PENGARUH WAKTU TANAM INDUK BETINA TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN MUTU BENIH JAGUNG HIBRIDA Fauziah Koes dan Oom Komalasari Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas dalam produksi benih jagung hibrida F1 adalah sinkronisasi saat keluar bunga pada tetua jantan dan betina. Pengaturan waktu tanam tetua betina dan jantan merupakan salah satu upaya sinkronisasi pembungaan. Penelitian dilaksanakan pada tahun 2011 di Kabupaten Gowa dan Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan Induk jantan ditanam bervariasi masing-masing: (1) bersamaan tanam, (2) selisih 2 hari sebelum tanam induk betina, (3) selisih 4 hari sebelum tanam induk betina, (4) selisih 6 hari sebelum tanam induk betina, (5) 2 hari setelah tanam induk betina, dan (6) 4 hari setelah tanam induk betina. Hasil biji tertinggi 1,35 t/ha di Gowa dan di Maros 1,90 t/ha diperoleh pada selisih waktu 4 hari antara penanaman tetua jantan yang ditanam lebih dulu daripada tetua betina, sehingga ke depan jagung hibrida F1 Bima 3 sebaiknya ditanam 4 hari sebelum tanam. Kata kunci : Jagung hibrida, waktu tanam, sinkronisasi pembungaan, produktivitas, kualitas benih PENDAHULUAN Benih jagung hibrida silang tunggal dibentuk dari persilangan inbrida jantan dan inbrida betina sebagai tetua pembentuknya. Salah satu masalah yang dikeluhkan oleh para produsen benih jagung hibrida adalah rendahnya produksi benih F1 yang dihasilkan; biasanya hanya berkisar 1,0 ton per hektar. Usaha ke arah peningkatan produktivitas benih hibrida sudah pernah dilakukan, namun hasilnya belum memuaskan karena berbagai permasalahan, antara antara lain bentuk tanaman kurang kekar, jumlah rambut dan jumlah tepung sari relatif sedikit, rentan berbagai cekaman lingkungan, saat penyerbukan yang tepat sulit dicapai, jumlah biji per tongkol sedikit, ukuran tongkol kecil dan produksi benihnya rendah. Namun demikian, produktivitas benih jagung hibrida silang tunggal dalam kondisi manajemen produksi yang optimal dan potensi genetik yang dimiliki hasilnya dapat mencapai 3 t ha-1. Karena itu masih ada 539
Seminar Nasional Serealia 2011
peluang untuk meningkatkan hasil benih F1 dengan upaya penyediaan manajemen produksi benih yang sesuai dan pemilihan varietas yang tetuanya mampu menghasilkan produktivitas benih yang optimal. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh waktu tanam induk betina terhadap produktivitas dan mutu benih jagung hibrida. METODOLOGI Penelitian dilaksanakan di desa Bajeng kabupaten Gowa. Penanaman induk betina dilaksanakan sesuai perlakuan yaitu pada 2, 3, 4 dan 5 hari sesudah penanaman induk jantan. Komposisi tanaman yang digunakan adalah 1 jantan dan 3 betina. Pertanaman berikutnya disesuaikan dengan perlakuan waktu tanam. Benih ditanam pada masing-masing satu galur murni (inbreed) tetua jantan Mr14 dan satu tetua betina G193, untuk menghasilkan F1 hibrida BIMA 5, disilangkan dengan pengaturan
komposisi tetua jantan dan betina dengan perbandingan 1 : 3. Tanaman induk jantan ditanam bersamaan induk betina dengan jarak tanam 70 x 20 cm, satu biji per lubang tanam, agar dapat terjadi sinkronisasi pembungaan antara bunga jantan dan betina. Tanaman dipupuk dengan 225 kg N, 50 K2O dan 50 P2O5/ha. Pengamatan dilakukan terhadap parameter-parameter berikut: (1) Persentase tanaman tumbuh, dihitung pada 5 sampai 7 hari sesudah tanam. Tanaman yang tumbuh vigor dan kurang vigor dihitung dari total tanaman yang tumbjuh; (2) Umur berbunga jantan (anthesis), dihitung dari waktu tanam sampai 50% tanaman dalam petakan yang telah membentuk malai (tassell) dan telah memproduksi tepung sari; (3) Umur berbunga betina (silking), dihitung dari waktu tanam sampai 50% tanaman dalam petakan yang mengeluarkan rambut tongkol minimal sepanjang 2 cm; (4) Tinggi tanaman, diukur dari permukaan tanah sampai buku tempat daun bendera; (5) Tinggi letak tongkol, diukur dari permukaan tanah sampai buku tempat tongkol; (6) Jumlah dan persentase tanaman yang dipanen per petak; (7) Jumlah tongkol panen per petak diukur pada ukuran petak sampel yang telah ditetapkan; (8) Bobot tongkol panen kupasan per petak; (9) Kadar air biji saat panen; (10) Bobot biji dan janggel pada 6 tongkol di Soppeng dan 10 tongkol di Bajeng yang
540
ditentukan secara acak; (11) Rendemen biji dihitung dari perbandingan antara bobot tongkol kupas dengan bobot pipilan pada kadar air yang sama; (12) Panjang tongkol dikukur dari letak biji di bagian dasar tongkol sampai pada letak biji diujung tongkol; (13) Diameter tongkol diukur dari bagian tengah tongkol diambil dari 10 tongkol secara acak (14) Jumlah baris biji per tongkol, dihitung jumlah baris di setiap tongkol diambil daro 10 tongkol secara acak (15) Jumlah biji per baris diambil dari 10 tongkol secara acak dan di setiap tongkol acak hanya diukur satu baris secara acak; (16) Bobot 100 biji diambil secara acak dari 10 tongkol yang telah diacak; (17) Hasil biji per petak dan hasil biji/ha, dikonversi pada kadar air 14% untuk masing-masing perlakuan; (18) Mutu benih yang dihasilkan (bobot benih, vigor dan daya berkecambah benih serta ketahanan benih), dengan mengecambahkan benih pada media pasir sejumlah 50 butir benih per ulangan, kemudian dievaluasi daya berkecambahnya dan vigor benih yang dihasilkan. HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase tanaman tumbuh, tinggi tanaman dan tinggi tongkol tetua jantan dan betina dengan waktu tanaman yang berbeda ditampilkan pada Tabel 1.
Fauziah Koes dan Oom Komalasari : Pengaruh Waktu Tanam Induk Betina Terhadap Produktivitas dan Mutu Benih Jagung Hibrida
Tabel 1. Tanaman tumbuh, tinggi tanaman dan tinggi letak tongkol pada penelitian waktu tanam tetua jantan dan betina, KP. Bajeng Kabupaten Gowa dan Layya Kabupaten Maros, 2010 Waktu tanam tetua jantan
Tanaman Tumbuh Jantan Betina
Tinggi Tanaman Jantan Betina
Tinggi Letak Tongkol Jantan Betina
Bajeng, Gowa Bersamaan tetua betina 65
88
67,85 c
64,98 a
147,70 tn
139,95 ab
66
79
70,78 c
65,58 a
145,35
133,13 b
56
76
81,53 ab
69,20 a
141,60
134,58 b
58
81
72,28 bc
58,43 c
143,08
133,55 b
55
78
82,68 a
64,35 ab
148,70
142,45 a
52
74
83,53 a
58,73 a
146,00
132,25 b
2 hari sebelum tanam tetua Betina 4 hari sebelum tanam tetua betina 2 hari setelah tanam tetua betina 4 hari setelah tanam tetua betina 6 hari setelah tanam tetua betina Layya, Maros Bersamaan tetua betina
89,39 a
93,57 a
57,92tn
79,16ab
-
66,91 bc
2 hari sebelum tanam tetua betina
80,49 c
90,31 ab
56,25
82,95ab
-
64,89 bc
4 hari sebelum tanam tetua betina
86,39 ab
85,92 c
64,57
99,18 c
-
58,01 c
2 hari setelah tanam tetua betina
89,16 a
86,54 bc
52,50
82,23ab
-
77,92 a
4 hari setelah tanam tetua betina
86,94 ab
88,21 bc
51,67
97,93 a
-
73,54 ab
6 hari setelah tanam tetua betina
84,03 ab
85,81 c
43,76
72,51 b
-
70,13 ab
Ket: angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada 0,05 uji Duncan tn = tidak nyata
Persentase tanaman tumbuh yang rendah berkaitan dengan kondisi suhu dan lengas tanah yang kurang optimal, sehingga kurang mendukung pertumbuhan tanaman. Benih tanaman tetua betina persentase tumbuhnya lebih tinggi dibandingkan dengan tetua jantan di KP Bajeng Gowa. Berdasarkan hasil pengamatan tinggi tanaman dan tinggi letak tongkol pada penelitian di KP Bajeng Gowa, umumnya memperlihatkan 541
Seminar Nasional Serealia 2011
pertumbuhan tanaman tetua jantan yang lebih tinggi dibanding tinggi tanaman tetua betina. Hal ini membantu terjadinya penyerbukan yang lebih optimal karena jumlah tepung sari yang dihasilkan lebih mudah menyerbuki bunga betina (silk) dari tanaman tetua betina. Letak tongkol rata-rata berada pada posisi setengah dari tinggi tanamannya, sehingga tanaman tidak mudah rebah dan cukup mudah menerima tepung sari. Sedangkan
Umur Berbunga (hst)
penelitian yang terletak di Layya Kabupaten Maros memperlihatkan bahwa rata-rata tinggi tanaman tetua betina lebih tinggi dibandingkan tanaman tetua jantan. Pada parameter waktu berbunga di KP Bajeng terlihat bahwa perlakuan 4 hari setelah tanam tetua betina (BJ4) waktu berbunga betinanya lebih lambat mencapai 50 %, sehingga tidak sinkron penyerbukannya, yaitu keluarnya malai pada tetua jantan lebih cepat keluar dibanding rambut tongkol pada tanaman tetua betina sehingga banyak tongkol yang ompong karena tidak memperoleh tepung sari. Sedangkan percobaan di Layya Kabupaten Maros karena berada pada daerah ketinggian, maka keluarnya malai lebih lambat dan juga pertumbuhan tanamannya lebih lambat. Pada Tabel 2 Untuk penelitian di Gowa pada parameter panjang tongkol, diameter tongkol dan jumlah baris biji per tongkol untuk semua perlakuan tidak memperlihatkan perbedaan yang berarti atau tidak berbeda nyata. Sedang pada parameter pengamatan jumlah biji per
baris, pada perlakuan selisih waktu penanaman tetua betina 4 dan 6 hari setelah tetua jantan ditanam terlihat bahwa karena waktu tanam tetua jantan terlalu jauh bedanya dengan tetua betina, maka tepung sari sudah banyak terbuang sebelum rambut betina siap untuk menerima tepung sari, karena itu banyak tongkol yang ompong (barren) sehingga hasil bijinya rendah. Sedangkan pada penelitian yang berlokasi di Kab. Maros, pada parameter panjang tongkol dan diameter tongkol untuk setiap perlakuan memperlihatkan pengaruh terhadap waktu tanam, dimana induk jantan ditanam 2 hari sebelum induk betina ditanam memperlihatkan hasil yang tertinggi bila dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Pada parameter jumlah baris biji per tongkol, perlakuan yang memperlihatkan hasil yang tertinggi tanaman jantan yang ditanam 2 hari setelah induk betina ditanam yaitu 14,63. Sedang pada parameter jumlah biji per baris semua perlakuan tidak berpengaruh nyata.
70 65 60
Jantan
55
Betina
50 JB
JB2
JB4
BJ2
BJ4
BJ6
Perlakuan Gambar 1. Umur berbunga (hst) tanaman tetua jantan dan betina pada penelitian waktu tanam, KP Bajeng Kabupaten Gowa, 2010 Keterangan: Induk jantan ditanam (1) bersamaan tanam (JB) (4) 2 hari setelah tanam induk betina(BJ2) (2) 2 hari sebelum tanam induk betina (JB2) (5) 4 hari setelah tanam induk betina (BJ4) (3) 4 hari sebelum tanam induk betina (JB4) (6) 6 hari setelah tanam induk betina(BJ6)
542
Fauziah Koes dan Oom Komalasari : Pengaruh Waktu Tanam Induk Betina Terhadap Produktivitas dan Mutu Benih Jagung Hibrida
Tabel 2. Panjang tongkol, diameter tongkol, jumlah baris biji/tongkol dan jumlah biji/baris dari hasil per tanaman. Waktu tanam tetua jantan Gowa Bersamaan tetua betina 2 hari sebelum tanam tetua betina 4 hari sebelum tanam tetua betina 2 hari setelah tanam tetua betina 4 hari setelah tanam tetua betina 6 hari setelah tanam tetua betina Maros Bersamaan tetua betina 2 hari sebelum tanam tetua betina 4 hari sebelum tanam tetua betina 2 hari setelah tanam tetua betina 4 hari setelah tanam tetua betina 6 hari setelah tanam tetua betina
Panjang tongkol (cm)
Diameter tongkol (cm)
Jumlah baris biji/tongkol
Jumlah baris
11,38tn 12,24
3,73tn 3,90
12,50tn 13,08
20,29 a 20,21 a
12,57
3,98
13,20
20,26 a
12,23
3,89
12,71
20,44 a
12,11
3,80
12,96
18,75 b
12,16
3,92
12,50
18,05 b
12,94 d 15,76 a
4,39 b 5,23 a
13,37 bc 13,61 b
21,21 tn 23,32
13,99 bcd
4,38 b
12,41 c
21,39
14,44 bc
4,65 b
14,63 a
21,83
14,59 a
4,18 b
11,27 d
21,48
13,12 cd
4,31 b
13,23 bc
23,05
biji/
Ket : angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada 0,05 uji Duncan tn = tidak berbeda nyata
Umur Berbunga (hst)
72 70 68 66 64
Jantan
62
Betina
60 58 JB
JB2
JB4
BJ2
BJ4
BJ6
Perlakuan Gambar 2.
543
Umur berbunga (hst) tanaman tetua jantan dan betina pada penelitian waktu tanam, Layya Kabupaten Maros, 2010
Seminar Nasional Serealia 2011
Tabel 3. Rata-rata bobot 6 tongkol, rendemen biji, dari hasil per tanaman Waktu tanam tetua jantan
Bobot 6 tongkol (g)
Rendemen biji (%)
Hasil (ton/ha)
Gowa bersamaan tetua betina
480 ab
43,0 ab
1,16 ab
2 hari sebelum tanam tetua betina
470 ab
46,0 ab
1,25 ab
4 hari sebelum tanam tetua betina
510 a
50,0 a
1,35 a
2 hari setelah tanam tetua betina
460 ab
46,0 ab
1,23 ab
4 hari setelah tanam tetua betina
480 ab
48,0 ab
1,28 ab
6 hari setelah tanam tetua betina
410 b
40,0 b
1,08 b
Maros Bersamaan tetua betina
537 bc
43,00 bc
1,71 tn
2 hari sebelum tanam tetua betina
625 ab
62,50 ab
1,80
4 hari sebelum tanam tetua betina
751 a
75,50 a
1,90
2 hari setelah tanam tetua betina
481 bc
43,00 bc
1,74
4 hari setelah tanam tetua betina
436 c
43,50 c
1,77
6 hari setelah tanam tetua betina
492 bc
41,25 bc
1,63
Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan, tn= tidak nyata
Dari tabel di atas terlihat bahwa yang memberikan hasil yang tertinggi adalah untuk parameter bobot 6 tongkol dan rendemen adalah perlakuan dimana induk jantan ditanam 4 sebelum induk betina di tanam yaitu 510 gr dan 50 % untuk kegiatan yang berlokasi di Kab. Gowa. Sedangkan kegiatan yang berlokasi di Kab. Maros perlakuan yang memberikan hasil yang tertinggi adalah produksi benih jagung hibrida silang tunggal menurun karena stes air, dan kurangnya radiasi matahari. Demikian pula defisiensi hara dapat menyebabkan pertumbuhan tongkol lambat sehingga berpengaruh terhadap terhadap anthesis silking interval (ASI) yaitu perbedaan ASI semakin bertambah besar. Bertambah besarnya perbedaan anthesis silking interval (ASI) dapat berpengaruh terhadap pembentukan biji. Kurangnya tepung sari, dan menurunnya viabilitas tepung sari merupakan penyebab utama penurunan hasil biji pada produksi benih F1 hibrida (Bolanos dan Edmeades, dalam Fonseca et al. 2004). Pengelolaan lingkungan pertumbuhan yang baik saat produksi benih juga dapat berpengaruh 544
sama dengan penelitian di Gowa yaitu induk jantan ditanam 4 sebelum induk betina. Sedangkan untuk parameter hasil, perlakuan yang memberikan hasil yang tertinggi yaitu induk jantan ditanam 4 sebelum induk betina baik penelitian yang berlokasi di Gowa maupun di Maros yaitu 1,3 t ha-1 dan 1,90 t ha-1. Westgate dan Boyer, dalam Fonseca et al. (2004) menyatakan bahwa positif terhadap produksi tepung sari dan viabilitas tepung sari sehingga dapat memberi peluang waktu penyerbukan yang tepat (sinkronisasi pembungaan antara malai pada tetua jantan dan rambut pada tetua induk betina (Westgate et al. 2003). Sinkronisasi pembentukan bunga malai pada tanaman jantan dan rambut pada tongkol tetua betina sangat menjamin terjadinya proses fertilisasi yang optimal, namun perlu diikuti pemupukan yang tepat untuk meningkatkan hasil biji . Pada Tabel 4 terlihat bahwa dari semua perlakuan untuk parameter pengamatan kadar air panen tidak berbeda nyata, demikian pula dengan daya hantar listrik semua perlakuan.
Fauziah Koes dan Oom Komalasari : Pengaruh Waktu Tanam Induk Betina Terhadap Produktivitas dan Mutu Benih Jagung Hibrida
Dari data pengamatan daya hantar listrik berkisar antara 18,29 µS/cm/g sampai 28,13/cm/g µS ini menandakan bahwa walaupun daya berkecambah benihnya belum diuji tapi data tersebut bisa dijadikan dasar bahwa vigor tanaman akan tinggi (Standard International Seed Asc). Nilai daya hantar listrik lebih kecil atau sama dengan 25 µS/cm/g berarti vigor benihnya sangat tinggi, sedang bila nilainya lebih besar dari 43 µS /cm/g berarti vigor benihnya sangat rendah dan tidak dapat lagi digunakan sebagai benih
(Milosevic et al. 2010). Sedangkan di Kab. Maros untuk parameter kadar air untuk semua perlakuan tidak berpengaruh nyata. Pada parameter daya hantar listrik untuk semua perlakuan memperlihatkan pengaruh yang sangat nyata terhadap waktu tanam. Dimana nilai dari daya hantar listrik rata-rata semua perlakuan nilainya kecil. Ini sangat erat kaitannya dengan daya berkecambah. Dimana nilai daya berkecambah berbanding terbalik dengan nilai daya hantar listrik.
Tabel 4. Rata-rata bobot 100 butir, kadar air panen, dan daya hantar listrik Waktu tanam tetua jantan Gowa Bersamaan tetua betina 2 hari sebelum tanam tetua betina 4 hari sebelum tanam tetua betina 2 hari setelah tanam tetua betina 4 hari setelah tanam tetua betina 6 hari setelah tanam tetua betina Maros Bersamaan tetua betina 2 hari sebelum tanam tetua betina 4 hari sebelum tanam tetua betina 2 hari setelah tanam tetua betina 4 hari setelah tanam tetua betina 6 hari setelah tanam tetua betina
Bobot 100 butir (g)
Kadar Air (%)
Daya Hantar Listrik (µS/cm/g)
26,66 b 28,01 ab 28,67 a 28,89 a 27,35 ab 28,35 a
27,93 tn 28,87 27,78 27,67 28,65 28,25
18,47 tn 18,29 25,06 19,69 24,35 28,13
31,93 c 32,49 c 32,01 c 32,85 bc 33,52 b 35,39 a
34,30 tn 35,35 35,30 34,48 35,55 36,03
14,37 e 15,31 d 11,44 f 21,86 a 17,56 b 15,89 c
Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata 0,05 pada uji Duncan tn = tidak nyata
Tabel 5. Daya berkecambah, kecepatan tumbuh, dan panjang akar Benih F1 Hibrida Waktu tanam Gowa Bersamaan tetua betina 2 hari sebelum tanam tetua betina 4 hari sebelum tanam tetua betina 2 hari setelah tanam tetua betina 4 hari setelah tanam tetua betina 6 hari setelah tanam tetua betina Maros Bersamaan tetua betina 2 hari sebelum tanam tetua betina 4 hari sebelum tanam tetua betina 2 hari setelah tanam tetua betina 4 hari setelah tanam tetua betina 6 hari setelah tanam tetua betina
Daya berkecambah (%)
Kecepatan tumbuh (%/etmal)
Panjang akar (cm)
93,00 ab 89,50 ab 94.00 ab 88,50 ab 87,50 b 91,50 ab
25,07 b 23,39 c 27,09 a 23,34 c 22,66 c 25,13 b
16,09 ab 16,38 a 17,30 a 16,41 a 14,29 c 14,73 bc
99 tn 99 100 98 99 98
32,53 tn 32,58 33,29 31,79 32,83 32,21
13,58 tn 13,68 14,73 13,83 13,23 13,63
Ket : angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan, tn = tidak nyata
545
Seminar Nasional Serealia 2011
2 1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0
Gowa Maros
JB
JB2
JB4
BJ2
BJ4
BJ6
Perlakuan Gambar 3. Hasil biji dari KP Bajeng dan Camba, Maros. Daya berkecambah benih yang dihasilkan pada percobaan di KP Bajeng kabupaten Gowa tidak menunjukkan perbedaan, jika ditinjau dari pengaruh waktu tanam, berbeda dengan kecepatan tumbuh benih serta panjang akarnya, setiap perlakuan waktu tanam berbeda nyata, dimana daya berkecambah yang tinggi akan diikuti oleh kecepatan tumbuh dan panjang akar yang tinggi pula. Akar tanaman akan berpengaruh terhadap pertumbuhan yang optimal. Rata-rata daya berkecambah dari benih yang dihasilkan antara 87,5% sampai 94,0% sehingga seluruhnya memenuhi kriteria benih yang layak ditanam. Dari gambar di atas terlihat bahwa hasil yang tertinggi diperoleh dari perlakuan selisih 4 hari sebelum tanam induk betina (JB4) baik kegiatan yang berlokasi di Kab Gowa dan Kab Maros yaitu 1,35 ton/ha dan 1,90 t ha-1. Bila dihubungkan dengan waktu berbunga tetua jantan dan tetua betina, keluarnya bunga jantan dan bunga betina jaraknya tidak terlalu jauh, sehingga hasil benih F1 akan lebih tinggi karena akan ditunjang oleh meningkatnya peluang sinkronisasi pembungaan antara tanaman tetua jantan dengan tanaman tetua betina.
546
KESIMPULAN Hasil biji tertinggi sebesar 1,35t ha-1 untuk kegiatan yang berlokasi di Gowa dan 1,90 t ha-1 untuk kegiatan yang berlokasi di Maros diperoleh pada selisih waktu 4 hari antara penanaman tetua jantan yang ditanam lebih duluan dari pada tetua betina, sehingga untuk ke depannya untuk jagung hibrida F1 Bima 3 sebaiknya ditanam selisih 4 hari sebelum tanam. DAFTAR PUSTAKA Bisnis Indonesia, 2008. BISI incar 65% pasar benih jagung. www.deptan.go.id, diakses 7 Agustus 2008. Milosevic, M., M. Vujakovic, and D. karagic. 2010. Vigor test as indicators of seed viability. Genetika. Vol. 42 No. 1 : 103-118 Saenong, S., A.F. Fadhly, F. Tabri, S. Saenong dan F. Koes. 2009. Teknologi produksi benih jagung hibrida berumur genjah. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros, 49p. Westgate et al., 2003). Simulating Potential Kernel Production in
Fauziah Koes dan Oom Komalasari : Pengaruh Waktu Tanam Induk Betina Terhadap Produktivitas dan Mutu Benih Jagung Hibrida
Maize Hybrid Seed Fields Madison: Sep/Oct 2003. Vol. 44, Edisi 5; pg. 1696, 14 p. Westgate dan Boyer, 1985a; Westgate dan Boyer, 1986; Mitchell dan Petolino, 1988 cit Steven R. Anderson, Michael J. Lauer, John B. Schoper dan Richard M. Shibles.
547
Seminar Nasional Serealia 2011
2004. Pollination Timing Effect on Kernel Set and Silk Receptivity in Four Maize Hybrids. Crop Physiology & Metabolism. Crop Science. Published in Crop Sci. 44: 464-473. 677 S. Segoe Rd. Madison, WI 53711 USA.