Journal of Community Forestry Service, Vol I. No. 1 (33 - 45) Land Use Mapping in Protected Forest Based on Remote Sensing and the Utilization by People at Desa Manimbahoi, Kabupaten Gowa
Pemetaan Penggunaan Lahan Dalam Kawasan Hutan Lindung Berbasis Penginderaan Jauh Dan Pemanfaatannya Oleh Masyarakat Di Desa Manimbahoi Kabupaten Gowa Andi Nurul Mukhlisa1, Anugrahandini Nasir2, 1
Tim Layanan Kehutanan Masyarakat Unhas Alamat rumah:Perumahan Trika Mahkota Indah Blok A N. 18 Makassar Alamat surel :
[email protected] 2
Tim Layanan Kehutanan Masyarakat Unhas Alamatrumah : BTN Asal Mula Blok D1 No.9 Makassar Alamat surel :
[email protected]
Abstract This research aims todeterminethe types of utilization of protected forestarea in Desa Manimbahoi,Bawakaraengand to analyze the people’s characteristics (physical, social and economic) utilizingtheprotected forest areain DesaManimbahoi. The result of this research reveals that land coverin protected forest areaconsists of shrub, lakes, waterbodies, and forest. People use several of those areasasirrigation resources, fishponds, coffee plantation, mangroveplantation,andlivestock grazing. Forest conditionthat hasa large enougharea is also used by people to collect nontimberforest productssuch ashoney, mushrooms, bunga bangkai"tire", rattan, pinelatex, andanimal feed(Santigi andkaliandra). Else,people who useprotected forest are in the range of nonproductive age withlow level of education as well as being causation of the exploration of protected forest. Keywords:Landuse, Protected forest, image interpretation, social, and economy
I.
Pendahuluan
Hutan merupakan karunia besar yang telah dianugerahkan kepada Negara yang memiliki banyak manfaat serbaguna bagi umat manusia.Namun, walaupun seperti itu kondisinya kini cenderung semakin menurun.Seiring dengan berjalannya waktu dan tingkat kebutuhan semakin meningkat, mendorong masyarakat baik secara individual maupun kelompok untuk menduduki kawasan hutan tanpa memperhatikan kelestariannya. Sehingga terjadi kerusakan hutan yang mengakibatkan luas hutan semakin menurun, lahan kritis semakin bertambah dan dapat terjadi bencana alam seperti tanah longsor, dan lain sebagainya.
Journal of Community Forestry Service, Vol I. No. 1 (33 - 45) Land Use Mapping in Protected Forest Based on Remote Sensing and the Utilization by People at Desa Manimbahoi, Kabupaten Gowa
Kerusakan hutan ini tidak hanya terlihat pada hutan alam, namun mulai terjadi pada kawasan hutan lindung dimana memiliki fungsi spesifik terutama berkaitan dengan ketersediaan air.Air merupakan urat nadi bagi kehidupan manusia dan dapat menentukan keberlanjutan kehidupan bagi semua makhluk hidup. Hal ini juga tertuang dalamUndang-undang RI No. 41 Tahun 1999 tentang Ketentuan Pokok Kehutanan bahwa: Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah”. Defenisi tersebut menyiratkan bahwa lokasi hutan lindung dapat bertempat di tepi-tepi pantai (misalnya pada hutan bakau) dan di wilayah hulu sungai (termasuk pegunungan di sekitarnya) sebagai wilayah tangkapan hujan (catchment area). Tata lingkungan hidup diharapkan dapat dilestarikan, untuk itu dalam pengurusan hutan lindung sebaiknya melibatkan masyarakat dengan menampung peran dan dinamika aspirasi, adat dan budaya yang disesuaikan dengan norma hokum lokal dan nasional. Hal ini juga tertuang dalam peraturan pemerintah No.6 Tahun 2007 mengenai Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan bahwa pemanfaatan hutan didalam hutan lindung dapat dilakukan melalui kegiatan pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu.Pemanfaatan hutan lindung haruslah didasari dengan perencanaan yang matang, terukur dan terarah. Untuk mendukung maksud tersebut diperlukan adanya arahan agar pemanfaatannya mencapai hasil optimal. Arahan diharapkan dapat memberikan gambaran informatif kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Berdasarkan Surat Keterangan Menteri Kehutanan No.434/Menhut-II/2009. Bahwa pada Tahun 2009 kondisi Hutan Lindung (HL) di Provinsi Sulawesi Selatan yaitu memiliki luas ±1.232.683 ha atau sekitar 45,22 % dari luas kawasan hutan di Sulawesi Selatan. Lokasi hutan lindung ini tersebar di 22 Kabupaten. Salah satu Kabupaten yang mempunyai posisi yang sangat strategis dan bertanggung jawab terhadap berbagai fungsi tata air di Sulawesi Selatan adalah Kabupaten Gowa. Salah satu fungsi tata air yang dapat dilihat dari Kabupaten Gowa adalah Daerah aliran sungai Jeneberang. DAS Jeneberang dikelola untuk mengatur sistem tata air yang dibendung oleh DAM Bili-bili yang digunakan sebagai air baku irigasi dan air baku DAM. DAS Jeneberang adalah DAS yang terletak di Provinsi Sulawesi Selatan yang sepenuhnya berada di Kabupaten Gowa. DAS ini memiliki luas 79,250 ha, dengan sungai sepanjang 120 kilometer yang dimanfaatkan oleh penduduk Takalar, Gowa, dan Makassar sebagai sumber air minum, irigasi dan berbagai kebutuhan domestik lainnya. Hutan di DAS jeneberang saat ini seluas 8.259 hektar (13,3%) dari luas wilayah DAS jeneberang begitu juga dengan semak belukar seluas 12,530 hektar (20,3%), dan didominasi pertanian lahan kering seluas 29,334 hektar (47,52%) ( Arsyad, 2010). DAS Jeneberang terdiri atas beberapa Sub DAS dan Sub-Sub DAS.Salah satu Sub-Sub DASnya yang berada dibagian hulu adalah Sub-Sub DAS Lengkese.
Journal of Community Forestry Service, Vol I. No. 1 (33 - 45) Land Use Mapping in Protected Forest Based on Remote Sensing and the Utilization by People at Desa Manimbahoi, Kabupaten Gowa
Daerah hulu DAS Jeneberang terletak di Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan.Secara geografis, hulu DAS Jeneberang terletak pada 119 034’55” – 119056’40” LU dan 05011’05” – 05020’25” LS.Secara keseluruhan luas hulu DAS Jeneberang adalah ± 36.017 ha.Dengan memperhatikan kondisi dan peran DAS jeneberang, maka Kawasan hutan lindung Desa Manimbahoi yang berada di kaki Gunung Lengkese harus tetap dijaga kelestarian dan fungsinya. Kawasan hutan lindung ini tepatnya berada pada Dusun Bawakaraeng.Kondisi masyarakat di Desa Manimbahoi ini cenderung menggembalakan ternak dan berkebun di dalam kawasan hutan lindung, hal ini akan mempunyai dampak terhadap ketersediaan air dan kesuburan tanah pada sub-sub DAS Lengkese. Sehubungan dengan hal tersebut maka dianggap perlu dilakukan penelitian mengenai Pemetaan Penggunaan Lahan Dalam Kawasan Hutan Lindung Berbasis Penginderaan Jauh Dan Pemanfaatannya Oleh Masyarakat Di Desa Manimbahoi Kabupaten Gowa yang diharapkan dapat berguna mengetahui ruang-ruang pemanfaatan. Penelitian ini bertujuan untukmengetahui jenis-jenis pemanfaatan kawasan hutanlindung olehmasyarakatDesaManimbahoi di Dusun Bawakaraeng dan menganalisis karasteristik (sosial dan ekonomi) masyarakat Dusun Bawakaraeng yang memanfaatkan kawasan hutan lindung di Desa Manimbahoi. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan informasi mengenai pemanfaatan kawasan hutan lindung pada wilayah hulu DAS Jeneberang Kabupaten Gowa serta sebagai informasi awal untuk penelitian selanjutnya.
II.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada area kawasan hutan lindung di Desa Manimbahoi Dusun Bawakaraeng pada hulu Daerah Aliran Sungai Jeneberang tepatnya pada sub-sub DAS Lengkese Kabupaten Gowa. Penelitian inidilaksanakan selama tiga Bulan yaitu pada Bulan Februari hingga Bulan Mei. Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tape recorder, meteran, kamera digital, dan alat tulis menulis.Bahan yang digunakan yaitu Peta Administrasi Kabupaten Gowa dan Peta Kawasan hutan Kabupaten Gowa. Populasi dalam penelitian ini adalah populasi kepala keluarga di Dusun Bawakaraeng Desa Manimbahoi yang memanfaatkan hutan lindung pada wilayah hulu DAS Jeneberang (sub-sub DAS lengkese) Kabupaten Gowa. Pemilihan kepala keluarga di Dusun Bawakaraeng sebagai populasi penelitian dikarenakan masyarakat yang melakukan pemanfaatan dalam kawasan hutan lindung berasal dari Dusun Bawakaraeng. Dari populasi tersebut kemudian dipilih sampel sebanyak 20% dari keseluruhan jumlah kepala keluarga ( 170 KK) pada Dusun Bawakaraeng yang di lakukan secara sengaja atau purposive dan terpilih sebanyak 34 orang. Data yang dikumpulkan dalam penelitian berupa data primer adalah data yang diperoleh melalui pengamatan lapangan dan wawancara langsung dengan menanyakan hal-hal terkait dengan penelitian pada responden. Data-data tersebut berupa : karasteristik sosial ( umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga
Journal of Community Forestry Service, Vol I. No. 1 (33 - 45) Land Use Mapping in Protected Forest Based on Remote Sensing and the Utilization by People at Desa Manimbahoi, Kabupaten Gowa
dan pekerjaan), karasteristik ekonomi (pendapatan rumah tangga), dan alasan menggunakan lahan ataupun memanfaatkan hutan dalam kawasan hutan lindung. Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi pustaka hasil-hasil penelitian sebelumnya, instansi atau lembaga yang terkait dengan penelitian.Data tersebut berupa keadaan umum lokasi penelitian dan keadaan sosial ekonomi penduduk yang disusun dalam RPJMDes (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa) Manimbahoi, peta tematik: peta jenis tanah, peta kelerengan dan topografi dan peta curah hujan yang diperoleh dari BPDAS dan data curah hujan yg diperoleh dari BMKG (Stasiun Klimatologi 1 Maros). Pengumpulan data dilaksanakan setelah melalui tahapan zonasi atau pembatasan ruang studi penelitian (delimination study area) di Desa Manimbahoi Hulu DAS Jeneberang, Kabupaten Gowa. Adapun metode pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini meliputi beberapa tahap yaitu: A. Orientasi Lapangan Orientasi lapangan dilakukan sebagai studi pendahuluan yang bertujuan untuk memperoleh gambaran situasi dan kondisi objek/daerah penelitian yang kemudian dapat membantu dalam menginterpretasikan citra. B. Interpretasi Citra Interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi objek dan menilai arti pentingnya objek tersebut.Citra yang digunakan adalah citra Landsat 7 ETM+ SLC OFF saluran 5, 4, dan 2 Rekaman USGS pada Oktober 2009.Citra satelit dianalisis berdasarkan perbedaan warna, pola, dan tekstur yang tampak pada citra satelit berwarna.Setiap warna dalam citra Landsat memberikan makna tertentu.Warna hijau mengidentifikasi adanya vegetasi, semakin hijau warnanya berarti vegetasinya semakin lebat (hutan).Warna biru menunjukkan adanya kenampakan air dan semakin biru atau biru kehitaman berarti wilayahnya tergenang.Warna coklat kemerahan menandakan adanya rumput yang tumbuh di daerah savana.Unsur pola dan site/lokasi digunakan untuk membantu mengenali jenis penggunaan lahan dan tanaman/vegetasi yang tumbuh didalam lokasi hutan lindung. Selain itu unsur lain yang digunakan dan dapat membantu dalam penginterpretasian citra adalah rona yang dilihat melalui perbedaan intensitas cahaya yaitu gelap terangnnya objek,dan tekstur melalui penampakan halus atau kasar. C. Survey Lapangan Untuk mencocokkan Hasil interpretasi citra sementara dengan tipe penggunaan lahan dan pemanfaatan hutan dalam kawasan hutan lindung, maka dilakukan pengecekan dan pengamatan secara langsung di lapangan. Adapun cara pengecekan yang dilakukan yaitu menentukan area kunci yang akan diamati dengan mempertimbangkan kondisi lapangan dalam hal topografi. Area kunci ini merupakan titik koordinat lokasi berdasarkan perbedaan warna dan kelas penggunaan lahan dan pemanfaatan hutan yang telah dibuat.Titik koordinat diperoleh dengan bantuan software Google Earth TM tahun 2007.Adapun titik koordinat yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Titik Koordinat Survey Lapangan Berdasarkan interpretasi citra Landsat ETM+ SLC OFF Tahun 2009
Journal of Community Forestry Service, Vol I. No. 1 (33 - 45) Land Use Mapping in Protected Forest Based on Remote Sensing and the Utilization by People at Desa Manimbahoi, Kabupaten Gowa
Penutupan lahan
II.
Koordinat X
Y
Hutan
119ᵒ53'39" E
5ᵒ18'31" S
Tegalan
119ᵒ53'33" E
5ᵒ18'16" S
Semak
119ᵒ53'39" E
5ᵒ18'25" S
Tubuh Air (Sungai Jeneberang)
119ᵒ53'35" E
5ᵒ18'15" S
Danau
119ᵒ54'41" E
5ᵒ18'45" S
Pembahasan
1. Jenis dan Luasan Penggunaan Lahan serta Pemanfaatan Hutan dalam Kawasan Hutan Lindung di Desa Manimbahoi Dusun Bawakaraeng Adapun penutupan lahan yang berada di dalam kawasan hutan lindung sesuai interpretasi citra adalah seperti yang divisualisasikan pada Gambar 5. Dari Gambar 5 dapat terlihat bahwa kawasan hutan lindung didominasi oleh areal terbuka berupa tegalan (47,6 %) dan hutan (41,6 %) yang ditumbuhi beberapa jenis vegetasi diantaranya pinus (Pinus merkusii), Akasia (Acacia auriculiformis), jabon (Anthocepthalus cadamba), beringin (Ficus benjamina),kenanga (Cananga sp.)ekaliptus (Eucalyptus sp ), rotan (Calamus sp), dan bunga lonceng (Spathodea campanulata) sebagai peninggalan dari zaman Belanda.Selain ditumbuhi vegetasi hutan yang berada di dalam kawasan hutan lindung ini juga dihuni beberapa jenis fauna.Beberapa yang sering ditemui oleh masyarakat Manimbahoi khususnya masyarakat yang bermukim di Dusun Bawakaraeng adalah jenis Macaca.sp dan Tarsius.sp.Adapun luasan dari penutupan lahan diatas dirincikan pada Tabel 9.Adapun hasil visualisasi penutupan lahan dapat dilihat pada Gambar 5.
Journal of Community Forestry Service, Vol I. No. 1 (33 - 45) Land Use Mapping in Protected Forest Based on Remote Sensing and the Utilization by People at Desa Manimbahoi, Kabupaten Gowa
Gambar 5. Hasil Interpretasi Penutupan Lahan pada Kawasan Hutan Lindung Desa Manimbahoi kecamatan Parigi Kabupaten Gowa terhadap Citra Landsat ETM+ SLC OFF rekaman Oktober Tahun 2009
Tabel 9. Luasan Hasil Interpretasi Penutupan Lahan pada Kawasan Hutan Lindung Desa Manimbahoi kecamatan Parigi Kabupaten Gowa terhadap Citra Landsat ETM+ SLC OFF rekaman Oktober Tahun 2009 No.
Penutupan Lahan
Luas (ha)
Persentase (%)
1 2 3 4
Sungai Jeneberang Danau Tegalan Hutan
59,67 8,74 560,87 491,74
5% 0,80% 47,60% 41,60%
5
Semak Belukar
59,40
5%
1.180,42
100%
Total
Setelah keluarnya sebuah program yang dicanangkan gubernur yang menjabat pada tahun 1965, maka masyarakat sepakat untuk mengganti ternak kerbau menjadi ternak sapi. Sebagai pertimbangan untuk warga bahwa sapi tidak akan susah untuk dipelihara karena untuk memenuhi pakan ternak sapi tidak membutuhkan biaya yang besar, berbeda dengan kerbau yang selalu memilih jenis makanan yang akan dimakannya. Mulai pada saat itu hingga kini masyarakat Desa Manimbahoi Dusun Bawakaraeng memiliki ± 300 ekor sapi. Ketakutan masyarakat akan tanaman holtikultura yang mereka tanam akan tergganggu jika membiarkan ternak mereka berkeliaran, maka masyarakat membuat kandang di bawah rumah mereka masingmasing. Seiring waktu berjalan ternak sapi masyarakat semakin banyak sehingga tidak
Journal of Community Forestry Service, Vol I. No. 1 (33 - 45) Land Use Mapping in Protected Forest Based on Remote Sensing and the Utilization by People at Desa Manimbahoi, Kabupaten Gowa
dapat di buatkan kandang lagi, sehingga masyarakat menggunakan kawasan hutan lindung yang berupa tegalan dan padang rumput seluas 495,46 ha (41,97%) untuk melepaskan ternak sapi didalamnya. Adapun penampakan visual untuk penggunaan lahan oleh masyarakat Dusun Bawakaraeng Desa Manimbahoi Kecamatan Parigi Kabupaten Gowa ini dapat dilihat pada Gambar Gambar 5. Seperti yang terlihat pada Gambar 5 bahwa penggunaan lahan kawasan hutan lindung tidak hanya pada pelepasan ternak namun masyarakat mulai membuka lahan perkebunan berupa penanaman kopi robusta seluas 59,92 ha dan penanaman bakau seluas 5,48 ha. Lahan perkebunan ini dilakukan pada perbatasan hutan dengan padang rumput ataupun semak belukar. Hal ini dilakukan karena masyarakat melepaskan ternak sapi secara bebas di dalam kawasan hutan lindung yang hanya dikunjungi sekali dalam seminggu sehingga kunjungan ini dimanfaatkan juga oleh beberapa masyarakat untuk berkebun.untuk mengetahui rincian luasan dalam hal penggunaan lahan dalam kawasan hutan lindung dapat di lihat pada Tabel 1.
Gambar 6. Peta Penggunaan Lahan pada Kawasan Hutan Lindung Desa Manimbahoi Kecamatan Parigi Kabupaten Gowa
Journal of Community Forestry Service, Vol I. No. 1 (33 - 45) Land Use Mapping in Protected Forest Based on Remote Sensing and the Utilization by People at Desa Manimbahoi, Kabupaten Gowa Tabel 10. Luasan Penggunaan Lahan pada Kawasan Hutan Lindung Desa Manimbahoi Kecamatan Parigi Kabupaten Gowa
No. 1 2 3 4 5
Penggunaan Lahan Kolam ikan Perkebunan kopi Penanaman tembakau Sumber irigasi Penggembalaan ternak
Luas(ha) 2,11 59,92 5,48 59,67 495,46
Persentase (%) 0,18 5,08 0,46 5,05 41,97
Dari Gambar 6 terlihat bahwa sumber irigasi seluas 59,67 ha ini merupakan DAS Jeneberang. Air yang berasal dari DAS Jeneberang ini digunakan masyarakat sebagai sumber air untuk kebutuhan minum, mencuci, dan irigasi persawahan. Berdasarkan luasan hutan pada penutupan lahan pada Gambar 4 dalam kawasan hutan lindung seluas 491,74 ha, Ketersediaan lahan yang cukup luas dan kebutuhan ekonomi yang semakin meningkat mendorong masyarakat untuk memanfaatkan hutan dalam kawasan hutan lindung. Sehingga kegiatan memanfaatkan hutan yang mereka lakukan cenderung dapat meningkatkan pendapatan mereka.Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan secara langsung, masyarakat memanfaatkan hutan dengan mengambil kayu sesuai kebutuhan yang tidak berlebih.Mereka hanya mengambil bagian ranting dan bagian pohon yang sudah mulai rapuh, hal ini dilakukan sekali seminggu saat mereka mendatangi ternak sapi yang dilepaskan didalam kawasan hutan lindung. Selain itu terkadang juga mengambil rotan yang cukup, mencari madu dari kumpulan lebah yang biasanya muncul di bulan juli hingga desember dan memanfaatkan jamur serta bunga bangkai atau yang biasa masyarakat Manimbahoi sebut dengan nama “Tire” (Amorphophallus oncophyllus). Bunga bangkai ini ditemukan masyarakat tumbuh dibawah naungan pohon kopi robusta. Pemanfaatan hutan didalam kawasan hutan lindung dapat dilihat pada visualisasi Gambar 7. Pemanfaatan hutan yang dilakukan masyarakat merupakan pemanfaatan yang berpindah, contohnya saja pada pengambilan madu untuk setiap tahunnya akan berpindah lokasi. Oleh karena itu hanya orang-orang yang memiliki kemampuan khusus dalam mencari madu dapat menemukan sarang lebah sebagai sumber madu yang diinginkan.
Journal of Community Forestry Service, Vol I. No. 1 (33 - 45) Land Use Mapping in Protected Forest Based on Remote Sensing and the Utilization by People at Desa Manimbahoi, Kabupaten Gowa
Gambar 7. Peta Pemanfaatan Hutan dalam Kawasan Hutan Lindung Desa Manimbahoi Kecamatan Parigi Kabupaten Gowa 2. Hubungan Identitas Responden dan Penggunaan Lahan serta Pemanfaatan Hutan dalam Kawasan Hutan Lindung di Desa Manimbahoi Dusun Bawakaraeng 1.
Umur Umur merupakan salah satu identitas yang dapat mempengaruhi kemampuan kerja dan pola pikir seseorang.Data primer dilapangan menunjukkan bahwa masyarakat yang memanfaatkan kawasan hutan lindung Desa Manimbahoi di Dusun Bawakaraeng memiliki umur yang bervariasi yaitu antara 38 -83.Adapun klasifikasi umur berdasarkan tingkat produktifitasnya disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Karasteristik Masyarakat berdasarkan Kelompok Umur Jumlah Masyarakat NO. Kelompok Umur Jiwa Persentase (%) 1
Belum produktif (< 15 Tahun)
-
0
2
Produktif (15- 55)
15
44,12
3
Tidak Produktif (> 55)
19
55,88
Jumlah Sumber : Olahan Data Primer, 2012
34
100
Journal of Community Forestry Service, Vol I. No. 1 (33 - 45) Land Use Mapping in Protected Forest Based on Remote Sensing and the Utilization by People at Desa Manimbahoi, Kabupaten Gowa
Berdasarkan Tabel 11 diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar kepala keluarga masyarakat di Dusun Bawakaraeng berumur tidak produktif sebanyak 55,88% namun, pengamatan langsung dilapangan bahwa mereka masih memiliki semangat kerja yang tinggi dalam bertani, beternak dan berkebun, sedangkan Masyarakat yang memiliki usia produktif sebanyak 44,12 % dan kepala keluarga yang belum produktif di Dusun Bawakaraeng Desa Manimbahoi ini tidak ada 2.
Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan mempengaruhi seseorang dalam kemampuan berfikir memahami arti pentingnya usaha tani dengan tetap memperhatikan konservasi tanah dengan baik dan mencari solusi dari setiap permasalahan yang ada.Tingkat pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini di ukur berdasarkan tingkat pedidikan formal yang pernah Masyarakat ikuti yaitu mulai dari tingkat tidak sekolah, SD, SMP, dan SLTA.Berdasarkan hasil tabulasi data, sebagian besar masyarakat yang menjadi Masyarakat hanya menempuh bangku Sekolah Dasar (SD).Klasifikasi Masyarakat berdasarkan tingkat pendidikan disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Klasifikasi Masyarakat Berdasarkan Tingkat Pendidikan
NO. 1 2 3 4
Tingkat Pendidikan Tidak Sekolah SD SMP SLTA
Jumlah Sumber : Olahan Data Primer, 2012
Jumlah Masyarakat Jiwa Persentase (%) 9 13 7 5
26,47 38,24 20,59 14,71
34
100
Berdasarkan Tabel 12. diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar respoden (38,24%) hanya berpendidikan Sekolah Dasar (SD). Sedangkan dan tidak memiliki pendidikan/tidak bersekolah sebanyak 26,47%. Angka ini berindikasi bahwa tingkat pendidikan dilokasi penelitian masih rendah. Walaupun Desa Manimbahoi khususnya Dusun Bawakaraeng sudah sering mendapatkan bantuan inovasi dari beberapa instansi yang peduli terhadap kondisi DAS Jeneberang dalam kawasan hutan lindung. Namun melihat kondisi tingkat pendidikan yang masih relatif rendah dikhawatirkan masyarakat akan kesulitan untuk memilih yang terbaik dari inovasi yang ada demi menjaga dan mempertahankan kelestarian hutan lindung. Dikhawatirkan pula masyarakat akan megalami kesulitan mengembangkan secara mandiri inovasi baru yang telah berjalan.
3.
Jumlah Tanggungan Keluarga
Journal of Community Forestry Service, Vol I. No. 1 (33 - 45) Land Use Mapping in Protected Forest Based on Remote Sensing and the Utilization by People at Desa Manimbahoi, Kabupaten Gowa
Tanggungan keluarga adalah satu rumah ataupun yang berada diluar rumah dan menjadi tanggungan kepala keluarga. Taggungan keluarga ini terdiri dari istri, anak, dan anggota keluarga lainnya yang ikut menumpang. Pengklasifikasian tanggungan keluarga ini dibagi menjadi tiga kategori, yakni “kecil” jika tanggungannya kurang dari 3 orang, “sedang” jika tanggungannya 3-5 orang, dan “besar” jika tanggungannya lebih dari 5 orang. Adapun klasifikasi Masyarakat berdasarkan tiga kategori diatas dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Klasifikasi Masyarakat berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga NO.
Jumlah Masyarakat
Jumlah Tanggungan Jiwa
Persentase (%)
1
Kecil (< 3)
13
38,24
2
Sedang (3 - 5)
15
44,12
3
Besar (> 5) Jumlah
6 34
17,65 100
Sumber : Olahan Data Primer, 2012 Dari Tabel 13. Diatas, sebagian besar (44,12%) Masyarakat termasuk didalam kelompok tanggungan keluarga sedang yaitu 3–5 orang. Jumlah tanggungan keluarga merupakan beban bagi kepala keluarga untuk membiayai segala macam kebutuhannya, sehingga semakin banyak tanggungan keluarga akan semakin besar pula biaya hidup yang harus dikeluarkan. Namun dilain pihak banyaknya tanggungan keluarga tersebut juga merupakan aset bagi kepala keluarga berupa ketersediaan tenaga kerja yang dapat dimanfaatkan dalam mengelola usahanya. Di lokasi penelitian juga terjadi hal tersebut, jumlah tanggungan keluarga dianggap sebagai investasi untuk menyediakan tenaga kerja yang bias dimanfaatkan untuk membantu pekerjaan kepala keluarga seperti memanen kopi, melakukan pencarian madu, menggembalakan ternak dan sebagainya. 4.
Pendapatan Rumah Tangga Pendapatan rumah tangga diperoleh dari hasil pendapatan yang bersumber dari mata pencaharian utama yang didominasi sebagai petani (82,35 %) dan mata pencaharian sampingan yang didominasi sebagai peternak (70,59 %) dan pedagang kopi (55,88%). Lebih detail mengenai mata pencaharian Masyarakat dapat dilihat pada Tabel 14 dan Tabel 15. Dalam penelitian ini dibatasi bahwa pendapatan rumah tangga adalah besarnya penerimaan yang diterima masyarakat akibat kegiatan yang dilakukannya belum dikurangi besarnya biaya operasional yang dikeluarkan.
Tabel 14 . Klasifikasi Masyarakat berdasarkan mata pencaharian utama
Journal of Community Forestry Service, Vol I. No. 1 (33 - 45) Land Use Mapping in Protected Forest Based on Remote Sensing and the Utilization by People at Desa Manimbahoi, Kabupaten Gowa
NO.
Jumlah Masyarakat Persentase Jiwa (%) 28 82.35 1 2.94
Mata Pencaharian
1 2
Petani PNS
3 4
Wiraswasta tidak ada Jumlah
2 3
5.88 8.82
34
100
Sumber : Olahan Data Primer, 2012 Tabel 15 . Klasifikasi Masyarakat berdasarkan 8mata pencaharian sampingan Jumlah Masyarakat
NO.
Mata Pencaharian Jiwa
Persentase (%)
1
Pedagang kopi
4
11,76
2
Peternak
10
29,41
4
pengumpul madu
0
0,00
5
tidak ada
4
11,76
Jumlah penduduk
Jiwa
Perse ntase (%)
11
32,35
Jiwa
Persentase (%)
4
11,76
Jiwa
Persent ase (%)
total (%)
1
2,94
100
34
Sumber : Olahan Data Primer, 2012 Dari Tabel 14. Dan Tabel 15. diatas dapat terlihat bahwa pendapatan Masyarakat sangat ditentukan oleh hasil tani dan hasil penjualan ternak serta hasil penjualan kopi. Namun beberapa masyarakat juga memiliki pekerjaan utama yang lain seperti: PNS dan Wiraswasta, bahkan masih ada masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan utama dan hanya mengandalkan penghasilannya melalui mata pencaharian sampingan. Pendapatan masyarakat yang dimaksud merupakan rata-rata pendapatan rsponden selama satu bulan yag dibagi menjadi tiga kategori yaitu lebih kecil dari Rp. 1.000.000, berada diantara kisaran Rp. 1.000.000 hingga Rp. 2.000.000 dan lebih besar dari Rp. 2.000.000. Untuk lebih detailnya dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Klasifikasi Masyarakat berdasarkan Jumlah Pendapatan rumah Tangga
Journal of Community Forestry Service, Vol I. No. 1 (33 - 45) Land Use Mapping in Protected Forest Based on Remote Sensing and the Utilization by People at Desa Manimbahoi, Kabupaten Gowa NO.
Jumlah Masyarakat
Jumlah pendapatan Jiwa
Persentase
1
< 1.000.000
7
20,59
2
1.000.000 - 2.000.000
15
44,12
3
> 2.000.000
12
35,29
34
100
Jumlah
(%)
Sumber : Olahan Data Primer, 2012 Dari Tabel 16. Dapat terlihat bahwa kisaran pendapatan masyarakat termasuk dalam kategori sedang yaitu mulai dari Rp. 1.000.000 hingga Rp. 2.000.000 (44,12 %), yang memiliki rata-rata penghasilan dibawah Rp. 1.000.000 berkisar 20,59 % dan diatas Rp. 2.000.000 berkisar 35,29 %. Pendapatan masyarakat ini terkadang tidak menetap dalam setiap bulannya.Karena pendapatan masyarakat juga berasal dari penjualan hasil ternak yang kian waktu memiliki nilai jual tinggi dengan 1 ekor sapi dapat terjual dengan kisaran 4 juta hingga 7 juta rupiah, maka dari itu masyarakat membiarkan ternak sapi yang dilepas di kawasan hutan lindung berkembang biak sebanyak mungkin sehingga pendapatan rumah tangga juga akan semakin meningkat. Hal ini mungkin kurang disadari, semakin banyaknya ternak yang di pelihara akan membutuhkan semakin banyak pula pakan ternak sehingga memungkinkan lahan hutan lindung akan dirambah untuk diambil vegetasi yang ada ataupun menanam jenis pakan terak lain.
IV. Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini yaitu jenis pemanfaatan hutan dalam kawasan hutan lindung berupa pemungutan hasil hutan buka kayu berupa pengambilan getah pinus, pengambilan madu, pengambilan jamur, pengambilan bunga bangkai Armophophallus onchophyllus (Tire), pengambilan pakan ternak dari daun kaliandra dan daun santigi serta pengambilan rotan yang dapat dilihat pada Lampiran 4.Kisaran umur yang sudah tidak produktif (> 55 tahun) dan tingkat penddikan yang rendah serta keinginan untuk meningkatkan pendapatan membuat masyarakat membuka lahan dalam kawasan hutan lindung berupa perkebunan dan tetap membiarkan ternak didalamnya, sehingga dikhawatirkan masyarakat akan semakin merambah masuk dalam kawasan hutan lindung.
Daftar Pustaka Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehut
Journal of Community Forestry Service, Vol I. No. 1 (33 - 45) Land Use Mapping in Protected Forest Based on Remote Sensing and the Utilization by People at Desa Manimbahoi, Kabupaten Gowa