EVALUASI PROGRAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Studi Kasus Pada Kegiatan Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni di Kota Tanjungpinang)
NASKAH PUBLIKASI
OLEH ; RITO YENDRIWALIS NIM 100565201049
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TAHUN 2015
1
2
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu indikator utama keberhasilan pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat dilihat dari angka kemiskinannya. Kemiskinan menjadi salah satu tema utama dalam pembangunan. Keberhasilan dan kegagalan pembangunan acapkali diukur berdasarkan perubahan pada tingkat kemiskinan (Suryahadi dan Sumarto, 2001). Hal ini karena kemiskinan merupakan masalah pembangunan yang ditandai dengan pengangguran, keterbelakangan, dan keterpurukan. Masyarakat miskin sangat lemah dalam kemampuan berusaha dan mempunyai akses yang terbatas kepada kegiatan sosial ekonomi. Kemiskinan dengan demikian erat kaitannya dengan kapasitas dan jumlah penduduk dalam suatu daerah itu sendiri. Kemiskinan menjadi salah satu ukuran terpenting untuk mengetahui tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga. Sebagai suatu ukuran agregat, tingkat kemiskinan di suatu wilayah lazim digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan di wilayah tersebut. Dengan demikian, kemiskinan menjadi salah satu tema utama pembangunan. Keberhasilan dan kegagalan pembangunan acapkali diukur berdasarkan perubahan pada tingkat kemiskinan (Suryahadi dan Sumarto, 2001). Kemiskinan terjadi karena kemampuan masyarakat pelaku ekonomi tidak sama, sehingga terdapat masyarakat yang tidak dapat ikut serta dalam proses pembangunan atau menikmati hasil-hasil pembangunan (Soegijoko, 1997). Kemiskinan merupakan masalah pembangunan kesejahteraan sosial yang
3
berkaitan dengan berbagai bidang pembangunan lainnya, ditandai adanya pengangguran, keterbelakangan, dan ketidakberdayaan. Oleh karena itu, kemiskinan merupakan masalah nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan kesejahteraan
sosial.
Kemiskinan
merupakan
masalah
yang
sulit
ditanggulangi, karena mayoritas masuk kategori kemiskinan kronis (chronic poverty) yang terjadi terus-menerus atau juga disebut kemiskinan structural (Rencana Strategis 2010-2014 Kemensos, 2011). Muttaqien (2006) mengungkapkan, bahwa kemiskinan menyebabkan efek yang hampir sama di semua negara. Kemiskinan menyebabkan: (1) Hilangnya kesejahteraan bagi kalangan miskin (sandang, pangan, papan), (2) Hilangnya hak akan pendidikan, (3) Hilangnya hak akan kesehatan, (4) Tersingkirnya dari pekerjaan yang layak secara kemanusiaan, (5) Termarjinalkannya dari hak atas perlindungan hukum, (6) Hilangnya hak atas rasa aman, (7) Hilangnya hak atas partisipasi terhadap pemerintah dan keputusan publik, (8) Hilangnya hak atas psikis, (9) Hilangnya hak untuk berinovasi, dan (10) Hilangnya hak atas kebebasan hidup. Menurut World Bank (2006) ada tiga ciri yang menonjol dari kemiskinan di Indonesia, yaitu: (1) banyak rumah tangga yang berada di sekitar garis kemiskinan nasional yang setara dengan PPP 1.55 dolar AS perhari, sehingga banyak penduduk yang meskipun tergolong tidak miskin tetapi rentan terhadap kemiskinan, (2) ukuran kemiskinan didasarkan pada pendapatan sehingga tidak menggambarkan batas kemiskinan yang sebenarnya. Banyak
4
orang yang mungkin tidak tergolong miskin dari segi pendapatan tetapi dapat dikategorikan miskin atas dasar kurang akses terhadap pelayanan dasar serta rendahnya indikator-indikator pembangunan manusia, (3) mengingat sangat luas dan beragamnya wilayah Indonesia, perbedaan antar daerah merupakan ciri mendasar dari kemiskinan di Indonesia. Implikasinya, pengentasan kemiskinan hendaknya mempertimbangkan aspek lokalitas atau indikatorindikator lokal yang ada. Menurut Remi dan Tjiptoherijanto (2002) upaya menurunkan tingkat kemiskinan telah dimulai awal tahun 1970-an diantaranya melalui program Bimbingan Masyarakat (Bimas) dan Bantuan Desa (Bandes). Tetapi upaya tersebut mengalami tahapan jenuh pada pertengahan tahun 1980-an, yang juga berarti upaya penurunan kemiskinan di tahun 1970-an tidak maksimal, sehingga jumlah orang miskin pada awal 1990-an kembali naik. Disamping itu kecenderungan ketidakmerataan pendapatan melebar yang mencakup antar sektor, antar kelompok, dan ketidakmerataan antar wilayah. Pada dekade 1990-an pemerintah memunculkan kembali program pengentasan kemiskinan, diantaranya Program Inpres Desa Tertinggal (IDT), Program Pembangunan Prasarana Desa Tertinggal (P3DT), Tabungan Kesejahteraan Keluarga (Takesra) dan Kredit Keluarga Sejahtera (Kukesra). Adanya program-program tersebut dan program pembangunan lainnya secara perlahan-lahan mampu menurunkan angka kemiskinan. Akan tetapi dengan timbulnya krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan 1997, telah menyebabkan bertambahnya penduduk miskin. Akibat krisis ekonomi
5
yang terus berkelanjutan, sampai dengan akhir tahun 1998 jumlah penduduk miskin telah menjadi 49,5 juta jiwa atau sekitar 24,2 % dari jumlah penduduk Indonesia. Perlu dicatat bahwa peningkatan jumlah penduduk miskin tersebut tidak sepenuhnya terjadi akibat krisis ekonomi, tetapi juga dikarenakan perubahan standar yang digunakan (BPS, 2003). Jumlah penduduk yang meningkat tersebut terutama disebabkan oleh besarnya jumlah penduduk yang berada sedikit di atas garis kemiskinan. Dalam kondisi krisis, kenaikan hargaharga yang tidak diikuti oleh kenaikan pendapatan nominal menyebabkan garis kemiskinan bergeser ke atas sehingga penduduk yang semula tidak termasuk miskin menjadi miskin (UU No. 25 Tahun 2000 tentang Propenas). Timbulnya krisis ekonomi tersebut, maka pemerintah melaksanakan program Jaring Pengaman Sosial (JPS) untuk menutupi penurunan daya beli mayoritas penduduk. Aktivitas program ini: 1) Program keamanan pangan dalam bentuk penyediaan beras murah untuk keluarga miskin; 2) Program pendidikan dan perlindungan sosial; 3) Program kesehatan melalui aktivitas memberikan pelayanan kesehatan dasar bagi keluarga miskin; 4) Program padat karya untuk mempertahankan daya beli rumah tangga miskin (Remi dan Tjiptoherijanto, 2002). Upaya tersebut dilanjutkan dengan meluncurkan program Pemberdayaan Daerah dalam Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (PDM/DKE) pada akhir tahun 1998 berupa pemberian dana langsung kepada masyarakat melalui pemerintah
daerah. Berikutnya pemerintah juga
melaksanakan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dengan sasaran perdesaan dan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)
6
dengan sasaran perkotaan. Sebagai kelanjutan Program JPS, pemerintah melaksanakan Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS BBM) yang dilaksanakan diantaranya pada bidang pangan, kesehatan, pendidikan, prasarana dan sebagainya. Sejak digiatkannya kembali program-program pengentasan kemiskinan tersebut, jumlah penduduk miskin di Indonesia secara perlahan berhasil diturunkan jumlahnya. Jumlah penduduk miskin pada tahun 1998 sebesar 49,5 juta jiwa (24,2% dari jumlah penduduk Indonesia), pada tahun 2002 telah turun menjadi 38,4 juta jiwa (18,20%) dan pada tahun 2003 sebesar 37,3 juta jiwa (17,4%). (BPS, 2003). Berdasarkan hasil kajian dampak program pengentasan di Kepulauan Riau yang dilakukan oleh Pusat Kajian Kebijakan Publik Universitas Maritim Raja Ali Haji bersama dengan Bappeda Kepri pada tahun 2014, disimpulkan beberapa hal terkait dengan dampak Program Penanggulangan Kemiskinan Provinsi Kepulauan Riau bahwa; 1) Tujuan dilaksanakanya Program Penanggulangan Kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau telah tercapai sebesar 51%. Artinya bahwa Program Penanggulangan Kemiskinan Provinsi Kepulauan Riau telah mampu mendukung pengurangan angka kemiskinan Provinsi Kepulauan Riau, 2) Sasaran Program Penanggulangan Kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau adalah penduduk miskin yang masuk kategori sangat miskin (kelompok 1) dan miskin (kelompok 2) sebagaimana yang terdata dalam PPLS (Pendataan Program Perlindungan Sosial) tahun 2011. Sedangkan untuk kelompok 3 atau kelompok hampir miskin tidak menjadi prioritas dalam
7
program pengentasan kemiskinan, namun demikian masih ada yang menerima program pengentasan kemiskinan. Dari 11 kegiatan pengentasan kemiskinan tersebut yang umum diberikan kepada penduduk yang masuk kelompok hamper miskin adalah kegiatan pelayanan dibidang kesehatan khususnya program jamkesda, dan 3) Program Penanggulangan Kemiskinan Provinsi kepulauan riau telah mempengaruhi perilaku, pola pikir dan status ekonomi masyarakat Provinsi Kepulauan Riau. Ada program yang mampu mendorong masyarakat untuk lebih giat berusaha memenuhi kebutuhan dasar/primernya seperti pembangunan/rehabilitasi posyandu, pemberian beasiswa dan program pembinaan unit usaha bagi kelompok nelayan, petani maupun UMKM. Namun demikian ada juga program yang justru membuat masyarakat miskin menjadi pasif dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Diantara program yang berdampak negative/pasif tersebut adalah program Rumah Layak Huni. Amelia Maika (2009) dalam disertasinya tentang ‘Mengukur Kemiskinan Subyektif di Indonesia’mengemukakan, bahwa indikator ekonomi bukan satusatunya metode untuk mengukur kemiskinan. Jika kemiskinan didefinisikan sebagai hasil penilaian individu terhadap kesejahteraannya, maka pengukuran subjektif perlu diperhatikan. Pengukuran subyektif tentang kemiskinan yang dimaksud adalah bagaimana si miskin menilai kemiskinan dari sudut pandang mereka sehingga posisi si miskin menjadi jelas. Mengkritisi aspek metodologi dalam mengevaluasi dampak program pengentasan kemiskinan, World Bank (2006) mengemukakan, bahwa data kuantitatif yang diperoleh dalam mengukur dampak program pengentasan
8
kemiskinan tidak didukung oleh penilaian kualitatif yang sistematis. Indonesia mempunyai sedikit pengalaman dalam hal penelitian partisipatoris, tetapi ini kurang disebarkan dan tidak diprioritaskan di tingkat pemerintahan lokal atau pendekatan nasional untuk penelitian kemiskinan, sehingga penelitian yang dilaksanakan cenderung kuantitatif dan kurang bisa menggambarkan fenomena kualitatif kemiskinan yang terjadi. Berdasarkan latar belakang di atas dapat disimpulkan, bahwa terdapat persoalan metodologis dalam mengungkap fenomena kemiskinan di Indonesia, terutama yang terkait dengan metode penelitian tentang dampak program pengentasan kemiskinan. Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengevaluasi konteks, input, proses, dan produk dari program pengentasan kemiskinan di Kepulauan Riau. Asumsi yang mendasari adalah karena penelitian tentang dampak program pengentasan kemiskinan yang ada dan pernah dilakukan belum membahas tentang empat hal tersebut khususnya secara kualitatif, sehingga dalam penelitian ini dipandang perlu untuk menggunakan pendekatan kualitatif, menggunakan metode evaluasi serta orientasi penelitian tidak hanya berfokus pada dampak (outcome) program tetapi juga berfokus pada proses intervensi yang ditempuh dan kualitas program intervensi. Proses intervensi program sosial menurut Cox (2001) terdiri dari enam tahapan, yaitu persiapan (engagement), pengkajian (assessment), perencanaan program atau kegiatan (designing), implementasi (implementation), evaluasi (evaluation) dan terminasi (termination). Sementara kualitas program menurut
9
Poister (1978) dan world Bank ada tujuh kriteria yaitu: (1) Effectiveness (efektivitas), (2) Efficiency (efisiensi), (3) Adequacy (kecukupan), (4) Equity (kesamaan atau pemerataan), (5) Responsiveness (responsivitas), (6) Appropriateness
(ketepatan
atau
kelayakan),
dan
(7)
sustainability
(keberlanjutan). Program pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan dengan tahapan-tahapan intervensi yang benar dengan melibatkan partisipasi penuh dari sasaran dan dengan kualitas program intervensi yang baik diasumsikan akan memberikan dampak yang signifikan terhadap sasaran, baik secara ekonomi, secara sosial, secara psikis maupun secara budaya. Kajian terkait dengan program pengentasan kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau pernah dilakukan oleh Pusat Kajian Kebijakan Publik Universitas Maritim Raja Ali Haji bersama dengan Bappeda Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2011 dan tahun 2014. Hasil Monitoring dan Evaluasi terkait dengan program Pengentasan Kemiskinan dilakukan pada kegiatan rehabilitasi rumah tidak layak huni. Hasil penelitian menemukan bahwa masih terdapat beberapa persoalan terkait dengan pelaksanaan kegiatan RTLH diantaranya adalah partisipasi masyarakat dalam program tersebut masih minim. Masyarakat menyerahkan sepenuhnya kesuksesan pelaksanaan program tersebut sehingga ada kesan yang sifatnya “menunggu”. Kajian kedua dilakukan pada tahun 2014 dengan mengambil focus pada dampak program pengentasan kemiskinan. Berdasarkan hasil penelitian ini, disimpulkan beberapa hal terkait dengan dampak Program Penanggulangan Kemiskinan Provinsi Kepulauan Riau
10
bahwa; 1) Tujuan dilaksanakanya Program Penanggulangan Kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau telah tercapai sebesar 65% selama kurun waktu 3 tahun anaggaran. Artinya bahwa Program Penanggulangan Kemiskinan Provinsi Kepulauan Riau telah mampu mendukung pengurangan angka kemiskinan Provinsi Kepulauan Riau, 2) Sasaran Program Penanggulangan Kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau adalah penduduk miskin yang masuk kategori sangat miskin (kelompok 1) dan miskin (kelompok 2) sebagaimana yang terdata dalam PPLS (Pendataan Program Perlindungan Sosial) tahun 2011. Sedangkan untuk kelompok 3 atau kelompok hampir miskin tidak menjadi prioritas dalam program pengentasan kemiskinan, namun demikian masih ada yang menerima program pengentasan kemiskinan. Dari 11 kegiatan program pengentasan kemiskinan tersebut yang umum diberikan kepada penduduk yang masuk kelompok hampir miskin adalah kegiatan pelayanan dibidang kesehatan khususnya program jamkesda, dan rumah layak huni. Dua kegiatan dalam Program Penanggulangan Kemiskinan Provinsi Kepulauan Riau tersebut telah mempengaruhi perilaku dan pola pikir masyarakat Provinsi Kepulauan Riau menjadi lebih negative yaitu bersifat pasif. Namun ada juga program pengentasan kemiskinan yang mampu mendorong masyarakat untuk lebih giat berusaha memenuhi kebutuhan dasar/primernya seperti pembangunan/rehabilitasi posyandu, pemberian beasiswa dan program pembinaan unit usaha bagi kelompok nelayan, petani maupun UMKM.
11
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul “Evaluasi Program Pengentasan Kemiskinan Di Provinsi Kepulauan Riau” B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1. Mengapa implementasi program pengentasan kemiskinan di Provinsi kepulauan Riau tidak/belum sesuai dengan harapan?
2. Kendala apa saja yang dihadapi Pemerintah dalam melaksanakan program pengentasan kemiskinan di Provinsi kepulauan Riau?
C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui implementasi program pengentasan kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau. 2. Mendeskripsikan kendala yang dihadapi oleh Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dalam melaksanakan program pengentasan kemiskinan di wilayah Provinsi Kepulauan Riau.
D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini secara umum dapat dikategorikan menjadi dua; 1. Secara teoritis a. Penelitian ini dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, khususnya pada kajian ilmu pemerintahan dengan spesifikasi pada bidang kajian Kebijakan Publik .
12
b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan untuk digunakan dalam kegiatan penelitian selanjutnya.
2. Secara praktis a. Bagi Mahasiswa. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi dan menambah wawasan mengenai kajian pemerintahan khususnya dalam hal pengambilan Kebijakan Publik
b. Bagi Peneliti. Menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti sebelum terjun langsung ke lapangan dalam penelitian serupa.
c. Bagi masyarakat. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat terutama sebagai bahan informasi bagi masyarakat serta memberikan sumbangan pemikiran dalam bentuk saran kepada Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dalam menangani masalah kemiskinan.
E. Landasan Teori 1. Evaluasi Program Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, maka menjadi sebuah keniscayaan bahwa suatu program harus dievaluasi. Evaluasi program dilakukan untuk meningkatkan dan mendorong agar suatu program menjadi lebih efektif. Evaluasi program adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sengaja untuk melihat tingkat keberhasilan program. Ada beberapa pengertian tentang program sendiri. Dalam kamus (a) program adalah rencana, (b) program adalah kegiatan yang dilakukan dengan seksama. Melakukan evaluasi program adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat keberhasilan dari kegiatan yang direncanakan (Suharsimi Arikunto, 1993).
13
Menurut Tyler (1950) yang dikutip oleh Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2009), evaluasi program adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan program telah terealisasikan. Selanjutnya menurut Cronbach (1963) dan Stufflebeam (1971) yang dikutip oleh Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2009), evaluasi program adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil keputusan. Dari beberapa pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa evaluasi program merupakan proses pengumpulan data atau informasi yang ilmiah yang hasilnya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif kebijakan. Menurut pendapat sebagian ahli kebijakan, evaluasi dimasukkan dalam tahap akhir siklus (proses) kebijakan. Namun, beberapa ahli berpendapat bahwa evaluasi bukan merupakan tahap akhir namun masih ada tahap selanjutnya dari hasil evaluasi tersebut. Sejatinya, kebijakan publik lahir mempunyai tujuan untuk menyelesaikan permasalahan, namun seringkali terjadi kebijakan tidak berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk mengetahui sejauh mana pencapaian suatu kebijakan dan sebab-sebab kegagalan suatu kebijakan Model-model evaluasi yang satu dengan yang lainnya memang tampak bervariasi, akan tetapi maksud dan tujuannya sama yaitu melakukan kegiatan pengumpulan data atau informasi yang berkenaan dengan objek yang dievaluasi. Selanjutnya informasi yang terkumpul dapat diberikan kepada pengambil
14
keputusan agar dapat dengan tepat menentukan tindak lanjut tentang program yang sudah dievaluasi dilakukan evaluasi. Dalam bahasa yang lebih singkat evaluasi adalah kegiatan yang bertujuan untuk menilai “manfaat” suatu kebijakan ( Winarno, 2012). Evaluasi program adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sengaja untuk melihat tingkat keberhasilan program. Ada beberapa pengertian tentang program sendiri. Dalam kamus (a) program adalah rencana, (b) program adalah kegiatan yang dilakukan dengan seksama. Melakukan evaluasi program adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat keberhasilan dari kegiatan yang direncanakan (Suharsimi Arikunto, 1993). Menurut Tyler (1950) yang dikutip oleh Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2009), evaluasi program adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan program telah terealisasikan. Selanjutnya menurut Cronbach (1963) dan Stufflebeam (1971) yang dikutip oleh Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2009), evaluasi program adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil keputusan. Dari beberapa pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa evaluasi program merupakan proses pengumpulan data atau informasi yang ilmiah dan hasilnya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif kebijakan.
15
Menurut Endang Mulyatiningsih (2011), evaluasi program dilakukan dengan tujuan untuk: a. Menunjukkan sumbangan program terhadap pencapaian tujuan organisasi. Hasil evaluasi ini penting untuk mengembangkan program yang sama ditempat lain. b. Mengambil keputusan tentang keberlanjutan sebuah program, apakah program perlu diteruskan, diperbaiki atau dihentikan. Dilihat dari tujuannya, yaitu ingin mengetahui kondisi sesuatu, maka evaluasi program dapat dikatakan merupakan salah satu bentuk penelitian evaluatif. Oleh karena itu, dalam evaluasi program, pelaksana berfikir dan menentukan langkah bagaimana melaksanakan penelitian. Menurut Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2009), terdapat perbedaan yang mencolok antara penelitian dan evaluasi program adalah sebagai berikut: peneliti di dalam kegiatan penelitian ingin mengetahui gambaran tentang sesuatu kemudian hasilnya dideskripsikan, sedangkan dalam evaluasi program pelaksanan ingin mengetahui seberapa tinggi mutu atau kondisi sesuatu sebagai hasil pelaksanaan program, setelah data yang terkumpul dibandingkan dengan criteria atau standar tertentu.Peneliti di dalam kegiatan penelitian dituntut oleh rumusan masalah karena ingin mengetahui jawaban dari penelitiannya, sedangkan dalam evaluasi program pelaksanan ingin mengetahui tingkat ketercapaian tujuan program, dan apabila tujuan belum tercapai sebagaimana
16
ditentukan, pelaksanan ingin mengetahui letak kekurangan itu dan apa sebabnya. Berdasarkan uraian diatas, dapat dikatakan bahwa evaluasi program merupakan penelitian evaluatif. Pada dasarnya penelitian evaluatif dimaksudkan untuk mengetahui akhir dari adanya kebijakan, dalam rangka menentukan rekomendasi atas kebijakan yang lalu, yang pada tujuan akhirnya adalah untuk menentukan kebijakan selanjutnya. 2. Program Pengentasan Kemiskinan Kata program dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai rancangan mengenai asas serta usaha yang akan dijalankan. Program adalah suatu rencana yang melibatkan berbagai unit yang berisi kebijakan dan rangkaian kegiatan yang harus dilakukan dalam kurun waktu tertentu. Menurut Arikunto (2004) mengemukakan ada dua pengertian istilah program yaitu pengertian secara khusus dan umum menurut pengertian secara umum program dapat diartikan sebagai rencana. Sebuah program bukan hanya kegiatan tunggal yang dapat diselesaikan dalam
waktu
yang
singkat
tetapi
merupakan
kegiatan
yang
berkesinambungan karena melaksanakan suatu kebijakan. Oleh karena itu sebuah program dapat berlangsung dalam kurun waktu relatif lama. Selanjutnya Arikunto (2004) mengemukakan pengertian program adalah suatu unit atau kesatuan kegiatan maka program merupakan sebuah sistem yaitu rangkaian kegiatan yang dilakukan bukan hanya satu kali melainkan berkesinambungan Apabila program ini langsung dikaitkan
17
dengan evaluasi program maka program didefinisikan sebagai suatu unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan berlangsung dalam proses berkesinambungan. Terdapat tiga pengertian perlu ditekankan dalam menentukkan program yaitu: (1) realisasi atau implementasi suatu kebijakan, (2) terjadi dalam waktu relatif lama, (3) terjadi dalam organisasi yang melibatkan sekelompok orang. Pengentasan berasal dari kata dasar “entas”. Kata “entas” dalam KBBI diartikan sebagai mengangkat (dari suatu tempat ke tempat lain): mengeluarkan dari lingkungan; menyadarkan; memperbaiki nasib. Pengentasan diartikan sebagai proses, cara, perbuatan mengangkat atau mengeluarkan atau menyadarkan atau memperbaiki nasib. Kemiskinan berasal dari kata dasar “miskin”. Kata “miskin” dalam KBBI diartikan sebagai tidak berharta; serba kekurangan (berpenghasilan sangat rendah). Kemiskinan kemudian diartikan sebagai hal, keadaan, atau situasi tidak berharta; serba kekurangan (berpenghasilan sangat rendah). Pemahaman
mengenai
“kemiskinan”
mestilah
beranjak
dari
pendekatan berbasis hak (right based approach). Dalam pemahaman ini harus diakui bahwa seluruh masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan, mempunyai hak-hak dasar yang sama. Kemiskinan juga harus dipandang sebagai masalah multidimensional, tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan dalam memenuhi hakhak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam menjalani kehidupan secara bermartabat. Pendekatan right based
18
approach
mengandung
arti
bahwa
negara
berkewajiban
untuk
menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak dasar masyarakat miskin secara bertahap. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun 2010 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi dan Kabupaten/Kota Bab 1 Ketentuan Umum ayat 1: Penanggulangan Kemiskinan adalah kebijakan dan program pemerintah dan pemerintah daerah yang dilakukan secara sistematis, terencana, dan bersinergi dengan dunia usaha dan masyarakat untuk mengurangi jumlah penduduk miskin dalam rangka meningkatkan derajat kesejahteraan rakyat.
Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2009 tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan, “penanggulangan kemiskinan merupakan bagian dari pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan kesepakatan global untuk mencapai Tujuan Pembangunan Millenium”. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, “dalam upaya percepatan penanggulangan kemiskinan perlu dilakukan langkah-langkah koordinasi secara terpadu lintas pelaku dalam penyiapan perumusan dan penyelenggaraan kebijakan penanggulangan kemiskinan”. Berdasarkan uraian di atas, program pengentasan kemiskinan merupakan suatu unit atau kesatuan rancangan atau rencana kegiatan mengenai proses, cara, perbuatan mengangkat atau mengeluarkan atau menyadarkan atau memperbaiki hal, keadaan, atau situasi tidak berharta;
19
serba kekurangan (berpenghasilan sangat rendah) untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi. . Unit atau kesatuan rancangan atau rencana kegiatan tersebut dilakukan bukan hanya satu kali melainkan berkesinambungan, dapat berlangsung dalam kurun waktu relative lama. Hal ini merupakan realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan yang melibatkan pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha, serta masyarakat . Program pengentasan kemiskinan Provinsi Kepulauan Riau disusun dengan mengacu pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2009 tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, Intruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2010, tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun 2010 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi dan Kabupaten / Kota. 3. Indikator Ketercapaian Program Penanggulangan Kemiskinan Tujuan program penanggulangan kemiskinan sebagaimana dijabarkan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan pada Bab 3 tentang strategi dan program percepatan penanggulangan kemiskinan bagian kesatu pasal 3 adalah:
20
a. berkurangnya beban pengeluaran masyarakat miskin; b. meningkatkannya kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin; c. berkembang dan terjaminnya keberlanjutan Usaha Mikro dan Kecil; d. adanya sinergi kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan. Sasaran
program
pengentasan
kemiskinan
di
daerah
adalah
berkurangnya jumlah penduduk miskin dari tahun ke tahun. Indikator ini diukur berdasarkan angka kemiskinan daerah. F. Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Desain kegiatan evaluasi program dalam bahasan ini menggunakan model rancangan penelitian evaluasi kualitatif yang bersifat deskriptif. Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologik, yaitu memungkinkan untuk mengungkap realita yang mendeskripsikan situasi secara komprehensif dengan konteks yang sesungguhnya tentang efektifitas pelaksanaan program program pengentasan kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau. Keputusan-keputusan yang diambil dari penilaian
implementasi
pada
setiap
tahapan
evaluasi
program
diklasifikasikan dalam tiga katagori yaitu rendah, menengah, dan tinggi. Evaluasi program pengentasan kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau ini menggunakan Model CIPP yang dikembangkan oleh Stufflebeam, dkk pada tahun 1967 di Ohio State University yang dikutip Suharsimi Arikunto, dan Cepi Syafruddin Abduljabar (2008), CIPP merupakan sebuah singkatan dari huruf awal empat kata yaitu: Context evaluation,
21
Input evaluation, Process evaluation dan Product evaluation. CIPP sebagai metode evaluasi memandang program yang dievaluasi sebagai sebuah sistem, maka CIPP akan menganalisis program tersebut berdasarkan komponen-komponen context, input, process dan product. Program Pengentasan Kemiskinan di Kepulauan Riau Tahun 2014
1.
2. 3. 4.
Konteks: Kebijakan dan petunjuk pelaksanaan yang digunakan Target yang ditentukan Sasaran yang ditentukan Hasil yang diharapkan
Input: 1. Ketersediaan coordinator monitoring 2. Alokasi anggaran penggunaan 3. Ketersediaan pelaksana
tim dan
1. 2.
dan 3. tim 4.
Proses: Kesesuaian jadwal dengan pelaksanaan Aktivitas pelaksanaan Peran tim coordinator dan monitoring Peran tim pelaksana
Produk: Data program pengentasan kemiskinan yang sudah terlaksana
Gambar 1. Desain Model CIPP 2. Informan Penelitian Subyek penelitian kualitatif ini adalah tim Koordinator, monitoring, dan pelaksana program pengentasan kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau. Informan dalam penelitian ini adalah tim dari pemerintah Provinsi
22
Kepulauan Riau, dan penerima program pengentasan kemiskinan di Kota Tanjungpinang. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mengevaluasi program Pengentasan Kemiskinan ini adalah dokumentasi, wawancara, observasi, yang dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Dokumentasi Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen dapat berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan dapat merupakan catatan harian, sejarah kehidupan, peraturan, kebijakan. Data dokumentasi yang berkaitan dengan penyelenggaraan program pengentasan kemiskinan adalah : 1) Konteks ; berbagai peraturan dan petunjuk pelaksanaan program pengentasan kemiskinan di Kepulauan Riau, 2) Input ; data anggaran dan alokasi serta tim program, 3) Proses ; jadwal program, 4) Produk ; data program pengentasan kemiskinan yang sudah terlaksana. b. Wawancara Wawancara adalah alat untuk mengumpulkan data yang digunakan untuk mendapatkan informasi yang berkenaan dengan pendapat, harapan, persepsi yang dilakukan dengan mengajukan pertanyaan pada kegiatan-kegiatan seputar program pelaksanaan pengentasan kemisikinan di Provinsi Kepulauan Riau pada komponen konteks, input, proses dan produk.
23
c. Observasi Observasi adalah salah satu teknik pengumpulan data melalui pengamatan. Dalam observasi peneliti mengamati langsung hasil program pengentasan kemiskinan di Kepulauan Riau. 4. Teknik Analisis Data Teknik Analisis data dalam penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara untuk jenis data primer maupun dari sumber lainnya untuk data sekunder selanjutnya akan dianalisa untuk menilai apakah data yang diperoleh sesuai dengan yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Analisis data diawali dengan menentukan bagian-bagian yang akan dianalisis. Analisis data dimaksudkan untuk memahami arti dan penafsiran sebagai cara menjelaskan dan membandingkan data yang sudah diterapkan dan diolah dengan teori yang relevan. Berdasarkan jenis data, analisis yang digunakan yaitu teknik analisis data deskriptif kualitatif. Dalam teknik analisis data penulis mencoba membandingkan antara apa yang terjadi dengan apa yang seharusnya di laksanakan serta membandingkan hasil yang dicapai dengan standar yang ada. Bogdan dalam Sugiyono (2009 : 334), analisis data kualitatif adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari wawancara, catatan di lapangan dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah untuk dipahami, dan temuanya dapat diinformasikan pada
24
orang lain. Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkanya kedalam bagian-bagian, melakukan sintesa, menyusun menjadi pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, membuat kesimpulan yang dapat disampaikan kepada orang lain. Analisis data merupakan proses yang berlangsung secara berkesinambungan yang dapat dilaksanakan pada hampir semua fase analisis data secara menyeluruh dari data yang didapat dengan tidak mengaburkan karakteristik data yang sudah terkumpul. Miles dan Huberman yang dikutip Sugiyono (2009 : 337), mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas yang dimaksudkan dalam analisis data yaitu reduksi data , display data , dan kesimpulan/verifikasi.
25
G. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan pada bab sebelumnya, kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Pelaksanaan program RTLH dalam hal konteks, input dan proses sudah mengarah pada kondisi idealnya. Namun demikian, untuk dimensi produk program RTLH belum sesuai dengan konteks idealnya. Terdapat unsurunsur yang berjalan tidak sesuai dengan tujuan. Terbukti dengan adanya rehab rumah yang selesai tidak tepat waktu, kekurangan biaya, dan jumlah tim pelaksana yang kurang.
2.
Produk yang tidak ideal tersebut disebabkan oleh adanya kendala-kendala yang tidak terselesaikan dengan baik. Kendala-kendala tersebut yaitu mengenai penetapan calon penerima bantuan yang tidak sama dengan data PPLS tahun 2011, penerima bantuan yang tidak memahami bagaimana harus merehab atau membangun rumahnya karena tidak adanya pedoman baku bentuk rumah, pencairan dana yang lama, cuaca yang tidak menentu, dan suplai material yang dianggap tidak lancar atau terlambat. Kendalakendala tersebut terbukti menghambat keberhasilan pelaksanaan program RTLH. Kendala-kendala tersebut berdampak pada pencapaian target waktu penyelesaian rumah layak huni serta kecukupan biaya.
H. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, saran yang sesuai dengan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
26
1. Kepada Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau khususnya tim perencana program RTLH, agar menindaklanjuti temuan-temuan kendala tersebut melalui perbaikan sistem, mempersiapkan solusi atas kendala tak terduga, dan menambah tim pelaksana. 2. Kepada akademisi atau peneliti selanjutnya, agar melakukan penelitian yang serupa di tempat lain untuk melihat kemungkinan hasil lainnya.
27
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku: Amelia Maika. (2009). Mengukur kemiskinan subyektif di Indonesia: Eksplorasi faktor yang membuat seseorang merasa miskin. Yogyakarta: Makalah Seminar, 19 Februari. Arif Muttaqien. (2006). Paradigma baru pemberantasan kemiskinan, rekonstruksi arah pembangunan menuju masyarakat yang berkeadilan, terbebaskan dan demokratis dalam Arif Mutaqien dkk, Menuju Indonesia sejahtera. Jakarta: Khanata, Pustaka LP3ES Indonesia. Arikunto, Suharsimi dan Cepi Safrudin Abdul Jabar, 2009. Evaluasi Program Pendidikan, Jakarta: PT. Bumi Akasara Arikunto, Suharsimi. 2004. Prosedur Penelitian: Suatu pendekatan Praktek. Bandung: Rineka Cipta. Badan Pusat Statistik (BPS). 2003. Survei Demografi dan Kesehat an Indonesia (SDKI) 2002-2003. BAPPEDA dan Pusat Kajian Kebijakan Publik Universitas Maritim Raja Ali Haji, 2014. Kajian Dampak Program Penanggulangan Kemiskinan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014. Kepulauan Riau: Bappeda Kepri Cox, D. (2004). Outline of presentation on poverty alleviation programs in The Asia-Pasific Region. Makalah disampaikan pada Internasional seminar oncurriculum development for social work education in Indonesia. Bandung: STKS, 2 Maret. Mulyatiningsih, Endang. 2011. Riset Terapan Bidang Pendidikan dan Teknik. Yogyakarta:UNY Remi, S.S. dan P. Tjiptoherijanto. 2002. Kemiskinan dan Ketidakmerataan di Indonesia (Suatu Analisis Awal). PT. Rineka Cipta. Jakarta. Soegijoko. 1997. Bunga Rampai Perencanaan Pembangunan di Indonesia. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
28
Suryahadi dan Sumarto. 2001. “Memahami Kemiskinan Kronis dan Kemiskinan Sementara di Indonesia”. Smeru Newsletter. No.03. Jakarta: SMERU Research Institute. Winarno, Budi ( 2012). Kebijakan Publik : Teori, Proses, dan Studi Kasus. Yogyakarta : Caps World Bank, (2007). Era baru dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia. Jakarta: PT Grha Info Kreasi Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Peraturan
Presiden Nomor 54 Tahun 2005 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Undang-Undang Dasar 1945
Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2009 tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2009 tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun 2010 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi dan Kabupaten/Kota