447
Unmas Denpasar
IDENTIFIKASI PEMETAAN LAHAN KRITIS DAS PAKERISAN BERBASIS PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK DAYA DUKUNG LAHAN BERKELANJUTAN Ade Supriatna1), Deden Ismail2) 1)
Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pengelolaan Lingkungan Konsentrasi : Pengelolaan Lingkungan Email :
[email protected] 23) Program Pascasarjan Universitas Mahasaraswati Denpasar Email:
[email protected]
ABSTRAK Dewasa ini kondisi daerah aliran sungai telah menghadapi permasalahan kerusakan lingkungan yang semakin parah.Hal tersebut ditandai dengan semakin menurunkan produktivitas lahan, meningkatnya erosi, dan sedimentasi, banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau.Kondisi ini sangat berdampak nyata secara biofisik terhadap terjadinya lahan kritis.Salah satu indikator rusaknya fungsi konservasi lahan dan tata air suatu daerah aliran sungai adalah adanya lahan kritis. Penelitian ini dilaksanakan di Daerah Aliran Sungai Pakerisan yang secara administrasi terletak di 2 (dua) wilayah kabupaten yaitu : Kabupaten Bangli seluas 1.851,83 hektar (20,37 %) dan Gianyar seluas 7.240,06 hektar (79,63 %). Kabupaten Bangli terdiri dari 2 (dua) kecamatan yaitu Kecamatan Kintamani seluas 561,00 hektar dan Susut seluas 1.290,83 hektar. Kabupaten Gianyar terdiri dari 3 (tiga) kecamatan yaitu Kecamatan Blahbatuh seluas 2.493,46 hektar, Gianyar seluas 2.801,62 hektar dan Tampaksiring seluas 1.944,98 hektar.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat bahaya erosi dan tingkat kekritisan lahan di daerah aliran sungai DAS Pakerisan.Penentuan tingkat kekritisan lahan dilakukan dengan penilaian terhadap parameter penentu lahan kritis, seperti penutupan dan produktivitas lahan, kemiringan lereng, erosi, dan pengelolaan lahan dengan metode skoring.Tingkat bahaya erosi dihitung dengan menggunakan rumus Universal Soil Loss Equation(USLE). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat bahaya erosi yang terjadi pada DAS Pakerisan yaitu sangat ringan (SR) sebanyak 38 seluas 4.654,69 ha (51,19 %), ringan (R) sebanyak 44 unit lahan seluas 3.243,54 (35,68 %), sedang (S) sebanyak 15 unit lahan seluas 1.022,29 ha (11,24 %) dan berat (B) sebanyak 3 unit lahan seluas 171,97 ha (1,89 %).Tingkat kekritisan lahan di Daerah Aliran Sungai Pakerisan terdiri dari tidak kritis seluas 5.653,99 ha (62,19 %), potensial kritis seluas 1.951,67 ha (21,47 %) dan agak kritis seluas 1.486,23 ha (16,35 %). Untuk menghindari terjadinya peningkatan tingkat kekritisan lahan di DAS Pakerisan, dan dalam upaya untuk tetap menjaga daya dukung lahan yang berkalanjutan maka upaya nyata dari para pihak terkait baik pemerintah, swasta, dan masyarakat sangat diperlukan.Sehingga diharapkan dengan adanya upaya tersebut maka DAS Pakerisan dapat terjaga kelestarianya dan dapat dipertahankan sebagai kawasan Warisan Budaya Dunia (WBD). Kata kunci: daerah aliran sungai, tingkat kekritisan lahan, tingkat bahaya erosi
Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
448
Unmas Denpasar
ABSTRACT Today the conditions of the watershed has faced problems of increasingly severe environmental damage. It is characterized by the decrease in land productivity, increased erosion and sedimentation, flooding during the rainy season and drought in the dry season. This condition is very real impact on the biophysical basis of critical land. One indicator of damage to the function of land conservation and water management of a watershed is the critical area. This research was conducted in Watershed Pakerisan which administratively located in two regencies namely: Bangli area of 1851.83 ha (20.37%) and Gianyar area of 7240.06 ha (79.63%). Bangli regency consists of 2 (two) sub-districts Kintamani area of 561.00 hectares and Susut area of 1290.83 hectares. Gianyar regency consists of 3 (three) sub-districts namely Blahbatuh area of 2493.46 hectares, Gianyar area of 2801.62 hectares and Tampaksiring area of 1944.98 hectares. The purpose of this research is to determine the level of erosion’sdanger and critical level of land in the watershed Pakerisan. Determination of the critical level of land is done by evaluating the parameter determining critical areas, such as the closure and land productivity, slope, erosion, and land management with the scoring method. The level of erosion’s danger is calculated using the Universal Soil Loss Equation (USLE). The results of this research will show that the level of the erosion’s danger in the watershed Pakerisan is very light (SR) of 38 covering 4654.69 ha (51.19%), light (R) as many as 44 units of land area of 3243.54 (35.68% ), medium (S) 15 units of land area of 1022.29 ha (11.24%) and weight (B) 3 units of land area of 171.97 ha (1.89%). Critical level of land area in Watershed Pakerisan consists of a non-critical area of 5653.99 ha (62.19%), potential critical area of 1951.67 ha (21.47%) and rather critical area of 1486.23 ha (16.35%). To avoid the increasing of critical level of land in the watershed Pakerisan, and in an effort to maintain the carrying capacity of land, so the real effort of stakeholders including government, private, and community is needed. So it will be expected by the presence of these efforts, the watershed Pakerisan can be maintained as a World Cultural Heritage area (WBD. Keywords : wateshed, critical lavel of land, the level of erosion’s danger PENDAHULUAN DAS Pakerisan merupakan salah satu kawasan yang telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia (WBD).DAS Pakerisan tersebut merupakan DAS lintas kabupaten yaitu sebagian besar bagian hulu terletak di Kabupaten Bangli dan bagian hilir di Kabupaten Gianyar.Terjadinya perubahan penggunaan lahan di bagian hulu dapat mengancam keberadaan fungsi hidrologis di bagian hilir sehingga pengelolaan hulu menjadi prioritas penanganan. Untuk menjaga fungsi hidrologis tersebut maka diperlukan sistem pengelolaan yang terpadu dan berkelanjutan, sehingga terjadinya lahan kritis dapat dihindari.Salah satu indikator terjadinya lahan kritis adalah adanya erosi yang dapat mempengaruhi produktivitas lahan yang biasanya terjadi di DAS bagian hulu yang pada umumnya memiliki kelerengan yang curam, hal ini dapat memberikan dampak negatif pada DAS bagian hilir yaitu terjadinya sedimentasi di muara sungai. Selain itu apabila tidak dilakukan pengelolaan yang terpadu dan berkelanjutan maka akan mengancam kelestarian dari DAS Pakerisan, sehingga ketetapan sebagai kawasan Warisan Budaya Dunia (WBD) dari UNESCO akan ditinjau ulang atau bahkan dicabut. Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
449
Unmas Denpasar
Pemetaaan lahan kritis pada DAS Pakerisan diperlukan untuk memberikan tingkat pengelolaan yang tepat sehingga tidak mengganggu keseimbangan ekosistem yang ada.Pesatnya perkembangan teknologi dibidang remote sensing dengan dipadukan pada Sistem Informasi Geografis sangat berguna dalam memberikan informasi spasial yang diinginkan sehingga pemetaan dapat dilakukan dengan baik dan mempermudah prosesnya. Dengan kemudahan dan kelebihan yang diberikan oleh kombinasai Sistem Informasi Geografis yang di tunjang perkembangan teknologi yang muktahir dibidang remote sensingakan membantu pemetaan lahan kritis yang ada di DAS Pakerisan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat bahaya erosi, dan tingkat kekritisan lahan pada tiap fungsi kawasan di wilayah DAS Pakerisan. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian inidilakukan di DAS Pakerisan.Waktu penelitian adalah Bulan September Desember 2015. Alat dan Bahan Penelitian Alat yang digunakan diantaranya GPS, kamera digital, alat tulis, dan seperangkat komputer yang dilengkapi software ArcGIS versi 10.1.Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu; data curah hujan 10 tahun terahir 2005-2014 di wilayah penelitian, Petapeta Tematik pada lokasi penelitian yang berhubungan dengan tujuan penelitian seperti: Peta Erodibilitas Tanah dan Kedalaman Tanah, Peta Rupa Bumi (RBI), Peta Kelerengan Lahan, Peta Bentuk Lahan, Peta Fungsi Kawasan,dan Peta Penutupan Lahan. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian ini diawali melakukan interpretasi citra landsat (landsat 8), kemudian dilanjutkan dengan membuat Peta Unit Lahan DAS Pakerisan. Pembuatan peta unit lahan didasarkan atas peta kelerengan, peta geomorfologi (bentuk lahan), peta penutupan lahan DAS Pakerisan serta peta administrasi. Survey lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer di lokasi penelitian seperti data penutupan vegetasi dan pengolahan lahan. Analisis Data Analisis data dilakukan pada masing-masing fungsi kawasan di wilayah DAS Pakerisan. Pada dasarnya analisis yang dilakukan adalah tumpang susun (overlay) dari parameter penentu tingkat kekritisan lahan. Diagram Alir Penentuan Tingkat Kekritisan Lahansebagamana gambar 1.
Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
450
Unmas Denpasar
Sumber : Kementerian Kehutanan, 2013 Gambar 1.Diagram Alir Penentuan Tingkat Kekritisan Lahan Dari diagram di atas dapat dijelaskan bahwa tingkat kekritisan lahan merupakan skor total dari perkalian skor dengan bobot dari masing-masing parameter. Skor dan bobot dari masing-masing fungsi kawasan sebagai berikut. 1. Kawasan hutan lindung Skor dan bobot dari masing-masing parameter penentuk tingkat kekritisan lahan pada kawasan hutan lindung sebagaimana tabel 2.1. Tabel 2.1. Kriteria Lahan Kritis Kawasan Hutan Lindung Kelas No Kriteria Besaran/Diskri Skor (% bobot) psi >80% 5 1 Penutupan lahan 1. Sangat baik (50) 2. Baik 61-80 % 4 3. Sedang 41-60 % 3 4. Buruk 21-40 % 2 5. Sangat Buruk <20 % 1
Keterangan Dinilai berdasarkan prosentase penutupan tajuk pohon
Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
451
Unmas Denpasar
2
Lereng (20)
1. 2. 3. 4. 5.
Datar Landai Agak Curam Curam Sangat Curam
<8 % 8 -15 % 16-25 % 26-40 % >40 %
5 4 3 2 1
3
Erosi (20)
4
Manajemen (10)
1. 2. 3. 4. 1. 2.
Ringan Sedang Berat Sangat Berat Baik Sedang
0 dan I II III IV Lengkap *) Tidak lengkap Tidak ada
5 4 3 2 5 3
3. Buruk
1
Dihitung dengan menggunak an rumusUSLE *) Tata batas kawasan ada - Pengamanan pengawasan ada - Penyuluhan dilaksanakan
Sumber : Kementerian Kehutanan, 2013 2.
Kawasan budidaya pertanian Skor dan bobot dari masing-masing parameter penentuk tingkat kekritisan lahan pada kawasan budidaya pertanian sebagaimana tabel 2.2. Tabel 2.2. Kriteria Lahan Kritis Kawasan Budidaya Pertanian Kelas No Kriteria Besaran/Diskri Skor (% bobot) psi 1
Produktivitas *) (30)
1. 2. 3. 4. 5.
Sangat baik Baik Sedang Buruk Sangat Buruk
>80% 61-80 % 41-60 % 21-40 % <20 %
5 4 3 2 1
2
Lereng (20)
3
Erosi (20)
1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 4.
Datar Landai Agak Curam Curam Sangat Curam Ringan Sedang Berat Sangat Berat
<8 % 8 -15 % 16-25 % 26-40 % >40 % 0 dan I II III IV
5 4 3 2 1 5 4 3 2
Keterangan
*) berdasarkan ratio terhadap produksi komoditi umum optimal pada pengelolaan tradisional
Dihitung dengan menggunak an rumusUSLE
Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
452
Unmas Denpasar
4
Manajemen (30)
1. Baik
5
2. Sedang
3
3. Buruk Sumber : Kementerian Kehutanan, 2013
Penerapan teknologi konservasi tanah lengkap dan sesuai petunjuk teknis Tidak lengkap atau tidak terpelihara Tidak ada
1
3.
Kawasan Lindung Diluar Kawasan Hutan Skor dan bobot dari masing-masing parameter penentuk tingkat kekritisan lahan pada kawasan Kawasan Lindung Diluar Kawasan Hutan sebagaimana tabel 2.3. Tabel 2.3. Kriteria Lahan Kritis Kawasan Lindung Diluar Kawasan Hutan Kelas No Kriteri Besaran/Diskripsi Skor a (% bobot) >40% 5 1 Veget 1. Sangat baik asi 2. Baik 31-40 % 4 Perma 3. Sedang 21-30 % 3 nen 4. Buruk 10-20 % 2 (50) 5. Sangat Buruk <10 % 1 <8 % 5 2 Lereng 1. Datar (20) 2. Landai 8 -15 % 4 3. Agak Curam 16-25 % 3 4. Curam 26-40 % 2 5. Sangat Curam >40 % 1 0 dan I 5 3 Erosi 1. Ringan (20) 2. Sedang II 4 3. Berat III 3 4. Sangat Berat IV 2 Manaje 1. Baik 5 4 men (30)
2. Sedang
3
3. Buruk Sumber : Kementerian Kehutanan, 2013
1
Keterangan
Dihitung dengan menggunak an rumusUSLE Penerapan teknologi konservasi tanah lengkap dan sesuai petunjuk teknis Tidak lengkap atau tidak terpelihara Tidak ada
Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
453
Unmas Denpasar
Hasil penjumlahan skor selanjutnya diklasifikasikan untuk menentukan tingkatlahan kritis. Klasifikasi tingkat lahan kritis berdasarkan jumlah skorparameter lahan kritis seperti ditunjukkan pada Tabel 2.4. Tabel 2.4. Klasifikasi Tingkat Kekritisan Lahan Berdasarkan Total Skor Total Skor Pada: Tingkat Kekritisan Lahan Kawasan Budidaya Kawasan Lindung Kawasan Hutan Pertanian di Luar Kawasan Lindung Hutan 115 - 200 110 - 200 120 - 180 Sangat Kritis 201 - 275 201 - 275 181 - 270 Kritis 276 - 350 276 - 350 271 - 360 Agak Kritis 351 - 425 351 - 425 361 - 450 Potensial Kritis 451 - 500 426 - 500 426 - 500 Tidak Kritis Sumber : Kementerian Kehutanan, 2013 Berdasarkan uraian parameter di atas, parameter yang terlebih dahulu harus dilakukan analisis adalah tingkat bahaya erosi (TBE).Untuk memprediksi erosi menggunakan persamaan sesuai dengan rumus Universal Soil Loss Equation (USLE) yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith (1978), dengan persamaan sebagai berikut : dimana : A = Jumlah tanah yang hilang (ton hektar-1 tahun-1) R = Indeks erosivitas hujan K = Indeks erodibilitas tanah LS = Indeks panjang dan kemiringan lereng C = Indeks pengelolaan tanaman P = Indeks upaya konservasi tanah Kelas dan Tingkat bahaya erosi (TBE) dihitung mengacu pada Keputusan Direktur Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan Departeman Kehutanan Nomor: 041/Kpts/V/1998 tanggal 21 April 1998 dengan membandingkan tingkat erosi di suatu lahan (land unit) dengan kedalaman tanah efektif pada satuan lahan tersebut.Kelas dan tingkat bahaya erosi didapatkan dengan menggunakan matrik sederhana sebagaimana disajikan pada tabel 2.5. Tabel 2.5. Kombinasi Solum Tanah dan Erosi Dalam Penentuan TBE Kelas erosi Kedalaman tanah (cm) I II III IV -1 -1 Erosi (ton ha tahun ) <15 15-60 60-180 180-480 SR R S B Dalam 0 I II III >90 R S B SB Sedang I II III IV 60 – 90
V >480 SB IV SB IV
Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
454
Unmas Denpasar
S Dangkal II 30 – 60 B Sangat dangkal <30 III Sumber : Departemen Kehutanan, 1998 Keterangan : 0-SR : Sangat Ringan, I-R : Sangat Berat
B III SB IV
SB IV SB IV
SB IV SB IV
SB IV SB IV
Ringan, II-S : Sedang, III-B : Berat, IV-SB :
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Biofisik DAS Pakerisan 1. Letak Adminstrasi dan Luas Secara geografis DAS Pakerisan terletak diantara 8°16'46,579" - 8°36'50,012" LS dan 115°17'50,051" - 115°21'53,445" BT. Secara administratif wilayah DAS Pakerisan teletak di wilayah Kabupaten Bangli dan Gianyar dengan luas 9.091,89 Ha.Sebaran wilayah administrasi DAS Pakerisan secara lengkap disajikan ada Tabel 3.1 dan Peta Administrasi DAS Pakerisan sebagaimana gambar 2.
Gambar 2. Peta Administrasi DAS Pakerisan
Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
455
Unmas Denpasar
Tabel 3.1. Pembagian Wilayah Administrasi DAS Pakerisan No. Kabupaten 1 Bangli
2
Gianyar
Kecamatan Kintamani
Desa Batur Tengah Bayunggede Sekardadi Jumlah Kecamatan Susut Penglumbaran Sulahan Susut Tiga Jumlah Kecamatan Jumlah Kabupaten Blahbatuh Bedulu Belega Blahbatuh Bona Buruan Keramas Medahan Pering Saba Jumlah Kecamatan Gianyar Abianbase Bakbakan Beng Bitera Gianyar Lebih Petak Petak Kaja Samplangan Serongga Siangan Sumita Suwat Jumlah Kecamatan Tampaksiring Manukaya Pejeng Kangin Pejeng Kelod Tampaksiring Jumlah Kecamatan Jumlah Kabupaten Jumlah Total
Luas 74,81 104,17 382,02 561,00 391,91 284,85 157,45 456,62 1.290,83 1.851,83 57,45 262,19 164,48 220,77 128,53 424,67 428,29 651,23 155,85 2.493,46 211,23 310,02 80,65 395,17 229,02 128,81 225,38 165,73 36,84 245,23 438,80 80,28 254,46 2.801,62 1.033,16 311,87 186,05 413,90 1.944,98 7.240,06 9.091,89
Sumber : Hasil analisis Peta Administrasi, 2015 Berdasarkan tabel 3.1 diketahui bahwa DAS Pakerisan memiliki luas total seluas 9.091,89 hektar yang secara administrasi terletak di 2 (dua) wilayah kabupaten yaitu : Kabupaten Bangli seluas 1.851,83 hektar (20,37 %) dan Gianyar seluas 7.240,06 hektar (79,63 %). Untuk Kabupaten Bangli terdiri dari 2 (dua) kecamatan yaitu Kecamatan Kintamani seluas 561,00 hektar dan Susut seluas 1.290,83 hektar. Sedangkan di Kabupaten Gianyar terdiri dari 3 (tiga) kecamatan yaitu Kecamatan Blahbatuh seluas 2.493,46 hektar, Gianyar seluas 2.801,62 hektar dan Tampaksiring seluas 1.944,98 hektar. 2. Curah Hujan Terdapat 3 Stasiun Penakar Curah Hujan di wilayah DAS Pakerisan, yaitu : BPP Kintamani, BPP Kintamani dan Kantor Dinas P3 Kabupaten Gianyar. Curah hujan rata-rata tahunan selama 10 tahun dari Stasiun pengamat curah hujan pada BPP Kecamatan Kintamani Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
456
Unmas Denpasar
sebesar 2.003 mm tahun-1 dengan 89 hari hujan. Curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus sebesar 3 mm bulan-1 dengan 1 hari hujan dan tertinggi pada bulan Januari sebesar 341 mm bulan-1 dengan 14 hari hujan. Curah hujan rata-rata tahunan selama 10 tahun dari Stasiun pengamat curah hujan pada BPP Kecamatan Tampaksiring sebesar 2.644 mm tahun -1 dengan 123 hari hujan. Curah hujan terendah terjadi pada bulan Juni sebesar 107 mm bulan -1 dengan 9 hari hujan dan tertinggi terjadi pada bulan Desember sebesar 322 mm bulan-1 dengan 14 hari hujan. Curah hujan rata-rata tahunan selama 10 tahun dari Stasiun pengamat curah hujan pada Dinas Pertanian, Perhutanan dan Perkebunan Kabupaten Gianyar sebesar 2.132 mm tahun -1 dengan 103 hari hujan. Curah hujan terendah terjadi pada bulan September sebesar 66 mm bulan-1 dengan 4 hari hujan dan tertinggi terjadi pada bulan Desember sebesar 283 mm bulan 1 dengan 14 hari hujan. 3. Penutupan Lahan Berdasarkan hasil interpretasi citra landsat 8 dan hasil survey/pengamatan lapangan, penutupan lahan di DAS Pakerisan terdiri dari atas vegetasi tetap rapat/hutan seluas 32,58 ha (0,36%), kebun campuran rapat seluas 334,94 ha (3.68%), kebun campuran sedang seluas 2.845,25 ha (31,29%), kebun campuran jarang seluas 225,13 (2,48%), sawah seluas 4.592,00(50,51%) dan permukiman seluas 1.061,99 (11,68%) dari total DAS. 4. Topografi Kemiringan lereng suatu wilayah dibedakan atas 5 (lima) kelas lereng, yaitu: kelas lereng I / datar (0 - 8 %), kelas II / landai (8 - 15 %), kelas lereng III agak curam atau bergelombang (15 - 25 %), kelas lereng IV / curam atau berbukit (25 - 40 %) ) dan kelas lereng V / sangat curam atau bergunung ( > 40 %). Kemiringan lahan pada DAS Pekerisan secara berurutan adalah datar seluas 7.953,23 hektar (87,48 %), landai seluas 966,69 (10,63 %) dan agak curam seluas 171,97 hektar (1,89 %). 5. Bentuk Lahan Bentuk lahan merupakan bentang permukan lahan yang mempunyai relief yang khas sebagai akibat atau pengaruh yang kuat dari struktur kulit bumi dan akibat dari proses alam yang bekerja pada batuan di dalam ruang dan waktu tertentu. Berdasarkan asal-usulnya bentuk lahan yang dapat dijumpai pada DAS Pakerisan antara lain bentuk lahan asal proses vulkanik seluas 7.026,1 hektar (77,28 %) dan fluvial seluas 2.065,79 hektar (22,72 %). Satuan Unit Lahan Satuan unit lahan DAS Pakerisan merupakan hasil tumpang susun atau overlay peta penutupan lahan, peta kemiringan lereng, peta bentuk lahan. Kemudian peta unit lahan yang dihasilkan ditumpangsusunkan dengan peta arahan fungsi kawasan untuk mengetahui arahan fungsi kawasan dari satuan unit lahan dan peta administrasi untuk mengetahui posisi atau letak administrasi dari satuan unit lahan tersebut.
Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
457
Unmas Denpasar
Satuan unit lahanmerupakan cerminan adanya pengaruh sifat batuan, relief dan lereng, serta penutupan lahan pada suatu wilayah di DAS Pakerisan. Hasil tumpangsusun atau overlay dari peta-peta tersebut pada DAS Pakerisan diperoleh sebanyak 100 satuan unit lahan. Kelas dan Tingkat Bahaya Erosi Hasil analisis terhadap prediksi erosi di wilayah DAS Pakerisan, menunjukan erosi yang terjadi di DAS Pakerisan sebesar 276.685,26 ton tahun -1 atau 4.119,45 ton hektar-1 tahun-1. Besarnya nilai erosi yang terjadi selanjutnya digunakan untuk menentukan kelas erosi dan tingkat bahaya erosi di wilayah DAS Pakerisan.Kelas erosi yang terjadi di DAS Pakerisan bervariasi dari kelas I sampai dengan kelas IV. Luas per masing-masing kelas erosi dari tingkat I sampai dengan kelas IV secara berurut adalah kelas I seluas 4.654,09 hektar atau 51,19 %, erosi kelas II seluas 3.243,54 hektar atau 35,68 %, erosi kelas III seluas 1.022,29 hektar atau 11,24 % dan erosi kelas IV seluas 171,97 hektar atau 1,89 %. Tingkat bahaya erosi (TBE) diperoleh dengan membandingkan besarnya erosi yang terjadi (erosi aktual) dengan kedalaman efektif tanah pada satuan unit lahan di wilayah bersangkutan.Hasil analisis tingkat bahaya erosi (TBE) pada DAS Pakerisanbervariasi dari tingkat sangat ringan sampai dengan tingkat berat dan tidak terdapat lahan yang memiliki tingkat bahaya erosi (TBE) sangat berat.Tingkat bahaya erosi(TBE) pada DAS Pakerisansecara berturut disajikan sebagai berikut: tingkat sangat ringan (SR) seluas 4.654,09 hektar atau 51,19 %, ringan (R) seluas 3.243,54 hektar atau 35,68 %, sedang (S) seluas 1.022,29 hektar atau 11,24 % dan berat (B) seluas 171,97 hektar atau 1,89 %. Mengacu pada peta kedalaman tanah, wilayah DAS Pakerisanhanya memiliki kedalam tanah > 90 cm. Dengan menggunakan Kriteria yang digunakan oleh Thomson (1957) dalam Arsyad (2010) maka secara teoritis erosi yang diperbolehkan (Edp) untuk tanah dengan kedalaman > 90 cm dengan lapisan bawah berpermeabilitas tinggi di atas substrata yang telah melapuk adalah sebesar 2,5 mm tahun-1 atau 30 ton hektar-1tahun-1. Besarnya erosi aktual yang terjadi pada DAS Pakerisan secara umum telah melebihi batas erosi yang ditoleransi. Ha ini memberikan pesan bahwa penutupan vegetasi, pola tanam dan tindakan konsevasi tanah yang ada di wilayah tersebut belum mampu untuk mencegah atau menekan terjadinya erosi sampai pada tingkat yang tidak membahayakan. Hal tersebutjika dibiarkan akanberdampak buruk terhadap lahan DAS Pakerisan yang dapat mengakibatkan timbulnya lahan tidak produktif atau lahan kritis dimana erosi sebagai salah satu indikatornya.Atas kondisi tersebut diperlukan upaya penyelamatan lahan DAS Pakerisan. Tingkat Kekritisan Lahan 1. Kawasan Hutan Lindung Mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial Nomor : P.4/V-SET/2013 tanggal 26 Juli 2013 tentang Penyusunan Data Spasial Lahan Kritis sebagaimana tabel 3.13. Berdasarkan arahan klasifikasi fungsi kawasan di wilayah DAS Pakerisan dan hasil tumpang susun diperoleh unit lahan yang berfungsi sebagai kawasan hutan lindung sebanyak 1 unit dengan luas 32,58 ha. Dari hasil analisis klasifikasi Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
458
Unmas Denpasar
tingkat kekritisan lahan pada unit lahan tersebut diperoleh hasil berupa unit lahan tersebut adalah potensial kritis dengan nilai total skor 430. 2. Kawasan Lindung Di Luar Kawasan Hutan Kawasan lindung di luar kawasan hutan merupakan kawasan dengan kondisi curah hujan yang tinggi, tanah yang mudah tererosi dan topografi yang curam. Di wilayah DAS Pakerisan kawasan lindung di luar kawasan hutan berada di bagian hulu dan tengah DAS Pakerisan, ini dapat dipahami dikarenakan wilayah hulu dan tengan dari DAS Pakerisan merupakan wilayah dengan intensitas hujan yang tinggi dan topografi yang curam. Berdasarkan arahan klasifikasi fungsi kawasan di wilayah DAS Pakerisan, kawasan lindung di luar kawasan hutan di wilayah DAS Pakerisan seluas 795,78 hektar. Hasil analisis tingkat kekritisan lahan pada kawasan lindung di luar kawasan hutan di wilayah DAS Pakerisan adalah tidak terdapat kriteria tingkat kekritisan lahan sangat kritis, kritis dan tidak kritis. Kriteria tingkat kekritisan lahan agak kritis seluas 488,55 hektar atau 61,39 % dan potensial kritis seluas 307,23 hektar atau 38,61 %. 3. Kawasan Budidaya Pertannian Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkandengan fungsi utama untuk dibudidayakan atasdasar kondisi dan potensi sumber daya alam,sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.Berdasarkan arahan klasifikasi fungsi kawasan di wilayah DAS Pakerisan kawasan budidaya pertanian di wilayah DAS Pakerisan sebanyak 87 unit lahan seluas 8.263, 53 ha. Berdasarkan hasil analisis klasifikasi tingkat kekritisan lahan pada kawasan budidaya pertanian di wilayah DAS Pakaerisan adalah tidak terdapat kriteria tingkat kekritisan lahan sangat kritis dan kritis.Secara beurutan tingkat kekritisan lahan pada kawasan budidaya pertanian di wilayah DAS Pakerisan sebagai berikut : tidak kritis seluas 5.653, 99 hektar atau68,42 %, potensial kritis 1.611, 86 hektar atau 19,51 % dan agak kritis seluas 997,68 hektar atau 12,07 %. Secara keseluruhan tingkat kekritisan lahan di DAS Pakerisan adalah tidak kritis seluas 5.653,99 ha (62,19 %), potensiial kritis seluas 1.951,67 ha (21,47 %) dan agak kritis seluas 1.486,23 ha (16,35 %). Upaya Penanganan Lahan Kritis Hasil penelitian ini menunjukan bahwa meskipun yang dominan merupakan lahan yang tidak kritis yaitu seluas 5.653,99 hektar atau 68,42 %, tetapi juga terdapat lahan potensial kritis seluas 1.951,67 hektar atau 19,51 % dan lahan agak kritis seluas 1.486,23 hektar atau 12,07 %. Lahan potensial kritis merupakan lahan yang belum termasuk kritis berada setingkat dibawah ambang batas kekritisan lahan. Lahan tersebut akan menjadi kritis apabila salah satu atau semua faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya lahan kritis meningkat kearah yang lebih buruk. Untuk menjaga agar tidak terjadi pergeseran atau perubahan status lahan potensial kritis menjadi lahan agak kritis, maka perlu segera ditangani.Upaya penanganan lahan agak kritis Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
459
Unmas Denpasar
dan potensial kritis di DAS Pakerisan, dilakukan dengan melihat semua faktor yang menyebabkan terjadinya lahan kritis tersebut. Upaya tersebut dapat dilakukan dilakukan dengan menerapkan alternatif tindakan konservasi tanah dan air pada wilayah DAS Pakerisan sebagai upaya untuk menekan atau mengendalikan erosi.Pengendaliaan laju erosi sehingga sama atau lebih kecil dari erosi yang diperbolehkan diperlukan arahan penggunaan lahan berupa pemilihan tanaman/pola tanam (faktor C) dan tindakan konservasi tanah (faktor P) yang mempunyai nilai sama atau lebih kecil dari nilai C dan P maksimum. Hal ini dilakukan mengingat faktor-faktor lain, yaitu R (erosivitas hujan), K (erodibilitas tanah), LS (faktor lereng) sulit dirubah. Upaya pengelolaan sumber daya lahan dengan menerapkan alternatif penerapan teknik konservasi tanah dan air dilakukan dengan cara menambah vegetasi penutupan lahan dan memperbaiki praktek pengelolaan lahan di masing-masing unit lahan. Upayapenerapan tindakan koservasi tanah dan air tidak hanya menekan laju erosi yang terjadi tetapi mampu mengurangi tingkat bahaya erosi yang terjadi di DAS Pakerisan. Besarnya laju erosi yang berhasil ditekan sebesar 3.603,07 ton hektar -1tahun-1 (87,46%) dari erosi yang terjadi sebesar 4.119,45 ton hektar-1 tahun-1 menjadi 516,38 ton hektar-1 tahun-1. Dengan adanya penekanan erosi tersebut maka lahan agak kritis seluas 1.486,23 hektar atau 12,07 % dapat berubah menjadi lahan potensial kritis dan lahan protensial kritis seluas 1.951,67 hektar atau 19,51 % dapat berubah menjadi lahan tidak kritis. SIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI Simpulan 1. Tingkat bahaya erosi yang terjadi pada DAS Pakerisan tingkat sangat ringan (SR) sebanyak 38 seluas 4.654,69 ha (51,19 %) tingkat ringan (R) sebanyak 44 unit lahan seluas 3.243,54 (35,68 %), tingkat sedang (S) sebanyak 15 unit lahan seluas 1.022,29 ha (11,24 %) dan tingkat berat (B) sebanyak 3 unit lahan seluas 171,97 ha (1,89 %). 2. Tingkat kekritisan lahan di Daerah Aliran Sungai Pakerisan terdiri dari tidak kritis seluas 5.653,99 ha (62,19 %), potensiial kritis seluas 1.951,67 ha (21,47 %) dan agak kritis seluas 1.486,23 ha (16,35 %). 3. Kawasan hutan lindung seluas 32,58 ha seluruhnya merupakan potensial kritis. 4. Kawasan lindung di luar kawasan hutan seluas 795,78 ha,terdiri dari agak kritis seluas 488,55 ha (61,39 %)dan potensial kritis seluas 307,23 ha (38,61 %) 5. Kawasan budidaya pertanian di wilayah DAS Pakerisan sebanyak 87 unit lahan seluas 8.263, 53 ha terdiri dariagak kritis seluas 997,68 ha (12,07 %), potensial kritis seluas 1.611, 86 ha (19,51 %)dan tidak kritis seluas 55.653, 99 ha (68,42 %). Saran Berdasarkan simpulan dan kondisi tersebut diatas, maka guna perbaikan dan menjaga agar kondisi DAS Pakerisan tetap terjaga dengan baik, disarankan beberapa hal sebagai berikut: 1. Pada lahan dengan tingkat bahaya erosi berat sampai sangat berat perlu dilakukan perubahan pengelolaan tanaman (faktor C) dan pengelolaan lahan (faktor P) untuk mengurangi laju erosi yang terjadi. Upaya yang dapat dilakukan yaitu melalui konservasi Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
460
Unmas Denpasar
tanah dengan metode vegetatif dan mekanik, hal ini disebabkan karena variabel lain yaitu indeks erosivitas hujan, erodibilitas tanah, dan kemiringan lereng merupakan parameter yang relatif sulit diubah. 2. Untuk menghindari terjadinya peningkatan tingkat kekritisan lahan di DAS Pakerisan, pihak terkait baik pemerintah, swasta, dan masyarakat diharapkan segera melaksanakan upaya penanganan lahan kritis tersebut. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kepada Kepala Balai Pengelolaan DAS Unda Anyar beserta staf atas bantuannya, demikian juga kepada Tim Pascasarjana Hibah Pascasarjana Unmas atas bimbingannya dan sarannya sehingga penelitian ini dapat berlangsung dengan baik. DAFTAR PUSTAKA Adnyana, I.W.S. 2000.Prediksi Erosi dan Perencanaan Konservasi Tanah dan Air.Jurusan Tanah. Denpasar: Universitas Udayana. Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah & Air.Edisi Kedua. Bogor : IPB Press. Asdak, C. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.Edisi kelima.Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Balai Pengelolaan DAS unda Anyar, 2013.Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RTk-RHL DAS) Wilayah Kerja BPDAS Unda Anyar. Denpasar: Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Unda Anyar. Departemen Kehutanan. 1998. Keputusan Direktur Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan Departemen Kehutanan Nomor: 041/Kpts/V/1998 tentang PedomanPenyusunan Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi lahan dan Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai. Jakarta: Departemen Kehutanan RI. Departemen Kehutanan. 2001. Keputusan Menteri Kehutanan No:52/Kpts-II/2001 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Jakarta: Departemen Kehutanan RI. Departemen Kehutanan. 2009. Peraturan Menteri Kehutanan RI No:P. 39/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu. Jakarta: Departemen Kehutanan RI. Departemen Pertanian. 1980. Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 837/Kpts/Um/11/1980 tentang Kriteria dan Tata Cara penetapan Hutan Lindung. (cited 2013 Des.20). Available from: http://www.docstoc.com /docs/20556251 Departemen Pertanian. 1981. Keputusan Menteri Pertanian No 683/Kpts/Um/8/1981 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Produksi. (cited 2013 Des.20). Available from: http://www.docstoc.com /docs/2055625 Effendi, H. 2003.Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kanisius. Effendi, E. 2007.Kajian Model Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Terpadu. (cited 2013 Des.3). Published by Andi Prasetyo. Available from: http://www.scribd.com /doc/52831935 Hardjowigeno, S. (1995). Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta http://lutfiardiansyahsaputra.wordpress.com/2013/04/03/bentuk-lahan-asaldenudasional. (cited 2014 Januari.17). Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
461
Unmas Denpasar
Kartasapoetra, G. A. G. 1985. Teknologi Konservasi Tanah dan Air.Jakarta : Rineka Cipta. Karsun, 2014.“Arahan Penggunaan Lahan Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Telaga Waja Provinsi Bali” (tesis). Denpasar: Universitas Udayana. Kementerian Kehutanan. 2013. Peraturan Direktur Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial Kementerian Kehutanan Nomor: P.3V-SET/2013 tanggal 26 Juli 2013 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Data Spasial Lahan Kritis. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial, Kementerian Kehutanan RI. Mahmud, A. 2007.“Studi Karakteristik Daerah Aliran Sungai (DAS) Otan di Kabupaten Tabanan Ditinjau dari Aspek Hidrologi dan Lahan” (tesis). Denpasar: Universitas Udayana. Peraturan Pemerintah (PP RI) No.P.37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS.1 Maret 2012.Jakarta, Indonesia: Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 62. Peraturan Daerah Provinsi Bali (PERDA) No. 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009 – 2029.28 Desember 2009. Denpasar: Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2009 Nomor 16. Pratiwi, K. 2012. Aplikasi Pengolahan Digital Citra Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis Untuk Pemetaan Lahan KritisKasus Di Kabupaten Banjarnegara Provinsi Jawa Tengah. http://lib.geo.ugm.ac.id/ojs/index.php/jbi/article/view/51/50 Rahim, S.E. 2000. Pengendalian Erosi Tanah Dalam Rangka Pelestarian Lingkungan Hidup. Cetakan Pertama. Jakarta : PT. Bumi Aksara. Rizky Nugraha, 2008. Pemanfaatan Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geografis Dalam Pemetaan Lahan Kritis DAS Ciliwung Hulu Bogor, (skripsi). Bogor : Institut Pertanian Bogor. Restu. 2014. “Analisis Kecenderungan Potensi Erosi Di Daerah Aliran Sungai (DAS) Tukad Pakerisan” (tesis). Denpasar: Universitas Mahasaraswati. Sukayasa, 2012. “Kajian Tingkat Kekritisan Lahan Pada Sub DAS Tukad Bangkung” (tesis). Denpasar: Universitas Udayana. Suripin.2002. Pelestarian Sumber daya Tanah dan Air.Yogyakarta : Andi. Suyanto, 2007.“Daya Dukung Lingkungan Daerah Aliran Sungai Untuk Pengembangan Kawasan Pemukiman (Studi Sasus DAS Beringin Kota Semarang)” (tesis). Semarang, Universitas Dipenogoro. Syam, A. 2003. Sistem Pengelolaan Lahan Kering Di Daerah Aliran Sungai Bagian Hulu. Jurnal Litbang Pertanian; 22(4). Widayani, 2015. “Evaluasi Banyaknya Tanah Tererosi Di Sepanjang DAS Tukad Pakerisan” (tesis). Denpasar: Universitas Mahasaraswati.
Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016