Safety Leadership Bag 1 Part 2 1.1.
Paradigma Perusahaan Terhadap Sumber Daya Manusia Sebagian besar industri mengeluhkan fenomena tingginya kecelakaan kerja
(Accident) ini meskipun sudah mendapatkan sertifikasi Sistem Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja berstandar internasional sekalipun. Biaya yang ditanggung perusahaan untuk memulihkan korban akibat kecelakaan kerja maupun kerusakan infrastruktur tidak sedikit. Asuransi memberikan santunan atau penggantian yang tidak memadai. Fenomena ”Gunung Es” selalu muncul dan diluar perkiraan manajemen sebelumnya. Pertanyaannya adalah ”Apa yang harus kita lakukan ?” Apa gunanya sertifikasi sistem manajemen K3 yang sudah diperoleh ? Mengapa kerugian begitu besar ? Begitu besarnya peran sumber daya manusia dalam menjalankan operasional perusahaan, maka hal ini menjadi tolak ukur tercapainya kinerja manajemen perusahaan bersangkutan. Bahkan Sistem Manajemen yang ada di perusahaan pun sudah mengkaji sumber daya manusia sebagai fasilitator yang memastikan tercapainya kinerja manajemen baik pada sistem manajemen mutu, keselamatan kesehatan kerja maupun lingkugan. Peran sumber daya manusia dalam mengelola sistem manajemen ternyata masih belum optimal, khususnya dalam pengelolaan sistem manajemen keselamatan kesehatan kerja yang sinergis dengan manajemen perusahaan. Akibatnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja masih cukup signifikan di berbagai sektor industri. Meskipun banyak diantaranya tidak dilaporkan sebagai kecelakaan kerja di area kerja perusahaan ke instansi terkait. Pada ilustrasi dibawah, terlihat bahwa pada dasarnya manusia akan berinteraksi dengan peralatan proses.
Safety Leadership 1 Part 2
halaman 1 dari 8
MAN
INTERFACE
INTERFACE
Administration Control
4
MACHINE
2 Substitution of Hazard Perlindungan Sumber
Engineering of
5
3
1 Elimination of Hazard
Gambar‐1. Interaksi Man–Interface–Machine Sebagian besar industri mengalami fenomena di atas dalam aktivitas operasional sehari‐hari. Dan sebagai negara berkembang sekaligus sebagai sasaran alih teknologi negara maju, Indonesia memberikan ilustrasi proses yang memberdayakan manusia lebih banyak dibanding otomatisasi proses di berbagai industri. Hal ini mengingat upaya pemberdayaan usia produktif yang optimal dalam berbagai bidang keahlian di industri.
1.2.
Visi dan Misi Perusahaan Banyak perusahaan mengalami masalah yang sama dalam hal membangun
kepedulian terhadap sistem manajemen yang ada. Top Manajemen mempunyai visi yang tidak pernah tercapai setelah sekian lama menerapkan sistem manajemen yang handal berstandar internasional. Rutinitas pekerjaan membelenggu para manager dalam menjawab KPI (Key Performance Indicator) yang sudah ditetapkan melalui ”Performance Management Tools” yang ada. Sebuah survey yang dilakukan oleh lembaga independen terhadap konsistensi implementasi sistem manajemen di berbagai perusahaan menyatakan bahwa sebagian besar perusahaan menjalankan roda bisnisnya dengan tetap pada metoda ”Conventional Management”, padahal mereka sudah bersertifikasi standar internasional pada sistem manajemennya. Sistem Manajemen mengalami stagnasi dan belum bersinergi secara konsisten dengan visi dan misi perusahaan. Safety Leadership 1 Part 2
halaman 2 dari 8
Setelah sekian lama dikaji terkait permasalahan yang timbul di hampir banyak perusahaan, salah satunya adalah kepedulian terhadap sistem manajemen perusahaan (Management System Awareness) dituding sebagai salah satu penyebab belum sinergisnya operasional perusahaan dengan sistem manajemen standar internasional yang diadopsi. Dari banyak pengamatan dan kajian di berbagai industri, pembahasan ditekankan pada bagaimana membangun kepedulian terhadap sistem manajemen perusahaan dari sudut pandang budaya perusahaan (Corporate Culture) yang ada di suatu perusahaan. Visi adalah cita‐cita, mempunyai sasaran yang sudah ditetapkan dengan timeframe (kerangka waktu) yang jelas. Visi bukanlah impian (dreaming), namun harus terukur semua kinerja yang menjadi barometer keberhasilan. Visi suatu perusahaan bisa berubah bila visi yang ditetapkan sebelumnya sudah tercapai. Misi adalah tindakan strategis untuk mencapai Visi. Misi ini memegang peranan penting, karena dalam misi terkandung perencanaan strategis yang menjadi framework (kerangka kerja) realisasinya roda bisnis perusahaan agar tetap fokus pada tujuan semula. Misi merupakan realisasi tujuan perusahaan, sekaligus sebagai dasar penetapan sasaran kinerja perusahaan. Relevansi antara visi dan misi ini begitu menentukan arah keberhasilan suatu perusahaan dalam membangun eksistensi dan ekspansi berkelanjutan perusahaan bersangkutan. Dijelaskan secara konseptual pada ilustrasi berikut ini. Pada dasarnya suatu perusahaan harus menentukan arah bisnis dalam upaya mencapai visi yang sudah ditetapkan serta menindaklanjuti misi bisnis yang dituangkan dalam “Global Strategic Planning” maupun “Operational/Business Unit Strategic Planning”. Vehicle Management (perangkat manajemen) terintegrasi menjadi sandaran yang tepat sebagai Frame (Kerangka) dalam menjalankan roda bisnis perusahaan yang tepat.
Safety Leadership 1 Part 2
halaman 3 dari 8
Company Vision
Integrated Performance
Company Policy (Kebijakan Perusahaan)
Integrated Management Policy
Integrated Management System
Company Policy
Operation / Business Unit Strategic Planning
Global Strategic Planning
Company Mission
Gambar‐2 Blueprint Manajemen Bisnis Suatu Perusahaan Safety Leadership 1 Part 2
halaman 4 dari 8
Integrasi Sistem Manajemen Mutu, Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan merupakan perangkat manajemen (vehicle management) dalam menjalankan roda bisnis perusahaan yang efektif dan efisien. Sistem Manajemen Terintegrasi ini akan menghilangkan ketergantungan terhadap peran perseorangan (Personal Management Style) yang selama ini menjadi tolak punggung kesinambungan perusahaan. ”Key Person” (Orang Kunci) dalam bisnis sangat rentan terhadap kelangsungan operasional perusahaan pada era globalisasi dewasa ini, mengingat seringnya terjadi pembajakan profesional dalam dunia bisnis dan perdagangan bebas. Kehandalan ”Key Person” (Orang Kunci) dalam perusahaan hanya terjadi pada beberapa orang, dan tentunya Top Management (pimpinan puncak) berpikir keras dalam menjaga keharmonisan horizontal agar yang bersangkutan selalu membina integritas serta loyalitas pada perusahaan. Di lain pihak sebagian karyawan menjalani rutinitas pekerjaan sebagai suatu kewajiban tugas yang harus dicapai sesuai target KPI (Key Perfomance Indicator) yang sudah ditetapkan. Dalam skema diagram alir “Blueprint Manajemen Bisnis Suatu Perusahaan, Gambar‐2”, sistem manajemen bertindak sebagai kendaraan dalam menjalankan roda bisnis operasional perusahaan. Kebijakan Manajemen (Management Policy) sebagai frame atau koridor dalam menentukan dan mencapai kinerja (performance). Hal ini belumlah memadai dalam menggulirkan sistem manajemen yang menuntut bergulirnya secara berkesinambungan dalam meningkatkan kinerja (performance). Potensi inkonsistensi dalam implementasi dan memelihara kecukupan, kelengkapan, keefektifan sistem manajemen selalu dipertanyakan dalam setiap verifikasi lembaga terkait. Mengkaji permasalahan diatas, dipandang perlu bukan hanya adanya kebijakan manajemen sebagai “Performance Management Frame”, namun perlu dibangun “Company Policy” (Kebijakan Perusahaan) yang didalamnya memuat jiwa perusahaan (Company Soul) sebagai identitas dan karakter perusahaan.
Company Policy = Company Culture + Management Policy
Safety Leadership 1 Part 2
halaman 5 dari 8
Company Culture (Budaya Perusahaan) yang akan dibentuk menyangkut perubahan Karakter Individu (Individual Character Change) yang melibatkan seluruh jajaran pada masing‐masing fungsi dan tingkatan manajemen perusahaan. Pembentukan budaya perusahaan tidaklah semudah kita mengembangkan sistem manajemen. Suatu perusahaan bisa jadi tidak akan pernah terbentuk budaya perusahaan sepanjang perjalanan bisnis mereka. Indikator yang bisa dijadikan parameter adalah tingginya tingkat ”Turn Over” (pertukaran/pergantian) karyawan dalam periode waktu yang singkat. Seringnya timbul gejolak demonstrasi menuntut perbaikan kompensasi dan beberapa indikator lain yang menjadi perhatian serius bagi manajemen perusahaan.
1.3.
Peran Sistem Manajemen K3 di Perusahaan Didalam sistem manajemen keselamatan kesehatan kerja sangat dianjurkan selalu
melakukan peningkatan berkelanjutan terhadap sistem manajemen dan kinerja. Secara mendasar bahwa keberhasilan pengelolaan sistem dengan selalu melakukan peningkatan berkelanjutan (Continual Improvement) diharapkan sistem manajemen akan lebih efektif dan tingkat kecelakaan bisa menuju nihil kecelakaan (Zero Accident). Agar kita lebih fokus dalam upaya melakukan ”Reducing Rate of Accident” atau menurunkan tingkat kecelakaan yang signifikan, maka sebaiknya jajaran manajemen lebih terfokus melakukan ”Continual Improvement” dalam mengelola resiko atau ”Risk Control” di area kerja bersangkutan. Dalam Hierarchy of Risk Control (Hirarki Pengendalian Resiko) maka pengendalian disesuaikan dengan skala resiko yang ditimbulkan baik aktual maupun potensial : 1. 2. 3. 4. 5.
Hazard Elimination (Menghilangkan Bahaya), Re‐Design Hazard Substitution (Mengganti Bahaya), Process Change Engineering Hazard & Risk Admininstration Control Personal Protective Equipment & Cloth
Efektifitas pengendalian resiko berdasarkan kategori dibagi dalam tiga fase : 1. Man Control Æ Kategori Resiko Rendah Æ Cidera Kecil : ‐ Pengendalian Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD),efektifitas 20 % ‐ Pengendalian Penerapan Administrasi, efektifitas 40 % 2. Interface Control Æ Kategori Resiko Menengah Æ Cidera Sedang : ‐ Engineering Risk , Efektifitas 70 % ‐ Engineering Hazard, Efektifitas 80 % Safety Leadership 1 Part 2
halaman 6 dari 8
3. Machine Control Æ Kategori Resiko Tinggi Æ Cidera Berat / Fatal : ‐ Hazard Substitution, Efektifitas 90% ‐ Hazard Elimination, Efektifitas 100 % Faktor keberhasilan dalam menerapkan pengendalian resiko (risk control ) tergantung dari peningkatan terus menerus (Continual Improvement) yang dilakukan dengan menggerakkan metoda pengendalian dari “Man Control” menuju “Interface Control” dan kemudian menuju “Machine Control” sesuai kategori resiko secara proporsional. Dari data kecelakaan (accident) disimpulkan bahwa 80% kecelakaan disebabkan oleh Human Error, namun dalam sudut pandang sistem manajemen keselamatan (safety management) tidak diperkenankan menyalahkan personal. Diupayakan ketergantungan pengendalian resiko tidak pada fase ”Man Control”. Lakukan improvement untuk masuk pada fase ”Interface Control’ dan bila memungkinkan masuk pada fase ”Machine Control”. Memang perlu investasi yang cukup signifikan, namun solusi ketersediaan sistem manajemen keselamatan kesehatan kerja yang selalu berupaya melakukan peningkatan berkelanjutan (continual improvement) diharapkan bisa mengefektifkan secara berkesinambungan.
MACHINE CONTROL
INTERFACE CONTROL
MAN CONTROL
Gambar‐3. Melakukan “Continual Improvement” dalam penerapan Pengendalian Resiko Regards
Dewo P Raharjo Sentral‐sistem Consulting Safety Leadership 1 Part 2
halaman 7 dari 8
Safety Leadership 1 Part 2
halaman 8 dari 8