Pertemuan Ilmiah Tahunan Mapin XIV “Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”
EVALUASI KLASIFIKASI BERBASIS OBJEK UNTUK PEMETAAN LIPUTAN HUTAN DAN LAHAN Muhammad Ardiansyah1, Muhammad Rusdi2 dan Abu Bakar Karim2 1
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Jl. Meranti No. 1 Kampus IPB Darmaga Bogor 16680 Tilp. + 62 +251 629 360 Fax. + 62 +251 629 358 email:
[email protected] 2 PS Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala Banda Aceh Tilp. +62 +651 51977
Abstrak Evaluation of Object Oriented Classification for Forest and Land Cover Mapping: Dynamics of forest and land cover is generally studied by following changes of its boundary and pattern at period of selected time. For wide area map or boundary of forest and land covers is made by digital classification of remote sensing data. The result of the classification such as accuracy of geometry and attribute depends on the classification approach and thus the classification method determines success of mapping. So that, this research is conducted to evaluate object oriented classification (OOC) in mapping of forest and land covers using Landsat and Quickbird data in 3 different study area: Gayo Lues Aceh, District I PT Wirakarya Sakti Jambi and Toro village, the National Park of Lore Lindu. This research is carried out to map forest and land covers using OOC and compare the results with method of maximum likelihood classification (MLC). The result show that OOC promise to greatly improve the analysis and the accuracy on each level classification class, so the result is seem more related and acceptable contextually to the field observation compare to the MLC. Nevertheless, that the OOC was able to map forest and land cover at higher level of classification system hierarchy, to present no effect of salt and paper, and to obtain higher accuracy compared to MLC in each area study.
Keywords: OOC, MLC, forest and landcover, segmentation
1. PENDAHULUAN Dinamika liputan hutan dan lahan umumnya dipelajari dengan mengikuti perubahan batas atau pola liputan hutan dan lahan pada periode waktu tertentu. Untuk wilayah yang luas umumnya peta atau batas liputan hutan/lahan dibuat dengan melakukan klasifikasi secara digital data penginderaan jauh. Hasil klasifikasi seperti ketelitian atribut dan geometri ditentukan oleh metoda klasifikasi yang digunakan. Mengingat metode klasifikasi citra yang digunakan menentukan keberhasilan pemetaan, oleh karena itu salah satu persoalan pemetaan dengan menggunakan data Penginderaan Jauh adalah pemilihan metode klasifikasi. Klasifikasi citra biasanya dilakukan menggunakan dua metoda konvensional yaitu klasifikasi terbimbing (supervised classification) dan klasifikasi tidak
terbimbing (unsupervised classification). Klasifikasi tidak terbimbing memiliki kelemahan, karena analis hanya memiliki sedikit kontrol terhadap kelas-kelas objek, yang menyebabkan kesulitan dalam perbandingan antar objek. Disamping itu, penciri spektral selalu berubah sepanjang waktu, sehingga hubungan antara respon spektral dengan kelas objek/liputan lahan tidak konstan, karena itu diperlukan pengetahuan detil mengenai spektral permukaan (Richard, 1993). Diantara prosedur klasifikasi terbimbing yang paling sering digunakan adalah maximum likelihood classification (MLC). Pendekatan ini memiliki kelemahan, yaitu banyak kesalahan klasifikasi yang muncul dalam bentuk poligon salt and pepper, terutama ketika piksel berada di luar area spesifik atau diantara area yang bertumpang tindih (Ardiansyah, 2004). MLC banyak digunakan pada citra beresolusi rendah sampai menengah seperti Landsat dan
Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya, 14 – 15 September 2005
TIS-1
Pertemuan Ilmiah Tahunan Mapin XIV “Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”
hanya mempertimbangkan nilai spektral. Perkembangan citra satelit saat ini telah mengarah ke citra resolusi tinggi seperti IKONOS, QuickBird yang menyajikan informasi bentuk, pola, dan tekstur lebih baik dari citra yang beresolusi rendah atau medium. Sejalan dengan peningkatan resolusi juga telah berkembang metode klasifikasi lain, yang dalam proses pengelompokan kelas-kelas objek dari liputan lahan tidak hanya memperhatikan nilai spektral, tetapi juga bentuk, pola dan tekstur. Salah satu metode yang makin dikembangkan adalah object oriented classification (OOC). Proses klasifikasi dalam metode ini menggunakan prosedur segmentasi dengan sistem hirarki, sehingga suatu karakteristik objek dapat ditambahkan dengan kumpulan informasi tambahan dari objek yang diklasifikasikan seperti bentuk, tekstur, konteks dan informasi lain yang terkait dengan objek yang diklasifikasikan. Penggunaan informasi tambahan ini akan memperkaya informasi dalam klasifikasi, sehingga dapat menghasilkan pengelompokan yang lebih homogen dan akurat. Perbedaan mendasar pada pendekatan ini dibandingkan dengan klasifikasi konvensional terletak pada unit dasar proses analisis citra berupa objek citra atau segmen, bukan piksel tunggal, serta tindakan klasifikasi yang harus diterapkan pada objek citra (Baatz and Shape, 2000). Berdasarkan kendala dan keterbatasan MLC yang disebutkan sebelumnya, dilakukan penelitian evaluasi OOC untuk diskriminasi liputan hutan terhadap liputan lahan lainnya menggunakan citra beresolusi medium dan tinggi. 2. METODE PENELITIAN 2.1. Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di tiga lokasi yang dipilih dengan pertimbangan ketersediaan data, yaitu Kabupaten Gayo Lues Provinsi NAD yang mempunyai pola penutupan/penggunaan lahan hutan alam dan pemukiman, Distrik I PT. HTI Wirakarya Sakti Jambi yang mempunyai pola penutupan/penggunaan lahan hutan tanaman industri, dan wilayah Toro di Taman Nasional Lore Lindu Palu dengan pertimbangan memiliki
liputan lahan hutan alam, hutan sekunder dan tersedia citra resolusi tinggi. 2.2. Data Penginderaan Jauh Data penginderaan jauh yang digunakan dalam penelitian ini adalah Landsat ETM+ path-row 130-057 akuisisi 2 Agustus 2000 (Gayo Lues), Landsat TM path-row 125-061 akuisisi 1 September 2000 (Distrik I), dan QuickBird Multispektral akuisisi 15 April 2004 (Toro). Software yang digunakan adalah eCognition v3.0, ERDAS Imagine 8.7, Geomatica/OrthoEngine v9.1, dan perangkat lunak pendukung lainnya. 2.3. Pengolahan Citra Citra TM dari wilayah penelitian dipotong dari citra utuh dengan mempertimbangkan batas lokasi penelitian. Masing-masing potongan citra direktifikasi terhadap peta RBI skala 1:50.000 menggunakan transformasi polinomial orde 2 dengan rata-rata rms 0.3 pixel. Normalisasi pengaruh atmosfer pada citra TM dilakukan dengan kompensasi terhadap pixel tercerah dan tergelap. Pemukiman dengan atap seng/asbes dipilih sebagai pixel tercerah, sedangkan sebagai pixel tergelap dipilih laut dalam. Citra Quickbird direktifikasi menggunakan model parametrik orbit satelit (rms=0.5) untuk menekan distorsi akibat geometri sensor, orbit dan ketinggian satelit, bentuk bumi, rotasi dan topografi. Rektifikasi dilakukan dengan Geomatica/OrthoEngine v9.1. Klasifikasi citra bertujuan memetakan area-area homogen dari liputan lahan, yang menyajikan tipe-tipe penutup lahan yang dominan di dalam area proyek. Untuk tujuan ini dilakukan segmentasi citra sebelum klasifikasi citra. Generalisasi citra selalu berarti hilangnya informasi. Inilah alasan kenapa dalam banyak kasus klasifikasi pixel-based digunakan untuk data satelit resolusi medium. Pada sisi lain, klasifikasi pixel-based selalu menghadapi masalah mixed-pixels dan menyajikan kenampakan saltand-pepper, sehingga dalam banyak kasus memerlukan pre- atau post-classification. Metode klasifikasi yang dievaluasi adalah OOC dan dibanding terhadap MLC. OOC dikerjakan
Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya, 14 – 15 September 2005
TIS-2
Pertemuan Ilmiah Tahunan Mapin XIV “Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”
dengan eConition v3.0, sedangkan MLC dengan ERDAS Imagine 8.7. Prosedur OOC yang digunakan didalam penelitian ini meliputi tahap-tahap berikut: cropping liputan awan, segmentasi citra berdasarkan attribut sepektral dan spasial, pendefinisian kelas objek dan training set, klasifikasi fuzzylogic dari citra tersegmentasi, dan penilaian akurasi. Prosedur MLC yang digunakan didalam penelitian ini meliputi tahap-tahap berikut: cropping liputan awan, pendefinisian kelas objek dan training set, klasifikasi citra, dan penilaian akurasi. 2.4. Pengukuran Lapangan Kegiatan lapangan meliputi pekerjaan: Orientasi lapangan untuk memperoleh gambaran umum dari lokasi penelitian Penentuan penutupan/penggunaan lahan yang belum diketahui pada pendefinisian objek, dan verifikasi kebenaran hasil klasifikasi. Penempatkan plot di lapangan untuk pewakil tipe penutupan/penggunaan lahan. Kedudukan plot di lapangan diukur dengan GPS. Pengukuran-pengukuran biofisik yang diperlukan pada plot, seperti kerapatan, diameter batang, dan tinggi pohon.
diambil 3 kelas objek yaitu hutan alam, HTI dan tanah terbuka, sedangkan untuk wilayah Toro dipilih hutan primer, hutan sekunder, tegalan/kebun, sawah, pemukiman, badan air, dan tanah terbuka. 3.2. Klasifikasi Klasifikasi dengan MLC pada citra ETM+ dan TM dari lokasi Gayo Lues dan Distrik I memperlihatkan misclassification dan efek salt and paper (Gambar 1 dan 2). Efek tersebut makin banyak ketika klasikasi MLC diterapkan pada citra QuickBird seperti disajikan pada Gambar 3. Mansor et al. 2003 menyebut bahwa klasifikasi pixel based menghadapi kesulitan terutama untuk citra resolusi sangat tinggi seperti IKONOS dan QuickBird, sedangkan untuk resolusi sedang seperti pada Landsat TM menghasilkan karakteristik efek klasifikasi yang disebut salt and pepper yang tidak konsisten, dan jauh dari kemampuan ekstraksi objek yang diinginkan.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Liputan Hutan dan Lahan Berdasarkan pemeriksaan lapangan penutup/ penggunaan lahan dominan di Gayo Lues adalah hutan alam, hutan rakyat, hutan pinus, kebun campuran, tegalan, sawah, semak belukar, dan perkampungan, sedangkan pada Distrik I dijumpai penutup/penggunaan lahan: hutan alam, HTI, dan tanah terbuka. Pada wilayah Toro liputan lahan dominan adalah hutan alam, hutan sekunder, perkebunan rakyat, tegalan, tanah terbuka, dan sawah. Dari informasi di atas ditetapkan kelas objek utama untuk mengekstrak area homogen dari citra. Untuk citra ETM+ Gayo Lues ditetapka kelas objek hutan alam, hutan rakyat, pemukiman, tanah terbuka dan badan air, untuk Distrik I
Hutan Tanah Terbuka
Hutan Rakyat Sungai
Gambar 1. Hasil MLC Citra ETM+ Gayo Lues
OOC dilakukan pada citra tersegmentasi. Proses segmentasi menggunakan kriteria homogenitas berdasarkan parameter skala (scale parameter). Parameter skala merupakan nilai sembarang yang menentukan heterogenitas maksimum yang diperbolehkan untuk menghasilkan objek tanpa korelasi langsung dengan ukuran pixel. Parameter yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1.
Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya, 14 – 15 September 2005
TIS-3
Pertemuan Ilmiah Tahunan Mapin XIV “Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”
menjadi hutan primer dan sekunder, sedangkan non-hutan menjadi tegalan/ladang, sawah, pemukiman, badan air, tanah terbuka dan jalan.
Hutan Alam
HTI
Tanah Terbuka
Gambar 2. Hasil MLC Citra TM Distri I PT WKS
Masalah kemiripan respon spektral dari beberapa vegetasi dan kecilnya dimensi spasial tajuk pohon dari pada resolusi pixel pada MLC citra TM Distrik I diatasi dengan membuat kelas objek menjadi lebih detil. Oleh karena itu citra TM Distrik I disegmentasi dengan 3 level, dimana pada level pertama hanya memisahkan hutan dan non hutan, level dua memisahkan hutan menjadi HTI dan hutan alam, dan level ketiga membedakan HTI menjadi Acaccia mangium dan Acacia cracicarpa. Dengan mengklasifikasikan citra tersegmentasi kedalam kelas-kelas objek yang didefinisikan dapat dihasilkan area-area homogen dari citra yang menggambarkan penutup/penggunaan lahan dari wilayah penelitian. Pada kondisi ini masalah misclassification dan kenampakan salt and peper seperti pada MLC sedikit dijumpai. Dengan lain perkataan hasil generalisasi OOC secara kontektual sesuai dengan kenampakan liputan lahan di lapangan. Hasil OOC masing-masing lokasi disajikan pada Gambar 4 – 6.
Hutan Alam Tanah Terbuka Sawah
Hutan Sekunder Kebun Tubuh Air Pemukiman
Gambar 3. Hasil MLC Citra QuickBird Toro Tabel 1 . Parameter Segmentasi
Lokasi
Segmentasi
Skala
Gayo Lues PT.WKS
Level 1 Level 1 Level 2 Level 3 Level 1 Level 2
5 15 7 3 50 25
Toro
Homogenitas Warna Bentuk 0,8 0,2 0,8 0,2 0,8 0,2 0,8 0,2 0,8 0,2 0,8 0,2
Hutan Alam Tanah Terbuka
Hutan Rakyat Tubuh Air
Sawah
Gambar 4. Hasil OOC Citra ETM+ Gayo Lues
OOC Citra ETM+ Gayo Lues dibuat dengan satu level segmentasi. Kendala kemiripan spektral dari sungai dan sawah, yang dijumpai pada MLC, diatasi dengan membedakannya kedalam 2 kelas objek. Untuk lokasi Toro segmentasi dibuat dua level kelas, dimana level pertama untuk mengelompokan kelas objek hutan dan non-hutan, level keduanya untuk memisahkan kelas objek menjadi lebih detil, dimana hutan dipisahkan
Dari Gambar 4-6 dapat dilihat bahwa OOC efektiv digunakan untuk aplikasi pemetaan liputan hutan pada semua lokasi penelitian. Meskipun resolusi dari citra ETM+ dan TM rendah, hutan alam dapat dibedakan dan didelineasi terhadap hutan sekunder, hutan tanaman industri dan penutup lahan lainnya. Sebagai tambahan pada citra TM Distrik I hutan tanaman industri dapat
Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya, 14 – 15 September 2005
TIS-4
Pertemuan Ilmiah Tahunan Mapin XIV “Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”
dipisahkan lebih detil kedalam A. mangium dan crassicarpa dengan batas-batas yang jelas dan homogen.
Hutan Alam Tanah Terbuka
A. mangium A. crassicarpa
Gambar 5. Hasil OOC Citra TM Distri I PT WKS
akurasinya rendah dengan akurasi total 72,00% dan kappa 63,69%, hal ini sesuai dengan hasil klasifikasinya yang banyak menyajikan kenampakan salt and paper (lihat Gambar 3) Akurasi MLC hanya terjadi pada satu level klasifikasi, sehingga untuk memperoleh akurasi yang lebih tinggi/baik harus dilakukan perbaikan training set dan reklasifikasi citra. Pada OOC akurasi dapat dievaluasi pada setiap level klasifikasi. Nilai akurasi OOC dari yang tertinggi sampai terendah berturut-turut adalah citra QuickBird Toro dengan akurasi total 100% dan kappa 100% baik pada level 1 maupun level 2, citra TM Distrik I pada level 1 dan 2 keduanya menghasilkan akurasi total 100% dan kappa 100%, dan level 3 dengan akurasi total 94,10% dan kappa 88,10 %; dan Citra ETM+ Gayo Lues dengan akurasi total 94,70% dan kappa 93,40%. Hal di atas berindikasi bahwa ketelitian OOC dalam memisahkan kelas-kelas objek lebih tinggi dibandingkan dengan akurasi MLC. Selain itu, pada OOC dimungkinkan untuk mengetahui secara detil dan terstruktur nilai akurasi dari tiap level yang dibuat, sehingga hasil klasifikasi dapat disempurnakan pada level yang diinginkan. 4. KESIMPULAN
Hutan Alam Tanah Terbuka Sawah
Hutan Sekunder Kebun Tubuh Air Pemukiman
Gambar 6. Hasil OOC Citra QuickBird Toro
Peta yang diperoleh dari OOC mungkin berkorelasi dengan pengamatan-pengamatan lapang pada level desa atau level regional dan dengan demikian dapat menerangkan pola-pola landskap yang kecil dan heterogen pada wilayah pertanian intensif seperti banyak di jumpai di Indonesia. 3.3. Akurasi Akurasi MLC pada citra Landsat yang tertinggi sampai terendah berturut-turut adalah Distrik I dengan akurasi total 93,33% dan kappa 87,66%, Gayo Lues dengan akurasi total 85,95% dan kappa 80,41%. Untuk citra QuickBird Toro
OOC efektiv digunakan untuk aplikasi pemetaan liputan hutan pada semua lokasi penelitian. Meskipun resolusi dari data ETM+ dan TM rendah, hutan alam dapat dibedakan dan didelineasi terhadap hutan sekunder, hutan tanaman industri dan penutup lahan lainnya. OOC dapat memetakan liputan hutan/lahan pada hirarki sistem klasifikasi yang lebih tinggi, tidak menghasilkan efek salt and paper, dan menyajikan ketelitian klasifikasi lebih tinggi dibandingkan klasifikasi MLC. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bappeda Gayo Lues Nanggroe Aceh Darussalam, Proyek Penelitian Hibah Bersaing XII - DP3M, STORMA Indonesian German Research Program, dan PT HTI Wirakarya Sakti Jambi atas dukungan finansial dan fasilitas selama penelitian ini berlangsung.
Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya, 14 – 15 September 2005
TIS-5
Pertemuan Ilmiah Tahunan Mapin XIV “Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”
DAFTAR PUSTAKA Ardiansyah, M. dan M. Rusdy, 2004. Diskriminasi Tegakan HTI (Hutan Tanaman Industri) Menggunakan Object Oriented Classification: Studi Kasus Pt. Hti Wira Karya Sakti, Jambi. Proceding PIT 13 MAPIN. Baatz, M. and A. Shape, 2000. Multiresolution Segmentation – an optimization approach for high quality multiscale image segmentation. Angewandte Geographische Informationsverarbeitung XII. Wichmann, Heidelberg. Mansor S., TH. Wong and AR. M Sharif, 2003. Object Oriented Clasification for Land Cover Mapping. Spatial and Numerical Modelling Laboratory. ITMA Universiti Putra Malaysia. Richards, JA, 1993. Remote Sensing Digital Image Analysis: An Introduction. SpringerVerlag, Berlin.
Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya, 14 – 15 September 2005
TIS-6