Executive Summary
Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan
Sebagai negara yang menganut sisitem perekonomian terbuka maka sudah barang tentu pertumbuhan ekonominya dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal diantaranya dipengaruhi oleh ketersediaan sumber daya alam, ketersediaan infrastruktur, pola kehidupan atau budaya masyarakat, serta kebijakan pemerintah. Sedangkan pada sisi faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi diantaranya adalah nilai tukar, perdagangan luar negeri (ekspor dan impor), serta keluar atau masuknya investasi. APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) merupakan salah satu instrumen pemerintah untuk mengatur perekonomian nasional. Dari sisi penerimaan negara, APBN dapat digunakan untuk mengatur berapa besarnya dana dalam perekonomian harus dialirkan ke pemerintah yaitu melalui mekanisme perpajakan dan instrumen lainnya. Dari sisi belanja negara, pemerintah dapat mengatur alokasi dana untuk sektor-sektor perekonomian, berdasarkan preferensi atau kebijakan pemerintah untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Kebijakan pemerintah melalui APBN ini diharapkan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat, sehingga akan mendorong tingkat konsumsi dan investasi domestik. Dengan demikian, pemilihan kebijakan APBN bukan sekedar bagaimana mengalokasikan dana pada sektor-sektor tertentu, tetapi juga harus dipikirkan bagaimana agar investasi meningkat, dunia usaha domestik memiliki daya tahan dan daya saing yang kuat, dan pasar domestik bisa menjadi pasar yang menguntungkan, baik untuk produk dari dalam negeri maupun luar negeri. Model Makro APBN ini merupakan alat analisis yang dirancang bagi pembuat kebijakan APBN untuk mengembangkan berbagai alternatif kebijakan APBN serta memprakirakan dampaknya terhadap indikator-indikator pembangunan. Pembuat kebijakan APBN dapat membandingkan hasil simulasi dari berbagai alternatif kebijakan yang dibuat, dan menentukan alternatif mana yang paling baik untuk diimplementasikan. Alternatif kebijakan yang baik adalah alternatif kebijakan APBN yang memiliki dampak positif yang paling besar terhadap indikator-indikator pembangunan.
1
Dengan demikian, kegiatan pengembangan model termaksud merupakan langkah strategis Kementerian Keuangan untuk dapat menyusun kebijakan APBN yang efisien dan efektif dalam mencapai sasaran pembangunan yang diinginkan. Capaian sasaran pembangunan yang dimaksud dapat diukur dari berbagai indikator pembangunan ekonomi, antara lain mencakup produk domestik bruto, pendapatan pemerintah, pendapatan masyarakat, penyerapan tenaga kerja, dan pengurangan jumlah penduduk miskin. Dengan dibangunnya model ini diharapkan perumus kebijakan dapat memiliki alat untuk menentukan berbagai alternatif kebijakan di bidang ekonomi serta memprediksi dampak kebijakan pada indikator-indikator ekonomi, mencakup investasi, ekspor / impor, Produk Domestik Bruto, pendapatan Pemerintah, pendapatan masyarakat, penyerapan tenaga kerja dan output sektoral. Dengan demikian perumus kebijakan dapat merekomendasikan kebijakan yang terbaik untuk dilaksanakan. Outcome dari model adalah terciptanya alokasi belanja pusat yang efisien dan efektif. Belanja pusat akan konsisten dengan kebijakan APBN pro-poor, pro-growth, dan pro-job. Selain itu, diharapkan juga model ini mengarahkan kebijakan-kebijakan dalam kerangka fiscal sustainability. Substansi dan Validasi Model Seluruh persamaan struktural di dalam model dampak ini memiliki hubungan kausalitas yang logis dari sudut pandang teori ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari tanda dan besaran nilai koefisien parameter dugaan (estimate) dari setiap persamaan yang dapat dijelaskan menurut teori ekonomi. Hasil pendugaan model dalam kajian ini dapat dikatakan baik, hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasinya (R²) dari masing-masing persamaan perilaku yaitu berkisar antara 0.50 sampai dengan 0.99. Dari seluruh persamaan perilaku yang di estimasi, hanya terdapat 1 persamaan perilaku, yang nilai R2 dibawah 0.5 yaitu persamaan (LnOA22) atau persamaan output di sektor Bangunan. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum peubahpeubah penjelas (exogenous variable) yang ada di dalam persamaan perilaku mampu menjelaskan dengan baik perilaku peubah endogen (endogenous variable). Setiap persamaan struktural mempunyai besaran parameter dan tandanya sesuai dengan harapan dan cukup logis dari sudut pandang teori ekonomi (a priori economic), 2
meskipun demikian masih terdapat beberapa explanatory variables yang tidak signifikan secara statistik, dalam arti bahwa secara individu variabel tersebut tidak berbeda nyata dengan nol mempengaruhi variabel endogennya. Nilai statistik-t, digunakan untuk menguji apakah masing-masing variabel penjelas berpengarauh nyata terhadap variabel endogennya. Hasil estimasi dari statistik-t yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat beberapa peubah penjelas yang tidak signifikan atau tidak berbeda nyata dengan nol terhadap variabel endogennya pada taraf dengan taraf
=0.05. Dalam studi ini taraf
yang digunakan cukup fleksibel yaitu
= 0.15.
Untuk mengetahui apakah model cukup valid untuk membuat suatu simulasi alternatif kebijakan atau non kebijakan dan peramalan, maka perlu dilakukan suatu uji terhadap keakurasian dan validasi model, dengan tujuan untuk menganalisis sejauh mana model tersebut dapat mewakili fenomena dampak kebijakan makro terhadap kinerja perekonomian Indonesia. Dalam kajian ini, kriteria statistik untuk validasi nilai pendugaan model ekonometrika yang digunakan adalah Root Means Percent Square Error (RMSPE) yang digunakan untuk mengukur seberapa jauh nilai-nilai peubah endogen hasil pendugaan menyimpang dari alur nilai-nilai aktualnya dalam ukuran relatif (persen), atau seberapa dekat nilai dugaan itu mengikuti perkembangan nilai aktualnya, sedangkan Theil’s Inequality Coefficient (U), yang bermanfaat untuk mengetahui kemampuan model untuk melakukan simulasi dan analisis kebijakan. Pada dasarnya makin kecil nilai RMSPE dan U-Theil’s, maka pendugaan model semakin baik (Pindyck and Rubinfield, 1991). Hasil validasi model menunjukkan bahwa seluruh variable memiliki nilai RMSPE dibawah 5%, yang munujukkan bahwa persamaan perilaku yang hanya menyimpang kurang dari 5 persen dari nilai aktualnya. Dengan kata lain bahwa model ini dapat dijadikan sebagai model peramalan. Model ini juga dapat dijadikan sebagai sebuah model untuk alternatif simulasi kebijakan, karena nilai U-Theil seluruhnya berada di bahwa 0.2. Dengan kata lain bahwa, secara keseluruhan model ini dapat digunakan untuk melakukan peramalan perilaku dan simulasi alternatif kebijakan. Analisis Model Makro APBN Pada tahun pertama pembuatan Model Dampak Kebijakan APBN ini, Tim akan fokus pada dua hal yaitu bagaimana apabila pemerintah menambah atau meningkatkan Subsidi Non 3
Energi dan Subsidi Energi sebesar 10% pada APBN terhadap beberapa kondisi/kinerja makro ekonomi dan kinerja sektor-sektor ekonomi tertentu di Indonesia. Dampak Peningkatan Subsidi Non Energi Kebijakan peningkatan subsidi non energi (subsidi pangan, pupuk, benih,PSO, Kredit Program, Subdisi Pajak, Subsidi minyak goreng (OP), subsidi bahan baku kedelai dan Subsidi obat) sebesar 10 persen digambarkan pada tabel 4.5. Tabel 1.
Hasil Simulasi Peningkatan Subsidi Non-Energi Sebesar 10 Persen Terhadap Kinerja Makroekonomi Indonesia. No
Nilai
Variabel Endogen
Dasar
Simulasi Nilai
1
Produk Domestik Bruto
PDB
2,424,398 2,424,401 0.00013
2
Ekspor non migas
XNMIGC 675,645
675,645
0.00001
3
Ekspor migas
XMC
401,590
401,590
4
Impor barang konsumsi
MBMC
133,937
133,937
0.00003 0.00005
5
1,172,510 1,172,514 0.00035
6
Penerimaan pemerintah migas PMIG Indeks harga konsumen umum IHKG
7
Konsumsi Swasta
CONS
1,347,802 1,347,805 0.00025
8
Investasi
INV
615,494
615,494
0.00008
9
Konsumsi Pemerintah
G
135,535
135,535
0.00001
10
Ekspor
X
1,077,234 1,077,235 0.00002
11
Impor
M
751,667
213.69
213.69
751,668
0.00027
0.00010
Sumber: Analisis Model, 2010 Dari hasil simulasi terlihat bahwa secara keseluruhan hanya berdampak kecil bagi kinerja perekonomian Indonesia. Pertumbuhan Ekonomi hanya meningkat kurang dari satu
4
persen. Lebih jauh dapat diketahui bahwa output sektoral terbesar mengalami penigkatan adalah sektor pertanian (Tabel 2). Tabel 2.
Hasil Simulasi Peningkatan Subsidi Non-Energi Sebesar 10 Persen Terhadap Kinerja 20 Sektor di Indoensia No
Deskripsi Sektoral
1 2 3 4 5 6 7
Pertanian Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan Pertambangan Migas Pertambangan Non Migas Industri Makanan, Minuman, dan 8 Tembakau 9 Industri Pemintalan, Tekstil, Pakaian, 10 Industri Bambu, Kayu dan Rotan 11 Industri Kertas, Barang dari Kertas, dan 12 Industri Pupuk, Pestisida, dan Kimia, 13 Industri Minyak dan Gas 14 Industri Barang Mineral Bukan Logam 15 Industri Dasar Besi dan Baja 16 Industri Logam DasarBukan besi 17 Industri Barang dari Logam 18 Industri MesindanAlatListrik 19 Industri Alat angkutan dan Perbaikannya 20 Industri Lainnya Sumber: Analisis Model, 2010
Output
TK
Income
3.12381 0.11966 0.12613 0.03257 -0.00493 -0.01150 0.06937 -0.01227 -0.00068 0.00014 0.00002 0.00002 -0.00012 -0.00001 0.00020 0.00032 0.00010 0.00004 0.00090 0.00023 0.00041 0.00000 0.00000 -0.00002 0.00036 0.00010 -0.00001 0.00002 0.00012 -0.00003 -0.00060 -0.00004 0.00001 0.01502 -0.00503 0.00124 -0.00008 -0.00002 0.00000 0.00013 0.00014 0.00021 0.00017 0.00010 -0.00003 0.00002 0.00000 0.00000 0.00075 0.00001 0.00012 0.00086 0.00000 0.00000 0.00020 0.00002 0.00020 0.00076 0.00014 0.00018
Dampak kebijakan subsidi energy berdampak positif bagi peningkatan output di sektor pertanian dimana output meningkat sebesar 3.12%, peningkatan ini direnspon dengan peningkatan permintaan tenaga kerja dan peningkatan pendapata sektoral. Dampak Peningkatan Subsidi Energi Kebijakan peningkatan subsidi energi (Bahan Bakar Minyak dan Listrik) sebesar 10 persen memiliki dampak yang positif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia, meskipun tingkat pertumbuhan tersebut hanya meningkat kurang dari satu persen seperti halnya subsidi nonenergi. Secara ringkas dampak peningkatan subsidi sebesar 10 persen ditampilkan pada table 3 sebagai berikut ini:
5
Tabel 3.
Hasil Simulasi Peningkatan Subsidi Energi Sebesar 10 Persen Terhadap Kinerja Makroekonomi Indonesia.
No
Variabel
Nilai Dasar
Endogen
Simulasi Nilai
1
Produk Domestik Bruto
PDB
2
Ekspor non migas
3
2,424,613
0.00888
XNMIGC 675,645
675,649
0.00066
Ekspor migas
XMC
401,590
401,597
4
Impor barang konsumsi
MBMC
133,937
133,932
0.00186 0.00387
5
1,172,510
1,172,765
0.02173
6
Penerimaan pemerintah migas PMIG Indeks harga konsumen umum IHKG
213.69
213.73
0.01774
7
Konsumsi Swasta
CONS
1,347,802
1,348,023
0.01640
8
Investasi
INV
615,494
615,524
0.00492
9
Konsumsi Pemerintah
G
135,535
135,535
0.00056
10
Ekspor
X
1,077,234
1,077,246
0.00111
M
751,667
751,716
0.00650
11 Impor Sumber: Analisis Model, 2010
2,424,398
Kebijakan ini akan berdampak pada peningkatan ekspor migas dan non migas meskipun kenaikannya relatif kecil, dan searah dengan hal tersebut penerimaan pemerintah juga mengalami peningkatan baik penerimaan pemerintah dari migas maupun non migas. Lebih jauh lagi dapat diketahui dampak kebijakan tersebut perkembangan kinjerja output, pendapatan dan permintaan tenaga kerja sektoral (Tabel 4).
6
Tabel 4.
Hasil Simulasi Peningkatan Subsidi Energi Sebesar 10 Persen Terhadap Kinerja 20 Sektor di Indonesia No
Deskripsi Sektoral
1 2 3 4 5 6 7
Pertanian Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan Pertambangan Migas Pertambangan Non Migas Industri Makanan, Minuman, dan 8 Tembakau 9 Industri Pemintalan, Tekstil, Pakaian, 10 Industri Bambu, Kayu dan Rotan 11 Industri Kertas, Barang dari Kertas, dan 12 Industri Pupuk, Pestisida, dan Kimia, 13 Industri Minyak dan Gas 14 Industri Barang Mineral Bukan Logam 15 Industri Dasar Besi dan Baja 16 Industri Logam DasarBukan besi 17 Industri Barang dari Logam 18 Industri MesindanAlatListrik 19 Industri Alat angkutan dan Perbaikannya 20 Industri Lainnya Sumber: Analisis Model, 2010
Output
TK
Income
0.0030 0.0011 0.0175 0.0039 -0.0074 0.3257 10.6715
0.0002 0.0021 -0.0024 0.0005 -0.0006 0.1360 3.1374
-0.0020 0.0035 -0.0001 0.0005 0.0132 0.0530 2.4480
-0.0001 0.0028 0.0003 -0.0046 0.0093 -0.0048 0.0022 0.0029 0.0006 0.0069 0.0222 0.0101 0.0229
0.0000 0.0042 0.0076 0.0007 0.0078 -0.0013 0.0127 0.0060 -0.0001 0.0017 -0.0001 0.0010 0.0089
-0.0013 -0.0005 -0.0016 -0.0001 -0.0016 0.0001 0.0170 -0.0019 -0.0001 0.0088 -0.0001 0.0128 0.0112
Dari kebijakan peningkatan subsidi Energi sebesar 10 persen terlihat bahwa hampir diseluruh sektor output, pendapatan, dan permintaan tenaga kerja mengalami peningkatan. Kecuali di beberapa sektor tertentu seperti sektor perikanan, industri makanan, minuman, dan tembakau; industri kertas, barang dari kertas, dan industri minyak dan gas. Hal ini mengindikasikan bahwa distribusi biaya produksi untuk sektor tersebut relative kecil dibandingkan untuk pengeluaran biaya lain seperti pengeluaran tenaga kerja, biaya sewa dan biaya lain yang harus dikeluarkan dalam proses produksi.
7