Evaluasi Hasil Program Layanan Bimbingan dan Konseling
EVALUASI HASIL PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING INDIVIDUAL DI SEKOLAH DAN MADRASAH Sumarto Fakultas Ushuluddin IAIN STS Jambi
Abstrak: Evaluasi merupakan suatu proses dan tindakan yang terencana untuk mengumpulkan informasi tentang kemajuan, pertumbuhan dan perkembangan elemen sekolah terhadap tujuan (pendidikan), sehingga dapat disusun penilaiannya yang dapat dijadikan dasar untuk membuat keputusan. Dengan demikian evaluasi bukan sekedar menilai suatu aktivitas secara spontan dan insedental, melainkan merupakan kegiatan untuk menilai sesuatu yang terencana, sistematik dan berdasarkan tujuan yang jelas. Jadi dengan evaluasi diperoleh informasi dan kesimpulan tentang keberhasilan suatu kegiatan, dan kemudian kita dapat menentukan alternatif dan keputusan untuk tindakan berikutnya. Dalam program layanan bimbingan dan konseling individual harus diadakan evaluasi, untuk melihat apakah program layanan bimbingan dan konseling individual dapat dilaksanakan dengan baik dan efektif. Kata Kunci: Counseling, Therapy, Psikologi, Evaluasi Bimbingan Konseling Pendahuluan Setiap kegiatan perlu adanya evaluasi begitu juga dengan layanan bimbingan dan konseling, untuk mengetahui tingkat keberhasilannya perlu adanya evaluasi, sehingga mengetahui dimana kekurangannya untuk diperbaiki, harapannyakedepan mampu meningkatkan layanan bimbingan dan konseling tersebut. Evaluasi juga menjadi bahagian sangat penting dalam hal penyelenggaraan pengawasan layanan bimbingan dan konseling di sekolah, karena salah satu yang menjadi unsur-unsur pokok kepengawasan pengawas sekolah sesuai dengan SK Menpan No.
TAJDID Vol. XIV, No. 1, Januari-Juni 2015
143
Sunarto
188/ 1996 dan SK Mendikbud No. 020/U/1998 yaitu penilaian yang merupakan bagian dari evaluasi.1 Sebagai suatu sistem, program layanan bimbingan dan konseling tentunya meliputi beberapa hal di antaranya yaitu perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi. Dalam hal ini ketiga al tersebut senantiasa saling berkaitan dan berkesinambungan. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa suatu hasil senantiasa dipengaruhi oleh perencanaan, begitu pun pelaksanaan juga memiliki peran yang sangat dominan. Selain itu, kedua hal tersebut akan terlihat manakala proses evaluasi berjalan dengan baik. Dengan demikian, evaluasi dari pelaksanaan program layanan bimbingan ini hendaknya dipersiapkan dengan seksama. Evaluasi hasil merupakan prosedur yang digunakan untuk mengetahui dampak dari program dan pelaksanaan (kegiatan serta layanan) BK komprehensif bagi keberhasilan/prestasi siswa, terutama pada prestasi akademik siswa. Hasil yang diharapkan dari evaluasi hasil meliputi: kehadiran, kedisiplinan, nilai rata-rata kelas, dan tingkah laku siswa di dalam kelas.2 Perubahan-perubahan positif seperti yang telah disebutkan di atas lebih diharapkan sebagai akibat dari partisipasi siswa dalam kegiatan program BK komprehensif. Konselor sekolah disarankan suntuk mengembangkan dan melaksanakan perencanaan evaluasi berbasis hasil sebagai bagian dari keseluruhan pelaksanaan program BK komprehensif di sekolah. Hasil yang ditentukan dalam perencanaan tersebut berasal dari perencanaan pengembangan sekolah secara komprehensif, misi (program) BK, dan perencanaan strategi. Jika pendekatan ini menjadi pendekatan yang dipilih, maka perencanaan yang ditentukan harus mencakup hasil spesifik yang ingin dicapai, bagaimana seluruh kegiatan atau layanan tersebut akan diberikan, dan siapa yang akan melakukan kegiatan dan layanan tersebut, desain evaluasi yang akan digunakan, bagaimana pengumpulan dan analisa data akan dilakukan, dan laporan seperti apakah yang akan dipersiapkan dan kepada siapa saja laporan tersebut akan dipresentasikan, serta dampak dari hasil
1
Prayitno. Panduan Kegiatan Pengawasan Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hlm. 22-23. 2 ABKIN. Modul Panduan Mengevaluasi Program Bimbingan dan Konseling Perkembangan Secara Komprehensif. Dalam Bentuk Aplikasi pdf.
144 TAJDID Vol. XIV, No. 1, Januari-Juni 2015
Evaluasi Hasil Program Layanan Bimbingan dan Konseling
evaluasi tersebut, dalam tulisan ini yang dibahas adalah evaluasi hasil layanan bimbingan dan konseling. Konseling Individual Perkembangan layanan konseling di sekolah dewasa ini cenderung menggunakan teknik-teknik layanan yang beragam sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan dalam proses konseling itu sendiri. Namun tidaklah mudah menerapkan seluruh teknik-teknik itu seperti apa adanya, karena tidak semua muatan teknik bisa disesuaikan dengan kondisi perkembangan atau permasalahan peserta didik di sekolah. Oleh karena itu konselor sekolah perlu berupaya untuk memilih teknik apa yang sesuai dengan keadaan peserta didik dan bagaimana konselor melakukan inovasi dalam pengunaan teori dan teknik dalam proses layanan konseling individu agar bisa diterima sesuai dengan keadaan yang melingkupi peserta didik dalam setting sekolah. Pada tulisan ini akan dijelaskan secara umum teori dan teknik yang bisa digunakan untuk peserta didik dalam konseling individu, dan maka untuk mengaplikasikannya perlu beberapa pertimbangan karena belum tentu seluruh materinya bisa diterapkan pada peserta didik yang akan konselor layani. Person-Centered Counseling Teori ini awalnya dikembangkan dan diusulkan Carl Rogers. Peran konselor ialah menitikberatkan pada konseli bahwa ia bisa mengidentifikasi dan mengembangkan pemahaman terhadap dirinya sendiri.3 Semakin baik klien mengenali dirinya, semakin besar kemampuan mereka mengidentifikasi perilaku yang paling tepat untuk dirinya.4 Untuk dapat mewujudkan kemampuan konseli tersebut, maka Roger menyebutkan tiga karakteristik yang harus dimiliki oleh konselor, yaitu congruence (keselarasan), unconditional positive regard (penerimaan tanpa syarat), dan emphatic understanding (kemampuan berempati). Perhatian Rogers pada sifat proses belajar yang dilibatkan dalam konseling juga telah beralih pada perhatian terhadap apa yang terjadi dalam pendidikan. Dalam bukunya Freedom to Learn (1969) sebagaimana yang dikutip oleh Gerald Corey, Rogers 3
Daniel T. Sciarra, School Counseling Foundations and Contemporary Issues, (USA: Thompson Learning, 2004), hlm. 22. 4 Robert L. Gibson & Marianne H. Mitchell, Bimbingan dan Konseling, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 213. TAJDID Vol. XIV, No. 1, Januari-Juni 2015
145
Sunarto
mengupas soal-soal yang mendasar bagi pendidikan humanistik dan mengajukan filsafat suatu kegiatan belajar yang terpusat pada siswa. Pada dasarnya filsafat pendidikan yang diajukan Rogers tidak berbeda dengan pandangannya tentang konseling, ia yakin bahwa siswa bisa dipercaya untuk menemukan masalah-masalah yang penting dan berkaitan dengan keberadaan dirinya. Para siswapun bisa terlibat dalam kegiatan belajar yang bermakna, yang bisa terwujud dalam bentuk terbaik jika guru mencipatakan iklim kebebasan dan kepercayaan. Fungsi yang dijalankan guru ialah: kesejatian, keterbukaan, ketulusan, penerimaan, pengertian, empati dan kesediaan untuk membiarkan para siswa mengeksplorasi materi-materi yang bermakna sehingga menciptakan kegiatan belajar yang bisa berjalan secara signifikan.5 Model person-centered bukanlah suatu teori yang tertutup. Rogers berniat mengembangkan sekumpulan prinsip kerja yang bisa dinyatakan dalam bentuk hipotesis-hipotesis tentatif manyangkut kondisi-kondisi yang menunjang pertumbuhan pribadi. Teori ini menitikberatkan hubungan pribadi antara konseli dengan konselor, sikap konselor lebih penting daripada teknikteknik, pengetahuan atau teori. Jika konselor menunjukkan dan mengomunikasikan kepada konselinya bahwa ia adalah pribadi yang selaras, secara hangat dan tak bersyarat menerima perasaanperasaan dan kepribadian konseli, dan mempersepsi secara peka dan tepat dunia internal, maka konseli bisa menggunakan hubungan konseling untuk memperlancar pertumbuhan dan menjadi pribadinya sendiri.6 Adlerian School Counseling Teori konseling Alfred Adler memiliki pengaruh besar di sekolah pada akhir pertengahan abad. Pokok teori Adler adalah tentang kepedulian sosial. kepedulian sosial adalah kemmapuan seseorang untuk berinteraksi secara kooperatif dengan orang-orang dalam kehidupan bermasyarakat. Kepedulian sosial merupakan kepekaan yang harus dikembangkan dan menjadi tolak ukur kesehatan pribadi. Adler percaya bahwa sekolah adalah tempat awal dimana anak-anak mengembangkan dan menyalurkan
5
Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, (Bandung: Refika Aditama, 2005), hlm. 107. 6 Ibid., hlm. 110.
146 TAJDID Vol. XIV, No. 1, Januari-Juni 2015
Evaluasi Hasil Program Layanan Bimbingan dan Konseling
kepedulian sosial.7 Adler juga menekankan pentingnya pengembangan minat sosial konseli untuk kemudian mendidik kembali mereka agar mampu hidup di tengah masyarakat sebagai pribadi yang sanggup memberikan sesuatu bagi masyarakat, jadi bukan hanya menerima dan menuntut.8 Dalam pendangan Adler sebagaimana yang dikutip Daniel, perilaku negatif adalah hasil dari perasaan diabaikan dan perlakuan memanjakan anak. Maka Adler menghimbau para guru dan konselor, sebelu mereka mengatasi perilaku negatif siswa, untuk menanyakan terlebih dahulu pada mereka tentang tujuan dari perilakunya karena menurut Adler semua perilaku pasti memiliki tujuan. Adler meyakini bahwa jika sampai anak-anak memilih suatu perilaku tertentu maka mereka menginginkan perilaku itu dapat memenuhi kebutuhannya.9 Dengan menggunakan pandangan Adler mengenai pilihan perilaku akan membantu para pendidik menemukan cara yang lebih demokratis dengan siswa dalam menyepakati perilaku yang baru dan berbeda, jadi siswa bisa mengatasi problem perilakunya dengan mempelajari perilaku baru, dan hal ini lebih baik jika anakanak mau mendapatkan pengalaman dan memahami konsekuensi logis dari setiap perilaku tertentu, kemudian setelah itu anak-anak bisa menilai sendiri perilaku mana yang sibutuhkan dalam mencapai tujuannya, jadi kuncinya ialah berkompromi secara tepat dengan anak. Beberapa anak mungkin menolak untuk mengakui ketidakpuasan perasaannya, inferioritasnya, atau harapan yang tidak bisa ia miliki. Anak-anak dengan keadaan demikian bisa mengalami penolakan, deperesi dan sangat pasif. Maka tindakan yang bisa dilakukan disini ialah memberikan mereka beberapa dukungan dengan melibatkan mereka dalam kelompok atau kegiatan yang dinilai bisa meningktkan perasaan diri mereka. Sekolah bisa menjadi tempat yang bermakna dalam perkembangan kepedulian setiap siswanya. Sekolah dengan berbagai aktivitasnya, berfungsi sebagai tempat yaang mana anakanak di dalamnya bisa mendapatkan pengalaman dalam menumbuhkan minat sosial. tentu saja keluarga juga memiliki 7
Daniel T. Sciarra, Op. Cit., hlm. 24. Robert L. Gibson & Marianne H. Mitchell, Op. Cit., hlm. 212. 9 Daniel T. Sciarra, Op. Cit., hlm. 25. 8
TAJDID Vol. XIV, No. 1, Januari-Juni 2015
147
Sunarto
peran vital dalam perkembangan anak, namun sekolah juga memiliki peran penting dalam membantu perkembangan kepedulian sosial anak, yaitu dengan cara mereka berpartisipasi dalam setiap kegiatan kelompok, baik dalam kegiatan belajar, olah raga, dan konseling kelompok.10 Reality Therapy Pendiri Terapi Realitas adalah William Glasser. Seperti halnya Adler, Glasser sebagaimana dikutip Daniel berpendapat bahwa sebuah perilaku mempunyai tujuan. Tujuan itu menurutnya, adalah untuk memenuhi salah satu dari lima kebutuhan dasar, yaitu kebutuhan rasa sayang, kekuatan, kebebasan, kesenangan, dan kemampuan untuk mempertahankan diri. Saat seseorang menemukan kebutuhannya maka ia akan merasa baik, sukses, dan kualitas diri yang tinggi, namun jika tidak maka seseorang akan menderita. Dan dalam Terapi Realitas, tujuan konseling ia menemukan cara yang lebih efektif untuk memenuhi kebutuhankebutuhan konseli. Hal tersebut bisa terjadi karena semua perilaku bisa dipilih dan dikontrol.11 Terapi Realitas memiliki implikasi langsung bagi situasi sekolah. Glasser percaya bahwa pendidikan bisa menjadi kunci pergaulan manusia yang efektif. Glasser dalam Gerald Corey mengemukakan sebuah program untuk menghapuskan kegagalan, menitikberatkan pemikiran, memperkenalkan relevansi ke dalam kurikulum, mengganti hukuman dengan disiplin, menciptakan lingkungan belajar yang memaksimalkan pengalaman-pengalaman yang menuju pada identitas keberhasilan, menciptakan motivasi dan keeterlibatan, membantu para siswa mengembangkan tingkah laku yang bertanggung jawab, dan membentuk cara-cara untuk melibatkan para orang tua dan masyarakat.12 Untuk memulai langkah, konselor harus menghadirkan dua kesadaran dalam diirkoonseli. Pertama, bahwa perilaku yang ada saat ini tidak menghasilkan apa-apa dan tidak dapat memenuhi kebutuhannya. Kedua, konseli harus percaya bahwa mereka bisa memilih perilaku lainnya. Proses konseling memiliki empat tahapan: (1) keinginan, (2) aksi, (3) evaluasi, (4) perencanaan. Keinginan bisa dihubungkan 10
Ibid., hlm. 26. Ibid., hlm. 26. 12 Gerald Corey, Op. Cit., hlm. 280. 11
148 TAJDID Vol. XIV, No. 1, Januari-Juni 2015
Evaluasi Hasil Program Layanan Bimbingan dan Konseling
dengan keinginan diri sendiri, teman dan keluarga, atau keinginan untuk bekerja. Dalam langkah kedua, konselor menanyakan apa yang telah konseli lakukan sebelumnya (in the past), yang dilakukan saat ini, dan merencakan apa yang akan dilakukan di kemudian hari untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Pada tahap ketiga, konselor dan konseli melakukan evaluasi untuk membandingkan perilaku manakah yang paling efektif, dan apakah perilaku itu dapat memnuhi keinginannya? Dan langkah terakhir konselimemilki pikiran untuk merubah perilakunya, bersama konselor merumuskan rencana kegiatan, cara baru dalam menemukan perilaku yang efektif dalam mendapatkan keinginankeinginannya. Hal yang paling penting bagi pihak sekolah, ialah mengajak siswa untuk melewati keempat langkah tadi, memberikan kesempatan pada mereka untuk mencoba perilaku baru, dan membantu mereka membuat penilaian. Saat siswa menyadari bahwa perilakunya adalah penyebab datangnya masalah, maka Terapi realitas bisa menjadi cara yang yang efektif dan efisien dari konseling dalam setting sekolah.13 Cognitive Behavioral Therapy Cognitive Behavioral Therapy (CBT) di dalamnya meliputi Rational Emotive Behavior Therapy (REBT), Cognitive Therapy (CT) dan Cognitive Behavioral Modification (CBM). Semua CBTs mengemukakan dua kepercayaan mendasar: pertama, semua perilaku dan perasaan merupakan hal yang bisa dipelajari; dan kedua, bahwa perilaku itu bisa dirubah dan dimodifikasi. Albert Ellis dalam Daniel mendasarkan pada kepercayaannya bahwa manusia mampu berbicara dengan dirinya, melakukan evaluasi diri, dan bisa mempertahankan diri.14 Teori ini juga didasarkan pada asumsi bahwa manusia memilkiki kapasitas untuk bertindak dengan cara-cara yang rasional maupun irasional. Perilaku rasional dianggap efektif dan produktif, sedangkan perilaku irasional dianggap menghasilkan ketidakbahagiaan dan ketidakproduktifan.15 Tujuan REBT adalah mengurangi atau mengeliminasi perilaku irasional. Untuk merubah perilaku yang tidak diinginkan, siswa harus belajar bahwa cara mereka berpikir, 13
Ibid., hlm. 29. Daniel T. Sciarra, Op. Cit., hlm. 30. 15 Robert L. Gibson & Marianne H. Mitchell, Op. Cit., hlm. 220. 14
TAJDID Vol. XIV, No. 1, Januari-Juni 2015
149
Sunarto
merasa dan bersikap merupakan satu kesatuan aksi yang terpadu. Pikiran dan emosi yang negatif dan merusak diri harus dikenali agar siswa sanggup mengarahkan pikiran dan emosinya menjadi logis, rasional, dan konstruktif. Konselor bisa membantu perubahan siswa dengan beberapa teknik perilaku seperti: a. Daily monitoring of absolutist thoughts and of “must”, “have to”, and “should” in one’s self-talk. b. Replacing “I should” with “I want tos” or “I’d rather”. c. Imagining oneself thinking rationally, and feeling and behaving well. d. Forcing oneself to engage in behaviors that others might find odd or funny.16 CBTs bisa menjadi teknik untuk memberikan bantuan pada siswa yang menghadapi problem-problem di rumah maupun sekolah. Sebagai contoh, banyak siswa yang mendapatkan perkataan negatif dari pengalamannya bersama orang tuanya, gurunya, dan teman-temannya. Saat siswa merasa dirinya ditolak oleh orang dewasa maupun teman sebayanya, memasuki proses konseling dan penting bagi konselior untuk bertanya “apa yang kamu katakan pada dirimu sendiri?” Pandangan negatif terhadap diri sendiri bisa dilihat dari semua pengalaman dan tujuan yang negatif dari rencana-rencana seseorang. Jika seorang anak ingin memiliki hubungan yang positif dengan orang lain dalam hidupnya, maka ia bisa meninggalkan pikiran irasional dan kekhawatirannya. CBTs dapat membantu para siswa yang merasa peisimis terhadap hidup dan masa depannya. Konselor sekolah harus mendukung siswanya agar bisa melakukan yang terbaik, dengan merubah pikiran-pikiran irasionalnya.17 Solution-Oriented Therapy Terapi ini sangat populer bagi konselor sekolah karena pelaksanannya yang mudah. Kunci untuk melaksanakan terapi ini adalah dengan tidak terlalu mengendalikan siswa dan membuat penolakan terhadap pikiran negatif/pesimis. Ada lima tahapan dalam terapi ini: a. Mengungkapkan masalah. b. Melaksanakan rencana dengan sunguh-sungguh.
16 17
Daniel T. Sciarra, Op. Cit., hlm. 31. Ibid., hlm. 31.
150 TAJDID Vol. XIV, No. 1, Januari-Juni 2015
Evaluasi Hasil Program Layanan Bimbingan dan Konseling
c. Menambah pengalaman dalam situasi dan pengalaman baru. d. Evaluasi terhadap proses konseling dan tujuan yang telah dicapai. e. Memberikan konseli kesempatan untuk mengembangkan dirinya.18 Counseling Young Children Through Play19 Bagi anak-anak bermain adalah media untuk mengembangkan diri. Maria Montessori mengatakan bahwa “play as the work of children” dan Gary Landrethmenjlaskan bahwa anak-anak menggunakan bahasa dalam permainan untuk menunjukkan apa yang terjadi dalam dunianya. Bagi konselor sekolah dasar, bukan mempertanyakan pemainan apa yang harus digunakan, meliankan bagaimana permainan itu digunakan. Bagi anak-anak, bermain adalah keharusan dalam masa perkembangannya. Ada enam model permainan yang bisa digunakan dalam konseling anak: a. Making and Building b. Artwork c. Drama and Fantasy d. Mastery and Superheroes e. Toy guns f. Problem solving Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan bermain sebagai teknik konseling bagi anak-anak. Pertama, konselor membutuhkan dukungan dari staff lain di sekolah, seperti administrator dan para guru mata pelajaran. Karena bagi mereka yang tidak mengerti tentang teknik bermain ini akan menganggap bahwa permainan hanya akan mebuang-buang waktu. Oleh karena itu, pada awal tahun ajaran baru sebaiknya konselor berkumpul dengan staff lain untuk membicarakan dan menjelaskan pentingnya melakukan permainan sebagai bagian dari program konseling. Kedua, menyediakan dan merancang tempat khusus untuk konseli bermain. Walaupun sekolah memiliki keterbatasan ruangan, namun konselor harus memastikan tempat yang berbeda dari ruangan kelas, dimana anak-anak benar-benar bisa merasakan dirinya sendiri. Ruangan yang digunakan diatur dan dihias 18 19
Ibid., hlm. 33. Ibid., hlm. 33-38. TAJDID Vol. XIV, No. 1, Januari-Juni 2015
151
Sunarto
sedimikian rupa agar ruangan jauh dari gangguan dan menjadi tempat yang ideal untuk bermain. Ketiga, batasan-batasan dalam bermain. Karena ruang yang digunakan untuk bermain bisa saja bersebelahan dengan ruang kelas, maka konselor harus memberikan batasan-batasan pada anak-anak saat bermain agar tidak mengganggu aktivitas kelas lainnya dan konselor juga perlu mengontrol perilaku anak yang terlalu aktif dan agrresif, agar jangan sampai mereka melukai dirinya atau teman-temannya. Pengertian Evaluasi Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling Salah satu komponen dalam program layanan bimbingan dan konseling adalah evaluasi. Evaluasi adalah usaha menilai efisiensi dan efektivitas pelayanan bimbingan dan konseling itu sendiri, khususnya seluruh kegiatan dalam rangka program bimbingan dan konseling yang dikelola oleh staf bimbingan. Sebagaimana berbagai kegiatan pendidikan yang lain, misalnya kegiatan dalam rangka program pengajaran, pada waktu-waktu tertentu harus dievaluasi untuk mengetahui apakah tujuan terencana bagi kegiatan itu tercapai, demikian pula semua kegiatan dalam rangka program bimbingan secara berkala harus dievaluasi. Program bimbingan yang direncnakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu; untuk mengetahui sampai berapa jauhkah segala tujuan itu tercapai, dibutuhkan usaha tersendiri mengumpulkan data yang dapat memberikan indikasi tentang hal itu dan menafsirkan data yang telah terkumpul. Jajaran tenaga bimbingan tidak dapat merasa puas hanya dengan bertanya kegiatan apa saja yang sudah terselesaikan, tetapi bertanya lebih jauh “apa yang kita capai melalui kegiatan-kegiatan yang kita lakukan”.20 Secara harfiah evaluasi berasal dari bahasa Inggris, evaluation, yang berarti penilaian dan penaksiran.21 Dalam bahasa Arab, dijumpai istilah imtihan, yang berarti ujian, dan khataman yang berarti cara menilai hasil akhir dari proses kegiatan.22 Sedangkan secara istilah, ada beberapa pendapat, namun pada dasarnya sama, 20
W. S. Winkel. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, (Jakarta: Gramedia, 1997), hlm. 725. 21 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, hlm. 220. 22 Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), cet ke-1, hal. 183.
152 TAJDID Vol. XIV, No. 1, Januari-Juni 2015
Evaluasi Hasil Program Layanan Bimbingan dan Konseling
hanya berbeda dalam redaksinya saja. Oemar Hamalik mengartikan evaluasi sebagai suatu proses penaksiran terhadap kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan peserta didik untuk tujuan pendidikan.23 Sementara Abudin Nata menyatakan bahwa evaluasi sebagai proses membandingkan situasi yang ada dengan kriteria tertentu dalam rangka mendapatkan informasi dan menggunakannya untuk menyusun penilaian dalam rangka membuat keputusan.24 Kemudian menurut Suharsimi Arikunto, evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan.25 Adapun M. Chabib Thoha, mengutarakan bahwa evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan.26 Dari beberapa pendapat, dapat ditarik kesimpulan bahwa eva Kemudian Term atau istilah evaluasi dalam wacana manajemen pendidikan Islam tidak diperoleh padanan katanya yang pasti, tetapi terdapat term atau istilah-istilah tertentu yang mengarah pada makna evaluasi dalam isyarat Al Qur’an. Termterm tersebut adalah: Al-Hisab, memiliki makna menghitung, menafsirkan dan mengira. Hal ini dapat dilihat dalam firman Allah SWT.: Artinya: Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. dan jika kamu melahirkan apa yang ada 23
Oemar Hamalik, Pengajaran Unit,(Bandung: Alumni, 1982), hlm.
106. 24
Op. Cit., Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, Cet I, hlm. 307. Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bina Aksara, 1989), hlm. 3. 26 M. Chabib Thaha, Tehnik-tehnik Evaluasi Pendidikan (Jakarta: PT Raja Grafindo, 1990), hal. 25. 25
TAJDID Vol. XIV, No. 1, Januari-Juni 2015
153
Sunarto
di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehandaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.(QS. Al Baqarah : 284).27 Kemudian dalam surat yang lain disebutkan sebagai berikut: Artinya: …kemudian Sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka.(QS: Al Ghasiyah :26).28 Al-Bala’, memiliki makna cobaan dan ujian. Terdapat dalam firman Allah SWT. Artinya: yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun, (QS: Al Mulk : 2).29 Al-Imtihan, berarti ujian yang juga berasal dari kata mihnah. Bahkan dalam Alquran terdapat surat yang menyatakan wanita-wanita yang diuji dengan menggunakan kata imtihan, yaitu surat al-Mumtahanah. Firman Allah SWT. yang berkaitan dengan kata imtihan ini terdapat pada surat alMumtahanah (60) ayat 10.
27
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah, (Bandung: Diponegoro, 2010), hlm. 50. 28 Ibid., hlm. 592. 29 Ibid., hlm. 562.
154 TAJDID Vol. XIV, No. 1, Januari-Juni 2015
Evaluasi Hasil Program Layanan Bimbingan dan Konseling
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, Maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka;maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman Maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. dan berikanlah kepada (suami suami) mereka, mahar yang telah mereka bayar. dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkanNya di antara kamu. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (al-Mumtahanah (60) ayat 10).30 Al-ikhtibar, memiliki makna ujian atau cobaan/al-bala’. Orang Arab sering menggunakan kata ujian atau bala’ dengan sebutan ikhtibar. Bahkan di lembaga pendidikan bahasa Arab menggunakan istilah evaluasi dengan istilah ikhtibar. Beberapa term tersebut di atas dapat dijadikan petunjuk arti evaluasi secara langsung atau hanya sekedar alat atau proses di dalam evaluasi. Hal ini didasarkan asumsi bahwa Al-quran dan Hadis merupakan asas maupun prinsip dalam pelaksanaan Bimbingan dan Konseling, sementara untuk operasionalnya tergantung pada ijtihad umat. Term evaluasi pada taraf berikutnya lebih diorientasikan pada makna “penafsiran atau memberi putusan terhadap proses bimbingan dan konseling”. Setiap pelaksanaan bimbingan dan konseling didasarkan atas rencana, tujuan, bahan, alat dan lingkungan bimbingan dan konseling tertentu. Dari pengertian ini, proses pelaksanaan penilaian lebih ditekankan pada akhir tindakan bimbingan dan konseling. Penilaian dalam bimbingan dan konseling dimaksudkan untuk menetapkan keputusan-keputusan bimbingan dan konseling, baik yang 30
Ibid., hlm. 550. TAJDID Vol. XIV, No. 1, Januari-Juni 2015
155
Sunarto
menyangkut perencanaan, pengelolaan, proses dan tindak lanjut bimbingan dan konseling, baik yang menyangkut perorangan, kelompok maupun kelembagaan. Dalam konteks ini, penilaian dalam pendidikan Islam bertujuan agar keputusan-keputusan yang berkaitan dengan bimbingan dan konseling benar-benar sesuai dengan niai-nilai Islami sehingga tujuan bimbingan dan konseling yang dicanangkan dapat tercapai secara maksimal. Tujuan Evaluasi Dalam melaksanakan suatu program, hal ini program Bimbingan dan Konseling, peranan evaluasi sangatlah penting. Hasil evaluasi akan memberikan manfaat yang sangat berarti bagi pelaksanaan program tersebut untuk selanjutnya. Beberapa hal yang diperoleh dari hasil evaluasi diantaranya: 1. Untuk mengetahui apakah program Bimbingan sesuai dengan kebutuhan yang ada. 2. Apakah pelaksanaan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan program, dan mendukung pencapaian tujuan program itu. 3. Bagaimana hasil yang diperoleh telah mencapai criteria keberhasilan sesuai dengan tujuan dari program itu. 4. Dapatkah diketemukan bahan balikan bagi pengembangan program berikutnya. 5. Adakah masalah-masalah baru yang muncul sebagai bahan pemecahan dalam program berikutnya. 6. Untuk memperkuat perkiraan-perkiraan (asumsi) yang mendasar pelaksanaan program bimbingan. 7. Untuk melengkapi bahan-bahan informasi dan data yang diperlukan dan dapat digunakan dalam memberikan bimbingan siswa secara perorangan. 8. Untuk mendapatkan dasar yang sehat bagi kelancaran pelaksanaan hubungan masyarakat. 9. Untuk meneliti secara periodik hasil pelaksanaan program yang perlu diperbaiki.31 Urgensi Evaluasi Hasil Program pelaksanaan Layanan Bimbingan Konseling di sekolah agar bisa dievaluasi di akhir tahun hendaknya dilaksanakan suatu penilaian baik itu penilaian jangka pendek dan penilaian jangka panjang, meliputi, (1) evaluasi kontek, yaitu berkenaan 31
Tohirin. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, (Berbasis Integrasi), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 350
156 TAJDID Vol. XIV, No. 1, Januari-Juni 2015
Evaluasi Hasil Program Layanan Bimbingan dan Konseling
dengan kebijakan (2) evaluasi input, berkenaan dengan peserta didik, sarana prasarana, program, dan input lingkungan, (3) evaluasi proses, yang berkenaan dengan pemberdayaan atau pendayagunaan bimbingan terhadap warga sekolah, (4) evaluasi hasil, berkenaan dengan penguasaan, pemahaman, dan keterampilan atau kemajuan yang telah dialami siswa terhadap tujuan atau nilai yang telah ditetapkan dalam program, dan (5) evaluasi out come (dampak), yang berkenaan dengan dampak hasil terhadap kehidupan di luar situasi pendidikan atau dalam kehidupan di masa akan datang. Dalam makalah ini akan dibahas tentang evaluasi hasil.32 Dalam hal evaluasi hasil untuk melihat ketercapaian tujuan dan kemajuan yang dicapai dapat dilihat dari pelayanan bimbingan dan konseling, karena bimbingan dan konseling merupakan suatu proses sehingga untuk mengetahui keberhasilan proses tersebut diperlukan evaluasi. Selain merupakan proses pelayanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bertujuan sehingga untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan tersebut perlu adanya evaluasi.33 Sebagaimana dalam pendahuluan makalah ini dituliskan bahwa evaluasi hasil merupakan prosedur yang digunakan untuk mengetahui dampak dari program dan pelaksanaan (kegiatan serta layanan) BK komprehensif bagi keberhasilan/prestasi siswa, terutama pada prestasi akademik siswa. Hasil yang diharapkan dari evaluasi hasil meliputi: (1) kehadiran, (2) kedisiplinan, (3) nilai rata-rata kelas dan (4) tingkah laku siswa di dalam kelas.34 Dalam merancang perencanaan evaluasi hasil, dapat digunakan beberapa jenis data. Jenis data yang pertama, yaitu data proses, menggambarkan kegiatan BK dan layanan apa saja kah yang disediakan, dan kapan serta untuk siapa sajakah kegiatan dan layanan BK tersebut. Prosedur Pelaksanaan Evaluasi Program Bimbingan Konseling 1. Fase persiapan
32
Seriwati Bukit. Penilaian Bimbingan dan Konseling Sekolah dan Implikasi Pengelolaannya. (Medan: Widyaiswara Madya Balai Diklat Keagamaan Medan, t.th), hlm. 123. 33 Tohirin. Op. Cit., hlm. 347. 34 Ibid., hlm. 523. TAJDID Vol. XIV, No. 1, Januari-Juni 2015
157
Sunarto
Pada fase persiapan ini terdiri dari kegiatan penyusunan kisikisi evaluasi. Dalam kegiatan penyusunan kisi-kisi evaluasi ini langkah-langkah yang dilalui adalah: a. Langkah pertama penetapan aspek-aspek yang dievaluasi baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil, meliputikesesuaian antara program dengan pelaksanaan 1) keterlaksanaan program,hambatan yang dijumpai, 2) dampak terhadap KBM, 3) respon konseli, sekolah, orang tua, masyarakat 4) perubahan kemajuan dilihat dari capaian tujuan layanan, capaian tugas perkembangan dan hasil relajar, keberhasilan lulusan. b. Langkah-langkah kedua penetapan kriteria keberhasilan evaluasi. Misalnya, bila proses aspek kegiatan yang akan dievaluasi maka kriteria yang dapat dievaluasi ditinjau dari: lingkungan bimbingan, sarana yang ada, dan situasi daerah. c. Langkah ketiga penetapan alat-alat/ instrument evaluasi Misalnya aspek proses kegiatn yang hendak dievaluasi dengan kriteria bagian b di atas, maka instrument yang harus digunakan ialah: ceklis, observasi kegiatan, tes situsasi, wawancara, dan angket d. Langkah keempat penetapan prosedur evalusi Seperti contoh pada butir b dan c di atas, maka prosedur evaluasinya mlalui: penelaahan, kegiatan, penelaahan hasil kerja, konfrensi kasus, dan lokakarya e. Langkah kelima penetapan tim penilaian atau evaluator Berkaitan dengan contoh diatas, maka yang harus menjadi evaluator dalam penilaian proses kegiatan ialah: ketua bimbingan dan konseling, kepala sekolah, tim bimbingan dan konseling, dan konselor 2. Fase persiapan alat / instrument evaluasi Dalam fase kedua ini dilakukan kegiatan diantaranya: a. Memilih alat-alat/instumen evaluasi yang ada atau menyusun dan mengembangkan alat-alat evaluasi yang diperlukan. b. Pengadaan alat-alat instrument evaluasi yang akan digunakan 3. Fase pelaksanaan kegiatan evaluasi Dalam fase pelaksanaan evaluasi ini, evaluator melalui kegiatan, yaitu:
158 TAJDID Vol. XIV, No. 1, Januari-Juni 2015
Evaluasi Hasil Program Layanan Bimbingan dan Konseling
a. Persiapan pelaksanaan kegiatan evaluasi; b. Melaksanakan kegiatan evaluasi sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. 4. Fase menganalisis hasil evaluasi Dalam fase analisis hasil evaluAsi dan pengolahan data hasil evaluasi ini dilakukan mengacu kepada jenis datanya. Data-data itu, diantarnya: a. Tabulasi data; b. Analisis hasil pengumpulan data melalui statistik atau nonstatistik 5. Fase penafsiran atau interprestasi dan pelaporan hasil evaluasi Pada fase ini dilakukan kegiatan membandingkan hasil analisis data dengan kriteria penilaian keberhasilan & kemudian diinterprestasikan dng memakai kode-kode tertentu, untuk kemudian dilaporkan serta digunakan dalam rangka perbaikan dan atau pengembangan program layanan Bimbingan Konseling.35 Metode Mendokumentasikan Keefektifan Program Dalam Evaluasi Hasil Layanan BK Kekurangan dan keefektifan suatu hasil evaluasi berasal dari perpaduan dari nilai, kebutuhan, tujuan, misi di mana pertanyaanpertanyaan itu untuk menentukan apakah data harus dihimpun. Ada dua metode utama untuk mendokumentasikan keefektifan program untuk konselor sekolah, yaitu (1) agregasi; dan (2) evaluasi hasil.36 Agregasi merupakan proses perpaduan dari potonganpotongan data yang lebih kecil yang mendukung dokumen komponen program yang lebih luas pengembangan kurikulum program BK yang komprehensif didasarkan pada beberapa system hirarki yang biasanya mencakup standar (sasaran), kompetensi (indicator), dan hasil (outcomes). Secara ringkas, proses agregasi di atas menunjukkan bahwa menentukan program BK sekolah yang efektif dimulai dengan mempelajari hasil (outcomes) tertulis dalam 35
Dalam Sudrajat, A. (2010). Konsep Evaluasi Program Bimbingan dan Konseling. Tersedia:http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/02/03/evaluasiprogram-bimbingan-dan-konseling-di-sekolah/ 36 Fathur Rahman. Modul Ajar Pengembangan dan Evaluasi Program BK: Pendidikan Profesi Guru Bimbingan dan Konseling/ Konselor (PPGBK). Prodi Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Yogyakarta. Dalam bentuk aplikasi pdf, hlm. 40-41. TAJDID Vol. XIV, No. 1, Januari-Juni 2015
159
Sunarto
namun juga dihadapkan pada setting yang menantang. Laporan temuan assessment dan evaluasi ditujukan kepada administrator (Kepala Sekolah, Diknas Kab./Kota), anggota staf, orang tua, siswa, stakeholders lainnya. Komite penasehat BK di sekolah dan Konselor Sekolah dilibatkan dalam setiap tahapan proses pelaporan. Secara umum, laporan komprehensif akan membantu untuk analisis program dan membuat keputusan. Untuk melengkapi kemampuan konselor sekolah dalam melakukan evaluasi dan assessment program BK di sekolah, Elmore dan Ekstrom memaparkan delapan kompetensi konselor:37 a. Konselor sekolah terampil dalam memilih strategi assessment b. Konselor sekolah mampu mengidentifikasi, mengakses, dan mengevaluasi semua instrument assessment yang digunakan c. Konselor sekolah terampil dalam menggunakan teknik administrasi dan metode penskoran instrument assessment d. Konselor sekolah terampil dalam menginterpretasikan dan melaporkan hasil assessment e. Konselor sekolah terampil menggunakan hasil assessment dan membuat keputusan f. Konselor sekolah terampil memproduksi, menginterpretasi, dan menyajikan informasi hasil assessment secara statistical g. Konselor sekolah terampil memproduksi, menginterpretasi, dan menyajikan informasi dan menggunakan angket, survey, dan assessment lainnya untuk kebutuhan local/wilayah sekolahnya h. Konselor sekolah memahami yaitu dalam hal bagaimana mempertanggungjawabkan praktik-praktik evaluasi secara professional. Sedangkan untuk merencanakan dan mengevaluasi program BK di sekolah Elmore dan Ekstrom menyarankan tujuh keterampilan konselor sekolah:38 a. Menyeleksi, mengadministrasi, dan menginterpretasi instrument yang akan digunakan dalam konseling b. Membaca atau merujuk pada tes yang standar c. Menyeleksi instrument assessment (untuk konseling kelompok dan konseling individual) 37 38
Ibid., hlm. 40. Ibid., hlm. 41.
160 TAJDID Vol. XIV, No. 1, Januari-Juni 2015
Evaluasi Hasil Program Layanan Bimbingan dan Konseling
d. Menginterpretasi data kebutuhan assessment dan perencanaan program assessment BK e. Menyeleksi instrument assessment yang akan digunakan dalam merencanakan dan mengevaluasi program BK f. Mengadaptasi, merancang survey, atau instrument lainnya untuk perencanaan program dan evaluasi program BK g. Merancang dan mengimplementasikan kumpulan data yang digunakan dalam perencanaan dan evaluasi program. Tahap-tahap dan Jenis Penilaian dalam Evaluasi Hasil Layanan BK Penilaian Program Bimbingan dan Konseling Penilaian program dimaksudkan untuk memperoleh informasi yang valid dan reliable tentang keefektifan dan efiesiensi program. A. Muri Yusuf menyatakan bahwa evaluasi program berdimensi ganda, yakni tertuju pada program sebagai dokumen tertulis dan disatu sisi tertuju pada pelaksanaan dan hasil program. Tahap penilaian program diarahkan pada rencana program, pelaksanaan program, dan hasil yang dicapai. Karenanya, focus penilaian (sumber informasi) dapat berbentuk evaluasi rencana, evaluasi pelaksanaan, dan evaluasi hasil program. Penilaian program dapat didekati dengan pendekatan kualitatif baik menggunakan teknik interview/wawancara dengan tim pengembang, atau instrument dengan menggunakan kuesioner/angket untuk hal-hal umum.39 Penilaian Kegiatan Bimbingan dan Konseling Penilaian kegiatan bimbingan di sekolah adalah segala upaya, tindakan, atau proses untuk menentukan derajat kualitas kemajuan yang berkaitan dengan pelaksanaan program bimbingan di sekolah dengan mengacu kepada kriteria atau patokan-patokan tertentu sesuai dengan program bimbingan yang dilaksanakan.40 Menurut Winkel, evaluasi terhadap efektivitas pelayanan bimbingan dan konseling lebih valid dan reliabel jika pelaksanaan evaluasinya mendasarkan diri pada kriteria internal dan eksternal. Dalam hal penilaian dalam konteks ini dapat bersifat formal dan informal. Penilaian formal mencakup suatu penelitian sistematis dan ilmiah, berdasarkan suatu desain dan dengan menggunakan metode serta alat tertentu. Evaluasi formal berusaha menentukan 39
A. Muri. Yusuf. Manajemen Pelayanan: Bimbingan Konseling. Bahan Seminar Universitas Negeri Padang: 2008. 40 Anas Salahudin. Op.Cit., hlm. 218. TAJDID Vol. XIV, No. 1, Januari-Juni 2015
161
Sunarto
apakah rangkaian kegiatan bimbingan sesuai rencana program yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan konkret tertentu memang mencapai efek-efek yang diharapkan.41 Dalam khasanah kegiatan pengembangan diri, kegiatan penilaian diarahkan pada pencapaian tujuan yang telah dirumuskan dalam satuan materi layanan bimbingan. Dalam hal ini, standard penilaian yang digunakan adalah tujuan umum dan tujuan khusus bimbingan konseling. Teknik yang dapat dilakukan adalah Prayitno dengan :42 1) Mengamati partisipasi dan aktivitas siswa dalam kegiatan layanan 2) Mengungkapkan pemahaman siswa atas bahan-bahan yang disajikan atau pemahaman/pendalaman siswa atas masalah yang di alami nya 3) Mengungkapkan kegunaan layanan bagi siswa sebagai hasil dari partisipasi dan aktifitas dalam kegiatan layanan 4) Mengungkapkan minat siswa tentang perlu nya layanan tindak lanjut 5) Mengamati perkembangan siswa dari waktu ke waktu 6) Mengungkapkan kelancaran dan suasana penyelenggaraan kegiatan layanan Penilaian Hasil Layanan Bimbingan dan Konseling Penilaian hasil dilakukan pada akhir suatu program atau kegiatan. Evaluasi ini dimaksudkan untuk mengukur pencapaian kompetensi-kompetensi dari tujuan yang telah dirumuskan berdasarkan standar atau kriteria tertentu. Menurut Priyitno, sasaran penilaian bimbingan konseling berorintasi pada perubahan tingkah laku (termasuk di dalamnya pendapat, nilai dan sikap) serta perkembangan siswa, oleh karena itu penilaian bimbingan konseling tidak dapat dilakukan melalui ulangan, pemeriksaan hasil pekerjaan rumah, tes maupun ujian, melainkan dilakukan dalam proses pencapaian kemajuan perubahan tingkah laku dan perkembangan siswa itu sendiri. Penilaian hasil layanan dapat dilakukan dengan pendekatan lima ranah penguasaan yaitu :
41
W. S. Winkel. Op. Cit., hlm. 730. Prayitno. Panduan Kegiatan Pengawasan Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Rineka Cipta: Jakarta, 1996), hlm. 24. 42
162 TAJDID Vol. XIV, No. 1, Januari-Juni 2015
Evaluasi Hasil Program Layanan Bimbingan dan Konseling
Wawasan dasar menyeluruh, komponen yang terlibat, lapangan kejadian, standar prosedur operasional, dan penilaian laporan.43 Prayitno dkk, menyatakan bahwa penilaian hasil layanan ditujukan pada perolehan siswa yang menjalani pelayanan bimbingan dan konseling. Perolehan ini diorientasikan pada tingkat pengetesan masalah klien dan perkembangan aspek-aspek kepribadian siswa. Karenanya, fokus penilaian dapat diarahkan pada berkembangnya:44 1) Pemahaman baru yang diperoleh melalui layanan, dalam kaitannya dengan masalah yang dibahas. 2) Perasaan positif sebagai dampak dari proses dan materi yang dibawakan melalui layanan. 3) Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan oleh siswa pasca layanan dalam rangka mewujudkan upaya penyentasan masalah yang dialaminya. Penutup Dalam bimbingan dan konseling evaluasi merupakan salah satu komponen dari bimbingan dan konseling yang harus dilakukan secara sistematis dan terencana sebagai alat untuk mengukur keberhasilan atau target yang akan dicapai dalam proses layanan bimbingan dan konseling. Evaluasi layanan bimbingan dan konseling memiliki kedudukan yang amat strategis, karena hasil dari kegiatan evaluasi dapat digunakan sebagai input untuk melakukan perbaikan kegiatan layanan bimbingan dan konseling. Ajaran islam juga menaruh perhatian yang besar terhadap evaluasi tersebut. Allah SWT, dalam berbagai firman-Nya dalam kitab suci Al-Qur’an memberitahukan kepada kita, bahwa pekerjaan evaluasi adalah merupakan suatu tugas penting dalam rangkaian proses pendidikan yang telah dilaksanakan oleh setiap elemen sekolah. Kedudukan evaluasi dalam proses kegiatan juga memiliki kedudukan yang sama pentingnya, karena evaluasi merupakan bagian integral dari proses kegiatan secara keseluruhan. Karena itu secara sederhana evaluasi akan menjadi wahana untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari keseluruhan aktivitas yang dilakukan serta menjadi sumber informasi yang terukur, hambatan-hambatan atau kendala yang dihadapi di dalam proses pencapaian tujuan yang telah dirumuskan. 43 44
Ibid.,hlm. 24. Ibid., hlm. 26. TAJDID Vol. XIV, No. 1, Januari-Juni 2015
163
Sunarto
Daftar Pustaka A. Muri. Yusuf. Manajemen Pelayanan: Bimbingan Konseling. Bahan Seminar Universitas Negeri Padang: 2008. ABKIN. Modul Panduan Mengevaluasi Program Bimbingan dan Konseling Perkembangan Secara Komprehensif. Dalam Bentuk Aplikasi pdf. Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005. Akhmad Sudrajat, Konsep Evaluasi Program Bimbingan dan Konseling. Tersedia:http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/02/03/evaluas i-program-bimbingan-dan-konseling-di-sekolah/. Daniel T. Sciarra, School Counseling Foundations and Contemporary Issues, USA: Thompson Learning, 2004. Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah, Bandung: Diponegoro, 2010. Fathur Rahman. Modul Ajar Pengembangan dan Evaluasi Program BK: Pendidikan Profesi Guru Bimbingan dan Konseling/ Konselor (PPGBK). Prodi Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Yogyakarta. Dalam bentuk aplikasi pdf. Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, Bandung: Refika Aditama, 2005. John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus InggrisIndonesia. M. Chabib Thaha, Tehnik-tehnik Evaluasi Pendidikan Jakarta: PT Raja Grafindo, 1990. Oemar Hamalik, Pengajaran Unit, Bandung: Alumni, 1982. Prayitno. Panduan Kegiatan Pengawasan Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta, 2001. Robert L. Gibson & Marianne H. Mitchell, Bimbingan dan Konseling, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011. Seriwati Bukit. Penilaian Bimbingan dan Konseling Sekolah dan Implikasi Pengelolaannya. Medan: Widyaiswara Madya Balai Diklat Keagamaan Medan, t.th. Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bina Aksara, 1989. Tohirin. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, (Berbasis Integrasi), Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007. W. S. Winkel. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, Jakarta: Gramedia, 1997.
164 TAJDID Vol. XIV, No. 1, Januari-Juni 2015