HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP POLISI LALU LINTAS DENGAN PELANGGARAN LALU LINTAS YANG DILAKUKAN REMAJA DI KOTA MALANG
ARTIKEL
OLEH YODOKUS LUSIUS PEU LELANGAYAQ NIM 409112420742
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS PENDIDIKAN PSIKOLOGI PROGRAM STUDI PSIKOLOGI APRIL 2013
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP POLISI LALU LINTAS DENGAN PELANGGARAN LALU LINTAS YANG DILAKUKAN REMAJA DI KOTA MALANG
ARTIKEL
OLEH YODOKUS LUSIUS PEU LELANGAYAQ NIM 409112420742
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS PENDIDIKAN PSIKOLOGI PROGRAM STUDI PSIKOLOGI APRIL 2013
3
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP POLISI LALU LINTAS DENGAN PELANGGARAN LALU LINTAS YANG DILAKUKAN REMAJA DI KOTA MALANG Yodokus Lusius Peu Lelangayaq (
[email protected]) Fakultas Pendidikan Psikologi - Universitas Negeri Malang Abstrak Berdasarkan data yang ada di Satlantas Polres Malang Kota, dari tahun ke tahun jumlah kecelakaan lalu lintas di Kota Malang mengalami grafik kenaikan. Persepsi terhadap Polisi Lalu Lintas dapat bermuara pada terbentuknya kepercayaan dan kesukaan seorang pengguna lalu lintas terhadap Polisi Lalu Lintas sebagai pihak otoritas yang menegakan hukum tentang lalu lintas. Dengan memiliki kepercayaan dan kesukaan terhadap Polisi Lalu Lintas, seseorang dapat meningkatkan perilaku ketaatannya terhadap hukum lalu lintas itu sendiri. Perilaku ketaatan seseorang terhadap hukum erat kaitannya dengan kesadaran hukum yang ada dalam diri orang tersebut. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif korelasional. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen berupa skala persepsi yang disebar kepada 72 subjek penelitian yaitu remaja-remaja yang melakukan pelanggaran lalu lintas di Kota Malang. Data dianalisis yang dengan analisis korelasional dengan menghitung koefisien korelasi Spearman (ρ). Hasil analisis korelasional menunjukan hipotesis penelitian ini ditolak karena koefisien korelasi Spearman (ρ) yang diperoleh (-0,25) adalah rendah dan signifikansi (0,837) > 0,05 sehingga hubungannya tidak signifikan atau tidak bermakna. Koefisien determinasi yang diperoleh adalah 6,25 % sehingga dapat dikatakan persepsi terhadap Polisi Lalu Lintas memberikan pengaruh yang kecil bagi pelanggaran lalu lintas yang dilakukan remaja di Kota Malang. Kata Kunci : Persepsi, Polisi Lalu Lintas, Pelanggaran Lalu Lintas, Remaja, Kota Malang Abstract Based on the existing data in Unit of Police Traffic in the Malang City, from year to year the number of traffic accidents in the city the unfortunate experience rising graph. Perception to the traffic police can go downstream to the trust and predilection created of one traffic user to the traffic police as the authority party that should stand the law of traffic. With the trust and predilection to the traffic police, one can improve its fidelity attitude to the traffic law it self. Behavior obedience to the law of someone is closely related to the existing legal awareness in the person. This research using correlation descriptive research design. Data collecting conducted using instrument that is the perception scale that published to the 72 research subjects, that are the adolescents that doing the traffic violation in Malang City. Data is analyzed using correlation analysis with calculating correlation coefficient of Spearman Rank (ρ). Correlation analysis result shows that this research hypothesis is rejected because correlation coefficient of Spearman Rank (ρ) that obtained (-0.25) is low and significance (0.837) > 0.05, thus the relationship is not significant or doesn’t mean anything. Determination coefficient that obtained 6.25%, thus it can be said that perception to the traffic police giving small influence for traffic violation that done by the adolescent in Malang City. Keywords: Perception, Traffic Police, Traffic Violation, Adolescent, Malang City
4 PENDAHULUAN Berdasarkan data yang ada di Satlantas Polres Malang Kota, dari tahun ke tahun jumlah kecelakaan lalu lintas di Kota Malang mengalami grafik kenaikan. Pada tahun 2010, angka kecelakaan mencapai 189 peristiwa, dengan korban meninggal dunia 76 orang,luka berat 40 orang, luka ringan 187 orang dan kerugian material Rp 199.850.000,-. Pada tahun 2011, ada 323 kejadian, jumlah korban meninggal dunia 99 orang, luka berat 28 orang , luka ringan 363 orang dan kerugian material Rp 197.350.000,- (Radar Malang, 10 April 2012). Dari data tersebut, banyak diantara para korban kecelakaan itu adalah para remaja. Hal ini menunjukan bahwa masih banyak remaja di Kota Malang yang melakukan peanggaran lalu lintas sehingga timbulnya kecelakaan yang melibatkan remaja sebagai korban. Menurut Sudarsono (1990), kecenderungan remaja melakukan pelanggaran hukum dapat dijelaskan melalui motivasi mereka untuk taat terhadap hukum itu sendiri. Di dalam teori ketaatan, perilaku taat seseorang dapat timbul karena beberapa faktor, yaitu: adanya konsekuensi yang jelas atas ketidaktaatan, adanya harapan mencapai kondisi tertentu, percaya terhadap pihak otoritas, dan menghormati atau menyukai sosok atau pihak otoritas tersebut (Calhoun dan Acocella, 2007). Klavert (2007), mengemukakan bahwa perilaku ketaatan seseorang terhadap hukum erat kaitannya dengan kesadaran hukum yang ada dalam diri orang tersebut. Kesadaran hukum terdiri dari 4 tingkat yaitu, pengetahuan hukum, pemahaman hukum, sikap terhadap hukum, dan perilaku hukum itu sendiri. Dari faktor-faktor tersebut dapat dikaitkan dengan pelanggaran hukum yang dilakukan remaja di Kota Malang. Remaja di Kota Malang melakukan pelanggaran lalu lintas dapat disebabkan oleh ketidaktahuan remaja akan konsekuensi yang jelas terhadap ketidaktaatan, tidak ada harapan untuk memperoleh kondisi tertentu seperti hadiah bila taat terhadap hukum, tidak percaya kepada pihak otoritas seperti Polisi Lalu Lintas, dan tidak menghormati atau tidak menyukai Polisi Lalu Lintas di Kota Malang. Remaja yang telah melakukan pelanggaran dapat dikatakan memiliki faktor kesadaran hukum yang rendah. Kepercayaan dan kesukaan terhadap Polisi Lalu Lintas, dapat menentukan seorang remaja taat terhadap hukum. Kepercayaan dan kesukaan seorang remaja dapat muncul apabila remaja telah melakukan persepsi sosial yang baik terhadap Polisi Lalu Lintas. Apabila persepsi remaja terhadap Polisi Lalu Lintas di Kota Malang positif maka kepercayaan dan kesukaan terhadap Polisi Lalu Lintas juga baik. Apabila kepercayaan dan kesukaan terhadap Polisi Lalu Lintas sudah baik maka perilaku ketaatan dari remaja itu
5 sendiri dapat meningkat. Hal ini menunjukan bahwa persepsi remaja terhadap Polisi Lalu Lintas berhubungan dengan pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh remaja itu sendiri.
Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran persepsi remaja terhadap Polisi Lalu Lintas, gambaran pelanggaran lalu lintas yang dilakukan remaja di Kota Malang, dan untuk mengetahui ada atau tidak adanya hubungan negatif antara persepsi remaja terhadap Polisi Lalu Lintas dengan pelanggaran lalu lintas yang dilakukan remaja di Kota Malang. KAJIAN TEORI Pengertian dan Tinjauan Psikologi Mengenai Pelanggaran Lalu Lintas Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996), kata pelanggaran memiliki makna : perbuatan (perkara) melanggar; tindak pidana yang lebih ringan dari pada kejahatan. Pelanggaran lalu lintas merupakan tindakan yang menunujukan adanya ketidaktaatan atau ketidakdisiplinan seseorang terhadap hukum tentang lalu lintas dan angkutan jalan. Di dalam Psikologi Sosial, pelanggaran lalu lintas dapat dijelaskan menurut eksperimen ketaatan (obedience) oleh Stanley Milgram (1963-1965). Ketaatan adalah bentuk khusus dari pengaruh yang mana individu tunduk kepada perintah langsung individu lain (Calhoun & Acocella,1990). Dari hasil eksperimen Milgram, ketaaan seseorang terhadap hukum dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu adanya konsekuensi yang jelas atas ketidaktaatan, adanya harapan mencapai kondisi tertentu, percaya terhadap pihak otoritas, dan menghormati atau menyukai sosok atau pihak otoritas tersebut. Menurut para ahli psikologi sosial (dalam Wade dan Tavris, 2007) seseorang yang menjadi taat tetapi sebenarnya tidak ingin taat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu : Melempar tanggungjawab pada pihak otoritas, Ingin terlihat sopan, Terbiasa melakukan tugas tertentu, dan Terjebak (entrapment). Klavert (2007), mengemukakan bahwa perilaku ketaatan berhubungan dengan kesadaran hukum seseorang. Seseorang memiliki taraf kesadaran hukum yang tinggi apabila perilakunya sesuai dengan hukum yang berlaku dimana hukum yang berlaku tersebut sesuai dengan nilai-nilai yang dianut. Soekanto (1982), mengemukakan ada empat indikator dalam mengenali kesadaran hukum pada diri seseorang, yaitu : Pengetahuan hukum, Pemahaman hukum, Sikap terhadap hukum, dan Perilaku hukum. Keempat indikator tersebut sekaligus menunjuk pada tingkatan-tingkatan kesadaran hukum tertentu di dalam perwujudannya. Apabila seseorang
6 hanya mengetahui hukum, maka dapat dikatakan bahwa tingkat kesadaran hukumnya masih rendah; kalau dia telah berperilaku sesuai dengan hukum , maka kesadaran hukumnya tinggi. Dari kajian teori-teori diatas dapat disimpulkan bahwa pelanggaran lalu lintas merupakan perilaku tidak taat terhadap hukum tentang lalu lintas dan angkutan jalan dan perilaku yang dapat menunjukan kesadaran hukum pelaku pelanggaran yang rendah. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pelanggaran lalu lintas dapat simpulkan menjadi dua faktor utama yaitu, a. Faktor internal yaitu, kesadaran hukum, harapan, dan kecerdasan dan emosi dari seorang pelanggar lalu lintas. b. Faktor eksternal, diantaranya adalah peranan Polisi Lalu Lintas, konsekuensi hukuman yang jelas, kondisi tertentu yang ingin dicapai dan hubungan sosial yang baik. Pengukuran Pelanggaran Lalu Lintas Pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh remaja di Kota Malang dapat diukur dengan memperhatikan pasal demi pasal dari pelanggaran yang dilakukan setiap remaja tersebut. Hal ini karena remaja yang melakukan pelanggaran lalu lintas secara nyata telah dinyatakan bersalah dan mendapatkan tindakan pidana dari Polisi Lalu Lintas. Di dalam Undang –Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada Pasal 316, pelanggaran lalu lintas dibagi atas dua yaitu pelanggaran dan kejahatan. Dari kedua macam pelanggaran tersebut, pelanggaranpelanggaran yang digunakan untuk penelitian ini adalah pelanggaran yang tercantum pada Pasal 316 Ayat 1. Secara umum ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal pada Pasal 316 Ayat 1 tersebut merupakan indikator pelanggaran lalu lintas yang kemudian dapat peneliti golongkan menjadi jenis perilaku melanggar yang ringan, sedang ataukah berat. Pengklasifikasian tingkat pelanggaran tersebut didasarkan pada sanksi pidana dan jumlah denda yang ditanggung pelanggar. Tabel Klasifikasi Pelanggaran Lalu Lintas Menurut Ketentuan Pidana Rentangan Pidana Kategori/Interpretasi 6 bulan - 1 tahun keatas atau Pelanggaran Berat Rp 1.500.000,00 keatas 3 bulan - 6 bulan atau Pelanggaran Sedang Rp 750.000,00 - 1.500.000,00
7 15 hari - 3 bulan atau Rp100.000,00 - Rp 750.000,00
Pelanggaran Ringan
Persepsi Terhadap Polisi Lalu Lintas Menurut Robins (1989), persepsi adalah sejenis aktivitas pengelolaan informasi yang menghubungkan seseorang dengan lingkungannya. Persepsi adalah proses dalam diri seseorang yang menunjukkan organisasi dan interpretasi terhadap kesan-kesan inderawi, dalam usaha untuk memberi makna terhadap objek persepsi (Hanurawan, 2007). Sementara itu Stephan dan Stephan (1990), mengungkapkan bahwa dalam proses pembentukan persepsi, seseorang mendayagunakan segenap informasi yang dimiliki untuk membentuk kesan-kesan (impressions) tentang objek persepsi. Persepsi adalah jembatan yang menghubungkan antara manusia dan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial (Hanurawan, 2007). Dalam kajian Psikologi Sosial, persepsi seseorang terhadap orang lain merupakan organisasi informasi tentang orang-orang dan pemberian ciri-ciri kepada objek persepsi, seringkali hanya berdasar kan petunjuk-petunjuk yang samar-samar. Ciri-ciri tersebut menampilkan konstansi, meskipun terlihat variasi-variasi dan pemberian ciri itu terjadi secara selektif dalam arti bahwa ciri-ciri itu dipengaruhi oleh keadaan-keadaan psikologis si perseptor (Newcomb, Turner, dan Converse, 1978). Dimensi Persepsi Menurut Calhoun dan Acocella (1990), pesepsi yang kita kenal secara baik memiliki tiga dimensi yakni ; Pengetahuan : apa yang kita ketahui (atau kita anggap tahu) tentang pribadi lain – wujud lahiria, perilaku, masa lalu, perasaan motif dan sebagainya. Pengharapan : gagasan kita tentang orang atau obyek itu menjadi apa dan mau melakukan apa dipadukan dengan gagasan kita tentang seharusnya dia menjadi apa dan melakukan apa. Evaluasi : kesimpulan kita tentang seseorang, didasarkan pada bagaimana seseorang (menurut pengetahuan kita tentang mereka) memenuhi pengharapan kita tentang dia. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi Dalam hubungannya dengan orang lain atau lingkungan sosial, Robbins (1989), mengemukakan bahwa persepsi seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, 1. Faktor Penerima, 2. Faktor Situasi, dan 3. Faktor Obyek (Hanurawan, 2007).
8 Proses Terbentuknya Persepsi Menurut Indrawijaya (2002), persepsi dimulai dari tahap penerimaan rangsangan yang ditentukan oleh faktor eksternal maupun inernal seperti lingkungan, konsepsi, konsep diri, motif, dan pengalaman masa lampau. Kemudian rangsangan tersebut diseleksi yang ditentukan oleh hal-hal seperti kekhususan, frekuensi, intensitas, pergerakan dan perubahan, jumlah, ketidakpastian, serta kebaruan dan tidak lazimnya rangsangan. Apabila rangsangan tadi sudah diseleksi, selanjutnya seseorang akan melakukan proses penutupan ketika ia merasa sudah memahami secara keseluruhan tentang rangsangan tersebut. Pada tahap ini, tingkat kemampuan seseorang untuk memahami secara keseluruhan atas rangsangan sangat penting diperlukan ketika memperkirakan hasil dari proses persepsi. Apakah hasilnya hanya menjadi stereotip atau menjadi suatu penilaian yang tepat. Berdasarkan penelitian Salomon Asch tentang persepsi interpersonal, di dalam proses membentuk penilaian terhadap orang lain, kita pun memperhatikan bagian-bagian tertentu dari penampilan dan perilaku orang tersebut. Kemudian bagian-bagian tersebut kia atur menjadi pola pilihan kita sendiri. Pola pilihan kita tersebut terdiri atas empat ciri utama, yaitu : kesatuan, keajegan, muatan tambahan, dan struktur apa yang lebih berharga (Calhoun dan Acocella, 1990).
Polisi Lalu Lintas Berdasarkan UU No 22 tahun 2002, definisi dari Kepolisian yang tercantum dalam pasal 1 butir 1 yang berbunyi : “Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan kelembagaan Polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Sedangkan yang dimaksud dengan lalu lintas, menurut UU No 22 tahun 2009 pasal 1 ayat 2, adalah gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan. Dari tinjauan mengenai pengertian Polisi dan lalu lintas diatas, maka dapat disimpulkan definisi dari Polisi Lalu Lintas, yaitu “bagian dari Kepolisian yang diberi tugas mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat di bidang gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas. Dalam kaitannya dengan Polisi Lalu Lintas sebagai objek persepsi dari pengguna lalu lintas, maka Polisi Lalu Lintas memiliki beberapa aspek yang melekat pada dirinya, yaitu : Tugas, Kewajiban, Pelayanan, dan Penampilan yang dia tunjukan kepada pengguna lalu lintas.
9 Persepsi Terhadap Polisi Lalu Lintas Sebagai salah satu suatu objek yang diamati pengguna lalu lintas di jalan raya, Polisi Lalu Lintas akan memperoleh persepsi tersendiri bagi setiap pengguna lalu lintas. Setiap pengguna lalu lintas tersebut dengan faktor internal dan eksternal pada dirinya kemudian akan memberikan kesan terhadap Polisi Lalu Lintas ke dalam pola-pola tertentu. Pola-pola tersebut didasarkan ada 4 ciri utama persepsi sosial yaitu; kesatuan, keajegan, muatan tambahan dan struktur yang paling berharga dari aspek-aspek atau bagian-bagian yang melekat pada diri seorang Polisi Lalu Lintas. Dari penjelasan mengenai pengertian persepsi dan proses pembentukan persepsi sosial di atas, dapat dikatakan bahwa persepsi merupakan suatu upaya seseorang mengorganisasikan informasi tentang karakteristik yang ada pada objek persepsi dan kemudian memberikan kesan terhadap objek tersebut. Apabila pengertian ini dihubungkan dengan Polisi Lalu Lintas maka persepsi terhadap Polisi Lalu Lintas adalah suatu upaya seseorang dalam mengorganisasikan informasi tentang karakterisitik yang ada pada Polisi Lalu Lintas dan memberikan kesan terhadapnya. Karakterisitik yang ada pada Polisi Lalu Lintas adalah tugas, kewajiban, pelayanan dan penampilan dari Polisi Lalu Lintas itu sendiri.
Remaja Menurut Kartono (1987), masa remaja disebut juga sebagai masa penghubung atau masa peralihan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Masa remaja mulai berkembang pada usia 13 – 19 tahun. Pada periode tersebut terjadi perubahan-perubahan besar dan esensil mengenai kematangan fungsi-fungsi rohaniah (psikis) dan jasmaniah (fisik), terutama fungsi seksualitas dimana seorang anak pada masa ini lebih banyak mengalami pubertas. Menurut Papalia (2004), masa remaja dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu : remaja awal dimulai dari usia 11-13 tahun, remaja madya dimulai dari usia 13 tahun sampai dengan 18 tahun dan remaja akhir dimulai dari usia 18 tahun sampai dengan 21 tahun. Remaja yang lebih tua secara fisik, kognitif, dan sosioemosional lebih matang dari pada remaja yang lebih muda. Remaja akhir lebih kritis dalam membuat keputusan dan lebih berani menghadapi realita. Akan tetapi, kemampuan remaja akhir tersebut harus mendapat dukungan yang baik dari lingkungan. Jika tidak didukung maka mereka akan melakukan tindakan yang negatif untuk memperoleh perhatian dari lingkungan.
10 Hubungan Persepsi Terhadap Polisi Lalu Lintas Dengan Pelanggaran Lalu Lintas Di dalam berlalu lintas, seorang pengemudi dan Polisi Lalu Lintas tentunya melakukan suatu interaksi sosial di antara keduanya. Seorang pengemudi ketika berlalu lintas dituntut untuk patuh terhadap tata tertib lalu lintas dan Polisi Lalu Lintas hadir sebagai pihak yang bertugas menjaga dan menegakan ketertiban berlalu lintas di jalan raya. Dalam hubungan interaksi diantara keduanya tersebut, tentu dengan sendirinya menimbulkan kesan atau persepsi tersendiri bagi masing-masing pihak. Pihak otoritas yang berwibawa dan memiliki kedekatan emosional yang baik dapat meningkatkan perilaku ketaatan seseorang. Hal ini dapat terjadi juga pada aktivitas berlalu lintas. Dalam berlalu lintas, seorang pengguna lalu lintas dituntut untuk taat terhadap hukum tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan. Untuk menegakan hukum tersebut ada pihak otoritas yang mengaturnya. Pihak otoritas tersebut salah satunya adalah Polisi Lalu Lintas. Kewibawaan dan kemampuan membangun hubungan sosial yang baik dari Polisi Lalu Lintas dapat mempengaruhi perilaku ketaatan seoarang pengguna lalu lintas. Berdasarkan penjelasan mengenai proses pembentukan persepsi, dapat dikatakan bahwa, kewibawaan dan kemampuan membangun hubungan sosial yang baik pada Polisi Lalu Lintas, merupakan beberapa bagian dari informasi tentang karakterisitik yang ada pada seorang Polisi Lalu Lintas. Dari informasi tersebut, seorang pengguna lalu lintas kemudian dapat membentuk kesan-kesan tersendiri. Kesan-kesan inilah yang akan mempengaruhi perilaku ketaatan dari pengguna lalu lintas. Apabila kesan yang diberikan adalah polisi lalu lintas kurang berwibawa dan kurang mampu membangun hubungan sosial yang baik maka perilaku ketaatan pengguna lalu lintas pun berkurang. Apabila perilaku ketaatan pengguna lalu lintas berkurang maka sangat memungkinkan mereka dapat melakukan pelanggaran hukum tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dari penjelasan tentang perilaku ketaatan dan proses pembentukan persepsi di atas, maka dapat dilihat adanya hubungan antara persepsi terhadap Polisi Lalu Lintas dengan pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh pengguna lalu lintas. Semakin baik kesan yang diberikan oleh pengguna lalu lintas terhadap pihak otoritas seperti Polisi Lalu Lintas maka tingkat ketaatannya terhadap hukum tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pun semakin tinggi sehingga tidak melakukan pelanggaran lalu lintas. Begitu pun sebaliknya, semakin rendah kesan yang diberikan oleh pengguna lalu lintas terhadap pihak otoritas seperti Polisi Lalu Lintas maka tingkat ketaatannya terhadap hukum tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pun semakin rendah sehingga dapat melakukan pelanggaran lalu lintas.
11 METODE PENELITIAN Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif deskriptif korelasional. Penelitian deskriptif bermaksud untuk memperoleh gambaran tentang variabel – variabel yang diteliti secara sistematis sedangkan korelasional bertujuan untuk mengetahui hubungan antar variabel-variabel yang diteliti. Dalam penelitian ini, variabel yang diteliti ada 2 yaitu variabel persepsi terhadap Polisi Lalu Lintas (variabel bebas) dan variabel pelanggaran lalu lintas yang dilakukan remaja di Kota Malang (variabel terikat). Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah semua pengemudi kendaraan bermotor yang berusia 17-21 tahun (remaja akhir) yang telah divonis oleh Polisi Lalu Lintas melakukan pelanggaran lalu lintas di wilayah operasional Kepolisian Resort Kota Malang sepanjang kurun waktu bulan Maret 2013. Jumlahnya sebesar 1439 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik Purposive Sampling. Sampel yang digunakan adalah sebagian kecil dari populasi yaitu sebanyak 72 remaja akhir (17-21 tahun) yang telah divonis oleh Polisi Lalu Lintas melakukan pelanggaran lalu lintas di wilayah operasional Kepolisian Resort Kota Malang sepanjang kurun waktu bulan Maret 2013. Instrumen Penelitian Data yang diperlukan dikumpulkan dengan menggunakan 1 skala yaitu skala persepsi terhadap Polisi Lalu Lintas dan 1 pertanyaan terbuka “Pelanggaran apa yang dilakukan? “. Skala persepsi terhadap Polisi Lalu Lintas disusun berdasarkan model skala rating yang dijumlahkan atau skala likert dengan jumlah aitem sebanyak 72 aitem. Validitas dan Reliabilitas Setelah menyusun instrumen, peneliti melakukan uji coba untuk menguji validitas dan reliabilitas instrumen skala persepsi terhadap Polisi Lalu lintas kepada subjek uji coba yang memiliki karakteristik yang hampir sama dengan subjek penelitian . Validitas diuji dengan rumus Product Moment dan reliabilitas diuji dengan rumus Alpha Formula Umum. Untuk memudahkan penghitungan, peneliti menggunakan bantuan program komputer SPSS 16.0 for windows. Hasil uji validitas memperoleh 67 aitem yang valid dan uji reliabilitas menunjukan keofisien reliabilitas yang sangat tinggi yaitu, 0.966.
12 Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data, ada langkah-langkah yang dilakukan yaitu sebagai berikut : 1. Mencari informasi tentang tata cara perizinan penelitian ke Kantor Pengadilan Negeri Malang. 2. Membuat surat permohonan izin penelitian di Fakultas Pendidikan Psikologi Universitas Negeri Malang. 3. Menyerahkan Surat Permohonan Izin Penelitian ke Kantor Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Jawa Timur, Ketua Pengadilan Tinggi Surabaya dan Ketua Pengadilan Negeri Malang. 4. Penentuan tanggal pengumpulan data. Tanggal pengumpulan data ini disesuaikan dengan jadwal sidang pelanggaran lalu lintas Polres Malang Kota yaitu setiap hari Jumad dari Pukul 08.00 – Selesai. 5. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen skala penelitian yang sudah terstruktur dengan melakukan pengecekan terlebih dahulu. Peneliti menyebarkan instrumen pada waktu yang telah ditentukan dengan mendatangi subjek secara langsung dan meminta subjek untuk mengisi instrumen yang dimaksud. Peneliti memilih subjek yang sedang menunggu panggilan untuk mengikuti sidang pelanggaran lalu lintas di sekitar halaman kantor Pengadilan Negeri Malang. Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis analisis yaitu analisis deskriptif menggunakan Mean Hipotetik untuk skala persepsi terhadap Polisi Lalu Lintas, Klasifikasi Pelanggaran untuk pelanggaran lalu lintas yang dilakukan remaja di Kota Malang, dan analisis korelasional menggunakan Non Parametric Corelation Spearman yang dihitung dengan bantuan SPSS 16 for Windows. HASIL 1. Penelitian terhadap 72 remaja akhir di Kota Malang yang melanggar lalu lintas menggambarkan, 20,83 % remaja akhir tersebut memiliki persepsi yang tinggi terhadap Polisi Lalu Lintas; 68,06 % remaja yang memiliki persepsi sedang terhadap Polisi Lalu Lintas; dan 11,11 % remaja yang memiliki persepsi rendah terhadap Polisi Lalu Lintas. Adapun 16,67 % remaja yang melakukan pelanggaran berat; 40,28 % remaja yang melakukan pelanggaran sedang; dan 43,05 % remaja yang melakukan pelanggaran ringan.
13 2. Berdasarkan analisa korelasional antara persepsi terhadap Polisi Lalu Lintas dengan pelanggaran lalu lintas yang dilakukan remaja di Kota Malang, diperoleh koefisien korelasi Spearman sebesar -,025 dengan signifikansi 0,837 (p > 0,05). Hasil ini membuat peneliti menyimpulkan bahwa hipotesis penelitian ini ditolak sehingga tidak ada hubungan negatif antara persepsi terhadap Polisi Lalu Lintas dengan pelanggaran lalu lintas pada remaja di Kota Malang. 3. Dari uji determinasi yang dilakukan, diketahui bahwa persepsi terhadap Polisi Lalu Lintas memberikan pengaruh sebesar 6,25 % terhadap perilaku melanggar lalu lintas yang dilakukan oleh remaja di Kota Malang. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa meningkatnya pelanggaran lalu lintas dan angka kecelakaan lalu lintas di Kota Malang pada remaja bukan semata-mata disebabkan oleh persepsi remaja tersebut terhadap Polisi Lalu Lintas, melainkan masih ada 93,75 % faktor lain yang lebih mempengaruhi perilaku melanggar remaja. Faktor-faktor tersebut antara lain, ada atau tidak adanya konsekuensi yang jelas akan ketidaktaatan, harapan akan kondisi-kondisi tertentu bila taat terhadap hukum, dan rendahnya kesadaran hukum remaja itu sendiri. DISKUSI Berdasarkan analisis deskripsi skala persepsi terhadap Polisi Lalu Lintas di Kota Malang, diketahui bahwa remaja dalam penelitian ini memiliki tingkat persepsi terhadap Polisi Lalu Lintas yang tinggi sebanyak 15 orang (20,83 %), tingkat persepsi terhadap Polisi Lalu Lintas yang sedang sebanyak 49 orang (68,06 %), dan tingkat persepsi terhadap Polisi Lalu Lintas yang rendah sebanyak 8 orang (11,11 %). Dari analisis deskripsi tersebut, dapat diketahui bahwa remaja yang memiliki persepsi rendah terhadap Polisi Lalu Lintas jauh lebih kecil sementara persepsi terhadap Polisi Lalu Lintas sedang dan tinggi jauh lebih besar. Gambaran persepsi remaja di Kota Malang yang memiliki persepsi yang cenderung tinggi terhadap Polisi Lalu Lintas dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu, Remaja dalam penelitian ini adalah remaja akhir yang cenderung memiliki perkembangan kognitif yang matang dan mampu mengolah emosinya dibanding remaja yang lebih muda. Kematangan berpikir para remaja dalam penelitian ini dapat menunjukan kemampuan remaja tersebut melakukan organisasi informasi tentang Polisi Lalu Lintas sudah baik dan menyeluruh. Karena kemampuan inilah remaja dalam penelitian ini memiliki kecendrungan berpersepsi positif terhadap Polisi Lalu Lintas dan tidak terpengaruh stereotip-stereotip tentang Polisi Lalu Lintas yang berkembang di masyarakat.
14 Berdasarkan analisa deskriptif terhadap data pelanggaran lalu lintas pada remaja dalam penelitian ini, diketahui bahwa remaja yang melakukan pelanggaran berat sebanyak 12 orang (16,67 %), yang melakukan pelanggaran sedang sebanyak 29 orang (40,28 %), dan yang melakukan pelanggaran ringan sebanyak 31 orang (43,05 %). Dari hasil analisa tersebut, dapat peneliti simpulkan bahwa lebih banyak remaja yang melakukan pelanggaran lalu lintas tingkat ringan dari pada remaja yang melakukan pelanggaran lalu lintas tingkat sedang dan berat. Banyaknya remaja dalam penelitian ini yang melakukan pelanggaran ringan menunjukan mereka kritis dalam menentukan keputusan sehingga tidak melakukan pelanggaran yang lebih berat. Ditinjau dari teori ketaatan menurut Milgram (dalam Calhoun dan Acocella, 1990), dapat dikatakan bahwa remaja dalam penelitian ini sudah memiliki pengetahuan tentang konsekuensi dari pelanggaran lalu lintas, sudah memiliki harapan untuk mendapatkan kondisi tertentu seperti pujian atau keringanan hukuman, sudah mulai memiliki kepercayaan dan kesukaan terhadap terhadap Polisi Lalu Lintas di Kota Malang. Akan tetapi, remaja dalam penelitian ini meskipun lebih banyak yang melakukan pelanggaran ringan, tetap dapat dinilai memiliki kesadaran hukum yang rendah. Pengetahuan hukum dan pemahaman hukum remaja dalam penelitian ini masih rendah, serta sikap dan perilaku hukumnya pun dapat dinilai masih kurang baik sehingga diperlukan pembinaan lagi agar kesadaran hukum remaja tersebut meningkat sehingga tidak melakukan pelanggaran lalu lintas. Berdasarkan analisa korelasional, diketahui bahwa koefisien korelasi Spearman (ρ) antara persepsi terhadap Polisi Lalu Lintas dengan pelanggaran lalu lintas pada remaja di Kota Malang sebesar -,0.25 dengan signifikansi sebesar 0,837. Koefisien korelasi Spearman sebesar -,025 menunjukan adanya hubungan yang negatif antara persepsi terhadap Polisi Lalu Lintas dengan pelanggaran lalu lintas pada remaja di Kota Malang. Akan tetapi, signifikansi yang diperoleh dalam analisa ini adalah 0,837 dimana signifikansi tersebut > (0,05) maka hubungan antara persepsi terhadap Polisi Lalu Lintas dengan pelanggaran lalu lintas pada Remaja di Kota Malang tidak signifikan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tidak ada hubungan negatif antara persepsi terhadap Polisi Lalu Lintas dengan pelanggaran lalu lintas pada remaja di Kota Malang. Berdasarkan uji determinasi atau uji pengaruh persepsi terhadap Polisi Lalu Lintas terhadap pelanggaran yang dilakukan remaja di Kota Malang diperoleh hasil sebesar 0,0625 (6,25 %). Hasil ini menunjukan bahwa pengaruh persepsi terhadap Polisi Lalu Lintas bagi
15 perilaku melanggar remaja hanya 6,25 % sedangkan 93.75 % adalah faktor-faktor lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini. Persepsi terhadap Polisi Lalu Lintas merupakan persepsi terhadap pihak otoritas. Dikaitkan dengan hasil uji determinasi dalam penelitian ini, dapat dikatakan persepsi subjek terhadap Polisi Lalu Lintas yang bermuara pada kepercayaan dan kesukaan subjek terhadap Polisi Lalu Lintas itu sendiri sangat kecil. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa faktor kepercayaan remaja dan kesukaan atau menghormati Polisi Lalu Lintas sangat kecil hubungannya dengan perilaku ketaatan remaja dalam penelitian ini. Sedangkan faktorfaktor seperti ada atau tidak adanya konsekuensi atas ketidaktaatan, kondisi tertentu bila melakukan ketaatan dan kesadaran hukum dari remaja itu sendirilah yang lebih besar mempengaruhi pelanggaran lalu lintas yang mereka lakukan. Banyak dari remaja dalam penelitian yang belum mengetahui konsekuensi yang jelas dari pelanggaran lalu lintas itu sendiri. Mereka juga kurang merasa adanya manfaat yang baik yang diperoleh bila tidak melanggar lalu lintas. Remaja dalam penelitian ini juga dapat dikatakan memiliki kesadaran hukum tentang lalu lintas yang masih rendah sehingga mereka masih melakukan pelanggaran lalu lintas. Rendahnya kesadaran hukum dari para remaja dalam penelitian ini dapat disebabkan oleh kurangnya penyuluhan hukum tentang lalu lintas dikalangan remaja. Menurut Sudarsono (1990), arti penting penyuluhan hukum dikalangan remaja mengandung maksud untuk mendidik remaja tersebut sehingga mereka mengerti hukum, kemudian mereka akan menghargainya dan akhirnya mereka mampu mematuhi hukum dengan sebaikbaiknya. Ia menambahkan bahwa, kesadaran hukum remaja dapat ditingkatkan dengan menjadikan remaja tersebut memiliki motivasi internal untuk mematuhi hukum. Dari hasil penelitian di atas, dapat peneliti sarankan kepada Polisi Lalu Lintas untuk harus meningkatkan kinerjanya dalam hal sosialisasi hukum lalu lintas kepada remaja di Kota Malang. Polisi Lalu Lintas juga diharapkan mampu membangun hubungan sosial yang baik dengan remaja agar mendapat kepercayaan dari remaja di Kota Malang. Untuk para remaja yang melakukan pelanggaran lalu lintas, diharapkan meningkatkan kesadaran hukum dalam dirinya sendiri dengan berusaha aktif terlibat dalam kegiatan sosialisasi hukum tentang lalu lintas. Untuk peneliti selanjutnya, diharapkan menggunakan faktor-faktor lain yang berhubungan dengan pelanggaran lalu lintas seperti, konsekuensi atas ketidaktaatan (penegakan hukum), kondisi tertentu (hadiah), kecerdasan, dan kesadaran hukum dari remaja itu sendiri.
16 DAFTAR PUSTAKA Calhoun, F.J & Acocella, R.J, 1990. Psikologi Tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan (R.S. Satmoko, Ed). Semarang: IKIP Semarang Press Depdikbud. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia – Edisi Kedua. Jakarta: Balai Pustaka. Hanurawan, Fattah. 2007. Pengantar Psikologi Sosial. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan UM Indrawijaya, A,I. 2002. Perilaku Organisasi. Bandung: Sinar Baru Algensindo Kartono, K. 1986. Psikhologi Anak. Bandung: Penerbit Alumni. Klavert, Irene. 2007. Kedisiplinan Berlalu Lintas Pengemudi Angkutan Kota di Kota Semarang Ditinjau Dari Persepsi Terhadap Penegakan Hukum Lalu Lintas.Skripsi (diterbitkan ). Semarang : Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata. Papalia, Olds & Fielman. 2004. Human development. New York: Mc Graw HillInc. Radar Malang. 10 April 2012. Kecelakaan Meningkat Tajam, Hlm. 30 Sudarsono. 1990. Kenakalan Remaja – Prevensi, Rehabilitasi dan Resosialisasi. Jakarta: Renika Cipta Soekanto, 1982. Sosiologi Hukum Dalam Masyarakat. Jakarta: C.V. Rajawali Umbara Citra. 2009. Undang-Undang R.I. Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Bandung: Penerbit Citra Umbara Wade, Carole & Tavris, Carol. 2007.Psikologi Edisi ke-9 Jilid 1 ( Wibi Hardani & Bimo Adi Yoso, Ed). Jakarta: Penerbit Erlangga
17
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
Artikel oleh Yodokus Lusius Peu Lelangayaq ini telah diperiksa dan disetujui untuk diterbitkan.
Malang, ...... Mei 2013 Pembimbing I
Dra. Sri Weni Utami, M.Si NIP. 19570103198502 2 001
Malang, ...... Mei 2013 Pembimbing II
Pravissi Shanti, S.Psi., M.Psi NIP. 19820330200912 2 001