Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000
EVALUASI GENETIK PRODUKSI SUSU SAPI FRIES HOLLAND DI PT CIJANGGEL-LEMBANG dan A 4NEKE ANGGRAENI 2 Fakultas Peternakan JPB, Jalan Rasamala, Darmaga, Bogor a Balai Penelitian Ternak P.O. Box 221, Bogor 16002
NANIK RAIImAm1, PALLAwARuKKA 1 ,
ABSTRAK Upaya perbaikan mutu genetik produksi susu sapi perah dapat ditempuh dengan melakukan seleksi sapi pejantan dan induk unggul untuk dipergunakan sebagai penghasil keturunan berikutnya. Penelitian bertujuan mengevaluasi mutu genetik produksi susu sapi perah (jantan dan betina) dengan mempergunakan data produksi susu harian setiap bulan terhadap sejumlah 172 laktasi dari 63 ekor sapi betina keturunan dari 16 ekor pejantan selama tahun tahun 1990-1998 di PT Cijanggel, Jawa Barat. Estimasi produksi susu laktasi lengkap (305 hari) mempergunakan test interval method MM) kemudian distandarisasi kepada setara dewasa berdasarkan faktor koreksi DHIA-USDA (SCHMIDT et al., 1988) guna menghitung nilai ripitabilitas (r), heritabilitas (h2), dsn mutu genetik produksi susu. Pendugaan r menggunakan metode sidik ragam klasifikasi eka arah dan h2 menggunakan metoda korelasi tiri sebapak denganjumlah anak per pejantan tidak sama (BECKER, 1975). Daya pewarisan sifat produksi susu dari sapi betina dihitung menggunakan metoda estimated transmitting ability (ETA), sedsngkan nilai pemuliaan pejantan dengan metoda contemporary comparison (CC). Hssil menunjukkan rataan produksi susu per laktasi berurutan untuk laktasi 1, 11, 111, IV, dsn 2 V adalah 3 .810; 3.703; 3 .861; 3.841 ; 3.973 liter dengan rataan keseluruhan per laktasi 3.828 liter. Nilai r diperoleh sebesar 0,50 dan h2 (awal produksi tahun 1996) sebesar 0,35. Estimasi mutu genetik sapi betina menunjukkan 31 ekor mempunyai ETA positif berkisar 0,1-630 liter . Lima belas ekor sapi dengan ETA positif masih dipelihara di PT Cijanggel Lembang hingga akhir tahun 1998. Pendugaan mutu genetik pejantan menunjukkan tujuh ekor pejantan mempunyai CC positif berkisar 73-1.236 liter dengan anak betina efektif sebesar 0,5-3,17. Katy
kunci :
Mutu genetik, produksi susu, ETA, CC PENDAHULUAN
Perkembangan persusuan nasional selama lima tahun terakhir (1994-1998) menunjukkan bahwasanya konsumsi susu masyarakat masih jauh melebihi produksi susu segar dalam negeri (BUKU STATISTIK PETERNAKAN, 1998). Kebutuhan susu selama kurun waktu yang sama berurutan 907, 1 .354, 1 .125, 1.050, dan 1 .035 ribu ton . Akan tetapi dari jumlah tersebut hanya dapat dipenuhi oleh produksi susu dalam negeri berurutan 373, 379, 386, 357, dan 342 ribu ton. Dengan demikian keperluan konsumsi susu hampir selalu tiga kali lebih besar dari produksi susu dalam negeri.
Untuk mengurangi jumlah impor susu maka perlu dirintis usaha-usaha untuk meningkatkan produktivitas ternak sapi perah. Dalam usaha meningkatkan produktivitas ternak, pemuliaan mempunyai peran dan fungsi penting. Peningkatan mutu genetik dapat dilakukan dengan seleksi pejantan dan induk yang akan dikembangbiakkan untuk menghasilkan keturunan dengan kemampuan produksi susu tinggi. Dalam menilai kemampuan genetik berproduksi susu sapi betina dapat ditaksir berdasarkan informasi kemampuan produksi individu sapi itu sendiri, sebaliknya pada sapi pejantan dapat ditaksir berdasarkan penampilan produksi susu anak-anaknya (progeny test) mengingat pejantan sapi pemh tidak menghasilkan susu. Salah satu cars yang dapat dipergunakan untuk mengestimasi kemampuan genetik produksi susu sapi betina adalah menggunakan metoda estimated transmitting ability (ETA) (SCHMIDT et al., 86
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000
1988), sedangkan pads pejantan antara lain menggunakan metoda contemporary comparison (CC), modified contemporary comparison (MCC), cumulative difference (CD), dan best linear unbiased prediction (BLUP) (HARDJOSUBROTO, 1994). Diharapkan penggunaan sapi pejantan dan betina yang telah teridentifikasi secara jelas keunggulan genetiknya dalam berproduksi susu akan dapat memberikan perbaikan genetik secara simultan sebagai dampak positif dari penggunaaa sapi replacemet (jantan dan betina) dengan prestasi produksi susu lebih tinggi terhadap kemampuan rataan sapi-sapi lainnya dalam peternakan yang sama. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menghitung nilai heritabilitas dan ripitabilitas produksi susu, mengukur daya pewarisan sifat produksi susu sapi betina, (3) mengukur nilai pemuliaan untuk (2) produksi susu sapi-sapi pejantan dari rumpun sapi Fries Holland . MATERI DAN METODE Materi penelitian Evaluasi mutu genetik produksi susu sapi betina dan pejantan FH dilakukan pada peternakan sapi perah PT Cijanggel, di Cisarua-Lembang Jawa Barat selama kurun talmn produksi 1990-1998 . Penelitian mempergunakan catatan produksi susu harian setiap bulan dengan perhitungan dimulai setelah hari ketujuh kejadian beranak . Catatan produksi susu awal dikumpulkan sebanyak 200 laktasi dari 75 ekor sapi dalam kisaran periode laktasi I sampai IX. Kemudian dipilih catatan laktasi yang lengkap baik produksi (produksi susu, total produksi susu selama laktasi, jumlah hari laktasinya) maupun reproduksinya (tanggal dikewinkan, tanggal beranak), nomor identitas bapaknya, nomor identitas induknya, tanggal dikeringkan dan umur beranak. Sehingga diperoleh sebanyak 172 catatan produksi susu bersumber dari 63 ekor sapi betina keturunan 16 ekor pejantan untuk dianalisa. Metode penelitian Estimasi produksi susu laktasi lengkap 305 hari dilakukan menggunakan metode test interval method (TIM) dan distandarisasi kepada produksi susu setara dewasa (SD) berdasarkan pada faktor koreksi dari DHIA-USDA (WARWICK dan LEGATES, 1979) . Hasil standarisasi dipergunakan untuk menghitung nilai ripitabilitas (r), heritabilitas (h2), estimated transmitting ability (ETA), dan contemporary comparison (CC) unluk sifat produksi susu. Nilai r diduga menggunakan metode sidik ragam klasifikasi eka arah dengan banyaknya pengukuran per individu tidak sama (BECKER, 1975). Sedangkan nilai h2 menggunakan metode korelasi saudara tiri sebapak dengan jumlah anak per pejantan tidak sama menurut BECKER (1975). Perhitungan h2 dilakukan untuk setiap periode laktasi, kejadian tahun beranak, dan record produksi susu yang pertama . Untuk mengestimasi mutu genetik produksi susu sapi betina dipergunakan metoda estimated transmitting ability (ETA) dengan rumus berikut ETA =
0,5n h2
(Rataan produksi susunya - Rataan produksi" herdmate"nya)
Dimana h2 = heritabilitas, r = ripitabilitas, dan n = jumlah pengamatan
87
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1000
CC =
E w
Untuk mengetahui nilai pemuliaan pejantan yang dipergunakan dalam perkawinan IB, digunakan metode contemporary comparison dengan rumus
n
w
= faktor terbobot =
Zw
=jumlah anak betina efektif
n,
=jumlah anak-anak betina pejantan yang diuji
n2
jumlah anak-anak betina pejantan lain sebagai pembanding pada laktasi pertama.
Y
= produksi susu rata-rata laktasi pertama anak betina pejantan yang diuji.
H
= produks : susu rata-rata laktasi pertama anak betina pejantan lain sebagai pembanding.
2
n,+n 2
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan lingkungan daersh penelitian Penelitian dilakukan di desa Cisarua, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Utara yang terletak pada 106°-08' BT dan 06.50 LS dengan ketinggian 1241 m diatas permukaan laut. Temperatur udara rata-rata tahunan sebesar 20°C dengan temperatur maksimum 21,6°C dan temperatur minimum 18,4°C. Kelembaban relatif rata-rata bulanan sebesar 85,9%, dengan kelembaban maksimum 93% dan kelembaban minimum 72%. Rataan curah hujan bulanan adalah 154,6 mm. Berdasarkan diskripsi dari sejumlah komponen iklim tersebut, dapat dinyatakan lokasi peternakan sapi perah PT Cijanggel-Lembang cukup nyaman untuk hidup dan berprestasi dengan baik sapi perah iklim sedang seperti sapi perah Fries Holland, karena menurut ENSMINGER (1980) bahwa kisaran temperatur udara yang baik untuk sapi perah yang berasal dari Eropa adalah 5-210C dengan kelembaban relatif 50-75% . Produksisusu Rataan produksi susu per laktasi sapi perah FH di PT Cijanggel-Lembang antara periode berfluktuasi dan mempunyai variasi yang cukup besar (Tabel 1). Produksi susu tertinggi dicapai pada periode laktasi z V (3 .973 liter) dan terendah pada periode laktasi 11 (3703 liter) . Sedangkan rataan produksi susu per laktasi diperoleh sebesar 3 .828 liter. Sedangkan pengamatan terhadap rataan produksi susu per laktasi sapi perah FH berdasarkan tahun pengamatan berbeda, diperlihatkan oleh Gambar 1 . Puncak produksi dicapai pada tahun 1990 (4.722 liter), menurun secara perlahan, dan dicapai produksi terendah pada tahun 1998 (3.474 liter), sehingga diperoleh rataan produksi susu per laktasi untuk semua tahun pengamatan sebesar 3.828 liter.
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000 Tabel 1 . Rataan produksi susu per laktasi (305 hari-2X-SD) sapi FH Periode laktasi
No . 1. 2.
Jumlah catatan (Buah)
Produksi susu (Liter)
1
41
3 .810 :k 680
II
36
3 .703 t 972
f f
III
33
3 .861
4.
IV
25
3 .841
5.
zV
26
3 .973 t 960
161
3 .828 t 901
3.
Rata-rata
875 686
5000 ,
0
4500 4000 -
3000
1990
1991
1992
1993
1994
1995
T-T' 1996 1997 1998
Tahun beranak
Gambar 1 . Rataan Produksi Susu per Laktasi Sapi FH (305 Hari-2XSD) Berdasarkan Tahun Pengamatan yang Berbeda
Parameter genetik produksi susu Ripitabilitas.- Nilai ripitabilitas produksi susu yang dihitung dari sejumlah 172 catatan produksi susu dari Laktasi I sampai Laktasi IX diperoleh sebesar 0,5 dengan galat baku sebesar 0,08 . Nilai ripitabilitas yang diperoleh adalah ada dalam kisaran yang dikemukakan oleh PIRCHNER (1969), LASLEY (1978) serta WARWICK dan LEGATES (1979) antara 0,35-0,64 ; tetapi sedikit lebih 89
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000
rendah dibandingkan hasil penelitian 0,52-0,54.
SUZUKI
dan VAN
VLECK
di Hokkaido Jepang (1994) sebesar
Heritabilitas.- Nilai heritabilitas produksi susu yang diperoleh berdasarkan klasifikasi produksi susu atas dasar periode laktasi, tahun beranak, record produksi susu yang pertama di PT CijanggelLembang memberikan hasil berbeda-beda dan sebagian besar dengan nilai sangat ekstrim mulai dari -8,8 t 0,7 (atas dasar tahun beranak 1997) sampai 4,4 t 2,2 (atas dasar periode laktasi I). Hal ini terjadi dikarenakan jumlah cacatan anak per pejantan yang dianalisis dalam jumlah sangat terbatas, sebagaimana dinyatakan DALTON (1981) diperlukan sedikitnya lima ekor pejantan dengan jumlah anak 10 ekor per pejantan untuk memperoleh dugaan heritabilitas yang baik. Meskipun demikian perhitungan atas dasar tahun beranak (awal laktasi) 1996 memberikan heritabilitas sebesar 0,35, yang kemudian dipakai dalam mengestimasi kemampuan genetik sapi betina. Jika dibandingkan dengan heritabilitas penelitian HOEKSTRA et al. (1994) di Belanda (0,48) maka heritabilitas hasil penelitian di PT Cijanggel-Lembang lebih rendah, tetapi lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian SUZUKI dan VAN VLECK (1994) di Hokkaido, Jepang (0,30), VISSCHER dan CODDARD (1995) di Australia (0,20-0,28) . Nilai pemuliaan sapi perah pejantan Dalam penelitian ini derajat keunggulan setiap pejantan ditentukan oleh besamya nilai contemporary comparison (CC) dengan hanya mendasarkan pada catatan produksi susu laktasi pertama anak betinanya . Urutan nilai CC mulai dari yang terendah sampai tertinggi dicantumkan pada Tabel 2. Dari 16 pejantan yang diuji, tujuh pejantan mempunyai nilai CC positif, yaitu berkisar antara 73 sampai 1236 liter dengan anak betina efektif sebesar 0,5 sampai 3,17; sedangkan sembilan pejantan lainnya mempunyai nilai CC negatif berkisar antara -1 .236 liter sampai -5 liter dengan anak betina efektif sebesar 0,5 sampai 1,7 . Nilai CC tertinggi dicapai oleh pejantan 3711-106 (l .236 liter), sedangkan nilai CC terendah dicapai oleh pejantan 24/IV (-1 .236 liter) . Jumlah anak betina efektif terbesar dipunyai oleh pejantan 38424 yaitu 3,17, sedangkan yang terkecil dipunyai oleh pejantan 3711-106 dan 24/1V masing masing sama besar yaitu 0,5. Nilai CC positif berarti bahwa pejantan yang diuji, jika dikawinkan dengan sapi-sapi betina rata-rata maka akan mempunyai rataan daya pewarisan produksi susu anakanaknya di atas rata-rata produksi susu contemporarynya. Dalam seleksi terhadap pejantan untuk meningkatkan produksi susu pada generasi yang akan datang sebaiknya dipilih pejantan-pejantan yang mempunyai nilai CC positif yang tinggi, rataan produksi susu anak yang tinggi diatas rataan contemporarynya dan jumlah anak betina efektif yang banyak . Seekor pejantan dapat dinilai sebagai pejantan unggul bila mempunyai nilai keunggulan positif dan mempunyai anak betina efektif sebesar 20 atau setara dengan 30 ekor (ROBERTSON et al., 1956). JoHANssON (1960) menyatakan di Belanda uji zuriat dapat dilakukan jika jumlah anak betina efektif paling sedikit 15 ekor sementara itu di Finlandia uji zuriat dilakukan jika anak betina efektif lebih besar dari 20 ekor untuk sapi-sapi hasil 1B dan 10 ekor untuk sapi-sapi hasil non IB. Jika didasarkan pada persyaratan yang dikemukakan tersebut, maka dalam penelitian ini sangat sulit untuk mengatakan setara akurat pejantan mana yang unggul karena meskipun pejantan mempunyai nilai CC positif, tetapi jumlah anak betina efektif per pejantan masih kurang. Anak betina efektif yang diperoleh berkisar antara 0,5-3,2. Diperkirakan bahwa pejantan-pejantan dengan CC positif tersebut akan mewariskan sifat-sifat genetik untuk produksi susu kepada anak-anaknya diatas rataan produksi susu laktasi pertama contemporarynya atau paling tidak sebanding. 90
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000
Tabel 2. Derajat keunggulan pejantan yang dipakai di PT Cijanggel-Lembang berdasarkan perhitungan contemporary comparison Wi Nilai CC (Liter) Rangking No. identitas pejantan 1236 0,5 1 3711-106 0,8 1038 2 38424-112 981 0,9 3 38416 0,67 586 58648/170 4 565 0,75 5 38425 3,17 108 6 38424 73 1,8 7 38129 0,9 -5 38826 8 -252 0,8 9 2128 1,7 -275 38430.024 10 0,9 -349 11 032-38647 -423 38320-042 0,75 12 0,8 -561 13 3806.114 -751 0,67 14 38056.072 -831 38331 0,9 15 -1236 0,5 16 24/1V Keterangan : CC : contemporary comparison Wi : jumlah anak betina efektif Apabila dilihat dari segi praktisnya untuk kondisi sekarang ini maka pilihan metode yang diharapkan akan dapat diterapkan pada perusahaan peternakan sapi perah di Indonesia adalah metode contemporary comparison . Kesimpulan ini diambil atas dasar pertimbangan bahwa metode tersebut dapat dilakukan dengan prosedur statistik yang lebih sederhana, disamping penilaian dapat dibuat lebih awal karena metode tersebut hanya menggunakan catatan laktasi pertama dan tidak memerlukan beberapa parameter genetik sebagai standar yaitu nilai heritabilitas, ripitabilitas, dan korelasi lingkungan yang belum tersedia. Nilai pemuliaan sapi betina Dalam penelitian ini derajat keunggulan setiap sapi perah betina ditentukan oleh besarnya nilai ETA . Hasil evaluasi nilai ETA pada sejumlah 63 ekor sapi betina laktasi dicantumkan pada Tabel 3. Dapat diketahui sebanyak 31 ekor sapi betina mempunyai nilai ETA positif yaitu berkisar antara 0,1 sampai 624 liter; sedangkan 32 ekor lainnya mempunyai nilai ETA negatif yaitu berkisar antara -560 sampai -7 liter. Pada sapi perah betina dengan nilai ETA positif, jika dikawinkan dengan pejantan rata-rata maka produksi susu anak-anaknya akan lebih tinggi atau sebanding dengan rata-rata produksi susu herdmatenya. Dari 31 ekor sapi perah betina yang nilai ETA-nya positif, masih ada 15 ekor (9/8, 8/l1, 30/l2, 0l/5, 01/11, 09NIII, 05/15, 05/l4, 11/11, 03/10, 2l/9, 06/l5, 21/12, 09/l4, 27/l2) dan dari 32 ekor sapi perah betina yang nilai ETA-nya negatif, masih ada delapan ekor (20/9, 07/l4, 23/12, 08/15, 20/XII, 19/XII, 15111, 02/l5) yang masih dipelihara di PT Cijanggel-Lembang hingga akhir tahun 1998.
91
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner2000 Tabel 3. Peringkat prestasi sapi perah di Perusahaan Petemakan Cijanggel-Lembang berdasarkan nilai ETA Rangking 1. 2. 3. 4. 5. 6.
7. 8. 9.
10. 11 . 12 . 13 . 14 . 15 . 16 . 17 . 18 . 19.
20. 21 . 22. 23 . 24. 25 . 26 . 27 . 28 . 29 . 30 . 31 . 32 .
No . Id.scpi
09/8 05/4 09111
256 30/12 01/15 06/2 01/11
01/1V 061VIII 09NII1 20/12 04/6 05/7 0916
29/12 05/15 05/14 01/5
Nilai ETA (liter)
Rangking
395,5 316,6 280,9
34 . 35 .
623,9
267,4 234,8 205,5 199,6
169,8 151,5 138,1
21/9
32,4 31,9
04/14 09/14 42 27/12 20/9
27,4 25,7
05/IV 08/15
-50 -84 -87 -88
-106 -107 -113
47 . 48.
19/XII 49
-136 -137
50 . 51 .
13/1 28/12
54 . 55
03/XIV 03/11
58 . 59 .
15/8 04/7
-238 -249 -258
02/15
-294
52 . 53 .
56 . 57 .
07/11
12/8
16/9
15/11 03/14
13/8 09/X
21,1
60.
04NII
0,1 -7
63 .
13/XIII 05NIII
19,1 7,2
-33 -41
03 1VII 32/13 20/XII
49.
59,7 35,3
05/IX 22/12
-27
43 . 44 . 45 .
42.
87,0 81,3 75,1
23/12 26/12
Nilai ETA (liter)
-88 -95
46 .
103,9 95,2
07/14 03/6
02/VI
135,4
66,0 66,3
06/15 23/9 21/12
38 . 39 . 40 . 41 .
178,5
No. Id.scpi
36. 37 .
198,7
11/11 03/10 06/11 19/9
33 .
61 . 62.
-95
-114
-143 -146 -153
-155 -170 . -172 -194 -209
-280 -319 -560
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan perhitungan nilai pemuliaan dari 16 ekor pejantan, hanya tujuh ekor yang mempunyai nilai CC positif dan sembilan ekor lainnya mempunyai nilai CC negatif.. Tingkat ketepatan dalam pendugaan keunggulan pejantan kurang tinggi, karena jumlah anak betina efektif sedikit. Sedangkan tiga puluh satu dari 63 ekor induk yang diteliti mempunyai nilai ETA positif dan 32 ekor induk lainnya mempunyai nilai ETA negatif. Lima belas dari 31 ekor sapi perah yang nilai 92
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000 ETA-nya positif dan delapan ekor dari 32 ekor sapi perah yang nilai ETA-nya negatif masih dipelihara di PT Cijanggel-lembang hingga akhir tahun 1998 . Oleh karena itu, disarankan untuk sapi induk dengan nilai ETA positif tetap dipertahankanldipelihara sebagai penghasil susu, program recording (produksi, reproduksi, perkawinan dan tetaa) tetap dilanjutkan dan perlu ditingkatkan, serta diperlukan penelitian lanjutan tentang manajemen peternakan secara keseluruhan . DAFTAR PUSTAKA BECKER, W.A . 1975 . Manual Quantitative Genetics . 4th Ed . Academic Enterprises Pullman, Washington . BUKU STATISTIK PETERNAKAN, 1998 . Dit. Jen. Petemakan, Departemen Pertanian. DALTON, D.C . 1981 . An Introduction to Practical Animal Breeding. Granada Publishing Limited, Technical Books Division . Frogmore, St. Albans, Herts. DIREKTORAT JENDRAL PETERNAKAN . 1998 . Buku Statistik Peternakan. Jakarta. ENSMINGER, M.E . 1980 . Dairy Cattle Science. 2nd Ed. The Interstate Printers and Publisher, Illinois . HARDJOSuBROTO, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. PT Gramedia Widiasarana Indonesia Jakarta. JOHANSSON, I. 1960. Progeny testing methods in Europe . J. Dairy Sci. 43 :706 PIRCHNER, F. 1969 . Population Genetics in Animal Breeding. W. H. Freeman and Company. San Fransisco . ROBERTSON, A., A. STEWART, and E.D. ASHTON. 1956 . The progeny assessment of dairy sires for milk : the use contemporary comparison . Proc . of the British Society of Animal Production. p 43-50. SCHMIDT, G.H ., L.D . vAN VLECK, and M.F. HuT.IEuNs. 1988 . Principles of Dairy Science. Second Ed . Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey. Suzutu, M., and L.D . vAN VLEcK. 1994 . Heritability and repeatability for milk production traits of Japanese Holstein from an Animal Model. J. Dairy. Sci. 77 :583-588 . VISSCHER, P.M . and M.E. Goddard. 1995 . Genetic parameter for milk yield, survival, workability and type traits for Australian Dairy Cattle . J. Dairy. Sci. 78 :205-220 . WARWICK, E.J . and J. E. LEGATES. 1979. Breeding and Improvement of Farm Animals. 7th Ed . Mc Graw-Hill Book Co . New York .