BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 125/07/21/Th. III, 1 Juli 2009
PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU MARET 2009 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Provinsi Kepulauan Riau pada bulan Maret 2009 sebesar 128,21 ribu orang (8,27 persen). Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada bulan Maret 2008 sebesar 136,36 ribu orang (9,18 persen), berarti terjadi penurunan yang sebesar 8,15 ribu orang (0,91 persen) Selama periode Maret 2008- Maret 2009, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 1,51 ribu orang, sementara di daerah perkotaan mengalami penurunan yaitu 6,64 ribu orang. Secara relatif penduduk miskin daerah perkotaan juga mengalami penurunan selama periode Maret 2008 – Maret 2009, yaitu dari 8,81 persen menjadi 7,63 persen. Hal yang sama juga terjadi pada persentase penduduk miskin perdesaan yakni menurun, dari 9,60 persen menjadi 8,98 persen. Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada bulan Maret 2009, sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 70,08 persen. Persentase Garis Kemiskinan Makanan bulan Maret 2009 hampir sama dengan Maret 2008, sedangkan sumbangan Garis Kemiskinan Non Makanan terhadap Garis Kemiskinan pada Maret 2009 adalah sebesar 29,92 persen Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di daerah perkotaan adalah beras, telur dan mie instan. Sedangkan di daerah pedesaan adalah komoditas beras, gula pasir dan mie instan. Untuk komoditi bukan makanan adalah biaya perumahan. Khusus untuk daerah perkotaan, ditambah biaya listrik dan di pedesaan ditambah biaya angkutan sebagai komoditas kedua Non Makanan yang mempengaruhi garis kemiskinan. Pada periode Maret 2008 - Maret 2009, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) cenderung menurun dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan meningkat. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin melebar.
1. Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau, 2008 – 2009 Jumlah dan persentase penduduk miskin di Provinsi Kepulauan Riau pada periode 2008-2009 menurun sebesar 8,15 ribu orang, yaitu dari 136,36 ribu orang pada 2008 menjadi 128,21 ribu orang pada 2009. Persentase penduduk miskin juga mengalami penurunan dari 9,18 persen menjadi 8,27 persen pada periode tersebut.
Berita Resmi Statistik No. 125/07/21/Th. IV, 1 Juli 2009
1
Jumlah penduduk miskin daerah perdesaan turun sejumlah 1,51 ribu orang, dari 67,14 ribu orang pada 2008 menjadi 65,63 ribu pada 2009. Hal yang sama juga terjadi pada daerah perkotaan, penduduk miskin turun lebih tajam dibanding daerah perdesaan yaitu sebesar 6,64 ribu orang (Tabel 1).
Tabel 1. Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Kepulauan Riau Menurut Daerah, Maret 2008 - Maret 2009 Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Daerah/Tahun
Persentase penduduk miskin
Makanan
Bukan Makanan
Total
Perkotaan Maret 2008 Maret 2009
190 752 203 114
98 789 105 096
289 541 308 210
69,22 62,58
8,81 7,63
Perdesaan Maret 2008 Maret 2009
176 030 194 404
55 551 62 339
231 581 256 742
67,14 65,63
9,60 8,98
183 815 199 011
78 417 84 954
262 232
136,36
9,18
283 965
128,21
8,27
Kota+Desa Maret 2008 Maret 2009
Sumber: Diolah dari data Susenas Panel Maret 2008 dan Maret 2009
2
Jumlah penduduk miskin (000 Org)
Berita Resmi Statistik No. 125/07/21/Th. IV, 1 Juli 2009
2. Perubahan Garis Kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau, 2008 - 2009 Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan. Selama Maret 2008- Maret 2009, Garis Kemiskinan naik sebesar 8,29 persen, yaitu dari Rp. 262.232,- per kapita per bulan pada 2008 menjadi Rp. 283.965,- per kapita per bulan pada 2009. Pada periode yang sama perkembangan garis kemiskinan daerah perkotaan meningkat 6,45 persen, dan jauh lebih meningkat di wilayah perdesaan sekitar 10,86 persen Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan. Pada Maret 2009 peranan GKM terhadap GK lebih kecil dari Maret 2008, yaitu 70,10 persen sedikit sekali menurun menjadi 70,08 persen. Di daerah perkotaan peranan GKM terhadap GK terlihat meningkat, yaitu dari 65,88 persen menjadi 65,90 persen. Sedangkan di pedesaan, peranan GKM terhadap GK terlihat menurun dari 76,01 persen menjadi 75,72 persen. Komoditi makanan yang paling penting bagi penduduk miskin adalah beras. Pada bulan Maret 2009, sumbangan pengeluaran beras terhadap Garis Kemiskinan sebesar 37,7 persen di perdesaan dan 23,6 persen di perkotaan. Selain beras, barang-barang kebutuhan pokok lain yang berpengaruh cukup besar terhadap Garis Kemiskinan adalah gula pasir (8,4 persen di perdesaan, 4,4 persen di perkotaan), mie instan (5,7 persen di perdesaan, 4,2 persen di perkotaan), telur (3,8 persen di perdesaan, 5,9 persen di perkotaan) dan minyak goreng (1,2 persen di perdesaan, 1,4 persen di perkotaan). Tabel 2. Peranan Komoditi Terhadap Garis Kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau, Maret 2009 Komoditi
Perdesaan (%)
Perkotaan (%)
Makanan
a. Beras b. Gula Pasir c. Mie Instan d. Telur e. Minyak goreng
37,7 8,4 4,2 3,8 1,2
23,6 4,4 5,7 5,9 1,4
Non Makanan
a. Perumahan b. Listrik c. Angkutan d. Minyak Tanah
31,9 7,9 11,1 5,0
27,0 12,5 8,0 6,0
Sumber: Diolah dari data Susenas Panel Maret 2009 Berita Resmi Statistik No. 125/07/21/Th. IV, 1 Juli 2009
3
Untuk komoditi bukan makanan, biaya perumahan mempunyai peranan yang cukup besar terhadap Garis Kemiskinan yaitu 31,9 persen di perdesaan dan 27 persen di perkotaan. Biaya yang dikeluarkan untuk listrik sebesar 12,5 persen , angkutan 8 persen dan minyak tanah 12,5 persen mempunyai pengaruh yang cukup besar untuk daerah perkotaan. Sementara itu, di perdesaan pengaruh untuk komoditi bukan makanan menunjukkan perbedaan yang cukup besar dibandingkan dengan wilayah perkotaan, terutama untuk perumahan dan angkutan. 3. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Pada periode Maret 2008- Maret 2009, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) menunjukkan kecenderungan menurun dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan meningkat. Indeks Kedalaman Kemiskinan turun dari 2,07 menjadi 2,02. Hal yang berbeda terjadi pada Indeks Keparahan Kemiskinan yang naik dari 0,72 menjadi 0,77 pada periode yang sama (Tabel 3). Penurunan Indeks Kedalaman Kemiskinan mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin mendekati garis kemiskinan. Sedangkan kenaikan Indeks Keparahan Kemiskinan mengindikasikan bahwa rata-rata dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin semakin melebar. Daerah perkotaan periode Maret 2008 – Maret 2009, Indeks Kedalaman Kemiskinan naik dari 1,88 menjadi 2,75, sementara Indeks Keparahan Kemiskinan juga mengalami kenaikan, yaitu sebesar 0,6 (Tabel 3). Hal ini mengindikasikan bahwa ratarata pengeluaran penduduk miskin daerah perkotaan cenderung makin menjauh dari garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin daerah perkotaan semakin membesar. Tabel 3. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Provinsi Kepulauan Riau menurut Daerah, Maret 2008- Maret 2009 Tahun
Kota
Desa
Kota + Desa
Maret 2008
1,88
2,29
2,07
Maret 2009
2,75
1,20
2,02
Maret 2008
0,59
0,87
0,72
Maret 2009
1,19
0,30
0,77
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
Sumber: Diolah dari data Susenas Panel Maret 2008 dan Maret 2009 4
Berita Resmi Statistik No. 125/07/21/Th. IV, 1 Juli 2009
Daerah perdesaan periode Maret 2008-Maret 2009, Indeks Kedalaman Kemiskinan turun dari 2,29 menjadi 1,20, sementara Indeks Keparahan Kemiskinan mengalami penurunan yang signifikan, yaitu dari 0,87 menjadi 0,30 (Tabel 3). Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin daerah perdesaan cenderung makin mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin daerah perdesaan semakin berkurang. Pada periode Maret 2009, Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan daerah perdesaan lebih kecil dari perkotaan. Dapat disimpulkan bahwa ratarata pengeluaran penduduk miskin daerah perdesaan lebih dekat dari garis kemiskinan dibanding perkotaan daerah, dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin perdesaan lebih menyempit dibanding daerah perkotaan.
4. Penjelasan Teknis dan Sumber Data a.
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran, Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk.
b.
Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan.
c.
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buahbuahan, minyak dan lemak, dll).
d.
Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.
e.
Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan tahun 2008 dan 2009 adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) Panel Modul Konsumsi bulan Maret 2008 dan Maret 2009. Sebagai informasi tambahan, juga digunakan hasil survei SPKKD (Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar), yang dipakai untuk memperkirakan proporsi dari pengeluaran masing-masing komoditi pokok bukan makanan.
Berita Resmi Statistik No. 125/07/21/Th. IV, 1 Juli 2009
5