EVALUASI PROGRAM PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) “GARDA EMAS” (Studi Kasus UMKM Penghasil Sandal Di Kecamatan Bogor Selatan)
Oleh BUDI LENORA A14304055
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN
BUDI LENORA. Evaluasi Program Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) “Garda Emas” (Studi Kasus UMKM Penghasil Sandal Di Kecamatan Bogor Selatan). Di bawah bimbingan HERMANTO SIREGAR. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih menghadapi berbagai permasalahan, baik di bidang ekonomi, sosial, politik, hukum serta bidang-bidang lainnya. Beberapa masalah yang sulit diatasi oleh pemerintah adalah masalah kemiskinan dan pengangguran. Salah satu langkah yang ditempuh pemerintah untuk mengatasi masalah kemiskinan dan pengangguran adalah meningkatkan pembangunan ekonomi pada sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Hal ini karena sektor ini lebih produktif dalam penyerapan tenaga kerja, pemerataan pendapatan, memperkokoh struktur perekonomian nasional dan berkontribusi dalam peningkatan PDB. Salah satu komoditi hasil UMKM di Kota Bogor yang sudah dikenal oleh masyarakat adalah sandal, dengan salah satu sentranya di Kecamatan Bogor Selatan. UMKM penghasil sandal ini banyak melibatkan tenaga kerja dari daerah setempat, khususnya para tetangga di sekitar tempat produksi. Namun secara umum, perkembangan UMKM di Kota Bogor sampai saat ini masih menghadapi beberapa kendala seperti terbatasnya modal dan sulitnya menjual produk yang telah dihasilkan. Untuk itulah, pada tanggal 20 Juni 1999 Pemerintah Kota Bogor telah mengeluarkan program Garda Emas (Gerakan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat) dengan harapan dapat membantu permasalahan dan lebih dapat memberdayakan UMKM. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan pelaksanaan program Garda Emas dengan sasaran UMKM; (2) membandingkan profil UMKM penghasil sandal antara yang tidak ikut program Garda Emas dengan yang ikut program Garda Emas; (3) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan UMKM penghasil sandal, baik yang tidak ikut program Garda Emas maupun yang ikut program Garda Emas. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Bogor Selatan dengan pertimbangan Kecamatan Bogor Selatan merupakan salah satu sentra penghasil sandal. Pengambilan data dilaksanakan mulai dari bulan Maret sampai Mei 2008. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Metode analisis yang digunakan untuk menggambarkan pelaksanaan program Garda Emas di Kota Bogor dengan sasaran UMKM dan membandingkan profil UMKM penghasil sandal adalah analisis deskriptif dan tabulasi silang sederhana, sedangkan uji rata-rata dua sampel kecil independen digunakan untuk menyimpulkan apakah UMKM penghasil sandal yang ikut program Garda Emas lebih baik dari UMKM penghasil sandal yang tidak ikut program Garda Emas ditinjau dari penerimaan dan pendapatannya. Analisis regresi linear berganda, digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan UMKM penghasil sandal baik yang tidak ikut program Garda Emas maupun UMKM penghasil sandal yang ikut program Garda Emas. Pemberdayaan UMKM dilakukan dengan menumbuhkan dan mengembangkan sektor usaha kecil. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan
pembukaan akses-akses usaha kecil ke pasar yang lebih luas atau introduksi usaha baru yang layak dan menguntungkan. Masyarakat yang ingin ikut dalam program Garda Emas dapat menyusun sebuah proposal sederhana. Dalam proposal tersebut, masyarakat sudah mencantumkan usaha apa yang akan dilakukan, berapa dana/modal yang dibutuhkan dan dimana tempat menjualnya. Kemudian Tim Kerja akan melakukan survey untuk mengecek dan melakukan studi kelayakan. Jika usaha tersebut layak, masyarakat tersebut akan mendapatkan bantuan permodalan dan pembinaan berkala dalam usahanya. Dalam survey tersebut Tim Kerja akan memberi masukan-masukan seperti introduksi usaha baru ataupun usaha yang sama namun terdapat suatu inovasi-inovasi baru yang menarik. Sedangkan untuk mengembangkan sektor usaha kecil, dilakukan dengan memperkuat dan meningkatkan akses permodalan, manajemen usaha, teknologi, pemasaran dan standarisasi kualitas produk. Berdasarkan uji rata-rata dua sampel kecil independen, baik penerimaan maupun pendapatan UMKM penghasil sandal antara yang tidak ikut program maupun yang ikut program Garda Emas adalah sama, sehingga dapat disimpulkan program Garda Emas masih belum efektif dalam memberdayakan UMKM penghasil sandal yang ikut program ditinjau dari penerimaan dan pendapatannya. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan UMKM penghasil sandal (LnY) adalah penerimaan (LnX1), jumlah tenaga kerja (LnX2), jarak ke tempat penjualan (LnX4), usia (LnX5), lama usaha (LnX6), pendidikan (LnX7) dan skala usaha (D2 dan D3). Sedangkan faktor-faktor yang tidak berpengaruh secara nyata adalah jumlah mesin jahit (LnX3), jumlah tanggungan (LnX8), sumber modal (D1), pelatihan (D4) dan jenis UMKM (D5).
EVALUASI PROGRAM PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) “GARDA EMAS” (Studi Kasus UMKM Penghasil Sandal Di Kecamatan Bogor Selatan)
Oleh BUDI LENORA A14304055
Skripsi Sebagai Bagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul Skripsi
Nama NRP Program Studi
: Evaluasi Program Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) “Garda Emas” (Studi Kasus UMKM Penghasil Sandal Di Kecamatan Bogor Selatan) : Budi Lenora : A14304055 : Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec NIP. 131 803 656
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Kelulusan : 21 Juli 2008
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “EVALUASI PROGRAM PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH
(UMKM)
“GARDA
EMAS”
(STUDI
KASUS
UMKM
PENGHASIL SANDAL DI KECAMATAN BOGOR SELATAN)” ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI / KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI LAIN / LEMBAGA MANAPUN.
Bogor,
Juli 2008
Budi Lenora A14304055
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kediri pada tanggal 21 Mei 1986. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara, pasangan Bapak Djumadi dan Ibu Tri Retnaning Siwi. Pendidikan yang pertama kali ditempuh penulis adalah di Taman Kanakkanak Dharma Wanita tahun 1990 sampai tahun 1992. Pada tahun 1992, penulis menempuh Pendidikan Dasar di SDN Muneng I dari kelas 1 sampai dengan kelas 3, kemudian dari kelas 3 sampai kelas 6 penulis lanjutkan di SDN Muneng IV dan lulus tahun 1998. Pada tahun 1998 sampai dengan tahun 2001, penulis melanjutkan ke SLTPN I Kertosono. Pendidikan SLTA penulis tempuh di SMAN I Kertosono dan lulus tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui Jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam kegiatan Asistensi. Penulis menjadi Asisten pada Mata Kuliah Ekonomi Umum selama 3 semester.
Bogor,
Juli 2008
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur kepada ALLAH SWT atas rahmat, berkah dan hidayahNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu selama masa perkuliahan dan juga dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu: 1. Bapak dan Ibu yang telah banyak berkorban dan bekerja keras untuk mendidik, membesarkan dan memenuhi kebutuhan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di Institut Pertanian Bogor ini. Mas Adi, Eyang Putri, Mba’ Endang, Rozan serta seluruh keluarga besar di Kediri tercinta terima kasih atas doa dan dukungannya. 2. Bapak Sugianto, Ibu Nursyamsiati, Mba’ Puput, Novi, Dik Bayu dan seluruh keluarga besar di Nganjuk, terima kasih atas segala doa, bantuan dan perhatian yang sudah diberikan kepada penulis. 3. Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec sebagai dosen pembimbing skripsi yang dengan
kesabarannya
telah
membimbing,
mengarahkan,
memberikan
masukan, saran dan kritikan dalam penyelesaian skripsi ini. 4. Ir. Nindyantoro, MSP dan Eva Anggraini, S.Pi, M.Si atas kesediaannya menjadi dosen penguji utama dan dosen penguji wakil departemen. 5. Rahma Novitarini Hantiningtyas, terima kasih banyak atas doa, bantuan, dukungan dan penyemangat penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Teman-teman kos Griya Pandawa Plus, teman-teman EPS 41 dan seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas segala bantuan dan kebersamaan selama ini.
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Evaluasi Program Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) “Garda Emas” (Studi Kasus UMKM Penghasil Sandal di Kecamatan Bogor Selatan)”. Sholawat serta Salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah memberikan suri tauladan dan mengajarkan akhlak yang mulia kepada seluruh umat manusia di dunia. Hasil penelitian ini merupakan kebanggaan tidak terhingga, karena ilmu yang
diperoleh
selama
masa
kuliah
dapat penulis
manfaatkan untuk
menyelesaikan penelitian ini. Penulis menyadari dalam penelitian ini masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk lebih menyempurnakan hasil penelitian ini.
Bogor, Juli 2008
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR .................................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................................. ii DAFTAR TABEL .......................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR...................................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vi BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1.2 Perumusan Masalah ...................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 1.4 Kegunaan Penelitian ..................................................................... 1.5 Batasan Penelitian ........................................................................
1 1 8 11 11 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 2.1 Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) ............................... 2.1.1 Pengertian UMKM .............................................................. 2.1.2 Permasalahan UMKM.......................................................... 2.1.3 Pengembangan UMKM ....................................................... 2.2 Konsep Pemberdayaan Masyarakat ............................................... 2.3 Teori Pendapatan .......................................................................... 2.4 Analisis Regresi Linear Berganda ................................................. 2.5 Penelitian Terdahulu ..................................................................... 2.6 Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu ........................................
13 13 13 15 20 23 27 30 31 40
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN ........................................................... 42 3.1 Kerangka Pemikiran Operasional .................................................. 42 3.2 Hipotesis ...................................................................................... 45 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN...................................................... 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 4.2 Jenis dan Sumber Data.................................................................. 4.3 Teknik Pengambilan Sampel......................................................... 4.4 Metode Pengolahan Data .............................................................. 4.4.1 Analisis Deskriptif ............................................................... 4.4.2 Analisis Tabulasi Silang dan Uji Rata-Rata Dua Sampel Kecil Independen ................................................................ 4.4.3 Analisis Regresi Linear Berganda ........................................ 4.4.4 Uji Statistik Model ............................................................... 4.4.5 Uji Ekonometrika ................................................................. 4.5 Definisi Operasional .....................................................................
47 47 47 47 48 48 48 50 52 55 56
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 57 5.1 Pogram Garda Emas ..................................................................... 57 5.1.1 Pengertian Program Garda Emas ........................................ 57
iii
5.1.2 Tujuan Program Garda Emas ............................................. 59 5.1.3 Sasaran Program Garda Emas ............................................ 60 5.1.4 Skema Pelaksanaan Program Garda Emas .......................... 60 5.1.5 Program- Program Garda Emas .......................................... 60 5.1.6 Syarat dan Prosedur Pengajuan Dana Bergulir Garda Emas 67 5.1.7 Sumber Dana ..................................................................... 69 5.1.8 Pelaksanaan Program Garda Emas dengan Sasaran UMKM 69 5.2 Perbandingan Profil UMKM Penghasil Sandal yang Tidak Ikut Program Garda Emas dengan UMKM Penghasil Sandal yang Ikut Program Garda Emas ............................................................. 73 5.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan UMKM Penghasil Sandal, baik yang Tidak Ikut Program Garda Emas maupun yang Ikut Program Garda Emas ............................................................. 78 5.3.1 Deskriptif Statistik Variabel-Variabel Penelitian .................. 78 5.3.2 Uji Statistik Model ............................................................... 79 5.3.3 Uji Ekonometrika ................................................................. 81 5.3.4 Variabel-Variabel yang Berpengaruh Nyata dan yang Tidak Berpengaruh Nyata Terhadap Pendapatan UMKM Penghasil Sandal ................................................................. 82 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN......................................................... 89 6.1 Kesimpulan .................................................................................. 89 6.2 Saran ............................................................................................ 90
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 91 LAMPIRAN ................................................................................................... 94
iv
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman Teks
1. Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut Daerah Tahun 1996 - Maret 2007 ................................................................. 2 2. Jumlah Penganggur Terbuka di Indonesia Tahun 2000-Februari 2007 .......... 2 3. Jumlah UKM dan Penyerapan Tenaga Kerja UKM di Indonesia Tahun 2000-2006 ......................................................................................... 6 4. Produk Domestik Bruto Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dan Usaha Besar Tahun 1997-1999 Atas Dasar Harga Konstan 1993 dan Tahun 2000-2006 Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Juta Rupiah) ............... 7 5. Ekspor Barang Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Tahun 1997-2006 (Juta Rupiah) ................................................................... 7 6. Jumlah UKM di Kota Bogor Tahun 1996-2006 ............................................ 9 7. Definisi Operasional dan Satuannya dalam Penelitian .................................. 56 8. Besar Plafon, Realisasi Pengembalian, Presentase Pengembalian dan Jumlah UMKM Program Garda Emas dari Tahun 2000-2007 ...................... 71 9. Perbandingan Profil UMKM Penghasil Sandal yang Tidak Ikut Program Garda Emas dengan UMKM Penghasil Sandal yang Ikut Program Garda Emas ............................................................................................................ 77 10. Hasil Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan UMKM Penghasil Sandal, baik yang Tidak Ikut Program Garda Emas maupun yang Ikut Program Garda Emas .................................................................. 80
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman Teks
1. Kurva Biaya Total, Penerimaan Total dan Laba Perusahaan ........................ 31 2. Diagram Alir Kerangka Pemikiran .............................................................. 46 3. Skema Pelaksanaan Program Garda Emas ................................................... 61 4. Plot Antara residual dengan Fitted Value .................................................... 82
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Daftar UMKM Penghasil Sandal yang Dijadikan Responden ...................... 94 2. Daftar UMKM Penghasil Sandal yang Tidak Dapat Dijadikan Responden .. 95 3. Normality Test Data Penerimaan UMKM Penghasil Sandal yang Tidak Ikut dan yang Ikut Program Garda Emas ............................................................ 96 4. Normality Test Data Pendapatan UMKM Penghasil Sandal yang Tidak Ikut dan yang Ikut Program Garda Emas ............................................................ 97 5. Hasil Uji Dua Varian Penerimaan ............................................................... 98 6. Hasil Uji Dua Varian Pendapatan ................................................................ 99 7. Hasil Uji Rata-Rata Dua Sampel Kecil Independen (Penerimaan) ............... 100 8. Hasil Uji Rata-Rata Dua Sampel Kecil Independen (Pendapatan)................ 101 9. Deskriptif Statistik Variabel-Variabel Penelitian ......................................... 102 10. Hasil Output Analisis Regresi Linear Berganda ......................................... 103
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih menghadapi berbagai permasalahan, baik di bidang ekonomi, sosial, politik, hukum serta bidang-bidang lainnya. Beberapa masalah yang sulit diatasi oleh pemerintah adalah masalah kemiskinan dan pengangguran. Menurut Rendy (2006), kemiskinan merupakan permasalahan multisektoral dan menjadi tanggung jawab semua pihak dari tingkat kementrian/lembaga sampai pada individu masyarakat. Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Tabel 1 menunjukkan, jumlah penduduk miskin dari tahun ke tahun baik di kota maupun di desa terus berfluktuatif. Pada tahun 1996 sampai tahun 1999, jumlah penduduk miskin meningkat dari 34,01 juta menjadi 47,97 juta karena krisis ekonomi. Presentase penduduk miskin meningkat dari 17,47 persen tahun 1996 menjadi 23,43 persen tahun 1999. Pada periode 2000-2005 jumlah penduduk miskin relatif mengalami penurunan dari 38,70 juta menjadi 35,10 juta, sedangkan presentasenya juga cenderung menurun dari 19,14 persen tahun 2000 menjadi 15,97 persen tahun 2005. Namun pada tahun 2006 terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin sebesar 4,2 juta dibanding tahun 2005, atau menjadi 39,30 juta pada tahun 2006. Presentase penduduk miskin meningkat dari 15,97 persen pada tahun 2005 menjadi 17,75 persen pada tahun 2006. Pada Tabel 1 juga terlihat bahwa, jumlah penduduk miskin dari tahun 1996-2006 lebih banyak di daerah perdesaan daripada
2
daerah perkotaan, padahal di daerah perdesaan masih banyak sumberdayasumberdaya yang belum dimanfaatkan secara optimal. Tabel 1. Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut Daerah Tahun 1996 - Maret 2007 Tahun
Jumlah Penduduk Miskin (Juta) Presentase Penduduk Miskin Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa 1996 9,42 24,59 34,01 13,39 19,78 17,47 1998 17,60 31,90 49,50 21,92 25,72 24,23 1999 15,64 32,33 47,97 19,41 26,03 23,43 2000 12,30 26,40 38,70 14,60 22,38 19,14 2001 8,60 29,30 37,90 9,76 24,84 18,41 2002 13,30 25,10 38,40 14,46 21,10 18,20 2003 12,20 25,10 37,30 13,57 20,23 17,42 2004 11,40 24,80 36,10 12,13 20,11 16,66 2005 12,40 22,70 35,10 11,68 19,98 15,97 2006 14,49 24.81 39,30 13,47 21,81 17,75 Maret 2007 13,56 23,61 37,17 12,52 20,37 16,58 Sumber : Berita Resmi Statistik (BPS) No. 38/07/Th. X, 2 Juli 2007
Tabel 2. Jumlah Penganggur Terbuka di Indonesia Tahun 2000 – Februari 2007 Tahun Jumlah Penganggur Terbuka (orang) 2000 5.813.000 2001 8.005.000 2002 9.132.000 2003 9.531.000 2004 10.251.000 2005 10.854.254 2006 11.104.693 Februari 2007 10.547.917 Sumber : BPS, Sakernas Tahun 2000-Februari 2007
Selain masalah kemiskinan, masalah pengangguran juga sulit terselesaikan. Hal ini dapat dilihat dari semakin besarnya jumlah penganggur terbuka serta pendapatan yang relatif rendah dan tidak merata. Padahal dengan tingginya tingkat pengangguran akan berakibat pada penambahan beban keluarga dan masyarakat, sumber kemiskinan dan cenderung mendorong kearah kriminalitas1. Data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada Tabel 2 menunjukkan, jumlah penganggur terbuka terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2000 jumlah penganggur terbuka sudah mencapai 5.813.000 orang dan pada tahun 2004 meningkat menjadi 10.251.000 orang. Pada tahun 2006 meningkat 1
http://instrumentsonline.wordpress.com/2004/07/13/penanggulangan-pengangguran-di-indonesia/
3
lagi menjadi 11.104.693 orang atau terjadi peningkatan sebesar 853.693 orang dari tahun 2004. Data kemiskinan dan jumlah penganggur tersebut memperlihatkan bahwa, program-program yang sudah dikeluarkan pemerintah mulai dari zaman orde lama sampai sekarang masih belum mampu mengatasinya. Padahal pemerintah telah mengeluarkan berbagai program, seperti Program Kredit Usaha Tani (KUT), Program Kredit Ketahanan Pangan (KKP), Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program Padat Karya Desa-Pengembangan Wilayah Terpadu (PKD-PWT) di NTT, NTB, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan dan Program PDMDEK di Jawa Barat. Menurut Sahdan (2005)2, program - program tersebut gagal karena program tersebut didesain secara sentralistik oleh pemerintah dan masyarakat yang ikut program tersebut dijadikan objek dalam menanggulangi kemiskinan. Sedangkan program – program pemberdayaan seperti Inpres Kesehatan, Inpres Perhubungan, Inpres Pasar, Bangdes, Inpres Desa Tertinggal (IDT), Program Pembinaan dan Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil (P4K), Program Tabungan dan Kredit Usaha Kesejahteraan Rakyat (TakesraKukesra), Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) dan Program Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT) gagal, karena kurang seimbangnya perhatian yang diberikan pemerintah Indonesia sejak awal kemerdekaan sampai kini pada pengembangan ekonomi kelompok-kelompok usaha mikro, kecil, dan menengah dibandingkan dengan kelompok-kelompok usaha besar. Kelompok-kelompok usaha besar ini dalam perkembangannya kurang menjalin hubungan yang sifatnya saling memperkuat dengan kelompok-kelompok usaha mikro, kecil, dan 2
http://www.ekonomirakyat.org/edisi_22/artikel_6.htm
4
menengah. Strategi pertumbuhan ekonomi yang cepat yang tidak dibarengi pemerataan merupakan kesalahan besar yang dilakukan para pemimpin negaranegara sedang berkembang, termasuk Indonesia. Kebijakan fiskal dan moneter juga tidak pro kaum miskin, pengelolaan sumber daya alam kurang hati-hati dan tidak bertanggung jawab, perencanaan pembangunan bersifat top-down, pelaksanaan program berorientasi keproyekan, misleading industrialisasi, liberalisasi perekonomian terlalu dini tanpa persiapan yang memadai untuk melindungi kemungkinan terpinggirkannya kelompok-kelompok miskin di dalam masyarakat dan selanjutnya berkembang budaya materialisme (KKN)3. Salah satu langkah yang ditempuh pemerintah untuk mengatasi masalah kemiskinan dan pengangguran adalah meningkatkan pembangunan ekonomi pada sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Hal ini karena sektor ini lebih produktif dalam penyerapan tenaga kerja, pemerataan pendapatan, memperkokoh struktur perekonomian nasional dan berkontribusi dalam peningkatan PDB. Selain itu, pada saat krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1997-an, banyak sektor lain goyah bahkan gulung tikar namun sektor UMKM telah terbukti mampu bertahan dan dapat berproduksi dengan baik. Menurut Partomo dan Soejoeno (2002) dalam Yushinta (2006), alasan-alasan UKM bisa bertahan dan cenderung meningkat jumlahnya pada masa krisis adalah sebagai berikut : 1. Sebagian besar UKM memproduksi barang konsumsi dan jasa-jasa dengan elastisitas permintaan terhadap pendapatan yang rendah, maka tingkat pendapatan rata-rata masyarakat tidak banyak berpengaruh terhadap permintaan barang yang dihasilkan. 3
http://www.ekonomirakyat.org/edisi_14/artikel_2.htm
5
2. Sebagian besar UKM tidak mendapat modal dari bank. Implikasinya keterpurukan sektor perbankan dan naiknya suku bunga tidak banyak mempengaruhi sektor ini. 3. UKM mempunyai modal yang terbatas dan pasar yang bersaing, dampaknya UKM mempunyai spesialisasi produksi yang ketat. UKM mudah untuk pindah dari satu usaha ke usaha yang lain dan tidak ada hambatan keluar-masuk. 4. Reformasi menghapuskan hambatan-hambatan di pasar, proteksi industri hulu dihilangkan, UKM mempunyai pilihan lebih banyak dalam pengadaan bahan baku. Akibatnya biaya produksi rendah dan efisiensi dapat ditingkatkan. 5. Sektor formal banyak memberhentikan pekerja-pekerjanya, sehingga para pengangguran memasuki sektor informal yaitu melakukan kegiatan usaha yang umumnya berskala kecil dan pada akhirnya meningkatkan jumlah UKM. Pada Tabel 3 terlihat bahwa jumlah UKM di Indonesia terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2000 terdapat 39.784.036 UKM dan menjadi 44.777.387 UKM pada tahun 2004. Pada tahun 2006 terjadi peningkatan sebesar 4.152.249 unit usaha dari tahun 2004 atau menjadi 48.929.636 UKM pada tahun 2006. Sementara itu, jumlah tenaga kerja yang diserap oleh sektor ini juga terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2000 sebanyak 72.704.416 orang bekerja pada sekor ini dan pada tahun 2004 meningkat menjadi 80.446.600 orang. Pada tahun 2006, jumlah tenaga kerja yang bekerja pada sektor ini sudah mencapai 85.416.493 orang atau meningkat sebesar 4.969.893 orang dari tahun 2004.
6
Sumbangan UKM terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) juga terus meningkat bahkan relatif lebih tinggi dari usaha besar. Dari Tabel 4 terlihat bahwa, dari tahun 2000-2006 pertumbuhan PDB oleh sektor UKM sangat pesat dan lebih besar dari pertumbuhan PDB usaha besar. Pada tahun 1997 sumbangan PDB oleh UKM sebesar Rp. 249.572.637 juta dan menjadi Rp. 760.089.500 juta pada tahun 2000. Dari tahun 2000-2003, PDB UKM meningkat sebesar Rp. 116.033.800 juta atau menjadi Rp. 876.123.300 juta tahun 2003. Sedangkan pada tahun 2006, sumbangan PDB oleh UKM diperkirakan sudah mencapai Rp. 1.032.573.900 juta atau meningkat sebesar Rp. 156.450.600 juta dari tahun 2003. Tabel 3. Jumlah UKM dan Penyerapan Tenaga Kerja UKM di Indonesia Tahun 2000-2006 Tahun
Jumlah UKM (Unit) 1997 39.765.110 1998 36.813.578 1999 37.911.723 2000 39.784.036 2001 39.964.080 2002 41.944.494 2003 43.460.242 2004 44.777.387 2005 47.102.744 2006 48.929.636 Sumber : Kementrian Negara Koperasi dan UKM (2007)
Penyerapan Tenaga Kerja (orang) 65.208.956 64.313.573 67.169.844 72.704.416 74.687.428 77.807.897 81.942.353 80.446.600 83.233.793 85.416.493
Potensi ekspor UKM juga cukup besar meskipun masih fluktuatif dari tahun ke tahun. Tabel 5 menunjukkan bahwa, pada saat krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1997, ekspor UKM mencapai Rp. 39.277.065 juta dan meningkat menjadi Rp. 129.582.893 juta pada tahun 1998. Namun pada tahun 1999, ekspor UKM turun menjadi Rp. 52.594.121 juta dan berhasil meningkat kembali menjadi Rp. 75.448.606 juta tahun 2000. Periode tahun 2000-2005, ekspor UKM terus mengalami peningkatan sebesar Rp. 34.889.459 juta atau
7
menjadi Rp 110.338.065 juta pada tahun 2005. Sedangkan pada tahun 2006, ekspor UKM juga meningkat kembali menjadi Rp. 122.199.516 juta. Tabel 4. Produk Domestik Bruto Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dan Usaha Besar Tahun 1997-1999 Atas Dasar Harga Konstan 1993 dan Tahun 2000-2006 Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Juta Rupiah) Tahun UKM 1997 249.572.637 1998 219.178.893 1999 219.757.647 2000 760.089.500 2001 791.597.200 2002 829.616.900 2003 876.123.300 2004 924.483.200 2005* 979.712.400 2006** 1.032.573.900 Sumber : Kementrian Negara Koperasi dan UKM (2007) * = angka sementara ** = angka sangat sementara
Usaha Besar 183.673.257 157.195.959 159.594.756 629.680.400 648.808.600 675.599.500 701.048.000 732.033.600 770.943.600 814.081.000
Tabel 5. Ekspor Barang Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Tahun 1997-2006 (Juta Rupiah) Tahun Ekspor 1997 39.277.065 1998 129.582.893 1999 52.594.121 2000 75.448.606 2001 80.846.524 2002 87.290.034 2003 77.096.715 2004 95.548.237 2005 110.338.065 2006 122.199.516 Sumber : Kementrian Negara Koperasi dan UKM (2007)
Potensi UKM yang begitu besar membuat pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk terus memberdayakan UMKM. Hal ini karena, UMKM dijadikan sebagai salah satu strategi dalam memulihkan perekonomian
nasional,
termasuk
dalam
pengentasan
kemiskinan
dan
pengangguran. Kemandirian, daya tahan dan ketangguhan UMKM saat krisis menjadikan UMKM sebagai kegiatan ekonomi rakyat yang dinilai mampu memberdayakan masyarakat miskin dan berperan penting dalam pemerataan
8
pendapatan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat. Selain itu, UMKM juga sebagai penyelamat dan pendorong pertumbuhan ekonomi nasional serta sebagai alternatif kebijakan untuk pemerataan kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan (BPS dan Kementrian Negara Koperasi dan UKM, 2006) 1.2 Perumusan Masalah World Bank (2005)4 menyatakan bahwa, Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan salah satu kekuatan pendorong terdepan dan pembangunan ekonomi yang amat vital dalam menciptakan pertumbuhan dan lapangan pekerjaan. Hal ini karena UKM cukup fleksibel dan dapat dengan mudah beradaptasi dengan pasang surut dan arah permintaan pasar. Laju penciptaan lapangan pekerjaan oleh UKM juga lebih cepat daripada sektor lainnya, merekapun cukup terdiversifikasi dan berkontribusi dalam ekspor dan perdagangan. Meskipun demikian, peranan UMKM tersebut masih belum diimbangi dengan penyelesaian berbagai permasalahan UMKM yang belum kunjung usai, baik masalah internal maupun masalah eksternal. Selain itu, persaingan usaha yang semakin ketat sebagai dampak dari perdagangan bebas, ikut serta mempersempit ruang gerak UMKM. Seperti masuknya produk-produk dari Cina dan Korea, dengan harga yang murah namun memiliki mutu dan kualitas yang baik5. Di dalam negeri pun, persaingan dengan produk lokal yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan yang lebih maju dan modern, menuntut UMKM untuk bekerja lebih baik lagi dengan segala keterbatasan yang ada.
4 http://siteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Publication/2800161106130305439/617331-1110769011447/810296-1110769073153/SME.pdf 5 http://www.smecda.com/kajian/files/jurnal/Hal_124.pdf
9
Kota Bogor merupakan salah satu kota penyangga ibukota negara, letaknya yang strategis memungkinkan Kota Bogor sebagai pusat kota-kota di Jabodetabek sehingga dapat menggairahkan kegiatan ekonomi di Kota Bogor. Selain itu, infrastruktur, sarana dan prasarana yang cukup baik seperti adanya jalan bebas hambatan yang menghubungkan Kota Bogor dengan kota-kota lain, antara lain Kabupaten Bogor, Depok, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Sukabumi serta Propinsi Banten mampu menumbuhkembangkan sektor perumahan, hotel-hotel, supermall dan mall serta tempat-tempat pariwisata dan pendidikan. Faktor-faktor inilah yang mendukung perkembangan UMKM di Kota Bogor, sehingga diharapkan perkembangan UMKM tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kota Bogor itu sendiri. Data Disperindagkop (2007) pada Tabel 6 menunjukkan bahwa, jumlah UMKM dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pada tahun 1996 jumlah UKM di Kota Bogor sebesar 9.806 unit dan menjadi 16.127 unit pada tahun 2001. Lima tahun kemudian yaitu pada tahun 2006, jumlah UKM meningkat sebesar 15.704 unit atau menjadi 31.831 unit. Tabel 6. Jumlah UKM di Kota Bogor Tahun 1996-2006 No Tahun 1 1996 2 1997 3 1998 4 1999 5 2000 6 2001 7 2002 8 2003 9 2004 10 2005 11 2006 Sumber : Disperindagkop Kota Bogor, 2007
Jumlah (Unit) 9.806 10.521 12.376 13.750 15.498 16.127 20.931 21.511 22.304 24.534 31.831
Salah satu komoditi hasil pengrajin UMKM di Kota Bogor yang sudah dikenal oleh masyarakat adalah sandal, dengan salah satu sentranya terdapat di
10
Kecamatan Bogor Selatan. Komoditi ini sudah dihasilkan secara turun-menurun dan merupakan usaha asli Kecamatan Bogor Selatan. UMKM penghasil sandal ini banyak melibatkan tenaga kerja dari daerah setempat, khususnya para tetangga di sekitar tempat produksi. Jadi secara tidak langsung, UMKM-UMKM penghasil sandal ini telah membantu Pemerintah Kota Bogor dalam menggerakkan perekonomian daerah, menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Namun secara umum, perkembangan UMKM di Kota Bogor sampai saat ini masih menghadapi beberapa kendala seperti terbatasnya modal dan sulitnya menjual produk yang telah dihasilkan. Untuk itulah, pada tanggal 20 Juni 1999 Pemerintah Kota Bogor telah mengeluarkan program Garda Emas (Gerakan Pemberdayaan
Ekonomi
Masyarakat)
dengan
harapan
dapat
membantu
permasalahan dan lebih dapat memberdayakan UMKM. Program ini merupakan program penguatan ekonomi rakyat, dengan tujuan dapat mengembangkan potensi ekonomi masyarakat yang pada akhirnya akan meningkatkan produktifitas masyarakat itu sendiri, sehingga baik sumberdaya manusia maupun sumberdaya alam disekitar lingkungan masyarakat dapat dimanfaatkan secara optimal dan kesejahteraan hidupnya dapat meningkat. Hal ini juga sejalan dengan konsep pemberdayaan yakni, masyarakat bukanlah objek dari pembangunan tetapi masyarakat adalah subjek dalam pembangunan itu sendiri. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan dalam penelitian ini antara lain: 1. Bagaimana pelaksanaan program Garda Emas dengan sasaran UMKM ?
11
2. Bagaimana perbandingan profil UMKM penghasil sandal antara yang tidak ikut program Garda Emas dengan yang ikut program Garda Emas ? 3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pendapatan UMKM penghasil sandal, baik yang tidak ikut program Garda Emas maupun yang ikut program Garda Emas ? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Mendeskripsikan pelaksanaan program Garda Emas dengan sasaran UMKM. 2. Membandingkan profil UMKM penghasil sandal antara yang tidak ikut program Garda Emas dengan yang ikut program Garda Emas. 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan UMKM penghasil sandal, baik yang tidak ikut program Garda Emas maupun yang ikut program Garda Emas. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk berbagai pihak, antara lain : 1. Bagi pemerintah Kota Bogor, penelitian ini dapat menjadi bahan dalam membuat kebijakan-kebijakan untuk mengembangkan dan memberdayakan UMKM, mengingat peran UMKM yang sangat vital dalam pembangunan ekonomi. 2. Bagi pembaca, diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan tentang pentingnya peranan sektor UMKM dalam pembangunan ekonomi di Indonesia, serta dapat menjadi referensi penelitian selanjutnya.
12
3. Bagi penulis, penelitian ini dalam rangka memanfaatkan ilmu yang diperoleh penulis dibangku kuliah dan sebagai langkah awal penulis untuk terjun dan mempelajari berbagai hal yang ada di masyarakat. 1.5 Batasan Penelitian UMKM yang dijadikan responden dalam penelitian ini dibatasi hanya pada UMKM penghasil sandal yang terdapat di Kecamatan Bogor Selatan, dengan pertimbangan Kecamatan Bogor Selatan merupakan salah satu sentra penghasil sandal di Kota Bogor. UMKM yang ikut dalam program Garda Emas merupakan UMKM yang terdata oleh PINBUK (Pusat Inkubasi Usaha Kecil), karena PINBUK merupakan Tim Kerja program Garda Emas. Sedangkan UMKM lain yang tidak ikut program Garda Emas dan dijadikan pembanding, adalah UMKM lain yang comparable untuk dibandingkan dengan menggunakan level of agregation yang rendah. Evaluasi program Garda Emas yang dilakukan adalah evaluasi secara partial yakni hanya mengevaluasi dari segi penerimaan dan pendapatannya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) 2.1.1 Pengertian UMKM Usaha mikro adalah usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia (WNI), secara individu atau tergabung dalam koperasi yang memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) per tahun (Kementrian Negara Koperasi dan UKM, 2007). Menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995, Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Sedangkan Usaha Menengah adalah kegiatan ekonomi yang mempunyai kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar daripada kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan usaha kecil. Adapun kriteria usaha kecil berdasarkan UndangUndang No. 9 Tahun 1995 adalah sebagai berikut : 1.
Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
2.
Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu milyar rupiah);
3.
Milik Warga Negara Indonesia;
4.
Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar;
14
5.
Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.
Sedangkan kriteria usaha menengah adalah kegiatan ekonomi yang mempunyai kriteria sebagai berikut : 1.
Memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;
2.
Milik Warga Negara Indonesia;
3.
Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha besar;
4.
Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi Menurut Partomo dan Soejono (2002) dalam Yushinta (2006), kriteria UKM
dilihat dari ciri-cirinya pada dasarnya bisa dianggap sama yaitu, sebagai berikut : 1.
Struktur organisasi yang sangat sederhana.
2.
Tanpa staf yang berlebihan.
3.
Pembagian kerja yang ”kendur”.
4.
Memiliki hirarki manajerial yang pendek.
5.
Aktivitas sedikit yang formal dan sedikit menggunakan proses perencanaan.
6.
Kurang membedakan aset pribadi dan aset perusahaan. World Bank dalam Mira (2007) telah membagi UMKM dalam 3 jenis, yaitu:
1. Medium enterprise, dengan kriteria : a. Jumlah karyawan maksimal 300 orang. b. Pendapatan setahun hingga sejumlah $ 15 juta. c. Jumlah aset hingga sejumlah $ 15 juta.
15
2. Small enterprise, dengan kriteria : a. Jumlah karyawan kurang dari 30 orang. b. Pendapatan setahun tidak melebihi $ 3 juta. c. Jumlah aset tidak melebihi $ 3 juta. 3. Micro Commission, dengan kriteria : a. Jumlah karyawan kurang dari 10 orang. b. Pendapatan setahun tidak melebihi $ 100 ribu. c. Jumlah aset tidak melebihi $ 100 ribu. Sedangkan Badan Pusat Statistik (BPS) membagi UMKM berdasarkan jumlah tenaga kerja, pertama kerajinan rumah tangga dengan jumlah tenaga kerja dibawah 3 orang termasuk tenaga kerja yang tidak dibayar. Kedua, usaha kecil dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 5-9 orang dan ketiga, usaha menengah dengan tenaga kerja sebanyak 20-99 orang. 2.1.2 Permasalahan UMKM Menurut Arif dan Wibowo (2004) dalam Yushinta (2006), permasalahan yang dihadapi UKM meliputi masalah pemasaran produk, teknologi, pengelolaan keuangan, kualitas sumberdaya manusia dan permodalan. Sedangkan menurut Sumardjo (2001) dalam Yuni (2003), permasalahan yang dihadapi oleh UKM disebabkan oleh : 1. Posisi dalam persaingan rendah karena lemahnya informasi tentang kondisi lingkungan yang menyangkut pemasok, peraturan/kebijakan pemerintah, kecenderungan perubahan pasar/teknologi baru sehingga memiliki daya saing rendah. 2. Usaha kecil sering tidak memiliki catatan mengenai usahanya secara teratur dan sistematis karena sering tercampur antara modal usaha dengan uang untuk rumah tangga, sehingga kesulitan untuk memperoleh dana dari bank.
16
3. Kekurangmampuan pengusaha kecil untuk mengakses ke bank karena tidak adanya agunan untuk memenuhi tuntutan audit akuntansi dari bank. 4. Keluar masuk karyawan usaha kecil dengan intensitas yang tinggi yang disebabkan oleh rendahnya upah, ketidakjelasan masa depan, tidak adanya jaminan sosial dan kepastian usaha, sehingga sering ditinggalkan karyawan yang terampil. Jafar (2004) juga menjelaskan, bahwa permasalahan yang dihadapi oleh UKM secara umum meliputi permasalahan internal dan eksternal. Permasalahan tersebut antara lain : 1. Masalah Internal a. Kurangnya Permodalan Permodalan
merupakan
faktor
utama
yang
diperlukan
untuk
mengembangkan suatu unit usaha. Pada umumnya UKM merupakan suatu usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup, yang mengandalkan pada modal si pemilik yang jumlahnya sangat terbatas. Sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh, karena persyaratan secara administratif dan teknis yang diminta oleh bank sulit untuk dipenuhi. b. Sumber Daya Manusia (SDM) yang Terbatas Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan merupakan usaha keluarga yang turun-temurun. Keterbatasan SDM usaha kecil baik dari segi pendidikan formal, pengetahuan dan keterampilannya sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. Disamping itu dengan keterbatasan SDM-nya, unit
17
usaha tersebut sulit untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya saing produk yang dihasilkannya. c. Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar Usaha kecil yang pada umumnya usaha keluarga, mempunyai jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar yang rendah, oleh karena produk yang dihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang kompetitif. Berbeda dengan usaha besar yang telah mempunyai jaringan, yang sudah solid serta didukung dengan teknologi yang dapat menjangkau internasional dan promosi yang baik. 2. Masalah Eksternal a. Iklim Usaha yang Belum Sepenuhnya Kondusif Kebijakan pemerintah untuk menumbuhkembangkan UKM, meskipun dari tahun ke tahun terus disempurnakan, namun dirasakan belum sepenuhnya kondusif. Hal ini terlihat antara lain masih terjadinya persaingan yang kurang sehat antara pengusaha-pengusaha kecil dengan pengusaha-pengusaha besar. b. Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha Kurangnya
informasi
yang
berhubungan
dengan
kemajuan
ilmu
pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usahanya sebagaimana yang diharapkan. c. Implikasi Otonomi Daerah Berlakunya UU No 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah (sekarang UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004), kewenangan daerah mempunyai otonomi untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat. Perubahan sistem
18
ini akan mengalami implikasi terhadap pelaku bisnis kecil dan menengah berupa pungutan-pungutan baru yang dikenakan pada UKM. Jika kondisi ini tidak segera dibenahi maka akan menurunkan daya saing UKM. Disamping itu, semangat kedaerahan yang berlebihan, kadang menciptakan kondisi yang kurang menarik bagi pengusaha luar daerah untuk mengembangkan usahanya di daerah tersebut. d. Implikasi Perdagangan Bebas Telah kita ketahui bahwa AFTA yang berlaku tahun 2003 dan APEC tahun 2020, berimplikasi luas terhadap UKM untuk bersaing dalam perdagangan bebas. Dalam hal ini, mau tidak mau UKM dituntut untuk melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien, serta dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan standar kualitas seperti isu kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO 14000) dan isu Hak Asasi Manusia (HAM) serta isu ketenagakerjaaan. Isu ini sering digunakan secara tidak fair oleh negara maju sebagai hambatan (Non Tariff Barrier for Trade). Untuk itu maka diharapkan UKM, perlu mempersiapkan agar mampu bersaing baik secara keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. e. Sifat Produk dengan Lifetime Pendek Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri/karakteristik sebagai produk-produk fasion dan kerajinan dengan lifetime yang pendek f. Terbatasnya Akses Pasar Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional maupun pasar internasional
19
Iwantono
(2006)
dalam Sri (2007) juga
mengemukakan
tentang
permasalahan UKM di Indonesia yang sangat bervariasi. Permasalahan tersebut meliputi : 1. Akses pasar. Pada umumnya, UKM tidak memiliki pengetahuan yang memadai mengenai pasar. Mereka tidak memahami dan tidak memiliki informasi tentang pasar potensial atas barang dan jasa yang dihasilkan. Selain itu, pelaku UKM juga tidak memahami sifat dan perilaku konsumen pembeli hasil produksinya dan juga sering gagal bertransaksi dalam kegiatan ekspor karena tidak terbiasa dengan praktek-praktek bisnis internasional. 2. Kelemahan dalam pendanaan dan akses pada sumber pembiayaan. Hal ini dikarenakan oleh adanya keterbatasan UKM dalam penyediaan dukungan keuangan yang bersumber dari internal usaha. Selain itu, sumber-sumber keuangan eksternal baik yang berasal dari lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan non-bank, masih belum sepenuhnya berpihak pada UKM. Ketersediaan dana melalui berbagai kredit masih terbatas, prosedur perolehan yang rumit dan persyaratan yang cukup membebani seperti persyaratan administratif dan penjaminan. 3. Kelemahan dalam organisasi dan manajemen. Dalam hal ini, sumberdaya manusia yang dimiliki UKM sebagian besar memiliki latar belakang pendidikan rendah, tidak memiliki ketrampilan manajemen dan bisnis yang memadai. Hal tersebut mengakibatkan para pelaku UKM akan mengalami kesulitan untuk berinteraksi dan bersaing dengan pelaku bisnis lainnya yang memiliki keterampilan menajemen modern.
20
4. Kelemahan dalam kapasitas dan penguasan teknologi. Para pelaku UKM mengalami kesulitan dalam menghasilkan produk ysng selalu dapat mengikuti perubahan permintaan pasar, sehingga barang-barang yang dihasilkan umumnya konvensial, kurang mengikuti perubahan model, desain baru, pengembangan produk dan bahkan mereka tidak menyadari pentingnya mempertahankan hak paten. 5. Kelemahan dalam jaringan usaha. Networking atau jaringan bisnis merupakan unsur baru keunggulan bersaing dan penetrasi pasar. Kualitas SDM yang masih rendah dalam penguasaan teknologi informasi, mengakibatkan UKM pada umumnya belum mampu membangun jaringan bisnis dan memanfaatkan kemajuan dalam teknologi informasi. Cara-cara pemasaran maupun pengadaan bahan baku masih terbatas pada cara-cara konvensional menyebabkan mereka tidak mampu memanfaatkan potensi pasar melalui pengembangan jaringan usaha. 2.1.3 Pengembangan UMKM Menurut Partomo dan Soejoedono (2004) dalam Ana (2006), strategi bisnis untuk mempertahankan dan mengembangkan UKM adalah sebagai berikut : 1. Perlu dipelajari terlebih dahulu tentang ciri-ciri, definisi/pengertian, kelemahan-kelemahan, potensi-potensi yang tersedia serta perundangperundangan yang mengatur tentang UKM. 2. Diperlukan bantuan manajerial agar tumbuh inovasi-inovasi dalam mengelola UKM secara berdampingan dengan usaha-usaha besar. 3. Secara vertikal dalam sistem gugus usaha, UKM bisa menjadikan diri sebagai komplemen-komplemen usaha bagi industri perusahaan produsen
21
utama. Diperlukan suatu strategi UKM untuk menjalin kerja komplementer dengan usaha-usaha besar. 4. Kerjasama bisa berbentuk koperasi dan secara bersama-sama beroperasi masuk (entry) dalam usaha tertentu. Di Indonesia, kemitraan usaha yang berbentuk koperasi merupakan strategi bisnis yang sangat penting, sehingga pemerintah menganggap perlu membentuk departemen khusus untuk menangani UKM dan Koperasi. Jafar (2004) menyatakan bahwa, UKM pada hakekatnya merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Dengan mencermati permasalahan yang dihadapi oleh UKM, maka perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut : 1.
Penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif Pemerintah perlu mengupayakan terciptanya iklim yang kondusif antara lain
dengan mengusahakan ketentraman dan keamanan berusaha serta penyederhanaan prosedur perijinan usaha. 2.
Bantuan Permodalan Pemerintah perlu memperluas skim kredit khusus dengan syarat-syarat yang
tidak memberatkan bagi UKM, untuk membantu peningkatan permodalannya, baik itu melalui sektor jasa finansial informal, skema penjaminan, leasing dan dana modal ventura. Pembiayaan untuk UKM sebaiknya menggunakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ada, maupun non bank. Yang harus dilakukan sekarang ini adalah bagaimana mendorong LKM ini berjalan dengan baik, karena selama
ini
LKM
operasionalnya.
non
koperasi
memiliki
kesulitan
dalam
legitimasi
22
3.
Perlindungan Usaha Jenis-janis usaha tertentu, terutama jenis usaha tradisional yang merupakan
golongan usaha ekonomi lemah, harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah. Perlindungan tersebut dapat berupa undang-undang maupun peraturan pemerintah yang bermuara kepada saling menguntungkan (win-win solution). 4.
Pengembangan Kemitraan Perlu dikembangkan kemitraan yang saling membantu antara UKM, atau
antara UKM dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun di luar negeri untuk menghindarkan terjadinya monopoli dalam usaha. Disamping itu juga untuk memperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis yang lebih efisien. Dengan demikian UKM akan mempunyai kekuatan dalam bersaing dengan pelaku bisnis lainnnya, baik dari dalam maupun dari luar negeri. 5.
Pelatihan Pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi UKM baik dalam aspek
kewiraswastaan,
manajemen,
administrasi
dan
pengetahuan
serta
keterampilannya. Disamping itu juga perlu diberi kesempatan untuk menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk mempraktekkan teori melalui pengembangan kemitraan rintisan. 6.
Membentuk Lembaga Khusus Perlu
dibentuk
mengkoordinasikan
lembaga semua
yang
khusus
kegiatan
yang
bertanggung berkaitan
jawab dengan
dalam upaya
penumbuhkembangan UKM dan juga berfungsi untuk mencari solusi dalam
23
rangka mengatasi permasalahan baik internal maupun eksternal yang dihadapi oleh UKM. 7.
Memantapkan Asosiasi Asosiasi yang telah ada perlu diperkuat, untuk meningkatkan perannya
antara lain dalam pengembangan jaringan informasi usaha yang sangat dibutuhkan untuk pengembangan usaha bagi anggotanya. 8.
Mengembangkan Promosi Guna mempercepat proses kemitraan antara UKM dengan usaha besar
diperlukan media khusus dalam upaya mempromosikan produk-produk yang dihasilkan. Disamping itu perlu juga diadakan talk show antara asosiasi dengan mitra usahanya. 9.
Mengembangkan Kerjasama yang Setara Perlu adanya kerja sama atau kooordinasi yang serasi antara pemerintah
dengan dunia usaha (UKM) untuk menginventarisir berbagai isu-isu mutakhir yang terkait dengan perkembangan usaha. 2.2 Konsep Pemberdayaan Masyarakat Semua konsep pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Namun kesejahteraan tersebut ingin dicapai dengan membangun rakyat dan sesuai dengan martabat kemanusiaan. Karena pada dasarnya manusia berkeinginan untuk membangun kehidupan dan meningkatkan kesejahteraannya dengan berlandaskan pada kemampuannya dan dengan mengembangkan potensi yang dimilikinya. Berdasarkan pandangan tersebut, maka konsep pembangunan harus bertumpu pada manusia dan berakar kerakyatan.
24
Pembangunan yang berorientasi kerakyatan dan berbagai kebijaksanaan yang berpihak pada kepentingan rakyat, tidak berarti akan menghambat upaya mempertahankan atau meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Pertumbuhan hanya akan sinambung dalam jangka panjang jika sumber utamanya berasal dari rakyat sendiri baik berupa produktivitas rakyat maupun sumberdaya yang berkembang melalui penguatan ekonomi rakyat. Dalam kerangka pikir itulah, dikembangkan konsep permberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masayarakat adalah sebuah konsep ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini memcerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat “people centered, participatory, empowering and sustainable”. Konsep ini lebih luas daripada hanya semata-mata memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan labih lanjut (safety net). Konsep ini mencoba melepaskan diri dari perangkap “zero-sum game” dan ”trade off”. Ia bertolak dari pandangan bahwa dengan pemerataan tercipta landasan yang lebih luas untuk pertumbuhan dan
menjamin
pertumbuhan
secara
berkelanjutan.
Yang
dicari
adalah
pertumbuhan ekonomi yang tepat (the right kind of growth) yakni bukan yang vertikal menghasilkan “tetesan ke bawah” seperti yang terbukti tidak berhasil, melainkan yang bersifat horozontal, yakni yang berbasis luas, menciptakan kesempatan kerja dan tidak terkotak-kotak. Upaya pemberdayaan masayarakat dapat ditinjau dari tiga sisi, pertama menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Darisini titik tolaknya adalah bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Artinya tidak ada
25
masyarakat yang sama sekali tanpa daya, karena kalau demikian akan sudah punah. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu, dengan mendorong atau memotivasikan dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya. Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering). Dalam rangka ini diperlukan langkah-langkah lebih positif, selain dari hanya menciptakan iklim atau suasana. Penguatan ini meliputi langkahlangkah nyata dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan akses kedalam berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat masyarakat makin berdaya. Untuk itu, perlu ada program khusus bagi masyarakat yang kurang berdaya, karena program-program umum yang berlaku untuk semua tidak selalu dapat menyentuh lapisan masarakat ini. Ketiga, memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah oleh karena, kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Melindungi tidak berarti mengisolasi atau menutupi dari interaksi, karena hal itu justru akan mengkerdilkan yang kecil dan melunglaikan yang lemah. Melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah. Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan adalah bahwa masyarakat tidak dijadikan objek dari berbagai proyek pembangunan, tetapi merupakan subjek dari upaya pembangunan itu sendiri. Dari pendekatan inilah dapat dikembangkan beberapa pendekatan lainnya, pendekatan tersebut antara lain :
26
Upaya pemberdayaan masyarakat harus terarah (targetted) atau sering dikenal dengan kepemihakan. Ini ditujukan langsung kepada yang memerlukan, dengan program yang dirancang untuk mengatasi masalahnya dan sesuai dengan kebutuhannya. Karena dasarnya adalah kepercayaan kepada rakyat, maka program ini harus langsung mengikutsertakan atau bahkan dilaksanakan oleh masyarakat yang menjadi sasaran. Mengikutsertakan masyarakat yang akan dibantu mempunyai beberapa tujuan, yakni supaya bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kehendak dan mengenali kemampuan serta kebutuhan mereka. Selain itu sekaligus meningkatkan kemampuan masyarakat dengan pengalaman dalam merancang, melaksanakan, mengelola dan mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonominya. Harus menggunakan pendekatan kelompok karena secara sendiri-sendiri warga masyarakat yang kurang berdaya sulit untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. Organisasi adalah satu sumber power yang penting, maka untuk empowerment, pengorganisasian masyarakat ini menjadi penting sekali. Pendekatan kelompok juga adalah paling efektif dan dilihat dari penggunaan sumberdaya juga efisien. Adanya pendampingan. Penduduk miskin pada umumnya mempunyai keterbatasan dalam mengembangkan dirinya. Oleh karena itu, diperlukan pendamping
untuk
membimbing
mereka
dalam
upaya
memperbaiki
kesejahteraanya. Pendampingan ini dalam konsep pemberdayaan sangat esensial dan fungsinya adalah mnyertai proses pembentukan dan penyelenggaraan kelompok masyarakat sebagai fasilitator, komunikator atau dinamisator serta
27
membantu mencari cara pemecahan yang tidak dapat dilakukan oleh masyarakat itu sendiri. 2.3 Teori Pendapatan Salah satu salah satu indikator penilaian kesejahteraan adalah perubahan pendapatan dan pola konsumsi penduduk. Hubungan antara pendapatan dan pola konsumsi telah dipelajari oleh pakar ekonomi Prusia, Ernest Engel (1821-1896). Ernest Engel mengemukakan bahwa bagian pendapatan yang digunakan untuk belanja makanan cenderung menurun jika pendapatannya meningkat. Dengan demikian, semakin meningkat tingkat pendapatan suatu penduduk maka presentase pengeluaran untuk makanan akan semakin menurun, sehingga tersedia porsi pendapatan yang lebih besar untuk non-pangan termasuk untuk digunakan sebagai modal usaha rumah tangga atau mikro. Saefudin
dan
Novita
(2004)
dalam
Hani
Inayati
(2006),
telah
mendefinisikan pendapatan dan pendapatan rumah tangga. Definisi tersebut adalah : 1. Pendapatan adalah penerimaan bersih seseorang, baik berupa uang atau natura. Secara garis besar pendapatan dapat digolongkan menjadi tiga bagian yaitu : a) Gaji dan upah, yaitu imbalan yang diperoleh seseorang setelah melakukan pekerjaan untuk orang lain, perusahaan swasta atau pemerintah (di pasar tenaga kerja). b) Pendapatan dari usaha sendiri, yaitu nilai total hasil produksi dikurangi biaya yang dibayar (baik dalam bentuk uang ataupun natura). c) Pendapatan dari sumber lain, yaitu pendapatan yang diperoleh tanpa pencurahan tenaga kerja, seperti dari menyewakan aset (ternak, rumah dan
28
barang lain), bunga uang, sumbangan atau pemberian dari pihak lain atau pensiunan. 2. Pendapatan Rumah Tangga, yaitu total pendapatan dari setiap anggota rumah tangga dalam bentuk uang atau natura, yang diperoleh baik sebagai gaji atau upah, usaha rumah tangga ataupun sumber lainnya. Lipsey et al. (1995) menerangkan bahwa pendapatan atau laba didapatkan dari mengurangkan penerimaan total (total revenue) dengan biaya total (total cost), atau jika ditulis dalam persamaan :
π = TR − TC π = (P.q ) − (TFC + TVC ) dimana,
π TR TC P q TFC TVC
= pendapatan atau laba = penerimaan total (total revenue) = biaya total (total cost) = harga produk = produk total (total product) = biaya tetap total (total fixed cost) = biaya variabel total (total variable cost)
Penerimaan total (total revenue) merupakan perkalian antara harga produk dengan produk total (total product) atau total penerimaan penjualan produk. Produk total (total product) adalah jumlah total yang diproduksi selama periode waktu tertentu oleh semua faktor produksi yang digunakan selama periode tersebut. Sedangkan biaya total merupakan penjumlahan biaya oportunitas faktorfaktor produksi yang digunakan untuk memproduksi output, yang bisa dibagi menjadi biaya tetap total (total fixed cost) dan biaya variabel total (total variable cost) pada tingkat produksi input tertentu. Biaya tetap total (total fixed cost) adalah total biaya produksi yang tidak bervariasi dengan tingkat output, seperti tanah, pabrik dan mesin. Sedangkan biaya variabel total (total variable cost) adalah total biaya produksi yang
29
bervariasi secara langsung dengan tingkat output, seperti upah atau gaji tenaga kerja. Perusahaan adalah suatu institusi yamg merubah input menjadi output yang mengambil keputusan dengan tujuan agar dapat mencapai laba sebesar-besarnya, atau bertujuan untuk memaksimumkan pendapatan atau labanya. Lipsey et al. (1995) mengemukakan bahwa, para pakar ekonomi memperkirakan perilaku perusahaan dengan cara mempelajari pengaruh dari pengambilan setiap pilihan keputusan terhadap laba perusahaan. Kemudian mereka memperkirakan bahwa dari sekian banyak alternatif, perusahaan akan memilih satu alternatif yang menghasilkan laba terbesar, meskipun laba bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi para pelaku bisnis. Nicholson (2002) menjelaskan bahwa, keuntungan perusahaan akan maksimum ketika biaya marjinal (marginal cost) sama dengan penerimaan marjinal (marjinal revenue), atau jika ditulis dalam persamaan : MR = MC
dimana,
MC = biaya marjinal (marginal cost) MR = penerimaan marjinal (marjinal revenue)
Biaya marjinal (marginal cost) adalah tambahan biaya untuk menghasilkan satu unit input, sedangkan penerimaan marjinal (marjinal revenue) adalah penerimaan tambahan yang diterima perusahan ketika perusahaan menjual satu unit output tambahan. Berapa jumlah produk yang harus dihasilkan oleh perusahaan agar dapat mencapai laba maksimum, dapat dijelaskan dengan menggunakan kurva pada gambar 1 . Bila perusahaan memulai produksi di bawah q*, peningkatan produksi output selanjutnya akan menghasilkan lebih banyak tambahan penerimaan daripada tambahan biaya untuk output tersebut.
30
Ketertarikan perusahaan untuk memaksimumkan laba mungkin tidak akan berhenti pada q*. Jika perusahaan memutuskan untuk meningkatkan outputnya diatas q*, tambahan penerimaan dari kenaikan output diatas titik q* akan segera menurun karena bertambahnya biaya yang terjadi akibat ekspansi output itu, sehingga laba akan berkurang. Konsekuensinya, pada q* tambahan biaya dari penambahan sejumlah kecil produksi adalah sama tepat dengan tambahan penerimaan yang dihasilkan oleh tambahan output tersebut. Untuk memaksimumkan laba, perusahaan seharusnya menghasilkan tingkat output dimana penerimaan marjinal dari hasil tambahan penjualan satu unit outputnya adalah tepat sama dengan biaya marjinal untuk menghasilkan unit output tersebut, yakni pada q*. 2.4 Analisis Regresi Linear Berganda Gujarati (1997) mengemukakan penafsiran modern regresi sebagai berikut : ’Analisi regresi berkenaan dengan studi ketergantungan satu variabel, variabel tak bebas, pada satu atau lebih variabel lain, variabel yang menjelaskan (explanatory variables), dengan maksud menaksir dan atau meramalkan nilai rata-rata hitung (mean) atau rata-rata (populasi) variabel tak bebas, dipandang dari segi nilai yang diketahui atau tetap (dalam pengambilan sampel berulang) variabel yang menjelaskan (yang belakangan)’ (Gujarati 1997:12) Model regresi berganda adalah model dimana variabel tak bebas tergantung pada dua atau lebih variabel yang menjelaskan. Secara umum, model regresi berganda dapat dituliskan sebagai berikut : Yi = β 0 + β 1 X 1i + β 2 X
dimana,
Y α β X k i ε
2i
+ β 3 X 3 i + ... + β k X
ki
+ εi
= peubah tidak bebas = konstanta = koefisien regresi = peubah bebas = 1,2,3,...,n (banyaknya parameter) = 1,2,3,...,n (banyaknya observasi) = error term
31
Biaya, Penerimaan Biaya total Penerimaan total
Output per minggu
laba 0
q1
q*
Output per minggu
q2 laba
Gambar 1. Kurva Biaya Total, Penerimaan Total dan Laba Perusahaan Sumber : Nicholson (2002)
2.5 Penelitian Terdahulu Nora (2007) meneliti tentang perumusan dan penerapan sistem informasi akuntansi untuk mengevaluasi kinerja keuangan pada UKM A Bogor. Hasil penelitiannya menunjukkan pencatatan keuangan UKM A dilakukan secara sederhana dengan metode Cash Basis. Bentuk sistem informasi akuntansi yang dibutuhkan UKM A adalah sistem informasi akuntansi sederhana yang dapat menghasilkan output berupa laporan keuangan berupa neraca, laporan rugi laba dan buku pembantu persediaan. Sedangkan model sistem informasi yang sesuai diterapkan di UKM A adalah sisitem informasi akuntansi dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel. Hasil evaluasi kinerja keuangan UKM A yang dihasilkan oleh sisitem menunjukkan, analisis rasio likuiditas meningkat pada bulan Juli 2006 sampai September 2006, kemudian menurun dan meningkat kembali pada Februari 2007. Analisis rasio leverage nilainya kecil, yang berarti bahwa kecilnya bagian modal yang menjadi bagian hutang. Sementara itu, analisis
32
rasio aktivitas menunjukkan perputaran dana yang cukup aktif dan kinerja operasional UKM A cukup baik, serta analisis rasio profitabilitas menunjukkan kemampuan UKM A dalam menghasilkan laba cukup baik. Strategi pengembangan UKM kerajinan dengan pendekatan aksi partisipatif pernah diteliti oleh Mira (2007). Berdasarkan penelitiannya, UKM Ozi Aircraft Models (OAM) mempunyai kekuatan utama pada berkualitasnya produk yang dihasilkan, sedangkan kelemahan utamanya adalah etos kerja dan disiplin karyawan yang masih rendah. Sementara itu, peluang utama UKM OAM adalah relasi dan pelanggan yang dimiliki sudah banyak dan ancaman utamanya adalah tingginya pesaing terutama dari Cina. Hasil matriks IE menunjukkan UKM OAM mempunyai posisi internal yang kuat, cukup mampu merespon peluang dan dapat menghindari ancaman. Sedangkan berdasarkan matriks QSP, keputusan yang diambil adalah meningkatkan penggunaan teknologi seperti penggunaan mesin injection, penambahan dan penggantian mesin sablon dan mesin kompresor.
Sri Widiyastuti (2007) meneliti perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) tas wanita pada UKM Lifera Hand Bag Collection Bogor, dengan pendekatan Activity Based Costing (ABC). Berdasarkan hasil analisisnya, harga pokok per
unit perusahaan untuk tas wanita model 876 A dan model 858 masing-masing sebesar Rp 30.435 dan Rp 43.725. Sedangkan dengan metode ABC, dihasilkan harga pokok per unit yang lebih besar yaitu untuk model 876 A sebesar Rp 45.247,47 dan untuk model 858 sebesar Rp 58.631,19. Penyebab dari perbedaan harga tersebut terletak pada pemakaian biaya overhead pabrik. Pada perusahaan, penentuan HPP sangat sederhana dan tidak memperhitungkan biaya overhead pabrik secara rinci serta tidak disesuaikan dengan pemakaian biaya secara nyata.
33
Sedangkan pada metode ABC, biaya overhead pabrik sudah dibebankan sesuai dengan pemakaian biaya sesungguhnya. Asep (2006) mencoba meneliti UKM Ozi Aircraft Models (OAM) dengan perumusan dan penerapan sistem akuntansi. Hasilnya, UKM OAM telah menggunakan sistem akuntansi yang cukup layak untuk tingkat UKM, meskipun hanya sebatas pada transaksi tunai dan akun yang digunakan pun hanya beberapa saja sehingga masih banyak transaksi keuangan yang belum terwakili oleh akun yang ada. Model sistem akuntansi yang dibentuk sesuai dengan aktivitas keuangan UKM OAM terdiri dari neraca saldo awal, jurnal umum, buku besar, laporan rugi/laba, neraca, laporan arus kas, format penentuan harga pokok produksi dan kartu file. Identifikasi keefektifan dan keefisienan model dengan menggunakan indikator antara lain input, process, output, outcome, benefit dan impact. Hanya untuk impact, belum dapat terukur dengan cermat karena
berhubungan erat dengan aktivitas perusahaan dan membutuhkan jangka waktu yang cukup lama. Dampak rantai pasokan terhadap produktivitas di UKM keramik Klampok Banjarnegara pernah diteliti oleh Ana (2006). Penelitiannya menunjukkan, model rantai pasokan UKM keramik Klampok terdiri dari pemasok, persediaan, UKM/produksi, pengepul barang ekspor, retailer dan konsumen. Hasil analisis hubungan Manajemen Rantai Pasokan (MRP) dengan produktivitas menunjukkan bahwa hanya terdapat satu variabel yang memiliki hubungan signifikan yaitu variabel kerjasama. Solusi yang dapat diberikan kepada UKM keramik Klampok berdasarkan hasil analisis adalah menjalin hubungan dengan pemasok bahan kimia melalui sentra, pengguna sentra sebagai pusat pengolahan tanah liat untuk
34
siap pakai dengan pemanfaatan teknologi, peningkatan koordinasi diantara pemasok dan perusahaan manufaktur. Yhushinta (2006) mengadakan penelitian tentang efektivitas kredit UKM pada UKM nasabah KBMT Binaul Ummah, Kelurahan Pamoyanan, Bogor Selatan. Penelitiannya menunjukkan, permasalahan yang dihadapi UKM nasabah KBMT Binaul Ummah masih tergolong tinggi. Permasalahan tersebut antara lain masalah pemasaran, masalah teknologi, masalah manajemen keuangan dan masalah permodalan. Pemerintah daerah dalam mengembangkan UKM juga sudah baik, hal ini terlihat dari kredit yang disalurkan oleh lembaga keuangan dan tingkat pengembalian yang dari tahun ke tahun terus meningkat. Meskipun masih terdapat program pemerintah yang kurang efektif, seperti pelatihan yang diadakan pemerintah masih sedikit UKM yang ikut berpartisipasi. Sedangkan berdasarkan hasil analisis, faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat efektivitas kredit adalah teknologi, modal, pola penggunaan dan pola pengembalian pinjaman oleh UKM. Eben (2006) dalam tesisnya yang berjudul “Strategi Pengembangan UKM Bank XYZ Pada Sentra Bisnis Pasar Cipulir, Jakarta” menunjukkan bahwa, potensi pinjaman UKM yang ada pada Sentra Bisnis Cipulir Rp 162 Milyar, sehingga dinilai sangat berarti untuk menjadi target Bank XYZ dalam meningkatkan atau mengembangkan volume kredit UKM. Pangsa pasar Bank XYZ pada Sentra Bisnis Pasar Cipulir sangat kecil yang menunjukkan lemahnya penetrasi pasar dan akuisisi pasar yang dilakukan oleh Bank XYZ. Kendalakendala dalam pengembangan kredit pada Sentra Bisnis Pasar Cipulir adalah pelayanan yang terlalu lama dan persyaratan pinjaman yang terlalu ketat. Strategi –strategi yang menjadi prioritas untuk dilakukan adalah melalui penetrasi pasar
35
dan akuisisi pasar dengan pola klaster, melakukan kegiatan promosi yang konsisten, mengoptinalkan Sentra Kredit Kecil yang ada dan kerjasama dengan BPR atau koperasi dalam penyaluran dana ke pedagang-pedagang yang ada pada sentra bisnis Pasar Cipulir. Setyo (2005) meneliti tentang pengaruh karakteristik dan perilaku UKM serta sistem pembiayaan terhadap penyaluran pembiayaan BNI Syariah. Hasil pengisisan kuesioner menunjukkan bahwa, pembiayaan BNI Syariah terhadap UKM sesuai dengan sistem Murabahah sebesar 87,86 %, BNI Syariah lebih menentukan penyaluran pembiayaan kepada UKM dengan pola Murabahah sebesar 82 % dan terdapat kendala dalam penerapan pola bagi hasil sebesar 86 %. Sedangkan berdasarkan hasil analisis khi kuadrat (db=14 dan fh berbeda tiap kelas), karakteristik dan perilaku UKM yang setuju dengan sistem Murabahah adalah sangat nyata pada khi kuadrat hitung 26,01, karakteristik dan perilaku UKM yang setuju dengan perbankan syariah lebih menentukan penyaluran pembiayaan kepada UKM dengan pola Murabahah adalah sangat nyata pada khi kuadrat hitung 25,77 dan karakteristik dan perilaku UKM yang setuju terdapat kendala bagi perbankan syariah dalam menerapkan pola bagi hasil adalah sangat nyata pada khi kuadrat hitung 28,31. Pola pembiayaan murabahah yang dilakukan oleh BNI Syariah sesuai dengan karakteristik dan perilaku UKM, karena pembiayaan murabahah identik dengan jual beli sehingga sederhana dan mudah dimengerti UKM, menggunakan pola pembayaran tetap selama jangka waktu akad dan tidak tergantung pada cash flow dan laba/rugi UKM, tidak terpengaruh kodisi ekonomi secara umum dan
menggunakan agunan berupa barang yang dibiayai sehingga tidak memerlukan
36
tambahan agunan lagi. Sedangkan BNI Syariah lebih menentukan penyalurannya dengan menggunakan pola Murabahah karena pola ini tidak melibatkan SDM BNI Syariah secara langsung dalam usaha/proyek yang dibiayai, tidak terpengaruh fluktuasi tingkat suku bunga yang dapat memberatkan UKM, resiko kecil dibandingkan dengan pola bagi hasil dan pemantauan pembiayaan lebih mudah dilakukan secara administratif melalui riwayat pembayaran. Kendala yang dihadapi dalam penerapan pola bagi hasil pada pembiayaan UKM adalah pengetahuan masyarakat yang minim tentang pola bagi hasil dan risiko besar, agunan yang dipersyaratkan memberatkan UKM dan sulit untuk dapat dipenuhi serta tidak tersedianya SDM Syariah yang memadai dalam usaha/proyek yang dibiayai. Dari hasil analisis SWOT, didapat untuk strategi SO adalah membuka cabang syariah di Jawa dan luar Jawa untuk meningkatkan pangsa pasar, mengubah persepsi terhadap bunga bank dan menjalin kerjasama dengan IDB. Strategi WO dengan meningkatkan mutu pelayanan, Automated Teller Machine (ATM) dan teknologi, merekrut tenaga ahli perbankan syariah dan
mengembangkan produk pembiayaan yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. Strategi ST dengan coorporate image BNI sebagai institusional positioning, meningkatkan keterampilan melalui pelatihan, mempermudah prosedur dan proses pembiayaan. Strategi WT dengan menjalin kemitraan dengan bank syariah pesaing, meningkatkan program pemasaran produk dan kewenangan memutuskan pembiayaan. Anajanti (2003) dalam penelitiannya tentang “Potensi Usaha Keripik Ikan Teri Wader Untuk Meningkatkan Pendapatan UKM” menjelaskan bahwa, berdasarkan aspek pemasaran, produksi dan ekonomi usaha tersebut perlu
37
mengubah strategi pemasaran dari yang menunggu pesanan menjadi pemasaran yang agresif. Kualitas produksi perlu ditingkatkan dengan teknologi baru tanpa meninggalkan ciri khas tradisional produk, serta penentuan target usaha yang lebih tinggi. Dari analisis SWOT diperoleh kelebihan usaha tersebut adalah ciri khas produk keripik ikan teri wader sedangkan kelemahannya adalah kemasan dan proses produksi yang masih sangat sederhana serta jumlah bahan baku yang terbatas. Dari sisi peluang bisnis, potensi usaha ini masih sangat besar karena belum banyak usaha yang menekuni bisnis ini. Manajemen mutu pada UKM pernah diteliti oleh Gabriella (2005). UKM yang diteliti Gabriella adalah UKM agribisnis jeruk Kepok Garut dan berdasarkan penelitiannya, UKM ini sudah menerapkan manajemen mutu berupa persyaratan pemilihan bibit, persiapan tanam, pemupukan, pemangkasan, pengendalian hama penyakit, pembungaan di luar musim, pemanenan, penanganan paska panen dan pengemasan meskipun dengan kriteria antara kurang baik, cukup baik, baik dan baik sekali. Prospek usaha ini sangat baik dan perlu dikembangkan terutama untuk usaha penangkaran bibit, penyediaan pupuk, penyediaan pestisida dan usahataninya. Sementara itu kemampuan UKM ini untuk bersaing di dalam negeri sendiri masih kurang apalagi untuk ekspor, hal ini dikarenakan jumlah produksi yang masih sedikit dan produk yang bermutu (kelas A dan B) hanya 65 % dari seluruh jumlah produksi, serta rentang waktu produksi hanya 2 bulan yaitu pada bulan Juni-Juli. Rafida (2006) juga melakukan penelitian tentang UKM, yaitu tentang penerapan sistem manajemen mutu (SMM) dalam meningkatkan kinerja usaha UKM dengan mengambil kasus pada PT. Sapukurata Kharisma. Dari
38
penelitiannya dapat disimpulkan bahwa PT. Sapukurata Kharisma adalah UKM yang telah menerapkan SMM sejak tahun 2002 serta dinilai telah menerapkan SMM dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan persepsi sebagian besar responden yang cukup baik yaitu (1) kepemimpinan yang kuat (90,86%), (2) pendekatan faktual dalam pengambilan keputusan (90,86%), (3) perbaikan berkesinambungan (85,14%), (4) pendekatan sistem dalam manajemen (80%), (5) pendekatan proses (77,71%), (6) keterlibatan karyawan (72,67%), (7) berorientasi kepada pelanggan (69,14%), (8) hubungan saling menguntungkan dengan pemasok (53,71%). Dampak penerapan SMM adalah peningkatan laba dari tahun 2001-2004 dengan rataan 13,23 % per tahun, profit marjin secara rataan meningkat 6,93 per tahun. Adanya peningkatan level manajerial SDM melalui ISO 9000, kesadaran mutu, komputer, manajemen strategis, analisa pajak dan analisa keuangan. Faktor yang paling penting atas terjadinya perubahan kinerja di perusahaan adalah penerapan SMM (faktor pertama), persaingan produk alat-alat kebersihan (faktor kedua), penambahan modal kerja (faktor ketiga), kondisi politik dan ekonomi negara (faktor keempat) dan ketersediaan tenaga kerja (faktor kelima). Studi Kelembagaan dan sistem pembiayaan UKM pernah dilakukan oleh Sukardi (2003). Hasil penelitiannya menunjukkan, pengembangan UKM di Filipina dibawah koordinasi Departemen Perdagangan dan Industri dengan melibatkan beberapa biro yang ada di tingkat regional dan nasional. Koordinasi Departemen Perdagangan dan industri meliputi empat aktivitas utama yakni , penumbuhkembangan usaha, penyediaan bantuan modal, bantuan teknologi dan pelatihan jiwa kewirausahaan. Di Filipina yang termasuk pengusaha kecil dan menengah adalah para pengusaha baik individual maupun kelompok warga negara
39
Filipina yang memiliki ciri-ciri : pengusaha mikro yang mempunyai asset
tersebut terdapat prosedur, wewenang dan jumlah pembiayaan pendaftaran yang dicantumkan secara jelas dengan tujuan mempermudah para pengusaha kecil dan menengah ketika melakukan pendaftaran usahanya ke lembaga tersebut. Untuk meningkatkan efisiensi pembiayaan, pemerintah Filipina memiliki dewan pengembang usaha-usaha kecil dan menengah (Small and Medium Enterprise Development Council). Lembaga tersebut mempunyai tanggung jawab
dalam promosi, menumbuhkembangkan perusahaan kecil dan menengah di negara. Pemerintah Filipina juga membentuk lembaga Small Business Guarantee and Finance Corporation yang berkonsentrasi dalam pemberian jaminan
pembiayaan pada pengusaha kecil dan menengah. Lembaga ini berlokasi di
40
Departemen Perdagangan dan Industri dan program kerjanya berada dibawah pengawasan Dewan Pengembang Usaha Kecil dan Menengah. Hidayatulloh (2002) pernah meneliti tentang motivasi pengrajin dalam usaha meningkatkan pendapatan melalui industri kerajinan dengan responden pengrajin sepatu sandal. Hasil penelitiannya menunjukkan, motivasi pengrajin dalam meningkatkan pendapatan cenderung tinggi dengan rata-rata pendapatan yang diperoleh sebesar Rp. 1.460.542. Motivasi pengrajin berhubungan nyata positif dengan tingkat dukungan sarana dan lembaga usaha dan tingkat permintaan pasar (faktor eksternal) serta tingkat kebutuhan (faktor internal). Faktor motivasi pengrajin berhubungan nyata positif dengan tingkat pendapatan pengrajin. Faktor-faktor internal yang berhubungan nyata positif dengan tingkat pendapatan pengrajin adalah pengalaman dan tingkat kebutuhan, sedangkan faktor-faktor eksternal yang berhubungan nyata positif adalah tingkat dukungan sarana dan lembaga usaha, ketersediaan modal, tingkat permintaan pasar dan ukuran bengkel kerja. 2.6 Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu Dari seluruh penelitian terdahulu yang dicantumkan penulis dalam skripsi ini, belum ada yang mengevaluasi suatu program pemberdayaan UMKM. Objek yang diteliti oleh penulis adalah pengrajin sandal di Kecamatan Bogor Selatan, sedangkan yang diteliti oleh Hidayatulloh (2002) adalah pengrajin sepatu sandal di Kelurahan Cikaret. Selain itu, metode yang digunakan dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan pengrajin oleh Hidayatulloh (2002) adalah uji Tau-b Kendall, sedangkan penulis menggunakan metode regresi linear berganda.
41
Penelitian Yhushinta (2006) adalah tentang efektivitas kredit UKM pada UKM nasabah KBMT Binaul Ummah, Kelurahan Pamoyanan, Bogor Selatan. Lembaga tersebut memang merupakan salah satu lembaga channeling dalam pelaksanaan program Garda Emas dan UKM yang diteliti adalah UKM yang menjadi mitra dari lembaga tersebut. Selain itu, sumber kreditnya tidak hanya bersumber dari program Garda Emas namun juga dari sumber-sumber lain yang menjadi relasi dari KBMT Binaul Ummah tersebut. Perbedaannya dengan penelitian ini adalah penelitian ini tidak memfokuskan pada UMKM yang menjadi mitra suatu lembaga channeling yang terdiri dari berbagai jenis usaha, namun penelitian ini memfokuskan hanya pada UMKM penghasil sandal yang terdapat di Kecamatan Bogor Selatan. Selain itu, dalam penelitian ini tidak mengukur efektivitas skim kredit Garda Emas, penelitian ini hanya menggambarkan bagaimana
pelaksanaan program
Garda
Emas
serta
mengevaluasi dan
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan UMKM penghasil sandal yang ikut dalam program Garda Emas
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Operasional Kemiskinan dan pengangguran merupakan permasalahan serius yang harus segera diatasi oleh pemerintah. Jumlah penduduk miskin yang masih besar membuat tingkat kesejahteraan rakyat sulit untuk meningkat, utamanya golongan masyarakat dengan pendapatan menengah ke bawah yang terus dihimpit oleh kenaikan inflasi yang tanpa atau sedikitnya peningkatan pendapatan mereka. Sementara itu, jumlah penduduk yang kian bertambah besar tanpa dibarengi dengan penambahan jumlah lapangan kerja dan kompetensi pencari kerja yang tidak sesuai dengan pasar kerja, serta kurang efektifnya informasi pasar kerja membuat jumlah penganggur juga terus bertambah. Salah satu strategi yang dapat ditempuh oleh pemerintah adalah pembangunan di sektor UMKM. Hal ini karena sektor ini mempunyai banyak potensi seperti penyerapan tenaga kerja yang besar, pemerataan pendapatan dan berkontribusi dalam peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB). Selain itu, UMKM yang dapat bertahan melawan krisis ekonomi tahun 1997-an, merupakan kegiatan ekonomi rakyat yang dapat memberdayakan masyarakat miskin baik di perkotaan maupun di perdesaan sehingga memberikan peluang kepada masyarakat miskin untuk meningkatkan kesejahteraannya. Disisi lain, sektor UMKM juga masih menghadapi beberapa permasalahan dalam menjalankan usahanya. Permasalahan tersebut seperti terbatasnya modal, kualitas SDM yang terbatas, kurangnya sarana dan prasarana serta tingginya persaingan usaha dengan perusahaan-perusahaan besar. Hal ini belum termasuk
43
dengan diberlakukannya perdagangan bebas yang berdampak pada berkurangnya pendapatan UMKM. Contohnya saja produk-produk asal Cina dan Korea yang sudah membanjiri pasar Indonesia, dengan kualitas yang baik namun harga yang murah telah banyak membuat konsumen membeli produk tersebut daripada produk-produk hasil UMKM. Hal ini mengakibatkan pemasaran UMKM menjadi terhambat dan merugi. Salah satu program pemerintah Kota Bogor untuk memberdayakan ekonomi rakyat adalah program Garda Emas. Program ini tidak hanya untuk memperkuat posisi UMKM namun juga untuk memberdayakan kelompok keluarga miskin dan pengangguran. Harapan pemerintah Kota Bogor dengan melaksanakan program ini adalah masyarakat miskin dan penganggur dapat termanfaatkan potensinya tidak hanya dalam penciptaan nilai tambah ekonomi, namun juga harkat, martabat, rasa percaya diri dan harga dirinya sehingga kualitas hidup mereka dapat meningkat. Program Garda Emas telah dirancang sesuai dengan kebutuhan masyarakat setelah terlebih dahulu diidentifikasi berdasarkan data-data yang jelas, konkrit, valid dan aktual. Sasaran dari program ini adalah Keluarga Pra Sejahtera, Keluarga Sejahtera I, Para Penganggur, UMKM dan Lembaga Ekonomi Kerakyatan. Berdasarkan sasaran tersebut maka dalam program Garda Emas ini terdapat
Program
Khusus
Pemberdayaan
Keluarga
Miskin,
Program
Penanggulangan Penganggur, Program Pemberdayaan Usaha/Pengusaha Kecil, Program Pemberdayaan Kelembagaan. Penelitian ini dibatasi hanya pada sasaran UMKM serta difokuskan pada UMKM penghasil sandal di Kecamatam Bogor Selatan. Hal ini dengan
44
pertimbangan komoditi sandal merupakan komoditi asli Kota Bogor dan sudah banyak dikenal oleh masyarakat, sedangkan Kecamatan Bogor Selatan merupakan salah satu sentra penghasil sandal di Kota Bogor. Program Garda Emas perlu dievaluasi untuk menilai apakah program ini telah berdampak positif terhadap pemberdayaan UMKM atau mungkin masih terdapat kekurangan sehingga perlu dilakukan pembenahan-pembenahan. Penelitian ini dimulai dengan mendeskripsikan terlebih dahulu pengertian, tujuan, sasaran dan bagaimana pelaksanaan program Garda Emas dengan sasaran UMKM. Penelitian selanjutnya adalah membandingkan profil UMKM penghasil sandal yang tidak ikut program Garda Emas dengan UMKM penghasil sandal yang ikut program Garda Emas secara comparable dengan menggunakan metode tabulasi silang sederhana. Kemudian dilakukan uji rata-rata dua sampel kecil independen, agar dapat disimpulkan apakah UMKM penghasil sandal yang ikut program Garda Emas lebih baik daripada UMKM penghasil sandal yang tidak ikut dalam program Garda Emas ditinjau dari penerimaan dan pendapatannya. Selain itu, perlu dianalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan UMKM penghasil sandal baik yang tidak ikut maupun yang ikut program Garda Emas. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi pendapatan UMKM adalah penerimaan, jumlah tenaga kerja, jumlah mesin jahit, jarak ke tempat penjualan (toko/grosir), usia, lama usaha, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, sumber modal, skala usaha, pelatihan dan jenis UMKM. Hasil kuesioner akan dianalisis dengan menggunakan analisis regresi berganda, sehingga didapatkan variabelvariabel atau faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan UMKM
45
baik yang tidak ikut program maupun yang ikut program Garda Emas. Dari uraian diatas, diagram alir kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 2. 3.2 Hipotesis Dalam merumuskan hipotesis penelitian ini, dipakai beberapa asumsi antara lain : a. Harga barang yang berlaku adalah harga pada saat penelitian ini dilakukan dan dianggap tetap. b. Faktor-faktor diluar variabel yang diteliti dianggap tetap. Sehingga hipotesis yang dapat ditentukan adalah : 1. Penerimaan dan pendapatan UMKM penghasil sandal yang ikut program Garda Emas lebih besar secara nyata daripada penerimaan dan pendapatan UMKM penghasil sandal yang tidak ikut program Garda Emas. 2. Adanya hubungan positif dan nyata antara penerimaan, lama usaha, tingkat pendidikan dan jumlah tanggungan dengan pendapatan UMKM penghasil sandal. 3. Adanya hubungan negatif dan nyata antara usia, jumlah tenaga kerja, jumlah mesin jahit dan jarak ke tempat penjualan (toko/grosir) dengan pendapatan UMKM penghasil sandal.
46
Kemiskinan dan Pengangguran
Pembangunan di sektor UMKM sebagai salah satu strategi pengentasannya
Potensi-potensi UMKM
Permasalahan-permasalahan UMKM
Program Garda Emas untuk memperkuat posisi UMKM dan menumbuhkembangkan UMKM
Mendeskripsikan pelaksanaan program Garda Emas dengan sasaran UMKM
UMKM Penghasil Sandal
Membandingkan profil UMKM yang tidak ikut program Garda Emas dengan UMKM yang ikut program Garda Emas
Analisis deskriptif
Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan UMKM yang tidak ikut program Garda Emas dan UMKM yang ikut program Garda Emas
Analisis tabulasi silang
Menyimpulkan apakah UMKM penghasil sandal yang ikut program Garda Emas lebih baik daripada UMKM penghasil sandal yang tidak ikut program Garda Emas ditinjau dari penerimaan dan pendapatannya
Analisis regresi berganda
Uji rata-rata dua sampel kecil independen
Rekomendasi
Gambar 2. Diagram Alir Kerangka Pemikiran
Penerimaan, jumlah tenaga kerja, jumlah mesin jahit, jarak ke tempat penjualan (toko/grosir), usia, lama usaha, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, sumber modal, skala usaha, pelatihan dan jenis UMKM
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan secara sengaja di Kota Bogor yaitu di Kecamatan Bogor Selatan dengan pertimbangan Kecamatan Bogor Selatan merupakan salah satu sentra penghasil sandal. Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Maret sampai Mei 2008. 4.2 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden baik UMKM penghasil sandal yang tidak ikut program maupun UMKM penghasil sandal yang ikut program Garda Emas, wawancara dengan Dinas Perdagangan Koperasi Kota Bogor dan PINBUK (Pusat Inkubasi Usaha Kecil) sebagai Tim Kerja program Garda Emas. Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur, arsip dan dokumentasi dari Kementrian Negara Koperasi dan UKM, Dinas Perdagangan dan Koperasi Kota Bogor, Badan Pusat Statistik dan PINBUK, serta literatur-literatur lainnya yang diperlukan untuk menunjang penelitian ini. 4.3 Teknik Pengambilan Sampel Penentuan jumlah sampel dilakukan secara sengaja (purposive) yakni sebanyak 41 UMKM, terdiri dari 31 UMKM penghasil sandal yang tidak ikut dalam program Garda Emas di Kecamatan Bogor Selatan dan 10 UMKM penghasil sandal yang ikut dalam program Garda Emas (39 UMKM lainnya tidak bisa dijadikan responden (Lampiran 2)). UMKM penghasil sandal yang ikut
48
program Garda Emas ditentukan dengan bantuan pihak PINBUK, dengan pertimbangan bahwa PINBUK merupakan Tim Kerja program Garda Emas baik sebagai penyeleksi maupun sebagai pengawas program Garda Emas. Sedangkan penentuan UMKM penghasil sandal lain yang tidak ikut program Garda Emas, merupakan UMKM yang comparable dengan UMKM yang ikut program Garda Emas dan penentuannya menggunakan metode accidental sampling. 4.4 Metode Pengolahan Data 4.4.1 Analisis Deskriptif Analisis
deskriptif
digunakan
untuk
menggambarkan
bagaimana
pelaksanaan program Garda Emas di Kota Bogor. Analisis ini dimulai dengan mendeskripsikan pengertian, tujuan dan sasaran program Garda Emas. Namun karena sasaran dalam program Garda Emas tidak hanya UMKM dan dalam penelitian ini lebih memfokuskan pada kegiatan UMKM, maka pendeskripsian pelaksanaan program Garda Emas hanya difokuskan pada UMKM yang ikut dalam program Garda Emas saja. 4.4.2 Analisis Tabulasi Silang dan Uji Rata-Rata Dua Sampel Kecil Independen Data yang dikumpulkan melalui wawancara akan dianalisis untuk mendapatkan bagaimana profil UMKM penghasil sandal yang tidak ikut program Garda Emas maupun profil UMKM penghasil sandal yang ikut program Garda Emas. Profil yang digunakan dalam penelitian ini adalah penerimaan, pendapatan, usia, lama usaha, pendidikan, jumlah sandal yang dihasilkan, jumlah tenaga kerja, jumlah mesin jahit yang digunakan, jumlah dan jarak ke tempat penjualan (toko/grosir). Hasil analisis diperoleh dengan menggunakan metode tabulasi silang sederhana.
49
Uji rata-rata dua sampel kecil independen digunakan untuk menyimpulkan apakah UMKM penghasil sandal yang ikut program Garda Emas lebih baik dari UMKM penghasil sandal yang tidak ikut program Garda Emas ditinjau dari penerimaan dan pendapatannya. Uji ini tetap digunakan meskipun data yang akan dianalisis ternyata tidak mengikuti distribusi normal (Lampiran 2 dan 3), hal ini karena data yang digunakan adalah data parametrik. Sebelum melakukan uji ratarata dua sampel kecil independen, dilakukan terlebih dahulu uji dua varian untuk mengetahui apakah varian dua sampel tersebut sama atau berbeda. Hipotesis untuk uji dua varian baik untuk profil penerimaan maupun untuk pendapatan adalah sebagai berikut : H0 H1
: σ12 = σ22 : σ12 ≠ σ22
dimana σ1 = varian penerimaan/ pendapatan UMKM penghasil sandal yang tidak ikut program Garda Emas σ2 = varian penerimaan/ pendapatan UMKM penghasil sandal yang ikut program Garda Emas Sedangkan pada uji rata-rata dua sampel kecil independen ini, hipotesis yang digunakan baik untuk profil penerimaan maupun pendapatan adalah : H0 H1
: µ1 = µ2 : µ1 < µ2
dimana µ1 = rata – rata penerimaan/ pendapatan UMKM penghasil sandal yang tidak ikut program Garda Emas µ2 = rata – rata penerimaan/ pendapatan UMKM penghasil sandal yang ikut program Garda Emas Jika nilai Pvalue lebih besar dari taraf kesalahan yang digunakan (α), maka tidak tolak H0. Artinya penerimaan atau pendapatan UMKM penghasil sandal yang tidak ikut program Garda Emas sama dengan penerimaan atau pendapatan UMKM penghasil sandal yang ikut dalam program Garda Emas.
50
4.4.3 Analisis Regresi Linear Berganda Analisis regresi linear berganda digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan UMKM penghasil sandal baik yang tidak ikut program Garda Emas maupun UMKM penghasil sandal yang ikut program Garda Emas. Analisis ini diharapkan dapat menghasilkan model yang akurat dan baik (asumsi dalam analisis terpenuhi) untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel bebas terhadap variabel tidak bebas dengan menggunakan perangkat lunak Minitab release 14. Dalam penelitian ini terdapat variabel bebas yang bersifat kualitatif, yakni sumber modal, skala usaha, pelatihan dan jenis UMKM. Dalam analisis, variabel bebas yang bersifat kualitatif tersebut akan dikuantifikasikan dengan mempergunakan variabel Dummy. Metode analisis regresi linear berganda yang akan digunakan adalah metode Ordinary Least Square (OLS)/ metode kuadrat terkecil biasa, dengan pertimbangan OLS mempunyai sifat statistik yang sangat menarik sehingga menjadi analisis regresi yang paling kuat dan populer (Gujarati, 1997). Metode OLS mempunyai asumsi-asumsi yang harus dipenuhi, agar model yang dihasilkan merupakan pendugaan linear yang terbaik yang tidak bias (BLUE=Best Linear Unbiased Estimator). Asumsi-asumsi tersebut adalah : a. Nilai rata-rata pengganggu sama dengan nol, yaitu E (εi) = 0, untuk setiap i, dimana i = 1, 2, 3, …, n, artinya nilai yang diharapkan bersyarat dari εi tergantung pada Xi tertentu adalah nol. b. Tidak ada autokorelasi antara kesalahan pengganggu, berarti Cov (εi , εj) = 0, untuk i ≠ j.
51
c. Var (εi) = E (εi2) = σ2, sama untuk semua kesalahan penggangu, (asumsi homoskedastisitas). Artinya varian εi untuk setiap i, yaitu varian bersyarat untuk εi adalah suatu angka konstan positif yang sama dengan σ2. d. Variabel bebas X1, X2,…, Xk konstan dalam sampling yang terulang dan bebas dari kesalahan pengganggu εi, E (Xi εi) = 0. e. Tidak ada multikolinearitas, yang berarti tidak ada hubungan linear yang nyata antara variabel-variabel bebas. Dalam merumuskan persamaan untuk menduga parameter, variabel-variabel diadopsi berdasarkan hasil penelitian Hidayatulloh (2002) dan disesuaikan dengan variabel yang akan diteliti. Model regresi linear berganda yang akan digunakan ditulis dalam bentuk double log, dengan pertimbangan bahwa: 1. Koefisien dari masing-masing variabel menunjukkan besarnya elastisitas 2. Mengurangi terjadinya heterokedastisitas. Hal ini karena bentuk linear ditransformasi ke dalam bentuk ln, sehingga variasi data menjadi lebih kecil 3. Perhitungan sederhana, karena dapat dimanipulasi dalam bentuk persamaan linear Jadi model yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan UMKM penghasil sandal baik yang tidak ikut program Garda Emas maupun UMKM penghasil sandal yang ikut dalam program Garda Emas adalah :
LnY i = α + β 1 LnX 1 + β 2 LnX 2 + β 3 LnX 3 + β 4 LnX 4 + β 5 LnX 5 + β 6 LnX 6 + β 7 LnX 7 +
β 8 LnX 8 + β 9 D1 + β 10 D 2 + β 11 D3 + β 12 D 4 + β 13 D5 + ε i dimana,
LnY α β LnX1 LnX2 LnX3
= pendapatan (Rp/minggu) = konstanta = koefisien regresi = penerimaan (Rp/minggu) = jumlah tenaga kerja (orang) = jumlah mesin jahit (unit)
52
LnX4 LnX5 LnX6 LnX7 LnX8 D1 D2 D3 D4 D5 ε i
= jarak ke tempat penjualan (km) = usia (tahun) = lama usaha (tahun) = tingkat pendidikan (tahun) = jumlah tanggungan (orang) = sumber modal = 0, jika sumbernya bukan modal sendiri = 1, jika sumbernya modal sendiri = skala usaha = 0, jika skala usahanya kecil dan menengah = 1, jika skala usahanya besar = skala usaha = 0, jika skala usahanya kecil dan besar = 1, jika skala usahanya menengah = pelatihan = 0, jika tidak ikut pelatihan = 1, jika ikut pelatihan = UMKM = 0, UMKM yang tidak ikut program = 1, UMKM yang ikut program = error term = 1,2,3,…,n (jumlah responden)
4.4.4 Uji Statistik Model 1. Uji Koefisien Determinasi (R2) Nilai koefisien Determinasi (R2) menunjukkan sejauh mana keragaman dalam model dapat diterangkan oleh variabel bebasnya. Nilai koefisien determinasi (R2) dapat diperoleh dengan membagi Jumlah Kuadrat Regresi (JKR) dengan Jumlah Kuadrat Total (JKT) atau jika ditulis dalam persamaan : R2 = Jumlah Kuadrat Regresi = JKR Jumlah Kuadrat Total JKT Menurut Gujarati (1997) koefisien determinasi (R2) mempunyai 2 sifat yakni R2 merupakan besaran non negatif dan batas nilai R2 adalah 0≤ R2≤1. Jika nilai R2 sama dengan 1 maka variabel bebas dapat menjelaskan 100 % variasi terhadap variabel tidak bebasnya, sedangkan jika nilai R2 sama dengan nol maka tidak ada hubungan antara variabel bebas dengan variabel tidak bebasnya. Model dikatakan baik apabila nilai R2 sama dengan 1 atau mendekati 1.
53
2. Uji t-statistik Uji t-statistik digunakan untuk menganalisis apakah koefisien regresi dari masing-masing variabel bebas yaitu penerimaan, jumlah tenaga kerja, jumlah mesin jahit, jarak ke tempat penjualan (toko/grosir), usia, lama usaha, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, sumber modal, skala usaha, pelatihan dan jenis UMKM berpengaruh secara terpisah terhadap pendapatan yang diperoleh UMKM penghasil sandal baik yang tidak ikut program Garda Emas maupun yang ikut program Garda Emas. Melalui uji t-statistik ini dapat diketahui variabel bebas mana yang berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas. Pengujian t-statistik adalah sebagai berikut : Hipotesis :
H o : bi = 0 H 1 : bi ≠ 0
Uji statistik yang digunakan adalah uji t : bi − bi b −0 bi = i = Se (bi ) S (b i ) S (b i ) *
t hitung =
*
*
t tabel = tα / 2 ( n − k ) dimana,
bi bi * S(bi) n k i
= nilai koefisien regresi = nilai koefisien regresi dugaan = simpangan baku = jumlah data/pengamatan = jumlah parameter = 1,2,3,…,k
jika nilai mutlak t hitung lebih besar dari t tabel maka tolak H0, variabel bebas yang diuji berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas. Sebaliknya jika nilai mutlak t hitung lebih kecil dari t tabel maka terima H0, variabel bebas yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas. Uji t juga dapat diketahui dengan melihat nilai dari probabilitas tstatistiknya dengan taraf nyata yang digunakan. Jika nilai probabilitas t-statistik < taraf nyata yang digunakan (tolak H0) maka variabel bebas tersebut signifikan
54
berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya, begitu juga sebaliknya jika nilai probabilitas t-statistik > taraf nyata yang digunakan (terima H0) maka variabel bebas tersebut tidak signifikan berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya. 3. Uji F-statistik Uji F-statistik digunakan untuk mengetahui kemampuan variabel bebas secara bersama-sama dalam mempengaruhi variabel tidak bebas. Pengujian Fstatistik adalah sebagai berikut : Hipotesis :
Ho : b1 = b2 = b3 = …= bi = 0 H1 : paling sedikit ada nilai bi yang tidak sama dengan nol
R2 (k − 1) F hitung = 1 − R2 n−k
F tabel = Fα (k − i , n − k )
Apabila nilai mutlak F hitung lebih besar daripada F tabel maka tolak Ho, secara bersama-sama variabel bebas (penerimaan, jumlah tenaga kerja, jumlah mesin jahit, jarak ke tempat penjualan (toko/grosir), usia, lama usaha, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, sumber modal, skala usaha, pelatihan dan jenis UMKM) berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas (pendapatan UMKM penghasil sandal ). Sebaliknya jika nilai mutlak F hitung lebih kecil daripada F tabel maka terima Ho, secara bersama-sama variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas. Uji F juga dapat diidentifikasi dengan membandingkan nilai probabilitas Fstatistiknya dengan taraf nyata yang digunakan. Jika nilai probabilitas Fstatistiknya < taraf nyata yang digunakan (tolak Ho) maka paling tidak ada satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas. Sebaliknya jika nilai probabilitas F-statistiknya > taraf nyata yang digunakan (terima Ho),
55
secara bersama-sama variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas.
4.4.5 Uji Ekonometrika 1. Multikolinearitas Multikolinearitas merupakan hubungan linear diantara beberapa atau semua variabel bebas dalam sebuah model. Multikolinearitas dapat dideteksi apabila terjadi korelasi yang sangat kuat antara variabel-variabel bebas. Hal ini cenderung mengakibatkan terima H0 atau pengaruh variabel bebas tidak signifikan meskipun R2 sangat tinggi. Cara untuk melihat apakah terdapat gejala multikolinearitas pada model adalah dengan melihat nilai Variance Inflation Factors (VIF) pada masing-masing peubah bebasnya. Jika nilai VIF-nya kurang dari 10, maka tidak terdapat multikolinearitas. Selain itu, gejala multikolinearitas dapat juga dilihat dari matrik korelasi (correlation matrix). Jika nilai correlation matrix antara sesama variabel bebas kurang dari 0.8, maka tidak terdapat multikolinearitas dalam model tersebut.
2. Heterokedastisitas Heterokedastisitas terjadi karena ragam atau varians tidak konstan sehingga sifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) tidak dapat tercapai dan jika digunakan untuk memprediksi hasilnya tidak efisien. Untuk mengetahui apakah dalam
model
terdapat
heterokedastisitas,
dapat
melakukan
White
Heterokedasticity Test. Apabila nilai probabilitas pada Obs*R-Squared > taraf
nyata
yang
digunakan,
heterokedastisitas.
maka
dalam
model
tersebut
tidak
terdapat
56
4.5 Definisi Operasional Untuk dapat menganalisis data dan menginterpretasikan hasil pengolahan data, maka perlu ditetapkan definisi dan satuan datanya. Definisi dan satuan datanya dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Definisi Operasional dan Satuannya dalam Penelitian No 1
2
Keterangan UMKM penghasil sandal (baik yang tidak ikut maupun yang ikut program Garda Emas) Pendapatan
3
Penerimaan
4
Jumlah tenaga kerja
5
Jumlah mesin jahit
6 7
Jarak ke tempat penjualan Usia
8
Lama Usaha
9
Pendidikan
10
Jumlah tanggungan
11
Sumber modal
12
Skala usaha
Definisi Operasional UMKM yang produknya berupa sandal, mempunyai bengkel sendiri dan merupakan pekerjaan pokok (bukan musiman)
Satuan -
Besar pendapatan yang diperoleh pada saat wawancara Hasil penjumlahan harga sandal dikalikan jumlah sandal pada saat wawancara Jumlah tenaga kerja yang dipergunakan pada saat wawancara Jumlah mesin jahit yang dipergunakan pada saat wawancara Jarak dari bengkel ke toko atau grosir
Rupiah per minggu Rupiah per minggu Orang
Lamanya tahun hidup responden yang dihitung dari lahir sampai pada saat wawancara dilakukan Lamanya bekerja responden di bidang industri kerajinan sandal dari awal sampai pada saat wawancara Lamanya pendidikan yang ditempuh responden sampai pada saat wawancara Jumlah anggota keluarga yang masih menjadi tanggungan responden pada saat wawancara Sumber modal yang dipakai responden pada saat wawancara Kapasitas produksi usaha responden pada saat wawancara
Unit Kilometer Tahun
Tahun
Tahun Orang Kecil (≤20 kodi per minggu) Menengah (2149 kodi per minggu) Besar (≥50 kodi per minggu)
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Program Garda Emas 5.1.1 Pengertian Program Garda Emas Garda Emas adalah upaya pemberdayaan yang dilakukan secara bersamasama dan terarah dari, oleh dan untuk masyarakat di Wilayah Kota Bogor melalui penggalian dan pengembangan potensi sumberdaya ekonomi masyarakat untuk meningkatkan tingkat kualitas ekonominya (PINBUK, 1999) Garda Emas mengacu dari konsep pemberdayaan masyarakat dengan komitmen akhir meningkatkan kesejahteran masyarakat yang prosesnya dicapai secara horisontal, sehingga dengan menempatkan ekonomi rakyat sebagai subjek program diharapkan tercipta ketahanan ekonomi masyarakat yang kuat melalui metode barisan semut dimana masyarakat (komunitas masyarakat) yang satu mampu memberdayakan yang lainnya secara alamiah. Program-Program Garda Emas dalam pelaksanaanya bersifat (1) terarah dan menguntungkan bagi kelompok masyarakat yang lemah, terbelakang dan tertinggal; (2) pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat itu sendiri, dimulai dari pengenalan apa yang ingin dilakukan; (3) masyarakat yang lemah sulit untuk bekerja sendiri-sendiri maka diupayakan dengan pengembangan kegiatan bersama (kooperatif) dalam kelompok yang dapat dibentuk atas dasar wilayah tempat tinggal (RT, RW, Desa) jenis usaha (pertanian, industri, perdagangan, dan lainlain) atau kesamaan latar belakang (pemuda, wanita); (4) menggerakkan partisipasi yang luas dari masyarakat untuk turut serta membantu dalam rangka kesetiakawanan sosial, termasuk di dalamnya keikutsertaan masyarakat setempat yang telah maju dan mampu, LSM, Ormas, Perguruan Tinggi dan lainnya.
58
Program yang digulirkan dirancang sesuai dengan kebutuhan masyarakat setelah terlebih dahulu diidentifikasi berdasarkan data-data yang jelas, konkrit, valid dan aktual. Program juga dirancang kearah kemandirian masyarakat sehingga pada akhirnya akan menjadi gerakan swadaya msyarakat. Pemberdayaan masyarakat jangan membuat masyarakat menjadi tergantung kepada berbagai program pemberian (charity), karena pada dasarnya setiap apa yang dinikmati dihasilkan atas usaha sendiri dan hasilnya dapat dipertukarkan dengan pihak lain. Garda Emas merupakan program pemerintah Kota Bogor yang reformis, karena dalam implementasinya program ini menerapkan paradigma baru dalam pengembangan ekonomi masyarakat, yaitu : 1. Secara sengaja dan terang-terangan pemerintah berpihak penuh kepada ekonomi rakyat dengan memberikan kepercayaan kepada masyarakat dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi program yang digulirkan dan sebaliknya birokrasi diharapkan hanya “Tut Wuri Handayani”. 2. Pemerintah mengembangakan sistem birokrasi yang membangun partisipasi rakyat sampai ke lapisan bawah (grass roots). Partisipasi yang dibangun adalah partisipasi yang dilandasi oleh kesadaran bukan paksaan. 3. Peran aparatur pemerintah menjadi bergeser dari “mengendalikan” menjadi “mengarahkan” dan dari “memberi” menjadi “memberdayakan”. Pola implementasi program Garda Emas menerapkan upaya pemberdayaan penuh melalui pelatihan dengan jenis yang disesuaikan kebutuhan masyarkat, penguatan permodalan dengan menyertakan dana bergulir (revolving fund) untuk menumbuhkembangkan usaha masyarakat dan pembinaan (supervisi) berupa pendampingan sampai berakhirnya siklus program dan tercipta kemandirian.
59
5.1.2 Tujuan Program Garda Emas Tujuan umum program Garda Emas adalah membantu masyarakat khususnya kelompok sasaran, memberdayakan dirinya agar memiliki kemampuan melakukan usaha-usaha produktif dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya sehingga dapat lebih berperan dalam pembangunan daerah. Sedangkan tujuan khusus dari program Garda Emas adalah : 1. Menumbuhkan dan mengembangkan wawasan, sikap dan perilaku berusaha dari kelompok sasaran, khususnya dalam bidang ekonomi yang mendukung upaya peningkatan kesejahteraan secara mandiri. 2. Mengembangkan kemampuan kelompok sasaran agar memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk mengembangkan usaha sesuai dengan potensi yang dimiliki. 3. Menumbuhkan dinamika sosial untuk mengatasi masalah sosial seperti kemiskinan dan pengangguran serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara gotong royong. 4. Menumbuhkembangkan peluang usaha yang diciptakan oleh masyarakat sendiri dan menguatkan posisi ekonomi rakyat pada posisi tawar (bargaining position) yang tinggi. 5. Meningkatkan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki daerah Kota Bogor yang pada akhirnya meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) Kota Bogor. 6. Mendayagunakan lembaga ekonomi kerakyatan yang ada di masyarakat supaya mampu berfungsi sebagai pilar penggerak ekonomi kerakyatan di Wilayah Kota Bogor.
60
7. Memperkuat koordinasi dan keterpaduan diantara unsur-unsur yang terkait yaitu pemerintah, swasta, LSM, Ormas dan masyarakat itu sendiri dalam upaya perbaikan tingkat kualitas ekonomi. 5.1.3 Sasaran Program Garda Emas Sasaran Program Garda Emas adalah seluruh lapisan masyarakat di Wilayah Kota Bogor. Namun secara khusus program ini diprioritaskan pada : 1. Keluarga Pra Sejahtera (KPS) 2. Keluarga Sejahtera I (KS 1) 3. Para penganggur, baik akibat PHK maupun lainnya 4. Pengusaha kecil bawah (omzet ≤ 50 juta per tahun) 5. Pengusaha kecil (omzet 50 juta – 500 juta per tahun) 6. Lembaga Ekonomi Kerakyatan yang ada di masyarakat khususnya koperasi, LPED, UED-SP dan BMT. 5.1.4 Skema Pelaksanaan Program Garda Emas Dari uraian diatas, maka secara ringkas program Garda Emas dapat diringkas menjadi skema seperti terlihat pada gambar 3. 5.1.5 Program- Program Garda Emas Misi Garda Emas pada intinya adalah memberdayakan kelompok sasaran melalui pengguliran program yang disesuaikan dengan kebutuhan kelompok sasaran. Prinsip utama program Garda Emas yang akan dilaksanakan adalah program bersifat sederhana dalam implementasinya dan dapat diadopsi oleh kelompok sasaran, program yang digulirkan harus sesuai dengan kebutuhan kelompok sasaran, dapat memberikan multiplier efek yang banyak dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, program bersifat padat karya (menyerap
61
banyak tenaga kerja) dan cenderung tidak padat modal, program mampu mengeliminir masalah-masalah sosial yang berlangsung di masyarakat, program harus berkesinambungan dan dapat diadaptasi oleh masyarakat menjadi sebuah gerakan dan program dilakukan secara terkoordinir dan terencana. Kebijakan (policy) Ekonomi Kerakyatan Pemda Kota Bogor Tersedianya Anggaran Adanya Institusi/ Lembaga : Instansi Pemda LSM Ormas/Orsospol Badan Swasta Lainnya
Sasaran
Dinas/Instansi Pemda
Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera
Meningkatnya Kualitas Ekonomi Masyarakat
Penganggur Konsep Garda Emas
Program Garda Emas
Kondisi Ekonomi Kerakyatan Di Wilayah Kota Bogor Adanya Kelompok Sasaran Pemberdayaan
LSM Orsospol Ormas Lembaga Swasta Lainnya
Pengusaha Kecil
Meningkatnya Lapangan Kerja dan Peluang Kerja
Lembaga Ekonomi Kerakyatan Meningkatnya Kinerja Lembaga Ekonomi
Gambar 3. Skema Pelaksanaan Program Garda Emas Sumber : PINBUK (2008)
Berikut ini program-program yang diharapkan mengakomodir misi dan tujuan dari program Garda Emas di Wilayah Kota Bogor : 1. Program Pemberdayaan Kelembagaan Program ini ditujukan untuk menumbuhkembangkan dan mendayagunakan lembaga ekonomi maupun lembaga keuangan yang ada dalam lingkup ekonomi kerakyatan di Wilayah Kota Bogor. Termasuk dalam kategori ini adalah :
62
a. Kelompok Usaha Masyarakat (Pokusma/Pokmas) b. Kelompok Tani c. Koperasi dengan segala bentuk dan jenis usahanya d. Lembaga Keuangan di tingkat desa/kelurahan seperti UED-SP (Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam) dan LPED (Lembaga Pembiayaan Ekonomi Desa) e. Lembaga keuangan non bank Baitul Mall Wat-Tamwil (BMT) Program ini diharapkan mampu memecahkan segala masalah dan persoalan yang menjadi kendala untuk berkembangnya lembaga tersebut. Mendayagunakan lembaga tersebut artinya sama dengan memfungsikan secara benar lembagalembaga tersebut sebagai pilar ekonomi dalam sistem ekonomi kerakyatan di Wilayah Kota Bogor. Inti dari program ini adalah menata dan mengembangkan kelembagaan dan sumberdaya manusia yang terlibat dalam lembaga tersebut. 2. Program Penanggulangan Penganggur Program ini bertujuan untuk memberdayakan para penganggur supaya menjadi sumberdaya manusia yang produktif. Kategori penganggur disini adalah mereka yang tidak memiliki pekerjaan tetap baik karena tidak terserap di sektor lapangan kerja maupun yang yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dewasa ini memuncak karena adanya insiden krisis ekonomi yang berkepanjangan. Bentuk program yang digulirkan dapat berbentuk pola pemagangan di Lembaga Ekonomi Produktif (LEP) untuk seterusnya diarahkan supaya mampu mengembangkan sendiri usaha ekonomi produktif atau dengan pola penciptaan “Wira Usaha Baru” (WUB) dengan melatih dan membimbing mereka kepada
63
usaha-usaha yang produktif. Karena komunitas penganggur ini berlatar belakang pendidikan berbeda maka program yang digulirkanpun harus disesuaikan dengan latar belakangnya (tidak disamaratakan). 3. Program Pemberdayaan Usaha/Pengusaha Kecil (UMKM) Program ini bertujuan untuk menumbuhkembangkan sektor usaha kecil (ekonomi rakyat) dengan pendekatan dua sisi : a. Menumbuhkan sektor usaha kecil, artinya menciptakan seluas-luasnya peluang/kesempatan usaha disegala bidang, baik di bidang pertanian, industri, kerajinan, pertukangan, perdagangan dan lain-lain sehingga mampu menyerap para wirausawan baru/pengusaha kecil baru ke dalam sektor ini. Bentuknya dapat berupa pembukaan akses-akses usaha kecil ke pasar yang lebih luas atau introduksi usaha baru yang layak dan menguntungkan kepada masyarakat kecil di Wilayah Kota Bogor atau penguatan akses permodalan bagi sektor ini. b. Mengembangkan sektor usaha kecil, artinya mendayagunakan sektor usaha kecil yang sudah berjalan (estabilish). Mengembangkan berarti pula memperkuat dan meningkatkan akses permodalan, manajemen usaha, teknologi dan pemasaran kepada sektor usaha kecil di segala bidang. Termasuk dalam lingkup ini adalah peningkatan kualitas dan konsistensi mutu dari komoditi-komoditi yang dihasilkan oleh para pengusaha kecil melalui standarisasi ISO 9000. Khusus untuk program-program yang sifatnya introduksi permodalan, sebaiknya menggunakan media lembaga keuangan milik masyarakat di wilayahnya dengan pola yang lebih sederhana seperti koperasi, BMT dan LPED.
64
4. Program Khusus Pemberdayaan Keluarga Miskin Program ini secara khusus ditujukan untuk mengentaskan kemiskinan dan membantu keluarga miskin memperbaiki kondisi ekonominya supaya keluar dari jeratan kemiskinan tersebut. Kemiskinan sendiri secara khusus dapat diartikan sebagai suatu keadaan serba kekurangan yang dialami oleh seseorang atau sekelompok orang diluar keinginannya. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya insiden kemiskinan diantaranya adalah rendahnya kualitas SDM, penguasaan teknologi dan keahlian usaha, pemilikan modal, produktivitas, nilai tukar hasil produksi yang pada gilirannya menyebabkan rendahnya pendapatan, serta faktor-faktor yang berkaitan dengan lemahnya peran lembaga-lembaga mesyarakat, akses pada fasilitas dan hasil pembangunan serta adanya kesenjangan (gap) antara yang kaya dengan yang miskin. Definisi atau konsep yang digunakan dalam menentukan kriteria kemiskinan program Garda Emas ini adalah pendekatan keluarga miskin yang telah dirumuskan bersama oleh tim dari BPS, Bappenas, Ditjen PMD, Departemen Sosial dan BKKBN. Kesepakatan bersama ini menetapkan bahwa keluarga miskin adalah Keluarga Pra Sejahtera (KPS) dan Keluarga Sejahtera 1 (KS1) karena alasan ekonomi. Program pemberdayaan keluarga miskin harus merupakan intervensi program jangka panjang dan berkesinambungan yang dilakukan secara bersamasama (integrated) antara pemerintah, kalangan swasta, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan organisasi masyarakat (ormas), masyarakat luas dan keluarga miskin itu sendiri.
65
Program pemberdayaan keluarga miskin memuat dua inti kegiatan, yaitu 1) mencegah (preventif) timbulnya kemiskinan dengan mengeliminir faktor-faktor penyebab terjadinya kemiskinan, 2) menghapus (kuratif) kemiskian itu sendiri dengan upaya mengangkat keluarga miskin keluar dari kondisi kemiskinannya. Beberapa bentuk kegiatan yang dirujuk dalam program ini adalah Pengembangan Kegiatan Ekonomi Keluarga, Peningkatan Peluang Usaha dan Pendapatan, Pemberdayaan Usaha Mikro. Berikut penjelasannya. a. Pengembangan Kegiatan Ekonomi Keluarga Upaya pengentasan kemiskinan dilakukan melalui penguatan ekonomi keluarga. Kegiatan-kegiatan ekonomi dalam keluarga yang semula hanya bersifat untuk memenuhi kebutuhan keluarga sendiri, ditingkatkan menjadi kegiatan yang lebih berskala ekonomi dan berorientasi pada kebutuhan pasar. Pengembangan kegiatan ekonomi seperti ini dapat dilakukan dibidang pertanian, industri, perdagangan dan jasa, sesuai dengan potensi yang dimiliki dan peluang yang ada. Dukungan
yang
diberikan
dalam
bentuk
pemberian
pengetahuan,
keterampilan, penguasaan teknologi, permodalan dan manjemen yang diarahkan untuk memperoleh nilai tambah dari usaha-usaha yang selama ini dilakukan. Dukungan juga dilakukan untuk membantu memasarkan produk yang dihasilkan agar mendapatkan keuntungan usaha yang lebih besar. Pengembangan ekonomi keluarga dilakukan melalui pendekatan kelompok dalam suatu usaha (pokusma). Pendekatan kelompok ini dimaksudkan untuk mempercepat proses alih pengetahuan, keterampilan, teknologi dan kemitraan usaha serta meningkatkan daya tawar-menawar dengan pasar.
66
b. Peningkatan Peluang Usaha dan Pendapatan Keluarga Pra Sejahtera (KPS) dan Keluarga Sejahtera 1 (KS1) atau keluarga miskin pada umumnya berada dalam kondisi yang serba kekurangan, termasuk kesempatan untuk mengembangkan usaha dan mendapatkan keuntungan yang cukup dari usaha yang dikembangkannya. Selain itu, dengan sumber-sumber yang dimilikinya mereka tidak mampu merebut peluang yang ada di lingkungannya, sehingga mereka perlu dibantu memanfatkan peluang tersebut. Pengembangan perkembangan
peluang
kemandirian
ini
diberikan
keluarga
yang
tanpa
harus
bersangkutan,
menghambat atau
bahkan
menghambat kemajuan keluarga lain yang lebih maju. Karena itu, bentuk dukungan yang diberikan adalah dengan memberikan bantuan penguatan ekonomi yang lebih besar kepada kelompok-kelompok usaha tersebut. Secara bertahap dukungan ini diarahkan menjadi bentuk koperasi dan mendorong terjadinya kemitraan usaha saling menguntungkan, tanpa ada salah satu pihak yang merasa dirugikan antara keluarga yang belum mampu dengan keluarga lain yang lebih mampu. c. Pemberdayaan Usaha Mikro Upaya-upaya pemberdayaan keluarga miskin juga dilaksanakan dengan program-program yang berkaitan dengan pemberdayaan usaha mikro. Program ini menitik beratkan pada upaya membantu pengembangan dan pembinaan dari pembentukan unit-unit usaha ekonomi produktif yang dikelola oleh kelompokkelompok dari keluarga miskin. Secara khusus, program pengembangan dan pembinaan usaha mikro bertujuan untuk :
67
Mengembangkan budaya usaha yang lebih maju dengan menggunakan teknologi yang lebih tepat guna Mengembangkan jiwa kewirausahaan Meningkatkan keterampilan keluarga untuk melakukan usaha-usaha ekonomi Membantu usaha-usaha keluarga sasaran untuk mendapatkan modal dengan cara mudah dan syarat ringan Membantu upaya pemasaran produk yang dihasilkan oleh keluarga-keluarga sasaran Pengembangan dan pembinaan usaha mikro dilakukan melalui kegiatankegiatan pendidikan, latihan, orientasi, bimbingan, konsultasi, pemberian modal usaha dan perlengkapan usaha, pembuatan proyek-proyek percontohan dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan ini diharapkan dilakukan oleh instansi terkait secara terpadu dengan melibatkan kalangan swasta, LSM dan masyarakat. Bidang usaha yang dikembangkan sebaiknya bersifat pengolahan, pemrosesan dan pelayanan dalam bidang pertanian, perindustrian, perdagangan dan jasa. 5.1.6 Syarat dan Prosedur Pengajuan Dana Bergulir Garda Emas Syarat penerima program Garda Emas adalah 1. Warga Kota Bogor (ber KTP Kota Bogor) 2. Pengusaha mikro/kecil 3. Sedang atau mau melakukan usaha 4. Amanah dalam mengelola dana 5. Tidak sedang menerima kredit dari program lain 6. Diketahui oleh kepala kelurahan
68
Sedangkan untuk keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera, syaratnya adalah 1. Ber-KTP Kota Bogor 2. Berasal dari Keluarga Pra Sejahtera atau Keluarga Sejahtera (atas rujukan kelurahan) 3. Sedang atau mau melakukan usaha 4. Amanah dan bersedia dibina selama masa akad kredit 5. Diketahui oleh kepala kelurahan Prosedur penyaluran dana bergulir program Garda Emas adalah sebagai berikut : 1. Masyarakat secara perorangan atau berkelompok mengajukan usulan pemanfaatan dana untuk usaha (dengan plafon maksimal Rp. 1.500.000 per orang) kepada walikota Bogor. 2. Usulan/proposal tidak usah panjang lebar (rumit) hanya berisi pokok usulan yang meliputi rencana pengelolaan usaha dan keperluan dana. 3. Usulan tersebut dapat disampaikan melalui : a. Koperasi Pembiayaan Ekonomi Kelurahan (KPEK) atau Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) yang menjadi channeling program Garda Emas di wilayahnya. b. Tim Kerja Garda Emas yang beralamat di sekretariat Gedung PPIB Jalan Pajajaran No. 10 Bogor, Telp. 0251-320745. 4. Tim teknis secara bersama-sama lembaga channeling melakukan survey (on the spot) untuk melihat kebenaran usaha dan pengelolaan kredit. 5. Lembaga channeling kemudian membuat daftar calon penerima dana yang telah disetujui. Setiap hari jumat (kalau ada pengajuan) atas persetujuan tim kerja, dana tersebut dicairkan melalui Bank Pasar setelah
69
sebelumnya dibuatkan akad oleh Tim Kerja Garda Emas antara Ketua Tim Kerja sebagai pihak pertama dengan manager lembaga channeling (KPEK atau BMT) sebagai pihak kedua. 6. Pada hari itu juga, KPEK atau BMT mencairkan dana kepada peserta program setelah sebelumnya diikat akad oleh KPEK atau BMT. 7. Sistem kredit dana bergulir Garda Emas berdasarkan syariah. 5.1.7 Sumber Dana Sumber dana yang digunakan untuk melaksanakan program Garda Emas adalah dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Kota Bogor. Pada tahun 2000 jumlah dana yang disalurkan dari APBD sebesar Rp. 285.000.000 dan pada tahun 2001 bertambah menjadi Rp. 300.000.000. Sedangkan untuk periode tahun 2002 dan 2003 besarnya sama yakni Rp. 450.000.000 (PINBUK, 2008). 5.1.8 Pelaksanaan Program Garda Emas dengan Sasaran UMKM Program Garda Emas mulai dilaksanakan pada tanggal 20 Juni 1999, dengan diadakannya acara ceremonial dari Walikota Kota Bogor kepada lembaga channeling dan penerima program Garda Emas di Balaikota Bogor. Sosialisasi program Garda Emas kepada masyarakat Kota Bogor dilakukan melalui kantorkantor kelurahan dan lembaga-lembaga channeling seperti KPEK dan BMT. Pemberdayaan
UMKM
dilakukan
dengan
menumbuhkan
dan
mengembangkan sektor usaha kecil. Pendekatan yang dilakukan untuk menumbuhkan sektor usaha kecil adalah dengan pembukaan akses-akses usaha kecil ke pasar yang lebih luas atau introduksi usaha baru yang layak dan menguntungkan. Masyarakat yang ingin ikut dalam program Garda Emas dapat
70
menyusun sebuah proposal sederhana. Dalam proposal tersebut, masyarakat sudah mencantumkan usaha apa yang akan dilakukan, berapa dana/modal yang dibutuhkan dan dimana tempat menjualnya. Kemudian Tim Kerja akan melakukan survey untuk mengecek dan melakukan studi kelayakan. Jika usaha tersebut layak, masyarakat tersebut akan mendapatkan bantuan permodalan dan pembinaan berkala dalam usahanya. Dalam survey tersebut Tim Kerja akan memberi masukan-masukan seperti introduksi usaha baru ataupun usaha yang sama namun terdapat suatu inovasi-inovasi baru yang menarik. Sedangkan untuk mengembangkan sektor usaha kecil dilakukan dengan memperkuat dan meningkatkan akses permodalan, manajemen usaha, teknologi, pemasaran dan standarisasi kualitas produk. PINBUK sebagai Tim Kerja program Garda Emas memberikan pelatihan dan pembinaan (manajemen usaha, teknologi, pemasaran dan standarisasi kualitas produk) kepada lembaga channeling kemudian lembaga channeling tersebut akan menyampaikannya kepada UMKMUMKM yang menjadi mitranya. Selain itu, Tim Kerja program Garda Emas juga mengadakan pengawasan langsung di lapangan untuk mengecek perkembangan UMKM meskipun tidak dapat menjangkau seluruh UMKM, karena jumlah UMKM yang ikut jumlahnya cukup banyak. Pengawasan secara langsung sering dilakukan oleh lembaga chanelling, karena mereka lebih mengetahui secara pasti UMKM yang menjadi mitranya. Untuk bantuan permodalan (skim kredit) langsung dilakukan oleh lembagalembaga channeling yang terdapat di tiap-tiap kelurahan, setelah sebelumnya disurvey oleh Tim Kerja. Jumlah plafon, realisasi pengembalian, presentase pengembalian dan jumlah UMKM program Garda Emas dapat dilihat pada Tabel
71
8. Apabila Usaha UMKM tersebut lancar dan menginginkan adanya peningkatan usaha, maka PINBUK akan membantu memfasilitasi UMKM tersebut untuk mendapatkan pinjaman dana dari bank. Tabel 8. Besar Plafon, Realisasi Pengembalian, Presentase Pengembalian dan Jumlah UMKM Program Garda Emas dari Tahun 2000-2007 No
Tahun
Jumlah Plafon
1 2 3 4 5 6 7 8
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007*
285.000.000 417.000.000 855.850.000 725.750.000 440.975.000 180.200.000 145.950.000 159.950.000
Realisasi Pengembalian 172.781.423 234.903.288 485.176.414 380.671.864 226.350.258 135.150.000 116.457.100 35.000.000
Presentase Pengembalian 60,63 56,33 56,69 52,45 51,33 75 79,79 21,88
Jumlah UMKM 358 477 494 470 502 184 183 186
Sumber : PINBUK, 2008 Keterangan : * masih dalam proses pengembalian karena jatuh tempo pengembalian Desember 2008
Jumlah plafon skim kredit Garda Emas dari tahun 2000-2002 berkisar antara Rp. 285.000.000 sampai Rp. 855.850.000 dengan jumlah penerima antara 358494 UMKM. Dana untuk tahun 2000 berasal dari APBD Pemerintah Kota Bogor, sedangkan untuk tahun 2001-2002 berasal dari APBD Pemerintah Kota Bogor ditambah dana pengembalian kredit dari penerima program Garda Emas sebelumnya. Hal ini dikarenakan sistem pendanaan yang dipakai adalah revolving fund atau dana yang sudah dikembalikan digulirkan kembali kepada penerima program Garda Emas yang lain. Presentase pengembalian untuk periode ini cukup baik, yakni untuk masing-masing tahun sebesar 60,63%, 56,33% dan 56,69%. Pada tahun 2003, jumlah plafon skim kredit Garda Emas sebesar Rp. 725.750.000 dengan jumlah penerima sebesar 470 UMKM, atau terjadi penurunan sebesar 24 UMKM dibanding dengan tahun 2002. Sedangkan untuk tahun 2004, karena tidak ada lagi dana dari APBD maka maka jumlah plafon turun drastis menjadi Rp. 440.975.000 dengan jumlah penerimanya sebesar 502 UMKM.
72
Presentase pengembaliannyapun paling kecil jika dibandingkan dengan tahuntahun yang lain, yakni hanya sebesar 51.33%. Hal ini disebabkan pada tahun 2004, keadaan perekonomian Indonesia masih belum stabil akibat kenaikan harga BBM sehingga berpengaruh juga kepada iklim ekonomi UMKM. Jumlah plafon skim kredit Garda Emas periode 2005-2006 relatif turun dari Rp. 180.200.000 menjadi Rp. 145.950.000 dengan jumlah penerima relatif sama yakni 184 dan 183 UMKM pada masing-masing tahun. Namun, presentase pengembalian tahun 2005 dan 2006 relatif tinggi yakni 75% dan 79,79%. Pada tahun 2007, jumlah plafon skim kredit Garda Emas sebesar Rp. 159.200.000 dengan presentase pengembalian yang sangat kecil yakni 21,88%. Hal ini karena jatuh tempo pengembalian dana untuk tahun 2007 adalah Bulan Desember 2008 sehingga masih dalam proses. Pada tahun ini pula, Pemerintah Kota Bogor berencana untuk menghentikan sementara program dana bergulir ini, karena pemerintah bersama-sama dengan Tim Kerja akan menyusun kembali program pemberdayaan UMKM yang lebih baik lagi dengan menggunakan program Garda Emas sebagai salah satu bahan pertimbangannya. Dalam proses pengembalian dana program Garda Emas ini, tentu saja terdapat beberapa hambatan seperti kemacetan, penerima meninggal dunia dan juga penerima yang tidak bertanggung jawab karena membawa kabur uang yang sudah dipinjamkan. Menurut PINBUK (2008), jumlah UMKM yang macet pada tahun 2005 dan 2006 sebesar 92 dan 104 UMKM dengan penyebabnya seperti tingginya harga bahan baku, banyaknya jumlah pesaing, bangkrut, sepinya permintaan pasar serta anggapan dari masyarakat yaitu pinjaman dana yang diberikan oleh pemerintah tidak perlu dikembalikan lagi kepada pemerintah.
73
UMKM yang mengalami kemacetan dalam pengembalian dana, akan mendapatkan solusi pemecahan usahanya baik dari PINBUK maupun dari lembaga channeling. Tidak terdapat peraturan maupun sanksi jika UMKM mengalami kemacetan, penerima meninggal dunia atau dana yang dipinjamkan dibawa kabur, hal ini dikarenakan program Garda Emas merupakan program yang berusaha menumbuhkan kemauan atau niat dari warga Kota Bogor untuk memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraannya melalui suatu usaha. Meskipun demikian, PINBUK sebagai Tim Kerja tidak bisa mengambil tindakan apabila lembaga channeling melakukan hal-hal seperti penyitaan dan lain sebagainya. Hal ini disebabkan tiap-tiap lembaga channeling memiliki prosedur atau peraturanperaturan tersendiri dalam memberikan pinjaman dana sesuai dengan AD/ART mereka masing-masing. 5.2 Perbandingan Profil UMKM Penghasil Sandal yang Tidak Ikut Program Garda Emas dengan UMKM Penghasil Sandal yang Ikut Program Garda Emas Salah satu upaya strategis dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memperkuat dasar kehidupan perekonomian dari sebagian besar rakyat Indonesia adalah melalui pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Hal ini mengingat besarnya potensi UMKM serta kegiatan usahanya yang mencakup hampir semua lapangan usaha, serta tersebar di seluruh tanah air. Pemberdayaan UMKM akan mendukung peningkatan produktivitas, penyediaan lapangan kerja yang lebih luas dan peningkatan pendapatan bagi masyarakat miskin. Maka dari itu, di era otonomi daerah seperti saat ini Pemerintah Daerah diharapkan dapat meningkatkan kemampuannya untuk dapat memberdayakan
74
UMKM-UMKM yang terdapat di daerahnya sebagai motor penggerak perekonomian di daerah. Seperti halnya pelaksanaan otonomi daerah di Kota Bogor. Untuk dapat lebih memberdayakan UMKM yang terdapat di Kota Bogor, pemerintah telah mengeluarkan program Garda Emas. Program ini diharapkan dapat menumbuhkan dan mengembangkan UMKM yang terdapat di Kota Bogor sehingga mampu meningkatkan pendapatan masyarakat. Program Garda Emas yang dimulai tahun 1999 ini perlu untuk dievaluasi, dengan
tujuan
mengetahui
bagaimana
pengaruh
program
ini
terhadap
perkembangan usaha masyarakat. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengevaluasi program Garda Emas adalah dengan membandingkan profil UMKM yang tidak ikut program Garda Emas dengan UMKM yang ikut dalam program Garda Emas. Nilai-nilai yang diperoleh merupakan rata-rata dari data yang dikumpulkan dari wawancara dan diolah dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel. Dari Tabel 9 dapat disimpulkan bahwa rata-rata penerimaan UMKM penghasil sandal yang tidak ikut program Garda Emas lebih besar daripada UMKM penghasil sandal yang ikut program Garda Emas, sehingga pendapatan yang diperolehpun juga berbeda yakni terdapat selisih pendapatan sebesar Rp. 28.700. Beberapa faktor penyebab perbedaan ini adalah jenis sandal (sandal anakanak, remaja/ dewasa), kualitas sandal, jumlah dan jarak ke tempat penjualan (toko/grosir). Sandal yang berkualitas tinggi, harganya akan lebih tinggi daripada sandal
yang
berkualitas
biasa/rendah.
Sehingga
pengrajin
yang
dapat
menghasilkan sandal berkualitas akan dapat memperoleh pendapatan yang lebih besar.
75
Semakin banyak toko/grosir maka jaringan pemasaran UMKM tersebut semakin baik, namun karena pada saat pengambilan data (wawancara) permintaan pasar sedang rendah maka produk sandal yang diproduksi lebih kecil pada UMKM penghasil sandal yang tidak ikut program daripada UMKM penghasil sandal yang ikut program Garda Emas. Jika permintaan pasar sedang tinggi seperti pada saat puasa atau hari raya, maka tentu saja jumlah sandal yang diproduksi akan lebih banyak pada UMKM penghasil sandal yang tidak ikut program Garda Emas karena mempunyai jaringan pemasaran yang lebih luas. Sedangkan jarak ke tempat penjualan (toko/grosir) mengindikasikan biaya transportasi yang dikeluarkan UMKM penghasil sandal dalam memasarkan produknya. Dapat disimpulkan dari Tabel 9 bahwa, UMKM penghasil sandal yang tidak ikut program Garda Emas jarak ke tempat penjualan lebih dekat daripada UMKM penghasil sandal yang ikut program Garda Emas, sehingga biaya transportasi yang dikeluarkan juga lebih kecil pula. Rata-rata usia dan lama pendidikan UMKM penghasil sandal yang ikut program Garda Emas tidak jauh berbeda dengan UMKM penghasil sandal yang tidak ikut program Garda Emas, karena hanya terpaut 1 tahun saja. Sedangkan untuk rata-rata lama usaha mereka jauh berbeda, karena terdapat selisih yang cukup besar yakni 5 tahun. Hal inilah yang mengakibatkan, UMKM penghasil sandal yang ikut program Garda Emas dapat menghasilkan sandal yang lebih banyak daripada UMKM penghasil sandal yang tidak ikut program Garda Emas, serta dengan pengalaman yang tinggi mereka dapat menghasilkan model sandal yang menarik (sesuai dengan trend pasar) meskipun permintaan pasar sedang rendah. Selain itu, meskipun usia pemilik UMKM penghasil sandal rata-rata
76
sudah diatas 40 tahun tahun, faktor usia tidak mempengaruhi jalannya suatu produksi. Hal ini dikarenakan, usaha produksi sandal merupakan usaha keluarga sehingga mereka mempunyai anak atau saudara yang membantu pemilik untuk menjalankan
usahanya.
Begitu
juga
dengan
faktor
pendidikan,
untuk
menghasilkan sandal yang berkualitas tidak diperlukan menempuh pendidikan yang tinggi, karena terbukti dengan hanya lulusan Sekolah Dasar mereka sudah dapat menghasilkan sandal yang menarik dan berkualitas. Rata-rata jumlah mesin jahit yang digunakan UMKM penghasil sandal yang tidak ikut program Garda Emas lebih banyak daripada UMKM penghasil sandal yang ikut program Garda Emas. Tetapi hal ini tidak dapat menunjukkan, dengan banyak mesin jahit akan menghasilkan sandal yang lebih banyak pula. Hal ini karena tergantung dari model sandal yang dihasilkan, apabila banyak menggunakan jahitan maka tentu saja dengan banyak mesin jahit akan mempercepat proses produksi. UMKM penghasil sandal yang tidak ikut program Garda Emas rata-rata lebih banyak mempunyai pekerja daripada UMKM penghasil sandal yang ikut program Garda Emas. Namun hal ini tidak dapat berarti dengan banyak pekerja maka banyak pula sandal yang dihasilkan, karena sistem upahnya adalah per kodi per pekerja maka jumlah sandal yang dihasilkan oleh pekerja tergantung dari motivasi pekerja tersebut. Dari hasil uji dua varian, nilai Pvalue untuk penerimaan sebesar 0,09 dan pendapatan sebesar 0,591 (Lampiran 4 dan 5). Maka tidak tolak H0 pada taraf kesalahan 5 persen, artinya baik penerimaan maupun pendapatan, varian antara
77
UMKM penghasil sandal yang tidak ikut program Garda Emas sama dengan varian UMKM penghasil sandal yang ikut dalam program Garda Emas. Kemudian untuk uji rata-rata dua sampel kecil independen pada Lampiran 6 dan 7 memperlihatkan, bahwa nilai Pvalue penerimaan sebesar 0.363 dan pendapatan sebesar 0,889. Maka dapat disimpulkan tidak tolak H0 pada taraf kesalahan 5 persen. Artinya baik penerimaan maupun pendapatan UMKM penghasil sandal antara yang tidak ikut program maupun yang ikut program Garda Emas adalah sama. Tabel 9. Perbandingan Profil UMKM Penghasil Sandal yang Tidak Ikut Program Garda Emas dengan UMKM Penghasil Sandal yang Ikut Program Garda Emas No
1 2
Profil
Penerimaan (Rp/minggu) Pendapatan (Rp/minggu) 3 Usia (tahun) 4 Lama usaha (tahun) 5 Pendidikan (tahun) 6 Jumlah sandal yang dihasilkan (kodi) 7 Jumlah tenaga kerja (orang) 8 Jumlah mesin jahit (unit) 9 Jumlah toko (unit) 10 Jarak ke toko (km) Jumlah responden Keterangan : 1 kodi = 20 pasang
UMKM Penghasil Sandal yang Tidak Ikut Program Garda Emas 11.464.200 758.700
UMKM Penghasil Sandal yang Ikut Program Garda Emas 8.935.000 730.000
42 11 8 46
43 16 7 53
8
6
4 3 19,3 31
3 2 30,3 10
Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa program Garda Emas masih belum efektif dalam memberdayakan UMKM penghasil sandal yang ikut program jika ditinjau dari penerimaan dan pendapatannya. Selain itu, jika dilihat dari Lampiran 2 sebanyak 27 responden yang pernah ikut dalam program Garda Emas tidak berproduksi lagi. Hal ini berarti, baik bantuan modal maupun pembinaan yang telah diberikan belum mampu membantu UMKM penghasil sandal dalam mengembangkan usahanya, sehingga Pemerintah Kota Bogor perlu melakukan
78
suatu penelitian lebih lanjut agar dapat diketahui kekurangan-kekurangan dalam program Garda Emas dan hasilnya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun program pemberdayaan UMKM selanjutnya. Maka hipotesis pertama yaitu “penerimaan dan pendapatan UMKM penghasil sandal yang ikut program Garda Emas lebih besar secara nyata daripada penerimaan dan pendapatan UMKM penghasil sandal yang tidak ikut program Garda Emas” ditolak, karena setelah dianalisis dengan menggunakan uji rata-rata dua sampel kecil independen ternyata penerimaan dan pendapatan UMKM penghasil sandal yang tidak ikut program Garda Emas sama dengan UMKM penghasil sandal yang ikut dalam program Garda Emas. 5.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan UMKM yang Ikut Program Garda Emas dengan UMKM yang Tidak Ikut Program Garda Emas 5.3.1 Deskriptif Statistik Variabel-Variabel Penelitian Berdasarkan Lampiran 8, rata-rata UMKM penghasil sandal yang tidak ikut program Garda Emas lebih tinggi dari UMKM penghasil sandal yang ikut program Garda Emas yakni pada variabel pendapatan, penerimaan, jumlah tenaga kerja, jumlah mesin jahit, pendidikan dan jumlah tanggungan. Sedangkan untuk variabel jarak ke tempat penjualan, usia dan lama usaha, rata-rata lebih tinggi pada UMKM penghasil sandal yang ikut program Garda Emas. Dari 9 variabel penelitian, 7 variabel yakni penerimaan, jumlah tenaga kerja, jumlah mesin jahit, usia, lama usaha, pendidikan dan jumlah tanggungan menjelaskan bahwa keragaman data lebih tinggi pada UMKM penghasil sandal yang tidak ikut program Garda Emas daripada UMKM penghasil sandal yang ikut program Garda Emas. Sedangkan 2 variabel lainnya yakni pendapatan dan jarak
79
ke tempat penjualan, keragaman datanya lebih tinggi pada UMKM penghasil sandal yang ikut program Garda Emas. Sedangkan jika berdasarkan nilai minimumnya, secara keseluruhan UMKM penghasil sandal yang ikut program Garda Emas lebih tinggi daripada UMKM penghasil sandal yang tidak ikut program Garda Emas, hanya variabel jumlah mesin jahit, jarak ke tempat penjualan, lama usaha dan jumlah tanggungan yang nilainya sama. Namun jika berdasarkan nilai maksimum, secara keseluruhan lebih tinggi pada UMKM penghasil sandal yang tidak ikut program Garda Emas. Nilai yang sama dengan UMKM penghasil sandal yang ikut program Garda Emas hanya variabel pendapatan. Dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan UMKM penghasil sandal baik yang tidak ikut program maupun yang ikut program Garda Emas, digunakan analisis regresi berganda dengan menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square). Metode ini digunakan karena dalam menentukan pendapatan UMKM penghasil sandal ada banyak variabel yang dianggap mempengaruhinya. Data yang ada diolah dengan menggunakan perangkat lunak Minitab release 14. Adapun hasil analisis regresi berganda dari pengolahan data primer di lapang seperti yang terlihat pada Tabel 10. 5.3.2 Uji Statistik Model a. Uji Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi (Goodness of Fit) merupakan ukuran yang penting dalam regresi, karena dapat menginformasikan baik atau tidak model yang terestimasi. Dengan kata lain, nilai R2 tersebut dapat mengukur seberapa dekatkah garis regresi yang terestimasi dengan data sesungguhnya. Hasil pendugaan
80
terhadap model diperoleh koefisien determinasi (R2) sebesar 88,5 persen (Tabel 10) yang artinya bahwa 88,5 persen keragaman pendapatan UMKM penghasil sandal dapat dijelaskan oleh variabel-variabel dalam model tersebut. Sedangkan sisanya (11,5 persen), keragaman pendapatan UMKM penghasil sandal diterangkan oleh variabel-variabel lain diluar model yang digunakan. Tabel 10. Hasil Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan UMKM Penghasil Sandal, baik yang Tidak Ikut Program Garda Emas maupun yang Ikut Program Garda Emas Peubah Konstanta Ln X1 Ln X2 Ln X3 Ln X4 Ln X5 Ln X6 Ln X7 Ln X8 D1 D2 D3 D4 D5 S = R-Sq = R-Sq (adj) = Keterangan :
Standard Error Koefisien T 0,152 2,502 0,06 0,8915 0,1460 6,10 -0,3495 0,1915 -1,82 -0,0120 0,1423 -0,08 -0,06514 0,04913 1,33 -0,3958 0,2578 1,53 0,11195 0,08265 1,35 0,1764 0,1298 1,36 0,0504 0,1127 0,45 0,1440 0,1322 1,09 0,5434 0,1985 2,74 0,3860 0,1639 2,36 0,1359 0,1381 0,98 -0,0521 0,1246 -0,42 0,289003 F-statistic 88,5 % Prob (F-statistic) 82,9 % * nyata pada selang kepercayaan 95 persen ** nyata pada selang kepercayaan 85 persen *** nyata pada selang kepercayaan 80 persen
P 0,952 0,000* 0,079** 0,933 0,196*** 0,136** 0,187*** 0,185*** 0,658 0,286 0,011* 0,026* 0,334 0,679 = =
VIF 4,4 5,3 3,5 1,8 1,7 1,9 1,6 1,6 1,7 4,8 2,9 1,7 1,4 15,94 0,000
b. Uji F-statistik Untuk
mengetahui
apakah
variabel
bebas
secara
bersama-sama
mempengaruhi variabel tidak bebas maka digunakan Uji F-statistik. Pada Tabel 10 nilai probability F-statistik sebesar 0,000 yang berarti tolak H0 pada selang kepercayaan 95 persen. Tolak H0 mengandung pengertian bahwa model tersebut dapat digunakan untuk meramalkan hubungan antara penerimaan, jumlah tenaga kerja, jumlah mesin jahit, jarak ke tempat penjualan, usia, lama usaha, pendidikan,
81
jumlah tanggungan, sumber modal, skala usaha, pelatihan dan jenis UMKM dengan pendapatan UMKM penghasil sandal. 5.3.3 Uji Ekonometrika a. Multikolinearitas Interpretasi dari persamaan regresi berganda secara implisit bergantung pada asumsi bahwa variabel-variabel bebas dalam persamaan tersebut tidak saling berkorelasi. Koefisien-koefisien regresi biasanya diinterpretasikan sebagai ukuran perubahan variabel terikat jika salah satu variabel bebasnya naik sebesar satu unit dan seluruh variabel bebasnya dianggap tetap. Namun, interpretasi ini menjadi tidak benar apabila terdapat hubungan linear antara variabel bebas (Chattejee and Price, 1977 dalam Nachrowi dan Usman, 2005). Salah satu cara untuk melihat apakah terdapat gejala multikolinearitas pada model adalah dengan melihat nilai Variance Inflation Factors (VIF) pada masingmasing peubah bebasnya. Pada Tabel 10 nilai VIF masing-masing variabel nilainya kurang dari 10, artinya dalam model tersebut tidak terdapat gejala multikolinearitas. b. Heterokedastisitas Salah satu asumsi yang harus dipenuhi dalam analisis regresi berganda agar taksiran dalam model bersifat BLUE adalah var (ui) harus sama dengan σ2, atau dengan kata lain semua residual atau error mempunyai varian yang sama. Gambar 4 memperlihatkan bahwa plot antara residual dengan fitted value menunjukkan tidak adanya pola yang sistematis, sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat heterokedastisitas dalam persamaan model regresi berganda yang dibuat.
82
5.3.4 Variabel-Variabel yang Berpengaruh Nyata dan yang Tidak Nyata Terhadap Pendapatan UMKM Penghasil Sandal Berdasarkan uji statistik dan uji ekonometrika tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa model yang diperoleh sudah cukup baik. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan UMKM penghasil sandal baik yang berpengaruh nyata maupun tidak berpengaruh nyata, akan digunakan uji t. R e s i d u a l s V e r s u s th e F i tte d V a l u e s (r e s p o n s e is Ln Y ) 1 .0 0 0 .7 5
Residual
0 .5 0 0 .2 5 0 .0 0 - 0 .2 5 - 0 .5 0 1 2 .0
1 2 .5
1 3 .0 1 3 .5 Fit t e d V a lu e
1 4 .0
1 4 .5
Gambar 4. Plot Antara Residual dengan Fitted Value
Adapun pembahasan untuk masing-masing variabel bebas adalah sebagai berikut : 1. Penerimaan (LnX1) Hasil analisis regresi pada Tabel 10 menunjukkan bahwa penerimaan (LnX1) berhubungan positif dengan pendapatan (LnY), artinya semakin tinggi penerimaan yang diperoleh oleh pengrajin sandal maka pendapatan mereka juga akan semakin meningkat. Pada selang kepercayaan 95 persen variabel penerimaan berhubungan nyata dengan pendapatan dengan besar koefisien sebesar 0,8915. Artinya jika penerimaan naik sebesar 1 persen maka pendapatan akan naik sebesar 0,8915 persen. Penerimaan berkaitan erat dengan jumlah sandal yang berhasil
83
dijual serta tingkat harga yang disepakati antara pengrajin dengan toko/grosir. Apabila permintaan pasar akan produk sandal sedang tinggi maka pengrajin akan memperoleh penerimaan yang tinggi sehingga pendapatan akan semakin meningkat. Begitu pula sebaliknya, apabila pasar sedang sepi maka pengrajin akan berusaha mencari pasar yang lain karena pasar yang sebelumnya cenderung tetap atau menurun. Hal ini mengakibatkan penerimaan tetap atau menurun dan biaya transaksi akan meningkat sehingga pendapatan menurun. 2. Jumlah Tenaga Kerja (LnX2) Nilai koefisien variabel jumlah tenaga kerja (LnX2) sebesar -0,3495, artinya setiap penambahan tenaga kerja sebesar 1 persen maka pendapatan (LnY) akan turun sebesar 0,3495 persen. Nilai probability t-statistik sebesar 0,079 menjelaskan bahwa variabel jumlah tenaga kerja (LnX2) berpengaruh nyata terhadap variabel pendapatan (LnY). Dengan semakin banyak tenaga kerja maka akan semakin banyak biaya yang dikeluarkan untuk mengupah tenaga kerja tersebut sehingga pendapatan yang pengrajin peroleh akan berkurang. 3. Jumlah Mesin Jahit (LnX3) Mesin jahit merupakan salah satu alat yang diperlukan dalam memproduksi sandal, meskipun masih ada alat yang lain seperti gurinda dan mesin pres. Namun untuk gurinda dan mesin pres tidak semua pengrajin memilikinya, selain karena harganya yang mahal juga karena alat tersebut tidak terlalu dibutuhkan (tergantung dari model sandal yang akan diproduksi). Hal ini terbukti dari nilai probability t-statistik sebesar 0,933 sehingga tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan.
84
3. Jarak ke Tempat Penjualan (LnX4) Variabel jarak (LnX4) dalam penelitian ini merupakan jarak antara tempat produksi (bengkel) dengan tempat penjualan (toko/grosir). Semakin jauh jaraknya maka akan semakin besar biaya yang harus dikeluarkan pengrajin, baik biaya transportasi, biaya sewa kendaraan maupun biaya lainnya sehingga pendapatan yang diperoleh pengrajin semakin berkurang. Hal ini terbukti dengan besar nilai koefisien sebesar -0,06514 dan berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 80 persen. Artinya setiap kenaikan jarak sebesar 1 persen maka pendapatan akan berkurang sebesar 0,06514 persen. 4. Usia (LnX5) Nilai koefisien variabel usia adalah -0,3958, yang berarti bahwa jika usia bertambah sebesar 1 persen maka pendapatan akan berkurang sebesar 0,3958 persen dan variabel usia berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 85 persen. Tingkat usia pengrajin sandal menunjukkan kemampuan pengrajin dalam memproduksi sandal baik membuat model maupun dalam pemasarannya, sehingga dibutuhkan stamina yang kuat agar dapat menunjang mobilitas pengrajin. Jadi usia yang semakin tua akan dapat menurunkan kemampuan pengrajin, yang pada akhirnya akan berdampak terhadap berkurangnya pendapatan pengrajin. 5. Lama Usaha (LnX6) Lama usaha (LnX6) memperlihatkan pengalaman dan keterampilan yang dimiliki oleh pengrajin dalam memproduksi sandal. Hasil analisis regresi menunjukkan nilai koefisien lama usaha sebesar 0,11195 yang berarti bahwa setiap peningkatan lama usaha sebesar 1 persen akan meningkatkan pendapatan
85
sebesar 0,11195 persen. Variabel lama usaha berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 80 persen, karena dengan semakin tinggi lama usaha semakin tinggi pula pengalaman dan keterampilan mereka, apalagi dengan situasi perekonomian yang kurang kondusif seperti sekarang ini. Permintaan pasar yang sepi dan naiknya harga bahan baku menuntut mereka untuk melakukan inovasi-inovasi baru, agar produksi tetap lancar serta tingkat kesejahteraan dapat dipertahankan dan ditingkatkan. 6. Pendidikan (LnX7) Nilai koefisien variabel pendidikan (LnX7) sebesar 0,1764 dan berpengaruh nyata terhadap pendapatan pada selang kepercayaan 80 persen. Artinya bila pendidikan bertambah sebesar 1 persen maka pendapatan akan bertambah sebesar 0,1764 persen. Pendidikan memperlihatkan pengetahuan dan kemauan yang tinggi dalam menambah wawasan baru, baik dalam inovasi produk maupun dalam perluasan jaringan kerja, sehingga semakin tinggi pendidikan pengrajin semakin tinggi pula produksi dan pemasaran yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan pengrajin. 7. Jumlah Tanggungan (LnX8) Jumlah tanggungan keluarga (LnX8) merupakan banyaknya (jiwa/ rumah tangga) jumlah anggota keluarga yang masih menjadi tanggungan pengrajin. Variabel jumlah tanggungan memiliki nilai probability t-statistik sebesar 0,658, sehingga variabel ini tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan pada selang kepercayaan 80 persen.
86
8. Sumber Modal (D1) Sumber modal (D1) tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan (LnY) pada selang kepercayaan 80 persen, karena memiliki nilai probability t-statistik sebesar 0,286. Artinya tidak ada perbedaan pendapatan yang nyata antara pengrajin yang menggunakan modal sendiri dengan pengrajin yang menggunakan modal dari toko/grosir dalam menghasilkan sandal. Menurut pengrajin, darimanapun sumber modal yang mereka peroleh akan mereka pergunakan sebaik mungkin untuk memproduksi sandal. Hal ini karena usaha ini sudah ditekuni sejak lama dan hanya dari pekerjaan inilah mereka mendapatkan pendapatan keluarga. 9. Skala Usaha (D2 dan D3) Skala usaha mencerminkan jumlah produk sandal yang dapat dihasilkan pengrajin dalam periode waktu tertentu. Dalam penelitian ini, skala usaha dibagi menjadi tiga yaitu skala usaha besar (≥50 kodi per minggu), skala usaha menengah (21 kodi – 49 kodi per minggu) dan skala usaha kecil (≤20 kodi per minggu). Pada Tabel 10 nilai probability t-statistik untuk skala usaha besar (D2) dan skala usaha menengah (D3) sebesar 0,011 dan 0,026 sehingga keduanya berpengaruh nyata terhadap pendapatan (LnY) pada selang kepercayaan 95 persen. Artinya terdapat perbedaan pendapatan antara skala usaha besar dengan skala usaha menengah dan kecil, serta antara skala usaha menengah dengan skala usaha besar dan kecil. Faktor ini berkaitan erat dengan kemampuan produksi, semakin besar skala usaha maka biaya per satuan menjadi lebih kecil sehingga dapat memasarkan produk secara lebih efisien.
87
10. Pelatihan (D4) Suatu kegiatan pelatihan dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan ketrampilan
dan
pengetahuan.
Dalam
memproduksi
sandal
diperlukan
kemampuan khusus dan pengetahuan cukup agar dapat dihasilkan sandal yang berkualitas dan dapat dengan mudah diserap pasar. Variabel pelatihan (D4) pada tabel 10 memiliki nilai probability t-statistik sebesar 0,343 sehingga tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan (LnY) pada selang kepercayaan 80 persen. Menurut pengrajin, mereka sudah merasa cukup dengan ketrampilan dan pengetahuan yang mereka miliki yang sudah mereka dapatkan dari keluarga secara turun-temurun (Home Industry), yang mereka butuhkan adalah bantuan modal untuk menutupi biaya produksi. 11. Jenis UMKM (D5) Variabel jenis UMKM (D5) mempunyai nilai probability t-statistik sebesar 0,679 yang berarti, tidak ada perbedaan secara nyata antara pendapatan (LnY) UMKM penghasil sandal yang ikut dalam program Garda Emas dengan pendapatan UMKM penghasil sandal yang tidak ikut program Garda Emas pada selang kepercayaan 80 persen. Interpretasi ini juga memperkuat uji rata-rata dua sampel kecil independen, yang juga menyatakan bahwa pendapatan UMKM penghasil sandal yang ikut program Garda Emas adalah sama secara nyata dengan pendapatan UMKM penghasil sandal yang tidak ikut dalam program Garda Emas. Dari uji t diatas, maka hipotesis kedua “adanya hubungan positif dan nyata antara penerimaan, lama usaha, tingkat pendidikan dan jumlah tanggungan dengan pendapatan UMKM penghasil sandal” ditolak, karena nilai dari probability t-
88
statistik variabel jumlah tanggungan adalah 0,658 sehingga tidak nyata pada selang kepercayaan 80 persen. Hipotesis ketiga, yaitu “adanya hubungan negatif dan nyata antara usia, jumlah tenaga kerja, jumlah mesin jahit dan jarak ke tempat penjualan (toko/grosir) dengan pendapatan UMKM penghasil sandal” ditolak, sebab nilai probability t-statistik variabel jumlah mesin jahit adalah 0,933 sehingga tidak nyata pada selang kepercayaan 80 persen.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan 1. Pemberdayaan
UMKM
dilakukan
dengan
menumbuhkan
dan
mengembangkan sektor usaha kecil. Pendekatan yang dilakukan untuk menumbuhkan sektor usaha kecil adalah dengan pembukaan akses-akses usaha kecil ke pasar yang lebih luas atau introduksi usaha baru yang layak dan menguntungkan. Sedangkan untuk mengembangkan sektor usaha kecil dilakukan dengan memperkuat dan meningkatkan akses permodalan, manajemen usaha, teknologi, pemasaran dan standarisasi kualitas produk. 2. Berdasarkan hasil uji rata-rata dua sampel kecil independen, baik penerimaan maupun pendapatan UMKM penghasil sandal antara yang ikut program maupun yang tidak ikut program Garda Emas adalah sama, sehingga dapat disimpulkan program Garda Emas masih belum efektif dalam memberdayakan UMKM penghasil sandal yang ikut program jika ditinjau dari penerimaan dan pendapatannya. 3. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan UMKM penghasil sandal (LnY) adalah penerimaan (LnX1), jumlah tenaga kerja (LnX2), jarak ke tempat penjualan (LnX4), usia (LnX5), lama usaha (LnX6), pendidikan (LnX7), dan skala usaha (D2 dan D3). Sedangkan faktor-faktor yang tidak berpengaruh secara nyata adalah jumlah mesin jahit (LnX3), jumlah tanggungan (LnX8), sumber modal (D1), pelatihan (D4) dan jenis UMKM (D5).
90
6.2 Saran 1. Sebaiknya Pemerintah Kota Bogor membentuk suatu lembaga yang dapat menampung sekaligus menjual sandal. Hal ini dengan tujuan untuk meningkatkan promosi berbagai model sandal serta mengefisienkan dalam pemasarannya, sehingga diharapkan jaringan usaha dapat terus meluas dan penjualan setiap tahun dapat ditingkatkan, serta dapat mengurangi persaingan yang tidak sehat antar pengrajin sandal (penjatuhan harga). 2. Salah satu faktor yang mempengaruhi pendapatan UMKM adalah skala usaha, sehingga sebaiknya pemerintah Kota Bogor khususnya Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi membentuk suatu Tim Kerja/Lembaga yang dapat membantu UMKM dalam mengakses lembaga keuangan seperti bank. Hal ini karena, UMKM pada dasarnya kesulitan dalam memenuhi segala persyaratan yang ditentukan oleh perbankan. 3. Hasil penelitian ini dirasa masih kurang memberikan gambaran dan indikator secara menyeluruh apakah program Garda Emas berdampak positif dalam pemberdayaan UMKM. Hal ini disebabkan jumlah UMKM yang ikut program Garda Emas cukup banyak dengan berbagai jenis usaha, sehingga diperlukan penelitian
lanjut
mengenai
dampak
memberdayakan UMKM di Kota Bogor.
program
Garda
Emas
dalam
DAFTAR PUSTAKA
Anggreni, Yhushinta Hesti. 2006. Analisis Efektivitas Kredit UKM (Studi Kasus UKM Nasabah KBMT Binaul Ummah, Kelurahan Pamoyanan, Bogor Selatan). Skripsi. Departemen Manajemen. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. IPB. Bogor Badan Pusat Statistik dan Kementrian Negara Koperasi dan UKM 2006. ‘Survey Kebutuhan Bahan Bakar Minyak Usaha Mikro, Kecil dan Menengah’. Kerjasama BPS dengan Program Pengembangan Sistem Pendukung Usaha bagi UMKM Kementrian Negara Koperasi dan UKM. Jakarta Berita Resmi Statistik. 2007. ‘Tingkat Kemiskinan di Indonesia Tahun 2007’. No. 38/07/Th. X. BPS. Jakarta Fansuri, Asep Helmi. 2006. Analisis Perumusan Dan Penerapan Sistem Akuntansi pada Usaha Kecil Menengah (Studi Kasus pada UKM Ozi Aircraft Model Bogor). Skripsi. Departemen Manajemen. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. IPB. Bogor Gandaniati, Mira Nur. 2007. Strategi Pengembangan UKM Kerajinan dengan Pendekatan Aksi Partisipatif (Studi Kasus UKM Ozi Aircraft Models, Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor). Skripsi. Departemen Manajemen. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. IPB. Bogor Gujarati, Damodar. 1997. Ekonometrika Dasar. Penerjemah Soemarno. Erlangga : Jakarta Hafsah, Mohammad Jafar. ‘Upaya Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah UKM’http://www.smecda.com/deputi7/file_infokop/EDISI%2025/penge mb_UKM.pdf Hidayatulloh, M. Taufik. 2002. Motivasi Pengrajin dalam Usaha Meningkatkan Pendapatan Melalui Industri Kerajinan Sandal (Kasus Pengrajin Sepatu Sandal di Kelurahan Cikaret, Kota Bogor). Tesis. Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor Inayati, Hani. 2006. Dampak Kenaikan Harga BBM Terhadap Pendapatan dan Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Sopir Angkot serta Keuntungan Usaha Angkot di Kota Bogor (Studi Kasus Trayek 03 Jurusan Baranangsiang- Bubulak). Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. IPB. Bogor Kementrian Negara Koperasi dan UKM RI 2007. ‘Petunjuk Teknis Program Pembiayaan Produktif Koperasi dan Usaha Mikro (P3KUM) Pola Syariah’. Kementrian Negara Koperasi dan UKM. Jakarta
92
Lipsey, Richard G, Paul N. Courant, Douglas D. Purvis & Peter O. Steiner. 1995. Pengantar Mikroekonomi Jilid 1. Edisi ke sepuluh. Penerjemah A. Jaka Wasana & Kirbrandoko. Binarupa Akasara : Jakarta Mubyarto. 2001. ‘Mengatasi Krisis Moneter Melalui Penguatan Ekonomi Rakyat’. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol. 16. No. 2. Hal 97110 Nachrowi, Nachrowi Djalal & Hardius Usman. 2005. Penggunaan Teknik Ekonometri. Edisi Revisi. PT Raja Grafindo Persada : Jakarta 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia : Jakarta Nainggolan, Eben Eser. 2006. Strategi Pengembangan Kredit UKM Bank XYZ pada Sentra Bisnis Pasar Cipulir Jakarta. Tesis. Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia : Jakarta Nicholson, Walter. 2002. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Edisi kedelapan. Penerjemah Bayu Mahendra dan Abdul Aziz. Erlangga : Jakarta Oktiya, Ana. 2006. Analisis Rantai Pasokan Terhadap Produktivitas di UKM Keramik Klampok Banjarnegara. Skripsi. Departemen Manajemen. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. IPB. Bogor Purbo Utami, Nora. 2007. Perumusan dan Penerapan Sistem Informasi Akuntansi untuk Mengevaluasi Kinerja Keuangan (Studi Kasus UKM A Bogor). Skripsi. Departemen Manajemen. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. IPB. Bogor Sukardi, H.M. 2003.’Studi Kelembagaan dan Sistem Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah’. Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen. Vol. 3. No. 1. Hal 40-50 Susilo, Setyo. 2005. Pengaruh Karakteristik dan Perilaku UKM, serta Sistem Pembiayaan Terhadap Penyaluran Pembiayaan BNI Syariah. Tesis. Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor Susilowati, Gabriella. 2005. Manajemen Mutu UKM Agribisnis Jeruk Keprok Garut. Tesis. Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor Tim Teknis Program Garda Emas. 1999. Gerakan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat. Tim Teknis Program Garda Emas. Bogor
93
Utami, Anajanti Tri. 2003. Potensi Usaha Keripik Ikan Teri Wader untuk Meningkatkan Pendapatan UKM. Tesis. Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor Wahyuni, Ekawati Sri. 2004. Pedoman Teknis Menulis Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor Walpole, Ronald E. 1995. Pengantar Statistika. Edisi ketiga. PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta Wardana, Rafida. 2006. Penerapan Sistem Manajemen dalam Meningkatkan Kinerja Usaha UKM. Tesis. Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor Widiyastuti, Sri. 2007. Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) Tas Wanita (Studi Kasus UKM Lifera Hand Bag Collection Bogor). Skripsi. Departemen Manajemen. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. IPB. Bogor Wrihatnolo, Rendy R. 2006. ‘Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat’. Majalah Perencanaan Pembangunan. Edisi 01/Th. XII/OktoberDesember 2006. Hal 26-33 Yuni. 2003. Respon Pengusaha Kecil Terhadap Kredit Usaha Kecil dan Hubungannya dengan Perkembangan Usaha (Kasus Pedagang di Pasar Anyar dan Pasar Bogor, Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat). Skripsi. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor Situs Bank Dunia http://siteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Publicati on/280016-1106130305439/617331-1110769011447/8102961110769073153/reducingpoverty.pdf
LAMPIRAN
94
Lampiran 1. Daftar UMKM Penghasil Sandal yang Dijadikan Responden No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41
Nama M. Sabit Wawik Wahyudin Dadang Maulana Ela Diding Agus Aedi Sukardi Muhidin Usup Obay Ahmat Jajat H. Abdul Mapahir Sape’i Asep Aminudin Mulyadi Yusuf Yusuf Aas M. Yusuf Abdurrohman Dede Supriadi Ma’mun Rohman Mulyana (Edi) Syaiful Jamil Hendra Ahmad Muhammad Hen-Hen Wawan Oo Sanusi Surjadi Affandi Ade Madnur Neneng Ja’i E. Handayani Agus Setiawan Aning Maosul Udin Saefudin
Kelurahan Cikaret Cikaret Cikaret Cikaret Cikaret Cikaret Cikaret Cikaret Cikaret Cikaret Pamoyanan Cikaret Cikaret Cikaret Cikaret Cikaret Cikaret Cikaret Cikaret Cikaret Cikaret Cikaret Cikaret Cikaret Cikaret Cikaret Cikaret Cikaret Cikaret Cikaret Cikaret Pamoyanan Pamoyanan Cikaret Mulyaharja Pamoyanan Mulyaharja Pamoyanan Pamoyanan Pamoyanan Cikaret
Ikut/Tidak Ikut Program Garda Emas Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ikut Ikut Ikut Ikut Ikut Ikut Ikut Ikut Ikut Ikut
95
Lampiran 2. Daftar UMKM Penghasil Sandal yang Tidak Dapat Dijadikan Responden No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
Nama Asep Nurjaman Rochmat Asep Nikmatullah Ahmat Jajat H. Abdul Mapahir Dedi Mulyawan Uci Acun Sayuti Jaji Supriatna Engkos Ali Oman Hj. Nurjanah Mamat Siti Zubaedah E. Saefullah Mat Juraeni Edi Karmadi H. Zaenudin Edi Sudrajat Muhtar Obay Sayuti Indun Sayuti Ruslan Badrudin R. Nasrul Subadri Acep Yedi Makmur Nurwijaya Sa’ir Cecep Ahyar Sujana Sutrisno Agus Sopian Acing Cahyadi Cecep Ikhar Widawati
Akad Pembiayaan 25 Oktober 2002 25 Oktober 2002 25 Oktober 2002 10 November 2000 10 November 2000 10 November 2000 31 Agustus 2000 31 Agustus 2000 31 Agustus 2000 23 September 1999 23 September 1999 23 September 1999 23 September 1999 22 November 2002 13 Februari 2002 2 Januari 2001 8 November 2001 20 Desember 2002 18 Maret 2000 30 September 2002 31 Agustus 2000 31 Agustus 2000 31 Agustus 2000 29 Maret 2001 29 Maret 2001 31 Maret 2001 25 Mei 2001 31 Agustus 2000 31 Agustus 2000 31 Agustus 2000 1 Desember 2000 21 Mei 2001 10 November 2000 10 November 2000 10 November 2000 10 November 2000 10 November 2000 10 November 2000 2003
Keterangan Berproduksi musiman Pindah rumah Pindah rumah Almarhum Hanya didata saja Hanya didata saja Alamat tidak jelas Tidak produksi sandal lagi Tidak produksi sandal lagi Tidak produksi sandal lagi Tidak produksi sandal lagi Tidak produksi sandal lagi Tidak produksi sandal lagi Tidak produksi sandal lagi Alamat tidak jelas Tidak produksi sandal lagi Almarhum Tidak produksi sandal lagi Pindah rumah Tidak produksi sandal lagi Tidak produksi sandal lagi Tidak produksi sandal lagi Tidak produksi sandal lagi Tidak produksi sandal lagi Tidak produksi sandal lagi Tidak produksi sandal lagi Tidak produksi sandal lagi Tidak produksi sandal lagi Tidak produksi sandal lagi Tidak produksi sandal lagi Tidak produksi sandal lagi Tidak produksi sandal lagi Alamat tidak jelas Tidak produksi sandal lagi Tidak produksi sandal lagi Tidak produksi sandal lagi Tidak produksi sandal lagi Tidak produksi sandal lagi Alamat tidak jelas
96
Lampiran 3. Normality Test Data Penerimaan UMKM Penghasil Sandal yang Tidak Ikut dan yang Ikut Program Garda Emas P r o b a b i l i ty P l o t o f U M K M y a n g T i d a k Ik u t P r o g r a m Norm a l 99 M ean S tD e v N KS P - V a lu e
95 90
11 4 6 4 1 9 4 8206313 31 0 .1 8 4 < 0 .0 1 0
80
Percent
70 60 50 40 30 20 10 5
1
-10000000
0
10000000 20000000 30000000 UM K M y a n g Tid a k Iku t P r o g r a m
40000000
P r o b a bility P lo t o f U M K M y a ng Ik u t P r o gr a m Norm al 99 M ean S tD e v N KS P - V a lu e
95 90 80
Percent
70 60 50 40 30 20 10 5
1
0
5000000 10000000 15000000 UM K M y a n g Ik u t P r o g r a m
20000000
8935000 4771213 10 0 .2 3 1 0 .1 3 4
97
Lampiran 4. Normality Test Data Pendapatan UMKM Penghasil Sandal yang Tidak Ikut dan yang Ikut Program Garda Emas
P r o b a b il ity P lo t o f U M K M y a n g T id a k Ik u t P r o g r a m Norm a l 99
95 90
M ean S tD e v N KS P - V a lu e
7 5 8 71 0 5 4 3 34 0 31 0 . 19 6 < 0 . 01 0
M ean S tD e v N KS P - V a lu e
7 3 0 00 0 6 1 1 10 1 10 0 . 24 7 0 . 08 4
80
Percent
70 60 50 40 30 20 10 5
1
-500000
0
500000 1000000 1500000 UM K M y a n g T id a k Ik u t P r o g r a m
2000000
P r o b a bility P lo t o f U M K M y a ng Ik ut P r o gr a m Norm a l 99
95 90 80
Percent
70 60 50 40 30 20 10 5
1
-1 0 0 0 0 0 0
-5 0 0 0 0 0
0
500000
1000000
1500000
UM K M y a n g Ik u t P r o g r a m
2000000
2500000
98
Lampiran 5. Hasil Uji Dua Varian Penerimaan Test for Equal Variances: UMKM yang Tidak Ikut Program; UMKM yang Ikut Program 95% Bonferroni confidence intervals for standard deviations
UMKM yang Tidak Ikut Program UMKM yang Ikut Program
N 31 10
Lower 6358675 3120961
StDev 8206313 4771213
F-Test (normal distribution) Test statistic = 2.96; p-value = 0.090
Levene's Test (any continuous distribution) Test statistic = 0.51; p-value = 0.479
Upper 11466374 9607568
99
Lampiran 6. Hasil Uji Dua Varian Pendapatan Test for Equal Variances: UMKM yang Tidak Ikut Program; UMKM yang Ikut Program 95% Bonferroni confidence intervals for standard deviations
UMKM yang Tidak Ikut Program UMKM yang Ikut Program
N 31 10
Lower 421008 399735
StDev 543340 611101
F-Test (normal distribution) Test statistic = 0.79; p-value = 0.591
Levene's Test (any continuous distribution) Test statistic = 0.00; p-value = 0.950
Upper 759189 1230545
100
Lampiran 7. Hasil Uji Rata-Rata Dua Sampel Kecil Independen (Penerimaan) Two-Sample T-Test and CI: UMKM yang Tidak Ikut Program; UMKM yang Ikut Program Two-sample T for UMKM yang Tidak Ikut Program vs UMKM yang Ikut Program
UMKM yang Tidak UMKM yang Ikut P
N 31 10
Mean 11464194 8935000
StDev 8206313 4771213
SE Mean 1473897 1508790
Difference = mu (UMKM yang Tidak Ikut Program) - mu (UMKM yang Ikut Program) Estimate for difference: 2529194 95% CI for difference: (-3027182; 8085569) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.92 P-Value = 0.363 = 39 Both use Pooled StDev = 7553548.3338
DF
101
Lampiran 8. Hasil Uji Rata-Rata Dua Sampel Kecil Independen (Pendapatan) Two-Sample T-Test and CI: UMKM yang Tidak Ikut Program; UMKM yang Ikut Program Two-sample T for UMKM yang Tidak Ikut Program vs UMKM yang Ikut Program
UMKM yang Tidak UMKM yang Ikut P
N 31 10
Mean 758710 730000
StDev 543340 611101
SE Mean 97587 193247
Difference = mu (UMKM yang Tidak Ikut Program) - mu (UMKM yang Ikut Program) Estimate for difference: 28709.7 95% CI for difference: (-383008.8; 440428.1) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.14 P-Value = 0.889 = 39 Both use Pooled StDev = 559705.7008
DF
Lampiran 9. Deskriptif Statistik Variabel-Variabel Penelitian No
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Variabel
Pendapatan/minggu Penerimaan/minggu Jumlah Tenaga Kerja Jumlah Mesin Jahit Jarak ke Tempat Penjualan Usia Lama Usaha Pendidikan Jumlah Tanggungan Jumlah Responden
UMKM Penghasil Sandal yang Tidak Ikut Program Garda Emas Rata-rata Standar Nilai Nilai Deviasi Minimum Maksimum 758.710 543.340 150.000 2.000.000 11.464.194 8.206.313 2.250.000 34.000.000 7,71 4,33 2 20 4,065 2,594 1 11 19,26 30,45 4 120 42,42 11,47 8,032 2,387
10,24 9,175 3,125 1,308
26 3 1 1 31
66 45 16 6
UMKM Penghasil Sandal yang Ikut Program Garda Emas Rata-rata Standar Nilai Nilai Deviasi Minimum Maksimum 730.000 611.101 200.000 2.000.000 8.935.000 4.771.213 3.750.000 16.000.000 5,5 2,273 3 10 3 2,055 1 8 30,3 31,49 4 81 42,9 16 6,9 2,3
7,415 9,165 1,449 0,9487
31 3 6 1
51 29 9 4
10
102
103
Lampiran 10. Hasil Output Analisis Regresi Linear Berganda The regression equation is LnY = 0.15 + 0.892 LnX1 - 0.350 LnX2 - 0.012 LnX3 - 0.0651 LnX4 - 0.396 LnX5 + 0.112 LnX6 + 0.176 LnX7 + 0.050 LnX8 + 0.144 D1 + 0.543 D2 + 0.386 D3 + 0.136 D4 - 0.052 D5
Predictor Constant LnX1 LnX2 LnX3 LnX4 LnX5 LnX6 LnX7 LnX8 D1 D2 D3 D4 D5
Coef 0.152 0.8915 -0.3495 -0.0120 -0.06514 -0.3958 0.11195 0.1764 0.0504 0.1440 0.5434 0.3860 0.1359 -0.0521
S = 0.289003
SE Coef 2.502 0.1460 0.1915 0.1423 0.04913 0.2578 0.08265 0.1298 0.1127 0.1322 0.1985 0.1639 0.1381 0.1246
R-Sq = 88.5%
T 0.06 6.10 -1.82 -0.08 -1.33 -1.53 1.35 1.36 0.45 1.09 2.74 2.36 0.98 -0.42
P 0.952 0.000 0.079 0.933 0.196 0.136 0.187 0.185 0.658 0.286 0.011 0.026 0.334 0.679
VIF 4.4 5.3 3.5 1.8 1.7 1.9 1.6 1.6 1.7 4.8 2.9 1.7 1.4
R-Sq(adj) = 82.9%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
Source LnX1 LnX2 LnX3 LnX4 LnX5 LnX6 LnX7 LnX8 D1 D2 D3 D4 D5
DF 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
DF 13 27 40
SS 17.3106 2.2551 19.5657
MS 1.3316 0.0835
F 15.94
P 0.000
SE Fit 0.2284 0.1629 0.1380
Residual -0.4248 -0.5802 0.8353
Seq SS 15.3864 0.5319 0.0161 0.1336 0.0801 0.0618 0.1079 0.0356 0.2702 0.1853 0.4160 0.0712 0.0146
Unusual Observations Obs 31 39 40
LnX1 16.8 16.3 16.3
LnY 13.9978 13.1224 14.5087
Fit 14.4227 13.7026 13.6733
St Resid -2.40R -2.43R 3.29R
R denotes an observation with a large standardized residual.
Durbin-Watson statistic = 2.05172