APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS dan ARAHAN FUNGSI LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI SAMPEAN Runi Asmaranto, ST. MT Dr. Ery Suhartanto, ST. MT Bias Angga Permana, ST Jurusan Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jl. Mayjend. Haryono 167 Malang 65145 Email :
[email protected]
ABSTRAK DAS Sampean merupakan daerah aliran sungai yang kondisi topografinya rata-rata sangat curam. Kondisi tata guna lahan yang sebagian besar sawah irigasi ini cukup memungkinkan terjadinya erosi. Apalagi tataguna lahan lainnya berupa ladang, semak dan sawah tadah hujan yang tanamannya merupakan tanaman berkedalaman akar rendah dan berperan besar dalam proses penyebab terjadinya kerusakan tanah, mempercepat laju erosi dan meningkatkan volume limpasan permukaan. Berdasarkan kondisi tersebut, studi ini mengkaji tingkat bahaya erosi yang terjadi saat ini pada tata guna lahan eksisting Das Sampean serta menentukan arahan penggunaan lahan yang tepat sesuai dengan kemampuan lahan kawasannya dengan mempertimbangkan kondisi DAS Sampean. Metode yang digunakan dalam menghitung besarnya laju erosi adalah metode MUSLE dimana metode tersebut menggunakan pendekatan dari faktor limpasan permukaan. Pengolahan data-datanya menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) karena memudahkan dalam penganalisaan dan pengelompokan data. Dari hasil analisa diperoleh debit limpasan permukaan yang terjadi sebesar 247,967 m3/ dt. Total Erosivitas Limpasan Permukaan yang terjadi adalah 48.129,73 m2/jam, hal ini memicu terjadinya laju erosi yang rata-ratanya mencapai 43.939,94 ton/ha/thn, atau identik dengan kehilangan tanah sebesar : 258,470 cm/thn. Besarnya laju erosi pada DAS Sampean ini mengakibatkan tingkat bahaya erosi sebesar 95,54% dari luas wilayahnya termasuk sangat berat. Sedangkan untuk tingkat bahaya erosi lainnya yaitu, berat : 2,72%, sedang : 1,02%, ringan : 0,72%. Analisa kemampuan lahan didominasi kemampuan kelas VII (75,39%), yang merupakan daerah Pengembalaan Terbatas. Sedangkan ARLKT di DAS Sampean terdiri dari 3 (tiga) kawasan, yaitu Kawasan lindung (10,53%), Kawasan Penyangga (52,23%), Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan (37,23%). Kata – kata kunci: Sistem Informasi Geografis, Erosi, MUSLE ( Modified Universal Soil Loss Equation), Daerah Aliran Sungai (DAS)
ABSTRACT Sampean watershed is a condition of watershed topography is very steep on average. Land used mostly irrigated is quite possible occurrence of erosion. Moreover, other land use form fields, shrubs and the planting rainfed lowland berkedalaman plant roots is low and plays a major role in the process cause damage to the soil, accelerating erosion and increasing the volume of surface runoff. Under these conditions, this study investigates the level of danger of erosion that occurred today on the existing land use Sampean Das and determine the direction of land use appropriate to the region by taking into account land capability Sampean watershed conditions. The method used in calculating the erosion rate is MUSLE method where the method uses the approach of surface runoff factor. Data-processing data using Geographic Information System (GIS) for ease in analyzing and grouping data. From the analysis results obtained by surface runoff which occurs at 247.967 m3 / sec. Total runoff erosivity is 48129.73 m2/jam happens, this triggers the occurrence of erosion, which the average is reached 43939.94 tons / ha / yr, or identical with the loss of land registration: 258.470 cm / yr. The amount of erosion on the watershed Sampean resulted in erosion hazard rate of 95.54% of the size of its territory, including very heavy. While for others the rate of erosion hazard, weight: 2.72%, medium: 1.02%, mild: 0.72%. Analysis of land capability class VII dominated ability (75.39%), which is an area Pengembalaan Limited. Whereas in the watershed Sampean ARLKT consists of 3 (three) areas, ie protected areas (10.53%), Buffer Zone (52.23%), Perennial Plant Cultivation Area (37.23%). Key - words: Geographic Information Systems, Erosion, MUSLE (Modified Universal Soil Loss Equation), Watershed (DAS)
meter. Saat ini kedalamannya kurang dari 10
PENDAHULUAN DAS Sampean adalah suatu DAS
meter. Akibatnya, volume tampung Dam
yang terletak pada tiga daerah, yaitu
Sampean Baru yang didesain 1,5 juta meter
Bondowoso, Situbondo, dan Jember. Hulu
kubik, tinggal 60 persen. Namun, sampai
sungai Sampean berada sekitar 800 meter di
sekarang pemerintah belum membangun
atas permukaan air laut (mdpl), sedangkan
sistem pengendali banjir di Sungai Sampean.
muaranya di 3 mdpl. Dengan panjang sungai
Akibat dari komposisi DAS di
itu
bawah standar itu, daerah tangkapan air
menjadikan gradien sungai cukup miring.
menjadi tak memadai. Debit air maksimal
Dalam kondisi normal pun aliran sungai
banjir di Kota Situbondo pada 8 Februari
tergolong deras. Berdasarkan data Perum
2008 sebesar 2.480 meter kubik per detik.
Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan
Pada banjir 2002 debit air maksimal hanya
Bondowoso 2007, luas hutan di Kabupaten
1.960 meter kubik per detik. Artinya, terjadi
Bondowoso 59.867,95 hektar (ha). Areal itu
peningkatan hingga 126 persen. Daya
terdiri atas 30.863,70 ha hutan lindung dan
dukung alam daerah aliran sungai (DAS)
29.004,25 ha hutan produksi. Dari jumlah
Sampean rendah. Jika turun hujan deras
itu, 53.023 ha atau 88 persen berada di areal
cukup lama di hulu, tanah tidak mampu
DAS Sampean dan menutup 33,99 persen
menyerap. Air hujan langsung masuk ke
lahan DAS. Komposisi areal lain di DAS
sungai dan mengalir sangat deras ke muara.
Sampean juga tidak ideal. Perkebunan yang
Peristiwa itu dikenal sebagai banjir bandang.
semestinya 28,71 persen, hanya ada 7,59
Pada tanggal 4 Februari 2002, 18 Januari
persen.
padahal
2008 dan 8 Februari 2008, banjir bandang
idealnya tak lebih dari 3,12 persen. Tegalan
telah terjadi di Sungai Sampean Kabupaten
idealnya maksimal 20,27 persen, yang ada
Situbondo, Jawa Timur.
72
kilometer,
Sawah
perbedaan
19,76
tinggi
persen,
27,70 persen. Permukiman maksimal 3,22
Berdasarkan uraian diatas, sangatlah
persen, ternyata ada 4,62 persen. Komposisi
diperlukan suatu perencanaan pengelolaan
DAS
menyebabkan
dan teknik konservasi yang terpadu sehingga
sedimentasi di Sungai Sampean. Menurut
penggunaan kebutuhan sekarang terpenuhi
Kinaryo, kedalaman Dam Sampean Baru di
dan menyimpan untuk penggunaaan di masa
Kecamatan Tapen, Kabupaten Bondowoso,
yang akan datang. Hal ini dapat terjadi jika
saat dinormalisasi tahun 2002 adalah 20
segera dilakukan pengelolaan yang tepat
yang
tidak
ideal
Erosi terjadi melalui proses
yaitu pengelolaan yang mempertimbangkan aspek konservasi dan hidrologi. Usaha
penghancuran/pengikisan,
konservasi
dan
DAS
Sampean,
telah
pengendapan.
pengangkutan
Dengan
demikian
untuk
intensitas erosi ditentukan oleh faktor-faktor
mengembangkan arahan fungsi lahan yang
yang mempengaruhi ketiga proses tersebut.
aplikatif sesuai dengan kondisi lapangan.
Hudson (1976) melihat erosi dari dua segi
Sehingga sangatlah diperlukan penggunaan
yaitu faktor penyebab, yang dinyatakan
program
untuk
dalam erosivitas, dan faktor tanah yang
identifikasi lahan kritis dan arahan fungsi
dinyatakan dalam erodibilitas. Jadi apabila
lahan
dinyatakan dalam fungsi maka :
memberikan
dorngan
perangkat
di
DAS
lunak
Sampean,
GIS
yang
hasil
analisisnya akan sangat membantu dan dapat
E = f {Erosivitas, Erodibilitas}
dipertanggungjawabkan baik secara teori
Di alam, proses erosi tidak sederhana hasil kali erosivitas dan erodibilitas saja.
dan praktis.
Tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor LANDASAN TEORI
yang berpengaruh terhadap kedua variabel
Pendugaan Laju Erosi
tersebut.
Erosivitas
dalam
erosi
air
Erosi adalah suatu peristiwa hilang
merupakan manivestasi hujan, dipengaruhi
atau terkikisnya tanah atau bagian tanah dari
oleh adanya vegetasi dan kemiringan, dan
suatu tempat yang terangkut ke tempat lain,
erodibilitas juga dipengaruhi oleh adanya
ataupun angin (Arsyad, 1983). Didaerah
vegetasi. Dan akhirnya aktivitas manusia itu
tropis basah seperti Indonesia erosi terurama
dapat dikemukakan pula bahwa erosi adalah
disebabkan oleh air. Erosi air timbul apabila
fungsi dari hujan (H), tanah (T), kemiringan
terdapat aksi dispersi dan tenaga pengangkut
(K), vegetasi (V) dan manusia (M). Jadi
oleh air hujan yang mengalir di permukaan
apabila dinyatakan dalam fungsi, maka :
tanah. Selama terjadi hujan,
limpasan
permukaan berubah terus dengan cepat,
E = f {H,T,K,V,M}
tetapi pada waktu mendekati akhir hujan,
Artinya erosi akan dipengaruhi oleh
limpasan permukaan berkurang dengan laju
sifat hujan, tanah, derajat dan panjang
yang sangat rendah dan pada saat ini tidak
lereng, adanya penutup tanah yang berupa
terjadi erosi.
vegetasi
dan
aktifitas
manusia
dalam
hubungannya dengan pemakaian tanah.
A
Untuk memperkirakan besarnya erosi dalam studi ini menggunakan metode MUSLE (
= Besarnya kehilangan tanah
per satuan luas lahan (ton/ha)
Modified Universal Soil Loss Equation) atau
Rw = Indeks erosivitas limpasan
MPUKT (Modifikasi Persamaan Umum
permukaan (mm)
Kehilangan Tanah). Metode ini merupakan
K
= Indeks erodibilitas tanah
modifikasi dari USLE (Universal Soil Loss
L
= Faktor panjang lereng
Equation) atau PUKT (Persamaan Umum
S
= Faktor kemiringan lereng
Kehilangan Tanah) yang dikembangkan oleh
C
=
Faktor
tanaman/faktor
vegetasi penutup tanah
Williams (1995). Metode USLE dikembangkan oleh
P
Wischmeir dan Smith (1965, 1978) dimana
tanaman
= Faktor tindakan pengelolaan
USLE memperkirakan besarnya erosi ratarata
tahunan
secara
kasar
dengan
menggunakan pendekatan dari fungsi energy
Indeks Erosivitas Limpasan Permukaan (Rw)
hujan, sedangkan pada metode MUSLE
Erosivitas merupakan kemampuan
faktor energi curah hujan ini digantikan
hujan untuk menyebabkan terjadinya erosi.
dengan
Untuk
faktor
limpasan
permukaan,
menghitung
membutuhkan
menjadi lebih besar dan tidak memerlukan
diperoleh dari stasiun pencatat hujan. Ada 2
perhitungan
macam alat pencatat hujan yaitu alat
(SDR).
Perhitungan
pelepasan SDR
sedimen ini
tidak
pencatatan
hujan
curah
erosivitas
sehingga besarnya perkiraan hasil sedimen
nisbah
data
indeks
otomatis
hujan
dan
yang
alat
diperlukan dalam perhitungan perkiraan
pencatatan hujan manual/sederhana. Pada
hasil sedimen dengan MUSLE , karena
alat pencatatan hujan otomatis, kenaikan
faktor limpasan permukaan menghasilkan
curah hujan dicatat sebagai fungsi waktu
energi
pada
yang
digunakan
dalam
proses
kertas
grafik
yang
diganti
tiap
pelepasan dan pengangkutan sedimen.
hari/minggu/bulan, intensitas didapat dari
Adapun persamaan MUSLE (Utomo, 1994:
tingkat
27) adalah sebagai berikut :
tercatat. Pada alat pencatatan manual, data
perubahan
jumlah
hujan
yang
intensitas curah hujan didapat dari membagi A = Rw x K x L x S x C x P
jumlah hujan dengan lamanya kejadian
Dimana :
hujan.
Indeks erosivitas untuk pendugaan besarnya laju erosi dapat dihitung dengan
Qp
permukaan (m3/det/ha)
analisa Rw menurut Williams. Rumus ini digunakan pada daerah aliran yang cukup
dipengaruhi
oleh
limpasan
R
= Jumlah curah hujan bulanan
Rn
= Jumlah hari hujan bulanan
Ro
= Hujan Satuan (mm/hari)
(mm)
luas, selama erosi juga terjadi pengendapan dalam proses pengangkutan. Hasil endapan
= Laju maksimal aliran air
(hari)
permukaan.
Dalam rumus ini, Williams mengadakan
Ms =
Kandungan
Modifikasi PUKT untuk menduga hasil
kapasitas lapang (%)
endapan dari setiap kejadian limpasan
ρd
permukaan dengan cara mengganti indeks
tanah atas (mg3/m)
erosivitas (R) dengan erosivitas limpasan permukaan (Rw). Rw = 9,05.(Vo .Q p )
pada
= Berat jenis volume lapisan
RD = Kedalaman perakaran efektif (m),
1, 56
lengas
didefinisikan
sebagai
lapisan
impermeable.
Dimana : Vo
= R. exp .(− Rc / Ro )
Rc
= 1000. Ms.
Ro
= R / Rn
ρd .RD.(Et / EO )
Besarnya ditentukan sebagai berikut: 0, 50
Dengan : 2
permukaan (m /jam)
3
(m /ha)
Untuk tanaman pohon, tanaman kayu = 0,10
•
Untuk tanaman semusim dan rumput = 0,05
Rw = Indeks erosivitas limpasan
Vo
•
= Volume limpasan permukaan
Et/Eto = evapotranspirasi
Perbandingan actual
Evapotranspirasi potensial.
(Et)
dengan
Tabel - 1. Nilai MS,ρb dan K Tekstur Tanah Liat (clay) Lempung berliat Liat berdebu Lempung berpasir Lempung berdebu Lempung Pasir halus Pasir halus
MS % w/w 45 40 30 28 25 20 15 8
ρb Mg m-3 1.1 1.3 1.2 1.3 1.3 1.4 1.5
K gj-1 0.02 0.4 0.3 0.2 0.07
RD m *)
*) nilai RD dapat digunakan 0.05 m untuk rumput dan padi-padian; 0.10 m untuk tanaman keras Sumber : Utomo, 1994:155
Tabel - 2. Nilai C dan Et/Eo beberapa macam tanam untuk model MMF Tanaman Padi Sawah Wheat Jagung Cassava Kentang Beans Kacang Tanah Tea Karet Kelapa Sawit Rumput prairie Hutan Tanah Bero
A (%)
C
Et/Eo
43 25 12 20-25 25 20-30 30 25-40 25-30 0
0.1-0.2 0.1-0.2 0.2 0.4-0.9 0.2-0.3 0.2-0.4 0.2-0.8 0.1-0.3 0.2 0.1-0.3 0.01-0.10 0.011-0.002 1
1.35 0.6 0.67-0.70 0.62 0.70-0.80 0.62-0.69 0.50-0.87 0.85-1.00 0.9 1.2 0.80-0.95 0.90-1.00 0.05
Sumber: Utomo, 1994:57
adalah besar kehilangan tanah per unit
Faktor Erodibilitas Tanah (K) Beberapa tanah tererosi lebih mudah
indeks
erosi untuk
tanah
telah
pengukuran
pada
dari pada yang lain meskipun faktor-faktor
terspesifikasi
lainnya memiliki kesamaan. Perbedaan ini
satuan unit plot. Satu unit plot adalah
dinamakan sebagai Erodibilitas tanah dan
sepanjang 22.1 m, dengan keseragaman
yang disebabkan oleh propertis tanah itu
kemiringan sebesar 9 %, tanah kosong tanpa
sendiri.
Wischmeier
mendefinisikan
faktor
dan
Smith
penutup,
erodibiltas
tanah
peninggian
melalui
yang
dengan dan
diberikan penurunan
perlakuan kemiringan.
Perlakuan pada tanah kosong ini adalah
dengan menurunnya kandungan silt, yang
dimaksudkan sebagai lahan dalam kondisi
berhubungan
yang telah diolah dan terjaga dari vegetasi
kandungan pasir dan lempung. Sehubungan
selama lebih dari 2 tahun. Satuan faktor
dengan pengukuran faktor erodibilitas tanah
erodibilitas tanah USLE dalam MUSLE
sangat membutuhkan waktu dan biaya yang
adalah ekuvalen secara numerik terhadap
tinggi, maka Wischmeier dan Smith (1971)
satuan Inggris sebesar 0.01 (ton acre hr) atau
mengembangkan persamaan umum untuk
(acre ft-inch).
menghitung
faktor
peningkatan
erodibilitas
berikut:
Wischmeier dan Smith mencatat bahwa beberapa type
dengan
tanah umumnya
memiliki erodibilitas yang kecil seiring Tabel - 3. Klasifikasi Struktur Tanah Kelas
Keterangan
Granuler sangat halus (very fine granular) Granuler halus (fine granular) Granuler sedang-kasar (medium or coarse granular) Massif kubus, lempeng (blocky, platy, prismlike or massive)
1 2 3 4
Sumber : Utomo, 1987: 74 (SWAT Theoretical Documentation 2000, 2002 : 218)
Tabel - 4. Klasifikasi Ukuran Partikel Struktur Tanah Klasifikasi Ukuran
Platy
Very fine Fine Medium Coarse Very coarse
< 1 mm 1-2 mm 2-5 mm 5-10 mm > 10 mm
Bentuk Struktur Prismatic dan Blocky Columnar < 10 mm < 5 mm 10-20 mm 5-10 mm 20-50 mm 10-20 mm 50-100 mm 20-50 mm > 100 mm > 50 mm
Granular < 1 mm 1-2 mm 2-5 mm 5-10 mm > 10 mm
Sumber : (SWAT Theoretical Documentation 2000, 2002 : 218)
Kode yang dimaksud pada faktor cperm adalah sebagi berikut : Tabel - 5. Klasifikasi Permebilitas Permeabilitas (cm/jam) (Utomo, 1987)
Permeabilitas (mm/jam)
Kelas
Keterangan
1
Cepat
> 12,5
> 150
2
Agak cepat
6,25 – 12,5
50-150
3
Sedang
2,00 – 6,25
15-50
(SWAT 2000, 2003)
sebagai
4
Agak lambat
0,50 – 2,00
5-15
5
Lambat
0,125 – 0,50
1-5
6
Sangat lambat
< 0,125
<1
Sumber : Utomo, 1987: 76 (SWAT Theoretical Documentation 2000, 2002 : 219)
Tabel – 6. Perkiraan besarnya nilai K pada beberapa tanah di Jawa Tanah Regosol, Jatiluhur Litosol, Jatiluhur Latosol Merah, Jatiluhur Latosol Merah Kuning Latosol Coklat Grumosol, Jatiluhur Glay Humic, Jatiluhur Aluvial Kelabu Mediteran, Yogyakarta Litosol, Yogyakarta
Nilai K 0.23 – 0.31 0.16 – 0.29 0.12 0.26 – 0.31 0.31 0.21 0.2 0.2 0.26 0.19
Grumosol, Yogyakarta Mediteran, Caruban Grumosol, Caruban Andosol, Batu Andosol, Pujon Kambisol, Pujon Mediteran, Ngantang Litosol, Malang Selatan Regosol, Malang Selatan Kambisol, Malang Selatan Mediteran, Dampit Latosol, Malang Selatan
0.24 – 0.31 0.21 – 0.32 0.26 0.08 – 0.10 0.04 – 0.10 0.12 – 0.16 0.20 – 0.30 0.26 – 0.30 0.16 – 0.28 0.17 – 0.30 0.21 – 0.30 0.14 – 0.20
Sumber Ambar Dan Syarifudin, 1979
Kurnia dan Suwarjo 1977 Bols, 1979 PSLH Unibraw, 1984
Sumber : Utomo, 1994 : 54
Faktor Topografi Panjang Lereng (L)
dan laju infiltrasi juga akan berkurang
Kemiringan Lahan (S)
sehingga volume limpasan semakin besar.
Sifat lereng yang mempengaruhi
Panjang lereng ini mempengaruhi energi
energi penyebab erosi adalah kemiringan
utnuk erosi, terutama karena panjang lereng
(slope), panjang lereng dan bentuk lereng.
mempengarui volume limpasan sehingga
Kemiringan
juga
lereng
mempengaruhi
kecepatan dan volume limpasan permukaan.
mempengaruhi
kemampuan
untuk
membuat tanah tererosi.
Semakin curam suatu lereng, maka laju
Faktor indeks topografi L dan S,
limpasan permukaan akan semakin cepat,
masing-masing mewakili pengaruh panjang dan kemiringan lereng terhadap besarnya
erosi. Panjang lereng mengacu pada aliran
yang tererosi pada lahan yang sama tanpa
air permukaan, yaitu lokasi berlangsungnya
ada tanaman. Nilai C untuk suatu jenis
erosi dan kemungkinan terjadinya deposisi
pengelolaan tanaman tergantung dari jenis,
sedimen. Pada umumnya, kemiringan lereng
kombinasi, kerapatan, panen dan rotasi
diperlakukan sebagai faktor yang seragam.
tanaman. Indeks pengelolaan lahan (P)
Besarnya nilai LS (faktor topografi) dihitung
adalah rasio tanah yang tererosi pada suatu
dengan
jenis pengelolaan lahan terhadap tanah yang
menggunakan
rumus
:
tererosi pada lahan yang sama tanpa praktek
(
L . 0,136 + 0,0975S + 0,0139S 2 100
LS =
)
pengelolaan lahan atau konservasi tanah apapun. Nilai P dipengaruhi oleh campur tangan
(Sumber: Utomo,2004:147)
manusia
terhadap
lahan
yang
bersangkutan seperti misalnya teras, rorak, dimana :
pengelolaan tanah dan sebagainya. = panjang lereng dan kemiringan
LS
Besaran
nilai
CP
ditentukan
lereng(m)
berdasarkan keanekaragaman bentuk tata
L
= panjang lereng
guna lahan dilapangan (berdasarkan peta
S
= kemiringan lereng (%)
tata guna lahan dan orientasi lapangan).
Faktor Pengolahan Tanaman dan Konservasi Tanah (CP)
dapat diartikan sebagai rasio tanah yang pada
suatu
ditentukan
penelitian
yang
berdasarkan telah
ada
hasil atau
modifikasinya. Sebagai standart penentuan
Indeks pengelolaan tanaman (C)
tererosi
Nilainya
jenis
pengelolaan
faktor C dan P berikut disajikan nilai faktor C dan P, maupun CP dari hasil penelitian seperti pada tabel.
tanaman pada sebidang lahan terhadap tanah Tabel - 7. Nilai CP Untuk Berbagai Jenis Tanaman dan Pengolahan Tanaman No.
Macam Penggunaan Lahan
Nilai Faktor C
1 2 3 4 5 6 7 8
Tanah terbuka, tanpa tanaman Hutan atau semak belukar Savanah dan prairie dalam kondisi baik Savanah dan prairie yang rusak untuk gembalaan Sawah Tegalan tidak dispesifikasi Ubi kayu Jagung
1 0,001 0,01 0,1 0,01 0,7 0,8 0,7
9 10 11
Kedelai Kentang Kacang tanah
0,399 0,4 0,2
12 13 14 15 16 17 18 19
Padi gogo Tebu Pisang Akar wangi (sereh wangi) Rumput bede (tahun pertama) Rumput bede (tahun kedua) Kopi dengan penutup tanah buruk Talas Kebun campuran - Kerapatan tinggi 20 - Kerapatan sedang - Kerapatan rendah 21 Perladangan 22 Hutan alam -Seresah banyak -Seresah sedikit Hutan produksi 23 -Tebang habis -Tebang pilih 24 Semak belukar, Padang rumput 25 Ubi kayu + Kedelai 26 Ubi Kayu + kacang tanah 27 Padi-Sorgum 28 Padi-Kedelai 29 Kacang tanah-Gude 30 Kacang tanah + kacang tunggak 31 Kacang tanah + mulsa jerami 4 t/ha 32 Padi + mulsa jerami 4 t/ha 33 Kacang tanah + mulsa jagung 4t/ha 34 Kacang tanah + mulsa clotalaria 3t/ha 35 Kacang tanah + mulsa kacang tunggak 36 kacang tanah + mulsa jerami 2t/ha 37 Padi + mulsa clotalaria 3t/ha 38 Pola tanaman tumpang gilir + mulsa jerami 39 Pola tanaman berurutan + mulsa sisa tanaman 40 Alang-alang murni subur 41 Padang rumput (stepa) dan savanna 42 Rumpur Brachiaria Sumber : Suripin, 2002 :79
ditimbulkan
Faktor Pengolahan Lahan
0,561 0,2 0,6 0,4 0,287 0,002 0,2 0,85 0,1 0,2 0,5 0,4 0,001 0,005 0,5 0,2 0,3 0,181 0,195 0,345 0,417 0,495 0,571 0,049 0,096 0,128 0,136 0,256 0,377 0,387 0,079 0,357 0,001 0,001 0,002
oleh
aktivitas
pengelolaan
Pengaruh aktivitas pengelolaan dan
tanaman (C), oleh karenanya, dalam rumus
konservasi tanah (P) terhadap besarnya erosi
USLE faktor P tersebut dipisahkan dari
dianggap
faktor C. Tingkat erosi yang terjadi sebagai
berbeda dari pengaruh
yang
akibat pengaruh aktivitas pengelolaan dan
dan yang memberikan kecenderungan bagi
konservasi tanah (P) bervariasi, terutama
limpasan
tergantung pada kemiringan lereng.
langsung ke tempat yang lebih rendah dapat
permukaan
untuk
mengalir
Faktor P adalah nisbah antara tanah
memperkecil nilai P. Di ladang pertanian,
tererosi rata-rata dari lahan yang mendapat
besarnya harga faktor P menunjukkan jenis
perlakuan konservasi tertentu terhadap tanah
aktivitas pengolahan tanah (pencangkulan
tererosi rata-rata dari lahan yang diolah
dan
tanpa tindakan konservasi, dengan catatan
pemakaian di bidang konstruksi, besarnya P
faktor-faktor penyebab erosi yang lain
menunjukkan kekasaran permukaan tanah
persiapan
tanah
lainnya).
Dalam
sebagai akibat cara kerja traktor dan mesinmesin pertanian lainnya. Besarnya faktor P Praktek
yang telah berhasil ditentukan berdasarkan
bercocok tanam yang kondusif terhadap
penelitian di Pulau Jawa adalah seperti
penurunan kecepatan limpasan permukaan
tersebut pada Tabel - 8.
diasumsikan
tidak
berubah.
Tabel - 8. Nilai Faktor P Pada Berbagai Aktifitas Konservasi Tanah di Jawa Teknik Konservasi Tanah 1. Teras bangku : a. Konstruksi baik b. Konstruksi sedang c. Konstruksi kurang baik d. Teras Tradisional 2. Strip tanaman rumput Bahia 3. Pengolahan tanah dan penanaman menurut garis kontur : a. kemiringan 0-8 % b. kemiringan 9-20 % c. kemiringan >20 % 4. Tanpa tindakan konservasi Sumber : Arsyad, 2000 : 259
Erosi Yang Di Perbolehkan (Edp) Pada
dasarnya
erosi
merupakan
Nilai P 0,04 0,15 0,35 0,40 0,40 0,50 0,75 0,90 1,00
tertentu yang tidak merugikan. Nilai erosi dikenal
dengan
“Erosi
Diperbolehkan”
proses perataan kulit bumi. Jadi selama kulit
(Edp) atau disebut Permissible Erosion,
bumi belum merata, erosi akan tetap terjadi
Acceptable Erosion atau Tolerate Limit
dan tidak mungkin menghentikan erosi.
Erosion. Secara sederhana seharusnya Edp
Oleh karena itu, usaha konservasi tanah
tidak boleh melebihi proses pembentukan
tidak berusaha menghentikan erosi, tetapi
tanah. Dengan adanya aktivitas manusia,
hanya menghentikan laju erosi ke suatu nilai
Bannet (1939) memperkirakan bahwa untuk
membentuk lapisan tanah sedalam 25 mm
fungsi dari bahan induk, iklim, topografi,
diperlukan waktu lebih kurang 300 tahun.
vegetasi, dan manusia. Oleh karena itu,
Dengan dasar perhitungan ini maka batas
menghitung laju proses pembentukan tanah
laju
persatuan
erosi
dapat
diterima
adalah
waktu
bukan
12.5ton/ha/tahun. Di Amerika Edp 10
pekerjaan yang mudah.
ton/ha/tahun untuk tanah sawah dan 12.5
Edp =
ton/ha/tahun
untuk
tanah
tegalan.
KedalamanTanahEkuivalen KelestarianTanah
Kedalaman
Pembentukan tanah merupakan proses yang
merupakan
ekuivalen
diperoleh
sangat kompleks dan merupakan fungsi
dengan mengalikan data kedalam tanah
berbagai variable yang saling berinteraksi.
dengan faktor kedalaman.
Dalam teori pembentukan tanah, merupakan
Tabel – 9. Nilai Edp Berdasarkan Kedalaman Daerah Perakaran Kedalaman Solum Tanah (cm) <25 25 - 51 51 - 102 102 - 152 > 152
Tanah Terbaharui 2.2. 4.5 67 9.6 11.2
Edp (ton/ha/thn) Tanah Tak Terbaharui 2.2 2.2 4.5 6.7 11.2
Sumber: Utomo ,1994:17
pada suatu unit lahan dengan kedalaman
Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Tingkat bahaya erosi (TBE) diperoleh
efektif. Klasifikasi tingkat bahaya erosi
dengan cara membandingkan tingkat erosi
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel – 10. Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi Erosi Solum Tanah Dalam (>90) Sedang (60-90) Dangkal (30-60) Sangat dangkal (<30) Sumber: Utomo ,1994:59
I (<15) SR R S B
Keterangan: SR: Sangat Ringan R: Ringan
Kelas Bahaya Erosi (ton/ha/tahun) II (15-60) III (60-180) IV (180-480) R S B S B SB B SB SB BS SB SB
S: Sedang SB: Sangat Berat
B: Berat
V (>480) SB SB SB SB
curah hujan ditentukan dari data hujan dari
Arahan Penggunaan Lahan Arahan penggunaan lahan ditetapkan
stasiun penakar hujan yang terdekat. Data
berdasarkan kriteria dan tata cara penetapan
curah hujan ini diperlukan untuk membuat
hutan lindung dan hutan produksi yang
peta erovisitas hujan (isoerodent) dengan
adalah berkaitan dengan karakteristik fisik
terlebih dahulu menghitung nilai EI30,
DAS berikut ini (Asdak, 2004) :
kemudian membuat garis isoerodent di atas
1. Kemiringan lereng.
peta DAS/sub-DAS.
2. Jenis tanah menurut kepekaannya
diperlukan adalah system drainase (pola
terhadap erosi.
aliran) dan data tataguna lahan.
3. Curah hujan rata-rata.
Masing-
masing data tersebut di atas kemudian
Kemiringan lereng dapat ditentukan dengan melihat garis-garis kontur pada peta topografi.
Data lain yang
dipetakan dengan skala yang sama. Untuk karakteristik DAS yang terdiri
Hasil interpretasi kemiringan
dari kemiringan lereng, jenis tanah dan
lereng inti ini kemudian dipetakan (peta
curah hujan harian rata-rata pada setiap
kemiringan lereng). Jenis tanah diperoleh
satuan lahan perlu diklisifikasikan dan diberi
dari interpretasi peta tanah tinjau dari DAS
bobot (skor) sebagai berikut :
atau sub-DAS yang menjadi kajian. Peta tersebut telah dikeluarkan oleh Lembaga Penelitian Tanah (LPT) Bogor.
Besarnya
Tabel - 11. Skor Kemiringan Lereng (Asdak,2004) Kemiringan lereng Kelas 1 : 0 – 8% Kelas 2 : 8 – 15% Kelas 3 : 15 – 25% Kelas 4 : 25 – 45% Kelas 5 : > 45% Sumber: Asdak, 2004:415
(datar) (landai) (agak curam) (curam) (sangat curam)
Nilai skor 20 40 60 80 100
Tabel - 12. Skor Tanah Menurut Kepekaannya Terhadap Erosi Tanah menurut kepekaannya terhadap erosi Kelas 1 : Aluvial, Planosol, Hidromorf Kelabu, laterik (tidak peka) Kelas 2 :Latosol (agak peka) Kelas 3 : Tanah hutan coklat,tanah medeteran (kepekaan sedang) Kelas 4 : Andosol, Laterik, Grumosol, Podsol, Podsolic (peka) Kelas 5 : Regosol, Litosol, Organosol, Renzina (sangat peka)
Nilai skor 15 30 45 60 75
Sumber: Asdak, 2004:416
Tabel - 13. Skor Intensitas Hujan Harian Rata-rata (Asdak,2004) Intensitas hujan harian rata-rata Kelas 1 : < 13,6 mm/hari (sangat rendah) Kelas 5 : > 34,8% mm/hari (sangat tinggi) Kelas 3 : 20,7 – 27,7 mm/hari (sedang Kelas 4 : 27,7 – 34,8 mm/hari (tinggi) Kelas 2 : 13,6 – 20,7 mm/hari (rendah)
Nilai skor 10 20 50 40 30
Sumber: Asdak, 2004:416
Penetapan penggunaan lahan setiap
§
Tanah dengan klasifikasi sangat rawan
satuan lahan ke dalam suatu kawasan
erosi dan mempunyai kemiringan lereng
fungsional dilakukan dengan menjumlahkan
> 15%
nilai skor ketiga factor tersebut di atas dengan
mempertimbangkan
Dengan cara demikian, dapat
dihasilkan
kawasan
kawasan
Merupakan jalur pengamanan aliran sungai, minimal 100 m di kiri- kanan
keadaan
setempat.
lindung,
§
alur sungai §
Merupakan pelindung mata air, yaitu 200 m dari pusat mata air
penyangga, kawasan budidaya. Berikut ini adalah kriteria yang digunakan oleh BRLKT
§
Berada pada ketinggian > 2.000 m dpl
( Balai Lahan dan Konservasi Tanah,
§
Guna kepentingan khusus dan ditetapkan
Departemen Kehutanan ) untuk menentukan
oleh
status kawasan berdasarkan fungsinya.
lindung
pemerintah
sebagai
kawasan
a. Kawasan Lindung Satuan lahan dengan jumlah skor ketiga factor fisiknya sama dengan atau lebih besar dari 175 dan memenuhi salah
b. Kawasan Penyangga Satuan lahan dengan jumlah skor
satu atau beberapa syarat di bawah ini :
ketiga faktor fisik antara 125 – 174 serta
§
memenuhi kriteria umum sebagi berikut :
Mempunyai kemiringan lereng > 45%
§
§
Keadaan
memungkinkan
(tanaman perkebunan, tanaman industri).
untuk dilakukan budidaya pertanian
Selainitu, areal tersebut harus memenuhi
secara ekonomis
kriteria umum untuk kawasan penyangga.
Lokasinya
fisik
areal
secara
dikembangkan
ekonomis sebagai
mudah
d. Kawasan Budidaya Tanaman Semusim
kawasan
Satuan lahan dengan kriteria seperti dalam penetapan kawasan budidaya tanaman
penyangga §
Tidak
merugikan
dari
segi
tahunan serta terletak di tanah milik, tanah adat, dan tanah Negara yang seharusnya
ekologi/lingkungan hidup c. Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan
dikembangkan usaha tani tanaman semusim.
Satuan lahan dengan jumlah skor ketiga faktor fisik < 124 serta sesuai untuk dikembangkan usaha tani tanaman tahunan
3.
PEMBAHASAN
a) Tingkat bahaya erosi yang terjadi pada Sub DAS Sampean sebagian besar
Berdasarkan
hasil
dan
sangat berat yaitu 95,54% dari luas
sebagai
wilayah, sedangkan tingkat bahaya erosi
perhitungan
analisa data, maka didapat hasil berikut:
yang lain yaitu berat : 2,72%, sedang :
1.
Erosivitas limpasan permukaan yang
1,02%, ringan 0,72%.
totalnya mencapai 48.129,73 m2/jam
b) Tingkat kekritisan lahan yang terjadi
dan mengakibatkan nilai rata-rata laju
pada Sub DAS Sampean sebagian besar
erosi sebesar 43.939,94 ton/ha/tahun,
sangat kritis yaitu 95,54% dari luas
identik
tanah
wilayah, sedangkan tingkat kekritisan
sebesar: 258,470 cm/tahun. Sedangkan
yang lain yaitu kritis : 2,72%, dan semi
nilai laju erosi maksimum sebesar
kritis : 1,74%.
dengan
kehilangan
c) Kelas kemampuan lahan di Sub DAS Sampean di klasifikasikan menjadi 6 2.
171.142,95 ton/ha/tahun, identik dengan
(enam) kelas, yaitu kelas III (1,35%
kehilangan tanah sebesar: 1.006,72
(terdiri dari IIIe & IIIg)) untuk pertanian
cm/tahun.
sedang, kelas IV (0,913% (terdiri dari IVe)) untuk pertanian terbatas, kelas V
(0,058%
(terdiri
Vg))
Ukir,
Cermec,
Campoan,
Rajekwesi, Sumber Pinang, Sumber
(terdiri
untuk
Anyar, Waroboyo, Alas Bayur, Leprak,
VII
Sumber Canting, Suling Wetan, Banyu
(75,39% (terdiri dari VIIe & VIIg))
Putih, Wringin, Lumutan, Banyuwulu,
untuk pengembalaan terbatas, kelas VIII
Gubrih, Glingseran, Jati Tamban, Jati
(21,54% (terdiri dari VIIIe)) untuk
Sari,
hutan lindung atau cagar alam.
Sumber Kalong, Silolembu, Binakal,
Pada Sub DAS Sampean, terdiri dari 3
Sumber Suko, Wonokusumo, Pasarejo,
(tiga) kawasan, yaitu Kawasan lindung
Bondoarum, Kota Kulon, Taman sari,
(10,53%),
Kejayan,
Koncer
(52,23%), Kawasan Budidaya Tanaman
Sumber
Gading,
Tahunan (37,23%). Dari hasil tersebut,
Lombok
Kulon,
maka rekomendasi penggunaan lahan
Pekalangan,
yang paling disarankan adalah sawah
Patemon,dan lain sebagainya.
dari
VIe
&
sedang,
VIs)) kelas
Kawasan
Penyangga
irigasi, tanaman industri dan hutan
5.
Tambak
untuk
pengembalan intensif, kelas VI (0,731%
pengembalaan
4.
dari
6.
Blimbing,
Petung,
Baratan,
Kidul,
Padasan,
Sumber
Salam,
Randu Cangkring,
Kasemek,
Pengarang,
Debit limpasan rata-rata permukaan di
produksi.
Das Sampean sebesar 7,514 m3/dtk,
Sejumlah 93 desa yang mengalami
sedangkan
kondisi sangat kritis antara lain Desa
permukaan
Ardirejo, Sliwung, Sumber Tengah,
dilapangan sebesar 6,698 m3/dtk.
debit
limpasan
hasil
rata-rata
pengamatan
dengan cara sipil maupun non sipil. Upaya KESIMPULAN
penanganan secara non sipil diantaranya
Berdasarkan hasil penelitian diatas,
adalah
maka dapat disimpulkan bahwa, kondisi
dengan
DAS Sampean sekarang dalam kondisi
dianalisis
sangat kritis dan segera perlu dilakukan
penanganan
upaya pengendalian erosi lahan berupa
dilakukan analisis lebih lanjut.
penataan
kawasan
DAS.
Upaya
pengendalian erosi lahan dapat dilakukan
penataan
kawasan
fungsinya dalam
yang
sesuai
sebagaimana
yang
studi
secara
ini,
sedangkan
sipil/struktur
perlu
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB. Bogor. Asdak, C. (2002). Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (edii kedua). Asmaranto, Runi. 2005. Pelatihan GIS – SDA. Tidak Diterbitkan. Jurusan Teknik Pengairan Universitas Brawijaya Malang. Asmaranto, Runi. 2007. Jurnal Teknik – Analisa Laju Erosi dan Arahan Konservasi di Das Pikatan Berbasis SIG. Tidak Diterbitkan. Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang. Chow, V.T, (1964), Handbook of Applied Hydrology. Prentice Hall Inc. USA. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hardjowigeno, Sarwono. 1995. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta.
Harto, Sri. 1993. Analisa Hidrologi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Prahasta, Eddy. 2002. Sistem Informasi Geografis. Informatika Bandung. Soewarno. 1995. Hidrologi: Aplikasi Metode Statistik Untuk Analisa Data Jilid 1. Bandung: Nova. Sosrodarsono, S. dan K. Takeda. (1987). Hidrologi Untuk Pengairan. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. Soemarto, C. D. (1993). Hidrologi Teknik. Usaha Nasional. Surabaya. Suhartanto, Ery. 2008. Panduan AVSWAT 2000 dan Aplikasinya di Bidang Teknik Sumber Daya Air. Malang: CV: Asrori Malang Suripin. (2002). Pelestarian Sumber Daya Tanah Dan Air. Andi. Yogyakarta. Utomo,
Hadi,
Wani.1994.
Erosi
dan
Konservasi Tanah. IKIP. Malang.
xiii
Tabel – 14. Hasil Perhitungan Tingkat Bahaya Erosi
Tingkat Bahaya Erosi Sangat Berat Berat Sedang Total
Luas Prosentase 118874.86 3395.789 2148.409 124419.06
Gambar 1. Lokasi DAS Sampean
95.54 2.73 1.73 100
Gambar 2. Nilai Laju Erosi
Gambar 3. Tingkat Bahaya Erosi DAS Sampean
Gambar 4. Arahan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah DAS Sampean
Gambar 5. Foto Lokasi Desa Grujugan Kabupaten Bondowoso
Gambar 6. Foto Lokasi Desa Grujugan Kabupaten Bondowoso