EXCHANGE RATE PASS-THROUGH UNTUK HARGA DOMESTIK: KASUS INDONESIA (2004-2013)
YOHANES PUTRA ABADI
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Exchange Rate Passthrough untuk Harga Domestik: Kasus Indonesia (2004-2013) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2014 Yohanes Putra Abadi NIM H14100026
ABSTRAK YOHANES PUTRA ABADI. Exchange Rate Pass-through Untuk Harga Domestik: Kasus Indonesia. Dibimbing oleh IMAN SUGEMA. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan model VECM data bulanan dari Januari 2004 sampai dengan Desember 2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1. Pergerakan Exchange Rate memiliki efek moderat pada inflasi harga domestik 2. Exchange Rate Pass-through lebih parah terjadi di PPI dibandingkan dengan CPI karena pangsa yang lebih tinggi diperdagangkan di PPI relatif terhadap CPI 3. Dampak Pass-through pada harga domestik menyebar lebih dari 12 bulan, namun efeknya akan lebih parah dalam tiga bulan pertama untuk PPI dan setelah empat bulan pertama untuk CPI seperti yang ditunjukkan oleh koefisien Pass-through 4. Pertukaran Pass-through untuk harga konsumen semakin meningkat setelah fenomena Dinamika Sistem Keuangan Global pada bulan Maret 2009 dimana terjadi depresiasi Rupiah. Exchange Rate Pass-through yang rendah untuk harga domestik, memiliki implikasi bagi pelaksanaan kebijakan moneter, yaitu memberikan kebebasan yang lebih besar untuk mengejar kebijakan moneter yang independen khususnya melalui penargetan inflasi rezim. Kata kunci: Inflasi, Nilai Tukar Pass-through, Vector Error Correction Model
ABSTRACT YOHANES PUTRA ABADI. Exchange Rate Pass-through to Domestic Prices: The Case of Indonesia. Supervised by IMAN SUGEMA. In this study, the authors use a VECM model of monthly data from January 2004 to December 2013, results showed that: 1. Exchange rate movements had a moderate effect on domestic price inflation 2. Exchange Rate Pass-through is more severe in CPI compared to PPI due to the higher share of trade in PPI relative to CPI 3. Pass-through impact on domestic prices spread over 12 months, but the effect is more pronounced in the first three months after the PPI and CPI for the first four months as indicated by coefficient Pass–through 4. Exchange Pass-through to consumer price increased after the condition of the effect of the Global Financial System Dynamics in March of 2009 where there is depreciation of the Rupiah. Exchange Rate Pass-through to domestic prices low, has implications for the implementation of monetary policy, which gives greater freedom to pursue an independent monetary policy through inflation targeting regime in particular. Keywords: Exchange Rate Pass-through, Inflation, Vector Error Correction Model
EXCHANGE RATE PASS-THROUGH UNTUK HARGA DOMESTIK: KASUS INDONESIA (2004-2013)
YOHANES PUTRA ABADI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
i
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah moneter, dengan judul Exchange Rate Pass-through untuk Harga Domestik: Kasus Indonesia (2004-2013). Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Iman Sugema selaku pembimbing. Disamping itu, ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ka Farhana Zahrotunnisa. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas doa dan kasih sayangnya. Juga tidak lupa ungkapan terima kasih kepada teman-teman Ilmu Ekonomi 47 dan teman-teman dari Komisi Kesenian, teman-teman UKM PMK atas dukungan doa dan motivasinya dalam penyusunan skripsi saya ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Baik bagi penulis maupun pihak pihak lain. Bogor, Agustus 2014 Yohanes Putra Abadi
ii
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR LAMPIRAN
iii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
3
Tujuan Penelitian
4
Manfaat Penelitian
4
Ruang Lingkup Penelitian
4
TINJAUAN PUSTAKA
5
Exchange Rate Pass-through
5
Penelitian Terdahulu
6
Perbedaan Penelitian dengan Penelitian Terdahulu
7
KERANGKA PEMIKIRAN
8
METODE PENELITIAN
9
Jenis dan Sumber Data
9
Metode Analisis Data
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
11
Uji Stasioner
11
Penetapan Tingkat Lag Optimal
12
Uji Kointegrasi
13
Pengaruh Exchange Rate Terhadap Harga Domestik
14
Variabel yang Berhubungan dengan CPI dan PPI
17
SIMPULAN DAN SARAN
21
DAFTAR PUSTAKA
22
LAMPIRAN
23
RIWAYAT HIDUP
26
iii
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6
Augmented Dickey Fuller ( ADF ) Unit Root Test Optimal Lag Jan 2004 – Dec 2013 Optimal Lag Jan 2004 – March 2009 Optimal Lag April 2009 – Dec 2013 Summary of Cointegration Tests Impuls Respon: Estimated Cumulative Pass-through Coefficient of Domestic Prices 7 Variance Decomposition of Domestic Prices
12 13 13 13 14 16 17
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8
Annual Percentage Change of Exchange Rate, PPI and CPI Exchange Rate Pass-through Kerangka Pemikiran Impulse Responses of Domestic to One Standard Deviation Innovation in Exchange Rate Estimate Cumulative Pass-through Coefficients Impuls Response Function for Jan 2004 – Dec 2013 Period Impuls Response Function for Jan 2004 – March 2009 Period Impuls Response Function for April 2009 – Dec 2013 Period
1 5 8 15 15 18 19 20
DAFTAR LAMPIRAN 1 Nilai Reserve Money, Indeks Harga Konsumen (CPI), Indeks Harga Perdagangan Besar (PPI), Indeks Produksi Industri (IPI), Harga Minyak (HM), dan Exchange Rate Nominal (EXR) Indonesia periode Januari 2004 – Desember 2013
23
PENDAHULUAN Latar Belakang Kondisi perekonomian suatu negara dapat dilihat dari salah satu indikator dasar makroekonomi. Salah satu dari indikator dasar makroekonomi tersebut adalah inflasi. Inflasi adalah kenaikan tingkat harga yang terjadi secara terus menerus, memengaruhi individu, pengusaha dan pemerintah (Mishkin, 2008). Umumnya laju inflasi digunakan untuk mengukur sejauh mana perekonomian suatu negara mampu mempertahankan stabilitas kegiatan perekonomiannya. Inflasi yang terjadi disebabkan karena adanya demand pull inflation (inflasi tarikan permintaan) dan cost push inflation (inflasi desakan biaya). Untuk negara dengan perekonomian terbuka, inflasi berasal dari internal presure (faktor dalam negeri) dan juga external presure (faktor luar negeri). Faktor eksternal bersumber dari adanya kenaikan harga-harga komoditi di luar negeri ataupun adanya fluktuasi nilai tukar. Nilai tukar (harga dari mata uang asing dipandang dari segi mata uang domestik) adalah salah satu harga terpenting dalam ekonomi terbuka (Chowdhury, A.Hossain. 1996). Nilai tukar dapat dibedakan menjadi dua yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal adalah harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya, sedangkan nilai tukar riil adalah memperhitungkan inflasi. Pergerakan nilai tukar memiliki efek moderat pada inflasi harga domestik seperti yang terlihat pada (Gambar 1). Secara teoritis, sebuah negara yang menerapkan nilai tukar mengambang akan menghadapi situasi dimana nilai tukar dalam negeri terhadap mata uang asing akan mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung ketingkat harga domestik. Sebagian barang-barang konsumsi yang dibeli merupakan barang yang diimpor, sehingga ketika mata uang domestik jatuh terhadap mata uang asing akan berdampak langsung dengan harga barang di negara tersebut. Selain itu, efek tidak langsung dari dalam negeri perubahan mata uang terjadi melalui peningkatan biaya produksi industri dalam negeri digunakan yang bahan baku impor. Efek langsung dari nilai tukar pada tingkat harga domestik yang terkait dengan teori paritas daya beli (PPP), yang mengasumsikan bahwa ada hubungan antara perubahan nilai tukar dengan perubahan harga domestik (Indeks Harga Konsumen (CPI) dan Indeks Harga Perdagangan Besar (PPI)).
Gambar 1 Annual Percentage Change of Exchange Rate, PPI and CPI (Rp/US$) Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwa pergerakan nilai tukar memiliki efek moderat pada inflasi harga domestik yaitu pada CPI dan PPI. Bila dilihat dari
2 grafik data diatas kenaikan dan penurunan CPI dan PPI melalui nilai tukar dan dikombinasikan dengan kondisi perekonomian Indonesia, hal ini disebabkan oleh kenaikan harga minyak dunia, krisis energi dan krisis pangan, krisis keuangan dan krisis ekonomi dunia dan ditandai dengan tingkat inflasi yang terlihat terlalu jauh ketimpangannya antar tiap bulan dalam per tahun nya dari 2004-2013. Kekuatan pengaruh nilai tukar terhadap inflasi itu sendiri tergantung pada sistem nilai tukar apa yang digunakan suatu negara. Negara-negara didunia memiliki rezim penetapan nilai tukar yang beragam, yang dibedakan menjadi tiga yaitu peg, fix, dan floating. Peg exchange rate atau menempel adalah penetapan nilai tukar dengan mengacu pada salah satu mata uang (biasanya US Dollar). Fix exchange rate (nilai tukar tetap) adalah penetapan nilai tukar yang dipatok oleh pemerintah untuk jangka waktu tertentu, keuntungan dari menggunakan fix exchange rate adalah dapat meminimalisir risiko fluktuasi nilai tukar, sedangkan floating exchange rate (nilai tukar mengambang) adalah membebaskan nilai tukar terhadap pasar uang yang terjadi di negara tersebut (Malahayati, 2011). Indonesia sendiri merupakan suatu negara dengan perekonomian terbuka, sehingga fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap dollar AS secara teoritis berhubungan positif dengan laju inflasi, dimana ketika nilai tukar Rupiah terdepresiasi terhadap dollar AS laju inflasi cenderung tinggi. Hal ini dapat dilihat dari kinerja sektor keuangan Indonesia yang juga banyak dipengaruhi oleh Dinamika Sistem Keuangan Global, akibatnya nilai tukar rupiah melemah tajam ke level Rp 11.829,4 per dollar AS pada bulan Maret 2009 yang akan menyebabkan laju inflasi cenderung tinggi. Salah satu teori yang digunakan untuk menentukan nilai tukar adalah teori purchasing power parity (PPP), atau lebih dikenal dengan teori paritas daya beli. Teori paritas daya beli ini menyatakan bahwa nilai tukar mata uang antar negara harus mencerminkan nilai perbandingan nilai mata uang suatu negara terhadap negara lainnya yang ditentukan oleh daya beli masing-masing negara yang berarti nilai tukar antara dua negara sama dengan rasio tingkat harga dari kedua negara tersebut. Teori ini memprediksikan bahwa penurunan daya beli dari suatu mata uang akan menyebabkan nilai tukar dari mata uang tersebut terdepresiasi dan begitu pula sebaliknya depresiasi mata uang domestik dapat menyebabkan terjadinya inflasi. Dengan demikian secara teoritis dengan asumsi PPP berlaku, maka inflasi dalam negeri yang lebih besar daripada luar negeri akan mengakibatkan nilai tukar rupiah melemah. Selanjutnya depresiasi itu sendiri juga akan mendorong inflasi karena Pass-through effect dari barang-barang dan bahan baku impor sehingga biaya produksi juga akan meningkat. Dalam situasi perekonomian negara yang mengalami depresiasi sangat besar, depresiasi rupiah mengakibatkan kenaikan sangat besar pada harga barangbarang tradable dan nontradable. Exchange Rate Pass-through merupakan hubungan antara pergerakan nilai tukar dan penyesuain harga barang yang diperdagangkan. Telah diakui secara luas bahwa nilai tukar Pass-through adalah proses yang menghabiskan waktu, dan tampaknya bervariasi banyak antar negara dan waktu serta di industri dalam suatu negara. Total efek nilai tukar Pass-through tergantung pada faktor mikro serta kondisi makroekonomi. Faktor-faktor ini dapat terdaftar sebagai berikut; struktur pasar dan tingkat konsentrasi, persepsi variabilitas dan durasi dari nilai tukar, tingkat homogenitas baik substitusi yang diperdagangkan dan pangsa pasar perusahaan asing sehubungan dengan pesaing domestik, derajat asimetri
3 (hysteresis) dari keputusan perusahaan untuk masuk atau keluar ketika perubahan nilai tukar, tingkat perdagangan intra perusahaan, kebijakan perdagangan, kebijakan devisa mempengaruhi harga pasar dari barang yang diperdagangkan, lingkungan inflasi yang berbeda. Pemahaman yang mendalam tentang Exchange Rate Pass-through adalah sangat penting karena beberapa alasan: pertama, pengetahuan tentang derajat dan waktu Pass-through sangat penting untuk penilaian yang tepat dari transmisi kebijakan moneter pada harga serta untuk peramalan inflasi. Kedua, penerapan target inflasi membutuhkan pengetahuan tentang ukuran dan kecepatan nilai tukar Pass-through ke inflasi. Dan terakhir, tingkat nilai tukar Pass-through memiliki implikasi penting untuk expenditure-switching efek dari nilai tukar. Dengan kata lain, tingkat nilai tukar Pass-through akan memungkinkan bagi arus perdagangan tetap relatif tidak sensitif terhadap perubahan nilai tukar, meskipun permintaan mungkin sangat elastis. Jika harga merespon lamban terhadap perubahan nilai tukar dan jika arus perdagangan merespon lambat terhadap perubahan harga relatif, maka neraca pembayaran secara keseluruhan proses penyesuaian akan sangat terhenti, yang akan menghasilkan tingkat tertentu dari "nilai tukar putuskan".
Perumusan Masalah Indonesia sendiri merupakan suatu negara dengan perekonomian terbuka, sehingga fluktuasi nilai tukar secara teoritis berhubungan positif dengan laju inflasi, dimana ketika nilai tukar terdepresiasi laju inflasi cenderung tinggi. Hal ini dapat dilihat dari kinerja sektor keuangan Indonesia yang juga banyak dipengaruhi oleh Dinamika Sistem Keuangan Global, akibatnya nilai tukar rupiah melemah tajam ke level Rp 11.829,4 per dollar AS pada bulan Maret 2009. Selanjutnya depresiasi itu sendiri juga akan mendorong inflasi karena Pass-through effect dari barang-barang dan bahan baku impor sehingga biaya produksi juga akan meningkat. Pemahaman yang mendalam tentang nilai tukar Pass-through adalah sangat penting karena beberapa alasan: pertama, pengetahuan tentang derajat dan waktu Pass-through sangat penting untuk penilaian yang tepat dari transmisi kebijakan moneter pada harga serta untuk peramalan inflasi. Kedua, penerapan target inflasi membutuhkan pengetahuan tentang ukuran dan kecepatan nilai tukar Pass-through ke inflasi. Dan terakhir, tingkat nilai tukar Pass-through memiliki implikasi penting untuk expenditure-switching efek dari nilai tukar. Dengan kata lain, tingkat nilai tukar Pass-through akan memungkinkan bagi arus perdagangan tetap relatif tidak sensitif terhadap perubahan nilai tukar, meskipun permintaan mungkin sangat elastis. Jika harga merespon lamban terhadap perubahan nilai tukar dan jika arus perdagangan merespon lambat terhadap perubahan harga relatif, maka neraca pembayaran secara keseluruhan proses penyesuaian akan sangat terhenti, yang akan menghasilkan tingkat tertentu dari "nilai tukar putuskan‘'. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, perlu dilihat hubungan dan pengaruh Exchange Rate Pass-through untuk harga domestik. Maka dari itu, permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
4 1. Seberapa besar pergerakan exchange rate mempengaruhi produsen dalam negeri dan harga konsumen di Indonesia dengan menganalisis data dari Januari 2004 sampai Desember 2013? 2. Bagaimana hubungan variabel lain selain exchange rate terhadap CPI dan PPI?
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, tujuan penelitian ini secara umum adalah: 1. Untuk menerangkan sejauh mana pergerakan exchange rate mempengaruhi harga produsen dalam negeri dan harga konsumen di Indonesia dengan menganalisis data dari Januari 2004 sampai Desember 2013. 2. Mengidentifikasi hubungan variabel lain selain exchange rate terhadap CPI dan PPI. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada otoritas moneter untuk mengambil langkah kebijakan yang tepat berdasarkan kondisi perekonomian yang sedang terjadi karena adanya pengaruh Exchange Rate Pass-through. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan memberikan manfaat bagi para pembaca sebagai refrensi untuk penelitian lebih lanjut. Ruang Lingkup Penelitian Analisis data yang digunakan menggunakan metode Vector Error Correction Model (VECM), uji stasioner, uji optimum lag, uji kointegrasi, peramalan impuls response dan Varian Decomposition (VD). Data yang digunakan adalah Harga Minyak Mentah (HM)/Indonesia Crude Price (dalam mata uang lokal), Indeks Produksi Industri (IPI) Indonesia, Reserve Money (RM) Indonesia, Exchange Rate Nominal (EXR) Rupiah terhadap US$, Indeks Harga Perdagangan Besar (PPI) Indonesia, dan Indeks Harga Konsumen (CPI) Indonesia.. Periode penelitian yang dilakukan dari bulan Januari 2004 sampai Desember 2013.
5
TINJAUAN PUSTAKA Exchange Rate Pass-through Mekanisme Exchange Rate Pass-through menurut Majardi (2001) menjelaskan dampak perubahan faktor eksternal, yaitu nilai tukar (exchange rate) dan perubahan harga dunia (world price) terhadap laju inflasi di Indonesia. Jalur mekanisme transmisi pergerakan nilai tukar terhadap laju inflasi terbagi dalam dua jalur, yaitu melalui pergerakan nilai tukar langsung (direct Pass-through) dan jalur tidak langsung (indirect Pass-through). Kedua jalur sama-sama penting dalam perekonomian terbuka. Sementara jalur ekspektasi adalah untuk melihat tingkat ekspektasi masyarakat dalam merespon perubahan-perubahan faktor eksternal tersebut terhadap inflasi Gambar 2. Direct Pass-through Effect Consumption Goods Import
External Impact Exchange Rate World Price
Raw Material
Capital Goods expectation
Export
Inflation
Demand Supply
Indirect Pass-through Efect Sumber: Majardi (2001) Ganbar 2 Mekanisme Exchange Rate Pass-through Melalui jalur langsung harga impor, perubahan nilai tukar akan berpengaruh langsung ke harga domestik dengan arah positif. Jalur tidak langsung, yaitu perubahan nilai tukar akan mempengaruhi perubahan permintaan dan penawaran terhadap ekspor karena dampak pada permintaan agregat. Secara teoritis terdepresiasinya rupiah memberi peluang bagi Indonesia untuk memperbaiki neraca perdagangan melalui peningkatan ekspor dan pengurangan impor. Trend pergerakan kurs rupiah cenderung melemah terhadap USD disebabkan oleh dampak inflasi yang cenderung meningkat. Namun terdapat fenomena yang yang dinamakan J-Curve dimana depresiasi nilai tukar menyebabkan neraca perdagangan pada awalnya akan memburuk sebelum akhirnya meningkat secara permanen. Hal ini disebabkan oleh pada jangka pendek volume ekspor dan volume impor tidak akan banyak berubah dan pengaruh harga akan lebih mendominasi, sehingga dalam jangka pendek neraca perdagangan akan memburuk.
6 Penelitian Terdahulu Sahminan (2005) dalam disertasinya meneliti mengenai dampak Exchange Rate Pass-through terhadap harga impor di Indonesia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Dengan menggunakan data kuartal pertama tahun 1974 sampai kuartal ketiga tahun 2000 dan menggunakan metode Error Correction Model (ECM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa negara-negara yang diteliti (termasuk Indonesia) mengalami completely Pass-through. Sato et.al. (2005) meneliti pengaruh Exchange Rate Pass-through terhadap IHK di sembilan negara Asia termasuk Indonesia dengan menggunakan data bulanan dari bulan pertama tahun 1995 sampai bulan kedelapan tahun 2004 dengan menggunakan metode VAR. Hasil temuannya menunjukkan bahwa negara yang mengalami krisis 1997-1998 memiliki koefisien Pass-through relatif besar terhadap harga domestik. Efek Pass-through terbesar terjadi di Indonesia, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Enny (2004) dalam tesisnya meneliti mengenai dampak pergerakan nilai tukar terhadap inflasi di Indonesia: pendekatan Exchange Rate Pass-through selama penerapan sistem nilai tukar mengambang di Indonesia. Dengan menggunakan data bulan September 1997 sampai April 2002 dan menggunakan metode Vector Auto Regression (VAR). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dampak pergerakan nilai tukar rupiah terhadap inflasi di Indonesia terutama selama penerapan sistem nilai tukar mengambang cukup signifikan. Nita (2011) dalam tesisnya meneliti mengenai pengaruh perubahan nilai tukar rupiah per dolar AS terhadap inflasi selama periode inflation targeting di Indonesia. Dengan menggunakan data selama periode 2005.7 – 2011.6 atau selama awal penerapan ITF hingga 2011.9 dan menggunakan metode Vector Auto Regression (VAR). Hasil penelitian menunjukkan bahwa (i) Variabel nilai tukar rupiah per dolar AS signifikan berpengaruh secara tidak langsung terhadap IHK di Indonesia pada derajat α=5 persen dan secara bersama seluruh variabel dalam model VAR berpengaruh signifikan terhadap inflasi IHK pada derajat α=5 persen baik pada direct Pass-through maupun indirect Pass-through. (ii) Derajat Passthrough Indonesia adalah rendah dan positif atau berada dalam kategori incomplete Pass-through, yaitu derajat Pass-through yang berada pada selang nilai 0 – 1 untuk periode 6 bulan pada direct Pass-through dan sampai 24 bulan pada indirect Pass-through. Incomplete Pass-through mengimplikasikan bahwa perubahan nilai tukar rupiah per dolar AS tidak seluruhnya ditransmisikan ke harga konsumen di dalam negeri. (iii) Penerapan ITF yang dikombinasikan dengan FFER berpengaruh dalam mengendalikan inflasi di Indonesia selama periode penerapan ITF (2005:7-2011:6). Nilgun, Siklar (2007) dalam penelitiannya meneliti mengenai Exchange Rate Pass-through untuk harga domestik: Kasus Turki. Dengan menggunakan data bulanan dari Januari 1994 sampai Desember 2006 dan menggunakan metode Vector Error Correction Model (VECM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1. Pergerakan nilai tukar memiliki efek moderat pada inflasi harga domestik 2. Nilai tukar Pass-through akan lebih parah PPI dibandingkan dengan CPI karena pangsa yang lebih tinggi diperdagangkan di PPI relatif terhadap CPI 3. Dampak Pass-through pada harga domestik menyebar lebih dari 12 bulan, namun, efeknya akan lebih parah dalam empat bulan pertama seperti yang ditunjukkan oleh
7 koefisien Pass-through dari PPI dan CPI 4. Pertukaran Pass-through untuk harga konsumen telah semakin melemah setelah free float dari lira terhadap mata uang asing pada bulan Februari 2001 dan perubahan struktural yang dihasilkan dalam perekonomian. Perbedaan Penelitian dengan Penelitian Terdahulu Berbeda dengan penelitian terdahulu, skripsi ini memiliki kekhususan dalam beberapa hal berikut: (1) Penelitian ini menganalisis pergerakan nilai tukar mempengaruhi perilaku harga domestik yaitu CPI dan PPI. (2) Penelitian ini menggunakan data-data pasca krisis keuangan yang lebih up to date (2004-2013) sehingga lebih menggambarkan kondisi yang terjadi pada saat ini. Kemudian dibangun suatu alur pemikiran untuk menjawab permasalahan yang ada.
8 KERANGKA PEMIKIRAN Indonesia merupakan suatu negara dengan perekonomian terbuka, sehingga fluktuasi nilai tukar secara teoritis berhubungan positif dengan laju inflasi, hal ini disebabkan oleh Dinamika Sistem Keuangan Global yang mempengaruhi kinerja sektor keuangan Indonesia, sehingga membuat nilai tukar rupiah terdepresiasi. Selanjutnya depresiasi itu sendiri juga akan mendorong inflasi karena Passthrough effect dari barang-barang dan bahan baku impor sehingga biaya produksi juga akan meningkat. Dalam situasi perekonomian negara yang mengalami depresiasi sangat besar, depresiasi rupiah mengakibatkan kenaikan sangat besar pada harga barang-barang tradable dan nontradable. Dengan demikian Indeks Harga Domestik (CPI dan PPI) akan terpengaruh. Fokus pada penelitian ini adalah untuk menerangkan sejauh mana pergerakan exchange rate mempengaruhi produsen dalam negeri dan harga konsumen dan mengidentifikasi hubungan variabel lain selain exchange rate terhadap CPI dan PPI. Faktor-faktor lain seperti harga minyak, reserve money, dan indeks produksi industri tidak akan dibahas secara mendetail. Kerangka pemikiran secara diagram seperti ditunjukkan pada Gambar 3. Dinamika Sistem Keuangan Global
Bank Sentral
Instrumen
Kebijakan Moneter
Harga Minyak
Exchange Rate
Reserve Money
Indeks Produksi Industri
Indeks Harga Domestik (CPI dan
traded and nontraded Goods Price Net Export
PPI) GDP
Output GAP
Ganbar 3 Kerangka Pemikiran
9
METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa time series bulanan dari Januari 2004 sampai Desember 2013 yang diperoleh dari berbagai instansi terkait. Adapun instansi yang dimaksud adalah Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral, Bank Indonesia dengan SEKI dan The University of British Columbia Sauder School of Business Pacific Exchange Rate Service. Data yang dipakai dalam penelitian ini meliputi: 1. Harga Minyak Mentah/Indonesia Crude Price Indonesia (US$/Barrels) 2. Indeks Produksi Industri Indonesia 3. Reserve Money Indonesia (Juta US$) 4. Exchange Rate Nominal Rupiah terhadap US$ (Rp/US$) 5. Indeks Harga Perdagangan Besar/PPI Indonesia 6. Indeks Harga Konsumen/CPI Indonesia Metode Analisis Data Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran umum dan narasi terkait keadaan harga domestik yaitu CPI dan PPI Indonesia serta variabelvariabel yang digunakan dalam penelitian ini. Sedangkan metode kuantitatif, yakni kegiatan penelitian dalam usaha pencapaian kesimpulan atas hipotesis yang diajukan dengan melakukan analisis data-data kuantitatif yang diolah menggunakan Microsoft Excel 2007 dan Eviews 6 untuk melihat faktor yang mempengaruhi harga domestik. Adapun tahapan dan model yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Tahapan Analisis Kuantitatif Sebelum memperkirakan model, penting untuk menetapkan urutan integrasi dari seri yang terlibat. Tahapan mengolah data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Uji Stasioneritas dengan menggunakan The Augmented Dickey Fuller (ADF) unit root test. 2. Uji Optimum Lag 3. Uji Kointegrasi 4. Peramalan Impulse Response 5. Variance Decomposition
10 Model Analisis Untuk memeriksa Exchange Rate Pass-through terhadap harga domestik, sebagian besar karya-karya dalam literatur memanfaatkan Vector Autoregressive (VAR) pendekatan yang diusulkan oleh McCarthy (2000) yaitu menggunakan model of pricing a long distribution chain, menganalisis efek langsung dari perubahan nilai tukar. Model analisis yang digunakan dalam penulisan ini didasarkan pada menemukan atau dengan asumsi bahwa tidak ada hubungan kointegrasi kuat antara variabel-variabel dalam model. Penelitian ini memanfaatkan pendekatan serupa untuk mekanisme Pass-through kecuali metodologi estimasi setelah menganalisis hubungan kointegrasi. Model ini didasarkan pada enam variabel dalam urutan sebagai berikut: harga minyak, (mata uang dalam mata uang lokal) digunakan sebagai proxy untuk shock pasokan internasional; shock permintaan; proxy dengan indeks produksi industri; respon kebijakan moneter, proxy oleh cadangan uang; nilai tukar nominal, indeks harga produsen dan indeks harga konsumen. Adapun hubungan antara variabel tersebut dijelaskan dalam model sebagai berikut: [ [ [ [ [ [
] ] ] ] ] ]
dimana: harga Minyak (oil price) pada waktu t perubahan Indeks Produksi Industri pada waktu t perubahan Uang Cadangan (Reserve Money) pada waktu t perubahan Exchange Rate nominal pada waktu t Harga Perdagangan Besar/PPI pada waktu t Harga Konsumen/CPI pada waktu t waktu (bulanan) [ [ [ [ [
] ]
lag perubahan Uang Cadangan (Reserve Money) berdasarkan 1 periode sebelumnya ] : lag perubahan Exchange Rate nominal berdasarkan 1 periode sebelumnya ] : lag inflasi WPI berdasarkan 1 periode sebelumnya ] : lag inflasi CPI berdasarkan 1 periode sebelumnya
11 HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Stasioneritas Pengujian Stasioneritas digunakan untuk menguji stasioneritas data agar terhindar dari spurious regression atau regresi palsu, sehingga apabila masingmasing variabel bersifat stasioner maka koefisien dalam model akan menjadi valid. Pada tahap pertama karakteristik data diuji dengan menggunakan uji akar unit. Uji ini diterapkan untuk melihat kondisi stasioneritas data yang akan diamati. Kondisi stasioner terpenuhi apabila satu raangkaian data runtut waktu (time series data) memiliki rata-rata (mean) dan varian (variance) yang konstan sepanjang waktu, selain itu nilai kovarian (covariance) antara dua periode waktu hanya tergantung pada jarak atau lag anatara dua periode waktu tersebut dan tidak tergantung pada waktu (Gujarati, 1997). Semua data yang digunakan dalam bentuk log natural (natural log), salah satu alsannya adalah untuk menyederhanakan analisis. Pengujian kestasionerisan dalam data time series merupakan syarat utama dalam melakukan uji kointegrasi. Bila suatu data time series tidak stasioner maka data tersebut menghadapi persoalan unit root, sehingga untuk mengatasinya dilakukan unit root test. Metode pengujian unit root yang digunakan dalam penelitian ini adalah Augmented Dickey Fuller ( ADF ). Variabel yang memiliki nilai p-value atau probabilitynya lebih kecil dibandingkan dengan derajat keyakinan alpha 5 persen, maka variabel tersebut telah stasioner. Berdasarkan hasil uji statistik Augmented Dickey Fuller ( ADF ), dapat dilihat bahwa untuk variabel LNHM, LNIPI, dan LNRM nilai nilai p-value atau probabilitynya lebih kecil dibandingkan dengan derajat keyakinan alpha 5 persen, maka variabel tersebut telah stasioner pada tingkat level I(0). Hal ini memberi arti bahwa hiptesis nol (Null Hypotheis), yakni variabel yang diuji mengandung akar unit pada tingkat level dapat ditolak. Sedangkan untuk variabel LNEXR, LNPPI, dan LNCPI nilai nilai p-value atau probabilitynya lebih besar dibandingkan dengan derajat keyakinan alpha 5 persen maka variabel tersebut belum stasioner pada tingkat level. Hal ini memberi arti bahwa hiptesis nol (Null Hypotheis), yakni variabel yang diuji mengandung akar unit pada tingkat level tidak dapat ditolak. Oleh karena itu untuk variabel LNEXR, LNPPI, dan LNCPI, perlu dilajutkan uji staioneritas pada derajat difference atau uji derajat integrasi sampai semua variabel yang diamati stasioner pada derajat yang sama. Hasil dalam first difference menunjukkan bahwa untuk variabel LNEXR, LNPPI, dan LNCPI nilai p-value atau probabilitynya lebih kecil dibandingkan dengan derajat keyakinan alpha 5 persen, maka variabel tersebut telah stasioner pada tingkat first difference I(1). Hasil uji statistik ADF pada first difference yang menunjukkan bahwa hipotesis nol dapat ditolak, artinya setelah diturunkan satu kali, data menjadi stasioner Tabel 1.
12
Variable LNHM LNIPI LNRM LNEXR LNPPI LNCPI
Tabel 1 Augmented Dickey Fuller ( ADF ) Unit Root Test Level Probability Difference Probability -3.612608 0.0329 -3.550571 0.0083 -4.711416 0.0011 -2.151593 0.2253 -8.231762 0.0000 -2.043176 0.2683 -10.60337 0.0000 -2.066613 0.5586 -11.12728 0.0000 Penetapan Tingkat Lag Optimal
Tahap berikutnya adalah penetapan lag optimal. Penetepan lag optimal sangat penting karena variabel independent yang digunakan tidak lain adalah lag dari variable endogennya. Penetapan lag optimal didasarkan pada nilai Schwarz Information Criterion (SC). Pemilihan lag optimal dilakukan sebelum dilakukan uji kointegrasi, hal ini penting dilakukan sebelum melakukan estimasi dalam model VAR (Gujarati, 1997). Pemilihan panjang lag penting karena bisa mempengaruhi penerimaan dan penolakan hipotesis nol, mengakibatkan bias estimasi dan bisa menghasilkan prediksi yang tidak akurat. Pemilihan panjang lag optimal dalam model var terutama untuk menghindari terjadinya serial korelasi antara error term dengan variabel endogen dalam model yang dapat menyebabkan estimator menjadi tidak konsisten. Semakin panjang lag yang digunakan akan mengurangi degree of freedom dan jumlah observasi, sedangkan lag yang terlalu pendek akan menghasilkan spesifikasi yang salah (Gujarati, 1997). Isu tentang penentuan panjang lag juga semakin penting seiring dengan anggapan bahwa pemilihan lag yang tepat akan menghasilkan residual bersifat Gaussian (terbebas dari permasalahan autokorelasi dan heteroskedastisitas) (Gujarati, 1997). Untuk menetapkan lag optimal biasanya digunakan nilai Akaike Information Criteria (AIC), Final Prediction Error (FPE), Hannan-Quinn Information Criterion (HQ), dan Schwarz Information Criterion (SC). Nilai SC didapat saat lag 1 untuk variabel-variabel dalam keseluruhan sampel dari Jan 2004 – Des 2013 Tabel 2. Selanjutnya, perhitungan nilai SC untuk setiap lag mengindikasikan bahwa nilai SC didapat saat lag 2 untuk variabelvariabel dalam sub sampel dari Jan 2004 – Maret 2009 Tabel 3. Dan yang terakhir untuk perhitungan nilai SC untuk setiap lag mengindikasikan bahwa nilai SC didapat saat lag 1 untuk variabel-variabel dalam sub sampel dari April 2009 – Des 2013 Tabel 4.
13 Tabel 2 Optimal Lag Jan 2004 – Dec 2013 Lag 0 1 2 3 4 5 6 7 8
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
303.8281 920.9281 968.6225 996.5336 1041.256 1063.693 1125.255 1159.418 1191.817
NA 1157.062 84.31696 46.35236 69.48020 32.45308 82.44835* 42.09392 36.44890
1.97e-10 6.16e-15 5.02e-15 5.88e-15 5.17e-15 6.87e-15 4.65e-15* 5.28e-15 6.42e-15
-5.318359 -15.69514 -15.90397 -15.75953 -15.91529 -15.67309 -16.12955* -16.09675 -16.03244
-5.172725 -14.67571* -14.01073 -12.99249 -12.27445 -11.15844 -10.74109 -9.834490 -8.896384
-5.259271 -15.28153* -15.13583 -14.63685 -14.43809 -13.84136 -13.94328 -13.55595 -13.13712
Tabel 3 Optimal Lag Jan 2004 – March 2009 Lag
LogL
LR
FPE
0 1 2 3 4 5
199.7568 433.3751 507.0047 550.9746 597.0551 626.6046
NA 5.05e-11 410.8459 5.59e-14 114.2529 1.59e-14 59.13193 1.34e-14 52.43642* 1.17e-14* 27.51158 2.14e-14
AIC
SC
HQ
-6.681270 -13.49569 -14.79327 -15.06809 -15.41569* -15.19326
-6.468121 -12.00365 -12.02233* -11.01825 -10.08696 -8.585635
-6.598244 -12.91451 -13.71393* -13.49060 -13.34005 -12.61946
Tabel 4 Optimal Lag April 2009 – Dec 2013 Lag
LogL
LR
0 1 2 3 4
566.6529 909.3071 937.0024 965.4139 1017.300
NA 594.7959 41.80421 36.45260 54.82335*
FPE 2.61e-17 2.49e-22* 3.58e-22 5.48e-22 4.01e-22
AIC
SC
HQ
-21.15671 -32.72857* -32.41518 -32.12883 -32.72831
-20.93366 -31.16721* -29.51551 -27.89084 -27.15202
-21.07094 -32.12814* -31.30011 -30.49910 -30.58394
Uji Kointegrasi Pendeteksian keberadaan kointegrasi ini dilakukan dengan metode Johansen. Jika variabel-variabel tidak terkointegrasi, kita dapat menerapkan VAR standar yang hasilnya akan identik dengan OLS, setelah memastikan variabel tersebut sudah stasioner pada derajat (ordo) yang sama. Jika pengujian membuktikan terdapat vektor kointegrasi maka kita akan menerapkan VECM untuk system equation. Pengujian dilakukan dengan cara membandingkan nilai Trace Statistics terhadap nilai kritisnya dan Max Eigen Statistics, dan berhenti pada saat pertama hipotesis nol ditolak. Hubungan saling mempengaruhi dapat dilihat dari kointegrasi yang terjadi antar variabel itu sendiri. Jika terdapat kointegrasi antar variabel maka hubungan saling mempengaruhi berjalan secara menyeluruh dan
14 informasi tersebar secara paralel. Berdasarkan uji kointegrasi untuk keseluruhan sampel yaitu dari Jan 2004 – Des 2013 dan sub sampel dari April 2009 – Des 2013, baik uji statistik menunjukkan masing-masing 1 vektor terkointegrasi. Sedangkan untuk sub sampel dari Jan 2004 – Maret 2009, Trace Statistics menunjukkan 2 dan Max Eigen Statistics menunjukkan 2 vektor terkointegrasi Tabel 5. Adanya kointegrasi menunjukkan terdapat hubungan jangka panjang antara variabel harga minyak, indeks produksi industri, reserve money, exchange rate nominal, PPI, dan CPI diantara sampel-sampel tersebut. Tabel 5 Summary of Cointegration Tests Number of Cointegrat ed Vectors 0 1 2 3 4 5
Jan 2004 – Dec 2013
Jan 2004 – March 2009
April 2009 – Dec 2013
Trace Statistics
Max Eigen Statistics
Trace Statistics
Max Eigen Statistics
Trace Statistics
124.8870* 74.52705 41.74299 22.55009 8.915701 4.286334
50.35996* 32.78406 19.19290 13.63439 4.629367 4.286334
162.9533* 94.07001* 53.76673 31.20177 17.18882 6.181688
68.88327* 40.30328* 22.56496 14.01295 11.00713 6.181688
111.1326* 68.17616 42.88953 20.93788 7.735129 0.445409
Max Eigen Statistics 42.95649* 25.28663 21.95165 13.20275 7.289720 0.445409
Pengaruh Exchange Rate Terhadap Harga Domestik Fungsi impulse response menggambarkan tingkat laju dari shock variabel yang satu terhadap variabel yang lainnya suatu rentang periode tertentu. Sehingga dapat dilihat lamanya pengaruh dari shock suatu variabel terhadap variabel lain sampai pengaruhnya hilang atau kembali ke titik keseimbangan. Hasil fungsi impulse response dijelaskan pada Gambar 1, dari yang mungkin terlihat bahwa Exchange Rate Pass-through untuk harga domestik cukup besar yang konsisten dengan perkiraan yang dilaporkan dalam penelitian lain dari Pass-through di Indonesia (Sato.et.al, 2005). Harga domestik untuk masing-masing PPI dan CPI yaitu untuk PPI merespon naik selama tiga bulan pertama (Januari-Maret), sedangkan untuk CPI segera merespon naik setelah empat bulan pertama (JanuariApril) yang terlihat kenaikannya pada April-Mei, kenaikan tersebut disebabkan adanya shock depresiasi terhadap nilai tukar yang diukur dengan fungsi impulse response dan kumulatif koefisien Pass-through Gambar 4 dan Gambar 5. Koefisien Pass-through didefinisikan sebagai: ∑ ∑ ∑ ∑ Dimana PTt,t+j dan Et,t+j adalah perubahan kumulatif dalam tingkat harga dan nilai tukar masing-masing antara t dan t+j bulan Tabel 6.
15
Gambar 4 Impulse Responses of Domestic to One Standard Deviation Innovation in Exchange Rate
Gambar 5 Estimate Cumulative Pass-through Coefficients Gambar 4 menunjukkan bahwa efek shock dari nilai tukar akan relatif lebih parah dalam kasus PPI terhadap CPI, dengan sebanyak 17.8 persen dan 3.2 persen dari perubahan nilai tukar yang akhirnya tercermin dalam harga PPI dan CPI. Koefisien Pass-through menunjukkan bahwa setelah tiga bulan untuk PPI sebesar 19.1 persen dan setelah empat bulan pertama untuk CPI sebesar 3.5 persen dari nilai tukar, masing-masing telah tercermin ke produsen dan harga konsumen Tabel 6. Hal ini tampaknya menjadi manifestasi dari bagian yang lebih besar dari komoditas tradable di PPI dibandingkan dengan CPI, CPI juga mencakup layanan yang umumnya tidak diperdagangkan serta kurang dipengaruhi oleh perubahan nilai tukar secara langsung, dan juga menunjukkan bahwa pergerakan nilai tukar memiliki efek pada harga domestik melalui perubahan biaya produksi, yang berasal dari perubahan harga barang setengah jadi yang diimpor.
16 Tabel 6 Impuls Respon: Estimated Cumulative Pass-through Coefficient of Domestic Prices Month LNCPI LNPPI Ahead Jan 2004 Jan 2004 Apr 2009 Jan 2004 Jan 2004 Apr 2009 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Des 2013
Mar 2009
Des 2013
Des 2013
Mar 2009
Des 2013
0.042912 0.031824 0.031773 0.030344 0.035052 0.03331 0.032177 0.031689 0.032597 0.03295 0.032363 0.032226
0.055132 0.046204 0.039313 0.04364 0.036112 0.04219 0.033959 0.04228 0.032574 0.043401 0.031386 0.045091
0.00499 0.005628 0.0037 0.002357 0.002192 0.002383 0.002547 0.002646 0.002676 0.002667 0.002646 0.002634
0.120071 0.157494 0.191758 0.186238 0.175573 0.158818 0.17227 0.174752 0.173158 0.175245 0.178961 0.178735
0.149941 0.206943 0.145839 0.200867 0.120889 0.212556 0.106722 0.229371 0.094256 0.24939 0.077874 0.272441
0.006664 0.01123 0.010619 0.009694 0.009203 0.008895 0.00881 0.008874 0.008951 0.00899 0.008998 0.008993
Kumulatif koefisien Pass-through juga dihitung untuk sub-sampel sesudah dan sebelum bulan Maret 2009 untuk memperkirakan dampak dari Dinamika Sistem Keuangan Global paritas terhadap mata uang asing pada nilai tukar Passthrough untuk harga domestik. Hal ini antara lain ditunjukkan dari perkembangan inflasi yang tercatat mengalami kenaikan, suku bunga yang cenderung meningkat dan nilai tukar rupiah yang mengalami depresiasi yang cukup besar pada kisaran Rp 11000 per dolar AS. Koefisien perkiraan kumulatif Pass-through dari sub sampel menunjukkan bahwa nilai tukar Pass-through untuk harga konsumen telah naik dari sekitar 0.2 persen menjadi sekitar 4 persen setelah melemahnya nilai tukar yang dimana kinerja sektor keuangan Indonesia dipengruhi oleh Dinamika Sistem Keuangan Global Tabel 6. Depresiasi Rupiah/1$ pada kisaran Rp 11000 selama bagian akhir dari sub sampel dan resultan, karena banyak dipengaruhi oleh Dinamika Sistem Keuangan Global. Ternyata untuk harga Pass-through untuk harga produsen sedikit meningkat dari sekitar 16.5 persen menjadi 16.67 persen. Taylor (2000) menyatakan bahwa besarnya nilai tukar Pass-through untuk harga domestik tergantung pada lingkungan inflasi umum yang berlaku dalam perekonomian. Sebagai nilai tukar Pass-through diharapkan mempengaruhi nilai tukar kejutan pada biaya saat ini dan masa depan, lingkungan inflasi yang lebih tinggi Pass-through akan cenderung meningkat dengan memperkuat efek masa depan yang diharapkan dari shock nilai tukar. Dalam kasus Indonesia, perkiraan koefisien Pass-through kumulatif mengkonfirmasi hipotesis ini selama periode inflasi masih rendah dari Januari 2004 sedangkan untuk Maret 2009 lingkungan inflasi yang relatif lebih tinggi Tabel 6 ditengah kestabilan makroekonomi dan Dinamika Sistem Keuangan Global dimana terjadi depresiasi Rupiah.
17 Variabel yang Berhubungan dengan CPI dan PPI Hasil variance decomposition, yang menunjukkan kontribusi inovasi dalam nilai tukar terhadap variabilitias dari keadaan PPI dan CPI, disajikan pada Tabel 7.
Month Ahead 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Tabel 7 Variance Decomposition of Domestic Prices LNCPI LNPPI Jan 2004 Des 2013
Jan 2004 Mar 2009
Apr 2009 Des 2013
Jan 2004 Des 2013
Jan 2004 Mar 2009
Apr 2009 Des 2013
100 98.93284 98.48927 97.80969 97.36485 97.09741 96.97284 96.81906 96.67973 96.60813 96.57025 96.53421
100 98.88225 98.21908 97.84976 97.2073 96.87051 95.86123 95.40714 94.26531 93.89967 92.86971 92.69265
100 93.76785 85.99905 80.82732 77.82997 76.10398 75.11854 74.51768 74.08942 73.7393 73.43665 73.17378
99.9614 97.13527 91.8938 86.35366 83.87501 83.52662 83.35381 83.28035 83.24022 83.25407 83.33393 83.41639
99.82019 96.09737 81.90056 77.83415 65.92966 63.64719 56.90037 56.80659 52.76621 53.71734 50.81465 52.16712
90.42726 72.05674 54.93361 44.38175 38.70347 35.54109 33.67961 32.47978 31.60314 30.89842 30.30827 29.80905
Seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 7 CPI paling berpengaruh karena nilai nya lebih besar dibandingkan PPI, dalam penelitian ini ketika mempertimbangkan periode sampel penuh, guncangan nilai tukar menjelaskan hampir 83 persen dari varians kesalahan dari PPI dan 96 persen dari varians kesalahan dari CPI, sedangkan sisanya varians dari PPI dan inflasi CPI dijelaskan oleh inovasi dalam variabel lainnya Gambar 6, Gambar 7, dan Gambar 8. Namun, membagi periode sampel kedalam dua sub sampel secara drastis mengurangi persentase kesalahan perkiraan varians disebabkan guncangan nilai tukar. Pada Januari 2004 - Maret 2009 sub sampel 52.16 dan 92.69 persen dari kesalahan perkiraan yang dijelaskan oleh kestabilan makroekonomi yang dimana nilai tukar cenderung stabil untuk masing-masing PPI dan CPI. Dalam penelitian ini, pangsa nilai tukar dalam menjelaskan variansi kesalahan perkiraan dari kedua PPI dan CPI masing-masing turun menjadi 29.81 dan 73.17 persen, setelah mengalami shock nilai tukar yang semakin terdepresiasi April 2009 – Des 2013 karena dampak dari dinamika sistem keuangan global di tahun 2009, dan krisis utang Eropa serta dampak pengetatan kebijakan fiskal Amerika Serikat, kelangsungan program stimulus ekonomi oleh The Fed, serta masih tingginya ketidakpastian prospek penanganan krisis Eropa dan kondisi ekonomi makro Eropa yang masih lemah menyebabkan masih rentannya proses pemulihan ekonomi global hingga akhir tahun 2013.
18 Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of LNCPI to LNCPI
Response of LNCPI to LNPPI
Response of LNCPI to LNEXR
Response of LNCPI to LNHM
Response of LNCPI to LNIPI
Response of LNCPI to LNRM
.06
.06
.06
.06
.06
.06
.04
.04
.04
.04
.04
.04
.02
.02
.02
.02
.02
.02
.00
.00
.00
.00
.00
-.02
-.02 2
4
6
8
10
-.02 2
12
Response of LNPPI to LNCPI
4
6
8
10
-.02 2
12
Response of LNPPI to LNPPI
4
6
8
10
Response of LNPPI to LNEXR
.00
-.02 2
12
4
6
8
10
-.02 2
12
Response of LNPPI to LNHM
4
6
8
10
2
12
Response of LNPPI to LNIPI
.15
.15
.15
.15
.15
.15
.10
.10
.10
.10
.10
.10
.05
.05
.05
.05
.05
.05
.00
.00
.00
.00
.00
.00
-.05
-.05
-.05
-.05
-.05
-.05
2
4
6
8
10
2
12
Response of LNEXR to LNCPI
4
6
8
10
2
12
Response of LNEXR to LNPPI
4
6
8
10
2
12
Response of LNEXR to LNEXR
4
6
8
10
2
12
Response of LNEXR to LNHM
4
6
8
10
2
12
Response of LNEXR to LNIPI
.04
.04
.04
.04
.04
.02
.02
.02
.02
.02
.02
.00
.00
.00
.00
.00
.00
-.02
-.02
-.02
-.02
-.02
-.02
2
4
6
8
10
2
12
4
6
8
10
2
12
Response of LNHM to LNPPI
4
6
8
10
2
12
Response of LNHM to LNEXR
4
6
8
10
2
12
Response of LNHM to LNHM
4
6
8
10
2
12
Response of LNHM to LNIPI
.12
.12
.12
.12
.12
.08
.08
.08
.08
.08
.08
.04
.04
.04
.04
.04
.04
.00
.00
.00
.00
.00
-.04 2
4
6
8
10
-.04 2
12
Response of LNIPI to LNCPI
4
6
8
10
-.04 2
12
Response of LNIPI to LNPPI
4
6
8
10
Response of LNIPI to LNEXR
4
6
8
10
Response of LNIPI to LNHM
4
6
8
10
2
12
Response of LNIPI to LNIPI
.06
.06
.06
.06
.06
.04
.04
.04
.04
.04
.04
.02
.02
.02
.02
.02
.02
.00
.00
.00
.00
.00
.00
-.02
-.02
-.02
-.02
-.02
-.02
2
4
6
8
10
2
12
4
6
8
10
2
12
Response of LNRM to LNPPI
4
6
8
10
2
12
Response of LNRM to LNEXR
4
6
8
10
2
12
Response of LNRM to LNHM
4
6
8
10
2
12
Response of LNRM to LNIPI
.12
.12
.12
.12
.12
.08
.08
.08
.08
.08
.08
.04
.04
.04
.04
.04
.04
.00
.00
.00
.00
.00
-.04 2
4
6
8
10
12
-.04 2
4
6
8
10
12
-.04 2
4
6
8
10
12
4
6
8
10
12
8
10
12
4
6
8
10
12
4
6
8
10
12
4
6
8
10
12
.00
-.04 2
6
Response of LNRM to LNRM
.12
-.04
4
Response of LNIPI to LNRM
.06
Response of LNRM to LNCPI
12
-.04 2
12
10
.00
-.04 2
12
8
Response of LNHM to LNRM
.12
-.04
6
Response of LNEXR to LNRM
.04
Response of LNHM to LNCPI
4
Response of LNPPI to LNRM
-.04 2
4
6
8
10
12
2
4
6
Gambar 6 Impuls Response Function for Jan 2004 – Dec 2013 Period
8
10
12
19 Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of LNCPI to LNCPI
Response of LNCPI to LNPPI
Response of LNCPI to LNEXR
Response of LNCPI to LNHM
Response of LNCPI to LNIPI
Response of LNCPI to LNRM
.06
.06
.06
.06
.06
.06
.04
.04
.04
.04
.04
.04
.02
.02
.02
.02
.02
.02
.00
.00
.00
.00
.00
-.02
-.02 2
4
6
8
10
-.02 2
12
Response of LNPPI to LNCPI
4
6
8
10
-.02 2
12
Response of LNPPI to LNPPI
4
6
8
10
Response of LNPPI to LNEXR
.00
-.02 2
12
4
6
8
10
-.02 2
12
Response of LNPPI to LNHM
4
6
8
10
2
12
Response of LNPPI to LNIPI
.3
.3
.3
.3
.3
.3
.2
.2
.2
.2
.2
.2
.1
.1
.1
.1
.1
.1
.0
.0
.0
.0
.0
.0
-.1
-.1
-.1
-.1
-.1
-.1
-.2
-.2 2
4
6
8
10
-.2 2
12
Response of LNEXR to LNCPI
4
6
8
10
-.2 2
12
Response of LNEXR to LNPPI
4
6
8
10
-.2 2
12
Response of LNEXR to LNEXR
4
6
8
10
4
6
8
10
2
12
Response of LNEXR to LNIPI
.04
.04
.04
.04
.04
.02
.02
.02
.02
.02
.02
.00
.00
.00
.00
.00
.00
-.02
-.02
-.02
-.02
-.02
-.02
2
4
6
8
10
2
12
4
6
8
10
2
12
Response of LNHM to LNPPI
4
6
8
10
2
12
Response of LNHM to LNEXR
4
6
8
10
2
12
Response of LNHM to LNHM
4
6
8
10
2
12
Response of LNHM to LNIPI
.2
.2
.2
.2
.2
.1
.1
.1
.1
.1
.1
.0
.0
.0
.0
.0
.0
-.1
-.1
-.1
-.1
-.1
-.1
-.2 2
4
6
8
10
-.2 2
12
Response of LNIPI to LNCPI
4
6
8
10
-.2 2
12
Response of LNIPI to LNPPI
4
6
8
10
-.2 2
12
Response of LNIPI to LNEXR
4
6
8
10
Response of LNIPI to LNHM
4
6
8
10
2
12
Response of LNIPI to LNIPI
.06
.06
.06
.06
.06
.04
.04
.04
.04
.04
.04
.02
.02
.02
.02
.02
.02
.00
.00
.00
.00
.00
.00
-.02
-.02
-.02
-.02
-.02
-.02
2
4
6
8
10
2
12
4
6
8
10
2
12
Response of LNRM to LNPPI
4
6
8
10
2
12
Response of LNRM to LNEXR
4
6
8
10
2
12
Response of LNRM to LNHM
4
6
8
10
2
12
Response of LNRM to LNIPI
.4
.4
.4
.4
.4
.2
.2
.2
.2
.2
.2
.0
.0
.0
.0
.0
.0
-.2
-.2
-.2
-.2
-.2
-.2
4
6
8
10
12
2
4
6
8
10
12
2
4
6
8
10
12
2
4
6
8
10
12
6
8
10
12
4
6
8
10
12
2
4
6
8
10
4
6
8
10
12
4
6
8
10
12
Response of LNRM to LNRM
.4
2
4
Response of LNIPI to LNRM
.06
Response of LNRM to LNCPI
12
-.2 2
12
10
Response of LNHM to LNRM
.2
-.2
8
Response of LNEXR to LNRM
.04
Response of LNHM to LNCPI
6
-.2 2
12
Response of LNEXR to LNHM
4
Response of LNPPI to LNRM
12
2
4
6
Gambar 7 Impuls Response Function for Jan 2004 – Mar 2009 Period
8
10
12
20 Response to Cholesky One S.D. Innov ations Response of LNCPI to LNCPI
Response of LNCPI to LNPPI
Response of LNCPI to LNEXR
Response of LNCPI to LNHM
Response of LNCPI to LNIPI
Response of LNCPI to LNRM
.008
.008
.008
.008
.008
.008
.004
.004
.004
.004
.004
.004
.000
.000
.000
.000
.000
.000
-.004
-.004
-.004
-.004
-.004
-.004
2
4
6
8
10
2
12
Response of LNPPI to LNCPI
4
6
8
10
2
12
Response of LNPPI to LNPPI
4
6
8
10
2
12
Response of LNPPI to LNEXR
4
6
8
10
2
12
Response of LNPPI to LNHM
4
6
8
10
2
12
Response of LNPPI to LNIPI
.006
.006
.006
.006
.006
.006
.004
.004
.004
.004
.004
.004
.002
.002
.002
.002
.002
.002
.000
.000
.000
.000
.000
.000
-.002
-.002
-.002
-.002
-.002
-.002
-.004
-.004 2
4
6
8
10
-.004 2
12
Response of LNEXR to LNCPI
4
6
8
10
-.004 2
12
Response of LNEXR to LNPPI
4
6
8
10
-.004 2
12
Response of LNEXR to LNEXR
4
6
8
10
4
6
8
10
2
12
Response of LNEXR to LNIPI
.03
.03
.03
.03
.03
.02
.02
.02
.02
.02
.02
.01
.01
.01
.01
.01
.01
.00
.00
.00
.00
.00
.00
-.01
-.01
-.01
-.01
-.01
-.01
2
4
6
8
10
2
12
4
6
8
10
2
12
Response of LNHM to LNPPI
4
6
8
10
2
12
Response of LNHM to LNEXR
4
6
8
10
2
12
Response of LNHM to LNHM
4
6
8
10
2
12
Response of LNHM to LNIPI
.04
.04
.04
.04
.04
.02
.02
.02
.02
.02
.02
.00
.00
.00
.00
.00
.00
-.02
-.02
-.02
-.02
-.02
-.02
-.04 2
4
6
8
10
-.04 2
12
Response of LNIPI to LNCPI
4
6
8
10
-.04 2
12
Response of LNIPI to LNPPI
4
6
8
10
-.04 2
12
Response of LNIPI to LNEXR
4
6
8
10
4
6
8
10
2
12
Response of LNIPI to LNIPI
.06
.06
.06
.06
.06
.04
.04
.04
.04
.04
.04
.02
.02
.02
.02
.02
.02
.00
.00
.00
.00
.00
.00
-.02
-.02
-.02
-.02
-.02
-.02
-.04 2
4
6
8
10
-.04 2
12
Response of LNRM to LNCPI
4
6
8
10
-.04 2
12
Response of LNRM to LNPPI
4
6
8
10
-.04 2
12
Response of LNRM to LNEXR
4
6
8
10
4
6
8
10
2
12
Response of LNRM to LNIPI
.04
.04
.04
.04
.04
.03
.03
.03
.03
.03
.03
.02
.02
.02
.02
.02
.02
.01
.01
.01
.01
.01
.00
.00
.00
.00
.00
-.01
-.01
-.01
-.01
-.01
6
8
10
12
2
4
6
8
10
12
2
4
6
8
10
12
2
4
6
8
10
12
10
12
4
6
8
10
12
4
6
8
10
12
4
6
8
10
12
.01
.00 -.01 4
8
Response of LNRM to LNRM
.04
2
6
-.04 2
12
Response of LNRM to LNHM
4
Response of LNIPI to LNRM
.06
-.04
12
-.04 2
12
Response of LNIPI to LNHM
10
Response of LNHM to LNRM
.04
-.04
8
Response of LNEXR to LNRM
.03
Response of LNHM to LNCPI
6
-.004 2
12
Response of LNEXR to LNHM
4
Response of LNPPI to LNRM
2
4
6
8
10
12
2
4
6
8
Gambar 8 Impuls Response Function for April 2009 – Dec 2013 Period
10
12
21 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian dapat diperoleh kesimpulan bahwa: 1. Pergerakan exchange rate memiliki efek moderat pada inflasi harga domestik. Exchange Rate Pass-through akan lebih parah pada PPI dibandingkan dengan CPI karena pangsa yang lebih tinggi diperdagangkan di PPI relatif terhadap CPI. Dampak Pass-through pada harga domestik menyebar lebih dari 12 bulan, namun efeknya akan lebih parah dalam tiga bulan pertama untuk PPI dan setelah empat bulan pertama untuk CPI seperti yang di tunjukkan oleh koefisien Pass-through. Pertukaran Pass-through untuk harga konsumen telah semakin meningkat setelah kondisi dari pengaruh Dinamika Sistem Keuangan Global Maret 2009 dimana terjadi depresiasi Rupiah. Hasil ini, yang menunjukkan Exchange Rate Pass-through yang rendah untuk harga domestik, memiliki implikasi bagi pelaksanaan kebijakan moneter. Exchange Rate Pass-through yang rendah memberikan kebebasan yang lebih besar untuk mengejar kebijakan moneter yang independen khususnya melalui penargetan inflasi rezim. 2. Adanya hubungan sisanya varians dari PPI dan inflasi CPI dijelaskan oleh inovasi dalam variabel lainnya lain seperti variable CPI, PPI, Harga Minyak, Indeks Produksi Industri, dan Reserve Money dalam fungsi impulse response. Saran 1. Nilai tukar memiliki dampak langsung pada indeks harga domestik maka kebijakan moneter aktif dari Bank Indonesia perlu dilakukan untuk meminimalkan dan memperpendek dampak perubahan nilai tukar pada harga domestik dengan mengarahkan suku bunga pasar uang, agar sejalan dengan upaya pencapaian sasaran inflasi dan diharapkan dapat mengefisienkan pembentukan harga di pasar dan juga mendukung stabilitas nilai tukar. 2. Pengaruh nilai tukar Rupiah pada harga domestik dipengaruhi oleh kemampuan Bank Indonesia untuk menstabilkan Rupiah. Untuk itu jumlah cadangan devisa Bank Indonesia harus cukup tersedia untuk melakukan intervensi pasar. 3. Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan penelitian lebih mendalam untuk variabel-variabel lain, sehingga dapat menunjukkan variabel-variabel lain selain exchange rate yang mempengaruhi harga domestik.
22 DAFTAR PUSTAKA
[BI] Bank Indonesia. 2011. Indonesia. Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia Bulanan 2000-2014. Jakarta (ID): BI. [BPS] Badan Pusat Statistik. 1988. Indeks Harga Konsumen Indonesia 1990-2013. Jakarta (ID): BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Indeks Produksi Industri Bulanan 2003-2013. Jakarta (ID): BPS. Chowdhury, A.Hossain. 1998. Open-Economy Macroeconmics for Developing Countries. Cheltenham, UK Northampton, MA, USA. [DITJEN MIGAS] Direktorat Jenderal Minyak Dan Gas Bumi. 2013. Indonesia Crude Price (ICP) Bulanan 1996-2013. Jakarta (ID). Kementerian Energi Dan Sumberdaya Mineral. Enny. 2004. Analisis Dampak Pergerakan Nilai Tukar Terhadap Inflasi Di Indonesia: Pendekatan Exchange Rate Pass-through. Thesis. Bogor. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Gujarati. 1997. Ekonometrika Dasar: Edisi Kelima Terjemahan Bahasa Indonesia. Penerjemah: Sumarno Zain. Mc Graw – Hill Inc dan Erlangga. Http://fx.sauder.ubc.ca/ diakses pada tanggal 13 Februari 2014. Majardi, F. 2000. Dampak Pass-through Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Laju Inflasi. Jakarta. Ocassional Paper Bank Indonesia. Malhayati. 2011. Analisis Fenomena Twin Deficit pada Negara Negara ASEAN. Skripsi. Bogor. Institut Pertanian Bogor. McCarthy, J. 2000. Pass- through of Exchange Rates and Import Price to Domestic Inflation in Some Industrialized Economies. Working Paper. Bank For International Settlements. Switzerland. Monetary and Economic Department Basel, Switzerland. Mishkin. 2008. Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan. Edisi 8. Terjemahan Bahasa Indonesia. Penerjemah: Lana Soelistia Ningsih dan Beta Yulianita G. Columbia: Columbia University dan Salemba Empat. Nilgun, Siklar. 2007. Exchange Rate Pass-through to Domestic Prices: The Turkish Case (1994-2006). Cambridge. Jurnal. The Business Review. Nita. 2011. Studi Pengaruh Perubahan Nilai Tukar Rupiah Per Dollar AS Terhadap Inflasi Selama Periode Inflation Targeting Di Indonesia. Thesis. Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik. Jakarta. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Sahminan. 2005. Exchange Rate Pass-through into Import Price in Major Southeast Asian Countries. Jurnal. Chapel Hill. The University of North Carolina. Sato et.al. 2005. Pass-through of Exchange Rate Changes and Macroeconomic Shocks to Domestic Inflation in East Asian Countries. Japan. RIETI Discussion Paper Series 05-E-020. Taylor, J.B. 2000. Exchange Rate Pass-through Effects: A Dissaggregate Analysis Of Colombiaan Impor of Manufactured Goods. Economic Studies. Colombia. Department of the Central Bank of Colombia.
23 Lampiran 1 Nilai Reserve Money (RM), Indeks Harga Konsumen (CPI), Indeks Harga Perdagangan Besar (PPI), Indeks Produksi Industri (IPI), Harga Minyak (HM), dan Exchange Rate Nominal (EXR) Indonesia periode Januari 2004 – Desember 2013 Tahun
Bulan
LNRM
LNCPI
LNPPI
LNIPI
LNHM
LNEXR
2004
1
33.34078945
4.704563
6.068426
4.747277
12.46771
9.034689
2
33.34694977
4.704382
6.073045
4.659942
12.47284
9.040145
3
33.40289428
4.707997
6.086775
4.7333
12.55879
9.057446
4
33.39888596
4.717695
6.098074
4.708268
12.55569
9.062525
5
33.42507913
4.726502
6.131226
4.737251
12.73048
9.105335
6
33.42232315
4.731274
6.139885
4.755829
12.73482
9.147975
7
33.38025061
4.735145
6.133398
4.808682
12.72068
9.107067
8
33.40524231
4.736023
6.150603
4.817536
12.88382
9.13173
9
33.39768506
4.736198
6.163315
4.846311
12.91595
9.124739
10
33.40486025
4.741797
6.173786
4.881968
13.0123
9.116206
11
33.41072267
4.750655
6.159095
4.663439
12.81046
9.105957
12
33.44527671
4.760977
6.154858
4.794219
12.69944
9.129629
1
33.43660512
4.775166
6.188264
4.767119
12.87418
9.127263
2
33.45462875
4.773477
6.198479
4.760977
12.93377
9.132898
3
33.45373278
4.792396
6.238325
4.802791
13.1164
9.146111
4
33.48322501
4.795791
6.259581
4.742756
13.16975
9.1646
5
33.4234206
4.797855
6.244167
4.783316
13.04203
9.155937
6
33.41878642
4.802873
6.253829
4.787408
13.14191
9.173126
7
33.38778092
4.810638
6.270988
4.800572
13.20723
9.192288
8
33.37462162
4.816079
6.282267
4.834057
13.32392
9.21157
2005
2006
2007
9
33.36905535
4.822939
6.309918
4.834852
13.3508
9.234037
10
33.42750778
4.906385
6.36647
4.826312
13.28085
9.218517
11
33.4423224
4.919397
6.363028
4.664947
13.20355
9.215308
12
33.46732491
4.918959
6.359574
4.715279
13.1974
9.196637
1
33.43601962
4.932458
5.099866
4.69948
13.28653
9.155208
2
33.42672423
4.93828
5.105945
4.689052
13.24721
9.133222
3
33.53653261
4.938566
5.105945
4.702206
13.24495
9.122339
4
33.57698715
4.939068
5.111988
4.703838
13.32985
9.096903
5
33.61977247
4.942785
5.141664
4.742582
13.3543
9.105657
6
33.55901729
4.947269
5.153292
4.780131
13.3615
9.144201
7
33.55908494
4.951734
5.159055
4.804267
13.39515
9.119179
8
33.57703289
4.954982
5.170484
4.804758
13.40421
9.116216
9
33.59110929
4.95878
5.17615
4.848352
13.25681
9.121804
10
33.53458251
4.96738
5.170484
4.73101
13.15006
9.125066
11
33.5706967
4.970785
5.164786
4.797442
13.1434
9.119836
12
33.5905793
4.982853
5.181784
4.817778
13.21263
9.115788
1
33.60416501
4.993218
5.187386
4.781725
13.08023
9.113532
2
33.65764128
4.999372
5.198497
4.724108
13.16637
9.112496
24
2008
2009
2010
3
33.70202609
5.001729
5.220356
4.791152
13.2428
9.123922
4
33.73652264
5.000113
5.236442
4.79223
13.33333
9.11515
5
33.72445269
5.001124
5.257495
4.806395
13.3152
9.086906
6
33.75629964
5.003409
5.26269
4.829513
13.33883
9.102699
7
33.78526847
5.010569
5.278115
4.850545
13.4372
9.113069
8
33.80891286
5.018008
5.283204
4.853123
13.4266
9.145503
9
33.82862201
5.025984
5.298317
4.872292
13.46947
9.137426
10
33.83143501
5.033896
5.31812
4.785573
13.52974
9.116337
11
33.86380243
5.035718
5.351858
4.842059
13.65795
9.135078
12
33.9078517
5.046646
5.379897
4.850232
13.65972
9.142939
1
33.8972242
5.064239
5.402677
4.838502
13.67139
9.148625
2
33.89390001
5.070726
5.411646
4.81462
13.67547
9.125392
3
33.92354457
5.080224
5.442418
4.815512
13.75876
9.122962
4
33.92447549
5.085928
5.463832
4.826953
13.82167
9.127578
5
33.90897395
5.099927
5.501258
4.845918
13.96022
9.134549
6
33.94397176
4.701207
5.560682
4.852811
14.02105
9.13552
7
33.95006441
4.714831
5.57973
4.877942
14.02809
9.123114
8
33.91290971
4.719926
5.56452
4.881513
13.87287
9.123082
9
33.91089237
4.729598
5.541264
4.864067
13.73841
9.142682
10
33.85061104
4.734091
5.545177
4.844581
13.46167
9.203789
11
33.99584472
4.735321
5.537334
4.84843
13.25525
9.356922
12
33.99243456
4.73497
5.472271
4.83103
12.97425
9.324892
1
33.9674918
4.734267
5.062658
4.821652
13.05
9.314953
2
35.11552381
4.736374
5.081839
4.823341
13.14139
9.37787
3
34.10602893
4.738564
5.084195
4.829353
13.22743
9.378343
4
34.06526949
4.735496
5.080037
4.839135
13.23094
9.306596
5
34.02853837
4.735935
5.080472
4.84741
13.30399
9.245968
6
34.00383459
4.737075
5.094057
4.858416
13.46026
9.227463
7
33.99216037
4.741535
5.090678
4.875579
13.39061
9.218537
8
33.98956987
4.747104
5.105703
4.888242
13.49002
9.206844
9
34.04851793
4.757548
5.101937
4.86229
13.39924
9.193499
10
34.04577396
4.759435
5.101207
4.890575
13.43941
9.155409
11
34.06360433
4.759178
5.108488
4.885752
13.49789
9.15305
12
34.06875632
4.76243
5.111023
4.864761
13.47944
9.154246
1
34.09955493
4.770769
5.120087
4.86486
13.48163
9.134064
2
34.1099452
4.773731
5.120446
4.854786
13.44624
9.14204
3
34.12069705
4.772293
5.122654
4.855867
13.48849
9.123224
4
34.19501695
4.773815
5.129899
4.86845
13.55588
9.107599
5
34.15879765
4.776684
5.135798
4.879369
13.46685
9.123562
6
34.17793257
4.786324
5.135798
4.899305
13.44013
9.119715
7
34.19833396
4.801888
5.135798
4.921095
13.40878
9.10823
8
34.22282959
4.809498
5.141664
4.925858
13.43115
9.101206
9
34.28669499
4.81389
5.147494
4.862332
13.44338
9.102699
10
34.34042675
4.814539
5.153292
4.930168
13.50745
9.097564
25
2011
2012
2013
11
34.35240303
4.820523
5.159055
4.923552
13.5426
9.099129
12
34.39747586
4.829673
5.170484
4.938804
13.62263
9.107709
1
34.38948796
4.838581
5.184308
4.601393
13.6845
9.108861
2
34.41986076
4.839926
5.193623
4.544434
13.73298
9.095244
3
34.46117695
4.836679
5.199049
4.639303
13.80523
9.07722
4
34.52246533
4.83358
5.204666
4.603979
13.87974
9.064632
5
34.54959937
4.834773
5.205599
4.646659
13.80122
9.054727
6
34.562872
4.840242
5.205489
4.681267
13.78961
9.054996
7
34.5840457
4.846939
5.212378
4.711512
13.81473
9.051274
8
34.59916584
4.85624
5.217378
4.65169
13.76604
9.050488
9
34.53805003
4.858959
5.223432
4.650648
13.78372
9.074188
10
34.54927698
4.857795
5.225101
4.673607
13.78379
9.090148
11
34.53997351
4.861207
5.229396
4.610612
13.83119
9.104335
12
34.53515027
4.866842
5.232765
4.625692
13.81711
9.110288
1
34.55224403
4.874434
5.240105
4.624428
13.86338
9.110564
2
34.5496581
4.874892
5.249337
4.651974
13.91135
9.105935
3
34.54955473
4.875579
5.258901
4.621504
13.97446
9.121334
4
34.60223627
4.877637
5.261186
4.630443
13.94718
9.121826
5
34.57056941
4.878322
5.25786
4.677029
13.86712
9.133027
6
34.54022796
4.884543
5.250754
4.690601
13.74472
9.148795
7
34.54448513
4.891551
5.254574
4.705249
13.78608
9.152521
8
34.57340419
4.901044
5.271203
4.604972
13.87487
9.158879
9
34.59028763
4.901192
5.273973
4.68896
13.87469
9.164977
10
34.59522254
4.902827
5.273153
4.763055
13.86789
9.168779
11
34.60627454
4.903495
5.269918
4.729896
13.84075
9.170913
12
34.62258914
4.908898
5.271254
4.729983
13.84577
9.173873
1
34.58812438
4.919105
5.28361
4.72744
13.88569
9.175532
2
34.55632673
4.926601
5.292702
4.713295
13.92108
9.177363
3
34.55607534
4.93289
5.292249
4.715696
13.8575
9.180757
4
34.57954333
4.931881
5.285637
4.729282
13.78801
9.180942
5
34.56373402
4.931592
5.28508
4.743724
13.78032
9.185094
6
34.50599222
4.941857
5.291796
4.722424
13.80166
9.196789
7
34.47054132
4.974179
5.310592
4.739396
13.85411
9.218219
8
34.5175327
4.985317
5.331027
4.722689
13.93041
9.261699
9
34.61986806
4.981824
5.347536
4.748721
14.0333
9.335642
10
34.63435008
4.982716
5.356586
4.756255
14.00353
9.336418
11
34.65625732
4.983881
5.356681
4.73592
14.0097
9.358691
12
34.7218473
4.989344
5.372311
4.734962
14.07426
9.399563
26
RIWAYAT HIDUP Penulis, Yohanes Putra Abadi, lahir di Jakarta pada tanggal 28 Oktober 1992. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Wesley Manalu dan Rismawani Simanullang. Penulis memasuki bangku pendidikan menengah pertama pada tahun 2004 di SMP Negeri 10 Jakarta Pusat dan melanjutkan ke tahap pendidikan menengah atas di SMA Negeri 89 Jakarta Timur hingga lulus pada Juni 2010. Setelah lolos melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) 2010, penulis mendapat pendidikan sarjana dari Departemen Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor hingga lulus pada tahun 2014. Selama di IPB, penulis aktif dalam berorganisasi dalam lingkup kampus. Beberapa jabatan yang pernah dipegang oleh penulis yaitu Kepala Divisi Eksternal Komisi Kesenian, Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB 2011-2012.