1
FAKTOR-FAKTOR KONTEKSTUAL KOMITMEN SUPERVISORS TERHADAP SAFETY LEADERSHIP DI PROYEK PEMBUATAN BOX TUNNEL TAHUN 2013 Riana Wulandari1, Chandra Satrya Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Proyek konstruksi memiliki faktor risiko tinggi atas terjadinya kecelakaan kerja. Penelitian terbaru menyatakan bahwa safety leadership merupakan komponen penting dalam menurunkan angka kecelakaan kerja dan meningkatkan perilaku keselamatan kerja. Sementara itu, studi mengenai safety leadership masih sedikit. Peneliti melakukan studi kualitatif untuk menemukan faktor-faktor kontekstual komitmen supervisors di Proyek pembuatan box tunnel PT. X Depok dengan mengadopsi kerangka job demand-resources model. Hasil penelitian menunjukkan faktor dukungan, otonomi, dan sumber daya personal sebagai faktor pendorong komitmen supervisors atas safety leadership, sedangkan peran ganda sebagai beban tambahan, masalah prosedural, tekanan produksi dan karakteristik tenaga kerja sebagai faktor penghambat. Kata Kunci : Faktor-Faktor Kontekstual; Komitmen; Proyek Konstruksi; Safety leadership; Supervisor Construction industry projects have high risk factor for work injury. Recent research proved that safety leadership is an important things to decrease the number of accidents rate and increase safety behavior of the workers. However, there are only a few researches studying the factors causing the safety leadership behaviors. The author conducts a qualitative study to find contextual factors that help or hinder the commitment of box tunnel project’s supervisors (Construction Industry, specializing in a project to manufacture the box tunnel). By adopting the job demand-resources model framework, the study generates the contextual factors regarding the commitment of box tunnel project’s supervisors to safety leadership. The research shows that the factors contributing to supervisors’ commitment to safety leadership are the support, autonomy, and personal resources while those hindering the supervisors’ commitment to safety leadership are excessive role load, production goals, formal procedures, and workforce characteristics. Key words: Commitment, Construction Industry Project; Contextual Factors; Safety Leadership, Supervisor
1. Pendahuluan Setiap tahun ribuan pekerja konstruksi di dunia mengalami cidera berat dan kematian. The United States Department of Labor Bureau of Labor Statistics (2006) melaporkan 1.226 orang pekerja meninggal akibat dari berbagai bentuk kelalaian yang terjadi di tempat kerja. 1
Email :
[email protected] Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Riana Wulandari, FKM UI, 2013
2
Kematian yang terjadi pada pekerja industri konstruksi mengalami kenaikan sebanyak 6% sejak tahun 2005. Selain itu, kecelakaan konstruksi 32,3% lebih tinggi daripada industri dengan fatility tertinggi kedua, yaitu transportasi dan warehousing (Comoms, 2007). Kasus kecelakaan kerja di Indonesia berdasarkan data Jamsostek (disebutkan dalam Hartono dan Hero, 2012) mengalami pelonjakan pada periode 2011 hampir dua kali lipat dibandingkan data tahun 2010 yaitu 47.919 kasus menjadi 86.000 kasus.
Hal tersebut
menyebabkan Indonesia menjadi negara dengan standar keselamatan kerja peringkat terbawah dibandingkan negara-negara ASEAN. Sektor konstruksi berada dalam daftar teratas tingkat kecelakaan kerja secara nasional yaitu 32 persen dari seluruh kecelakaan kerja yang terjadi di Indonesia yang meliputi semua jenis pekerjaan proyek gedung jalan, jembatan, terowongan, irigasi, bendungan, dan sejenisnya (Jamsostek, 2010). Angka ini cukup besar mengingat sektor ini mempekerjakaan kurang lebih 4,5 juta pekerja atau sebesar 5 persen dari jumlah pekerja secara nasional. Sektor ini mencakup pekerjaan seperti, arsitek, mekanik, teknik sipil, tata lingkungan dan yang lain (Pemkab Progo, 2009). Salah satu penyebab terjadinya kecelakaan kerja adalah kesalahan pengoperasian akibat kelalaian manajemen (management omission) yang terinteraksi dengan tindakan dan kondisi yang tidak selamat (Cullen, 1990, Weaver, 1971 dalam Sashkin & Sashkin., 2011). Adams (1976) menegaskan bahwa kesalahan pengoperasian disebabkan oleh struktur manajemen, tujuan manajemen, sinkronisasi sistem alir kerja, dan bagaimana operasi direncanakan dan dilaksanakan. Reason (1990) menyatakan kegagalan suatu pengoperasian diakibatkan oleh faktor-faktor manajerial dan organisasi (misalnya pengambilan keputusan level atas) dengan faktor individu (psikologi ataupun perilaku) sebagai pemicu kegagalan aktif. Berdasarkan pemaparan di atas, jelas bahwa manajemen memiliki peran besar dalam menciptakan keselamatan kerja di tempat kerja.
Aspek manajemen memiliki hubungan erat dengan
kepemimpinan dimana kualitas suatu manajemen salah satunya ditentukan oleh pemimpin organisasi (Adams, 1976, Reason, 1990, dalam Sashkin & Sashkin., 2011). Sejak 1980-an, sebagian besar penelitian di dunia tentang kepemimpinan telah difokuskan pada karakteristik pemimpin dan efeknya pada organisasi. Pentingnya kepemimpinan dalam manajemen keselamatan kerja yang efektif telah menjadi fokus perhatian penelitian di industri selama beberapa tahun. Namun, sangat sedikit penelitian kepemimpinan dan keselamatan yang telah dilakukan khususnya tentang safety leadership engagement. Penyelidikan kecelakaan di sektor energi dunia pada tahun 1980 Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Riana Wulandari, FKM UI, 2013
3
mengungkapkan bahwa faktor kunci dalam menjaga budaya keselamatan dalam industri yang berisiko tinggi adalah dengan menjaga kualitas manajemen. Komponen utama dari budaya keselamatan kerja berkaitan dengan komitmen manajemen terhadap keselamatan kerja di tempat kerja (Flin, 2002 dalam Sashkin & Sashkin., 2011). Faktor-faktor kontekstual merupakan hal yang penting dalam studi kepemimpinan. Penelitian Arvey et al. (2006) membuktikan bahwa faktor-faktor kontekstual dapat menjelaskan antara 41% -70 % dari varians dalam perilaku kepemimpinan.
Intervensi
terhadap faktor-faktor kontekstual dinilai Conchie, M. S., Moon, S. & Duncan, M (2013) dapat berdampak pada komitmen supervisors dalam safety leadership di industri konstruksi. Dengan demikian, studi untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi komitmen pemimpin dalam konteks keselamatan kerja di proyek konstruksi menjadi diskursus yang krusial. 1.1 Rumusan Masalah Industri kontruksi mencatat angka kecelakaan kerja yang mengakibatkan pekerja mengalami cidera berat dan kematian yang tinggi. Para akademisi dan praktisi menemukan fakta bahwa safety leadership merupakan solusi untuk meningkatkan perilaku keselamatan pekerja dan menurunkan angka kecelakaan. Pelaksanaan safety leadership membutuhkan komitmen dari para pemimpin khususnya pemimpin garis depan (supervisors) sementara fakta di lapangan menunjukkan komitmen supervisors tersebut selalu berubah-ubah atau tidak konsisten dalam perannya sebagai safety leader. Hal tersebut menghambat implementasi keselamatan kerja di Proyek konstruksi. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor kontekstual yang mempengaruhi komitmen supervisors terhadap safety leadership di proyek pembuatan box tunnel Depok. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah diketahuinya faktor-faktor kontekstual komitmen supervisors terhadap safety leadership pada proyek pembuatan box tunnel tahun 2013. Tujuan khusus penelitian ini adalah : 1. Diketahuinya gambaran safety leadership di Proyek pembuatan box tunnel Depok pada tahun 2013 2. Diketahuinya faktor-faktor yang membantu komitmen supervisors terhadap safety leadership di Proyek pembuatan box tunnel Depok pada tahun 2013 3. Diketahuinya faktor-faktor yang menghambat komitmen supervisors terhadap safety leadership di Proyek pembuatan box tunnel Depok pada tahun 2013 Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Riana Wulandari, FKM UI, 2013
4
2. Tinjauan Teoritis 2.1 Safety Leadership Theory Safety leadership didefinisikan oleh Tsung Chih Wu (2008) sebagai “The process of interaction between leader and followers through which a leader can exert influence on followers to achieve group safety goals within the context of organizational and individual factors”. Organisasi yang gagal biasanya lebih fokus pada selesainya semua pekerjaan daripada memperhatikan kualitas kepemimpinan.
Oleh karena itu, perkembangan ilmu
pengetahuan mulai memperhatikan konsepsi leading with safety dalam membentuk pemimpin keselamatan dan kualitas kepemimpinan menjadi fokus penelitian beberapa tahun terakhir. Safety leadership merupakan solusi untuk mengurangi angka kecelakaan. Berikut merupakan hasil penelitian Broadbent (2012) terkait efektivitas kepemimpinan sebagai solusi dalam mengendalikan angka kecelakaan di tempat kerja. Semakin efektif suatu kepemimpinan, semakin tinggi komitmen pekerja dalam melaksanakan perilaku yang selamat di tempat kerja.
Gambar 2.1. Leadership Effectiveness (Broadbent, 2012) Hal tersebut sejalan dengan beberapa penelitian yang disampaikan oleh Tsung Chih Wu (2008) yaitu improving safety leadership leads to better safety performance (Blair, 2003; Carrillo, 2002; Cooper, 1998; Geller & Williams, 2001 dalam Tsung Chih Wu, 2008). Perilaku pemimpin merupakan pengaruh penting dalam budaya.
Selama mereka
mampu memberikan contoh kepada bawahan, menjadi role model, mengirimkan pesan dan konsekuensi yang harus mereka tanggung ketika memimpin, pengaruh perilaku pemimpin atas orang lain, dan kepercayaan mereka tentang sesuatu yang dapat diterima maupun nilainilai organisasi. Safety leader yang kuat memahami faktor-faktor tersebut dan menggunakan budaya yang membantu meningkatkan performa keselamatan organisasi (Krause, 2004).
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Riana Wulandari, FKM UI, 2013
5
Krause (2005) mengonsepkan faktor-faktor yang mempengaruhi safety leadership, yaitu personality and values (kepribadian dan nilai-nilai), leadership style (gaya kepemimpinan), best practices (praktik terbaik), dan organizational culture (budaya organisasi). 2.2 Pengaruh faktor-faktor kontekstual komitmen supervisors atas safety leadership Pengaruh faktor-faktor kontekstual secara garis besar dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu tuntutan dan sumber daya. Berdasarkan model JD-R (Job Demand-Resource), tuntutan mengurangi komitmen individu melalui sebuah proses burnout/kelelahan (misalnya kelelahan secara emosional dan kelelahan fisik), sementara sumber daya mampu meningkatkan komitmen individu melalui fasilitas (misalnya dengan meningkatkan motivasi). Walaupun sifat tuntutan dan sumber daya dapat dibedakan melalui konteks atau domain yang lebih spesifik, pola umum ini relatif kuat. Dalam domain keselamatan, sebagai contoh Hansez dan Chmiel (2010) dalam S.M. Conchie, M. S., Moon, S. & Duncan, M (2013) menemukan bahwa sumber daya pekerjaan (job resources) secara positif berdampak pada perilaku keselamatan pekerja melalui promosi keterlibatan motivasional dalam pekerjaan sementara tuntutan pekerjaan (job demands) mempromosikan kekerasan keselamatan secara rutin melalui ketegangan dalam bekerja (job strain).
Perilaku
keselamatan pekerja secara negatif dipengaruhi oleh tuntutan pekerjaan seperti merasa bahaya dari risiko yang ada di tempat kerja dan hubungan antara tuntutan energi dan psikologis dalam menangani dan mencegah bahaya dan risiko tersebut dan menghasilkan kelelahan atau burnout serta secara positif dipengaruhi oleh sumber daya pekerjaan misalnya dukungan sosial melalui perjanjian atau komitmen. 2.3 Dasar Penelitian Sebagaimana dikemukakan oleh Broadbent (2012), berikut merupakan penelitianpenelitian terkait safety leadership yang dilakukan oleh peneliti dari berbagai belahan dunia.
Odea & Flin (2003) – Site managers and safety leadership in the offshore oil and gas industry
Yule (2002) - Leadership behaviours for maximising safety (IS)
Zohar (2002) - The Effects of Leadership Dimensions, Safety Climate, and Assigned Priorities on Minor Injuries in Work Groups (CR)
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Riana Wulandari, FKM UI, 2013
6
Cipolla, Dean and Biggs, Herbert C. and Dingsdag, Donald P. and Sheahan, Vaughn L. and Artuso, Wayne (2005) - Safety Leadership and the Project Manager: Competencies Required to Positively Affect Site Safety Culture.
Barling, Loughlin & Kelloway (2002) - Development and test of a model linking safety-specific transformational leadership and occupational safety
Broadbent (2007) – What Kind of Safety Leader are You?
Conchie, S.M. & Donald, I.J. (2006) - The Role of Distrust in Offshore Safety Performance
3. Kerangka Konsepsional Tema penelitian yang dipilih oleh peneliti adalah personality and values, leadership style, dan best practices tanpa organizational culture. Kerangka JD-R diadopsi untuk mengetahui faktor apa saja yang menghambat maupun membantu komitmen supervisors dalam melaksanakan safety leadership di tempat kerja.
Gambar 3.1 Konsep faktor-faktor kontekstual komitmen supervisors atas safety leadership (Krause, 2005; Bakker and Leiter, 2010 telah diolah kembali)
4. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif dengan rancangan penelitian Rapid Assessment Procedures (RAP). Wawancara mendalam digunakan untuk mengeksplorasi faktor-faktor kontekstual yang dirasakan supervisors sebagai hal yang membantu atau menghambat komitmen mereka dalam perilaku ataupun performanya atas
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Riana Wulandari, FKM UI, 2013
7
safety leadership. Penelitian dilaksanakan di Proyek pembuatan box tunnel PT X, Depok. Proses penelitian ini dilakukan sejak 13 November 2012 sampai dengan 7 Januari 2013. Informan penelitian ini adalah dua orang supervisors (dari total tiga orang supervisors di proyek) yang direkrut secara volunteer pada satu lokasi proyek konstruksi di Depok dengan rincian 1 orang berasal dari PT. X dan 1 orang berasal dari Subkontraktor. Sementara informan pekerja yang dipilih adalah pekerja yang memiliki lama kerja cukup panjang dan banyak berinteraksi dengan supervisors karena dipimpin langsung oleh supervisors tersebut. Petugas K3LM yang dipilih adalah petugas K3LM di lapangan untuk mengetahui fakta keselamatan kerja di lapangan. Etika penelitian yang dilakukan oleh peneliti mencakup tiga hal, yaitu informed consent, anonimity, dan confidentiality.
Informan
Data yang diambil
Metode
Supervisors
Identifikasi dan eskplorasi faktor
WM
(2 orang)
pendukung dan penghambat
(Wawancara Mendalam)
komitmen supervisors atas safety leadership di Proyek pembuatan box tunnel PT. X Informan Kunci Pekerja
Implementasi
atau
(2 orang pekerja)
kepemimpinan
Supervisors
lapangan
terhadap
praktik WM
pekerja
di (Wawancara Mendalam) di
Proyek pembuatan box tunnel PT. X Project Manager
Sarana, kebijakan, implementasi
WM
(1 orang)
dan evaluasi faktor pendukung dan
(Wawancara Mendalam)
penghambat komitmen supervisors atas safety leadership di Proyek pembuatan box tunnel PT. X Petugas K3LM
Data program keselamatan kerja,
WM
dan
(2 orang)
data pelatihan keselamatan
dokumen
Telaah
supervisors, serta gambaran praktik safety leadership di
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Riana Wulandari, FKM UI, 2013
8
lapangan
Tabel 4.1 Informan, Metode Pengambilan Data, Data yang diambil Data dan informasi bersumber dari data primer (hasil wawancara mendalam) dan data sekunder (hasil telaah dokumen). Sumber data utama adalah kata-kata dan tindakan orangorang yang diamati atau diwawancarai. Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekaman recorder atau alat perekam suara. Bahan tambahan berasal dari buku, internet, jurnal-jurnal ilmiah serta data statistik dari pemerintah ataupun sumber lain. Instrumen dalam penelitian kualitatif ini adalah peneliti itu sendiri.
Dalam
melaksanakan penelitian ini, peneliti menggunakan pedoman wawancara mendalam untuk menggali informasi dari lokasi penelitian, alat perekam suara (recording) dan catatan lapangan. Peneliti melakukan proses pengumpulan data dengan penetapan terhadap jumlah informan penelitian, pengumpulan informasi terkait faktor-faktor kontekstual komitmen supervisors atas safety leadership di proyek pembuatan box tunnel, pengumpulan data primer yang diperoleh dengan melakukan wawancara mendalam kepada informan di proyek pembuatan box tunnel PT. X. Setelah peneliti melakukan wawancara mendalam, maka dilakukan triangulasi yang bertujuan untuk menjaga ketepatan dan kesahihan atau kebenaran informasi yang diperoleh. Triangulasi tersebut menggunakan teknik triangulasi sumber. Triangulasi sumber yaitu dengan cross check informasi dari informan supervisors proyek pembuatan box tunnel PT. X dengan pekerja konstruksi proyek pembuatan box tunnel PT X Depok, Petugas K3LM dan Project Manager PT X serta sumber data yang diperoleh dari PT. X khususnya pada proyek pembuatan box tunnel ini. Analisis data yang dilakukan adalah bersifat kualitatif (deskriptif) dengan spesifikasi analisis deskriptif tentang faktor-faktor kontekstual komitmen supervisors atas safety leadership di proyek pembuatan box tunnel PT X tahun 2013. Hasil wawancara mendalam dicatat berupa catatan lapangan (field notes). Selanjutnya field notes dikembangkan dengan cara dilengkapi dengan informasi yang diperoleh dari rekaman yang disebut expanded field notes atau transcript. Setelah itu dilakukan pengaturan data atau pengkategorian data. Kemudian, peneliti meringkas data dengan menggunakan matriks. Lalu melakukan analisis isi atau content analysis (data dan informasi (intisari WM dan telaah dokumen) Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Riana Wulandari, FKM UI, 2013
9
dikelompokkan dan diatur sesuai urutan yang benar lalu bandingkan data dengan teori dan penelitian sebelumnya) dan menginterpretasikan data serta membuat kesimpulan dari hasil wawancara. Data disajikan dalam bentuk tekstular/narasi hasil analisis dan kutipan langsung secara deskriptif agar lebih mudah dipahami (Lexy, 2007) 5. Hasil dan Pembahasan 5.1 Safety Leadership di Proyek Pembuatan Box Tunnel Depok 5.1.1 Personality and Values Fakta di lapangan menunjukkan beberapa atribut kepribadian dan nilai-nilai yang tidak mudah berubah dalam diri supervisors proyek pembuatan box tunnel tersebut, mereka menilai diri mereka adalah orang yang supel (pandai bergaul) yang menandakan adanya keterbukaan dan kehangatan kepada orang lain, adanya kepatuhan yang terjawantahkan dalam bentuk pemenuhan tanggung jawab terhadap amanah yang diberikan, adanya orientasi belajar berupa sikap toleransi terhadap nilai-nilai yang beragam ataupun berbeda dengan kepercayaan pribadinya, adanya kerjasama berbentuk kepatuhan terhadap standar dan mempercayai orang lain untuk melakukan suatu pekerjaan.
Hal tersebut digambarkan
melalui kalimat berikut. “Jadi kita bareng-bareng kalau apa setiap ada pekerjaan baik siang maupun malam itu harus selalu ada petugas K3, dari pihak pelaksana juga harus. Terutama pelaksana, K3, mekanik itu udah …” (Supervisor 1) Para supervisors di proyek ini memiliki hampir seluruh karakter kepribadian “the big five” yang dikemukakan oleh Krause (2005), namun masih ada satu hal yang belum dimiliki oleh supervisors tersebut, yaitu kestabilan emosi. Emosi tersebut berupa rasa marah dan mood yang berubah-ubah dan sensitif terhadap stres yang disebabkan oleh banyak faktor. Kondisi tersebut direfleksikan melalui kalimat berikut. “Saya orangnya supel, terus cepet marah. Misalnya kalau lagi banyak kerjaan, terus kerjaan numpuk, terus nggak selesai-selesai, terus dikejar waktu harus selesai cepet. Ee itu kan biasanya semua orang pun akan tertekan.” (Supervisor 1) “Ya dongkol, tapi mau digimanain lagi kan ?” (Supervisor 2) Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Riana Wulandari, FKM UI, 2013
10
5.1.2 Leadership Style Pola yang ditemukan dari jawaban supervisors tersebut adalah karakter-karakter yang merefleksikan kepemimpinan transformasional misalnya supervisors merasakan pentingnya pelatihan, menjadi dekat dengan tim atau bawahan, dan selalu ada kapanpun bawahan butuh dampingan dalam bekerja. Komunikasi melalui bicara tatap muka secara langsung dianggap sebagai metode terbaik dalam membangun hubungan dengan bawahan. Ilustrasi kondisi tersebut tercermin dari kalimat berikut. “...selain kita ingetin, kita sekedar keliling atau sweeping, kita itu ee selalu ada pendekatan ke mereka. Jadi merekapun sadar bahwa ee nggak setiap orang itu nggak bisa diperintah dengan cara yang kasar gini-gini, nggak” Para supervisors percaya bahwa penting bagi pekerja untuk merasakan kemudahan untuk mengkonsultasikan berbagai isu keselamatan dengan supervisors mereka. Konsisten dengan penelitian sebelumnya (Torner dan Pousette, 2009 dan S.M. Conchie, M. S., Moon, S. & Duncan, M, 2013), supervisors menekankan pentingnya membangun saling percaya dengan pekerja, dan saling menghormati, juga komunikasi dua arah dalam menerima hal tersebut.
Hal tersebut juga sejalan dengan teori Bass dan B.J Avolio (1992) tentang
multifactor leadership, dimana supervisors proyek ini memiliki empat dari tujuh faktor kepemimpinan transformasional, yaitu motivasi inspirasional, pertimbangan individu, penghargaan kontingen, dan pengecualian manajemen. 5.1.3 Best Practices Praktik safety leadership yang efefktif pada proyek ini telah mencakup apa yang disampaikan oleh The Keil Center yaitu acting as a role model, motivating staff to behave safely and monitoring performance.” Ketiga komponen tersebut dilakukan oleh supervisors khususnya serta seluruh pimpinan proyek terkait pada umumnya (kepala proyek dan petugas K3LM) dimana hal tersebut terefleksi dari kuotasi berikut. “Sebelum kita ngingetin ya kita sudah harus terpenuhi semuanya gitu. Kita nyuruh orang pakai helm ya pake helm sendiri. Nyuruh orang pakai sepatu safety, kita pakai sepatu safety. Nyuruh orang pakai sarung tangan, kita pakai sarung tangan. Jadi jangan hanya cuma kita ngingetin tapi kita nggak nglaksanain.” (Supervisor 1)
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Riana Wulandari, FKM UI, 2013
11
Selain itu, fakta di lapangan juga sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh The keil center (2013) yang menyebutkan dalam salah satu proyek penelitian terapannya untuk the UK Health and Safety Executive and three offshore oil companies menemukan bahwa kunci perilaku dan sikap yang dibutuhkan untuk effective supervisor safety leadership yaitu menilai bawahan, mengunjungi worksite dengan frekuensi yang sering, memfasilitasi work group participation dalam pengambilan keputusan, komunikasi tentang keselamatan yang efektif (effective safety communication). Hal tersebut sejalan dengan penelitian Li (2007) dalam Tsung Chih Wu (2008) yang menyatakan bahwa sikap pemimpin terhadap keselamatan dipengaruhi oleh pengalaman pemimpin tersebut atas kejadian kecelakaan. 5.2
Faktor-faktor yang dapat membantu supervisors dalam berkomitmen pada pelaksanaan safety leadership di Proyek pembuatan box tunnel
5.2.1 Dukungan Hasil wawancara di lapangan menunjukkan fakta bahwa dukungan merupakan salah satu faktor yang dapat membantu atau meningkatkan komitmen supervisors untuk melaksanakan safety leadership. Dukungan tersebut datang dari organisasi atasan, rekan kerja, dan subkontraktor.
Sesuai dengan penelitian Nahrgang et al (2011); Torner dan
Pousette (2009) dalam S.M. Conchie, M. S., Moon, S. & Duncan, M (2013), berdasarkan wawancara mendalam dengan supervisors proyek ditemukan fakta di lapangan bahwa dukungan sosial merupakan faktor penting dari tuntutan peran. Dukungan dari organisasi telah terbukti berhubungan dengan program perubahan perilaku yang digunakan di beberapa perusahaan konstruksi. Dukungan organisasi dapat berupa program dan fasilitas sementara dukungan sosial dapat berupa hal-hal yang sifatnya psikologis (misalnya pemberian kata-kata penyemangat, dan sejenisnya). Berdasarkan hasil wawancara, program-program keselamatan kerja sebagai bentuk dukungan dari organisasi dinilai dapat mendukung komitmen mereka dalam safety leadership sebagaimana dikemukakan S.M. Conchie, M. S., Moon, S. & Duncan, M (2013) untuk tiga alasan utama. Oleh karenanya, sebaiknya program-program keselamatan dan kesehatan kerja juga ditunjang oleh pengetahuan dan rasa percaya diri dari pemimpin untuk memimpin pekerja. Hal tersebut dikemukakan melalui kata-kata berikut. “Kita selalu disupport sama pimpinan dan kita disupport kalau masalah APD, alat pelindung diri gitu ya, kita difasilitasi, disediakan. Sarung tangan kita disediakan, sepatu disediakan
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Riana Wulandari, FKM UI, 2013
12
termasuk yang lain juga disediakan. Jadi tidak ada alasan untuk kita tidak pakai ee alat pelindung diri.” (Supervisors 2) Selain itu, peneliti mengidentifikasi bahwa dukungan rekan kerja merupakan sumber daya yang membantu komitmen mereka terhadap safety leadership. Dukungan pada level ini, secara khusus penting pada hubungan saling ketergantungan antara supervisors untuk melengkapi tugas-tugas dan kerjasama kerja tim.
Hubungan profesional dan personal
keduanya sama penting dimana supervisors dapat merasa senang untuk menjalin hubungan jangka panjang secara profesional dengan rekan kerja. Hal tersebut menurut Edmondson (1999) dikemukakan S.M. Conchie, M. S., Moon, S. & Duncan, M (2013) dalam menimbulkan fenomena dimana adanya sharing nilai-nilai keselamatan kerja yang mirip mengenai keselamatan dan prosedur kerja dan merasa mampu meningkatkan isu keselamatan sebagai perhatian bagi pekerja. Hal demikian disebut sebagai “psychological safety” dimana supervisors mampu meningkatkan concern mereka terhadap keselamatan dalam lingkungan yang mendukung.
Komentar yang berkaitan dengan hal tersebut disampaikan sebagai
berikut. “Dukungan dari rekan kerja cukup bagus karena kita kan nggak bisa bekerja sendiri, kita harus satu tim, satu kesatuan.” (Supervisor 1) Selain hal tersebut di atas, dukungan lain yang dianggap membantu dapat berupa dana dan SDM yang berwawasan K3. Supervisors merasa bahwa dana merupakan modal yang penting dalam melaksanakan safety, karena safety akan masuk dalam budget proyek dan diperlukan karena ketika proyeknya memiliki dana terbatas, para supervisors perlu memutar otak agar dana tidak defisit sehingga prioritas pada produksi (supervisors masih merasa safety adalah bagian terpisah dari peran mereka sebagai pemimpin). Hal tersebut dirasakan juga oleh kepala proyek dengan penambahan pengaruh faktor SDM juga, menurut Kepala proyek, jika ada support SDM dan dana akan lebih mendukung implementasi terhadap safety leadership yang berkelanjutan sehingga walaupun tempat berpindah, tim yang berbeda, ataupun faktor lainnya, perilaku safety akan tetap berjalan khususnya pada para pemimpin proyek karena hal tersebut telah terintegrasi dengan sistem sehingga hal tersebut dapat memudahkan para pimpinan dalam memperhatikan kepemimpinan berbasis keselamatan kerja di perusahaannya. Hal tersebut tercermin dari kalimat berikut. “....Terus terang ya, di PT. X itu kesusahan orang K3. Jadi 2 proyek sebelum ini aku bahkan jalan tanpa orang K3. Jadi yang ada di dalam kadang di dalam struktur organisasi tuh yang Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Riana Wulandari, FKM UI, 2013
13
disebut orang K3 itu adalah orang teknik yang namanya dicomot gitu karena bener-bener susah. Saya sampai nyari sendiri. Jadi emang sumber daya itu malah agak jadi penghambat gitu.
Tapi memang tergantung besar kecilnya proyek juga kok. Jadi emang semuanya
kembali ke itu tadi ke biaya.” (Kepala Proyek).
5.2.2 Otonomi Otonomi dinilai sebagai salah satu faktor yang dapat mendukung komitmen supervisors atas safety leadership pada proyek ini khususnya. Semakin cepat dan tanggap seorang pemimpin mengambil keputusan, semakin mudah proses birokrasi antara bawahan dan pimpinan dinilai sebagai faktor yang dapat mempermudah pelaksanaan kepemimpinan berbasis keselamatan di suatu organisasi. Hal tersebut tercermin dari kalimat berikut. “Pengambilan keputusan sih bebas tapi koordinasi dulu sama senior, nah kayak hari minggu gitu orang-orang kantor susah dihubungi.” (Supervisors 2) Salah satu supervisor menyebutkan bahwa dia sudah cukup merasa puas dengan sistem manajemen perusahaan dan kebebasan serta kepercayaan yang diberikannya, namun terkadang untuk-hari-hari libur memang bagian office off, harapan dari supervisors tersebut adalah agar proses pengambilan keputusan semakin lancar, dibutuhkan sikap cekatan dari atasannya agar supervisor ini dapat menentukan keputusan yang tepat bagi organisasi. 5.2.3 Pelatihan Pelatihan yang dilakukan hanya sebatas pada kepala proyek dan petugas K3LM. Supervisors mengaku belum memperoleh pelatihan keselamatan kerja. Oleh karena itu, untuk faktor pelatihan belum dapat menjadi faktor yang dinilai dapat membantu supervisors dalam melaksanakan safety leadership. 5.2.4 Sumber Daya Personal Berdasarkan pengamatan peneliti, peneliti menemukan kapitasi psikologi atau sumber daya personal yang positif dari para supervisors khususnya dan pemimpin lain bahkan para pekerja secara umum (kepala proyek, pimpinan K3, dkk) yaitu berupa optimisme, rasa percaya diri, rasa tanggung jawab, integritas, dan adanya harapan. Hal tersebut tercermin dari kalimat-kalimat berikut. “Modalnya mungkin kepribadian dan integritasnya mungkin ya. Dia bisa menguasai apa yang dia kerjakan.” (Supervisor 1)
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Riana Wulandari, FKM UI, 2013
14
“Aku sih sangat percaya kalau itu bisa kita terapkan semendekati mungkin dengan sempurna pasti itu hasilnya akan sangat bagus gitu. Itupun dengan adanya pengorbanan dari segi biaya dan SDM tadi.” (Kepala Proyek) Akhirnya, berdasarkan hasil wawancara dengan supervisors, diketahui dukungan (organisasi, rekan kerja, atasan, subkontraktor), otonomi, dan sumber daya personal sebagai faktor-faktor yang dirasakan benar-benar membantu mereka dalam melaksanakan safety leadership. Selain itu, sebenarnya faktor SDM dapat menjadi faktor pendukung menurut Bakker dan Leiter (2010) apabila sumber daya manusia tersebut memiliki kapitasi psikologi yang saling mendukung dengan organisasi khususnya dalam bidang keselamatan kerja.
5.3 Faktor-faktor yang dapat menghambat supervisors dalam berkomitmen pada pelaksanaan safety leadership di Proyek pembuatan box tunnel 5.3.1 Peran Ganda sebagai Beban Tambahan Berdasarkan hasil wawancara, supervisors menyatakan bahwa peran ganda sebagai beban tambahan dapat menghambat komitmen mereka. Maksudnya adalah supervisors melakukan banyak peran dalam satu waktu yaitu sebagai pengawas produksi, sebagai pelatih, sebagai pengawas keselamatan kerja, dan lain-lain. Mereka dituntut bertanggungjawab atas perilaku keselamatan pekerjanya dimana ketika ada pelanggaran maka yang dikenakan sanksi adalah supervisors tersebut, hal ini dianggap sebagai beban tambahan bagi supervisors, baginya, perannya di dalam proses kerja tersebut adalah memastikan produksi berjalan, untuk keselamatan merupakan bagian fokus selanjutnya setelah produksi terpenuhi. “Banyak hambatannya apakah pekerjaan takut melenceng apa takutnya yang ini-itu.” (Supervisor 2) S. M. Conchie, M. S., Moon, S. & Duncan, M (2013) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa hal tersebut mencerminkan sifat alamiah dari budaya keselamatan di perusahaan dimana supervisors bekerja di dalamnya. Hal tersebut menghasilkan pemikiran supervisors yang menganggap bahwa keselamatan merupakan aspek terpisah dari pekerjaan mereka yang baru akan dipenuhi ketika tanggungjawab lain sedikit dituntut atau dalam tuntutan kerja yang sedikit. Hal tersebut digambarkan melalui kata-kata supervisor berikut. “....karena saya - saya itu kan jalurnya lain ya, tugasnya lain ya kaya ini kaya saya mungkin ditanya masalah metode bekerja saya mungkin sedikit-sedikit ngerti karena mungkin kebanyakan ga ngertinya kalo safety.” Sebenarnya menurut pengamatan Penulis, terdapat faktor pendidikan dan pengetahuan tentang K3 yang mempengaruhi sikap dan perilaku supervisors itu sendiri. Walaupun dia Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Riana Wulandari, FKM UI, 2013
15
menganggap keselamatan adalah hal yang mungkin dilakukan setelah produksi diperhatikan, namun bukan berarti supervisors ini tidak memiliki perhatian terhadap aspek keselamatan, mereka hanya terpecah fokusnya karena peran berlebih di luar kemampuan mereka. Jika kemampuan disesuaikan dengan beban kerja, maka bukan hal yang mustahil keselamatan kerja dapat menjadi prioritas utama bagi supervisor khususnya.
Dalam bahasa yang
sederhana adalah “mereka tidak tahu bukan tidak mau”. Ilustrasi hal tersebut terdapat pada kuotasi berikut. “Jadi kan nggak mungkin orang dari K3 dipaksa jadi pelaksana, kan nggak mungkin. Kan orang pelaksana dikasih di K3 juga nggak mungkin. Jadi sudah sesuai dengan pekerjaannya masing-masing.” (Supervisor 1) Sikap peduli terhadap keselamatan yang ditunjukkan oleh supervisors ini adalah berdasarkan pengalaman mereka, misalnya supervisor tersebut pernah menghadapi kejadian fatality yang dialami pekerjanya, bahkan supervisor itu sendiri pernah tertiban besi sampai pingsan atau tidak sadarkan diri di lokasi kerja. Hal tersebut sebenarnya memotivasi mereka untuk melaksanakan dan memerhatikan aspek keselamatan di tempat kerja, walau kadang terdapat distorsi apabila pekerjaan sedang dikejar waktu yang menyebabkan perhatiannya terganggu di bawah tekanan kerja ataupun stres. 5.3.2 Masalah Prosedural Prosedur formal mencakup administrasi dan disiplin dianggap sebagai faktor penghambat yang kuat atas komitmen mereka untuk safety leadership. Kendala supervisors terkait hal-hal administratif misalnya pembuatan laporan pekerjaan yang membuat mereka tetap harus berada di kantor alih-alih berada di site bersama pekerja, hal administratif juga dianggap sebagai faktor yang menghambat supervisors untuk menghabiskan waktu lebih banyak dengan para pekerja. Hal tersebut digambarkan melalui kalimat berikut. “.....Mbak minta laporan bulan ini-ini, harus bisa ngambil karena secara K3 itu kan harus benar benar yang terstruktur ya. Ini nyimpennya di mana, kodemu apa, kan ada kode-kode buku termasuk gambar tu di lapangan, drawing itu juga masuk K3 jadi mana yang sudah ee di-acc owner, konsultan, ada cap untuk contraction gitu yang mana disubstitusi ke lapangan kan harus disimpan sesuai. Kadang kalau kadaluarsa dicap kadaluarsa gitu kan. Itu sebenarnya semua kalau ngikutin prosedur aja pasti bisa gitu karena itu juga ada pelatihan. Jadi yaitu, pegangan kita mau nggak mau adalah prosedur itu tadi.” (Kepala Proyek) Supervisors merasa terlibat dalam pembuatan laporan yang banyak cukup merepotkan sehingga hal tersebut dapat menghambat komitmen mereka terhadap safety leadership, ketika Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Riana Wulandari, FKM UI, 2013
16
ditriangulasi, Kepala proyek membenarkan pernyataan tersebut bahwa mereka harus membuat laporan berkala secara periodik yang cukup banyak. Selain itu, setiap proyek biasanya diberi pedoman oleh pusat, namun sayangnya pedoman tersebut ada yang belum dimutakhirkan sehingga mereka merasa bingung dalam menetapkan standar di proyek karena adanya perbedaan pedoman tiap daerah tersebut. Tidak hanya itu, form yang berbeda juga membuat pusing pimpinan proyek, hal tersebut dikemukakan sebagai berikut. “Jadi begitu laporan tiap bulan kumpul di pusat itu formnya itu berbeda-beda gitu. Itu tu agak bikin pusing juga karena tolak ukurnya udah beda loh karena dulu misalnya targetnya ee ini harus kecelakaan misalnya harus 99% nggak terjadi kayak gitu kan, sekarang harus 100% nihil gitu kan. Itu udah beda kan?” (Kepala Proyek) 5.3.3 Tekanan Produksi Masalah tekanan waktu dalam konteks safety atau keselamatan bukanlah penemuan baru dalam industri konstruksi. Beberapa tekanan produksi tersebut juga disebabkan oleh berbagai hal, misalnya kurangnya perencanaan kerja, penghentian pekerjaan karena cuaca yang buruk, dan kesalahan dalam pengiriman tanggal dan waktu material, semua hal yang menyebabkan penundaan kerja, pada dasarnya menyebabkan tekanan tersendiri bagi supervisors. Oleh karena adanya penundaan tersebut, maka supervisors cenderung untuk lebih fokus pada pekerjaan yang tertunda alih-alih mengintegrasikan aspek keselamatan ke dalam pekerjaannya. Seperti yang dikemukakan oleh supervisor berikut. “Ya kadang-kadang baru nyampe rumah udah di suruh pergi lagi bawa orang buat jam yang sama besok, itu udah nggak ada ampun. Kalau proyek gini ya, jadi harus kelar 3 bulan. Kalau nggak kelar, kena denda sama owner.” (Supervisor 2) Bekerja lebih keras diperlukan untuk mengganti waktu yang tertunda, oleh karenanya supervisor cenderung mengalami distraksi dan kurang memperhatikan aspek keselamatan kerja, hal tersebut dinilai sebagai faktor penghambat komitmen supervisors untuk melakukan safety leadership. Pada saat bekerja dalam tekanan tinggi, supervisors kurang memiliki kesempatan untuk mengamati kinerja para pekerja dan melatih pekerja untuk bekerja sesuai dengan prosedur keselamatan. Perhatian utamanya saat itu menjadi terfokus pada produksi. “Mungkin karena PT. X juga Neng. PT. X pengennya yang cepet, karena berhubungannya sama owner kan lain, ya mungkin mau apa lagi. Terkecuali PT. X punya proyek tersendiri.” (Supervisor 2)
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Riana Wulandari, FKM UI, 2013
17
5.3.4 Karakteristik Tenaga Kerja (Usia, Jenis pekerjaan, Pendidikan, Lama Kerja) Sejalan dengan penelitian S. M. Conchie, M. S., Moon, S. & Duncan, M (2013), karakteristik tenaga kerja khususnya sikap keselamatan pekerja, kurangnya keterampilan dan pengetahuan pekerja, usia, jenis pekerjaan, lama kerja, dan sejenisnya muncul sebagai hambatan dari tuntutan pekerjaan yang lain. Dalam wawancara, supervisors percaya usaha mereka untuk berkomitmen terhadap safety leadership terhambat karena sikap pekerja yang termanifestasi kurang peduli terhadap safety. Dalam beberapa kasus, supervisors melaporkan merasa frustasi dan cenderung mengadaptasi pendekatan kepemimpinan yang lebih direktif daripada konsultatif. Hal tersebut dikarenakan karakter pekerja yang keras serta kasar dan level pendidikan pekerja yang rendah sehingga pengetahuan dinilai supervisors kurang dan membuat pekerja tersebut lambat dalam menerima informasi ataupun hal yang mereka ajarkan, hal demikian dianggap mempengaruhi supervisors dalam melaksanakan safety leadership. Gambaran kondisi tersebut disampaikan supervisors melalui kalimat berikut. “Wah kalau saya itu orangnya memang saya orangnya kasarlah.” (Pekerja) “.....pemahaman tentang aturan itu emang sih kita menyadari rata-rata pendidikannya dari SMA ke bawah jadi terpengaruh pendidikan...dibilang prinsip udah punya gitu...kalau yang sudah tua dianggap sudah pengalaman. Kalau ada aturan baru tuh nggak digubris gitu.” (Petugas K3LM) Menurut informan, semakin tua seseorang, dia akan semakin merasa berpengalaman, hal tersebut mempengaruhi sikapnya dalam menerima informasi baru yang berbeda dari “zaman”nya, sehingga tidak jarang petugas K3LM ataupun supervisors merasa kesulitan untuk menanamkan safety karena dianggap oleh pekerja dengan usia lebih tua sebagai hal yang berbeda dengan nilai yang diyakininya. Tidak jauh berbeda dengan usia, pengaruh lama kerja juga sejalan dengan hal yang dikemukakan di atas.
Semakin orang merasa
berpengalaman, semakin sulit dia untuk menerima nilai-nilai baru. Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa ada empat faktor yang dinilai dapat menghambat komitmen supervisors terhadap pelaksanaan safety leadership di tempat kerja, yaitu peran ganda sebagai beban tambahan, masalah prosedural, tekanan produksi dan karakteristik tenaga kerja.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Riana Wulandari, FKM UI, 2013
18
6. Penutup 6.1 Simpulan
Safety leadership mencakup empat komponen utama yaitu personality and values, leadership style, best practices, dan organizational culture
Pada tema penelitian personality and values, para supervisors di proyek pembuatan box tunnel ini memiliki hampir seluruh karakter kepribadian “the big five” Krause (2005), yaitu adanya orientasi belajar, kepatuhan, kerjasama, keterbukaan dan memelihara hubungan baik dengan pekerja
Pada tema penelitian leadership style, supervisors proyek pembuatan box tunnel ini menunjukkan pola kepemimpinan transformasional. Supervisors proyek ini memiliki empat dari tujuh faktor kepemimpinan transformasional, yaitu motivasi inspirasional, pertimbangan individu, penghargaan kontingen, dan pengecualian manajemen.
Pada tema penelitian best practices, mencakup tiga hal, yaitu acting as a role model, motivating staff to behave safely and monitoring performance.
Pada poin best
practices ini, proyek dinilai memiliki praktik yang memperhatikan keselamatan dimana komunikasi dengan pendekatan personal dinilai sebagai cara efektif dalam menanamkan nilai keselamatan kerja
Faktor-faktor yang mendukung komitmen supervisors dalam melaksanakan safety leadership yaitu dukungan (organisasi, rekan kerja, atasan, dan subkontraktor), otonomi, dan sumber daya personal sebagai faktor-faktor yang dirasakan benar-benar membantu mereka dalam melaksanakan safety leadership.
Faktor SDM dapat menjadi faktor pendukung apabila sumber daya manusia tersebut memiliki kapitasi psikologi yang saling mendukung dengan organisasi khususnya dalam bidang keselamatan kerja.
Ditemukan empat faktor yang dapat menghambat komitmen supervisors dalam melaksanakan safety leadership yaitu peran ganda sebagai beban tambahan, masalah prosedural, tekanan produksi dan karakteristik tenaga kerja dalam proyek ini.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Riana Wulandari, FKM UI, 2013
19
6.2 Saran
Diperlukan upaya pengendalian dalam hal personality and values yaitu terkait kestabilan emosi supervisors di tempat kerja
Perlu dibuat keseragaman standar dan prosedur agar tidak membingungkan pekerja di lapangan melalui perbaikan pendistribusian informasi khususnya di bidang keselamatan kerja
Perlu peningkatan dalam penegakkan prosedur keselamatan kerja
Revitalisasi program-program keselamatan kerja yang memperhatikan reward, punishment dan penanaman nilai-nilai keselamatan untuk pimpinan maupun pekerja
Masalah faktor sumber daya manusia, perlu dilakukan pelatihan terhadap supervisors agar safety leadership performance mereka meningkat, apabila perusahaan terkendala masalah budget, maka sebaiknya cukup supervisors yang ditraining, hasil penelitian menunjukkan bahwa komitmen pengawas jauh lebih berdampak dan memiliki pengaruh kuat terhadap aspek keselamatan kerja di suatu perusahaan.
Dalam proses implementasi safety leadership, dapat dilakukan dengan peningkatan faktor-faktor yang dapat mendukung dan menurunkan faktor-faktor yang menghambat perilaku safety leadership misalnya dengan memberikan contoh atau menjadi role model, menanamkan nilai-nilai safety, meningkatkan dukungan rekan kerja dan atasan atau pimpinan organisasi, dan sejenisnya.
Perusahaan sebaiknya menetapkan sistem fit and proper test kepada calon-calon pemimpin berbasis safety leadership sehingga ketika safety leadership telah terintegrasi dengan sistem, maka keselamatan kerja di perusahaan dan safety leadership di perusahaan tersebut akan berkelanjutan
Perusahaan sebaiknya memberikan perhatian kepada pemberian insentif ataupun apresiasi bagi pekerja ataupun pemimpin yang berprestasi atau menjalankan keselamatan kerja secara konsisten ataupun mampu menjadi safety role model dan mengurangi pemberian sanksi
Peran dari top management juga sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan safety leadership di Proyek sehingga diperlukan adanya edukasi safety aspect di Proyek terhadap top management
Monitoring dan evaluasi sebaiknya dijalankan sebagai feedback untuk mengetahui apakah sebenarnya di lapangan para pemimpin masih berkomitmen untuk menjadi role model atau safety leader bagi tim kerjanya atau tidak Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Riana Wulandari, FKM UI, 2013
Kepustakaan Arvey, R.D, Rotundo, M., Johnson, W., Zhang, Z. & McGue, M. 2006. ‘The determinants of leadership role occupancy: genetic and personality factors’. The Leadership Quarterly, vol 17, 1-20. Bakker, B. A. & Demerouti, E. 2006. ‘The Job Demands-Resources model: state of the art’. Journal of Managerial Psychology, vol. 22, 309-328. B. M. Bass & B. J. Avolio. 1992. ‘The Multifactor Leadership Questionnaire’. Braine, D. R. & Roodt, G. 2011. ‘The Job Demands-Resources model as predictor of work identity and work engagement: A comparative analysis’. SA Journal of Industrial Psychology, vol. 37, 1-11. Broadbent, G.D. Transforming Safety Leadership: Using Science to Inform Leadership Competencies & Reinforce Optimal Safety Culture Development. November 12, 2012. http://www.sia.org.au/downloads/Conferences/NSW/2012-sydney-safetyconference/speaker-presentations/david-broadbent.pdf. Comoms. 2007. Thousand of Construction Accidents Occur Each Year. Januari 29, 2013. http://www.nowpublic.com/health/thousands-construction-accidents-occur-each-year. Conchie, M. S., Moon, S. & Duncan, M. 2013. ‘Supervisors’ engagement in safety leadership: Factors that help and hinder’. Safety Science, vol.51, 109–117. Conchie, Stacey &Moon,Susannah. Promoting active safety Leadership. University of Liverpool, School of Psychology. November 12, 2012. (http://www.iosh.co.uk/idoc.ashx?docid=0b999360-8f47-4740-9600823a9d2e29e7&version=-1. Demerouti, E. et al. 2001. ‘The job demands-resources model of burnout’. Journal of Applied Psychology, vol. 86, 499-512. Dingsdag, D.P., Biggs, H.C. & Sheahan, V. L. 2008. ‘Understanding and defining OH&S competency for construction site position: worker perceptions’. Safety Science, vol. 46, 619-633. Eckenfelder, J. D. 2003. The Antidote for Behavior-Based Safety: The Virtues and Vices Associated with BBS and The Cure. November 12, 2012. http://www.culturethesos.com/downloads/OccHaz_09_01_03_Antidote_for_BBS.pdf Evans, M.G. 1970. ‘The Effects of Supervisory Behavior on The Path-Goal Relationship’. Organizational Behavior and Human Performance, vol.15, 43-56.
Faktor-faktor..., Riana Wulandari, FKM UI, 2013
Fleishman, E. A., & Harris, E. F. 1962. ‘Pattern of Leaderhip Behavior Related to Employee Grievances and Turnover’. Personnel Psychology, vol.15, 43-56. Fleming, Mark. 1999. Effective Supervisory Safety Leadership Behaviours in The Offshore Oil
and
Gas
Industry.
Januari
17,
2013.
http://www.hse.gov.uk/research/otopdf/1999/oto99065.pdf. Flin, R.., Mearns, P., O’Connor, R. & Bryden, R. 2000. ‘Measuring safety climate: identifying the common features’. Safety Science, vol. 34, 177-192. Flin, Rhona. 2010. ‘Senior managers’ safety leadership: identifying the active ingredients: A Path-Goal Theory of Leader Effectiveness’. Administrative Science Quarterly, vol. 16, 321-338. Freimuth, Robert J. 2006. Perception of Safety Culture: A study of fire chiefs in volunteer fire departmens. Disertasi, Capella University, United States. Hartono, Widi dan Hero P, & Hendra. 2012. K3 Pada Proyek Konstruksi. Januari 19, 2013. http://sipil.ft.uns.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=205&Itemid=1. hf.gpsafetyclimate.com, Safety Climate. Scotland : NHS Education for Scotland, 2010 Higgins, A. C. & Kreischer, J.D. 2006. Evaluating Leadership: Taming the M&A Wild Card. November 12, 2012. http://www.lifgroup.com/pdfs/ch_stc/STCv4i1.pdf. id.shvoong.com. (2008). Usaha-usaha pencegahan terjadinya kecelakaan kerja. http://id.shvoong.com/business-management/human-resources/1822345-usaha-usahapencegahan-terjadinya-kecelakaan/(diakses pada 12 November 2012 Pukul 04.20 WIB) Id.shvoong.com. (2011). Pengertian Komitmen. http://id.shvoong.com/businessmanagement/management/2190790-pengertian-komitmen/#ixzz2H4P7gKTk (Postingan 25 Juli 2011, diakses pada tanggal 5 Januari 2013 Pukul 11:03 WIB) Integral Leadership Center. 2012. Problematizing the Tension between Autonomy and Januari 5, 2013. Control at the workplace. http://leadershipcenter.tistory.com/entry/Problematizing-the-Tension-betweenAutonomy-and-Control-at-the-workplace. Jamsostek. 2010. Kecelakaan Kerja Terbanyak di Sektor Konstruksi. Januari 19, 2013 http://www.jamsostek.co.id/content/news.php?id=828. Katz, D., Maccoby, N., Gurin. & Floor, L. 1951. Productivity, Supervision, And Morale Among Railroad Workers. Ann Arbor., MI : Survey Research Center, Institute for Social Research, The University of Michigan
Faktor-faktor..., Riana Wulandari, FKM UI, 2013
Koppula, Ritu. Examining the relationship between transformational leadership and engagement. November 12, 2012. http://scholarworks.sjsu.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=4478&context=etd_theses Krause, R. T. & Weekley, T. 2005. Safety Leadership: A four-Factor model for establishing a high-fuctiong organization. November 12, 2012 http://www.asse.org/education/seminarfest13/docs/PSJ%20Articles/Sem%2019/Safety %20leadership%20four%20factor%20model_krause_1105.pdf Krause, Thomas R & Weekley, Thomas. 2005. A New Paradigm of Safety Leadership : Understanding The Role of Leadership in Creating Safety Excellence. Januari 18, 2013. http://www.bstsolutions.com/pdfs/new_paradigm_for_safety_leadership.pdf. Krause, Thomas. 2004. The Role of Culture in Fatality Prevention. November 12, 2012.https://www.asse.org%2Fpracticespecialties%2Fmanagement%2Fdocs%2FThom as%2520Krause%2520Article.doc&ei=kJ3uUOOEHI6nkAXp3oDoDA&usg=AFQjCN Ewi0ds4UWh9HJbbAPNpz6omGrzTA&sig2=lCgzyXPJdOI4FYaPOFiLJw Kulonprogokab.go.id. 2009. Sektor Konstruksi Tertinggi Dalam Kecelakaan Kerja. November 12, 2012. http://www.kulonprogokab.go.id/v21/Sektor-KonstruksiTertinggi-Dalam-Kecelakaan-Kerja_17. Lawal,Y. O. & Chukwuebuka, K.C. 2007. Evaluation of leadership and Organizational Performance in Small-Scale industries in Nigeria; A Case of Selected Small Scale industries in Aba, Abia State, Nigeria. November 12, 2012. http://www.bth.se/fou/cuppsats.nsf/all/f2363c896b533388c12572fb0047821d/$file/MB A%20THESIS%20BY%20OWOLABI%20&%20KINGSLEY.pdf Lekka, Chrysanthi. 2012. The Health and Safety Laboratory for the Health and Safety Executive : A Review of The Literature on Effective Leadership Behaviours for Safety. Januari 17, 2013. http://www.hse.gov.uk/research/rrpdf/rr952.pdf. Lexy, J.Moleong. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset. Leyland, John. 2009. Measuring Safety Performance with Leading Indicators. November 12, 2012. https://portal.csse.org/opendoc.asp?docID=2298 Metal Services Center Institute Safety Bulletin : Leadership and Accident Prevention, February 2011 (diakses pada 12 November 2012 Pukul 04.20 WIB) Nahrgang, J.D., Morgeson, F.P. & Hoffgan, D.A. 2011. ‘Safety at work. A meta-analytic investigation of the link between job resources, burnout, engagement and safety outcomes’. Journal of Applied Science, vol. 96, 71-94.
Faktor-faktor..., Riana Wulandari, FKM UI, 2013
Ogbonna, E., &Harris,C. L. 2010. ‘Leadership style, organizational culture and performance: empirical evidence from UK companies’. International Journa of Human Resource Management, vol. 11, 766–788. Petersen, D. & Dotson, K. 2006. Executive Safety Leadership. November 12, 2012. http://www.depts.ttu.edu/vpr/integrity/csb-response/downloads/Dotson-PetersenArticle.pdf Ramli, Soehatman. 2010. Pedoman Praktis Manajemen Risiko dalam Perspektif K3 OHS Risk Management. Jakarta: Dian Rakyat. Rukmani, K.,Ramesh,M., &Jayakrishnan, J. 2010. Effect of Leadership Styles on Organizational Effectiveness. European Journal of Social Sciences, vol. 15, Number 3. http://www.eurojournals.com/ejss_15_3_07.pdf(diakses pada 12 November 2012 Pukul 04.20 WIB) Safety Matters. Leadership and Organisational Safety Culture. November 12, 2012. http://www.managementbriefs.com/_media/pdfs/safety_matters_chapter3.pdf. Sashkin, M. & Sashkin, M.G. 2011. Prinsip – Prinsip Kepemimpinan. Jakarta: Penerbit Erlangga. Schaufeli, B. W., & And Bakker, B. A. 2004. ‘Job demands, job resources, and their relationship with burnout and engagement: a multi-sample study’. Journal of Organizational Behavior, vol. 25, 293–315. Smith, M., Cohen, H., Cohen, A. and Cleveland, R. 1978. ‘Characteristics of successful safety programs’. Journal of Safety Research, vol. 10, 5–15. Stogdill, R. M. 1948. ‘Personal Factors Associated with Leadership : A Survey of The Literature’. Journal of Psychology, vol. 25, 35-71. Stogdill, R. M. & Coons, A.E. 1957. Leader Behavior : Its Description and Measurement. Columbus, OH : Bureau of Bussiness Research, Ohio State University. Sunuhardo E.P. 1999. Kajian tentang gaya kepemimpinan kepala puskesmas di Kabupaten Karawang menurut teori paul hersey dan kenneth h. Blanchard. Tesis, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok. Sutarto. 2006. Dasar-Dasar Kepemimpinan Administrasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. The
Keil
Center.
2013.
Safety
Leadership.
http://www.keilcentre.co.uk/safety-leadership.aspx.
Faktor-faktor..., Riana Wulandari, FKM UI, 2013
Januari
17,
2013.
The
Orlando Institute. 2003. Styles of Leadership. November 12, 2012 http://www.toi.edu/Training%20Materials/leading%20spiritual%20movements/Student %20Notes/E5Styles%20of%20Leadership.pdf.
Torner, M. & Pousette, A. 2009. ‘Safety in construction – a comprehensive description of the characteristics of high safety standards in construction work, form the combined perspective of supervisors and experienced workers’. Journal of Safety Research, vol. 40, 399-409. Tsung-Chih Wu. 2008. ‘Safety Leadership in the Teaching Laboratories of Electrical and Electronic Engineering Departments at Taiwanese Universities’. Journal of Safety Research, vol. 39, 599–607. Tucker, S., Chmiel, N., Turner N., Hershcovis, M.S. & Stride, C.B. 2008. ‘Perceived organizational support for safety and employee safety voice: the mediating role of coworker support for safety’. Journal of Occupational Health Psychology, vol. 13, 319330. Turner, N., Chmiel, N. & Walls, M. 2005. ‘Railing for safety: job-demands, job-control and safety citizenship role definition’. Journal of Occupational Health Psychology, vol. 10, 504-512. Zohar, D. & Luria, G. 2004. ‘The use of supervisory practices as leverage to improve safety behaviour: a cross-level intervention model’. Journal of Safety Research, vol. 34, 567577. Zohar, D. 2002. ‘Modifying Supervisory Practices to Improve Subunit Safety: A LeadershipBased Intervention Model’. Journal of Applied Psychology, vol. 87, 156-63.
Faktor-faktor..., Riana Wulandari, FKM UI, 2013