EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PROGRAM PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA TAHUN 2012
PENGEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN OLAHAN BERBAHAN BAKU IKAN LAUT DI JAWA TENGAH
Oleh: Ir. RACHMAN DJAMAL, M.S (Peneliti Utama) Drs. SOEBANDRIYO (Peneliti Utama) Dr. H. SENEN BUDI P, SE, M.Si. (Peneliti Utama) Drs. HARSONO (Peneliti Madya) ARIF SOFIANTO, S.IP., M.Si (Peneliti Pertama)
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI JAKARTA,
NOPEMBER 2012
ABSTRAKSI Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis aspek-aspek yang terkait dengan pengembangan industri makanan olahan berbahan baku ikan laut yaitu : kebijakan dan perundangan, ketersediaan bahan baku, sarana dan teknologi, tenaga kerja, permodalan dan pasar. Hasil analisis ini diharapkan sebagai bahan masukan untuk mendukung lembaga/instansi terkait dalam pengembangan industri makanan berbahan baku ikan laut khususnya di wilayah Jawa Tengah. Lokasi penelitian ini di pusatkan di sentra (klaster) industri makanan berbahan baku ikan di Kota Pekalongan, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Brebes, Kabupaten Pati dan Kabupaten Rembang. Data dan informasi yang dianalisis dalam penelitian ini yaitu: Data data hasil penelitian sebelumnya (dalam pemberitaan koran, laporan hasil penelitian instansi penelitian, jurnal hasil penelitian, dan lainya); data sekunder diperoleh dari instansi terkait (Dinas Kelautan & Perikanan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Koperasi Dan UMKM, DISNAKERTRAN) berupa angka/nilai hasil pencatatan instansi terkait dengan industri makanan berbahan baku ikan laut. Data primer hasil interview dan indept interview dari sampel pelaku industri makanan olahan berbahan baku ikan laut, serta informasi dari hasil FGD (focused group discussion) dengan para pemangku kepentingan termasuk pelaku usaha industri makanan berbahan baku ikan laut. Data-data tersebut dianalisis dengan metode deskriptif analitis. Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat kendala sinergisitas kebijakan pemerintah pusat dan daerah serta antar sektor dan implementasi kebijakan terdapat kendala penerimaan, perilaku dan budaya pengolah ikan. Pada aspek bahan baku terdapat masalah ketersediaan karena terkendala waktu dan tempat. Pada aspek tenaga kerja, terdapat masalah kontinuitas dan keahlian/keterampilan terkendala, budaya dan pendidikan serta penerimaan terhadap perubahan. Pada aspek sarana dan prasarana terdapat masalah ketersediaan sarana yang sesuai standar, modal yang kurang dan perilaku pengusaha. Pada aspek teknologi terkendala tingkat penerapan karena budaya, pendidikan, dan modal. Pada aspek modal terdapat masalah ketersediaan, manajemen usaha dan jaringan permodalan. Pada apsek pasar terdapat kendala mutu, jumlah dan kontinuitas produksi. Kata Kunci : Pengembangan industri, makanan olahan, ikan laut,
A. Latar Belakang Industri makanan berbahan baku ikan laut merupakan salah satu kegiatan yang telah menyumbang perkembangan perekonomian di Jawa Tengah. Industri makanan berbahan baku ikan laut yang menyebar di seluruh Kabupaten/Kota di daerah Pantura maupun Pansel Jawa Tengah umumnya bersakala UMKM (usaha mikro kecil dan menengah). 2
Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011, jumlah UMKM makanan berbahan baku ikan di Jawa Tengah tercatat sebanyak 7.854 buah. Permasalahan pengembangan industri UMKM makanan berbahan baku ikan antara lain kebijakan pemerintah belum optimal mengarah kepada pengembangan industri makanan berbahan baku ikan, kendala bahan baku ikan laut, sarana dan teknologi umumnya masih sederhana, tenaga kerja yang terkait industri makanan berbahan baku ikan umumnya kurang terampil, modal usaha yang dimiliki umumnya kurang mencukupi serta pemasaran produk hasil industri umumnya terbatas. Industri makanan berbahan baku ikan laut perlu dikembangkan sehingga menjadi pendorong perekonomian yang penting di Jawa Tengah, dengan menghilangkan berbagai penghambat, mengingat potensi sumberdaya yang begitu besar serta pasar yang cukup luas. Pengolahan ikan laut perlu ditingkatkan baik untuk konsumsi dalam negeri maupun untuk tujuan ekspor. Oleh karena itulah perlu dijawab beberapa persoalan sebagaimana disampaikan di atas. Untuk menjawab hal tersebut diperlukan upaya komprehensif dalam berbagai bidang yang diawali dengan pendalaman melalui penelitian. Oleh karena itulah penelitian ini dilakukan untuk memberikan masukan bagi pengembangan industri pengolahan makanan berbahan baku ikan laut di Jawa Tengah. Lokasi penelitian ini dipusatkan di sentra industri makanan berbahan baku ikan di Kota Pekalongan, Kabupaten Cilacap, Brebes, Pati dan Rembang. Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis aspek-aspek yang terkait dengan pengembangan industri makanan berbahan baku ikan laut yaitu : kebijakan dan perundangan, ketersediaan bahan baku, sarana dan teknologi, tenaga kerja, permodalan dan pasar. Hasil analisis ini diharapkan sebagai bahan masukan untuk mendukung lembaga/instansi terkait dalam pengembangan industri makanan berbahan baku ikan laut khususnya di wilayah Jawa Tengah.
3
B. Tujuan Sesuai dengan permasalahan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini ialah: 1. Menganalisis regulasi atau kebijakan pemerintah maupun pemerintah daerah dalam mendukung pengembangan industri makanan olahan berbahan baku ikan 2. Menganalisis ketersediaan ikan bahan penunjang sebagai bahan baku industri makanan 3. Menganalisis kondisi sarana dan prasarana dalam mengembangkan industri makanan berbahan baku ikan 4. Menganalisis tenaga kerja yang mendukung pengembangan industri makanan berbahan baku ikan 5. Menganalisis teknologi yang mendukung pengembangan industri makanan berbahan baku ikan 6. Menganalisis modal yang diperlukan dalam pengembangan industri makanan berbahan baku ikan 7. Menganalisis pasar hasil industri makanan olahan berbahan baku ikan
C. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitis, sedangkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, adalah pendekatan kualitatif. Subjek penelitian atau populasi dalam penelitian ini ialah pelaku industri atau pengrajin makanan berbahan dasar ikan laut di Jawa Tengah, khususnya yang terdapat di Kabupaten Rembang, Kabupaten Pati, Kota Pekalongan, Kabupaten Brebes, dan Kabupaten Cilacap. Sampel ditentukan secara purposive, dalam pengumpulan data dengan memperhatikan
informan
dan
key
person
di
lapangan
dengan
menggunakan teknik snowball. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, yaitu ;1). Teknik observasi. 2). Teknik wawancara (interview guide), dan 3). Desk study. Penelitian ini menggunakan teknik analisis yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman.
4
D. Gambaran Industri Pengolahan Industri pengolahan ikan di Jawa Tengah didominasi oleh industri skala UMKM yang memiliki jangkauan pasar lokal serta beberapa kota lainnya di pulau Jawa. Di Jawa Tengah terdapat beberapa industri besar yang telah memilki pangsa pasar mapan di luar negeri. Kualitas produk olahan tersebut telah memenuhi semua standar mutu keamanan pangan, namun selama ini belum terjalin kerjasama dengan UKM/IKM untuk lebih berkembang. Ada sekitar 7.854 industri menengah, kecil dan mikro dengan berbagai kesulitan yang mereka hadapi. Mayoritas hanya memenuhi pasar lokal di dalam daerah, ada beberapa yang menjual di luar daerah dan pulau-pulau lain. Potensi industri ini sangat besar dengan melibatkan pekerja cukup banyak, namun daya saing mereka sangat lemah.
1. Pengolahan Ikan di Kabupaten Rembang Sentra-sentra pengolahan ikan terdapat di Kecamatan Rembang, Lasem dan Bonang. Jenis-jenis pengolahan ikan yang banyak terdapat di wilayah ini adalah pengeringan (asin), pemindangan, pengasapan, peragian (terasi) dan produk ikan segar. Seluruhnya terdapat sekitar 767 unit usaha pengolahan dengan omset per tahun mencapai Rp. 166.566.700.000,- dengan total asset sebesar Rp. 38.301.000.000,- dan melibatkan sebanyak 6.579 tenaga kerja. Sebagian besar pengolah tersebut memiliki skala usaha mikro atau rumah tangga, yaitu sebanyak 664 unit usaha yang bergerak dibidang pengolahan penggaraman (pengeringan), pemindangan, pengasapan, peragian (terasi), pereduksian, surimi (daging ikan giling), penjualan ikan segar, pembekuan dan jenis lainnya seperti pengolahan rajungan. Pemerintah Kabupaten Rembang belum mengeluarkan kebijakan secara khusus dalam upaya peningkatan industri pengolahan ikan. Namun, untuk pengelolaan perikanan dan pasar ikan telah ditetapkan Peraturan Daerah mengenai tata niaga, khususnya melalui Tempat Pelelangan Ikan. Kebijakan pemerintah daerah adalah mengharuskan 5
setiap nelayan melakukan transaksi atau menjual ikannya di TPI. Sedangkan kebijakan untuk pengolahan ikan saat ini berupa program dan kegiatan di beberapa satuan kerja secara terpisah dalam hal pembinaan, fasilitasi dan pelatihan serta bantuan sarana dan prasarana. Selama ini para pengusaha / pengolah ikan lebih banyak bertahan karena usaha sendiri dan mereka telah memiliki jaringan tersendiri baik dalam penyediaan bahan baku, teknologi maupun pasar. Di sisi lain, setiap jenis pengolahan ikan memiliki permasalahan tersendiri baik dalam pemenuhan bahan baku, proses produksi maupun pasarnya.
2. Pengolahan Ikan di Kabupaten Pati Pengolah pengolahan
Ikan
tradisional
di
Kabupaten berupa
Pati
terbilang
pengeringan,
cukup
pemindangan
besar, dan
pengasapan merupakan yang terbesar. Selain itu, pengolahan Bandeng juga cukup besar karena terdapatnya potensi tambak yang sangat besar, terutama di Kecamatan Juwana. Saat ini kebijakan terhadap pengembangan industri pengolahan makanan berbahan baku ikan laut dalam hal bahan baku adalah pengembangan bahan baku ikan dengan nilai ekonomis yaitu swangi kurisi, mata besar, kuniran, dsb untuk di fillet dan pengembangan produk berbahan baku serba bandeng. Dalam bidang sarana dan prasarana adalah pengembangan sarana prasarana berupa gedung pemfilletan ikan, peraltan fillet, gedung pendinginan, cold storage, dan alat-alat untuk melaksanakan pengolahan ikan. Untuk tenaga kerja dengan pengadaan sarana dan prasarana baru dan dukungan modal, maka semakin banyak menyerap tenaga kerja untuk pemanfaatan gedung pemfilletan, pindang, cold storage. Dalam aspek teknologi ada pengembangan teknologi pembekuan dengan pengadaan cold storage dan pengembangan teknologi sarana dan prasarana penbgolahan ikan kecil untuk dibuat kerupuk, abon ikan laut. Untuk permodalan adalah pengembangan modal untuk pelaku usaha dilaksanakan dengan dana APBD maupun APBN dalam bentuk kredit pengembalian bunga rendah dan bantuan modal 6
cuma-cuma dalam hal pasar mengembangkan pasar ikan (los pasar ikan) dengan sarana dan prasarana yang lebih memadai berupa meja, tempat display dan alat-alat penyimpanan untuk mendukung sarana rantai dingin serta sanitasi yang higienis.
3. Pengolahan Ikan di Kota Pekalongan Mayoritas pengusaha
pengolahan ikan bergerak di
bidang
pengeringan dan pengolahan ikan yang bertujuan penambahan nilai. Secara kuantitas, terjadi penurunan produk ikan dan olahan di Kota Pekalongan akibat krisis ekonomi. Kebijakan pemerintah Kota Pekalongan adalah mengembangkan konsep minapolitin, sehingga perlunya komitmen pemerintah provinsi dalam mendukung konsep minapolitin beserta sumberdayanya. Di sisi lain tidak ada kebijakan secara spesifik dari pemerintah daerah terkait dengan pengembangan industri ikan. Pelaku usaha membutuhkan bantuan multisektor. Saat ini para pengolah ikan bekerja dengan konsep “factory by order” produksi berdasrakan pesanan serta ketersediaan bahan baku
4. Pengolahan Ikan di Kabupaten Brebes Jenis olahan di Kabupaten Brebes sangat bervariasi. Terdapat industri pengolahan ikan dan peningkatan nilai tambah. Selain itu terdapat pengolahan ikan budidaya seperti bandeng. Beberapa program utama yang telah dilaksanakan adalah pelatihan dalam hal mengenai pengolah maupun penanganan mulai dari bahan baku sampai menjadi produk, bersama dengan pemerintah pusat memberikan teknologi peralatan yang semi modern kepada pengolah untuk mengembangkan produknya. Bekerjasama
dengan
perbankan
untuk
memperlancar
program
permodalan bagi pengusaha perikanan dalam hal permodalan. Kendala yang dihadapi oleh industri pengolahan ikan di Kabupaten Brebes adalah sarana
rantai
dingin
(coolbox),
permodalan
di
perbankan
dan
pengembangan sentra usaha. Hal tersebut perlu dukungan serius dari pemerintah pusat dan daerah. 7
5. Pengolahan Ikan di Cilacap Industri pengolah Ikan di Kabupaten Cilacap terdiri dari beragam jenis, baik ikan tangkap laut maupun budidaya. Pengolahan tradisional kebanyakan berbentuk pindang, kering/asin, terasi serta kerupuk. Sementara di sisi lain bahan baku ikan demersal yang besar dijual dalam bentuk segar dan olahan kering, seperti hiu cucut dan pari. Pengolahan pengeringan
melalui
penjemuran
dan
penggaraman
menghasilkan
berbagai bentuk olahan seperti kerupuk, ikan kering dan keripik. Pengolahan
pindang
dan
pengasapan
dilakukan
dengan
metode
tradisional namun unsur higienitas sudah sedikit diperhatikan. Pemasaran hasil pengolahan kering pindang, terasi dan kerupuk adalah pasar lokal dan regional, sedangkan ikan segar dari ikan hiu dan pari dipasarkan untuk tujuan ekspor. Selain itu, ikan hiu dan pari diolah untuk menghasilkan minyak ikan. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cilacap telah memiliki beberapa agenda peningkatan pengolah ikan di Kabupaten Cilacap. Ada beberapa kelompok yang mendapat perhatian terkait dengan produk unggulan yang mereka hasilkan. Di bawah ini adalah data kelompok yang difasilitasi oleh Pemerintah Kabupaten Cilacap. E. Status dan Pengembangan Pengolahan Ikan 1. Aspek Kebijakan/Regulasi Sebagian
pelaku
usaha
merasa
acuh
dengan
kebijakan
pemerintah. Respon pelaku usaha terhadap kebijakan pemerintah dapat dikatakan
kurang
antusias.
Kebijakan-kebijakan
yang
ada
tidak
memberikan dukungan secara langsung, di sisi lain kadang pengusaha merasa dihambat karena kebijakan tersebut. Sehingga mereka merasa tersingkir atau tidak mampu berkembang dibanding usaha skala besar. Contohnya peraturan mengenai higienitas, standar keamanan pangan dan aturan mengenai badan usaha tentu sulit untuk dipenuhi olah skala industri rumah tangga, namun di sisi lain tidak adanya upaya konkret 8
pemerintah agar pelaku usaha mampu memenuhi standar tersebut di atas. Sehingga kebijakan pemerintah dirasa justru memberikan ruang bagi usaha skala besar dan importir, bukan memberikan ruang berkembang bagi usaha skala mikro dan kecil. Oleh karena itu, perumusan kebijakan sebaiknya memperhatikan kondisi nyata dari pelaku usaha di lapangan. Pengembangan Kebijakan/Regulasi Ada beberapa faktor kunci yang dapat menjadi penentu kebijakan dalam peningkatan industri pengolahan ikan. Memahami kebutuhan di tingkat bawah dan sinergi antar pelaku adalah kunci utama dalam memahami kebutuhan dan arah kebijakan. 2. Aspek Bahan Baku Status Bahan Baku Selama ini salah satu kendala utama para pengolah ikan tradisional adalah ketersediaan bahan baku utama yaitu ikan yang konsisten dengan kualitas yang terjamin dan harga terjangkau. Ketersedian bahan baku penunjang seperti garam, es, dan lainnya juga menjadi faktor pembatas tidak akan disoroti dalam penelitian ini. Ketersediaan bahan baku utama sangat
tergantung
pada
musim,
karena
perkembangan
teknologi
penangkapan yang ada sampai saat ini umumnya belum dapat mengantisipasi masalah musim. Ketika musim ikan langka, maka para pengolah akan mengalami kesulitan dalam pemenuhan bahan baku. Pengembangan Bahan Baku Peluang untuk mengembangkan industri pengolahan dari aspek bahan baku yaitu potensi ikan laut maupun ikan air tawar yang dapat diproduksi di tempat-tempat pendaratan ikan (TPI) yang agak jauh dari pusat industri pengolahan ikan. Kemudian bahan baku impor dalam bentuk bahan mentah maupun bahan setengah jadi dengan kualitas yang lebih baik, produk tersebut dapat dengan mudah dipesan dan dengan harga relatif lebih murah. Jaringan komunikasi antar pasar produk olahan ikan maupun bahan baku telah ada di setiap wilayah. Selanjutnya
yang
menjadi ancaman dalam mengembangkan produk olahan makanan dari 9
bahan baku ikan adalah produk makanan yang berbahan baku ikan banyak membanjiri pasar di dalam negeri terutama di pasar swalayan. 3. Aspek Sarana dan Prasarana Status Sarana dan Prasarana Kondisi sarana dan prasarana pengolah ikan yang ada di daerah penelitian menggambarkan kondisi secara umum industri pengolahan ikan di Jawa Tengah yang masih sangat sederhana dan jauh dari memenuhi standar higienitas. Namun demikian, para pelaku usaha tidak merasa kesulitan memproduksi olahan ikan sesuai keinginan konsumen yang mayoritas kelas menengah kebawah. Persoalan sarana dan prasarana memang menjadi hambatan paling besar dalam meningkatkan mutu hasil perikanan. Hampir semua pengolah ikan tradisional belum memiliki sarana prasarana yang memadai sebagai standar keamanan pangan yang baik. Persoalan sanitasi dan higienitas belum bisa diwujudkan dengan sarana dan prasarana yang dimiliki pengusaha. Persoalan lain adalah dalam pengemasan dan pengiriman hasil olahan. Sebagain besar mengalami kesulitan dalam menjaga kualitas produk, baik berupa kelembaban maupun perlindungan dari bakteri. Persoalan pokok sarana dan prasarana pengolahan ikan meliputi rendahnya sanitasi air bersih, rendahnya kualitas bahan baku, pengolahan belum masuk ke sentra pemasaran, pengolahan belum masuk bahan baku dan pemasaran. Pengembangan sarana dan Prasarana Dalam upaya
mendorong
pengembangan
industri
makanan
berbahan baku ikan laut yang dibutuhkan berupa pengembangan sistem rantai dingin dan ketersediaan cold storage dalam menjamin ketersediaan pasokan bahan baku bagi industri pengolahan ikan.
10
4. Aspek Teknologi Status Teknologi Pada industri pengolahan tradisional, teknologi yang digunakan kadang memberikan beban tambahan cukup besar bagi biaya produksi. Aspek teknologi pengolahan inilah yang menjadikan kualitas olahan ikan belum bisa menembus pasar ekspor karena rendahnya mutu dan kualitas produk. Beberapa program telah dilaksanakan oleh pemerintah dalam upaya peningkatan teknologi, akan tetapi orientasi program hanya sekedar proyek sehingga bantuan yang diberikan kadang kurang sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas pengolah. Tingginya ongkos produksi, biaya untuk bahan bakar dan daya listrik yang terlalu tinggi menjadikan beberapa peralatan teknologi pengolahan yang lebih canggih belum bisa digunakan seperti mixer besar, vacum fraying dan lainnya. Selain itu, perilaku para pengolah juga kadang menghambat peningkatan kualtas produk. Perilaku yang higienes belum terbiasa ketika para bekerja memproduksi ikan olahan. Sarana dan prasarana pendukung lainnya juga turut mendukung perilaku para pekerja untuk bekerja secara higienes. Pengembangan Teknologi Dalam mengembangkan usaha industri pengolahan makanan berbahan baku ikan, para pengolah harus selalu berusaha berorientasi pada IPTEK agar produk yang dihasilkan dapat bersaing dengan produk yang dihasilkan pengusaha dalam maupun luar daerah. Pemerintah selaku fasilitator dan dinamisator dalam mengembangkan industri pengolahan makanan berbahan baku ikan sekala kecil menengah harus melakukan upaya meningkatkan budaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) antara lain dengan memberikan pelatihan dan bimbingan teknis (bintek)
kepada
masyarakat
pengolah
sehingga
tumbuh
perilaku
berbudaya IPTEK.
11
5. Aspek Tenaga Kerja Status Tenaga Kerja Sesuai dengan pendalaman di lapangan, kendala yang dihadapi oleh pengusaha pengolah ikan adalah masalah ketarampilan yang terbatas, pendidikan yang kurang, kurangnya penerimaan terhadap teknologi baru serta kurangnya perilaku kerja yang bersih dan higienis. Tenaga kerja juga tidak mendapatkan fasilitas yang layak di tempat kerja mereka. Pada sisi lain, tenaga kerja yang tidak tetap, karena sifatnya borongan dan berebut dengan sektor pertanian. Pengembangan Tenaga Kerja Yang dibutuhkan untuk pelatihan pengolahan ikan adalah pelatihan cara mengolah ikan yang memenuhi persyaratan kesehatan mulai dari pembersihan ikan, pemotongan ikan, penggaraman ikan yang benar, pengepakan ikan yang benar, pemasakan ikan yang benar, dan penyimpanan ikan agar tidak cepat busuk, serta dihindari dengan pemakaian formalin sehingga hasil pengolahan ikan dapat dikumsumsi oleh konsumen dengan sehat .
6. Aspek Modal Status Permodalan Dari hasil penelitian diperoleh informasi bahwa sebagian besar pengusaha ikan olahan bekerja dengan menggunakan modal sendiri tanpa menggunakan pinjaman. Pengusaha mengatakan bahwa masalah modal bukan menjadi halangan pengusaha pengolah ikan, namun demikian para pengusaha selalu ingin meningkatkan skala usahanya dari mikro menjadi skala kecil, kemudian meningkat menjadi pengusaha skala menengah dan meningkat lagi menjadi pengusaha skala sedang dan besar, sehingga modal yang dibutuhkan selalu meningkat sesuai dengan peningkatan skala usaha. Pengembangan modal Besar kecilnya modal sangat tergantung pada skala usaha ,pasar yang dijangkau, ketersediaan bahan baku, dan rantai pemasaran, sistem 12
penjualan. Perputaran modal pengusaha ikan olahan bervariasi ada yang cepat ada pula yang lama, ini sangat tergantung pada ketersediaan bahan baku, ketika bahan baku sulit didapat maka modal banyak tertanam pada persediaan bahan baku ikan sebaliknya jika bahan baku mudah diperoleh maka modal yang dibutuhkan untuk membeli bahan baku relativ tidak besar, panjang pendeknya rantai pemasaran juga menentukan besar kecilnya modal. Ketika rantai pasarnya panjang modal yang ditanam relative besar karena jangka waktu pemabyaran memakan waktu yang lama, sebaliknya jika rantai pemasarannya pendek maka modal yang dibutuhkan tidak terlalu besar. 7.
Aspek Pasar
Status Pasar Produk yang dipasarkan ke pasar lokal, regional dan nasional umumnya seperti : produk ikan pindang, ikan kering, trasi, dan surimi serta ikan asap. Upaya meningkatkan kualitas harapannya ada pengembangan dan inovasi alat produksi, namun kadang ada bantuan alat produksi dari pemerintah yang tidak digunakan karena bantuan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Pengusaha ikan olahan yang tradisional kadang juga susah untuk diajak melakukan inovasi karena tidak sesuai tradisi dan budaya. Pengembangan Pasar Pengusaha ikan olahan masih banyak terkendala pada bahan baku (bahan baku lokal, impor ataupun penyimpanan bahan baku masih lemah), sehingga sering mengganggu pengusaha ikan olahan. Pengusaha ikan olahan dalam skala mikro dan kecil masih menggantungkan pasar lokal dan regional, sehingga ketika pasar tradisional tidak dijaga kelangsungannya maka bukan tidak mungkin pengusaha ikan olahan menjadi gulung tikar. Oleh karena itu disamping dilakukan inovasi dan peningkatan ketrampilan memproduk ikan olahan maka perlu adanya inovasi pengolahan dan peningkatan produk serta pemasaran.
13
F. Simpulan 1. Kebijakan pemerintah Pelaku
usaha
menganggap
kebijakan
pemerintah
tidak
memberikan dukungan secara langsung, di sisi lain kadang pengusaha merasa dihambat karena kebijakan tersebut. Kebijakan pengembangan pengolahan ikan sifatnya sangat top down, kurang memperhatikan kebutuhan dan kapasitas para pengolah ikan atau masyarakat bawah. Selain tidak berdasarkan pada kondisi dan kebutuhan kebijakan dan program yang dijalankan masih sangat sektoral,.
2. Bahan Baku : Pengadaan bahan baku industri makanan berbahan baku ikan laut oleh para pengolah ikan dipengaruhi oleh kemampuan kerjasama pengadaan dengan berbagai pihak, kualitas dan kuantitas ikan, serta keberadaan bahan baku tersebut. 3. Sarana dan Prasarana Kondisi sarana dan prasarana industri makanan berbahan baku ikan laut di Jawa Tengah memang menjadi hambatan paling besar dalam meningkatkan mutu hasil perikanan, karena kondisi secara umum pengrajin pengolah ikan masih bersifat tradisional belum memiliki sarana prasarana yang memadai sebagai standar keamanan pangan yang baik. Persoalan sanitasi dan higienitasi belum bisa diwujudkan dengan sarana dan prasarana yang memenuhi standar baku mutu. Persoalan pokok sarana dan prasarana pengolahan ikan meliputi rendahnya sanitasi air bersih,
rendahnya
kualitas
penyimpanan
bahan
baku,
peralatan
pengolahan belum memenuhi standar kualitas. 4. Tenaga Kerja Tenaga kerja pada industri skala mikro dan kecil sebenarnya tidak membutuhkan keahlian khusus, hanya saja persoalaan perilaku kerja yang higienis menjadi persoalan. Tenaga kerja belum memperhatikan dan belum sadar akan sanitasi dan higienitas. Selain itu ketersediaan tenaga 14
kerja tergantung musim, karena sebagian besar dari mereka adalah tenaga borongan, baik di sektor pengolahan ikan dan juga pertanian. Tingkat pendidikan yang rendah, pengetahuan rendah dan tingkat penerimaan terhadap teknologi yang tinggi sangat lambat.
5. Teknologi Teknologi yang telah dikembangkan umumnya teknologi sederhana yang sebagian besar berasal dari teknologi yang diwariskan oleh orang tua para pengolah. Pengembangan teknologi pengolahan ikan yang dihadapi para pengolah ikan yaitu : kebiasaan/budaya/perilaku para pengolah terhadap teknologi, lokasi/sumber dan kemudahan teknologi tersebut diperoleh, banyak dan mutunya teknologi.
6. Modal a. Modal yang dimiliki oleh para pengolah hasil produksi perikanan umumnya modal sendiri dan pengelolaan modal yang dimiliki belum optimal. b. Ketersediaan modal di lembaga permodalan (pemerintah dan swasta) cukup banyak dengan skema pinjaman yang belum seluruhnya berorientasi pada pengembangan UMKM. 7. Pasar a. Pasar produk makanan olahan berbahan baku ikan sebagaian besar untuk memenuhi permintaan pasar lokal, sebagian kecil produk olahan makanan berbahan baku ikan laut yang dipasarkan di pasar swalayan. b. Pemasaran produk hasil olahan ikan dipengaruhi oleh jumlah produksi dan mutu produkai, pengemasan, trasportasi, dan harga produk.
15
G. Saran 1. Kebijakan pemerintah : Ada beberapa faktor kunci yang dapat menjadi penentu kebijakan dalam peningkatan industri pengolahan ikan, yaitu bagaimana stakeholder pemerintah dapat; a. Memahami kebutuhan di tingkat bawah melalui proses perumusan kebijakan yang bottom up b. Sinergi antar pelaku baik antar satuan kerja pemerintah pusat dan daerah, juga antar pelaku usaha, pemerintah, pemasok dan distributor melalui sebuah kemitraan yang difasilitasi pemerintah c. Memperhatikan aspek budaya dan perilaku agar kebijakan dapat diterima baik secara teknis maupun sosial oleh pelaku
2. Bahan Baku a. Para pengolah perlu bersaha meningkatkan bekerjasama kontrak pengadaaan ikan dengan TPI dan pedagang ikan (agen) pada saat musim maupun tidak musim ikan; b. pemerintah perlu meningkatkan fasilitasi pengadaan bahan baku di dekat sentra pengolahan bersamaan dengan bantuan pengadaan tempat/alat (gudang/coldstorage) untuk penyimpanan sementara bahan baku.
3. Sarana dan Prasarana Perbaikan sarana dan prasarana yang dilakukan oleh pemerintah daerah selama ini perlu dievaluasi baik bentuk maupun sasarannya agar sesuai dengan kebutuhan. Selain itu juga tidak terkesan proyek semata dari satu instansi, namun bisa sinergi dengan instansi lain sehingga tidak terjadi duplikasi dan ada upaya saling melengkapi. Dengan demikian, pemerintah pusat dan daerah perlu melakukan sinergi vertikal maupun horizontal. Selain itu, perlunya upaya komprehensif untuk melakukan perubahan budaya dan perilaku pengolah ikan agar lebih higienis.
16
4. Tenaga Kerja a. Pelatihan ketrampilan mengolah ikan kepada kelompok pengolah ikan b. Mengembangkan budaya kerja yang bersih dab higienis di kalangan pekerja melalui penyuluhan, sosialisasi dan pelatihan c. Meningkatkan
daya
saing
pekerja
melalui
pengetahuan-
pengetahuan praktis dibidang pengolahan ikan d. Agar
memperhatikan
upah,
kesehatan
dan
pembinaan
berkelanjutan.
5. Teknologi: a. Bagi pengolah : 1) meningkatkan pemantauan perkembangan teknologi pengolahan ikan guna mengantisipasi perkembangan permintaan pasar akan produk olahan; 2) meningkatkan uji terap/percobaan teknologi diversifikasi produk olahan sesuai permintaan pasar bekerjasama dengan pemerintah dan swasta. b. Bagi pemerintah : 1) meningkatkan program diseminasi teknologi pengolahan yang berkelanjutan sesuai perkembangan IPTEK ; 2) meningkatkan fasilitasi kerjasama pengadaan sarana pengolahan yang lebih efektif dan efisien dengan berbagai pihak terkait. 6. Modal a. Perlunya dilakukan pendidikan pelatihan atau bimbingan teknis pengelolaan permodalan yang baik sesuai dengan standard manajemen usaha modern b. Fasilitasi pemerintah daerah sangat dibutuhkan dalam upaya kebijakan
alokasi
permodalan
perbankan.
Perlunya
sistem
permodalan yang berpihak pada UMKM/IKM melalui prosedur, jaminan dan angsuran yang memudahkan mereka
17
7. Pasar a. Perlunya fasilitasi pemerintah dalam rangka menghasilkan produk yang berkualitas, akan tetapi masih sesuai dengan pasar kelas menengah ke bawah, sehingga jangkauan bisa lebih luas, baik untuk lokal, regional maupun untuk eksport; b. Perlunya fasilitasi pemerintah dalam hal promosi dan pembukaan jaringan pasar yang lebih luas, serta sistem pemasaran yang tidak merugikan pengolah ikan, misalnya dengan sistem pembayaran yang langsung, tidak terlalu lama seperti pasar swalayan moden sekarang ini yang merugikan pengolah ikan. H. Bahan rekomendasi 1. Kebijakan : Penjabaran sesuai pelaku/penguna siosialisasi implementasi 2. Bahan Baku : Kerjasama kelompok efektif & efissien 3. Tenaga Kerja : Sistim Diklat Pengolah Ikan & Permodalan 4. Sarana & Prasarana : Diklat Sarpras & Permodalan 5. Teknologi : Bintek & skema permodalan 6. Modal : diklat managemen & perbankan berorientasi UMKM 7. Pasar : Pemasyarakatan makan ikan, diklat packaging, & sistim permodalan UMKM
18
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsini, 2000, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, Rineka Cipta, Jakarta Aritonang, I. 2000. Krisis Ekonomi : Akar Masalah Gizi. Cetakan I. Penerbit Media Pressindo, Yogyakarta. Buchari, Alma, 1998. Manajemen Pemasaaran dan Pemasaran Jasa. Penerbit CV. Alfabeta, Bandung. Bungin, Burhan, 2008, Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, Prenada Media Group, Jakarta Direktorat Gizi- Departemen Kesehatan RI. 1979. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bharata Aksara, Jakarta. Djakapermana, RD., 2003. Pengembangan kawasan agropolitan dalam rangka pengembangan wilayah berbasis Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah RI. Jakarta. Husainie Syahrani, H.A. 2001. Penerapan agropolitan dan agribisnis dalam pembangunan ekonomi daerah. FRONTIR Nomor 33, Maret 2001. UGM Yogyakarta Kotler, P. 1987. Dasar-Dasar Pemasaran. Penerbit Intermedia. Cetakan I, Jakarta. Mowen J.C. dan Minor M., 2002. Perilaku Konsumen. Penerbit Erlangga, Jakarta. Pasaribu, M., 1999. Kebijakan dan Dukungan PSD-PU dalam Pengembangan Agropolitan. Makalah pada Seminar Sehari Pengembangan Agropolitan dan Agribisnis serta Dukungan Prasarana dan Sarana, Jakarta, 3 Agustus 1999. Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah. 2005. RPPK Jawa Tengah. Peter J.P. dan Olson J.C., 2000. Consumer Behavior. Penerbit Erlangga,Jakarta Suratman. 2001. Studi Kelayakan Proyek, Teknik dan Prosedur Penyusunan Laporan Edisi I. J & J Learning. Yogyakarta. Soekartawi. 1993. Manajemen Pemasaran Dalam Bisnis Modern. Cetakan Pertama. Penerbit Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. __________, 2001. Pengantar Agroindustri. Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. ___________,, 2003. Agribisnis (Teori dan Aplikasinya). Penerbit PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta. Soesilo, Indroyono & Budiman, 2003, Laut Indonesia; Teknologi dan Pemanfaatannya, Lembaga Informasi dan Studi Pembangunan Indonesia (LISPI), Jakarta Sudiyono, A. 2002. Pemasaran Pertanian. Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang. Edisi ke -2, Cetakan ke-2, Malang. Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Alfabeta Bandung Surachmad, Wiratno, 1982, Dasar dan Teknik Penelitian Researh Pengantar, Alumni, Bandung 19
Sutrisno Hadi, 1986. Metodologi Research. Yayasan Penerbitan Fak. Psikologi UGM Yogyakarta. Swasta B. dan Sukotjo. 1997. Pengantar Bisnis Modern. Liberti. Yogyakarta. Swastha, B. 1990. Azaz-azaz Marketing. Penerbit Liberty, Yogyakarta. Tambunan, Tulus TH, 2002, Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia; Beberapa Isu Penting, Salemba Empat, Jakarta Triarso, I. 2004. Final Report : Study On Total Allowable Catch Determination. PT.Garda Mandiri Tunggal, Semarang. Dokumen tanpa penerbit Bappeda Provinsi Jawa Tengah & BPS Provinsi Jawa Tengah, 2009, Jawa Tengah Dalam Angka 2009 Permenkes 1096 th 2011 tentang Higiene Sanitasi Jasa Boga Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan no 15 th 2011 tentang Pedoman Penggunaan Produk Dalam Negeri Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Tengah, 2006, Profil Perikanan Tangkap Jawa Tengah Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Tengah, 2007, Profil Perikanan Tangkap di Perairan Umum Jawa Tengah Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Tengah, 2010, Profil Perikanan Tangkap di Perairan Umum Jawa Tengah Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah, Potensi Industri Makanan Jawa Tengah Tahun 2011 UU no 32 th 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup UU no 40 th 2009 tentang Perseroan Terbatas UU no 25 th 2007 tentang Penanaman Modal
20