eJournal Administrative Reform, 2017, 1 (1): 1-13 ISSN 0000-0000, ar.mian.fisip-unmul.ac.id © Copyright 2017
EVALUASI PERATURAN DAERAH NOMOR 04 TAHUN 2002 TENTANG LARANGAN DAN PENGAWASAN HUTAN MANGROVE KOTA TARAKAN Kartini Maharani Abdul 1 Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan dan mengevaluasi Peraturan Daerah No. 04 Tahun 2002 tentang Larangan dan Pengawasan Hutan Mangrove Kota Tarakan. Untuk mengetahui peran Pemerintah dan Masyarakat dalam mendukung kebijakan Pemerintah Kota Tarakan dalam hal Perlindungan, Larangan dan Pengawasan Hutan Mangrove serta untuk mengetahui faktor-faktor penghambat dan pendukung dalam Evaluasi Peraturan Daerah No. 04 Tahun 2002 Tentang Larangan dan Pengawasan Hutan Mangrove Kota Tarakan. Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif, dengan lokasi penelitian di Dinas Kehutanan Kota Tarakan. Data primer berasal dari wawancara dengan key informan terpilih serta dari pengamatan langsung di lokasi penelitian. Sedangkan data sekunder berasal dari dokumen dan data yang dimiliki oleh instansi. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Model Intraktif. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa secara aplikatif larangan dan pengawasan hutan mangrove Kota Tarakan telah sesuai dengan system larangan dan pengawasan yang diatur melalui Peraturan Daerah No. 04 Tahun 2002 tentang Larangan dan Pengawasan Hutan Mangrove Kota Tarakan, namum belum optimal mencapai yang diharapkan. Hal yang menyebabkan belum optimal dalam larangan dan pengawasan hutan mangrove Kota Tarakan antara lain adanya alih fungsi lahan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar dengan mendirikan rumah dikawasan hutan mangrove serta melakukan penebangan pohon secara liar. Adapun Larangan dan Pengawasan hutan mangrove yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan yang meliputi larangan untuk melakukan penebangan pohon mangrove serta menempati dan menduduki dikawasan hutan mangrove Kota Tarakan yang harus mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah. Kata Kunci: Evaluasi, Larangan, Pengawasan, Mangrove Kota Tarakan
1
Mahasiswa Program Magister Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Email:
[email protected]
eJournal Administrative Reform, Volume 5, Nomor 1, 2017: 1-13
Abstract The purpose of this study is to describe and evaluate the Regional Regulation No. 04 Year 2002 concerning the Prohibition and Control of Mangrove Forests in Tarakan. To determine the role of government and community in supporting the Government's policy in terms of protection Tarakan City, Prohibition and Control of Mangrove Forests as well as to determine the factors inhibiting and supporters in the Evaluation of Regional Regulation No. 04 of 2002 on the Prohibition and Control of Mangrove Forests in Tarakan. This study is a qualitative descriptive study, with research sites in the Forest Service in Tarakan. The primary data comes from interviews with selected key informants and from direct observation in the study site. While secondary data derived from documents and data held by agencies. Analysis of the data used in this research is the analysis of Model Intraktif. From the results of this study concluded that the applicative restrictions and supervision Kota Tarakan mangrove forests in accordance with restrictions and surveillance system governed by Regional Regulation No. 04 Year 2002 concerning the Prohibition and Control of Mangrove Forest town of Tarakan, yet has not reached the expected optimal. It is caused not optimal in the prohibition and control of the town of Tarakan mangrove forests among others, the land conversion is conducted by people around the region to build the house of mangrove forests and carry out illegal logging. As for the Prohibition and Control of mangrove forests were conducted by the Department of Forestry, which includes a ban on felling of mangrove trees occupying and occupied area of mangrove forests in Tarakan that should get more attention because there are still people who reside and establish personal business area of mangrove forests in Tarakan. Keyword: Evaluation, Monitoring, Prohibition Mangrove Tarakan City Pendahuluan Kebijakan publik merupakan sebuah tindakan yang dilakukan pemerintah, seseorang atau kelompok baik untuk dikerjakan maupun tidak untuk dikerjakan yang mana dalam sebuah kebijakan publik terdapat hambatan dan pendukung guna mencapai tujuan yang diinginkan. Adapun PERDA Kota Tarakan No. 04 Tahun 2002 tentang Larangan dan Pengawasan Hutan Mangrove di Kota Tarakan. Adapun menimbang dari pentingnya Hutan Mangrove bagi keberlangsungan Hidup, maka lingkungan Hutan Mangrove yang ada di wilayah Kota Tarakan perlu dijaga kelestariannya baik oleh Pemerintah Daerah maupun oleh seluruh lapisan masyarakat. Adapun sehubungan dengan maksud tersebut maka di pandang perlu diatur dengan Peraturan Daerah. Terdapat larangan dalam melakukan kegiatan di Daerah Kawasan Hutan Mangrove, diantaranya mengerjakan atau menduduki kawasan Hutan 2
Evaluasi Peraturan Daerah Nomor 04 Tahun 2002....... (Kartini Maharani Abdul)
Mangrove, menebang pohon dari kawasan Hutan Mangrove, mengangkut atau memperdagangkan kayu yang berasal dari Hutan Mangrove, melakukan kegiatan lain yang dapat merusak kelestarian Hutan Mangrove, merambah Hutan Mangrove, membakar Hutan Mangrove, mencemari Hutan Mangrove baik dengan bahan organic maupun dengan bahan non organik, merusak sarana dan prasarana yang ada di Hutan Mangrove, serta mengeluarkan, membawa, mengangkut tumbuh-tumbuhan atau satwa liar yang berasal dari kawasan Hutan Mangrove. Adapun Pengawasan terhadap Hutan Mangrove dilakukan oleh Dinas Kehutanan, Perkebunan dan Tanaman Pangan, serta bila perlu Kepala Daerah dapat membentuk Tim Pengawasan terpadu. Adapun permasalahan di kawasan hutan mangrove salah satunya berada di Kelurahan Mamburungan yang mana menjadikan alih fungsi lahan dikawasan hutan mangrove dengan mendirikan rumah dikawasan hutan mangrove serta memdirikan tambak-tambak untuk menjaring ikan dikawasan hutan mangrove dengan memanfaatkan kayu mangrove dengan melakukan penebagangan pohon bakau untuk dijadikan tombak-tombak penyanggah tambak. Kebijakan Publik Terdapat beberapa pengertian tentang Kebijakan Publik, antara lain kebijakan publik adalah apa yang dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan atau tidak dikerjakan. Melalui definisi tersebut dapat dipahami bahwa terdapat perbedaan antara apa yang dikerjakan pemerintah dan apa yang sesungguhnya harus dikerjakan oleh pemerintah. (Dye, 1995 : 1 dalam Leo, 2008 : 7). Kebijakan sangat identik kaitannya dengan tindakan yang diambil oleh pemerintah yang mempunyai tujuan – tujuan tertentu dengan peran fungsi pemerintah sesuai dengan kewenangan yang diberikan.Adapun kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah merupakan dasar bagi pembuatan sebuah kebijakan.Peran pemerintah sebagai pemilik kewenangan sangat menentukan dalam penetapan kebijakan serta dalam penyelesaian berbagai permasalahan. Dapat disimpulkan beberapa karateristik utama dari suatu definisi kebijakan publik.Pertama, pada umumnya kebijakan publik perhatiannya ditujukan pada tindakan yang mempunyai maksud dan tujuan tertentu dari pada perilaku yang berubah atau acak. Kedua, pada dasarnya mengandung bagian atau pola kegiatan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah dari pada keputusan yang terpisah –pisah. Ketiga, merupakan apa yang sesungguhnya dikerjakan oleh pemerintah dalam mengatur perdagangan, mengontrol infasi atau menawarkan perumahan rakyat, bukan apa yang dimaksud atau yang dikerjakan. Keempat, dapat berbentuk positif maupun negatif. Kelima, kebijakan publik paling tdak secara positif didasarkan pada hukum dan merupakan tindakan yang bersifat memerintah. (Leo Agustino, 2008 : 8 – 9).
3
eJournal Administrative Reform, Volume 5, Nomor 1, 2017: 1-13
Evaluasi Kebijakan Publik Bila Kebijakan dipandang sebagai suatu pola kegiatan yang berurutan, maka Evaluasi Kebijakan merupakan tahap terakhir dalam proses Kebijakan. Beberapa ahli mengatakan begaiknya Evaluasi bukan merupakan tahap terakhir dalam proses Kebijakan Publik. Pada dasarnya Kebijakan Publik dijalankan dengan maksud tertentu untuk meraih tujuan-tujuan tertentu yang berangkat dari masalah-masalah yang telah dirumuskan sebelumnya. Secara umum Evaluasi Kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian Kebijakan yang mencakup sebstansi, implementasi dan dampak. Dalam hal ini, Evaluasi Kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses Kebijakan. (Winarno, 2012 : 228-229). Evaluasi Kebijakan dapat dibedakan ke dalam dua tugas yang berbeda. Tugas pertama adalah untuk menentukan konsekuensi-konsekuensi apa yang ditimbulkan oleh suatu Kebijakan dengan cara menggambarkan dampaknya. Pada tugas pertaman merujuk pada usaha untuk melihat apakah program Kebijakan Publik mencapai tujuan atau dampak yang diinginkan ataukah tidak, bila tidak, faktor-faktor apa yang menjadi penyebabnya. Tugas Kedua adalah untuk menilai keberhasilan atau kegagalan dari suatu Kebijakan berdasarkan Standard atau kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Tugas kedua dalam Evaluasi Kebijakan pada dasarnya berkaitan erat dengan tugas pertama. Setelah itu mengetahui konsekuensi-konsekuensi Kebijakan melalui penggambaran dampak Kebijakan Publik, maka dapat diketahui apakah program Kebijakan yang dijalankan sesuai atau tidak dengan dampak yang diinginkan. Dari penjelasan tersebut maka dapat melakukan penilaian apakah program yang dijalankan berhasil atau gagal. Dengan demikian tugas kedua dalam Evaluasi Kebijakan adalah menilai apakah suatu Kebijakan berhasil atau tidak dalam meraih dampak yang diinginkan. (Lester dan Stewart dalam Winarno, 2012 : 229-230).
Tipe – Tipe Evaluasi Kebijakan Publik Anderson dalam Winarno, 2012 : 230-232. Evaluasi Kebijakan terbagi kedalam tiga tipe, masing-masing tipe didasarkan pada pemahaman para evaluator terhadap Evaluasi. Tipe pertama, Evaluasi Kebijakan dipahami sebagai kegiatan fungsional, maka Evaluasi Kebijakan di pandang sebagai kegiatan yang sama pentingnya dengan Kebijakan itu sendiri. Para pembentuk kebijakan dan administrator selalu membuat pertimbangan-pertimbangan mengenaik manfaat atau dampak dari kebijakan-kebijakan, program-program dan proyek-proyek. Tipe kedua, merupakan tipe Evaluasi yang memfokuskan diri pada bekerjanya kebijakan atau program-program tertentu. Tipe Evaluasi seperti ini 4
Evaluasi Peraturan Daerah Nomor 04 Tahun 2002....... (Kartini Maharani Abdul)
berangkat dari pertanyaan dasar yang menyangkut : apakah program dilaksanakan dengan semestinya, berapa biayanya, siapa yang menerima manfaat, apakah terdapat duplikasi atau kejenuhan dengan program-program lain, apakah ukuran-ukuran dasar dan prosedur secara sah diikuti. Dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan seperti ini dalam melakukan Evaluasi dan memfokuskan diri pada bekerjanya Kebijakan atau program-program, maka evaluasi denga tipe seperti ini akan lebih membicarakan sesuatu mengenai kejujuran atau efisiensi dalam melaksanakan program. Akan tetapi dengan menggunakan evaluasi tipe ini terdapat kelemahan, yakni kecenderungan untuk menghasilkan informasi yang sedikit mengenai dampak suatu program kepada masyarakat. Tipe Evaluasi Kebijakan Ketiga, adalah tipe Evaluasi Kebijakan sitematis. Tipe ini secara komparatif masih dianggap baru, tetapi akhir-akhir ini telah mendapat perhatian yang meningkat dari para peminat Kebijakan Publik. Evaluasi melihat secara obyektif program-program Kebijakan yang dijalankan untuk mengukur dampaknya bagi masyarakat dan melihat sejauh mana tujuan-tujuan yang telah dinyatakan tersebut tercapai. Larangan dan Pengawasan Hutan Mangrove Pengawasan terhadap Hutan Mangrove dilakukan oleh Dinas Kehutanan, Perkebunan dan Tanaman Pangan. Serta apabila dipandang perlu Kepala Daerah dapat membentuk Tim Pengawasan Terpadu. Penyelenggaraan perlindungan Hutan Mangrove bertujuan menjaga kawasan Hutan Mangrove dan Lingkungannya agar fungsi dan perananya tercapai secara optimal dan lestari. Adapun fungsi dan peran Hutan Mangrove yakni : Sebagai areal sumber daya genetika, Sebagai penahan gempuran ombak dan angina sehingga menahan garis tepi pantai, Sebagai pencegah proses instrusi air laut, Sebagai pencegah abrasi daerah pantai, Sebagai daerah penyangga antara daratan dan lautan, Sebagai tempat wanawisata, Sebagai laboratorium alam dan obyek penelitian, Sebagai flora dan fauna. Adapun larangan melakukan kegiatan di kawasan Hutan mangrove yang harus dilakukan setiap orang adalah : a. Mengerjakan atau menduduki kawasan Hutan Mangrove. b. Menebang pohon dari kawasan Hutan Mangrove. c. Mengangkut atau memperdagangkan kayu yang berasal dari Hutan Mangrove. d. Menggunakan atau memanfaatkan kayu yang berasal dari kawasan Hutan Mangrove. e. Melakukan kegiatan lain yang dapat merusak kelestarian Hutan Mangrove. f. Merambah Hutan Mangrove. 5
eJournal Administrative Reform, Volume 5, Nomor 1, 2017: 1-13
g. Mencemari Hutan Mangrove baik dengan bahan organic maupun dengan bahan non organic. h. Merusak sarana dan prasarana yang ada dihutan mangrove. i. Mengeluarkan, membawa, atau mengangkut tumbuh-tumbuhan atau satwa liar yang berasal dari kawasan Hutan Mangrove. Pengawasan yang dilakukan terhadap Hutan Mangrove merupakan sebuah kebijakan yang dilakukan untuk mencegah dan membatasi kerusakan kawasan Hutan mangrove yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, bencana alam, hama serta penyakit. Adapun dengan melakukan satu perlindungan terhadap hutan mangrove, larangan melakukan aktifitas dikawasan Hutan Mangrove serta melakukan pengawasan terhadap Hutan Mangrove. Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan penulis termasuk penelitian deskriptif dan akan dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif. Fokus penelitian mengacu kepada perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka fokus peneltian yang ditetapkan sejauh mana pelaksanaan: 1. Evaluasi Peraturan Daerah No. 04 Tahun 2002 Tentang Larangan dan Pengawasan Hutan Mangrove Kota Tarakan. 2. Faktor Penghambat dan Faktor Pendukung dalam Evaluasi Peraturan Daerah No. 04 Tahun 2002 Tentang Larangan dan Pengawasan Hutan Mangrove Kota Tarakan. Lokasi penelitian ini dilakukan di Kantor Dinas Kehutanan Kota Tarakan dan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Tarakan. Key Informan : Kasi Perlindungan Hutan dan Kasi Aneka Usaha dan Predaran Hasil Hutan, Informan : Kasubid Pengendalian Kerusakan Lahan dan Hayati. Pada penelitian ini instrumen yang digunakan adalah wawancara yang pelaksanaannya dilakukan secara langsung, dengan menggunakan pedoman wawancara yaitu dengan memberikan daftar pertanyaan yang mengarah pada model evaluasi kebijakan. Hasil Penelitian Evaluasi Peraturan Daerah nomor 04 tahun 2002 tentang Larangan dan Pengawasan Hutan Mangrove Kota Tarakan akan dibahas setiap variabel dibawah ini : 1. Perlindungan Terhadap Hutan Mangrove Kota Tarakan Pada hakikatnya perlindungan terhadap Kawasan Hutan Mangrove merupakan upaya pelestarian agar mempunyai fungsi dan perannya yang sesuai. Menurut Dahuri, 2003 dalam Harianto Hutan Mangrove merupakan hutan pasang surut, hutan payau dan hutan bakau. Sebutan hutan bakau 6
Evaluasi Peraturan Daerah Nomor 04 Tahun 2002....... (Kartini Maharani Abdul)
sebenarnya untuk menyatakan satu jenis tumbuhan yang menyusun Hutan Mangrove. Perlindungan yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan Kota Tarakan juga telah membentuk tim guna melakukan perlindungan langsung di kawasan hutan mangrove yang dapat dilihat pada tebel dibawah ini :
No 1. 2. 3. 4.
Jumlah Tenaga Perlindungan Kawasan Hutan Mangrove Status Pegawai Jumlah (Org) Presentase PNS (Staf Bid. Kehutanan) 4 Org 20 % Tenaga Kontrak Polisi Hutan 10 Org 60 % Purnawirawan Kontrak 3 Org 15 % Tokoh Masyarakat 2 Org 5% TOTAL 19 Org 100 %
Sumber : Dinas Kehutanan Kota Tarakan, 2015
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa Dinas Kehutanan telah mempunyai staf khusu di Bidang Kehutanan yang berjumlah 4 orang (20%), mempunyai tenaga kontrak polisi hutan 10 orang (60%), purnawirawan kontrak 3 orang (15%) dan tokoh masyarakat 2 orang (5%) dengan total keseluruhan tenaga perlindungan yakni 19 orang (100%). Berdasarkan data diatas Dinas Kehutanan sudah membentuk tim untuk melakukan perlindungan dengan menetapkan beberapa orang baik pegawai tetap, tenaga kontrak serta masyarakat sekitar untuk melakukan perlindungan secara langsung dikawsan hutan mangrove Kota Tarakan. Perlindungan yang dilakukan Dinas Kehutanan Kota Tarakan terkait masalah yang sering terjadi di kawasan Hutan Mangrove Kota Tarakan salah satunya permasalah yang sering terjadi dan masih terjadi sampai sekarang yakni alih fungsi lahan Kawasan Hutan Mangrove menjadi tempat tinggal dan tempat usaha serta melakukan penebangan liar pohon Mangrove. Seperti yang di katakana oleh Anderson bahwa adanya sumber-sumber yang tidak memadai dan faktor dana menjadi hal yang paling krusial dalam melaksanakan perlindungan di kawasan hutan mangrove Kota Tarakan. Perilindungan yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan Kota Tarakan memerlukan sumber-sumber yang memadai seperti tercukupinya tenaga perlindungan serta kunjungan dan penyuluhan langsung kelapangan sehingga dapat melaksanakan perlindungan dengan maksimal, tentunya hal tersebut dapat dilaksanakan apabila terdapat sumber dana yang cukup. Menurut penulis Pemerintah harus lebih ekstra dalam memperhatikan kawasan hutan mangrove Kota Tarakan dengan memenuhi sumber-sumber yang memadai sehingga pelaksanaan Peraturan Daerah No. 04 Tahun 2002 tentang larangan dan
7
eJournal Administrative Reform, Volume 5, Nomor 1, 2017: 1-13
pengawasan hutan mangrove Kota Tarakan dapat dilaksanakan dengan semaksimal mungkin. Sama halnya dalam penelitian ini menurut penulis hal yang harus sangat di perhatikan yakni sumber dana yang tidak memadai, tenaga perlindungan yang harus memadai serta penyuluhan langsung kelapangan yang harus ditingkatkan, sejauh ini peran Dinas Kehutanan telah melakukan hal tersebut walaupun belum perjalan dengan maksimal. Seperti yang dikatakan Anderson bahwa sumber-sumber yang tidak memadai harus diminimalkan. Oleh karena itu dalam melaksanakan perlindungan pemerintah harus memperhatikan sumber-sumber yang memadai agar peraturan daerah tersebut dapat di jalankan semaksimal mungkin. Terutama dalam segi pendanaan, menurut penulis apabila tidak dapat menyediakan sumber dana yang memadai maka penulis berharap pemerintah dapat melakuka koreksi terhadap peraturan daerah tersebut atau pun mengganti peraturan daerah tersebut agar sesuai dengan keadaan aslinya. 2. Larangan Melakukan Aktifitas di Kawasan Mangrove Adapun larangan melakukan aktifitas diKawasan Hutan Mangrove Kota Tarakan berdasarkan Praturan Daerah No. 4 Tahun 2002 tentang Larangan dan Pengawasan Hutan Mangrove, yakni : a. Mengerjakan atau menduduki kawasan hutan mangrove (alih fungsi lahan yang dilakukan oleh masyarakat). b. Menebang pohon dari kawasan hutan mangrove. c. Merusak sarana dan prasarana yang ada dihutan mangrove. Larangan melakukan aktifitas di kawasan hutan mangrove Kota Tarakan bertujuan untuk melindungi kawasan hutan mangrove dari kerusakan, terdapat beberapa keanekaragaman hayati yang terdapat di kawasan hutan mangrove yang wajib untuk dilindungi, adapun jenis pohon yang harus dilindungi dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7 8.
Keanekaragaman Hayati Flora Mangrove Kota Tarakan Nama Lokal Status Status Status Terancam Berlimpah Dilindungi Bakau Putih Tidak Tidak Ya Bakau Panggang Tidak Tidak Ya Bakau Biasa Tidak Tidak Ya Meranti Merah Ya Tidak Ya Meranti Putih Ya Tidak Ya Tengkawang Ya Tidak Ya Kandung Smar Ya Tidak Ya Banggris Ya Tidak Ya
Sumber : BPLH Kota Tarakan, 2015 8
Evaluasi Peraturan Daerah Nomor 04 Tahun 2002....... (Kartini Maharani Abdul)
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa terdapat beberapa jenis pohon mangrove yang dilindungi serta larangan untuk melakukan penebangan karna pohon-pohon tersebut termasuk pohon yang dilindungi karna sangat bermanfaat bagi penyeimbang dikawasan hutan mangrove. Adapun jenis pohon yang dilindungi tetapi status tidak terancam dan tidak berlimpah yakni pohon bakau putih, bakau panggang dan bakau biara serta terdapat juga pohon status dilindungi dengan status trancam dan status berlimpah yakni pohon dengan jenis meranti merah, meranti putih, pohon tengkawang, pohon kandung smar dan pohon banggeris. Seperti yang dikatakan oleh Anderson setidaknya terdapat delapan faktor yang menyebabkan kebijakan tidak memperoleh dampak yang diinginkan, salah satunya yakni biaya yang dikeluarkan untuk menyelesaikan masalah membutuhkan biaya yang jauh lebih besar di bandingkan dengan masalah tersebut. Sama hal nya dengan yang terjadi pada Peraturan Daerah No. 04 tentang larangan dan pengawasan hutan mangrove Kota Tarakan ini, dalam hal melakukan larangan kepada masyarakat untuk tidak mendirikan rumah di kawasan hutan mangrove masih belum terealisasi dikarnakan membutuhkan dana yang cukup besar untuk memberikan ganti rugi kepada masyarakat tersebut, karna masyarakat yang mendirikan rumah di kawasan hutan mangrove tersebut sudah tinggal puluhan tahun sebelum Peraturan Daerah tersebut dibuat. Dalam hal tersebut penulis menyarankan kepada Pemerintah agar menindak lanjuti Peraturan Daerah tersebut untuk mengganti Peraturan Daerah tentang larangan dan pengawasan hutan mangrove karna tidak sesuai dengan kenyaataan dilapangan atau merevisi Peraturan Daerah tersebut sesuai dengan kenyataan yang terlihat di lapangan. 3. Pengawasan Terhadap Hutan Mangrove Kota Tarakan Secara umum pengawasan adalah salah satu fungsi organik manajemen yang merupakan proses kegiatan pimpinan untuk memastikan dan menjamin bahwa tujuan dan sasaran serta tugas-tugas organisasi akan dan telah terlaksana dengan baik sesuai dengan rencana, kebijakan, intruksi dan ketentuan-ketentuan yang telah berlaku (LAN RI). Dalam sebuah Peraturan Daerah pentingnya melakukan pengawasan untuk memastikan Peraturan Daerah tersebut berjalan dengan baik dan benar. Peraturan Daerah tentang Larangan dan Pengawasan Hutan Mangrove Kota Tarakan dimaksudkan untuk mengawasi Kawasan Hutan Mangrove Kota Tarakan tetap seperti keadaan semula serta menjamin berjalannya tugas-tugas yang telah dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Salah satu bentuk kepedulian terhadap ekosistem mangrove adalah dengan melakukan pengawasan yang intensif pada daerah-daerah dimanaekosistem mangrove berada. Pengawasan tersebut juga merupakan bentuk pengendalian terhadap adanya kegiatan yang menjadi penyebab 9
eJournal Administrative Reform, Volume 5, Nomor 1, 2017: 1-13
kerusakanhutan mangrove. Banyaknya kegiatan masyarakat dalam memanfaatkan sumber dayaalam yang berada pesisir cenderung merusak lingkungan. Hal tersebutbanyak disebabkan oleh factor kebiasaan dan kurangnya pengetahuanmasyarakat terhadap fungsi ekosistem yang ada disekitar mereka dan cenderung hanya memikirkan kebutuhan dalam waktu singkat tanpa memikirkan dampaknya. Salah satu ekosistem pesisir yang banyak mendapatkan ancaman dari pemanfaatan sumber daya alam pesisir adalah ekosistem mangrove. Terdapat pula jumlah tenaga pengawasan di kawasan hutan mangrove Kota Tarakan yang dapat dilihat pada tabel berikut ini :
No 1. 2. 3. 4.
Jumlah Tenaga Pengawasan Tenaga Pengawas Jumlah (Org) Staf Internal Dinas 4 Org Kehutanan Polisi Hutan 10 Org Satpol PP 6 Org Tokok Masyarakat 3 Org TOTAL 23 Orang
Presentase 15 % 50 % 30 % 5% 100 %
Sumber : Dinas Kehutanan Kota Tarakan, 2015
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa Dinas Kehutanan serta pihak terkait telah membentuk tim untuk melakukan pengawasan dikawasan hutan mangrove, baik dari Staf Dinas Kehutanan itu sendiri maupun polisi hutan yang berjumlah 10 orang (50%) serta satpol pp yang berjumlah 6 orang (30%) dan terdapat pula tokoh masyarakat yang diikut sertakan dalam melakukan pengawasan yang berjumlah 3 orang (5%). Yang kesemuanya mempunyai tugas yang sama yakni untuk melakukan pengawasan di kawasan hutan mangrove Kota Tarakan. Pada dasarnya masyarakat merukan orang yang berbatasan langsung maupun yang tinggal dikawasan mangrove, sehingga mereka dapat langsung melihat kejadian serta dapat melakukan pengawasan langsung setiap harinya. Dari semua pengawasan yang di lakukan oleh Dinas Kehutanan Kota Tarakan baik pengawasan alih fungsi lahan yang dilakukan oleh masyarakat, pengawasan terhadap sarana dan prasana serta pengawasan terhadap prilaku pengunjung menurut Anderson penyebab kebijakan tidak memperoleh dampak yang diinginkan salah satunya yakni sumber-sumber yang tidak memadai, baik kurangnya jumlah tenaga pengawasan dan kurangnya kesadaran masyarakat, sumber yang tidak memadai dapat membuat program kebijakan dapat berjalan terhambat karna sumber-sumber yang dibutuhkan untuk menunjang program tersebut tidak mencukupi, salah satunya yang paling berpengaruh yakni 10
Evaluasi Peraturan Daerah Nomor 04 Tahun 2002....... (Kartini Maharani Abdul)
sumber dana yang menjadi faktor paling krusial dalam menentukan tingkat keberhasilan suatu kebijakam. Menurut penulis sama halnya pada penelitian Evaluasi Peraturan Daerah No. 04 Tahun 2002 tentang larangan dan pengawasan hutan mangrove Kota Tarakan yang mana sumber-sumber penunjang dalam melakukan pengawasan tidak memadai, yakni kurangnya tenaga pengawasan serta kurangnya kesadaran masyarakat di kawasan hutan mangrove serta sumber dana yang tidak memadai untuk menunjang keberhasilan Peraturan Daerah tentang larangan dan pengawasan hutan mangrove Kota Tarakan ini. Menurut penulis pemerintah harus lebih memperhatikan kawasan hutan mangrove serta meperhatikan kembali Peraturan Daerah yang dibuat agar sesuai dengan keadaan di lapangan. Dan juga diharapkan pengunjung mempunyai kesadaran untuk melakukan pembungan sampah pada tempatnya sehingga Dinas Kehutanan melalui Polisi Hutan dapat meminimalisir kegiatan masyarakat yang ingin melakukan pengrusakan dan pencemaran lingkungan dengan membuang sampah pada tempatnya. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan sebagaimana yang dikemukakan pada bab sebelumnya, maka penulis dapat menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Evaluasi Peraturan Daerah Nomor 04 Tahun 2002 tentang Larangan dan Pengawasan Hutan Mangrove Kota Tarakan di tinjau dari Variabel Evaluasi Winarno yang mengemukakan bahwa evaluasi merupakan tahap terakhir dari sebuah kebijakan adalah : a) Perlindungan di kawasa hutan mangrove Kota Tarakan yang dilakukan oleh Dinas kehutanan telah membentuk tim perlindungan yang terdiri dari polisi hutan dan tokoh masyarakat itu sendiri yang difungsikan untuk melakukan perlindungan di kawasan hutan mangrove untuk mencegah dan membatasi kerusakan kawasan hutan mangrove yang disebabkan oleh manusia sehingga kawasan hutan mangrove dan lingkungannya dapat difungsikan sesuai dengan peranya secara optimal dan lestari. b) Larangan melakukan aktifitas di kawasan hutan mangrove Kota Tarakan oleh Dinas Kehutanan melalui Peraturan Daerah No. 04 Tahun 2002 tentang Larangan dan Pengawasan Hutan Mangrove Kota Tarakan yakni melakukan laranagan untuk mendududki atau mengerjakan serta mendirikan rumah di kawasan hutan mangrove, menebang pohon di kawasan hutan mangrove, merusak sarana dan prasaranan di kawasan hutan mangrove. Berdasarkan hasil penelitian masih terdapat masyarakat yang mendirikan rumah di kawasan hutan 11
eJournal Administrative Reform, Volume 5, Nomor 1, 2017: 1-13
mangrove Kelurahan Mamburungan serta melakukan penebangan pohon untuk dijadikan tiang penyanggah untuk membuat tambak oleh masyarakat sekitar demi memenuhi kebutuhan prekonomian pribadi masyarakat di kawasan hutan mangrove Kota Tarakan. c) Pengawasan terhadap kawasan hutan mangrove Kota Tarakan oleh Dinas Kehutanan yakni melakukan pengawasan terhadap alih fungsi lahan yang dilakukan oleh masyarakat sekita seperti masyarakat yang mendirikan rumah di kawasan hutan mangrove, pengawasan terhadap sarana dan prasarana penunjang di kawasan hutan mangrove dan pengawasan terhadap aktifitas pengunjung di kawasan hutan mangrove Kota Tarakan. 2. Terdapat faktor pendukungnya dan faktor penghambat dalam Evaluasi Peraturan Daerah Nomor 04 Tahun 2002 tentang Larangan dan Pengawasan Hutan Mangrove Kota Tarakan adalah : a. Faktor pendukung terdapat Peraturan Daerah No. 04 Tahun 2002 tentang larangan dan pengawasan hutan mangrove yang bertujuan mencegah kerusakan dan menjaga kelestarian hutan mangrove, sumber daya manusia di kawasan hutan mangrove, APBD Provinsi dan Pemerintah Kota serta saran dan prasarana pendukung di kawasan hutan mangrove Kota Tarakan. b. Faktor penghambat terdapat penegakan hukum dan praturan yang dinilai masih belum tegas bagi masyarakat yang melakukan pelanggaran di kawasan hutan mangrove seperti masyarakat yang mendirikan rumah di kawasan hutan mangrove dan kurangnya kesadaran masyarakat untuk melindungi dan melestarian hutan mangrove untuk menjadikan kawasan hutan mangrove Kota Tarakan sesuai dengan fungsi dan peranya. Saran-saran Untuk meningkatkan perlindungan larangan dan pengawasan yang maksimal maka perlu adanya perubahan dari Dinas Kehutanan Kota Tarakan demi menunjang larangan dan pengawasan yang baik melalui Peraturan Daerah tentang larangan dan pengawasan hutan mangrove Kota Tarakan, maka perlu adanya perbaikan-perbaikan yaitu: 1. Pemerintah harus bersikap tegas dalam melaksanakan Peraturan Daerah tentang Larangan dan Pengawasan Hutan Mangrove Kota Tarakan dengan memberikan sanksi hukum yang tegas kepada pihak yang melakukan pelanggaran di kawasan hutan mangrove Kota Tarakan dengan memberikan sanksi pidana baik denda maupun hukuman kurungan penjara.
12
Evaluasi Peraturan Daerah Nomor 04 Tahun 2002....... (Kartini Maharani Abdul)
2. Memperbaiki atau mengganti Peraturan Daerah No. 04 Tahun 2002 tentang Larangan dan Pengawasan Hutan Mangrove Kota Tarakan sesuai dengan kenyataan yang terjadi dilapangan seperti menyesuaikan peraturan yang masih terdapat masyarakat yang mendirikan rumah di kawasan hutan mangrove Kota Tarakan. 3. Pemerintah seharusnya lebih memperhatikan kawasan hutan mangrove karena kawasan hutan mangrove merupakan salah satu tujuan wisatawan maupun masyarakat serta memberikan kehidupan bagi Makhluk Hidup disekitar kawasan hutan mangrove di Kota Tarakan. 4. Menyediakan sarana dan prasana transportasi laut agar dapat melakukan patrol dikawasan pesisir laut kawasan hutan mangrove Kota Tarakan. Dan memperbaiki sarana dan prasarana seperti jalanan, kawat pembatas, dan tolilet umum. Daftar Pustaka Agustino, Leo. 2008. Dasar – dasar Kebijakan Publik. Alfabeta: Bandung. Bungin, Burhan. 2008. Metode Penelitian Kualitatif . PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta. Dunn, William N. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Edisi Kedua, Gajah Mada Universitas Pers: Yogyakarta. Idrus, Muhammad. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial – Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif . Edisi Kedua, Erlangga: Yogyakarta. Miles, Mathew B, Michael Huberman, dan Johnny Saldana. 2014. Qualitative Data Analysis-Third Edition. Sage Publication Ltd: London. Nugroho, Riant. 2007. Analisis Kebijakan. PT. Elex Media Komputindo: Jakarta. Solichin, Abdul Wahab. 2012. Analisis Kebijakan – Dari Formulasi ke Penyusunan Model – Model Implementasi Kebijakan Publik. PT. Bumi Aksara: Jakarta. Ali, Faried, Syamsu Alam, Andi, Wantu. 2012. Studi Analisis Kebijakan – Konsep Teori dan Aplikasi. Edisi Pertama. PT. Rafika Aditama: Bandung. Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik – Teori, Proses dan Studi Kasus. Edisi Pertama. CAPS: Yogyakarta. Person, Wayne. 2005. Public Policy – Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan. Edisi Pertama. Kencana: Jakarta. Yoeti, Oka A. 2006. Pariwisata Budaya Masalah dan Solusi. Pradnya Paramita: Jakarta.
13