EVALUASI TEKNIK PEMANENAN SARANG BURUNG WALET (COLLOCALIA SPP.) DI KABUPATEN BERAU STUDI KASUS DI GUA MURNI DAN GUA RANGGASAN) Harvesting Technique Evaluation of Swallow (Collocalia spp.) Nest at Berau Regency. A Case Study at Murni and Ranggasan Caves
Haris Andaya Putra1), Chandradewana Boer2) dan Muchlis Rachmat3)
Abstract. The purpose of this research was to evaluate the harvesting technique of swallow (Collocalia spp.) nest in Murni and Ranggasan caves by regarding physical cave condition, harvesting cost and the work achievement of picking swallow nest traditionally and by using rock climbing equipment. The research found that Murni cave had many alleys and small volume of cave, whereas the Ranggasan cave had single alley and large volume of cave. The harvesting of nest in Murni cave was conducted by traditional equipment, whereas in Ranggasan cave by rock climbing equipment. The use of rock climbing equipment was saver than that of traditional one. Basically, the cost component needed for harvesting the nest was same, but it was depended on the distance of the cave from the settlement, the harvesting yield and the total of worker. The cost of nest harvesting in Murni cave was Rp3,589,634.10/kg and in Ranggasan cave was Rp799,331.97/kg. Average time required for harvesting and the work achievement using rock climbing equipment was higher (8.57 hrs and 0.58 kg/person/h, respectively) than that of traditional equipment (7.76 hrs and 0.09 kg/person/h, respectively). Traditional equipment is simply operated, but time consuming. For large scale harvesting in such difficulty condition of cave, it is recommended to use rock climbing equipment, since its larger yield and more efficient time. Kata kunci: gua, sarang, prestasi kerja, tradisional, panjat tebing, biaya.
___________________________________________________________________ 1) Federasi Panjat Tebing Indonesia, Kalimantan Timur, Samarinda 2) Laboratorium Keanekaragaman Hayati Fak. Kehutanan Unmul, Samarinda 3) Laboratorium Rekayasa Pemanenan Hasil Hutan Fak. Kehutanan Unmul, Samarinda
121
122
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 1 (2), OKTOBER 2005
Kalimantan Timur merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi. Hutan alam tropika selain menghasilkan kayu sebagai hasil hutan yang utama, juga memberikan hasil hutan lain seperti rotan, damar, madu, gaharu dan sarang burung walet (Mulyono, 1986). Sarang burung walet merupakan salah satu hasil hutan non kayu yang banyak dikenal masyarakat. Burung walet (Collocalia spp.) merupakan burung penghuni gua, sarangnya merupakan air liur yang mahal harganya. Hal ini disebabkan oleh kepercayaan terhadap khasiatnya yang dapat meningkatkan daya seksualitas, sebagai obat awet muda, mempercepat proses penyembuhan gangguan alat pernafasan dan juga karena faktor kelangkaannya di pasaran (Anonim, 1997). Sarang burung walet yang dapat dimakan hanya yang dihasilkan oleh jenis C. maxima (sarang walet hitam) dan jenis C. fuciphaga (sarang walet putih). Sarang walet menurut penelitian yang dilakukan: pada setiap 100 g sarang burung walet mengandung 281 kal, 37,5 g protein, 0,3 g lemak, 32,1 g karbohidrat, 485 mg kalsium, 18 mg fosfor, 3 mg besi, 24,8 g air (Nazarudin dan Regina, 1996). Karena sarang walet mengandung protein yang cukup tinggi, yaitu 37,5 %, sedangkan kandungan lemaknya sangat rendah yaitu hanya 0,3 %, maka sarang burung walet adalah sebagai makanan sumber zat pembangun tubuh yang baik. Cara pengumpulan sarang burung walet berbeda-beda menurut ukuran gua. Di tempat-tempat lain dibangun jaring-jaring tangga bambu yang tinggi supaya pemetik dapat mencapai tempat-tempat yang tinggi. Sarang dilepaskan dengan menggunakan pisau yang dipasang pada galah yang panjang dan pemetik juga membawa obor yang menyala untuk menerangi pekerjaan yang sangat berbahaya ini (Medway, 1960; Francis, 1987). Penelitian ini merupakan studi kasus yang membandingkan cara pemanenan sarang burung walet secara tradisional dan memakai peralatan panjat tebing. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi teknik pemanenan sarang burung walet (Collocalia spp.) di gua Murni dan gua Ranggasan dengan memperhatikan beberapa aspek seperti: kondisi fisik gua, biaya pemanenan sarang dan prestasi kerja pemanenan. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai biaya pemanenan, kondisi fisik gua, prestasi kerja pemanenan sebagai bahan pertimbangan untuk pengelolaan dan teknik pemanenan yang sesuai, sehingga produksi dan populasi burung walet dapat berkelanjutan. METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di dua lokasi gua alam yaitu gua Murni, Kecamatan Gunung Tabur dan gua Ranggasan di Kecamatan Kelay, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2002. Sebagai objek penelitian adalah sarang burung walet di gua alam dan cara pemanenannya dengan memakai peralatan tradisional dan peralatan panjat tebing.
Putra dkk. (2005). Evaluasi Teknik Pemanenan Sarang Burung Walet
123
Parameter yang diamati di lapangan adalah: a. Kondisi fisik gua: yaitu melakukan pengukuran terhadap panjang, lebar, tinggi mulut gua dan kedalaman gua, kondisi gua, ornamen gua, jenis hewan yang terdapat dalam gua dan membuat peta gua. Muara gua dan kedalaman gua diukur dengan meteran dari muara gua sampai ke dasar gua, demikin pula dengan panjang lorong horisontal dan vertikal. b. Biaya pemanenan: yaitu biaya yang dikeluarkan dalam satu periode pemanenan yang terdiri dari biaya operasional, tenaga kerja, keamanan, penyusutan dan penambahan alat. c. Prestasi kerja: menentukan elemen kerja yang terdiri dari: waktu persiapan, yaitu waktu yang diperlukan sebelum memulai pekerjaan, misalnya: pemasangan tangga, pemasangan pengaman, pengecekan peralatan, jumlah pekerja dan pembagian pekerjaan; waktu kerja aktif, yaitu waktu yang diperlukan untuk naik tali/tangga, menjolok sarang pada tiap jalur pemanenan, bergeser dari jalur pemanenan, menyalakan lilin, mengumpulkan sarang dan waktu yang hilang (makan, minum, merokok, memperbaiki peralatan). d. Peralatan dan cara kerja: peralatan yang dipakai pada masing-masing pemanenan dan penggunaan alat di lapangan. Data yang diperoleh di lapangan disajikan dalam bentuk gambar dan peta gua yang memperlihatkan kondisi fisik gua dan penjelasan mengenai ukuran gua, hewan yang terdapat dalam gua dan ornamen dalam gua. Biaya pemanenan, dihitung dari data yang diambil dari wawancara dengan pekerja, pemilik gua, penjaga gua, porter, pemanjat yang berupa biaya peralatan pemanenan, logistik, keamanan dan aspek non teknis lainnya dalam satu periode pemanenan. Biaya penyusutan alat dihitung dengan rumus: {(harga alat x jumlah) : waktu pakai} Data prestasi kerja pemanenan disajikan dalam bentuk tabel, yang diambil dari hasil wawancara dan pengamatan di lapangan, kemudian dihitung dengan rumus menurut Sanyoto (1976): P = Hs : bh. P = prestasi kerja (jumlah sarang (kg/jam/orang). Hs = hasil kerja (kg). b = jumlah pekerja (orang). h = waktu kerja (jam). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Kondisi Fisik dan Biologis Gua Murni Mulut gua Murni berbentuk oval dengan tinggi 15 m dan lebar 8 m. Mulut gua terletak di tebing yang menghadap ke arah timur. Gua ini vertikal dengan kedalaman 165 m yang terbagi dalam tiga tingkat. Tingkat pertama sedalam 55 m, tingkat kedua 40 m dan tingkat ketiga sedalam 70 m yang langsung menuju ke sungai Birang. Di dalam gua ini ditemukan lorong vertikal yang berhubungan dengan lorong horisontal. Pada kedalaman pertama gua ini mempunyai lorong horisontal dengan panjang 150 m dan lebar yang bervariasi antara 1,56 m. Di ujung lorong pada
124
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 1 (2), OKTOBER 2005
tingkat ini terdapat sarang walet hitam dan putih dengan ketinggian antara 50–120 m. Pada kedalaman kedua, kondisi gua cukup terjal, yaitu sepanjang 30 m dan di ujung tingkatan ini terdapat lubang yang langsung menghadap ke aliran sungai Birang. Kedalaman ketiga merupakan aliran sungai Birang. Kondisi Fisik dan Biologis Gua Ranggasan Gua Ranggasan mempunyai ukuran dan tingkat kedalaman yang lebih besar bila dibandingkan dengan gua Murni. Gua Ranggasan mempunyai lubang vertikal sedalam 270 m. Bentuk mulut gua adalah oval dengan ukuran tinggi 23 m dan lebar 15 m. Karena lubang vertikal terlalu dalam dan untuk menghindari friksi atau gesekan antara tali kernmantle dengan permukaan tebing yang tajam, maka dibuat interval sebanyak 6 kali. Masing-masing interval tergantung dari posisi friksi batuan. Interval pertama dari muara sepanjang 20 m, interval kedua 25 m, interval ketiga 90 m. Dari interval ketiga ini terdapat teras kecil dengan lebar antara 16 m. Interval keempat 20 m, karena posisi batuan yang sangat tajam, maka dibuat interval lagi sepanjang 18 m. Interval terakhir (keenam) sepanjang 40 m dan terdapat teras besar yang merupakan tumpukan guano. Ukuran teras antara 410 m, di bawah terdapat jurang dan batuan yang runcing sedalam 57 m. Terdapat kesamaan jenis hewan pada kedua gua, yaitu ular gua (Elaphe taeniura), ular muara (Oxycephala gonyosoma) burung walet hitam (Collocalia maxima), jangkrik besar tanpa sayap (Rhapidophora oophaga), laba-laba pemburu yang langka (Heteropoda sp.), serangga terbang jenis Stesiptera sp. yang merupakan pakan walet dan jenis walet sarang lumut (C. vanikorensis), kecuali sarang walet putih (C. fuciphaga) yang tidak terdapat di gua Ranggasan. Teknik Pemanenan 1. Cara tradisional Pemanenan secara tradisional di gua Murni menggunakan peralatan yang sangat sederhana berupa tali nilon, bambu, rotan dan kayu. Tali nilon yang dipakai berdiameter 20 mm dan dirajut menjadi tangga tali. Tangga tali ini dipakai sebagai sarana untuk naik dan turun dari muara gua ke lantai gua tingkat pertama. Di permukaan dinding gua yang tajam digunakan rotan (gugulug) yang terbuat dari jalinan rotan yang masing-masing jalinan terdiri dari 3-4 batang, tergantung dengan ukuran rotan. Pada kedua jalinan dihubungkan dengan kayu titian yang dipasang dengan kuat untuk tumpuan kaki pemanen sarang. Selain itu rotan dipakai untuk mendirikan tangga dari bambu dan kayu (temberang). Sarang dipanen dengan menggunakan penjolok dari bambu yang mempunyai panjang antara 8-15 m. Di ujung penjolok diikat lilin madu sebagai penerangan dan mata sengget dari besi yang diruncingkan. Sarang yang dipanen akan tersangkut di mata sengget, kemudian diambil dan dimasukkan dalam anjat yang dibawa.
Putra dkk. (2005). Evaluasi Teknik Pemanenan Sarang Burung Walet
125
2. Alat Panjat Tebing Pemanenan dengan alat panjat tebing di gua Ranggasan membutuhkan alat yang lengkap, berupa tali kernmantle, jumar dan croll (untuk naik ke tempat sarang berada), auto stop (untuk turun ke dasar gua), carabiner (cincin kait), prusik (penambat), harness (tali tubuh), webbing, head lamp (untuk penerangan), figur of eight (untuk turun dan bergeser di tali jarak dekat), hanger (untuk anchor/penambat), putar giling (untuk menarik dan mengirim barang dari muara gua ke dasar). Tahap pertama sebelum melakukan pemanenan adalah membuat jalur pemanenan secara permanen, sehingga pada periode pemanenan berikutnya tidak perlu memasang lagi. Pemanenan dengan alat panjat tebing dilakukan dengan cara pemetik harus naik tali memakai jumar dan croll pada jalur panen. Sarang dipanen menggunakan penjolok dari aluminium sepanjang 4 m, yang mana pada ujung penjolok telah diberi mata sengget yang terbuat dari baja dan di ujung sengget terpasang lilin madu untuk penerangan, sehingga sarang yang akan dijolok kelihatan jelas. Pemetik dapat bergeser dengan cara menggantung di tali kernmantle dan sling sepanjang jalur pemanenan yang ada. Berikut ini disajikan perbandingan pemanenan di gua Murni yang memakai peralatan tradisional dan di gua Ranggasan yang memakai peralatan panjat tebing. Tabel 1. Perbandingan Peralatan yang Dipakai di Gua Murni dan Gua Ranggasan No. Tradisional 1 Peralatan tidak tahan lama 2 Tidak memerlukan keahlian khusus 3 Peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diperoleh 4 Tidak semua sarang walet dapat diambil, tergantung kondisi gua 5 Resiko kecelakaan dalam pemanenan tinggi 6 Biaya pengerjaan tiap periode tetap 7 8 9 10 11
Tenaga kerja sedikit Waktu kerja lebih sedikit Tenaga kerja lokal Waktu pengerjaan lama Peralatan yang tidak terpakai menumpuk dan mengotori lantai gua
Alat panjat tebing Tahan lama Harus punya keahlian khusus Peralatan sulit diperoleh dan harganya mahal. Semua sarang walet dapat diambil Resiko kecelakaan rendah. Biaya pada saat pembuatan jalur mahal, tapi biaya pemanenan lebih rendah Tenaga kerja banyak Waktu kerja lebih banyak Tenaga kerja campuran Waktu pengerjaan cepat Peralatan yang tak terpakai dibawa keluar gua
Biaya Pemanenan Komponen biaya pemanenan pada masing-masing gua pada dasarnya sama, yaitu biaya operasional, transportasi, tenaga kerja, tenaga keamanan, penambahan dan penyusutan peralatan. 1. Gua Murni Dari hasil wawancara dengan pekerja dan pemilik gua Murni, maka dapat diketahui besarnya biaya yang diperlukan untuk melakukan pemanenan sebagai berikut:
126
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 1 (2), OKTOBER 2005
a. Logistik. Berupa bahan makanan yang diperlukan selama satu periode pemanenan (45 hari) yang terdiri dari beras, ikan kering, mie instan, makanan kaleng, minyak tanah, rokok dan susu. b. Tenaga kerja. Biaya untuk tenaga kerja terdiri dari penjaga gua dan pemetik. Untuk penjaga gua memakai sistem harian yaitu menjaga gua selama satu periode (45 hari kerja), sedangkan pemetik memakai sistem borongan. c. Tenaga keamanan. Diambil dari Polres Tanjung Redeb yang berjumlah dua orang. Hal ini disebabkan karena harga sarang putih yang tinggi, sehingga memancing adanya perampokan sarang burung walet. d. Biaya perbaikan peralatan yang rusak. Biasanya berupa perbaikan mata sengget, penjolok, perbaikan tangga dan tali yang rusak atau putus. Komponen biaya pemanenan selama satu periode di gua Murni disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Biaya Pemanenan Selama Satu Periode di Gua Murni Kegiatan Logistik Pemanen (pemanjat) Keamanan Penjaga gua Administrasi (surat ijin) Biaya penyusutan alat Jumlah Sumber: Pemilik gua Murni
Unit biaya (Rp)
Jumlah (Rp)
4.750.000 3 org x 1.750.000 2 org x 1.000.000 3 org x 45 hari x 15.000 200.000 492.500
4.750.000 5.250.000 2.000.000 2.025.000 200.000 492.500 14.717.500
Tabel 3. Hasil Panen Sarang Walet di Gua Murni selama Satu Tahun Periode panen Februari 2001 April 2001 Mei 2001 Desember 2001 Februari 2002 Jumlah Sumber: Pemilik gua Murni
Hasil sarang (kg) Putih 2,7 2,3 2,0 2,8 2,4 12,2
Hitam 2,1 1,8 1,4 2,3 1,9 9,5
Pertama kali di gua Murni ditemukan sarang putih sebanyak 2,7 kg dan sarang hitam sebanyak 2,1 kg (Tabel 3). Selanjutnya sarang dipanen setiap 45 hari dengan masa petik setahun selama 4 kali dan diharapkan pada waktu 6 bulan berikutnya burung walet mempunyai kesempatan untuk berkembang biak. Harga jual sarang putih berkisar antara Rp12.650.000–13.500.000/kg, sedangkan harga sarang hitam berkisar antara Rp3.000.000–3.500.000/kg. Peralatan yang dipakai dalam proses pemanenan dengan alat tradisional sangat sederhana, yaitu: kayu, tali nilon, anjat, mata sengget dan rotan.
Putra dkk. (2005). Evaluasi Teknik Pemanenan Sarang Burung Walet
127
Biaya peralatan yang dipakai disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4. Peralatan dan Biaya Penyusutan Alat pada Pemanenan Sarang Burung Walet di Gua Murni Nama alat Harga (Rp) Tali nilon 1.540.000 Bambu/kayu 100.000 Rotan 250.000 Mata sengget 15.000 Anjat 65.000 Jumlah Sumber: Pemilik gua Murni
Waktu pakai (kali) 4 4 4 4 4
Biaya/satuan waktu (Rp) 385.000 25.000 62.500 3.750 16.250 492.500
2. Gua Ranggasan Dari hasil wawancara dengan para pekerja di gua Ranggasan, maka dapat diketahui biaya yang diperlukan untuk melakukan pemanenan, sebagai berikut: a. Logistik. Sama dengan yang terdapat di gua Murni, berupa bahan makanan yang diperlukan selama satu periode pemanenan (45 hari). b. Tenaga kerja. Terdiri dari penjaga gua, keamanan, porter dan pemanjat. Untuk penjaga gua memakai sistem harian yaitu menjaga gua selama satu periode (45 hari kerja), sedangkan pemetik memakai sistem persentase sebanyak 18 % dari jumlah hasil. c. Tenaga keamanan. Dari Polres Tanjung Redeb yang berjumlah 8 orang. Hal ini disebabkan karena besarnya hasil sarang yang diperoleh, sehingga memancing orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan perampokan. d. Biaya perbaikan peralatan. Biasanya berupa perbaikan mata sengget, mengganti alat yang telah aus, tali dan sling yang rusak atau putus. Pada Tabel 5 ditampilkan biaya rata-rata satu periode pemanenan di gua Ranggasan yang menggunakan alat panjat tebing. Dalam satu periode panen, biaya yang dikeluarkan di gua Ranggasan sangat besar, yaitu Rp205.428.317/periode. Tabel 5. Biaya Rata-rata Satu Periode Pemanenan di Gua Ranggasan Kegiatan Unit biaya (Rp) Logistik 32.500.000 Pemetik (pemanjat) 18 % x jumlah hasil Keamanan 150.000 x 8 org x 15 hr Penjaga gua 15.000 x 4 org x 45 hr Komunikasi (SSB, HT) 2.000.000 Perijinan 10.000.000 Biaya penyusutan alat 7.940.317 Porter/pelangsir I 25 org x 2 x 150.000 Porter/pelangsir II 25 org x @ 15 kg x 20.000/kg Jumlah Sumber: Kepala Kerja Gua Ranggasan
Jumlah (Rp) 32.500.000 117.288.000 18.000.000 2.700.000 2.000.000 10.000.000 7.940.317 7.500.000 7.500.000 205.428.317
128
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 1 (2), OKTOBER 2005
Sarang burung di Gua Ranggasan dipanen selama lima kali dalam satu tahun, tiga kali panen tetap serta panen pembersihan awal dan pembersihan akhir. Hal ini dimaksudkan agar panen berikutnya mempunyai kualitas sarang lebih baik. Hasil panen ditampilkan pada Tabel 6 dan peralatan yang digunakan berikut harganya ditampilkan pada Tabel 7. Tabel 6. Hasil Panen Sarang Walet di Gua Ranggasan Periode panen Panen pembersihan awal (25 Sept 2001) Penen I (1 November 2001) Panen II (22 Desember 2001) Panen III (14 Februari 2002) Panen pembersihan akhir (1 April 2002) Jumlah Sumber: Kepala Kerja Gua Ranggasan
Hasil sarang (hitam) (kg) 126 244 312 257 147 1086
Pada awal panen, biaya yang diinvestasikan di gua Ranggasan sangat besar, yaitu Rp151.500.000 (Tabel 7) dengan besarnya biaya penyusutan alat sebesar Rp7.940.317/periode (Tabel 8). Tabel 7. Peralatan dan Harga Satuan Alat Panjat Tebing yang Terpasang di Gua Ranggasan Nama alat Terpakai Carabiner 515 buah Tali kernmantle 14 roll Hanger 615 buah Pisher/bolt 900 buah 5 roll Sling baja 7 mm 250 m Tali nilon 10 mm 100 buah Span skrup Jumlah Sumber: Kepala Kerja Gua Ranggasan
Harga satuan (Rp) 85.000 5.000.000 15.000 9.000 4.000.000 1000 1500
Jumlah (Rp) 43.775.000 70.000.000 9.225.000 8.100.000 20.000.000 250.000 150.000 151.500.000
Tabel 8. Biaya Penyusutan Alat Panjat Tebing pada Pemanenan Sarang Burung Walet di Gua Ranggasan Setiap Periode Nama alat Carabiner Kernmantle Hanger Pisher/bolt Sling baja Tali nilon Span skrup Bor tebing Head lamp
Harga satuan (Rp) 85.000 5.000.000 15.000 9.000 4.000.000 1.000 15.000 8.000.000 100.000
Jumlah yang diperlukan 515 14 rol 615 900 5 roll 250m 100 1
10
Waktu pakai (kali)
35 25 25 35 15 5 25 50 20
Biaya/satuan waktu (Rp) 1.250.714 2.800.000 369.000 231.429 1.333.333 50.000 60.000 160.000 50.000
Putra dkk. (2005). Evaluasi Teknik Pemanenan Sarang Burung Walet
129
Tabel 8 (Lanjutan) Harga satuan (Rp) 750.000 450.000 900.000 27.500 2.000.000 175.000 75.000 6.500 200.000 10.000 100.000
Nama alat Jumar Croll Harness Webbing Prusik Pipa jalur Aluminium Mata sengget Palu tebing Kikir besi Penarik barang
Jumlah yang diperlukan
Waktu pakai (kali)
10 10 10 25 1 rol 1 10 10 3 2 1
35 35 30 25 20 10 10 4 15 8 5
Jumlah Sumber: Kepala Kerja Gua Ranggasan
Biaya/satuan waktu (Rp) 214.285 128.571 300.000 27.500 100.000 1.750 75.000 16.250 749.985 2.500 20.000 7.940.317
Di gua Murni yang memakai peralatan tradisional diperlukan biaya panen sebesar Rp14.717.500 (Tabel 2) dan rata-rata sarang yang diperoleh sebesar 4,1 kg, maka biaya yang harus dikeluarkan untuk memetik sarang per kilogram adalah Rp3.589.634,10. Biaya panen di gua Ranggasan dengan memakai alat panjat tebing adalah sebesar Rp205.428.317 (Tabel 5), sedangkan rata-rata hasil sarang yang diperoleh per periode sebesar 257 kg, maka biaya yang harus dikeluarkan untuk memetik sarang per kilogram adalah Rp799.331,97. Waktu Kerja Waktu kerja dibedakan atas waktu kerja murni (WKM) waktu kerja umum (WKU) dan waktu kerja keseluruhan (WKK). Hasil pengukuran waktu kerja dari gua Murni (tradisional) dan gua Ranggasan (alat panjat tebing) dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Waktu Kerja Murni (WKM), Waktu Kerja Umum (WKU) dan Waktu Kerja Keseluruhan (WKK) pada Teknik Tradisional dan Alat Panjat Tebing Teknik Tradisional
Pekerja 1 2 3
Rata-rata Panjat tebing
1 2 3
WKM (menit) 480,00 450,00 466,67
70,62 66,70 68,53
WKU (menit) 199,67 224,67 214,33
465,56
68,62
544,00 535,00 511,20
78,82 78,77 78,99
%
29,38 33,3 31,47
WKK (menit) 679,67 674,67 681,00
Hasil (kg) 0,60 0,65 0,90
212,89
31,38
678,45
0,72
146,20 144,20 136,00
21,18 21,23 21,01
690,20 679,20 647,20
4,70 4,80 5,93
%
130
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 1 (2), OKTOBER 2005
Tabel 9 (lanjutan) Teknik Panjat tebing
Pekerja 4 5 6 7 8 9 10
Rata-rata
WKM (menit) 512,40 515,00 502,60 498,40 507,60 510,00 504,00 514,02
79,22 79,30 77,83 79,29 78,48 78,70 78,43
WKU (menit) 134,40 134,40 143,20 130,20 139,20 138,00 138,60
78,78
138,44
%
20,78 20,70 22,17 20,71 21,52 21,30 21,57
WKK (menit) 646,80 649,40 645,80 628,60 646,80 648,00 642,60
Hasil (kg) 4,66 5,80 4,50 4,60 4,30 4,50 5,30
21,22
652,46
4,91
%
Prestasi Kerja Dari perhitungan jumlah sarang yang dihasilkan, maka diperoleh data rata-rata jumlah sarang yang dipanen setiap harinya seperti terlihat pada Tabel 10. Tabel 10. Jumlah Sarang yang Dipanen/Orang/Hari dengan Alat Tradisional dan Panjat Tebing pada Kedua Gua Teknik Tradisional
Jumlah Rata-rata Panjat tebing
Jumlah Rata-rata
Pekerja 1 2 3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Hitam (kg) 0,20 0,35 0,40 0,95 0,32 4,70 4,80 5,93 4,66 5,80 4,50 4,60 4,30 4,50 5,30 49,09 4,91
Putih (kg) 0,40 0,30 0,50 1,20 0,40 -
Jumlah (kg) 0,60 0,65 0,90 2,15 0,72 4,70 4,80 5,93 4,66 5,80 4,50 4,60 4,30 4,50 5,30 49,09 4,91
Pekerja di gua Murni dapat memetik sarang walet rata-rata 0,72 kg/orang/hari dan di gua Ranggasan 4,91 kg/orang/hari. Prestasi kerja yang dihasilkan berdasarkan WKM dan WKK setelah dihitung dengan rumus Sanyoto (1976) ditampilkan pada Tabel 11. Pada tabel tersebut terlihat, bahwa rata-rata prestasi kerja pekerja dengan cara tradisional menurut WKM adalah 0,09 kg/orang/jam, sedangkan dengan alat panjat tebing adalah 0,58 kg/orang/jam. Menurut WKK, maka dengan alat tradisional 0,02 kg/orang/jam, sedangkan dengan alat panjat tebing 0,45 kg/orang/jam.
Putra dkk. (2005). Evaluasi Teknik Pemanenan Sarang Burung Walet
131
Tabel 11. Prestasi Kerja Rata-rata (Jumlah Sarang dalam Kg/Orang/Jam) Berdasarkan WKM dan WKK Alat Tradisional dan Panjat Tebing Teknik Tradisional
Rata-rata Panjat tebing
Rata-rata
Pekerja
WKM
WKK
1 2 3
0,08 0,09 0,12 0,09 0,52 0,54 0,70 0,55 0,68 0,55 0,54 0,51 0,53 0,63 0,58
0,02 0,02 0,03 0,02 0,41 0,42 0,55 0,43 0,54 0,42 0,44 0,40 0,42 0,49 0,45
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pemakaian alat panjat tebing mempunyai kelebihan dibandingkan dengan peralatan tradisional, yaitu waktu kerja murni yang lebih baik (514,02 menit/orang/hari) dan prestasi kerja terbaik (0,59 kg/orang/jam). KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Kondisi fisik gua menentukan teknik pemanenan dan peralatan yang akan dipakai dalam proses pemetikan sarang burung walet. Hewan-hewan yang ditemui di gua Murni dan gua Ranggasan relatif sama, kecuali jenis burung walet putih (Collocalia fuciphaga) tidak terdapat di gua Ranggasan. Komponen biaya yang diperlukan untuk pemanenan sarang walet pada dasarnya sama, tetapi sangat tergantung pada jarak, besarnya hasil yang diperoleh dan jumlah tenaga kerja yang dipakai. Biaya per periode pemanenan di gua Murni adalah sebesar Rp14.717.500,00 dan di gua Ranggasan sebesar Rp205.428.317,00. Biaya yang dikeluarkan dari pemanenan sarang walet di gua Murni adalah sebesar Rp3.589.634,10/kg dan di gua Ranggasan Rp799.331,97/kg. Rata-rata jumlah sarang yang dipetik dengan alat tradisional (0,72 kg/orang/hari) adalah lebih rendah daripada dengan alat panjat tebing (4,91 kg/orang/hari). Dari sisi keamanan pekerja, peralatan tradisional mempunyai resiko lebih tinggi dan berbahaya, sedangkan peralatan panjat tebing lebih aman dan hasil yang dicapai lebih maksimal.
132
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 1 (2), OKTOBER 2005
Waktu kerja murni (WKM) rata-rata dengan teknik panjat tebing di gua Ranggasan adalah lebih lama, yaitu 8,57 jam/orang/hari dan waktu kerja umum (WKU) lebih sedikit, yaitu 2,31 jam/orang/hari bila dibandingkan dengan alat tradisional di gua Murni yang masing-masing 7,76 jam/orang/hari dan 3,55 jam/orang/hari karena banyak waktu kerja terbuang untuk istirahat. Prestasi kerja rata-rata berdasarkan WKM dengan peralatan panjat tebing di gua Ranggasan lebih tinggi, yaitu 0,58 kg/orang/jam dibandingkan dengan alat tradisional di gua Murni sebesar 0,09 kg/orang/jam, begitu juga prestasi kerja ratarata berdasarkan waktu kerja total (WKK), yang mana dengan alat panjat tebing 0,45 kg/orang/jam lebih tinggi daripada dengan alat tradisional hanya sebesar 0,02 kg/orang/jam. Saran Untuk gua besar dan medan yang sulit, sebaiknya memakai peralatan panjat tebing karena lebih aman dan hasil yang diperoleh maksimal. Pemanenan sebaiknya disesuaikan dengan peraturan yang ada agar populasi burung walet dapat bertambah. Perlu pengawasan dari instansi pemerintah untuk mengontrol pemanenan. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai populasi burung walet dan penyebarannya di Kalimantan Timur, sehingga produksi sarang walet tiap periode dapat dipantau. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1997. Menguak Tabir Walet Gua. Seri Budidaya Walet (3). Trubus 330 (XXVIII). Francis, C.M. 1987. The Management of Edible Birds Nest Cave in Sabah. Wildlife Section, Sabah Forestry Department. Medway, L. 1960. Cave Switlest. The Birds of Borneo (ed. B.E. Smythies), Oliver and Boyd, Edinburgh. Mulyono, S. 1986. Diktat Ilmu Kerja Hutan. Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda. Nazarudin dan Regina. 1996. Budidaya dan Bisnis Sarang Walet. Penebar Swadaya, Jakarta. Sanyoto. 1976. Methodik Penyelidikan Waktu Kerja Elementer. Yayasan Pembinaan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjahmada, Yogyakarta.