EVALUASI KUALITAS UDARA PERKOTAAN TAHUN 2007 PROGRAM LANGIT BIRU
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
EVALUASI KUALITAS UDARA PERKOTAAN 2007
ASDEP PENGENDALIAN PENCEMARAN SUMBER EMISI BERGERAK DEPUTI BIDANG PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Pengarah : Ir. Mohd. Gempur Adnan
Penanggung Jawab: Ade Palguna R. Penyusun: 1. Mutiara Siadari 2. Linda Krisnawati 3. Rahmat Ulthari 4. Sari Puji Astuti Kontributor: 1. Prof. Ofyar Z. Tamin 2. DR Driejana
ii
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
PENGANTAR Udara merupakan komponen kehidupan yang sangat penting untuk manusia maupun mahluk hidup lainnya, tanpa makan dan minum kita bisa hidup untuk beberapa hari tetapi tanpa udara kita hanya bisa hidup untuk beberapa menit saja. Tidak seperti air yang bisa kita pilih untuk diminum maka sekali udara tercemar susah untuk dibersihkan karena kita tidak dapat memilih udara yang kita hirup. Menjaga kualitas udara merupakan tanggung jawab kita semua dan pemerintah kota menjadi ujung tombak dalam mensosialisasikan upaya-upaya pengendalian pencemaran udara kepada masyakat. Udara yang bersih akan menciptakan generasi yang sehat dan sebaliknya udara yang kotor akan membangun generasi yang rentan akan penyakit. Untuk pertama kalinya Program Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan dilaksanakan pada tahun 2007 dan dilakukan di 10 Kota Metropolitan dan 2 Kota Besar yang dilaksanakan untuk mengetahui kualitas udara perkotaan yang bersumber dari transportasi. Buku ini dapat menjadi sumber informasi serta acuan pemerintah kota dan masyarakat dalam meningkatkan kualitas udara di kotanya. Berdasarkan informasi ini, diharapkan pemerintah kota dapat menyusun rencana kerja dan melaksanakan upaya perbaikan kualitas udara serta dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dalam upaya menjaga kualitas udara yang bersih dan sehat. Buku ini juga menggambarkan posisi kinerja pemerintah kota dalam pengelolaan kualitas udara dibandingkan dengan kota lainnya dengan kategori yang sama. Kami menghargai dan berterima kasih kepada semua pihak yang berpartisipasi dalam pelaksanaan kegiatan ini hingga tersusunnya buku ini.
Jakarta, 11 Maret 2008
Mohd. Gempur Adnan
Deputi II Kementerian Lingkungan Hidup
Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
iii
Daftar Isi
Hal.
PENGANTAR .
................................................................................................................................................................vii
DAFTAR ISI
................................................................................................................................................................viii
Daftar Tabel Daftar Grafik BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................................................................................ 1
1.2 Permasalahan ............................................................................................................................................... 1
1.3. Maksud dan Tujuan .................................................................................................................................. 1
BAB II KERANGKA KONSEPTUAL.................................................................................................................................
2.1. Pendekatan..................................................................................................................................................... 3
2.2. Garis-Garis Besar Program .................................................................................................................... 7
2.2.1. Agenda Kerja ................................................................................................................................ 7
2.2.2.. Waktu dan tempat pelaksanaan ........................................................................................ 7 2.2.3. Kota Peserta 8 2.3. Lingkup Pekerjaan. 18 BAB III KERANGKA PELAKSANAAN 3.1. Umum .................................................................................................................................................................................. 3.2. Kriteria dan valuasi nilai Langit Biru 2007 .................................................................................. 3.2.1 Kriteria Langit Biru ............................................................................................................. 3.2.2 Valuasi Nilai Langit Biru .......................................................................................
iv
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
3.3. Mekanisme Pelaksanaan........................................................................................................................ 3.4. Tim Pemantau .............................................................................................................................................. 3.5. Award .................................................................................................................................................................
BAB IV.
EVALUASI TAHUN 2007 4.1. Indikator Karakteristik Kota Tahun 2007 ............................................................................ 4.2 Ukuran Pencemaran Udara............................................................................................................. 4.3 Kinerja Lalu lintas Perkotaan .......................................................................................................... 4.4 Uji Emisi “Spotcheck” Kendaraan Bermotor .......................................................................... 4.5. VALUASI DAN NILAI LANGIT BIRU KOTA ..............................................................................................
BAB V. REKOMENDASI DAN RENCANA KE DEPAN 5.1. Rekomendasi......................................................................... 5.2. RENCANA PELAKSANAAN TAHUN 2008 ............................................................................................ LAMPIRAN .............................................................................................................................................
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
DAFTAR TABEL Tabel 1. Prediksi persentase jumlah penduduk perkotaan di Indonesia tahun 1920 -2025 Tabel 2. Elemen Kunci dalam Transportasi Berwawasan Lingkungan Tabel 3. Dampak emisi kendaran bermotor terhadap lingkungan dan kesehatan manusia Tabel 4. Rencana pengembangan indikator penilaian evaluasi kualitas udara perkotaan sampai 2010 Tabel 5. Baku Mutu Udara Ambien berdasarkan PP 41 tahun 1999 Tabel 6. Klasifikasi Kualitas Pelayanan Jalan Tabel 7. Tingkat Pelayanan Jalan di 12 Kota Tabel 8. Kriteria Tambahan Untuk Tahun 2008 DAFTAR GRAFIK Grafik 1. Grafik 2. Grafik 3. Grafik 4 . Grafik 5 . Grafik 6. Grafik 7. Grafik 8. Grafik 9 . Grafik 10 . Grafik 11. Grafik 12. Grafik 13. Grafik 14. Grafik 15. Grafik 16. Grafik 17. Grafik 18.
Konsumsi energi di Indonesia 1970 – 2004 Konsentrasi CO rata rata di 12 kota tahun 2007 Konsentrasi HC rata rata di 12 kota tahun 2007 Konsentrasi NO2 rata rata di 12 kota tahun 2007 Konsentrasi PM10 rata rata di 12 kota tahun 2007 Konsentrasi O3 rata rata di 12 kota tahun 2007 Konsentrasi TSP rata rata di 12 kota tahun 2007 Konsentrasi SO2 rata rata di 12 kota tahun 2007 Kecepatan rata-rata kendaraan di jalan raya Kerapatan kendaraan rata rata (VCR) di jalan raya Perbandingan kecepatan dan kerapatan kendaraan di 12 kota tahun 2007 Hasil uji emisi “spotcheck” kendaraan bermotor berbahan bakar bensin di 12 kota tahun 2007 Hasil uji emisi “spotcheck” kendaraan bermotor berbahan bakar solar di 12 kota tahun 2007 Perbandingan persentase kelulusan kendaraan berbahan bakar bensin di DKI Jakarta berdasarkan Permen LH dan Perda DKI Jakarta Perbandingan persentase kelulusan kendaraan berbahan bakar solar di DKI Jakarta berdasarkan Permen LH dan Perda DKI Jakarta Persentase kelulusan berdasarkan merek kendaraan dari seluruh kota untuk kendaraan berbahan bakar bensin Persentase kelulusan berdasarkan merek kendaraan dari seluruh kota untuk kendaraan berbahan bakar solar Peringkat pengelolaan kualitas udara perkotaan di 12 kota metropolitan / besar
DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 1. DEKLARASI KYOTO LAMPIRAN 2. HASIL UJI EMISI KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN MERK DI 12 KOTA LAMPIRAN 3. PEMBAHASAN KUALITAS UDARA DI TIAP TITIK LOKASI PEMANTAUAN DI SETIAP KOTA
vi
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
BAB I
PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pencemaran udara merupakan salah satu dari berbagai permasalahan lingkungan yang dihadapi oleh daerah perkotaan. Kualitas udara perkotaan di Indonesia menunjukkan kecenderungan menurun dalam dekade terakhir. Ekonomi kota yang tumbuh dan telah mendorong urbanisasi merupakan faktor penting yang mempengaruhi kualitas udara di perkotaan. Kebutuhan transportasi dan energi meningkat sejalan dengan bertambahnya penduduk, perkembangan kota, dan berubahnya gaya hidup karena meningkatnya pendapatan. Peningkatan konsumsi energi ini meningkatkan pencemaran udara yang pada akhirnya menimbulkan kerugian ekonomi dan meningkatnya biaya kesehatan. Kegiatan pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat akan sangat ironis apabila ternyata semakin merusak kualitas lingkungan khususnya udara yang semakin kotor dan tidak sehat.
Penduduk Indonesia diprediksi akan meningkat antara tahun 2000 dan 2025 dari sekitar 206 juta menjadi sekitar 274 juta. Rata-rata penduduk yang tinggal di wilayah perkotaan di pulau Jawa saja mencapai 60% pada tahun 2020 sementara di tahun 2025 rata-rata penduduk yang tinggal di wilayah perkotaan di seluruh Indonesia mencapai 59,5% (Tabel 1). Perubahan kualitas hidup di perkotaan selain memberikan manfaat ekonomi, tetapi juga memberikan dampak negatif. Salah satu dampak negatif tersebut adalah meningkatnya pencemaran udara secara signifikan, terutama di perkotaan yang menjadi lokasi pembangunan kawasan perdagangan dan industri. Meningkatnya kegiatan pemindahan barang dan orang dari kawasan industri menyebabkan kemacetan lalu lintas dan meningkatkan konsumsi energi, yang pada gilirannya akan meningkatkan pencemaran udara.
Tabel 1. Prediksi persentase jumlah penduduk perkotaan di Indonesia 1920-2025
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi juga mendorong perubahan gaya hidup penduduk perkotaan sebagai dampak dari meningkatnya pendapatan. Era 80-an sektor domestik masih merupakan konsumen energi paling tinggi, tetapi seiring dengan berjalannya waktu terlihat peningkatan kebutuhan energi untuk sektor industri dan transportasi (Grafik 1).
Jika melihat grafik.2 di bawah ini maka tahun 2005 saja sektor transportasi merupakan konsumen energi terbesar, dimana kebutuhan premium saja mencapai 28% dari total konsumsi 61.955.789 KL atau sekitar 48% untuk total kebutuhan sektor transportasi (29.897.901 KL).
250,000 200,000 Ribu SBM
150,000 100,000 50,000 0
1970
1980
1990
2000
Tahun
Domestic
Industries
2001
2004
Transportation
Grafik 1. Konsumsi energi di Indonesia1970-2004. Sumber :Ariati, DJLPE, 2007
Grafik 2. Konsumsi bahan bakar tahun 2005 berdasarkan jenis
Minyak tanah 1%
8%
18%
Premium Solar
45%
28%
Minyak diesel Minyak bakar
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
Sementara tingkat kepadatan lalu lintas di kotakota metropolitan dan besar seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya dan Medan sampai saat ini menjadi masalah khususnya upaya pengendalian pencemaran udara dari emisi kendaraan bermotor. Pertumbuhan kendaraan yang cukup tinggi di kotakota besar ini tidak saja menimbulkan masalah. polusi udara saja tetapi juga menimbulkan masalah lain seperti ��������������������������������������������������� kemacetan lalu lintas , kecelakaan ������������������������� lalu lintas, dan kebisingan. Sekitar 70% kontribusi pencemaran udara berasal dari sektor transportasi (JICA, 1997). Saat ini jumlah dan penggunaan kendaraan bermotor bertambah dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 12% per tahun. Komposisi terbesar adalah sepeda motor (73% dari jumlah kendaraan pada tahun 2002-2003 dan pertumbuhannya mencapai 30% dalam 5 tahun terakhir). Rasio jumlah sepeda motor dan penduduk diperkirakan 1:8 pada akhir tahun 2005; Prediksi jumlah kendaraan sampai 2021 dapat dilihat pada Grafik.3.
Seiring dengan kondisi di atas, maka muncullah suatu sistem Tranportasi Berkelanjutan yang dikenal sebagai Environmental Sustainable Transportation (EST) yang diawali dengan Pertemuan pertama Regional EST Forum di Nagoya pada tanggal 1-2 Agustus 2005 dan menghasilkan “Aichi Statement”. Forum ke-dua diadakan di Kota Yogjakarta pada tgl 11-12 Desember 2006 dan Forum ke-tiga di Singapore pada tgl 17-18 Maret 2008.
Forum ini bertujuan untuk menyamakan langkah ke depan dalam mempromosikan EST di kota-kota di Asia. Hal ini ditandai dengan kebutuhan untuk mengembang dan mengadopsi kebijakan terkait dengan strategi dan program-program yang merupakan element-element kunci dari EST sebagai usaha untuk memperbaiki kualitas udara di kota-kota besar di dunia. EST yg sekarang telah menjadi salah satu kebijakan di dalam menurunkan tingkat pencemaran di perkotaan telah menjadi tuntutan untuk dilaksanakan.
Grafik.3. prediksi jumlah kendaraan sampai tahun 2021 400,000,000 350,000,000 300,000,000 250,000,000 unit 200,000,000 150,000,000 100,000,000 50,000,000
penumpang
truk
bus
sepeda motor
jumlah
bus
sepeda motor
truk
penumpang
2021
2020
2019
2018
2017
tahun
2016
2015
0 jenis
jumlah
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
Komitmen untuk melaksanakan elemen kunci
Aplikasi dari EST salah satunya adalah lahirnya “Deklarasi Kyoto” pada tanggal 23-24 April 2007 di Kyoto, Jepang dan ditandatangani oleh para Walikota dari 22 kota di Asia, dimana Indonesia diwakili oleh Walikota Yogyakarta, Surabaya dan Semarang (lihat lampiran 1). Hal penting dalam isi deklarasi ini antara lain : Resolusi untuk bersama-sama mempromosikan
transportasi berwawasan lingkungan (Environmental Sustainable Transport / EST) dan menyamakan visi di antara kota-kota di Asia
NO
AREA
1
Public Health
2
Land-use Planning
3
Environmental & People Friendly
4
Public Transport/TDM
5 6
Non Motorised Transport (NMT) Equity and Gender
7
Road Safety
8
Road Side Monitoring
9
Traffic Noise
10
Cleaner Fuel
11
Vehicle Emission
12
Awareness/Participation
transportasi berwawasan lingkungan (EST) baik dari sisi kebijakan, strategi dan program secara terpadu Dedikasi untuk secara spesifik mengurangi
dampak dari bertambahnya populasi kendaraan di kota-kota di Asia Sejalan dengan deklarasi tersebut maka terdapat 12 elemen kunci dalam penerapan transportasi berkelanjutan di kota-kota di Asia termasuk di Indonesia yang dapat dilihat pada Tabel 2 berikut:
KRITERIA
Koordinasi antara kebijakan transportasi dan kesehatan masyarakat, penelitian dan dampaknya. Zoning, density control development, urban centre & sub centres, mixed land use Green road side, transfer stations between different modes, subwqay platform, screen doors, low floor buses. LRT, BRT, “public transport friendly city” road tax, parking free, road pricing, carfree campaign. Footpaths, cycle ways, car-free ways, community roads. “school zones”, footpaths for disabled, “barrier-free” facilities. Safety helmets, traffic light, road safety council. Roadside air quality monitoring, network of monitoring station, data publication Monitoring network, draft local ordinances, designation of priority areas Lead phase-out, CNG, LPG, feasibility tests and provision of biofuel Tightening emission standards, regular and the spot inspections, retrofitting and remodelling, early cara retirement Good practice website, dissemination of successe, publicity campaign, regular meeting with civil society
Tabel 2. Elemen Kunci dalam Transportasi Berkelanjutan
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
1.2. PERMASALAHAN Pencemaran udara telah menjadi masalah yang sangat serius di kota-kota di Indonesia dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Dampaknya terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat serta pada ekosistem telah banyak menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar sehingga perlu segera ditangani. Sedikitnya Rp. 3,8 triliun per tahun adalah estimasi angka kerugian yang harus dibebankan pada ekonomi kota sebagai biaya kesehatan pencemaran udara di DKI Jakarta pada tahun 2002 (Suhadi, D, 2006). Departemen Perhubungan mencatat biaya kemacetan mencapai Rp 10 triliun per tahun (Hubdat, 1997), belum lagi terjadinya peningkatan pencemaran udara dimana 87% di perkotaan berasal dari sektor
Nama gas buang CO2 (Carbon Dioxide) CO (Carbon Monixide)
HC (Hydrocarbons) NOx (Nitrogen Oxides) SO2 (Sulphur Oxides)
SPM (Suspended Particulate Matter)
transportasi. Dari sisi kesehatan juga tercatat angka kematian bayi prematur di Jakarta pada 2003 mencapai diatas 4,000 dan serangan asma diatas 1.5 juta per tahun. ISPA menduduki peringkat ke-1 dari 10 jenis penyakit terbanyak di Indonesia pada 2004 dengan penderita rata-rata 42%. Penelitian yang dilakukan oleh Lead Info Center dan UI di Makassar juga menunjukkan terjadi peningkatan kadar Pb dalam darah balita yang bermukim di pinggir jalan dimana 90% anak-anak balita tersebut memiliki kandungan Pb diatas 1ug/m3; sementara studi yang sama terhadap siswa SD di Bandung menunjukkan 66% dari siswa yang diambil sampel darahnya memiliki kadar Pb diatas 1ug/ m3, dimana hal ini dapat menurunkan tingkat IQ anakanak kita. Dampak emisi kendaraan bermotor terhadap lingkungan dan manusia dapat dilihat pada Tabel.3
Dampak Gas utama dalam kategori greenhouse gas sebagai penyebab efek rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global Di udara CO beroksidasi dan memproduksi lebih banyak CO2 dan hydroxil radicals, dan memperlambat penguraian CH4 yang notabene merupakan greenhouse gas yang kuat Reaksi photochemichal gas tersebut memproduksi Ozone (O3) yang pada lapisan troposfere akan menyebabkan pemanasan global Jika bereaksi dengan gas lain dan kelembaban udara akan menyebabkan iritasi, korosi, kerusakan paru-paru dan hujan asam Kumpulan dari sejumlah partikel yang menyebabkan sejumlah reaksi photochemical, physical intrusion, dan dampak bagi kesehatan (health-effect).
Tabel 3. Dampak emisi kendaran bermotor terhadap lingkungan dan kesehatan manusia
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
Pemukiman, kegiatan ekonomi, prasarana transportasi, dan kawasan hijau adalah kompenen tata ruang yang memberikan pengaruh terhadap kondisi udara perkotaan. Perkembangan kota yang pesat telah mengurangi kawasan hijau (ruang terbuka hijau – RTH) di DKI Jakarta, terjadi penurunan RTH dari 70% pada tahun 1970 menjadi 10% pada waktu sekarang (Supriatna, Y. 2006).
Sumber pencemaran udara yang utama di kotakota besar adalah sumber bergerak yaitu transportasi dan sumber tidak bergerak yaitu pembangkit listrik dan industri. Transportasi diperkirakan menyumbangkan 76% dari total emisi pencemar oksida nitrogen (NOx) (Suhadi dan Darmantoro, 2005). Sedangkan untuk emisi hidrokarbon (HC) dan karbon monoksida (CO), transportasi merupakan kontributor utama (lebih dari 90%) (Soedomo et al, 1992). Kualitas emisi kendaraan bermotor ditentukan oleh beberapa faktor : 1). Teknologi mesin, 2). Perawatan kendaraan, 3). Teknologi pengontrolan/pereduksi emisi, dan 4) kualitas bahan bakar. Dalam kualitas bahan bakar minyak, sejak tahun2001 PT. Pertamina telah memasok bensin tanpa timbel untuk wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Tetapi untuk kandungan sulfur di Indonesia masih tinggi, sehingga sulit untuk mewajibkan produsen kendaraan bermotor memasang peralatan pereduksi emisi (katalis) pada kendaraan bermotor. Katalis tidak dapat berfungsi jika kandungan sulfur dalam minyak solar masih tinggi. Sistem transportasi dan tata ruang perkotaan juga mempengaruhi pola pergerakan manusia dan kendaraan dari suatu kota yang pada akhirnya mempengaruhi kualitas udara. Pengendalian pencemaran udara melalui peningkatan sistem
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
transportasi terfokus pada dua aspek, yaitu pengurangan volume kendaraan dan pengurangan kepadatan lalu lintas.
1.3. MAKSUD DAN TUJUAN • Maksud Meningkatkan kualitas udara perkotaan dengan cara menurunkan beban pencemaran dari emisi transportasi di perkotaan di Indonesia
• Tujuan 1. Mendorong pemerintah kota dalam menjaga kualitas udara perkotaan melalui prinsip-prinsip transportasi berkelanjutan (EST) 2. Sebagai acuan bagi pemerintah pusat dan daerah dalam menetapkan kebijakan dan rencana aksi peningkatan kualitas udara terutama dari sumber bergerak 3. Sebagai laporan akuntabilitas pemerintah kepada publik tentang pengelolaan kualitas udara di daerah perkotaan di Indonesia
*****
BAB II
KERANGKA KONSEPTUAL 2.1. PENDEKATAN Evaluasi kualitas udara perkotaan merupakan bagian dari pelaksanaan program langit biru di Indonesia dan merupakan implementasi dari Deklarasi Kyoto, maka pendekatan yang digunakan adalah gabungan pendekatan pengelolaan kualitas udara dan transportasi berkelanjuta. Harus diingat pula bahwa transportasi adalah kebutuhan publik dan udara bersih adalah hak publik. Maka pendekatan ini harus memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut : Aksesibilitas untuk semua orang, termasuk para
penyandang cacat, kanak-kanak dan lansia Keberlanjutan lingkungan, dengan meminimal-
kan dampak lingkungan dari transportasi Kesehatan dan keselamatan Partisipasi masyarakat dan transparansi Biaya rendah dan ekonomis Informasi, untuk menjamin proses transparansi
Advokasi,
dan
untuk memastikan agar sistem transportasi tidak lagi berpihak pada pengguna kendaraan pribadi semata tetapi pada kepentingan orang banyak
Peningkatan kapasitas Jejaring kerja
1. Motivasi dan komitmen tiap kepala daerah 2. Kompetensi dan komitmen 3. Efektivitas kelembagaan 4. Kapasitas dan kinerja sumber daya manuasia 5. Kebijakan yang akan datang 6. Koordinasi dengan para pemangku kepentingan di daerahnya 7. Partisipasi aktif masyarakat 8. Sistem pertanggung jawaban yang jelas
Kesetaraan sosial
dalam perencanaan, implementasi pengelolaan transportasi kota
Guna mencapai tujuan dan sasaran kegiatan evaluasi udara perkotaan, maka perlu diperhatikan beberapa unsur yang menjadi faktor penentu keberhasilan yaitu :
9. Pelaksanaan yang transparan 10. Perencanaan terpadu termasuk pengembangan tata ruang kota
Dengan pertimbangan tersebut di atas maka program evaluasi ini dilaksanakan melalui upaya : 1. Peningkatan kapasitas pemerintah daerah 2. Peningkatan partisipasi aktif masyarakat 3. Peningkatan kemitraan dengan stakeholder
2.2. GARIS-GARIS BESAR PROGRAM 2.2.1. Agenda Kerja Pelaksanaan kegiatan di tingkat Nasional dikoordinasikan oleh Deputi II MENLH, sedangkan di tingkat regional dikordinasikan oleh Kepala Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional dan Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
melibatkan pemerintah kota. Adapun bentuk kegiatannya adalah koordinasi pelaksanaan pemantauan dan asistensi teknis.
Kegiatan utama yang dilakukan adalah evaluasi kualitas udara perkotaan. Sampai dengan saat ini evaluasi kualitas udara lebih difokuskan pada wilayah perkotaan terutama kota metropolitan dan besar.
Tabel 4. Rencana pengembangan indikator penilaian evaluasi kualitas udara perkotaan sampai 2010
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
Dari tabel 4 di atas memperlihatkan model evaluasi yang akan dilaksanakan sampai dengan tahun 2010 dengan fokus pada area: Komitmen Kapasitas Kinerja
Adapun kegiatan evaluasi akan dilakukan sesuai dengan pengembangan kriteria termasuk rencana penerapan sesuai target tahunnya sampai dengan 2010. Berdasarkan perencanaan makro diatas, diharapkan setiap kota peserta akan memahami dengan jelas arahan penilaian evaluasi udara perkotaan. Selain itu kegiatan pokok lainnya adalah pemberian penghargaan (reward) yang diberikan kepada kota yang menunjukkan urutan kinerja teratas dalam pengelolaan kulitas udara perkotaan berdasarkan hasil evaluasi.
2.2.2. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan evaluasi udara perkotaan dilaksanakan 1 (satu) tahun sekali, dengan periode pelaksanaan mengacu pada musim panas atau sekitar bulan April – Oktober. Pertimbangan ini lebih kepada adanya persyaratan bahwa pada saat pemantauan kualitas udara baik ambien maupun jalan raya berlangsung sebaiknya tidak ada pembilasan akibat air hujan. Di setiap kota peserta akan dilakukan pemantauan kinerja dengan jumlah kriteria sesuai dengan design perencanaan diatas selama 3 hari berturut-turut di 3 lokasi yang dianggap dapat mewakili kualitas udara kota dan memiliki intensitas tingkat kepadatan lalu lintas yang tinggi. Berdasarkan hasil pemantauan tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup melakukan verifikasi bertingkat dalam upaya memastikan bahwa nilai hasil pemantauan cukup valid dan dapat dipertanggung
jawabkan sesuai dengan mekanisme penilaian dan kriteria yang telah ditetapkan.
2.2.3. Kota Peserta Jumlah kota peserta akan disesuaikan dengan target dan anggaran yang tersedia dan akan bertambah dari tahun ke tahun. Sampai dengan tahun 2010 target kota adalah seluruh kota metropolitan dan kota besar di Indonesia dengan jumlah total 26 kota. Tahun 2007 telah dilakukan evaluasi udara perkotaan di 12 kota Metropolitan dan besar, sedangkan tahun 2008 direncanakan menjadi 16 kota peserta. Pada tahun 2009 akan ditingkatkan menjadi 20 kota peserta dan tahun 2010 diharapkan seluruh kota metropolitan dan besar akan menjadi kota peserta.
2.3. Lingkup Kegiatan Kegiatan evaluasi udara perkotaan secara garis besar terdiri dari : 1. Pengembangan kriteria dan indikator kinerja yang ditujukan untuk mencapai transportasi kota yang berwawasan lingkungan atau Sustainable Urban Transport City 2. Pengembangan kriteria fisik dan non fisik sesuai perencanaan makro 3. Pengembangan aplikasi database termasuk valuasi dari kriteria terpilih 4. Penyelenggaraan sosialisasi dan asistensi teknis 5. Evaluasi kinerja pengelolaan kualitas udara perkotaan melalui pemantauan fisik dan non fisik 6. Publik ekspose terhadap hasil pemantauan 7. Peningkatan kapasitas pemerintah daerah 8. Promosi daerah untuk lebih berperan di tingkat
Foto : Rasio Ridho Sani (2006)
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
internasional baik melalui EST Forum maupun kegiatan lainnya 9. Penyelenggaraan rapat dengan pemerintah kota
koordinasi
teknis
10. Pemberian penghargaan
Program ini akan dilakukan secara berkala sehingga terlihat peningkatan maupun penurunan kinerja antar waktu dan tren kualitas udara dari tahun ke tahun. Dengan demikian dapat diketahui pokok permasalahan sistem transportasi yang telah atau sedang diberlakukan di satu kota, lalu dapat diambil suatu perbaikan kebijakan sistem transportasi kota yang lebih baik sehingga langit biru dapat tercipta di kota tersebut.
*****
10
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
BAB III
KERANGKA �������������������� PELAKSANAAN 3.1. Umum Inti dari Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan yaitu mengurangi pencemaran udara dari sektor transportasi berdasarkan pedoman kriteria transportasi berkelanjutan dan perencanaan makro 2010 evaluasi kualitas udara perkotaan yang telah dijelaskan pada bab Kerangka Konseptual.
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007 terdiri dari kegiatan pemantauan fisik dan non fisik berdasarkan pedoman kriteria transportasi berkelanjutan. Pada tahun 2007 telah dilaksanakan evaluasi terhadap 12 Kota Metropolitan / Besar yaitu :
Peserta Program Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan Tahun 2007 Kota Metropolitan • • • • • • • • • •
Bandung Jakarta Barat Jakarta Pusat Jakarta Selatan Jakarta Timur Jakarta Utara Makasar Medan Semarang Surabaya
Kota Besar • •
Denpasar Yogyakarta
Direncanakan pada tahun 2008 ini akan bertambah menjadi 16 kota, dan diharapkan pada tahun-tahun berikutnya jumlah kota peserta secara bertahap akan terus bertambah sehingga akhirnya dapat mencakup jumlah seluruh kota metropolitan / besar di Indonesia. Pemilihan kota tersebut didasarkan pada kompleksitas tingkat kemacetan yang berakibat langsung pada pencemaran udara di daerah perkotaan. Untuk mengevaluasi suatu kota dibutuhkan data, informasi dan permasalahan moda transportasi perkotaan sebagai berikut :
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
11
asi terakhir n Inform a hun d a t a la a D d m 5 ta Daftar an kendaraan
n perkota jian suai jenis daraan se s, dll) jaringan jala da kota berikut ka en k h la m a ju em el p k ir h h i, le ta rk muk hira asi o 1. Data n data (geometrik, anajemen transport a d a /m a n a et la P o gel 2. jalan utam canaan pen pada ruas TJ, dll) ta a -r ta 3. Peren a ra alok, RUJ kecepatan studiny n tata kota VCR dan di perkotaan (Tatr peruntukan lahan s, ta a si a a n p a ca si 4. Peren olume lalu lintas, k elolaan transporta ayah (RTRW) dan g il i V 5. Data an transportasi/pen ncana tata ruang w kat (dalam angka) sumber bergerak d k ri re ra a a , a ij d h sy a eb ra a y a K a m mi 6. n ud r wil sial ekono peta dasa pencemara 7. Data endudukan dan so gan pengendalian en kep tahun 8. Data n daerah terkait d sinya oring) 35 ra it ta n tu o en a m m er e le P d p si 9. an road aerah n hasil im daerah da i polusi udara di d udara(fik station d k is s er bergera ta em li r a a dari sumb ra a 10. Stand asil pemantauan ku d u n ara h y, an pencem 11. Data ar free da engendali epan p g ir n h u k n udara (c k u ra ra d a te ed k en em p c m m en ra p g dalian m-progra cana pro k 12. Progra 005, 2006 dan ren it sosialisasi pengen an termasu a 2 n rk ara perkota u te d u n tah n ta ra ia a eg an pencem mentasi k nya 13. Doku hat, uji emisi, dll ang berkaitan deng pada setiap tahun n masyarakat se n y a a a p iajuk erna asa inny seped di yang la ta Nugraha yang d ehatan penderita p tu /s n a ji a a es 14. K Wahana T l analisa k data isian ita ISPA dan hasi er Pend 15. Data an perkota
3.2. Kriteria dan Valuasi Nilai Langit Biru 2007 3.2.1. Kriteria Langit Biru Pada tahun 2007 Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan menggunakan 2 kriteria utama yang terdiri dari kriteria fisik dan kriteria non fisik. Kriteria fisik menggambarkan karakteristik kota yang menggambarkan ukuran pencemaran udara, kinerja lalu lintas perkotaan, kepadatan lalulintas dan rata-rata jarak perjalanan harian. Sedangkan kriteria non fisik terdiri dari perencanaan pemerintah kota dalam pengendalian pencemaran udara perkotaan dan pelaksanaan kegiatannya Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan Fisik
1. 2. 3.
12
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
Kualitas udara ambien dan jalan raya Kinerja lalu lintas perkotaan : a. kecepatan operasi b. kepadatan lalulintas Uji emisi ”Spotcheck”kendaraan bermotor
Non Fisik
Perencanaan Pengendalian Pencemaran Udara Perkotaan
Pelaksanaan Pengendalian Pencemaran Udara Perkotaan
Penilaian kriteria fisik kota dilakukan dengan melaksanakan pemantauan lapangan yang meliputi:
3.2.2. Valuasi Nilai Langit Biru
1. Uji emisi “Spotcheck” kendaraan Valuasi nilai langit biru digunakan dalam menjustifikasi nilai langit biru suatu kota. Tata cara penghitungan nilai langit biru tahun 2007 untuk kualitas udara perkotaan dan kinerja lalu lintas (Volume Capacity Ratio/VCR dan kecepatan lalu lintas) adalah sebagai berikut:
2. Pemantauan kualitas udara ambien 3. Pemantauan kualitas udara jalan raya (Roadside) 4. Penghitungan kecepatan kendaraan (VCR)
dan
kerapatan
Sedangkan evaluasi kriteria non fisik dilakukan dengan melakukan valuasi terhadap Daftar Isian Kota yang dikirimkan kepada masing - masing Walikota.
1. Kualitas Udara Jalan Raya (Roadside)
Pada tahun 2007 ini evaluasi dititikberatkan pada hasil pemantauan lapangan. Lokasi titik pemantauan di tiap-tiap kota ditetapkan berdasarkan kesepakatan dengan seluruh pemangku kepentingan di kota tersebut. Dengan mengacu pada data sekunder dan peta kota terkait jalan utama yang memiliki intensitas kepadatan lalu lintas tinggi. Masing-masing kota diwakili oleh 3 ruas jalan utama yang dianggap wewakili seluruh kota sesuai persyaratan pemilihan lokasi. Selanjutnya ruas jalan terpilih akan menjadi lokasi pemantauan untuk tahun-tahun ke depan.
1. Terdapat 4 nilai (Pagi, Siang, Sore dan Malam) pengukuran parameter untuk setiap lokasi pengukuran. 2. Hitung nilai rata-rata parameter untuk 1 hari dari setiap lokasi pengukuran. 3. Hitung nilai rata-rata kota dari nilai rata-rata lokasi dan hitung pula Standar Deviasi dari Nilai rata-rata Lokasi. 4. Nilai kota untuk 1 parameter adalah Nilai rata-rata Kota + Standar Deviasi dari Nilai rata-rata Lokasi.
Contoh: Perhitungan Kualitas Jalan Raya Jalan
Jalan A
Jalan B
Jalan C
Parameter CO HC NO2 O3 PB PM10 SO2 TSP CO HC NO2 O3 PB PM10 SO2 TSP CO HC NO2 O3 PB PM10 SO2 TSP
Pagi 8254 63.5 96.7 78.3 0.3 87.2 142.2 184.3 8637 62.7 98.5 73.5 0.36 81.6 136.5 176.4 6832 48.3 72.8 68.5 0.12 73.2 96.4 162.5
Siang 8715 98.2 128.5 84.5 0.48 109.8 189.9 192.5 8869 95.4 120 62.8 0.42 103.5 182.7 182.5 7364 41.5 93.5 59.2 0.28 92.6 128.6 178.4
Sore 9253 114.5 114.2 83.9 0.65 116.4 246.3 196 9125 102.8 109.4 83.6 0.56 112.8 216.5 188 8432 78.3 112.8 61.2 0.34 98.5 143.5 184.5
Malam 7642 92.3 82.5 96.5 0.32 75.6 92.5 115 7394 106.3 97.6 91.5 0.22 86.2 124.5 96.5 7158 89.3 86.5 76.2 0.16 83.4 93.8 159.6
Rata-rata 8466 92.125 105.475 85.8 0.4375 97.25 167.725 171.95 8506.25 91.8 106.375 77.85 0.39 96.025 165.05 160.85 7446.5 64.35 91.4 66.275 0.225 86.925 115.575 171.25
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
13
Hitung nilai rata-rata parameter dan Standar Deviasi. Contoh: Kota
Parameter ID AVG_KOTA StDev_Kota Nilai Kota CO 8139.58 600.5650638 8740.1450638 HC 82.7583 15.94291248 98.70121248 NO2 101.083 8.398077657 109.481077657 O3 76.6417 9.818424432 86.460124432 KOTA X 0.46236288 PB 0.35083 0.11153288 PM10 93.4 5.640866511 99.040866511 SO2 149.45 29.36708404 178.81708404 TSP 168.017 6.216376222 174.233376222
2. Volume Capacity Ratio (VCR) VCR atau dikenal juga dengan kepadatan kendaraan di jalan raya, untuk suatu kota dihitung dengan cara sebagai berikut: 1. Hitung VCR untuk setiap jalan dan kurun waktu (Pagi, Siang, Sore) 2. Amati hasil dari langkah 1. Bila perlu lakukan perhitungan Standar Deviasi untuk kombinasi kurun waktu (Pagi & Siang, Pagi & Sore, Siang & Sore, Pagi & Siang & Sore). Tentukan nilai standar deviasi terkecil. Kurun waktu dengan nilai standar deviasi terkecil menjadi kurun waktu yang akan digunakan untuk menentukan nilai VCR ( dan Kecepatan) kota. 3. Cari nilai Maksimum VCR untuk kurun waktu yang didapat di langkah 2. 4. Hitung Nilai Rata-rata VCR untuk suatu Jalan. 5. Cari Nilai Maksimum dari Nilai Rata-rata VCR untuk jalan. Nilai yang didapat digunakan sebagai Nilai Kota.
Contoh:
Lokasi
Kurun Waktu Pagi Jalan A Siang Sore Pagi Jalan B Siang Sore Pagi Jalan C Siang Sore
VCR 0.51 0.37 0.47 0.55 0.49 0.59 0.69 0.54 0.66
Apabila dihitung standard deviasi untuk kombinasi kurun waktu maka akan didapat nilai standar deviasi terkecil terjadi pada kurun waktu Pagi & Sore. Tabel data akan terlihat sebagai berikut : Contoh:
Lokasi
Kurun Waktu Pagi Jalan A Sore Pagi Jalan B Sore Pagi Jalan C Sore
VCR 0.51 0.47 0.55 0.59 0.69 0.66
Rata2x 0.49 0.57 0.675
Berdasarkan nilai rata-rata VCR maka akan kita dapatkan nilai VCR Kota adalah: 0.675
3. Kecepatan Penghitungan kecepatan rata –rata kendaraan di jalan yang dipantau dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Hitung rata-rata kecepatan untuk seluruh kurun waktu dan arah lalulintas. 2. Cari nilai maksimum dari rata-rata kecepatan untuk seluruh kurun waktu. 3. Gunakan kurun waktu yang sama dengan kurun
14
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
waktu pada perhitungan VCR. 4. Hitung Kecepatan Rata-rata Jalan. 5. Cari Nilai Kecepatan Kota berdasarkan Nilai VCR Kota. Relasi antara kedua nilai adalah Jalan.
Gunakan perhitungan VCR untuk menentukan Nilai Kecepatan Jalan yang akan diambil sebagai Nilai Kecepatan Kota. VCR Kota didapat dari nilai VCR Jalan C. Berarti Nilai Kecepatan Kota adalah Nilai Kecepatan Jalan C.
3.3. Mekanisme Pelaksanaan
Contoh: Lokasi
Kurun Waktu Pagi Jalan A Sore Pagi Jalan B Sore Pagi Jalan C Sore
VCR 0.51 0.47 0.55 0.59 0.69 0.66
Rata2x 0.49 0.57 0.675
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan merupakan bagian dari Program Langit Biru pada Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan. Kegiatan dilaksanakan melalui Asisten Deputi Urusan Pengendalian Pencemaran Emisi Sumber Bergerak dan berkoordinasi dengan pemerintah kota maupun provinsi.
Cari nilai maksimum dari rata-rata kecepatan
Lokasi
Kurun Waktu Pagi Jalan A Siang Sore Pagi Jalan B Siang Sore Pagi Jalan C Siang Sore
Kec. 58 54 48 44 38 39 40 35 37
Gunakan kurun waktu yang sama dengan perhitungan VCR
Lokasi
Kec.
Jalan A
53
Jalan B
41.5
Jalan C
38.5
Mekanisme pelaksanaan Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan adalah sebagai berikut : 1. Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan - Kementerian Negara Lingkungan Hidup mengirimkan “Daftar Isian Kota” kepada Pemerintah Kota, sebagai bahan untuk evaluasi kinerja non fisik kota 2. Pemerintah Kota mengisi dan mengirimkan kembali Daftar Isian Kota beserta Perencanaan Kota kepada Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan - Kementerian Negara Lingkungan Hidup 3. Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan - Kementerian Negara Lingkungan Hidup melalui Asisten Deputi Urusan Pengendalian Pencemaran Emisi Sumber Bergerak menugaskan Tim pemantau lapangan untuk mengumpulkan data dan informasi. Pelaksanaan pemantauan berkoordinasi dengan PPLH Regional, Pemerintah Provinsi/ Kota, Poltabes Kota, dan laboratorium setempat Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
15
4. Tim pemantau mengumpulkan seluruh data fisik dan non fisik kota 5. Tim pemantau melakukan pengelolaan dan analisis data 6. Tim pemantau bersama tim pakar melakukan verifikasi data lapangan 7. Tim melakukan valuasi dan skoring untuk selanjutnya di informasikan kepada Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan - Kementerian Negara Lingkungan Hidup 8. Menteri Negara Lingkungan Hidup mengumumkan nilai hasil pemantauan kualitas udara kepada masyarakat. 9. Menteri Negara Lingkungan Hidup memberikan penghargaan bagi pemerintah kota yang dinilai memiliki kepedulian tinggi terhadap upaya pengendalian pencemaran udara perkotaan.
Selain kegiatan tersebut di atas Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan juga meliputi beberapa kegiatan penunjang yang tidak kalah pentingnya yaitu: sosialisasi, pengolahan dan analisis data, verifikasi data dan valuasi, publik ekspose, pembagian peran, tugas, dan mekanisme pelaksanaan program.
3.4. Tim Pemantau Tim pemantau Evaluasi Transportasi Berkelanjutan merupakan tim gabungan dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup dan Pemerintah Provinsi / Kota. Tim dari Pemerintah Provinsi/Kota terdiri dari perwakilan Dinas Perhubungan, Dinas Lingkungan Hidup, dan Poltabes kota. Tim Pemantau Kementerian Negara Lingkungan Hidup Pusat ditetapkan oleh Asisten Deputi Urusan Pengendalian Pencemaran Emisi Sumber Bergerak. Tim Pemantau Provinsi ditunjuk oleh Gubernur atau yang wewakili, dan Tim Pemantau Kota ditentukan oleh
16
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
Walikota melalui kepala Dinas terkait.
Selain Tim dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup dan Pemerintah Provinsi/Kota, pada saat pelaksanaan kegiatan pemantauan dibantu oleh tim ahli dari ITB untuk pengukuran kecepatan dan kerapatan kendaraan, Hiperkes, BTKL dan laboraturium terakreditasi setempat untuk pengukuran kualitas udara.
Tim pemantau terbagi dalam 4 kelompok berdasarkan kegiatan pemantauan antara lain: 1. Tim uji emisi “Spotcheck” kendaraan sebanyak 20 orang 2. Tim pemantauan kualitas udara ambien sebanyak 3 - 4 orang 3. Tim pemantauan kualitas udara jalan raya (Roadside) sebanyak 3 - 4 orang 4. Tim penghitungan kecepatan dan kerapatan kendaraan (VCR) sebanyak 5 orang
3.5. Award Pada tahun 2007 telah dilakukan evaluasi terhadap 10 kota metropolitan dan 2 kota besar. Penghargaan tahun 2007 ini akan diberikan terhadap 5 kota dengan nilai langit biru terbaik. Penghargaan yang diberikan berupa selain berupa piala dan stimulan berupa 1 (satu) set alat uji emisi untuk kendaraan bensin dan solar.
*****
BAB IV
PELAKSANAAN PROGRAM DAN HASIL EVALUASI TAHUN 2007 4.1. Indikator Karakteristik Kota Tahun 2007 Indikator pokok permasalahan yang dievaluasi pada tahun 2007 meliputi : a. Ukuran pencemaran udara
Indikator Karakteristik Kota
b. Kinerja lalu lintas perkotaan 1. Ukuran Pencemaran Udara a.CO (karbon monoksida) b. NO2 (nitrogen dioksida) c. HC (hidrokarbon) 2. Kinerja Lalu Lintas Perkotaan a. Kecepatan b. Kepadatan lalu lintas c. Tingkat pelayanan jalan (LOS)
Untuk hasil indikator ini akan dibandingkan dengan baku mutu udara ambien di Indonesia yang ada dalam Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, yaitu sebagai berikut : No
Parameter
Durasi pengukuran 1. SO2 (sulfur dioksida) 1 jam 24 jam 1 tahun 2. CO (Carbon monoksida) 1 jam 24 jam 3. NO2 (Nitrogen dioksida) 1 jam 24 jam 1 tahun 4. O3 (Oksidan) 1 jam 1 tahun 5. HC (Hydrocarbon) 3 jam 6. PM10 (particulate < 10 µm) 24 jam 7. TSP (ash) 24 jam 1 tahun 8. Pb (lead) 24 jam 1 tahun Tabel 5. Baku Mutu Udara Ambien berdasarkan PP 41 tahun 1999
Standar 900 365 60 30,000 10,000 400 150 100 235 50 160 150 230 90 2 1
µg/m3 µg/m3 µg/m3 µg/m3 µg/m3 µg/m3 µg/m3 µg/m3 µg/m3 µg/m3 µg/m3 µg/m3 µg/m3 µg/m3 µg/m3 µg/m3
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
17
Dengan mempertimbangkan parameter terkait pengendalian pencemaran udara yang bersumber dari sektor transportasi, maka ada 3 (tiga) paramater yaitu CO, HC dan NO2 yang menjadi tolok ukur penilaian suatu kota dengan tetap melihat pada konsentrasi terukur parameter lainnya kecuali Pb (timbal). Kecepatan
V/C
Untuk hasil indikator kinerja lalu lintas perkotaan akan dibandingkan dengan klasifikasi kualitas pelayanan jalan dan dari nilai tersebut nantinya akan ditemukan nilai LOS (Level of Services) atau tingkat pelayanan. Ada 6 (enam) buah tingkat pelayanan yaitu seperti yang terlihat pada Tabel. 6 dan Grafik. 4.
Tingkat Pelayanan
(Km/jam)
Keterangan
> 56
< 0,60
A
Arus lancar, volume rendah, kecepatan tinggi
56-46
0,6–0,7
B
Arus stabil, volume sesuai untuk jalan luar kota, kecepatan terbatas
46-36
0,7-0,8
C
Arus stabil, volume sesuai untuk jalan kota, kecepatan dipengaruhi oleh lalu-lintas
36-26
0,8-0,9
D
Mendekati arus tidak stabil, kecepatan rendah
26-18
0,9-1,0
E
Mendekati arus tidak stabil, volume pada/mendekati kapasitas, kecepatan rendah
< 18
> 1,00
F
Arus terhambat, kecepatan rendah, volume di atas kapasitas, banyak berhenti
Tabel 6. Klasifikasi kualitas pelayanan jalan
Kecepatan Operasi Tingkat Pelayanan A Tingkat Pelayanan B Tingkat Pelayanan C Tingkat Pelayanan D Tingkat Pelayanan E
Tingkat Pelayanan F
0
Rasio Volume per kapasitas
1,0
Sumber : Morlok, 1991
Grafik 4 . Korelasi antara kualitas pelayanan jalan (LOS) dengan kecepatan operasi dan V/C
18
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
Sedangkan nilai kecepatan diperoleh dari pengukuran secara langsung di lapangan dengan menggunakan radar speed gun yang menghantarkan gelombang mikro frekuensi tinggi ke arah kendaraan bergerak yang dituju. Gelombang tersebut dipantulkan kembali oleh kendaraan ke alat tersebut, sehingga alat mencatat perubahan frekuensi antara gelombang hantar dengan gelombang pancar sebagai kecepatan kendaraan relatif terhadap radar meter.
Konsentrasi Hidrokarbon (HC) rata rata memperlihatkan bahwa kota Yogyakarta memiliki angka HC di atas ambang batas atau sekitar 216,67 ug/m3. Kota Semarang memiliki nilai HC yang hampir sama dengan nilai baku mutu yang diperbolehkan dengan rata-rata sebesar 159,30 ug/m3. Sedangkan nilai HC rata rata untuk 10 kota lainnya masih di bawah ambang batas. HC rata rata untuk tiap kota dapat dilihat pada grafik dibawah ini:
4.2. Ukuran Pencemaran Udara
Nilai HC 250
Hasil pemantauan kualitas udara jalan raya secara umum di masing masing kota untuk masing masing parameter kualitas udara diperoleh sebagai berikut :
216.67
225 200
ug/m3
175
159.30 142.58
150 100 75
0
AB R SU
Nilai CO 13657.64
14000
ug/m3
84.19
BM
84.34
0.00
A AY M
AS AK
R SA
K JA
T A N R SA TA TA LA PU U E A A S T T R R TA KA KA AR JA JA K JA
TA AR
BA
AT R
M
AN ED K JA
TA AR
TI
M
R U N BA
U D
G N M SE
G AN AR
KA YA G O Y
TA R
PA EN D
R SA
8185.57
8154.54
8000
CO
6659.55
6000 3989.83
4000
PA EN D
77.26
10201.72
10000
0
77.19
Grafik 6. Konsentrasi rata rata HC di 12 kota tahun 2007
12000
2000
68.90
54.81
50 25
HC
121.67
125
4562.02
5013.49
5722.50
5750.00
BM
2509.37 414.23
R SA M
AS AK
R A T G G AT U R TA N SA R M R U AN TA D TI U PU BA KA N AR A A A A A A M T Y T T T B R G R R R SE KA KA KA KA YO JA JA JA JA
R SA
M
AN ED
KA JA
TA R
SE
N TA LA
AB R SU
A AY
Grafik 5. Konsentrasi rata rata CO di 12 kota tahun 2007
Grafik berikut memperlihatkan rata rata NO2 di 12 kota. Nilai di atas ambang batas rata-rata hanya ditemukan di satu kota yaitu Jakarta Barat yaitu sebesar 187,72 ug/m3, sedangkan kota-kota lainnya berada dalam batasan aman dan jauh dibawah ambang batas baku mutu udara ambient.
Dari grafik di atas terlihat bahwa rata rata CO di tiap kota masih memenuhi ambang batas yang ditetapkan sesuai dengan PP Nomor 41 Tahun 1999, kecuali di 2 kota, yaitu Jakarta Selatan dengan nilai CO rata-rata sebesar 10201.72 ug/m3 dan kota Surabaya dengan angka CO rata rata sebesar 13657.64 ug/m3.
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
19
Nilai NO2
ug/m3
200
1 87.32
95.56
100
20.24
1 2.09
1 0.1 2
24.58
30.76
45.1 3
52.90
51 .02
1 05.92
NO2 BM
62.30
0
T A G A T N R N G R A UR SA AY TA SA RA AR SA UN DA AN RT IM B U A T A A S E A D R T L P U B A K A N M RA NP A A A M SE TA AK YA BA SU A DE RT G M RT RT SE AR T A A A O K R K K K Y JA JA KA JA JA JA
Grafik 7 . Konsentrasi rata rata NO2 di 12 kota tahun 2007
Sementara untuk nilai rata rata PM10 ditemukan hampir semua kota berada di atas ambang batas, kecuali kota Yogjakarta, Medan dan Jakarta Utara. Nilai PM10 tertinggi ditemukan di Jakarta Selatan dengan nilai rata-rata sebesar 1354,10 ug/m3 dan menyusul Jakarta Timur dengan nilai rata-rata sebesar 1311,28 ug/m3. Nilai ini sangat jauh di atas nilai ambang batas rata-rata yaitu cuma 150 ug/m3. Sayangnya untuk kota Makasar tidak dilakukan pemantauan untuk parameter PM10, sehingga tidak dapat diketahui berapa kualitas udara jalan raya untuk parameter PM10 nya. Nilai PM10
ug/m3
1500 1350 1200 1050
1311.28
1354.10
900 750 600 450 300 150 0
PM10 BM
97.43
84.22
TA AR K YA G YO
M
AN ED
KA JA
A RT
101.46
150.68
182.39
200.36
202.47
273.67
318.15
T T G N R A G UR AR SA TA RA SA AY UN AN IM A U A A B SS D R T L P B P A A N A E A N R M S T AK TA TA BA DE SU M SE AR TA AR AR K R K K JA JA JA KA JA
A AR T U
Grafik 8 . Konsentrasi rata rata PM10 di 12 kota tahun 2007
Perlu diketahui bahwa PM10 dapat meningkatkan angka kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung dan pernafasan. Pada konsentrasi 140 mg/m3 dapat menurunkan fungsi paru-paru pada anak-anak, sementara pada konsentrasi 350mg/m3 dapat memperparah kondisi penderita bronkhitis. Memang toksisitas dari partikel inhalable tergantung dari komposisinya, partikel yang mengandung senyawa karbon dapat mempunyai efek karsinogenik, atau menjadi carrier pencemar toksik lain yang berupa gas atau semi-gas karena menempel pada permukaannya (Harrop, 2000)
20
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
Nilai O3 400 313.21
ug/m3
300
O3
205.55
200
BM
141.12
100
0
75.20 0.80
2.54
1.59
79.39
99.94
11.26
20.71
G N G AT YA AT AN UR AR RA TA AR UN DA AN IM BA US AT TA AS AR SS E AR D R T L A P P U B A K A N M R A N A A A M SE AK YA BA RT SU A DE RT G M RT RT SE A T A A A O K R K K K Y JA JA KA JA JA JA
Grafik 9. Konsentrasi rata rata O3 di 12 kota tahun 2007
Konsentrasi rata-rata O3 untuk 12 kota peserta berada jauh di bawah baku mutu udara ambient, kecuali Kota Jakarta Utara berada di atas ambang batas dengan nilai 313,21 ug/m3. Sedangkan untuk kota Makassar tidak diketahui berapa konsentrasi O3 rata-ratanya karena tidak dilakukan pengukuran. Nilai TSP 1000
878.89
900 800
701.64
ug/m3
700 556.17
600 500
399.55
400 300 200
126.17
170.86
184.72
211.89
215.80
235.79
TSP
415.20
BM
282.44
100 0
G AT YA AT AN UR NG AR RA AN TA AR AN IM BA US AT TA AS AR SS ED AR DU R T L A P P U B A K A N M R N A M SE TA AK TA BA TA TA SU DE GY M SE AR TA AR AR AR K R K K K YO JA JA KA JA JA JA
Grafik 10. Konsentrasi rata rata TSP di 12 kota tahun 2007
Konsentrasi rata-rata Total Suspended Partikulat atau TSP untuk kota-kota Yogyakarta, Makasar, Medan Semarang, dan Jakarta Pusat berada di bawah baku mutu. Sementara Jakarta Utara sangat mengkhawatirkan karena hanya sedikit di atas nilai baku mutu, artinya jika tidak ada pengelolaan kualitas udara yang baik, angka ini akan semakin meningkat menjauhi baku mutu yang diperbolehkan. Kota lainnya, yaitu Kota Bandung, Surabaya, Jakarta Timur, Jakarta Barat, Denpasar dan Jakarta Selatan berada di atas ambang batas baku mutu dengan konsentrasi rata-rata TSP tertinggi ditemukan di Kota Jakarta Selatan, yaitu sebesar 878,89 ug/m3.
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
21
Nilai SO2 400
ug/m3
300
269.07
200
SO2
170.17
167.14
BM
100
0
15.72
12.24
3.89
28.67
24.73
17.61
15.84
29.22
32.75
T A R G A R G R AT AN U N AN TA SA AY SA R AR SA U AN D R IM B U AT T A A S E A D R T L A P P B U A K A N M R SE TA U AK EN YA TA BA TA TA EM R S A D R G M R R S T A A KA KA YO AR AK AK JA JA K J J JA
Grafik 11. Konsentrasi rata rata SO2 di 12 kota tahun 2007
Sementara konsentrasi rata-rata SO2 untuk semua kota dinilai dalam batas aman karena berada jauh dibawah baku mutu udara ambien.Untuk pembahasan kualitas udara tiap titik lokasi pemantauan di masing-masing kota dapat dilihat pada lampiran 3.
4.4. Kinerja Lalu Lintas Perkotaan Hasil pemantauan kinerja lalu lintas perkotaan secara umum di masing masing kota diperoleh sebagai berikut : Kecepatan Rata-rata 12 Kota 60
53.50
50 40
44.00
45.50
45.50
48.00
34.00
31.50
Km/Jam
43.50
41.00
38.50
38.00
46.00
30 20 10 0
KA JA
TA R
TI
M
R U M SE
G AN R A
N BA
U D
G N M
AN ED KA JA
TA R
BA
AT R
KA JA
TA R
U
R TA
A PA EN D
R SA M
AS AK
R SA
KA YA G YO
TA R
AB R SU
A AY
K JA
TA AR
S
AN AT L E KA JA
TA R
SA PU
T
Grafik 12 . Rata-rata kecepatan kendaraan di jalan raya
Grafik 10. di atas memperlihatkan nilai rata-rata kecepatan kendaraan pada jam-jam sibuk di masing masing kota. Nilai tersebut bervariasi antara 31,50 s/d 53,50 km/jam.
22
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
VCR Rata-rata 12 Kota 1
0.8 0.66
VCR
0.6
0.82
0.68
0.67
0.60
0.56
0.54
0.82
0.80
0.76
0.74
0.43 0.4
0.2
U
R
AT
TI M TA KA R
JA
JA
KA R
TA
BA R
AN
A JA KA R
TA
RA
SE LA T
BA Y
R SU
EN P
AS A
AN D
ED M
TA
AK AS SA R
PU
TA U JA
KA R
TA
M
SA T
A R
G N DU KA R JA
BA N
YO G YA KA RT A SE M AR AN G
0
Grafik 13 . Kepadatan kendaraan (VCR) di jalan raya
Grafik di atas menunjukkan angka rata-rata VCR atau rasio volume lalu lintas terhadap kapasitas jalan di masingmasing kota. Nilai tersebut bervariasi antara 0,43 s/d 0,82. Pengamatan dan data yang diperoleh di lapangan menunjukkan puncak kepadatan lalu lintas berada pada jam sibuk terutama pagi dan sore hari. Hal ini jelas akan mengakibatkan konsentrasi emisi gas buang kendaraan bermotor meningkat dan menurun pada saat kepadatan berkurang. Jika kita lihat korelasi antara kepadatan dan kecepatan kendaraan maka tingkat pelayanan di 3 ruas jalan tersebut untuk masing-masing kota berada pada tingkat pelayanan D dan E, kecuali Jakarta Pusat dengan tingkat pelayanan jalan yang lebih baik yaitu level C.
Tabel 7. Tingkat pelayanan jalan di 12 kota Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
23
4.4. Uji Emisi “Spotcheck” Kendaraan Bermotor
program pemeriksaan dan perawatan kendaraan pada masyarakat, sehingga secara sadar memeriksakan dan merawat kendaraan mereka agar tidak menambah kontribusi pencemaran udara dikotanya.
Uji Emisi “Spotcheck” kendaraan bermotor di 12 kota memperlihatkan hasil cukup memuaskan dimana tingkat kelulusan untuk kendaraan berbahan bakar bensin diatas 50% bahkan di kota Surabaya mencapai 69%, hal ini memperlihatkan tingkat kesadaran masyarakat untuk memelihara dan merawat kendaraan mereka cukup baik dibandingkan kota-kota lainnya yang belum pernah melaksanakan program pemeriksaaan dan perawatan kendaraan (P&P program). Persentase kelulusan paling rendah 45% yaitu kota Bandung, yang berarti Pemerintah Kota Bandung harus lebih giat lagi memsosialisasikan
Hasil evaluasi juga menunjukkan persentase ketidak lulusan yang cukup memprihatinkan untuk kendaraan berbahan bakar solar yang mencapai diatas 70 – 80% terutama di kota kota Bandung 70%, Surabaya 72%, Yogyakarta 74%, Denpasar dan Jakarta Selatan 79%, serta kota Makasar dengan tingkat ketidak lulusan paling tinggi yaitu 83%. Sementara kota-kota lainnya menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan dengan prosentasi kelulusan diatas 50% yaitu di kota-kota Jakarta Timur 75%, Jakarta Utara 68%, Medan 60% dan Jakarta Barat 53%.
HASIL SPOTCHECK KENDARAAN BAHAN BAKAR BENSIN di 12 KOTA TAHUN 2007 0.80 0.70
Persentase
0.60 0.50
0.61 0.55 0.45
0.54 0.46 0.39
0.40
0.69
0.65 0.56
0.63
0.63
0.63
0.56
0.44
0.45
0.44 0.37
0.35
0.59
0.55
0.37
0.41
0.37
0.30 0.20
YOGYAKARTA
SURABAYA
SEMARANG
MEDAN
MAKASSAR
JAKARTA UTARA
JAKARTA TIMUR
JAKARTA SELATAN
JAKARTA PUSAT
JAKARTA BARAT
DENPASAR
BANDUNG
0.10 0.00
Grafik 14. Hasil uji emisi “spotcheck” kendaraan bermotor berbahan bakar bensin di 12 kota tahun 2007
24
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
%Lulus %Tidak Lulus
0.31
HASIL SPOTCHECK KENDARAAN BAHAN BAKAR SOLAR DI 12 KOTA TAHUN 2007 0.90 0.80 0.70
0.79 0.70
Persentase
0.78
0.47
0.74
0.72 0.60
0.56
0.53
0.50
0.30
0.83 0.75 0.68
0.60
0.40
0.79
0.44
%Lulus
0.40
%Tidak Lulus
0.32
0.30
0.25
0.21
0.21
0.28
0.20
0.26
0.22
0.17
YOGYAKARTA
SURABAYA
SEMARANG
MEDAN
MAKASSAR
JAKARTA UTARA
JAKARTA TIMUR
JAKARTA SELATAN
JAKARTA PUSAT
JAKARTA BARAT
BANDUNG
0.00
DENPASAR
0.10
Grafik 15. Hasil uji emisi “spotcheck” kendaraan bermotor berbahan bakar solar di 12 kota tahun 2007
Summary hasil uji emisi kendaraan dari masing-masing kota dapat dilihat pada Buku Profil Kota Langit Biru. Untuk kota-kota di wilayah DKI Jakarta, tingkat kelulusan kendaraan berbahan bakar bensin berdasarkan Permen LH Nomor 05 /2006 dibandingkan dengan Perda DKI Nomor 02/2005 sebagai berikut: PERBANDINGAN PERSENTASE KELULUSAN KENDARAAN BERBAHAN BAKAR BENSIN DI DKI JAKARTA TAHUN 2007 BERDASARKAN PERMEN LH 05/2006 DAN PERDA DKI NO.02/2005 1.2
1.2
1
1
PERSENTASE
0.25 0.8
0.39
0.41
0.44
0.26
0.35
0.20
0.37
0.44
0.28
0.6
0.8
0.6
0.4
0.75 0.61
0.59
0.56
0.75
0.74
0.65
0.63
0.56
0.2
0.72
0.4
0.2
0
0
JAKARTA JAKARTA BARATBARAT KEPMEN %LULUS
JAKARTA JAKARTA PUSATPUSAT KEPMEN %TDK LULUS
JAKARTA JAKARTA SELATAN SELATAN PERDA %LULUS
JAKARTA JAKARTA UTARA UTARA
JAKARTA JAKARTA TIMURTIMUR PERDA %TDK LULUS
Grafik 16. Perbandingan persentase kelulusan kendaraan berbahan bakar bensin di DKI Jakarta berdasarkan Permen LH dan Perda DKI Jakarta
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
25
Sedangkan untuk kendaraan berbahan bakar solar adalah sebagai berikut : PERBANDINGAN PERSENTASE KELULUSAN KENDARAAN BERBAHAN BAKAR SOLAR DI DKI JAKARTA TAHUN 2007 BERDASARKAN PERMEN LH 05/2006 DAN PERDA DKI NO.02/2005 1.2
1.2
1
1 0.25
PERSENTASE
0.8
0.47
0.32
0.8
0.56
0.67
0.68 0.6
0.80
0.79
0.80
0.6
0.96 0.4
0.4
0.75 0.53
0.68
0.44
0.2
0.33
0.32 0.20
0.21 0.04
0 JAKARTA JAKARTA BARAT BARAT
JAKARTA JAKARTA PUSAT PUSAT
KEPMEN %LULUS
0
JAKARTA JAKARTA SELATAN SELATAN
KEPMEN %TDK LULUS
0.2
0.20 JAKARTA JAKARTA TIMUR TIMUR
PERDA %LULUS
JAKARTA JAKARTA UTARA UTARA
PERDA %TDK LULUS
Grafik 17. Perbandingan persentase kelulusan kendaraan berbahan bakar solar di DKI Jakarta berdasarkan Permen LH dan Perda DKI Jakarta
Berdasarkan merek kendaraan yang diuji emisinya di tiap-tiap kota, jika diambil merek kendaraan dengan jumlah 50 kendaraan ke atas, maka dari total 12 kota atau dari total sekitar 12.484 kendaraan berbahan bakar bensin terdapat 8 merek kendaraan dengan tingkat kelulusan rata-rata antara 65% - 76%. Sedangkan untuk solar, dari total 6.941 kendaraan yang diuji dan divalidasi, maka terlihat 4 merek kendaraan dengan tingkat kelulusan kendaraannya antara 28% - 39% kecuali untuk merek Toyota dengan angka kelulusan di atas 50%. PERSENTASE KELULUSAN KENDARAAN BERBAHAN BAKAR BENSIN BERDASARKAN MEREK KENDARAAN TERBANYAK YANG DI "SPOTCHECK" DI 12 KOTA 1.2
1 0.24
0.25
0.28
0.29
0.8
0.33
0.34
0.35
0.67
0.66
0.65
0.44
0.6
0.4
0.76
0.75
0.72
0.71
0.56
0.2
u ha ts D ai
ta yo To
n sa
Be ed es
M
er c
N is
nz
ia K
W M B
yu nd H
H
on d
a
ai
0
Lulus
Tidak Lulus
Grafik 18. Persentase kelulusan berdasarkan merek kendaraan dari seluruh kota untuk kendaraan berbahan bakar bensin
26
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
PERSENTASE KELULUSAN KENDARAAN BERBAHAN BAKAR SOLAR BERDASARKAN MEREK KENDARAAN TERBANYAK YANG DI "SPOTCHECK" DI 12 KOTA 1.2
1
0.8
0.49 0.61
0.65
0.72
0.6
0.4 0.51 0.2
0.39
0.35
0.28
at su
yo ta
D
ai h
To
M its ub
Isu z
is hi
u
0
Lulus
Tidak Lulus
Grafik 19. Persentase kelulusan berdasarkan merek kendaraan dari seluruh kota untuk kendaraan berbahan bakar solar
Detail angka kelulusan berdasarkan merk kendaraan untuk masing masing kota dapat dilihat pada Lampiran 2.
4.5. Valuasi dan Nilai Kota Langit Biru Berdasarkan hasil valuasi dan verifikasi bertingkat yang telah dilakukan dan sesuai dengan yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya point 3.2. tentang Kriteria dan Valuasi Nilai Langit Biru 2007, maka diperoleh hasil akhir yang menunjukkan nilai langit biru untuk masing-masing kota sebagai berikut : NILAI LANGIT BIRU 12 KOTA TAHUN 2007 80
Nilai Langit Biru
70 60 50 40 30 20 10
AR
D
EN
P
AS
YA BA
SA T PU
SU
TA R
JA
KA
R A
AR SS
KA A M
A
R
A
AK
YO G
Y
UT TA
TA
RA
N TA LA R KA JA
BA KA
R TA
TA R JA
KA
SE
AN
R AT
G
G AR
UN D
N
TI
M BA
SE M JA
JA
KA
R
TA
M
E
DA
N
UR
0
Kota
Grafik 20. Nilai Langit Biru 12 kota di Indonesia tahun 2007 Adapun nilai kota langit biru, rincian skoring tiap-tiap kota, ������������������������������������������������� termasuk saran perbaikan������������������������� dapat dilihat pada Buku Profil Kota Langit Biru. Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
27
28
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
BAB V
REKOMENDASI DAN RENCANA KE DEPAN 5.1. Rekomendasi A. Transportasi Secara psikologis, dengan meningkatnya ekonomi, masyarakat cenderung lebih condong menggunakan mobil pribadi, atau sebagai pilihan sementara membeli sepeda motor. Memiliki mobil bukanlah sekedar jawaban rasional atas ketidakefisienan pembangunan kota, tetapi juga dikarenakan ‘mobil’ dianggap bukan sekedar alat angkut tetapi lebih berupa simbol kebebasan individual dan image pribadi. Dalam pasar yang terbuka dan bebas, masyarakat bebas menentukan pilihan, dan segala hal mungkin terjadi. Masyarakat tidak dapat dipaksa untuk menggunakan angkutan umum; yang bisa dilakukan hanya angkutan umum yang disiapkan harus lebih menarik dan berkualitas. Sesuai dengan promosi EST yang salah satu elemen kuncinya adalah pengembangan transportasi umum, maka kebutuhan akan transportasi publik yang efisien, handal dan terjangkau sangat diperlukan bagi penduduk di negara-negara berkembang. Transportasi publik seharusnya dapat diutamakan di tengah kemacetan yang biasanya disebabkan oleh kendaraan pribadi (sepeda motor, mobil dan sepeda). Pembangunan transportasi publik dan investasi mengarah pada kesejahteraan masyarakat luas, pemerataan dan keadilan, serta sistem pembangunan yang berkelanjutan. Diketahui penggunaan kendaraan pribadi tidaklah optimum, karena digunakan beberapa orang saja. Kendaraan pribadi khususnya mobil banyak
mengambil ruang jalan, pemborosan energi. Penggunaan mobil mencapai 54 persen dari kapasitas ruang yang ada. Angkutan umum yang bersifat massal hanya mampu melayani 6 persen dari angkutan yang ada. Selebihnya 3 persen terlayani angkutan bus sedang/kecil. Kondisi ini akan memunculkan persoalaan terjadinya kemacetan, pengurangan waktu perjalanan dan terjadinya tundaan (delay) serta kecepatan perjalanan.
Begitu juga dengan kondisi lemahnya penyediaan jaringan jalan dan kapasitas jaringan jalan di pusat kota menimbulkan kesemerawutan transportasi dan kemacetan yang tak kunjung usai. Pertumbuhan jaringan jalan yang rendah tidak sesuai dengan pertumbuhan pergerakan dan kendaraan yang semakin lama semakin curam peningkatannya. Kondisi jaringan jalan juga mempengaruhi kinerja jaringan jalan perkotaan. Jaringan jalan dalam kondisi mantap atau kondisi tidak mantap atau rusak mempengaruhi kinerja lalulintas. Tingkat pelayanan jalan (level of service) di perkotaan di Indonesia sangat rendah. (terjadi pada sebagian besar ruas jalan di Kota). Perbandingan kapasitas jalan dengan jumlah kendaraan yang ada tidak seimbang dengan total luas wilayah. Kondisi masih sangat minimum bila dibandingkan dengan kondisi ideal proporsi luas jalan dari suatu kota, yaitu sekitar 15% hingga 20%. Selain itu permasalahan pada Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
29
penyediaan supply jaringan yang kurang memadai yaitu permasalahan kapasitas pada jalan-jalan utama (arteri) masih kurang/terbatas. Sebenarnya pertumbuhan dan kepemilikan kendaraan di Indonesia masih jauh dari statistik dunia yang ada. Kota Bandung, misalnya, memiliki 75 kendaraan pribadi per 1000 penduduk, Jakarta 130, sedangkan Tokyo 700, Los Angelos 650. tetapi penyediaan jaringan jalan kota-kota di negara maju juga lebih tinggi dibandingkan di Indonesia. Panjang jalan di Eropa lebih kurang 2.5 meter perkapita, Kanada/ Australia 5.5 meter perkapita, Jakarta 0,6, Bandung 0,2. Panjang penyediaan jaringan jalan di Australia dan Amerika lebih tinggi disesuaikan dengan kebijakan pemerintahnya yang sangat mendukung industri mobil (dalam negeri). Dengan keterbatasan pelayanan angkutan umum yang ada, profil kemacetan di kotakota besar di tanah air lebih jelek dibanding profil kemacetan di kota-kota negara maju, walaupun dengan tingkat pemilikan kendaraan yang masih tergolong rendah. Volume dan ketersediaan jaringan jalan merupakan beberapa faktor teknis penyebab kemacetan. Namun selain itu, faktor-faktor non teknis lainnya yang juga mempengaruhi timbulnya kemacetan diantaranya : 1. Penyempitan lebar jalan karena parkir on-street atau pedagang kaki lima 2. Adanya arus keluar masuk dari suatu bangunan 3. Terjadinya gangguan samping yang tinggi akibat pemanfaatan lahan yang tidak semestinya (parkir off-street di beberapa titik pusat perdagangan dan jasa, tidak ada, angkot yang sering berhenti mendadak dan ngetem menunggu penumpang termasuk masalah yang cukup serius dalam mengurangi kapasitas jalan). 4. Struktur hirarki jalan yang tidak konsisten.
30
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
Peranan jalan ini terkait dengan hirarki sistem jaringan yang harus disesuaikan dengan hirarki kegiatan kota baik sistem primer maupun sekunder. Kesenjangan antara pertumbuhan kendaraan dengan pertumbuhan jaringan jalan turut menurunkan kinerja lalu lintas Kota semakin lama semakin macet dan terakumulasi sepanjang tahun. 5. Adanya pencampuran lalulintas (mix traffic) Di Kota Bandung, kendaraan un-motorized masih banyak beroperasi seperti andong, becak dan lain sebagainya. Pencampuran lalulintas antara motorized dengan un-motorized akan menggangu kelancaraan pergerakan motorized, hal ini dikarenakan kecepatan un-motorized sangat terbatas dan rendah dalam manuver. Melihat kompleksnya permasalahan transportasi di kota-kota di Indonesia yang dievaluasi tahun 2007, maka berikut ini diberikan rekomendasi untuk transportasi secara umum dan penanganannya yang dikelompokkan dalam: I. Pergerakan dalam suatu kota diarahkan pada pergerakan yang dilayani oleh moda berbasis angkutan umum (rail based/moda based): a. Restrukturisasi angkutan umum yang disesuaikan dengan jenis/besar moda, misal: i. Arteri primer, moda rel (untuk kota metropolitan)/Bus priority (untuk kota besar) ii. Arteri sekunder, LRT/Bus priority (untuk kota metropolitan), bus sedang (untuk kota besar) iii. Kolektor primer, Bus priority/bus sedang iv. Kolektor sekunder, Bus sedang/bus kecil v. Lokal s/p, bus kecil. b. Angkutan berbasis hub dan spoke (berhirarki) dilayani oleh pemerintah sedangkan angkutan
yang melayani trayek langsung dilepas ke swasta (bila demand mencukupi) c. Pengembangan kelembagaan angkutan umum: penentuan sistem pengusahaan, sistem tariff (regulasi tarif ) dan jenis subsidi. d. Pengembangan sistem halte dengan teluk (Busby) dan penertipan operasi angkutan umum. e. Penyediaan fasilitas pejalan kaki yang memadai. II. Penggurangan pengguna kendaraan pribadi: a. Pembatasan kendaraan yang masuk ke dalam kota, misal dengan hari tanpa mengemudi b. Kebijakan fiscal, tidak mendukung penggunaan kendaraan pribadi (dengan pajak kendaraan yang tinggi) III. Perbaikan efektifitas kinerja jaringan jalan perkotaan: a. Penggurangan gangguan samping b. Penertiban PKL c. Pemisahan pergerakan local dan menerus di jaringan jalan arteri d. Perbaikan drainase (factor yang menyebabkan kerusakan jaringan jalan) e. Penyediaan lajur khusus sepeda motor. f. Peredaman kecepatan di wilayah permukiman g. Pengurangan aktivitas/pemanfaatan lahan di wilayah persimpangan. IV. Peningkatan kapasitas setelah efektifitas jalan dilaksanakan serta perbaikan kapasitas simpang V.
Pengembangan jalur KA di wilayah metropolitan: a. KA perkotaan sebagai back bone
b. Pengembangan jaringan hirarki angkutan umum berbasis multi moda dengan integrasi berbagai moda (heavy train, LRT, bus priority) c. Penempatan halte di kantong-kantong demand d. Penempatan jaringan KA di jaringan utama (yang mempunyai demand terbesar) e. Pengembangan jaringan feeder dengan bus kecil/sedang f. Penyusunan jaringan arteri sekunder dengan moda LRT, bus priority dan sedang (yang disesuaikan dengan demand)
B. Kualitas Udara Pemantauan kualitas udara di kota-kota di Indonesia dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya, degan menggunakan stasiun pemantau manual aktif, stasiun pemantau kualitas udara ambien otomatis degan memakai sistem AQMS (Air Quality Monitoring System), dan pemantauan dengan metode pasif. Pemantauan yang ada di 10 kota di Indonesia, yaitu Kota Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, Dempasar, Medan, .............Pemantauan lainya adalah pemantauan pasif yang dilakukan.................
Inventarisasi Emisi (IE) Inventarisasi emisi adalah pendataan jumlah beban emisi total pencemar udara dari berbagai sumber pada suatu lokasi/wilayah dalam suatu periode waktu. Inventarisasi emisi belum dilakukan secara teratur. DKI Jakarta merupakan daerah dengan studi inventarisasi emisi yang relatif lebih sering dilakukan. Kota Jakarta melakukan IE pertama kali pada tahun 1992 untuk mengestimasi emisi tahun 1991 dengan menyertakan sumber domestik, industri, transport dan pembakaran sampah (Soedomo et al., 1992). IE berikutnya dilakukan lagi pada tahun 1997 oleh JICA (untuk mengestimasi emisi tahun 1995). Selanjutnya
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
31
studi RETA di tahun 2003 yang mengestimasi emisi tahun 1998 sebagai tahun acuan serta memprediksi emisi untuk tahun 2005 dan 2015 (Syahril et al, 2003). Studi JICA mencakup wilayah Jabotabek dan hanya menginventarisasi emisi dari sektor industri, domestik, dan transportasi. Studi RETA menginventarisasi sektor yang sama dengan JICA tetapi hanya mencakup wilayah Jakarta. Parameter yang diinventarisasi adalah CO, NOx, SO2, HC dan TSP (Soedomo et al, 1992), NOx, SO2 dan TSP (JICA, 1997) dan NOx, SO2 serta PM10 pada studi RETA. Studi RETA ADB menggunakan studi JICA (yang mengestimasi emisi untuk tahun 1995) sebagai basis estimasi emisi tahun 1998 dan prediksi emisi tahun 2005 dan 2015. Berdasarkan prediksi dalam studi tersebut, pada tahun 2005 secara rata-rata emisi NOx akan meningkat sebesar 30%nya, PM10 sebesar 50% dan SO2 sebesar lebih dari 40%. Pada tahun 2015 emisi NOx, PM10 dan SO2 akan meningkat menjadi 3 kali lipat emisi pada tahun 1998. Secara spesifik, transportasi merupakan sumber paling dominan untuk HC dan CO, yaitu lebih dari 90% pada studi Soedomo et al dan JICA, serta 100% pada studi RETA. Seluruh studi menyimpulkan bahwa sektor transportasi mengemisikan sekitar 71 – 77 % NOx.
Rekomendasi untuk Kualitas udara yang dapat disampaikan secara umum adalah sebagai berikut: Dari 8 parameter yang diberikan datanya yaitu SO2, CO, NO2, O3, HC, PM10, TSP dan Pb, sebaiknya untuk penilaian parameter utama yang dapat dijadikan indikator langsung emisi gas buang kendaraan bermotor secara berurutan adalah HC, CO dan NO2. HC dan CO berdasarkan data yang tersedia 90%nya berasal dari kendaraan bermotor. Keduanya merupakan produk sisa hasil pembakaran yang tidak sempurna, sehingga dapat dihubungkan dengan kinerja lalulintas yang kurang memadai (kecepatan rendah, kemacetan, ketidakefisienan pemakaian bahan
32
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
bakar, baik dari segi efisiensi proses pembakaran maupun konsumsi bahan bakar). HC menjadi parameter yang lebih penting karena berdasarkan data pemantauan yang ada konsentrasinya sering melebihi ambang batas sedangkan CO umumnya berada di bawah ambang batas. Emisi HC di tepi jalan dapat secara spesifik diidentifikasikan berasal dari gas buang kendaraan bermotor. Emisi HC yang tinggi disebabkan oleh pembakaran bahan bakar yang tidak efisien. Tindakan penurunan emisi gas ini dilakukan dengan meningkatkan efisiensi penggunaan dan pembakaran bahan bakar dengan cara mengurangi kemacetan, meningkatkan kecepatan arus l alu lintas dan melakukan perawatan dan mesin kendaraan bermotor.
NO2 adalah parameter yang selalu dihasilkan dari proses pembakaran yang sempurna, sehingga tidak dapat dikurangi emisinya selama jumlah sumber pengemisi, dengan kata lain, pemakaian bahan bakar tidak dikurangi. Emisi NO2 yang tinggi dapat dihasilkan dari sumber transportasi (jalan raya) dengan kinerja lalu lintas yang baik, tetapi dengan volume kendaraan yang besar. Debu terutama PM10 juga dihasilkan dari proses pembakaran, tetapi sumber dapat bermacam-macam sehingga sulit diindentifikasikan semata-mata hanya dari sektor transportasi. Perlu diperhatikan lama waktu pengukuran perlu disesuai dengan yang tercantum di dalam Baku Mutu. Untuk parameter O3 bila tidak tersedia pengukuran rata-rata 1 jam maka konsentrasinya tidak dapat dibandingkan secara langsung dengan nilai Baku Mutu. Pencemar ini juga merupakan pencemar sekunder yang disebabkan oleh reaksi kimia NO2 dan HC yang dipengaruhi oleh sinar matahari, sehingga sebaiknya tidak dijadikan indikator langsung kegiatan transportasi, kecuali bila tersedia cukup data yang memadai untuk
melakukan analisis. Tetapi keberadaan dan konsentrasinya perlu tetap dipantau karena kaitannya yang erat dengan NO2 dan HC. Dalam suatu kasus khusus di mana radiasi matahari dan temperatur sangat kondusif untuk pembentukan O3, dapat saja terjadi hasil pengukuran HC, CO dan NO2 di bawah ambang batas tetapi terdapat konsentrasi O3 yang cukup tinggi karena ketiga pencemar di atas telah berubah menjadi O3. Terdapat pula kemungkinan daerah tersebut menerima O3 atau prekursornya dari daerah lain. Usulan secara umum bagi seluruh kota yang dinilai untuk memantau kualitas udara secara rutin dengan metode yang dapat dibandingkan dan sesuai periode waktu pada Baku Mutu.
No 1
Kinerja Komitmen
2
Kapasitas
3
Kinerja
5.2. Rencana Pelaksanaan Tahun 2008 Evaluasi kualitas udara perkotaan di tahun 2008 akan dilaksanakan di 16 kota Metropolitan dan Besar. 12 kota yang telah menjadi peserta di tahun 2007 ditambah empat kota tambahan yaitu Palembang, Bogor, Bekasi dan Depok. Adapun kriteria penilaian sesuai dengan rencana makro pada bab II selain kriteria yang telah dilaksanakan pada tahun 2007 maka akan ditambah dengan beberapa kinerja lain yang dapat dilihat pada Tabel 8. berikut ini:
Kriteria tambahan untuk 2008 Penguatan kapasitas kelembagaan Program kerja o publik transport o manajemen lalu lintas sumber daya masyarakat sarana o moda transportasi non motorised o peralatan pemantauan bahan bakar kebisingan kendaraan di jalan raya
Tabel8. Kriteria tambahan untuk 2008
*****
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
33
Lampiran-lampiran
www.menlh.go.id
34
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007 design & printed by
LAMPIRAN 1. DEKLARASI KYOTO Asian Mayors’ Policy Dialogue for Promotion of Environmentally Sustainable Transport in Cities
- DEKLARASI KYOTO Kami, Walikota dan perwakilan Pemerintah kota-kota di Asia, melalui pertemuan di Kyoto, Jepang pada tanggal 23-24 April 2007 dalam forum Asian Mayors’ Policy Dialogue for Promotion of Environmentally Sustainable Transport (EST) in Cities, untuk mendiskusikan dan membahas isu utama kebijakan lingkungan dan transportasi dari persepektif kota yang tercakup dalam kerangka kerja Regional EST Forum, mengenali bahwa wilayah perkotaan dihadapkan pada sejumlah isu kritis yang berkaitan dengan masalah lingkungan dan transportasi, implikasinya terhadap kesehatan nanusia, kesejahteraan perekonomian, kesetaraan sosial, dan munculnya kebutuhan untuk menetapkan dan mengimplementasikan tujuan pasti dari Millenium Development Goals (MDGs) dan the Johannesburg Plan of Implementation (JPOI) pada tingkat perkotaan yang diadopsi pada tahun 2002 dalam forum World Summit On Sustainable Development (WSSD), Menegaskan kembali dan membangun Aichi Statement yang telah disepakati the First Meeting of the Regional Environmentally Sustainable Transport Forum in Asia, yang diselenggarakan di Nagoya, Japan, pada tanggal 1-2 Agustus 2005. Memperhatikan tujuan dari the Regional EST Forum, sebuah inisiasi United Nations Centre for Regioal Development (UNCRD) bekerja sama dengan negara-negara Asia, yang dihadiri oleh perwakilan-perwakilan pemerintah tingkat tinggi dan para ahli dari berbagai bidang kajian yang berkaitan dengan EST, dan yang juga memberikan platform strategis dan pengetahuan sebagai sarana berbagi pengalaman dan penyebaran best practices, instrumen kebijkan, perangkat, dan teknologi, Menekankan bahwa the Regional EST Forum telah mengidentifikasikan dalam The Aichi Statement mengenai kebutuhan pemerintah pusat dan daerah untuk mengembangkan dan mengadopsi kebijakan yang terintegrasi, strategi, dan program dalam menyatukan elemen penting dari environmentally sustainable transport (transportasi yang berkelanjutan). Menyadari pentingya penguatan kerjasama regional untuk kota berkelanjutan melalui kerangka kerja ASEAN Working Group on Environmentally Sustainable Cities (AWGESC) dan inisiatif lain, seperti the International Council for Local Environment Initiatives (ICLEI) dan the Kitakyushu Initiative for a Clean Environment, Mengakui pentingnya peran penting bahwa Walikota dapat mengimplementasikan rencana aksi local untuk membuat kota menjadi sehat, hijau, pro lingkungan dan ramah dalam kaitan kerjasama dengan berbagai pemangku kepentingan, dan juga mengacu pada isu local yang memiliki implikasi regional dan local, seperti perubahan iklim. Mengenali pentingnya meraih sinergi yang lebih besar antara aksi local dan strategi nasional dan program terhadap EST,
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
35
Kami, para Walikota, mendeklarasikan bahwa: 1. Sepakat untuk mendemonstrasikan kepemimpinan dan kepemilikan dalam mempromosikan EST dan visi dari perkotaan Asia dalam kerjasama dengan pemerintah nasional, sektor swasta, masyarakat madani, dan komunitas regional maupun internasional 2. Memiliki komitmen untuk mengimplementasikan kebijakan yang terintegrasi, strategi, dan program yang mengacu pada elemen penting EST seperti kesehatan publik; pemanfaatan lahan; infrasturktur transportasi perkotaan yang pro lingkungan; perencanaan transportasi publik dan kebutuhan manajemen transport (transport demand management—TDM); transportasi non-motorik (Non Motoric Transport); kesetaraan sosial dan perspektif gender; keselamatan jalkan dan perawatan; penguatan pemantauan dan penilaian kualitas udara jalan raya; manajemen kebisingan lalu lintas; pengurangan polusi dan emisi gas rumah kaca; penguatan basic pengetahuan, kesadaran, dan partisipasi publik, 3. Mendedikasikan diri kepada prioritas spesifik yang seringkali tidak dihiraukan meskipun demikian sangatlah penting dan menjadi bagian penting pada EST, seperti ketersediaan tempat bagi pejalan kaki dan jalur bersepeda, memastikan keamanan dan kenyamanan mobiliasasi perempuan, anak-anak, dan orangtua,dan kerusakan fisik, 4. Mendedikasikan diri untuk secara spesifik mengacu kepada kerugian dari laju pertumbuhan kendaraan bermotor di hampir setiap kota-kota di Asia, 5. Memastikan pembiayaan yang pengimplementasian EST,
berkelanjutan dan struktur pembiayaan yang berimbang dalam
6. Sepakat untuk berkolaborasi secara aktif dan bekerjasama melalui Regional EST Forum dengan tujuan untuk berbagi informasi dan mempromosikan penyatuan EST elemen yang tertuang dalam master plan dan program, 7. Mendorong komunitas internasional dan donor untuk mengakui pentingnya rencana aksi dan program perkotaan yang mengacu pada EST, dan secara kuat mendukung secara aktif pengimplementasian dari rencana aksi dan program ini dengan menyediakan bantuan pembiayaan, dan memfasilitasi transfer teknologi dan pengembangan kapasitas melalui pilot project dan demonstrasi, 8. Panggilan untuk melakukan kerjasama kota ke kota untuk membahas isu yang menjadi kajian umum dan menjembatani pengetahuan, kebijakan, dan jurang pemisah antara lingkungan dan sektor transportasi, dan 9. Menggali kemungkinan-kemungkinan untuk merencanakan dialog kebijakan dalam basis kebijakan dengan komunitas internasional dan donor. Kami menyakinkan bahwa upaya-upaya dari pemerintah nasional, pemerintah kota, sektor swasta, masyarakat madani, donor dan komunitas internasional akan berkontribusi untuk visi EST yang lebih besar untuk perkotaan Asia pada abad 21. Kami menyampaikan apresiasi terbesar kami pada penyelenggara, para ahli, dan peserta atas kontribusi ide, opini, dan pengalaman yang akan sangat bermafaat bagi kami dalam meraih keberhasilan. English Version + rekaman tanda tangan para walikota
36
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
LAMPIRAN 2 . SUMMARY UJI EMISI “SPOT CHECK” KENDARAAN BERMOTOR DI 12 KOTA
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
37
38
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
39
40
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
41
42
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
43
44
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
45
46
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
47
48
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
49
50
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
51
52
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
53
54
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
55
Lampiran 2. Hasil Uji Emisi kendaraan bermotor berdasarkan merk di 12 kota BENSIN HASIL UJI EMISI KENDARAAN BERBAHAN BAKAR BENSIN DI KOTA BANDUNG 1.2 1 00%
54% 46%
1 7%
Tidak Lulus
KOTA
Holden
1 3%
Ford
Hyundai
Kia
Daihatsu
Mitsubishi
Honda
Suzuki
Toyota Lulus
25%
VW
1 7%
0.2 0
33%
29%
24%
Timor
27%
44%
Fiat
39%
Mazda
41 %
67% 56%
Chevrolet
42% 38%
0.4
75%
71 %
61 %
59%
58%
1 00% 1 00% 1 00% 87%
83%
Opel
62%
1 00%
Mercedes Benz
73%
83%
BMW
0.6
76%
Peugeot
0.8
Nissan
PROSENTASE
1
HASIL UJI EMISI KENDARAAN BERBAHAN BAKAR BENSIN DI KOTA DENPASAR
1.2 100%
72%
34%
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
Tidak Lulus
VW
Ford
Volvo
Chevrolet
BMW
Hyundai
Nissan
Peugeot
KOTA
Audi
13%
Opel
Mitsubishi
Honda
Suzuki
Daihatsu
Lulus
56
25%
10%
Toyota
0
33%
29%
28%
0.2
100%
50%50%
44% 30%
100%
67% 56%
51% 49%
33%
100%
75%
71%
66%
Timor
0.6
100%
88%
Mercedes Benz
70%
67%
100%
Mazda
0.8
0.4
100%
90%
Kia
PROSENTASE
1
HASIL UJI EMISI KENDARAAN BERBAHAN BAKAR BENSIN DI JAKARTA BARAT
1.2 100%
93% 77%
0.8
68%
63%
0.6 0.4
32%
57% 43%
37%
100%
100%
50%50% 30%
23%
100%
100%
100%
100%
100%
75%
70%
52% 48%
23%
0.2
80%
77%
50%50%
25%
20%
KOTA
Timor
Renault
Volvo
Sangyong
Proton
Mazda
Opel
Ford
Chevrolet
Peugeot
BMW
Nissan
Hyundai
Tidak Lulus
Mercedes Benz
Lulus
Kia
Mitsubishi
Suzuki
Toyota
0
Honda
7% Daihatsu
PROSENTASE
1
HASIL UJI EMISI KENDARAAN BERBAKAR BENSIN DI JAKARTA PUSAT
1.2 100% 77%
100%
64%
31%
23%
36% 25%
24%
Tidak Lulus
Daewoo
Renault
Volvo
Chevrolet
Audi
Mazda
Peugeot
Opel
Ford
Hyundai
BMW
Kia
Nissan
Mitsubishi
Suzuki
Toyota
13%
Mercedes Benz
Lulus
100% 100% 100% 100%
75%
43%
0.2 0
76%
57%
0.6 0.4
69%
Daihatsu
0.8
100% 100% 100% 100% 100% 100%
87%
Honda
PROSENTASE
1
KOTA
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
57
HASIL UJI EMISI KENDARAAN BERBAHAN BAKAR BENSIN DI JAKARTA SELATAN 1.2
82%
56%
50% 50% 41%
6%
25% 25%
Tidak Lulus
Holden
Fiat
Chrysler
VW
Isuzu
Audi
Opel
Volvo
Peugeot
Ford
BMW
Mercedes Benz
5% Kia
Suzuki
Honda
Toyota
Lulus
6%
Mitsubishi
1%
Hyundai
0.2
29%
24%
18%
Chevrolet
25%
50% 50%
44%
40% 31%
Timor
0.4
100%
75% 75%
71% 60%
59%
0.6
0
76%
69%
100% 100% 100% 100% 100%
Mazda
75%
Nissan
0.8
89%
100%
95%
94% 94%
Daihatsu
PROSENTASE
1
KOTA
HASIL UJI EMISI KENDARAAN BERBAHAN BAKAR BENSIN DI JAKARTA TIMUR 1.2 100%
77% 68%
0.6
44% 29%
23%
50%50%
67% 50%50%
33%
33%
29%
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
Mercedes Benz
Chevrolet
Nissan
Mazda
Proton
Opel
Ford
Timor
BMW
KOTA
Peugeot
Tidak Lulus
Kia
Daihatsu
Suzuki
Toyota
8%
Lulus
58
100%
71% 56%
45%
32% 34%
0.2 0
100%
67%
55%
53% 47%
Mitsubishi
0.4
71%
66%
Hyundai
0.8
100%
92%
Honda
PROSENTASE
1
HASIL UJI EMISI KENDARAAN BERBAHAN BAKAR BENSIN DI JAKARTA UTARA 1.2 100%
93%
89%
86%
81%
87%
75%
71%
75%
50%50%
50%50% 38%
36%
29%
25%
25%
KOTA
Opel
Lulus
Jeep
Jaguar
9%
Peugeot
Nissan
Kia
Hyundai
13%
Mazda
14%
7%
Mitsubishi
Honda
Toyota
0
Daihatsu
1%
BMW
19%
Mercedes Benz
0.4 0.2
100%
64%
62%
0.6
100%
91%
Timor
0.8
Suzuki
PROSENTASE
1
Tidak Lulus
HASIL UJI EMISI KENDARAAN BERBAHAN BAKAR BENSIN DI KOTA MAKASSAR Lulus Tidak Lulus
1.2 100%
0.8 56%
46%
33%
25%
Opel
Mazda
Mercedes Benz
KOTA
BMW
9%
Mitsubishi
Daihatsu
Suzuki
1%
27%
Nissan
33%
0.2 0
44%
38%
Honda
0.4
54%
Kia
0.6
100%
75%
73%
67%
62%
Hyundai
67%
100%
91%
89%
Toyota
PROSENTASE
1
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
59
HASIL UJI EMISI KENDARAAN BERBAHAN BAKAR BENSIN DI KOTA MEDAN 1.2 100% 87%
63% 46%
38%
34% 21%
20%
KOTA
BMW
Nissan
Mercedes Benz
7%
Hyundai
Honda
Suzuki
Toyota
Tidak Lulus
Daihatsu
13%
0
38%
Peugeot
28%
0.2
Lulus
50%50%
Mazda
38%
0.4
63%
54%
Timor
0.6
66%
Opel
62%
100%
80%
79%
72%
Kia
0.8
100%
93%
Mitsubishi
PROSENTASE
1
HASIL UJI EMISI KENDARAAN BERBAHAN BAKAR BENSIN DI KOTA SEMARANG
1.2 100% 91%
63%
38%
37% 37%
60
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
33% 25%
KOTA
Jeep
Peugeot
Nissan
Mitsubishi
Honda
Daihatsu
Suzuki
Tidak Lulus
50%50%
44%
14%
9%
Toyota
Lulus
56%
22%
0.2 0
38%
67%
Mazda
28%
Kia
0.4
52% 48%
50%50%
BMW
0.6
62% 63%
Mercedes Benz
63%
75%
Opel
72%
Timor
0.8
86% 78%
Hyundai
PROSENTASE
1
HASIL UJI EMISI KENDARAAN BERBAHAN BAKAR DI KOTA SURABAYA 1.2
71%
43%
40%
Jaguar
Peugeot
KOTA
Mercedes Benz
BMW
7%
Nissan
Kia
Hyundai
Suzuki
Daihatsu
Honda
Toyota
Tidak Lulus
10%
8%
60%
33%
29%
22% 5%
0
45%
41%
13%
57%
55%
Timor
43%
20%
67%
59%
57%
0.4
Lulus
90%
78%
0.6
0.2
100%
93%
Opel
87%
80%
0.8
92%
Mazda
95%
Mitsubishi
PROSENTASE
1
HASIL UJI EMISI KENDARAAN BERBAHAN BAKAR BENSIN DI YOGYAKARTA 1.2 100%
57%
63%
40%
37% 28% 19%
38%
40%
KOTA
Peugeot
BMW
Mazda
Timor
15%
Opel
Honda
Suzuki
Toyota
38%
25%
Mercedes Benz
33%
Tidak Lulus
60%
50%50%
43% 43%
Daihatsu
Lulus
63%
62%
60%
0.2 0
75%
Nissan
57%
72%
Mitsubishi
0.4
67%
Kia
0.8 0.6
85%
81%
Hyundai
PROSENTASE
1
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
61
SOLAR HASIL UJI EMISI KENDARAAN BERBAHAN BAKAR SOLAR DI KOTA BANDUNG
1.2 100%
95%
1
91%
90%
87%
89%
PROSENTASE
0.8 0.6 0.4
Kia
Mercedes Benz
KOTA
Daihatsu
Tidak Lulus
11%
10%
Toyota
Lulus
Isuzu
0
13%
9%
5% Mitsubishi
0.2
HASIL UJI EMISI KENDARAAN BERBAHAN BAKAR SOLAR DI KOTA DENPASAR 1.2 100%
91%
0.8 0.6 0.4 9%
3%
Lulus
Tidak Lulus
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
Mitsubishi
Isuzu
0
KOTA
Kia
10%
Daihatsu
0.2
62
100%
97%
90%
Toyota
PROSENTASE
1
HASIL UJI EMISI KENDARAAN BERBAHAN BAKAR SOLAR DI JAKARTA BARAT 1.2 100%
PROSENTASE
1
100%
76%
0.8 61%
0.6 0.4
100%
51%
49%
39% 24%
Lulus
Tidak Lulus
KOTA
Kia
Mercedes Benz
Toyota
Isuzu
Mitsubishi
0
Daihatsu
0.2
HASIL UJI EMISI KENDARAN BERBAHAN BAKAR SOLAR DI JAKARTA PUSAT 1.2 100%
0.8
100%
100%
87%
82%
80%
67%
0.6 33% 18%
Tidak Lulus
KOTA
Mercedes Benz
Lulus
Mitsubishi
Isuzu
0
13%
Suzuki
20%
Kia
0.2
Daihatsu
0.4
Toyota
PROSENTASE
1
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
63
HASIL UJI EMISI KENDARAAN BERBAHAN BAKAR SOLAR DI JAKARTA SELATAN
1.2 96%
100%
98%
90%
100%
0.8 0.6 0.4
Tidak Lulus
KOTA
Kia
2% Daihatsu
Isuzu
0
Lulus
10%
4%
Mitsubishi
0.2
Toyota
PROSENTASE
1
HASIL UJI EMISI KENDARAAN BERBAHAN BAKAR SOLAR DI JAKARTA TIMUR 0.7
61%
PROSENTASE
0.6 0.5
65%
62%
54%
50%
46% 39%
0.4
35%
50%
38%
0.3 0.2
64
Tidak Lulus
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
KOTA
Kia
Daihatsu
Lulus
Mitsubishi
Isuzu
0
Toyota
0.1
HASIL UJI EMISI KENDARAAN BERBAHAN BAKAR SOLAR DI JAKARTA UTARA 1.2 100%
PROSENTASE
1 0.8
70%
69%
69%
0.6 0.4
48%
52%
50% 50% 31%
31%
30%
100%
Kia
KOTA
Nissan
Tidak Lulus
Daihatsu
Toyota
Lulus
Mitsubishi
Isuzu
0
Hyundai
0.2
HASIL UJI EMISI KENDARAAN BERBAHAN BAKAR SOLAR DI KOTA MAKASSAR 1.2 100%
96%
100%
100%
0.8 0.6 0.4
Lulus
Tidak Lulus
Mitsubishi
Isuzu
0
KOTA
Mazda
4%
3%
Jeep
7%
Daihatsu
0.2
Toyota
PROSENTASE
97%
93%
1
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
65
HASIL UJI EMISI KENDARAAN BERBAHAN BAKAR SOLAR DI KOTA MEDAN 1.2 100% 86%
84%
77%
0.8
91%
0.6 0.4
Tidak Lulus
KOTA
9% Daihatsu
Isuzu
Toyota
0
Lulus
16%
14%
0.2
Kia
23%
Mitsubishi
PROSENTASE
1
HASIL UJI EMISI KENDARAAN BERBAHAN BAKAR SOLAR DI KOTA SEMARANG
1.2 100%
93%
0.8 0.6 0.4
Lulus
Tidak Lulus
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
KOTA
Toyota
0
7%
2%
Daihatsu
10%
Mitsubishi
0.2
66
98%
90%
Isuzu
PROSENTASE
1
HASIL UJI EMISI KENDARAAN BERBAHAN BAKAR SOLAR DI KOTA SURABAYA
1.2 100%
100%
96%
100%
97%
95%
0.8 0.6 0.4
KOTA
Tidak Lulus
Mercedes Benz
Daihatsu
Lulus
Isuzu
0
5%
3%
Toyota
4%
Mitsubishi
0.2
Kia
PROSENTASE
1
HASIL UJI EMISI KENDARAAN BERBAHAN BAKAR SOLAR DI KOTA YOGYAKARTA 1.2 100% 91%
96%
91%
87%
0.8 0.6
50%
50%
0.4
Tidak Lulus
Kia
Isuzu
0
Lulus
13%
4%
KOTA
Toyota
9%
Mitsubishi
9%
Jeep
0.2
Daihatsu
PROSENTASE
1
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
67
LAMPIRAN 3. Pembahasan kualitas udara tiap titik lokasi pemantauan di setiap kota
Pemantauan dilakukan di tiga lokasi yaitu di Jalan Gatot Subroto, Jalan Diponegoro, dan Jalan Soekarno – Hatta.
CO
7000
3
8000 6000
Mikrogram/m
KOTA BANDUNG
9000
5000 4000 3000 2000 1000 0 Pagi
1. Karbon Monoksida (CO)
68
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
Sore
Malam
Waktu
Jl. Gatot Soebroto
Jl. Diponegoro
Jl. Soekarno - Hatta
Gambar 1. Grafik Konsentrasi CO di Tepi Jalan Raya Kota Bandung
2. Sulfur Dioksida (SO2) 800
3
SO2
700
Mikrogram/m
Hasil pemantauan menunjukkan adanya pola yang serupa antara Jalan Diponegoro dengan Jalan Soekarno-Hatta dimana konsentrasi CO pada pagi hari lebih tinggi daripada konsentrasi CO saat siang hari, kemudian terjadi kenaikan konsentrasi pada sore hari dan kembali meningkat pada malam hari. Berbeda halnya dengan hasil pemantauan di lokasi Jalan Gatot Subroto, konsentrasi CO mengalami penurunan saat siang hari, meningkat hingga mencapai konsentrasi puncak pada sore hari, dan menurun tajam saat malam hari. Pola-pola tersebut terlihat dengan jelas pada Gambar 1. Konsentrasi puncak CO terjadi pada malam hari untuk Jalan Diponegoro dan Jalan Soekarno-Hatta, yakni sebesar 3986,64 μg/m3 dan 3556,11 μg/m3. Sedangkan, Jalan Gatot Subroto memiliki kecenderungan konsentrasi CO yang cukup tinggi saat pagi hingga sore hari dengan konsentrasi puncak sebesar 8568,413 μg/m3. Secara umum pada pagi hingga sore hari pemantauan di Jl . Gatot Subroto menunjukan konsentrasi yang relatif lebih tinggi dari lokasi-lokasi yang lain, kemungkinan karena berbedaan jenis aktivitas yang ada di jalan-jalan tersebut.
Siang
600 500 400 300 200 100 0 Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu
Jl. Gatot Soebroto
Jl. Diponegoro
Jl. Soekarno - Hatta
Gambar 2. Grafik Konsentrasi SO2 di Tepi Jalan Raya Kota Bandung
Gambar 2 menunjukkan adanya persamaan pola antara hasil pemantauan di lokasi Jalan Gatot Subroto dan Jalan Diponegoro berupa peningkatan konsentrasi SO2 saat siang hari dan kemudian menurun pada sore hingga malam hari. Sedangkan pada lokasi pemantauan Jalan Soekarno-Hatta, konsentrasi SO2 mengalami penurunan dari pagi hingga malam hari. Konsentrasi SO2 puncak di dua lokasi pemantauan Jalan Gatot Subroto dan Jalan Diponegoro terjadi pada siang hari, yakni sebesar 675,913 μg/m3 dan 59,02 μg/ m3. Sementara untuk lokasi pemantauan Jalan Soekarno-Hatta, konsentrasi SO2 puncak terjadi saat pagi hari dengan nilai sebesar 154,18 μg/m3. Kecuali di jalan Gatot Subroto pada pada siang hari di mana terukur konsentrasi SO2 yang relatif lebih tinggi dibandingkan
4. HC HC
350
Mikrogram/m
3
dengan yang lain dan hampir mencapai konsentrasi ambang batas 900 μg/m3/1jam, konsentrasi SO2 di ketiga jalan di Kota Bandung di mana dilakukan pengukuran dapat dikatakan relatif rendah.
3. PM10
PM 10 3
Mikrogram/m
150
250 200 150 100 50 0
250 200
300
Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu
Jl. Gatot Soebroto
100
Jl. Diponegoro
Gambar 4. Grafik Konsentrasi HC di Tepi Jalan Raya Kota Bandung
50 0 Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu
Jl. Gatot Soebroto
Jl. Diponegoro
Jl. Soekarno - Hatta
Gambar 3. Grafik Konsentrasi PM10 di Tepi Jalan Raya Kota Bandung
Gambar 3 menunjukkan konsentrasi tertinggi terjadi saat pagi hari di lokasi pemantauan Jalan Gatot Subroto dan Jalan Diponegoro. Pola-pola berbeda terjadi pada konsentrasi PM10 hasil pemantauan di tiga lokasi. Untuk lokasi pemantauan Jalan Gatot Subroto, terjadi penurunan konsentrasi yang sangat tajam mulai dari pagi hingga malam hari. Konsentrasi PM10 yang menurun saat siang hingga sore hari dan meningkat saat malam hari, terjadi di lokasi pemantauan Jalan Diponegoro. Sedangkan, di lokasi pemantauan Jalan Soekarno-Hatta, konsentrasi PM10 mengalami peningkatan saat siang hari, menurun saat sore hari, dan kembali meningkat saat malam hari. Konsentrasi puncak PM10 di dua lokasi pemantauan terjadi saat pagi hari, yakni sebesar 203,486 μg/m3 untuk Jalan Gatot Subroto dan Jalan Diponegoro. Sedangkan di lokasi pemantauan Jalan Soekarno-Hatta, konsentrasi puncak PM10 sebesar 158,23 μg/m3 terjadi saat siang hari.
Terdapat data-data konsentrasi HC yang tidak lengkap di kota Bandung, yakni di lokasi pemantauan Jalan Soekarno-Hatta untuk semua waktu. Gambar 4 menggambarkan secara umum bahwa konsentrasi HC tertinggi terjadi saat pagi hari. Konsentrasi HC yang dipantau di lokasi pemantauan Jalan Gatot Subroto mengalami penurunan konsentrasi yang tajam saat siang, kemudian terjadi peningkatan konsentrasi pada sore hari, dan konsentrasinya kembali turun saat malam hari. Sedangkan untuk lokasi Jalan Diponegoro, konsentrasi HC mengalami penurunan tajam saat siang, cukup stabil saat sore hari, dan naik kembali saat malam hari. Konsentrasi puncak di kedua lokasi pemantauan, yakni Jalan Gatot Subroto dan Diponegoro terjadi saat pagi hari, yakni sebesar 320,549 μg/m3 dan 68,937 μg/ m3.
5. NO2 Pola-pola berbeda terjadi pada konsentrasi NO2 hasil pemantauan di tiga lokasi. Konsentrasi NO2 pada hasil pemantauan di lokasi Jalan Gatot Subroto memiliki pola berupa peningkatan konsentrasi saat siang hari, kemudian konsentrasinya menurun saat sore hingga malam hari. Pada lokasi pemantauan Jalan Diponegoro, saat pagi hari hingga siang hari terjadi peningkatan konsentrasi NO2, kemudian menurun saat sore hari,
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
69
Gatot Subroto terjadi saat pagi hari dengan konsentrasi sebesar 95,84 μg/m3.
O3 3
100 80 60 40 20 0 Pagi
NO2 3
Sore
Malam
Jl. Diponegoro
Jl. Soekarno - Hatta
Gambar 6. Grafik Konsentrasi O3 di Tepi Jalan Raya Kota Bandung
40
Mikrogram/m
Siang Waktu
Jl. Gatot Soebroto 45
nilai
120
Mikrogram/m
dan akhirnya mencapai konsentrasi puncak saat malam hari. Berbeda halnya dengan konsentrasi NO2 di lokasi Jalan Soekarno-Hatta dimana penurunan konsentrasi terjadi saat siang dan sore hari, kemudian meningkat kembali saat malam hari. Pola-pola ini terlihat pada Gambar 5. Konsentrasi puncak NO2 di ketiga lokasi terjadi pada saat yang berbeda-beda, yakni saat siang hari sebesar 39,528 μg/m3 untuk Jalan Gatot Subroto, saat malam hari sebesar 36,26 μg/m3 untuk Jalan Diponegoro, dan saat pagi hari sebesar 28,453 μg/m3 untuk Jalan Soekarno-Hatta.
35 30 25 20 15 10 5 0 Pagi
Siang
Sore
Malam
KOTA DENPASAR Pemantauan dilakukan di tiga lokasi yaitu di Jalan Raya Sesetan, Jalan Mahendra Data, dan Jalan Hayam-Wuruk.
Waktu
Jl. Gatot Soebroto
Jl. Diponegoro
Jl. Soekarno - Hatta
Gambar 5. Grafik Konsentrasi NO2 di Tepi Jalan Raya Kota Bandung
6. Ozon Gambar 6 adanya pola-pola yang berbeda terjadi pada konsentrasi O3 hasil pemantauan di tiga lokasi. Untuk lokasi pemantauan Jalan Gatot Subroto, terjadi penurunan konsentrasi mulai dari pagi hingga sore hari dan meningkat kembali saat malam hari. Konsentrasi O3 di lokasi Jalan Diponegoro dan Jalan Soekarno-Hatta mengalami peningkatan saat siang dan mengalami penurunan saat sore hari. Saat malam hari, di lokasi pemantauan Jalan Diponegoro terjadi peningkatan konsentrasi O3, sedangkan penurunan konsentrasi terjadi di lokasi pemantauan Jalan Soekarno-Hatta. Konsentrasi puncak terjadi pada siang hari untuk lokasi Jalan Diponegoro dan Jalan Soekarno-Hatta, yakni sebesar 79,867 μg/m3 dan 80,667 μg/m3. Sementara konsentrasi puncak di lokasi Jalan
70
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
1. Karbon Monoksida (CO) Hasil pemantauan menunjukkan adanya pola yang serupa antara Jalan Raya Sesetan dengan Jalan Mahendra Data dimana konsentrasi CO pada pagi hari lebih tinggi daripada konsentrasi CO saat siang hari, kemudian terjadi kenaikan konsentrasi pada sore hari dan menurun kembali pada malam hari. Berbeda halnya dengan hasil pemantauan di lokasi Jalan Hayam-Wuruk, konsentrasi CO mengalami peningkatan mulai dari pagi hari hingga mencapai puncak saat malam hari. Pola-pola tersebut terlihat dengan jelas pada Gambar 1. Konsentrasi puncak CO terjadi pada pagi hari untuk Jalan Raya Sesetan sebesar 453.33 μg/m3. Jalan Mahendra Data memiliki kecenderungan konsentrasi CO yang konstan saat pagi, sore, dan malam hari dengan konsentrasi sebesar 400 μg/m3. Sedangkan untuk Jalan Hayam-Wuruk, konsentrasi puncak terjadi saat malam hari, yakni sebesar 400 μg/m3.
3. Total Suspended Particle (TSP)
400 300 200
1600 TSP
100 0 Siang
Sore
Malam
3
Pagi
Waktu
Jl. Raya Sesetan
Jl. Mahendra Data
Jl. Hayam Muruk
Gambar 1.Grafik Konsentrasi CO di Tepi Jalan Raya Kota Denpasar
2. Sulfur Dioksida (SO2)
Mikrogram/m
Mikrogram/m
3
CO
500
1400 1200 1000 800 600 400 200 0 Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu
Mikrogram/m3 SO2
Secara umum, konsentrasi SO2 tertinggi terjadi saat pagi hari. Bila dibandingkan dengan dua lokasi yang lain, konsentrasi SO2 pada lokasi Jalan Raya Sesetan merupakan konsentrasi yang paling tinggi. Melalui hasil pemantauan, terdapat pola dan nilai konsentrasi yang serupa antara Jalan Mahendra Data dengan Jalan Hayam-Wuruk dimana konsentrasi SO2 pada pagi hari lebih tinggi daripada konsentrasi SO2 saat siang hari, kemudian terjadi penurunan konsentrasi pada sore hari dan meningkat kembali pada malam hari. Pada lokasi pemantauan di Jalan Raya Sesetan, konsentrasi SO2 cenderung fluktuatif dengan pola berbeda, yakni penurunan konsentrasi saat siang hari, kenaikan konsentrasi saat sore hari, dan kembali turun saat malam hari. Pola-pola tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Konsentrasi SO2 puncak di tiga lokasi terjadi pada pagi hari yaitu untuk Jalan Mahendra Data dan Jalan Hayam-Wuruk sebesar 15,73 μg/m3, sedangkan di lokasi Jalan Raya Sesetan sebesar 18,03 μg/m3. 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Pagi
Siang
Sore
Jl. Raya Sesetan
Jl. Mahendra Data
Jl. Hayam Muruk
Konsentrasi TSP di Jalan Raya Sesetan merupakan konsentrasi yang tertinggi apabila di bandingkan dengan dua lokasi lainnya, yakni di Jalan Mahendra Data dan Jalan Hayam-Wuruk. Hal ini dapat terlihat pada Gambar 3. Melalui hasil pemantauan, terdapat pola yang berbeda-beda antara ketiga lokasi pemantauan. Pada lokasi pemantauan di Jalan Raya Sesetan, penurunan konsentrasi TSP terjadi saat siang dan sore hari, kemudian terjadi kenaikan konsentrasi saat malam hari. Terjadi konsentrasi yang meningkat saat pagi dan sore hari serta penurunan konsentrasi saat siang dan malam hari di lokasi pemantauan Jalan Mahendra Data. Berbeda halnya dengan hasil pemantauan di Jalan Hayam-Wuruk dimana konsentrasi meningkat saat siang hari, konstan saat sore hari, dan menurun pada malam hari. Konsentrasi TSP puncak saat pagi hari terjadi di dua lokasi, yaitu di lokasi pemantauan Jalan Raya Sesetan sebesar 1522,99 μg/ m3 dan Jalan Mahendra Data sebesar 488,51 μg/ m3. Sedangkan di lokasi pemantauan Jalan HayamWuruk, konsentrasi puncak terjadi pada siang dan sore hari, yakni sebesar 258,62 μg/m3.
Malam
Waktu Jl. Raya Sesetan
Jl. Mahendra Data
Jl. Hayam Muruk
Gambar 2.Grafik Konsentrasi SO2 di Tepi Jalan Raya Kota Denpasar Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
71
4. PM10
Jalan Raya Sesetan mengalami peningkatan konsentrasi saat siang dan sore hari, kemudian mengalami penurunan drastis saat malam hari. Konsentrasi puncak di lokasi pemantauan Jalan Raya Sesetan terjadi saat sore hari, yakni sebesar 351,47 μg/m3. Sedangkan untuk dua lokasi pemantauan lainnya, konsentrasi puncak tidak dapat diketahui sebab adanya data konsentrasi yang tidak lengkap.
Mikrogram/m
3
PM 10
300 250 200 150 100 50 0 Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu
Jl. Hayam Muruk
HC
Jl. Mahendra Data
Gambar 4. Grafik Konsentrasi PM10 di Tepi Jalan Raya Kota Denpasar
Gambar 4 menunjukkan konsentrasi tertinggi terjadi saat pagi hari di lokasi pemantauan Jalan Raya Sesetan dan Jalan Mahendra Data. Pola-pola berbeda terjadi pada konsentrasi PM10 hasil pemantauan di tiga lokasi. Untuk lokasi pemantauan Jalan Raya Sesetan, terjadi penurunan konsentrasi saat siang hari dan sore hari dan kemudian konstan saat malam hari. Konsentrasi PM10 yang menurun saat siang dan malam hari serta meningkat saat pagi dan sore hari terjadi di lokasi pemantauan Jalan Mahendra Data. Sedangkan, di lokasi pemantauan Jalan Hayam-Wuruk, konsentrasi PM10 menurun saat siang hari, konstan saat sore hari, dan kemudian menurun saat malam hari. Konsentrasi puncak PM10 di ketiga lokasi pemantauan terjadi saat pagi hari, yakni sebesar 277,78 μg/m3 untuk Jalan Raya Sesetan dan Jalan Mahendra Data dan 172,41 μg/m3 untuk Jalan Hayam-Wuruk.
5. HC Terdapat beberapa data konsentrasi HC yang tidak lengkap di kota Denpasar, yakni di lokasi pemantauan Jalan Mahendra Data dan Jalan Hayam-Wuruk saat siang, sore, dan malam hari. Berdasarkan Gambar 5, konsentrasi HC yang terjadi di lokasi pemantauan
72
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
Mikrogram/m
3
Jl. Raya Sesetan
400 350 300 250 200 150 100 50 0 Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu
Jl. Raya Sesetan
Jl. Mahendra Data
Jl. Hayam Muruk
Gambar 5. Grafik Konsentrasi HC di Tepi Jalan Raya Kota Denpasar
6. NO2 Konsentrasi NO2 pada hasil pemantauan di lokasi Jalan Raya Sesetan dan Mahendra Data memiliki pola yang serupa dimana terjadi peningkatan konsentrasi dari pagi hingga siang hari, kemudian konsentrasinya menurun saat sore hingga malam hari. Pada lokasi pemantauan Jalan Hayam-Wuruk, saat pagi hari hingga siang hari terjadi penurunan konsentrasi, kemudian meningkat saat sore hari, dan akhirnya menurun saat malam hari. Pola-pola ini terlihat pada Gambar 6. Pada umumnya, konsentrasi puncak NO2 terjadi pada pagi hari sebesar 30,64 μg/m3 untuk Jalan Raya Sesetan, 30,01 μg/m3 untuk Jalan Mahendra Data, dan 25,73 μg/ m3 untuk Jalan Hayam-Wuruk. Namun, konsentrasi puncak juga terjadi saat siang hari di lokasi pemantauan Jalan Raya Sesetan, yakni sebesar 30,64 μg/m3.
Mikrogram/m
3
NO2
35
KOTA JAKARTA SELATAN Pemantauan dilakukan di tiga lokasi yaitu di Jalan Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jalan Pangeran Antasari, dan Jalan Letjen Sumpena.
30 25 20 15 10 5 0 Pagi
Siang
Sore
Malam
1. Karbon Monoksida (CO)
Waktu
Jl. Raya Sesetan
Jl. Mahendra Data
Jl. Hayam Muruk 25000
Gambar 6. Grafik Konsentrasi NO2 di Tepi Jalan Raya Kota Denpasar 3
CO
20000
Mikrogram/m
7. O3 40
Mikrogram/m
3
O3
35
15000 10000 5000
30 25
0
20
Pagi
15
Siang
Sore
Malam
Waktu
10 5
Jl. Taman Makam Pahlaw an Kalibata
0 Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu
Jl. Raya Sesetan
Jl. Mahendra Data
Jl. Hayam Muruk
Gambar 7. Grafik Konsentrasi O3 di Tepi Jalan Raya Kota Denpasar
Gambar 7 menunjukkan adanya persamaan data antara hasil pemantauan di lokasi Jalan Raya Sesetan dan Jalan Mahendra Data dengan pola berupa konsentrasi O3 dari pagi hingga malam hari. Sedangkan untuk lokasi pemantauan Jalan Hayam-Wuruk, konsentrasi O3 mengalami peningkatan dari pagi hingga sore hari dan kemudian menurun tajam saat malam hari. Konsentrasi puncak terjadi pada malam hari untuk lokasi Jalan Raya Sesetan dan Jalan Mahendra Data, yakni sebesar 11,53 μg/m3. Sementara konsentrasi puncak di lokasi Jalan Hayam-Wuruk terjadi saat sore hari dengan nilai konsentrasi sebesar 33,89 μg/m3.
Jl. Pangeran Antasari
Jl. Letjen Sumpena
Gambar 1. Grafik Konsentrasi CO di Tepi Jalan Raya Kota Jakarta Bagian Selatan
Gambar 1 menunjukkan pola konsentrasi CO yang berbeda antara ketiga lokasi pemantauan. Pada lokasi Jalan Makam Pahlawan Kalibata, konsentrasi CO mengalami penurunan saat siang hari, meningkat saat sore hari, dan menurun kembali hingga mencapai konsentrasi minimum saat malam hari. Berbeda halnya dengan hasil pemantauan di lokasi Jalan Pangeran Antasari, konsentrasi CO mengalami penurunan saat siang hari dan meningkat pada sore hingga malam hari. Sedangkan pada lokasi pemantauan Jalan Letjen Sumpena, konsentrasi CO pada pagi hari lebih rendah daripada konsentrasi CO saat siang hari, kemudian terjadi kenaikan konsentrasi pada sore hari dan menurun pada malam hari. Konsentrasi puncak CO terjadi pada pagi hari untuk Jalan Makam Pahlawan Kalibata dan Jalan Pangeran Antasari, yakni sebesar 2811,0 μg/m3 dan 8270,0 μg/m3. Sedangkan Jalan
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
73
Letjen Sumpena memiliki kecenderungan konsentrasi CO yang cukup tinggi saat siang hingga sore hari dengan konsentrasi puncak sebesar 22024.8 μg/m3. Secara umum konsentrasi rata-rata di Jl. Letjen Sumpena telah melebihi ambang batas Baku Mutu 24 jam.
menunjukkan peningkatan konsentrasi PM10 saat siang hari, penurunan saat sore hari, dan meningkat kembali saat malam hari. Pada Jalan Pangeran Antasari, konsentrasi PM10 pada pagi hari lebih tinggi daripada konsentrasi PM10 saat siang hari, kemudian terjadi penurunan konsentrasi pada sore hingga malam hari. Berbeda halnya dengan hasil pemantauan di lokasi Jalan Letjen Sumpena, konsentrasi PM10 mengalami peningkatan saat siang hari hingga mencapai konsentrasi puncak saat sore hari, dan menurun tajam saat malam hari. Pola-pola tersebut terlihat dengan jelas pada Gambar 3. Konsentrasi puncak PM10 terjadi pada siang hari untuk Jalan Taman Makam Pahlawan Kalibata sebesar 294,8 μg/m3. Untuk Jalan Pangeran Antasari, konsentrasi PM10 terjadi pada pagi hari sebesar 820 μg/ m3. Sedangkan Jalan Letjen Sumpena memiliki konsentrasi PM10 yang tinggi saat sore hari sebesar 3420,1 μg/m3. Secara umum diseluruh lokasi pemantauan konsentrasi rata-rata 24 jam PM10 telah melampaui ambang batas Baku Mutu. Beberapa konsentrasi terukur yang dari data pemantauan ini juga telah melebihi konsentrasi yang dinyatakan memiliki probabilitas menyebabkan penurunan fungsi paru-paru pada anak-anak dan peningkatan tingkat keparahan penyakit bronkhitis (Utah State Department for the Environment, 2000 dikutip oleh Harrop, 2002). Konsentrasi pada sore hari di Jl.Letjen Sumpena terukur dengan nilai yang sangat tinggi, perlu diteliti lebih lanjut penyebab tingginya nilai pengukuran tersebut.
2. Sulfur Dioksida (SO2) 35
25
Mikrogram/m
3
SO2
30
20 15 10 5 0 Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu Jl. Taman Makam Pahlaw an Kalibata
Jl. Pangeran Antasari
Jl. Letjen Sumpena
Gambar 2. Grafik Konsentrasi SO2 di Tepi Jalan Raya Kota Jakarta Bagian Selatan
3. PM10
4000
3
PM 10
3500
Mikrogram/m
Gambar 2 menunjukkan adanya perbedaan pola antara ketiga lokasi pemantauan. Untuk lokasi Jalan Taman Makam Pahlawan, konsentrasi SO2 mengalami penurunan mulai dari pagi hingga malam hari. Peningkatan konsentrasi saat siang hingga sore hari dan penurunan konsentrasi saat malam hari dialami di lokasi pemantauan Jalan Letjen Sumpena. Konsentrasi SO2 puncak terjadi saat sore hari untuk lokasi pemantauan Jalan Pangeran Antasari dan Jalan Letjen Sumpena, yakni sebesar 25,9 μg/m3 dan 29,6 μg/m3. Sedangkan untuk Jalan Taman Makam Pahlawan, konsentrasi puncak terjadi saat pagi hari sebesar 14,9 μg/m3.
3000 2500 2000 1500 1000 500
Hasil pemantauan menunjukkan adanya pola yang berbeda antara ketiga lokasi. Pola konsentrasi pada Jalan Taman Makam Pahlawan Kalibata
0 Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu Jl. Taman Makam Pahlaw an Kalibata
Jl. Pangeran Antasari
Jl. Letjen Sumpena
74
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
Gambar 3. Grafik Konsentrasi PM10 di Tepi Jalan Raya Kota Jakarta Bagian Selatan
4. HC
hasil pemantauan di lokasi Jalan Taman Makam Pahlawan Kalibata memiliki pola berupa penurunan konsentrasi saat siang hari, kemudian konsentrasinya meningkat saat sore, dan akhirnya menurun kembali saat malam hari. Pada lokasi pemantauan Jalan Pangeran Antasari, saat pagi hari hingga siang hari terjadi peningkatan konsentrasi NO2, kemudian menurun saat sore hari, dan akhirnya meningkat kembali saat malam hari. Berbeda halnya dengan konsentrasi NO2 di lokasi Jalan Letjen Sumpena dimana peningkatan konsentrasi terjadi saat siang dan sore hari, kemudian menurun saat malam hari. Pola-pola ini terlihat pada Gambar 5. Konsentrasi puncak NO2 di ketiga lokasi terjadi pada saat yang berbeda-beda, yakni saat pagi hari sebesar 18,7 μg/m3 untuk Jalan Taman Makam Pahlawan Kalibata, saat siang hari sebesar 50,6 μg/m3 untuk Jalan Pangeran Antasari, dan saat sore hari sebesar 77,6 μg/m3 untuk Jl Letjen Sumpena.
160
Mikrogram/m
3
HC
140 120 100 80 60 40 20 0 Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu Jl. Taman Makam Pahlaw an Kalibata
Jl. Pangeran Antasari
Jl. Letjen Sumpena
Gambar 4. Grafik Konsentrasi HC di Tepi Jalan Raya Kota Jakarta Bagian Selatan
90
3
NO2
80
Mikrogram/m
Gambar 4 menggambarkan secara umum bahwa konsentrasi HC tertinggi terjadi pada saat yang berbeda untuk ketiga lokasi pemantauan. Konsentrasi HC yang dipantau di lokasi pemantauan Jalan Taman Makam Pahlawan Kalibata mengalami peningkatan konsentrasi saat siang hingga sore hari, kemudian terjadi penurunan konsentrasi yang sangat tajam saat malam hari. Untuk lokasi pemantauan konsentrasi HC di Jalan Pangeran Antasari, peningkatan terjadi saat siang hari, penurunan saat sore hari, dan kemudian meningkat kembali hingga mencapai konsentrasi puncak saat malam hari. Sedangkan untuk lokasi Jalan Letjen Sumpena, konsentrasi HC mengalami penurunan tajam saat siang hari, kemudian meningkat saat sore hingga malam hari. Konsentrasi puncak di dua lokasi pemantauan, yakni Jalan Pangeran Antasari dan Jalan Letjen Sumpena terjadi saat malam hari sebesar 72.7 μg/m3 dan 151.3 μg/m3. Sedangkan di lokasi pemantauan Jalan Makam Pahlawan Kalibata, konsentrasi HC terjadi saat sore hari sebesar 55.8 μg/ m3.
70 60 50 40 30 20 10 0 Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu Jl. Taman Makam Pahlaw an Kalibata
Jl. Pangeran Antasari
Jl. Letjen Sumpena
Gambar 5. Grafik Konsentrasi NO2 di Tepi Jalan Raya Kota Jakarta Bagian Selatan
5. NO2 Pola-pola berbeda terjadi pada konsentrasi NO2 hasil pemantauan di tiga lokasi. Konsentrasi NO2 pada Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
75
6. O3
KOTA JAKARTA TIMUR Pemantauan dilakukan di tiga lokasi yaitu di Jalan Pramuka, Jalan DI. Panjaitan, dan Jalan DR. Krt. Radjiman.
140
100 80
1. Karbon Monoksida (CO)
60 40 20 0 Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu Jl. Taman Makam Pahlaw an Kalibata
Jl. Pangeran Antasari
Jl. Letjen Sumpena
Gambar 6. Grafik Konsentrasi O3 di Tepi Jalan Raya Kota Jakarta Bagian Selatan
Gambar 6 menunjukkan adanya pola yang serupa pada lokasi pemantauan di Jalan Taman Makam Pahlawan Kalibata dan Jalan Letjen Sumpena dimana konsentrasi O3 hasil pemantauan mengalami peningkatan mulai dari pagi hingga sore hari dan menurun hingga mencapai konsentrasi minimum saat malam hari. Untuk lokasi pemantauan Jalan Pangeran Antasari, terjadi peningkatan konsentrasi saat siang hari dan menurun saat malam hari. Konsentrasi puncak terjadi pada sore hari untuk lokasi Jalan Taman Makam Pahlawan dan Jalan Letjen Sumpena, yakni sebesar 101,3 μg/m3 dan 123,1 μg/m3. Sementara konsentrasi puncak di lokasi Jalan Pangeran Antasari terjadi saat siang hari dengan nilai konsentrasi sebesar 119,5 μg/m3. Konsentrasi ozon di wilayah Jakarta Selatan ini relatif lebih tinggi daripada di wilayah lainnya. Pada siang hari konsentrasi di Jl.Pangeran Antasari dan Jl.Letjen Sumpena mencapai konsentrasi yang merupakan ambang batas pada panduan WHO. Kemungkinan hal ini disebabkan karena kondisi meteorologi dan wilayah Jakarta Selatan yang merupakan daerah hilir dari aliran udara.
76
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
Hasil pemantauan pada konsentrasi CO di ketiga lokasi menunjukkan pola-pola yang berbeda. Pada lokasi pemantauan Jalan Pramuka, konsentrasi CO menurun saat siang dan sore hari, kemudian meningkat hingga mencapai konsentrasi puncak saat malam hari. Konsentrasi CO yang meningkat saat siang dan malam hari serta menurun saat pagi dan sore hari terjadi di lokasi pemantauan Jalan DI. Panjaitan. Sedangkan, di lokasi pemantauan Jalan DR. Krt. Radjiman, konsentrasi CO menurun mulai dari siang hingga malam hari. Polapola tersebut terlihat dengan jelas pada Gambar 1. Konsentrasi puncak CO terjadi pada malam hari untuk Jalan Pramuka sebesar 2890,5 μg/m3 dan Jalan DI. Panjaitan sebesar 2890,5 μg/m3. Untuk Jalan DR. Krt. Radjiman, konsentrasi puncak terjadi saat pagi hari, yakni sebesar 1963,0 μg/m3. Konsentrasi di Jl. DI Panjaitan relatif jauh lebih tinggi daripada di 2 lokasi lainnya dan secara rata-rata hampir mendekati nilai ambang batas Baku Mutu. Mikrogram/m3 CO
Mikrogram/m
3
O3
120
16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu
Jl. Pramuka
Jl. DI. Panjaitan
Jln. DR.Krt. Radjiman
Gambar 1.Grafik Konsentrasi CO di Tepi Jalan Raya Kota Jakarta Bagian Timur
3. PM10
2. Sulfur Dioksida (SO2)
Mikrogram/m
3
SO2
35 30 25 20 15 10 5 0 Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu Jl. Pramuka
Jl. DI. Panjaitan
Gambar 2. Grafik Konsentrasi SO2 di Tepi Jalan Raya Kota Jakarta Bagian Timur
Jln. DR.Krt. Radjiman
3
PM 10
4000
Mikrogram/m
Konsentrasi SO2 pada lokasi Jalan Pramuka merupakan konsentrasi yang paling tinggi diantara dua lokasi lainnya. Melalui hasil pemantauan, terdapat pola konsentrasi yang serupa antara Jalan Pramuka dengan Jalan DR. DI. Panjaitan dimana konsentrasi SO2 pada pagi hari lebih rendah daripada konsentrasi SO2 saat siang hari, kemudian terjadi peningkatan konsentrasi pada sore hari dan menurun kembali pada malam hari. Pada lokasi pemantauan di Jalan DR. Krt. Radjiman, konsentrasi SO2 mengalami peningkatan konsentrasi saat siang hari dan menurun konsentrasi saat sore hingga malam hari. Pola-pola tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Konsentrasi SO2 puncak di dua lokasi terjadi pada sore hari yaitu untuk Jalan Pramuka dan Jalan DR. DI. Panjaitan sebesar 30,9 μg/m3 dan 29,5 μg/m3. Sedangkan di lokasi Jalan DR. Krt. Radjiman, konsentrasi puncak SO2 terjadi saat siang hari sebesar 25,4 μg/m3. Tidak terdapat pola yang jelas pada fluktuasi SO2 di ketiga lokasi dan secara umum konsentrasi SO2 yang terukur di ketiga jalan tersebut relatif rendah.
3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu Jl. Pramuka
Jl. DI. Panjaitan
Jln. DR.Krt. Radjiman
Gambar 3. Grafik Konsentrasi PM10 di Tepi Jalan Raya Kota Jakarta Bagian Timur
Gambar 3 menunjukkan konsentrasi tertinggi terjadi saat malam hari di lokasi pemantauan Jalan DR. DI. Panjaitan. Pola-pola berbeda terjadi pada konsentrasi PM10 hasil pemantauan di tiga lokasi. Untuk lokasi pemantauan Jalan Pramuka, terjadi penurunan konsentrasi saat siang hari hingga mencapai konsentrasi minimum saat malam hari. Konsentrasi PM10 yang terjadi di lokasi pemantauan Jalan DR. DI. Panjaitan mengalami peningkatan saat siang, menurun saat sore hari, kemudian meningkat kembali hingga mencapai konsentrasi puncak saat malam hari. Sedangkan, di lokasi pemantauan Jalan DR. Krt. Radjiman, konsentrasi PM10 meningkat saat siang hari dan kemudian menurun saat sore hingga malam hari. Konsentrasi puncak PM10 di ketiga lokasi pemantauan terjadi pada saat waktu yang berbedabeda, yakni saat pagi hari sebesar 120,4 μg/m3 untuk Jalan Pramuka, saat malam hari sebesar 3492,1 μg/m3 untuk Jalan DR. DI. Panjaitan, dan saat siang hari sebesar 513,4 μg/m3 untuk Jalan DR. Krt. Radjiman. Di Jl.DR.DI Panjaitan dan JL.DR.Krt.Rajiman konsentrasi rata-rata 24 jam PM10 telah hampir melampaui ambang batas Baku Mutu. Konsentrasi pada malam hari di Jl.DR DI Panjaitan terukur dengan nilai yang sangat tinggi, perlu diteliti lebih lanjut penyebab tingginya nilai pengukuran tersebut. Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
77
4. HC
5. NO2 Secara umum, konsentrasi NO2 tertinggi di ketiga lokasi terjadi saat siang hari. Konsentrasi NO2 pada hasil pemantauan di lokasi Jalan DR. DI. Panjaitan dan Jalan DR. Krt. Radjiman memiliki pola yang serupa dimana terjadi peningkatan konsentrasi saat siang hari dan konsentrasinya menurun saat sore hingga malam hari. Pada lokasi pemantauan Jalan Pramuka, saat pagi hari hingga siang hari terjadi peningkatan konsentrasi, kemudian menurun saat sore hari, dan akhirnya meningkat kembali saat malam hari. Pola-pola ini terlihat pada Gambar 5. Konsentrasi puncak NO2 terjadi saat siang hari, yakni sebesar 46,4 μg/m3 untuk Jalan Pramuka, 59,6 μg/m3 untuk Jalan DI. Panjaitan, dan 127,8 μg/m3 untuk Jalan DR. Krt. Radjiman. Konsentrasi yang terukur di lokasi Jl.Dr.Krt. Radjiman secara umum relatif jauh lebih tinggi dari di 2 lokasi lainnya.
Mikrogram/m
3
HC
350 300 250 200 150 100 50 0 Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu Jl. Pramuka
Jl. DI. Panjaitan
Jln. DR.Krt. Radjiman
Gambar 4. Grafik Konsentrasi HC di Tepi Jalan Raya Kota Jakarta Bagian Timur
78
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
3
NO2
140
Mikrogram/m
Berdasarkan Gambar 4, konsentrasi HC yang terjadi di lokasi pemantauan Jalan Pramuka mengalami peningkatan konsentrasi HC saat siang, menurun saat sore hari, dan kemudian mengalami peningkatan hingga mencapai konsentrasi puncak saat malam hari. Untuk Jalan DR. DI. Panjaitan, konsentrasi HC mengalami penurunan yang sangat tajam saat siang hari dan kemudian meningkat saat sore hingga malam hari. Sedangkan konsentrasi HC di Jalan DR. Krt. Radjiman, peningkatan konsentrasi terjadi saat siang hingga sore hari, dan menurun kembali saat malam hari. Konsentrasi puncak di lokasi pemantauan Jalan Pramuka terjadi saat malam hari, yakni sebesar 27,4 μg/ m3. Sedangkan untuk dua lokasi pemantauan lainnya, konsentrasi puncak terjadi saat pagi untuk lokasi Jalan Dr. D.I. Panjaitan sebesar 319,5 μg/m3. Konsentrasi ini telah melampaui ambang batas rata-rata 3 jam untuk HC. Untuk lokasi Jalan DR. Krt. Radjiman, konsentrasi puncak terjadi saat sore hari sebesar 52,3 μg/m3.
120 100 80 60 40 20 0 Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu Jl. Pramuka
Jl. DI. Panjaitan
Jln. DR.Krt. Radjiman
Gambar 5. Grafik Konsentrasi NO2 di Tepi Jalan Raya Kota Jakarta Bagian Timur
pada pagi hari lebih tinggi daripada konsentrasi CO saat siang hari, kemudian terjadi kenaikan konsentrasi pada sore hari dan menurun kembali pada malam hari. 450 400 Berbeda halnya dengan hasil pemantauan di lokasi 350 300 Jalan Boulevard Kelapa Gading, konsentrasi CO 250 200 mengalami peningkatan saat siang hari dan saat 150 100 menjelang sore hingga malam hari terjadi penurunan 50 konsentrasi CO. Pola-pola tersebut terlihat dengan jelas 0 Pagi Siang Sore Malam pada Gambar 1. Konsentrasi puncak CO terjadi pada Waktu pagi hari untuk Jalan Yos Sudarso dan Jalan Yos Jl. Pramuka Jl. DI. Panjaitan Jln. DR.Krt. Radjiman Sudarso/ Depan Walikota Jakut sebesar 6901,814 μg/ m3 dan 2888,28 μg/m3. Sedangkan untuk Jalan Gambar 6. Grafik Konsentrasi O3 di Tepi Jalan Raya Kota Jakarta Bagian Timur Boulevard Kelapa Gading, konsentrasi puncak CO terjadi saat siang hari dengan nilai konsentrasi sebesar Gambar 6 menunjukkan adanya persamaan pola 8492,703 μg/m3. konsentrasi antara hasil pemantauan di lokasi Jalan Pramuka dan Jalan DR. DI. Panjaitan dengan pola berupa penurunan konsentrasi O3 mulai dari pagi hingga 10000 malam hari. Sedangkan untuk lokasi pemantauan Jalan 8000 DR. Krt. Radjiman, konsentrasi O3 mengalami 6000 peningkatan saat siang hari dan kemudian penurunan 4000 saat sore hingga mencapai konsentrasi minimum saat 2000 malam hari. Konsentrasi puncak di dua lokasi terjadi 0 pada pagi hari, yakni 111,9 μg/m3 untuk lokasi Jalan Pagi Siang Sore Malam Waktu Pramuka dan 100,8 μg/m3 untuk lokasi Jalan DR. DI. Panjaitan. Sementara konsentrasi puncak di lokasi Jalan Jl. Yos Sudarso Jl. Yos Sudarso/Depan Walikota Jakut DR. Krt. Radjiman terjadi saat siang hari dengan nilai Jl. Boulevard Kelapa Gading konsentrasi sebesar 392 μg/m3. Mikrogram/m
3
CO
Mikrogram/m
3
O3
6. O3
Gambar 1. Grafik Konsentrasi CO di Tepi Jalan Raya Kota Jakarta Bagian Utara
Jakarta Utara Pemantauan dilakukan di tiga lokasi yaitu di Jalan Yos Sudarso, Jalan Yos Sudarso/ Depan Walikota Jakut, dan Jalan Boulevard Kelapa Gading. 1. Karbon Monoksida (CO) Hasil pemantauan menunjukkan adanya pola yang serupa antara Jalan Yos Sudarso dengan Jalan Yos Sudarso/ Depan Walikota Jakut dimana konsentrasi CO Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
79
3. PM10
2. Sulfur Dioksida (SO2)
Mikrogram/m
3
SO2
450 400 350 300 250 200 150 100 50 0 Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu Jl. Yos Sudarso
Jl. Yos Sudarso/Depan Walikota Jakut
Jl. Boulevard Kelapa Gading
Gambar 2. Grafik Konsentrasi SO2 di Tepi Jalan Raya Kota Jakarta Bagian Utara
150
3
PM 10
200
Mikrogram/m
Secara umum, konsentrasi SO2 tertinggi terjadi saat siang hari. Bila dibandingkan dengan dua lokasi yang lain, konsentrasi SO2 pada lokasi Jalan Boulevard Kelapa Gading merupakan konsentrasi yang paling tinggi. Melalui hasil pemantauan, terdapat pola dan nilai konsentrasi yang serupa antara ketiga lokasi dimana konsentrasi SO2 pada pagi hari lebih rendah daripada konsentrasi SO2 saat siang hari, kemudian terjadi peningkatan konsentrasi saat sore hari hingga malam hari. Saat menjelang malam hari, konsentrasi SO2 pada lokasi pemantauan di Jalan Boulevard Kelapa Gading menurun tajam, sedangkan untuk lokasi pemantauan di Jalan Yos Sudarso, konsentrasinya cenderung stabil. Pola-pola tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Konsentrasi SO2 puncak di tiga lokasi terjadi pada siang hari yaitu untuk Jalan Yos Sudarso sebesar 26 μg/m3, Jalan Yos Sudarso/ Depan Walikota Jakut sebesar 17,42 μg/m3, dan Jalan Boulevard Kelapa Gading sebesar 393,467 μg/m3.
100 50 0 Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu Jl. Yos Sudarso
Jl. Yos Sudarso/Depan Walikota Jakut
Jl. Boulevard Kelapa Gading
Gambar 3. Grafik Konsentrasi PM10 di Tepi Jalan Raya Kota Jakarta Bagian Utara
Gambar 3 menunjukkan adanya pola-pola berbeda yang terjadi pada konsentrasi PM10 hasil pemantauan di tiga lokasi. Untuk lokasi pemantauan Jalan Yos Sudarso, terjadi penurunan konsentrasi saat siang hari dan meningkat saat sore hingga malam hari. Konsentrasi PM10 yang menurun saat siang dan malam hari serta meningkat saat pagi dan sore hari terjadi di lokasi pemantauan Jalan Yos Sudarso/ Depan Walikota Jakut. Sedangkan, di lokasi pemantauan Jalan Boulevard Kelapa Gading, konsentrasi PM10 meningkat saat siang hari dan menurun saat sore hingga malam hari. Konsentrasi puncak PM10 di ketiga lokasi pemantauan terjadi pada saat yang berlainan, yakni saat pagi hari untuk Jalan Yos Sudarso sebesar 118,02 μg/m3, saat sore hari untuk Jalan Yos Sudarso/ Depan Walikota Jakut sebesar 132,767 μg/m3, dan saat siang hari untuk Jalan Boulevard Kelapa sebesar 183,522 μg/m3.
4. HC Hasil pemantauan menunjukkan adanya perbedaan pola antara masing-masing lokasi dimana untuk Jalan Yos Sudarso, konsentrasi HC mengalami peningkatan saat pagi hingga sore hari dan kemudian menurun saat malam hari; untuk Jalan Yos Sudarso/
80
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
Konsentrasi puncak NO2 terjadi pada saat yang berlainan di ketiga lokasi,yakni saat pagi hari sebesar 54,39 μg/m3 untuk Jalan Yos Sudarso, saat sore hari sebesar 39 μg/m3 untuk Jalan Yos Sudarso/ Depan Walikota Jakut, dan saat siang hari sebesar 98,05 μg/m3 untuk Jalan Boulevard Kelapa Gading.
100 80
3
NO2
120
Mikrogram/m
Depan Walikota Jakut, konsentrasi saat pagi hari sangat tinggi jika dibandingkan dengan konsentrasi di dua lokasi lainnya dan mengalami kenaikan saat sore hingga malam hari; sedangkan untuk Jalan Boulevard Kelapa Gading, konsentrasi meningkat saat siang hari dan mengalami penurunan yang cukup tajam saat sore hingga malam hari. Pola-pola tersebut terlihat dengan jelas pada Gambar 4. Konsentrasi puncak di lokasi pemantauan Jalan Yos Sudarso dan Boulevard Kelapa Gading terjadi saat siang hari, yakni sebesar 37,335 μg/ m3 dan 59,781 μg/m3. Sedangkan untuk lokasi pemantauan Jalan Yos Sudarso/ Depan Walikota Jakut, konsentrasi puncak terjadi saat pagi hari, yakni sebesar 204,544 μg/m3.
60 40 20 0 Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu Jl. Yos Sudarso
Jl. Yos Sudarso/Depan Walikota Jakut
Jl. Boulevard Kelapa Gading
Gambar 5. Grafik Konsentrasi NO2 di Tepi Jalan Raya Kota Jakarta Bagian Utara
200 150
6. O3
100 50 Siang
Sore
Malam
Waktu Jl. Yos Sudarso
Jl. Yos Sudarso/Depan Walikota Jakut
Jl. Boulevard Kelapa Gading
Gambar 4. Grafik Konsentrasi HC di Tepi Jalan Raya Kota Jakarta Bagian Utara
5. NO2 Perbedaan pola juga terjadi pada pemantauan konsentrasi NO2 di ketiga titik lokasi. Pada hasil pemantauan di lokasi Yos Sudarso, terjadi penurunan konsentrasi NO2 mulai dari siang hingga malam hari. Terjadi penurunan konsentrasi NO2 saat siang hari dan kemudian meningkat hingga mencapai konsentrasi puncak saat malam hari untuk Jalan Yos Sudarso/ Depan Walikota Jakut. Sedangkan untuk Jalan Boulevard Kelapa Gading, terjadi peningkatan konsentrasi NO2 saat siang hari dan kemudian menurun saat sore hingga malam hari. Pola-pola ini terlihat pada Gambar 5.
3
Pagi
O3
800
0
Mikrogram/m
Mikrogram/m
3
HC
250
700 600 500 400 300 200 100 0 Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu Jl. Yos Sudarso
Jl. Yos Sudarso/Depan Walikota Jakut
Jl. Boulevard Kelapa Gading
Gambar 6. Grafik Konsentrasi O3 di Tepi Jalan Raya Kota Jakarta Bagian Utara
Gambar 6 menunjukkan adanya persamaan pola antara hasil pemantauan di lokasi Jalan Yos Sudarso dan Jalan Boulevard Kelapa Gading dengan pola berupa peningkatan konsentrasi O3 saat siang hari dan menurun saat sore hari hingga mencapai konsentrasi minimum saat malam hari. Sedangkan untuk lokasi pemantauan Jalan Yos Sudarso/ Depan Walikota Jakut,
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
81
18000 16000 14000 3
Mikrogram/m CO
konsentrasi O3 mengalami penurunan saat siang hari, meningkat saat sore hari, dan kemudian menurun kembali saat malam hari. Konsentrasi puncak terjadi pada siang hari untuk dua lokasi, yakni Jalan Yos Sudarso sebesar 117,733 μg/m3 dan Jalan Boulevard Kelapa Gading sebesar 700,267 μg/m3. Sementara konsentrasi puncak di lokasi Yos Sudarso/ Depan Walikota Jakut terjadi saat sore hari dengan nilai konsentrasi sebesar 77,667 μg/m3.
12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu Jl. Daan Mogot
KOTA JAKARTA BARAT Pemantauan dilakukan di tiga lokasi yaitu di Jl. Daan Mogot , Jl Kiai Tapa, dan Jl. Puri Kembangan.
2. Sulfur Dioksida (SO2) Secara umum konsentrasi SO2 yang tertinggi terdapat di lokasi Jl. Puri Kembangan. Dari Gambar 2 dapat dilihat pola konsentrasi yang serupa antara Jl. Daan Mogot dan Jl. Kiai Tapa dimana konsentrasi menurun pada siang hari kemudian meningkat pada sore hari dan menurun kembali pada malam hari sedangkan di Jl. Puri Kembangan konsentrasi semakin meningkat pada siang dan sore hari dan kemudian menurun pada malam hari. Konsentrasi puncak terjadi pada sore hari untuk lokasi Jl. Kiai Tapa sebesar 24,53 μg/m3 dan Jl. Puri Kembangan sebesar 44,29 μg/m3 sedangkan di lokasi Jl. Daan Mogot konsentrasi puncak terjadi pada pagi hari sebesar 17,94 μg/m3 . 50 45
3
Mikrogram/m SO2
40 35 30 25 20 15 10 5 0 Pagi
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
Siang
Sore
Malam
Waktu Jl. Daan Mogot
82
Jl. Puri Kembangan
Gambar 1. Grafik Konsentrasi CO di Tepi Jalan Raya Kota Jakarta Bagian Barat
1. Karbon Monoksida (CO) Konsentrasi di Jl. Kiai Tapa merupakan konsentrasi tertinggi dari tiga lokasi pemantauan yang ada. Pada Gambar 1 dapat terlihat pola konsentrasi CO yang berbeda-beda di setiap lokasi. Untuk lokasi Jl. Daan Mogot konsentrasi menurun pada siang hari kemudian meningkat pada sore hari dan menurun kembali pada malam hari. Untuk Jl. Kiai Tapa konsentrasi menurun pada siang dan sore hari dan meningkat pada malam hari sedangkan di lokasi Jl. Puri Kembangan konsentrasi semakin menurun pada siang, sore dan malam hari. Konsentrasi puncak terjadi pada pagi hari untuk lokasi Jl. Daan Mogot 12951,16 μg/m3 dan Jl. Puri Kembangan 4516,61 μg/m3 sebesar sedangkan untuk Jl. Kiai Tapa konsentrasi puncak terjadi pada malam hari sebesar 16590,66 μg/m3. Secara umum konsentrasi tertinggi sepanjang hari terjadi di Jl.Kiai Tapa dengan konsentrasi rata-rata melebihi ambang batas Baku Mutu rata-rata 24 jam. Terdapat kecenderungan konsentrasi yang lebih tinggi terjadi pada pagi hari yang kemungkinan berkaitan dengan fluktuasi volume lalulintas yang melalui jalan-jalan tersebut pada jam sibuk pagi hari.
Jl. Kiai Tapa
Jl. Kiai Tapa
Jl. Puri Kembangan
Gambar 2. Grafik Konsentrasi SO2 di Tepi Jalan Raya Kota Jakarta Bagian Barat
3. Total Suspended Particle (TSP)
Mogot sebesar 485,26 μg/m3 dan Jl. Puri Kembangan sebesar 426,15 μg/m3. di Jl. Kiai tapa konsentrasi puncak terjadi pada sore hari sebesar 447,9 μg/m3. Di ketiga jalan tersebut juga terlihat konsentrasi PM10 rata-rata 24 jam yang telah melebihi ambang batas Baku Mutu.
800
600 500 400
600
300
500
200
400
3
100
Mikrogram/m PM10
3
Mikrogram/m TSP
700
0 Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu
300 200 100
Jl. Daan Mogot
Jl. Kiai Tapa
Jl. Puri Kembangan
Gambar 3. Grafik Konsentrasi TSP di Tepi Jalan Kota Jakarta Bagian Barat
Secara umum konsentrasi TSP tertinggi terdapat pada lokasi Jl. Daan Mogot, terdapat pola konsentrasi TSP yang konstan pada ketiga lokasi pemantauan tersebut seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3. konsentrasi di Jl. Daan Mogot sebesar 759,67 μg/m3, untuk Jl. Kiai Tapa sebesar 453,65 μg/m3 dan Jl. Puri Kembangan sebesar 455,19 μg/m3 . Konsentrasi rata-rata di ketiga lokasi t ersebut telah melebihi ambang batas rata-rata 24 jam dan secara umum dapat dilihat bahwa Jl. Daan Mogot adalah jalan yang paling berdebu.
4. PM10 Dari hasil pemantauan terdapat pola konsentrasi TSP yang berbeda-beda antara ketiga lokasi pemantauan tersebut. Untuk Jl. Daan Mogot, konsentrasi menurun pada siang hari kemudian meningkat pada sore hari dan kembali menurun pada malam hari. Untuk Jl. Kiai Tapa konsentrasi semakin meningkat pada siang dan sore hari kemudian menurun pada malam hari. Sedangkan di Jl. Puri Kembangan, konsentrasi menurun pada siang dan sore hari kemudian meningkat pada malam hari. Konsentrasi puncak terjadi ada pagi hari di Jl. Daan
0 Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu Jl. Daan Mogot
Jl. Kiai Tapa
Jl. Puri Kembangan
Gambar 4. Grafik Konsentrasi PM10 di tepi Jalan Kota Jakarta Bagian Barat
5. Hidrokarbon (HC) Konsentrasi ekstrim terjadi di Jl. Kiai Tapa pada malam hari. Dari Gambar 5 dapat dilihat adanya pola yang berbeda-beda antara ketiga lokasi pemantauan. Di Jl. Daan Mogot, konsentrasi semakin meningkat pada siang dan sore hari kemudian menurun pada malam hari. Untuk Jl. Kiai Tapa dan Jl. Puri Kembangan konsentrasi meningkat pada siang hari kemudian menurun pada sore hari dan meningkat kembali pada malam hari. Konsentrasi puncak untuk Jl.Daan Mogot terjadi pada sore hari sebesar 27,11 μg/m3. Konsentrasi puncak terjadi pada malam hari di Jl. Kiai Tapa sebesar 181,48 μg/m3 dan Jl. Puri Kembangan sebesar 27,33 μg/m3. Tingginya konsentrasi malam hari di Jl. Kiai Tapa kemungkinan berkaitan dengan adanya kemacetan melihat konsentrasi CO (Gambar 1) yang juga secara menyolok lebih tinggi dari konsentrasi pada waktu dan lokasi yang lain.
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
83
Kembangan konsentrasi puncak terjadi pada malam hari sebesar 466,94 μg/m3. Penyebab naiknya konsentrasi NO2 secara drastis di Jl. Puri Kembangan pada malam hari perlu diteliti lebih lanjut.
200 180
3
Mikrogram/m HC
160 140 120 100 80
7. Ozon
60 40
Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu Jl. Daan Mogot
Jl. Kiai Tapa
Jl. Puri Kembangan
Gambar 5. Grafik Konsentrasi HC di tepi Jalan Kota Jakarta Bagian Barat
6. Nitrogen Dioksida (NO2) 500 450
3
Mikrogram/m NO2
400 350 300 250 200 150 100 50 0 Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu Jl. Daan Mogot
Jl. Kiai Tapa
Jl. Puri Kembangan
Gambar 6. Grafik konsentrasi NO2 di Tepi Jalan Kota Jakarta Bagian Barat
Konsentrasi ekstrim NO2 terjadi pada malam hari di Jl. Puri Kembangan. Dari Gambar 6 dapat dilihat adanya pola konsentrasi yang serupa antara Jl. Daan Mogot dan Jl. Kiai Tapa dimana konsentrasi meningkat pada siang dan semakin menurun pada sore dan malam hari. Berbeda halnya dengan konsentrasi di Jl. Puri Kembangan di mana konsentrasi meningkat pada siang hari kemudian menurun pada sore hari dan meningkat drastis pada malam hari. Konsentrasi puncak pada siang hari terjadi di Jl. Daan Mogot sebesar 34,66 μg/m3 dan Jl. Kiai Tapa sebesar 55,07 μg/m3. sedangkan di Jl. Puri
84
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
Pada Gambar 7. terdapat pola konsentrasi yang berbeda-beda antara ketiga lokasi pemantauan tersebut. Di Jl. Daan Mogot konsentrasi semakin meningkat pada siang hari dan sore hari kemudian menurun pada malam hari, di Jl. Kiai Tapa, konsentrasi meningkat pada siang hari kemudian semakin menurun pada sore dan malam hari, sedangkan di Jl. Puri Kembangan konsentrasi meningkat pada siang hari kemudian menurun pada sore hari dan meningkat kembali pada malam hari. Konsnetrasi puncak terjadi pada siang hari pada lokasi Jl. Kiai Tapa 153,6 μg/m3 sebesar dan Jl. Puri Kembangan sebesar 201,07 μg/m3 sedangkan di Jl. Daan Mogot konsentrasi puncak terjadi pada sore hari sebesar 210,33 μg/m3. Konsentrasi O3 yang terukur di wilayah Jakarta Barat ini relatif lebih tinggi dibandingkan di kota lain. Fluktuasi konsentrasi tertinggi terjadi pada siang hari sesuai dengan fluktuasi radiasi matahari. Perlu dicermati pula konsentrasi di Jl.Daan Mogot dan Jl.Puri Kembangan yang tetap tinggi pada malam hari mengindikasikan kemungkinan adanya transport ozon dari wilayah lain. 250 200 3
0
Mikrogram/m O3
20
150 100 50 0 Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu Jl. Daan Mogot
Jl. Kiai Tapa
Jl. Puri Kembangan
Gambar 7. Grafik Konsentrasi O3 di Tepi Jalan Kota Jakarta Bagian Barat
KOTA JAKARTA PUSAT Pemantauan dilakukan di tiga lokasi yaitu di Jl. Merdeka Barat , Jl Mas Mansyur, dan Jl. Gerakan Pemuda. 1. Karbon Monoksida (CO) 10000 9000
hasil pemantauan didapat pola konsentrasi SO2 yang serupa di tiga lokasi yang dipantau dimana konsentrasi SO2 menurun pada siang hari kemudian meningkat pada sore hari dan kembali menurun pada malam hari pola ini dapat di lihat pada Gambar 2. Konsentrasi puncak di Jl. Merdeka Barat terjadi pada pagi hari sebesar 50,96 μg/m3. Konsentrasi puncak terjadi pada sore hari untuk lokasi Jl. Mas Mansyur sebesar 46,8 μg/ m3 dan Jl. Gerakan Pemuda sebesar 22.53 μg/m3.
7000 6000 60
5000 4000
40
3
2000
Mikrogram/m SO2
50
3000 1000 0 Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu Jl. Merdeka Barat
Jl. Mas Mansyur
20
0
Gambar 1. Grafik Konsentrasi CO di Tepi Jalan Raya Kota Jakarta Bagian Pusat
Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu Jl. Merdeka Barat
Jl. Mas Mansyur
Jl. Gerakan Pemuda
Gambar 2. Grafik Konsentrasi SO2 di Tepi Jalan Raya Kota Jakarta Bagian Pusat
3. Total Suspended Particle (TSP) 300 250 200
3
Secara umum konsentrasi CO tertinggi terdapat pada lokasi Jl. Mas Mansyur. Pada Gambar1 terlihat adanya pola konsentrasi CO yang serupa antara Jl. Mas Mansyur dengan Jl. Gerakan Pemuda dimana konsentrasi semakin menurun pada siang, sore dan malam hari, sedangkan untuk lokasi Jl. Merdeka Barat konsentrasi terus meningkat pada siang sore dan malam hari. Konsentrasi puncak terjadi pada pagi hari di lokasi Jl. Mas Mansyur sebesar 9030,11 μg/m3 dan Jl. Gerakan Pemuda sebesar 4722,04 μg/m3 sedangkan di Jl. Merdeka Barat konsentrasi puncak terjadi pada malam hari sebesar 8363,13 μg/m3.
30
10
Jl. Gerakan Pemuda
Mikrogram/m TSP
3
Mikrogram/m CO
8000
150 100 50 0
2. Sulfur Dioksida (SO2) Konsentrasi di Jl.Merdeka Barat merupakan konsentrasi tertinggi pada pagi dan malam hari sedangkan Konsentrasi di Jl. Mas Mansyur merupakan konsentrasi SO2 tertinggi pada siang dan sore hari. Dari
Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu Jl. Merdeka Barat
Jl. Mas Mansyur
Jl. Gerakan Pemuda
Gambar 3. Grafik Konsentrasi TSP di Tepi Jalan Kota Jakarta Bagian Pusat
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
85
Konsentrasi di Jl. Mas Mansyur merupakan konsentrasi TSP tertinggi diantara tiga lokasi pemantauan. Dari hasil pemantauan didapat pola konsentrasi TSP yang mirip dimana konsentrasi konstan untuk pagi, siang, sore dan malam hari pola tersebut dapat dilihat pada Gambar 3. Besarnya konsentrasi di lokasi Jl. Merdeka barat adalah 249,12 μg/m3 , di Jl. Mas Mansyur 259,88 μg/m3 adalah dan di Jl. Gerakan Pemuda sebesar 138,4 μg/m3. Karena TSP sebagian besar berasal dari suspensi dan resuspensi debu berukuran kasar yang dapat lebih mudah mengendap, perbedaan konsentrasi di lokasi Jl. Gerakan Pemuda dengan lokasi lainnya kemungkinan berkaitan dengan tata guna dan jenis tutupan lahan, kondisi perkerasan jalan dan kepadatan lalu lintas yang melalui ruas jalan tersebut.
semakin meningkat pada siang,sore dan malam hari. Konsentrasi puncak untuk Jl. Merdeka Barat terjadi pada siang hari dengan knsentrasi sebesar 344,47 μg/m3, untuk Jl. Mas Mansyur konsentrasi puncak terjadi pada pagi hari yaitu sebesar 148,14 μg/m3 dan untuk Jl. Gerakan Pemuda konsentrasi puncak terjadi pada malam hari sebesar 152,7 μg/m3. Variasi konsentrasi PM10 yang berfluktuatif dan berbeda polanya dengan variasi yang teramati pada TSP mengindikasikan perbedaan sumber yang berpengaruh terhadap konsentrasi masing-masing pencemar-pencemar tersebut. Perlu diteliti lebih lanjut penyebab tingginya konsentrasi PM10 siang hari di Jl. Mas Mansyur yang melebihi konsentrasi TSP dan bila perlu dilakukan pengukuran ulang.
5. Hidrokarbon (HC)
4. PM10
200 180 160
Mikrogram/m HC
400
3
Mikrogram/m PM10
3
350 300 250 200
140 120 100 80 60 40
150
20
100
0
50
Pagi
Pagi
Siang
Sore
Sore
Malam
Malam
Waktu Jl. Merdeka Barat
Jl. Mas Mansyur
Jl. Merdeka Barat
Jl. Gerakan Pemuda
Gambar 4. Grafik Konsentrasi PM10 di tepi Jalan Kota Jakarta Bagian Pusat
Dari hasil pemantauan di dapat pola konsentrasi PM10 yang berbeda-beda antara tiga lokasi tersebut. Pada Gambar 4 dapat dilihat pola konsentrasi dimana di Jl. Merdeka Barat konsentrasi meningkat ekstrim pada siang hari kemudian menurun pada sore hari dan meningkat kembali pada malam hari. Konsentrasi semakin menurun pada siang dan sore hari di Jl. Mas Mansyur dan kemudian meningkat pada malam hari, sedangkan untuk lokasi Jl.Gerakan pemuda konsentrasi
86
Siang Waktu
0
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
Jl. Mas Mansyur
Jl. Gerakan Pemuda
Gambar 5. Grafik Konsentrasi HC di tepi Jalan Kota Jakarta Bagian Pusat
Secara umum konsentrasi di Jl. Mas Mansyur merupakan konsentrasi HC tertinggi di antara ketiga lokasi pemantauan. Terdapat nilai ekstrim yaitu konsentrasi HC di Jl. Merdeka Barat pada pagi hari. Pada Gambar 5 dapat di lihat adanya pola yang mirip antara lokasi Jl. Mas Mansyur dan Jl. Gerakan Pemuda, dimana Konsentrasi semakin meningkat pada siang dan sore hari kemudian menurun pada malam hari. Berbeda halnya dengan pola konsentrasi di Jl. Merdeka Barat, konsentrasi menurun pada siang hari kemudian semakin meningkat pada sore dan malam hari.
7. O3 180 160 140 3
Mikrogram/m O3
Konsentrasi puncak terjadi pada pagi hari di Jl. Merdeka Barat sebesar 184,14 μg/m3. Pada sore hari terjadi konsentrasi puncak untuk lokasi Jl. Mas Mansyur sebesar 86,34 μg/m3 dan Jl. Gerakan Pemuda sebesar 24,22 μg/m3
6. Nitrogen Dioksida (NO2) Secara umum konsentrasi di Jl. Mas Mansyur merupakan konsentrasi tertinggi di antara tiga lokasi pemantauan yang ada. Pada Gambar 6 dapat terlihat adanya pola yang mirip antara lokasi Jl. Mas Mansyur dengan Jl. Gerakan Pemuda dimana konsentrasi menigkat pada siang hari, kemudian menurun pada sore hari dan kembali meningkat pada malam hari. Berbeda halnya dengan Jl. Merdeka Barat dimana konsentrasi semakin meningkat pada siang dan sore hari dan menurun di malam hari. Konsentrasi puncak untuk Jl. Merdeka Barat terjadi pada sore hari sebesar 145,93 μg/m3. konsentrasi puncak terjadi pada malam hari untuk lokasi Jl. Mas Mansyur sebesar 140,6 μg/m3 dan Jl. Gerakan Pemuda sebesar 73,44 μg/m3
160
3
Mikrogram/m NO2
140 120 100 80 60 40 20 0 Pagi
Siang
Sore
120 100 80 60 40 20 0 Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu Jl. Merdeka Barat
Jl. Mas Mansyur
Jl. Gerakan Pemuda
Gambar 7. Grafik Konsentrasi O3 di Tepi Jalan Kota Jakarta Bagian Pusat
Pada Gambar 7 terlihat adanya pola konsentrasi ozon yang serupa dimana konsentrasi meningkat pada siang hari kemudian semakin menurun pada sore dan malam hari, sedangkan untuk lokasi Jl. Merdeka Barat konsentrasi meningkat pada waktu siang hari kemudian menurun pada sore hari dan meningkat kembali pada malam hari. Konsentrasi puncak terjadi pada siang hari di ketiga lokasi tersebut yaitu untuk Jl. Merdeka Barat sebesar 85,93 μg/m3 , Jl. Mas Mansyur 132,5 μg/m3dan 160,73 μg/m3. Gejala umum pembentukan ozon terlihat di mana konsentrasi tertinggi terjadi pada siang hari sewaktu radiasi matahari maksimum. Konsentrasi di Jl.Mas Mansyur dan Jl.Gerakan Pemuda perlu di waspadai karena walaupun masih berada di bawah ambang batas rata-rata 1 jam pada PP41 tahun 1999 tetapi telah mendekati/ melampaui ambang batas pada panduan WHO.
Malam
Waktu Jl. Merdeka Barat
Jl. Mas Mansyur
Jl. Gerakan Pemuda
Gambar 6. Grafik konsentrasi NO2 di Tepi Jalan Kota Jakarta Bagian Pusat
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
87
KOTA MAKASSAR
2. Sulfur Dioksida (SO2)
Pemantauan dilakukan di tiga lokasi yaitu di Jl. A. P. Petarani, Jl Jend Sudirman, dan Jl Urip Sumoharjo.
35
3
1. Karbon Monoksida (CO) Secara umum konsentrasi CO tertinggi terdapat di lokasi Jl. A.P. Petarani. Dari hasil pemantauan terdapat pola konsentrasi CO yang berbeda-beda untuk setiap lokasi, pada lokasi Jl. A.P. Petarani konsentrasi semakin menurun pada siang, sore dan malam hari, pada lokasi Jl. Jend Sudirman konsentrasi meningkat pada siang hari kemudian semakin menurun pada sore dan malam hari, sedangkan pada Jl. Urip Sumoharjo konsentrasi menurun pada siang hari kemudian meningkat pada sore hari dan kembali menurun pada malam hari, pola tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. Konsentrasi puncak terjadi ada pagi hari di lokasi Jl. A.P. Petarani sebesar 3877,6 μg/m3 dan Jl. Urip Sumoharjo sebesar 2150,5 μg/m3 sedangkan pada lokasi Jl. Jend. Sudirman konsentrasi puncak terjadi pada siang hari yaitu sebesar 1776,8 μg/m3.
4500
3
Mikrogram/m CO
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu Jl. AP. Petarani
Jl.Jend. Sudirman
Jl.Urip Sumoharjo
Gambar 1. Grafik Konsentrasi CO di Tepi Jalan Raya Kota Makassar
88
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
Mikrogram/m SO2
30 25 20 15 10 5 0 Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu Jl. AP. Petarani
Jl.Jend. Sudirman
Jl.Urip Sumoharjo
Gambar 2. Grafik Konsentrasi SO2 di Tepi Jalan Raya Kota Makassar
Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa konsentrasi SO2 tertinggi pada pagi dan siang hari terjadi di Jl. AP. Petarani sedangkan untuk sore dan malam hari terjadi pada lokasi Jl. Urip Sumoharjo. Dari hasil pemantauan terdapat adanya pola konsentrasi SO2 yang berbedabeda di setiap lokasi pemantauan. Di lokasi Jl. AP. Petarani konsentrasi semakin menurun pada siang, sore dan malam hari dengan konsentrasi puncak terjadi pada pagi hari sebesar 29,5 μg/m3. Konsentrasi di Jl. Jend Sudirman meningkat pada siang hari kemudian menurun pada sore hari dan kembali meningkat pada malam hari dengan konsentrasi puncak terjadi pada malam hari sebesar 25,8 μg/m3. Sedangkan untuk Jl. Urip Sumoharjo, konsentrasi semakin meningkat pada siang dan sore hari dan menurun pada malam hari dengan konsentrasi puncak sebesar 31,2 μg/m3 terjadi pada sore hari. Secara umum konsentrasi SO2 masih sangat jauh di bawah ambang batas.
4. Hidrokarbon (HC)
400
80
350
70
300
60
Mikrogram/m HC
250
3
3
Mikrogram/m TSP
3. Total Suspended Particle (TSP)
200 150 100 50
50 40 30 20 10
0 Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu Jl. AP. Petarani
Jl.Jend. Sudirman
0 Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu Jl.Urip Sumoharjo
Gambar 3. Grafik Konsentrasi TSP di Tepi Jalan Kota Makassar
Pada Gambar 3 dapat dilihat adanya pola konsentrasi TSP yang berbeda-beda untuk setiap lokasi pemantauan. Konsentrasi di Jl. AP. Petarani semakin menurun pada siang, sore dan malam hari. Untuk lokasi Jl. Jend Sudirman, konsentrasi meningkat pada siang hari kemudian menurun pada sore hari dan meningkat kembali pada malam hari sedangkan di lokasi Jl. Urip Sumoharjo konsentrasi menurun pada siang hari kemudian meningkat pada sore hari dan menurun kembali pada malam hari. Konsentrasi puncak untuk Jl. AP. Petarani terjadi pada pagi hari sebesar 361 μg/m3. Untuk lokasi Jl. Jend Sudirman, konsentrasi puncak terjadi pada siang hari sebesar 138 μg/m3 sedangkan untuk Jl. Urip Sumoharjo konsentrasi puncak terjadi pada pagi dan sore hari dengan nilai 166,6 μg/m3. Data dari Jl AP Petarani secara umum menunjukan konsentrasi yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi-lokasi lainnya, bahkan konsentrasi pada pagi hari tampak sangat tinggi.
Jl. AP. Petarani
Jl.Jend. Sudirman
Jl.Urip Sumoharjo
Gambar 4. Grafik Konsentrasi HC di tepi Jalan Kota Makassar
Secara umum konsentrasi Hidrokarbon tertinggi terjadi di lokasi Jl. AP. Petarani. Pada Gambar 4 dapat dilihat adanya pola yang berbeda-beda antara ketiga lokasi pemantauan. Konsentrasi semakin menurun pada siang, sore dan malam hari di lokasi Jl. AP. Petarani, sedangkan di Jl. Jend Sudirman, konsentrasi menurun pada siang hari kemudian meningkat pada sore hari dan kembali menurun pada malam hari. Konsentrasi semakin meningkat pada siang dan sore hari di Jl. Urip Sumoharjo kemudian menurun pada malam hari. Konsentrasi puncak pada pagi hari terjadi di Jl. AP. Petarani sebesar 72,6 μg/m3 dan Jl. Jend Sudirman sebesar 38,6 μg/m3 sedangkan di Jl. Urip Sumoharjo konsentrasi puncak terjdai pada sore hari yaitu sebesar 62,4 μg/m3.
5. Nitrogen Dioksida (NO2) Secara umum konsentrasi tertinggi terjadi di Jl. Urip Sumoharjo. Pada Gambar 5 dapat dilihat adanya pola konsentrasi NO2 yang berbeda-beda antara ketiga lokasi pemantauan. Pada lokasi Jl. AP. Petarani konsentrasi menurun pada siang dan sore hari kemudian meningkat pada malam hari. Konsentrasi meningkat pada siang hari di Jl. Jend Sudirman kemudian menurun pada sore hari dan kembali menurun pada malam hari sedangkan di Jl. Urip Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
89
9000 8000 7000 3
Mikrogram/m CO
Sumoharjo konsentrasi semakin meningkat pada siang dan sore hari dan menurun pada malam hari. Konsentrasi puncak untuk Jl. AP. Petarani terjadi pada pagi hari sebesar 76,6 μg/m3, untuk Jl. Jend Sudirman konsentrasi puncak terjadi pada siang hari sebesar 34,2 μg/m3, sedangkan untuk Jl. Urip sumoharjo, konsentrasi puncak terjadi pada sore hari sebesar 63.4 μg/m3.
6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 Pagi
90
Siang
70
Jl. Sudirman
60
3
Mikrogram/m NO2
Sore
Malam
Waktu
80
Jl. Majapahit
Jl. Setiabudi
Gambar 1. Grafik Konsentrasi CO di Tepi Jalan Raya Kota Semarang
50 40 30 20
2. Sulfur Dioksida (SO2)
10 0 Pagi
Siang
Sore
Malam
18
Waktu
16 Jl.Urip Sumoharjo
Gambar 5. Grafik konsentrasi NO2 di Tepi Jalan Kota Makassar
KOTA SEMARANG Pemantauan dilakukan di tiga lokasi yaitu di Jl. Sudirman, Jl. Majapahit dan Jl. Setiabudi.
14 12
3
Jl.Jend. Sudirman
Mikrogram/m SO2
Jl. AP. Petarani
10 8 6 4 2 0 Pagi
1. Karbon Monoksida (CO) Pada Gambar 1, dapat dilihat adanya pola konsentrasi CO yang serupa antara ketiga lokasi pemantauan tersebut, dimana konsentrasi menurun pada siang hari kemudian memuncak pada sore hari dan kembali menurun pada malam hari. Konsentrasi puncak untuk ketiga lokasi pemantauan ini terjadi pada sore hari, di lokasi Jl. Sudirman konsentrasi puncak sebesar 8206,54 μg/m3, lokasi Jl. Majapahit sebesar 8321,1 μg/m3 dan Jl. Setiabudi sebesar 7290,39 μg/m3. Konsentrasi CO yang terukur relatif tinggi terutama di Jl.Sudirman dan Jl.Majapahit tetapi belum melampaui ambang batas Baku Mutu.
90
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
Siang
Sore
Malam
Waktu Jl. Sudirman
Jl. Majapahit
Jl. Setiabudi
Gambar 2. Grafik Konsentrasi SO2 di Tepi Jalan Raya Kota Semarang
400
3
Mikrogram/m TSP
350
Secara umum konsentrasi tertinggi terdapat di Jl. Majapahit. Pada Gambar 3 dapat dilihat adanya pola konsentrasi TSP yang berbeda-beda antara tiga lokasi. Pada lokasi Jl. Sudirman. Konsentrasi semakin menurun pada siang dan sore hari dan meningkat pada malam hari. Untuk lokasi Jl. Majapahit, konsentrasi semakin menurun pada siang dan sore hari kemudian meningkat pada malam hari sedangkan di lokasi Jl. Setiabudi, konsentrasi meningkat pada siang hari dan semakin menurun pada sore dan malam hari. Konsentrasi puncak untuk lokasi Jl. Sudirman terjadi pada pagi hari sebesar 204,3 μg/m3 , pada siang hari terjadi konsentrasi puncak di lokasi Jl. Setiabudi sebesar 211,9 μg/m3 dan pada malam hari terjadi konsentrasi puncak untuk lokasi Jl. Majapahit sebesar 356,8 μg/m3. Konsentrasi TSP di Jl.Majapahit secara rata-rata telah melebihi ambang batas Baku Mutu 24 jam.
250 200 150 100 50 0 Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu Jl. Sudirman
Jl. Majapahit
Jl. Setiabudi
Gambar 3. Grafik Konsentrasi TSP di Tepi Jalan Kota Semarang
4. PM10 350 300
3
3. Total Suspended Particle (TSP)
300
Mikrogram/m PM10
Dari hasil pemantauan di tiga lokasi, secara umum konsentrasi SO2 di Jl. Setiabudi lebih tinggi dibandingkan dua lokasi lainnya. Pada Gambar 2 dapat terlihat pola konsentrasi yang berbeda-beda antara tiga lokasi pemantauan. Di Lokasi pemantauan Jl. Sudirman, konsentrasi menurun pada siang hari kemudian terjadi peningkatan pada sore hari dan menurun kembali pada malam hari. Konsetrasi semakin meningkat pada siang dan sore hari di Jl. Majapahit dan kemudian menurun di malam hari. Konsentasri di Jl. Setiabudi semakin menurun di siang, sore dan malam hari dan kemudian mengalami peningkatan pada malam hari. Konsentrasi puncak terjadi pada pagi hari untuk lokasi Jl. Sudirman sebesar 15,49 μg/m3 dan Jl. Setiabudi sebesar 15,01 μg/ m3. Sedangkan untuk lokasi Jl. Majapahit, konsentrasi puncak terjadi pada malam hari sebesar 12,49 μg/m3. Secara umum konsentrasi SO2 masih sangat rendah.
250 200 150 100 50 0 Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu Jl. Sudirman
Jl. Majapahit
Jl. Setiabudi
Gambar 4. Grafik Konsentrasi PM10 di tepi Jalan Kota Semarang
Konsentrasi PM10 di Jl. Majapahit merupakan konsentrasi tertinggi bila dibandingkan dengan dua lokasi lainnya. Pada Gambar 4 dapat dilihat adanya pola konsentrasi yang berbeda-beda antara tiga lokasi pemantauan. Di lokasi Jl. Sudirman konsentrasi semakin menurun pada siang dan sore hari kemudian terjadi peningkatan pada malam hari. Konsentrasi menurun pada siang hari di Jl. Majapahit kemudian semakin meningkat pada sore dan malam hari, sedangkan di Jl. Setiabudi konsentrasi meningkat pada siang hari dan semakin menurun pada sore dan malam hari. Terjadi konsentrasi puncak pada pagi hari di Jl. Sudirman sebesar 267,1 μg/m3. sedangkan pada lokasi Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
91
meningkat pada sore hari dan menurun kembali pada malam hari, sedangkan untuk Jl. Majapahit konsentrasi semakin menurun pada siang dan sore hari kemudian meningkat pada malam hari. Konsentrasi puncak terjadi pada pagi hari di lokasi Jl.Sudirman sebesar 37,7 μg/m3 dan Jl. Majapahit sebesar 30,7 μg/m3. Sedangkan untuk lokasi Jl. Setiabudi konsentrasi puncak terjadi pada sore hari yaitu sebesar 24,6 μg/m3. Konsentrasi NO2 secara umum masih relatif rendah. Puncak konsentrasi terjadi pada pagi hari dan puncak kedua pada sore hari kecuali di Jl.Majapahit. Kondisi ini adalah pola umum konsentrasi NO2 yang dipengaruhi oleh sumber transportasi.
Jl. Setiabudi, konsentrasi puncak terjadi pada siang hari yaitu sebesar 118,1 μg/m3. Di Jl. Majapahit konsentrasi puncak sebesar 305,5 μg/m3 terjadi pada malam hari. Beberapa angka data PM10 melebihi angka TSP. Hal ini memerlukan investigasi lebih lanjut dari segi keakuratan data.
5. Hidrokarbon (HC) 300
3
Mikrogram/m HC
250 200 150 100 50
40
0 Siang
Sore
35
Malam
3
Waktu
Mikrogram/m NO2
Pagi
Jl. Setiabudi
Gambar 5. Grafik Konsentrasi HC di tepi Jalan Kota Semarang
Secara umum konsentrasi tertinggi terdapat di lokasi Jl. Setiabudi. Dari hasil pengukuran terjadi pola yang serupa antara konsentrasi HC di Jl. Majapahit dan Jl. Setiabudi dimana konsentrasi menurun pada siang hari dan meningkat pada sore hari serta menurun kembali di malam hari. Berbeda halnya dengan Jl. Sudirman, konsentrasi meningkat pada siang hari kemudian semakin menurun pada sore dan malam hari. Pola tersebut dapat dilihat pada Gambar 5. Konsentrasi puncak terjadi pada pagi hari di lokasi Jl. Majapahit sebesar 150,3 μg/m3 dan Jl. Setiabudi sebesar 261,8 μg/ m3. Sedangkan di Jl. Sudirman konsentrasi puncak terjadi pada siang hari yaitu sebesar 163,6 μg/m3.
6. Nitrogen Dioksida (NO2)
25 20 15 10 5 0 Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu Jl. Sudirman
Jl. Majapahit
Jl. Setiabudi
Gambar 6. Grafik konsentrasi NO2 di Tepi Jalan Kota Semarang
7. O3 20 18 16 3
Jl. Majapahit
Mikrogram/m O3
Jl. Sudirman
30
14 12 10 8 6 4 2
Dari Gambar 6 dapat dilihat adanya pola konsentrasi NO2 yang serupa di Jl. Sudirman dan Jl. Setiabudi menurun pada pagi hari kemudian
0 Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu Jl. Sudirman
Jl. Majapahit
Jl. Setiabudi
Gambar 7. Grafik Konsentrasi O3 di Tepi Jalan Kota Semarang
92
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
KOTA SURABAYA Pemantauan dilakukan di tiga lokasi yaitu di Jl. Kusuma Bangsa, Jl Raya Darmo, dan Jl Undaan.
1. Karbon Monoksida (CO) Hasil pemantauan menunjukkan adanya pola yang mirip antara Jl.Raya Darmo dengan Jl.Undaan dimana konsentrasi CO pada pagi hari lebih tinggi daripada konsentrasi CO pada siang hari, kemudian terjadi kenaikan konsentrasi pada sore hari dan menurun kembali pada malam hari. Berbeda halnya dengan hasil di lokasi pemantauan Jl. Kusuma Bangsa, terjadi peningkatan pada siang hari dan kemudian semakin menurun pada sore dan malam hari. Pola tersebut terlihat dengan jelas pada Gambar 1. Konsentrasi puncak CO terjadi pada sore hari untuk Jl.Raya Darmo sebesar 18285.71 μg/m3 dan Jl. Undaan 19428.57 μg/m3 sedangkan untuk Jl. Kusuma Bangsa konsentrasi tertinggi terdapat pada siang hari yaitu
sebesar 18285,71 μg/m3. Hasil pemantauan CO di tepi jalan kota Surabaya yang dipantau ini menunjukan konsentrasi yang telah melebihi ambang batas PP41/1999 yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan.
25000 20000 3
Mikrogram/m CO
Pada pagi dan siang hari, konsentrasi terbesar terdapat di Jl. Majapahit sedangkan untuk sore dan malam hari konsentrasi terbesar terdapat di Jl. Sudirman. Dari hasil pemantauan dapat dilihat adanya pola yang berbeda-beda antara ketiga lokasi tersebut hal ini terlihat pada Gambar 7 Konsentrasi semakin meningkat pada siang dan sore hari di Jl. Sudirman. Di lokasi pemantauan Jl. Majapahit konsentrasi meningkat pada siang hari dan semakin menurun pada sore dan malam hari sedangkan di Jl. Setiabudi konsentrasi meningkat pada siang hari menurun pada sore hari dan meningkat kembali pada malam hari. Konsentrasi puncak terjadi pada siang hari untuk lokasi Jl. Majapahit sebesar 18,1 μg/m3 dan Jl. Setiabudi sebesar 13,4 μg/m3 sedangkan di Jl. Sudirman konsentrasi puncak terjadi pada sore hari yaitu sebesar 11,4 μg/m3. Konsentrasi O3 yang terukur di ketiga lokasi pemantauan umumnya masih relatif rendah.
15000 10000 5000 0 Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu Jl. Kusuma Bangsa
Jl. Raya Darmo
Jl. Undaan
Gambar 1. Grafik Konsentrasi CO di Tepi Jalan Raya Kota Surabaya
2. Sulfur Dioksida (SO2) Secara umum konsentrasi tertinggi terdapat pada malam hari. Bila dibandingkan dengan dua lokasi yang lain, konsentrasi SO2 pada lokasi Jl.Kusuma Bangsa merupakan konsentrasi yang paling tinggi. Dari hasil pemantauan terdapat pola yang berbeda-beda antara ketiga lokasi pemantauan. Pada lokasi pemantauan di Jl.Kusuma Bangsa, terjadi penurunan konsentrasi pada siang dan sore hari kemudian terjadi kenaikan konsentrasi yang sangat tajam pada malam hari yang menjadi. Terjadi konsentrasi yang konstan pada waktu pagi, siang, sore dan malam hari di lokasi pemantauan Jl.Raya Darmo yaitu sebesar 14.89 μg/m3. Sedangkan pada lokasi Jl.Undaan terjadi penurunan konsentrasi pada siang hari dan kemudian terjadi kenaikan konsentrasi SO2 pada sore dan malam hari. Pola tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Konsentrasi SO2 puncak di dua lokasi terjadi pada malam hari yaitu untuk Jl. Kusuma Bangsa sebesar 55,64 μg/m3, sedangkan di Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
93
lokasi Jl. Undaan sebesar 17,24 μg/m3. Konsentrasi SO2 di Jl.Kusuma Bangsa secara umum lebih tinggi dari konsentrasi yang terpantau di titik lainnya, tetapi masih dalam batas ambang batas yang belum mengganggu kesehatan manusia.
Konsentrasi di Jl. Kusuma Bangsa merupakan konsentrasi yang tertinggi apabila di bandingkan dengan dua lokasi lainnya hal ini dapat terlihat pada Gambar 3. Terlihat juga adanya pola yang serupa antara hasil pemantauan di lokasi Jl. Raya Darmo dengan Jl. Undaan yaitu konsentrasi semakin menurun pada siang, sore dan malam hari. Berbeda halnya dengan hasil pemantauan di Jl. Kusuma Bangsa dimana konsentrasi menurun pada siang hari kemudian meningkat drastis pada sore hari dan kembali menurun pada malam hari. Konsentrasi puncak pada pagi hari terjadi di dua lokasi yaitu Jl.Raya Darmo sebesar 279 μg/m3 dan Jl. Undaan sebesar 339.1 μg/m3. sedangkan pada Jl. Kusuma Bangsa konsentrasi puncak terjadi pada sore hari sebesar 787.4 μg/m3. Konsentrasi TSP di Jl.Kusuma Bangsa secara rata-rata telah jauh melebihi ambang batas Baku Mutu berdasarkan PP41/1999.
60
3
Mikrogram/m SO2
50 40 30 20 10 0 Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu Jl. Kusuma Bangsa
Jl. Raya Darmo
Jl. Undaan
4. PM10
Gambar 2. Grafik Konsentrasi SO2 di Tepi Jalan Raya Kota Surabaya 600 500 400
3
Mikrogram/m PM10
3. Total Suspended Particle (TSP) 900
3
Mikrogram/m TSP
800
300 200
700
100
600
0
500
Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu
400 300
Jl. Kusuma Bangsa
200
Jl. Raya Darmo
Jl. Undaan
100 0 Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu Jl. Kusuma Bangsa
Jl. Raya Darmo
Jl. Undaan
Gambar 3. Grafik Konsentrasi TSP di Tepi Jalan Kota Surabaya
94
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
Gambar 4. Grafik Konsentrasi PM10 di tepi Jalan Kota Surabaya
Konsentrasi tertinggi terdapat di Lokasi Jl. Kusuma Bangsa hal ini dapat dilihat pada Gambar 4. Terlihat juga adanya pola yang berbeda-beda pada konsentrasi PM10 hasil pemantauan di tiga lokasi. Untuk Jl. Kusuma Bangsa terjadi kenaikan konsentrasi pada waktu siang dan sore hari dan kemudian menurun di malam hari.
20 18
3
Mikrogram/m NO2
Pada lokasi di Jl.Raya Darmo konsentrasi menurun pada siang hari kemudian meningkat pada sore dan malam hari. Sedangkan di Jl. Undaan konsentrasi menurun pada siang dan sore hari kemudian meningkat pada malam hari. Konsentrasi puncak PM10 di Jl. Kusuma Bangsa terjadi pada sore hari sebesar 482,6 μg/m3 , untuk Jl Raya Darmo terjadi pada pagi hari sebesar 176 μg/m3 dan untuk Jl. Undaan terjadi pada malam hari sebesar 193,8 μg/m3. Sama halnya dengan TSP, konsentrasi di Jl.Kusuma Bangsa relatif lebih tinggi. Secara rata-rata konsentrasi tersebut juga telah melebihi ambang batas Baku Mutu. Perlu dicermati bahwa data hasil pengukuran PM10 pada sore hari bernilai lebih tinggi dari konsentrasi TSP pada waktu yang sama. Data ini perlu diverifikasi lebih lanjut, karena PM10 merupakan bagian dari TSP sehingga nilainya tidak dapat melebihi nilai TSP.
16 14 12 10 8 6 4 2 0 Pagi
Sore
Malam
Waktu Jl. Kusuma Bangsa
Jl. Raya Darmo
Jl. Undaan
Gambar 5. Grafik konsentrasi NO2 di Tepi Jalan Kota Surabaya
6. O3 Pada Gambar 6. terlihat adanya pola yang berbeda-beda dari hasil pemantauan di tiga lokasi. Untuk lokasi Jl. Kusuma Bangsa, konsentrasi menurun pada siang hari kemudian meningkat kembali pada sore hari dan kembali menurun pada malam hari. Untuk lokasi di Jl. Raya Darmo menurun pada siang hari kemudian semakin meningkat pada sore dan malam hari. Sedangkan untuk lokasi di Jl. Undaan konsentrasi meningkat pada siang hari dan kemudian semakin menurun pada sore dan malam hari. Konsentrasi puncak terjadi pada sore hari untuk lokasi Jl. Kusuma Bangsa sebesar 2,15 μg/m3 dan lokasi Jl. Undaan sebesar 2,55 μg/m3 sedangkan untuk Jl. Raya Darmo konsentrasi puncak terjadi pada pagi hari yaitu sebesar 3,33 μg/m3.
5. Nitrogen Dioksida (NO2)
3.5 3 2.5
3
Mikrogram/m O3
Terlihat adanya pola konsentrasi NO2 yang mirip padah hasil pemantauan di lokasi Jl. Kusuma Bangsa dan Jl. Raya Darmo dimana konsentrasi semakin meningkat dari pagi, siang sore dan malam hari. Sedangkan untuk lokasi Jl. Undaan konsentrasi semakin meningkat pada siang hari dan kemudian semakin menurun pada sore dan malam hari. Pola ini terlihat pada Gambar 5. untuk lokasi Jl. Kusuma Bangsa dan Jl Undaan konsentrasti puncak terjadi pada malam hari yaitu sebesar 13,14 μg/m3 untuk Jl. Kusuma Bangsa dan 18,96 μg/m3 untuk Jl. Raya Darmo, sedangkan untuk Jl. Undaan, konsentrasi puncak terdapat pada siang hari yaitu sebedar 12,39 μg/m3. Secara umum konsentrasi NO2 yang terukur masih di bawah ambang batas.
Siang
2 1.5 1 0.5 0 Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu Jl. Kusuma Bangsa
Jl. Raya Darmo
Jl. Undaan
Gambar 6. Grafik Konsentrasi O3 di Tepi Jalan Kota Surabaya Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
95
2. Sulfur Dioksida (SO2)
KOTA YOGYAKARTA Pemantauan dilakukan di tiga lokasi yaitu di Jl. HOS Cokroaminoto, Jl Brigjen Katamso, dan Jl Urip Sumoharjo.
9
3
Mikrogram/m SO2
8
1. Karbon Monoksida (CO) Pada Gambar 1 dapat dilihat adanya pola yang serupa antara konsentrasi CO di Jl.HOS Cokroaminoto dengan Konsentrasi di Jl. Urip Sumoharjo dimana konsentrasi CO semakin meningkat pada siang dan sore hari dan kemudian mengalami penurunan pada malam hari. Berbeda halnya dengan konsentrasi CO di Jl. BrigJen Katamso, terjadi penurunan konsentrasi pada siang hari dan konsentrasi semakin meningkat pada sore dan malam hari. Konsentrasi puncak pada sore hari terjadi di Jl. HOS Cokroaminoto sebesar 3435,6 μg/m3 dan Jl. Urip Sumoharjo sebesar 5153,4 μg/m3 sedangkan di lokasi pemantauan Jl. BrigJen Katamso konsentrasi puncak terjadi pada pagi hari sebesar 4809,8 μg/m3. Secara umum di Jl.Brigjen Katamso dan JL. Urip Sumoharjo terukur konsentrasi CO yang relatif tinggi, kemungkinan karena kepadatan kendaraan yang lebih tinggi yang disertai dengan kemacetan atau kecepatan rendah 7000
5000
3
Mikrogram/m CO
6000
4000 3000 2000 1000 0 Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu Jl. HOS Cokroaminoto
Jl. BrigJen. Katamso
Jl. Urip Sumoharjo
Gambar 1. Grafik Konsentrasi CO di Tepi Jalan Raya Kota Yogyakarta
96
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
7 6 5 4 3 2 1 0 Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu Jl. HOS Cokroaminoto
Jl. BrigJen. Katamso
Jl. Urip Sumoharjo
Gambar 2. Grafik Konsentrasi SO2 di Tepi Jalan Raya Kota Yogyakarta
Secara umum konsentrasi SO2 di Jl. HOS Cokroaminoto lebih tinggi daripada konsentrasi di dua lokasi pemantauan yang lain. Pada Gambar 2 dapat terlihat adanya pola konsentrasi yang berbeda-beda antara tiga lokasi pemantauan. Konsentrasi di Jl. HOS Cokroaminoto meningkat pada siang hari, menurun pada sore hari dan meningkat kembali pada malam hari. Di lokasi Jl. BrigJen Katamso, konsentrasi semakin menurun pada siang dan sore hari dan kemudian meningkat pada malam hari, sedangkan di lokasi Jl. Urip Sumoharjo konsentrasi semakin meningkat pada siang, sore dan malam hari. Konsentrasi puncak di Jl. HOS Cokroaminoto terjadi pada siang hari yaitu sebesar 8,5 μg/m3. Untuk Jl. BrigJen Katamso konsentrasi puncak terjadi pada pagi dan malam hari yaitu sebesar 1,6 μg/ m3 sedangkan di lokasi Jl. Urip Sumoharjo, konsentrasi puncak terjadi pada malam hari sebesar 4,1 μg/m3.
3. Total Suspended Particle (TSP)
200 150 100 50 0 Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu Jl. HOS Cokroaminoto
Jl. BrigJen. Katamso
Jl. Urip Sumoharjo
Gambar 3. Grafik Konsentrasi TSP di Tepi Jalan Kota Yogyakarta
Secara umum konsentrasi TSP tertinggi terdapat di Jl. BrigJen Katamso. Pada Gambar 3 dapat dilihat adanya pola serupa antara konsentrasi di Jl. HOS Cokroaminoto dengan konsentrasi di Jl. BrigJen Katamso dimana konsentrasi semakin menurun pada siang, sore, dan malam hari. Konsentrasi di Jl. Urip Sumoharjo terlihat cenderung konstan, namun apabila dilihat secara mendetail terjadi penurunan konsentrasi di siang hari, kemudian meningkat di sore hari dan menurun kembali di malam hari. Konsentrasi puncak terjadi pada pagi hari untuk ketiga lokasi pemantauan, yaitu Jl. HOS Cokroaminoto sebesar 194,9 μg/m3, Jl. BrigJen Katamso sebesar 129,5 μg/m3 dan Jl. Urip Sumoharjo sebesar 66,8 μg/m3.
4. PM10 160 140
3
Mikrogram/m PM10
3
Mikrogram/m TSP
250
120 100 80 60 40
Secara umum konsentrasi PM10 di Jl. BrigJen Katamso merupakan konsentrasi yang tertinggi dibandingkan dua lokasi lainnya. Terdapat pola yang sama antara konsentrasi di Jl. HOS Cokroaminoto dan Jl. Brigjen Katamso dimana konsentrasi semakin meningkat pada siang, sore dan malam hari. Berbeda halnya dengan konsentrasi di Jl. Urip Sumoharjo yang semakin meningkat pada siang, sore dan malam hari hal ini dapat dilihat pada Gambar 4. Konsentrasi puncak pada pagi hari terjadi di dua lokasi yaitu di Jl. HOS Cokroaminoto sebesar 142,6 μg/m3 dan Jl. Brigjen Katamso sebesar 106,9 μg/m3, seangkan untuk lokasi pemantauan Jl. Urip Sumoharjo konsentrasi puncak terjadi pada malam hari yaitu sebesar 37,6 μg/m3.
5. Hidrokarbon (HC) Secara umum konsentrasi di Jl. BrigJen Katamso merupakan konsentrasi yang tertinggi dibandingkan dengan dua lokasi lainnya. Dari hasil pengukuran didapat pola konsentrasi yang berbeda-beda antara ketiga lokasi tersebut. Untuk lokasi Jl.HOS Cokroaminoto konsentrasi konstan pada pagi dan siang hari kemudian menurun pada sore hari dan konstan pada malam hari. Hasil pengukuran di Jl. BrigJen Katamso menunjukkan adanya kenaikan konsentrasi pada siang dan sore hari dan menurun pada malam hari sedangkan pada lokasi Jl. Urip Sumoharjo konsentrasi meningkat pada siang dan semakin menurun pada sore dan malam hari pola tersebut dapat terlihat pada Gambar 5. Konsentrasi puncak di lokasi Jl. HOS Cokroaminoto terjadi ada pagi dan siang hari yaitu sebesar 195,9 μg/m3, untuk lokasi Jl. BrigJen Katamso konsentrasi puncak terjadi pada sore hari sebesar 362,5 μg/m3 sedangkan konsentrasi puncak untuk lokasi Jl. Urip Sumoharjo terjadi pada siang hari sebesar 196,3 μg/m3. Konsentrasi HC tampak relatif finggi terutama di Jl.Brigjen Katamso.
20 0 Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu Jl. HOS Cokroaminoto
Jl. BrigJen. Katamso
Jl. Urip Sumoharjo
Gambar 4. Grafik Konsentrasi PM10 di tepi Jalan Kota Yogyakarta
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
97
Katamso sebesar 13,3 μg/m3 sedangkan untuk lokasi Jl. Urip Sumoharjo, konsentrasi puncak terjadi pada malam hari yaitu sebesar 9,8 μg/m3. Konsentrasi NO2 yang terukur di ketiga jalan tersebut secara umum masih sangat rendah.
400
3
Mikrogram/m HC
350 300 250 200
7. O3
150 100 50 0 Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu Jl. HOS Cokroaminoto
Jl. BrigJen. Katamso
Jl. Urip Sumoharjo
Gambar 5. Grafik Konsentrasi HC di tepi Jalan Kota Yogyakarta
6. Nitrogen Dioksida (NO2) 14
3
Mikrogram/m NO2
12 10
Dari hasil pemantauan didapat konsentrasi yang cenderung konstan di ketiga lokasi. Secara umum konsentrasi tertinggi terjadi pada siang hari. Pada Gambar 7 terlihat adanya pola mirip di ketiga lokasi pemantauan dimana terjadi kenaikan di siang hari, kemudian konsentrasi menurun di sore dan malam hari. Konsentrasi puncak untuk ketiga lokasi pemantauan terjadi pada siang hari, Jl. HOS Cokroaminoto sebesar 0.85 μg/m3 , untuk lokasi Jl. BrigJen Katamso sebesar 0.86 μg/m3 dan Jl. Urip Sumoharjo sebesar 0.85 μg/m3. Konsentrasi O3 yang terukur di ketiga titik pemantauan tepi jalan masih relatif rendah.
8 6 4
0.9
2
0.8
0 Siang
Sore
Malam
0.7 3
Waktu
Mikrogram/m O3
Pagi
Jl. HOS Cokroaminoto
Jl. BrigJen. Katamso
Jl. Urip Sumoharjo
Gambar 6. Grafik konsentrasi NO2 di Tepi Jalan Kota Yogyakarta
Dari Gambar 6, secara umum dapat dilihat bahwa konsentrasi NO2 tertinggi terdapat di lokasi Jl. BrigJen Katamso. Dari hasil pemantauan terdapat pola yang mirip antara konsentrasi di Jl. HOS Cokroaminoto dengan Konsentrasi di Jl. BrigJen Katamso dimana terjadi penurunan konsentrasi pada siang dan sore hari dan kemudian terjadi peningkatan pada malam hari. Berbeda halnya dengan konsentrasi NO2 di Jl. Urip Sumoharjo, konsentrasi menurun pada siang hari dan semakin meningkat pada sore dan malam hari. Konsentrasi puncak terjadipada pagi hari untuk lokasi Jl. HOS Cokroaminoto sebesar 9,8 μg/m3 dan Jl. BrigJen
98
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu Jl. HOS Cokroaminoto
Jl. BrigJen. Katamso
Gambar 7. Grafik Konsentrasi O3 di Tepi Jalan Kota Yogyakarta
Jl. Urip Sumoharjo
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
99
LAMPIRAN 4. TOTAL SCORING KOTA PESERTA Nilai Kota Langit Biru
Periode: 1-Jan-2007 s/d 31-Dec-2007
BANDUNG INDIKATOR
Hasil Pantau
Keterangan Nilai
Ukuran Pencemaran SO2 (sulfur dioksida)
269.07
50% Baku mutu <= Nilai < 100% Baku
CO (Carbon monoksida)
5,750.00
50% Baku mutu <= Nilai < 100% Baku
NO2 (Nitrogen dioksida)
30.76
Nilai < 25% Baku mutu
O3 (Oksidan)
75.20
25% Baku mutu <= Nilai < 50% Baku mutu
HC (Hydrocarbon)
142.58
50% Baku mutu <= Nilai < 100% Baku
PM10 (Particulate < 10um)
150.68
100% Baku mutu <= Nilai < 200% Baku mutu
TSP (Ash = Debu)
282.44
100% Baku mutu <= Nilai < 200% Baku mutu
Pb (Lead)
0.00
Nilai < 25% Baku mutu
Kecepatan Operasi
37.50
31 - 45 Km/jam
Kepadatan lalu lintas (VCR)
0.55
Tingkat pelayanan C : Arus stabil (jalan perkotaan)
Kinerja Lalu lintas perkotaan Level of Service
KETERANGAN
Usulan Penangganan Kota Bandung A. Kinerja Lalulintas 1. Penyusunan masterplan angkutan umum dengan basis moda rel yang didukung dengan moda jalan. a. Peningkatan KA Komuter Padalarang-Cicalengka b. Penyusunan jaringan sekunder berbasis KA (LRT/monorail) 2. Perbaikan hirarki angkutan umum dengan penghapusan trayek langsung dan pergantian jenis moda ke moda yang lebih besar untuk arteri primer dan moda sedang untuk kolektor primer. 3. Penempatan bus kecil sebagai feeder angkutan besar (arteri primer) atau sedang (kolektor primer). 4. Penyediaan fasilitas pejalan kaki. 5. Penertipan pkl yang memanfaatkan trotoar dan bahu jalan. 6. Pembatasan jumlah kendaraan 7. Pengguranggan/perbaikan gangguan samping 8. Pemisahan pergerakan local dan menerus di jaringan jalan arteri. 9. Perbaikan drainase jalan 10. Penyediaan lajur khusus sepeda motor khususnya di jalan arteri 11. Penggurangan aktivitas/ pemanfaatan lahan di wilayah sekitar simpang. 12. Perbaikan kapasitas simpang.
B. Nilai Pencemaran Udara
…………………………………………..
100Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
Nilai Kota Langit Biru
Periode: 1-Jan-2007 s/d 31-Dec-2007
DENPASAR INDIKATOR
Hasil Pantau
Keterangan Nilai
Ukuran Pencemaran SO2 (sulfur dioksida)
15.72
Nilai < 25% Baku mutu
CO (Carbon monoksida)
414.23
Nilai < 25% Baku mutu
NO2 (Nitrogen dioksida)
24.58
Nilai < 25% Baku mutu
O3 (Oksidan)
20.71
Nilai < 25% Baku mutu
HC (Hydrocarbon)
0.00
Nilai < 25% Baku mutu
PM10 (Particulate < 10um)
202.47
100% Baku mutu <= Nilai < 200% Baku mutu
TSP (Ash = Debu)
701.64
>200% Baku mutu
Pb (Lead)
0.00
Nilai < 25% Baku mutu
Kecepatan Operasi
44.00
31 - 45 Km/jam
Kepadatan lalu lintas (VCR)
0.74
Tingkat pelayanan D : Arus mulai tidak
Kinerja Lalu lintas perkotaan Level of Service
KETERANGAN
Usulan Penangganan Kota Denpasar A. Kinerja Lalulintas 1. 2. 3. 4. 5.
Perbaikan drainase jalan Penggurangan gangguan samping Pemisahan pergerakan loka dan menerus di jaringan jalan arteri Penyediaan jalur khusus sepeda motor Penataan PKL
B. Nilai Pencemaran Udara
…………………………………………..
101
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
Nilai Kota Langit Biru
Periode: 1-Jan-2007 s/d 31-Dec-2007
JAKARTA BARAT INDIKATOR
Hasil Pantau
Keterangan Nilai
Ukuran Pencemaran SO2 (sulfur dioksida)
24.73
Nilai < 25% Baku mutu
CO (Carbon monoksida)
8,154.54
50% Baku mutu <= Nilai < 100% Baku
NO2 (Nitrogen dioksida)
187.32
100% Baku mutu <= Nilai < 200% Baku mutu
O3 (Oksidan)
141.12
50% Baku mutu <= Nilai < 100% Baku
HC (Hydrocarbon)
68.90
25% Baku mutu <= Nilai < 50% Baku mutu
PM10 (Particulate < 10um)
318.15
>200% Baku mutu
TSP (Ash = Debu)
556.17
>200% Baku mutu
Pb (Lead)
0.00
Nilai < 25% Baku mutu
Kecepatan Operasi
41.00
31 - 45 Km/jam
Kepadatan lalu lintas (VCR)
0.82
Tingkat pelayanan D : Arus mulai tidak
Kinerja Lalu lintas perkotaan Level of Service
KETERANGAN
Usulan Penangganan Kota Jakarta A. Kinerja Lalulintas 1. 2. 3. 4. 5.
Rerouting jaringan angkutan umum Pemindahan trayek langsung ke busway Perbaikan gangguan samping Pembatasan jumlah kendaraan Penataan pusat-pusat perbelanjaan dan perbaikan sistem bongkar muat barang di pusat perbelanjaan. 6. Penertipan PKL 7. Pembangunan MRT 8. Perbaikan drainase jalan 9. Pemisahan pergerakan local dan menerus di jaringan jalan arteri. 10. Penyediaan jalur khusus sepeda motor
B. Nilai Pencemaran Udara
…………………………………………..
102Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
Nilai Kota Langit Biru
Periode: 1-Jan-2007 s/d 31-Dec-2007
JAKARTA PUSAT INDIKATOR
Hasil Pantau
Keterangan Nilai
Ukuran Pencemaran SO2 (sulfur dioksida)
32.75
Nilai < 25% Baku mutu
CO (Carbon monoksida)
5,013.49
50% Baku mutu <= Nilai < 100% Baku
NO2 (Nitrogen dioksida)
95.56
50% Baku mutu <= Nilai < 100% Baku
O3 (Oksidan)
111.26
25% Baku mutu <= Nilai < 50% Baku mutu
HC (Hydrocarbon)
77.26
25% Baku mutu <= Nilai < 50% Baku mutu
PM10 (Particulate < 10um)
182.39
100% Baku mutu <= Nilai < 200% Baku mutu
TSP (Ash = Debu)
215.80
50% Baku mutu <= Nilai < 100% Baku
Pb (Lead)
0.00
Nilai < 25% Baku mutu
Kecepatan Operasi
53.50
45 - 60 Km/jam
Kepadatan lalu lintas (VCR)
0.66
Tingkat pelayanan C : Arus stabil (jalan perkotaan)
Kinerja Lalu lintas perkotaan Level of Service
KETERANGAN
Usulan Penangganan Kota Jakarta A. Kinerja Lalulintas 1. 2. 3. 4. 5.
Rerouting jaringan angkutan umum Pemindahan trayek langsung ke busway Perbaikan gangguan samping Pembatasan jumlah kendaraan Penataan pusat-pusat perbelanjaan dan perbaikan sistem bongkar muat barang di pusat perbelanjaan. 6. Penertipan PKL 7. Pembangunan MRT 8. Perbaikan drainase jalan 9. Pemisahan pergerakan local dan menerus di jaringan jalan arteri. 10. Penyediaan jalur khusus sepeda motor
B. Nilai Pencemaran Udara
…………………………………………..
103
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
Nilai Kota Langit Biru
Periode: 1-Jan-2007 s/d 31-Dec-2007
JAKARTA TIMUR INDIKATOR
Hasil Pantau
Keterangan Nilai
Ukuran Pencemaran SO2 (sulfur dioksida)
17.61
Nilai < 25% Baku mutu
CO (Carbon monoksida)
5,722.50
NO2 (Nitrogen dioksida)
62.30
25% Baku mutu <= Nilai < 50% Baku mutu
O3 (Oksidan)
205.55
50% Baku mutu <= Nilai < 100% Baku
HC (Hydrocarbon)
121.67
50% Baku mutu <= Nilai < 100% Baku
PM10 (Particulate < 10um) TSP (Ash = Debu) Pb (Lead)
1,311.28 415.20
50% Baku mutu <= Nilai < 100% Baku
>200% Baku mutu 100% Baku mutu <= Nilai < 200% Baku mutu
0.00
Nilai < 25% Baku mutu
Kecepatan Operasi
31.50
31 - 45 Km/jam
Kepadatan lalu lintas (VCR)
0.82
Tingkat pelayanan D : Arus mulai tidak
Kinerja Lalu lintas perkotaan Level of Service
KETERANGAN
Usulan Penangganan Kota Jakarta A. Kinerja Lalulintas 1. 2. 3. 4. 5.
Rerouting jaringan angkutan umum Pemindahan trayek langsung ke busway Perbaikan gangguan samping Pembatasan jumlah kendaraan Penataan pusat-pusat perbelanjaan dan perbaikan sistem bongkar muat barang di pusat perbelanjaan. 6. Penertipan PKL 7. Pembangunan MRT 8. Perbaikan drainase jalan 9. Pemisahan pergerakan local dan menerus di jaringan jalan arteri. 10. Penyediaan jalur khusus sepeda motor
B. Nilai Pencemaran Udara
…………………………………………..
104Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
Nilai Kota Langit Biru
Periode: 1-Jan-2007 s/d 31-Dec-2007
JAKARTA TIMUR INDIKATOR
Hasil Pantau
Keterangan Nilai
Ukuran Pencemaran SO2 (sulfur dioksida)
17.61
Nilai < 25% Baku mutu
CO (Carbon monoksida)
5,722.50
NO2 (Nitrogen dioksida)
62.30
25% Baku mutu <= Nilai < 50% Baku mutu
O3 (Oksidan)
205.55
50% Baku mutu <= Nilai < 100% Baku
HC (Hydrocarbon)
121.67
50% Baku mutu <= Nilai < 100% Baku
PM10 (Particulate < 10um) TSP (Ash = Debu) Pb (Lead)
1,311.28 415.20
50% Baku mutu <= Nilai < 100% Baku
>200% Baku mutu 100% Baku mutu <= Nilai < 200% Baku mutu
0.00
Nilai < 25% Baku mutu
Kecepatan Operasi
31.50
31 - 45 Km/jam
Kepadatan lalu lintas (VCR)
0.82
Tingkat pelayanan D : Arus mulai tidak
Kinerja Lalu lintas perkotaan Level of Service
KETERANGAN
Usulan Penangganan Kota Jakarta A. Kinerja Lalulintas 1. 2. 3. 4. 5.
Rerouting jaringan angkutan umum Pemindahan trayek langsung ke busway Perbaikan gangguan samping Pembatasan jumlah kendaraan Penataan pusat-pusat perbelanjaan dan perbaikan sistem bongkar muat barang di pusat perbelanjaan. 6. Penertipan PKL 7. Pembangunan MRT 8. Perbaikan drainase jalan 9. Pemisahan pergerakan local dan menerus di jaringan jalan arteri. 10. Penyediaan jalur khusus sepeda motor
B. Nilai Pencemaran Udara
…………………………………………..
105
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
Nilai Kota Langit Biru
Periode: 1-Jan-2007 s/d 31-Dec-2007
JAKARTA UTARA INDIKATOR
Hasil Pantau
Keterangan Nilai
Ukuran Pencemaran SO2 (sulfur dioksida)
167.14
25% Baku mutu <= Nilai < 50% Baku mutu
CO (Carbon monoksida)
4,562.02
25% Baku mutu <= Nilai < 50% Baku mutu
NO2 (Nitrogen dioksida)
52.90
25% Baku mutu <= Nilai < 50% Baku mutu
O3 (Oksidan)
313.21
100% Baku mutu <= Nilai < 200% Baku mutu
HC (Hydrocarbon)
84.19
50% Baku mutu <= Nilai < 100% Baku
PM10 (Particulate < 10um)
101.46
50% Baku mutu <= Nilai < 100% Baku
TSP (Ash = Debu)
235.79
100% Baku mutu <= Nilai < 200% Baku mutu
Pb (Lead)
0.00
Nilai < 25% Baku mutu
Kecepatan Operasi
43.50
31 - 45 Km/jam
Kepadatan lalu lintas (VCR)
0.60
Tingkat pelayanan C : Arus stabil (jalan perkotaan)
Kinerja Lalu lintas perkotaan Level of Service
KETERANGAN
Usulan Penangganan Kota Jakarta A. Kinerja Lalulintas 1. 2. 3. 4. 5.
Rerouting jaringan angkutan umum Pemindahan trayek langsung ke busway Perbaikan gangguan samping Pembatasan jumlah kendaraan Penataan pusat-pusat perbelanjaan dan perbaikan sistem bongkar muat barang di pusat perbelanjaan. 6. Penertipan PKL 7. Pembangunan MRT 8. Perbaikan drainase jalan 9. Pemisahan pergerakan local dan menerus di jaringan jalan arteri. 10. Penyediaan jalur khusus sepeda motor
B. Nilai Pencemaran Udara
…………………………………………..
106Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
Nilai Kota Langit Biru
Periode: 1-Jan-2007 s/d 31-Dec-2007
MAKASSAR INDIKATOR
Hasil Pantau
Keterangan Nilai
Ukuran Pencemaran SO2 (sulfur dioksida)
28.67
Nilai < 25% Baku mutu
CO (Carbon monoksida)
2,509.37
25% Baku mutu <= Nilai < 50% Baku mutu
NO2 (Nitrogen dioksida)
51.02
25% Baku mutu <= Nilai < 50% Baku mutu
O3 (Oksidan)
0.00
Nilai < 25% Baku mutu
HC (Hydrocarbon)
54.81
25% Baku mutu <= Nilai < 50% Baku mutu
0.00
Nilai < 25% Baku mutu
PM10 (Particulate < 10um) TSP (Ash = Debu) Pb (Lead)
170.86
50% Baku mutu <= Nilai < 100% Baku
0.00
Nilai < 25% Baku mutu
Kecepatan Operasi
45.50
45 - 60 Km/jam
Kepadatan lalu lintas (VCR)
0.66
Tingkat pelayanan C : Arus stabil (jalan perkotaan)
Kinerja Lalu lintas perkotaan Level of Service
KETERANGAN
Usulan Penangganan Kota Makassar A. Kinerja Lalulintas
1. Rerouting jaringan angkutan umum 2. Perbaikan hirarki angkutan umum dengan penghapusan trayek langsung dan pergantian jenis moda ke moda yang lebih besar untuk arteri primer dan moda sedang untuk kolektor primer 3. Penataan kembali jalur khusus sepeda motor 4. Penyediaan fasilitas pejalan kaki yang memadai 5. Perbaikan drainase jalan
B. Nilai Pencemaran Udara
…………………………………………..
107
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
Nilai Kota Langit Biru
Periode: 1-Jan-2007 s/d 31-Dec-2007
SEMARANG INDIKATOR
Hasil Pantau
Keterangan Nilai
Ukuran Pencemaran SO2 (sulfur dioksida)
12.24
Nilai < 25% Baku mutu
CO (Carbon monoksida)
6,659.55
NO2 (Nitrogen dioksida)
20.24
50% Baku mutu <= Nilai < 100% Baku Nilai < 25% Baku mutu
O3 (Oksidan)
11.59
Nilai < 25% Baku mutu
HC (Hydrocarbon)
159.30
50% Baku mutu <= Nilai < 100% Baku
PM10 (Particulate < 10um)
200.36
100% Baku mutu <= Nilai < 200% Baku mutu
TSP (Ash = Debu)
211.89
50% Baku mutu <= Nilai < 100% Baku
Pb (Lead)
0.00
Nilai < 25% Baku mutu
Kecepatan Operasi
34.00
31 - 45 Km/jam
Kepadatan lalu lintas (VCR)
0.54
Tingkat pelayanan C : Arus stabil (jalan perkotaan)
Kinerja Lalu lintas perkotaan Level of Service
KETERANGAN
Usulan Penangganan Kota Semarang A. Kinerja Lalulintas
1. Rerouting jaringan angkutan umum 2. Perbaikan hirarki angkutan umum dengan penghapusan trayek langsung dan pergantian jenis moda ke moda yang lebih besar untuk arteri primer dan moda sedang untuk kolektor primer 3. Penataan PKL 4. Menyediakan jalur khusus sepeda motor 5. Perbaikan drainase jalan 6. Penggurangan gangguan samping 7. Pemisahan pergerakan local dan menerus di jaringan jalan arteri
B. Nilai Pencemaran Udara
…………………………………………..
108Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
Nilai Kota Langit Biru
Periode: 1-Jan-2007 s/d 31-Dec-2007
SURABAYA INDIKATOR
Hasil Pantau
Keterangan Nilai
Ukuran Pencemaran SO2 (sulfur dioksida)
29.22
Nilai < 25% Baku mutu
CO (Carbon monoksida)
13,657.64
NO2 (Nitrogen dioksida)
12.09
Nilai < 25% Baku mutu
O3 (Oksidan)
2.54
Nilai < 25% Baku mutu
0.00
Nilai < 25% Baku mutu
HC (Hydrocarbon)
100% Baku mutu <= Nilai < 200% Baku mutu
PM10 (Particulate < 10um)
273.67
100% Baku mutu <= Nilai < 200% Baku mutu
TSP (Ash = Debu)
399.55
100% Baku mutu <= Nilai < 200% Baku mutu
Pb (Lead)
0.00
Nilai < 25% Baku mutu
Kecepatan Operasi
45.50
45 - 60 Km/jam
Kepadatan lalu lintas (VCR)
1.09
Tingkat pelayanan F : Arus terhambat (berhenti, antrian, macet)
Kinerja Lalu lintas perkotaan Level of Service
KETERANGAN
Usulan Penangganan Kota Surabaya A. Kinerja Lalulintas 1. 2. 3. 4.
Peningkatan kapasitas rel Utara-Selatan Pengembangan jaringan rel Barat-Timur Restrukturisasi hirarki Peningkatan aksesibilitas jalan sehingga mencapai standar maksimum pelayanan jalan pada wilayah perkotaan 5. Perbaikan drainase jalan 6. Perbaikan hirarki angkutan umum 7. Penyediaan jalur khusus sepeda kotor.
B. Nilai Pencemaran Udara
…………………………………………..
109
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
Nilai Kota Langit Biru
Periode: 1-Jan-2007 s/d 31-Dec-2007
YOGYAKARTA INDIKATOR
Hasil Pantau
Keterangan Nilai
Ukuran Pencemaran SO2 (sulfur dioksida)
3.89
Nilai < 25% Baku mutu
CO (Carbon monoksida)
3,989.83
NO2 (Nitrogen dioksida)
10.12
25% Baku mutu <= Nilai < 50% Baku mutu Nilai < 25% Baku mutu
O3 (Oksidan)
0.80
Nilai < 25% Baku mutu
HC (Hydrocarbon)
216.67
100% Baku mutu <= Nilai < 200% Baku mutu
PM10 (Particulate < 10um)
84.22
50% Baku mutu <= Nilai < 100% Baku
TSP (Ash = Debu)
126.17
50% Baku mutu <= Nilai < 100% Baku
Pb (Lead)
0.00
Nilai < 25% Baku mutu
Kecepatan Operasi
45.50
45 - 60 Km/jam
Kepadatan lalu lintas (VCR)
0.42
Tingkat pelayanan B : Arus stabil (jalan antarkota)
Kinerja Lalu lintas perkotaan Level of Service
KETERANGAN
Usulan Penangganan Kota Yogyakarta A. Kinerja Lalulintas 1. Rerouting jaringan angkutan umum 2. Perbaikan hirarki angkutan umum dengan penghapusan trayek langsung dan pergantian jenis moda ke moda yang lebih besar untuk arteri primer dan moda sedang untuk kolektor primer 3. Penataan PKL 4. Menyediakan jalur khusus sepeda motor 5. Perbaikan drainase jalan 6. Penggurangan gangguan samping 7. Pemisahan pergerakan local dan menerus di jaringan jalan arteri 8. Pengurangan aktivitas/pemanfaatan lahan di wilayah sekitar simpang
B. Nilai Pencemaran Udara
…………………………………………..
110Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
111
Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007
112Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan tahun 2007