EVALUASI KONDISI GEOGRAFIS PANTAI JOLOSUTRO DI KECAMATAN WATES KABUPATEN BLITAR Afif Dwi Afrizal1, I Komang Astina2, Bagus Setiabudi Wiwoho2 Mahasiswa Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang 2 Dosen Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang Jalan Semarang no. 5 Malang E-mail:
[email protected]
1
Abstract: The aims of this research is to determine the condition Jolosutro Beach based on physical aspects, facilities, and the interaction between the regions in support to development of tourism. This research using survey models. Data were obtained by measurement, observation, quitionairre, and documentations. Data were analyzed with descriptive statistics. The result showed that physical condition has classified in category of very suitability in support to develop tourism. Facilites condition has classified in less suitable in support to develop tourism. Jolosutro Beach has a low value interactions, but has a charm and uniqueness, that was iron sand and Melasti Ceremony. Keywords: Geopgraphic, Jolosutro Beach Abstrak: Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kondisi fisik, sarana prasarana, dan interaksi antarwilayah Pantai Jolosutro dalam mendukung pengembangan pariwisata. Penelitian ini menggunakan metode survei. Data diperoleh dengan teknik pengukuran, observasi, kuesioner, dan dokumentasi. Data dianalisis dengan teknik statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan kondisi fisik Pantai Jolosutro tergolong kategori sangat sesuai untuk pengembangan pariwisata. Kondisi sarana prasarana tergolong kategori kurang sesuai dalam mendukung pengembangan parwisata. Pantai Jolosutro memiliki nilai interaksi yang rendah, namun memiliki daya tarik berupa pasir besi dan Upacara Melasti. Kata kunci: Geografis, Pantai Jolosutro
Pariwisata merupakan suatu aset yang strategis untuk mendorong pembangunan wilayah yang mempunyai potensi objek wisata. Pariwisata memiliki tiga aspek yang mampu memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan perekonomian, yaitu aspek ekonomis (sumber devisa, pajak-pajak), aspek sosial (penciptaan lapangan kerja), dan aspek budaya. Sektor pariwisata mengalami kenaikan secara berturut-turut dan berada pada posisi keempat pada tahun 2008 sebagai penyumbang devisa nasional (Kemenbudpar, 2010:8). Pembangunan daerah menjadi daerah tujuan wisata tergantung dari daya tarik yang berupa keindahan alam, tempat bersejarah, tata cara hidup bermasyarakat maupun upacara keagamaan. Salah satu daerah yang memiliki objek wisata yang menarik dan bervariatif adalah Blitar. Daerah pesisir wilayah Kabupaten Blitar berhadapan langsung dengan Samudera Hindia, sehingga cocok untuk dikembangkan rekreasi pantai, salah satunya Pantai Jolosutro. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Kabupaten Blitar Tahun
2008-2028, Pantai Jolosutro diarahkan untuk menjadi kawasan rekreasi bagi masyarakat Kabupaten Blitar maupun luar daerah. Pengembangan pariwisata di Pantai Jolosutro belum maksimal. Fasilitas dan potensi yang dimiliki belum dikembangkan secara maksimal yang berakibat pada penurunan pengunjung. Menurut Pangesti (2007), pengelolaan sarana dan prasarana obyek wisata alam dibutuhkan untuk menunjang aktivitas wisatawan. Pemanfaatan potensi fisik di pesisir juga dapat menunjang pengembangan pariwisata (Dahyar, 1999). Adanya aktivitas tambang pasir besi pada tahun 2009-2012 membuat pengembangan pariwisata menjadi terganggu. Jumlah pengunjung Pantai Jolosutro mengalami penurunan dibandingkan dengan beberapa pantai lain di Blitar yang mengalami kenaikan pengunjung secara terus menerus pada kurun waktu 2009 hingga 2011. METODE Penelitian ini menggunakan metode survei. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi fisik, sarana dan prasarana, serta interaksi antar wilayah dalam mendukung pengembangan pariwisata. Data kondisi fisik dan sarana pra-sarana Pantai Jolosutro diambil dengan secara purpossive dan quota. Purpossive dilakukan dengan menentukan empat titik di Pantai Jolosutro. Data penunjang mengenai kondisi sarana dan prasarana dilakukan dengan teknik quota kepada pengunjung, dengan jumlah 50 orang. Sasaran responden adalah yang berusia lebih dari 14 tahun karena pada usia tersebut responden dianggap mampu menilai kondisi sarana dan prasarana. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian di Pantai Jolosutro
Data primer hasil pengukuran lapangan meliputi: kemiringan gisik pantai, ketersediaan air, kecepatan angin, dan lebar gisik pantai. Data primer dari hasil observasi adalah tipe pantai, penutup lahan pantai, dan biota dan kondisi sarana dan prasara. Data sekunder meliputi Peta Rupa Bumi Indonesia Pantai Jolosutro dan jumlah penduduk Kecamatan Wates, Panggungrejo, Wonotirto, Kanigoro, Binangun, Wlingi, Srengat, Sutojayan, dan Bakung. Data dianalisis dengan teknik scoring. Data jumlah penduduk dan jarak antara wilayah yang terkait dengan pengembangan Pantai Jolosutro dianalisis secara spasial.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis Kecamatan Wates Kecamatan Wates merupakan bagian dari Kabupaten Blitar dengan letak astronomis 1120 17’ 5” BT - 120 23’1” BT dan 80 13’ 44” LS - 80 20’ 55” LS. Wates memiliki luas 80,86 km2 dan terbagi menjadi 8 desa, 22 dusun. 54 RW, dan 240 RT. Desa Ringinrejo merupakan desa yang terluas, yaitu 22,52 km2. Desa Sumberarum merupakan desa yang terkecil dengan luas wilayah 2,8 km2. Berdasarkan kondisi geologi, formasi geologi di Kecamatan Wates terdiri atas mandalika, anggota tuff formasi mandalika, campurdarat, dan wonosari serta aluvium. Peta Geologi Kecamatan Wates dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 2. Peta Geologi di Pantai Jolosutro
Formasi tertua yang tersingkap di daerah ini adalah Formasi Mandalika yang berumur Oligosen Akhir hingga awal Miosen Tengah yang terdiri dari lava andesit, basalt trakit, dasit, dan breksi andesit serta memiliki anggota tuf yang terdiri dari tuf andesit, tuf liparit (riolit) dan breksi tuf berbatu apung. Formasi tersebut tersebar di bagian selatan kecamatan, meliputi Desa Ringinrejo, Tugurejo, dan Purworejo.. Secara melintang, Kecamatan Wates dilalui oleh Formasi Puger dan Wuni yang di dalamnya terdapat batuan-batuan dari gunungapi tua, seperti andesit dan breksi, yang diperkirakan telah membentuk pasir besi di Pantai Jolosutro dari hasil rombakan. Gabungan proses kimia dan fisika pada batuan-batuan tersebut berpotensi membentuk endapan pasir besi di Pantai Jolosutro. Infrastruktur yang menjadi penunjang utama dalam pengembangan pariwisata Pantai Jolosutro adalah jaringan jalan. Jaringan jalan merupakan satu kesatuan jaringan jalan yang terdiri dari sistem jaringan primer dan sekunder yang terjalin dalam hubungan yang hierarki. Infrastruktur jalan sangat penting bagi pembangunan wilayah maupun untuk menopang aktivitas masyarakat. Kecamatan Wates memiliki dua jenis jalan berdasarkan administrasi pemerintahan, yaitu jalan kabupaten dan desa. Jaringan jalan di Kecamatan Wates terhubung langsung dengan wilayah lain, sehingga penduduk di Kecamatan Wates dapat berinteraksi dengan wilayah lain untuk memenuhi kebutuhannya. Kodisi tersebut dapat dijadikan akses bagi wisatawan untuk mengunjungi Pantai Jolosutro. Peta Jaringan Jalan Kabupaten Blitar dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 3. Peta Jaringan Jalan Kabupaten Blitar
Kondisi Fisik Pantai Jolosutro Berikut disajikan data hasil pengukuran lapangan di Pantai Jolosutro. Tabel 2. Penilaian Kondisi Fisik Pantai Jolosutro No Kondisi Fisik Hasil pengukuran 1 Kemiringan gisik 4,40 2 Ketersediaan air tawar 217 meter 3 Lebar gisik 39,6 meter 4 Kecepatan angin 1,562 m/dtk 5 Tipe Pantai Berpasir 6 Penutup lahan pantai Lahan terbuka dan vegetasi 7 Biota Berbahaya Tidak ada Jumlah
Nilai 4 4 2 4 4 3 4 25
Kategori Sangat Sesuai Sangat Sesuai Cukup Sesuai Sangat Sesuai Sangat Sesuai Sesuai Sangat Sesuai Sangat Sesuai
Kemiringan lereng gisik rata-rata di Pantai Jolosutro adalah sebesar 4,40 atau kurang dari 15 %. Menurut Tuwo (2011), pantai dengan kemiringan kurang dari 15 % akan lebih menarik wisatawan karena bentuknya yang landai. Profil lereng yang hampir datar atau sangat landai dapat dimanfaatkan untuk olahraga, bermain pasir, dan berjemur maupun aktivitas lain yang dapat dilakukan oleh wisatawan di pantai. Menurut Yulianda, dalam Yustishar (2012), kemiringan pantai yang datar dapat membuat para wisatawan yang berkunjung merasa aman dan nyaman untuk berekreasi di pantai. Pantai Jolosutro memiliki lebar gisik rata-rata sepanjang 39,6 meter. Gisik yang cukup lebar di Pantai Jolosutro dapat digunakan oleh wisatawan untuk melakukan berbagai aktivitas, seperti bermain pasir dan olahraga. Lebar gisik yang dimiliki oleh Pantai Jolosutro ini tidak dimanfaatkan pengelola untuk mengembangkan sarana dan prasarana. Vegetasi yang ditanam oleh pengelola adalah Casuarina equsetiofolia L. bukanlah tanaman peneduh seperti pohon kelapa atau pohon yang rimbun lainnya. Gazebo yang disediakan oleh juga hanya satu di sisi sebelah timur. Tidak tersedianya peneduh berupa vegetasi dan minimnya gazebo membuat wisatawan enggan untuk berlama-lama di pantai yang panas pada siang hari dan memilih untuk berteduh di warung atau di bawah pohon yang jauh dari bibir pantai. Kecepatan angin rata-rata di Pantai Jolosutro tergolong tidak terlalu besar, yaitu 1,562 m/dtk. Kecepatan angin sebesar itu akan pengunjung akan merasa nyaman karena angin yang berhembus tidak terlalu kencang. Menurut Soenarto, dalam Yani (2004), kecepatan angin dengan kecepatan 0,3 m/dtk sampai 5,4 m/dtk akan memberikan kenyamanan bagi wisatawan karena angin yang terjadi tidak terlalu kencang dan tidak terlalu pelan. Kurangnya tutupan vegetasi peneduh maupun gazebo dapat diminimalisasikan dengan tiupan angin bagi wisatawan yang gerah atau kepanasan. Fluktuasi kecepatan angin yang terjadi di Pantai Jolosutro akan berpengaruh terhadap gelombang yang dihasilkan. Pada jam-jam tertentu, yaitu pukul 10.00, 11.00, 13.00, dan
14.00 WIB gelombang akan semakin tinggi hingga mendekati bukit gisik pasir sejauh 21 meter akibat kecepatan angin yang semakin tinggi pula. Oleh karena itu, pengelola harus memperingatkan wisatawan untuk waspada pada waktu jam-jam tersebut, khususnya pengunjung yang mengajak anak-anak bermain air. Pantai Jolosutro memiliki ketersediaan air tawar berupa sumur dengan jarak 217 meter dari garis pantai. Ketersediaan air tawar di Pantai Jolosutro dimanfaatkan oleh warga dengan membuat sumur tanpa harus mendapatkan air dari PDAM. Tersediannya air tawar yang bersih dan terjamin dapat menunjang sarana pariwisata, seperti musholla, warung dan toilet. Pengelola warung dapat memanfaatkan air bersih langsung untuk keperluan minum dan memasak. Tipe Pantai Jolosutro adalah pantai yang berpasir. Hamparan pasir yang membentang di sepanjang pantai memiliki keunikan tersendiri. Di bagian bibir pantai memiliki warna pasir berwarwa kuning, sedangkan di bagian bukit pasir sampai ke vegetasi terdekat dengan pantai pasir berwarna hitam karena terdapat endapan pasir besi. Endapan pasir besi merupakan hasil sedimentasi dari proses kimia dan fisika pada batuan andesit, basaltik, dan vulkanik klastis melalui rombakan geologi atau terendap di Pantai Jolosutro melalui Kali Lahar. Adanya tambang pasir besi pada kurun waktu 2009-2012 menyebabkan warna hitam di Pantai Jolosutro semakin berkurang. Tipe pantai yang berpasir lebih disukai oleh wisatawan karena memiliki tekstur yang lembut dan halus dibandingkan dengan jenis pantai berawa, berkarang, maupun berlumpur. Pantai berpasir merupakan tipe paling ideal untuk pengembangan pariwisata karena dapat digunakan wisatawan untuk berekreasi, seperti berjemur, berolahraga, dan bermain pasir. Pantai Jolosutro memiliki penutup lahan berupa vegetasi dan lahan terbuka. Di bagian barat pantai terdapat lahan terbuka dan di bagian timur juga terdapat hamparan pasir yang ditumbuhi Casuarina equsetiofolia L.. Lahan terbuka tersebut dapat dimanfaatkan oleh pengelola untuk membangun fasilitas yang dapat digunakan oleh wisatawan. Lahan terbuka di Pantai Jolosutro didukung oleh gisik pantai yang cukup lebar dengan rata-rata 39,6 meter dari garis pantai. Pengelola dapat membangun fasilitas olahraga, wahana bermain bagi anak-anak, panggung terbuka, dan gazebo. Adanya pohon Casuarina equsetiofolia L. yang menempati setengah dari lebar pantai bagian timur membuat pandangan maupun ruang gerak wisatawan ke arah timur menjadi terganggu. Aktivitas wisatawan juga menjadi terpusat di bagian barat pantai saja. Biota berbahaya yang terdapat di perairan Pantai Jolosutro adalah sejenis hiu yang berukuran kecil. Adanya biota tersebut kadang-kadang diperoleh oleh para pemancing. Aktivitas wisatawan menjadi terganggu atau akan membahayakan jika
wisatawan bermain air dengan adanya ikan tersebut. Oleh karena itu, wisatawan dilarang beraktivitas di perairan Jolosutro selain karena memiliki ombak yang cukup besar dan arus back swash yang lebih besar daripada swash. Kondisi Sarana dan Prasarana Pantai Jolosutro Berikut disajikan penilaian kondisi sarana dan prasarana di Pantai Jolosutro. Tabel 3. Penilaian Kondisi Sarana dan Prasarana Pantai Jolosutro No Kondisi Fisik Nilai Kategori 1 Penyediaan air bersih 2 Sesuai 2 Jaringan listrik 2 Sesuai 3 Aksesibilitas a. Angkutan 1 Kurang Sesuai b. Kondisi jalan 2 Sesuai 4 5
Kebersihan Jaringan telekomunikasi
1 2
Kurang Sesuai Sesuai
6 7 8 9
Warung Tempat parkir Toilet Gazebo Jumlah
1 1 1 2 15
Kurang Sesuai Kurang Sesuai Kurang Sesuai Sesuai Kurang Sesuai
Penyediaan air bersih terkait dengan ketersediaan air bersih dan tawar bagi masyarakat maupun pengelola Pantai Jolosutro. Berdasarkan wawancara dengan penduduk setempat, air bersih yang tersedia di Pantai Jolosutro dapat diperoleh dari air tanah pada kedalaman enam meter pada musim penghujan. Pada musim kemarau air bersih dapat diperoleh di kedalaman lebih dari 12 meter dan air sudah terasa payau karena diperkirakan terjadi intrusi air laut dari Samudera Hindia. Air bersih di Pantai Jolosutro tersedia dengan kondisi yang bersih pada bulan-bulan tertentu saja, yaitu pada saat bulan September hingga April. Ketersediaan air bersih di Pantai Jolosutro menunjang kegiatan pariwisata, seperti memasak, MCK, dan mandi bagi masyarakat maupun wisatawan. Akan tetapi, pemilik warung tetap menggunakan air tanah yang payau karena tidak tersedia air dari luar daerah atau PDAM untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau aktivitas wisata pada saat bulan Mei hingga Agustus. Ketersediaan jaringan listrik bagi Pantai Jolosutro sangat penting untuk menunjang pengelolaan maupun bagi kebutuhan masyarakat setempat. Penyediaan jaringan listrik PLN di Pantai Jolosutro baru dilakukan pada awal tahun 2013. Jaringan listrik dipakai untuk musholla, dan permukiman warga sebagai home stay bagi wisatawan yang ingin bermalam di Pantai Jolosutro. Penyediaan listrik masih belum merata, hanya beberapa rumah warga yang telah dipasang listrik dari PLN. Fasilitas yang disediakan
oleh pengelola juga sedikit yang membutuhkan listrik. Belum ada fasilitas lain seperti wahana bermain dan pusat layanan informasi yang membutuhkan listrik dalam pengoperasiannya. Aksesibilitas menuju Pantai Jolosutro termasuk dalam kategori yang kurang baik. Kendaraan yang paling sering digunakan oleh wisatawan adalah kendaraan pribadi, berupa motor dan mobil. Tidak ada angkutan umum yang melayani rute ke Jolosutro walaupun sejak tahun 2008 telah disusun rencana rute angkutan umum menuju Pantai Jolosutro. Wisatawan yang ingin mengunjungi obyek wisata ini akan kesulitan karena kondisi jalan yang rusak. Jenis jalan kabupaten fungsi primer dimulai dari Kecamatan Kanigoro hingga Kecamatan Kesamben, lalu menuju Kecamatan Wates merupakan jalan desa. Kondisi jalan rusak dan bergelombang dari pusat Kecamatan Wates menuju Pantai Jolosutro sejauh delapan kilometer. Pada tiga kilometer terakhir jalan akan semakin sempit dengan morfologi yang berbukit-bukit, sehingga dapat menyulitkan mobil/bus jika saling bersimpangan. Pada musim penghujan akan terjadi banyak longsoran yang menyebabkan jalanan sangat licin karena ada longsoran tanah yang tercecer di tanah. Kondisi tersebut membuat mayoritas wisatawan mengalami kesulitan menuju Pantai Jolosutro. Kebersihan di Pantai Jolosutro juga tergolong kategori yang tidak sesuai. Tidak terdapat tempat sampah yang dapat digunakan oleh wisatawan untuk membuang sampah. Tidak terdapat petugas kebersihan khusus untuk membersihkan sampah. Jenis sampah di Pantai Jolosutro mayoritas adalah sampah kering berupa plastik dan kertas, selebihnya adalah dedaunan, ranting-ranting pohon, buah kelapa, maupun sisa-sisa sesajen yang digunakan warga untuk ritual tertentu. Banyaknya sampah yang berserakan dapat mengganggu pemandangan Pantai Jolosutro dan dapat mengganggu aktivitas wisatawan, terutama sampah plastik. Sampah plastik yang berserakan tidak dapat diuraikan oleh bakteri pengurai, sehingga sampah tersebut akan terus berserakan karena tidak ada petugas kebersihan. Sistem komunikasi yang terdapat di Pantai Jolosutro tergolong baik. Hal itu dikarenakan terdapat dua provider besar di Indonesia yang mampu menjangkau Pantai Jolosutro. Akan tetapi, akses yang dapat digunakan kurang begitu lancar. Sinyal telepon genggam masih kurang lancar. Hal tersebut dapat menghambat para wisatawan untuk berkomunikasi atau mengirimkan informasi ke kerabat atau teman di luar Pantai Jolosutro. Keberadaan warung di Pantai Jolosutro dapat membantu wisatawan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Makanan dan minuman yang dijual di Pantai Jolosutro
hampir semuanya sama dan dengan jumlah warung yang sedikit. Enam unit warung menjual makanan berupa bakso, mie instan, snack, dan aneka minuman. Warung-warung tersebut sebagian besar buka hanya pada waktu hari minggu atau hari libur saja. Sebaliknya, pada hari-hari biasa pengunjungnya menurun drastis, sehingga tidak setiap hari warung-warung tersebut menjajakan dagangannya. Kondisi tersebut membuat mayoritas wisatawan hanya membelanjakan uangnya untuk membeli tiket masuk dan toilet saja. Tempat parkir di Pantai Jolosutro dikelola oleh masyarakat setempat. Tempat parkir ini menempati empat lokasi, yaitu satu lokasi di dekat pintu masuk dan tiga lokasi di gisik pantai. Pengelolaan parkir masih kurang baik. Karcis parkir yang disediakan hanya berupa sobekan kertas kardus bungkus rokok yang diberi nomor, sehingga berpotensi menimbulkan tindak kejahatan, seperti pemalsuan karcis parkir. Beberapa wisatawan enggan memarkir kendaraannya karena alasan keamanan tersebut. Pengunjung lebih memilih membawa sepeda motor atau mobil ke tepi pantai sebagai tempat duduk mereka, sehingga akan membahayakan wisatawan jika terjadi gelombang pasang ataupun tsunami secara tiba-tiba. Jejak kendaraan juga akan merusak morfologi gisik pasir pantai, terutama wisatawan yang menggunakan mobil. Mobil yang dibawa hingga ke gisik pantai akan mengalami selip karena harus melewati pasir pantai, sehingga pengendara terpaksa harus menggali pasir di sekitar ban lalu mendorong mobil agar dapat berjalan kembali. Keadaan ini dapat menghambat pembangunan fasilitas di gisik pantai, seperti sarana olahraga, gazebo, vegetasi, atau wahana bermain bagi anak-anak. Toilet atau kamar mandi di Pantai Jolosutro dikelola oleh masyarakat setempat. Tarif yang ditetapkan oleh pemilik toilet berkisar Rp 1.000 hingga Rp. 2.000 untuk sekali pemakaian.Terdapat satu lokasi dengan tiga unit toilet yang diperuntukkan untuk umum. Lokasi yang jauh dan tidak terlihat dari pantai membuat wisatawan tidak banyak yang menggunakannya. Wisatawan banyak yang tidak mengetahui lokasi ini karena tidak ada petunjuk yang jelas serta petugas yang mengelolanya. Selain itu, kondisi toilet yang kurang bersih dan fasilitas yang kurang lengkap juga membuat wisatawan enggan menggunakan toilet di Pantai Jolosutro. Gazebo di Pantai Jolosutro terdapat tiga unit yang berada di dekat hutan dan satu unit yang berada di bibir pantai dengan jarak 10 meter. Lokasi gazebo yang berada di dekat hutan membuat suasana menjadi nyaman karena banyak vegetasi yang membuat suasana tidak begitu panas. Adanya vegetasi di gisik pantai di depan gazebo membuat pemandangan pantai atau laut menjadi terkurangi. Lokasi yang berada di bibir pantai menawarkan pemandangan lautan langsung di depannya. Jarak yang begitu dekat dengan
bibir pantai dapat membahayakan pengunjung jika terjadi gelombang tinggi. Lokasi yang jauh dari warung makan membuat gazebo ini jarang ditempati wisatawan. Wisatawan lebih memilih menggunakan beberapa pohon peneduh atau di warung untuk berteduh daripada menuju ke gazebo yang berada jauh dari lokasi mereka berwisata. Interaksi Antar Wilayah Pantai Jolosutro Berikut ini adalah tabel nilai interaksi antara Kecamatan Wates dan Pusat Sub Satuan Wilayah Pengembangan Kabupaten Blitar. Tabel 4. Nilai Interaksi Antara Kecamatan Wates dengan Kecamatan Pusat SSWP Wilayah administrasi Srengat Kanigoro Wlingi Binangun Sutojayan 0,48 1,1 2,62 9,4 0,65 Wates
Bakung 0,16
Berikut ini adalah tabel nilai interaksi antara pusat pemerintahan Kabupaten Blitar (Kecamatan Kanigoro) terhadap kecamatan tempat obyek wisata pantai di Kabupaten Blitar. Tabel 5. Nilai Interaksi Antar Kecamatan Obyek Wisata Wilayah administrasi Wates Panggungrejo Wonotirto 0,62 3,28 1,26 Kanigoro
Kecamatan Binangun sebagai pusat Sub Satuan Wilayah Pengembangan (SSWP) D memiliki nilai interaksi yang paling tinggi. Tingginya nilai interaksi tersebut dapat menunjang Pantai Jolosutro. Kecamatan Binangun memiliki beberapa fungsi utama yang dapat digunakan untuk menunjang pengembangan wisata, seperti pusat perdagangan, budidaya tanaman holtikultura, dan pemasok hasil home industry. Pengembangan budidaya tanaman holtikultura di SSWP D masih belum berkembang. Masyarakat cenderung menanami lahan mereka dengan padi, cabai, dan tomat. Pengembangan fungsifungsi di SSWP D masih dalam skala kecil, sehingga perlu wilayah-wilayah lain untuk menunjang Pantai Jolosutro sebagai obyek wisata rekreasi. Pusat Sub Satuan Wilayah Pengembangan di Kabupaten Blitar yang memiliki nilai interaksi cukup tinggi terhadap Wates adalah SSWP C, yaitu Kecamatan Wlingi. Kecamatan Wlingi ditetapkan sebagai pusat Sub Satuan Wilayah Pengembangan (SSWP) C di Kabupaten Blitar dengan kecamatan pendukungnya Talun, Doko, Kesamben, Selorejo, Selopuro, dan Gandusari (Bappeda, 2004). Salah satu fungsi kegiatan di SSWP C adalah pembudidayaan tanaman hortikultura, terutama rambutan binjai di Kecamatan Talun dan Selopuro. Hasil pembudidayaan tanaman tersebut dapat dijadikan oleh-oleh khas Blitar, seperti rambutan binjai dan belimbing, untuk dipasarkan di Pantai Jolosutro. SSWP C juga diarahkan sebagai pusat perdagangan grosir yang dapat dijadikan tempat
untuk memperoleh suvenir dan oleh-oleh khas Blitar bagi wisatawan maupun menjadi rujukan bagi pedagang atau pemilik warung di kawasan obyek wisata untuk kulakan barang dagangan. SSWP C juga terdapat wisata budaya yang dapat diarahkan sebagai paket wisata bersama-sama dengan Pantai Jolosutro. Pengembangan paket wisata tersebut sesuai dengan strategi pengembangan sektor pariwisata Kabupaten Blitar. Kebijakan strategi pengembangan wilayah di Kabupaten di atas dapat dilakukan untuk mendukung pengembangan wisata di Pantai Jolosutro. Akan tetapi, arahan pengembangan di SSWP yang berpotensi mendukung potensi Pantai Jolosutro belum berjalan maksimal sampai saat ini. Pemasaran produk atau oleh-oleh khas Blitar tidak ditemui di lokasi Pantai Jolosutro, seperti buah-buahan maupun suvenir yang menunjukkan ciri khasnya. Perbandingan nilai interaksi Pantai Jolosutro dengan obyek wisata pantai di Kabupaten Blitar adalah paling rendah. Rendahnya nilai interaksi tersebut dikarenakan oleh jarak lokasi Pantai Jolosutro lebih jauh dibandingkan dengan Pantai Serang dan Tambakrejo. Kondisi tersebut membuat wisatawan lebih tertarik untuk mengunjungi Pantai Serang dan Tambakrejo. Selain itu,62 % dari total pengunjung yang sudah pernah mengunjungi pantai lain di Kabupaten Blitar selain Jolosutro memberikan tanggapan yang kurang baik karena lokasi dan aksesibilitas yang sulit untuk menuju pantai ini. Nilai interaksi yang rendah tentunya terkait dengan aksesibilitas yang dapat ditempuh menuju Pantai Jolosutro. Jalur yang dapat ditempuh dari Kecamatan Kanigoro menuju Pantai Jolosutro hanya mengikuti satu jalur, yaitu mengikuti jalur kecamatan Kanigoro-Garum-Talun-Wlingi-Kesamben-Binangun-Wates. Tidak ada jalur angkutan umum yang langsung menuju Pantai Jolosutro. Angkutan umum hanya sampai ke Desa Wates dari Kecamatan Kesamben. Jumlah kendaraan dan frekuensi angkutan umum tersebut juga tidak menentu. Banyak sopir yang memilih untuk menunggu kendaraannya hingga penuh sebelum berangkat. Angkutan umum dari Desa Wates menuju Pantai Jolosutro tidak ada, namun terdapat jasa ojek motor yang bersedia untuk mengantar wisatawan menuju Pantai Jolosutro. Berdasarkan informasi dari beberapa pengunjung yang pernah menggunakan jasa ojek, biayanya terlampau mahal, sehingga enggan untuk menggunakannya. Oleh karena itu, wisatawan lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi. Selain aliran orang atau wisatawan, dalam analisis spasial metode gravitasional juga mempertimbangkan aliran barang dan informasi mengenai Pantai Jolosutro. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara kepada penduduk atau pemilik warung, barang dagangan yang mereka peroleh hanya berasal dari Kecamatan Wates, seperti
Kelapa dan Pisang. Barang-barang lain yang terkenal di Kabupaten Blitar, seperti rambutan, belimbing, pecel blitar maupun barang/suvenir khas Blitar tidak dijual di Pantai Jolosutro. Aliran informasi kepada wisatawan Blitar maupun dari luar Blitar juga sangat minim. Promosi wisata dilakukan Pemerintah Kabupaten Blitar melalui Peta Wisata Kabupaten Blitar. Peta yang disajikan masih kurang informatif dan tidak menunjukkan lokasi Pantai Jolosutro yang tepat. Rendahnya nilai interaksi Pantai Jolosutro dibandingkan dengan obyek wisata pantai lain di Kabupaten Blitar tentu akan membuat pengembangan obyek wisata semakin menurun. Faktor jarak menjadi alasan utama yang menyebabkan rendahnya nilai interaksi tersebut. Akan tetapi, Pantai Jolosutro memiliki daya tarik dan keunikan tersendiri dibandingkan dengan obyek wisata pantai lain di Kabupaten Blitar. Pantai Jolosutro memiliki hamparan pasir hitam atau pasir besi yang konon dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit, diantaranya adalah untuk pengobatan stroke. Selain itu, Pantai Jolosutro merupakan lokasi dilakukannya Upacara Melasti bagi umat Hindu di Kabupaten Blitar dan sekitarnya. Upacara ini dilakukan dua hari menjelang Hari Raya Nyepi. Upacara Melasti yang diselenggarakan satu tahun sekali ini dapat menjadi keunikan, rujukan, dan promosi kepada masyarakat Kabupaten Blitar maupun luar daerah. Adanya keunikan tersebut membuat jumlah kunjungan Pantai Jolosutro hingga tahun 2011 lebih tinggi dibandingkan dengan Pantai Serang yang memiliki nilai interaksi paling tinggi di Kabupaten Blitar. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. 1. Kondisi fisik Pantai Jolosutro secara keseluruhan tergolong dalam kategori sangat sesuai sebagai obyek wisata rekreasi pantai pasif di perairan dan aktif di daratan. 2. Kondisi sarana dan prasarana Pantai Jolosutro tergolong dalam kategori kurang sesuai untuk pengembangan pariwisata. 3. Interaksi antarwilayah Pantai Jolosutro tergolong rendah dibandingkan dengan obyek wisata pantai lain di Kabupaten Blitar, namun memiliki daya tarik dan keunikan tersendiri, yaitu pasir besi dan Upacara Melasti. Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut. 1. Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata Kabupaten Blitar selaku pihak pengelola Pantai Jolosutro diharapkan dapat meningkatkan kinerja terhadap upaya
pengembangan yang dilakukan secara bertahap. Ketersediaan kondisi fisik Pantai Jolosutro yang baik dapat mendukung pengembangan pariwisatanya. Pengembangan tersebut terkait dengan sarana dan prasarana yang ada di Pantai Jolosutro. Kondisi sarana prasarana yang kurang memadai dapat menurunkan minat wisatawan untuk mengunjungi kembali Pantai Jolosutro. 2. Pemerintah Desa Ringinrejo diharapkan dapat memberikan arahan atau sosialisasi terhadap masyarakat, khususnya di sekitar lokasi Pantai Jolosutro terkait dengan pengembangan pariwisata. Arahan yang dapat diberikan berupa anjuran kepada masyarakat untuk turut berpartisipasi dalam pengembangan Pantai Jolosutro, seperti dengan menjaga kelestarian pantai, kebersihan, kualitas sarana dan prasarana, dan keramahan terhadap wisatawan. Selain itu, Upacara Melasti yang telah diselenggarakan setiap tahun harus tetap dipertahanakan untuk tetap mencirikan keunikan Pantai Jolosutro. 3. Peneliti lanjut diharapkan dapat menggunakan evaluasi dalam penelitian ini untuk melakukan penelitian lanjutan yang terkait dengan penelitian ini, salah satu yang dapat dilakukan adalah melakukan kajian dan analisis SWOT. RUJUKAN Arifin, Taslim, dkk. 2002. Evaluasi Kesesuaian Kawasan Pesisir Teluk Palu untuk Pengembangan Pariwisata Bahari. (online), (http://repository.ipb.ac.id), diakses pada 4 Maret 2013. Badan Pusat Statistik Kabupaten Blitar. 2011. Kabupaten Blitar Dalam Angka Tahun 2011. Blitar : Kantor Badan Pusat Statistik Kabupaten Blitar. Bappeda Blitar. 2004. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Blitar 20042014. Blitar: Pemkab Blitar Dahyar, Muhammad. 1999. Penerapan Pendekatan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu dalam Pembangunan Pariwisata di Kepulauan Derawan Provinsi Kalimantan Timur. Tesis diterbitkan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia. 2010. Rencana Strategis Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata 2010-2014. (online), (www.budpar.go.id) diakses pada 4 Januari 2013 Pangesti, Tri. 2007. Modul Identifikasi Objek Wisata Alam. (online) (www.researchengines.com/), diakses pada 4 Januari 2013 Tuwo, Ambo. 2011. Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut. Surabaya: Brilian Internasional
Yani, Ahmad. 2004. Pengembangan Instrumen Survei Awal Objek Wisata Pantai Berdasarkan Faktor Geografi. (online), (http://file.upi.edu), diakses pada 4 Maret 2013. Yulianda, F. 2007. Ekowisata Bahari sebagai Alternatif Pemaanfaatan Sumberdaya Pesisir Berbasis Konservasi. Makalah disampaikan dalam Seminar Sains 21 Februari 2007. Bogor: Departemen MSP. IPB. Yustishar, Maulana, dkk. 2012. Tinjauan Parameter Fisik Pantai Mangkan Kulon untuk Kesesuaian Pariwisata Pantai Di Kota Semarang. (online), (http://ejournals1.undip.ac.id), diakses pada 4 Maret 2013.