal tersebut dapat menyebabkan karyawan tersebut menjadi tidak betah dalam bekerja. Dari hasil penelitian diketahui bahwa seorang pekerja yang diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, memiliki hasil kerja yang lebih baik dan mengurangi tekanan dalam bekerja yang dapat menyebabkan stres.
3.
Pengembangan Karir Dalam praktek pengembangan karir lebih merupakan suatu pelaksaan rencana karir seperti yang diungkapkan oleh Handoko
40
(1985) bahwa pengembangan karir adalah peningkatan-peningkatan pribadi yang dilakukan seseorang untuk mencapai suatu rencana karir. Pengembangan karir karyawan menurut Andersen (1982) yang dikutip oleh Bida (1995) adalah memacu kepada aktivitas pekerjaan yang terus menerus, kelebihan jam kerja ketika melakukan berbagai pekerjaan dan berbagai macam pelatihan yang diberikan. Unsur-unsur penting pengembangan karir meliputi: a.
Peluang untuk menggunakan keterampilan jabatan sepenuhnya
b.
Peluang mengembangkan keterampilan yang baru
c.
Penyuluhan karir untuk memudahkan keputusan-keputusan yang menyangkut karir
d.
Pengembangan karir merupakan pembangkit stres potensial yang mencakup ketidakpastian pekerjaan, promosi berlebih, dan promosi yang kurang. Pengembangan karir merupakan pembangkit stres potensial yang
mencakup ketidakpastian pekerjaan, promosi berlebih dan promosi yang kurang. Pengembangan karir karyawan terkait dengan pembangkit stres, diantaranya (Munandar,2008) : 1.
Kesempatan mendapat promosi kerja
2.
Kesempatan mengembangkan bakat dan kreatifitas dengan menyalurkan ide dan usul atau saran pada perusahaan
41
3.
Kesempatan memperoleh pendidikan dan pelatihan atau kursus di dalam atau di luar perusahaan untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan kerja
4.
System reward, meliputi pemberian gaji, tunjangan dan penghargaan pada karyawan berprestasi tidak dijalankan perusahaan dengan baik.
a. Promosi Promosi merupakan salah satu usaha perusahaan dalam meningkatkan kemampuan pekerjanya. Peluang pekerja untuk mendapatkan promosi berbeda-beda tergantung kepada kebutuhan perusahaan (Munandar,2008). Adanya promosi untuk menghasilkan kepuasan kerja dan mencegah timbulnya stres pada tenaga kerja yang bertujuan mengurangi turn over. Dengan promosi kerja, mereka tidak hanya mencari peningkatan pendapatan, tetapi juga mencari peningkatan status dan tantangan yang ada dari pekerjaan yang baru. Bentuk promosi pada pekerja bermacam-macam, seperti kenaikan pangkat/jabatan, mendapatkan pendidikan atau pelatihan, mengikuti seminar atau simposium, dan lain-lain. Menurut penelitian Siswanti (2004) diperoleh bahwa 64% responden menyatakan bahwa mereka merasakan stres, akibat dari ketidakpuasan terhadap promosi yang diberlakukan dan 43% menyatakan mengalami stres walaupun mereka sudah merasa puas
42
terhadap promosi yang diberlakukan. Hasil statistik menyatakan Pvalue sebesar 0,039, artinya ada hubungan yang bermakna antara kepuasan terhadap sistem promosi dengan stres kerja. Selain itu hasil OR sebesar 10,588 hal ini berarti pekerja yang tidak puas terhadap promosi yang diberlakukan, memiliki potensi terkena stres 10 kali lebih besar daripada pekerja yang merasa puas.
b. Kepuasan gaji Gaji merupakan kompensasi yang diterima oleh pekerja apabila ia telah menyelesaikan pekerjaannya (Munandar, 2008). Sedangkan menurut Schultz (1998) salah satu penyebab tingginya turn over pekerja disebabkan gaji yang mereka terima sewaktu bekerja tidak sesuai dengan yang diharapkannya. Selain itu gaji dapat mempengaruhi motivasi pekerja. Berdasarkan teori dua faktor oleh Heizberg (1990) dalam Munandar (2008) menyatakan kepuasan bekerja sangat menentukan motivasi untuk bekerja, salah satu komponennya adalah upah. Berdasarkan penelitian pada masyarakat di AS diketahui adanya diskriminasi dalam pemberian upah seperti pekerja golongan minoritas atau pekerja wanita mendapatkan gaji sedikit lebih rendah daripada pekerja golongan mayoritas atau pekerja lakilaki (Schultz, 1998). Menurut Nugroho (2004) dari penelitiannya disimpulkan bahwa 74,6% responden menyatakan bahwa mereka
43
tidak puas terhadap gaji yang diterima, sehingga menyebabkan stres dan 52,6% menyatakan mengalami stres walaupun puas terhadap gaji yang diterima. Hasil statistik menyatakan Pvalue sebesar 0,045 sehingga ada hubungan antara kepuasan pemberian gaji dengan stres kerja.
4.
Hubungan dalam Pekerjaan Harus hidup dengan orang lain, menurut Selye (1976) dalam Munandar (2008), merupakan salah satu aspek dari kehidupan yang penuh stress. Hubungan yang baik antar anggota dari satu kelompok kerja dianggap sebagai faktor utama dalam kesehatan individu dan organisasi (Argyris, 1964; Cooper, 1973 dalam Munandar 2008). Hubungan kerja yang tidak baik terungkap dalam gejala-gejala adanya kepercayaan yang rendah, dan minat yang rendah dalam pemecahan masalah dalam organisasi. Ketidakpercayaan secara positif berhubungan dengan ketatalaksanaan peran yang tinggi, yang mengarah ke komunikasi antar pribadi yang tidak sesuai antara pekerjaan dan ketegangan psikologikal dalam bentuk kepuasan pekerjaan yang rendah, penurun dari kondisi kesehatan, dan rasa diancam oleh atasan dan rekan-rekan kerjanya (Munandar, 2008). Selain itu Tarwaka (2004) menjelaskan bahwa hubungan baik pekerja di tempat kerja memiliki potensi penyebab terjadinya stres kerja, hal ini dimungkinkan karena adanya kecurigaan antara pekerja,
44
kurangnya komunikasi dan ketidaknyamanan dalam melakukan pekerjaan sehingga memicu terjadinya stres kerja. Hal ini mengisyaratkan bahwa kemungkinan munculnya stres kerja pada hubungan interpersonal yang baik dapat terjadi, walaupun perlu ada pengkajian lebih lanjut lagi mengenai faktor ini. Penelitian yang paling memperhatikan tentang masalah hubungan interpersonal dalam pekerjaan dilakukan oleh Kahn dkk. (1964), French dan Chaplan (1970) dan Buck (1972) dalam Suprapto (2008). Studi yang dilakukan Kahn dkk. dan French dan Chaplan menghasilkan
sebuah
kesimpulan
yang
sama,
bahwa
ketidakpercayaan seorang pekerja secara positif berhubungan dengan tingginya role ambiguity, kurangnya berkomunikasi dengan rekan kerja, ketegangan psikologi yang ditunjukkan dengan rendahnya kepuasan dalam bekerja dan tidak adanya perasaan menghilangkan ancaman dalam pekerjaan sebagai kesuksesan bersama. Menurut penelitian Bida (1995) yang dilakukan pada karyawan Conoko dan Kontraktor di Blok B Kepulauan Natuna, dilaporkan bahwa 53,2% responden merasakan hubungan kerja yang buruk dengan atasan, sehingga menyebabkan stres dan 33,1% menyatakan stres tetapi memiliki hubungan kerja yang baik dengan atasan. Hasil statistik menyatakan Pvalue sebesar 0,00081 sehingga ada hubungan yang bermakna antara hubungan interpersonal dalam pekerjaan dengan stres kerja.
45
5.
Struktur dan Iklim Organisasi Faktor stres yang dikenali dalam kategori ini adalah terpusat pada sejauh mana tenaga kerja dapat terlihat atau berperan serta pada support sosial. Kurangnya peran serta atau partisipasi dalam pengambilan keputusan berhubungan dengan suasana hati dan perilaku negatif. Peningkatan peluang untuk berperan serta menghasilkan peningkatan produktivitas, dan peningkatan taraf dari kesehatan mental dan fisik (Munandar, 2008). Struktur dan iklim organisasi yang tidak baik dan kurang mendukung karyawan, biasanya dapat menimbulkan ketidakpuasan dalam bekerja, yang akhirnya dapat menyebabkan stres Cooper (1989) dalam Munandar (2008). Struktur dan iklim tersebut meliputi: a.
Kebijakan perusahaan yang terlalu ketat
b.
Administrasi dan manajemen perusahaan yang terlalu birokratis
c.
Peraturan-peraturan perusahaan yang terlalu mengikat pekerja.
Struktur
dan
iklim
organisasi
bukan
termasuk
faktor
yang
mempengaruhi stres kerja dapat disebabkan (Ivancevich, 1975 dalam Gibson dkk, 1996) : a) Stresor pada pekerja berkaitan dengan perubahan fisik, psikologis dan emosional di dalam individu. b) Tanggapan penyesuaian terhadap stresor pada pekerjaan telah ditentukan dengan mengukur diri (self-rating), penampilan prestasi dan pengujian biokimia
46
c) Tidak ada daftar stresor yang dapat diterima secara universal. Setiap organisasi memiliki penetapan sendiri yang unik. d) Perbedaan-perbedaan
individual
menjelaskan
mengapa
suatu
stresor yang mengganggu dan menggocang bagi seseorang berubah pada orang yang lain. Menurut penelitian Putri (1998) yang dilakukan di PT. Bakrie dan Brothers,
dilaporkan
bahwa
61,1%
responden
menyatakan
menganggap struktur dan iklim organisasinya buruk, sehingga menyebabkan stres dan 48,4% menyatakan stres tetapi iklim dan struktur organisasinya baik. Hasil statistik menyatakan Pvalue sebesar 0,0459 sehingga ada hubungan yang bermakna antara iklim dan struktur organisasi dengan stres kerja.
Sedangkan menurut Munandar (2008) faktor-faktor lain yang menyebabkan stress (stesor) berdasarkan model stres yang dikemukakan oleh Cooper (1989) adalah : 1.
Tuntutan dari luar pekerjaan Faktor ini menyangkut segala aspek kehidupan pekerja seharihari, mulai dari keluarga, orang tua, istri, anak, sahabat sampai dengan masyarakat disekitarnya. Isu-isu tentang keluarga, kesulitan ekonomi, keyakinan, konflik dalam keluarga, konflik dengan tetangga di sekitarnya dan konflik dengan orang tua, dapat menjadi pemicu timbulnya stres yang berakibat pada performa dalam bekerja.
47
2.
Ciri-ciri Individu Banyak literatur yang mengatakan bahwa stres lebih sering diakibatkan oleh lingkungan disekitar individu. Menurut pandangan interaktif dari stres, terkadang stres ditentukan pula oleh individunya sendiri dan sejauh mana ia melihat situasinya sebagai stres (Munandar, 2008). Menurut Cooper (1989) dalam Munandar (2008) dalam faktorfaktor individu yang dapat mempengaruhi stres, antara lain: a.
Kepribadian Ketika berbicara tentang stres pada pekerja, maka kita akan melihat bagaimana seseorang memandang stres sebagai suatu gangguan, sehingga stres sangat bergantung kepada kepribadian individu yang terkena stres tersebut. Seseorang yang berkepribadian introvert bereaksi lebih negatif dan memilki ketegangan lebih besar daripada individu yang berkepribadian ekstrovert.
b.
Kecakapan Kecakapan merupakan variabel yang ikut menentukan stres tidaknya sesuatu yang ia hadapi. jika seseorang menghadapi masalah yang ia rasakan tidak mampu ia pecahkan sedangkan situasi tersebut penting, maka hal tersebut akan dirasakan sebagai sesuatu yang mengancam
sehingga
dapat
memicu
terjadinya
stres.
Ketidakmampuan individu dalam menyelesaikan masalah sehingga
48
menyebabkan stres berkaitan dengan kecakapan dan kemampuan seseorang dalam menghadapi stres.
c.
Nilai dan kebutuhan Setiap organisasi dan perusahaan memiliki budaya dan nilai masing-masing. Para tenaga kerja diharapkan dapat mengikuti nilai dan budaya yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Proses sosialisasi pekerja dalam mengikuti nilai dan budaya tidak sepenuhnya berhasil. Bagi pekerja yang gagal biasanya akan mengundurkan diri. Dan bila ada yang tidak mengundurkan diri karena tidak adanya pekerjaan lain atau karena sebab lain maka tenaga kerja tersebut akan mengalami stres (Munandar, 2008).
3.
Umur Hubungan antara umur dengan stres memiliki kesamaan dengan hubungan antara masa kerja dengan stres. Namun, tidak selamanya umur dengan stres kerja dihubungkan dengan masa kerja. Ada beberapa jenis pekerjaan yang sangat berpengaruh dengan umur, terutama yang berhubungan dengan sistem indera dan kekuatan fisik. Biasanya pekerja yang memiliki umur lebih muda memiliki penglihatan dan pendengaran yang lebih tajam, gerakan yang lebih lincah dan daya tahan tubuh yang lebih kuat. Namun, untuk beberap jenis pekerjaan lain, faktor umur yang
49
lebih tua, biasanya memiliki pengalaman dan pemahaman bekerja yang lebih banyak. Sehingga pada jenis pekerjaan tertentu umur dapat menjadi kendala dan dapat memicu terjadinya stres (Munandar, 2008). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Cardiff University (2000) yang dikutip dalam Suprapto (2008) terhadap faktor-faktor demografi yang mempengaruhi timbulnya stres kerja, disimpulkan bahwa umur memiliki hubungan dengan timbulnya stres kerja. Dalam penelitian ini, umur dibagi ke dalam 4 kategori, yaitu usia 18-32 tahun, 33-40 tahun, 4150 tahun dan diatas usia 51 tahun. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa kategori usia 41-50 tahun memiliki persentase terbesar untuk terkena stres tingkat tinggi (20,8%). Sedangkan untuk kategori umur yang memiliki persentase terbesar yang mengalami stres tingkat rendah adalah usia 18-32 tahun dan usia 51 tahun keatas (83%). Hal ini disebabkan pada usia awal perkembangan keadaan emosi seseorang masih lebih labil. Sedangkan pada usia lanjut biasanya daya tahan tubuh seseorang sudah mulai berkurang sehinga sangat berpotensi untuk terkena stres. Selain itu menurut Minner (1992) dalam Luthfiyah (2011) pekerja mungkin menjadi kurang kompeten setelah usia mereka menginjak 40 tahun atau lebih. Pengurangan itu cenderung pada tugas yang menekankan kecepatan, seperti misalnya kecepatan respon otot atau persepsi visual. Berhubungan dengan kematangan seseorang secara psikologis maupun fisik. Pekerja yang umurnya lebih tua sering gagal untuk mempelajari keahlian baru secara besar karena mereka tidak
50
percaya pengetahuan diperlukan, daripada karena kurangnya kemampuan mereka. Berdasarkan penelitian Airmayanti (2009) yang dilakukan pada pekerja bagian produksi PT ISM Bogasari Flour Mills Tbk diketahui bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan stres kerja.
4.
Masa Kerja Masa kerja mempunyai potensial terjadinya stres kerja sesuai pendapat Robbins (1998) dalam Supardi (2007) berdasarkan teori pola hubungan U terbalik yang memberikan reaksi terhadap stres sepanjang waktu dan terhadap perubahan intensitas stres baik masa kerja yang lama maupun sebentar dapat menjadi pemicu terjadinya stres kerja dipeberat dengan beban kerja yang besar. Menurut Munandar (2008) bahwa masa jabatan yang berhubungan dengan stres kerja sangat berkaitan dengan kejenuhan dalam bekerja. Pekerja yang telah bekerja di atas 5 tahun biasanya memiliki tingkat kejenuhan yang lebih tinggi daripada pekerja yang baru bekerja. Sehingga dengan adanya tingkat kejenuhan tersebut dapat menyebabkan stres dalam bekerja. Selain itu menurut Cook (1997) bahwa stres dapat dipicu oleh buruknya hubungan antara sesama pekerja, meskipun seorang atasan, atau hanya staf. Apabila hubungan antar sesama pekerja telah dibangun
51
dengan baik, maka masa kerja lama ataupun sebentar tidak menjadi masalah meskipun bagi pekerja yang masa kerjanya lebih singkat tentu punya beban sedikit lebih besar karena harus beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan kerjanya. Budiono
(2003)
mengatakan
bahwa
masa
kerja
dapat
mempengaruhi pekerja baik secara positif maupun negatif. Pengaruh positif dimana semakin lama seseorang bekerja maka akan semakin berpengalaman dalam melakukan pekerjaannya. Sebaliknya akan memberikan pengaruh negatif apabila semakin lama bekerja maka akan menimbulkan kelelahan dan kebosanan. Semakin lama seseorang bekerja maka akan semakin banyak seseorang terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut. Selain itu menurut penelitian Vierdelia (2008) yang dilakukan pada pengemudi bus kota PPD Jakarta diperoleh bahwa ada hubungan yang bermakna antara masa kerja dan stres kerja. Namun menurut penelitian Suprapto (2008) diketahui bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara stres kerja dengan masa kerja.
F.
Tahapan Stres Kerja Lazarus dan Launier (dalam Gustiarti, 2002) mengemukakan tahapantahapan proses stres sebagai berikut :
52
1. Stage of Alarm Individu mengidentifikasikan suatu stimulus yang membahayakan. Hal ini akan meningkatkan kesiapsiagaan dan orientasinya pun terarah kepada stimulus tersebut.
2. Stage of Appraisals Individu mulai melakukan penilaian terhadap stimulus
yang
mengenainya. Penilaian ini dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman individu tersebut. Tahapan penilaian ini dibagi menjadi dua, yaitu : a.
Primary Cognitive Appraisal Adalah proses mental yang berfungsi mengevaluasi suatu situasi atau stimulus dari sudut implikasinya terhadap individu, yaitu apakah menguntungkan, merugikan, atau membahayakan individu tersebut.
b.
Secondary Cognitive Appraisal Adalah evaluasi terhadap sumber daya yang dimiliki individu dan berbagai alternatif cara untuk mengatasi situasi tersebut. Proses ini dipengaruhi oleh pengalaman individu pada situasi serupa, persepsi individu terhadap kemampuan dirinya dan lingkungannya serta berbagai sumber daya pribadi dan lingkungan.
3. Stage of Searching for a Coping Strategy Konsep „coping‟ diartikan sebagai usaha-usaha untuk mengelola tuntutan-tuntutan lingkungan dan tuntutan internal serta mengolah konflik
53
antara berbagai tuntutan tersebut. Tingkat kekacauan yang dibangkitkan oleh satu stresor akan menurun jika individu memiliki antisipasi tentang cara mengelola atau menghadapi stresor tersebut, yaitu dengan menerapkan strategi „coping‟ yang tepat. Strategi yang akan digunakan ini dipengaruhi oleh pengalaman atau informasi yang dimiliki individu serta konteks situasi dimana stres tersebut berlangsung.
4. Stage of The Stres Response Pada tahap ini individu mengalami kekacauan emosional yang akut, seperti sedih, cemas, marah, dan panik. Mekanisme pertahanan diri yang digunakan menjadi tidak adekuat, fungsi-fungsi kognisi menjadi kurang terorganisasikan dengan baik, dan pola-pola neuroendokrin serta sistem saraf otonom bekerja terlalu aktif. Reaksi-reaksi seperti ini timbul akibat adanya pengaktifan yang tidak adekuat dan reaksi-reaksi untuk menghadapi stres yang berkepanjangan. Dampak dari keadaan ini adalah bahwa individu mengalami dis organisasi dan kelelahan baik mental maupun fisik. Disamping membagi stres kedalam tahap-tahap diatas, Lazarus juga membedakan istilah-istilah harm-loss, threat, dan challenge. Harm-loss dan threat memiliki konotasi negatif. Keduanya dibedakan berdasarkan perspektif waktunya. Harm-loss digunakan untuk menerangkan stres yang timbul akibat antisipasi terhadap suatu situasi. Baik stres akibat harm-loss maupun threat pada umumnya akan dapat berupa gangguan fisiologis
54
maupun gangguan psikologis. Di lain pihak, challenge (tantangan) berkonotasi positif. Artinya stres yang dipicu oleh situasi-situasi yang dipersepsikan sebagai tantangan oleh individu tidak diubah menjadi strain. Dampaknya terhadap tingkah laku individu, misalnya tampilan kerjanya, justru positif.
G.
Dampak Stres Kerja Pergerakan dari mekanisme pertahanan tubuh bukanlah satu-satunya konsekuensi yang mungkin timbul dari adanya kontak dengan sumber stres. Akibat dari stres banyak bermacam-macam. Ada sebagian yang positif seperti meningkatkan motivasi, terangsang untuk bekerja lebih giat lagi, atau mendapat inspirasi untuk hidup lebih baik lagi. Tetapi banyak diantaranya yang merusak dan berbahaya. menurut Cox (2000) telah mengidentifikasi efek stres, yang mungkin muncul. Kategori yang di susun Cox (2000) meliputi : 1.
Dampak Subjektif (subjective effect) Kekhawatiran/kegelisahan,
kelesuhan,
kebosanan,
depresi,
keletihan, frustasi, kehilangan kesabaran, perasaan terkucil dan merasa kesepian. 2.
Dampak Perilaku (Behavioral effect) Akibat stres yang berdampak pada perilaku pekerja dalam bekerja di antaranya peledakan emosi dan perilaku implusif.
55
3.
Dampak Kognitif (Cognitive effect) Ketidakmampuan mengambil keputusan yang sehat, daya konsentrasi menurun, kurang perhatian/rentang perhatian pendek, sangat peka terhadap kritik/kecaman dan hambatan mental.
4.
Dampak Fisiologis (Physiological effect) Kecanduan glukosa darah meninggi, denyut jantung dan tekanan darah meningkat, mulut kering, berkeringat, bola mata melebar dan tubuh panas dingin.
5.
Dampak Kesehatan (Health effect) Sakit kepala dan migrant, mimpi buruk, sulit tidur, gangguan psikosomatis.
6.
Dampak Organisasi (Organizational effect) Produktivitas
menurun/rendah,
terasing
dari
mitra
kerja,,
ketidakpuasan kerja, menurunnya kekuatan kerja dan loyalitas terhadap instansi. Keenam jenis tersebut tidak mencakup seluruhnya, juga tetapi tidak terbatas ada dampak-dampak dimana ada kesepakatan universal dan untuk hal itu ada bukti ilmiah yang jelas. Kesemuanya hanya mewakili beberapa dampak potensial yang sering dikaitkan dengan stres. Akan tetapi, jangan
56
diartikan bahwa stres selalu meyebabkan dampak seperti yang disebutkan diatas.
H.
Pengukuran Stres Kerja Teknik pengukuran stres yang biasa digunakan dalam studi Amerika Serikat menurut Karoley (1985) dapat digolongkan dalam 4 cara, yaitu: 1. Self Respons Measure: Cara ini mencoba mengukur stres dengan menanyakan melalui kuisoner tentang intensitas pengalaman psikologis, fisiologis, dan perubahan fisik yang dialami dalam peristiwa kehidupan seseorang. Teknik ini disebut “life event scale”. Teknik ini mengukur stres dengan melihat atau mengobservasi perubahan-perubahan prilaku yang ditampilkan oleh seseorang, seperti prestasi kerja yang menurun dan dapat dilihat dengan gejala: a. Cenderung berbuat salah b. Cepat lupa, kurang perhatian terhadap detail c. Meningkatnya waktu reaksi (menjadi lambat) Namun cara ini memiliki kelemahan yaitu berupa respons bias. Sedangkan keuntungannya yaitu paling mudah diatur dan membutuhkan biaya yang relatif murah. Berikut ini disajikan pertanyaan-pertanyaan yang digunakan sebagai indikator dalam menentukan stres kerja berdasarkan metode life event scale.
57
Tabel 2.3 Daftar pertanyaan untuk metode life event scale
Jantung berdebar Gemetar Menggertakan gigi pada saat tidur Tidak bisa tidur Rentan terhadap penyakit Sakit perut Sakit kepala Sakit kepala sebelah (migraine) Merasa lelah terusmenerus Sembelit Maag Percaya diri menurun Hilang nafsu makan Keringat berlebihan Telapak tangan berkeringat Lesu Lupa Linglung Merasa jengkel Merasa muak Merasa ingin bunuh diri Pesimis Cemburu Murung Sakit pada bagian punggung Depresi Gelisah Kehilangan minat dalam berbagai hal Nyeri otot Sensitif/peka Ragu-ragu
Tidak pernah
Jarang
Kadangkadang
Sering
Setiap hari
(0)
(1)
(2)
(3)
(4)
58
Memeriksa pekerjaan yang berlebihan Sulit bernapas Berjuang untuk mengatasi penyakit minor (misalnya dingin) Bersikap curiga Rambut rontok Gangguan konsenterasi Perut mulas/rasa panas dalam perut Menurunkan berat badan Iritasi pada tenggorokan Hilang rasa humor Penyakit kulit Mengambil inisiatif terlebih dahulu Mimpi buruk Mulut kering Mengkonsumsi tonik (Bioplus, liviton, lucozade, pharmaton) Diare Gugup Putus asa Mudah kaget Meningkatnya nafsu makan Gangguan koordinasi Ketidakpastian Cepat frustasi Kurang keterlibatan dengan orang lain Menggigit kuku Kurang motivasi Peningkatan konsumsi kafein (kopi,teh) Resah
Tidak pernah
Jarang
Kadangkadang
Sering
Setiap hari
(0)
(1)
(2)
(3)
(4)
59
Tidak pernah
Jarang
Kadangkadang
Sering
Setiap hari
(0)
(1)
(2)
(3)
(4)
Pengambilan keputusan yang buruk Merokok Merasa diluar kendali Merasa bingung Tidur yang berlebihan Menggunakan obat tidur Merasa lelah ketika bangun Merasa kewalahan dengan banyak pekerjaan Mengedipkan mata secara berlebihan Melamun Menunda pekerjaan Merasa panik Mengurangi produktivitas Membuang-buang waktu pekerjaan Sulit untuk mengidentifikasi penyebab non kinerja Tidak bisa mendiskusikan masalah dengan orang lain Sumber: Brown family environmental center at Kenyon college diakses melalui situs http://bfeckenyon.edu/HealthyKenyon/stresspsymptoms.pdf
60
Berdasarkan daftar pertanyaan diatas, bobot skor 0 jika responden menjawab “tidak pernah”, bobot skor 1 jika responden menjawab “jarang”, bobot skor 2 jika responden menjawab “kadang-kadang”, bobot skor 3 jika responden menjawab “sering”, bobot skor 4 jika responden menjawab “setiap hari”. Dengan demikian jumlah nilai kumulatif berada dalam rentang 75 sampai dengan 300. Untuk melakukan penilaian indikator stres kerja, dapat dilakukan penilaian sendiri (self assesment). System scoring/ penilaian yang digunakan sebagai indikator untuk masing – masing kelompok sebagai berikut: a. Nilai > 90
: mengalami stres sangat berat
b. Nilai 71-90
: mengalami stres berat
c. Nilai 46-70
: mengalami stres sedang
d. Nilai 21-45
: mengalami stres ringan
e. Nilai 0-20
: tidak stres
2. Performance Measure Cara ini mengukur stres dengan melihat atau mengobservasi perubahan perubahan perilaku yang ditampilkan oleh seseorang. Contohnya, penurunan prestasi kerja terlihat dari gejala seperti cenderung berbuat salah, cepat lupa dan menjadi lamban dalam bereaksi. Keuntungannya yaitu mudah dilakukan oleh siapapun. Kelemahannya berupa tingkat reabilitasnya rendah.
61
3. Psysiological Measure Pada pengukuran ini berusaha untuk melihat pengaktifan hipotalamushipofisis-adrenal (HPA) dan sekresi utama kortisol dan katekolamin pada manusia. Pengukuran ini dapat diukur melalui darah, urin dan air liur. Keuntungannya yaitu pengambilan sampel melalui darah, urin dan air liur dapat dilakukan oleh siapapun tanpa harus memiliki keterampilan khusus. Kelamahannya yaitu membutuhkan waktu yang lama dalam penelitiannya dan biaya yang banyak.
4. Biochemical Measure Teknik ini melihat stres melalui respon biokimia individu berupa perubahan kadar hormon katekolamin dan kortikosteroid setelah pemberian stimulus. Keuntungannya yaitu tingkat reabilitas dari cara ini tergolong tinggi namun hasil pengukurannya dapat berubah bila subjek penelitiannya adalah perokok, peminum alkohol dan kopi. Hal ini karena rokok, kopi dan alkohol dapat meningkatkan kadar kedua hormon tersebut dalam tubuh. Kelemahannya yaitu membutuhkan waktu yang lama untuk melihat perubahannya.
Dari keempat cara tersebut, yang paling sering digunakan dalam penelitian stres adalah life event scale, karena paling mudah diatur dan membutuhkan biaya yang relatif lebih murah walaupun sering terdapat keterbatasan tertentu.
62
I. Pencegahan Stres kerja Menurut Levi (1984) upaya pencegahan terhadap stres kerja dapat dilakukan dengan cara, yaitu : 1. Adanya peraturan tentang identifikasi bahaya kerja di lingkungan kerja perusahaan, termasuk identifikasi terhadap bahaya psikososial kerja. 2. Program Healthy Life Style antara lain tidak minum minuman beralkohol, tidak merokok, diet sehat, olah raga, rekreasi dan lain-lain 3. Memberikan kesempatan kepada karyawan untuk memikirkan dan menentukan cara dan peralatan kerjanya, mempunyai wewenang untuk menghentikan pekerjaan bila berbahaya, meminta tenaga ahli untuk menilai perilaku kerja atas biaya perusahaan 4. Memberi kesempatan untuk merancang organisasi kerja, teknologi kerja, sistem remunerasi (insentif) dan memberi kesempatan kepada karyawan untuk mengembangkan keterampilannya. 5. Desain kerja yang memungkinkan berlangsungnya interaksi sosial dengan baik, memberi kesempatan kepada pekerja untuk menentukan variasi tempat kerja, seperti dekorasi ruang kerja, adanya musik dan lain-lain untuk menghindari kejenuhan 6. Pendidikan dan pelatihan bagi pekerja 7. Sistem penggajian tetap dan tidak menggunakan sistem upah harian. Selain itu menurut Mangkunegara (2002) upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya stres kerja terkait rutinitas pekerjaan salah satunya yaitu pola harmonis, yaitu dengan kemampuan mengelola waktu dan kegiatan
63
secara harmonis dan tidak menimbulkan berbagai hambatan. Dengan pola ini, individu mampu mengendalikan berbagai kesibukan dan tantangan dengan cara mengatur waktu secara teratur.
J.
Penaggulangan Stres Kerja Dalam menghadapi stres (to fight), mencakup tiga macam strategi yang semestinya dilakukan (Anis, 2005): a.
Mengubah lingkungan kerja, jika perlu dengan memanipulasi sedemikian rupa, sehingga nyaman bagi tenaga kerja.
b.
Mengubah lingkungan kerja melalui persepsi tenaga kerja, misalnya dengan meyakinkan diri bahwa ancaman tidak ada.
c.
Meningkatkan daya tahan mental tenaga kerja terhadap stres. Misalnya dengan latihan-latihan yang dibimbing oleh psikolog, meditasi, relaksasi progresif, hypnosis dan otosugesti. Untuk mendapatkan tenaga kerja yang sehat, baik fisik, mental maupun
sosial, diperlukan kerja sama dari pimpinan perusahaan dari berbagai bidang dan keahlian, termasuk psikolog. Dalam hal ini psikolog menangani psikologi industri. Upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan maupun keselamatan kerja, perlu dilakukan penelitian-penelitian yang berhubungan dengan jenis pekerjaan dan lingkungan kerja yang merupakan sumber timbulnya kebosanan, kelelahan, kecelakaan dan stres psikologis.
64
Menurut Rahayu (2003) cara negatif untuk menangani stres sedapat mungkin harus dihindari walaupun sama sekali tidak dapat menyelesaikan perkara secara tuntas, tetapi sedapat mungkin mengatasi stres dengan hal-hal yang positif. Karena paling sedikit tidak mendatangkan stres baru. Metode mengatasi stres yang diungkapkan oleh Hardjana (2004) dapat berupa tindakan langsung (direct action), mencari informasi (seeking for information), berpaling pada orang lain (turning to others), penerimaan dengan pasrah (resigned acceptance) dan proses intra psikis (intrapsychis process).
K.
Polisi Lalu Lintas 1.
Ruang Lingkup Polisi Lalu Lintas merupakan kesatuan lalu lintas yang bertugas membina,
dan
dalam
batas
kewenangan
yang
ditentukan,
menyelenggarakan fungsi lalu lintas yang meliputi kegiatan pendidikan
masyarakat,
penegakan
hukum,
dan
identifikasi
pengemudi kendaraan bermotor, pengakajian masalah lalu lintas, serta patroli jalan raya yang bersifat antar wilayah hukum negara Republik Indonesia (Jayanegara, 2007).
65
2.
Kondisi Kerja Polisi lalu lintas sering harus berada pada tempat yang dapat mengancam keselamatan dan kesehatannya seperti kebisingan, kondisi jalan raya yang panas, kemacetan arus lalu lintas dan penuhnya asap kendaraan. Setiap hari kerja secara rutin petugas Polisi Lalu Lintas harus melakukan pengaturan lalu lintas terutama pada jam-jam sibuk yakni pada waktu pagi pukul 06.30 sampai 08.00 dan siang hari antara 12.00 sampai 14.00. Pada saat-saat tertentu mereka harus berada lebih lama lagi melakukan pengaturan bila jalanan akan dilewati oleh rombongan-rombongan penting, misalnya pejabat negara, karnaval dan sebagainya (Jayanegara, 2007).
L.
Kerangka Teori Berdasarkan teori-teori dari para ahli mengenai faktor-faktor penyebab stres kerja adalah Hurrel (1988) dalam Munandar (2008) bahwa faktor-faktor yang dapat menimbulkan stres di lingkungan pekerjaan dapat bersumber dari beberapa hal yaitu: faktor intristik dalam pekerjaan, peranan dalam organisasi, pengembangan karir karyawan, hubungan dalam pekerjaan dan struktur dan iklim organisasi. Faktor intrinsik dalam pekerjaan meliputi beban kerja, jam kerja, shift kerja, rutinitas, dan kondisi fisik lingkungan (kebisingan, temperatur/suhu, pencahayaan, dan radiasi). Peranan dalam organisasi merupakan peranan pekerja dalam pengambilan keputusan perusahaan yang berhubungan dengan dirinya. Pengembangan karir
66
karyawan meliputi adanya promosi dan kepuasan gaji. Hubungan dalam pekerjaan merupakan hubungan antara atasan, bawahan serta rekan sekerja. Struktur dan iklim organisasi merupakan peraturan perusahaan. Teori Hurrel kemudian dimodifikasi oleh Cooper (1989) bahwa faktorfaktor lain yang menyebabkan stres kerja adalah tuntutan dari luar pekerjaan dan faktor individu (pekerja). Tuntutan dari luar pekerjaan bersal dari keluarga dan masyarakat. Sedangkan faktor individu (pekerja) dilihat dari umur dan masa kerja. Menurut Wantoro (1999), selain faktor intrinsik yang sudah disebutkan diatas yang termasuk dalam faktor intrinsik pekerjaan adalah lingkungan fisik seperti kebisingan, temperatur, pencahayaan dan radiasi. Maka dapat diperoleh kerangka teori sebagai berikut :
67
1. Faktor Intrinsik dalam Pekerjaan a. b. c. d. e.
2. 3.
4. 5. 6.
7.
Beban kerja Shift kerja Jam kerja Rutinitas Kondisi Fisik Lingkungan i. Kebisingan ii. Temperatur iii. Pencahayaan iv. Radiasi Peran Individu dalam Organisasi Pengembangan Karir a. Promosi b. Kepuasan Gaji Hubungan Interpersonal dalam pekerjaan Struktur dan Iklim Organisasi Tuntutan diluar pekerjaan a. Keluarga b. Masyarakat Faktor Individu a. Umur b. Masa Kerja
Stres Kerja
Bagan 2.1 Kerangka Teori Hurrel dalam Munandar (2008), Wantoro (1999) dan Modifikasi Cooper (1989)
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengetahui
faktor-faktor
yang
berhubungan dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat tahun 2013. Kerangka konsep dalam penelitian ini berdasarkan teori-teori dari para ahli yaitu dari Hurrel dalam Munandar (2008), Wantoro (1999) dan Modifikasi Cooper (1989). Berdasarkan teori dari beberapa ahli tersebut faktorfaktor penyebab stres kerja terdiri dari faktor intrinsik pekerjaan, peran individu dalam organisasi, pengembangan karir, hubungan dalam pekerjaan, struktur dan iklim organisasi, tuntutan dari luar organisasi atau pekerjaan, dan karakteristik individu. Kerangka konsep yang diteliti terdiri dari variabel dependen (variabel terikat) yaitu stres kerja, variabel independen (variabel bebas) yaitu faktor intrinsik (beban kerja dan rutinitas), peran individu dalam organisasi, pengembangan karir (promosi dan kepuasan gaji), hubungan dalam pekerjaan, struktur dan iklim organisasi serta faktor individu (umur dan masa kerja).
68
69
Sedangkan variabel yang tidak diteliti dalam penelitian ini diantaranya: a. Jam kerja, dalam penelitian ini variabel jam kerja tidak diteliti karena seluruh polisi lalu lintas bekerja selama 8 jam. Dalam hal ini jam kerja dinyatakan homogen. b. Shift kerja, tidak diteliti karena polisi lalu lintas tidak memberlakukan shift kerja dalam pekerjaannya. c. Kebisingan, Muhammad (2004) menyatakan bahwa hampir semua polisi lalu lintas merasakan bising saat bekerja di jalan, namun sulitnya polisi lalu lintas diobservasi secara bersamaan karena kondisi bising yang berubah-ubah. d. Pencahayaan,
Nugroho
(2004)
menyatakan
bahwa
hampir
semua
pencahayaan diruangan outdoor melebihi NAB, sehingga dalam hal ini pencahayaan dinyatakan homogen. e. Suhu, Luthfiyah (2011) menyatakan bahwa hampir semua polisi lalu lintas merasakan suhu panas saat bekerja di jalan, namun pada keterbatasan penelitian disebutkan bahwa sulitnya polisi lalu lintas diobservasi secara bersamaan karena suhu panas yang akan diteliti bervariasi setiap harinya. f. Tuntutan dalam pekerjaan yang berasal dari masyarakat dan keluarga, Airmayanti (2009) menyatakan bahwa umumnya faktor keluarga dan masyarakat sulit diubah, selain itu faktor keluarga dan masyarakat mempunyai ruang lingkup yang luas. Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagan 3.1 sebagai berikut :
70
Variabel Independen
Variabel Dependen
Faktor Intrinsik dalam Pekerjaan a. Beban kerja b. Rutinitas
Peran individu dalam Organisasi
Pengembangan Karir a. Promosi b. Kepuasan Gaji
Hubungan dalam Pekerjaan
Struktur dan iklim organisasi
Faktor Individu a. Umur b. Masa Kerja Bagan 3.1 Kerangka Konsep
Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April-Agustus Tahun 2013
71
B. Definisi Operasional No.
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala
Dependen 1.
Stres Kerja
Stres yang dialami responden Wawancara
Kuesioner
sehubungan
dengan
dengan uji
diukur
life event
pekerjaannya
yang
berdasarkan indikator stres.
scale
0. Stres berat (skor > 118) 1. Stres ringan (skor 73-118) 2. Tidak stres (skor <73)
Ordinal
72
No.
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala
Independen Faktor Intrinsik dalam Pekerjaan 2.
Beban Kerja
Persepsi responden terhadap Wawancara kapasitas
pekerjaan
dilakukannya.
Kuesioner
0
yang dan observasi
Berat (350 – 499 Kilo Kalori/Jam)
1
Sedang (200 – 349 Kilo Kalori/Jam)
2
Ringan (< 200 Kilo Kalori/Jam)
(Permenaker No 13 Tahun 2011)
Ordinal
73
No. 3.
Variabel Rutinitas
Definisi Operasional
Cara Ukur
Penilaian responden terhadap
Wawancara
Alat Ukur Kuesioner
Hasil Ukur 0
Membosankan
pekerjaannya baik yang
(total skor ≥ nilai
dilakukan berulang maupun
median)
sama sehingga mengalami
1
kebosanan.
Skala Ordinal
Tidak membosankan (total skor < nilai median)
4.
Peran individu dalam
Ada tidaknya peran
organisasi
responden dengan organisasi
(total skor ≥ nilai
untuk berpartisipasi dalam
median)
pengambilan keputusan di perusahaannya.
Wawancara
Kuesioner
0. Tidak berperan
1. Berperan (total skor < nilai median)
Ordinal
74
No.
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala
Pengembangan Karir 5.
Promosi
Persepsi responden terhadap
Wawancara
Kuesioner
0
Tidak memuaskan
promosi yang pernah diterima
(total skor ≥ nilai
terkait tugas dan
median)
kewenangan.
1
Ordinal
Memuaskan (Total skor < nilai median)
6.
Kepuasan Gaji
Hasil yang diterima oleh
Wawancara
Kuesioner
0
Tidak Sesuai (total
Ordinal
skor ≥ nilai median)
responden berupa uang atau fasilitas yang diberikan oleh
1
pihak perusahaan sebagai
Sesuai (total skor < nilai median)
kompensasi terhadap pekerjaan yang telah dilakukannya.
7.
Hubungan dalam
Hubungan responden dengan
Pekerjaan
atasan, bawahan maupun rekan kerja.
Wawancara
Kuesioner
0. Buruk (Total skor ≥ median) 1. Baik (Total skor < median)
Ordinal
75
No. 8.
Variabel
Definisi Operasional
Struktur dan iklim
Persepsi responden terhadap
organisasi
peraturan perusahaan yang
Cara Ukur Wawancara
Alat Ukur Kuesioner
Hasil Ukur 0. Buruk (Total skor ≥
Skala Ordinal
nilai median)
selama ini dirasakan, seperti
1. Baik (Total skor <
kebijakan perusahaan yang
nilai median)
terlalu ketat, peraturan perusahaan yang terlalu mengikat pekerja. Faktor Individu 9.
10.
Umur
Masa Kerja
Lama hidup responden
Wawancara
Kuesioner
dihitung semenjak lahir
dan
sampai dengan penelitian
Pengecekan
berlangsung.
KTP
Kurun waktu atau lamanya responden berstatus sebagai Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat dihitung dari mulai pertama kali bekerja sampai saat penelitian berlangsung.
Wawancara
Kuesioner
Tahun
Rasio
Tahun
Rasio
76
C. Hipotesis Penelitian 1. Ada hubungan antara faktor intrinsik pekerjaan (beban kerja dan rutinitas) dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April-Agustus tahun 2013. 2. Ada hubungan antara peran individu dalam organisasi dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April-Agustus tahun 2013. 3. Ada hubungan antara pengembangan karir (promosi dan kepuasan gaji) dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan AprilAgustus tahun 2013. 4. Ada hubungan antara hubungan dalam pekerjaan dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April-Agustus tahun 2013. 5. Ada hubungan antara struktur dan iklim organisasi dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April-Agustus tahun 2013. 6. Ada hubungan antara faktor individu (umur dan masa kerja) dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April-Agustus tahun 2013.
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian Desain penelitian ini merupakan penelitian cross sectional, yaitu pada penelitian ini variabel independen dan dependen akan diamati pada waktu (periode) bersamaan. Jenis penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April-Agustus tahun 2013.
B. Tempat dan Waktu Tempat penelitian ini dilaksanakan di Polres Metro Jakarta Pusat dengan waktu penelitian pada bulan April sampai dengan Agustus tahun 2013.
C. Populasi dan Sampel Populasi Polisi Lalu Lintas Polres Metro Jakarta Pusat yang berjumlah 65 orang. Sedangkan sampel adalah Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat yang terpilih menjadi responden di tempat penelitian. Dalam pengambilan sampel digunakan rumus uji hipotesis beda dua proporsi.
Sampel (n) =
(Z1 − α/2 2P 1 − P + Z1 − β P1 1 − P1 + P2 1 − P2 )2 (𝑃1 − 𝑃2)2
77
78
Keterangan : n
: Besar sampel minimal yang diperlukan
P
: Rata-rata proporsi pada populasi ((P1 + P2)/2)
P1 : Proporsi kejadian stres kerja pada beban kerja berat = 0,50 P2 : Proporsi kejadian stres kerja pada beban kerja sedang = 0,17 Z1-α/2 : Derajat kepercayaan (5%) = 1,96 Z
1-β
: Kekuatan uji (90%)
Perhitungan sampel dilakukan berdasarkan beberapa hasil penelitian terdahulu dengan menggunakan rumus uji hipotesis beda dua proporsi yang kemudian diperoleh hasil seperti pada tabel 4.1 berikut:
Tabel 4.1 Hasil Penghitungan Sampel Berdasarkan Uji Hipotesis Beda Dua Proporsi Terhadap Hasil Penelitian Terdahulu Variabel Beban kerja P1: Berat P2: Sedang (Vinallia, 2011)
Rutinitas P1: membosankan P2: tidak membosankan (Airmayanti, 2009)
P1
0,50
0,55
P2
0,17
0,32
α (%) 5 10 1 5 10 1 5 10 1 5 10 1
β (%) 80
90
80
90
N 31 25 47 41 34 59 72 57 108 96 78 136
79
Variabel Promosi P1: tidak memuaskan P2: memuaskan (Siswanti, 2004)
Kepuasan gaji P1: Tidak memuaskan P2: memuaskan (Nugroho, 2004)
Hubungan dalam pekerjaan P1: Buruk P2: Baik (Bida, 1995)
Struktur dan iklim organisasi P1: Buruk P2 Baik (Putri, 1998)
P1
0,64
0,526
0,532
0,61
P2
0,43
0,746
0,331
0,48
Masa kerja P1: > 5 tahun
P2: ≤ 5 tahun (Vierdelia, 2008)
0,80
0,40
α (%) 5 10 1 5 10 1 5 10 1 5 10 1 5 10 1 5 10 1 5 10 1 5 10 1 5 10 1 5 10 1
β (%) 80
90
N 88 69 131 117 95 166
80
90
74 59 111 99 81 140
80
90
80
90
80
90
95 75 141 126 103 179 230 181 342 307 250 435 23 18 34 30 24 43
Berdasarkan hasil perhitungan sampel pada tabel 4.1, jumlah sampel (Vinallia, 2011) yang akan diambil adalah 41 orang (P1= proporsi beban kerja kategori berat pada stres kerja dan P2= proporsi beban kerja kategori sedang pada stres kerja). Dari hasil tersebut, kemudian dilakukan penghitungan sampel
80
minimal dengan menggunakan perbandingan dari hasil penelitian Yunus (2011) yaitu hasil dari responden yang tidak stres sebesar 65,7% : 41 = 65,7/100 x n n
= 41 x 100/65,7
n
= 63 responden.
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut maka sampel dalam penelitian ini yaitu sebesar 63 sampel pada polisi lalu lintas, namun karena jumlah populasi polisi lalu lintas di Polres Metro Jakarta Pusat sebanyak 65 orang, maka peneliti mengambil seluruh jumlah polisi lalu lintas yang ada di Polres Metro Jakarta Pusat yaitu sebesar 65 sampel polisi lalu lintas.
D. Alat dan Cara Pengumpulan Data Alat dan cara pengumpulan data yaitu melalui data primer dan data sekunder yang diuraikan sebagai berikut: 1.
Data Primer Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat dengan menggunakan alat ukur berupa kuesioner. Kuesioner yang digunakan berupa kuesioner terbuka dengan metode pengisian melalui wawancara dan observasi langsung dengan responden. Wawancara dilakukan pada saat responden Apel/ upacara atau sebelum responden melakukan pekerjaannya, sedangkan observasi pada responden dilakukan pada saat responden bertugas mengatur lalu lintas di jalan.
81
Variabel yang dapat diketahui dari kuesioner, yaitu berupa faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja sesuai dengan variabel independen seperti faktor intristik pekerjaan (beban kerja dan rutinitas),perkembangan karir (Promosi dan kepuasan gaji), hubungan dalam pekerjaan, serta karakteristik individu seperti usia dan masa kerja. Pertanyaan yang berisi indikator dalam menetukan stres kerja yang merupakan variabel dependen. Dimana indikator-indikator tersebut nantinya digunakan untuk menilai tingkatan stres pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat. Kuesioner tersebut dipakai berdasarkan cara pengukuran stres kerja yang digunakan yaitu menggunakan Self Respons Measure dengan metode life event scale yaitu mengukur stres dengan menanyakan melalui kuisoner tentang intensitas pengalaman psikologis, fisiologis, dan perubahan fisik yang dialami dalam peristiwa kehidupan seseorang. Dari keempat pengukuran yang ada, cara ini yang paling sering digunakan dalam penelitian stres, karena paling mudah diatur dan membutuhkan biaya yang relatif lebih murah walaupun sering terdapat keterbatasan tertentu.
2.
Data Sekunder Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari penelusuran dokumen, catatan dan laporan perusahaan, seperti profil perusahaan dan jumlah petugas Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat.
82
E. Pengolahan data 1. Data Editing Pada langkah ini peneliti akan melakukan pengecekan isian formulir atau kuesioner apakah jawaban dikuesioner sudah: a. Lengkap: semua pertanyaan sudah terisi jawabannya b. Jelas: jawaban pertanyaan apakah tulisannya cukup jelas terbaca c. Relevan: jawaban yang tertulis apakah relevan dengan pertanyaannya d. Konsisten: apakah antara beberapa pertanyaan yang berkaitan isi jawabannya konsisten. Jika isian kuesioner sudah sesuai dengan poin-poin tersebut (poin a sampai d) maka pengolahan data dapat dilanjutkan ke tahap selanjutnya. Proses editing/pengecekan ini dapat peneliti lakukan sebelum meninggalkan responden penelitian atau setelahnya.
2. Data Coding Coding, merupakan kegiatan memberikan kode pada jawaban kuesioner yang ada untuk mempermudah proses pengolahan dalam komputerisasi. Mengkode jawaban adalah merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka. Pada proses coding ini, variabel independen dan dependen akan diberi kode untuk memudahkan dalam menganalisa yaitu :
83
a. Variabel stres kerja
b. Rutinitas
Stres berat (skor > 118)
[0]
Stres ringan ( skor 73-118)
[1]
Skala Tidak stres (skor < 73)
[2]
Membosankan (total skor ≥ nilai median)
[0]
Tidak membosankan (total skor < nilai
[1]
median) c. Peran individu dalam organisasi
d. Promosi
Tidak berperan
(total skor ≥ nilai
[0]
median) Berperan (total skor < nilai /median)
[1]
Tidak memuaskan (total skor ≥ nilai
[0]
median)
e. Kepuasan gaji
f. Hubungan dalam
Memuaskan (total skor < nilai median)
[1]
Tidak sesuai (total skor ≥ nilai / median)
[0]
Sesuai (total skor < nilai mean/median)
[1]
Buruk (Total skor ≥ nilai /median)
[0]
Baik (Total skor
[1]
pekerjaan
84
g. Struktur dan iklim
Buruk (Total skor ≥ nilai /median)
[0]
Baik (Total skor < nilai /median)
[1]
organisasi
3. Data Entry Sebelum data tersebut di Entry maka dibuat terlebih dahulu template dengan program Epidata, kemudian data yang telah dikode tersebut dimasukkan dalam program komputer untuk selanjutnya akan diolah menggunakan aplikasi program SPSS 16.
4. Data Cleaning Cleaning (pembersihan data) merupakan kegiatan pengecekkan kembali, untuk memastikan bahwa tidak ada kesalahan pada data yang sudah dimasukkan/entry, baik dalam pengkodean maupun kesalahan dalam membaca kode, kemudian mencari apakah ada entry yang salah, melihat responden serta memeriksa ulang di kuesioner. Untuk melihat apakah terdapat kesalahan dalam mengentry maka dilakukan dengan cara membuat distribusi frekuensi sehingga akan muncul kesalahan dalam mengentry data. Misalnya 0 = laki-laki, 1 = perempuan, ketika dilakukan pengecekan kembali ternyata ada kesalahan dalam mengentry misalanya ada angka 2 sedangkan pada pengkodean tidak ada angka tersebut. Maka untuk mengeluarkan angka 2 tersebut dengan cara mengklik angka yang salah pada entry data kemudian
85
mereset pada tabel frekuensi lalu diganti dengan kode yang benar. Kemudian data baru siap untuk di analisis.
F. Analisa Data 1. Univariat Analisa dilakukan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi dari masing-masing variabel dependen dan independen. Variabel tersebut antara lain faktor intristik pekerjaan (beban kerja dan rutinitas), peran individu dalam organisasi, pengembangan karir (Promosi dan kepuasan gaji), hubungan dalam pekerjaan, struktur dan iklim organisasi, serta faktor individu seperti umur dan masa kerja.
2. Bivariat Analisa dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Pengolahan data dilakukan dengan perangkat komputer dengan derajat kemaknaan yang digunakan, p value ≤ 0,05 maka dapat diartikan data sampel mendukung adanya hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Sebaliknya, apabila p value > 0,05 artinya sampel tidak mendukung adanya hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Uji yang digunakan untuk analisis yang berbentuk data kategorik yaitu uji Chi-square dengan derajat kemaknaan 5%. Pada analisis ini digunakan uji Chi-square dengan rumus :
86
2
𝑋 =
(𝑂 − 𝐸)2 𝐸
dF = (k-1)(b-1) Keterangan : X2 : Chi-square
O : Nilai observasi
E : Nilai ekspektasi
k : Jumlah kolom
B : Jumlah baris
Uji Chi-square digunakan untuk variabel kategorik seperti stres kerja, rutinitas, beban kerja, promosi, kepuasan gaji, dan hubungan dalam pekerjaan. Melalui uji statistik Chi-square akan diperoleh nilai p, dimana dalam penelitian ini digunakan tingkat kemaknaan sebesar 0,05. Penelitian antara dua variabel dikatakan berhubungan jika mempunyai nilai p ≤ 0,05 dan dikatakan tidak berhubungan jika mempunyai nilai p > 0,05. Metode ini digunakan untuk mendapatkan probabilitas kejadiannya. Jika p value > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara kedua variabel tersebut. Sebaliknya jika p value ≤
0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti terdapat
hubungan yang signifikan antara kedua variabel tersebut.
BAB V HASIL
A. Analisis Univariat 1.
Gambaran Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan April-Agustus Tahun 2013 Variabel stres kerja ini dikatagorikan menjadi 3 yaitu stres berat, stres ringan, dan tidak stres. Adapun hasil yang diperoleh mengenai stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat ini dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut.
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan April-Agustus Tahun 2013
No
Tingkat Stres
Jumlah (n)
Persentase (%)
1
Stres berat
16
24,6
2
Stres ringan
34
52,3
3
Tidak stres
15
23,1
Total
65
100
87
88
Berdasarkan tabel 5.1 dari 65 responden yang diambil diketahui gambaran polisi lalu lintas yang mengalami stres ringan memiliki jumlah yang paling besar yaitu sebesar 52,3%.
2. Gambaran Faktor Intrinsik dalam Pekerjaan Hasil penelitian mengenai stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April-Agustus Tahun 2013 diperoleh data bahwa, jumlah stres kerja berdasarkan faktor intrinsik dalam pekerjaan (Beban kerja dan Rutinitas) pada bulan April-Agustus tahun 2013 adalah seperti yang tercantum dalam tabel 5.2.
Tabel 5.2 Distribusi Responden menurut Faktor Intrinsik Pekerjaan pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan April-Agustus Tahun 2013 No
Variabel Faktor
Kategori
Jumlah
Persentase
(n)
(%)
Berat
35
53,8
Sedang
30
46,2
Total
65
100
Membosankan
41
63,1
Tidak
24
36,9
65
100
Intrinsik Pekerjaan 1
2
Beban Kerja
Rutinitas
Membosankan Total
89
a. Beban Kerja Berdasarkan tabel 5.2 dari 65 responden yang diambil, diketahui gambaran bahwa polisi lalu lintas yang memiliki jumlah beban kerja berat yang paling besar yaitu sebesar 53,8%.
b. Rutinitas Berdasarkan tabel 5.2 dari 65 responden yang diambil, diketahui gambaran
bahwa
polisi
lalu
lintas
yang
mengalami
rutinitas
membosankan memiliki jumlah yang paling besar, yaitu sebesar 63,1%.
3. Gambaran Peran individu dalam Organisasi Hasil penelitian mengenai stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April-Agustus Tahun 2013 diperoleh data bahwa, jumlah stres kerja berdasarkan peran individu dalam organisasi pada bulan April-Agustus tahun 2013 adalah seperti yang tercantum dalam tabel 5.3.
90
Tabel 5.3 Distribusi Responden menurut Peran individu dalam Organisasi pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan April-Agustus Tahun 2013 Peran Individu
Jumlah (n)
Persentase (%)
Tidak berperan
54
83,1
Berperan
11
16,9
Total
65
100
dalam Organisasi
Berdasarkan hasil tabel 5.3 dari 65 responden yang diambil, diketahui gambaran bahwa polisi lalu lintas yang menyatakan tidak berperan dalam organisasi memiliki jumlah yang paling besar, yaitu sebesar 83,1%.
4. Gambaran Pengembangan Karir (Promosi dan Kepuasan Gaji) Hasil penelitian mengenai stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April-Agustus Tahun 2013 diperoleh data bahwa, jumlah stres kerja berdasarkan pengembangan karir (Promosi dan kepuasan gaji) pada bulan April-Agustus tahun 2013 adalah seperti yang tercantum dalam tabel 5.4.
91
Tabel 5.4 Distribusi Responden menurut Faktor Pengembangan Karir pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan April-Agustus Tahun 2013 No
Variabel
Kategori
Jumlah
Persentase
(n)
(%)
36
55,4
Memuaskan
29
44,6
Total
65
100
Tidak sesuai
40
61,5
Sesuai
25
38,5
Total
65
100
Pengembangan Karir 1
Promosi
Tidak Memuaskan
2
a.
Kepuasan Gaji
Promosi Berdasarkan hasil tabel 5.4 dari 65 responden yang diambil, diketahui gambaran bahwa polisi lalu lintas yang menyatakan promosi kerja tidak memuasakan memiliki jumlah yang paling besar, yaitu sebesar 55,4%.
b. Kepuasan Gaji Berdasarkan hasil tabel 5.4 dari 65 responden yang diambil, diketahui gambaran bahwa polisi lalu lintas yang menyatakan gaji yang diterima tidak sesuai memiliki jumlah yang paling besar, yaitu sebesar 61,5%.
92
5. Gambaran Hubungan dalam Pekerjaan Hasil penelitian mengenai stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April-Agustus Tahun 2013 diperoleh data bahwa, berdasarkan hasil dari 65 responden yang diambil, diketahui gambaran bahwa semua polisi lalu lintas menyatakan bahwa hubungan dalam pekerjaannya baik.
6. Gambaran Struktur dan Iklim Organisasi Hasil penelitian mengenai stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April-Agustus Tahun 2013 diperoleh data bahwa, jumlah stres kerja berdasarkan struktur dan iklim organisasi pada bulan April-Agustus tahun 2013 adalah seperti yang tercantum dalam tabel 5.5.
Tabel 5.5 Distribusi Responden menurut Struktur dan Iklim Organisasi pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan April-Agustus Tahun 2013 Struktur dan Iklim
Jumlah (n)
Persentase (%)
Buruk
36
55,4
Baik
29
44,6
Total
65
100
Organisasi
93
Berdasarkan hasil tabel 5.5 dari 65 responden yang diambil, diketahui gambaran bahwa polisi lalu lintas yang menyatakan struktur dan iklim organisasi buruk memiliki jumlah yang paling besar yaitu, sebesar 55,4%.
7. Gambaran Faktor Individu (Umur dan Masa Kerja) Hasil penelitian mengenai stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April-Agustus Tahun 2013 diperoleh data bahwa, jumlah stres kerja berdasarkan faktor individu (umur dan masa kerja) pada bulan April-Agustus tahun 2013 adalah seperti yang tercantum dalam tabel 5.6.
Tabel 5.6 Distribusi Responden menurut Faktor Individu pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan April-Agustus Tahun 2013 No Variabel
a.
95% CI
SD
Min-Max
1.
Umur
34,35 – 38,05
7,473
26-51
2.
Masa Kerja
13,50 – 16,81
6,690
4-35
Umur Berdasarkan hasil tabel 5.6 dari 65 responden yang diambil,
diketahui gambaran distribusi rata-rata umur responden di tempat kerja adalah antara 34 tahun sampai 38 tahun dengan standar deviasi 7,473.
94
Umur termuda di tempat kerja adalah 26 tahun dan tertua adalah 51 tahun.
b. Masa Kerja Berdasarkan hasil tabel 5.6 dari 65 responden yang diambil, diketahui gambaran distribusi rata-rata masa kerja responden di tempat kerja adalah antara 14 tahun sampai 17 tahun dengan standar deviasi 6,690. Masa kerja baru di tempat kerja adalah 4 tahun dan terlama adalah 35 tahun.
B. Analisis Bivariat 1. Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Faktor Intrinsik Pekerjaan (Beban kerja dan Rutinitas) a.
Beban Kerja Hubungan antara beban kerja dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 5.7. Tabel 5.7 Distribusi Responden menurut Beban Kerja terhadap Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan April-Agustus Tahun 2013 Beban Kerja Berat Sedang
Berat N % 13 37,1 3 10,0
Stres Kerja Ringan Tidak stres N % N % 14 40,0 8 22,9 20 66,7 7 23,3
Total N 35 30
% 100 100
P value
0,030
95
Berdasarkan tabel 5.7 dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pada 65 responden dengan beban kerja kategori berat dan sedang, tingkat stres kerja berat lebih banyak dialami oleh responden dengan beban kerja berat. Sehingga berdasarkan hasil uji statistik dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara beban kerja dengan stres kerja.
b. Rutinitas Hubungan antara rutinitas dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 5.8.
Tabel 5.8 Distribusi Responden menurut Rutinitas terhadap Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan April-Agustus Tahun 2013
Rutinitas Berat
Membosankan Tidak membosankan
N 12 4
% 29,3 16,7
Stres Kerja Ringan N 23 11
% 56,1 45,8
Total Tidak stres N % 6 14,6 9 37,5
N 41 24
% 100 100
P value
0,095
Berdasarkan tabel 5.8 dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pada 65 responden dengan rutinitas kategori membosankan dan tidak membosankan, tingkat stres kerja berat lebih banyak dialami oleh responden dengan rutinitas
96
membosankan. Sehingga berdasarkan hasil uji statistik dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara rutinitas dengan stres kerja.
2. Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Peran Individu dalam Organisasi Hubungan antara peran individu dalam organisasi dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 5.9.
Tabel 5.9 Distribusi Responden menurut Peran individu dalam Organisasi terhadap Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta PusatBulan April-Agustus Tahun 2013 Peran Individu dalam Organisasi Tidak berperan Berperan
Stres Kerja Stres Tidak Stres N % N % 43 79,6 11 20,4 7 63,6 4 36,4
Total N 54 11
% 100 100
P value
0,261
Berdasarkan tabel 5.9 dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pada 65 responden dalam kaitannya dengan peran individu dalam organisasi kategori berperan dan tidak berperan, tingkat stres kerja lebih banyak dialami oleh responden yang tidak berperan dalam organisasi. Sehingga berdasarkan hasil uji statistik dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara peran individu dalam organisasi dengan stres kerja.
97
3. Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Pengembangan Karir (Promosi dan Kepuasan Gaji) a. Promosi Hubungan antara promosi dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 5.10.
Tabel 5.10 Distribusi Responden menurut Promosi terhadap Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan April-Agustus Tahun 2013 Promosi Berat
Tidak memuaskan Memuaskan
Stres Kerja Ringan
Total
N 13
% 36,1
N 17
% 47,2
Tidak stres N % 6 16,7
3
10,3
17
58,6
9
31,0
N 36
% 100
29
100
P value
0,046
Berdasarkan tabel 5.10 dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pada 65 responden dalam kaitannya dengan promosi kategori tidak memuaskan dan memuaskan, tingkat stres kerja berat lebih banyak dialami oleh responden yang tidak puas atas promosi yang berlaku di perusahaan. Sehingga berdasarkan hasil uji statistik dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara promosi dengan stres kerja.
98
b. Kepuasan Gaji Hubungan antara kepuasan gaji dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 5.11
Tabel 5.11 Distribusi Responden menurut Kepuasan Gaji terhadap Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan April-Agustus Tahun 2013 Gaji Berat
Tidak sesuai Sesuai
Stres Kerja Ringan
Total
N 13
% 32,5
N 18
% 45,0
Tidak stres N % 9 22,5
3
12,0
16
64,0
6
24,0
N 40
% 100
25
100
P value
0,157
Berdasarkan tabel 5.11 dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pada 65 responden dalam kaitannya dengan kepuasan gaji kategori tidak sesuai dan sesuai, tingkat stres kerja berat lebih banyak dialami oleh responden yang menyatakan tidak sesuai dengan gaji yang diterima. Sehingga berdasarkan hasil uji statistik dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kepuasan gaji dengan stres kerja.
99
4. Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Hubungan dalam Pekerjaan Hubungan antara hubungan dalam pekerjaan dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 5.12.
Tabel 5.12 Distribusi Responden menurut Hubungan dalam Pekerjaan terhadap Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan April-Agustus Tahun 2013 Hubungan dalam Pekerjaan Buruk Baik
Berat N % 0 0 16 24,6
Stres Kerja Ringan N % 0 0 34 52,3
Total Tidak stres N % 0 0 15 23,1
N 0 65
% 100 100
Berdasarkan tabel 5.12 dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pada 65 responden dalam kaitannya dengan hubungan dalam pekerjaan kategori buruk dan baik, tingkat stres kerja berat lebih banyak dialami oleh responden yang menyatakan hubungan dalam pekerjaan baik.
5. Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Struktur dan Iklim Organisasi . Hubungan antara struktur dan iklim organisasi dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 5.13.
100
Tabel 5.13 Distribusi Responden menurut Struktur dan Iklim Organisasi terhadap Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan April-Agustus Tahun 2013 Struktur dan Iklim Organisasi
Berat N 12 4
Buruk Baik
% 33,3 13,8
Stres Kerja Ringan N 18 16
% 50,0 55,2
Total Tidak stres N % 6 16,7 9 31,0
N 36 29
% 100 100
Pvalue
0,135
Berdasarkan tabel 5.13 dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pada 65 responden dalam kaitannya dengan struktur dan iklim organisasi kategori buruk dan baik, tingkat stres kerja berat lebih banyak dialami oleh responden yang menyatakan struktur dan iklim organisasinya buruk. Sehingga berdasarkan hasil uji statistik dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara struktur dan iklim organisasi dengan stres kerja.
6. Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Faktor Individu (Umur dan Masa Kerja) a.
Umur Berdasarkan uji normalitas didapatkan bahwa variabel umur menunjukkan tidak berdistribusi normal, sehingga uji statistik yang digunakan memakai uji Kruskall Wallis. Hubungan antara umur dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 5.14
101
Tabel 5.14 Distribusi Responden menurut Umur terhadap Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan April-Agustus Tahun 2013 Stres Kerja
95% CI
SD
Min-Max
P value
Stres Berat
36,73 - 45,02
7,788
29-51
0,012
Stres Ringan
31,88 – 36,24
6,247
26-47
Tidak Stres
31,70 – 40,43
7,887
28-50
Berdasarkan tabel 5.14 diketahui bahwa rata-rata umur responden yang menyatakan stres berat adalah antara 37 tahun sampai 45 tahun dengan standar deviasi 7,788 tahun. Sehingga berdasarkan hasil uji statistik kruskall wallis diperoleh nilai Pvalue = 0,012 , artinya pada alpha 5% menunjukkan ada hubungan antara faktor individu (umur) dengan stres kerja.
b. Masa Kerja Berdasarkan uji normalitas didapatkan bahwa variabel masa kerja menunjukkan tidak berdistribusi normal, sehingga uji statistik yang digunakan memakai uji kruskall wallis. Hubungan antara masa kerja dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 5.15.
102
Tabel 5.15 Distribusi Responden menurut masa kerja terhadap Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan April-Agustus Tahun 2013 Stres Kerja
95% CI
SD
Min-Max
P value
Stres Berat
13,29 – 21,96
8,139
4-29
0,313
Stres Ringan
11,94 – 16,00
5,813
7-35
Tidak Stres
11,54 – 18,86
6,603
8-28
Berdasarkan tabel 5.15 diketahui bahwa rata-rata masa kerja responden yang menyatakan stres berat adalah antara 13 tahun sampai 22 tahun dengan standar deviasi 8,139 tahun. Sehingga berdasarkan hasil uji statistik kruskall wallis diperoleh nilai Pvalue= 0,313, artinya pada alpha 5% menunjukkan tidak ada hubungan antara faktor individu (masa kerja) dengan stres kerja.
BAB VI PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki keterbatasan – keterbatasan yang dapat mempengaruhi hasil penelitian, keterbatasan tersebut, yaitu: 1.
Kuesioner pengukuran indikator stres kerja berisi lebih dari 25 pertanyaan sehingga secara psikologis akan mengurangi validitas hasil, untuk itu agar hasilnya valid maka peneliti mengurangi pertanyaan yang dianggap tidak penting.
2.
Pengukuran beban kerja dengan cara observasi, yaitu melihat jenis pekerjaan responden dalam waktu yang sedikit membuat penghitungan beban kerja menjadi tidak akurat, agar hasilnya lebih akurat maka peneliti mengikuti pekerjaan yang dilakukan responden dengan menghitung waktu dari awal pekerjaan hingga selesai melakukan pekerjaannya dan selain itu peneliti juga menyediakan waktu yang cukup dalam melakukan observasi.
B. Gambaran Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas Stres kerja merupakan gejala-gejala dan tanda-tanda faal, perilaku, psikologikal dan somatik, adalah hasil dari tidak/kurang adanya kecocokan antara orang (dalam arti kepribadiannya, bakatnya, dan kecakapannya) dan lingkungannya, yang mengakibatkan ketidakmampuannya untuk menghadapi 103
104
berbagi tuntutan terhadap dirinya secara efektif (Fincham dan Rhodes dalam Munandar 2008). Dalam teori yang diungkapkan Sarafino (1990) dalam Luthfiyah (2011) bahwa sumber stres dapat dibedakan menjadi sumber stres yang berasal dari dalam diri seseorang, komunitas, dan masyarakat. Lingkungan kerja juga dapat berperan sebagai faktor penyebab terjadinya stres kerja (sumber stres), seperti tuntutan pekerjaan, tanggung jawab kerja, lingkungan fisik kerja, hubungan antar manusia yang buruk, kurang pengakuan dan peningkatan jenjang karir, rasa kurang aman dalam bekerja dan sebagainya (Nasution, 2002). Selain itu setiap jenis pekerjaan pasti berhadapan dengan berbagai faktor yang dapat menimbulkan stres, begitu juga pada Polisi Lalu Lintas. Jayanegara (2007) mengungkapkan bahwa Polisi lalu lintas sering harus berada pada tempat yang dapat mengancam keselamatan dan kesehatannya seperti kebisingan, kondisi jalan raya yang panas, kemacetan arus lalu lintas dan penuhnya asap kendaraan. Setiap hari kerja secara rutin petugas Polisi Lalu Lintas harus melakukan pengaturan lalu lintas terutama pada jam-jam sibuk yakni pada waktu pagi pukul 06.30 sampai 08.00 dan siang hari antara 12.00 sampai 14.00. Pada saat-saat tertentu mereka harus berada lebih lama lagi melakukan pengaturan bila jalanan akan dilewati oleh rombongan-rombongan penting, misalnya pejabat negara, karnaval dan sebagainya. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini diperoleh bahwa berdasarkan tabel 5.1 terhadap 65 Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Tahun 2013 menunjukkan bahwa sebesar 52,3% mengalami stres ringan. Dimana
105
kondisi lalu lintas di Jakarta tidak luput dari kebisingan, kondisi jalan raya yang panas, kemacetan arus lalu lintas dan penuhnya asap kendaraan. Hal ini menunjukkan bahwa Polisi Lalu Lintas dengan sejumlah tanggung jawab pekerjaan yang harus diselesaikannya berpotensi mengalami stres kerja, dilihat dari terjadinya perubahan baik dari segi fisiologis, psikologis, dan perilaku. Cooper (1989) dalam Munandar (2008) menjelaskan konsep stres ditempat kerja beserta faktor yang berpengaruh didalamnya secara komprehensif. Menurutnya stres di tempat kerja dapat bersumber dari beberapa hal, yaitu work area, home area, sosial area dan individual area. Sementara manifestation area adalah mengamati perubahan akibat stres secara tidak langsung pada fisik, perilaku dan emosi pada pekerja. Berdasarkan hasil penelitian ini pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat tahun 2013 dimana dimungkinkan sumber stres yang diterima oleh polisi lalu lintas berasal dari kebisingan, panas, kemacetan dan penuhnya asap kendaraan. Berdasarkan hasil penelitian dididapatkan bahwa rata – rata Polisi Lalu Lintas mengeluhkan pusing, jantung berdebar, gugup/gelisah, sesak nafas, kurang percaya diri, susah tidur, kurang konsentrasi dan beberapa indikator lainnya yang mengakibatkan Polisi Lalu Lintas mengalami stres kerja. Dari hasil penelitian yang diperoleh sebagian besar responden dalam penelitian ini mengalami stres kerja ringan, namun jika hal tersebut tidak ditangani secara dini maka akan dapat berkembang secara kronik dan menjadi lebih serius. Akibatnya pekerja mengalami penyimpangan perilaku dan fungsi
106
yang normal yang pada akhirnya dapat mengganggu kinerjanya (Soewono, 1993 dalam Inayah, 2011). Kejadian stres kerja pada Polisi Lalu Lintas dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dalam penelitian ini, faktor – faktor yang diduga mempengaruhi stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Tahun 2013 adalah faktor intrinsik dalam pekerjaan (beban kerja dan rutinitas), peran individu dalam organisasi, pengembangan karir (promosi dan kepuasan gaji), hubungan dalam pekerjaan, struktur dan iklim organisasi serta faktor individu (umur dan masa kerja). Berikut akan dibahas satu persatu mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas.
C. Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja 1. Faktor Intrinsik dalam Pekerjaan a. Hubungan antara Beban Kerja dengan Stres Kerja Beban kerja merupakan beban yang dialami oleh tenaga kerja sebagai akibat pekerjaan yang dilakukan olehnya. Terlalu banyak pekerjaan/
terlalu
sedikit
pekerjaan
juga
terkadang
dapat
menyebabkan stres pada seorang individu. Terlalu banyak pekerjaan berkaitan dengan kemampuan untuk menyelesaikan semua pekerjaan tersebut dengan hasil yang sebaik-baiknya. Sedangkan terlalu sedikit berkaitan dengan tidak adanya pekerjaan yang dapat dikerjakan. Sejauhmana hal ini dapat menyebabkan seorang individu menjadi
107
stres, tergantung bagaimana dia dapat mengatasi keadaan tersebut (Nasution, 2002). Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa 53,8% atau sebagian besar responden merasa beban yang diterima berat atau tidak sesuai dengan kemampuan dan waktu yang dimiliki (Tabel 5.2). Dari hasil penelitian didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara beban kerja dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat. Dimana hasil tersebut sesuai dengan teori Hurrel, dkk (1988) dalam Munandar (2008) yang mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi stres kerja adalah beban kerja. Selain itu hasil penelitian penelitian Vinallia (2011) menyebutkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara beban kerja dengan stres kerja atau dapat dikatakan bahwa beban kerja merupakan faktor pencetus stres kerja. Penelitian dengan hasil serupa juga diungkapkan oleh Siswanti yang mengatakan bahwa menyatakan bahwa beban kerja yang dilakukan sangat berat sehingga menyebabkan stres atau dapat dikatakan bahwa beban kerja yang berlebih maka akan menyebabkan stres kerja. Beban kerja terlalu banyak maupun sedikit tersebut timbul selain sebagai akibat dari tugas-tugas yang diberikan kepada pekerja dan dirasakan oleh pekerja sebagai beban kerja yang harus diselesaikan dalam
waktu
tertentu,
juga
merupakan
manifestasi
dari
ketidakmampuan pekerja untuk melakukan suatu tugas yang
108
diberikan (Munandar, 2008). Berdasarkan hasil wawancara dengan responden diperoleh bahwa beban kerja yang diterima terlalu berat dimana diketahui bahwa minimnya anggota Polisi Lalu Lintas yang bertugas di setiap Pos jaganya sedangkan lingkup wilayah kerjanya luas dan responden juga dituntut untuk bekerja secara cepat dan tepat, sehingga ini memungkinkan terjadinya stres dalam bekerja. Kemudian untuk responden dengan beban kerja sedang namun mengalami stres kerja berat dapat dikarenakan kemungkinan responden memiliki beban kerja kuantitatif yang ringan atau tidak terlalu sedikit namun responden memiliki beban kerja kualitatif yang terlalu banyak atau berat. Beban kerja kualitatif tersebut tercermin dari banyaknya responden menyatakan bahwa dalam bekerja mereka dituntut untuk cepat dan tepat, maka timbullah kelelahan mental dan reaksi-reaksi emosional serta fisik pada responden sehingga mengakibatkan terjadinya stres kerja. Seperti yang diungkapkan oleh Munandar (2008) bahwa kelelahan emosional dan mental merupakan hasil dari kondisi kronis dari beban kerja kualitatif sehingga beban berlebihan kualitatif merupakan sumber stres. Oleh karena itu penting untuk melakukan upaya promotif dan preventif bagi tenaga kerja itu sendiri maupun oleh instansti tempat kerja mengenai stres kerja. Upaya pengelolaan dilakukan oleh instansi dengan melakukan identifikasi terhadap bahaya psikososial kerja, yaitu dengan cara mengetahui seberapa besar beban kerja yang dapat
109
diterima pekerja, selain itu instansti juga disarankan untuk mengoptimalkan pelatihan dan pendidikan terkait resiko dan bahaya pekerjaan yang merupakan bagian dari kesehatan dan keselamatan di instansi, sehingga resiko bahaya psikososial dapat dikurangi. Sedangkan bentuk pengelolaan stres bagi tenaga kerja itu sendiri dengan membiasakan diri untuk nyaman dengan pekerjaan yang dilakukan dan bisa mengatur waktu secara efektif dan efisien, serta lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan mengingat-Nya menjadikan hidup lebih tenang dan segala pekerjaan yang dilakukan akan terasa mudah untuk dikerjakannya.
b. Hubungan antara Rutinitas dengan Stres Kerja Rutinitas adalah pekerjaan rutin yang berulang-ulang sehingga menimbulkan kejenuhan karena bersifat monoton. Pada pekerjaan yang sederhana dimana banyak terjadi pengulangan gerak akan timbul rasa bosan, rasa monoton. Kebosanan dalam kerja rutin seharihari, sebagai hasil dari terlampau sedikitnya tugas yang harus dilakukan, dapat menghasilkan berkurangnya perhatian. Hal ini secara potensial membahayakan jika tenaga kerja gagal untuk bertindak tepat dalam keadaan darurat (Cooper dan Kelly, 1984 dalam Munandar, 2008). Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa 63,1% atau sebagian besar responden merasa rutinitas yang dilakukan membosankan
110
(Tabel 5.2), Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara rutinitas dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Muhammad (2004) yang meneliti pada Polisi Lalu Lintas yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara rutinitas dengan stres kerja. Hal ini perlu diketahui bahwa tidak adanya hubungan yang bermakna antara rutinitas dengan stres kerja dapat disebabkan karena stressor yang sama dapat dipersepsikan secara berbeda, yaitu dapat sebagai peristiwa yang positif dan tidak berbahaya, atau menjadi peristiwa yang berbahaya dan mengancam. Penilaian individu dalam hal ini sangat menentukan apakah stressor itu dapat berakibat positif atau negatif. Penilaian kognitif tersebut sangat berpengaruh terhadap respon yang akan muncul (Selye, 1956 dalam Widyasari, 2005). Berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa sebagian besar responden memang mengalami stressor yang sama, tetapi ditanggapi dengan hal-hal yang positif, seperti diluar jam kerja mereka mengobrol dengan sesama rekan kerja di warung kopi, ini salah satu hal positif yang dilakukan responden supaya pekerjaan yang dilakukannya tidak membosankan. Hasil yang didapatkan ini memang tidak sesuai dengan teori Hurrel, dkk (1988) dalam Munandar (2008) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi stres kerja adalah rutinitas.
111
Pada pekerjaan yang sederhana dimana banyak terjadi pengulangan gerak akan timbul rasa bosan, rasa monoton. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari, sebagai hasil dari terlampau sedikitnya tugas yang harus dilakukan, dapat menghasilkan berkurangnya perhatian. Hal ini secara potensial membahayakan jika tenaga kerja gagal untuk bertindak tepat dalam keadaan darurat (Cooper dan Kelly, 1984 dalam Munandar, 2008). Sedangkan rutinitas dirasakan tidak membosankan oleh sebagian besar responden yang diteliti disebabkan karena pekerja sudah terbiasa menghadapi pekerjaan yang berulang – ulang dan monoton. Menurut Mangkunegara (2002) upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya stres kerja terkait rutinitas pekerjaan salah satunya yaitu pola harmonis, yaitu dengan kemampuan mengelola waktu dan kegiatan secara harmonis dan tidak menimbulkan berbagai hambatan. Dengan pola ini, individu mampu mengendalikan berbagai kesibukan dan tantangan dengan cara mengatur waktu secara teratur. Tidak ada hubungan antara rutinitas dengan stres kerja dalam penelitian ini menurut hasil wawancara diasumsikan karena hal ini diduga Polisi Lalu Lintas sudah terbiasa menghadapi pekerjaan yang dilakukannya sehingga mereka mampu mengendalikan rasa stres kerjanya. Dalam hal ini pola harmonis, yaitu dengan kemampuan mengelola waktu secara teratur yang sudah dilakukan oleh polisi lalu lintas dapat mendukung pencegahan terhadap stres kerja.
112
2. Hubungan antara Peran Individu dalam Organisasi dengan Stres Kerja Setiap tenaga kerja bekerja sesuai dengan perannya dalam organisasi, artinya setiap tenaga kerja mempunyai kelompok tugasnya yang harus dilakukan sesuai dengan aturan yang ada dan sesuai dengan yang diharapkan oleh atasannya (Munandar, 2008). Tenaga kerja tidak selalu berhasil untuk memainkan perannya tanpa menimbulkan masalah. Suprapto (2008) menyatakan bahwa seorang pekerja yang diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, memiliki hasil kerja yang lebih baik dan mengurangi tekanan dalam bekerja yang dapat menyebabkan stres. Pada variabel peran individu dalam organisasi diperoleh hasil bahwa 83,1%, atau sebagian besar responden menyatakan tidak berperan dalam organisasi (Tabel 5.3). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara peran individu dalam organisasi dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Merto Jakarta Pusat. Hasil yang didapatkan ini memang tidak sesuai dengan dengan teori yang dikemukakan oleh Frenh dan Chaplan (1970) dalam Munandar (2008) yang menyatakan bahwa apabila seorang karyawan tidak diikutsertakan dalam pengambilan
keputusan yang berhubungan
dengan dirinya, maka hal
tersebut dapat menyebabkan karyawan tersebut menjadi tidak betah dalam bekerja. Dari hasil penelitian diketahui bahwa seorang pekerja yang diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, memiliki hasil kerja yang lebih baik dan mengurangi tekanan dalam bekerja yang dapat menyebabkan stres. Faktor yang mempengaruhi stres kerja, dapat
113
disebabakan mungkin para pekerja lebih merasakan konflik ”intersender” sebagai pembangkit stres. Konflik intersender yaitu tenaga kerja diminta untuk berperilaku sedemikian rupa sehingga ada orang merasa puas dengan hasilnya, sedangkan orang lain tidak, contohnya yaitu seorang kepala bagian kepegawaian harus memutuskan untuk menerima calon karyawan. Menurut hasil seleksi, yang terdiri dari wawancara, tes prestatif, dan tes psikologis, calon tersebut tidak disarankan untuk diterima. Kepala bagian berada dalam konflik karena si calon tersebut adalah anak dari direktur utama perusahaan, yang juga adalah pemilik perusahaan tersebut (Sutherland dan Cooper, (1988) dalam Munandar, 2008). Selain itu menurut Cooper dan marshall (1978) sebagai
dalam Munandar (2008) konflik peran lebih dirasakan
pembangkit stres oleh mereka yang bekerja
pada batas-batas
organisasi (organization boundaries), seperti para manajer menengah pada umumnya. Tidak ada hubungan antara peran individu dalam organisasi dengan stres kerja dalam penelitian ini karena sebagian besar responden yang diteliti adalah para pekerja bukan para manajer menengah sehingga konflik peran tidak dirasakan.
3. Pengembangan Karir a. Hubungan antara Promosi dengan Stres Kerja Promosi merupakan salah satu usaha perusahaan dalam meningkatkan kemampuan pekerjanya. Peluang pekerja untuk
114
mendapatkan promosi berbeda-beda tergantung kepada kebutuhan perusahaan. Bentuk promosi pada pekerja bermacam-macam, seperti kenaikan pangkat/jabatan, mendapatkan pendidikan atau pelatihan, mengikuti seminar atau simposium, dan lain-lain (Munandar, 2008). Pada variabel promosi diketahui hasil bahwa 55,4%, atau sebagian besar responden menyatakan promosi tidak memuaskan (Tabel 5.4), Dari hasil penelitian didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara promosi dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat. Dimana hasil tersebut sesuai dengan teori Hurrel, dkk (1988) dalam Munandar (2008) yang mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi stres kerja adalah pengembangan karir yaitu promosi. Hal ini disebabkan karena adanya promosi untuk menghasilkan kepuasan kerja dan mencegah timbulnya stres pada tenaga kerja yang bertujuan mengurangi turn over. Dengan promosi kerja, mereka tidak hanya mencari peningkatan pendapatan, tetapi juga mencari peningkatan status dan tantangan yang ada dari pekerjaan yang baru. Didapatkan bahwa dari SK Kapolri No. IX tahun 2010 mengenai sistem kepangkatan atau promosi yang berlaku di Polri menyatakan bahwa pada dasarnya setiap anggota Polri mempunyai kesempatan yang sama dalam hal pelaksanaan mutasi, promosi
115
jabatan, yang pelaksanaannya didasarkan atas penilaian mental kepribadian, kinerja/prestasi kerja, serta pertimbangan kualifikasi pendidikan dan lamanya berdinas ditempat tersebut. Dimana jabatan anggota polri dilaksanakan yaitu dengan memperhatikan usulan
Kapolda,
mengutamakan
penugasan
silang
(Mabes/Lemdik/Kewilyahan) guna memperluas wawasan dan kematangan kemampuan profesi kepolisian bagi setiap anggota Polri dan memperhatikan senioritas tanpa mengorbankan kualitas (senior berdasarkan pendidikan pembentukan dan pengembangan umum serta memperhatikan prestasi pendidikan). Selain itu dari hasil penelitian Siswanti (2004) yang menyebutkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara sistem promosi dengan stres kerja atau dapat dikatakan bahwa pekerja yang tidak puas terhadap promosi yang diberlakukan, memiliki potensi terkena stres. Berdasarkan hal tersebut disarankan untuk instansi agar memberikan reward bagi pekerja yang berprestasi agar dapat menghasilkan kepuasan kerja dan mencegah timbulnya stres pada tenaga kerja yang bertujuan mengurangi turn over dalam bekerja.
b. Hubungan antara Kepuasan Gaji dengan Stres Kerja Gaji merupakan kompensasi yang diterima oleh pekerja apabila ia telah menyelesaikan pekerjaannya (Munandar,2008). Sedangkan
116
menurut Schultz (1998) salah satu penyebab tingginya turn over pekerja disebabkan gaji yang mereka terima sewaktu bekerja tidak sesuai
dengan
yang
diharapkannya.
Selain
itu
gaji
dapat
mempengaruhi motivasi pekerja. Berdasarkan teori dua faktor oleh Heizberg (1990) dalam Munandar (2008) menyatakan kepuasan bekerja sangat menentukan motivasi untuk bekerja, salah satu komponennya adalah upah. Pada variabel gaji diketahui hasil 61,5% atau sebagian besar responden menyatakan gaji tidak sesuai (Tabel 5.4). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara gaji dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat. Diperoleh bahwa responden yang menyatakan gaji sesuai yang mengalami stres kerja ringan lebih besar hasilnya dibandingkan dengan responden yang menyatakan gaji tidak sesuai dan mengalami stres ringan. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori Cooper yang mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi stres kerja adalah pengembangan karir yaitu gaji (Munandar, 2008). Hal ini disebabkan karena menurut Heizberg (1990) dalam Munandar (2008) jika seseorang menganggap gajinya terlalu rendah, tenaga kerja akan merasa tidak puas. Ketidakpuasan inilah yang pada akhirnya dapat menimbulkan stres kerja. Hal tersebut akan berbeda jika gaji yang diperoleh sesuai dengan pekerjaan yang dibebankan kepadanya.
117
Tidak ada hubungan antara gaji dengan stres kerja dalam penelitian ini menurut hasil wawancara bahwa polisi lalu lintas telah sesuai gaji yang diterima. Hal ini sejalan dengan penelitian Nugroho (2004) yang menyatakan tidak ada hubungan antara gaji dengan stres kerja, karena responden merasa bahwa gaji yang diperoleh telah sesuai dengan tanggung jawab kerja yang dibebankan kepada mereka dan responden menganggap bahwa gaji bukan merupakan motivasi utama bagi mereka, melainkan terdapat hal lainnya seperti adanya rasa senang dalam melaksanakan pekerjaannya karena responden merasa dapat membantu dan bermanfaat bagi orang lain, dengan begitu responden lebih merasa puas akan pekerjaanya yang pada akhirnya dapat mengurangi stres kerja yang mungkin timbul. Sebagaimana Miller (2000) menyatakan bahwa salah satu cara untuk mempertimbangkan potensial stres kerja adalah dengan mempertimbangkan stres kerja karena stres kerja dapat terjadi melalui hal-hal yang mengurangi kepuasan kerja yang mengakibatkan ketidakpuasan terhadap kerja.
4. Hubungan antara Hubungan dalam Pekerjaan dengan Stres Kerja Harus hidup dengan orang lain, menurut Selye (1976) dalam Munandar (2008), merupakan salah satu aspek dari kehidupan yang penuh stres. Hubungan yang baik antar anggota dari satu kelompok kerja dianggap sebagai faktor utama dalam kesehatan individu dan organisasi (Argyris,
118
1964; Cooper, 1973 dalam Munandar 2008). Hubungan kerja yang tidak baik terungkap dalam gejala-gejala adanya kepercayaan yang rendah, dan minat yang rendah dalam pemecahan masalah dalam organisasi. Ketidakpercayaan secara positif berhubungan dengan ketatalaksanaan peran yang tinggi, yang mengarah ke komunikasi antar pribadi yang tidak sesuai antara pekerjaan dan ketegangan psikologikal dalam bentuk kepuasan pekerjaan yang rendah, penurun dari kondisi kesehatan, dan rasa diancam oleh atasan dan rekanrekan kerjanya (Munandar, 2008). Selain itu Penelitian yang paling memperhatikan tentang masalah hubungan interpersonal dalam pekerjaan dilakukan oleh Kahn dkk. (1964), French dan Chaplan (1970) dan Buck (1972) dalam Suprapto (2008). Studi yang dilakukan Kahn dkk. dan French dan Chaplan menghasilkan sebuah kesimpulan yang sama, bahwa ketidakpercayaan seorang pekerja secara positif
berhubungan
dengan
tingginya
role
ambiguity,
kurangnya
berkomunikasi dengan rekan kerja, ketegangan psikologi yang ditunjukkan dengan rendahnya kepuasan dalam bekerja dan tidak adanya perasaan menghilangkan ancaman dalam pekerjaan sebagai kesuksesan bersama. Dari hasil penelitian ini diperoleh semua responden menyatakan hubungan baik dengan atasan, rekan kerja maupun bawahan. Tetapi pada penelitian ini prevalensi responden yang menyatakan stres kerja ringan mencapai 52,3%. Dalam Tarwaka (2004) menjelaskan bahwa hubungan baik pekerja di tempat kerja memiliki potensi penyebab terjadinya stres kerja, hal ini dimungkinkan karena adanya kecurigaan antara pekerja, kurangnya
119
komunikasi dan ketidaknyamanan dalam melakukan pekerjaan sehingga memicu terjadinya stres kerja. Hal ini mengisyaratkan bahwa kemungkinan munculnya stres kerja pada hubungan interpersonal dalam pekerjaan yang baik dapat terjadi, walaupun perlu ada pengkajian lebih lanjut lagi mengenai faktor ini.
5. Hubungan antara struktur dan Iklim Organisasi dengan Stres Kerja Faktor stres yang dikenali dalam kategori ini adalah terpusat pada sejauh mana tenaga kerja dapat terlihat atau berperan serta pada support sosial. Kurangnya peran serta atau partisipasi dalam pengambilan keputusan berhubungan dengan suasana hati dan perilaku negatif. Peningkatan peluang untuk
berperan
serta
menghasilkan
peningkatan
produktivitas,
dan
peningkatan taraf dari kesehatan mental dan fisik (Munandar, 2008). Struktur dan iklim organisasi yang tidak baik dan kurang mendukung karyawan, biasanya dapat menimbulkan ketidakpuasan dalam bekerja, yang akhirnya dapat menyebabkan stres Cooper (1989) dalam Munandar (2008). Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa 55,4% atau sebagian besar responden menyatakan struktur dan iklim organisasinya buruk. Berdasarkan hasi penelitian didapatkan bahwa struktur dan iklim organisasi tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan stres kerja. Hasil
penelitian ini tidak
sesuai dengan dengan teorinya Hurrell dkk yang mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi stres kerja adalah struktur dan iklim organisasi (Munandar, 2008).
120
Tidak adanya hubungan yang bermakna antara struktur dan iklim organisasi dengan stres kerja atau struktur dan iklim organisasi dapat disebabkan (Ivancevich, 1975 dalam Gibson dkk, 1996) : a) Stresor pada pekerja berkaitan dengan perubahan fisik, psikologis dan emosional di dalam individu. b) Tanggapan penyesuaian terhadap stresor pada pekerjaan telah ditentukan dengan mengukur diri (self-rating), penampilan prestasi dan pengujian biokimia c) Tidak ada daftar stresor yang dapat diterima secara universal. Setiap organisasi memiliki penetapan sendiri yang unik. d) Perbedaan-perbedaan
individual
menjelaskan
mengapa
suatu
stresor yang mengganggu dan menggocang bagi seseorang berubah pada orang yang lain. Berdasarkan hal tersebut peneliti berasumsi struktur dan iklim organisasi tidak mempengaruhi stres kerja karena penilaian terhadap suatu stresor antara individu yang satu dengan yang lain berbeda, stresor struktur dan iklim organisasi di Polres Metro Jakarta Pusat tidak mempengaruhi kejadian stres kerja.
6. Faktor Individu a. Hubungan antara Umur dengan Stres Kerja Menurut penelitian yang dilakukan oleh Cardiff University (2000) dalam Suprapto (2008) terhadap faktor-faktor demografi yang
121
mempengaruhi timbulnya stres kerja, disimpulkan bahwa umur memiliki hubungan dengan timbulnya stres kerja. Dalam penelitian ini, umur dibagi ke dalam 4 kategori, yaitu usia 18-32 tahun, 33-40 tahun, 41-50 tahun dan diatas usia 51 tahun. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa kategori usia 41-50 tahun memiliki persentase terbesar untuk terkena stres tingkat tinggi. Sedangkan untuk kategori umur yang memiliki persentase terbesar yang mengalami stres tingkat rendah adalah usia 18-32 tahun dan usia 51 tahun keatas. Hal ini disebabkan pada usia awal perkembangan keadaan emosi seseorang masih lebih labil. Sedangkan pada usia lanjut biasanya daya tahan tubuh seseorang sudah mulai berkurang sehinga sangat berpotensi untuk terkena stres. Pada variabel umur menunjukkan bahwa rata-rata umur Polisi Lalu Lintas ditempat kerja adalah antara 34 tahun sampai 38 tahun (tabel 5.6). Dari hasil penelitian didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara umur dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat. Berdasarkan tabel 5.14 diketahui bahwa rata-rata umur responden yang menyatakan stres berat adalah antara 37 tahun sampai 45 tahun. Sedangkan responden yang menyatakan stres ringan memiliki ratarata umur adalah 32 tahun sampai 36 tahun. Dimana didapatkan dari hasil penelitian Desy (2002) yang menyatakan bahwa pekerja yang berumur diatas 35 tahun telah
122
memiliki kematangan berfikir dan bersikap sehingga dapat bertindak lebih bijaksana dan memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lebih baik dilingkungan kerjanya serta sudah mulai berupaya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, namun apabila dirasa pemenuhan kebutuhan tersebut tidak sesuai maka individu akan merasa tidak puas dan cenderung mengalami stres kerja. Dalam hal ini pekerja mungkin menjadi cepat lelah setelah usia mereka menginjak 40 tahun atau lebih. Pengurangan itu cenderung pada tugas yang menekankan kecepatan, seperti misalnya kecepatan respon otot atau persepsi visual. Berhubungan dengan kematangan seseorang secara psikologis maupun fisik. Pekerja yang umurnya lebih tua sering gagal untuk mempelajari keahlian baru secara besar karena mereka tidak percaya pengetahuan diperlukan, daripada karena kurangnya kemampuan mereka (Minner 1992, dalam Luthfiyah (2011). Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Cooper yang mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi stres kerja adalah umur (Munandar, 2008). Hal ini disebabkan karena seseorang berusia lanjut akan merasa cepat lelah dan tidak bergerak dengan gesit ketika melaksanakan tugasnya sehingga mempengaruhi kinerjanya. Adanya hubungan yang bermakna antara umur dengan stres kerja termasuk faktor yang mempengaruhi stres kerja dapat disebabkan oleh faktor umur yang lebih tua, biasanya memiliki pengalaman dan
123
pemahaman bekerja yang lebih banyak. Sehingga pada jenis pekerjaan tertentu umur dapat menjadi kendala dan dapat memicu terjadinya stres (Munandar, 2008). Berdasarkan hal tersebut disarankan bagi polisi lalu lintas yang berumur dibawah 40 tahun, diharapkan mampu mengikuti pelatihan dan pendidikan terkait resiko dan bahaya pekerjaan yang merupakan bagian dari kesehatan dan keselamatan di instansi tempat kerjanya, sehingga resiko bahaya psikososial dapat dikurangi. Hal ini dilakukan agar polisi lalu lintas dapat berdaptasi dengan lingkungannya dan mampu mengenali setiap permasalahan yang ada di tempat kerja.
b. Hubungan antara Masa Kerja dengan Stres Kerja Masa jabatan yang berhubungan dengan stres kerja sangat berkaitan dengan kejenuhan dalam bekerja. Pekerja yang telah bekerja di atas 5 tahun biasanya memiliki tingkat kejenuhan yang lebih tinggi daripada pekerja yang baru bekerja. Sehingga dengan adanya tingkat kejenuhan tersebut dapat menyebabkan stres dalam bekerja (Munandar, 2008). Selain itu menurut Robbins (1998) dalam Supardi (2007) masa kerja mempunyai potensial terjadinya stres kerja sesuai berdasarkan teori pola hubungan U terbalik yang memberikan reaksi terhadap stres sepanjang waktu dan terhadap perubahan intensitas stres baik masa
124
kerja yang lama maupun sebentar dapat menjadi pemicu terjadinya stres kerja diperberat dengan beban kerja yang besar. Pada variabel masa kerja menunjukkan bahwa rata-rata masa kerja Polisi Lalu Lintas ditempat kerja adalah antara 13 tahun sampai 16 tahun (tabel 5.6), Dari hasil penelitian didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat. Menurut Cook (1997) bahwa stres dapat dipicu oleh buruknya hubungan antara sesama pekerja, meskipun seorang atasan, atau hanya staf. Apabila hubungan antar sesama pekerja telah dibangun dengan baik, maka masa kerja lama ataupun sebentar tidak menjadi masalah meskipun bagi pekerja yang masa kerjanya lebih singkat tentu punya beban sedikit lebih besar karena harus beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan kerjanya. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kedua variabel dapat disebabkan karena masa kerja yang cukup lama membuat Polisi Lalu Lintas telah beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Hasil penelitian ini juga diperkuat oleh Budiono (2003) masa kerja dapat mempengaruhi pekerja baik secara positif maupun negatif. Pengaruh positif dimana semakin lama seseorang bekerja maka akan semakin berpengalaman dalam melakukan pekerjaannya. Sebaliknya akan memberikan pengaruh negatif apabila semakin lama bekerja
125
maka akan menimbulkan kelelahan dan kebosanan. Semakin lama seseorang bekerja maka akan semakin banyak seseorang terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut. Sejalan dengan penelitian Suprapto (2008) pada polisi lalu lintas yang menyatakan bahwa dari hasil penelitiannya menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan stres kerja. Hal ini dikarenakan polisi lalu lintas yang bekerja di tempat kerja tersebut sudah mampu beradaptasi dengan lingkungannya secara baik. Tidak ada hubungan antara masa kerja dengan stres kerja dalam penelitian ini berdasarkan hasil wawancara bahwa diduga masa kerja yang lama pada polisi lalu lintas menyebabkan mereka sudah mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitar tempat kerjanya sehingga dapat dikatakan bahwa hal ini polisi lalu lintas sudah dapat mengendalikan masalah stres kerjanya secara positif. Selain itu diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Firman (2012) didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara masa kerja dengan stres kerja hal ini karena pekerja dengan rata-rata masa kerjanya sudah mampu membangun jaringan sosial dengan baik, karena jika dengan masa kerja sedikit saja pekerja sudah mampu membangun jaringan sosial dengan baik apalagi sebaliknya. Dalam hal ini jaringan sosial yang didapat selama masa kerjanya akan memberikan efek penyangga terhadap kejadian-kejadian yang penuh stres.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan April – Agustus Tahun 2013, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Gambaran stres kerja, faktor intrinsik dalam pekerjaan (beban kerja dan rutinitas), peran individu dalam organisasi, pengembangan karir (promosi dan gaji), hubungan dalam pekerjaan, struktur dan iklim organisasi serta faktor individu (umur dan masa kerja) pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan April – Agustus Tahun 2013 adapun distribusinya adalah sebagai berikut: a.
24,6 % Polisi Lalu Lintas mengalami stres kerja berat.
b.
53,8% Polisi Lalu Lintas menyatakan beban kerja berat.
c.
63,1% Polisi Lalu Lintas menyatakan rutinitasnya membosankan.
d.
83,1% Polisi Lalu Lintas tidak berperan dalam organisasi.
e.
55,4% Polisi Lalu Lintas menyatakan promosi tidak memuaskan.
f.
61,5% Polisi Lalu Lintas menyatakan gaji tidak sesuai.
g.
Semua Polisi Lalu Lintas menyatakan hubungan dalam pekerjaannya baik.
h.
55,4% Polisi Lalu Lintas menyatakan struktur dan iklim organisasi buruk.
i.
Rata – rata umur Polisi Lalu Lintas di tempat kerja adalah antara umur 34 tahun sampai 38 tahun. 126
127
j.
Rata – rata masa kerja Polisi Lalu Lintas di tempat kerja adalah antara 14 tahun sampai 17 tahun.
2. Faktor-faktor yang menunjukkan adanya hubungan dengan stres kerja pada pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan April – Agustus Tahun 2013 adalah faktor intrinsik dalam pekerjaan (beban kerja), pengembangan karir (promosi) dan karakteristik individu (umur).
B. Saran 1. Bagi Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat a. Bagi Polisi Lalu Lintas yang memiliki beban kerja berat diharapkan mampu membiasakan diri untuk nyaman dengan pekerjaan yang dilakukan dan bisa mengatur waktu secara efektif dan efisien, serta lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan mengingat-Nya menjadikan hidup lebih tenang dan segala pekerjaan yang dilakukan akan terasa mudah untuk dikerjakannya. b. Bagi yang berumur dibawah 40 tahun diharapkan mampu mengikuti pelatihan dan pendidikan terkait resiko dan bahaya pekerjaan yang merupakan bagian dari kesehatan dan keselamatan di instansi tempat kerjanya, sehingga resiko bahaya psikososial dapat dikurangi. Hal ini dilakukan agar polisi lalu lintas dapat berdaptasi dengan lingkungannya dan mampu mengenali setiap permasalahan yang ada di tempat kerja.
128
2. Bagi instansi a. Mampu melakukan identifikasi terhadap bahaya psikososial kerja, yaitu dengan cara mengetahui seberapa besar beban kerja yang dapat diterima pekerja, selain itu instansti juga disarankan untuk mengoptimalkan pelatihan dan pendidikan terkait resiko dan bahaya pekerjaan yang merupakan bagian dari kesehatan dan keselamatan di instansi, sehingga resiko bahaya psikososial dapat dikurangi. b. Bagi instansi agar memberikan kesempatan pelatihan dan pendidikan kepada pekerja yang berumur dibawah 40 tahun terkait resiko dan bahaya pekerjaan yang merupakan bagian dari kesehatan dan keselamatan di instansi tempat kerjanya, sehingga pemahaman bagi polisi lalu lintas yang masih berusia muda terhadap resiko dan bahaya dalam pekerjaannya dapat dikurangi, sehingga mencegah timbulnya potensi penyakit
yang
berhubungan dengan stres. c. Bagi instansi agar memberikan kenaikan jabatan/ pangkat bagi pekerja yang berprestasi supaya dapat menghasilkan kepuasan kerja dan mencegah timbulnya stres pada tenaga kerja yang bertujuan mengurangi turn over dalam bekerja.
129
3. Bagi penelitian selanjutnya a. Peneliti selanjutnya diharapkan agar dapat melakukan analisis lebih lanjut sampai uji multivariat, sehingga dapat dilihat faktor yang dominan terhadap stres kerja. b. Peneliti selanjutnya diharapkan pula untuk dapat menambahkan variabel lainnya sehingga tidak hanya terbatas pada variabel-variabel dalam penelitian ini saja.
Daftar Pustaka
Airmayanti, Diah. 2009. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stres Kerja pada Pekerja Bagian Produksi PT ISM Bogasari Flour Mills Tbk Tanjung Priok Jakarta Utara Tahun 2009. Skripsi. Jakarta: FKIK UIN.
Amaranto. 2003. Police stres interventions: Brief treatment and crisis intervention, Edisi: 3.
Anis. 2005. Penyakit Akibat Kerja.. Jakarta: PT.Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.
Anoraga, Pandji, Suyati, Sri. 2005. Psikologi Industri dan Sosial. Jakarta: PT. Dunia Jaya.
Bida, Putu. 1995. Hubungan Faktor Intrinsik dalam Pekerjaan dan Faktor Rumah Tanga dengan Stres Kerja pada Karyawan Conoco dan Kontraktor di Block B Kepulauan Natuna. Tesis. Program Magíster Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.
Brown Family Environmental Center at Kenyon college diakses melalui situs http://bfeckenyon.edu/HealthyKenyon/stresspsymptoms.pdf
Budiono, Sugeng. 2003. Bunga Rampai Higiene Perusahaan Ergonomi (HIPERKES) dan Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Cook,et.al .1997. Management and Organisational Behavior. McGraw-Hill Companies,Inc.
Cox, Tom, Amanda, Griffith & Eusebio Rial-Gonzales. 2000. Work Related stress, officer for official publications of the European Communities. Luxembourg.
Desy, Vita Helia. 2002. Tingkat Stres Kerja dan Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada Karyawan Bagian Marketing Services PT Unilever Indonesia Tbk. Skripsi. Program Sarjana Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.
European Foundation for the Improvement of Living and Working Conditions. 2005. Work Related Stress. Dublin. Irlandia
Fish,D. 2002. The Impact of Shift Work. Australia. http://www.healthservice.or.id diakses tanggal 22 April 2013
Gaffar, Hulaifah. 2012. Pengaruh Stres Kerja terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Kantor Wilayah X Makassar. Skripsi:Makasar: FEB UNHAS.
Gibson, james L dkk. 1996. Organisasi edisi ke-8 Jilid I. Jakarta : Binarupa Aksara Gustiarti, Leila. 2002. Stres dan Kepuasan Kerja. Medan: Digital Library.
Handoko, Hani T. 1985. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : Liberty.
Handoyo, Seger, 2001. Stres pada Masyarakat Surabaya. Jurnal Insan Media Psikologi. Surabaya : Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.
Hardjana,M.A. 2004. Stres Tanpa Distres. Yogyakarta: Kanisius.
Hawari, Dadang. 2001. Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Jakarta: FK UI.
Hidayat, A.A. 2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Hidayat, Firman. 2012. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada Pengemudi Mini Bus di Terminal Kampung Rambutan Jakarta Tahun 2012. Skripsi. Jakarta: FKIK UIN.
ILO. 1995. Mental Health and Work, Impact, Issues and Good Practices.[Online]. [Accesed 17th Januari 2010]. Available from World Wide Web:http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/ed_emp/ifp_skills/documents/pu blicati on/wcms_108152.pdf
ILO. 2003. ILO Standards-Related Activities In The Area Of Occupational Safety and Health: An In-Depth Study for Discussion With a View to The Elaboration Of a Plan of Action for Such Activities. [Accesed 16th Maret 2013]. Available from Web:http://www.ilo.org/public/english/standards/relm/ilc/ilc91/pdf/rep-vi.pdf
Inayani, Yani. 2011. Analisis Perbedaan Faktor Demografi dalam Strategi Penanggulangan Stres Kerja: Studi Kasus Dinas Kesehatan Kota Bogor. Tesis S2 Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Jayanegara. 2007. Stres kerja dan coping pada polisi Indonesia. Jakarta : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Kalimo,ety.al.1987. Psychososial Factors at Work, and their Relation to Health.WHO. Geneva.
Karoley, Paul. 1985: Measurement Strategis In Health Psychology. P. 49-51 dan 100
Permenakertrans No. Per 13/MEN/X/2011 Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia ditempat Kerja.
Levi.L. 1984. Stres In Industry Causes, Effect, and Prevention. International Labour Office, Geneva.
Luthfiyah. 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stres Kerja Pada Polisi Lalu Lintas.Skripsi. Jakarta: Fpsi UIN. Mangkunegara, Anwar Prabu. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Muhammad, Adhi Noer. 2004. Gambaran Hubungan Factor-Faktor dengan Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas Dikawasan Terminal Kampung Melayu Jakarta 2004. Skripsi. Jakarta: FKM UI.
Munandar, Ashar Sunyoto. 2008. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta : UI-press.
Miller, David. 2000. Dying to Care? Work Stress and Burnout in HIV/AIDS. London : Routledge
Nasution, Hanida R. 2002. Stres Kerja dan Faktor-faktor yang Menyebabkannya. Majalah Kesehatan Masyarakat: Infokes, Vol. VI, No. 2 September, FKM USU Medan.
Nawawinetu, Erwin Dyah dan Adriyani, Retno. 2007. Stres akibat Kerja Pada Tenaga Kerja yang Terpapar Bising. The Indonesia Journal OF Public Health.4 : 59-63.
NIOSH publication: 99: 101, 2002, [Online]. [Accesed 28th Juli 2009]. Available from World Wide Web: http://www.cdc.gov/niosh/stresswk.html
Nugroho, Susanti. 2004. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Stres Kerja pada Pekerja Vendor Unit Produksi Assembly-Line Divisi Video Cassette Recorder (VCR)PT LG Eletronics Displey Devices Indonesia Bekasi. Skripsi.FKM UI.
Nurmianto,E. 2004. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Edisi II.. Surabaya: Guna Widya.
Putri, Elvira Eka. 1998. Hubungan Faktor Intrinsik dan Faktor Ekstrinsik dengan Stres Kerja pada Karyawan Unit Produiksi PT Bakrie & Brothers Pabrik Pipa baja Talang Tirta Jakarta tahun 1997. Skripsi. Jakarta: FKM UI.
Rahayu, Dewi S. 2003. Faktor Psikososial dalam Kesehatan Kerja. Majalah Hyperkes dan Keselamatan Kerja, Volume XXXVI, No. 2 April-Juni.
Sarafino,P.Edward.1990.Health Psycology. Jhon Wiley & Sons. Inc. New York.
Schultz, D & Schultz, S. E. 1998. Psychology and Work Today : An Introduction to Industrial and Organizational Psychology 7th ed. New Jersey : Prentice Hall.
Siswanti, Nevita. 2004. Keluhan Stres dan Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Stres Kerja Pada Karyawan Bagian Produksi PT.Pandu Daya Tama Patria Tahun 2004. Skripsi. Jakarta : FKM UI.
Soebakti, Rahmat. 2004. Aspek Bahaya Psikososial Kerja, Pengaruhnya terhadap Tingkat Stres Karyawan BP. Indonesia. Tesis. Jakarta: FKM UI.
Supardi. 2007. Analisa Stres Kerja Pada Kondisi dan Beban Kerja Perawat dalam Klasifikasi Pasien di Ruang Rawat Inap Rumkit TK II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan. Sumatra Utara : Sekolah Pasca Sarjana USU.
Suprapto, Prasetyo Herniawan. 2008. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas di Kawasan Puncak-Cianjur tahun 2008. Skripsi. Jakarta: FKIK UIN.
Surat Keputusan Kapolri No. Kep IX/September/2010 Tahun 2010 tentang Pedoman Mutasi Jabatan Anggota Polri dengan Level Kepangkatan Perwira Tinggi, Kombes Pol, AKBP Mantap Dan Akbp Promosi (KAPOLRES).
Tarwaka, Bakri,SHA. 2004. Ergonomi untuk Kesehatan dan Keselamatan Kerja dan Produktivitas. UNIBA Press. Surakarta
Taylor, Alyssa, Bennerl & Craig. (2006). Operational and organizational police stress in an Ontario police department: A descriptive study. Canada : The Canadian Journal of Police & Security Services Volume 4 Issue 4 Winter.
Vesdiawati, Desy Ardita. 2008. Hubungan Antara Resiliensi dengan Stres pada Anggota Polri. Skripsi. Yogyakarta: Fpsi UII.
Vierdelia, Nadya. 2008. Gambaran stress erja dan Faktor-faktor yang berhungan pada pengemudi bus patas 9B Jurusan Bekasi Barat- Cililitan Jakarta. Skripsi. Jakarta: FKM UI.
Vinallia, Bugen. 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada Pekerja Bagian Weaving PT.Unitex Tbk Tahun 2011. Skripsi. Jakarta: FKIK UIN.
Wantoro, Bing. 1999. Stres Kerja. Majalah Hyperkes dan Keselamatan Kerja, Volume XXXII No.3.
Widyasari, Putri. 2005 Stres Kerja. [Online]. [Accesed 20 Maret 2013]. Available from World Wide Web: http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/streskerja.html Wignjosoebroto, Sritomo. 2003. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. 3th Edition. Surabaya: Guna Widya.
Yunus, Muhammad. 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stres Kerja pada Pegawai Unit Kerja Laundry RSUD Pasar ReboTahun 2011. Skripsi. Jakarta: FKIK UIN.
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
LAMPIRAN 2 KUESIONER PENELITIAN
Assalamualaikum Wr.Wb.
Ditengah-tengah kesibukan bapak saat ini ,izinkanlah saya Diana Aulya mahasiswa Kesehatan Masyarakat peminatan Keselamatan dan Kesehatan kerja (K3) yang sedang melakukan penelitian untuk tugas akhir saya (Skripsi) tentang “FAKTOR -FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STRES KERJA PADA POLISI LALU LINTAS DI POLRES METRO JAKARTA PUSAT BULAN APRIL-AGUSTUS TAHUN 2013”
Dengan ini saya meminta waktu bapak selama kurang lebih 10-20 menit untuk mengisi daftar pertanyaan/angket yang bersama ini saya lampirkan. Saya mengharapakan kesedian bapak untuk mengisi kuisoner/angket ini dengan sejujurnya dan tanpa diskusi dengan orang lain. Setiap jawaban anda akan dijaga kerahasiaanya dari siapapun dan tidak akan mempengaruhi penilaian terhadap kinerja anda, kemudian kuisoner akan disimpan oleh peneliti. Untuk itu dimohon kesediannya kepada bapak polisi selaku responden untuk mengisi kuisoner ini.
Wassalamualaikum.Wr.Wb
Jakarta, Juli 2013 Hormat Saya
Diana Aulya 109101000028
No.Responden
Petunjuk pengisian angket! 1. Bacalah pertanyaan di bawah ini dengan teliti 2. Jawablah semua pertanyaan yang ada dalam angket ini tanpa diskusi dengan orang lain! 3. Pilihlah jawaban yang dianggap paling sesuai dengan pendapat anda, dengan cara melingkari (O) pada jawaban yang telah disediakan. 4. Kuisoner point G (Indikator stres kerja) mohon diberi tanda ceklist (√) untuk jawaban yang anda pilih.
Nama : ................................................ A. A1. A2.
KARAKTERISTIK RESPONDEN Usia: …………… Tahun Masa kerja : ...................... Tahun
[ ] [ ] A1 [ ] [ ] A2
B. FAKTOR INTRINSIK PEKERJAAN B1 RUTINITAS B1.1. Bagaimana pekerjaan yang anda lakukan setiap harinya? 0. Membosankan 1. Tidak membosankan [ ] B1.1 B1.2. Apakah anda merasa bosan terhadap pekerjaan anda yang berulang-ulang? 0.Ya 1.Tidak [ ] B1.2 B1.3. Apakah anda merasa bosan dengan pekerjaan anda yang terlalu sedikit ? 0.Ya 1.Tidak [ ] B1.3 C1 PERAN INDIVIDU DALAM ORGANISASI C1.1
Apakah anda mempunyai pengaruh terhadap keputusan yang dibuat perusahaan terkait dengan pekerjaan anda ? 0. Tidak 1. Ya
[ ] C1.1
C1
PERAN INDIVIDU DALAM ORGANISASI
C1.2
D.
Apakah anda dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan terkait dengan pekerjaan anda ? 0. Tidak 1. Ya [ ] C1.2 Apakah pendapat yang anda berikan dalam pengambilan keputusan terkait pekerjaan anda, diterapkan oleh perusahaan ? 0. Tidak 1. Ya [ ] C1.3 PENGEMBANGAN KARIR (PROMOSI DAN GAJI)
D1
PROMOSI
D1.1
Apakah anda merasa puas dengan karir dan jabatan anda saat ini? 0. Tidak 1. Ya [ ] D1.1 Apakah anda merasa puas tentang sistem promosi / kenaikan jabatan diperusahaan anda saat ini? 0.Tidak 1.Ya [ ] D1.2 Apakah anda mendapatkan kesempatan untuk memperoleh pendidikan atau pelatihan tambahan oleh perusahaan? 0.Tidak 1.Ya [ ] D1.3 GAJI
C1.3
D1.2.
D1.3.
D2 D2.1
D2.2.
D2.3
Bagaimana perasaan anda berkaitan dengan gaji yang anda terima saat ini? 0.Tidak memuaskan 1.Memuaskan [ ] D2.1 Apakah gaji yang anda terima telah sesuai dengan beban kerja yang anda lakukan? 0.Tidak 1.Ya [ ] D2.2 Apakah gaji yang anda terima dapat mencukupi kebutuhan anda sehari-hari? 0. Tidak 1. Ya
E1
HUBUNGAN DALAM PEKERJAAN
E1.1.
Bagaimana persepsi anda tentang komunikasi anda dengan atasan? 0.Kurang baik 1.Baik Bagaimana hubungan anda dengan rekan sekerja/ kawan anda? 0.Kurang baik 1.Baik
E1.2.
[ ] D2.3
[ ] E1.1
[ ] E1.2
E1.3.
Bagaimana hubungan anda dengan bawahan anda? (Jika ada) 0.Kurang baik 1.Baik
[ ] E1.3
F1
STRUKTUR DAN IKLIM ORGANISASI
F1.1
Apakah anda merasa peraturan di perusahaan tempat anda bekerja terlalu kaku/ketat ? 0. Ya 1. Tidak [ ] F1.1 Apakah anda merasa ada beberapa karyawan yang baik prestasinya dalam bekerja tidak mendapatkan promosi/kenaikan pangkat ? 0. Ya 1. Tidak [ ] F1.2 Apakah anda merasa tidak mendapatkan kesempatan untuk berkreatifitas (tidak bebas menyalurkan ide dan bakat dalam melaksanakan tugas) ? 0. Ya 1. Tidak [ ] F1.3 Apakah anda merasa atasan melakukan supervisi yang berlebihan sehingga membuat membuat bawahan merasa tidak senang untuk bekerja? 0. Ya 1. Tidak [ ] F1.4
F1.2
F1.3
F1.4
G. INDIKATOR STRES KERJA Berilah tanda (√) pada kolom indikator perubahan akibat stres kerja dalam 6 bulan terakhir G1
Jantung berdebar Gemetar Menggertakan gigi pada saat tidur Tidak bisa tidur Rentan terhadap penyakit Sakit perut Sakit kepala Sakit kepala sebelah (migraine) Merasa lelah terus-menerus Sembelit
Tidak pernah
Jarang
Kadangkadang
Sering
Setiap hari
(0)
(1)
(2)
(3)
(4)
Maag Percaya diri menurun Hilang nafsu makan Keringat berlebihan Telapak tangan berkeringat Lesu Lupa Linglung Merasa jengkel Merasa muak Merasa ingin bunuh diri Pesimis Cemburu Murung Sakit pada bagian punggung Depresi Gelisah Kehilangan minat dalam berbagai hal Nyeri otot Sensitif/peka Ragu-ragu Memeriksa pekerjaan yang berlebihan Sulit bernapas Berjuang untuk mengatasi penyakit minor (misalnya dingin) Bersikap curiga Rambut rontok Gangguan konsenterasi Perut mulas/rasa panas dalam perut Menurunkan berat badan Iritasi pada tenggorokan Hilang rasa humor Penyakit kulit Mengambil inisiatif terlebih dahulu Mimpi buruk Mulut kering Mengkonsumsi tonik (Bioplus, liviton, lucozade, pharmaton) Diare Gugup
Tidak pernah
Jarang
Kadangkadang
Sering
Setiap hari
(0)
(1)
(2)
(3)
(4)
Putus asa Mudah kaget Meningkatnya nafsu makan Gangguan koordinasi Ketidakpastian Cepat frustasi Kurang keterlibatan dengan orang lain Menggigit kuku Kurang motivasi Peningkatan konsumsi kafein (kopi,teh) Resah Pengambilan keputusan yang buruk Merokok Merasa diluar kendali Merasa bingung Tidur yang berlebihan Menggunakan obat tidur Merasa lelah ketika bangun Merasa kewalahan dengan banyak pekerjaan Mengedipkan mata secara berlebihan Melamun Menunda pekerjaan Merasa panik Mengurangi produktivitas Membuang-buang waktu pekerjaan Sulit untuk mengidentifikasi penyebab non kinerja Tidak bisa mendiskusikan masalah dengan orang lain
Tidak pernah
Jarang
Kadangkadang
Sering
Setiap hari
(0)
(1)
(2)
(3)
(4)
H. BEBAN KERJA Kegiatan yang dilakukan No. pekerja 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Waktu
Penilaian peneliti)
(diisi
oleh
LAMPIRAN 3 OUTPUT ANALISIS DATA
Analisis Univariat
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
StresKerBr
.263
65
.000
.805
65
.000
MasaKer
.165
65
.000
.925
65
.001
Umur
.157
65
.000
.922
65
.001
BebanKer
.359
65
.000
.634
65
.000
Rutinitas
.222
65
.000
.839
65
.000
PeranInd
.262
65
.000
.758
65
.000
Promosi
.289
65
.000
.782
65
.000
Gaji
.254
65
.000
.760
65
.000
HubKerja
.527
65
.000
.358
65
.000
StrkturIklm
.185
65
.000
.905
65
.000
a. Lilliefors Significance Correction
Statistics StresKerBr N
Valid
Rutinitas
PeranInd
Promosi
Gaji
HubKerja
StrkturIklm
65
65
65
65
65
65
65
0
0
0
0
0
0
0
.98
1.09
2.18
1.25
1.71
.22
1.71
1.00
1.00
2.00
1.00
2.00
.00
2.00
1
0
3
0
3
0
2
Std. Deviation
.696
1.042
.967
1.238
1.308
.625
1.155
Variance
.484
1.085
.934
1.532
1.710
.390
1.335
Missing Mean Median Mode
1. Stres Kerja Statistics Stress N
Valid
65
Missing
0
Mean
88.43
Median
84.00
Mode
75
Std. Deviation Percentiles
a
38.405 25
73.00
50
84.00
75
117.50
a. Multiple modes exist. The smallest value is shown
StresKerBr Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Stres Berat
16
24.6
24.6
24.6
Stres Ringan
34
52.3
52.3
76.9
Tidak Stres
15
23.1
23.1
100.0
Total
65
100.0
100.0
2. Beban Kerja BebanKer Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Berat
35
53.8
53.8
53.8
Sedang
30
46.2
46.2
100.0
Total
65
100.0
100.0
3. Rutinitas RutKat Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Membosankan
41
63.1
63.1
63.1
Tidak membosankan
24
36.9
36.9
100.0
Total
65
100.0
100.0
4. Peran Individu dalam Organisasi PeranIndvKat Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak berperan
54
83.1
83.1
83.1
Berperan
11
16.9
16.9
100.0
Total
65
100.0
100.0
5. Promosi PromKat Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak memuaskan
36
55.4
55.4
55.4
Memuaskan
29
44.6
44.6
100.0
Total
65
100.0
100.0
6. Gaji GajiKat Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak sesuai
40
61.5
61.5
61.5
Sesuai
25
38.5
38.5
100.0
Total
65
100.0
100.0
7. Hubungan dalam Pekerjaan HubKerjaKat Cumulative Frequency Valid
Baik
65
Percent
Valid Percent
100.0
100.0
Percent 100.0
8. Struktur dan Iklim Organisasi StrukturKat Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Buruk
36
55.4
55.4
55.4
Baik
29
44.6
44.6
100.0
Total
65
100.0
100.0
9. Umur Descriptives Statistic Umur
Mean 95% Confidence Interval for Mean
36.20 Lower Bound
34.35
Upper Bound
38.05
5% Trimmed Mean
35.94
Median
36.00
Variance Std. Deviation
7.473 26
Maximum
51
Range
25
Interquartile Range
12
Kurtosis
.927
55.850
Minimum
Skewness
Std. Error
.497
.297
-.944
.586
10. Masa Kerja Descriptives Statistic MasaKer
Std. Error
Mean
15.15
95% Confidence Interval for Lower Bound
13.50
Mean
Upper Bound
16.81
5% Trimmed Mean
14.79
Median
13.00
Variance Std. Deviation
.830
44.757 6.690
Minimum
4
Maximum
35
Range
31
Interquartile Range
10
Skewness
.847
.297
Kurtosis
.125
.586
Analisis Bivariat 1. Beban kerja BebanKer * StresKerBr Crosstabulation StresKerBr Stres Berat BebanKer
Berat
Count % within BebanKer
Sedang
Count % within BebanKer
Total
Count % within BebanKer
Stres Ringan 14
8
35
37.1%
40.0%
22.9%
100.0%
3
20
7
30
10.0%
66.7%
23.3%
100.0%
16
34
15
65
24.6%
52.3%
23.1%
100.0%
Asymp. Sig. (2df
sided)
a
2
.030
Likelihood Ratio
7.484
2
.024
Linear-by-Linear Association
2.545
1
.111
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
7.032
65
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,92.
Total
13
Chi-Square Tests
Value
Tidak Stres
2. Rutinitas RutKat * StresKerBr Crosstabulation StresKerBr Stres Berat RutKat
Membosankan
Count % within RutKat
Tidak membosankan
Total
Total
23
6
41
29.3%
56.1%
14.6%
100.0%
4
11
9
24
16.7%
45.8%
37.5%
100.0%
16
34
15
65
24.6%
52.3%
23.1%
100.0%
Count % within RutKat
Tidak Stres
12
Count % within RutKat
Stres Ringan
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
a
2
.095
Likelihood Ratio
4.620
2
.099
Linear-by-Linear Association
3.933
1
.047
Pearson Chi-Square
4.711
N of Valid Cases
65
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,54.
3. Peran Individu dalam Organisasi PeranIndvKat * StresPeran Crosstabulation StresPeran stres PeranIndvKat
Tidak berperan
Count % within PeranIndvKat
Berperan
Count % within PeranIndvKat
Total
Count % within PeranIndvKat
tidak stres
Total
43
11
54
79.6%
20.4%
100.0%
7
4
11
63.6%
36.4%
100.0%
50
15
65
76.9%
23.1%
100.0%
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
df a
1
.251
.570
1
.450
1.213
1
.271
1.317 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
.261
Linear-by-Linear Association
1.297
b
N of Valid Cases
1
.255
65
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,54. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for PeranIndvKat (Tidak berperan / Berperan) For cohort StresPeran = stres For cohort StresPeran = tidak stres N of Valid Cases
Lower
Upper
2.234
.553
9.019
1.251
.785
1.995
.560
.218
1.438
65
.219
4. Promosi PromKat * StresKerBr Crosstabulation StresKerBr Stres Berat PromKat
Tidak memuaskan
Count % within PromKat
Memuaskan
Total
6
36
36.1%
47.2%
16.7%
100.0%
3
17
9
29
10.3%
58.6%
31.0%
100.0%
16
34
15
65
24.6%
52.3%
23.1%
100.0%
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
a
2
.046
Likelihood Ratio
6.587
2
.037
Linear-by-Linear Association
5.344
1
.021
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
6.168
65
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,69.
Total
17
Count % within PromKat
Tidak Stres
13
Count % within PromKat
Stres Ringan
5. Gaji GajiKat * StresKerBr Crosstabulation StresKerBr Stres Berat GajiKat
Tidak sesuai
Count % within GajiKat
Sesuai
Count % within GajiKat
Total
Count % within GajiKat
Stres Ringan
Tidak Stres
Total
13
18
9
40
32.5%
45.0%
22.5%
100.0%
3
16
6
25
12.0%
64.0%
24.0%
100.0%
16
34
15
65
24.6%
52.3%
23.1%
100.0%
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
a
2
.157
Likelihood Ratio
3.967
2
.138
Linear-by-Linear Association
1.538
1
.215
Pearson Chi-Square
3.703
N of Valid Cases
65
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,77.
6. Hubungan dalam Pekerjaan HubKerjaKat * StresKerBr Crosstabulation StresKerBr Stres Berat HubKerjaKat
Baik
Count % within HubKerjaKat
Total
Count % within HubKerjaKat
Stres Ringan
Tidak Stres
Total
16
34
15
65
24.6%
52.3%
23.1%
100.0%
16
34
15
65
24.6%
52.3%
23.1%
100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square
.
N of Valid Cases
a
65
a. No statistics are computed because HubKerjaKat is a constant.
7. Struktur dan Iklim Organisasi StrukturKat * StresKerBr Crosstabulation StresKerBr Stres Berat StrukturKat
Buruk
Count % within StrukturKat
Baik
Count % within StrukturKat
Total
Count % within StrukturKat
Stres Ringan 18
6
36
33.3%
50.0%
16.7%
100.0%
4
16
9
29
13.8%
55.2%
31.0%
100.0%
16
34
15
65
24.6%
52.3%
23.1%
100.0%
Asymp. Sig. (2Df
sided)
a
2
.135
Likelihood Ratio
4.152
2
.125
Linear-by-Linear Association
3.814
1
.051
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
4.010
65
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,69.
Total
12
Chi-Square Tests
Value
Tidak Stres
8. Umur
Ranks StresKerBr Umur
N
Mean Rank
Stres Berat
16
44.78
Stres Ringan
34
27.84
Tidak Stres
15
32.13
Total
65
a,b
Test Statistics
Umur Chi-Square
8.809
df
2
Asymp. Sig.
.012
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: StresKerBr
9. Masa Kerja
Ranks StresKerBr MasaKer
N
Stres Berat
16
38.91
Stres Ringan
34
30.19
Tidak Stres
15
33.07
Total
65
a,b
Test Statistics
MasaKer Chi-Square df Asymp. Sig. a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: StresKerBr
Mean Rank
2.325 2 .313