PENYELENGGARAAN BIMBINGAN DAN KONSELING 117
Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah Saidah Fakultas Tarbiyah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
Abstrak: Artikel ini membahas tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah. Manusia dijadikan dalam bentuk yang sebaik-baiknya, juga dijadikan sebagai khalifah Allah di bumi serta dalam proses perkembangan. Dalam proses perkembangan menuju manusia seutuhnya, manusia seringkali menemui berbagai kesulitan / masalah yang tidak dapat diatasi sendiri serta membutuhkan bantuan orang lain. Dalam kondisi seperti ini bimbingan dan konseling diperlukan. Bimbingan dan konseling diperlukan dalam rangka membantu pengembangan dimensi manusia seutuhnya secara serasi selaras dan seimbang. Pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah dengan pola 17 atau pola 17 plus. Penyelenggara bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah adalah guru pembimbing atau guru bimbingan dan konseling. Akan tetapi, yang lebih dituntut penyelengggara bimbingan dan konseling pada satuan pendidikan formal dan non formal (sekolah dan madrasah) adalah konselor. Kata Kunci: Bimbingan Konseling, sekolah, madrasah.
Pendahuluan Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam hidup dan kehidupan manusia. Hal ini terutama sekali dalam rangka Media Akademika, Vol. 27, No. 1, Januari 2012
118 SAIDAH
meningkatkan harkat dan martabat manusia sebagai makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk beragama. Pendidikan berlangsung seumur hidup (life long education). Menurut Delors ada empat (4) pilar dalam pendidikan, yaitu: learning to know (belajar untuk mengetahui), learning to do (belajar untuk bekerja, learning to live together (belajar untuk hidup bersama), and learning to be (belajar untuk menjadi diri sendiri)1. Pendidikan merupakan wahana bagi pengembangan manusia. Pendidikan menjadi media untuk pemuliaan kemanusiaan manusia yang tercermin dalam hakikat dan martabat manusia, dimensi kemanusiaan dan pancadayanya (daya taqwa, daya cipta, daya karsa, daya rasa dan daya karya).2 Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasioanl (SISDIKNAS) pada pasal 1 ayat 1 dijelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengembangan diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.4 Selanjutnya pada pasal 13 ayat 1 Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 dijelaskan jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal dan informal yang dapat saling melengkapi dan saling memperkaya. Pada pasal 14 ayat 1 dinyatakan jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.5 Pendidikan dasar, berdasarkan Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 17 ayat 1 dan 2 merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasa Ibtidaiyah (MI) atau berbentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan bentuk lain yang sederajat. Kemudian pada pasal 18 ayat 1 sampai 3 dijelaskan pendidikan menengah merupakan Media Akademika, Vol. 27, No. 1, Januari 2012
PENYELENGGARAAN BIMBINGAN DAN KONSELING 119
lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madarsah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.6 Setelah diberlakukan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, maka pendidikan di Indonesia mengalami berbagai perubahan termasuk di dalamnya adalah kurikulum dan juga bimbingan dan konseling. Yusuf Gunawan menjelaskan secara formal bimbingan dan konseling diprogramkan di sekolah sejak diberlakukannya kurikulum 1975 yang menyatakan bimbingan dan penyuluhan (sekarang bimbingan dan konseling) bagian integral dari pendidikan di sekolah, dan selanjutnya terus mengalami perkembangan.7 Sehubungan dengan kurikulum yang berlaku sekarang, yaitu kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), E Mulyasa menjelaskan struktur Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada jenjang pendidikan dasar dan menengah tertuang dalam standar isi yang dikembangkan dari kelompok mata pelajaran, muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri.8 Prayitno mengungkapkan komponen KTSP secara utuh meliputi komponen mata pelajaran, komponen muatan lokal dan komponen pengembangan diri yang terdiri atas pelayanan konseling dan kegiatan ekstra kurikuler.9 Dengan demikian, konseling dalam hal ini bimbingan dan konseling merupakan bagian dari KTSP, dan tentunya dilaksanakan agar siswa dapat berhasil dengan baik dalam pendidikan, terutama dalam proses pembelajaran pada lembaga pendidikan formal (sekolah atau madrasah). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dijelaskan sekolah / madrasah memberikan layanan konseling kepada peserta didik.10 Dasar pertimbangan penerapan bimbingan dan konseling di sekolah/ madrasah adalah upaya memfasilitasi siswa agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau tugas-tugas perkembangan Media Akademika, Vol. 27, No. 1, Januari 2012
120 SAIDAH
yang menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan moralspritual.11 Dari uraian di atas, maka bimbingan dan konseling sangat penting diselenggarakan di sekolah dan madrasah. Penyelenggaraan bimbingan dan konseling secara efektif dan efesien hendaknya dengan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Sehubungan dengan itu, maka permasalahan dalam tulisan ini adalah bagaimana idealnya penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah? Untuk menjawab pertanyaan tersebutlah tujuan tulisan ini melalui telaah literatur-literatur yang terkait (Studi pustaka).
Perlunya Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah Manusia adalah makhluk yang diciptakan Allah dalam bentuk yang sebaik-baiknya, seindah-indahnya, makhluk yang tinggi derajatnya. Firman Allah dalam Al-Qur’an surat At-Tiin ayat 4: yang artinya: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (Q.S. At-Tiin/ 95: 14).12 Ayat di atas menerangkan bahwa manusia diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya, dimaksudkan juga dalam bentuk yang seindah-indahnya, makhluk yang paling tinggi derajatnya. Hakikat manusia sebagai makhluk yang paling indah dan tinggi derajatnya mendorong manusia untuk terus maju dan berkembang tanpa henti dari zaman ke zaman.13 Selain manusia dijadikan dalam bentuk yang sebaik-baiknya, seindah-indahnya, makhluk yang paling tinggi derajatnya, manusia dijadikan juga sebagai khalifah di muka bumi. Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 30: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak Media Akademika, Vol. 27, No. 1, Januari 2012
PENYELENGGARAAN BIMBINGAN DAN KONSELING 121 kamu ketahui.”( Q. S. Al-Baqarah/ 2 : 30).14
Siapa khalifah di muka bumi? Jalaluddin menyatakan pengganti Allah dalam menerapkan hukum-hukumnya adalah Adam.15 AlThabari menjelaskan khalifah adalah Adam dan orang yang menduduki tempatnya (Adam) dalam hal taat kepada Allah dan hukum dengan keadilan di antara makhluknya.16 Dengan demikian khalifah yang dimaksudkan itu adalah Adam dan orang yang menduduki tempat Adam, yakni anak cucunya (umat manusia). Khalifah yang dimaksudkan itu adalah manusia merupakan pemimpin atau pengelola di muka bumi. Neviyarni menjelaskan tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi anatara lain memakmurkan bumi, menegakkan hukum Allah. Tanggung jawab manusia sebagai khalifah, yaitu manusia sanggup memenuhi amanah Allah yang menjadi kewajibannya.17 Hasan Langgulung menjelaskan manusia diangkat menjadi khalifah di muka bumi memiliki 4 ciri, yaitu pertama fitrah, fitrahnya manusia adalah baik semenjak dari awal. Ciri kedua roh, interaksi antara badan dan roh menghasilkan khalifah. Ciri ketiga kebebasan kemauan untuk memilih tingkah lakunya sendiri, dan ciri keempat adalah akal yang membolehkan manusia membuat pilihan antara benar dan salah.18 Fitrah merupakan ciri pertama manusia diangkat jadi khalifah. Tentang fitrah Nabi Muhammad SAW bersabda: “Tidak dilahirkan seorang anak kecuali dalam keadaan fitrah kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, dan Nasroni dan Majusi.”19 Manusia yang diciptakan Allah dan dijadikan-Nya sebagai makhluk yang sebaik-baiknya berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan menuju manusia seutuhnya. Kartini Kartono mengungkapkan perkembangan merupakan produk dari pertumbuhan berkat pematangan fungsi-fungsi fisik, pematangan fungsi-fungsi fisik dan usaha belajar oleh individu dalam mencoba segenap potensialitas jasmani dan rohani.20 Prayitno dan Erman Amti menjelaskan manusia seutuhnya mengacu kepada kualitas manusia sebagai makhluk yang paling indah dan yang paling tinggi derajatnya Media Akademika, Vol. 27, No. 1, Januari 2012
122 SAIDAH
serta kepada perkembangan yang optimal keempat dimensi kemanusiaan (dimensi keindividualan, dimensi kesosialan, dimensi kesusilaan serta dimensi keberagamaan.)21 Manusia yang berkembang seutuhnya diyakini akan mampu menghadapi setiap tantangan dan perubahan yang berkembang di masyarakat sekitarnya. Pengembangan manusia seutuhnya tidaklah mudah. Berbagai rintangan, dan hambatan serta kegagalan seringkali dijumpai dalam upaya pengembangan manusia seutuhnya. Dengan kata lain pengembangan manusia seutuhnya seringkali dijumpai adanya berbagai permasalahan. Prayitno, Erman Amti menjelaskan dalam proses pendidikan banyak dijumpai permasalahan yang dialami oleh anak-anak, remaja dan pemuda yang menyangkut keempat dimensi kemanusiaan mereka. Potensi-potensi mereka tidak dapat berkembang secara optimal, kenakalan remaja, perkelahian antar pelajar menunjukkan kurang berkembangnya dimensi kesosialan dan kesusilaan. Demikian juga halnya kurang pengamalan nilai-nilai ketuhanan atau nilai-nilai agama menunjukkan kurang mantapnya pengembangan dimensi keberagamaan. Begitu juga di dalam masyarakat seperti pencurian, pemerkosaan, penculikan dan sebagainya menunjukkan rendahnya pengembangan keempat dimensi manusia seutuhnya. Permasalahanpermasalahan tersebut menjadi sedemikian kompleks pada zaman kemajuan ilmu dan teknologi sekarang ini.22 Saidah Ahmad memberikan penjelasan permasalahanpermasalahan seperti tersebut di atas ada yang dapat diatasi sendiri dan ada yang tidak dapat diatasi sendiri. Permasalahan yang tidak dapat dientaskan sendiri dan dapat mengganngu perkembangan merupakan masalah (problem) yang membutuhkan usaha pengentasan yang serius. Upaya pengentasan masalah (problem solving) secara profesional adalah melalui pelayanan bimbingan dan konseling.23 Konseling (Bimbingan dan konseling) adalah suatu profesi.24 Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian (experties).25 Berdasarkan uraian di atas, maka bimbingan dan konseling Media Akademika, Vol. 27, No. 1, Januari 2012
PENYELENGGARAAN BIMBINGAN DAN KONSELING 123
diperlukan dalam rangka membantu pengembangan dimensi manusia seutuhnya yaitu dimensi keindividdualan, kesosialan, kesusilaan dan dimensi keberagamaan secara serasi, selaras dan seimbang. Supaya lebih memahami pengertian bimbingan dan konseling, berikut ini akan dijelaskan pengertian dan tujuan bimbingan dan konseling. Bimbingan dan konseling merupakan terjemahan kata Guidance and Counseling. H.M. Arifin menjelaskan Kata guidance adalah kata dalam bentuk masdar dari kata kerja to guide yang berarti menunjukkan, membimbing atau menuntun orang lain ke jalan yang benar. Guidance berarti pemberian petunjuk, pemberian bimbingan atau tuntunan. Sedangkan kata Counseling adalah bentuk masdar dari kata to counsel yang berarti pemberian nasihat jadi counseling adalah pemberian nasihat kepada orang lain secara individual yang dilakukan secara face to face.26 Bimbingan menurut Mohammad Surya ialah suatu proses pemberian bantuan yang terus menrus dan sistematis dari pembimbing kepada orang yang dibimbing agar tercapai kemendirian dalam pemahaman diri, penerimaan diri dan pengarahan serta perwujudan diri dalam mencapai tingkat perkembangan yang optimla dan penyesuaian diri dengan lingkungan.27 Bimbingan menurut J. Jones dalam Dewa Ketut Sukardi adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain dalam menetapkan pilihan dan penyesuaian diri, serta dalam memecahkan masalah-masalah, bimbingan bertujuan membantu penerimanya (siswa atau klien) untuk dapat tumbuh dan berkembang secara bebas dan mampu bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.28 Sedangkan konseling menurut Dewa Ketut Sukardi yaitu hubungan timbal balik antara dua orang individu, yang mana seorang individu (konselor) berusaha membantu individu yang lain (klien) untuk mencapai atau mewujudkan pemahaman tentang dirinya sendiri dalam kaitannya dengan masalah atau kesulitan yang dihadapinya pada saat ini atau waktu mendatang.29 Ahmad Juntika Menjelaskan konseling adalah proses belajar yang bertujuan agar konseli (klien / Media Akademika, Vol. 27, No. 1, Januari 2012
124 SAIDAH
siswa) dapat mengenal diri sendiri, menerima diri sendiri serta realistis dalam proses penyesuaian dengan lingkungan.30 Hansen memberikan batasan konseling adalah pelayanan yang berkaitan dengan pemberian bantuan kepada individu dalam belajar cara-cara baru untuk menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi.31 Berdasarkan pengertian di atas, para ahli membedakan pengertian bimbingan dan konseling, walaupun kedua istilah tersebut mengandung arti memberikan bantuan. Menurut W.S. Winkel, bimbingan dan konseling disebut bersama sehingga tercipta kata majemuk. Konseling merupakan salah satu layanan bimbingan. Dengan sendirinya pelayanan bimbingan mencakup pula layanan konseling, layanan konseling merupakan inti. 32 Walaupun kata bimbingan dan konseling mengandung pengertian yang berbeda, namun istilah bimbingan dan konseling mempunyai maksud yang sama. Dengan berdasarkan SK Mendikbud No.025/O/1995 tentang Petunjuk Teknis Ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya Prayitno dan kawan-kawan memberikan penjelasan bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok agar mampu mandiri dan berkembang secara optimal dalam bidang bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar dan bimbingan karir, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung berdasarkan norma-norma yang berlaku.33 Dari pengertian di atas, secara implisit sudah mengandung tujuan bimbingan dan konseling itu sendiri, yaitu mampu mandiri dan berkembang secara optimal. Samsul Munir Amin menguraikan secara umum dan luas tujuan bimbingan dan konseling adalah membantu individu mencapai kebahagiaan hidup pribadi, membantu individu mencapai kehidupan yang efektif dan produktif dalam masyarakat serta hidup bersama dengan individu-individu lain, dan membantu individu mencapai harmoni antara cita-cita dan kemampuan yang dimilikinya. 34 Dalam arti umum bimbingan bertujuan membantu individu dalam usahanya mencapai kebahagiaan hidup, kehidupan Media Akademika, Vol. 27, No. 1, Januari 2012
PENYELENGGARAAN BIMBINGAN DAN KONSELING 125
yang efektif dan produktif dalam masyarakat, hidup bersama dalam masyarakat serta keserasian antara cita-cita dengan kemampuan yang dimiliki.35 Tujuan umum bimbingan dan konseling menurut Prayitno dan Erman Amti adalah membantu indivdiu memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya.36 Bimbingan dan konseling merupakan bagaian integral dari upaya pendidikan, oleh sebab itu, tujuan bimbingan dan konseling adalah untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam konteks pendidikan nasional, bertujuan “Untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan beretakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”37 Sejalan dengan pendidikan nasional, tujuan akhir pendidikan Islam menurut Ashraf dalam Ahmad Tafsir ialah: “Manusia yang menyerahkan diri secara mutlak kepada Allah.” 38 Al-Syaibany menjelaskan tujuan pendidikan Islam meliputi tujuan individual yang berkaitan dengan individu-individu pada perubahan tingkah laku yang diinginkan, tujuan sosial yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat sebagai keseluruhan, dan tujuan profesional yang berkaitan dengan ilmu, seni sebagai suatu profesi.39 Abuddin Nata menjelaskan tujuan pendidikan Islam bersifat universal, mempunyai ciri mengandung prinsip universal antara aspek akidah, ibadah, akhlak, muamalah; keseimbangan dan kesederhanaan antara aspek pribadi dan komunitas, dan kebudayaan. Dan mengandung keinginan untuk mewujudkan manusia yang sempurna (insan kamil).40 Tujuan-tujuan pendidikan seperti dijelaskan di atas pencapaiannya salah satunya melalui upaya bimbingan dan konseling. Prayitno dan Erman Amti mengungkapkan bimbingan dan konseling merupakan bentuk upaya pendidikan.41 Oleh karena itu, bimbingan dan konseling perlu dilaksanakan pada sekolah dan madrasah. Dan ini tentunya sejalan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan Oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah bahwa sekolah / madrasah Media Akademika, Vol. 27, No. 1, Januari 2012
126 SAIDAH
memberikan layanan konseling kepada peserta didik.42 Tohirin memberikan penjelasan sekolah dan madrasah memiliki tanggung jawab yang besar membantu siswa supaya berhasil belajar. Untuk itu sekolah dan madrasah hendaknya membantu siswa mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam kegiatan belajar mereka. Pada kondisi seperti inilah pelayanan bimbingan dan konseling sangat penting dilaksanakan. Secara umum masalahmasalah (problem) yang sering dialami oleh individu, khususnya peserta didik adalah masalah-masalah pribadi, masalah-masalah belajar, masalah- masalah pendidikan, masalah karir atau pekerjaan, masalah penggunaan waktu senggang, masalah sosial dan sebagainya.43 Sehubungan dengan masalah belajar, Syaiful Bahri Djamarah menyatakan prestasi belajar yang memuaskan dapat saja diraih oleh setiap siswa jika mereka dapat belajar secara wajar, sehingga mereka terhindar dari berbagai ancaman, hambatan, dan gangguan. Akan tetapi, sayangnya ancaman, hambatan dan gangguan yang dialami siswa tertentu, menyebabkan mereka kesulitan dalam belajar. Dalam kasus-kasus tertentu bantuan guru dan orang tua sangat diharapkan. 44 Di sinilah penting dan perlunya pelayaann bimbingan dan konseling untuk membantu siswa (peserta didik) agar mereka berhasil dalam belajar45 Bimbingan dan konseling sangat penting dilaksanakan di sekolah dan madrasah untuk membantu peserta didik mengembangkan dirinya secara optimal serta mencapai kemandirian. Individu yang sedang mengalami masalah tidak dapat mengembangkan dirinya secara optimal dan mencapai kemandirian. Prayitno menjelaskan orang yang sedang mengalami masalah memperlihatkan kemandirian yang terganggu. Ia tidak mengenal dan menerima dirinya dan lingkungannya dengan baik, tidak mampu mengambil keputusan sehingga pengarahan dirinya terhambat. Akhirnya tidak mampu mewujudkan diri sesuai dengan potensinya. 46 Dari uraian di atas jelaslah perlunya pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah supaya proses pembelajaran dan pengembangan diri siswa berjalan secara efektif dan efisien, dan pada akhirnya tujuan Media Akademika, Vol. 27, No. 1, Januari 2012
PENYELENGGARAAN BIMBINGAN DAN KONSELING 127
pendidikan nasional serta tujuan akhir pendidikan Islam dapat tercapai.
Penyelenggaraan Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah Sekolah dan atau madrasah adalah lembaga pendidikan formal yang secara khusus dibentuk untuk menyelenggarakan pendidikan bagi masyarakat. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah dan madrasah terdapat bidang yang saling terkait. Mortensen dan Schmuller dalam Prayitno menjelaskan adanya bidang-bidang tugas atau pelayanan yang saling terkait. Bidang-bidang tersebut hendaknya secara lengkap ada apabila menginginkan pendidikan di sekolah dan madrasah berjalan dengan sebaik-baiknya. Bidang-bidang tersebut adalah bidang kurikulum dan pengajaran meliputi semua bentuk pengembangan kurikulum dan pelaksanaan pengajaran; bidang administrasi atau kepemimpinan meliputi berbagai fungsi berkenaan dengan tanggung jawab dan pengambilan kebijaksanaan serta bentukbentuk kegiatan pengelolaan dan administrasi sekolah; bidang kesiswaan yang melipui berbagai fungsi dan kegiatan yang mengacu kepada pelayanan kesiswaan secara individual supaya masing-masing berkembang secara optimal, bidang ini dikenal sebagai bidang pelayanan bimbingan dan konseling.47 Dalam sistem persekolahan pelayanan bimbingan dan konseling di selenggarakan secara terprogram dan merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari program pendidikan secara keseluruhan.48 Pernyataan ini sesuai dengan prinsip bimbingan dan konseling. Prayitno mengungkapkan prinsip bimbingan dan konseling berkenaan dengan program layanan yaitu bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari upaya pendidikan dan pengembangan individu, oleh sebab itu, program bimbingan dan konseling harus diselaraskan dan dipadukan dengan program pendidikan dan pengembangan individu.49 Pelaksanaan bimbingan dan konseling diarahkan pada Media Akademika, Vol. 27, No. 1, Januari 2012
128 SAIDAH
terpenuhinya tugas-tugas perkembangan peserta didik dalam setiap tahap perkembangan; dalam upaya mewujudkan tugas-tugas perkembangan itu, kegiatan bimbingan dan konseling mendorong peserta didik mengenal diri dan lingkungan, mengembangkan diri dan sikap positif, mengembangkan arah karir dan masa depan; kegiatan bimbingan dan konseling meliputi bimbingan pribadi, sosial, belajar dan karir.50 Berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor: 0433/P/1993 dan Nomor: 25 Tahun 1993 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, dinyatakan pelaksanaan bimbingan dan konseling adalah melakukan fungsi pemahaman, pencegahan, pengentasan, pemeliharaan dan pengembangan dalam bidang bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar, dan bimbingan karir.51 Keputusan bersama di atas, secara eksplisit tergambar fungsi pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah yaitu fungsi pemahaman, fungsi pencegahan, fungsi pengentasan, serta fungsi pemeliharaan dan pengembangan. Sedangkan dalam Panduan Pengembangan Diri, fungsi konseling adalah pemahaman, yaitu membantu peserta didik memahami diri dan lingkungannya; fungsi pencegahan, membantu peserta didik mampu mencegah atau menghindari berbagai permasalahan yang dapat menghambat perkembangan dirinya; fungsi pengentasan, membantu peserta didik mengatasi masalahnya; fungsi pemeliharaan dan pengembangan, membantu peserta didik memelihara dan menumbuh-kembangkan berbagai potensi dan kondisi positif yang dimilikinya; serta fungsi advokasi, membantu peserta didik memperoleh pembelaan atas hak dan atau kepentingannya yang kurang mendapat perhatian.52 Penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah didasarkan prinsip dan asas konseling, prinsip dan asas tersebut adalah prinsip konseling berkenaan dengan sasaran layanan, permasalahan yang dialami peserta didik, program pelayanan, serta tujuan dan pelaksanaan layanan. Asas- asas konseling meliputi asas Media Akademika, Vol. 27, No. 1, Januari 2012
PENYELENGGARAAN BIMBINGAN DAN KONSELING 129
kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan, kegiatan, kemandirian, kekinian, kedinamisan, keterpaduan, kenormatifan, keahlian, alih tangan kasus dan tut wuri handayani.53 Selain itu penyelenggaraan bimbingan dan konseling juga berdasarkan pada landasan-landasan. Prayitno dan Erman Amti mengemukakan landasan bimbingan dan konseling adalah: landasan filosofis, landasan religius, landasan psikologis, landasan sosial budaya, landasan ilmiah dan teknologis serta landasan pedagogis.54 Penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah mengikuti program tertentu. Pola umum bimbingan dan konseling meliputi keseluruhan kegiatan bimbingan dan konseling yang mencakup bidang bimbingan, jenis layanan dan kegiatan pendukung, pola tersebut terdiri atas 17 (tujuh belas) unit pemahaman dan komponen besar dan kecil. Pola ini disebut dengan BK pola 17. BK pola 17 itu terdiri atas kegiatan bimbingan dan konseling secara menyeluruh meliputi empat bidang bimbingan, yaitu bidang bimbingan pribadi, bidang bimbingan sosial, bidang bimbingan belajar, bidang bimbingan karir. Kegiatan bimbingan dan konseling dalam keempat bidang bimbingan tersebut diselenggarakan melalui tujuh jenis layanan, yaitu layanan orientasi, layanan informasi, layanan penempatan/ penyaluran, layanan pembelajaran, layanan konseling perorangan, layanan bimbingan kelompok serta layanan konseling kelompok. Untuk mendukung ketunjuk jenis layanan itu diselenggarakan lima kegiatan pendukung, yakni instrumentasi bimbingan dan konseling, himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah dan alih tangan kasus. 55 Pola umum pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah mengikuti tahap-tahap kegiatan yang harus dilalui, tahaptahap tersebut adalah perencanaan / persiapan, pelaksanaan, evaluasi, analisis hasil evaluasi dan tindak lanjut. Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah dilaksanakan secara terprogram, teratur dan berkelanjutan, dengan volume dan jenisnya yaitu program tahunan, program smesteran, program bulanan, program mingguan serta program satuan layanan dan kegiatan pendukung.56 Media Akademika, Vol. 27, No. 1, Januari 2012
130 SAIDAH
Bimbingan dan konseling sebagai suatu ilmu dan sebagai suatu profesi terus mengalami perkembangan sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi serta tuntutan dalam masyarakat, khususnya dalam dunia pendidikan. Prayitno menjelaskan sejak tahun 1993 penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling (BK) di sekolah memperoleh perbendaharaan baru, yaitu BK Pola-17. Istilah ini memberikan warna tersendiri bagi arah dan bidang, jenis layanan dan kegiatan pendukung serta substansi pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah. Seiring dengan menggelindingnya abad ke21, BK Pola-17 berkembang menjadi BK Pola-17 Plus Hal ini terutama apabila kegiatan bimbingan dan konseling mengacu kepada sasaran pelayanan yang lebih luas, sehingga mencakup peserta didik di perguruan tinggi dan warga masyarakat pada umumnya.57 Prayitno memerinci BK-Pola 17 Plus itu adalah: keterpaduan yang mantap tentang pengertian, tujuan, fungsi, prinsip, dan asas serta landasan BK. Bidang pelayanan BK meliputi: Bidang pengembangan kehidupan pribadi, bidang pengembangan kehidupan sosial, bidang pengembangan kegiatan belajar, bidang pengembangan karir, bidang pengembangan kehidupan berkeluarga, bidang pengembangan kehidupan keberagamaan. Jenis layanan BK meliputi: layanan orientasi, layanan informasi, layanan penempatan dan penyaluran, layanan penguasaan konten, layanan konseling perorangan, layanan bimbingan kelompok dan layanan konseling kelompok, serta layanan konsultasi dan layanan mediasi. Kegiatan pendukung BK meliputi: aplikasi instrumentasi, himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah, dan tampilan kepustakaan serta alih tangan kasus. Format layanan adalah format individual, format kelompok, format klasikal, format lapangan dan format “politik” atau pendekatan khusus.58 Penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah dengan penyelenggaraan bimbingan dan konseling di madrasah pada prinsipnya adalah sama. Akan tetapi dalam pendekatan ada perbedaan. Ini dikarenakan, penyelenggaraan bimbingan dan konseling di madrasah diharapkan menggunakan pendekatan agama. Agama adalah nasihat. Dalam agama Islam diperintahkan umatnya Media Akademika, Vol. 27, No. 1, Januari 2012
PENYELENGGARAAN BIMBINGAN DAN KONSELING 131
untuk saling memberi nasihat. Firman Allah dalam surat Al-Ashr ayat 3 Allah berfirman: Artinya: “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”59 Pendekatan agama sangat diperlukan dalam penyelenggaran bimbingan dan konseling. Berdasarkan uraian di atas, jelaslah penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah mengikuti pola tertentu, yaitu BK-Pola 17 dan dikembangkan menjadi BK-Pola 17 Plus. Penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah juga tidak terlepas daripada keterpaduan yang mantap tentang pengertian, tujuan, fungsi, asas dan prinsip serta landasan bimbingan dan konseling itu sendiri. Kemudian bimbingan dan konseling dilaksanakan secara terprogram, teratur dan berkelanjutan.
Penyelenggara Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah Bimbingan dan konseling merupakan suatu profesi. Oleh sebab itu, penyelenggaranya tentunya adalah tenaga profesional. Tohirin menyatakan petugas bimbingan dan konseling profesional adalah mereka yang ditugaskan atas dasar latar belakang pendidikan profesi (Strata 1/ S1, S2 atau S3 BK), dan melaksanakan tugas khusus sebagai guru BK (Guru Pembimbing / konselor sekolah). Petugas profesional bimbingan dan konseling profesional mencurahkan sepenuh waktunya pada pelayanan bimbingan dan konseling atau dengan istilah full time guidance and counseling.60 Prayitno menguraikan personal yang dapat berperan dalam pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah (Sekolah Menengah Pertama atau Madrasah Tsanawiyah) adalah unsur Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota atau Dinas Pendidikan Provinsi yang bertugas melakukaan pengawasan dan pembinaan; kepala sekolah sebagai penanggung jawab program pendidikan secara keseluruhan; guru Media Akademika, Vol. 27, No. 1, Januari 2012
132 SAIDAH
pembimbing sebagai petugas utama atau tenaga inti bimbingan dan konseling, guru-guru lain ( guru mata pelajaran, guru praktik serta guru wali kelas) sebagai penanggung jawab dan tenaga ahli dalam mata pelajaran, program latihan dan kelas masing-masing, guru-guru tersebut berperan dalam membantu guru pembimbing melaksanakan pelayana bimbingan dan konseling. Personal lainnya adalah orang tua sebagai penanggung jawab utama peserta didik dalam arti yang seluas-luasnya; ahli-ahli lainnya seperti dokter, psikolog sebagai subyek alih tangan kasus serta sesama peserta didik sebagai kelompok subyek yang potensial untuk diselenggarakannya bimbingan sebaya.61 Fenti Hikmawati menyatakan secara operasional pelaksana utama layanan bimbingan dan konseling di sekolah di bawah koordinasi seorang koordinator bimbingan dan konseling. Penyelenggaraan bimbingan dan konseling itu melibatkan personal sekolah lainnya agar lebih berperan sesuai batas-batas kewenangan dan tanggung jawab. Personal sekolah yang dimaksud adalah kepala sekolah, wakil kepala sekolah, koordinator bimbingan dan konseling, guru pembimbing, guru wali kelas, guru mata pelajaran dan staf administrasi.62 Sedangkan Tohirin berpendapat petugas bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah secara umum ada dua tipe, yaitu tipe profesional dan tipe non-profesiona. Petugas profesional adalah mereka yang diangkat atas dasar latar belakang pendidikan bimbingan dan konseling serta bertugas secara penuh melaksanakan bimbingan dan konseling. Dan petugas non-profesional adalah mereka yang ditugaskan melaksanakan bimbingan dan konseling tidak didasarkan pada latar belakang pendidikan profesi, yaitu: wali kelas, guru pembimbing yang dimaksud adalah guru mata pelajaran yang ditunjuk melaksanakan bimbingan dan konseling seperti guru agama, guru PPKN, guru mata pelajaran tertentu yang ditunjuk melaksanakan bimbingan dan konseling secara penuh dan tidak mengasuh mata pelajaran tertentu, serta kepala sekolah.63 Berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 0433/P/1993, Nomor 25 tahun 1993 tentang Petunjuk Media Akademika, Vol. 27, No. 1, Januari 2012
PENYELENGGARAAN BIMBINGAN DAN KONSELING 133
Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, pasal 1 ayat 4 dinyatakan Guru Pembimbing adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh dalam kegiatan bimbingan dan konseling terhadap sejumlah peserta didik. Pada pasal 5 ayat 3 dijelaskan jumlah peserta didik yang harus dibimbing oleh seorang guru pembimbing adalah 150 orang. 64 Prayitno dan kawan-kawan dalam buku Seri Pemandu Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Sekolah menyatakan bahwa guru pembimbing adalah petugas utama atau tenaga inti bimbingan dan konseling di sekolah dan tentunya juga di madrasah. Guru Pembimbing sebagai pelaksana pelayanan bimbingan dan konseling di satuan pendidikan formal. 65 Sebutan guru pembimbing merupakan awal sebutan konselor. 66 Pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor dijelaskan pelayanan bimbingan dan konseling pada jalur pendidikan formal dan nonformal diselenggarakan oleh konselor. Kualifikasi akademik konselor dalam satuan pendidikan formal dan nonformal adalah sarjana pendidikan (S1) dalam bidang Bimbingan dan Konseling, berpendidikan profesi konselor. Kompetensi konselor dirumuskan dalam kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional.67 Asosiasi Konseling Amerika (The American Counseling Association /ACA) menyatan tanggung jawab profesional konselor adalah, antara lain tanggung jawab pengetahuan, konselor bertanggung jawab untuk membaca, memahami dan mengikuti kode etik dan standar praktik; kompetensi profesional, konselor melaksanakan praktik (memberikan pelayanan konseling) dalam batas-batas kompetensi mereka atas dasar pendidikan, pelatihan, pengalaman, profesional, kepercayaan negara dan bangsa serta pengalaman profesional yang tepat.68 Mohammad Surya mengungkapkan kompetensi mempunyai makna sebagai kekuatan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan moral yang harus dimiliki konselor untuk membantu klien. Media Akademika, Vol. 27, No. 1, Januari 2012
134 SAIDAH
Kompetensi sangat penting bagi konselor, yang membedakan antara hubungan persahabatan dengan hubungan konseling adalah terletak dalam kompetensi konselor. Konselor yang efektif memiliki kombinasi kompetensi pengetahuan akademik, kualitas kepribadian, dan keterampilan membantu.69 Kompetensi umum minimal konselor menurut Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaa Perguruan Tinggi adalah: (1) Kompetensi pengembangan kepribadian, menampilkan kepribadian beriman dan bertaqwa, bermoral , integritas dan mandiri, menghargai serta meningkatkan harkat dan martabat kehidupan manusia. (2) Kompetensi landasan keilmuan dan keterampilan yang meliputi pendidikan, psikologi dan budaya. (3) Kompetensi keahlian berkarya seperti hakikat pelayanan konseling, paradigma, visi dan misi profesi konseling. (4) Kompetensi prilaku berkarya meliputi etika profesional konseling, riset dalam konseling dan organisasi profesi konseling. (5) Kompetensi berkehidupan bermasyarakat seperti hubungan antar-individu dan hubungan dengan masyarakat.70 Pelayanan bimbingan dan konseling pada lembaga pendidikan formal dan nonformal diselenggarakan oleh konselor, demikian isi Permendiknas nomor 27 tahun 2008, di samping itu, konselor dituntut untuk memiliki kompetensi baik itu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial maupun kompetensi profesional. Dalam kerangka kompetensi, konselor juga dituntut memiliki sifat-sifat tertentu. Munro, Manthel, Small menjelaskan sekurang-kurangnya konselor hendaklah memiliki sifat-sifat luwes, hangat, dapat menerima orang lain, terbuka, dapat merasakan penderitaan orang lain, mengenal dirinya sendiri, tidak berpura-pura, menghargai orang lain, tidak mau menang sendiri, dan objektif.71 Selain sifat-sifat pribadi, diharapkan juga konselor yang profesional. Yahya jaya mengungkapkan profil konselor profesional adalah profil konselor yang memliki keahlian dan keterampilan, rasa tanggung jawab dan amanah, serta kemampuan dalam bekerja sama dengan orang lain untuk maksud dan kepentingan pelayanan Media Akademika, Vol. 27, No. 1, Januari 2012
PENYELENGGARAAN BIMBINGAN DAN KONSELING 135
bimbingan dan konseling.72 Guru pembimbing atau konselor merupakan pendidik dan tenaga inti pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah. Oleh karena itu, guru pembimbing atau konselor dituntut tanggung jawabnya dalam pelaksanaan tugasnya. Bramer/ Shostrom mengatakan konselor tidak dapat menghindarkan diri dari kenyataan bertanggung jawab.73 Konselor atau guru pembimbing juga sebagai pemimpin. Sebagai pemimpin guru pembimbing atau konselor tidak terlepas juga dari tanggung jawab. Nabi Muhammad SAW. Bersabda, “Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan diminta tanggung jawab atas kepemimpinan kamu.”74 Jadi, penyelenggara bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah adalah guru pembimbing dan atau konselor (lebih diharapkan). Sebagai penyelenggara bimbingan dan konseling guru pembimbing dituntut memenuhi standar kualifikasi pendidikan dan kompetensi yang meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional. Kompetensi guru pembimbing atau konselor dituntut juga untuk terus dikembangkan, baik itu melalui pendidikan prajabatan atau pendidikan selama dalam jabatan.
Penutup Dari uraian di atas dapat disimpulkan bimbingan dan konseling perlu dilaksanakan di sekolah dan madrasah supaya proses pembelajaran dan pengembangan diri siswa dapat berjalan secara efektif dan efisien dan akhirnya tujuan pendidikan tercapai. Pelaksanaan bimbingan dan konseling adalah mengikuti pola tertentu yaitu pola 17 atau pola 17 plus. Penyelenggara bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah adalah guru pembimbing atau guru bimbingan dan konseling dan lebih diharapkan adalah konselor. Catatan: 1 . Jaques Delors, Learning: The Treasure Within, Repot to UNESCO Media Akademika, Vol. 27, No. 1, Januari 2012
136 SAIDAH of the International Commision on Educational for the Twentyfirst Century, (Frence, UNESCO Publishing, 1996), hlm.86 2 . Prayitno, Dasar Teori dan Praksis Pendidikan, (Padang: Universitas Negeri Padang, 2008), hlm. 37 3 . Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1004). hlm. 13. 4 . Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidiikan Nasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 3. 5 . Ibid, hlm. 12 6 . Ibid, hlm. 13. 7 . Yusuf Gunawan, Pengantar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992), hlm. 23. 8. E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Suatu Panduan Praktis, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007) , hlm. 13. 9 . Prayitno, Mengatasi Krisis Identitas Profesi Konselor, (Padang: UNP Press, 2008), hlm. 64 1 0 . Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2009). 1 1 . Syamsu Yusuf, Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah (SLTP dan SLTA), (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2006), hlm. 1. 1 2 . Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Proyek Peningkatan Kehidupan Beragama Pusat Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji, 2003) , hlm. 1076. 1 3 . H. Samsu Nizar, Muhammad Syaifuddin, Isu-isu Kontemporer tentang Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2010), hlm. 163. 1 4 . Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Ibid, hlm. 13 1 5 . Jalaluddin Muhammad Bin Ahmad Al-Mahali, Jalaluddin Abdu Al-Rahman bin Abi Bakar Al-Sayuthi, Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adhim Li Al-Imamaain Al-Jalain, (Indonesia: Dari Ihya’ Al-Kitab Al’Arabiyah, TT), hlm. 6. 1 6 . Al-Thabari, Abi Ja’far Muhammad bin Jarir, Tafsir Al-Qur’an – Thabari, (Bairut: Tanpa Penerbit,1978), hml. 157. 1 7 . Neviyarni, Pelayanan Bimbingan dan Konseling Berorientasi Khalifah fil Ardh, (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm. 65. 1 8 . Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisis Psikologi dan Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Al Husna, 1986), hml. 57-58. 1 9 . Shohih Muslim, (Bandung: Dahlan, TT), hlm. 358. 2 0 . Kartini Kartono, Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan), (Bandung: CV. Mandar Maju, 1990), hlm.22. Media Akademika, Vol. 27, No. 1, Januari 2012
PENYELENGGARAAN BIMBINGAN DAN KONSELING 137 2 1 . Prayitno, Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hml.20. 22. Ibid, hlm. 25-26. 23. Saidah Ahmad, Bahan Ajar Bimbingan dan Konseling, (Jambi: Pusat Penerbitan Program Akta Mengajar IV Fakultas Trbiyah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin jambi, 2005), hlm. 3-4 24. B. Shertzer, / S.C. Stone, Fundamental Op Counseling, Third Edition, (Boston: Houghton Company, 1980), hlm. 20. 2 5 . Udin Syaefudin Saud, Pengembangan Profesi Guru, (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 6. 26. H.M. Arifin, Pokok-pokok Pikiran tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama, ( Jakarta: Bulan Bintang, 1976), hlm. 18. 2 7 . Mohammad Surya, Dasar-dasar Penyuluhan (Counseling), (Jakarta: P2LPTK.Dirjen Dikti, 1998) hlm. 62-63. 28. Dewa Ketut Sukardi, Bimbingan dan Konseling, ( Jakarta: Bina Aksara, 1988), hlm. 8. 29. Ibid, hlm. 168-169. 3 0 . Ahmad Juntika Nurihsan, Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling, (Bandung: Refika Aditama, 2005), hlm. 10. 3 1 . J.C. Hansen, R.R. Stevic,.R.W.Warner, Counseling: Theory and Process, Second Edition, (Boston: Allyn and Bacon.INC, 1977), hlm.15 32. W.S. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, (Jakarta: Grasindo, 1997), hlm. 74 3 3 . Prayitno, dkk, Seri Pemandu Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Buku II Pelayanan Bimbingan dan Konseling Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, (Jakarta: Dirjen Dikti, 1997), hlm. 11. 34. Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: Amzah, 2010) , hlm. 38-39. 3 5 . Juhana Wijaya, Psikologi Bimbingan, (Bandung: PT Eresco, 1988), hlm. 93. 36. Prayitno dan Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, Ibid, hlm. 114. 3 7 . Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003, pasal 3, Ibid, hlm. 7. 38. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), hlm. 48 39. Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, Alih Bahasa Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 399. 4 0 . Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 63. 4 1 . Prayitno dan Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, Media Akademika, Vol. 27, No. 1, Januari 2012
138 SAIDAH Ibid, hlm. 183. 42. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar Menengah, Ibid. 43. Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi), (Jakarta, Rajawali, 2007), hlm. 12-13. 44. Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm. 199. 4 5 . I. Djumhur, Moh. Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Guidance & Counseling) (Bandung, CV Ilmu, 1981), hlm. 24. 46. Prayitno, Konseling Pancawaskita Kerangka Konseling Eklektik, (Padang: Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Padang, 1998), hlm. 17. 4 7 . Prayitno dan Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, Ibid, hlm. 240-241. 48. Mohammad Surya, Dasar-dasar Penyuluhan (Konseling), Ibid, hlm. 18-19. 49. Prayitno, dkk, Seri Pemandu Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Buku II Pelayanan Bimbingan dan Konseling Sekolah Lanjutan Tingkat pertama, Ibid, 28 5 0 . Fenti Hikmawati, Bimbingan dan Konseling, Ibid, hlm. 9-10. 5 1 . Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor, 0433/ P/1993 dan Nomor 25 Tahun 1993 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, (Jakarta, Direktorat Pendidikan Guru dan tenaga Teknis proyek Pembinaan karir Guru dan Pengendalian Mutu Tenaga Kependidikan, 1994/ 1995) , hlm. 3. 5 2 . BSNP dan Pusat Kurikulum, Panduan Pengembangan Diri Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, (Jakarta: Allson, 2006), hlm. 5. 5 3 . Ibid, hlm.6 5 4 . Prayitno dan Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, Ibid, hlm. 135. 5 5 . Prayitno, dkk., Seri Pemandu Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Buku II Pelayanan Bimbingan dan Konseling Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Ibid, hlm 40-42.. 5 6 . Ibid, hlm. 42-43. 5 7 . Prayitno, Seri Layanan Konseling Layanan L.1-L.9, (Padang: Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang, 2004), hlm. i. 58. Ibid, hlm. i-ii. 5 9 . Al-Quran Surat Al-Ashr/103: 1-3. 6 0 . Tohiri, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, Media Akademika, Vol. 27, No. 1, Januari 2012
PENYELENGGARAAN BIMBINGAN DAN KONSELING 139 (Berbasis Integrasi), Ibid, hlm. 115. 6 1 . Ibid, hlm. 51-52. 62. Fenti Hikmawati, Bimbingan Konseling, Ibid, hlm. 21. 63. Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi), Ibid, hlm. 115-116. 64. Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 0433/P/ 1993, Nomor 25 tahun 1993 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, Ibid, hlm.3. 6 5 . Prayitno, Mengatasi Krisis Identitas Profesi Konselor, Ibid, hlm. 103 66. Ibid,hlm. 21. 6 7 . lukstaff.ugm.ac.id/atur/permen27-2008 kualifikasi konselor.pdfmirip. 68. http//www.counseling.org/resources/codeofethics.htm, Code of Ethics and Standar of Practice, 1999. 69. Mohammad Surya, Psikologi Konseling, (Bandung: Bani Quraisy, 2003), hlm.65. 7 0 .Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi, Dasar Standadisasi Profesi Konseling, (Jakarta: Proyek Peningkatan Tenaga Akademik Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, 2004), hlm. 23-24. 7 1 . E.A. Munro, R.J. Manthel, J.J. Small, Counselling: A Skill Approach, Alih Bahasa Erman Amti, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983), hlm. 29 7 2 . Yahya Jaya, Bimbingan dan Konseling Agama Islam, (Padang: Angkasa Raya, 2000), hlm. 118. 7 3 . L.M. Brammer,,/ E.L. Shostrom, Therapeutic Psychology Fundamentals of Counseling and Psychotherapy, (Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall, INC, 1982), hlm. 13 7 4 . Jalaluddin Abdu Al-Rahman bin Abi Bakar Al-Sayuthi, Al-Jami’ Al-Shaghir, Juz Tsani, (Surabaya: Toko Kitab Alhidayah, TT), hlm. 95.
Media Akademika, Vol. 27, No. 1, Januari 2012
140 SAIDAH
DAFTAR PUSTAKA Al-Qur’an Al-Karim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Proyek Peningkatan Kehidupan Beragama Pusat Ditjen Bimas Islam dan Urusan Haji, 2003. Ahmad, Saidah, Bahan Ajar Bimbingan dan Konseling, Jambi: Pusat Penerbitan Program Akta Mengajar IV Fakultas Trbiyah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin jambi, 2005. Al-Mahali, Jalaluddin Muhammad Bin Ahmad, Jalaluddin Abdu AlRahman bin Abi Bakar Al-Sayuthi, Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adhim Li Al-Imamaain Al-Jalain, Indonesia: Dari Ihya’ Al-Kitab Al’Arabiyah, TT. Al-Sayuthi, Jalaluddin Abdu Al-Rahman bin Abi Bakar, Al-Jami’ AlShaghir, Juz Tsani, Surabaya: Toko Kitab Alhidayah, TT. Al-Syaibany, Omar Mohammad Al-Toumy, Falsafah Pendidikan Islam, terj, Hasan Langgulung, Jakarta: Bulan Bintang, 1979. Al-Thabari, Abi Ja’far Muhammad bin Jarir, Tafsir Al-Qur’an – Thabari, Bairut: TP, 1978. Amin, Samsul Munir , Bimbingan dan Konseling Islam, Jakarta: Amzah, 2010. Arifin,H.M., Pokok-pokok Pikiran tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1976.. Brammer, L.M / Shostrom,E.L., Therapeutic Psychology Fundamentals of Counseling and Psychotherapy, Fourth Edition, Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall, INC, 1982. BSNP dan Pusat Kurikulum, Panduan Pengembangan Diri Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta: Allson, 2006. Delors, Jaques, Learning: The Treasure Within, Repot to UNESCO of the International Commision on Educational for the Twentyfirst Century, Frence: UNESCO Publishing, 1996. Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi, Dasar Standadisasi Profesi Konseling, Jakarta: Proyek Peningkatan Tenaga Akademik Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, 2004. Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi Belajar, Jakarta: Rineka Cipta, 2002. Media Akademika, Vol. 27, No. 1, Januari 2012
PENYELENGGARAAN BIMBINGAN DAN KONSELING 141
Djumhur, I., Moh. Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Guidance & Counseling), Bandung: CV Ilmu, 1981. Gunawan, Yusuf, Pengantar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992. Hansen, J. C., Stevic.R.R.,Warner,R.W, Counseling: Theory and Process, Second Edition, Boston: Allyn and Bacon.INC. 1977. Hersey,P., Blanchard, K.H., Management of Organizational Behavior Utilizing Human Resources, Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall, 1988 http//www.counseling.org/resources/codeofethics.htm, Code of Ethics and Standar of Practice, 1999. Jaya, Yahya, Bimbingan dan konseling Agama Islam, Padang: Angkasa Raya, 2000. Kartono, Kartini, Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan), Bandung: CV Mandar Maju, 1990. Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 0433/P/1993, Nomor 25 tahun 1993 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, Langgulung, Hasan, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisis Psikologi dan Pendidikan, Jakarta: Pustaka Al Husna, 1986. Lesmana, Jeanette Murad, Dasar-dasar Konseling, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 2008. lukstaff.ugm.ac.id/atur/permen27-2008 kualifikasi konselor.pdfmirip. Mulyasa, E., Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Suatu Panduan Praktis, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007. Munro, E.A., Manthel, R.J., Small, J.J., Counselling: A Skill Approach, terj. Erman Amti, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983. Nata, H. Abuddin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2010. Nizar, H. Samsu, Muhammad Syaifuddin, Isu-isu Kontemporer tentang Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2010. Neviyarni, Pelayanan Bimbingan dan Konseling Berorientasi Khalifah fil Ardh, Bandung: Alfabeta, 2009. Nurihsan, Ahmad Juntika, Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling, Bandung: Refika Aditama, 2005. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Media Akademika, Vol. 27, No. 1, Januari 2012
142 SAIDAH
Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta: Sinar Grafika, 2009. Prayitno dan Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Rineka Cipta, 2004 Prayitno, dkk, Seri Pemandu Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Buku II Pelayanan Bimbingan dan Konseling Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Jakarta: Dirjen Dikti, 1997 Prayitno, Konseling Pancawaskita Kerangka Konseling Eklektik, Padang: Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Padang, 1998 Prayitno, Seri Layanan Konseling Layanan L.1-L.9, Padang: Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang, 2004. Prayitno, Mengatasi Krisis Identitas Profesi Konselor, Padang: UNP Press, 2008. Prayitno, Dasar Teori dan Praksis Pendidikan, Padang: Universitas Negeri Padang, 2008. Purwanto, Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1004. Saud, Udin Syaefudin, Pengembangan Profesi Guru, Bandung: Alfabeta, 2010. Shertzer, B. / Stone, S.C., Fundamental Op Counseling, Third Edition, Boston: Houghton Company, 1980. Shohih Muslim, Juz Al-Tsani, Bandung: Dahlan, TT. Soetjipto, Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, Jakarta: RinekaCipta, 1999. Sukardi, Dewa Ketut, Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Bina Aksara, 1988. Surya, Mohammad, Dasar-dasar Penyuluhan (Counseling), Jakarta: P2LPTK. Dirjen Dikti, 1998. Surya, Mohammad, Psikologi Konseling, Bandung: Bani Quraisy, 2003. Sutarsih, Cicih, Etika Profesi, Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam Departemen Agama Reblik Indonesia, 2009. Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994. Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi), Jakarta, Rajawali, 2007. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Media Akademika, Vol. 27, No. 1, Januari 2012
PENYELENGGARAAN BIMBINGAN DAN KONSELING 143
Sistem Pendidiikan Nasional, Jakarta: Sinar Grafika, 2009. Uno, Hamzah B., Profesi Kependidikan Problema, Solusi, dan Reformasi Pendidikan di Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara, 2007. Wijaya, Juhana, Psikologi Bimbingan, Bandung: PT Erosco, 1988. Winkel, W.S., Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, Jakarta: Grasindo, 1997. Yusuf, Syamsu, Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah (SLTP dan SLTA), Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2006.
Media Akademika, Vol. 27, No. 1, Januari 2012