EVALUASI PENGGUNAAN ALAT TANAM DUA BARIS (MOTASI) TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN MUTU BENIH KEDELAI N. R. Patriyawaty1), I. K. Tastra1) dan G. S. A. Fatah2) 1
Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Jl. Raya Kendalpayak Km 8, Kotak Pos 66 Malang 65101, Email:
[email protected] 2 Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat, Jl. Raya Karangploso Kotak Pos 199 Malang 65152
ABSTRAK Penggunaan alat tanam kedelai dua baris dapat menghemat tenaga kerja tanam. Namun, gesekan benih kedelai dengan alat tanam dapat menurunkan viabilitas benih. Tujuan penelitian untuk mengevaluasi dampak penggunaan alat tanam dua baris terhadap mutu benih dan tingkat hasil kedelai. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Muneng dan laboratorium Mekanisasi, Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, pada bulan Juni−Juli 2011. Bahan yang digunakan adalah benih kedelai varietas Wilis dan alat tanam dua baris. Penelitian laboratorium tahap pertama adalah evaluasi sistem penjatuh benih kedelai matering device, dilanjutkan dengan uji viabilitas dan vigor benih serta tingkat kerusakan fisik benih. Penelitian lapang dilakukan untuk mengamati pertumbuhan tanaman di lapangan dengan mengamati populasi tanaman dan tingkat hasil kedelai yang ditanam dengan menggunakan alat dan membandingkannya dengan cara tugal. Untuk mengetahui perbedaan setiap perlakuan pada parameter yang diamati digunakan uji t-Student pada tingkat kesalahan 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara teknis penggunaan alat tanam berdampak terhadap penurunan viabilitas dan vigor benih kedelai, yang dicirikan oleh daya berkecambah 82% dan Kst 75%. Populasi tanaman di lapang dengan menggunakan alat tanam lebih rendah dibanding cara tugal (t-hitung: 2,7 > t-tabel(34;0,05): 2,0). Hal yang sama juga tercermin pada hasil kedelai dengan menggunakan alat tanam (1,88 t/ha) lebih rendah dibanding cara tugal (2,34 t/ha) (t-hitung: 4,745 > t-tabel(34;0,05): 2,306). Tingkat kerusakan fisik benih antara matering device kanan (18,5%) lebih besar (t-hitung: 3,850> t-tabel(34;0,05) : 2,728) dibanding kiri (15,3%). Namun, dampak fisiologis benih antara matering device kanan dan kiri sama. Kata kunci : kedelai, alat tanam dua baris, mutu benih.
ABSTRACT The yield potential of soybean lines tolerant to acidic soil condition in South Lampung. The domestic soybean demand is very high, while the production cannot meet the demand. In soybean farming, increasing planting areas is one of key factors to achieve high production. Therefore, a research was conducted at Natar Experimental Station in South Lampung district, in dry season 2010. The objective of the research was to find out the tolerance of soybean lines to acidi soil condition. The experiment was arranged in randomize complete block design, two replicates with 25 genotypes as treatment. The results showed that most of the lines have large seed size. There were five lines with high seed yield, and those yields were higher than those of Tanggamus and Wilis variety. These lines therefore have potency in developing new acid soil tolerant variety, with large seed and high production. Keywords: soybean genotype, yield, acid soil
PENDAHULUAN Program pemerintah untuk memacu produksi kedelai nasional yang dicanangkan sejak tahun 2006 memerlukan masukan teknologi mekanis dan penggunaan benih kedelai yang 350
Patriyawaty, et al.: Alat Tanam Dua Baris terhadap Produktivitas dan Mutu Benih Kedelai
cukup banyak (33.000 – 64.000 ton/tahun) (Harnowo et al. 2007). Namun sampai saat ini penggunaan alsintan dan benih bermutu di tingkat petani masih rendah. Hal ini disebabkan oleh sebagian besar petani belum mengenal alsintan (Alfan 2008). Di samping itu, sebagian besar petani masih menggunakan benih tidak bersertifikat, berasal dari hasil panen sendiri atau membeli ke pasar atau tukar menukar (barter) dengan petani lain (Anonima 2007). Sejalan dengan program pemerintah tersebut, upaya peningkatan produksi kedelai melalui pengembangan sistem produksi kedelai di lahan kering mempunyai nilai strategis dalam memenuhi kebutuhan bahan baku agroindustri berbasis kedelai (industri pangan dan pakan) yang terus meningkat dengan laju 6−7 %/tahun (Sudaryanto dkk. 1994). Dalam pelaksanaan usahatani kedelai terdapat kendala, di antaranya saat penanaman yang memerlukan tenaga dan biaya yang cukup tinggi, yang dapat mencapai lebih 30% dari total biaya produksi. Tanam kedelai dengan menggunakan tugal masih cukup mahal mencapai 33 HOK/ha atau setara dengan Rp 660.000 (Subandi dkk. 2009). Hal ini menjadi permasalahan yang kritis karena menurunnya ketersediaan tenaga kerja pertanian yang beralih ke sektor nonpertanian (Kasryno dan Saefudin 1987), sehingga menjadi salah satu kendala dalam mendukung keberlanjutan usahatani. Upaya untuk meningkatkan produktivitas kedelai di lahan kering perlu ditunjang dengan penerapan mekanisasi pertanian yang selektif (Situs Hijau 2009), karena kondisi sosial-ekonomi petani belum memungkinkan untuk sepenuhnya menerapkan mekanisasi pada usahataninya (Pusposutardjo 1991). Sampai saai ini telah ada beberapa alat tanam yang dikembangkan oleh Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian Serpong (BB-Mektan). Sebagai contoh alat tanam yang ditarik traktor roda 4 (Anonimb 2007) dan alat tanam tiga baris yang ditarik traktor tangan (Pitoyo 2007). Namun, berdasarkan hasil uji kinerja alat tersebut masih belum sempurna (Subandi dkk. 2009). Penjatuhan benih kedelai (matering device) pada alat tanam tersebut masih bermasalah. Disamping permasalahan teknis, harga alat juga mahal mencapai Rp 9.000.000/tiga baris (Rp 3.000.000/baris). Pada penelitian sebelumnya Balai Penelitian Tanamana Kacang-kacangan dan Umbiumbian (Balitkabi) juga telah menghasilkan alat tanam tipe tarik untuk lahan sawah (Fatah dan Tastra 2002). Namun belum dapat diterapkan di lahan kering tanah ringan, karena perlu tambahan komponen pembuka dan penutup alur benih kedelai. Untuk mengatasi mahalnya harga alat tanam yang dapat diterapkan ditingkat kelompok tani maka pada tahun 2008 Balitkabi telah merekayasa mesin tanam dua baris yang harganya terjangkau dan kinerjanya lebih baik jika diterapkan di lahan kering tanah ringan. Mobilitas alat dengan sistem dua baris lebih fleksibel jika dioperasikan oleh petani dan harganya dapat ditekan menjadi Rp 4.000.000/dua baris (Rp 2.000.000/baris). Namun, dampak alat tanam dua baris tersebut terhadap mutu benih dan tingkat hasil kedelai belum dievaluasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi dampak penggunaan alat tanam dua baris terhadap mutu benih dan tingkat hasil kedelai.
BAHAN DAN METODE Penelitian terdiri dari penelitian laboratorium dan lapang yang dilaksanakan di Kebun Percobaan Muneng dan laboratorium Mekanisasi Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi) Malang, pada Juni−Juli 2011.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2012
351
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kedelai varietas Wilis dan alat tanam dua baris (Gambar 1).
1
5
4
3
2
KETERANGAN : 1. Hoper. 2. Pembuka alur. 3. Penutup alur. 4. Metering device (tidak terlihat). 5. Roda pemutar.
Gambar 1. Alat tanam kedelai dua baris.
Penelitian Laboratorium
Tahap pertama yaitu melakukan evaluasi sistem penjatuh benih kedelai matering device sistem vertikal yang terbagi dalam dua bagian (kanan dan kiri) dengan dua benih tiap lubang tanam. Untuk satu kali putaran matering device terdiri dari tujuh keluaran benih, setiap satu keluaran benih terdapat dua butir benih yang akan dijatuhkan dari alat. Evaluasi tersebut dilakukan sebanyak tiga kali putaran dan diulang 18 kali. Dengan demikian, tiga kali putaran setara dengan satu ulangan. Parameter yang diamati adalah jumlah benih yang keluar dari masing-masing bagian matering device (kanan dan kiri) dan tingkat kerusakan fisik benih setelah melewati matering device. Penilaian tingkat kerusakan fisik benih berdasarkan kriteria persentase bobot benih utuh dan benih rusak (belah). Tahap kedua yaitu uji viabilitas dan vigor benih hasil evaluasi tahap pertama menggunakan metode ISTA Rules (2008) dengan tolok ukur daya berkecambah (DB) dan keserempakan tumbuh benih (Kst). Benih yang dikecambahkan adalah benih utuh hasil dari evaluasi tahap satu. Evaluasi kecambah pada uji daya berkecambah dilakukan pada kecambah normal, abnormal, dan biji mati. Persentase daya berkecambah diperoleh dengan menghitung kecambah normal 352
Patriyawaty, et al.: Alat Tanam Dua Baris terhadap Produktivitas dan Mutu Benih Kedelai
tanpa menyertakan kecambah abnormal. Selain untuk pengujian daya berkecambah benih, perlakuan ini juga digunakan untuk substrat indikator keserempakan tumbuh benih. Jumlah kecambah normal kuat merupakan data keserempakan tumbuh benih. Untuk mengetahui perbedaan setiap perlakuan pada parameter yang diamati digunakan analisis data uji t-Student pada α 5%. Penelitian Lapang
Penelitian bertujuan untuk mengamati pertumbuhan tanaman di lapangan dengan mengamati populasi dan tingkat hasil tanaman kedelai yang ditanam dengan menggunakan alat dan membandingkannya dengan cara tugal. Pengamatan dilakukan secara acak pada petak percobaan seluas 625 m2 dengan jarak tanam 40 x 15 cm sebanyak 18 ulangan. Baris yang akan diamati untuk setiap ulangan adalah sepanjang 2,4 m (setara dengan 3 kali putaran matering device). Untuk pengamatan parameter hasil diperoleh dari sampel lima tanaman contoh yang diacak dari petak percobaan seluas 625 m2. Efektifitas penggunaan alat tanam baik di laboratorium maupun di lapangan dihitung berdasarkan jumlah biji yang jatuh dari matering device alat tanam. Untuk mengetahui perbedaan setiap perlakuan pada parameter yang diamati digunakan analisis data uji t-Student pada α 5%. Sebagai data dukung dilakukan juga evaluasi terhadap kapasitas dan efektifitas penggunaan alat tanam kedelai. Untuk mengetahui kapasitas alat dilakukan dengan cara mengukur kecepatan kinerja alat tanam pada petak percobaan seluas 625 m2. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Laboratorium Evaluasi Matering Device Alat Tanam Kedelai Dua Baris Hasil evaluasi matering device sistem vertikal menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara matering device kanan dan kiri. Dari hasil evaluasi diperoleh rata-rata jumlah benih yang keluar dari matering device sebanyak 152 butir. Jumlah benih utuh yang keluar dari matering device kanan sebanyak 120 butir, sedangkan kiri sebanyak 184 butir (Tabel 1). Rendahnya jumlah benih yang keluar dari matering device kanan terjadi karena gesekan antara benih dan alat yang timbul akibat tidak lancarnya sistem penjatuhan benih. Jumlah benih yang keluar secara teoritis seharusnya berjumlah 756 butir dari setiap matering device. Rendahnya jumlah benih yang keluar mengindikasikan bahwa matering device alat tanam dua baris masih belum standar dan berdampak terhadap penurunan mutu benih. Tabel 1. Perbandingan jumlah benih utuh yang keluar pada matering device kanan dan kiri. Matering device Kanan Kiri t-hitung t-tabel (34;0,05)
Utuh 10,5 15,6
Bobot benih (g) Rusak 2,4 2,8
Jumlah benih utuh 120,2 184,9 24,049 2,728
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2012
353
Viabilitas dan Vigor Benih Berdasarkan hasil evaluasi kinerja alat yang dilakukan di laboratorium diketahui viabilitas benih (91%) dan vigor benih (82%) awal masih tinggi. Selanjutnya benih tersebut dianalisis kembali viabilitasnya. Hasil analisis menunjukkan bahwa viabilitas dan vigor benih setelah melewati matering device kanan dan kiri sama (Tabel 3). Artinya baik matering device kanan maupun kiri memberikan dampak yang sama terhadap viabilitas dan vigor benih. Hasil analisis menunjukkan bahwa viabilitas dan vigor benih kedelai setelah melewati metering device menurun, yang dicirikan dengan nilai daya berkecambahnya sebesar 82% dan nilai keserempakan tumbuh sebesar 75% (Tabel 2). Dengan demikian, penggunaan alat tanam menyebabkan turunnya daya berkecambah benih sebesar 9% dan keserempakan tumbuh sebesar 7%. Rendahnya daya berkecambah benih diduga karena kerusakan kulit benih akibat gesekan pada alat yang menyebabkan pelukaan pada benih. Benih yang mengalami pelukaan pada kulitnya, lebih cepat kehilangan daya kecambahnya dibanding dengan benih yang tidak luka (Justice dan Bass 2002). Kulit benih yang luka dapat menurunkan viabilitas benih pada saat proses perkecambahan karena laju imbibisi berjalan sangat cepat (Afifah 1990). Hal serupa juga diungkapkan oleh Caldwell (1963) dalam Justice dan Bass (2002) yang menyatakan bahwa benih kedelai yang rusak lebih cepat kehilangan viabilitasnya dibanding dengan benih yang tidak rusak. Tabel 2.
Perbandingan viabiliatas dan vigor benih kedelai varietas Wilis sebelum dan setelah melewati alat tanam.
Parameter
Awal
Akhir
Viabilitas (%) Vigor (%)
91 82
82 75
t-hitung 5,558 3,583
uji t-Student t-tabel (20;0,05) 2,845 2,845
Tabel 3. Perbandingan matering device kanan dan kiri terhadap viabilitas, vigor dan tingkat kerusakan benih kedelai varietas Wilis. Matering device Kanan Kiri t-hitung t-tabel (34;0,05)
Viabilitas (%) Awal Akhir 91 83 91 81 1,544 2,032
Vigor (%) Awal Akhir 82 76 82 74 1,337 2,032
Tingkat kerusakan fisik (%) 18,50 15,25 3,850 2,728
Kerusakan Fisik Benih Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat kerusakan fisik benih pada sistem penjatuh matering device kanan (18,50%) lebih besar dari pada kiri (15,25%) (Tabel 3). Hal ini sejalan dengan hasil evaluasi matering device alat tanam kedelai dua baris, dimana jumlah benih yang keluar dari matering device bagian kanan (120 butir) lebih sedikit dibanding kiri (152 butir). Namun demikian, hasil analisis terhadap dampak fisiologis (viabilitas dan vigor) benih kedelai sama antara matering device kanan dan kiri. Penyebab kerusakan benih diduga akibat gesekan antar benih pada matering device, yang menyebabkan pelukaan pada kilit benih hingga benih terbelah dan mengalami kerusakan pada embrio.
354
Patriyawaty, et al.: Alat Tanam Dua Baris terhadap Produktivitas dan Mutu Benih Kedelai
Dengan demikian terlihat bahwa kerusakan fisik benih baik dalam jumlah sedikit atau banyak tetap akan menyebabkan kerusakan fisiologis benih. Kerusakan yang terdapat pada kulit benih akan dapat meningkatkan jumlah kecambah abnormal bahkan benih mati. Hidajat (1995) melaporkan bahwa kulit biji (testa) merupakan karakter morfologi penting yang dapat menentukan proses fisiologis embrio, sekaligus menjadi penutup dan pelindung embrio. Jika terjadi kerusakan pada kulit benih maka dapat menjadi penyebab rendahnya mutu fisiologis benih. Hasil Penelitian Lapang Populasi dan Hasil Tanaman Kedelai Hasil evaluasi kinerja alat di lapang menunjukkan bahwa populasi tanaman kedelai yang tumbuh dengan cara tugal (30%) lebih besar dibandingkan dengan menggunakan alat (23%) (Tabel 4). Implikasinya, penggunaan alat tanam berdampak terhadap penurunan populasi tanaman kedelai (Tabel 4). Dengan demikian, cara tanam dengan tugal lebih baik (tidak menyebabkan rendahnya populasi) daripada dengan menggunakan alat tanam. Hal ini juga terbukti dari percobaan laboratorium dimana benih kedelai setelah melewati matering device mengalami penurunan pada daya berkecambah. Untuk parameter hasil tanaman diperoleh dari lima tanaman contoh yang diambil secara acak dari plot percobaan seluas 625 m2. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa hasil tanaman kedelai dengan cara tugal (2,34 t/ha) lebih besar dibanding alat tanam (1,88 t/ha) (Tabel 4). Tabel 4.
Perbandingan populasi tanaman yang tumbuh dan hasil tanaman kedelai dengan menggunakan alat tanam dan cara tugal.
Parameter Populasi tanaman (%) Hasil (t/ha)
Cara tanam Alat 23 1,88
Tugal 30 2,34
uji t-Student t-hitung 2,727 4,745
t-tabel (34;0,05) 2,032 2,306
Kapasitas dan Efektifitas Penggunaan Alat Berdasarkan hasil evaluasi waktu yang diperlukan untuk menjatuhkan benih dari matering device adalah 26 menit/625 m2. Dengan demikian diperoleh nilai kapasitas alat sebesar 0,14 ha/jam (setara dengan 1 HOK / ha) dan tingkat efisiensi benih yang tumbuh sebesar 77%. Hal ini disebabkan oleh karena putaran matering device kurang lancar dan penanaman tiap petak tidak bisa penuh pada saat alat belok untuk berpindah lajur. Namun demikian, penggunaan alat tanam masih dapat menghemat tenaga sebesar 19 HOK / ha dibanding cara tugal.
KESIMPULAN DAN SARAN Penggunaan alat tanam secara teknis tidak/belum layak digunakan karena masih belum sempurna yang dicirikan oleh persentase kerusakan fisik benih yang tinggi dan rendahnya mutu benih yang dapat dilihat dari daya berkecambah dan keserempakan tumbuh yang rendah. Populasi tanaman di lapang dengan menggunakan alat tanam lebih rendah dibanding cara tugal. Berdasarkan hasil evaluasi tingkat kerusakan benih terhadap alat tanam, dapat disimpulkan bahwa dampak fisiologis sistem penjatuh metering device kanan
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2012
355
dan kiri adalah sama. Disarankan untuk memodifikasi bahan matering device agar dapat mengurangi kerusakan benih.
DAFTAR PUSTAKA Afifah, S. 1990. Pengaruh kondisi kulit benih terhadap proses imbibisi pada berbagai varietas/galur kedelai. Skripsi S1. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor (tidak dipublikasikan). Anonima, 2007. Mesin Penanam Biji-bijian (Grain Seeder) Model : GS-JP-FL/01. http: //www.litbang.deptan.go.id/alsin/. Diakses tanggal : 9 Pebruari 2009. Anonimb, 2007. Tahun 2006, Deptan RI Canangkan Program Bangkit Kedelai. http:// www.jabar.go.id/user/detail_berita_umum.jsp?id=433. Diakses pada tanggal 5 Juni 2007. Alfan, Zaenal. 2008. Mekanisasi, Pemecahan Masalah Efisiensi Kerja Petani. http://www.indomedia.com/bpost/012000/20/opini/opini1.htm diakses tgl : 25 Februari 2008 Fatah, G. S. A. Dan I.K. Tastra. 2002. Peluang penerapan alat tanam kedelai tipe tarik untuk meningkatkan efisiensi sistem produksi kedelai setelah padi sawah. Prosiding Seminar Nasional Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia (PERTETA). Sistem Pertanian yang Efisien dalam Perspektif Keteknikan Pertanian Memasuki AFTA 2003. Universitas Brawijaya. Malang. Harnowo, D., Hidayat, J.R., dan Suyamto. 2007. Kebutuhan dan teknologi produksi benih kedelai. Hal.: 383-415. Dalam Sumarno, dkk. (Eds.). Kedelai teknik produksi dan pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Hidajat, E.B. 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. Institut Teknologi Bandung. Justice O.L., dan L.N. Bass. 2002. Prinsip dan praktek penyimpanan benih. Penerbit Rajawali. Jakarta. Kasryno, F dan Y. Saefudin. 1987. Prospect and Constrain for Agriculture Mechanization and Its Future Development in Indonesia. Center of Agroeconomic Research. Bogor. Pitoyo, J. 2007. Rekayasa dan uji kinerja alat tanam biji-bijian. Laporan tahunan. Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Pusposutardjo, S. 1991. Status Perkembangan Alat dan Mesin Pertanian di Indonesia. Dalam Lokakarya “Pengembangan Alat dan Mesin Menunjang Industri Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Situs Hijau. 2009. Peningkatan teknologi tepat guna sangat dibutuhkan untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas produksi pertanian. http://www.situshijau.co.id/ tulisan.php?act= detail&id= 329&id_kolom=2 diakses tanggal : 22 April 2009. Sudaryanto, T., Erwidodo, dan Adreng Purwoto. 1994. Pola konsumsi beras, jagung dan kedelai serta implikasinya terhadap proyeksi permintaan. Hal.: 122-142. Dalam Mahyuddin Syam, dkk. (Eds). Kinerja Penelitian Tanaman Pangan. Buku 1 (Kebijaksanaan dan Hasil Utama Penelitian). Puslitbangtan. Bogor. Subandi; Sudaryono; A. Wijanarko; G.S.A. Fatah dan J. Pitoyo. 2009. Pengaruh ameliorasi sampai lapisan tanah subsoil dan alat tanam pada lahan kering masam terhadap produktivitas dan pendapatan usahatani kedelai. Balitkabi (laporan dalam proses penerbitan). The International Seed Testing Assosiation [ISTA]. 2008. International rules for seed testing. Edition 2008. Bassersdorf. Switzerland.
356
Patriyawaty, et al.: Alat Tanam Dua Baris terhadap Produktivitas dan Mutu Benih Kedelai