Pengaruh Jarak Tanam terhadap Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Varietas Jagung Hibrida di Kawasan Pengembangan Jagung Kabupaten Sumbawa Baiq Tri Ratna Erawati dan Awaludin Hipi Balai Pengkajian teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat Jl. Raya Peninjauan Narmada, Lombok Barat NTB Telp. (0370) 671312, Fax (0370) 671320 E-mail :
[email protected] Abstrak Jagung merupkan komoitas penting setelah padi. Kebutuhan jagung terus meningkat setiap tahun. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut perlu dilakukan peningkatan produksi dan produksivitas, salah satunya melalui penggunaann varietas unggul hibrida dan pengaturan populasi (jarak tanam) yang optimal. Penelitian dilakukan di lahan sawah pada bulan Juni sampai September 2015. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh varietas dan jarak tanam terhadap pertumbuhan dan hasil (produktivitas) jagung. Disain percobaan menggunakan rancangan petak terpisah dengan tiga ulangan. Petak utama adalah varietas yang terdiri atas dua aras ; V1 (Bima19l), dan V2 (Bima-20), dan anak petak adalah jarak tanam yang terdiri atas enam aras ;J1 (100 50 cm x 40 cm), J2 (90 - 50 cm x 40 cm), J3 (80 - 50 cm x 40 cm), J4 ( 80 - 40 cm x 40 cm), J5 (70 cm x 40 cm). dan J6 (70 cm x 20 cm), yang diulang sebanyak tiga kali. Varietas berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman, tinggi tongkol) tetapi tidak berbeda nyata terhadap hasil biji kering jagung. Jarak tanam berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil biji kering jagung. Jarak tanam J3 (80 - 50 cm x 40 cm) yang ditata dengan sistem double row, menunjukkan hasil biji kering tertinggi sebesar 10,64 t/ha. Kombinasi varietas dan jarak tanam terbaik adalah Bima-20 dengan jarak tanam J3 (80 - 50 cm x 40 cm) yang ditata dengan sistem double row, memberikan hasil biji kering tertinggi sebesar 11,17 t/ha. Kombinasi perlakuan ini dapat dijadikan rekomendasi untuk pengembangan jagung khususnya di Kecamatan Utan Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat. Kata kunci : hasil, jagung varietas, jarak tanam
Pendahuluan Jagung merupakan salah satu komoditi tanaman pangan yang dapat mengambil peran dalam pembangunan sektor pertanian. Di Indonesia jagung merupakan komoditas pangan kedua setelah padi. Kebutuhan jagung terus meningkat dari tahun ketahun sejalan dengan peningkatan taraf hidup ekonomi masyarakat dan kemajuan industri pakan ternak sehingga perlu upaya peningkatan produksi. Sumbawa merupakan salah satu kabupaten sentra produksii jagung di Nusa Tenggara Barat (NTB). Rata-rata produktivitas jagung di wilayah ini pada tahun 2012 sebesar 54,92 kw/Ha, dan pada tahun 2013 meningkat sebesar 2,31 kw/ha sehingga menjadi 57,23 Kw/ha (BPS, 2013). Produktivitas ini masih rendah jika dibandingkan dengan Kabupaten lain yang ada di Provinsi NTB seperti Kabupaten Lombok Timur sebesar 61,12 kw/ha. Untuk itu perlu adaya upaya dalam peningkatan produktivitas. Peningkatan produksi dan produktivitas jagung selain melalui perluasan areal tanam, dapat dilakukan melalui ekstensifikasi, khususnya dari aspek teknologi budidaya, antara lain penggunaan varietas unggul dan pengaturan populasi tanaman. Penggunaan varietas saat ini lebih ditekankan pada pengembangan jagung hibrida karena memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan benih jagung biasa, keunggulan tersebut antara lain, masa panen lebih cepat, lebih tahan
608
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
serangan hama dan penyakit serta produktifitasnya lebih tinggi. Menurut Hatta (1999), peningkatan produksi jagung melalui intensifikasi khususnya dengan mempertinggi produktivitas hasil merupakan pilihan yang lebih realitistis. Varietas unggul jagung yang telah dilepas di Indonesia pada umumnya dianjurkan untuk ditanam di dataran rendah, di bawah 800 m dari atas permukaan laut. Beberapa varietas jagung hibrida dapat beradaptasi dengan baik di dataran menengah sampai tinggi (Rukmana 2002). Varietas unggul mempunyai pertumbuhan lebih baik, perakaran kokoh, batang tegak, toleran rebah, cepat tumbuh, umur panen 95 hari, populasi optimum 66.887 tanaman/ha, dan tahan penyakit karat. Menurut Yulisma (2011) suatu varietas mempunyai hubungan yang erat dengan populasi per satuan luas. Namun, semakin meningkat kebutuhan benih akan menaikkan biaya produksi. Populasi tanaman (jarak tanam) merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil tanaman. Peningkatan hasil jagung dapat diupayakan melalui pengaturan kerapatan tanam hingga mencapai populasi optimal. Menurut Gardner et al. (1996), pengaturan kerapatan tanaman bertujuan untuk meminimalkan kompetisi intrapopulasi agar kanopi dan akar tanaman dapat memanfaatkan lingkungan secara optimal. Jumlah tanaman yang berlebihan akan menurunkan hasil karena terjadi kompetisi terhadap unsur hara, air, radiasi matahari, dan ruang tumbuh sehingga akan mengurangi jumlah biji pertanaman (Irfan 1999). Sebaliknya, jarak tanam jarang (populasi rendah) dapat memperbaiki pertumbuhan individu tanaman, tetapi memberikan peluang berkembangnya gulma. Tanaman jagung yang disertai pertumbuhan gulma akan berdampak negatif karena terjadi kompetisi dalam pemanfaatan unsur hara, air, cahaya dan ruang tumbuh. Namun, jarak tanam yang terlalu lebar selain mengurangi jumlah populasi tanaman juga menyebabkan berkurangnya pemanfaatan cahaya matahari, dan unsur hara oleh tanaman, karena sebagian cahaya akan jatuh ke permukaan tanah dan unsur hara akan hilang karena penguapan dan pencucian. Yulisma (2011), jarak tanam yang terlalu rapat akan menghambat pertumbuhan tanaman, tetapi jika terlalu jarang akan mengurangi populasi per satuan luas. Oleh karena itu, diperlukan strategi pengelolaan lahan, antara lain dengan menciptakan kondisi lingkungan tumbuh yang sesuai untuk mencapai hasil maksimal (Rambitan 2005). Daya hasil maksimal jagung varietas Pioneer tercapai pada kerapatan tanam 60.000 tanaman/ha. Peningkatan kerapatan tanam 75.000 tanaman/ha akan menurunkan hasil (Irfan 1999). Ismon et al. (1998), menganjurkan penggunaan populasi tanaman jagung 55.000 tanaman/ha untuk varietas berumur dalam dan 70.000 tanaman/ha untuk varietas berumur genjah. Jarak tanam yang terlalu rapat akan menghambat pertumbuhan tanaman, tetapi jika terlalu jarang akan mengurangi populasi per satuan luas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) pengaruh varietas dan jarak tanam terhadap pertumbuhan dan produktivitas jagung dan (2) kombinasi terbaik dari perlakuan varietas dan jarak tanam.
Metodologi Penelitian dilakukan di lahan petani pada agroekosistem lahan sawah di Desa Pukat Kecamatan Utan Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa Tenggra Barat, pada bulan Juni sampai September 2015. Penelitian menggunakan rancangan petak terpisah, yaitu varietas (V) sebagai
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
609
petak utama terdiri atas dua aras, yaitu: V1: Bima-19 dan V2: Bima-20, dan perlakuan jarak tanam (J) sebagai anak petak, yang terdiri atas 6 aras, yaitu: J1: 100 cm – 50 cm x 40 cm/2 biji/lubang, sistem double row (populasi 66.667 tanaman/ha), J2: 90 cm – 50 cm x 40 cm/2 biji/lubang, sistem double row (populasi 71.429 tanaman/ha), J3: 80 cm - 50 cm x 40 cm/2 biji/lubang, sistem double row (populasi 76.923 tanaman/ha), J4: 80 cm - 40 cm x 40 cm/2 biji/lubang, sistem double row (populasi 83.333 tanaman/ha), J5: 70 cm x 40 cm/2 biji/lubang, sistem tandur jajar (populasi 71.429 tan/ha), dan J6: 70 cm x 20 cm/1 biji/lubang, sistem tandur jajar (populasi 71.429 tanaman/ha). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Pada setiap petak percobaan diambil sampel tetap secara acak sebanyak lima tanaman untuk pengukuran berbagai peubah yang diamati. Sebelum penelitian diambil contoh tanah untuk analisis sifat fisik dan kimia tanah tempat penelitian. Pengelolaan lahan menggunakan sistem tanpa olah tanah (TOT), lahan disemprot dengan menggunakan herbisida (4 liter/ha). Setelah rumput mati dilakukan persiapan tanam. Sebelum tanam terlebih dahulu benih di seed treatment dengan cruiser dan saromil sebanyak 2,5 g dicampur 10 ml air per 1 kilogram benih. Benih dicampur secara merata kemudian diangin-anginkan,agar larutan tersebut dapat masuk kedalam benih. Penanaman dilakukan dengan menugal benih sedalam 3-5 cm, jarak antar lubang tanam ditentukan sesuai dengan perlakuan jarak tanam, untuk perlakuan J1-J5 setiap lubang diisi dua benih jagung, sedangkan untuk perlakuan J6 setiap lubang diisi satu benih jagung, lalu ditutup dengan pupuk organik (petroganik) sebanyak 500 kg/ha, ditambah dengan tebaran jerami kemudian dibakar. Penggunaan jerami yang dibakar merupakan modifikasi dari exsisting teknologi ditingkat petani. Pemupukan dilakukan sebanyak 2 kali pada umur 10 hari setelah tanam (hst) dan 35 hst. Dosis pupuk yang digunakan terdiri atas 300 kg NPK Phonska/ha dan 200 kg urea/ha, dosis ini merupakan rekomendasi dari hasil analisis tanah. Pemberian pupuk dilakukan dengan menggunakan tugal, sedalam 7-15 cm, dengan jarak dari kedua sisi tanaman 5 cm. Pada saat pemupukan, lubang pupuk ditutup kembali dengan tanah. Untuk pengendaliah hama dan penyakit disesuaikan dengan tingkat serangan dilapangan. Penyiangan gulma dilakukan pada umur 14-21 hari disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan gulma dilapangan. Pengendalian gulma dilakukan secera kimiawi dengan menggunakan herbisida pasca tumbuh yang selektif. Pengairan dilakukan sesuai dengan kebutuhan tanaman yaitu sekitar 4 – 6 kali selama pertumbuhan tanaman. Pemanenan dilakukan setelah tongkol masak dengan ciri morfologi matang panen, ditandai oleh kelobot berwarna coklat muda dan kering serta biji mengkilat, ada tanda hitam (black layer) pada pangkal dudukan biji. Parameter atau peubah yang diamati antara lain ; tinggi tanaman, tinggi letak tongkol, jumlah tanaman yang dipanen, jumlah tongkol yang dipanen, panjang tongkol, diameter tongkol, jumlah baris per tongkol, jumlah biji per tongkol, bobot 100 biji dan hasil biji kering. Data dianalisis dengan menggunakan Anova, bila terdapat beda nyata maka diuji lanjut dengan menggunakan Duncan pada taraf 0,5. Data dianalisis dengan menggunakan solfwere SAS. Hasil dan Pembahasan Hasil biji dan komponen hasil
610
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Dari Tabel 1 diketahui bahwa, varietas tidak berpengaruh nyata terhadap hasil biji kering jagung, begitu juga halnya dengan panjang tongkol, diameter tongkol, dan jumlah baris per tongkol. Ini menunjukkan bahwa kedua varietas jagung hibrida Bima-19 maupun Bima-20 memiliki potensi hasil yang sama pada kondisi lingkungan yang sama. Pengaruh nyata varietas, terlihat pada jumlah biji per tongkol dan bobot 100 biji. Varietas Bima-19 memiliki jumlah biji per tongkol yang lebih banyak sebesar 538.28 butir dibanding varietas Bima-20, tetapi memiliki ukuran biji yang lebih kecil. Ini ditunjukkan dari bobot 100 biji Bima-19 lebih rendah sebesar 31.89 gram dibandingkan Bima-20. Sementara Bima-20 menunjukkan hasil yang sebaliknya. Oleh sebab itu pengaruh varietas tidak nyata terhadap peningkatan hasil biji kering jagung. Sedangkan untuk jarak tanam berpengaruh nyata terhadap peningkatan hasil biji jagung. Dimana jarak tanam J3 (80 – 50 x 40 cm) dengan sistem double row (populasi 76.923 tanaman/ha) memberikan hasil biji kering tertinggi sebesar 10,64 t/ha, dibandingkan dengan jarak tanam J4 (80 – 40 x 40 cm) yang populasinya lebih tinggi dan jarak tanam lainnnya yang memiliki populasi yang lebih rendah. Hasil biji kering terendah ada pada perlakuan J6 (70 x 20 cm) sebesar 8.55 t/ha dan J5 (70 x 40 cm) sebesar 8.29 t/ha. Ini berarti bahwa populasi yang sama tetapi penataan jarak tanam yang berbeda akan memberikan hasil biji kering yang berbeda pula. Hal ini banyak dipengaruhi oleh tingkat penyerapan sinar matahari oleh daun, yang akan digunakan untuk proses fotosintesis. Areal yang longgar akan lebih mempermudah tanaman dalam menerap sinar matahari, unsur hara dan air yang dibutuhkan tanaman untuk fotosintesis dan menghasilkan asimilat untuk memproduksi biji. Menurut Sitompul & Guritno (1995), pengaturan jarak tanam merupakan salah satu cara untuk menciptakan faktor-faktor yang dibutuhkan tanaman dapat tersedia bagi setiap tanaman dan mengoptimalisasi penggunaan faktor lingkungan yang tersedia. Menurut Sutoro et al. (1988), peningkatan produksi jagung dapat dilakukan dengan cara perbaikan tingkat kerapatan tanaman (jarak tanam). Peningkatan tingkat kerapatan tanaman per satuan luas sampai suatu batas tertentu dapat meningkatkan hasil biji. Sebaliknya pengurangan kerapatan tanaman jagung per hektar dapat mengakibatkan perubahan iklim mikro yang mempengaruhi pertumbuhan dan hasil jagung. Ini menunjukkan bahwa jarak tanam J3 (80 – 50 x 40 cm) dengan sistem double row merupakan jarak tanam yang terbaik untuk kedua varietas jagung hibrida tersebut. Hasil ini sesuai dengan Yulisma (2011), bahwa perlakuan jarak tanam sangat berpengaruh nyata terhadap hasil pipilan kering jagung, ini dipengaruhi oleh bobot kering tanaman, dimana bobot kering tanaman semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jarak tanam, dan menurun kembali setelah mencapai jarak tanam maksimum masing-masing 40 cm x 40 cm dan 50 cm x 40 cm. Perlakuan jarak tanam J3 (80 – 50 x 40 cm) memiliki hasil biji kering tertinggi, didukung oleh tongkol yang lebih panjang, diameter yang lebih besar, jumlah baris per tongkol dan jumlah biji per tongkol lebih banyak serta bobot 100 biji yang lebih berat. Terjadinya perbedaan yang nyata ini diduga akibat jarak tanam optimal yang didukung oleh areal yang terbuka pada kedua sisi lorong sesuai dengan kondisi tanaman, sehingga tanaman lebih leluasa untuk menyerap sinar matahari, air dan unsur hara untuk proses fotosintesis dan metabilisme di dalam tumbuh tanaman. Areal terbuka disekitar tanaman menyebabkan kurang adanya kompetisi yang terjadi di bawah permukaan tanah (akar), karena daun – daun belum saling menaungi. Sitompul & Guritno (1995) menyatakan bahwa jumlah unsur hara dan air yang dapat diserap tanaman tergantung pada kesempatan untuk mendapatkan air dan unsur hara tersebut dari dalam tanah. Selanjutnya Gardner et al.. (1991) menyatakan faktor perangsang perbedaan pertumbuhan tidak hanya ada dalam kendali genetik (internal), tetapi juga disebabkan oleh unsur-unsur iklim, tanah dan biologi seperti
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
611
hama, penyakit serta gulma dan juga pengaruh persaingan intraspeesies maupun intra spesies. Fitter & Hay (1991) menambahkan bahwa terjadinya pengurangan suplai nutrient ke pucuk yang disebabkan oleh kompetisi akar akan menurunkan efisiensi pucuk dan akibatnya akan mengurangi pengaliran hasil asimilasi ke akar serta dapat mengganggu fungsi akar dan selanjutnya dapat mengganggu tahap generatif. Pertumbuhan vegatatif yang baik mengakibatkan pertumbuhan generatif yang baik juga. Menurut Purwono & Hartono (2005), tanaman jagung manis sangat membutuhkan sinar matahari terutama intensitas cahaya. Tanaman jagung yang ternaungi/ saling menaungi, pertumbuhannya akan terhambat dan merana, sehingga hasil biji yang terbentuk kurang baik, bahkan tidak dapat terbentuk tongkol. Untuk kombinasi varietas dan jarak tanam, berpengaruh nyata terhadap hasil biji pipilan kering jagung. Dimana hasil biji kering tertinggi sebesar 11,17 t/ha, diperoleh pada kombinasi varietas Bima-20 dengan jarak tanam J3 (80 – 50 x 40 cm, 2 biji per lubang tanam) sistem double row, hasil terendah diperoleh varietas Bima-20 pada jarak tanam J6 (70 x 20 cm, 1 biji per lubang tanam) sistem tandur jajar. Ini menunjukkan bahwa varietas Bima-20 membutuhkan jarak tanam yang lebih longgar untuk dapat berproduksi dengan optimal. Hasil dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Rata-rata hasil biji dan komponen hasil tanaman jagung pada perlakuan varietas dan jarak tanam.
Perlakuan
Hasil biji
Panjang
Diameter
kering (t/ha)
tongkol (cm)
tongkol (mm)
Jumlah baris per tongkol (baris)
Jumlah biji
Bobot
per tongkol (butir)
100 biji (gram)
Varietas (V) V1 (Bima-19)
9.15 a
16.13 a
4.65 a
14.42 a
538.28 a
31.89 b
V2 (Bima-20)
9.45 a
16.53 a
4.71 a
14.42 a
507.78 b
33.47 a
9.23 ab
16.94 a
4.72 ab
14.47 ab
526.83 ab
32.23 b
9.25 ab
16.58 ab
4.61 ab
14.40 ab
523.33 ab
31.37 b
17.09 a
4.83 a
14.93 a
563.17 a
35.18 a
9.83 ab
16.28 ab
4.67 ab
14.67 ab
517.50 ab
32.74 ab
J5 (70 x 40 cm)
8.29 b
15.54 b
4.63 ab
14.00 b
496.83 b
33.37 ab
J6 (70 x 20 cm)
8.55 b
15.54 b
4.62 ab
14.07 b
510.50 b
31.23 b
V1J1
7.61 fg
16.31 bcd
4.55 c
14.27 ab
525.67 ab
30.370 d
V1J2
8.56 cdefg
16.80 abc
4.59 bc
14.13 ab
543.67 ab
29.910 d
V1J3
10.11 abcd
16.27 bcd
4.77 abc
15.07 a
581.00 a
35.30 a
V1J4
10.36 abc
15.85 cd
4.68 abc
14.80 ab
516.00 abc
34.15 abc
V1J5
8.46 defg
15.61 cd
4.62 abc
14.27 ab
539.33 ab
30.96 cd
Jarak Tanam (J) J1 (100 - 50 x 40 cm) J2 (90 – 50 x 40 cm) J3 (80 – 50 x 40 cm) J4 (80 – 40 x 40
10.64 a
cm)
Kombinasi (V x J )
612
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
V1J6
9.78 abcde
15.92 cd
4.70 abc
14.00 ab
524.00 ab
30.68 cd
V2J1
10.86 ab
17.57 ab
4.89 ab
14.67 ab
528.00 ab
34.09 abc
V2J2
9.95 abcd
16.37 bcd
4.63 abc
14.67 ab
503.00 bc
32.82
V2J3
11.17 a
17.91 a
4.90 a
14.80 ab
545.33 ab
35.05 ab
V2J4
9.31 bcdef
16.72 abc
4.66 abc
14.53 ab
519.00 abc
31.33 cd
V2J5
8.11 efg
15.48 cd
4.63 abc
13.73 b
454.33 c
35.78 a
V2J6
7.32 g
15.16 d
4.54 c
14.13 ab
497.00 bc
31.78 bcd
abcd
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama, pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 uji Duncan.
Pertumbuhan Tanaman Jagung Hasil analisis ragam pada Tabel 2. menunjukkan bahwa, varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Varietas Bima-20 memiliki tanaman yang lebih tinggi (211.06 cm) dibanding Bima-19 (194.50 cm). Hal yang sama juga terjadi pada tinggi letak tongkol. Ini terjadi diduga karena pengaruh faktor gentik dimana Bima-20 memiliki performan tanaman yang lebih tinggi dibanding Bima-19. Sedangkan untuk jumlah tanaman yang dipanen (ubinan) dan Jumlah tongkol yang dipanen (ubinan), varietas tidak berpengaruh nyata. Ini menunjukkan bahwa kedua varietas memiliki kemampuan adaptasi dan daya tumbuh yang relatif sama pada lokasi kajian. Jarak tanam berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, tinggi letak tongkol, jumlah tanaman yang dipanen, dan jumlah tongkol yang dipanen. Dari tabel 2, terlihat bahwa perlakuan jarak tanam yang populasinya rapat seperti jarak tanam J4 (80 – 40 x 40 cm) dan populasi tanaman agak jarang seperti jarak tanam J5 (70 x 40 cm) dan J6 (70 x 20 cm), tetapi dengan sistem tanjur jajar, akan cendrung menyebabkan tanaman bertambah tinggi, karena ruang gerak tanaman terbatas, sehingga tanaman akan berusaha untuk mencari sinar matahari dengan memperpanjang organ tanaman seperti daun dan batang. Sementara jarak tanam lebih renggang dengan populasi yang lebih rendah seperti J1 (100 - 50 x 40 cm), J2 (90 – 50 x 40 cm) dan J3 (80 – 50 x 40 cm) yang ditanam dengan sistem double row cendrung memiliki tinggi tanaman dan tinggi letak tongkol yang lebih pendek. Sementara untuk jumlah tanaman dan jumlah tongkol panen berlaku sebaliknya, dimana jarak tanam yang lebih longgar akan memberikan peluang jumlah tanaman dan jumlah tongkol panen yang lebih banyak dibandingkan dengan jarak tanam yang populasinya rapat. Untuk kombinasi perlakuan, varietas dan jarak tanam, berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan tinggi letak tongkol. Dimana varietas Bima-20 pada semua jarak tanam (J1-J6) menunjukkan tinggi tanaman dan letak tongkol yang lebih tinggi dibandingkan dengan Bima-19. Hal ini diduga karena pengaruh gentik dari varietas yang digunakan. Sedangkan untuk jumlah tanaman dan jumlah tongkol panen, varietas dan jarak tanam berpengaruh nyata. Bima-20 pada jarak tanam yang lebih longggar (J1-J3) yang ditata dengan sistem double row memiliki jumlah tanaman dan jumlah tongkol panen yang lebih banyak dibandingkan jarak tanam lainnya termasuk pada varietas Bima-19. Ini menunjukkan bahwa jarak tanam yang optimal dengan sistem tanam double row cukup potensial untuk peningkatan produktivitas tanaman jagung. Tabel 2. Rata-rata pertumbuhan tanaman jagung pada perlakuan varietas dan jarak tanam.
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
613
Perlakuan
Tinggi tanaman
Tinggi letak
(cm)
tongkol (cm)
Jumlah tanaman panen ubinan (tanaman)
Jumlah tongkol panen ubinan (tongkol)
Varietas (V) V1 (Bima-19)
194.50 b
105.07 b
40.83 a
40.89 a
V2 (Bima-20)
221.06 a
124.80 a
41.67 a
41.17 a
J1 (100 - 50 x 40 cm)
198.02 bc
107.21 b
41.50 ab
41.17 ab
J2 (90 – 50 x 40 cm)
208.99 abc
114.86 ab
41.50 ab
41.00 ab
J3 (80 – 50 x 40 cm)
199.98 bc
107.42 b
46.50 a
44.50 a
J4 (80 – 40 x 40 cm)
214.92 a
121.63 a
39,83 b
40.67 ab
J5 (70 x 40 cm)
211.20 ab
119.31 a
38.17 b
38.17 b
J6 (70 x 20 cm)
213.55 a
119.17 a
40.17 b
40.67 ab
V1J1
186.77 ef
101.22 c
39.00 bc
38.67 bcd
V1J2
200.11 de
108.11 c
36.67 c
37.67 cd
V1J3
177.22 f
85.11 d
47.00 a
43.33 abc
V1J4
204.78 cd
113.00 bc
38.67 bc
41.00 abcd
V1J5
199.67 de
112.88 bc
38.33 bc
38.33 cd
V1J6
198.44 de
110.11 bc
45.33 a
46.33 a
V2J1
209.27 bcd
113.20 bc
44.00 ab
43.67 abc
V2J2
217.87 abc
121.60 ab
46.00 a
44.33 abc
V2J3
222.73 ab
129.73 a
46.00 a
45.67 ab
V2J4
225.07 ab
130.27 a
41.00 abc
40.33 abcd
V2J5
222.73 ab
125.80 a
38.00 bc
38.00 cd
V2J6
228.67 a
128.22 a
35.00 c
35.00 d
Jarak Tanam (J)
Kombinasi (V x J )
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama, pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 uji Duncan.
Kesimpulan dan Saran Kesimpulan : 1. Varietas berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap bobot biji kering jagung. 2.
Jarak tanam J3 (80 – 50 x 40 cm) yang ditata dengan sistem double row memiliki hasil tertinggi sebesar 10,64 t/ha, berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil biji kering tanaman jagung. Sistem double row memiliki potensi meningkatkan produktivitas tanaman jagung.
614
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
3.
Varietas Bima-20 dengan jarak tanam J3 (80 – 50 x 40 cm) yang ditata dengan sistem double row memberikan hasil biji kering tertinggi yaitu 11.17 t/ha. Kombinasi perlakuan inilah yang terbaik dibandingkan dengan kombinasi perlakuan lainnya, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan rekomendasi untuk pengembangan jagung selanjutnya
Saran : 1. Pengenalan diskripsi jagung sangat diperlukan sebelum melakukan pengembangan jagung disuatu lokasi agar sesuai dengan kondisi agroeksistem yang diinginkan oleh 2.
varietas tersebut. Penggunaan jarak tanam dan sistem penataan tanaman dalam barisan akan sangat
3.
dipengaruhi oleh bentuk morfologi tanaman jagung, iklim, lingkungan dan pngelolaan. Kombinasi perlakuan varietas dan jarak tanam diatas dapat dijadikan acuan untuk pengembangan jagung di lokasi lainnya, khususnya di Kecamatan Utan Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Daftar Pustaka BPS. 2013. Badan Pusat Statistik Kabupaten Sumbawa. Provinsi Nusa Tenggara Barat. Fitter, A. H. & R. K. M. Hay. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman ( Terjemahan Andani, S. dan S. D. Purbayanti). Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Gardner, F. P., R. B. Pearce & R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya (Terjemahan Herawati Susilo). UI- Press, Jakarta. Gardner, F. P. Pearce. R. B. and Michell. R. L. 1996. Physiology of crop plant. Terjemahan Herawati, Susilo, dan Subiyanto. UI Pres, Jakarta. p. 61-68; 343. Hatta, M. 1999. daya gabung beberapa galur jagung (Zea mays L.) Jurnal Agrista 3: 67 - 74. Irfan, M. 1999. Respons tanaman jagung (Zea mays L.) terhadap pengelolaan tanah dan kerapatan tanam pada tanah Andisol. Tesis Program Pasca Sarjana USU, Medan. p. 13-74. Ismon L. Syafei dan Jefri. 1998. Pengaruh populasi tanaman dan tingkat pemupukan NPK terhadap pertumbuhan dan hasil jagung. Risalah Seminar Ballittan Sukarani III:51-59. Rambitan, V.M.M 2005. Pertumbuhan dan hasil empat kultivar jagung semi (baby corn) dengan berbagai populasi tanaman pada Inceptisols Jatinangor. Agroland J. 11(1):11-17. Rukmana, R. 2002, Usaha tani jagung. Kanisius, p. 16-79. Sitompul, S. M. & B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Sitompul, S.M. dan B. Guritno. 1995. Analisis pertumbuhan tanaman. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. p. 68-217. Sutoro, Soelaiman Y, dan Iskandar. 1997. Budidaya tanaman jagung dalam Subandi, M. Syam, dan Widjono (Eds.). Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian Tanaman Pangan,Bogor. Sutoro, Soelaeman, Y. & Iskandar. 1988. Budidaya Tanaman Jagung. Balai Penelitian Tanaman Pangan, Bogor
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
615
Purwono & R. Hartono. 2005. Bertanan Jagung Unggul. Penebar Swadaya, Jakarta. Yulisma (2011).Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Varietas Jagung pada Berbagai Jarak Tanam.Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. Vol.3 No.2. 2011
FORM PERTANYAAN Nama penanya
:
Yossita Fiana
Kode makalah
:
P63
Judul makalah
:
Pertanyaan Tanggapan/ jawaban
: :
616
Pengaruh jarak tanam terhadap pertumbuhan dan hasil beberapa varietas jagung hibrida di kawasan pengembangan jagung di Kabupaten Sumbawa NTB Kenapa jarak tanam legowo 80 x 50 x 40 dengan 2 biji per lubang lebih baik di banding jarak tanam lainnya? Jarak tanam legowo (80 - 50 x 40 ) dengan 2 biji per lubang lebih baik dibanding jarak tanam lainnya karena pada jarak tanam ini populasi tanaman optimal yaitu sebesar 76.923 rumpun. Jika dibandingkan dengan jarak tanam yang lebih renggang, dengan populasi rendah sebesar 66.667 rumpun (100-50 x 40), dibandingkan dengan populasi sedang yaitu dengan 71.429 rumpun yang diwakili oleh jarak tanam Legowo (90 - 50 x 40), (70 x 40), (70 x 20), dibandingkan juga dengan populasi rapat yaitu 83.333 rumpun ( jarak tanam Legowo 80 – 40 x 40 cm) produktivitas jagung dengan populasi 76.923 rumpun menunjukkan populasi terbaik dengan produktivitas tertinggi. Selain itu juga penanaman dengan sistem legowo akan membantu tanaman untuk mendapatkan unsur hara dan sinar matahari dengan mudah dan optimal sehingga hasil fotosintesis lebih banyak, yang kemudian akan berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas hasil biji jagung.
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016