Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan XX 2015
Klasifikasi Berbasis Objek pada Citra Pleiades untuk Pemetaan Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan Purwokerto 2013 Eksi Hapsari1, Sigit Heru Murti B.S.2 2
1 Mahasiswa Program Studi Kartografi dan Penginderaan Jauh, Fakultas Geografi, UGM Staf Pengajar, Program Studi Kartografi dan Penginderaan Jauh, Fakultas Geografi, UGM
Abstrak −Ruang terbuka hijau (RTH) di wilayah perkotaan memiliki bentuk dan ukuran yang tidak teratur, sehingga interpretasi obyek tersebut pada citra penginderaan jauh menggunakan metode interpretasi visual atau klasifikasi berbasis spektral akan sulit dan membutuhkan waktu yang lama. Untuk memecahkan masalah pemetaan RTH tersebut diperlukan metode interpretasi yang tidak hanya bertumpu pada nilai spektral citra. Oleh karena itu, metode klasifikasi berbasis objek akan diaplikasikan dalam kajian ini. Penelitian ini bertujuan: (1) Mengkaji tingkat ketelitian interpretasi RTH di Perkotaan Purwokerto mengenai jenis RTH dan jenis vegetasinya menggunakan Citra Pleiades berdasarkan metode Object Based Image Analysis (OBIA) serta (2) Mengkaji karakteristik RTH berdasarkan informasi yang dapat diperoleh dari interpretasi Citra Pleiades. Citra Pleiades 1B, resolusi spasial 0,5 meter yang direkam tanggal 8 Agustus 2013 digunakan sebagai dasar interpretasi RTH. Metode penelitian menerapkan algoritma multiresolution segmentation, optimal box classifier, interpretasi visual hasil segmentasi, transformasi NDVI, dan penilaian akurasi menggunakan matriks kesalahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (a) akurasi interpretasi jenis RTH berdasarkan klasifikasi OBIA pada Citra Pleiades sebesar 76,14% dan (b) akurasi jenis vegetasi sebesar 67,48%. Hasil yang lain menunjukkan bahwa kerapatan vegetasi dan kepemilikan lahan RTH masih sulit diidentifikasi secara langsung dari OBIA. Kata kunci : klasifikasi berbasis obyek/Object Based Image Analysis (OBIA), Citra Pleiades, ruang terbuka hijau (RTH)
PENDAHULUAN Penggunaan penginderaan jauh (PJ) memiliki keunggulan dalam menyajikan informasi keruangan terkait dengan kenampakan fisik dari suatu wilayah, sehingga menguntungkan dalam melakukan penelitian-penelitian kewilayahan. Penginderaan jauh dapat digunakan untuk berbagai macam bidang kajian, salah satunya adalah untuk kajian mengenai fenomena perkotaan. Salah satu kajian terkait dengan fenomena perkotaan adalah mengenai ruang terbuka hijau (RTH). RTH yang terdapat di perkotaan sebagian besar berupa vegetasi. RTH yang tampak pada citra penginderaan jauh memiliki bentuk tidak teratur dengan ukuran yang terkadang sangat kecil, sehingga akan sulit dalam delineasi untuk penarikan batas objek. Untuk wilayah perkotaan yang memiliki objek kompleks, metode interpretasi visual akan sulit diaplikasikan, membutuhkan waktu yang lama dan subjektif. Oleh karena itu, untuk lebih memudahkan identifikasi RTH, maka digunakan interpretasi digital dengan metode klasifikasi berbasis objek. Klasifikasi berbasis objek yang dikenal dengan Object Based Image Analysis (OBIA) dapat mengidentifikasi suatu objek berdasarkan aspek spektral dan spasial sekaligus, sehingga dinilai mampu mengatasi kekurangan dari klasifikasi citra yang hanya mengandalkan aspek spektral saja (Danoedoro, 2012).OBIA terdiri dari 2 bagian yakni segmentasi citra dan klasifikasi berdasarkan fitur objek dari aspek spektral dan spasial (Lang et al, 2006). Pada dasarnya segmentasi itu membangun blok/batas dari suatu objek untuk dianalisis (Blaschke, 2010). eCognition menerapkan teknik segmentasi baru, yakni Segmentasi Multiresolusi (Multiresolution Segmentation) yang merupakan algoritma berbasis region dengan teknik penggabungan area/region secara “bottom-up”. Algoritma multiresolusi dimulai denganmempertimbangkan setiap piksel sebagai objek terpisah, kemudian objek tersebut digabungkan untuk membentuk segmen yang lebih besar. Penggabungan ini berdasarkan kriteria warna (color), bentuk (shape), kekompakan (compactness), kehalusan (smoothness), dan skala parameter (Darwish, 2003).
244
Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan XX 2015 Matrik kesalahan dan koefisien Kappa menjadi sebuah standar dalam evaluasi hasil dari penginderaan jauh (Congalton, 1991). Untuk akurasi OBIA, user’s accuracy sering disebut sebagai kebenaran (correctness) dan producer’s accuracy sebagai kelengkapan (completeness). Kebenaran (correctness) mengukur persentasi dari objek yang terklasifikasi dengan benar, sedangkan kelengkapan (completeness) mengukur persentasi objek di dunia nyata (data referensi) yang dapat dijelaskan atau diidentifikasi pada objek hasil klasifikasi (Zhan et al., 2005). Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat diterapkan bersama dengan teknik penginderaan jauh untuk kajian pemetaan ruang terbuka hijau, yakni dalam hal pengukuran (measurement), pemetaan (mapping), dan pemantauan (monitoring). Berdasarkan integrasi PJ dan SIG setiap jenis ruang terbuka hijau dapat diketahui persebarannya secara spasial dan dihitung luasannya sehingga dapat dilakukan analisis spasial serta dapat dipetakan berdasarkan data spasial yang telah didapatkan. Integrasi penginderaan jauh dan SIG ini akan menghasilkan informasi yang cukup baik, jelas dan efisien baik dari segi waktu maupun biaya sehingga integrasi tersebut penting dilakukan terutama untuk mengkaji fenomena-fenomena geografis yang ada sehingga akan mempermudah dalam melakukan perencanaan dan pengambilan keputuan (Harmon dan Anderson, 2003) Manfaat vegetasi untuk RTH, antara lain pepohonan bisa jadi tabir angin, dan bisa mengurangi velositas angin serta bisa digunakan sebagai lorong angin untuk meningkatkan ventilasi diarea tertentu, semak bermanfaat sebagai pengatur kecepatan angin dan pengarah aliran angin, ground cover/penutup tanah bermanfaat untuk mengurangi debu, mengurangi reradiasi panas matahari, dan tumbuhan merambat untuk melapisi dinding bangunan, bisa juga didesain sebagai kanopi untuk mengontrol sinar matahari (Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum). Menurut Dwihatmojo (2013), beberapa jenis RTH yang dapat diperoleh dari hasil interpretasi citra resolusi spasial tinggi, di antaranya : taman lingkungan, taman kota, median jalan, sempadan rel, sempadan sungai, pemakaman, lapangan, parkir terbuka, lahan pertanian perkotaan, dan hutan kota. Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengamanatkan bahwa luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang ada di wilayah perkotaan, minimal memilili luasan 30% dari luas wilayah perkotaan, dengan 20% berupa RTH publik dan 10% RTH privat. Namun, menurut Dinas Cipta Karya, Kebersihan, dan Tata Ruang Kabupaten Banyumas, luasan RTH yang ada di Kabupaten Banyumas pada tahun 2012 belum memenuhi luasan minimal RTH yang telah ditetapkan dalam peraturan yang berlaku, yakni baru mencapai 15%. Oleh karena itu, diperlukan suatu penelitian yang mengkaji mengenai ketersediaan dan komponen RTH yang ada di Perkotaan Purwokerto. Penelitian ini bertujuan: (1) Mengkaji tingkat ketelitian interpretasi RTH di Perkotaan Purwokerto mengenai jenis RTH dan jenis vegetasi menggunakan Citra Pleiades berdasarkan metode Object Based Image Analysis (OBIA) serta (2) Mengkaji karakteristik RTH berdasarkan informasi yang dapat diperoleh dari interpretasi Citra Pleiades.
METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan Citra Pleades 1B multispektral pan-sharperned dengan resolusi spasial 0,5 meter yang direkam tanggal 8 Agustus 2013. Citra ini telah dikoreksi hingga level Orthoimages yang berarti citra telah dikoreksi radiometrik dan geometrik. Data-data lain yang digunakan antara lain RTRW Kabupaten Banyumas Tahun 2011-2031, Peta RBI Kabupaten Banyumas Skala 1 : 25.000, data makam, luasan taman dan median jalan di Kabupaten Banyumas Tahun 2013, dan Peta Penggunaan Lahan serta distribusi RTH di Perkotaan Purwokerto Tahun 2013. Metode yang digunakan adalah Object Based Image Analysis (OBIA) menggunakan algoritma multiresolution segmentation untuk proses segmentasinya, optimal box classifier untuk proses klasifikasinya, interpretasi visual hasil segmentasi untuk mengklasifikasi jenis RTH dan kepemilikannya, dan analisis regresi menggunakan nilai NDVI untuk mendapatkan kerapatan vegetasi. Penilaian akurasi menggunakan matriks kesalahan dengan membandingkan luas per kelas hasil klasifikasi dengan data referensi. Tahap persiapan terdiri dari perijinan dengan lembaga/instansi terkait, pengumpulan data, dan persiapan alat yang dibutuhkan. Untuk tahap pelaksanaan terbagi menjadi 2 metode yakni metode 1 untuk menjawab tujuan pertama dan metode 2 untuk menjawab tujuan kedua, tahapan proses dari kedua metode tersebut seperti pada diagram alur penelitian pada gambar di bawah ini.
245
Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan XX 2015
Gambar 1. Diagram Alur Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN 1.
Segmentasi
Proses segmentasi dilakukan beberapa kali dengan kombinasi parameter yang berbeda dengan metode trial and error untuk mengetahui parameter terbaik yang dapat diterapkan untuk kajian RTH. Dari beberapa proses segmentasi dengan kombinasi parameter yang berbeda, dihasilkan 2 project dengan beberapa level segmentasi yang dianggap sudah dapat merepresentasikan objek RTH dengan cukup baik, seperti pada tabel di bawah ini. Tabel 1. Parameter segmentasi yang digunakan
Pada level pertama (A) menggunakan skala parameter yang lebih besar dan kemudian semakin kecil untuk level berikutnya. Hal ini berkaitan dengan tingkat kedetailan objek yang akan dihasilkan. Semakin kecil nilai dari skala parameter maka poligon yang terbentuk akan lebih kecil dan banyak, dapat pula over detail, sehingga objek yang sama dapat terbagi menjadi beberapa poligon. Oleh karena itu, penentuan skala paramater ini perlu memperhatikan objek apa yang akan dikaji. Kedua project segmentasi tersebut menggunakan nilai parameter warna yang lebih tinggi daripada bentuk. Hal ini dikarenakan parameter warna lebih berpengaruh terhadap kenampakan RTH dan perameter bentuk tidak memiliki pengaruh yang terlalu besar karena RTH sebagian besar memiliki bentuk yang tidak teratur, dapat berukuran besar ataupun kecil, bergerombol ataupun individu. Hanya beberapa RTH yang memiliki bentuk tetap. Nilai parameter kekompakan dan kehalusan diberi nilai yang sama karena objek RTH yang berada di perkotaan terdiri dari berbagai jenis vegetasi sehingga memiliki kehalusan/tekstur dan kekompakan yang berbeda dan salah satunya tidak ada yang terlalu menonjol untuk objek RTH secara keseluruhan. Sebagai contoh, pohon memiliki tekstur yang kasar sedangkan penutup tanah memiliki tekstur yang halus dan kekompakan yang terbentuk tergangtung pada kerapatan dari masing-masing vegetasi tersebut. Pada umumnya kedua project segmentasi tersebut sudah dapat membentuk poligon objek RTH dengan cukup baik, di mana sudah dapat membentuk median jalan, jalur hijau dan pohon secara individu serta dapat dibedakan jenis vegetasinya secara visual meskipun tidak semua objek tersebut dapat terbentuk dengan baik. Penilaian hasil segmentasi ini dilakukan secara visual dengan membandingkannya dengan objek yang sebenarnya di lapangan. Pada project 1A objek RTH yang berupa lapangan berumput sebagian besar sudah tersegmen menjadi 1 poligon objek, tetapi masih banyak jenis RTH lain yang masih tergabung dengan poligon objek non RTH (under segmentation) seperti contohnya vegetasi yang berada di pekarangan masih tersegmen menjadi satu poligon
246
Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan XX 2015 dengan objek non-vegetasi seperti bangunan, permukiman ataupun jalan. Pada level kedua (B) sudah dapat membentuk objek RTH yang berukuran lebih kecil seperti pohon secara individu sudah dapat dibedakan, median jalan yang terbentuk lebih banyak dan lebih jelas batas-batasnya, serta sudah dapat membedakan berdasarkan jenis vegetasinya. Namun, terdapat pula satu objek yang sama justru tersegmen menjadi beberapa poligon kecil (over segmentation) seperti contohnya lapangan, alun-alun, pemakaman, dan kebun. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar 2.
A. B.
C.
Gambar 2. Contoh perbedaan hasil segmentasi pada Project 1
Segmentasi spektral difference diterapkan pada level ketiga (C) di masing-masing project segmentasi untuk menggabungkan poligon yang memiliki nilai spektral yang hampir sama sehingga poligon-poligon yang terbentuk pada satu objek yang sama dapat diminimalisir. Setelah dicermati dengan membandingkan hasil segmentasi pada setiap level di masing-masing project, dapat diketahui bahwa hasil yang paling sesuai dan mencerminkan kenampakan yang sebenarnya di lapangan adalah project 1.C. Poligon hasil segmentasi inilah yang digunakan untuk proses selanjutnya yakni proses klasifikasi. 2.
Klasifikasi Jenis Vegetasi
Klasifikasi jenis vegetasi ini menggunakan klasifikasi Optimal Box Classifier. Klasifikasi ini merupakan klasifikasi biner yakni hanya dapat membedakan objek antara ya atau tidak sehingga hanya akan menghasilkan dua kelas. Oleh karena itu, perlu dibuat sistematika klasifikasi untuk menghasilkan lebih dari dua kelas. Hirarki klasifikasi yang digunakan seperti terlihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 3. Hirarki klasifikasi jenis vegetasi
Tahap pertama dalam pengklasifikasian adalah membedakan vegetasi dan non-vegetasi. Untuk membedakan kedua kelas tersebut menggunakan feature space warna, di mana feature space ini akan mengklasifikasikan objek berdasarkan nilai piksel citra. Objek vegetasi dapat memiliki nilai piksel yang sama namun ternyata berbeda jenisnya, sehingga untuk membedakan jenis vegetasinya perlu memperhatikan tekstur dari objek tersebut. Oleh karena itu, untuk tahapan klasifikasi selanjutnya menggunakan feature space warna dan tekstur sekaligus. Di mana masing-masing jenis vegetasi memiliki tekstur yang berbeda, sebagai contoh pohon memiliki
247
Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan XX 2015 tekstur yang kasar sedangkan penutup tanah memiliki tekstur yang halus, meskipun keduanya dapat memiliki nilai piksel yang sama atau hampir sama. Secara keseluruhan hasil klasifikasi jenis vegetasi menggunakan OBIA ini sudah dapat membedakan RTH berdasarkan jenis vegetasinya menjadi kelas pohon, perdu/semak, dan penutup tanah yang distribusi spasialnya dapat dilihat pada gambar 5. Jenis vegetasi perdu dan semak dijadikan dalam 1 kelas karena untuk dapat membedakan keduanya perlu dilakukan survei lapangan langsung sehingga tidak bisa jika hanya melalui citra satelit. Mayoritas jenis vegetasi yang ada di RTH Kawasan Perkotaan Purwokerto adalah pohon. RTH yang berupa pohon sebagian besar berada di kawasan perkotaan bagian selatan dan utara, perdu/semak berada di hampir keseluruhan kawasan, sedangkan untuk jenis vegetasi berupa penutup tanah juga tersebar di keseluruhan kawasan, hanya saja memiliki bentuk dan ukuran yang relatif kecil.
Gambar 4. (a) Citra asli, (b) hasil klasifikasi jenis vegetsi (hijau tua= pohon,hijau muda= penutup tanah, ungu= perdu/semak, kuning= non-vegetasi)
Pada penelitian ini uji akurasi dititikberatkan pada akurasi geometri berdasarkan luasan. Dari perhitungan akurasi dengan 157 lokasi sampel yang didelineasi berdasarkan perbedaan jenis vegetasinya menjadi 481 poligon dan 82 poligon dari sampel non-vegetasi, diperoleh akurasi keselurahan sebesar 67,48% dengan nilai Kappa sebesar 0,5526. Meskipun akurasi total yang diperoleh belum terlalu tinggi, namun untuk kelas penutup tanah sudah memiliki kebenaran (correctness) hasil klasifikasi OBIA yang cukup tinggi yakni 89,51%. Nilai ini menunjukan bahwa hasil klasifikasi OBIA untuk kelas tersebut sudah hampir sama dengan sampel. Kebenaran paling rendah adalah kelas perdu/semak. Kelengkapan (completeness) mengukur persentase objek di dunia nyata (data referensi) yang dapat diidentifikasi pada objek hasil klasifikasi. Tingkat kelengkapan yang paling tinggi adalah kelas pohon. Hal tersebut menunjukan bahwa objek pohon yang ada di lapangan sudah dapat diidentifikasi pada hasil klasifikasi OBIA, meskipun pohon secara individu belum dapat diidentifikasi secara keseluruhan. Untuk tingkat akurasi selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2 berikut. Tabel 2. Akurasi berdasarkan Jenis Vegetasi
3.
Klasifikasi Jenis RTH
Untuk klasifikasi jenis RTH tidak dapat dihasilkan langsung dari OBIA. Hal ini dikarenakan perbedaan jenis ruang terbuka ini lebih berkaitan dengan fungsi pemanfaatannya. RTH dapat memiliki kenampakan yang sama tetapi memiliki fungsi yang berbeda. Sebagai contoh, kenampakannya sama-sama berupa vegetasi pohon, perdu
248
Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan XX 2015 ataupun semak, namun berdasarkan jenis RTHnya bisa sebagai hutan kota, taman, pekarangan, sabuk hijau, pemakaman, ataupun semapadan sungai.
Gambar 5. Peta klasifikasi jenis vegetasi
Peta RTH berdasarkan jenisnya dihasilkan dari hasil interpretasi segmentasi terbaik yang dikelaskan dengan bantuan survei lapangan dan pengetahuan kewilayahan (local knowledge) mengenai kawasan perkotaan Purwokerto. Pekarangan dapat dikenali dari objek vegetasi yang asosiasinya berada di sekitar permukiman ataupun bangunan. Untuk jenis hutan kota dan taman kota, diperlukan pengetahuan lokal ataupun data dari dinas terkait karena tidak semua objek vegetasi dapat dikategorikan sebagai hutan atau taman kota. Hal ini dikarenakan untuk menjadi kategori tersebut perlu ditetapkan oleh peraturan daerah setempat. Taman lingkungan dikenali dari warna, bentuk, dan asosiasinya, di mana memiliki warna objek vegetasi yakni hijau dengan rona agak gelap hingga cerah, bentuknya menyerupai taman, asosiasinya berada di sekitar permukiman. Objek lapangan juga sebenarnya masuk ke dalam jenis taman lingkungan, namun karena memiliki jenis vegetasi dan bentuk yang jelas dan tetap yakni penutup tanah dan berbentuk persegi panjang ataupun oval, maka objek lapangan ini diinterpretasi secara terpisah. Jalur hijau pada citra dapat diidentifikasi dari warna yang hijau, rona agak gelap, berdiri secara individu (tidak menggerombol), berbentuk agak membulat, berukuran kecil dan berasosiasi dengan jalan (berada di tepi atau tengah jalan). Pemakaman memiliki warna pencampuran antara warna hijau muda dengan coklat karena di pemakaman mayoritas terdapat jenis vegetasi berupa perdu, semak dan juga terdapat batu-batu nisan sehingga warna yang dihasilkan agak kecoklatan dan memiliki tekstur yang agak halus. Kebun dapat diidentifikasi dari warnanya yang hijau dengan rona agak gelap hingga agak cerah, bertekstur kasar dan seringkali menggerombol, dan memiliki bentuk yang tidak tetap, bisa persegi, persegi panjang, ataupun tidak beraturan. Objek sawah sangat mudah diidentifikasi karena memiliki kunci interpretasi yang khas, yakni memiliki warna hijau (dapat berwarna agak kekuningan atau coklat tergantung musimnya), tekstur halus, dan berpetak-petak. Tegalan agak sulit diidentifikasi karena memiliki kunci interpretasi hampir sama seperti sawah, tetapi memiliki tekstur yang lebih kasar. Sebagian besar RTH yang ada di kawasan perkotaan Purwokerto berupa kebun dan sawah yang tersebar di seluruh wilayah perkotaan. RTH kebun ini lebih banyak dijumpai di Kecamatan Purwokerto Selatan bagian
249
Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan XX 2015 selatan, sedangkan untuk sawah yang luas mayoritas berada di bagian selatan yakni di Kecamatan Patikraja. Distribusi jenis RTH yang ada di Perkotaan Purwokerto dapat dilihat pada gambar 6. Penilaian akurasi diperoleh dari perhitungan 157 lokasi sampel yang didelineasi berdasarkan perbedaan jenis RTHnya ditambah lagi 82 poligon dari sampel non-vegetasi. Dari perhitungan akurasi tersebut diperoleh akurasi keselurahan sebesar 76,14%dengan nilai Kappa sebesar 0,7124. Meskipun akurasi totalnya tidak terlalu tinggi, namun terdapat beberapa kelas yang memiliki tingkat kebenaran yang tinggi, yakni hutan kota, sempadan rel, dan lapangan golf (100%), taman kota (98%), pemakaman (96%), dan lapangan (95%). Tingkat kebenaran yang tinggi untuk hutan kota dan lapangan golf dikarenakan hanya terdapat 2 hutan kota dan 1 lapangan golf yang sehingga objek tersebut akan mudah diidentifikasi.Sempadan rel dapat mencapai tingkat kebenaran 100% dengan bantuan dari buffer terhadap rel kereta api, sedangkan untuk kelas taman kota, pemakaman, dan lapangan memiliki tingkat kebenaran yang tinggi karena memiliki ciri yang khas, ditambah lagi peneliti mengetahui letak sebagian besar objek pada kelas tersebut. Kelas yang memiliki tingkat kebenaran paling rendah adalah jalur hijau (25,99%) dan pekarangan (34,71%). Jalur hijau dan pekarangan memiliki tingkat kebenaran yang rendah karena ukuran dari objek pada kelas tersebut yang relatif kecil dan seringkali poligon hasil segmentasi objek tersebut tergabung dengan poligon non vegetasi di sekitarnya. Untuk tingkat akurasi selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.
Gambar 6. Peta klasifikasi jenis RTH
4.
Klasifikasi Kepemilikan RTH
Berdasarkan kepemilikannya, RTH dibagi menjadi dua yakni RTH publik dan RTH privat. Klasifikasi kepemilikan ini dapat diketahui dari jenis RTHnya dan dengan dilengkapi data survei lapangan. RTH yang terdapat di Perkotaan Purwokerto sebagian besar merupakan ruang terbuka privat yang berupa sawah, kebun, dan pekarangan yang dimiliki oleh perseorangan, kelompok, ataupun instansi, seperti yang terlihat pada gambar 7. Pekarangan yang dimiliki oleh perseorangan adalah pekarangan rumah, sedangkan untuk pekarangan yang berupa pekarangan atau halaman kantor/instansi, sekolah, atau bangunan lainnya. biasanya dimiliki oleh kelompok atau instansi. RTH yang bersifat publik terdiri dari taman, hutan kota, jalur hijau, median jalan, lapangan, dan sempadan rel. Untuk taman, pemakaman dan sempadan sungai pada dasarnya merupakan RTH publik, namun ada pula yang
250
Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan XX 2015 bersifat privat. Hal ini dikarenakan tidak semua taman dikelola oleh pemerintah sebagai taman kota, ada pula taman yang dikelola oleh perseorangan, kelompok ataupun RT/RW/kelurahan tertentu serta tidak semua pemakaman merupakan pemakaman umum yang dapat dipakai oleh semua orang dari semua kalangan, terdapat pula pemakaman yang hanya dapat digunakan oleh kalangan tertentu saja seperti Taman Makam Pahlawan, pemakaman keluarga, dan bong Cina. Sempadan sungai yang ada di Perkotaan Purwokerto ini sebagian besar berupa kebun dan lahan pertanian sawah yang dimiliki oleh perseorangan sehingga tidak semua bersifat publik. Tabel 3. Akurasi berdasarkan Jenis RTH
Gambar 7. Peta klasifikasi kepemilikan RTH
Jika dikaitkan dengan kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan peraturan yang berlaku yakni 30% dari luas wilayah perkotaan, maka secara keseluruhan ketersediaan ruang terbuka hijau yang terdapat di Perkotaan Purwokerto pada tahun 2013 sudah mencukupi, seperti yang tampak pada tabel 4. Namun, untuk RTH yang bersifat publik masih belum memenuhi kebutuhan.
251
Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan XX 2015 Agar ketersediaan dan kapasitas ruang terbuka hijau mencukupi pada suatu kawasan perkotaan, pemerintah dan masyarakat perlu memperhatikan koefisien dasar hijau, tidak boleh ada alih fungsi lahan di kawasan lindung, terus menjaga kelestarian lingkungan hidup dan menjaga ruang terbuka hijau yang sudah ada, serta terus menambah lokasi ruang terbuka hijau publik di lokasi yang memungkinkan. Tabel 4. Luasan RTH berdasarkan Kepemilikan
5.
Klasifikasi Kerapatan Vegetasi
Hasil transformasi NDVI menunjukan bahwa nilai NDVI di Perkotaan Purwokerto berkisar antara -0,668750 sampai 0,704883. Untuk mengetahui kerapatan vegetasi di Perkotaan Purwokerto digunakan hasil regresi nilai NDVI dengan sampel kerapatan vegetasi lapangan, untuk mendapatkan kerapatan vegetasi seluruh kawasan perkotaan. Sampel untuk kerapatan vegetasi berjumlah 121 lokasi sampel yang tersebar di seluruh kawasan. Dari hasil survei lapangan diperoleh nilai kerapatan vegetasi tertinggi adalah 90% pada objek kebun. Hasil regresi nilai NDVI dengan sampel kerapatan vegetasi mendapatkan persamaan y = 122,9x - 8,1252 dengan nilai R² = 0,5583 seperti tertera pada gambar di bawah ini.
Gambar 8. Grafik hasil regresi nilai NDVI dengan sampel kerapatan vegetasi Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa semakin tinggi nilai NDVI maka kerapatannya pun semakin tinggi. Hasil kerapatan vegetasi di kawasan perkotaan Purwokerto berdasarkan persamaan yang telah diperoleh mendapatkan nilai -90,31% hingga 78,50%. Range nilai tersebut kemudian dikelaskan menjadi 4 kelas, yakni non-vegetasi, vegetasi kerapatan tinggi, sedang, dan rendah, dimana kerapatan vegetasi yang kurang dari 0 langsung dikelaskan menjadi kelas non-vegetasi. Hal ini dilakukan karena seharusnya nilai kerapatan vegetasi minimal adalah 0. Untuk nilai kerapatan vegetasi yang lebih dari 0 dikelaskan menggunakan metode interval teratur menjadi 3 kelas, yakni kelas vegetasi kerapatan tinggi, sedang, dan rendah. Sebagian besar wilayah Perkotaan Purwokerto memiliki vegetasi berkerapatan rendah hingga sedang, seperti yang tampak pada gambar 9. Vegetasi berkerapatan tinggi mayoritas berada di bagian selatan, di mana di wilayah tersebut memang banyak terdapat kebun bambu dan kebun campuran yang cukup lebat karena kegiatan kekotaannya belum terlalu intens dan kompleks. Kawasan perkotaan bagian tengah merupakan pusat kegiatan yang terdiri dari permukiman, perdagangan, dan jasa sehingga memiliki kerapatan vegetasi yang rendah. 6. Kelebihan dan Kekurangan OBIA untuk RTH a. Kelebihan : 1. Batas antar objek hasil segmentasi dapat terlihat lebih jelas daripada berbasis pixel atau raster. 2. Dalam pembentukan segmen objek, OBIA tidak hanya memperhatikan nilai spektral saja melainkan juga memperhatikan bentuk, warna, kekompakan, kehalusan dari objek tersebut serta dipengaruhi oleh skala parameter yang digunakan,. 3. Nilai dari masing-masing parameter dapat ditentukan berdasarkan objek apa yang akan diidentifikasi dan pengaruh dari parameter-parameter tersebut terhadap objek yang akan dikaji.
252
Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan XX 2015 4. Segmentasi dari OBIA ini baik digunakan untuk kajian mengenai ruang terbuka hijau karena dapat membentuk objek ruang terbuka hijau yang berukuran kecil seperti median jalan ataupun pohon secara individu. 5. Hasil segmentasi OBIA ini sudah dapat membentuk objek seperti pada kenyataannya di lapangan. 6. Baik untuk analisis wilayah yang cakupannya sempit sehingga dapat lebih detail dan jelas dalam pengenalan objeknya
b. Kekurangan : 1. Meskipun hasil segmentasi dari OBIA sudah baik, namun untuk hasil klasifikasinya masih terdapat beberapa kesalahan klasifikasi. 2. Waktu pemrosesan cukup lama, baik pada proses segmentasi maupun proses klasifikasi. 3. Untuk analisis wilayah yang cakupannya luas akan sulit untuk mendapatkan hasil yang detail dan baik karena pemrosesan yang dilakukan akan lebih banyak, waktu yang lama, dan membutuhkan memori penyimpanan yang besar karena poligon hasil segmentasinya akan sangat banyak. 4. Untuk proses teknisnya memiliki rule yang cukup rumit sehingga membutuhkan pemahaman yang baik dalam penggunaan software OBIA tertentu
Gambar 9. Peta Kerapatan Vegetasi
KESIMPULANDAN SARAN Kesimpulan 1. Tingkat ketelitian interpretasi RTH di Perkotaan Purwokerto terkait dengan kedetailan informasi mengenai jenis RTH sebesar 76,14% dengan nilai Kappa 0,7124, sedangkan untuk akurasi klasifikasi jenis vegetasinya sebesar 67,48% dengan nilai Kappa 0,5526. 2. Jenis vegetasi yang terdapat di RTH Perkotaan Purwokerto mayoritas adalah pohon yang tersebar di seluruh kawasan terutama di bagian selatan dan utara dengan vegetasi berkerapatan rendah hingga sedang, sedangkan
253
Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan XX 2015 untuk jenis RTHnya sebagian besar berupa kebun dan sawah yang tersebar di seluruh kawasan perkotaan. Secara keseluruhan, ketersediaan RTH di Perkotaan Purwokerto tahun 2013 sudah mencukupi, namun untuk RTH yang bersifat publik dirasa masih kurang dan perlu diperbanyak. Saran 1. Untuk menerapkan klasifikasi berbasis objek (OBIA) sebaiknya mengambil cakupan wilayah yang tidak terlalu luas. 2. Pemilihan feature class harus memeperhatikan karakteristik dari objek yang dikaji. 3. Untuk mendapatkan hasil segmentasi yang baik, membutuhkan kombinasi parameter yang tepat, sehingga perlu dilakukan pemrosesan berulang kali dan membandingkan keseluruhan hasil segmentasi. 4. Penyusunan hirarki klasifikasi juga perlu diperhatikan untuk menghasilkan hasil klasifikasi yang sesuai 5. Perlu adanya penelitian yang mengkaji bagaimana pengaruh input citra yang berbeda terhadap hasil yang diperoleh 6. Untuk kerapatan vegetasi dan spesies vegetasi masih sulit diklasifikasi secara langsung menggunakan OBIA, sehingga perlu dilakukan penelitian lanjut untuk dapat mengetahui sejauh mana OBIA dapat mengidentifikasi hal tersebut pada RTH yang ada di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA Blaschke,T. 2010. Object Based Image Analysis for Remote Sensing. ISPRS Journal of Photogrametry and Remote Sensing65 (2010) pp 2-16 Congalton, Russell G. 1991. A Review of Assessing the Accuracy of Classifications of Remotely Sensed Data. Remote Sensing of Environment 37, pp 35-46 (1991) Danoedoro, Projo. 2012. Pengantar Penginderaan Jauh Digital. Yogyakarta: Penerbit ANDI Darwish, Ahmed; Leukert, Kristin; Reinhardt, Wolfgang. 2003. Image Segmentation for the Purpose of ObjectBased Classification. Diakses dari http://www.ecognition.com/sites/default/files/337_fr07_1420.pdf pada tanggal 29 Maret 2014 Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan-Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum. Menata Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Jakarta Dwihatmojo, Roswidyatmoko. 2013. Pemanfaatan Citra Quickbird Untuk Identifikasi Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (Studi Kasus Kecamatan Serpong, Kota Tangerang Selatan). Seminar Nasional Pendayagunaan Informasi Geospasial Untuk Optimalisasi Otonomi Daerah 2013. ISBN: 978-979-636152-6 eCognition Developer. 2011. eCognition Developer 8.7 Reference Book. München, Germany: Trimble Germany GmbH Harmon, John E. and Anderson, Steven J. 2003. The Design and Implementation of Geographic Information Systems. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Lang, S., Langanke, T., 2006. Object-based mapping and object-relationship modeling for land use classes and habitats. Photogrammetrie, Fernerkundung, Geoinformation 10 (1), pp 5- 18 Pemerintah Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Zhan, Q.; Molenaar, M.; Tempfli, K.; Shi, W. 2005. Quality Assessment for Geo-Spatial Object Derived from Remote Sensed Data. International Journal of Remote Sensing Vol. 26 No. 14, 20 July 2005, pp 29532974
254