TANGGAPAN KAJIAN/EVALUASI KONDISI AIR WILAYAH SULAWESI (Regional Water Assessment) Disampaikan oleh : Ir. SALIMAN SIMANJUNTAK, Dipl. HE1 A. KONDISI KETAHANAN AIR DI SULAWESI Pulau Sulawesi memiliki luas wilayah sebesar 174.600 km2 yang terdiri dari 6 provinsi dan 73 kabupaten/kota dengan jumlah penduduk sebanyak 17,5 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,9 % pertahun (BPS tahun 2012). Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Penentapan Wilayah Sungai, Pulau Sulawesi memiliki 22 Wilayah Sungai (WS), yaitu di Provinsi Sulawesi Utara 3 WS, Provinsi Gorontalo 3 WS, Provinsi Sulawesi Tengah 6 WS, Provinsi Sulawesi Barat 1 WS, Provinsi Sulawesi Selatan 5 WS dan Provinsi Sulawesi Tenggara 4 WS. Data Puslitbang SDA Kementerian Pekerjanaan Umum tahun 2012, Potensi Ketersediaan Air di Wilayah Sulawesi sebesar 299 juta m3 pertahun dengan tingkat kebutuhan kebutuhan air sebesar 15,4 juta m3 pertahun. Terdapat surplus 283,6 juta m3. Luas kawasan hutan Wilayah Sulawesi sebagai daerah tangkapan hujan sebesar 11,44 juta hektar atau 55 persen dari luas daratan pulau (kementerian Kehutanan tahun 2012). Luas persawahan beririgasi di Wilayah Sulawesi berjumlah 1,2 juta hektar atau sebesar 14,13% dari total luas sawah di Indonesia dengan kondisi jaringan irigasi rata-rata 47% dalam kondisi baik 15% kondisi rusak ringan, 28% rusak sedang dan 10% rusak berat. (Kementerian PU tahun 2012). Infrastruktur sumber daya air di Wilayah Sulawesi sebagai penampung ketersediaan air terdiri dari Bendungan sebanyak 7 buah dan embung 43 buah. Kebutuhan air bersih di Wilayah Sulawesi baru dapat terlayani oleh PDAM sebesar 37,7 %, selebihnya kebutuhan air bersih diusahakan sendiri oleh masyarakat dengan berbagai cara misalnya pengambilan air tanah, pengambilan air permukaan swadaya, sumur terbuka dan lain lain. B. DESKRIPSI MASALAH KETAHANAN AIR DI SULAWESI 1. Ketahanan Air Rumah Tangga - Belum sepenuhnya terlayani ketersediaan air bersih untuk rumah tangga oleh PDAM dan krisis air bersih - Kualitas air bersih yang terlayani pada saat-saat tertentu (misalnya setelah hujan air keruh dan kemarau kering) belum memenuhi standar baku mutu yang ditetapkan sehingga menyebabkan diare dan gangguan penyakit kulit lainnya. - Lokasi infrastruktur SPAM relative jauh dari permukiman penduduk yang akan dilayani. - Kurangnya koordinasi pembangunan infrastruktur SPAM oleh instansi terkait. 2. Ketahanan Air Perkotaan - Jumlah penduduk yang padat dan pesatnya perkembangan sektor industry belum dibarengi dengan peningkatan layanana penyediaan air bersih.
1
Kepala Dinas Sumber Daya Air Provinsi Sulawesi Tengah
-
Permukiman yang kumuh dan padat penduduk masih banyak mengambil air bersih secara terbuka seperti mata air, sumur atau pompa dan tidak dibarengi dengan sanitasi yang baik seperti jarak sumber air dengan septitank serta pembuangan dari penggunaan tidak tersalurkan dengan baik air dapat membuat terjangkitnya penyakit-penyakit seperti diare dan penyakit kulit lainnya.
3. Ketahanan Air Ekonomi - Irigasi sebagai penunjang ketahanan pangan membutuhkan ketersediaan air yang cukup stabil, namun ketersediaan air dibeberapa Daerah Irigasi (DI) sudah mengalami krisis/kekeringan jika kemarau dan melimpah/merusak jika musim penghujan. - Terkait dengan pengelolaan irigasi perlu ditinjau kembali tentang kebijakan pembagian kewenangan pengelolaan irigasi antara pusat, propinsi dan kabupaten/kota (UU No.7/2004 tentang SDA pasal 41 ayat 2). Demikian halnya dengan kebijakan tentang penanganan irigasi di tingkat tersier, maka diperlukan satu kesatuan penanganan. - Terjadinya konflik kepentingan pembagian alokasi air seperti peruntukan air irigasi, air bersih/rumah tangga, air untuk kepentingan industri, pertambangan dan lain-lain. - Kebijakan pembangunan irigasi baru (Program Presiden Joko Widodo membangun irigasi 1 juta hektar) memang cukup baik, namun perlu diperhitungkan dengan memperbaiki irigasi yang sudah ada sehingga arealnya cepat berfungsi, juga perlu diatur kembali tentang efisiensi penggunaan air untuk irigasi (Water Demand Management). - Pembangunan Waduk/bendungan harus pararel dengan konservasi hulu berkaitan dengan pengaruh sedimentasi yang mengakibatkan umur Waduk/bendungan menjadi pendek, ini berkaitan erat dengan kebijakan public yang perlu dieavaluasi khususnya mengenai pemberian perijinan di daerah tangkapan air, seperti ijin usaha pertambangan, perkebunan, dll. - Dengan adanya PP No.14 tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik adanya perubahan penanganan pengusahaan tenaga listrik yang selama ini sentralisasi berubah menjadi pengusahaan tenaga listrik di masingmasing daerah. Pulau Sulawesi mempunyai banyak potensi sumberdaya airnya dapat dikembangkan sebagai pembangkit tenaga listrik atau sumber energi misal: PLTA, Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro, Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro untuk berbagai kepentingan baik itu untuk kepentingan masyarakat, perindustrian, dll. Salah satu contoh potensi energi di PLTA Poso yang saat ini sudah mulai menjalankan aktifitas produksi listrik melalui energi air sebesar 180 MW.
4. Ketahanan Air Lingkungan - Maraknya aktivitas tambang mineral logam menimbulkan dampak tingginya limbah tambang seperti merkuri, pencemaran air sungai dan buruknya kualitas air. - Contoh kasus di Provinsi Gorontalo, dimana aktivitas tambang mineral logam (emas) di daerah tersebut menyebabkan air sungai tercemar merkuri. - Contah kasus lainnya, adalah aktivitas tambang mineral logam (emas) di Sulawesi Tengah, khususnya di Daerah Irigasi Lambunu Kabupaten Parigi
-
-
Moutong menyebabkan tercemarnya air sungai dan meningkatnya sedimentasi di aliran sungai maupun saluran irigasi yang menyebabkan menurunnya kualitas air dan menyebabkan kerusakan infrastruktur irigasi serta meningkatkan biaya op irigasi. Perubahan tata guna lahan di daerah hulu, baik itu karena maraknya penebangan hutan maupun pengusahaan lahan yang menyebabkan rusaknya daerah tangkapan air. Masalah Catchment Area dengan adanya otonomi daerah memberi peluang kepala daerah dalam hal ini Bupati dalam pemberian ijin penambangan dan perambahan hutan.
5. Ketahanan terhadap daya rusak air - Khusus daerah Sulawesi berdasarkan data yang ada bahwa setiap tahunnya menunjukkan tren yang meningkat terjadinya fenomena bencana alam dengan kualitas bencana yang makin mengerikan yang disebabkan oleh daya rusak air, baik itu banjir, tanah lonsor dan kekeringan serta abrasi pantai. - Selain karena dampak perubahan iklim, juga banyak dipengaruhi oleh rusaknya daerah tangkapan akibat pengusahaan lahan-lahan di daerah tangkapan dan ijin-ijin penggunaan lahan yang makin tidak terkendali. 6. Institusi dan Tata Kelola - Keluarnya UU No. 7 Tahun 2004 tentang SDA dan PP No. 20 Tahun 2006 tentang Irigasi serta aturan lainnya terkait sumber daya air mengakibatkan penanganan infrastruktur yang kurang merata. - Tumpang tindih kebijakan dan pengelolaan sumber daya air menyebabkan tidak terpadunya pengelolaan sumber daya air saat ini, contoh kasus dalam pembinaan P3A/GP3A/IP3A, dimana secara kelembagaan organisasi tersebut terkait dengan irigasi (PU) namun pembinaannya menjadi kewenangan pertanian, sehingga program/kegiatan yang dilaksanakan tidak sinkron antara PU dan pertanian. - Lemahnya kelembagaan pengelolaan sumber daya air dalam menyelesaikan berbagai masalah sumber daya air. - Kurang berfungsinya lembaga-lembaga sumber daya air (Dewan Sumber Daya Air, TKPSDA, Forum DAS dan Komisi Irigasi) dalam pengelolaan sumber daya air yang disebabkan berbagai masalah, misalnya kurangnya pendanaan/anggaran, lemahnya SDM, belum menjadi bagian yang penting dalam organisasi dan rutinitas pekerjaan yang cukup tinggi.
C. SOLUSI/PEMECAHAN MASALAH Dalam pemenuhan air baku, hendaknya ditangani secara komprehensif oleh satu institusi mulai dari sumber air hingga distrubusinya (jaringan distrubusi) sehingga manfaatnya dapat lebih dirasakan oleh masyarakat. Tidak seperti sekarang ini dimana institusi yang menangani air bakunya berbeda dengan institusi yang menangani jaringan air bersih hingga ke rumah-rumah. Pembangunan infrastruktur sumber daya air (bendungan) harus paralel dengan dengan daerah hulu sehingga tidak menyebabkan kerusakan lingkungan maupun infrastruktur yang sudah di bangun. (Perlu evaluasi beberapa kebijakan publik).
-
-
-
-
-
-
Rekomendasi dan penerbitan izin yang lebih selektif bagi aktivitas penambangan, baik galian batuan maupun mineral logam khususnya pada daerah tangkapan air. Perlu pengkajian ulang tentang UU No. 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara dikaitkan dengan UU No. 7 tahun 2014 tentang Sumber Daya air serta turunan PP No. 38 tahun 2012 tentang Sungai serta PP no. 37 tahun 2013 tentang Pengelolaan DAS sehubungan dengan pemberian izin dan pengelolaan tambang di daerah aliran sungai. Perlunya melakukan evaluasi atas UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air serta peraturan perundangan lainnya terkait SDA (Misalnya : Keppres No. 12 tahun 2012 tentang Pembagian Kewenangan Wilayah Sungai dan Kepmen PU No. 293/M/2014 tentang Kewenangan Irigasi) yang menimbulkan perbedaan penanganan antar pusat dan daerah terkait dengan pembagian kewenangan, yang tidak disertai dengan pendanaan yang sempadan. Perlunya diperbanyak pembangunan infrastruktur pengendali banjir pada daerahdaerah yang sangat kritis, khususnya pada sungai-sungai di daerah pemukiman. Pembangunan Infrastruktur, baik itu irigasi maupun wilayah sungai harusnya seimbang diantara masing-masing Wilayah Sungai tanpa melihat status kewenangan. Besarnya investasi untuk pembangunan infrastruktur irigasi baru, perlu pengkajian yang matang dan membandingkan dengan perbaikan-perbaikan infrastruktur irigasi yang telah terbangun. Akan lebih mempunyai nilai manfaat yang lebih besar jika pembangunan baru dilakukan dengan tetap memperbaiki dan merehabilitasi infrastruktur yang sudah ada, karena manfaatnya akan lebih cepat dirasakan oleh masyarakat dan biaya yang dibutuhkan tidak sebesar apabila melakukan pembangunan infrastruktur sumber daya air yang baru. Perlunya penerapan biaya jasa pengelolaan sumber day air (BJPSDA) dalam rangka pemanfaatan air yang lebih hemat dan menghargai air. Institusi kelembagaan dan tata kelola seperti forum-forum koordinasi seperti Dewan SDA, Tim Koordinasi Pengelolaan SDA, Forum DAS, Komisi irigasi dan Forumforum koordinasi lainnya harus dibuat peraturan yang jelas dan tegas serta kedudukannya masuk dalam structural organisasi SKPD pemerintahan daerah. Misalnya bidang atau secretariat yang mengurusi forum tersebut diberikan jabatan esselonisasi tersendiri serta didukung dengan pendanaan yang memadai. Potensi tenaga air yang masih sangat besar sekitar 1500 MW di Pulau Sulawesi belum dimanfaatkan secara optimal menjadi PLTA, Pembangkit Listrik Tenaga Mikro dan Mini Hidro untuk digunakan sebagai sumber energi kegiatan industri skala kecil sampai skala besar, sehingga daerah dapat meningkatkan rasio elektrifikasi dengan terbangunnya sumber-sumber energi dan jaringan listrik yang akan dibangun.
D. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Perlu dikaji ulang kebijakan-kebijakan public yang tertuang dalam regulasi yang telah terbit seperti UU No. 7 tahun 2004 tentang SDA serta peraturan turunannya demikian juga UU No. 4 tahun 2009 tentang Minerba dan peraturan turunannya, serta peraturan lainnya kaitannya dengan pengelolaan sumber daya air. Rekomendasi Teknis tentang pemanfaatan sumber daya air dan sumber daya lainnya (misalnya pertambangan, pembukaan lahan hutan untuk perkebunan, dll) yang secara langsung atau tidak langsung akan berdampak pada sumber daya air, harus dikaji lebih selektif oleh semua stakeholders yang terlibat. Kaitannya dengan kebijakan pemerintah baru untuk membuka atau membangun irigasi baru 1 juta hektar harus dibarengi dengan perbaikan/rehabilitasi daerahdaerah irigasi yang rusak dimana terdapat angka 53% daerah irigasi yang mengalami kerusakan di Wilayah Sulawesi. Pembangunan irigasi baru ini cukup baik untuk direalisasikan namun sekiranya dimungkinkan, agar penanganan infrastruktur irigasi dari hulu hingga ke hilir merupakan satu kesatuan penanganan. Guna memperkuat kelembagaan Forum-forum Koordinasi di daerah perlu diterbitkannya instruksi yang mengikat dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah agar daerah memasukkan pengelola forum-forum tersebut ke dalam structural organisasi SKPD dengan memberikan esselonisasi jabatan. Konsultasi dan koordinasi Pusat dan Daerah perlu teragendakan dengan rutin dan jelas dalam berbagai forum pertemuan agar permasalahan pengelolaan sumber daya air secara dini mudah teridentifikasi sehingga upaya penanganannya lebih mudah terselesaikan ketimbang penanganan masalah-masalah yang didiamkan dan telah menumpuk sekian lama.