EVALUASI PEMANFAATAN DANA PINJAMAN BERGULIR PADA PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PERKOTAAN (P2KP) DAN STRATEGI PENYEMPURNAANNYA (Studi Kasus di Kelurahan Tanjung Balai Karimun)
EKO RISWANTO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir berjudul : “Evaluasi Pemanfaatan Dana Pinjaman Bergulir Program Penangulangan Kemiskinan Di Perkotaan (P2KP) Dan Strategi Penyempurnaannya (Studi Kasus di Kelurahan Tanjung Balai Karimun)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir tugas akhir ini.
Bogor, April 2009 Eko Riswanto NRP H251064135
ABSTRACT EKO RISWANTO. An evaluation revolving credit loan in the City Poverty Settlement Program and it’s accomplishment strategy ( a case study in Tanjung
Balai Karimun village). Under direction of ENDRIATMO SOETARTO and RINA OKTAVIANI. City Poverty Settlement is one of the program conducted by the government which providing a loan as a capital for the poor society. One aspect of this program is economic aspect by providing credit loan for public trough Self Supporting Public Community (SPC), in order to increase the economic level of poor society. After one year the program being settled the biggest difficulties is the repayment, which is below the repayment rates prediction (90%) for micro credit. And cost the rollover of the fund is not running as well, therefore this program needs to be evaluated towards it’s engagement to find out deviation or derailed that occurred. This literacy using research or case study in Tanjung Balai karimun Village. Also to analyze using descriptive analyze towards variable and indicator and analytical Hierarchy Process (AHP) to define accomplishment program Strategy. Based on the evaluation of program preparation (input) gathered information that many of the creditors can’t fulfill the requirements, but still the credit granted by BKM/UPK. During the process of this program conclude that whether the village facilitator or UPK existence well known by the (SPC), but majority of the SPC members felt unsupported yet in solving this problem, and several factors costing the above difficulties are the understanding of program, diverting of fund use, and decreasing of public purchase. Whereas the output evaluation resulted that from this program, most of the SPC’s members economic welfare are increasing after they received the loan. However the increment is not yet significant and the fund rollover has not maximum, where reloan still below than 40%, and none of the debt collector team established which caused the payment is running improperly. Based on AHP analyze, the top priority to accomplish this program strategy is to do revision of the self support mapping. Keywords: Fund rollover, Evaluation, Strategy, Analytical Hierarchy Process.
RINGKASAN
EKO RISWANTO, Evaluasi Pemanfaatan Dana Pinjaman Bergulir Pada Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) dan Strategi Penyempurnaannya (Studi Kasus di Kelurahan Tanjung Balai Karimun) Dibimbing oleh ENDRIATMO SOETARTO dan RINA OKTAVIANI. Salah satu kebijakan strategis yang dilaksanakan oleh Pemerintah dalam upaya menanggulangi kemiskinan adalah dengan memberi peluang yang lebih besar kepada masyarakat untuk dapat mengakses faktor produksi melalui pemberian dana yang memadai sehingga menciptakan pembentukan modal usaha bagi masyarakat. Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum adalah merupakan salah satu dari sekian banyak program yang dilaksanakan pemerintah dengan pola pemberian modal bagi masyarakat miskin. Salah satu aspek pada program ini yaitu aspek ekonomi dengan pemberian dana pinjaman bergulir bagi masyarakat melalui Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), dengan tujuan agar keadaan ekonomi dari masyarakat golongan miskin semakin meningkat. Permasalahan terbesar program ini setelah berjalan selama satu tahun di Kabupaten Karimun yaitu tingkat pengembalian sebesar 76,5% yang berarti dibawah target realisasi tingkat pengembalian (repaymment rates) kredit mikro diatas 90%. Hal ini menyebabkan perguliran dana tidak berjalan sebagaimana mestinya. Sehingga dari permasalahan tersebut perlu dievaluasi terhadap pelaksanaan program untuk mengetahui deviasi ataupun penyimpangan yang terjadi. Dari hal tersebut diatas tujuan dari penulisan ini untuk mengevaluasi pelaksanaan program mulai dari tahap persiapan (Input), pelaksanaan (proses) sampai dengan dampak (output) yang dihasilkan serta merumuskan strategi bagi penyempurnaan dan pelaksanaan program di masa yang akan datang. Kajian ini menggunakan penelitian atau studi kasus pada Kelurahan Tanjung Balai karimun. Penetapan kelurahan ini dengan pertimbangan merupakan kelurahan dengan tunggakan terbesar. Sedangkan dalam menganalisis data menggunakan analisis deskriptif terhadap variable dan indikator yang ada dan menggunakan Analytical Hierarchi Process (AHP) dalam penetapan strategi penyempurnaan program Hasil evaluasi terhadap persiapan (Input) program diketahui bahwa banyak dari peminjam yang tidak memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan, namun pihak BKM/UPK tetap memberikan pinjaman dan tidak melakukan pendampingan terlebih dahulu sampai KSM tersebut memenuhi kriteria kelayakan yang ditetapkan. Pada pelaksanaan (proses) program disimpulkan bahwa keberadaan fasilitator kelurahan maupun UPK selama ini diketahui dengan baik oleh anggoa KSM, namun sebagian dari anggota KSM tersebut merasa belum terbantu dalam penyelesaian permasalahan yang dihadapi dan faktor penyebab tunggakan yang terjadi adalah: pemahaman terhadap program, pengalihan pemanfaatan dana dan daya beli masyarakat yang menurun akibat kenaikan BBM. Sedangkan hasil evaluasi terhadap dampak (output) yang dihasilkan dari pelaksanaan program diketahui bahwa keadaan ekonomi anggota KSM setelah mendapatkan pinjaman sebagian besar mengalami peningkatan. Namun peningkatan yang terjadi tidak signifikan. Sedangkan perguliran belum berjalan maksimal dimana pinjaman
kembali (berulang) dibawah 40% dan belum terbentuknya tim penagihan yang menyebabkan upaya penagihan tidak berjalan maksimal. Berdasarkan analisa menggunakan AHP, revisi pemetaan swadaya merupakan prioritas utama dalam penyempurnaan program. Sedangkan strategi lainnya yang harus dilakukan dalam penyempurnaan program dimasa yang akan datang berturut-turut yaitu: pelatihan manajemen usaha atau magang bagi peminjam, pertemuan rutin melibatkan stakeholder dan instansi terkait, penyaluran modal sesuai dengan skala usaha, membuat tim kecil penagihan dan mekanisme baru penagihan, pelatihan/training secara berkala bagi pengelola lokal dan sosialisasi program kepada pihak ketiga (Bank/maupun non Bank). Kata Kunci: Dana Bergulir, Evaluasi, Strategi, Analytical Hierarchi Process (AHP)
@ Hak cipta milik IPB milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
EVALUASI PEMANFAATAN DANA PINJAMAN BERGULIR PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PERKOTAAN (P2KP) DAN STRATEGI PENYEMPURNAAN (Studi Kasus di Kelurahan Tanjung Balai Karimun)
EKO RISWANTO
Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Magister Manajeman Pembangunan Daerah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir : Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, MAEc
Judul Tugas Akhir
: Evaluasi Pemanfaatan Dana Pinjaman Bergulir Program Penangulangan Kemiskinan Di Perkotaan (P2KP) Dan Strategi Penyempurnaannya (Studi Kasus di Kelurahan Tanjung Balai Karimun)
Nama
: Eko Riswanto
NRP
: H251064135
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Endriatmo Soetarto, MA Ketua
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec M.S
Tanggal Ujian : 4 April 2009
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro,
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulisan kajian dengan judul Evaluasi Pemanfaatan Dana Pinjaman Bergulir Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)
dan Strategi Penyempurnaannya (Studi Kasus di Kelurahan Tanjung Balai Karimun) ini dapat diselesaikan tepat pada waktu yang diharapkan. Pada kesempatan ini, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil sehingga kajian ini dapat di selesaikan. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Endriatmo Soetarto, MA dan Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS selaku dosen pembimbing yang telah dengan sabar meluangkan waktu untuk mengarahkan, mengoreksi dan memperbaiki naskah kajian selama penulisan ini berlangsung; 2. Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, MAEc selaku dosen penguji yang telah mengoreksi, memperbaiki dan merekomendasi kajian serta kelulusan ini; 3. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS selaku Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan Dr. Ir. Yusman Syaukat M.Ec selaku Ketua Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah atas bimbingannya; 4. Segenap Dosen Pengajar yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah. 5. Pemerintah Daerah Kabupaten Karimun yang telah memberikan bea siswa Tugas Belajar sehingga penulis dapat mengikuti Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah ini; 6. Istriku tercinta Sulastri, S.Pt dan buah hatiku Najwa Salsabila dan Muhammad Tizani Al-Ghifahri yang selalu memotivasi di setiap langkah penulisan kajian ini; 7. Kedua orang tuaku, kedua adikku dan segenap keluarga besarku tercinta yang selalu mendoakan serta mendukung baik moril maupun materiil yang tak ternilai harganya; 8. Semua pihak yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang lebih besar atas kebaikan yang telah diberikan kepada Penulis. Akhirnya semoga hal-hal yang dibahas dalam kajian ini bermanfaat, Amin.
Bogor, April 2009 Eko Riswanto
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bengkalis pada tanggal 24 Maret 1980 dari ayah Abdul Wahid dan ibu Sri Barat. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara. Lulus dari Sekolah Dasar Negeri (SDN) 004 Selatpanjang pada tahun 1992, Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 2 Selatpanjang pada tahun 1995 dan Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 1 Selatpanjang pada tahun 1998. Pada tahun yang sama penulis diterima di Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) Jatinangor Sumedang dan tamat pada tahun 2002. Penulis bekerja pada Pemerintah Kabupaten Karimun sejak tahun 2002, diawal kedinasan penulis bekerja di Bagian Kepegawaian. Pada tahun 2003 dimutasi menjadi Sekretaris Kelurahan Moro. Selanjutnya berturut-turut dimutasi sebagai Lurah Moro dan merangkap Kepala Desa Jang Kecamatan Moro pada tahun 2004-2005, Sekretaris Kecamatan Karimun pada tahun 2005-2006 dan Sekretaris Kecamatan Tebing pada tahun 2006-2007. Pada tahun 2007 Penulis mendapatkan bea siswa Tugas Belajar dari Pemerintah Daerah Kabupaten Karimun untuk melanjutkan pendidikan S-2 pada program Manajemen Pembangunan Daerah Institut Pertanian Bogor. Penulis menikah dengan Sulastri S.Pt dan dikaruniai satu orang putri dan satu orang putra yaitu Najwa Salsabila dan Muhammad Tizani Al-Ghifahri.
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR ISI…………………………………………………………….………..i DAFTAR TABEL……………………………………………………………….iv DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………..v DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………vii DAFTAR SINGKATAN.....................................................................................viii I.
PENDAHULUAN………………………………………………………. 1 1.1. Latar Belakang……………………………………………………… 1 1.2. Perumusan Masalah………………………………………………… 7 1.3. Tujuan dan Manfaat Kajian………………………………………… 11
II.
TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………… 2.1. Definisi Kemiskinan........................................................................... 2.2. Penanggulangan Kemiskinan Melalui Pemberdayaan Masyarakat.... 2.3. Monitoring dan Evaluasi Partisipatoris.............................................. 2.4. Hasil Kajian Terdahulu.......................................................................
13 13 14 19 20
III.
METODOLOGI KAJIAN......................................................................... 3.1. Kerangka Pemikiran........................................................................... 3.2. Lokasi dam Waktu Kajian.................................................................. 3.3. Metode Kajian.................................................................................... 3.3.1. Penelitian/Studi Kasus.............................................................. 3.3.2. Penentuan Responden............................................................... 3.3.3. Metode Pengumpulan Data………………………………….. 3.3.4. Metode Analisis Data………………………………………...
23 23 32 32 32 33 35 36
IV.
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN……………………….. 4.1. Lokasi................................................................................................. 4.2. Kependudukan.................................................................................... 4.3. Perkembangan Perekonomian……………………………………… 4.3.1. Mata Pencaharian……………………………………………. 4.3.2. Prasarana dan Kelembagaan Ekonomi………………………. 4.4. Perkembangan Sosial Budaya……………………………………… 4.4.1. Perkembangan Pendidikan....................................................... 4.4.2. Kegiatan Keagamaan................................................................ 4.4.3. Lembaga Kemasyarakatan........................................................ 4.4.3.1. Tim Penggerak PKK.................................................... 4.4.3.2. LPM............................................................................. 4.4.3.3. BKM............................................................................ EVALUASI PEMANFAATAN DANA PINJAMAN BERGULIR P2KP DI KELURAHAN TANJUNG BALAI KARIMUN...................... 5.1. Evaluasi Persiapan (Input) Program................................................... 5.1.1. Kelayakan Lembaga Pengelola Pinjaman Begulir.................. 5.1.1.1. Terbentuk Secara Sah................................................. 5.1.1.2. Pembuatan Aturan Dasar............................................ 5.1.1.3. Kriteria Unit Pengelola Keuangan (UPK).................. 5.1.2. Kelayakan Peminjam...............................................................
49 49 49 51 51 51 52 52 54 54 54 54 55
V.
56 56 56 56 57 59 60
5.1.2.1. Pemetaan Swadaya.................................................... 5.1.2.2. Kelengkapan Administrasi........................................ 5.1.2.3. Pelatihan.................................................................... 5.1.2.4. Keanggotaan Perempuan.......................................... 5.1.3. Pendanaan................................................................................ 5.1.3.1. Jumlah Dana............................................................... 5.1.3.2. Sumber Dana.............................................................. 5.2. Evaluasi Pelaksanaan (Proses) Program............................................. 5.2.1. Pendampingan.......................................................................... 5.2.1.1. Pengelola Lokal........................................................... 5.2.1.2. Fasilitator..................................................................... 5.2.2. Penggunaan Dana..................................................................... 5.2.2.1. Jenis Usaha.................................................................. 5.2.2.2. Tingkat Pengembalian................................................. 5.3. Evaluasi Dampak (Output) Program.................................................. 5.3.1. Keadaan Ekonomi.................................................................... 5.3.1.1. Peningkatan Modal...................................................... 5.3.1.2. Penambahan Aset Kepemilikan................................... 5.3.1.3. Peningkatan Pendapatan.............................................. 5.3.2. Perguliran Pinjaman................................................................. 5.3.2.1. Jumlah Peminjam........................................................ 5.3.2.2. Penagihan.................................................................... STRATEGI PENYEMPURNAAN PEMANFAATAN DANA PINJAMAN BERGULIR P2KP............................................................... 6.1. Prioritas aspek yang beperan dalam penyempurnaan pemanfaatan dana pinjaman bergulir P2KP............................................................. 6.2. Prioritas kriteria penyempurnaan pemanfaatan dana pinjaman bergulir P2KP...................................................................................... 6.2.1. Kriteria penyempurnaan pemanfaatan dana pinjaman bergulir P2KP pada aspek persiapan (Input) program.......... 6.2.2. Kriteria penyempurnaan pemanfaatan dana pinjaman bergulir P2KP pada aspek pelaksanaan (proses) program..... 6.2.3. Kriteria penyempurnaan pemanfaatan dana pinjaman bergulir P2KP pada aspek dampak (output) program........... 6.3. Prioritas alternatif strategi penyempurnaan pemanfaatan dana pinjaman bergulir P2KP..................................................................... VII. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................... 7.1. Kesimpulan....................................................................................... 7.2. Saran..................................................................................................
60 62 64 65 66 66 66 66 66 68 69 70 70 71 73 73 73 74 75 77 77 77
VI.
79 79 80 80 81 82 83 88 88 89
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………..... 91 LAMPIRAN…………………………………………………………………… 93
DAFTAR TABEL Halaman
1. Jumlah Keluarga Miskin Kabupaten Karimun per Kecamatan Tahun 2006-2007..................................................................................................
2
2. Jumlah Penyaluran Kredit Koperasi dan UKM di Kabupaten Karimun Tahun 2002-2005.......................................................................................
5
3. Realisasi Penyaluran dan Besar Tunggakan BLM Tahap I Sampai Dengan Bulan September 2008.................................................................
9
4. Penyaluran BLM Tahap Pertama di Kabupaten Karimun......................... 33 5. Komposisi Responden Peminjam dan Responden Ahli............................
35
6. Tujuan Kajian, Jenis Data dan Sumber Data……………………………. 36 7. Nilai Skala Banding Berpasangan……………………………………….
39
8. Matriks Pendapat Individu………………………………………………
40
9. Matriks Pendapat Gabungan…………………………………………….. 40 10. Daftar Nilai Random Indeks…………………………………………….. 42 11. Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia…………………………………….
50
12. Angka Pengangguran……………………………………………………. 51 13. Prasarana dan Kelembagaan Ekonomi…………………………………..
52
14. Prasarana Pendidikan……………………………………………………. 52 15. Wajib Belajar 9 Tahun dan Angka Putus Sekolah………………………
53
16. Tingkat Pendidikan Penduduk Usia 15 Tahun keatas...............................
53
17. Konsultasi serta Pendampingan kepada KSM........................................... 67 18. Hasil Prioritas Alternatif Strategi Penyempurnaan Pemanfaatan Dana Pinjaman Bergulir P2KP di Kelurahan Tanjung Balai Karimun............... 83 19. Tujuan dan Pelaksana Kegiatan Penyempurnaan Pemanfaatan Dana Pinjaman Bergulir P2KP Kelurahan Tanjung Balai Karimun................... 86
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Dimensi Pokok Pemberdayaan………………………………………… 15 2. Spektrum Kedalaman Partisipasi……………………………………….
17
3. Daur Hidup Pengembangan SDM dalam Kelembagaan Kelompok Orang Miskin…………………………………………………………
17
4. Daur Hidup Pengembangan Usaha Produktif dalam Kelembagaan Kelompok Orang Miskin.........................................................................
18
5. Daur Hidup Pengelolaan Kelembagaan Kelompok Orang Miskin..........
18
6. Diagram Alir Kerangka Pemikiran..........................................................
24
7. Hierarki Alternatif Strategi Pemanfaatan Dana Pinjaman Bergulir P2KP di Kelurahan Tanjung Balai Karimun............................................ 48 8. Penduduk Berdasarkan Jumlah Jenis Kelamin Tahun 2008....................
50
9. Kategori Lembaga Pengelola Berdasarkan Pembentukan Secara Sah..... 57 10. Kategori Lembaga Pengelola Berdasarkan Pembuatan Aturan Dasar.....
58
11. Kategori Lembaga Pengelola Berdasarkan Kriteria Unit Pengelola Keuangan (UPK)......................................................................................
59
12. Kategori KSM Berdasarkan Pemetaan Swadaya.....................................
61
13. Kategori KSM Berdasarkan Kelengkapan Administrasi.........................
63
14. Kategori KSM Berdasarkan Keiikutsertaan pada Pelatihan....................
64
15. Kategori KSM berdasarkan Keanggotaan Perempuan............................. 65 16. Tanggapan Responden terhadap Pendampingan oleh Pengelola Lokal (BKM/UPK).............................................................................................
68
17. Tanggapan Responden terhadap Pendampingan oleh Fasilitator Kelurahan.................................................................................................
69
18. Jenis Usaha yang Dijalankan oleh Responden......................................... 71 19. Jumlah KSM berdasarkan Tingkat Pengembalian...................................
72
20. Peningkatan Modal Responden setelah Mendapatkan Pinjaman............. 74
21. Penambahan Aset Kepemilikan Responden Setelah Mendapatkan Pinjaman................................................................................................... 75 22. Peningkatan Pendapatan Responden Setelah Mendapatkan Pinjaman....
76
23. Kategori Bedasarkan Proses Penagihan...................................................
78
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Daftar Nama Responden Peminjam Dana Bergulir P2KP Kelurahan Tanjung Balai Karimun................................................................................. 93 2. Print Out AHP Prioritas Aspek yang Berperan dalam Penyempurnaan Pemanfaatan Dana Pinjaman Bergulir P2KP………………………………
94
3. Print Out AHP Kriteria Penyempurnaan Pemanfaatan Dana Pinjaman Bergulir P2KP pada Aspek Persiapan (Input) Program……………………
95
4. Print Out AHP Kriteria Penyempurnaan Pemanfaatan Dana Pinjaman Bergulir P2KP pada Aspek Pelaksanaan (Proses) Program……………...... 96 5. Print Out AHP Kriteria Penyempurnaan Pemanfaatan Dana Pinjaman Bergulir P2KP pada Aspek Dampak (Output) Program……………........... 6. Print Out AHP Prioritas Alternatif Strategi Penyempurnaan Pemanfaatan Dana Pinjaman Bergulir P2KP............................................................................................................. . 7. Bobot Nilai Hierarki Alternatif Strategi Pemanfaatan Dana Pinjaman Bergulir P2KP di Kelurahan Tanjung Balai Karimun..................................
97
98
99
DAFTAR SINGKATAN AHP
Analythic Hierarchy Process
BKM
Badan Keswadayaan Masyarakat
BLM
Bantuan Langsung Masyarakat
BPS
Biro Pusat Statistik
FKPPM
Forum Koordinasi Penyelenggaraan Pinjaman Modal
HDI
Human Development Index
IDT
Inpres Desa Tertinggal
JPS
Jaring Pengaman Sosial
KMW
Konsultan Manajemen Wilayah
Korkot
Koordinator Kota
KPK
Komite Penanggulangan Kemiskinan
KSM
Kelompok Swadaya Masyarakat
KUR
Kredit Usaha Rakyat
LPM
Lembaga Pemberdayaan Masyarakat
PEMP
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir
PERT
Pengelolaan Ekonomi Rumah Tangga
PDM-DKE
Pemberdayaan Daerah dalam Mengatasi Krisis Ekonomi
PJM Pronangkis
Perencanaan Jangka Menengah Program Penanggulangan Kemiskinan
PJOK
Pejabat Operasional Kegiatan
PKPS-BBM
Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak
Renta Pronangkis
Rencana Tahunan Program Penanggulangan Kemiskinan
PPK
Program Pengembangan Kecamatan
P2KP
Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
P4K
Program Peningkatan Pendapatan Petani-Nelayan Kecil
RPJM
Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Takesra/Kukesra
Tabungan Kesejahteraan Rakyat/Kredit Usaha Kesejahteraan Rakyat
UPK
Unit Pengelola Keuangan
UPL
Unit Pengelola Lingkungan
UPS
Unit Pengelola Sosial
UKM
Usaha Kecil dan Menengah
UMKM
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kemiskinan di Indonesia merupakan permasalahan yang menjadi isu sentral dan sangat mendesak ditangani. Pada kabinet ”Indonesia Bersatu” strategi dan rencana aksi penanggulangan kemiskinan menjadi salah satu prioritas utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 20042009 dan menempati Bab tersendiri dalam dokumen RPJMN. Target pada RPJMN untuk penanggulangan kemiskinan adalah menurunkan setengah angka kemiskinan tahun 2004 sebesar 16,6% menjadi 8,3% pada tahun 2009. Untuk mencapai target itu Pemerintah menetapkan berbagai program yang bersifat sektoral maupun lintas sektoral (Bappenas, 2004). Salah satu Program yang dilaksanakan oleh Pemerintah dalam upaya penanggulangan kemiskinan tersebut adalah melalui pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP). Program ini dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagai suatu upaya pemerintah untuk membangun kemandirian masyarakat dan pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan secara berkelanjutan. Program ini sangat strategis karena menyiapkan landasan kemandirian masyarakat berupa lembaga kepemimpinan masyarakat yang representatif, mengakar dan kondusif bagi perkembangan modal sosial (social capital) masyarakat di masa mendatang serta menyiapkan program masyarakat jangka menengah dalam penanggulangan kemiskinan yang menjadi pengikat dalam kemitraan masyarakat dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat. Kabupaten Karimun merupakan salah satu Kabupaten yang mendapat bantuan pelaksanaan program P2KP pada tahap ketiga. Kabupaten yang terdapat di Propinsi Kepulauan Riau ini terbentuk berdasarkan Undang-undang no. 53 tahun 1999. Secara geografis posisi Kabupaten Karimun sangat strategis, karena berada pada jalur pelayaran Selat Malaka, dan berada di antara Kota Batam, Singapura, Malaysia, Kepulauan Riau dan Riau. Hal ini menjadikan Kabupaten Karimun sebagai tempat yang sangat strategis terutama untuk berbagai kegiatan yang merupakan imbas dari geostrategis tersebut. Disamping itu, salah satu wujud
1
dari keberadaannya telah pula menjadikan kegiatan perekonomian di Kabupaten Karimun semakin tumbuh dan bersaing. Potensi selain dari tumbuhnya perekonomian di wilayah ini adalah sumberdaya alam yang terkandung di bumi Kabupaten Karimun. Dimana potensi sumber daya alam yang merupakan salah satu sumber pendapatan daerah terdiri dari bahan galian golongan B (timah) serta bahan galian golongan C (granit, pasir, batu pasir wacke, ocker, lempung dan sebagainya). Meski Kabupaten Karimun memiliki potensi geografis dan sumber daya alam yang besar, namun tingkat kemiskinannya relatif cukup tinggi. Pada Tahun 2006, dari 51.520 Kepala Keluarga yang ada sebanyak 15.743 kepala keluarga termasuk kategori miskin. Yang berarti 30% dari total kepala keluarga yang ada. Sedangkan pada tahun 2007 terdapat kenaikan Kepala keluarga miskin menjadi 31% sebagaimana pada tabel 1. Tabel 1. Jumlah Keluarga Miskin Kabupaten Karimun per Kecamatan Tahun 2006-2007 Tahun 2006
No
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Kecamatan
Moro Durai Kundur Kundur Utara Kundur Barat Karimun Buru Meral Tebing Jumlah
Jumlah KK Miskin
Total Jumlah KK
1.757 813 1.705 1.429 860 3.263 1.295 3.353 1.268 15.743
4.993 1.579 8.556 4.593 3.998 9.123 2.683 10.862 5.133 51.520
% KK Miskin thd Total KK
35% 51% 20% 31% 21% 35% 48% 30% 24% 30%
Tahun 2007 Jumlah Penduduk
Jumlah KK Miskin
Total Jumlah KK
18.924 6504 35.546 18.874 16.520 38.470 10.304 41.334 23.399 209.875
1.883 873 1.980 1.524 936 3.692 818 3.841 1.081 16.328
5.120 1620 8.774 4.710 4.100 9.355 2.752 11.139 5.264 52.832
% KK Miskin thd Total KK
36% 54% 38% 22% 23% 28% 39% 34% 20% 31%
Jumlah Penduduk
19.496 6.701 36.221 19.445 17.019 39.633 10.615 42.584 24.107 216.221
Sumber: Badan Kependudukan, Catatan Sipil dan Keluarga Berencana Kabupaten Karimun (2006 dan 2007) Tingginya tingkat kemiskinan di Kabupaten Karimun bertolak belakang dengan kekayaan sumberdaya alamnya, yang mengindikasikan bahwa kemiskinan tersebut bukan disebabkan karena kemiskinan alami, tetapi lebih disebabkan oleh kemiskinan struktural. Wardhani dan Haryadi (2004) menyatakan bahwa kemiskinan struktural merupakan akibat atau hasil bekerjanya kekuatan makrososiologis dalam masyarakat, yaitu berupa proses yang menjauhkan rakyat dari
2
kepemilikan dan pengendalian sumberdaya ekonomi, sosial dan politik, yang berarti pula sebagai akibat dari ketidakadilan struktural. Diujung yang satu, ketidakadilan struktural terwujud sebagai perampasan hak-hak dasar manusia yang dengan sendirinya terkait pada masalah pembagian kesempatan. Dalam upaya penanggulangan kemiskinan, salah satu pilihan kebijakan strategis yang dapat dilaksanakan adalah memberi peluang yang lebih besar kepada masyarakat untuk dapat mengakses faktor produksi. Untuk maksud tersebut maka dana merupakan salah satu aset produksi yang paling mendasar dalam kegiatan ekonomi (sumodiningrat, 1998). Tersedianya dana yang memadai dapat menciptakan pembentukan modal usaha bagi masyarakat. Sehingga dapat meningkatkan produksi, pendapatan dan menciptakan tabungan yang dapat digunakan untuk pemupukan modal secara berkesinambungan. Selanjutnya menurut Sumodiningrat (1998), sesungguhnya modal usaha yang diperlukan setiap anggota masyarakat untuk meningkatkan kegiatan ekonominya harus berasal dari kemampuan sendiri. Modal tersebut dihimpun dari tabungan yang diperoleh dari surplus pendapatan. Tabungan yang dikumpulkan kemudian ditingkatkan menjadi investasi dan digunakan sebagai pembentukan modal. Namun, menurut Maskun (1998), yang menjadi masalah bagi penduduk miskin
adalah
ketidakmampuan
mereka
menciptakan
tabungan
karena
keterbatasan modal usaha pada permulaan siklus kegiatan ekonomi. Menyadari akan permasalahan tersebut, langkah yang ditempuh pemerintah selama ini adalah memberikan stimulasi dan motivasi dengan menciptakan katalis yang dapat menimbulkan daya gerak pada masyarakat yang bersangkutan. Motivasi dan stimulasi dilakukan dengan mengadakan gerakan-gerakan sosial dan penyuntikan dana dengan haapan memberi dampak yang berkepanjangan serta memberikan nilai tambah pada usaha-usaha yang telah dilakukan oleh masyarakat. Pola pendekatannya antara lain adalah dengan memberikan dana bantuan modal usaha bergulir. Melalui pendekatan pemberian bantuan dana bergulir tersebut diharapkan akan dapat menggairahkan kegiatan usaha ekonomi produktif yang diusahakan oleh masyarakat.
3
Upaya tersebut pada dasarnya bukan untuk menuntaskan secara menyeluruh masalah yang dihadapi masyarakat, akan tetapi sebagian besar permasalahan akan dituntaskan sendiri oleh kekuatan dan kemampuan masyarakat. Program-program dari manapun datangnya akan kecil artinya dibanding mekanisme pembangunan yang dapat dikembangkan sendiri oleh masyarakat. Yang diharapkan melalui program-program tersebut adalah masyarakat akan memiliki daya dorong yang kuat dan bertindak strategis dalam usaha melakukan proses perkembangan (Maskun, 1998). Menyadari konsep diatas, upaya penanggulangan kemiskinan melalui Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) salah satunya adalah melalui pinjaman bergulir kepada Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang membutuhkan dana untuk kegiatan yang terkait usaha produktif untuk anggotaanggotanya. Kegiatan ini termasuk dalam komponen Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Dimana masyarakat melakukan proses pembelajaran untuk menanggulangi masalah kemiskinan melalui praktek langsung dilapangan oleh masyarakat sendiri dengan melaksanakan apa yang sudah direncanakan (PJM dan Renta Pronangkis), dengan dukungan dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dimaksud. Harapannya adalah melalui praktek langsung dalam stimulan BLM tersebut
masyarakat
secara
bertahap
mampu
menumbuhkembangkan
keberdayaaan sendiri dalam tiga aspek, yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan. Adapun pelaksanaan pembangunan ekonomi yang mengacu pada konsep dana bergulir yang dananya bersumber dari APBD Kabupaten Karimun adalah program Usaha Kecil Menengah (UKM). Program yang bersifat lintas sektoral ini dikoordinir dibawah suatu forum atau wadah yang bernama Forum Koordinasi Penyelenggaraan Pinjaman Modal (FKPPM). Sejak dimulainya program ini pada tahun 2002 sampai tahun 2005, FKPPM telah menyalurkan kredit Koperasi dan UKM sebesar 18 milyar rupiah sebagaimana dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini.
4
Tabel 2. Jumlah Penyaluran kredit Koperasi dan UKM di Kabupaten Karimun Tahun 2002-2005 No Tahun Penyaluran Nilai (Rp) 1. 2002 10.000.000.000,00 2. 2003 5.000.000.000,00 3. 2004 2.000.000.000,00 4. 2005 1.000.000.000,00 Total Penyaluran 18.000.000.000,00 Sumber: FKPPM Kabupaten Karimun (2002 s/d 2005) Dari total penyaluran sebesar 18 Milyar rupiah tersebut terdapat tunggakan sebesar Rp. 9.062.084.150 yang terdiri dari tunggakan pokok sebesar Rp. 8.127.495.969 atau 41,50% dari total platfond kredit yang diberikan. Hal tersebut mengakibatkan adanya potensi keuangan daerah dan tujuan investasi jangka panjang kredit koperasi dan UKM sebagai dana bergulir tidak berjalan sebagaimana mestinya. Permasalahan tersebut juga menyebabkan program ini sempat terhenti pada tahun 2006 dan 2007. Hasil evaluasi Bagian Program dan Evaluasi Sekretariat Daerah terhadap penyebab terjadinya permasalahan tunggakan kredit UKM tersebut adalah: (1) Kurangnya pemahaman penerima kredit dalam memanfaatkan dana pinjaman yang berakibat pada penyalahgunaan pinjaman dari tujuan awal untuk mengembangkan usaha menjadi pembelian barang-barang kebutuhan rumah tangga termasuk kendaraan dan sejenisnya; (2) Menurunnya iklim investasi dan perekonomian Kabupaten Karimun secara umum turut mempengaruhi kemajuan usaha penerima kredit; (3) Pengaruh kenaikan BBM mengakibatkan tingginya biaya operasional usaha kecil/rumah tangga yang harus dikeluarkan; (4) Rentang jarak tempuh yang cukup jauh antara penerima kredit dengan pihak bank mengakibatkan lambatnya pengembalian pinjaman; (5) Sebagian penerima pinjaman adalah petani dan nelayan yang sangat bergantung kepada hasil panen secara musiman dan memerlukan waktu yang cukup lama untuk mengelolanya; (6) Masih kurangnya pembinaan yang diberikan baik dari tim FKPPM maupun dinas/instansi terkait. Sedangkan program-program dari pusat yang selama ini dikenal menggunakan pola pendekatan bantuan dana bergulir adalah program yang arahnya dalam kerangka pengentasan kemiskinan seperti Inpres Desa Tertinggal (IDT), Program Peningkatan Pendapatan Petani-Nelayan Kecil (P4K), Jaring
5
Pengaman
Sosial
(JPS),
Program
Pengembangan
Kecamatan
(PPK),
Pemberdayaan Daerah dalam Mengatasi Krisis ekonomi (PDM-DKE), Tabungan Kesejahteraan Rakyat/Kredit Usaha Kesejahteraan Rakyat (Takesra/Kukesra), Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM), Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP), Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan sebagainya. Sasaran akhir yang diharapkan dari pelaksanaan program tersebut adalah untuk memandirikan masyarakat miskin melalui jalan memberdayakan kegiatan ekonominya. Terlepas dari keberhasilan yang sudah dicapai, program-program tersebut selain masih dirancang secara terpusat, juga dalam implementasinya direduksi menjadi persoalan sektoral, sehingga lebih berciri instansional dan kurang menyentuh faktor-faktor dasar yang menjadi penyebab kemiskinan itu sendiri serta mengabaikan kekhasan pada pola-pola penanggulangan kemiskinan yang berkembang di dalam masyarakat. Oleh sebab itu tidak mengherankan apabila tingkat keberhasilan dan keberlanjutannya program-program dimaksud diatas masih rendah. Fakta tersebut diperoleh dari berbagai informasi yang dilaporkan secara luas sehubungan dengan pelaksanaan evaluasi program dimaksud. Mubyarto (2000) mengemukakan hasil evaluasi pelaksanaan program IDT pada lima propinsi sample, sangat berhasil di dua propinsi yaitu D.I. Yogyakarta dan Bali, tetapi gagal di Kalimantan Barat, Maluku dan Irian. Pendekatan pembangunan yang bersifat bottom-up dalam pelaksanaannya terbentur pada kapasitas aparat yang rendah dan seringkali menunggu perintah atasan atau juklak sehingga akhirnya hanya sebatas semangat saja. Kondisi tersebut menguatkan tesis yang menyatakan bahwa meluasnya kemiskinan justru terjadi karena persoalan-persoalan struktural , seperti tidak adanya good will dan political will pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan, tidak adanya clean and good governance, tertutupnya akses sumberdaya dan buruknya sistem monitoring dan evaluasi. Padahal evaluasi program sangat
diperlukan untuk
melihat seberapa besar manfaat yang bisa diterima oleh masyarakat miskin sebagai target sasaran kegiatan.
6
Manfaat dari kegiatan monitoring dan evaluasi adalah sebagai umpan balik (feed back) dari proses perencanaan dan pelaksanaan kebijakan/program yang telah dilakukan. Umpan balik tersebut dapat digunakan sebagai input dalam memperbaiki serta menyusun kebijakan/program selanjutnya. Selain itu monitoring/evaluasi bermanfaat untuk terus memantau pelaksanaan suatu program sehingga dapat diketahui ketika terjadi deviasi dalam pelaksanaan program tersebut. Bertitik tolak dari uraian diatas, maka keragaan program yang menggunakan pola pendekatan kredit/pinjaman dana bergulir menjadi menarik untuk dikaji karena di satu sisi kehadiran dana bergulir sangat membantu masyarakat dalam hal penyediaan modal untuk kegiatan usaha, namun di sisi lain program-program yang dilaksanakan selama ini belum menunjukkan hasil yang maksimal terutama dalam hal keberlanjutan perguliran dananya. Sehingga pada program dana bergulir P2KP ini perlu dilaksanakan kajian untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan untuk perbaikan dan penyempurnaan program dimasa yang akan datang. 1.2. Perumusan Masalah Penanggulangan kemiskinan melalui program P2KP dilakukan dengan memberdayakan masyarakat melalui tiga jenis kegiatan pokok yaitu Infrastruktur, Sosial dan Ekonomi yang dikenal dengan Tridaya. Dalam kegiatan ekonomi, diwujudkan dengan kegiatan Pinjaman Bergulir, yaitu pemberian pinjaman dalam skala mikro kepada masyarakat miskin di wilayah kelurahan atau desa dimana BKM/UPK berada dengan ketentuan dan persyaratan yang telah ditetapkan berdasarkan Pedoman yang telah ada, namun keputusan untuk melaksanakannya diserahkan sepenuhnya kepada warga masyarakat setempat. Pelaksanaan kegiatan Pinjaman Bergulir dalam P2KP ini bertujuan untuk menyediakan akses layanan keuangan kepada rumah tangga miskin dengan pinjaman mikro berbasis pasar untuk memperbaiki kondisi ekonomi mereka dan membelajarkan mereka dalam hal mengelola pinjaman dan menggunakannya secara benar. Ketentuan umum atau skim Pinjaman Bergulir dalam P2KP secara ringkas terdiri dari: (1) Peminjam adalah warga miskin yang tergabung dalam kelompok
7
KSM dengan anggota minimal 3 orang dan minimal 30% adalah wanita; (2) pinjaman untuk mengembangkan usaha yang tidak melanggar ketentuan, bukan untuk menunjang kepentingan militer atau politik; (3) Besar pinjaman pertama kali maksimal Rp.500.000,- per orang (disesuaikan dengan usahanya dan kemampuan membayarnya). Besar pinjaman berikutnya tergantung pada pembayaran kembalinya, dan besar pinjaman terakhir maksimal Rp. 2 juta; (4) Jasa pinjaman ditetapkan 1,5% sampai dengan 3%, dihitung dari pokok pinjaman semula, dan dibayar bersamaan dengan pembayaran angsuran pokok pinjaman; (5) Jangka waktu pinjaman 3-12 bulan, disesuaikan dengan kegiatan usaha pinjaman; (6) Peminjam hanya bisa meminjam sebanyak 4 kali pinjaman dengan catatan pengembaliannya lancar; dan (7) Angsuran pinjaman maksimal secara bulanan. Sedangkan bagi anggota KSM yang telah menerima pinjaman sampai batas maksimal (Rp. 2 juta atau 4 kali pinjaman) maka BKM/UPK: (a) memberikan rekomendasi anggota KSM tersebut ke Lembaga Keuangan Formal; (b) Mengupayakan chanelling sebagai sumber dana pinjaman. Berdasarkan ketentuan di atas khususnya pada ketentuan jangka waktu pinjaman yang ditetapkan selama 3-12 bulan, maka pelaksanaan dana pinjaman bergulir di Kabupaten Karimun yang telah dimulai pada bulan Juni Tahun 2007 telah dapat dievaluasi sehingga diketahui permasalahan yang terjadi ataupun manfaat yang telah dirasakan masyarakat. Setelah berjalan selama setahun, permasalahan ataupun kendala terbesar yang dihadapi sampai saat ini adalah mengenai pengembalian dana pinjaman bergulir tersebut. Dimana dari data Koordinator Kota (Korkot) Kabupaten Karimun sampai dengan September 2008 dari total realisasi penyaluran Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) tahap pertama sebesar Rp. 1.053.500.000 terdapat tunggakan
sebesar Rp. 246.974.500 yang berarti baru 76.5% angsuran yang
dikembalikan. Ini dibawah target realisasi
tingkat pengembalian (repayment
rates) kredit mikro diatas 90%. Dari total tunggakan yang tersebar di 8 kelurahan penerima bantuan P2KP, Kelurahan Tanjung Balai Karimun menempati urutan tertinggi dengan jumlah tunggakan sebesar Rp. 73.125.000 Sedangkan yang paling sedikit adalah Kelurahan Harjosari dengan jumlah tunggakan sebesar Rp. 1.863.500 sebagaimana pada tabel 3 dibawah ini.
8
Tabel 3. Realisasi Penyaluran dan Besar Tunggakan BLM Tahap I Sampai Dengan Bulan September 2008 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Kelurahan/Desa Penyaluran Tanjung Balai Karimun Rp. 217.000.000 Teluk Air Rp. 83.000.000 Harjosari Rp. 130.000.000 Baran Rp. 57.000.000 Meral Kota Rp. 289.000.000 Pamak Rp. 44.500.000 Parit Rp. 143.000.000 Tulang Rp. 90.500.000 Total Rp. 1.053.500.000 Sumber: Korkot Kabupaten Karimun, 2008 (diolah)
Tunggakan Rp. 73.125.000 Rp. 29.381.500 Rp. 1.862.500 Rp. 36.587.500 Rp. 59.912.000 Rp. 6.836.500 Rp. 17.632.000 Rp. 21.637.500 Rp. 246.974.500
Mengingat permasalahan tunggakan diatas dan cakupan yang luas dimana dari 8 Kelurahan/Desa sasaran tersebut selanjutnya disalurkan kepada 376 KSM dengan total peminjam sebanyak 2147 orang, maka diperlukan suatu kajian yang mendalam terhadap satu Kelurahan melalui penelitian/studi kasus. Ditinjau dari wilayahnya, maka penelitian kasus hanya meliputi daerah atau subjek yang sangat sempit. Tetapi ditinjau dari sifat penelitian, penelitian kasus lebih mendalam (Arikunto,1997). Kelurahan Tanjung Balai Karimun dipilih dalam kajian ini dengan pertimbangan selain dari permasalahan tunggakan diatas, Kelurahan ini merupakan Kelurahan dengan jumlah penduduk miskin (Prasejahtera dan Sejahtera I) sebesar 687 KK. Dimana untuk Kelurahan/Desa sasaran P2KP, merupakan Kelurahan dengan penduduk miskin kedua terbesar setelah Meral Kota. Secara
teoritis,
sejak
digulirkan
kepada
masyarakat
program
pemberdayaan yang berbasis pada kelurahan ini diyakini akan mendorong kegiatan ekonomi masyarakat terutama yang berbasis kegiatan ekonomi mikro. Hal ini dimungkinkan karena kegiatan P2KP direncanakan, dilaksanakan, dan diawasi oleh masyarakat secara langsung serta kegiatannya berorientasi pada usaha-usaha untuk meningkatkan kesejahteraan anggota masyarakat dengan memperhatikan Local Spesific atau kekhasan masing-masing daerah. Namun dalam prakteknya terdapat deviasi ataupun penyimpangan sebagaimana disebutkan diatas.
9
Penyimpangan pada hasil sementara ataupun hasil akhir (output) dari suatu program tidak terlepas dari penyimpangan yang terjadi pada tahapan perencanaan ataupun Input program
maupun pada proses pelaksanaan suatu
program. Sehingga untuk mengevaluasi suatu program khususnya pada pinjaman bergulir P2KP ini harus dievaluasi mulai dari Input, Proses dan akhirnya pada Output yang dihasilkan. Evaluasi terhadap persiapan (Input) program yaitu evaluasi yang dilakukan pada kegiatan atau persiapan yang dilaksanakan sebelum dana bergulir tersebut diserahkan kepada anggota KSM (peminjam) yaitu mengenai kelayakan lembaga pengelola dana pinjaman bergulir dalam hal ini BKM/UPK dan kelayakan masyarakat yang tergabung dalam KSM Peminjam sebagai calon peminjam. Selain itu dalam hal pendanaan diperbolehkan bagi BKM/UPK mendapatkan dana diluar dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Sehingga perlu juga dievaluasi mengenai realisasi dana yang diperoleh diluar dana BLM tersebut. Sehingga pertanyaan awal kajian ini adalah ”Bagaimanakah implementasi persiapan (input) pemanfaatan dana pinjaman bergulir P2KP di Kelurahan Tanjung Balai Karimun?”. Sedangkan evaluasi terhadap pelaksanaan (proses) program adalah evaluasi yang dilakukan terhadap pelaksanaan kegiatan setelah masyarakat mendapatkan dana pinjaman bergulir P2KP. Evaluasi yang dilakukan adalah mengenai pengembangan usaha yang dijalankan oleh anggota KSM dalam memanfaatkan dana tersebut. Hal ini dilihat dari jenis usaha yang dijalankan, baik usaha yang telah berjalan sebelumnya maupun usaha yang dijalankan setelah mendapatkan pinjaman dimaksud. Selain itu dalam pelaksanaan kegiatan ini perlu dievaluasi terhadap pengembalian atau angsuran terhadap pinjaman yang telah diberikan.
Pertanyaan
kajian
yang
berkaitan
dengan
hal
ini
adalah:
”Bagaimanakah implementasi pelaksanaan (Proses) pemanfaatan dana pinjaman bergulir P2KP di Kelurahan Tanjung Balai Karimun?” Dampak atau output yang ingin dicapai adalah sesuai dengan tujuan umum dari dilaksanakannya pinjaman bergulir P2KP yaitu keadaan ekonomi dari masyarakat golongan miskin dapat meningkat dengan indikator meningkatnya modal usaha, aset kepemilikan dan pendapatan. Sehingga perlu dievaluasi
10
terhadap dampak yang dihasilkan setelah berjalannya program ini selama setahun. Selain itu perlu dievaluasi juga terhadap upaya agar perguliran pinjaman atau keberlanjutan progam ini tetap terjaga. Dimana salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui penagihan kepada anggota KSM yang melakukan tunggakan pembayaran. Pertanyaan kajian yang berkaitan dengan hal ini adalah: ”Bagaimanakah dampak (output) pemanfaatan dana pinjaman bergulir P2KP di Kelurahan Tanjung Balai Karimun?” Dari hasil evaluasi yang dilakukan dan mengingat pentingnya program pinjaman bergulir ini bagi pemberdayaan ekonomi masyarakat golongan miskin maka perlu disusun suatu strategi penyempurnaan untuk perbaikan program di masa yang akan datang. Sehingga dapat menjawab pertanyaan “Bagaimanakah strategi penyempurnaan pemanfaatan dana pinjaman bergulir P2KP di Kelurahan Tanjung Balai Karimun?”. 1.3. Tujuan dan Manfaat Kajian Kajian ini secara umum bertujuan untuk menelaah dan menganalisis: “Evaluasi Pemanfaatan Dana Pinjaman Bergulir Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) dan Strategi Penyempurnaannya di Kelurahan Tanjung Balai Karimun”. Untuk mendapatkan tujuan umum tersebut, maka tujuan spesifik kajian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengevaluasi persiapan (Input) pemanfaaan dana pinjaman bergulir P2KP di Kelurahan Tanjung Balai Karimun; 2. Mengevaluasi pelaksanaan (Proses) pemanfaatan dana pinjaman bergulir P2KP di Kelurahan Tanjung Balai Karimun; 3. Mengevaluasi Dampak (Output) pemanfaaan dana pinjaman bergulir P2KP di Kelurahan Tanjung Balai Karimun; 4. Menganalisis strategi baru bagi penyempurnaan pemanfaatan dana pinjaman bergulir P2KP di Kelurahan Tanjung Balai Karimun. Adapun manfaat dari kajian ini adalah: 1. Memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah dalam merumuskan kebijakan pembangunan dalam rangka penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Karimun.
11
2. Kajian ini sangat bermanfaat bagi penulis untuk memperluas cakrawala berpikir dalam pembangunan daerah khususnya membantu upaya-upaya penanggulangan kemiskinan.
12
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Kemiskinan Definisi Kemiskinan mengalami perkembangan pesat dalam dua puluh tahun terakhir, mulai dari definisi yang berdasarkan pada ketidakmampuan untuk membeli/memenuhi
kebutuhan
fisik
(pengeluaran)
sampai
kepada
ketidakmampuan memenuhi standar hidup yang layak, seperti harapan hidup, kesehatan, dan melek huruf yang sering diukur dengan Human Development Index (HDI). Konsep yang terakhir yang berkembang adalah kemiskinan ditinjau dari dimensi kerentanan dan resiko untuk jatuh miskin (vuinerability/risk) dan ketidakberdayaan
serta
tidak
didengarnya
suara
orang
miskin
(powerless/voiceless) dalam proses kehidupan bermasyarakat (Wardhani dan Haryadi, 2004). Dalam konteks penanggulangan kemiskinan, konsep kemiskinan memiliki dimensi yang lebih luas atau multidimensi, walaupun penekanannya lebih banyak pada aspek ekonomi atau pengeluaran. Kemiskinan dalam konteks ini didefinisikan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang , laki-laki dan perempuan, tidak dapat memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Definisi ini beranjak dari pemikiran dan pengakuan bahwa setiap orang, laki-laki atau perempuan mempunyai hak-hak dasar yang sama dengan masyarakat lainnya. Dengan demikian, kemiskinan tidak lagi dipahami secara sempit hanya berdasarkan kemampuan ekonomi semata, tetapi sesuai dengan pengertian kemiskinan multidimensi yang diterangkan diatas, yaitu kegagalan dalam pemenuhan hak-hak dasar dan menghilangkan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang, laki-laki atau perempuan, dalam menjalani kehidupan yang bermartabat. Upaya untuk menangulangi kemiskinan, KPK Pusat (2004) menyatakan bahwa strategi utama dalam menanggulangi kemiskinan multidimensional yang dihadapi saat ini dilaksanakan melalui 4 strategi utama yaitu: perluasan kesempatan bekerja dan berusaha, pemberdayaan masyarakat, peningkatan kapasitas, dan perlindungan masyarakat. Dari keempat strategi tersebut pemberdayaan masyarakat menjadu ’ruh’ bagi ketiga strategi lainnya.
13
2.2. Penanggulangan Kemiskinan Melalui Pemberdayaan Masyarakat. Konsep pemberdayaan (empowerment) mulai tampak ke permukaan sekitar dekade 1970an, dapat dipandang sebagai bagian atau sejiwa sedarah dengan aliran yang muncul pada paruh abad ke 20 yang lebih dikenal dengan aliran post-modernisme. Aliran ini menitikberatkan pada sikap dan pendapat yang berorientasi pada jargon antisistem, antistruktur, antideterminisme yang diaplikasikan pada dunia kekuasaan.
Munculnya
konsep
pemberdayaan
merupakan akibat dari reaksi terhadap alam fikiran, tata masyarakat dan tata budaya sebelumnya yang berkembang di suatu negara (pranarka dan Vidhyandika, 1996). Selanjutnya dinyatakan bahwa konsep pemberdayaan bertujuan untuk menemukan alternatif-alternatif baru dalam pembangunan masyarakat. Pada hakikatnya, proses pemberdayaan dipandang sebagai depowerment dari sistem kekuasaan yang mutlak-absolut. Konsep ini digantikan dengan sistem baru yang berlandaskan ide manusia dan kemanusiaan (humanism). Craig dan Mayo (1995) menyatakan bahwa perspektif Maxis terhadap power dalam masyarakat kapitalis tidak dapat dipisahkan dari kekuatan ekonomi. Power ini bersinggungan erat dengan kepentingan-kepentingan kapitalis lewat kerjasama transnasional yang berskala global. Dalam keadaan semacam itu, pemberdayaan masyarakat miskin dibatasi oleh gerakan-gerakan kapitalis. Karena itu, masyarakat miskin harus diberdayakan untuk dapat berpartisipasi lebih efektif dalam proyek dan program pembangunan yang dicanangkan pemerinah. Kemampuan tawar menawar (bargaining position) dan pelayanan terhadap masyarakat miskinpun semakin meningkat. Konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja dan keadilan. Pada dasarnya, pemberdayaan diletakkan pada tingkat kekuatan individu dan sosial. Mcardle (1989) mengartikan pemberdayaan sebagai proses pengambilan keputusan oleh orang-orang yang secara konsekwen melaksanakan keputusan tersebut. Orang-orang yang telah mencapai tujuan kolektif diberdayakan melalui kemandiriannya, bahkan merupakan keharusan untuk lebih diberdayakan melalui usaha mereka sendiri dan akumulasi pengetahuan, keterampilan dan sumber lainnya dalam rangka mencapai tujuan mereka tanpa tergantung pada pertolongan
14
dari
hubungan
eksternal.
Wardhani
dan
Haryadi
(2004)
mengartikan
pemberdayaan masyarakat sebagai suatu proses untuk meningkatkan aset dan kemampuan masyarakat, terutama yang miskin dan terpinggirkan menuju keswadayaan dan kemandirian. Pada konteks ini, proses pemberdayaan masyarakat bertumpu pada upaya penyadaran (conscientization), peningkatan kapasitas (capacity building), self organization, akses terhadap sumberdaya serta pengembangan kemampuan advokasi, yang diharapkan secara bertahap mampu menginisiasi perubahan yang mendasar dalam tata kehidupan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat yang dalam kiprahnya berorientasi pada collectiveself-empowerment mempunyai sasaran ganda yaitu meningkatkan keswadayaan masyarakat untuk keluar dari belenggu rantai kemiskinan (poverty circle) dan mendorong perubahan instituis dan kebijakan Publik yang mempengaruhi kehidupan mereka. Reformasi Kelembagaan Pemerintahan
Masyarakat Miskin dan Organisasinya Aset dan kapabilitas
Dukungan bagi Pemberdayaan • informasi • partisipasi/inklusif • akuntabilitas • kapasitas kelembagaan lokal
Aturan main dan Proses
Norma dan Tingkah Laku
INDIVIDUAL • Materi • Insani • Sosial • Politik
Hasil/Dampak Pembangunan • Perbaikan tata pemerintahan dan akses keadilan • Layanan dasar yang efektif dan inklusif • Akses pasar dan layanan bisnis yang makin adil • Penguatan masyarakat madani
KOLEKTIF • Suara • Organisasi • Perwakilan
• Penguatan masyaraka miskin
organisasi
• Peningkatan kepemilikan aset dan kebebasan memilih
Kondisi Sosial Ekonomi dan Politik Sumber: Narayan (2002) Gambar 1. Dimensi Pokok Pemberdayaan Nerayan (2002) menyatakan bahwa ada tiga dimensi pokok pemberdayaan yang secara ringkas ditunjukkan pada Gambar 1. Pertama, inti: investasi untuk meningkatkan aset dan kemampuan masyarakat miskin, baik sebagai individu maupun secara kolektif. Arahnya adalah kemampuan memecahkan masalah secara swadaya dan peningkatan daya tawar dalam hubungan kelembagaan.
15
Kedua, penunjang: reformasi kelembagaan kepemerintahan (dan lokus kekuasaan lain) menuju good governance dan akuntabilitas Publik baik akibat tuntutan masyarakat maupun karena keharusan penyesuaian dengan pergeseran paradigma pembangunan. Ketiga, mekanisme: merubah tata hubungan, terutama hubungan kekuasaan melalui proses dialogis/interaktif menuju tata hubungan berdasarkan kesetaraan, keadilan dan kemartabatan. Berdasarkan Gambar 1 tersebut, ada empat kunci yang perlu diacu dalam rekonstruksi masyarakat melalui pemberdayaan desa yaitu: (i) akses informasi, (ii) keikutsertaan/partisipasi, (iii) akuntabilitas, dan (iv) kapasitas keorganisasian lokal. Disamping aspek substansi, yang lebih penting dalam pemberdayaan masyarakat desa adalah proses, terutama partisipaasi dan pembelajaran. Craig dan Mayo (1995) menyatakan bahwa partisipasi merupakan komponen penting dalam pembangkitan kemandirian dan proses pemberdayaan. Sebaiknya, orang-orang harus terlibat dalam proses tersebut sehingga mereka dapat lebih memperhatikan hidupnya untuk memperoleh rasa percaya diri, memiliki harga diri dan pengetahuan untuk mengembangkan keahlian baru. Prosesnya dilakukan secara kumulatif sehingga semakin banyak keterampilan yang dimiliki maka akan semakin baik kemampuan partisipasinya. Selanjutnya Wardhani dan Haryadi (2004) menyatakan bahwa proses pemberdayaan merujuk pada bentuk partisipasi yang paling intens berupa berbagi kewenangan (shared control) sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2. Oleh karena pemberdayaan masyarakat desa adalah suatu proses pembelajaran sosial yang berkesinambungan, maka selain proses saling memahami dan saling belajar antara stakeholders, dalam proses pemberdayaan masyarakat desa mereka perlu secara bersama-sama mencari solusi pemecahan masalah dengan mengedepankan pendekatan Participatory Learning and Action. Tukar Informasi
Konsultasi/ Umpan Balik
Kolaborasi/Pengambilan Keputusan Bersama
Dangkal
Pemberdayaan/ Berbagi Kewenangan
Dalam
Sumber: Wardhani dan Haryadi (2004) Gambar 2. Spektrum Kedalaman Partisipasi
16
Secara ringkas pemberdayaan masyarakat desa dapat dirangkum menjadi tiga daur hidup yang disebut Tri Daya (Wardhani dan Haryadi, 2004), yaitu: (i)
Daur hidup pengembangan sumberdaya manusia (SDM) dalam kelembagaan kelompok orang miskin, meliputi: proses penyadaran diri yang diikuti dengan pengembangan
kepemimpinan bersama/kolektif. Selanjutnya
dilakukan pengembangan perilaku wirausaha sosial agar mereka mampu mengelola usaha bersama/mikro. Daur hidup pengembangan SDM ditunjukkan pada Gambar 3. Penyadaran Diri
Usaha Bersama Mikro
KELOMPOK
Kepemimpinan Bersama
Perilaku Wirausaha Sosial
Sumber: Wardhani dan Haryadi (2004) Gambar 3. Daur Hidup Pengembangan SDM dalam Kelembagaan Kelompok Orang Miskin (ii)
Daur hidup pengembangan usaha produktif dalam kelembagaan kelompok orang miskin, meliputi: Pengaturan ekonomi rumah tangga (ERT) agar mereka mampu menabung bersama dalam kelompok. Menabung bersama dalam kelompok untuk modal usaha bersama yang digunakan dalam kegiatan usaha produktif. Daur hidup usaha produktif ditunjukkan pada Gambar 4.
17
Pengaturan ERT
Usaha Produktif
Menabung Bersama
KELOMPOK
Modal Bersama Sumber: Wardhani dan Haryadi (2004) Gambar 4. Daur Hidup Pengembangan Usaha kelembagaan Kelompok Orang Miskin
Produktif
dalam
(iii) Daur hidup kelembagaan kelompok orang miskin, meliputi: pengelolaan organisasi yang akuntabel sehingga didapatkan kepemimpinan yang partisipatif
diikuti
pengelolaan
keuangan
yang
transparan
dan
pengembangan jejaring yang luas. Daur hidup kelembagaan kelompok orang miskin ditunjukkan pada Gambar 5. Pengelolaan Organisasi
Pengembangan Jaringan
KELOMPOK
Kepemimpinan Partisipatif
Pengelolaan Keuangan Sumber: Wardhani dan Haryadi (2004) Gambar 5. Daur Hidup Pengelolaan Kelembagaan Kelompok Orang Miskin
18
2.3. Monitoring dan Evaluasi Partisipatoris Dalam
sistem
Monitoring
dan
Evaluasi
(M&E)
Proyek-proyek
Pembangunan Pertanian dan Pedesaan terjemahan dari buku ”Monitoring and Evaluation Guiding Principles”, tujuan dari evaluasi adalah mengubah seperangkat sumber daya yang tersedia (input) untuk menghasilkan output dan impact (dampak). - Input (masukan) adalah semua jenis barang, jasa, dana, tenaga manusia, teknologi dan sumber daya lainnya yang perlu tersedia untuk terlaksananya kegiatan dalam rangka menghasilkan output (hasil) dan mencapai tujuan program. - Output (hasil) adalah produk atau jasa tertentu yang diharapkan dapat dihasilkan oleh suatu kegiatan dari input yang tersedia untuk mencapai tujuan program. - Effect (pengaruh langsung) adalah merupakan kenyataan yang dihasilkan oleh program pada tingkat yang lebih luas dan menjadi tujuan jangka panjang program. - Dampak (impact) juga dapat diartikan sebagai perubahan akhir dalam kondisi kehidupan kelompok sasaran yang diakibatkan (sepenuhnya atau sebagian) oleh pelaksanaan suatu program. Evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan relavansi, efisiensi, efektifitas dan dampak kegiatan-kegiatan program sesuai dengan tujuan yang akan dicapai secara sistematik dan obyektif. Evaluasi ini merupakan proses untuk meneympurnakan kegiatan-kegiatan yang sedang berjalan, membantu prencanaan, penyusunan program dan pengambilan keputusan di masa depan. Jenis-jenis evaluasi berdasarkan waktu terdiri dari tiga jenis yaitu: 1. Evaluasi sewaktu berjalan (on going evaluation) Suatu analisis yang dilakukan ketika pelaksanaan program sedang berlangsung, yang dilakukan untuk membantu para pengambil keputusan apakah program dapat dipertahankan atau tidak.
19
2. Evaluasi Akhir (terminal Evaluation) Evaluasi yang dilaksanakan paling tidak enam sampai dua belas bulan setelah program berakhir atau sebelum memulai fase program berikutnya sebagai pengganti ex post evaluation (evaluasi menyeluruh) pada program-program berjangka waktu singkat yang kebanyakan berjangka waktu satu tahun. 3. Evaluasi menyeluruh (ex post evaluation) Evaluasi yang dilaksanakan pada saat perkembangan program telah tercapai sepenuhnya, yaitu beberapa tahun setelah proyek ini berakhir, bila manfaat dan dampak yang diharapkan dari program telah terealisasi sepenuhnya. Monitoring dan evaluasi partisipasoris merupakan alat untuk belajar dari pengalaman, dari keberhasilan kegagalan, untuk kemudian melakukan yang lebih baik di masa datang. Partisipasi dalam monitoring dan evaluasi mempunyai dua tujuan: (a) merupakan alat manajemen yang dapat membantu orang meningkatkan efisiensi dan efektivitasnya, (b) merupakan proses pendidikan dimana para partisipan meningkatkan kesadaran dan pemahaman akan faktor-faktor yang mempengaruhi situasi mereka, dan dengan demikian meningkatkan kontrol mereka terhadap proses pembangunan (Mikkelsen, 1999). Prosedur monitoring dan evaluasi dapat dilihat sebagai proses dalam suatu sistem yang mengijinkan pemakai secara berkesinambungan berbagi dalam menilai kemajuan mereka sendiri dan secara periodik mengevaluasi proses itu untuk mengambil pelajaran dari kesalahan. Partisipasi sejati dalam monitoring dan evaluasi mensyaratkan bahwa para peserta terlibat dalam tahap-tahap sebelumnya, yaitu dalam pembuatan perencanaan dan keputusan dalam proses pelaksanaan serta dalam berbagai manfaat. 2.4. Hasil Kajian Terdahulu Kajian mengenai dana bergulir pernah dilakukan oleh Goma (2004) melakukan kajian mengenai ”Pengembangan Kredit Dana Bergulir dalam Memberdayakan Ekonomi Masyarakat (Kasus Kelurahan Tegal Rejo Kecamatan Poso Kota Kabupaten Poso Propinsi Sulawesi Tengah)”, menyatakan bahwa pengelolaan program kredit dana bergulir yang dilaksanakan di Kelurahan Tegal
20
Rejo belum sepenuhnya memperhatikan prinsip-prinsip partisipatif, kemandirian, keterpaduan, keberlanjutan, maupun pemberdayaan. Hal ini tercermin dari hasil evaluasi keragaan program dimaksud seperti masih kurangnya pelibatan masyarakat pada setiap tahapan pengelolaan program, kurangnya koordinasi antar instansi, kurangnya memberikan kesempatan, pengetahuan dan ketrampilan kepada masyarakat untuk meningkatkan kapasitas atau kemampuannya. Kajian dilakukan dengan metode analisis deskriptif. Sedangkan penyusunan program dilakukan dengan menggunakan metode PRA (Participatory Rural Appraisal). Untuk memperbaiki performa pelaksanaan program kredit dana bergulir di Kelurahan Tegal Rejo ke depan maka secara partisipatif telah disusun rancangan kegiatan yang perlu dilakukan adalah : (1) penyusunan program secara partisipatif ; (2) perumusan mekanisme perguliran secara terpadu dan partisipatif ; (3) sosialisasi dan penyiapan kelompok masyarakat secara intensif ; (4) survey dan perhitungan kesesuaian jumlah pinjaman dengan pengembangan usaha ; (5) membuat dan menandatangani secara bersama-sama kontrak perjanjian ; (6) penempatan pendamping di lokasi sesuai kontrak ; (7) pembinaan dan monitoring secara berkelanjutan dengan melibatkan pemimpin (baik formal maupun informal) yang ada di desa. Saidi (2003) melakukan kajian yang berjudul ”Strategi Peningkatan Efektivitas Penyaluran Dana Usaha Desa/Kelurahan Untuk Penanggulangan Kemiskinan (Kajian di Kota Pekanbaru Provinsi Riau)”. Hasil kajian menunjukkan bahwa pinjaman modal usaha dari Dana Usaha Desa/kelurahan efektif dalam menanggulangai kemiskinan. Pendapatan bersih keluarga miskin yang mendapat pinjaman modal usaha dari Dana Usaha Desa meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan pendapatan bersih sebelum mendapatkan pinjaman modal usaha. Selain itu lebih dari dua pertiga keluarga miskin yang mendapatkan pinjaman modal usaha produktivitas usahanya meningkat. Metode analisis yang digunakan dalam kajiannya adalah metode analisis deskriptif. Sedangkan strategi utama untuk meningkatkan efektifitas penyaluran Dana Usaha Desa adalah meningkatkan jumlah Desa/kelurahan sasaran program, menjalin kerjasama dengan pihak ketiga untuk pendanaan, peningkatan sosialisasi program kepada masyarakat luas dan memberikan pelatihan.training kepada pengelola UED/K-SP.
21
Solihin
(2005)
melakukan
kajian
mengenai
”Evaluasi
Proyek
Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat (Kelurahan Abadijaya, Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok, Propinsi Jawa Barat). Kajian tersebut memaparkan hasil evaluasi terhadap pelaksanaan dan permasalahan program pemberdayaan masyarakat khususnya program P2KP di Kelurahan Abadijaya yaitu pada aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Hasil kajian pada aspek ekonomi menunjukkan bahwa dimana keerbatasan modal, rendahnya pendapatan masyarakat, kurangnya aset produksi dan tabungan menyebabkan masyarakat tidak berdaya dalam meningkatkan ekonomi rumah tangganya. Metode pengolahan dan analisis data menggunakan metode deskriptif kualitatif dan metode kuantitatif menggunakan tabulasi data. Hasil kajian pada aspek ekonomi dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan modal dan peningkatan pendapatan. Untuk penambahan aset tidak terjadi perubahan yang signifikan. Sedangkan dalam hal menabung terjadi perubahan yagn mencolok dimana yang sebelumnya tidak bisa menabung menjadi bisa menabung setiap harinya. Sedangkan rekomendasi yang disampaikan dalam rangka keberlanjutan program yaitu: (1) pentingnya perencanaan, kebijakan dan pengalokasian dana yang baik dan benar; (2) monitoring dan evaluasi dalam setiap program/proyek hendaknya dilakukan secara tepat; (3) Kebijakan Pemda dalam penanggulangan kemiskinan harus berdasar pada prinsip-prinsip pengembangan masyarakat; (4) Komitmen Pemda yang telah ditungkan dalam kesepakatan bersama hendaknya dapat dijadikan pegangan dan (5) usulan kegiatan masyarakat yang telah melalui proses partisipatif hendaknya dapat diakomodasikan dalam suatu kebijakan. Hal-hal yang membedakan kajian-kajian tersebut dengan kajian ini adalah Pertama, kajian ini fokus pada dana pinjaman bergulir pada Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) dengan wilayah kajian di Kelurahan Tanjung Balai Karimun Kabupaten Karimun dan kedua adalah kajian ini telah menggunakan analisis AHP (Analytical Hierarchi Process), dimana AHP merupakan alat analisis kuantitatif yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah, keputusan-keputusan yang dihasilkan adalah angka yang nantinya akan dijelaskan dalam bentuk tulisan.
22
III. METODOLOGI KAJIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa salah satu kebijakan strategis dalam upaya penanggulangan kemiskinan adalah dengan cara memberikan motivasi dan stimulusi melalui penyuntikan dana bantuan modal usaha bergulir. Dimana kebijakan ini diharapkan memberikan dampak yang berkepanjangan serta memberikan nilai tambah pada usaha-usaha yang telah dilakukan masyarakat. Selain itu kebijakan penyuntikan dana bantuan modal usaha bergulir ini dilaksanakan mengingat peran usaha mikro, kecil dan menengah selama ini memiliki peran yang penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut paling tidak dapat dilihat dari Statistik usaha mandiri tahun 1997-2006 (Litbang Media Group) sebagai berikut: (1) 99% unit usaha (40 juta unit) di Indonesia adalah UMKM; (2) 60% Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia disumbang oleh UMKM, (3) 96% tenaga kerja Indonesia diserap oleh UMKM dan (4) 91% UMKM melakukan kegiatan ekspor. Dengan adanya intervensi berupa penyediaan kredit ataupun pinjaman bergulir yang diperuntukkan kepada kelompok masyarakat maka diharapkan akan memudahkan masyarakat mengakses dana guna keperluan modal usaha sehingga pada gilirannya kegiatan usahanya dapat berkembang dan kelompok semakin dinamis. Namun pelaksanaan program-progam yang bersifat
dana bergulir
ataupun memiliki komponen program yang bersifat dana bergulir selama ini belum menunjukkan hasil yang cukup memuaskan terutama dalam hal keberlanjutan pergulirannya. Termasuk juga kegiatan Pinjaman Bergulir Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) di Kelurahan Tanjung Balai Karimun dirasakan belum maksimal dimana tunggakan terbesar di Kabupaten Karimun terdapat pada Kelurahan ini. Sehingga diperlukan evaluasi terhadap pelaksanaan ataupun pemanfaatan dana yang telah diberikan. Terkait dengan kajian yang akan dilakukan adalah mengevaluasi program penanggulangan kemiskinan di perkotaan yang sudah dilakukan (P2KP Tahap III). Evaluasi tersebut untuk melihat dari sisi perencanaan, pelaksanaan dan output dihasilkan. Evaluasi tersebut nantinya untuk mengetahui apakah program yang
23
telah dilaksanakan itu sudah tepat. Selain itu evaluasi tersebut juga untuk melihat penyimpangan atau deviasi yang terjadi. Selanjutnya untuk penyempurnaan program, digunakan Analytichal Hierarchi Process (AHP) dari pelaksanakan dan evaluasi dana bergulir P2KP tersebut. Dari hasil evaluasi dan analisa yang dilaksanakan diharapkan menjadi bahan bagi pengambilan keputusan bagi mereka yang berwenang sehingga akan diperoleh suatu strategi bagi upaya penanggulangan kemiskinan melalui pelaksanaan dana bergulir P2KP. Secara bagan dapat dilihat pada gambar 6.
Keterbatasan modal usaha/ ketidakmampuan masyarakat miskin
Program lainnya
Pentingnya usaha mikro, kecil dan menengah bagi perekonomian Bangsa
Program Dana Bergulir P2KP
EVALUASI PROGRAM INPUT - Kelayakan Lembaga Pengelola - Kelayakan Peminjam - Pendanaan
PROSES - Pendampingan - Penggunaan Dana
OUTPUT - Keadaan Ekonomi - Perguliran Pinjaman
Strategi Penyempurnaan Program
Penanggulangan Kemiskinan Gambar 6. Diagram Alir kerangka Pemikiran Keterangan: : hal yang menjadi fokus kajian : hal yang tidak menjadi fokus kajian
24
Definisi Operasional 1. Kelayakan Lembaga Pengelola: Kondisi apabila lembaga pengelola (BKM/UPK) telah memenuhi persyaratan dan ketentuan pokok dalam kegiatan pinjaman bergulir P2KP, dilihat dari variable: terbentuk secara sah, pembuatan aturan dasar dan kriteria UPK. Terbentuk Secara Sah: apabila BKM terbentuk secara sah sesuai ketentuan P2KP dan memiliki Anggaran Dasar yang menyatakan bahwa kegiatan Pinjaman Bergulir akan dijalankan sebagai salah satu alat penanggulangan kemiskinan di wilayahnya yang dapat dikategorikan sebagai berikut: a) Baik: Apabila BKM telah memiliki Anggaran Dasar yang memuat pernyataan bahwa dana pinjaman bergulir diperuntukkan untuk kegiatan pinjaman bergulir saja dan pendapatan UPK hanya untuk membiayai operasional UPK saja. b) Jelek: Apabila BKM belum memiliki Anggaran Dasar dalam menjalankan kegiatan dana pinjaman bergulir P2KP. Pembuatan Aturan Dasar: Apabila BKM dengan persetujuan masyarakat telah membuat aturan dasar pinjaman bergulir yang memuat kriteria KSM dan anggotanya yang boleh menerima pinjaman, besar pinjaman mula-mula, besar jasa pinjaman, jangka waktu pinjaman dan sistem angsuran pinjaman serta ketentuan mengenai tanggung renteng anggota KSM yang dapat dikategorikan sebagai berikut: a) Baik: Apabila BKM dengan persetujuan stakeholder masyarakat (Ketua RT, Ketua RW, tokoh masyarakat dan relawan) telah membuat aturan dasar pinjaman bergulir. b) Sedang: Apabila BKM telah membuat aturan dasar pinjaman bergulir, namun dalam pembuatannya tidak melibatkan stakeholder dari pihak masyarakat secara keseluruhan. c) Jelek: Apabila BKM belum membuat aturan dasar pinjaman bergulir. Kriteria Unit Pengelola Keuangan (UPK): Apabila UPK yang akan mengelola Pinjaman Bergulir memenuhi kriteria minimal yaitu: telah mengikuti pelatihan (Keorganisasian, rencana usaha, pembukuan dan pengelolaan kas, PERT dan kewirausahaan), telah memahami aturan dasar pinjaman bergulir dan telah
25
memiliki uraian tugas dan tanggung jawab, telah memiliki rekening atas nama UPK dan melaksanakan sistem pembukuan yang berlaku di P2KP. Dapat dikategorikan sebagai berikut: a) Baik: Apabila UPK telah mengikuti pelatihan, memahami aturan dasar pinjaman bergulir dan memiliki uraian tugas dan tanggung jawab, telah memiliki rekening atas nama UPK dan melaksanakan sistem pembukuan yang berlaku di P2KP dengan baik. b) Sedang: Apabila UPK telah mengikuti pelatihan dan telah memiliki rekening atas nama UPK, namun belum memahami keseluruhan aturan dasar pinjaman bergulir dan belum melaksanakan sistem pembukuan yang berlaku di P2KP secara baik. c) Jelek: Apabila UPK belum mengikuti pelatihan, belum memahami aturan dasar pinjaman bergulir, tidak memiliki rekening atas nama UPK dan belum melaksanakan sistem pembukuan yang berlaku di P2KP. 2. Kelayakan Peminjam Kondisi apabila KSM Peminjam dan anggotanya sebagai calon peminjam memenuhi kriteria kelayakan yang dipersyaratkan untuk mendapat pinjaman bergulir dari UPK dilihat dari variable: Pemetaan Swadaya, Administrasi, Pelatihan, dan Keterwakilan Perempuan, Pemetaan Swadaya: Apabila anggota KSM peminjam dari KSM yang ada merupakan warga miskin yang tercantum dalam daftar Pemetaan Swadaya (PS). Dapat dikategorikan sebagai berikut: a) Baik: Apabila keseluruhan anggota KSM Peminjam dari KSM yang ada merupakan warga miskin sebagaimana tercantum dalam daftar Pemetaan Swadaya (PS). b) Sedang: Apabila minimal 60% anggota KSM Peminjam dari KSM yang ada merupakan warga miskin sebagaimana tercantum dalam daftar Pemetaan Swadaya (PS). c) Jelek: Apabila dibawah 60% anggota KSM peminjam dari KSM yang ada merupakan warga miskin sebagaimana tercantum dalam daftar Pemetaan Swadaya (PS).
26
Administrasi: adalah kriteria kelayakan yang harus dipenuhi oleh anggota KSM untuk mendapatkan pelayanan atau pinjaman dana bergulir dari segi kelengkapan administrasi antara lain: Memiliki kartu tanda penduduk (KTP) setempat, membuat analisa usaha (Informasi, keuangan dan laba/rugi usaha), membuat pernyataan kesanggupan tanggung renteng, mempunyai tabungan minimal 5% dari pinjaman yang diajukan dan belum pernah mendapat pelayanan dari lembaga keuangan yang ada. Dapat dikategorikan sebagai berikut: a) Baik:
apabila
anggotanya
dalam
telah
pengajuan
mengisi
atau
proposal memenuhi
KSM/kelompok seluruh
semua
kelengkapan
administrasi sebagaimana disebutkan diatas. b) Sedang: apabila dalam pengajuan proposal KSM/kelompok minimal 60% dari total anggotanya telah mengisi atau memenuhi seluruh persyaratan administrasi sebagaimana disebutkan diatas. c) Jelek: apabila dalam pengajuan proposal KSM/Kelompok, dibawah 60% dari total anggotanya yang mengisi atau memenuhi seluruh persyaratan adminsitrasi sebagaimana disebutkan diatas. Pelatihan: adalah keikutsertaan anggota KSM dalam mengikuti pembekalan tentang pembukuan KSM, pinjaman bergulir (persyaratan pinjaman, skim pinjaman, tanggung renteng, dan tahapan peminjaman), Pengelolaan Ekonomi Rumah Tangga (PERT), dan kewirausahaan. Dapat dikategorikan sebagai berikut: a) Baik: Apabila seluruh anggota KSM mengikuti pembekalan tentang pembukuan KSM, pinjaman bergulir (persyaratan pinjaman, skim pinjaman, tanggung renteng, dan tahapan peminjaman), Pengelolaan Ekonomi Rumah Tangga (PERT), dan kewirausahaan. b) Sedang: Apabila walaupun tidak seluruh anggota KSM mengikuti pembekalan sebagaimana disebutkan diatas, namun dari KSM memiliki keterwakilan minimal satu orang (baik ketua maupun anggota) mengikuti pelatihan/pembekalan dimaksud. c) Jelek: Apabila tidak ada satupun dari anggota KSM yang mengikuti atau mewakili untuk mengikuti pelaihan/pembekalan dimaksud.
27
Keanggotaan Perempuan: adalah persyaratan minimal yang harus dari setiap KSM untuk menempatkan perempuan dalam keanggotaan di KSM tersebut. Dapat dikategorikan sebagai berikut: a) Baik: apabila anggota KSM minimal 30% perempuan. b) Jelek: apabila anggota KSM dibawah 30% perempuan. 3. Pendanaan Sejumlah dana yang diterima kelurahan untuk melaksanakan kegiatan pinjaman bergulir P2KP yang dapat dilihat dari variable: Jumlah Dana dan Sumber Dana. Jumlah Dana: adalah besarnya dana Pinjaman Bergulir yang diterima masyarakat dalam Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang ada dalam satu kelurahan yang dapat dikategorikan sebagai berikut: a) Kecil: bila dana pinjaman bergulir yang diterima masyarakat < 200 juta b) Sedang: bila dana pinjaman bergulir yang diterima masyarakat 201 juta s/d < 300 juta c) Besar: bila dana pinjaman bergulir yang diterima masyarakat > 300 juta. Sumber Dana: Sumber atau asal kegiatan pinjaman bergulir P2KP. Dapat dikategorikan sebagai berikut: a) Sumber dana utama: Apabila sumber atau asal dana pinjaman bergulir hanya berasal dari Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) yang merupakan sumber dana utama. b) Sumber Lain: Apabila sumber atau asal dana pinjaman bergulir selain dari dana BLM sebagai sumber dana utama, juga berasal dari APBD, dari pihak swasta, swadaya masyarakat dan dari sumber lainnya. 4. Pendampingan Merupakan kegiatan yang dilakukan oleh lembaga/badan yang telah dibentuk/ditunjuk agar terjadinya perubahan perilaku/sikap, memperkuat kemampuan dan upaya lainnya yang mengarah kepada kemandirian anggota KSM dalam pengelolaan dana pinjaman bergulir dengan variable: Pengelola lokal dan Fasilitator Kelurahan.
28
Pengelola Lokal: adalah kemampuan pengelola lokal (BKM/UPK) dalam melaksanakan kegiatan pendampingan sesuai dengan tugas dan fungsinya. Dapat dikategorikan sebagai berikut: a) Baik: apabila anggota KSM mengetahui keberadaan pengelola lokal dan keberadaannya sangat membantu penyelesaian masalah atau kesulitan yang dialami. b) Sedang: apabila anggota KSM mengetahui keberadaan pengelola lokal, namun keberadaannya belum terlalu membantu penyelesaian masalah atau kesulitan yang dialami. c) Jelek: apabila anggota KSM tidak mengetahui keberadaan pengelola lokal dan keberadaannya tidak membantu dalam penyelesaian masalah atau kesulitan yang dialami. Fasilititor Kelurahan: adalah kemampuan Fasilitator Kelurahan dalam melaksanakan kegiatan pendampingan sesuai dengan tugas dan fungsinya yang dapat diaktegorikan sebagai berikut: a) Baik: apabila anggota KSM mengetahui keberadaan Fasilitator Kelurahan dan keberadaannya sangat membantu penyelesaian masalah atau kesulitan yang dialami. b) Sedang: apabila anggota KSM mengetahui keberadaan Fasilitator Kelurahan, namun keberadaannya belum terlalu membantu penyelesaian masalah atau kesulitan yang dialami. c) Jelek: apabila anggota KSM tidak mengetahui keberadaan Fasilitator Kelurahan dan keberadaannya tidak membantu dalam penyelesaian masalah atau kesulitan yang dialami. 5. Penggunaan Dana Adalah kegiatan yang dilakukan oleh anggota KSM dalam menggunakan dana yang telah diberikan sampai dengan batas waktu pengembalian (10 bulan setelah mendapatkan pinjaman) dengan variable: Jenis Usaha dan Tingkat Pengembalian. Jenis Usaha: Kegiatan usaha yang dijalankan oleh masyarakat dalam menggunakan dana yang telah diberikan, baik usaha tersebut sudah berjalan
29
sebelum mendapakan pinjaman maupun baru berjalan setelah mendapatkan pinjaman dengan pengelompokan sebagai berikut: a) Warung: kegiatan usaha yang menjual sembako ataupun kelontong; b) Makanan: kegiatan usaha dengan menjual makanan baik yang dijual di depan rumah maupun dijajakan secara bekeliling. Adapun kategori usaha yang dijalankan yaitu jualan kue, jualan gorengan, jualan bakso keliling, jualan nasi, jualan mie atau siomay, jualan tempe, jualan es cendol, jualan buah/rujak, jualan kerupuk, katering dan jualan jamu; c) Non-Makanan: kegiatan usaha yang dijalankan bukan dalam bentuk makanan ataupun warung. Adapun usaha yang dijalankan antara lain kios bensin, pakaian bekas/rombengan, usaha M-Kios atau jualan Pulsa/voucer, ternak ayam, ternak lele, pembuatan batako, jual TV bekas, bengkel, menjahit dan reparasi. Tingkat Pengembalian: adalah tingkatan KSM dalam mengembalikan dana yang telah dipinjamkan sampai dengan jatuh tempo pembayaran (10 bulan setelah mendapatkan pinjaman). Dapat dikategorikan sebagai berikut: a) Pinjaman Lancar: KSM dengan pengembalian lancar atau membayar pinjaman keseluruhan sampai dengan jatuh tempo. b) Menunggak > 3 bln/kali angsuran: KSM dengan tunggakan pengembalian 3 bulan angsuran atau lebih dari 3 bulan angsuran. c) Menunggak < 3 bln/kali angsuran: KSM dengan tunggakan pengembalian dibawah 3 bulan angsuran. 6. Keadaan Ekonomi Adalah suatu kondisi dimana tercapainya tujuan umum program ini dimana ekonomi dari golongan miskin semakin meningkat yang dilihat dari variable: peningkatan modal, penambahan aset kepemilikan, dan peningkatan pendapatan. Peningkatan Modal: adalah kondisi terjadinya penambahan uang yang dapat digunakan untuk menambah penjualan atau omzet usahanya. Dapat dikategorikan sebagai berikut:
30
a) Baik: apabila terjadinya peningkatan modal setelah mendapatkan pinjaman lebih dari 20% per hari atau per bulan dibandingkan dengan sebelum mendapatkan pinjaman. b) Sedang: apabila terjadinya peningkatan modal setelah mendapatkan pinjaman kurang dari 20% per hari atau per bulan dibandingkan dengan sebelum mendapatkan pinjaman. c) Jelek: apabila tidak terjadinya peningkatan modal sama sekali atau menurun bila dibandingkan dengan sebelum mendapatkan pinjaman. Penambahan aset kepemilikan: Bertambahnya barang yang bisa diuangkan dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dapat dikategorikan sebagai berikut: a) Meningkat: apabila terjadinya penambahan aset produktif maupun aset rumah tangga berupa barang bergerak dan tidak bergerak b) Tetap: apabila tidak ada perubahan aset produktif maupun aset rumah tangga berupa barang bergerak dan tidak bergerak. c) Menurun: apabila terjadinya penurunan aset produktif maupun aset rumah tangga berupa barang bergerak dan tidak bergerak. Peningkatan pendapatan: adalah penambahan jumlah pemasukan rata-rata per hari atau perbulan dengan kategori sebagai berikut: a) Baik: apabila terjadinya peningkatan pendapatan lebih dari 20% bila dibandingkan dengan sebelum mendapatkan pinjaman. b) Sedang: apabila terjadinya peningkatan pendapatan setelah mendapatkan pinjaman
kurang
dari
20%
bila
dibandingkan
dengan
sebelum
mendapatkan pinjaman. c) Jelek: apabila tidak terjadinya peningkatan pendapatan sama sekali bila dibandingkan dengan sebelum mendapatkan pinjaman. 7. Perguliran pinjaman Adalah kondisi ataupun kegiatan yang dilakukan dalam rangka terjadinya perguliran atau peminjaman kembali baik kepada warga miskin yang telah mendapatkan maupun yang belum mendapatkan pinjaman dengan variable sebagai berikut: Jumlah Peminjam dan Penagihan.
31
Jumlah Peminjam: adalah jumlah anggota KSM yang mendapatkan pinjaman kembali (berulang) dengan variable sebagai berikut: a) Baik: apabila jumlah anggota KSM yang mendapatkan pinjaman kembali (berulang) lebih dari 40%. b) Jelek: apabila jumlah anggota KSM yang mendapatkan pinjaman kembali (berulang) kurang dari 40%. Penagihan: adalah kegiatan yang dilakukan untuk menagih dana dari penunggak dalam upaya untuk tetap terjaganya perguliran dana tersebut. Dapat dikategorikan sebagai berikut: a) Baik: apabila telah terbentuk tim kecil penagihan dan tim tersebut telah melakukan upaya penagihan secara rutin kepada para penunggak. b) Sedang: apabila belum terbentuk tim kecil penagihan namun UPK secara rutin atau aktif melakukan penagihan kepada para penunggak. c) Jelek: apabila belum terbentuk tim kecil penagihan dan UPK tidak secara rutin atau aktif melakukan penagihan kepada para penunggak.
3.2. Lokasi dan Waktu Kajian Kajian ini dilaksanakan pada lingkup Kelurahan tepatnya di Kelurahan Tanjung Balai Karimun, Kecamatan Karimun, Kabupaten Karimun. Pemilihan
lokasi
penelitian
secara
sengaja
(purposive)
dengan
mempertimbangkan merupakan salah satu Kelurahan yang memiliki kendala terbesar dalam pengembalian pinjaman. Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan Bulan Januari 2009. 3.3. Metode Kajian 3.3.1. Penelitian/Studi Kasus Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa untuk Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) Tahap I telah disalurkan dana pinjaman bergulir sebesar Rp. 1.053.500.000 kepada 8 kelurahan sasaran di Kabupaten Karimun yang meliputi 3 kecamatan di Pulau Karimun. Selanjutnya dari 8 Kelurahan tersebut disalurkan kepada 376 KSM dengan total peminjam sebanyak 2147 orang sebagaimana pada tabel 4 dibawah ini.
32
Tabel 4. Penyaluran BLM Tahap Pertama di Kabupaten Karimun No 1.
Kecamatan Karimun
Kelurahan/Desa Tg. Balai Karimun Teluk Air Parit Tulang 2. Tebing Pamak Harjosari 3. Meral Meral Kota Baran Total Sumber: Koordinator Kota (diolah)
Jumlah KSM 76 29 56 35 17 54 89 20 376
Jumlah Peminjam 434 166 320 200 97 308 508 114 2.147
Mengingat cakupan yang luas, besarnya jumlah pemanfaat/peminjam dana bergulir, waktu dan tenaga yang terbatas maka kajian ini menggunakan penelitian/studi kasus. Dimana penelitian kasus adalah suatu penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam terhadap suatu organisasi, lembaga atau gejala tertentu. Ditinjau dari wilayahnya, maka penelitian kasus hanya meliputi daerah atau subjek yang sangat sempit. Tetapi ditinjau dari sifat penelitian, penelitian kasus lebih mendalam (Arikunto,1997). Penentuan Kelurahan Tanjung Balai Karimun dengan pertimbangan sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya karena tunggakan terbesar pada penyaluran BLM Tahap I adalah Kelurahan Tanjung Balai Karimun. Sehingga dengan kajian pada ruang lingkup Kelurahan ini diharapkan bisa lebih mendalami terhadap permasalahan yang terjadi dan menjadi masukan bagi penyempurnaan program di masa yang akan datang. 3.3.2. Penentuan Responden Responden yang berasal dari peminjam ditentukan melalui pengambilan sampel dari populasi yaitu masyarakat miskin penerima dana pinjaman bergulir P2KP di Kelurahan Tanjung Balai Karimun sebanyak 434 orang yang berasal dari 76 Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang ada dengan menggunakan perhitungan estimasi proporsi yang rumusnya sebagai berikut, Umar (2003:141)
33
n =
____N____ 1 + N e2
Keterangan : n = Ukuran sampel N = Ukuran Populasi. Dalam penelitian ini, berarti N adalah warga Kelurahan Tanjung Balai Karimun peminjam Dana Bergulir P2KP E = Kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang dapat ditolerir, dalam kajian ini penulis memakai kelonggaran ketelitian sebesar 14% sehingga n diperoleh sebesar :
n = _______434_______
= 46
1 + 434 (0.14)2 Selanjutnya 46 orang responden ini ditentukan secara acak dengan menggunakan Random Sampling. Dalam teknik ini, peneliti mengambil sampelnya dengan ”mencampur” subjek-subjek dalam populasi sehingga subjeksubjek dalam populasi dianggap sama. Dengan demikian maka peneliti memberi hak yang sama kepada setiap subjek untuk memperoleh kesempatan (chance) dipilih menjadi sampel. Oleh karena hak setiap subjek sama, maka penelitian terlepas dari perasaan ingin mengistimewakan satu atau beberapa subjek untuk dijadikan sampel (Arikunto,1997). Sedangkan responden diluar peminjam (responden ahli) dilakukan dengan metode Purposive Sampling, yaitu metode pengambilan contoh responden tidak secara acak tetapi pemilihan secara sengaja dengan pertimbangan baik individu atau lembaga sebagai responden yang mengerti permasalahan yang terjadi dan memiliki pengaruh dalam pengambilan kebijakan baik langsung maupun tidak langsung pada pelaksanaan kebijakan atau memberi masukan kepada para pengambil kebijakan yaitu: Pengurus BKM/UPK, Fasilitator Kelurahan, Lurah Pejabat Operasional Kegiatan (PJOK) dan Kabid Pemberdayaan Masyarakat BKPMD dan Kesbang. Adapun komposisi dari responden secara lengkap sebagaimana tabel 5 dibawah ini:
34
Tabel 5. Komposisi Responden Peminjam dan Responden Ahli No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Responden Peminjam BKM
Jabatan Anggota KSM Ketua UPK Aparat Kelurahan Lurah Fasilitator Kelurahan Konsultan P2KP PJOK Pendamping P2KP Kabid Pemberdayaan Anggota Masyarakat BKPMD dan Penanggung Jawab Kesbang P2KP TOTAL
Jumlah 46 1 2 1 1 1 1
53
3.3.3. Metode Pengumpulan Data Pemilihan
dan
penentuan
pengumpulan
data
berdasarkan
pada
permasalahan yang diteliti, dan hipotesa yang hendak diuji kebenarannya. Dalam kajian ini pengumpulan data diperoleh dari: a. Data Primer, yaitu data yang dikumpulkan dari tangan pertama, atau dapat dikatakan data primer merupakan pendapat-pendapat yang sifatnya subjektif dari responden dan disampaikan langsung. Pengumpulan data dilakukan melalui Observasi Lapangan (field Observation), wawancara (Interview) dan pengisian daftar pertanyaan (kuisioner) yang dilakukan pihak-pihak terkait atau stakeholder yang telah ditetapkan sebagai responden. b. Data Sekunder, yaitu data-data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi untuk melengkapi data primer. Dalam hal ini data yang digunakan adalah arsip atau dokumen didapat dari BKM Sejahtera, Koordinator Kota P2KP Kabupaten Karimun, Kantor Lurah Tanjung Balai Karimun, dan Badan Kependudukan dan Catatan Sipil. Sedangkan data yang dikumpulkan berdasarkan tujuan dan jenis data adalah sebagaimana pada tabel 6 dibawah ini.
35
Tabel 6. Tujuan Kajian, Jenis data, dan Sumber Data No
Tujuan Kajian
1.
Mengevaluasi persiapan (Input) pemanfaaan dana pinjaman bergulir P2KP di Kelurahan Tanjung Balai Karimun; Mengevaluasi pelaksanaan (Proses) pemanfaatan dana pinjaman bergulir P2KP di Kelurahan Tanjung Balai Karimun;
2.
3.
4.
Jenis Data a. Kelayakan Lembaga Pengelola b. Kelayakan Peminjam c. Pendanaan a. Pendampingan b. Penggunaan Dana
Mengevaluasi Dampak a. Keadaan Ekonomi (Output) pemanfaaan dana b. Perguliran Peminjam pinjaman bergulir P2KP di Kelurahan Tanjung Balai Karimun; Menganalisis strategi baru Kuesioner AHP bagi penyempurnaan pemanfaatan dana pinjaman bergulir P2KP di Kelurahan Tanjung Balai Karimun.
Sumber Data Faskel, Lurah, PJOK, BKM, Kabid BKPMD, Faskel dan BKM/UPK Faskel, Lurah, PJOK, BKM, Kabid BKPMD. Anggota KSM (Peminjam) Anggota KSM (Peminjam) Faskel, Lurah, PJOK, BKM, Kabid BKPMD. Anggota KSM (Peminjam) Faskel, Lurah, PJOK, BKM, Kabid BKPMD.
Faskel, Lurah, PJOK, BKM, Kabid BKPMD.
3.3.4. Metode Analisis Data Analisis data disajikan dengan dua metode analisis yaitu metode analisis kualitatif (deskriptif) dan kuantitatif. Metode analisis kualitatif dimaksudkan untuk memaparkan seluruh data dan informasi baik primer maupun sekunder yang berhubungan dengan obyek kajian dalam bentuk persentase dan deskriptif terkait pelaksanaan dan permasalahan program mulai dari Input, Proses dan Output. Metode analisis kuantitatif dimaksudkan untuk memaparkan data dan informasi hasil perhitungan dan olahan data observasi yang berkaitan dengan obyek kajian. Pengolahan dan analisis data pada pendekatan kuantitatif menggunakan tabulasi data yang menghasilkan tabel frekuensi dan untuk penentuan strategi penyempurnaan program menggunakan Analytichal Hierarchi Process (AHP) yang akan dijelaskan lebih lanjut.
36
Analytical Hierarchi Process (AHP) Analytical Hierarchi Process (AHP) merupakan suatu metode yang digunakan untuk membantu memecahkan masalah kualitatif yang komplek dengan memakai perhitungan kuantitatif. Melalui proses pengekspresian masalah dalam kerangka berfikir yang terorganisir, memungkinkan dilakukannya proses pengambilan keputusan secara efektif. Metode yang dikembangkan pada tahun 1970-an ini dimaksudkan untuk dapat mengorganisasikan informasi dan berbagai keputusan secara rasional (judgement) agar dapat memilih prioritas alternatif kebijakan dan sasaran. Analisa dilakukan dengan menganalisa strategi pemerintah dengan menyebarkan kuesioner AHP kepada expert dan merekapitulasi hasil pemilaian expert tersebut serta menentukan strategi yang tepat dalam upaya pemanfaatan dana bergulir P2KP. Alternatif strategi pada hirarki diperoleh melalui justifikasi alternatif-alternatif dari studi kepustakaan dan observasi yang berkaitan dengan obyek penelitian. Metode ini memiliki keunggulan tertentu kaena membantu menyederhanakan persoalan yang komplek menjadi persoalan yang berstruktur, sehingga mendorong dipercepatnya proses pengambilan keputusan terkait. Menurut Saaty (1993) prinsip kerja AHP terdiri dari delapan langkah utama sebagai berikut: (a) Mendefinisikan persoalan dan merinci pemecahan persoalan yang diinginkan. Hal yang perlu diperhatikan dalam langkah ini adalah penguasaan masalah secara mendalam, karena yang menjadi perhatian adalah pemilihan tujuan, kriteria dan elemen-elemen yang menyusun struktur hierarki. Tidak terdapat prosedur yang pasti untuk mengindentifikasikan komponen-komponen sistem, seperti tujuan, kriteria dan aktivitas-aktivitas yang akan dilibatkan dalam suatu sistem
hierarki.
Komponen-komponen
sistem
dapat
diidentifiksaikan
berdasarkan kemampuan pada analisa untuk menemukan unsur-unsur yang dapat dilibatkan dalam suatu sistem. (b) Membuat struktur hierarki dari sudut pandang manajemen secara menyeluruh. Struktur hierarki ini mempunyai bentuk yang saling berkaitan, tersusun dari sasaran utama, sub-sub tujuan, faktor-faktor pendorong yang mempengaruhi sub-sub sistem tujuan tersebut, pelaku-pelaku yang memberi dorongan, tujuan
37
–tujuan pelaku dan akhirnya ke alternatif strategis, pilihan atau skenario. Penyusunan hierarki ini berdasarkan jenis keputusan yang akan diambil. Pada tingkat puncak hierarki hanya terdiri dari satu elemen yang disebut dengan fokus, yaitu sasaran keseluruhan yang bersifat luas. Tingkat dibawahnya dapat tediri dari beberapa elemen yang dibagi dalam kelompok homogen, agar dapat dibandingkan dengan elemen-elemen yang berada pada tingkat sebelumnya. (c) Menyusun matriks banding berpasangan. Matriks banding berpasangan dimulai dari puncak hierarki yang merupakan dasar untuk melakukan pembandingan berpasangan antar elemen yang tekait yang ada dibawahnya. Pembandingan berpasangan pertama dilakukan pada elemen tingkat kedua terhadap fokus yang ada di puncak hierarki. Menurut perjanjian, suatu elemen yang ada di sebelah kiri diperiksa perihal dominasi atas yangada di sebelah kiri suatu elemen di puncak matriks. (d) Mengumpulkan semua pertimbangan yang diperlukan dari hasil melakukan perbandingan berpasangan antar elemen pada langkah tiga. Setelah itu dilakukan perbandingan berpasangan antar setiap elemen pada kolom ke-i dengan setiap elemen pada baris ke-j. Pembandingan berpasangan antar elemen tersebut dilakukan dengan pertanyaan: “Seberapa kuat elemen baris ke-i didominasi atau dipengaruhi, dipenuhi, diuntungkan oleh fokus di puncak hierarki, dibandingkan dengan kolom ke-i?”. Apabila elemen-elemen yang diperbandingkan merupakan suatu peluang atau waktu, maka pertanyaannya adalah: “Seberapa lebih mungkin suatu elemen baris ke-i dibandingkan dengan elemen kolom ke-j sehubungan dengan elemen di puncak hierarki?”. Untuk mengisi matriks banding berpasangan, digunakan skala banding yang tertera pada tabel 7. Angka-angka yang tertera menggambarkan relatif pentingnya suatu elemen dibanding dengan elemen lainnya sehubungan dengan sifat atau kriteria tertentu. Pengisian matriks hanya dilakukan untuk bagian diatas garis diagonal dari kiri ke kanan bawah. (e) Memasukkan nilai-nilai kebalikannya beserta bilangan sepanjang diagonal utama. Angka satu sampai sembilan digunakan bila F, labih mendominasi atau mempengaruhi sifat fokus puncak hierarki (X) dibandingkan dengan Fj. Sedangkan bila F, kurang mendominasi atau kurang mempengaruhi sifat X
38
dibandingkan Fj maka digunakan angka kebalikannya. Matriks di bawah garis diagonal utama diisi dengan nilai-nilai kebalikannya. Contoh: bila elemen F24 memiliki nilai tujuh, maka nilai elemen F42 adalah 1/7 Tabel 7. Nilai Skala Banding Berpasangan Intensitas Definisi Pentingnya Kedua elemen 1 pentingnya
Penjelasan sama Dua elemen menyumbang sama besar pada sifat tersebut
3
Elemen yang satu sedikit Pengalaman dan pertimbangan sedikit lebih penting daripada menyokong satu elemen atas yang lainnya. elemen yang lainnya.
5
Elemen yang satu sangat Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat penting daripada elemen menyokong satu elemen atas atas yang lainnya. yang lainnya
7
Satu elemen jelas lebih Satu elemen dengan kuat disokong dan penting daripada elemen dominasinya telah terlihat dalam praktek. yang lainnya
9
Satu elemen mutlak lebih Bukti yang menyokong elemen yang satu penting daripada elemen atas yang lainnya memiliki tingkat penegasan yang tertinggi yang mungkin yang lainnya. menguatkan.
Nilai-nilai diantara dua Kompromi diperlukan di antara dua pertimbangan yang pertimbangan berdekatan Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka (x) jika dibandingkan dengan aktivitas j, maka memiliki nilai kebalikannya (1/x) Sumber: Saaty (1993) 2,4,6,8
(f) Melaksanakan langkah tiga, empat dan lima, untuk semua tingkat dan gugusan dalam hierarki tersebut. Pembandingan dilanjutkan untuk semua elemen pada setiap tingkat keputusan yang terdapat pada hierarki, terkait dengan kriteria elemen di atasnya. Pada metode AHP terdapat matriks berpasangan yang dibedakan menjadi: (1) Matriks pendapat Individu (MPI) dan (2) Matriks Pendapat Gabungan (MPG). MPI adalah matriks hasil pembandingan yang dilakukan individu. MPI memiliki elemen yang disimbolkan dengan a, yaitu elemen matriks pada baris ke-i dan kolom ke-j. Matriks pendapat individu dapat dilihat pada Tabel 8.
39
Tabel 8. Matriks Pendapat Individu X A1 A2 Ai ........... An
A1 a11 a21 a31 ........... an1
A2 a12 a22 a32 ........... an2
Aj a1j a2j a3j ........... anj
.................. ........... ........... ........... ........... ...........
An a1n a2n a3n ........... ann
Sumber: Saaty (1993) Keterangan: X : Kriteria sebagai dasar pembanding Ai, Aj : elemen-elemen pembanding ai, aj : angka pembanding elemen baris ke-i terhadap elemen kolom ke-j yang diperoleh dengan menggunakan skala berbanding berpasangan
Sedangkan yang dimaksud dengan Matriks Pendapat Gabungan (MPG) adalah susunan matriks baru yang elemen (gij) berasal dari rata-rata geometrik pendapat-pendapat individu yang rasio inkonsistensinya lebih kecil atau sama dengan sepuluh persen dan setiap elemen pada baris dan kolom yang sama dari MPI yang satu dengan MPI yang lain tidak terjadi konflik. Persyaratan MPG yang bebas dari konflik adalah: (1) Pendapat masing-masing individu pada baris dan kolom yang sama memiliki selisih kurang dari empat satuan antara nilai pendapat individu yang tertinggi dengan nilai yang terendah. (2) Tidak terdapat angka kebalikan (resiplokal) pada baris dan kolom yang sama. MPG dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Matriks Pendapat Gabungan X
A1
A2
Aj
..................
An
G1 G2 Gi ........... Gn
g11 g21 g31 ........... gn1
g12 g22 g32 ........... gn2
g1j g2j g3j ........... gnj
........... ........... ........... ........... ...........
g1n g2n g3n ........... gnn
Sumber: Saaty (1993)
Rumus matematika yang digunakan untuk memperoleh rata-rata geometrik m
adalah: g ij = m π (aij )k k =1
40
dimana,
gij
= elemen MPG baris ke-i kolom ke-j
(aij )k = elemen baris ke-i kolom ke-j dari MPI ke-k = jumlah MPI yang memenuhi persyaratan
m m
π
= perkalian dari elemen k = 1 sampai k = m
m
= akar pangkat m
k =1
(g) Mensintesis prioritas untuk melakukan pembobotan vektor-vektor prioritas. Menggunakan komposisi secara hierarki untuk membobotkan vektor-vektor prioritas itu dengan bobot kriteria-kriteria dan menjumlahkan semua nilai prioritas terbobot yang bersangkutan dengan nilai prioritas dari tingkat bawah berikut dan seterusnya. Terdapat dua tahap pengolahan matriks pendapat, yaitu (1) pengolahan horisontal dan (2) pengolahan certikal. Kedua jenis pengolahan tersebut dapat dilakukan untuk MPI dan MPG. Pemgolahan vertikal dilakukan setelah MPI dan MPG diolah secara horisontal, dimana MPI dan MPG harus memenuhi persyaratan inkonsestensi. a. Pengolahan Horisontal, terdiri dari tiga bagian, yaitu penentuan Vektor Prioritas (Vector Eigen), uji konsistensi dan revisi MPI dan MPG yang memiliki Rasio Inkonsistensi tinggi. Tahapan perhitungan yangdilakukan pada pengolahan horisonal ini adalah:
(1) Perkalian baris (Z) dengan rumus : n
π aij
Zi =
k =1
(i,j = 1, 2,3, ... n)
(2) Perhitungan Vektor Prioritas (VP) atau Eigenvektor adalah : n
n
VPi =
π aij
k =1 n
∑ i =1
n
n
VP = (Vpi), untuk i = 1, 2, 3, ... n)
π aij
k =1
(3) Perhitungan Nilai Eigen Maks (Maks) dengan rumus : VA = (aij ) × Vp
dengan VA = (vai)
VB = VA VP
dengan VB = (vbi)
41
λ maks =
1 n ∑ vbi n i =k
untuk i = 1, 2, 3, ... n
(4) Perhitungan Indeks Konsistensi (CPI) dengan rumus : CI =
λ maks − n n −1
(5) Perhitungan Rasio Inkonsistensi (CI) adalah : CR = CI RI
Menurut Saaty (1993), nilai rasio inkonsistensi (CR) yang lebih kecil atau sama dengan 0,1 merupakan nilai yang mempunyai tingkat konsistensi yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini dikarenakan CR merupakan tolak ukur bagi konsistensi atau tidaknya suatu hasil perbandingan berpasangan dalam suatu matriks pendapat. Tabel 10. Daftar Nilai Random Indeks Ordo Matriks (n) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Sumber: Saaty (1993)
Indeks Random (RI) 0 0 0,5 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,19 1,51 1,48 1,56 1,57 1,59
b. Pengolahan Vertikal, yaitu menyusun prioritas pengaruh setiap elemen pada tingkat hierarki keputusan tertentu terhadap sasaran utama atau fokus. Apabila
CVij didefinisikan sebagai nilai prioritas pengaruh elemen ke-j pada tingkat ke-i terhadap sasaran utama, maka: CVij = ∑ CH ij (t ; i − 1) × VWt (a − 1)
42
Untuk ; i = 1, 2, 3, ... n; j = 1, 2, 3, ... n; t = 1, 2, 3, ... n di mana : CH ij (t ; i − 1) = nilai prioritas elemen ke-i terhadap elemen ke-t pada tingkat di VWt (i − 1) P r s
atasnya (i-1), yang diperoleh dari hasil pengolahan horisontal = nilai prioritas pengaruh elemen ke-t pada tingkat ke (i-t) terhadap sasaran utama, yang diperoleh dari hasil perhitungan horisontal = jumlah tingkat hierarki keputusan = jumlah elemen yang ada pada tingkat ke-i = jumlah elemen yang ada pada tingkat ke (i-t)
c. Mengevaluasi inkonsistensi untuk seluruh hierarki. Pada pengisian judgement pada tahap MBB (Matriks Banding Berpasangan) terdapat kemungkinan terjadinya pemyimpangan dalam membandingkan elemen satu dengan elemen yang lainnya, sehingga diperlukan suatu uji konsistensi. Dalam AHP penyimpangan dperbolehkan dengan toleransi Rasio Inskonsistensi dibawah sepuluh persen. Langkah ini dilakukan dengan mengalikan setiap indeks konsistensi dengan prioritas-prioritas kriteria yang bersangkutan dan menjumlahkan hasil kalinya. Hasil ini dibagi dengan pernyataan sejenis yang menggunakan indeks konsistensi acak, yang sesuai dengan dimensi masingmasing matriks. Untuk memperoleh hasil yang baik, rasio inkonsisten pemilahan responden untuk analisis AHP dilakukan dengan metode Purposive Sampling, yaitu metode pengambilan contoh responden tidak secara acak tetapi pemilihan secara sengaja dengan pertimbangan baik individu atau lembaga sebagai responden yang mengerti permasalahan yang terjadi dan memiliki pengaruh dalam pengambilan kebijakan langsung maupun tidak langsung pada pelaksanaan kebijakan atau memberi masukan kepada para pengambil kebijakan. Untuk melakukan pengolahan data dengan metode AHP dibutuhkan sistem-sistem hirarki keputusan yang berkaitan dengan masalah kajian. Berdasarkan hasil pengamatan dan informasi di lapangan serta studi literatur dapat disajikan
dengan
hirarki
kepentingan
dan
strategi
terhadap
Srategi
penyempurnaan pelaksanaan Dana Pinjaman Bergulir P2KP di Kelurahan Tanjung Balai Karimun Kabupaten Karimun disajikan pada gambar 7.
43
Berdasarkan gambar tersebut, sistem hirarki keputusan memiliki bentuk yang saling terkait. Struktur hirarki ini terdiri dari empat level sebagai berikut: 1. Level pertama merupakan tujuan dari dilakukannya proses hierarki analisis yaitu penyempurnaan pemanfaatan Dana Pinjaman Bergulir P2KP. Tujuan ini ditetapkan terkait dengan identifikasi di lapangan, yaitu bahwa dalam penyaluran dan pemanfaatan dana bergulir P2KP belum maksimal. Khususnya di Kelurahan Tanjung Balai Karimun tingkat tunggakannya merupakan tertinggi di Kabupaten Karimun sehingga keberlanjutan dana pinjaman bergulir tidak maksimal. Sehingga hasil kajian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk Pemerintah Daerah. 2. Level kedua yaitu penentuan Aspek yang berkaitan dengan evaluasi pelaksanaan Dana Pinjaman Begulir P2KP. Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa deviasi atau penyimpangan pada hasil sementara ataupun hasil akhir (output) dari suatu program tidak terlepas dari penyimpangan yang terjadi pada tahapan perencanaan ataupun Input program maupun pada proses pelaksanaan suatu program. Sehingga dari hal tersebut dalam penentuan aspek yang berperan disimpulkan yaitu: a. Aspek Persiapan (Input). Penentuan aspek ini didasarkan pada evaluasi terhadap persiapan ataupun rangkaian kegiatan yang dilaksanakan sebelum penyaluran ataupun penyerahan dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) P2KP berupa dana pinjaman bergulir. b. Aspek Pelaksanaan (Proses). Penentuan aspek ini didasarkan pada evaluasi terhadap pelaksanaan ataupun kegiatan setelah penyaluran dana pinjaman bergulir P2KP kepada masyarakat yang tergabung dalam anggota KSM sebagai peminjam. c. Aspek Dampak (Output). Penentuan aspek ini didasarkan kepada evaluasi terhadap hasil atau dampak ekonomi yang diperoleh dari penyaluran dana pinjaman bergulir P2KP terhadap masyarakat miskin yang mendapatkan pinjaman dimaksud serta didasarkan pada evaluasi kegiatan atau upaya yang dilakukan dalam rangka keberlanjutan program. 3. Level ketiga merupakan kriteria-kriteria dari aspek penyelenggaraan ataupun pemanfaatan Dana Pinjaman Bergulir P2KP pada level kedua, yaitu:
44
a. Kriteria kelayakan lembaga pengelola, penentuan kriteria ini didasarkan pada ketentuan atau persyaratan yang harus dipenuhi oleh BKM/UPK untuk dapat mengelola dana pinjaman bergulir P2KP. b. Kriteria kelayakan peminjam, penentuan kriteria ini didasarkan pada ketentuan atau persyaratan yang harus dipenuhi oleh masyarakat yang tergabung didalam KSM untuk mendapatkan pelayanan atau pinjaman dana bergulir P2KP. c. Kriteria
pendanaan,
penentuan
kriteria
ini
didasarkan
pada
diperbolehkannya sumber dana yang berasal dari selain sumber dana utama yaitu Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Sedangkan untuk dana pinjaman bergulir P2KP di Kelurahan Tanjung Balai Karimun hanya berasal dari BLM dimaksud. d. Kriteria pendampingan, penentuan kriteria ini didasarkan pada pentingnya aspek ini dalam upaya untuk memandirikan masyarakat dalam melakukan kegiatan usahanya, baik kemandirian individu maupun kemandirian kelompok. e. Kriteria penggunaan dana, penentuan kriteria ini didasarkan pada pentingnya evaluasi terhadap kegiatan usaha yang dilakukan masyarakat dala
memanfaatkan
dana
yang
diperolehnya
dan
bagaimanakah
pengembalian dana atau angsuran yang terlaksana. f. Kriteria keadaan ekonomi, penentuan kriteria ini didasarkan kepada tujuan yang ingin dicapai dari program ini yaitu keadaan ekonomi masyarakat golongan miskin semakin meningkat. g. Kriteria Perguliran pinjaman, penentuan kriteria ini didasarkan kepada pentingnya aspek ini dalam kerangka keberlanjutan program. Dimana perguliran atau perputaran dana dapat berjalan kepada peminjam lama yang telah melunasi pembayarannya maupun kepada msyarakat miskin yang belum mendapatkan pinjaman. 4. Level keempat merupakan alternatif strategi bagi penyempurnaan atau peningkatan pemanfaatan dana bergulir P2KP di Kelurahan Tanjung Balai Karimun yang terdiri dari:
45
a. Pelatihan/training secara berkala bagi pengelola lokal. Pelatihan kepada pengelola lokal dalam hal ini kepada Unit Pengelola Keuangan (UPK) yang berada dibawah BKM sangat diperlukan mengingat SDM yang ada belum memadai. Pelatihan ini diperlukan agar keberlanjutan program tetap terjaga. Dimana setelah kontrak konsultan (dalam hal ini Korkot) berakhir, UPK yang ada tetap bisa melaksanakan program ini secara mandiri. Baik secara kelembagaan, administrasi umum maupun administrasi keuangan. b. Revisi Pemetaan Swadaya. Pelaksanaan revisi terhadap pemetaan swadaya yang ada diperlukan karena dari hasil evaluasi banyak dari peminjam yang tidak terdaftar atau tercantum dalam pemetaan swadaya sebagaimana ketentuan yang berlaku. Selain itu revisi ini dilakukan unuk menghindari masyarakat yang tidak berhak atau bukan kelompok sasaran mendapatkan dana pinjaman dimaksud. c. Sosialisasi program kepada pihak ketiga (Bank maupun non-Bank). Dalam pelaksanaan program ekonomi bergulir P2KP ini dimungkinkan sumber dana yang berasal diluar dari Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Dengan sosialisasi progam ini kepada pihak ketiga tersebut merupakan suatu strategi dalam mendapatkan sumber dana lain diluar BLM dimaksud. d. Kunjungan dan pertemuan rutin melibatkan Stakeholder dan instansi terkait. Pertemuan rutin ini diperlukan sebagai wadah evaluasi bagi stakeholder dan instansi terkait lainnya terhadap pelaksanaan kegiatan yang telah dijalankan, merumuskan penyelesaian permasalahan yang ada, dan merencanakan kegiatan kedepan. e. Penyaluran modal sesuai dengan skala usaha. Salah satu kriteria dan permasalahan yang ada adalah besaran modal yang tidak sesuai dengan skala usaha. Sehingga perlu penyusunan strategi dan telaahan terhadap usaha yang ada, selanjutnya diberikan modal sesuai dengan skala usahanya masing-masing. Sehingga keuntungan usaha dari peminjam dapat lebih maksimal. f. Pelatihan manajemen usaha atau magang bagi peminjam. Srategi ini diperlukan mengingat selama ini usaha yang dijalankan oleh peminjam masih bersifat tradisional. Dari waktu ke waktu mereka hanya melakukan
46
kegiatan yang sama tanpa ada upaya terobosan untuk melakukan diversifikasi usaha. Skala usahanya pun masih sebatas untuk bisa survive atau dalam kerangka memenuhi kebutuhan dasar. g. Membuat tim kecil penagihan dan mekanisme baru penagihan. Strategi ini diperlukan karena tunggakan pinjaman merupakan permasalahan krusial pada pelaksanaan program ini. Dengan pembentukan tim penagihan diharapkan pelaksanaan penagihan dapat berjalan lebih maksimal. Sedangkan mekanisme baru penagihan diperlukan agar disatu sisi pelaksanaan penagihan tidak memberatkan penunggak dan disisi lain pengembalian tunggakan dapat berjalan sebagaimana mestinya.
47
Strategi Penyempurnaan Pemanfaatan Dana Pinjaman Bergulir P2KP
Persiapan (Input) program
Kelayakan Lembaga Pengelola
Pelatihan/ training secara berkala bagi pengelola lokal
Kelayakan Peminjam
Revisi Pemetaan Swadaya
Pelaksanaan (Proses) Program
Tujuan
Dampak (Output) Program
Pendanaan
Pendampingan
Penggunaan Dana
Keadaan Ekonomi
Sosialisasi program kepada pihak ketiga (Bank/ maupun non-bank)
Pertemuan rutin melibatkan Stakeholder dan instansi terkait
Penyaluran modal sesuai dengan skala usaha
Pelatihan manajemen usaha atau magang bagi peminjam
Aspek
Perguliran Peminjam
Membuat tim kecil penagihan dan mekanisme baru penagihan
Kriteria
Strategi
Gambar 7. Hierarki Alternatif Strategi Pemanfaatan Dana Pinjaman Bergulir P2KP di Kelurahan Tanjung Balai Karimun
48
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Lokasi
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Karimun No. 16 tahun 2001 tanggal 16 Agustus 2001 tentang pembentukan dan struktur organisasi tata kerja Kecamatan Tebing, Kecamatan Meral, Kecamatan Buru, Kecamatan Kundur Utara, Kecamatan Kundur Barat, maka Kelurahan Tanjung Balai Karimun Kecamatan Karimun dimekarkan menjadi 4 (empat) kelurahan, yaitu: Kelurahan Tanjung Balai, Kelurahan Teluk Air, Kelurahan Sungai Lakam dan Kelurahan Lubuk Semut. Adapun luas wilayah Kelurahan Tanjung Balai Karimun yang semula + 1000 Ha, setelah dimekarkan menjadi + 333 Ha. Secara umum letak Kelurahan Tanjung Balai Karimun sangat strategis karena berada dibagian tepi laut sebagai pintu keluar dan pintu masuk baik orang maupun barang. Hal ini menjadikan Kelurahan Tanjung Balai Karimun sebagai tempat yang tepat untuk industri pariwisata khususnya industri perhotelan dan sektor perdagangan karena letaknya juga berdekatan dengan negara Malaysia dan Singapura. Kelurahan Tanjung Balai Karimun secara topografi bervariasi dari 0 meter sampai 478 meter diatas permukaan air laut rata-rata (MSL), dengan keadaan suhu rata-rata 32° C. Batas-batas Kelurahan Tanjung Balai Karimun adalah sebagai berikut: sebelah utara dengan Kelurahan Lubuk Semut , sebelah selatan dengan Laut/desa Parit/Desa Tulang, sebelah Barat dengan Kelurahan Sungai Lakam dan sebelah Timur dengan Kelurahan Teluk Air. Kelurahan Tanjung Balai Karimun secara administrasi terbagi atas 8 Rukun Warga (RW) dan 34 Rukun Tetangga (RT). 4.2. Kependudukan
Jumlah penduduk Kelurahan Tanjung Balai Karimun sampai bulan Juni 2008 berjumlah 3712 KK. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin yakni 6234 orang laki-laki atau sekitar 43% dan 8251 orang perempuan atau 57% dari keseluruhan jumlah penduduk yang mencapai 14.485 orang sebagaimana gambar berikut ini:
49
RASIO GENDER JUMLAH PENDUDUK
6234; 43%
8251; 57%
Perempuan
Laki-laki
Sumber: Kantor Lurah Tanjung Balai Karimun (2008) Gambar 8. Penduduk Berdasarkan Jumlah Jenis Kelamin Tahun 2008 Secara umum, baik jenis kelamin perempuan maupun laki-laki sebagian besar menyebar pada kelompok umur produktif yaitu penduduk dengan usia 15 sampai dengan 65 tahun sebanyak 7709 orang atau 53% dari total penduduk. Adapun jumlah penduduk berdasarkan usia secara rinci sebagaimana dapat dilihat pada tabel 11. Tabel 11. Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia.
No.
Indikator
Jumlah
1.
0 – 12 bulan
516 orang
2.
> 1- < 5 Tahun
1238 orang
3.
> 5-< 7 tahun
1689 orang
4.
> 7-<15 Tahun
2625 orang
5.
>15<56 Tahun
6408 orang
6.
.> 56- <65 Tahun
1301 orang
7.
.> 65 Tahun
708 orang Total
14.485 orang
Sumber: Kantor Lurah Tanjung Balai Karimun (2008) Dari tabel diatas dapat diketahui juga kelompok umur non produktif. Kelompok umur non produktif adalah kelompok umur yang berumur 0-14 tahun dan diatas 65 tahun. Di Kelurahan Tanjung Balai Karimun penduduk yang berusia 0-14 Tahun sebanyak 6068 orang dan kelompok penduduk yang berumur lebihdari 65 tahun sebanyak 708 orang. Selanjutnya dapat diketahui rasio beban tanggungan kelompok non produktif yaitu 98,46 artinya setiap 100 orang
50
penduduk umur produktif di Kelurahan Tanjung Balai Karimun menanggung sebanyak 98 orang penduduk non produktif. 4.3. Perkembangan Perekonomian 4.3.1. Mata Pencaharian
Mata pencaharian penduduk Kelurahan Tanjung Balai Karimun beragam mulai dari Pegawai Negeri sampai dengan masyarakat yang bekerja pada sektor pertambangan, industri, pariwisata, perdagangan, pertanian, dan jasa. Dimana tenaga kerja yang bekerja diberbagai perusahaan yang ada di Kelurahan Tanjung Balai Karimun rata-rata 25% dari jumlah tenaga kerja pada perusahaan-perusahaan yang ada. Namun demikian tidak sedikit pula tenaga kerja terdidik dan terlatih yang berstatus tenaga kerja antara lain: 1. Penduduk yang telah menyelesaikan di Perguruan Tinggi 2. Tamatan SLTA yang tidak melanjutkan Pendidikan 3. Tenaga kerja terlatih yaitu mereka yang menyelesaikan kursus/latihan ketrampilan seperti: kursus mengetik, komputer dan menjahit. Sedangkan masyarakat yang tidak bekerja atau menganggur dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 12. Angka Pengangguran NO
INDIKATOR
JUMLAH
1.
Usia 15-56 tahun tidak bekerja
3200 orang
2.
Usia 15-56 tahun menjadi ibu rumah tangga
2214 orang
3.
Usia > 5 tahun cacat tidak dapat bekerja Total
5 orang 5.419 orang
Sumber: Kantor Lurah Tanjung Balai Karimun (2008) 4.3.2. Prasarana dan Kelembagaan Ekonomi
Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa Kelurahan Tanjung Balai Karimun sebagai salah satu Kelurahan yang memiliki posisi yang strategis karena berada di pintu masuk baik penumpang maupun barang. Dengan posisi tersebut menyebabkan kegiatan ekonomi berkembang dengan cepat dan merupakan jantung bagi perekonomian di Pulau karimun pada khususnya dan Kabupaten
51
Karimun pada umumnya. Adapun prasarana maupun kelembagaan ekonomi yang ada antara lain sebagaimana pada tabel dibawah ini: Tabel 13. Prasarana dan Kelembagaan Ekonomi NO
INDIKATOR
JUMLAH
1.
Pasar
1 buah
2.
Koperasi
4 buah
3.
Toko
725 buah
4.
Warung Makan
47 buah
5.
Angkutan Darat
118 buah
6.
Perhotelan
40 buah
7.
Bank
4 buah
8.
Pangkalan Ojek/Becak
10 buah Total
949 buah
Sumber: Kantor Lurah Tanjung Balai Karimun (2008) 4.4. Perkembangan Sosial Budaya 4.4.1. Perkembangan Pendidikan
Perkembangan pendidikan di Kelurahan Tanjung Balai Karimun dilihat dari segi fasilitas cukup memadai dimana karena letaknya yang strategis dan ramai banyak sekolah favorit mulai dari SD sampai dengan SLTA yang berada di Kelurahan Tanjung Balai Karimun. Masyarakat yang berada di pulau sekitar banyak yang melaksanakan pendidikan di Kelurahan Tanjung Balai Karimun yang datang dan pulang dengan menggunakan sarana kapal. Tabel 14. Prasarana Pendidikan NO
INDIKATOR
JUMLAH
1.
SD
11 buah
2.
SLTP
8 buah
3.
SLTA
4 buah
4.
Kursus/Sejenisnya
3 buah Total
26 buah
Sumber: Kantor Lurah Tanjung Balai Karimun (2008)
52
Adapun untuk pelaksanaan Wajib Belajar 9 tahun di Kelurahan tanjung Balai Karimun berjalan dengan baik dimana dari 2390 anak yang masih melaksanakan pendidikan tingkat dasar hanya 235 orang yang mengalami putus sekolah. Tabel 15. Wajib Belajar 9 tahun dan Angka Putus Sekolah NO
INDIKATOR
JUMLAH
1.
Usia 7-15 tahun masih sekolah
2390 orang
2.
Usia 7-15 tahun putus sekolah
235 orang
Total
2625 orang
Sumber: Kantor Lurah Tanjung Balai Karimun (2008) Sedangkan tingkat pendidikan masyarakat Kelurahan Tanjung Balai Karimun berdasarkan mulai dari tidak Tamat SD sampai dengan tingkat pendidikan pasca sarjana adalah sebagaimana pada tabel 16 dibawah ini: Tabel 16. Tingkat Pendidikan penduduk usia 15 tahun keatas NO
INDIKATOR
JUMLAH
1.
Buta huruf
812 orang
2.
Tidak tamat SD
3288 orang
3.
Tamat SD
3404 orang
4.
Tamat SLTP
3206 orang
5.
Tamat SLTA
3202 orang
6.
Tamat D-1
41 orang
7.
Tamat D-2
60 orang
8.
Tamat D-3
179 orang
9.
Tamat S-1
283 orang
10.
Tamat S-2
10 orang
11.
Tamat S-3
Total
14.485 orang
Sumber: Kantor Lurah Tanjung Balai Karimun (2008)
53
4.4.2. Kegiatan Kegamaan
Dalam bidang keagamaan masyarakat di Kelurahan Tanjung Balai Karimun
sangat
menghargai
dan
menghormati
nilai-nilai
agama
dan
kepercayaannya masing-masing. Toleransi antar ummat beragama sangat terasa khususnya pada saat masing-masing umat beragama melaksanakan kegiatan hari besar keagamaannya. Adapun sarana dan prasarana keagamaan di Kelurahan Tanjung Balai Karimun yaitu: Masjid dan surau sebanyak 10 buah, gereja sebanyak 2 buah dan vihara sebanyak 5 buah. 4.4.3. Lembaga Kemasyarakatan
Keberadaan lembaga ini di lingkungan masyarakat sangat membantu dalam aktifitas kehidupan sehari-hari. Bantuan-bantuan pemerintah dan lemabaga swadaya masyaraka (swasta) dalam bentuk kegiatan (prasarana fisik, ekonomi, bantuan dana bergulir, dan lain-lain) sangat ditunjang kelancarannya oleh adanya lembaga tersebut. Adapun rinciannya sebagai berikut: 4.4.3.1. Tim Penggerak PKK
Aktifitas PKK di Kelurahan Tanjung Balai Karimun sangat aktif sekali. Kantor Lurah sangat membantu dalam kelancaran kegiatannya. Masyarakat yang terlibat langsung dalam kegiatan menyisihkan waktunya setelah aktifitas dirumah tangga terutama memasak selesai dilakukan.adapun kegiatan PKK dilingkungan Kelurahan tanjung Balai Karimun seperti: membantu aktifitas di Kantor Lurah apabila ada tamu dari luar, pertemuan rutin bulanan, kesenian, olahraga, demo memasak, bazar tingkat kabupaten dan lain-lain. 4.4.3.2. LPM
Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) di lingkungan Kelurahan Tanjung Balai Karimun mempunyai masa bhakti 2007 s/d 2010 mulai dari ketua sampai anggota berjumlah 13 orang. Keberadaan lembaga ini sangat membantu masyarakat dalam menyalurkan aspirasi dan keinginannya dalam pembangunan di lingkungan Kelurahan Tanjung Balai Karimun. Rencana pembangunan setiap tahunnya oleh pihak Kelurahan dibicarakan bersama dalam satu forum, bersama unsur-unsur lapisan masyarakat diantaranya LPM ikut terlibat.
54
Aspirasi yang berkembang di masyarakat dapat dijadikan sebagai dasar oleh LPM untuk menyampaikan ide-ide tersebut ke dalam forum sehingga aspirasi masyarakat dapat ditanggapi langsung oleh aparat yang ada, sehingga dapat diketahui bagaimana kemungkinannya dapat diwujudkan. 4.4.3.3. BKM
Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) dibentuk sebagai aspirasi masyarakat dalam menyikapi adanya kegiatan atau program bantuan pemerintah yaitu Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP). Dalam pelaksanaannya BKM dibantu oleh pelaksana teknis di lapangan yaitu: Unit Pengelola Keuangan, Unit Pengelola Lingkungan, dan Unit Pengelola Sosial. Salah satu tindakan nyata BKM mampu membangun komitmen bersama dalam penguatan kapasitas masyarakat yang selalu melibatkan masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan. Warga selalu dilibatkan dalam proses, sehingga warga dapat merasakan manfaat langsung maupun tidak langsung dari keputusan yang diambil. Pelibatan masyarakat merupakan suatu proses pembelajaran pemberdayaan dimana kesadaran dan partisipasi ditumbuhkan dalam transformasi sosial.
55
V. EVALUASI PEMANFAATAN DANA PINJAMAN BERGULIR P2KP DI KELURAHAN TANJUNG BALAI KARIMUN 5.1. Evaluasi Persiapan (Input) Program
Sebelum kegiatan pinjaman bergulir dalam kelurahan yang bersangkutan dimulai, harus dilakukan pengujian kelayakan, baik untuk BKM/UPK, maupun untuk KSM/Anggota dengan menggunakan instrumen kriteria kelayakan yang sudah disiapkan. Kegiatan pinjaman bergulir dapat dilaksanakan jika para pelaku tersebut telah memenuhi kriteria kelayakan yang akan dijelaskan dibawah. KMW/Korkot bertanggung jawab atas pendampingan tercapainya kriteria kelayakan BKM/UPK. sedangkan fasilitator bersama BKM/UPK dan relawan setempat bertanggung jawab atas pendampingan tercapainya kriteria kelayakan kelompok maupun anggotanya. 5.1.1. Kelayakan Lembaga Pengelola Pinjaman Bergulir 5.1.1.1. Terbentuk Secara Sah
Ketentuan ataupun kriteria yang harus dipenuhi oleh BKM untuk memenuhi kelayakan dalam mengelola dana pinjaman bergulir P2KP adalah BKM tersebut telah terbentuk secara sah dengan membuat Anggaran Dasar yang merupakan pedoman dasar kegiatan BKM. Melalui Anggaran Dasar (AD) diatur hal-hal pokok mengenai BKM antara lain bentuk lembaga, organisasi, keanggotaaan,
keuangan,
serta
uraian
dasar/pokok
dari
kegiatan
yang
dilaksanakan. Evaluasi melalui pendapat responden ahli diperoleh hasil berdasarkan kategori yang telah dibuat sebelumnya yaitu: 7 responden menjawab dengan kategori baik dan tidak ada responden yang menjawab dengan kategori jelek sebagaimana pada gambar 9 dibawah ini.
56
7 8 6 0
Responden 4 2 0 Kategori Baik
Kategori Jelek
Gambar 9. Kategori Lembaga Pengelola Berdasarkan Pembentukan Secara Sah
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa Lembaga Pengelola dalam hal ini BKM/UPK telah memenuhi kriteria atau ketentuan yang telah ditetapkan yaitu terbentuk secara sah melalui pembuatan Anggaran yang memuat hal-hal pokok mengenai BKM antara lain bentuk lembaga, organisasi, keanggotaaan, keuangan, serta uraian dasar/pokok dari kegiatan yang dilaksanakan. Hal ini diperkuat oleh data yang diperoleh dimana Anggaraan Dasar yang ada telah dibuat oleh Notaris setempat dengan nomor WAR-XI-2006 tertanggal 16 November 2006. Sehingga Anggaran Dasar tersebut menjadi suatu bukti otentik yang secara yuridis diakui sebagai alat bukti tertulis yang terkuat. 5.1.1.2. Pembuatan Aturan Dasar
Berdasarkan
ketentuan
yang
berlaku,
BKM
dengan
persetujuan
masyarakat membuat aturan dasar yang memuat kriteria KSM dan anggotanya yang boleh menerima pinjaman, besar pinjaman mula-mula, besar jasa pinjaman, jangka waktu pinjaman dan sistem angsuran pinjaman serta ketentuan mengenai tanggung renteng anggota KSM. Evaluasi melalui pendapat responden ahli diperoleh hasil berdasarkan kategori yang telah dibuat sebelumnya yaitu: 2 responden menjawab dengan kategori baik, 5 responden menjawab dengan kategori sedang dan tidak ada responden yang menjawab dengan kategori jelek sebagaimana pada gambar 10 dibawah ini.
57
5
6 4 Responden
2
2 0
0 Kategori Baik
Kategori Sedang
Kategori Jelek
Gambar 10. Kategori Lembaga Pengelola Berdasarkan Pembuatan Aturan Dasar
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa 2 orang responden menjawab dengan kategori baik yaitu dalam pembuatan aturan dasar pinjaman bergulir BKM telah mendapatkan persetujuan stakeholder masyarakat (Ketua RT, Ketua RW, tokoh masyarakat dan relawan) secara keseluruhan, 5 orang responden menjawab dengan kategori sedang dimana BKM telah membuat aturan dasar pinjaman bergulir, namun dalam pembuatannnya belum melibatkan Stakeholder masyarakat secara keseluruhan dan tidak ada responden yang menjawab dengan kategori jelek yaitu BKM belum membuat aturan dasar pinjaman bergulir. Dari jawaban responden ahli tersebut dapat diketahui sebagian besar menyatakan bahwa BKM dalam membuat aturan dasar pinjaman bergulir belum melibatkan perwakilan/stakeholder dari masyarakat yaitu ketua RT, Ketua RW, maupun tokoh masyarakat secara keseluruhan. Walaupun dalam keanggotaan BKM itu sendiri terdapat juga beberapa orang ketua RT, Ketua RW, dan tokoh masyarakat setempat. Namun ketidakterlibatan stakeholder diluar pengurus BKM tersebut dikhawatirkan menyebabkan pembuatan aturan dasar tersebut menjadi bias. Terutama didalam penetapan kriteria KSM dan anggotanya yang boleh menerima pinjaman. Kriteria warga miskin dari satu RT dengan RT yang lain bisa jadi berbeda. Sehingga dalam prakteknya banyak dari Ketua RT maupun Ketua RW yang mengajukan permohonan susulan atas permintaan warganya untuk mendapatkan dana pinjaman bergulir dimaksud.
58
Hasil wawancara terhadap beberapa responden ahli menyatakan dengan jangka waktu 2 bulan untuk menyiapkan kelembagaan maupun penyiapan administrasi dalam pembentukan BKM merupakan waktu yang terbatas. Sehingga dalam beberapa tahapan termasuk dalam pembuatan aturan dasar bagi pelaksanaan dana bergulir ini berjalan tidak maksimal. Dimana dalam beberapa tahapan BKM tidak melibatkan stakeholder diluar dari BKM itu sendiri. 5.1.1.3. Kriteria Unit Pengelola Keuangan (UPK).
Bagian atau unit dari BKM yang mengelola dana pinjaman bergulir adalah Unit Pengelola keuangan (UPK). UPK adalah salah satu unit pengelola dari 3 unit pengelola yang berada dibawah BKM. Dua unit pengelola lainnya adalah Unit Pengelola Lingkungan (UPL) dan Unit Pengelola Sosial (UPS). Kriteria minimal yang harus dipenuhi oleh UPK untuk mengelola dana pinjaman bergulir P2KP adalah: telah mengikuti pelatihan (Keorganisasian, rencana usaha, pembukuan dan pengelolaan kas, PERT dan kewirausahaan), telah memahami aturan dasar pinjaman bergulir, telah memiliki uraian tugas dan tanggung jawab, telah memiliki rekening atas nama UPK dan melaksanakan sistem pembukuan yang berlaku di P2KP. Evaluasi melalui pendapat responden ahli diperoleh hasil berdasarkan kategori yang telah dibuat sebelumnya yaitu: tidak ada responden menjawab dengan kategori baik, 7 responden menjawab dengan kategori sedang dan tidak ada responden yang menjawab dengan kategori jelek sebagaimana pada gambar 11 dibawah ini.
7 8 6 Responden 4 2 0
0 Kategori Baik
0 Kategori Sedang
Kategori Jelek
Gambar 11. Kategori Lembaga Pengelola Berdasarkan Kriteria Unit Pengelola Keuangan (UPK)
59
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa tidak ada responden menjawab dengan kategori baik yaitu apabila UPK telah mengikuti pelatihan, memahami aturan dasar pinjaman bergulir dan memiliki uraian tugas dan tanggung jawab, telah memiliki rekening atas nama UPK dan melaksanakan sistem pembukuan yang berlaku di P2KP dengan baik. 7 orang responden menjawab dengan kategori sedang yaitu apabila UPK telah mengikuti pelatihan dan telah memiliki rekening atas nama UPK, namun belum memahami keseluruhan aturan dasar pinjaman bergulir dan belum melaksanakan sistem pembukuan yang berlaku di P2KP secara baik. Dan tidak ada responden yang menjawab dengan kategori jelek yaitu apabila UPK belum mengikuti pelatihan, belum memahami aturan dasar pinjaman bergulir, tidak memiliki rekening atas nama UPK dan belum melaksanakan sistem pembukuan yang berlaku di P2KP. Sehingga dari jawaban responden ahli tersebut dapat diketahui bahwa secara umum UPK telah memenuhi kriteria kelayakan UPK dalam hal ini telah mengikuti pelatihan dan memiliki rekening atas nama UPK namun dalam prakteknya belum memahami dan melaksanakan sistem pembukuan yang berlaku di P2KP secara baik. Hal ini dikarenakan SDM yang terbatas dan pendidikan yang kurang memadai. Sehingga UPK dalam hal ini masih sangat bergantung dari bantuan teknis Fasilitator Kelurahan maupun tenaga administrasi keuangan dari pihak Koordonator Kota (Korkot). 5.1.2. Kelayakan Peminjam 5.1.2.1. Pemetaan Swadaya
Anggota KSM yang berhak menerima dana pinjaman bergulir adalah warga miskin yang tercantum dalam daftar Pemetaan Swadaya. Pemetaan Swadaya ini dilakukan untuk memperoleh Peta dan Profil Keluarga Miskin yang berhak mendapatkan dana dari berbagai kegiatan yang dilaksanakan dalam P2KP. Baik itu dana yang bersifat sosial berupa dana hibah yaitu dana yang tidak perlu dikembalikan (bantuan kepada fakir miskin, jompo, dan bea siswa kepada anak dari warga miskin) maupun dana ekonomi berupa dana bergulir yang harus dikembalikan. Dari hasil evaluasi terhadap 76 KSM yang ada, sebagian dari anggota KSM yang mendapatkan dana pinjaman bergulir bukan merupakan warga miskin
60
yang tercantum pada daftar Pemetaan Swadaya yang telah dilakukan. Berdasarkan kategori yang telah dibuat sebelumnya terdapat 10 KSM dengan kategori baik, 41 KSM dengan kategori sedang dan 25 KSM dengan kategori jelek. Sebagaimana dapat dilihat pada gambar 12 dibawah ini.
60
41
40
25
Jumlah KSM
10
20 0
Kategori Baik
Kategori Sedang
Kategori Jelek
Gambar 12. Kategori KSM Berdasarkan Pemetaan Swadaya
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa hanya 10 KSM dengan kategori baik yaitu seluruh anggotanya merupakan warga miskin yang tercantum dalam pemetaan swadaya yang telah dilakukan. Sedangkan 41 KSM kategori sedang dimana minimal 60% anggotanya tercantum dalam pemetaan swadaya dan 25 KSM dengan kategori jelek dimana tidak satupun anggotanya tercantum kedalam pemetaan swadaya yang dilakukan. Adapun penyebab banyaknya warga yang tidak tercantum dalam pemetaan swadaya namun mendapatkan dana pinjaman bergulir tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) Waktu yang terbatas dan ketidakterlibatan seluruh Stakeholder masyarakat sehingga adanya warga yang sesuai dengan kriteria miskin namun tidak terdaftar atau tercantum dalam pemetaan swadaya. Sehingga pada pencairan dana termen kedua dan ketiga mereka tetap diberikan. (2) Terdapatnya dalam satu KSM lebih dari satu orang yang mewakili Kepala Keluarga (KK). Hal ini dikarenakan keperluan dana yang melebihi dari ketentuan penyaluran pertama yaitu sebesar Rp. 500.000. Sehingga mereka memasukkan anggota keluarga lainnya baik itu istri, anak maupun menantu dalam satu KSM tersebut.
61
(3) Pemahaman masyarakat yang masih kurang sehingga menganggap program ini seperti dana UKM maupun program sejenis. Dimana secara umum program tersebut disalurkan kepada masyarakat yang memerlukan modal tanpa melihat kriteria miskin atau tidak. Sehingga mereka tetap mengajukan pinjaman dana bergulir tersebut. (4) Ketidaktegasan dari pihak pengelola dalam hal ini BKM maupun UPK dalam menolak pengajuan dari masyarakat. Sehingga dikarenakan hubungan kekerabatan dan desakan mereka tetap memberikan atau melayani pinjaman masyarakat seperti yang disebutkan pada point 2 dan 3 diatas. Sehingga dikhawatirkan bahwa dengan masih banyaknya warga yang bukan miskin termasuk dan mendapatkan pinjaman maka pencapaian dari program ini yaitu pengentasan kemiskinan tidak tercapai. Hal ini sejalan dengan pendapat Muhammad Yunus, pendiri Grameen Bank dan peraih nobel perdamaian bahwa bila sebuah program pengentasan kemiskinan mengizinkan mereka yang relatif tidak miskin untuk turut serta, maka kaum miskin dengan segera akan tersikut keluar dari program oleh mereka yang keadaannya lebih baik. Dalam dunia yang sedang membangun, jika seseorang menyatukan kaum miskin dan kaum yang relatif tidak miskin dalam sebuah program, maka mereka yang relatif tidak miskin akan selalu mengusir mereka yang miskin, dan mereka yang miskin akan mengusir mereka yang lebih miskin lagi, kecuali langkah-langkah proteksi dilembagakan secara tepat saat program dimulai. Dalam sejumlah kasus, kaum yang relatif tidak miskin malah menikmati manfaat seluruh kegiatan yang dikerjakan atas nama kaum miskin (Nasution, 2008). 5.1.2.2. Kelengkapan Administrasi
Untuk mendapatkan pinjaman dana pinjaman bergulir P2KP suatu KSM harus memenuhi persyaratan administrasi antara lain: Memiliki kartu tanda penduduk (KTP) setempat, membuat analisa usaha (Informasi, keuangan dan laba/rugi
usaha),
membuat
pernyataan
kesanggupan
tanggung
renteng,
mempunyai tabungan minimal 5% dari pinjaman yang diajukan dan belum pernah mendapat pelayanan dari lembaga keuangan yang ada. Dari hasil evaluasi terhadap 76 KSM yang ada, sebagian dari anggota KSM yang mendapatkan dana pinjaman belum memenuhi kelengkapan
62
administrasi. Dimana berdasarkan kategori yang telah dibuat sebelumnya terdapat 39 KSM dengan kategori baik, 36 KSM dengan kategori sedang dan 1 KSM dengan kategori jelek. Sebagaimana dapat dilihat pada gambar 13 dibawah ini.
39
36
40 Jumlah KSM
20 0
1 Kategori Baik
Kategori Sedang
Kategori Jelek
Gambar 13. Kategori KSM Berdasarkan Kelengkapan Administrasi
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa 39 KSM dengan kategori baik yaitu seluruh anggotanya telah memenuhi kelengkapan administrasi yang dipersyaratkan. Sedangkan 36 KSM kategori sedang dimana minimal hanya 60% anggotanya yang memenuhi kelengkapan administrasi secara keseluruhan dan 1 KSM dengan kategori jelek dimana tidak satupun anggotanya memenuhi persyaratan administrasi secara lengkap. Kelengkapan administrasi yang kurang atau tidak dilengkapi oleh sebagian besar peminjam adalah tidak membuat analisa usaha. Sedangkan sebagian kecil diketahui pernah mendapatkan pelayanan dari lembaga keuangan/perbankan dan beberapa orang tidak memiliki KTP. Untuk persyaratan administrasi berupa tabungan KSM sebesar 5% dari pinjaman dan pernyataan kesanggupan tanggung renteng seluruh KSM telah melaksanakannya. Dari hasil evaluasi diatas terlihat jelas bahwa UPK tetap memberikan pelayanan atau pinjaman kepada anggota KSM yang belum memenuhi persyaratan administrasi padahal dalam ketentuannya UPK harus memberikan pendampingan terlebih dahulu hingga KSM tersebut memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.
63
5.1.2.3. Pelatihan
Sebelum mendapatkan dana pinjaman bergulir P2KP seluruh anggota KSM harus mengikuti pelatihan/pembekalan terlebih dahulu. Adapun pelatihan /pembekalan yang harus dikuti adalah pembukuan KSM, pinjaman bergulir (persyaratan pinjaman, skim pinjaman, tanggung renteng, dan tahapan peminjaman), Pengelolaan Ekonomi Rumah Tangga (PERT), dan kewirausahaan. Dari hasil evaluasi terhadap 76 KSM yang ada, sebagian dari anggota KSM tidak mengikuti pelatihan/pembekalan dimaksud. Dimana berdasarkan kategori yang telah dibuat sebelumnya terdapat 9 KSM dengan kategori baik, 67 KSM dengan kategori sedang dan 0 KSM dengan kategori jelek. Sebagaimana dapat dilihat pada gambar 14 dibawah ini.
67
80 60 Jumlah KSM 40 20 0
9 0 Kategori Baik
Kategori Sedang
Kategori Jelek
Gambar 14. Kategori KSM Berdasarkan Keikutsertaan pada Pelatihan
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa 9 KSM dengan kategori baik yaitu seluruh anggotanya mengikuti pelatihan/pembekalan yang diberikan. Sedangkan 67 KSM dengan kategori sedang dimana minimal terdapat satu orang wakil untuk mengikuti peatihan/pembekalan dimaksud (baik ketua KSM atau anggota) dan tidak ada KSM dengan kategori jelek yaitu tidak satupun dari anggota KSM yang mengikuti atau mewakili untuk mengikuti pelatihan/pembekalan dimaskud. Dalam prakteknya, semua anggota KSM telah diundang untuk mengikuti pelatihan yang diadakan oleh Koordinator Kota. Namun karena alasan kesibukan anggota KSM dalam mencari nafkah sehingga tidak seluruh anggota KSM mengikuti pelatihan dimaksud. Sehingga Fasilitator Kelurahan maupun UPK
64
dalam pelaksanaannya memberikan pembekalan tambahan kepada anggota KSM diluar dari pelatihan yang diadakan khusunya mengenai pembukuan KSM. 5.1.2.4. Keanggotaan Perempuan.
Salah satu ketentuan dalam penyaluran dana pinjaman bergulir P2KP adalah persyaratan minimal 30% adanya keanggotaan perempuan dalam KSM yang dibentuk. Dari hasil evaluasi terhadap 76 KSM yang ada, terdapat 70 KSM dengan kategori baik yaitu adanya keanggotaan perempuan lebih dari 30% dalam KSM tersebut. Sedangkan 6 KSM kategori jelek dimana keanggotaan perempuan dalam KSM dibawah 30% sebagaimana pada gambar 15 dibawah ini.
70 6
100 Jumlah KSM 0 Kategori Baik
Kategori Jelek
Gambar 15. Kategori KSM berdasarkan Keanggotaan Perempuan
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa walaupun sebagian besar KSM telah memenuhi keanggotaan perempuan dalam pembentukan KSM namun diketahui bahwa UPK tetap melayani ataupun atau memberikan pinjaman kepada KSM yang keanggotaannya belum memenuhi ketentuan. Padahal berdasarkan ketentuan UPK harus memberikan pendampingan terlebih dahulu kepada KSM tersebut sehingga memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.
65
5.1.3. Pendanaan 5.1.3.1. Jumlah Dana
Jumlah dana yang diterima dan disalurkan pada BKM Sejahtera Kelurahan Tanjung Balai Karimun termasuk kategori sedang yaitu sebesar Rp. 217.000.000 yang disalurkan kepada 76 KSM. Jumlah dana yang terbanyak disalurkan kepada KSM adalah Rp. 3.500.000 yang beranggotakan 7 orang dan terkecil adalah Rp. 1.500.000 yang beranggotakan 3 orang. Selanjutnya masing-masing anggota KSM mendapatkan dana pinjaman sebesar RP.500.000. 5.1.3.2. Sumber Dana
Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa pada pelaksanaan dana bergulir P2KP selain dana yang bersumber dari dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) sebagai sumber dana utama dimungkinkan dana yang bersumber diluar BLM antara lain: APBD, pihak swasta, swadaya masyarakat dan dari sumber lainnya. Pada pelaksanaan dana begulir P2KP, sumber dana hanya berasal dari BLM yang merupakan dana dari pemerintah pusat melalui Dirjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum. Sedangkan dana yang berasal dari sumber dana lainnya belum terlaksana. Adapun dana yang disalurkan oleh Pemerintah Daerah untuk penyuksesan pelaksanaan P2KP adalah untuk kegiatan pendampingan berupa operasional kegiatan Tim Koordinasi Pelaksanaan dan Penanggungjawab Kegiatan P2KP baik di tingkat Kabupaten maupun di tingkat Kecamatan.
5.2. Evaluasi Pelaksanaan (Proses) Program 5.2.1. Pendampingan
Pendampingan terhadap KSM dilakukan oleh Fasilitator dan UPK. Adapun pendampingan yang dilaksanakan kepada KSM berdasarkan pedoman pelaksanaan kegiatan pinjaman bergulir sebagaimana tabel 17 dibawah ini:
66
Tabel 17. Konsultasi serta pendampingan kepada KSM No
1.
Kegiatan Pendampingan
Dilakukan Oleh Fasilitator UPK
Menjaga agar KSM yang dilayani √ selalu memenuhi kriteria kelayakan 2. Menghadiri pertemuan anggota yang diselenggarakan oleh kelompok √ maupun pertemuan antar kelompok yang ada. 3. Membantu menyusun proposal, pengembangan usaha maupun √ Ekonomi Rumah Tangga (ERT) anggota 4. Mengembangkan berbagai sikap positif dalam berkelompok (komunikasi, √ kerjasama, disiplin, tanggung renteng , dan lain-lain) 5. Membantu serta memfasilitasi KSM/anggota dalam hal memerlukan √ bantuan teknik usaha. 6. Mendorong ke arah berfungisnya kelompok dalam memperlancar √ pengelolaan pinjaman bergulir. 7. Memberikan pelatihan dasar pinjaman bergulir, pembukuan, PERT 8. Mendorong proses belajar KSM dan anggota dalam melakukan akses ke √ lembaga keuangan mikro Sumber: Dirjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum (2006)
√
√
√ √ √
Sedangkan pendampingan dari pihak Pemerintah Daerah, berdasarkan SK Bupati Nomor. 132.H Tahun 2006 dilakukan oleh Penanggungjawab Operasional Kegiatan (PJOK). PJOK ini dibentuk pada tingkat Kecamatan yang dijabat oleh Kepala Seksi (Kasi) Pemberdayaan Masyarakat pada masing-masing Kecamatan dengan tugas sebagai berikut: (1) Memantau proses pelaksanaan P2KP di wilayah kerjanya sesuai dengan tahapan yang telah ditentukan; (2) Memfasilitasi proses pembentukan dan penguatan kelembagaan masyarakat di wilayah kerjanya. Bentuk-bentuk fasilitas yang dikonsultasikan dan dikoordinasikan terlebih dahulu dengan KMW serta dengan Tim Fasilitator yang ada di wilayah kerjanya; (3) Melaksanakan pengadministrasian proyek yang meliputi penandatanganan SPPB, memproses SPP ke LPKN dan lain-lain; (4) Membuat laporan pelaksanaan setiap bulan.; (5) Membuat laporan pertanggungjawaban pada akhir masa jabatan dan
67
menyerahkannya kepada Bupati paling lambat satu bulan setelah masa tugasnya sebagai PJOK berakhir. 5.2.1.1. Pengelola Lokal
Adapun tanggapan 46 responden peminjam (anggota KSM) mengenai keberadaan pengelola lokal dalam hal ini BKM/UPK dalam kegiatan pendampingan berdasarkan kategori yang telah ditetapkan yaitu: 33 responden menjawab kategori baik, 13 responden menjawab sedang dan tidak ada responden menyatakan dengan kategori jelek sebagaimana pada gambar 16 dibawah ini:
40
33
30 13
Responden 20 10 0
0 Kategori Baik
Kategori Sedang
Kategori Jelek
Gambar 16. Tanggapan Responden terhadap Pendampingan oleh Pengelola Lokal (BKM/UPK)
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa 33 responden menjawab dengan kategori baik KSM dengan kategori baik yaitu apabila anggota KSM mengetahui keberadaan pengelola lokal dan keberadaannya sangat membantu penyelesaian masalah atau kesulitan yang dialami. 13 responden menjawab dengan kategori sedang yaitu apabila anggota KSM mengetahui keberadaan pengelola lokal, namun keberadaannya belum terlalu membantu penyelesaian masalah atau kesulitan yang dialami dan tidak ada responden yang menjawab dengan kategori jelek yaitu apabila anggota KSM tidak mengetahui keberadaan pengelola lokal dan keberadaannya tidak membantu dalam penyelesaian masalah atau kesulitan yang dialami. Sehingga dari jawaban responden dapat diketahui bahwa seluruh responden mengetahui keberadaan BKM/UPK. Hal ini dikarenakan anggota BKM/UPK dalam pembentukannya berasal dari warga masyarakat setempat.
68
Sehingga mereka mengenal anggota BKM/UPK tersebut dengan baik. Namun dari seluruh responden sebagiannya menyatakan bahwa keberadaan BKM/UPK tersebut belum terlalu membantu dalam penyelesaian masalah yang mereka hadapi. Permasalahan yang dihadapi dalam proses pendampingan oleh UPK adalah tindakan oknum UPK lama yang membawa kabur sebagian dana KSM yang telah melakukan pengangsuran sebesar Rp. 25.000.000, sehingga UPK yang baru harus melaksanakan rekapitulasi kembali terhadap bukti atau kwitansi yang telah menyetor kepada UPK lama namun belum dimasukkan kedalam kas UPK. Selain itu UPK harus menumbuhkan kepercayaan kembali kepada peminjam terhadap pelaksanaan program 5.2.1.2. Fasilitator Kelurahan
Adapun tanggapan 46 responden peminjam (anggota KSM) mengenai keberadaan Fasilitator Kelurahan dalam kegiatan pendampingan berdasarkan kategori yang telah ditetapkan yaitu: 19 responden menjawab kategori baik, 24 responden menjawab kategori sedang dan 3 responden menyatakan dengan kategori jelek sebagaimana pada gambar 17 dibawah ini:
24 25
19
20 Responden
15 3
10 5 0
Kategori Baik
Kategori Sedang
Kategori Jelek
Gambar 17. Tanggapan Responden terhadap Pendampingan oleh Fasilitator Kelurahan
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa 19 responden menjawab dengan kategori baik yaitu apabila anggota KSM mengetahui keberadaan fasilitator kelurahan dan keberadaannya sangat membantu penyelesaian masalah atau kesulitan yang dialami. 24 responden menjawab dengan kategori sedang yaitu
69
apabila anggota KSM mengetahui keberadaan fasilitator kelurahan, namun keberadaannya belum terlalu membantu penyelesaian masalah atau kesulitan yang dialami dan 3 responden menjawab dengan kategori jelek yaitu apabila anggota KSM tidak mengetahui keberadaan fasilitator kelurahan dan keberadaannya tidak membantu dalam penyelesaian masalah atau kesulitan yang dialami. Sehingga dari jawaban responden tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar dari responden mengetahui keberadaan fasilitator kelurahan namun hanya sebagian dari mereka (19 orang) yang merasa terbantu dalam penyelesaian permasalahan yang dihadapi. Sedangkan permasalahan yang dihadapi oleh Fasilitator sehingga tidak bisa melaksanakan tugasnya secara maksimal khususnya dalam kegiatan pendampingan terhadap anggota KSM adalah: (1) Luasnya ruang lingkup pembinaan dan pengawasan, dimana satu orang fasilitator rata-rata membawahi dua Kelurahan; (2) Kontrak kerja yang berlaku selama 1 tahun, yang terkadang menyebabkan adanya pergantian fasilitator; dan (3) Dana operasional yang kurang memadai. 5.2.2. Penggunaan Dana 5.2.2.1. Jenis Usaha
Usaha yang dijalankan oleh peminjam adalah usaha dengan kategori usaha mikro. Sebagaimana disebutkan pada Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah bahwa kriteria usaha mikro adalah usaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000 dan penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000. Jenis usaha yang dijalankan oleh responden berdasarkan pengelompokan yang telah disebutkan sebelumnya yaitu: 15 orang menjalankan usaha warung, 18 orang menjalankan usaha dengan kelompok makanan dan 13 orang menjalankan usaha dengan kelompok non makanan sebagaimana dapat dilihat pada gambar 18 dibawah ini:
70
15
20 Responde n
18 13
10 0 Warung Makanan
NonMakanan
Gambar 18. Jenis Usaha yang dijalankan oleh Responden.
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa kelompok usaha makanan merupakan jenis usaha yang paling banyak dijalankan oleh responden yaitu antara lain: jualan kue, jualan gorengan, jualan bakso keliling, jualan nasi, jualan mie atau siomay, jualan tempe, jualan es cendol, jualan buah/rujak, jualan kerupuk, katering dan jualan jamu. Sedangkan usaha warung baik itu sembako maupun kelontong menempati urutan kedua dan selanjutnya adalah responden yang menjalankan usaha non makanan seperti kios bensin, pakaian bekas/rombengan, usaha M-Kios atau jualan Pulsa/voucer, ternak ayam, ternak lele, pembuatan batako, jual TV bekas, bengkel, menjahit dan reparasi. Hasil evaluasi terhadap responden juga diketahui bahwa tidak ada satupun dalam satu KSM yang menjalankan jenis usaha yang sama. Sehingga dalam pembentukan KSM dan kerjasama yang dilakukan hanya dalam hal agar memudahkan dalam mendapatkan dana pinjaman dan dalam proses pengembalian angsuran yang dikoordinir oleh ketua KSM. 5.2.2.2. Tingkat Pengembalian
Sebagaimana
disebutkan
sebelumnya
bahwa
masyarakat
yang
mendapatkan dana pinjaman bergulir pada tahun pertama ini mendapatkan pinjaman sebesar Rp. 500.000 setiap orangnya dan diwajibkan mengembalikan dana tersebut dalam jangka waktu 10 bulan. Dengan jasa pinjaman 1,5% per bulannya. Sampai dengan bulan September 2008, dari total 76 KSM yang ada sebanyak 24 KSM telah melunasi pembayarannya. Sedangkan 52 KSM masih
71
menunggak. Adapun kategori tunggakan pada pelaksanaan P2KP dibagi menjadi tunggakan dibawah 3 bulan dan diatas 3 bulan. Dari kategori tersebut untuk Kelurahan Tanjung Balai Karimun terdapat 31 KSM yang menunggak diatas 3 bulan dan 21 KSM yang menunggak dibawah 3 bulan sebagaimana dapat dilihat pada gambar 19 dibawah ini:
31
40
24
21
30 Jumlah KSM 20 10 0
Lunas
Menunggak > 3 bulan
Menunggak < 3 bulan
Gambar 19. Jumlah KSM berdasarkan Tingkat Pengembalian
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa masih besarnya tingkat tunggakan yang ada. Hal ini jelas menjadi permasalahan mendasar program ini. Karena esensi dari pinjaman bergulir ini adalah perguliran dana kepada masyarakat miskin lainnya yang belum mendapatkan pinjaman untuk tambahan modalnya atau perguliran kembali kepada masyarakat pemanfaat program yang telah melunasi pinjamannya. Dengan adanya tunggakan tersebut maka kedua hal tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya. Dari hasil evaluasi melalui wawancara terhadap responden peminjam maupun responden ahli, adapun faktor-faktor yang menyebabkan anggota KSM menunggak pinjaman yang diperolehnya yaitu: (1) Pemahaman terhadap program. Dimana pengalaman program kredit dana bergulir yang dilaksanakan selama ini, yang tidak memberikan sanksi hukum yang jelas terhadap para penunggak menyebabkan timbul persepsi negatif terhadap sebagian dari peminjam. Sehingga mereka tidak konsisten dalam pengembalian pinjamannya. (2) Pengalihan pemanfaatan dana. Dimana dana yang seharusnya digunakan untuk penambahan modal, namun digunakan untuk keperluan mendesak
72
seperti berobat maupun untuk keperluan rumah tangga lainnya. Sehingga pada saat jatuh tempo pengembalian mereka tidak mampu membayarnya. (3) Daya beli masyarakat yang menurun. Hal ini berkaitan dengan kenaikan harga BBM pada akhir tahun 2007 yang berpengaruh terhadap daya beli masyarakat. Sehingga pemasaran dan keuntungan yang diperoleh menurun yang berakibat pada
penurunan
pendapatan
dan
kemampuan
peminjam
dalam
mengembalikan angsurannya. 5.3. Evaluasi Dampak (Output) Program
Adapun dampak ataupun hasil yang ingin dicapai dapat dilihat dari tujuan umum yang ingin dicapai yaitu Keadaan Ekonomi Peminjam yang semakin membaik dan terjadinya kesinambungan program melalui perguliran pinjaman. 5.3.1. Keadaan Ekonomi
Adapun dampak ataupun hasil yang diharapkan adalah sesuai dengan tujuan umum pengembangan pinjaman bergulir P2KP yaitu keadaan ekonomi dari masyarakat golongan miskin telah meningkat dengan indikator kinerja yaitu : (1) Meningkatnya omzet usaha, pendapatan, dan modal sendiri bagi warga miskin kelompok sasaran; dan (2) Meningkatnya aset, pendapatan dan pengeluaran rumah tangga, bagi warga miskin kelompok sasaran. Selanjutnya untuk mengevaluasi indikator kinerja tercapainya keadaan ekonomi tersebut dapat dirangkum berdasarkan variable yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu: peningkatan modal, penambahan aset kepemilikan dan peningkatan pendapatan dari peminjam atau kelompok sasaran tersebut. 5.3.1.1. Peningkatan Modal
Adapun tanggapan 46 responden peminjam (anggota KSM) terhadap evaluasi
mengenai
peningkatan
modal
setelah
mendapatkan
pinjaman
berdasarkan kategori yang telah ditetapkan yaitu: 8 responden yang menjawab kategori baik,
31 responden menjawab kategori sedang dan 7 responden
menyatakan dengan kategori jelek sebagaimana pada gambar 20 dibawah ini:
73
31
40 30 Responden 20
8
7
10 0
Kategori Baik
Kategori Sedang
Kategori Jelek
Gambar 20. Peningkatan Modal Responden Setelah Mendapatkan Pinjaman
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa 8 responden menjawab dengan kategori baik yaitu apabila terjadinya peningkatan modal setelah mendapatkan pinjaman lebih dari 20% per hari atau per bulan dibandingkan dengan sebelum mendapatkan pinjaman. 31 responden menjawab dengan kategori sedang yaitu apabila terjadinya peningkatan modal setelah mendapatkan pinjaman kurang dari 20% per hari atau per bulan dibandingkan dengan sebelum mendapatkan pinjaman dan 7 responden menjawab dengan kategori jelek yaitu apabila tidak terjadinya peningkatan modal sama sekali atau menurun bila dibandingkan dengan sebelum mendapatkan pinjaman. Dari evaluasi diatas dapat diketahui bahwa secara umum terjadi peningkatan modal walaupun sebagian besar menyatakan penambahan modal yang ada tidak terlalu signifikan. Hal ini dikarenakan dana pinjaman yang didapatkan tidak sesuai dengan skala usaha ataupun kebutuhan peminjam untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal. Selain itu penyebab lainnya adalah pengalihan pemanfaatan dana bukan untuk keperluan penambahan modal sebagaimana dijelaskan sebelumnya. 5.3.1.2. Penambahan Aset Kepemilikan
Adapun tanggapan 46 responden peminjam (anggota KSM) terhadap evaluasi mengenai penambahan aset kepemilikan setelah mendapatkan pinjaman berdasarkan kategori yang telah ditetapkan yaitu: 35 responden menjawab
74
meningkat, 11 responden menjawab tetap dan tidak ada responden menjawab menurun sebagaimana pada gambar 21 dibawah ini:
40
35
30 11
Responden 20 10 0
0 Meningkat
Tetap
Menurun
Gambar 21. Penambahan Aset Kepemilikan Responden Setelah Mendapatkan Pinjaman
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa 35 responden menjawab dengan kategori meningkat yaitu apabila terjadinya penambahan aset produktif maupun aset rumah tangga berupa barang bergerak dan tidak bergerak. 11 responden menjawab dengan kategori tetap yaitu apabila tidak ada perubahan aset produktif maupun aset rumah tangga berupa barang bergerak dan tidak bergerak dan tidak ada responden menjawab dengan kategori menurun yaitu apabila terjadinya penurunan aset produktif maupun aset rumah tangga berupa barang bergerak dan tidak bergerak. Dari evaluasi diatas diketahui bahwa sebagian besar responden mengalami aset kepemilikan. Aset yang mengalami peningkatan setelah terlibat dalam P2KP sebagian besar merupakan aset produktif untuk mendukung aktifitas usaha ekonominya. Seperti pada usaha kelompok makanan, aset produktif yang mengalami penambahan adalah peralatan makan seperti: piring, sendok, garpu, panci memasak dan kebutuhan dapur lainnya serta pembelian tabung gas. 5.3.1.3. Peningkatan Pendapatan
Adapun tanggapan 46 responden peminjam (anggota KSM) terhadap evaluasi mengenai peningkatan pendapatan setelah mendapatkan pinjaman berdasarkan kategori yang telah ditetapkan yaitu: 8 responden yang menjawab
75
baik, 34 responden menjawab kategori sedang dan 4 responden menyatakan dengan kategori jelek sebagaimana pada gambar 22 dibawah ini:
34
40 30 Responden 20
8
4
10 0
Kategori Baik
Kategori Sedang
Kategori Jelek
Gambar 22. Peningkatan Pendapatan Responden Setelah Mendapatkan Pinjaman
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa 8 responden menjawab dengan kategori baik yaitu apabila terjadinya peningkatan pendapatan setelah mendapatkan pinjaman lebih dari 20% per hari atau per bulan dibandingkan dengan sebelum mendapatkan pinjaman. 34 responden menjawab dengan kategori sedang yaitu apabila terjadinya peningkatan pendapatan setelah mendapatkan pinjaman kurang dari 20% per hari atau per bulan dibandingkan dengan sebelum mendapatkan pinjaman dan 4 responden menjawab dengan kategori jelek yaitu apabila tidak terjadinya peningkatan pendapatan sama sekali atau menurun bila dibandingkan dengan sebelum mendapatkan pinjaman. Dari evaluasi diatas dapat diketahui bahwa secara umum terjadi peningkatan pendapatan walaupun sebagian besar menyatakan peningkatan pendapatan yang ada tidak terlalu signifikan. Namun dari sebagian besar responden khususnya yang telah melunasi pembayarannya memiliki motivasi yang tinggi untuk mendapatkan kembali pinjaman dalam rangka meningkatkan pendapatan dimasa yang akan datang.
76
5.3.2. Perguliran Pinjaman 5.3.2.1. Jumlah Peminjam
Sebagaimana
disebutkan
sebelumnya
bahwa
perguliran
pinjaman
dikatakan baik apabila lebih dari 40% peminjam (anggota KSM) mendapatkan kembali pinjaman (pinjaman berulang). Untuk Kelurahan Tanjung Balai Karimun dari data UPK sampai dengan bulan Desember 2008 dari 434 peminjam dana bergulir BLM tahap pertama, terdapat 132
peminjam yang mendapatkan pinjaman kembali. Dimana dana
tersebut merupakan dana pengembalian atau angsuran dari peminjam yang ada. Berdasarkan kriteria yang disebutkan sebelumnya, dengan peminjam yang mendapatkan pinjaman kembali berulang sebesar 30,4% dari total peminjam maka termasuk kriteria jelek yaitu apabila jumlah anggota KSM yang mendapatkan pinjaman kembali (berulang) kurang dari 40%. 5.3.2.2. Penagihan
Penagihan
kepada
penunggak
pinjaman
sangat
penting
bagi
keberlangsungan program. Dengan penagihan yang dilaksanakan secara maksimal maka dapat mengembalikan kembali dana yang diperlukan bagi peminjam baru maupun kepada peminjam lama yang telah mengembalikan pinjamannya. Dalam usaha untuk menangani pinjaman bermasalah yang dikarenakan tunggakan pembayaran dari peminjam, maka dilakukan upaya penagihan oleh UPK. Upaya penagihan yang dapat dilakukan adalah mengadakan kunjungan kepada peminjam yang menunggak, melakukan tindakan administrasi, pencairan dana tanggung renteng sampai dengan penyitaan terhadap jaminan dari peminjam. Evaluasi melalui pendapat responden ahli diperoleh hasil berdasarkan kategori yang telah dibuat sebelumnya yaitu: tidak ada responden menjawab dengan kategori baik. 7 responden menjawab dengan kategori sedang dan tidak ada responden yang menjawab dengan kategori jelek sebagaimana pada gambar 23 dibawah ini.
77
7 8 6 Responden 4 2 0
0 Kategori Baik
0 Kategori Sedang
Kategori Jelek
Gambar 23. Kategori Berdasarkan Proses Penagihan
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa tidak ada responden menjawab dengan kategori baik yaitu apabila telah terbentuk tim kecil penagihan dan tim tersebut telah melakukan upaya penagihan secara rutin kepada para penunggak. 7 responden menyatakan dengan kategori sedang yaitu apabila belum terbentuk tim kecil penagihan namun UPK secara rutin atau aktif melakukan penagihan kepada para penunggak dan tidak ada yang menjawab dengan kategori jelek yaitu apabila belum terbentuk tim kecil penagihan dan UPK tidak secara rutin atau aktif melakukan penagihan kepada para penunggak. Dari hasil evaluasi tersebut diketahui bahwa dalam upaya penagihan terhadap peminjam baru dilaksanakan oleh UPK dan belum terbentuk tim kecil penagihan yang mendukung dalam upaya penagihan tersebut. Sedangkan upaya yang dilakukan UPK bersifat persuasif dimana UPK secara aktif mengunjungi peminjam yang menunggak dan mencairkan dana tanggung renteng. Sedangkan upaya dengan penyitaan terhadap barang jaminan seperti perabot rumah tangga dan barang elektronik milik peminjam tidak dilakukan.
78
VI. STRATEGI PENYEMPURNAAN PEMANFAATAN DANA PINJAMAN BERGULIR P2KP 6.1 Prioritas Aspek yang Berperan dalam Penyempurnaan Pemanfaatan Dana Pinjaman Bergulir P2KP
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis di lapangan terdapat tiga aspek yang perlu diperhatikan dalam penyempurnaan pemanfaatan dana pinjaman bergulir P2KP, ketiga aspek tersebut yaitu 1) Persiapan (Input) program, 2) Pelaksanaan (Proses) Program, 3) Dampak (Output) Program. Berdasarkan penilaian pendapat gabungan dari responden ahli, ketiga aspek teridentifikasi bahwa secara keseluruhan aspek persiapan (input) program merupakan aspek yang paling dibutuhkan dalam penyempurnaan pemanfaatan dana pinjaman bergulir P2KP yaitu dengan skor sebesar 0,533. Hal ini menunjukkan bahwa aspek persiapan (Input) merupakan aspek yang menjadi prioritas untuk diadakan perbaikan atau penyempurnaan dalam keberlanjutan program di masa akan datang. Selanjutnya aspek yang juga perlu diperhatikan dalam penyempurnaan pemanfaatan dana pinjaman bergulir P2KP adalah dampak (output) program, dengan skor sebesar 0,281 kemudian aspek pelaksanaan (proses) program, dengan skor sebesar 0,186. Lebih jelas dapat dilihat pada lampiran 2. Hasil ini menunjukkan bahwa pendapat responden ahli sesuai dengan uraian dan pembahasan sebelumnya bahwa berdasarkan evaluasi yang dilaksanakan pada penyaluran dana pinjaman bergulir, pengelola lokal dalam hal ini BKM/UPK belum melaksanakan sepenuhnya persyaratan dan ketentuan yang berlaku pada tahap persiapan (Input) tersebut. Dimana peminjam yang belum memenuhi kriteria kelayakan tetap diberikan pelayanan atau peminjaman dan tidak diberikan pembimbingan terlebih dahulu sampai KSM tersebut memenuhi kriteria kelayakan.
79
6.2. Prioritas Kriteria Penyempurnaan Pemanfaatan Dana Pinjaman Bergulir P2KP 6.2.1. Kriteria Penyempurnaan Pemanfaatan Dana Pinjaman Bergulir P2KP pada Aspek Persiapan (Input) Program
Pada aspek persiapan (input) program terdapat beberapa kriteria yang penting untuk diperhatikan dalam penyempurnaan pemanfaatan dana pinjaman bergulir P2KP. Kriteria tersebut yaitu 1) Kelayakan Lembaga Pengelola 2) Kelayakan Peminjam, 3) Pendanaan. Berdasarkan penilaian pendapat gabungan dari responden ahli menyatakan bahwa kriteria kelayakan peminjam merupakan faktor yang paling penting pada aspek persiapan (input) program (0,660), kemudian kriteria pendanaan
(0,191). Selanjutnya adalah kriteria kelayakan
lembaga pengelola (0,149), lebih jelas mengenai kriteria pada aspek persiapan (input) program ini dapat dilihat pada lampiran 3. Sebagaimana hasil evaluasi sebelumnya bahwa pada tahap persiapan (Input) kriteria kelayakan peminjam belum sepenuhnya dilaksanakan dengan baik. Dimana masih banyak dari anggota KSM yang tidak tercantum dalam daftar Pemetaan Swadaya yang dilakukan namun mendapatkan dana pinjaman bergulir, kemudian kelengkapan administrasi masih banyak yang belum dipenuhi namun UPK tetap memberikan pinjaman dan tidak memberikan pendampingan sampai KSM tersebut memenuhi kriteria administrasi yang ditentukan. Selanjutnya banyak dari anggota KSM yang mendapatkan pinjaman tersebut belum mengikuti pelatihan yang dipersyaratkan. Selain itu ada beberapa KSM yang keanggotaan perempuan dibawah dari 30%. Dari evaluasi tersebut maka untuk pinjaman dimasa yang akan datang UPK diharapkan dapat lebih memperhatikan kriteria kelayakan yang harus dipenuhi oleh anggota KSM untuk mendapatkan pinjaman tersebut. Pada kriteria pendanaan, kondisi yang ada pada pelaksanaan penyaluran dana pinjaman bergulir hanya bersumber dari Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) yang berasal dari Pemerintah Pusat. Sedangkan sumber dana lainnya yang memungkinkan seperti dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dari pihak swasta, swadaya masyarakat dan sumber lainnya yang memungkinkan belum berjalan.
80
Sedangkan pada kriteria kelayakan lembaga pengelola dalam hal ini BKM/UPK bahwa dalam pembuatan aturan dasar belum melibatkan stakeholder masyarakat secara keseluruhan sehingga dalam penetapan penentuan kriteria masyarakat yang berhak mendapatkan pinjaman menjadi bias. Selain itu UPK belum memahami dan melaksanakan sistem pembukuan yang berlaku secara baik dan masih bergantung dari bantuan teknis dari fasilitator kelurahan. 6.2.2. Kriteria Penyempurnaan Pemanfaatan Dana Pinjaman Bergulir P2KP pada Aspek Pelaksanaan (Proses) Program
Pada aspek pelaksanaan (proses) program terdapat beberapa kriteria yang penting untuk diperhatikan dalam rangka penyempurnaan pemanfaatan dana pinjaman bergulir P2KP Kelurahan Tanjung Balai Karimun Kabupaten Karimun. Kriteria tersebut terdiri dari pendampingan dan penggunaan dana. Pendapat gabungan dari responden ahli mengenai prioritas kriteria pada aspek pelaksanaan (proses) program
menunjukkan bahwa penggunaan dana
merupakan kriteria yang paling penting dalam penyempurnaan pemanfaatan dana pinjaman bergulir P2KP (0,558), selanjutnya adalah kriteria pendampingan (0,442). Lebih jelas dapat dilihat pada lampiran 4. Jenis usaha yang dijalankan oleh peminjam dalam menggunakan dana pinjaman pada satu KSM beragam. Kerjasama yang dilakukan dalam satu KSM hanya bersifat untuk memudahkan mendapatkan dana dan mengembalikan dana tersebut. Sedangkan kerjasama yang bersifat pemasaran usaha bersama tidak bisa dilaksanakan. Pada pengembalian dana tersebut masih banyak anggota KSM yang belum melunasi pembayarannya secara keseluruhan. Adapun faktor-faktor yang menjadi penyebabnya antara lain pemahaman terhadap program, pengalihan pemanfaatan dana, daya beli masyarakat yang menurun dan kelembagaan kelompok. Pada pendampingan yang dilakukan baik oleh UPK maupun oleh fasilitator kelurahan secara umum keberadaan mereka diketahui oleh anggota KSM namun dalam penyelesaian permasalahan yang dihadapi, tidak semua anggota KSM merasakan terbantu oleh keberadaan UPK dan fasilitator kelurahan dimaksud.
81
6.2.3. Kriteria Penyempurnaan Pemanfaatan Dana Pinjaman Bergulir P2KP pada Aspek Dampak (Output) Program
Pada aspek dampak (output) program terdapat beberapa kriteria yang penting untuk diperhatikan. Kriteria tersebut terdiri dari keadaan ekonomi dan perguliran peminjam. Hasil penilaian pendapat gabungan dari responden ahli menunjukkan bahwa kriteria yang paling penting pada aspek dampak (output) program yaitu keadaan ekonomi (0,591) selanjutnya adalah perguliran peminjam (0,409). Hal ini lebih jelas dapat dilihat pada lampiran 5. Keadaan ekonomi yang meningkat merupakan ukuran keberhasilan dari program ini. Hal ini sesuai dengan tujuan umum dari program ini yaitu keadaan ekonomi dari masyarakat golongan miskin semakin meningkat. Berdasarkan evaluasi terhadap peningkatan keadaan ekonomi melalui variable peningkatan modal, penambahan aset kepemilikan dan peningkatan pendapatan secara umum terjadi peningkatan pada setiap variable tersebut. Namun peningkatan yang terjadi tidak begitu signifikan. Hal ini disebabkan antara lain karena dana pinjaman yang diberikan belum memadai untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal. Sehingga diharapkan dengan pinjaman selanjutnya keadaan ekonomi peminjam dapat lebih baik lagi. Pada kriteria perguliran pinjaman, untuk jumlah peminjam yang mendapatkan pinjaman kembali (berulang) belum mencapai 40%. Sehingga belum termasuk kategori baik. Hal ini disebabkan masih banyaknya tunggakan yang terjadi. Sedangkan untuk upaya penagihan sampai saat ini hanya dilakukan oleh UPK. Sedangkan pembentukan tim penagihan yang melibatkan anggota BKM lain, relawan maupun staf kelurahan belum terbentuk. Sehingga upaya penagihan terhadap peminjam yang menunggak belum berjalan maksimal.
82
6.3. Prioritas Alternatif Strategi penyempurnaan pemanfaatan dana pinjaman bergulir P2KP
Penetapan prioritas alternatif strategi penyempurnaan pemanfaatan dana pinjaman bergulir P2KP Kelurahan Tanjung Balai Karimun Kabupaten Karimun dilakukan melalui pendapat responden, kemudian hasilnya diolah dengan menggunakan teknik analisis AHP. Pendapat gabungan dari empat responden menghasilkan penilaian mengenai penyempurnaan pemanfaatan dana pinjaman bergulir P2KP Kelurahan Tanjung Balai Karimun Kabupaten Karimun seperti disajikan pada Tabel 18 dibawah ini. Tabel 18. Hasil Prioritas Alternatif Strategi Penyempurnaan Pemanfaatan Dana Pinjaman Bergulir P2KP di Kelurahan Tanjung Balai Karimun Kabupaten Karimun No
Alternatif Strategi
Bobot
Prioritas
1
Pelatihan/training secara berkala bagi pengelola lokal
0,100
6
2
Revisi Pemetaan Swadaya
0,248
1
3
Sosialisasi program kepada pihak ketiga (Bank/ maupun non-bank)
0,091
7
4
Pertemuan rutin melibatkan Stakeholder dan instansi terkait
0,152
3
5
Penyaluran modal sesuai dengan skala usaha
0,131
4
6
Pelatihan manajemen usaha atau magang bagi peminjam
0,166
2
7
Membuat tim kecil penagihan dan mekanisme baru penagihan
0,112
5
Total Sumber : Data Primer (diolah)
1
Berdasarkan hasil analisis dari pendapat responden ahli, dalam rangka penyempurnaan pemanfaatan dana pinjaman bergulir P2KP Kelurahan Tanjung Balai Karimun Kabupaten Karimun, alternatif strategi utama yang penting untuk dilaksanakan adalah revisi pemetaan swadaya. Menurut pendapat responden, revisi pemetaan swadaya diperlukan agar masyarakat yang mendapatkan pinjaman dimasa yang akan datang adalah sesuai dengan ketentuan dan tujuan dari program ini yaitu masyarakat dari golongan miskin. Selain itu dengan revisi pemetaan swadaya melibatkan seluruh stakeholder yang ada diharapkan dapat pula merivisi terhadap kriteria masyarakat miskin berdasarkan kondisi setempat. Sehingga dalam penentuan kriteria miskin tersebut tidak menjadi bias. Lebih jelas mengenai hasil prioritas alternatif strategi penyempurnaan pemanfaatan dana pinjaman bergulir P2KP Kelurahan Tanjung Balai Karimun Kabupaten Karimun disajikan dalam bagan AHP pada lampiran 6.
83
Untuk mencapai strategi yang telah ditetapkan, adapun program ataupun langkah yang bisa dilaksanakan adalah sebagai berikut: 1. Revisi Pemetaan Swadaya, diwujudkan melalui program atau langkah yaitu: • Melakukan pertemuan melibatkan stakeholder yang berkaitan dengan pelaksanan program untuk membahas mengenai evaluasi dan melakukan revisi terhadap kriteria masyarakat yang berhak mendapatkan dana pinjaman bergulir P2KP. • Hasil kriteria yang telah ditetapkan selanjutnya dibahas bersama masyarakat diwilayahnya masing-masing untuk menetapkan daftar nama masyarakat yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. • Daftar nama masyarakat yang telah ditetapkan berdasarkan hasil kesepakatan bersama masyarakat di wilayahnya masing-masing tersebut selanjutnya diserahkan kepada BKM untuk ditetapkan sebagai Revisi Pemetaan Swadaya. 2. Pelatihan Manajemen Usaha atau magang bagi peminjam, diwujudkan melalui program atau langkah yaitu: • Koordinasi terhadap Dinas/Instansi yang mempunyai program ataupun proyek yang melaksanakan pelatihan ataupun magang untuk melibatkan peminjam sesuai dengan usaha yang dijalankan. • Peningkatan mutu sumberdaya melalui pendidikan formal dan informal. 3. Pertemuan rutin melibatkan stakeholder dan instansi terkait, diwujudkan melalui program atau langkah yaitu: • Menetapkan program pertemuan bulanan ataupun Triwulan. • Membentuk Forum Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) di tingkat Kabupaten. • Melakukan sosialisasi yang lebih intensif terhadap masyarakat mengenai program. 4. Penyaluran modal sesuai dengan skala usaha, diwujudkan melalui program atau langkah yaitu: • Menyalurkan dana perguliran yang ada kepada masyarakat sesuai dengan revisi pemetaan swadaya.
84
• Dalam penyalurannya terlebih dahulu diadakan survey dan perhitungan kesesuaian jumlah pinjaman dengan pengembangan usaha. Selain itu tetap harus menyesuaikan dengan anggaran yang ada. • Membuat kontrak perjanjian secara partisipatif antara peminjam dengan pengelola dan melaksanakannya secara konsekuen. 5. Membuat Tim Kecil Penagihan dan Mekanisme Baru Penagihan, diwujudkan melalui program atau langkah yaitu: • Mengadakan pertemuan yang melibatkan stakeholder yang berkaitan dengan
pelaksanan
program
untuk
membentuk
tim
kecil
yang
bertanggungjawab dan membantu UPK dalam melakukan penagihan kepada peminjam yang masih menunggak. • Tim kecil yang telah terbentuk selanjutnya membuat mekanisme penagihan yang efektif dan efisien serta tidak memberatkan masyarakat. 6. Pelatihan/training secara berkala bagi pengelola lokal, diwujudkan melalui program atau langkah yaitu: • Pelatihan akuntansi keuangan dan sistem informasi bagi UPK. • Pemagangan ke lembaga keuangan Bank maupun non-Bank. • Lokakarya Manajemen Kepemimpinan. 7. Sosialisasi program kepada pihak ketiga (Bank/maupun non Bank), diwujudkan melalui program atau langkah yaitu: • Sosialisasi program secara intensif melalui brosur, media cetak dan elektronik • Mengikuti pertemuan-pertemuan (seminar, ceramah umum, dan lainnya). Baik yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah maupun pihak lainnya. Sedangkan tujuan dari kegiatan yang dilaksanakan dan pihak yang melaksanakan kegiatan tersebut dapat dilihat pada tabel 19 dibawah ini.
85
86
87
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan
1. Hasil evaluasi terhadap persiapan (Input) program dapat disimpulkan bahwa banyak dari peminjam yang tidak atau belum memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan namun BKM/UPK tetap memberikan pinjaman dan tidak melakukan pendampingan terlebih dahulu sampai KSM tersebut memenuhi kriteria kelayakan yang ditetapkan. 2. Hasil evaluasi terhadap pelaksanaan (proses) program dapat disimpulkan halhal sebagai berikut: a. Keberadaan fasilitator kelurahan maupun UPK selama ini telah diketahui dengan baik oleh anggota KSM, namun sebagian dari anggota KSM tersebut merasa belum terbantu dalam penyelesaian permasalahan yang dihadapi. b. Adapun faktor penyebab tunggakan yang terjadi adalah: Pemahaman terhadap perogram, pengalihan pemanfaatan dana dan daya beli masyarakat yang menurun. 3. Hasil evaluasi terhadap dampak (output) program dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Keadaan ekonomi anggota KSM setelah mendapatkan pinjaman sebagian besar mengalami peningkatan. Namun peningkatan yang terjadi tidak signifikan. b. Perguliran pinjaman belum berjalan maksimal dimana pinjaman kembali (berulang) dibawah 40% dan belum terbentuknya tim penagihan yang menyebabkan upaya penagihan tidak berjalan maksimal. 4. Hasil analisa dalam perumusan strategi penyempurnaan program dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: a. Penyempurnaan pada aspek persiapan (input) program merupakan aspek yang menjadi prioritas dalam pelaksanaan kegiatan selanjutnya. b. Kelayakan peminjam merupakan kriteria yang paling penting dalam penyempurnaan pemanfaaan dana bergulir P2KP pada aspek persiapan (input) program.
88
c. Penggunaan Dana merupakan kriteria yang paling penting dalam penyempurnaan dana bergulir P2KP pada aspek pelaksanaan (proses) program d. Keadaan ekonomi merupakan kriteria yang paling penting dalam penyempurnaan dana bergulir P2KP pada aspek dampak (output) program. e. Alternatif strategi penyempurnaan pemanfaatan dana pinjaman bergulir P2KP di Kelurahan Tanjung Balai Karimun yang paling penting adalah Revisi Pemetaan Swadaya. Dilanjutkan secara berturut-turut yaitu pelatihan manajemen usaha atau magang bagi peminjam, pertemuan rutin melibatkan stakeholder dan instansi terkait, penyaluran modal sesuai dengan skala usaha, membentuk tim kecil penagihan dan mekanisme baru penagihan pelatihan/training secara berkala bagi pengelola lokal, dan sosialisasi program kepada pihak ketiga (bank maupun non-bank) 7.2. Saran
1. Peran Pemerintah Daerah sangat penting dalam melaksanakan revisi pemetaan swadaya sebagai prioritas utama sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Salah satunya dengan penugasan kepada dinas/instansi terkait untuk ikut serta dan memberikan masukan dalam kegiatan revisi pemetaan swadaya dimaksud. 2. Memperhatikan perlunya pelibatan masyarakat dalam setiap tahapan pengelolaan program, mulai dari tahapan perencanaan hingga tahapan evaluasi. 3. Untuk menghilangkan adanya persepsi yang negatif di kalangan masyarakat terhadap program dana bergulir maka perlu melaksanakan upaya penyadaran melalui kegiatan sosialisasi yang sebaik-baiknya dan melakukan pembinaan yang lebih intensif dengan melibakan pemimpin formal maupun informal yang ada di kelurahan/desa. Selain itu perlu juga melakukan penagihan tunggakan secara lebih konsisten. 4. Upaya meningkatkan koordinasi dan sinergitas antar program dapat dilakukan melalui Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Karimun. Tim yang baru terbentuk ini hendaknya dapat mengadakan pertemuan secara rutin yang tidak hanya melibatkan dinas/instansi terkait juga melibatkan
89
stakeholder lainnya baik dari swasta maupun kelembagaan masyarakat yang telah terbentuk. Sehingga proses perencanaan kegiatan kedepan maupun evaluasi terhadap kegiatan yang telah dilaksanakan bisa lebih maksimal. 5. Pendekatan penanggulangan kemiskinan selama ini masih bersifat pendekatan ekonomi, padahal dalam setiap program pemerintah terutama dana yang bersifat bergulir terdapat permasalahan yang bersifat sosial budaya. Termasuk dalam program dana pinjaman bergulir ini dimana masih terdapat permasalahan seperti persepsi negatif, kelembagaan kelompok maupun kelembagaan masyarakat dan sebagainya. Sehingga perlu keterlibatan pakar ataupun ahli sosial budaya untuk mengkaji dan memberikan masukan bagi Pemerintah Daerah.
90
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian, suatu pendekatan praktek. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta Badan Kependudukan, Capil dan KB Kabupaten Karimun. 2007. Jumlah Keluarga Pra Sejahtera dan Sejahtera. Badan Kependudukan, Capil dan KB Kabupaten karimun. Bappenas. 2004. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009. Bappenas. Craig, G dan M. Mayo, 1995. Community Empowerment A Reader in Participation and Development. Zed Books-London Departemen Pekerjaan Umum. 2006. Pedoman Umum Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP-3). Direktorat Jenderal Cipta Karya. Kementrian Pekerjaan Umum Republik Indonesia. FKPPM Kabupaten Karimun. 2002 s/d 2005. Penyaluran Kredit Koperasi dan UKM. Tidak Dipublikasikan. Karimun Goma, S. 2004. Pengembangan Kredit Dana Bergulir dalam Memberdayakan Ekonomi Masyarakat (Kasus Kelurahan Tegal Rejo Kecamatan Poso Kota Kabupaten Poso Propinsi Sulawesi Tengah). Kajian. Program Pascasarjana. Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kantor Lurah Tanjung Balai Karimun. 2008. Data Monografi Kelurahan. Tidak Dipublikasikan. Karimun. KPK-Komite Penanggulangan Kemiskinan Pusat. 2004. Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan. Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat-Jakarta Maskun, S. 1998. Pembangunan Masyarakat Desa (Azas, Kebijaksanaan dan Manajemen). PT. Media Widya Mandala Yogyakarta. Mcardle, J. 1989. Community Development Tools of Trade. Community Queterly Journal Vol. 16 Mikkelsen, B . 1999. Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-upaya Pemberdayaan: Sebuah buku pegangan bagi praktisi lapangan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Mubyarto. 1987. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES Jakarta Narayan, D. 2002. Empowerment and Poverty Reduction: A Source Book. World Bank.
91
Nasution, I. 2008. Bank Kaum Miskin: Kisah Yunus dan Grameen Bank Memerangi Kemiskinan. PT. Cipta Lintas Wacana. Depok Saaty, Thomas L. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Pemimpin. Seri Manajemen No. 134. Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan Dalam Situasi Kompleks. PT. Pustaka Binaman Pressiondo. Jakarta Saidi, N. 2007. Strategi Peningkatan Efektivitas Penyaluran Dana Udha Desa/Kelurahan untuk Penanggulangan Kemiskinan (Kajian di Kota Pekanbaru-Propinsi Riau). Kajian. Program Pascasarjana. Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Solihin, T. 2005. Evaluasi Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) Dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat (Kelurahan Abadijaya, Kecamatan Sukmajaya Kota Depok, Propinsi Jawa Barat). Kajian. Program Pascasarjana. Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sumodiningrat, 2001. Respon Pemerintah Terhadap Kesenjangan Ekonomi. Perpot Jakarta Umar, H. 1998. Metode Penelitian. PT. Erlangga. Jakarta Wardhani, A. dan Haryadi, E. 2004. Pemberdayaan Masyarakat Miskin Dalam Penanggulangan Kemiskinan. TKP4 KPK Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat-Jakarta
92
Lampiran 1: Daftar Nama Resonden Peminjam Dana Bergulir P2KP Kelurahan Tanjung Balai Karimun Jenis Usaha No
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46.
Nama
Hasyim Sarmin Imbran Zulkifli Dwi Hananto Kaharudin Maizal Rais Hasyim Hasan Gunawan Bonyah Gisem Haryati Cholel Sri Tentrem Serri Khairul Kamisah Julaidi Taufik Enyan Indra Bachrun E Sri Sumarsih Supriono Fahrur razi Sarimin Joko Prasetyo Joko S Suyatno Djunaida Purwanto Zainuddin Andi Aulia Paini Sunarjo Jama Arif Kaharudin Marlias Usman Teguh Sunarti Kadis Sujarni Sri Wahyuni Suripto Sukarman Syamsudin Paul
Alamat RT 2 1 2 3 3 3 3 1 1 3 1 1 1 2 1 2 1 2 2 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 2 2 2 2 3 3 3 1 2 2 2 2 1 1 1
RW 7 8 8 6 6 6 6 6 6 6 6 6 8 8 1 6 8 8 8 6 6 6 7 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8 6 6 6 6 7 7 7 7 8 8 8
Pendidikan terakhir SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SLTP SLTP SLTP SLTP SLTP SLTP SLTP SLTP SLTP SLTP SLTP SLTP SLTP SLTP SLTP SLTP SLTA SLTA SLTA SLTA SLTA SLTA SLTA SLTA
Jenis Usaha Warung Jual buah/rujak Jual mie Warung Jual Kue Pakaian bekas Warung Gorengan Bakso keliling Reparasi Warung Jual Jamu Bengkel Jual nasi/lontong Jual Kue Jual TV bekas Jual Cendol Kerupuk Batako Jual tempe/tahu Sembako Jual Jamu Sembako Pakaian bekas Warung Kios bensin Warung Bakso keliling Warung Jual Kue Kios Bensin Warung Jual siomay Warung Ternak Ayam Ternak lele Warung Kios Bensin Warung Menjahit Kerupuk bona Warung Pulsa/voucer Jual Kue Katering Warung
Kelompok Usaha Warung Makanan Makanan Warung Makanan Non-makanan Warung Makanan Makanan Non-makanan Warung Makanan Non-makanan Makanan Makanan Non-makanan Makanan Makanan Non-makanan Makanan Warung Makanan Warung Non-makanan Warung Non-makanan Warung Makanan Warung Makanan Non-makanan Warung Makanan Warung Non-makanan Non-makanan Warung Non-makanan Warung Non-makanan Makanan Warung Non-makanan Makanan Makanan Warung
93
Lampiran 2.
3/12/2009 11:15:50 PM
Page 1 of 1
Model Name: AHP Strategi P2KP Priorities with respect to: Strategi Penyempurnaan Pemanfaa...
Persiapan (Input) Program Pelaksanaan (Proses) Program Dampak (Output) Program Inconsistency = 0.00 with 0 missing judgments.
Combined
.533 .186 .281
hastuti
94
Lampiran 3.
3/12/2009 11:16:25 PM
Page 1 of 1
Model Name: AHP Strategi P2KP Priorities with respect to: Strategi Penyempurnaan Pemanfaata >Persiapan (Input) Program
Kelayakan Lembaga Pengelola Kelayakan Peminjaman Pendanaan Inconsistency = 0.05 with 0 missing judgments.
Combined
.149 .660 .191
hastuti
95
Lampiran 4.
3/12/2009 11:16:43 PM
Page 1 of 1
Model Name: AHP Strategi P2KP Priorities with respect to: Strategi Penyempurnaan Pemanfaa >Pelaksanaan (Proses) Progr...
Pendampingan Penggunaan Dana Inconsistency = 0.00 with 0 missing judgments.
Combined
.442 .558
hastuti
96
Lampiran 5.
3/12/2009 11:16:58 PM
Page 1 of 1
Model Name: AHP Strategi P2KP Priorities with respect to: Strategi Penyempurnaan Pemanfaa >Dampak (Output) Program
Keadaan Ekonomi Perguliran Peminjam Inconsistency = 0.00 with 0 missing judgments.
Combined
.591 .409
hastuti
97
Lampiran 6.
3/12/2009 11:15:07 PM
Page 1 of 1
Model Name: AHP Strategi P2KP Synthesis: Summary
Synthesis with respect to: Strategi Penyempurnaan Pemanfaatan Dana Pinjaman Bergulir P2KP
Overall Inconsistency = .04 Pelatihan secara berkala bagi pengelola lokal Revisi pemetaan swadaya Sosialisasi program kepada pihak ketiga Pertemuan rutin melibatkan stakeholder dan instansi Penyaluran modal sesuai dgn skala usaha Pelatihan manajemen usaha atau magang bagi peminjam Membuat tim penagihan dan mekanisme baru penagihan
.100 .248 .091 .152 .131 .166 .112
hastuti
98
Strategi Penyempurnaan Pemanfaatan Dana Pinjaman Bergulir P2KP
Persiapan (Input) program (0,533)
Kelayakan Lembaga Pengelola (0,149)
Pelatihan/ training secara berkala bagi pengelola lokal (0,100)
Kelayakan Peminjam (0,660)
Revisi Pemetaan Swadaya (0,248)
Pelaksanaan (Proses) Program (0,186)
Pendanaan (0,191)
Sosialisasi program kepada pihak ketiga (Bank/ maupun non-bank) (0,091)
Tujuan
Dampak (Output) Program (0,281)
Pendampingan (0,442)
Penggunaan Dana (0,558)
Keadaan Ekonomi (0,591)
Kunjungan/ Pertemuan rutin melibatkan Stakeholder dan instansi terkait (0,152)
Penyaluran modal sesuai dengan skala usaha (0,131)
Pelatihan manajemen usaha atau magang bagi peminjam (0,166)
Aspek
Perguliran Peminjam (0,409)
Membuat tim kecil penagihan dan mekanisme baru penagihan (0,112)
Kriteria
Strategi
Lampiran 7. Bobot Nilai Hierarki Alternatif Strategi Pemanfaatan Dana Pinjaman Bergulir P2KP di Kelurahan Tanjung Balai Karimun
99