Bulletin PSP
Dewan Redaksi Pembina : DR. Ir. Sumardjo Gatot Irianto, MS.DAA Penasehat : Ir. Abdul Madjid Ir. Prasetyo Nuchsin, MM Ir. Tunggul Iman Panudju, M.Sc Ir. Suprapti DR.Ir. Muhlizar, MSc. Ir. Mulyadi Hendiawan, MM Penanggung Jawab : Uray Suhartono, SE. Ak. Redaktur : Drs. Sutrisno Nugroho, MM Sri Rahayu, SP, MSc Corryati Wardani, SE. MSc Koordinator Liputan : Dadang Werdaya Anggota : Prof. Sania Saenong DR. Adhisa Putra Windiya KP, S.Kom, Andri Sonjaya, SP Rori Setiawan, ST, Dwi A Rohmatillah, S.Si, Sumadi ST, Cindi F. Saragih, SP, Andy Arsalan, STP,
Media Informasi Kegiatan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian Edisi : No. V Tahun 2014
Panglima TNI Tanam Kedelai
D
alam upaya mencapai target swasembada kedelai, Kementerian Pertanian menggandeng TNI AD dengan melaksanakan perluasan areal tanam kedelai seluas 340.000 ha pada 2014 di 15 provinsi dan 115 kabupaten.
Sekretariat : Suhartati Indra Bayu
pengelolaan lahan dan penyempurnaan manajemen. Provinsi Jawa Barat siap mendukung perluasan areal tanaman kedelai tersebut dengan berkontribusi seluas 78.100 ha. Perluasan dilakukan khususnya di empat kabupaten di wilayah pantura seluas 22.400 ha meliputi Indramayu, Cirebon, Subang dan Karawang. Dari kontribusi tersebut diharapkan Jawa Barat mampu menyumbang produksi kedelai sebanyak 146,8ribu ton biji kering.
Daftar Isi Panglima TNI Tanam Kedelai.......1 Banjir dan Puso di Kabupaten Cirebon dan Indramayu.................................2 Penandatanganan Kontrak ASIM WRISMP Phase II.....................3 Mewaspadai Kekeringan Pada Musim Kering 2014 .................4 Model Pelaporan Online Kendali di Darah ........................................6 Assesment Test Bagi PNS.............7 Capaian Kinerja Ditjen PSP 2011 2013 .........................................8 Realisasi Keuangan Ditjen PSP TA. 2013 .......................................18 Pupuk Bersubsidi, Antara Harapan dan Kenyataan........................20 Uji Coba Asuransi Usaha Tani Padi.........................................22 Etnohidrologi, Suatu Pendekatan Pemeliharaan Sumber Air.......24 Melihat Tingkat Kedisiplinan Pegawai Melalui Hand Keys........................................27 Mengenal Teknologi Dan Pemanfaatan Sumber Air........29 Kegiatan Pengarusutamaan Gender di Ditjen PSP ..........................31 Promosi Program Ditjen PSP Melalui Keikutsertaan Pameran..................................34 Mekanisasi Pertanian Dalam Mendukung Upaya Peningkatan Produksi Pangan ....................35
Redaksi menerima tulisan yang berkenaan dengan prasarana dan sarana pertanian. Tulisan bisa dikirim melalui e-mail :
[email protected].
Panglima TNI Moeldoko bersama Menteri Pertanian Suswono melakukan penanaman kedelai di Subang, Jawa Barat
Belum lama ini Penglima TNI Moeldoko bersama Menteri Pertanian Suswono melaksanakan penanaman kedelai di Kabupaten Subang sebagai pencanangan gerakan perluasan tanam kedelai. Acara dilaksanakan di Desa Cijengkol, Kecamatan Serang Panjang, Kabupaten Subang. (Rabu, 14/05/2014). Menurut Menteri Pertanian, saat ini kebutuhan kedelai nasional mencapai 1,9 juta ton biji kering. Berdasarkan ATAP tahun 2012, kemampuan produksi dalam negeri baru mencapai 843.153 ton atau 44,38 persen dari kebutuhan. Sedangkan berdasarkan ARAM II tahun 2013 produksi baru mencapai 807.568 ton atau 42,5 persen.
Mentan berharap kerjasama dengan TNI AD dapat melakukan pengawalan dan pendampingan bersama petugas teknis pertanian di lapangan hingga tanaman kedelai berhasil dengan baik.
Kerjasama antara Kementerian Pertanian dengan TNI AD sangat produktif, sehingga perlu terus ditingkatkan di masa mendatang baik jenis kegiatan maupun luas arealnya. Mentan juga mengharapkan Panglima TNI dapat mengupayakan agar kerjasama Kementerian Pertanian dengan TNI AD dapat diperluas ke semua jajaran TNI, dalam upaya mendukung secara nyata di lapangan mewujudkan ketahanan pangan nasional.***
Dalam pemenuhan target, strategi yang dilakukan diantaranya dengan peningkatan produktivitas, perluasan areal tanam, optimasi 1
Kunker Mentan
Banjir dan Puso di Kabupaten Cirebon dan Indramayu
K
unjungan kerja Menteri Pertanian di Kabupaten Cirebon dilaksanakan di Kecamatan Kapetakan yang terkena banjir puso. Dalam kesempatan tersebut Menteri Pertanian memberikan bantuan berupa traktor tangan dan pompa air. Serah terima dilaksanakan di pinggir sawah yang terkena banjir puso. Sementara itu dalam kunjungan kerja Menteri Pertanian ke Kabupaten Indramayu dilaksanakan di depan Gudang Dolog Indramayu. Dalam kesempatan tersebut Menteri Pertanian Suswono menegaskan bahwa Kementerian Pertanian tahun ini menggelontorkan bantuan Rp 50 miliar untuk pertanian di Indramayu. "Kami akui bahwa Indramayu adalah salah satu daerah lumbung padi nasional, makanya kami beri perhatian dengan bantuan dana dan pupuk yang mencukupi. Tapi sayangnya, saya dengar dari APBD kabupatennya sendiri hanya Rp 5 miliar dari total APBD sekitar 1,6 triliun. Jadi, kami minta agar ditingkatkan," kata Suswono di sela kunjungan kerja Kementerian Pertanian, di Gudang Bulog Widasari, Kabupaten Indramayu, Kamis (6/2/2014).
Pemberian Bantuan - Mentan memberikan bantuan Alsintan berupa traktor dan pompa air kepada petani yang terkena banjir di Kecamatan Kapetakan Kabupaten Cirebon
Sementara itu, Bupati Indramayu, Anna Sophanah mengungkapkan, bantuan yang diterima dari pemerintah pusat untuk Kabupaten Indramayu sangat minim. Menurut dia, itu tidak sebanding dengan kontribusi daerah Indramayu yang memasok pangan nasional. "Produksi beras dari Kabupaten Indramayu per tahun mencapai 1,6 juta ton, sementara untuk konsumsi masyarakat hanya 250.000 ton dan untuk pengadaan beras di gudang Bulog 125.000 ton. Jadi, Indramayu mengalami surplus 1,25 juta ton beras per tahun yang di antaranya digunakan untuk memasok kebutuhan pangan nasional," tuturnya. Menurut salah seorang Penyuluh Pertanian Kecamatan Kapetakan, sekitar 1.800 hektar lahan petani habis terkena banjir, baik lahan sawah maupun kolam/ empang. Menurutnya, banjir ini disebabkan oleh adanya pendangkalan pada saluran-saluran sungai akibat terisi oleh lumpur yang terbawa aliran sungai. Untuk itu, perlu adanya pengerukan (normalisasi) pada sungai-sungai yang ada di Kecamatan Kapetakan.*** (DW)
Suswono juga menjamin ketersediaan pupuk bagi para petani di Indramayu dan seluruh Indonesia, terutama yang terkena dampak banjir beberapa waktu lalu. Dia juga menyediakan 13.600 ton benih untuk areal pertanian yang kebanjiran di seluruh Indonesia. Dalam kunjungannya ke Indramayu, Suswono tidak menyampaikan banyak hal kepada ratusan warga yang menunggunya. Dia kembali bertolak ke Jakarta setelah memberikan bantuan benih dan traktor secara simbolis kepada bupati dan perwakilan petani.
Bulletin PSP
Media Informasi Kegiatan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian
2
Penandatanganan Kontrak ASIM WRISMP Phase II
P
enandatangan Kontrak Konsultansi Agricultural Support for Irrigation Management (ASIM) Water Resouerces and Irirgation Sector Management Project (WRISMP) Phase II Bertempat di Kementerian Pertanian Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian, pada hari Kamis tanggal 3 April 2014 telah terjadi penandatanganan kontrak kerjasama antara Direktorat Pengelolaan Air Irigasi Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian dengan Perusahaan Pemenang Pengadaan Barang dan Jasa Konsultasi untuk kegiatan ASIM WISMP 2, yaitu PT. Amurwa International berasosiasi dengan PT. Trippcons Internasional, PT. INTERSYS Kelola Maju dan PT. Puser Bumi Mekon. Penadatanganan dilakukan oleh Direktur Pengelolaan Air Irigasi Ir. Tunggul Iman Panudju, M.Sc dengan Direktur dari masing-masing perusahaan disaksikan oleh Direktur Jenderal PSP Dr. Ir. Sumarjo Gatot Irianto, MS, DAA dan Sekretaris Ditjen PSP Ir. Abdul Madjid. Penandatanganan kontrak kerjasama dilandasi adanya surat Persetujuan No Objection Letter (NOL) dari World Bank perihal Penetapan Pemenang dan Draft Kontrak pada kegiatan Pengadaan Jasa Kosultansi Agriculture Support for Irrigation Management (ASIM) Water Resources and Irrigation Sector Management Program Phase 2 (WISMP 2) NPIU Pertanian tanggal 21 Maret 2014 yang diterima NPIU pada tanggal 24 Maret 2014. Kegiatan WISMP 2 mengacu pada kesepakatan Role Sharing Bappenas yang berisi 4 komponen dengan program ASIM WISMP 2 merupakan
program pengembangan dan pengelolaan Sumber Daya Air wilayah sungai dan irigasi serta produktivitas pertanian di lahan irigasi yang dibiayai oleh Bank Dunia yang mencakup pada 4 komponen dengan loan 8027 -ID sebesar USD 150.000.000 dan untuk NIUP Pertanian sebesar USD 14.770.000. Rincian kerjasama yang termasuk dalam komponen 2 di bidang pertanian adalah di bidang peningkatan lembaga pengelolaan irigasi partisipatif (PPSIP) dan peningkatan pengembangan pertanian beririgasi dan adaptasi perubahan iklim dan pengelolaan Proyek serta Technical Asisstence melalui program ASIM WISMP 2 Ruang lingkup Program WISMP 2 yang direncanakan akan dilaksanakan selama 5 (lima) tahun mulai tahun 2011 - 2016 dengan target peningkatan produksi beras sebesar 15% dalam area seluas 360 ha sawah dan sekaligus peningkatan kesejahteraan seluruh P3A di areal tersebut. Ruang lingkup tersebut meliputi (1) Peningkatan Kapasitas Institusi Koordinasi dan Pengelola SDA Wilayah Sungai dan Kinerja Prasarana Sungai dalam penyediaan air bagi masyarakat; (2) Peningkatan Kapasitas Institusi Pengelolaan Daerah Irigasi pada Daerah Irigasi kewenangan Kabupaten dan Provinsi yang merupakan kelanjutan Program WISMP I, serta Daerah Irigasi kewenangan Pusat dengan pola Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi partisipatif (PPSIP); Sebaran propinsi dan Kabupaten/Kota yang menjadi target program WISPM 2 berada di pulau Sumatera, Jawa, Sulawesi dan Nusa Tenggara yang terdiri dari 14 propinsi dan 101 kabupaten.*** (Humas PSP)
Bulletin PSP
Media Informasi Kegiatan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian
4
Mewaspadai Kekeringan Pada Musim Kering 2014 dan Musim Hujan 2014/ 2015 Oleh : Ir. Tunggul Imam Panudju, Msc. Direktur Pengelolaan Air Irigasi, Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian “Kondisi Iklim yang semakin tidak menentu menyebabkan luas lahan pertanian yang terkena banjir dan kekeringan semakin meningkat setiap tahunnya. Oleh karena itu seluruh masyarakat pertanian harus siap dalam mengantisipasi Dampak Perubahan Iklim sehingga dapat mengurangi resiko akibat perubahan iklim dan sekaligus meningkatan produksi pertanian tahun 2014."
Perubahan Iklim saat ini sudah semakin dirasakan dampaknya terutama pada Sektor Pertanian, Kenaikan suhu muka laut, peningkatan luas lahan terkena banjir dan kekeringan, dampak Intrusi air laut akibat ROB yang semakin meluas ke lahan pertanian, dan peningkatan intensitas terjadinya iklim ekstrim berpengaruh terhadap produksi dan produktivitas hasil pertanian. Pemerintah telah mempunyai modal dasar kelembagaan yang berkompeten untuk melakukan analisis dan melakukan prakiraan iklim dan cuaca antara lain BMKG dan LAPAN. Kementerian Pertanian juga memiliki institusi seperti Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan dan Direktorat Pengelolaan Air Irigasi, yang mempunyai tugas dan fungsi untuk mendukung mandat dari Undang - Undang 19 tahun 2013. Kerugian akibat kekeringan dan banjir dari waktu kewaktu semakin meningkat yang tentunya sangat merugikan bagi petani. Berdasarkan informasi luas lahan sawah yang terkena banjir dan kekeringan hingga 5 Juni 2014 mencapai 428.053 ha dengan Puso 121.669 Ha. Besarnya Luas lahan sawah yang terkena Puso akibat banjir pada tahun 2014 disebabkan oleh curah hujan tinggi yang terakumulasi sejak dari akhir Desember 2013, Januari dan Februari 2014. Hal ini mengakibatkan tingginya aliran air permukaan sebagai akibat berkurangnya kapasitas dan daya tampung air di sungai karena tingginya tingkat sedimentasi. Lebih jauh, banyak lahan pertanian yang tidak memiliki drainase yang baik, sehingga air menggenangi lahan sawah pada umumnya berkisar atara 5 - 14 hari yang menyebabkan padi yang sudah ditanam petani (berkisar 15 - 20 HST) tidak dapat diselamatkan.
Bulletin PSP
Media Informasi Kegiatan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian
Prakiraan Iklim di Indonesia 2014 Musim kemarau tahun 2014 diprediksi berada pada kondisi Normalnya pada sebagian besar wilayah Indonesia. Dari hasil analisis tim iklim dari Direktorat Pengelolaan Air Irigasi, dengan menggunakan prediksi iklim dari BMKG dan APCC Korea, maka prediksi Iklim di Indonesia dapat digambarkan sebagai berikut: 1. Prakiraan kondisi ENSO oleh Beberapa Institusi Meteorologi Dunia memprediksi bahwa pada bulan Juli hingga Agustus Kondisi El-Nino Lemah dan memasuki bulan September hingga November 2014 diprediksi kondisi El-Nino akan bergerak menjadi Moderate. Apabila kondisi tersebut terjadi maka diprediksi akan mempengaruhi Pola, Hari maupun Distribusi Curah Hujan di Indonesia dan panjang musim kemarau diprediksi akan lebih panjang + 1030 hari dari kondisi Normalnya. Hal tersebut mengakibatkan awal Musim Hujan 2014/2015 secara umum akan mengalami kemunduran. 2. Prediksi indeks Dipole Mode Oleh BOM (Australia) dan BMKG pada bulan Juni hingga Nvember 2014 cenderung Normal sehingga tidak mempengaruhi penambahan maupun pengurangan curah hujan di Indonesia. 3. Prediksi Spasial Anomali Suhu muka laut di Indonesia pada bulan Juli hingga November cenderung Normal, namun berdasarkan hasil prediksi dapat dilihat bahwa perbedaan anomaly SST di Perairan Indonesia dengan Nino 3.4 cukup signifikan yang diprediksi dapat mempengaruhi dalam penurunan pasokan uap air di wilayah Indonesia terutama wilayah Indonesia bagian Tengah hingga Timur
4
tentunya akan sangat merugikan para petani baik pada musim hujan dan musim kemarau. Alam akan mengikuti alur yang diakibatkan oleh perilaku manusia itu sendiri yang berakibat pada kejadian iklim ekstrim seperti sekarang ini, namun alam akan mengikuti perubahan atau mencari keseimbangan baru dengan membuat kejadian iklim ekstrim dimasa datang, yang belum tentu lebih baik dari hari ini. Petani dan stakeholder terkait sebagai pelaku langsung yang memanfaatkan fenomena alam, sudah seharusnya secara serius memperhatikan tanda-tanda alam (kearifan lokal) yang dipadukan dengan data data hasil analisa yang dilakukan oleh instansi pemerintah terkait untuk dapat beradaptasi dengan tanda-tanda alam yang baru.
Gambar 1 dan 2 Prakiraan Hujan Juni 2014 di Indonesia oleh BMKG
Prakiraan curah hujan pada bulan Juli 2014 diprediksi akan mengalami penurunan dibanding dengan bulan sebelumnya. Kisaran curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia pada Bulan Juli 2014 diprediksi cukup rendah, berada pada 21-50 mm/bulan dan 50-100 mm/bulan. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar wilayah Indonesia sudah memasuki Musim Kemarau 2014 yang terlihat pada penurunan curah hujan bulanan di Bulan Juli 2014. Namun apabila dilihat dari sifat hujannya yang dibandingkan dengan rata-rata Curah hujan 30 tahunan di wilayah tersebut, sebagian besar wilayah Indonesia berada pada kondisi Bawah Normal (61-84%) yang mengindikasikan bahwa pada bulan Juli 2014 diprakirakan akan mengalami penurunan curah hujan yang tidak terlalu signifikan. Sedangkan pada wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara berada pada kondisi Atas Normal (>116%) diprakirakan akan mengalami penambahan curah hujan pada bulan Juli 2014. Pada Wilayah Papua bagian Barat dan Tengah berada pada Kondisi Bawah Normal (31-50%) diprakirakan akan mengalami penurunan curah hujan yg cukup signifikan. Kondisi dan fenomena pergeseran kejadian iklim yang ekstrim sudah terjadi dan berada dihadapan kita yang
Bulletin PSP
Media Informasi Kegiatan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian
Dari tanda tanda alam yang saat ini sudah sangat dirasakan, namun mungkin masih banyak yang belum menyadari, diharapkan pelaku pertanian sudah mulai memperhatikan langkah langkah adaptasi antara
lain: 1. Sebelum mulai pertanaman atau usaha tani, perlu memperhatikan informasi dan prediksi iklim yang dikeluarkan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah( BMKG). 2. Melakukan pengaturan pemberian air sesuai golongan pengairan dan menggerakkan pola Gilirgiring air irigasi ke lahan petani. 3. Berdasarkan pengalaman kebanjiran petani terendam banjir dan kemudian air surut dan seterusnya mengalir kelaut tanpa dapat dicegah, maka sebaiknya dilakukan upaya pemanenan air pada saat musim hujan, sehingga kelebihan air permukaan (runn off ) dapat ditampung dalam embung yang dapat digunakan pada waktu musim kemarau. 4. Kemarau atau kekeringan seyogianya tidak dilihat hanya dari sisi bencana yang mungkin akan berimplikasi pada penurunan produksi padi, namun kita juga harus melihat sebagai peluang baru untuk mengoptimalkan lahan rawa lebak (dangkal, tengahan dan dalam ) dengan luas berkisar 13,3 juta hektar untuk pertanaman padi baru di musim kemarau. ***
5
Model Pelaporan Online (MPO) Kendali Kegiatan Di Daerah
“ MPO akan menjadi kendali bila Provinsi dan Kabupaten rutin menginput data pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan di lapangan. Dengan menginput data pelaksanaan kegiatan melalui MPO diharapkan laporan akan cepat dan akurat diterima di pusat", demikian paparan Sekditjen PSP - Ir Abdul Madjid dalam sambutan acara pembukaan TOT Model Pelaporan Online (MPO) yang dilaksanakan di Ruang Rapat Lamunti (5/3/2014). Hadir dalam acara tersebut para petugas MPO dari dinas Provinsi yang menangani kegiatan Ditjen PSP.
Kementerian Keuangan dan Kementerian Pertanian. Sesditjen PSP berharap agar petugas provinsi yang telah ikut latihan ini dapat menyebarkan ilmunya ke petugas pelaporan di kabupaten masing-masing. Karena pentingnya petugas pelaporan, Sesditjen PSP berharap agar dapat dialokasikan honor untuk para petugas pelaporan. Realisasi Kegiatan Dalam model pelaporan online yang sudah disempurnakan ini tercantum blanko isian kegiatan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian baik untuk realisasi keuangan maupun fisik yang dilaksanakan di daerah yang harus diisi secara rutin. Dibuat dengan sederhana, sehingga memudahkan bagi para petugas pelaporan di daerah untuk dapat menginput data secara rutin.
Menurutnya, pelaporan merupakan hal sangat penting, yaitu menyangkut realisasi fisik dan keuangan. Pelaporan melalui online bisa sangat lengkap mulai dari realisasi fisik, keuangan serta titik koordinat lokasi pelaksanaan kegiatan tertera di MPO tersebut. Berbeda pelaporan yang dilaksanakan melalui SAI, yang dilihat hanya realisasi keuangan berdasarkan bukti SP2D. Hasil dari laporan MPO juga merupakan sumber data pendukung laporan Monev 2014 yang dipantau oleh
Bulletin PSP
Media Informasi Kegiatan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian
Laporan dirancang secara detail sehingga kantor Pusat bisa memantau setiap saat perkembangan kegiatan, mulai dari realisasi kegiatan,kelompok tani pelaksana kegiatan serta , titik koordinatnya, nama desa/kecamatan, dan lainnya. Hal ini akan memudahkan pengendalian di daerah.***
6
Assesment Tes Bagi Pegawai Ditjen PSP
D
irektorat Jenderal Prasarana Dan Sarana Pertanian bekerjasama dengan Dinas Psikologi Angkatan Darat Bandung, Jawa Barat melakukan kegiatan pemeriksaan psikologis atau yang lebih dikenal dengan psikotes (Assesment Test) bagi Pejabat dan Staf Senior Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian. Kegiatan ini dilaksanakan di Kantor Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian Ged.D lantai 8, Kementerian Pertanian. (1820/03/2014). Psikotes dilaksanakan dalam rangka mengantisipasi perkembangan kemajuan teknologi dan sistem kinerja pegawai pada lembaga/ kementerian pemerintah. Melalui peningkatan kualitas pegawai, diharapkan dapat memberikan konstribusi dalam mencapai efektifitas, efisiensi dan produktifitas kerja. Peserta psikotes terdiri dari Pejabat eselon III, eselon IV dan Staf senior yang sudah mencapai golongan III s/d IV/b. Selanjutnya dari hasil psikotes akan menjadi pertimbangan bagi pimpinan untuk menyesuaikan jabatan atau pekerjaan yang akan diemban oleh pegawai bersangkutan (The Right Man and Right Job). Selain itu dapat memberikan informasi atau gambaran tentang intelektualitas, sikap dan keperibadian dari masing - masing pegawai, sebagai dasar bagi pimpinan organisasi untuk kepentingan penempatan, promosi dan rotasi serta pendidikan (mengikuti program studi) dengan pengembangan potensi pegawai. Dan tak kalah penting, hasil psikotes merupakan data penting bagi pimpinan organisasi, untuk melakukan pembinaan bagi pegawai yang bermasalah.***
Bulletin PSP
Media Informasi Kegiatan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian
7
Capaian Kinerja Ditjen PSP Tahun 2011 - 2013 Meningkatnya Pengembangan Metode SRI Dan Luas Optimasi Lahan Pertanian
B
erdasarkan hasil pengukuran terhadap indikator kinerja utama pada sasaran meningkatnya luas optimasi lahan pertanian dan pengembangan metode SRI, dapat disimpulkan bahwa penilaian Berhasil pada 2 indikator berikut : Tabel 1. Capaian Sasaran Meningkatnya Luas Optimasi Lahan Pertanian dan Pengembangan SRI Tahun 2013 Sasaran Strategis Meningkatnya luas optimasi lahan pertanian dan pengembangan metode SRI
Target
Berkembangnya metode SRI seluas (Ha) yang 1 dilaksanakan oleh petani/kelompok tani
205.800
Ha
205.400
Ha
99,81
Berhasil
Berkembangnya optimasi lahan pertanian s eluas (Ha) yang 2 dilaksanakan oleh petani/kelompok tani
253.660
Ha
253.321
Ha
99,87
Berhasil
Pengembangan Metode SRI Tahun 2013 terealisasi 205.400 Ha atau 99,81% dari target 205.800 Ha (berhasil), sedangkan capaian tahun 2012 adalah sebesar 57.551 Ha dari target 60.300 Ha (95,44%). Apabila dibandingkan dengan capaian 2012, maka pengembangan metode SRI di tahun 2013 mengalami peningkatan sebesar 147.849 Ha (256,90%). Target renstra 2011-2014 untuk kegiatan pengembangan SRI adalah seluas 458.480 Ha. Apabila dibandingkan dengan target renstra 2011-2014 tersebut, maka capaian kinerja pengembangan SRI
Bulletin PSP
Hambatan dalam pelaksanaan Kegiatan pengembangan metode SRI pada tahun 2013 adalah karena lokasi yang semula diusulkan telah digunakan untuk kegiatan lain sejenis, sehingga sebagian kegiatan pengembangan medote SRI tidak dapat dilaksanakan. Upaya kedepan diharapkan penang-
Indikator Kinerja
Pengembangan Metode SRI
Media Informasi Kegiatan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian
dari tahun 2011-2013 adalah sebesar 273.391 Ha (59,62%). Dengan proyeksi target pengembangan SRI tahun 2014 adalah sebesar 180.000 Ha, maka masih terdapat kekurangan seluas 185.089 Ha untuk pencapaian target renstra 2011-2014.
Realisasi
Capaian (%)
gung jawab kegiatan pengembangan SRI dan kegiatan lain sejenis di daerah melakukan koordinasi. Sedangkan hambatan dalam pencapaian target renstra karena kegiatan optimasi lahan pertanian dibatasi dengan anggaran yang tersedia. outcome kegiatan pengembangan metode SRI di tahun 2013 adalah memberikan kontribusi dalam peningkatan produksi sebesar 308.100 ton. Secara umum gambaran realisasi capaian kegiatan pengembangan metode SRI tahun 2011-2013 beserta kontribusinya digambarkan sebagai berikut :
8
Gambar 1. Realisasi Pengembangan Metode SRI Tahun 2011-2013
Gambar 2. Realisasi Pengembangan Optimasi Lahan Tahun 2011-2013
Sumber data: Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan, 2013 Outcome dihitung dengan asumsi peningkatan Produktivitas 1,5 ton/ha
Sumber data: Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan, 2013 Outcome dihitung dengan asumsi peningkatan Produktivitas 1,5 ton/ha
Optimasi Lahan Pertanian Capaian Optimasi lahan Pertanian Tahun 2013 adalah sebesar 253.321 Ha atau 99,87% dari target 253.660 Ha (berhasil), sedangkan capaian tahun 2012 adalah sebesar 199.068 Ha dari target 209.800 Ha (94,88%). Apabila dibandingkan dengan capaian 2012, maka optimasi lahan pertanian di tahun 2013 mengalami peningkatan sebesar 6.332 Ha (27,25%). Target renstra 2011-2014 untuk kegiatan optimasi lahan adalah seluas 693.198 Ha. Apabila dibandingkan dengan target renstra 2011-2014 tersebut, maka capaian kinerja optimasi lahan pertanian dari tahun 2011-2013 adalah sebesar 474.707 Ha (68,48%). Dengan proyeksi target optimasi lahan tahun 2014 adalah sebesar 200.000 Ha, maka masih terdapat kekurangan seluas 218.491 Ha untuk pencapaian target renstra 2011-2014. Hambatan dalam pelaksanaan kegiatan optimasi lahan pertanian pada tahun 2013 adalah lokasi yang semula diusulkan telah digunakan untuk kegiatan lain sejenis, sehingga sebagian kegiatan pengembangan optimasi lahan Sasaran tidak dapat dilaksanakan. Upaya keStrategis depan diharapkan penanggung jawab kegiatan Optimasi lahan dan kegiatan lain sejenis di daerah melakukan koordinasi. Meningkatnya Sedangkan hambatan dalam pencapaian luas areal target renstra karena kegiatan optimasi lahan pertanian dibatasi dengan pertanian pada anggaran yang tersedia. kawasan outcome kegiatan optimasi lahan tanaman pertanian di tahun 2013 adalah m e m b e r i k a n k o n t r i b u s i d a l a m pangan peningkatan produksi sebesar 379.982
Bulletin PSP
Media Informasi Kegiatan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian
ton. Secara umum gambaran realisasi capaian kegiatan optimasi lahan tahun 2011-2013 beserta kontribusinya digambarkan sebagai berikut :
Meningkatnya Luas Areal Pertanian pada Kawasan Tanaman Pangan Tercetaknya areal sawah Berdasarkan hasil pengukuran terhadap indikator kinerja utama pada sasaran meningkatnya luas areal pertanian pada kawasan tanaman pangan, dapat disimpulkan bahwa penilaian Berhasil pada indikator berikut : Tabel 2. Capaian Sasaran Meningkatnya Luas Areal Pertanian pada Kawasan Tanaman Pangan Tahun 2013
Indikator Kinerja
Target
Realisasi
Capaian (%)
Tercetaknya areal sawah seluas (Ha) yang 1 dimanfaatkan untuk kegiatan usahatani padi
62.275 Ha
55.558 Ha
84,39 Berhasil
9
Peningkatan luas areal pertanian pada kawasan tanaman pangan dilaksanakan melalui kegiatan pencetakan areal sawah. Pencetakan areal sawah Tahun 2013 terealisasi 55.558 Ha atau 84,39% dari target 62.275 Ha (Berhasil), sedangkan capaian tahun 2012 adalah sebesar 98.356,5 Ha dari target 100.730 Ha (97,70%). Apabila dibandingkan dengan capaian 2012, maka pencetakan areal sawah di tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 42.808 Ha (43,52%). Target renstra 2011-2014 untuk kegiatan pencetakan areal sawah adalah seluas 267.680 Ha. Apabila dibandingkan dengan target renstra 2011-2014 tersebut, maka capaian kinerja pencetakan areal sawah dari tahun 2011-2013 adalah sebesar 267.680 Ha (100%). Dengan proyeksi target pencetakan areal sawah tahun 2014 adalah sebesar 40.000 Ha, maka pencetakan areal sawah sudah mencapai target renstra 2011-2014. Hambatan dalam pelaksanaan Kegiatan pencetakan areal sawah pada tahun 2013 adalah karena : 1). terjadinya keterlambatan pelaksanaan SID, 2). adanya lahan yang masuk kedalam kawasan HPK dan lahan yang telah diidentifikasi tidak sesuai dengan kriteria di Pedoman Umum, 3). hasil SID masuk dalam kawasan Hutan Primer. Upaya ke depan yang dilakukan yaitu memperbaiki sistem pelaksanaan kegiatan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi dan pelaporan. outcome kegiatan pencetakan areal sawah di tahun 2013 adalah memberikan kontribusi dalam peningkatan produksi sebesar 138.895 ton. Secara umum gambaran realisasi capaian kegiatan pencetakan areal sawah tahun 2011-2013 beserta kontribusinya digambarkan sebagai berikut :
Bulletin PSP
Media Informasi Kegiatan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian
Gambar 3. Realisasi Cetak Sawah Tahun 20112013
Sumber data: Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan, 2013 Outcome dihitung dengan asumsi peningkatan Produktivitas 2,5 ton/ha
Meningkatnya Luas Areal Pertanian pada Kawasan Hortikultura, Perkebunan dan Peternakan Berdasarkan hasil pengukuran terhadap indikator kinerja utama pada sasaran meningkatnya luas areal pertanian pada kawasan hortikultura, perkebunan dan peternakan, dapat disimpulkan bahwa penilaian Berhasil pada 4 indikator berikut : Tabel 3. Capaian Sasaran Meningkatnya Luas Areal Pertanian pada Kawasan Hortikultura, Perkebunan dan Peternakan Tahun 2013 Sasaran Strategis Meningkatnya luas areal pertanian pada kawasan hortikultura, perkebunan, dan peternakan
Indikator Kinerja
Target
Realisasi
Capaian (%)
Terlaksananya perluasan areal hortikultura (Ha) yang 1 dilaksanakan oleh petani/kelompok tani
2.020 Ha
2.020 Ha
100,00 Berhasil
Terlaksananya perluasan areal Perkebunan (Ha) yang 2 dilaksanakan oleh petani/kelompok tani
6.720 Ha
6.720 Ha
100,00 Berhasil
Terlaksananya perluasan areal Tebu (Ha) yang 3 dilaksanakan oleh petani/kelompok tani
- Ha
3.000 Ha
100,00 Berhasil
Terlaksananya perluasan areal Peternakan ( Ha) yang 4 dilaksanakan oleh petani/kelompok tani
3.049 Ha
3.049 Ha
100,00 Berhasil
10
Perluasan Areal Hortikultura Peningkatan luas areal pertanian pada kawasan Hortikultura dilaksanakan melalui kegiatan perluasan areal hortikultura. Perluasan Areal Hortikultura Tahun 2013 terealisasi 2.020 Ha atau 100% dari target 2.020 Ha (berhasil), sedangkan capaian tahun 2012 adalah sebesar 4.137 Ha dari target 4.205 Ha (98,38%). Apabila dibandingkan dengan capaian 2012, maka perluasan areal hortikultura di tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 2.117 Ha (51,17%). Target renstra 2011-2014 untuk kegiatan perluasan areal hortikultura adalah seluas 19.909 Ha. Apabila dibandingkan dengan target renstra 2011-2014 tersebut, maka capaian kinerja perluasan areal hortikultura dari tahun 2011-2013 adalah sebesar 17.321 Ha (87,00%). Dengan proyeksi target perluasan areal hortikultura tahun 2014 adalah sebesar 2.500 Ha, masih terdapat kekurangan seluas 2.588 Ha untuk pencapaian target renstra 2011-2014. Kegiatan perluasan areal hortikultura di tahun 2013 dapat meningkatkan areal tanam komoditas hortikultura, meningkatnya produksi komoditas hortikultura unggulan nasional dan lokal, tersedianya produk hortikultura yang berkualitas, serta terbentuknya kawasan sentra produksi hortikultura yang berwawasan agribisnis.
Kegiatan perluasan areal perkebunan di tahun 2013 dapat meningkatkan areal tanam komoditas perkebunan, meningkatnya produksi komoditas perkebunan unggulan nasional dan lokal, tersedianya produk perkebunan yang berkualitas, serta terbentuknya Kawasan Industri Masyarakat Perkebunan (KIMBUN). Selain itu, kegiatan perluasan areal perkebunan memberikan pengaruh sosial dan ekonomi bagi lingkungan sekitar karena menyerap tenaga kerja serta meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Perluasan Areal Tebu Peningkatan luas areal pertanian pada kawasan Perkebunan dilaksanakan salahsatunya melalui kegiatan perluasan areal tebu. Perluasan Areal tebu Tahun 2013 terealisasi 3000 Ha atau 100% dari target 3000 Ha (Berhasil). Kegiatan perluasan areal tebu baru dilaksanakan pada tahun 2013. Kegiatan perluasan areal tebu di tahun 2013 dapat meningkatkan areal tanam komoditas tebu, meningkatnya produktivitas 60 ton/ha/tahun, Selain itu, kegiatan perluasan areal tebu memberikan pengaruh sosial dan ekonomi bagi lingkungan sekitar karena menyerap tenaga kerja serta meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Perluasan Areal Peternakan
Perluasan Areal Perkebunan Peningkatan luas areal pertanian pada kawasan Perkebunan dilaksanakan melalui kegiatan perluasan areal perkebunan. Perluasan Areal perkebunan Tahun 2013 terealisasi 6.720 Ha atau 100% dari target 6.720 Ha (Berhasil), sedangkan capaian tahun 2012 adalah sebesar 8.660 Ha dari target 8.961 Ha (96,64%). Apabila dibandingkan dengan capaian 2012, maka perluasan areal perkebunan di tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 1.940 Ha (51,17%). Target renstra 2011-2014 untuk kegiatan perluasan areal perkebunan adalah seluas 52.881 Ha. Apabila dibandingkan dengan target renstra 2011-2014 tersebut, maka capaian kinerja perluasan areal perkebunan dari tahun 2011-2013 adalah sebesar 39.165 Ha (74,06%). Dengan proyeksi target perluasan areal perkebunan tahun 2014 adalah sebesar 10.000 Ha, masih terdapat kekurangan seluas 13.716 Ha untuk pencapaian target renstra 2011-2014.
Bulletin PSP
Media Informasi Kegiatan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian
Peningkatan luas areal pertanian pada kawasan Peternakan dilaksanakan melalui kegiatan perluasan areal peternakan. Perluasan Areal peternakan Tahun 2013 terealisasi 3.049 Ha atau 100% dari target 3.049 Ha (Berhasil), sedangkan capaian tahun 2012 adalah sebesar 3.155 Ha dari target 3.221 Ha (97,95%). Apabila dibandingkan dengan capaian 2012, maka perluasan areal peternakan di tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 66 Ha (22,40%). Target renstra 2011-2014 untuk kegiatan perluasan areal peternakan adalah seluas 14.415 Ha. Apabila dibandingkan dengan target renstra 2011-2014 tersebut, maka capaian kinerja perluasan areal peternakan dari tahun 2011-2013 adalah sebesar 11.634 Ha (80,71%). Dengan proyeksi target perluasan areal peternakan tahun 2014 adalah sebesar 2.500 Ha, masih terdapat kekurangan seluas 2.781 Ha untuk pencapaian target renstra 2011-2014.
11
Kegiatan perluasan areal peternakan di tahun 2013 dapat tersedianya hijauan makanan ternak dalam jumlah cukup dan berkualitas pada areal peternakan. Kontibusi untuk HMT berupa komoditas rumput gajah dapat menghasilkan rumput segar dengan produktivitas 200 ton/Ha/tahun. Secara keseluruhan, peningkatan luas areal pertanian pada kawasan hortikultura, perkebunan dan peternakan yang dilaksanakan melalui kegiatan perluasan areal hortikultura, perkebunan dan peternakan sesuai target renstra 2011-2014 adalah seluas 90.205 Ha. Apabila dibandingkan dengan target renstra 2011-2014 tersebut, maka capaian kinerja perluasan areal hortikultura, perkebunan dan peternakan dari tahun 2011-2013 adalah sebesar 70.100 Ha (80,36%). Dengan proyeksi target perluasan areal hortikultura, perkebunan dan peternakan tahun 2014 adalah sebesar 15.000 Ha, masih terdapat kekurangan seluas 20.105 Ha untuk pencapaian target renstra 2011-2014. Pelaksanaan kegiatan perluasan areal hortikultura, perkebunan dan peternakan pada tahun 2013 secara umum tidak mengalami hambatan, sehingga dapat terealisasi 100%. Upaya ke depan masih perlu ditingkatkan kinerja kegiatan ini untuk mencapai hasil yang lebih optimal. Sedangkan hambatan dalam pencapaian target renstra karena kegiatan perluasan areal hortikultura, perkebunan dan peternakan dibatasi dengan anggaran yang tersedia. Realisasi capaian kegiatan perluasan areal hortikultura, perkebunan dan peternakan tahun 20112013 digambarkan sebagai berikut : Gambar 4. Realisasi Perluasan Areal Hortikultura, Perkebunan dan Peternakan Tahun 2011-2013
Meningkatnya Ketersediaan Air Irigasi dalam Mendukung Produksi Pertanian Berdasarkan hasil pengukuran terhadap indikator kinerja utama pada sasaran meningkatnya ketersediaan air irigasi dalam mendukung produksi pertanian, dapat disimpulkan bahwa penilaian Berhasil pada indikator berikut : Tabel 4. Capaian Sasaran Meningkatnya Ketersediaan Air Irigasi dalam Mendukung Produksi Pertanian Sasaran Strategis
Indikator Kinerja
Meningkatnya 1 Terbangunnya ketersediaan air dan irigasi dalam terlaksananya mendukung rehab jaringan produksi irigasi seluas pertanian (Ha) yang dimanfaatkan petani/kelompok tani untuk kegiatan usahatani
Target
550.000
Realisasi
Ha
536.610
Ha
Capaian (%)
97,57
Berhasil
Sumber data: PK dan Hasil pengukuran kinerja, 2013 Terbangun dan Terlaksananya Rehab Jaringan Irigasi Peningkatan ketersediaan air irigasi dalam mendukung produksi pertanian dilaksanakan melalui kegiatan pembangunan dan rehab jaringan irigasi. Tahun 2013 terealisasi 536.610 Ha atau 97,57% dari target 550.000 Ha (Berhasil), sedangkan capaian tahun 2012 adalah sebesar 523.615 Ha dari target 534.148 Ha (100,07%). Apabila dibandingkan dengan capaian 2012, maka pembangunan dan rehab jaringan irigasi di tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 12.995 Ha (2,48%). Target renstra 2011-2014 untuk kegiatan pembangunan dan rehab jaringan irigasi adalah seluas 1.829.667 Ha. Apabila dibandingkan dengan target renstra 2011-2014 tersebut, maka capaian kinerja pembangunan dan rehab jaringan irigasi dari tahun 2011-2013 adalah sebesar 1.267.134 Ha (69,25%). Dengan proyeksi target kegiatan pembangunan dan rehab jaringan irigasi tahun 2014 adalah sebesar 500.000 Ha, masih terdapat kekurangan seluas 562.533 Ha untuk pencapaian target renstra 2011-2014.
Sumber data: Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan, 2013
Bulletin PSP
Media Informasi Kegiatan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian
Hambatan dalam pelaksanaan Kegiatan pembangunan dan rehab jaringan irigasi pada tahun 2013 adalah karena dikarenakan lokasi merupakan pengembangan irigasi wilayah baru yang lokasinya
12
mengikuti lokasi perluasan areal sawah 2013. Pembangunan jaringan irigasi yang tidak terealisasi merupakan lokasi perluasan areal sawah yang belum terealisasi. Upaya tindaklanjut adalah merelokasi kegiatan pengembangan jaringan irigasi yag belum terealisasi ke lokasi lain. Sedangkan hambatan dalam pencapaian target renstra karena kegiatan pembangunan dan rehab jaringan irigasi dibatasi dengan anggaran yang tersedia. Outcome kegiatan pembangunan dan rehab jaringan irigasi di tahun 2013 adalah memberikan kontribusi dalam peningkatan produksi sebesar 2.736.711 ton. Secara umum gambaran realisasi capaian kegiatan pembangunan dan rehab jaringan irigasi tahun 20112013 beserta kontribusinya digambarkan sebagai berikut : Gambar 5. Rincian Pembangunan dan Rehab Jaringan Irigasi Tahun 2011-2013
Tabel 5. Capaian Sasaran Meningkatnya Pemanfaatan Alsintan untuk Pengolahan Lahan dan Pengairan Sasaran Strategis Meningkatnya pemanfaatan alsintan untuk pengolahan lahan dan pengairan
Indikator Kinerja
Target
1 Terlaksananya penyediaan Traktor Ro da 2 sebanyak (Unit) yang digunakan petani/kelompok tani untuk mengolah tanah 2 Terlaksananya Penyediaan Pompa Air Sebanyak (Unit) yang digunakan petani/kelompok tani untuk mengolah tanah
Realisasi
-
2.002
Capaian (%)
Unit
3.996
Unit
100,00
Berhasil
Unit
2.002
Unit
100,00
Berhasil
3 Terlaksananya Penyediaan Rice Transplanter Sebanyak (Unit) yang digunakan petani/kelompok tani untuk mengolah tanah
-
Unit
153
Unit
100,00
Berhasil
4 Terlaksananya Penyediaan chopper Sebanyak (Unit) yang digunakan petani/kelompok tani unt uk mengolah tanah
-
Unit
154
Unit
100,00
Berhasil
5 Terlaksananya Penyediaan Cultivator Sebanyak (Unit) yang digunakan petani/kelompok tani untuk mengolah tanah
-
Unit
200
Unit
100,00
Berhasil
Sumber data: PK dan Hasil pengukuran kinerja, 2013 Terlaksananya Penyediaan Traktor Roda 2 Sumber data: Direktorat Pengelolaan Air Irigasi, 2013 Outcome dihitung dengan asumsi peningkatan Produktivitas 5,1 ton/ha Meningkatnya Pemanfaatan Alsintan untuk pengolahan lahan dan pengairan Berdasarkan hasil pengukuran terhadap indikator kinerja utama pada sasaran meningkatnya pemanfaatan alsintan untuk pengolahan lahan dan pengairan, dapat disimpulkan bahwa penilaian Berhasil pada 5 indikator berikut :
Bulletin PSP
Media Informasi Kegiatan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian
Peningkatan pemanfaatan alsintan untuk pengolahan lahan dan pengairan dilaksanakan melalui penyediaan traktor roda 2, Tahun 2013 terealisasi 3.996 Unit atau 100% dari target 3.996 unit (Berhasil), sedangkan capaian tahun 2012 adalah sebesar 1.567 unit dari target 1.567 unit (100,00%). Apabila dibandingkan dengan capaian 2012, maka penyediaan traktor roda 2 di tahun 2013 mengalami peningkatan sebesar 2.429 Unit (155,01%). Capaian kinerja kegiatan penyediaan traktor roda 2 dari tahun 2011-2013 adalah sebesar 6.415 Unit. Terlaksananya Penyediaan Pompa Air Peningkatan pemanfaatan alsintan untuk pengolahan lahan dan pengairan dilaksanakan melalui penyediaan pompa air, Tahun 2013 terealisasi 2.002 Unit atau 100% dari target 2.002 unit (Berhasil), sedangkan capaian tahun 2012 adalah sebesar 600 unit dari target
13
600 unit (100,00%). Apabila dibandingkan dengan capaian 2012, maka penyediaan pompa air di tahun 2013 mengalami peningkatan sebesar 1.402 Unit (233,67%). Capaian kinerja kegiatan penyediaan pompa air dari tahun 2011-2013 adalah sebesar 3.012 Unit. Terlaksananya Penyediaan Rice Transplanter Peningkatan pemanfaatan alsintan untuk pengolahan lahan dan pengairan dilaksanakan melalui penyediaan Rice Transplanter, Tahun 2013 terealisasi 153 Unit atau 100% dari target 153 unit (Berhasil). Pada tahun 2012, tidak dialokasikan Rice Transplanter. Apabila dibandingkan dengan capaian 2012, maka penyediaan Rice Transplanter di tahun 2013 mengalami peningkatan sebesar 153 Unit (100%). Capaian kinerja kegiatan penyediaan Rice Transplanter dari tahun 2011-2013 adalah sebesar 327 Unit. Terlaksananya Penyediaan Chopper Peningkatan pemanfaatan alsintan untuk pengolahan pakan ternak dilaksanakan melalui penyediaan Chopper, Tahun 2013 terealisasi 154 Unit atau 100% dari target 154 unit (Berhasil). Pada tahun 2011 dan 2012, tidak dialokasikan Chopper. Apabila dibandingkan dengan capaian 2012, maka penyediaan Chopper di tahun 2013 mengalami peningkatan sebesar 154 Unit (100%). Capaian kinerja kegiatan penyediaan Chopper dari tahun 2011-2013 adalah sebesar 154 Unit.
adalah 24.192 unit. Apabila dibandingkan dengan target renstra 2011-2014 tersebut, maka capaian kinerja kegiatan pemanfaatan alsin dari tahun 20112013 adalah 10.031 unit (41,46%). Dengan proyeksi target kegiatan pemamfaatan alat dan mesin pertanian tahun 2014 adalah sebesar 14.362 Ha, masih terdapat kekurangan sebesar 14.161 unit untuk pencapaian target renstra 2011-2014. Pelaksanaan kegiatan pemanfaatan alsintan pada tahun 2013 tidak mengalami hambatan sehingga dapat tercapai target 100%. Upaya ke depan masih perlu ditingkatkan kinerja kegiatan ini untuk mencapai hasil yang lebih optimal. Sedangkan hambatan dalam pencapaian target renstra karena kegiatan pemanfaatan alsintan dibatasi dengan anggaran yang tersedia. Kegiatan pemanfaatan alsintan di tahun 2013 dapat memberikan kontribusi dalam peningkatan kepemilikan alsintan oleh kelompok tani/UPJA untuk mempercepat pengolahan tanah dan penyediaan air irigasi. Diharapkan nantinya Traktor Roda Dua akan dapat mengolah lahan pertanian seluas 79.920 ha dan pompa air akan dapat mengairi lahan pertanian seluas 50.050 ha. Realisasi capaian kegiatan pemanfaatan alsintan tahun 2011-2013 digambarkan sebagai berikut : Gambar 6. Realisasi Pemanfaatan Alsintan Tahun 2011-2013
Te r l a k s a n a n y a P e n y e d i a a n Cultivator Peningkatan pemanfaatan alsintan untuk pengolahan lahan dan pengairan dilaksanakan melalui penyediaan Cultivator, Tahun 2013 terealisasi 200 Unit atau 100% dari target 200 unit (Berhasil). Pada tahun 2011 dan 2012, tidak dialokasikan Cultivator. Apabila dibandingkan dengan capaian 2012, maka penyediaan Cultivator di tahun 2013 mengalami peningkatan sebesar 200 Unit (100%). Capaian kinerja kegiatan penyediaan Cultivator dari tahun 2011-2013 adalah sebesar 200 Unit. Secara keseluruhan, target renstra 2011-2014 untuk kegiatan pemanfaatan alat dan mesin pertanian yang meliputi penyediaan traktor roda 2, traktor roda 4, pompa air, Rice Transplanter, Cultivator dan Chopper
Bulletin PSP
Media Informasi Kegiatan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian
Sumber data: Direktorat Alat dan Mesin Pertanian, 2013 Terfasilitasinya penyaluran pupuk bersubsidi Berdasarkan hasil pengukuran terhadap indikator kinerja utama pada sasaran penyediaan pupuk dan pestisida sesuai azas 6 (enam) tepat, dapat disimpulkan bahwa penilaian Sangat Berhasil pada indikator berikut :
14
Tabel 6. Capaian Sasaran Terfasilitasinya penyaluran pupuk bersubsidi Sasaran Strategis Terfasilitasinya penyaluran pupuk bersubsidi
Indikator Kinerja
Target
Realisasi
Capaian (%)
1 Penyaluran pupuk bersubsidi yang digunakan oleh petani/kelompok tani sesuai azas 6 (enam) tepat a. urea
3.860.101
Ton
3.878.794
Ton
100,48
805.396
Ton
820.186
Ton
101,84
c. ZA
1.075.000
Ton
1.044.810
Ton
97,19
d. NPK
2.131.224
Ton
2.259.106
Ton
106,00
739.329
Ton
760.363
Ton
102,85
b. SP
–
36
e. Organik
Penyaluran Pupuk Bersubsidi yang digunakan oleh Petani sesuai azas 6 (enam) Tepat Peningkatan pupuk dan pestisida sesuai azas 6 tepat dilaksanakan melalui penyaluran pupuk bersubsidi yang meliputi 5 jenis pupuk yaitu pupuk Urea, SP-36, ZA, NPK dan organik. Pada tahun 2013, realisasi penyaluran masing-masing pupuk sebagai berikut : 1) Target Pupuk Urea sebanyak 3.860.101 Ton terealisasi 3.878.794 Ton (100,48%) 2) Target Pupuk SP-36 sebanyak 805.396 Ton terealisasi 820.186 Ton (101,84%) 3) Target Pupuk ZA sebanyak 1.075.000 Ton terealisasi 1.044.810 Ton (97,19%) 4) Target Pupuk NPK sebanyak 2 . 1 3 1 . 2 2 4 To n t e r e a l i s a s i 2.259.106 Ton (102,46.%) 5) Target Pupuk Organik sebanyak 739.329 Ton terealisasi 760.363 Ton (102,85%). Penyaluran pupuk bersubsidi tahun 2013 secara total terealisasi sebesar 8.763.259 ton atau 101,77% dari target 8.611.050 ton (Sangat Berhasil), sedangkan capaian tahun 2012 adalah sebesar 8.812.021,987 ton dari target 10.528.920 ton (100,00%). Apabila dibandingkan dengan capaian 2012, maka penyaluran pupuk bersubsidi di tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 48.763 ton (0,55%). Secara keseluruhan, target renstra 2011-2014 untuk kegiatan penyaluran pupuk bersubsidi yang meliputi pupuk urea, SP-36, ZA, NPK dan organik adalah
Bulletin PSP
Media Informasi Kegiatan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian
sebesar 34.340.000 ton. Apabila dibandingkan dengan target renstra 2011-2014 tersebut, maka capaian kinerja kegiatan penyaluran pupuk bersubsidi dari tahun 2011-2013 adalah 25.669.282 ton (75,00%). Dengan proyeksi target kegiatan penyaluran pupuk bersubsidi tahun 2014 adalah sebesar 9.550.000 ton, masih terdapat kekurangan sebesar 8.670.718 to n untuk pencapaian target renstra 2011-2014.
Sangat Berhasil
Pelaksanaan penyaluran pupuk bersubsidi pada tahun 2013 tidak mengalami hambatan sehingga Berhasil dapat tercapai target 100%. Upaya ke depan masih Sangat perlu ditingkatkan kinerja kegiatan ini untuk Berhasil mencapai hasil yang lebih optimal. Sedangkan Sangat Berhasil hambatan dalam pencapaian target renstra karena kegiatan pupuk bersubsidi dibatasi dengan anggaran yang tersedia. Sangat Berhasil
Kegiatan penyaluran pupuk bersubsidi di tahun 2013 dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan jaminan ketersediaan pupuk yang d a p a t menjaga/meningkatkan produktivitas/produksi komoditas pertanian. Realisasi capaian kegiatan penyaluran pupuk bersubsidi tahun 2011-2013 digambarkan sebagai berikut : Gambar 7. Penyaluran Pupuk Bersubsidi Tahun 20112013
Sumber data: Direktorat Pupuk dan Pestisida, 2013 Meningkatnya Produksi Pupuk Secara Insitu Berdasarkan hasil pengukuran terhadap indikator kinerja utama pada sasaran meningkatnya produksi pupuk secara insitu, dapat disimpulkan bahwa penilaian Berhasil pada indikator berikut :
15
Tabel 7. Capaian Sasaran Meningkatnya Produksi Pupuk secara Insitu komunal. Sedangkan hambatan dalam pencapaian target renstra karena Sasaran Indikator Kinerja Target Realisasi Capaian (%) kegiatan pembangunan UPPO dibatasi Strategis dengan anggaran yang tersedia. Meningkatnya 1 Terbangunnya dan produksi pupuk secara insitu olen petani
terlaksananya pembangunan UPPO untuk penyediaan kebutuhan pupuk organik secara insitu
360 Unit
359
Unit
Terbangunnya dan Terlaksananya Pembangunan UPPO untuk Penyediaan Kebutuhan Pupuk Organik secara Insitu Peningkatan produksi pupuk secara insitu dilaksanakan melalui pembangunan UPPO. Tahun 2013 terealisasi 359 unit atau 99,72% dari target 360 unit ( B e r h a s i l ) , sedangkan capaian tahun 2012 adalah sebesar 100 unit dari target 100 unit (100,00%). Apabila dibandingkan dengan capaian 2012, maka pembangunan UPPO di tahun 2013 mengalami peningkatan sebesar 259 unit (259%). Target renstra 2011-2014 untuk pembangunan UPPO adalah sebanyak 2.553 unit. Apabila dibandingkan dengan target renstra 2011-2014 tersebut, maka capaian kinerja pembangunan UPPO dari tahun 20112013 adalah sebesar 1.593 unit (62,40%). Dengan proyeksi target kegiatan pembangunan UPPO tahun 2014 adalah sebesar 830 unit, masih terdapat kekurangan sebanyak 960 unit untuk pencapaian target renstra 2011-2014. Hambatan dalam pelaksanaan Kegiatan pembangunan UPPO pada tahun 2013 sehingga tidak tercapai target 100% adalah karena ada satu kelompok tani di Kabupaten Tabanan mengembalikan dana ke kas Negara dengan alasan tidak sanggup melaksanakan kegiatan karena kelompok tersebut tidak mampu menyediakan lahan untuk kegiatan dan tidak sanggup memelihara ternak sapi dengan sistem
Bulletin PSP
Media Informasi Kegiatan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian
Kegiatan pembangunan UPPO di tahun 2013 dapat memberikan kontribusi dalam memenuhi kebutuhan pupuk organik anggota kelompok tani dan masyarakat sekitar, serta mendukung kegiatan SRI di lokasi setempat.
99,72
Berhasil
Realisasi capaian kegiatan pembangunan UPPO tahun 2011-2013 digambarkan sebagai berikut : Gambar 8. Pembangunan UPPO Tahun 2011-2013
Sumber data: Direktorat Pupuk dan Pestisida, 2013 Meningkatnya Pelayanan Pembiayaan Petani melalui Bantuan Langsung Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Berdasarkan hasil pengukuran terhadap indikator kinerja utama pada sasaran meningkatnya pelayanan pembiayaan petani melalui bantuan langsung pengembangan usaha agribisnis perdesaan (PUAP), dapat disimpulkan bahwa penilaian Berhasil pada indikator berikut : Tabel 8. Capaian Sasaran Meningkatnya Pelayanan Pembiayaan Petani melalui Bantuan Langsung Pengembangan Usaha Agibisnis Perdesaan (PUAP) Sasaran Strategis Meningkatnya Pelayanan Pembiayaan Petani melalui Bantuan Langsung Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)
Indikator Kinerja 1 BLM PUAP yang digunakan gapoktan sebanyak (Gapoktan) untuk membiayai kegiatan usahatani baik on farm maupun off farm
Target
3.300
Gpkt
Realisasi
3.300
Gpkt
Capaian (%)
100,00
Berhasil
16
Terfasilitasinya Gapoktan BLM-PUAP dengan Dana Penguatan Modal Usaha
Kompos Unik Produksi UPPO Kelompok Tani Harapan Jaya
Sumber data: Direktorat Pembiayaan, 2013 Meningkatnya pelayanan pembiayaan petani melalui bantuan langsung PUAP dilaksanakan melalui fasilitasi gapoktan BLM PUAP dengan dana penguatan modal usaha. Fasilitasi BLM PUAP tahun 2013 terealisasi ke 3.300 gapoktan atau 100% dari target 3.300 gapoktan (Berhasil), sedangkan capaian tahun 2012 adalah sebanyak 6.050 gapoktan dari target 6.050 gapoktan (100,00%). Apabila dibandingkan dengan capaian 2012, maka failitasi BLM PUAP di tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 2.750 gapoktan (45,45%). Target renstra 2011-2014 untuk fasilitasi BLM PUAP adalah sebanyak 22.300 gapoktan. Apabila dibandingkan dengan target renstra 2011-2014 tersebut, maka capaian kinerja fasilitasi BLM PUAP dari tahun 2011-2013 adalah sebesar 18.460 gapoktan (82,70%). Dengan proyeksi target kegiatan fasilitasi BLM PUAP tahun 2014 adalah sebesar 3.000 gapoktan, masih terdapat kekurangan sebanyak 2.750 gapoktan untuk pencapaian target renstra 2011-2014. Pelaksanaan Kegiatan fasilitasi BLM PUAP pada tahun 2013 tidak mengalami hambatan, sehingga dapat tercapai target 100%. Sedangkan hambatan dalam pencapaian target renstra karena kegiatan fasilitasi BLM PUAP dibatasi dengan anggaran yang tersedia. Kegiatan fasilitasi BLM PUAP di tahun 2013 dapat memberikan kontribusi pemanfaatan dana BLM-PUAP oleh 3.300 Gapoktan untuk meningkatkan usaha agribisnis, seperti : pembelian saprodi, pengolahan hasil pertanian dan usaha rumah tangga dan meningkatkan kemampuan kelembagaan 3.300 Gapoktan dalam mengelola usahanya.
Ada yang unik dari produk kompos UPPO yang diproduksi Kel. Tani Harapan Jaya beralamat di Desa Bicali, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Provinsi Jawa Timur. UPPO yang dibangun pada Tahun Anggaran 2011 ini menghasilkan kompos yang dicampur nikotin. Untuk tujuan apa ya ...? Ternyata kompos campur nikotin ini sangat ampuh untuk mencegah serangan hama dan penyakit yang menyerang tanaman mereka. Bahkan hama wereng pun yang dikenal sulit diberantas, enggan menyerang tanaman padi yang telah dipupuk dengan kompos unik ini. Produksi kompos kelompok Harapan Jaya ini masih berjalan dan masih terus mencari pasar. Nikotin sebagai bahan campuran dibeli dari sisa pabrik rokok yang ada di wilayah tersebut. Dari 3 kali uji coba, ternyata kompos ini memberikan hasil yang menggembirakan. Selain pertumbuhan padi tambah lebih subur juga tidak terjadi serangan hama dan penyakit. Menurut Ketua Kelompok, produksi padi yang dihasilkan sampai 10 ton per hektar. Nikotin ditabur, hama dan penyakit pada kabur, itu mungkin kalimat yang pantas.....
Gambar 9. Realisasi Fasilitasi BLM - PUAP Tahun 2011-2013
Sumber data: Direktorat Pembiayaan, 2013
Bulletin PSP
Media Informasi Kegiatan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian
17
Realisasi Keuangan Ditjen PSP Tahun Anggaran 2013 Per 05 Februari 2014 (Setelah Pemotongan)
R
ealisasi keuangan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian Tahun Anggara 2013.
dan kegiatan Konservasi dan Antisipasi Anomali Iklim dari total anggaran Rp. 25,260 milyar sudah terealisasi 98,10 persen. Untuk kegiatan Pengembangan Jaringan Irigasi dari anggaran Rp. 550 milyar sudah terealisasi sebesar 98,89 persen, kegiatan Pemberdayaan Kelembagaan dari total anggaran Rp. 60,080 milyar sudah terealisasi sebesar 92,05 persen.
1. Kegiatan Pengelolaan Air Irigasi Realisasi keuangan kegiatan Direktorat Pengelolaan Air Irigasi, yaitu Pengembangan Sumber Air sebesar Rp. 18 milyar terealisasi sebesar 99 persen, kegiatan WISMP dari total anggaran Rp. 10 milyar sudah terealisasi 22,65 persen, Tabel 1. Realisasi Keuangan Pengelolaan Air Irigasi TA. 2013 PAGU PASCA PEMOTONGAN Pengembangan Sumber Air 18.000.000.000 Water Resources and Irrigation Sector Management Program (WISMP) 9.950.000.000 Konservasi Air dan Antisipasi Anomali Iklim 25.260.000.000 Pengembangan Jaringan Irigasi 550.000.000.000 Pemberdayaan Kelembagaan 60.080.000.000 OUTPUT
Kantor Pusat
Realisasi Dekonsentrasi Tugas Pembantuan 17.820.000.000
2.254.038.023 24.779.874.000 543.901.908.400 55.302.054.950
994 Layanan Perkantoran
4.338.395.000
2. Kegiatan Perluasan Areal dan Pengelolaan Lahan Dari beberapa kegiatan Dit. Perluasan dan Pengelolaan Lahan cukup mengembirakan. Kegiatan Pengembangan Optimasi Lahan dari anggaran Rp. 543 milyar sudah terealisasi 98,94 persen. Demikian juga kegiatan SRI dari anggatan Rp. 434 milyar sudah terealisasi 98,79 persen, kegiatan Pengembangan Jalan Pertanian dari anggaran Rp. 29,3 milyar sudah terealisasi 99,32 persen. Kegiatan Pra/Pasca Sertifikasi Lahan Pertanian realisasinya masih rendah, dari anggaran Rp.13,040 milyar baru terealisasi 69,65 persen. Kegiatan Perluasan Sawah dan
Grand Total 17.820.000.000 2.254.038.023 24.779.874.000 543.901.908.400 55.302.054.950
1.550.956.050
% 99,00 22,65 98,10 98,89 92,05
35,75
Perluasan Areal Hortikultura/Perkebunan/Peternakan dari masing-masing anggaran sebesar Rp. 623,070 milyar dan Rp. 112,523 milyar sudah terealisasi sebesar 99,10 persen dan 100,00 persen. Lebih lengkap dapat dilihat pada tabel 2 berikut.
Tabel 2. Realisasi Keuangan Perluasan dan Pengelolaan Lahan TA 2013 OUTPUT Pengembangan Optimasi Lahan Pengembangan SRI (System of Rice Intensification) Pengembangan Jalan Pertanian MIFEE Pendampingan Cetak Sawah Pra/Pasca Sertifikasi Lahan pertanian Perluasan sawah Perluasan Areal Holtikultura/Perkebunan/Peternakan
Bulletin PSP
Media Informasi Kegiatan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian
PAGU PASCA PEMOTONGAN 543.371.000.000 432.180.000.000 29.300.000.000 34.000.000 19.500.000.000 13.040.000.000 623.070.000.000 112.523.000.000
Kantor Pusat
Realisasi Dekonsentrasi Tugas Pembantuan 537.636.680.250 426.958.261.275 29.100.000.000
30.233.400 17.233.419.750 9.083.009.000 617.434.182.500 112.523.000.000
Grand Total 537.636.680.250 426.958.261.275 29.100.000.000 30.233.400 17.233.419.750 9.083.009.000 617.434.182.500 112.523.000.000
% 98,94 98,79 99,32 88,92 88,38 69,65 99,10 100,00
18
3. Fasilitasi Alat dan Mesin Pertanian Kegiatan yang dilaksanan Dit. Alat dan Mesin Pertanian telah berhasil merealisasikan kegiatan Pengembangan Alat dan Mesin Pertanian dengan anggaran Rp. 135,426 milyar telah terealisasi 99,35 persen. Selain itu untuk kegiatan Pengembangan UPJA Mandiri dari anggaran Rp. 5,014 milyar telah dapat direalisasikan sebesar 100 persen. Lengkapnya dapat dilihat pada tabel 3 berikut. Tabel 3. Realisasi Keuangan Alat dan Mesin Pertanian TA 2013 OUTPUT Pengembangan alat dan mesin pertanian Pengembangan UPJA Mandiri Operasional Pengembangan, Pengawasan, dan Kelembagaan Alsintan
Realisasi PAGU PASCA PEMOTONGAN Kantor Pusat Dekonsentrasi Tugas Pembantuan 135.426.600.000 134.546.712.816 5.014.000.000 5.013.957.825 3.200.000.000 2.580.846.368
Grand Total % 134.546.712.816 99,35 5.013.957.825 100,00 2.580.846.368 80,65
4. Fasilitasi Pupuk dan Pestisida Kegiatan Fasilitasi Pupuk dan Pestisida meliputi kegiatan Unit Pengolahan Pupuk Organik dengan anggaran Rp. 80,823 milyar sudah terealisasi sebesar 99,91 persen, kegiatan Pendampingan Penyaluran Pupuk dari anggaran Rp. 38,576 milyar sudah terealisasi 71,62 persen. Kegiatan lainnya yaitu Penguatan Komisi Pengawas Pupuk Pestisida (Kp3) dengan anggaran Rp. 35,298 milyar sudah terealisasi 63,98 persen dan Pendampingan Penyaluran Bantuan Langsung Pupuk dari anggaran Rp. 345 juta terealisasi 26,42 persen. Tabel 4. Realisasi Keuangan Fasilitasi Pupuk dan Pestisida TA 2013 OUTPUT Unit Pengolahan Pupuk Organik (UPPO) Pendampingan Penyaluran Pupuk Penguatan Komisi Pengawas Pupuk Pestisida (KP3) Pendampingan Penyaluran Bantuan Langsung Pupuk
PAGU PASCA PEMOTONGAN 80.693.551.000 38.576.000.000 35.298.400.000 345.000.000
Realisasi Kantor Pusat Dekonsentrasi Tugas Pembantuan 80.621.589.850 9.997.987.550 17.628.469.775 10.726.401.886 11.856.608.610 91.165.600
Grand Total 80.621.589.850 27.626.457.325 22.583.010.496 91.165.600
% 99,91 71,62 63,98 26,42
5. Fasilitasi Pembiayaan Pertanian Kegiatan Fasilitasi Pembiayaan Pertanian TA 2013 terdiri dari kegiatan Operasional PUAP dengan anggaran sebesar Rp. 9.975 milyar sudah terealisasi sebesar 81,99 persen, kegiatan Penyaluran Dana PUAP dengan total anggaran Rp. 330,624 milyar sudah terealisasi 99,98 persen. Lebih lengkap dapat dilihat pada tabel 5 berikut. *** (Sumber : Evapel PSP)
Tabel 5. Realisasi Keuangan Fasilitasi Pupuk dan Pestisida OUTPUT Operasional PUAP Penyaluran dana pengembangan usaha agribisnis perdesaan (PUAP)
Bulletin PSP
Media Informasi Kegiatan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian
Realisasi PAGU PASCA PEMOTONGAN Kantor Pusat Dekonsentrasi Tugas Pembantuan Grand Total 9.975.000.000 1.406.333.350 6.771.810.800 8.178.144.150 330.624.000.000 330.563.285.150 330.563.285.150
% 81,99 99,98
19
Pupuk Bersubsidi, Antara Harapan dan Kenyataan Oleh : Made Gora, SP, MM
T
idak dapat dipungkiri bahwa penggunaan pupuk anorganik mampu meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman secara cepat. Sejak digulirkannya revolusi hijau pada tahun 1960 dengan diperkenalkannya penggunaan pupuk urea yang berdampak pada peningkatan produksi tanaman pangan secara signifikan, saat ini petani semakin tergantung dengan pupuk anorganik dalam aktivitas budidayanya. Dilain pihak, kemampuan petani untuk mengakses pupuk anorganik belum menggembirakan, dimana salah satu penyebabnya adalah kemapuan/daya beli petani yang masih rendah. Menyadari kondisi tersebut, sejak tahun 2003 pemerintah mulai memberikan fasilitasi penyediaan pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian melalui pemberian subsidi kepada petani yang memiliki luas garapan tidak melebihi 2 ha setiap tahunnya. Dari data yang ada, penyaluran pupuk bersubsidi tahun 2003 - 2013 memberikan pengaruh langsung terhadap peningkatan produksi dan produktivitas padi serta berkorelasi positif terhadap peningkatan luas tanam. Mekanisme Penyediaan Pupuk Bersubsidi Ketersediaan pupuk bersubsidi merupakan tanggung jawab dari berbagai pihak sesuai dengan tupoksinya masing-masing. Pemerintah pusat yang terdiri dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementeria Keuangan, Kementerian Pertanian,
Kementerian Perdagangan dan Kementerian Dalam Negeri bersama dengan DPR RI adalah penentu kebijakan di tingkat Nasional/Pusat. Sedangkan pemerindah daerah (provinsi/kabupaten/kota) menyusun perencanaan kebutuhan serta pengawalan/pengawasan penyaluran pupuk bersubsidi melalui peran Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3). Sedangkan pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi merupakan tugas dan tanggung jawab dari PT. Pupuk Indonesia (Persero) beserta anak perusahaannya sebagaimana penugasan pemerintah untuk mengadakan dan menyalurkan pupuk bersubsidi ke masing-masing daerah yang menjadi tanggungjawabnya sesuai dengan peraturan yang berlaku. Untuk menjamin optimalisasi penyediaan dan penyaluran pupuk bersubsidi; Kementerian Pertanian selain mempunyai kewenangan untuk mengalokasikan pupuk sampai tingkat provinsi, melakukan realokasi antar provinsi juga berwenang
TAHUN
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
LUAS TANAM* Juta Ha)
LUAS PANEN** (Juta Ha)
PRODUKSI** (Juta Ton)
PROVITAS** (Ku/Ha)
Realisasi Pupuk*** ( Juta Ton)
11,37
11,49
52,14
45,38
5,19
12,06
11,92
54,09
45,36
5,76
11,97
11,84
54,15
45,74
5,70
11,98
11,79
54,45
46,20
5,67
12,30
12,15
57,16
47,05
6,35
12,51
12,33
60,33
48,94
6,92
13,06
12,88
64,40
49,99
7,87
13,51
13,25
66,47
50,15
7,36
13,39
13,20
65,76
49,80
8,40
13,54
13,45
69,06
51,36
8,91
13,96
13,77
70,87
51,46
8,86
(
* Sumber data Direktorat Jenderal Tanaman Pangan ** Sumber data BPS, 2014 *** Sumber data Direktorat Pupuk dan Pestisida
Bulletin PSP
Media Informasi Kegiatan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian
20
untuk menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi. Dari sisi proses perencanaan anggaran, HPP (Harga Pokok Penjualan) diusulkan oleh BUMN (PT Pupuk Indonesia (Persero)) dan diajukan kepada Kementan untuk mendapat penetapannya. Secara sederhana terkait dengan volume pupuk bersubsidi, anggaran yang diperlukan, besaran HPP dan HET dapat digambarkan melalui formula sebagai berikut : Besarnya Subsidi (RP) = (HPP(Rp/ton) HET(Rp/ton)) x Volume (ton) Permasalahan yang selalu timbul dalam penyusunan perencanaan subsidi pupuk adalah : 1) a l o k a s i anggaran subsidi pupuk merupakan wewenang dari Kementerian Keuangan dan Badan Angaran DPR RI; 2) HPP yang diusulkan oleh pihak produsen selalu mengalami perubahan/kenaikan sebagai akibat adanya kenakan harga bahan baku pupuk (terutama gas), ongkos produksi serta perubahan nilai kurs dollar; dan 3) besaran HET yang tidak pernah mengalami perubahan/kenaikan sejak tahun 2011.
Pemerintah untuk kurang bayar tahun 2012 sebesar Rp. 6,6 triliun yang baru dapat diselesaikan melalui ABBN 2014 sebesar Rp. 3,0 triliun. Petanyaannya adalah : begitu beratkah Pemerintah untuk memberikan tambahan alokasi anggaran subsdi pupuk bagi petani yang umumnya petani gurem yang mana kepada mereka kita bebankan tugas untuk mengamankan ketahanan pangan Nasional?. Subsidi pupuk sebesar Rp. 18,04 triliun sungguh tidak berarti banyak jika dibandingkan subsidi BBM yang telah mencapai lebih dari Rp. 200 triliun per tahun. Sebagai penutup tulisan ini, saya ingin memberikan saran untuk mengatasi permasalahan dalam pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi, yaitu : 1) perbesar alokasi anggaran subsidi pupuk atau; 2) mulai dipikirkan untuk menaikkan HET Pupuk Bersubsidi. ***
Dengan adanya kondisi seperti tersebut diatas serta dikaitkan melihat formulasi penyusunan pererencanaan subsidi pupuk, maka hanya volume pupuk bersubsidi merupakan variable yang dapat diubah/disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Dari perhitungan yang dilakukan menggunakan formulasi diatas, maka subsidi pupuk tahun 2014 sebesar Rp. 18,04 triliun dapat memberikan subdidi harga untuk volume pupuk sebanyak 7,778 juta ton. Sedangkan kebutuhan ideal pupuk di tingkat lapang berkisar 9,55 juta ton. Dengan demikian prakiraan sementara, pupuk sebanyak 7.778 juta ton hanya mampu mmemenuhi kebutuhan petani sampai bulan Oktober 2014. Kekurangan alokasi pupuk bersubsidi sebagai akibat terbatasnya anggaran subsidi yang disediakan Pemerintah selalu terjadi setiap tahun. Untuk mengatasi hal tersebut maka Pemerintah terpaksa 'berhutang" kepada produsen pupuk agar pupuk bersubsidi tetap disalurkan sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Keadaan seperti ini tentunya kurang sehat baik bagi Pemerintah yang harus menanggung beban bunga maupun bagi produsen yang dapat mengakibatkan gangguan terhadap casflow mereka. Sebagai ilustrasi hutang
Bulletin PSP
Media Informasi Kegiatan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian
21
Uji Coba Asuransi Usaha Tani Padi Oleh : Dit. Pembiayaan
A
suransi pertanian sangat dibutuhkan oleh para petani untuk melindungi usahataninya dari risiko usaha/gagal panen sebagi akibat bencana alam dan serangan OPT. Melalui asuransi pertanian, petani mendapat penggantian kerugian jika mengalami puso (pertanaman rusak atau tidak panen hingga 75%/ha) dan terhindar dari peminjaman modal kerja dari pelepas uang berbunga tinggi.
No a. Tahun 2012
Provinsi
1
2
Jawa Timur
Sumatera Selatan
Kabupaten
Kementerian Pertanian sedang berupaya agar Program Asuransi Pertanian dapat segera di implementasikan skala luas di lapangan, berkenaan dengan itu sebagai upaya pembelajaran, mulai Musim Tanam (MT) Oktober 2012 - Maret 2013, dan Oktober 2013-Maret 2014 Kementerian Pertanian telah melakukan ujicoba (pilot project) Asuransi Usahatani Padi (AUTP) seluas 2 ribu ha di 2 propinsi, yaitu Jawa Timur dan Sumatera Selatan, masing-masing seribu ha. Direncanakan pada tahun 2014 dikembangkan seluas 1000 ha di Prov Jawa Barat (Cirebon dan Ciamis). Uji coba tersebut melibatkan partisipasi BUMN pertanian, seperti BUMN pabrik pupuk yang tergabung dalam PT Pupuk Indonesia (Persero) serta PT Jasindo sebagi pelaksana asuransi. Dalam rangka kemitraan dengan petani, BUMN memfasilitasi pembiayaan premi asuransi sebesar 80%, sedangkan 20% sisanya menjadi tanggungan petani. Uji coba AUTP tersebut juga dilaksanakan kerjasama dengan JICA di Provinsi Jawa Timur (Jombang dan Nganjuk) seluas 1500 ha untuk MT Oktober 2013-Maret 2014, dan rencananya untuk MT April-Sep 2014 seluas 1500 ha. Rekapitulasi pelaksanaan Ujicoba AUTP tersebut sebagai berikut Tanggung jawab para pihak 1. BUMN Pupuk/JICA : Menyediakan dana untuk
Bulletin PSP
Media Informasi Kegiatan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian
Klaim (Ha)
%
Tuban
320.00
80.00
Gresik
150.87
-
OKU Timur
152.25
7.28
623.12
87.28
Jombang
727.50
16.00
Nganjuk
709.11
-
Jumlah a
25.00 4.78 14.01
b. Tahun 2013 1
2
Jawa Timur
Sumatera Selatan
OKU Timur Jumlah b
Asuransi Pertanian, mendidik petani untuk meningkatkan produksi dan produktivitas usahataninya karena petani diharuskan mengikuti anjuran teknis dan terus diawasi oleh pihak asuransi agar anjuran berusahatani padi yang dipersyaratkan dalam asuransi dapat dilaksanakan, sebagai bagian dari kewajiban untuk memperoleh, pertanggungan asuransi.
Luas (Ha)
2.20 -
766.25
42.50
5.55
2,202.86
58.50
2.66
c. Tahun 2014 (Rencana) 1
2
Jawa Timur
Jombang
1,025.00
-
-
1,000.00
-
-
Jawa Barat
Nganjuk Cirebon dan Cirebon Ciamis
1,000.00
-
-
Jumlah c
3,025.00
-
-
Total a+b+c
5,850.98
145.78
2.49
pembayaran 80% premi asuransi atau sebesar Rp. 144 ribu/Ha Atas nama petani (tertanggung) Menyediakan saprodi sesuai RDKK. 2. Petani/Poktan (tertanggung) : Menerapkan rekomendasi teknis, Melaksanakan ketentuan Polis Membayar premi asuransi 20% atau sebesar Rp. 36 ribu/Ha. 3. Perusahaan Asuransi : Menerbitkan Polis dan menagih premi ke petani dan BUMN/JICA, Membayar klaim sebesar Rp. 6 Juta rupiah. 4. Kementan : Fasilitasi pelaksanaan program, Rekomendasi teknis. Untuk satu hektar sawah dalam uji coba ini, premi yang harus disediakan sebesar Rp. 180 ribu, sebanyak Rp. 144 ribu disubsidi oleh BUMN Pupuk dan sisanya sebesar Rp. 36 ribu menjadi tanggungan petani. Dengan premi sebesar itu apabila petani gagal panen (Puso) akan mendapatkan santunan sebesar Rp. 6 juta. Kriteria Calon Peserta Asuransi Usahatani Padi (CPAUTP) : 1) Petani padi sawah yang bergabung dalam kelompok tani aktif dan mempunyai pengurus lengkap; 2) Bersedia mengikuti rekomendasi teknis, anjuran asuransi termasuk membayar premi sebesar 20%. Kriteria Calon Lokasi Peserta Asuransi Usahatani Padi (CL-AUTP) : 1) Lokasi memenuhi persyaratan standar teknis penanaman padi; 2) Lokasi mempunyai batas dan ukuran luas yang jelas dengan luas areal yang diasuransikan maksimal 2 (dua) hektar.
22
Bagan Mekanisme Pelaksanaan Asuransi Usahatani Padi Kemitraan (BUMN/JICA)
KEMENTAN (DITJEN PSP)
§ §
PKS Penyaluran Subsidi Premi
Dinas Pertanian PROVINSI PERSAHAAN ASURANSI
§Pembayaran Premi Dinas Pertanian KAB/KOTA
(Penanggung)
edangkan petani membayar sebesar 20% atau Rp 36.000,- per ha. 5. Periode Pertanggungan, asuransi usahatani padi berlaku untuk satu musim tanam, dimulai pada tanggal perkiraan tanam dan berakhir pada tanggal perkiraan panen. Catatan: pendaftaran calon peserta harus sudah dilaksanakan 2 (dua) bulan sebelum musim tanam.
Swadaya
§Pembayaran Klaim asuransi
Kec/Desa PPL/POPT-PHP
POKTAN (Tertanggung)
Pelaporan kepada Penanggung
AGEN Asuransi
Pendaftaran peserta dan pemeriksaan kerugian
Kriteria Gagal Panen (PUSO) Puso adalah suatu keadaan kerusakan tanaman atau bagian tanaman yang ditimbulkan oleh banjir, kekeringan atau serangan OPT, sehingga menyebabkan tanaman atau bagian tanaman tersebut mengalami kerusakan > 75%. Penggantian puso: Bila > 75 persen dari luas area lahan sawah per petani terkena puso. Penggantian puso bukan berdasarkan total luas kelompok, tapi luas per individu petani. Risiko yang Dijamin Tiga jenis risiko yang ditanggung dalam skim asuransi usahatani padi ini yaitu: banjir, kekeringan, dan serangan OPT Premi Asuransi Usahatani Padi 1. Harga pertanggungan, ditetapkan sebesar Rp 6.000.000,- per ha sebagai nilai santunan kerugian untuk membantu biaya menanam kembali, termasuk untuk mempersiapkan lahan, ongkos tenaga kerja dan pupuk. Harga pertanggungan menjadi dasar perhitungan premi dan merupakan batas maksimum santunan kerugian. 2. Suku Premi, sebesar 3% dari biaya usahatani (biaya input) sebesar Rp 6.000.000,- atau Rp 180.000,- per hektar. 3. Premi asuransi disubsidi Perusahaan BUMN Pupuk/JICA sebesar 80% dan petani menanggung 20%. 4. Perusahaan BUMN Pupuk/JICA sebagai Kontributor akan membayar premi sebesar Rp 144.000,- per ha,
Bulletin PSP
Media Informasi Kegiatan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian
Permasalahan
Implementasi ujicoba AUTP dilapangan masih menemui berbagai kendala dan perlu dipersiapkan dengan seksama. Permasalahan-permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan ujicoba tersebut antara lain: 1). kegiatan yang relatif baru baik petani sebagai tertanggung dan Asuransi sebagai penanggung samasama belum berpengalaman dalam menanggung rIsiko yang akan terjadi, sifat menolak atau "latgart" seringi timbul mengingat sudah cukup bayak janji-janji yang diberikan kepada petani bahwa areal pertanaman padi yang terkena puso akan diganti, sehingga mereka menganggap perlindungan pertanaman dalam bentuk asuransi tidak diperlukan, apalagi harus membayar premi asuransi. 2). kesulitan pengumpulan premi dari petani oleh perusahaan asuransi, karena jumlah relatif kecil dan menyebar, sementara kelembagaan asuransi ditingkat lapangan belum jalan. Permasalahan-permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan ujicoba menjadi pijakan dan learning by doing untuk memperbaiki sistem yang digunakan, setidaknya sistem yang diujicobakan sudah berjalan dan infrastruktur dalam pelaksanaan tersebut sudah tersedia berjalan sesuai kriteria. Implementasi Asuransi Pertanian ke depan Potensi asuransi pertanian di Indonesaia sangat besar. Khusus untuk tanaman padi saja diperkirakan mencapai luas tanam (2 MT) sekitar 12,8 juta Ha pada tahun 2014. Dari sejumlah itu 1,1 juta Ha masuk dalam program GP3K (Gerakan Peningkatan Produksi Pangan berbasis Korporasi) dan 3 juta Ha masuk dalam program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL PTT). Untuk tahap awal, bila kedua program itu saja masuk asuransi pertanian maka dampak usaha, kesempatan kerja dan jaminan peningkatan produksi dan produktivitas dapat diandalkan.
23
Opini
Etnohidrologi Suatu Pendekatan Pemeliharaan Sumber Air Oleh : DR. Adhisa Putra
S
esungguhnya intervensi manusia memanfaatkan sumber air dapat dibenarkan demi berlanjutnya ke-hidupan, apalagi untuk kepentingan sumber air itu sendiri. Namun usikan manusia yang berlebihan terkadang mengarah pada perilaku yang mengabaikan kaidah-kaidah lingkungan, sumber air yang dibebani melebihi daya dukungnya mengakibatkan sumber air kehilangan fungsinya. Tindakan pengrusakan, pengurugan, apalagi penutupan sumber air faktanya justru menghadirkan daya rusak air (tragedi Situ Gintung), bencana banjir, serta ancaman berbagai penyakit. Sumber air yang terdegradasi juga menciptakan kelangkaan air terutama pada musim kemarau. Akibat lebih lanjut menjadi ancaman keberlanjutan keanekaragaman hayati, tumbuhan yang hidup di habitat itu tergusur dan satwanya pun terusir. Tidak hanya itu, lenyapnya sumber air juga berakibat kepada putusnya hubungan manusia dengan keanekaragaman hayati, merenggangkan hubungan harmonis sesama warga yang hidup berdampingan di sekitar sumber air, dan menjauhkan kehidupan mereka sehari-hari dari sumber air. Menyadari seringnya bencana banjir dan kelangkaan air yang datang silih berganti, berbagai elemen dan lapisan masyarakat terutama diperkotaan gencar menyuarakan tuntutan penangulangannya. Pemangku jabatan dari berbagai tingkatan pun bergegas menanggapinya, ada yang sekedar melontarkan per-nyataan keprihatinan, menentukan sikap, hingga ber-tindak. Upaya penyelamatan dan mengembalikan fungsi fungsi sumber air senantiasa dilakukan dengan pola yang cenderung sama, biasanya diawali dengan penguasaan kawasan, pembangunan fisik, kemudian mengamankannya dengan memancang aturan dan ancaman. Upaya menyelamatkan lahan basah yang menampil-kan identitas budaya setempat sudah banyak dilaku-kan di beberapa negara. Fenomena membangkitkan kembali kesadaran entitas etnik tersebut nampaknya dipertegas dan sengaja diperkenalkan di ruang publik. Romantisme pada kerinduan masa lalu tersebut terkesan konstruktif bagi pelestarian lingkungan dan sumberdaya air. Upaya itu penting dan perlu di apresiasi, meskipun yang
Bulletin PSP
Media Informasi Kegiatan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian
dimunculkan sebatas identitas kebudayaan baru. Namun demikian, beberapa pakar dan pemerhati lingkungan berpendapat bahwa cara-cara pengelolaan yang diterapkan di tempat-tempat itu dapat dikatakan sudah berkembang menjadi ekowisata. Beberapa tahun lampau, Jakarta pernah mengupayakan pemeliharaan lahan basah (Sungai Ciliwung) yang diintegrasikan dengan pengembangan lokasi cagar budaya Betawi, namanya Condet di kawasan Jakarta Timur . Pengembangan sarana dan prasarana fisik menjadikan kawasan ini terbuka dari isolasi, makin terkenal, dan mudah diakses. Penduduk baru dari pusat kota berbondong-bondong masuk, membeli tanah, dan kemudian membangun rumah baru di atas bekas tanah kebun buah-buahan. Tanda-tanda kawasan Condet sebagai cagar budaya Betawi pun semakin tidak terlihat. Bahkan lahan pohon salak Condet yang terlanjur jadi icon sudah sulit ditemukan. Marzali (2005: 76) berpendapat bahwa yang terjadi di Condet adalah 'dilema pembangunan', yakni per-ubahan yang direncanakan' dengan 'perubahan yang sesungguhnya'. Munculnya dilema tersebut disebabkan cara Pemerintah DKI Jakarta mengabaikan dampak dari hubungan antara sebuah kota yang sedang berkembang dengan komunitas pinggiran. Pada tahun 1998 organisasi ke-Betawi-an yang tergabung di dalam Bamus Betawi mengajukan kawasan sekitar Setu Mangga Bolong dan Setu Babakan sebagai kawasan cagar budaya Betawi, pengganti Condet yang dianggap gagal. Di destinasi Per-kampungan Budaya Betawi saat ini sudah padat dengan perumahan, permukiman, rumah ibadah, sekolah-sekolah, gedung pertemuan, kantor, serta fasilitas-fasilitas pendukung yang dapat dipentaskannya pertunjukan kesenian Betawi. Untuk kepenting wisata dan rekreasi, hampir sekeliling situ telah dibangun turab atau taludisasi, pohon dan semak di sempadan situ ditutup dengan pelataran konstruksi beton. Temaram yang dihadirkan pada malam hari tak menyisakan lokasi yang pernah dianggap angker.
24
Ciri dan cara pembangunan kedua sumber air di Perkampungan Budaya Betawi ini umumnya menggunakan pendekatan rekayasa teknik hidro secara tunggal (hidarulik murni), yang sering menyisakan masalah ekologik. Beberapa tahun yang lalu Maryono (2001) mengusulkan agar pembangunan wilayah ke-airan dilakukan dengan pendekatan ekohidraulik, konsep ini menegaskan usaha memanfaatkan sumber daya air sebesar-besarnya untuk kepentingan manusia dan lingkungan secara integral dan berkesinambungan, tanpa menyebabkan kerusakan rezim dan kondisi ekologi sumber daya air yang bersangkutan. Hehanusa (2004) menyebutnya sebagai "one river one plan and one integrated management". Pada tahun 2004 Mujiyani mengusulkan sosiohidraulik. Menurutnya ekohidraulik hanya dapat diterap-kan dan berhasil jika mendapat dukungan sosial masyarakatnya. Konsep ini sangat penting dalam mendukung keberhasilan pengelolaan sungai. Maryono (2005:3) sependapat, namun tetap pada pendiriannya bahwa sosiohidraulik hanya dapat dicapai bila masyarakat di kota maupun di desa paham tentang keterkaitan antara hulu dan hilir, paham mengenai ekosistem sungai, dan paham pula cara apa yang seharusnya mereka perbuat. Konsep ekohidraulik dan atau sosiohidraulik masih menyisakan banyak per-tanyaan. Pada konsep ekohidraulik, terdapat unsur nilai ekonomi dan manfaat sosial yang masih harus didalami dan ditelusuri lebih lanjut. Dalam konsep sosiohidraulik, unsur kesejahtera an, kelembagaan, partisipasi, dan konservasi masih memerlukan kajian lebih mendalam. Pada tahun 2007, Atmanto (2007) membuktikan adanya unsur-unsur sosiohidraulik pada masyarakat perkotaan yang dapat dijadikan sebagai modal sosial pembangunan wilayah keairan berkelanjutan. Namun akhirnya Atmanto juga mengajukan hipotesis yakni tanpa melibatkan budaya air masyarakat, sosiohidraulik juga akan sulit berhasil diterapkan di Indonesia. Hal ini sesungguhnya pernah diingatkan oleh Yogaswara (2004), betapa pembangun an dan pengelolaan wilayah keairan atau sumber daya air di Indonesia sangat kompleks, karena selain terkait dengan faktor fisik, juga terkait dengan faktor ekologi, ekonomi, dan sosial. Selain itu juga adanya kondisi budaya masyarakat yang unik di masing-masing wilayah keairan. Kondisi budaya masyarakat yang unik di masingmasing kelompok masyarakat umumnya terdapat kesesuaian dengan kondisi sosial budaya dan tipologi ekosistem setempat. Sudah banyak studi yang
Bulletin PSP
Media Informasi Kegiatan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian
mendeskripsikan bahwa masyarakat adat di Indonesia secara tradisional ada yang berhasil menjaga bahkan memperkaya keanekaragaman hayati. Keberhasilan tersebut tidak lepas dari pengetahuan mereka yang peroleh dari generasi pendahulu mereka. Sisitem kebudayaan yang diterima masyarakat pendukungnya ini landasan utamanya memang bukan pada landasan teori atau keilmuan, melainkan lebih karena kepercayaan dan kepatuhan mereka kepada pesan atau petuah yang mereka peroleh dan pahami dari generasi sebelumnya dalam bentuk folklor , misalnya ceritera prosa rakyat . Ceritera prosa rakyat dan bentuk-bentuk folklor lainnya ini penyebarannya melalui tradisi lisan, adakalanya cukup ampuh dalam mencegah tindakan orang-orang untuk melakukan pengrusakan situ. Tokoh-tokoh di dalam legenda yang diinterpretasi masyarakat faktanya masih mampu menjaga kelestarian situ, ada juga tradisi lisan tersebut ditanggapi sebagai teror, bahkan tokoh-tokoh di dalam nya diterima masyarakat sebagai mitos . Perlu kiranya pemahaman lebih mendalam bahwa hubungan manusia dengan mitos sesungguhnya didasarkan atas kegunaan, bukan kebenaran. Nampak nya memang manusia yang melakukan manipulasi menurut kepentingannya masing-masing. Mitos itu tercipta atau diciptakan, lalu menyebar, dan seterusnya menguasai orang-orang ke berbagai lapisan elemen masyarakat. Fungsi mitos memang mentransformasikan kenyataan apakah itu baik atau buruk menjadi "yang seharusnya terjadi". Dengan demikian dapat dikatakan bahwa skenyataanya mitos bekerja sekedar mengesahkan kenyataan menurut pembuat mitos tanpa orang menyadarinya, karena jika mereka mengetahuinya, justru mitos menjadi tidak ada artinya. Realitas budaya keairan masyarakat yang hidup berdampingan dengan sumbera air inilah yang menjadi landasan berpikir etnohirologi. Istilah etnohidrologi diinspirasi dari konsep hidraulik yang terus mengalami perkembangan, yakni ekohidraulik, dan sosihidraulik. Etno diartikan sebagai manusia yang terkait dengan kebudayaan dan tradisi. Berpedoman kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia terdapat pengertian yang membedakan hidrologi, hidrolika, dan hidarulika. Hidrologi adalah ilmu tentang air di bawah tanah, keterdapatannya, peredaran dan sebarannya persifatan kimia dan fisiknya, reaksi dengan lingkungan, termasuk hubungannya dengan mahluk hidup. Hidrolika diartikan sebagai cabang ilmu dan teknologi yang berhubungan dengan mekanika zat alir terutama zat cair. Hidraulika diartikan sebagai cabang
25
ilmu teknik yang berkenaan dengan gerakan air, yaitu mengenai penggunaan air untuk menghasilkan tenaga. Pendekatan etnohidrologi diartikan sebagai hidrologi yang dipelajari dari sudut pengetahuan etnik. Pendekatannya dilakukan dengan pemahaman mendalam yang pemikirannya didasarkan pada sistem budaya dan tradisi keairan yang hidup dalam suatu kelompok masyarat, yang mereka anggap bernilai, berharga, dan penting dalam memelihara sumber air. Realitas penerimaan masyarakat mengenai budaya dan tradisi keairan perlu diformulasi dan ditrasformasikan agar dapat membentuk budaya dan tradisi keairan yang berlanjut. Menghadirkan etnohidrologi sebagai suatu pendekatan pemeliharaan sumber air diawali dengan menemukenali makna ekologi dari sistem kebudayan dan tradisi keairan yang pernah atau masih tersimpan di dalam folklor, kemudian menginterpretasi penerimaan masyarakatnya. Representasi penerimaan masyarakat di amati secara fisik dari realitas lingkungan terbangun, dan secara nonfisik ditelusuri dari realitas suasana yang hadir yaitu ekoliterasi dan penyakralan mereka kepada sumber air. ***
1) Kawasan yang dapat dijadikan contoh antara lain Kampung Mengkuang Titi, Penang di Malaysia. Daerah seluas 86,7 km2 sepanjang Sungai Mengkuang ini menampilkan suasana lingkungan tradisional Melayu melalui aktivitas harian penduduk yang jumlahnya tidak lebih dari 1.000 orang, arsitektur rumah berornamen tradisional Melayu, permainan, makanan, dan flora-fauna yang khas. Contoh lain, Daintree Village, di Queensland, Australia, adalah suatu desa yang dihuni oleh 100 orang yang merupakan penduduk tetap. Desa ini memanfaatkan potensi alam seperti sungai, hutan tropis, dan hutan bakau, keanekaragaman florafauna di dalam hutan, termasuk fasilitas pendukung yang dibangun dengan bahanbahan alami setempat. Kemudian Chiba Prefectually-funded Boso Village di Jepang, yang terbentang dari Pantai Pasifik sampai ke Teluk Tokyo. Dengan rumah Samurai (bangunan yang dikonservasi), kincir air, charcoal lodge, daerah ini menampilkan suatu desa yang direstorasi untuk melestarikan nilai-nilai budaya pasca-zaman Edo awal dan Meiji akhir di Jepang.
5) Pada Suku Ambai-Serui di Pulau Yapen, Papua, masih ada upacara penebangan kayu (tua) dari hutan (secara bersama) untuk keperluan pembuatan perahu. Upacara tersebut terkait dengan nama marga waromi, yang berasal dari kata wa artinya perahu bersama dan romi berarti kebun atau hutan milik bersama. Makna filosofis yang dikandung di dalam waromi adalah keharusan masyarakat adat mengelola romi agar menghasil wa sebagai perahu yang dapat mengantarkan mereka ke dunia luar. Nama-nama marga lainnya di Yapen seperti marga Karubaba, Antaribaba, dan Ayoribaba masing-masing adalah nama pohon. Adapun kata baba memiliki arti di bawah perlindungan (penelusuran Karubaba, 2007: 118120). Menurut Suprapta (2008: 85), pertanian Bali dapat disebut sebagai "ibunya Budaya Bali", yang melahirkan, membesarkan, menjaga dan melindungi budaya Bali. Pendapat Suprapta ini didasarkan pada organisasi irigasi subak yang bertumpu pada konsepsi Tri Hita Karana, salah satu etika ajaran agama Hindu. Keunikan budaya Minangkabau yang erat kaitannya dengan lingkungan tercermin pada "alam takambang jadi guru", yakni cara orang Minangkabau menjaga daya dukung alamnya dengan cara atau tradisi merantau (Nursetiawati, 2008: 334). 6) Folklor berasal dari kata Inggris Folklore, terdiri atas dua kata dasar yaitu folk yang sama artinya dengan kata kolektif yaitu sekelompok orang yang memiliki cirriciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan. Lore adalah tradisi folk yaitu sebagian kebudayaannya, yang diwariskan secara turun-temurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat. Di antara bentuk folklor lisan yang banyak di Indonesia adalah ceritera prosa rakyat. Oleh William R. Bascom (Danandjaja, 2007:50), cerita prosa rakyat dibagi dalam tiga golongan besar yakni dongeng, legenda dan mitos. 7) Misalnya keengganan orang menebang pohon besar disebabkan mereka percaya pohon itu ada penunggunya, yakni makhluk halus. Jika ada yang berani menebangnya, diyakini orang itu akan kesambet atau kesurupan (istilah yang dikenal orang Betawi). Makna yang dapat diungkap dari keyakinan tersebut adalah bahwa pohon besar yang tua tidak sekadar memberikan keteduhan, menyegarkan, mengurangi panas atau temperatur udara mikro, namun juga berperan dalam menjaga dan menyerap air tanah. Contoh lainnya adalah keengganan orang menangkap ikan larangan di perairan umum (rawa, situ atau sungai). Orang yang berani melanggarnya diyakini akan mendapat teguran tasapo (istilah yang dikenal orang Minang). Demikian pula halnya dalam subak di Bali, terdapat istilah ajeg, yaitu tabu melakukan tindakan-tindakan tertentu pada waktu-waktu tertentu yang tidak sesuai dengan sistem nilai setempat. 8) Kenangan sekitar tahun 1973 bersama teman sepermainan gemar bermain, berendam, berenang, berayun di dahan lalu melompat dari cabang pohon di atas di situ Lembang yang lokasinya di perumahan elite Menteng Jakarta Pusat. Tersiar kabar bahwa terjadi perampokan di salah satu "rumah gedongan", perampok berhasil menggasak berbagai perhiasan dan barang berharga dan mengangkutnya dengan mobil. Para perampok dan jarahannya terperangkap di dalam mobil yang tenggelam sampai dasar situ, bangkai mobil dan barang rampokan berhasil diangkat keesokan harinya namun hanya satu dari 3 mayat perampok yang ditemukan. Hingga saat ini kabar itu masih dipercaya. Prof Edi Sedyawati terperangah dan menyerngitkan kening, karena sejak 1961 menetap di kawasan Situ Lembang, beliau tidak pernah mendengar berita yang membuatnya tertawa dan menggeleng-gelengkan kepala. 9) Referensi mitos muncul ketika seseorang mengadakan keterarahan kepada suatu obyek tertentu (Zefry, 1998: 25).
2) Kawasan ini mengapit sungai Ciliwung, meliputi tiga kelurahan di Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur. Penetapannya sebagai lokasi cagar budaya dikukuhkan dengan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor D.17902/a/30/75 tahun 1975 3) Kawasan seluas 165 ha di Kelurahan Srengseng Sawah ini dikukuhkan dengan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 92 Tahun 2000 (Kebijakan 92/2000). Dukungan politik kepada Pembangunan Perkampungan Budaya Betawi ditempuh kalangan elit Betawi dalam rangka membangun kembali entitas sosial dan kultural kaum Betawi, agar representasi identitas kebetawian dapat dimunculkan di ruang publik Kota Jakarta. Pada tahun 2005, status hukum kawasan ini ditingkatkan menjadi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 tahun 2005 tentang Penetapan Perkampungan Budaya Betawi di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan. Selain perluasan kawasan menjadi 285 ha, di dalam Perda itu juga dimuat aturan-aturan yang berhubungan dengan upaya pelestarian dan pengembalian fungsi situ, mengintegrasikan pengelolaan Setu Babakan dan Setu Mangga Bolong dengan Perkampungan Budaya Betawi. 4) Di antara konsep yang seringkali menunjukkan kekhasan etnik adalah kosmologi, baik pada aspek kosmografi maupun kosmogoninya. Menurut Sedyawati (2008:19) ciri-ciri budaya dapat diamati juga dari aspek budaya yang sepenuhnya abstrak, berupa konsep-konsep dan nilai-nilai. Adapun mengenai nilai-nilai, yang pada umumnya dapat dibedakan adalah yang berkenaan dengan ukuran kepantasan atau kepatutan dalam kaitannya dengan hubungan-hubungan sosial, baik berkenaan dengan tingkah laku maupun tanda-tanda fisik.
Bulletin PSP
Media Informasi Kegiatan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian
26
Melihat Tingkat Kedisiplinan Pegawai Melalui Rekaman Hand Key
M
e n u r u t Peraturan Menteri Pertanian No. 06 tahun 2010 Tentang Pedoman Peningkatan Disiplin Pegawai, disiplin adalah sikap mental Sumber Daya Manusia yang tercermin dalam perbuatan dan perilaku pribadi atau kelompok, berupa kepatuhan ketaatan terhadap aturan kerja, hukum dan norma kehidupan bermasayarakat, berbangsa dan bernegara yang dilakukan secara sadar.
TL 1 : 07.31 - 08.00 TL 2 : 08.01 - 08.30 TL 3 : 08.31 - 09.00 TL 4 : >=09.01 Sebagai gambarannya, hasil perhitungan rekam hand key disajikan melalui gambar grafik berikut, yaitu grafik persentase keterlambatan serta grafik kehadiran pegawai yang mematuhi jam kerja di lingkup Ditjen PSP.
Salah satu bentuk dari disiplin dalam peraturan ini adalah disiplin jam kerja, yaitu menaati jam kerja senin - kamis mulai pukul 07.30 - 16.00 dan hari jum'at pukul 7.30 - 16.30. Bila dicermati, banyak penyebab mengapa pegawai terlambat datang ke kantor, mulai dari kemacetan ibukota, sampai dengan budaya terlambat yang sudah menjadi hal yang biasa di negara kita. Untuk mengetahui tingkat kedisiplinan pegawai, salah satu cara yang digunakan adalah merekapitulasi kehadiran pegawai yang direkam melalui hand key atau sistem absensi elektronik yang on line pada jaringan sistem informasi perkantoran ke dalam mesin hand key di lingkup Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian. Perhitungan persentase rata-rata keterlambatan di masing-masing unit kerja dihitung dengan cara menjumlahkan persentase TL 1 s/d 4 kemudian hasil penjumlahan dibagi dengan jumlah pegawai yang dikali dengan jumlah hari kerja pada bulan bersangkutan. Hasil perhitungan kemudian dikali 100 untuk mendapatkan rata-rata persentase. Perhitungan persentase jumlah keterlambatan dan kehadiran sudah memperhitungkan pegawai yang dinas luar, tugas belajar, sakit, cuti atau ijin pada bulan bersangkutan. Perhitungan keterlambatan di hitung berdasarkan pegawai yang datang melewati jam kantor pada pukul 07.30 atau dalam Permentan No. 68 Tahun 2012 disebut TL1 s/d TL 4.
Bulletin PSP
Media Informasi Kegiatan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian
Secara rata-rata gambar 1 diatas menunjukkan bahwa persentase keterlambatan jam kerja pegawai yang tertinggi adalah pada bulan Pebruari di setiap unit kerja lingkup Ditjen PSP. Di Direktorat Alat dan Mesin Pertanian persentase keterlambatan pegawai mencapai 32,8 % atau dapat diartikan bahwa rata-rata setiap pegawai di Dit. Alsin terlambat sekitar 0,8 % pada bulan Pebruari. Dari grafik 2 dapat dilihat persentase total jumlah keterlambatan di unit kerja lingkup Ditjen PSP yang terbesar adalah di Dit. Alat dan Mesin Pertanian yaitu sebesar 25,2%. Sedangkan
27
Sebagai perbandingan, perlu juga di informasikan persentase rata-rata pegawai yang mematuhi dan menaati jam kerja yaitu yang datang sampai dengan pukul 7.30 wib di bulan januari s/d maret 2014 seperti pada grafik 3 berikut :
Pada gambar 3 diketahui bahwa tingkat kehadiran pegawai yang mematuhi jam kerja pukul 07.30 wib dengan tingkat persentase tertinggi ada di bulan Januari dengan tingkat kehadiran di atas 50%. Tingkat kehadiran pegawai yang mematuhi jam kerja kemudian menurun pada bulan pebruari dan maret menjadi 30-50%.
pegawai diatas, tingkat kedisiplinan pegawai dalam mematuhi jam kerja di lingkup Ditjen PSP belum mencapai angka 50% atau tepatnya sekitar 49, 1% pada bulan januari - maret 2014 atau rata-rata sekitar 167 orang pegawai dari 341 orang pegawai (data pegawai bulan Maret 2014) yang datang sebelum pukul 7.30 setiap bulannya. Dengan demikian penegakan disiplin pegawai di lingkup Ditjen PSP perlu ditingkatkan lagi. Namun demikian, kiranya tulisan ini bisa dijadikan evaluasi bagi masing-masing pegawai untuk mematuhi jam kerja sesuai dengan peraturan yang berlaku. Penegakan disiplin kerja harus tetap ditingkatkan mengingat 63 kementerian/lembaga telah menerima tunjangan kinerja, termasuk Kementerian Pertanian sehingga dengan melanggar jam kerja maka pegawai yang bersangkutan akan terkena sanksi pemotongan tunjangan kinerja. Semakin besar keterlambatan maka semakin besar potongan tunjangan kinerja yang kita terima. (Arneey)
Untuk melihat jumlah keseluruhan rata-rata persentase kehadiran pegawai bulan januari - maret 2014 di lingkup Ditjen PSP bisa di lihat pada gambar 4 berikut :
Dari gambar 4 diatas diketahui bahwa pegawai di unit kerja Dit. Pupuk dan Pestisida yang paling mematuhi jam kerja dengan tingkat kehadiran 54,4 % pada pukul 7.30 wib selama bulan januari - maret 2014, atau selama bulan januari-maret 2014 sebanyak 29 orang pegawai telah hadir dikantor tepat pada waktunya. Tingkat kehadiran pegawai terendah pada pukul 7.30 terdapat di unit kerja Alat dan Mesin Pertanian yang mencapai 41,0% selama bulan januari - maret 2014 atau selama bulan januari - maret 2014 sebanyak 22 orang telah hadir di kantor tepat pada waktunya. Setelah melihat hasil rekapitulasi data kehadiran
Bulletin PSP
Media Informasi Kegiatan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian
28
Mengenal Teknologi, Budidaya, Dan Pemanfaatan Sumber Air (Subdit Pengembangan Sumber Air)
[email protected] A. Pendahuluan
A
ir merupakan sumber kehidupan di bumi ini, dari air bermula kehidupan dan karena air peradaban tumbuh dan berkembang. Tanpa air peradaban akan surut, bahkan kehidupan akan musnah. Sekarang ini air menjadi pokok masalah kita. Air secara sangat cepat menjadi sumber daya yang semakin langka dan tidak ada sumber penggantinya. Saat ini kita harus menghadapi ketidakseimbangan antara ketersediaan air yang cenderung menurun dan kebutuhan air semakin meningkat. Upaya untuk menyelamatkan keberadaan air dengan pengelolaan air menjadi tanggung jawab bersama yang tidak dapat lagi diabaikan. Sumber daya air wajib dikelola dengan memperhatikan fungsi sosial, lingkungan hidup dan ekonomi secara selaras. Menghadapi permasalahan tersebut diperlukan kebijakan pengelolaan sumber daya air sebagai bagian dari kebijakan pembangunan nasional harus mendapat perhatian yang lebih serius. Pemerintah saat ini telah memiliki Undang Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air sebagai pengganti Undang Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan yang sudah tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan keadaan dan perubahan dalam kehidupan masyarakat. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 diharapkan dapat mengantisipasi perkembangan permasalahan sumber daya air, mewujudkan mekanisme dan proses perumusan kebijakan dan rencana pengelolaan sumber daya air yang lebih demokratis. Didalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 telah diatur berbagai hal mengenai pengelolaaan sumber daya air yang antara lain mengenai pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi. Ketentuan tersebut memerlukan penjabaran lebih lanjut dengan peraturan pemerintah sebagaimana diamanatkan dalam pasal 41, maka pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi. Irigasi sebagai salah satu komponen pendukung keberhasilan pembangunan pertanian yang mempunyai peran sangat penting. Pengembangan dan
Bulletin PSP
Media Informasi Kegiatan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian
pengelolaan sistem irigasi dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan dengan mengutamakan kepentingan dan peranserta masyarakat petani dalam keseluruhan proses pengambilan keputusan serta pelaksanaan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi. B. Irigasi Dari Masa Ke Masa Dari sejarah dapat kita ketahui bahwa sistem irigasi sudah dikenal petani Indonesia sejak ratusan tahun yang lalu. Hal ini dapat dilihat dalam cara bercocok tanam pada masa kerajaan-kerajaan yang ada di Indonesia, dengan membendung sungai secara bergantian untuk dialirkan ke sawah. Cara lain adalah dengan mencari sumber air pegunungan dan dialirkan dengan bambu yang bersambung. Sejak jaman kerajaan Mataram Kuno pemanfaatan sumber daya air digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, transportasi, dan untuk usaha tani dengan ketersediaan air masih melimpah. Pusat Mataram terletak di pedalaman, bukan di pesisir pantai, sehingga pertanian menjadi sumber kehidupan kebanyakan rakyat Mataram. Masuk masa kolonial, pembangunan sumber daya air ditekankan untuk mengairi industri perkebunan terutama tanaman tebu sebagai bahan baku utama gula. Setelah masa kemerdekaan lahan irigasi untuk tebu berubah fungsi untuk lahan sawah. Sampai dengan akhir jaman orde baru, model pembangunan maupun rehabilitasi sarana irigasi masih bersifat top down. Banyak sarana irigasi yang dibangun dengan biaya mahal diabaikan pemeliharaannya karena rendahnya partisipasi petani. Bangsa Indonesia pada dasarnya adalah bangsa agraris. Tradisi masyarakat yang mencerminkan budaya agraris diwujudkan dengan perayaan rasa syukur setelah panen ada diberbagai daerah di Indonesia. Salah satunya tradisi Wiwitan pada masyarakat Jawa, wiwitan diartikan sebagai wujud terima kasih dan rasa syukur kepada bumi dan Dewi Sri yang telah menumbuhkan padi yang ditanam sebelum panen.
29
Penelusuran jejak-jejak perjalanan masyarakat dalam kaitannya dengan memanfaatkan sumber daya air sebagai perwujudan karakter bangsa agraris dapat dilihat dari aspek modal sosial, aspek institusi (organoware) dan teknologi sebagai fungsi waktu. Sebagai fungsi waktu dapat ditelusuri dari masa pra kolonial, masa kolonial, dan masa kemerdekaan. 1. Aspek Modal Sosial Gambar 1 memperlihatkan lengkung garis yang menggambarkan perubahan budaya dan teknologi pengairan dalam masyarakat dilihat dari aspek modal sosial sebagai fungsi waktu. Pandangan masyarakat dalam kaitannya dengan pengelolaan sumber daya air disederhanakan dengan menempatkan air sebagai pengatur siklus hidrologis, habitat dan estetika yang harus tetap dijaga keberadaannya sejalan dengan meningkatnya kebutuhan air untuk mencukupi kebutuhan hidup manusia.
Terlihat dari gambar bahwa selama masa pra kolonial, keberadaan air sebagai pengatur proses hidrologis dan habitat dalam ekosistem yang harus dijaga masih kuat dalam pandangan hidup masyarakat, terutama pada masa Kerajaan Majapahit yang berpusat di Jawa Timur dan masa Kerajaan Mataram. Masuknya Islam tidak merubah pandangan ini karena adanya kesamaan dalam memandang alam. Keberadaan air masih ditempatkan sebagai pengatur siklus hidrologi, habitat dan fungsi estetika. Masuk masa kolonial, dimana orang barat datang ke Indonesia pandangan modal sosial masyarakat mengalami penurunan, hal ini disebabkan pandangan orang barat berorientasi pada ekonomi. Penurunan ini mencapai puncaknya pada saat kekuasaan kolonialisme Belanda, yang selama hampir tiga setengah abad menjajah Indonesia. Kebijakan
Bulletin PSP
Media Informasi Kegiatan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian
pertanian pada masa kolonialisme Belanda adalah Sistem Tanam Paksa. Sistem irigasi sederhana yang dibangun oleh masyarakat dirubah menjadi irigasi teknis untuk mengairi industri perkebunan terutama tanaman tebu sebagai bahan baku utama gula. Menurunnya fungsi ini sampai masa masuknya kolonialisme Jepang. Masa kolonialisme Jepang yang relatif sebentar, mengakibatkan pembangunan irigasi berhenti. Staknasi ini berlanjut sampai awal memasuki masa kemerdekaan, karena pemerintah masih dihadapkan pada persoalan masih kentalnya warisan kolonial, serta urusan politik. Pada masa orde lama ini terjadi krisis pangan karena kemarau panjang dan sistem irigasi yang telah dibangun pada masa kolonialisme Belanda tidak dirawat dan dimanfaatkan dengan baik. Krisis pangan ini berlanjut menjadi krisis politik yang mengakibatkan runtuhnya orde lama. Masuk masa orde baru terjadi perubahan prioritas pembangunan untuk mengatasi permasalahan krisis pangan dengan melaksanakan rehabilitasi dan pembangunan infrastruktur irigasi. Prestasi luar biasa yang diperoleh adalah Indonesia bisa mengubah status dirinya dari negara pengimpor beras di dunia menjadi negara pengekspor beras dan mencapai swasembada pangan pada tahun 1980-an. Kalau dilihat dari aspek modal sosial, pembangunan ini lebih menekankan keberadaan air sebagai fungsi produksi. Fungsi air sebagai pengatur siklus hidrologis, habitat dan estetika menjadi terabaikan seiring dengan pertambahan jumlah penduduk yang semakin tinggi. Tumbangnya masa orde baru dengan lengsernya Presiden Soeharto untuk kemudian digantikan era reformasi diawali dengan krisis ekonomi disertai kemarau panjang. Dengan demikian, selama masa kemerdekaan dimulai dari orde lama, orde baru sampai dengan orde reformasi dapat dikatakan terjadi staknasi perkembangan aspek modal sosial masyarakat terhadap air dalam fungsinya sebagai pengatur siklus hidrologis sekaligus habitat dan estetika. 2. Aspek Institusi (Organoware) Gambar 2 memperlihatkan garis putus-putus yang menggambarkan perubahan budaya dan teknologi pengairan dari aspek institusi sebagai fungsi waktu. Komponen budaya dari aspek institusi disederhanakan sebagai hubungan sesama pemakai air irigasi (organoware). Tujuannya untuk mengelola air irigasi agar dapat dimanfaatkan secara merata. Pada masa pra kolonial masyarakat sudah mampu membuat irigasi sederhana secara bersamaan juga berkembang institusi tradisional. Terlihat pada gambar
30
adanya kolam air yang dibangun di sekitar kerajaan.
2 selama masa pra kolonial secara perlahan meningkat. Institusi tradisional yang dibangun pada masa kerajaan bergeser menjadi institusi yang dikelola secara sentral saat kolonialisme Belanda masuk ke Indonesia. Pada masa kolonialisme ini dibangun dengan pendekatan birokrasi untuk mendukung keberhasilan sistem tanam paksa. Di setiap daerah irigasi dibentuk badan-badan yang mengurusi pembagian air. Saat itu ditetepkan hoofd ingenieur, yaitu seorang insinyur berpengalaman yang menjadi kepala irigatie-afdeling (kepala kantor irigasi), dibantu oleh para teknisi menengah (iopzichters) yang disebut mantri irigasi atau mantri uluulu. Sedangkan untuk pemeliharaan bangunan irigasi dikerjakan oleh mandor-mandor irigasi (beambte waterbeheer) dan sekelompok pekerja (ploegkoelies). Peranan institusi pengairan mengalami staknasi saat pemerintahan orde lama, hal ini disebabkan setelah kemerdekaan diwarnai situasi politik yang tidak kondusif untuk mengurusi pembangunan irigasi lebih lanjut. Runtuhnya masa orde lama kemudian digantikan dengan orde baru, keberadaan institusi pengairan mulai berperan lagi. Pada masa orde baru institusi yang dikelola secara sentral dan birokratik untuk mendukung program swasembada pangan. Memasuki masa reformasi, institusi yang dikelola secara sentral dan birokrasi mengalami pelemahan. Dalam jejak budaya dan teknologi pengairan dapat dipahami bahwa pergantian kekuasaan atau pemerintahan akan mewarnai dinamika institusi pengairan. 3. Aspek Teknologi Gambar 3 memperlihatkan titik-titik yang membentuk garis lengkung merupakan gambaran jejak budaya dan teknologi pengairan dari aspek teknologi yang dikembangkan oleh negara sebagai fungsi waktu. Pada masa pra kolonial telah terbangun teknologi pengairan sederhana di masyarakat. Salah satu bukti perkembangan teknologi pengairan pada masa kerajaan adalah adanya sistem irigasi sederhana serta
Bulletin PSP
Media Informasi Kegiatan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian
Seiring dengan pergeseran pengaruh kekuasaaan kerajaan berganti dengan pengaruh kekuasaan kolonial, irigasi sederhana yang dibangun oleh masyarakat bergeser menjadi teknologi pengairan yang dibangun oleh kekuasaan kolonialisme. Teknologi pengairan yang dibangun berupa irigasi teknis untuk mendukung sistem tanam paksa untuk tanaman tebu sebagai bahan utama gula. Masuk awal kemerdekaan perkembangan teknologi pengairan mengalami staknasi, karena pada masa itu situasi politik yang tidak kondusif untuk mengurusi pembangunan irigasi lebih
lanjut. Kondisi staknasi perkembangan teknologi pengairan sampai berakhirnya masa orde lama. Masuk masa orde baru perkembangan teknologi pertanian berperan dalam penyediaan air sebagai fungsi produksi untuk mensukseskan program swasembada pangan. Pergantian masa orde baru oleh pemerintahan orde reformasi, perkembangan teknologi mengalami periode staknasi. Dalam jejak budaya dan teknologi pengairan dapat dipahami bahwa pergantian kekuasaan atau pemerintahan akan memberikan pengaruh pada perkembangan teknologi pengairan, dari sistem irigasi sederhana sampai dengan irigasi teknis. Dalam perjalanannya, saat ini sudah ada perubahan dalam model pembangunan sarana irigasi, mulai adanya pemberdayaan. Peran serta petani dalam pengelolaan air irigasi dalam setiap tahapan kegiatan, mulai dari perencanaan, pembangunan, pemanfaatan hasil, sampai dengan operasional dan pemeliharaannya. ***
31
Kegiatan Pengarusutamaan Gender di Ditjen PSP
P
engarusutamaan Gender atau lebih lazim dikenal dengan akronim PUG mulai digaungkan di Indonesia tahun 2000 dengan disahkannya I n p r e s N o . 9 Ta h u n 2 0 0 0 t e n t a n g Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Kementerian Pertanian merespon adanya kebijakan pengarusutamaan gender ini dengan membentuk Tim Koordinasi PUG sesuai SK Menteri Pertanian No. 247/Kpts/KP.150/4/ 2003 yang dalam perjalanannya mengalami beberapa kali penyesuaian hingga terakhir disahkan SK Menteri Pertanian No.2813/Kpts/ OT/60/6/2011 tentang Tim Koordinasi PUG Kementerian Pertanian.
sebagai salah satu unit kerja di dalam lingkup Kementerian Pertanian menyambut baik adanya kebijakan pengarusutamaan gender di lingkup kementerian pertanian. Sebagai salah satu pelaksanaan dari amanat dari PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 93/PMK.02/2011, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian melaksanakan inisiasi pengumpulan data terpilah kegiatan responsif gender. Pengumpulan data terpilah tersebut dilaksanakan dengan menggunakan metode studi kasus dan dilaksanakan di tiga provinsi di Indonesia yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Ketiga provinsi tersebut dipilih
Untuk menegaskan keseriusan pemerintah dalam usaha pengarusutamaan gender, disusun beberapa peraturan turunan undang-undang yang menyentuh kesetaraan gender. Salah satunya adalah PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 93/PMK.02/2011, dimana di dalamnya memuat Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga. Dalam PMK tersebut, dijabarkan secara spesifik berkenaan dengan penyusunan anggaran responsif gender. Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian,
berdasarkan diskusi tim PUG dengan Pakar PUG dari Kementerian PP PA. Selain dilihat dari produksi beras beberapa tahun terakhir (yang berkaitan dengan pelaksanaan pengembangan irigasi partisipatif) juga dilandaskan pada pengalaman tim PUG terhadap perspektif gender dan PUG di Dinas Pelaksana Kegiatan responsif gender di ketiga provinsi tersebut. Dari setiap provinsi terpilih, diseleksi beberapa kabupaten berdasarkan kriteria yang sama, yaitu produksi padi tertinggi di provinsi terkait dan atau merupakan kabupaten yang pelaksana kegiatn PIP-nya cenderung lebih mengerti konsep gender. Dari Provinsi
Bulletin PSP
Media Informasi Kegiatan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian
32
Jawa Barat terpilih Kabupaten Subang dan Kabupaten Karawang, dari Provinsi Jawa Tengah terpilih Kabupaten Purbalingga dan Banjarnegara, sementara untuk Provinsi DIY terpilih Kabupaten Kulon Progo. Dari studi kasus yang dilaksanakan di tiga provinsi tersebut, terdapat beberapa karakteristik yang cenderung seragam ditilik dari segregasi gender berdasarkan data terpilah yang dikumpulkan di lapangan. Dilihat dari aspek keanggotaan, sebagian besar P3A/GP3A responden pengumpulan data terpilah PIP sudah mempertimbangkan keikutsertaan perempuan di dalam struktur keanggotaannya, namun jika diamati dari segi kepengurusan, sebagian besar P3A masih belum menyertakan perempuan di dalam struktur kepengurusan P3A/GP3A.
Namun secara umum, kegiatan fisik Pengembangan Irigasi Partisipatif yang responsive gender di lapangan dilaksanakan oleh laki - laki dan perempuan dengan perbandingan rata-rata kurang lebih 70 banding 30 pada masing - masing P3A/GP3A penerima manfaat. Hal tersebut karena kegiatan PIP sebagian besar merupakan kegiatan fisik, dimana budaya kebanyakan masyarakat tempat P3A/GP3A berada, masih menjunjung tinggi nilai-nilai penghargaan terhadap kaum perempuan untuk lebih banyak berperan pada sektor-sektor nonfisik. Kecuali untuk beberapa daerah, dimana budaya masyarakatnya mulai bergeser, dimana kaum lelakinya cenderung mencari nafkah ke kota dan hanya kembali ke desa untuk melaksanakan kegiatan agribisnis pada momen-momen besar seperti pada saat tanam atau panen.*** (Dwi Atmi)
Dari segi kelompok usia, sebagian besar pengurus P3A/GP3A responden pengumpulan data terpilah PIP berada pada kelompok usia 45 hingga 54 tahun. Di beberapa daerah, kepengurusan P3A/GP3A masih cukup banyak melibatkan petani yang berusia 55 tahun atau lebih, namun tidak cukup banyak petani berumur 34 - 45 tahun, dan sangat sedikit pengurus P3A/GP3A yang berusia lebih muda. Jika diamati dari segi jenjang pendidikan, sebagian besar pengurus P3A/GP3A responden pengumpulan data terpilah PIP berpendidikan SMA atau lebih rendah. Bahkan di beberapa P3A, sebagian besar pengurus hanya berpendidikan SD atau SMP. Di sisi lain, di Jawa Tengah, ada pengurus P3A/GP3A yang berpendidikan Diploma/Akademi dan Universitas. Karena dalam registrasi data terpilah belum dapat dilihat lebih jauh berkenaan dengan disparitas peran serta laki-laki dan perempuan dalam pelaksanaan Pengembangan Irigasi Partisipatif di daerah, maka untuk melihat lebih dalam digunakan metode AKPM. Dengan menggunakan metode AKPM, unsur-unsur pengukuran segregasi gender (Akses, Kontrol, Partisipasi, dan Manfaat) dapat lebih jelas terlihat. Diamati dari sisi partisipasi dan manfaat, keterlibatan perempuan dalam kegiatan PIP (baik langsung maupun tidak langsung) cenderung tidak berbeda dengan lakilaki. Ketidaksamaan ini tidak bisa diasumsikan dalam nilai kuantitatif yang sama, mengingat kegiatan PIP sebagian besar merupakan kegiatan fisik. Sementara dari sisi kontrol dan akses, perempuan cenderung masih belum terlalu dilibatkan dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan, serta sekolah lapang dan penguatan kelembagaan yang dilaksanakan sebagai salah satu unsur pelaksanaan kegiatan PIP.
Bulletin PSP
Media Informasi Kegiatan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian
33
Promosi Program Ditjen PSP Melalui Keikutsertaan Pameran
P
ameran dapat diartikan sebagai penyajian visual dengan benda-benda dua dan tiga dimensi dengan maksud mengkomunikasikan ide atau informasi kepada banyak orang (Sulaiman,1988). Ditinjau dari jumlah sasaran yang ingin dicapai, pameran pertanian termasuk jenis metode penyuluhan yang menggunakan pendekatan massal. Sedangkan, manfaatnya sendiri yaitu dapat menarik perhatian dan meningkatkan pengertian banyak orang terhadap programprogram dan kebijakan-kebijakan yang ada di Kementerian Pertanian, memberikan alternatif usahatani kepada pengunjung terhadap caracara baru, dan dapat memperlihatkan proses perbaikan t e k n o l o g i pertanian dari masa ke masa m e l a l u i perkembangan teknologi mesinmesin pertanian yang ada pada saat ini. Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian melalui Sub Bagian Hukum dan Humas menyadari betul bahwa Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian sebagai salah satu instansi yang membidangi sektor pertanian yang langsung berhubungan dengan petani di seluruh Indonesia. Melalui Keikutsertaan Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian di dalam setiap pameran pertanian diharapkan masyarakat mengetahui programprogram dan kebijakan-kebijakan yang ada di Kementerian Pertanian, khususnya Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. Sehingga, program dan kebijakan tersebut
Bulletin PSP
Media Informasi Kegiatan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian
dapat tersosialisasi dan tepat kepada sasaran yaitu masyarakat pada umumnya dan petani khususnya. Di dalam setiap pameran yang di ikuti oleh Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian juga di dukung oleh kebijakan Pimpinan yang ada di Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, sehingga Sub Bagian Hukum dan Humas yang langsung berhubungan dengan pameran pertanian dapat memfokuskan kegiatan pameran pada sosialisasi program dan kebijakan dengan menyajikan materi pameran dalam bentuk poster serta beberapa publikasi lainnya dalam bentuk leaflet, brosur dan buku-buku pedoman serta multimedia dalam bentuk tayangan VCD serta Stakeholder yang mendukung program dan kegiatan Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, seperti stakeholder di bidang Pupuk dan Pestisida, stakeholder di bidang alat dan mesin pertanian, stakeholder di bidang pengairan, dan lain-lain. Selain itu, keikutsertaan Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian di dalam setiap pameran merupakan salah satu exspose hasil pembangunan Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. Sehingga, masyarakat mengetahui setiap kegiatan dan pencapaian apa saja yang sudah dilakukan oleh Kementerian Pertanian, khususnya Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian untuk masyarakat dan petani di seluruh Indonesia. (NSD) 34
Mekanisasi Pertanian Dalam Mendukung Upaya Peningkatan Produksi Pangan Oleh : Dit. Alat dan Mesin Pertanian
Terjadinya alih fungsi lahan pertanian dan penurunan tenaga kerja di sektor pertanian dari 38.699.043 orang (2010) menjadi 36.048.200 orang (2013) mengakibatkan tenaga kerja semakin mahal, sehingga mekanisasi pertanian menjadi pilihan untuk mengatasi masalah ini. Sebagai gambaran untuk kebutuhan Traktor Roda 2 yang diperkirakan mencapai 400.160 unit, hanya tersedia sekitar 182.000 unit atau dengan tingkat kejenuhan 45,65%, juga untuk pompa air dari kebutuhan + 320.000 unit baru tersedia 208.000 unit dengan tingkat kejenuhan 65,03 %. Untuk alat tanam padi (Rice Transplanter) dan alat pemanen (Combine Harvester) yang baru diminati petani akhir-akhir ini jumlahnya masih sangat terbatas. Fasilitasi ketersediaan alsintan yang telah dilaksanakan oleh Kementeri Pertanian antara lain memberikan bantuan alsintan pra panen dan pasca panen sebagai stimulator penyediaan alsintan diseluruh Provinsi/Kabupaten/Kota. Perkembangan bantuan alsintan pra panen tahun 2011 2014 sebagai berikut :
Catatan : Juga telah disalurkan sejumlah alsintan untuk kegiatan panen dan pasca panen
Dalam rangka optimalisasi pemanfaatn alsintan, Kementerian Pertanian telah menerbitkan berbagai produk hukum untuk pengawalan dan pengawasan alsintan yaitu : 1. PP No. 81 Tahun 2001 tentang Alat dan Mesin Budidaya Tanaman (sebagai penjabaran UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman) 2. Permentan No. 65/Permentan/OT.140/12/2006 tentang Pedoman Pengawasan Pengadaan, Peredaran, dan Penggunaan Alat dan Mesin Peranian. 3. Permentan No. 05/Permentan/OT.140/1/2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pengujian dan Pemberian Sertifikat Alsin Budidaya Tanaman. 4. Permentan No. 39/Permentan/OT.140/8/2008 tentang Pembentukan Lembaga Sertifikasi Produk Alsintan. 5. Kepmentan No. 25/Permentan/PL.130/5/2008 tentang Pedoman dan Penumbuhan dan Pengembangan Unit Pelayanan Jasa Alat dan Mesin Pertanian (UPJA). Mencermati berbagai keterbatasan kemampuan kelompok tani dalam pengelolaan alsitan, maka melalui Peraturan
Bulletin PSP
Media Informasi Kegiatan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian
Menteri Pertanian No. 25/Permentan/PL.130/5/2008 tentang Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan UPJA. diharapkan daerah dapat mengakselerasi tumbuh kembangnya UPJA sebagai bagian dari Gapoktan/Poktan untuk mengelola pemanfaatan alsintan secara komersial yang disesuaikan dengan kearifan lokal; sehingga status dan kemampuan UPJA terus meningkat dari kelas Pemula, Berkembang menjadi UPJA yang Profesional, yang dapat mendiri dalam pengelolaan alsintan sehingga tidak lagi tergantung pada bantuan pemerintah. Jmlah UPJA di Indonesia saat ini diperkirakan mencapai 12.000, namun yang tergolong UPJA Profesional kurang dari 5 %. Upaya pemerintah dalam menggenjot produksi padi antara lain terus menggerakan kegiatan tanam serempak melalui optimalisasi brigade tanam yang diperkuat dengan dukungan TNI-AD sebagai implementasi Nota Kesepakatan antara Menteri Pertanian RI dengan Panglima TNI No. 03/MoU/PP/310/M/4/2012 Db Bo, NK/9/IV/2012 tanggal 13 April 2012 tentang kerjasama dalam Program Pembangunan Pertanian dalam Rangka Mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional. Upaya-upaya yang terus dilaksanakan Kementerian Pertanian dalam pengembangan mekanisasi pertanian : - Melakukan updating data ketersediaan dan pemanfaatan alsintan secara berjenjang dari tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi dan pusat. - Sinkronisasi kebijakan dibidang alsintan dengan Kelembagaan/Institusi terkait baik di Pusat maupun di daerah sehingga terwujud keterpaduan program yang dikembangkan pada masing-masing institusi. - Identifikasi kebutuhan secara tepat baik dari aspek teknis (luas lahan, tingkat kejenuhan alsintan, keterbatasan tenaga kerja, pola dan jadwal tanam, jenis kegiatan usaha tani), aspek ekonomi dan aspek sosial budaya. - Menumbuhkembangkan bengkel alsintan lokal yang dapat memperbaiki dan menyediakan suku cadang alsintan, sehingga perbaikan alsintan dapat lebih murah dan cepat layanannya. - Pemanfaat skema-skema kredit yang tepat untuk membantu kepemilikan alsintan ditingkat kelompok tani. - Pengembangan infrastruktur usahatani seperti jalan usahatani dan sarana irigasi yang merupakan bagian yang penting dalam mengoptimalkan penggunaan alsintan. - Meningkatkan pembinaan dalam penguatan UPJA guna penumbuhan jiwa wira usaha menuju UPJA yang mandiri dan profesional.
35
Ditjen PSP Motor Penggerak Prasarana dan Sarana Pertanian
KEMENTERIAN PERTANIAN Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kanpus Kementerian Pertanian Gedung D Jl. Harsono RM No. 3, Ragunan, Pasarminggu Jakarta Selatan 12550 Telpon (021) 7816080; Fax. (021) 7816081